potensi wilayah pesisir tulang bawang lampung oleh indra gumay yudha

28
POTENSI EKONOMI WILAYAH PESISIR KABUPATEN TULANG BAWANG Oleh: Indra Gumay Yudha, M.Si (Staf Pengajar PS Budidaya Perairan, Fak. Pertanian, Univ. Lampung) Email: [email protected] 1. PROFIL WILAYAH PESISIR TULANG BAWANG 1.1 Gambaran Umum Wilayah pesisir didefinisikan sebagai daerah peralihan antara daratan dan lautan, ke arah darat adalah daerah daratan yang masih dipengaruhi oleh fenomena yang terjadi di lautan seperti pasang surut, abrasi, intrusi air laut, dan lain-lain; sedangkan ke arah laut adalah wilayah laut yang masih dipengaruhi oleh aktivitas yang terjadi di daratan. Wilayah pesisir dan lautan di masa lalu kurang mendapat perhatian oleh pemerintah. Pemerintah pada saat itu lebih menitikberatkan pembangunan di sektor pertanian yang mengarah pada terciptanya swasembada pangan. Hal ini dapat dilihat dari minimnya sarana dan prasarana yang telah dibangun oleh pemerintah di wilayah pesisir bila dibandingan dengan kawasan ataupun sektor lainnya, sehingga menyebabkan ketertinggalan dan menjadikan masyarakat pesisir hidup dalam kondisi yang memprihatinkan. Akibat minimnya perhatian pemerintah saat itu terhadap pembangunan pesisir dan laut menyebabkan pengelolaan wilayah tersebut menjadi semakin tidak menentu. Menurut Dahuri (2000), gambaran atau potret pembangunan pesisir dan laut di masa lalu adalah sebagai berikut: Pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan pada umumnya bersifat ekstraktif, tidak berkelanjutan dan hanya dinikmati oleh sebagian kecil penduduk. Menciptakan ekonomi dualistik dimana terjadi kesenjangan yang lebar antara kelompok pengusaha kecil (tradisional) dengan pengusaha besar. Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang 1

Upload: indra-gumay-yudha

Post on 11-Jun-2015

2.280 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Wilayah Pesisir Kabupaten Tulang Bawang memiliki sumberdaya alam yang berpotensi untuk pengembangan wilayah tersebut, baik di bidang perikanan, pertanian/perkebunan, dan peternakan

TRANSCRIPT

Page 1: Potensi wilayah pesisir Tulang Bawang Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

POTENSI EKONOMI WILAYAH PESISIR KABUPATEN TULANG BAWANG

Oleh: Indra Gumay Yudha, M.Si

(Staf Pengajar PS Budidaya Perairan, Fak. Pertanian, Univ. Lampung) Email: [email protected]

1. PROFIL WILAYAH PESISIR TULANG BAWANG

1.1 Gambaran Umum

Wilayah pesisir didefinisikan sebagai daerah peralihan antara daratan dan lautan,

ke arah darat adalah daerah daratan yang masih dipengaruhi oleh fenomena yang

terjadi di lautan seperti pasang surut, abrasi, intrusi air laut, dan lain-lain;

sedangkan ke arah laut adalah wilayah laut yang masih dipengaruhi oleh aktivitas

yang terjadi di daratan. Wilayah pesisir dan lautan di masa lalu kurang mendapat

perhatian oleh pemerintah. Pemerintah pada saat itu lebih menitikberatkan

pembangunan di sektor pertanian yang mengarah pada terciptanya swasembada

pangan. Hal ini dapat dilihat dari minimnya sarana dan prasarana yang telah

dibangun oleh pemerintah di wilayah pesisir bila dibandingan dengan kawasan

ataupun sektor lainnya, sehingga menyebabkan ketertinggalan dan menjadikan

masyarakat pesisir hidup dalam kondisi yang memprihatinkan.

Akibat minimnya perhatian pemerintah saat itu terhadap pembangunan pesisir dan

laut menyebabkan pengelolaan wilayah tersebut menjadi semakin tidak menentu.

Menurut Dahuri (2000), gambaran atau potret pembangunan pesisir dan laut di

masa lalu adalah sebagai berikut:

• Pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan pada umumnya bersifat ekstraktif, tidak

berkelanjutan dan hanya dinikmati oleh sebagian kecil penduduk.

• Menciptakan ekonomi dualistik dimana terjadi kesenjangan yang lebar antara

kelompok pengusaha kecil (tradisional) dengan pengusaha besar.

Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang

1

Page 2: Potensi wilayah pesisir Tulang Bawang Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

• Kawasan pesisir dan laut dianggap sebagai “keranjang sampah” dari berbagai

jenis limbah dan sedimen yang berasal dari kegiatan di darat.

• Konflik (egoisme) sektoral, dimana sektor-sektor yang dapat menghasilkan

cash money jangka pendek dan tidak memerlukan kualitas lingkungan yang

tinggi.

• Terjadi ketidakseimbangan tingkat pemanfaatan dan kerusakan lingkungan

antar wilayah.

Wilayah pesisir di Kabupaten Tulang Bawang merupakan bagian dari pantai timur

Lampung yang saat ini kondisinya memprihatinkan. Kerusakan lingkungan yang

terjadi akibat pengembangan tambak udang terjadi di hampir seluruh wilayah

tersebut. Alih fungsi lahan yang pada mulanya berupa hutan mangrove menjadi

tambak udang secara tidak terkontrol telah menimbulkan peningkatan abrasi

pantai, penurunan produksi perikanan akibat hilangnya fungsi mangrove sebagai

habitat, tempat mencari makan, dan tempat pembesaran ikan dan biota laut

lainnya, serta masalah-masalah lingkungan lainnya. Gambaran ini dapat dilihat di

wilayah pesisir Kabupaten Tulang Bawang yang berada di sekitar Kecamatan

Dente Teladas dan Rawajitu Timur.

Sebagian besar penduduk desa yang berada di wilayah pesisir bermata

pencaharian sebagai nelayan dan petambak. Kondisi hutan mangrove yang

terdapat di desa-desa tersebut pada umumnya sudah rusak karena telah

dialihfungsikan menjadi areal pertambakan. Ketebalan hutan mangrove dari tepi

pantai rata-rata paling jauh hanya 25 meter, mulai dari muara Way Seputih hingga

muara sungai Tulang Bawang. Hanya sebagian kecil hutan mangrove, lebih

kurang 1 km, yang terletak di bagian utara muara sungai Tulang Bawang yang

masih mempunyai ketebalan hingga 100 m. Itupun sudah mulai terancam

keberadaannya karena di bagian belakangnya sudah rusak digunakan sebagai

tambak. Tambak-tambak tersebut mulai batas tanaman mangrove hingga

beberapa kilometer ke dalam.

Sistem tambak yang ada di wilayah tersebut umumnya menggunakan sistem

tambak yang diadopsi dari Pati (Jawa Tengah), yaitu dengan membersihkan areal

tambak dari pohon-pohon mangrove, sehingga sistem ini dianggap sebagai sistem Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang

2

Page 3: Potensi wilayah pesisir Tulang Bawang Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

yang mengancam keberadaan hutan mangrove. Para petambak yang mengadopsi

sistem ini mengganggap hutan mangrove mengganggu tambak, karena:

menghalangi angin yang digunakan untuk sirkulasi udara alami, menyusahkan

pada waktu panen karena terganggu akar-akar tanaman mangrove, luasan

tambak menjadi berkurang, udang tidak dapat ke tengah atau menyebar, dan

menjadi tempat berkumpulnya hama tambak, seperti biawak, ular, dan

lingsang/berang-berang.

Pentingnya keberadaan hutan mangrove sebenarnya sudah diketahui oleh

masyarakat petambak. Hal ini karena penyuluhan dan sosialisasi tentang hutan

mangrove sering dilakukan oleh aparat instansi terkait, baik dari kabupaten

maupun dari provinsi. Mereka umumnya sudah mengetahui bahwa hutan

mangrove tidak boleh ditebang sepanjang 200m sebagai jalur hijau di tepi pantai.

Meskipun demikian selalu saja ada orang yang melanggar ketentuan tersebut

untuk membuat tambak.

Dari hasil pengamatan di sekitar Sungai Burung (Kecamatan Dente Teladas)

diperoleh data berupa Kerapatan Relatif, Frekuensi Relatif, Dominansi Relatif, dan

Indeks Nilai Penting (INP) untuk fase pohon dan fase pancang, sedangkan

vegetasi pada fase tiang tidak ditemukan pada petak contoh. Pada fase pohon,

jenis pohon yang menyusun hutan mangrove yang ditemui hanya 3 jenis dengan

INP terttinggi dimiliki oleh pohon Avicennia marina sebesar 205, 54 %, disusul

oleh Rhizopora apiculata sebesar 75,84 %, sedangkan yang terkecil adalah jenis

Sonneratia alba sebesar 18,62 %. Pada fase pancang, jenis Avicennia marina

juga memiliki nilai INP tertinggi yaitu sebesar 201,05 %, disusul jenis Rhizopora

apiculata sebesar 82,44 %, dan yang terkecil adalah Sonneratia alba sebesar

16,52 %. Pada fase semai, jenis Avicennia marina tetap mendominasi dengan

jumlah sebanyak 6 buah, disusul Rhizopora apiculata sebanyak 4 buah, dan yang

paling sedikit adalah jenis Sonneratia alba sebanyak 1. Dari hasil analisis vegetasi

dapat disimpulkan bahwa hutan mangrove yang ada di plot sampel dan sekitarnya

terdiri dari 3 jenis saja. Ini berarti bahwa jenis vegetasi yang menyusun hutan

mangrove tersebut sangat sedikit jenisnya. Upaya pangkayaan jenis yang

disesuaikan dengan kondisi lahan yang ada harus segera dilakukan.

Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang

3

Page 4: Potensi wilayah pesisir Tulang Bawang Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

1.2 Penggunaan dan Produktifitas Lahan di Wilayah Pesisir

Penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya lahan yang optimal sesuai dengan

daya dukungnya akan dapat dilakukan apabila tersedia informasi yang cukup

mengenai data karakteristik dan kualitas lahan di masing-masing wilayah yang

bersangkutan. Untuk melakukan evaluasi lahan mutlak diperlukan data yang

berhubungan dengan sifat-sifat lahan yang ada (land characteristics/land qualities)

serta persyaratan penggunaan lahan tertentu (land use requirements).

Vegetasi dan penggunaan lahan utama di daerah pantai timur berupa hutan

mangrove, tambak rakyat, kebun kelapa dan pemukiman. Kondisi hutan

mangrove di sepanjang pantai timur secara umum telah rusak dan sangat

memprihatinkan, hal ini disebabkan oleh alih fungsi lahan yang tidak terkendali.

Berdasarkan Peta Satuan Lahan dan Tanah Lembar Menggala dan Lembar

Tanjungkarang (LREPP, 1989), tanah-tanah di sepanjang Pantai Timur dapat

dikelompokkan ke dalam grup marin. Tanah-tanah marin ini terdapat di daerah

dataran rendah yang memanjang dari utara ke selatan yang sebagian besar

daerahnya dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Daerah ini mempunyai

ketinggian 0-25 m dari permukaan laut, yang berupa dataran pasang surut

berlumpur yang diselingi oleh beting-beting pasir pantai (beach ridges) dan

cekungan-cekungan antar beting (swales).

Jenis tanah utama di daerah ini adalah hydraquents, sulfaquents dan fluvaquents

yang merupakan tanah-tanah belum berkembang di daerah cekungan sepanjang

pantai dan selalu tergenang air. Sulfaquents merupakan jenis tanah yang

mengandung sulfat tinggi, yang bila muncul di permukaan dalam jumlah diatas

ambang toleransi tanaman akan sangat membahayakan. Ketiga jenis tanah ini

umumnya mempunyai tekstur yang halus bercampur bahan organik, dengan

drainase yang sangat terhambat karena sepanjang tahun tergenang air.

Daerah ini mempunyai potensi untuk pertambakan, dengan tetap menjaga

kelestarian hutan mangrove. Kemudian untuk tanaman pertanian, dapat

Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang

4

Page 5: Potensi wilayah pesisir Tulang Bawang Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

diusahakan untuk tanaman-tanaman tertentu yang toleran terhadap salinitas tanah

yang tinggi seperti tanaman kelapa. Sedangkan untuk tanaman-tanaman

budidaya lainnya baik tanaman pangan, hortikultura maupun tanaman perkebunan

lainnya yang pada umumnya rentan terhadap kadar salinitas tanah yang tinggi,

tidak cocok ditanam. Tanaman yang rentan terhadap salinitas tidak akan dapat

tumbuh dengan baik pada daerah-daerah yang tanahnya masih dipengaruhi oleh

jangkauan air laut. Selain salinitas yang tinggi, potensi adanya sulfat masam

dalam tanah juga merupakan faktor penghambat yang potensial bagi tanaman,

karena apabila lapisan ini teroksidasi maka akan terdapat kandungan sulfat yang

tinggi di dalam tanah, yang akan menyebabkan kemasaman tanah. Nilai

kemasaman tanah yang tinggi dapat mengganggu pertumbuhan tanaman, karena

ada unsur-unsur tertentu yang tersedia cukup tinggi sehingga bersifat racun bagi

tanaman. Penghambat utama lainnya untuk pertumbuhan tanaman berupa

drainase yang sangat terhambat, sehingga terjadi genangan air yang berakibat

akar tanaman tidak dapat berkembang dengan sempurna, kecuali untuk tanaman-

tanaman yang tumbuh di air.

2. GAMBARAN SUMBERDAYA PESISIR

2.1 Kecamatan Rawajitu Timur

Kecamatan Rawajitu Timur merupakan pemekaran dari wilayah Kecamatan

Rawajitu pada tahun 2004. Sebagian besar wilayah kecamatan ini merupakan

areal industri tambak udang modern PT Dipasena Citra Darmaja (PT DCD) yang

memiliki luas wilayah sekitar 16.250 ha yang terletak di antara Muara Way Mesuji

dan Muara Way Tulang Bawang di Kecamatan Rawajitu Utara. Kampung-

kampung yang terdapat di kecamatan ini adalah: Kampung Bumi Dipasena

Sentosa, Bumi Dipasena Utama, Bumi Dipasena Agung, Bumi Dipasena Jaya,

Bumi Dipasena Mulia, Bumi Dipasena Sejahtera, dan Bumi Dipasena Abadi.

Letak masing-masing kampung dapat dilihat pada Gambar 1.

Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang

5

Page 6: Potensi wilayah pesisir Tulang Bawang Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

Gambar 1. Kampung-kampung pesisir di Kecamatan Rawajitu Timur

Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang

6

Page 7: Potensi wilayah pesisir Tulang Bawang Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

Alokasi lahan seluas 16.250 ha adalah sebagai berikut:

• Lahan untuk tambak plasma : 6.524,74 ha

• Infrastruktur

o Kanal inlet dan outlet : 4.091,75 ha

o Fasilitas umum : 2.133,51 ha

o Green belt : 3.500 ha

Gambar 2. Salah satu tambak plasma di Kampung Bumi Dipasena Makmur

Berbeda dengan kampung-kampung pada umumnya, wilayah kampung-kampung

di Kecamatan Rawajitu Timur sebagian besar adalah areal pertambakan yang

sudah tertata rapi yang dipisahkan oleh saluran air (kanal), baik inlet maupun

outlet. Saluran air tersebut merupakan sarana transportasi yang utama yang

menghubungkan antar kampung, karena sarana trasportasi darat sangat terbatas.

Pemukiman penduduk di kampung-kampung tersebut juga sangat berbeda

dengan pemukiman penduduk pada umumnya. Pemukiman penduduk tidak

Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang

7

Page 8: Potensi wilayah pesisir Tulang Bawang Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

mengelompok pada satu wilayah, tetapi tersebar dengan jarak antar rumah

penduduk cukup jauh, yaitu sekitar 0.5 km.

Luas wilayah, jumlah penduduk dan jumlah KK masing-masing kampung di

Kecamatan Rawajitu Timur pada tahun 2005 tertera pada Tabel 1. Pada tahun

2005 jumlah penduduk Kecamatan Rawajitu Timur adalah 34.283 jiwa. Kampung-

kampung yang memiliki jumlah penduduk terbesar adalah Kampung Bumi

Dipasena Agung dan Bumi Dipasena Mulya.

Tabel 1. Luas wilayah, jumlah penduduk dan jumlah KK di Kecamatan Rawajitu Timur tahun 2005

Nama Kampung Jumlah RT Luas Wilayah (ha)

Jumlah Penduduk (Jiwa)

Jumlah KK

Bumi Dipasena Sentosa 27 614,55 1.360 476 Bumi Dipasena Utama 55 1.231,25 3.346 339 Bumi Dipasena Agung 69 1.332,80 8.859 1.466 Bumi Dipasena Jaya 63 1.494,16 2.441 781 Bumi Dipasena Mulya 81 1.494,20 7.724 1.614 Bumi Dipasena Makmur 63 1.494,20 3.060 913 Bumi Dipasena Sejahtera 65 1.494,20 3.712 1.003 Bumi Dipasena Abadi 62 1.494,20 3.781 1.105

Jumlah 485 10.649,56 34.283 7.697 Sumber: Kecamatan Rawajitu Timur (2006)

Oleh karena kampung-kampung yang terdapat di Kecamatan Rawajitu Timur

merupakan kampung yang berada di dalam areal pertambakan PT DCD, maka

sebagian besar penduduknya merupakan petambak udang. Umumnya mereka

adalah petambak plasma yang menempati aeal yang telah ditentukan oleh

perusahaan. Seluruh petambak plasma ini terikat aturan perusahaan, sehingga

dalam aktivitas ekonomi sehari-hari tidak terlepas dari aturan yang ada.

Akibat mismanajemen perusahaan budidaya udang terbesar di dunia ini

mengalami kredit macet pada tahun 1998 dan masuk ke Badan Penyehatan

Perbankan Nasional (BPPN). Sebelum mengalami kredit macet, komoditas udang

yang diproduksi semuanya diekspor. Sebelum tahun 1997, perolehan devisanya

rata-rata 400 juta dollar AS per tahun. Dipasena merupakan perusahaan inti yang

melibatkan 11.000 petambak plasma, dan sekitar 600.000 orang hidup dari usaha

Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang

8

Page 9: Potensi wilayah pesisir Tulang Bawang Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

tersebut. Saat ini tengah dilakukan pemulihan (recovery) agar aktivitas

perusahaan tersebut dapat berlangsung normal kembali.

Aktivitas industri pertambakan PT DCD di wilayah Kecamatan Rawajitu Timur

telah menumbuhkembangkan berbagai sentra-sentra ekonomi di wilayah

sekitarnya. Perekonomian di daerah sekitarnya turut berkembang dengan pesat,

seperti yang dapat diamati pada aktivitas ekonomi di Pasar Rawajitu (Gambar 3).

Pasar Rawajitu sudah cukup maju dengan komoditas perdagangan yang

bermacam-macam. Selain menjual kebutuhan sehari-hari dan hasil-hasil

pertanian, di pasar ini juga terdapat pedagang yang menjual barang-barang

elektronik, sepeda motor, bahan bangunan, jasa komunikasi, dan lain-lain.

Gambar 3. Aktivitas ekonomi di Pasar Rawajitu.

Walaupun sebagian besar penduduk yang tinggal di Kecamatan Rawajitu Timur

adalah petambak plasma PT DCD, namun beberapa di antaranya memiliki profesi

selain petambak. Masyarakat yang berprofesi bukan sebagai petambak terdiri dari

PNS dan pedagang. Anggota masyarakat yang berprofesi sebagai PNS antara

lain adalah guru-guru dan pegawai kecamatan. Sebaran jumlah penduduk

berdasarkan mata pencaharian utamanya terera pada Tabel 2.

Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang

9

Pada masa krisis, beberapa KK yang sebenarnya adalah petambak plasma

berinisiatif mengembangkan usaha-usaha ekonomi sebagai alternatif mata

pencaharian di samping membudidayakan udang. Sebelumnya, usaha-usaha

sampingan tersebut tidak diperkenankan karena dikhawatirkan akan mengganggu

Page 10: Potensi wilayah pesisir Tulang Bawang Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

kegiatan utama mereka, yaitu budidaya udang. Usaha-usaha ekonomi yang

banyak dijumpai di setiap kampung antara lain adalah: pertanian, pengolahan

ikan, penangkapan ikan, industri makanan, dan peternakan.

Tabel 2. Sebaran jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian

Mata pencaharian Nama Kampung Petambak PNS Pedagang Lainnya Bumi Dipasena Sentosa 425 --- 17 --- Bumi Dipasena Utama 912 3 15 10 Bumi Dipasena Agung 826 --- --- --- Bumi Dipasena Jaya 1011 7 20 4 Bumi Dipasena Mulya 1036 --- --- --- Bumi Dipasena Makmur 1036 5 103 --- Bumi Dipasena Sejahtera 1030 14 62 --- Bumi Dipasena Abadi 1081 4 70 ---

Sumber: Kecamatan Rawajitu Timur (2006)

A. Pertanian

Walaupun memiliki keterbatasan lahan pertanian karena sebagian besar areal

yang ada berupa tambak udang, namun aktivitas pertanian masih dapat berjalan

dengan baik di lahan-lahan yang tersisa. Beberapa petambak memanfaatkan

lahan-lahan kosong yang terdapat di sepanjang kanal maupun inlet utama untuk

menanam jagung hibrida, sayur-sayuran, ubi kayu, pisang, jeruk BW, dan padi

ladang. Sebenarnya lahan kosong ini berfungsi sebagai penampung sedimen

(lumpur) yang berasal dari aktivitas pengerukkan kanal. Oleh karena di masa-

masa krisis ini tidak ada aktivitas maintenance kanal yang berupa pengerukkan,

maka kegiatan pertanian tersebut dapat dilaksanakan. Sebaliknya, jika PT DCD

sudah kembali beroperasi penuh, maka kegiatan pertanian di lahan-lahan tempat

penampungan sedimen lumpur tersebut tidak dapat dilakukan lagi.

Hasil pertanian ini umumnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari

dan selebihnya dijual. Penjualan hasil pertanian tersebut dilakukan di pasar

kampung ataupun ke Tata Kota (areal non pertambakan PT DCD); bahkan ada

pula yang dijual hingga ke Pasar Rawajitu dan Gedung Aji.

Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang

10

Page 11: Potensi wilayah pesisir Tulang Bawang Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

Di Kampung Bumi Dipasena Sejahtera terdapat areal perkebunan jeruk BW yang

diusahakan oleh salah seorang petambak dengan jumlah sekitar 1.000 batang.

Penanaman dilakukan di lahan kosong yang masih tersisa yang tidak dijadikan

tambak. Hasil panen dijual ke pedagang jeruk yang berasal dari luar wilayah

Rawajitu Timur dengan harga Rp 4.000,00 per kg. Hasil panen sebagian ada

yang dijual di Tata Kota.

Gambar 4. Aktivitas pertanian di lahan-lahan sekitar kanal

B. Peternakan

Kegiatan peternakan yang cukup menonjol di kampung-kampung di Kecamatan

Rawajitu Timur adalah ternak kambing. Komoditas ini cukup banyak diusahakan

oleh sebagian besar penduduk kampung. Umumnya setiap KK rata-rata memiliki

antara 10-20 ekor kambing, bahkan di Kampung B.D. Makmur rata-rata 30 ekor

kambing/KK. Jenis kambing yang diternakkan umumnya adalah kambing PE.

Kegiatan ini sangat didukung oleh ketersediaan pakan yang melimpah, yaitu

vegetasi lamtoro yang banyak ditanam di sekitar pematang tambak. Tanaman

lamtoro tumbuh subur dan mampu hidup pada kondisi tanah di sekitar tambak

yang mengandung kadar garam cukup tinggi. Kambing yang telah cukup umur

akan dijual kepada pedagang kambing yang berasal dari luar kampung.

Beberapa penduduk ada juga yang memelihara sapi, namun jumlahnya tidak

banyak dan tidak berkembang pesat seperti halnya ternak kambing. Keterbatasan

Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang

11

Page 12: Potensi wilayah pesisir Tulang Bawang Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

pakan dan lahan diduga menjadi penyebab tidak berkembangnya peternakan sapi

ini. Selain kambing dan sapi, banyak penduduk yang memelihara unggas, yaitu

itik dan ayam. Pemeliharaan unggas ini sifatnya hanya sambilan dan hasilnya

hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Keberadaan ternak besar dan unggas ini di dalam areal pertambakan udang

sebenarnya dilarang karena dikhawatirkan akan membawa resiko penyakit dan

menyebabkan kegagalan budidaya udang. Dalam sistem pertambakan udang

modern diberlakukan biosecurity yang ketat untuk mencegah penyebaran dan

penularan penyakit ke tambak udang. Salah satu upaya yang dilakukan adalah

dengan melarang keberadaan ternak besar dan unggas di sekitar pertambakan.

Dengan demikian, jika PT DCD telah memulai kembali usaha budidaya udang

secara penuh maka kegiatan peternakan penduduk akan dilarang.

C. Perikanan Tangkap

Perikanan tangkap banyak dilakukan di sekitar kanal-kanal air. Masyarakat

melakukan usaha penangkapan ikan dengan alat tangkap yang sederhana, seperti

pancing, jala lempar, bubu, ataupun jaring togog (stow net). Jenis-jenis ikan yang

tertangkap cukup beragam dan umumnya merupakan ikan-ikan laut ataupun ikan

air tawar. Beberapa di antaranya ada yang bernilai ekonomis tinggi, seperti udang

jerbung, udang api-api, baung, kakap putih, bandeng, sembilang, ikan nila, dan

kepiting. Jenis lainnya adalah udang rebon yang banyak digunakan sebagai

bahan terasi. Musim penangkapan ikan sangat tergantung oleh musim.

Adakalanya hasil melimpah, terutama pada saat musim ruap (gelap bulan);

sedangkan hari-hari lainnya belum tentu diperoleh hasil yang memuaskan.

Udang jerbung dijual dengan harga Rp 25.000,- hingga Rp 30.000,- per kg,

tergantung dari ukurannya, udang api-api dijual dengan harga Rp 8.000,- per kg;

sedangkan udang rebon sekitar Rp. 3.000,- per kg. Harga ikan kakap putih cukup

mahal, yaitu antara Rp 20.000,- hingga 30.000,- per kg; ikan sembilang Rp

15.000,00, dan ikan nila sekitar Rp 6.000,- per kg. Harga kepiting bakau ukuran

super dapat mencapai Rp 30.000,- hingga Rp 35.000,- ; sedangkan yang

berukuran sedang dapat mencapai Rp.25.000,-. Umumnya hasil perikanan

tersebut dijual kepada penampung yang datang ke kampung-kampung setempat. Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang

12

Page 13: Potensi wilayah pesisir Tulang Bawang Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

Beberapa penduduk ada juga yang memanfaatkan ikan-ikan hasil tangkapannya

untuk diolah menjadi berbagai produk pangan, seperti kerupuk ikan, dendeng ikan,

ikan asin, dan ikan asap.

Pengoperasian alat tangkap jaring togog (stow net) di sekitar kanal-kanal sangat

mengganggu jalannya perahu karena pemasangannya seringkali hingga ke

tengah kanal. Bahkan di bagian kiri dan kanan kanal pun seringkali dipasang

jaring ini, sehingga tonggak-tonggak kayu jaring ini mempersempit alur yang

digunakan untuk olah gerak perahu. Keberadaan jaring togog ini pun juga akan

ditertibkan dan dibongkar oleh PT DCD dengan alasan dapat mengganggu lalu

lintas kapal dan menyebabkan pendangkalan.

Gambar 5. Jaring togog (stow net) yang banyak terdapat di kanal-kanal

D. Pengolahan Ikan

Pengolahan ikan yang terdapat di kampung-kampung di Kecamatan Rawajitu

Timur pada umumnya belum diupayakan secara optimal karena keterbatasan

bahan baku, teknologi, dan modal usaha. Selain itu, usaha ini pun juga

merupakan usaha sampingan sekedar untuk menambah pendapatan keluarga.

Jenis-jenis ikan olahan yang terdapat di kampung-kampung tersebut antara

kerupuk ikan, ikan asin, ikan asap, dan dendeng ikan.

Pengolahan ikan yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat di kampung-

kampung di Kecamatan Rawajitu Timur pada umumnya belum memenuhi standar

hieginis dan masih dikerjakan dengan cara tradisional. Ikan asin, misalnya, hanya

Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang

13

Page 14: Potensi wilayah pesisir Tulang Bawang Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

diberi garam dan dijemur dengan mengandalkan panas matahari. Jika matahari

bersinar cerah, maka dalam waktu 3-4 hari proses pengasinan ikan sudah selesai.

Beberapa pengolah ikan ada juga yang membuat ikan asin dengan cara

perebusan sebelum dikeringkan dengan cara penjemuran.

Hasil pengolahan ikan jika tidak terlalu banyak akan dijual di pasar kampung

setempat. Namun ada juga beberapa pengolah ikan yang secara rutin memasok

ke pedagang ikan olahan di Pasar Rawajitu. Bahkan beberapa pedagang

pengumpul yang berasal dari Pringsewu (Kabupaten Tanggamus) dan Kecamatan

Gedung Aji secara rutin membeli produk ikan olahan mereka.

Gambar 6. Produk ikan olahan yang dijual di Pasar Rawajitu

2.2 Kecamatan Dente Teladas

Kecamatan Dente Teladas merupakan kecamatan hasil pemekaran dari

Kecamatan Gedung Meneng pada tahun 2007. Kampung-kampung yang terletak

di wilayah kecamatan ini sebagian besar merupakan kampung-kampung pesisir

dan terdapat tambak udang dalam jumlah yang cukup luas. Di wilayah ini pula

terdapat industri budidaya udang modern milik PT Centralpertiwi Bahari (PT CPB).

Setidaknya terdapat delapan kampung di wilayah Kecamatan Dente Teladas,

yaitu: Teladas, Kekatung, Kuala Teladas, Mahabang, Sungai Nibung, Pasiran

Jaya, Bratasena Adiwarna, dan Bratasena Mandiri (Gambar 7).

Luas wilayah dan jumlah penduduk pada masing-masing kampung disajikan pada

Tabel 3. Dari tabel tersebut diketahui bahwa luas wilayah Kecamatan Dente Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang

14

Page 15: Potensi wilayah pesisir Tulang Bawang Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

Teladas adalah 23.790,44 ha dengan jumlah penduduk sekitar 52.028 jiwa.

Kepadatan penduduk di kecamatan ini termasuk rendah, yaitu 2,19 jiwa/ha.

Kampung Bratasena Adiwarna merupakan kampung dengan wilayah yang terluas;

sedangkan Kampung Kuala Teladas memiliki wilayah yang paling kecil.

Jika dilihat dari penggunaan lahan yang ada, maka sebagian besar wilayah

Kecamatan Dente Teladas banyak dimanfaatkan untuk tambak udang, baik yang

dikelola secara modern oleh PT CPB maupun tambak rakyat. Berdasarkan data

dari Departemen Kelautan dan Perikanan (2004), luas tambak di kecamatan ini

kira-kira 12.272,62 ha atau 51,6% dari luas lahan di kecamatan tersebut. Tambak

di Kampung Kuala Teladas diprediksi seluas 25 ha, di Kekatung 175 ha, di

Mahabang 700 ha, dan tambak PT CPB masing-masing 9.862,62 ha di Kampung

Bratasena Adiwarna dan 1.510 ha di Kampung Bratasena Mandiri.

Tabel 3. Luas wilayah dan jumlah penduduk di Kecamatan Dente Teladas *

No. Nama Kampung Luas (ha) Jumlah Penduduk (jiwa) 1. Teladas 1.208,57 7.553 2. Bratasena Adiwarna 10.162,62 10.442 3. Brataseba Mandiri 1.969,46 6.136 4. Sungai Nibung 4.169,28 10.047 5. Kekatung 1.449,35 3.156 6. Mahabang 1.118,41 2.470 7. Pasiran Jaya 3.182,73 10.208 8. Kuala Teladas 530,02 2.016

Jumlah 23.790,44 52.028 Sumber: BPS Tulang Bawang (2006) Keterangan: *) Data tahun 2005 yang diperoleh dari buku “Kecamatan Gedung Meneng dalam Angka 2006” sebelum

pemekaran menjadi Kecamatan Dente Teladas pada tahun 2007.

Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang

15

Page 16: Potensi wilayah pesisir Tulang Bawang Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

Gambar 7. Kampung-kampung pesisir di Kecamatan Dente Teladas

Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang

16

Page 17: Potensi wilayah pesisir Tulang Bawang Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

Tabel 4. Alokasi penggunaan lahan di Kecamatan Dente Teladas (ha) *

No. Nama Kampung Sawah non irigasi Peladangan Perumahan

Lain-lain (termasuk tambak)

1. Teladas --- 679 1.305 314 2. Bratasena Adiwarna --- --- 1.800 7.700 3. Brataseba Mandiri --- --- 607 3.172 4. Sungai Nibung 75 2.816 1.225,5 814 5. Kekatung 138 1.202 1.471 60 6. Mahabang --- 400 151 2.000 7. Pasiran Jaya 1.150 195 599 1.929 8. Kuala Teladas --- --- 1.026 45

Jumlah 1.363 5.292 8.184,5 16.034 Sumber: BPS Tulang Bawang (2006) Keterangan: *) Data tahun 2005 yang diperoleh dari buku “Kecamatan Gedung Meneng dalam Angka 2006” sebelum

pemekaran menjadi Kecamatan Dente Teladas pada tahun 2007.

Lahan yang digunakan untuk aktivitas pertanian, baik yang berupa sawah

nonirigasi maupun peladangan, hanya berkisar 28%, sedangkan lahan yang

dialokasikan untuk pemukiman adalah 34,4%. Sawah non irigasi hanya terdapat

di Kampung Sungai Nibung, Kekatung, dan Pasiran Jaya.

Berbeda dengan kampung-kampung di Kecamatan Rawajitu Timur yang

seluruhnya termasuk wilayah kerja PT DCD, kampung-kampung di Kecamatan

Dente Teladas tidak seluruhnya masuk dalam wilayah kerja PT CPB. Hanya ada

2 kampung di wilayah kerja PT CPB, yaitu Kampung Bratasena Adiwarna dan

Kampung Bratasena Mandiri. Di kedua kampung tersebut penduduknya

merupakan petambak plasma yang kesehariannya melakukan aktivitas budidaya

udang sesuai dengan aturan yang diberlakukan oleh PT CPB.

PT. CPB merupakan salah satu pihak swasta yang telah berpartisipasi untuk turut

membangun di Popinsi Lampung. Latar belakang yang mendasari partisipasi PT.

CPB dalam membangun Propinsi Lampung tertuang dalam proposal yang

diajukan, yaitu : (1) Keberadaan 91.000 Kepala Keluarga (KK) petambak hutan

yang telah menimbulkan kerusakan hutan mencapai 75%; (2) Menipisnya

keberadaan hutan mangrove di sepanjang pantal timur Lampung sebagai akibat

adanya tambak-tambak tradisional yang dibuat oleh petambak; (3) Pertumbuhan

penduduk tidak sejalan dengan penyediaan lapangan kerja, sehingga

Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang

17

Page 18: Potensi wilayah pesisir Tulang Bawang Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

menciptakan kantong-kantong kemiskinan; (4) Untuk menciptakan pertumbuhan

ekonomi diperlukan dana besar yang diharapkan dan partisipasi sektor swasta.

Berdasarkan latar belakang tersebut dan permohonan yang disampaikan oleh PT.

CPB untuk memperoleh konsesi lahan, maka keluarlah Keputusan Kepala Kantor

Pertanahan Kabupaten Lampung Utara Nomor PLU 13/460/LL/94 yang secara

resmi memberi izin lokasi untuk keperluan tambak udang pola TIR terpadu seluas

± 23.900 hektar terletak di Desa Teladas Kecamatan Menggala Kabupaten

Lampung Utara dengan perincian kawasan hutan (Register 47) seluas 17.400

hektar dan tanah marga seluas 6.500 hektar.

Berdasarkan revisi surat izin lokasi dari BPN Lampung Utara tahun 1995, setelah

dilakukan pengukuran kadasteral, peruntukan lahan berubah dan 23.900 hektar

menjadi 22.721,04 hektar yang dialokasikan untuk: enclave desa marga ± 3.081

ha, green belt ± 2.819 ha, tambak dan rumah petambak ± 15.300 ha, Inti

(infrastruktur) ± 1.521,04 ha.

Selanjutnya PT. CPB mengajukan permohonan pelepasan kawasan hutan kepada

Menhut melalui surat No. 001/IX/1994 tanggal 1 Oktober 1994 kepada Menteri

Kehutanan dengan melampirkan Rekomendasi Gubernur Lampung No.

522/237/Bappeda/Sek/94 tanggal 6 September 1994, Surat Kanwil Dephut No.

2352/KwI-6/1994 tanggal 3 September 1994, dan berita acara kesepakatan lokasi

antara PT. Indo Lampung Buana Makmur (PT. ILBM) dengan PT. CPB. Surat

Menteri Kehutanan No. 1510/Menhut-Vll/1994 tanggal 5 Oktober 1994

menyatakan permohonan pelepasan dapat disetujui dicadangkan dari areal PT.

ILBM seluas 10.000 hektar.

Menteri Kehutanan melalul surat No.137/Menhut-VlI/1995 tanggal 27 Januari 1995

menyetujui permohonan PT. CPB seluas 17.400 hektar tanpa ada kewajiban

mengganti kawasan hutan. Namun dan hasil tata batas, luasnya hanya 16.221,04

hektar. Dengan demikian, Menteri Kehutanan melalui surat No.78/Kpts-II/1996

tanggal 4 Maret 1996 melepaskan kawasan hutan seluas 16.221,04 hektar atas

nama PT. CPB untuk usaha budidaya tambak udang dengan pola Tambak Intl

Rakyat (TIR). Dari luasan tersebut, 5.930,73 hektar (termasuk green belt seluas

2.819,83 hektar) telah digarap oleh masyarakat. Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang

18

Page 19: Potensi wilayah pesisir Tulang Bawang Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

Pada tahun 1994 PT. CPB mulai mengembangkan TIR terpadu dan pemukiman

kembali petambak hutan di Lampung. Target rencana pengembangan tambak PT.

CPB tercetak 15.000 unit tambak dalam kurun waktu 5 tahun. Target tersebut

hingga saat ini belum dapat terealisir. Hingga saat ini baru dikembangkan 3.200

unit tambak. Keterlambatan pencapaian target ini karena pada saat tanah

konsensi diserahkan, di lahan tersebut sudah ada kegiatan tambak rakyat seluas

6.444 hektar, sedangkan sisanya masih merupakan hutan gelam, belukar,

mangrove, dan semak-semak. Jumlah keluarga yang mendiami areal tersebut

3.544 KK petambak. Di lokasi tersebut tata letak tambak tidak teratur dan tidak

tertata sesuai dengan kaidah budidaya udang. Keinginan mereka untuk membuka

tambak baru tetap tinggi, bahkan pembukaan tambak terus mendekati pantai dan

alur sungai. Aktivitas mereka untuk membuka tambak menyebabkan kerusakan

green belt mencapai 70%, suatu kondisi yang mengkhawatirkan (Gambar 9).

Gambar 8. Skema tambak udang modern PT CPB

Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang

19

Page 20: Potensi wilayah pesisir Tulang Bawang Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

Gambar 9. Tambak tradisional di sekitar green belt PT CPB

Di Kampung Bratasena Adiwarna dan Kampung Bratasena Mandiri yang

merupakan wilayah kerja PT CPB tidak diperkenankan aktivitas penduduk yang

dalam kegiatan peternakan, seperti memelihara ternak kambing, sapi ataupun

unggas. Hal ini terkait dengan kebijakan biosecurity yang ketat dari perusahaan

terkait keamanan dalam budidaya udang. Dikhawatirkan ternak ataupun unggas

yang dipelihara dapat menjadi carrier dalam penyebaran penyakit dan sanitasi

udang yang dibudidayakan. Namun demikian, untuk kegiatan pertanian masih ada

beberapa penduduk yang menanam jagung, pisang, dan sayur-sayuran, di antara

lahan-lahan kosong di sekitar pematang tambak. Hasil ini umumnya digunakan

untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari keluarga para petambak.

Kampung-kampung terdekat yang berada di sekitar PT CPB adalah Kampung

Pasiran Jaya, Dusun Sungai Burung, dan Kampung Kekatung. Di antara ketiga

kampung tersebut, Kampung Pasiran Jaya merupakan kampung yang cepat

perkembangannya. Sebagian besar penduduk Kampung Pasiran Jaya bekerja

Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang

20

Page 21: Potensi wilayah pesisir Tulang Bawang Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

sebagai petani, nelayan dan pedagang dan banyak karyawan PT CPB yang

tinggal dengan cara menyewa kamar-kamar yang disediakan oleh penduduk. Di

Kampung Pasiran Jaya terdapat pasar, warung dan toko sebanyak 180 buah,

serta Puskesmas (induk). Dengan kondisi tersebut, aktivitas ekonomi di Kampung

Pasiran Jaya cukup tinggi dibandingkan dengan kampung-kampung lainnya.

Aktivitas ekonomi masyarakat pesisir di Kampung Teladas, Kuala Teladas, Sungai

Nibung, Pasiran Jaya, Mahabang dan Kekatung yang utama antara lain adalah

kegiatan pertanian, perkebunan, peternakan, pengolahan ikan, penangkapan ikan

(nelayan), budidaya udang windu (tambak), industri genteng, jual beli, dan lain-

lain. Gambaran beberapa jenis aktivitas masyarakat pesisir di kampung-kampung

tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

A. Pertanian

Seperti telah dijelaskan pada Tabel 4, pada umumnya sistem pertanian di

Kecamatan Dente Teladas adalah sawah non irigasi dan peladangan. Sawah non

irigasi terdapat di Kampung Sungai Nibung, Kekatung, dan Pasiran Jaya;

sedangkan peladangan terdapat di hampir semua kampung, kecuali di Bratasena

Adiwarna, Bratasena Mandiri, dan Kuala Teladas. Di ketiga kampung tersebut

banyak lahan yang digunakan untuk tambak udang.

Pertanian padi sawah yang berkembang di wilayah ini umumnya tidak berbeda

dengan daerah lainnya di Provinsi Lampung. Dimulai dengan tahap penyiapan

lahan (pembabatan dan pembajakan lahan), penanaman, penyiangan, dan

pemupukan. Pola tanam yang dilakukan petani adalah dua kali penanaman dalam

satu tahun, yaitu sekitar bulan April dan Agustus. Pemupukan hanya dilakukan 1

kali dalam setahun dengan komposisi pupuk urea 50 kg dan pupuk TSP 25 kg

pada saat bibit berumur 30 hari dengan cara ditabur. Untuk luas lahan sekitar 2

ha yang ditanami jenis padi Kromojoyo akan menghasilkan gabah lebih kurang

2.500 kg. Hasil panen ini sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh berbagai faktor,

seperti hama, kekeringan, kebanjiran, dan lain-lain. Produksi rendah dapat

mencapai 1.000 kg; sedangkan produksi tinggi mencapai 4.000 kg. Hasil panen ini

digunakan untuk konsumsi sendiri dan separuhnya dijual. Harga jual per kg saat

ini adalah berkisar antara Rp 800,- (harga terendah) hingga Rp 2000,- (harga Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang

21

Page 22: Potensi wilayah pesisir Tulang Bawang Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

tertinggi).

Usaha pertanian lainnya yang juga berkembang adalah pertanian ubi kayu

(singkong). Budidaya ubi kayu memang sangat populer di Provinsi Lampung.

Selain karena mudah dibudidayakan, juga cukup banyak industri tapioka yang

akan menampung hasil panen komoditas pertanian tersebut. Di Kecamatan Dente

Teladas usaha budidaya ubi kayu juga berkembang pesat, terutama di lahan-

lahan peladangan dengan sistem tadah hujan. Jenis ubi kayu yang banyak

dibudidayakan adalah kasesa. Persiapan lahan dilakukan oleh petani singkong

seperti bajak, pembabatan, penyiangan, dan penyemprotan herbisida.

Pemupukan dilakukan 2 kali, yaitu pada saat bibit berumur 2 bulan dan setelah ubi

kayu berumur 4 bulan. Pada saat pemupukan pertama digunakan pupuk urea dan

TSP masing-masing 100 kg; sedangkan saat pemupukan kedua digunakan pupuk

urea dan KCl masing-masing sebanyak 100 kg. Hasil panen pada lahan seluas 3

ha akan diperoleh 30 ton ubi kayu yang seluruhnya dijual kepada pabrik/industri

tapioka. Harga jual ubi kayu sangat bervariasi, harga terendah dapat mencapai

Rp 230,-/kg dan harga tertinggi mencapai Rp 405,- /kg. Memang masalah utama

yang dihadapi petani dalam usaha tani ubi kayu adalah kurangnya insentif karena

harga selalu berfluktuatif dan merugikan petani. Kendati demikian, tanaman ubi

kayu relatif terus berkembang mengingat komoditas ini sangat adaptif pada

kondisi lahan yang marginal dan resikonya paling rendah dibandingkan dengan

komoditas palawija lainnya.

Di Kampung Kekatung terdapat perkebunan sawit dengan luas sekitar 3 ha milik

Bpk. Sarkawi yang ditanami dengan jenis polong merah. Sistem pertanian ini

dilakukan di lahan tadah hujan (ladang). Pemupukan dilakukan setiap 6 bulan

sekali dengan pupuk urea 200 kg, TSP 200 kg, KCl 200 kg, dan NPK 100 kg.

Hasil panen sawit cukup bervariasi, yaitu 300-1.500 kg. Kegagalan panen

disebabkan adanya trek batang yang mnyebabkan buah sawit menjadi jarang.

Hasil panen seluruhnya dijual dengan harga per kg antara Rp 350,- (terendah)

hingga Rp 800,- (tertinggi).

Di Kampung Kekatung juga terdapat perkebunan karet. Salah satunya adalah

milik Bpk. Edi dengan luas sekitar 2 ha. Usaha tani ini dilakukan pada lahan tadah

Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang

22

Page 23: Potensi wilayah pesisir Tulang Bawang Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

hujan. Jenis tanaman karet yang dikembangkan adalah jenis PB. Dalam satu

tahun dilakukan pemupukan sebanyak dua kali. Pemupukan tahap pertama

dilakukan di awal musim hujan. Pupuk yang digunakan pada pemupukan tahap I

adalah urea sebanyak 240 kg, TSP 240 kg, dan KCl 240 kg. Pemupukan pada

tahap kedua dilakukan saat akhir musim penghujan dengan jenis pupuk dan

jumlah yang sama. Hambatan yang sering dihadapi dalam usaha tani ini adalah

penyakit mati kulit yang menyebabkan produksi menurun. Hasil panen dapat

mencapai 1.200 kg. Harga jual komoditas ini per kg bervariasi antara Rp 3.500,-

(terendah) hingga Rp 7.200,- (tertinggi).

Gambar 10. Lahan pertanian dan perkebunan di Kampung Kekatung

B. Peternakan

Usaha peternakan berkembang dengan baik di beberapa kampung di Kecamatan

Dente Teladas. Jenis komoditas yang dikembangkan antara lain sapi, kerbau,

kambing/domba, babi, itik dan ayam. Di kampung Bratasena Adiwarna dan

Bratasena Mandiri usaha peternakan tidak diperkenankan, sehingga populasi

ternak tidak banyak. Beberapa petambak plasma PT CPB di kampung tersebut

ada juga yang memelihara ayam untuk dikonsumsi sendiri. Komposisi jenis dan Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang

23

Page 24: Potensi wilayah pesisir Tulang Bawang Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

jumlah ternak yang terdapat di Kecamatan Dente Teladas pada tahun 2005 tertera

pada Tabel 5.

Populasi unggas yang dominan dipelihara adalah ayam, sedangkan kambing

merupakan ternak yang juga banyak dipelihara oleh masyarakat di Kecamatan

Dente Teladas. Ternak babi banyak dipelihara di Kampung Sungai Nibung.

Peternakan itik petelur yang berkembang di Kampung Sungai Nibung dan

beberapa tahun terakhir di Kampung Pasiran Jaya merupakan komoditas

unggulan yang patut dikembangkan. Alasannya adalah jenis telur yang dihasilkan

mempunyai kekhasan tersendiri yang berbeda dengan telur itik dari daerah lain.

Itik-itik yang dipelihara diberi pakan dengan campuran limbah kepala udang yang

diperoleh dari PT CPB, sehingga telur yang dihasilkan memiliki warna kuning telur

yang kemerahan dengan aroma yang khas.

Tabel 5. Jumlah ternak di Kecamatan Dente Teladas *

No. Nama Kampung Sapi Kerbau Kambing/ domba Babi Itik Ayam

1. Teladas 5 25 55 --- --- 351

2. Bratasena Adiwarna --- --- --- --- --- 451

3. Brataseba Mandiri --- --- --- --- --- 357 4. Sungai Nibung 12 --- 30 150 150 471 5. Kekatung 3 8 45 --- --- 125 6. Mahabang 2 --- 15 --- --- 75 7. Pasiran Jaya 23 15 165 --- --- 561 8. Kuala Teladas --- --- --- --- --- ---

Jumlah 45 48 310 150 150 2391 Sumber: BPS Tulang Bawang (2006) Keterangan: *) Data tahun 2005 yang diperoleh dari buku “Kecamatan Gedung Meneng dalam Angka 2006” sebelum

pemekaran menjadi Kecamatan Dente Teladas pada tahun 2007.

Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang

24

Page 25: Potensi wilayah pesisir Tulang Bawang Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

Gambar 11. Peternakan itik yang banyak berkembang di Kecamatan Dente

Teladas

Tenak kambing yang banyak dikembangkan adalah kambing kacang (jenis lokal).

Ternak kambing ini dapat berkembang dengan baik karena ketersediaan pakan

yang melimpah di sekitar perkampungan. Harga jual ternak kambing cukup

mahal, yaitu sekitar Rp 450.000,- per ekor, bahkan dapat lebih mahal jika

bobotnya lebih besar. Umumnya para peternak kambing ini sangat

mengharapkan bantuan pemerintah dalam hal penyediaan bibit kambing yang

unggul, seperti jenis etawa ataupun PE.

C. Perikanan

Kegiatan budidaya perikanan, terutama tambak udang, merupakan kegiatan

utama yang banyak terdapat di sebagian wilayah kampung-kampung pesisir di

Kecamatan Dente Teladas. Selain tambak udang intensif pola TIR milik PT CPB

yang berjumlah 3.200 petak tambak, masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah

pesisir juga mengembangkan tambak udang dengan sistem tradisional.

Untuk kegiatan aquacultur PT. CPB telah membangun sebanyak 3.419 petak tambak yang

teridiri dari 3.119 tambak milik petambak (plasma) dan 300 tambak milik perusahaan (inti) Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang

25

Page 26: Potensi wilayah pesisir Tulang Bawang Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

yang seluruhnya telah beroperasi. Setiap petak tambak berukuran 70 m x 70 m atau

seluas 4.900 m2 dengan kedalaman 1,5 m. Dengan demikian, luas seluruh tambak

adalah 1.655,31 ha. Dalam proses pembuatan tambak, tanah galian tambak

digunakan menjadi pematang (galengan) tambak sehingga tidak ada tanah yang

terbuang atau terbawa aliran air masuk ke perairan umum. Setelah tambak selesai

dibangun, tambak dan pematang dilapisi dengan plastik. Dengan kondisi ini air

tambak dan udang berada di atas lapisan plastik. Plastik ini diperkirakan dapat

digunakan selama 10 – 12 tahun. Lapisan plastik tersebut berfungsi untuk

mencegah kehilangan air akibat meresapnya air ke dalam tanah, juga sekaligus

mencegah terjadinya erosi tanah selama tambak beroperasi. Saat ini komoditas

udang yang dibudidayakan adalah udang putih (L. vannamei) yang memang

memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan udang windu.

Udang putih ini memiliki produktivitas yang sangat tinggi. Berdasarkan penelitian

Boyd dan Clay (2002), produktivitasnya dapat mencapai lebih dari13.600 kg/ha.

Di Kabupaten Tulang Bawang, produktivitas udang putih mampu mencapai lebih

dari 15.000 kg/hektar/siklus. Produktivitas yang tinggi ini karena udang putih

mempunyai beberapa keunggulan dibanding spesies jenis lainnya, antara lain :

a). Tingkat kelulushidupan tinggi

Tingkat kelulusanhidupan udang putih bisa mencapai 80-100% (Duraiappah et al,

2000), sedangkan menurut Boyd dan Clay (2002), tingkat kelulushidupannya

mencapai 91%. Tingginya tingkat kelulushidupan karena benih udang putih sudah

dapat diperoleh dari induk yang sudah berhasil didomestikasi sehingga benur

yang dihasilkan tidak liar dan tingkat kanibalisme rendah.

b). Ketersediaan benur yang berkualitas

Benur udang putih sudah ada yang bersifat SPF (Spesific Pathogen Free) yaitu

benur yang bebas dari beberapa jenis penyakit (pathogen), sehingga

memudahkan petambak dalam proses budidaya. Benur yang berkualitas sangat

menentukan keberhasilan dalam budidaya udang.

c). Tahan Penyakit

Daya tahan udang putih terhadap penyakit lebih kuat dibandingkan udang jenis

Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang

26

Page 27: Potensi wilayah pesisir Tulang Bawang Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

lainnya. Bintik putih (White spot) telah memorak-porandakan usaha pertambakan

udang di Indonesia, karena penyakit ini sangat mematikan dan sampai saat ini

belum ada obatnya. Udang putih mempunyai daya tahan lebih kuat terhadap

serangan penyakit yang disebabkan oleh virus ini, meskipun ditemukan pula

beberapa kasus udang yang terinfeksi (Soto et al.,2001). Penyakit bakterial jarang

ditemukan pada udang putih. Udang lumutan, ekor gripis, insang hitam,kotoran

putih (white feces) bukan menjadi masalah yang serius dalam budidya udang

putih.

d). Kepadatan tebar tinggi

Udang putih dapat tumbuh baik dengan kepadatan tebar (Stocking Density) yang

tinggi, yaitu 60-150 ekor/m2 (Briggs et al, 2004) dengan tingkat pertumbuhan 1-1,5

gr/minggu. Hal ini disebabkan udang putih mampu memanfaatkan kolom air

sebagai tempat hidup sehingga ruang hidup udang menjadi lebih luas, sedangkan

udang windu hanya hidup di dasar tambak. Menurut Wyban dan Sweeney (1991),

kepadatan 100 ekor/m2 masih layak untuk pertumbuhan udang putih.

e). Konversi pakan rendah

Udang putih termasuk hewan omnivora yang mampu memanfaatkan pakan alami

yang terdapat dalam tambak seperti plankton dan detritus yang ada pada kolom

air sehingga dapat mengurangi input pakan berupa pelet. Konversi pakan atau

feed conversion ratio (FCR) udang putih 1,3- 1,4 (Boyd dan Clay,2002) artinya

untuk mendapatkan 1 kg udang dibutuhkan 1,3-1,4 kg pakan (FCR udang windu =

!,8-2,0). Kandungan protein pada pakan untuk udang putih relatif lebih rendah

dibandingkan udang windu. Menurut Briggs et al (2004), udang putih

membutuhkan pakan dengan kadar protein 20-35%. Dengan menggunakan pakan

yang berkadar protein rendah maka biaya untuk pembelian pakan lebih kecil

sehingga dapat menekan biaya produksi.

Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang

27

Berbeda dengan PT CPB yang membudidayakan udang putih, masyarakat pada

umumnya masih membudidayakan udang windu (P. monodon) karena tidak

mampu melakukan budidaya udang putih dengan sistem intensif yang padat

modal. Masyarakat umumnya membudidayakan udang windu dengan kepadatan

yang relatif rendah, input pakan yang sedikit karena lebih banyak mengandalkan

Page 28: Potensi wilayah pesisir Tulang Bawang Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

pakan alami, serta biaya operasional (cost) yang tidak terlalu mahal. Sistem

tradisional umumnya tidak menggunakan bantuan kincir untuk menyuplai oksigen

terlarut ke dalam air, tetapi lebih banyak mengandalkan konstruksi tambak yang

memudahkan oksigen terdifusi ke dalam air. Ukuran tambak juga dibuat lebih luas,

rata-rata satu petak tambak berukuran 2 ha. Padat tebar udang yang dipelihara

juga relatif rendah, sehingga tonase hasil panen pun relatif kecil.

Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang

28