prevalensi dermatofitosis di poliklinik kulit dan …€¦ · data epidemiologis menunjukkan bahwa...
TRANSCRIPT
-
i
PREVALENSI DERMATOFITOSIS DI POLIKLINIK KULIT
DAN KELAMIN
RSUD TANGERANG PERIODE 1 JANUARI 2011 SAMPAI
DENGAN 31 DESEMBER 2011
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
Ani Oktavia
NIM : 109103000051
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1433 H/2012
-
iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
PRVALENSI DERMATOFITOSIS DI POLIKLINIK KULIT DAN
KELAMIN RSUD TANGERANG PERIODE 1 JANUARI 2011 SAMPAI
DENGAN 31 DESEMBER 2011
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran
dan
Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Kedokteran (S.Ked)
Oleh
Ani Oktavia
NIM : 109103000051
Pembimbing 1
dr. Raendi Rayendra Sp.KK, M.Kes
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1433 H/2012M
http://www.facebook.com/raendi.rayendra
-
v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Puji syukur penulis sampaikan kepada zat yang Maha Sempurna,
Allah SWT. Karena atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian
yang berjudul PREVALENSI DERMATOFITOSIS DI POLIKLINIK KULIT
DAN KELAMIN RSUD TANGERANG PERIODE 1 JANUARI 2011 SAMPAI
DENGAN 31 DESEMBER 2011 dengan baik. Tak lupa salawat serta salam
kepada uswatun hasanah, Nabi Muhammad SAW. kepada keluarga, sahabat,
dan semoga kepada kita semua sebagai umatnya hingga akhir zaman, amin.
Dalam pembuatan penelitian ini, penulis mendapat banyak bimbingan
dan dukungan, baik dalam bentuk moril maupun inmoril, dari berbagai
pihak. Karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. DR. (hc). dr. M.K. Tadjudin, SpAnd selaku dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
2. DR. dr. Syarif Hasan Lutfie, Sp.KFR, selaku kepala program studi pendidikan
dokter Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta,
3. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D.. Selaku dosen penanggung jawab riset
angkatan 2008 atas kesabarannya dalam mengingatkan penulis menyusun
penelitian,
4. dr. Raendi Rayendra Sp.KK, M.Kes selaku pembimbing 1 yang senantiasa
sabar dan memberikan semangat kepada penulis selama proses penyusunan
penelitian hingga selesai,
5. Seluruh dosen dan staf pengajar Program Studi Pendidikan Dokter yang telah
membimbing dalam pemberian bekal terhadap penulis dalam penyusunan
penelitian ini,
http://www.facebook.com/raendi.rayendra
-
vi
6. Orang tua penulis, Supri yadi dan Niha yati yang dengan sabar memberi
dukungan moril maupun materil kepada penulis,
7. Ops Siagara Patmuji, Inti Fikria selaku teman satu kelompok riset yang telah
berperan dalam menyemangati penulis sejak menentukan judul penelitian hingga
selesai.
8. Teman–teman penulis, Program Studi Pendidikan Dokter angkatan 2009, atas
dukungan dan semangatnya selama ini,
9. Serta pihak-pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dan memberikan dorongan kepada penulis dalam penyusunan laporan
penelitian.
Tak ada gading yang tak retak. Mungkin peribahasa tersebut adalah
cerminan dari penelitian ini, karena itu segala saran dan kritik yang bersifat
membangun demi kesempurnaan, akan penulis terima dengan senang hati.
Akhir kata, penulis berharap penelitian ini akan bermanfaat bagi pembaca
umumnya, dan bagi penulis sendiri khususnya.
Wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.
Ciputat, 21 September 2012
Penulis
-
vii
ABSTRAK
Latar belakang: Telah dilakukan penelitian dermatofitosis di Poliklinik Kulit
dan Kelamin RSUD Tangerang periode 1 Januari 2011 hingga 31 Desember
2011. Tujuan: Untuk mengetahui berapa angka kejadian terjadinya
dermatofitosis di RSUD Tangerang periode 1 Januari 2011 hingga 31 Desember
2011 yang meliputi distribusi menurut jenis kelamin, umur, jenis penyakit,
pekerjaan, tempat tinggal, ,iklim, kerokan kulit, pemeriksaan KOH. Hasil:
Didapatkan hasil kejadian dermatomikosis di RSUD Tangerang pada bulan
Januari hingga bulan Desember 2011 adalah sebesar 27,89% . Kesimpulan:
Kasus dermatofitosis masih cukup banyak diderita oleh penduduk Indonesia
yang merupakan negara tropis.
Kata Kunci : Dermatofitosis
ABSTRACT
Background: Dermatomikosis research has been done in the Dermatology Clinic
Hospital Tangerang period 1 January 2011 to 31 December 2011. Purpose: to
determine how the incidence of the Tangerang District Hospital deratomikosis
period January 1 2011 to December 31, 2011 which includes the distribution by
sex, age, type of disease. Results: The obtained results dermatomikosis events in
Tangerang District Hospital in January to December 2011 was at 27.89%.
Conclusion: this result ahows that dermatomikosis is still a problem in Indonesia
as a tropikal county.
Key words: Dermatomikosis
-
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................... v
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL................................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 3
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................... 3
1.3.2 Tujuan Khusus .................................................................. 3
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................... 4
1.4.1 Peneliti............................................................................... 4
1.4.2 Institusi Pendidikan ........................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dermatomikosis ......................................................................... 5
2.2 Kerangka Konsep ........................................................................ 10
2.3 Definisi Operasional.................................................................... 10
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian ......................................................................... 12
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 12
3.3 Populasi dan Sampel ................................................................... 12
3.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi ......................................................... 13
3.5 Etika Penelitian dan Alur Penelitian ........................................... 14
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Hasil Penelitian ............................................................. 16
-
ix
4.2 Keterbatasan Penelitian ............................................................... 21
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ..................................................................................... 22
5.2 Saran ............................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 23
LAMPIRAN ......................................................................................................... 26
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. 26
-
x
DAFTAR TABEL
2.2 Pengobatan Dermatomikosis ........................................................................ 10
2.4 Definisi Operasional..................................................................................... 10
4.1 Distribusi Prevalensi Dermatofitosis Berdasarkan Jenis Kelamin ............... 16
4.2 Distribusi Prevalensi Dermatofitosis Berdasarkan Usia .............................. 17
4.3 Distribusi Penyakit Dermatofitosis .............................................................. 19
-
xi
DAFTAR GAMBAR
2.1 Anatomi kulit ................................................................................................. 6
2.3 Kerangka Konsep ............................................................................................ 10
-
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta
merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastik
dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras dan juga
sangat bergantung pada lokasi tubuh1.
Pada zaman sekarang ini, dengan berkembangnya kebudayaan dan
perubahan tatanan hidup dari waktu ke waktu, sedikit banyak mempengaruhi
pola penyakit. Begitu pula kemajuan dibidang sosial ekonomi dan teknologi
kedokteran dapat mengubah arti penyakit jamur, yang dahulunya tidak berarti
menjadi berarti dalam kehidupan manusia sekarang ini. Penyakit kulit di
Indonesia pada umumnya lebih banyak disebabkan itu infeksi bakteri, jamur,
virus, parasit, dan penyakit dasar alergi, hal ini berbeda dengan negara barat
yang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor degeratif. Disamping perbedaan
penyebab, faktor lain seperti iklim, kebiasaan dan lingkungan juga ikut
memberikan perbedaan dalam gambar klinis penyakit kulit2.
Data epidemiologis menunjukkan bahwa penyakit kulit karena jamur
superfisial (dermatomikosis superfisialis) merupakan penyakit kulit yang banyak
dijumpai pada semua lapisan masyarakat, baik di pedesaan maupun perkotaan,
tidak hanya di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Meskipun
penyakit ini tidak fatal, namun karena bersifat kronik dan residif, serta tidak
sedikit yang resisten dengan obat anti jamur, maka penyakit dapat menyebabkan
gangguan kenyamanan dan menurunkan kualitas hidup bagi penderitanya5.
Faktor-faktor yang memegang peranan untuk terjadinya dermatomikosis
adalah iklim yang panas, higiene (kebersihan diri) masyarakat yang kurang,
adanya sumber penularan di sekitarnya, penggunaan obat-obatan antibiotik,
-
2
steroid dan sitostatika yang meningkat, adanya penyakit kronis dan penyakit
sistemik lainnya6.
Dari data rawat jalan di Poliklinik Sub Bagian Jamur Ilmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin RS. dr. Hasan Sadikin Bandung periode Januari 2001 sampai
Desember 2005 didapatkan 80 kasus dermatofita yang disertai dengan pitiriasis
versikolor terdiri dari 61 orang laki-laki dan 19 orang perempuan3.
Tinea adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat taduk, misalnya
lapisan teratas kulit pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan
glongan jamur dermatofita (jamur yang menyerang kulit). Tinea kruris sendiri
merupakan penyakit yang disebabkan oleh jamur pada daerah genitokrural,
sekitar anus, bokong dan kadang-kadang sampai perut bagian bawah1.
Mikosis superfisialis merupakan penyakit yang banyak ditemukan di
indonesia. Sebagian besar penyakit disebabkan oleh golongan dermatofita
(dermatofitosis), dan yang paling sering ditemukan adalah tinea kruris. Berbeda
dengan daerah yang mempunyai empat musim maupun subtropis, dimana
tinea pedis adalah bentuk klinis yang paling banyak ditemukan4.
Penelitian mikosis superfisialis di divisi unit rawat jalan penyakit kulit
dan kelamin di RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2003 sampai dengan 2005,
tenyata kasus mikosis superfisialis masih cukup banyak, dengan kasus
terbanyak yang dijumpai adalah pitiriasis versikolor, disusul dengan tinea
kruris, kemudian tinea korporis. Tinea imbrikata tidak pernah ditemukan pada
tahun 2003-2005. Perbandingan angka kesakitan mikosis superfisialis pada
perempuan lebih besar daripada laki-laki. Kelompok umur terbanyak yang
menderita mikosis superfisialis ialah kelompok usia produktif yaitu 25-44 tahun.
Sedangkan kelompok usia paling sedikit menderita mikosis superfisialis adalah
kelompok balita yaitu usia 1-4 tahun.
Penelitian mikosis superfisialis di divisi unit rawat jalan penyakit kulit
dan kelamin di RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2003-2005. Pada tahun 2003
-
3
pemeriksaan KOH 20% + tinta Parker pada kasus dermatofitosis ditemukan
elemen jamur berupa hifa dan arthspora, sedangkan pada kandidiasis
ditemukan elemen jamur berupa blastospora. Pada pemeriksan kultur dilakukan
pada semua kasus yang gambaran klinisnya meragukan dan pemeriksan dengan
KOH 20% + tinta Parker menunjukkan hasil yang negative, yaitu sebanyak 51
kasus ( atau 1,96% dari seluruh kasus baru mikosis superfisialis selama tahun
2003-2005), dengan hasil kultur positif ( ada pertumbuhan jamur) sebanyak 19
kasus (37,3%), sedangkan sisanya sebanyak 31 kasus (62,7%) tidak
menunjukkan adanya pertumbuhan jamur. Spesies yang ditemukan pada
pemeriksaan kultur yang positif ada pertumbuhan jamur adalah
T.mentagrophytes (15,7%), T. rubrum (13,&%), dan C. albicans (7,8%).
Dari hasilnya didapatkan dalam kurun waktu antara 2003-2005 didapatkan
kasus baru mikosis superfisialis didivisi mikologi URJ penyakit kulit dan
kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2003 sebesar 12,7%, tahun 2004
sebesar 14,1 %, dan tahun 2005 sebesar 13,3%.
Berdasarkan data tersebut, penulis ingin mencari lebih lanjut tentang
prevalensi dermatomikosis di klinik Kulit Kelamin di Rumah Sakit Umum
Daerah Tangerang.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka yang menjadi
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Berapa prevalensi dermatofitosis di
RSUD Tangerang periode 1 januari 2011 hingga Desember 2011?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1.3.1 Tujuan umum
1.3.2 Untuk mengetahui berapa angka kejadian terjadinya dermatofitosis di
RSUD Tangerang periode 1 januari 2011 hingga 31 Desember 2011. Tujuan
khusus
-
4
a. Mengatahui prevalensi terjadinya dermatofitosis berdasarkan jumlah pasien
tiap bulan di RSUD Tangerang.
b. Mengetahui jumlah pasien dermatofitosis tiap bulan dan prevalensinya
c. Mengetahui faktor risiko penyakit dermatofitosis berdasarkan bulan
kunjungan dan keterkaitan dengan lingkungan.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
1.4.1 Bagi Peneliti :
1. Dapat menerapkan dan memanfaatkan ilmu yang didapat selama
mengikuti pendidikan di Program Studi Pendidikan Dokter.
2. Mendapatkan pengalaman melakukan penelitian terutama di bidang
kesehatan.
3. Peneliti dapat memberikan informasi jumlah kejadian dermatomikosis
1.4.2 Bagi Institutusi Pendidikan :
1. Mengetahui faktor pencetus tersering pada kasus dermatofitosis
2. Mengetahui kelompok umur tersering pada kasus dermatofitosis
3. Menambah referensi penelitian di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai upaya nyata
untuk mewujudkan UIN Syarif Hidayatullah sebagai research
university.
4. Menjadi dasar bukti medis secara ilmiah tentang prevalensi
dermatomikosis terhadap terjadinya dermatofitosis.
-
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dermatomikosis
2.1.1. Pengertian
Dermatofitosis adalah penyakit jamur pada jaringan yang menjadi zat
tanduk, seperti kuku, rambut, dan sratum korneum pada epidermis yang disebabkan
oleh jamur dermatofita 7. Dermatofitosis (Tinea) adalah infeksi jamur dermatofit
(species microsporum, trichophyton, dan epidermophyton) yang menyerang
epidermis bagian superfisial (stratum korneum), kuku dan rambut. Microsporum
menyerang rambut dan kulit. Trichophyton menyerang rambut, kulit dan kuku.
Epidermophyton menyerang kulit dan jarang kuku. Menurut 1
, dermatofita penyebab
dermatofitosis. Golongan jamur ini bersifat mencernakan keratin, dermatofita
termasuk kelas fungi imperfecti. Gambaran klinik jamur dermatofita menyebabkan
beberapa bentuk klinik yang khas, satu jenis dermatofita menghasilkan klinis yang
berbeda tergantung lokasi anatominya.
Dermatofita merupakan kelompok yang secara taksonomi berhubungan
dengan infeksi jamur yang memiliki kemampuan untuk membentuk perlekatan
molekuler ke keratin dan menggunakan keratin sebagai sumber makanan sehingga
dapat berkolonisasi ke dalam jaringan berkeratin8, meliputi stratum korneum, rambut,
kuku8,9
dan jaringan tanduk hewan8. Pada penamaan infeksi klinis dermatofitosis,
kata tinea mendahului nama latin untuk bagian tubuh yang terkena9.
2.1.2 Anatomi Kulit
-
6
Gambar 2.1 anatomi kulit16
2.1.3. Faktor – faktor yang mempengaruhi Dermatofitosis.
Menurut Petrus 2005 & Utama 2004 faktor yang mempengaruhi adalah udara
yang lembab, lingkungan yang padat, sosial ekonomi yang rendah, adanya sumber
penularan disekitarnya, obesitas, penyakit sistemik, penggunaan obat antibiotik,
steroid, sitostatika yang tidak terkendali.
2.1.4. Macam – Macam Dermatofitosis
Bentuk – Bentuk gejala klinis Dermatofitosis
1) Tinea Kapitis
Adalah kelainan kulit pada daerah kepala rambut yang disebabkan jamur
golongan dermatofita. Disebabkan oleh species dermatofita trichophyton dan
microsporum. Gambaran klinik keluhan penderita berupa bercak pada kepala, gatal
sering disertai rambut rontok ditempat lesi. Diagnosis ditegakkan berdasar gambaran
klinis, pemeriksaan lampu wood dan pemeriksaan mikroskopis dengan KOH, pada
pemeriksaan mikroskopis terlihat spora diluar rambut atau didalam rambut.
2) Tinea Favosa
-
7
Adalah infeksi jamur kronis terutama oleh trychophiton schoen lini,
trychophithon violaceum, dan microsporum gypseum. Penyakit ini mirip tinea kapitis
yang ditandai oleh skutula warna kekuningan bau seperti tikus pada kulit kepala, lesi
menjadi sikatrik alopecia permanen. Gambaran klinik mulai dari gambaran ringan
berupa kemerahan pada kulit kepala dan terkenanya folikel rambut tanpa kerontokan
hingga skutula dan kerontokan rambut serta lesi menjadi lebih merah dan luas
kemudian terjadi kerontokan lebih luas, kulit mengalami atropi sembuh dengan
jaringan parut permanen. Diagnosis dengan pemeriksaan mikroskopis langsung,
prinsip pengobatan tinea favosa sama dengan pengobatan tinea kapitis, hygiene harus
dijaga.
3) Tinea Korporis
Adalah infeksi jamur dermatofita pada kulit halus (globurus skin) di daerah
muka, badan, lengan dan glutea. Penyebab tersering adalah T. rubrum dan T.
mentagropytes. G tepi lebih aktif dengan tanda peradangan yang lebih jelas. Daerah
sentral biasanya menipis dan terjadi penyembuhan, sementara tepi lesi meluas
sampai ke perifer. Kadang bagian tengahnya tidak menyembuh, tetapi tetap meninggi
dan tertutup skuama sehingga menjadi bercak yang besar. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan gambaran klinik dan lokalisasinya serta kerokan kulit dengan
mikroskop langsung dengan larutan KOH 10-20% untuk melihat hifa atau spora
jamur.
4) Tinea Imbrikata
Adalah penyakit yang disebabkan jamur dermatofita yang memberikan
gambaran khas berupa lesi bersisik yang melingkar-lingkar dan gatal. Disebabkan
oleh dermatofita T. concentricum. Gambaran klinik dapat menyerang seluruh
permukaan kulit halus, ambaran klinik biasanya berupa lesi terdiri atas bermacam-
macam efloresensi kulit, berbatas tegas dengan konfigurasi anular, arsinar, atau
polisiklik, bagian sehingga sering digolongkan dalam tinea korporis. Lesi bermula
sebagai makula eritematosa yang gatal, kemudian timbul skuama agak tebal terletak
konsensif dengan susunan seperti genting, lesi tambah melebar tanpa meninggalkan
-
8
penyembuhan dibagian tangahnya. Diagnosis berdasar gambaran klinis yang khas
berupa lesi konsentris.
5) Tinea Kruris
Adalah penyakit jamur dermatifita didaerah lipat paha, genitalia dan sekitar
anus, yang dapat meluas kebokong dan perut bagian bawah. Penyebab E. floccosum,
kadang-kadang disebabkan oleh T. rubrum. Gambaran klinik lesi simetris dilipat paha
kanan dan kiri mula-mula lesi berupa bercak eritematosa, gatal lama kelamaan
meluas sehingga dapat meliputi scrotum, pubis ditutupi skuama, kadang-kadang
disertai banyak vesikel kecil-kecil. Diagnosis berdasar gambaran klinis yang khas
dan ditemukan elemen jamur pada pemeriksaan kerokan kulit dengan mikroskopis
langsung memakai larutan KOH 10-20%.
6) Tinea Manus et Pedis
Merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur dermatofita
didaerah kilit telapak tangan dan kaki, punggung tangan dan kaki, jari-jari tangan dan
kaki serta daerah interdigital. Penyebab tersering T. rubrum, T. mentagrophytes, E.
floccosum.
Gambaran klinik ada 3 bentuk klinis yang sering dijumpai yaitu:
(a) Bentuk intertriginosa berupa maserasi, deskuamasi, dan erosi pada sela
jari tampak warna keputihan basah terjadi fisura terasa nyeri bila disentuh, lesi dapat
meluas sampai ke kuku dan kulit jari. Pada kaki lesi sering mulai dari sela jari III, IV
dan V.
(b) Bentuk vesikular akut ditandai terbentuknya vesikula-vesikula dan bila
terletak agak dalam dibawah kulit sangat gatal, lokasi yang yang sering adalah
telapak kaki bagian tengah melebar serta vesikulanya memecah.
(c) Bentuk moccasin foot pada bentuk ini seluruh kaki dan telapak tepi
sampai punggung kaki terlihat kulit menebal dan berskuama, eritema biasanya ringan
terutama terlihat pada bagian tepi lesi.
Diagnosis ditegakkan berdasar gambaran klinik dan pemeriksaan kerokan
kulit dengan larutan KOH 10-20% yang menunjukkan elemen jamur.
7) Tinea unguium
-
9
Adalah kelainan kuku yang disebabkan infeksi jamur dermatofita. Penyebab
tersering adalah T. mentagrophites, T. rubrum. Gambaran klinik biasanya menyertai
tinea pedis atau manus penderita berupa kuku menjadi rusak warna menjadi suram
tergantung penyebabnya, distroksi kuku mulai dari dista, lateral, ataupun
keseluruhan. Diagnosis ditegakkan berdasar gejala klinis pada pemeriksaan kerokan
kuku dengan KOH 10-20 % atau biakan untuk menemukan elemen jamur.
Pengobatan infeksi kuku memerlukan ketekunan, pengertian kerjasama dan
kepercayaan penderita dengan dokter karena pengobatan sulit dan lama.
N
No
Obat anti jamur topical Obat anti jamur sistemik
1
1
Nystatin 1 Griseofulvin
2
2
Klotrimazol 2 Ketokonazol
3
3
Ekonazol 3 Itrakonazol
4
4
Mikonazol 4 Flukonazol
5
5
Ketokonazol 5 Vorikonazol
6
6
sulkonazol 6 Terbinafin
7
7
Oksikonazol 7 Ampoterisin B
8
8
Terkonazol 8 Caspofungin
9
9
Tiokonazol 9 Flusitosin
1
10
Sertakonazol
1
11
Naftifin
1
12
Terbinafin
1
13
Butenafin
4
14
Amorolfin
1
15
Siklopiroks
-
10
1
16
Haloprogin
Table 2.2 pengobatan dermatomikosis12
2.2 Kerangka Konsep
Gambar 2.3 Kerangka Konsep
2.3 Definisi Operasional
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Skala
Dermatofitosis penyakit pada
kulit, kuku,
rambut, dan
mukosa yang
disebabkan
infeksi jamur
dermatofita
Rekam medis Rekam medis Kategorik
Prevalensi
dermatofitosis
Status rekam medik pasien
dermatofitosis
Mencari faktor risiko
Variabel:
Umur
Jenis Kelamin
Wilayah
Pekerjaan
Pendidikan
Kunjungan
Perbulan
Kerokan kulit
Pemeriksaan
dengan KOH
Derajat Kesehatan Masyarakat
-
11
Rekam medik Data pasien
yang
terdiagnosa
pasti
dermatofitosis
Rekam medic Rekam
medik
Kategorik
Usia Usia pasien saat
bulan
September 2012
Rekam medic Rekam
medik
Kategorik
Jenis kelamin Identitas pasien
yang dapat
digunakan
untuk
membedakan
antara Laki–laki
dan perempuan
Rekam medic Rekam
medik
Kategorik
Diagnosa Dari
pemeriksaan
pasien
Rekam medic Rekam
medik
Katagorik
Table 2.4 Definisi Operasional
-
12
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi deskriptif kategorik. Sumber
data yang digunakan berasal dari data sekunder yang diperoleh dari rekam medik
pasien untuk mengetahui prevalensi penderita Dermatomikois di RSUD
Tangerang pada bulan Januari 2011 hingga bulan Desember 2011.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di bagian rekam medik RSUD Tangerang. Waktu
penelitiin adalah pada bulan 1 April – 1 september 2012
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah data yang diperoleh di rekam medik pasien
dermatomikosis di RSUD Tangerang pada tanggal 1 januari 2011 sampai dengan 31
desember 2011.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling dari
rekam medik di RSUD Tangerang pada tahun 2011. Besar sampel yang ditargetkan
pada penelitian ini adalah sebanyak orang.
Dihitung dengan rumus yang menggunakan :
Dihitung dengan rumus :
) ))
Berdasarkan perhitungan rumus di atas maka besar sampel yang diambil
dalam penelitian ini dapat dihitung sebagai berikut:
Jumlah Sampel = ) ))
n = (1,96)2 x 0.133 x (1- 0.133))
(0,05)2
-
13
n = 177,2
n = 178 orang
Jadi, sampel yang dibutuhkan adalah sebanyak 178 pasien yang diambil dari
rekam medik.
Keterangan:
Ζα = 1,96 (table kurva normal / Tingkat Kemaknaan)
P = persentase taksiran hal yang akan diteliti / proporsi variable yang
diteliti, diambil dari prevalensi penelitian sebelumnya = 13,3 % =
0,133
q = 1 – P = 1 – 0,133 = 0,867
d = derajat ketepatan absolut yang diinginkan dalam hal ini diambil
5% = 0,0
3.4 Kriteria Sampel
A. Kriteria inklusi :
Mendapat persetujuan rumah sakit
Data pasien yang terdiagnosa pasti mikosi yang diperoleh dari rekam
medik
Data pasien yang berasal dari Tangerang
Data pasien yang memenuhi data umur, jenis kelamin, pendidikan,
alamat dan bulan kunjungan.
B. Kriteria ekslusi :
Tidak mendapat persetujuan rumah sakit
Data pasien tercantum tidak lengkap di rekam medik
Data pasien yang tidak terdiagnosa pasti mikosi yang diperoleh dari
rekam medik
Data pasien yang tidak memenuhi data umur, jenis kelamin,
pendidikan, alamat dan bulan kunjungan.
-
14
3.5 Cara Kerja Penelitian
3.5.1 Identifikasi Variabel
Dalam penelitian ini terdapat berbagai variable yang akan diteliti yaitu :
-Variabel Bebas = Prevalensi
-Variabel Terikat = Dermatofitosis
3.5.2 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan menggunakan data sekunder
berupa rekam medis dari pasien yang datang memeriksakan diri di
RSUD Tangerang Tahun 2011. Kemudian peneliti meminta izin
kepada bagian rekam medis untuk menyiapkan rekam medis pasien
dan peneliti mengisi lembar penelitian berdasarkan data dalam
rekam medis.
3.5.3 Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan sistem komputerisasi melalui
beberapa proses sebagai berikut:
1. Editing, untuk memastikan data yang di peroleh terisi
semua atau lengkap dan dapat dibaca dengan baik,
relevan, serta konsisten.
2. Coding, dapat diperoleh dari sumber data yang sudah
diperiksa kelengkapannya kemudian dilakukan
pengkodean sebelum diolah dengan komputer.
3. Entry data, data yang telah di coding diolah dengan
bantuan progam komputer.
4. Cleaning, proses pengecekan kembali data yang sudah
dientry apakah ada kesalahan atau tidak.
5. Manajemen data, proses memanipulasi atau merubah
bentuk data.
-
15
6. Analisi data, proses pengolahan data serta menyusun
hasil yang akan di laporkan.
Data di input ke dalam SPSS 16.0 yang kemudian diverifikasi.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan prevalensi dan distribusi
frekuensi. Data lalu disajikan secara deskriptif dalam bentuk
narasi, teks, tabel dan grafik.
3.5.4 Etika Penelitian dan Alur Penelitian
Peneliti meminta izin kepada RSUD Tanggerang. Penelitian dilakukan
dengan aspek kerahasiaan terhadap rekam medik yang dianalisis tanpa
informed consent terhadap pasien. Penelitian dilaksanakan dalam beberapa
tahap yaitu :
1. Pembuatan proposal
2. Pencatatan rekam medis
3. Pemasukkan dan pengolahan data ke SPSS
4. Analisis data
5. Pembuatan laporan penelitian
-
16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Prevalensi Dermatofitosis di RSUD Tangerang tahun 2011
Dari hasil pengumpulan data di Bagian Rekam Medik RSUD tangerang,
didapatkan jumlah keseluruhan pasien pada bulan januari 2011 hingga desember
2011 sejumlah 7954 orang, kemudian didapatkan jumlah seluruhnya pasien
dermatofitosis sejumlah 638 orang. Dengan berdasar pada data tersebut,
prevalensinya adalah:
Keterangan: Ʃ =Jumlah, Konstanta = 100%
Maka prevalensi pasien Dermatofitosis di RSUD Tangerang tahun
2011 sebesar:
4.1.2 Pola Distribusi Dermatofitosis Berdasarkan Jenis Kelamin
Table 4.1 Distribusi Prevalensi Dermatofitosis Berdasarkan Jenis Kelamin
Variable Karakteristik Jumlah (n) Present (%)
Jenis kelamin Perempun 99 55,6
Laki-laki 79 44,4
Total 178 100,0
Point Pravalence Rate = Ʃ pasien Dermatomikosis x Konstanta
Ʃ pasien keseluruhan selama satu periode
Point Pravalence Rate = 178 x 100 % = 27,89 %
638
-
17
Berdasarkan hasil penelitian di Divisi Mikologi URJ Kulit Kelamin
RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2003-2005, perbandingan angka kesakitan
mikosis superfisialis pada perempuan lebih besar daripada laki-laki17
.
Distribusis waktu kasus mikosis superfisialis di Divisi Mikologi URJ
penyakit Kulit dan Kelamin di RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2003-2005
menunjukkan gambaran yang kurang khas. Hal tersebut bisa didapatkan karena
tahun-tahun tersebut pergantian musim di Indonesia sering tidak berjalan
dengan normal selain disebabkan penderita mencari pengobatan saat penyakitnya
sudah diderita agak lama tidak pada saat baru menderita17
.
4.1.3 Pola Distribusi Dermatofitosis Berdasarkan Usia
A. Hasil Penelitian
Tabel 4.2 Distribusi Prevalensi Dermatofitosis Berdasarkan Usia
Kelompok Usia (tahun) Jumlah (pasien) Presentase (%)
1-14 19 10,7
15-40 88 49,4
40-70 71 39,9
Total 178 100,0
Berdasarkan hasil penelitian di Divisi Mikologi URJ Kulit Kelamin
RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2003-2005 , kelompok umur terbanyak
yang menderita mikosis superfisialis ialah usia produktif yaitu 25-44 tahun17
.
Batasan-batasan usia
a. Menurut organisasi kesehatan dunia, WHO, ada empat tahap yakni:
1. Usia Pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun. 2. Lanjut Usia (elderly) ialah antara 60 dan 74 tahun. 3. Lanjut Usia Tua (old) ialah antara 75 dan 90 tahun 4. Usia Sangat Tua (very old) ialah di atas 90 tahun.
b. Menurut Dra. Ny Jos Masdani lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia
dewasa, kedewasaan dapat dibagi menjadi:
-
18
1. Fase inventus usia antara 25 – 40 tahun 2. Fase vertilitas usia antara 40 – 50 tahun 3. Fase prasenium usia antara 55 – 65 tahun 4. Fase senium usia antara 65 tahun hingga tutup usia.
c. Menurut Prof DR Ny Sumiati Ahmad Muhammad (alm), Guru Besar Universitas
Gajah Mada Fakultas Kedokteran, periodisasi biologis perkembangan manusia
dibagi sebagai berikut:
1. Usia 0-1 tahun (masa bayi) 2. Usia 1-6 tahun (masa prasekolah) 3. Usia 6-10 tahun (masa sekolah) 4. Usia 10-20 tahun (masa pubertas) 5. Usia 40-65 tahun (masa setengah umur, prasenium) 6. Usia 65 tahun keatas (masa lanjut usia, senium)
d. Menurut prof. DR. Koesoemanto Setyonegoro, SpKJ, lanjut usia dikelompokkan
sebagai berikut:
1) Usia dewasa muda (elderly adulthood) (usia 18/20-25 tahun)
2) Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas (usia 25-60/65 tahun)
3) Lanjut usia (geriatric age)(usia lebih dari 65/70 tahun), terbagi:
1. Usia 70-75 tahun (young old) 2. Usia 70-80 tahun (old) 3. Usia lebih dari 80 tahun (very old).
e. Menurut Bee (1996), tahapan masa dewasa adalah sebgai berikut:
1. Usia 18-24 tahun (masa dewasa muda) 2. Usia 25-40 tahun (masa dewasa awal) 3. Usia 40-65 tahun (masa dewasa tengah) 4. Usia 65-75 tahun (masa dewasa lanjut) 5. Usia >75 tahun (masa dewasa sangat lanjut)
f. Referensi lain mengklasifikasikan lansia sebagai berikut : (Depkes RI, 2003) :
1. Pra lansia (prasenilis) yaitu Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun 2. Lansia adalah Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih 3. Lansia resiko tinggi adalah Berusia 70 tahun atau lebih atau usia 60
tahun atau lebih dengan masalah kesehatan
-
19
4. Lansia potensial adalah Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa
5. Lansia tidak potensial adalah Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
B. Pembahasan Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa kelompok umur yang
terbanyak menderita mikosis superfisialis di Divisi Mikologi URJ penyakit Kulit
dan Kelamin di RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2003-2005 adalah kelompok
umur usia produktif yang banyak mempunyai faktor predisposisi, misalnya
pekerjaan basah, trauma, dan banyak berkeringat, sehingga risiko untuk menderita
mikosis superfisialis lebih besar dibandingkan dengan kelompok umur lainnya.
Sedangkan kelompok usia yang paling jarang menderita mikosis superfisialis di
DIvisi Mikologi URJ penyakit kulit dan kelamin RSUD Dr.Soetomo Surabaya
adalah kelompok usia 1-4 tahun yang merupakan golongan balita yang sedikit
mempunyai faktor risiko17
.
4.1.3 Pola Distribusi dermatofitosis
A . Hasil Penelitian
Table 4.3 Distribusi Penyakit Dermatofitosis
Jumlah(n) Presentase(%)
Tinea korporis +
kruris
90 50,6
Tinea kapitis 3 1,7
Tinea kruris 38 21,3
Tinea korporis 5 2,8
Tinea aksilaris 2 1,1
Tinea pedis 5 2,8
Pitiriasis
versikolor
35 19,7
-
20
Total 178 100,0
Dari hasil penelitian di di Divisi Mikologi URJ penyakit Kulit dan Kelamin di RSUD
Dr. Soetomo Surabaya tahun 2003-2005, penelitian ini menunjukkan insidensi
terbanyak adalah dermatofitosis. Mikosis superfisialis yang banyak dijumpai
adalah pitiriasis versikolor, kandidosis, dan dermatofitosis4. Berbeda dengan laporan
Budimulja Jakarta tahun 1989 dan Dhina dkk tahun 1994 di Semarang yakni
pitiriasis versikolor menempati urutan pertama disusul dengan dermatofitosis dan
kandidiasis kutis6.
Ditinjau dari masing-masing kasus, pitiriasis versikolor merupakan kasus,
pitiriasis versikolor merupakan kasus yang paling banyak dijumpai dari seluruh
kasus mikosis superfisialis. Pitiriasis versikolor merupakan penyakit infeksi jamur
superfisial pada kulit yang disebabkan oleh Malassezia furfur yang tersebar
diseluruh dunia, terutama banyak ditemukan pada daerah tropis dan subtropis
dengan temperature dan kelembapan relative tinggi18
. Penyakit tersebut banyak
ditemukan pada penderita dengan social ekonomi rendah dan berhubungan
dengan buruknya hygiene perorangan. Faktor predisposisi sangat berperan pada
terjadinya pitiriasis versikolor18
, antara lain genetik, pemakaian kortikosteroid atau
antibiotika jangka panjang, gizi kurang, dan banyak keringat10
.
Di National Skin Care Singapura pada tahun 1999-2003 didapatkan 12.903
kasus mikosis superfisialis. Kasus yang paling banyak adalah tinea pedis
(27,3%), kemudian pitiriasis versikolor (25,2%), dan tinea kruris (13,5%). Tinea
kapitis juga jarang didapatkan. Di Bangkok, Thailand pada tahun 1986, dari
penderita perempuan kasus yang terbanyak didapatkan adalah tinea kororis
(29%), tinea kruris (23%), dan tinea pedis (16%). Sedangkan pada penderita laki-
laki adalah tinea kruris (39%), tinea korporis(28%), dan tinea pedis (14%)
(Takahashi,1988). Banyak kasus tinea pedis di beberapa negara Asia tersebut
mungkin disebabkan karena kebiasan pemakaian sepatu tertutup dalam aktivitas
atau pekerjaan sehari-hari, hal tersebut berkaitan dengan banyaknya industry di
negara-negara tersebut17
.
-
21
4.2 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian epidemiologi deskriptif kategorik yang
berarti menganalisa penyakit yang ada dalam suatu populasi tertentu dengan
memaparkan keadaan dan sifat masalah tersebut dalam berbagai variabel
epidemiologi yang erat hubungannya dengan timbulnya masalah.
-
22
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanankan di RSUD Tangerang
pada bulan Januari 2011 hingga bulan Desember 2011, maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Prevalensi dermatomikosis di RSUD Tangerang pada bulan
Januari hingga bulan Desember 2011 adalah sebesar 27,89% .
2. Pola distribusi dermatomikosis berdasarkan jenis kelamin
diperoleh gambaran pada pasien perempuan yaitu 99 (55,5%)
dari 178 pasien.
3. Pola distribusi Dermatomikosis berdasarkan usia di peroleh
gambaran pasien yang tergolong usia.
4. Pola distribusi dermatomikosis berdasarkan jenis penyakit
dermatomikosis didapatkan penyakit yang terbanyak diderita
pasien poli klinik kulik dan kelamin di RSUD tangerang tahun
2011 yaitu.
5.2 Saran
1. Diharapkan untuk penelitian berikutnya dapat menggunakan sampel
yang lebih banyak.
-
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, A., Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, editor Hamzah Mochtar,
Aisah Siti. Ed.5. Jakarta: FKUI.
2. Siregar, R.S., 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, editor, Huriawati
Hartanto. Ed.2. Jakarta: EGC. pp : 29,57
3. Rayendra, Raendi. 2006. Tinea kruris et korporis et fasialis disertai pitiriasis
versikolor yang diterapi dengan intrakonazol. Penelitian di RS. dr. Hasan
Sadikin Bandung periode Januari 2001 sampai Desember 2005
4. Budimulja, U., 2009. Mikosis. Dalam : Djuanda, A., Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin, editor Hamzah Mochtar, Aisah Siti. Ed.5. Jakarta: FKUI.
pp:89-105
5. Soebono, H., 2001. Dermatomikosis Superfisialis. Jakarta ; Balai Penerbit
FKUI.
6. Adiguna, MS., 2004. Epidemiologi Dermatomikosis di Indonesia. Dalam:
Dermatomikosis Superfisialis. Jakarta; Balai Penerbit FKUI.
7. Marwali, Harahap, 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrat es. Jakarta.
8. Nelson MM, Martin AG, Heffernan MP. Superficial fungal infections:
dermatophytosis, onychomycosis, tinea nigra, piedra. Dalam: Freedberg IM,
Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, dkk, penyunting.
Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-6. New York: Mc
Graw-Hill Co;2003.h.1989-2005.
-
24
9. Sobera JO, Elewski BE. Infections, infestasions and bites: Fungal diseases.
Dalam: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, penyunting. Dermatology.
Philadelphia: Mosby;2003.h.1171-98.
10. Klenk AS, Martin AG, Heffernan MP. Yeast infections: Candidiasis,
Pytiriasis (Tinea) versicolor. Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K,
Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, dkk, penyunting. Fitzpatrick’s
dermatology in general medicine. Edisi ke-6. New York: Mc Graw-Hill
Co;2003.h.2006-16.
11. Hurwitz S. Skin disorders due to fungi. Dalam: Clinical pediatric
dermatology. Edisi ke-2. Philadelphia: W.B. Saunders Co;1993.h.372-90.
12. Lubis, Ramona Dumasari. 2008. Pengobatan Dermatomikosis. Di akses 2
februari 2012.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3399/1/08E00891.pdf
13. Siregar, R.S., 2004. Penyakit Jamur Kulit, editor, Huriawati Hartanto. Ed.2.
Jakarta: EGC. pp : 17,43
14. Mulyati, Ridhawati, Jan Susilo., 2009.M i ko l o gi , Da l am :Bu k u Aja r
P a r a s i to l o g i Ked okt e ra , e d i to r : S u s a n t o i n ge , I s mid I s
S u ha r i a , S j a r i fu dd i n Pu d j i K, Su n gka r Sa l eh a . E d . 4 . J a ka r t a .
p p :3 0 7 -30 8
15. Gandjar , Indrawati ., 2006. Dermatomikosis . Dalam: Mikologi Dasar dan
Terapan. Ed. 1. Jakarta Pp: 95. http:// books.google.co.id
16. The Lone Ranger .2007. Skin and the Integumentary System . gambar 2.1
anatomi kulit..http://www.freethought-
forum.com/forum/showthread.php?t=11578&garpg=2
https://www.google.co.id/search?hl=en&client=firefox-a&rls=org.mozilla:en-US:official&biw=962&bih=539&tbm=bks&tbm=bks&q=inauthor:%22Indrawati+Gandjar%22&sa=X&ei=i1ZMUL3iCojJrAeht4CgCA&ved=0CCoQ9Aghttp://books.google.co.id/books?id=MxEOHqhHI7sC&pg=PA95&lpg=PA95&dq=dermatomikosis&source=bl&ots=QgJFmgejGD&sig=AWN4YnJ5pfsx5uTGwc1CWo36KOY&hl=en&sa=X&ei=i1ZMUL3iCojJrAeht4CgCA&ved=0CCkQ6AEwAAhttp://books.google.co.id/books?id=MxEOHqhHI7sC&pg=PA95&lpg=PA95&dq=dermatomikosis&source=bl&ots=QgJFmgejGD&sig=AWN4YnJ5pfsx5uTGwc1CWo36KOY&hl=en&sa=X&ei=i1ZMUL3iCojJrAeht4CgCA&ved=0CCkQ6AEwAA
-
25
17. Hidayati, Afif Nurul., Suyoso, Sunarso., P,desy Hinda., Sandra, Emilian.
Mikosis Superfisialis di Divisi Mikologi Unit Rawat Jalan Penyakit Kulit dan
Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2003-2005
18. Rippon JW. Medical mycology. Edisi ke-3. Philadelphia: WB Saunders Co;1988.h.694-5.
19. http://onlinesyariah.com/2012/04/tinjauan-tentang-lanjut-usia/
-
26
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Ani Oktavia
Tempat Tanggal Lahir : Pangkalan Balai, 05 oktober 1991
Alamat : Jl. Pahlawan XII N0.161 RT 04/01 Desa Petaling Kec.
Banyuasin Kab. Banyuasin III Provinsi Sumatra Selatan
Email : [email protected]
No. Hp : 081286799826
Riwayat Pendidikan
1997 - 2003 : SDN 01 Petaling Jaya
2003 - 2006 : SMP N 01 Rantau Bayur
2006 - 2009 : MAN 01 Pangkalan Balai
2009 - Sekarang : FKIK Program Studi pendidikan Dokter UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
-
27
HASIL OUTPUT SPS
Analisis Univariat
Statistics
Jenis Kelamin Responden
N Valid 178
Missing 0
Skewness .228
Std. Error of Skewness .182
Kurtosis -1.970
Std. Error of Kurtosis .362
Jenis Kelamin Responden
Frequency Percent
valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Pr 99 55.6 55.6 55.6
Lk 79 44.4 44.4 100.0
Total 178 100.0 100.0
-
28
Statistics
Umur Responden
N Valid 178
Missing 0
Skewness -.374
Std. Error of Skewness .182
Kurtosis -.714
Std. Error of Kurtosis .362
-
29
Umur Responden
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
valid anak-anak 19 10.7 10.7 10.7
orang muda
dan dewasa 88 49.4 49.4 60.1
orang tua 71 39.9 39.9 100.0
Total 178 100.0 100.0
-
30
Statistics
Dermatomikosis
N Valid 178
Missing 0
Skewness .873
Std. Error of Skewness .182
Kurtosis -.830
Std. Error of Kurtosis .362
Dermatomikosis
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
valid Tkk 90 50.6 50.6 50.6
t.kapitis 3 1.7 1.7 52.2
t.kruris 38 21.3 21.3 73.6
t.korporis 5 2.8 2.8 76.4
t.aksilaris 2 1.1 1.1 77.5
t.pedis 5 2.8 2.8 80.3
pitiriasis
versikolor 35 19.7 19.7 100.0
Total 178 100.0 100.0
-
31