kejahatan perbankan

27
Tindak Pidana Perbankan (1) Kuliah 8 Tri Harnowo I. Pendahuluan Hubungan bank dengan nasabah selain dilandasi oleh hubungan kontraktual 1 juga dilandasi oleh asasa-asas yang ada diatur diluar perjanjian antara nasabah dan bank yang dimaksud. Setidaknya terdapat tiga asas yang melandasi hubungan bank dan nasabah, yaitu (Bako, 1995:40-51): 1. Fiduciary Relation (Kepercayaan) Hubungan atas asas kepercayaan mengandung maksud bahwa nasabah bersedia menyimpan dananya pada bank apabila nasabah percaya bahwa bank yang bersangkutan akan berkemauan dan berkmampuan untuk membayar kembali dana yang disimpan itu apabila ditagih atau telah jatuh waktu. 2. Confidential Relation (Kerahasiaan) Hubungan bank dengan nasabah juga dilandari oleh ketentuan mengenai rahasia bank. Hubungan kerahasiah itu sendiri diperlukan untuk menimbulkan kepercayaan nasabah terhadap bank. Pada asasnya bank berkewajiban untuk merahasiakan segala informasi mengenai nasabah dan rekeningnya. 3. Prudential Relation (Kehati-hatian) Sekalipun dana yang disimpan nasabah telah menjadi milik bank sejak disetorkan, namun bank berkewajiban untuk memastikan bahwa dana tersebut digunakan untuk tujuan dan dengan cara-cara yang pada dasarnya untuk menjamin bank nantinya akan mampu mampu membayar kempali dana nasabah yang disimpan padanya jika ditagih oleh penyimpannya. Prinsip kehati-hatian tercermin berbagai ketentuan dalam UU Perbankan sebagaimana berikut ini. “Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian (Pasal 2 UU Perbankan)” . “Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang 1 Yaitu termin-termin yang ada dalam perjanjian atau dokumen yang menjadi hak dan kewajiban para pihak ketika nasabah membuka rekening tabungan, rekening giro, aplikasi kartu kredit dsb., atau klausula-klausula dalam perjanjian kredit dalam hal nasabah debitur, 1

Upload: wisthyalita

Post on 23-Oct-2015

117 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

hukum bisnis

TRANSCRIPT

Page 1: Kejahatan Perbankan

Tindak Pidana Perbankan (1)Kuliah 8Tri Harnowo

I. Pendahuluan

Hubungan bank dengan nasabah selain dilandasi oleh hubungan kontraktual1 juga dilandasi oleh asasa-asas yang ada diatur diluar perjanjian antara nasabah dan bank yang dimaksud. Setidaknya terdapat tiga asas yang melandasi hubungan bank dan nasabah, yaitu (Bako, 1995:40-51):1. Fiduciary Relation (Kepercayaan)

Hubungan atas asas kepercayaan mengandung maksud bahwa nasabah bersedia menyimpan dananya pada bank apabila nasabah percaya bahwa bank yang bersangkutan akan berkemauan dan berkmampuan untuk membayar kembali dana yang disimpan itu apabila ditagih atau telah jatuh waktu.

2. Confidential Relation (Kerahasiaan)Hubungan bank dengan nasabah juga dilandari oleh ketentuan mengenai rahasia bank. Hubungan kerahasiah itu sendiri diperlukan untuk menimbulkan kepercayaan nasabah terhadap bank. Pada asasnya bank berkewajiban untuk merahasiakan segala informasi mengenai nasabah dan rekeningnya.

3. Prudential Relation (Kehati-hatian)Sekalipun dana yang disimpan nasabah telah menjadi milik bank sejak disetorkan, namun bank berkewajiban untuk memastikan bahwa dana tersebut digunakan untuk tujuan dan dengan cara-cara yang pada dasarnya untuk menjamin bank nantinya akan mampu mampu membayar kempali dana nasabah yang disimpan padanya jika ditagih oleh penyimpannya.

Prinsip kehati-hatian tercermin berbagai ketentuan dalam UU Perbankan sebagaimana berikut ini.“Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian (Pasal 2 UU Perbankan)”.“Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubung-an dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian (Pasal 29 (2) UU Perbankan)”

.

Ketiga prinsip diatas inilah yang nantinya akan menjadi landasan timbulan aturan-aturan dalam bank yang memberikan perlindungan nasabah serta kelansungan usaha bank, dan memberikan ancaman sanksi pidana terhadap tindak pidana atau kejahatan yang berkaitan dengan perbankan seperti aturan perizinan, pengawasan, rahasia bank, prinsip mengenal nasabah, anti-money laundering.

II. Klasifikasi Tindak Pidana Perbankan

Tindak Pidana Perbankan dapat ditinjau berdasarkan bebarapa sudut.

Berdasarkan perundang-undangan yang dilanggar digolongkan menjadi:1. Tindak pidana dalam UU Perbankan

– Tindak Pidana berkaitan Perizinan Bank– Tindak Pidana thd Rahasia Bank– Tindak Pidana atas Catatan Pembukuan dan Laporan Bank

1 Yaitu termin-termin yang ada dalam perjanjian atau dokumen yang menjadi hak dan kewajiban para pihak ketika nasabah membuka rekening tabungan, rekening giro, aplikasi kartu kredit dsb., atau klausula-klausula dalam perjanjian kredit dalam hal nasabah debitur,

1

Page 2: Kejahatan Perbankan

– Tindak Pidana Suap dan Penyalahgunaan Jabatan – Tindak Pidana thd Pengawasan BI– Tindak Pidana thd Pematuhan Ketentuan Perbankan

2. Tindak pidana di luar UU Perbankan, seperti KUHP dan UU Tindak Pidana Korupsi- Pemalsuan (mis: pemalsuan dokumen untuk kredit, pemalsuan warkat transfer)- Penggelapan (mis: pemobobolan rekening nasabah)- Penipuan (mis: pemalsuan dokumen kredit untuk maksud penipuan)- Pencurian (mis: Kejatahan credit card, kejahatan ATM)

Berdasarkan bank sebagai subyek-obyek kejahatan digolongkan menjadi:1. Tindak Pidana oleh bank (crimes by the bank)

- Pembobolan rekening nasabah2. Tindak Pidana terhadap/melalui bank (crimes against the bank)

- Money Laundering - Kejahatan credit card, - kejahatan ATM, - Kejahatan L/C- Cyber crime bank.

Berdasarkan jenisnya digolongkan menjadi:1. Tindak Pidana di bidang Perizinan2. Tindak Pidana di bidang Perkreditan3. Tindak Pidana di bidang Lalu Lintas Giral dan Sistem Pembayaran

III. Tindak Pidana dalam UU Perbankan

1. Tindak Pidana berkaitan Perizinan Bank

Pasal 46 (1) UU Perbankan:“Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000 dan paling banyak Rp200.000.000.000”

Kegiatan menghimpun dana dari masyarakat oleh siapapun pada dasarnya merupakan kegiatan yang perlu diawasi, mengingat dalam kegiatan itu terkait kepentingan masyarakat yang dananya disimpan pada pihak yang menghimpun dana tersebut. Oleh karena itu setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat dari Pimpinan Bank Indonesia sebagai salah satu bentuk perlindungan masyarakat, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan undang-undang tersendiri, misalnya yang dilakukan oleh kantor pos, oleh dana pensiun, atau oleh perusahaan asuransi (Pasal 16 (1) UU Perbankan)..

Pelanggaran terhadap ketentuan diatas dapat diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10 miliar dan paling banyak Rp200 miliar (Pasal 46 UU Perbankan). Dalam hal kegiatan tersebut dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas, perserikatan, yayasan atau koperasi, maka penuntutan terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang memberi perintah melakukan perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya.

Dalam praktik tindak pidana perizinan bank dapat berbentuk antara lain:

2

Page 3: Kejahatan Perbankan

a. Menjalankan usaha bank dalam bankKegiatan ini pada umumnya dilakukan oleh pejabat bank dengan cara antara lain tidak membukukan setoran deposan atau nasabah ke dalam pembukuan bank yang sebenarnya, tetapi dibukukan atas nama rekening pejabat yang bersangkutan yang ada pada bank tersebut. Usaha tersebut dilakukan dalam kualitasnya sebagai pejabat bank yang menggunakan prasarana bank yagn bersangkutan. Usaha ini cukup menarik bagi nasabah mengingat kemudahan dan keuntungan jasa yang diberikan lebih besar dibandingkan dengan prosedur atau ketentuan bank yang resmi.

b. Menjalankan usaha bank tanpa izinKasus semacam ini pernah muncul sebelum deregulasi di bidang perbankan, karena pada waktu itu ketentuan pendirian kantor bank sangat ketat. Usaha ini dilakukan sebagaimana layaknya suatu bank, tetapi belum mendapat izin. Dewasa ini dengan adanya deregulasi dimana pendirian bank sangat terbuka bagi pemilik modal, maka kasus semacam ini kecil kemungkinan timbul.

c. Menjalankan usaha serupa bankUsaha ini dapat dilakukan oleh suatu badan hukum atau perorangan dengan cara menarik dana dari masyarakat dana menyalurkannya ke dalam masyarakat dalam bentuk pinjaman.

Kasus YKAMYusup Handoyo Ongkowidjojo, 47 tahun, selaku ketua umum Yayasan Keluarga Adil makmur (YKAM), dikenal karena usahanya membagi-bagikan "bingkisan". Isinya kredit bersyarat sangat ringan sebesar Rp.5 juta lewat kegiatan tabung-pinjam. Akibat polanya itu, Ongko diganjar hukuman 15 tahun penjara. Sebelumnya Jaksa T. Simajuntak menuntut 20 tahun penjara dan Denda Rp.30 juta.Kasus bermula pada usaha Ongko lewat YKAM pada Juni 1987 menyelenggarakan usaha "tabung-pinjam gotong royong". YKAM menawarkan pinjaman memikat Rp.5 juta kepada para anggota. Syaratnya, paket credit itu bisa dinikmati setelah si anggota menyetor tabungan Rp.30 ribu sebulan sebanyak tujuh kali dan uang pendaftaran Rp.50 ribu.

Kasus IBISTKasus penipuan Ibist terbongkar pada November 2006. Ratusan nasabah yang merasa tertipu mendatangi kantor perusahaan di Jalan Mulyasari No. 1 Sukagalih, Sukajadi Bandung. Bermula dari iming-iming bunga 4 persen per bulan kepada setiap nasabah yang menginvestasikan dananya ke Ibist Consult. Semula, pembayaran royalti alias bunga ke rekening nasabah berjalan mulus, sehingga banyak nasabah yang terus menambah jumlah investasinya. Dari belasan juta hingga ratusan juta rupiah. Bahkan ada yang sampai miliaran. Ketika pembayaran royalti terhenti, nasabah kelabakan. Ternyata pemilik perusahaan sudah kabur. Polisi akhirnya turun tangan. Sejumlah nasabah akhirnya menempuh langkah hukum terhadap PT Ibist Consult dimohonkan pailit ke Pengadilan Niaga PN Jakarta Pusat pada Januari 2007.

 Satgas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Pengelolaan Investasi. Mengingat banyaknya kasus penipuan yang berbentuk penghimpunan dana masyarakat dan pengelolaan investasi illegal maka pada tanggal 20 Juni 2007 dibentuk Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Pengelolaan Investasi (Satgas) yang beranggotakan pejabat dan pegawai pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam dan LK), Bank Indonesia (BI), Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI), Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (Ditjen PDN) dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) – Departemen Perdagangan

Dalam siaran persnya tanggal 5 November 2007, Satgas mengingatkan masyarakat bahwa kegiatan operasional tindakan melawan hukum dalam penghimpunan dana masyarakat dan pengelolaan investasi secara ilegal tidak dilengkapi dengan dokumen perizinan yang sah dari Bank Indonesia, Bapepam dan LK, atau Bappebti. Pada umumnya perusahaan berbentuk badan usaha Perseroan Terbatas (PT) atau Koperasi Simpan Pinjam, dan hanya memiliki dokumen Akta Pendirian/Perubahan Perusahaan, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Keterangan domisili dari

3

Page 4: Kejahatan Perbankan

Lurah setempat, dengan legalitas usaha berupa Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP).

Karakteristik umum produk:i. Return atau keuntungan yang ditawarkan sangat tinggi (tidak masuk akal);ii. Produk investasi ditawarkan dengan janji akan dijamin dengan instrumen tertentu seperti Giro

atau dijamin oleh pihak tertentu seperti pemerintah, bank dll;iii. Menggunakan nama perusahaan-perusahaan besar secara tidak sah untuk meyakinkan calon

investor;iv. Dana masyarakat tidak dicatat dalam segregated account.

Modus atau Metode umum penjualan produk:i. Penjualan atau penawaran produk investasi dilakukan melalui tenaga marketing secara langsung

atau melalui bisnis dengan menggunakan sistem yang menyerupai Multi Level Marketing (MLM).

ii. Pada beberapa kasus, penawaran produk investasi dilakukan dengan menggunakan kegiatan keagamaan untuk menarik nasabah;

iii. Penawaran produk investasi pada umumnya menggunakan media internet/online;iv. Perusahaan pengerah dana masyarakat secara ilegal bertindak seolah-olah sebagai agen dari

perusahaan investasi yang berada di dalam maupun di luar negeri atau bekerja sama dengan pengelola dana investasi yang berkedudukan di dalam maupun di luar negeri yang telah mempunyai izin usaha yang sah dari otoritas;

v. Dana masyarakat umumnya dijanjikan akan dikelola dan diinvestasikan melalui beberapa Pialang Berjangka dan atau Perusahaan Efek yang sering disebut sebagai aliansi strategisnya.

vi. Penawaran produk investasi sering diadakan dalam acara seminar atau investor gathering, yang pada umumnya sering diikuti oleh para public figure seperti pejabat, artis, tokoh politik dan lainnya dan dilakukan di tempat yang mewah atau hotel berbintang 4 atau 5, guna menunjukkan bonafiditas usahanya.

2. Tindak Pidana thd Rahasia Bank

• Pasal 47 (2) UU Perbankan: Anggota Dewan Komisaris, Direksi, pegawai bank atau Pihak Terafiliasi yang dengan sengaja memberikan keterangan tentang rahasia bank, diancam dengan pidana penjara 2 tahun s/d 4 tahun serta denda Rp. 4 milyar s/d Rp. 8 milyar

• Pasal 47 (1) UU Perbankan: Setiap pihak, selain yang dikecualikan menurut undang-undang, dilarang untuk memaksa bank memberikan keterangan yang berkaitan dengan rahasia bank, yang apabila dilakukan dapat diancam dengan hukuman pidana penjara 2 s/d 4 tahun serta denda Rp. 10 milyar s/d Rp. 200 milyar

Rahasia Bank. Bank adalah suatu lembaga keuangan yang eksistensinya tergantung mutlak pada kepercayaan dari para nasabahnya yang mempercayakan dana dan jasa-jasa lain yang mereka lakukan melalui bank. Oleh karenanya, bank sangat berkepentingan menjaga agar kadar kepercayaan masyarakat, yang telah atau yang akan menyimpan dananya, maupun yang yang telah atau akan menggunakan jasa-jasa bank lainnya, terperlihara dengan baik dalam tingkat yang tinggi. Mengingat bank adalah bagian dari sistem keuangan dan pembayaran, yang masyarakat luas berkepentingan atas kesehatan dari sistem-sistem tersebut, sedangkan kepercayaan masyarakat kepada bank merupakan unsur paling pokok dari eksistensi suatu bank, maka terpeliharnya kepercayaan masyarakat kepada perbankan adalah juga menjadi kepentingan masyarakat banyak.

Salah satu unsur, bahkan unsur yang paling pokok, untuk dapat memelihara dan meningkatkan kadar kepercayaan masayrakat terhadap suatu bank ialah dapat atau tidaknya bank dipercaya oleh nasabah

4

Page 5: Kejahatan Perbankan

yang menyimpan dananya dan atau menggunakan jasa-jasa lainnya dari bank tersebut untuk tidak mengungkapkan keadaan keuangan dan transaksi nasabah serta keadaan lain yang bersangkutan kepada pihak lain, atau dengan kata lain bagaimana kemampuan bank untuk menjunjung tinggi prinsip kerahasiaan bank. Adanya asas kerahasia ini merupakan salah satu pemenuhan atas kebutuhan nasabah akan rasa aman dan dengan kerahasiannya itulah menjadi daya tarik nasabah untuk menyimpan dan berhubungan dengan bank.

Pihak-pihak yang wajib menjaga kerahasian bank ( Pasal 40 UU Perbankan):1. Bank itu sendiri2. Pihak Terafiliasi2

Ruang LingkupKerahasian Bank. Dari sejarahnya ruang lingkup kerahasiaan bank mengalami perubahan. Berdasarkan UU No. 7/1992 ruang lingkup meliputi kerahasian nasabah penyimpan (sisi pasiva bank) maupun nasabah debitor (sisi aktiva bank). Hal ini dapat dilihat dari rumusan Pasal 40 (1) UU No. 7/1992 yang berbunyi ”...keadaan keuangan, dan hal-hal lain dari nasabah...”, yang berimplikasi bahwa kerahasiaan bank meliputi bukan saja terhadap nasabah penyimpan dana di bank, namun juga terhadap nasabah yang mendapatkan kredit dari bank, maupun walk-in customer yang menggunakan jasa bank misalnya untuk pengiriman uang, pembukaan L/C, jaminan bank dan lain-lain. Sedangkan dengan diundangkannya UU No. 10 tahun 1998 ruang lingkup kerahasian bank hanya meliputi terhadap nasabah penyimpan saja yang mana hal ini ditegaskan dalam penjelasan pasal 40 UU No. 10/1998 jo PBI 2/19/PBI/2000 yang menyebutkan:” Keterangan mengenai nasabah selain sebagai Nasabah Penyimpan, bukan merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan bank”.

Menurut Pasal 40 (1) yang dirahasiakan adalah keterangan mengenai Nasabah Peyimpan dan Simpanannya, yang ini berarti termasuk informasi mengenai identitas nasabah (nama dan alamat), jumlah dan jenis simpanan, sejak kapan simpanan ditempatkan dan lain-lain.

Pengecualian-pengecualian Larangan Pengungkapan Kerahasian Bank. Sebagaimana diketahui, bahwa di satu pihak kepentingan masyarakat menghendaki supaya kewajiban rahasia bank dipegang teguh oleh perbankan, namun di pihak lain jangan sampai untuk hal-hal tertentu kepentingan masyarakat tersisihkan justru apabila kewajiban rahasia bank itu dilaksanakan dengan teguh. Pihak-pihak yang dikecualikan dapat kita lihat baik di dalam UU Perbankan maupun di luar UU Perbankan.

UU Perbankan memberikan pengecualian dalam 7 (tujuh) hal yang bersifat limitatif:1. Untuk kepentingan perpajakan dapat diberikan pengecualian kepada pejabat pajak berdasarkan perintah

Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan (Pasal 41).2. Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang Dan Lelang

Negara/Panitia Urusan Piutang Negara dapat diberikan pengecualian kepada pejabat Badan Urusan Piutang Dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara atas izin Pimpinan Bank Indonesia (Pasal 41A).

3. Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana dapat diberikan pengecualian kepada polisi, jaksa atau hakim atas izin Pimpinan Bank Indonesia (Pasal 42).

4. Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya dapat diberikan pengecualian tanpa harus memperoleh izin Pimpinan Bank Indonesia (Pasal 43).

2 a. anggota Dewan Komisaris, pengawas, Direksi atau kuasanya, pejabat, atau karyawan bank;

b. anggota pengurus, pengawas, pengelola atau kuasanya, pejabat, atau karyawan bank, khusus bagi bank yang berbentuk hukum koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;c. pihak yang memberikan jasanya kepada bank, antara lain akuntan publik, penilai, konsultan hukum dan konsultan lainnya;d. pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta mempengaruhi pengelolaan bank, antara lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga Komisaris, keluarga pengawas, keluarga Direksi, keluarga pengurus;

5

Page 6: Kejahatan Perbankan

5. Dalam rangka tukar-menukar informasi di antara bank kepada bank lain dapat diberikan pengecualian tanpa harus memperoleh izin Pimpinan Bank Indonesia (Pasal 44).

6. Atas persetujuan, permintaan atau kuasa dari Nasabah Penyimpan secara tertulis dapat diberikan pengecualian tanpa harus memperoleh izin Pimpinan Bank Indonesia (Pasal 44A ayat (1)).

7. Ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia (Pasal 44A ayat (2)).

Sedangkan pihak-pihak yang dikecualikan di luar UU perbankan, dapat dilihat pada kaitannya dengan tindak pidana pencucian uang dan korupsi.1. Berkaitan dengan Tindak Pidana Pencucian Uang

Pasal 23 UUTPPU mewajibkan bank untuk melaporkan: (i) transaksi keuangan yang mencurigakan (suspicious transaction report); (ii) transaksi keuangan tunai (cash transaction reprot) Rp. 500 juta keatas kepada PPATK, (iii) transaksi transfer dana dari dan ke luar negeri.. Pelaksanaan kewajiban ini dikecualikan dari ketentuan rahasia bank sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang perbankan (Pasal 28 UU TPPU).

Kemudian untuk kepentingan pemeriksaan dalam perkara tindak pidana pencucian uang, maka penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang untuk meminta keterangan dari bank mengenai Harta Kekayaan dari orang yang telah dilaporkan oleh PPATK, tersangka, atau terdakwa, dimana dalam meminta keterangan tersebut tidak berlaku ketentuan Undang-undang yang mengatur tentang rahasia bank (Pasal 72 UUTPPU).

2. Berkaitan dengan Tindak Pidana KorupsiPasal 12 Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menentukan bahwa dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dalam memeriksa tindak pidana korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang antara lain meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa. Kewenangan KPK ini tidak memerlukan izin dari otoritas perbankan, dhi. Bank Indonesia sebagaimana dikuatkan oleh fatwa Mahkamah Agung dalam suratnya No. KMA/694/RHS/XII/2004 tanggal 3 Desember 2004 menjawab surat Gubernur BI No. 6/2/GBI/DHk/Rahasia tanggal 6 Agustus 2004 yang meminta MA memberikan pertimbangan hukum atas pelaksanaan kewenangan KPK terkait dengan ketentuan rahasia bank.3

Pasal 47 A UU Perbankan menyebutkan: “Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42A dan Pasal 44A, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah)” Artinya bahwa Menteri Keuangan untuk kepentingan perpajakan dan telah mendapat persetujuan pimpinan BI; Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara

3 Menurut Ketua MA, pasal 12 UU No.30/2002 merupakan ketentuan khusus (lex specialis) yang memberi kewenangan kepada KPK dalam

melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Sebagai lex specialis, ketentuan pasal 12 dapat mengenyampingkan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang yang bersifat umum. Pasal 12 butir c UU No.30/2002 menyebutkan KPK berwenang meminta keterangan pada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa. Sedangkan pasal 12 butir d UU No.30/2002 menyatakan bahwa KPK berwenang memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa atau pihak lain yang terkait. Selama ini, pasal 42 UU No.10/1998 mengatur mengenai rahasia bank. Berdasarkan UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Korupsi, kerahasiaan bank dapat diterobos, khusus untuk perkara korupsi. Pasal 29 ayat 1 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan bahwa penyidik, penuntut umum atau hakim untuk kepentingan penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di sidang pengadilan dapat meminta keterangan pada bank tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa. Namun, permintaan keterangan tersebut harus diajukan kepada Gubernur BI sesuai dengan tata cara pengajuan permintaan keterangan sebagaimana diatur dalam ayat 2 dan ayat 3 pasal 29 UU itu. Peraturan perundang-undangan inilah yang dianggap oleh Ketua MA telah dikesampingkan dengan adanya pasal 12 UU No. 30/2002. "Bahwa oleh karena pasal 12 UU No 30/2002 telah mengatur secara khusus kewenangan KPK, khususnya pasal 12 huruf c dan d, dan pula dengan berpedoman pada asas bahwa ketentuan undang-undang yang baru mengenyampingkan undang-undang yang lama, maka prosedur izin membuka rahasia bank sebagaimana diatur dalam pasal 29 ayat 2 dan ayat 3 UU No 20 tahun 2001 jo pasal 42 UU Perbankan tidak berlaku bagi KPK,". Lihat Fatwa MA: KPK Bisa Mengenyampingkan Prosedur Kerahasiaan Bank, Jumat, 17 December, 2004, www.hukumonline.com, diunduh tgal 20 Maret 2010.

6

Page 7: Kejahatan Perbankan

(BPULN)/Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) untuk kepentingan penyelesaian utang bank dan telah mendapatkan izin dai BI; polisi/jaksa/hakim untuk kepentingan peradilan pidana dan telah mendapatkan izin dari BI; dan atas persetujuan/kuasa Nasabah penyimpan, bank wajib memberikan keterangan mengenai nasabah yang dimaksud.

3. Tindak Pidana atas Catatan Pembukuan dan Laporan Bank

Pasal 49 (1) UU Perbankan: Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja :– membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun

dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank;– menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam

pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank;

– mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut,

diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10miliar dan paling banyak Rp. 200miliar

4. Tindak Pidana Suap dan Penyalahgunaan JabatanPasal 49 Ayat (2) huruf (a) UU Perbankan Anggota Dewan Komisaris, Direksi atau pegawai bank yang dengan sengaja meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang atau barang berharga, untuk keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam rangka mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas kredit dari bank, atau dalam rangka pembelian atau pendiskontoan oleh bank atas surat-surat wesel, surat promes, cek, dan kertas dagang atau bukti kewajiban lainya, ataupun dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas kreditnya pada bank; diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 tahun dan paling lama 8 tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000, dan paling banyak Rp. 100.000.000.000.

5. Tindak Pidana dalam rangka Pengawasan PerbankanPasal 48 (1) jo Pasal 30 dan Pasal 34 UU Perbankan. Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja: – tidak memberikan keterangan dan penjelasan yang berkaitan dengan kegiatan usaha bank kepada Bank

Indonesia, – tidak memberikan kesempatan bagi pemeriksaan pembukuan, berkas serta tidak memberikan bantuan

yang diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala keterangn,dokumen dan penjelasan yang telah dilaporkan oleh bank yang bersangkutan, dan/atau

– Tidak menyampaikan neraca dan perhitungan laba/rugi tahunan yang telah diaudit dan penjelasannya serta laporan berkala lainnya kepada dan dalam bentuk yang ditetapkan Bank Indonesia;

diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 tahun dan paling lama 10 tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5 miliar dan paling banyak Rp. 100 miliar

Sedangkan dalam hal tidak dipenuhi kewajiban sebagaimana tersebut diatas disebabkan oleh kelalaian (bukan kesengajaan), ancaman hukumannya adalah pidana kurungan sekurang-kurangnya 1 tahun dan paling lama 2 tahun dan atau denda sekurang-kurangnya Rp. 1 miliar dan paling banyak Rp. 2 miliar (Pasal 48 (2) jo Pasal 30 dan Pasal 34 UU Perbankan). Tindak pidana disini hanya merupakan pelanggaran.

Kasus Bank Dwipa

7

Page 8: Kejahatan Perbankan

Setelah Bank Dwipa dilikuidasi berdasarkan SK Menkeu No. 538/KMK.017/1997 tanggal 1 November 1997 yang didasarkan atas usulan BI dengan surat No. 30/98/UPB3/Rahasia tanggal 31 Oktober 1997, terkuaklah kasus pembobolan bank yang dilakukan sendiri oleh pemiliknya, yaitu Bambang Samijono. Ia diduga melakukan penggelapan surat-surat berharga yang kabarnya berhasil mengantongi dana ratusan miliar rupiah.

Untuk mengelabui nasabah, Bambang bersama pendukungnya, menerbitkan CP dan melakukan transaksi pasar uang antarbank (PUAB). Modus operasi kejahatan kerah putih ini terungkap setelah tim audit Bank Indonesia menemukan adanya kejanggalan dalam laporan pembukuan di bank itu. Bank Indonesia kemudian melaporkan kasus itu ke Mabes Polri. Berdasarkan laporan itu, Mabes Polri kemudian menangkap kelima pejabat bank swasta nasional itu di berbagai tempat dan seorang wanita.

Kejanggalan laporan pembukuan itu antara lain, Bank Dwipa menerbitkan CP dengan melakukan transaksi pasar uang antarbank, tanpa memberikan laporan ke Bank Indonesia sebagai pengawas kegiatan moneter. Penerbitan CP itu juga tidak dimasukkan ke dalam pembukuan bank Dwipa, kendati CP itu diterbitkan atas jaminan Bank Dwipa.

Kasus Bank GlobalKasus ini berlangsung setelah munculnya kabar tidak bisa dicairkannya reksa dana Prudence yang ditawarkan melalui Bank Global sehingga bank ini di-rush sekitar Rp 400 miliar -Rp 500 miliar yang membuat likuiditasnya terganggu dan juga CARnya anjlok menjadi di bawah 8 % dari semula sekitar 45 %.

Setelah permodalannya anjlok, Bank Indonesia menempatkan Bank Global dalam SSU (Special Surveillance Unit) sejak 27 Oktober 2004, dan memberikan kesempatan bagi manajemen untuk memperbaiki kondisi kesehatan dalam kurun waktu enam bulan. Namun sayangnya, manajemen dan pemegang saham tidak memiliki itikad baik untuk menyelamatnya banknya dan bahkan dengan menyuruh pegawainya telah mencoba memusnahkan atau memindahkan dokumen-dokumen penting bank menghindari pemeriksaan otoritas berwenang.

BI kemudian mencabut izin usaha bank Global melalui Surat Keputusan Gubnernur BI No. 7/2/KEP-GBI/2005 mulai 13 Januari 2005 setelah berbagai upaya penyelamatan dilakukan. Bank Global mengalami permasalahan kecukupan modal karena adanya kredit dan surat berharga fiktif. Rasio kecukupan modal (CAR) bank terakhir mencapai -39,11%. Selain itu dijumpai fakta kesulitan yang dialami BI dalam melakukan penghitungan dana pihak ketiga dalam rangka pembayaran penjaminan. Hal ini diakibatkan oleh adanya proses rekayasa dilakukan Direktur Utama sekaligus pemilik Bank Gobal, Irawan Salim. Bentuk rekayasa perbankan yang dilakukan Irawan adalah melakukan perubahan pencatatan rekening namun tanpa disertai adanya setoran tunai ke bank

6. Tindak Pidana terhadap Ketaatan Ketentuan Perbankan

Pasal 49 Ayat (2) huruf (b) UU Perbankan: Anggota Dewan Komisaris, Direksi atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 tahun dan paling lama 8 tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00

Pasal 50 UU Perbankan menyebutkan bahwa, PIHAK TERAFILIASI yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 tahun dan paling lama 8 tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

8

Page 9: Kejahatan Perbankan

Pasal 50A. UU Perbankan menyebutkan bahwa, PEMEGANG SAHAM yang dengan sengaja menyuruh Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan yang mengakibatkan bank tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan ketentuan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 7 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).

Berdasarkan isi pasal-pasal tersebut diatas berarti bahwa setiap:- Anggota Dewan Komisaris, - Anggota Direksi atau - pegawai bank - Pihak Terafiliasi- Pemegang saham (yang menyuruh dewan komisaris, direksi atau pegawai bank)dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-Undang perbankan dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainya yang berlaku bagi bank, dapat diancam dengan pidana.

Pasal ini merupakan pasal “sapu jagad” karena rumusannya tidak bersifat spesifik, yaitu tidak menunjuk pasal tertentu dari suatu ketentuan yang dilanggar. Sedangkan ancaman pidananya adalah sebagai berikut.

Pihak Ancaman PidanaAnggota Dewan KomisarisAnggota DireksiPegawai bankPihak Terafiliasi

- Penjara 3-8 tahun; serta- Denda Rp. 5 milyar – Rp. 100 milyar

Pemegang Saham - Penjara 7 – 10 tahun; serta- Denda Rp. 10 milyar – Rp. 200 milyar

Pasal-pasal ini merupakan pasal “sapu jagad” karena rumusannya tidak bersifat spesifik, yaitu tidak menunjuk pasal tertentu dari suatu ketentuan yang dilanggar.

IV. Tindak Pidana berkaitan dengan Perbankan Berdasarkan KUHP

1. Pemalsuan

Pasal 263 KUHP4: (1) Barangsiapa membuat secara tidak benar atau memalsu surat yang dapat menimbulkan suatu hak,

perikatan atau pembebasan utang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada suatu hal, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam, jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.

4 Unsur- unsur dari ketentuan tersebut adalah:

Ayat (1)1. Membuat surat palsu2. memalsukan surat3. yang dapat: (a) menimbulkan suatu hak, (b) menerbitkan suatu perjanjian , (c) menimbulkan pembebasan suatu utang, (d) diperuntukkan

guna menjadi bukti atas suatu hal.4. Dengan maksud: (a) untuk mempergunakan atau memakai surat itu seolah-olah asli dan tidak dipalsukan, (b) penggunaan surat itu dapat

menimbulkan kerugianAyat (2)

1. Memakai surat palsu atau yang dapat dipalsukan.2. Seolah-olah itu asli dan tidak dipalsukan3. apabila pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian dan dilakukan dengan sengaja

9

Page 10: Kejahatan Perbankan

(2) Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja mamakai surat yang isinya tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Pasal 264 KUHP5:(1) Pemalsuan surat diancam denga pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap:

A. Akta-akta otentikB. Surat utang dan sertifikat utang dari suatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga

umum;C. Surat sero atau utang atau sertifikat sero atau utang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan,

atau maskapai;D. Talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3 , atau

tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu;E. Surat Kredit atau surat dagang yang diaperuntukkan untuk diedarkan.

(2) Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak benar atau yang dipalsu seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian

2. Penipuan

Pasal 378 KUHP6

“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntunkan diri sendiri atauorang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.

3. Penggelapan

Pasal 372 KUHP7: Penggelapan biasa“Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum mengaku sebagai milik sendiri barang tertentu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena

5 Unsur-unsur dari ketentuan pasal tersebut adalah:

Ayat (1)Perbuatan pemalsuan tersebut dilakukan terhadap:

1. akte otentik2. surat utang atau sertifikat utanda dari: (a) surat negara atau sebagian dari suatu negara, (b) suatu lembaga umum3. saham atau surat tanda saham dari: (a) perkumpulan, (b) yayasan, (c) perseroan4. talon tanda dividen atau tanda bunga dari: (a) surat-surat tersebut dalam ke 2 dan 3, (b) surat bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti

surat-surat itu.5. surat kredit atau surat dagang yang disediakan untuk diedarkan

Ayat (2)1. Mempergunakan salah satu jenis surat palsu atau yang dipalsukan tersebut dalam ayat 91),2. Seakan-akan asli dan tidak dipalsukan,3. Apabila penggunaannya dapat menimbulkan kerugian, dilakukan dengan sengaja.Pada dasarnya dapat dihukum dengan pasal-pasal diatas si pelaku harus menampakkan adanya suatu maksud bahwa penggunaan surat itu, baik yang tersebut dalam Pasal 263 dan Pasal 264 KUHP, seolah-olah asli dan tidak dipalsukan baik dilakukan oleh si pelaku itu sendiri maupun dengan cara menyuruh orang lain untuk menggunakan surat yang dipalsu tersebut seolah-olah asli dan tidak dipalsukan.

6 Unsur-unsur:

1. menggerakkan/membujuk orang lain,2. agar orang lain: menyerahkan sesuatu, membuat utang, menghapuskan piutang,3. dengan menggunakan (alat pembujuk/penggerak): nama palsu, keadaan palsu, rangkaian kata-kata bohong, tipu muslihat.4. dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum

7 Unsur-unsur:

1. Dengan sengaja dan melawan hukum2. Memiliki barang,3. Barangmana sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain,4. Barang tersebut ada padanya bukan karena kejahatan.

10

Page 11: Kejahatan Perbankan

kejahatan, diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling enam puluh rupiah”.

Pasal 374 KUHP8: Penggelapan karena jabatan“Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencariannya atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun”.

Pasal 415 KUHP9:Unsur-unsur:

1. Pegawai negeri atau orang lain yang diwajibkan selalu atau sementara menjalankan suatu jabatan umum,2. Dengan sengaja, 3. Menggelapkan uang atau kertas berharga uanga,4. yang disimpanny akaren ajabatan atau membiarkan uang atau digelapkan orang lain, atau menolong

sebagai pembantu orang itu dalam hal ituberbeda dengan unsur-unsur dari Pasal 372 maupun Pasal 374 KUHP

Aplikasi Ketentuan tindak pidana Pemalsuan, Penggelapan dan Penipuan sebagaimana diatur dalam KUHP sangat terkait dengan jenis tindak pidana perbankan di bidang:– Tindak Pidana di bidang Perkreditan– Tindak Pidana Pembobolan Rekening– Tindak Pidana di bidang Lalu Lintas Giral dan Sistem Pembayaran

A. Tindak Pidana di bidang Perkreditan BankBentuk atau modus tindak pidana di bidang perkreditan antara lain:a. Pemalsuan dokuman (mis: Surat sertifikat tanah) yang dipakai sebagai jaminan kredit b. Markup nilai transaksi jaminan yang tidak sesuai kondisi fisik sebenarnya.c. Barang yang sama dijaminkan berkali-kali dengan atau tanpa sepengetahuan kreditur terdahulud. Mendapatkan kredit berkali-kali untuk proyek yang samae. Mendapatkan kredit dengan jaminan fiktiff. Mandapat kredit untuk proyek fiktifg. Memanipulasi kelengkapan persyaratan kredit yang menyangkut identitas maupun jaminan dengan

tidak memberikan keterangan yang benar pada saat proses maupun terjadi perikatan kredit.h. Memanipulasi transaksi surat-surat berharga berupa commercial paper, certificate of deposito,

obligasi, promes dan lain-lain ataupun memanipulasi transaksi dokumen instrumen perbankan dalam bentuk L/C.

Bentuk atau modus tindak pidana tersebut diatas pada umumnya dapat diamasuk dalam kategori tindak pidana Pemalsuan dan Penipuan. Tindak pidana pemalsuan umumnya banyak berkaitan dengan penipuan atau dengan kata lain tindak pidana pemalsuan bermuara pada penipuan. Penipuan adalah tujuan akhir dari perbuatan pemalsuan baik dalam bentuk pemalsuan warkat bank, pemalsuan sertifikat tanah untuk memperoleh kredit dan lain-lain.

8 Unsur-unsur:

1. Unsur Pasal 372 berlaku dalam pasal ini.Barang yang digelapkan dibawah kekuasannya karena: (a) adanya hubungan kerja secara pribadi, (b) hubungan kerja dalam mata pencaharian akan profesinya, (c) hubungan kerja untuk memperoleh uang sebagai upah.9 Pasal ini dinyatakan tidak berlaku dengan UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.

20/2003 (“UU Tipikor”) dan ketentuan tersebut diambil alih Pasal 8 UU Tipikor yang berbunyi: “Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 dan paling banyak Rp 750.000.000,00, pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.

11

Page 12: Kejahatan Perbankan

B. Tindak Pidana Pembobolan RekeningModus yang sering digunakan dalam melakukan pembobolan rekening nasabah antara lain:

a. Petugas bank sebagai penerima uang setoran dari nasabah yang bersangkutan: (a) melakukan penundaan pembukuan uang setoran dalam rekening nasabah penyetor uang dengan maksud untuk mempergunakan uang itu untuk sementara waktu guna memenuhi kepentingan pribadinya, (b) melakukan pembukuan uang setoran dari seorang nasabah ke dalam rekening nasabah lain, untuk jangka waktu tertentu.

b. Para petugas bank yang menguasai uang setoran dari nasabah telah menggunakn uang setoran itu untuk kepentingan sendiri tanpa mengembalikannya, dalam hal ini pelaku seolah-olah bertindak pemilik atas uang setoran itu.

Contoh kejadian diatas masuk kedalam tindakan pidana penggelapan, walaupun sebenarnya kurang tepat untuk mengkaitkannya dengan Pasal 372, 374 KUHP karena obyek yang dimaksud dalam pasal tersebut adalah barang, bukan uang atau surat berharga (46). Yang lebih tepat adalah Pasal 415 KUHP yang oleh Pasal 1 (1) sub c UU No. 3/1971 telah ditarik dalam tindak pidana korupsi.

C. Tindak pidana di bidang lalu lintas giralTindak pidana di bidang lalu lintas giral ini merupakan pidana yang paling sering dijumpai. Bentuk tindak pidana ini, umumnya yang menjadi korbannya bukan saja bank, tetapi nasabah baik nasabah perorangan maupun badan hukum swasta atau instansi pemerintah. Bentuk atau modus tindak pidana di bidang lalu lintas giral antara lain1. Pemalsuan dan penggunaan surat perintah pembayaran cek maupun surat perintah pemindahbukuan

(bilyet giro) untuk maksud menipu.2. Pemalsuan dan penggunaan aplikasi transfer untuk maksud penipuan.3. Pemalsuan dan penggunaan alat/warkat bank lainnya berupa draft, deposito berjangka dan lain-lain

untuk maksud penipuan.

Dalam tindak pidana di bidang perbankan ini, yang menjadi modus operandinya dapat dikemukan sebagai berikut:a. Tindak pidana pemalsuan cek/bilyet giro

Blanko cek/bilyet giro diperoleh dari mencetak sendiri atau bekerjasama dengan oknum percetakan atau menjadi nasabah bank tertentu. Setelah blanko tersebut diperoleh maka nomor serinya dicocokkan dengan nomor seri cek/bilyet giro milik nasabah yang menjadi sasaran dengan cara menghapus atau mencongkel nomor seri yang ada pada blanko dimaksud. Terhadap cek/bilyet giro yang telah dicongkel nomor serinya, dapat diketahui ciri-cirinya yaitu:- nomor serinya mempunyai warna lebih hitam daripada aslinya, yang disebabkan oleh lem

perekat yang dipergunakannya.- Permukaan pada nomor seri terasa lebih kasar bila diraba dan akan terkelupas bila ditekan terus.

b. Tindak pidana pemalsuan warkat transferWarkat transfer pada umunya tersedia pada bank, sehingga pelaku tindak pidana tidak perlu mencetak sendiri blanko. Data nasabah yang akan dijadikan sasaran, biasanya diperoleh pelaku dari oknum pejabat bank atau dari oknum nasabah sendiri. Tindak pidana dilakukan dengan cara antara lain:1. Transfer dengan teleks

Pelaku bertindak sebagai orang yang akan mentranfer sejumlah uang dan mendatangi bank. Pelaksanaan transfer tersebut dimintakan dengan teleks dan pelaku kemudian menyetor sejumlah uang dengan menyerahkan cek/bilyet giro yang telah dipalsukan. Penerimaan transfer tersebut adalah kawan pelaku yang telah membuka rekening penampungan dengan mempergunakan identitas palsu.

2. Transfer dengan telepon

12

Page 13: Kejahatan Perbankan

dalam hal ini pelaku memerlukan data mengenai:- frekuensi transfer dari bank pengirim ke bank penerima yang akan dijadikan obyek- nama pejabat bank pengirim dengan kodenya dan nama pejabat penerima (bagian transfer)- nomor test (test key) yang diperoleh pelaku dengan mengaku sebagai pejabat bank penerima,

kemudian menilpon bank pengirim yang menyatakan bahwa transfer tanggal untuk beritanya kabur, mohon dibaca ulang (padahal transfer tersebut adalah transfer yang benar atas permintaan pelaku melalui bank pengirim dan beritanya sudah jelas/tidak kabur.

Penerima transfer telah mempersiapkan rekening penampungan dengan identitas palsu. Transfer ini dapat terlaksana, karena adanya bantuan pejabat bank yang dapat mengolah no test dari transfer yang telah dilaksanakan menjadi non test untuk transfer yang dipalsukan. Selanjutnya pelaksana transfer palsu dilakukan cara menilpon dari luar bank dan pelaku mengaku pejabat bank pengirim.

3. Tindak pidana penipuan dengan L/CPada umumnya modus operandi tindak pidana ini adalah pengiriman barang ke luar negeri yang fiktif dengan tujuan untuk mencairkan L/C atas dasar pengajuan dokumen-dokumen ekspor yang dipalsukan. Korban adalah bank penerima L/C (Negotiating bank)

Kasus Bilyet BPD Jakarta, Tempo, 31 Desember 1988

Pada Sabtu siang, 19 November lalu, petugas kliring BPD Cabang Balai Kota Jakarta mebawa pulang 180 giro bilyet dari Bank Indonesia untuk dikliring. Namun ketika menyimak lima giro bilyet bernilai Rp. 1, 7 milyar, petugas bank tersebut tersentak. Diluar dugaan petugas, kali ini BPD mengalami negatif kliring yang nilainya sangat besar. Keadaan itu diluar kelaziman. Para petugas itu curiga. Kelima lembar kertas berharga tersebut tercantum atas nama Kas Pemda DKI yang akan dipindahbukukan ke rekenign PT Sentosa Abadi Jaya, PT Sampurna Persada Melati, PT Sakti Pruba Anugrah, PT Maju Garuda Sakti, dan PT Harapan Jaya Manggal di lime cabang BRI di Jakarta. Setelah diamati ternyata tanda tangan salah satu diantara kelima giro bilyet tersebut meragukan. Tanda tangan tersebut berbeda dengan tanda tangan pejabat Kas Pemda DKI. Bahkan pada data pebukuan BPD yang diteliti, ternyata nomor seri giro bilyet belum pernah digunakan. Untuk lebh meyakinkan pihak BPD mengecek ke si pembuka giro Kas Pemda. Jawaban Kas Pemda: giro bilyet itu memang palsu.Pada har Seninnya, pihak BPD menolak kliring kelima lembar giro bilyet itu. Anehnya hanya satu dari kelima cabang BRI yang menelpon ke BPD, menanyaakan perihal kliring tersebut. Ternyata memang hanya di cabang BRI itulah si pemilik giro bilyet palsu menanyakan nasib gironya. Begitu mendapat jawaban bahwa kliringnya ditolak, bandit itu merasa tak perlu lagi mengecek pada cabang BRI lainnya.

Pembobolan BBD Kebayoran Baru, Majalah Intern BankKomplotan Frits Maringka, Anneke Maringka dan Onny Huwae menjebol BBD Kebayoran Baru hanya dengan pesan telepon dapat mencuri uang BBD Rp. 1,065 milyar. Frits kabarrnya yang mrencankan kejahatan itu. Untuk itu Onny membuka rekening palsu di Citibank dengan identitas palsu seolah-olah bernama Ahmad Adriani. Sekitar Maret 1987, Frits beberapa kali mengirimkanuang dari BBD Karawang, melalui BBD Kebayoran, ke rekening Ahmad di Citibank. Setelah itu, Frits, yang mengaku pejabat BBD Kebayoran menelepon BBD Karawang, dengan alasan berita transfer ke rekening Ahmad itu tak terbaca karena kabur. Ia meminta petugas cabang Karawang membaca ulang perintah transfer itu berikut test keynya. Terpenuhi. Test key cabang Karawang itu kemudian diserahkan Frits ke Anneke. Berkat Annekelah rumus test key bisa dipecahkan komplotanitu. Bermodal hasil itu, dari Hotel Kertika Chnadra Frits memerintahkan BBD Kebayoran kembali mentransfer uang ke rekening Ahmad di Citibank Rp. 1,065 milyar. Pada tanggal 24 Maret 1997, Herman Mulyadi, pegawai sie deposio BBD Kebayoran Baru menerima telepon dari Achmad dengan kode JO 57 A dari bagian transfer BBD cab Karawang. Isinya ada dua transfer

13

Page 14: Kejahatan Perbankan

masuk dari BBD Karawang ke BBD Kebayoran baru. Herman lantas mengecek berita transfer itu baik kode transfer maupun kode identitas pejabat pengirimnya. Cocok! Hari itu juga kedua transfer tersebut dikirim ke giro uang dimaksudkan. Sebagian uang tersebut, Rp. 990,6 juta ditukar komplotan itu ke dolar sekitar US 600 ribu. Jumlah itu mereka bagi tiga, Frits kebagian 200 ribu, Anneke Rp 250 ribu, dan Onny 150 ribu.

Kasus pembobolan Citibank, Tempo, 31 Desember 1988Kasus pembobolan Citibank Jakarta sebesar Rp. 2 milyar terjadi dengan giro bilyet palsu. Cara kerja pelaku yang diotaki Soekanto Suwiryo alias Ahwie ini cukup rapi. Sebelum beroperasi, lebih dulu ia menggarap Sidratul Muntaha, karyawan Citibank. Berkat Muntaha, Ahwie memperoleh info nasabah terbesar di Citibank, yaitu BPD Jakarta dan Hadi Budiman. Taktikpun disusun. Seorang anggota komplotan, Rachman Gani, mengontrak kantor di Jalan Gajah Mada Jakarta dan mendirikan perusahaan “pura-pura” PT Perkasa jaya Utama. Kemudian perusahaan itu memesan mobil kepada PT Kurnia Sari Triguna. Sementara tawar menawar terjadi komplotan lain sibuk membuat bilyet giro citibank palsu atas nama BPD dan Hadi Budiman. Kemudian transaksi itu mereka bayar denga giro bilyet palsu tadi. Yang menarik, pada malam sebelum pembayaran komplotan tersebut berdoa bersama dilanjutkan sembahyang tahajud di rumah seorang dukum, Abdul Raif Ali. Lucunya lagi giro bilyet tersebut dijampi-jampi dulu agar kliringnya bisa berjalan lancar. Esoknya tiga lembar giro bilyet senilai Rp. 1,533 milyar atas nama BPD dan Rp. 300 juta serta Rp. 200 juta atas nama Hadi Budiman, dibawa Ahwie ke PT Kurnia Sari Triguna. Hari itu juga perusahaan penyalur mobil menyetorkan giro itu ke Citibank. Sementara komplotan Ahwie berdoa di sekitar bank. Dua hari kemudian, Perkasa Jaya Utama membatalkan pembelian mobil tersebut. Dengan pembatalan ini PT Kurnia mengembalikan uang Ahwie dan kawan-kawannya dengan cek Bank Duta Ekonomi dan uang kontan. Akibat kejahatan itu, September 1993, Ahwie dihukum selama 5 tahun 9 bulan.

V. Kejahatan Kartu Kredit

Tindak Pidana atau kejahatan Kartu Kredit pada umumnya dapat dijerat dengan ketentuan Pasal Pencurian Pasal 362 KUHP.Barangsiapa mengambil suatu barang, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memilikinya secara melawan hukum, diancam karena pencurian dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

Adapun Modus Kejahatan Kartu Kredit 10:1. Lost/Stolen Card

Pelaku pura-pura menyatakan kartu kreditnya hilan, baik akibat dicuri maupun tercecer. Biasanya si pelaku mendesak supaya kartunay diberi penggantinya Sementara pihak bank cukup sulit mengecek di toko-toko mana saja kartu itu sudah beredar. Paling tidak, butuh waktu dua samapai tiga minggu. Dengan munculnya kartu pengganti, si pelaku makin aman. Sebab dengan tenggang waktu itu bisa dia gunakan untuk bermain dengan kartu lama.

2. Conterfeit CardTerdiri dari pemalsuan dengan magnietic stripe dan pemalsuan tanpa tanda itu. Kartu kredit dibuat persis aslinya, lengkap dengan logo bank atau lembaga yang mengeluarkan. Pelaku merupakan sindikat karena untuk membuat dang mengedarkannya diperlukan jaringan yang mendukung, mulai dari pembuat kartu kredit palsu, pemberi informasi nomor kartu kredit, pengedar, sampai koordinator semua pekerjaan itu. Tak jarang sindikat ini bekerjasama dengan pemiliki toko (merchant).

10 Disampaikan Rajief Jahri, Vice President Citibank sebagaimana dimuat dalam majalah Tempo, 22 Desember 1990.

14

Page 15: Kejahatan Perbankan

3. Re-embossed/Altered CardModus ini menggunakan kartu kredit asli yang telah habis masa berlakunya. Relief nomor dan tanggal asli diratakan, lalu diteimpa lagi (re-embossed) dengan nomor dan tanggal yang baru. Hasilnya memang tak pernah sempurna kalau diamati dengan cemat. Namun toh tetap sempat mengecoh.

4. Re-encoded CardKartu kredit asli yang telah lewat masa berlakunya diganti kode dalam magnetic stripenya. Dengan mesin pendeteksi dan rumus-rumus pemecah kode, mereka mengetahui kode yang terdapat dalam magnetic stripe. Kode-kode itu kemudian mereka ubah, tanpa harus mengganti lembaran magnetis yang menempel di permukaan kartu.

5. Record of Charge PumpingModus ini lebih banyak dimanfaatkan oleh toko-toko yang nakal dengan cara mencetak berulang-ulang kartu kredit konsumen pada lebih dari satu slip transaksi. Biasanya dilakukan pramuria ditempat hiburan, nantinya slip lebih itu diisi dengan transaksi fiktif.

6. White PlasticPemilik toko yang nakal meniru relif nomor-nomor di permukaan kartu kredit asli yang tercetak pada slip transaksi yang pernah terjadi. Relief itu menjadi dasar pembuatan white plastic, yaitu sebuah kartu plastik polos tanpa logo dan tanda-tanda visual yang akan dipasang pada relief nomor kartu kredit yang ditiru. Cara itu, sangat sederhada dan paling berbahaya buat lembaga yang mengeluarkan kartu kredit. Slip “aspal” itu baru terbongkar jika si pemilik kartu asli protes karena muncul tagiahan-tagihan yang tak dikenalnya. Di bebarapa negara ditemukan model yang dilengkapi magnetic stripe.

7. Split ChargeModus ini merupakan kerja yang rapi antara pemilik kartu palsu dengan pemilik toko. Caranya dengan pemecahan transaksi jumlah besar dalam berbagai slip yang berisi transaksi bernilai kecil. Misalnya transaksi senilai Rp. 2 juta dipecah dalam 10 slip agar mereka tidak terkena otorisasi atau bisa belanja dia atas batas maksimum. Di Indonesia kasus seperti ini banyak ditemui di toko emas dan biro perjalanan.

8. Spending SpreeSetelah menghindari otorisasi, pemilik kartu kredit yang jahil punya cara menghindari blocking bank pengeluaran kartu kredit akibat pemakaian kartu yang melampaui batas. Caranya denga melakukan transaksi bernilai kecil tapi sesering mungkin. Sasarannya adalah toko kecil yang tentunya repot mendeteksi.

9. Non-received CardModus ini terjadi karena peluang yang berkaitan dengan pengiriman karu kredit. Bisa terjadi kartu kredit memang tak samapai pada pemilik dan digunakan orang yang tak berhak. Bisa pula pemilik menerima kartu itu tapi menyangkal setelah ditagih. Pernah pula pemilik kartu kredit memberikan sebuah alamat yang jelas sementara alamat mereka yang sebenarnya susah dicari. Pernah terjadi 12 orang karyawan sebuah perusahaan meminta kartu kredit Visa dengan alamat jaminan yang diberikan adalah alamat perusahaan dan akte surat izin usahnya. Selang sebulan, ketika ditagih, seluruh karyawan dan perusahaannya lenyap.

10. Solicited CardModus ini terjadi akibat informasi nomor dan kode kartu kredit yang asli diberikan pada sindikat. Pemberian dapat dilakukan oleh pemilik asli untuk mengurus keuangan, kredit atau juga karyawan penerbit kartu. Pemegang baru kaget ketiga tagihannya menggelembung.

11. Mail Order FraudModus ini sering terjadi di negara yang kartu kreditnya dapat dikirim lewat kantor pos. Pelakunya biasanya amatir dan dilakukan orang dalam pegawai pos.

Berikut adalah tips agar Anda terhindar dari penipuan atau pencurian kartu kredit11:- Simpan kartu kredit Anda di tempat yang aman. - Jangan berikan nomor kartu kredit lewat telepon kecuali jika Anda yang melakukan panggilan telepon.- Pakailah kartu yang memiliki fitur keamanan.

11 http://www.citibank.co.id/portal/usewisely/bahasa/kartu_kredit.htm

15

Page 16: Kejahatan Perbankan

- Lingkari total pembelian pada slip transaksi untuk mencegah penyalahgunaan perubahan nilai total tagihan.

- Jangan pernah menandatangani slip transaksi yang kosong.- Simpan dengan baik slip transaksi Anda. Selalu bandingkan slip transaksi dengan tagihan bulanan Anda.

Jika terdapat perbedaan atau kesalahan, segera laporkan dalam kurun waktu sesuai dengan peraturan penerbit kartu kredit yang bersangkutan.

- Catat nomor kartu, tanggal jatuh tempo dan nomor telepon penerbit kartu. Simpan data ini di tempat yang aman dan terpisah dari kartu Anda. Gunakan bila perlu, misalnya untuk melaporkan penipuan atau kehilangan.

- Jangan pernah mencatat nomor kartu kredit Anda dan meletakannya di sembarang tempat.- Jangan pernah mencatat nomor PIN pada kartu kredit Anda atau menyimpannya di dompet.- Bawa kartu yang diperlukan saja, terutama saat bepergian.

VI. Ketentuan Perundangan Perbankan untuk Pencegahan Kejahatan Perbankan

Tindak kejahatan yang dilakukanpun semakin beragam dan kompleks. Dari mulai pembobolan kartu kredit, pemalsuan kartu ATM, pemindahbukuan secara ilegal, transfer fiktif, surat tagihan bodong, NCD fiktif sampai kredit fiktif. Kejahatan yang relatif kecil dan dilakukan oleh pegawai rendahan biasanya terjadi karena kelemahan dalam sistem prosedur di dalam bank. Kejahatan besar yang dilakukan manajemen puncak dan pemilik bank biasanya bukan karena kelemahan prosedur internal, tetapi lebih diakibatkan kelemahan karakter bankir.Pelaku tindak pidana di bidang perbankan meliputi:a. Anggota masyarakat tertentu yang telah berulang kali melakukan tindak pidana perbankan.b. Mantan pejabat/karyawan bank yang telah diberhentikan dengan tidak hormat, karena melakukan tindak

pidana atau pelanggaran adminimistrasi.c. Oknum pejabat/karyawan bank yang telah mengalami kejenuhan atau frustasi atau bekerja sama dengan

pihak ketiga diluar bank.

Pelaku kejahatan yang berasal dari dalam bank dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Manajemen puncak yang terdiri dari pemilik, direksi dan komisaris. Kejahatan yang dibuat mereka

biasanya berskala besar dan dapat menyebabkan bank yang bersangkutan terkena likuidasi. Manajemen madya yang terdiri dari kepala cabang, bagian, divisi dan wilayah. Kejahatan yang

dibuat oleh mereka biasanya juga berskala menengah sesuai dengan tingkat otorisasi yang mereka miliki. Jarang ada kasus yang sampai menyebabkan sebuah bank ditutup karenanya.

Pegawai bank di level operasional setingkat front liner, account officer, dan staf bagian. Dibanding dengan yang lainnya, kerugian yang ditimbulkan relatif paling kecil.

Sedangkan faktor-faktor yang menyababkan terjadinya tindak pidana di bidang perbankan adalah: Kelemahan sistem dan prosedur operasional internal bank Kelemahan sistem pengawasan internal bank Masalah karakter pejabat dan nasabah bank Lemahnya penerapan sanksi terhadap pelaku tindak pidana. Semakin canggihnya teknologi

Dibawah ini merupakan perundang-udnagan perbankan yang ditujukan untuk mencegah terjadinya tindak pidana perbankan.

1. Sistem Informasi antar bank

16

Page 17: Kejahatan Perbankan

Tukar menukar informasi antar bank dimaksudkan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, antara lain guna mencegah kredit rangkap serta mengetahui keadaan dan status dari suatu bank yang lain. Dengan demikian bank dapat menilai tingkat risiko yang dihadapi, sebelum melakukan suatu transaksi dengan nasabah atau dengan bank lain.

Sistem Informasi Debitur (SID)Pelapor wajib menyampaikan Laporan Debitur kepada BI secara lengkap, akurat, terkini, utuh,dan tepat waktu, setiap bulan untuk posisi akhir bulan. Laporan debitur wajib disusun sesuai dengan pedoman penyusunan laporan debitur yang ditetapkan oleh BI. Guna menjamin kebenaran, kelengkapan, kekinian isi laporan, dan ketepatan waktu penyampaian laporan debitur serta keamanan penerimaan informasi debitur, Pelapor menyusun kebijakan, sistem dan prosedur yang dituangkan dalam suatu pedoman tertulis yang disetujui oleh Direksi dari Pelapor. Pihak yang wajib menjadi Pelapor SID adalah Bank Umum dan BPR yang memiliki total aset 10 miliar rupiah dalam 6 (enam) bulan berturut-turut.

2. Direktur Kepatuhan

Bank Umum wajib menugaskan salah seorang anggota direksi atau anggota pimpinan Kantor Cabang Bank Asing sebagai Direktur Kepatuhan yang bertugas untuk :a. menetapkan langkah-langkah yang diperlukan guna memastikan bank telah memenuhi seluruh

peraturan BI dan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku dalam rangka pelaksanaan prinsip kehati-hatian;

b. memantau dan menjaga agar kegiatan usaha bank tidak menyimpang dari ketentuan yang berlaku;

c. memantau dan menjaga kepatuhan bank terhadap seluruh perjanjian dan komitmen yang dibuat oleh bank kepada BI.

3. Satuan Kerja Audit Internal

Bank Umum diwajibkan membentuk SKAI sebagai bagian dari penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank. SKAI merupakan satuan kerja yang bertanggung jawab langsung kepada direktur utama. SKAI bertugas dan bertanggung jawab untuk:a. membantu tugas direktur utama dan dewan komisaris dalam melakukan pengawasan dengan cara

menjabarkan secara operasional baik perencanaan, pelaksanaan maupun pemantauan hasil audit:b. membuat analisis dan penilaian di bidang keuangan, akuntansi, operasional dan kegiatan lainnya

melalui pemeriksaan langsung dan pengawasan tidak langsung;c. mengidentifikasi segala kemungkinan untuk memperbaiki dan meningkatkan efisiensi penggunaan

sumber daya dan dana;d. memberikan saran perbaikan dan informasi yang objektif tentang kegiatan yang diperiksa pada

semua tingkatan manajemen.

4. Penerapan Manajemen Risiko

Bank wajib menerapkan manajemen risiko secara efektif, baik untuk bank secara individual maupun bank secara konsolidasi dengan perusahaan Anak. Penerapan manajemen risiko tersebut paling kurang mencakup:a. pengawasan aktif dewan Komisaris dan Direksi;b. kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit;c. kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko serta sistem

informasi Manajemen Risiko; dand. sistem pengendalian intern yang menyeluruh.

Bank umum konvensional wajib menerapkan manajemen risiko untuk seluruh risiko yaitu: risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko reputasi, risiko strategik, dan risiko

17

Page 18: Kejahatan Perbankan

kepatuhan. Bank Umum Syariah wajib menerapkan manajemen risiko paling kurang 4 jenis risiko, yaitu risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, dan risiko operasional.

5. Know Your Customer Principle

Prinsip Mengenal Nasabah didefinisikan sebagai prinsip yang diterapkan bank untuk mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan (Pasal 1 angka 2 Peraturan Bank Indonesia No. 3/10/PBI/2001 sebagaimana diubah terakhir kali Dengan PBI No. 5/ 21 /PBI/2003 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah).

Dalam rangka menerapkan KYC, bank wajib:a. menetapkan kebijakan penerimaan nasabah;b. menetapkan kebijakan dan prosedur dalam mengidentifikasi nasabah;c. menetapkan kebijakan dan prosedur pemantauan terhadap rekening dan transaksi nasabah;d. menetapkan kebijakan dan prosedur manajemen risiko yang berkaitan dengan penerapan

Prinsip Mengenal Nasabah.

Referensi

Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Laporan Akhir Penelitian Masalah-Masalah Hukum Hukum Kejahatan Perbankan, 1992.

Irsan, Koesparmono, Kejahatan di Bidang Perbankan, Seminar Kejahatan Di Bidang Perbankan, Bank Indonesia, 1989

Marpaung, Laden, Kejahatan Terhadap Perbankan, Erlangga, 1993.

Siahaan, NHT, Money Laundering & Kejahatan Perbankan, Jala Permata, Jakarta, 2008

Sulaiman, Robintan, Kejahatan Korporasi Perbankan, Deltacitra Grafindo, 2000.

18

Page 19: Kejahatan Perbankan

19