praktikum farmakol analgetika

Upload: dian-novita

Post on 16-Oct-2015

35 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

JURNAL PRAKTIKUM FARMAKOLOGINama/ NRP: Dian Novita Sari(2443011052 )Gol/ Kelompok: S / 3Tanggal Praktikum: Selasa, 18 Februari 2014Asisten:

1. Judul Analgetika

2. Tujuan Membedakan efek obat sedatif dan hipnotik pada hewan coba Mengetahui brbagai instrumen yang dapat digunakan untuk meguji efek sedatif

3. Teori dan Golongan ObatAnalgetika atau obat pengalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Atas dasar kerja farmakologisnya, analgetika dibagi dalam dua kelompok besar, yakni: analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Analgetika antiradang termasuk jenis ini. analgetika narkotik khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti pada fractura hebat dan kanker.Berdasarkan proses terjadinya rasa dapat dilawan dengan beberapa cara, yaitu : analgetika perifer, yang merintangi terbentuknya rangsangan pada reseptor nyeri perifer. anastetika lokal, yang merintangi penyaluran rangsangan di saraf-saraf sensoris. analgetika sentral (narkotika), yang memblokir pusat nyeri di SSP dengan anastesi umum. antidepresiva trisiklis, yang digunakan pada nyeri kanker dan saraf, mekanisme kerjanya belum diketahui, misalnya amitriptilin. antiepileptika, yang meningkatkan jumlah neurotransmitter di ruang sinaps pada nyeri, misalnya pregabilin juga karbamazepin, okskarbazepin, fenitoin, valproat, dan lain-lain.Pada pengobatan nyeri dengan analgetika, faktor-faktor psikis juga turut memegang peran seperti sudah diuraikan diatas, misalnya kesabaran individu dan daya mengatasi nyerinya. Obat-obat dibawah ini dapat digunakan sesuai jenis nyerinya.Penanganan bentuk-bentuk nyeriNyeri ringan dapat ditangani dengan obat perifer, seperti parasetamol, asetosal, mefenaminat, propifenazon atau aminofenazon, begitu pula rasa nyeri dengan demam. Untuk nyeri sedang dapat ditambahkan dengan kofein atau kodein. Nyeri yang disertai dengan pembengkakan atau akibat trauma (jatuh, tendangan, tubrukan) sebaiknya diobati dengan suatu analgetikum antiradang, seperti aminofenazon dan NSAIDs (ibuprofen, mefenaminat, dll). Nyeri yang hebat dapat ditangani dengan morfin atau opiat lainnya (tramadol). Nyeri kepala migrain dapat ditangani dengan obat-obat khusus.Nyeri pada kanker umumnya diobati menurut suatu skema bertingkat empat,yakni pemberian: obat perifer (non-opioid) per oral atau rectal: parasetamol atau asetosal. obat perifer bersama kodein, atau tramadol. obat sentral (opioid) per oral atau rectal obat opioid parenteral.Guna memperkuat efek analgetikum dapat ditambahkan suatu co-analgetikum, sepeti psikofarmaka (amitripitilin, levopromazin) atau predniso. Nyeri saraf kronis antara lain dikenal dengan nyeri saraf nociceptif yang disebabkan oleh saraf terluka atau terjepit, nyeri neuropatis perifer dan nyeri sarafyang berasal dari SSP.Polyneuropati adalah suatu gangguan saraf perifer dengan perasaan seperti ditusuk-tusuk, kelemahan otot, hilang perasaan dan refleks yang diawali dari jari-jari, kemudian meimbulkan kelumpuhan pada kedua kaki atau tangan. Penyebab utamanya adalah diabetes, selain itu juga minum alkohol berlebihan, peradangan, gagal ginjal atau juga obat-obat neurotoksis seperti virustatika anti-HIV. Dasar keluhan-keluhan ini bervariasi karena berbagai sistem reseptor memegang peranan. maka itu umumnya digunakan kombinasi dari dua atau lebih obat. Nyeri in sukar diatasi dengan analgetika klasik (parasetanol, NSAID, dan opioid) karena bersifat nociceptif. Yang ternyata lebih efektif adalah antidepresiva trisiklis dan antiepileptika, tunggal atau juga sebagai tambahan pada zat opioid seperti tramadol dan fentanil.Pada nyeri neuropatis akut yang dirasakan seperti tertusuk-tusuk jarum, karbamazepin ternyata paling efektif, sedangkan pada nyeri terus-menerus yang menjemukkan atau sepeti pada perasaan terbakar amitriptilin dan gabapentin lebih ampuh.Pregabalin,obat baru ini telah dipasarkan dengan indukasi khusus nyeri neuropatis. Pregabalin mengurangi jumlah noradrenalin, glutamat, dan substance-P di ruang sinaps, dengan efek peringanan nyeri. Efek samping utamanya adalah perasaan pusing hebat yang mirip keadaan mabuk dan kejang kaki, yang tidak hilang sesudah 4-5 hari seperti halnya pada obat-obat nyeri saraf lain. ANALGETIKA PERIFERSecara kimiawi analgetika perifer dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yakni: parasetamol salisilat: astosal, salisilamida,dan benorilat penghambat prostaglandin (nsaid): ibuprofen, dll derivat-antranilat: mefenaminat, glafenin derivat-pirazolinon: propifenazon, isopropilaminofenazon dan metamizol lainnya: benzidamin (tantum)Co-analgetika adalah obat yang khasiat dan indikasi utamanya bukanlah menghalau nyeri,misalnya antidepresiva trisiklis (amitripilin) dan antiepileptika (karbamazepin, pregabalin, fenytoin, valproat). Obat-obat ini digunakan tunggal atau terkombinasi dengan analgetika lain pada keadaan-keadaan tertentu, seperti pada nyeri neuropatis.Obat-obat ini mampu meringankan atau menghilangkan rasa nyeri tanpa mempengaruhi SSP atau menurunkan kesadaran, juga tidak menimbulkan ketagihan. Kebanyakan zat ini juga berdaya antipiretis dan atau antiradang. Oleh karena itu tidak hanya digunakan sebagai obat antinyeri, melainkan juga pada demam (infeksi virus/kuman, pilek) dan peradangan seperti rema dan encok. Obat-obat ini banyak diberikan untuk nyeri ringan atau sedang, yang penyebabnya beraneka ragam, misalnya nyeri kepala, gigi, otot atau sendi (rema,encok), prut, haid (dysmenorroe), nyeri akibat benturan atau kecelakaan (trauma).Daya antipiretisnya berdasarkan rangsangan terhadap pusat pengtu kalor hypothalamus yang mengakibatkan vasodilatasi perifer (di kulit) dengan bertambahnya pengeluaran kalor yang disetai keluarnya banyak keringat.Daya antiradang (antiflogistis) kebanyakan analgetika memiliki daya antiradang khususnya kelompok besar dari zat-zat penghambat (NSAIDs, termasuk asetosal), begitu pula benzidamin. Zat-zat ini banyak digunakan untuk rasa nyeri yang disertai peradangan.Kombinasi dari dua atau lebih analgetika sering kali digunakan karena terjadi efek potensiasI Lagi pula efek sampingnya yang berlainan, dapat berkurang karena dosis dari masing-masing komponenya dapat diturunkan. Kombinasi analgetika dengan kofein dan kodein sring kali digunakan khususnya dalam sediaan dngan parasetamol dan asetosal.Efek sampingnya yang paling umum adalah gangguan lambung-usus, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal, dan juga reaksi alergi kulit. Efek-efek samping ini terutama terjadi pada penggunaan lama atau dalam dosis tinggi. Oleh karena itu penggunaan analgetika scara kontinu tidak dianjurkan. Interaksi analgetika memperkuat efek antikoagulansia, kecuali parasetamol dan glafenin. Kedua obat ini pada dosis biasa dapat dikombinasi dengan aman untuk waktu maksimal dua minggu. hanya parasetamol yang dianggap aman bagi wanita hamil dan menyusui, walaupun dapat mencapai air susu. Asetosal dan salisilat, NSAIDs dan metamizol dapat mengganggu perkembangan janin,sebaiknya dihindari. Dari aminofenazon belum terdapat cukup data.ZAT-ZAT YANG TERKANDUNG1. Aminofenazon : Aminopyrin, PyramidonDerivat-pirazolinon ini berkhasiat untuk analgetis, antipiretis dan antiradang. Resorpsinya di usus cepat, mulai kerjanya sesudah 30-45 menit. Bila timbul borok-borok kecil, di mulut, nyeri tenggorokkan atau demam (tanda-tanda agranulositosis) pengobatan harus segera dihentikan.a. Isopropilaminofenazon (isopirin, *Pehazon,*Migran) adalah derivat-aminopirin dengan khasiat yang sama,disamping itu zat ini juga berdaya sedatif dan pada dosis tinggi berdaya hipnotis.b. Fenazon (antipirin) adalah senyawa induk dari obat-obat tersebut di atas tanpa khasiat antiradang. Karena berkhasiat lebih lemah dan lebih sering menimbulkan reaksi kulit, obat ini kini praktis sudah di tinggalkan. adakalanya fenazon masih digunakan dalam obat kumur pada nyeri tenggorokan, berdasarkan efek lokal-anestetis (lemah) dan kerja vasokonstriksinya.c. Propifenazon (propilantipirin, *Saridon) adalah derivat fenazon tanpa daya antiradang dengan sifat sama. Resiko agranulositosis lebih ringan.d. Metamizol (antalgin, dipiron, novaminsulfon, metampiron, *Dolo Neurobion, Novalgin, *Unagen) adalah derivat-sulfonat dari aminofenazonyang larut dalam air. Khasiat dan efek sampingnya adalah sama. Obat ini sering dikombinasi dengan obot-obat lain. Obat ini dapat secara mendadak dan tak terduga menimbulkan kelainan darah yang ada kalanya fatal.

2. Asam asetilsalisilat: Asetosal, Aspirin, Cafenol, NasproAsetosal adalah obat anti nyeri tertua yang paling banyak digunakan diseluruh dunia. Zat ini berkhasiat anti-demam kuatdan pada dosis rendah sekali berdaya menghambat agregasi trombosit. pada dosis lebih besar darinormal obat ini juga berkhasiat antiradang akibat gagalnya sintesa prostaglandin.Selain merupakan analgetikum asetosal dewasa ini banyak digunakan sebagai alternatif dari antikoagulansia untuk obat pencegah infark kedua setelah terjadi serangan. Hal ini berkat daya antitrombotisnya. Obat inijuga efektif untuk prokfilaksis serangan stroke kedua setelah menderita TIA (serangan kekurangan darah sementara di otak), terutama pada pria.Efek samping yang paling sering terjadi berupa iritasi mukosa lambung dengan resiko tukak lambung dan perdarahan samar. Selain itu juga, asetosal menimbulkan efek spesifik, seperti reaksi alergi kulit dan tinnitus. Efek yang lebih serius adalah kejang-kejang bronchi hebat, yang pada pasien asma dapat menimbulkanserangan, walaupun dalam dosis rendah. Anak-anak kecil yang menderita cacar air atau flu/selesma sebaiknya jangan diberikan asetosal (melainkan parasetamol) karena beresikoterkena Sindroma Rye yang berbahaya. Sindroma ini bercirikan muntah hebat, termangu-mangu, gangguan pernapasan, konvulsi dan adakalanya koma. Wanita hamil tidak dianjurkan menggunakan asetosal dalam dosis tinggi terutama pada triwulan terakhir dan sebelmum persalinan karena lama kehamilan dan persalinan dapat diperpanjang juga kecenderungan perdarahan meningkat. Kendati masuk ke dalam air susu,ibu dapat menggunakan asetosalselama laktasi, tetapi sebaiknya secara insidentil.a. Diflunsial (Diflonid, Dolocid) adalah derivat-difluorfenil dengan khasiatnya analgetis, antiradang, dan urikosuris (mengeluarkan asam urat). jarang mengakibatkan pendarahan lambung-usus.b. Benorilat (Bentu, Benortan) adalah ester-asetosal dengan parasetamol. Setelah resorpsi segera dihidrolisa menjadi asam salisilat dan parastamol. Gangguan lambung-usus lebih jarang terjadi dibanding dengan asetosal.c. Salisilamida (Salimid, *Neozep, *Refagan) adalah derivat-salisilat dengan khasiat lebih lemah disemua bidang. Efeknya kurang dapat dipercaya. Di dinding-usus mengalami FPE besar, sehingga dosisnya harus tinggi. Zat ini sering mengganggu pencernanan, perdarahan samar jantung timbul dibandingkan dengan asetosal.d. Natriumsalisilat (*Nephrolit, Enterosalicyl) lebih lemah khasiatnya dibanding kan dengan asetosal. Efek sampingnya lebih kurang sama, kecuali tidak menghambatagregasi trombosit.e. Metilsalisilat (Wintergreen oil, *Sloans liniment) adalah cairan dengan bau khas yang diperoleh dari daun dan akar tumbuhan akar wangi. Metilasilat diresorpsi baik oleh kulit dan banyak digunakan dalam obat gososk dan krem untuk nyeri otot, sendi, dll.3.Fenilbutazon Butazolidin (*New Skelan, *Pehazone/Forte) adalah derivat-pyrazolidin yang khasiatnya sebagai antiradang lebih kuat daripada analgetisnya. Efek sampingnya serius terhadap darah dan lambung.4. Glafenin (Glaphen, Glifanan) adalah suatu derivat-aminokinolin (seperti obat rema klorokuin). Pada dosis biasa obat ini tidak berdaya antipiretis atau antiradang; potensi kerja analgetisnya dapat disamakan dengan asetosal. Repsorpsinya diusus cepat; didalam hati zat ini dirombak menjadi asam glafeninat, yang mungkin berperan utama bagi efek anti nyerinya. Efek sampingnya adalah gangguan lambung-usus, rasa kantuk dan pusing. Yang lebih serius adalah reaksi anafilaktis, kerusakan hati dan anemia hemolitis, yang adakalanya berakibat fatal.5. Parasetamol (Asetaminofen, Panadol, Tylenol, Tempra, *Nipe) adalah derivat-asetanilida. Khasiatnya analgetis dan antipiretis tetapi tidak antiradang. Efek samping tak jarang terjadi, antara lain reaksi hipersensitivitas dan kelainan darah . Wanita hamil dapat menggunakan parasetamol dengan aman, juga selama laktasi walaupun mencapai air susu ibu.6. Tramadol (Tramal, Theradol) analgetikum opiat ini tidak menekan pernapasan dan tidak mempengaruhi sistem kardiovaskuler dan mobilitas lambung-usus. Obat ini digunakan untuk nyeri tidak terlampau hebat bila kombinasi parasetamol-kodein dan NSAIDs kurang efektif atau tidak dapat digunakan. ANALGETIKA NARKOTIKAnalgetika narkotik, kini disebut juga opioida ( = mirip opiati) adalah obat-obat yang daya kerjanya meniru (mimic) opioid endogen dengan memperpanjang aktivasi dari reseptor-reseptor opioid (biasanya -reseptor). Zat-zat ini bekerja terhadap reseptor opioid khas di SSP, hingga persepsi nyeri dan respons emosional terhadap nyeri berubah (dikurangi). Daya kerjanya diantagonir oleh a.1. nalokson. Minimal ada 4 jenis reseptor, yang pengikatan padanya menimbulkan analgesia. Tubuh dapat mensintesa zat-zat opioidnya sendiri, yakni zat-zat endorfin, yang juga bekerja melalui reseptor opioid tersebut.Endorfin (morfin endogen) adalah kelompok polipeptoda yang terdapat di CCS dan dapat menimbulkan efek yang menyerupai efek morfin. Zat-zat ini dapat dibedakan antara -endorfin, dynorfin dan enkefalin (Yun. Enkephalos = otak), yang menduduki reseptor-reseptor berlainan. Secara kimiawi zat-zat ini berkaitan dengan hormon-hormon hipofisis dan berdaya menstimulasi pelepasan dari kortikotropin (ACTH), juga dari somatropin dan prolaktin. Sebaliknya, pelepasan LH dan FSH dihambat oleh zat-zat ini. -endorfin pada hewan berkhasiat menekan pernapasan, menurunkan suhu tubuh dan menimbulkan ketagihan. Lagi pula berdaya analgetik kuat, dalam arti tidak mengubah persepsi nyeri, melainkan memperbaiki penerimaannya. Rangsangan listrik dari bagian-bagian tertentu otak mengakibatkan peningkatan kadar endorfin dalam CCS. Mungkin hal ini menjelaskan efek analgesia yang timbul selama elektrostimulasi pada akupuntur atau pada stress, misalnya pada cedera hebat. Peristiwa efek plasebo juga dihubungkan dengan endorfin.

PenggolonganAtas dasar cara kerjanya, obat-obat ini dapat dibagi dalam 3 kelompok, yakni : Agonis opiat, yang dapat dibagi dalam Alkaloida candu : morfin, kodein, heroin, nikomorfin Zat-zat sintetis : metadon dan derivat (dekstromoramida, propoksiten, bezitramida), petidin dan derivatnya (fentanil, sufentanil ) dan tramadol.Cara kerja obat-obat ini sama dengan morfin, hanya berlainan mengenai potensi dan lama kerjanya, efek samping dan risiko akan kebiasaan dengan ketergantungan fisik.Antagonis opiat : nalokson, nalofin, fentazosin dan buprenofin (Temgesic). Bila digunakan sebagai analgetikum, obat-obat ini dapat menduduki salah satu reseptor.Campuran : nalorfin, nalbufin (nubain). Zat-zat ini dengan kerja campuran juga mengikat pada reseptor opioid, tetapi tidak atau hanya sedikit mengaktivasi daya kerjanya. Kurva dosis/efeknya memperlihatkan plafon, sesudah dosis tertentu peningkatan dosis tidak memperbesar lagi efek analgetiknya. Praktis tidak menimbulkan depresi pernapasan. Potensi analgetikKhasiat analgetik dari morfin oral 30-60 mg dapat disamakan dengan dekstromoramida 5-10 mg, metadon 20 mg, dekstropropoksifen 100 mg, tramadol 120 mg, pentazosin 100/180 mg dan kodein 200 mg.Khasiat analgetik dari morfin subkutan/ i.m 10 mg adalah kurang lebih ekivalen dengan fentanil 0,1 mg, heroin 5 mg, metadon 10 mg, nalfubin 10 mg, petidin 75/100 mg, pentazosin 30/60 mg dan tramadol 100 mg.Undang-undang narkotika. Dikebanyakan negara, beberapa unsur dari kelompok obat ini, seperti propoksifen, pentazosin, dan tramadol tidak termasuk dalam Undang-undang narkotika karena bahaya kebiasaan dan adikisnya ringan sekali. Namun penggunaannya untuk jangka waktu lama tidak di anjurkan. Sejak tahun 1978 sediaan-sediaan dengan kandungan propoksifen di atas 135 mg di negeri Belanda dimasukkan dalam opiumwat (Undang-undang opiat).Mekanisme kerjaEndorfin bekerja dengan jalan meduduki reseptor-reseptor nyeri di SSP, hingga perasaan nyeri dapat diblokir. Khasiat analgetik opiopida berdasarkan kemampuannya untuk menduduki sisa-sisa reseptor nyeri yang belum ditempati endorfin. Tetapi bila analgetika tersebut digunakan terus-menerus, pembentukan reseptor-reseptor baru distimulasi dan diproduksi endorfin di ujung saraf otak. Akibatnya terjadilah kebiasaan dan ketagihan.PenggunaanRasa nyeri hebat (seperti pada kanker). Ada banyak penyakit yang disertai rasa nyeri, yang terkenal adalah influenza dan kejang-kejang (pada otot atau organ), artrose dan renal (pada sendi) dan migrain. Untuk gangguan-gangguan ini tersedia obat-obat khasiat (parasetamol, NSAIDs, sumatriptan) tetapi yang paling hebat dan mencemaskan adalah rasa sakit pada kanker, walaupun sebetulnya hanya k.1. dua per tiga dari penderita yang mengalaminya. Begitu pula hanya k.1. 70% disebabkan langsung oleh penyakit ganas ini, diluar ini perasaan sakit memiliki etiologi lain, misalnya artritis. Oleh karena itu prinsip untuk menghilangkan atau mengurangi rasa sakit berupa penelitian dengan saksama penyebabnya, obat-obat apa yang layak digunakan sesuai tangga analgetika dan memantaunya secara periodik untuk mendapatkan cara pengendalian rasa sakit yang optimal.Rasa sakit merupakan suatu pengalaman yang rumit dan unik untuk tiap individu yang juga dipengaruhi oleh faktor-faktor psikososial dan spiritual dari yang bersangkutan. Oleh karena itu untuk kasus-kasus perasaan nyeri yang tidak/sukar terkendalikan adalah penting untuk memperhitungkan faktor-faktor tersebut.Tangga anlagetika (tiga tingkat). WHO telahg menyusun suatu program penggunaan analgetika untuk nyeri hebat, seperti pada kanker, yang menggolongkan obat dalam tiga kelas, yakni :Non-opiopida : NSAIDs termasuk asetosal, parasetamol dan kodeinOpiopida lemah : d-propoksifen, tramadol dan kodein, atau kombinasi parasetamol dengan kodeinOpiopida kuat : morfin dan derivatnya (heroin) serta opiopida sintetis.Menurut program pengobatan ini pertama-tama diberikan 4 dd 1 gram parasetamol, bila efeknya kurang, beralih ke 3-6 dd parasetamol-kodein 30-60 mg. Baru bila langkah kedua ini tidak menghasilkan analgesi yang memuaskan, dapat diberikan opioid kuat. Pilihan pertama dalam hal ini adalah morfin (oral, subkutan kontinu, intravena, epidural atau spinal)/.Tujuan utama dari program ini adalah untuk menghindarkan risiko kebiasaan dan adiksi untuk opioida, bila diberikan sembarangan.Efek-efek samping umumMorfin dan opiopida lainnya menimbulkan sejumlah besar efek samping yang tidak di inginkan, yaitu :Supresi SSP, ,misalnya sedasi, menekan pernapasan dan batuk, mioisis, hipothermia dan perubahan suasana jiwa (mood). Akibat stimulasi langsung dari CTZ (Chemo Trigger Zone) timbul mual dan muntah. Pada dosis lebih tinggi mengakibatkan aktivitas mental dan motoris.Saluran napas : bronchokonstriksi, pernapasan menjadi lebih dangkal dan frekuensinya menurun.Sistem sirkulasi : vasodilatasi perifer, pada dosis tinggi hipotensi dan bradyacardia.Saluran cerna : motilitas berkurang (obstipasi), kontraksi sfingter kandung empedu (kolik babtuk empedu), sekresi pankreas, usus dan empedu berkurang.Saluran urogenital : retensi urin (karena naiknya tonus dari sfingter kandung kemih), motolitas uterus berkurang (waktu persalinan di perpanjang)Histamin liberator : urticaria dan gatal-gatal, karena menstimulasi pelepasan histaminKebiasaan dengan risiko adiksi pada penggunaan lama. Bila terapi dihentikan dapat terjadi gejala abstinensi.Kehamilan dan laktasi. Opiopida dapat melintasi plasenta, tetapi boleh digunakan sampai beberapa waktu sebelum persalinan. Bila diminum terus-menerus, zat ini dapat merusak janin akibat depresi pernapasan dan memperlambat persalinan. Bayi dan ibu yang ketagihan menderita gejala abstinensi. Selama laktasi ibu dapat menggunakan opiopida karena hanya sedikit terdapat dalam air susu ibu.Kebiasaan dan ketergantunganPenggunaan untuk jangka waktu lama pada sebagian pemakai menimbulkan kebiasaan dan ketergantungan. Penyebabnya mungkin karena berkurangnya resorpsi opioid atau perombakan/eliminasinya yang dipercepat, atau bisa juga karena penurunan kepekaan jaringan. Obat menjadi kurang efektif, sehingga diperlukan dosis yang lebih tinggi untuk mencapai efek semula. Peristtiwa ini disebut toleransi (menurunnya response) dan bercirikan pula bahwa dosis tinggi dapat lebih baik diterima tanpa menimbulkan efek intoksikasi.Di samping ketergantungan fisik tersebut terdaapat pula ketergantungan psikis, yaitu kebutuhan mental akan efek psikotrop (euforia, rasa nyaman dan segar) yang dapat menjadi sangat kuat, hingga pasien seolah-olah terpaksa melanjutkan penggunaan obat.Gejala abstinensi (withdrawal syndrome) selalu timbul bila penggunaan obat dihentikan dengan mendaddak dan semula dapat berupa menguap, berkeringat hebat dan air mata mengalir, tidur gelisah dan kedinginan. Lalu timbul muntah-muntah, diare tachycardia, mydriasis (pupil membesar), tremor, kejang otot, peningkatan tensi yang dapat disertai dengan reaksi psikis hebat (gelisah, mudah marah, kekhawatiran mati).Efek-efek ini menjadi penyebab mengapa penderita yang sudah ketagihan sukar sekali menghentikan penggunaan opiat. Guna menghindari efek-efek tidak nyaman ini, mereka terpaksa melanjutkan penggunaannya.Ketergantungan fisik lazimnya sudah lenyap dua minggu setelah penggunaan obat dihentikan. Ketergantungan psikis sering kali sangat erat, maka pembebasan yang tun tas sukar sekali dicapai.Antagonis morfinAntagonis morfin adalah zat-zat yang dapat melawan efek-efek samping opiopida tertentu tanpa mengurangi kerja analgetisinya. Yang paling terkenal adalah nalokson, naltrekson, dan nalorfin. Obat ini terutama digunakan pada everdose atau intoksikasi. Khasiat antagonisnya diperikakan berdasarkan penggeseran opioida dari tempatnya di reseptor-reseptor otak. Antagonis morfin ini sendiri juga berkhasiat analgetik, tetapi tidak digunakan dalam terapi karena khasiatnya lemah dan efek samping tertentu mirip morfin (depresi pernapasan, reaksi psikotis) Zat-zat tersendiri1. Morfin (F.L) : MST continus, MS contin, Kapanol.Candu atau opium adalah getah yang dikeringkan dan diperoleh dan tumbuhan Papaver somniferum (Lat menyebabkan tidur). Morfin mengandung dua kelompok alkaloida yang secara kimiawi sangat berlainan. Kelompok fenantren meliputi morfin, kodein dan tebam; kelompok kedua adalah kelompok isokinolin dengan struktur kimiawi dan khasiat amat berlainan (a.1. non-narkotik) yakni papaverin, noskapin (=narkotin) dan narsein.

2. Kodein (F.L) : metilmorfin, *Codipront.Alkaloida candu ini memiliki khasiat yang sama dengan induknya, tetapi lebih lemah, misalnya efek analgetiknya 6-7 x kurang kuat. Efek samping dan risiko adiksinya lebih ringan, sehingga sering digunakan sebagai obat batuk, obat anti diare dan obat anti nyeri, yang diperkuat melalui kombinasi dengan parasetamol/asetosal. Obstipasi dan mual dapat terjadi terutama pada dosis lebih tinggi (di atas 3 dd 20 mg).*etilmorfin (Dionin) adalah derivat dengan khasiat analgetik dan hipnotik lebih lemah; penghambatannya terhadap pernapasan juga lebih ringan. Untuk menekan batuk, zat ini kurang efektif dibandingkan dengan kodein, tetapi dahulu banyak digunakan dalam obat sediaan batuk.*noskapin (narkotin, Longatin, Mercotin, Necodin) adalah alkaloida candu lain, tanpa sifat narkotik, yang lebih efektif sebagai obat batuk. Noskapin tidak termasuk dalam Daftar Narkotika karena tidak menimbulkan ketagihan.3. Fentanil : Fentanyl, Durogesic, *Thalamonal.Derivat piperidin ini (1963) merupakan turunan dari petidin yang jarang digunakan lagi karena efek samping dan sifat adiksinya, lagi pula daya kerjanya singkat (3 jam) sehingga tidak layak untuk meredakan rasa sakit jangka panjang. Efek analgetik agonis-opiat ini 80 x lebih kuat dari pada morfin. Mulai kerjanya cepat, yaitu dalam 2-3 menit (i.v), tetapi singkat, hanya k.1. 30 menit. Zat ini digunakan pada anastesi dan infark jantung. Efek sampingnya mirip moefin, termasuk depresi pernapasan, bronchospasme dan kekuatan otot (thorax).*sufentanil (sufenta/forte) adalah derivat dengan daya analgetik k.1. 10 x lebih kuat. Sifat dan efek sampingnya sama dengan fentanil. Zat ini terutama digunakan pada waktu anastesi dan pasca bedah, juga pada waktu his dan persalinan (terkombinasi dengan suatu anastetikum) 4. Metadon : Amidon, Symoron Zat sintetis ini adalah suatu campuran rasemis, yang memiliki daya analgetik 2 x lebih kuat daripada morfin dan juga berkhasiat anastetik lokal. Umumnya metadon tidak menimbulkan euforia, sehingga banyak digunakan untuk menghindari gejala abstinensi setelah penghentian penggunaan opiopida lain. Khusus digunakan pada para pecandu sebagai obat pengganti heroin dan morfin pada terapi substitusi. Efek sampingnya kurang hebat dari morfin, terutama efek hipnotis dan euforianya lemah, tetapi bertahan lebih lama. Pengguanaan lama juga menimbulkan adiksi yang lebih mudah disembuhkan. Efek obstipasinya agak ringan, tetapi penggunaannya selama persalinan harus dengan beerhati-hati karena dapat menekan pernapasan.5. Tramadol : TramalDerivat-sikloheksanol sintetis ini adalah campuran resemis dari 2 isomer. Kasiat analgetiknya sedang dan berdaya menghambat reuptake noradrenalin dan bekerja antitussif (anti batuk). Zat ini tidak menekan pernapasan, praktis tidak mempengaruhi sistem kardiovaskuler atau motilitas lambung usus. Efek sampingnya tidak begitu serius dan paling sering berupa termangu-mangu, berkeringat, pusing, mulut kering, mual dan muntah, juga obstipasi, gatal-gatal, rash, nyeri kepala dan rasa letih.Wanita hamil dan menyusui. Opiopida dapat melintasi plasenta dan selama ini diketahui tidak merugikan janin bila digunakan jauh sebelum partus. Hanya 0,1 % dari dosis masuk ke dalam air susu ibu. Meskipun demikian tramadol tidak dianjurkan selama kehamilan dan laktasi. 6. Nalokson : NarcanAntagonis morfin ini memiliki rumus morfin dengan gugus alil pada atom-N. Zat ini dapat meniadakan semua khasiat morfin dan opiopida lainnya, terutama depresi pernapasan tanpa mengurangi efek analgetiknya. Efek sampingnya dapat berupa tachycardia (setelah bedah jantung), jarang reaksi alergi dengan shock dan udema paru-paru. Pada penangkalan efek opiopida terlalu pesat dapat terjadi mual, muntah, berkeringat, pusing-pusing, hipertensi, tremor, serangan epilepsi dan berhentinya jantung.7. Pentazosin : FortralZat sintetis ini diturunkan dari morfin, dimana cincin fenantren diganti oleh naftalen. Gugus-N-allil memberikan efek antagonis terhadap opiopida lainnya. Khasiatnya beragam, yakni disamping antagonis lemah, juga merupakan agonis parsiil. Khasiat analgetiknya sedang sampai kuat, k.1. antara kodein dan petidin (3-6 x lebih lemah dari pada morfin).8. Kanabis : marihuana, *hashiz, weed, grassPusuk dengan kembang dan buah-buah muda yang dikeringkan dari bentuk wanita tumbuhan.THC banyak khasiat farmakologisnya, yang terpenting di antaranyua adalah sedatif, hipnotik, dan analgetik, antimual dan spasmolitik. Khasiat analgetik dari THC terjadi di batang otak, dimana terletak pula titik kerja dan opiopida. Hanya mekanisme kerjanya yang berlainan. Dahulu kanabis digunakan sebagai obat tidur, sedativum dan spasmolitikum pada tetanus, umumnya dalam bentuk ekstrak, sekarang kanabis banyak disalah gunakan sebagai zat penyegar narkotik (drug)

4. Alat dan Hewan cobaHewan coba Tikus jantan galur wistar (Plantar Test) Mencit jantan galur swiss webster (Writhing test)Alat Alat suntik 1 ml Jarum suntik Basile plantar test TimbanganBahan Larutan Antalgin 50 %, dosis 500 mg, 750 mg/70 kg BB Larutan Kodein HCl 0,2%, dosis 30 mg, 50 mg/70 kg BBUntuk induksi nyeri metode Writhing test: Larutan Asam Asetat 0,60%, dosis 10 ml /kg BBRute: IP

5. Perhitungan Dosis Obat

A. Larutan Antalgin 50 %, dosis 500 mg, 750 mg/70 kg BB (Tikus 200 g)DO = 500 mg x 0,018 = 9 ml/200 g BB

B. Larutan Kodein HCl 0,2%, dosis 30 mg, 50 mg/70 kg BB (Tikus 200 g)DO = 30 mg x 0,018 = 0,54 ml/200 g BB

C. Larutan Asam Asetat 0,60%, dosis 10 ml /kg BB (Mencit 20 g)DO = 10 ml/1000 g BB = 0,2 ml/20 g BB

6. Skema Kerja

A. Metode Plantar TestLetakan tikus dalam wadah plantar, diamkan selama 5 menit

Lakukan uji pada tikus dan catat waktu yang diperlukansampai tikus mengangkat dan menjilat kaki depan (waktu respon)

Ambil tikus dan beri obat secara IP, letakan lagi pada wadah.Biarkan selama 5 menit

Lakukan uji pada tikus, catat waktu responnya pada menitke 15, 30, 45, 60 setelah pemberian obat

Catat hasilnya dan buat grafik pengamatan.Bandingkan data yang diperoleh dari control negative terhadap obat A dan BB. Metode Writhing TestAmbil mencit, timbang, ukur dosis berat badan

Suntikan obat pada mencit secara IP, diamkan selama 15 menit

Suntikan larutan Asam Asetat 0,60 % secara IP

Hitung frekuensi geliatan pada menitke 10, 15, 20, 45 60 setelah pemberian Asam Asetat

Catat hasilnya dan buat grafik pengamatan.Bandingkan data yang diperoleh dari control negative terhadap obat A dan B.Dan hitung presentase inhibisi nyeri masing-masing obat