prinsip dan cara penjadwalan imunisasi

12
PRINSIP DAN CARA PENJADWALAN IMUNISASI PENDAHULUAN Akhir-akhir ini banyak asumsi dari orang tua di masyarakat sekitar tentang tidak ada manfaatnya imunisasi terhadap anak- anaknya. Asumsi terjadi oleh karena beberapa hal, termasuk kurang patuhnya orang tua terhadap jadwal imunisasi yang telah ditetapkan sebelumnya yang berakibat tidak adanya efek booster pada beberapa imunisasi. Selain itu, beberapa orang tua mengaku bahwa meraka tetap datang untuk mengikuti jadwal imunisasi akan tetapi karena kesibukan dan tuntutan ekonomi meminta jalan alternatif untuk penjadwalan imunisasi. Hal ini diperparah dengan tenaga medis yang memperbolehkan jadwal alternatif tersebut (Diekema, 2012 dan IDAI, 2008) Masyarakat di negara maju, seperti amerika, mengalami outbreak pertusis campak, dan influeza disebabkan karena ketidak percayaan masyarakat untuk mengikuti jadwal imunisasi. Bahkan hampir kebanyakan masyarakat dinegara berkembang menilai bahwa imunisasi tidak ada gunanya. Hal ini dikarenakan beberapa hal yakni ketidakpahaman tentang imunisasi dan ketidakpahaman tentang pentingnya penjadwalan yang sudah diatur sedemikian rupa. Selain itu, pengalaman, filosofi dan kepercayaan masyarakat dijadikan dasar untuk tidak mengikuti imunisasi. Dibutuhkan tenaga medis yang profesional tidak hanya dalam tindakan imunisasi tapi juga penyuluhan baik tentang pentingnya imunisasi secara dasar dan prosedur jadwal yang sudah ditentukan demi kesehatan masyarkat pada umumnya. Keraguan tentang manfaat dan keamanan imunisasi perlu ditanggapi secara aktif. Apabila orang tua mendapat jawaban

Upload: baim-muach

Post on 30-Nov-2015

32 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Prinsip Dan Cara Penjadwalan Imunisasi

PRINSIP DAN CARA PENJADWALAN IMUNISASI

PENDAHULUAN

Akhir-akhir ini banyak asumsi dari orang tua di masyarakat sekitar tentang tidak ada

manfaatnya imunisasi terhadap anak-anaknya. Asumsi terjadi oleh karena beberapa hal,

termasuk kurang patuhnya orang tua terhadap jadwal imunisasi yang telah ditetapkan

sebelumnya yang berakibat tidak adanya efek booster pada beberapa imunisasi. Selain itu,

beberapa orang tua mengaku bahwa meraka tetap datang untuk mengikuti jadwal imunisasi

akan tetapi karena kesibukan dan tuntutan ekonomi meminta jalan alternatif untuk

penjadwalan imunisasi. Hal ini diperparah dengan tenaga medis yang memperbolehkan

jadwal alternatif tersebut (Diekema, 2012 dan IDAI, 2008)

Masyarakat di negara maju, seperti amerika, mengalami outbreak pertusis campak, dan

influeza disebabkan karena ketidak percayaan masyarakat untuk mengikuti jadwal imunisasi.

Bahkan hampir kebanyakan masyarakat dinegara berkembang menilai bahwa imunisasi tidak

ada gunanya. Hal ini dikarenakan beberapa hal yakni ketidakpahaman tentang imunisasi dan

ketidakpahaman tentang pentingnya penjadwalan yang sudah diatur sedemikian rupa. Selain

itu, pengalaman, filosofi dan kepercayaan masyarakat dijadikan dasar untuk tidak mengikuti

imunisasi. Dibutuhkan tenaga medis yang profesional tidak hanya dalam tindakan imunisasi

tapi juga penyuluhan baik tentang pentingnya imunisasi secara dasar dan prosedur jadwal

yang sudah ditentukan demi kesehatan masyarkat pada umumnya. Keraguan tentang manfaat

dan keamanan imunisasi perlu ditanggapi secara aktif. Apabila orang tua mendapat jawaban

akurat dan informasi yang benar, maka orang tua dapat membuat keputusan yang benar

tentang imunisasi (Diekema, 2012 dan IDAI, 2008).

Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan

memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap

penyakit tertentu. Definisi yang lain, imunisasi merupakan suatu program yang dengan

sengaja memasukkan antigen lemah agar merangsang antibodi keluar sehingga tubuh dapat

resisten terhadap penyakit tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan vaksin adalah bahan

yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh

melalui suntikan (misalnya vaksin BCG, DPT, dan campak) dan melalui mulut (misalnya

vaksin polio) (Alimul, 2009 dan Proverawati, 2010).

Tujuan pemberian imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit

sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi

kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.Imunisasi merupakan salah

salah cara untuk memberikan kekebalan pada bayi dan anak terhadap berbagai penyakit,

Page 2: Prinsip Dan Cara Penjadwalan Imunisasi

sehingga dengan imunisasi diharapkan bayi dan anak tetap tumbuh dalam keadaan sehat.

Secara alamiah tubuh sudah memiliki pertahanan terhadap berbagai kuman yang masuk,

pertahanan tubuh tersebut meliputi pertahanan nonspesifik dan pertahanan spesifik.

Mekanisme pertahanan tubuh pertama kali adalah pertahanan nonspesifik, seperti komplemen

dan makrofag. Komplemen dan makrofag ini yang pertama kali akan memberikan peran

ketika ada kuman yang masuk ke dalam tubuh (sebelum itu ada mekanisme pertahanan fisik

berupa kulit, selaput lendir, dan lain-lain). Setelah itu kuman harus menghadapi pertahanan

tubuh yang kedua, yaitu pertahanan tubuh spesifik yang terdiri atas sistem pertahanan tubuh

humoral dan seluler.

Pertahanan tubuh humoral dilakukan oleh sel limfosit B dan hanya dapat bereaksi apabila

mikroorganisme sampai di cairan tubuh. Sistem pertahanan humoral akan menghasilkan zat

yang disebut imunoglobulin (IgA, IgM, IgG, IgE, IgD). Sistem pertahanan tubuh dilakukan

oleh limfosit T dan bereaksi apabila virus menempel pada sel. Dalam pertahanan tubuh yang

spesifik terutama sel B, selanjutnya akan menghasilkan satu sel yang disebut cell memory.

Sel ini akan berguna dan sangat cepat bereaksi apabila ada kuman yang sudah pernah masuk

ke dalam tubuh. Kondisi inilah yang digunakan dalam prinsip imunisasi.

Jadwal imunisasi dibuat oleh karena beberapa sebab dan pengalaman klinik yang terjadi.

Banyaknya penyakit infeksi yang terjadi menjadi salah satu penyebab diadakannya

penjadwalan imunisasi secara teratur. Sebagai contohnya di Indonesia sudah mencapai 155

kasus polio pada tahun 2005 dan kejadian campak mencapai 1 per seribu kelahiran.

Bedrdsaarkan hasil survailance di Indonesia ditemukan 305 kasus selama 2005-2006 tersebar

di 47 propinsi di Indonesia.

Beberapa penyakit yang saat ini diprotektif dengan imunisasi dapat berakibat komplikasi

yang buruk terhadap anak kalau tidak segera diprotektif sejak dini melalui imunisasi. Dipteri

pada anak yang tidak segera ditindaklanjuti dengan terapi akan berakibat komplikasi penyakit

yang lain seperti bronkopneumonia, otitis media, bronkitis, atelektasis, emfisema pulmonum

dan bronkiektasis. Dipteri dapat menyebabkan kematian akibat gagal napas. Selain itu ada

juga penyakit yang berakibat kelemahan sesisi tubuh seperti penyakit polio.

Batuk kronik tuberkolosis juga menjadi salah satu alasan untuk segera melaksanakan

imunisasi, hal ini dikarenakan penyakit ini mudah sekali menular dengan droplet dan pajanan

terus menerus. Selain itu bisa menyebabkan kolaps parui-paru yang beakibat gagalnya sistem

pernapasan tubuh. Campak merupakan salah satu penyakit menular dengan berbagai

komplikasi yang berat, sangat berpotensi menimbulkan wabah atau kejadian luar biasa

(KLB), serta dapat menyebabkan kematian. Sebagai gambaran situasi global di tahun 2008,

Page 3: Prinsip Dan Cara Penjadwalan Imunisasi

diketahui terdapat 164.000 kematian akibat campak di dunia. Artinya, terdapat 450 kematian

akibat campak terjadi setiap hari, atau 18 kematian akibat campak terjadi setiap jam. Namun

pada dasarnya, penyakit ini merupakan Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi

(PD3I).

Bayi setelah lahir rawan sekali tertular penyakit oleh karena adanya kuman/bakteri, virus

dan jamur yang disekelilingnya. Oleh karena itu diperlukan proteksi sebelumnya. Imunisasi

merupakan langkah yang baik dalam mempoteksi tubuh dari serangan kuman dan virus yang

berlebihan terhadap tubuh. Dengan imunisasi, sebelumnya bayi telah mendapatkan stimulasi

yang mana stimultan imun tersebut tudak samapi membuat bayi sakit.

Daya imun tubuh bayi memang berbeda sekali dengan balita bahkan dewasa. Bayi belum

mempunyai kekuatan imun yang baik dalam menangkal segala kuman dan virus yang ada

disekelilingnya. Imunitas bayi masih merupakan imunitas pasif yang diturunkan oleh ibu

bayi. Dengan imunitas yang lemah, bayi harus distimulasi daya imunnya sehingga dalam

waktu dekat imunitas bayi bisa segera meningkat dan tidak mudah tertular penyakit. Dengan

umur bayi yang rawan tertular penyakit menular dan imunitas yang belum adekuat diperlukan

penjadwalan imunisasi yang jelas. Dengan begitu umur bayi yang rawan jenis penyakit

tertentu bisa diatasi dan kemampuan imun bayi pun juga sudah siap.

Dengan adanya beberapa kekhususan imunisasi yakni efek lama imunisasi dan efek boster,

maka WHO dan organisasi profesi seperti IDI dan IBI merekomendasikan penjadwalan yang

jelas dan runtut mengenai imunisasi.

Dengan adanya dukungan yang kuat dari WHO dan organisasi profesi medis lainnya,

tentunya pemerintah dituntut untuk mampu menyediakan jumlah vaksin dan peralatan yang

cukup. Oleh karena itu dengan jadwal yang jelas membantu pemerintah dalam menata biaya

yang akan dibutuhkan imunisasi di tiap tahunnya. Hal ini dikarenakan tidak semua negara

bisa tanggap dalam penyediaan peralatan dan vaksin oleh karena permasalahan ekonomi

masing-masing negara.

Jadwal imunisasi

1. BCG

Imunisasi BCG merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit

TBC yang berat sebab terjadinya penyakit TBC yang primer atau yang ringan dapat terjadi

walaupun sudah dilakukan imunisasi BCG. TBC yang berat contohnya adalah TBC pada

Page 4: Prinsip Dan Cara Penjadwalan Imunisasi

selaput otak, TBC milier pada seluruh lapangan paru, atau TBC tulang. Vaksin BCG

merupakan vaksin yang mengandung kuman TBC yang telah dilemahkan. 

Angka kejadian TBC di Indonesia pada anak sebelum usia 3 bulan masih sangat tinggi.

Hal ini dikarenakan sebelum 3 bulan anak dianggap belum mempunyai kontak langsung

dengan kuman TBC. Imunisasi BCG pada anak dilaksanakan setelah usia 2 bulan

dikarenakan sel limfosit T pada anak pada usia itu sudah mengalami maturasi.

Sedangkan menurut kementrian kesehatan RI, dengan imunisasi BCG pada rentang 0

hingga 12 bulan juga boleh diberikan dengan alasan meningkatkan cakupan vaksin BCG

tersebut.

2. . Hepatitis B

Imunisasi hepatitis B merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya

penyakit hepatitis B. kandungan vaksin ini adalah HbsAg dalam bentuk cair. Frekuensi

pemberian imunisasi hepatitis B adalah 3 dosis. Imunisasi hepatitis ini diberikan melalui

intramuscular. Imunisasi hepatitis B diberikan segera setelah lahir karena pada 3,9% ibu

dengan Hepatitis B (+) mempunyai risiko penularan ke anaknya sebesar 45%.

Pada tahun 2005, Kementrian kesehatan menjadwalkan imunisasi Hepatitis B pada saat

lahir dalam kemasan uniject yaitu kombinasi DTwP/Hep B pada usia 2,3,4 . Hal ini

dimaksudkan untuk meningkatkan cakupan imunisasi.

Anak dari Ibu dengan titer HbsAg (+), diberikan imunoglobulin Hb 0,5 ml dilanjutkan

Imunisasi Hepatitis B1 pada saat 12 jam sesuda lahir. Apabila titer HBs < 10 ug/ml, maka

bisa diberikan imunisasi lagi pada usia 5 tahun untuk efek boosternya.

3. Polio

Imunisasi polio merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit

poliomyelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak. Kandungan vaksin ini adalah

virus yang dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi polio adalah 4 dosis. Imunisasi polio

diberikan melalui oral. Jika berada di daerah endemik, vaksin diberikan pada saat sebelum

bayi pulang dari rumah sakit. Hal tersebut untuk mengejar cakupan yang tinggi karena sangat

rentan transmisi virus polio dari daerah endemik.

Page 5: Prinsip Dan Cara Penjadwalan Imunisasi

4. DPT

Imunisasi DPT merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit

difteri, pertusis dan tetanus. Vaksin DPT ini merupakan vaksin yang mengandung racun

kuman difteri yang telah dihilangkan sifat racunnya, namun masih dapat merangsang

pembentukan zat anti (toksoid) (Markum, 2005). 

DPT biasanya tidak diberikan pada anak usia kurang dari 6 minggu, disebabkan respon

terhadap pertusis dianggap tidak optimal dan komponen pertusis berbahaya jika diberikan

pada umur dibawah 6 minggu, sedangkan respon terhadap tetanus dan difteri adalah cukup

baik tanpa memperdulikan adanya antibody maternal (Markum, 2005). Kekebalan terhadap

penyakit difteri, pertusis dan tetanus adalah dengan pemberian vaksin yang terdiri dari

toksoid difteri dan toksoid tetanus yang telah dimurnikan ditambah dengan bakteri bortella

pertusis yang telah dimatikan. Dosis penyuntikan 0,5 ml diberikan secara subkutan atau

intramuscular pada bayi yang berumur 2-12 bulan sebanyak 3 kali dengan interval 4 minggu.

Reaksi spesifik yang timbul setelah penyuntikan tidak ada. Gejala biasanya demam ringan

dan reaksi lokal tempat penyuntikan. Bila ada reaksi yang berlebihan seperti suhu yang

terlalu tinggi, kejang, kesadaran menurun, menangis yang berkepanjangan lebih dari 3 jam,

hendaknya pemberian vaksin DPT diganti dengan DT.

Sedangkan untuk usia 10 tahun ke atas tidak diberikan lagi vaksin pertusis. Pada usia 10

tahun dan 18 tahuan, vaksin Tetanus dan dipteri diberikan dengan dosis dipteri yang lebih

kecil. Vaksin tetanus diberikan 5 kali, ini dikarenan agar anak mempunyai perlindungan

terhadap penyakit akibat infeksi tetanus selama 25 tahun.

Pemberian DPT dapat berefek samping ringan ataupun berat. Efek ringan misalnya terjadi

pembengkakan, nyeri pada tempat penyuntikan, dan demam. Efek berat misalnya terjadi

menangis hebat, kesakitan kurang lebih empat jam, kesadaran menurun, terjadi kejang,

encephalopathy, dan syok.

5. Hib

Hib adalah singkatan untuk Haemophilus influenzae type b, sejenis bakteria yang

menyebabkan penyakit yang dapat berakibat fatal, seperti: radang selaput otak ( Meningitis),

jangkitan pada selaput otak dan saraf tunjang; radang paru-paru (Pneumonia) , jangkitan pada

paru- paru; radang epiglotis ( kerongkong ), jangkitan pada epiglottis; Keracunan darah

( septicaemia ); jangkitan darah Radang sendi - jangkitan pada sendi Penyakit Hib, jangkitan

HIV dan Hepatitits B BUKAN satu penyakit yang sama.

Page 6: Prinsip Dan Cara Penjadwalan Imunisasi

Vaksin pencegah Hepatitis B adalah vaksin Hepatitis B manakala vaksin penyakit Hib

adalah vaksin HibPenyakit Hib kerap berlaku dikalangan kanak- kanak bawah umur 5 tahun.

Risiko jangkitan adalah paling tinggi dikalangan kanak- kanak berumur dibawah 1 tahun.

Pengaulan rapat dengan kanak- kanak yang dijangkiti Hib meningkatkan risiko mendapat

penyakit Hib. Bayi yang mendapatkan ASI, akan mendapat perlindungan daripada penyakit

Hib, namun begitu,

Imunisasi Hib Epidemiologi: Penyebab terbanyak meningoensefalitis dan pneumonia pada

anak dibawah 5 th. Pada anak diatas usia 2 th, Hib diberikan 1 kali. Imunisasi masih

diperlukan untuk mendapat perlindungan maksimal.

Semua bayi berumur 2, 3 dan 5 bulan perlu diberi imunisasi Hib Imunisasi Hib diberikan

sebanyak 3 dos. Umur Dos: 2 bulan Dos 1, 3 bulan Dos 2, 5 bulan Dos 3

Imunisasi Hib diberikan secara suntikan dibahagian otot paha. Imunisasi ini diberikan dalam

satu suntikan bersama imunisasi Difteria, Pertussis dan Tetanus (DPT). Juga boleh diberikan

bersama imunisasi lain seperti imunisasi Hepatitis B.

6. Pneumokokus

Bakteri Pneumonia (Pneumokokus) dapat menyebabkan penyakit Pneumokokus. Biasanya

ditemukan di dalam saluran pernafasan anak-anak yang disebarkan melalui Batuk atau bersin.

Terdapat lebih dari 90 jenis Pneumokokus yang diketahui, namun hanya lebih kurang 10% yg

bisa menyebabkan penyakit yang serius di seluruh dunia. Jenis 19A adalah bakteri yang

muncul di dunia dan dapat menyebabkan penyakit pneumokokus yang sangat serius dan

resisten terhadap antibiotic. Pneumokokus menyerang beberapa bagian tubuh yang berbeda,

diantaranya adalah Meningitis (Radang selaput otak), bakteremia (infeksi dalam darah),

pneumonia (infeksi Paru-paru), dan otitis Media (infeksi Telinga).

Jadwal pemberian vaksin IPD dapat diberikan mulai bayi usia 2 bulan:

Usia dibawah 6 bulan —> diberikan 4 dosis, yaitu pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan dan booster pada usia 12-15 bulan

Usia 7 – 11 bulan —> diberikan 3 dosis, yaitu 2 dosis pertama dengan interval 4 minggu, dosis ketiga diberikan setelah usia 12 bulan

Usia 12 – 23 bulan —> cukup diberikan 2 dosis dengan interval 2 bulan Usia 2 tahun keatas —> cukup diberikan 1 dosis saja

Antibodi yang terbentuk setelah vaksinasi lengkap dapat bertahan jangka panjang karena

vaksin ini dapat merangsang pembentukan sel memori didalam tubuh bayi.

Page 7: Prinsip Dan Cara Penjadwalan Imunisasi

Hidayat, A. Aziz Alimul.2009.Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan

Kebidanan.Jakarta:Salemba Medika.

Proverawati, Atikah.2010.Imunisasi dan Vaksinasi.Yogyakarta:Nuha Offset.

Depkes RI. 2006. Buku Kesehatan Ibu Dan Anak. Jakarta

Bronson-Lowe, Daniel, PhD; Shoana M. Anderson, MPH. Effects of a Minimum Interval

Immunization Schedule for Diphtheria and Tetanus Toxoids and Acellular Pertussis

Vaccination During a Pertussis Outbreak. Arch Pediatr Adolesc Med. 2009;163(5):417-

421

Hutchins Sonja S. dkk. Evaluation of an Early Two-Dose Measles Vaccination Schedule. Am

J Epidemiol. 2001. Vol. 154, No. 11.

Vordermeier, H. Martin., dkk. Viral Booster Vaccines Improve Mycobacterium bovis BCG-

Induced Protection against Bovine Tuberculosis. INFECTION AND IMMUNITY, Aug.

2009, vol 77. No. 8. p. 3364–3373

Heath P T, J McVernon,. The UK Hib vaccine experience. Arch Dis Child 2002;86:396–399

Heath P T, dkk. Hib vaccination in infants born prematurely. Arch Dis Child 2003;88:206–

210

Lazarus Rajeka., A Randomized Study Comparing Combined Pneumococcal Conjugate and

Polysaccharide Vaccination Schedules in Adults. Clinical Infectious Diseases

2011;52(6):736–742

Wattigney, Wendy A., Gina T. Mootrey, M. Miles Braun and Robert T. Chen. Surveillance

for Poliovirus Vaccine Adverse Events, 1991 to 1998: Impact of a Sequential

Vaccination Schedule of Inactivated Poliovirus Vaccine Followed by Oral Poliovirus

Vaccine. Pediatrics 2001;107;e83