bab i pendahuluan a. latar belakangeprints.umm.ac.id/38866/2/bab i .pdflingkungan hidup, sumber...

14
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia yang berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang pula. Belakangan ini, sering terjadi berbagai perubahan dalam masyarakat Indonesia yang kemudian dikenal sebagai krisis moral. Tingkat kesejahteraan yang rendah mengakibatkan sebagian masyarakat lebih cenderung tidak mempedulikan norma atau kaidah hukum yang berlaku. Tingginya tuntutan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan untuk mempertahankan hidup, sebagian masyarakat akhirnya memilih untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan caracara yang tidak sesuai dengan norma serta kaidah hukum yang berlaku. 1 Kemajuan peradaban dan budaya manusia, dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi terutama kecanggihan informasi, komunikasi, dan transportasi sudah mendunia, dan menjadikan planet bumi menjadi semakin kecil dan seolah olah tidak terbatas, sehingga kejadian di salah satu tempat di bumi ini dengan cepat dan dalam waktu yang singkat bahkan bersamaan dapat diketahui di belahan bumi lainnya. Globalisasi di segala bidang berjalan ekstra cepat sehingga tidak mungkin satu Negara mengisolasi diri secara politik, social-budaya, ekonomi dan hokum dalam keterkaitan antarnegara. 1 Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Pidana Indonesia dan Gelagat Kriminalitas Masyarakat Pascaindustri,Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Pada FH-UNPAR, (Bandung, 1991), hlm. 10

Upload: truongtruc

Post on 01-May-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia yang berjalan seiring

dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana

manusia tumbuh dan berkembang pula. Belakangan ini, sering terjadi berbagai

perubahan dalam masyarakat Indonesia yang kemudian dikenal sebagai krisis

moral. Tingkat kesejahteraan yang rendah mengakibatkan sebagian masyarakat

lebih cenderung tidak mempedulikan norma atau kaidah hukum yang berlaku.

Tingginya tuntutan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan untuk mempertahankan

hidup, sebagian masyarakat akhirnya memilih untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya dengan caracara yang tidak sesuai dengan norma serta kaidah hukum

yang berlaku. 1

Kemajuan peradaban dan budaya manusia, dibidang ilmu pengetahuan dan

teknologi terutama kecanggihan informasi, komunikasi, dan transportasi sudah

mendunia, dan menjadikan planet bumi menjadi semakin kecil dan seolah olah

tidak terbatas, sehingga kejadian di salah satu tempat di bumi ini dengan cepat dan

dalam waktu yang singkat bahkan bersamaan dapat diketahui di belahan bumi

lainnya. Globalisasi di segala bidang berjalan ekstra cepat sehingga tidak mungkin

satu Negara mengisolasi diri secara politik, social-budaya, ekonomi dan hokum

dalam keterkaitan antarnegara.

1Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Pidana Indonesia dan Gelagat Kriminalitas Masyarakat

Pascaindustri,Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Pada FH-UNPAR, (Bandung, 1991), hlm.

10

2

Kehidupan ekonomi antar Negara dengan Negara lain semakin saling

tergantung, sehingga ketentuan hokum dibidang perdagangan internasional dan

bisnis transnasional semakin diperlukan. Soedjono Dirdjosisworo menyatakan

bahwa :

“Kejahatan sekarang menunjukkan bahwa kemajuan ekonomi juga

menimbulkan kejahatanbentuk baru yang tidak kurang bahaya dan

besarnya korban yang diakibatkannya. Indonesia dewasa ini sudah

dilanda kriminalitas kontemporer yang cukup mengancam

lingkungan hidup, sumber energi, dan pola-pola kejahtan di bidang

ekonomi seperti kejahatan bank, kejahtan komputrt, penipuan

terhadap konsumen berupa barang-barang produksi kualitas rendah

yang dikemas indah dan dijajakan lewat advertensi secara besar-

besaran, dan bebagai pola kejahatan korporasi yang beroperasi lewat

penetrasi dan penyamaran.”2

Salah satu bentuk kejahatan yang masih sangat banyak terjadi di

masyarakat yaitu penipuan, dan penggelapan. Bagi para oknum, tindak pidana

tersebut tidaklah begitu sulit untuk dilakukan. Penipuan dapat terlaksana cukup

dengan bermodalkan kemampuan berkomunikasi yang baik sehingga seseorang

dapat meyakinkan orang lain. Saat ini banyak terjadi tindak pidana penipuan,

bahkan telah berubah dengan berbagai macam bentuk. Perkembangan ini

menunjukkan semakin tingginya tingkat intelektualitas dari pelaku kejahatan

penipuan dan penggelapan.

2ibid

3

Penipuan terhadap harta kekayaan akan timbul karena adanya 2 tingkat kehidupan

masyarakat rendah sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai

kehidupan.3

Nilai-nilai kehidupan masyarakat yang rendah, memiliki peluang tertentu

kepada sebagian masyarakat untuk melakukan suatu tindak pidana yang erat

hubungannya dengan kepercayaan dan harta kekayaan, yaitu tindak pidana

penipuan. Tindak pidana penipuan merupakan salah satu kejahatan yang

mempunyai objek terhadap benda atau barang untuk dimiliki secara pribadi.

Penipuan adalah suatu bentuk obral janji. Sifat umum dari obral janji itu adalah

bahwa orang dibuat keliru, dan oleh karena itu ia rela menyerahkan barang atau

uangnya.

Kejahatan penipuan itu termasuk “materieel delict” artinya untuk

kesempurnaannya harus terjadi akibat. Sebagaimana diatur dalam Buku Kedua

Bab XXV Pasal 378 KUHP, yaitu:

"Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau

orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau

martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian

kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda

kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang,

3Tri Andrisman .Delik Tertentu dalam KUHP . Bandar Lampung :Unila 2011.hlm. 176

4

diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)

tahun. 4

Kejahatan berupa penipuan dan penggelapan diancam dengan sanksi

pidana, dalam penegakannya masih kurang memiliki efek jera terhadap

pelanggarannya, karena dalam penegakan hukum pidana tidak hanya cukup

dengan diaturnya suatu perbuatan yang diatur dalam undang-undang, namun

dibutuhkan juga aparat hukum sebagai pelaksana atas ketentuan undang-undang

serta lembaga yang berwenang untuk menangani suatu kejahatan seperti

kepolisian, kejaksaan dan pengadilan.

Salah satu kejahatan yang masih banyak terjadi yaitu penipuan yang

menawarkan harga paket promo perjalanan umrah yang sangat murah di bawah

harga standart yang dilakukan oleh Biro Perjalanan Umrah. Biro perjalanan

Umroh adalah usaha penyedia jasa perencanaan atau jasa pelayanan

penyelenggaraan ibadah Umroh. Biro perjalanan Umroh merupakan suatu badan

usaha yang dapat memberikan pelayanan tentang segala sesuatu yang

berhubungan dengan dunia perjalanan ibadah umroh dan umroh. Keberadaan biro

perjalanan akan lebih memudahkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan yang

diinginkan. Biro perjalanan umroh dan umroh memberikan jasa dengan tanggung

jawab penuh terjadap pengguna jasa sehingga memberi perlindungan penuh

terhadap pengguna jasa apabila terjadi sesuatu kejadian yang tidak diinginkan.

4 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 378

5

Penipuan yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab yang

terhadap calon jamaah terutama kepada calon jamaah yang kurang jeli dalam

memilih biro perjalanan. Penipuan terhadap penyelenggaraan ibadah umrah yang

melanggar kewenangan dan penyalahgunaan hak, walaupun pemerintah telah

mengeluarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan

Ibadah Umroh yang telah berlangsung kurang lebih 4 tahun diberlakukannya,

namun masih banyak biro perjalanan umrah yang melakukan penipuan kepada

calon jemaah umrah.5

Di tahun 2017, kembali terjadi biro perjalanan umrah “nakal” yang saat ini

sedang menjadi sorotan yaitu Biro Perjalanan Umrah PT. First Anugerah Karya

Wisata (First Travel). Pemilik First Travel diduga telah melakukan tindak pidana

penipuan, penggelapan, dan pencucian uang dengan modus umrah. Dalam kasus

ini Polisi telah menetapkan tiga tersangka yaitu pemimpin dan pemilik First

Travel, pasangan suami-istri Andika Surachman dan Anniesa Devitasari Hasibuan

serta Direktur Keuangan First Travel yaitu Siti Nuraidah Hasibuan. 6Terkait

dengan kasus First Travel, tulisan ini bermaksud untuk mengkaji tanggung jawab

First Travel atas dugaan tindak pidana penggelapan, penipuan, dan pencucian

uang dengan modus umrah yang telah dilakukannya karena selaku pemilik dan

pemimpin First Travel, tersangka harus mempertanggungjawabkan tindak pidana

yang diduga telah dilakukannya. First Travel diduga telah melakukan penipuan

dengan modus menawarkan paket promo umrah yang sangat murah yaitu

5Undang-Undang No.13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Umrah 6Pelapor Terus Bertambah Calon Jemaah Rugi Rp 848 M”, Media Indonesia, 23 Agustus 2017,

hlm. 23.

6

Rp14,3juta untuk paket regular dan Rp54 juta untuk paket VIP. Paket promo

umrah tersebut berhasil menarik banyak calon jamaah. Jumlah calon jamaah yang

terdaftar di First Travel mencapai 72.672 orang. Namun sebagian besar calon

jamaah tersebut gagal berangkat umrah, dengan total nilai kerugian Rp848,7

miliar. Sejak Desember 2016 hingga Mei 2017, First Travel hanya mampu

memberangkatkan 14.000 jamaah, sedangkan 58.682 calon jamaah lainnya

merugi. Para calon jamaah yang merugi tersebut menyampaikan laporannya ke

crisis centre Bareskrim Polri. Total pelapor mencapai 4.043 orang. Terdapat

laporan lainnya yang disampaikan melalui email yaitu sebanyak 2.280 laporan.

Dalam kasus penipuan umrah oleh First Travel tersebut, jamaah dijanjikan

mendapatkan fasilitas umrah sekelas VIP dengan biaya umrah hanya sebesar

Rp14,3 juta. Biaya tersebut jauh di bawah harga standar minimal biaya umrah

yang ditetapkan oleh Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah RI

(AMPHURI) dan Kemenag RI yaitu sebesar 1.700 USD atau setara dengan

Rp22,61 juta per orang. Selisih biaya Rp8,31 juta tidak diperoleh dari hasil

keuntungan perusahaan, melainkan ditutupi dengan menggunakan uang yang

terkumpul dari jamaah umrah periode berikutnya. First Travel sengaja

memberangkatkan jamaah dalam jumlah kecil sehingga ada tenggang waktu untuk

dapat menggunakan uang yang ada untuk memberangkatkan jamaah yang terlebih

dahulu mendaftar. Kerugian calon jamaah umrah mencapai Rp839,12 miliar.

7Angka tersebut belum termasuk biaya tambahan Rp2,5 juta yang diminta First

Travel pada bulan Mei dengan dalih biaya carter pesawat. First Travel juga

7First Travel Yakin Umrahkan Jamaah”, Republika, 22 Agustus 2017, hlm. 3

7

menawarkan paket Ramadhan dengan biaya tambahan Rp3 juta hingga Rp8 juta

per jamaah. Total kerugian jamaah dengan dalih ini mencapai Rp9,54 miliar.

Tidak hanya merugikan jamaah, Bareskrim Polri juga telah menerima aduan utang

sebesar Rp9,7 miliar First Travel ke provider visa, tiga hotel di Mekah dan tiga

hotel di Madinah dengan total Rp24 miliar, serta ke penyedia tiket penerbangan

sebesar Rp85 miliar.8

Dari aspek hukum, tanggung jawab hukum First Travel dapat dilihat dari

aspek perdata, pidana, dan administratif. Dari aspek perdata, First Travel telah

melakukan wanprestasi tidak memberangkatkan calon jamaah umrah, selain juga

telah melakukan perbuatan melawan hukum (onrechmatige daad dalam Bahasa

Belanda dan Tort dalam Bahasa Inggris). Oleh karena itu First Travel dapat

dituntut secara perdata untuk memenuhi perikatan yaitu memberangkatkan calon

jamaah untuk umrah ke tanah suci. Pemenuhan kewajiban ini tidak boleh

dilakukan sendiri oleh First Travel karena ijin operasional First Travel sebagai

penyelenggara ibadah umrah telah dicabut oleh Kemenag RI. Pemenuhan

kewajiban First Travel tersebut dapat diselenggarakan oleh Biro Perjalanan

Umrah lainnya, namun atas biaya First Travel. Alternatif lainnya, First Travel

dapat dituntut dengan pembatalan perikatan sehingga harus mengembalikan uang

yang telah disetorkan oleh calon jamaah umrah untuk berangkat ke tanah suci.

Terkait dengan pertanggungjawaban perdata tersebut, Majelis Hakim sidang

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Pengadilan Negeri Jakarta

Pusat memutuskan First Travel memiliki hutang ke penggugat dan mengabulkan

8 ibid

8

gugatan PKPU dari 3 nasabah First Travel. Ketiga nasabah tersebut adalah

Hendarsih, Ananda Perdana Saleh, dan Euis Hilda Ria. Berdasarkan Pasal 225

ayat (3) dan ayat (4) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang, Majelis menganggap permohonan PKPU

beralasan untuk dikabulkan. Dengan dikabulkannya PKPU maka First Travel

dinyatakan “hidup” dan dapat dimintai pertanggungjawabannya secara perdata

untuk memberangkatkan calon jamaah umrah atau mengembalikan biaya umrah.

9Dari aspek pidana, pertanggungjawaban pidana dapat dimintakan kepada First

Travel karena dinilai telah melakukan kesalahan. Kesalahan merupakan hal yang

sangat penting untuk mempidana seseorang karena di dalam hukum pidana

dikenal asas “tiada pidana tanpa kesalahan (geen straf zonder schuld)”.10 Terkait

dengan hal ini, ada beberapa kesalahan atau tindak pidana yang diduga telah

dilakukan oleh First Travel. Dari aspek administratif, pertanggungjawaban

administratif telah dikenakan kepada First Travel karena telah melakukan

pelanggaran kebijakan atau ketentuan hukum administratif. First Travel telah

dikenai sanksi administratif berupa pencabutan ijin operasional oleh Kemenag RI.

Dengan adanya pencabutan izin tersebut, First Travel tidak dapat

menyelenggarakan ibadah umrah lagi.

Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait tindak

pidana yang mengatasnamakan Biro Perjalanan Umrah dengan judul :

9Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia Suatu Pengantar, Bandung: Refika Aditana, 2011 10 ibid

9

“ TINJAUAN HUKUM PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA

KORPORASI SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA DITINJAU DARI

HUKUM PIDANA INDONESIA”

B. RumusanMasalah

Dari uraianlatarbelakangdiatasdapatdiidentifikasikanbeberapamasalah

yang kemudiandirumuskansebagaiberikut :

1. Bagaimana konstruksi hukum yang menjadikan korporasi sebagai pelaku

tindak pidana ?

2. Bagaimana rekonstruksi hukum pertanggungjawaban pidana terhadap

korporasi sebagai pelaku tindak pidana ?

C. TujuanPenelitian

Tujuan dari penelitian dari skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan mengkaji korporasi dapat dijadikan pelaku tindak

pidana sesuai dengan Hukum Pidana yang berlaku di Indonesia.

2. Untuk Mengetahui dan Mengkaji Rekonstruksi Hukum

Pertanggungjawaban PidanaKorporasi sebagai pelaku tindak pidana

sesuai dengan Hukum yang berlaku di Indonesia.

D. ManfaatPenelitian

Manfaat penelitian ini ialah sebagai berikut:

1. bagi mahasiswa, memberikan pengetahuan tentang Konstruksi Hukum

yang menjadikan Korporasi sebagai pelaku tindak pidana beserta

rekonstruksi hukum Pertanggungjawaban Pidana korporasi sebaga pelaku

tindak pidana sesuai dengan Hukum yang berlaku di Indonesia.

10

2. bagi masyarakat memberikan sumbangsih dari hasil penelitian ini untuk

meningkatkan pengetahuan dan wacana baru mengenai Konstruksi Hukum

yang menjadika korporasi sebagai pelaku tindak pidana beserta

rekonstruksi hukum Pertanggungjawaban Pidana korporasi sesuai dengan

Hukum yang berlaku di Indonesia.

3. bagi penulis, penelitian ini sebagai sarana dalam mengembangkan

wawasan pengetahuan penulis dalam hal Pertanggungjawaban Pidana yang

menjadikan korporasi sebagai pelaku tindak pidana sesuai dengan Hukum

yang berlaku di Indonesia. Selain itu, juga sebagai penulisan tugas akhir

yang merupakan syarat agar dapat memperoleh gelar sarjana hukum di

Fakultas Hukum Muhammadiyah Malang.

E. Kegunaan

Dengan diadakannya penulisan penelitian ini diharapkan dapat

memberikan sumbangsih pemikiran bagi Pemerintah dan para penegak

hukum yang berkaitan dengan Konstruksi hukum yang menjadikan korporasi

sebagai pelaku tindak pidana beserta Rekonstruksi hukum

Pertanggungjawaban Pidana sesuai dengan Hukum yang berlaku di Indonesia.

F. Metodepenulisan

1. Metode Pendekatan

Metode pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini ialah

metode yuridis normatif. Yuridis normatif ialah bentuk penelitian hukum

yang melihat hukum sebagai norma khususnya yang berkaitan dengan

Pertanggung Jawaban Pidana korporasi sebagai pelaku tindak pidanasesuai

11

dengan Hukum yang berlaku di Indonesia.Pendekatan-pendekatan yang

digunakan sebagaimana lazimnya dalam penelitian hukum adalah

pendekatan undang-undang (statute approach), dan pendekatan konseptual

(conceptual approach).

Pendekatan Undang-Undang ditujukan dengan penggunaan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan Peraturan Perundang-

undangan dibawahnya. Sedangkan pendekatan konseptual dilakukan

dengan cara menelaah doktrin atau pandangan ahli yang berkembang

dalam konsep tindak pidana dan pertanggung jawaban pidana. Sehingga

penulisan/penelitian ini dapat menghasilkan sebuah kajian yang

komprehensif.

2. JenisBahanHukum

Proses penulis dalam hal mengumpulkan bahan hukum, penulis

menggunakan tiga jenis bahan hukum yaitu:

a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat Autoratif,

artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari

Perundang-undangan, catatan-catatan resmi, atau risalah didalam

pembuatan Peraturan Perundang-undangan dan putusan-putusan

hakim.11 Bahan hukum primer yang digunakan penulis dalam penulisan

ini antara lain:

1) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun

1945

11 Peter Mahmud Marzuki.2009.Penelitian Hukum.Jakarta. Kencana Prenada Mulia.Hal.141

12

2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan

Ibadah Haji dan Umrah

4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang menunjang bahan

hukum primer. dalam hal ini berupa semua publikasi tentang hukum

yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tersebut

meliputi buku-buku teks, jurnal-jurnal hukum, artikel ilmiah internet,

pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum dan penulisan-penulisan

lainnya12 yang berkaitan dengan keilmuan Hukum Pidana, seperti tema

Tindak Pidana, Pertanggung Jawaban Pidana dan lainnya yang

berkaitan dengan variabel-variabel penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang menunjang bahan

hukum primer dan bahan hukum sekunder. Dalam hal ini memberikan

petunjuk atau penjelasan bahan-bahan hukum primer dan sekunder

seperti kamus besar bahasa indonesia, kamus hukum dan eksilopedia.

3. TeknikPengumpulanBahanHukum

Teknik yang dipergunakan untuk menelusuri dan mengumpulkan

bahan hukum yang diperlukan melalui library research (studi

12 Jhony Ibrahim.2006.Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif.Malang. Bayumedia.Hal.

392

13

kepustakaan). Proses penelusuran dan pengumpulan bahan hukum

tersebut dengan melakukan pencarian ke beberapa perpustakaan di

perguruan tinggi antara lain di Universitas Muhammadiyah Malang,

Universitas Brawijaya dan Universitas lainnya,

4. AnalisaBahanHukum

Analisa bahan hukum adalah analisa terhadap bahan hukum dalam

penulisan hukum yang normatif adalah analisa isi (content analysis),

analisa kesesuaian dan analisa keselarasan.13

Setelah keseluruhan bahan hukum telah terkumpul selanjutnya

penulis akan memulai analisis. Analisis yang mana permasalahan hukum

yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan akan dikaji dan

dianalisa dengan kaidah-kaidah dan teori-teori hukum, agar dapat

menjawab permasalahan dengan ilmiah, obyektif, komprehensif dan

dapat dipertanggungjawabkan. Untuk memfokuskan analisa tersebut,

norma-norma dan teori-teori yang harus diutamakan ialah yang berkaitan

langsung dengan Pertanggung Jawaban Pidana dalam kasus Pelayanan

Jasa Umrah oleh PT Anugerah Karya Wisata sesuai dengan Hukum yang

berlaku di Indonesia.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan hukum ini dibagi dalam empat bab. Adapun sistematika yang

dimaksud adalah sebagai berikut.

13Pedoman penulisan hukum.2012.fakultas hukum UMM.hal 19

14

BAB I: PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan pendahuluan yang diawali dengan latar belakang,

rumusan permasalahan yang yang diturunkan dari latar belakang masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian

dan sistematika penelitian. Sub-bab metode penelitian di uraikan lebih lanjut

mengenai metode pendekatan, jenis bahan hukum, tehnik pengumpulan bahan

hukum dan analisa bahan hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang kajian-kajian teoritik yang berkaitan dengan

permasalahan Pertanggung Jawaban Pidana korporasi sebagai pelaku tindak

pidana berdasarkan Hukum yang berlaku di Indonesia.

BAB III: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi pembahasan konstruksi hukum yang menjadikan korporasi

sebagai pelaku tindak pidana beserta Rekonstruksihukum Pertanggung

Jawaban Pidana korporasi sebagai pelaku tindak pidana. Yang berdasarkan

teori-teori dan konsep-konsep yang terdapat di dalam bab sebelumnya.

BAB IV: PENUTUP

Terdapat dua sub-bab dalam bab penutup yaitu kesimpulan yang berisikan

hasil dari BAB III. Selanjutnya saran yang berisikan rekomendasi penulis

terhadap pihak-pihak yang berkaitan atas permasalahan yang dikaji/diteliti.