press release iapi menolak materi ruu akuntan publik

8
1 IAPI MENOLAK MATERI RUU AKUNTAN PUBLIK Sebagaimana telah diumumkan oleh Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) bahwa saat ini Komisi XI DPR RI telah mulai pembahasan terhadap RUU Akuntan Publik yang diajukan oleh Pemerintah kepada DPR RI dan RUU tersebut telah menjadi agenda Prolegnas Prioritas tahun 2010. Bagi kami profesi akuntan publik, UU Akuntan Publik akan menegaskan peran penting profesi akuntan publik di Negara ini dan melengkapi UU yang telah ada yang menyebutkan peranan akuntan publik seperti UU PT, UU Pasar Modal, UU Perbankan, UU BUMN, UU BPK, UU Pemilu Legislatif /Pilkada dan ketentuan lainnya. Menyikapi perihal tersebut, Institut Akuntan Publik Indonesiia (IAPI) juga telah mengadakan Rapat Umum Anggota Luar Biasa (RUALB) pada tanggal 24 Juni 2010 dengan agenda membahas RUU Akuntan Publik. Aspirasi yang berkembang pada saat RUALB adalah anggota menolak hampir seluruh substansi pengaturan dalam RUU Akuntan Publik yaitu diantaranya mengenai aspek pengenaan sanksi pidana, pengaturan perizinan dan kewenangan pengaturan profesi oleh Menteri Keuangan, dan liberalisasi akuntan asing. PERTAMA, kami menolak pengaturan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 63 dan Pasal 64 RUU Akuntan Publik. Pasal 63 ayat (1) mengatur tentang pengenaan sanksi pidana apabila akuntan publik melakukan atau terlibat atau memberikan keterangan palsu, dokumen palsu, manipulasi data. Kami sangat keberatan terhadap ketentuan tersebut karena perbuatan-perbuatan tersebut telah diatur dalam KUHP, sehingga akan berdampak munculnya duplikasi aturan, tumpang tindih, dan berpotensi menimbulkan perbedaan interpretasi atas suatu permasalahan sehingga menimbulkan ketidakpastian.

Upload: laurentius-leonard-halimkesuma

Post on 04-Aug-2015

18 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Press Release IAPI Menolak Materi RUU Akuntan Publik

1  

IAPI MENOLAK MATERI RUU AKUNTAN PUBLIK

Sebagaimana telah diumumkan oleh Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat

Republik Indonesia (DPR RI) bahwa saat ini Komisi XI DPR RI telah mulai

pembahasan terhadap RUU Akuntan Publik yang diajukan oleh Pemerintah kepada

DPR RI dan RUU tersebut telah menjadi agenda Prolegnas Prioritas tahun 2010.

Bagi kami profesi akuntan publik, UU Akuntan Publik akan menegaskan peran

penting profesi akuntan publik di Negara ini dan melengkapi UU yang telah ada yang

menyebutkan peranan akuntan publik seperti UU PT, UU Pasar Modal, UU

Perbankan, UU BUMN, UU BPK, UU Pemilu Legislatif /Pilkada dan ketentuan

lainnya.

Menyikapi perihal tersebut, Institut Akuntan Publik Indonesiia (IAPI) juga telah

mengadakan Rapat Umum Anggota Luar Biasa (RUALB) pada tanggal 24 Juni 2010

dengan agenda membahas RUU Akuntan Publik. Aspirasi yang berkembang pada

saat RUALB adalah anggota menolak hampir seluruh substansi pengaturan dalam

RUU Akuntan Publik yaitu diantaranya mengenai aspek pengenaan sanksi pidana,

pengaturan perizinan dan kewenangan pengaturan profesi oleh Menteri Keuangan,

dan liberalisasi akuntan asing.

PERTAMA, kami menolak pengaturan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam

Pasal 63 dan Pasal 64 RUU Akuntan Publik.

Pasal 63 ayat (1) mengatur tentang pengenaan sanksi pidana apabila akuntan publik

melakukan atau terlibat atau memberikan keterangan palsu, dokumen palsu,

manipulasi data. Kami sangat keberatan terhadap ketentuan tersebut karena

perbuatan-perbuatan tersebut telah diatur dalam KUHP, sehingga akan berdampak

munculnya duplikasi aturan, tumpang tindih, dan berpotensi menimbulkan

perbedaan interpretasi atas suatu permasalahan sehingga menimbulkan

ketidakpastian.

Page 2: Press Release IAPI Menolak Materi RUU Akuntan Publik

2  

Pasal 63 ayat (2) mengatur tentang pengenaan sanksi pidana kepada akuntan

publik yang tidak mematuhi standar profesi akuntan publik dan ketentuan lainnya

dan merugikan bagi pihak lain. Sungguh kami sangat keberatan atas pengaturan

tersebut karena tidak sesuai dengan karakteristik profesi akuntan publik dan

beberapa alasan lainnya, yaitu:

1. Bahwa seorang akuntan publik bukanlah kuasi Negara, kuasi Pemerintah, atau

pejabat publik yang diberikan kewenangan atas nama publik atau Negara

sehingga produk akuntan publik bukan merupakan legal binding sehingga tidak

sebanding apabila dikenakan sanksi pidana.

2. Bahwa produk dari pekerjaan akuntan publik adalah suatu opini atau pendapat

akuntan publik terhadap suatu laporan keuangan atau informasi keuangan

dimana opini tersebut merupakan suatu bentuk keyakinan memadai

(reasonable assurance) dan bukan merupakan suatu pernyataan kebenaran

absolut (mutlak) atas laporan keuangan atau informasi keuangan lainnya.

Produk akuntan publik tersebut bukan akta otentik sebagaimana dikeluarkan

oleh pejabat publik.

3. Bahwa standar profesi dan kode etik yang digunakan oleh akuntan publik

adalah bukan merupakan produk hukum yang termasuk dalam jenis dan hirarki

perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam UU No.10 Tahun 2004

tentang Pembentukan Perundang-undangan karena standar profesi dan kode

etik ditetapkan oleh asosiasi profesi.

4. Bahwa standar profesi akuntan publik adalah suatu acuan yang digunakan

dalam menjalankan profesinya dimana dalam pelaksanaanya banyak

menggunakan professional jugdement dan berbasis sampling, oleh karena itu

pengaturannya berbeda dengan ketentuan hukum yang sifatnya pasti dan tidak

menimbulkan keragu-keraguan.

5. Bahwa dengan adanya ketentuan tersebut dan sifat serta karakteristik jenis

pekerjaan akuntan publik maka dikhawatirkan akan rawan timbulnya

kriminalisasi terhadap profesi akuntan publik.

Selain alasan tersebut, pengenaan sanksi pidana atas pekerjaan akuntan publik juga

akan menimbulkan dampak meningkatnya risiko profesi dan bisnis akuntan publik

sehingga akan mengurangi minat dan tidak mendorong pertumbuhan profesi

akuntan publik. Selain itu dengan adanya ketentuan yaitu Pasal 64 RUU Akuntan

Page 3: Press Release IAPI Menolak Materi RUU Akuntan Publik

3  

Publik yang mengenakan sanksi pidana bagi pihak terasosiasi (termasuk karyawan)

maka akuntan publik akan kesulitan dalam melaksanakan pekerjaannya karena sulit

mencari staf karyawan serta adanya kekhawatiran mereka dapat dipidanakan

sehingga cenderung akan mencari pekerjaan di luar kantor akuntan publik karena

lebih aman.

Kami berpendapat bahwa atas ketidakpatuhan terhadap standar profesi dan kode

etik cukup diatur melalui pengenaan sanksi profesi, yaitu pengenaan sanksi

terhadap perizinan. Dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 17 tahun 2008

sudah diatur sanksi peringatan, pembekuan dan pencabutan terhadap perizinan

akuntan publik. Namun demikian sanksi tersebut belum dilakukan secara optimal

termasuk sanksi pencabutan izin yang selama ini belum pernah dilaksanakan.

Namun demikian, kami sangat setuju terhadap pengaturan dalam Pasal 65 RUU

yang mengenakan sanksi terhadap pemalsu profesi akuntan publik karena pada

saat ini praktik pemalsuan sangat marak baik berupa pemalsuan dengan modus

mencatut nama akuntan publik asli dengan menerbitkan laporan palsu, maupun

dengan memalsu yang seolah-olah adalah akuntan publik. Kami juga mengusulkan

agar pengaturan sanksi terhadap pemalsu ini dibuat lebih ketat dengan

menyebutkan lebih spesifik terhadap jenis pekerjaan yang termasuk kategori

pemalsuan selain pengaturan sebagaimana diatur dalam Pasal 65 RUU. Kami

berpendapat bahwa pengaturan pemalsuan dalam KUHP belum cukup untuk

mengantisipasi pemalsuan yang terjadi. Karena itu perlu dipertegas dalam UU ini.

Praktik pemalsuan saat ini sudah marak terjadi yang digunakan untuk persyaratan

tender pengadaan barang dan jasa maupun untuk persyaratan pengajuan kredit di

perbankan. Kami telah melakukan berbagai upaya untuk memberantas pemalsuan

tersebut dengan membuat pengumuman di koran, mengirimkan surat kepada

pengguna jasa, dan melaporkan ke Polisi pelakunya. Namun demikian sampai

dengan saat ini praktik pemalsuan masih sering terjadi.

Pengaturan yang ketat tentang pemalsuan profesi akuntan publik tidak hanya akan

berdampak positif bagi profesi akuntan publik, namun juga akan memberikan

dampak berupa perlindungan terhadap kepentingan publik, adanya kepastian

hukum, mengurangi country risk dan menyehatkan perekonomian.

Page 4: Press Release IAPI Menolak Materi RUU Akuntan Publik

4  

KEDUA, kami keberatan terhadap pengaturan akuntan publik asing sebagaimana

diatur dalam Pasal 7 dan Pasal 13 ayat (4) RUU Akuntan Publik. Pengaturan

akuntan publik asing tersebut lebih bersifat untuk mengakomodir kepentingan untuk

memenuhi kesepakatan WTO dan kesepakatan liberalisasi jasa akuntansi di

kawasan ASEAN 2015 sebagaimana telah ditandatanganinya “ASEAN MRA

Framework on Accountancy Services” oleh Negara-negara ASEAN tahun 2008,

daripada untuk memberikan perlindungan terhadap akuntan publik lokal. Sebagai

informasi statistik Akuntan Publik di Indonesia pada saat ini menunjukkan bahwa

jumlah Akuntan Publik di Indonesia hanya sebanyak 920 orang yang bergabung di

501 Kantor Akuntan Publik. Dari jumlah tersebut, sebanyak 64% telah berusia di

atas 51 tahun dan 11% berusia kurang dari 40 tahun. Selain itu dari jumlah tersebut,

sebanyak 55% berdomisili di Wilayah Jabodetabek dan sisanya menyebar di seluruh

Indonesia. Apabila dibandingkan dengan Negara tetangga di kawasan ASEAN,

jumlah akuntan publik di Indonesia yang berpenduduk 230 juta jiwa relatif sedikit.

Singapore dengan jumlah penduduk sekitar 5 juta jiwa mempunyai Akuntan Publik

sekitar 15.000 orang, Philipina dengan jumlah penduduk 88 juta jiwa mempunyai

Akuntan Publik sebanyak 15.000 orang, Thailand dengan jumlah penduduk 66 juta

jiwa mempunyai Akuntan Publik sebanyak 6.000 orang, Malaysia dengan jumlah

penduduk 25 juta jiwa mempunyai Akuntan Publik sebanyak 2.500 orang, Vietnam

dengan jumlah penduduk 85 juta jiwa mempunyai akuntan publik 1.500 orang. Data

tersebut menunjukkan bahwa rasio jumlah Akuntan Publik di Indonesia dibandingkan

dengan jumlah penduduk sangat kecil apabila dibandingkan dengan rasio di Negara-

negara tetangga di kawasan ASEAN.

Kami berpendapat bahwa pengaturan dalam pasal-pasal tersebut menempatkan

akuntan publik asing mempunyai hak dan kewajiban yang sama termasuk dalam

kesempatan untuk mendapatkan klien-klien di Indonesia, bahkan pengaturannya

lebih mudah dibandingkan dengan pengaturan akuntan publik lokal.

Kami berpendapat bahwa pengaturan demikian disamping akan menggusur

keberadaan akuntan publik lokal juga dapat berpotensi menimbulkan ancaman

terhadap kepentingan dan keamanan Negara. Akuntan publik asing dapat

mengakses aspek strategis dan kerahasiaan Negara melalui pemberian jasa kepada

instansi Pemerintah, BUMN, atau entitas strategis lainnya. Apalagi potensi tersebut

akan bertambah ketika akuntan publik dapat melakukan audit atas laporan

Page 5: Press Release IAPI Menolak Materi RUU Akuntan Publik

5  

keuangan Pemerintah untuk dan atas nama BPK. Karena itu kami berpendapat

bahwa RUU ini kurang memberikan perlindungan terhadap keselamatan Negara.

Selain itu RUU ini juga tidak mengantisipasi bagaimana bentuk tanggung jawab

hukum terhadap akuntan publik asing, mengingat sesuai Pasal 38 RUU Akuntan

Publik disebutkan bahwa akuntan publik (sebagai individu) bertanggung jawab atas

jasa yang diberikan. Pengaturan demikian akan menimbulkan permasalahan pada

saat akuntan publik asing sudah tidak berdomisili atau keluar dari Indonesia, namun

terdapat suatu kasus yang melibatkan akuntan asing tersebut.

KETIGA, kami berpendapat bahwa RUU ini tidak mencerminkan good governance

yang baik. Prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, independensi dan kesetaraan

tidak tercermin dalam RUU ini, karena:

1. Dari 69 pasal dalam RUU Akuntan Publik terdapat 28 Pasal yang memberikan

kewenangan pengaturan lebih lanjut kepada Pemerintah.

2. Penarikan kewenangan sertifikasi profesi, pendidikan profesi berkelanjutan

(PPL), penyusunan standar profesi termasuk kode etik dan reviu

mutu/pemeriksaan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 33, 34, 35, 36 dan 45

yang selama ini telah dilaksanakan oleh profesi akuntan publik melalui IAPI

ditarik menjadi wewenang Pemerintah sepenuhnya.

a. Kami berpendapat bahwa elemen yang diatur dalam Pasal-pasal tersebut

adalah bidang pekerjaan yang merupakan kompetensi profesi dan selama ini

telah dikerjakan oleh IAPI secara mandiri. Kondisi tersebut tidak

memberdayakan IAPI dalam meningkatkan kompetensi dan profesionalitas

Akuntan Publik. Kami juga berpendapat bahwa skema pengaturan

pelimpahan kewenangan dan sewaktu-waktu dapat dicabut kembali (pasal

34, 35, 36) merupakan ketentuan yang tidak lazim dan tidak memberikan

kepastian hukum.

b. Kami juga berpendapat bahwa pengaturan dalam Pasal-pasal yang terkait

dengan standar profesi akuntan publik, kode etik dan standar akuntansi

keuangan (pasal 34, 35, 36: kewenangan di Pemerintah, didelegasikan ke

asosiasi dan kemudian dapat ditarik kembali) tidak sejalan dengan ketentuan

dalam Pasal 66 dan Pasal 69 ayat (1) UU No. 8 tahun 1995 tentang Pasar

Page 6: Press Release IAPI Menolak Materi RUU Akuntan Publik

6  

Modal. Pasal 66 UU Pasar Modal menyatakan bahwa “Setiap Profesi

Penunjang Pasar Modal wajib menaati kode etik dan standar profesi yang

ditetapkan oleh asosiasi profesi masing-masing sepanjang tidak bertentangan

dengan Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya”. Profesi

Penunjang Pasar Modal yang dimaksud dalam ayat tersebut diantaranya

adalah akuntan publik. Sedangkan Pasal 69 ayat (1) menyatakan bahwa

“Laporan keuangan yang disampaikan kepada Bapepam-LK wajib disusun

berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum” dan dalam penjelasan

pasal disebutkan Penjelasan Pasal 69 Ayat (1) “Yang dimaksud dengan

prinsip akuntansi yang berlaku umum dalam ayat ini adalah Standar

Akuntansi Keuangan yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dan

praktik akuntansi lainnya yang lazim berlaku di Pasar Modal.”

c. Pengaturan terhadap Pasal 45 juga menimbulkan ketidakpastian hukum

mengenai bagaimana pemeriksaan yang dilakukan terhadap akuntan publik,

karena pemeriksaan dapat dilimpahkan kepada siapa saja sehingga tidak

jelas kualifikasi pemeriksanya. Selain itu, lingkup pemeriksaan terhadap

akuntan publik yang dimaksud dalam UU ini juga meliputi pemeriksaan

terhadap kepatuhan terhadap standar auditing dan kode etik serta ketentuan

UU yang berlaku. Kami berpendapat bahwa semestinya pemeriksaan yang

dilakukan terhadap akuntan publik dengan cakupan sesuai dengan UU ini

haruslah dilakukan oleh pihak yang mengerti profesi dan mempunyai keahlian

sebagai akuntan publik, seperti pengalaman berpraktik sebagai akuntan

publik sehingga tujuan pemeriksaan tercapai. Pemeriksaan yang dilakukan

oleh pihak yang tidak kompeten hanya akan menimbulkan dampak buruk

terhadap profesi akuntan publik.

3. RUU Akuntan Publik ini tidak mengatur mekanisme pembuktian, keberatan dan

banding Akuntan Publik yang dinyatakan bersalah (dikenakan sanksi), (pasal 48

sampai dengan pasal 62). Selain itu RUU ini juga: (a) tidak mengatur adanya

mekanisme check and balance; (b) Terdapat 15 pasal (22%) dari 69 jumlah

seluruh pasal merupakan pasal sanksi administrasi dan 2 pasal sanksi pidana

sehingga RUU ini lebih mengesankan sebagai UU yang hanya berisi sanksi; (c)

Memberikan “check kosong” melalui pemberian kewenangan lebih lanjut ke

peraturan di bawah Undang-undang untuk membuat tata cara sanksi; (d) Praktik

yang selama ini terjadi mekanisme pengenaan sanksi kurang transparan bagi

Page 7: Press Release IAPI Menolak Materi RUU Akuntan Publik

7  

individu Akuntan Publik dan due process tidak jelas, dan tidak ada kesempatan

banding/keberatan bagi akuntan publik atas sanksi yang dikenakan.

4. Pasal 5 dan Pasal 18 RUU ini juga memberikan kewenangan kepada Menteri

Keuangan untuk memberikan izin akuntan publik dan kantor akuntan publik

termasuk pengenaan sanksi dan perpanjangan izin. Kami menolak skema

pengaturan demikian termasuk perpanjangan perizinan.

Dari uraian poin-poin diatas menunjukan bahwa RUU ini memberikan kewenangan

yang luar biasa kepada Menteri Keuangan untuk mengatur profesi akuntan publik,

yaitu dari perizinan, penetapan standar profesi dan kode etik, ujian sertifikasi profesi,

pemeriksaan, pengenaan sanksi termasuk keberadaan asosiasi profesi. Pengaturan

demikian hanya akan menambah beban Pemerintah dan bersifat government centris

dan tidak memberdayakan masyarakat sipil (civil society). Kami memandang bahwa

pengaturan tersebut bukan merupakan suatu best practice sesuai dengan prinsip

good governance karena tidak memberdayakan civil society masyarakat, profesi

akuntan publik dan tidak memberikan kepastian hukum karena lebih berupa

pemberian “check kosong” kepada Pemerintah.

Dampak pengaturan demikian adalah independensi dan kemandirian profesi

akuntan publik berpotensi tersubordinasi di bawah kendali dan kehendak

Pemerintah sehingga karakteristik utama profesi akuntan publik sebagai sebuah

profesi yang membutuhkan kemandirian dan independensi menjadi hilang. Dampak

atas pola hubungan ini akan terlihat jelas, pada saat akuntan publik harus

melakukan audit atas laporan keuangan BUMN sesuai amanah UU BUMN, atau

melakukan audit untuk dan atas nama BPK atas laporan keuangan Pemerintah

sesuai UU BPK. Dilain pihak, sesuai dengan UU Keuangan Negara dan UU BUMN,

Menteri Keuangan adalah Bendahara Umum Negara yang berperan sebagai

penanggung jawab laporan keuangan Pemerintah dan pemegang saham BUMN.

Dalam kondisi demikian maka akan terjadi potensi benturan kepentingan dan

menurunkan tingkat independesi pada saat akuntan publik menjalankan peran

sebagai auditor independen, karena akuntan publik diurus, diatur, diawasi, dan

dikenakan sanksi oleh Menteri Keuangan, yang sekaligus juga sebagai Bendahara

Umum Negara. Selain itu, banyak dijumpai bahwa komisaris di berbagai BUMN

banyak dijabat secara rangkap oleh pejabat eselon Pemerintah termasuk dari

Kementerian Keuangan, sehingga dalam hubungannya dengan akuntan publik maka

Page 8: Press Release IAPI Menolak Materi RUU Akuntan Publik

8  

posisi komisaris juga dapat menimbulkan benturan kepentingan baik secara institusi

maupun personal.

SOLUSI Aspirasi anggota IAPI menghendaki bahwa profesi ini harus diatur dalam suatu UU

dimana perizinan, pengaturan, pembinaan dan pengawasan profesi akuntan publik

dilakukan oleh suatu lembaga independen yang melibatkan partisipasi seluruh

stakeholder profesi. Kami mengusulkan agar dibentuk KONSIL AKUNTAN PUBLIK

INDONESIA (KAPI) yang bertugas dan menjalankan fungsi pengaturan, pembinaan

dan pengawasan akuntan publik yang anggotanya terdiri atas unsur Pemerintah,

akuntan publik, akademisi, dan pengguna jasa serta didanai oleh profesi dan

Pemerintah. Kami juga mengusulkan agar RUU ini hendaknya memberikan

kerangka dasar (blue print) pengembangan profesi akuntan publik di masa depan

untuk mewujudkan akuntan publik Indonesia yang mempunyai kualitas internasional

sehingga siap bersaing di tingkat global. Tren global menunjukan bahwa di banyak

Negara termasuk G-20 dan ASEAN pengaturan profesi akuntan publik diatur dalam

UU dan kewenangan profesi diatur oleh suatu badan (council) independen yang

terdiri atas unsur-unsur para stakeholders.

Demikian atas perhatian dan kerjasamanya, kami mengucapkan terima kasih.

Jakarta, 20 Agustus 2010

Tia Adityasih – Ketua Umum (0816-874612)

Tarkosunaryo – Sekretaris Umum (0811-8110228, 0815-1843200)