praktikum
DESCRIPTION
gfTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kontrol PID merupakan salah satu teknologi yang paling banyak diadopsi
pada pengontrolan proses industri. Berdasarkan survey, 97% industri yang
bergerak dalam bidang proses ( seperti industri kimia, pulp, makanan, minyak dan
gas) menggunakan PID sebagai komponen utama dalam pengontrolannya
(sumber: Honeywell,2000).
Popularitas PID sebagai komponen kontrol proses dilatarbelakangi terutama
oleh kesederhanaan struktur serta kemudahan dalam melakukan tuning parameter
kontrolnya. Selain itu kepopuleran PID disebabkan juga oleh alasan historis, yaitu
dimulai sekitar 1930’an dimana saat itu strategi kontrol PID diimplementasikan
dengan menggunakan rangkaian elektronika analog bahkan banyak diantaranya
menggunakan komponen mekanik dan pneumatik murni. Seiring dengan
perkembangan teknologi digital dan solid state, produk PID komersil muncul di
pasaran dalam beragam model dan bentuk, yaitu dari sekedar modul jenis special
purpose process controller (seperti temperatur controller,pressure controller, dan
sebagainya) sampai modul kontrol jenis general purpose process controller.
Dewasa ini hampir dapat dipastikan modul kontrol PID yang terinstal di
industri atau modul komersil yang beredar di pasaran telah didominasi oleh modul
digital dengan basis sistem microprocessor. Relative dibandingkan modul analog,
modul PID digital ini memiliki beberapa kelebihan, diantaranya yaitu:
Dapat diintegrasikan secara mudah dengan sistem lain membentuk
sebuah jaringan kontrol.
Banyak fungsi dan fitur tambahan yang tidak dapat ditemukan dalam
modul PID analog.
Kepresisian sinyal kontrol PID digital tidak tergantung komponen
yang digunakan.
Berbeda dengan kontrol PID analog yang pengolahannya bersifat kontinyu,
Di dalam sistem microprocessor, pengolahan sinyal kontrol oleh PID digital pada
dasarnya dilakukan pada waktu-waktu diskret. Dalam hal ini konversi sinyal dari
analog ke digital, pengolahan sinyal error, sampai konversi balik digital ke analog
dilakukan pada interval atau waktu cuplik (sampling) – Tc tertentu. Lebar waktu
cuplik yang dipilih/digunakan pada kontrol digital harus jauh lebih kecil dari
konstanta waktu proses yang dikontrol, hal ini dimaksudkan untuk meminimalkan
hilangnya sebagian informasi yang dikandung oleh sinyal aslinya (sinyal analog).
Kepopuleran PID sebagai komponen kontrol proses dilatarbelakangi
terutama oleh kesederhanaan struktur, serta kemudahan dalam melakukan tuning
parameter kontrolnya. Pada tingkat pengoperasian, seorang operator tidak dituntut
untuk menguasai pengetahuan matematika yang relative rumit, melainkan hanya
dibutuhkan pengalaman lapangan saja. Oleh karena itu kami menyususun makalah
tentang PID.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui sejarah perkembangan PID
2. Mengetahui definisi dari PID
3. Mengetahui jenis jenis PID
4. Mengetahui contoh penggunaan PID
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah PID
PID telah diterapkan di industri secara luas jauh sebelum era digital
berkembang, yaitu dimulai sekitar tahun 1930-an, dimana saat itu strategi kontrol
PID diimplementasikan dengan menggunakan rangkaian elektronika analog,
bahkan banyak diantaranya direalisasikan dengan menggunakan komponen
mekanis dan pneumatis murni. Popularitas PID sebagai komponen kontrol proses
dilatarbelakangi terutama oleh kesederhanaan struktur serta kemudahan dalam
melakukan tuning parameter kontrolnya.
Seiring dengan perkembangan teknologi digital dan solid state, dewasa ini
produk PID komersil muncul di pasaran dalam beragam model dan bentuk, yaitu
dari sekedar modul jenis special purpose process controller (seperti Temperature
Controler, Pressure Controller, dan sebagainya) sampai modul kontrol jenis
general purpose process controller atau yang lebih dikenal dengan nama DCS
(Distributed Control System). Bahkan perkembangan terakhir, modul PID ini juga
umum dijumpai dalam bentuk modul independen pada sistem PLC
(Programmable Logic Controller)
2.2 Definisi PID
PID (dari singkatan bahasa Proportional–Integral–Derivative controller)
merupakan kontroler untuk menentukan presisi suatu sistem instrumentasi dengan
karakteristik adanya umpan balik pada sistem tesebut. Komponen kontrol PID ini
terdiri dari tiga jenis yaitu Proportional, Integratif dan Derivatif. Ketiganya dapat
dipakai bersamaan maupun sendiri-sendiri tergantung dari respon yang kita
inginkan terhadap suatu plant.
Setiap kekurangan dan kelebihan dari masing-masing kontroler P, I dan D
dapat saling menutupi dengan menggabungkan ketiganya secara paralel menjadi
kontroler proposional plus integral plus diferensial (kontroller PID). Elemen-
elemen kontroller P, I dan D masing-masing secara keseluruhan bertujuan untuk
mempercepat reaksi sebuah sistem, menghilangkan offset dan menghasilkan
perubahan awal yang besar(Guterus, 1994, 8-10)
Gambar 1. Blok diagram kontroler PID analog
Keluaran kontroller PID merupakan jumlahan dari keluaran kontroler
proporsional,keluaran kontroler integral.
Gambar 2. Hubungan dalam fungsi waktu antara sinyal keluaran dengan
masukan untuk kontroller PID
Itu karakteristik kontroler PID sangat dipengaruhi oleh kontribusi besar dari
ketiga parameter P, I dan D. Penyetelan konstanta Kp, Ti, dan Td akan
mengakibatkan penonjolan sifat dari masing-masing elemen. Satu atau dua dari
ketiga konstanta tersebut dapat disetel lebih menonjol dibanding yang lain.
Konstanta yang menonjol itulah akan memberikan kontribusi pengaruh pada
respon sistem secara keseluruhan (Gunterus, 1994, 8-10).
2.3 Jenis jenis PID
2.3.1 Kontroler Proporsional (P)
Komponen P (Proporsional) mengeluarkan sinyal kontrol yang
besarnya proporsional atau sebanding terhadap besarnya error. Secara
matematis, pengontrol P dapat dinyatakan sebagai berikut
Kp merupakan suatu bilangan yang menyatakan penguatan
proporsional dari pengontrol P. Istilah yang lazim digunakan
adalah Proportional Band (PB). Sedangkan e(t) merupakan besarnya
kesalahan yang terjadi pada waktu t. Sinyal kesalahan tersebut diakibatkan
oleh selisih antara setpoint (besaran yang diinginkan) dengan keluaran
aktual proses. Sinyal kesalahan tersebut akan mempengaruhi aksi
pengontrol dalam mengeluarkan sinyal kontrol untuk menggerakan
aktuator.
Pengaruh komponen Kp adalah memperkecil konstanta waktu
sehingga sistem menjadi lebih sensitif dan mempunyai respons yang lebih
cepat. Dengan mengubah-ubah besaran Kp, maka akan
mempengaruhi offset atau steady state error. Harga Kpyang besar akan
menyebabkan offset semakin kecil. Akan tetapi disisi lain, pengontrol P
tidak akan melakukan aksi kontrolnya apabila tidak ada sinyal
kesalahan e(t), yang menunjukkan bahwa pengontrol P akan selalu
memerlukan sinyal kesalahan untuk menghasilkan sinyal kontrol u(t).
Kontroler proposional memiliki keluaran yang
sebanding/proposional dengan besarnya sinyal kesalahan (selisih antara
besaran yang diinginkan dengan harga aktualnya) [Sharon, 1992, 19].
Secara lebih sederhana dapat dikatakan, bahwa keluaran kontroller
proporsional merupakan perkalian antara konstanta proporsional dengan
masukannya. Perubahan pada sinyal masukan akan segera menyebabkan
sistem secara langsung mengubah keluarannya sebesar konstanta
pengalinya.
Gambar 3 menunjukkan blok diagram yang menggambarkan
hubungan antara besaran setting, besaran aktual dengan besaran keluaran
kontroller proporsional. Sinyal keasalahan (error) merupakan selisih antara
besaran setting dengan besaran aktualmya. Selisih ini akan mempengaruhi
kontroller, untuk mengeluarkan sinyal positip (mempercepat pencapaian
harga setting) atau negatif (memperlambat tercapainya harga yang
diinginkan).
Gambar 3 Diagram blok kontroler proporsional
Kontroler proporsional memiliki 2 parameter, pita proporsional
(proportional band) dan konstanta proporsional. Daerah kerja kontroller
efektif dicerminkan oleh Pita proporsional (Gunterus, 1994, 6-24),
sedangkan konstanta proporsional menunjukkan nilai faktor penguatan
terhadap sinyal kesalahan, Kp.
Hubungan antara pita proporsional (PB) dengan konstanta
proporsional (Kp) ditunjukkan secara prosentasi oleh persamaan berikut:
Gambar 4 menunjukkan grafik hubungan antara PB, keluaran
kontroler dan kesalahan yang merupakan masukan kontroller. Ketika
konstanta proporsional bertambah semakin tinggi, pita proporsional
menunjukkan penurunan yang semakin kecil, sehingga lingkup kerja yang
dikuatkan akan semakin sempit[Johnson, 1988, 372].
Gambar 4. Proportional band dari kontroler proporsional
tergantung pada penguatan.
Ciri-ciri kontroler proporsional harus diperhatikan ketika kontroler
tersebut diterapkan pada suatu sistem. Secara eksperimen, pengguna
kontroller proporsional harus memperhatikan ketentuan-ketentuan berikut
ini:
Kalau nilai Kp kecil, kontroler proporsional hanya mampu melakukan
koreksi kesalahan yang kecil, sehingga akan menghasilkan respon
sistem yang lambat.
Kalau nilai Kp dinaikkan, respon sistem menunjukkan semakin cepat
mencapai keadaan mantabnya.
Namun jika nilai Kp diperbesar sehingga mencapai harga yang
berlebihan, akan mengakibatkan sistem bekerja tidak stabil, atau
respon sistem akan berosilasi [Pakpahan, 1988, 193]
Gambar 4.1 Grafik control P
1. Mereduksi rise time
2. Mereduksi error steady state
3. Masih terdapat overshoot
2.3.2 Kontroler Integral (I)
Kontroller integral berfungsi menghasilkan respon sistem yang
memiliki kesalahan keadaan mantap nol. Kalau sebuah plant tidak
memiliki unsur integrator (1/s ), kontroller proporsional tidak akan mampu
menjamin keluaran sistem dengan kesalahan keadaan mantabnya nol.
Dengan kontroller integral, respon sistem dapat diperbaiki, yaitu
mempunyai kesalahan keadaan mantapnya nol.
Kontroler integral memiliki karakteristik seperti halnya sebuah
integral. Keluaran kontroller sangat dipengaruhi oleh perubahan yang
sebanding dengan nilai sinyal kesalahan(Rusli, 18, 1997). Keluaran
kontroler ini merupakan jumlahan yang terus menerus dari perubahan
masukannya. Kalau sinyal kesalahan tidak mengalami perubahan, keluaran
akan menjaga keadaan seperti sebelum terjadinya perubahan masukan.
Sinyal keluaran kontroler integral merupakan luas bidang yang
dibentuk oleh kurva kesalahan penggerak- lihat konsep numerik. Sinyal
keluaran akan berharga sama dengan harga sebelumnya ketika sinyal
kesalahan berharga nol. Gambar 5 [Ogata, 1997, 236] menunjukkan
contoh sinyal kesalahan yang disulutkan ke dalam kontroller integral dan
keluaran kontroller integral terhadap perubahan sinyal kesalahan tersebut.
Gambar 5.Kurva sinyal kesalahan e(t) terhadap t dan kurva u(t)
terhadap t pada pembangkit kesalahan nol.
Jika G(s) adalah kontrol I maka u dapat dinyatakan
sebagai dengan Ki adalah konstanta
Integral, dan dari persamaan di atas, G(s) dapat dinyatakan
sebagai Jika e(T) mendekati konstan (bukan
nol) maka u(t) akan menjadi sangat besar sehingga diharapkan dapat
memperbaiki error. Jika e(T) mendekati nol maka efek kontrol I ini
semakin kecil. Kontrol I dapat memperbaiki sekaligus menghilangkan
respon steady-state, namun pemilihan Ki yang tidak tepat dapat
menyebabkan respon transien yang tinggi sehingga dapat menyebabkan
ketidakstabilan sistem. Pemilihan Ki yang sangat tinggi justru dapat
menyebabkan output berosilasi karena menambah orde system.
Pengaruh pada sistem :
Menghilangkan Error Steady State
Respon lebih lambat (dibandingkan dengan P)
Dapat Menambah Ketidakstabilan (karena menambah orde pada
sistem)
Perubahan sinyal kontrol sebanding dengan perubahan error.
Semakin besar error, semakin cepat sinyal kontrol bertambah/berubah.
Lebih jelasnya maka lihat gambar berikut.
Gambar 6. menunjukkan blok diagram antara besaran kesalahan dengan
keluaran suatu kontroller integral :
Gambar 7. Blok diagram hubungan antara besaran kesalahan dengan
kontroller integral
Pengaruh perubahan konstanta integral terhadap keluaran integral
ditunjukkan oleh Gambar 8. Ketika sinyal kesalahan berlipat ganda, maka
nilai laju perubahan keluaran kontroler berubah menjadi dua kali dari
semula. Jika nilai konstanta integrator berubah menjadi lebih besar, sinyal
kesalahan yang relatif kecil dapat mengakibatkan laju keluaran menjadi
besar (Johnson, 1993, 375).
Gambar 8. Perubahan keluaran sebagai akibat penguatan dan kesalahan
Ketika digunakan, kontroler integral mempunyai beberapa
karakteristik berikut ini:
Keluaran kontroler membutuhkan selang waktu tertentu, sehingga
kontroler integral cenderung memperlambat respon.
Ketika sinyal kesalahan berharga nol, keluaran kontroler akan bertahan
pada nilai sebelumnya.
Jika sinyal kesalahan tidak berharga nol, keluaran akan menunjukkan
kenaikan atau penurunan yang dipengaruhi oleh besarnya sinyal
kesalahan dan nilai Ki (Johnson, 1993, 376).
Konstanta integral Ki yang berharga besar akan mempercepat
hilangnya offset. Tetapi semakin besar nilai konstanta Ki akan
mengakibatkan peningkatan osilasi dari sinyal keluaran kontroler
(Guterus, 1994, 7-4).
2.3.3 Kontroler Diferensial (D)
Keluaran kontroler diferensial memiliki sifat seperti halnya suatu
operasi derivatif. Perubahan yang mendadak pada masukan kontroler, akan
mengakibatkan perubahan yang sangat besar dan cepat.
Gambar 9: Blok Diagram kontroler diferensial
Gambar 10 menyatakan hubungan antara sinyal masukan dengan
sinyal keluaran kontroler diferensial. Ketika masukannya tidak mengalami
perubahan, keluaran kontroler juga tidak mengalami perubahan, sedangkan
apabila sinyal masukan berubah mendadak dan menaik (berbentuk
fungsi step), keluaran menghasilkan sinyal berbentuk impuls. Jika sinyal
masukan berubah naik secara perlahan (fungsi ramp), keluarannya justru
merupakan fungsi step yang besar magnitudnya sangat dipengaruhi oleh
kecepatan naik dari fungsi ramp dan faktor konstanta diferensialnya
Td (Guterus, 1994, 8-4).
Gambar 10. Kurva waktu hubungan input-output kontroler diferensial
Karakteristik kontroler diferensial adalah sebagai berikut:
Kontroler ini tidak dapat menghasilkan keluaran bila tidak ada
perubahan pada masukannya (berupa sinyal kesalahan).
Jika sinyal kesalahan berubah terhadap waktu, maka keluaran yang
dihasilkan kontroler tergantung pada nilai Td dan laju perubahan
sinyal kesalahan. (Powel, 1994, 184).
Kontroler diferensial mempunyai suatu karakter untuk mendahului,
sehingga kontroler ini dapat menghasilkan koreksi yang signifikan
sebelum pembangkit kesalahan menjadi sangat besar. Jadi kontroler
diferensial dapat mengantisipasi pembangkit kesalahan, memberikan
aksi yang bersifat korektif, dan cenderung meningkatkan stabilitas
sistem (Ogata, 1997, 240).
Berdasarkan karakteristik kontroler tersebut, kontroler diferensial
umumnya dipakai untuk mempercepat respon awal suatu sistem, tetapi
tidak memperkecil kesalahan pada keadaan tunaknya. Kerja kontrolller
diferensial hanyalah efektif pada lingkup yang sempit, yaitu pada periode
peralihan. Oleh sebab itu kontroler diferensial tidak pernah digunakan
tanpa ada kontroler lain sebuah sistem (Sutrisno, 1990, 102).
Pengaruh pada sistem :
Memberikan efek redaman pada sistem yang berosilasi sehingga bisa
memperbesar pemberian nilai Kp
Memperbaiki respon transien, karena memberikan aksi saat ada perubahan
error.
D hanya berubah saat ada perubahan error, sehingga saat ada error statis D
tidak beraksi.Sehingga D tidak boleh digunakan sendiri
Besarnya sinyal kontrol sebanding dengan perubahan error (e)
Semakin cepat error berubah, semakin besar aksi kontrol yang
ditimbulkan. Lebih jelasnya maka lihat gambar berikut.
2.3.4 Kontrol PI
Suatu pengontrol proporsional yang memberikan aksi kontrol
proporsional dengan error akan mengakibatkan efek pada pengurangan rise
time dan menimbulkan kesalahan keadaan tunak (offset). Suatu pengontrol
integral yang memberikan aksi kontrol sebanding dengan jumlah
kesalahan akan mengakibatkan efek yang baik dalam mengurangi
kesalahan keadaan tunak tetapi dapat mengakibatkan respon transien yang
memburuk. Pengetahuan tentang efek yang diakibatkan oleh masing-
masing pengontrol tersebut yang nantinya akan digunakan dalam
penentuan nilai-nilai penguatan proporsional (Kp) dan integral (Ki). Tabel
basis pengetahuan hubungan antara penguatan dan efeknya pada
pengontrol PI diperlihatkan pada Tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1 Efek dari pengontrol P dan I.
Penguatan Rise time Overshoot Setling time offset Kp menurun
meningkat perubahan kecil terjadi. Ki menurun meningkat meningkat
menghilangkan Gabungan aksi kontrol proporsional dan aksi kontrol
integral membentuk aksi kontrol proporsional plus integral (controller PI ).
Gabungan aksi ini mempunyai keunggulan dibandingkan dengan masing-
masing penyusunnya. Keunggulan utamanya adalah diperolehnya
keuntungan dari masing-masing aksi kontrol dan kekurangan aksi kontrol
yang satu dapat diatasi. Dengan kata lain elemen-elemen controller P dan I
secara keseluruhan bertujuan untuk mempercepat reaksi sebuah sistem dan
menghilangkan offset.
Dalam waktu kontinyu, sinyal keluaran pengendali PI dapat
dirumuskan sebagai berikut.
dengan:
Co = sinyal keluaran pengendali PI.
Kp = konstanta proporsional.
Ti = waktu integral.
Ki = konstanta integral.
e(t) = sinyal kesalahan.
e(t) = referensi – keluaran plant).
Diagram blok pengendali PI dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 11. Diagram blok pengendali PI.
Pengolahan parameter-parameter PI menjadi konstanta-konstanta
pengendalian secara diskrit sesuai dengan penjelasan perhitungan berikut.
Berdasarkan persamaan PI dalam kawasan S sebagai berikut.
Persamaan ini diubah kembali ke kawasan waktu, sehingga menjadi :
Untuk mengubah persamaan diatas ke dalam bentuk diskrit, digunakan
persamaan backward difference, di mana :
Sehingga persamaannya menjadi:
Persamaan ini menunjukkan persamaan pengendali PI dalam bentuk
diskrit. Dari persamaan ini dapat diketahui bahwa pengendali PI
menggunakan konstanta-konstanta pengendalian sebagai berikut :
dengan
Penalaan pada pengontrol PI adalah penentuan besaran penguatan-
penguatan P dan I sehingga diperoleh karakteristik sistem yang baik.
Gambar 11.1 Grafik keluaran P – I
1. Mereduksi overshoot
2. Mereduksi error steady state
3. Memberikan efek kecil pada rise time
2.3.5 P-D
Derivatif memberikan output yang proporsional dengan derivatif
waktu error (dε/dt).
Kadang disebut rate control.
Penggunaan Pengendalian Derivatif umumnya bersamaan dengan
Pengendalian Proporsional disebut Pengendalian PD
Penambahan derivatif adalah untuk menghilangkan osilasi yang
berlebihan sistem pengendalian proporsional.
Kekukangannya adalah ofset tidak dapat hilang namun akan menjadi
lebih kecil.
Grafik 11.2 Grafik keluaran P – D
1. Mereduksi overshoot
2. Memberikan efek kecil pada rise time
3. Memberikan efek kecil pada error steady state
2.3.6 I-D
Penggunaan pengendalian integral bersamaan dengan pengendalian
derivatif yang bertujuan untuk mengurangi kekurangan dari sistem yang
lain baik kontrol integral maupun kontrol derivatif.
2.3.7 P-I-D
Setiap kekurangan dan kelebihan dari masing-masing kontroler P, I
dan D dapat saling menutupi dengan menggabungkan ketiganya secara
paralel menjadi kontroler proposional plus integral plus diferensial
(kontroller PID). Elemen-elemen kontroller P, I dan D masing-masing
secara keseluruhan bertujuan untuk mempercepat reaksi sebuah sistem,
menghilangkan offset dan menghasilkan perubahan awal yang
besar(Guterus, 1994, 8-10).
Gambar 12. Blok diagram kontroler PID analog
Keluaran kontroller PID merupakan jumlahan dari keluaran
kontroler proporsional,keluaran kontroler integral.
Gambar 13. Hubungan dalam fungsi waktu antara sinyal keluaran dengan
masukan untuk kontroller PID
karakteristik kontroler PID sangat dipengaruhi oleh kontribusi besar
dari ketiga parameter P, I dan D. Penyetelan konstanta Kp, Ti, dan Td akan
mengakibatkan penonjolan sifat dari masing-masing elemen. Satu atau dua
dari ketiga konstanta tersebut dapat disetel lebih menonjol dibanding yang
lain. Konstanta yang menonjol itulah akan memberikan kontribusi
pengaruh pada respon sistem secara keseluruhan (Gunterus, 1994, 8-10).
Penalaan Paramater Kontroler PID
Penalaan parameter kontroller PID selalu didasari atas tinjauan
terhadap karakteristik yang diatur (Plant). Dengan demikian
betapapun rumitnya suatu plant, perilaku plant tersebut harus
diketahui terlebih dahulu sebelum penalaan parameter PID itu
dilakukan. Karena penyusunan model matematik plant tidak mudah,
maka dikembangkan suatu metode eksperimental. Metode ini
didasarkan pada reaksi plant yang dikenai suatu perubahan. Dengan
menggunakan metode itu model matematik perilaku plant tidak
diperlukan lagi, karena dengan menggunakan data yang berupa kurva
krluaran, penalaan kontroler PID telah dapat dilakukan.Penalaan
bertujuan untuk mendapatkan kinerja sistem sesuai spesifikasi
perancangan. Ogata menyatakan hal itu sebagai alat control
(controller tuning) (Ogata, 1997, 168, Jilid 2). Dua metode
pendekatan eksperimen adalah Ziegler-Nichols dan metode Quarter
decay.
Metode Ziegler-Nichols
Ziegler-Nichols pertama kali memperkenalkan metodenya
pada tahun 1942. Metode ini memiliki dua cara, metode osilasi
dan kurva reaksi. Kedua metode ditujukan untuk menghasilkan
respon sistem dengan lonjakan maksimum sebesar 25%. Gambar
14 memperlihatkan kurva dengan lonjakan 25%.
Gambar 14. Kurva respons tangga satuan yang memperlihatkan
25 % lonjakan maksimum
Metode Kurva Reaksi
Metode ini didasarkan terhadap reaksi sistem untaian
terbuka. Plant sebagai untaian terbuka dikenai sinyal fungsi
tangga satuan (gambar 15). Kalau plant minimal tidak
mengandung unsur integrator ataupun pole-pole kompleks, reaksi
sistem akan berbentuk S. Gambar 16 menunjukkan kurva
berbentuk S tersebut. Kelemahan metode ini terletak pada
ketidakmampuannya untuk plant integrator maupun plant yang
memiliki pole kompleks.
Gambar 15 Respon tangga satuan sistem
Gambar 16 Kurva Respons berbentuk S.
Kurva berbentuk-s mempunyai dua konstanta, waktu mati
(dead time) L dan waktu tunda T. Dari gambar 16 terlihat bahwa
kurva reaksi berubah naik, setelah selang waktu L. Sedangkan
waktu tunda menggambarkan perubahan kurva setelah mencapai
66% dari keadaan mantapnya. Pada kurva dibuat suatu garis yang
bersinggungan dengan garis kurva. Garis singgung itu akan
memotong dengan sumbu absis dan garis maksimum.
Perpotongan garis singgung dengan sumbu absis merupakan
ukuran waktu mati, dan perpotongan dengan garis maksimum
merupakan waktu tunda yang diukur dari titik waktu L.
Penalaan parameter PID didasarkan perolehan kedua
konstanta itu. Zeigler dan Nichols melakukan eksperimen dan
menyarankan parameter penyetelan nilai Kp, Ti, dan Td dengan
didasarkan pada kedua parameter tersebut. Tabel 2 merupakan
rumusan penalaan parameter PID berdasarkan cara kurva reaksi.
Tabel 2
Penalaan paramater PID dengan metode kurva reaksi
Tipe Kontroler Kp Ti Td
P T/L ~ 0
PI 0,9 T/L L/0.3 0
PID 1,2 T/L 2L 0,5L
Metode Osilasi
Metode ini didasarkan pada reaksi sistem untaian tertutup.
Plant disusun serial dengan kontroller PID. Semula parameter
parameter integrator disetel tak berhingga dan parameter
diferensial disetel nol (Ti = ~ ;Td = 0). Parameter proporsional
kemudian dinaikkan bertahap. Mulai dari nol sampai mencapai
harga yang mengakibatkan reaksi sistem berosilasi. Reaksi sistem
harus berosilasi dengan magnitud tetap(Sustain oscillation)
(Guterus, 1994, 9-9). Gambar 17 menunjukkan rangkaian untaian
tertutup pada cara osilasi.
Gambar 17. Sistem untaian tertutup dengan alat kontrol
proporsional
Nilai penguatan proportional pada saat sistem mencapai
kondisi sustain oscillation disebut ultimate gain Ku. Periode
dari sustained oscillation disebut ultimate period Tu (Perdikaris,
1991, 433). Gambar 18 menggambarkan kurva reaksi untaian
terttutup ketika berosilasi.
Gambar 18. Kurva respon sustain oscillation
Penalaan parameter PID didasarkan terhadap kedua
konstanta hasil eksperimen, Ku dan Pu. Ziegler dan Nichols
menyarankan penyetelan nilai parameter Kp, Ti, dan
Td berdasarkan rumus yang diperlihatkan pada Tabel 3.
Tabel 3
Penalaan paramater PID dengan metode osilasi
Tipe Kontroler Kp Ti Td
P 0,5.Ku
PI 0,45.Ku 1/2 Pu
PID 0,6.Ku 0,5 Pu 0,125 Pu
Metode Quarter - decay
Karena tidak semua proses dapat mentolerir keadaan osilasi
dengan amplituda tetap, Cohen-coon berupaya memperbaiki
metode osilasi dengan menggunakan metode quarter amplitude
decay. Tanggapan untaian tertutup sistem, pada metode ini, dibuat
sehingga respon berbentuk quarter amplitude decay (Guterus,
1994, 9-13). Quarter amplitude decay didefinisikan sebagai
respon transien yang amplitudanya dalam periode pertama
memiliki perbandingan sebesar seperempat (1/4) (Perdikaris,
1991, 434).
Gambar 19. Kurva respon quarter amplitude decay
Pengontrol proportional Kp diatur hingga diperoleh
tanggapan quarter amplitude decay, periode pada saat pengaturan
ini disebut Tp dan parameter Ti dan Td dihitung dari hubungan
(Perdikaris, 434, 1990). Sedangkan penalaan parameter
pengontrol PID adalah sama dengan yang digunakan pada metode
Ziegler-Nichols.
Tuning PID contoller
Tuning dilakukan untuk mendapatkan nilai-nilai parameter PID
atau pemberian parameter P, I, dan D dengan hasil terbaik
sehingga dapat mengoptimasikan kerja suatu sistem dengan error
yang terjadi dapat diperkecil dan didapatkan respon sistem yang
di inginkan
u adalah output pengontrol, Kp tetap adalah proportional gain
(keuntungan sebanding), Ti adalah integral time (waktu
integral),Td adalah derivative time (waktu derivative), dan e
adalah error antara referensi serta output proses. Untuk perioda
sampling kecil.
indeks mengacu pada saat tertentu tanda waktu. dengan cara
mengatur atau menyesuaikan parameter Kp, Ti, dan Td.
Beberapa aspek pengaturan mungkin saja digambarkan oleh
pertimbangan statis. untuk kendali yang secara murni sebanding
(Td=0 dan 1/Ti=0), hukum kendali(2) mengurangi kepada :
Mempertimbangkan pengulangan peedback, dimana
pengontrol proposional meningkatkan Kp dan proses ini
mempunyai keuntungan K didalam kondisi steady state. output
proses x adalah yang berhubungan dengan referensi Ref, beban l,
dan noise pengukuran n oleh persamaan.
Tabel 4 merupakan aturan dalam matode Ziegler Nichols untuk
menentukan parameter – parameter PID.
Tabel 4
The Ziegler Nichols rules (prequency response method)
Tuning di lakukan untuk mendapatkan nilai-nilai parameter PID
dengan hasil terbaik sehingga dapat mengoptimasikan kerja suatu
sistem dengan error yang terjadi dapat di minimalisasi.
Gambar 20. Grafik keluaran P – I – D
2.4 Contoh Penggunaan PID
2.4.1 Contoh 1
Motor DC banyak dipakai dalam sistem kontrol di industri bila
dibandingkan dengan motor AC, karena kecepatannya mudah dikontrol
dalam suatu rentang kecepatan yang lebar dan pengontrolannya sederhana
serta biayanya murah. Di samping itu, torsi awalnya besar dan banyak
dipakai sebagai penggerak tarikan beban (traction drives). Kali ini
membahas pengaturan kecepatan motor DC dengan kontrol PID berbasis
mikrokontroler.
Kontroler PID adalah kontroler berumpan balik yang paling populer di
dunia industri. Hal yang krusial pada desain kontroler PID ini ialah
pemberian parameter P, I, dan D agar didapatkan respon sistem yang kita
inginkan. Penalaan parameter kontroler PID (Proportional Integral
Derivatif) selalu didasari atas tinjauan terhadap karakteristik yang diatur
(Plant). Dengan demikian betapapun rumitnya suatu plant, perilaku plant
tersebut harus diketahui terlebih dahulu sebelum penalaan parameter PID itu
dilakukan. Karena penyusunan model matematik plant tidak mudah, maka
dikembangkan suatu metode eksperimental. Metode ini didasarkan pada
reaksi plant yang dikenai suatu perubahan. Dengan menggunakan metode
itu model matematik perilaku plant tidak diperlukan lagi, karena dengan
menggunakan data yang berupa kurva keluaran, penalaan kontroler PID
telah dapat dilakukan. Berikut ini menerangkan salah satu metode
pendekatan eksperimental penalaan kontroler PID, yakni metode Ziegler-
Nichols. Metode Zigler- Nichols ini mendasarkan pada metode kurva reaksi
berbentuk S. Kurva berbentuk S mempunyai dua konstanta, waktu mati
(dead time) L dan waktu tunda T. Untuk menentukan nilai L dan T
dilakukan dengan mengidentifikasi motor sehingga diperoleh L = 40ms dan
T = 140ms. Dari hasil pengujian didapatkan nilai Kp = 4,2, Ti = 80 dan Td
= 20 untuk penalaan tipe kontroler PID yang digunakan.
Dari hasil pengujian alat dapat disimpulkan bahwa pengontrolan
kecepatan motor DC dengan menggunakan kontroler PID memberikan hasil
erorr steady state berkisar 0.9% - 1.17%. Kurva respon motor setelah
dikontrol menunjukkan bahwa waktu tunda dapat dikurangi dan memiliki
tanggapan respon yang lebih cepat untuk mencapai steady state yang
mendekati setpoint yang ditetapkan.
2.4.2 Contoh 2
Sebuah sistem kontrol proporsional adalah jenis sistem kontrol umpan
balik linier. Dua contoh mekanik klasik adalah toilet float proporsi katup
dan gubernur terbang-bola.
Sistem kontrol proporsional lebih kompleks daripada sistem kontrol
on-off seperti thermostat domestik bi-logam, tapi lebih sederhana daripada
sistem (PID) kontrol proportional-integral-derivatif yang digunakan dalam
sesuatu seperti cruise control mobil. kontrol on-off akan bekerja dimana
sistem secara keseluruhan memiliki waktu respon yang relatif lama, tetapi
akan mengakibatkan ketidakstabilan jika sistem yang dikontrol memiliki
waktu respon cepat. kontrol proporsional mengatasi ini dengan modulasi
output ke perangkat pengendalian, seperti katup terus variabel.
Sebuah analogi untuk mengontrol on-off mengemudi mobil dengan
menggunakan baik kekuatan penuh atau tidak ada daya dan variasi duty
cycle, untuk mengontrol kecepatan. daya akan sampai kecepatan target
tercapai, dan kemudian kuasa akan dihapus, sehingga mengurangi kecepatan
mobil. Ketika kecepatan turun di bawah target, dengan histeresis tertentu,
kekuatan penuh akan kembali diterapkan. Hal ini dapat dilihat bahwa ini
terlihat seperti modulasi pulsa-lebar, tapi jelas akan menghasilkan kontrol
miskin dan variasi yang besar dalam kecepatan. Semakin kuat mesin,
semakin besar ketidakstabilan, semakin berat mobil, semakin besar
stabilitas. Stabilitas dapat dinyatakan sebagai berhubungan dengan rasio
power-to-berat kendaraan.
kontrol proporsional adalah bagaimana driver yang paling mengatur
kecepatan mobil. Jika mobil berada pada kecepatan target dan kecepatan
sedikit meningkat, daya berkurang sedikit, atau secara proporsional dengan
kesalahan (kecepatan aktual versus target), sehingga mobil mengurangi
kecepatan secara bertahap dan mencapai titik target dengan sangat sedikit,
jika apapun, "overshoot", sehingga hasilnya adalah kontrol yang lebih halus
dibanding kontrol on-off.
perbaikan lebih lanjut seperti kontrol PID akan membantu
mengkompensasi variabel tambahan seperti bukit-bukit, di mana jumlah
daya yang dibutuhkan untuk perubahan kecepatan yang diberikan akan
bervariasi, yang akan dipertanggungjawabkan oleh fungsi yang tidak
terpisahkan dari kontrol PID.
2.4.3 Analogi P – I – D dalam kereta.
Misalnya kita logika dengan kecepatan kereta (analogikan kecepatan
konstan 80KM/jam)
Maka:
Kendali P, fungsinya mempercepat start dari kecepatan 0-80 KM/H,
Kendali I, fungsinya menjaga kecepatan ketika mencapai 80 KM/H agar
tidak terjadi kenaikan atau penurunan
Kendali D, fungsinya memnjaga kecepatan 80km/h selama kereta berjalan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Popularitas PID sebagai komponen kontrol proses dilatarbelakangi
terutama oleh kesederhanaan struktur serta kemudahan dalam melakukan
tuning parameter kontrolnya oleh karena itu PID cepay berkembang
2. PID merupakan kontroler untuk menentukan presisi suatu sistem
instrumentasi dengan karakteristik adanya umpan balik pada sistem
tesebut.
3. PID memiliki jenis jenis tertentu seperti kontrol P, I, D, PI, PD, ID, dan
PID
4. Tambahkan P-Control untuk meningkatkan rise time
5. Tambahkan D-Control untuk mengurangi overshoot
6. Tambahkan I-Control untuk mengurangi error steady state
7. Seimbangkan setiap Kp, Ki, dan Kd untuk mendapatkan keseluruhan
respon sistem yang diinginkan