pres

55
PRESENTASI KASUS G 1 P 0 A 0 HAMIL 38 MINGGU DENGAN PREEKLAMSIA BERAT, EDEMA PARU DAN ANEMIA Pembimbing : Dr. Yedi Fourdiana, Sp.OG Disusun Oleh : Mutiara Laras Debtianti 1102010194 1

Upload: mauliadanti

Post on 03-Dec-2015

213 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

n

TRANSCRIPT

PRESENTASI KASUS

G1P0A0 HAMIL 38 MINGGU DENGAN

PREEKLAMSIA BERAT, EDEMA PARU

DAN ANEMIA

Pembimbing :

Dr. Yedi Fourdiana, Sp.OG

Disusun Oleh :

Mutiara Laras Debtianti

1102010194

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

KEPANITERAAN ILMU OBSTETRI & GINEKOLOGI

RSUD KABUPATEN BEKASI

1

Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

kesehatan dan kesempatan sehingga penulis bisa menyusun tugas presentasi kasus.

Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak agar

dikesempatan yang akan datang penulis dapat membuatnya lebih baik lagi.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya

kepada Dr. Yedi Fourdiana, Sp.OG serta berbagai pihak yang telah membantu penulis

dalam menyelesaikan presentasi kasus ini.

Semoga tugas ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Cibitung, Oktober 2014

Penulis

2

BAB I

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara dengan angka kematian ibu dan perinatal

tertinggi. Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh WHO, diketahui di Indonesia

kasus kematian ibu sebanyak 240 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2008.

Menurut WHO (2005), 3 penyebab kematian maternal termasuk pendarahan, infeksi,

preeklamsia/eklamsia, persalinan macet, dan aborsi tidak aman. Penyebab utama

kematian ibu di Indonesia dikenal dengan trias klasik yakni pendarahan,

preeklamsia/eklamsia, dan infeksi.3

Preeklamsia merupakan penyakit hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan

yang ditandai dengan hipertensi, edema, dan proteinuri setelah minggu ke-20, dan jika

disertai kejang disebut eklamsia. Umur ibu hamil <20 tahun atau >35 tahun berisiko

3,144 kali dan primigravida berisiko 2,147 kali mengalami preeklamsia. 1,2,4,5

Preeklamsia berhubungan dengan status sosial ekonomi dan pelayanan

antenatal care. Hasil penelitian Agung Supriandono dan Sulchan Sofoewan (dalam

Rozikhan 2007),11 menyebutkan bahwa 93,9% penderita preeklamsia berpendidikan

kurang dari 12 tahun. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Salim (2005) di RSIA

Fatimah menyebutkan bahwa ibu yang pemeriksaan ANC tidak lengkap berisiko

3,615 kali mengalami preeklamsia, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh

Rozikhan (2007)11 di Rumah Sakit Kendal menyebutkan bahwa pemeriksaan ANC

kurang atau sama dengan 3 kali berisiko 1,50 kali menyebabkan preeklamsia3.

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

PREEKLAMPSIA BERAT

1. Definisi

Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg

dan diastol ≥110 mmHg dan disertai dengan proteinuria lebih dari 5 gr / 24 jam atau lebih

dari sama dengan +2 2. Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu,

paling banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul kapan

saja pada pertengahan kehamilan. Preeklampsia dapat berkembang dari preeklampsia yang

ringan sampai preeklampsia yang berat2.

2. Etiologi

Etiologi penyakit ini sampai sekarang belum dapat diketahui dengan pasti. Banyak

teori-teori dikemukakan tetapi belum ada yang mampu memberi jawaban yang

memuaskan tentang penyebabnya sehingga disebut sebagai “penyakit teori”. Ada

beberapa teori yang diyakini dapat menyebabkan terjadinya preeklampsia, yaitu :

1. Invasi trofoblas abnormal

Pada hamil normal, terjadi invasi trofoblas kedalam lapisan otot arteri spiralis,

yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri

spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga

jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami

distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi

dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular dan peningkatan

aliran darah pada daerah uteroplasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak

dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin

dengan baik.1,2

Pada preeeklampsia terjadi defisiensi plasentasi akibat kegagalan gelombang

ke-2 invasi trofoblas, sehingga tidak terjadi perubahan fisiologi pada arteri spiralis.

Perubahan hanya terjadi pada sebagian arteri spiralis segmen desidua, sementara arteri

spiralis segmen miometrium masih diselubungi oleh sel-sel otot polos. Diameter arteri

spiralis yang seharusnya meningkat 4 sampai 6 kali lebih besar dibandingkan wanita

4

tidak hamil, pada preeklampsia hanya berukuran 40% dibandingkan pada kehamilan

normal. Selain itu juga ditemukan adanya hiperplasia tunika media dan trombosis. Hal

ini menyebabkan tahanan terhadap aliran darah bertambah, yang pada akhirnya

menyebabkan insufisiensi dan iskemia. Sebagian arteri spiralis dalam desidua atau

miometrium tersumbat oleh materi fibrinoid berisi sel-sel busa dan terdapat akumulasi

makrofag yang berisi lemak dan infiltrasi sel mononukleus pada perivaskuler yang

disebut juga "aterosis akut" yang menyerupai keadaan penolakan allograft pada

transplantasi.1,2

Gambar 2.1 Perbandingan invasi trofoblas normal dan preeklampsia

Sumber : Williams Obstetric, 23rd edition. 2010

Pada gambar di atas  gambar sebelah kiri  :  kehamilan normal terjadi perubahan pada cabang arteri spiralis

dari dinding otot yang tebal menjadi dinding pembuluh darah yang lunak sehingga memungkinkan

terjadinya sejumlah aliran darah ke uteroplasenta. Sedangkan pada gambar sebelah kanan :  preeklampsia,

perubahan arteri spiralis ini tidak terjadi dengan sempurna sehingga dinding otot tetap kaku dan sempit dan

akibatnya akan terjadi penurunan aliran darah ke sirkulasi uteroplasenta yang mengakibatkan hipoksia.

2. Teori stimulus inflamasi

Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi

darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi.

Pada kehamilan normal, plasenta juga melepaskan debris trofoblas sebagai

sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat reaksi stres oksidatif. Bahan-

bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang timbulnya proses

inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar,

sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam tahap normal.

5

Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklampsia, dimana terjadi

peningkatan stres oksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas

juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar,

pada hamil ganda, maka reaksi stres oksidatif akan sangat meningkat, sehingga

jumlah sisa debris trofoblas juga makin meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban

reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar, dibanding reaksi inflamasi

pada kehamilan normal. Respon inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-

sel makrofag atau granulosit yang lebih besar pula sehingga terjadi reaksi sistemik

inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala preeklampsia pada ibu.

Redman menyatakan bahwa disfungsi endotel pada preeklampsia akibat

produksi debris trofoblas plasenta berlebihan tersebut diatas, mengakibatkan ‘aktivitas

leukosit yang sangat tinggi’ pada sirkulasi ibu. Peristiwa ini oleh Redman disebut

sebagai ‘kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravaskular pada kehamilan’ yang

biasanya berlangsung normal dan menyeluruh.

Gambar 2.2 Skema preeklampsia

Sumber : Williams Obstetric, 23rd edition. 2010

3. Aktivasi sel endotel

Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan

sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel. Kerusakan

membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya

6

seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini disebut ‘disfungsi endotel’. Pada waktu

terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka akan

terjadi:

Gangguan metabolisme prostaglandin (karena salah satu fungsi sel endotel adalah

memproduksi prostaglandin) yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2);

suatu vasodilator kuat

Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.

Agregasi ini untuk menutup tempat-tempat di lapisan endotel yang mengalami

kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboxan (TXA2) suatu

vasokonstriktor kuat

Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus

Peningkatan permeabilitas kapilar

Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO

(vasodilator) menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor) meningkat

Peningkatan faktor koagulasi.

4. Faktor imunologi

Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya hasil

konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen

protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respon imun, sehingga

ibu tidak menolak hasil konsepsi. Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi

trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural Killer (NK) ibu.

Selain itu adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam

jaringan desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi

trofoblas kedalam jaringan desidua ibu, disamping untuk menghadapi sel Natural

killer. Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G.

Berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat invasi trofoblas ke

dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi lunak

7

sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga merangsang

produksi sitokin, sehingga memudahkan terjadinya reaksi inflamasi.

5. Faktor nutrisi

Penelitian John dkk (2002) menunjukkan bahwa pada populasi dengan diet

tinggi buah-buahan dan sayuran yang memiliki aktivitas antioksidan dikaitkan dengan

penurunan tekanan darah. Selain itu Zhang dan rekan (2002) melaporkan bahwa

kejadian preeklampsia dua kali lipat pada wanita yang sehari-hari asupan asam

askorbatnya kurang dari 85 mg. Villar dan rekan (2006) menunjukkan bahwa

suplementasi kalsium pada populasi dengan asupan kalsium yang rendah memiliki

efek yang kecil untuk menurunkan angka kematian perinatal, namun tidak

berpengaruh pada kejadian preeklampsia. Namun dalam beberapa percobaan lain,

suplementasi dengan antioksidan vitamin C dan E tidak menunjukkan efek yang

menguntungkan untuk mencegah preeklampsia.

6. Faktor genetik

Preeklampsia adalah suatu gangguan multifaktorial poligenik. Dalam

penelitian Ward dan Lindheimer (2009) menyebutkan risiko insiden untuk

preeklampsia 20 sampai 40 persen untuk anak perempuan dari ibu dengan

preeklampsia, 11 sampai 37 persen untuk saudara perempuan preeklampsia, dan

menjadi 22 sampai 47 persen ketika kembar.

3. Insiden dan Faktor Resiko

Insidens preeklampsia relatif stabil antara 4-5 kasus per 10.000 kelahiran hidup pada

negara maju. Pada negara berkembang insidens bervariasi antara 6-10 kasus per 10.000

kelahiran hidup. Angka kematian ibu bervariasi antara 0%-4%. Kematian ibu meningkat

karena komplikasi yang dapat mengenai berbagai sistem tubuh. Penyebab kematian

terbanyak ibu adalah perdarahan intraserebral dan edema paru. Kematian perinatal berkisar

antara 10%-28%. Penyebab terbanyak kematian perinatal disebabkan karena prematuritas,

pertumbuhan janin terhambat, dan meningkatnya karena solutio plasenta. Sekitar kurang

lebih 75% eklampsi terjadi antepartum dan 25% terjadi pada postpartum. Hampir semua

kasus ( 95% ) eklampsi antepartum terjadi pada terjadi trisemester ketiga.1,2,4,5

Dilaporkan angka kejadian rata-rata sebanyak 6% dari seluruh kehamilan dan 12 %

pada kehamilan primigravida. Lebih banyak dijumpai pada primigravida daripada

multigravida terutama primigravida usia muda.

8

Faktor risiko preeklampsia adalah:

1. Nullipara

2. Kehamilan ganda

3. Usia < 20 atau > 35 tahun

4. Obesitas

5. Riwayat keluarga preeklampsia – eklampsia

6. Riwayat preeklampsia, eklampsia pada kehamilan sebelumnya

7. Diabetes mellitus

8. Adanya trombofilia

9. Adanya hipertensi atau penyakit ginjal

Umur ibu hamil <20 tahun atau >35 tahun berisiko 3,144 kali dan primigravida

berisiko 2,147 kali mengalami preeklampsia. 1,2,4,5

Preeklampsia berhubungan dengan status sosial ekonomi dan pelayanan antenatal

care. Hasil penelitian Agung Supriandono dan Sulchan Sofoewan (dalam Rozikhan

2007),11 menyebutkan bahwa 93,9% penderita preeklampsia berpendidikan kurang dari

12 tahun. Berdasarkan pendapatan, ibu hamil yang berpenghasilan kurang dari Rp

500.000,- mempunyai risiko 1,35 kali menderita preeklampsia berat, sedangkan menurut

pekerjaan, ibu hamil yang tidak bekerja berisiko 2,01 kali menderita preeklampsia berat.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Salim (2005) di RSIA Fatimah menyebutkan bahwa

ibu yang pemeriksaan ANC tidak lengkap berisiko 3,615 kali mengalami preeclampsia,

sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Rozikhan (2007)11 di Rumah Sakit Kendal

menyebutkan bahwa pemeriksaan ANC kurang atau sama dengan 3 kali berisiko 1,50 kali

menyebabkan preeclampsia3.

4. Patofisiologi

Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia adalah adanya spasme

pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Bila dianggap bahwa spasmus

arteriolar juga ditemukan diseluruh tubuh, maka mudah dimengerti bahwa tekanan darah

yang meningkat nampaknya merupakan usaha mengatasi kenaikan tahanan perifer, agar

oksigenasi jaringan dapat tercukupi. Peningkatan berat badan dan oedema yang

disebabkan penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial belum diketahui

sebabnya. Telah diketahui bahwa pada preeklampsia dijumpai kadar aldosteron yang

rendah dan kadar prolaktin yang tinggi daripada kehamilan normal. Aldosteron penting

9

untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air dan natrium. Pada

preeklampsia permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat.

a. Perubahan Kardiovaskuler

Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklampsia.

Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan afterload

jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh

berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik

ditingkatkan oleh larutan onkotik atau kristaloid intravena, dan aktivasi endotel

disertai ekstravasasi ke dalam ruang ektravaskular terutama paru.

b. Metabolisme air dan elektrolit

Hemokonsentrasi terjadi pada preeklampsia dan tidak diketahui penyebabnya. Jumlah

air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita preeklampsia dan eklampsia

dari pada pada wanita hamil biasa atau penderita dengan hipertensi kronik. Penderita

preeklampsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang

diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan

penyerapan kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak

menunjukkan perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium,

dan klorida dalam serum biasanya dalam batas normal3.

c. Volume darah, hematokrit, dan viskositas darah

Rata-rata volume plasma menurun 500 ml pada preeklampsia dibandingkan hamil

normal, penurunan ini lebih erat hubungannya dengan wanita yang melahirkan BBLR.

d. Aliran Darah di Organ-Organ

1. Aliran darah di otak

Pada preeklampsia arus darah dan konsumsi oksigen berkurang 20%. Hal ini

berhubungan dengan spasme pembuluh darah otak yang mungkin merupakan suatu

faktor penting dalam terjadinya kejang pada preeklampsia maupun perdarahan otak.

2. Aliran darah ginjal dan fungsi ginjal

Terjadi perubahan arus darah ginjal dan fungsi ginjal yang sering menjadi pertanda

pada kehamilan muda. Pada preeklampsia arus darah efektif ginjal rata-rata

berkurang 20% (dari 750 ml menjadi 600ml/menit) dan filtrasi glomerulus berkurang

rata-rata 30% (dari 170 menjadi 120ml/menit) sehingga terjadi penurunan filtrasi.

Pada kasus berat akan terjadi oligouria, uremia dan pada sedikit kasus dapat terjadi

nekrosis tubular dan kortikal. Plasenta ternyata membentuk renin dalam jumlah

10

besar, yang fungsinya mungkin untuk dicadangkan untuk menaikan tekanan darah

dan menjamin perfusi plasenta yang adekuat. Pada kehamilan normal renin plasma,

angiotensinogen, angiotensinogen II dan aldosteron semuanya meningkat nyata

diatas nilai normal wanita tidak hamil. Perubahan ini merupakan kompensasi akibat

meningkatnya kadar progesteron dalam sirkulasi. Pada kehamilan normal efek

progesteron diimbangi oleh renin, angiotensin dan aldosteron, namun keseimbangan

ini tidak terjadi pada preeklampsi. Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya

preeklampsia adalah iskemi uteroplasenter, dimana terjadi ketidak seimbangan antara

massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasentanya

yang berkurang. Apabila terjadi hipoperfusi uterus, akan dihasilkan lebih banyak

renin uterus yang mengakibatkan vasokonstriksi dan meningkatnya kepekaan

pembuluh darah, disamping itu angiotensin menimbulkan vasodilatasi lokal pada

uterus akibat efek prostaglandin sebagai mekanisme kompensasi dari hipoperfusi

uterus.

Glomerulus filtration rate (GFR) dan arus plasma ginjal menurun pada preeklampsi

tapi karena hemodinamik pada kehamilan normal meningkat 30% sampai 50%, maka

nilai pada preeklampsi masih diatas atau sama dengan nilai wanita tidak hamil.

Klirens fraksi asam urat juga menurun, kadang-kadang beberapa minggu sebelum

ada perubahan pada GFR, dan hiperuricemia dapat merupakan gejala awal. Dijumpai

pula peningkatan pengeluaran protein, biasanya ringan sampai sedang, namun

preeklampsia merupakan penyebab terbesar sindrom nefrotik pada kehamilan.

Penurunan hemodinamik ginjal dan peningkatan protein urin adalah bagian dari lesi

morfologi khusus yang melibatkan pembengkakan sel-sel intrakapiler glomerulus,

yang merupakan tanda khas patologi ginjal pada preeklampsia.

3. Aliran darah uterus

Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta,

sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi

gawat janin. Pada preeklampsia dan eklampsia sering terjadi peningkatan tonus

rahim dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga terjadi partus prematur.

4. Aliran darah paru

Kematian ibu pada preeklampsi dan eklampsi biasanya oleh karena edema paru yang

menimbulkan dekompensasi cordis.

5. Aliran darah di mata

11

Dapat dijumpai adanya edema dan spasme pembuluh darah. Bila terjadi hal-hal

tersebut, maka harus dicurigai terjadinya PEB. Gejala lain yang mengarah ke

eklampsia adalah skotoma, diplopia dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya

perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri atau dalam

retina.

5. Manifestasi klinis

Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia,

penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah. Gejala-gejala

ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa

eklampsia akan timbul. Tekanan darah pun akan meningkat lebih tinggi, edema dan

proteinuria bertambah meningkat.

6. Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis preeklampsia, kenaikan tekanan sistolik harus 30

mmHg atau lebih di atas tekanan yang biasanya ditemukan, atau mencapai 140 mmHg

atau lebih. Kenaikan tekanan diastolik sebenernya lebih dapat dipercaya. Apabila tekanan

diastolik naik dengan 15mmHg atau lebih, atau menjadi 90 mmHg atau lebih, maka

diagnosis hipertensi dapat dibuat.2

Preeklampsia.1,2

a. Kriteria minimal:

i. TD ≥ 140/90 mmHg setelah gestasi 20 minggu

ii. Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau ≥1+ pada dipstik

b. Peningkatan kepastian Preeklampsia

i. TD ≥ 160/110 mmHg

ii. Proteinuria 2 gram/ 24 jam atau ≥ 2+ pada dipstik

iii. Kreatinin serum > 1,2 mg/dl kecuali diketahui telah meningkat

sebelumnya

iv. Trombosit < 100.000/mm3

v. Hemolisis mikroangiopati (peningkatan LDH)

vi. Peningkatan ALT/AST

vii. Nyeri kepala menetap atau gangguan serebrum atau penglihatan

lainnya

viii. Nyeri epigastrium menetap

12

7. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan preeklampsia berat adalah :

1. Mencegah terjadinya eklampsia.

2. Anak harus lahir dengan kemungkinan hidup besar.

3. Persalinan harus dengan trauma yang sedikit-sedikitnya.

4. Mencegah hipertensi yang menetap.

Pengobatan preeklampsia yang tepat adalah pengakhiran kehamilan karena tindakan

tersebut menghilangkan sebabnya dan mencegah terjadinya eklampsia dengan bayi yang

masih prematur.

Penanganan umum berupa :

1. Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi, sampai tekanan diastolik 90

mmHg

2. Pasang infus Ringer Laktat

3. Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload cairan

4. Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria

5. Infus cairan dipertahankan 1,5 – 2 L/jam

6. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan

kematian ibu dan janin.

7. Observasi tanda vital, refleks, dan denyut jantung janin setiap jam

8. Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Krepitasi merupakan tanda edema paru.

Jika terjadi edema paru, stop pemberian cairan dan berikan diuretik misalnya furosemide

40 mg intravena.

9. Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan tidak terjadi setelah 7

menit, kemungkinan terdapat koagulopati.

Perawatan preeklampsia berat sama halnya dengan perawatan preeklampsia ringan, dibagi

menjadi 2 unsur, yaitu sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat obatan atau terapi

medisinalis, dan sikap terhadap kehamilannya.

1. Sikap terhadap penyakit : pengobatan medikamentosa

Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap

dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang penting

pada preeklampsia berat ialah pengelolaan cairan karena penderita

preeklampsia dan eklampsia mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya edema

paru dan oligoria. Oleh karena itu monitoring cairan (melalui cairan atau

13

infus) dan output (melalui urine) menjadi sangat penting, dan dilakukan

pengukuran secara tepat jumlah cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan.2

Cairan yang diberikan dapat berupa :

- 5% Ringer dextrose/ NaCl dengan tetesan < 125 cc/jam

- Dextrose 5% yang tiap liternya diselingi dengan RL (60-125cc/jam) 500 cc

Pasang foley catheter untuk mengukur pengeluaran urine. Oligouria terjadi

bila produksi urine <30 cc/jam dalam 2-3 jam atau <500 cc/24 jam.1,2

Berikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak

terjadi kejang, dapat menghindari resiko aspirasi asam lambung yang sangat

asam. Diit yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.2

Pemberian obat anti kejang, misalnya MgSO4 atau obat anti kejang yang lain

(diazepam, fenition). Pemberian magnesium sulfat lebih efktif dibandingkan

dengan fenitoin. Magnesium sulfat menurunkan kadar asetilkolin pada

rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskuler.

Transmisi neuromuskuler membutuhkan kalsium pada sinaps, pada pemberian

magnesium sulfat magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran

rangsang tidak terjadi (terjadi inhibisi kompetitif antara ion kalsium dan

magnesium). Kadar kalsium darah yang tinggi dalam darah dapat menghambat

kerja magnesium sulfat. Cara pemberian magnesium sulfat:

a. Loading dose : 4 gram MgSO4, intravena (40% dalam 10 cc) selama 15 menit

b. Maintenance dose : diberikan infus 6 gram dalam larutan RL/6jam; atau

diberikan 4 atau 5 gram IM. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram

i.m tiap 4-6 jam.

Syarat syarat pemberian MgSO4 antara lain :

a. Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium

glukonas 10% = 1 gram (10% dalam 10cc) diberikan iv selama 3 menit

b. Refleks patella (+) kuat

c. Frekuensi pernapasan > 16 kali/ menit, tidak ada tanda tanda distress nafas

d. Urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir

MgSO4 dihentikan bila ada tanda tanda intoksikasi dan setelah 24 jam pasca persalinan

atau 24 jam setelah kejang terakhir.

14

Pemberian MgSO4 dapat menurunkan risiko kematian ibu dan didapatkan efek flushes

(panas) pada 50% penderita. Bila terjadi refrakter terhadap MgSO4, maka diberikan

salah satu obat berikut: sodium tipoental, sodium amobarbital, diazepam atau fenitoin.

Diuretik tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru, payah

jantung kongestif atau edema anasarka, diuretik yang dipakai adalah

furosemide. Pemberian diuretik dapat merugikan, yaitu memperberat

hipovolemia, memperburuk perfusi uteroplasenta, meningkatkan

hemokonsentrasi, menimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan berat

janin.

Pemberian obat antihipertensi. Antihipertensi yang digunakan di Indonesia

adalah nifedipine sebagai antihipertensi lini pertama, dengan dosis awal 10-20

mg, diulangi tiap 30 menit bila perlu, dosis maksimum 120 mg per 24 jam.

Nifedipine tidak boleh diberikan sublingual karena efek vasodilatasi sangat

cepat, sehingga hanya boleh diberikan per oral. Sebagai antihipertensi lini

kedua digunakan sodium nitropruside dengan dosis 0,25 mikrogram

i.v/kg/menit diberikan per infuse, ditingkatkan 0,25 mikrogram i.v/kg/5 menit,

atau diazokside 30 -60 mg iv/ 5 menit atau infus 10 mg/menit di titrasi. Jenis

obat anti hipertensi yang masih dalam penelitian antara lain calcium channel

blocker (asrapiridin, nimodipin), serotonin reseptor antagonis ketan serin.

Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu,

diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x24 jam. Obat ini juga diberikan

pada sindrom HELLP.

2. Sikap terhadap kehamilannya

Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat selama

perawatan, maka sikap terhadap kehamilan dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Aktif (aggressive management), berarti kehamilan segera diakhiri atau di

terminasi bersamaan dengan pemberian medikamentosa. Indikasi perawatan aktif

ialah bila ditemukan satu atau lebih keadaan dibawah ini:

Ibu:

Umur kehamilan mencapai 34 minggu

Adanya tanda- tanda impending eklampsia

Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu keadaan klinik dan

laboratorik memburuk

Diduga terjadi solusio plasenta

15

Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan

Janin:

Adanya tanda tanda fetal distress

Adanya tanda tanda IUGR

Terjadinya oligohodramnion

Laboratorik:

Adanya tanda tanda “sindroma HELLP” khususnya menurunnya trombosit

dengan cepat.

2. Konservatif (ekspektatif), berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan

dengan pemberian medikamentosa.Indikasi perawatan konservatif ialah bila

kehamilan preterm < 34 minggu tanpa disertai tanda tanda impending eklampsia

dengan keadaan janin baik. Selama perawatan konservatif, sikap terhadap

kehamilannya hanya observasi dan evaluasi saja sama seperti perawatan aktif,

kehamilan tidak diakhiri. Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai

tanda tanda preeklampsia ringan, selambat lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila

setelah 24 jam tidak ada perbaikan, keadaan ini dianggap sebagai kegagalan

pengobatan medikamentosa dan harus diterminasi. Penderita boleh dipulangkan

bila kembali ke gejala gejala preeklampsia ringan.

Untuk penanganan sindrom HELLP pada dasarnya sama dengan pengobatan pada

preeklampsia – eklampsia berat, ditambah dengan pemberian kortikosteroid dosis tinggi

yang secara teoritis dapat berguna untuk meningkatkan angka keberhasilan induksi

persalinan dengan memberikan temporarisasi singkat dari status klinis maternal dan dapat

meningkatkan jumlah trombosit dan mempertahankannya secara konvensional agar dapat

dilakukan anestesi regional untuk persalinan vaginal maupun abdominal.1

Dosis yang digunakan untuk antepartum adalah dexametasone 2 x 10 mg sampai

persalinan. Sedangkan untuk post partum adalah 2 x 10 mg sebanyak 2 kali, dilanjutkan

dengan 2 x 5 mg sebanyak 2 kali, setelah itu dihentikan.

8. Komplikasi

Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah

melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsia dan eklampsia.

16

Penyulit/komplikasi bisa terjadi pada ibu maupun janin. Pada ibu bisa terjadi gangguan

pada sistem saraf pusat yaitu perdarahan intrakranial, trombosis vena sentral, hipertensi

ensefalopati, edema serebri, edema retina, macular atau retina detachment; pada

gastrointestinal-hepatik yaitu subcapsular hematoma hepar dan ruptur capsul hepar; pada

ginjal bisa terjadi gagal ginjal akut dan nekrosis tubular akut; pada hematologik terjadi

DIC dan trombositopeni; pada kardiopulmoner bisa terjadi edema paru, depresi

pernafasan, cardiac arrest dan iskemik miokardium. Penyulit pada janin bisa terjadi

IUGR, solutio plasenta, IUFD, kematian neonatal, cerebral palsy. Hal ini berpengaruh

terhadap prognosis pasien ini.

9. Prognosis

Prognosis pada preeklamsia pada dasarnya bergantung pada seberapa cepat kita

mendiagnosa pasien tersebut, dan seberapa cepat penanganan preeklamsia. Karena dapat

timbul komplikasi – komplikasi pada preeklamsia yang dapat mengancam jiwa ibu.

EDEMA PARU AKUT

Edema paru akut adalah akumulasi cairan di interstisial dan alveoulus paru yang terjadi secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh kardiogenik edema hidrostatik akibat

17

tekanan hidrolik kapiler paru yang tinggi atau karena non kardiogenik edema permeabilitas akibat kerusakan endotel kapiler dan epitel alveolus yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat sehingga terjadi gangguan pertukaran udara di alveoli secara progresif dan mengakibatkan hipoksia.

Pada kehamilan, edema paru sering timbul akibat kombinasi keduanya. Secara keseluruhan studi-studi pada wanita hamil menunjukan bahwa lebih dari separuh yang mengalami edema paru sedikit banyak mengalami sindrom sepsis yang berkaitan dengan tokolisis, preeklamsia berat, atau perdarahan obstetri disertai pemberian cairan dalam jumlah besar.

Edema Peningkatan Permeabilitas Non-Kardiogenik. Pengaktifan endotel yang berkaitan dengan preeklamsia, sindroma sepsis, atau perdarahan akut, atau kombinasi ketiganya adalah faktor predisposisi tersering edam paru pada kehamilan. Hal-hal tersebut sering berikatan dengan pemberian cairan dalam jumlah besar dan terapi tokolitik untuk persalinan kurang bulan.

Edema Hidrostatik Kardiogenik. Sebagian besar kasus edema paru kerdiogenik pada kehamilan berkaitan dengan suatu bentuk hipertensi gestasional. Hipertensi sistolik akut memperparah disfungsi diastol, menyebabkan edema paru. Penyebab umum gagal jantung diastol adalah hipertensi kronis dan obesitas disertai hipertrofi ventrikel kiri. Meskipun demikian, gagal jantung sering dipicu secara akut oleh preeklamsia, perdarahan, dan anemia, serta sepsis masa nifas.

18

ANEMIA PADA KEHAMILAN

Definisi

Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang

dari 12 g/dl. Sedangkan anemia dalah kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar

haemoglobin dibawah 11 g/dl pada trimester I dan III atau kadar < 10,5 g/d pada trimester

II.8

Patofisiologi

Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan

produksi eritopoietin. Akibat volume plasma bertambah dan sel darah merah (eritrosit)

meningkat. Namun, peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar

jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penuruna konsentarsi

hemoglobin (Hb) akibat hemodilusi.

Ekspansi volume plasma merupakan penyebab anemia fisiologik dalam kehamilan.

Volume plasma yang terekspansi menurukan hematokrit (Ht), konsentrasi hempglobin

darah, dan hitung eritrosit, tetapi tidak mennurukan jumlah absolut Hb atau eritrosit dalam

sirkulasi. Ada spekulasi bahwa anemia fisiologik dalam kehamilan bertujuan untuk

menurunkan viskositas darah maternal sehingga meningkatkan perfusi plasenta dan

membantu menghantarkan oksigen serta nutrisi ke janin.

Etiologi8

Kurang gizi / malnutrisi

Kurang zaat besi dalam diit

Malabsorpsi

Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid, dll.

Penyakit – penyakit kronik seperti TBC, paru, cacing usus, malaria dll.

Klasifikasi Anemia Dalam Kehamilan

Anemia defisiensi besi 62,3%

Anemia megaloblastik 29,0%

Anemia hipoplastik 8,0%

Anemia hemolitik 0,7%

1) Anemia Defisiensi Besi

Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia terbanyak di dunia, terutama pada

negara miskin dan berkembang. Anemia defisiensi besi dengan keadaan hiprokromik

19

(konsentrasi hemoglobin berkurang), mikrositik yang disebabkan oleh suplai besi kurang

dalam tubuh. Kurangnya besi berpengaruh dalam pembentukan hemoglobin sehingga

konsentrasinya dalam sel darah merah berkurang, hal ini akan mengakibatkan tidak

akuatnya pengakutan oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Pada keadaan normal kebutuhan

besi orang dewasa 2 – 4 g besi, kira – kira 50 mg/kg BB pada laki – laki dan 35 mg/kg BB

pada wanita dan hampir dua per tiga terdapat dalam hemoglobin. Absorpsi besi terjadi di

lambung, duodenum, dan jejunum bagian atas. Adanya erosive esofagitis, aster, ulser

duodenum, kanker dan adenoma kolon akan mempengaruhi absorpsi besi.7

Etiologi dan faktor resiko

Tidak adekuatnya diet besi dan intake makanan salah satu penyebab

terjadinya anemia gizi besi adalah akibat ketidakseimbangan pola makan dalam

mengkonsusi makanan yan mengandung zat besi dengan kebtuhan dalam tubuh.

Kebutuhan zat besi yang berasal dari makanan belum tentu menjamin kebutuhan

tubuh zat besi yang memadai karena jumlah zat besi yang diabsorpsi sangat

dipengaruhi oleh jenis makanan, sumber zat besi serta ada atau tidaknya zat

penghambat maupun yang meningkatkan absoprsi besi dalam tubuh.7

Nyeri kepala dan pusing merupakan kompensasi dimana otak kekurangan

oksigen, karena daya angkut hemoglobin berkurang.7

Kesulitan bernafas, terkadang sesak napas merupakan gejala, dimana tubuh

memerlukan lebih banyak lagi oksigen dengan cara kompensasi pernapasan lebih

dipercepat.7

Palpitasi, dimana jantung berdenyut lebih cepat diikuti dengan peningkatan

denyut nadi.Pucat pada muka, telapak tangan, kuku, membran mukosa mulut dan

konjungtiva.7

Tanda khas pada anemia defisiensi besi :7

Adanya kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh bergaris – garis vertikal dan

menjadi cekung mirip sendok.

Atropi papil lidah, permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah

menghilang.

Stomatitis angular, peradangan pada sudut mulut sehingga nampak seperti bercak

berwarna pucat keputihan.

Disfagia, nyeri saat menelan karean kerusakan epitel hipofaring.

Atropi mukosa gaster.

20

Adanya peradangan pada mukosa mulut (stomatitis), peradangan pada lidah

(glositis), dan peradangan pada bibir (chielitis).

Hasil pemeriksaan laboratorium darah :7

pemeriksaan darah perifer menunjukkan keadaan sel mikrositik dan pucat

penurunan Hb kurang dari 9,5 g/dl

hemosiderin pada aspirasi sumsum tulang tidak ada

saturasi transferin < 15 %

jumlah RBC berkurang

hematokrit menurun

serum besi < 50 mg/dl

Penatalaksanaan7

pemberian diet tinggi zat besi

atasi penyebab seperti cacingan, perdarahan

pemberian preparat besi seperti sulfas ferosus (dosis 3 x 200 mg), ferro glokonat 3 x

200 mg / hari atau diberikan secara parenteral jika alergi dengan obat peroral 250

mg Fe (dosisi 3 mg/kg BB)

iron dextran mengandung Fe 50 mg/ml dengan IM, kemudian 100 – 250 mg tiap 1 –

2 hari sampai dosis total sesuai perhitungan

pemberian vitamin C

transfusi darah jika diperlukan

2) Anemia Megaloblastik

Anemia yang disebabkan karena kerusakan sintesis DNA yang mengakibatkan tidak

sempurnanya SDM. Keadaan ini disebabkan karean defisiensi Vitamin B12 (cobalamin)

dan asam folat. Karakteristik sel SDM-nya adalah megaloblas (besar, abnormal, prematur

SDM) dalam darah dan sumsum tulang. Sel megaloblas ini fungsi tidak normal,

dihancurkan semasa dalam sumsum tulang sehingga terjadinya eritropoesis tidak efektif

dan masa hidup eritrosit leibh pendek, keadaan ini mengakibatkan :7

Leukopenia

Trombositopenia

Pansitopenia

21

Gangguan pada oral, gastrointestinal, neurologi

Tanda dan gejala7

Anemia yang kadang disertai dengan ikterik

Adanya glositis

Gangguan neuropati seperti mati rasa, rasa terbakar pada jari

Hasil laboratorium7

Hemoglobin menurun

Trombisitopenia

Kadar bilirubin indirek serum dan LDH meningkat

Kadar vitamin B12 serum dan asam folat menurun, vitamin B12< pg/ml , folat < 3

mg/ml.

Penatalaksanaan7

Diet nutrisi dengan tinggi vitamin B12 dn asam folat

Pemberian hydroxycobalamin IM 200 mg/ hari atau 1000 mg diberikan setiap

minggu selama 7 minggu

Berikan asam folat 5 mg/hari selama 4 bulan

3) Anemia Defisiensi Vitamin B12

Merupakan gangguan autoimun karena tidak adanya Intrinsik faktor (IF)

yang diproduksi di sel parietal lambung sehingga terjadi gangguan absorpsi vitamin

B12.10

Etiologi dan faktor resiko7

Tidak adanya intrinsik faktor

Gangguan pada mukosa lambung, ileum, dan pankreas

Tidak adekuatnya intake vitamin B12, tapi asam folat banyak.

Obat – obatan yang merusak ileum (neomisin, metformin)

Kerusakan absorpsi (neoplasma, penyakit gastrointestinal, pembedahan reseksi illium)

Manifestasi klinik7

Hb, hematokrit, SDM rendah

Anemia

22

BB menurun,nafsu makan menurun, mual, muntah

Distensi abdomen, diare, konstipasi

Gangguann neurologi (parestesia tangan dan kaki, depresi, gangguan kognitif dan

hilang memori)

Defisiensi Vitamin B12dengan cara test schilling (pasien puasa selama 12 jam,

kemudian minum air + vitamin B12 radioaktif kemudian berikan B12non radioaktif IM,

bila diabsorpsi akan keluar melalui urin yang ditampung dalam 24 jam).

Penatalaksanaan7

Pemberian vitamin B12 oral, apabila IF kurang diberikan IM, 100 g tiap bulan

Pemberian diet zat besi (daging, hati, kacang hijau, telor, produk susu),asam folat.

4) Anemia Defisiensi Asam Folat

Kebutuhan folat sangat kecil, biasanya terjadi pada orang yang kurang makan

saryuran dan buah – buahan, gangguan pada pencernaan, alkoholik dapat meningkatkan

kebutuhan folat, wanita hamil, masa pertumbuhan. Defisiensi asam folat juga dapat

mengakibatkna sindrom mal-absorpsi.7

Manifestasi klinik7

Hampir sama dengan defisiensi vitamin B12, yaitu adanya gangguan neurologi

seperti gangguan kepribadian dan daya ingat.

Biasanya disertai ketidakseimbangan elektrolit (magnesium, kalsium)

Defisiensi asam folat kurang dari 3 – 4 ng/ml (Normal : 7 – 20 ng/ml)

Vitamin B12 normal

Penatalaksanaan7

Berikan asam folat 0,1 – 5 mg setiap hari, jika malabsorpsi diberikan IM

Berikan vitamin C untuk membantu penyerapan dan eritropoitis.

Berikan diet tinggi asam folat (asparagus, brokoli, nanas, melon, sayuran hijau, ikan,

hati, daging, stroberi, susu, telor, hati, kentang, roti)

23

24

BAB III

IDENTIFIKASI KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Istri Suami

Nama : Ny. F

Umur : 15 Tahun

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Nama : Tn. A

Umur : 22 Tahun

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Wiraswasta

Agama : Islam

Tanggal Masuk : Rabu, 22 Oktober 2014

B. ANAMNESIS

Dilakukan autoanamnesa pada tanggal 22 Oktober 2014 pukul 11.00 WIB.

Keluhan Utama :

Tekanan darah tinggi sejak 2 minggu sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS).

Keluhan Tambahan :

Sesak napas dan sakit kepala sejak 3 hari SMRS.

Batuk berdahak sejak kurang lebih 2 minggu SMRS.

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke RSUD Kabupaten Bekasi atas rujukan dari bidan dikarenakan

tekanan darah pasien yang meningkat sejak 2 minggu SMRS. Sebelum hamil pasien tidak

memiliki riwayat tekanan darah tinggi.

Pasien juga mengeluhkan sesak napas sejak 3 hari SMRS. Sesak napas dirasakan

pasien terutama pada malam hari, dan dipengaruhi oleh perubahan posisi. Keluhan

disertai dengan pusing. Selain itu pasieng juga mengeluhkan batuk sejak 2 minggu

SMRS.

Pasien mengaku telah berobat ke bidan 3 hari yang lalu untuk mengobati keluhannya

tersebut. Oleh bidan pasien diberikan obat untuk sesak napas berupa tablet (pasien lupa

nama obat tersebut) yang diminum 3x sehari, namun keluhan sesak napas pasien tidak

25

berkurang. Pasien juga diberikan obat batuk OBH yang diminum 3x sehari dan keluhan

batuk pasien berkurang.

Pasien mengatakan ini merupakan kehamilan yang pertama dengan usia kehamilan 9

bulan, dan tidak pernah keguguran.

Riwayat penyakit dahulu :

Pasien menyangkal adanya riwayat kejang, anemia, asma, alergi, hipertensi dan diabetes

mellitus.

Riwayat penyakit keluarga :

Pasien mengatakan bahwa bapak pasien memiliki riwayat hipertensi, dan diabetes

mellitus.

Riwayat menstruasi :

Haid pertama : 13 tahun

Siklus haid : Teratur setiap 1 bulan sekali

Lama haid : 3 - 5 hari

Riwayat KB :

Pasien tidak memiliki riwayat KB.

Riwayat obstetri :

Paritas : G1 P0 A0

HPHT : 27 Januari 2014

HPL : 03 November 2014

Riwayat persalinan :

No. Jenis

Kelamin

Umur

Kehamilan

Jenis

persalinan

Penolong Umur

Anak

BB lahir

1. Hamil ini - - - - -

Catatan penting selama asuhan antenatal :

26

ANC di bidan tidak teratur.

C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Status generalis

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : 140/90 mmHg

Nadi : 85 x/menit

Suhu : 35,8oC

Pernafasan : 24 x/menit

BB : 54 kg

TB : 163cm

Mata : Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-

Paru : Suara napas vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Jantung : BJ I – II murni reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : permbesaran perut yang simetris, bising usus (+), striae gravidarum

(+)

Ekstremitas : Akral hangat, edema (+) pada ekskremitas bawah

2. Status obstetri

a. Pemeriksaan luar

Leopold I : TFU: 28cm

Teraba bulat dengan konsistensi lunak, kesan bokong.

Leopold II : Teraba lengkung kontinyu di sebelah kanan, dan bagian kecil-kecil

menonjol di sebelah kiri, kesan punggung di kanan, ekskremitas di

kiri.

Leopold III : Teraba bulat keras, kesan kepala, dan sudah masuk pintu atas

panggul (PAP)

Leopold IV : Bagian bawah janin sudah masuk 2/5 pintu atas panggul.

His : -

DJJ : 140 x/menit

TBJ : (TFU-13) x 155 = (28-13) x 155 = 2325 gram

b. Pemeriksaan Dalam

27

V/v : Edema

Pembukaan : -

Porsio : Tebal

Ketuban : +

Presentasi : Kepala

3. Pemeriksaan Laboratorium (22 Oktober 2014)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hematologi

DarahRutin

· Hb

· Ht

· Eritrosit

· Leukosit

· Trombosit

· SGOT

· SGPT

· Ureum

· Creatinin

7.3

23.2

4.3

9600

361.000

18

7

13

0,5

12 – 16 g/dL

35 – 50 %

3,8 – 5,8 juta/µL

4800 – 10000/ µL

150000 – 400000/ µL

<32 U/L

<31 U/L

15-45 mg/dL

0,5 – 0,9 mg/dL

Urinalisa

· Protein +++ Negatif

4. PemeriksaanPenunjang

CTG : Reasuring

EKG tanggal 23 Oktober 2014

28

Interpretasi:

Irama sinus

Laju QRS: Takikardi

Reguler

Aksis normal

Hipertrofi ventrikel kiri

D. DIAGNOSIS KERJA

Ibu : G1P0A0 hamil 38 minggu dengan preeklamsia berat, edema paru dan anemia

Janin : Janin tunggal, hidup, intra uterin, presentasi kepala, DJJ 140x/menit reguler

E. RENCANA PENATALAKSANAAN

Konservatif:

- O2 4-6 ltr/menit

- Infus RL + MgSO4 40% 8 gr drip 20 tpm

- MgSO4 20% 4 gr bolus

- Kateter urine

- Nifedipine oral 3x10 mg

- Transfusi PRC 750 cc

- Observasi keadaan umum

- Observasi DJJ

- Rencana partus pervaginam

F. PROGNOSIS

29

Ibu : Dubia ad malam

Janin : Dubia ad malam

G. CATATAN KEMAJUAN

Tanggal, Jam

Pemeriksaan

Temuan Klinis dan Penatalaksanaan

22-10-2013

Pukul 11.00

Pukul 13.00

Pukul 14.00

Pukul 19.30

Pukul 22. 35

23-10-2014

Pasien datang dengan keluhan: tekanan darah meningkat sejak ±2

minggu SMRS. Pasien mengeluh sesak napas, dan pusing sejak 3

hari SMRS. Dan pasien mengeluhkan juga batuk sejak 2 minggu

SMRS.

Keluarga mengatakan sebelum ke RSUD pasien datang ke bidan, dan

bidan menyarankan untuk dirujuk. Pasien datang ke RSUD tidak

diantar bidan dan tidak dipasang infus.

KU: Tampak sakit sedang Kesadaran: Compos mentis

TD: 140/90mmHg N: 85x/menit

R: 24 x/menit S: 35,8oC

DJJ: 140x/menit TFU: 28cm

Pasang infus RL+MgSO4 40% 8 gr 20 tpm

Pasang O2

Pasang kateter urin

Pemberian MgSO4 20% 4 gr IV

DJJ: 139x/menit

KU: Tampak sakit sedang Kesadaran: Compos mentis

TD: 140/110 mmHg N: 78x/menit

S: 36,2oC R: 21x/menit

Pemasangan infus jalur kedua Transfusi PRC labu pertama 20 tpm

Urine dibuang + 500cc, berwarna merah

30

Pukul 03.00

Pukul 14.00

Pukul 22.00

Pukul 00.30

24-10-2014

Pukul 05.00

Transfusi PRC labu ke-2 20 tpm

Up infus jalur kedua dan pasien diinduksi dengan Sintetik Oksitosin

10 unit

Pasang EKG

Instruksi dr. Dodi:

- Konsul penyakit jantung tidak diangkat

Instruksi dr. obgyn

Lasik 1 ampul iv

O2 4-6 liter

Posisis fowler

Pindah ICU

KU: Tampak sakit berat Kesadaran: composmentis

TD 150/120 N 110x/menit

R 44 x/menit S 36,5oC

DJJ 155x/menit

Urin dibuang ± 250 cc

Pasien dirujuk ke RSCM Jakarta

H. Pemeriksaan laboratorium

Jenis

Pemeriksaan

23-10-2014 Nilai Rujukan

Hematologi

DarahRutin

· Hb

· Leukosit

· Eritrosit

· Ht

· Trombosit

10,3

11.600

5,2

33,2

443.000

12 – 16 g/dL

4800 – 10800/

µL

4,3 – 6,0 juta/µL

37 – 47 %

150000–

400000/ µL

31

Urinalisa

· Protein +++ Negatif

I. Follow up

Tanggal, Jam

Pemeriksaan

Temuan Klinis dan Penatalaksanaan

23-10-2014

Pukul 08.00

Pukul 14.00

S : Pasien mengatakan mules tetapi tidak sering.

O : KU : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis

TD :130/90 mmHg Nadi : 90x/menit

RR : 20x/menit Suhu : 36,70C

DJJ: 132x/menit

VT: Portio tebal lunak, pembukan 1cm.

A : G1P0A0 Hamil 38 minggu dengan PEB dan Anemia

P : Infus 2 jalur: RL+MgSO4 8 gr 20 tpm ditangan kiri, dan RL

20 tpm ditangan kanan

Nifedipin tab 3 x 10 mg

Kateter urin

S : Mules masih dirasakan pasien tetapi tidak sering.

O : KU: Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis

TD :130/90 mmHg Nadi : 86x/menit

RR : 22x/menit Suhu : 360C

DJJ: 132x/menit

VT: Portio tebal lunak, pembukan 2-3cm

A : G1P0A0 Hamil 38 minggu dengan PEB dan Anemia

P : Up infus jalur kedua

Mengganti cairan menjadi RL + 10 U sintetik oksitosin

Kateter Urin

O2 4 liter

32

Pukul 22.00

Pukul 00.30

S : Pasien mengeluhkan sesak. Mules masih jarang.

O : KU: Tampak sakit berat

Kesadaran : Compos mentis

TD :130/90 mmHg Nadi : 92x/menit

RR : 26x/menit Suhu : 360C

DJJ: 135x/menit

PF Paru: Ditemukan suara tambahan berupa rhonki pada

hemithoraks dekstra.

A : G1P0A0 Hamil 38 minggu dengan PEB dan susp. Edema paru

P : Pasang EKG

Instruksi dr. Dodi:

- Konsul penyakit jantung tidak diangkat

Instruksi dr. obgyn

Lasik 1 ampul iv

O2 4-6 liter

Posisis semi fowler

Pindah ICU

S : Pasien mengeluhkan sesak semakin memberat. Mules -

O : KU: Tampak sakit berat

Kesadaran : Compos mentis

TD :150/120 mmHg Nadi : 110x/menit

RR : 44x/menit Suhu : 36,50C

DJJ: 155x/menit

VT : Pasien tidak kooperatif.

PF Paru: Ditemukan suara tambahan berupa rhonki pada

hemithoraks dekstra.

A : G1P0A0 Hamil 38 minggu dengan PEB dan susp. Oedem paru

P : O2 4-6 liter

Posisis fowler

RL + 10 U sintetik oksitosin

Rencana Rujuk

33

34

BAB IV

ANALISA KASUS

Pasien berumur 15 tahun, dengan diagnosis G1P0A0 hamil aterm dengan PEB, edema paru,

dan anemia.

1. Dasar diagnosis PEB:

a. Anamnesis

Pasien mengatakan tekanan darah meningkat sejak ± 2 minggu SMRS pada usia

kehamilan 9 bulan. Riwayat hipertensi sebelumnya disangkal.

b. Pemeriksaan Fisik

TD : 140/90 mmHg

Edema pada kaki dan vulva

c. Pemeriksaan Laboratorium

Protein urin: +3

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium maka diagnosis PEB

dapat ditegakan. Faktor resiko PEB yang ditemukan pada kasus ini adalah: Usia pasien < 20

tahun, primigravida, dan adanya faktor genetik.

2. Dasar diagnosis edema paru:

a. Anamnesis: pasien mengeluh sesak napas.

b. Pemeriksaan fisik: terdengar bunyi rhonki pada hemithoraks dekstra.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik tersebut maka dicurigai pasien mengalami edema

paru. Edema paru yang terjadi pada pasien ini dapat berkaitan dengan preload jantung yang

sangat dipengaruhi oleh hipervolemia pada kehamilan secara iatrogenik akibat pemberian

cairan yang agresif.

3. Dasar diagnosis anemia:

a. Pemeriksaan fisik

Konjungtiva anemis +/+

b. Pemeriksaan laboratorium

Hb: 7,3 g/dL

35

Dari pemeriksaan fisik dan kadar hemoglobin maka diagnosis anemia dapat

ditegakkan. Anemia pada pasien ini kemungkinan disebabkan oleh kurangnya asupan tablet

besi, vitamin B12, ataupun asam folat yang seharusnya rutin dilakukan pada Ante Natal Care

(ANC). Pemeriksaan darah tepi sebaiknya dilakukan untuk memastikan tipe anemia pada

pasien ini.

4. Bagaimana penanganan di RS pada kasus ini?

Tatalaksana pasien selama di RS, yaitu:

- Pasang O2

- Infus RL + MgSO4 40% 8 gr 20 tpm

- MgSO4 20% 4 gr bolus

- Transfusi PRC 2 labu + 500 cc

- Pasang kateter urin.

- Lasik 1 amp IV

- Nifedipin sublingual 10 mg

- Rencana partus pervaginam

Berdasarkan teori, perawatan yang penting pada preeklampsia berat ialah

pengelolahan cairan karena penderita preeklampsia dan eklampsia mempunyai risiko

tinggi untuk terjadinya edema paru dan oligoria. Oleh karena itu monitoring cairan

(melalui cairan atau infus) dan output (melalui urine) menjadi sangat penting, dan

dilakukan pengukuran secara tepat jumlah cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan.

Diuretik tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru, payah jantung

kongestif atau edema anasarka, diuretik yang dipakai adalah furosemide. Pemberian obat

antihipertensi. Antihipertensi yang digunakan di Indonesia adalah nifedipine sebagai

antihipertensi lini pertama, dengan dosis awal 10-20 mg, diulangi tiap 30 menit bila perlu,

dosis maksimum 120 mg per 24 jam. Pemberian obat anti kejang, misalnya MgSO4.

Loading dose : 4 gram MgSO4, intravena (40% dalam 10 cc) selama 15 menit dan

Maintenance dose : diberikan infus 6 gram dalam larutan RL/6jam; atau diberikan 4 atau

5 gram IM. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram i.m tiap 4-6 jam. Pada wanita

dengan anemia derajat sedang yaitu Hb < 7 gr/ dl secara hemodinamis stabil dapat

beraktivitas tanpa mengalami gejala-gejala menyimpang dan tidak septik, transfusi darah

tidak diindikasikan tapi terapi besi selama 3 bulan. Pada pasien ini terapi yang diberikan

sudah sesuai dengan teori yang ada.

36

5. Mengapa pada pasien ini dilakukan induksi persalinan?

Pada kasus ini pasien dengan usia kehamilan 38 minggu tetapi belum ada tanda-tanda inpartu, dan

syarat-syarat induksi sudah terpenuhi, yaitu:

Letak belakang kepala

Memenuhi syarat pervaginam, dinilai dari Bishop Score = 5

Bila skor < 5: Kemungkinan tidak bisa pervaginam

Bila skor > 5: Kemungkinan bisa lahir pervaginam

37

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V. 1 Kesimpulan

Penyebab utama kematian ibu di Indonesia dikenal dengan trias klasik yakni

pendarahan, preeklamsia/eklamsia, dan infeksi.

Pada kasus pasien ini ditegakan diagnosa PEB, edema paru, dan anemia

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Preeklamsia tinggi resiko terjadinya pada kehamilan primigravida dengan usia

muda (< 20 tahun).

Penanganan PEB diberikan obat antihipertensi yaitu nifedipine, dan MgSO4 untuk

mencegah terjadinya kejang.

Penanganan edam paru salah satunya dengan pemberian diuretik.

Penanganan anemia pada kasus ini yaitu dengan memberikan transfusi PRC.

V. 2 Saran

Pemeriksaan antenatal care (ANC) sebaiknya rutin dilakukan oleh setiap ibu hamil

untuk memantau kesehatan ibu dan janin, serta merencanakan tindakan-tindakan

yang perlu dilakukan.

Faktor-faktor resiko pada ibu hamil dapat dideteksi dengan ANC yang teratur

sehingga komplikasi bagi ibu dan janin dapat dicegah.

Setiap kelainan yang terjadi pada ibu maupun pada janin sebaiknya harus

dideteksi sedini mungkin agar menurukan tingkat mortalitas dan morbiditas.

DAFTAR PUSTAKA

38

1. Cunningham et al. 2010. Pregnancy Hypertension. William Obstetretics, 23 rd. Hal 706-

749.

2. Wiknjosastro. H, Prof, dr, SpOG. Pre-eklampsia dan Eklampsia. Ilmu Kebidanan. Ed.3,

Cet. 8. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: 2009. Hal 281 – 300.

3. Nuryani, Magfirah AA, Citrakesumasari, dkk. 2013. Hubungan Pola Makan Sosial

Ekonomi, Antenatal Care dan Karakteristik Ibu Hamil dengan Kasus Preeklampsia di

Kota Makasar. Media Gizi Masyarakat Indonesia, Vol.2, No.2, Agustus 2013 :104-112.

4. Manuaba, I.B.G et al. 2007. Hipertensi Dalam Kehamilan. Pengantar Kuliah Obstetri.

Jakarta: EGC. Hal 402-406.

5. Sofian, dr. Amru SpOG. Toksemia gravidarum. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC. 2013.

Hal 143-149.

6. Lyall, Fiona et al. Medical illness and the risk of pre-eclampsia. Pre-eclampsia Etiology

and Clinical Practice. 2007. Cambridge University Press. Hal 325-335.

7. Tarwono, NS & Wasnidar. Buku Saku Anemia pada Ibu Hamil, Konsep dan

Penatalaksanaan. Jakarta. Trans Info Media. 2007.

8. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin,

http://www. med.unhas.ac.id. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2013.

39