pre eklampsia berat pada primigravida

8
PRE EKLAMPSIA BERAT PADA PRIMIGRAVIDA ATERM Posted on December 27, 2010 by keperawatananestesi ABSTRAK Pre eklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas. Faktor resiko terhadap hipertensi pada kehamilan antara lain: usia > 35 tahun, primigravida muda maupun tua, keturunan, diet kurang kalium, dan hiperplasentosis. Seorang G1P0A0 kiriman bidan dengan tekanan darah 170/120, pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya edema pada wajah dan tungkai. Pasien dirawat inap dan diawasi balance cairan serta diberi terapi farmakologis injeksi MgSO4 dan antihipertensi per oral. Key word : pre eklampsia, proteinuria, hipertensi, edema KASUS Seorang G1P0A0 kiriman bidan dengan Kencang-kencang teratur sejak jam 06.00 WIB tanggal 5 – 2 – 2010 dan tekanan darah tinggi. Penderita melakukan ANC secara rutin setiap bulan. Menurut bidan sejak hamil sampai usia kehamilan 6 bulan, keadaan penderita dalam batas normal. Namun sejak usia kehamilan 7 bulan, tekanan darah penderita menunjukkan peningkatan. Penderita diberi obat multivitamin dan tablet besi. Penderita memeriksakan kandungannya pada bulan ke-8 dan tekanan darah penderita sedikit menurun daripada sebelumnya dan disertai edema pada tangan dan kaki. Penderita mendapat pengobatan yang sama. Pada bulan ke-9 kehamilannya, penderita datang dengan keluhan kencang- kencang dan pada pemeriksaan tekanan darah penderita adalah 170/120 mmHg dan tampak edema pada wajah , tangan, dan kaki. Usia menarche 15 tahun, dengan lama haid + 7 hari dan siklus 28 hari. HPHT 3 Mei 2009 dan HPL 7 februari 2010. Tidak ada riwayat tekanan darah tinggi sebelum kehamilan, tidak ada riwayat DM, tidak ada riwayat asma.

Upload: christine-yana

Post on 25-Oct-2015

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pre eklampsia berat, primigravida

TRANSCRIPT

Page 1: Pre Eklampsia Berat Pada Primigravida

PRE EKLAMPSIA BERAT PADA PRIMIGRAVIDA   ATERM

Posted on December 27, 2010 by keperawatananestesi

ABSTRAK

Pre eklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas. Faktor resiko terhadap hipertensi pada kehamilan antara lain: usia > 35 tahun, primigravida muda maupun tua, keturunan, diet kurang kalium, dan hiperplasentosis. Seorang G1P0A0 kiriman bidan dengan tekanan darah 170/120, pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya edema pada wajah dan tungkai. Pasien dirawat inap dan diawasi balance cairan serta diberi terapi farmakologis injeksi MgSO4 dan antihipertensi per oral.

Key word : pre eklampsia, proteinuria, hipertensi, edema

KASUS

Seorang G1P0A0 kiriman bidan dengan Kencang-kencang teratur sejak jam 06.00 WIB tanggal 5 – 2 – 2010 dan tekanan darah tinggi. Penderita melakukan ANC secara rutin setiap bulan. Menurut bidan sejak hamil sampai usia kehamilan 6 bulan, keadaan penderita dalam batas normal. Namun sejak usia kehamilan 7 bulan, tekanan darah penderita menunjukkan peningkatan. Penderita diberi obat multivitamin dan tablet besi. Penderita memeriksakan kandungannya pada bulan ke-8 dan tekanan darah penderita sedikit menurun daripada sebelumnya dan disertai edema pada tangan dan kaki. Penderita mendapat pengobatan yang sama. Pada bulan ke-9 kehamilannya, penderita datang dengan keluhan kencang- kencang dan pada pemeriksaan tekanan darah penderita adalah 170/120 mmHg dan tampak edema pada wajah , tangan, dan kaki. Usia menarche 15 tahun, dengan lama haid + 7 hari dan siklus 28 hari. HPHT 3 Mei 2009 dan HPL 7 februari 2010. Tidak ada riwayat tekanan darah tinggi sebelum kehamilan, tidak ada riwayat DM, tidak ada riwayat asma.

Dari pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 180/120 mmHg, denyut nadi 88 x/menit, frekuensi nafas 22 x/menit, suhu badan 36.80C. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak kesakitan dengan kesadaran compos mentis. Tidak ada conjunctiva anemis, sclera tak ikterik, terdapat edema palpebra. Pemeriksaan jantung dan paru tidak ditemukan adanya kelainan. Pada ekstrimitas terdapat edema pada kedua tungkai.

Dari pemeriksaan obstetric didapatkan Leopold I TFU 31 cm, teraba bagian bulat, lunak dan tidak melenting, jumlah satu. Leopold II kanan teraba bagian memanjang dengan tahanan, kiri teraba bagian kecil, lunak. Leopold III Teraba bagian bulat, keras, melenting, tidak dapat digoyangkan. Leopold IV divergen, kepala teraba 4/5 bagian, His 3×10’x15’’. Sehingga kesimpulan TFU 31 cm, janin tunggal, preskep, letak bujur, puka, kepala teraba 4/5 bagian, his 3×10’x15”, TBJ 3100 gram, abdomen tegang. DJJ 140 kali/menit, Punctum Maximum kanan

Page 2: Pre Eklampsia Berat Pada Primigravida

bawah pusat. Pada pemeriksaan dalam Vaginal Toucher v/u tenang, dinding vagina tidak edema, portio tebal lunak, pembukaan 2 cm, kantung ketuban positif, bagian yang teraba Hodge I, molase 0, tidak ada caput, Sarung tangan lendir darah positif.

DIAGNOSIS

Primigravida aterm inpartu kala I fase laten dengan PEB

TERAPI

infus RL 20 tetes per menit, Injeksi MgSO4 40 % : 7,5 cc di bokong kanan dan 7,5 cc di bokong kiri, Nifedipin tablet 10 mg tiap 8 jam, Diazepam tablet 5 mg tiap 8 jam, O2 5 L/menit, Direncanakan SCTP.

DISKUSI

Gejala dan tanda penting yang diperoleh dari anamnesis dan pemeriksaan fisik adalah

* Tekanan darah yang tinggi sejak usia kehamilan 7 bulan (TD 180/120 mmHg pada saat datang ke RS)* Edema kelopak mata, ekstremitas atas dan bawah* Penambahan berat badan yang berlebihan selama kehamilan (± 20 kg)* Kencang – kencang yang teratur sejak tanggal 5 – 2- 2010 jam 06.00 WIB* G1P0A0, UK 39 5/7 minggu, TFU 31 cm, janin tunggal, preskep, letak bujur, puka, kepala teraba 4/5 bagian, his 3×10’x15”, TBJ 3100 gram, DJJ 140 kali/menit, Punctum Maximum kanan bawah pusat.* Vaginal Toucher: v/u tenang, dinding portio tebal lunak, pembukaan 2 cm, kantung ketuban (+), bagian yang teraba Hodge I, molase 0, caput (-), STLD (+).

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik diperoleh diagnosis kerja: primigravida aterm inpartu kala I fase laten dengan PEB.

Pada pasien ini, diagnosis PEB berdasarkan: Tekanan darah sistolik > 160 mmHg dan diastolik > 110 mmHg. Pada pasien segera dilakukan pemasangan infus RL 20 tpm, Injeksi MgSO4 40 % : 7,5 cc di bokong kanan dan 7,5 cc di bokong kiri, Nifedipin tablet 3 x 10 mg, Diazepam tablet 3 x 5 mg, dan O2 5 L/menit. Pasien belum menunjukkan perbaikan. Tekanan darah pasien meningkat menjadi 190/120 mmHg disertai kejang tonik klonik seluruh tubuh selama ± 1 menit. Pasien Injeksi MgSO4 40 % : 5 cc di bokong kanan dan 5 cc di bokong kiri, Diazepam drip selama 24 jam ( 1 ampul dalam 500 cc RL, 32 tpm), O2 5 L/menit, pasang DC, dan Rawat ICU.

Menurut buku acuan: alternatif I dosis awal MgSO4 4 gram iv sebagai larutan 40 % selama 5 menit. Segera dilanjutkan dengan 15 ml MgSO4 40 % 6 gram dalamlarutal RL selam 6 jam. Jika kejang berulang setelah 15 menit, berikan MgSO4 40 % 2 gram iv selama 5 menit. Dosis pemeliharaan adalah MgSO4 1 gram/ jam melalui infus RL yang diberikan selama 24 jam post partum.

Page 3: Pre Eklampsia Berat Pada Primigravida

Oksigenasi dengan nasal kanul 4 – 6 L/menit. Perawatan pada serangan kejang: dirawat di kamar isolasi dengan penerangan cukup, masukkan sudip lidah ke dalam mulut penderita, daerah orofaring dihisap. Fiksasi badan pada tempat tidur secukupnya. Sikap dasar semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Pertimbangannya adalah keselamatan ibu. Kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi hemodinamika dan metabolisme ibu, paling lama 4-8 jam sejak diagnosis ditegakkan. Yang penting adalah koreksi asidosis dan tekanan darah. Cara terminasi juga dengan prinsip trauma ibu seminimal mungkin.

Menurut literatur, Penatalaksanaan pada pre eklampsia berat dapat ditangani secara aktif dan konservatif. Aktif berarti kehamilan diakhiri atau diterminasi bersama dengan pengobatan medisinal. Konservatif berarti kehamilan dipertahankan bersama dengan pengobatan medisinal. Prinsip: tetap pemantauan janin dengan klinis, USG, kardiotokograf.

Penanganan aktif: Penderita harus segera dirawat, sebaiknya dirawat di ruang khusus di daerah kamar bersalin. Tidak harus ruangan gelap. Penderita ditangani aktif bila ada satu atau lebih kriteria ini:

a. Ada tanda-tanda impending eclampsia

b. Ada HELLP syndrome

c. Ada kegagalan penanganan konservatif

d. Ada tanda-tanda gawat janin atau IUGR

e. Usia kehamilan 35 minggu atau lebih

Oksigen dengan nasal kanul 4 -6 L/ menit. Pengobatan medisinal diberikan obat anti kejang MgSO4 dalam infus dextrose 5 % sebanyak 500 cc tiap 6 jam. Cara pemberian Mg SO4: dosis awal 2 gram intravena diberikan dalam 10 menit, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan sebanyak 2 gram per jam drip infus ( 80 ml/ jam atau 15-20 tetes/ menit. MgSO4 dihentikan bila ada tanda-tanda intoksikasi, atau setelah 24 jam pasca persalinan, atau bila baru 6 jam pasca persalinan sudah terdapat perbaikan yang nyata. Siapkan antidotum MgSO4 yaitu Ca-glukonas 10 % (1 gram dalam 10 cc NaCl 0,9 % diberikan intravena dalam 3 menit). Obat anti hipertensi diberikan bila tekanan darah sistolik lebih dari 160 mmHg atau tekanan darah diastolik lebih dari 110 mmHg. Obat yang dipakai umumnya nifedipin dengan dosis 3-4 kali 10 mg oral. Bila dalam 2 jam belum turun dapat diberi tambahan 10 mg lagi. Terminasi kehamilan bila penderita belum in partu, dilakukan induksi persalinan dengan amniotomi, oksitosin drip, kateter folley, atau prostaglandin E2. Sectio caesarea dilakukan bila syarat induksi tidak terpenuhi atau bila kontraindikasi partus pervaginam. Pada persalinan pervaginam kala II, bila perlu dibantu ekstraksi vakum atau cunam.

Penanganan konservatif dilakukan pada kehamilan kurang dari 35 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik, dilakukan penanganan konservatif. Medisinal: sama dengan pada penanganan aktif. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah

Page 4: Pre Eklampsia Berat Pada Primigravida

mencapaikeadaan ini dianggap tanda-tanda pre eklampsia ringan, selambatnya dalam waktu 24 jam. Bila sesudah 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan dan harus segera dilakukan terminasi. Oksigenasi dengan nasal kanul 4-6 L/ menit dan pemantauan ketat keadaan ibu dan janin. Bila ada indikasi, langsung terminasi.

Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan kadar protein dalam urin sehingga tidak dapat diketahui secara pasti banyaknya protein yang hilang melalui urin. Pada pasien juga tidak dilakukan pemeriksaan fungsi koagulasi (CT, BT, jumlah trombosit, kadar fibrinogen). Menurut literatur pada pasien ini sebaiknya dilakukan pemeriksaan kadar protein dalam urin dan fungsi koagulasi.

Pada pasien ini obat anti konvulsi yang digunakan adalah MgSO4 40 % dan Diazepam. Berdasarkan buku acuan, penanganan yang diberikan pada pasien ini sudah tepat, hanya saja sebelum pemberian MgSO4 ulangan tidak dilakukan pemeriksaan refleks patella. Menurut buku acuan sebelum dilakukan pemberian MgSO4 ulangan harus dilakukan pemeriksaan refleks patella (+), urin minimal 30 ml/ jam dalam 4 jam terakhir, dan frekuensi pernapasan > 16 x/ menit.

Pada pasien pemberian MgSO4 secara injeksi intra muskular sehingga menimbulkan rasa panas di tempat injeksi. Sebaiknya injeksi disertai dengan Lignokain 1 ml pada semprit yang sama.

Diazepam yang diberikan pada pasien ini pertama berupa tablet 3 x 5 mg dan setelah timbul kejang, dizepam diberikan secara drip ( 1 ampul dalam 500 cc RL, 32 tpm). Menurut buku acuan dosis awal diazepam untuk preeklampsia dan eklampsia adalah diazepam 10 mg iv pelan – pelan selama 2 menit, jika kejang berulang, ulangi pemberian sesuai dosis awal dan dosis pemeliharaan adalah diazepam 40 mg dalam 500 ml larutan RL melalui infus. Depresi pernapasan ibu baru mungkin akan terjadi bila dosis > 30 mg/ jam. Jangan berikan melebihi 100 mg/ jam.

Berdasarkan buku acuan, disebutkan bahwa penanganan preeklampsia berat dan eklampsia adalah sama, kecuali bahwa persalinan harus terjadi dalam 24 jam pada PEB, dalam 6 jam setelah timbulnya kejang pada eklampsia. Jika terjadi gawat janin atau persalinan tidak terjadi dalam 12 jam pada eklampsi maka dilakukan bedah Caesar. Jika bedah Caesar akan dilakukan maka harus dipastikan bahwa tidak terdapat koagulopati dan anestesi terpilih untuk eklampsi adalah anestesi umum dan untuk PEB adalah anestesi spinal. Dilakukan anestesi lokal bila resiko anestesi terlalu tinggi. Jika serviks telah mengalami pematangan, lakukan induksi dengan Oksitosin 2 – 5 IU dalam 500 ml dextrosa 10 tpm atau dengan cara pemberian prostaglandin. Pada pasien ini tidak dilakukan terminasi kehamilan dalam waktu 6 jam. Pada pasien ini, terminasi kehamilan dilakukan setelah ± 12 jam dari sejak timbulnya kejang.

Tujuan pengobatan menghentikan atau mencegah kejang, mempertahankan fungsi organ vital, koreksi hipoksia/ asidosis, kendalikan tekanan darah sampai batas aman, pengakhiran kehamilan, serta mencegah atau mengatasi penyulit khususnya krisis hipertensi, sebagai penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin.

Sikap obstetrik adalah mengakhiri kehamilan dengan trauma seminimal mungkin untuk ibu. Pada pasien ini, terminasi kehamilan dilakukan dengan SCTP yang akan memberikan trauma yang

Page 5: Pre Eklampsia Berat Pada Primigravida

lebih besar pada ibu. Menurut buku acuan, persalinan dengan SCTP dilakukan jika terjadi gawat janin, atau persalinan tidak dapat terjadi dalam 12 jam.

Obat anti hipertensi yang diberikan pada pasien ini adalah nifedipin tab 3 x 10 mg. Menurut buku acuan, obat pilihan untuk adalah nifedipin yang diberikan 5 – 10 mg oral yang dapat diulang sampai 8 kali/ 24 jam, jika respon tidak membaik setelah 10 menit, berikan tambahan 5 mg nifedipin sublingual. Pilihan lainnya adalah Labetolol 10 mg oral, jika respon tidak membaik setelah 10 menit, berikan lagi Labetolol 20 mg oral.

Anestesi pada saat SCTP pada pasien ini dilakukan dengan anestesi spinal, sedangkan menurut buku acuan, anestesi yang aman dan terpilih untuk pasien dengan eklampsia adalah anestesi umum dengan induksi yang cepat. Anestesi spinal dikontraindikasikan pada pasien eklampsia karena pada eklampsia dapat terjadi gangguan hepar dan koagulopati.

Pemberian anti konvulsi pada pasien ini diteruskan sampai 24 jam sejak kejang yang terakhir dan 24 jam post partum dan hal ini sudah sesuai dengan buku acuan. Menurut buku acuan, pemberian obat anti konvulsan diteruskan sampai 24 jam post partum atau kejang yang terakhir.

Perawatan post partum dengan SCTP pada pasien ini adalah dengan Cefotaksim 3 x 1 gram, Ketopain 3 x 1 ampul, Diazepam drip 32 tpm selama 24 jam, Induxin 1 ampul IV/ 8 jam, dan Pengawasan ketat vital sign dan perdarahan. Pada pasien ini teapi hipertensi tidak dilanjutkan lagi karena tekanan darah diastole post partum tidak lebih dari 90 mmHg. Hal ini sesuai dengan buku acuan dimana terapi hipertensi baru dilanjutkan jika tekanan diastolik masih lebih dari 90 mmHg. Pemantauan jumlah urin melalui DC dilakukan sampai 2 hari post SCTP dan hal ini sudah sesuai dengan buku acuan dimana pasien eklampsia harus dilakukan pemantauan produksi urin untuk menilai fungsi ginjal.

Kompilkasi yang dapat terjadi pada pasien ini adalah ablatio retina, DIC, gagal ginjal, perdarahan otak, gagal jantung, dan edema paru. Namun hal tersebut tidak terjadi karena pasien sudah ditata laksana secara tepat dan prognosis pasien ini secara keseluruhan adalah dubia ad bonam..

KESIMPULAN

Penanganan PEB dapat dilakukan secara aktif dan pasif. Penanganan aktif: penderita segera dirawat, O2 kanul 4-6 L/menit, MgSO4 dalam infus dextrosa 5 % sebanyak 500 cc/ 6 jam, dan obat anti hiperetensi dan terminasi kehamilan. Penanganan aktif dilakukan jika umur kehamilan < 35 minggu. Prinsip pemantauan janin dengan klinis, USG, dan kardiotokograf. Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien ini adalah ablatio retina, DIC, gagal ginjal, perdarahan otak, gagal jantung, dan edema paru. Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam

REFERENSI

POGI. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi Bag. 1. Cet. ke-2.Jakarta : Gaya baru. 1994. 1-8

Page 6: Pre Eklampsia Berat Pada Primigravida

Abadi A, Sukaputra B. Waspodo D, Djuarsa E, Gumilar E, Uktolsea F, dkk.Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD Dr. Soetomo, 1994. Laboratorium / UPFIlmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Fakultas Kedokteran UniversitasAirlangga, Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soetomo Surabaya