potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

74
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Umumnya Negara berkembang dijadikan sebagai pusat industri. Dampak adanya industri berakibat terhadap pencemaran lingkungan karena adanya limbah industri. Limbah cair merupakan buangan cair yang tidak dapat dimanfaatkan lagi dan mengandung bahan-bahan yang membahayakan kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup (Perdana, 2007). Karakteristik limbah cair suatu industri dipengaruhi oleh limbah cair dari proses produksi, di antaranya adalah: penggunaan air, penggunaan bahan baku, penggunaan bahan pendukung dan penggunaan energi (Driessen dan Vereijken, 2003; Perdana, 2007). Industri bir memiliki nilai ekonomi dalam sektor agro-pangan. Bir merupakan salah satu minuman beralkohol yang diproduksi melalui proses fermentasi bahan berpati seperti biji malt, cereal dan diberi aroma flavor hops, tetapi tanpa proses penyulingan. Bahan yang digunakan dalam pembuatan bir berbeda-beda tergantung pada karakteristik bir tersebut sehingga rasa dan warna sangat berbeda baik jenis maupun klasifikasinya (Yusuf, 2012). Sebagian besar industri bir proses produksinya menggunakan air. Limbah cair industri bir mengandung limbah organik dengan tingkat polusi tergantung pada proses produksi bir dan kapasitas konsumsi air selama proses tersebut (Olafadehan dan Aribike, 2000; Driessen dan Vereijken, 2003).

Upload: phamque

Post on 31-Dec-2016

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Umumnya Negara berkembang dijadikan sebagai pusat industri. Dampak

adanya industri berakibat terhadap pencemaran lingkungan karena adanya limbah

industri. Limbah cair merupakan buangan cair yang tidak dapat dimanfaatkan lagi

dan mengandung bahan-bahan yang membahayakan kesehatan manusia serta

mengganggu lingkungan hidup (Perdana, 2007).

Karakteristik limbah cair suatu industri dipengaruhi oleh limbah cair dari

proses produksi, di antaranya adalah: penggunaan air, penggunaan bahan baku,

penggunaan bahan pendukung dan penggunaan energi (Driessen dan Vereijken,

2003; Perdana, 2007).

Industri bir memiliki nilai ekonomi dalam sektor agro-pangan. Bir

merupakan salah satu minuman beralkohol yang diproduksi melalui proses

fermentasi bahan berpati seperti biji malt, cereal dan diberi aroma flavor hops,

tetapi tanpa proses penyulingan. Bahan yang digunakan dalam pembuatan bir

berbeda-beda tergantung pada karakteristik bir tersebut sehingga rasa dan warna

sangat berbeda baik jenis maupun klasifikasinya (Yusuf, 2012). Sebagian besar

industri bir proses produksinya menggunakan air. Limbah cair industri bir

mengandung limbah organik dengan tingkat polusi tergantung pada proses

produksi bir dan kapasitas konsumsi air selama proses tersebut

(Olafadehan dan Aribike, 2000; Driessen dan Vereijken, 2003).

Page 2: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

2

Umumnya limbah cair bir berwarna dan mengandung bahan organik yang

mudah didegradasi seperti gula, pati terlarut, etanol, asam lemak, volatil dan lain-

lain yang dapat diukur dengan COD dan BOD (Driessen dan Vereijken, 2003).

Limbah cair bir mengandung bahan organik tinggi dalam hal kebutuhan oksigen

kimiawi dari 1000 mg/L sampai 4000 mg/L dan kebutuhan oksigen biokimia

sampai 1500 mg/L sehingga menyebabkan racun bagi kehidupan perairan

(Olafadehan dan Aribike, 2000).

Proses daur ulang limbah industri atau Water Treatment Recycle Process

adalah salah satu syarat yang harus dimiliki oleh industri yang berwawasan

lingkungan (Smith dan Scott, 2005). Beberapa pabrik pembuatan bir tidak

mempunyai fasilitas pengolahan limbah tersebut karena faktor biaya peralatan

yang cukup mahal dan memerlukan tempat instalansi yang cukup luas. PT. Storm

Beer merupakan salah satu industri bir yang sudah berkembang cukup lama di

Bali namun untuk kasus penanganan limbah hanya ditanggulangi dengan

menampung limbah ke dalam bak-bak penampungan dan langsung dibuang ke

lahan perkebunan yang dapat berakibat merusak struktur tanah lahan perkebunan

tersebut.

Pengolahan limbah industri dapat dilakukan secara fisik, kimia, dan

biologi serta kombinasi dari beberapa metode pengolahan. Beberapa teknik

kombinasi pengolahan limbah secara alami seperti metode fisika dengan media

filter alami dan metode biologi diharapkan dapat mengolah limbah cair bir dengan

baik sehingga dapat dipergunakan kembali sebelum dibuang ke lingkungan tanpa

menyebabkan pencemaran lingkungan.

Page 3: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

3

Salah satu sistem pengolahan lingkungan yang menarik untuk

dikembangkan adalah pengolahan biologi dengan biota tingkat tinggi, biota

tingkat rendah maupun mikroorganisme. Mikroorganisme merupakan salah satu

alternatif untuk mengatasi pencemaran lingkungan karena bersifat aman dan

ramah terhadap lingkungan dan manusia (Waluyo, 2004). Pemanfaatan aktivitas

mikroba aerob dalam mengolah limbah cair dapat menguraikan zat organik

menjadi zat anorganik yang stabil dalam air limbah sehingga tidak memberikan

dampak pencemaran terhadap lingkungan yang merupakan habitat berbagai

mahluk hidup (Fardiaz, 2006).

Umumnya proses degradasi di lingkungan dilakukan oleh konsorsium

mikroba bukan satu jenis mikroba saja (Thompson et al., 2005). Konsorsium

mikroba adalah campuran populasi mikroba dalam bentuk komunitas yang

mempunyai hubungan kooperatif, komensal, dan mutualistik.

Sistem pengolahan yang menggunakan campuran kultur mikroba akan

memberikan hasil yang lebih efektif dibandingkan kultur murni karena adanya

aktivitas katabolik kultur bakteri yang saling melengkapi satu sama lain dan

produk dekomposisi yang dihasilkan dari suatu kultur dapat digunakan oleh kultur

lain untuk proses dekomposisi selanjutnya sehingga dapat membantu peningkatan

oksidasi bahan organik limbah cair (Jadhav et al., 2008). Isolasi bakteri

merupakan langkah awal untuk mendapatkan konsorsium bakteri yang dapat

digunakan untuk degradasi bahan pencemar tertentu (Thompson et al., 2005).

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian mengenai

pengolahan limbah cair produksi bir oleh konsorsium mikroba setelah perlakuan

Page 4: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

4

fisika dengan media filter alami sehingga pada akhirnya limbah yang akan

dibuang ke lingkungan sudah memenuhi standar baku mutu air buangan yang ada.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas didapatkan permasalahan, sebagai berikut:

1. Apakah terdapat isolat bakteri culturable yang mempunyai kemampuan dalam

menurunkan indikator COD, BOD, dan TSS pada limbah cair bir?

2. Bagaimanakah efektivitas konsorsium mikroba dalam menurunkan indikator

BOD, COD, dan TSS pada limbah cair bir?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui ada tidaknya bakteri culturable yang mempunyai

kemampuan dalam menurunkan indikator COD, BOD, dan TSS pada limbah

cair bir.

2. Untuk mengetahui efektivitas konsorsium mikroba dalam menurunkan

indikator BOD, COD, dan TSS pada limbah cair bir.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai alternatif penggunaan

konsorsium mikroba yang dapat dimanfaatkan dalam pengolahan limbah cair bir

sehingga lebih ramah lingkungan dan efektif secara mikrobiologis. Selain itu,

penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi kepada mahasiswa,

masyarakat umum, dan industri pemilik bir tentang pentingnya pengolahan limbah

cair bir sebelum dibuang ke lingkungan.

Page 5: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

5

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pencemaran Air

Air merupakan salah satu sumber kekayaan alam yang dibutuhkan oleh

makhluk hidup untuk kelangsungan hidupnya. Selain itu, air dibutuhkan untuk

kelangsungan proses industri, kegiatan perikanan, pertanian, dan peternakan. Oleh

karena itu, apabila air tidak dikelola dengan baik maka akan timbul kerusakan

maupun kehancuran bagi makhluk hidup (Effendi, 2003).

Pencemaran air adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,

energi atau komponen lain ke dalam air sehingga kualitas air turun sampai ke

tingkat tertentu yang menyebabkan air kurang atau tidak dapat lagi berfungsi

sesuai dengan peruntukannya (Effendi, 2003). Menurut Suharto (2011),

pencemaran air adalah suatu keadaan air yang mengalami penyimpangan dari

keadaan normalnya. Umumnya pencemaran air terjadi karena hasil kegiatan

manusia seperti adanya deterjen, asam belerang, dan zat-zat kimia sisa

pembuangan pabrik-pabrik kimia/industri. Pembuangan bahan kimia limbah

maupun pencemar lain ke dalam air akan meracuni semua organisme di dalam

suatu ekosistem air.

Menurut Suharto (2011), kandungan bahan pencemar yang dapat

menentukan indikator yang terjadi pada lingkungan air sebagai berikut:

Page 6: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

6

1. Bahan buangan organik

Bahan buangan organik berupa limbah yang dapat membusuk akan

didegradasi oleh mikroorganisme sehingga mengakibatkan semakin

berkembangnya mikroba pathogen.

2. Bahan buangan anorganik

Bahan buangan anorganik berupa limbah yang tidak dapat membusuk dan

sulit didegradasi oleh mikroorganisme. Apabila bahan buangan anorganik ini

masuk ke lingkungan air, akan terjadi peningkatan jumlah ion logam di dalam air,

selanjutnya kesadahan air akan meningkat (Ca2+

dan Mg2+

). Selain itu, ion-ion

tersebut dapat bersifat racun seperti timbal (Pb), arsen (As), dan air raksa (Hg).

3. Bahan buangan zat kimia

Bahan buangan zat kimia banyak ragamnya seperti bahan pencemar air

yang berupa sabun, bahan pemberantas hama, zat warna kimia, larutan penyamak

kulit, dan zat radioaktif.

2.2 Limbah Industri Bir

Bir merupakan salah satu minuman yang paling banyak dikonsumsi.

Rata-rata konsumsi bir 23 liter/orang dalam per tahun dibandingkan dengan

konsumsi teh, susu karbonat, dan kopi. Industri bir dalam dunia ekonomi dapat

memproduksi bir melebihi 1,34 miliar hektoliter pada tahun 2002

(Levinson, 2002).

Kualitas dan kuantitas limbah produksi bir tergantung pada berbagai

proses pembuatannya seperti penanganan bahan baku, persiapan, fermentasi,

filtrasi, dan kemasan (Kiijnhout dan Van Eerde, 1986). Komposisi limbah cair bir

Page 7: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

7

berfluktuasi tergantung pada jenis proses yang digunakan dalam pabrik bir dan

konsumsi air selama proses produksi. Air yang digunakan dalam produksi bir

sebagian menjadi produk, sebagian hilang melalui proses evaporasi dan sebagian

menjadi limbah (Driessen dan Vereijken, 2003).

Tingkatan pH limbah ditentukan oleh jumlah dan jenis bahan kimia yang

digunakan di unit pengolahan (misalnya soda kaustik, asam fosfat, asam nitrat dan

lain-lain), kandungan nitrogen dan fosfor serta tergantung pada cara penanganan

bahan baku dan jumlah ragi yang ada dalam air limbah (Rosenwinkel dan

Seyfried, 1985).

Umumnya komponen organik limbah cair produksi bir mudah didegradasi

seperti gula, pati terlarut, etanol, asam lemak volatil, dan lain-lain. Kandungan

organik ini menyebabkan nilai BOD/COD mencapai 1000-6000 mg/L.

Kandungan padatan limbah bir (dinyatakan sebagai TSS) terutama berasal dari

biji-bijian dan ragi (Driessen dan Vereijken, 2003).

Tabel 2.1 Karakteristik limbah cair industri bir

Parameter Unit Komposisi Limbah Bir Nilai Standar Limbah Bir

Flow - - 2-8 hl effluent/ hl beer

COD mg/L 2000-6000 0,5-3 kg COD/ hl beer

BOD mg/L 1200-3600 0,2-2 kg BOD/ hl beer

TSS mg/L 200-1000 0,1-0,5 kg TSS/ hl beer

T oC 18-40

pH 4,5-12

Nitrogen mg/L 25-80

Phosphorous mg/L 10-50

Sumber: Driessen dan Vereijken (2003)

Page 8: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

8

Limbah produksi bir rata-rata mengandung 10-60 mg/L (SS/padatan

tersuspensi), 1.000-1.500 mg/L (BOD), dan 1.800-3.000 mg/L (COD). Limbah

cair bir dari proses fermentasi mengandung 3,7% padatan total dan 91% di

antaranya menguap (Driessen dan Vereijken, 2003; World Bank, 1997).

2.3 Teknik-Teknik Pengolahan Limbah

Berbagai teknik pengolahan limbah untuk menyisihkan bahan polutan

telah dicoba dan dikembangkan selama ini. Teknik-teknik pengolahan limbah

yang telah dikembangkan secara umum terbagi menjadi 3 metode pengolahan

yaitu pengolahan limbah secara fisika dengan menyisihkan bahan-bahan

tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap atau bahan-bahan yang

terapung terlebih dahulu (Dayanti, 2009 dan Suharto, 2011).

Penyaringan (screening) merupakan cara yang efisiensi dan murah untuk

menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Bahan tersuspensi yang

mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan.

Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan

mengendap partikel dan waktu tinggal air di dalam unit pengolahan atau hidrolis

di dalam bak pengendap (Dayanti, 2009).

Pengolahan air buangan secara kimia dilakukan dengan metode

penghilangan/konversi senyawa-senyawa polutan dalam limbah cair dengan

penambahan bahan-bahan kimia atau reaksi kimia lainnya. Penyisihan bahan-

bahan tersebut pada prisnsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan-bahan

tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-

Page 9: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

9

koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung

sebagai hasil reaksi oksidasi (George et al., 2003).

Pengolahan limbah secara biologi sebagai pengolahan sekunder

merupakan pengolahan yang paling murah dan efisien. Berbagai metode

pengolahan biologi dengan segala modifikasinya telah berupaya dikembangkan

dalam beberapa tahun.

Reaktor pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis yaitu:

reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reactor) dan reaktor

pertumbuhan lekat (attached growth reaktor). Mikroorganisme yang tumbuh dan

berkembang dalam keadaan tersuspensi disebut reaktor pertumbuhan tersuspensi.

Proses lumpur aktif yang banyak dikenal berlangsung dalam jenis reaktor ini.

Sedangkan mikroorganisme yang tumbuh di atas media pendukung dengan

membentuk lapisan film untuk melekatkan dirinya disebut reaktor pertumbuhan

lekat. Ditinjau dari segi lingkungan dimana berlangsung proses penguraian secara

biologi, proses ini dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu: proses aerob yang

berlangsung dengan hadirnya oksigen dan anaerob yang berlangsung tanpa adanya

oksigen.

Banyak sekali jenis pengolahan air limbah secara biologi, namun yang

paling sering digunakan ialah sebagai berikut: trickling filter, cakram biologi,

filter terendam, dan reaktor fludisasi. Untuk semua jenis air buangan tertentu,

ketiga metode tersebut dapat diaplikasikan secara sendiri-sendiri atau kombinasi

(Dayanti, 2009).

Page 10: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

10

2.4 Parameter Pencemar

Pada lingkungan air yang tercemar kadar oksigennya sangat rendah karena

oksigen yang terlarut dalam air digunakan oleh mikroorganisme untuk

memecah/mendegradasi bahan organik. Pengujian terhadap bahan-bahan organik

penting dilakukan untuk mengetahui tingkat pencemaran air karena bahan organik

yang digredasi oleh mikroba dengan bantuan oksigen dapat menurunkan oksigen

terlarut dalam air dengan cepat. Untuk mengetahui adanya polutan tersebut dapat

dilakukan dengan mengukur beberapa parameter kualitas air seperti COD

(chemical oxygen demand), BOD (biologycal oxygen demand), TSS (total

suspended solid), pH, dan mengukur kadar pencemar lain yang terkandung di

dalam air secara kuantitatif (Fardiaz, 2006). Dalam penelitian ini yang digunakan

sebagai parameter pencemar adalah COD (chemical oxygen demand), BOD

(biologycal oxygen demand), TSS (total suspended solid), pH, dan suhu.

COD (chemical oxygen demand)

Chemical Oxygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK)

adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat

organik dan anorganik yang ada dalam sampel air, dimana pengoksidasi K2Cr2O7

digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) dalam suasana asam.

Dikromat sebagai oksidator dapat mengoksidasi bahan organik sekitar 95%-100%

(Suharto, 2011).

COD menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk

mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara

Page 11: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

11

biologis (biodegradable) maupun yang sukar didegradasi secara biologis (non

degradable) menjadi CO2 dan H2O (Fardiaz, 2006).

Umumnya uji COD menghasilkan nilai kebutuhan oksigen yang lebih

tinggi dibandingkan dengan uji BOD, karena bahan-bahan yang stabil terhadap

reaksi biologi dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji COD. Bahkan

yang tidak dapat didegradasi secara biologis tersebut akan didegradasi secara

kimiawi melalui proses oksidasi, jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk

mengoksidasi tersebut dikenal dengan nama COD (chemical oxygen demand)

(Suharto, 2011).

BOD (biochemical oxygen demand)

Angka BOD (biochemical oxygen demand) disebut juga kebutuhan

oksigen biokimiawi adalah suatu analisis empiris yang mencoba mendekati secara

global proses-proses mikrobiologis yang sebenarnya terjadi di dalam air. Angka

BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerob untuk

menguraikan zat organik yang terdapat di dalam air. Pengukuran BOD diperlukan

untuk menentukan beban pencemaran yang berasal dari air buangan penduduk

ataupun industri dengan mendesain sistem pengolahan biologis (Fardiaz, 2006).

Pengukuran BOD didasarkan atas reaksi oksidasi zat organik oleh oksigen

dalam air, dan proses tersebut berlangsung disebabkan adanya bakteri aerobik.

Pada kondisi suhu optimal, kecukupan nutrien, kecukupan oksigen terlarut, nilai

pH optimal, maka mikroba dapat tumuh dan berkembang biak secara maksimal

dengan menggunakan subtrat senyawa kimia organik dalam limbah cair

(Suharto, 2011).

Page 12: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

12

TSS (total suspended solid)

TSS adalah jumlah berat dalam mg/liter kering lumpur yang ada dalam

limbah setelah mengalami penyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikron

(Suharto, 2011). Kemudian dikeringkan dalam oven pada temperatur 103°C–

105°C, hingga diperoleh berat tetap. Partikel yang sama besar, partikel yang

mengapung dan zat-zat yang menggumpal yang tidak tercampur dalam air,

terlebih dahulu dipisahkan sebelum pengujian (Lenore et al., 1998). Padatan

tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil

dari sedimen, misalnya tanah liat, bahan organik tertentu, sel mikroorganisme dan

lainnya (Fardiaz, 2006).

Penentuan zat padat tersuspensi (TSS) berguna untuk mengetahui

kekuatan pencemaran air limbah domestik, dan juga berguna untuk penentuan

efisiensi unit pengolahan air (BAPPEDA, 1995). Metode ini digunakan untuk

menentukan residu tersuspensi yang terdapat dalam contoh uji air dan air limbah

secara gravimetrik (Lenore et al., 1998).

Suhu

Suhu air limbah akan mempengaruhi kecepatan reaksi kimia serta tata

kehidupan dalam air. Perubahan suhu memperlihatkan aktivitas kimiawi biologis

pada benda padat dan gas dalam air. Suhu yang tinggi menyebabkan terjadinya

pembusukan dan tingkatan oksidasi zat organik. Selain itu, suhu mempengaruhi

aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan organisme (Effendi, 2003).

Page 13: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

13

Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) seringkali dijadikan parameter baik buruknya

kualitas suatu perairan. Hal ini dikarenakan pH mempunyai pengaruh besar

terhadap kehidupan organisme di perairan. Nilai pH air digunakan untuk

mengekpresikan kondisi keasaman (kosentrasi ion hidrogen) air limbah. Skala pH

berkisar antara 1-14. Kisaran nilai pH 1-7 termasuk kondisi asam, pH 7-14

termasuk kondisi basa, dan pH 7 adalah kondisi netral.

Derajat keasaman mempengaruhi daya racun bahan pencemaran dan

kelarutan beberapa gas, serta menentukan bentuk zat di dalam air. Perubahan

keasaman pada air buangan, baik ke arah alkali (pH naik) maupun ke arah asam

(pH menurun), akan mengganggu kehidupan biota air. Selain itu, air buangan

dengan pH rendah bersifat sangat korosif dan sering menyebabkan perkaratan

pada pipa-pipa besi (Wardana, 1995).

2.5 Konsorsium Mikroba

Konsorsium secara umum diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu

konsorsium yang sifatnya positif (mutualisme, sintrofisme, protokooperasi, dan

komensalisme), maupun negatif (predasi, parasitisme, amensalisme, dan

kompetisi) (Atlas, 1997; Cahyonugroho dan Hidayah, 2008).

Mikroorganisme dapat berasosiasi dengan organisme lain secara fisik

melalui dua mekanisme, yaitu keberadaan suatu organisme yang umumnya

memiliki ukuran lebih kecil pada permukaan organisme lainnya yang umumnya

berukuran lebih besar dan keberadaan suatu organisme pada organisme lain

(Cahyonugroho dan Hidayah, 2008).

Page 14: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

14

Penggunaan konsorsium mikroba yang tepat akan memberikan manfaat

daripada kultur murni (Arief et al., 2010). Konsorsium mikroba akan memberikan

hasil lebih efektif karena adanya aktivitas metabolisme yang saling melengkapi

satu sama lain dalam sistem degradasi di lingkungan. Suatu kultur bakteri dapat

menggunakan produk dekomposisi yang dihasilkan dari kultur lain untuk proses

dekomposisi lebih jauh sehingga membantu peningkatan oksidasi bahan organik

limbah cair (Jadhav et al., 2008). Hubungan antar bakteri korsorsium dalam

keadaan substrat yang mencukupi tidak akan saling mengganggu, tetapi saling

bersinergi sehingga menghasilkan efisiensi perombakan yang lebih tinggi selama

proses pengolahan. Interaksi sinergisme antara konsorsium bakteri yang

digunakan atau interaksinya dengan lingkungan menyebabkan terjadinya proses

degradasi bahan cemaran organik di dalam limbah (Prakash et al., 2003).

2.6 Mikrorganisme Pendegradasi Limbah Bir

Effluent limbah bir mengandung bahan organik tinggi dalam hal kebutuhan

oksigen kimiawi (Olafadehan dan Aribike, 2000). Proses degradasi bahan organik

sangat dipengaruhi oleh aktivitas mikroorganisme. Mikroorganisme dalam jumlah

yang tidak terbatas menyebar di alam. Sumber-sumber untuk memperoleh

mikroorganisme adalah tanah, lumpur, air, air buangan, makanan baik yang rusak

maupun utuh, tanaman, dan sebagainya. Mikroorganisme dapat berupa alga,

bakteri, ataupun fungi. Secara umum, mikroorganisme dapat hidup pada kondisi

pH 6-8 (Muslimin, 1996; Budiyanto, 2004).

Bakteri yang menggunakan senyawa organik sebagai energi atau sumber

karbon untuk sintesa tergolong dalam jenis bakteri heterotrop. Salah satu contoh

Page 15: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

15

bakteri heterotrop berdasarkan aktifitasnya terhadap oksigen adalah bakteri

aerobik, bakteri ini memerlukan oksigen bebas terlarut untuk memecah senyawa

organik untuk mendapatkan energi dalam pertumbuhan dan perkembangbiakan

(Tjokrokusumo, 1999).

Perkembangan penelitian dalam bidang bioremediasi telah menemukan

spesies-spesies bakteri yang berpotensial untuk merombak bahan cemaran

organik, yaitu Pseudomonas aeruginosa, Pseudomonas stutzeri,

Serratia liquefaciens, dan Kurthia zopfii (Wignyanto et al., 2009 dan Suarsini,

2007).

Pseudomonas merupakan bakteri yang penting dalam dekomposisi secara

aerobik dan biodegradasi karena memegang peranan penting dalam siklus karbon.

Pseudomonas berpotensi mendegradasi bahan organik yang terdiri dari protein,

lemak, dan karbohidrat.

Biodegradasi senyawa organik yang terjadi selama perlakuan meliputi

biodegradasi amilum dilakukan oleh bakteri Serratia liquefaciens dan

Pseudomonas stutzeri yang mampu menghasilkan enzim amilolitik. Biodegradasi

protein dilakukan oleh bakteri Pseudomonas stutzeri atau Pseudomonas

aeruginosa atau Serratia liquefaciens dengan mengeluarkan enzim proteolitik.

Biodegradasi lemak dapat terjadi oleh bakteri Pseudomonas aeruginosa atau

Serratia liquefaciens yang menghasilkan enzim lipolitik (Suarsini, 2007).

Biodegradasi lemak dilakukan oleh Pseudomonas aeruginosa yang menghasilkan

lipase, dilanjutkan Serratia liquefaciens menghasilkan esterase. Tahap

aklimatisasi yang merupakan tahap adaptasi bagi pertumbuhan bakteri dapat

Page 16: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

16

terlampaui karena adanya interaksi sinergisme di antara bakteri-bakteri

pendegradasi tersebut (Suarsini, 2007). Selain itu, pada pengolahan limbah cair

bir ditemukan bakteri yang dapat mengolah kandungan logam berat secara

anaerobik seperti Clostridium ganghwense, Wolinella succinigenes, Sporosarcina

dan Alicycliphlus sp, dan Micrococcus luteus (Sinbuathong et al., 2011).

2.7 Mekanisme Pendegradasi Limbah Bir

Mikroorganisme dalam biomassa (bakteri dan protozoa) mengkonversi

sebagian bahan organik terlarut menjadi produk akhir (air, karbon dioksida), dan

sebagian lagi menjadi sel (biomassa) dalam sistem degradasi di lingkungan

(Departemen Perindustrian, 2007).

Menurut Tjokrokusumo (1999) Reaksi yang terjadi dalam proses degradasi

limbah organik adalah:

Biomassa

Zat Organik + O2 CO2 + H2O +Energi

Hal ini sesuai dengan pernyataan Suriawiria (1996) yang menyatakan bahwa

senyawa organik di dalam limbah akan didegradasi oleh bakteri dengan

mengeluarkan enzim untuk menghidrolisis senyawa organik kompleks (pati,

protein, lemak) menjadi senyawa yang lebih sederhana, senyawa-senyawa

kompleks tersebut akan diubah menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti

gula, gliserol, dan asam lemak serta asam-asam amino yang kemudian akan

dilanjutkan dengan proses lain secara aerobik. Mikroorganisme akan

menggunakan bahan-bahan organik untuk pertumbuhan, perbanyakan, dan

sebagian lagi dipecah menjadi CO2 dan H2O.

Page 17: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

20

17

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Industri bir mengandung limbah organik yang cukup tinggi sehingga dapat

menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan. Pengolahan limbah bir

merupakan salah satu upaya penyehatan lingkungan (Olafadehan dan Aribike,

2000). Berbagai upaya telah dipergunakan untuk mengungkapkan pilihan

teknologi mana yang terbaik untuk pengolahan limbah, khususnya limbah cair bir.

Pengolahan limbah industri dapat dilakukan secara fisik, kimia, dan

biologi serta kombinasi dari beberapa metode. Salah satu sistem pengolahan

lingkungan yang menarik untuk dikembangkan yaitu secara biologi menggunakan

mikroorganisme. Penggunaan mikroorganisme untuk mengatasi pencemaran

lingkungan dipakai sebagai salah satu alternatif karena bersifat aman, akrab, dan

ramah terhadap lingkungan dan manusia. Isolasi bakteri merupakan tahap awal

untuk mengambil mikroorganisme yang terdapat di alam dan menumbuhkannya

dalam suatu medium buatan (Waluyo, 2004).

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dilakukan penelitian

mengenai penggunaan konsorsium mikroba terhadap penurunan kualitas limbah

cair bir berdasarkan parameter pencemar (BOD, COD, dan TSS) sehingga

akhirnya limbah yang akan dibuang dapat digunakan kembali karena bersifat

aman dan ramah lingkungan.

Page 18: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

18

3.2 Konsep Penelitian

Konsep dari penelitian ini adalah menemukan isolat bakteri culturable

yang berpotensial sehingga dapat digunakan kembali secara konsorsium untuk

mengolah kandungan bahan pencemar pada limbah cair bir.

Berdasarkan kajian pustaka yang telah dikemukakan sebelumnya, konsep

penelitian disajikan dalam bentuk bagan seperti terlihat pada gambar berikut:

Gambar 3.1 Bagan Konsep Penelitian

Limbah bir mengandung bahan-bahan organik dan alkohol

Pencemaran lingkungan

Pengolahan limbah cair secara biologi dengan bantuan

mikroorganisme

Metode pengolahan limbah bir

metode secara

fisika

metode secara

biologi

metode secara

kimia

Kombinasi

beberapa metode

Isolasi mikroba

Seleksi Isolat mikroba yang memiliki potensial menurunkan

kandungan bahan organik pada limbah cair bir

Penurunan

parameter

pencemar :

BOD, TSS,

COD, pH, dan

Suhu

Identifikasi mikroba

Isolat yang terpilih diuji kembali secara kombinasi

konsorsium

Kombinasi konsorsium terbaik menguraikan limbah cair bir dan kualitas

buangan limbah cair yang aman dan ramah untuk lingkungan

Page 19: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

19

3.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Terdapat beberapa isolat bakteri culturable yang mempunyai kemampuan

dalam menurunkan indikator COD, BOD, dan TSS.

2. Konsorsium mikroba dapat meningkatkan efektifitas dalam menurunkan

indikator BOD, COD, dan TSS limbah cair bir.

Page 20: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

20

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:

Gambar 4.1 Bagan Rancangan Penelitian

1. Isolasi bakteri pada

tanah yang tercemari

limbah cair bir

disekitar pabrik bir

2. Sampling Limbah

Cair bir

Output:

Jenis-jenis bakteri

lokal yang berasal

dari limbah bir

PENGAMBILAN

SAMPEL PERLAKUAN

SAMPEL

Uji kemampuan masing –

masing isolat dari tiap titik

sampling terhadap

penurunan parameter

pencemar (COD, BOD,

TSS). Isolat – isolat

terbaik dipilih dan diuji

kembali kemampuannya

secara bersama

(konsorsium).

Output :

Jenis isolat yang efektif

menurunkan limbah bir

berdasarkan parameter

pencemar (COD, BOD dan

TSS)

PENGAMATAN

HASIL

PENGUJIAN

a. Suhu dan pH limbah

cair Bir

b. Penurunan

kandungan bahan-

bahan pencemar

(COD, BOD dan

TSS)

c. Karakterisasi dan

Identifikasi isolat

bakteri konsorsium

menggunakan kit

MicrogenTM GN-ID

A+B panel

ANALISIS DATA

Secara kualitatif yaitu dengan mendeskripsikan hasil karakterisasi dan

identifikasi isolat bakteri untuk pengolahan limbah cair bir. Sedangkan

secara kuantitatif yaitu dengan menghitung kadar parameter pencemar

yang mampu didegradasi oleh isolat bakteri. Data yang diperoleh dibuat

dalam bentuk grafik garis menggunakan program Microsoft Excel untuk

masing – masing parameter seperti pH, TSS (Total Suspended Solid),

COD (Chemical Oxygen Demand), dan BOD (Biological Oxygen

Demand) dengan lama waktu perlakuan.

Page 21: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

21

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan

Biologi FMIPA UNUD Bukit Jimbaran dan Laboratorium Instalasi Pengolahan

Air Limbah (IPAL) Suwung-Bali pada bulan Mei hingga bulan November 2013.

4.3 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini hanya dibatasi pada pengolahan limbah cair industri bir di

PT. Storm Beer dengan menggunakan konsorsium mikroba lokal. Kualitas hasil

air limbah didasarkan pada penurunan parameter BOD, COD, TSS, pH, dan suhu.

4.4 Penentuan Sumber Data

Sampel utama pada penelitian ini adalah tanah yang tercemar oleh limbah

cair bir disekitar pabrik bir. Sampel ini kemudian diisolasi untuk menemukan

isolat bakteri pendegradasi limbah bir dan diuji kemampuannya dalam mengolah

limbah bir berdasarkan pemeriksaan paramater pencemar. Setelah diperoleh isolat

bakteri terbaik selanjutnya diidentifikasi. Sampel lain yang digunakan adalah

sampel air limbah diambil dari bak penampungan air hasil pengolahan air limbah

pabrik PT. Storm Beer.

4.5 Variabel Penelitian

4.5.1 Identifikasi dan klasifikasi variabel

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah penggunaan konsorsium

mikroba terhadap kualitas limbah cair industri bir melalui pemeriksaan di

laboratorium berdasarkan parameter pencemar BOD, COD, TSS, pH, dan suhu.

Kedua variabel tersebut diklasifikasikan menjadi variabel bebas atau variabel

Page 22: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

22

independent dan variabel bergantung atau dependent. Variabel bebas merupakan

variabel yang akan memberikan pengaruh terhadap variabel bergantung. Variabel

bebas dalam penelitian ini adalah konsorsium mikroba dari tanah yang telah

tercemar limbah bir. Variabel tergantungnya adalah BOD, COD, TSS, pH, suhu

limbah cair dan identifikasi mikroba.

4.5.2 Definisi operasional variabel

Setelah variabel dalam penelitian ini diidentifikasi dan diklasifikasi maka

variabel-variabel tersebut didefinisikan. Adapun definisi operasional variabel

tersebut adalah sebagai berikut:

1. Konsorsium mikroba adalah campuran populasi mikroba dalam bentuk

komunitas yang mempunyai hubungan kooperatif, komensal, dan

mutualistik. Anggota komunitas yang mempunyai hubungan akan

berasosiasi, sehingga lebih berhasil mendegradasi jika dibandingkan dengan

dikerjakan oleh masing-masing individu (Jadhav et al., 2008).

2. Kualitas limbah cair industri bir adalah pemeriksaan air limbah di

laboratorium dengan berbagai metoda analisis baku.

3. COD (chemical oxygen demand) menggambarkan jumlah total oksigen yang

dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang

dapat didegradasi secara biologis (biodegradable) mapun yang sukar

didegradasi secara biologis (non degradable) menjadi CO2 dan H2O (Boyd,

1998).

Page 23: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

23

4. BOD (biochemical oxygen demand) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan

oleh mikroorganisme aerobik untuk menguraikan hampir semua zat organik

yang terlarut maupun yang tersuspensi di dalam air (Boyd, 1998).

5. TSS (total suspended solid) untuk mengetahui kekuatan pencemaran air

limbah domestik, dan juga berguna untuk penentuan efisiensi unit

pengolahan air (BAPPEDA, 1995). Metode ini digunakan untuk

menentukan residu tersuspensi yang terdapat dalam contoh uji air dan air

limbah secara gravimetrik (Lenore et al., 1998).

6. Suhu air limbah untuk mempengaruhi kecepatan reaksi kimia serta tata

kehidupan dalam air. Perubahan suhu memperlihatkan aktivitas kimiawi

biologis pada benda padat dan gas dalam air.

7. Derajat Keasaman (pH) digunakan untuk mengekpresikan kondisi keasaman

(kosentrasi ion hidrogen) air limbah. Skala pH berkisar antara 1-14. Kisaran

nilai pH 1-7 termasuk kondisi asam, pH 7-14 termasuk kondisi basa, dan pH

7 adalah kondisi netral (Wardana, 1995).

8. Identifikasi mikroba berguna untuk mempelajari morfologi bakteri secara

detail karakter fisik, kimiawi, dan biologis mikroba sehingga dapat

diketahui dan dimanfaatkan secara optimal.

4.6 Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah: media untuk

isolasi bakteri berupa media cair; (NH4)2SO4; KH2PO4; Na2HPO4; MgSO4.7H2O;

Fe(NH4)S; CaCl2.2H2O; serta komponen limbah cair bir sebanyak 200 ml, bahan

untuk identifikasi bakteri menggunakan uji kit MicrogenTM GN-ID A + B panel,

Page 24: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

24

dan media untuk pertumbuhan mikroba yang digunakan berupa NB

(nutrient broth) dan NA (nutrient agar).

4.7 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian terbagi menjadi dua bagian yaitu: (1) peralatan

laboratorium yang diperlukan untuk pengukuran BOD, COD, TSS, peralatan

untuk isolasi, dan identifikasi bakteri, (2) peralatan untuk pengukuran di lapangan

seperti pH dan temperatur serta peralatan untuk pengambilan sampel di lapangan.

4.8 Prosedur Penelitian

4.8.1 Sampling air limbah

Sampling air limbah dilakukan melalui metode Grab yaitu suatu sampel

diambil pada waktu tertentu dan mampu mewakili limbah atau badan air secara

keseluruhan (Kardono, 2008). Sampel air limbah diambil dari bak penampungan

air hasil pengolahan air limbah. Air limbah dimasukkan ke dalam jerigen plastik

berukuran ±25 liter yang sebelumnya telah dicuci bersih dan dibilas dengan

akuades, kemudian sampel limbah yang telah diambil diidentifikasi warna dan

baunya. Selain itu, dianalisis pH dan suhu dari limbah tersebut.

4.8.2 Penyiapan media NA (Nutrient Agar)

Untuk membuat 1 liter medium NA Pronadisa, sebanyak 23 gram medium

NA instan (Merck) dilarutkan dalam akuades dan volume akhirnya diatur sampai

1 liter. Campuran ini kemudian disterilkan dengan autoklaf pada tekanan 15 lbs

dan temperatur 121oC selama 15 menit. Medium yang sudah steril ini selanjutnya

disimpan pada suhu 4oC sampai diperlukan.

Page 25: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

25

4.8.3 Penyiapan media cair buatan

Komposisi media cair terdiri dari: (NH4)2SO4 (1,0 g); KH2PO4 (1,0 g);

Na2HPO4 (3,6g); MgSO4.7H2O (1,0 g); Fe(NH4)S (0,01 g); CaCl2.2H2O (1,0 g)

yang ditimbang dengan menggunakan timbangan merk OHAUS Galaxy 400;

kemudian dilarutkan dalam 1,8 liter akuades. Selanjutnya, sebanyak 200 mL air

limbah cair bir yang sudah disterilkan dan ditambahkan pada campuran tersebut

(sebagai faktor pembatas) (Barrow dan Feltham, 2003; Sitorus et al., 2005).

Campuran dikocok sampai semua campuran homogen kemudian

dimasukkan ke dalam Erlenmeyer berukuran 2L. Erlenmeyer kemudian ditutup

rapat dengan kapas, dilapisi aluminium foil, dan disterilkan dengan menggunakan

autoklaf selama 15 menit dengan tekanan 15 psi dan suhu 121°C. Setelah

disterilkan, media didiamkan pada suhu 37°C selama 5 menit dan selanjutnya

media dapat disimpan dalam refrigerator sampai saat diperlukan (Waluyo, 2004).

4.8.4 Isolasi bakteri

Isolat bakteri diambil dari sampel tanah yang tercemar oleh limbah cair bir

di sekitar lokasi pabrik bir. Diambil tanah +30 g berdasarkan tiga titik sampling

dengan kriteria tanah yang berbeda-beda. Tiap titik sampling diambil bagian atas,

tengah dan untuk bagian bawah pada kedalaman +20 cm dari permukaan tanah

sehingga total sampel sebanyak 9 sampel kemudian sampel dicomposit. Isolasi

bakteri dilakukan dengan menggunakan metode pengenceran dan pour plate.

Tanah ditimbang sebanyak 10 g dan dimasukkan ke dalam botol yang

berisi 90 ml aquadesh steril. Sampel dikocok sampai homogen dan dilakukan

pengenceran berseri dari 10-1

sampai 10-6

(Thompson et al., 2005). Setiap seri

Page 26: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

26

pengenceran selanjutnya dipipet 1 ml lalu ditambahkan 15 ml media cair buatan

dan diinkubasi selama 1 hari pada suhu 37oC (Sitorus et al., 2005).

Bakteri yang tumbuh dari masing-masing sampel setelah diinkubasi

selama 1 hari kemudian diseleksi lebih lanjut dengan menumbuhkan kembali

secara bertahap dengan metode pour plate pada media NA (nutrient agar),

diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam. Selanjutnya dilakukan pemurnian

koloni dengan metode gores kuadran hingga diperoleh koloni tunggal/terpisah.

Koloni tunggal yang telah diperoleh diremajakan pada media agar miring dan

diberi kode sesuai asal sumber sampel agar tidak tertukar dengan yang lain.

Pada tahap pengujian masing-masing koloni bakteri tersebut

diinokulasikan kembali dalam media NA dan diperbanyak pada 250 ml media NB

(nutrient broth), diinkubasikan pada suhu 37oC selama 48 jam. Setelah tumbuh

dapat digunakan sebagai kultur untuk diuji kemampuannya dalam menurunkan

parameter pencemar limbah (BOD, TSS, dan COD) dan sebagian lagi disimpan

dalam larutan gliserol 40% (v/v) pada suhu -20oC (Khehra dan Chimni., 2006).

4.8.5 Pengukuran pertumbuhan sel bakteri

Isolat-isolat bakteri yang diperoleh dari hasil isolasi kemudian dibiakkan

dalam media NB (nutrient broth) dan diinkubasi di rotary shaker pada suhu ruang

selama 4 x 24 jam. Selama masa inkubasi pertumbuhan sel diukur dengan

menggunakan spektrofotometer UV-VIS berdasarkan kerapatan optik pada

panjang gelombang 660 nm setiap 24 jam sekali. Hasil pengukuran pertumbuhan

selanjutnya digunakan untuk membuat kurva pertumbuhan (Waluyo, 2004).

Page 27: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

27

4.8.6 Seleksi isolat bakteri berdasarkan uji kemampuannya dalam

merombak limbah cair bir dengan parameter BOD, COD, dan TSS

Seleksi isolat bakteri potensial dilakukan berdasarkan uji parameter

pencemar (COD, BOD, dan TSS) dengan tahap awal mengukur kekeruhan dari

kultur inokulum bakteri (optical density, OD) menggunakan spektrofotometer.

Isolat-isolat bakteri yang diperoleh dari hasil isolasi dan sudah dibiakkan

selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm selama 30 menit dan dicuci

dengan NaCl 0,8% sampai bersih, kemudian diatur OD-nya menjadi OD5 dengan

cara suspensi sel sebanyak 10 ml diencerkan dengan NaCl 0,8% menjadi 250 ml

pada panjang gelombang 660 nm. Selanjutnya, setelah OD masing-masing isolat

sudah diatur lalu ditambahkan 750 ml limbah cair bir. Sedangkan bak lainnya

hanya ditambahkan limbah cair bir sebanyak 1 L sebagai kontrol, masing-masing

bak diaerasi dengan menggunakan aerator dan dianalisis dengan variasi waktu

selama 0, 3, 6, 9 dan 12 hari. Setelah diukur parameter pencemar dari kemampuan

masing-masing isolat bakteri tersebut, maka akan didapatkan isolat-isolat individu

terbaik yang mampu menurunkan kandungan organik dalam waktu cepat dan

maksimal. Parameter kualitas limbah cair yang diukur adalah BOD (biochemical

oxygen demand), COD (chemical oxygen demand), TSS (total suspended solid)

(Bridgewater et al., 2008).

Isolat-isolat yang diduga menunjukkan kemampuan mendegradasi limbah

cair bir dipilih dan diidentifikasi dengan menggunakan uji kit MicrogenTM

GN-ID A+B panel (Seperti dijelaskan pada sub bab 4.8.12). Selanjutnya diuji

Page 28: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

28

kembali untuk menyusun kombinasi konsorsium mikroba dalam menurunkan

limbah cair bir berdasarkan parameter pencemar.

4.8.7 Pengukuran COD pada limbah

Dipipet sebanyak 20 ml larutan sampel air limbah yang telah diproses oleh

isolat bakteri ke dalam labu refluk, ditambahkan 0,4 g kristal HgSO4, beberapa

buah batu didih dan 20 ml larutan H2SO4 pekat, kemudian diaduk dan

didinginkan. Sebanyak 10 ml larutan K2CrO7 0,25 N ditambahkan dan diaduk

kembali. Kondensor dipasang pada labu dan keran air pendingin dibuka, lalu

ditambahkan larutan asam sulfat-perak sulfat sebanyak 25 ml melalui ujung atas

kondensor sambil labu digoyang-goyangkan. Setelah itu, labu refluk dikocok

kuat-kuat. Ujung kondensor ditutup dengan gelas piala kecil, campuran

dipanaskan selama 2 jam. Setelah 2 jam, pemanas dimatikan dan kondensor

dibilas dengan air suling, campuran didinginkan. Setelah campuran dingin,

ditambahkan air suling hingga volumenya menjadi ±150 ml dan didinginkan pada

suhu kamar. Sebanyak 1-2 tetes indikator ferroin ditambahkan pada larutan,

kemudian larutan dititrasi dengan larutan standar Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O 0,1 N

sehingga warna berubah dari biru kehijauan menjadi coklat kemerahan. Volume

titran yang diperlukan dicatat. Prosedur di atas juga dilakukan untuk pengukuran

blanko.

Perhitungan COD:

Page 29: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

29

Keterangan:

a = ml Fe(NH4)2(SO4)2 untuk titrasi blanko

b = ml Fe(NH4)2(SO4)2 untuk titrasi sampel

N = Normalitas larutan Fe(NH4)2(SO4)2

fp = faktor pengenceran

Setelah didapat angka awal dan akhir, kemudian dihitung kemampuan isolat

dalam melarutkan COD, serta dihitung keefektifannya (Lenore et al., 1998;

Devolli et al., 2010).

4.8.8 Pengukuran kadar BOD pada limbah

Diambil sebanyak 100 ml sampel air limbah yang telah diproses oleh isolat

bakteri, diencerkan di beaker glass dengan air suling sehingga volumenya menjadi

300 ml. Sampel dibagi menjadi 2 botol winkler dan masing-masing botol winkler

diberi nama. Misalnya 150 ml untuk BOD hari ke 0 dan 150 ml untuk BOD hari

ke 5. Lalu ditambahkan 1 ml MnSO4 dan 1 ml alkali iodide azida ke dalam botol

winkler hari ke 0 dan ke 5, sementara itu botol winkler BOD hari ke 5

dimasukkan ke dalam inkubator lalu diinkubasi selama 5 hari. Botol winkler BOD

hari ke 0 ditutup dan dihomogenkan hingga terbentuk gumpalan yang sempurna

(gumpalan dibiarkan mengendap 5 menit sampai 10 menit). Lalu ditambahkan 5

ml H2SO4 pekat, ditutup dan dihomogenkan hingga endapan larut sempurna.

Diambil 100 ml sampel dengan pipet dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer

kemudian diteteskan indikator amilum/kanji berwarna biru, selanjutnya sampel

dititrasi dengan Na2SO3 sampai warna biru hilang (tidak berwarna) dan dicatat

Page 30: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

30

volume Na2SO3 yang terpakai. Untuk pekerjaan botol winkler BOD hari ke 5,

selanjutnya nilai BOD diukur dengan cara yang sama.

Perhitungan:

Nilai BOD5 (mg/l) = ×

Keterangan:

SP0 = oksigen terlarut sampel pada t = 0

SP5 = oksigen terlarut sampel pada t = 5

Blk0 = oksigen terlarut blanko pada t = 0

Blk5 = oksigen terlarut blanko pada t = 5

N = Normalitas larutan Na-Thio

P = Faktor pengenceran (1/ Pengenceran)

(Saeni dan Darusman, 1998; Devolli et al., 2010).

4.8.9 Pengukuran kadar TSS pada limbah

Disiapkan kertas saring lalu diletakkan pada peralatan filtrasi, dipasang

vakum dan dicuci dengan air suling 20 ml, selanjutnya dilakukan penyedotan

untuk menghilangkan semua sisa air, matikan vakum, dan hentikan pencucian.

Jika digunakan cawan Gooch dapat langsung dikeringkan, lalu dikeringkan dalam

oven pada suhu 103ºC sampai dengan 105ºC selama 1 jam, dinginkan dalam

desikator kemudian ditimbang sebagai berat awal. Diletakkan kertas saring pada

peralatan filtrasi, selanjutnya sebanyak 20 ml sampel dimasukkan ke dalam

peralatan penyaringan dan ditunggu sampai semua larutan melewati saringan,

kertas saring dipindahkan dari peralatan penyaringan ke cawan, selanjutnya

Page 31: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

31

dikeringkan dalam oven selama 1 jam dengan suhu 105 oC dan didinginkan dalam

desikator kemudian ditimbang sebagai berat akhir.

Perhitungan:

TSS (mg/l) =

Keterangan:

A : Massa Cawan, kertas saring dan residu

B : Massa Cawan dan kertas saring

C : Volume sampel (mL)

(Lenore et al., 1998; Devolli et al., 2010).

4.8.10 Pengukuran pH pada limbah cair bir

Alat pH meter dikalibrasi dahulu dengan larutan buffer pH 4, 7 dan 10,

kemudian dilakukan pengukuran pH air pada sampel limbah cair sebelum

pengolahan dan setelah pengolahan yang didegradasi oleh isolat bakteri dengan

mencelupkan elektroda ke dalam sampel, kemudian ditunggu beberapa menit.

Diangkat dan dicatat suhunya (Saeni dan Darusman, 1998).

4.8.11 Pengukuran suhu pada limbah cair bir

Pada pemeriksaan suhu digunakan alat pengukur yaitu termometer

laboratorium. Termometer dicelupkan ke dalam sampel limbah cair sebelum

pengolahan dan setelah pengolahan yang didegradasi oleh isolat bakteri, ditunggu

beberapa menit. Diangkat dan dicatat suhunya (Saeni dan Darusman, 1998).

Page 32: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

32

4.8.12 Identifikasi bakteri

Isolat bakteri yang memiliki kemampuan terbaik dalam menurunkan

limbah pencemar kemudian diidentifikasi untuk mengetahui morfologi bakteri

pendegradasi tersebut. Identifikasi yang dilakukan berupa pewarnaan Gram untuk

mengetahui sifat suatu bakteri (Pelczar dan Chan, 2005; Gerardi, 2006).

Penentuan spesies bakteri dilakukan dengan menggunakan kit MicrogenTM GN-

ID A + B panel. Isolat bakteri dalam media NA berusia 24 jam diambil sebanyak

7 lup kemudian dilarutkan dalam 10 mL larutan NaCl 0,85% steril. Sebanyak 20

µL dipipet ke dalam masing-masing lubang panel kit Microgen. Minyak mineral

ditambahkan ke dalam lubang panel tertentu lalu diinkubasi selama 24 jam.

Setelah 24 jam, ditambahkan reagen pada lubang panel tertentu sebanyak 20 µL

sehingga nantinya akan terjadi perubahan warna. Pembacaan hasil uji dilakukan

dengan mencocokkan perubahan warna pada tiap lubang panel uji terhadap colour

chart yang tersedia (Hadioetomo, 1993).

4.9 Analisis Data

Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif

yaitu dengan mendeskripsikan hasil karakterisasi dan identifikasi isolat bakteri

untuk pengolahan limbah cair bir. Sedangkan secara kuantitatif yaitu dengan

menghitung kadar parameter pencemar yang mampu didegradasi oleh isolat

bakteri (Sarwono, 2009). Data yang diperoleh dibuat dalam bentuk grafik garis

menggunakan program Microsoft Excel untuk masing-masing parameter seperti

suhu, pH, TSS (total suspended solid), COD (chemical oxygen demand), dan

BOD (biological oxygen demand) dengan lama waktu perlakuan dan dilanjutkan

Page 33: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

33

dengan analisis secara statistik dengan menggunakan (ANOVA) satu arah dan bila

hasilnya berbeda nyata pada p<0,05, maka analisis dilanjutkan dengan uji Tukey.

Page 34: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

34

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Isolasi Bakteri dan Fase Pertumbuhan Sel Bakteri Berdasarkan Nilai

Optical Density (OD) Selama Inkubasi

Penentuan konsorsium bakteri yang tumbuh dilakukan dengan menggunakan

metode seri pengenceran dan ditanam pada media NA (Nutrient Agar) yang

sebelumnya sudah diaklimatisasi dengan medium cair buatan sebagai media

seleksi. Koloni yang menunjukkan morfologi yang berbeda diambil sebagai isolat.

Dari hasil pengamatan di Laboratorium ditemukan 11 koloni bakteri (Tabel 5.1).

Tabel 5.1 Karakteristik Morfologi Koloni Bakteri

No. Karakteristik Koloni Bakteri Kode

Isolat

Gambar

1. • Warna koloni kuning orange transparan

• Bentuk koloni bulat sedang bergradien

• Tepi koloni tidak rata/bergelombang

NGS1

2. • Warna koloni putih

• Bentuk koloni bulat sedang bergradien

• Tepi koloni rata

NGS2

3. • Warna koloni kuning

• Bentuk koloni bulat sedang bergradien

• Tepi koloni bergelombang

NGS3

4. • Warna koloni putih agak kemerahan

• Bentuk koloni bulat bergradien

• Tepi koloni bergelombang

NGS4

Page 35: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

35

No. Karakteristik Koloni Bakteri Kode

Isolat

Gambar

5. • Warna koloni putih agak transparan

• Bentuk koloni bulat kecil bergradien

• Tepi koloni tidak rata/bergelombang

NGS5

6. • Warna koloni kuning

• Bentuk koloni bulat bergradien

• Tepi koloni tidak rata/bergelombang

NGS6

7. • Warna koloni hijau transparan

• Bentuk koloni bulat sedang

• Tepi koloni rata

NGS7

8. • Warna koloni putih

• Bentuk koloni seperti kapas

• Tepi koloni bergelombang menyebar

NGS8

9. • Warna koloni putih

• Bentuk koloni menyebar

• Tepi koloni bergelombang menyebar

NGS9

10. • Warna koloni putih susu

• Bentuk koloni bulat sedang

• Tepi koloni rata

NGS10

11. • Warna koloni putih bening

• Bentuk koloni bulat sedang

• Tepi koloni rata

NGS11

Page 36: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

36

Hasil isolasi bakteri dari tanah yang tercemar oleh limbah cair bir dengan

menggunakan metode pengenceran berseri dari 10-1

sampai 10-6

ditemukan 11

isolat dengan karakteristik morfologi yang berbeda-beda. Seperti terlihat pada

Tabel 5.1, dapat diketahui adanya perbedaan ciri morfologi koloni bakteri yaitu

meliputi bentuk, warna, tepi, dan ukuran koloni.

Pengukuran massa sel dapat dilakukan dengan mengukur kekeruhan

biakan dengan menggunakan spektrofotometer. Penentuan kurva pertumbuhan

pada konsorsium bakteri bertujuan untuk mengetahui waktu inokulasi yang tepat

pada pengolahan limbah cair bir. Tahap inokulasi dilakukan pada saat mikroba

mencapai jumlah optimum.

Gambar 5.1 Rerata Kurva Pertumbuhan 11 Isolat Bakteri Selama Inkubasi yang

Diukur Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis pada panjang

gelombang 660nm. K1 adalah rerata pola pertumbuhan 11 isolat

bakteri dan K0 adalah kontrol (media tanpa isolat mikroba)

Pola pertumbuhan pada Gambar 5.1 memperlihatkan kurva rerata

pertumbuhan masing-masing individu mikroba mencapai jumlah optimum setelah

Page 37: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

37

diinkubasi selama dua hari. Pada penelitian ini, didapatkan hasil bahwa pada hari

kedua pengamatan sudah terlihat adanya fase eksponensial dengan jumlah sebesar

1,4 ± 0,1 (OD unit) (Gambar 5.1). Berdasarkan data tersebut maka inokulasi

konsorsium mikroba dilakukan dengan starter inokulum yang berumur 2 (dua)

hari. Seperti pada Gambar 5.1, kemungkinan penurunan nilai kurva pertumbuhan

setelah hari ke-2 terjadi karena berkuranganya jumlah mikroba dalam media, yang

ditunjukkan sebagai fase statis dan dilanjutkan dengan fase kematian yang

ditunjukkan pada hari ke-4 selama masa inkubasi.

5.2 Efektivitas Bakteri Terhadap Perubahan Kadar COD, BOD, TSS, pH,

dan Suhu Limbah Uji Selama Pengolahan dengan Berbagai Perlakuan

Konsorsium Mikroba

Dalam penelitian ini dianalisis pengaruh proses pengolahan limbah cair bir

oleh mikroba yang telah diisolasi dari tanah tercemar limbah cair bir terhadap

perubahan nilai parameter total padatan tersuspensi/total suspended solid (TSS),

kebutuhan oksigen biologi/biological oxygen demand (BOD), kebutuhan oksigen

kimia/chemical oxygen demand (COD), suhu, dan pH.

5.2.1 Uji potensi 11 isolat bakteri terhadap perubahan kadar COD, BOD,

TSS, pH, dan suhu limbah uji selama pengolahan

Seperti terlihat pada Gambar 5.2 menunjukkan fluktuasi COD pada

pengolahan limbah cair bir yang diinokulasi dengan 11 isolat bakteri selama

proses pengolahan (selama 12 hari). Parameter COD dengan perlakuan sebelas

isolat serta kontrol mengalami penurunan setelah proses pengolahan. Nilai COD

awal pada limbah cair bir yang tercatat adalah 3993,6±445,83 mg/L. Setelah akhir

proses pengolahan dengan 11 isolat bakteri ini, nilai COD yang diinokulasikan

Page 38: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

38

dengan isolat NGS4, NGS5, dan NGS7 didapatkan penurunan relatif lebih tinggi

daripada isolat lainnya yang tercatat berkisar antara 2224,26±853,9 mg/L;

1724,28±864,8 mg/L; dan 2367,45±604 mg/L. Sedangkan, pada kontrol (tanpa

perlakuan isolat bakteri) terlihat adanya sedikit penurunan terhadap konsentrasi

nilai COD. Secara statistik untuk perlakuan NGS5 menunjukkan nilai signifikan

(p<0,05) dibandingkan dengan perlakuan lain termasuk kontrol. Sedangkan pada

perlakuan NGS8 dan NGS9 secara statistik menunjukkan nilai signifikan

(p<0,05) dibandingkan perlakuan lain. Namun secara rata-rata nilai TSS dengan

perlakuan isolat NGS4, NGS5, dan NGS7 lebih rendah dibandingkan dengan

perlakuan isolat lain (Lampiran 5). Nilai COD selama 12 hari pengolahan dengan

11 isolat bakteri belum memenuhi nilai baku mutu menurut Kep.Men.Neg.L.H

No: KEP-51/MENLH/10/1995 limbah bir sebesar 100 mg/L (Lampiran 1).

Gambar 5.2 Perubahan Nilai COD dengan Perlakuan 11 Isolat Bakteri pada

Pengolahan Limbah Cair Bir Selama 12 Hari. Setiap nilai merupakan

rata-rata dari dua ulangan ± standar deviasi

Page 39: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

39

Gambar 5.3 Perubahan Nilai BOD dengan Perlakuan 11 Isolat Bakteri pada

Pengolahan Limbah Cair Bir Selama 12 Hari. Setiap nilai

merupakan rata-rata dari dua ulangan ± standar deviasi

Berdasarkan Gambar 5.3, terlihat bahwa secara umum nilai BOD pada

semua perlakuan sampai akhir proses pengolahan mengalami penurunan sama

seperti halnya dengan nilai COD (Gambar 5.2). Penambahan biakan isolat NGS5

setelah 12 hari menunjukkan bahwa nilai BOD limbah mengalami penurunan

yang paling signifikan dengan nilai awal sebesar 652,2 mg/L menjadi 302,89

mg/L dibandingkan perlakuan isolat lain. Penurunan nilai BOD yang tidak

berbeda jauh dengan isolat NGS5 diperlihatkan juga oleh isolat NGS4 dan NGS7

yaitu berkisar antara 317,11±25,1 mg/L dan 350,68±9,4 mg/L (Gambar 5.3).

Sedangkan hal yang sama juga terjadi pada kontrol yang mengalami penurunan

relatif tinggi dibandingkan dengan perlakuan penambahan isolat NGS8, NGS9,

NGS10, dan NGS11, namun nilai kontrol lebih rendah dibandingkan dengan

Page 40: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

40

perlakuan isolat NGS1, NGS2, NGS3, NGS4, NGS5, NGS6, dan NGS7. Secara

statistik pengaruh perlakuan isolat NGS4 dan NGS5 terhadap konsentrasi BOD

mempunyai perbedaan nilai yang signifikan (p<0,05) dibandingkan perlakuan lain

(Lampiran 6). Nilai penurunan BOD selama 12 hari pengolahan belum mencapai

nilai baku mutu limbah cair bir menurut Kep.Men.Neg.L.H No: KEP-

51/MENLH/10/1995 sebesar 40 mg/L (Lampiran 1).

Gambar 5.4 Perubahan Nilai TSS dengan Perlakuan 11 Isolat Bakteri pada

Pengolahan Limbah Cair Bir Selama 12 Hari. Setiap nilai merupakan

rata – rata dari dua ulangan ± standar deviasi

Pada Gambar 5.4 dapat dilihat nilai total padatan tersuspensi sebelum dan

sesudah proses pengolahan selama 12 hari. Pada gambar tersebut, terlihat adanya

nilai TSS yang awalnya tinggi mencapai 4258,75 mg/L mengalami penurunan

pada masing-masing perlakuan isolat termasuk kontrol. Pada isolat NGS4, NGS5,

dan NGS7 secara konsisten diperlihatkan bahwa ketiga isolat tersebut mampu

Page 41: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

41

menurunkan nilai parameter pencemar termasuk nilai TSS dibandingkan

perlakuan lain yaitu berkisar antara 2493,25±274,5 mg/L; 1722,50±167,9 mg/L,

dan 2660,5±421,7 mg/L (Gambar 5.4). Pada kontrol menunjukkan penurunan

konsentrasi nilai TSS selama pengolahan, namun nilai penurunan yang dicapai

masih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang ditambahkan isolat bakteri.

Nilai TSS selama 12 hari pengolahan dengan 11 isolat bakteri belum memenuhi

nilai baku mutu menurut Kep.Men.Neg.L.H No: KEP-51/MENLH/10/1995

limbah bir sebesar 40 mg/L (Lampiran 1).

Hasil analisis secara statistik menunjukkan bahwa nilai TSS dengan

perlakuan NGS5 signifikan (p<0,05) dibandingkan dengan isolat lain, maka

analisis dilanjutkan dengan uji Tukey. Serupa halnya perlakuan NGS4 dan NGS7

secara statistik berbeda nyata (p<0,05) dengan perlakuan lain dan kontrol

(Lampiran 7).

Hasil penelitan menunjukkan fluktuasi nilai pH pada limbah cair bir yang

diinokulasi dengan starter yang berbeda (11 jenis isolat) selama proses

pengolahan (12 hari). Berdasarkan pada Gambar 5.5, nilai pH dengan perlakuan

isolat NGS4 dan NGS5 yang berkisar antara 6,51±0,4 dan 6,59±0,4 telah

memenuhi baku mutu air limbah menurut Kep.Men.Neg.L.H No: KEP-

51/MENLH/10/1995 sebesar 6,0-9,0 (Lampiran 1). Sedangkan nilai pH pada

perlakuan isolat lain (kecuali perlakuan isolat NGS4 dan NGS5) dan kontrol

diperlihatkan masih terjadi penyimpangan nilai dari baku mutu air limbah. Pada

awal proses sampai akhir proses pengolahan, pH semua perlakuan mengalami

peningkatan dan secara statistik hasil nilai-nilai ini menunjukkan berbeda nyata

Page 42: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

42

pada p<0,05. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan dengan NGS4,

NGS5, dan kontrol berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Lampiran 8).

Gambar 5.5 Perubahan Nilai pH dengan Perlakuan 11 Isolat Bakteri pada

Pengolahan Limbah Cair Bir Selama 12 Hari. Setiap nilai merupakan

rata-rata dari dua ulangan ± standar deviasi

Nilai suhu sebelum pengolahan tanpa perlakuan isolat adalah sebesar

24 oC, setelah pengolahan 12 hari nilai rata-rata suhu tiap perlakuan meningkat

menjadi 28,1 oC. Sedangkan kontrol tanpa perlakuan isolat terlihat menunjukkan

peningkatan suhu akibat adanya aktivitas bakteri indigenous. Nilai suhu

maksimum diperoleh dengan perlakuan isolat NGS4, NGS5, dan NGS7

dibandingkan perlakuan isolat lain dengan nilai berturut-turut berkisar antara

26,97±0,8 o

C; 27,82± 1,1 oC, dan 26,74± 1,2

oC (Gambar 5.6). Secara statistik

Page 43: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

43

semua nilai temperatur dengan perlakuan isolat NGS5 dan kontrol ini signifikan

(p<0,05) dibanding perlakuan lain (Lampiran 9).

Gambar 5.6 Perubahan Nilai Suhu dengan Perlakuan 11 Isolat Bakteri pada

Pengolahan Limbah Cair Bir Selama 12 Hari. Setiap nilai

merupakan rata-rata dari dua ulangan ± standar deviasi

Gambar 5.7 Tiga Isolat Bakteri Terbaik dari Hasil Seleksi Berdasarkan

Kemampuan Mendegradasi Limbah Cair Bir dengan Parameter

Pencemar (BOD, COD, dan TSS)

NGS4

NGS5

NGS7

Page 44: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

44

Gambar 5.8 Hasil Pewarnaan Gram isolat NGS4, NGS5, dan NGS7 dengan

Mikroskop Cahaya pada Perbesaran 100x10

Seperti terlihat pada Gambar 5.7 dan Gambar 5.8 menunjukkan morfologi

3 isolat bakteri terbaik dari hasil seleksi sebelas isolat bakteri yang diduga mampu

mengolah limbah cair secara optimal yaitu isolat dengan kode NGS4, NGS5, dan

NGS7. Ketiga isolat tersebut diduga memiliki kemampuan terbaik dalam

menurunkan kandungan limbah cair bir berdasarkan parameter pencemar BOD,

COD, dan TSS.

Tabel. 5.2 Hasil Uji Kit MicrogenTM GN-ID A + B Panel

Uji Nama Isolat Uji Nama Isolat

NGS4 NGS5 NGS7 NGS4 NGS5 NGS7

Oksidase - + + TDA + - -

Motilitas - - - Gelatin - + +

Nitrat - - + Malonat - - +

Lisin - - - Inositol - - -

Ornitin + - + Sorbitol - - +

H2S - - - Rhamnosa - - +

Glukosa + + + Sukrosa - - +

Manitol + - + Laktosa - - +

Xilosa + + + Arabinosa - - +

ONPG + - + Adonitol - - -

Indol - - - Rafinosa - - +

Urease + - + Salicin - + +

V.P. + - + Arginin - + +

Sitrat + + +

NGS5 NGS7 NGS4

Page 45: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

45

Berdasarkan hasil uji biokimia dengan menggunakan kit MicrogenTM

GN-ID A+B panel didapatkan hasil antara lain: isolat NGS4 teridentifikasi

sebagai Cronobacter sp. dengan nilai pendugaan sebesar 84,95%, isolat NGS5

teridentifikasi sebagai Pseudomonas fluorescent dengan nilai pendugaan sebesar

97,32%, dan isolat NGS7 teridentifikasi sebagai Aeromonas sp. dengan nilai

pendugaan sebesar 86,43% (Tabel 5.2). Klasifikasi dari isolat NGS4, NGS5, dan

NGS7 diperlihatkan pada Tabel 5.3.

Tabel. 5.3 Klasifikasi Isolat NGS4, NGS5, dan NGS7

Klasifikasi Nama isolat

NGS4 NGS5 NGS7

Filum Proteobacteria Proteobacteria Proteobacteria

Kelas Proteobacteria Proteobacteria Proteobacteria

Ordo Enterobacteriales Eubakteriales Aeromonadales

Family Enterobacteriaceae Pseudomobadaceae Aeromonadaceae

Genus Cronobacter Pseudomonas Aeromonas

Spesies Cronobacter sp. Pseudomonas

fluorescent

Aeromonas sp.

Sumber: Holt et al. (1994)

5.2.2 Uji potensi konsorsium bakteri terhadap perubahan Kadar COD,

BOD, TSS, pH, dan suhu limbah uji selama pengolahan.

Penentuan untuk membentuk konsorsium bakteri dilakukan dengan uji

kemampuan terhadap 11 isolat bakteri secara individu. Hasil uji kemampuan

setiap isolat menunjukkan 3 isolat bakteri diduga mampu mendegradasi limbah

cair dengan baik dibandingkan isolat lainnya berdasarkan parameter pencemar

BOD, COD, dan TSS. Selanjutnya ketiga isolat tersebut diuji kembali secara

konsorsium dengan berbagai kombinasi isolat dan kombinasi campuran untuk

Page 46: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

46

mengetahui sinergisme di antara mereka, yaitu isolat NGS4, NGS5, dan NGS7.

Kombinasi 1 merupakan gabungan isolat NGS4 dan NGS5, kombinasi 2

merupakan gabungan isolat NGS4 dan NGS7, dan kombinasi 3 merupakan

gabungan isolat NGS5 dan NGS7. Kombinasi campuran merupakan gabungan

ketiga isolat NGS4, NGS5, dan NGS7.

Nilai COD setelah pengolahan pada kombinasi konsorsium mikroba dalam

mengolah limbah cair bir selama proses pengolahan 12 hari dapat dilihat pada

Gambar 5.9.

Gambar 5.9 Perubahan Nilai COD dengan Perlakuan Kombinasi Konsorsium

Mikroba pada Pengolahan Limbah Cair Bir Selama 12 Hari.

Kombinasi 1: isolat NGS4 dan NGS5, kombinasi 2: isolat NGS4

dan NGS7, kombinasi 3: isolat NGS5 dan NGS7, kombinasi

campuran: isolat NGS4, NGS5, dan NGS7; dan kontrol:

pengolahan tanpa isolat. Setiap nilai merupakan rata-rata dari dua

ulangan ± standar deviasi

Seperti terlihat pada Gambar 5.9, secara umum konsentrasi nilai COD

mengalami penurunan pada masing-masing kombinasi konsorsium mikroba

Page 47: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

47

setelah akhir proses pengolahan dengan rerata nilai awal sebesar 934,56 mg/L

menjadi 728,31 mg/L. Setelah akhir proses pengolahan ini, penurunan nilai COD

maksimum yang tercatat adalah 633,69±48,18 mg/L, yang dicapai oleh kombinasi

campuran. Sementara itu, pada pengolahan yang diinokulasi dengan kombinasi 1,

kombinasi 2, kombinasi 3, dan kontrol, penurunan nilai COD nya relatif lebih

rendah daripada yang tercatat pada pengolahan yang diinokulasi dengan

kombinasi campuran. Pada perlakuan kombinasi 1, kombinasi 2, kombinasi 3, dan

kontrol menurunkan rerata nilai COD berturut-turut sebesar 882,64±28,15 mg/L;

859,981±15,62 mg/L; 868,384±29,10 mg/L; dan 886,216±19,69 mg/L.

Nilai yang ditunjukkan oleh perlakuan kombinasi campuran ini secara

statistik berbeda nyata (p<0,05) dengan perlakuan lainnya termasuk kontrol. Hal

ini ditunjukkan pula dengan Gambar 5.9, bahwa secara nyata kombinasi campuran

mengalami penurunan yang cukup signifikan dibandingkan perlakuan lain

(Lampiran 10).

Seperti terlihat pada Tabel 5.4, nilai penurunan yang dicapai oleh semua

perlakuan konsorsium mikroba belum mencapai baku mutu limbah cair bir

sebesar 100 mg/L. Hal ini serupa dengan persentase terhadap pengolahan dengan

perlakuan kombinasi 1, kombinasi 2, kombinasi 3, dan kontrol yang masih rendah

dibawah 50%, sedangkan pengolahan dengan perlakuan kombinasi campuran

sudah mencapai diatas 50%. Walaupun persentase kombinasi campuran sudah

lebih dari 50% namun kadar polutan tersebut masih terdapat penyimpangan dari

baku mutu yang telah ditetapkan oleh Keputusan Menteri Lingkungan Hidup

Nomor: Kep-51/MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah cair untuk kegiatan

Page 48: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

48

industri. Pada perlakuan dengan kombinasi campuran untuk mencapai standar

baku mutu limbah yang ditetapkan maka pengolahan harus mencapai penurunan

nilai COD sebesar 68,6%

Tabel 5.4 Persentase Nilai COD Limbah Setelah Perlakuan Selama 12 Hari

Perlakuan COD

Nilai

awal

Nilai

akhir

Persentase

terhadap

pengolahan

(%)*

Penyimpangan

BML

Persentase

terhadap

BML

(%)**

BML***

Kontrol 944 854,32 9,5 754,32 88 100

Kombinasi 1 920,4 835,44 9,23 735,44 88 100

Kombinasi 2 929,84 802,38 13,7 702,38 87,5 100

Kombinasi 3 939,28 830,72 11,55 730,72 87,9 100

Kombinasi

campuran

939,28 318,72 66,06 218,72 68,6 100

Keterangan: * Persentase COD dibandingkan antara nilai awal dan nilai akhir selama pengolahan

** Persentase penyimpangan penurunan nilai COD setelah pengolahan terhadap BML

*** Baku mutu limbah (BML) berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan

hidup No. KEP-51/MENLH/10/1995 Tanggal 23 Oktober 1995.

Berdasarkan pada Gambar 5.10 menunjukkan bahwa secara umum

perlakuan dengan konsorsium mikroba mampu menurunkan nilai BOD selama

proses pengolahan 12 hari. Pada hari pertama sebelum pengolahan, rerata nilai

BOD dari kombinasi konsorsium sebesar 358,15 mg/L, selanjutnya setelah akhir

proses mengalami penurunan sebesar 217,97 mg/L. Pada kombinasi campuran

mencapai penurunan nilai BOD tertinggi sebesar 199,09±87,82 mg/L. Sedangkan

penurunan nilai BOD terendah dicapai pada kombinasi 3 yaitu sebesar

319,24±12,71 mg/L.

Page 49: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

49

Gambar 5.10 Perubahan Nilai BOD dengan Perlakuan Kombinasi Konsorsium

Mikroba pada Pengolahan Limbah Cair Bir Selama 12 Hari.

Kombinasi 1: isolat NGS4 dan NGS5, kombinasi 2: isolat NGS4

dan NGS7, kombinasi 3: isolat NGS5 dan NGS7, kombinasi

campuran: isolat NGS4, NGS5, dan NGS7; dan kontrol:

pengolahan tanpa isolat. Setiap nilai merupakan rata-rata dari dua

ulangan ± standar deviasi

Hasil yang dianalisis secara statistik pada perlakuan kombinasi campuran

berbeda nyata (p<0,05) dengan perlakuan lain, termasuk kontrol. Sedangkan pada

perlakuan kombinasi 3 dan kontrol berbeda nyata (p<0,05) dengan perlakuan lain

(Lampiran 11). Secara visual nilai BOD pada Gambar 5.10 menunjukkan nilai

penurunan yang berbeda dari tiap-tiap perlakuan, namun dari analisis statistik

menunjukkan data yang seragam. Berdasarkan pada Tabel 5.5, nilai akhir yang

diperoleh setelah proses pengolahan masih terdapat penyimpangan terhadap baku

mutu limbah yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor:

Kep-51/MENLH/10/1995. Pada tabel yang sama, persentase penurunan nilai BOD

tertinggi terhadap pengolahan limbah dicapai dengan perlakuan kombinasi

Page 50: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

50

campuran sebesar 78,91% dan penurunan nilai BOD terendah dicapai dengan

perlakuan kombinasi 1 sebesar 18,71%. Berdasarkan presentase perubahan nilai

BOD yang diperoleh pada perlakuan kombinasi campuran terhadap pengolahan

limbah lebih efektif karena efektivitas penurunan limbah mencapai diatas 50%.

Sedangkan perlakuan kombinasi campuran terhadap baku mutu belum efektif

karena tidak memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan sehingga perlu

penurunan nilai BOD sebesar 50% untuk mencapai standar baku mutu.

Tabel 5.5 Persentase Perubahan Nilai BOD Limbah Setelah Perlakuan Selama 12

Hari

Perlakuan BOD

Nilai

awal

Nilai

akhir

Persentase

terhadap

pengolahan

(%)*

Penyimpangan

BML

Persentase

terhadap

BML

(%)**

BML***

Kontrol 363,52 264,85 27,14 224,85 84,9% 40

Kombinasi 1 333,59 271,15 18,71 231,15 85,2% 40

Kombinasi 2 329,31 216,99 34,1 176,99 81,5% 40

Kombinasi 3 384,91 256,86 33,26 216,86 84,4% 40

Kombinasi

campuran

379,45 80 78,91 40 50% 40

Keterangan: * Persentase BOD dibandingkan antara nilai awal dan nilai akhir selama pengolahan

** Persentase penyimpangan penurunan nilai BOD setelah pengolahan terhadap BML

***Baku mutu limbah (BML) berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan

hidup No. KEP-51/MENLH/10/1995 Tanggal 23 Oktober 1995.

Berdasarkan pada Gambar 5.11 menunjukkan bahwa nilai TSS mengalami

penurunan pada perlakuan masing-masing kombinasi konsorsium mikroba. Pada

hari pertama sebelum perlakuan rerata nilai TSS berkisar antara 3288,83 mg/L.

Setelah itu, mulai hari ke-3 sampai akhir proses, rerata nilai TSS pada semua

perlakuan mengalami penurunan sebesar 1100,83 mg/L. Rata-rata nilai TSS yang

Page 51: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

51

diperoleh pada kombinasi 1, kombinasi 2, kombinasi 3, kombinasi campuran dan

kontrol dengan nilai berturut-turut sebesar 2160±87,68 mg/L; 2531±64,77 mg/L;

2139±38,75 mg/L; 848,9±206,61 dan 3744±189,78 mg/L.

Gambar 5.11 Perubahan Nilai TSS dengan Perlakuan Kombinasi Konsorsium

Mikroba pada Pengolahan Limbah Cair Bir Selama 12 Hari.

Kombinasi 1: isolat NGS4 dan NGS5, kombinasi 2: isolat NGS4

dan NGS7, kombinasi 3: isolat NGS5 dan NGS7, kombinasi

campuran: isolat NGS4, NGS5, dan NGS7; dan kontrol:

pengolahan tanpa isolat. Setiap nilai merupakan rata-rata dari dua

ulangan ± standar deviasi

Nilai yang dicapai dari semua perlakuan kombinasi konsorsium mikroba

belum memenuhi baku mutu limbah cair bir sebesar 40 mg/L. Pengolahan limbah

cair bir dengan perlakuan kombinasi campuran secara konsisten menunjukkan

penurunan yang paling signifikan jika dibandingkan dengan perlakuan lain,

termasuk kontrol (Tabel 5.6). Secara statistik nilai-nilai ini tidak berbeda nyata

pada p>0,05 yang menunjukkan bahwa pola perubahan TSS pada semua

Page 52: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

52

perlakuan hampir serupa satu sama lainnya (Lampiran 12). Walaupun secara

visual terdapat perbedaan nilai pada TSS untuk semua data.

Tabel 5.6 Persentase Perubahan Nilai TSS Limbah Setelah Perlakuan Selama 12

Hari

Perlakuan TSS

Nilai

awal

Nilai

akhir

Persentase

(%)*

Penyimpangan

BML

Persentase

(%)**

BML***

Kontrol 4195 3530 15,85 3490 98,8% 40

Kombinasi 1 3400 675 80,14 635 94% 40

Kombinasi 2 3700 995 73,10 955 95,9% 40

Kombinasi 3 3550 745 79,01 705 94,6% 40

Kombinasi

campuran

3473 330 90,49 290 87,8% 40

Keterangan: * Persentase TSS dibandingkan antara nilai awal dan nilai akhir selama pengolahan

** Persentase penyimpangan penurunan nilai TSS setelah pengolahan terhadap BML

***Baku mutu limbah (BML) berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan

hidup No. KEP-51/MENLH/10/1995 Tanggal 23 Oktober 1995.

Berdasarkan Tabel 5.6, pengolahan limbah cair bir dengan perlakuan

kombinasi campuran menunjukkan presentase efektivitas yang cukup tinggi

sebesar 90,49% dibandingkan dengan perlakuan lain dan kontrol. Sementara itu,

presentase pengolahan yang diinokulasi dengan kombinasi 1, kombinasi 2, dan

kombinasi 3 berturut-turut sebesar 80,14%, 73,10%, dan 79,01%. Presentase

pengolahan terendah terjadi pada kontrol sebesar 15,85%. Pengolahan yang

efektif ditunjukkan pada perlakuan kombinasi 1, kombinasi 2, kombinasi 3, dan

kombinasi campuran berdasarkan persentase efektivitas diatas 50%. Sedangkan

efektivitas terhadap baku mutu kemungkinan belum optimum akibat nilai yang

dicapai dari semua perlakuan kombinasi konsorsium mikroba masih terdapat

penyimpangan baku mutu limbah cair bir sebesar 40 mg/L. Penurunan nilai COD

yang harus dicapai untuk memenuhi standar baku mutu yang ditetapkan menurut

Page 53: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

53

Menteri Negara Lingkungan hidup No. KEP-51/MENLH/10/1995 dengan

perlakuan kombinasi 1, kombinasi 2, kombinasi 3, dan kombinasi campuran

berturut-turut sebesar 94%, 95,9%, 94,6%, dan 87,8%.

Gambar 5.12 Perubahan Nilai pH dengan Perlakuan Kombinasi Konsorsium

Mikroba pada Pengolahan Limbah Cair Bir Selama 12 Hari.

Kombinasi 1: isolat NGS4 dan NGS5, kombinasi 2: isolat NGS4

dan NGS7, kombinasi 3: isolat NGS5 dan NGS7, kombinasi

campuran: isolat NGS4, NGS5, dan NGS7; dan kontrol:

pengolahan tanpa isolat. Setiap nilai merupakan rata-rata dari dua

ulangan ± standar deviasi

Seperti terlihat pada Gambar 5.12, menunjukkan bahwa secara umum

kemampuan masing-masing kombinasi konsorsium mikroba mampu

meningkatkan nilai pH secara signifikan selama proses pengolahan limbah cair.

Rerata nilai awal pH sebelum perlakuan berkisar antara 5,39 dan setelah akhir

proses pengolahan nilai pH menjadi 6,85. Hasil penelitian proses pengolahan

limbah bir selama 12 hari menunjukkan bahwa nilai rata-rata pH untuk kombinasi

1 berkisar antara 6,07±0,5, kombinasi 2 berkisar antara 6,30±0,6, kombinasi 3

Page 54: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

54

berkisar antara 6,31±0,5, kombinasi campuran berkisar antara 6,85±0,9 dan

kontrol berkisar antara 5,48±0,2. Berdasarkan pada Lampiran 13. menunjukkan

bahwa hasil uji ANOVA pada perlakuan kombinasi campuran dan kontrol secara

statistik berbeda nyata (p>0,05) dengan perlakuan lainnya. Secara konsisten

pengolahan yang diinokulasi dengan kombinasi campuran menunjukkan nilai

yang paling tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan lain dan kontrol.

Gambar 5.13 Perubahan Nilai Suhu dengan Perlakuan Kombinasi Konsorsium

Mikroba pada Pengolahan Limbah Cair Bir Selama 12 Hari.

Kombinasi 1: isolat NGS4 dan NGS5, kombinasi 2: isolat NGS4

dan NGS7, kombinasi 3: isolat NGS5 dan NGS7, kombinasi

campuran: isolat NGS4, NGS5, dan NGS7; dan kontrol:

pengolahan tanpa isolat. Setiap nilai merupakan rata-rata dari dua

ulangan ± standar deviasi

Seperti halnya pH (Gambar 5.12), nilai suhu dengan berbagai kombinasi

bakteri juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan selama 12 hari setelah

dilakukan inokulasi dengan rerata nilai awal sebesar 25,23oC dan setelah akhir

Page 55: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

55

proses menjadi sebesar 27,02oC. Selama proses pengolahan, suhu maksimum

yang tercatat adalah 28,39±1,6oC, yang dicapai oleh perlakuan kombinasi

campuran. Sementara itu, pada perlakuan dengan kombinasi 1, 2, 3 dan kontrol,

suhunya relatif rendah daripada kombinasi campuran yang ditunjukkan dengan

nilai berturut-turut berkisar antara 25,84±0,4oC; 26,26±0,3

oC; 25,9±0,7

oC; dan

24,72±0,4oC (Gambar 5.13). Hasil uji secara statistik pada kombinasi campuran

berbeda nyata (p>0,05) dengan perlakuan lain dan kontrol (Lampiran 14).

Page 56: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

56

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Isolasi Bakteri dan Fase Pertumbuhan Sel Bakteri Berdasarkan Nilai

Optical Density (OD) Selama Inkubasi

Pada penelitian ini, 11 isolat bakteri ditemukan dari tanah yang tercemari

limbah cair bir (Tabel 5.1). Kemungkinan bakteri yang tumbuh mampu

beradaptasi pada media mineral cair yang ditambahkan limbah cair bir sebagai

faktor pembatas. Limbah cair bir yang berasal dari proses produksi bahan baku

digunakan sebagai sumber karbon dan glukosa untuk aktivitas sel. Menurut

Muslimin (1996) dan Waluyo (2009), bakteri dapat memanfaatkan bahan-bahan

organik yang terkandung pada limbah sebagai nutrien yang dibutuhkan untuk

tumbuh dan menghasilkan biomassa (Waluyo, 2009).

Menurut Pelczar dan Chan (2005), faktor lain yang juga berpengaruh

terhadap jumlah dan jenis dari mikroba adalah suhu, cahaya, kekeruhan, pH, serta

kesediaan udara. Ditambahkan pula oleh Gosalam (1999), selain faktor

lingkungan, kemampuan bakteri tumbuh dalam media merupakan proses

perbanyakan sel yang dilakukan dengan pembelahan biner yang sangat

dipengaruhi oleh faktor genetika dan faktor abiotik.

Jumlah populasi bakteri dapat diperkirakan melalui konversi nilai OD ke

dalam persamaan kurva standar yang telah diperoleh. Pada penelitian ini,

didapatkan hasil bahwa pada hari kedua pengamatan sudah terlihat adanya fase

eksponensial dengan jumlah yang berkisar antara 1,4 ± 0,1 (OD660 unit) (Gambar

5.1). Tahap inokulasi dilakukan pada saat mikroba mencapai jumlah optimum.

Page 57: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

57

Pertumbuhan kultur bakteri pada hari kedua disebabkan oleh komposisi

medium yang kaya dengan nutrisi yang diperlukan untuk proses pertumbuhan

mikroba. Berdasarkan data tersebut kultur mikroba yang berumur 2 (dua) hari

baik digunakan untuk starter inokulum atau agen oksidator dalam pengolahan

limbah secara biologis. Menurut Sumarsih (2003), laju pertumbuhan mikroba

sangat dipengaruhi oleh komposisi dan kuantitas penyusun media yang tersedia di

dalam media pertumbuhan. Peningkatan yang terjadi terhadap konsentrasi

biomassa mikroba erat kaitannya dengan penyediaan nutrisi yang mencukupi

untuk pertumbuhan serta kondisi lingkungan yang sesuai akan mendukung proses

pertumbuhan mikroba serta aktivitasnya untuk merombak bahan-bahan organik

sehingga menjadi terlarut dalam waktu yang relatif pendek.

Bakteri harus melewati fase aklimatisasi (proses adaptasi jika

ditumbuhkan pada medium atau kondisi baru). Pada penelitian ini, fase adaptasi

atau fase lagnya kemungkinan terjadi pada hari pertama masa inkubasi (Gambar

5.1). Mikroorganisme setelah melalui proses aklimatisasi, untuk penambahan zat

kedua kalinya (dalam hal ini limbah) tidak akan mengalami proses ini lagi.

Menurut Hidayat et al. (2006), selama fase lag, mikroba akan menyesuaikan

sistem enzim yang dimiliki agar dapat memanfaatkan komponen media untuk

pertumbuhannya. Setelah proses aklimatisasi, sistem enzimnya akan sesuai

dengan komponen yang ada dalam substrat sehingga kekuatan mikroorganisme

untuk mendegradasi akan lebih cepat. Menurut Atlas dan Bartha (1993), mikroba

akan mampu hidup berdasarkan kemampuan bersaing dengan mikroba lainnya

dalam memperebutkan nutrisi dan berdasarkan tipe dari nutrisi yang ada pada

Page 58: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

58

suatu lokasi, sehingga besar kemungkinan mikroba yang lebih cepat beradaptasi

sebab lingkungan serta nutrisi sesuai dengan tempat asalnya.

Pada fase log yang dicapai dalam waktu dua hari dalam penelitian ini

menunjukkan adanya periode pembiakan yang cepat dan didalamnya dapat

teramati ciri khas sel-sel yang aktif. Hal ini menyebabkan konsumsi komponen

media dalam kecepatan maksimum, sehingga akan terjadi penurunan konsentrasi

media dan penurunan jumlah sel (Gambar 5.1). Menurut Sumarsih (2007),

pertumbuhan mikroba mengalami penurunan disebabkan berkurangnya nutrisi

dalam medium. Selain itu, selama fase ini beberapa bakteri akan menghasilkan

senyawa metabolit dan adanya akumulasi metabolit primer di dalam media

tumbuh. Menurut Bitton (2005), penurunan komponen medium yang dikombinasi

dengan akumulasi metabolit akan mulai mengganggu laju pertumbuhan mikroba

di dalam medium tersebut, sehingga pembiakan bakteri terhenti dan akan

memasuki fase stasioner yang diikuti fase kematian.

6.2 Efektivitas Bakteri Terhadap Perubahan Kadar COD, BOD, TSS, pH,

dan Suhu Limbah Uji Selama Pengolahan dengan Berbagai Perlakuan

Konsorsium Mikroba

6.2.1 Uji potensi 11 isolat bakteri terhadap perubahan kadar COD, BOD,

TSS, pH, dan suhu limbah uji selama pengolahan

Pengolahan limbah dengan perlakuan 11 isolat bakteri menunjukkan

bahwa secara konsisten perlakuan NGS4, NGS5, dan NGS7 mampu mereduksi

bahan cemaran organik di dalam limbah cair bir dibanding dengan perlakuan

isolat lain dan kontrol (Gambar 5.2-5.4). Pada penelitian ini, kemungkinan ketiga

isolat tersebut mampu beradaptasi lebih baik dibanding perlakuan lain. Meskipun

Page 59: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

59

secara umum perlakuan lain menunjukkan adanya sedikit penurunan tingkat

degradasi. Hal ini disebabkan kemungkinan limbah cair bir yang mengandung

bahan organik digunakan oleh mikroba tersebut untuk aktivitas sel sehingga

pertumbuhan merupakan implikasi kemampuannya untuk merombak,

memineralisasi dan mengasimilasi bahan organik tersebut. Tereduksinya bahan

cemaran organik di dalam limbah oleh bakteri pendegradasi dapat diamati melalui

indikator parameter kualitas limbah cair yang meliputi penurunan kadar BOD,

COD, dan TSS. Hal serupa juga dilaporkan oleh Wignyanto et al. (2009),

Paramita et al. (2012), yang menyatakan bahwa limbah yang diberikan perlakuan

oleh bakteri mampu menguraikan bahan organik limbah sehingga menyebabkan

kecilnya nilai parameter COD, BOD, dan TSS. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Suriawiria (1996) yang menyatakan bahwa senyawa organik di dalam limbah

akan didegradasi oleh bakteri dengan mengeluarkan enzim untuk menghidrolisis

senyawa organik kompleks (pati, protein, lemak) menjadi senyawa yang lebih

sederhana.

Pada penelitian ini, kontrol negatif berupa limbah tanpa penambahan

inokulum mikroorganisme karena limbah yang digunakan tidak disterilisasi,

sehingga apabila terjadi perubahan nilai parameter pada kontrol negatif, ada

kemungkinan disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme indigenous dalam limbah

tersebut. Hal serupa juga dilaporkan oleh Paramita et al. (2012), yang melakukan

analisis limbah organik pasar dengan menggunakan mikroorganisme alami tangki

septik.

Page 60: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

60

Pada proses pengolahan dengan perlakuan 11 isolat bakteri, setiap

perlakuan terjadi peningkatan terhadap pH dan suhu (Gambar 5.5-5.6).

Peningkatan nilai pH limbah terjadi karena bakteri mampu menguraikan bahan

organik limbah. Menurut Sunu (2001), organisme yang merombak bahan organik

limbah akan menyesuaikan diri pada kisaran pH 6,5-8,3. Ditambahkan pula oleh

Eweis (1998), menyatakan bahwa pertumbuhan hampir semua mikroorganisme

sangat tinggi pada pH antara 6-8. Menurut Utami (2012), suhu mempunyai

pengaruh terhadap laju degradasi senyawa organik, laju pertumbuhan mikroba

sebagai total jumlah pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh suhu, semakin tinggi

suhu maka semakin cepat proses degradasi senyawa organik berlangsung.

Ketiga koloni bakteri yang memiliki kemampuan degradasi lebih baik

dibanding perlakuan isolat lainnya merupakan bakteri yang bersifat Gram negatif

dan memiliki bentuk sel batang. Semua isolat memiliki kemampuan tumbuh

optimum pada suhu 35-37 ºC (Gambar 5.7 dan Gambar 5.8). Hal ini menunjukkan

bahwa semua isolat merupakan mesofilik. Identifikasi bakteri pendegradasi bahan

organik limbah oleh isolat NGS4, NGS5, dan NGS7 berdasarkan pengamatan

aktivitas biokimia adalah Cronobacter sp., Pseudomonas fluorescent, dan

Aeromonas sp. seperti terlampir pada Tabel 5.2. Menurut Maisyah (2009), adanya

aktivitas biokimia atau metabolisme mikroorganisme dapat diketahui kemampuan

mikroorganisme untuk menggunakan dan menguraikan molekul yang kompleks

seperti karbohidrat, lemak, protein, dan asam nukleat. Seperti yang dilaporkan

oleh Salimin dan Rachmadetin (2011), bahwa bakteri Pseudomonas sp. dan

Aeromonas sp. dapat menurunkan kadar nitrat dalam limbah cair yang diuraikan

Page 61: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

61

menjadi gas nitrogen melalui proses denitrifikasi, yang berlangsung secara paralel

dengan degradasi zat organik secara proses biooksidasi yang diberi aerasi dan

nutrisi. Ditambahkan pula oleh Paramita et al. (2012), dalam analisisnya

didapatkan bahwa bakteri-bakteri patogen yang terdapat dalam feses manusia

termasuk dalam familia Enterobacteriaceae, mampu mendegradasi bahan organik

sebagai sumber energi. Klasifikasi dari ketiga isolat yang telah diidentifikasi

ditunjukkan pada Tabel 5.3. Ketiga koloni bakteri yang ditemukan diduga

mempunyai peranan penting dalam mendegradasi limbah cair bir sehingga

ditentukan sebagai konsorsium terpilih untuk dianalisis lebih lanjut agar

mengetahui sinergisme di antara mereka.

6.2.2 Uji potensi konsorsium bakteri terhadap perubahan kadar COD, BOD,

TSS, pH, dan suhu limbah uji selama pengolahan

Nilai COD akan berkurang karena oksidasi bahan organik, tetapi nilai

COD lebih tinggi dari BOD karena produksi beberapa zat yang sulit didegradasi.

Hasil yang ditunjukkan pada Gambar 5.9 mengindikasikan bahwa pada perlakuan

dan kontrol terjadi penurunan nilai COD. Hal ini juga didukung dengan efektivitas

pengolahan terhadap konsentrasi penurunan nilai COD yang mencapai 66,06%

(Tabel 5.4). Menurut Wignyanto et al. (2009), interaksi antara faktor pengaturan

kecepatan aerasi dan waktu inkubasi juga berpengaruh nyata pada kualitas effluent

limbah yang dihasilkan. Adanya penurunan COD menunjukkan bahwa bakteri

pendegradasi mampu menguraikan bahan organik dalam limbah. Nilai COD yang

kecil menunjukkan residu zat organik sedikit. Makin kecil nilai COD

menunjukkan kualitas limbah cair hasil pengolahan semakin baik.

Page 62: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

62

Nilai COD akhir yang dicapai dalam proses pengolahan belum memenuhi

standar baku mutu berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup

No. KEP-51/MENLH/10/1995. Hal ini kemungkinan disebabkan kurang lamanya

proses aerasi pengolahan serta perlu adanya sistem pengolahan lanjutan agar

mencapai baku mutu yang ditetapkan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian

Darmayanti (2002), menyatakan bahwa untuk perpanjangan waktu pengolahan

akan menghasilkan penyisihan bahan organik yang lebih baik.

Proses biodegradasi yang terjadi dalam limbah dapat dilihat dari nilai

BOD yang semakin menurun (Gambar 5.10). Menurut Paramita et al. (2012),

semakin kecil kadar BOD menunjukkan bahwa jumlah bahan organik dalam

limbah sedikit, sebab oksigen yang dibutuhkan juga semakin sedikit. Senyawa

organik akan diubah menjadi CO2, H2O, NH4, dan massa bakteri sebagai sumber

energi. Didukung pula oleh George et al. (2003) dan Suhendrayatna et al. (2012),

bahan organik yang terkandung dalam limbah cair menyediakan substrat untuk

metabolisme mikroba aerobik sehingga dapat menyebabkan penurunan

konsentrasi BOD. Serupa halnya dengan kadar COD, pada analisis kadar BOD

belum memenuhi standar baku mutu yang ditetapkan (Tabel 5.5). Hal ini terjadi

karena banyak zat organik yang sulit dioksidasi dan beberapa zat organik dapat

menjadi inhibitor terhadap proses pengolahan BOD. Menurut Tchobanoglous et al

(2003), zat organik tertentu dapat menjadi racun bagi mikroorganisme yang

digunakan dalam tes BOD.

Penurunan nilai TSS terlihat selama 12 hari pengolahan dengan berbagai

kombinasi konsorsium (Gambar 5.11). Seperti yang dilaporkan Yazid et al.

Page 63: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

63

(2012), peningkatan efisiensi reduksi TSS dapat dihubungkan dengan ketersediaan

nutrien sebagai bahan makanan bagi bakteri, sehingga aktifitas metabolisme

bakteri pun meningkat dan proses degradasi limbah dapat berlangsung lebih baik.

Ditambahkan pula oleh Radojevic dan Vladimir (1999) dan Suriawiria (1996),

penurunan nilai TSS terjadi karena faktor deposisi partikel dan proses

dekomposisi bahan organik dari partikel menjadi endapan oleh mikroba. Senyawa

organik di dalam limbah didegradasi oleh bakteri dengan mengeluarkan enzim

untuk menghidrolisis senyawa organik kompleks (pati, protein, lemak) menjadi

senyawa yang lebih sederhana. Senyawa yang lebih sederhana tersebut digunakan

untuk metabolisme bakteri yang kemudian akan dilanjutkan dengan proses lain

baik secara aerobik maupun anaerobik sehingga dihasilkan energi, CO2, H2O dan

sisa metabolisme yang berupa lumpur yang mudah mengendap, sehingga dengan

mekanisme tersebut bahan cemaran organik yang keberadaannya di dalam limbah

semakin lama semakin berkurang. Hal serupa juga pernah dilaporkan oleh

Paramita et al. (2012), dalam analisisnya pada limbah pasar dikatakan bahwa

penurunan kadar TSS terjadi karena bahan organik mengalami degradasi pada saat

proses hidrolisis. Selama proses hidrolisis, padatan tersuspensi berkurang karena

telah berubah menjadi terlarut.

Penurunan COD, BOD dan TSS kemungkinan juga disebabkan adanya

aerasi. Menurut Arix (2009), aerasi berfungsi sebagai penyuplai oksigen sehingga

mikroba dapat tumbuh dan berkembang biak dengan adanya oksigen dalam air,

sehingga cukup untuk mendegradasi bahan organik.

Page 64: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

64

Pada kontrol tanpa penambahan inokulum mikroorganisme terjadi sedikit

penurunan nilai COD, BOD, dan TSS dibandingkan dengan perlakuan

konsorsium mikroba. Hal ini kemungkinan disebabkan air limbah yang digunakan

tidak disterilisasi, sehingga apabila terjadi perubahan nilai parameter pada kontrol,

ada kemungkinan disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme indigenous dalam

limbah tersebut. Dilaporkan pula oleh Paramita et al. (2012), dalam analisisnya

pada kontrol tanpa penambahan inokulum dalam mengolah limbah organik

terhadap penurunan nilai COD, BOD, dan TSS berturut-turut berkisar antara

62,1%, 64,7%, dan 78,8%.

Perubahan nilai pH selama 12 hari pengolahan limbah cair bir dapat dilihat

pada Gambar 5.12. Menurut Choudhary et al. (2011), konsentrasi ion hidrogen

(pH) menunjukkan intensitas karakter asam atau basa pada suhu tertentu.

Dilaporkan pula oleh Paramita et al. (2012), perubahan pH dalam air limbah

menunjukkan bahwa adanya aktivitas mikroorganisme yang mendegradasi bahan

organik. Degradasi protein dan nitrogen organik yang menjadi ammonium (NH4)

dapat menaikkan pH menjadi basa. Peningkatan pH terjadi saat proses hidrolisis

dimana H+ digunakan untuk mengkatalisis reaksi pemutusan ikatan pada

polisakarida, lipid dan protein. Ditambahkan pula oleh Iswanto et al. (2007),

setelah proses degradasi bahan organik akan dilanjutkan pada proses asidogenesis

dan asetogenesis yang dilakukan oleh berbagai kelompok bakteri.

Peningkatan suhu terlihat selama proses pengolahan limbah cair bir

dengan penggunaan konsorsium mikroba (Gambar 5.13). Menurut Haslam (1995)

dan Singh et al. (2005), peningkatan suhu pada air limbah dapat mempercepat

Page 65: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

65

proses laju degradasi senyawa organik, laju pertumbuhan mikroba (total jumlah

pertumbuhan mikroba, kecepatan sintesis enzim, dan kecepatan inaktivasi enzim)

dan penurunan pada kelarutan gas dalam air seperti O2, CO2, N2 dan CH4. Selain

itu, peningkatan suhu pada air limbah dapat disebabkan oleh adanya aerasi.

Pada penelitian ini, perlakuan dengan kombinasi campuran lebih efektif

daripada kombinasi dari beberapa isolat dan kultur bakteri tunggal dalam

mendegradasi kandungan bahan organik bir air limbah. Didukung pula oleh Milic

et al. (2009), dalam analisisnya dijelaskan bahwa satu jenis mikroba hanya dapat

mendegradasi senyawa jenis tertentu dari suatu limbah tetapi mikroba konsorsium

memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam mendegradasi limbah tersebut.

Menurut Worm dan Duffy (2003), diversitas dapat meningkatkan stabilitas

komunitas karena keberadaan spesies yang lebih beragam mengakibatkan

komunitas mampu beradaptasi terhadap kondisi lingkungan yang bervariasi.

Ditambahkan pula oleh Atlas dan Bartha (1993), asosiasi sinergis memberikan

kemampuan pada kombinasi populasi mikroba untuk melakukan sintesa suatu

produk yang tidak bisa dilakukan mikroba tunggal.

Menurut Cahyonugroho dan Hidayah (2008) dan Jadhav et al. (2008) air

limbah adalah campuran senyawa kompleks, sedangkan setiap jenis bakteri

memiliki kemampuan terbatas dalam mendegradasi air limbah. Konsorsium

bakteri dapat digunakan sebagai starter yang potensial untuk pemulihan air

limbah. Oleh karena itu, kehadiran aktivitas katabolik dari kultur bakteri dapat

saling melengkapi dan produk dekomposisi yang dihasilkan dari suatu kultur

dapat digunakan oleh kultur lain untuk proses dekomposisi lebih lanjut, sehingga

Page 66: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

66

dapat membantu meningkatkan oksidasi air limbah dari bahan organik.

Ditambahkan pula oleh Mlynarz dan Ward, (1995) dan De Souza et al. (1998),

bakteri dari genera yang berbeda dapat saling bekerja sama dalam suatu

lingkungan dan bertahan hidup melalui interaksi metabolit karena biakan

campuran mempunyai kemampuan perombakan yang lebih sempurna serta

mempunyai toleransi yang lebih tinggi terhadap metabolit yang bersifat toksik.

Page 67: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

67

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan pada hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Mikroba terbaik yang mampu menurunkan parameter pencemar BOD,

COD, TSS, pH dan suhu adalah isolat NGS4 teridentifikasi sebagai

Cronobacter sp., isolat NGS5 teridentifikasi sebagai Pseudomonas

fluorescent, dan isolat NGS7 teridentifikasi sebagai Aeromonas sp.

2. Efektivitas konsorsium mikroba terhadap pengolahan limbah cair bir

dengan perlakuan kombinasi 1, kombinasi 2, kombinasi 3 dan kombinasi

campuran secara umum sudah efektif yang dinyatakan dengan angka

diatas 50%, tetapi belum memenuhi baku mutu yang ditetapkan.

7.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan:

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap variabel kecepatan

kemampuan masing-masing bakteri, variasi suhu dan variasi pH dalam

mereduksi bahan organik.

2. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya mikroba yang telah diperoleh

diujikan kemampuannya terhadap proses pengolahan limbah cair bir dalam

skala besar.

Page 68: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

68

DAFTAR PUSTAKA

Arief, M., Sulmartiwi, L., Prayogo, dan Saputri, H. M. 2010. Isolasi Bakteri

Indigen Sebagai Pendegradasi Bahan Organik Pada Media Pembenihan

Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.) Sistem Resirkulasi Tertutup. Jurnal Ilmiah

Perikanan dan Kelautan, 1: 2-117.

Arixs. 2009. Extended Aeration System Lebih Efektif dan Efisien Tangani

Limbah Cair. [Cited 2012 Des 25]. Available from:

URL:File://H:/BAHAN%20SKRIPSI/1%202009/mod.php.html.

Atlas, R. M. dan Bartha, R. 1993. Microbial Ecology, Fundamentals and

Application. 3rd Edition. New York: The Benyamin/Cummings Publishing

Company Inc.

Atlas, R. M. 1997. Hand Book of Microbiological Media. Second Edition. New

York: CRC Press, Inc.

BAPPEDA TK. I Jawa Timur. 1995. Panduan Pelatihan Manajemen

Laboratorium. Surabaya.

Barrow, G.I. dan Feltham, R.K.A. 2003. Cowan and Steel's manual for

identification of medical bacteria.3rd

edition. edited and rev.

Bitton, G. 2005. Waste Water Microbiology. 3rd

Edition. New Jersey: John Wiley

and Sons Inc.

Boyd, C. E. 1998. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Agricultural

Experiment Station. Alabama: Auburn University.

Budiyanto. 2004. Mikrobiologi Terapan. Malang: Universitas Muhammadiyah

Malang.

Bridgewater, A., Conner, B., dan Slezycki, M. 2008. “Minimization of

Environmental Impact of Wachusett Brewing Company Processes”

(undergraduate thesis). Worcester: Bachelor of Science Degree in the field

of Chemical Engineering Faculty of the Worcester Polytechnic Institute.

Cahyonugroho, O. H. dan Hidayah, E. N. 2008. Penyisihan Logam Chrom

Menggunakan Konsorsium Mikroorganisme. Teknik Lingkungan, 1(1):

20-29.

Page 69: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

69

Choudhary, R., Rawtani, P., dan Vishwakarma, M. 2011. Comparative study of

Drinking Water Quality Parameters of three Manmade Reservoirs i.e.

Kolar. Kaliasote and Kerwa Dam. Journal of Current World Environment,

6(1):145-149.

Dayanti. 2009. Pengertian Limbah dan Teknik Pengolahan Limbah. [Cited 2012

Jun 26]. Available from: URL:

http://dewiahdayanti.blogspot.com/2009/05/pengertian-limbah.html.

Darmayanti, L. 2002. “Kinetika Pengolahan Air Buangan Rumah Potong Hewan

pada Sequenching Batch Reactor Aerob dengan Parameter Rasio Waktu

Pengisian terhadap Waktu Reaksi” (tesis). Bandung: Departemen Teknik

Lingkungan ITB.

Devolli, A., Shabani, A. S., Mali, A. S., dan Hila, N. 2010. Brewery Waste Water

Management. Albania: Department of Industrial Chemistry. Faculty of

Natural Science. [Cited 2013 Jun 25]. Available from: URL:

http://www.pdfio.com/k-1339755.html.

Departemen Perindustrian. 2007. Pengolahan Limbah Industri Pangan. Jakarta:

Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah.

Driessen, W. dan Vereijken, T. 2003. Recent developments in biological treatment

of brewery effluent. Zambia: The Institute and Guild of Brewing

Convention. [Cited 2012 Jun 26]. Available from:

URL:http://www.environmentalexpert.com/Files%5C587%5Carticles%5C

3041%5Cpaques24.pdf.

De Souza, M.L., Newcombe, D., Alvey, S., Crowley, D.E., Hay, A., Sadowsky,

M.J., dan Wackett, L.P. 1998. Molecular Basis of a Bacterial Consortium:

Interspecies Catabolism of Atrazine. Applied and Environmental

Microbiology, 64: 178-184.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengolahan Sumber Daya dan

Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius.

Eweis, J. B. 1998. Bioremidiation Principles. Singapore: Mc Graw-Hill.

Fardiaz, S. 2006. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Kanisius.

George, T., Franklin, L. B., dan Stensel, H. D. 2003. Wastewater Engineering:

Treatment, Disposal and Reuse. 4th

ed., New York: Mc Graw Hill Book

Co.

Gerardi, M. H. 2006. Wastewater Bacteria. New Jersey: John Willey.

Page 70: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

70

Gosalam, S. 1999. “Uji Kemampuan Bakteri dari Ekosistem Mangrove dengan

Perlakuan Pemupukan Dalam Mendegradasi Residu Minyak Bumi” (tesis).

Bandung: Magister Program Pasca Sarjana ITB.

Hadioetomo, R. S. 1993. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek: Teknik dan

Prosedur Dasar Laboratorium. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Haslam, S. M. 1995. River Pollution, an Ecological Perspective. London UK:

Belhaven Press.

Hidayat, N., Padaga, M. C., dan Suhartini, S. 2006. Mikrobiologi Industri.

Yogyakarta: ANDI.

Iswanto, B., Astono, W., dan Sunaryati. 2007. Pengaruh Penguraian sampah

terhadap kualitas air ditinjau dari perubahan senyawa organik dan nitrogen

dalam reaktor kontinyu skala laboratorium, 4:1-3.

Jadhav, S. U., Jadhav, U. U., Dawkar, V. V., dan Govindwar, S. P. 2008.

Biodegradation of Disperse Dye Brown 3REL by Microbial Consortium of

Galactomyces geotrichum TCC 1360 and Bacillus sp. VUS. Biotechnology

and Bioprocess Engineering, 13: 232-239.

Kardono. 2008. Persyaratan Laboratorium Lingkungan dan Kondisinya di

Indonesia. Teknik Lingkungan, 9 (2): 109-120.

Khehra, M. S. dan Chimni, S. S. 2006. Biodegradation of Azo Dye C. I. Acid Red

88 by An Anoxic-Anaerobic Sequential Bioreactor. Dyes and Pigments,

70: 1-7.

Klijnhout, A. F. dan van Eerde, P. 1986. Centenary Review Some Characteristic

of Brewery Effluent. Journal Institute of Brewing, 92: 426-434.

Lenore, S. C., Arnold, E. G., dan Rhodes, T. 1998. Standard Methods for the

Examination of Water and Waste Water 5220B. 20th

Edition. Washington

DC: American Public Health Association, American Water Works

Association, Water Environment Federation.

Levinson, J. 2002. Malting-brewing: a changing sector. BIOS International 2002,

5 (1): 5-12.

Maisyah. 2009. Aktivitas Biokimia Mikroba. [Cited 2012 Jun 26]. Available

from: URL: http://rgmaisyah.wordpress.com/2009/05/10/aktivitas-

biokimia-mikrooganisme.

Page 71: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

71

Milic, J., Beskoski, V., Ilic, M., Ali, S., Gojgic-Cvijovic, G., dan Vrvic, M. 2009.

Bioremediation of Soil Heavily Contaminated With Crude Oil and Its

Products: Composition of the Microbial Consortium. Journal of the

Serbian Chemical Society, 74: 455-460.

Mlynarz, T. D. dan Ward, O. P. 1995. Degradation of Polycyclic Aromatic-

Hydrocarbons (PAHs) by a Mixed Culture and its Component Pure

Cultures, Obtained from PAH-Contaminated Soil. Canadian Journal of

Microbiology, 41: 470−476.

Muslimin, L. W. 1996. Mikrobiologi Lingkungan. Jakarta: PP-PSL.

Olafadehan, O. A. dan Aribike, D. S. 2000. Treatment of Industrial Wastewater

Effluent: Adsorption of Organic Compounds on Granular Activated

Carbon. Journal Nigerian Society of Chemical Engineers, 19 (1,2): 50-57.

Paramita, P., Shovitri, M., dan Kuswytasari, N. D. 2012. Biodegradasi Limbah

Organik Pasar dengan Menggunakan Mikroorganisme Alami Tangki

Septik. Jurnal Sains dan Seni ITS, 1 (1):23-26.

Pelczar, M. J. dan Chan, E. C. S. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi I. Jakarta:

Universitas Indonesia (UI-Press).

Perdana, G. 2007. Sistem Pengolahan Lingkungan dan Limbah Industri. Bandung:

Yrama Widya.

Prakash, B., Veeregowda, B. M., dan Krishnappa, G. 2003. Biofilms: A Survival

Strategy of Bacteria [Review]. Current Science, 85 (9): 1299-1307.

Radojevics, M. dan Vladimir B. N. 1999. Practical Environmental Analysis.

Chambridge: The Royal Society of Chemistry.

Rosenwinkel, K. H. dan Seyfried, C. F. 1985. Purification of Brewery Effluent.

Hannover: Brauwelt International.

Saeni, S. M. dan Darusman. 1998. Kimia Lingkungan. Bogor: Jurusan Kimia

FMIPA IPB.

Salimin, Z. dan Rachmadetin, J. 2011. Denitrifikasi Limbah Radioaktif Cair yang

Mengandung Asam nitrat dengan Proses Biooksidasi. Yogyakarta:

Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar ilmu Pengetahuan dan

Teknologi Nuklir. [Cited 2014 Jan 25]. Available from:

http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/byId/299030.

Sarwono. 2009. Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif. [Cited 2012 Jun 26].

Available from: URL: http://jonathansarwono.info/memadu.pdf.

Page 72: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

72

Sinbuathong, N., Sirirote, P., Watts, D., dan Chulalaksananukul, S. 2011. Heavy

Metal Resistant Anaerobic Bacterial Strains from Brewery Wastewater.

Lisbon: Proceedings of The Global Conference On Global Warming.

[Cited 2013 Dec 25]. Available from: URL:

http://www.cge.uevora.pt/GCGW/presentations/166-50-1-RV.pdf.

Singh, R. P. dan Mathur, P. 2005. Investigation of Variations in Physico Chemical

Characteristics of Fresh Water Reservoir of Ajmer city. Rajasthan. Indian

Journal Enviromental Protection, 9: 57-61.

Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO14001. Jakarta:

Grasindo.

Sitorus, H., Widigdo, B., Lay, B,. dan Soewardi, K. 2005. Nitrifikasi Dalam

Biodegradasi Limbah Tambak. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan

Indonesia, 1: 59-67.

Smith, P. G. dan Scott. J. G. 2005. Dictionary of Water and Waste Management.

Second Edition. Great Britain: IWA Publishing.

Suarsini, E. 2007. “Bioremediasi Limbah Cair Rumah Tangga Menggunakan

Konsorsia Bakteri Indigen Dalam Menunjang Pembelajaran Masyarakat”

(Disertasi). Malang: Program Magister Program Studi Biologi Universitas

Negeri Malang.

Suharto. 2011. Limbah Kimia Dalam Pencemaran Udara dan Air. Yogyakarta:

Andi Offset.

Suhendrayatna, Marwan, Andriani, R., Fajriana, Y., dan Elvitriana. 2012.

Removal of Municipal Wastewater BOD, COD and TSS by Phyto-

Reduction: A Laboratory-Scale Comparison of Aquatic Plants at Different

Species Typha Latifolia and Saccharum Spontaneum. International

Journal of Engineering and Innovative Technology (IJEIT), 2(6): 333-337.

Sumarsih, S. 2003. Mikrobiologi Dasar. Yogyakarta: Jurusan Ilmu Tanah,

Fakultas Pertanian UPN.

Sumarsih, S. 2007. Pertumbuhan dan Perhitungan Jumlah Mikroba. Yogyakarta:

Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian UPN.

Suriawiria, U. 1996. Mikrobiologi Air. Bandung: Penerbit Alumni.

Tchobanoglous, George, dan Franklin, L. B. 2003.WastewaterEngineering

Treatment Disposal Reuse. 4th

ed. America:McGraw-Hill Book Co.

Page 73: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

73

Thompson, I. P., van der Gast, C. J., Ciric, L. dan Singer, A. C. 2005.

Bioaugmentation for bioremediation: the challenge of strain selection.

Environmental Microbiology, 7 (7): 909-915.

Tjokrokusumo. 1999. Pengantar Engineering Lingkungan. Jilid 1. Yogyakarta:

Sekolah Tinggi Teknik Lingkungan YLH.

Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi Umum. Malang: Universitas Muhammadiyah

Malang Press.

Waluyo, L. 2009. Mikrobiologi Lingkungan. Malang: Universitas Muhammadiyah

Malang Press.

Wardana, W. A. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: ANDI

Offset.

Wignyanto, Hidayat, N., dan Ariningrum, A. 2009. Bioremediasi Limbah Cair

Sentra Industri Tempe Sanan Serta Perencanaan Unit Pengolahannya

(Kajian Pengaturan Kecepatan Aerasi dan Waktu Inkubasi). Jurnal

Teknologi Pertanian, 10: 123-135.

World Bank. 1997. Industrial Pollution Prevention and Abatement: Breweries.

Draft Technical Background Document. Washington, D. C: Environment

Department.

Worm, B. dan Duffy, J. E. 2003. Biodiversity. Trends in Ecology and Evolution,

18: 628−632.

Yazid, F. R., Syafrudin, dan Samudro. G. 2012. Pengaruh Variasi Konsentrasi dan

Debit Pada Pengolahan Air Artificial (Campuran Grey Water dan Black

Water) Menggunakan Reaktor UASB. Jurnal Presipitasi, 9: 31-40.

Yusuf. 2012. Industri Bir. [Cited 2012 Sep 25]. Available from:

http://yusufzae.blogspot.com/2012/06/makalah-bir-proses-industri-

kimia.html.

Page 74: potential of bacterial consortium to increase the effectiveness of beer

65