potensi jamur pelapuk kayu isolat lokal makassar …

64
POTENSI JAMUR PELAPUK KAYU ISOLAT LOKAL MAKASSAR DALAM MENDEKOMPOSISI KOMPONEN LIGNOSELULOSA JERAMI PADI Oryza sativa L. ERVIANI LESTARI H411 09 271 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

Upload: others

Post on 12-Nov-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

POTENSI JAMUR PELAPUK KAYU ISOLAT LOKAL MAKASSAR

DALAM MENDEKOMPOSISI KOMPONEN LIGNOSELULOSA

JERAMI PADI Oryza sativa L.

ERVIANI LESTARI

H411 09 271

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013

ii

POTENSI JAMUR PELAPUK KAYU ISOLAT LOKAL MAKASSAR

DALAM MENDEKOMPOSISI KOMPONEN LIGNOSELULOSA

JERAMI PADI Oryza sativa L.

Oleh :

ERVIANI LESTARI

H411 09 271

Skripsi ini dibuat untuk Melengkapi Tugas Akhir dan memenuhi Syarat untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada

Jurusan Biologi

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013

iii

LEMBAR PENGESAHAN

POTENSI JAMUR PELAPUK KAYU ISOLAT LOKAL MAKASSAR

DALAM MENDEKOMPOSISI KOMPONEN LIGNOSELULOSA

JERAMI PADI Oryza sativa L.

Disetujui Oleh :

Pembimbing Utama Pembimbing Pertama

Dr. Nur Haedar, S.Si, M.Si Prof. Dr. Ir. Tutik Kuswinanti, M.Sc NIP. 196801291997022001 NIP. 196503161989032002

iv

KATA PENGANTAR

Syukur dan pujian kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas kebaikan, kekuatan

dan limpahan berkat serta kasih karuniaNya yang tak berkesudahan sehingga

skripsi dengan judul “Potensi Jamur Pelapuk Isolat Lokal Makassar Dalam

Mendekomposisi Komponen Lignoselulosa Jerami Padi Oryza sativa L” dapat

diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana sains (S.Si) pada Jurusan Biologi, Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin.

Banyak kendala dan tantangan yang penulis hadapi selama proses

penyelesaian skripsi ini. Namun, berkat ketabahan, kesabaran, dan dukungan dari

berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, dengan

kerendahan hati dan rasa bangga, penulis mengucapkan terima kasih yang tak

terhingga kepada :

1. Ibu Dr. Nur Haedar, M.Si selaku pembimbing utama dan Ibu Prof. Dr. Ir.

Tutik Kuswinanti, M.Sc selaku pembimbing pertama yang telah dengan sabar

meluangkan waktu memberikan bimbingan, arahan dan petunjuk sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

2. Ibu Prof. Dr. Hj. Dirayah R. Husain, DEA, Bapak Drs. Ambeng, M.Si, Ibu

Dr. Magdalena Litaay, M.Sc, Ibu Dr. Rosana Agus, M.Si, dan Ibu Dr.

Juhriah, M.Si selaku tim penguji skripsi yang telah memberikan masukan dan

saran demi penyempurnaan penulisan skripsi ini.

v

3. Bapak Drs. Ambeng, M.Si selaku Penasehat Akademik atas motivasi,

bimbingan dan arahan kepada penulis selama masa perkuliahan.

4. Bapak Prof. Dr. H. Abd. Wahid Wahab. M.Sc Selaku Dekan Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Hasanuddin,

beserta seluruh staf atas bantuannya selama penulis menempuh pendidikan di

fakultas ini.

5. Bapak Dr. Eddy Soekandarsih, M.Sc selaku Ketua Jurusan Biologi Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Hasanuddin

dan para dosen yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat

berharga selama penulis menmpuh pendidikan serta pegawai yang telah

membantu dalam pengurusan administrasi penyusunan skripsi ini

6. Om Marten dan Tante Satriana sekeluarga, semua keluarga yang ada di

Toraja dan Manggarai terima kasih banyak buat dukungan dan bantuannya.

7. K’ Anto dan K’ Ahmad sebagai laboran PKP yang telah membantu selama

penelitian berlangsung.

8. Partner penelitianku Welsiliana, Nur Afni dan Yunianti Timang, terima kasih

sudah membuatku untuk lebih banyak bersabar. Saya bersyukur untuk semua

hal baik yang menyenangkan ataupun yang tidak selama penelitian dan

semuanya itu telah dilewati bersama.

9. Teman-teman seperjuangan MIPA 2009, khususnya teman-teman Bi09enesis,

yang senantiasa memberi semangat dan dukungan dalam penulisan skripsi ini.

10. Adikku Enrico dan Sary, terima kasih untuk doa, bantuan dan pengertiannya.

vi

11. Sahabat-sahabatku terkasih Roswita, Irene, Jeane, dan Ribka. Terima kasih

atas dukungannya.

12. Semua pihak yang tidak sempat disebutkan satu persatu.

Teristimewa skripsi ini saya persembahkan kepada kedua orang tua saya,

Ayahanda Petrus L (alm) dan Ibunda Selfia S. Payung Langi, serta adik-adikku

tersayang.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari

pembaca demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan semoga

Tuhan Yang Maha Esa senantiasa menyertai kita dalam langkah hidup kita. Amin.

Makassar, Mei 2013

Penulis

vii

ABSTRAK

Jerami padi merupakan limbah pertanian yang keberadaanya sangat melimpah

pada saat panen, akan tetapi penggunaanya masih sangat terbatas dan proses

dekomposisi secara alamiah di alam berlangsung lama diakibatkan oleh

kandungan lignoselulosa terutama kandungan lignin. Proses dekomposisi dapat

dipercepat dan salah satunya adalah dengan menggunakan jamur pelapuk. Tujuan

dari penelitian ini adalah untuk mengetahui isolat jamur pelapuk yang

pertumbuhannya paling baik pada media jerami padi serta mengetahui

kemampuannya dalam mendekomposisi komponen lignin, hemiselulosa dan

selulosa jerami padi Oryza sativa L. Dalam penelitian ini digunakan 7 isolat

jamur pelapuk yaitu KSH, KSB, JM, MKS, B, C dan E. Ke tujuh isolat tersebut

hasil eksplorasi pada kayu lapuk di sekitar Makassar dan ditumbuhkan pada

baglog jerami padi selama 30 hari. Untuk mengetahui kemampuannya dalam

mendekomposisi komponen lignoselulosa jerami padi digunakan analisis Van

Soest (1976). Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat yang memiliki

kecepatan pertumbuhan terbaik adalah isolat KSH dan JM. Isolat yang paling

banyak mendekomposisi komponen lignin yaitu isolat JM sebesar 17, 18 %,

komponen hemiselulosa paling banyak didekomposisi oleh isolat KSH sebesar 61,

46 % dan isolat yang paling banyak dalam mendekomposisi komponen selulosa

adalah isolat E sebesar 41, 33 %.

Kata kunci : Jerami padi, dekomposisi, lignoselulosa, jamur pelapuk

viii

ABSTRACT

Rice straw is agricultural waste found in abundance during harvest season, but its use is still very limited. Its decomposition process also needs long time due to lignocellulose content, especially the lignin content. The decomposition process can be accelerated by, for instance, using rotting fungi. This study aims to find out : (1) rotting fungi isolates with the best growth on the media of rice straw ; and (2) to what extent the isolates are able to decompose lignin, hemicelluloses and straw cellulose of Oryza sativa L. The research used 7 isolates of rotting fungi including KSH, KSB, JM, MKS, B, C, and E. These isolates were obtained after exploring rotten woods arround Makassar. They were planted on baglogs of rice plant straw for 30 days. To find out whether the isolates were able to decompose lignocellulose of rice straw, Van Soest (1976) analysis was used. The result reveal that KSH and JM isolates have the best growth speed. JM isolate decomposes lignin component in the largest amount (17, 18%); KSH isolate decomposes hemicellulose component in the largest amount (61, 46%); and E isolate decomposes component in the largest amount (41, 33%). Keywords: Rice straw, decomposition, lignocellulose, rotting fungi

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................ i

HALAMAN JUDUL ................................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii

KATA PENGANTAR ................................................................................. iv

ABSTRAK ................................................................................................... vii

ABSTRACT ................................................................................................ viii

DAFTAR ISI ............................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

I.1 Latar Belakang ....................................................................... 1

I.2 Tujuan Penelitian ................................................................... 3

I.3 Manfaat Penelitian ................................................................. 4

I.4 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 5

II.1 Jerami Padi ............................................................................ 5

II.2 Komponen Penyusun Jerami Padi .......................................... 7

a. Lignin ............................................................................. 9

b. Hemiselulosa ................................................................... 10

c. Selulosa ........................................................................... 11

II.3 Dekomposisi Jerami Padi ....................................................... 12

II.4 Mikroorganisme Pendegradasi Lignin .................................... 12

a. Jamur Pelapuk Kayu ....................................................... 13

b. Jamur Pelapuk Putih (white rot fungi) ............................ 13

c. Jamur Pelapuk Cokelat (Brown rot fungi) ........................ 15

d. Soft rot Fungi .................................................................. 16

II.5 Degradasi Lignin, Hemiselulosa dan Selulosa ........................ 16

x

a. Degradasi Lignin ............................................................. 16

b. Degradasi Hemiselulosa ................................................. 17

c. Degradasi Selulosa .......................................................... 17

II.6. Analisis Kandungan Serat Kasar ............................................ 18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 22

III.1 Alat ................................................................................... 22

III.2 Bahan ................................................................................ 22

III.3 Prosedur Kerja ................................................................... 22

III.3.1 Sterilisasi Alat ............................................................... 22

III.3.2 Pembuatan Medium ...................................................... 23

III.3.2.1 Medium Potato Dextrosa Agar (PDA) ........................... 23

III.3.2.2 Pembuatan Substrat Bahan Organik Sebagai Media

Tumbuh Isolat Jamur (baglog) ...................................... 24

III.3.3 Peremajaan Isolat .......................................................... 24

III.3.4 Seleksi Jamur Lignolitik ................................................ 25

III.3.4.1 Inokulasi Isolat Jamur Pada Substrat Bahan Organik .... 25

III.3.4.2 Analisa Lignin, Hemiselulosa dan Selulosa ................... 25

III.3.5 Analisis Data................................................................. 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 29

IV.1 Pertumbuhan Isolat Jamur Pada Baglog Jerami Padi ............ 29

IV.2 Analisis Kandungan Lignin, Hemiselulosa dan Selulosa ...... 33

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 40

V.1 Kesimpulan .......................................................................... 40

V.2 Saran ................................................................................... 40

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. xiv

LAMPIRAN ................................................................................................ xix

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Perbedaan pertumbuhan miselia dan warna miselia dari ketujuh isolat setelah 3 hari sampai 30 hari inkubasi .................................. 31

Tabel 2 Persentase kadar NDF dan ADF pada jerami padi kontrol dan jerami padi setelah diinokulasi isolat jamur pelapuk ...................... 33

Tabel 3 Persentase kadar dan penurunan Lignin, Hemiselulosa, dan Selulosa setelah diinokulasi dengan 7 isolat jamur pelapuk dan pada kontrol jerami padi setelah 30 hari inkubasi. ......................... 34

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Jerami Padi ............................................................................... 5 Gambar 2 Konfigurasi Dinding Sel Tanaman ............................................ 8 Gambar 3 Lignoselulosa terdiri dari tiga komponen yaitu : selulosa,

hemiselulosa dan lignin yang memberikan struktur yang kuat pada dinding sel tanaman .......................................................... 19

Gambar 4 Pertumbuhan Isolat KSH (A), Isolat KSB (B), Isolat JM (C),

Isolat MKS (D), Isolat B (E) , Isolat C (F), Isolat E (G) dan (H) Kontrol pada baglog jerami padi 3 hari setelah inokulasi .... 29

Gambar 5 Pertumbuhan isolat KSH (A), Isolat KSB (B), Isolat JM (C),

Isolat MKS (D), Isolat B (E), Isolat C (F), Isolat E (F) dan

Kontrol (H) baglog jerami padi 30 hari setelah inokulasi .......... 30

Gambar 6 Grafik Persentase Penurunan Kandungan Lignin, Hemiselulosa dan Selulosa Pada Jerami Padi .................................................. 35

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Gambar koloni 7 isolat jamur pelapuk pada media PDA, 7 hari setelah inokulasi ............................................................. 46

Lampiran 2 Gambar Pengamatan ke-2 sampai ke-9 ................................... 47

Lampiran 3 Diagram alir analisis serat dengan metode Van Soest ............. 51

xiv

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara tropis terbesar di dunia. Keadaan

alam seperti ini menghasilkan iklim yang sangat mendukung bagi kelangsungan

hidup berbagai jenis hewan dan tumbuhan. Kondisi tersebut telah menjadikan

Indonesia sebagai negara agraris dan maritim yang subur. Indonesia sebagai

negara agraris yang memiliki potensi yang sangat besar dibidang pertanian.

Kebutuhan pangan dalam negeri sebagian besar dipenuhi sektor pertanian.

Sebagian masyarakat Indonesia masih menjadikan pertanian sebagai komunitas

utama sebagai usaha dan profesi. Produktivitas pertanian tanaman pangan di

Indonesia memiliki jumlah yang sangat besar setiap tahunnya. Meskipun

demikian, dalam setiap panen raya pertanian tanaman pangan di Indonesia selalu

membawa hasil samping atau limbah pertanian yang cukup besar pula hingga

mencapai jutaan ton. Limbah pertanian ini terdiri atas daun jagung, batang jagung,

daun kedelai, jerami padi, dan lain sebagainya (Jayanti dan Budiarti, 2010).

Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang sangat melimpah

pada saat panen dan belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh masyarakat. Jerami

padi yaitu bagian dari batang padi tanpa akar yang tertinggal setelah diambil

butir buahnya (Komar, 1984). Menurut Hidanah (2007), pemanfaatan jerami padi

sebagai pakan ternak berkisar antara 31-39%, untuk industri 7 -16% dan sisanya

1

xv

36-62% dibiarkan sebagai limbah yang biasanya ditumpuk dan mengering lalu

kemudian di bakar.

Jerami padi seperti limbah pertanian lain pada umumnya, telah mengalami

lignifikasi lanjut yang menyebabkan terjadinya ikatan kompleks antara lignin,

selulosa dan hemiselulosa yang merupakan komponen utama dari dinding sel

tanaman (Eun et al, 2006). Berat kering dari jerami padi terdiri dari 26 %

hemiselulosa, 33 % selulosa dan 7 % lignin (Komar, 1984). Selulosa dan

hemiselulosa sebenarnya masih bisa dimanfaatkan oleh ternak, namun terselubung

oleh dinding keras yakni lignin sehingga pemanfaatan jerami padi sebagai pakan

ternak kurang optimal (Yunilas, 2009).

Jerami padi apabila dibiarkan begitu saja menumpuk akan mengganggu

manusia dan juga dapat menjadi inang bagi penyakit bagi manusia dan juga

tanaman itu sendiri, hal ini disebabkan karena proses dekomposisi limbah jerami

padi secara alamiah berlangsung sangat lama. Yang sering dilakukan petani untuk

menghilangkan tumpukan jerami padi adalah membiarkan jerami padi mengering

lalu kemudian di bakar. Akibat dari proses pembakaran jerami dapat mengganggu

aktivitas masyarakat karena asap tebal dan juga mencemari lingkungan karena

menghasilkan gas CO2 ke udara (Subiyatno, 2010).

Salah satu cara untuk mempercepat proses dekomposisi jerami padi yaitu

dengan memanfaatkan jasa mikroorganisme lignoselulolitik. Proses dekomposisi

jerami padi menggunakan mikroorganisme sangat menguntungkan, selain terjadi

konservasi hara juga mengurangi pencemaran lingkungan serta memberi nilai

tambah bagi petani. Kompos yang dikembalikan ke tanah akan melestarikan

2

xvi

kesuburan baik fisik, kimia, dan biologi tanah dengan demikian dapat mendukung

keberlanjutan produksi tanaman (Ekawati, 2003).

Komponen lignoselulosa dalam jerami padi dapat didegradasi oleh

beberapa jenis jamur. Banyak jenis jamur yang sudah diketahui mampu

mendegradasi komponen lignoselulosa dan umumnya merupakan jamur kelompok

Basidiomycetes yang paling efektif dalam perlakuan biologis pada bahan

berlignoselulosa (Sun dan Cheng, 2002; Zhang et al, 2007) .

Di alam terdapat tiga kelompok jamur yang dapat menguraikan komponen

kayu (lignoselulosa) yaitu jamur pelapuk coklat (brown rot), jamur pelapuk putih

(white rot) dan jamur pelapuk lunak (soft rot). Pengelompokan jamur pelapuk ini

didasarkan pada hasil proses pelapukan. Jamur pelapuk coklat menghasilkan sisa

hasil pelapukan berwarna coklat sedangkan jamur pelapuk putih menghasilkan

sisa hasil pelapukan yang berwarna putih (Fengel dan Wengener, 1995). Akan

tetapi banyak dari jamur ini selain mendegradasi lignin juga mendegradasi

selulosa dan hemiselulosa (Blanchete 1995). Jamur pelapuk putih banyak

dilaporkan memiliki kemampuan mendegradasi lignin yang tinggi dengan sedikit

kehilangan selulosa (Fengel dan Wengener, 1995).

Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukanlah penelitian mengenai “Potensi

Jamur Pelapuk Kayu Isolat Lokal Makassar Dalam Mendekomposisi Komponen

Lignoselulosa Jerami Padi Oryza sativa L”

3

xvii

I.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui isolat jamur pelapuk yang

paling cepat pertumbuhannya pada media jerami padi dan untuk mengetahui

kemampuannya dalam mendekomposisi komponen lignin, hemiselulosa dan

selulosa jerami padi Oryza sativa L.

I.3 Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi awal tentang

kemampuan isolat jamur pelapuk lokal Makassar dalam mendekomposisi

komponen lignoselulosa (lignin, hemiselulosa dan selulosa) jerami padi Oryza

sativa L sehingga nantinya juga dapat digunakan dalam mendekomposisi

komponen lignoselulosa limbah pertanian lainnya .

I.4 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari akhir bulan November sampai awal

Januari 2013, bertempat di Laboratorium Bioteknologi Pusat Kegiatan Penelitian

(PKP) dan Laboratorium Kimia dan Makanan, Fakultas Peternakan, Universitas

Hasanuddin, Makassar.

4

xviii

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Jerami Padi

Padi Oryza sativa L merupakan salah satu tanaman pangan yang banyak

diusahakan oleh petani di Indonesia. Limbah panen dan olahan padi biasanya

berupa bekatul, sekam, jerami, dan merang. Jerami adalah sisa-sisa hijauan dari

tumbuhan sebangsa padi dan leguminosa setelah biji dan butir-butirnya dipetik

guna kepentingan manusia, sedangkan yang dimaksud dengan jerami padi

menurut Komar (1984) adalah bagian batang tumbuh yang telah dipanen bulir-

bulir buah bersama atau tidak dengan tangkainya dikurangi dengan akar dan

bagian batang yang tertinggal. Secara umum bagian utama jerami padi terdiri atas

helaian daun, pelepah daun, dan tangkai (Lubis,1992).

Gambar 1. Tumpukkan jerami padi (Sumber: http//epetani.deptan.go.id/)

5

xix

Sekitar 2,5 milyar residu pertanian diproduksi setiap tahun di seluruh

dunia (Grigoriou, 2000). Produksi beras Indonesia tahun 2009 sebesar 64,33 juta

ton (BPS, 2009). Perkiraan rasio beras-ke-jerami 1.0 (Yao et al., 2008), maka

produksi jeraminya sekitar 64 juta ton/tahun.

Di sejumlah besar daerah di Indonesia, jerami masih dianggap sebagai

sampah dan pada akhirnya hanya akan dibakar begitu saja tanpa ada pemanfaatan

lebih lanjut, padahal indonesia sebagai negara agraris merupakan penghasil

jerami yang sangat besar. Pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ternak

berkisar antara 31-39%, untuk industri 7 -16% dan sisanya 36-62% dibiarkan

sebagai limbah yang biasanya ditumpuk dan mengering lalu kemudian di bakar

(Hidanah, 2007).

Berdasarkan kandungannya maka jerami padi termasuk dalam golongan

bahan yang kaya akan serat kasar, yaitu umumnya mencapai lebih dari 86% berat

kering (Lubis,1992). Akibat kandungan serat kasar yang tinggi kualitas nutrisi

menjadi rendah, hal tersebut merupakan faktor pembatas jerami padi

dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia, sehingga sehingga diberikan

perlakuan untuk menghilangkan atau memutuskan ikatan yang terjadi diantara

komponen serat. Jaringan-jaringan pada pakan yang berasal dari limbah telah

mengalami proses lignifikasi (pengerasan) sehingga terbentuk lignoselulosa dan

lingnohemiselulosa. Lignin dan selulosa sering membentuk senyawa

lignosellulosa dalam dinding sel tanaman dan merupakan suatu ikatan yang kuat

(Sutardi, 1980).

6

xx

Jerami padi merupakan limbah tanaman yang tua sehingga telah

mengalami lignifikasi bertaraf lajut yang menyebabkan terjadi ikatan yang erat

dan kompleks antara lignin, selulosa dan hemiselulosa. Kompleksitas kimia dan

struktural bahan ini akan mempersulit mikroorganisme dalam mendekomposisi

limbah jerami tersebut (Ekawati, 2003).

II.2 Komponen Penyusun Jerami Padi

Jerami padi mengandung 21% isi sel dan 79% dinding sel berdasarkan

berat kering. Dari 79% berat kering ini terdiri dari 26% hemiselulose, 33%

selulose, dan 7% lignin. kandungan dinding sel terutama lignin bertambah dengan

menigkatnya umur tanaman ( Komar, 1984 ).

Lignoselulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel pada

tanaman. Lignoselulosa atau biomassa kayu tersusun dari polimer karbohidrat

(selulosa dan hemiselulosa), lignin dan bagian yang lebih sedikit (ekstraktif, asam,

garam dan mineral) Semua komponen lignoselulosa terdapat pada dinding sel

tanaman. Susunan dinding sel tanaman terdiri dari lamela tengah (M), dinding

primer (P) serta dinding sekunder (S) yang terbentuk selama pertumbuhan dan

pendewasaan sel yang terdiri dari lamela transisi (S1), dinding sekunder utama

(S2) dan dinding sekunder bagian dalam (S3). Dinding primer mempunyai

ketebalam 0.1-0.2 μm dan mengandung jaringan mikrofibril selulosa yang

mengelilingi dinding sekunder yang relatif lebih tebal (Chahal dan Chahal 1998).

7

xxi

Gambar 2. Konfigurasi Dinding Sel Tanaman (Perez et al, 2002).

Selulosa pada setiap lapisan dinding sekunder terbentuk sebagai lembaran

tipis yang tersusun oleh rantai panjang residu β-D-glukopiranosa yang berikatan

melalui ikatan β-1,4 glukosida yang disebut serat dasar (elementary fiber).

Sejumlah serat dasar jika terjalin secara lateral akan membentuk mikrofibril.

Mikrofibril mempunyai struktur dan orientasi yang berbeda pada setiap lapisan

dinding sel. Lapisan dinding sekunder terluar (S1) mempunyai struktur serat

menyilang, lapisan S2 mempunyai mikrofibril yang paralel terhadap poros lumen

dan lapisan S3 mempunyai mikrofibril yang berbentuk heliks. Mikrofibril

dikelilingi oleh hemiselulosa dan lignin. Bagian antara dua dinding sel disebut

lamela tengan (M) dan diisi dengan hemiselulosa dan lignin. Hemiselulosa

dihubungkan oleh ikatan kovalen dengan lignin. Selulosa secara alami terproteksi

dari degradasi dengan adanya hemiselulosa dan lignin (Perez et al. 2002).

8

xxii

a. Lignin

Lignin adalah senyawa kompleks yang membentuk ikatan ether dengan

selulosa dan hemiselulosa, protein dan komponen lainnya dalam jaringan tanaman

membentuk bagian struktural dan sel tumbuhan (Young, 1986). Lebih dari 30

persen tanaman tersusun atas lignin yang memberikan bentuk yang kokoh dan

memberikan proteksi terhadap serangga dan patogen (Orth et al. 1993).

Lignin merupakan polimer dengan struktur aromatik yang terbentuk melalui

unit-unit penilpropan yaitu: alkohol kumaril, alkohol koniferil, dan alkohol

sinapil (Sjorberg 2003). Senyawa ini juga merupakan senyawa yang tidak

mudah larut dalam air (Srebotnik et al. 1998). Senyawa tersebut berhubungan

secara bersama oleh beberapa jenis ikatan yang berbeda (Perez et al. 2002).

Lignin sulit didegradasi karena strukturnya yang kompleks dan heterogen.

Fungsi lignin disamping memberikan bentuk yang kokoh terhadap tanaman, lignin

juga member kekakuan pada jaringan pengangkut tumbuhan serta membentuk

ikatan yang kuat dengan polisakarida (selulosa dan hemiselulosa) dan melindungi

polisakarida dari degradasi mikroba sehingga lignin bersifat rekalsitran karena

tahan terhadap degradasi atau tidak terdegradasi dengan cepat di lingkungan

(Hammel, 1997).

Lignin terutama terkonsentrasi pada lamela tengah dan lapisan S2 dinding

sel yang terbentuk selama proses lignifikasi jaringan tanaman (Chahal dan Chahal

1998; Steffen 2003). Lignin tidak hanya mengeraskan mikrofibril selulosa, juga

berikatan secara fisik dan kimia dengan hemiselulosa.

9

xxiii

Pembentukan lignin terjadi secara intensif setelah proses penebalan dinding

sel terhenti. Pembentukan dimulai dari dinding primer dan dilanjutkan ke dinding

sekunder. Faktor lignin dalam membatasi permeabilitas dinding sel tanaman dapat

dibedakan menjadi efek kimia dan efek fisik. Efek kimia, yaitu hubungan lignin-

karbohidrat dan asetilisasi hemiselulosa. Lignin secara fisik membungkus

mikrofibril dalam suatu matriks hidrofobik dan terikat secara kovalen dengan

hemiselulosa. Hubungan antara lignin karbohidrat tersebut berperan dalam

mencegah hidrolisis polimer selulosa (Chahal dan Chahal 1998).

b. Hemiselulosa

Hemiselulosa merupakan kelompok polisakarida heterogen dengan berat

molekul rendah. Hemiselulosa rantainya pendek dibandingkan selulosa dan

merupakan polimer campuran dari berbagai senyawa gula, seperti xilosa,

arabinosa, dan galaktosa. Jumlah hemiselulosa biasanya antara 15 dan 30 persen

dari berat kering bahan lignoselulosa (Taherzadeh 1999).

Dari penelitian yang dilakukan Morrison (1986) mendapatkan bahwa

hemiselulosa lebih erat terikat dengan lignin dibandingkan dengan selulosa,

sehingga selulosa lebih mudah dicerna dibandingkan dengan hemiselulosa.

Hemiselulosa mengikat lembaran serat selulosa membentuk mikrofibril yang

meningkatkan stabilitas dinding sel. Hemiselulosa juga berikatan silang dengan

lignin membentuk jaringan kompleks dan memberikan struktur yang kuat.

Hemiselulosa relatif lebih mudah dihidrolisis dengan asam menjadi monomer

yang mengandung glukosa, mannosa, galaktosa, xilosa dan arabinosa.

10

xxiv

c. Selulosa

Selulosa merupakan suatu polisakarida yang mempunyai formula umum

seperti pati (C6H10O5)n. Sebagain besar selulosa terdapat pada dinding sel dan

bagian-bagian berkayu dari tumbuhan-tumbuhan dan merupakan komponen utama

penyusun dinding sel tanaman. Kandungan selulosa pada dinding sel tanaman

tingkat tinggi sekitar 35-50% dari berat kering tanaman (Lynd et al. 2002).

Selulosa merupakan polimer glukosa dengan ikatan β-1,4 glukosida dalam

rantai lurus. Bangun dasar selulosa berupa suatu selobiosa yaitu dimer dari

glukosa. Rantai panjang selulosa terhubung secara bersama melalui ikatan

hidrogen dan gaya van der Waals (Perez et al. 2002).

Selulosa mengandung sekitar 50-90% bagian berkristal dan sisanya bagian

amorf. Ikatan β-1,4 glukosida pada serat selulosa dapat dipecah menjadi

monomer glukosa dengan cara hidrolisis asam atau enzimatis. Kesempurnaan

pemecahan selulosa pada saluran pencernaan ternak tergantung pada ketersediaan

enzim pemecah selulosa yaitu selulase. Saluran pencernaan manusia dan ternak

non ruminansia tidak mempunyai enzim yang mampu memecah ikatan β-1,4

glukosida sehingga tidak dapat memanfaatkan selulosa. Ternak ruminansia

dengan bantuan enzim yang dihasilkan mikroba rumen dapat memanfaatkan

selulosa dengan terlebih dahulu merombaknya menjadi monomer kemudian

digunakan sebagai sumber energi. Pencernaan selulosa dalam sel merupakan

proses yang kompleks yang meliputi penempelan sel mikroba pada selulosa,

hidrolisis selulosa dan fermentasi yang menghasilkan asam lemak terbang (Aziz

et al. 2002).

11

xxv

II.3 Dekomposisi Jerami Padi

Dekomposisi merupakan merupakan suatu proses penguraian

mikrobiologis alami dari bahan buangan organik. Metode ini mempunyai prinsip

dasar menurunkan atau mendegradasi bahan-bahan organik secara terkontrol

menjadi bahan-bahan anorganik dengan menggunakan aktifitas mikroorganisme.

Bahan – bahan organik seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin didegradasi oleh

mikroorganisme baik berupa bakteri, jamur atau yang lainnya (Murbandono,

2006).

Lignin merupakan polimer alami dan tergolong ke dalam senyawa

rekalsitran karena tahan terhadap degradasi, atau tidak terdegradasi dengan cepat

di lingkungan, sehingga diperlukan mikroorganisme yang mampu mendegradasi

lignin secara efektif menjadi air (H2O) dan karbondioksida (CO2) (Nasrul dan

Maimun, 2009).

II.4 Mikroorganisme Pendegradasi Lignin

Degradasi lignin membutuhkan enzim ekstraseluler yang tidak spesifik

karena lignin mempunyai struktur yang kompleks dengan berat molekul yang

tinggi. Lignin biasanya terakumulasi selama proses degradasi lignoselulosa.

Lignin selain dapat didegradasi oleh sekelompok mikroorganisme, dalam kondisi

lingkungan tertentu dapat juga didegradasi oleh faktor abiotik seperti dengan

senyawa alkali atau radiasi ultraviolet (Vahatalo et al 1999), namun hanya kapang

pelapuk putih yang banyak dilaporkan mampu mendegradasi lignin secara efektif

(Blanchette, 1995). Degradasi lignin oleh bakteri seperti Streptomyces sp.

(Crawford et al 1983) dan Actinomycetes (Kirk dan Farrell, 1987) terjadi seperti

12

xxvi

oksidasi yang dilakukan oleh kapang pelapuk putih, namun bakteri hanya mampu

mendegradasi sebagian kecil molekul lignin. Spesies kapang yang mampu

mendegradasi lignin dapat dikelompokkan menjadi White rot fungi, Brown rot

fungi dan Soft rot fungi.

a. Jamur Pelapuk Kayu

Kapang/jamur pelapuk kayu yang digolongkan dalam kelas Basidiomycetes

merupakan mikroorganisme yang mampu mendegradasi lignin. Berkenaan

dengan proses perombakan kayu oleh jamur, Brauns (1952) mengemukakan

bahwa ada dua jenis jamur yang berperan aktif, yaitu jamur pelapuk coklat (brown

rot fungi) dan jamur pelapuk putih putih (white rot fungi).

Menurut (Fengel and Wegener 1995) kapang pelapuk kayu dibedakan atas

tiga berdasarkan mekanisme degradasinya yaitu kapang pelapuk putih (white rot

fungi), kapang pelapuk coklat (brown rot fungi), dan kapang pelapuk lunak (soft

rot fungi) yang masing-masing memiliki metabolisme degradatif yang berbeda.

Kapang pelapuk putih menyerang lignin maupun polisakarida. Kayu yang

terdegradasi menjadi putih dan lunak. Berbeda dengan kapang pelapuk putih,

kapang pelapuk coklat mendegradasi polisakarida kayu dan mendegradasi sedikit

lignin sehingga kayu menjadi coklat dan rapuh. Sedangkan kapang pelapuk lunak

lebih menyukai selulosa dan hemilselulosa sebagai substratnya.

b. Jamur Pelapuk Putih (white rot fungi)

Jamur pelapuk putih (white rot fungi) adalah kelompok jamur

Bassidiomycetes dan Ascomycetes yang mampu menguraikan lignin, selulosa dan

hemiselulosa. Substrat bagi pertumbuhan jamur pelapuk putih ini adalah selulosa

13

xxvii

dan hemiselulosa dan degradasi lignin terjadi pada akhir pertumbuhan primer

melalui metabolisme sekunder dalam kondisi defisiensi nutrien seperti nitrogen,

karbon atau sulfur (Hatakka 2001).

Kapang ini ada yang mampu mendegradasi lignin secara selektif dan ada

pula yang non selektif. Kapang pelapuk putih selektif (contoh: Ceriporiopsis

subvermispora, Dichomitus squalens, Phanerochaete chrysosporium, Phlebia

radiata), lignin dan hemiselulosa didegradasi lebih banyak dibanding selulosa,

sedangkan kapang non selektif (contoh: Trametes versicolor and Fomes

fomentarius), mendegradasi semua komponen lignoselulosa dalam jumlah yang

sama (Blanchette 1995; Hatakka 2001).

Jamur white rot selain menguraikan lignin diduga juga dapat menguraikan

senyawa polutan lain (Hammel, 1997). Jamur ini menghasilkan enzim

ekstraseluler sehingga tahan terhadap bahan beracun atau bahan kimia

mutagenik. Beberapa jamur white rot telah digunakan dalam penguraian

lignin, misalnya Bjerkandera adusta mampu mendegradasi lignin 40% dan

pengurangan warna lignin sekitar 70% pada inkubasi selama 40 jam. Jamur

pelapuk putih (white rot) menguraikan lignin melalui proses oksidasi

menggunakan enzim phenol oksidase menjadi senyawa yang lebih sederhana

sehingga dapat diserap oleh mikroorganisme (Sanchez, 2009).

Kapang pelapuk putih menggunakan selulosa sebagai sumber karbon.

Kapang mendegradasi lignin secara keseluruhan menjadi karbon dioksida

untuk masuk ke polisakarida kayu yang dilindungi oleh lignin-karbohidrat

kompleks (Wilson dan Walter 2002).

14

xxviii

Pada proses degradasi lignin, kapang kapang pelapuk putih memproduksi

enzim oksidatif ekstraselular yang unik. Sistem enzim hasil sekresi

mikroorganisme inilah yang berfungsi sebagai agen biodegradasi yang mampu

memecah bahan berlignoselulosa menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana.

Enzim ini juga sangat baik mendegradasi senyawa pestisida dan limbah beracun

(Srebotnik et at. 1998). Hal tersebut dikarenakan untuk mendepolimerisasi

dan memineralisasi lignin, kapang pelapuk putih memiliki system oksidatif non

spesifik meliputi beberapa ekstraselular oksidoreduktase, metabolit dengan bobot

molekul rendah, dan kerja oksigen yang sangat efektif (Saparrat et al 2002).

Selain itu kapang pelapuk putih memiliki kemampuan mendepolimerisasi lignin

dan memetabolisme lignin menjadi CO2 dan H20 (Kaal et al. 1995).

c. Jamur Pelapuk Cokelat (Brown rot fungi)

Brown-rot fungi terutama termasuk dalam kelas Basidiomycetes. Kapang

ini mendegradasi selulosa dan hemiselulosa sangat efeisien dan mendegradasi

sedikit lignin sehingga kayu menjadi coklat dengan mekanisme yang berbeda dari

organisme lain yang melibatkan reaksi non enzimatik dan tanpa enzim

eksoglukonase (Blanchette 1995).

Keberadaan lignin memacu degradasi selulosa oleh brown-rot fungi

meskipun lignin didegradasi dalam tingkat yang lebih kecil terutama pada lamela

tengah dinding sel yang kaya lignin (Blanchette 1995; Hatakka 2001). Kapang

Polyporus ostreiformis mampu menghasilkan enzim MnP and LiP, tetapi

kemampuannya dalam degradasi lignin lebih rendah dibanding P. chrysosporium

(Dey et al. 1994).

15

xxix

d. Soft rot Fungi

Soft-rot fungi terutama hanya terdapat pada daerah dengan lingkungan

yang ekstrim bagi kapang pelapuk dari kelas basiodiomycetes seperti lingkungan

yang terlalu basah atau terlalu kering (Blanchette 1995). Kapang ini juga

mempunyai tingkat toleransi yang lebih baik terhadap temperatur, pH dan

keterbatasan oksigen dibanding kapang pelapuk lain (Blanchette 1995, Daniel

dan Nilsson 1998).

Soft-rot fungi dapat berkembang pada tanah, kompos, kayu, hay, jerami

dan daerah perairan (Tuomela 2002). Penambahan nitrogen dalam substrat

mampu meningkatkan laju perombakan lignin, berlawanan dengan sifat kapang

pelapuk putih dan coklat (Daniel dan Nilsson 1998).

II.5 Degradasi Lignin, Hemiselulosa , dan Selulosa

a. Degradasi Lignin

Degradasi lignin tidak seperti selulosa dan hemiselulosa. Lignin pinsipnya

tidak berikatan linear tetapi merupakan senyawa kompleks. Polimer heterogen,

dengan senyawa aromatik non-stereoregular yang disusun oleh unit

fenilpropanoid (Boyle et al. 1992).

Ligninolitik berhubungan dengan produksi enzim ekstraseluler pendegradasi

lignin yang dihasilkan oleh jamur pelapuk putih. Dua enzim yang berperan

dalam proses tersebut adalah fenol oksidase (lakase) dan peroksidase (lignin

peroksidase (LiP) dan manganese peroksidase (MnP)) (Kirk and Farrell. 1987).

LiP merupakan katalis utama dalam proses ligninolisis oleh kapang karena

mampu memecah unit non fenolik yang menyusun sekitar 90 persen struktur

16

xxx

lignin (Srebotnik et al. 1994). MnP mengoksidasi Mn2+ menjadi Mn3+ yang

berperan sebagai dalam pemutusan unit fenolik lignin. LiP mengkatalis oksidasi

senyawa aromatik non fenolik. Jamur pelapuk putih adalah satu-satunya

organisme yang dikenal mampu mendegradasi lignin secara sempurna menjadi

menjadi produk yang larut dalam air dan CO2 (Boyle et al. 1992).

b. Degradasi Hemiselulosa

Degradasi hemiselulosa menjadi monomer gula dan asam asetat dengan

bantuan enzim hemiselulase. Hemiselulase seperti kebanyakan enzim lainnya

yang dapat menghidrolisis dinding sel tanaman merupakan protein multi-domain.

Xilan merupakan karbohidrat utama penyusun hemiselulosa dan Xylanase

merupakan hemiselulase utama yang menghidrolisis ikatan β-1,4 rantai xilan

menjadi oligosakarida (Perez et al. 2002).

c. Degradasi Selulosa

Degradasi selulosa oleh fungi merupakan hasil kerja sekelompok enzim

selulolitik yang bekerja secara sinergis (Howard et al. 2003). Sistem enzim

selulolitik terdiri dari tiga kelompok utama yaitu (Perez et al. 2002; Howard et al.

2003 dalam Suparjo, 2008):

Endoglucanases atau 1,4-β-D-glucan-4-glucanohydrolases yang berfungsi

menghidrolisis secara acak bagian amorf selulosa serat menghasilkan

oligosakarida dengan panjang yang berbeda dan terbentuknya unjung rantai

baru

Exoglucanases, yang meliputi 1,4-β-D-glucan glucanohydrolases atau

cellodextrinase dan 1,4-β-D-glucan cellobiohydrolases atau cellobio-

17

xxxi

hydrolases yang bekerja terhadap ujung pereduksi dan non pereduksi rantai

polisakarida selulosa dan membebaskan glukosa yang dilakukan oleh enzim

glucanohydrolases atau selobiosa yang dilakukan oleh enzim

cellobiohydrolases sebagai produk utama

β-glucosidases atau β-glucoside glucohydrolases, enzim ini tergantung pada

sumber karbon yang tersedia.

Hasil kerja sinergis endoglucanases dan exoglucanases menghasilkan

molekul selobiosa. Hidrolisis selulosa secara efektif memerlukan enzim (β-

glucosidases yang memecah selobiosa menjadi 2 molekul glukosa.

II.6. Analisis Kandungan Serat Kasar

Dalam pangan/pakan yang berasal dari tanaman terdapat serat makanan

yaitu bahan yang tahan terhadap penguraian oleh enzim dalam saluran pencernaan

dan karenanya tidak diabsorpsi. Serat makanan ini terdiri dari selulosa dan

senyawa lainnya dari polisakarida atau yang berkaitan dengan polisakarida seperti

lignin dan hemiselulosa (Gaman dan Sherrington, 1992).

Bagian terbesar komponen serat kasar yaitu polisakarida yang terdapat pada

dinding sel tanaman. Degradasi polisakarida bervariasi tergantung pada jaringan

tanaman, jenis tanaman dan umur tanaman (Hatfield, 1989). Chesson (1988)

melaporkan bahwa penyusun utama dinding sel tanaman lebih mungkin dapat

dicerna daripada bagian yang kedua yang lebih tebal dari dinding sel.

Karakteristik serat terutama struktur fisika dan kimia, mempunyai peranan

penting dalam mempengaruhi kecepatan dan tingkat degradasi serat kasar

tersebut. Adanya ikatan ester dan ikatan kovalen antara lignin, polisakarida dari

18

xxxii

protein serat kasar, secara alamiah membentuk ikatan intrinsik pada sebagian

besar struktur serat kasar, dan merupakan pembatas utama dalam degradasi, baik

degradasi selulosa maupun hemiselulosa (Chesson, 1988; Hatfield, 1989; dan

Jung,1989).

Gambar 3. Lignoselulosa terdiri dari tiga komponen yaitu : selulosa, hemiselulosa dan lignin yang memberikan struktur yang kuat pada dinding sel tanaman (Yarris, 2012).

Serat kasar mempunyai pengertian sebagai fraksi dari karbohidrat yang

tidak larut dalam basa dan asam encer setelah pendidihan selama masing-masing

30 menit. Termasuk dalam komponen serat kasar ini adalah campuran

hemiselulosa, sellulosa dan lignin yang tidak larut. Dalam analisa serat dengan

19

xxxiii

metode proksimat tidak dapat secara terpisah fraksi lignin, sellulosa dan

hemiselulosa yang justru perlu diketahui komposisinya untuk hijauan pakan

atau umumnya pakan berserat. Untuk memperoleh data yang lebih akurat tentang

fraksi lignin dan sellulosa dapat dilakukan analisa yang lebih spesifik dengan

metode Van Soest (Sutardi, 1980).

Pada metode Van Soest membagi pakan menjadi beberapa fraksi

berdasarkan kelarutannya dalam detergen. Mula-mula jerami dimasak dalam

larutan detergen netral (NDS) pada pH 6,9-7,0. Tiap liter larutan ini mengandung

30 grNa-Lauryl Sulfate, 15,61 gr Disodium-Dihidrogen-ethylendiamin-tetraacetat

dihidrate, 4, 56 gr disodium-hidrogen phosphate, 6,81 gr Na-Borat Decahidrat,

dan 10 ml Ethilen-Glikol-monomethyl eter. Larutan detergen memisahkan

komponen lignoselulosa dengan bahan penyusun dinding sel lainnya protein,

karbohidrat dan mineral-mineral mudah larut serta lemak. Komponen lain ini

bersifat mudah larut dalam larutan detergen netral, sedangkan komponen

lignoselulosa penyusun dinding sel tidak. Setelah dikeringkan, bobot dinding sel

ditimbang. Selanjutnya jerami padi diuji kelarutannya dalam detergent asam

(ADS), tiap liter larutan ini mengandung 49,04 gr H2SO4 , dan 20 gr Cetyl-

trimetil-amonium-Bromida (CTAB dan CETAB). Pemasakan dalam larutan

detergent asam ini akan membagi dinding sel menjadi fraksi yang larut dan tak

larut. Fraksi yang larut sebagian besar terdiri atas hemiselulosa dan sedikit protein

dinding sel. Fraksi yang tidak larut adalah lignoselulosa yang lazim disebut “Acid

Detergent Fiber” (ADF). Kemudian setelah penyaringan dan pengeringan, ADF

20

xxxiv

bahan makanan ditimbang dan ADF yang diperoleh dari analisis ini digunakan

pada tahap berikutnya untuk penentuan kadar lignin (Sutardi, 1980).

Untuk memisahkan selulosa dari lignin, ADF ditambahi H2SO4 dingin,

sehingga selulosanya akan larut. Selanjutnya residu yang tertinggal dicuci dengan

air hangat (85-95oC) sampai bebas dari asam. Lalu dikeringkan, kemudian

ditimbang lagi dan selisih bobot antara ADF dengan residu tersebut adalah

selulosa. Setelah residu ditimbang, lalu dibakar pada tanur dengan suhu 500oC.

Abu sisanya setelah dingin ditimbang dan selisih antara residu dengan abu adalah

lignin (Sutardi, 1980).

21

xxxv

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1 Alat

Alat yang digunakan adalah gunting, timbangan, autoklaf, ember,

pengaduk, pisau, ose lurus, cawan petri, batang pengaduk, Laminary Air Flow

(LAF), bunsen, enkas, penangas, hand sprayer, pisau scalpel, jarum inokulum,

kaca masir (sintered glass), pompa vakum, oven, desikator, gelas piala dan

kamera.

III.2 Bahan

Bahan yang digunakan adalah jerami padi, isolat jamur pelapuk, kapur,

dedak halus, air, alumanium foil, tisu, kapas, plastik polipropilena (PP), alkohol

70%, spiritus, karet gelang, pipa paralon dengan panjang 3 cm diameter 3 cm,

cloramfenikol, plastik parafilm, aquades steril, PDA (Potato Dekstrosa agar), air

panas, H2SO4 72%, larutan ADS dan NDS.

III.3 Prosedur Kerja

III.3.1 Sterilisasi Alat

Semua alat yang digunakan dalam penelitian ini harus dalam keadaan

steril dan bebas dari segala bentuk kehidupan terutama mikroorganisme. Untuk

alat yang terbuat dari bahan gelas dicuci menggunakan sabun dan dibilas dengan

air lalu dikering-anginkan, kemudian disterilkan dengan menggunakan oven pada

suhu 180°C selama 2 jam. Sedangkan alat-alat non gelas yang tidak tahan panas,

22

xxxvi

dicuci dan dikering-anginkan lalu disterilkan dengan menggunakan otoklaf pada

suhu 121°C dengan tekanan 2 atm selama 15 - 30 menit. Alat-alat yang terbuat

dari logam seperti ose bulat, ose lurus, jarum preparat dan pinset disterilkan

dengan cara dibilas dengan alkohol lalu dipanaskan di atas nyala api Bunsen

hingga pijar. Alat lain yaitu enkas disterilkan dengan menyemprotkan alkohol

70% pada seluruh bagian dalam enkas, lalu diberikan pemanasan dengan

menyalakan api Bunsen kemudian segera pintu enkas ditutup dan dibiarkan

selama 30 menit sebelum digunakan.

III.3.2 Pembuatan Medium

III.3.2.1 Medium Potato Dextrosa Agar (PDA)

Bahan yang digunakan adalah kentang 200 g, agar 20 g, dan dextrosa 15 g.

Bahan terlebih dahulu ditimbang sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Kentang

direbus dalam 1 liter aquades hingga mendidih, kemudian mengukur volume

ekstrak kentang menggunakan gelas ukur lalu menambahkan aquades steril untuk

mencukupkan volume hingga 1 liter, untuk mengganti volume air yang hilang saat

pemanasan. Ekstrak kentang dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer, lalu

ditambahkan agar dan dextrosa kemudian dipanaskan di atas penangas hingga

semua bahan larut dan homogen. Setelah semua bahan larut dan homogen, labu

Erlenmeyer kemudian ditutup dengan kapas dan aluminium foil, selanjutnya

medium siap disterilkan di dalam otoklaf pada suhu 121°C dan tekanan 2 atm

selama 15 menit. Untuk mencegah pertumbuhan bakteri, ke dalam medium

ditambahkan antibiotik chloramphenicol 500 mg pada saat medium akan

digunakan (Dwyana dan Gobel, 2011).

23

xxxvii

III.3.2.2 Pembuatan Substrat Bahan Organik Sebagai Media Tumbuh Isolat Jamur (baglog) Jerami padi yang digunakan diperoleh dari Kabupaten Maros Provinsi

Sulawesi Selatan. Di laboratorium jerami padi di cacah menjadi bagian-bagian

yang lebih kecil. Jerami padi yang telah dipotong ditimbang sebanyak 3 kg,

selanjutnya dicampurkan dengan dedak sebanyak 600 gram dan kapur sebanyak

30 gram lalu dicampur rata dengan ditambahkan air sedikit demi sedikit sampai

jeraminya basah. Jerami yang sudah tercampur rata tersebut kemudian

dimasukkan ke dalam 15 kantong plastik tahan panas dan tiap kantongnya

sebanyak 150 gram kemudian ditutup menggunakan kapas steril lalu diautoklaf

selama 2 x 3 jam (Achmad dkk, 2011).

III.3.3 Peremajaan Isolat.

Pada penelitian ini digunakan isolat jamur pelapuk koleksi Laboratorium

Bioteknologi Pusat Kegiatan Penelitian (PKP), Universitas Hasanuddin,

Makassar. Isolat jamur ini diambil dari kayu lapuk di sekitar daerah Makassar.

Media PDA (Potatoes Dextrose Agar) steril dituang ke cawan petri yang

steril di Laminar Air Flow secara aseptik. Media dibiarkan dingin dan memadat.

Setelah media PDA padat, isolat jamur yang telah tersedia dipotong dadu dengan

ukuran 1x1 cm, kemudian dipindahkan satu potong ke dalam media PDA secara

aseptik. Setelah selesai, cawan petri disegel dengan parafilm dan diinkubasi

pada suhu kamar (28 0C) selama 3-5 hari hingga terbentuk miselia. Untuk melihat

pertumbuhan miselia pada media, cukup dilakukan pengamatan secara visual

24

xxxviii

karena penampakan miselia pada media sangat khas seperti serat-serat (Sigit,

2008).

III.3.4 Seleksi Jamur Lignolitik.

Tahapan-tahapan seleksi jamur lignolitik adalah sebagai berikut (Achmad

dkk, 2011) :

III.3.4.1 Inokulasi Isolat Jamur Pada Substrat Bahan Organik

Agar dan miselia yang berasal dari cawan petri dipotong kecil dengan

ukuran 1cm x1 cm, kemudian 5 potongan kecil dimasukkan ke dalam 14 kantong

plastik tahan panas yang berisi substrat bahan organik (baglog) yang telah

disterilkan, lalu dicampurkan dengan cara diaduk-aduk dengan substratnya.

Plastik kemudian ditutup kembali dengan sumbat kapas steril kemudian

diikat dengan karet lalu ditutup dengan menggunakan plastik parafilm. Pengerjaan

dilakukan secara aseptik di dalam Laminary Air Flow (LAF). Satu kantong plastik

sebagai kontrol, tidak diinokulasi dengan isolat jamur pelapuk.

Media cacahan jerami yang sudah diinokulasi dengan bibit jamur

kemudian diinkubasikan selama 30 hari. Pengamatan dilakukan setiap tiga hari

sekali dengan melihat pertumbuhan dari setiap isolat pada baglog dan untuk

melihat isolat yang paling cepat memenuhi baglog.

III.3. 4. 2 Analisis Lignin, Hemiselulase dan Selulase

Jerami padi yang telah difermentasi dikeluarkan dari plastik, hal yang

sama juga dilakukan pada kontrol, kamudian dilakukan pengamatan terhadap

tekstur produk fermentasi serta analisis kandungan serat kasar (CF). Untuk

25

xxxix

menentukan kadar lignin, hemiselulosa dan selulosa terlebih dahulu ditentukan

kadar ADF dan NDF menggunakan metode Van Soest (1976).

a. Penentuan Kadar Acid Detergent Fiber (ADF)

Sampel sebanyak 0,5 gram (a gram) dimasukkan ke dalam gelas piala

kemudian ditambahkan 50 ml larutan ADS. Dipanaskan selama 1 jam diatas

penangas air. Kemudian dilakukan penyaringan dengan menggunakan penyaring

kaca masir yang sudah di timbang sebagai b gram sambil diisap pompa vakum.

Pencucian di lakukan dengan menggunakan air panas dan alkohol. Selanjutnya

dilakukan pengeringan dengan memasukkan hasil penyaringan tersebut dalam

oven pada suhu 105 oC, setelah itu dimasukkan lagi di dalam desikator untuk

melakukan pendinginan selama lebih kurang ½ jam kemudian ditimbang sebagai c

gram.

c - b %ADF = --------- x 100% a Ket : a = berat sampel b = berat kaca masir

c = berat kaca masir + berat sampel setelah ditambah larutan ADS, dioven dan didinginkan dalam desikator

b. Penentuan Neutral Detergent Fiber (NDF)

Sampel sebanyak 0,5 gram (a gram) di masukkan ke dalam gelas piala

berukuran 500 ml, kemudian di tambahkan dengan 50 ml larutan NDS lalu

dipanaskan selama 1 jam. Kemudian dilakukan penyaringan dengan menggunakan

penyaring kaca masir yang sudah di timbang sebagai b gram sambil diisap pompa

vakum. Pencucian di lakukan dengan menggunakan air panas. Selanjutnya

dilakukan pengeringan dengan memasukkan hasil penyaringan tersebut dalam

26

xl

oven pada suhu 105 oC, setelah itu dimasukkan lagi di dalam desikator untuk

melakukan pendinginan selama lebih kurang ½ jam kemudian ditimbang sebagai c

gram.

c - b %NDF = ---------- x 100% a

Ket : a = berat sampel b = berat kaca masir

c = berat kaca masir + berat sampel setelah ditambah larutan NDS, dioven dan didinginkan dalam desikator

c. Penentuan Persentase Lignin, Selulosa dan Hemiselulosa

% Hemisellulosa = %NDF - % ADF

Persentase Lignin dan Selulosa

Untuk menghitung pesentase lignin dan selulosa dilakukan melalui cara

yaitu residu ADF (c gram) yang berada di dalam kaca masir diletakkan di atas

nampan yang berisi air setinggi kira-kira 1 cm lalu ditambahkan H2S04 72%

setinggi ¾ bagian gelas kaca masir dan dibiarkan selama 3 jam sambil

diaduk-aduk. Penyaringan dilakukan dengan kaca masir dan dengan bantuan

pompa vakum serta pencucian juga dilakukan seperti analisis sebelumnya.

Selanjutnya dilakukan pengeringan dengan menggunakan oven dengan suhu

105°C dan selanjutnya dilakukan pendinginan dengan desikator dan ditimbang

sebagai berat akhir, yaitu e gram.

c - e % Selulosa = -------------- x 100% a

Ket : a = berat sampel c = residu ADF

e = berat kaca masir + berat residu ADF setelah ditambahakan H2S04 72%, kemudian dioven dan didinginkan dalam desikator

27

xli

Jika dibakar dalam tanur 500°C kemudian didinginkan dalam desikator

serta disimpan kembali sebagai berat akhir, yaitu f gram.

e - f % Lignin = ---------------- x 100% a

Ket : a = berat sampel e = berat kaca masir + berat residu ADF setelah ditambahakan H2S04 72% f = berat residu ADF setelah + H2S04 72% lalu dibakar dalam tanur 500 °C

III.3.5 Analisis Data

Kemampuan isolat jamur pelapuk kayu dalam mendekomposisi jerami

padi dapat diketahui dari pertumbuhan koloni jamur. Isolat jamur yang paling

cepat tumbuh dan memenuhi baglog yaitu isolat yang mempunyai kemampuan

dalam memanfaatkan jerami padi sebagai sumber makanannya. Untuk mengetahui

pengurangan kadar lignin, selulosa dan hemiselulosa pada jerami padi maka

setelah diinkubasi selama 30 hari, jerami padi dikeluarkan dari plastik dan

dianalisis kadar lignin, selulosa dan hemiselulosa di Laboratorium Kimia dan

Makanan, Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

28

xlii

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Pertumbuhan Isolat Jamur Pada Baglog Jerami Padi

Jamur pelapuk kayu isolat KSH, KSB, MKS, JM, B, C dan E yang

digunakan pada penelitian merupakan isolat terpilih hasil skrining yang

menunjukan potensi lignoselulolitik (Lampiran 1). Isolat ini diperoleh dari kayu

lapuk di sekitar daerah Makassar. Masing-masing isolat diinokulasi dalam setiap

baglog jerami padi dan kemudian diinkubasi pada suhu ruangan di dalam

inkubator. Pertumbuhan jamur diamati secara visual setiap 3 hari sekali selama 30

hari tanpa membuka baglog. Berikut ini merupakan gambar pengamatan pertama

setelah inkubasi selama 3 hari.

A B C D

E F G H

Gambar 4. Pertumbuhan Isolat KSH (A), Isolat KSB (B), Isolat JM (C), Isolat

MKS (D), Isolat B (E) , Isolat C (F), Isolat E (G) dan (H) Kontrol pada baglog jerami padi 3 hari setelah inokulasi.

29

xliii

Pertumbuhan ketujuh isolat jamur pada baglog jerami padi selama 3 hari

setelah proses inokulasi menunjukkan kecepatan pertumbuhan yag berbeda-beda.

Isolat KSH merupakan isolat yang paling cepat pertumbuhannya, namun miselia

yang tumbuh belum memenuhi seluruh baglog. Untuk 6 isolat lainnya yaitu KSB,

JM, MKS, B, C, dan E miselianya sudah tumbuh tetapi belum terlalu banyak

(Gambar 4 dan Tabel 1).

Hasil pengamatan ke-2 sampai pengamatan ke-9 dapat dilihat pada

Lampiran 2. Pada pengamatan terakhir yaitu pengamatan ke-10 (30 hari inkubasi),

ketujuh isolat jamur memperlihatkan kemampuan bertumbuh yang baik pada

media organik jerami padi. Isolat yang paling bagus pertumbuhannya adalah isolat

KSH, JM, MKS dan isolat E (Gambar 5 dan Tabel 1).

A B C D

E F G H

Gambar 5. Pertumbuhan isolat KSH (A), Isolat KSB (B), Isolat JM (C), Isolat

MKS (D), Isolat B (E), Isolat C (F), Isolat E (G) dan Kontrol (H)

baglog jerami padi 30 hari setelah inokulasi.

30

xliv

Hasil pengamatan pertumbuhan miselia yaitu setiap 3 hari sekali sampai

pada pengamatan terakhir (30 hari inkubasi), dari ketujuh isolat yang digunakan

pada penelitian ini, isolat KSH mempunyai kecepatan pertumbuhan yang cepat,

diikuti oleh isolat JM, lalu isolat E, kemudian isolat MKS, isolat KSB, isolat C

dan yang terakhir adalah isolat B. Warna miselia dari ke tujuh isolat juga berbeda-

beda. Isolat KSH, isolat C, dan isolat B dan memiliki warna miselia kehijauan,

isolat KSB, JM dan MKS berwarna putih sedangkan isolat E warna miselianya

hitam (Gambar 5 dan Tabel 1).

Tabel 1. Perbedaan pertumbuhan dan warna miselia dari ketujuh isolat setelah 3 hari sampai 30 hari inkubasi

Keterangan : + = Miselia sudah tumbuh tetapi belum terlalu banyak ++ = Miselia yang tumbuh sudah banyak tetapi belum memenuhi baglog +++ = Miselia yang tumbuh sangat banyak dan memenuhi baglog.

Ketujuh isolat dapat tumbuh pada substrat jerami padi karena mampu

menggunakan komponen lignoselulosa yaitu lignin, selulosa dan hemiselulosa

jerami padi sebagai nutrisi untuk pertumbuhannya. Hal ini dapat diketahui dengan

Isolat

3 hari 30 hari

Pertumbuhan Warna Pertumbuhan Warna

KSH ++ Kehijauan +++ Kehijauan

KSB + Putih ++ Putih

JM + Putih +++ Putih

MKS + Putih +++ Putih

B + Kehijauan ++ Kehijauan

C + Kehijauan ++ Kehijauan

E + Hitam +++ Hitam

31

xlv

tumbuh dan berkembangnya miselium jamur pada substrat jerami padi. Menurut

Hendritomo (2002), senyawa karbon yang dapat digunakan oleh jamur

diantaranya monosakarida, oligosakarida, asam organik, alkohol, selulosa dan

lignin. Sumber karbon dibutuhkan untuk keperluan energi dan struktural jamur

(Chang dan Miles, 1989).

Pada Gambar 5 dan Tabel 1, isolat KSB, B dan C, menunjukan

pertumbuhan yang agak lambat bila dibandingkan dengan 4 isolat lainnya (KSH,

JM, MKS dan E), tidak memenuhi baglog sampai pada pengamatan terakhir

selama inkubasi. Pertumbuhan jamur dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

faktor media tumbuh dan faktor lingkungan. Faktor media tumbuh salah satunya

adalah nutrisi yang merupakan faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan

jamur. Media tumbuh harus memiliki unsur C, N, dan S. Menurut Stamets dan

Chilton (1983) kandungan nitrogen pada substrat mempengaruhi pertumbuhan

miselium. Miselium jamur tidak dapat tumbuh pada media yang kekurangan unsur

nitrogen, tetapi kelebihan nitrogen pada substrat dapat menyebabkan

terakumulasinya amonia yang dapat meningkatkan pH sehingga menghambat

pertumbuhan miselium dan pembentukan tubuh buah.

Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan jamur yaitu yaitu

faktor diantaranya suhu, kelembaban ruangan, cahaya , dan sirkulasi udara. Suhu

inkubasi jamur berkisar antara 22-28oC dengan kelembaban 60-80%. Selain suhu

dan kelembaban, faktor cahaya dan sirkulasi udara juga sangat menentukan..

Sirkulasi udara harus cukup, tidak terlalu besar tetapi tidak pula terlalu kecil.

32

xlvi

Intensitas cahaya yang diperlukan pada saat pertumbuhan sekitar 10%.

(Yuniasmara et al. , 2004).

IV.2 Analisis Kandungan Lignin, Hemiselulosa dan Selulosa

Komponen lignin, hemiselulosa dan selulosa pada dinding sel tanaman

selalu berikatan membentuk suatu ikatan kompleks. Untuk menentukan kadar

lignin, selulosa dan hemiselulosa maka terlebih dahulu ditentukan kadar NDF dan

ADF.

Tabel 2. Persentase kadar NDF dan ADF pada jerami padi kontrol dan jerami padi setelah diinokulasi isolat jamur pelapuk

Sampel

Komposisi (%)

NDF ADF

Kontrol 81,05 52,40

KSB 73, 26 52, 30

KSH 58, 92 47, 88

JM 66, 57 52, 18

MKS 77, 37 55, 10

B 75, 72 53, 62

C 61, 45 50, 60

E 59, 26 45, 95

NDF : Neutral Detergent insoluble Fiber ADF : Acid Detergent insoluble Fiber

Jerami padi Oryza sativa L yang di gunakan pada penelitian ini memiliki

kandungan hemiselulosa 28, 65 %, selulosa 40, 89 % dan lignin 9, 89 % yaitu

merupakan kandungan kontrol tanpa pemberian isolat jamur pelapuk. Setelah

jerami padi dinokulasi 7 isolat jamur pelapuk yang berbeda selama 30 hari maka

terjadi penurunan komponen lignin, hemiselulosa dan selulosa, dapat dilihat pada

Tabel 3.

33

xlvii

Tabel 3. Persentase kadar dan penurunan Lignin, Hemiselulosa, dan Selulosa setelah diinokulasi dengan 7 isolat jamur pelapuk dan pada kontrol jerami padi setelah 30 hari inkubasi

Perlakuan

Lignin (%) Hemiselulosa (%) Selulosa (%)

Kadar Penurunan Kadar Penurunan Kadar Penurunan

Kontrol 9, 89 - 28, 65 - 40, 89 -

Isolat KSH 9, 63 2.62 11, 04 61.46 36, 68 10.29

Isolat KSB 9, 47 4.24 20, 96 26.84 38, 55 5.72

Isolat JM 8, 19 17.18 14, 39 49.77 34, 38 15.92

Isolat MKS 9, 19 7.07 22, 27 22.26 31, 42 23.15

Isolat B 8, 99 9.1 22, 10 22.86 37, 93 7.23

Isolat C 8, 70 12.03 14, 85 48,16 34, 12 16.55

Isolat E 8, 26 16.48 13, 31 53.54 23, 99 41.33

Lignin secara umum merupakan komponen yang belum mengalami

penurunan yang berarti pada semua perlakuan isolat jamur. Penurunan komponen

lignin tertinggi yaitu jerami padi yang diinokulasi isolat JM dari 9, 89%

kandungan lignin pada jerami padi kontrol tanpa pemberian isolat jamur dan

tersisa sekitar 8, 19 % (Tabel 2) atau terjadi penurunan sebesar 17,18%, dan yang

terendah yaitu pada jerami padi yang diinokulasi isolat KSH yaitu sebesar 2, 62%,

kemudian berturut-turut adalah isolat E, C, B MKS, dan KSB masing-masing

sebesar 16, 48 %, 12, 03 %, 9, 10 %, 7, 07 %, 4, 24 % ( Tabel 3 dan Gambar 6).

34

Gambar 6. Grafik Persentase Penurunan Kandungan Lignin, Hemiselulosa dan Selulosa Pada Jerami Padi.

Komponen hemiselulosa jerami padi merupakan komponen yang paling

banyak terdegradasi. Komponen hemiselulosa jerami padi pada kontrol sebesar

28, 65 %, kemudian tersisa sekitar

terjadi penurunan sekitar 61, 4

paling tinggi (Gambar 6). Hampir semua isolat memperlihatkan kemampuan yang

baik dalam mendegradasi hemiselulosa dan terendah pada perlakuan dengan

menggunakan isolat MKS yaitu sebesar

dan B masing- masing sebesar 53, 54 %, 49, 77 %, 48, 16

% (Tabel 3 dan Gambar 6).

Selulosa merupakan komponen yang paling banyak terdapa

padi. Pada Tabel 3 dan Gambar 6 dapat dilihat bahwa dengan pemberian

jamur pelapuk maka terjadi penurunan kandungan selulosa, dan yang paling tinggi

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

KSH KSB

%

xlviii

Persentase Penurunan Kandungan Lignin, Hemiselulosa dan Selulosa Pada Jerami Padi.

Komponen hemiselulosa jerami padi merupakan komponen yang paling

banyak terdegradasi. Komponen hemiselulosa jerami padi pada kontrol sebesar

%, kemudian tersisa sekitar 11, 04% setelah diinokulasi isolat KSH

terjadi penurunan sekitar 61, 46 %, ini merupakan persentase penurunan yang

paling tinggi (Gambar 6). Hampir semua isolat memperlihatkan kemampuan yang

baik dalam mendegradasi hemiselulosa dan terendah pada perlakuan dengan

menggunakan isolat MKS yaitu sebesar 22. 26 %. Untuk isolat E, JM , C

masing sebesar 53, 54 %, 49, 77 %, 48, 16 %, 26, 84%

dan Gambar 6).

Selulosa merupakan komponen yang paling banyak terdapat pada jerami

dan Gambar 6 dapat dilihat bahwa dengan pemberian

jamur pelapuk maka terjadi penurunan kandungan selulosa, dan yang paling tinggi

JM MKS B C EIsolat

Lignin

Hemiselulosa

Selulosa

35

Persentase Penurunan Kandungan Lignin, Hemiselulosa dan

Komponen hemiselulosa jerami padi merupakan komponen yang paling

banyak terdegradasi. Komponen hemiselulosa jerami padi pada kontrol sebesar

11, 04% setelah diinokulasi isolat KSH atau

6 %, ini merupakan persentase penurunan yang

paling tinggi (Gambar 6). Hampir semua isolat memperlihatkan kemampuan yang

baik dalam mendegradasi hemiselulosa dan terendah pada perlakuan dengan

JM , C, KSB

dan 22, 86

t pada jerami

dan Gambar 6 dapat dilihat bahwa dengan pemberian inokulan

jamur pelapuk maka terjadi penurunan kandungan selulosa, dan yang paling tinggi

Lignin

Hemiselulosa

Selulosa

xlix

adalah jerami padi yang dinokulasi dengan isolat E sebesar 41, 33 % dan terendah

adalah isolat KSB sebesar 5, 72 % , kemudian 23, 15 %, 16, 55 %, 15, 92 %, 10,

29 % dan 7, 23 %, masing-masing untuk isolat MKS, C, JM, KSH, dan B.

Kemampuan isolat jamur pelapuk dalam mendegradasi komponen

lignoselulosa dapat diketahui dari nilai presentase tingkat penurunan kandungan

lignin, hemiselulosa dan selulosa. Semakin tinggi nilai presentase tingkat

penurunan kandungan lignin, hemiselulosa dan selulosa suatu bahan maka

kemampuan jamur dalam menguraikan bahan tersebut semakin baik. Pada

Gambar 6 memperlihatkan kemampuan dari masing-masing isolat jamur dalam

mendekomposisi komponen lignin, hemiselulosa dan selulosa jerami padi.

Komponen hemiselulosa merupakan komponen yang tinggi didegradasi oleh

hampir semua isolat jamur kecuali isolat MKS (komponen yang paling banyak

didegradasi adalah selulosa), kemudian diikuti oleh komponen selulosa,

sedangkan lignin belum memperlihatkan penurunan yang nyata hingga akhir

pengamatan.

Hasil yang diperoleh sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Ermawar, dkk., (2006) yang melaporkan bahwa semakin lama waktu inkubasi

jamur maka semakin banyak komponen lignin yang terdegradasi dan pada saat

yang bersamaan komponen holoselulosa (alfaselulosa dan hemiselulosa) pada

jerami padi juga ikut terdegradasi. Selain itu Anita dkk., (2009) mengungkapkan

bahwa pada perlakuan menggunakan jamur Trametes versicolor komponen

holoselulosa yang hilang pada umumnya adalah hemiselulosa sedangkan pada

36

l

perlakuan menggunakan jamur Pleurotus ostreatus, komponen terbesar

holoselulosa yang hilang adalah alfa selulosa.

Pada penelitian ini komponen hemiselulosa jerami padi merupakan

komponen yang lebih banyak didegradasi oleh isolat jamur pelapuk. Menurut

Taherzadeh (1999) hal ini disebabkan karena hemiselulosa yang memiliki yang

memiliki rantai bercabang, merupakan kelompok polisakarida yang terdiri dari

berbagai senyawa gula, seperti xilosa, arabinosa, dan galaktosa yang berantai

pendek serta memiliki berat molekul dan derajat polimerisasi yang rendah. Selain

itu menurut Perez et al (2002) komponen hemiselulosa dapat didegradasi karena

isolat jamur menghasilkan enzim hemiselulase. Hemiselulase seperti kebanyakan

enzim lainnya yang dapat menghidrolisis dinding sel tanaman merupakan protein

multi-domain. Xilan merupakan karbohidrat utama penyusun hemiselulosa dan

Xylanase merupakan hemiselulase utama yang menghidrolisis ikatan β-1,4 rantai

xilan menjadi oligosakarida.

Selulosa merupakan komponen kedua yang banyak didegradasi oleh isolat

jamur pelapuk pada penelitian ini. Selulosa merupakan polimer glukosa dengan

ikatan β-1,4 glukosida dalam rantai lurus. Bangun dasar selulosa berupa suatu

selobiosa yaitu dimer dari glukosa. Rantai panjang selulosa terhubung secara

bersama melalui ikatan hidrogen dan gaya van der Waals (Perez et al. 2002).

Isolat jamur pelapuk dapat mendegradasi selulosa karena mampu

mengasilkan sekelompok enzim selulolitik yang bekerja secara sinergis yaitu

enzim 1,4-β-D-glucan- 4- glucanohydrolases (endoglucanases), enzim 1,4-β-D-

glucan glucanohydrolases atau cellodextrinase dan 1,4-β-D-glucan

37

li

cellobiohydrolases atau cellobiohydrolases (exoglucanases). Hasil kerja sinergis

endoglucanases dan exoglucanases menghasilkan molekul selobiosa. Hidrolisis

selulosa secara efektif memerlukan enzim (β-glucosidases yang memecah

selobiosa menjadi 2 molekul glukosa (Perez et al. 2002; Howard et al. 2003).

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa komponen lignin merupakan

komponen yang paling lambat didegradasi. Hal ini disebabkan karena lignin

merupakan komponen yang memiliki struktur yang sangat kompleks dan

heterogen serta bersifat rekalsitran karena tahan terhadap degradasi atau tidak

terdegradasi dengan cepat , selain itu diperkirakan karena isolat jamur pelapuk

lebih banyak menggunakan komponen hemiselulosa yang lebih mudah

didegradasi, sehingga isolat jamur dapat tumbuh dengan baik tanpa harus

memecah lignin sebagai sumber energinya. Menurut Kirk and Farrell (1987)

terjadinya proses degradasi lignin harus diawali dengan berkurangnya kandungan

N dan C pada substrat sehingga aktivasi enzim meningkat. Adapun enzim yang

berperan dalam proses degradasi lignin tersebut adalah fenol oksidase (lakase)

dan peroksidase (lignin peroksidase (LiP) dan manganese peroksidase (MnP).

MnP mengoksidasi Mn2+ menjadi Mn3+ yang berperan sebagai dalam

pemutusan unit fenolik lignin. LiP mengkatalis oksidasi senyawa aromatik non

fenolik dan jamur pelapuk putih merupakan organisme yang mampu

mendegradasi lignin secara sempurna menjadi menjadi produk yang larut dalam

air dan CO2. Pada proses inkubasi selama 30 hari tidak menunjukkan adanya kerja

enzim pendegradasi lignin yang dihasilkan oleh isolat jamur pelapuk sehingga

komponen lignin tidak banyak mengalami degradasi. Hal ini juga didukung oleh

38

lii

Jung et al (1992) yang menyatakan bahwa perubahan komponen kimia berupa

lignin sangatlah bergantung pada jenis jamur yang digunakan dan juga jenis

substratnya.

39

liii

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

1. Isolat KSH, KSB, JM, MKS, B, C, E dapat tumbuh pada media jerami padi

tetapi kecepatan pertumbuhan setiap isolat berbeda-beda, namun isolat yang

paling cepat pertumbuhannya adalah isolat KSH dan JM.

2. Isolat yang paling banyak mendekomposisi komponen lignin adalah isolat

JM (17, 18 %) dan komponen hemiselulosa adalah isolat KSH (61, 46 %),

sedangkan selulosa adalah isolat E (41, 33 %).

V.2 Saran

Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai proses dekomposisi

menggunakan campuran isolat jamur pelapuk dengan bakteri selulolisis sehingga

dapat mempercepat proses dekomposisi. Untuk memperoleh hasil yang baik

dalam mendegradasi lignin sebaiknya sebelum di inokulasi pada media organik

isolat jamur harus terlebih dahulu dibuat dalam bentuk spawn sehingga

beradaptasi dengan media berlignin, dan juga penambahan waktu inkubasi.

40

liv

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, M., T. Arlianti dan C. Azmi. 2011. Panduan Lengkap Jamur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Anita, S. H., T.Fajriutami, Fitria, R. A. Ermawar, D. H. Y. Yanto, E.Hermiati. 2009. Perlakuan awal bagasse menggunakan kultur tunggal dan kultur campuran jamur pelapuk putih Trametes versicolor dan Pleurotus ostreatus. Dipresentasikan di Seminar Nasional “Biomass Utilization for Alternative Energy and Chemicals”. Universitas Parahyangan. Bandung.

Anonim. 2012. Jerami Padi. https:// epetani.deptan.go.id/. Diakses pada tanggal 24 September 2012.

Aziz A.A., M. Husin and A. Mokhtar. 2002. Preparation of cellulose from oil palm empty fruit bunches via ethanol digestion: effect of acid and alkali catalysts. Journal of Oil Palm Research. 14 (1):9-14.

Blanchette R.A. 1995. Degradation of lignocellulose complex in wood. Can. J. Bot. 73 (Suppl. 1): S999-S1010.

Boyle C.D., B.R. Kropp and I.D. Reid. 1992. Solubilization and mineralization of lignin by white rot fungi. Appl. Environ. Microbiol. 58:3217-3224.

BPS. 2009. http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php. Diakses pada tanggal 24 September 2012.

Brauns, F.E. 1952. The Chemistry of Lignin. Academic Press. New York.

Chahal P.S. and D.S. Chahal. 1998. Lignocellulosic Waste: Biological Conversion. In: Martin, A.M. [eds]. Bioconversion of Waste Materials to Industrial Products. Ed ke-2. London: Blackie Academic & Professional. pp. 376-422.

Chang S.T. and P.G. Miles. 1989. Edible Mushrooms and Their Cultivation. CRC Press Inc. Florida.

Chesson, A and C.W. Forssberg. 1988. Polysaccharide Degradation by Rumen Mikroflora. In P>N. Hobson Ed. The Rumen Microbial Ecosystem. Elsevier Applied Science. London.

Crawford D.L., A.L. Pometto III and R.L. Crawford. 1983. Lignin degradation by Streptomyces viridosporus: Isolation and characterization of new polymeric lignin degra-dation intermediate. Appl. Environ. Microbiol. 45:898-904.

41

lv

Daniel G. and T. Nilsson. 1998. Developments in the study of soft rot and bacterial decay. In: Bruce A.and J.W Palfreyman [eds]. Forest Products Biotechnology. Great Britain: Taylor & Francis pp. 37-62.

Dey S., T.K. Maiti and B.C. Bhattacharyya. 1994. Production of some extracellular enzymes by a lignin peroxidase-producing brown rot fungus, Polyporus ostreiformis, and its comparative abilities for lignin degradation and dye decolorization. Appl. Environ. Microbiol. 60:4216-4218.

Dwyana, Z., dan Gobel, R. B., 2011. Penuntun Praktikum Mikrobiologi Umum. Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Ekawati, I. 2003. Pengaruh Pemberian Inokulum Terhadap Kecepatan Pengomposan Jerami Padi. Tropika. 11(2):144.

Ermawar, R.A., D.H.Y.Yanto, Fitria, and E.Hermiati. 2006. Lignin degradation content in rice straw pre-treated by white-rot fungi. Jurnal Widya Riset. 9 (3): 197-202.

Eun J.S., K.A. Beauchemin, S.H Hong, and M.W. Bauer. 2006. Exogenous enzymes added to untreated or ammoniated rice straw : Effect on in vitro fermentation characteristic and degradability. J. Anim. Sci. and Tech. 131 : 86‐101.

Fengel, D and G. Wegener. 1995. Kayu : Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi. (Terjemahan). Gadjah Mada Univ. Peress. Yogyakarta.

Gaman, P.M. dan K.B. Sherrington. 1992. Pengantar ilmmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Edisi 2. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Grigoriou A.H. 2000. Straw-wood composites bonded with various adhesive systems. Wood Science and Technology.34(4):355-365.

Hadinah, S. 2007. Isolasi Bakteri dan Jamur Selulolitik sebagai Inokulum Untuk Meningkatkan Jerami Padi dan Produktivitas Domba [Disertasi] Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya.

Hammel K.E. 1997. Fungal Degradation of Lignin. Di Dalam: Cadisch G, Giller KE, Editor. Driven By Nature: Plantt Litter Quality And Decompostion. London: CAB International. pp. 33-45.

Hataka, A. 2001. Biodegradation of lignin. In: Steinbüchel A. [ed] Biopolimers. Vol 1: Lignin, Humic Substances and Coal Germany: Wiley VCH. pp. 129 – 180.

Hatfield, R.D. 1989. Structural Polysacharides in Forage and Their Degradability. Agron, J. 81.

42

lvi

Hendritomo, H.I. 2002. Biologi Jamur Pangan. Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Bio Industri. Jakarta.

Howard R.L., P. Masoko and E. Abotsi. 2003a. Enzymeactivity of Phanerochaete chrysosporium cellobiohydrolase (CBHI.1) expressed as a heterologous protein from Escherichia coli. African J. Biotechnol. Vol. 2.No. 9. pp 296-300.

Jayanti, C. M. T., dan Aprilia B. 2010, Pabrik Pulp dari Jerami Padi dengan Proses Biochemical Pulping [Tugas Akhir], http://digilib.its.ac.id/public/ITS-NonDegree-12799-pabrik-pulp-dari-jerami-padi-dengan-proses-biochemical-pulping.pdf, Diakses pada tanggal 24 September 2012.

Jung, H.G. 1989. Forage Lignins and Their Effects on Feed Digestibility. Agron. J. 81.

Kaal, E.E.J., J.A. Field and T.W. Joice. 1995. Increasing Ligninolitic Enzyme Activities in Several White Rot Basiddiomycetess by Nitrogen Sufficient Media. Biosource Technology 53.

Kirk T.K. and R.L. Farrell. 1987. Enzymatic “combustion”: the microbial degradation of lignin. Ann. Rev. Microbiol. 41:465-505.

Komar, A. 1984. Teknologi Pengolahan Jerami sebagai Makanan Ternak. Cetakan pertama. Yayasan Dian Grahita. Bandung.

Lubis, D. A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. P.T. Pembangunan. Jakarta.

Lynd L.R., P.J. Weimer, W.H. van Zyl and I.S. Pretorius. 2002. Microbial Cellulose Utilization: Fundamentals and Biotechnology. Microbiol. Mol. Biol. Rev.66(3):506-577.

Morrison, F.B. 1986. Feed and Feeding. 21th Ed. The Iowa State University Press, Iowa.

Murbandono, L. 2006. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta.

Nasrul, dan T.Maimun. 2009. Pengaruh Penambahan Jamur Pelapuk Putih (White Rot Fungi) pada Proses Pengomposan Tandan Kosong Kelapa Sawit. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan.7(2):194-199.

Orth A.B., D.J. Royse, M. Tien. 1993. Ubiquity of lignin-degrading peroxidases among various wood-degrading fungi. Appl Environ Microbiol 59:4017-4023.

43

lvii

Perez J., J. Munoz-Dorado, T. de la Rubia and J. Martinez. 2002. Biodegradation and biological treatments of cellulose, hemicellulose and lignin: an overview. Int. Microbiol. 5:53-63.

Sanchez, C. 2009. Lignocellulosic Residues : Biodegradation and Bioconversion by Fungi. Biotechnology Advances 27.

Saparrat, M.C.N., F. Guillen, A.M. Arambarri, A.T. Martinez and M.J Martinez. 2002. Induction, Isolation and characterization of Two Laccases from The White Rot Basidiomycete Coriolosis rigida. Applied and Environmental Microbiology 68.

Sigit, A. M. 2008. Pola Aktivitas Enzim Lignolitik Jamur Tiram Pleurotus ostreatus Pada Media Sludge Industri Kertas. [Skripsi]. Program Studi Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sjöberg, G. 2003. Lignin degradation: Long-term effects of nitrogen addition on decomposition of forest soil organic matter. [disertasi]. Uppsala: Dep. Soil Sci. Swedish University of Agricultural Sciences.

Srebotnik E., K.A. Jensen and K.E. Hammel. 1998. Fungal degradation of recalcitrant nonphenolic lignin structure without lignin peroxidase. Proc Natl Acad Sci 91:12794-12797.

Staments P. and J.S. Chilton. 1983. The Mushroom Cultivator. Agaricon Press. Olympia, Washington.

Steffen, K.T. 2003. Degradation of recalcitrant biopolymers and polycyclic aromatic hydrocarbons by litter-decomposing basidiomycetous fungi. [disertasi]. Helsinki: Division of Microbiology Department of Applied Chemistry and Microbiology Viikki Biocenter, University of Helsinki.

Subiyatno. 2010. Aplikasi Informasi Paten Untuk Perintisan Industri Baru Berbasis Sumber Daya Alam, Studi Kasus Informasi Paten Di Bidang Pemanfaatan Jerami. Pusat Inovasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Suparjo. 2008. Degradasi Komponen Lignoselulosa oleh Kapang Pelapuk Putih. http//Jajo 66.wordpress.com/. Diakses pada tanggal 24 September 2012.

Sun, Y. and J. Cheng. 2002. Hydrolysis of lignocellulosic materials for ethanol production: a review. 2002. Bio resource Technology 83: 1 – 11.

Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi Departemen Ilmu Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

44

lviii

Taherzadeh M.J. 1999. Ethanol from Lignocellulose: Physiological Effects of Inhibitors and Fermentation Strategies. [thesis]. Göteborg: Department of Chemical Reaction Engineering, Chalmers University Of Technology.

Tuomela, M. 2002. Degradation of lignin and other 14C-labelled compounds in compost and soil with an emphasis on white-rot fungi. Helsinki: Dep. Appl. Chem. Microbiol. Division of Microbiology University of Helsinki.

Vähätalo A.V., K. Salonen, M. Salkinoja-Salonen and A. Hatakka. 1999. Photochemical mineralization of synthetic lignin in lake water indicates rapid turnover of aromatic organic matter under solar radiation. Biodegradation 10:415-420.

Van Soest P. J. 1976. New Chemical Methods for Analysis of Forages for The Purpose of Predicting Nutritive Value. Pref IX International Grassland Cong.

Wilson KB and M. Walter. 2002. Development of Biotechnology Tool Using New Zealand White Rot Fungi to Degrade Pentachorophenol. Hasil Presentasi pada Waste Management Institute New Zealand. http://www.hortresearch.co.nz/files/2002/biorem-wasteminz.pdf.

Yarris, L. (2012). The Evolutionary Road to Biofuels. Retrieved Feb 25, 2012, From Berkeley Lab: Lawrence Berkeley National Laboratory: http://www.Lbl.Gov/Publications/Yos/Assets/Img/Biofuels_Evolution.Jpg

Yao F, Q. Wu, Y. Lei,Y. Xu. 2008. Rice straw .. fiber-reinforced high-density polyethylene composite: Effect of fiber type and loading . Industrial Crops and Products.28:63-72.

Young, R. 1986. Cellulosa Strukture Modification and Hydrolysis. New York.

Yuniasmara C, Muchrodji, M.Bakrun. 2004. Jamur Tiram. Penebar Swadaya. Jakarta.

Yunilas, 2009. Bioteknologi Jerami Padi Melalui Fermentasi Sebagai Bahan Pakan Ternak Ruminansia [Karya Ilmiah]. Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatra Utara. Medan.

Zhang, X., H.Yu, H. Huang,Y. Liu. 2007. Evaluation of biological pretreatment with white rot fungi for the enzymatic hydrolysis of bamboo culms. International Biodeterioration & Biodegradation 60:159–164.

45

lix

LAMPIRAN

Lampiran 1. Penampakan koloni 7 isolat jamur pelapuk pada media PDA, 7 hari setelah inokulasi.

JM MKS E

Isolat JM Isolat MKS Isolat E

KSB KSH B

Isolat KSB Isolat KSH Isolat B

C

Isolat C

46

lx

Lampiran 2. Gambar Pengamatan ke-2 sampai ke-9 Gambar pengamatan ke-2 (6 hari) setelah inokulasi

Isolat KSH Isolat KSB Isolat JM Isolat MKS

Isolat B Isolat C Isolat E Kontrol

Gambar pengamatan ke-3 (9 hari) setelah inokulasi

Isolat KSH Isolat KSB Isolat JM Isolat MKS

Isolat B Isolat C Isolat E Kontrol

47

lxi

Gambar pengamatan ke-4 (12 hari) setelah inokulasi

Isolat KSH Isolat KSB Isolat JM Isolat MKS

Isolat B Isolat C Isolat E Kontrol

Gambar pengamatan ke-5 (15 hari) setelah inokulasi

Isolat KSH Isolat KSB Isolat JM Isolat MKS

Isolat B Isolat C Isolat E Kontrol

48

lxii

Gambar pengamatan ke-6 (18 hari) setelah inokulasi

Isolat KSH Isolat KSB Isolat JM Isolat MKS

Isolat B Isolat C Isolat E Kontrol

Gambar pengamatan ke-7 (21 hari) setelah inokulasi

Isolat KSH Isolat KSB Isolat JM Isolat MKS

Isolat B Isolat C Isolat E Kontrol

49

lxiii

Gambar pengamatan ke-8 (24 hari) setelah inokulasi

Isolat KSH Isolat KSB Isolat JM Isolat MKS

Isolat B Isolat C Isolat E Kontrol

Gambar pengamatan ke-9 (27 hari) setelah inokulasi

Isolat KSH Isolat KSB Isolat JM Isolat MKS

Isolat B Isolat C Isolat E Kontrol

50

lxiv

Lampiran 3. Diagram alir analisis serat dengan metode Van Soest

Di + larutan ADF Di + larutan ADF

Dibilas dengan air panas Dibilas air panas

Dioven 105 oC Dioven 105 oC Ditimbang (ADF)

Ditambah H2SO4 75 ml

Dicuci air panas

Dioven 105 oC Ditimbang (selulosa)

Filtrat Residu

Residu untuk ananlisis lignin

Dipanaskan dengan tanur 500 oC

Ditimbang (lignin)

Residu untuk ananlisis selulosa

Disaring

Ditimbang (NDF)

Disaring Disaring

Filtrat Residu Filtrat Residu

Sampel jerami padi Oryza sativa L. setelah diinokulasi 7 isolat jamur

Analisis ADF Analisis NDF

0,5 g sampel 0, 5 g sampel

Dipanaskan Dipanaskan

51