referat yudha

24
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di negara berkembang, angka kematian ibu (MMR) masih lebih tinggi dari 100 wanita per 100.000 hidup births. Statistik Organisasi Kesehatan Dunia menunjukkan bahwa 25% dari kematian ibu disebabkan oleh perdarahan postpartum, terhitung lebih dari 100.000 kematian ibu per tahun.2 Diperkirakan ada 140.000 ibu kematian per tahun atau 1 wanita meninggal setiap 4 minutes.3 Demografi dan Kesehatan Indonesia Survey (SDKI) tahun 2007 menunjukkan bahwa AKI di Indonesia merupakan yang tertinggi di Asia (228 per 100.000 kelahiran hidup). Angka ini adalah sekitar 3-6 kali lebih tinggi dari MMRs di Negara-negara Asia Tenggara dan lebih dari 50 kali MMR di negara maju. The National Menengah Rencana Pembangunan Jangka (RPJMN) pada tahun 2005-2009 menargetkan pengurangan MMR dari 390 di 1990-228 per 100.000 kelahiran hidup pada 2.007,4 Menurut Departemen Kesehatan Laporan pada tahun 1998, penyebab utama kematian ibu (lebih dari 90%) di Indonesia adalah klasik triad, yaitu perdarahan (40% -60%), toksemia gravidarum (20% -30%) dan infeksi (20% -30%). Penyebab triad klasik dikenal sebagai "tiga terlambat": terlambat untuk mengenali tanda-tanda bahaya kehamilan, terlambat untuk merujuk ibu ke pusat rujukan, dan terlambat untuk mendapatkan bantuan dengan yang provider.5 kesehatan Institut Nasional Penelitian Kesehatan dan Pembangunan yang dilakukan Riset Kesehatan Dasar (Riset Kesehatan Nasional atau Riskesdas) pada tahun 2010. Satu Aspek yang diamati dalam Riskesdas 2010 adalah kesehatan wanita hamil. Oleh karena itu, Riskesdas 2010 adalah diharapkan dapat memberikan data berbasis bukti

Upload: rheza-tuszakka

Post on 11-Jan-2016

28 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

jh

TRANSCRIPT

Page 1: referat yudha

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di negara berkembang, angka kematian ibu (MMR) masih lebih tinggi dari 100

wanita per 100.000 hidup births. Statistik Organisasi Kesehatan Dunia menunjukkan

bahwa 25% dari kematian ibu disebabkan oleh perdarahan postpartum, terhitung

lebih dari 100.000 kematian ibu per tahun.2 Diperkirakan ada 140.000 ibu kematian

per tahun atau 1 wanita meninggal setiap 4 minutes.3

Demografi dan Kesehatan Indonesia Survey (SDKI) tahun 2007 menunjukkan

bahwa AKI di Indonesia merupakan yang tertinggi di Asia (228 per 100.000

kelahiran hidup). Angka ini adalah sekitar 3-6 kali lebih tinggi dari MMRs di

Negara-negara Asia Tenggara dan lebih dari 50 kali MMR di negara maju. The

National Menengah Rencana Pembangunan Jangka (RPJMN) pada tahun 2005-2009

menargetkan pengurangan MMR dari 390 di 1990-228 per 100.000 kelahiran hidup

pada 2.007,4

Menurut Departemen Kesehatan Laporan pada tahun 1998, penyebab utama

kematian ibu (lebih dari 90%) di Indonesia adalah klasik triad, yaitu perdarahan

(40% -60%), toksemia gravidarum (20% -30%) dan infeksi (20% -30%). Penyebab

triad klasik dikenal sebagai "tiga terlambat": terlambat untuk mengenali tanda-tanda

bahaya kehamilan, terlambat untuk merujuk ibu ke pusat rujukan, dan terlambat

untuk mendapatkan bantuan dengan yang provider.5 kesehatan

Institut Nasional Penelitian Kesehatan dan Pembangunan yang dilakukan Riset

Kesehatan Dasar (Riset Kesehatan Nasional atau Riskesdas) pada tahun 2010. Satu

Aspek yang diamati dalam Riskesdas 2010 adalah kesehatan wanita hamil. Oleh

karena itu, Riskesdas 2010 adalah diharapkan dapat memberikan data berbasis bukti

Page 2: referat yudha

tentang posting partum haemorrhage (PPH). Analisis ini bertujuan untuk dievaluasi

beberapa faktor risiko perdarahan postpartum

Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui faktor resiko apa saja

yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan post partum di Indonesia.

Page 3: referat yudha

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1) PERDARAHAN POST PARTUM

1) DEFINISI

Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih

setelah kala III selesai (setelah plasenta lahir) (Wiknjosastro, 2000). Fase dalam

persalinan dimulai dari kala I yaitu serviks membuka kurang dari 4 cm sampai

penurunan kepala dimulai, kemudian kala II dimana serviks sudah membuka lengkap

sampai 10 cm atau kepala janin sudah tampak, kemudian dilanjutkan dengan kala III

persalinan yang dimulai dengan lahirnya bayi dan berakhir dengan pengeluaran

plasenta. Perdarahan postpartum terjadi setelah kala III persalinan selesai (Saifuddin,

2002).

Perdarahan postpartum ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan

menakutkan sehingga dalam waktu singkat wanita jatuh ke dalam syok, ataupun

merupakan perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus dan ini juga

berbahaya karena akhirnya jumlah perdarahan menjadi banyak yang mengakibatkan

wanita menjadi lemas dan juga jatuh dalam syok (Mochtar, 1995).

2) PENYEBAB PERDARAHAN POST PARTUM

Penyebab primer perdarahan post partum (PPH) beberapa tahun terakhir

banyak disingkat dengan empat T, yaitu:

1. Tone/tonus – atonia uteri

2. Trauma – perlukaan jalan lahir, inversi uteri

3. Tissue/jaringan – retensi plasenta, plasenta akreta

4. Trombin – gangguan koagulasi

a. Atonia uteri

Page 4: referat yudha

Atonia uteri merupakan penyebab paling banyak PPH, mungkin sekitar 70%

kasus. Pada kondisi ini otot polos uterus gagal berkoktraksi untuk menjepit

pembuluh2 darah spiral di tempat perlengketan plasenta sehingga perdarahan terjadi

sangat cepat. Kecepatan aliran darah pada uterus aterm diperkirakan 700 ml per

menit sehingga dapat dibayangkan kecepatan darah yang hilang.

Atonia dapat terjadi setelah persalinan vaginal, persalinan operatif ataupun

persalinan abdominal. Penelitian sejauh ini membuktikan bahwa atonia uteri lebih

tinggi pada persalinan abdominal dibandingkan dengan persalinan vaginal. Sebuah

studi kohort melaporkan insidensi atonia uteri setelah operasi sesar primer adalah 6%.

Analisis regresi analisis menunjukkan bahwa faktor-faktor kehamilan kembar, ras

tertentu, induksi lebih dari 18 jam, janin besar, pemberian MgSO4 dan adanya KPD

berhubungan dengan risiko terjadinya atonia uteri. Terkait dengan persalinan vaginal,

kejadian atonia uteri lebih banyak pada ibu dengan gestational DM dan kala II lama

pada multipara sedangkan faktor lain tidak signifikan.

b. Trauma jalan lahir

Trauma jalan lahir seperti laserasi episiotomi, hematoma, ruptura uteri,

perluasan insisi pada saat operasi sesar dan inversi uteri merupakan beberapa trauma

yang menimbulkan perdarhan banyak. Risiko trauma jalan lahir bawah meningkat

bila terjadi kala II lama, penggunaan forcep atau vakum, epidiotomi atau adanya

varises vulva.

Episiotomi merupakan risiko terbesar untuk terjadinya hematoma selain risiko

lain seperti primipara, preeklamsia, kehamilan kembar, varises vulva dan gangguan

koagulasi. Adanya trauma jalan lahir merupakan 20% penyebab perdarahan post

partum. Inversio uteri atau ruptura uteri juga dapat menyebabkan perdarahan hebat.

Inversio uteri biasanya terjadi karena tarikan yang terlaalu dini atau kuat, tekanan

fundus yang berlebih namun juga dapat meningkat pada plasenta yang berimplantasi

di fundus, janin makrosomi, penggunaan oksitosin atau adanya riwayat inversi uteri

sebelumnya. Kehilangan darah bila terjadi inversi uteri sedikitnya 1000 ml, dan 65%

kasus inversi uteri akan disertai dengan perdarahan post partum dan lebih 45% akan

memerlukan tranfusi darah.

Page 5: referat yudha

c. Tissue (retensi plasenta)

Waktu rata-rata lepasnya plasenta dari persalinan adalah 8-9 menit. Semakin

lama kala 3 berlangsung maka risiko PPH menjadi semakin tinggi dengan

peningkatan yang tajam setelah 18 menit. Retensi plasenta biasanya didefinisikan

sebagai plasenta tidak lahir setelah 30 menit, yang kejadiannya kurang dari 3%

persalinan vaginal. Plasenta yang lahir lebih dari 30 menit memiliki risiko mengalami

PPH 6 kali lipat dibanding persalinan normal.

Retensi plasenta terjadi 10% dari persalinan dan akan menimbulkan

perdarahan post partum. Sebagian besar retensi plasenta dapat diambil secara manual,

tetapi kadangkala pada kasus plasenta akreta, inkreta, perkreta maka perlu

penanganan lebih khusus. Retensi plasenta menyebabkan kehilangan darah yang

cukup hebat karena uterus gagal berkontraksi sempurna akibat masih tersisanya

jaringan plasenta di cavum uteri.

d. Thrombin (gangguan koagulasi)

Meskipun proporsi penyebab gangguan koagulasi tidak besar, namun tidak bisa

diremehkan. Karena kejadian gangguan koagulasi ini berkaitan dengan beberapa

kondisi kehamilan lain seperti solusio plasenta, preeklamsia, septikemia dan sepsis

intrauteri, kematian janin lama, emboli air ketuban, tranfusi darah inkompatibel,

aborsi dengan NaCl hipertonik dan gangguan koagulasi yang sudah diderita

sebelumnya. Penyebab yang potensial menimbulkan gangguan koagulasi sudah dapat

diantisipasi sebelumnya sehingga persiapan untuk mencegah terjadinya perdarahan

post partum dapat dilakukan sebelumnya

3) KLASIFIKASI

Klasifikasi klinis perdarahan postpartum yaitu (Manuaba, 1998) :

a. Perdarahan Postpartum Primer: yaitu perdarahan pasca persalinan yang

terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum

primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir

dan inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam pertama.

Page 6: referat yudha

b. Perdarahan Postpartum Sekunder yaitu perdarahan pascapersalinan yang

terjadi setelah 24 jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum sekunder

disebabkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta

yang tertinggal.

4) DIAGNOSIS PERDARAHAN POST PARTUM

Page 7: referat yudha

5) PENCEGAHAN DAN MANAJEMEN

a. Pencegahan Perdarahan Postpartum

1) Perawatan masa kehamilan

Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus

yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan

tidak saja dilakukan sewaktu bersalin tetapi sudah dimulai sejak ibu hamil

dengan melakukan antenatal care yang baik. Menangani anemia dalam

kehamilan adalah penting, ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat

perdarahan postpartum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit.

2) Persiapan persalinan

Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb,

golongan darah, dan bila memungkinkan sediakan donor darah dan dititipkan

di bank darah. Pemasangan cateter intravena dengan lobang yang besar untuk

persiapan apabila diperlukan transfusi. Untuk pasien dengan anemia berat

sebaiknya langsung dilakukan transfusi. Sangat dianjurkan pada pasien

Page 8: referat yudha

dengan resiko perdarahan postpartum untuk menabung darahnya sendiri dan

digunakan saat persalinan.

3) Persalinan

Setelah bayi lahir, lakukan massae uterus dengan arah gerakan circular

atau maju mundur sampai uterus menjadi keras dan berkontraksi dengan baik.

Massae yang berlebihan atau terlalu keras terhadap uterus sebelum, selama

ataupun sesudah lahirnya plasenta bisa mengganggu kontraksi normal

myometrium dan bahkan mempercepat kontraksi akan menyebabkan

kehilangan darah yang berlebihan dan memicu terjadinya perdarahan

postpartum.

4) Kala tiga dan Kala empat

Uterotonica dapat diberikan segera sesudah bahu depan dilahirkan. Study

memperlihatkan penurunan insiden perdarahan postpartum pada pasien

yang mendapat oxytocin setelah bahu depan dilahirkan, tidak didapatkan

peningkatan insiden terjadinya retensio plasenta. Hanya saja lebih baik

berhati-hati pada pasien dengan kecurigaan hamil kembar apabila tidak

ada USG untuk memastikan. Pemberian oxytocin selama kala tiga terbukti

mengurangi volume darah yang hilang dan kejadian perdarahan

postpartum sebesar 40%.

Pada umumnya plasenta akan lepas dengan sendirinya dalam 5 menit

setelah bayi lahir. Usaha untuk mempercepat pelepasan tidak ada

untungnya justru dapat menyebabkan kerugian. Pelepasan plasenta akan

terjadi ketika uterus mulai mengecil dan mengeras, tampak aliran darah

yang keluar mendadak dari vagina, uterus terlihat menonjol ke abdomen,

dan tali plasenta terlihat bergerak keluar dari vagina. Selanjutnya plasenta

dapat dikeluarkan dengan cara menarik tali pusat secra hati-hati. Segera

sesudah lahir plasenta diperiksa apakah lengkap atau tidak. Untuk “

manual plasenta “ ada perbedaan pendapat waktu dilakukannya manual

plasenta. Apabila sekarang didapatkan perdarahan adalah tidak ada alas an

untuk menunggu pelepasan plasenta secara spontan dan manual plasenta

Page 9: referat yudha

harus dilakukan tanpa ditunda lagi. Jika tidak didapatkan perdarahan,

banyak yang menganjurkan dilakukan manual plasenta 30 menit setelah

bayi lahir. Apabila dalam pemeriksaan plasenta kesan tidak lengkap,

uterus terus di eksplorasi untuk mencari bagian-bagian kecil dari sisa

plasenta.

Lakukan pemeriksaan secara teliti untuk mencari adanya perlukaan jalan

lahir yang dapat menyebabkan perdarahan dengan penerangan yang

cukup. Luka trauma ataupun episiotomi segera dijahit sesudah didapatkan

uterus yang mengeras dan berkontraksi dengan baik.

b. Manajemen Perdarahan Postpartum

Tujuan utama pertrolongan pada pasien dengan perdarahan postpartum

adalah menemukan dan menghentikan penyebab dari perdarahan secepat

mungkin.Terapi pada pasien dengan hemorraghe postpartum mempunyai 2

bagian pokok :

1. Resusitasi dan manajemen yang baik terhadap perdarahan

Pasien dengan hemorraghe postpartum memerlukan penggantian

cairan dan pemeliharaan volume sirkulasi darah ke organ – organ penting.

Pantau terus perdarahan, kesadaran dan tanda-tanda vital pasien.

Pastikan dua kateler intravena ukuran besar untuk memudahkan pemberian

cairan dan darah secara bersamaan apabila diperlukan resusitasi cairan cepat.

Pemberian cairan : berikan normal saline atau ringer lactate

Transfusi darah : bisa berupa whole blood ataupun packed red cell

Evaluasi pemberian cairan dengan memantau produksi urine

(dikatakan perfusi cairan ke ginjal adekuat bila produksi urin dalam

1jam 30 cc atau lebih)

2. Manajemen penyebab hemorraghe postpartum

Tentukan penyebab hemorraghe postpartum :

Atonia uteri

Periksa ukuran dan tonus uterus dengan meletakkan satu tangan di

fundus uteri dan lakukan massase untuk mengeluarkan bekuan darah di

Page 10: referat yudha

uterus dan vagina. Apabila terus teraba lembek dan tidak berkontraksi

dengan baik perlu dilakukan massase yang lebih keras dan pemberian

oxytocin. Pengosongan kandung kemih bisa mempermudah kontraksi

uterus dan memudahkan tindakan selanjutnya. Lakukan kompres bimanual

apabila perdarahan masih berlanjut, letakkan satu tangan di belakang

fundus uteri dan tangan yang satunya dimasukkan lewat jalan lahir dan

ditekankan pada fornix anterior.

Pemberian uterotonica jenis lain dianjurkan apabila setelah

pemberian oxytocin dan kompresi bimanual gagal menghentikan

perdarahan, pilihan berikutnya adalah ergotamine. Siapkan rujukan

apabila perdarahan masih berlanjut, dan lakukan pemasangan kondom

kateter.

Sisa plasenta

Apabila kontraksi uterus jelek atau kembali lembek setelah

kompresi bimanual ataupun massase dihentikan, bersamaan pemberian

uterotonica lakukan eksplorasi. Beberapa ahli menganjurkan eksplorasi

secepatnya, akan tetapi hal ini sulit dilakukan tanpa general anestesi

kecuali pasien jatuh dalam syok. Jangan hentikan pemberian uterotonica

selama dilakukan eksplorasi. Setelah eksplorasi lakukan massase dan

kompresi bimanual ulang tanpa menghentikan pemberian uterotonica.

Pemberian antibiotic spectrum luas setelah tindakan ekslorasi dan

manual removal. Apabila perdarahan masih berlanjut dan kontraksi uterus

tidak baik bisa dipertimbangkan untuk dilakukan laparatomi. Pemasangan

tamponade uterrovaginal juga cukup berguna untuk menghentikan

perdarahan selama persiapan operasi

Trauma jalan lahir

Perlukaan jalan lahir sebagai penyebab pedarahan apabila uterus

sudah berkontraksi dengan baik tapi perdarahan terus berlanjut. Lakukan

eksplorasi jalan lahir untuk mencari perlukaan jalan lahir dengan

penerangan yang cukup. Lakukan reparasi penjahitan setelah diketahui

Page 11: referat yudha

sumber perdarahan, pastikan penjahitan dimulai diatas puncak luka dan

berakhir dibawah dasar luka. Lakukan evaluasi perdarahan setelah

penjahitan selesai.

Hematom jalan lahir bagian bawah biasanya terjadi apabila terjadi

laserasi pembuluh darah dibawah mukosa, penetalaksanaannya bisa

dilakukan incise dan drainase. Apabila hematom sangat besar curigai

sumber hematom karena pecahnya arteri, cari dan lakukan ligasi untuk

menghentikan perdarahan.

Gangguan pembekuan darah

Jika manual eksplorasi telah menyingkirkan adanya rupture uteri,

sisa plasenta dan perlukaan jalan lahir disertai kontraksi uterus yang baik

mak kecurigaan penyebab perdarahan adalah gangguan pembekuan darah.

Lanjutkan dengan pemberian product darah pengganti ( trombosit,

fibrinogen).

2) PREEKLAMPSIA

1) DEFINISI

Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya

perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan

peningkatan tekanan darah dan proteinuria (Cunningham et al, 2003, Matthew

warden, MD, 2005).

Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu, paling banyak

terlihat pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul kapan saja pada

pertengahan kehamilan. Preeklampsia dapat berkembang dari preeklampsia yang

ringan sampai preeklampsia yang berat (George, 2007).

2) ETIOLOGI

Etiologi preeklampsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak

teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan

penyebabnya, oleh karena itu disebut “penyakit teori”; namun belum ada yang

Page 12: referat yudha

memberikan jawaban yang memuaskan. Diduga faktor imunologis memegang

peranan penting yg mengakibatkan terjadinya kerusakan organ organ secara

menyeluruh.

Adapun teori-teori tersebut adalah ;

a) Peran Prostasiklin dan Tromboksan

Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel

vaskuler, sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial

plasenta berkurang, sedangkan pada kehamilan normal prostasiklin

meningkat. Sekresi tromboksan oleh trombosit bertambah sehingga timbul

vasokonstrikso generalisata dan sekresi aldosteron menurun. Akibat

perubahan ini menyebabkan pengurangan perfusi plasenta sebanyak 50%,

hipertensi dan penurunan volume plasma (Y. Joko, 2002).

b) Peran Faktor Imunologis

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan I karena pada kehamilan I

terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak

sempurna. Pada preeklampsia terjadi komplek imun humoral dan aktivasi

komplemen. Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan proteinuria.

c) Peran Faktor Genetik

Preeklampsia hanya terjadi pada manusia. Preeklampsia meningkat

pada anak dari ibu yang menderita preeklampsia.

d) Iskemik dari uterus.

Terjadi karena penurunan aliran darah di uterus

e) Defisiensi kalsium.

Diketahui bahwa kalsium berfungsi membantu mempertahankan

vasodilatasi dari pembuluh darah (Joanne, 2006).

f) Disfungsi dan aktivasi dari endotelial.

Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan penting

dalam patogenesis terjadinya preeklampsia. Fibronektin diketahui dilepaskan

oleh sel endotel yang mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan

dalam darah wanita hamil dengan preeklampsia. Kenaikan kadar fibronektin

Page 13: referat yudha

sudah dimulai pada trimester pertama kehamilan dan kadar fibronektin akan

meningkat sesuai dengan kemajuan kehamilan (Drajat koerniawan).

3) PATOFISIOLOGI

Perubahan pada organ-organ :

1. Perubahan kardiovaskuler.

Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada

preeklampsia dan eklamsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya

berkaitan dengan peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload

jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis

hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan

onkotik atau kristaloid intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke

dalam ruang ektravaskular terutama paru (Cunningham, 2003).

2. Metabolisme air dan elektrolit

Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklamsia tidak

diketahui penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak

pada penderita preeclampsia dan eklamsia daripada pada wanita hamil biasa

atau penderita dengan hipertensi kronik. Penderita preeklampsia tidak dapat

mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini

disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali

tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak menunjukkan

perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan

klorida dalam serum biasanya dalam batas normal (Trijatmo, 2005 ).

3. Mata

Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah.

Selain itu dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler

dan merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan.

Gejala lain yang menunjukan tanda preklamsia berat yang mengarah pada

eklamsia adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan

Page 14: referat yudha

oleh adanya perubahan preedaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks

serebri atau didalam retina (Rustam, 1998).

4. Otak

Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan

anemia pada korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan

perdarahan (Trijatmo, 2005).

5. Uterus

Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada

plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena

kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan eklamsia

sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan,

sehingga terjadi partus prematur.

6. Paru-paru

Kematian ibu pada preeklampsia dan eklamsia biasanya disebabkan

oleh edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena

terjadinya aspirasi pneumonia, atau abses paru (Rustam, 1998).

7. Ginjal

Pada kehamilan normal, aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus

(LFG) meningkat secara bermakna. Pada preeklampsia dan eklampsia, perfusi

ginjal dan LFG menurun. Kadar asam urat biasanya meningkat, khususnya

pada wanita dengan penyakit yang lebih berat. Penurunan LFG akibat dari

berkurangnya volume plasma kadar kreatinin darah meningkat dua kali

lipat (0,5 mg/dL). Pada beberapa kasus preeklamsia berat, dapat terjadi

peningkatan kadar kreatinin darah menjadi 2 - 3 mg/dL .Setelah melahirkan,

tanpa adanya penyakit renovaskular kronik, pemulihan fungsi ginjal dapat

terjadi.

8. Hematologik

Trombositopenia, penurunan tingkat faktor pembekuan darah plasma,

dan trauma eritrosit sehingga bentuknya menjadi aneh dan cepat mengalami

hemolisis. Trombositopenia ditambah dengan gejala peningkatan kadar enzim

Page 15: referat yudha

hati disebut juga sebagai sindrom HELLP (Hemolysis Elevated Liver

enzyme and Low Platelet).Kekurangan faktor pembekuan darah sangat jarang

terjadi kecuali pada keadaan yang memudahkan terjadinya koagulopati

konsumtif: abruptio placentae atau perdarahan akibat infark hati.

9. Hati

Nekrosis hemoragik periportal pada lobus hati perifer merupakan

penyebab yang paling mungkin dari peningkatan kadar enzim

serum.Perdarahan dari lesi ini dapat mengakibatkan rupture hepar atau

perdarahan tersebut dapat merembes ke bawah kapsul hati dan menjadikan

hematoma subkapsula

4) KLASIFIKASI

1. Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:

a. Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau

lebih, atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu

kehamilan dengan riwayat tekanan darah normal.

b. Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada

urine kateter atau midsrteam.

2. Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:

a. Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.

b. Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau

4+

c. Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.

d. Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di

epigastrium.

e. Terdapat edema paru dan sianosis

f. Trombositopeni

g. Gangguan fungsi hati

h. Pertumbuhan janin terhambat (Lanak, 2004).

Page 16: referat yudha

5) PENATALAKSANAAN

1. Preeklamsia berat (PEB)

Pada kehamilan dengan penyulit apapun, dilakukan pengelolaan dasar

sebagai berikut:

a. Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya, yaitu medikamentosa

Page 17: referat yudha

b. Setelah itu menentukan sikap terhadap janinnya yang tergantung umur

kehamilan

a. Sikap terhadap kehamilan dibagi 2, yaitu:

Ekpektatif atau konservatif, jika umur kehamilan <37 minggu. Artinya

kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberikan terapi

medikamentosa.

Aktif atau agresif, jika umur kehamilan ≥37 minggu,artinya kehamilan

diakhiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.

b. Pemberian terapi medikamentosa yaitu:

segera masuk RS

tirah baring miring ke kiri secara intermitten

infus RL atau Dextrose 5%

pemberian MgSO4 sebagai pencegah kejang, yaitu dengan:

o loading dose

o maintenance dose

Terapi medikamentosa pada PEB terdiri dari:

1. Magnesium Sulfat (MgSO4)

2. Obat anti hipertensi

3. Kortikosteroid berupa dexamethasone atau betamethasone untuk

maturasi paru janin

1. Magnesium Sulfat (MgSO4)

Tujuan utama pemberian MgSO4 adalah untuk mencegah dan

mengurangi kemungkinan terjadi kejang, sehingga dapat mengurangi

komplikasi pada ibu dan janin. Cara kerjanya sampai saat ini tidak seluruhnya

diketahui, diduga ia bekerja dengan beberapa mekanisme seperti:

mendilatasi pembuluh darah serebral sehingga mengurangi iskemia serebri

a. Mg memblok reseptor Kalsium (Ca) melalui inhibisi reseptor N-Metil

D-Aspartat (NMDA) di otak

Page 18: referat yudha

b. Mg menyebabkan vasodilatasi perifer (terutama arteriola) sehingga

menurunkan tekanan darah

c. Mg secara kompetitif memblok masuknya Kalsium ke dalam synaptic

endings sehingga mengubah transmisi neuromuskular

d. Efek tokolitik yang belum jelas penyebabnya, diduga akibat hambatan

kanal Kalsium sehingga menginhibisi kontraksi otot.

Terdapat dua pilihan cara pemberian MgSO4, yaitu:

1. Pritchard Regimen

Loading dose dengan bolus 4 gram MgSO4 secara intravena

lambat dalam 5-10 menit; diikuti dengan 10 gr intramuscular

terbagi 5 gr per area injeksi (pantat kanan-kiri)

Maintenance dose dengan penyuntikan 5 gr intramuscular tiap 4

jam pada pantat, hungga 24 jam post partum (pada eklamsia

hingga 24 jam post last convulsion)

2. Zuspan Regimen

Loading dose dengan inisial dose sebanyak 4 gram MgSO4,

diberikan intravena lambat dalam 5-10 menit

Maintenance dose 1-2 gr MgSO4 per 1 jam, diberikan melalui

infus pump hingga 24 jam post partum partum (pada eklamsia

hingga 24 jam post last convulsion)

Dapat terjadi toksisitas akibat MgSO4, dengan tanda-tanda yang

berurutan muncul sesuai tinggi kadar MgSO4 serum,yaitu:11,12

1. reflek patella yang menurun ataupun hilang

2. pernapasan <16x/ menit

3. urine output <25ml/menit

4. rasa panas di muka, bicara sulit, kesadaran menurun

5. perubahan irama jantung akibat perubahan konduksi, hingga

cardiac arrest

Anti dotum bagi toksisitas MgSO4 adalah dengan Kalsium Glukonas larutan

10% sebanyak 1 gram, diberikan secara intravena pelan dalam 10 menit.11

Page 19: referat yudha

2. Obat anti hipertensi

Pada hipertensi yang berat dimana tekanan darah >160/110 mmHg,

pemberian obat anti hipertensi direkomendasikan. Tujuannya adalah untuk

menurunkan tekanan darah sehingga mencegah komplikasi serebrovaskular

dan jantung sembari menjaga sirkulasi darah uteroplasenta. Tekanan darah

dijaga dalam tekanan 140/90 mmHg. Namun bagaimanapun obat anti

hipertensi dapat menurunkan isiden komplikasi serebrovaskular, penggunaan

obat ini tidak merubah progresivitas preeklamsia. Obat yang dapat digunakan

adalah:

a. Hidralazin

Merupakan vasodilator langsung dari arteriola perifer. Dahulu obat ini

digunakan secara luas sebagai lini pertama untuk hipertensi dalam kehamilan.

Agen ini memiliki onset yang lambat dalam aksinya yaitu dalam 10-20 manit

dan puncaknya kira-kira 20 menit setelah pemberian. Hidralazin dapat

diberikan dengan dosis 5-10 mg secara bolus intravena tergantung dari

beratnya hipertensi yang terjadi. Obat ini dapat diberikan tiap 20 menit hingga

dosis maksimal 30 mg.

Efek samping dari obat ini adalah adanya nyeri kepala, nausea, dan

vomitus. Efek penting yang patut diwaspadai adalah dapat menyebabkan

hipotensi maternal yang dapat diikuti perubahan denyut jantung janin. Pada

studi meta-analisis yang dilakukan Magee et al menemukan bahwa Hidralazin

berhubungan dengan outcome maternal dan perinatal yag lebih buruk

dibanding penggunaan Labetolol dan Nifedipin.

b. Labetalol

Labetalol adalah suatu selective Alpha Blocker dan non selective Beta

Blocker yang menyebabkan vasodilatasi dengan keluaran berupa penurunan

resistensi vaskular sistemik. Dosis pemberian Labetalol adalah 20mg intravena

dengan dosis ulangan tiap 10 menit (sebesar 40,80,80,80mg) hingga dosis

maksimal sebesar 300mg. Penurunan tekanan darah diobservasi setelah 5 menit

Page 20: referat yudha

paska pemberian agen ini, dengan hasil penurunan tekanan darah yang lebih

minimal dibanding pemberian Hidralazin.

Labetalol dapat menurunkan ritme supraventrikel dan menurunkan

denyut jantung, sehingga mengurangi konsumsi oksigen miokardial, tanpa

mengurangi volume afterload jantung. Efek samping obat ini dapat

menyebabkan pusing, nyeri kepala dan mual. Jika kontrol tekanan darah telah

stabil dengan pemberian secara intravena maka obat dapat diberikan sebagai

maintenance secara oral.

c. Nifedipin

Merupakan Calcium Channel Blockers yang bekerja di dalam otot

polos arteriola dan menginduksi vasodilatasi melalui blocking masuknya

Kalsium ke dalam sel. Dosis Nifedipin adalah 10mg per oral setiap 15-30

menit dengan dosis maksimum 3 dosis pemberian. Efek sampingnya berupa

takikardi, palpitasi, dan nyeri kepala. Penggunaan secara bersamaan dengan

MgSO4 perlu dihindari. Nifedipin biasa digunakan pada masa post partum

pada pasien preeklamsia untuk kontrol tekanan darah.

d. Sodium Nitroprusside

Pada hipertensi berat hingga emergency, jika ketiga obat di atas tidak

berhasil menurunkan tekanan darah, maka dilakukan pemberian Sodium

Nitroprusside. Nitroprusside menyebabkan pelepasan nitric oxide yang dapat

menyebabkan vasodilatasi yang signifikan. Volume preload dan afterload

jantung turun secara nyata. Onset action-nya cepat dengan kemungkinan

terjadinya severe rebound hyprtension.

3. Kortikosteroid

Pemberian kortikosteroid untuk maturitas paru janin hanya diberikan pada umur

kehamilan <34 minggu. Pemberiannya dalam bentuk Dexamethasone atau

Betamethasone. Dengan dosis Dexamethasone 6mg intravena 4 dosis interval

12jam, dan Betamethasone 12 mg intramuskular 2 dosis interval 24 jam

Page 21: referat yudha

C. PENGARUH PREEKLAMPSIA TERHADAP PERDARAHAN POST

PARTUM

Hubungan antara preeclampsia dengan perdarahan post partum sampai saat

ini masih belum diketahui, namun preeclampsia diduga sebagai salah satu factor

resiko terjadinya PPP (Perdarahan Post Partum). Seperti pada suatu penelitian

didapatkan preeclampsia meningkatkan resiko terjadinya PPP 3,5 kali. Berikut

adalah beberapa teori yang menjelaskan hubungan antara preeclampsia dengan

kejadian perdarahan post partum.

1. PEMBERIAN MGSO4

MgSO4 sudah lama dikenal dan dipakai sebagai anti kejang pada penderita

preeklamsia sebagai anti kejang yang juga bersifat sebagai tokolitik. Di Amerika

Serikat obat ini dipakai sebagai obat tokolitik utama karena murah, mudah cara

pemakaiannya dan resiko terhadap sistem kardiovaskuler yang rendah serta

hanya menghasilkan efek samping yang minimal terhadap ibu, janin dan neonatal.

Kerugian terbesar yang signifikan dari penggunaan magnesium sulfat sebagai

obat tokolitik adalah harus diberikan secara parenteral

Pemberian MgSO4 pada beberapa penelitian dilaporkan sebagai factor

resiko terjadinya atonia uteri.

2. HELLP SYNDROME

Definisi dari sindroma HELLP masih kontroversi. Menurut Godlin (1982)

sindroma HELLP merupakan bentuk awal dari PEB. Weinstein (1982)

melaporkan sindroma HELLP merupakan varian yang unik dari preeklampsia,

tetapi Mackenna dkk (1983) melaporkan bahwa sindroma ini tidak berhubungan

dengan preeklampsia. Di lain pihak banyak penulis melaporkan bahwa sindroma

HELLP merupakan bentuk lain dari disseminated intravascular coagulation (DIC)

yang terlewatkan karena proses pemeriksaan laboratorium yang tidak adekuat.

Page 22: referat yudha

Audibert dkk (1996 ) melaporkan pembagian Sindroma HELLP

berdasarkan jumlah keabnormalan parameter yang didapati, yaitu: sindroma

HELLP murni bila didapati ketiga parameter, yaitu (1) hemolisis, peningkatan

enzim hepar, dan penurunan jumlah trombosit dengan karakteristik gambaran

darah tepi dijumpainya burr cell, schistocyte, atau spherocytes, LDH > 600

IU/L,, SGOT > 70 IU/ L, bilirubin >1,2 ml/dl, dan jumlah trombosit

<100.000/mm.

3. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)

Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan

dimana bekuan-bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan

penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan

yang diperlukan untuk mengendalikan perdarahan. DIC menyebabkan perdarahan

post partum karena berkuranganya factor pembekuan darah (thrombin).

Page 23: referat yudha

BAB III

HASIL DAN KESIMPULAN

Hasil: Pada analisis ini terdpat 601 subjek yang mengalami PPH dan 19.583

subjek tidak mengalami PPH. Eklamsia meningkatkan risiko PPH 3,5 kali

(95% interval kepercayaan (CI) = 2,53–4,69), ketuban pecah dini

meningkatkan risiko PPH 2,2 kali (95% CI = 1,69-2,83), placenta previa

meningkatkan risiko PPH 2,1 kali (95% CI = 1,29-3,31). Dibandingkan

kehamilan aterm, wanita dengan kehamilan prematur berisiko PPH 82% lebih

tinggi (95% CI = 1,33–2,49), sedangkan yang dengan kehamilan post-term

berisiko PPH 72% lebih tinggi (95% CI = 1,16–2,57). Dibandingkan wanita

dengan paritas 1-2, risiko PPH pada wanita yang berparitas 3-5 dan 6 atau

lebih berturut-turut adalah 24% dan 81% lebih tinggi.

Kesimpulan: Eklampsia merupakan faktor risiko PPH terkuat. Placenta

previa, ketuban pecah dini, kehamilan prematur atau post-term, serta paritas

yang tinggi juga meningkatkan risiko PPH.

Page 24: referat yudha

DAFTAR PUSTAKA

Greer, IA, Piercy, CN. Low Molecular Weight Heparin for Thrombophylaxis and

Treatment of Venous Thromboembolism in Pregnancy: a Systematic

Review of Safety and Efficacy. American Society of Hematology, Blood

2005 106:401-407

Hirsh, J, Warkentin, TE,et al. Heparin and Low Molecular Weight Heparin

Mechanisms of Action, Pharmacokinetics, Dosing, Monitoring, Efficacy

and Safety. American College of Chest Physicians.2001;119:64S-94S

Kim, ESH, Bartholomew, JR. Venous Thromboembolism. Cleaveland Clinic

Med. Diunduh tanggal 14 November 2011 dari:

http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/c

ardiology/venous-thromboembolism

Marik, PE, Plante, LA, et al. Current Consepts: Venous Thromboembolic Disease

and Pregnancy. N Engl J Med 2008; 359:2025-33

Rustam Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi dan Patologi. EGC :

Jakarta.

Winknjosastro, H. 1999. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo : Jakarta.