dr.edy conth pres

70
PRESENTASI KASUS Gravida 2 Para 1 Abortus 0 Usia 36 tahun Usia Kehamilan 37 minggu, janin tunggal hidup intrauterine, presentasi kepala, punggung kanan, Inpartu Kala I Fase Laten dengan Struma Pembimbing: dr. Edy Priyanto, Sp.OG Oleh: Dhita Hestilana Anindyajati G4A014035 Galuh Ajeng Parandhini G4A014036

Upload: meta-m-purnama

Post on 04-Dec-2015

237 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

abortus imminens

TRANSCRIPT

Page 1: Dr.edy Conth Pres

PRESENTASI KASUS

Gravida 2 Para 1 Abortus 0 Usia 36 tahun Usia Kehamilan 37 minggu, janin

tunggal hidup intrauterine, presentasi kepala, punggung kanan, Inpartu

Kala I Fase Laten dengan Struma

Pembimbing:

dr. Edy Priyanto, Sp.OG

Oleh:

Dhita Hestilana Anindyajati G4A014035

Galuh Ajeng Parandhini G4A014036

SMF ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN

RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO

PURWOKERTO

2015

Page 2: Dr.edy Conth Pres

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

G2P1A0 Usia 36 tahun Usia Kehamilan 37 minggu, janin tunggal hidup

intrauterine, presentasi kepala, punggung kanan, Inpartu Kala I Fase Laten

dengan Struma

Oleh:

Dhita Hestilana Anindyajati G4A014035

Galuh Ajeng Parandhini G4A014036

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

di Kepaniteraan Klinik SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan

RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Disetujui dan disahkan

Pada tanggal, September 2015

Pembimbing,

dr. Edy Priyanto, Sp.OG

Page 3: Dr.edy Conth Pres

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan

hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus ini. Presentasi kasus

ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagi CoAss Universitas

Jenderal Soedirman yang sedang menjalani program kepaniteraan klinik di SMF

Ilmu Kandungan dan Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. Margono

Soekarjo.

Dengan bekal pengetahuan, pengarahan, serta bimbingan yang diperoleh

sebelum dan sesudah menjalani kepaniteraan ini, penulis mencoba membahas

mengenai kasus yang berjudul “G2P1A0 Usia 36 tahun Usia Kehamilan 37

minggu, janin tunggal, janin hidup intrauterine, presentasi kepala, punggung

kanan, inpartu Kala I Fase Laten dengan Struma”.

Pada kesempatan ini, penulis juga berkeinginan untuk mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Edy Priyanto, Sp.OG selaku

pembimbing kami yang telah banyak memberikan arahan dan masukan yang

berarti, serta terima kasih bagi teman-teman atas kerjasama yang baik.

Kami menyadari bahwa presentasi kasus ini masih jauh dari sempurna dan

memiliki banyak keterbatasan. Oleh sebab itu, penulis menerima dengan senang

hati segala kritik dan saran yang membangun demi kebaikan penulis. Akhir kata

semoga pembahasan kasus ini dapat berguna bagi penulis maupun pembaca

sekalian.

Purwokerto, September 2015

Penyusun

Page 4: Dr.edy Conth Pres

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berbagai penyakit endokrin banyak ditemui pada kehamilan. Adanya

penyakit endokrin dapat mempersulit atau mengambat kehamilan begitu pula

sebaliknya, kehamilan dapat mempengaruhi penyakit endokrin. Penyakit

endokrin pada kehamilan yang paling umum dijumpai adalah diabetes

mellitus dan tiroid.

Tiroid adalah kelenjar yang terletak di leher bagian belakang. Fungsi

utama kelenjar tiroid adalah memproduksi hormon tiroid (T3 dan T4) dari

iodium dan tirosin, dan mengatur aktivitas metabolisme tubuh. Hormon T3

dan T4 sendiri berperan penting dalam mengendalikan aktivitas metabolik

seluler (Sherwood, 2008).

Struma adalah pembesaran kelenjar tiroid yang disebabkan oleh

penambahan jaringan kelenjar tiroid itu sendiri. Pembesaran kelenjar tiroid ini

ada yang menyebabkan perubahan fungsi pada tubuh dan ada juga yang tidak

mempengaruhi fungsi. Struma umumnya terjadi akibat kekurangan yodium

yang dapat menghambat pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid

sehingga terjadi pula penghambatan dalam pembentukan TSH oleh hipofisis

anterior (Sjamsuhidajat, 2005).

Berdasakan fisiologisnya struma dapat diklasifikasikan menjadi

eutiroidisme, hipotiroidisme, dan hipertiroidisme. Hipertiroidisme merupakan

suatu sindrom klinik akibat meningkatnya sekresi hormon tiroid didalam

sirkulasi baik tiroksin (T4), triyodotironin (T3) atau kedua-duanya (Jamson,

2005). Hipertiroidisme lebih sering ditemukan pada wanita daripada laki-laki

dengan ratio 5:1. Angka kekerapan hipertiroidisme pada wanita hamil

diperkirakan 2 : 1000 dari semua kehamilan, namun bila tidak terkontrol

dapat menimbulkan krisis tiroid, persalinan prematur, abortus dan kematian

janin (Girling, 2008).

Deteksi dini hipertiroidisme pada kehamilan sangat penting, baik untuk

Page 5: Dr.edy Conth Pres

mencegah terjadinya perburukan maupun untuk pengelolalaan khusus

penderita hipertiroidisme pada kehamilan sehingga tidak memberikan

pengaruh buruk terhadap ibu dan janin.

Page 6: Dr.edy Conth Pres

BAB II

LAPORAN KASUS

A. Identitas

Nama : Ny. R

No.CM : 00961762

Usia : 36 tahun

Jenis kelamin : Wanita

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Krangean, RT 03/10. Kertanegara. Jawa Tengah

Agama : Islam

Suku Bangsa : Jawa

Status : Menikah

Tanggal masuk RSMS : 27 Agustus 2015/ 12.55 WIB

B. Anamnesis

1. Keluhan Utama

Kenceng-kenceng

2. Keluhan Tambahan

Pasien mengaku telah merasa keluar lendir dan darah sejak jam

11.00, namun tidak disertai adanya pengeluaran cairan ketuban. Selain itu,

pasien mengaku memiliki benjolan di bagian leher berukuran kecil dan

disertai adanya rasa sering berdebar-debar dan kerap berkeringat.

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang sendiri ke IGD RSUD.Prof.Dr. Margono Soekarjo

Puwokerto tanggal 27 Agustus 2015 pukul 12.55 dengan keluhan kenceng-

kenceng sejak jam 11.00 kenceng-kenceng disertai adanya pngeluaran

lendir dan darah. Namun pengeluaran air belum dirasakan oleh pasien.

Pasien mengaku kehamilan yang sekarang ini adalah kehamilan kedua.

Anak pertama pasien berjenis kelamin laki-laki, usia 8 tahun, lahir secara

spontan di bidan dengan berat 3,3 kg. Hari pertama haid terakhir (HPHT)

pasien tanggal 10 Desember 2014, sehingga hari perkiraan lahir (HPL)

adalah tanggal 17 September 2015 dan usia kehamilan pasien sekarang

Page 7: Dr.edy Conth Pres

37 minggu. Pasien mengaku menikah 1x/ 8 tahun, riwayat menstruasi

teratur dengan lamanya 7 hari.Tidak ada nyeri berlebihan saat menstruasi

dan tidak mengalami perdarahan di luar siklus. Pasien mengaku rutin

melakukan ANC di bidan. Pasien menggunakan KB IUD.

Pasien mengeluh memiliki benjolan yang berukuran kecil pada

leher. Benjolan tersebut dirasa pasien timbul sejak usia 25 tahun. Benjolan

tersebut tidak disertai nyeri. Pasien mengaku tidak ada gangguan dengan

adanya benjolan tersebut sehingga tidak pernah memeriksakan diri ke

dokter. Namun, satu bulan terakhir pasien merasa sering berdebar-debar

dan kerap berkeringat. Tanggal 26 Agustus 2015, akhirnya pasien

memeriksakan keluhan tersebut ke poli penyakit dalam RSMS. Pasien juga

melakukan pemeriksaan laboratorium dan mendapatkan hasil nilai FT4

0.56 ng/dL, FT3 3.70 pg/mL, dan TSH 0.30 µIU/mL. Oleh dokter spesialis

penyakit dalam pasien diberikan obat PTU 2x1 tab/hari dan Propanolol

2x1 tab/hari.

4. Hari Pertama Haid Terakhir : 10 Desember 2014

Hari perkiraan lahir : 17 September 2015

Usia kehamilan : 37 minggu

5. Riwayat Menstruasi

1. Menarche : 16 tahun

2. Lama haid : 7 hari

3. Siklus haid : teratur

4. Dismenorrhea : tidak ada

5. Jumlah darah haid : normal (sehari pembalut 2-3 kali)

6. Riwayat Menikah

Pasien menikah satu kali, lama menikah 8 tahun

7. Riwayat Obstetri

G2P1A0: I. Laki-laki/ 8 tahun/ Spontan/ Bidan/ 3,3 kg

II. Hamil ini

8. Riwayat KB

Pasien mengaku menggunakan KB IUD.

Page 8: Dr.edy Conth Pres

9. Riwayat ANC

Pasien rutin kontrol kehamilan ke bidan setiap bulan sesuai waktu yang

dijadwalkan.

10. Riwayat Penyakit Dahulu

a. Penyakit Jantung : disangkal

b. Penyakit Paru : disangkal

c. Penyakit Diabetes Melitus : disangkal

d. Penyakit Ginjal : disangkal

e. Penyakit Hipertensi : disangkal

f. Riwayat Alergi : disangkal

g. RiwayatKuretase : disangkal

h. Penyakit lain : struma sejak usia 25 tahun.

11. Riwayat Penyakit Keluarga

a. Penyakit Jantung : disangkal

b. Penyakit Paru : disangkal

c. Penyakit Diabetes Melitus : disangkal

d. Penyakit Ginjal : disangkal

e. Penyakit Hipertensi : disangkal

f. Riwayat Alergi : disangkal

12. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga. Pasien tinggal bersama

suaminya. Kebutuhan sehari-hari tercukupi dari penghasilan suami. Pasien

berobat ke RSUD Prof Dr. Margono Soekarjo dengan menggunakan biaya

BPJS PBI. Dalam kesehariannya pasien mengkonsumsi nasi dan lauk yang

tercukupi.

C. Pemeriksaan Fisik

KeadaanUmum : Sedang

Kesadaran : GCS E4M6V5 ( Compos Mentis)

Vital Sign : TD: 120/80 mmHg, N: 104 x/menit,

RR : 20 x/menit S : 36,30C

BeratBadan : 53 kg

TinggiBadan : 155 cm

Page 9: Dr.edy Conth Pres

IMT : 22.0

Status Generalis

1. Pemeriksaan kepala

Bentuk kepala : mesocephal, simetris

Mata : simetris, konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-

2. Pemeriksaan leher : tedapat massa pada leher berwarna sama dengan

kulit sekitarnya. Benjolan tidak mengeluarkan darah atau pus. Benjolan

berjumlah satu buah dengan ukuran 5x3 cm, kenyal, permukaan rata,

batas tegas, mobile, nyeri tekan (-).

3. Pemeriksaan Toraks

Paru

Inspeksi :Dada simetris, ketertinggalan gerak (-), retraksi

intercostal (-), pulsasi epigastrium (-), pulsasi parasternal

(-)

Palpasi :Vokal fremitus paru kanan = paru kiri, ketertinggalan

gerak (-)

Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru

Auskultasi : Suaradasar vesikuler +/+, Ronkhi basah halus di basal -/-

Ronkhi basah kasar di parahiler -/-, Wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : tidak tampak pulsasi ictus cordis di dinding dada

Palpasi : ictus cordis teraba SIC V 2 jari medial LMCS

Ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi : batas jantung

Kanan atas SIC II LPSD

Kiri atas SIC II LPSS

Kanan bawah SIC IV LPSD

Kiri bawah SIC V 2 jari medial LMCS

Auskultasi : S1>S2, regular, murmur (-), gallop (-)

4. Abdomen

Inspeksi : Cembung gravid

Page 10: Dr.edy Conth Pres

Auskultasi : BU (+) Normal, DJJ (+) 140 x/m

Perkusi : pekak janin

Palpasi : TFU 31 cm

Leopold 1 : Bokong

Leopold 2: Puka

Leopold 3 : Kepala

Leopold 4 : Divergen

His (+) 3x/10’/25”

5. Pemeriksaan ekstermitas

Superior : edema (-/-), sianosis (-/-), akral hangat (+/+)

Inferior : edema (-/-), sianosis (-/-), akral hangat (+/+)

Pemeriksaan Genitalia

VT : Pembukaan 2 cm, kulit ketuban (+), kepala turun Hodge I, portio

lunak.

D. PemeriksaanTambahan

Darah lengkap

PT, APTT

E. Diagnosis VK IGD

Gravida 2 Para 1 Abortus 0 Usia 36 Tahun Hamil 37 Minggu Janin Tunggal

Hidup Intra Uterine, Presentasi Kepala, Punggung Kanan, Inpartu Kala I Fase

Laten dengan Struma.

F. Instruksi dan Terapi (di IGD)

1. Rawat Kamar Bersalin

2. IVFD RL 20tpm

3. Observasi Persalinan

4. Cek DL, PT/APTT, KTG

5. Konsul Penyakit Dalam

Page 11: Dr.edy Conth Pres

6. Pengawasan pengawasan pemberian obat oral dari Bagian Penyakit

Dalam.

G. PemeriksaanLaboratorium

JenisPemeriksaan (27/08/15) NilaiRujukan

Hemoglobin 11,5 g/dL (L) 12-16 g/dl

Leukosit 9990/uL 4800-10800/ul

Hematokrit 35 % (L) 37-47 %

Eritrosit 5.0 4.2-5.4/ul

Trombosit 129.000/Ul (L) 150.000-450.000/ul

MCV 69,2 Fl (L) 79-99 Fl

MCH 22,8 pg (L) 27-31 pg

MCHC 33,0% 33-37%

RDW 15,5% (H) 11.5-14.5 %

MPV - 7.2-11.1 fL

HitungJenis

Basofil 0.3% 0-1%

Eosinofil 1,2% (L) 2-4%

Batang 0.7% (L) 2-5%

Segmen 75,9% (H) 40-70%

Limfosit 17.3% (L) 25-40%

Monosit 4.6% 2-8%

PT 9,1 detik (L) 9.3-11.4

APTT 30,3 detik 29.0-40.2

Sero Imunologi (26/08/15) Nilai Rujukan

Free T4 0,56 ng/dL 0,93-1,70

Free T3 3,7 pg/mL 2,0-4,4

TSH 0,30 uIU/mL 0,270-4,20

Page 12: Dr.edy Conth Pres

H. Laporan Persalinan

Tanggal persalinan : 27-08-2015

Laporan persalinan :

1. Kala I: partograf tidak melewati garis waspada

2. Kala II:dilakukan episiotomy dengan indikasi perineum kaku, persalinan

didampingi suami. Selama kala II tidak ada gawat janin, DJJ dipantau

setiap 5-10 menit selama kala II (DJJ rata-rata 140x/menit), tidak ada

distosia bahu.

3. Pukul 22.40 WIB (27 Agustus 2015): DJJ 152x/menit, his (+)

4x/10’/45”, pembukaan lengkap, kulit ketuban (-) kepala turun hodge III,

dipimpin persalinan

4. Pukul 22.47 WIB bayi lahir spontan A/S 8/9/10

5. Kala III: IMD (inisiasi menyusui dini), dengan lama kala III 3 menit,

diberikan oksitosis 10 U IM 1 menit sesudah persalinan, jepit tali pusat

dilakukan 2 menit setelah bayi lahir, tidak dilakukan pemberian ulang

oksitosin. Dilakukan peregangan tali pusat terkendali, kemudian masase

uterus, plasenta lahir intak dan kurang dari 30 menit. Ditemukan laserasi

perineum derajat 2 yang kemudian dijahit dengan anestesi. Jumlah darah

yang keluar ±200cc

6. Kala IV: keadaan umum ibu baik dengan TD 120/80, nadi 86x/menit dan

nafas 20x/menit

7. BBL dengan berat badan 3450 gram, PB 48 cm, jenis kelamin

perempuan, bayi lahir normal, dengan APGAR skor 8/9/10.

I. Diagnosis Post Partus

P2A0 Usia 36 tahun post partus spontan fisiologis + Intra Uterine Device

dengan Hipertiroidisme

Page 13: Dr.edy Conth Pres

J. Follow Up Pasien 2 Jam Post Partus

Jam TD N S TFU UC PPV Urin

23.05 120/80 88 36,3 1 jari bawah pusat Keras 5cc 50cc

23.20 120/80 84 36,3 1 jari bawah pusat Keras 5cc -

23.35 120/80 88 36,3 1 jari bawah pusat Keras 5cc -

23.50 120/80 84 36,3 1 jari bawah pusat Keras 10cc -

00.20 120/70 84 36,7 1 jari bawah pusat Keras 10cc -

00.50 120/80 88 36,7 1 jari bawah pusat Keras 15cc -

K. Follow Up Post Partus

Tanggal S O A P

28

Agustus

2015

Nyeri

pada

jalan

lahir

Ku/kes: sedang/ Compos

Mentis

TD: 120/70

N : 80 x/menit

RR: 20 x/menit

S : 36,5oC

Status Generalis

Mata: CA -/- SI -/-

Pulmo: SD ves +/+, RBH

-/-, RBK -/-

Cor: S1>S2, reg, M (-), G

(-)

P2A0

Usia 36

tahun

post

partus

spontan

fisiologis

+ Intra

Uterine

Device

dengan

Hipertiroi

disme

- PO Propanolol

2x1 tab

- PO

Propiltiourasil

2x1 tab

- PO Clindamicin

2x1 tab

- PO

AsamMefenama

t 2x1 tab

Page 14: Dr.edy Conth Pres

Status Lokalis

Abdomen:

I : Cembung

A : BU (+) N

Per : Tympani

Pal : NT (-)

Status Genital Eksterna

PPV (+), FA (-)

Status Vegetatif

BAB (+) BAK (+) FL (+)

L. Prognosis

Ad vitam : ad bonam

Ad sanam : ad bonam

Ad functionam : ad bonam

BAB III

Page 15: Dr.edy Conth Pres

TINJAUAN PUSTAKA

A. Struma

1. Definisi

Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher

oleh karena pembesaran kelenjar tiroid akibat adanya gangguan fungsi

atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. Biasanya dianggap

membesar bila kelenjar tiroid lebih dari 2x ukuran normal. Pembesaran

kelenjar tiroid sangat bervariasi dari tidak terlihat sampai besar sekali dan

mengadakan penekanan pada trakea (Sjamsuhidajat, 2005).

Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar

tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di

bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus.

Struma dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus

dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia (Jamson,

2005).

2. Klasifikasi

Berdasakan fisiologisnya struma dapat diklasifikasikan sebagai

berikut (Jamson, 2005):

a. Eutiroidisme

Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid

yang disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah

normal sedangkan kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah

yang meningkat. Goiter atau struma semacam ini biasanya tidak

menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi

secara berlebihan dapat mengakibatkan kompresi trakea.

b. Hipotiroidisme

Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional

kelenjar tiroid sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang.

Kegagalan dari kelenjar untuk mempertahankan kadar plasma yang

Page 16: Dr.edy Conth Pres

cukup dari hormon. Beberapa pasien hipotiroidisme mempunyai

kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai kelenjar tiroid

akibat pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat destruksi oleh

antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi.

Gejala hipotiroidisme adalah penambahan berat badan, sensitif

terhadap udara dingin, dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan lamban,

konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi berlebihan,

pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan bicara

c. Hipertiroidisme

Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat

didefenisikan sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap

pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Keadaan ini dapat

timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam darah yang

merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon

yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar.

Gejala hipertiroidisme berupa berat badan menurun, nafsu

makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, dan sesak napas.

Selain itu juga terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada

tungkai bagian atas, mata melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak

teratur, rambut rontok, dan atrofi otot.

Berdasarkan klinisnya struma dapat dibedakan menjadi sebagai

berikut (Sjamsuhidajat, 2005):

a. Struma Toksik

Struma toksik yaitu struma yang menimbulkan gejala klinis

pada tubuh. Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma

diffusa toksik dan struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa

lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma

diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain jika tidak diberikan

tindakan medis, sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan

Page 17: Dr.edy Conth Pres

yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma

multinoduler toksik).

Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan

hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon

tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah

penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophthalmic goiter), bentuk

tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme

lainnya.

Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun

telah diiidap selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor

TSH beredar dalam sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut

dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif.

Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan

peningkatan pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi

hormon tersebut sebagai hasil pengobatan penyakit ini cenderung

untuk menurunkan antibodi tetapi bukan mencegah pembentuknya.

Apabila gejala gejala hipertiroidisme bertambah berat dan mengancam

jiwa penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya

rasa khawatir yang berat, mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit

berbicara dan menelan, koma dan dapat meninggal.

b. Struma Non Toksik

Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang

dibagi menjadi struma diffusa non toksik dan struma nodusa non

toksik. Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan yodium yang

kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma endemik, atau

goiter koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumya

kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat

sintesa hormon oleh zat kimia. Struma non toksik tidak menimbulkan

gejala klinis pada tubuh

Page 18: Dr.edy Conth Pres

Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul,

maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa

disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma

nodusa non toksik. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia

muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa.

Kebanyakan penderita tidak mengalami keluhan karena tidak ada

hipotiroidisme atau hipertiroidisme, penderita datang berobat karena

keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Namun sebagian

pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu penekanan pada

esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak disertai

rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul.

Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat

ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium

urin. Dalam keadaan seimbang maka yodium yang masuk ke dalam

tubuh hampir sama dengan yang diekskresi lewat urin. Kriteria daerah

endemis gondok yang dipakai Depkes RI (2010) adalah endemis

ringan prevalensi gondok di atas 10 %-< 20 %, endemik sedang 20-

29% dan endemik berat di atas 30 %.

3. Etiologi

Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh (Sjamsuhidajat, 2005;

Jamson, 2005):

a. Hiperplasi dan hipertrofi dari kelenjar tiroid

Setiap organ apabila dipacu untuk bekerja lebih berat maka akan

berkompensasi dengan jalan hipertrofi dan hiperplasi. Demikian pula

dengan kelenjat tiroid pada saat masa pertumbuhan atau paa kondisi

memerlukan hormon tiroksin lebih banyak, misal saat pubertas, gravid

dan sembuh dari sakit parah.

1) Non toxic goiter: difus, noduler

2) Toxic goiter: noduler (Parry’s disease), difus (Grave’s

disease)/Morbus Basedow

b. Inflamasi atau infeksi kelenjar tiroid

1) Tiroiditis akut

Page 19: Dr.edy Conth Pres

2) Tiroiditis sub-akut (de Quervain)

3) Tiroiditis kronis (Hashimoto’s disease dan struma Riedel)

c. Neoplasma

1) Neoplasma jinak (adenoma)

2) Neoplasma ganas (adenocarcinoma): papiliferum,folikularis,

anaplastik

Adapun klasifikasi klinisnya adalah sebagai berikut (Djokomoeljanto,

2009):

Grade 0 : tidak teraba struma, atau bila teraba besarnya normal

Grade IA : teraba struma, tapi tak terlihat

Grade IB : teraba struma, tapi baru dapat dilihat apabila posisi

kepala menengadah

Grade II : struma dapat dilihat dalam posisi biasa

Grade III : struma dapat dilihat dalam posisi biasa pada jarak 6 m.

Grade IV : struma yang amat besar

B. Hipertiroid

1. Definisi

Terminologi hipertiroidisme dan tirotoksikosis sering dianggap

sinonim, padahal kedua istilah tersebut agak berbeda dalam kondisi

tertentu. Hipertiroidisme menunjukan aktifitas kelenjar tiroid yang

berlebihan dalam mensistensi hormone tiroid, sehingga meningkatkan

metabolisme dijaringan perifer. Sedangkan istilah tirotoksikosis merujuk

pada beberapa pengaruh dari hormone tiroid bebas dengan atau tanpa

kelenjar tiroid sebagai sumbernya (Firdaus, 2007).

2. Etiologi

Beberapa penyakit yang menyebabkan Hipertiroid yaitu (Price, 2005;

Sudoyo, 2009):

a. Penyakit Graves

Penyakit ini disebabkan oleh kelenjar tiroid yang oberaktif dan

merupakan penyebab hipertiroid yang paling sering dijumpai.

Page 20: Dr.edy Conth Pres

Penyakit ini biasanya turunan. Wanita 5 kali lebih sering daripada

pria. Di duga penyebabnya adalah penyakit autonoium, dimana

antibodi yang ditemukan dalam peredaran darah yaitu tyroid

stimulating. Immunogirobulin (TSI antibodies), Thyroid peroksidase

antibodies (TPO) dan TSH receptor antibodies (TRAB). Pencetus

kelainan ini adalah stres, merokok, radiasi, kelainan mata dan kulit,

penglihatan kabur, sensitif terhadap sinar, terasa seperti ada pasir di

mata, mata dapat menonjol keluar hingga double vision. Penyakit

mata ini sering berjalan sendiri dan tidak tergantung pada tinggi

rendahnya hormon teorid. Gangguan kulit menyebabkan kulit jadi

merah, kehilangan rasa sakit, serta berkeringat banyak.

b. Toxic Nodular Goiter

Benjolan leher akibat pembesaran tiroid yang berbentuk biji padat,

bisa satu  atau banyak. Kata toxic berarti hipertiroid, sedangkan

nodule atau biji itu tidak terkontrol oleh TSH sehingga memproduksi

hormon tiroid yang berlebihan.

 c. Minum obat Hormon Tiroid berlebihan

Keadaan demikian tidak jarang terjadi, karena periksa laboratorium

dan kontrol ke dokter yang tidak teratur. Sehingga pasien terus minum

obat tiroid, ada pula orang yang minum hormon tiroid dengan tujuan

menurunkan badan hingga timbul efek samping.

d. Produksi TSH yang Abnormal

Produksi TSH kelenjar hipofisis dapat memproduksi TSH

berlebihan, sehingga merangsang tiroid mengeluarkan T3 dan T4 yang

banyak.

f.  Konsumsi Yodium Berlebihan

Bila konsumsi berlebihan bisa menimbulkan hipertiroid, kelainan

ini biasanya timbul apabila sebelumnya si pasien memang sudah ada

kelainan kelenjar tiroid.

g. Karsinoma tiroid

Karsinoma tiroid berasal dari sel folikel tiroid. Keganasan tiroid

dikelompokkan menjadi, karsinoma tiroid berdiferensiasi baik, yaitu

Page 21: Dr.edy Conth Pres

bentuk papiler, folikuler, atau campuran keduanya. Lebih dari 90%

hipertiroid adalah akibat penyakit Graves dan nodul tiroid toksik.

3. Epidemiologi

Prevalensi hipertiroid lebih kurang 10 per 100.000 pada wanita di

bawah umur 40 tahun dan 19 per 100.000 pada wanita yang berusia di

atas 60 tahun. Di Eropa ditemukan bahwa prevalensi hipertiroid berkisar

1%-2%, dan di Inggris kasus hipertiroid terdapat pada 0,8 per 1000

wanita per tahun. Menurut Asdie, prevalensi hipertiroid di Indonesia

belum diketahui secara pasti dan penderita hipertiroid wanita lebih

banyak dibandingkan dengan pria yaitu 5 banding 1 (Supatmi, 2007). Di

USA prevalensi penyakit Graves pada orang dewasa diperkirakan 0,02%

dan 95% diantaranya sebagai penyebab terjadinya hipertiroidisme

(Firdaus, 2007).

4. Patogenesis

Bagan 1. Fisiologi Hormon Tiroid

Page 22: Dr.edy Conth Pres

Dari bagan tersebut dapat diketahui bahwa apabila terjadi suatu

peningkatan kadar hormon tyroid didalam tubuh maka akan terjadi

feedback negatif menuju hipotalamus. Ketika feedback negatif diterima

oleh hipotalamus, maka akan terjadi pengeluaran hormon inhibiting yang

akan menurnkan sekresi/pembuatan hormon tirid. Proses ini terjadi ketika

tiroid tidak mengalami suatu kelainan, apabila terjadi suatu kelainan pada

tyroid maka proses yang akan terjadi adalah sebagai berikut (Guyton,

2007).

Bagan 2. Mekanisme Hormon Tiroid pada Hipertiroidisme

Dari bagan diatas dapat dijelaskan bahwa terjadi peningkatan

hormon tiroid. Hal ini disebabkan oleh penutupan reseptor TSH dan TIH

oleh Tiroid Stimulating Inhibitor yang akan merangsang kelenjar tiroid

untuk memproduksi hormon tiroid secara terus menerus. Ketika produksi

hormon tiroid telah dirasa cukup oleh tubuh, maka tubuh akan

memberikan umpan balik negatif kepada hipothalamus untuk

mengeluarkan TIH (Tiroid Inhibiting Hormon) yang akan menurunkan

produksi hormon tiroid. Dlam kejadian ini TIH tidak akan memberikan

Page 23: Dr.edy Conth Pres

efek kepada kelenjar tiroid karena reseptornya ditutupi oleh TSI sehingga

kelenjar tiroid akan melanjutkan proses produksi hormon tiroidnya.

Ketika dilakukan pemeriksaan laboratorium mengenai kadar hormon

tiroid maka akan didapatkan hasil berupa peningkatan hormon T3 dan T4

tanpa disertai peningkatan hormon TSH (Guyton, 2007). Kejadian ini

didapatkan pada kasus penderita hipertiroidisme, yang akan

menyebabkan peningkatan kadar metabolisme di dalam tubuh (Robbins,

2007).

5. Patofisiologi

Hipertiroidisme disebabkan oleh antibody reseptor TSH yang

merangsang aktifitas tiroid, sehingga produksis tirosin (T4) meningkat.

Akibat peningkatan ini ditandai dengan adanya tremor, ketidakstabilan

emosi, palpitasi, meningkatnya nafsu makan, kehilangan berat badan,

kulit lebih hangat dan berkeringat, rambut halus, detak jantung cepat,

tekanan nadi yang kecil, pembesaran hati, kadang-kadang terjadi gagal

jantung. Peningkatan cardiac output dan kerja jantung selama

ketidakstabilan atrial menyebabkan ketidakteratutran irama jantung,

Terutama pada pasien dengan penyakit jantung. Ancaman bagi

kehidupan di kombinasi dengan delirium atau koma, temperatur tubuh

naik sampai 410C, detak jantung meningakat, hipotensi, muntah, diare

(Gardner, 2007; ;Guyton, 2007 Harrison, 2005; Sirbernagl, et al, 2006)

Page 24: Dr.edy Conth Pres

Bagan 3. Patofisiologi Hipertiroid.

Page 25: Dr.edy Conth Pres
Page 26: Dr.edy Conth Pres

6. Diagnosis

Garnbaran klinik hipertiroid dapat ringan dengan keluhan keluhan

yang sulit dibedakan dari reaksi kecemasan, tetapi dapat berat sampai

mengancam jiwa penderita karena timbulnya hiperpireksia, gangguan

sirkulasi dan kolaps. Gejala dan tanda hipertiroid pada orang dewasa

tidak spesifik, sebagian orang hanya mengalami penurunan berat badan

dan peningkatan reaksi iritabilitas tanpa mengalami pembesaran kelenjar

tiroid, tachicardi, tremor ataupun exopthalmus (Kusrini, 2010).

Untuk daerah di mana pemeriksaan laboratorik yang spesifik untuk

hormon tiroid tak dapat dilakukan, penggunaan indeks Wayne dan New

Castle sangat membantu diagnosis hipertiroid. Penegakan diagnosis yang

pasti adalah dengan pemeriksaan kadar hormon tiroid dalam darah.

Serum yang diperiksa yakni kadar tiroksin bebas (FT4), TSH, dan TRH

yang akan memastikan keadaan dan lokalisasi masalah di tingkat susunan

saraf pusat atau kelenjar tiroid (Kusrini, 2010).

Indeks Wayne

No Gejala Yang Baru Timbul Dan Atau Bertambah

Berat Nilai

1 Sesak saat kerja +1 2 Berdebar +2 3 Kelelahan +2 4 Suka udara panas -5 5 Suka udara dingin +5 6 Keringat berlebihan +3 7 Gugup +2 8 Nafsu makan naik +3 9 Nafsu makan turun -3 10 Berat badan naik -3 11 Berat badan turun +3

No Tanda Ada Tidak Ada 1 Tyroid teraba +3 -3 2 Bising tyroid +2 -2 3 Exoptalmus +2 -

Page 27: Dr.edy Conth Pres

4 Kelopak mata tertinggal gerak bola mata +1 - 5 Hiperkinetik +4 -2 6 Tremor jari +1 - 7 Tangan panas +2 -2 8 Tangan basah +1 -1 9 Fibrilasi atrial +4 -

10

Nadi teratur < 80x per menit

80 – 90x per menit > 90x per menit

- -

+3

-3 - -

Hipertiroid jika indeks > 20

NEW CASTLE INDEX

Item Grade ScoreAge of onset (year) 15-24 0

25-34 +435-44 +845-54 +12>55 +16

Psychological precipitant

PresentAbsent

-50

Frequent cheking PresentAbsent

-30

Severe anticipatory anxiety

PresentAbsent

-30

Increased appetite PresentAbsent

+50

Goiter Present Absent

+30

Thyroid bruit Present Absent

+180

Exophthalmos PresentAbsent

+90

Lid retraction Present Absent

+20

Hyperkinesis Present Absent

+40

Fine finger tremor Present Absent

+70

Pulse rate > 90/min80-90 > min

< 80/min

+16+80

Hipertiroid +40 - +80

Page 28: Dr.edy Conth Pres

Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakan

diagnisis hipertiroid yaitu:

a. Autoantibodi tiroid, TgAb, dan TPO Ab dapat dijumpai baik pada

penyakit Graves’ maupun tiroiditis Hashimoto, namun TSH-R Ab

lebih spesifik pada penyakit Graves’. Artinya, bila T3 dan T4 rendah,

maka produksi TSH akan meningkat dan sebaliknya ketika kadar

hormon tiroid tinggi, maka produksi TSH akan menurun. Pemeriksaan

TSH generasi kedua merupakan pemeriksaan penyaring paling sensitif

terhadap hipertiroidisme, oleh karena itu disebut TSH sensitive

(TSHs), karena dapat mendeteksi kadar TSH sampai angka mendekati

0,05mIU/L. Untuk konfirmasi diagnostik, dapat diperiksa kadar T4

bebas (free T4/FT4) (Rubenstein, 2013).

b. Yodium tiroid scan akan menunjukkan jika penyebabnya adalah nodul

tunggal atau seluruh kelenjar (Tandra, 2011).

c. Ultrasonografi

Pemeriksaan ini dapat membantu membedakan kelainan kistik atau

solid pada tiroid. Kelainan solid lebih sering disebabkan keganasan

dibanding dengan kelainan kistik. Tetapi kelainan kistikpun dapat

disebabkan keganasan meskipun kemungkinannya lebih kecil (Tandra,

2011).

d. Pemeriksaan radiologik di daerah leher

Karsinoma tiroid kadang-kadang disertai perkapuran. Ini sebagai

tanda yang boleh dipegang (Tandra, 2011).

Page 29: Dr.edy Conth Pres

Gambar . Tes laboratorium untuk diagnosis differensial hipertiroidisme

7. Penatalaksanaan

Prinsip pengobatan tergantung dari etiologi tirotoksikosis, usia pasien,

riwayat alamiah penyakit, tersedianya modalitas pengobatan, situasi

pasien, resiko pengobatan, dan sebagainya. Pengobatan tirotoksikosis

dikelompokkan dalam:

a. Tirostatiska: kelompok derivat tioimidazol (CBZ, karbimazole 5 mg,

MTZ, metimazol atau tiamazol 5, 10, 30 mg), dan derivat tiourasil

(PTU propiltiourasil 50, 100 mg)

    b. Tiroidektomi: operasi baru dikerjakan kalau keadaan pasien eutiroid,

klinis maupun biokimiawi.

c. Yodium radioaktif.

(Sudoyo, 2009).

1) Obat antitiroid.

Digunakan dengan indikasi :

Page 30: Dr.edy Conth Pres

a) Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan

remisi yang menetap,pada pasien muda dengan struma ringan

sampai sedang dan tirotoksikosis.

b) Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum

pengobatan, atau sesudah pengobatan pada pasien yang

mendapat yodium radioaktif.

c) Persiapan tiroidektomi

d) Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia.

e) Pasien dengan krisis tiroid.

Obat diberi dalam dosis besar pada permulaan sampai

eutiroidisme lalu diberikan dosis rendah untuk

mempertahankan eutiroidisme.

Table 2. Obat antitiroid yang sering digunakan

Obat Dosis awal (mg/hari) Pemeliharaan

(mg/hari)

Karbimazol 30-60 5-20

Metilmazol 30-60 5-20

Propiltiourasil 300-600 50-200

Ketiga obat ini mempunyai kerja imunosupresif dan dapat

menurunkan konsentrasi thyroid stimulating antibody (TSAb)

yang bekerja pada sel tiroid. Obat-obatan ini umumnya

diberikan sekitar 18-24 bulan. Pemakaian obat-obatan ini

dapat menimbulkan efek samping berupa hipersensitivitas

dan agranulositosis. Apabila timbul hipersensitivitas maka

obat diganti, tetapi bila timbul agranulositosis maka obat

dihentikan.

Page 31: Dr.edy Conth Pres

Efek berbagai obat yang digunakan dalam pengelolahan

tirotoksikosis.

Kelompok Obat Efeknya Indikasi

Obat Anti Tiroid

Propiltiourasil (PTU)

Metilmazol (MMI)

Karbimazol (CMZ

MMI)

Antagonis adrenergic-β

Menghambat sintesis

hormone tiroid dan

berefek imunosupresif

(PTU juga menghambat

konversi T4 T3

Pengobatan lini pertama

pada Graves. Obat

jangka pendek

prabedah/pra-RAI

B-adrenergic-antagonis

Propanolol

Metoprolol

Atenolol

Nadolol

Mengurangi dampak

hormone tiroid pada

jaringan

Obat tambahan kadang

sebagai obat tunggal

pada tiroiditis

Bahan mengandung Iodine

Kalium iodida

Solusi Lugol

Natrium Ipodat

Asam Iopanoat

Menghambat keluarnya

T4 dan T3.

Menghambat T4 dan T3

serta produksi T3

ekstratiroidal

Persiapan tiroidektomi.

Pada krisis tiroid bukan

untuk penggunaan rutin.

Obat lainnya

Kalium perklorat

Litium karbonat

Glukokortikoids

Menghambat transport

yodium, sintesis dan

keluarnya hormone.

Memperbaiki efek

hormone di jaringan dan

sifat imunologis

Bukan indikasi rutin

pada subakut tiroiditis

berat, dan krisis tiroid.

Page 32: Dr.edy Conth Pres

Pada pasien hamil biasanya diberikan propiltiourasil dengan dosis

serendah mungkin yaitu 200mg/hari atau lebih lagi.

2) Pengobatan dengan yodium radioaktif

Indikasi pengobatan dengan yodium radioaktif diberikan pada:

a) Pasien umur 35 tahun atau lebih.

b) Hipertiroidisme yang kambuh sesudah dioperasi.

c) Gagal mancapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid.

d) Tidak mampu atau tidak mau pengobatan dengan obat anti

tiroid.

e) Adenoma toksis, goiter multinodular toksik.

Digunakan Y131 dengan dosis 5-12mCi peroral. Dosis ini dapat

mengendalikan tirotoksikosis dalam3 bulan, namun 1/3 pasien

menjadi hipotiroidisme, eksaserbasi hipertiroidisme, dan

tiroiditis.

d. Operasi

Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme.

Indikasi operasi adalah:

1) Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat

antitiroid dosis besar.

2) Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons

terhadap obat antitiroid.

3) Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima

yodium radioaktif.

4) Adenoma toksik atau struma multinodular toksik.

5) Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih.

8. Komplikasi

Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis

tirotoksik (thyroid storm). Hal ini dapat berkernbang secara spontan pada

pasien hipertiroid yang menjalani terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid,

atau terjadi pada pasien hipertiroid yang tidak terdiagnosis. Akibatnya adalah

Page 33: Dr.edy Conth Pres

pelepasan TH dalam jumlah yang sangat besar yang menyebabkan takikardia,

agitasi, tremor, hipertermia (sampai 1060F), dan, apabila tidak diobati,

kematian Penyakit jantung Hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati

Graves, infeksi (Semiardji, 2003).

Page 34: Dr.edy Conth Pres

BAB IV

MASALAH DAN PEMBAHASAN

B. Apakah diagnosis pasien ini sudah tepat?

1. Diagnosis IGD

G2P1A0 Usia 36 tahun Usia Kehamilan 37 minggu, janin tunggal hidup

intrauterine, presentasi kepala, punggung kanan, Inpartu Kala I Fase

Laten dengan Struma.

a. G2P1A0

Pasien hamil untuk kedua kalinya dengan riwayat menikah 1 kali

selama 8 tahun. Riwayat mens teratur dan pasien rutin kontrol ANC di

bidan. Pasien memiliki satu anak lahir hidup berjenis kelamin

perempuan, usia 8 tahun, lahir spontan di bidan dengan berat 3,3 kg

dan belum pernah mengalami keguguran.

b. Usia

Usia pasien ini 36 tahun. Menurut Depkes (2010), usia termasuk

salah satu faktor risiko pada ibu hamil dimana usia dengan kehamilan

risiko tinggi adalah usia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun. Maka

dari itu dilihat dari usianya, pasien ini tergolong kehamilan yang

beresiko tinggi.

c. Hamil aterm

Usia kehamilan pasien berdasarkan keterangan hari pertama haid

terakhir adalah 37 minggu menurut rumus Naegele. Usia kehamilan

ini termasuk hamil aterm. Secara umum, kehamilan secara normal

berlangsung 40 minggu atau 280 hari dihitung dari hari pertama haid

terakhir. Hamil aterm merupakan usia kehamilan antara 37-42

minggu. Sehingga periode kehamilan ini merupakan periode

terjadinya persalinan normal bagi seorang ibu (Muchtar, 2008).

d. Inpartu Kala I Fase Laten

Pasien datang dengan karena merasa sudah mulai kenceng-kenceng

sejak 3 jam sebelum masuk RSMS. Pasien juga merasa terdapat

pengeluaran lendir dan darah, namun pengeluaran air belum

Page 35: Dr.edy Conth Pres

dirasakan. pada pemeriksaan dalam atau vagina toucher didapatkan

hasil pasien sudah mengalami pembukaan pada serviks sebesar 2cm,

kulit ketuban (+), penurunan kepala di Hodge I, portio lunak. Sesuai

dengan definisi diatas, pasien telah dalam persalinan atau inpartu

dimana telah muncul his yang teratur selama satu kali dalam 10 menit

selama 10 detik, telah terdapat pengeluaran lendir dan darah, serta

adanya pembukaan serviks. Pembukaan serviks pada pasien ini masih

dalam fase laten karena dari hasil pemeriksaan dalam atau vaginal

toucher pada saat di VK IGD RSMS masih sebesar 2cm.

Menurut Cunningham (2013) pada persalinan, kala 1 ditandai

dengan pembukaan serviks dimana terbagi menjadi fase laten dan fase

aktif. Awal fase laten adalah titik dimana ibu mengalami kontraksi

yang reguler dan serviks berdilatasi sampai 3cm. Sementara fase aktif

dimulai dari bukaan 3 cm sampai pembukaan serviks lengkap.

e. Struma

Pada pasien ini mengeluhkan adanya pembesaran pada bagian

leher dengan ukuran yang tergolong kecil. Pembesaran tersebut telah

dirasakan pasien sejak berusia 25 tahun namun tidak memunculkan

gejala. Adanya pembesaran pada kelenjar tiroid sering disebut sebagai

struma. Menurut Sjamsuhidajat (2005) struma adalah tumor

(pembesaran) pada kelenjar tiroid. Biasanya dianggap membesar bila

kelenjar tiroid lebih dari 2x ukuran normal

Selain adanya pembesaran pada kelenjar tiroid, pasien juga

mengeluhkan sering berdebar-debar dan kerap berkeringat.

Sebelumnya pasien pernah memeriksakan diri satu kali ke poli

penyakit dalam satu hari sebelum ke VK IGD karena keluhan tersebut.

Dari hasil pemeriksaan laboratorium nilai FT4 0.56 ng/dL, FT3 3.70,

dan TSH 0.30 µIU/mL Oleh dokter spesialis penyakit dalam pasien

diberikan obat PTU 2x1 tab/hari dan Propanolol 2x1 tab/hari.

Menurut Kusrini (2010), apabila kadar TSH serum < 0,3 µIU/mL

atau FT4 > 2 ng/dl dapat dinyatakan sebagai hipertiroid. Pada pasien

ini tidak mengalami peningkatan pada FT4 maupun penurunan pada

Page 36: Dr.edy Conth Pres

TSH. Namun, beberapa peneliti melaporkan bahwa kadar FT4 dan FT3

sedikit menurun pada kehamilan, sehingga kadar yang normal saja

sudah dapat menunjukkan hipertiroidisme (Casey, 2006). Gejala dan

tanda hipertiroid meliputi adanya penurunan berat badan, peningkatan

iritabilitas, takikardi, tremor, sering berkeringat, dan exophtalmus.

Adanya kelainan endokrin yang menyertai juga merupakan salah

satu faktor pada kehamilan risiko tinggi. Kelainan endokrin yang

dimaksud seperti diabetes mellitus, sistemik lupus eritematosus, dan

hipertiroid. Maka dari itu dilihat dari adanya kelainan endokrin

sebagai penyerta menjadikan pasien ini tergolong dalam kehamilan

beresiko tinggi.

Adapun komplikasi dan dampak dari kehamilan berisiko pada

janin, menurut  Depkes RI (2010), yaitu :

1)      Kematian janin intra uterin.

2)     Prematuritas dan BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah < 2500 gram).

3)      Asfiksia.

4)     Infeksi bakteri.

5)      Kejang.

6)     Ikterus.

7)     Diare.

8)     Hipotermia.

9)     Tetanus neonatorum.

10)  Masalah pemberian ASI.

11) Trauma lahir, sindroma gangguan pernafasan, kelainan congenital.

f. Tatalaksana pada Kasus

Pada kasus ini, pada tanggal 27-8-2015 pukul 15.30 pasien

dikonsulkan ke residen obsgyn dan mendapatkan instruksi untuk

dikonsultasikan ke bagian penyakit dalam, observasi tanda-tanda

persalinan, serta rawat di kamar bersalin. Pukul 18.00 pasien

meminum propanolol 1 tab per oral dan pada pukul 19.00 meminum

PTU 1 tab per oral. Pukul 20.50 bagian penyakit dalam memberikan

Page 37: Dr.edy Conth Pres

jawaban instruksi bahwa diperbolehkan untuk dilakukan persalinan

pervaginam.

Pengobatan hipertiroidisme dalam kehamilan terletak pada pilihan

antara penggunaan obat-obat anti tiroid dan tindakan pembedahan.

Namun obat-obat anti tiroid hendaklah dipertimbangkan sebagai

pilihan pertama.

Obat-obat anti tiroid yang banyak digunakan adalah golongan

tionamida yang kerjanya menghambat sintesis hormon tiroid. Contoh

obat golongan tionamida adalah propylthiouracil (PTU) dan

metimazol telah banyak digunakan pada wanita hamil hipertiroidisme.

Namun PTU mempunyai banyak kelebihan dibandingkan metimazol.

Pada trimester kedua dan ketiga, dosis PTU sebaiknya diturunkan

serendah mungkin. Dosis PTU dibawah 300 mg per hari diyakini tidak

menimbulkan gangguan faal tiroid neonatus. Pada pasien hamil dapat

diberikan propiltiourasil dengan dosis 200mg/hari (Girling, Joanna.

2008, Inoue, Miho, et al. 2009, Cunningham, 2010).

Pemberian beta blocker seperti propanolol berujuan untuk

mengurangi dampak hormone tiroid pada jaringan. Propanolol juga

dapat digunakan selama kehamilan untuk membantu mengobati

palpitasi yang signifikan dan tremor akibat hipertiroid. Namun,

propranolol tidak untuk digunakan sebagai obat pilihan pertama

jangka panjang pada wanita hamil. Obat-obat ini hanya digunakan

sampai hipertiroid terkontrol dengan obat anti tiroid. Walaupun

demikian cukup banyak peneliti yang melaporkan bahwa pemberian

beta bloker pada wanita hamil cukup aman (Girling, Joanna. 2008,

Inoue, Miho, et al. 2009, Cunningham, 2010).

B. Hipertiroidisme pada Kehamilan

1. Fisiologi Tiroid pada Kehamilan

Hormon tiroid tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) disintesis di

dalam folikel tiroid. Tiroid-stimulating hormone (TSH) merangsang

sintesis dan pelepasan T3 dan T4, yang sebelumnya didahului dengan

pengambilan iodide yang penting untuk sintesis hormon tiroid.

Page 38: Dr.edy Conth Pres

Walaupun T4 disintesis dalam jumlah yang lebih besar, namun di

jaringan perifer T4 dikonversi menjadi T3 yang lebih poten melalui

proses deiodinasi (Girling, Joanna. 2008).

Ada beberapa hal yang perlu diketahui sehubungan dengan

kehamilan. Pertama TBG (thyroxin binding protein) meningkat

sehingga sebagai hasilnya terjadi penurunan turn over rate T4 dan

juga kadar Free T4. Oleh karena itu perlu waspada dalam menilai

angka laboratorik kadar T4 total dan T3 total seseorang yang

diperkirakan mempunyai perubahan TBG (Djokomoeljanto, 2009).

Menurut Glinoer (2007), kehamilan merupakan suatu keadaan yang

unik, dimana faal kelenjar tiroid dipengaruhi oleh 3 perubahan, yaitu :

a) Terjadi perubahan dalam ekonomi tiroid karena meningkatnya

kadar TBG sebagai respons terhadap peningkatan kadar estrogen.

Akibat peningkatan kadar TBG ini akan terjadi kenaikan kadar

Protein Binding Iodine mulai minggu ke 12 yang mencapai 2 kali

kadar normal. Peningkatan kadar TBG serum selama kehamilan

disebabkan karena meningkatnya produksi TBG oleh sel-sel hati

dan menurunnya degradasi TBG perifer akibat modifikasi

oligosakarida karena pengaruh kadar estrogen yang tinggi.

2) Terjadi peningkatan sekresi Thyroid Stimulating Factors (TSF)

dari plasenta terutama Human Chorionic Gonadotropin (HCG).

HCG menyerupai TSH, dimana keduanya merupakan

glikoprotein yang mempunyai gugus alfa yang identik. Bukti

terbaru menunjukkan bahwa HCG merupakan suatu Chorionic

Thyrotropin dimana aktifitas biologik dari 1 Unit HCG ekivalen

dengan 0,5 uU TSH.

3) Kehamilan disertai dengan penurunan persediaan yodium didalam

kelenjar tiroid karena peningkatan klirens ginjal terhadap yodium

dan hilangnya yodium melalui kompleks feto-plasental pada akhir

kehamilan. Hal ini akan menyebabkan keadaan defisiensi yodium

relatif. Respons TSH terhadap TRH juga meningkat selama

kehamilan. Hal ini disebabkan karena pengaruh estrogen, dimana

Page 39: Dr.edy Conth Pres

dapat juga terjadi pada wanita tidak hamil yang menggunakan

obat-obat kontrasepsi. Walaupun terjadi perubahan diatas, namun

kecepatan produksi hormon tiroid tidak mengalami perubahan

selama kehamilan.

Hormon tiroid sangat penting untuk perkembangan otak bayi dan

system saraf. Selama trimester pertama kehamilan, fetus bergantung

pada ibu untuk menyediakan hormon tiroid melalui plasenta karena

fetus tidak dapat menghasilkan hormon tiroid sendiri sampai trimester

kedua. Pada minggu ke-10-12, kelenjar tiroid fetus mulai berfungsi

namun fetus tetap membutuhkan iodin dari ibu untuk menghasilkan

hormon tiroid. TSH dapat dideteksi dalam serum janin mulai usia

kehamilan 10 minggu, tetapi masih dalam kadar yang rendah sampai

usia kehamilan 20 minggu yang mencapai kadar puncak dan

kemudian turun. Penurunan ini mungkin karena kontrol dari hipofisis

yang mulai terjadi pada usia kehamilan 12 minggu sampai 1 bulan

post natal. Selama trimester kedua dan ketiga, hormon tiroid

disediakan oleh ibu dan fetus, namun lebih banyak oleh ibu. (Girling,

2008; Inoue, 2009; Cunningham, 2010).

b. Pengaruh Hipertiroidisme pada Kehamilan

Hipertiroidisme dapat menimbulkan berbagai komplikasi, baik

terhadap ibu maupun janin dan bayi yang akan dilahirkan.

Komplikasi-komplikasi tersebut antara lain :

1) Komplikasi terhadap ibu

a) Payah Jantung

Keadaan hipertiroidisme dalam kehamilan dapat meningkatkan

morbiditas ibu yang serius, terutama payah jantung.

Mekanisme yang pasti tentang terjadinya perubahan

hemodinamika pada hipertiroidisme masih belum pasti.

Terdapat banyak bukti bahwa pengaruh jangka panjang dari

peningkatan kadar hormon tiroid dapat menimbulkan

kerusakan miokard, kardiomegali dan disfungsi ventrikel.

Hormon tiroid dapat mempengaruhi miokard baik secara

Page 40: Dr.edy Conth Pres

langsung maupun tidak langsung. Adanya disfungsi ventrikel

akan bertambah berat bila disertai dengan anemia, preeklamsia

atau infeksi. Faktor-faktor risiko ini sering terjadi bersamaan

pada wanita hamil. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa

payah jantung lebih sering terjadi pada wanita hamil

hipertiroidisme yang tidak terkontrol terutama pada trimester

terakhir (Casey, 2006).

b) Krisis tiroid

Salah satu komplikasi gawat yang dapat terjadi pada wanita

hamil dengan hipertiroidisme adalah krisis tiroid. Hal ini dapat

terjadi karena adanya faktor-faktor pencetus antara lain

persalinan, tindakan operatif termasuk operasi Caesar, trauma

dan infeksi. Selain itu krisis tiroid dapat pula terjadi pada

pasien-pasien hipertiroidisme hamil yang tidak terdiagnosis

atau mendapat pengobatan yang tidak adekuat. Krisis tiroid

ditandai dengan manifestasi hipertiroidisme yang berat dan

hiperpireksia. Suhu tubuh dapat meningkat sampai 41oC

disertai dengan kegelisahan, agitasi, takikardia, payah jantung,

mual muntah, diare,delirium, psikosis, ikterus dan dehidrasi

(Casey, 2006).

c) Pregnancy-induced hypertension (PIH)

Komplikasi maternal yang paling sering adalah pregnancy-

induced hypertension (PIH). Pada pasien dengan hipertiroid

tidak terkontrol, resiko preeklamsia berat menjadi lima kali

lebih berat dibanding pasien yang terkontrol (Striker, 2007).

2) Komplikasi terhadap janin dan neonatus

TSH tidak dapat melewati plasenta, sehingga baik TSH ibu

maupun TSH janin tidak saling mempengaruhi. Hormon tiroid baik

T3 maupun T4 hanya dalam jumlah sedikit yang dapat melewati

plasenta. TSI atau TSAb dapat melewati plasenta dengan mudah.

Oleh karena itu bila kadar TSI pada ibu tinggi, maka ada

kemungkinan terjadi hipertiroidisme pada janin dan neonatus.

Page 41: Dr.edy Conth Pres

Hipertiroidisme maternal dapat mempengaruhi janin dan

neonatal melalui dua cara yaitu hipertiroid maternal yang tidak

terkontrol (tanpa kadar TSI yang tinggi) dan TSI mengalami pasase

transplasenta. Pada hipertiroidisme maternal yang tidak terkontrol

janin mengalami resiko intrauterine growth retardation (IUGR),

stillbirth dan prematuritas. Resiko prematuritas meningkat dari

11% menjadi 55% pada ibu yang tidak diobati, resiko stillbirth

meningkat dari 5%-24% (Harborne, 2005).

c. Diagnosis

1) Gambaran Klinis

Diagnosis hipertiroid dalam kehamilan dapat ditegakkan

melalui pemeriksaan fisis dan laboratorium, terutama pemeriksaan

fungsi tiroid. Tanda hipertiroid seperti berat badan turun, dapat

menjadi tidak jelas oleh kenaikan berat badan karena kehamilan.

Tanda klinis yang dapat digunakan sebagai pegangan diagnosis

adalah adanya tremor, kelainan mata yang non infiltratif atau yang

infiltratif, berat badan menurun tanpa diketahui sebabnya,

miksedema lokal, miopati dan onikolisis. (De Groot, Leslie J, et al.

2007, Joanna, 2008, Rull Gurvinder, 2010, Cunningham 2010).

Peningkatan kadar T3 serum dapat meningkatkan densitas reseptor

β- adrenergik sel miokardium sehingga curah jantung meningkat

walaupun saat istirahat dan terjadi aritmia (fibrilasi atrium).

Denyut nadi saat istirahat biasanya di atas 100 kali per menit

(Girling, Joanna, 2008).

2) Laboratorium

a) Kadar T4 dan T3 total

Kadar T4 total selama kehamilan normal dapat meningkat

karena peningkatan kadar TBG oleh pengaruh estrogen. Namun

peningkatan kadar T4 total diatas 190 nmol/liter (15 ug/dl)

menyokong diagnosis hipertiroidisme.

Page 42: Dr.edy Conth Pres

b) Kadar T4 bebas dan T3 bebas (FT4 dan FT3)

Pemeriksaan kadar FT4 dan FT3 merupakan prosedur yang tepat

karena tidak dipengaruhi oleh peningkatan kadar TBG.

Beberapa peneliti melaporkan bahwa kadar FT4 dan FT3 sedikit

menurun pada kehamilan, sehingga kadar yang normal saja

mungkin sudah dapat menunjukkan hipertiroidisme.

c) Indeks T4 bebas (FT4I)

Pemeriksaan FT4I sebagai suatu tes tidak langsung

menunjukkan aktifitas tiroid yang tidak dipengaruhi oleh

kehamilan merupakan pilihan yang paling baik. Dari segi biaya,

pemeriksaan ini cukup mahal oleh karena dua pemeriksaan yang

harus dilakukan yaitu kadar FT4 dan T3 resin uptake (ambilan

T3 radioaktif). Tetapi dari segi diagnostik, pemeriksaan inilah

yang paling baik pada saat ini.

d) TSH basal sensitif

Pemeriksaan TSH basal sensitif pada saat ini sudah mulai

populer sebagai tes skrining penderita penyakit tiroid. Bukan

hanya untuk diagnosis hipotiroidisme, tetapi juga untuk

hipertiroidisme termasuk yang subklinis. Dengan

pengembangan tes ini, maka tes TRH mulai banyak

ditinggalkan.

e) Thyroid Stimulating Immunoglobulin (TSI)

Pemeriksaan kadar TSI dianggap cukup penting pada penderita

hipertiroidisme dalam kehamilan. Kadar yang tetap tinggi

mempunyai 2 arti penting yaitu :

a. Menunjukkan bahwa apabila obat anti tiroid dihentikan,

kemungkinan besar penderita akan relaps. Dengan kata lain

obat anti tiroid tidak berhasil menekan proses otoimun.

b. Ada kemungkinan bayi akan menjadi hipertiroidisme,

mengingat TSI melewati plasenta dengan mudah.

Page 43: Dr.edy Conth Pres

d. Penatalaksanaan

Obat anti-tiroid adalah pilihan terapi, dengan PTU sebagai pilihan

pertama. Tujuan dari terapi adalah menjaga kadar T4 dan T3 bebas

dari ibu dalam batas normal-tinggi dengan dosis terendah terapi anti-

tiroid. Target batas kadar hormon bebas ini akan mengurangi resiko

terjadinya hipotiroid pada bayi. Hipotiroid pada ibu sebaiknya

dihindari. Pemberian terapi sebaiknya dipantau sesering mungkin

selama kehamilan dengan melakukan tes fungsi tiroid setiap bulannya.

Obat-obat yang terpenting digunakan untuk mengobati hipertiroid

(propiltiourasil dan metimazol) menghambat sintesis hormon tiroid.

Propiltiourasil dan metimazol keduanya dapat melewati plasenta.

Namun, PTU menjadi pilihan terapi pada ibu yang hipertiroid karena

kadar transplasentalnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan

metimazol hal ini disebabkan PTU mempunyai ikatan protein yang

kuat dan sukar larut dalam air. PTU lebih banyak terikat pada albumin

pada pH fisiologis, sedangkan metimazol lebih sedikit terikat,

sehingga secara hipotesis dapat mengakibatkan lebih banyak yang

melewati sawar darah plasenta. PTU sebaiknya dipertimbangkan

sebagai obat pilihan pertama dalam terapi hipertiroid selama

kehamilan dan metimazol sebagai pilihan kedua yang digunakan jika

pasien tidak cocok, alergi, atau gagal mencapai eutiroid dengan terapi

PTU (Girling, Joanna. 2008, Inoue, Miho, et al. 2009, Marx, Helen.

2009, Rull Gurvinder, 2010).

Pada awal kehamilan sebelum terbentuknya plasenta, dosis PTU

dapat diberikan seperti pada keadaan tidak hamil, dimulai dari dosis

100 sampai 150 mg setiap 8 jam. Setelah keadaan terkontrol yang

ditunjukkan dengan perbaikan klinis dan penurunan kadar T4 serum,

dosis hendaknya diturunkan sampai 50 mg 4 kali sehari. Bila sudah

tercapai keadaan eutiroid, dosis PTU diberikan 150 mg per hari dan

setelah 3 minggu diberikan 50 mg 2 kali sehari. Pemeriksaan kadar T4

serum hendaknya dilakukan setiap bulan untuk memantau perjalanan

Page 44: Dr.edy Conth Pres

penyakit dan respons pengobatan. Pada trimester kedua dan ketiga,

dosis PTU sebaiknya diturunkan serendah mungkin. Dosis PTU

dibawah 300 mg per hari diyakini tidak menimbulkan gangguan faal

tiroid neonatus.

Beta-blocker khususnya propanolol dapat digunakan selama

kehamilan untuk membantu mengobati palpitasi yang signifikan dan

tremor akibat hipertiroid. Untuk mengendalikan tirotoksikosis,

propanolol 20 – 40 mg setiap 6 jam, atau atenolol 50 -100 mg/hari

selalu dapat mengontrol denyut jantung ibu antara 80-90 kali per

menit. Esmolol, β-blocker kardio seleketif, efektif pada wanita hamil

dengan tirotoksikosis yang tidak berespon pada propanolol. Obat-obat

ini hanya digunakan sampai hipertiroid terkontrol dengan obat anti

tiroid. (Girling, Joanna, 2008; Marx, Helen, 2009; Rull, Gurvinder.

2010).

Pemberian obat-obat anti tiroid pada masa menyusui dapat pula

mempengaruhi faal kelenjar tiroid neonatus. Metimazol dapat dengan

mudah melewati ASI sedangkan PTU lebih sukar. Oleh karena itu

metimazol tidak dianjurkan pada wanita yang sedang menyusui.

Setelah pemberian 40 mg metimazol, sebanyak 70 ug melewati ASI

dan sudah dapat mempengaruhi faal tiroid neonatus. Sebaliknya hanya

100 ug PTU yang melewati ASI setelah pemberian dosis 400 mg dan

dengan dosis ini tidak menyebabkan gangguan faal tiroid neonatus.

Menurut Lamberg dan kawan-kawan, PTU masih dapat diberikan

pada masa menyusui asalkan dosisnya tidak melebihi 150 mg perhari.

Selain itu perlu dilakukan pengawasan yang ketat terhadap faal tiroid

neonatus.

Pada pasien yang tidak adekuat diterapi dengan pengobatan anti-

tiroid seperti pada pasien yang alergi terhadap obat-obat, pembedahan

merupakan alternative yang dapat diterima. Pembedahan

pengangkatan kelenjar tiroid sangat jarang disarankan pada wanita

hamil mengingat resiko pembedahan dan anestesi terhadap ibu dan

Page 45: Dr.edy Conth Pres

bayi. Jika tiroidektomi subtotal direncanakan, pembedahan sering

ditunda setelah kehamilan trimester pertama atau selama trimester

kedua. Alasan dari penundaan ini adalah untuk mengurangi resiko

abortus spontan dan juga dapat memunculkan resiko tambahan

lainnya. Pembedahan dapat dipikirkan pada pasien hipertiroid apabila

ditemukan satu dari kriteria berikut ini (De Groot, Leslie J., et al.

2007, Girling, Joanna. 2008, Inoue, Miho, et al. 2009, Cunningham,

2010) :

1) Dosis obat anti tiroid yang dibutuhkan tinggi (PTU > 300 mg, MMI

> 20 mg)

2) Hipertiroid secara klinis tidak dapat dikontrol

3) Hipotiroid fetus terjadi pada dosis obat anti tiroid yang dibutuhkan

untuk mengandalikan hipertiroid pada ibu

4) Pasien yang alergi terhadap obat anti tiroid

5) Pasien yang menolak mengkonsumsi obat anti tiroid

6) Jika dicurigai ganas

Terapi radioiodin menjadi kontraindikasi dalam pengobatan

hipertiroid selama kehamilan sejak diketahui bahwa zat tersebut dapat

melewati plasenta dan ditangkap oleh kelenjar tiroid fetus. Hal ini

dapat menyebabkan kehancuran kelenjar dan akhirnya berakibat pada

hipotiroid yang menetap. (De Groot, Leslie J., et al. 2007, Girling,

Joanna. 2008, Inoue, Miho, et al. 2009, Marx, Helen, et al. 2008, Rull,

Gurvinder. 2010, Cunningham, 2010)

Page 46: Dr.edy Conth Pres

BAB V

KESIMPULAN

1. Hipertiroidisme menunjukan aktifitas kelenjar tiroid yang berlebihan dalam

mensistensi hormone tiroid, sehingga meningkatkan metabolisme dijaringan

perifer.

2. Penegakan diagnosa hipertiroid pada wanita hamil mutlak ditegakkan lewat

pemeriksaan laboratorium kadar FT4, TSHs, TSH maupun TRH

3. Dampak buruk akibat hipertiroid dalam kehamilan seperti resiko preeklamsia

yang tinggi dan gagal jantung kongestif adalah beberapa komplikasi yang

mungkin terjadi pada pasien dengan pengendalian kondisi yang rendah

4. Prioritas penatalaksanaan hipertiroidisme dalam kehamilan adalah dengan

pemberian obat-obat anti tiroid dan PTU merupakan obat pilihan yang paling

aman.atau dapat dilakukan subtotal tiroidektomi bila menjadi indikasi

operasi.

5. Penanganan yang tepat pada hipertiroid dalam kehamilan sangat dibutuhkan

unuk mencegah timbulnya komplikasi baik pada ibu maupun janin.

Page 47: Dr.edy Conth Pres

DAFTAR PUSTAKA

Casey BM, Dashe JS, Wells CE, McIntire DD, Leveno KJ, Cunningham FG. Subclinical hyperthyroidism and pregnancy outcomes. Obstet Gynecol 2006;107:337-41.

Cunningham, F. Gary, Leveno, Kenneth J., Bloom, Steven L., Hauth, John C., Rouse, Dwight J. & Spong, Catherine Y. eds. 2010. Williams Obstetrics. 23rd. United States : The McGraw Hill Companies, Inc.

Cunningham, F. Gary, et al. 2013. Obstetri Williams. Edisi 23 Volume 2. Jakarta: EGC.

Djokomoeljanto, R. 2006. Kelenjar tiroid, hipotiroidisme, dan hipertiroidisme. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid III, Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam FKUI.

De Groot, Leslie J., Green, Alex Stagnaro & Vigersky, Robert (2007) The Hormone Foundation’s Patient Guide to the Management of Maternal Hyperthyroidism Before, During, and After Pregnancy. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism. Vol 92, No. 9 0.

Dumont, J.E., Opitz, R., Christophe, D., Vassart, G., Roger, P.P. & Maenhaut, C. (2008) The Phylogeny, Ontogeny, Anatomy and Regulation of the Iodine Metabolizing Thyroid. Belgium : IRIBHM, School of Medicine, University of Brussels. Germany : Leibniz-Institute of Freshwater Ecology and Inland Fisheries, University of Berlin.

Gardner, David G, Dolores Shoback. 2007. Basic and Clinical Endocrinology. Jakarta : Sagung Seto

Girling, Joanna. 2008. Thyroid Disease in Pregnancy. The Obstetrician & Gynaecologist, 10, pp. 237-243.

Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC

Harrison, Tinsley R. 2005. Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th

Edition. United States of America : MCGraw-Hill Companies

Inoue, Miho, Arata, Naoko, Koren, Gideon & Ito, Shinya . 2009. Hyperthyroidism during Pregnancy. Canadian Family Physician, Vol 55 July, pp. 701-703.

Page 48: Dr.edy Conth Pres

Jamson, L. 2005. Diseases of Tyroid Gland. Harrisons Principles of Internal Medicine, 16 th edition, Mcgraw-Hill Medical Publishing Division

Kusrini, I. Kumorowulan, S. 2010. Nilai Diagnostik Indeks Wayne Dan Indeks Newcastle Untuk Penapisan kasus Hipertiroid. Balai Penelitian dan Pengembangan GAKI, Kementrian kesehatan RI.

Marx, Helen, Amin, Pina & Lazarus, John H. (2008) Hyperthyroidism and Pregnancy. British Medical Journal, Vol 336 March, pp. 663-667.

Muchtar, A.B; Kristanto, H. 2008. Kehamilan Posterm. Dalam Wiknjosastro H, Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga Cetakan Ketujuh. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. Pp: 686.

Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.

Sjamsuhidajat., Jong, W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah: Sistem endokrin. Jakarta: EGC

Sibernagl, Stefan, Florian Lang. 2006. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Sudoyo, Aru W., et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI. Supadmi, Sri. Emilia, O. Kusnanto, H. 2007. Hubungan Hipertiroid dngan

Aktivitas Kerja Pada Usia Subur. Berita Kedokteran Masyarakat. Vol 23. No. 3 September 2007

Rubenstein, D. Wayne D. Bradley. 2013. Lecture Note on Clinical Medicine. Blackwell Science Ltd.

Tandra, Hans. 2011. Penyakit Tiroid. Jakarta: Gramedia.