ppt pni baru dewi setyawati
TRANSCRIPT
Welcome to FaceHistory.com
www.Face-History.com Google
FaceHistory Indonesian FaceHistory membantu anda mengenal Sejarah-sejarah di Negara Indonesia
X
SearchSEJARAH NASIONAL INDONESIA IV
UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2013
Dosen Pembimbing : Dra.Hj. Isputaminingsih,M.Hum /
Hudaidah ,S.Pd., M.Pd.
Welcome to FaceHistory.com
www.Face-History.com Google
FaceHistory Indonesian
X
FaceHistory membantu anda mengenal Sejarah-sejarah di Negara Indonesia
Hasil Pencarian SEJARAH NASIONAL INDONESIA IV , untuk mengetahui informasi tersebut klik foto.....
START
Winamp Mozilla Mc. Office
PROFIL
MENU
SEJARAH NASIONAL INDONESIA IV X
www.Face-History.com Google
Send your e-mail
Loading…
Ready to use…Choose one of the main menu above !
Collecting status…Please wait…
MENU
PROFIL
Created By :
Menu
Latar Belakang Berdirinya PNI Baru
Sejarah Terbentuknya PNI Baru
Bubarnya Organisasi PNI Baru
Perkembangan dan Tujuan PNI Baru
Pemerintah Belanda melakukan penggeledahan dan penangkapan terhadap tokoh-tokoh PNI di seluruh wilayah Indonesia pada 24 Desember
1929. Akhirnya 4 tokoh teras PNI yaitu: Ir. Soekarno, R. Gatot Mangkoepradja, Markoen
Soemadiredja, dan Soepiadinata diadili di Pengadilan Negeri Bandung dan dijatuhi hukuman
penjara pada 20 Desember 1930.
Peristiwa ini merupakan pukulan besar bagi PNI dan atas inisiatif Mr.
Sartono pada Kongres Luar Biasa ke-2 (25 April 1931) PNI dibubarkan.
Ketergantungan pada seorang pemimpin, dikritik habis oleh mereka yang menentang
perubahan PNI.
Mereka menyebut dirinya “Gerakan Merdeka”, kemudian membentuk partai baru,
yaitu Pendidikan Nasional Indonesia atau PNI Baru.
Dari sini muncul tokoh baru yaitu Sutan Syahrir (20 tahun) yang waktu itu masih menjadi
mahasiswa di Amsterdam.
Ia pulang ke Indonesia atas permintaan Moh. Hatta untuk menjadi ketua partai.
Walaupun cita-cita dan haluan kedua partai itu sama, yaitu kemerdekaan dan
nonkooperasi, tetapi strategi perjuangannya berbeda. PNI Baru lebih menekankan
pentingnya pendidikan kader.
Pada bulan Desember 1931, Sjahrir yang baru saja pulang dari negeri Belanda membentuk suatu
organisasi tandingan terhadap Partindo. Organisasi ini adalah Pendidikan Nasional
Indonesia yang dikarenakan huruf-huruf awalnya maka disebut PNI-Baru.
Dalam PNI-Baru ini taktik Soekarno yang bersifat Radikal Revolusioner ditolak dan menganut
pandangan-pandangan yang lebih sedikit realistis. Menurut PNI-Baru ketergantungan terhadap
pemimpin saja dapat mengakibatkan lumpuhnya suatu partai apabila dia ditangkap.
Jika dibandingkan, Partindo dan PNI-Baru tidak memiliki perbedaan yang besar. Kedua
organisasi ini memiliki dasar nasionalisme Indonesia dan demokrasi.
Pembebasan Ir. Soekarno pada tanggal 31 Desember 1931 ini membuat PNI-Baru semakin
berani dan berkembang pesat. Jumlah anggotanya dan cabangnya meningkat.
PNI-Baru pun berkembang pesat setelah organisasi ini dipimpin oleh Sutan Syahrir dan
kemudian Mohammad Hatta.
Pengujung tahun 1931, Syahrir meninggalkan kampusnya untuk kembali ke tanah air dan terjun
dalam pergerakan nasional. Syahrir segera bergabung dalam organisasi Pendidikan Nasional
Indonesia (PNI Baru), yang pada Juni 1932 diketuainya.
Pengalaman mencemplungkan diridalam dunia proletar ia praktekkan di tanah air.
Syahrir terjun dalam pergerakan buruh. Iamemuat banyak tulisannya tentang perburuhan
dalam Daulat Rakyat. Ia juga kerap berbicara perihal pergerakan buruh dalam forum-forum politik. Mei
1933, Syahrir didaulat menjadi KetuaKongres Kaum Buruh Indonesia.
Hatta kemudian kembali ke tanah air pada Agustus 1932, segera pula ia memimpin PNI Baru.Bersama Hatta, Syahrir mengemudikan PNI Baru
sebagai organisasi pencetak kader-kaderpergerakan. Berdasarkan analisis pemerintahan
kolonial Belanda, gerakan politik Hatta danSyahrir dalam PNI Baru justru lebih radikal tinimbang Soekarno dengan PNI-nya yang
mengandalkan mobilisasi massa.
PNI Baru, menurut polisi kolonial, cukup sebanding dengan
organisasi Barat. Meski tanpa aksi massa dan agitasi; secara cerdas, lamban namun pasti, PNI
Baru mendidik kader-kader pergerakan yang siap bergerak ke arah tujuan revolusionernya.
Tahun 1932. Ketika saja baru akan mulai turut serta memelopori mendirikan
PNI-Baru (Pendidikan Nasional Indonesia ), saja menerima sepucuk surat dari Bung Hatta ditulis dari Rotterdam. Surat itu
panjangnya tiga halaman penuh ditik kerap. Isinya menasehati saja cara-cara menyusun organisasi yang
mempunyai tujuan politik mencapai cita-cita kemerdekaan tanah air. Dari seluruh isi surat itu terdapat dua perkataan
yang selalu terkenang sampai sekarang. Katanya, organisasi hendaknya bersifat paedagogis dan informatoris.
Tahun 1933. Sebab itu ketika Pendidikan Nasional Indonesia mengadakan
kongresnya yang pertama di Bandung dalam mana saudara syahrir terpilih menjadi ketua Umumnya, maka penjabaran
cita-cita kedaulatan rakyat bertemakan sifat-sifat peedagogis dan informatoris. Saja kira semua orang akan dapat
memahami bahwa suatu organisasi politik yang mengutamakan sifat-sifat peedagogis dan informatoris tidak
akan menjadi organisasi massa yang besar.
Tahun 1934. Sejarah perjuangan kaum Pendidikan Nasional Indonesia telah membuktikan
kesanggupannya berkat pembinaan paedagogis dan informatoris, sehingga para anggota Pimpinan Umum dapat berganti-ganti setelah yang satu ditangkap dan dibuang oleh pemerintah Belanda. Bung Hatta sendiri
ditangkap diJakarta bersama penulis ini dalam bulan Februari
1934.
Pada tahun 1933, PNI Baru telah memiliki 65 cabang. Untuk mempersiapkan masyarakat dalam
mencapai kemerdekaan, PNI Baru melakukan kegiatan penerangan untuk rakyat dan
penyuluhan koperasi.
PNI-Baru Tujuannya adalah kemerdekaan Indonesia yang dicapai dengan kekuatan sendiri
tanpa bantuan siapapun (self help) dan tidak mau bekerja sama dengan pemerintah Belanda (nonkooperasi). PNI Baru dlam mencapai
tujuannya melalui Pendidikan
-PPPKI oleh PNI Baru dianggap sebagai “persatean” bukan persatuan karena anggota-anggotanya memiliki ideologi yang berbeda-beda. - Dalam upaya mencapai kemerdekaan, PNI Baru lebih mengutamakan pendidikan politik dan sosial. -Tujuan PNI Baru lebih menekankan kepada pendidikan kader dan massa untuk meningkatkan semangat kebangsaan dalam perjuangan mencapai kemerdekaan Indonesia.
Makin meningkatnya perjuangan PNI Baru ini menimbulkan rasa khawatir di kalangan pemerintah
Belanda . Kemudian dibuatlah berbagai macam peraturan yang bermaksud hendak mengekang perkembangannya.
Tindakan pertama yang dilakukan oleh Gubernur Jenderal de Jonge adalah dengan dikeluarkannya ordonansi
pengekangan pers. Sejak berlakunya ordonansi ini tahun 1931 sampai tahun 1936 (selama pemerintahan de
Jonge) sebanyak 27 surat kabar menjadi korban. (Marwati Djoened Poesponegoro, 2008: 376).
Usaha pemerintah untuk mematikan PNI-baru tidak hanya dengan cara tersebut. Untuk
mengurangi jumlah anggota, dikeluarkan larangan terhadap para pegawai pemerintah untuk
memasuki kedua partai tersebut.
Tindakan pemerintah yang lain untuk menekan kedua partai itu ialah dengan dilaksanakan
exorbitant rechten yaitu hak luar biasa yang dimiliki oleh Gubernur Jenderal untuk
mengasingkan seseorang yang dianggap membahayakan ketentraman umum. Mereka yang dianggap berbahaya diasingkan ke Boven
Digul di Irian Jaya.
Hak luar biasa gubernur jenderal tersebut menimpa pemimpin-pemimpin Partindo dan PNI-
Baru. Ir. Soekarno yang baru dibebaskan dari penjara pada akhir tahun 1931, pada bulan Juli 1933 ditangkap lagi. Tanpa diasili kemudian ia
diasingkan oleh pemerintah pendudukan Jepang pada tahun 1942.
Korban lainnya dari PNI-Baru antara lain Mohammad Hatta dan Sutan Syahrir yang
ditangkap pada bulan Februari 1934. Hatta dan Syahrir dibuang ke Boven Digul dan dari sana
kemudian pada bulan Desember 1935 dipinndahkan ke Bandanaira. (Marwati Djoened
Poesponegoro, 2008: 367-377).
Pada tahun 1933, PNI Baru telah memiliki 65 cabang. Untuk mempersiapkan masyarakat dalam
mencapai kemerdekaan, PNI Baru melakukan kegiatan penerangan untuk rakyat dan
penyuluhan koperasi. Kegiatan-kegiatan PNI Baru tersebut dan ditambah dengan sikapnya yang
non-kooperatif dianggap oleh pemerintah kolonial membahayakan.
Oleh karena itu, pada bulan Februari 1934 Bung Hatta, Sutan Syahir, Maskun, Burhanuddin,
Murwoto, dan Bondan ditangkap pemerintah kolonial. Bung Hatta diasingkan ke hulu Sungai
Digul, Papua.
Bung Hatta diasingkan ke hulu Sungai Digul, Papua.
Kemudian dipindahkan ke Banda Neira pada tahun 1936 dan akhirnya ke Sukabumi pada
tahun 1942. Dengan demikian, hanya partai-partai yang bersikap kooperatif saja yang dibiarkan hidup
oleh pemerintah kolonial Belanda.
Sifat perjuangan PNI Baru adalah nonkooperatif. Drs. Moh. Hatta dan Sutan Syahrir ditahan selama
11 bulan. Pada awalnya, kedua tokoh tersebut diasingkan ke Boven, Digul, kemudian dipindahkan
ke Sukabumi. Mereka dibebaskan pada saat pendudukan Jepang.
Karena pemerintah Belanda mengadakan penekanan dan menangkap para pemimpinnya,
perjuangan PNI Baru tidak banyak membawa hasil. Akibat tindakan keras Gubernur Jenderal de Jonge, PNI Baru pada tahun 1936 tidak berdaya
dan mengalami kelumpuhan.