ppi

21
LAPORAN KASUS OBSTETRI PARTUS PREMATURUS IMINENS Gede Vendi Cahyadi Riandika H1A 010 006 PEMBIMBING : dr. Dewi Wijayanti, Sp.OG KEPANITERAAN KLINIK SMF KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN 1

Upload: vendi-cahyadi-riandika

Post on 16-Nov-2015

13 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

ref

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUS OBSTETRIPARTUS PREMATURUS IMINENS

Gede Vendi Cahyadi Riandika

H1A 010 006

PEMBIMBING :

dr. Dewi Wijayanti, Sp.OGKEPANITERAAN KLINIK SMF KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

RSUD PRAYA NTB

2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada waktunya.

Laporan kasus yang berjudul Partus Prematurus Iminens ini disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Praya Nusa Tenggara Barat.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis.

Akhirnya penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan laporan kasus ini.

Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari sebagai dokter. Terima kasih.

Praya, Juni 2014

PenulisBAB I

PENDAHULUANDiperkirakan bahwa pada tahun 2005 9,6% dari keselurahan kelahiran adalah prematur, dimana dapat diartikan sekitar 12,9 juta kelahiran didefinisikan sebagai prematur. Sekitar 85% dari masalah ini terkonsentrasi di benua afrika dan asia, dimana 10,9 juta kelahiran adalah prematur. Sekitar 0,5 juta kelahiran prematur muncul di benua eropa dan angka yang sama di amerika utara, di lain pihak 0,9 juta kelahiran prematur terjadi di amerika latin dan karibia. Anak anak yang lahir secara prematur memiliki rata-rata angka kejadian tertinggi dari serebral palsy, defisit sensory, gangguan belajar dan penyakit respirasi dibandingkan dengan anak-anak yang lahir aterm. Morbiditias yang dihubungkan dengan kelahiran prematur sering bermasalah pada kehidupan selanjutnya, menghasilkan masalah fisik, psikologis dan biaya ekonomi. Diperkirakan pada tahun 2005 di amerika serikat sendiri biaya yang dihabiskan untuk keperluan medis dan pendidikan yang dihubungkan dengan kelahiran prematur adalah lebih dari 26 juta US$ (Beck, 2010).Persalinan preterm merupakan hal yang berbahaya karena potensial meningkatkan kematian perinatal sebesar 65%-75%, Di negara berkembang insidennya sekitar 7% dari seluruh persalinan umumnya berkaitan dengan berat lahir rendah. Berat lahir rendah dapat disebabkan oleh kelahiran preterm dan pertumbuhan janin yang terhambat. Keduanya sebaiknya dicegah karena dampaknya yang negatif; tidak hanya kematian perinatal tetapi juga morbiditas, potensi generasi akan datang, kelainan mental dan beban ekonomi bagi keluarga dan bangsa secara keseluruhan (Rompas, 2004)BAB II

TINJAUAN PUSTAKAA. Definisi

Partus Prematurus Imminens adalah persalinan yang berlangsung pada umur kehamilan 20 37 minggu dihitung dari hari pertama menstuasi terakhir (HPMT) (ACOG, 1995). Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa bayi premature adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37minggu atau kurang.

Menurut Wibowo (1997), persalinan prematur adalah kontraksi uterus yang teratur setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum 37 minggu , dengan interval kontraksi 5 hingga 8 menit atau kurang dan disertai dengan satu atau lebih tanda berikut: (1) perubahan serviks yang progresif (2) dilatasi serviks 2 sentimeter atau lebih (3) penipisan serviks 80 persen atau lebih. Menurut Mochtar (1998) partus prematurus yaitu persalinan pada kehamilan 28 sampai 37 minggu, berat badan lahir 1000 sampai 2500 gram.Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI di Semarang tahun 2005 menetapkan bahwa persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu.

B. Epidemiologi

Pemicu obstetri yang mengarah pada PPI antara lain: (1) persalinan atas indikasi ibu ataupun janin, baik dengan pemberian induksi ataupun seksio sesarea; (2) PPI spontan dengan selaput amnion utuh; dan (3) PPI dengan ketuban pecah dini, terlepas apakah akhirnya dilahirkan pervaginam atau melalui seksio sesarea. Sekitar 30-35% dari PPI berdasarkan indikasi, 40-45% PPI terjadi secara spontan dengan selaput amnion utuh, dan 25-30% PPI yang didahului ketuban pecah dini (Harry dkk, 2010).

Konstribusi penyebab PPI berbeda berdasarkan kelompok etnis. PPI pada wanita kulit putih lebih umum merupakan PPI spontan dengan selaput amnion utuh, sedangkan pada wanita kulit hitam lebih umum didahului ketuban pecah dini sebelumnya. PPI juga bisa dibagi menurut usia kehamilan: sekitar 5% PPI terjadi pada usia kehamilan kurang dari 28 minggu (extreme prematurity), sekitar 15% terjadi pada usia kehamilan 28-31 minggu (severe prematurity), sekitar 20% pada usia kehamilan 32-33 minggu (moderate prematurity), dan 60-70% pada usia kehamilan 34-36 minggu (near term). Dari tahun ke tahun, terjadi peningkatan angka kejadian PPI, yang sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya jumlah kelahiran preterm atas indikasi (Harry dkk, 2010).C. Etiologi dan Faktor Resiko

Faktor resiko PPI menurut Wiknjosastro (2010) yaitu :

1. Janin dan plasenta : perdarahan trimester awal, perdarahan antepartum, KPD, pertumbuhan janin terhambat, cacat bawaan janin, gemeli, polihidramnion

2. Ibu : DM, pre eklampsia, HT, ISK, infeksi dengan demam, kelainan bentuk uterus, riwayat partus preterm atau abortus berulang, inkompetensi serviks, pemakaian obat narkotik, trauma, perokok berat, kelainan imun/resus

Namun menurut Rompas (2004) ada beberapa resiko yang dapat menyebabkan partus prematurus yaitu : 1. Faktor resiko mayor : Kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus, serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks mendatar/memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat abortus pada trimester II lebih dari 1 kali, riwayat persalinan pretem sebelumnya, operasi abdominal pada kehamilan preterm, riwayat operasi konisasi, dan iritabilitas uterus.2. Faktor resiko minor : Penyakit yang disertai demam, perdarahan pervaginam setelah kehamilan 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok lebih dari 10 batang perhari, riwayat abortus pada trimester II, riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2 kali.D. Diagnosis

Beberapa kriteria dapat dipakai sebagai diagnosis ancaman PPI (Wiknjosastro, 2010), yaitu:

1. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu atau antara 140 dan 259 hari,

2. Kontraksi uterus (his) teratur, yaitu kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8 menit sekali, atau 2-3 kali dalam waktu 10 menit,

3. Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai kaku menstruasi, rasa tekanan intrapelvik dan nyeri pada punggung bawah (low back pain),

4. Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin bercampur darah,

5. Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50-80%, atau telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm,

6. Selaput amnion seringkali telah pecah,

7. Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika.

Kriteria lain yang diusulkan oleh American Academy of Pediatrics dan The American Collage of Obstetricians and Gynecologists (1997) untuk mendiagnosis PPI ialah sebagai berikut:

1. Kontraksi yang terjadi dengan frekuensi empat kali dalam 20 menit atau delapan kali dalam 60 menit plus perubahan progresif pada serviks,

2. Dilatasi serviks lebih dari 1 cm,

3. Pendataran serviks sebesar 80% atau lebih.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mendukung ketepatan diagnosis PPI :

1. Pemeriksaan Laboratorium: darah rutin, kimia darah, golongan ABO, faktor rhesus, urinalisis, bakteriologi vagina, amniosentesis : surfaktan, gas dan PH darah janin.

2. USG untuk mengetahui usia gestasi, jumlah janin, besar janin, kativitas biofisik, cacat kongenital, letak dan maturasi plasenta, volume cairan tuba dan kelainan uterusE. Penatalaksanaan

Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada PPI, terutama untuk mencegah morbiditas dan mortalitas neonatus preterm ialah:

1. Menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolitik, yaitu :

a. Kalsium antagonis: nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam, dilanjutkan tiap 8 jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan lagi jika timbul kontaksi berulang. dosis maintenance 3x10 mg.

b. Obat -mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan salbutamol dapat digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek samping yang lebih kecil. Salbutamol, dengan dosis per infus: 20-50 g/menit, sedangkan per oral: 4 mg, 2-4 kali/hari (maintenance) atau terbutalin, dengan dosis per infus: 10-15 g/menit, subkutan: 250 g setiap 6 jam sedangkan dosis per oral: 5-7.5 mg setiap 8 jam (maintenance). Efek samping dari golongan obat ini ialah: hiperglikemia, hipokalemia, hipotensi, takikardia, iskemi miokardial, edema paru.

c. Sulfas magnesikus: dosis perinteral sulfas magnesikus ialah 4-6 gr/iv, secara bolus selama 20-30 menit, dan infus 2-4gr/jam (maintenance). Namun obat ini jarang digunakan karena efek samping yang dapat ditimbulkannya pada ibu ataupun janin. Beberapa efek sampingnya ialah edema paru, letargi, nyeri dada, dan depresi pernafasan (pada ibu dan bayi).

d. Penghambat produksi prostaglandin: indometasin, sulindac, nimesulide dapat menghambat produksi prostaglandin dengan menghambat cyclooxygenases (COXs) yang dibutuhkan untuk produksi prostaglandin. Indometasin merupakan penghambat COX yang cukup kuat, namun menimbulkan risiko kardiovaskular pada janin. Sulindac memiliki efek samping yang lebih kecil daripada indometasin. Sedangkan nimesulide saat ini hanya tersedia dalam konteks percobaan klinis.

Untuk menghambat proses PPI, selain tokolisis, pasien juga perlu membatasi aktivitas atau tirah baring serta menghindari aktivitas seksual.

Kontraindikasi relatif penggunaan tokolisis ialah ketika lingkungan intrauterine terbukti tidak baik, seperti:

a. Oligohidramnion

b. Korioamnionitis berat pada ketuban pecah dini

c. Preeklamsia berat

d. Hasil nonstrees test tidak reaktif

e. Hasil contraction stress test positif

f. Perdarahan pervaginam dengan abrupsi plasenta, kecuali keadaan pasien stabil dan kesejahteraan janin baik

g. Kematian janin atau anomali janin yang mematikan

h. Terjadinya efek samping yang serius selama penggunaan beta-mimetik.

2. Akselerasi pematangan fungsi paru janin dengan kortikosteroid,

Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan surfaktan paru janin, menurunkan risiko respiratory distress syndrome (RDS), mencegah perdarahan intraventrikular, necrotising enterocolitis, dan duktus arteriosus, yang akhirnya menurunkan kematian neonatus. Kortikosteroid perlu diberikan bilamana usia kehamilan kurang dari 35 minggu.Obat yang diberikan ialah deksametason atau betametason. Pemberian steroid ini tidak diulang karena risiko pertumbuhan janin terhambat. Pemberian siklus tunggal kortikosteroid ialah:

1. Betametason 2 x 12 mg i.m. dengan jarak pemberian 24 jam.

2. Deksametason 4 x 6 mg i.m. dengan jarak pemberian 12 jam.

Selain yang disebutkan di atas, juga dapat diberikan Thyrotropin releasing hormone 400 ug iv, yang akan meningkatkan kadar tri-iodothyronine yang kemudian dapat meningkatkan produksi surfaktan. Ataupun pemberian suplemen inositol, karena inositol merupakan komponen membran fosfolipid yang berperan dalam pembentukan surfaktan.3. Pencegahan terhadap infeksi dengan menggunakan antibiotik.

Mercer dan Arheart (1995) menunjukkan, bahwa pemberian antibiotika yang tepat dapat menurunkan angka kejadian korioamnionitis dan sepsis neonatorum. Antibiotika hanya diberikan bilamana kehamilan mengandung risiko terjadinya infeksi, seperti pada kasus KPD. Obat diberikan per oral, yang dianjurkan ialah eritromisin 3 x 500 mg selama 3 hari. Obat pilihan lainnya ialah ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari, atau dapat menggunakan antibiotika lain seperti klindamisin. Tidak dianjurkan pemberian ko-amoksiklaf karena risiko necrotising enterocolitis.BAB III

LAPORAN KASUS3.1 Identitas Pasien

Nama:Ny.ZubaedahUmur:28 tahun

Jenis Kelamin:Perempuan

Agama:IslamAlamat:PenunjakMRS: 24/05/2014

Rekam medis: 3820363.2 Anamnesis

Keluhan utama: nyeri perut hilang timbulRiwayat Penyakit SekarangPasien tiba di RSUD Praya pada pukul 21.00 (24/06/2014), datang dengan keluhan nyeri perut hilang timbul sejak pukul 02.00 (24/06/2014) riwayat keluar air negatif, bloody slim positif, gerakan janin positif.Riwayat penyakit terdahulu

Riwayat hipertensi,diabetes mellitus dan asma disangkal. Riwayat penyakit dalam keluarga

Riwayat hipertensi,diabetes mellitus dan asma pada keluarga disangkal. Riwayat alergi obat

Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi obat sebelumnya

Riwayat obstetri

I.ini HPHT

: lupa

Taksiran persalinan

: -

Riwayat ANC

: 7x di posyandu

Riwayat USG

: 1x (24/06/2014) presentasi : kepala

UK : 34 minggu

Tanggal perkiraan lahir : 5/08/2014

Taksiran berat janin : 2347 gr

Jenis kelamin : laki-laki

Ketuban : cukup3.3 Pemeriksaan Fisik

Status Present

KU: BaikKesadaran : compos mentis (E4V5M6)

TD: 140/90 mmHgN: 88x/menit

RR: 22x/menit

Tax: 36,8 C

Status general

Mata

: anemia -/-, ikterus -/-Thorax

: Cor: S1S2 tunggal regular murmur (-), gallop (-)

Pulmo: Vesikuler +/+ Rhonki-/- Wheezing -/-

Abdomen

: scar (-), striae gravidarum (+), linea nigra (+) Extremitas

: hangat(+) edema(-)

Status obstetri

L1 : Bokong, L2 : Punggung di kiri, L3 : Kepala, L4 : 4/5

DJJ : 130x/mt

HIS : 2x10~25TFU : 29 cm

TBJ : 2635 grVT : 2cm, eff 25%, letkep,kep, ketuban(+), ttb bagian kecil janin atau tali pusat3.4 Pemeriksaan Laboratorium HGB: 12,3 g/dl

RBC: 4,42 x 106/L

HCT: 37,2 %

WBC: 14,2 x 103/L

PLT: 288 x 103/L HbSAg: (-)3.7 Diagnosis kerja

G1P0A0H0 34-35minggu T/H/IU letkep + PPI

3.8 Rencana Kerja

Observasi kesra ibu dan janin Observasi kemajuan persalinan

dexamethasone 5mg intramuscular, 4 dosis setiap 6 jam Nifedipine 2tab sublingual, bila dalam 30 menit masih nyeri, lanjutkan 2 tab lagi sublingual3.9 Bayi lahirJenis persalinan

: partus spontan

Lahir tanggal, jam: 25/06/2014, pukul 02.55 WITA

Jenis kelamin

: laki-laki

APGAR Score

: 7-9

Lahir

: hidupBerat

: 2200 gram

Amnion

: jernihKelainan kongenital: (-)

3.10 PLASENTA

Lahir

: Manual

Lengkap

: Ya

Perdarahan: + 150 cc

3.11 KONDISI IBU 2 JAM POST PARTUM

Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: E4V5M6

Tekanan darah

: 120/70 mmHg

Frekuensi nadi

: 80 x/menit

Frekuensi napas

: 18 x/menit

Suhu

: 36,7 C

Kontraksi uterus

: (+) baik

TFU

: 1 jari di bawah pusatPerdarahan aktif

: (-)

Lochea rubra

: (+)

BAB IVPEMBAHASANPada laporan kasus berikut, diajukan suatu kasus seorang wanita 28 tahun yang kemudian didiagnosa dengan diagnosa G1P0A0H0 umur kehamilan 34-35 minggu, tunggal, hidup, intrauterine dengan partus prematurus iminens. Selanjutnya akan dibahas :1. Apakah diagnosa dan pemeriksaan pada kasus ini sudah tepat ?Pemeriksaan dan diagnosis pada kasus ini sudah tepat karena sudah menyesuaikan dengan kriteria diagnosis yang sudah ditetapkan secara umum, yaitu kontraksi his yang reguler 2x10-25 diikuti dengan dilatasi serviks 2 cm disertai nyeri pinggang dan bloody slim dan terjadi di usia gestasi 34-35 minggu. Penipisan serviks masih 25%, akan tidak merubah diagnosis karena telah memenuhi kriteria minimal.

2. Apakah penatalaksanaan kasus ini sudah tepat ?Menurut kami penatalaksaan pada kasus ini sudah tepat, yaitu dilakukan penanganan konservatif dan diberikan tokolisis dengan harapan mengurangi kontraksi dari uterus sehingga ancaman persalinan preterm dapat ditunda hingga usia kandungan mendekati aterm. Pada kasus pasien ini tidak dilakukan manajemen aktif dikarenakan tidak ada tanda-tanda pecah ketuban, gawat janin dan pembukaan serviks belum lebih dari 4 cm

3. Apa penyebab partus prematur iminens pada kasus ini ?Penyebabnya cukup sulit diketahui pada ibu ini karena ini adalah kehamilan pertama. Pasien tidak ada keluhan dan riwayat infeksi genitourinari, kemungkinan bisa disebabkan oleh etiologi-etiologi faktor resiko lainnya seperti inkompetensi serviks, imunologik, faktor kelelahan bekerja, defisiensi vitamin C ataupun stress psikologik.

BAB V

KESIMPULANPasien perempuan umur 28 tahun datang dengan keluhan nyeri perut menjalar hingga ke pinggang. Pasien tidak mengeluhkan riwayat keluar air. Ada bercak darah dan gerakan janin masih dirasakan. Ini mereupakan kehamilan pertama pasien. Pasien lupa hari pertama haid terkahirnya, sehingga untuk menentukan usia kehamilan digunakan hasil pemeriksaan USG. Dari hasil USG tanggal 24 Juni 2014, didapatkan usia kehamilan pasien 34-35 minggu. Usia kehamilan pasien termasuk dalam kategori preterm karena kurang dari 37 minggu. Selain itu dari hasil USG juga didapatkan taksiran berat janin hanya 2200 gram. Berat badan janin yang kurang dari 2500 gram dapat dikategorikan preterm. Dari hasil pemeriksaan fisik pada saat dilakukan VT ditemukan pembukaan 2 cm. Oleh karena itu pasien dapat didiagnosa G1P0A0H0 34-35minggu T/H/IU letkep dengan PPI.

Dari diagnosa tersebut dipilih tatalaksana pemberian dexamethasone untuk pematangan paru janin dan nifedipine sebagai tokolitik. Bayi lahir laki-laki 2200gram, berat janin bias dikategorikan BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah). Pada 2 jam post partum, pasien dalam keadaan baik, tidak ada keluhan yang berarti.

DAFTAR PUSTAKAWiknjosastro, H. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka, Sarwono Prawirohardjo.

Oxorn Harry, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan (Human Labor and Birth). Yogyakarta : YEM.

Hariadi, R. 2004. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Surabaya : Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

1