pragmatisme

12
 Pragmatisme adalah aliran pemikiran yang memandang bahwa benar tidaknya suatu ucapan, dalil, atau teori, semata-mata bergantung kepada berfaedah atau tidaknya ucapan, dalil, atau teori tersebut bagi manusia untuk bertindak dalam kehidupannya. Ide ini merupakan budaya dan tradisi berpikir Amerika khususnya dan Barat pada umumnya, yang lahir sebagai sebuah upaya intelektual untuk menjawab problem-problem yang terjadi pada awal abad ini. B. Tokoh-tokoh Pragmatisme Pragmatisme (dari bahasa Yunani: pragma, artinya yang dikerjakan, yang dilakukan,  perbuatan, tindakan) merupakan sebutan bagi filsafat yang dikembangkan oleh William James (1842 - 1910) di Amerika Serikat. Menurut filsafat ini, benar tidaknya suatu ucapan, dalil atau teori semata-mata bergantung pada manusia dalam bertindak. Istilah  pragmaticisme ini diangkat pada tahun 1865 oleh Charles S. Pierce (1839-1914) sebagai doktrin pragmatisme. Doktrin dimaksud selanjutnya diumumkan pada tahun 1978. Diakui atau tidak, paham pragmatisme menjadi sangat berpengaruh dalam pola pikir  bangsa Amerika Serikat. Pengaruh pragmatisme menjalar di segala aspek kehidupan, tidak terkecuali di dunia pendidikan. Salah satu tokoh sentral yang sangat berjasa dalam  pengembangan pragmatisme pendidikan adalah John Dewey (1859 - 1952). Pragmatisme Dewey merupakan sintensis pemikiran-pemikiran Charles S. Pierce dan William James. Dewey mencapai popularitasnya di bidang logika, etika epistemologi, filsafat politik, dan  pendidikan. C. Tempat Asal Aliran Pragmatisme Dikembangkan Pragmatisme tak dapat dilepaskan dari keberadaan dan perkembangan ide-ide sebelumnya di Eropa, sebagaimana tak bisa diingkari pula adanya pengaruh dan imbas  baliknya terhadap ide-ide yang dikembangkan lebih lanjut di Eropa. William James mengatakan bahwa Pragmatisme yang diajarkannya, merupakan “nama baru bagi sejumlah cara berpikir lama”. Dan dia sendiri pun menganggap pemikirannya sebagai kelanjutan dari Empirisme Inggris, seperti yang dirintis oleh Francis Bacon (1561-1626), yang kemudian dikembangkan oleh Thomas Hobbes (1558-1679) dan John Locke (1632- 1704). Pragmatisme, di samping itu, telah mempengaruhi filsafat Eropa dalam berbagai  bentuknya, baik filsafat Eksistensialisme maupun Neorealisme dan Neopositivisme. Pragmatisme, telah menjadi semacam ruh yang menghidupi tubuh ide-ide dalam ideologi Kapitalisme, yang telah disebarkan Barat ke seluruh dunia melalui penjajahan dengan gaya lama maupun baru. Dalam konteks inilah, Pragmatisme dapat dipandang berbahaya karena telah mengajarkan dua sisi kekeliruan sekaligus kepada dunia–yakni standar kebenaran pemikiran dan standar perbuatan manusia. Atas dasar itu, mereka yang bertanggung jawab terhadap kemanusiaan tak dapat mengelak dari sebuah tugas mulia yang menantang, yakni menjinakkan bahaya Pragmatisme dengan mengkaji dan mengkritisinya, sebagai landasan strategis untuk melakukan dekonstruksi (penghancuran bangunan ide) Pragmatisme, sekaligus untuk mengkonstruk ideologi dan peradaban Islam sebagai alternatif dari Kapitalisme yang telah mengalami pembusukan dan hanya menghasilkan penderitaan pedih bagi umat manusia. 1. Hakikat Pragmatisme

Upload: miftahul-huda

Post on 11-Jul-2015

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5/10/2018 pragmatisme - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pragmatisme-55a0ce4478011 1/12

Pragmatisme adalah aliran pemikiran yang memandang bahwa benar tidaknya suatu

ucapan, dalil, atau teori, semata-mata bergantung kepada berfaedah atau tidaknya ucapan,

dalil, atau teori tersebut bagi manusia untuk bertindak dalam kehidupannya. Ide inimerupakan budaya dan tradisi berpikir Amerika khususnya dan Barat pada umumnya,

yang lahir sebagai sebuah upaya intelektual untuk menjawab problem-problem yang

terjadi pada awal abad ini.

B. Tokoh-tokoh Pragmatisme

Pragmatisme (dari bahasa Yunani: pragma, artinya yang dikerjakan, yang dilakukan, perbuatan, tindakan) merupakan sebutan bagi filsafat yang dikembangkan oleh William

James (1842 - 1910) di Amerika Serikat. Menurut filsafat ini, benar tidaknya suatu

ucapan, dalil atau teori semata-mata bergantung pada manusia dalam bertindak. Istilah

 pragmaticisme ini diangkat pada tahun 1865 oleh Charles S. Pierce (1839-1914) sebagaidoktrin pragmatisme. Doktrin dimaksud selanjutnya diumumkan pada tahun 1978.

Diakui atau tidak, paham pragmatisme menjadi sangat berpengaruh dalam pola pikir 

 bangsa Amerika Serikat. Pengaruh pragmatisme menjalar di segala aspek kehidupan,

tidak terkecuali di dunia pendidikan. Salah satu tokoh sentral yang sangat berjasa dalam pengembangan pragmatisme pendidikan adalah John Dewey (1859 - 1952). Pragmatisme

Dewey merupakan sintensis pemikiran-pemikiran Charles S. Pierce dan William James.Dewey mencapai popularitasnya di bidang logika, etika epistemologi, filsafat politik, dan

 pendidikan.

C. Tempat Asal Aliran Pragmatisme Dikembangkan

Pragmatisme tak dapat dilepaskan dari keberadaan dan perkembangan ide-ide

sebelumnya di Eropa, sebagaimana tak bisa diingkari pula adanya pengaruh dan imbas

 baliknya terhadap ide-ide yang dikembangkan lebih lanjut di Eropa. William Jamesmengatakan bahwa Pragmatisme yang diajarkannya, merupakan “nama baru bagi

sejumlah cara berpikir lama”. Dan dia sendiri pun menganggap pemikirannya sebagaikelanjutan dari Empirisme Inggris, seperti yang dirintis oleh Francis Bacon (1561-1626),yang kemudian dikembangkan oleh Thomas Hobbes (1558-1679) dan John Locke (1632-

1704). Pragmatisme, di samping itu, telah mempengaruhi filsafat Eropa dalam berbagai

 bentuknya, baik filsafat Eksistensialisme maupun Neorealisme dan Neopositivisme.Pragmatisme, telah menjadi semacam ruh yang menghidupi tubuh ide-ide dalam ideologi

Kapitalisme, yang telah disebarkan Barat ke seluruh dunia melalui penjajahan dengan

gaya lama maupun baru. Dalam konteks inilah, Pragmatisme dapat dipandang berbahaya

karena telah mengajarkan dua sisi kekeliruan sekaligus kepada dunia–yakni standar kebenaran pemikiran dan standar perbuatan manusia.

Atas dasar itu, mereka yang bertanggung jawab terhadap kemanusiaan tak dapat

mengelak dari sebuah tugas mulia yang menantang, yakni menjinakkan bahayaPragmatisme dengan mengkaji dan mengkritisinya, sebagai landasan strategis untuk 

melakukan dekonstruksi (penghancuran bangunan ide) Pragmatisme, sekaligus untuk 

mengkonstruk ideologi dan peradaban Islam sebagai alternatif dari Kapitalisme yangtelah mengalami pembusukan dan hanya menghasilkan penderitaan pedih bagi umat

manusia.

1. Hakikat Pragmatisme

5/10/2018 pragmatisme - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pragmatisme-55a0ce4478011 2/12

Deskripsi mengenai Pragmatisme akan diawali dengan penjelasan ringkas tentang sejarah

mata rantai pemikiran Barat, agar diperoleh gambaran komprehensif tentang posisi

Pragmatisme dalam konstelasi pemikiran Barat.Asal Usul Pragmatisme

Gambar 7: Thomas AquinasSetelah melalui Abad Pertengahan (abad V-XV M) yang

gelap dengan ajaran gereja yang dominan, Barat mulai menggeliat dan bangkit denganRenaissance, yakni suatu gerakan atau usaha –yang berkisar antara tahun 1400-1600 M– 

untuk menghidupkan kembali kebudayaan klasik Yunani dan Romawi. Berbeda dengan

tradisi Abad Pertengahan yang hanya mencurahkan perhatian pada masalah metafisik yang abstrak, seperti masalah Tuhan, manusia, kosmos, dan etika, Renaissance telah

membuka jalan ke arah aliran Empirisme. William Ockham (1285-1249) dengan filsafat

Gulielmus-nya yang mendasarkan pada pengenalan inderawi, telah mulai menggeser 

dominasi filsafat Thomisme, ajaran Thomas Aquinas yang menonjol di AbadPertengahan, yang mendasarkan diri pada filsafat Aristoteles. Ide Ockham ini dianggap

sebagai benih awal bagi lahirnya Renaissance.

Semangat Renaissance ini, sesungguhnya terletak pada upaya pembebasan akal dari

kekangan dan belenggu gereja dan menjadikan fakta empirik sebagai sumber  pengetahuan, tidak terletak pada filsafat Yunani itu sendiri. Dalam hal ini Barat hanya

mengambil karakter utama pada filsafat dan seni Yunani, yakni keterlepasannya dariagama, atau dengan kata lain, adanya kebebasan kepada akal untuk berkreasi. Ini terbukti

antara lain dari ide beberapa tokoh Renaissance, seperti Nicolaus Copernicus (1473-

1543) dengan pandangan heliosentriknya, yang didukung oleh Johanes Kepler (1571-

1630) dan Galileo Galilei (1564-1643). Juga Francis Bacon (1561-1626) dengan teknik  berpikir induktifnya, yang berbeda dengan teknik deduktif Aristoteles (dengan logika

silogismenya) yang diajarkan pada Abad Pertengahan. Jadi, Barat tidak mengambil

filsafat Yunani apa adanya, sebab justru filsafat Yunani itulah yang menjadi dasar filsafatKristen pada Abad Pertengahan, baik periode Patristik (400-1000 M) dengan filsafat

Emanasi Neoplatonisme yang dikembangkan oleh Augustinus (354-430), maupun periode Scholastik (1000 - 1400 M) dengan filsafat Thomisme yang bersandar padaAristoteles. Semua filsafat Yunani ini membahas metafisika, tidak membahas fakta

empirik sebagaimana yang dituntut oleh Renaissance. Jadi, semangat Renaissance itu

tidak bersumber pada filsafat Yunaninya itu sendiri, tetapi pada karakternya yang terlepasdari agama.

Renaissance juga diperkuat adanya Reformasi, sebuah upaya pemberontakan terhadap

dominasi gereja Katholik yang dirintis oleh Marthin Luther di Jerman (1517). Gerakan

ini bertolak dari korupsi umum dalam gereja –seperti penjualan Surat TandaPengampunan Dosa (Afllatbrieven)–, penindasannya yang telanjang, dan dominasinya

terhadap negara-negara Eropa. Meskipun Reformasi tidak secara langsung ikut

memperjuangkan apa yang disebut “pembebasan akal”, tetapi gerakan ini secara tak sadar telah memperkuat Renasissance dengan mempelopori kebebasan beragama (Protestan)

dan telah memperlemah posisi Gereja dengan memecah kekuatan Gereja menjadi dua

aliran; Katholik dan Protestan. Kritik-kritik terhadap Injil di Jerman sekitar abad XVII juga dianggap implikasi tak langsung dari adanya Reformasi. Meskipun demikian, Gereja

Katholik dan tokoh Reformasi memiliki sikap sama terhadap upaya Renaissance, yakni

menentang ide-ide yang tidak sesuai dengan Injil. Calvin, seorang tokoh Reformasi di

Jenewa (Swiss), mendukung pembakaran hidup-hidup terhadap Servetus dari Spanyol

5/10/2018 pragmatisme - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pragmatisme-55a0ce4478011 3/12

(1553), yang menentang Trinitas. Gereja Katholik dan Reformasi juga sama-sama

menolak ide Copernicus (1543) tentang matahari sebagai pusat tatasurya, seraya

mempertahankan doktrin Ptolemeus yang menganggap bumi sebagai pusat tatasurya.Pada abad XVII, perkembangan Renaissance telah melahirkan dua aliran pemikiran yang

 berbeda : aliran Rasionalisme dengan tokoh-tokohnya seperti Rene Descartes (1596-

1650), Baruch Spinoza (1632-1677), dan Pascal (1623-1662), dan aliran Empirismedengan tokoh-tokohnya Thomas Hobbes (1558-1679), John Locke (1632-1704).

Rasionalisme memandang bahwa sumber pengetahuan yang dapat dipercaya adalah rasio

(akal), sedang Empirisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan adalah empiri, atau pengalaman manusia dengan menggunakan panca inderanya.

Kemudian datanglah Masa Pencerahan (Aufklarung) pada abad XVIII yang dirintis oleh

Isaac Newton (1642-1727), sebagai perkembangan lebih jauh dari Rasionalisme dan

Empirisme dari abad sebelumnya. Pada abad sebelumnya, fokus pembahasannya adalah pemberian interpretasi baru terhadap dunia, manusia, dan Tuhan. Sedang pada Masa

Aufklarung, pembahasannya lebih meluas mencakup segala aspek kehidupan manusia,

seperti aspek pemerintahan dan kenegaraan, agama, ekonomi, hukum, pendidikan dan

sebagainya.Bertolak dari prinsip-prinsip Empirisme John Locke, George Berkeley (1685-1753)

mengembangkan “immaterialisme”, sebuah pandangan yang lebih ekstrim daripada pandangan John Locke. Jika Locke berpandangan bahwa kita dapat mengenal esensi

sebenarnya (hakikat) dari fenomena material dan spiritual, Berkeley menganggap bahwa

substansi-substansi material itu tidak ada, Yang ada adalah ciri-ciri yang diamati.

Pandangan Locke dan Berkeley dikembangkan lebih lanjut oleh David Hume (1711-1776), dengan dua ide pokoknya; yakni tentang skeptisisme (keragu-raguan) ekstrim

 bahwa filsuf itu mampu menemukan kebenaran tentang apa saja, dan keyakinan bahwa

“pengetahuan tentang manusia” akan dapat menjelaskan hakikat pengetahuan yangdimiliki manusia.

Selain George Berkeley dan David Hume, Immanuel Kant (1724-1804) juga dianggapsalah seorang tokoh Masa Pencerahan. Filsafat Kant disebut Kritisisme, yakni aliran yangmencoba mensintesiskan secara kritis Empirisme yang dikembangkan Locke yang

 bermuara pada Empirisme Hume, dengan Rasionalisme dari Descartes. Kant mulai

menelaah batas-batas kemampuan rasio, berbeda dengan dengan para pemikir Rasionalisme yang mempercayai kemampuan rasio bulat-bulat. Namun demikian, Kant

 juga mempercayai Empirisme. Walhasil dia berpandangan bahwa semua pengetahuan

mulai dari pengalaman, namun tidak berarti semua dari pengalaman. Obyek luar 

ditangkap oleh indera, tetapi rasio mengorganisasikan bahan-bahan yang diperoleh dari pengalaman tersebut.

Pada abad XIX, filsafat Kant tersebut dikembangkan lebih lanjut di Jerman oleh J. Fichte

(1762-1814), F. Schelling (1775-1854) dan Hegel (1770-1831). Namun yang merekakembangkan tidaklah filsafat Kant seutuhnya, tetapi lebih memprioritaskan ide-ide, yakni

tidak memfokuskan pada pembahasan fakta empirik. Karenanya, aliran mereka disebut

dengan Idealisme. Dari ketiganya, Hegel merupakan tokoh yang menonjol, karena banyak pemikir pada abad ke-19 dan ke-20 yang merupakan murid-muridnya, baik 

langsung maupun tidak. Mereka terbagi dalam dua pandangan, yaitu pengikut Hegel

aliran kanan yang membela agama Kristen seperti John Dewey (1859-1952), salah

seorang peletak dasar Pragmatisme yang menjadi budaya Amerika (baca : Kapitalisme)

5/10/2018 pragmatisme - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pragmatisme-55a0ce4478011 4/12

saat ini, dan pengikut Hegel aliran kiri yang memusuhi agama, seperti Feuerbach, Karl

Marx, dan Engels dengan ide Materialisme yang merupakan dasar ideologi Komunisme

di Rusia.Empirisme itu sendiri pada abad XIX dan XX berkembang lebih jauh menjadi beberapa

aliran yang berbeda, yaitu Positivisme, Materialisme, dan Pragmatisme.

Positivisme dirintis oleh August Comte (1798-1857), yang dianggap sebagai Bapak ilmuSosiologi Barat. Positivisme sebagai perkembangan Empirisme yang ekstrim, adalah

 pandangan yang menganggap bahwa yang dapat diselidiki atau dipelajari hanyalah “data-

data yang nyata/empirik”, atau yang mereka namakan positif. Nilai-nilai politik dansosial menurut Positivisme dapat digeneralisasikan berdasarkan fakta-fakta yang

diperoleh dari penyelidikan terhadap kehidupan masyarakat itu sendiri. Nilai-nilai politik 

dan sosial juga dapat dijelaskan secara ilmiah, dengan mengemukakan perubahan historis

atas dasar cara berpikir induktif. Jadi, nilai-nilai tersebut tumbuh dan berkembang dalamsuatu proses kehidupan dari suatu masyarakat itu sendiri.

Materialisme adalah aliran yang menganggap bahwa asal atau hakikat segala sesuatu

adalah materi. Di antara tokohnya ialah Feuerbach (1804-1872), Karl Marx (1818-1883)

dan Fredericht Engels (1820-1895). Karl Marx menerima konsep Dialektika Hegel, tetapitidak dalam bentuk aslinya (Dialektika Ide). Kemudian dengan mengambil Materialisme

dari Feuerbach, Karl Marx lalu mengubah Dialektika Ide menjadi DialektikaMaterialisme, sebuah proses kemajuan dari kontradiksi-kontradiksi tesis-antitesis-sintesis

yang sudah diujudkan dalam dunia materi. Dialektika Materialisme lalu digunakan

sebagai alat interpretasi terhadap sejarah manusia dan perkembangannya. Interpretasi

inilah yang disebut sebagai Historis Materialisme, yang menjadi dasar ideologiSosialisme-Komunisme (Marxisme).

Pragmatisme dianggap juga salah satu aliran yang berpangkal pada Empirisme,

kendatipun ada pula pengaruh Idealisme JermanGambar 8: William James(Hegel) pada John Dewey, seorang tokoh Pragmatisme yang

dianggap pemikir paling berpengaruh pada zamannya. Selain John Dewey, tokohPragmatisme lainnya adalah Charles Pierce dan William James. Pembahasan tentangPragmatisme akan diuraikan lebih rinci pada keterangan selanjutnya.

2. Arti PragmatismeIstilah Pragmatisme berasal dari kata Yunani pragma yang berarti perbuatan (action) atau

tindakan (practice). Isme di sini sama artinya dengan isme-isme lainnya, yaitu berarti

aliran atau ajaran atau paham. Dengan demikian Pragmatisme itu berarti ajaran yang

menekankan bahwa pemikiran itu menuruti tindakan.Pragmatisme memandang bahwa kriteria kebenaran ajaran adalah “faedah” atau

“manfaat”. Suatu teori atau hipotesis dianggap oleh Pragmatisme benar apabila

membawa suatu hasil. Dengan kata lain, suatu teori itu benar kalau berfungsi (if itworks).

Dengan demikian Pragmatisme dapat dikategorikan ke dalam pembahasan mengenai

teori kebenaran (theory of truth), sebagaimana yang nampak menonjol dalam pandanganWilliam James, terutama dalam bukunya The Meaning of The Truth (1909).

Kebenaran menurut James adalah sesuatu yang terjadi pada ide, yang sifatnya tidak pasti.

Sebelum seseorang menemukan satu teori berfungsi, tidak diketahui kebenaran teori itu.

Atas dasar itu, kebenaran itu bukan sesuatu yang statis atau tidak berubah, melainkan

5/10/2018 pragmatisme - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pragmatisme-55a0ce4478011 5/12

tumbuh dan berkembang dari waktu ke waktu. Kebenaran akan selalu berubah, sejalan

dengan perkembangan pengalaman, karena yang dikatakan benar dapat dikoreksi oleh

 pengalaman berikutnya.Dalam The Meaning of The Truth (1909), James menjelaskan metode berpikir yang

mendasari pandangannya di atas. Dia mengartikan kebenaran itu harus mengandung tiga

aspek. Pertama, kebenaran itu merupakan suatu postulat, yakni semua hal yang di satusisi dapat ditentukan dan ditemukan berdasarkan pengalaman, sedang di sisi lain, siap

diuji dengan perdebatan atau diskusi.Kedua, kebenaran merupakan suatu pernyataan

fakta, artinya ada sangkut pautnya dengan pengalaman. Ketiga, kebenaran itu merupakankesimpulan yang telah diperumum (digeneralisasikan) dari pernyataan fakta.

James, dengan demikian, dapat dilihat sebagai penganjur Empirisme dengan cara berpikir 

induktif. Menurut James, pemikir Rasionalis adalah orang yang bekerja dan menyelidiki

sesuatu secara deduktif, dari yang menyeluruh ke bagian-bagian. Rasionalis berusahamendeduksi yang umum ke yang khusus, mendeduksi fakta dari prinsip. Sedang pemikir 

Empirisme, berangkat dari fakta yang khusus (partikular) kepada kesimpulan umum yang

menyeluruh. Seorang Empiris membuat generalisasi dari induksi terhadap fakta-fakta

 partikular.Tetapi Empirisme James adalah Empirisme Radikal, berbeda dengan empirisme

tradisional yang kurang memperhatikan hubungan-hubungan antar fakta. Empirismeradikal melihat bahwa hubungan yang mempertautkan pengalaman-pengalaman, harus

merupakan hubungan yang dialami.

Pragmatisme yang diserukan oleh James ini –yang juga disebut Practicalisme– ,

sebenarnya merupakan perkembangan dan olahan lebih jauh dari Pragmatisme Peirce.Hanya saja, Peirce lebih menekankan penerapan Pragmatisme ke dalam bahasa, yaitu

untuk menerangkan arti-arti kalimat sehingga diperoleh kejelasan konsep dan

 pembedaannya dengan konsep lain. Dia menggunakan pendekatan matematik dan logikasimbol (bahasa), berbeda dengan James yang menggunakan pendekatan psikologi. Dalam

memahami kemajemukan kebenaran (pernyataan), Peirce membagi kebenaran menjadidua. Pertama adalah Trancendental Truth, yaitu kebenaran yang bermukim pada bendaitu sendiri. Yang kedua adalah Complex Truth, yaitu kebenaran dalam pernyataan.

Kebenaran jenis ini dibagi lagi menjadi kebenaran etis atau psikologis, yaitu keselarasan

 pernyataan dengan apa yang diimani si pembicara, dan kebenaran logis atau literal, yaitukeselarasan pernyataan dengan realitas yang didefinisikan. Semua kebenaran pernyataan

ini, harus diuji dengan konsekuensi praktisnya melalui pengalaman.

John Dewey mengembangkan lebih jauh mengembangkan Pragmatisme James. Jika

James mengembangkan Pragmatisme untuk memecahkan masalah-masalah individu,maka Dewey mengembangkan Pragmatisme dalam rangka mengarahkan kegiatan

intelektual untuk mengatasi masalah sosial yang timbul di awal abad ini. Dewey

menggunakan pendekatan biologis dan psikologis, berbeda dengan James yang tidak menggunakan pendekatan biologis. Dewey menerapkan Pragmatismenya dalam dunia

 pendidikan Amerika dengan mengembangkan suatu teori problem solving, yang

mempunyai langkah-langkah sebagai berikut:1. Merasakan adanya masalah

2. Menganalisis masalah itu, dan menyusun hipotesis-hipotesis yang mungkin.

3. Mengumpulkan data untuk memperjelas masalah.

4. Memilih dan menganalisis hipotesis.

5/10/2018 pragmatisme - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pragmatisme-55a0ce4478011 6/12

5. Menguji, mencoba, dan membuktikan hipotesis dengan melakukan

eksperimen/pengujian.

Meskipun berbeda-beda penekanannya, tetapi ketiga pemikir utama Pragmatismemenganut garis yang sama, yakni kebenaran suatu ide harus dibuktikan dengan

 pengalaman.

Demikianlah Pragmatisme berkhotbah dan menggurui dunia, bahwa yang benar ituhanyalah yang mempengaruhi hidup manusia serta yang berguna dalam praktik dan dapat

memenuhi kebutuhan manusia.

D. Pandangan Pragmatisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan

1. Pengalaman dan Pertumbuhan

Pemikiran John Dewey banyak dipengaruhi oleh teori evolusi Charles Darwin (1809-1882) yang mengajarkan bahwa hidup di dunia ini merupakan suatu proses, dimulai dari

tingkatan terendah dan berkembang maju dan meningkat. Hidup tidak statis, melainkan

 bersifat dinamis. All is in the making, semuanya dalam perkembangan. Pandangan

Dewey mencerminkan teori evolusi dan kepercayaannya pada kapasitas manusia dalamkemajuan moral dan lingkungan masyarakat, khusunya malalui pendidikan.

Menurut Dewey, dunia ini penciptaannya belum selesai. Segala sesuatu berubah, tumbuh, berkembang, tidak ada batas, tidak statis, dan tidak ada finalnya. Bahkan, hukum moral

 pun berubah, berkembang menjadi sempurna. Tidak ada batasan hukum moral dan tidak 

ada prinsip-prinsip abadi, baik tingkah laku maupun pengetahuan.

Pengalaman (experience) adalah salah satu kunci dalam filsafat instrumentalisme.Pengalaman merupakan keseluruhan aktivitas manusia yang mencakup segala proses

yang saling mempengaruhi antara organisme yang hidup dalam lingkungan sosial dan

fisik. Filsafat instrumentalisme Dewey dibangun berdasarkan asumsi bahwa pengetahuan berpangkal dari pengalaman-pengalaman dan bergerak kembali menuju pengalaman.

Untuk menyusun kembali pengalaman-pengalaman tersebut diperlukan pendidikan yangmerupakan transformasi yang terawasi dari keadaan tidak menentu ke arah keadaantertentu. Pandangan Dewey mengenai pendidikan tumbuh bersamaan dengan kerjanya di

laboratorium sekolah untuk anak-anak di University of Chicago. Di lembaga ini, Dewey

mencoba untuk mengupayakan sekolah sebagai miniatur komunitas yang menggunakan pengalaman-pengalaman sebagai pijakan. Dengan model tersebut, siswa dapat melakukan

sesuatu secara bersama-sama dan belajar untuk memantapkan kemampuannya dan

keahliannya.

Sebagai tokoh pragmatisme, Dewey memberikan kebenaran berdasarkan manfaatnyadalam kehidupan praktis, baik secara individual maupun kolektif. Oleh karenanya, ia

 berpendapat bahwa tugas filsafat memberikan garis-garis arahan bagi perbuatan. Filsafat

tidak boleh tenggelam dalam pemikiran metafisik yang sama sekali tidak berfaedah.Filsafat harus berpijak pada pengalaman dan menyelidiki serta mengolah pengalaman

tersebut secara aktif dan kritis. Dengan cara demikian, filsafat menurut Dewey dapat

menyusun norma-norma dan nilai-nilai.

2. Tujuan Pendidikan

Dalam menghadapi industrialisasi Eropa dan Amerika, Dewey berpendirian bahwa sistem

 pendidikan sekolah harus diubah. Sains, menurutnya, tidak mesti diperoleh dari buku-

5/10/2018 pragmatisme - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pragmatisme-55a0ce4478011 7/12

 buku, melainkan harus diberikan kepada siswa melalui praktek dan tugas-tugas yang

 berguna. Belajar harus lebih banyak difokuskan melalui tindakan dari pada melalui buku.

Dewey percaya terhadap adanya pembagian yang tepat antara teori dan praktek. Hal inimembuat Dewey demikian lekat dengan atribut learning by doing. Yang dimaksud di sini

 bukan berarti ia menyeru anti intelektual, tetapi untuk mengambil kelebihan fakta bahwa

manusia harus aktif, penuh minat dan siap mengadakan eksplorasi.Dalam masyarakat industri, sekolah harus merupakan miniatur lokakarya dan miniatur 

komunitas. Belajar haruslah dititiktekankan pada praktek dan trial and error. Akhirnya,

 pendidikan harus disusun kembali bukan hanya sebagai persiapan menuju kedewasaan,tetapi pendidikan sebagai kelanjutan pertumbuhan pikiran dan kelanjutan penerang hidup.

Sekolah hanya dapat memberikan kita alat pertumbuhan mental, sedangkan pendidikan

yang sebenarnya adalah saat kita telah meninggalkan bangku sekolah, dan tidak ada

alasan mengapa pendidikan harus berhenti sebelum kematian menjemput.Tujuan pendidikan adalah efisiensi sosial dengan cara memberikan kemampuan untuk 

 berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan demi pemenuhan kepentingan dan kesejahteraan

 bersama secara bebas dan maksimal. Tata susunan masyarakat yang dapat menampung

individu yang memiliki efisiensi di atas adalah sistem demokrasi yang didasarkan ataskebebasan, asas saling menghormati kepentingan bersama, dan asas ini merupakan sarana

kontrol sosial. Mengenai konsep demokrasi dalam pendidikan, Dewey berpendapat bahwa dalam proses belajar siswa harus diberikan kebebasan mengeluarkan pendapat.

Siswa harus aktif dan tidak hanya menerima pengetahuan yang diberikan oleh guru.

Begitu pula, guru harus menciptakan suasana agar siswa senantiasa merasa haus akan

 pengetahuan.Karena pendidikan merupakan proses masyarakat dan banyak terdapat macam

masyarakat, maka suatu kriteria untuk kritik dan pembangunan pendidikan mengandung

cita-cita utama dan istimewa. Masyarakat yang demikian harus memiliki semacam pendidikan yang memberikan interes perorangan kepada individu dalam hubungan

kemasyarakatan dan mempunyai pemikiran yang menjamin perubahan-perubahan sosial.Dasar demokrasi adalah kepercayaan dalam kapasitasnya sebagai manusia. Yakni,kepercayaan dalam kecerdasan manusia dan dalam kekuatan kelompok serta pengalaman

 bekerja sama. Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa semua dapat menumbuhkan dan

membangkitkan kemajuan pengetahuan dan kebijaksanaan yang dibutuhkan dalamkegiatan bersama.

Ide kebebasan dalam demokrasi bukan berarti hak bagi individu untuk berbuat

sekehendak hatinya. Dasar demokrasi adalah kebebasan pilihan dalam perbuatan (serta

 pengalaman) yang sangat penting untuk menghasilkan kemerdekaan inteligent. Bentuk- bentuk kebebasan adalah kebebasan dalam berkepercayaan, mengekspresikan pendapat,

dan lain-lain. Kebebasan tersebut harus dijamin, sebab tanpa kebebasan setiap individu

tidak dapat berkembang.Filsafat tidak dapat dipisahkan dari pendidikan, karena filsafat pendidikan merupakan

rumusan secara jelas dan tegas membahas problema kehidupan mental dan moral dalam

kaitannya dengan menghadapi tantangan dan kesulitan yang timbul dalam realitas sosialdewasa ini. Problema tersebut jelas memerlukan pemecahan sebagai solusinya. Pikiran

dapat dipandang sebagai instrumen yang dapat menyelesaikan problema dan kesulitan

tersebut.

Di dalam filsafat John Dewey disebutkan adanya experimental continum atau rangkaian

5/10/2018 pragmatisme - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pragmatisme-55a0ce4478011 8/12

kesatuan pengalaman, yaitu proses pendidikan yang semula dari pengalaman menuju ide

tentang kebiasaan (habit) dan diri (self) kepada hubungan antara pengetahuan dan

kesadaran, dan kembali lagi ke pendidikan sebagai proses sosial. Kesatuan rangkaian pengalaman tersebut memiliki dua aspek penting untuk pendidikan, yaitu hubungan

kelanjutan individu dan masyarakat serta hubungan kelanjutan pikiran dan benda.

E. Pandangan dan Sikap Saya tentang Aliran Pragmatisme

Kekeliruan Pragmatisme dapat dibuktikan dalam tiga tataran pemikiran :

1. Pandangan dari Segi Landasan IdeologiPragmatisme dilandaskan pada pemikiran dasar (Aqidah) pemisahan agama dari

kehidupan (sekularisme). Hal ini nampak dari perkembangan historis kemunculan

Pragmatisme, yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari Empirisme. Dengan

demikian, dalam konteks ideologis, Pragmatisme berarti menolak agama sebagai sumber ilmu pengetahuan.

Aqidah pemisahan agama dari kehidupan adalah landasan ideologi Kapitalisme. Aqidah

ini, sebenarnya bukanlah hasil proses berpikir. Bahkan, tak dapat dikatakan sebagai

 pemikiran yang logis. Aqidah pemisahan agama dari kehidupan tak lain hanyalah penyelesaian yang berkecenderungan ke arah jalan tengah atau bersikap moderat, antara

dua pemikiran yang kontradiktif. Kedua pemikiran ini, yang pertama adalah pemikiranyang diserukan oleh tokoh-tokoh gereja di Eropa sepanjang Abad Pertengahan (abad V -

XV M), yakni keharusan menundukkan segala sesuatu urusan dalam kehidupan menurut

ketentuan agama. Sedangkan yang kedua, adalah pemikiran sebagian pemikir dan filsuf 

yang mengingkari keberadaan Al Khaliq.Jadi, pemikiran pemisahan agama dari kehidupan merupakan jalan tengah di antara dua

sisi pemikiran tadi. Penyelesaian jalan tengah, sebenarnya mungkin saja terwujud di

antara dua pemikiran yang berbeda (tapi masih mempunyai asas yang sama). Namun penyelesaian seperti itu tak mungkin terwujud di antara dua pemikiran yang kontradiktif.

Sebab dalam hal ini hanya ada dua kemungkinan. Yang pertama, ialah mengakuikeberadaan Al Khaliq yang menciptakan manusia, alam semesta, dan kehidupan. Dandari sinilah dibahas, apakah Al Khaliq telah menentukan suatu peraturan tertentu lalu

manusia diwajibkan untuk melaksanakannya dalam kehidupan, dan apakah Al Khaliq

akan menghisab manusia setelah mati mengenai keterikatannya terhadap peraturan AlKhaliq ini.

Sedang yang kedua, ialah mengingkari keberadaan Al Khaliq. Dan dari sinilah dapat

dicapai suatu kesimpulan, bahwa agama tidak perlu lagi dipisahkan dari kehidupan, tapi

 bahkan harus dibuang dari kehidupan.Adapun pendapat yang mengatakan bahwa keberadaan Al Khaliq tidaklah lebih penting

daripada ketiadaan-Nya, maka ini adalah suatu ide yang tidak memuaskan akal dan tidak 

menenteramkan jiwa.Jadi, berdasarkan fakta bahwa aqidah Kapitalisme adalah jalan tengah di antara

 pemikiran-pemikiran kontradiktif yang mustahil diselesaikan dengan jalan tengah, maka

sudah cukuplah bagi kita untuk mengkritik dan membatalkan aqidah ini. Tak ada bedanyaapakah aqidah ini dianut oleh orang yang mempercayai keberadaan Al Khaliq atau yang

mengingkari keberadaan-Nya.

Tetapi dalam hal ini dalil aqli (dalil yang berlandaskan keputusan akal) yang qath’i (yang

 bersifat pasti), membuktikan bahwa Al Khaliq itu ada dan Dialah yang menciptakan

5/10/2018 pragmatisme - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pragmatisme-55a0ce4478011 9/12

manusia, alam semesta, dan kehidupan. Dalil tersebut juga membuktikan bahwa Al

Khaliq ini telah menetapkan suatu peraturan bagi manusia dalam kehidupannya, dan

 bahwasanya Dia akan menghisab manusia setelah mati mengenai keterikatannya terhadap peraturan Al Khaliq tadi.

Menjadi fokus pembahasan di sini ialah aqidah Kapitalisme itu sendiri dan penjelasan

mengenai kebatilannya. Dan kebatilan Kapitalisme cukup dibuktikan denganmenunjukkan bahwa aqidah Kapitalisme tersebut merupakan jalan tengah antara dua

 pemikiran yang kontradiktif, dan bahwa aqidah tersebut tidak dibangun atas dasar 

 pembahasan akal.Kritik yang merobohkan aqidah Kapitalisme ini, sesungguhnya sudah cukup untuk 

merobohkan ideologi Kapitalisme secara keseluruhan. Sebab, seluruh pemikiran cabang

yang dibangun di atas landasan yang batil –termasuk dalam hal ini Pragmatisme– pada

hakekatnya adalah batil juga.4. Kritik dari Segi Metode Berpikir 

Pragmatisme yang tercabang dari Empirisme nampak jelas menggunakan Metode Ilmiah

(Ath Thariq Al Ilmiyah), yang dijadikan sebagai asas berpikir untuk segala bidang

 pemikiran, baik yang berkenaan dengan sains dan teknologi maupun ilmu-ilmu sosial. Iniadalah suatu kekeliruan.

Metode Ilmiah adalah suatu metode tertentu untuk melakukan pembahasan/pengkajianuntuk mencapai kesimpulan pengertian mengenai hakekat materi yang dikaji, melalui

serangkaian percobaan/eksperimen yang dilakukan terhadap materi.

Memang, metode ini merupakan metode yang benar untuk objek-objek yang bersifat

materi/fisik seperti halnya dalam sains dan teknologi. Tetapi menjadikan Metode Ilmiahsebagai landasan berpikir untuk segala sesuatu pemikiran adalah suatu kekeliruan, sebab

yang seharusnya menjadi landasan pemikiran adalah Metode Akliyah/Rasional (Ath

Thariq Al Aqliyah), bukan Metode Ilmiah. Sebab, Metode Ilmiah itu sesungguhnyahanyalah cabang dari Metode Akliyah.

Metode Akliyah adalah sebuah metode berpikir yang terjadi dalam proses pemahamansesuatu sebagaimana definisi akal itu sendiri, yaitu proses transfer realitas melalui inderake dalam otak, yang kemudian diinterpretasikan dengan sejumlah informasi sebelumnya

yang bermukim dalam otak.

Metode Akliyah ini sesungguhnya merupakan asas bagi kelahiran Metode Ilmiah, ataudengan kata lain Metode Ilmiah sesungguhnya tercabang dari Metode Akliyah. Argumen

untuk ini, sebagaimana disebutkan Taqiyuddin An Nabhani dalam At Tafkir halaman 32-

33, ada dua point :

a. Bahwa untuk melaksanakan eksperimen dalam Metode Ilmiah, tak dapat tidak pastidibutuhkan informasi-informasi sebelumnya. Dan informasi sebelumnya ini, diperoleh

melalui Metode Akliyah, bukan Metode Ilmiah. Maka, Metode Akliyah berarti menjadi

dasar bagi adanya Metode Ilmiah. b. Bahwa Metode Ilmiah hanya dapat mengkaji objek-objek yang bersifat fisik/material

yang dapat diindera. Dia tak dapat digunakan untuk mengkaji objek-objek pemikiran

yang tak terindera seperti sejarah, bahasa, logika, dan hal-hal yang ghaib. Sedang MetodeAkliyah, dapat mengkaji baik objek material maupun objek pemikiran. Maka dari itu,

Metode Akliyah lebih tepat dijadikan asas berpikir, sebab jangkauannya lebih luas

daripada Metode Ilmiah.

Atas dasar dua argumen ini, maka Metode Ilmiah adalah cabang dari Metode Akliyah.

5/10/2018 pragmatisme - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pragmatisme-55a0ce4478011 10/12

Jadi yang menjadi landasan bagi seluruh proses berpikir adalah Metode Akliyah, bukan

Metode Ilmiah, sebagaimana yang terdapat dalam Pragmatisme.

5. Kritik Terhadap Pragmatisme Itu SendiriPragmatisme adalah aliran yang mengukur kebenaran suatu ide dengan kegunaan praktis

yang dihasilkannya untuk memenuhi kebutuhan manusia. Ide ini keliru dari tiga sisi.

Pertama, Pragmatisme mencampur adukkan kriteria kebenaran ide dengan kegunaan praktisnya. Kebenaran suatu ide adalah satu hal, sedang kegunaan praktis ide itu adalah

hal lain. Kebenaran sebuah ide diukur dengan kesesuaian ide itu dengan realitas, atau

dengan standar-standar yang dibangun di atas ide dasar yang sudah diketahuikesesuaiannya dengan realitas.

Sedang kegunaan praktis suatu ide untuk memenuhi hajat manusia, tidak diukur dari

keberhasilan penerapan ide itu sendiri, tetapi dari kebenaran ide yang diterapkan. Maka,

kegunaan praktis ide tidak mengandung implikasi kebenaran ide, tetapi hanyamenunjukkan fakta terpuaskannya kebutuhan manusia. Kedua, Pragmatisme menafikan

 peran akal manusia. Menetapkan kebenaran sebuah ide adalah aktivitas intelektual

dengan menggunakan standar-standar tertentu. Sedang penetapan kepuasan manusia

dalam pemenuhan kebutuhannya adalah sebuah identifikasi instinktif. Memangidentifikasi instinktif dapat menjadi ukuran kepuasan manusia dalam pemuasan hajatnya,

tapi tak dapat menjadi ukuran kebenaran sebuah ide. Maka, Pragmatisme berarti telahmenafikan aktivitas intelektual dan menggantinya dengan identifikasi instinktif. Atau

dengan kata lain, Pragmatisme telah menundukkan keputusan akal kepada kesimpulan

yang dihasilkan dari identifikasi instinktif. Ketiga. Pragmatisme menimbulkan relativitas

dan kenisbian kebenaran sesuai dengan perubahan subjek penilai ide –baik individu,kelompok, dan masyarakat– dan perubahan konteks waktu dan tempat. Dengan kata lain,

kebenaran hakiki Pragmatisme baru dapat dibuktikan –menurut Pragmatisme itu sendiri– 

setelah melalui pengujian kepada seluruh manusia dalam seluruh waktu dan tempat. Danini mustahil dan tak akan pernah terjadi. Maka, Pragmatisme berarti telah menjelaskan

inkonsistensi internal yang dikandungnya dan menafikan dirinya sendiri.6. Kontradiksi Pragmatisme Dengan IslamJelas sekali bahwa Pragmatisme –sebagai standar ide dan perbuatan– sangat bertentangan

dengan Islam. Sebab Islam memandang bahwa standar perbuatan adalah halal haram,

yaitu perintah-perintah dan larangan-larangan Allah. Bukan kemanfaatan atau kegunaanriil untuk memenuhi kebutuhan manusia yang dihasilkan oleh sebuah ide, ajaran, teori,

atau hipotesis.

Allah SWT berfirman :

“Berilah keputusan di antara mereka dengan apa yang diturunkan Allah” (Al Maaidah :

48)

Syaikh An Nabhani menjelaskan ayat ini dalam Muqaddimah Dustur, bahwa ukuran perbuatan adalah apa yang diturunkan oleh Allah, bukan konsekuensi-konsekuesi yang

dihasilkan dari aktivitas-aktivitas manusia.

Selain itu, Allah SWT telah memerintahkan untuk mengikuti apa yang diturunkan-Nya,yaitu Syari’at Islam. Allah SWT berfirman :

“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan janganlah kamu mengikuti

wali (pemimpin/sahabat/sekutu) selainnya…” (Al A’raaf :3)

Mafhum Mukhalafah (pengertian kebalikan) dari ayat di atas adalah, janganlah kita

5/10/2018 pragmatisme - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pragmatisme-55a0ce4478011 11/12

mengikuti apa yang tidak diturunkan Allah, termasuk manfaat-manfaat atau kegunaan-

kegunaan yang muncul sebagai konsekuensi dari aktivitas kita, sebab semuanya bukan

termasuk apa yang diturunkan Allah.Allah SWT juga telah berfirman :

“Apa yang diberikan oleh Rasul kepadamu, maka ambillah dia. Dan apa yang

dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah dia…” (Al Hasyr : 7)Mafhum Mukhalafah ayat ini adalah, janganlah kita mengambil apa saja (pandangan

hidup) yang tidak berasal dari Rasul, termasuk ide Pragmatisme. Ide ini tidak berasal dari

Muhammad Rasulullah saw, tetapi dari orang-orang kafir yang berasal dari Eropa danAmerika.

Jelas, bahwa Pragmatisme bertentangan dengan Islam. Sebab ukuran perbuatan dalam

Islam adalah perintah dan larangan Allah, bukan manfaat riil suatu ide untuk memenuhi

kebutuhan manusia. Namun demikian, bukan berarti Islam tidak memperhatikan kemanfaatan. Islam terbukti

telah memperhatikan aspek kemanfaatan, seperti misalnya sabda Rasulullah saw :

“Apabila anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah amalnya, kecuali tiga perkara;

shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, anak shaleh yang mendoakan kedua orangtuanya.” (HSR. Muslim)

Benar, Islam memang memperhatikan kemanfaatan, tetapi kemanfaatan yang telahdibenarkan oleh syara’, bukan kemanfaatan secara mutlak tanpa distandarisasi lebih dulu

oleh syara’. Hal ini karena nash-nash yang berhubungan dengan manfaat tidak dapat

dipahami secara terpisah dari nash-nash lain yang menegaskan aspek halal haram. Maka,

kemanfaatan yang diperhatikan oleh Islam adalah kemanfaatan yang dibenarkan olehsyara’, bukan sembarang manfaat.

Jadi, ketika dinyatakan bahwa standar perbuatan adalah syara’, dan bukan manfaat, maka

hal ini tidak berarti bahwa Islam menafikan aspek kemanfaatan. Tetapi maknanya adalah,manfaat itu bukan standar kebenaran untuk ide atau perbuatan manusia. Sedang

kemanfaatan yang dibenarkan Islam, yakni yang telah diukur dan ditakar dengan standar halal haram, maka itu adalah manfaat yang yang dapat diambil oleh manusia sesuaikehendaknya.

7. Dekonstruksi Pragmatisme, Suatu Kewajiban

Pragmatisme adalah ide batil dan ide kufur yang sangat mungkar, karena ide tersebutdibangun di atas landasan ideologi yang kufur, dihasilkan dengan metode berpikir yang

tidak tepat, serta mengandung kerancuan dan kekacauan pada dirinya sendiri.

Oleh karena itu, karena Pragmatisme adalah suatu kemungkaran, maka seorang muslim

wajib menghancurkan dan membuang Pragmatisme dengan sekuat tenaga serta melawansiapa saja yang hendak menyesatkan umat dengan menjajakan ide hina dan berbahaya ini

di tengah-tengah umat Islam yang sedang berjalan menuju kepada kebangkitannya.

8. Tinjaun Kritis lainnyaSatu hal yang harus digarisbawahi adalah bahwa pragmatisme merupakan filsafat

 bertindak. Dalam menghadapi berbagai persoalan, baik bersifat psikologis, epistemologis,

metafisik, religius dan sebagainya, pragmatisme selalu mempertanyakan bagaimanakonsekuensi praktisnya. Setiap solusi terhadap masalah apa pun selalu dilihat dalam

rangka konsekuansi praktisnya, yang dikaitkan dengan kegunaannya dalam hidup

manusia. Dan konsekuensi praktis yang berguna dan memuaskan manusia itulah yang

membenarkan tindakan tadi.

5/10/2018 pragmatisme - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pragmatisme-55a0ce4478011 12/12

Dalam rangka itulah, kaum pragmatis tidak mau berdiskusi bertele-tele, bahkan sama

sekali tidak menghendaki adanya diskusi, malainkan langsung mencari tindakan yang

tepat untuk dijalankan dalam situasi yang tepat pula. Kaum pragmatis adalah manusia-manusia empiris yang sanggup bertindak, tidak terjerumus dalam pertengkaran ideologis

yang mandul tanpa isi, melainkan secara nyata berusaha memecahkan masalah yang

dihadapi dengan tindakan yang konkrit.Karenanya, teori bagi kaum pragmatis hanya merupakan alat untuk bertindak, bukan

untuk membuat manusia terbelenggu dan mandeg dalam teori itu sendiri. Teori yang

tepat adalah teori yang berguna, yang siap pakai, dan yang dalam kenyataannya berlaku,yaitu yang mampu memungkinkan manusia bertindak secara praktis. Kebenaran suatu

teori, ide atau keyakinan bukan didasarkan pada pembuktian abstrak yang muluk-muluk,

melainkan didasarkan pada pengalaman, pada konsekuansi praktisnya, dan pada

kegunaan serta kepuasan yang dibawanya. Pendeknya, ia mampu mengarahkan manusiakepada fakta atau realitas yang dinyatakan dalam teori tersebut.

Pragmatisme mempunyai dua sifat, yaitu merupakan kritik terhadap pendekatan ideologis

dan prinsip pemecahan masalah. Sebagi kritik terhadap pendekatan ideologis,

 pragmatisme mempertahankan relevansi sebuah ideologi bagi pemecahan, misalnyafungsi pendidikan. Pragmatisme mengkritik segala macam teori tentang cita-cita, filsafat,

rumusan-rumusan abstrak yang sama sekali tidak memiliki konsekuansi praktis. Bagikaum pragmatis, yang penting bukan keindahan suatu konsepsi melainkan hubungan

nyata pada pendekatan masalah yang dihadapi masyarakat.

Sebagai prinsip pemecahan masalah, pragmatisme mengatakan bahwa suatu gagasan atau

strategi terbukti benar apabila berhasil memecahkan masalah yang ada, mengubah situasiyang penuh keraguan dan keresahan sedemikian rupa, sehingga keraguan dan keresahan

tersebut hilang.

Dalam kedua sifat tersebut terkandung segi negatif pragmatisme dan segi-segi positifnya.Pragmatisme, misalnya, mengabaikan peranan diskusi. Justru di sini muncul masalah,

karena pragmatisme membuang diskusi tentang dasar pertanggungjawaban yang diambilsebagai pemecahan atas masalah tertentu. Sedangkan segi positifnya tampak pada penolakan kaum pragmatis terhadap perselisihan teoritis, pertarungaan ideologis serta

 pembahasan nilai-nilai yang berkepanjangan, demi sesegera mungkin mengambil

tindakan langsung.Dalam kaitan dengan dunia pendidikan, kaum pragmatisme menghendaki pembagian

yang tetap terhadap persoalan yang bersifat teoritis dan praktis. Pengembangan terhadap

yang teoritis akan memberikan bekal yang bersifat etik dan normatif, sedangkan yang

 praktis dapat mempersiapkan tenaga profesional sesuai dengan kebutuhan masyarakat.Proporsionalisasi yang teoritis dan praktis itu penting agar pendidikan tidak melahirkan

materialisme terselubung ketika terlalu menekankan yang praktis. Pendidikan juga tidak 

dapat mengabaikan kebutuhan praktis masyarakat, sebab kalau demikian yang terjadi berarti pendidikan tersebut dapat dikatakan disfungsi, tidak memiliki konsekuansi praktis.