prisonisasi dan pembelajaran kejahatan di...
TRANSCRIPT
i
PRISONISASI DAN PEMBELAJARAN KEJAHATAN DI
LEMBAGA PEMASYARAKATAN
(Studi Kasus: Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Ahmad Hudzaifi
1113111000068
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul:
PRISONISASI DAN PEMBELAJARAN KEJAHATAN
DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN
(Studi Kasus: Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang)
1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 23 Maret 2017
Ahmad Hudzaifi
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : Ahmad Hudzaifi
NIM : 1113111000068
Program Studi : Sosiologi
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
PRISONISASI DAN PEMBELAJARAN KEJAHATAN DI LEMBAGA
PEMASYARAKATAN
(Studi Kasus: Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang)
Dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.
Jakarta, 23 Maret 2017
Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi Pembimbing,
Dr. Cucu Nurhayati, M.Si Dra. Vinita Susanti, M.Si
NIP. 197609182003122033 NIP. 196501151991032002
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
PRISONISASI DAN PEMBELAJARAN KEJAHATAN
DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN
(Studi Kasus: Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang)
Oleh
Ahmad Hudzaifi
1113111000068
Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 13 April
2017. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Sosiologi.
Ketua, Sekretaris,
Dr. Cucu Nurhayati, M.Si Dr. Joharotul Jamilah, M.Si
NIP. 197609182003122033 NIP. 196808161997032002
Penguji I, Penguji II,
Saifudin Asrori, M.Si Kasyfiyullah, M.Si
NIP. 197701192009121001
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 13 April 2017.
Ketua Program Studi Sosiologi
FISIP UIN JAKARTA
Dr. Cucu Nurhayati, M.Si
NIP. 197609182003122033
v
ABSTRAK
Skripsi ini mengkaji tentang “Prisonisasi dan Pembelajaran Kejahatan di
Lembaga Pemasyarakatan (Studi Kasus: Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Tangerang)”. Penelitian ini bertujuan mengetahui dan menganalisis Pola dan
Bentuk Prisonisasi di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang dan kaitan
Prisonisasi dan Pembelajaran Kejahatan terhadap Pengulangan Tindak Kriminal
(Residivisme). Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan
teknik pengumpulan data melalui observasi dan wawancara. Subjek dalam
penelitian ini adalah narapidana residivis dan non-residivis sebagai subjek utama.
Proses analisis data dilakukan dengan mereduksi data, menyajikan data hasil
penelitian, dan menyimpulkan data penelitian. Teori yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Teori Learning Process dari Edwin Sutherland dan Teori
Imitation Process Gabriel Tarde. Learning Process digunakan untuk menganalisis
bentuk negatif prisonisasi dan kaitan prisonisasi dengan residivisme, sedangkan
Imitation Process digunakan dalam menganalisis bentuk positif prisonisasi.
Berdasarkan temuan dan hasil analisis, didapatkan bahwa Pola Prisonisasi
merupakan penggambaran suatu proses berjalannya prisonisasi. Pola Prisnisasi
dibagi menjadi 2 (dua), yaitu Pola Linier, dan Pola Siklus. Pola Linier
menjelaskan proses penyerapan nilai dan kultur di dalam penjara oleh narapidana
telah membuatnya menjadi lebih baik dari sebelumnya. Hal tersebut didorong
oleh interaksi positif antar narapidana dan program pembinaan LAPAS yang
berjalan secara baik. Pola yang kedua adalah Pola Siklus, yaitu menjelaskan
proses prisonisasi yang berjalan secara berulang. Pola ini menggambarkan siklus
hidup narapidana residivis, yang mana didalam prosesnya menghasilkan bentuk-
bentuk prisonisasi. Bentuk Prisonisasi dibagi menjadi 2 (dua), yaitu Bentuk Positif
dan Bentuk Negatif. Pembahasan yang kedua adalah kaitan prisonisasi dan
pembelajaran kejahatan dengan residivisme. Teori learning process dalam 9
proposisinya hanya terdapat 4 proposisi awal yang terkait dengan residivisme di
Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang.
Kata Kunci: Prisonisasi, Residivisme, Narapidana, Lembaga Pemasyarakatan,
Learning Theory, Imitation Theory.
vi
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur tiada henti-hentinya penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT, karena atas izin dan kuasanya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Prisonisasi dan Pembelajaran Kejahatan di Lembaga Pemasyarakatan
(Studi Kasus: Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang)”. Meskipun dalam
penulisannya masih jauh dari kata sempurna. Selama proses penulisan hingga
akhirnya terselesaikan skripsi ini, penulis dipertemukan dengan orang-orang hebat
yang berjasa besar selama penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, atas segalanya
penulis ucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Zulkifli, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Cucu Nurhayati, M.Si, selaku Ketua Prodi Sosiologi yang telah
memberi saran dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
3. Dr. Joharotul Jamilah, M.Si, selaku Sekertaris Prodi Sosiologi yang
telah membantu dan melancarkan skripsi ini.
4. Dra. Vinita Susanti, M.Si, sebagai dosen pembimbing yang sangat
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi. Terimakasih atas doa,
pengertian, waktu dan ilmunya dalam membimbing dan memotivasi
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Husnul Khitam, M.Si, selaku Dosen Pengajar Proposal Skripsi
2016 Prodi Sosiologi, yang telah memberikan masukan dan ilmunya
untuk skripsi ini.
vii
6. Segenap Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, khususnya
Prodi Sosiologi, yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan
pembelajaran berharganya.
7. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Ujairudin dan Ibunda Mimi
Humairoh, serta kedua adik penulis, M.S. Jamiil dan Syarah Waliah
yang tiada henti mendoakan dan memberikan semangat tenaga dan
pikiran kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir skripsi ini.
8. Kementerian Hukum dan HAM Kantor Wilayah Banten dan Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Tangerang, khususnya Bagian Pembinaan
Pemasyarakatan, Bagian Registrasi, Bagian Umum dan seluruh Warga
Binaan Pemasyarakatan yang telah bersedia membantu penulis dalam
melakukan pencarian data penelitian skripsi.
9. Keluarga Sosiologi B 2013, Shandy, Riri, Tiara, Fafa, Amalia,
Rahmat, Reza, Ical, Rahajeng, Lutfi, Rikal, Didin, dan yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungan dan
pembelajaran berharganya.
10. Sahabat setia WSS, Arif, Oktanta, Rifnu, Amal, Alif, Mustofa, Fakri,
Gaung, Malik, Novi, Wahyu, yang telah banyak memberi energi
positif dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Senior dan teman Sosiologi, Bang Adam, Bang Kholid, Ka Derinah,
Ka Yossy, Bang Gopay, dan Tino, yang telah membantu dalam
penyelesaian skripsi ini.
viii
12. Azizia Rochimasnaini, yang setia mendoakan dan menjadi inspirasi
penulis selama menyelesaikan skripsi ini.
Demikianlah ucapan terima kasih, semoga segala bantuan dan
dukungannya mendapat balasan yang berlipat dari Allah SWT. Maka dengan ini
penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi. Semoga skripsi ini
dapat memberikan manfaat.
Jakarta, 23 Maret 2017
Penulis,
Ahmad Hudzaifi
NIM. 1113111000068
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK ....................................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
A. Pernyataan Masalah ....................................................................................... 1
B. Pertanyaan Penelitian ..................................................................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................................... 5
D. Tinjauan Pustaka ............................................................................................ 6
E. Kerangka Teori ............................................................................................ 17
F. Metodologi Penelitian .................................................................................. 31
BAB II GAMBARAN UMUM .................................................................................. 40
A. Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang ................. 40
A.1. Sejarah berdirinya dan Profil Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Tangerang ........................................................................................... 40
A.2. Kondisi Bangunan Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang ........ 42
A.3. Kegiatan dan Program Pembinaan Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Tangerang ........................................................................................... 45
B. Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang ............... 47
x
C. Gambaran Umum Narpidana Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Tangerang. ................................................................................................... 50
D. Gambaran Umum Informan ......................................................................... 56
BAB III PRISONISASI DAN PEMBELAJARAN KEJAHATAN DI
LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I TANGERANG .......... 57
A. Pola dan Bentuk Prisonisasi Narpidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Tangerang .................................................................................................... 57
A.1. Pola Prisonisasi Narpidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Tangerang ........................................................................................... 58
A.2. Bentuk Prisonisasi Narpidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Tangerang ........................................................................................... 64
B. Prisonisasi dan Pembelajaran Kejahatan dalam Kaitannya dengan
Residivisme .................................................................................................. 83
BAB IV PENUTUP ...................................................................................................... 90
A. Kesimpulan .................................................................................................. 90
B. Saran ............................................................................................................ 93
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 95
LAMPIRAN ................................................................................................................. xiii
xi
DAFTAR TABEL
Tabel I.D.1 Matriks Tinjauan Pustaka....................................................................9
Tabel II.B.2 Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Tangerang..............................................................................................................48
Tabel II.C.3 Golongan Narapidana Berdasarkan Masa Hukuman........................51
Tabel II.C.4 Golongan Tahanan Berdasarkan Masa Hukuman.............................52
Tabel II.C.5 Data Keseluruhan Narapidana Penghuni Lembaga Pemasyarakatan
Klas I Tangerang....................................................................................................53
Tabel II.C.6 Jumlah keseluruhan narapidana dilihat dari tingkatan
Pendidikan.............................................................................................................54
Tabel II.C.7 Jumlah keseluruhan narapidana dilihat dari Agama yang
dianut.....................................................................................................................55
Tabel II.C.8 Daftar Narapidana dengan Kasus Khusus........................................56
Tabel II.C.9 Klasifikasi Narapidana Kasus Narkotika..........................................56
Tabel II.C.10 Jumlah Narapidana berdasarkan Kewarganegaraan.......................57
Tabel II.D.11 Gambaran Umum Informan Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Tangerang..............................................................................................................58
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar I.E.1 Prisonisasi dan Siklus Narapidana Residivis................................. 24
Gambar II.A.2 Denah Bangunan Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang
............................................................................................................................... 45
Gambar III.A.3 Pola dan Bentuk Prisonisasi........................................................ 59
Gambar III.A.4 Pola Linier dan Pola Siklus Prisonisasi....................................... 61
Gambar III.A.5 Skema Output Pola Prisonisasi.................................................... 65
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.1 Pedoman Wawancara ................................................................... xiii
Lampiran 1.2 Transkrip Wawancara ...................................................................xv
Lampiran 1.4 Dokumentasi................................................................................. lxii
Lampiran 1.3 Dokumen Resmi ..........................................................................lxvi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Sistem pidana penjara di hampir kebanyakan negara tidak lagi
menerapkan sistem penjara dengan tujuan utama sebagai bentuk
pembalasan dan memberikan efek jera kepada narapidana, akan tetapi
sistem pemenjaraan telah diterapkan dengan sistem pembinaan, yakni
dikatakan bahwa negara berkewajiban membina, membimbing, dan
mengayomi para narapidana, serta memberikan bekal hidup agar ketika
mereka kembali pada lingkungan masyarakat dapat menjalankan perannya
sebagai warga masyarakat.
Sistem Pemasyarakatan mulai diterapkan pada tahun 1964 dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 sebagai dasar hukum dalam
Pemayarakatan. Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS)1 menjadi aktor sentral
dalam masyarakat yang bertugas melindungi masyarakat dari pelaku
kriminal, dan juga membina narapidana agar menyesali perbuatannya dan
dapat bersosialisasi baik dengan masyarakat. Sehingga ketika keluar dari
LAPAS mereka dapat menjadi masyarakat yang baik, berguna, dan dapat
diterima oleh masyarakat.
1 Andi Wijawa Rivai, Buku Pintar Pemasyarakatan (Jakarta: Lembaga Kajian
Pemasyarakatan, 2014). Hal. 9
2
Pelaku kejahatan atau narapidana adalah mereka sebagai bagian dari
masyarakat yang tidak mampu atau gagal menyesuaikan diri dengan norma
dan hukum yang berlaku dalam masyarakat dan negara. Mereka yang
melakukan kejahatan dan melanggar hukum dan telah dijatuhi pidana akan
menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan. Hal tersebut dilakukan
sebagai bentuk pembalasan atas pelanggaran hukum yang dilakukan oleh
mereka. LAPAS bertujuan menjamin warga masyarakat terlindung dari para
pelaku kriminal. Tidak hanya itu, akan tetapi LAPAS juga berfungsi sebagai
lembaga pembina narapidana, yakni pada programnya LAPAS bertugas
untuk membina, mendidik, dan memberi pelatihan pada narapidana agar
setelah bebas tidak kembali melakukan kejahatan.
Pada pelaksanaannya, LAPAS memiliki banyak kendala dalam
proses pembinaan narapidana. Keberhasilan dan kegagalan dalam
pembinaan ditentukan oleh banyak faktor, baik dari faktor petugas LAPAS,
narapidana, faktor lingkungan narapidana, atau faktor lainnya. Dalam proses
pemasyarakatan terdapat apa yang disebut residivisme atau pengulangan
tindak kriminal, dimana narapidana yang telah menjalani hukuman dan
diberikan pembinaan di LAPAS, kembali melakukan tindak kejahatan.
Angka keseluruhan narapidana residivis di Lembaga Pemasyarakatan di
Indonesia diketahui berjumlah 16.149 orang atau masih berkisar 6-7% yang
tercatat dari keseluruhan jumlah tahanan 60.354 orang dan narapidana
3
berjumlah 120.574 orang. Angka tersebut diperoleh dari kantor pusat,
Direktorat Jendral Pemasyarakatan, Jakarta Pusat.2
Fokus permasalahan yang akan diteliti adalah menganalisis
mengenai bagaimana proses sosialisasi di dalam penjara atau yang disebut
prisonisasi, serta bagaimana proses internalisasi nilai dan norma yang
dilakukan selama pembinaan di LAPAS. Proses Pemasyarakatan dan
program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan telah dirancang
sedemikian rupa dan memiliki prospek yang jelas untuk para narapidana.
Namun, pada prakteknya tujuan mulia tersebut akan mengalami beberapa
kendala karena terdapat dua benturan nilai yang saling berlawanan yang
akan dihadapi oleh narapidana, yakni benturan antara internalisasi nilai dari
pembinaan dan internalisasi nilai dari sosialisasi mereka di dalam penjara
dengan teman yang juga berlatar belakang kriminal. Dari kedua nilai
tersebut yang saling berhadapan, tentu akan ada satu nilai yang lebih
dominan terinternalisasi dalam diri narapidana. Penelitian ini akan berfokus
pada aspek tersebut.
Adi Sujatno (2008), yang juga merupakan mantan Direktur Jendral
Pemasyarakatan, dalam bukunya yang berjudul Pencerahan di Balik
Penjara, membahas prisonisasi dan pembelajaran kejahatan di dalam
penjara. Fenomena ini menarik untuk diteliti, karena sanagat erat kaitannya
dengan efektivitas pembinaan narapidana, tingkat kejahatan, dan
residivisme. Seperti apakah interaksi antar sesama pelaku kejahatan yang
2 Direktorat Jendral Pemasyarakatan (Jakarta: Sub Bagian Umum, 2016)
4
ditempatkan dalam satu sel. Adi dalam bukunya, menjelaskan bahwa
mereka para narapidana ketika masuk dalam penjara, tentu akan
ditempatkan dengan orang-orang kriminal yang sama dalam satu sel. Di
dalam penjara mereka berinteraksi dan pada akhirnya narapidana mendapat
pembelajaran dari lingkungan orang yang sama sebagai para pelaku
kejahatan. Pada penjelasannya, Adi mengatakan bahwa narapidana ketika
bersosialisasi dengan sesama pelaku kejahatan, mereka akan menjadi
semakin tangguh dalam melakukan tindak kejahatan.
Penelitian ini lebih berfokus pada pola dan bentuk prisonisasi dan
kaitannya terhadap residivisme. Narapidana residivis diambil sebagai
narasumber utama karena berkaitan langsung dengan fokus penelitian ini.
Narapidana residivis adalah mereka yang melakukan tindak kriminal
kembali setelah keluar dari penjara. Mereka diasumsikan sebagai “produk
gagal” dari pembinaan yang diprogramkan oleh Lembaga Pemasyarakatan.
Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) seolah tidak berpengaruh
terhadap perubahan perilakunya. Kasus lain dalam LAPAS terjadi
kerusuhan dan pembakaran, peredaran narkoba, berjalannya siklus kriminal
dalam LAPAS, dan lainnya. Fenomena tersebut menggambarkan kondisi
sosial di dalam LAPAS dan program pembinaan tidak berjalan sebagaimana
mestinya. Tetapi tidak sedikit juga narapidana yang setelah menjalani
program pembinaan di LAPAS yang kemudian menyesali perbuatannya,
dan tidak kembali melakukan pelanggaran hukum, serta dapat kembali
menyatu dan diterima oleh lingkungan masyarakat.
5
Atas dasar itulah peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana
“Prisonisasi dan Pembelajaran Kejahatan di Lembaga Pemasyarakatan
(Studi Kasus: Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang)”.
B. Pertanyaan Penelitian
Bagaimana Pola dan Bentuk Prisonisasi di Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Tangerang?
Bagaimana Prisonisasi dan Pembelajaran Kejahatan dalam kaitannya
dengan Pengulangan Tindak Kriminal (Residivisme) di Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Tangerang?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
menganalisis Pola dan Bentuk Prisonisasi di Lembaga Pemasyarakatan
Klas I Tangerang dan kaitan Prisonisasi dan Pembelajaran Kejahatan
terhadap Pengulangan Tindak Kriminal (Residivisme). Dalam penelitian ini
juga diharapkan dapat memperoleh manfaat, yakni:
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan pada bidang
akademis sosiologi kriminalitas dan khususnya pada fokus analisis tentang
narapidana.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi Lembaga
Pemasyarakatan dalam menangani narapidana khususnya Narapidana
Residivis dari sisi sosiologis dan meminimalisir dampak negatif dari Sistem
Pemasyarakatan.
6
D. Tinjauan Pustaka
Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah membaca beberapa
referensi yang terkait dengan masalah prisonisasi. Penelitian oleh
Chaerudin dengan judul tesis yang berjudul “Masalah Prisonisasi dalam
Kaitannya dengan Sistem Pemasyarakatan”, menganalisis dampak negatif
yang timbul dari sistem pemenjaraan atau sistem pemasyarakatan yakni
berupa prisonisasi. Adanya krisis yang dialami oleh narapidana di dalam
penjara merupakan gejala yang dapat diamati secara langsung, yang diawali
dari tindakan mengisolir terpidana yang berakibat hilangnya kemerdekaan,
hilangnya kesempatan untuk memenuhi kebutuhan biologis, hilangnya rasa
aman, dan sejumlah penderitaan selama berada di dalam penjara (pains of
imprisonment).
Selain krisis di atas, efek negatif yang ditimbulkan dari penerapan
pidana penjara turut pula menambah beban persoalan yang dihadapi,
sehingga bermunculan kritik dari berbagai kalangan yang ditujukan pada
persoalan efektivitas dari pidana penjara. Apakah pidana penjara
mempunyai pengaruh preventif atau dapat mengurangi jumlah
residivis? Meskipun penerapan pidana penjara di Indonesia telah bergeser
ke arah sistem pemasyarakatan, namun persoalan dan ciri-ciri yang terdapat
dalam sistem penjara masih tetap melekat.3
Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa prisonisasi merupakan suatu
proses penyerapan nilai dan tata cara kehidupan di dalam penjara. Proses
3 Chaerudin, Masalah Prisonisasi dalam Kaitannya dengan Sistem Pemasyarakatan,
Tesis: Depok, Fakultas Ilmu Hukum, Universitas Indonesia, 1995.
7
penyerapan tersebut dilakukan dengan proses belajar dalam berinteraksi
antar sesama narapidana. Nilai dan kultur kehidupan narapidana mempunyai
pengaruh besar terhadap kehidupan individual narapidana. Dapat
diasumsikan bahwa penyerapan kultur dalam penjara oleh narapidana
mengarah pada cara-cara kehidupan yang tidak baik. Dalam keadaan ini
penjara dapat diistilahkan sebagai “sekolah kejahatan”. Akibat dari
prisonisasi ini memberikan dorongan yang kuat terhadap narapidana untuk
melakukan kembali tindak pidana setelah keluar dari penjara.
Penelitian kedua, analisis mengenai narapidana residivis, salah
satunya adalah Tesis Ali Amran, Jurusan Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, dengan judul “Faktor Sosio
Demografis Yang Mendorong Terjadinya Residivisme”. Dalam tesis nya
dijelaskan bahwa, terjadinya residivisme erat kaitannya dengan pembinaan
di Lembaga Pemasyarakatan, keberhasilan pembinaan mempengaruhi
perkembangan residivisme. Ini terlihat dari angka residivisme di Lembaga
Pemasyarakatan di Indonesia yang masih berkisar 6-7 % yang tercatat.
Belum lagi angka residivisme yang tidak tercatat, kemungkinan jumlahnya
lebih besar dilihat dari semakin tingginya tingkat kejahatan di Indonesia.
Dalam hal ini tentu ada faktor yang mendorong pelaku kejahatan
mengulangi tindak pidana untuk kesekian kalinya.
Faktor sosio-demografis yang melingkupi lingkungan tempat
tinggalnya, lingkungan peradilan pidana, lingkungan lembaga
pemasyarakatan, dan lingkungan ketika kembali ke masyarakat setelah
8
menjalani hukuman, bisa menjadi faktor pendorong untuk melakukan
pengulangan tindak pidana.4 Dalam Lembaga Pemasyarakatan terdapat
budaya kriminal yang bisa menjadikan orang yang masuk kedalamnya
menjadi lebih jahat, karena bergaul dan berinterksi dengan penjahat yang
lebih “tangguh”. Kemudian ketika kembali ke dalam lingkungan
masyarakat, terdapat pemberian “cap/label” sebagai pelaku kejahatan
kepada mereka.5
Penelitian ketiga yakni tesis oleh Didik Budi Waluyo, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia yang berjudul “Faktor-faktor
penghambat pelaksanaan pembinaan narapidana residivis di lembaga
pemasyarakatan Klas IIA Banceuy Bandung”. Penelitian ini selain ditujukan
untuk mengetahui apakah dalam pelaksanaan pembinaan bagi narapidana
telah diadakan pemisahan penempatan dan program pembinaan antara
narapidana residivis dengan non-residivis, dan juga untuk mengetahui
faktor-faktor penghambat apabila dilakukan pemisahan tersebut. Namun
demikian dalam pelaksanaan pembinaan tersebut lembaga pemasyarakatan
harus menghadapi beberapa faktor yang bisa menghambat berhasilnya
pembinaan antara lain belum adanya klasifikasi bagi narapidana residivis,
penempatan narapidana, program pembinaan yang diperuntukkan masing-
masing klasifikasi, dana pembinaan yang terbatas, perbandingan jumlah
petugas dengan narapidana yang kurang seimbang, sikap narapidana dalam
4Ali Amran, Faktor Sosio Demografis Yang Mendorong Terjadinya Residivisme, Tesis:
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Departemen Kriminologi, Universitas Indonesia, 2003. 5 Ibid.
9
mengikuti pembinaan, dan kurangnya partisipasi pemerintah dan
masyarakat.6
Tabel I.D.1 Matriks Tinjauan Pustaka
No. Penulis dan
Fokus Kajian Temuan Persamaan Perbedaan
1. Chaerudin
(Tesis, 1995)
Masalah
Prisonisasi
dalam Kaitannya
dengan Sistem
Pemasyarakatan
Terdapat klasifikasi
dan stratifikasi dalam
interaksi antar
narapidana dilihat dari
segi tingkat kejahatan
yang dilakukan.
Permasalahan
prisonisasi yang masih
melekat pada sistem
pemasyarakatan.
Prisonisasi
sebagai
analisis utama
penelitian.
Tidak
menjelaskan
pada analisis
prisonisasi
dalam kaitannya
dengan
residivisme.
6 Didik Budi Waluyo, Faktor-faktor penghambat pelaksanaan pembinaan narapidana
residivis di lembaga pemasyarakatan kelas IIA Banceuy Bandung, Tesis: Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Sosiologi, Universitas Indonesia, 2005.
10
2. Ali Amran
(Tesis, 2003)
Faktor Sosio
Demografis yang
Mendorong
Terjadinya
Residivisme
Faktor sosio
demografis, budaya
kriminal atau
prisonisasi dalam
penjara, dan
pemberian cap
(labeling) oleh
masyarakat menjadi
faktor determinan
narapidana menjadi
residivis.
Narasumber
utama adalah
Narapidana
Residivis
Fokus pada
faktor sosio
demografi yang
mendorong
terjadinya
residivisme.
3. Didik Budi
Waluyo
(Tesis, 2005)
Faktor-Faktor
Penghambat
Pelaksanaan
Pembinaan
Narapidana
Residivis
Faktor yang
menghambat
berhasilnya
pembinaan antara lain;
Belum adanya
program pembinaan
untuk masing-masing
klasifikasi narapidana
Perbandingan jumlah
petugas dengan
narapidana yang tidak
seimbang.
Narasumber /
Informan
utama adalah
Narapidana
Residivis
Tidak berfokus
pada analisis
faktor internal
narapidana.
11
4. Ali Imron
(Jurnal, 2014)
Konstruksi
Masyarakat
Terhadap
Mantan
Narapidana
Keberadaan mantan
narapidana di tengah-
tengah masyarakat
menjadi suatu
diskriminasi dan
melahirkan konstruksi
oleh masyarakat.
Yakni proses
eksternalisasi,
objektivasi, dan
internalisasi.
Fokus pada
masalah yang
dihadapi
narapidana
dalam proses
bersosialisasi.
Metode
penelitian
Kualitatif
Menjelaskan
lebih kepada
faktor eksternal
mengenai
hambatan
narapidana
dalam
bersosialisasi.
5. Dwi Sandi Nafia
(Jurnal, 2009)
Blek seorang
“Tukang Comot”
(Studi Kasus:
Proses Belajar
Pelaku
Penculikan)
Jurnal ini membahas
mengenai bagaimana
proses belajar seorang
pelaku penculikan
yang mengacu pada
definisi proses belajar.
Analisis
terhadap
proses belajar
kejahatan.
Menggunakan
learning theory
Sutherland.
Studi kasus
yang berbeda.
Narasumber /
informan yang
berbeda.
Tidak berfokus
pada analisis
prisonisasi.
12
6. Ibrahim Samad
(Tesis, 2013)
Pengaruh Faktor
Diri, Keluarga
dan Persekitaran
Sosial Terhadap
Residivisme di
Penjara
Penelitian ini
Penelitian ini berfokus
di Penjara Taiping,
Malaysia. Membahas
mengenai tiga faktor
utama yang
mempengaruhi
residivisme, yaitu
keluarga, lingkungan,
dan faktor diri
narapidana.
Analisis faktor
lingkungan
sebagai faktor
yang
mempengaruhi
residivisme.
Tidak
menganalisis
bagaimana
bentuk dari
prisonisasi
7. Nur Basuki
Minamo dan
Eman
(Jurnal, 1995)
Pengaruh
Prisonisasi
Terhadap
Pembinaan
Narapidana
Bentuk prisinonisasi
diidentifikasi dari pola
perilaku dan kultur
yang diserap oleh
narapidana. Bentuk
yang dimaksud lebih
bersifat negatif.
Seperti kode etik
narapidana, homo
seksual, dan tato.
Analisis
terhadap
prisonisasi
Tidak berfokus
pada hubungan
prisonisasi
dengan
residivisme.
13
8. Stephen L.
Mallory
(Disertasi, 2002)
An Examination
of Donald
Clemmer‟s
Concept of
Prisonisasi and
its Role in The
Future
Development of
Penal Policy in
The United
States
Disertasi ini mencoba
untuk menguji konsep
Prisonisasi dari
Donald Clemmer.
Prisonisasi terbukti
tidak hanya dapat
menggagalkan proses
rehabilitasi
narapidana, tetapi juga
dapat menumbuhkan
motivasi perilaku jahat
dari narapidana.
Analisis
prisonisasi
sebagai fokus
utama.
Fokus
penelitian, hasil
analisis, dan
studi kasus
yang berbeda.
Disertasi ini
berfokus pada
kaitan antara
prisonisasi
dengan hukum
pidana.
9. Jessie Harper,
(Disertasi, 2011)
The Effects of
Prisonisasi on
The
Employability of
Former
Prisoners: First-
hand Voices
Penelitian ini
menunjukkan
keterlibatan individu
dalam pekerjaan
setelah bebas dari
penjara. Dampak
prisonisasi dapat
mempengaruhi
kemampuan mantan
tahanan secara
emosional dan
interpersonal. Temuan
utamanya adalah
bahwa proses interaksi
dapat terganggu
sebagai akibat dari
dampak psikologis
prisonisasi ini.
Analisis
prisonisasi
sebagai fokus
utama.
Disertasi ini
berfokus pada
analisis
prisonisasi
dalam kaitanya
dengan
pekerjaan
narapidana
setelah keluar
dari penjara.
14
10. Anna Elizabeth
Kosloski
(Tesis, 2008)
The Effect of
Prisonisasi on
Female
Criminality
Prisonisasi diperiksa
melalui prediktor
sepuluh bentuk
kesalahan
institusional,
diantaranya,
demografi, sejarah
sosial, karir kriminal,
dan faktor resiko lain.
Fakta bahwa ada
sekelompok kecil
pelaku perempuan di
penjara yang
melakukan sebagian
besar pelanggaran.
Prisonisasi
dalam
penelitian ini
diukur melalui
sejarah
kurungan atau
sejarah di balik
jeruji besi.
Tesis ini lebih
berfokus pada
prisonisasi
terhadap
narapidana
wanita.
11. Hassan Bailey
(Tesis, 2011)
Secondary
Prisonization:
The Effects of
Involuntary
Separation on
Families of
Incarcerated
African
American Men
Analisis ini
mempelajari dampak
keuangan dan
memeriksa
keterlibatan dukungan
keluarga.
Penelitian ini
menemukan bahwa
dampak negatif dari
pemenjaraan dapat
diperkecil dengan
bantuan keluarga dan
peran agama.
Analisis
Prisonisasi
terhadap
narapidana
Fokus yang
berbeda, Tesis
ini berfokus
pada hubungan
keluarga dan
peran agama
terhadap
perkembangan
narapidana.
15
Dari beberapa literature review yang telah dijelaskan, pada
umumnya membahas mengenai Pembinaan Lembaga Pemasyarakatan,
Narapidana Residivis, dan Prisonisasi. Perbedaannya dari masing-masing
penelitian adalah pada penelitian pertama lebih berfokus pada analisis
prisonisasi dalam kaitannya dengan sistem pemasyarakatan. Penelitian
kedua lebih memfokuskan masalah pada faktor sosio-demografi yang
mendorong terjadinya residivisme. Penelitian ketiga berfokus pada faktor-
faktor penghambat dalam pelaksanaan pembinaan narapidana residivis.
Penelitian keempat membahas tentang konstruksi masyarakat
terhadap mantan narapidana. Penelitian kelima berfokus pada proses belajar
kejahatan dengan kasus penculikan. Penelitian keenam menganalisis
pengaruh keluarga dan lingkungan terhadap residivisme di penjara.
Penelitian ketujuh adalah analisis mengenai bentuk prisinonisasi yang
diidentifikasi dari pola perilaku dan kultur yang diserap oleh narapidana.
Bentuk yang dimaksud lebih bersifat negatif. Seperti kode etik narapidana,
homo seksual, dan tato.
Penelitian kedelapan adalah Disertasi yang menguji konsep
Prisonisasi dari Donald Clemmer. Penelitian kesembilan yaitu Disertasi
dengan analisisnya yang menunjukkan keterlibatan individu dalam
pekerjaan setelah bebas dari penjara. Penilitian ke-10 adalah penelitian yang
menganalisis dampak prisonisasi terhadap narapidana perempuan. Yang
terakhir, penelitian ke-11 yaitu penelitian yang mempelajari dampak
finansial dan memeriksa keterlibatan dukungan keluarga terhadap
16
narapidana. Penelitian tersebut menemukan bahwa dampak negatif dari
pemenjaraan dapat diperkecil dengan bantuan keluarga dan peran agama.
Penelitian yang telah disebutkan di atas memiliki beberapa
kesamaan dengan penilitian kali ini, namun keunggulan dari penilitian kali
ini terletak pada fokus yang berbeda. Penelitian kali ini berfokus pada
temuan dan analisis mengenai pola dan bentuk prisonisasi, dan penelitian
ini juga berfokus pada analisis terhadap narapidana residivis dan kasus
residivisme yang terjadi. Selain itu periode penilitian yang jauh berbeda
yang tentunya menghasilkan temuan baru dan berbeda.
Perbedaan mendasar dengan penelitian yang telah dilakukan
sebelumya adalah bahwa penelitian kali ini penulis mencoba
mengembangkan konsep Prisonisasi dari Donald Clemmer, dan juga
menganalisis bagaimana pola dan bentuk prisonisasi yang terjadi dalam
penjara, dengan berfokus pada narapidana residivis yang dianggap sebagai
narapidana yang sudah berpengalaman mendekam di penjara. Selain itu
pada penelitian kali ini juga mengaitkan prisonisasi dengan pengulangan
tindak kejahatan (residivisme) yang dianalisis menggunakan teori learning
process dari E. Sutherland dan imitation theory dari G. Tarde.
Penelitian ini mengunakan landasan teori dari Edwin Sutherland
tentang Learning Process Theory atau proses belajar (kejahatan), teori
tersebut melihat proses belajar sebagai faktor narapidana melakukan dan
atau mengulangi kejahatan. Penelitian ini juga tentunya menggunakan
istilah prisonisasi yang dicetuskan oleh Donald Clemmer sebagai istilah
17
yang diartikan secara sederhana sebagai suatu proses penyerapan tata nilai,
kultur, dan kebiasaan yang terdapat di dalam penjara. Hal tersebut yang
menjadi dasar dalam menganalisis kasus prisonisasi dalam penjara.
E. Kerangka Teoritis
1. Definisi Konseptual
a. Pemasyarakatan dan Sistem Pemasyarakatan
Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan warga
binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara
pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata
peradilan pidana.7 Istilah Pemasyarakatan dicetuskan sebagai bentuk dari
transformasi sistem penghukuman terhadap pelaku kriminal.
“Secara filosofis, Pemasyarakatan adalah sistem pemidanaan yang
sudah jauh bergerak meninggalkan filosofi retributif (pembalasan),
deterrence (penjeraan), dan resosialisasi. Dengan kata lain,
pemidanaan (penghukuman) tidak ditujukan untuk membuat derita
sebagai bentuk pembalasan, tidak ditujukan untuk membuat jera
dengan penderitaan, juga tidak mengasumsikan terpidana sebagai
seseorang yang kurang sosialisasinya. Pemasyarakatan sejalan
dengan filosofi reintegrasi sosial yang berasumsi kejahatan adalah
konflik yang terjadi antara terpidana dengan masyarakat. Sehingga
pemidanaan (penghukuman) ditujukan untuk memulihkan konflik
atau menyatukan kembali terpidana dengan masyarakatnya
(reintegrasi).”8
7 Andi Wijawa Rivai, Buku Pintar Pemasyarakatan (Jakarta: Lembaga Kajian
Pemasyarakatan, 2014). Hal. 12 8 Iqrak Sulhin, Filsafat (Sistem) Pemasyarakatan. Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 7
No.I Mei 2010: 134-150
18
Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah, batas,
serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan pancasila
yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan
masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar
menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak
pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat
aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai
warga yang baik dan bertanggung jawab.9 Pemasyarakatan dirancang
dengan mengedepankan HAM (Hak Asasi Manusia), sehingga kerangka
penghukuman pidana yang sebelumnya berbentuk pemenjaraan yang hanya
mementingkan penghukuman dan efek jera, kini telah bertransformasi
menjadi Sistem Pemasyarakatan yang mengedepankan HAM dan berfokus
pada peran pembinaan dan rehabilitasi narapidana.
b. Pembinaan Lembaga Pemasyarakatan
Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, professional,
kesehatan jasmani dan rohani Narapidana. pembinaan narapidana
dilaksanakan secara intramural (di dalam LAPAS) dan ekstramural (di luar
LAPAS).10
Pembinaan meliputi 2 (dua) program, yaitu:
1) Program Pembinaan Kepribadian;
9 Andi Wijawa Rivai, loc.cit.
10 Ibid., Hal. 131
19
Program kepribadian diarahkan pada pembinaan mental dan watak agar
narapidana menjadi manusia seutuhnya, bertaqwa, dan bertanggung
jawab kepada diri sendiri, keluarga, dan masyarakat.
2) Program Pembinaan Kemandirian;
Program pembinaan kemandirian diarahkan pada pembinaan bakat dan
keterampilan agar narapidana dapat kembali berperan sebagai anggota
masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab.11
Program pembinaan
ini bertujuan untuk mengasah skill dan keterampilan narapidana,
sehingga ketika nanti mereka keluar dari LAPAS, mereka telah
memiliki skill yang dapat berguna untuk bersaing di dunia kerja.
c. Narapidana
Pengertian narapidana secara umum adalah seseorang yang telah
dijatuhi hukuman pidana dan telah menjadi seorang terpidana yang harus
menjalani masa hukuman di Lembaga Pemasyarakatan.
Hak-hak narapidana adalah sebagai berikut:
1) Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya;
2) Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani
3) Mendapatkan pendidikan dan pengajaran;
4) Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;
5) Menyampaikan keluhan;
6) Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa
lainnya yang tidak dilarang;
11
Ibid., Hal. 132
20
7) Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;
8) Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu
lainnya;
9) Mendapatkan Remisi
10) Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi
keluarga;
11) Mendapatkan pembebasan bersyarat;
12) Mendapatkan cuti menjelang bebas; dan
13) Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
d. Kejahatan
Secara yuridis formal, kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang
bertentangan dengan moral kemanisiaan (immoril), merugikan masyarakat,
sifatnya asosial, serta melanggar hukum serta undang-undang hukum
pidana.12
Di dalam perumusan pasal-pasal Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) jelas tercantum; Kejahatan adalah semua bentuk perbuatan
yang memenuhi perumusan ketentuan-ketentuan KUHP.13
Berbeda dengan
pengertian kejahatan pada umumnya, secara sosiologis, kejahatan terbagi
menjadi tiga kategori, yaitu: strain, cultural deviance (penyimpangan
budaya), dan social control.14
12
Kartini Kartono, Patologi Sosial (Jakarta: Rajawali Pers, 2013). Hal. 143 13
Ibid,. Hal. 144 14
Topo Santoso, Kriminologi (Jakarta: Rajawali Pers, 2010). Hal. 57
21
Kejahatan merupakan suatu tindakan melawan hukum, peyimpangan
nilai dan norma, dan merupakan tidakan yang merugikan lingkungan dan
masyarakat, baik secara materil atau immateril. Ukuran dari menyimpang
atau tidaknya suatu perbuatan ditentukan oleh besar kecilnya kerugian atau
keparahan sosial (social injuries) yang ditimbulkan oleh perbuatan tersebut
dan dikaji dalam konteks ketidakmerataan kekuasaan dan kemakmuran
dalam masyarakat.15
Kejahatan menurut cara dilakukannya, bisa
dikelompokkan dalam:
1) Menggunakan alat-alat bantu: senjata, senapan, alat pukul, dan
lainnya.
2) Tanpa menggunakan alat bantu, misalnya, tipu daya atau
hipnotis.
3) Residivis, yaitu penjahat-penjahat yang berulang kali keluar
masuk penjara. Selalu mengulangi perbuatan jahat, baik yang
serupa ataupun yang berbeda bentuk kejahatannya.
4) Penjahat berdarah dingin, yang melakukan kejahatan dengan
sistematis dan persiapan yang matang.
5) Penjahat situasional, yang melakukan kejahatan pada waktu dan
saat tertentu.16
e. Residivisme
Residivis atau pengulangan tindak pidana berasal dari bahasa
prancis yaitu re dan cado. Re berarti lagi dan cado berarti jatuh, sehingga
15
Ibid,. Hal. 22 16
Kartini Kartono, Patologi Sosial (Jakarta: Rajawali Pers, 2013). Hal. 149
22
secara umum dapat diartikan sebagai melakukan kembali.17
Secara umum
dapat dikatakan bahwa residivisme adalah suatu keadaan yang
menunjukkan tingkat atau pola pengulangan kejahatan di masyarakat pola
pengulangan kejahatan ini tidak memedulikan apakah tindakan kejahatan
yang dilakukan sama atau tidak.18
Residivis merupakan sebutan untuk
seseorang yang melakukan pelanggaran hukum berulang kali dan telah
dijatuhi hukuman oleh lembaga peradilan pidana.
Residivisme adalah orang yang melakukan beberapa kali tindak
pidana. Dimana tindak pidana yang lain sudah ada putusan hakim. Dari sini
diketahui bahwa residivisme menunjukkan adanya tindakan kejahatan yang
berulang dilakukan oleh orang yang sama, dan telah mendapat hukuman
atas tindakan kejahatan yang dilakukannya.19
Lahirnya narapidana berstatus
residivis menggambarkan pengaruh yang terjadi dalam proses pembinaan
oleh LAPAS tidak sejalan dengan tujuan dari pembinaan tersebut. Pada
prosesnya, narapidana yang kembali melakukan kejahatan memiliki
beberapa faktor yang melatarbelakanginya, yaitu ekonomi, sosial, dan
psikologis. Proses interaksi antar narapidana di dalam penjara diasumsikan
sebagai faktor determinan yang medorong munculnya narapidana residivis.
Proses interaksi tersebut oleh Donald Clemmer disebut sebagai proses
prisonisasi.
17
Putri Ramadhany Alie, Tinjauan Kriminologis Terhadap Anak Sebagai Residivis,
Skripsi: Fakultas Hukum, Ilmu Hukum, Universitas Hasanuddin, 2015. 18
Muhammad Mustofa, Metodologi Penelitian Kriminologi (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2013). Hal. 141 19
Ali Amran, Faktor Sosio Demografis Yang Mendorong Terjadinya Residivisme, Tesis:
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Kriminologi, Universitas Indonesia, 2003.
23
Gambar I.E.1 Prisonisasi dan Siklus Narapidana Residivis
Gambar di atas menjelaskan siklus kehidupan narapidana, dimana
masyarakat yang tertangkap melakukan tindak kriminal akan dimasukkan
ke dalam penjara dan menjadi narapidana. Mereka akan terisolir dari
lingkungan masyarakat dengan ditempatkannya di dalam penjara atau yang
kini dikenal sebagai Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS). Penempatan
mereka di dalam LAPAS bertujuan agar mereka dapat dibina dan tidak
kembali melakukan tindakan kriminal setelah bebas dari masa hukuman.
Namun terdapat suatu kontradiksi, dimana dalam penempatan narapidana
tersebut ditempatkannya mereka dengan para kriminal lainnya dalam satu
tempat. Komunikasi dan interaksi antar para narapidana pun akan terjadi.
Interaksi yang terjalin akan memunculkan dua kemungkinan, yakni
24
mengarah pada hal positif atau negatif. Kemungkinan terbesar interaksi
yang terjalin antar narapidana mengarah pada hal negatif. Kemungkinan
tersebut dilihat bahwa mereka sama-sama memiliki riwayat kriminalitas,
meskipun dengan tingkatan dan jenis kriminalitas yang berbeda. Dengan
begitu, tukar menukar “ilmu” tentang kejahatan pun besar kemungkinan
akan terjadi.
Kemudian setelah narapidana menyelesaikan masa hukumannya dan
keluar dari penjara, terdapat dua kemungkinan saat mereka kembali ke
lingkungan masyarakat, yakni dapat tidak melakukan tindak kriminal
kembali serta dapat menyatu dan diterima oleh masyarakat, dan atau tidak
dapat diterima oleh masyarakat bahkan kembali melakukan kriminalitas
atau dapat disebut menjadi seorang residivis.
f. Prisonisasi
Proses penjatuhan hukuman pidana akan memaksa setiap narapidana
melakukan adaptasi dengan tata nilai dan pola kehidupan masyarakat yang
berlaku dalam penjara, yang tentunya berbeda dengan tata nilai dan pola
kehidupan masyarakat pada umumnya. Tata nilai dan pola kehidupan yang
terbentuk dalam penjara merupakan salah satu bentuk reaksi narapidana
terhadap kondisi keterbatasan dan kesakitan yang mereka alami.20
Donald Clemmer (1940) menyebutkan bahwa cara hidup, moral,
kebiasaan dan kultur umum dapat diserap oleh seorang narapidana dalam
jalinan interaksi sosial. Inilah yang selanjutnya disebut dengan
20
Adi Sujatno, Pencerahan di Balik Penjara. (Jakarta: PT Mizan Terbuka, 2008). Hal. 98
25
Prisonization Process.21
Clemmer telah menggunakan konsep prisonisasi
untuk menggambarkan proses sosialisasi antara narapidana di dalam
penjara. Ia secara tegas mendefinisikan prisonisasi sebagai berikut; “the
taking on, in greater or less degree, of the folkways, mores, customs and
general culture of the penitentiary” (besar kecilnya pengaruh tata cara
kehidupan, moral, kebiasaan dan kultur umum narapidana di dalam
penjara).22
In The Prison Community (1940) Donald Clemmer presented
the first sociological study of prison life. Based on his research in
the Menard Branch of the Illinois State Penitentiary, Clemmer put
forward and established the notion of „prisonisation‟. This concept
can be understood as the impact of the prison experience on
prisoners and is thus a descriptor of the process by which those who
enter prison take on the „folkways, mores, customs, and general
culture of the penitentiary‟ (1940: 299). Clemmer argued that
prisonisation may occur to greater or lesser degrees depending on a
range of factors (length of sentence, level of association with peer
groups within prison, strength of ties outside prison, inter alia).
Some of the factors associated with the process result from the
peculiarities and constraints of the prison environment, including
the acceptance (or resistance to) the powerless position of being a
prisoner and the conditions under which prisoners must eat, dress,
work, sleep and so forth.23
Pengertian yang lebih pendek dari definisi Clemmer tersebut
menyebutkan bawa Prisonisasi adalah sosialisasi di dalam penjara.24
Prisonisasi dapat mengubah the first offender menjadi seorang kriminal
21
Chaerudin, Masalah Prisonisasi Dalam Hubungannya Dengan Sistem
Pemasyarakatan, Tesis: Fakultas Hukum, Ilmu Hukum, Universitas Indonesia, 1995. 22
Ibid., 23
Deborah H. Darke, Sacha and Rod Earley. Prison Life, Sociology of: Recent
Perspectives from the United Kingdom. In: Wright, J. ed. International Encyclopaedia of Social
and Behavioural Sciences (2nd
ed). (Oxford: Elsevier, 2015) pp. 924–929 [jurnal on-line]; tersedia
di http://oro.open.ac.uk/40428/1/Elsevier%20encyclopedia%20entry.pdf; diunduh pada 25 Januari
2017. 24
Hugo F. Reading, Dictionary of Social Science, terjemahan Sahat Simamora. (Jakarta:
CV Rajawali, 1986).Hal. 319
26
yang tangguh karena selama menjalani kehidupan dalam penjara, the first
offender mempunyai kesempatan untuk melakukan pembelajaran kejahatan.
Pembelajaran kejahatan ini dilakukan melalui proses interaksi dan
komunikasi dengan pelaku kriminal yang mempunyai pengalaman lebih
tinggi dalam melakukan kejahatan.25
Clemmer mengistilahkan penjara sebagai “sekolah kejahatan” atau
(prison as schools of crime) dan Ramsey Clark mengistilahkan penjara
sebagai “pabrik kejahatan” (prison as factories of crime).26
Kedua istilah
tersebut cukup logis dan beralasan mengingat bahwa penjara menjadi
tempat pencemaran, karena di tempat ini, penjahat atau pendatang baru di
dunia kejahatan akan semakin dirusak oleh pergaulan dari penjahat „senior‟.
Fase prisonisasi yang paling mengkhawatirkan adalah tumbuh dan
meluasnya kriminalitas dan anti-sosial dan membuat karakteristik ideologi
kriminal dalam penjara.27
Implikasi negatif dari prisonisasi sangat signifikan dalam
mendukung dan melindungi narapidana dalam memahami pola dan tingkah
laku kriminal, yang pada gilirannya, seorang narapidana yang menjadi
terpenjara secara sempurna, cenderung untuk melakukan tindak pidana lebih
lanjut setelah ia keluar dari penjara. Dengan pengaruh prisonisasi di atas,
maka dapat dipahami bahwa dengan pidana penjara justru akan menunjang
25
Adi Sujatno, Pencerahan di Balik Penjara. (Jakarta: PT Mizan Terbuka, 2008). Hal.
102 26
Chaerudin, loc.cit. 27
Ibid.
27
terciptanya iklim yang kriminogen, sehingga apa yang diharapkan dari
penerapan pidana penjara sebagai pencegahan tidak terwujud.
2. Landasan Teori
a. Learning Theory / Teori Belajar (Kejahatan)
Teori Belajar (learning process) yang dicetuskan oleh Edwin
Sutherland melalui teori besarnya Differential Association melihat bahwa
kejahatan merupakan suatu proses pembelajaran yang dialami oleh pelaku
kejahatan, yakni bahwa kejahatan tidak akan hadir tanpa adanya proses
belajar kejahatan yang dipelajari olehnya. Proses belajar tersebut meliputi
interaksi, adaptasi, dan komunikasi antar pelaku kriminal.
Sutherland (1947) melalui teorinya yang dirumuskan dalam 9
(sembilan) proposisi menjelaskan bahwa:
1) Tingkah laku jahat dipelajari. Dalam kaitan ini maka orang yang belum
pernah dilatih untuk melakukan tingkah laku kejahatan tidak akan
menghasilkan tingkah laku kejahatan;
2) Kejahatan dipelajari ketika berinteraksi dengan orang-orang lain dalam
proses komunikasi;
3) Asas penting dalam belajar tingkah laku jahat terjadi ketika individu
berinteraksi dengan individu-individu lain, khususnya dalam hubungan
antar pribadi suatu kelompok yang akrab;
4) Ketika seseorang belajar tingkah laku jahat, yang dipelajari meliputi
teknik melakukan kejahatan, motivasi yang khas, dorongan,
rasionalisasi, dan sikap;
28
5) Motivasi yang khas, dan dorongan dipelajari ketika individu-individu
tadi dihadapkan pada aturan tingkah laku tunduk hukum yang harus
ditaati maupun pada aturan tingkah laku yang lebih condong dengan
pelanggaran hukum;
6) Seseorang menjadi delinkuen karena pengaruh aturan tingkah laku yang
condong melanggar hukum lebih kuat daripada pengaruh aturan tingkah
laku yang tunduk hukum. Ini merupakan prinsip asosiasi diferensial;
7) Tingkat asosiasi dengan aturan tingkah laku jahat dan aturan tingkah
laku anti kejahatan, dan pengaruh aturan tingkah laku mana yang kuat,
tergantung pada frekuensi, lamanya, prioritasnya, dan intensitasnya
dengan aturan tingkah laku yang bersangkutan;
8) Dalam mempelajari tingkah laku tersebut dilakukan melalui mekanisme
yang dibutuhkan dalam belajar tingkah laku apa saja;
9) Meskipun tingkah laku jahat merupakan ekspresi dari kebutuhan umum
dan nilai-nilai umum, tingkah laku jahat dan tingkah laku tidak jahat
tidak dapat dibedakan berdasarkan kebutuhan umum dan nilai-nilai
umum, karena kedua bentuk tingkah laku yang bertentangan tersebut
merupakan ekspresi yang sama atas kebutuhan umum dan nilai-nilai
umum.28
Sutherland menyatakan bahwa preferensi ke kejahatan itu
“ditransmisikan secara kultural” sama dengan menyatakan bahwa perilaku
28
Edwin Sutherland, Principles of Criminology, dalam Muhammad Mustofa,
Kriminologi: Kajian Sosiologi Terhadap Kriminalitas, Perilaku Menyimpang dan Pelanggaran
Hukum. (Bekasi: Sari Ilmu Pratama, 2010). Hal. 128-129.
29
kejahatan itu dipelajari melalui interaksi sosial. Untuk mendeskripsikan
proses belajar ini, Sutherland menciptakan konsep Differential
Association.29
Teori Sutherland tersebut sebetulnya tidak unik, namun logis, dan
rumusannya secara sistematis merangkai antar hubungan yang
menyebabkan kejahatan dapat dipahami sebagai tingkah laku yang secara
normal dipelajari. Proses belajar yang normal tersebut tidak ada sangkut
pautnya dengan kondisi biologis ataupun kondisi psikologis seseorang.
Penjelasan Sutherland sepenuhnya sosiologis, yang memberi perhatian pada
hubungan sosial, frekuensi, intensitas, dan makna asosiasi.30
Sebelum teori differential association diajukan oleh E. Sutherland,
pergaulan sudah ditunjuk sebagai faktor yang dapat menimbulkan
kejahatan. Teori ini berlandaskan pada proses belajar, yaitu perilaku
kejahatan adalah perilaku yang dipelajari. Untuk beberapa kejadian memang
benar, akan tetapi tentunya tidak benar untuk semua kasus. Teori Sutherland
mendasarkan pada postulat bahwa kejahatan berasal dari organisasi sosial
dan merupakan pernyataan dari organisasi tersebut. Menurut Sutherland
perilaku kejahatan adalah perilaku manusia yang sama dengan perilaku
manusia pada umumnya yang bukan kejahatan.31
29
J. Robert Lilly, dkk, Teori Kriminologi: Konteks dan Konsekuensi. (Jakarta: Prana
Media Group, 2015). Hal 55 30
Ibid. 31
I.S. Susanto, Kriminologi. (Yogyakarta: Genta Publishing, 2011). Hal. 93
30
b. Imitation Theory / Teori Peniruan
Dalam analisis mengenai bentuk prisonisasi, akan menggunakan teori
Sutherland tentang proses belajar dan teori dari Gabriel Tarde tentang
Imitation Process dalam karyanya yang berjudul The Laws of Imitation and
Invention. Kedua teori tersebut akan saling mendukung dan dielaborasikan
untuk menjawab pertanyaan penelitian. Teori imitasi ini membantu untuk
menjelaskan bagaimana seorang narapidana menginternalisasi suatu nilai
melalui proses imitasi sebagai wujudnya. Teori Imitasi dari Tarde menjelaskan
bahwa penyebab logis dari imitasi adalah bahwa individu memilih untuk
(meniru), dengan alasan bahwa ia menganggap itu menjadi suatu hal yang
paling berguna dan paling baik untuk didirikan, dengan menginternalisasi diri
melalui imitasi.32
Gabriel Tarde (1890), yang juga berpandangan bahwa terdapat sebuah
insting atau kecendrungan orang untuk meniru dan melihat suatu fenomena
kebudayaan sebagai hasil dari tindakan peniruan. Orang yang megamati dan
memahami perilaku yang ada di sekitarnya secara naluriah akan menirunya.
Apa yang disebut sebagai mentalitas kolektif tidak lain adalah komunikasi dan
peniruan diantara pikiran-pikiran individual. Sebagai hasilnya, sifat-sifat dan
praktik kebudayaan dibentuk dan direproduksi melalui pengulangan dan
peniruan tindakan dari satu orang ke orang lainnya.33
32
Faridah Djellal, The Laws of Imitation and Invention: Gabriel Tarde and The
Evolutionary Economics of Innovation. (Jurnal: University Lille, 2014). Hal. 5. 33
John Scott, Teori Sosial: Masalah-masalah Pokok dalam Sosiologi. (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2012). Hal. 93
31
Ada dua mekanisme yang dapat digunakan untuk menggambarkan
mereka. Pertama adalah bahwa imitasi beroperasi pada individu dari dalam ke
luar. Paradoksnya, model internal (yaitu tujuan pribadi atau ide-ide) ditiru
sebelum model eksternal (yaitu sarana atau ekspresi). Yang kedua adalah
bahwa imitasi beroperasi secara top-down, yaitu prinsipnya dari superior ke
inferior. Dengan kata lain, inovasi terkait dengan entitas (individu, kelompok,
tempat, dll) yang diasumsikan sesuatu yang unggul lebih mungkin ditiru
daripada dengan entitas yang lebih rendah.34
Teori imitasi ini digunakan untuk
menganalisis bentuk positif dan negatif dari prisonisasi, diantaranya adalah
proses imitasi, internalisasi nilai, istilah/bahasa khusus, dan stratifikasi yang
terdapat dalam lingkup penjara.
F. Metodologi Penelitian
1. Jenis penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis yaitu menggambarkan dan
menganalisa permasalahan yang dikemukakan mengenai pola dan bentuk
prisonisasi di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang. Dalam
penelitian ini mengguanakan jenis penelitian kualitatif, yakni prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang menjelaskan secara
ilmiah, rinci, dan sistematis mengenai proses prisonisasi di Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Tangerang. Penggunaan metode kualitatif
didasarkan pada kepentingan penelitian yang ingin mendapatkan data secara
34 Faridah Djellal, The Laws of Imitation and Invention: Gabriel Tarde and The
Evolutionary Economics of Innovation. (Jurnal: University Lille, 2014). Hal. 6
32
mendalam mengenai pola dan bentuk prisonisasi yang terjadi di dalam
penjara. Data tersebut yang kemudian akan diolah dan dianalisa dalam
bentuk deskriptif analitis.
2. Sumber Data
a. Data Primer
Data Primer diperoleh dari narasumber utama, yaitu Narapidana
dengan status Residivis. Narasumber tersebut dibagi ke dalam dua
kelompok, yaitu: Narapidana Residivis dan Narapidana Non-Residivis.
Narasumber Utama yang dipilih adalah narapidana residivis, dan
Narasumber Utama Pendukung adalah Narapidana Non-Residivis dengan
spesifikasi kasus yang berbeda. Dalam penelitian ini, spesifikasi narapidana
yang diteliti adalah narapidana dengan tiga kasus yang berbeda, yaitu
Narapidana kasus Narkotika, Narapidana kasus Pencurian dan Perampokan,
dan Narapidana kasus Korupsi.
Kemudian data dan informasi mengenai Lembaga Pemasyarakatan
dan narapidana digali lebih dalam dengan pejabat (Direktur dan Staff) dan
petugas Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang. Penentuan narasumber
utama di atas adalah bahwa narapidana residivis merupakan narapidana
yang lebih “berpengalaman” yang untuk kedua kalinya, atau bahkan lebih
menjalani kehidupan di penjara. Asumsi yang diambil adalah, bahwa
narapidana residivis mengetahui lebih dari narapidana lainnya mengenai
prisonisasi dan segala kehidupan di penjara.
b. Data Sekunder
33
Data Sekunder diperoleh dari Lembaga Pemasyarakatan dan instansi
terkait lainnya, berupa dokumen, data, dan statistik angka kejahatan. Data
yang akan diambil adalah data mengenai jumlah dan tingkat narapidana
berstatus residivis dan non-residivis, data kegiatan narapidana di LAPAS,
data prosedur dan proses pemasyarakatan, data kasus kriminalitas di dalam
LAPAS, dan data lainnya terkait penelitian ini.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan
(LAPAS) Klas I Tangerang dan dilaksanakan dalam kurun waktu tiga bulan,
yaitu pada Bulan Desember 2016 sampai dengan Bulan Februari 2017.
Penunjukan LAPAS Klas I Tangerang sebagai fokus lokasi penelitian,
karena merupakan LAPAS dengan aturan yang ketat dan tingkat keamanan
maksimal, dan karena dihuni oleh narapidana dengan kasus atau vonis
berat. LAPAS Klas I Tangerang memiliki kompleksitas kasus kriminal yang
lebih dibanding LAPAS lainnya di Tangerang, seperti LAPAS Wanita,
LAPAS Pemuda, dan LAPAS Anak Tangerang. Hal tersebut dilihat dari
narapidana penghuni LAPAS yang tidak hanya berisikan narapidana WNI
(Warga Negara Indonesia), tetapi juga diisi oleh WNA (Warga Negara
Asing), juga diisi dengan narapidana dengan kompleksitas umur dan kasus
yang beragam. Selain itu penunjukan fokus pada lokasi tersebut
dikarenakan LAPAS Klas I Tangerang dihuni oleh mayoritas narapidana
pindahan dari LAPAS lainnya, atau pindahan dari RUTAN (Rumah
Tahanan).
34
Pelaksanaan waktu penelitian berkisar tiga sampai empat bulan. Satu
bulan untuk masa pemenuhan perizinan penelitian, dua bulan sisanya adalah
waktu observasi dan wawancara mendalam. Dalam waktu tersebut
dilakukan proses wawancara mendalam dengan narasumber utama yakni
narapidana residivis dan non-residivis, dan narasumber pendukung yakni
petugas LAPAS Klas I Tangerang dan data pendukung dari Direktorat
Jendral Pemasyarakatan sebagai pusat informasi seluruh LAPAS di
Indonesia.
4. Informan/Narasumber
Informan/Narasumber dalam penelitian ini adalah narapidana yang
berstatus residivis dan non-residivis. Penentuan informan ini dikarenakan,
bahwa narapidana residivis adalah mereka yang telah untuk kedua kalinya,
atau bahkan lebih menjalani kehidupan di balik penjara. Asumsi yang
diambil, adalah bahwa narapidana residivis merupakan naraidana yang
berpengalaman dan mengetahui lebih dari narapidana lainnya mengenai
prisonisasi dan segala kehidupan di penjara.
Spesifikasi narapidana yang diteliti adalah narapidana dengan tiga
kasus yang berbeda, yaitu Narapidana kasus Pencurian dan Perampokan
yang berjumlah 7 (tujuh) orang, Narapidana kasus Narkotika 1 (satu) orang,
dan Narapidana kasus Korupsi berjumlah 2 (dua) orang. Penentuan
narapidana dengan ketiga kasus yang berbeda tersebut dikarenakan
ketiganya merupakan narapidana dengan kasus mayoritas di Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Tangerang. Hal tersebut juga dikarenakan ketiga
35
spesifikasi narapidana tersebut dapat memenuhi kebutuhan data dan
informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
Informan/Narasumber pendukung lainnya adalah Petugas Lembaga
Pemasyarakatan, dan instansi terkait lainnya. Penentuan Informan ini adalah
mereka sebagai pihak yang terkait dan berhadapan langsung dengan
narapidana yang mengetahui secara lebih mengenai kehidupan penjara dan
narapidana. Total keseluruhan informan yang diteliti berjumlah 12 orang, 11
orang adalah narapidana, termasuk 2 (dua) diantaranya berstatus residivis,
dan satu orang adalah petugas LAPAS.
5. Teknik Pengumpulan Data
Seluruh data baik primer maupun sekunder dikumpulkan dengan
mempergunakan:
a. Penelitian Lapangan (field research)
Penelitian Lapangan dilakukan untuk menghimpun data primer
dengan mempergunakan alat pengumpulan data berupa:
1) Observasi. Observasi yang dilakukan adalah non participant
observation, yakni mengamati proses interaksi dan komunikasi
kehidupan narapidana di dalam Lembaga Pemasyarkatan (LAPAS)
Klas I Tangerang. Observasi dilakukan dengan pengamatan dan
pencatatan secara sistematis mengenai fenomena-fenomena yang
terkait dengan prisonisasi dan pembelajaran kejahatan yang
diterima oleh narapidana.
36
2) Wawancara, yaitu mengajukan serangkaian pertanyaan secara
langsung dengan mengacu pada pedoman wawancara kepada
informan terkait, dan mengumpulkan jawaban dalam bentuk data.
b. Studi Pustaka (library research)
Studi Pustaka (library research) digunakan untuk mendapatkan data
sekunder berupa dokumen, artikel, dan literatur yang berkaitan dengan
masalah prisonisasi dan narapidana (residivis).
6. Analisis Data
Data-data yang telah terkumpul melalui library research dan field
research selanjutnya dianalisis secara kualitatif, dan penarikan kesimpulan
dengan mempergunakan logika berfikir deduktif sehingga diperoleh
gambaran yang jelas dan menyeluruh mengenai prisonisasi dan kaitannya
dengan narapidana residivis.
Analisis data dengan cara mengumpulkan data-data dari hasil
observasi, wawancara, yang direduksi membentuk suatu kesimpulan atau
penyajian data informasi dari data yang ada. Kesimpulan penelitan diambil
berdasarkan hasil pemahaman dan pengertian, yang menghasilkan suatu
interpretasi gejala-gejala, fakta-fakta secara sistematis dan akurat, sehingga
membentuk sebuah kesimpulan berdasarkan data-data yang terkumpul.
7. Hambatan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa hambatan atau kendala dalam
pelaksanaannya. Hambatan tersebut diantaranya adalah dalam hal perizinan
dan memperoleh data. Dalam hal perizinan, kendala yang dihadapi adalah
37
peneliti harus mendatangi Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia Provinsi Banten yang bertempat di Kota Serang, untuk
keperluan mengurus surat rekomendasi guna memperoleh izin penelitian
dari Kantor Wilayah tersebut. Hambatan perizinan tersebut memangkas
waktu cukup lama yang dikarenakan jarak dan aturan yang ketat dari pihak
terkait.
Hambatan penelitian yang kedua adalah dalam hal memperoleh data
penelitian. Hambatan tersebut yaitu pada saat mencari data narapidana
dengan status residivis. Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang tidak
memiliki data narapidana dengan kategorisasi residivis tersebut. Dengan
jumlah keseluruhan narapidana yang kurang lebih mencapai 1370 orang,
peneliti pada akhirnya diberatkan dengan harus mencari sendiri narapidana
residivis guna memenuhi kebutuhan penelitian. Kemudian selanjutnya
dalam hal memperoleh data peneliti harus meelalui beberapa tahapan guna
mendapatkan data akurat dari informan. Tahapan tersebut adalah proses
perkenalan, pendekatan secara intensif, dan menggali data. Hambatan
memperoleh data selanjutnya adalah dalam hal memperoleh data wawancara
dan data dokumentasi, peneliti disulitkan dengan tidak dibolehkannya
barang elektronik masuk ke dalam LAPAS, dengan ketentuan tersebut
peneliti sulit untuk dapat merekam dialog wawancara dan mendapatkan
gambar dokumentasi hasil penelitian.
38
8. Sistematika Penulisan
Dalam penelitian ini penulis membagi ke dalam 4 bab, setiap bab nya
terdiri dari sub-sub bab pembahasan yang memiliki keterkaitan antara bab
dengan sub-sub bab yang satu dengan yang lainnya, yaitu sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan
Pada bab ini penulis memuat pernyataan
masalah atau latar belakang penelitian,
pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat
penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori,
metodologi penelitian, hambatan penelitian, dan
sistematika penulisan.
BAB II : Gambaran Umum
Bab ini merupakan gambaran umum lokasi
penelitian, yang meliputi; pemaparan data dan
profil LAPAS, struktur lembaga, kapasitas
hunian LAPAS, dan data jumlah keseluruhan
narapidana.
BAB III : Prisonisasi dan Pembelajaran Kejahatan di
Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang
Pada bab ini memaparkan temuan dan analisis
hasil penelitian yang meliputi pola dan bentuk
prisonisasi di LAPAS Klas I Tangerang, dan
keterkaitan prisonisasi dengan residivisme.
39
BAB IV : Penutup
Sebagai bab terakhir yang merupakan penutup
berisikan kesimpulan dan saran dari seluruh
pembahasan materi pokok yang telah disajikan
pada bab-bab sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA : Halaman ini berisi pustaka yang diacu dalam
penulisan skripsi. Pustaka yang diacu dipastikan
berasal dari sumber yang terpecaya, misalnya
buku teks, elektronik book (e-book), jurnal
ilmiah, majalah ilmiah, laporan penelitian, dan
dokumen resmi.
40
BAB II
GAMBARAN UMUM
A. Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang
A.1. Sejarah berdirinya dan Profil Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Tangerang
Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang dibangun sejak tahun
1977 dari dana anggaran proyek secara bertahap sampai dengan tahun
1980. Pada tanggal 6 Desember 1982 diresmikan oleh Bapak Direktur
Jendral Pemasyarakatan. terletak di Jalan Veteran No. 2 Cikokol, Kota
Tangerang, Provinsi Banten. Dibangun di atas tanah seluas lima hektar
dengan luas bangunan 2,5 hektar, dengan kapasitas daya tamping
narapidana sebanyak 600 orang (Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Tangerang, 2016).
Adapun Pembangunan LAPAS Klas I Tangerang pada awalnya
diperuntukkan bagi narapidana kasus korupsi (White Colar Crime),
sehingga model struktur bangunan dibentuk menyerupai cottage.
Meskipun akhinya, saat ini LAPAS Klas I Tangerang dihuni narapidana
dari berbagai kasus. (Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang, 2016).
Hal ini dikarenakan Menteri Kehakiman membuat pemisahan narapidana
berdasarkan umur, kejahatan, dan masa pidana. Pada awalnya di
Tangerang hanya terdapat LAPAS anak yang berada di Tanah Tinggi,
Tangerang. Lalu pada periode awal kemerdekaan Indonesia sedang marak
41
korupsi yang merupakan peninggalan kebiasaan kolonial Belanda. Hal
inilah yang menyebabkan dibangunnya LAPAS khusus korupsi. Akan
tetapi semakin lama tindak pidana semakin meningkat jadi LAPAS Klas I
Tangerang tidak lagi menjadi LAPAS khusus korupsi.
Pada perkembangannya, tahun 2008 terjadi lonjakan kasus narkoba
sehingga presentase LAPAS didominasi kasus narkoba sebanyak 60% dan
sisanya 40% kasus kriminal umum. Kapasitas daya tamping Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Tangerang hanya sebanyak 600 orang, namun pada
bulan Desember 2012 isi LAPAS melebihi kapsitasnya yakni sebanyak
1479 (Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang, 2016).
Saat ini kondisi bangunan secara umum dalam keadaan baik,
kapasitas hunian tetap sejumlah 600 orang. Akan tetapi saat ini kisaran
penghuni LAPAS mencapai kisaran 1350 orang. Jumlah petugas LAPAS
sebanyak 169 orang, terdiri dari 17 orang Pejabat Struktural, 93 orang
Anggota Pengamanan, dan selebihnya Staff pada 5 Bidang Kerja.
a. Visi dan Misi Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang
Visi:
Menjadi Lembaga yang Akuntable, Transparan, dan Profesional dengan
didukung oleh petugas yang memiliki kompetensi tinggi yang mampu
mewujudkan tertib Pemasyarakatan.
Misi:
42
1) Mewujudkan tertib pelaksanaan tugas pokok dan fungsi
pemasyarakatan secara konsisten dengan mengedepankan terhadap
hukum dan hak asasi manusia.
2) Membangun kelembagaan yang professional dengan berlandaskan
pada akuntabilitas dan transparansi dalam pelaksanaan tugas pokok
dan fungsi Pemasyarakatan.
3) Mengembangkan potensi dan kompetensi sumber daya petugas secara
konsisten dan berkesinambungan.
4) Mengembangkan kerjasama dengan mengoptimalkan stakeholder.
b. Etos Kerja Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang
1) Bekerja Tulus Penuh Syukur Karena Kerja Adalah Rahmat
2) Bekerja Benar Penuh Tanggung Jawab Karena Kerja Adalah Amanat
3) Bekerja Tuntas Penuh Integritas Karena Kerja Adalah Panggilan
4) Bekerja Keras Penuh Semangat Karena Kerja Adalah Aktualisasi Diri
5) Bekerja Serius Penuh Kecintaan Karena Kerja Adalah Ibadah
6) Bekerja Cerdas Penuh Kreatifitas Karena Kerja Adalah Seni
7) Bekerja Tekun Penuh Keunggulan Karena Kerja Adalah Kehormatan
8) Bekerja Adalah Pelayanan Maka Bekerjalah Dengan Penuh
Kerendahan Hati
A.2. Kondisi Bangunan Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang
Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang diperlengkapi dengan
peralatan yang modern dan merpakan prototype bangunan Lembaga
Pemasyarakatan di Indonesia. Adapun kondisi bangunan Lembaga
43
Pemasyarakatan Klas I Tangerang yang terdiri dari sarana dan prasarana
yang ada yaitu:
a. Portier
b. Kantor
c. Ruang Kunjungan
d. Blok Hunian
e. Vihara
f. Klinik
g. Menara
h. Kegiatan Kerja
i. Masjid
j. Lapangan Voli
k. Lapangan Futsal
l. Gereja
m. Lapangan Sepakbola
n. Blok G / Mahameru
o. Pos Pengawas
44
Gambar II.A.2 Denah Bangunan Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang
Sumber: Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang, 2016
Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang dilengkapi dengan alat
pengamanan elektronik antara lain:
- Alat deteksi / pengaman di sekeliling tembok.
- Kamera Pengawas di setiap ruangan narapidana dengan dimonitor
langsung dari menara pengawas melalui televisi.
- Metal detector / alat pendeteksi logam, yang dipergunakan untuk
penggeledahan narapidana yang baru masuk atau pengunjung/keluarga
45
narapidana, guna mencegah masuknya barang-barang berbahaya
seperti pisau, senjata api, dan semacamnya
A.3. Kegiatan dan Program Pembinaan Lembaga Pemasyarakatan
Klas I Tangerang
Program yang dijalankan oleh Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Tangerang dikenal dengan Kegiatan Pembinaan, kegiatan ini dikhususkan
kepada para narapidana, yang bertujuan agar narapidana setelah
mengabiskan masa tahanan dan keluar dari LAPAS dapat membawa bekal,
baik itu berupa skill atau kepribadian yang baik, dan dapat diterima
kembali di lingkungan masyarakat. Kegiatan Pembinaan ini dibagi
menjadi dua bagian, yaitu; Pembinaan Kepribadian dan Pembinaan
Kemandirian.
a. Program Pembinaan Kepribadian Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Tangerang
Pembinaan Kepribadian dapat diartikan sebagai pembinaan yang
dikhususkan ke dalam segi kepribadian, perbaikan moral, sikap, dan
perilaku narapidana. Pembinaan ini bertujuan menyadarkan narapidana
akan perbuatannya, melatih kepribadian narapidana agar lebih baik, dan
mendorong narapidana agar selalu sadar dan taat hukum. Terdapat
beberapa kegiatan dalam Pembinaan Kepribadian, yaitu:
1) Ibadah Umat Muslim Harian
2) Pelatihan Santri
46
3) Ibadah Umat Kristen Harian
4) Ibadah Umat Budha Harian
5) Marawis Santri Attawabin
6) Lapasta Band
7) Sekolah Kejar Paket A/B/C
8) Penyuluhan Hukum
9) Pertandingan Volley
10) Futsal
11) Pramuka Gugus Depan 01243
b. Program Pembinaan Kemandirian Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Tangerang
Pembinaan Kemandirian, adalah pembinaan yang dimaksudkan
untuk melatih skill dan keterampilan narapidana, dengan tujuan agar
setelah mengabiskan masa tahanan, narapidana dapat membawa bekal
pelatihan yang berguna untuk menjalani kehidupan khususnya di dunia
kerja. Pembinaan Kemandirian ini dijalankan kedalam beberapa program
kegiatan, yaitu:
1) Budidaya Tanaman Hias
2) Budidaya Ikan
3) Budidaya Sayur Mayur
4) Lapasta Motor
5) Lapasta Bakery
6) Lapasta Berkebun
47
7) Lapas Tailor
8) Bengkel Perkayuan
9) Sablon Baju
10) Barbershop
11) Bengkel Pengelasan
12) Bengkel Elektronik
B. Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang
Adapun struktur organisasi yang ada di Lembaga Pemasyarakatan
Klas I Tangerang sebagai berikut:
Tabel II.B.2 STRUKTUR OTGANISASI
LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I TANGERANG
48
Struktur organisasi yang ada memungkinkan petugas untuk dapat
melaksanakan tugas dan fungsinya yang ada sesuai dengan jabatan yang
dipercayakan kepadanya. Adapun uraian tugas pada Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Tangerang adalah sebagai berikut:
a. K.A. LAPAS
1) Mengkoordinasi tugas bidang pembinaan kegiatan kerja,
administrasi keamanan dan tata tertib serta pengelolaan tata usaha
LAPAS.
2) Menilai dan mengesahkan penilaian pekerjaan pejabat dan pegawai
bawahan LAPAS.
3) Melaksanakan pembinaan pegawai LAPAS.
4) Mengkordinasi pembuatan dan penyusunan laporan LAPAS.
b. Sub Bagian Tata Usaha
1) Bertugas melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga LAPAS.
2) Melakukan urusan kepegawaian.
3) Melakukan urusan surat-menyurat, dan perlengkapan
c. Seksi Bimbingan Narapidana
1) Melakukan registrasi dan membuat statistik serta dokumentasi
sidik jari narpidana.
2) Memberikan bimbingan pemasyarakatan, mengurus kesehatan, dan
memberikan perawatan bagi narapidana.
49
d. Sub Seksi Registrasi
Bertugas melakukan pencatatan dan membuat statistik serta
dokumentasi sidik jari narapidana.
e. Seksi Administrasi Keamanan dan Tata Tertib
Bertugas mengatur jadwal tugas, penggunaan perlengkapan dan
pembagian tugas pengamanan yang bertugas serta menyusun laporan
berkala di bidang keamanan dan menegakkan tata tertib.
f. Sub Seksi Keamanan
Bertugas mengatur jadwal tugas, penggunaan perlengkapan, dan
pembagian tugas pengamanan
g. Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS)
Memiliki tugas dalam menjaga keamanan dan ketertiban LAPAS,
berikut adalah fungsinya:
1) Melakukan penjagaan dan pengawasan terhadap narapidana.
2) Melakukan pemeliharaan keamanan dan ketertiban
3) Melakukan pengawalan, penerimaan, penempatan, dan
pengeluaran narapidana.
4) Membuat laporan harian dan berita acara pelaksanaan
pengamanan.
50
C. Gambaran Umum Narpidana Penghuni Lembaga Pemasyarakatan
Klas I Tangerang
Narapidana yang terdapat di Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Tangerang merupakan narapidana laki-laki yang berusia di atas 22 tahun.
Terdapat banyak golongan narapidana sesuai dengan lamanya hukuman
(Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang, 2016). Penjelasan mengenai
golongan narapidana berdasarkan masa hukuman tersebut dapat dilihat
pada tabel di bawah ini:
Tabel II.C.3 Golongan Narapidana Berdasarkan Masa Hukuman
No. Golongan Keterangan
1 B.I Narapidana dengan putusan hukuman pidana lebih
dari satu tahun.
2 B.II.a Narapidana dengan putusan hukuman pidana tiga
bulan sampai dengan satu tahun.
3 B.II.b Narapidana dengan putusan hukuman pidana satu
hari sampai dengan tiga bulan.
4 B.III Narapidana yang sedang menjalani subside.
5 SH Narapidana dengan putusan seumur hidup.
6 HM Narapidana dengan putusan hukuman mati.
Sumber: Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang, 2016
51
Selain narapidana terdapat juga tahanan, tahanan terbagi ke dalam
lima golongan, berikut adalah tabel golongan tahanan (Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Tangerang, 2016):
Tabel II.C.4 Golongan Tahanan Berdasarkan Masa Hukuman
No. Golongan Keterangan
1 A.I Tahanan Kepolisian
2 A.II Tahanan Kejaksaan
4 A.III Tahanan Pengadilan Negeri
5 A.IV Tahanan Pengadilan Tinggi
6 A.V Tahanan Mahkamah Agung
Sumber: Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang, 2016
Berikut adalah tabel data jumlah keseluruhan narapidana penghuni
Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang berikut dengan jenis
kejahatan dan pasal yang menjeratnya:
52
Tabel II.C.5 Data Keseluruhan Narapidana Penghuni Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Tangerang
Sumber: Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang, 2016
NO. JENIS
KEJAHATAN
PASAL/
KUHP
TAHANAN NARAPIDANA JUMLAH
KESELURUHAN A.III A.IV HM SH B.I B.IIIs
1 Thd Ketertiban 154-181 - - - - 30 - 30
2 Mata Uang 244-251 - - - - 1 1 2
3 Memalsu
Materai/Surat 253-275 - - - - 1 - 1
4 Kesusilaan 281-297 - - - - 4 - 4
5 Pembunuhan 338-350 - - 4 8 89 - 101
6 Penganiayaan 351-356 - - - - 2 - 2
7 Pencurian 362-364 - - - - 12 - 12
8 Perampokan 365 - - - 2 29 - 31
9 Pemerasan 368-369 - - - - 1 - 1
10 Penggelapan 372-375 - - - - 4 - 4
11 Penipuan 378-395 - - - - 3 - 3
12 Psikotropika UU
No.5/97 - - 2 - 3 2 7
13 Narkotika UU
No.22/97 - - - 2 8 - 10
14 Narkotika UU
No.35/09 1 - 2 14 967 6 990
15 Korupsi UU
No.20/01 - - - - 19 1 20
16 Perlindungan
Anak
UU
No.23/02 - - - - 118 2 120
17 Teroris UU
No.15/03 - - - - 9 - 9
18 Trafficking UU
No.15/02 - - - - 5 - 5
19 Lain-lain - - - - 16 - 16
JUMLAH 1 - 8 26 1.321 12 1.368
53
Tabel II.C.6 Jumlah keseluruhan narapidana dilihat dari tingkatan
Pendidikan
Pendidikan
Buta Huruf 83
SD 311
SMP 355
SMA 540
Perguruan Tinggi 79
Sumber: Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang, 2016
Keterangan:
Narapidana yang mengalami buta huruf berjumlah 83 orang. Narapidana
dengan tingkat pendidikan setingkat SD berjumlah 311 orang. Narapidana
dengan tingkat pendidikan setingkat SMP berjumlah 355 orang.
Narapidana dengan tingkat pendidikan setingkat SMA berjumlah 540
orang, dan narapidana dengan tingkat pendidikan setingkat Perguruan
Tinggi berjumlah 79 orang.
54
Tabel II.C.7 Jumlah keseluruhan narapidana dilihat dari agama yang dianut
Agama
Islam 1.159
Kristen 132
Budha 66
Hindu 5
Lain-lain 6
Sumber: Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang, 2016
Keterangan:
Narapidana yang memeluk Agama Islam berjumlah 1.159 orang.
Narapidana yang memeluk Agama Kristen berjumlah 132 orang.
Narapidana yang memeluk Agama Budha berjumlah 66 orang. Narapidana
yang memeluk Agama Hindu berjumlah 5 orang, dan narapidana yang
memeluk agama selain yang disebutkan berjumlah 6 orang.
Tabel II.C.8 Daftar Narapidana dengan Kasus Khusus
Daftar Kasus Khusus
Teroris 9
Korpsi 20
Sumber: Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang, 2016
Keterangan:
Teroris dan Korupsi digolongkan ke dalam kasus khusus karena
merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Di Lembaga
55
Pemasyarakatan Klas I Tangerang narapidana dengan kasus teroris
berjumlah 9 orang, dan kasus korupsi berjumlah 20 orang.
Tabel II.C.9 Klasifikasi Narapidana Kasus Narkotika
Pengedar 613
Pemakai 394
Sumber: Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang, 2016
Keterangan:
Narapidana kasus narkotika digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu
sebagai pengedar dan pemakai. Narapidana kasus narkotika sebagai
pengedar berjumlah 613 orang, dan sebagai pemekai berjumlah 394 orang.
Tabel II.C.10 Jumlah Narapidana berdasarkan Kewarganegaraan
Kewarganegaraan
Warga Negara Indonesia (WNI) 1.275
Warga Negara Asing (WNA) 93
Sumber: Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang, 2016
Keterangan:
Jumlah akhir narapidana ditambah dua orang narapidana titipan dari
Kejaksaan Negeri Tangerang. Jumlah akhir isi Lembaga Pemasyarakatan
Klas I Tangerang yang diketahui adalah sebanyak 1.370 orang.
56
D. Gambaran Umum Informan
Informan dalam penelitian ini adalah Narapidana dan Petugas
Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang. Informan ini dipilih karena
dapat memberikan keterangan yang jelas dan data yang akurat mengenai
Prisonisasi dan Pembelajaran Kejahatan yang ada di Lembaga
Pemasyarakata, khususnya di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang.
Adapun gambaran umum informan sebagai berikut.
Tabel II.D.11 Gambaran Umum Informan Lembaga Pemasyarakatan
Klas I Tangerang
No. Nama Kasus Vonis Status
1. WK Perampokan 10 Th Narapidana
2. HU Pencurian 2 Th 6 Bln Narapidana
3. ABA Perampokan 20 Th Narapidana (Residivis)
4. MR Perampokan 12 Th Narapidana
5. WE Perampokan 10 Th Narapidana
6. SO Narkotika 12 Th Narapidana (Residivis)
7. AF Korupsi 6 Th Narapidana
8. DU Korupsi 6 Th Narapidana
9. AR Pencurian 2 Th 6 Bln Narapidana
10. DJ Perampokan 5 Th Narapidana
11. NS Perampokan 9 Th Narapidana
12. Hamzah
Laptur - -
Kepala Bagian Umum
Lembaga
Pemasyarakatan Klas I
Tangerang
Sumber: Hasil pengolahan data dari wawancara pribadi dengan informan, 2017.
57
BAB III
PRISONISASI DAN PEMBELAJARAN KEJAHATAN DI LEMBAGA
PEMASYARAKATAN KLAS I TANGERANG
A. Pola dan Bentuk Prisonisasi Narpidana di Lembaga Pemasyarakatan
Klas I Tangerang
Pola dan Bentuk Prisonisasi merupakan suatu kerangka analitis untuk
menjawab dan menjelaskan bagaimana berjalannya proses Prisonisasi, dan
mengetahui apa saja output yang dihasilkan dari proses tersebut. Di bawah ini
merupakan suatu kerangka yang menggambarkan posisi dan peran dari Pola
dan Bentuk Prisonisasi.
Gambar III.A.3 Pola dan Bentuk Prisonisasi35
35
Gambar diolah penulis.
58
Pola Prisonisasi akan dijelaskan dalam 2 (dua) aspek, yaitu Pola Linier
dan Pola Siklus. Kedua aspek tersebut menjelaskan proses berjalannya
Prisonisasi. Kemudian selanjutnya akan dijelaskan Bentuk Prisonisasi yang
akan diuraikan kedalam 2 (dua) bagian, yaitu Bentuk Positif dan Bentuk
Negatif. Keduanya akan memaparkan analisis tentang apa saja output yang
dihasilkan dari proses Prisonisasi.
A.1. Pola Prisonisasi Narpidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Tangerang
Pola yang dimaksudkan adalah sebuah sistem atau suatu proses, pola
yang menggambarkan bentuk dan jalannya proses prisonisasi di dalam penjara
khususnya di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Klas I Tangerang. Pola atau
proses prisonisasi merupakan suatu rumusan yang dibuat untuk mendeteksi
bagaimana proses jalannya interaksi dan sosialisasi narapidana, serta gejala
apa saja yang diterima narapidanai ketika memasuki penjara. Pola tersebut
digolongkan ke dalam dua bagian, yaitu Pola Linier dan Pola Siklus. Dari
kedua pola tersebut yang pada akhirnya akan menghasilkan bentuk-bentuk
prisonisasi yang akan dijelaskan pada sub bab berikutnya. Di bawah ini akan
diuraikan bagaimana pola prisonisasi berjalan, dengan dibantu oleh kerangka
atau skema yang dibuat guna memudahkan pembaca memahami pola
prisonisasi tersebut.
59
Gambar III.A.4 Pola Linier dan Pola Siklus Prisonisasi36
Pola Linier menggambarkan proses prisonisasi yang berjalan
“lurus/searah”, yaitu proses prisonisasi yang berjalan sesuai dengan kehendak
dan tujuan dari Lembaga Pemasyarakatan. Pola Linier ditandai dengan
munculnya proses imitasi positif dari narapidana, yaitu proses peniruan
terhadap hal-hal positif dari narapidana. Pola tersebut mengindikasikan proses
pisonisasi mengarah pada hal positif, yaitu bahwa narapidana memiliki
orientasi yang lebih untuk berbuat baik, menyesali perbuatannya, dan
berusaha untuk menjadi masyarakat yang baik dan taat hukum.
Pola Linier ini secara bersamaan menggambarkan keberhasilan dari
pembinaan yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan. Pola yang
dimaksudkan adalah bagaimana seorang narapidana mengalami suatu proses
sosialisasi sempurna di dalam LAPAS, hal tersebut dapat dicontohkan dengan
orientasi pemikiran narapidana yang mengarah pada kebaikan dan menyesali
36
Gambar diolah penulis.
Narapidana
Prisonisasi
Siklus
LAPAS
Linier
Pembinaan
LAPAS
Masyarakat
60
perbuatannya. Dalam wawancara pribadi, narapidana berinisial MR
mengungkapkan:
“Jujur dek saya menderita selama berada di sini (LAPAS), saya
menderita bukan karena saya dipukulin atau diperlakukan nggak
baik, tapi karena saya nggak betah di sini. Saya sengaja masuk
blok pesantren biar selama saya saya di sini ibadah tetep jalan. Dan
Alhamdulillah selama saya di sini pembinaan di LAPAS ini bagus,
ngaji jalan, semuanya jalan. Selama saja di sini ga ada niat macem-
macem dek, coba ikhlas aja, mudah-mudahan ini jalan biar saya
jadi lebih baik.”37
Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa MR merasakan
dampak positif yang ia dapat dari penghukumannya di penjara, yang
didapatkan dari berjalannya program pembinaan pesantren di Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Tangerang. Pola Linier ini menunjukkan peran
program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan berjalan baik dengan menuai
hasil dalam mencetak narapidana yang baik dan menyesali perbuatannya. Hal
tersebut juga sejalan dengan keterangan dari Hamzah Laptur selaku Kepala
Bidang Umum Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang, sebagai berikut:
“Pembinaan sejatinya dibuat untuk dapat merubah pola pikir
narpidana menjadi lebih baik. Maka dari itu adanya pembinaan
kepribadian dan kemandirian. Kepribadian tujuannya untuk
merehabilitasi kepribadian narapidana, dan kemandirian yang
tujuannya untuk mengasah keahlian tertentu khususnya di bidang
pekerjaan. Sejauh ini program pembinaan terbilang sukses, dengan
ukuran yang menunjukkan kegiatan pembinaan berjalan dengan
partisipasi yang tinggi dari para narapidana dan kondusifnya
LAPAS. Itu tergantung dari pribadi masing-masing, karena
37
Wawancara pribadi dengan MR, Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Tangerang, 20 Desember 2016.
61
beberapa kasus ada yang melawan, banyak juga yang patuh.
Menurut saya itu wajar saja.”38
Pola yang Kedua adalah Pola Siklus. Pola ini merupakan suatu
ilustrasi yang dapat menjelaskan suatu proses prisonisasi yang berjalan secara
berulang. Siklus yang dimaksudkan adalah suatu pola atau sistem yang
berulang dengan menjelaskan proses prisonisasi yang lebih mengarah pada hal
negatif. Pola Siklus ini menggambarkan lahirnya Narapidana Residivis, yaitu
narapidana yang menjalani kehidupan penjara untuk kedua kalinya bahkan
lebih. Penekanannya terdapat pada hasil yang bertolak belakang dari tujuan
sebenarnya pada Program Pembinaan Pemasyarakatan, yang pada akhirnya
yakni mencetak narapidana residivis.
Berikut adalah wawancara pribadi dengan seorang narapidana residivis
dengan nama inisial, ABA. Ia menjelaskan pengulangan kejahatan yang
dilakukannya disebabkan oleh lingkungan dan sebabnya melakukan
perulangan pidana, serta pengalamannya saat dipenjara. Dalam wawancara
pribadi ia menjelaskan sebagai berikut:
“Menurut saya, atuh kalo ditanya sebabnya apa aja, saya pikir lebih
karena ekonomi. Nah tapi kalo saya pribadi kenapa sampe
dipenjara dua kali ya karena pergaulan. Saya dulu waktu di
RUTAN Pandeglang, saya ngerasanya mah lingkungan di sana ya
makin parah, bukannya buat saya jadi baik malah tambah stress,
apalagi pergaulan di sana termasuk yang keras, ya kalo gak kuat-
kuat ya habis lah di sana, tadinya gak kenal obat-obatan (narkoba)
sekarang mah jadi ga asing lagi. Untungnya saya cuma sebentar
ditahan di sana, gak sampe setahun lah. Nah, udah saya keluar,
saya ketemu lagi sama temen-temen lama, biasa lah ngopi-ngopi
ngobrol, yaudah akhirnya kumat lagi, mabok lah, judi jalan lagi.
38
Hamzah Laptur, Kepala Bidang Umum Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang, 10
Februari 2017).
62
Menurut saya mah sama aja lah kehidupan di penjara sama
pergaulan saya di luar sana yang brengsek-brengsek. Tapi kalo
untuk di LAPAS ini (LAPAS Klas 1 Tangerang) ada lah
pengecualian mah, beda soalnya saya ngerasa, bagus disini mah
ngebina nya, bukannya saya bae-baein ya tapi emang bener.”39
Dari pengalaman yang disampaikan oleh narapidana residivis tersebut,
diperoleh keterangan yang sejalan dengan apa yang dirumuskan oleh E.
Sutherland (1947) “Criminal behavior is learned. Criminal behavior is
learned in interaction with other persons in a process of communication”.40
Bahwa perilaku kriminal dipelajari dan perilaku kriminal dipelajari melalui
proses komunikasi. ABA menjelaskan bahwa selama ia masuk dan mengenal
lingkungan penjara, ia mulai mengenal lebih luas tentang apa yang belum ia
ketahui tentang dunia kriminal.
Pola ini memiliki beberapa tahapan dan proses, yaitu proses adaptasi,
adalah proses penyesuaian diri narapidana dengan lingkungan dan kultur yang
ada. Kemudian dilanjutkan dengan proses sosialisasi, adalah internalisasi, dan
pada tahap yang lebih mengkhawatirkan adalah proses difusi. Pada tahap akhir
ini, proses prisonisasi akan menyebar dan meluas dalam bentuk negatif kepada
narapidana lainnya. Proses penyebaran ini dapat menumbuhkan “iklim”
kriminal di dalam LAPAS. Hal tersebut dapat menghambat keberhasilan
program pembinaan pemasyarakatan.
39
Wawancara Pribadi dengan ABA, Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas 1
Tangerang, 19 Desember 2016. 40
Edwin Sutherland, Principles of Criminology (Chicago: J.B. Lippincott Co, 1947).
Hal. 87
63
Gambar III.A.5 Skema Output Pola Prisonisasi41
Pada skema di atas, menjelaskan bentuk prisonisasi yang merupakan
hasil output dari pola prisonisasi yang terjadi. Ketika di dalam lingkup penjara
terjadi pola prisonisasi secara linier, yang ditandai dengan terbentuknya proses
imitasi nilai positif, dan pada akhirnya menghasilkan bentuk-bentuk positif
prisonisasi. Sedangkan ketika proses prisonisasi terjadi dalam pola siklus,
yang ditandai dengan terbentuknya proses belajar kejahatan, maka kemudian
akan menghasilkan prisonisasi dalam bentuk negatif.
41
Gambar diolah penulis.
POLA
SIKLUS
BENTUK
POSITIF
POLA
LINIER
BENTUK
NEGATIF
IMITASI NILAI
POSITIF Dan
AJAKAN
KEBAIKAN
IMITASI NILAI
NEGATIF
Dan
PEMBELAJARAN
KEJAHATAN
PRISONISASI
MASYARAKAT
NARAPIDANA
RESIDIVIS /
RESIDIVISME
Learning
Theory Imitation
Theory
64
A.2. Bentuk Prisonisasi Narpidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Tangerang
Bentuk Prisonisasi ini menggambarkan suatu hasil yang diperoleh dari
Pola atau Proses Prisonisasi yang berjalan di dalam LAPAS. Bentuk dari
prisonisasi ini dapat bersifat manifest atau latent, yakni dapat bersifat manifest
ketika bentuk prisonisasi terlihat nyata fisiknya, seperti skill atau kemampuan
yang didapatkan. Dapat dicontohkan dengan skill bermusik, pangkas rambut,
servis motor, budidaya tanaman, dan sebagainya.
“... yang saya rasain selama ini sih di LAPAS Klas I Tangerang
saya jadi lebih baik bang, manfaatnya banyak, apalagi saya
senengnya aktif di kegiatan, khususnya musik, ya sekalian latihan
aja. Semua program juga kalo bisa dijalanin, biar banyak lagi yang
bisa saya ikutin, khususnya pembinaan kemandirian. Berguna bang
soalnya buat nanti saya keluar, nambah keahlian, biar bisa buka
usaha nantinya.”42
Disambung dengan pernyataan SO, sebagai berikut:
“Ya banyak kalo pengaruh positifnya mah, kaya di disini kan
banyak tuh pelatihan-pelatihan. Bagus banget buat anak-anak di
sini, kaya pelatihan montir, budidaya taneman. Kalo saya
tertariknya nyukur, lumayan buat nanti bisa buka usaha pas keluar,
mantep kan. Duit mulu itu usaha cukur rambut.”43
Kemudian bentuk prisonisasi dapat bersifat latent dengan menunjuk
pada faktor diri atau jiwa (behavior). Hal ini ditunjukkan dengan perubahan
mental, sifat atau perilaku narapidana, dapat dicontohkan dari pernyataan yang
diungkapkan oleh WK, SO, dan AR, adalah sebagai berikut:
42
Wawancara Pribadi dengan WK, Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas 1
Tangerang, 19 Desember 2016. 43
Wawancara Pribadi dengan SO, Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas 1
Tangerang, 30 Januari 2017.
65
“Kalo saya pribadi sih ngerasanya ya jauh lebih baik, dulu saya
orangnya tempramen banget, nah sekarang saya ngerasanya
lumayan berkurang emosinya. Yang tadi saya bilang bang, yang
tadinya saya tempramen jadi berkurang emosinya. Udah bagus lah
kalo di sini, dibanding LAPAS lain yang saya tau.”44
Hal serupa diungkapkan oleh SO sebagai berikut:
“Saya selama di sini karena sering ikut pengajian gitu ya ngerasa
lebih baik aja, gak ada niat-niat mau berulah lagi, kapok lah.
Kasian anak-bini, ngasih nafkah nggak malah bikin susah.”45
Hal serupa diungkapkan oleh AR sebagai berikut:
“Jujur bang, saya masuk penjara ini stress bukan main, hampir gila
saya, bukan karna apa-apa, saya ngerasa Allah udah ngehukum
saya di dunia. Batin saya gak kuat bang lama-lama di sini. Tp
alhamdulillahnya di sini pengajian-pengajian jalan, yaudah lah
saya mikirnya ma di sini tempat saya tobat juga jadi lebih baik.”46
a. Bentuk Positif Prisonisasi Narpidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Tangerang
Bentuk positif ini ditandai dengan munculnya proses imitasi dari
narapidana. Imitasi yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan Klas 1
Tangerang berdasarkan dari beberapa keterangan informan lebih bersifat
positif, yaitu ketika narapidana mengikuti sifat atau kebiasaan narapidana lain
yang mengarah pada hal-hal positif. Narapidana tersebut dapat menjadi contoh
44
Wawancara Pribadi dengan WK, Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas 1
Tangerang, 19 Desember 2016. 45
Wawancara Pribadi dengan SO, Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas 1
Tangerang, 30 Januari 2017. 46
Wawancara Pribadi dengan AR, Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang, 22
Desember 2016.
66
atau teladan bagi narapidana lainnya. Hal ini diungkapkan oleh ABA dan WE,
sebagai berikut:
“...mungkin karena saya di Blok Pesantren, saya jadi kebiasa
ngajalanin solat, ngaji. Pengaruh banget dah bang lingkungan mah,
saya juga di pesantren karena ngikutin kebiasaan yang laen jadi ya
saya otomatis nyontoh yang lain juga.”47
Disambung dengan pernyataan dari WE:
“Pergaulan di sini ya bagus-bagus aja bang, ngobrol ya sama aja
sih, biasa. Saya di sini termasuk yang pemilih kalo untuk hal
bertemen. Saya lebih seringnya ngobrol sama anak-anak pesantren
(Blok Pesantren), sering ikut pengajian juga.”48
Bentuk ini melihat prisonisasi dari keberhasilan program pembinaan
yang dilaksanakan oleh pihak Lembaga Permasyarakatan (LAPAS).
Keberhasilan pembinaan LAPAS dapat melahirkan narapidana yang sadar
hukum, berperilaku baik, dan menyesali perbuatannya. Dengan begitu, maka
dapat membantu menciptakan suasana yang kondusif di dalam penjara.
Keberhasilan program pembinaan juga dapat menciptakan interaksi dan
komunikasi yang baik antar narapidana, terlebih jika pembinaan yang
dilakukan dapat terinternalisasi dengan baik ke dalam diri narapidana. Hal
tersebut jelas diutarakan oleh DU:
“Di LAPAS ini sih bagus dek, gatau yak kalo di LAPAS lain. Saya
ngobrol ya biasa sama yang lain, sama lah kaya ke temen sendiri
kaya di luar, enjoy aja. Soalnya kalo di sini dibawa pikiran juga
stress sendiri. Hampir ga pernah kan denger berita LAPAS ini
rusuh? Itu ya karena pembinaan di sini bagus, makanya sampe
sekarang LAPAS ini kondusif, kegiatan jalan, sama yang paling
47
Wawancara Pribadi dengan ABA, Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas 1
Tangerang, 22 Desember 2016. 48
Wawancara Pribadi dengan WE, Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas 1
Tangerang, 20 Desember 2016.
67
penting sih di sini pengamanannya ekstra, ketat lah. Jadi kalo ada
yang berani macem-macem langsung dipindahin ke sel (sel
isolasi). Di sini juga saya liatnya napi jarang ada yang macem-
macem, mungkin karena inget umur juga kali pada mau bener, mau
cepet keluar juga ketemu keluarga.”49
Hal serupa diungkapkan oleh WK, sebagai berikut:
“Bagus ko bang, selama saya di sini ya, saya lebih betah aja bang,
maksudnya kalo di sini tuh saya ngerasanya ya kaya temen aja
kaya keluarga aja, jadi kalo soal yang macem-macem udah sedikit,
ada aja sih, tp karena di sini LAPAS nya ketat jadi kalo ada yang
macem-macem langsung dipindahin ke sel (diisolir). Makanya saya
ngerasanya ya lebih tertib aja.”50
Ditambah pernyataan oleh HU, sebagai berikut:
“Kalo di sini sih beda ya bang sama LAPAS lainnya yang saya
pernah masuk, LAPAS Cipinang. Kalo di sini sih perlakuan napi
nya gak yang gimana-gimana, soalnya di sini penjagaannya ketat.
Kalo di LAPAS lain, kaya di Cipinang sih kalo napi yang baru
masuk ya “dikerjain” dulu, disuruh-suruh, kalo dia gak mau ya
rame-rame dipukulin. Tapi kalo di sini ga ada kaya begitu, ada
yang mukul aja bisa dilaporin ke petugas, hukumannya ketat.”51
Penyerapan nilai dan kultur di dalam penjara dapat dikategorikan
dalam bentuk positif, yaitu proses imitasi dan internalisasi nilai. Hal tersebut
dapat dialami narapidana ketika interaksi dan pergaulan antar narapidana
cenderung mengarah pada hal positif, mengajak pada kebaikan, atau bahkan
dapat menumbuhkan efek jera kepada narapidana. Imitasi dan Internalisasi
Nilai Positif yang dialami oleh narapidana telah diungkapkan oleh AF dan
WE, berikut kutipan wawancara dengan mereka:
49
Wawancara Pribadi dengan DU, Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Tangerang, 23 Januari 2017. 50
Wawancara Pribadi dengan WK, Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas 1
Tangerang, 19 Desember 2016. 51
Wawancara Pribadi dengan HU, Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas 1
Tangerang, 19 Desember 2016.
68
“... yang saya liat selama di sini, hampir ga ada lah yang misalnya
niat macem-macem. Yang ada malah di sini banyak yang mau pada
tobat. Dengan model LAPAS yang pembinaannya bagus gini aja
kita udah pada puyeng, kapok lah. Ya gimana ngga, dasarnya aja
kemerdekaan kita, kebebasan kita udah dicabut, stress kita. Gak
ada orang yang kuat kaya gitu, preman sekalipun. Bagusnya di sini,
bukan cuma diperketat semuanya, tapi juga pembinaan jalan
semua, itu sih yang bisa bikin napi tobat. Nah biasanya kalo udah
begitu biasanya nyebar dah, jadi pada ngikut, biasanya nyebarnya
lewat ngobrol-ngobrol biasa.”52
Ditambah pernyataan yang diungkapkan oleh WE sebagai berikut:
“Pergaulan di sini saya ngerasanya beda sih sama LAPAS lainnya,
kaya di LAPAS Pandeglang disana mah pergaulannya juga masih
keras. Kalo di sini sama aja gak ada bedanya sama lingkungan di
luar. Yang saya liat napi di sini ibadah lumayan pada getol, tau
bener-bener apa cuma cari muka ke petugas dah, haha. Tapi saya
rasa sih bener lah.”53
Bentuk Positif Prisonisasi di Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Tangerang mengalami proses difusi (penyebaran) yang cukup signifikan
dibandingkan dengan Bentuk Negatif Prisonisasi. Hal tersebut terjadi karena
berjalannya program pembinaan agama dengan baik, dan Blok Pesantren yang
memiliki peran penting terhadap penyebaran nilai-nilai positif terhadap
narapidana. MR mengungkapkan sebagai berikut:
“... iya dek, di sini saya masuk ke Blok Pesantren. Di sini termasuk
yang bagus pembinaan agamanya, banyak di sini yang lebih milih
pindah ke Blok Pesantren, ikut pengajian. Kebanyakan di sini kan
yang udah pada tua semua, jadi ya paling karena itu, atau karena
tau dan ngeliat temen-temennya yang di pesantren baik-baik. Saya
52
Wawancara Pribadi dengan AF, Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas 1
Tangerang, 23 Januari 2017. 53
Wawancara Pribadi dengan WE, Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas 1
Tangerang, 20 Desember 2016.
69
juga karena bisa dibilang paling tua di sini ya lebih disegenin dan
saya juga sering ngasih nasehat ke mereka, Alhamdulillah.”54
Hal serupa diiungkapkan oleh ABA, sebagai berikut:
“Saya di sini masuk Blok Pesantren. Kerjaan saya tiap hari ya sama
aja kaya pesantren umum, ngaji, denger ceramah, perdalem ilmu
agama lah intinya. Awalnya di blok biasa, tapi karena mau tobat
yaudah tertarik, minta dipindah ke pesantren. Banyak lah
perubahan dari situ.”55
Hal yang diungkapkan oleh keduanya menggambarkan peran positif
Blok Pesantren dan Pembinaan Agama terhadap narapidana. Peran positif
yang dimaksudkan adalah lebih bersifat kejiwaan (behavior). Dari pemaparan
di atas dengan mengutip beberapa keterangan yang didapat dari informan
terkait, dapat dirumuskan bahwa bentuk positif prisonisasi diantaranya adalah;
(1) Tumbuhnya minat dan motivasi narapidana dalam mengikuti kegiatan
pembinaan LAPAS. (2) Perubahan perilaku dan emosi menjadi lebih baik. (3)
Meningkatnya kesadaran beribadah.
b. Bentuk Negatif Prisonisasi di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang.
Bentuk yang kedua ini adalah Prisonisasi dalam Bentuk Negatif.
Bentuk Negatif Prisonisasi merupakan identifikasi yang didapatkan dari hasil
temuan literatur ilmiah dan wawancara pribadi dengan informan terkait.
Didapatkan bahwa Prisonisasi dalam Bentuk Negatif tersebut dapat dilihat
dari interaksi antar narapidana yang cenderung mengarah pada hal negatif, dan
54
Wawancara Pribadi dengan MR, Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas 1
Tangerang, 20 Desember 2016. 55
Wawancara Pribadi dengan ABA, Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas 1
Tangerang, 19 Desember 2016.
70
yang pada akhirnya dapat mendorong narapidana tersebut untuk tidak
menyesali perbuatnnya bahkan berniat kembali melakukan tindakan melawan
hukum tersebut. Narapidana kasus perampokan dan narkotika diambil sebagai
informan utama karena dalam pembahasan ini berkaitan dengan Bentuk
Negatif Prisonisasi yang tadi disebutkan.
Interaksi negatif yang terjalin antar narapidana memungkinkan
lahirnya narapidana residivis. Hal tersebut dibenarkan oleh narapidana
berinisial ABA (64 tahun), seorang narapidana residivis. Ia membenarkan
bahwa di dalam penjara, termasuk di LAPAS Klas I Tangerang sering kali
terjadi interaksi yang mengarah pada hal negatif, komunikasi yang membahas
hal-hal terkait kriminalitas. Interaksi dan komunikasi tersebut biasanya terjadi
dalam bentuk cerita, mereka menceritakan pengalaman mereka melakukan
kejahatan, melalui obrolan santai, dan semacamnya. Dalam wawancara
pribadi dengan ABA, ia mengatakan “iya, kalo di sini sih pasti ada aja temen-
temen yang kalo ngobrol ya ngobrolin yang ke arah sana (kriminal). Selama
pengalaman saya di penjara juga obrolan “begitu” ya pasti ada gausah heran.
Ya gimana kita bergaulnya sama yang begitu semua.”56
Dari pernyataannya tersebut didapatkan bahwa di Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Tangerang terdapat prisonisasi dalam bentuk negatif.
Bentuk prisonisasi tersebut dapat melahirkan narapidana residivis, namun
lahirnya naripidana residivis lebih didorong oleh faktor lingkungan pergaulan
56
Wawancara Pribadi dengan ABA, Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas 1
Tangerang, 19 Desember 2016.
71
luar setelah keluar dari LAPAS. Kesimpulan tersebut didapat dari pernyataan
ABA, yang mengatakan bahwa:
“Kalo saya sih ya sebenernya ngelakuin ini (kejahatan) karna
emang dari pergaulan, dari ajakan temen-temen. Jadi pas waktu di
penjara bergaul sama orang-orang yang gak bener juga, ditambah
pas keluar bergaul lagi sama temen yang sama. Awalnya sih saya
pas baru banget keluar LAPAS, menyendiri dulu di rumah, tapi
lama kelamaan bergaul lagi sama lingkungan saya yang gak
bener.”57
Ditambah dengan pernyataan dari WK sebagai berikut:
“Awal saya masuk udah nggak begitu asing soal LAPAS, karena
sebelumnya saya pernah masuk RUTAN, RUTAN Salemba. Yang
saya rasain di sini ya beda bang, waktu saya pertama kali masuk
lingkungan penjara di RUTAN, pengalaman saya sih ya biasa
“disekolahin” dulu, “dikacungin” dulu lah disuruh-suruh. Tapi dulu
karena saya berontak dan malah balik ajak berantem, mereka jutru
hormatin saya. Kalo saya pribadi sih ngerasanya ya jauh lebih baik,
dulu saya orangnya tempramen banget apalagi pas pengalaman
ditahan di POLRES, di RUTAN, wah kaya kesetanan dah.”58
Dari peryataan tersebut, dapat dikatakan bahwa pergaulan selama
berada di penjara dapat membawa dampak negatif dalam terciptanya kembali
niat pelaku dalam melakukan tindak kriminal. Kemudian hal tersebut
didukung oleh faktor kembalinya ia kepada lingkungan pertemanan yang
cenderung mengarahkannya pada perilaku kriminal. Hal tersebut
menggambarkan bahwa penjara merupakan antithesis dari pembinaan yang
merupakan transformasi dari tujuan utama dipenjarakannya seseorang. Efek
jera yang merupakan tujuan utama pembinaan, menjadi berbalik
57
Wawancara Pribadi dengan ABA, Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas 1
Tangerang, 19 Desember 2016. 58
Wawancara Pribadi dengan WK, Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas 1
Tangerang, 19 Desember 2016.
72
menumbuhkan kembali motif kejahatan. Efek samping yang ditimbulkan oleh
pemenjaraan dapat dengan kuat menginternalisasi diri narapidana sehingga
saat mereka keluar dari penjara, mereka seakan mendapatkan ilmu baru dan
atau kultur baru yang dibawanya dari lingkungan pergaulan penjara.
Temuan Bentuk Negatif Prisonisasi di LAPAS Klas I Tangerang ini
diidentifikasi ke dalam beberapa indikator, yaitu:
1) Istilah-istilah Khusus di Penjara
Istilah-istilah Khusus di Penjara merupakan suatu istilah
atau bahasa khusus yang hanya ada di dalam penjara yang
digunakan oleh narapidana. Istilah-istilah khusus biasanya hanya
digunakan pada waktu tertentu, situasi tertentu, dan orang tertentu.
Penggunaan Istilah-istilah khusus yang ditemukan di Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Tangerang adalah terkait dengan situasi
tertentu dan penamaan tempat tertentu. Berikut adalah beberapa
istilah-istilah khusus tersebut:
- Apotik : adalah sebutan untuk tempat khusus jual-beli
narkoba. Berikut adalah keterangan dari informan mengenai
“apotik” yang terdapat di LAPAS Klas I Tangerang,
“... yang saya liat sih di sini gak jauh beda sama LAPAS
lain kalo soal peredaran narkoba, di sini ada Apotiknya
(tempat jual beli narkoba) juga, tapi di sini kecil, gak yang
terang-terangan juga, ngumpet-ngumpet.”59
- OT : adalah sebutan untuk narapidana yang baru masuk
59
Wawancara Pribadi dengan SO, Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas 1
Tangerang, 30 Januari 2017.
73
- Anak Emas : sebutan untuk narapidana berkantong tebal.
- Kapal Selam : sebutan untuk kiriman dari besukan
narapidana yang dikirim melalui petugas LAPAS.
- Disekolahin : proses penataran terhadap narapidana baru.
- Diolah / Digulung : sebutan untuk pembudakan atau
pemukulan.
- Tamping : narapidana yang dipilih oleh pihak LAPAS
yang diberi tugas untuk bekerja membantu petugas LAPAS.
2) Penyimpangan
- Pencurian
Pencurian sering kali terjadi di dalam limgkup penjara. Hal
tersebut wajar terjadi, dikarenakan jelas bahwa penjara
berisikan para pelaku kriminal. Faktor yang melatarbelakangi
Narapidana melakukan pencurian tersebut disebabkan oleh
pemenuhan kebutuhan ekonomi di dalam LAPAS, yang
kemudian mendorong mereka untuk melakukan hal tersebut
dengan berbagai cara. Pencurian tersebut biasanya dilakukan
oleh narapidana yang sudah mahir dalam bidangnya. Berikut
pernyataan yang diungkapkan oleh SO mengenai hal tersebut:
“Penyimpangan ya, gak yang gimana-gimana sih, paling
banyak yang maling, nilep duit, nipu, “make” (narkoba).
Yang maling biasanya yang udah jago maling. Buat beli
74
rokok palingan. Makanya kita kalo punya duit mending
dikantongin aja dibawa kemana-mana.”60
- Penipuan
Penipuan yang dimaksudkan adalah penipuan yang dilakukan
oleh narapidana terhadap narapidana lainnya. Perilaku
menyimpang ini didasarkan pada kebutuhan ekonomi yang
juga dibutuhkan di penjara. Penipuan yang dilakukan biasanya
dilakukan dengan cara mengelabui narapidana lain dengan
alasan pinjam uang, atau semacamnya. Pernyataan tersebut
telah diungkapkan oleh SO, berikut kutipan wawancara
dengannya:
“... biasanya ada aja napi yang nipu-nipu temennya, minjem
duit bilangnya buat bini nya ngelahirin lah bayaran sekolah
lah apa lah, padahal mah duitnya buat dia sendiri, mana gak
balik. Pengalaman sendiri soalnya, dan emang banyak juga
yang begitu.”61
- Narkoba
Peredaran narkoba seakan bukan jadi barang baru lagi dalam
penjara. Hampir di setiap LAPAS peredaran narkoba tetap
berjalan. Badan Narkotika Nasional (BNN) telah mengungkap
bahwa terdapat bisnis narkoba yang dijalankan dari balik
60
Wawancara Pribadi dengan SO, Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas 1
Tangerang, 30 Januari 2017. 61
Wawancara Pribadi dengan SO, Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas 1
Tangerang, 30 Januari 2017.
75
penjara, dalam 39 LAPAS di Indonesia.62
Hal tersebut
diketahui dari laman berita online terkait dan keterangan dari
beberapa narasumber. Sama halnya di LAPAS Klas I
Tangerang, hal tersebut diungkapkan oleh SO, bahwa di
LAPAS Klas I Tangerang terdapat peredaran narkoba
meskipun tidak berjalan secara besar dan terbuka. Dalam
pernyataannya ia mengungkapkan di LAPAS ini terdapat
“Apotik”, yakni tempat jual-beli narkoba, namun “Apotik” di
LAPAS ini hanya berbentuk kecil dan tidak banyak yang
mengetahui (tertutup).
- Penggunaan Handphone (HP)
Penggunaan HP di dalam LAPAS tentunya merupakan
pelanggaran prosedur yang ada. Penggunaan HP di kalangan
narapidana dikhawatirkan akan disalahgunakan oleh
narapidana.
3) Stratifikasi
Stratifikasi yang terdapat di dalam penjara oleh narapidana
merupakan suatu status tingkatan yang dimiliki oleh narapidana
tertentu. Stratifikasi yang ada di masyrarakat pada umumnya,
didasarkan oleh ekonomi, pendidikan, dan kedudukan. Seseorang
62
Lutfy Mairizal Putra, “Soal Peredaran Narkoba dari Dalam Lapas, Yasonna Nilai
Memalukan”, diakses dari
http://nasional.kompas.com/read/2017/02/03/16335781/soal.peredaran.narkoba.dari.dalam.lapas.y
asonna.nilai.memalukan, pada tanggal 12 Maret 2017, pukul 18.00 WIB.
76
yang menguasai salah satu dan atau ketiga indikator tersebut maka
ia akan dapat menduduki strata atas, sedangkan mereka yang tidak
memiliki ketiganya dapat dikategorikan sebagai masyarakat
dengan strata bawah. Penjelasan umum tentang stratifikasi
tersebut, terjadi juga pada lingkungan masyarakat penjara. Namun,
stratifikasi yang terbentuk di dalam penjara sedikit berbeda dari
stratifikasi pada masyarakat umumnya.
Stratifikasi yang terbentuk di penjara lebih didasarkan pada
kekuatan fisik dan ekonomi yang dimiliki oleh narapidana.
“Hukum Rimba” berlaku di dalam penjara, siapa yang kuat dia lah
yang berkuasa. Di dalam penjara mereka yang memiliki kekuatan
lebih dari yang lain, mendapatkan kedudukan khusus dan ditakuti
oleh narapidana lain. Berikut adalah beberapa istilah yang
digunakan untuk menunjukkan suatu strata di dalam penjara, yaitu:
- Voorman / KS (Kepala Suku): Merupakan jabatan tertinggi yang
dimiliki narapidana, seorang Voorman / KS merupakan seseorang
dengan kemampuan fisik terkuat diantara narapidana lainnya.
- Tamping: Tamping adalah suatu posisi yang secara formal
diberikan kepada narpidana yang dipilih oleh LAPAS dan
diberikan tanggung jawab lebih untuk membantu petugas LAPAS
sekaligus mengkondisikan narapidana lain untuk tetap kondusif.
Pengangkatan Tamping ini telah diatur dalam Peraturan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia, No. 7 Tahun 2013.
77
- Palkam (Kepala Kamar): PalKam menduduki strata tinggi yang
jabatannya hampir sama dengan Voorman / KS, akan tetapi
PalKam pada posisinya tetap berada di bawah Voorman. Palkam,
keduanya hanya berbeda penyebutan di setiap LAPAS. Posisi ini
tentunya diperoleh dengan kemampuan fisik yang lebih
dibandingkan narapidana lainnya. Hal tersebut dijelaskan oleh
WK, sebagai berikut:
“Iya bang, kalo Palkam, Voorman, KS, hampir sama sih.
Ya tergantung di LAPAS mana, kalo di RUTAN Salemba
nyebutnya Voorman, kalo di LAPAS Cipinang setau saya
ada Voorman juga, ada PalKam juga. Tapi kalo posisi mah
yang paling tinggi tetep Voorman.”63
- Pastem (Pasukan Tempur): Posisi atau strata ini biasa diduduki
oleh narapidana dengan kemampuan fisik menengah yang menjadi
“anak buah” dari Voorman atau KS, diibaratkan sebagai prajurit.
“... ada lagi Pastem, Pasukan Tempur. Nah gua dulu waktu
di Salemba dijadiin Pastem bang. Dulu ceritanya gua
nantang berantem Voorman di sana, sebenernya mah gua
gatau karna gua anak baru, kalo tau juga gua takut. Tapi
karna itu gua diangkat jadi anak buah andelan Voorman itu
dah, sebutannya sih Pastem. Tugas gua ya biasanya
“nyekolahin yang baru masuk, mintain duit, macem-macem
sih. Nah ga lama gua langsung diangkat jadi Palkam.”64
- OT: OT adalah sebutan untuk narapidana yang baru masuk.
63
Wawancara Pribadi dengan WK, Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas 1
Tangerang, 19 Desember 2016. 64
Wawancara Pribadi dengan WK, Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas 1
Tangerang, 19 Desember 2016.
78
Stratifikasi di dalam penjara juga didasarkan pada ekonomi.
Narapidana dengan status ekonomi yang tinggi mendapatkan
kedudukan atau strata tinggi di atas narapidana lain. Narapidana
dengan kantong tebal sangat disegani dan dihormati oleh
narapidana lain, bahkan mereka dapat mengontrol narapidana lain
dengan kekuatan ekonominya. Sedangkan mereka narapidana yang
datang tanpa kekuatan fisik dan ekomoni akan menjadi bahan bully
oleh narapidana lain, bahkan penjadi “pesuruh” di dalam penjara
oleh narapidana yang berkuasa.
Temuan yang diperoleh di LAPAS Klas I Tangerang
mengenai stratifikasi tersebut sudah tidak ada. Perlakuan antar
narapidana semua sama, tidak ada strata yang melekat. Hanya saja
posisi Tamping tetap berlaku, karena merupakan aturan resmi dari
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
4) Internalisasi Nilai
Proses Internalisasi Nilai yang dialami oleh narapidana
tersebut dapat berupa sikap, perilaku, atau kultur khusus yang ada
di penjara. Penyerapan nilai yang dialami oleh narapidana berjalan
dalam waktu yang terbilang lama dan terjadi secara bertahap.
Tahapan tersebut yakni, proses adaptasi, interakasi, kemudian
narapidana mengalami proses internalisasi, dan tahap yang terakhir
adalah proses penguatan. Penguatan yang dimaksud adalah dalam
bentuk berupa tercapainya strata tertinggi dan terjalinnya relasi.
79
Internalisasi yang dialami narapidana dapat menjadi faktor
determinan terciptanya iklim kriminogen di dalam penjara, dan
pada tahap selanjutnya dapat melahirkan narapidana residivis. Hal
ini dijawab dengan pengakuan AR, berikut adalah kutipan
wawancara dengan AR:
“Saya selama berada di sini (LAPAS) merasa takut dan
asing. Mungkin karena baru pertama kali ya, tapi pelan-
pelan mulai terbiasa. Tapi selama saya di sini saya lebih
milih menyendiri bang, soalnya saya khawatir malah gak
tobat kalo misalnya bertemen sama mereka.”65
Dari pernyataan tersebut dapat peneliti ambil maknanya bahwa AR
merasakan terdapat “iklim” kriminal yang dapat mendorongnya
untuk tetap berada pada lingkup kriminal dan memiliki motivasi
kriminal. AR tetap menjaga dirinya dengan menyendiri dan selektif
dalam memilih teman.
5) Imitasi
Konsep imitasi yang dijelaskan oleh Gabriel Tarde (1890)
dapat menggambarkan bahwa narapidana melakukan proses interaksi
dengan temannya sesama narapidana, yang pada akhirnya
menghasilkan suatu bentuk imitasi atau peniruan. Bentuk imitasi yang
didapatkan di Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang dapat
bersifat positif dan negatif. Imitasi yang bersifat negatif dicontohkan
dengan peniruan narapidana pada saat proses adaptasi di lingkungan
65
Wawancara Pribadi dengan AR, Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas 1
Tangerang, 22 Desember 2016.
80
penjara. Pada proses adaptasi tersebut, suka atau tidak, sadar atau tidak
sadar, mereka telah mengalami proses imitasi yaitu dengan cara
mereka mengikuti kultur yang ada, meniru bahasa yang sama, bahkan
perilaku yang sesuai dengan kehidupan di dalam penjara.
Penjelasan di atas diambil dari beberapa pernyataan yang
diungkapkan oleh informan terkait, yaitu WK dan SO. Berikut kutipan
wawancara dengan mereka:
“Iya bang, pasti ada kata-kata khusus yang kita pake,
khususnya sih komunikasi antar napi. Maksudnya sih biar
kita-kita (narapidana) aja yang paham. Apalagi waktu saya
di RUTAN Salemba ya, masih kentel banget begituannya.
Contohnya, kaya tadi yang saya sebutin, ada Voorman,
PalKam (Kepala Kamar), PasTem (Pasukan Tempur), OT,
OT itu sebutan buat anak (narapidana) baru, saya lupa
singkatannya apa. Ada lagi, “disekolahin”, dipukulin
maksudnya atau disuruh-suruh. Terus Tamping, anak emas,
sebutan buat napi yang punya banyak uang.”66
Dari penggalan wawancara tersebut dan pengalaman yang telah
diceritakan oleh WK, ia menjelaskan proses adaptasinya terhadap
kehidupan di dalam penjara melalui proses imitasi dengan cara meniru
apa yang tata cara kehidupan penjara, baik itu dari sikap, bahasa, dan
kebiasaan. Kemudia dilanjutkan dengan pernyataan dari SO, sebagai
berikut:
“Saya waktu pertama kali masuk LAPAS ya pasti
nyesuaikan dulu gimana pergaulan di sini. Soalnya yang
saya tau kan keras di penjara mah, tapi kalo di sini saya
ngerasanya beda aja, napi banyak juga ko yg bae nya. Saya
66
Wawancara Pribadi dengan WK, Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas 1
Tangerang, 19 Desember 2016.
81
mah niru yang bae-bae nya aja. Nah yaudah karena saya
udah tau begini kehidupannya, ya ngikut aja.”67
6) Relasi
Relasi dalam lingkungan penjara lahir dari interaksi intensif
yang dilakukan oleh narapidana. Bahkan munculnya relasi antar
narapidana didapatkan dari persamaan latar belakang kasus kriminal,
persamaan suku, bahkan agama. Relasi menjadi indikator penting
dalam terciptanya siklus kriminal di dalam LAPAS. Relasi yang
terjalin antar narapidana di LAPAS Klas I Tangerang berjalan cukup
baik. Relasi yang terbangun lebih mengarah pada hal positif, relasi
yang bersifat negatif hampir tidak ditemukan di Lembaga
Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang. Hal tersebut senada dengan
pernyataan DJ dan NS:
“Kita bertemen di sini biasa-biasa aja, kadang ada rasa
segen juga, jadi ya saling hormatin. Mungkin karena di sini
LAPAS dewasa ya, jadi ya kita pada sadar diri aja udah tua
lah tobat.”68
Hal serupa diungkapkan oleh DJ sebagai berikut:
“Pengalaman saya selama di lingkungan penjara ini, di
RUTAN Salemba, LAPAS Tangerang, ya kita pasti
ketemunya sama orang-orang yang gak bener, kriminal.
Resikonya ketemu mereka dan masuk di lingkungannya ya
pasti kita bisa ketular jahat juga, kecuali kita bisa jaga diri.
Kalo saya ditanya soal pengaruhnya apa aja bergaul sama
mereka, ya itu balik lagi ke diri masing-masing. Kalo gak
punya pendirian ya bakal ngikut gak bener. Tapi selama
67
Wawancara Pribadi dengan SO, Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas 1
Tangerang, 30 Januari 2017. 68
Wawancara Pribadi dengan NS, Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas 1
Tangerang, 21 Desember 2016.
82
saya di sini, biar kata napi di sini keliatan sangar-sangar,
tapi kit amah udah kaya temen biasa aja, ga ada yang
macem-macem juga di sini mah.”69
Meskipun relasi yang terjalin lebih cenderung mengarah pada
bentuk positif, namun hal tersebut tidak menutup kemungkinan
terjalinnya relasi yang mengarah pada hal negatif di LAPAS Klas I
Tangerang. Hal tersebut telah diungkapkan oleh SO, sebagai berikut:
“... yang saya liat sih di sini gak jauh beda sama LAPAS
lain kalo soal peredaran narkoba, di sini ada Apotiknya
(tempat jual beli narkoba) juga, tapi di sini kecil, gak yang
terang-terangan juga, ngumpet-ngumpet. Kebutuhan sih
soalnya kalo narkoba itu, duit juga ngalir kan dari jual
gituan.”70
Relasi sangat diperlukan oleh narapidana sebagai suatu
kekuatan untuk mempertahankan diri di dalam penjara. Relasi ini
hanya bersifat situasional dan sementara, yang hanya diperlukan saat
mereka menjadi narapidana, tanpa menumbuhkan kembali motivasi
pengulangan kejahatan. Temuan tersebut didapatkan dari pernyataan
SO. Berikut kutipan wawancara dengannya:
“Ya mau gak mau kita mesti punya temen banyak di sini,
nanti kan kalo mau apa-apa gimana, susah juga. Misalnya
rokok lagi abis kan kalo mau minta juga segen. Tapi ya gak
semuanya bisa akrab, cocok-cocokan juga. Betah-betahin
aja sih masuk sini mah.” (Wawancara Pribadi dengan SO,
Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang, 30 Januari
2017).
69
Wawancara Pribadi dengan DJ, Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas 1
Tangerang, 21 Desember 2016. 70
Wawancara Pribadi dengan SO, Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas 1
Tangerang, 30 Januari 2017.
83
Mereka yang setelah keluar LAPAS, ditambah mereka yang
tidak dapat memenuhi kebutuhannya, maka dari itu relasi yang ada
kemudian dimanfaatkan sebagai cara mereka mendapatkan
penghasilan. Namun mereka yang gagal, pada akhirnya memanfaatkan
relasi tersebut untuk kembali melakukan tindakan kriminal.
B. Prisonisasi dan Pembelajaran Kejahatan dalam Kaitannya dengan
Residivisme
Penyerapan nilai kultur penjara oleh narapidana dengan pengulangan
tindak kejahatan sangat erat kaitannya. Terdapat beberapa faktor lahirnya
residivisme, yaitu faktor ekonomi, sosial, dan psikologi. Pada pembahasan ini
akan berfokus pada faktor sosial dan lingkungan yang menjadi faktor
determinan munculnya residivisme. Hal tersebut dilandaskan pada learning
theory yang dirumjuskan oleh E. Sutherland tentang bagaimana kejahatan
muncul dari proses belajar, yang kemudian akan didukung oleh imitation
theory G. Tarde yang menjelaskan proses peniruan (kejahatan) oleh
narapidana. Munculnya pelaku residivisme lebih disebabkan oleh faktor sosial
dan lingkungan, sebagaimana yang diungkapkan oleh AR salah seorang
narapidana kasus pencurian. Dalam wawancara pribadi ia mengungkapkan:
“Pekerjaan awal saya sebagai buruh. Awalnya saya tidak tahu
tentang dunia kriminal seperti ini. Semuanya berawal dari
lingkungan pertemanan saya. Saya ikut dan belajar mencuri dari
84
teman ngopi saya, mereka mengajak saya bergabung dengan
komplotan mereka sebagai pencuri.”71
Kemudian dilanjutkan dengan pernyataan ABA, seorang narapidana
residivis. Ia mengungkapkan bagaimana kehidupan LAPAS dan mengapa ia
bisa menjadi seorang residivis, berikut penjelasannya dalam wawancara
pribadi:
“... Nah tapi kalo saya pribadi kenapa sampe dipenjara dua kali ya
karena pergaulan. Saya dulu waktu di RUTAN Pandeglang, saya
ngerasanya mah lingkungan di sana ya makin parah, bukannya buat
saya jadi baik malah tambah stress, apalagi pergaulan di sana
termasuk yang keras, ya kalo gak kuat-kuat ya habis lah di sana,
tadinya gak kenal obat-obatan (narkoba) sekarang mah jadi ga
asing lagi. Untungnya saya cuma sebentar ditahan di sana, gak
sampe setahun lah. Nah, udah saya keluar, saya ketemu lagi sama
temen-temen lama, biasa lah ngopi-ngopi ngobrol, yaudah
akhirnya kumat lagi, mabok lah, judi jalan lagi. Menurut saya mah
sama aja lah kehidupan di penjara sama pergaulan saya di luar sana
yang brengsek-brengsek.”72
Dari pemaparan yang diungkapkan, dapat dikatakan bahwa salah satu
faktor seseorang melakukan kejahatan khususnya pencurian adalah didorong
oleh faktor interaksi sosial dan lingkungan. Dari faktor interaksi sosial
tersebut ia mengalami suatu proses belajar kejahatan, yang tentunya dari
proses tersebut seseorang mendapatkan “skill‟ yang sebelumnya belum pernah
didapatkan. Namun hal tersebut tidak berhenti di situ. Setelah ia tertangkap
dan dimasukkan ke dalam penjara, banyak hal yang terjadi dan hanya di
lingkungan penjara lah hal tersebut ia dapatkan. AR menjelaskan bagaimana
71
Wawancara Pribadi dengan AR, Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas 1
Tangerang, 22 Desember 2016. 72
Wawancara Pribadi dengan ABA, Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas 1
Tangerang, 19 Desember 2016.
85
proses pembelajaran kejahatan terjadi juga di dalam penjara. Pernyataan
tersebut sejalan dengan asumsi awal peneliti mengenai pembelajaran
kejahatan yang terjadi di dalam penjara. Terkait prisonisasi dengan
residivisme, AR mengungkapkan kecemasannya. Dalam pernyataannya ia
menjelaskan:
“Saya lebih banyak menyendiri mas, bukannya saya gak mau
bergaul, tapi saya cuma takut “tertular” mereka mas, saya kapok
mas masuk penjara, saya mau tobat. Selama di sini ya biarpun gak
banyak yang ngerasa sama seperti saya, tapi saya merasakan
pergaulan dengan teman-teman di dalam LAPAS malah banyak
negatifnya. Makanya saya lebih pilih menyendiri, soalnya saya
mau jadi orang bener lagi mas pas nanti keluar.”73
Dari pernyataannya tersebut yang ia katakan “tertular” adalah
dimaksudkan bahwa ia takut pergaulannya di penjara membuat ia terdorong
kembali untuk melakukan kejahatan. AR pun jelas mengatakan bahwa
pergaulannya dengan teman sesama narapidana dapat menimbulkan efek
negatif bagi dirinya, maka dari itu ia lebih memilih untuk menyendiri.
Selain AR, didapatkan pula keterangan dari narapidana berinisial HU,
divonis bersalah atas tindakan perampokan dengan cara mengelabuhi korban,
dengan masa hukuman 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan. HU dalam wawancara
mengatakan bahwa di dalam lingkup penjara, tidak dapat dipungkiri kenyataan
bahwa pergaulan antar narapidana dapat menentukan seberapa besar tingkat
keberhasilan pembinaan LAPAS dan juga tingkat pengulangan kejahatan oleh
narapidana (residivisme). Mengutip pernyataan HU dalam wawancara pribadi,
sebagai berikut:
73
Wawancara Pribadi dengan AR, Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas 1
Tangerang, 22 Desember 2016.
86
“Ya kalo saya sih bisa ngelakuin tindakan ini karena ajakan dari
temen, awalnya saya kira kerjaan bener, gataunya malah rampok.
Karena hasilnya lumayan, saya jadi keterusan dan ya sampai
ketangkep gini bang. Sekarang saya baru kapok. Kalo soal
pergaulan di penjara, gimana ya bang, sama aja sih kaya di luar.
Karena temen saya di luar banyak yang gak bener ya makanya saya
ngerasa sih hampir sama aja. Di luar diajak gak bener, ya di sini
gak jauh beda, tp ya beberapa aja sih. Kalo di sini sesama
narapidana gak begitu terbuka soal pribadi, bang. Saya sih ngobrol
ya sekedarnya aja yang perlu, tp dari obrolan dengan mereka saya
jadi tau banyak hal khususnya sih yang ke arah sana (kriminal).”74
Hal serupa juga telah diungkapkan oleh ABA, sebagai berikut:
“Kalo soal residivis, menurut saya sih faktornya antara ekonomi
atau lingkungan pergaulan, entah itu pas dia bergaul di LAPAS
atau pas dia udah keluar. Dua faktor itu sama kuatnya lah. Saya
sendiri sih karena pergaulan, susah dah kalo udah kebawa
lingkungan temen.”75
Dari kutipan jawaban wawancara tersebut dapat diketahui bahwa,
faktor sosial dan lingkungan menjadi faktor determinan yang mendorong
seseorang melakukan tindakan melawan hukum. Namun menurutnya, hal
tersebut tergantung dari diri masing-masing narapidana. Dan terakhir HU
menambahkan bahwa selama ia berada di LAPAS Klas I Tangerang,
pergaulan antar narapidana cenderung mengarah pada hal positif. Mengutip
pernyataan HU:
“Selama saya berada di sini (LAPAS Klas I Tangerang) saya
merasakan perbedaan dari LAPAS yang lain, saya kan pindahan
dari LAPAS Cipinang, kalo di sana sih lebih keras ya
pergaulannya, beda kalo di sini. Kalo di sini ya biarpun gak
banyak, tapi narapidana di sini gak sedikit yang pada mau tobat
74
Wawancara Pribadi dengan HU, Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas 1
Tangerang, 22 Desember 2016. 75
Wawancara Pribadi dengan ABA, Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas 1
Tangerang, 19 Desember 2016.
87
bang, ada yang karena stress dihukum lama, ada juga yang karena
mikirin keluarganya. Dari situ saya terdorong untuk jadi lebih
baik.”76
Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa kesuksesan dari tujuan
program pembinaan dalam menginternalisasi dan membentuk narapidana yang
baik, dapat ditentukan oleh proses interaksi dan sosialisasi antar narapidana.
Pernyataan yang diungkapkan oleh AR dan HU tentang bagaimana
proses muculnya motivasi kriminal dan proses belajar kejahatan dimulai dari
interaksi (negatif) dengan teman-temannya, dapat dijawab dengan proposisi
yang dirumuskan oleh Sutherland. Terdapat 4 (empat) proposisi yang
berkaitan dengan apa yang dijelaskan oleh AR, ABA, dan HU, yaitu:
1) Tingkah laku jahat dipelajari. Dalam kaitan ini maka orang yang belum
pernah dilatih untuk melakukan tingkah laku kejahatan tidak akan
menghasilkan tingkah laku kejahatan. Dari rumusan ini jelas
mengatakan bahwa yang pada awalnya AR merupakan seorang buruh
yang tidak mengerti apa-apa mengenai pencurian, kemudian saat ia
diajak teman untuk melakukannya, ia bersedia dan secara tidak sadar
telah menumbuhkan perilaku kejahatan dalam dirinya.
2) Kejahatan dipelajari ketika berinteraksi dengan orang-orang lain dalam
proses komunikasi. Ini hampir sama dengan proposisi pertama, karena
apa yang dikatakan AR dan HU jelas bahwa ia mempelajari kejahatan
dari hasil interaksi dengan teman-temannya. Pernyataan serupa
dinyatakan oleh SO dan ABA:
76
Wawancara Pribadi dengan HU, Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas 1
Tangerang, 22 Desember 2016.
88
“Saya yang tadinya cuma pemake (narkoba), sekarang jadi tau
gimana ngedarinnya, bandarnya, jaringannya. Ya itu karna ya
kenal sama Bandar, ngobrol-ngobrol iseng.”77
Dilanjutkan dengan pernyataan ABA sebagai berikut:
“Iya, kalo di sini sih pasti ada aja temen-temen yang kalo ngobrol
ya ngobrolin yang ke arah sana (kriminal). Selama pengalaman
saya di penjara juga obrolan “begitu” ya pasti ada gausah heran. Ya
gimana kita bergaulnya sama yang begitu semua.”78
3) Asas penting dalam belajar tingkah laku jahat terjadi ketika individu
berinteraksi dengan individu-individu lain, khususnya dalam hubungan
antar pribadi suatu kelompok yang akrab. Dari beberapa narasumber
terkait, hampir dari semua narasumber beralasan bahwa alasan mereka
melakukan kejahatan adalah dari lingkungan pergaulan. Mereka
diantaranya adalah AR, HU, dan DJ, mereka berinteraksi dan memulai
tindak kriminal karena interaksinya yang sudah akrab dengan teman-
temannya. Mereka mengatakan bahwa mereka teman ngopi yang biasa
kumpul bareng.
4) Ketika seseorang belajar tingkah laku jahat, yang dipelajari meliputi
teknik melakukan kejahatan, motivasi yang khas, dorongan,
rasionalisasi, dan sikap. Dalam wawancara pribadi, SO mengungkapkan
bahwa ia mempelajari “teknik” yang lebih dari hanya mengkonsumsi
narkoba, yaitu mengedarkan dan menyeludupkan narkoba. Berbicara
77
Wawancara Pribadi dengan SO, Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas 1
Tangerang, 30 Januari 2017. 78
Wawancara Pribadi dengan ABA, Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas 1
Tangerang, 19 Desember 2016.
89
mengenai motivasi, dorongan, dan rasionalisasi, AR menjelaskan bahwa
terdapat dorongan lain yang cukup kuat, dan juga rasionalisasi dalam
keputusannya melakukan tindakan kriminal tersebut yaitu ekonomi.
Ekonomi menjadi alasan kuat selain faktor lingkungan sosial yang
mendorong dirinya dengan rasionalisasi keuntungan finansial yang akan
didapatkannya.
Analisis dari keempat proposisi teori Sutherland tersebut, diperkuat
dengan pernyataan Hamzah Laptur selaku Kepala Sub Bagian Umum
Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang, dalam wawancara pribadi
sebagai berikut:
“Pembinaan yang ada di LAPAS bertujuan untuk merubah pola
piker narapidana, namun lain hal nya jika narapidana
berinteraksi (negatif) dengan teman-temannya di dalam
(LAPAS). Proses interaksi tersebut tentu saja dimungkinkan
terjadi, dan hal tersebut yang dapat menghambat berhasilnya
program (pembinaan) kami.”79
Dari pernyataannya tersebut, jelas dikatakan bahwa narapidana di dalam
LAPAS dapat saja dimungkinkan mengalami proses pembelajaran kejahatan
jika interaksi antar narapidana berjalan intensif dan berbentuk negatif. Dengan
begitu, Lembaga Pemasyarakatan yang bertujuan membina narapidana menjadi
lebih baik, malah dapat menjadi “wadah” atau tempat berlangsungnya tukar-
menukar informasi, pengalaman, bahkan kultur kriminal yang dapat
melahirkan narapidana residivis di kemudian hari.
79
Hamzah Laptur, Kepala Bidang Umum Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang, 10
Februari 2017.
90
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil temuan dan analisa yang didapatkan menunjukan
bahwa konsep Prisonisasi yang dicetuskan oleh Donald Clemmer tidak
sepenuhnya benar. Temuan tersebut didapatkan dari keterangan hasil
observasi dan wawancara langsung, yang menunjukan bahwa Prisonisasi
dapat mengarahkan narapidana kepada perilaku baik dan taat hukum, yaitu
dari hasil proses imitasi narapidana yang mendorongnya untuk berperilaku
baik dan internalisasi nilai oleh pembinaan Lembaga Pemasyarakatan.
Kesimpulan yang didapatkan dari apa yang telah dikemukakan
tersebut, maka selanjutnya akan diuraikan beberapa kesimpulan yang
merupakan penutup dari penelitian ini. Adapun kesimpulan yang diambil
adalah sebagai berikut:
1. Pola dan Bentuk Prisonisasi di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Klas I
Tangerang
Pola Prisonisasi merupakan penggambaran suatu proses
berjalannya prisonisasi. Pola yang dimaksud dibagi menjadi 2 (dua), yaitu
Pola Linier, dan Pola Siklus.
Pola Linier prisonisasi pada akhirnya dapat mengasilkan Bentuk
Positif dari prisonisasi itu sendiri. Bentuk Positif yang dimaksudkan
adalah bentuk yang sesuai dengan nilai dan norma yang ada dalam
91
masyarakat. Adapun Bentuk Positif Prisonisasi yang ditemukan di LAPAS
Klas I Tangerang sebagai berikut:
a. Minat dan motivasi narapidana dalam mengikuti kegiatan
pembinaan LAPAS
Hal tersebut dikarenakan interaksi yang terjalin dapat
menumbuhkan minat dan motivasi narapidana dalam mengikuti
pembinaan. Interaksi antar narapidana yang mengarahkan untuk
mengikuti banyak kegiatan pembinaan guna mendapatkan keahlian
lebih saat keluar nanti, dapat menumbuhkan minat dan motivasi
narapidana. Berjalannya program pembinaan yang baik juga
merupakan peran penting dalam terbentuknya minat dan motivasi
tersebut.
b. Perubahan perilaku dan emosi yang lebih baik
Sejalan dengan teori imitasi G. Tarde tentang bagaimana seseorang
menyerupai dan meniru apa yang dilihatnya, temuan ini
menjelaskan proses perubahan perilaku dan emosi narapidana
disebabkan oleh proses imitasi narapidana yang berkelakuan baik.
c. Meningkatnya kesadaran beribadah narapidana.
Hal ini disebabkan oleh proses internalisasi nilai positif di dalam
penjara, yaitu ketika mereka mendapatkan pengajaran agama dan
saat terjadinya interaksi yang membahas perihal agama dengan
narapidana lain.
92
Pola yang kedua adalah Pola Siklus, yaitu menjelaskan proses
prisonisasi yang berjalan secara berulang. Pola prisonisasi ini
menggambarkan siklus hidup narapidana residivis, yang mana didalam
prosesnya menghasilkan bentuk negatif prisonisasi. Bentuk ini dikatakan
negatif karena bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku dalam
masyarakat umumnya. Bentuk-bentuk negatif tersebut yaitu sebagai
berikut:
a. Istilah-istilah khusus.
b. Stratifikasi.
c. Penyimpangan.
d. Proses Internalisasi dan Imitasi Nilai Negatif
e. Relasi yang terbangun antar narapidana
2. Prisonisasi dan Pembelajaran Kejahatan dalam kaitannya dengan
Residivisme
Dari beberapa keterangan yang diperoleh, narapidana residivis
menyatakan sebabnya melakukan kembali tindak pidana lebih disebabkan
oleh lingkungan, baik itu ketika ia bergaul dengan narapidana lain saat
berada di LAPAS atau ketika keluar dari LAPAS ia kembali masuk ke
dalam lingkungan pertemanan yang mengarahkannya pada perilaku
kriminal.
Teori E. Sutherland tentang learning process terdiri dari 9
(sembilan) proposisi, dari kesembilan proposisi tersebut, terdapat 4
(empat) proposisi yang sesuai dengan temuan yang diperoleh di LAPAS
93
Klas I Tangerang. Empat proposisi tersebut adalah; (1) Tingkah laku jahat
dipelajari; (2) Kejahatan dipelajari ketika berinteraksi dengan orang-orang
lain dalam proses komunikasi; (3) Asas penting dalam belajar tingkah laku
jahat terjadi ketika individu berinteraksi dengan individu-individu lain,
khususnya dalam hubungan antar pribadi suatu kelompok yang akrab; (4)
Ketika seseorang belajar tingkah laku jahat, yang dipelajari meliputi teknik
melakukan kejahatan, motivasi yang khas, dorongan, rasionalisasi, dan
sikap; (5) Motivasi yang khas, dan dorongan dipelajari ketika individu-
individu tadi dihadapkan pada aturan tingkah laku tunduk hukum yang
harus ditaati maupun pada aturan tingkah laku yang lebih condong dengan
pelanggaran hukum;
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah dipaparkan
sebelumnya, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut:
1. Akademis
Disarankan kepada peneliti selanjutnya pada bidang sosiologi,
khususnya sosiologi kriminalitas untuk lebih berfokus pada interaksi
sosial dan masalah sosial yang dialami narapidana. Diharapkan untuk
dapat melanjutkan penelitian ini, dengan menganalisis lebih dalam dan
membandingkan perbedaan Prisonisasi di Lembaga Pemasyarakatan
(LAPAS) dan di Rumah Tahanan (RUTAN).
94
2. Praktis
a. Pemerintah
Pemerintah dalam hal ini adalah Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia dan instansi terkait lainnya, diharapkan dapat bijak
dalam membuat peraturan, dengan tetap mengutamakan Hak-hak
narapidana.
b. Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang
Program pembinaan sudah dilakukan dan berjalan dengan baik,
namun masih perlu meningkatkan kualitas pembinaan, dan
menjalankan semua program. Mengingat apa yang diungkapkan
oleh para informan tentang harapannya ke depan untuk LAPAS ini.
c. Masyarakat
Masyarakat memiliki peran penting untuk meminimalisir potensi-
potensi kejahatan yang muncul di lingkungan masyarakat. Pada
unit sosialisasi terkecil yaitu keluarga, yang diharapkan mampu
memberikan pendidikan moral yang baik guna menghindari
potensi kejahatan yang muncul dari lingkungan sosial tersebut.
95
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Lilly, J. Robert, dkk. Teori Kriminologi: Konteks dan Konsekuensi. Jakarta:
Prana Media Group, 2015.
Mustofa, Muhammad. Kriminologi: Kajian Sosiologi Terhadap
Kriminalitas, Perilaku Menyimpang dan Pelanggaran
Hukum, Bekasi: Sari Ilmu Pratama, 2010.
Mustofa, Muhammad. Metodologi Penelitian Kriminologi, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2013.
Reading, Hugo, F. Dictionary of Social Science, terjemahan Sahat
Simamora, Jakarta: CV Rajawali, 1986.
Rivai, Andi Wijawa. Buku Pintar Pemasyarakatan. Jakarta: Lembaga
Kajian Pemasyarakatan, 2014.
Scott, John. Teori Sosial: Masalah-masalah Pokok dalam Sosiologi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.
Sujatno, Adi. Pencerahan di Balik Penjara. Jakarta: PT Mizan Terbuka,
2008.
Susanto, I.S. Kriminologi. Yogyakarta: Genta Publishing, 2011.
Sutherland, Edwin. Principles of Criminology. Chicago: J.B. Lippincott Co,
1947.
TESIS
Amran, Ali. Faktor Sosio Demografis Yang Mendorong Terjadinya
Residivisme. Tesis: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Departemen Kriminologi, Universitas Indonesia, 2003.
Chaerudin. Masalah Prisonisasi Dalam Hubungannya Dengan Sistem
Pemasyarakatan, Tesis: Fakultas Hukum, Ilmu Hukum,
Universitas Indonesia, 1995.
96
Samad, Ibrahim. Pengaruh Faktor Diri, Keluarga dan Persekitaran Sosial
terhadap Residivisme di Penjara. Tesis: Sarjana Sastra
(Kerja Sosial, Universitas Utara Malaysia, 2013.
Waluyo, Didik, Budi. Faktor-faktor Penghambat Pelaksanaan Pembinaan
Narapidana Residivis di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA
Banceuy Bandung. Tesis: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Sosiologi, Universitas Indonesia, 2005.
SKRIPSI
Rukmana, Riyandi. Tinjauan Kriminologis Terhadap Kejahatan
Pemalsuan Sertifikat Tanah. Skripsi: Fakultas Hukum, Ilmu
Hukum, Universitas Hasanuddin, 2015.
JURNAL
Djellal, Faridah. The Laws of Imitation and Invention: Gabriel Tarde and The
Evolutionary Economics of Innovation, Jurnal: University Lille,
2014.
INTERNET
Drake, Deborah H., Sacha and Earle, Rod. Prison Life, Sociology of: Recent
Perspectives from the United Kingdom. In: Wright, J. ed.
International Encyclopaedia of Social and Behavioural Sciences
(2nd
ed). (Oxford: Elsevier, 2015). [jurnal on-line]; tersedia di
http://oro.open.ac.uk/40428/1/Elsevier%20encyclopedia%20entr
y.pdf; diunduh pada 25 Januari 2017.
Putra Lutfy Mairizal. Soal Peredaran Narkoba dari Dalam Lapas, Yasonna
Nilai Memalukan, diakses dari
http://nasional.kompas.com/read/2017/02/03/16335781/soal.per
edaran.narkoba.dari.dalam.lapas.yasonna.nilai.memalukan, pada
tanggal 12 Maret 2017, pukul 18.00 WIB.
xiii
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Pedoman Wawancara
Identitas Informan
a. Nama (alias) :
b. Agama :
c. Pendidikan terakhir :
d. Kasus :
e. Lama pidana :
f. Status (Tah/NP) :
g. Tempat Wawancara :
h. Tanggal/Waktu :
i. Lama Wawancara :
Pertanyaan Utama
1. Sudah berapa lama anda berada di sini (LAPAS)?
2. Bagaimana keadaan anda selama di sini?
3. Bagaimana proses penyesuaian diri atau adaptasi yang dilakukan saat
pertama kali masuk LAPAS?
4. Bagaimana cara bertahan hidup atau menjalani hidup di LAPAS?
5. Bagaimana petugas memperlakukan anda selama di LAPAS Klas I
Tangerang?
6. Apa yang biasa anda lakukan selama berada di LAPAS Klas I
Tangerang?
7. Bagaimanakah pengaruh yang anda rasakan dari program pembinaan
yang dilaksanakan LAPAS Klas I Tangerang?
8. Bagaimana dampak psikologis yang didapat? Misal, mental atau cara
pikir narapidana dari Pembinaan LAPAS?
xiv
9. Bagaimana hubungan yang terjalin antar narapidana? Bagaimana
interaksi / komunikasi yang anda lakukan dengan teman di LAPAS?
Seberapa sering komunikasi yang terjalin?
10. Dalam hal berkomunikasi, apakah narapidana menggunakan kata-kata
khusus yang hanya terdapat di LAPAS?
11. Menurut anda, komunikasi yang terjalin lebih mengarah pada hal
positif atau negatif?
12. Apa saja pengaruh yang didapatkan dari pergaulan dengan sesama
narapidana?
13. Apa saja penyimpangan yang terjadi di LAPAS?
14. Mengenai penyimpangan, apakah di sini terdapat penyimpangan
seksual yang dialami narapidana?
15. Apakah terdapat suatu kelompok atau geng yang terbentuk di dalam
LAPAS?
16. Sudah berapa kali anda masuk LAPAS? Apa yang menyebabkan anda
melakukan tindak pidana lagi?
17. Menurut anda, bagaimana penjara yang ideal yang dapat mencegah
terjadinya residivisme?
18. Reward atau penghargaan seperti apa yang diberikan oleh pihak
LAPAS terhadap narapidana yang patuh dan dan berkelakuan baik?
19. Apa kritik dan pesan anda terhadap LAPAS Klas I Tangerang?
xv
Transkrip Wawancara
Identitas Informan
j. Nama (alias) : WK
k. Agama : Islam
l. Pendidikan terakhir : SMP
m. Kasus : Perampokan (Pasal 365 KUHP)
n. Lama pidana : 10 Tahun
o. Status (Tah/NP) : Narapidana
p. Tempat Wawancara : Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang
q. Tanggal/Waktu : 19 Desember 2016
r. Lama Wawancara : 80 Menit
Peneliti : Sudah berapa lama anda berada di sini (LAPAS)?
WK : Kurang lebih 2 tahun
Peneliti : Bagaimana keadaan anda selama di sini?
WK : Saya di sini baik-baik aja bang, gak ada masalah. Kalo dulu sih
waktu ditahan di POLRES, RUTAN, berantem mulu
kerjaannya, di sini mah ngga.
Peneliti : Bagaimana proses penyesuaian diri atau adaptasi yang
dilakukan saat pertama kali masuk LAPAS?
WK : Ya kalo pas pertama masuk saya gak banyak tingkah,
sekedarnya aja ngobrol juga. Setelah gak lama saya mulai
berani dan terbiasa, saya mulai berani ajak ngobrol dan
berteman dengan narapidana yang lainnya. Awal saya masuk
udah nggak begitu asing soal LAPAS, karena sebelumnya saya
pernah masuk RUTAN, RUTAN Salemba. Yang saya rasain di
sini ya beda bang, waktu saya pertama kali masuk lingkungan
penjara di RUTAN, pengalaman saya sih ya biasa “disekolahin”
dulu, “dikacungin” dulu lah disuruh-suruh. Tapi dulu karena
saya berontak dan malah balik ajak berantem, mereka jutru
xvi
hormatin saya. Saya malah diangkat jadi Pastem, yang biasa
“ngolekin” (mintain duit), pokoknya saya di situ gara-gara
berantem sama Voorman di situ, saya jadi lebih dihormatin.
Peneliti : Yang saya tau, biasanya kalo di LAPAS gitu narapidana yang
baru masuk biasanya “dikerjain” gitu bang, kalo di sini ada
tidak yang seperti itu?
WK : Nah, itu dia, kalo di sini udah gak ada kaya gitu-gituan,
mereka malah lebih santai dan nggak yang belagak sok kuat.
Kalo dulu iya, waktu saya ditahan di POLSEK, di RUTAN
Salemba, yang kaya gitu-gitu masih ada, sebutannya biasanya
“disekolahin” kalo buat yang baru masuk, atau biasaya ditagihin
uang. Kalo yang gak bisa kasih uang ya habis dipukulin, kalo
yang punya uang pasti dijadiin “anak emas”, aman dah pasti
kalo punya uang.
Peneliti : Bagaimana petugas memperlakukan anda selama di LAPAS
Klas I Tangerang?
WK : Hubungan saya dengan petugas baik-baik aja, makanya saya
lebih betah di sini daripada di LAPAS lain.
Peneliti : Apa yang biasa anda lakukan selama berada di LAPAS Klas I
Tangerang?
WK : Ya biasanya sih ikut olahraga sama musik, banyak sih kegiatan
di sini. Saya sih orangnya bosenan, jadi kalo di sini ada kegiatan
ya saya ikut aja.
Peneliti : Bagaimanakah pengaruh yang anda rasakan dari program
pembinaan yang dilaksanakan LAPAS Klas I Tangerang?
WK : Yang saya rasain selama ini sih di LAPAS Klas I Tangerang
saya jadi lebih baik bang, manfaatnya banyak, apalagi saya
senengnya aktif di kegiatan, khususnya musik, ya sekalian
latihan aja. Yang tadi saya bilang bang, yang tadinya saya
tempramen jadi berkurang emosinya. Udah bagus lah kalo di
xvii
sini, dibanding LAPAS lain yang saya tau. Bagus ko bang,
selama saya di sini ya, saya lebih betah aja bang, maksudnya
kalo di sini tuh saya ngerasanya ya kaya temen aja kaya
keluarga aja, jadi kalo soal yang macem-macem udah sedikit,
ada aja sih, tp karena di sini LAPAS nya ketat jadi kalo ada
yang macem-macem langsung dipindahin ke sel (diisolir).
Makanya saya ngerasanya ya lebih tertib aja.
Peneliti : Bagaimana dampak psikologis yang didapat? Misal, mental
atau cara pikir narapidana dari Pembinaan LAPAS?
WK : Kalo saya pribadi sih ngerasanya ya jauh lebih baik, dulu saya
orangnya tempramen banget apalagi pas pengalaman ditahan di
POLRES, di RUTAN, wah kaya kesetanan dah. Nah sekarang
saya ngerasanya lumayan berkurang emosinya pas masuk sini.
Udah capek juga lah kesian anak-bini.
Peneliti : Apakah narapidana banyak yang mengalami stress?
WK : Ya ada aja bang, gak banyak sih, tapi yang saya liat ada. Ada
aja yang suka ngomong sendiri, bengong, mojok (menyendiri).
Makanya kadang suka kita ajak ngobrol atau ajak ikut kegiatan,
saya sih kasian ya bang liatnya.
Peneliti : Bagaimana hubungan yang terjalin antar Narapidana?
WK : Kalo hubungan sih baik-baik aja. Kaya temen biasa aja bang.
Beda sih kalo di sini mah, mungkin karena LAPAS dewasa, jadi
isinya ya udh pada tua, udh males juga rebut-ribut atau gimana-
gimana. Kita mah di sini mikirnya gimana biar sama-sama
nyaman aja, pikiran kita sih udah mau tobat aja lah bang, kasian
sama anak keluarga. Kalo kita di sini gak baik-bak juga ya
makin lama juga keluarnya.
Peneliti : Bagaimana interaksi / komunikasi yang anda lakukan dengan
teman di LAPAS? Seberapa sering komunikasi yang terjalin?
WK : Sering mah sering, biasa ngobrol mah.
xviii
Peneliti : Dalam hal berkomunikasi, apakah narapidana menggunakan
kata-kata khusus yang hanya terdapat di LAPAS?
WK : Iya bang, pasti ada kata-kata khusus yang kita pake, khususnya
sih komunikasi antar napi. Maksudnya sih biar kita-kita
(narapidana) aja yang paham. Apalagi waktu saya di RUTAN
Salemba ya, masih kentel banget begituannya. Contohnya, kaya
tadi yang saya sebutin, ada Voorman, PalKam (Kepala Kamar),
PasTem (Pasukan Tempur), OT, OT itu sebutan buat anak
(narapidana) baru, saya lupa singkatannya apa. Ada lagi,
“disekolahin”, dipukulin maksudnya atau disuruh-suruh. Trus
Tamping, anak emas, sebutan buat napi yang punya banyak
uang. Aman dah pokoknya napi kalo punya duit. Kalo PalKam,
Voorman, KS, hampir sama sih. Ya tergantung di LAPAS
mana, kalo di RUTAN Salemba nyebutnya Voorman, kalo di
LAPAS Cipinang setau saya ada Voorman juga, ada PalKam
juga. Tapi kalo posisi mah yang paling tinggi tetep Voorman.
Peneliti : Menurut anda, komunikasi yang terjalin lebih mengarah pada
hal positif atau negatif?
WK : Lebih ke positif sih bang, tapi ya ada aja pasti obrolan yang
jelek atau gak baik. Ya namanya juga napi (narapidana)
Peneliti : Apa saja pengaruh yang didapatkan dari pergaulan dengan
sesama narapidana?
WK : Ya sama aja sih bang, gak ngaruh gimana-gimana. Ya kalo di
sini mah kaya ke temen biasa aja.
Peneliti : Apa saja penyimpangan yang terjadi di LAPAS?
WK : Apa ya, kalo di sini paling ya masih ada yang main narkoba,
peredaran uang masih kenceng. Nah palingan sih
penyimpangannya dari si napi itu sendiri, ya macem tangan-
tangan jail, tipu-tipu temannya biar bisa dapet duit, malah
xix
sampe nilep (maling) duit napi yang lain. Udah sih paling itu
aja.
Peneliti : Mengenai penyimpangan, apakah di sini terdapat
penyimpangan seksual yang dialami narapidana?
WK : Ngga ada sih bang, kalo misalkan di sini ketauan ada yang
begitu ya langsung dipindahin ke sel (diisolasi). Makanya gak
ada yang berani macem-macem, ketat banget soalnya di sini
bang. Nah lain soal deh kalo di RUTAN atau LAPAS lainnya.
Yang saya tau sih di RUTAN Salemba, ada aja yang begitu
(homo). Macem-macem dah.
Peneliti : Apakah terdapat suatu kelompok atau geng yang terbentuk di
dalam LAPAS?
WK : Oh kalo itu di sini udah gak ada bang, mungkin kalo di
LAPAS lain atau RUTAN masih ada, kaya macem kelompok-
kelompok Suku Ambon, Jawa, Palembang, Lampung, atau yang
lainnya. Tapi yang saya tau kalo di LAPAS ini udah gak ada
bang, semua rata lah, sama.
Peneliti : Menurut anda, bagaimana penjara yang ideal yang dapat
mencegah terjadinya residivisme?
WK : Menurut saya sih yang sekarang ini udah lumayan bagus sih
bang, di LAPAS ini mah udah lumayan bagus lah. Kalo soal
residivis gitu ya saya kurang tau bang. Tapi kalo menurut saya
kalo model LAPAS nya macem gini (LAPAS Klas I Tangerang)
bakal dikit lah niat macem-macem, tapi ya balik lagi ke
orangnya, tergantung juga.
Peneliti : Reward atau penghargaan seperti apa yang diberikan oleh
pihak LAPAS terhadap narapidana yang patuh dan dan
berkelakuan baik?
WK : Apa ya, ga ada sih, paling ya dapet Remisi gitu, tau kan bang?
Dapet potongan hukuman, misalnya di pengadilan kena 10
xx
tahun, nah kalo dapet remisi bisa kurang setahun-dua tahun,
atau lebih.
Peneliti : Apa kritik dan pesan anda terhadap LAPAS Klas I Tangerang?
WK : Udah bagus sih, tapi ya biar lebih ditingkatkan aja, air sama
makanan harus tetep bagus, kebersihannya aja sih biar tetep
kejaga. Semua program juga kalo bisa dijalanin, biar banyak
lagi yang bisa saya ikutin, khususnya pembinaan kemandirian.
Berguna bang soalnya buat nanti saya keluar, nambah keahlian,
biar bisa buka usaha nantinya.
xxi
Identitas Informan
a. Nama (alias) : ABA
b. Agama : Islam
c. Pendidikan terakhir : SMP
d. Kasus : Perampokan (Pasal 365 KUHP)
e. Lama pidana : 20 Tahun
f. Status (Tah/NP) : Narapidana (Residivis)
g. Tempat Wawancara : Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang
h. Tanggal/Waktu : 19 Desember 2016
i. Lama Wawancara : 90 Menit
Peneliti : Sudah berapa lama anda berada di sini (LAPAS)?
ABA : Udah lumayan lama, 5 tahunan
Peneliti : Bagaimana keadaan anda selama di sini?
ABA : Di sini ya baik-baik aja, mending di sini sih daripada di
LAPAS lain
Peneliti : Bagaimana proses penyesuaian diri atau adaptasi yang
dilakukan saat pertama kali masuk LAPAS?
ABA : Waktu pertama kali masuk LAPAS sih takut ya, karna
lingkungan kan baru. Saya sih lebih jaga-jaga aja, jaga sikap.
Tapi ya harus berani juga, kalo gak gitu ya habis. Makanya saya
sih termasuk yang disegenin kalo di LAPAS?
Peneliti : Bagaimana petugas memperlakukan anda selama di LAPAS
Klas I Tangerang?
ABA : Petugas di sini mah baik, asal gak macem-macem aja.
Makanya jarang ada yang berani macem-macem.
Peneliti : Apa yang biasa anda lakukan selama berada di LAPAS Klas I
Tangerang?
xxii
ABA : Saya di sini masuk Blok Pesantren. Kerjaan saya tiap hari ya
sama aja kaya pesantren umum, ngaji, denger ceramah,
perdalem ilmu agama lah intinya. Awalnya di blok biasa, tapi
karena mau tobat yaudah tertarik, minta dipindah ke pesantren.
Banyak lah perubahan dari situ.
Peneliti : Bagaimanakah pengaruh yang anda rasakan dari program
pembinaan yang dilaksanakan LAPAS Klas I Tangerang?
ABA : Banyak, mungkin karena saya di Blok Pesantren, saya jadi
terbiasa ngejalanin solat, ngaji. Pengaruh banget dah bang
lingkungan mah, saya juga di pesantren karena ngikutin
kebiasaan yang laen jadi ya saya otomatis nyontoh yang lain
juga.
Peneliti : Bagaimana dampak psikologis yang didapat? Misal, mental
atau cara pikir narapidana dari Pembinaan LAPAS?
ABA : Saya sih jauh lebih baik ya ngerasanya, apalagi saya di blok
pesantren kan.
Peneliti : Bagaimana hubungan yang terjalin antar narapidana?
ABA : Hubungan baik-baik aja, jarang ada yang rebut-ribut gitu. Pada
takut juga dipindahin ke sel.
Peneliti : Bagaimana interaksi / komunikasi yang anda lakukan dengan
teman di LAPAS? Seberapa sering komunikasi yang terjalin?
ABA : Kalo saya sih termasuk yang jarang ngobrol gitu ya.
Peneliti : Dalam hal berkomunikasi, apakah narapidana menggunakan
kata-kata khusus yang hanya terdapat di LAPAS?
ABA : Ngga di sini mah, sama aja.
Peneliti : Menurut anda, komunikasi yang terjalin lebih mengarah pada
hal positif atau negatif?
ABA : Ya macem-macem sih. Kalo di sini sih pasti ada aja temen-
temen yang kalo ngobrol ya ngobrolin yang ke arah sana
xxiii
(kriminal). Selama pengalaman saya di penjara juga obrolan
“begitu” ya pasti ada gausah heran. Ya gimana kita bergaulnya
sama yang begitu semua. Yang ngajak bener juga ada, macem-
macem lah.
Peneliti : Apa saja pengaruh yang didapatkan dari pergaulan dengan
sesama narapidana?
ABA : Ya tergantung kita bertemennya sama yang bener apa nggga.
Pengarunya paling ke sikap kita ya, mau tobat apa malah niat
begitu lagi.
Peneliti : Apa saja penyimpangan yang terjadi di LAPAS?
ABA : Oh kalo itu sih saya kurang tau ya, soalnya saya di blok santri
kan. Tapi yang saya denger-denger kalo di sini sih ya palingan
masih ada lah yang main-main narkoba, mabok, setau saya itu
mah, dikit tapi.
Peneliti : Apakah terdapat suatu kelompok atau geng yang terbentuk di
dalam LAPAS?
ABA : Di sini mah gak ada, di LAPAS Pandeglang tuh masih ada,
yang Ambon lah, Lampung, masih ada.
Peneliti : Sudah berapa kali anda masuk LAPAS?
ABA : Saya udah 2 kali sama ini, dulu di LAPAS Pandeglang.
Peneliti : Kejahatan apa yang pertama kali anda lakukan?
ABA : Sama rampok juga
Peneliti : Apa yang menyebabkan anda melakukan tindak pidana lagi?
ABA : Kalo saya sih karena pegaulan, keluar dari penjara bergaul lagi
sama temen yang sama kaya dulu, yaudah kejadian lagi. Saya
sih ya sebenernya ngelakuin ini (kejahatan) dari ajakan temen-
temen. Jadi pas waktu di penjara bergaul sama orang-orang
yang gak bener juga, ditambah pas keluar bergaul lagi sama
temen yang sama. Awalnya sih saya pas baru banget keluar
xxiv
LAPAS, menyendiri dulu di rumah, tapi lama kelamaan bergaul
lagi sama lingkungan saya yang gak bener.
Peneliti : Menurut anda, apa yang menyebabkan seorang mantan
narapidana melakukan kejahatan kembali atau menjadi
narapidana residivis?
ABA : Kalo soal residivis, menurut saya sih faktornya antara ekonomi
atau lingkungan pergaulan, entah itu pas dia bergaul di LAPAS
atau pas dia udah keluar. Dua faktor itu sama kuatnya lah. Saya
sendiri sih karena pergaulan, susah dah kalo udah kebawa
lingkungan temen. Menurut saya, atuh kalo ditanya sebabnya
apa aja, saya pikir lebih karena ekonomi. Nah tapi kalo saya
pribadi kenapa sampe dipenjara dua kali ya karena pergaulan.
Saya dulu waktu di RUTAN Pandeglang, saya ngerasanya mah
lingkungan di sana ya makin parah, bukannya buat saya jadi
baik malah tambah stress, apalagi pergaulan di sana termasuk
yang keras, ya kalo gak kuat-kuat ya habis lah di sana, tadinya
gak kenal obat-obatan (narkoba) sekarang mah jadi ga asing
lagi. Untungnya saya cuma sebentar ditahan di sana, gak sampe
setahun lah. Nah, udah saya keluar, saya ketemu lagi sama
temen-temen lama, biasa lah ngopi-ngopi ngobrol, yaudah
akhirnya kumat lagi, mabok lah, judi jalan lagi.
Peneliti : Reward atau penghargaan seperti apa yang diberikan oleh
pihak LAPAS terhadap narapidana yang patuh dan dan
berkelakuan baik?
ABA : Remisi palingan, atau biasanya ada penghargaan gitu buat napi
terbaik. Dijadiin Tamping biasanya.
Peneliti : Apa kritik dan pesan anda terhadap LAPAS Klas I Tangerang?
ABA : Gak ada sih, udah bagus lah segini mah, ditingkatin aja.
xxv
Identitas Informan
a. Nama (alias) : SO
b. Agama : Islam
c. Pendidikan terakhir : SMA
d. Kasus : Narkotika (Pasal 114 UU No. 35/2009)
e. Lama pidana : 12 Tahun
f. Status (Tah/NP) : Narapidana (Residivis)
g. Tempat Wawancara : LAPAS Klas I Tangerang
h. Tanggal/Waktu : 30 Januari 2017
i. Lama Wawancara : 60 Menit
Peneliti : Maaf, sudah berapa lama anda berada di sini (LAPAS)?
SO : Udah lumayan lama, 4 tahunan mah ada
Peneliti : Bagaimana keadaan anda selama di sini?
SO : Gimana ya, biasa aja sih, lebih santai sih kalo di sini.
Peneliti : Bagaimana proses penyesuaian diri atau adaptasi yang
dilakukan saat pertama kali masuk LAPAS?
SO : Saya waktu pertama kali masuk LAPAS ya pasti nyesuaikan
dulu gimana pergaulan di sini. Soalnya yang saya tau kan keras
di penjara mah, tapi kalo di sini saya ngerasanya beda aja, napi
banyak juga ko yg bae nya. Saya mah niru yang bae-bae nya
aja. Nah yaudah karena saya udah tau begini kehidupannya, ya
ngikut aja.
Peneliti : Yang saya tau, biasanya kalo di LAPAS gitu narapidana yang
baru masuk biasanya dikerjain gitu bang, kalo di sini gimana
bang?
SO : Ga ada sih kalo di sini, sama aja semuanya, rata lah. Nah kalo
di RUTAN atau di LAPAS lain masih ada mungkin. Makanya
xxvi
saya bilang di sini bagus ya itu, ga ada yg berani macem-macem
ke temen sendiri.
Peneliti : Bagaimana petugas memperlakukan anda selama di Lapas
Klas I Tangerang?
SO : Baik-baik petugas mah, ngobrol juga biasa aja kaya ke temen
sendiri, beberapa juga ada yang udah akrab, tapi ya tetep
hormat.tau batesan.
Peneliti : Kegiatan apa yang biasanya anda lakukan selama berada di
sini?
SO : Di sini biasa sih saya ikut kegiatan-kegiatan aja biar ga bosen.
Olahraga, pengajian, pelatihan-pelatihan banyak lah, ikut aja
kita mah.
Peneliti : Menurut pendapat anda bagaimana pembinaan di LAPAS Klas
I Tangerang?
SO : Wah kalo pembinaan di sini termasuk bagus lah, beda sih sama
LAPAS lain, kegiatan di sini jalan semua.
Peneliti : Bagaimana hubungan yang terjalin antar narapidana?
SO : Hubungan sih baik, kaya ke temen biasa aja. Kalo soal temen
bergaul sih ya mau gak mau kita mesti punya temen banyak di
sini, nanti kan kalo mau apa-apa gimana, susah juga. Misalnya
rokok lagi abis kan kalo mau minta juga segen. Tapi ya gak
semuanya bisa akrab, cocok-cocokan juga. Betah-betahin aja sih
masuk sini mah. Tapi kalo yang mau yang bener ya mesti pilih-
pilih temen, salah bergaul malah makin parah.
Peneliti : Menurut anda, komunikasi yang terjalin lebih mengarah pada
hal positif atau negatif?
SO : Biasa-biasa aja sih, positif-positif aja tergantung orangnya,
balik lagi ke orangnya masing-masing.
Peneliti : Sudah berapa kali anda masuk LAPAS?
xxvii
SO : Ini udah yang kedua, pertama pernah di LAPAS Cipinang.
Peneliti : Kejahatan apa yang pertama kali anda lakukan?
SO : Sama narkoba juga, tapi dulu cuma pemake.
Peneliti : Apa yang menyebabkan anda melakukan tindak pidana lagi?
SO : Pergaulan sih. Pas dulu dipenjara juga malah tambah bikin gak
bener. Saya yang tadinya cuma pemake (narkoba), sekarang jadi
tau gimana ngedarinnya, bandarnya, jaringannya. Ya itu karna
ya kenal sama Bandar, ngobrol-ngobrol iseng.
Peneliti : Bagaimana perlakuan pada narapidana yang baru masuk?
SO : Sama aja di sini mah gak gimana-gimana.
Peneliti : Apakah terdapat suatu kelompok atau „geng‟ yang terbentuk di
dalam LAPAS? Baik itu yang berdasarkan suku, rasa atau
agama?
SO : Gak ada sih kalo itu di sini mah, nah kalo di LAPAS lain ada.
Di sini mah rata semua juga, berteman ke siapa aja gak
mandang suku, agama. Gak ada kalo di sini mah yang saya tau.
Peneliti : Apa saja penyimpangan yang terjadi di LAPAS?
SO : Penyimpangan ya, gak yang gimana-gimana sih, paling banyak
yang maling, nilep duit, nipu, “make” (narkoba). Yang maling
biasanya sih yang udah jago maling. Buat beli rokok palingan.
Makanya kita kalo punya duit mending dikantongin aja dibawa
kemana-mana. Kalo soal narkoba, yang saya liat sih di sini gak
jauh beda sama LAPAS lain soal peredaran narkoba, di sini
sama ada “apotik”nya (tempat jual beli narkoba) juga, tapi di
sini kecil, gak yang terang-terangan juga, ngumpet-ngumpet.
Kebutuhan sih soalnya kalo narkoba itu, duit juga ngalir kan
dari jual gituan. Nah ada lagi kalo di sini biasanya ada aja napi
yang nipu-nipu temennya, minjem duit bilangnya buat bini nya
ngelahirin lah bayaran sekolah lah apa lah, padahal mah duitnya
xxviii
buat dia sendiri, mana gak balik. Pengalaman sendiri soalnya,
dan emang banyak juga yang begitu.
Peneliti : Mengenai penyimpangan, apakah di sini terjadi penyimpangan
seksual yang dialami narapidana?
SO : Penyimpangan kaya homo gitu? Gak ada sih kalo itumah di
sini, setau saya ya, tapi ya mungkin ada aja.
Peneliti : Dalam hal berkomunikasi, apakah narapidana menggunakan
kata-kata khusus yang hanya terdapat di dalam lingkup
LAPAS?
SO : Oh kalo itu ada aja sih, kaya yang tadi saya bilang, ada apotik,
macem-macem sih. Tapi kalo di sini karna gak terlalu dipake ya
bahasanya juga biasa aja. Voorman palkam gitu-gitu juga gak
ada kan, jadi ya jarang lah pake bahasa-bahasa khusus gitu.
Peneliti : Bagaimana dampak psikologis yang di dapat? Misal, mental
atau cara pikir narapidana?
SO : Kalo selama saya di sini sih saya ngerasa lebih baik lah. Udah
gak make lagi. Saya selama di sini karena sering ikut pengajian
gitu ya ngerasa lebih baik aja, gak ada niat-niat mau berulah
lagi, kapok lah. Kasian anak-bini, ngasih nafkah nggak malah
bikin susah.
Peneliti : Apakah narapidana banyak yang mengalami stress?
SO : Ya.. kalo stress mah semuanya juga bisa dibilang stress bang,
siapa yang gak stress masuk penjara. Biar kata di sini
pembinaannya bagus, ya istilahnya mah kebebasan kita direbut,
ya stress lah, pisah sama anak bini.
Peneliti : Bagaimana pengaruh program pembinaan terhadap
narapidana?
SO : Ya banyak pengaruh positifnya mah, kaya di disini kan banyak
tuh pelatihan-pelatihan. Bagus banget buat anak-anak di sini,
xxix
kaya pelatihan montir, budidaya taneman. Kalo saya tertariknya
nyukur, lumayan buat nanti bisa buka usaha pas keluar, mantep
kan. Duit mulu itu usaha cukur rambut. Ya lumayan lah di sini
nambah-nambah skill. Masih banyak lagi pelatihan-pelatihan
yang manfaat, asalkan kitanya minat aja insyaallah sih
pengaruhnya jadi bagus di sini.
Peneliti : Menurut anda, bagaimana penjara yang ideal yang dapat
mencegah terjadinya residivisme?
SO : Ya. LAPAS model gini juga bagus,yang penting mah kegiatan
jalan, sama aturan yang tegas.
Peneliti : Reward atau penghargaan seperti apa yang diberikan oleh
pihak LAPAS terhadap narapidana yang patuh dan dan
berkelakuan baik?
SO : Paling remisi sih.
Peneliti : Apa kritik atau pesan anda terhadap LAPAS Klas I
Tangerang?
SO : Gak ada sih, palingan ya lebih ditingkatin aja kegiatannya.
Udah lumayan bagus lah menurut saya LAPAS ini mah.
xxx
Identitas Informan
a. Nama (alias) : DU
b. Agama : Islam
c. Pendidikan Terakhir : S2
d. Kasus : Korupsi (Pasal 2 UU No.31/1999)
e. Lama pidana : 6 Tahun
f. Status (Tah/NP) : Narapidana
g. Tempat Wawancara : Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang
h. Tanggal/Waktu : 23 Januari 2017
i. Lama Wawancara : 90 Menit
Peneliti : Sudah berapa lama anda berada di sini (LAPAS)?
DU : Udah setahunan lah
Peneliti : Bagaimana keadaan anda selama di sini?
DU : Baik. Ga ada masalah gimana-gimana di sini.
Peneliti : Bagaimana proses penyesuaian diri atau adaptasi yang
dilakukan saat pertama kali masuk LAPAS?
DU : Waktu pertama kali masuk LAPAS sih agak sulit ya
adaptasinya, pinter-pinternya kita baur. Pas dipindahin ke
LAPAS Tangerang juga sama aja, mesti nyesuain dulu, gabisa
sembarangan ngobrol, tapi gak lama pas udah tau gimana
lingkkungan di sini, saya mulai ada temen, mulai santai lah
ngobrol sama yang lain. Beda sih yang saya rasain kalo di sini
mah. Lebih kaya keluarga aja pas udah kenal. Kalo di LAPAS
lain kaya di RUTAN atau di LAPAS lain mungkin beda.
Peneliti : Bagaimana cara bertahan hidup atau menjalani hidup di
LAPAS?
DU : Saya sih di sini ya mau gak mau harus jalanin aja semuanya.
Mulai dari aturan, pergaulan, semuanya mesti dijalanin. Aturan
xxxi
mesti kita ikutin, pergaulan juga kita mesti nyesuain diri. Saya
Alhamdulillah ya dek selama di sini gak pernah ada yang
macem-macem, saya juga bisa dibilang akrab ke semuanya. Gak
gampang, tapi karna kita emang butuh juga temen di sini, selain
butuh perlindungan ya butuh sekedar temen ngobrol aja buat
bunuh rasa stress. Kegiatan juga saya ikutin aja biar gak bosen.
Peneliti : Bagaimana petugas memperlakukan anda selama di LAPAS
Klas I Tangerang?
DU : Oh petugas mah baik, akrab saya sama mereka
Peneliti : Apa yang biasa anda lakukan selama berada di LAPAS Klas I
Tangerang?
DU : Ya itu dia, saya biasanya ikut kegiatan di sini aja. Olahraga,
pengajian, ikutin aja semuanya. Saya sih hobinya pingpong,
voli. Kadang di sini suka ada pertandingan juga.
Peneliti : Bagaimanakah pengaruh yang anda rasakan dari program
pembinaan yang dilaksanakan LAPAS Klas I Tangerang?
DU : Pengaruhnya ya baik, apalagi saya sering ikut pengajian, jadi
ya pengaruhnnya baik biar napi pada tobat, jadi pada sering
ibadah. Belum lagi pelatihan-pelatihan, wah itu manfaat banget
buat merek yang tunawisma, biar nanti pas keluar punya
keahlian biar gak kriminal lagi. Bagus sih kalo di sini
pembinaannya, hampir jalan semua.
Peneliti : Bagaimana dampak psikologis yang didapat? Misal, mental
atau cara pikir narapidana dari Pembinaan LAPAS?
DU : Iya kalo mental gitu sih yang lebih pengaruhin ya dari
pembinaan kepribadian, kaya pengajian dan semacamnya.
Peneliti : Bagaimana hubungan yang terjalin antar narapidana?
DU : Di LAPAS ini sih bagus dek, gatau yak kalo di LAPAS lain.
xxxii
Peneliti : Bagaimana interaksi / komunikasi yang anda lakukan dengan
teman di LAPAS? Seberapa sering komunikasi yang terjalin?
DU : Saya ngobrol ya biasa sama yang lain, sama lah kaya ke temen
sendiri kaya di luar, enjoy aja. soalnya kalo di sini dibawa
pikiran juga stress sendiri. Hampir ga pernah kan denger berita
LAPAS ini rusuh? Itu ya karena pembinaan di sini bagus,
makanya sampe sekarang LAPAS ini kondusif, kegiatan jalan,
sama yang paling penting sih di sini pengamanannya ekstra,
ketat lah. Jadi kalo ada yang berani macem-macem langsung
dipindahin ke sel (sel isolasi). Di sini juga saya liatnya napi
jarang ada yang macem-macem, mungkin karena inget umur
juga kali pada mau bener, mau cepet keluar juga ketemu
keluarga
Peneliti : Dalam hal berkomunikasi, apakah narapidana menggunakan
kata-kata khusus yang hanya terdapat di LAPAS?
DU : Gak ada, sama aja.
Peneliti : Menurut anda, komunikasi yang terjalin lebih mengarah pada
hal positif atau negatif?
DU : Positif sih dari yang saya rasain, di sini juga yang saya tau
pada mau bener, apalagi kalo inget keluarga.
Peneliti : Apa saja pengaruh yang didapatkan dari pergaulan dengan
sesama narapidana?
DU : Pengaruhnya sih ya tergantung kitanya ya, sama siapanya kita
bergaul.
Peneliti : Apa saja penyimpangan yang terjadi di LAPAS?
DU : Apa ya, gak ada sih yang saya liat.
Peneliti : Menurut anda, bagaimana penjara yang ideal yang dapat
mencegah terjadinya residivisme?
xxxiii
DU : LAPAS sih yang bagus ya yang berjalan sebagaimana
mestinya, LAPAS ini menurut saya jauh lebih baik dari LAPAS
lainnya dari segi pelayanan, program kegiatan, dan kondusifnya
lingkungan LAPAS. Dengan gitu kan bisa buat napi mandiri
juga, karena kan yang saya tau napi residivis itu muncul karena
faktor ekonomi. Nah, kalo program semua jalan, napi bisa
mandiri ekonomi kan insyaallah lah gak bakal jadi kriminal lagi
mereka.
Peneliti : Reward atau penghargaan seperti apa yang diberikan oleh
pihak LAPAS terhadap narapidana yang patuh dan dan
berkelakuan baik?
DU : Kalo aturannya ya dapet remisi buat napi yang baik-baik di
sini.
Peneliti : Apa kritik dan pesan anda terhadap LAPAS Klas I Tangerang?
DU : Saran saya sih lebih ditingkatin aja pembinaannya,
kegiatannya diaktifin semuanya. Toh manfaat juga buat napi di
sini. Trus itu satu lagi, saya kan suka ikut pengajian-pengajian
gitu, dan sering pantau pendidikan agama di sini. Saran saya sih
kurikulum di sini perlu diperjelas ya, biar sistematis aja
pengajarannya, soalnya yang saya tau di sini seenak
pengajarnya aja, gak ada patokan jelas kurikulumnya. Udah sih
itu aja, selebihnya udah bagus di sini.
xxxiv
Identitas Informan
a. Nama (alias) : NS
b. Agama : Islam
c. Pendidikan terakhir : SD
d. Kasus : Perampokan (Pasal 365 KUHP)
e. Lama pidana : 9 Tahun
f. Status (Tah/NP) : Narapidana
g. Tempat Wawancara : Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang
h. Tanggal/Waktu : 21 Desember 2016
i. Lama Wawancara : 30 Menit
Peneliti : Sudah berapa lama anda berada di sini (LAPAS)?
NS : Udah lama, lupa. 3 tahunan mahh ada
Peneliti : Bagaimana keadaan anda selama di sini?
NS : Baik, enak di sini mah daripada di LAPAS lain.
Peneliti : Bagaimana proses penyesuaian diri atau adaptasi yang
dilakukan saat pertama kali masuk LAPAS?
NS : Waktu pertama masuk ya ga gimana-gimana, dulu sih baru
masuk ya agak ngeri juga karena kan di dalemnya juga
penjahat-penjahat semua, tapi karena saya masuknya bareng
temen ya ngerasa ada yang saling lindungin aja. Gak ada yang
berani macem-macem juga.
Peneliti : Bagaimana cara bertahan hidup atau menjalani hidup di
LAPAS?
NS : Beh berat bang jalanin hidup di sini, mesti kuat-kuat nahan
emosi, mental. Kalo ngga kuat-kuat ya berantem mulu pasti
ujungnya.
Peneliti : Bagaimana petugas memperlakukan anda selama di LAPAS
Klas I Tangerang?
xxxv
NS : Petugas ya tergantung kitanya sih, baik ya baik. Tapi kalo
yang saya alamin sih di sini baik-baik petugasnya, asalkan
jangan berani macem-macem aja.
Peneliti : Apa yang biasa anda lakukan selama berada di LAPAS Klas I
Tangerang?
NS : Ikut-ikut kegiatan sini aja, ya gitu-gitu aja tiap hari.
Peneliti : Bagaimanakah pengaruh yang anda rasakan dari program
pembinaan yang dilaksanakan LAPAS Klas I Tangerang?
NS : Kalo pengaruh sih ya manfaat banget. Dari sini kita bisa ini
itu, jadi serba bisa. Makanya kalo yang di sini gak ikut banyak
kegiatann ya rugi.
Peneliti : Bagaimana dampak psikologis yang didapat? Misal, mental
atau cara pikir narapidana dari Pembinaan LAPAS?
NS : Sama aja sih bang. Tergantung kitanya itu mah.
Peneliti : Bagaimana hubungan yang terjalin antar Narapidana?
NS : Kita bertemen di sini biasa-biasa aja, kadang ada rasa segen
juga, jadi ya saling hormatin. Mungkin karena di sini LAPAS
dewasa ya, jadi ya kita pada sadar diri aja udah tua lah tobat.
Peneliti : Bagaimana interaksi / komunikasi yang anda lakukan dengan
teman di LAPAS? Seberapa sering komunikasi yang terjalin?
NS : Kalo itu ya sering, santai sih di sini mah ngobrol juga. Apalagi
kita kan orang lama di sini.
Peneliti : Dalam hal berkomunikasi, apakah narapidana menggunakan
kata-kata khusus yang hanya terdapat di LAPAS?
NS : Oh itu mah ada aja, tapi di LAPAS lain, di sini mah udah gak
dipake, lebih tertib di sini mah, ketat juga aturannya.
Peneliti : Menurut anda, komunikasi yang terjalin lebih mengarah pada
hal positif atau negatif?
NS : Kurang tau ya kalo itu, balik lagi ke kita nya sih.
xxxvi
Peneliti : Apa saja pengaruh yang didapatkan dari pergaulan dengan
sesama narapidana?
NS : Yang saya rasain pribadi sih saya ngerasa lebih baik ya,
soalnya saya bertemen di sini juga sama yang niatannya tobat,
yang di blok pesantren banyak yang jadi temen saya. Jadi ya
ngaruh lah ke saya sendiri.
Peneliti : Apa saja penyimpangan yang terjadi di LAPAS?
NS : Di sini sih udah ga ada, jarang lah. Paling ya yang kecil-kecil
aja, kaya misalnya masih pada megang duit, make (narkoba),
megang hp. Masih wajar sih segitu mah.
Peneliti : Mengenai penyimpangan, apakah di sini terdapat
penyimpangan seksual yang dialami narapidana?
NS : Oh itu mah gak ada.
Peneliti : Apakah terdapat suatu kelompok atau geng yang terbentuk di
dalam LAPAS?
NS : Dulu mungikin iya kalo di LAPAS lain, di sini udah gak ada.
Rata semuanya.
Peneliti : Apa yang menyebabkan anda melakukan tindak pidana?
NS : Saya sebenernya karna mau bales dendam istri saya, dilecehin
majikannya. Saya waktu itu di Sidoarjo, isteri saya kan kerja di
Jakarta. Denger kabar dari dia dilecehin terus sama majikannya,
sekali dua kali masih saya maafin dah, tapi ini sering. Karena
saya ngerasa martabat keluarga udah dijatohin ya saya gak bisa
tinggal diam. Saya berangkat ke Jakarta, gak pakai pikir panjang
saya datengin ke rumahnya malam-malam, yaudah saya
pukulin aja majikannya sampe pingsan. Nah gak taunya denger
kabar dia mati, padahal saya yakin dia masih hidup. Dan
pahitnya lagi, pas di pengadilan, saya dituduh merampok dan
membunuh. Tapi syukurnya saya gak divonis hukuman
maksimal, cuma 9 tahun.
xxxvii
Peneliti : Menurut anda, bagaimana penjara yang ideal yang dapat
mencegah terjadinya residivisme?
NS : Napi itu menurut saya sih baiknya dididik ya. Bagus nih
pembinaan di sini, bisa jadi contoh buat LAPAS lainnya. Kalo
pendidikan sama pelatihan jalan semua insyaallah sih gak ada
napi residivis.
Peneliti : Reward atau penghargaan seperti apa yang diberikan oleh
pihak LAPAS terhadap narapidana yang patuh dan dan
berkelakuan baik?
NS : Remisi paling, makanya pada lebih milih baik-baik di sini biar
cepet keluar.
Peneliti : Apa kritik dan pesan anda terhadap LAPAS Klas I Tangerang?
NS : Udah bagus sih, dipertahanin aja.
xxxviii
Identitas Informan
a. Nama (alias) : MR
b. Agama : Islam
c. Kasus : Perampokan (Pasal 365 KUHP)
d. Lama pidana : 12 Tahun
e. Status (Tah/NP) : Narapidana
f. Tempat Wawancara : Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang
g. Tanggal/Waktu : 20 Desember 2016
h. Lama Wawancara : 20 Menit
Peneliti : Sudah berapa lama anda berada di sini (LAPAS)?
MR : Udah 2 tahun
Peneliti : Bagaimana keadaan anda selama di sini?
MR : Jujur dek saya menderita selama berada di sini (LAPAS), saya
menderita bukan karena saya dipukulin atau diperlakukan nggak
baik, tapi karena saya nggak betah di sini. Saya sengaja masuk
blok pesantren biar selama saya saya di sini ibadah tetep jalan.
Dan Alhamdulillah selama saya di sini pembinaan di LAPAS
ini bagus, ngaji jalan, semuanya jalan. Selama saja di sini ga ada
niat macem-macem dek, coba ikhlas aja, mudah-mudahan ini
jalan biar saya jadi lebih baik.
Peneliti : Bagaimana proses penyesuaian diri atau adaptasi yang
dilakukan saat pertama kali masuk LAPAS?
MR : Duh saya waktu pertama masuk sedih banget dek, udah tua (63
tahun) gini malah masuk penjara. Bingung, di sini saya harus
ngapain, mana hukuman saya 12 tahun. Tapi alhamdulillahnya
di sini orang-orangnya baik, pada hormat ke saya, mungkin
karena saya yang paling tua di sini.
Peneliti : Bagaimana cara bertahan atau menjalani hidup di LAPAS?
xxxix
MR : Ya dijalanin aja dek, saya mikirnya ini udah jalannya Allah
buat saya lebih baik.
Peneliti : Bagaimana petugas memperlakukan anda selama di LAPAS
Klas I Tangerang?
MR : Petugas baik, diperhatiin banget kalo di sini.
Peneliti : Apa yang biasa anda lakukan selama berada di LAPAS Klas I
Tangerang?
MR : Ya biasanya ngaji, kegiatan-kegiatan agama lah, soalnya kan
saya di blok santri.
Peneliti : Bagaimanakah pengaruh yang anda rasakan dari program
pembinaan yang dilaksanakan LAPAS Klas I Tangerang?
MR : Iya dek, di sini saya masuk ke Blok Pesantren. Di sini
termasuk yang bagus pembinaan agamanya, banyak di sini yang
lebih milih pindah ke Blok Pesantren, ikut pengajian.
Kebanyakan di sini kan yang udah pada tua semua, jadi ya
paling karena itu, atau karena tau dan ngeliat temen-temennya
yang di pesantren baik-baik. Saya juga karena bisa dibilang
paling tua di sini ya lebih disegenin dan saya juga sering ngasih
nasehat ke mereka, Alhamdulillah
Peneliti : Bagaimana dampak psikologis yang didapat? Misal, mental
atau cara pikir narapidana dari Pembinaan LAPAS?
MR : Kita di sini khususnya sih yang di blok santri ngerasa lebih
baik aja, jadi lebih deket sama Allah, jadi ngejalanin hukuman
juga jadi ikhlas.
Peneliti : Bagaimana hubungan yang terjalin antar Narapidana?
MR : Baik ko di sini mah, ga ada yang rebut-ribut gitu.
Peneliti : Bagaimana interaksi / komunikasi yang anda lakukan dengan
teman di LAPAS? Seberapa sering komunikasi yang terjalin?
MR : Gak sering, seperlunya aja. Banyakan ibadahnya kalo di sini.
xl
Peneliti : Menurut anda, komunikasi yang terjalin lebih mengarah pada
hal positif atau negatif?
MR : Positif-positif aja, itu sih yang saya tau kalo di blok santri.
Peneliti : Apa saja pengaruh yang didapatkan dari pergaulan dengan
sesama narapidana?
MR : Tergantung dek, kalo bertemennya sama yang gak baik ya
kebawa pasti, sama sebaliknya juga.
Peneliti : Apa saja penyimpangan yang terjadi di LAPAS?
MR : Ga tau itu mah.
Peneliti : Apa yang menyebabkan anda melakukan tindak pidana?
MR : Saya itu diciduk polisi sebenernya salah tangkep. Orang saya
baru pulang mulung, eh tau-tau didatengin polisi katanya saya
yang ngerampok tetangga. Makanya saya sedihnya di sini ya
karena itu dek, saya gak salah apa-apa tapi harus masuk sini.
Mana saya gak ada yang belain, udah pas ditangkep, ke
pengadilan, yaudah saya juga gak ngerti apa-apa kena udah.
Padahal mah sumpah bukan saya.
Peneliti : Menurut anda, bagaimana penjara yang ideal yang dapat
mencegah terjadinya residivisme?
MR : LAPAS ini sih udah bagus kalo kata saya. Jalan semua
kegiatannya, tempat ibadah ada semua, bagus. Bagusnya sih
gitu, biar napi juga pada tobat.
Peneliti : Reward atau penghargaan seperti apa yang diberikan oleh
pihak LAPAS terhadap narapidana yang patuh dan dan
berkelakuan baik?
MR : Dikasih potongan hukuman (remisi).
Peneliti : Apa kritik dan pesan anda terhadap LAPAS Klas I Tangerang?
MR : Lebih ditingkatin lagi kegiatan agamanya, biar jamaah tambah.
xli
Identitas Informan
a. Nama (alias) : AR
b. Agama : Islam
c. Pendidikan terakhir : SD
d. Kasus : Perampokan (Pasal 363 KUHP)
e. Lama pidana : 2 Tahun 6 Bulan
f. Status (Tah/NP) : Narapidana
g. Tempat Wawancara : Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang
h. Tanggal/Waktu : 22 Desember 2016
i. Lama Wawancara : 40 Menit
Peneliti : Sudah berapa lama anda berada di sini (LAPAS)?
AR : Saya pindahan dari LAPAS lama, udah 6 bulanan di sini
Peneliti : Bagaimana keadaan anda selama di sini?
AR : Di sini Alhamdulillah baik, lebih nyaman di sini.
Peneliti : Bagaimana proses penyesuaian diri atau adaptasi yang
dilakukan saat pertama kali masuk LAPAS?
AR : Saya selama berada di sini (LAPAS) merasa takut dan asing.
Mungkin karena baru pertama kali ya, tapi pelan-pelan mulai
terbiasa. Tapi selama saya di sini saya lebih milih menyendiri
bang, ARalnya saya khawatir malah gak tobat kalo misalnya
bertemen sama mereka
Peneliti : Bagaimana cara bertahan hidup atau menjalani hidup di
LAPAS?
AR : Jujur bang, saya masuk penjara ini stress bukan main, hampir
gila saya, bukan karna apa-apa, saya ngerasa Allah udah
ngehukum saya di dunia. Batin saya gak kuat bang lama-lama di
sini. Tp alhamdulillahnya di sini pengajian-pengajian jalan,
xlii
yaudah lah saya mikirnya ma di sini tempat saya tobat juga jadi
lebih baik
Peneliti : Bagaimana petugas memperlakukan anda selama di LAPAS
Klas I Tangerang?
AR : Baik-baik petugas sini mah kalo kita gak macem-macem
Peneliti : Apa yang biasa anda lakukan selama berada di LAPAS Klas I
Tangerang?
AR : Kalo saya sih ikut kegiatan-kegiatan aja, biasanya saya ikut
kelas ngejait, biar nanti bisa buka usaha.
Peneliti : Bagaimanakah pengaruh yang anda rasakan dari program
pembinaan yang dilaksanakan LAPAS Klas I Tangerang?
AR : Bagus banget bang, saya jadi bisa ngejait, nyukur, lumayan
kan nambah kebisaan. Bisa buka usaha nantinya.
Peneliti : Bagaimana dampak psikologis yang didapat? Misal, mental
atau cara pikir narapidana dari Pembinaan LAPAS?
AR : Yang saya rasain ya jadi lebih baik, tobat setobat-tobanya dah.
Kapok, apalagi inget anak istri. Sedih, bukannya ngasih nafkah.
Peneliti : Bagaimana hubungan yang terjalin antar Narapidana?
AR : Baik sih kalo di sini.
Peneliti : Bagaimana interaksi / komunikasi yang anda lakukan dengan
teman di LAPAS? Seberapa sering komunikasi yang terjalin?
AR : Saya lebih banyak menyendiri mas, bukannya saya gak mau
bergaul, tapi saya cuma takut “tertular” mereka mas, saya kapok
mas masuk penjara, saya mau tobat. Selama di sini ya biarpun
gak banyak yang ngerasa sama seperti saya, tapi saya
merasakan pergaulan dengan teman-teman di dalam LAPAS
malah banyak negatifnya. Makanya saya lebih pilih menyendiri,
ARalnya saya mau jadi orang bener lagi mas pas nanti keluar
xliii
Peneliti : Menurut anda, komunikasi yang terjalin lebih mengarah pada
hal positif atau negatif?
AR : Tergantung orangnya sih. Tapi menurut saya sih lebih ke
negatif, ya namanya napi.
Peneliti : Apa saja pengaruh yang didapatkan dari pergaulan dengan
sesama narapidana?
AR : Pergaulan sih tergantung sama siapanya, kalo sama yang bener
jadi kebawa bener, kalo sama yang gak bener ya sama kebawa
juga.
Peneliti : Apa saja penyimpangan yang terjadi di LAPAS?
AR : Gak ada sih, aman di sini mah
Peneliti : Mengenai penyimpangan, apakah di sini terdapat
penyimpangan seksual yang dialami narapidana?
AR : Oh itu mah gak ada, kalo di LAPAS lama ada mungkin.
Peneliti : Apa yang menyebabkan anda melakukan tindakan kriminal?
AR : Pekerjaan awal saya sebagai buruh. Awalnya saya nggak tahu
tentang dunia kriminal gini. Semua awalnya dari lingkungan
pergaulan saya. Saya ikut dan belajar mencuri dari teman ngopi
saya, mereka mengajak saya gabung sama komplotan mereka
sebagai pencuri, yaudah kejadian, apalagi waktu itu lagi butuh
duit.
Peneliti : Reward atau penghargaan seperti apa yang diberikan oleh
pihak LAPAS terhadap narapidana yang patuh dan dan
berkelakuan baik?
AR : Apa ya, ya paling dapet remisi.
Peneliti : Apa kritik dan pesan anda terhadap LAPAS Klas I Tangerang?
AR : Gak ada sih, udah bagus. Kebersihannya aja kali ya lebih
ditingkatin.
xliv
Identitas Informan
a. Nama (alias) : AF
b. Agama : Islam
c. Pendidikan Terakhir : S2
d. Kasus : Korupsi (Pasal 2 UU No.31/1999)
e. Lama pidana : 6 Tahun
f. Status (Tah/NP) : Narapidana
g. Tempat Wawancara : Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang
h. Tanggal/Waktu : 23 Januari 2017
i. Lama Wawancara : 110 Menit
Peneliti : Sudah berapa lama anda berada di sini (LAPAS)?
AF : Udah 2 tahunan
Peneliti : Bagaimana keadaan anda selama di sini?
AF : Enak di sini mah, tapi ya tetep aja namanya penjara, gak betah.
Peneliti : Bagaimana proses penyesuaian diri atau adaptasi yang
dilakukan saat pertama kali masuk LAPAS?
AF : Biasa, baur ke semuanya kita mah. Stress diawal doang sih.
Udah ke sininya ya biasa aja. Bagus di sini LAPAS nya.
Peneliti : Bagaimana cara bertahan hidup atau menjalani hidup di
LAPAS?
AF : Ya dijalanin aja, gausah yang macem-macem, ikutin aja aturan
yang ada.
Peneliti : Bagaimana petugas memperlakukan anda selama di LAPAS
Klas I Tangerang?
AF : Baik. Hubungan sama petugas ya baik kaya ke temen aja kalo
udah akrab.
Peneliti : Apa yang biasa anda lakukan selama berada di LAPAS Klas I
Tangerang?
xlv
AF : Sama lah, ikut kegiatan di sini aja. Olahraga ikut, pengajian
ikut, budidaya tanaman juga ikut. Rata-rata ya sama semua
kegiatan napi mah.
Peneliti : Bagaimanakah pengaruh yang anda rasakan dari program
pembinaan yang dilaksanakan LAPAS Klas I Tangerang?
AF : Manfaatnya ya banyak, jadi pada bisa macem-macem, punya
keahlian nanti pas keluar.
Peneliti : Bagaimana dampak psikologis yang didapat? Misal, mental
atau cara pikir narapidana dari Pembinaan LAPAS?
AF : Ya kalo itu tergantung. Ada yang berubah, ada yang masih
bebel gak mau tobat.
Peneliti : Bagaimana hubungan yang terjalin antar narapidana?
AF : Saya sih ya di sini banyak yang kenal mah, tapi emang kalo di
sini yang namanya penjara kita mesti hati-hati bergaul.
Peneliti : Bagaimana interaksi / komunikasi yang anda lakukan dengan
teman di LAPAS? Seberapa sering komunikasi yang terjalin?
AF : Sering ko, ya mau gimana, gausah dibawa stress lah kalo di
sini, dibawa enjoy aja. Kadang temen juga bawa pengaruh baik,
makanya saya bilang kan pinter-pinter bergaul kalo di sini.
Peneliti : Menurut anda, komunikasi yang terjalin lebih mengarah pada
hal positif atau negatif?
AF : Tergantung kitanya, di sini mah yang bener ada, yang gak
bener ya banyak. Tapi kalo menurut saya sih ya di sini masih
bagus lah pergaulannya, jarang ada yang rebut-ribut.
Peneliti : Apa saja penyimpangan yang terjadi di LAPAS?
AF : Ga ada di sini mah.
Peneliti : Apakah terdapat suatu kelompok atau geng yang terbentuk di
dalam LAPAS?
AF : Oh, udah ga ada. Rata sih di sini mah.
xlvi
Peneliti : Apa yang menyebabkan anda melakukan tindak pidana?
AF : Kalo itu sebenernya karena di kampus saya kan dapet
gelontoran dana gitu ya dari Kementerian Pendidikan, jadi tiap
kampus dapet sekitar 7 miliar. Nah, gak tau soal itu duit masuk
ke rekening saya sama temen saya. Yaudah ada pemeriksaan
KPK keseret lah kita. Padahal mah tau juga nggak soal duit
segitu banyaknya.
Peneliti : Menurut anda, bagaimana penjara yang ideal yang dapat
mencegah terjadinya residivisme?
AF : Soal residivis saya gak begitu paham ya. Tapi secara keilmuan,
saya bisa berpendapat bahwa napi residivis itu atau orang
ngelakuin keriminal itu banyak sebenernya faktornya, ekonomi,
lingkungan, pergaulan, psikologis, bahkan keluarga. Kalo
mengenai LAPAS yang ideal ya baiknya sih yang program
pembinaannya tersistematis dan punya prospek bagus
kedepannya untuk narapidana. Yang saya liat selama di sini,
hampir ga ada lah yang misalnya niat macem-macem. Yang ada
malah di sini banyak yang mau pada tobat. Dengan model
LAPAS yang pembinaannya bagus gini aja kita udah pada
puyeng, kapok lah. Ya gimana ngga, dasarnya aja kemerdekaan
kita, kebebasan kita udah dicabut, stress kita. Gak ada orang
yang kuat kaya gitu, preman sekalipun. Bagusnya di sini, bukan
cuma diperketat semuanya, tapi juga pembinaan jalan semua, itu
sih yang bisa bikin napi tobat. Nah biasanya kalo udah begitu
biasanya nyebar dah, jadi pada ngikut, biasanya nyebarnya
lewat ngobrol-ngobrol biasa.
Peneliti : Reward atau penghargaan seperti apa yang diberikan oleh
pihak LAPAS terhadap narapidana yang patuh dan dan
berkelakuan baik?
xlvii
AF : Dapet remisi biasanya kalo napi yang nunjukin perubahan
lebih baik.
Peneliti : Apa kritik dan pesan anda terhadap LAPAS Klas I Tangerang?
AF : LAPAS Klas I Tangerang ini sebenernya udah bagus, tinggal
ditingkatin aja dan dipertahanin yang udah bagus.
xlviii
Identitas Informan
a. Nama (alias) : DJ
b. Agama : Islam
c. Kasus : Pembunuhan Berencana (Pasal 340 KUHP)
d. Lama pidana : 5 Tahun
e. Status (Tah/NP) : Narapidana
f. Tempat Wawancara : Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang
g. Tanggal/Waktu : 21 Desember 2016
h. Lama Wawancara : 30 Menit
Peneliti : Sudah berapa lama anda berada di sini (LAPAS)?
DJ : 3 tahunan kurang lah, 2014 udah di sini. Saya pindahan dari
RUTAN Salemba.
Peneliti : Bagaimana keadaan anda selama di sini?
DJ : Baik, lebih enak di sini lah.
Peneliti : Bagaimana proses penyesuaian diri atau adaptasi yang
dilakukan saat pertama kali masuk LAPAS?
DJ : Ga gimana-gimana sih, soalnya di sini juga lebih kondusif
suasananya, napi di sini juga gak berani macem-macem yang saya tau.
Peneliti : Bagaimana petugas memperlakukan anda selama di LAPAS
Klas I Tangerang?
DJ : Kalo sama petugas mah baik-baik aja, tergantung kitanya juga
sih gimana.
Peneliti : Apa yang biasa anda lakukan selama berada di LAPAS Klas I
Tangerang?
DJ : Saya sih biasanya ya ikut-ikutan aja kegitan di sini. Apa aja
diikutin. Biar gak bosen aja sih di sini, lagian juga kalo di sini
gak ngapa-ngapain ya bakal stress sendiri.
xlix
Peneliti : Bagaimanakah pengaruh yang anda rasakan dari program
pembinaan yang dilaksanakan LAPAS Klas I Tangerang?
DJ : Pengaruh banget lah, di sini kalo kita ikut kegiatan-kegiatan
pelatihan gitu ya lumayan nambah skill, kaya ngejait, bengkel,
banyak sih.
Peneliti : Bagaimana dampak psikologis yang didapat? Misal, mental
atau cara pikir narapidana dari Pembinaan LAPAS?
DJ : Saya sih ngerasanya sama aja, gatau kalo napi yang lain.
Peneliti : Bagaimana hubungan yang terjalin antar Narapidana?
DJ : Hubunngan kita ya baik-baik aja, banyak temen juga si sini.
Nambah temen ya manfaat juga biarpun napi, seengaknya punya kenalan di
sini. Penting sih jaga hubungan sama orang sini, namanya manusia gak dimana
gak dimana butuh orang lain pasti.
Peneliti : Bagaimana interaksi / komunikasi yang anda lakukan dengan
teman di LAPAS? Seberapa sering komunikasi yang terjalin?
DJ : Baik, ya seperlunya aja kalo saya mah.
Peneliti : Dalam hal berkomunikasi, apakah narapidana menggunakan
kata-kata khusus yang hanya terdapat di LAPAS?
DJ : Apa ya, ngga ada sih kalo di sini mah.
Peneliti : Menurut anda, komunikasi yang terjalin lebih mengarah pada
hal positif atau negatif?
DJ : Positif sih, tapi ya tergantung ngobrol sama siapanya, kalo
ngobrol sama yang gak bener ya pastinya gak bener
omongannya. Tergantung sih.
Peneliti : Apa saja pengaruh yang didapatkan dari pergaulan dengan
sesama narapidana?
DJ : Pengalaman saya selama di lingkungan penjara ini, di RUTAN
Salemba, LAPAS Tangerang, ya kita pasti ketemunya sama
orang-orang yang gak bener, kriminal. Resikonya ketemu
l
mereka dan masuk di lingkungannya ya pasti kita bisa ketular
jahat juga, kecuali kita bisa jaga diri. Kalo saya ditanya soal
pengaruhnya apa aja bergaul sama mereka, ya itu balik lagi ke
diri masing-masing. Kalo gak punya pendirian ya bakal ngikut
gak bener. Tapi selama saya di sini, biar kata napi di sini
keliatan sangar-sangar, tapi kita mah udah kaya temen biasa aja,
ga ada yang macem-macem juga di sini mah.
Peneliti : Apa saja penyimpangan yang terjadi di LAPAS?
DJ : Apa ya. Paling ini sih, kan sebenarnya mah di LAPAS
aturannya gak boleh pegang HP (handphone), nah tapi di sini
masih banyak yang punya HP. Ga boleh kan aturannya mah.
Apa lagi ya, narkoba ada aja sih tapi ga keliatan. Udah sih
paling itu aja.
Peneliti : Mengenai penyimpangan, apakah di sini terdapat
penyimpangan seksual yang dialami narapidana?
DJ : Oh itu mah ga ada di sini. Kalo di LAPAS lama mungkin
masih ada kaya yang homo segala macem. Soalnya kalo di sini
kalo yang ketahuan begitu langsung diseret ke sel isolasi.
Peneliti : Apakah terdapat suatu kelompok atau geng yang terbentuk di
dalam LAPAS?
DJ : Ga ada.
Peneliti : Menurut anda, bagaimana penjara yang ideal yang dapat
mencegah terjadinya residivisme?
DJ : LAPAS itu menurut saya sih bagusnya yang bener-bener rapi
programnya, jalan semua, aturannya dijalanin semua. LAPAS
ini sih ya udah lumayan bagus. Napi juga rata-rata banyak yang
lebih betah di sini daripada LAPAS lainnya. Kalo soal residivis
ya menurut saya sih balik lagi ke orangnya, tergantung diri
sendiri. Kalo pas keluar nanti bergaulnya sama yang gak bener
lagi ya pasti ngikut, tergantung lingkungan juga sih.
li
Peneliti : Reward atau penghargaan seperti apa yang diberikan oleh
pihak LAPAS terhadap narapidana yang patuh dan dan
berkelakuan baik?
DJ : Oh itu, biasanya sih jadi penilaian aja kali ya dari pihak
LAPAS nya, nah biasanya dapet remisi kalo yang kecatetnya
bagus.
Peneliti : Apa kritik dan pesan anda terhadap LAPAS Klas I Tangerang?
DJ : Udah bagus ko, tinggal ditingkatin aja kegiatannya.
lii
Identitas Informan
a. Nama (alias) : WE
b. Agama : Islam
c. Pendidikan terakhir : SD
d. Kasus : Perampokan (Pasal 365 KUHP)
e. Lama pidana : 10 Tahun
f. Status (Tah/NP) : Narapidana
g. Tempat Wawancara : Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang
h. Tanggal/Waktu : 20 Desember 2016
i. Lama Wawancara : 40 Menit
Peneliti : Sudah berapa lama anda berada di sini (LAPAS)?
WE : 2 tahun
Peneliti : Bagaimana keadaan anda selama di sini?
WE : Jujur lebih enak di sini, saya pindahan dari LAPAS
Pandeglang.
Peneliti : Bagaimana proses penyesuaian diri atau adaptasi yang
dilakukan saat pertama kali masuk LAPAS?
WE : Gak gimana-gimana sih, pada baik semua di sini juga.
Peneliti : Bagaimana petugas memperlakukan anda selama di LAPAS
Klas I Tangerang?
WE : Petugas baik, perlakuan ke napi baik, sama semuanya rata.
Peneliti : Apa yang biasa anda lakukan selama berada di LAPAS Klas I
Tangerang?
WE : Saya sih jarang ikut kegiatan-kegiatan, paling ya pengajian.
Peneliti : Bagaimanakah pengaruh yang anda rasakan dari program
pembinaan yang dilaksanakan LAPAS Klas I Tangerang?
WE : Pengaruhnya manfaat banget buat napi di sini. Mereka kan
setelah keluar nanti pastinya mau punya kerjaan.
liii
Peneliti : Bagaimana dampak psikologis yang didapat? Misal, mental
atau cara pikir narapidana dari Pembinaan LAPAS?
WE : Saya pribadi jadi lebih taat aja ibadahnya
Peneliti : Bagaimana hubungan yang terjalin antar Narapidana?
WE : Pergaulan di sini saya ngerasanya beda sih sama LAPAS
lainnya, kaya di LAPAS Pandeglang disana mah pergaulannya
juga masih keras. Kalo di sini sama aja gak ada bedanya sama
lingkungan di luar. Yang saya liat napi di sini ibadah lumayan
pada getol, tau bener-bener apa cuma cari muka ke petugas dah,
haha. Tapi saya rasa sih bener lah
Peneliti : Bagaimana interaksi / komunikasi yang anda lakukan dengan
teman di LAPAS? Seberapa sering komunikasi yang terjalin?
WE : Pergaulan di sini ya bagus-bagus aja bang, ngobrol ya sama aja
sih, biasa. Saya di sini termasuk yang pemilih kalo untuk hal
bertemen. Saya lebih seringnya ngobrol sama anak-anak
pesantren (Blok Pesantren), sering ikut pengajian juga.
Peneliti : Menurut anda, komunikasi yang terjalin lebih mengarah pada
hal positif atau negatif?
WE : Gatau ya, dua-duanya bisa aja sih, saya juga gak bilang bagus
terus, kalo kita ngobrolnya sama yang gak bener ya kebawa
pasti.
Peneliti : Apa saja pengaruh yang didapatkan dari pergaulan dengan
sesama narapidana?
WE : Ya itu, ada aja pengaruh mah, tapi ya gak begitu ngaruh lah.
Peneliti : Apa saja penyimpangan yang terjadi di LAPAS?
WE : Ga ada sih di sini mah.
Peneliti : Apakah terdapat suatu kelompok atau geng yang terbentuk di
dalam LAPAS?
WE : Gak ada.
liv
Peneliti : Apa yang menyebabkan anda melakukan tindak pidana?
WE : Lebih karena ga ada duit sih, ekonomi. Terpaksa saya juga
begini, anak sekolah gak ada duit. Kerjaan lontang-lantung.
Peneliti : Menurut anda, bagaimana penjara yang ideal yang dapat
mencegah terjadinya residivisme?
WE : Bagusnya ya begini, kegiatan jalan semua. Biar pada bisa nyari
kerjaan nanti pas bebas, biar gak rampok lagi misalnya.
Peneliti : Reward atau penghargaan seperti apa yang diberikan oleh
pihak LAPAS terhadap narapidana yang patuh dan dan
berkelakuan baik?
WE : Dikasih remisi kalo yang baik di sini.
Peneliti : Apa kritik dan pesan anda terhadap LAPAS Klas I Tangerang?
WE : Pesan sih ya ditingkatin semuanya, kebersihan, fasilitasnya
dibagusin, kegiatan juga jalan semua.
lv
Identitas Informan
a. Nama (alias) : HU
b. Tempat, tanggal lahir : Bangkalan, 29-03-1989
c. Agama : Islam
d. Pendidikan terakhir : SMP
e. Kasus : Pencurian (Pasal 363)
f. Lama pidana : 2 Tahun 6 Bulan
g. Status (Tah/NP) : Narapidana
h. Tempat Wawancara : Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang
i. Tanggal/Waktu : 22 Desember 2016
j. Lama Wawancara : 80 Menit
Peneliti : Sudah berapa lama anda berada di sini (LAPAS)?
HU : Baru sih, 6 bulanan lah
Peneliti : Bagaimana keadaan anda selama di sini?
HU : Baik, dan lebih nyaman lah di LAPAS ini mah dibanding
RUTAN dulu saya.
Peneliti : Bagaimana proses penyesuaian diri atau adaptasi yang
dilakukan saat pertama kali masuk LAPAS?
HU : Pertama kali masuk LAPAS ya takut lah bang, bingung juga
mesti gimana, puyeng dah, stress. Apalagi waktu di LAPAS
Cipinang keras lingkungannya, kalo di LAPAS ini sih masih
mending ya, bagus lah kalo di sini.
Peneliti : Bagaimana petugas memperlakukan anda selama di LAPAS
Klas I Tangerang?
HU : Baik-baik aja, tergantung kitanya sih, petugas mah baik-baik
aja asalkan kita gak macem-macem, nurut aja.
Peneliti : Apa yang biasa anda lakukan selama berada di LAPAS Klas I
Tangerang?
lvi
HU : Biasa lah, paling ikut-ikutan kegiatan di sini, musik, olahraga,
pengajian juga saya ikut
Peneliti : Bagaimanakah pengaruh yang anda rasakan dari program
pembinaan yang dilaksanakan LAPAS Klas I Tangerang?
HU : Pembinaan di sini berjalan baik, hampir semua program
berjalan. Saya jadi ada kegiatan aja di sini, biar gak stress aja
sih. Dengan ikut kegiatan gitu, apalagi pengajiannya saya
merasa lebih baik dari sebelumnya.
Peneliti : Bagaimana dampak psikologis yang didapat? Misal, mental
atau cara pikir narapidana dari Pembinaan LAPAS?
HU : Selama saya berada di sini (LAPAS Klas I Tangerang) saya
merasakan perbedaan dari LAPAS yang lain, saya kan pindahan
dari LAPAS Cipinang, kalo di sana sih lebih keras ya
pergaulannya, beda kalo di sini. Kalo di sini ya biarpun gak
banyak, tapi narapidana di sini gak sedikit yang pada mau tobat
bang, ada yang karena stress dihukum lama, ada juga yang
karena mikirin keluarganya. Dari situ saya terdorong untuk jadi
lebih baik
Peneliti : Bagaimana hubungan yang terjalin antar Narapidana?
HU : Kita sih baik-baik aja di sini, ya seperti ke teman biasa. Tapi
pasti ada rasa canggung dan hati-hati dengan ucapan dan
tingkah kita, takut ada yang gak seneng.
Peneliti : Bagaimana interaksi / komunikasi yang anda lakukan dengan
teman di LAPAS? Seberapa sering komunikasi yang terjalin?
HU : Ya kalo ngobrol sih saya sekedarnya aja, karna saya baru juga
di sini ya jadi gak banyak juga ngobrolnya sama yg lain.
Peneliti : Apa motif yang melatarbelakangi anda melakukan tindakan
kriminal?
lvii
HU : Ya kalo saya sih bisa ngelakuin tindakan ini karena ajakan dari
temen, awalnya saya kira kerjaan bener, gataunya malah
rampok. Karena hasilnya lumayan, saya jadi keterusan dan ya
sampai ketangkep gini bang. Sekarang saya baru kapok.
Peneliti : Menurut anda, komunikasi yang terjalin lebih mengarah pada
hal positif atau negatif?
HU : Ya kalo komunikasi sih sama aja, gak beda sama ke temen
biasanya. Lebih ke positif aja sih, tapi sering juga ya namanya
ngobrol pasti ada aja yang arahnya ke negatif, misalnya
ngomong kotor atau semacamnya.
Peneliti : Apa saja pengaruh yang didapatkan dari pergaulan dengan
sesama narapidana?
HU : Kalo soal pergaulan di penjara, gimana ya bang, sama aja sih
kaya di luar. Karena temen saya di luar banyak yang gak bener
ya makanya saya ngerasa sih hampir sama aja. Di luar diajak
gak bener, ya di sini gak jauh beda, tp ya beberapa aja sih. Kalo
di sini sesama narapidana gak begitu terbuka soal pribadi, bang.
Saya sih ngobrol ya sekedarnya aja yang perlu, tp dari obrolan
dengan mereka saya jadi tau banyak hal khususnya sih yang ke
arah sana (kriminal)
Peneliti : Bagaimana perlakuan pada narapidana yang baru masuk?
HU : Kalo di sini sih beda ya bang sama LAPAS lainnya yang saya
pernah masuk, LAPAS Cipinang. Kalo di sini sih perlakuan
napi nya gak yang gimana-gimana, soalnya di sini penjagaannya
ketat. Kalo di LAPAS lain, kaya di Cipinang sih kalo napi yang
baru masuk ya “dikerjain” dulu, disuruh-suruh, kalo dia gak
mau ya rame-rame dipukulin. Tapi kalo di sini ga ada kaya
begitu, ada yang mukul aja bisa dilaporin ke petugas,
hukumannya ketat.
lviii
Peneliti : Apa saja penyimpangan yang terjadi di LAPAS? Mengenai
penyimpangan, apakah di sini terdapat penyimpangan seksual
yang dialami narapidana?
HU : Kalo di LAPAS ini sih dikit yang macem-macem. Kalo
penyimpangan seksual gitu gak ada.
Peneliti : Menurut anda, bagaimana penjara yang ideal yang dapat
mencegah terjadinya residivisme?
HU : Ya kalo LAPAS nya bener sih insyaallah sih pada tobat.
Peneliti : Apa kritik dan pesan anda terhadap LAPAS Klas I Tangerang?
HU : Udah lumayan bagus ko.
lix
Identitas Informan
Nama : Hamzah Laptur
Jabatan : Kepala Sub Bagian (Kasubag) Umum
Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang
Tempat Wawancara : Kantor Bagian Umum Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Tangerang
Tanggal/Waktu : 10 Februari 2017
Lama Wawancara : 60 Menit
Peneliti : Maaf, sudah berapa lama bapak bertugas di sini?
Pak Hamzah : Saya belum begitu lama di sini, hampir satu tahun. Saya
pidahan dari LAPAS Makassar.
Peneliti : Selama bapak bertugas, kendala apa saja yang bapak hadapi
selaku petugas Lembaga Pemasyarakatan?
Pak Hamzah : Ya selama saya bertugas, yang menjadi tantangan ya datang
pada diri sendiri, maksud saya, selama saya bertugas di LAPAS
saya merasa dituntut untuk selalu siap atas segala resiko yang
akan dihadapi. Hal tersebut dikarenakan LAPAS Klas I
Tangerang merupakan LAPAS dengan pengaman maksimal
yang berisikan narapidana dengan vonis berat. Apalagi sebagai
kepala bagian, saya dituntut untuk berpikir bagaimana
terjalinnya suasana kerja yang kondusif bagi semuanya.
Peneliti : Jika kendala tersebut datang dari narapidana, apa saja kendala
yang pernah bapak hadapi?
Pak Hamzah : Mengenai warga binaan, Alhamdulillah selama saya bertugas,
baik itu di LAPAS Makassar atau LAPAS Tangerang, hampir
tidak ada kendala besar yang saya hadapi.
Peneliti : Maaf sebelumnya pak, saya kemarin ke bagian registrasi, di
sana saya menanykan data narapidana berstatus residivis, tapi
lx
ternyata LAPAS tidak memiliki data mengenai kategorisasi
narapidana tersebut.
Pak Hamzah : Mengenai hal tersebut, LAPAS menang tidak memiliki data
pastinya.
Peneliti : Terkait masalah tersebut, menurut bapak apa saja faktor yang
menyebabkan seorang narapidana setelah keluar menjadi
narapidana residivis?
Pak Hamzah : Faktor Ekonomi, pekerjaan, lingkungan mereka juga bisa.
Pergaulan mereka yang menjerumuskan kembali ke jalan yang
salah.
Peneliti : Lingkungan bagaimana ya pak yang bapak maksud?
Pak Hamzah : Ya lingkungan mereka bergaul. Jadi setelah keluar dari
LAPAS, mereka yang niatnya tobat, malah sebaliknya saat dia
bergaul lagi sama lingkungan pergaulan mereka.
Peneliti : Menurut bapak, lingkungan di dalam LAPAS saat dia
menjalani hukuman, apakah bisa mempengaruhi narapidana
menjadi narapidana residivis?
Pak Hamzah : Ya bisa jadi, bisa dimungkinkan hal tersebut terjadi, bisa jadi
narapidana saat berada di dalam LAPAS dan betemu dengan
narapidana lain, orang tersebut malah menjadi bertambah jahat
dari sebelumnya. Misalnya saat sebelum dia masuk LAPAS,
misalnya narapidana tersebut kasus pembunuhan yang
sebelumnya dia tidak mengenal narkoba, nah ketika dia masuk
LAPAS dia jadi tau bahkan bisa berkecimpung di dunia
narkoba.
Peneliti : Menurut pengamatan bapak selaku petugas pemasyarakatan,
bagaimana hubungan yang terjalin atara narapidana?
Pak Hamzah : Saya melihat hubungan baik itu antar narapidana atau antar
narapidana dengan petugas LAPAS, berjalan baik.
lxi
Peneliti : Bagaimana dengan narapidana yang baru masuk?
Pak Hamzah : Ya sama saja, dari yang saya lihat, di sini sudah tidak ada lagi
yang namanya bully, atau perkelahian antar narapidana, tidak
ada diskriminasi yang terjadi.
Peneliti : Mengenai program pembinaan, menurut bapak apakah sejauh
ini pembinaan LAPAS sudah berjalan dengan baik?
Pak Hamzah : Pembinaan sejatinya dibuat untuk dapat merubah pola pikir
narpidana menjadi lebih baik. Maka dari itu adanya pembinaan
kepribadian dan kemandirian. Kepribadian tujuannya untuk
merehabilitasi kepribadian narapidana, dan kemandirian yang
tujuannya untuk mengasah keahlian tertentu khususnya di
bidang pekerjaan. Sejauh ini program pembinaan terbilang
sukses, dengan ukuran yang menunjukkan kegiatan pembinaan
berjalan dengan partisipasi yang tinggi dari para narapidana dan
kondusifnya LAPAS.
Peneliti : Apakah pembinaan yang dilakukan dapat memperbaiki
perilaku narapidana?
Pak Hamzah : Itu tergantung dari pribadi masing-masing, karena beberapa kasus
ada yang melawan, banyak juga yang patuh. Menurut saya itu
wajar saja.
Peneliti : Tadi bapak mengatakan ukuran keberhasilan pembinaan dilihat
dari kondusifnya LAPAS, apa yang dimaksudkan dari itu pak?
Pak Hamzah : Iya, dengan kondusifnya situasi dan kondisi LAPAS, maka dapat
menunjang keberhasilan pembinaan. Kondusifnya LAPAS tak
terlepas dari peran petugas keamanan.
Peneliti : Baik pak, terimakasih atas waktunya.
Pak Hamzah : Iya sama-sama.
lxii
Dokumentasi
lxiii
lxiv
lxv
lxvi
lxvii
Dokumen Resmi