prinsip
DESCRIPTION
prinsipTRANSCRIPT
Prinsip Kerahasiaan Dalam Kode Etik Akuntan dan Perbandingannya Dengan Kode Etik Bankir
Seorang akuntan dalam melaksanakan tugasnya dapat memperoleh informasi tentang atau dari
kliennnya. Seringkali informasi yang diperoleh ini tidak boleh diketahui (rahasia) oleh pihak lain,
karena dapat merugikan kepentingan kliennya.
Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan
kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat sifat dan luas kewajiban
kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama
melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.
Seorang akuntan harus menyadari mengenai tugas menjaga kerahasiaan tersebut, dan tidak
memanfaatkan informasi yang bersangkutan bagi kepentingan pribadinya maupun pihak lain.
Akuntan harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa
profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan,
kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
Akuntan mempunyai kewajiban untuk memastikan staf di bawah pengawasannya dan orang-orang
yang diminta nasihat dan bantuannya menghormati prinsip kerahasiaan.
Kerahasiaan tidaklah semata-mata masalah pengungkapan informasi. Kerahasiaan juga
mengharuskan staf yang memperoleh informasi selama melakukan jasa profesional tidak
menggunakan atau terlihat menggunakan informasi tersebut untuk keuntungan pribadi atau
keuntungan pihak ketiga
Akuntan mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi klien atau pemberi kerja
yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut
bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien pemberi kerja berakhir
Akuntan yang mempunyai akses terhadap informasi rahasia tentang penerima jasa tidak boleh
mengungkapkannya kepada publik. Karena itu akuntan tidak boleh membuat pengungkapan yang
tidak disetujui (unauthorized disclosure) kepada orang lain. Hal ini tidak berlaku untuk
pengngkapan informasi dengan tujuan memenuhi tanggung jawab berdasarkan standar
profesional.
Contoh hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan sejauh mana informasi rahasia
dapat diungkapkan :
1. Apabila pengungkapan dijinkan. Jika persetujuan untuk mengungkapkan diberikan oleh penerima jasa, kepentingan semua pihak termasuk pihak ketida yang kepentingannnya dapat terpengaruh harus dipertimbangkan.
2. Pengungkapan diharuskan oleh hukum, misal untuk menghasilkan dokumen atau memberikan bukti dalam proses hukum dan untuk mengungkapkan adanya pelanggaran hukum kepada publik
3. Ketika ada kewajiban atau hak profesional untuk mengungkapkannya. Misal :m untuik mematuhi standar teknis dan aturan etika, melindungi kepentingan profesioanl anggota dalam persidangan, mentaati penelaahan mutuiu atau penelaahan sejawat IA atau bada profesioanl lainnya, menanggapi permintaan atau investigasi oleh IAI atau badan pengatur
Kerahasiaan dalam kode Etik Profesi Bankir
Bank sebagai suatu lembaga yang melindungi dana nasabah juga berkewajiban menjaga
kerahasiaan terhadap dana nasabahnya dari pihak-pihak yang dapat merugikan nasabah. Dan
sebaliknya masyarakat yang mempercayakan dananya untuk dikelola oleh bank juga harus
dilindungi terhadap tindakan yang semena-mena yang dilakukan oleh bank yang dapat merugikan
nasabahnya. Hal ini sangat dibutuhkan karena sebagai lembaga keuangan, bank harus mendapat
kepercayaan dari masyarakat, dan kepercayaan dari masyarakat tersebut akan lahir apabila
semua data hubungan masyarakat dengan bank tersebut dapat tersimpan secara rapi atau
dirahasiakan.
Hal demikian membawa konsekuensi kepada bank, yaitu bank memikul kewajiban untuk menjaga
kerahasiaan tersebut, sebagai timbal balik dari kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada
bank selaku lembaga keuangan atau sumber dana masyarakat. Sebagai suatu badan usaha yang
dipercaya oleh masyarakat untuk menghimpun dana masyarakat, sudah sewajarnya bank
memberikan jaminan perlindungan kepada nasabah yang berkenaan dengandananya kepada bank
tetapi juga dari sistem moneter yang menyangkut kepentingan semua anggota masyarakat yang
bukan hanya nasabah penyimpan dana dari bank itu saja.
Prinsip kerahasian bank bertujuan agar bank menjalankan usahanya secara baik dan benar
mematuhi ketentuan – ketentuan dan norma hukum yang berlaku dalam dunia perbankan,agar
bank yang melakukan usahanya menjaga kerahasian nasabahnya,sehingga masyarakat semakin
percaya kepada bank dan membawa dampak semakin meningkatnya keinginan masyarakat untuk
mempergunakan jasa perbankan didalam kegiatan usahanya serta kebutuhan sehari – hari.
Prinsip kerahasian bank ini telah diatur di dalam Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 yang
kemudian diubah oleh Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang menjadi acuan bagi
perbankan di negara Indonesia. Jika dilihat bahwa peraturan atau norma hukum itu tidak lahir
dengan sendirinya,tetapi dilatar belakangi oleh dasar – dasar filosofi yang disebut dengan asas
hukum. Sehingga untuk mengerti norma hukum kita harus mengetahui asas – asas hukum itu.
Sadjipto Raharjo mengatakan bahwa barang kali tidak berlebihan apabila dikatakan atas hukum
merupakan “ jantungnya” peraturan hukum. Karena itu ia merupakan landasan yang luas bagi
lahirnya suatu peraturan hukum. Ini berarti bahwa peraturan hukum itu pada akhirnya bisa
dikembalikan kepada asas – asas hukum itu.
Asas kerahasian adalah asas yang mengharuskan dan mewajibkan bank merahasiakan segala
sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain – lain dari nasabah bank yang menurut
kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan. Kerahasiaan ini adalah untuk kepentingan bank
sendiri,karena bank memerlukan kepercayaan masyarakat menyimpan uangnya di bank dan
masyarakat hanya mempercayakan uangnya pada bank atau memanfaatkan jasa bank apabila
bank menjamin bahwa tidak akan ada penyalahgunaan pengetahuan bank tentang simpanannya.
Dalam Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 rahasia bank meliputi keadaan keuangan nasabah
penyimpan dana dan nasabah debitur,sedangkan dalam Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998
membatasi rahasia bank hanya tentang keadaan nasabah penyimpan dana saja. Dengan demikian
bank harus memegang teguh rahasia bank.
Di Indonesia pengaturan rahasia bank untuk pertama kali dilakukan pada tahun 1960 dengan
keluarnya peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor. 23 tahun 1960 tentang rahasia
bank. Pengaturan rahasia bank selanjutnya mengalami perubahan dari waktu ke waktu yang dapat
dikelompokan menjadi 2 bagian :
1. Pengertian rahasia bank yang hanya meliputi keterngan mengenai nasabah penyimpan dana
dan simpanannya saja. Pengertian ini sangat terbatas dan berlaku sejak 10 November 1998
dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang undang-undang perbankan.
2. Pengertian rahasia bank meliputi keterangan-keterangan mengenai keadaan keuangan dan
lain-lain dari segala macam nasabah yang hanya menggunakan jasa bank. Pengertian ini sangat
luas meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan nasabah dan diterapkan dalam ketentuan
yang berlaku dari tahun 1960 sampai tanggal 10 November 1998 dengan lahirnya undang-undang
nomor 10 tahun 1998.
Pengertian rahasia bank dalam undang-undang Nomor 7 1992 yang dimuat Pasal 1 ayat 16
mengatakan bahwa rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan
lain-lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan.
Pengertian ini kemudian diubah dengan pengertian baru oleh undang-undang Nomor 10 tahun
1998 yang mengatakan bahwa Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
ketentuan mengenai nasabah menyimpan dan penyimpan.
Mengenai sifat rahasia bank,ada dua teori yang dikemukakan,yaitu teori yang mengatakan rahasia
bank yang bersifat mutlak (absolute theory) dan yang mengatakan bersifat relatif (relative theory).
Teori ini masing-masing berpegang pada alasan atau argumentasinya. Adapun dua teori mengenai
kekuatan berlakunya asas rahasia bank,yaitu :
1. Teori mutlak (Absolute Theory)
Menurut teori ini rahasia bank bersifat mutlak. Semua keterangan mengenai nasabah dan
keuangannya tercatat di bank wajib dirahasiakan tanpa pengecualian dan pembatasan. Dengan
alasan apapun dan oleh siapapun kerahasiaan mengenai nasabah dan keuangannnya tidak boleh
dibuka(diungkapkan). Apabila terjadi pelanggaran terhadap kerahasian tersebut,bank yang
bersangkutan harus bertanggung jawab atas segala akibat yang ditimbulkannya.
Keberatan terhadap teori mutlak adalah terlalu individulis,artinya hanya mementingkan hak
individu (perseorangan). Disamping itu teori mutlak juga bertentangan dengan kepentingan negara
atau masyarakat banyak dikesampingkan oleh kepentingan individu yang merugikan negara atau
masyarakat banyak. Teori mutlak ini terutama dianut oleh negara swiss sejak tahun 1934. Sifat
rahasia bank tidak dapat diterobos dengan alasan apapun. Hal ini dapat dilihat di undang-undang
Pemerintah Swiss No.47 mengenai “Perbankan dan bank Tabungan”november 1934. Dengan
demikian para koruptor atau pedagang narkotika kelas kakap didunia merasa aman menyimpan
hasil uang kejahatannya di bank-bank Swiss. Salah satu contoh pelaku yang melakukan teori
mutlak tentang kerahasiaan bank di bank-bank Swiss adalah mantan Presiden Ferdinand Marcos
dari Filiphina,dan gembong narkotika Dennis Levine.
Ketatnya rahasia bank dilaksanakan di Swiss,mengakibatkan beberapa Negara tidak dapat
menjangkau uang hasil kejahatan warga negaranya yang merugikan negara dan masyarakat
banyak,yang disimpan di bank-bank Swiss. Oleh karena itu teori mutlak dianut oleh negara swiss
mendapat reaksi keras dari beberapa negara yang kepentingannya dirugikan. Sebagi contoh
adalah kasus gugatan Pemerintah Amerika Serikat melalui Stock Exchange Commission ( SEC)
kepada semua bank di swiss sehubungan dengan penampungan dana hasil insider trading yang
disimpan dibeberapa bank di swiss. Agar bank-bank yang bersangkutan membuka rahasia
keuangan nasabahnya.
Ternyata rahasia bank yang bersifat mutlak itu dapat dikompromikan. Sifat mutlak ini telah
ditinggalkan oleh bank-bank di swiss sejak tahun 1991 dengan menghapuskan nama samaran dari
kode rekening nasabah yang terkenal dengan “formulir B”,yang harus diganti dengan nama
aslinya melalui pendaftaran ulang. Jika para nasabah yang bersangkutan tidak mendaftar
ulang,mereka harus menutup rekeningnya.
2. Teori Relatif ( Relative Theory )
Mengenai teori ini bank bersifat relatif ( terbatas). Semua keterangan tentang nasabah dan
keuangannya yang tercatat dibank wajib dirahasiakan. Namun bila ada alasan yang dapat
dibenarkan oleh undang-undang,rahasia bank mengenai keuangan nasabah yang bersangkutan
boleh dibuka ( diungkapkan ) kepada pejabat yang berwenang,misalnya pejabat
perpajakan,pejabat penyidik tindak pidana ekonomi.
Keberatan terhadap teori relatif adalah rahasia bank masih dapat dijadikan perlindungan bagi
pemilik dana yang tidak halal, yang kebetulan tidak terjangkau oleh aparat penegak hukum ( low
enforcer ) karena tidak terkena penyidik. Dengan demikian dana tetap aman,tetapi teori relatif
sesuai dengan rasa keadilan (sense ofjustice),artinya dalam kepentingan negara atau kepentingan
masyarakat tidak dikesampingkan begitu saja. Apabila ada alasan sesuai dengan prosedur hukum
maka rahasia keuangan nasabah bloeh dibuka (diungkapkan). Dengan demikian,teori relatif
melindungi kepentingan semua pihak baik individu,masyarakat,maupun negara. Teori relatif dianut
oleh negara-negara pada umumnya antara lain Amerika
Serikat,Belanda,Malaysia,Singapura,Indonesia. Rahasia bank berdasarkan teori relatif diatur
undang-undang Nomor 7 tahun 1992 sebagaimana telah diubah oleh undang-undang Nomor 10
tahun 1998 tentang perbankan.
Secara umum kerahasiaan berkaitan dengan kepercayaan,karena itu pula rahasia bank diperlukan
sebagai salah satu faktor untuk menjaga kepercayaan nasabah penyimpan. Mengingat
kerahasiaan bank tersebut utamaannya untuk menjaga kepercayaan nasabah penyimpan sehingga
tidak berlebihan apabila Bank Indonesia dalam pengaturan rahasia bank,menentukan
sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000
tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank,bahwa
keterangan mengenai nasabah selain nasabah penyimpan bukan merupakan keterangan yang
wajib dirahasiakan oleh bank.
Selain itu didalam Undang – Undang Perbankan Indonesia dalam pengaturan kerahasian bank tidak
secara mutlak untuk menutupi informasi dan data yang ada untuk kalangan pihak tertentu. Dari
ketentuan larangan pembukaan rahasia bank menurut ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang –
Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan tersebut dapat dikecualikan beberapa kondisi
tertentu. Dengan demikian Indonesia menganut teori nisbi,yaitu bahwa pemberian data dan
informasi yang menyangkut kerahasian bank kepada pihak lain dimungkinkan dengan alasan
tertentu. Tetapi mengenai pihak yang harus menyimpan rahasia karena profesi dan pekerjaannya
hampir sama ketentuannya dengan Swiss yaitu menyangkut semua pihak yang berhubungan
dengan kegiatan bank. Kata ” kecuali” dalam pasal 40 ayat (1) ini merupakan pembatasan
terhadap berlakunya rahasia bank. Mengenai keterangan yang disebutkan dalam pasal – pasal
yang dikecualikan itu,bank boleh mengungkapkannya / tidak.
Mengenai kemungkinan perobosan kerahasiaan bank dapat dilakukan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 40 ayat (1) Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan adalah :
Untuk kepentingan peradilan pidana
Untuk kepentingan tukar menukar informasi antar bank ( dirahasiakannya ).
Untuk kepentingan piutang bank
Untuk kepentingan perpajakan,penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan
Urusan Piutang dan Lelang Negara dan kepentingan peradilan dalam perkara pidana,wajib terlebih
dahulu memperoleh perintah atau ijin tertulis untuk membuka rahasia bank dari Pimpinan Bank
Indonesia,sedangkan untuk kepentingan peradilan dalam perkara perdata antara bank dengan
nasabahnya,tukar menukar informasi antar bank, permintaan,persetujuan atau kuasa dari nasabah
penyimpan yang dibuat secara tertulis,permintaan ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan
yang telah meninggal dunia,tidak memerlukan perintah atau ijin tertulis untuk membuka rahasia
bank dari Pimpinan Bank Indonesia.