preman medan

18
Medan adalah sebuah kota di Indonesia yang paling kental budaya premanisme-nya. Dan atas “kekhasan” yang dimiliki Medan atau Sumatera Utara ini, seorang ahli ilmu politik Dr. Verdi R. Hafidz (pernah mengajar di National University of Singapore), pernah melakukan penelitian tentang hal tersebut. Dan di dalam penelitiannya dia menggambarkan bagaimana kuatnya simbiose mutualistis yang terjadi antara preman, politisi, birokrat, polisi dan militer. Dari sejumlah refrensi disebutkan, sejarah perjalanan “preman” di Medan bermula pada tahun 1960-an. Kala itu yang dominan di Medan adalah kelompok etnik. Seperti preman Karo, Batak, Aceh, Minang, dan Jawa. Agar tak gontok-gontokan lagi, Pendi Keling pada tahun 1963 mencoba mempersatukannya dalam Persatuan Pemuda Kota Medan (P2KM). Tapi, organisasi ini tak berusia panjang. Bermunculan kelompok baru yang namanya selalu memakai boys. Misalnya, Atla Boys pimpinan Richard Simanjuntak, Singa Boys (Jalan Singamangaraja). Ada juga geng anak orang kaya yang kerjanya pesta dan hura-hura. “Waktu itu geng anak kaya ini bergaya ala James Dean dan Rock Hudson. Gaya twin-nya seperti Cubby Checker,” kata seorang pentolan tahun 1960-an. [Majalan D&R, Edisi 970913-004/Hal. 105] Lalu, siapa saja sosok preman Medan yang melegenda? Hingga kini, ada dua nama yang melegenda di Kota Medan, yaitu HMY Effendi Nasution dan Sahara Oloan Panggabean. Ada banyak alasan sehingga HMY Effendi Nasution yang dikenal dengan Pendi Keling dan Sahara Oloan Panggabean atau Olo Panggabean sebagai legenda. Kiprah keduanya semasa hidup setidaknya pernah membuat preman Medan tak lagi berkutat di pinggir jalan. PENDI KELING Nama lengkapnya H.M. Yoenan Effendi Nasution. Namun ia kemudian lebih dikenal dengan nama Pendi Keling. Ia merupakan salah seorang petinju yang berhasil mempersatukan para preman di Medan pada awal 1960-an sehingga mereka menjadi kekuatan politik.

Upload: sensen-mora

Post on 03-Dec-2015

54 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Sejarah Premanisme di Medan

TRANSCRIPT

Page 1: Preman Medan

Medan adalah sebuah kota di Indonesia yang paling kental budaya premanisme-nya. Dan atas “kekhasan” yang dimiliki Medan atau Sumatera Utara ini, seorang ahli ilmu politik Dr. Verdi R. Hafidz (pernah mengajar di National University of Singapore), pernah melakukan penelitian tentang hal tersebut. Dan di dalam penelitiannya dia menggambarkan bagaimana kuatnya simbiose mutualistis yang terjadi antara preman, politisi, birokrat, polisi dan militer.

Dari sejumlah refrensi disebutkan, sejarah perjalanan “preman” di Medan bermula pada tahun 1960-an. Kala itu yang dominan di Medan adalah kelompok etnik. Seperti preman Karo, Batak, Aceh, Minang, dan Jawa. Agar tak gontok-gontokan lagi, Pendi Keling pada tahun 1963 mencoba mempersatukannya dalam Persatuan Pemuda Kota Medan (P2KM).

Tapi, organisasi ini tak berusia panjang. Bermunculan kelompok baru yang namanya selalu memakai boys. Misalnya, Atla Boys pimpinan Richard Simanjuntak, Singa Boys (Jalan Singamangaraja).

Ada juga geng anak orang kaya yang kerjanya pesta dan hura-hura. “Waktu itu geng anak kaya ini bergaya ala James Dean dan Rock Hudson. Gaya twin-nya seperti Cubby Checker,” kata seorang pentolan tahun 1960-an. [Majalan D&R, Edisi 970913-004/Hal. 105]

Lalu, siapa saja sosok preman Medan yang melegenda? Hingga kini, ada dua nama yang melegenda di Kota Medan, yaitu HMY Effendi Nasution dan Sahara Oloan Panggabean.

Ada banyak alasan sehingga HMY Effendi Nasution yang dikenal dengan Pendi Keling dan Sahara Oloan Panggabean atau Olo Panggabean sebagai legenda. Kiprah keduanya semasa hidup setidaknya pernah membuat preman Medan tak lagi berkutat di pinggir jalan.

PENDI KELINGNama lengkapnya H.M. Yoenan Effendi Nasution. Namun ia kemudian lebih dikenal dengan nama Pendi Keling. Ia merupakan salah seorang petinju yang berhasil mempersatukan para preman di Medan pada awal 1960-an sehingga mereka menjadi kekuatan politik.

Anwar Congo, salah seorang rekan Pendi Keling, mengaku saat itu mereka hidup di jalanan. Datang ke satu bioskop ke boiskop lain untuk menjual tiket.  “Kami hidup dari black market. Catut film. Kalau ada band-band yang datang dari Jakarta, mudah-mudahan kami bisa mencatut. Nanti donatur-donatur bilang suruh jaga, kita jaga,” kata Anwar Congo dalam sebuah kesempatan.

Dalam perjalanan waktu, upaya Pendi Keling menyatukan rekan-rekannya dalam satu organisasi berhasil membuat mereka tak lagi disebut preman. Mengusung panji Pemuda Pancasila, mereka ikut membasmi simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Tindakan mereka berbuah manis. Pemuda Pancasila pun menjelma menjadi organisasi kepemudaan besar di negeri ini. Di bawah kepemimpinan Pendi Keling, para preman yang umumnya mangkal di bioskop-bioskop menjelma menjadi orang terpandang dan tak jarang punya peran di dunia politik.

Page 2: Preman Medan

Karena kiprahnya, Pendi Keling pun mendapat julukan Singa Sumatera. Dia juga sempat dipercaya menjadi anggota MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) di Jakarta, selama dua tahun sejak 1968.

Pendi Keling meninggal dunia 26 Agustus 1997, pada usia 63 tahun. Jalan HMY Efendi Nasution yang ditabalkan sebagai nama salah satu jalan di Kota Medan mengabadikan legendanya.

OLO PANGGABEANSahara Oloan Panggabean atau lebih dikenal dengan nama Olo Panggabean, punya kisah tak kalah mentereng. Ia adalah bekas anggota Pendi Keling. Namanya menanjak setelah keluar dari Pemuda Pancasila dan membentuk Ikatan Pemuda Karya (IPK) pada 28 Agustus 1969 dan membangun ‘kerajaannya’.

Di masa jayanya, Olo Panggabean kerap dikaitkan dengan perjudian yang pernah sangat marak dan bebas di Kota Medan. Pria kelahiran Tarutung 24 Mei 1941 ini juga dipanggil sebagai Ketua.

Tak banyak orang yang bertemu langsung dengan Olo Panggabean. Wajahnya juga sangat jarang diabadikan kamera wartawan. Sepak terjangnya pun hanya jadi cerita dari mulut ke mulut, dan tak ada upaya membuktikan kebenarannya.

Begitupun, karisma nama Olo Panggabean di Sumut melebihi para pejabat. ‘Gedung Putih, kediamannya di Jalan Sekip, Medan, pun tak kalah kondang.

Penghormatan orang kepada Olo Panggabean bisa dilihat saat dia berulang tahun, Natal dan Tahun Baru. Jajaran papan bunga ucapan selamat, termasuk dari para pejabat, memenuhi kawasan sepanjang Jalan Sekip dan jalan-jalan sekitarnya.

Meski sering dikaitkan dengan ‘dunia hitam’, Olo Panggabean juga dikenal sebagai sosok dermawan. Dia banyak membantu warga tidak mampu. Salah satu contohnya adalah ketika Olo Panggabean membiayai operasi pemisahan bayi kembar siam Angi-Anjeli di Singapura pada 2004.

Bintang Olo Panggabean kemudian meredup sejak jabatan Jenderal Sutanto menjabat Kapolri pada 2005. Praktik perjudian di Sumut, yang sering dikaitkan dengannya, diberantas habis sampai ke akar-akarnya.

Olo Panggabean meninggal dunia karena sakit di RS Glenegles, Medan pada Kamis,30 April 2009. Dia kemudian dimakamkan di Tanjung Morawa, Deliserdang.

REFERENSI lain tentang sejarah Preman Medan, pernah ditulis Mula Harahap, di akun facebooknya pada 1 Mei 2009. Artikel tersebut berjudul Si Olo: The Legend. Tulisan ini sengaja dikutip secara utuh untuk mengetahui sisi lain sejarah Preman di Medan.   Hubungan simbiosis mutualistis yang terjadi antara preman, politisi, birokrat, polisi dan militer.

Page 3: Preman Medan

**

SETIAP kultur mempunyai istilahnya sendiri untuk orang-orang yang hidup di atas atau di luar hukum. Di Italia mereka disebut bandit, di Inggris mereka disebut outlaw, di New York mereka disebut mob, di Banten mereka disebut jawara, dan di Medan mereka disebut preman.

Sebenarnya preman berasal dari kata Belanda vrijman, yang artinya adalah orang sipil; bukan militer. Kurang jelas bagi kita mengapa orang-orang yang bertindak di luar hukum itu disebut sebagai vrijman (orang sipil).

Mungkin dulu hanya militer-lah (militer Belanda) yang boleh mengancam-ngancam dan menakut-nakuti orang. Karena itu ketika di Medan ada orang yang bukan militer ikut-ikutanmengancam-ngancam dan menakut-nakuti orang maka dikatakanlah, “Akh, itu bukan kerjaan militer. Itu kerjaan orang sipil atau preman….” Lalu lambat-laun preman pun mendapatkan artinya yang baru.

Saya rasa Medan adalah sebuah kota di Indonesia yang paling kental budaya premanisme-nya. Padang, Palembang, Bandung, Jakarta, Surabaya dsb tentu memiliki “jagoan-jagoan” setempat. Tapi biasanya para jagoan itu hanya dikenal di kalangan remaja (yang masih mendewakan kekerasan fisik), di kalangan pedagang kecil (yang selalu harus membayar upeti kepada mereka) dan di kalangan aparat penegak hukum (yang hidup dari upeti preman, dan yang sesekali demi menanamkan rasa ketenangan di masyarakat, pura-pura melakukan razia terhadap preman).

Tapi Medan berbeda. Di sana hampir semua kalangan (remaja, orangtua, pedagang, pendeta, dosen, dsb) mengenal dengan baik nama-nama jagoan yang gentanyangan di wilayahnya. Dan atas “kekhasan” yang dimiliki Medan atau Sumatera Utara ini, seorang ahli ilmu politik Dr. Verdi R. Hafidz (kalau saya tak salah ingat pernah mengajar di National University of Singapore) pernah melakukan penelitian tentang hal tersebut. Dan di dalam penelitiannya dia menggambarkan bagaimana kuatnya simbiose mutualistis yang terjadi antara preman, politisi, birokrat, polisi dan militer. (*)

Ketika saya masih remaja (di tahun 1970-an) preman-preman (yang biasanya menapaki karirnya dari tukang peras bioskop) masih menguasai sepotong-sepotong wilayah. Di bilangan Mayestik (baca: kawasan di seputar bioskop Mayestic), kami mengenal nama Ucok Mayestik.

Di bilangan Medan Baru kami mengenal nama Si Batu dan Si Dame (yang di pertengahan tahun 1960-an pernah “dibalbali” Paskah TNI AU–dan karenanya menjadi semakin melegenda–karena mengeroyok Perwira Penerbang Silalahi–yang di kemudian hari menjadi Marsekal Madya, dan Perwira Penerbang Siagian–yang di kemudian hari juga menjadi Marsekal Madya).

Di bilangan Kota Matsum, kami mengenal–kalau saya tak salah ingat–nama Iwan Aceh. Di bilangan pusat kota, kami mengenal nama Pendi Keling.

Tapi ketika saya kembali ke Medan di pertengahan tahun 80-an, saya mulai mendengar nama baru: Olo Panggabean (atau dengan panggilan yang lebih khas: Si Olo). Konon kabarnya ia juga adalah preman yang menapaki karirnya dari bilangan Mayestik, kemudian mendirikan sebuah

Page 4: Preman Medan

organisasi kemasyarakatan bernama IPK–sebagai pecahan dari Pemuda Pancasila, menjalankan bisnis “racketing” dan berkembang ke bisnis kehidupan malam dan perjudian.

Tiba-tiba Si Olo menjadi “capo di capi” seantero Medan, seperti Joseph Gambino menjadi “capo di capi” (the boss of all bosses) dari New York City. Entah benar atau tidak, tapi orang selalu menyebut nama Si Olo di balik semua peristiwa kejahatan “racketing”, debt-collector dan beking atas suatu perselisihan.

Seorang anak namboru saya, yang bekerja mengatur dan mengamankan angkutan umum di bilangan Jalan Sei Wampu, dikatakan orang sebagai “anak buah Si Olo”. Seorang lagi anak namboru saya yang bekerja mengamankan kawasan di sekitar Jalan Mongonsidi (Kampung Anggrung), juga dikatakan orang sebagai “anak buah Si Olo”. (Dan ketika dia meninggal dunia karena ditikam orang, maka di rumah jenazah memang datang sebuah “bunga papan” dari Olo Panggabean.  Dan bunga papan tersebut menimbulkan decak kagum pada sebagian besar yang hadir).

Ketika anak-anak T.D. Pardede berkelahi memperebutkan warisan ayah mereka, dan di Hotel Danau Toba terjadi “gang war”, maka orang mengatakan salah pihak yang berperang itu adalah “orangnya Si Olo”. Bahkan ketika HKBP bertikai dan terjadi perkelahian fisik di banyak tempat, maka orang juga menyebut bahwa ada “anak buah Si Olo” yang membantu sebuah kubu.

Orang Medan (atau Sumatera Utara) selalu menyebut “Si Olo” dengan perasaan kagum campur takut. Memang tidak semua orang Medan senang berurusan dengan Si Olo. Tapi semua orang pasti senang kalau namanya dikaitkan dengan nama Si Olo.

Si Olo pun kemudian menjadi sebuah legenda. Namanya menjadi nyaris sama saktinya dengan potret wajah Tuhan Yesus di salib atau dalam Perjamuan Terakhir: tergantung di mana-mana.

Orang berkata bahwa pengerusakan gereja tidak akan mungkin bisa terjadi di Medan, karena di sana ada Si Olo. Orang berkata bahwa FPI tidak akan mungkin merajalela di Medan, karena di sana ada Si Olo. Tempat kediamannya, yang catnya berwarna putih itu, oleh orang Medan pun disebut sebagai “White House”. Orang juga bercerita dengan decak kagum tentang Si Olo yang tak tersentuh ketika sepasukan Brimob datang mengacak-acak rumahnya.

Si Olo memang ahli “PR” yang piawai. Di kemudian hari, sejalan dengan pertambahan usianya, ia pun mulai melepaskan diri dari citra sebagai “pengusaha” racketing. Kini ia hanya dikenal sebagai pengusaha perjudian. Tapi bagi banyak orang, itu bukanlah sesuatu yang jelek dan mengerikan. Ia tokh hanya mengambil uang orang-orang Cina, yang sejak dari nenek-moyangnya memang telah memiliki darah penjudi.

Ia -lewat para anak buahnya-, tidak pernah lagi diasisiasikan dalam perkara pemerasan dan perkelahian dengan anggota masyarakat biasa.

Lambat laun Si Olo pun mulai menjalankan peran sebagai tokoh masyarakat. Dia sangat dermawan. Dialah yang membantu biaya operasi pemisahan anak kembar siam dari Serbelawan.

Page 5: Preman Medan

Dialah yang membentu pengobatan isteri pelawak Doyok. Dan dia sering hadir dalam acara lelang amal yang diselenggarakan oleh gereja.

Setelah reformasi dan Indonesia masuk ke era demokratisasi dan liberalisasi, maka legenda tentang Si Olo pun semakin berkembang pula. Kini setiap kali terjadi pemilihan bupati atau walikota, namanya pasti akan disebut-sebut orang sebagai sponsor dari salah satu fihak (dan biasanya adalah fihak yang kemudian memenangkan jabatan tersebut).

Dia pun tidak lagi disebut sebagai “Si Olo”. Orang-orang Medan (atau Sumatera Utara) kini menyebutnya sebagai “katua” atau “komandan”. (“Ai hepeng ni komandan i do na mambahen monang si adui gabe bupati….”).

Ketika Kapolri Jenderal Sutanto memutuskan untuk memberantas praktek perjudian,maka orang kembali berpaling melihat sang “katua” atau “komandan”. Sang “komandan” adalah nemesis Sutanto ketika yang terakhir ini menjabat sebagai Kapolda Sumut. Apa yang akan dilakukan Sutanto? Ternyata tidak ada yang bisa dilakukan Sutanto. Konon kabarnya selama beberapa waktu sang “komandan” pergi “nyepi” ke Singapura dan Jerusalem, dan baru kembali lagi ke Indonesia setelah Sutanto tidak menjabat sebagai Kapolri. [**]

Inilah Tiga Preman Besar di Indonesia ngentubv.blogspot.com - Fenomena preman di Indonesia mulai berkembang pd saat ekonomi semakin sulit dan angka pengangguran semakin tinggi. Akibatnya kelompok masyarakat usia kerja mulai mencari cara untk mendapatkan penghasilan, biasanya melalui pemerasan dlm bentuk penyediaan jasa yg sebenarnya tak dibutuhkan. Preman sangat identik dgn dunia kriminal dan kekerasan karena memang kegiatan preman tak lepas dari kedua hal tersebut.

Inilah 3 Preman Besar Indonesia yg selama ni terkenal di berbagai ulasan media cetak maupun media online. Preman yg sejauh ni di konotasikan sebagai suatu jabatan dlm hal kriminalitas / sesuatu yg berbau kejahatan yg merugikan orang banyak. Seolah tiada hal baik yg mereka lakukan. Mari kenali mereka lebih dalam.

JOHN KEI, THE BIG BOSS MALUKU UTARA

Page 6: Preman Medan

John Refra Kei / yg biasa disebut John Kei, tokoh pemuda asal Maluku yg lekat dgn dunia kekerasan di Ibukota. Namanya semakin berkibar ketika tokoh pemuda asal Maluku Utarapula, Basri Sangaji meninggal dlm suatu pembunuhan sadis di Hotel Kebayoran Inn di Jakarta Selatan pd 12 Oktober 2004 lalu.

Padahal dua nama tokoh pemuda itu seperti saling bersaing demi mendapatkan nama lebih besar. Dengan kematian Basri, nama John Key seperti tanpa saingan. Ia bersama kelompoknya seperti momok menakutkan bagi warga di Jakarta.

Untuk diketahui, John Kei merupakan pimpinan dari sebuah himpunan para pemuda Ambon asal Pulau Kei di Maluku Tenggara. Mereka berhimpun pasca - kerusuhan di Tual, Pulau Kei pd Mei 2000 lalu. Nama resmi himpunan pemuda itu Angkatan Muda Kei ( AMKEI ) dgn John Kei sebagai pimpinan. Ia bahkan mengklaim kalau anggota AMKEI mencapai 12 ribu orang.

Lewat organisasi itu, John mulai mengelola bisnisnya sebagai debt collector alias penagih utang. Usaha jasa penagihan utang semakin laris ketika kelompok penagih utang yg lain, yg ditenggarai pimpinannya adlh Basri Sangaji tewas terbunuh. Para ‘klien’ kelompok Basri Sangaji mengalihkan ordernya ke kelompok John Kei. Aroma menyengat yg timbul di belakang pembunuhan itu adlh persaingan antara dua kelompok penagih utang.

Bahkan pertumpahan darah besar - besaran hampir terjadi tatkala ratusan orang bersenjata parang, panah, pedang, golok, celurit saling berhadapan di Jalan Ampera Jaksel persis di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pd awal Maret 2005 lalu. Saat itu sidang pembacaan tuntutan terhadap terdakwa pembunuhan Basri Sangaji. Beruntung 8 SSK Brimob Polda Metro Jaya bersenjata lengkap dpt mencegah terjadinya bentrokan itu.

Sebenarnya pembunuhan terhadap Basri ni bukan tanpa pangkal, konon pembunuhan ni bermula dari bentrokan antara kelompok Basri dan kelompok John Key di sebuah Diskotik Stadium di kawasan Taman Sari Jakarta Barat pd 2 Maret 2004 lalu. Saat itu kelompok Basri mendapat ‘order’ untk menjaga diskotik itu. Tapi mendadak diserbu puluhan anak buah John Kei Dalam aksi penyerbuan itu, dua anak buah Basri yg menjadi petugas security di diskotik tersebut tewas dan belasan terluka.

Page 7: Preman Medan

Polisi bertindak cepat, beberapa pelaku pembunuhan ditangkap dan ditahan. Kasusnya disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Tapi pd 8 Juni di tahun yg sama saat sidang mendengarkan saksi - saksi yg dihadiri puluhan anggota kelompok Basri dan John Kei meletus bentrokan. Seorang anggota John Kei yg bernama Walterus Refra Kei alias Semmy Keiterbunuh di ruang pengadilan PN Jakbar. Korban yg terbunuh itu justru kakak kandung John Key, hal ni menjadi salah satu faktor pembunuhan terhadap Basri, selain persaingan bisnis jg ditunggangi dendam pribadi.

Pada Juni 2007 aparat Polsek Tebet Jaksel jg pernah meminta keterangan John Key menyusul bentrokan yg terjadi di depan kantor DPD PDI Perjuangan Jalan Tebet Raya No.46 Jaksel. Kabarnya bentrokan itu terkait penagihan utang yg dilakukan kelompok John Key terhadap salah seorang kader PDI Perjuangan di kantor itu. Bukan itu saja, di tahun yg sama kelompok ni jg pernah mengamuk di depan Diskotik Hailai Jakut hingga memecahkan kaca - kaca di sana tanpa sebab yg jelas.

Sebuah sumber dari seseorang yg pernah berkecimpung di kalangan jasa penagihan utangmenyebutkan, John Kei dan kelompoknya meminta komisi 10 persen sampai 80 persen. Persentase dilihat dari besaran tagihan dan lama waktu penunggakan. Tapi tiap kelompok biasanya mengambil komisi dari kedua hal itu, ujar sumber tersebut.

Dijelaskannya, kalau kelompok John, Sangaji / Hercules yg merupakan 3 Besar Debt Collector Ibukota biasanya baru melayani tagihan di atas Rp 500 juta. Menurutnya, jauh sebelum muncul dan merajalelanya ketiga kelompok itu, jasa penagihan utang terbesar dan paling disegani adlh kelompok pimpinan mantan gembong perampok Johny Sembiring, kelompoknya bubar saat Johny Sembiring dibunuh sekelompok orang di persimpangan Matraman Jakarta Timurtahun 1996 lalu.

"Kalau kelompok tiga besar itu biasa main besar dgn tagihan di atas Rp 500 juta’an, di bawah itu biasanya dialihkan ke kelompok yg lebih kecil. Persentase komisinya pun dilihat dari lamanya waktu nunggak, semakin lama utang tak terbayar maka semakin besar pula komisinya, ungkap sumber itu lagi. Dibeberkannya, kalau utang yg ditagih itu masih di bawah satu tahun maka komisinya paling banter 20 persen. Tapi kalau utang yg ditagih sudah mencapai 10 tahun tak terbayar maka komisinya dpt mencapai 80 persen.

Bahkan menurut sumber tersebut, kelompok penagih bisa menempatkan beberapa anggotanya secara menyamar hingga berhari - hari bahkan berminggu - minggu / berbulan-bulan di dekat rumah orang yg ditagih. Pokoknya perintahnya, dapatkan orang yg ditagih itu dgn cara apa pun, ujarnya.

Saat itulah kekerasan kerap muncul ketika orang yg dicari - carinya apalagi dlm waktu yg lama didapatkannya tapi orang itu tak bersedia membayar utangnya dgn berbagai dalih. Dengan cara apa pun orang itu dipaksa membayar, kalau perlu culik anggota keluarganya dan menyita semua hartanya, lontarnya.

Dilanjutkannya, ketika penagihan berhasil walaupun dgn cara diecer alias dicicil, maka saat itu jg komisi diperoleh kelompok penagih. Misalnya total tagihan Rp 1 miliar dgn perjanjian komisi 50 persen, tapi dlm pertemuan pertama si tertagih baru dpt membayar Rp 100 juta, maka kelompok penagih langsung mengambil komisinya Rp 50 juta dan sisanya baru diserahkan kepada pemberi kuasa. Begitu seterusnya

Page 8: Preman Medan

sampai lunas. Akhirnya walaupun si tertagih tak dpt melunasi maka kelompok penagih sudah memperoleh komisinya dari pembayaran - pembayaran sebelumnya,

Dalam ‘dunia persilatan’ Ibukota, khususnya dlm bisnis debt collector ini, kekerasan kerap muncul diantara sesama kelompok penagih utang. Ia mencontohkan pernah terjadi bentrokan berdarah di kawasan Jalan Kemang IV Jaksel pd pertengahan Mei 2002 silam, dimana kelompokBasri Sangaji saat itu sedang menagih seorang pengusaha di rumahnya di kawasan Kemang itu, mendadak sang pengusaha itu menghubungi Hercules yg biasa ‘dipakainya’ untk menagih utang pula.

Hercules sempat ditembak beberapa kali, tapi dia hanya luka - luka saja dan bibirnya terluka karena terserempet peluru. Dia sempat menjalani perawatan cukup lama di sebuah rumah sakit di kawasan Kebon Jeruk Jakbar. Beberapa anak buah Hercules jg terluka, tapi dari kelompok Basri seorang anak buahnya terbunuh dan beberapa jg terluka, tutupnya.

Selain jasa penagihan utang, kelompok John Kei jg bergerak di bidang jasa pengawalan lahan dan tempat. Kelompok John Kei semakin mendapatkan banyak ‘klien’ tatkala Basri Sangaji tewas terbunuh dan anggota keloompoknya tercerai berai. Padahal Basri Sangaji bersama kelompoknya memiliki nama besar pula dimana Basri CS pernah dipercaya terpidana kasus pembobol Bank BNI, Adrian Waworunto untk menarik aset - asetnya. Tersiar kabar, Jamal Sangaji yg masih adik sepupu Basri yg jari - jari tangannya tertebas senjata tajam dlm peristiwa pembunuhan Basri menggantikan posisi Basri sebagai pimpinan dgn dibantu adiknya Ongen Sangaji.

Kelompok John Kei pernah mendapat ‘order’ untk menjaga lahan kosong di kawasan perumahan Permata Buana, Kembangan Jakarta Barat. Tapi dlm menjalankan ‘tugas’ kelompok ni pernah mendapat serbuan dari kelompok Pendekar Banten yg merupakan bagian dari Persatuan Pendekar Persilatan Seni Budaya Banten Indonesia ( PPPSBBI ).

Sekedar diketahui, markas dan wilayah kerja mereka sebetulnya di Serang dan areal Provinsi Banten. Kepergian ratusan pendekar Banten itu ke Jakarta untk menyerbu kelompok John Kei pd 29 Mei 2005 ternyata di luar pengetahuan induk organisasinya. Kelompok penyerbu itu pun belum mengenal seluk - beluk Ibukota.

Akibatnya, seorang anggota Pendekar Banten bernama Jauhari tewas terbunuh dlm bentrokan itu. Selain itu sembilan anggota Pendekar Banten terluka dan 13 mobil dirusak. 3 SSK Brimob PMJ dibantu aparat Polres Jakarta Barat berhasil mengusir kedua kelompok yg bertikai dari areal lahan seluas 5.500 meter persegi di Perum Permata Buana Blok L/4, Kembangan Utara Jakbar. Tapi buntut dari kasus ini, John Kei hanya dimintakan keterangannya saja.

Sebuah sumber dari kalangan ni mengatakan kelompok penjaga lahan seperti kelompok John Keibiasanya menempatkan anggotanya di lahan yg dipersengketakan. Besarnya honor disesuaikan dgn luasnya lahan, siapa pemiliknya, dan siapa lawan yg akan dihadapinya

Semakin kuat lawan itu, semakin besar pula biaya pengamanannya. Kisaran nominal upahnya, bisa mencapai milyaran rupiah. Perjanjian honor / upah dibuat antara pemilik lahan / pihak yg mengklaim

Page 9: Preman Medan

lahan itu milikya dgn pihak pengaman. Perjanjian itu bisa termasuk ongkos operasi sehari - hari bisa jg diluarnya, misalnya untk sebuah lahan sengketa diperlukan 50 orang penjaga maka untk logistik diperlukan Rp 100 ribu per orang per hari, maka harus disediakan Rp 5 juta / hari / langsung Rp 150 juta untk sebulan.

Selain pengamanan lahan sengketa, ada pula pengamanan asset yg diincar pihak lain maupun menjaga lokasi hiburan malam dari ancaman pengunjung yg membikin onar maupun ancaman pemerasan dgn dalih ‘jasa pengamanan’ oleh kelompok lain, walau begitu tapi tetap saja mekanisme kerja dan pembayarannya sama dgn pengamanan lahan sengketa.

OLO PANGGABEAN, THE REAL MEDAN GODFATHER

Olo Panggabean lahir di Tarurung, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara 24 Mei 1941. Nama lengkapnya adlh Sahara Oloan Panggabean, tapi lebih suka di panggil OLO, yg dlm bahasa Tapanuli artinya YA / OK.

Pada masa hidupnya, untk menemui / hanya melihat sosok Ketua itu bukanlah perkara gampang. Hanya orang - orang tertentu yg tahu keberadaannya di suatu tempat, itupun dgn pengawalan berlapis - lapis yg selalu mengitari kemanapun dia pergi. Sang Ketua itu pun selalu menghindari wartawan. Dia bahkan

Page 10: Preman Medan

pernah memberikan uang kepada wartawan untk tak mewawancarai ataupun mengabadikan dirinya melalui foto.

Sosoknya sangat bertolak belakang dari sebutannya yg dikenal sebagai Kepala Preman. Perawakannya seperti orang biasa dgn penampilan yg cukup sederhana. Ia hanya mengunakan sebuah jam tangan emas tanpa satupun cincin yg menempel di jarinya. Sorot matanya terlihat berair seperti mengeluarkan air mata, tetapi memiliki lirikan yg sangat tajam. Jangan panggil saya Pak. Panggil saja Bang, soalnya saya kan sampai sekarang masih lajang,ujar Olo sambil tertawa. Meski begitu, pengawal rata - rata bertubuh besar berkumis tebal dgn kepalan rata - rata sebesar buah kelapa.

Olo Panggabean diperhitungkan setelah keluar dari organisasi Pemuda Pancasila, saat itu di bawah naungan Effendi Nasution alias Pendi Keling, salah seorang tokoh Eksponen ’66 . Tanggal 28 Agustus′ 1969, Olo Panggabean bersama sahabat dekatnya, Syamsul Samah mendirikan IPK. Masa mudanya itu, dia dikenal sebagai preman besar.

Wilayah kekuasannya di kawasan bisnis di Petisah. Dia jg sering dipergunakan oleh pihak tertentu sebagai debt collector. Sementara organisasi yg didirikan terus berkembang, sebagai bagian dari lanjutan Sentral Organisasi Buruh Pancasila ( SOB Pancasila ), di bawah naungan dariKoordinasi Ikatan - Ikatan Pancasila ( KODI ), dan pendukung Penegak Amanat Rakyat Indonesia ( Gakari ).

Melalui IPK Olo kemudian membangun kerajaannya yg sempat malang melintang di berbagai aspek kehidupan di Sumut dan menghantarkannya dgn julukan Ketua. Selain kerap disebut Kepala Preman, yg dikaitkan dari nomor seri plat kendaraannya yg seluruhnya berujung KP, Olo jg dikenal orang sebagai Raja Judi yg mengelola perjudian di Sumut. Tapi segala hal tersebut, belum pernah tersentuh / dibuktikan oleh pihak yg berwajib. Terasa, tapi tak teraba.

Olo Panggabean pernah dituding sebagai pengelola sebuah perjudian besar di Medan. Semasa Brigjen Pol Sutiono menjabat sebagai Kapolda Sumut ( 1999 ), IPK pernah diminta untk menghentikan praktik kegiatan judi. Tudingan itu membuat Moses Tambunan marah besar. Sebagai anak buah Olo Panggabean, Moses menantang Sutiono untk dpt membuktikan ucapannya tersebut.

Persoalan ni diduga sebagai penyulut insiden di kawasan Petisah. Anggota brigade mobile (Brimob ) terluka akibat penganiayaan sekelompok orang. Merasa tak senang, korban yg terluka itu melaporkan kepada rekan rekannya. Insiden ni menjadi penyebab persoalan, sekelompok oknum itu memberondong tempat kediamana Olo Gedung Putih dgn senjata api.

Pada pertengahan 2000, ia menerima perintah panggilan dari Sutanto ( saat itu menjabat sebagai Kapolda Sumut ) terkait masalah perjudian tapi panggilan tersebut ditolaknya dgn hanya mengirimkan seorang wakil sebagai penyampai pesan.

Sejak jabatan Kapolri disandang Sutanto pd tahun 2005, kegiatan perjudian yg dikaitkan dgn Olo telah sedikit banyak mengalami penurunan. Semasa Sutanto menjadi Kapolri, bisnis judi Olo diberantas habis sampai keakar akarnya. Sutanto berhasil memberantas judi di Sumatera Utara kurang dari tiga tahun,

Page 11: Preman Medan

suatu hal yg tak dpt dilakukan oleh Kapolri sebelumnya. Sejak itu, Olo dikabarkan memfokuskan diri pd bisnis legal, seperti POM Bensin , Perusahaan Otobus( PO ) dan sebagainya.

Pada akhir 2008, Olo Panggabean yg kembali harus berurusan pihak polisi. Tapi kali ini, kasusnya berbeda yakni untk melaporkan kasus penipuan terhadap dirinya oleh sejumlah rekannya dlm kasus jual beli tanah sebesar Rp 20 miliar di kawasan Titi Kuning, Medan Johor.

Tapi terlepas dari apa kata orang terhadap Olo Panggabean, sejumlah langkah positif dlm perjalanan hidupnya pantas dicatat dgn tinta emas. Terutama sikap kedermawanannya dan kepeduliannya kepada rakyat tak berkemampuan.

Kisah sedih bayi kembar siam Angi - Anjeli anak dari pasangan Subari dan Neng Harmaini yg kesulitan membiayai dana operasi pemisahan di Singapura, tahun 2004 adlh satu contoh kedermawanan Olo paling mendebarkan.

Ibu sang bayi, Neng Harmaini, melahirkan mereka di RS Vita Insani, Pematang Siantar, Rabu, 11 Pebruari 2004 pukul 08.00 WIB, melalui operasi caesar. Bayi kembar siam ni harus diselamatkan dgn operasi cesar, tapi orangtuanya tak mampu. Ditengah pejabat Pemprovsu dan Pemko Siantar masih saling lempar wacana untk membantu biaya operasi, malah Olo Panggabeanbertindak cepat menanggung semua biaya yg diperlukan.

Bahkan saat bayi bernasib sial itu tiba di Bandara Polonia Medan dgn pesawat Garuda Indonesia No. GIA 839 pd Senin 18 Juli 2004 sekitar pukul 11.30, Olo Panggabean menyempatkan diri menyambut dan menggendongnya.

Saat itu Angi dan Anjeli terseyum manis, mereka mudah akrab dgn orang yg berjasa untk mengoperasi mereka. Banyak orang tereyuh dan orang tua Angi dan Anjeli, nyaris rubuh pingsan karena terharu. Maklum, setelah membiayai semua perobatan di rumah sakit, Olo masih bersedia menyambutnya di Bandara.

Kisah kedermawanan Ketua sudah banyak dirasakan masyarakat kurang mampu di Sumatera Utara.Tidak sekedar membiayai perobatan orang sakit, tapi jg dlm bentuk lain berupa biaya pendidikan, modal kerja untk menghidupi keluarga.

Olo telah meninggal dunia Kamis, 30 April 2009 jam 14.00 di rumah sakit Glenegles Medan Sumatera Utara. Olo meninggal pd usia 67 Tahun. Jenazah disemayamkan dirumah duka jalan Sekip.

HERCULES, SANG PENGUASA TANAH ABANG

Page 12: Preman Medan

Ia merupakan seorang pejuang yg pro terhadap NKRI ketika terjadi ketegangan Timor - timursebelum akhirnya merdeka pd tahun 1999. Maka tak salah jika sosoknya yg begitu berkarisma ia dipercaya memegang logistik oleh KOPASSUS ketika menggelar operasi di Tim - tim.

Tapi nasib lain hinggap pd dirinya, musibah yg dialaminya di Tim - tim kala itu memaksa dirinya menjalani perawatan intensif di RSPAD Jakarta. Dan dari situlah perjalanan hidupnya menjadi Hercules yg di kenal sampai sekarang, ia jalani.

Hidup di Jakarta tepatnya di daerah Tanah Abang yg terkenal dgn daerah ‘Lembah Hitam’, seperti diungkapkan Hercules daerah itu disebutnya sebagai daerah yg tak bertuan, bahkan tiap malamnya kerap terjadi pembacokan dan perkelahian antar preman.

Hampir tiap malam pertarungan demi pertarungan harus dia hadapi. Waktu itu saya masih tidur di kolong - kolong jembatan. Tidur nggak bisa tenang. Pedang selalu menempel di badan. Mandi jg selalu bawa pedang. Sebab tiap saat musuh bisa menyerang, ungkapnya.

Rasanya tak percaya Hercules preman yg paling ditakuti, setidaknya di kawasan Pasar Tanah Abang, Jakarta. Tubuhnya tak begitu tinggi. Badannya kurus. Hanya tangan kirinya yg berfungsi dgn baik. Sedangkan tangan kananya sebatas siku menggunakan tangan palsu. Sementara bola mata kanannya sudah digantikan dgn bola mata buatan.

Tapi tiap kali nama Hercules disebut, yg terbayang adlh kengerian. Banyak sudah cerita tentang sepak terjang Hercules dan kelompoknya. Sebut saja kasus penyerbuan Harian Indoposgara - gara Hercules merasa pemberitaan di suratkabar itu merugikan dia. Juga tentang pendudukan tanah di beberapa kawasan Jakarta yg menyebabkan terjadi bentrokan antar - preman.

Tak heran jika bagi warga Jakarta dan sekitarnya, nama Hercules identik dgn Tanah Abang.Meski tubuhnya kecil, nyali pemuda kelahiran Timtim ( kini Timor Leste ) ni diakui sangat besar. Dalam tawuran antar - kelompok Hercules sering memimpin langsung. Pernah suatu kali dia dijebak dan dibacok 16 bacokan hingga harus masuk ICU, tapi ternyata tak kunjung tewas. Bahkan suatu ketika, dlm suatu perkelahian, sebuah peluru menembus matanya hingga ke bagian belakang kepala tapi tak jg membuat nyawa pemuda berambut keriting ni tamat. Ada isu dia memang punya ilmu kebal yg diperolehnya dari seorang pendekar di Badui Dalam.

Page 13: Preman Medan

Ternyata, di balik sosok yg menyeramkan ini, ada sisi lain yg belum banyak diketahui orang. Dalam banyak peristiwa kebakaran, ternyata Hercules menyumbang berton - ton beras kepada para korban. Termasuk buku - buku tulis dan buku pelajaran bagi anak - anak korban kebakaran. Begitu jg ketika terjadi bencana tsunami di beberapa wilayah, Hercules memberi sumbangan beras dan pakaian.

Bahkan jg bantuan bahan bangunan dan semen untk pembangunan masjid - masjid. Sisi lain yg menarik dari Hercules adlh kepeduliannya pd pendidikan. Saya memang tak tamat SMA. Tapi saya menyadari pendidikan itu penting, ujar ayah tiga anak ini.

Maka jangan kaget jika Hercules menyekolahkan ketiga anaknya di sebuah sekolah internasional yg relatif uang sekolahnya mahal. Bukan Cuma itu, ketika Lembaga Pendidikan Kesekretarisan Saint Mary menghadapi masalah, Hercules ikut andil menyelesaikannya, termasuk menyuntikan modal agar lembaga pendidikan itu bisa terus berjalan dan berkembang.