praktkm irdran 8 tongjay.doc
DESCRIPTION
yaoiTRANSCRIPT
Ada dua pengertian pola tanam, yaitu :
1. Menggambarkan urutan tanaman dalam satu tahun, misalnya padi-padi
yang berarti dalam satu tahun areal tersebut dapat ditanami dua kali, yaitu
tanaman padi rendeng (tanaman padi musim hujan) kemudian dilanjutkan
dengan tanaman padi gadu (tanaman padi dimusim kemarau). Padi-padi
palawija, berarti dalam setahun dapat ditanami tiga kali yaitu padi
rendeng, padi gadu kemudian tanaman palawija.
2. Menggambarkan kombinasi penanaman dalam satu musim. Misalnya
pada musim tanam tebu dapat saja sebagian areal ditanami padi dan
sebagian lagi ditanami tebu. Pola tanam dalam pengertian ini umumnya
terjadi dalam musim kemarau dimana ketersediaan air dirasakan kurang
bila seluruh areal ditanami padi, sehingga perlu dilalukan pengaturan pola
tanamnya, yaitu sebagian ditanami padi dan sebagian lagi ditanami
palawija, sehingga air yang tersedia dapat mencukupi kebutuhan air
seluruh tanaman.
Berkaitan dengan pengertian yang ke-2 porsida (Proyek irigasi daerah) telah
menetapkan metode yang dikenal dengan metode “pasten” yang dikembangkan
menjadi konsep “Faktor Relatif Palawija (FRP), dimana kebutuhan air untuk
setiap kegiatan atau tanamn diberikan “nilai koefisien koreksi” , seperti terlihat
pada tabel dibawah.
Tabel. Nilai koefisien koreksi beberapa kegiatan dna tanaman terhadap palawija
Jenis kegiatan tanaman Nilai koefisien koreksi
Padi : - Penyiapan perbenihan
- Pengolahan tanah
- Pertanaman padi sawah
Tebu
Palawija
Tembakau
20
6
4
1,5
1,0
1,0
Faktor relatif palawija diartikan sebagai satua pembagian air untuk suatu areal
pertanaman yang didasarkan pada debit air yang betul-betul tersedia dan
dinyatakn dalam kebutuhan air relativ palawija, dengan satuan L/detik/ha.
Besarnya Faktor Relatif Palawija ini dapat dicari dengan persamaan berikut :
Dimana : FRP = Faktor Relatif Palawija
Q = Debit air tersedia dipintu pengambilan (L/detik)
Eff = Efisiensi irigasi
LRP = Luas relatif palawija, yaitu luas areal yang akan diairi
yang dinyatakan dalam luas tanaman palawija
Eff irigasi menunjukan perbandingan antara jumlah air yang masuk dipetakan
dengan jumlah air disumbernya sehingga nilainya < 1. Pada sistem paten
dikenalkan pula istilah faktor lapang, yang menunjukan perbandingan jumlah air
yang masuk dipetakan dengan angka normal, yaitu kebutuhan air tanaman,
sehingga nilainya > 1. Demikian pula dengan istilah faktor kuarter, tersier,
sekunder, dan primer merupakan nilai kebalikan dari efisien.
(Gunawan Nawawi, 2007)
Rencana pola tanam
Rencana pola tanam adalah rancangan tanaman untuk berbagai jenis
tanaman selama waktu satu tahun, misalnya: padi-padi-palawija atau padi-
palawija-palawija. Rencana pola tanam dan tata tanam dimulai dengan
P3A/GP3A/IP3A mengusulkan jenis tanaman dan luasnya kepada Dinas yang
membidangi irigasi selanjutnya membuat rencana persiapan tata tanam terpadu.
Rencana tata tanam suatu Daerah Irigasi adalah suatu daftar perhitungan atau
grafik yang
menggambarkan rancangan tata tanam dalam satu tahun meliputi:
a) nama daerah irigasi atau nama saluran primer atau sekunder;
b) luas daerah layanannya dalam ha;
c) rincian rencana luas tanam (padi, palawija, tebu, dll. dalam ha);
d) jadual bulan, mingguan dalam satu tahun;
e) kapan mulai tanam;
f) kapan dilakukan pengeringan saluran.
Kalau dipakai rencana golongan, maka perlu ditentukan kapan mulai
pemberian air pertama untuk pengolahan tanah dari masing-masing golongan dan
masing-masing golongan terdiri dari petak tersier mana saja.
Rencana tata tanam
Rencana tata tanam dibagi 2 tingkatan:
a) Rencana Tata Tanam Daerah Irigasi atau disebut Rencana Tata Tanam
Global
(RTTDI/RTTG) menggambarkan rencana luas tanam pada suatu Daerah
Irigasi, belum terperinci per petak tersier. Ini penting untuk Komisi Irigasi
Kabupaten, PPTPA dan Dinas Teknis yang membidangi irigasi dalam
menentukan rencana penyediaan air irigasi.
Rencana Tata Tanam Global didapat dari kerjasama berbagai pihak, dengan
melakukan kegiatan seperti:
1) P3A/GP3A/IP3A bertanggung jawab:
(a) menyusun rencana luas tanam per petak tersier;
(b) menyusun rencana tanam per kejuron per masa tanam;
(c) membuat rencana pola tanam;
(d) menyusun rencana tata tanam.
2) Juru Pengairan melaksanakan/menyusun rencana tanam per kejuron
permasa tanam bersama Petani/P3A/GP3A/IP3A.
3) Pengamat Pengairan/Ranting Dinas melaksanakan/membuat rekapitulasi
rencana tanam, yang meliputi beberapa kejuron bersama
Petani/P3A/GP3A/IP3A.
4) Dinas yang membidangi irigasi melaksanakan/menyusun rencana tata
tanam Kabupaten/Walikota bersama petani/P3A/GP3A/IP3A
5) Komisi Irigasi Kabupaten/Kota bertanggung jawab:
(a) Mengkoordinasi dan membantu Bupati/Walikota merumuskan
kebijakan pada daerah irigasi yang menjadi wewenang pemerintah
kabupaten/kota dalam hal:
(1) Penetapan pola dan rencana tata tanam.
(2) Penetapkan rencana tahunan penyediaan air irigasi.
(3) Penetapan rencana tahunan pembagian dan pemberian air
irigasi bagi pertanian dan keperluan lainnya.
(b) Selain itu Komisi Irigasi Kabupaten/Kota juga dalam hal:
(1) Mempertahankan dan meningkatkan kondisi dan fungsi irigasi.
(2) Memberikan rekomendasi prioritas alokasi dana pengelolaan
irigasi termasuk didalamnya untuk operasi dan pemeliharaan
jaringan irigasi.
(3) Memberikan pertimbangan mengenai ijin alih fungsi lahan
beririgasi
b) Rencana Tata Tanam Rinci atau disebut Rencana Tata Tanam Detail
(RTTR/RTTD), menggambarkan rencana luas tanam pada suatu Daerah
Irigasi dan diperinci per petak tersier. Ini penting untuk pegangan
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A/GP3A/IP3A), untuk mulai
kegiatan usaha tani dan menyusun rencana pembagian air.
Rencana Tata Tanam Detail didapat dari kerjasama berbagai pihak, dengan
melakukan kegiatan-kegiatan sehingga diperoleh Jumlah Areal tanam keseluruhan
dan tanggal pengolahan tanah untuk masa tanam seperti:
1) Petani/P3A/GP3A/IP3A, bersama-sama pengamat pengairan:
(a) Menyusun RTTD perpetak tersier dalam satu daerah irigasi
berikut luas arealnya.
(b) Menyusun pola tata tanam dan keperluan tanam lainnya.
2) Dinas yang membidangi irigasi menetapkan tencana tata tanam
detail per petak tersier dalam satu daerah irigasi berikut luas
arealnya.
Dalam penyusunan Rencana Tata Tanam, bila debit yang tersedia pada awal
pengolahan tanah tidak mencukupi untuk pengolahan tanah serentak, maka
dilakukan rencana golongan. Penggolongan petak-petak tersier dalam tiap
kelompok/golongan berbeda saat dimulainya pengolahan tanah untuk tanaman
padi. Hal ini dimaksudkan agar angka puncak kebutuhan air menjadl lebih kecil
dari pada kalau tidak memakai sistem golongan serta untuk menyesuaikan angka
puncak kebutuhan air dengan debit andalan.
Kebutuhan air irigasi
Ada 2 tingkatan kebutuhan air irigasi yaitu :
a) Kebutuhan air tanaman ditingkat usaha tani, adalah jumlah air yang
dibutuhkan tanaman untuk proses pertumbuhannya sehingga diperoleh
produksi yang baik di petak sawah.
Kebutuhan air ditingkat usaha tani, didasarkan kepada periode pengolahan
lahan, penanaman dan panen. Yang mempengaruhi kebutuhan air adalah besarnya
evaporasi (penguapan), perkolasi, evapotranspirasi dan besarnya curah hujan
setempat. Total Kebutuhan Air (Wr) = Evaporasi (E) + Perkolasi (P) +
Evapotranspirasi (Et) – Besarnya curah hujan efektif (Re).
Dimana :
Wr adalah Total kebutuhan air (mm/hr)
E adalah tinggi kehilangan air akibat penguapan (mm/hr)
P adalah tinggi kehilangan air akibat peresapan (mm/hr)
Et adalah tinggi kebutuhan air untuk tanaman (mm/hr)
Re adalah tinggi curah hujan efektif (mm/hr)
Dari hasil penelitian lapangan, kebutuhan air dihitung dalam satuan luas
per hektar dan satuan waktu per detik sehingga dihasilkan kebutuhan air dalam
liter/s/ha (contoh kebutuhan air untuk tanaman padi setiap periodenya seperti
Lampiran A).
b) Kebutuhan air irigasi di pintu utama (bendung), adalah jumlah kebutuhan
air irigasi dipintu tersier ditambah kehilangan air irigasi di saluran
Induk/Sekunder.
Besarnya kehilangan air ini biasanya ditaksir sebesar 10% s.d. 20%
(tergantung panjang saluran, jenis tanah dll). Nilai kehilangan ini dapat
menggunakan nilai prosen (%) atau dalam satuan I/s/km.
Ketersediaan air irigasi
Untuk menghitung ketersediaan air 2 mingguan dipergunakan rata-rata debit
harian selama 5 hari, dalam periode 2 minggu sebelumnya untuk perkiraan debit
yang tersedia 2 minggu ke depan. Ketersediaan air irigasi dihitung dari debit
andalan yaitu debit perhitungan ketersediaan air berdasarkan probabilitas 80%
debit yang terjadi di sungai/sumber air. Untuk menghitung debit andalan
diperlukan data debit selama 10 tahun terakhir atau lebih, kemudian dengan cara
menyusun urutan besarnya debit tiap setengah bulan, maka dapat
dicari besarnya debit andalan. Ranting Dinas Pengairan menghitung ketersediaan
air setelah mendapatkan masukan, informasi dari Petani/P3A/GP3A/IP3A
mengenai kondisi lapangan dan pengalaman sebelumnya.
Rencana pembagian air
Rencana Pembagian Air (RPA) adalah rencana pemberian air pada setiap pintu
ukur tersier dan pintu ukur pada bangunan bagi/pengontrol, selama 1 tahun,
berdasarkan Rencana Tata Tanam yang telah disepakati oleh Lembaga Pengelola
Irigasi yang berwenang.
Rencana Pembagian Air dalam operasi jaringan irigasi didasarkan pada :
a) penentuan rencana tata tanam;
b) perhitungan besarnya RPA.
Di dalam penyusunan RPA, Ranting Dinas Pengairan harus mempertimbangkan
masukan dari Petani/P3A/GP3A/IP3A mengenai kondisi lapangan (hulu, tengah
dan hilir) serta pengalaman yang diperoleh Petani/P3A/GP3A/IP3A sebelumnya
RPA akan memudahkan pelaksanaan pembagian air, terlebih untuk Daerah Irigasi
Besar adalah mutlak dan sangat diperlukan. Jika debit sungai tersedia cukup dan
petani melaksanakan tanam sesuai rencana (waktu dan luas), maka pemberian air
adalah sesuai dengan RPA. Jika kemudian terjadi penyimpangan terhadap
Rencana Tata Tanam, seperti misalnya: debit sungai mengecil (tak sesuai
rencana), petani menanam di luar rencana. Maka dibuat penyesuaian perubahan
pemberian air antara lain dengan menggunakan Faktor K (lihat Sub-sub Pasal
4.3.2). Pada Dl Sederhana dan Semi Teknis, tidak perlu dibuat RPA karena pada
jaringan tersebut tidak terdapat alat pengukur debit.
Operasi jaringan irigasi pada musim Hujan
Musim hujan pada umumnya berlangsung pada bulan Oktober s.d. Maret
atau disebut masyarakat sebagai ”OKMAR” atau ”OMA”. Pada periode OKMAR
atau OMA pada umumnya kebutuhan air irigasi bagi tanaman dapat dicukupi dari
sumber air di bendung/bendungan dan curah hujan obyektif, sehingga debit yang
tersedia (Qt) > debit yang dibutuhkan (Qb) dan Faktor K > 1.
1) Jika debit yang tersedia Qt > 75% Qb, maka pembagian air dilaksanakan
secara kontinyu.
2) Jika debit yang tersedia Qt = 50% - 75% Qb, maka dilakukan pembagian
air secara giliran didalam petak tersier.
3) Jika debit yang tersedia Qt = 25% - 50% Qb, maka dilakukan pembagian
air secara giliran antar petak tersier.
4) Jika debit yang tersedia Qt < 25% Qb, maka dilakukan pembagian air
secara giliran antar petak sekunder. Kegiatan Operasi dilakukan oleh
Juru/Mantri Pengairan, Tenaga Penjaga Pintu Air dan Petani/P3A/GP3A,
kegiatan tersebut antara lain :
a) Operasi bangunan utama (bendung) selama terjadi banjir dilakukan
oleh tenaga/petugas penjaga bendung dan petani/P3A/GP3A (lihat
SNI 03-1731, Tata cara keamanan bendungan) dengan mengatur
buka/tutup pintu pengambilan.
b) Pembersihan sampah/batu/krikil pada saringan di pintu pembilas
bendung dan lubang intake dilakukan oleh tenaga musiman/berkala
dari petani/P3A/GP3A.
c) Pengaturan operasi pintu penguras di bendung dan bangunan
penguras untuk membersihkan sedimen.
d) Operasi di jaringan irigasi, bila debit yang tersedia cukup (dari
debit sungai dan curah hujan efektif), maka faktor K di atas 1 dan
pelaksanaan pembagian air dapat dilakukan secara terus-menerus.
e) Jika debit yang tersedia dari sungai maupun hujan kurang, biasanya
pada awal musim hujan (tahap pengolahan tanah) maka pembagian
air diatur dengan sistim golongan, dengan mengatur jadwal waktu
mulai pengolahan tanah tiap golongan berbeda misalnya 15 hari
dengan menyesuaikan ketersediaan debit sungai.
f) Jika terjadi hujan lebat di hulu sungai atau terjadi hujan di daerah
oncoran lebih besar dari 75 mm/hari maka pengaturan pintu-pintu
bangunan utama/bendung disesuaikan dengan kondisi kebutuhan di
lapangan.
g) Pencatatan debit sungai dan curah hujan dilakukan oleh petugas
pengairan. Apabila terjadi bencana alam Petugas Pintu Air melapor
pada Juru/Mantri Pengairan.
Operasi jaringan irigasi pada musim kemarau
Pada waktu musim kemarau yaitu antara bulan April s.d. September atau
dikenal masyarakat sebagai ”ASEP” pada umumnya debit yang tersedia tidak
mencukupi kebutuhan air yang diperlukan. Apabila debit tersedia (Qt) lebih kecil
dari debit yang dibutuhkan (Qb) maka untuk pemerataan, keadilan dan efisiensi
penggunaan air irigasi, pemberian air diatur secara giliran meliputi :
a) Bangunan utama/bendung dalam keadaan biasa dilakukan operasi seperti
pedoman operasi bendung (lihat SNI 03-1731, Tata cara keamanan
bendungan), pintu pengambilan dan penguras diatur sesuai dengan
kebutuhan pelayanan penyediaan air dan pengurasan sedimen secara
berkala.
b) Bangunan bagi dan sadap diatur tinggi muka air di saluran/bangunan
dengan mengoperasikan pintu-pintu/skot balk.
c) Contoh pelaksanaan pembagian air untuk 4 blok tersier dilaksanakan
dengan cara :
Total kebutuhan air di pintu tersier
Total Q tersier
Pelaksanaan giliran dan lama waktunya berdasarkan keadaan tanaman, luas areal
dan tersedianya air. Kesepakatan antar P3A/GP3A/IP3A dan Komisi Irigasi
sangat diperlukan dalam menentukan giliran pembagian air.
Dalam pelaksanaan operasi pembagian air digunakan dengan perhitungan faktor K
= debit yang yang tersedia dibagi debit yang dibutuhkan di pintu tersier atau:
K = Total air yang tersedia di pintu pengambilan untuk tersier....................... (1)
K =(Q dialirkan + suplesi ) - (Q lain-lain + kehilangan)...................................(2)
Rencana pembagian air dengan faktor K dengan periode 15 harian dengan
mempergunakan data-data luas tanam, kebutuhan air, debit sungai 2 mingguan
dan rencana pembagian air dihitung dalam blanko operasi irigasi.
d) Untuk melaksanakan RPA dengan faktor K maka pintu-pintu diatur dan
diukur debit yang dialirkan sesuai faktor K yang ditetapkan. Informasi
debit dituliskan dalam papan operasi tersier/bangunan bagi/bendung.
e) Secara periodik debit yang dialirkan dilakukan pengecekan realisasinya
dan rencananya sehingga dapat dihitung rasio pelaksanaan pembagian air
(RPPA) dalam keadaan baik, sedang dan kurang.
f) Perhitungan faktor K diperbaiki kembali jika terjadi perubahan debit yang
tersedia disumber air, selanjutnya pembagian air disesuaikan dengan faktor
K yang baru.
Pada saat pembagian air, dilakukan upaya agar saluran tetap dalam keadaan terisi
air dan tidak dilakukan pengeringan total, yaitu dengan jalan menutup pintu-pintu
air di sebelah hilir agar tetap terdapat genangan air disaluran. Kekeringan total
yang cukup lama pada saluran dapat mengakibatkan retakan-retakan pada
dasar/tubuh saluran sehingga menimbulkan bocoran dan longsoran pada saat
saluran diairi kembali.
(http://www.pu.go.id/balitbang/sni/pdf/Pd%20T-08-2005-A.pdf)
1. Desain Sistem Pengairan/drainase Saluran tersier
Pengelolaan air tingkat tersier ditujukan untuk mengatur saluran tersier agar berfungsi :- memasukkan air irigasi- mengatur tinggi muka air di saluran dan secara tidak langsung di petakan lahan- mengatur kualitas air dengan membuang bahan beracun yang terbentuk di petakan lahan serta mencegah masuknya air asin ke petakan lahan.Sistem pengelolaan air di tingkat tersier dan mikro tergantung kepada tipe luapan air pasang. Penataan air pada tingkat ini dapat dilakukan dengan 2 sistem yaitu sistim aliran satu arah ( one-way flow system) dan sistim aliran dua arah ( two-way flow system). Hal yang perlu mendapat perhatian dalam pemilihan sistim tata air mikro adalah sinkronisasi antara tata air makro dan tata air mikro.
- Sistem aliran satu arah
Pada system aliran satu arah, saluran irigasi dan saluran drainase dibuat secara terpisah. Pintu klep dipasang berlawanan arah. Pada saluran irigasi pintu klep membuka ke arah dalam sedang pada saluran drainase pintu klep membuka ke arah luar sehingga pencucian lahan dapat berlangsung dengan efektif.
- Sistem aliran dua arahPada sistim air dua arah, saluran tersier yang dibuat berfungsi sebagai saluran irigasi dan drainase. Oleh karena saluran berfungsi sebagai saluran irigasi dan saluran drainase, pada dua saluran ini dipasang pintu-pintu. Untu menjaga agar tidak terjadi over drain, pada pintu-pintu perludipasang over flow/ stoplog.
3. Saluran Kuarter dan DrainaseSistem pengelolaan tata air mikro mencakup pengaturan dan pengelolaan tata air di saluran kuarter dan petakan lahan yang sesuai dengan kebutuhan tanaman dan sekaligus memperlancar pencucian bahan beracun. Saluran kuarter biasanya dibuat di setiap batas pemilikan lahan, sedangkan di dalam petakan lahan dibuat saluran cacing dengan interval 3 – 12 meter dan disekeliling petakan lahan tergantung pada kondisi lahannya. Semakin tinggi tingkat masalah keracunan, semakin rapat pula jarak antar saluran cacing tersebut. Usaha pencucian ini akan berjalan baik apabila terdapat cukup air segar, baik dari hujan maupun dari air pasang. Oleh Karena itu, air di petakan lahan perlu diganti setiap dua minggu pada saat pasang besar.
4. Rancangan pintu air Tersier dan SekunderPintu air untuk saluran tersier sebaiknya dibuat kombinasi antara flapgate dan stoplog terutama untuk daerah yang bertipe luapan A/B, sedangkanuntuk saluran kuarter dengan pintu flapgate. Untuk tipe luapan C/D pada saluran tersier sebaiknya dibuat pintu stoplog, jangan dengan pintu ulir seperti dilakukan di daerah irigasi, untuk saluran kuarter dibuat pintu stoplog yang ketinggiannya bisa diatur menurut kebutuhan. Pintu flapgate dan stoplog sudah banyak dikembangkan oleh Departemen Pekerjaan Umum dan sekarang ada pintu stoplog yang dibuat dari fiber.
5. Kriteria Model Desain TAMRencana yang akan diterapkan dalam pembinaan/pengembangan model pembuatan TAM disusun berdasarkan kriteria berikut : a. Jarak antara 2 saluran tersier tidak lebih dari 200 m, kalau lebih dari 200 m perlu dibuat saluran sub-tersier pada bagian tengahnya (efek kuarter tidak lebih 100 m).
b. Ujung saluran tersier dalam kondisi buntu, maka harus dihubungkan dengan saluran sekunder yang terdekat (dalam kondisi buntu, pengaturan air di ujung saluran tersier adalah sangat penting).
c. Aliran satu arah di saluran tersier direkomendasikan untuk penggelontoran air asam (bisa satu arah dari SPD ke SDU kalau tidak adapintu sekunder, dan apabila ada pintu di SPD maka aliran satu arah dari SDU ke SPD).
d. Operasi pintu sorong harus rutin, untuk keperluan ini maka pembuatan pintu air perlu diletakkan dekat pemukiman. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam menjangkau lokasi pintutersebut. Operasi ditujukan untuk suplai (memasukkan air) pada air pasang.
e. Ditinjau dari tipologi lahan pada daerah rawa pasang surut, penerapan pengembangan model pembangunan jaringan TAM, dibedakan :
1) Lahan dengan luapan A/BUntuk tanaman padi pada musim hujan dan pada musim kemarau, harus dibantu dengan pompanisasi khususnya pada tipe luapan B.
- Jika pada lahan tipe luapan A/B belum ada pintu, maka dibiarkan terbuka tanpa ada pintu ( one-way flow system) untuk keperluan drainase dan suplai.
- Apabila sudah ada saluran sub tersier, maka perlu dibuat gorong-gorong terbuka (tanpa pintu).
- Apabila tidak ada pintu air di saluran sekunder (SPD) maka saluran tersier perlu dibuat pintu sorong pada saluran penghubungnya. Jika ada pintu pintu air di saluran sekunder maka goronggorongpada saluran tersier dapat dibuka atau dipasang stoplog.
- Bila saluran tersier dihubungkan dengan sekunder (SDU) maka hanya dibuat gorong-gorong (dengan pipa) untuk keperluan aliran satu arah dari SPD ke SDU.
2) Lahan dengan tipe luapan C/DLahan ini dapat digunakan untuk penanaman padi pada musim hujan dan palawija pada musim kemarau. Pengembangan model di lahan dengan tipe luapan C/D ini dimaksudkan untuk meningkatkan potensi drainase untuk keperluan penanaman palawija di musim kemarau. Perlu dipertimbangkan antara kebutuhan untuk pencucian tanah dari racun yang ada dan penggenangan air untuk penanaman padi pada musim hujan . Untuk itu, sub tersier dihubungkan dengan sekunder SDU perlu dibuat gorong-gorong (dengan pipa) yang dilengkapi dengan stoplog. Bila dihubungkan dengan saluran SPD hanya perlu gorong-gorong. Bila tidak ada pintu air di saluran sekunder (SPD), maka pada saluran tersier perlu dibuat pintu sorong di ujung saluran penghubung. Jika saluran tersier sudah dihubungkan dengan SPD maka tidak perlu dibuat pintu airatau hanya perbaikan pintu yang ada. Bila ada pintu air di saluran sekunder (SPD) maka pada penghubung hanya dibuatgorong-gorong saja, atau perbaikan pintu yang sudah ada di tersier.Pada saluran sekunder (SDU) pada saluran penghubung (pada tersier) dibuat goronggorong dengan pipa dan stoplog. Bila saluransudah ada pintu maka hanya perbaikan saja. Saluran kuarter dapat dibuat pada batas kepemilikan lahan saja, tetapi jika terdapat lapisan pirit (pada sub-soil) atau untuktanaman palawija maka saluran kuarter dapatdibuat lebih intensi dengan jarak 50 m untuk keperluan pencucian sulfat masam atau untuk drainase pada penanaman palawija.
6. Pelaksanaan Pekerjaan Jaringan Tata Air Mikroa. Pembersihan Lapangan
Untuk memperlancar pekerjaan galian maupun timbunan tanah, di posisi jalur saluran dilakukan pembersihan lapangan terlebih dahulu sehinggadiperoleh ruang kerja yang leluasa untuk melaksanakan pekerjaan galian dan timbunan. Khususnya untuk pekerjaan timbunan, bahantimbunan adalah tanah asli setempat yang tidak tercampur dengan unsur yang lainnya. Pekerjaan pembersihan lapangan ini dapat tidak
dilakukan selama kondisi lapangannya mendukung, maksudnya sepanjang jalur rencana saluran kondisinya terbuka, tidak ada penghalangbaik berupa semak atau hal lainnya sehinggadipastikan dapat langsung mengerjakan pekerjaan galian atau timbunan. Demikian juga untuksaluran keliling dan kemalir yang posisinya ada di dalam lahan usahatani tidak memerlukan pembersihan lapangan.
b. Pemasangan patok Ajir/ BouwplankKhususnya untuk saluran sub tersier, kolektor dan kuarter, untuk mendapatkan kelurusan arah saluran maka berdasarkan patok-patok bantu pada pekerjaan uitzet, dipasang patok ajir yangmenunjukkan ujung kiri/ kanan dari lebar atas/ bawah saluran dan pematang/ tanggul dan dipasang papan bouwplank untuk menunjukkanketinggian timbunan. Baik patok ajir maupun papan bouwplank di pasang pada jalur rencana saluran per 25 m. Karena tanah asli bahantimbunan akan mengalami penyusutan maka untuk ketinggian, ukurannya harus dilebihkan antara 5 – 10 cm dari tinggi rencana. Demikianpula dengan kedalaman galian saluran, untuk mencapai kestabilan lereng/ talud saluran yang dibuat baru maka setelah pembentukan salurandan dioperasikan nantinya akan mengalami pengendapan sehingga kedalaman galian saluran juga harus dilebihkan antara 5 – 10 cm darikedalaman rencana. Baik tinggi timbunan maupun kedalaman galian diukur dari permukaan tanah asli.c. Pekerjaan GalianSetelah patok dan papan bouwplank terpasang berjarak 25 m antara satu dengan yang lainnya, maka untuk mendapatkan kelurusan saluran, diantara 2 patok ajir (yang berjarak 25 m) yang menunjukkan ujung kiri/ kanan lebar atas saluran ditarik garis bantu (bisa berupa tali plastik). Berpatokan kepada garis bantu tersebut pekerjaan galian dapat dilakukan dan untuk mendapatkan bentuk dan kedalaman galian, dibuat dari bahan kayu ukuran 3/5 rangka bouwplank berbentuk penampang saluran (segi empat/trapezium) dengan catatan untuk tingginya sudah ditambahkan.
d. Biasanya untuk keperluan timbunan tanggul/pematang menggunakan bahan hasil galian (dengan memperhatikan faktor susut tanah 20 %) sehingga tanah hasil galian diletakkan pada kedua sisi galian dengan memperhatikan jarak sempadan saluran secara merata.
e. Pekerjaan TimbunanPembentukan timbunan tanggul/ pematang dapat memanfaatkan bahan hasil galian, akan tetapi jika tidak mencukupi maka bahan timbunan diambil dari galian di sisi sebelah luar rencana saluran.Untuk mendapatkan tinggi timbunan yang diinginkan ditarik garis bantu dari antara 2 patok ajir (yang berjarak 25 m) yang menunjukkanujung kiri/ kanan lebar atas timbunan yang diinginkan ditarik garis bantu dari antara 2 patok ajir ( yang berjarak 25 m ) yang menunjukkanujung kiri/ kanan lebar bawah timbunan tanggul/pematang. Untuk mendapatkan bentuk timbunan yang diinginkan, dapat juga dilakukan dengan membuat rangka bouwplank dari bahan kayuukuran 3/5 berbentuk penampang timbunan tanggul/pematang (segi empat/trapesium).
f. Pekerjaan PerapihanPekerjaan perapihan dilakukan selama masa kontrak kerja sampai masa pemeliharaan selesai. Maksud perapihan disini adalah untukmempertahankan ukuran penampang galian maupun timbunan sesuai dengan yang ditentukan, misalnya pada waktu pekerjaan galiandilakukan ternyata peletakan tanah timbunannya belum membentuk seperti yang ditentukan, ada longsoran di lereng/ talud galian maupuntimbunan, karena kering maka terjadi retakanretakan di timbunan tanggul/ pematang maka harus dilakukan pembentukan kembali penampang galian atau timbunan tanggul/pematang.
g. Untuk dapat memberikan fungsi yang optimal,jaringan Tata Air Mikro memerlukan sarana penunjang yang secara langsung/ tidak langsung mempengaruhi fungsi Tata Air Mikro dalam satukawasan/hamparan lahan usahatani. Sarana pendukung tersebut terdiri dari :1. Jalan Usaha TaniKonstruksi jalan usaha tani berupa timbunan tanah yang dipadatkan dengan ukuran tertentu yang sudah ditetapkan dalamperencanaan (desain). Untuk memperkokoh konstruksi, dapat juga di kedua sisi jalan usaha tani dibuat konstruksi siring (dindingpenahan) dari kayu. Sebagai bangunan pelengkap jalan usahatani adalah jembatan yang dapat berupa konstruksi kayu atau pasangan batu/beton.2. Bangunan airJenis bangunan air yang diperlukan untuk melengkapi jaringan TAM adalah : Pintu Sorong, Pintu Stoplog, Pintu Klep dan Gorong-gorongSecara garis besar pekerjaan sarana penunjang ini meliputi pekerjaan tanah (galian dan timbunan dan pemadatan), konstruksi kayu, pasangan batu bata, pasangan beton.
7. Pemeliharaan Jaringan Tata Air Mikroa. Pemeliharaan Jaringan Drainase
Jaringan drainse perlu dipelihara, agar ; (1) sarana dan prasarana hidrolik yang telah dibangun tetap berfungsi sehingga dapat bermanfaat secaraberkelanjutan, dan (2) untuk mengurangi biaya perbaikan yang lebih tinggi pada masa yang akan datang.Kerusakan bangunan air di lahan rawa lebih besar dibandingkan dengan dilahan sawah irigasi. Beberapa factor yang menyebabkan kerusakan pada jaringan drainase adalah : (1) adanya erosi, (2) tumbuhnyavegetasi rawa, dan (3) akibat terjadinya banjir. Pemeliharaan saluran harus dilakukan secara rutin. Pemeliharaan rutin menyangkut pemeliharaan bangunan pintu air, pembersihan dari kotoran,pemotongan rumput dan perbaikan tanggul saluran. Pemeliharaan insidentil mencakup kegiatan-kegiatan yang sebelumnya tidak diperkirakan atau ditaksir kuantitasnya, antara lain perbaikan longsor tepi dan tanggul saluran, endapan lumpur, dan perbaikan saluran yang rusak. Sedangkan pemeliharaan darurat adalah pemeliharaan terhadap kerusakan yang sifatnya mendadak sehingga diperlukan perbaikansegera, seperti kerusakan akibat bencana alam, banjir.
b. Pemeliharaan saluran TersierPemeliharaan saluran tersier meliputi kegiatan sebagai berikut :
1. Pemotongan rumput pada lereng dan tanggul saluran2. Pembersihan saluran meliputi pengangkatan kotoran atau rumput ditengah saluran. Kegiatan ini sebaiknya dilakukan bersamaan denganpemotongan rumput ditepi saluran.3. Pembentukan dan perapihan tanggul saluran tersier. Hal ini dilakukan bila terjadi kerusakan tanggul akibat retakan/longsoran.Selain memelihara saluran tersier bangunan yang ada di saluran seperti pintu air yang dipelihara. Pemeliharaan yang harus dilakukan adalah :
a. Penimbunan dan pemadatan timbunan pada bangunan tersier.b. Penambahan cerucuk gelam pada sayap bangunan tersier untuk
menahan benturan langsung pada bagian sayap dan memperkokoh bangunan tersier.
c. Penanaman rumput pada lereng bangunan yang berfungsi sebagai pengaman lereng dari erosi/ longsor.
d. Pembersihan rutin sekat blok dan papan duga. Selanjutnya pengecetan, pelumasan dan pembersihan pintu ayun dan sponeng.
(Direktur Pengelolaan Air, 2007)
Faktor lapang, S0 misalnya = 1,05 ; faktor kuarter; S4 = 1,1 ; faktor tersier, S3 =
1,13, faktor sekunder, S2 =1,15 dan primer, S1 = 1,1
Tanaman terhadap kebutuhan air untuk tanaman palawija yang diberi nilai = 1 dan
dalam keadaan normalnya atau disebut angka normal palawija yang juga
menyatakan nilai FRP untuk tanaman palawija adalah sebesar 0,25 L/detik/ha.
Kebutuhan di pemasukan = 0,25 L/detik/ha x S0, dibox kuarter = 0,25 L/detik/ha x
S0 x S4, dibox tersier = 0,25 L/detik/ha x S0 x S4 x S3 dst.
Contoh
Suatu daerah irigasi luasnya 400 ha, eff irigasi 0,60
Agar tanaman terjamin, air dipintu harus tersedia sebanyak :
- Bila seluruhnya ditanami palawija, maka LRP-nya = 1 x 400 ha = 400 ha
- Bila ditanami padi, LRP-nya = 4 x 500 ha = 2000 ha
Seandainya di pintu tersedia debit 250 L/detik, maka LRP-nya
= , berarti bila seluruhnya ditanami palawija akan
ada air yang berlebih, sedangkan bila seluruhnya ditanami padi airnya tidak akan
memenuhi atau hanya cukup untuk areal seluas 600 ha/4 = 150 ha
Berapa luas tanaman padi dan berapa luas tanaman palawija agar semua areal
dapat ditanami :
Misalkan luas palawija a ha, maka luas tanaman padi = (400 – a) ha, maka
LRP = 600 ha harus = (400 – a) ha tanaman padi + a ha tanaman palawija
= (400 – a) ha x ( 4 tanaman palawija ) + a ha tanaman
palawija
= (1600 – 4a) + a ha tanaman palawija atau 3a = 1000 ha
Maka a (luas tanaman palawija adalah = 333,3 ha)
Dan tanaman padi seluas 400 ha – 333,3 ha = 66,7 ha
Tugas Resitasi :
Di daerah irigasi seluas 1570 ha, (dari saluran sekunder kiri seluas 570 ha, sisanya
dari sekunder kanan) Faktor lapang, S0 = 1,05; Faktor kuarter, S4 = 1,1; Faktor
tersier, S3 = 1,13, faktor sekunder, S2 = 1,15 dan Faktor primer, S1 = 1,1
Di tanyakan :
1. Berapa Q disetiap saluran sekunder dan dipintu utama bila dipetak
sekunder kiri seluruhnya ditanami padi, sedangkan di sekunder kanan 400
ha padi, dan sisanya palawija.
2. Bila debit dipintu utama 1200 L/detik, sekuruh petak sekunder kiri
ditanami tebu, bagaimana pola tanam yang paling baik dipetak sekunder
kanan. Ditanyakan :
- Baiknya tanaman tunggal atau kombinasi
- Berapa ha untuk setiap tanaman
PENYELESAIAN
Nomor 1
Kiri = padi 570 ha
Kanan=-padi400ha
Palawija 600 ha
Sekunder Kiri ( padi 570 ha )
Q = LRP x FRP x S4 x S3 x S2 x S0
= ( 570 x 4 ) x 1,1 x 1,13 x 1,15 x 0,25
= 814,8 L/detik
Sekunder Kanan ( Padi 400 ha )
Q = LRP x FRP x S4 x S3 x S2 x S0
= ( 400 x 4 ) x 1,1 x 1,13 x 1,15 x 0,25
= 571,8 L/detik
Sekunder Kanan ( Palawija )
Q = LRP x FRP x S4 x S3 x S2 x S0
= ( 600 x 1 ) x 1,1 x 1,13 x 1,15 x 0,25
= 214,4 L/detik
Qsekunder total
= Qkiri padi + Qkanan padi + Qkanan palawija
= 814,8 L/detik + 571,8 L/detik + 214,4 L/detik
= 1601 L/detik
Qprimer = Qsekunder x Si
= 1601 L/detik x 1,1
= 1761,1 L/detik
Qutama = Qprimer x S0
= 1761,1 L/detik x 1,05
= 1849, 15 L/detik
Nomor 2
Diketahui : Qutama = 1200 L/detik
Ditanyakan : - Baiknya tanaman tunggal kombinasi
- Berapa ha untuk setiap tanaman
Jawab :
DAFTAR PUSTAKA
Nawawi, Gunawan. 2007. Modul Irigasi dan Drainase. Unpad. Bandung
http://www.pu.go.id/balitbang/sni/pdf/Pd%20T-08-2005-A.pdf
Pengelola air, Direktur. 2007. Pengembangan Tata Air Mikro (TAM). Departemen
Pertanian. Jakarta