presentasi kasus anestesi hanny lma

Upload: hanny-novia-rini

Post on 03-Jun-2018

262 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    1/41

    PRESENTASI KASUS

    INSTALASI ANESTESI & REANIMASIRSPAD GATOT SOEBROTO

    JAKARTA

    ANESTESI UM UM DENGAN PEMASANGAN LM A PADA TUMOR MAMMAE SINI STRA 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Anestesi umum adalah tindakan anestesi yang dilakukan dengan cara menghilangkan

    nyeri secara sentral, disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible.

    Pada anestesi umum harus memenuhibeberapa hal ini yaitu hipnotik, analgesi, relaksasi otot

    diperlukan untuk mengurangi tegangnya tonus otot sehingga akan mempermudah tindakan

    pembedahan, stabilisasi otonom.

    Penemuan dan pengembangan laryngeal mask airway (LMA) oleh seorang ahli

    anastesi berkebangsaan inggris dr. Archie Brain telah memberikan dampak yang luas dan

    bermakna dalam praktek anastesi, penanganan airway yang sulit, dan resusitasi

    kardiopulmonar. LMA telah mengisi kekosongan antara penggunaan face mask dengan

    intubasi endotracheal. LMA memberikan ahli anastesi alat baru penanganan airway yaitu

    jalan nafassupraglotik, sehingga saat ini dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu : (1)

    jalan nafaspharyngeal, (2) jalan nafassupraglotik, dan (3) jalan nafas intratracheal. Ahli

    anastesi mempunyai variasi yang lebih besar untuk penanganan jalan nafas sehingga lebih

    dapat disesuaikan dengan kondisi tiap-tiap pasien, jenis anastesi, dan prosedur

    pembedahan.1,2

    LMA atau sungkup laring menjadi sangat populer dalam beberapa dekade terakhir ini.

    Penggunaan sungkup laring mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan penggunaan

    intubasi endotrakeal dan sungkup muka. Salah satu yang menjadi kelemahan penggunaan

    sungkup muka adalah tidak dapat melindungi jalan nafas dari kemungkinan regurgitasi isi

    lambung .Dalam pemasangannya, sungkup laring tidak memerlukan laringoskop, tidak perlu

    pemberian pelumpuh otot, tidak merusak pita suara, respon kardiovaskuler sangat rendah

    dibanding intubasi endotrakea.

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    2/41

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    3/41

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    4/41

    PRESENTASI KASUS

    INSTALASI ANESTESI & REANIMASIRSPAD GATOT SOEBROTO

    JAKARTA

    ANESTESI UM UM DENGAN PEMASANGAN LM A PADA TUMOR MAMMAE SINI STRA 4

    tidak teraba ketika pasien berbaring terlentang atau duduk, tetapi pada saat pasien

    berbaring menghadap ke kanan. Pasien merasa benjolaan semakin lama semakin

    membesar sehingga ia memutuskan untuk memeriksakannya ke RSPAD Poli

    Bedah. Ukuran awal diakui pasien hanya sebesar kacang hijau namun sekarang

    sudah sebesar kira-kira seukuran kelereng, tidak disertai bengkak di sekitar

    benjolan. Satu minggu terakhir demam disangkal, batuk disangkal, pilek

    disangkal.

    Riwayat Penyakit Dahulu

    Sebelumnya pasien belum pernah sakit seperti ini.

    Riwayat Penyakit, Operasi dan Anestesi di Keluarga

    Hipertensi diakui dialami oleh Ayah pasien

    Kanker diakui dialami oleh Ibu dan Paman dari Ibu

    Diabetes Mellitus, sakit jantung, asma, alergi ataupun riwayat operasi dan

    anestesi disangkal.

    Riwayat Penyakit Sistemik

    DISANGKAL : Hipertensi, Diabetes Mellitus, penyakit jantung, penyakit paru

    kronik, penyakit hati, penyakit ginjal, asma, alergi obat/makanan, riwayat

    penurunan kesadaran, riwayat kejang.

    Riwayat Operasi

    Tidak ada

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    5/41

    PRESENTASI KASUS

    INSTALASI ANESTESI & REANIMASIRSPAD GATOT SOEBROTO

    JAKARTA

    ANESTESI UM UM DENGAN PEMASANGAN LM A PADA TUMOR MAMMAE SINI STRA 5

    Riwayat Pengobatan

    Tidak ada

    Riwayat Trauma

    Disangkal

    Riwayat Kebiasaan

    Pasien tidak merokok, konsumsi alkohol, obat-obatan terlarang

    Gigi palsu, gigi goyang atau gigi berlubang tidak ada

    C. Pemeriksaan Fisik

    Pemerikasaan Fisik dilakukan pada tanggal 24 Agustus 2014 pukul 16.00

    Keadaan Umum : baik

    Kesadaran : compos mentis

    Status Gizi :

    BB : 65 kg

    TB : 158 cm

    BMI : 26 kg/m2

    (Overweight)

    Tanda-tanda vital :

    TD : 130/80 mmHg

    Nadi : 86x/menit

    RR : 18 x/menit

    Suhu : 36,20C

    Status Generalis :

    Kepala : Normocephal, tidak ada deformitas, rambut tidak mudah

    dicabut

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    6/41

    PRESENTASI KASUS

    INSTALASI ANESTESI & REANIMASIRSPAD GATOT SOEBROTO

    JAKARTA

    ANESTESI UM UM DENGAN PEMASANGAN LM A PADA TUMOR MAMMAE SINI STRA 6

    Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, reflex pupil +/+

    Telinga : normotia, kedua liang telinga lapang, tidak ada serumen

    Hidung : napas cuping hidung tidak ada, epitaksis tidak ada, sekret

    tidak ada, deviasi septum tidak ada

    Tenggorokan : tonsil T1-T1 tenang, faring tidak hiperemis Mulut : incisor distance3 jari pasien, jarak mental hyoid 3 jari pasien,

    jarak mulut-tiroid 2 jari, Mallampati I, oral hygiene baik,

    mukosa lembab dan tidak pucat, lidah bersih, gigi palsu / gigi

    goyang disangkal

    Leher : Tidak ada pembesaran KGB, tidak ada deviasi trakea, tidak

    ada massa, nyeri tekan tidak ada

    Thoraks :Paru-paru :

    o Inspeksi : pergerakan dada simetris dextra sinistra

    o Palpasi : vocal fremitus simetris dextra sinistra

    o Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru

    o Auskultasi : suara dasar napas vesikuler, wheezing tidak ada,

    rhonkii tidak ada

    Jantung :

    o Inspeksi : iktus kordis tampak

    o Palpasi : iktus kordis kuat angkat

    o Perkusi : batas jantung tidak melebar

    o Auskultasi : BJ I-II regular, murmur tidak ada, gallop tidak ada

    Abdomen :

    o Inspeksi : datar

    o Auskultasi : bising usus dalam batas normal

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    7/41

    PRESENTASI KASUS

    INSTALASI ANESTESI & REANIMASIRSPAD GATOT SOEBROTO

    JAKARTA

    ANESTESI UM UM DENGAN PEMASANGAN LM A PADA TUMOR MAMMAE SINI STRA 7

    o Palpasi : nyeri tekan tidak ada, supel, terdapat benjolan pada

    inguinal dextra dan sinistra

    o Perkusi : timpani

    Ekstremitas : edema tidak ada, akral hangat, capillary refill < 2 detik

    D. Pemeriksaan Penunjang

    Pemeriksaan Laboratorium Klinik

    Jenis Pemeri ksaan Hasil Ni lai Rujukan

    Hematologi

    Darah Rutin

    Hemoglobin 14,2 1216 g/dL

    Hematokrit 41 3747 %

    Eritrosit 4,7 4,36,0 juta/uL

    Leukosit 6.420 4.80010.800 /uL

    Trombosit 214.000 150.000400.000/uL

    MCV 88 8096 fl

    MCH 30 2732 pg

    MCHC 34 32- 36 g/dL

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    8/41

    PRESENTASI KASUS

    INSTALASI ANESTESI & REANIMASIRSPAD GATOT SOEBROTO

    JAKARTA

    ANESTESI UM UM DENGAN PEMASANGAN LM A PADA TUMOR MAMMAE SINI STRA 8

    Koagulasi

    Waktu Protrombin (PT)

    Kontrol

    Pasien

    APTT

    Kontrol

    Pasien

    Faal Hemostasis

    Waktu Perdarahan

    Waktu Pembekuan

    Kimia Klinik

    SGOT (AST)

    SGPT (ALT)

    Ureum

    Kreatinin

    Glukosa Darah (Puasa)

    11.0

    9.8

    31.2

    33.2

    130

    430

    22

    20

    22

    0.7

    97

    detik

    9.3-11.8 detik

    detik

    31-47 detik

    1-3 menit

    1-6 menit

    < 35 U/L

    < 40 U/L

    20-50 mg/dL

    0.5-1.5 mg/dL

    70-100 mg/dL

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    9/41

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    10/41

    PRESENTASI KASUS

    INSTALASI ANESTESI & REANIMASIRSPAD GATOT SOEBROTO

    JAKARTA

    ANESTESI UM UM DENGAN PEMASANGAN LM A PADA TUMOR MAMMAE SINI STRA 10

    I. Prognosis

    Quo ad Vitam : dubia

    Quo ad Functionam : dubia

    Quo ad Sanactionam : dubia

    J. Kesimpulan

    Pasien seorang perempuan usia 44 tahun, status fisik ASA II dengan Overweight

    (BMI = 26 kg/m2) dengan diagnosis Tumor Mammae Sinistra dengan rencana

    Anestesi Umum dengan pemasangan LMA.

    II.2 PERSIAPAN PRA ANESTESI

    II.2.1. Persiapan pasien

    1.

    Informed consent

    2. Surat persetujuan operasi

    3. Pasien dipuasakan sejak pukul 00.00 WIB tanggal 25 Agustus 2014 tujuannya

    untuk memastikan bahwa lambung pasien telah kosong sebelum tindakan untuk

    menghindari kemungkinan terjadinya muntah dan aspirasi isi lambung yang akan

    membahayakan pasien.

    4.

    Pengosongan kandung kemih pada pagi hari sebelum operasi.

    5. Pendataan kembali identitas pasien di kamar operasi. Anamnesa singkat yang

    meliputi BB, umur, riwayat penyakit, riwayat kebiasaan, dll.

    6.

    Pemeriksaan fisik di ruang persiapan : TD : 160/90 mmHg, Nadi 86 x/menit, RR

    18x/menit.

    7. Memakai pakaian operasi yang telah disediakan di ruang persiapan.

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    11/41

    PRESENTASI KASUS

    INSTALASI ANESTESI & REANIMASIRSPAD GATOT SOEBROTO

    JAKARTA

    ANESTESI UM UM DENGAN PEMASANGAN LM A PADA TUMOR MAMMAE SINI STRA 11

    II.2.2. Persiapan Alat Anastesi

    1. Mesin anastesi

    Komponen I : Sumber gas, flowmeter dan vaporizer

    Komponen II : Sirkuit napas / system ventilasi yaitu open, semi open

    semiclose

    Komponen III : Alat penghubung sistem ventilasi dengan pasien yaitu

    sungkup mukadan pipa ombak.

    2.

    Elektrokardiografi ( EKG )

    3. Sfigmomanometer digital

    4. Oksimeter pulse / O2saturasi

    5.

    Suction

    6. Guedel

    7. Sungkup muka ( face mask )

    8. Nasal kanul

    9. Balon pernafasan

    10. Infus set dan cairan infus

    11.

    Plester

    12.

    Sungkup laring (LMA) no 313. Stetoskop

    14.

    Gel

    15. Kateter urin + urin bag

    16.

    Spuit berbagai ukuran (3 cc, 5 cc, 10 cc, 20 cc)

    II.2.3 PERSIAPAN OBAT

    Anestesi umum:

    a. Premedikasi : Midazolame,Fentanyl

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    12/41

    PRESENTASI KASUS

    INSTALASI ANESTESI & REANIMASIRSPAD GATOT SOEBROTO

    JAKARTA

    ANESTESI UM UM DENGAN PEMASANGAN LM A PADA TUMOR MAMMAE SINI STRA 12

    b.Obat induksi : Propofol

    c. Obat pelumpuh otot : Atracurium

    d.

    Maintanance anastesi : Isoflurane , N2O, O2

    Obat Emergensi :

    a. Sulfas Atropin dosis dosis 0.5 mg- 1 mg IV

    b.Epinephrine dosis 1 mg atau 0.02 mg/kg larutan 1:10.000

    c. Ephedrine dosis 5-20 mg

    d.

    Dexamethason dosis 0.5- 25 mg/hari IV

    e. Aminophylline dosis 5-6 mg/kg IV

    f. Amiodarone dosis 150 mg IV dalam 10 menit (maks 2.2 gr)

    g.

    Nalokson dosis 1-2 mcg/kgBB IV

    Obat Tambahan :

    a. Analgetik : Ketorolac dosis 30 mg IV

    b.Antibiotik : Ceftriaxone dosis 2 gr IV

    c. Anti emetik : Ondansentron dosis 8 mg IV

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    13/41

    PRESENTASI KASUS

    INSTALASI ANESTESI & REANIMASIRSPAD GATOT SOEBROTO

    JAKARTA

    ANESTESI UM UM DENGAN PEMASANGAN LM A PADA TUMOR MAMMAE SINI STRA 13

    BAB III

    PELAKSANAAN ANESTESI

    INTRA OPERATIF

    o Pukul 12.30 WIB

    Memasang infus Ringer Laktat 1

    Memasang monitor EKG dan oksimeter pulse

    Mengukur tekanan darah

    TD 164/96 mmHg, nadi : 73 x/menit, saturasi O2 : 99%, pernafasan :

    17 x/menit

    o Pukul 12.44 WIB

    Pasien dalam posisi terlentang. Pasien diberitahukan bahwa akan

    dilakukan tindakan pembiusan.

    Pemberian premedikasi Midazolame 2,5 mg iv dilanjutkan dengan

    Fentanyl 100 mcg iv

    TD : 140/88 mmHg, Nadi : 86x/mnt, SaO2: 99%

    Induksi dengan Propofol 100 mg iv

    Setelah reflek bulu mata menghilang diberikan notrixum 40 mg iv

    Dilakukan preoksigenasi dengan sungkup muka menggunakan O2

    sebanyak 4 liter / menit

    Setelah relaksasi pasien diintubaasi dengan LMA no 3

    Dengan steteskop bahwa paru kanan dan kiri sama dan dinding dada

    kanan dan kiri bergerak simetris pada setiap inspirasi buatan.

    LMA dihubungkan dengan konektor ke sirkuit nafas alat anestesi,

    kemudian N2O dibuka 2,5 liter/menit dan O2 2,5 liter/menit (N2O :

    O2=50% : 50%) kemudian isofluran dibuka 2 vol%

    Inspirasi 400 ml dengan frekuensi 14 kali per menit

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    14/41

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    15/41

    PRESENTASI KASUS

    INSTALASI ANESTESI & REANIMASIRSPAD GATOT SOEBROTO

    JAKARTA

    ANESTESI UM UM DENGAN PEMASANGAN LM A PADA TUMOR MAMMAE SINI STRA 15

    a. Maintenance (M)= BB x kebutuhan cairan per jam

    4 x 10 = 40 cc

    2 x 10 = 20 cc 105 cc/jam

    1 x 45 = 45 cc

    b. Pengganti puasa (P)= M x jam puasa

    = 105 cc/jam x 12 jam

    = 1260 cc

    c. Jenis operasi (O)= BB x jenis operasi (kecil)

    = 65 kg x 4 cc/kg

    = 260 cc

    Total kebutuhan cairan durante operasi :

    Jam pertama = M+ 50% P+ O

    = 105 cc + 630 cc + 260 cc

    = 995 cc

    Cairan yang diberikan (Selama peri operatiff) = Ringer Laktat 500 cc

    EBV = 65 cc/kgBB x 65 kg = 4225 cc

    Jumlah perdarahan =

    % perdarahan =

    Urin yang tertampung selama operasi =

    POST OPERATIF

    Pasien masuk ke ruang pemulihan pada pukul 13.30 WIB. Dilakukan penilaian terhadap

    tingkat kesadaran, pada pasien kesadarannya adalah compos mentis. Dilakukan pemeriksaan

    tanda-tanda vital ditemukan tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 72 x/menit, respirasi 20

    x/menit dan saturasi O299%.

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    16/41

    PRESENTASI KASUS

    INSTALASI ANESTESI & REANIMASIRSPAD GATOT SOEBROTO

    JAKARTA

    ANESTESI UM UM DENGAN PEMASANGAN LM A PADA TUMOR MAMMAE SINI STRA 16

    Sebelum dipindahkan ke ruang perawatan dilakukan penilaian pulih sadar menurut

    Aldrete Score di ruang pemulihan dan ditemukan tingkat kesadaran dengan nilai 2, pernafasan

    dengan nilai 2, tekanan darah dengan nilai 2, aktivitas dengan nilai 2, warna kulit dengan

    nilai 2. Dan total nilai keseluruhan 10. Yang menandakan pasien diperbolehkan pindah ke

    ruang perawatan.

    Pada pasien diberikan instruksi pasca bedah, yaitu :

    Pengelolaan nyeri dengan Fentanyl 25 mcg intravena

    Apabila mual/muntah : injeksi Ondansentron 4mg via intravena

    Cairan infus RL 30 tetes per menit

    Dilakukan pemeriksaan tandatanda vital setiap 15 menit selama 2 jam pertama,

    lalu setiap jam selama 24 jam hingga hemodinamik stabil

    Terapi lain sesuai dengan terapi bedah

    Bed rest

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    17/41

    PRESENTASI KASUS

    INSTALASI ANESTESI & REANIMASIRSPAD GATOT SOEBROTO

    JAKARTA

    ANESTESI UM UM DENGAN PEMASANGAN LM A PADA TUMOR MAMMAE SINI STRA 17

    BAB IV

    TINJAUAN PUSTAKA

    Pada kasus ini, pasien dengan jenis perempuan, 44 tahun dengan diagnosis Tumor

    Mammae Sinistra akan dilakuan tindakan Eksisi dan Biopsi. Berdasarkan anamnesis,

    pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang didapat, pasien dapat digolongkan dalam

    ASA II dengan Overweight (BMI = 26 kg/m2).

    Sebelum tindakan operasi, dilakukan persiapan pra anestesi 1-2 hari sebelum operasi

    dilaksanakan dengan tujuan :4

    1. Untuk mempersiapkan mental dan fisik pasien secara optimal

    2. Merencanakan dan memilih teknik dan obat-obatan anestesi yang sesuai

    3.

    Menentukan klasifikasi yang sesuai (berdasarkan klasifikasi ASA)

    Rencana anestesi pada pasien ini adalah anestesi umum dengan pemasangan LMA.

    Anestesi umum adalah tindakan anestesi yang dilakukan dengan cara menghilangkan

    nyeri secara sentral, disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible.

    Pada anestesi umum harus memenuhi beberapa hal ini yaitu hipnotik, analgesi, relaksasi otot

    diperlukan untuk mengurangi tegangnya tonus otot sehingga akan mempermudah tindakan

    pembedahan, stabilisasi otonom.

    Untuk menjamin jalan nafas pasien selama tidak sadar, maka dilakukan pemasanganLMA, karena dinilai lebih aman dan lebih tidak invasive dibanding dengan pemasangan

    Endotracheal Tube (ET). Dipilih manajemen jalan nafas dengan LMA karena pertimbangan

    lama operasi yang tidak begitu lama, karena LMA tidak dapat digunakan pada pasien yang

    membutuhkan bantuan ventilasi dalam jangka waktu lama. LMA juga tidak dapat dilakukan

    pada pasien dengan reflek jalan nafas yang intack, karena insersi LMA akan mengakibatkan

    laryngospasme. LMA sebagai alternatif dari ventilasi face mask atau intubasi ET untuk

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    18/41

    PRESENTASI KASUS

    INSTALASI ANESTESI & REANIMASIRSPAD GATOT SOEBROTO

    JAKARTA

    ANESTESI UM UM DENGAN PEMASANGAN LM A PADA TUMOR MAMMAE SINI STRA 18

    airway management. LMA bukanlah suatu penggantian ET, ketika pemakaian ET menjadi

    suatu indikasi.

    Keuntungan penggunaan LMA diabanding ET adalah kurang invasif, mudah

    penggunaanya, minimal trauma pada gigi dan laring, efek laringospasme dan bronkospasme

    minimal, dan tidak membutuhkan agen relaksasi otot untuk pemasangannya.

    ANATOMI & FISIOLOGI JALAN NAFAS BAGIAN ATAS

    Hidung

    Jalan nafas yang normal secara fungsional dimulai dari hidung. Udara lewat melalui

    hidung yang berfungsi sangat penting yaitu penghangatan dan melembabkan (humidifikasi).

    Hidung adalah jalan utama pada pernafasan normal jika tidak ada obstruksi oleh polip atau

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    19/41

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    20/41

    PRESENTASI KASUS

    INSTALASI ANESTESI & REANIMASIRSPAD GATOT SOEBROTO

    JAKARTA

    ANESTESI UM UM DENGAN PEMASANGAN LM A PADA TUMOR MAMMAE SINI STRA 20

    velecula. Velecula ini adalah tempat diletakkannya ujung blade laringokop Macinthos.

    Epiglotis menggantung pada bagian dalam laring dan tidak dapat melindungi jalan nafas

    selama udema.

    Rongga laring meluas dari epiglotis ke kartilago krikoid dibagian bawah. Bagian

    dalam dibentuk oleh epiglotis, gabungan apek kartilago arytnenoid, lipatan aryepiglotis,

    Bagian dalam rongga laring adalah lipatan vestibuler cincin sempit dan jaringan fibrus pada

    tiap sisinya. Ini perluasan dari permukaan anterolateral aritenoid, sudut tiroid, dimana yang

    terakhir berikatan dengan epiglotis. Lipatan ini adalah sebagai korda vokalis palsu, yang

    terpisah dari korda vokalis sesungguhnya oleh sinus laringeal atau ventrikel. Korda vokalis

    yang sesungguhnya pucat, putih, struktur ligamen melekat pada sudut tiroid bagian belakang.

    Celah triangular antara korda vocalis saat glotis terbuka merupakan segmen tersempit pada

    orang dewasa. Pada anak kurang dari 10 tahun, bagian tersempit adalah dibawah plika vocalispada level setinggi cincin krikoid.

    Panjang rata-rata pembukaan glotis sekitar 23 mm pada laki-laki 17 mm pada wanita.

    Lebar glotik adalah 6-9 mm tapi dapat direntangkan sampai 12 mm. Penampang melintang

    glotis sekitar 60100 mm2

    Bidang pembahasan pada bab ini tidak memungkinkan membahas secara mendetail

    aksi dari otot-otot laring, namun demikian otot-otot ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga

    group berdasarkan aksinya pada korda: abduktor, adduktor, dan regulasi tegangan. Seluruh

    inervasi motorik dan sensorik pada otot-otot laring berasal dari dua cabang nervus vagus

    yaitu nervus superior dan rekuren laring, yang secara ringkas disajikan dalam tabel 1.

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    21/41

    PRESENTASI KASUS

    INSTALASI ANESTESI & REANIMASIRSPAD GATOT SOEBROTO

    JAKARTA

    ANESTESI UM UM DENGAN PEMASANGAN LM A PADA TUMOR MAMMAE SINI STRA 21

    Trakea

    Trakea adalah sebuah struktur berbentuk tubulus yang mulai setinggi Cervikal 6

    columna vertebaralis pada level kartilago tiroid. Trakea mendatar pada bagian posterior,

    panjang sekitar 1015 cm, didukung oleh 16 20 tulang rawan yang berbentuk tapal kuda

    sampai bercabang menjadi dua atau bifurkasio menjadi bronkus kanan dan kiri pada thorakal

    5 kolumna vertebaralis. Luas penampang melintang lebih besar dari glotis, antara 150 300

    mm2.

    Beberapa tipe reseptor pada trakea, sensitif terhadap stimulus mekanik dan kimia.

    Penyesuaian lambat reseptor regang yang berlokasi pada otot-otot dinding posterior,

    membantu mengatur rate dan dalamnya pernafasan, tetapi juga menimbulkan dilatasi pada

    bronkus melalui penurunan aktivitas afferen nervus vagus. Respon cepat resptor iritan yang

    Tabel 1. Inervasi Laryng

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    22/41

    PRESENTASI KASUS

    INSTALASI ANESTESI & REANIMASIRSPAD GATOT SOEBROTO

    JAKARTA

    ANESTESI UM UM DENGAN PEMASANGAN LM A PADA TUMOR MAMMAE SINI STRA 22

    berada pada seluruh permukaan trakea berfungsi sebagai reseptor batuk dan mengandung

    reflek bronkokontriksi.

    LARINGEAL MASK AIRWAY

    Hilangnya kesadaran karena induksi anestesi berhubungan dengan hilangnya

    pengendalian jalan nafas dan reflex-reflex proteksi jalan nafas. Tanggung jawab dokter

    anestesi adalah untuk menyediakan respirasi dan managemen jalan nafas yang adekuat untuk

    pasien. LMA telah digunakan secara luas untuk mengisi celah antara intubasi ET dan

    pemakaian face mask. LMA di insersi secara blind ke dalam pharing dan membentuk suatu

    sekat bertekanan rendah sekeliling pintu masuk laring.

    Desain dan Fungsi

    Laringeal mask airway ( LMA ) adalah alat supra glotis airway, didesain untukmemberikan dan menjamin tertutupnya bagian dalam laring untuk ventilasi spontan dan

    memungkinkan ventilasi kendali pada mode level (< 15 cm H2O) tekanan positif. Alat ini

    tersedia dalam 7 ukuran untuk neonatus, infant, anak kecil, anak besar, kecil, normal dan

    besar.

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    23/41

    PRESENTASI KASUS

    INSTALASI ANESTESI & REANIMASIRSPAD GATOT SOEBROTO

    JAKARTA

    ANESTESI UM UM DENGAN PEMASANGAN LM A PADA TUMOR MAMMAE SINI STRA 23

    Macam-Macam LMA

    LMA dapat dibagi menjadi 4:

    1. Clasic LMA

    2. Fastrach LMA

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    24/41

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    25/41

    PRESENTASI KASUS

    INSTALASI ANESTESI & REANIMASIRSPAD GATOT SOEBROTO

    JAKARTA

    ANESTESI UM UM DENGAN PEMASANGAN LM A PADA TUMOR MAMMAE SINI STRA 25

    2. LMA Fastrach ( Intubating LMA )

    LMA Fastrach terdiri dari sutu tube stainless steel yang melengkung ( diameter internal 13

    mm ) yang dilapisi dengan silicone, connector 15 mm, handle, cuff, dan suatu batang

    pengangkat epiglotis. Perbedaan utama antara LMA clasic dan LMA Fastrach yaitu pada tube

    baja, handle dan batang pengangkat epiglottic.

    Nama lain dari Intubating LMA : Fastrach. Laryngeal mask yang dirancang khusus untuk

    dapat pula melakukan intubasi tracheal. Sifat ILMA : airway tube-nya kaku, lebih pendek dan

    diameternya lebih lebar dibandingkan cLMA. Ujung proximal ILMA terdapat metal handle

    yang berfungsi membantu insersi dan membantu intubasi, yang memungkinkan insersi dan

    manipulasi alat ini. Di ujung mask terdapat pengangkat epiglotis, yang merupakan batang

    semi rigid yang menempel pada mask. ILMA didesign untuk insersi dengan posisi kepala dan

    leher yang netral. Ukuran ILMA : 3 5, dengan tracheal tube yang terbuat dari silicone yang

    dapat dipakai ulang, dikenal : ILMA tube dengan ukuran : 6,08,0 mm internal diameter.

    ILMA tidak boleh dilakukan pada pasien-pasien dengan patologi esofagus bagian atas

    karena pernah dilaporkan kejadian perforasi esofagus. Intubasi pada ILMA bersifat blind

    intubation technique. Setelah intubasi direkomendasikan untuk memindahkan ILMA. Nyeri

    tenggorok dan suara serak biasanya ringan, namun lebih sering terjadi pada pemakaian ILMA

    dibandingkan cLMA. ILMA memegang peranan penting dalam managemen kesulitan

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    26/41

    PRESENTASI KASUS

    INSTALASI ANESTESI & REANIMASIRSPAD GATOT SOEBROTO

    JAKARTA

    ANESTESI UM UM DENGAN PEMASANGAN LM A PADA TUMOR MAMMAE SINI STRA 26

    intubasi yang tidak terduga. Juga cocok untuk pasien dengan cedera tulang belakang bagian

    cervical. Dan dapat dipakai selama resusitasi cardiopulmonal.

    Respon hemodinamik terhadap intubasi dengan ILMA mirip dengan intubasi konvensional

    dengan menggunakan laryngoscope. Kemampuan untuk insersi ILMA dari belakang, depan

    atau dari samping pasien dan dengan posisipasien supine, lateral atau bahkan prone, yang

    berarti bahwa ILMA merupakan jalan nafas yang cocok untuk insersi selama mengeluarkan

    pasien yang terjebak.

    3. LMA Proseal

    LMA Proseal mempunyai 2 gambaran desain yang menawarkan keuntungan lebihdibandingkan LMA standar selama melakukan ventilasi tekanan positif. Pertama, tekanan

    jalan nafas yang lebih baik yang berhubungan dengan rendahnya tekanan pada mukosa.

    Kedua, LMA Proseal terdapat pemisahan antara saluran pernafasan dengan saluran

    gastrointestinal, dengan penyatuan drainage tube yang dapat mengalirkan gas-gas esofagus

    atau memfasilitasi suatu jalur tube orogastric untuk dekompresi lambung.

    PLMA diperkenalkan tahun 2000. PLMA mempunyai mangkuk yang lebih lunak dan

    lebih lebar dan lebih dalam dibandingkan cLMA. Terdapat drainage tube yang melintas dari

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    27/41

    PRESENTASI KASUS

    INSTALASI ANESTESI & REANIMASIRSPAD GATOT SOEBROTO

    JAKARTA

    ANESTESI UM UM DENGAN PEMASANGAN LM A PADA TUMOR MAMMAE SINI STRA 27

    ujung mask, melewati mangkuk untuk berjalan paralel dengan airway tube. Ketika

    posisinya tepat, drain tube terletak dipuncak esofagus yang mengelilingi cricopharyngeal, dan

    mangkuk berada diatas jalan nafas. Lebih jauh lagi, traktus GI dan traktus respirasi secara

    fungsi terpisah.

    PLMA di insersi secara manual seperti cLMA. Akhirnya saat insersi sulit dapat melalui

    suatu jalur rel melalui suatu bougie yang dimasukkan kedalam esofagus. Tehnik ini paling

    invasif tetapi paling berhasil denganmisplacement yang kecil. Terdapat suatu teori yang baik

    dan bukti performa untuk mendukung gambaran perbandingan antara cLMA dengan PLMA,

    berkurangnya kebocoran gas, berkurangnya inflasi lambung, dan meningkatnya proteksi dari

    regurgitasi isi lambung. Akan tetapi, semua ini sepenuhnya tergantung pada ketepatan posisi

    alat tersebut Harga PLMA kira-kira 10 % lebih mahal dari cLMA dan direkomendasikan

    untuk 40 kali pemakaian

    Pada pasien dengan keterbatasan komplian paru atau peningkatan tahanan jalan nafas,

    ventilasi yang adekuat tidak mungkin karena dibutuhkan tekanan inflasi yang tinggi dan

    mengakibatkan kebocoran. Modifikasi baru,Proseal LMA telah dikembangkan untuk

    mengatasi keterbatasan ini dengan cuf yang lebih besar dan tube drain yang memungkinkan

    insersi gastric tube. Versi ini sering lebih sulit untuk insersinya dan pabrik

    merekomendasikan dengan bantuan introduser kaku.

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    28/41

    PRESENTASI KASUS

    INSTALASI ANESTESI & REANIMASIRSPAD GATOT SOEBROTO

    JAKARTA

    ANESTESI UM UM DENGAN PEMASANGAN LM A PADA TUMOR MAMMAE SINI STRA 28

    Pada suatu penelitian, ProSeal LMA juga dapat digunakan dalam jangka waktu panjang (

    40 jam ) tanpa menyebabkan tekanan yang berlebihan dan kerusakan mukosa hypopharing.

    Laporan terakhir, satu kasus injury nervus lingual telah dilaporkan saat pemakaian ProSealLMA. Sementara juga dilaporkan terjadi hypoglossal palsies oleh karena pemakaian clasic

    LMA. Meskipun begitu komplikasi tadi sangat jarang terjadi, frekwensi injury pada nervus

    cranialis dapat dikurangi dengan cara menghindari trauma saat dilakukan insersi,

    menggunakan ukuran yang sesuai dan meminimalisir volume cuff. Disarankan untuk

    membatasi tekanan jalan nafas kurang dari 20 cmH2O selama inflasi paru dan untuk

    menggunakan volume tidal yang kecil ( 6 10 ml/kgBB ). Ketika ProSeal LMA digunakan

    untuk periode memanjang, fungsi respirasi harus dimonitor secara ketat dan tekanan intracuff

    harus diperiksa secara periodik dan dipertahankan lebih rendah dari 60 cmH2O. Akhirnya

    resiko terjadinya inflasi lambung harus secara aktif disingkirkan dengan mendengarkan

    daerah leher dan abdomen dengan menggunakan stetoskop.

    4. Flexible LMA

    Bentuk dan ukuran mask nya hampir menyerupai cLMA, dengan airway tube terdapat

    gulungan kawat yang menyebabkan fleksibilitasnya meningkat yang memungkinkan posisi

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    29/41

    PRESENTASI KASUS

    INSTALASI ANESTESI & REANIMASIRSPAD GATOT SOEBROTO

    JAKARTA

    ANESTESI UM UM DENGAN PEMASANGAN LM A PADA TUMOR MAMMAE SINI STRA 29

    proximal end menjauhi lapang bedah tanpa menyebabkan pergeseran mask. Berguna pada

    pembedahan kepala dan leher, maxillo facial dan THT. fLMA memberikan perlindungan

    yang baik terhadap laryng dari sekresi dan darah yang ada diatas fLMA. Populer digunakan

    untuk pembedahan nasal dan pembedahan intraoral, termasuktons ilektomy. Airway tube

    fLMA lebih panjang dan lebih sempit, yang akan menaikkan resistensi tube dan work of

    breathing. Ukuran fLMA : 2 5. Insersi fLMA dapat lebih sulit dari cLMA karena

    flexibilitas airway tube. Mask dapat ber rotasi 180 pada sumbu panjangnya sehingga

    masknya mengarah ke belakang. Harga fLMA kira-kira 30 % lebih mahal dari cLMA dan

    direkomendasikan untuk digunakan 40 kali.

    Teknik Anestesi LMA

    Indikasi:

    a. Sebagai alternatif dari ventilasi face mask atau intubasi ET untuk airway

    management. LMA bukanlah suatu penggantian ET, ketika pemakaian ET menjadi

    suatu indikasi.

    b. Pada penatalaksanaan dificult airway yang diketahui atau yang tidak diperkirakan.

    c.

    Pada airway management selama resusitasi pada pasien yang tidak sadarkan diri.

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    30/41

    PRESENTASI KASUS

    INSTALASI ANESTESI & REANIMASIRSPAD GATOT SOEBROTO

    JAKARTA

    ANESTESI UM UM DENGAN PEMASANGAN LM A PADA TUMOR MAMMAE SINI STRA 30

    Kontraindikasi:

    a. Pasien-pasien dengan resiko aspirasi isi lambung ( penggunaan pada emergency

    adalah pengecualian ).

    b. Pasien-pasien dengan penurunan compliance sistem pernafasan, karena seal yang

    bertekanan rendah pada cuff LMA akan mengalami kebocoran pada tekanan inspirasi

    tinggi dan akan terjadi pengembangan lambung. Tekanainspirasi puncak harus dijaga

    kurang dari 20 cm H2O untuk meminimalisir kebocoron cuff dan pengembangan

    lambung.

    c. Pasien-pasien yang membutuhkan dukungan ventilasi mekanik jangka waktu lama.

    d. Pasien-pasien dengan reflex jalan nafas atas yang intack karena insersi dapat memicu

    terjadinya laryngospasme.

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    31/41

    PRESENTASI KASUS

    INSTALASI ANESTESI & REANIMASIRSPAD GATOT SOEBROTO

    JAKARTA

    ANESTESI UM UM DENGAN PEMASANGAN LM A PADA TUMOR MAMMAE SINI STRA 31

    Efek Samping :

    Efek samping yang paling sering ditemukan adalah nyeri tenggorok, dengan insidensi 10

    % dan sering berhubungan dengan over inflasi cuff LMA. Efek samping yang utama

    adalah aspirasi.

    Tehnik Induksi dan Insersi :

    Untuk melakukan insersi cLMA membutuhkan kedalaman anestesi yang lebih besar.

    Kedalaman anestesi merupakan suatu hal yang penting untuk keberhasilan selama

    pergerakan insersi cLMA dimana jika kurang dalam sering membuat posisi mask yang

    tidak sempurna Sebelum insersi, kondisi pasien harus sudah tidak berespon dengan

    mandibula yang relaksasi dan tidak berespon terhadap tindakan jaw thrust. Tetapi, insersi

    cLMA tidak membutuhkan pelumpuh otot. Hal lain yang dapat mengurangi tahanan yaitu

    pemakaian pelumpuh otot. Meskipun pemakaian pelumpuh otot bukan standar praktek di

    klinik, dan pemakaian pelumpuh otot akan mengurangi trauma oleh karena reflex proteksi

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    32/41

    PRESENTASI KASUS

    INSTALASI ANESTESI & REANIMASIRSPAD GATOT SOEBROTO

    JAKARTA

    ANESTESI UM UM DENGAN PEMASANGAN LM A PADA TUMOR MAMMAE SINI STRA 32

    yang di tumpulkan, atau mungkin malah akan meningkatkan trauma yang berhubungan

    dengan jalan nafas yang relax/menyempit jika manuver jaw thrust tidak dilakukan

    Propofol merupakan agen induksi yang paling tepat karena propofol dapat menekan

    refleks jalan nafas dan mampu melakukan insersi cLMA tanpa batuk atau terjadinya

    gerakan. Introduksi LMA ke supraglotis dan inflasi the cuff akan menstimulasi dinding

    pharing akan menyebabkan peningkatan tekanan darah dan nadi. Perubahan

    kardiovaskuler setelah insersi LMA dapat ditumpulkan dengan menggunakan dosis besar

    propofol yang berpengaruh pada tonus simpatis jantung.

    Jika propofol tidak tersedia, insersi dapat dilakukan setelah pemberian induksi

    thiopental yang ditambahkan agen volatil untuk mendalamkan anestesi atau dengan

    penambahan anestesi lokal bersifat topikal ke oropharing. Untuk memperbaiki insersi

    mask, sebelum induksi dapat diberikan opioid beronset cepat ( seperti fentanyl atau

    alfentanyl ). Jika diperlukan, cLMA dapat di insersi dibawah anestesi topikal. Insersi

    dilakukan dengan posisi seperti akan dilakukan laryngoscopy (Sniffing Position ) dan akan

    lebih mudah jika dilakukan jaw thrust oleh asisten selama dilakukan insersi. Cuff cLMA

    harus secara penuh di deflasi dan permukaan posterior diberikan lubrikasi dengan lubrikasi

    berbasis air sebelum dilakukan insersi.

    Meskipun metode standar meliputi deflasi total cuff, beberapa klinisi lebih menyukai

    insersi LMA dengan cuff setengah mengembang. Tekhnik ini akan menurunkan resiko

    terjadinya nyeri tenggorokan dan perdarahan mukosa pharing. Dokter anestesi berdiri

    dibelakang pasien yang berbaring supine dengan satu tangan men-stabilisasi kepala dan

    leher pasien, sementara tangan yang lain memegang cLMA. Tindakan ini terbaik

    dilakukan dengan cara menaruh tangan dibawah occiput pasien dan dilakukan ekstensi

    ringan pada tulang belakang leher bagian atas. cLMA dipegang seperti memegang pensil

    pada perbatasan mask dan tube. Rute insersi cLMA harus menyerupai rute masuknya

    makanan. Selama insersi, cLMA dimajukan ke arah posterior sepanjang palatum durum

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    33/41

    PRESENTASI KASUS

    INSTALASI ANESTESI & REANIMASIRSPAD GATOT SOEBROTO

    JAKARTA

    ANESTESI UM UM DENGAN PEMASANGAN LM A PADA TUMOR MAMMAE SINI STRA 33

    kemudian dilanjutkan mengikuti aspek posterior-superior dari jalan nafas. Saat cLMA

    berhenti selama insersi, ujungnya telah mencapai cricopharyngeus ( sfingter esofagus

    bagian atas ) dan harusnya sudah berada pada posisi yang tepat. Insersi harus dilakukan

    dengan satu gerakan yang lembut untuk meyakinkan titik akhir teridentifikasi.

    Insersi LMA

    Cuff harus diinflasi sebeum dilakukan koneksi dengan sirkuit pernafasan.Lima test

    sederhana dapat dilakukan untuk meyakinkan ketepatan posisi cLMA:

    1. End point yang jelas dirasakan selama insersi.

    2.

    Posisi cLMA menjadi naik keluar sedikit dari mulut saat cuff di inflasi.

    3.

    Leher bagian depan tampak mengelembung sedikit selama cuff di inflasi.

    4. Garis hitam di belakang cLMA tetap digaris tengah.

    5.

    Cuff cLMA tidak tampak dimulut.

    Jumlah udara yang direkomendasikan untuk inflasi cuff tergantung dari pembuat

    LMA yang bervariasi sesuai dengan ukuran cLMA. Penting untuk dicatat bahwa volume

    yang direkomendasikan adalah volume yang maksimum.Biasanya tidak lebih dari

    setengah volume ini yang dibutuhkan. Volume ini dibutuhkan untuk mencapai sekat

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    34/41

    PRESENTASI KASUS

    INSTALASI ANESTESI & REANIMASIRSPAD GATOT SOEBROTO

    JAKARTA

    ANESTESI UM UM DENGAN PEMASANGAN LM A PADA TUMOR MAMMAE SINI STRA 34

    bertekanan rendah dengan jalan nafas. Tekanan didalam cuff tidak boleh melebihi 60

    cmH2O. Inflasi yang berlebihan akan meningkatkan resiko komplikasi

    pharyngolaryngeal, termasuk cedera syaraf ( glossopharyngeal, hypoglossal, lingual dan

    laryngeal recuren ) dan biasanya menyebabkan obstruksi jalan nafas. Setelah cLMA di

    insersikan, pergerakan kepala dan leher akan membuat perbedaan kecil terhadap posisi

    cLMA dan dapat menyebabkan perubahan pada tekanan intra cuff dan sekat jalan nafas.

    N2O jika digunakan akan berdifusi kedalam cuff cLMA sampai tekanan partial intracuff

    sama dengan tekanan campuran gas anestesi. Hal ini akan menyebabkan peningkatan

    tekanan didalam cuff pada 30 menit pertama sejak pemberian N2O. Tekanan cuff yang

    berlebihan dapat dihindari dengan mem-palpasi secara intermiten pada pilot ballon.

    Setelah insersi, patensi jalan nafas harus di test dengan cara mem-bagging dengan lembut.

    Yang perlu diingat, cuff cLMA menghasilkan sekat bertekanan rendah sekitar laryng dan

    tekanan jalan nafas diatas sekat ini akan menyebabkan kebocoran gas anestesi dari jalan

    nafas. Dengan lembut, ventilasi tangan akan menyebabkan naiknya dinding dada tanpa

    adanya suara ribut pada jalan nafas atau kebocoran udara yang dapat terdengar. Saturasi

    oksigen harus stabil. Jika kantung reservoir tidak terisi ulang kembali seperti normalnya,

    ini mengindikasikan adanya kebocoran yang besar atau obstruksi jalan nafas yang partial,

    jika kedua hal tadi terjadi maka cLMA harus dipindahkan dan di insersi ulang.

    Pemakaian LMA sendiri dapat juga menimbulkan obstruksi. Untuk itu diperlukan

    suatu algoritme untuk memfasilitasi diagnosis dan penatalaksanaan obstruksi jalan nafas

    dengan LMA :

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    35/41

    PRESENTASI KASUS

    INSTALASI ANESTESI & REANIMASIRSPAD GATOT SOEBROTO

    JAKARTA

    ANESTESI UM UM DENGAN PEMASANGAN LM A PADA TUMOR MAMMAE SINI STRA 35

    Algoritma LMA

    cLMA harus diamankan dengan pita perekat untuk mencegah terjadinya migrasi keluar.

    Saat dihubungkan dengan sirkuit anestesi, yakinkan berat sirkuit tadi tidak menarik cLMA

    yang dapat menyebabkan pergeseran. Sebelum LMA difiksasi dengan plaster, sangat

    penting mengecek dengan capnograf, auskultasi, dan melihat gerakan udara bahwa cuf

    telah pada posisi yang tepat dan tidak menimbulkan obstruksi dari kesalahan tempat

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    36/41

    PRESENTASI KASUS

    INSTALASI ANESTESI & REANIMASIRSPAD GATOT SOEBROTO

    JAKARTA

    ANESTESI UM UM DENGAN PEMASANGAN LM A PADA TUMOR MAMMAE SINI STRA 36

    menurun pada epiglotis. Karena keterbatasan kemampuan LMA untuk menutupi laring

    dan penggunaan elektif alat ini di kontraindikasikan dengan beberapa kondisi dengan

    peningkatan resiko aspirasi. Pada pasien tanpa faktor predisposisi, resiko regurgitasi faring

    rendah.

    Maintenance ( Pemeliharaan )

    Saat ventilasi kendali digunakan, puncak tekanan jalan nafas pada orang dewasa

    sedang dan juga pada anak-anak biasanya tidak lebih dari 10 -14 cmH2O. Tekanan diatas

    20 cmH2O harus dihindari karena tidak hanya menyebabkan kebocoran gas dari cLMA

    tetapi juga melebihi tekanan sfingter esofagus. Pada tekanan jalan nafas yang rendah,

    tekanan gas keluar lewat mulut, tetapi pada tekanan yang lebih tinggi, gas akan masuk ke

    esofagus dan lambung yang akan meningkatkan resiko regurgitasi dan aspirasi.

    Untuk anak kecil dan bayi, nafas spontan lewat cLMA untuk periode yang lama

    kemungkinan tidak dianjurkan. cLMA meningkatkan resistensi jalan nafas dan akses ke

    jalan nafas untuk membersihkan sekret, tidak sebaik lewat tube trakea. Untungnya

    ventilasi kendali pada grup ini sering lebih mudah sebagaimana anak-anak secara umum

    mempunyai paru-paru dengan compliance yang tinggi dan sekat jalan nafas dengan cLMA

    secara umum sedikit lebih tinggi pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa.

    Selama fase maintenance anestesi, cLMA biasanya menyediakan jalan nafas yang

    bebas dan penyesuaian posisi jarang diperlukan. Biasanya pergeseran dapat terjadi jika

    anestesi kurang dalam atau pasien bergerak. Kantung reservoir sirkuit anestesi harus

    tampak dan di monitoring dengan alarm yang tepat harus digunakan selama tindakan

    anestesi untuk meyakinkan kejadian-kejadian ini terdeteksi. Jika posisi pasien butuh untuk

    di ubah, akan bijaksana untuk melepas jalan nafas selama pergerakan. Saat pengembalian

    posisi telah dilakukan, sambungkan kembali ke sirkuit anestesi dan periksa ulang jalan

    nafas.

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    37/41

    PRESENTASI KASUS

    INSTALASI ANESTESI & REANIMASIRSPAD GATOT SOEBROTO

    JAKARTA

    ANESTESI UM UM DENGAN PEMASANGAN LM A PADA TUMOR MAMMAE SINI STRA 37

    Tehnik Extubasi

    Pada akhir pembedahan, cLMA tetap pada posisinya sampai pasien bangun dan

    mampu untuk membuka mulut sesuai perintah, dimana reflex proteksi jalan nafas telah

    normal pulih kembali. Melakukan penghisapan pada pahryng secara umum tidak

    diperlukan dan malah dapat men-stimuli dan meningkatkan komplikasi jalan nafas seperti

    laryngospasme.

    Saat pasien dapat membuka mulut mereka, cLMA dapat ditarik. Kebanyakan sekresi

    akan terjadi pada saat-saat ini dan adanya sekresi tambahan atau darah dapat dihisap saat

    cLMA ditarik jikapasien tidak dapat menelan sekret tersebut. Beberapa kajian

    menyebutkan tingkat komplikasi akan lebih tinggi jika cLMA ditarik saat sadar, dan

    beberapa saat ditarik dalam. Jika cLMA ditarik dalam kondisi masih dalam,

    perhatikan mengenai obstruksi jalan nafas dan hypoksia. Jika ditarik dalam keadaan sadar,

    bersiap untuk batuk dan terjadinya laryngospasme.

    Komplikasi Pemakaian LMA

    cLMA tidak menyediakan perlindungan terhadap aspirasi paru karena regurgitasi isi

    lambung dan juga tidak bijaksana untuk menggunakan cLMA pada pasien-pasien yang

    punya resiko meningkatnya regurgitasi, seperti : pasien yang tidak puasa, emergensi, pada

    hernia hiatus simtomatik atau refluks gastro-esofageal dan pada pasien obese.

    Insidensi nyeri tenggorokan dengan menggunakan LMA sekitar 28 %13 dimana

    insidensi ini mirip dengan kisaran yang pernah dilaporkan yaitu antara 21,4 % - 30 % (

    Wakeling et al ), 28,5 % dan sampai 42 % Clasic LMA mempunyai insidensi kejadian

    batuk dan komplikasi jalan nafas yang lebih kecil dibandingkan dengan ET. Namun clasic

    LMA mempunyai kerugian. LMA jenis ini hanya menyediakan sekat tekanan rendah (

    rata-rata 18 20 cmH2O ) sehingga jika dilakukan ventilasi kendali pada paru, akan

    menimbulkan masalah. Peningkatan tekanan pada jalan nafas akan berhubungan dengan

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    38/41

    PRESENTASI KASUS

    INSTALASI ANESTESI & REANIMASIRSPAD GATOT SOEBROTO

    JAKARTA

    ANESTESI UM UM DENGAN PEMASANGAN LM A PADA TUMOR MAMMAE SINI STRA 38

    meningkatnya kebocoran gas dan inflasi lambung. Lebih lanjut lagi, clasic LMA tidak

    memberikan perlindungan pada kasus regurgitasi isi lambung. Proseal LMA berhubungan

    dengan kurangnya stimulasi respirasi dibandingkan ET selama situasi emergensi

    pembiusan.

    ProSeal LMA juga mempunyai keuntungan dibandingkan clasic LMA selama

    ventilasi kendali ; sekat pada ProSeal LMA meningkat sampai dengan 50 % dibandingkan

    clasic LMA sehingga memperbaiki ventilasi dengan mengurangi kebocoran dari jalan

    nafas. Sebagai tambahan drain tube pada ProSeal LMA akan meminimalisir inflasi

    lambung dan dapat menjadi rute untuk regurgitasi isi lambung jika hal ini terjadi.

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    39/41

    PRESENTASI KASUS

    INSTALASI ANESTESI & REANIMASIRSPAD GATOT SOEBROTO

    JAKARTA

    ANESTESI UM UM DENGAN PEMASANGAN LM A PADA TUMOR MAMMAE SINI STRA 39

    BAB V

    ANALISA KASUS

    Pasien perempuan 44 tahun, dengan diagnosis tumor mammae sinistra dengan status

    fisik menurut ASA, pasien ini termasuk ke dalam ASA II karena Body Mass Indexpasien ini

    memenuhi kriteriaOverweight (BMI = 26 kg/m2). Pemilihan teknik anestesi umum dengan

    pemasangan LMA pada pasien ini dengan rencana eksisi dan biopsi. Alasan pemilihan teknik

    anestesi ini berdasarkan indikasi sebagai berikut:

    Durasi operasinya singkat dan factor resiko lebih rendah

    Pada pemeriksaan fisik dan penunjang diketahui bahwa keadaan pasien cukup baik

    Lambug dalam keadaan kosong

    Tidak adanya manipulasi kepala

    Posisi pasien terlentang

    Pada pasien ini, urutan tindakan anestesi mulai preoperative, intra operatif dan post

    operatif secara garis besar tidak jauh berdasarkan literatur

    Pada pasien ini, obat-obatan yang dipilih adalah sebagai berikut:

    Midazolam

    Konsentrasi 5 mg/ml

    Merupakan obat sedative, hipnotik, amnestikDosis : 0,020,07 mg/kgBB IV

    Fentanyl, golongan obat opioid analgetik poten yang terutama bekerja sentral pada

    sistem saraf pusat, sehingga mengakibatkan meningkatnya ambang batas nyeri,

    mengurangi persepsi nyeri menghambat serabut saraf nyeri ascending, menyebabkan

    depresi nafas dan sedasi. Onset 30120 detik dengan durasi 3060 menit.

    Konsentrasi 50 mcg/ml. Dosis 12 mcg/kgBB IV

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    40/41

    PRESENTASI KASUS

    INSTALASI ANESTESI & REANIMASIRSPAD GATOT SOEBROTO

    JAKARTA

    ANESTESI UM UM DENGAN PEMASANGAN LM A PADA TUMOR MAMMAE SINI STRA 40

    Propofol

    Konsentrasi 10 mg/ml

    Merupakan obat induksi sedative

    Dosis : 22,5 mg/kgBB IV

    Dosis pemeliharaan : 100150 mcg/kgBB/menit

    Ondansentron, sebagai anti emetic, suatu antagonis selektif 5-HT3, menghambat

    serotonin dan bekerja berdasarkan mekanisme sentral dan perifer. Mekanisme sentral

    dengan mempertiggi ambang rangsang muntah di chemoreceptor trigger zone.

    Mekanisme perifer dengan menurunkan kepekaan saraf vagus terminalis di visceral

    yang menghatar impuls eferen dari saluran cerna ke pusat muntah. Onset 30 menit,

    dengan durasi 3 jam.

    Ceftriaxon, antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga. Mempunyai spektrum

    luas terhadap gram-negatif, gram positif, dan bakteri resisten. Waktu paruh eliminasi

    8 jam.

    Keterolac, merupakan suatu analgesik non-narkotik. Obat ini merupakan obat anti-

    inflamasi nonsteroid yang menunjukkan aktivitas antipiretik yang lemah dan anti-

    inflamasi. Ketorolac tromethamine menghambat sintesis prostaglandin dan dapat

    dianggap sebagai analgesik yang bekerja perifer karena tidak mempunyai efek

    terhadap reseptor opiate. Dosis untuk bolus intravena harus diberikan selama minimal

    15 detik. Mulai timbulnya efek analgesia setelah pemberian IV maupun IM serupa,

    kira-kira 30 menit, dengan maksimum analgesia tercapai dalam 1 hingga 2 jam.

    Durasi median analgesia umumnya 4 sampai 6 jam. Dosis awal yang dianjurkan

    adalah 10 mg diikuti dengan 1030 mg tiap 4 sampai 6 jam bila diperlukan.

  • 8/11/2019 Presentasi Kasus Anestesi Hanny LMA

    41/41

    PRESENTASI KASUS

    INSTALASI ANESTESI & REANIMASIRSPAD GATOT SOEBROTO

    JAKARTA

    DAFTAR PUSTAKA

    1.

    Baldini G, Butterworth JF, Carli F, et al. Spinal, Epidural, and Caudal Block. Dalam

    :Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ, editor. Clinical Anesthesiology 5th Edition.

    United States of America : Lange Medical Books/McGraw-Hill. 2013. Hal. 937-74.

    2. Barash, Paul G., Bruce F. Cullen, Robert K. Stoelting, Mikhael K.Cahalanand, dan M.

    Christine Stock. Clinical Anestesia Sixth Edition.Wolters Kluwer: Lippincott

    Williams & Wilkins; 2009.

    3.

    Finucane, T. Brendan. Complications of Regional Anesthesia Second Edition. New

    York : Springer Science. 2007. Hal. 149.

    4. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Buku Petunjuk Praktis Anestesiologi Jilid II.

    Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2001. Hal 112-16

    5. Syarif A, Sunaryo. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Fakultas Kedokteran

    Universitas Indonesia. 2009.Hal 206 & 271.

    6. Hadzic A. Textbook of Regional Anesthesia and Acute Pain Management. United

    States of America : Mc Graw Hill. 2007. Hal. 245

    7. Anonim. (2008). MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Edisi 8. Jakarta: PT. Info

    Master.

    8. Sukmono RB. Anestesia Regional. Dalam : Soenarto RF, Chandra S. Buku Ajar

    Anestesiologi. Jakarta : Departemen Anestesiologi dan Intensive Care Fakultas

    Kedokteran Universitas Kedokteran. 2012. Hal 451-67