pertumbuhan dan uji patogenisitas delapan jamur …digilib.unila.ac.id/55317/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
PERTUMBUHAN DAN UJI PATOGENISITAS DELAPAN JAMUR
ENTOMOPATOGEN SEBAGAI AGENSIA PENGENDALI HAMA ULAT
GRAYAK (Spodoptera litura F.) DI LABORATORIUM
(Skripsi)
Oleh
Maya Nuningtyas
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRAK
PERTUMBUHAN DAN UJI PATOGENISITAS DELAPAN JAMUR
ENTOMOPATOGEN SEBAGAI AGENSIA PENGENDALI HAMA ULAT
GRAYAK (Spodoptera litura F.) DI LABORATORIUM
Oleh
Maya Nuningtyas
Ulat grayak (Spodoptera litura F.) merupakan hama penting di tanaman pangan,
hortikultura dan tanaman perkebunan karena hama ini bersifat polifag. Salah satu
pengendalian yang ramah lingkungan yaitu pengendalian menggunakan jamur
entomopatogen sebagai agensia pengendali hayati. Penelitian ini bertujuan untuk
mempelajari pertumbuhan, sporulasi dan viabilitas spora delapan isolat jamur
entomopatogen koleksi Laboratorium Bioteknologi Pertanian, Fakultas Pertanian
Unila. Serta mempelajari patogenisitas delapan isolat jamur entomopatogen
terhadap ulat grayak di laboratorium. Penelitian ini terdiri dari 2 set percobaan.
Percobaan pertama yaitu pengujian pertumbuhan dan perkembangan delapan
isolat jamur entomopatogen secara in vitro pada media PDA yang disusun dalam
Rancangan Acak Lengkap (RAL) 3 ulangan. Percobaan yang kedua yaitu uji
patogenisitas delapan isolat jamur entomopatogen terhadap S. litura yang disusun
dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) 3 ulangan. Penelitian ini dilaksanakan
mulai Januari 2018 sampai Mei 2018 bertempat di Laboratorium Bioteknologi
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Hasil penelitian
menunjukkan delapan isolat jamur entomopatogen mempunyai pengaruh yang
berbeda-beda dalam pertumbuhan koloni, sporulasi, viabilitas spora dan
patogenisitas terhadap ulat grayak. Pertumbuhan koloni tertinggi pada 14 hsi
dihasilkan oleh isolat Talaromyces sayulitensis (A3) (8,60 cm) dan terendah oleh
isolat Penicillium oxalicum (P) (2,95 cm). Sporulasi tertinggi dihasilkan oleh
isolat Aspergillus oryzae (A1) (16,06 x 107 spora/ml) dan terendah oleh isolat
Beauveria bassiana (B1) (2,13 x 107 spora/ml). Viabilitas spora tertinggi terdapat
pada isolat Aspergillus oryzae (A4) (89,05%) dan terendah oleh isolat Penicillium
oxalicum (P) (52,41%). Mortalitas tertinggi dihasilkan oleh perlakuan isolat
Aspergillus oryzae (A1) (77,77%) dan terendah oleh isolat Penicillium oxalicum
(P) (30,55%).
Kata kunci : Aspergillus oryzae, Beauveria bassiana, Metarhizium flavoride,
Penicillium oxalicum, Talaromyces sayulitensis, Ulat grayak.
PERTUMBUHAN DAN UJI PATOGENISITAS DELAPAN JAMUR
ENTOMOPATOGEN SEBAGAI AGENSIA PENGENDALI HAMA ULAT
GRAYAK (Spodoptera litura F.) DI LABORATORIUM
Oleh
Maya Nuningtyas
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak tunggal yang lahir pada tanggal 27 Mei 1996 dari bapak
Teguh Rahayu dan ibu Rodiyah. Penulis menyelesaikan pendidikan di TKIT
Bustanul Ulum (2002), SDIT Bustanul Ulum (2008), dan SMPIT Bustanul Ulum
(2011) Kecamatan Terbanggi Besar, Lampung Tengah. Selanjutnya penulis
melanjutkan pendidikan ke MAN 1 Poncowati Terbanggi Besar, Lampung
Tengah (2014).
Tahun 2014, Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Agroteknologi,
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Bersama Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Selama kuliah, penulis telah melaksanakan
Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Sinar Sari, Kecamatan Kalirejo, Kabupaten
Lampung Tengah dan Praktik Umum (PU) di PT Great Giant Food Kecamatan
Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. Tahun 2017
penulis mempunyai pengalaman menjadi Asisten Dosen pada praktikum mata
kuliah Dasar-Dasar Budidaya Tanaman untuk Program Studi Agribisnis, Dasar-
Dasar Fisiologi Tumbuhan dan Pengendalian Penyakit Tanaman untuk Program
Studi Agroteknologi.
“Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Yang Maha Hidup, Yang terus menerus
Mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur. Milik-Nya apa yang
ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tidak ada yang dapat memberi syafaat di
sisi-Nya tanpa izin-Nya. Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka dan apa
yang di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui sesuatu apapun tentang
ilmu-Nya melainkan apa yang Dia kehendaki. Kursi-Nya meliputi langit dan
bumi. Dan Dia tidak merasa berat Memelihara keduanya, dan Dia Maha Tinggi,
Maha Besar”
(Q.S Al-Baqarah : 255)
“Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan
melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang
Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu
apa yang telah kamu kerjakan”
(QS. At-Taubah :105)
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu
bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya
dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga
puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh
tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau
yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku
dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku
dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat
kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”
(QS. Al – Ahqaf : 15)
Alhamdulillahirobbil’alamin
Kupersembahkan karya ini untuk Keluargaku tercinta bapak Teguh Rahayu dan
Ibu Rodiyah.
Sebagai wujud rasa terima kasih dan baktiku atas do’a, kasih sayang, pengorbanan
yang tak terhingga, dan dukungan yang selalu diberikan serta Almamater tercinta
Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung
SANWACANA
Puji Syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT yang maha pengasih lagi maha
penyayang, karena telah memberikan limpahan nikmat, anugerah serta kekuatan
lahir dan batin kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian
2. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Purnomo, M.S. selaku Ketua Bidang Proteksi Tanaman
dan penguji atas saran, pengarahan dan nasehat untuk perbaikan dalam
penyusunan skripsi.
4. Ibu Yuyun Fitriana, S.P., M.P. Ph.D. selaku pembimbing utama sekaligus
pembimbing Akademik, atas bantuan, bimbingan, semangat, nasehat,
motivasi, saran, kesabaran, dan waktu dalam membimbing penulis selama
penelitian, penyusunan skripsi dan menjadi mahasiswa Agroteknologi.
5. Bapak Ir. Solikhin, M.P. selaku pembimbing kedua atas bimbingan, bantuan,
motivasi, dan kesabaran untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi.
6. Bapak Radix Suharjo, S.P., M.Agr., Ph.D., yang telah memberikan motivasi,
arahan dan masukan, selama penulis melakukan penelitian sampai penulis
menyelesaikan skripsi.
7. Orang tuaku tercinta Mamah, Bapak, Mbah uti, Mba Afrie, (Bimo Nur
Prabowo) dan semua anggota keluarga yang sangat berjasa dalam semua hal
dihidupku, yang selalu memberikan doa, dan dukungan selama ini, baik
secara moral dan material.
8. Teman-teman tim penelitian Biotek 14 Lita, Febe, Diah, Hani L, Lily, Devita,
Hani A, Indah, Mei dan Maruf yang telah memberikan bantuan, dukungan,
dan pengertian serta kesediaannya turut serta dalam pelaksanaan penelitian.
9. Sahabat-sahabatku Rizka Esty Wulandari, Novita Lestari, Mira Lerizka, Mely
Yunita Sari, Marina Simanungkalit, Neti Ontia, dan Adriyana Budiarti atas
dukungan dan kerja samanya selama ini dan motivasi yang diberikan
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah membantu
penulis dalam meyelesaikan skripsi ini.
Semoga bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dari
Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung, 19 Desember 2018
Penulis
Maya Nuningtyas
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xviii
I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang dan Masalah ...................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3
1.3 Kerangka Pemikiran .................................................................................. 4
1.4 Hipotesis .................................................................................................... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 7
2.1 Tanaman Jagung ....................................................................................... 7
2.2 Ulat Grayak .......................................................................................... 8
2.2.1 Klasifikasi ulat grayak ................................................................... 8
2.2.2 Bioekologi ulat grayak ..................................................................... 8
2.2.3 Gejala serangan ............................................................................. 11
2.3 Pengendalian Hayati ................................................................................ 12
2.4 Jamur Entomopagen ................................................................................ 12
2.4.1 Beauveria sp.................................................................................... 13
2.4.2 Metarhizium sp. ................................................................... 13
2.4.3 Penicillium sp. .................................................................... 14
2.4.4 Aspergillus sp. .................................................................... ....... 14
III. BAHAN DAN METODE .............................................................................. 16
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. 16
3.2. Bahan dan Alat ........................................................................................ 16
3.3. Metode Penelitian ................................................................................... 17
3.4. Pelaksanan Penelitian .............................................................................. 17
3.4.1 Uji Pertumbuhan dan perkembangan delapan jamur
entomopatogen ................................................................. 17
3.4.1.1 Penyediaan delapan isolat
jamur entomopatogen ....................................................... 17
3.4.1.2 Pembuatan media
Potato Dextrose Agar (PDA) ........................................... 18
xiv
3.4.1.3 Inokulasi delapan jamur entomopatogen
ke dalam media PDA ........................................... 18
3.4.2 Uji patogenisitas delapan isolat jamur entomopatogen
terhadap ulat grayak ................................................................... 19
3.4.2.1 Penyediaan serangga uji ulat grayak .............................. 19
3.4.2.2 Pengaplikasian jamur entomopatogen pada
ulat grayak ...................................................................... 19
3.5. Variabel Pengamatan ........................................................................... 20
3.5.1 Pertumbuhan koloni jamur entomopatogen ................................ 20
3.5.2 Sporulasi jamur entomopatogen ................................................. 21
3.5.3 Viabilitas spora jamur entomopatogen ........................................ 22
3.5.4 Mortalitas ulat grayak setelah aplikasi
jamur entomopatogen ................................................................. 22
3.6 Analisis Data ......................................................................................... 23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 24
4.1 Hasil Penelitian ............................................................................
4.1.1 Pertumbuhan koloni delapan jamur entomopatogen
pada media PDA ................................................................. 24
4.1.2 Sporulasi jamur entomopatogen ......................................... 26
4.1.3 Viabilitas jamur entomopatogen ......................................... 26
4.1.4 Patogenisitas jamur entomopatogen pada ulat grayak ........ 27
4.2 Pembahasan .................................................................................. 30
V. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 35
5.1. Kesimpulan ............................................................................... 35
5.1. Saran ......................................................................................... 35
DAFTAR ACUAN .................................................................................. 35
LAMPIRAN ............................................................................................ 40
xv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Delapan isolat jamur entomopatogen yang digunakan dalam
penelitian .................................................................................................... 18
2. Pertumbuhan diameter koloni delapan jamur entomopatogen ........... 25
3. Sporulasi jamur entomopatogen ......................................................... 26
4. Viabilitas jamur entomopatogen ........................................................ 27
5. Mortalitas ulat grayak setelah aplikasi jamur entomopatogen ........... 28
6. Data pertumbuhan jamur entomopatogen 1- 14 hsi ........................... 44
7. Analisis ragam dan duncan pertumbuhan jamur entomopatogen 1 hsi 47 49
8. Analisis ragam dan duncan pertumbuhan jamur
entomopatogen 2 hsi ........................................................................... 50
9. Analisis ragam dan duncan pertumbuhan jamur
entomopatogen 3 hsi .......................................................................... 51
10. Analisis ragam dan duncan pertumbuhan jamur
entomopatogen 4 hsi .......................................................................... 52
11. Analisis ragam dan duncan pertumbuhan jamur
entomopatogen 5 hsi .......................................................................... 53
12. Analisis ragam dan duncan pertumbuhan jamur
entomopatogen 6 hsi .......................................................................... 54
13. Analisis ragam dan duncan pertumbuhan jamur
entomopatogen 7 hsi .......................................................................... 55
14. Analisis ragam dan duncan pertumbuhan jamur
entomopatogen 8 hsi .......................................................................... 56
xvi
15. Analisis ragam dan duncan pertumbuhan jamur
entomopatogen 9 hsi .......................................................................... 57
16. Analisis ragam dan duncan pertumbuhan jamur
entomopatogen 10 hsi ........................................................................ 58
17. Analisis ragam dan duncan pertumbuhan jamur
entomopatogen 11 hsi ........................................................................ 59
18. Analisis ragam dan duncan pertumbuhan jamur
entomopatogen 12 hsi ........................................................................ 60
19. Analisis ragam dan duncan pertumbuhan jamur
entomopatogen 13 hsi ........................................................................ 61
20. Analisis ragam dan duncan pertumbuhan jamur
entomopatogen 14 hsi ........................................................................ 62
21. Data sporulasi delapan jamur entomopatogen ................................... 63
22. Analisis ragam dan duncan viabilitas sporulasi jamur
entomopatogen ................................................................................... 64
23. Data viabilitas spora jamur entomopatogen ....................................... 65
24. Analisis ragam dan duncan viabilitas spora jamur
entomopatogen ................................................................................... 66
25. Data mortalitas ulat grayak 1 -15 hsa .................................................. 67
26. Analisis ragam dan duncan mortalitas ulat grayak
1 hsa (transformasi , ) ............................................................. 68
27. Analisis ragam dan duncan mortalitasulat grayak
2 hsa (transformasi , ) ............................................................. 69
28. Analisis ragam dan duncan mortalitas ulat grayak
3 hsa (transformasi , ) .............................................................. 70
29. Analisis ragam dan duncan mortalitas ulat grayak 4 hsa ................... 71
30. Analisis ragam dan duncan mortalitas ulat grayak 5 hsa ................... 72
31. Analisis ragam dan duncan mortalitas ulat grayak 6 hsa ................... 73
32. Analisis ragam dan duncan mortalita sulat grayak 7 hsa ................... 74
xvii
33. Analisis ragam dan duncan mortalitas ulat grayak 8 hsa ................... 75
34. Analisis ragam dan duncan mortalitas ulat grayak 9 hsa ................... 76
35. Analisis ragam dan duncan mortalitas ulat grayak 10 hsa ................. 77
36. Analisis ragam dan duncan mortalitas ulat grayak 11 hsa ................. 78
37. Analisis ragam dan duncan mortalitas ulat grayak 12 hsa ................. 79
38. Analisis ragam dan duncan mortalitas ulat grayak 13 hsa ................. 80
39. Analisis ragam dan duncan mortalitas ulat grayak 14 hsa ................. 81
40. Analisis ragam dan duncan mortalitas ulat grayak 15 hsa ................. 82
6
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kelompok telur (S. litura) .................................................................. 9
2. Larva S. litura................................................................................................... 10
3. Imago S. litura ................................................................................................. 11
4. Gejala serangan S. litura ................................................................................. 11
5. Jamur Beauveria sp. ........................................................................... 13
6. Jamur Metarhizium sp. ....................................................................... 14
7. Jamur Penicillium sp. ......................................................................... 14
8. Jamur Aspergillus spp ........................................................................ 15
9. Pengukuran diameter koloni jamur entomopatogen .......................... 20
10. Pertumbuhan diameter koloni delapan
jamur entomopatogen ..................................................................................... 25
11. Larva ulat S. litura terinfeksi isolat A1 (Aspergillus oryzae) ............ 29
12. Larva ulat S. litura terinfeksi isolat A2 (Aspergillus oryzae) ............ 29
13. Larva ulat S. litura terinfeksi isolat
A3 (Talaromyces sayulitensis) ........................................................... 29
14. Larva ulat S. litura terinfeksi isolat A4 (Aspergillus oryzae) ............ 29
15. Pupa ulat S. litura terinfeksi isolat B1 (Beauveria bassiana) ............ 30
16. Larva ulat S. litura terinfeksi isolat
B2 (Beauveria bassiana) .................................................................... 3 30
17. Pupa terinfeksi isolat M (Metahrizium flavoviride) ........................... 30
18. Pupa terinfeksi isolat P (Penicillium oxalicum) ................................. 30
xix
18. Pupa terinfeksi isolat P (Penicillium oxalicum) ................................. 30
19. Pertumbuhan koloni delapan jamur entomopatogen 14 hsi ............... 41
20. Sporulasi delapan jamur entomopatogen ........................................... 42
21. Viabilitas delapan jamur entomopatogen ........................................... 43
22. Ulat grayak terinfeksi ......................................................................... 44
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman serealia yang termasuk bahan pangan
penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Jagung di
Indonesia merupakan bahan pangan yang diharapkan mampu menunjang
ketahanan pangan nasional (Purwono & Hartono, 2011). Oleh karena itu,
kebutuhan jagung dalam negeri terus mengalami peningkatan. Produksi jagung
pada tahun 2015 diketahui 19,61 juta ton pipilan kering, mengalami peningkatan
sebanyak 0,60 juta ton (3,17%) dibandingkan tahun 2014. Peningkatan produksi
tersebut terjadi di Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa masing-masing sebanyak 0,46
juta ton dan 0,15 juta ton. Peningkatan produksi jagung terjadi karena kenaikan
produktivitas sebesar 2,25 kw/ha (4,54%), meskipun luas panen mengalami
penurunan sebesar 50,20 ribu ha (1,31%) (Badan Pusat Statistik, 2015).
Peningkatan produksi yang dicapai tersebut diduga belum maksimal. Hal ini
disebabkan pengembangan tanaman jagung masih terkendala oleh rendahnya
ketahanan tanaman terhadap adanya serangan organisme pengganggu tanaman..
Salah satu hama yang menyerang budidaya tanaman jagung adalah ulat grayak
(Spodoptera litura F.). Ulat grayak merupakan salah satu hama penting pada
tanaman budidaya dari tanaman pangan hingga tanaman sayuran. Ulat ini
2
menyerang tanaman budidaya pada fase vegetatif yaitu dengan cara memakan
daun tanaman yang muda sehingga tinggal tulang daunnya saja. Pada kondisi
lingkungan yang mendukung, kehilangan hasil akibat serangan tersebut dapat
mencapai 80% (Marwoto & Suharsono, 2008)
Pengendalian ulat grayak pada saat ini masih mengandalkan penggunaan
insektisida. Pengendalian menggunakan insektisida kimia diketahui memiliki
dampak buruk untuk kedepannya. Selain merusak dan meracuni tanah, insektisida
kimia dapat mematikan serangga lain disekitar area pertanaman yang bukan
merupakan hama (Untung, 2000). Untuk mendukung pengendalian hama yang
berwawasan lingkungan maka perlu dilakukan pengendalian yang ramah
lingkungan.
Salah satu alternatif teknik pengendalian yang ramah lingkungan yaitu
pengendalian hayati, yang lebih fokus dengan menggunakan musuh alami (virus,
bakteri, jamur, dan mikroba lainnya). Saat ini agensia hayati dapat dikembangkan
menjadi agensia yang lebih andal, lebih memiliki virulensi dan patogenitas yang
tinggi, serta daya infeksi yang cepat dan luas (Pracaya, 1991).
Pemanfaatan jamur entomopatogen yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai
agensia hayati yaitu jamur entomopatogen. Jamur ini bersifat patogenik terhadap
berbagai jenis serangga dengan kisaran inang yang luas. Jamur entomopatogen
telah banyak digunakan untuk pengendalian serangga hama secara hayati
diantaranya Beauveria bassiana (Herlinda et al., 2008), Metarhizium anisopliae,
Aspergillus sp. (Purwantisari et al., 2008), dan Verticillium lecanii (Khoiroh et al.,
2014). Kemampuan jamur entomopatogen dalam mematikan serangga hama
3
bervariasi dan sangat dipengaruhi oleh karakter fisiologi dan genetik jamur
(Trizelia, 2005).
Saat ini, Laboratorium Bioteknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Lampung memiliki koleksi delapan isolat entomopatogen (dua isolat Beauveria
bassiana, satu isolat Metarhizium flavoviride, satu isolat Penicillium oxalicum,
tiga isolat Aspergillus oryzae, dan satu isolat Talaromyces sayulitentis. Delapan
isolat tersebut berasal dari eksplorasi pada rizosfer pertanaman jagung beberapa
kabupaten di Provinsi Lampung. Sebagian diantaranya telah mampu menginfeksi
beberapa serangga hama seperti wereng coklat (Pasaribu, 2018), Riptortus linearis
dan Helopeltis sp. (Pratiwi, 2016). Namun, hingga saat ini belum diketahui
patogenesitas delapan isolat terhadap hama Spodoptera litura.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Mempelajari pertumbuhan, sporulasi dan viabilitas spora delapan isolat jamur
entomopatogen koleksi Laboratorium Bioteknologi Pertanian, Fakultas
Pertanian Unila.
2. Mempelajari patogenisitas delapan isolat jamur entomopatogen terhadap
Spodoptera litura di laboratorium.
4
1.3 Kerangka Pemikiran
Tindakan pengendalian yang umum dilakukan oleh petani untuk mengendalikan
serangan ulat grayak adalah dengan pestisida kimiawi. Hal ini dianggap efektif
dan hasilnya cepat diketahui. Akan tetapi tidak sedikit petani yang belum
mengetahui dampak dari penggunaan pestisida kimiawi, antara lain timbulnya
kasus resistensi hama, pencemaran lingkungan, dan berkurangnya
keanekaragaman hayati. Dibandingkan dengan penggunaan pestisida,
penggunaan musuh alami bersifat alami, efektif, murah, dan tidak menimbulkan
dampak negatif terhadap kesehatan dan lingkungan hidup (Untung, 2006). Akibat
dampak negatif yang ditimbulkan oleh pestisida sintetik maka dicarilah cara
pengendalian lain yang lebih baik. Salah satu pengendalian yang ramah
lingkungan yaitu pengendalian menggunakan jamur entomopatogen sebagai
agensia pengendali hayati.
Jamur penyebab penyakit pada serangga (jamur entomopatogen) terdiri atas jamur
pembunuh langsung maupun parasit sejati. Jamur pembunuh langsung merupakan
jamur yang secara langsung membunuh serangga pada fase larva melalui aktivitas
enzimatis. Sedangkan jamur parasit sejati merupakan jamur yang hidup bersama
dengan serangga inang dewasa dan menimbulkan gejala penyakit sebelum
menyebabkan kematian pada serangga (Smith et al., 1981 dalam Septiana, 2015).
Jamur entomopatogen memiliki sifat spesifik terhadap target tertentu dengan efek
samping dan resiko yang sangat rendah terhadap organisme non target atau
serangga yang bermanfaat (Roberts & Humber, 1981 Septiana, 2015). Dengan
karakteristik demikian, penggunaan jamur entomopatogen sebagai musuh alami
5
dalam usaha pemberantasan hama dan vektor penyakit akibat serangga memiliki
banyak keunggulan dibandingkan dengan penggunaan insektisida kimiawi.
Jamur entomopatogen yang potensial untuk mengendalikan hama S. litura
diantaranya adalah Metarhizium spp. Metarhizium spp. dilaporkan dapat
menginfeksi beberapa serangga hama seperti S. litura Fabricus, Spodoptera
exigua Hubner, dan Coptoter magestroi Wasmann (Kurnia, 1998). Isolat
Metarhizium spp. dapat mematikan larva S. litura sebesar 57,78%. Salah satu
keuntungan penggunaan jamur Metarhizium spp. untuk pengendalian hayati
adalah dapat digunakan untuk mengendalikan berbagai tingkat perkembangan
serangga mulai dari telur, larva, pupa dan imago. Metarhizium spp. dapat
menginfeksi telur Riptortus linearis (Linn.) (Hemiptera : Alydidae) sehingga
jumlah nimfa yang terbentuk rendah (Prayogo, 2004). Jamur Beauveria bassiana
dapat menyebabkan mortalitas C. formicarius berkisar antara 90% (Pangestu,
2011). Pangestu (2011) juga melaporkan bahwa di laboratorium jamur B.
bassiana dapat menyebabkan kematian imago C. formicarius hingga 84,50%.
Sanjaya et al. (2010) melaporkan bahwa jamur Penicillium mampu menyebabkan
kematian pada larva S. litura sebesar 50%. Penelitian Pasaribu (2018)
memperlihatkan bahwa jamur Aspergillus sp. mampu menginfeksi hama wereng
coklat sebesar 47,22 %.
6
1.4 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan dapat diajukan
hipotesis bahwa:
1. Delapan isolat jamur entomopatogen memiliki kemampuan tumbuh, sporulasi
dan viabilitas spora yang berbeda-beda.
2. Delapan isolat jamur entomopatogen mampu menyebabkan mortalitas ulat
grayak.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Jagung
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang
terpenting, selain gandum dan padi. Penduduk beberapa daerah di Indonesia
(misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai
pangan pokok. Jagung yang merupakan makanan pokok kedua setelah padi, yang
memiliki kandungan gizi seperti karbohidrat dan protein (Badan Pusat Statistik,
2015).
Selain sebagai makanan pokok, jagung juga merupakan bahan baku makanan
ternak. Kebutuhan akan konsumsi jagung di Indonesia terus meningkat. Hal ini
didasarkan pada makin meningkatnya tingkat konsumsi per kapita per tahun dan
semakin meningkatnya jumlah penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2015).
Menurut Sharma (2002), dalam taksonomi tumbuhan, klasifikasi tanaman jagung
(Zea mays L.) adalah sebagai berikut :
Kingdom : PlantaeDivisio : SpermatophytaSubdivisio : AngiospermaeClass : MonocotyledoneaeOrdo : PoalesFamilia : GraminaceaeGenus : ZeaSpesies : Zea mays L.
8
2.2 Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)
2.2.1 Klasifikasi Ulat Grayak
Di Indonesia ulat grayak (Spodoptera litura) merupakan hama penting di tanaman
pangan, hortikultura dan tanaman perkebunan karena hama ini bersifat polifag.
Larva pada hama ini banyak menyebabkan kerusakan pada daun pada tanaman
kacang-kacangan, padi, jagung, selada, sawi, tembakau, tebu dan buah- buahan
(Erwin, 2000). Dalam sistematika klasifikasi S.litura dapat diklasifikasikan
sebagai berikut (Kalsoven, 1981):
Kingdom : AnimaliaFilum : ArthropodaKelas : InsektaOrdo : LepidopteraFamili : NoctuidaeGenus : SpodopteraSpesies : Spodoptera litura F.
2.2.2 Bioekologi Ulat Grayak
Spodoptera litura merupakan hama yang mengalami metamorfosis sempurna
yaitu telur, larva, kepompong/pupa, dan imago. Pada stadia telur berbentuk bulat,
warna putih kekuningan dengan garis tengah 0,25 mm atau 0,50 mm (Sukandi &
Herman, 2006). Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada
daun (kadang tersusun 2 lapis), warna coklat kekuning-kuningan, berkelompok
(masing-masing berisi 25 - 500 butir) (Gambar 1) tertutup bulu seperti beludru
(Tenrirawe & Talanca, 2008).
9
Gambar 1. Kelompok telur S. litura
Setelah 3 hari, telur menetas menjadi larva. Ulat yang keluar dari telur
berkelompok di permukaan daun. Setelah beberapa hari, ulat mulai hidup
berpencar. Panjang tubuh ulat pada instar 5 berkisar 50 mm (Balitbang, 2006)
(Gambar 2). Masa stadia larva berlangsung selama 15 - 30 hari. Stadium larva
instar awal berwarna hijau transparan, semakin banyak instarnya warnanya
semakin gelap dari kehijauan, coklat muda-tua, abu-abu dan semakin lama
semakin menghitam, mempunyai titik hitam pada abdomen, mempunyai kalung
hitam (bulan sabit) pada segmen abdomen keempat dan kesepuluh, dan
mempunyai sabuk transversal berwarna kuning pada kedua sisi tubuhnya
(Sukandi & Herman, 2006).
10
Gambar 2. Larva S. litura; a. larva instar 1 ; b. larva instar 2 ; c. larva instar 3 ;d. larva instar 4 ;e. larva instar 5
Pada stadia pupa diawali dengan prepupa yaitu stadia saat larva terhenti makan
dan tidak aktif bergerak, berkisar 1-2 hari. Pada stadium ini tubuh larva
memendek 1,4-1,9 cm, sedangkan lebarnya 3,5 - 4 mm, larva membentuk jalinan
benang. Pupa S. litura diletakkan pada lapisan tanah bagian atas. Pupa berwarna
merah gelap dengan panjang 15-20 mm (Mardiningsih & Bariyah, 1995 dalam
Setiawan, 2003). Tipe pupa S. litura yakni melekat rapat pada tubuh dan tidak
ditutup kokon (Natawigena, 1990). Imago (ngengat) berukuran panjang 22 mm.
Imago berwarna cokelat susu atau keperak-perakan. Pola sayap bagian depan
komplek dan tak teratur. Pada sayap belakang berwarna putih biru keabu-abuan
dari ujung sampai bagian dalam sayap depan. Lebar rentangan sayap sekitar 4 cm
(Sukandi & Herman, 2006).
11
Gambar 3. ImagoS. litura
2.2.3 Gejala Serangan
Ulat grayak aktif makan pada malam hari, meninggalkan epidermis atas dan
tulang daun sehingga daun yang terserang dari jauh terlihat berwarna putih
(Balitbang, 2006) (Gambar 4). Larva yang masih kecil merusak daun dan
menyerang secara serentak berkelompok, dengan meninggalkan sisa-sisa bagian
atas epidermis daun, transparan dan tinggal tulang-tulang daun saja. Biasanya
larva berada di permukaan bawah daun, umumnya terjadi pada musim kemarau
(Tenrirawe & Talanca, 2008).
Gambar 4. Gejala serangan S. litura
12
2.3 Pengendalian Hayati
Purnomo (2010) menyatakan bahwa pengendalian hayati adalah pengendalian
serangga hama dengan cara biologi, yaitu dengan memanfaatkan musuh-musuh
alaminya (agen pengendali biologi), seperti predator, parasit dan patogen.
Pengendalian hayati adalah suatu teknik pengelolaan hama dengan sengaja dengan
memanfaatkan/memanipulasikan musuh alami untuk kepentingan pengendalian.
Penggunaan entomopatogen sebagai agensia pengendali hayati merupakan salah
satu cara untuk menghindari dampak negatif bahan kimia terhadap lingkungan.
Agensia hayati tersebut berupa predator, parasit (oid), dan patogen. Beberapa
organisme yang dapat bertindak sebagai agensia hayati meliputi, serangga,
bakteri, virus dan jamur atau cendawan
(Balitbang, 2015).
2.4 Jamur Entomopatogen
Jamur yang menginfeksi serangga disebut jamur entopatogenik. Berbeda dengan
virus, jamur patogen masuk ke dalam tubuh serangga tidak melalui saluran
makanan tetapi langsung masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau integumen.
Setelah konodia jamur masuk ke dalam tubuh serangga, jamur memperbanyak diri
melalui pembentukan hifa dalam jaringan epicutikula, epidermis, serta jaringan-
jaringan lainnya, dan pada akhirnya semua jaringan dipenuhi oleh miselia jamur.
Contoh jamur yang sering dipakai dalam pengendalian dengan patogen jamur
adalah Metarhizium anisopliae digunakan untuk mengendaliakan hama Oryctes
13
rhinoceros pada tanaman kelapa (Gillespie & Moorhouse, 1989 dalam Septiana,
2015).
2.4.1 Beauveria sp.
Jamur Beauveria sp. juga dikenal sebagai penyakit white muscardine karena
miselium dan spora yang dihasilkan bersel satu, bentuknya oval agak bulat
(globose) sampai dengan bulat telur (obovate), berwarna hialin dan tumbuh secara
zigzag yang merupakan ciri khas dari genus Beauvaria pada konidiofornya
(Barnett,1960).
Gambar 5. Jamur Beauveria sp. A. Makroskopis. B.Mikroskopis ; a. Spora.b. Hifa
2.4.2 Metarhizium sp.
Metarhizium yang telah banyak diketahui yaitu konidiofor tumbuh tegak, spora
berbentuk silinder atau lonjong dengan panjang 6-16 mm, bersel satu, Green
Muscardine Fungus karena tubuh inang yang terinfeksi ditutupi oleh konidiofor
yang berwarna hijau. Beberapa cabang tersebut membesar kearah atas
membentuk konidiofor yang pendek, bercabang, berdekatan dan saling melilit.
Konidia terbentuk setelah satu minggu pertumbuhan (Gabriel & Riyanto, 1989).
B a
b
14
Gambar 6. Jamur Metarhizium sp. A. Makroskopis. B. Mikroskopis ; a. Hifa,b. Konidiofor
2.4.3 Penicillium sp.
Ciri morfologi Penicillium yaitu memiliki hifa bersepta, konidia, sterigma, dan
konidiospora. Konidia berbentuk rantai panjang, elips atau fusiform, transparan
atau kehijauan, dengan dinding mulus atau bergelombang (Gandjar et al., 1984
dalam Purwantisari & Hastuti, 2009).
Gambar 7. Jamur Penicillium sp. A. Makroskopis. B. Mikroskopis; a. Konidia.b. Konidiofor
2.4.4 Aspergillus sp.
Menurut penelitian Samson & Reenen-Hockstra (1988) dalam Mizana et al.
(2016), jamur Aspergillus sp. mulai tumbuh pada hari kedua inkubasi berupa
B
B
a
b
a
b
15
koloni-koloni kecil yang menyebar pada permukaan media berwarna hitam,
kuning muda, kuning kecoklatan, coklat, kuning, sampai hijau.
Gambar 8. Jamur Aspergillus spp.. A. Makroskopis. B. Mikroskopis; a. Konidia,b. Konidiofor
B a
b
16
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai Januari 2018 sampai Mei 2018. Ulat grayak
diambil dari kebun jagung Dusun Sumber Sari, Desa Hajimena Kecamatan Natar,
Lampung Selatan. Perbanyakan ulat grayak, peremajaan dan aplikasi delapan
jamur entomopatogen pada ulat grayak dilakukan di Laboratorium Bioteknologi
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah ulat grayak (instar
3), delapan jamur entomopatogen koleksi LBPFP Universitas Lampung (dua
isolat Beauveria bassiana, satu isolat Metarhizium flavoviride, satu isolat
Penicillium oxalicum, dan tiga isolat Aspergillus oryzae, dan satu isolat
Talaromyces sayulitensis), daun jarak sebagai pakan ulat grayak, alkohol 70%,
aquades, kentang, agar, gula sukrosa, asam laktat, Tween 80, dan tisu.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah stoples plastik, pinset, kain
kasa, gelang karet, timbangan, microwave, erlenmeyer, alumunium foil, plastik
tahan panas, autoklaf, mikropipet, laminar air flow, bunsen, cawan petri, bor
17
gabus, jarum ose, plastik wrap, kertas label, nampan, penggaris, haemocytometer,
shaker, saringan, mikroskop, kamera, dan alat tulis.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri dari 2 set percobaan. Percobaan pertama yaitu pengujian
pertumbuhan delapan isolat jamur entomopatogen secara in vitro pada media
PDA. Penelitian ini berupa percobaan dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL).
Perlakuan berupa delapan isolat jamur entomopatogen (Tabel 1) dan diulang
sebanyak 3 kali.
Set percobaan kedua yaitu uji patogenisitas delapan isolat jamur entomopatogen
terhadap Spodoptera litura. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) terdiri dari sembilan perlakuan yaitu kontrol (K), Beauveria
bassiana, Metarhizium flavoviride, Penicillium oxalicum, Talaromyces
sayulitensis, dan tiga isolat Aspergillus oryzae. Seluruh perlakuan diulang
sebanyak tiga kali (ulangan sebagai kelompok). Dalam satu satuan percobaan
menggunakan 11 ekor ulat grayak, sehingga dibutuhkan 297 ulat grayak.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Uji Pertumbuhan dan perkembangan delapan jamur entomopatogen
3.4.1.1 Penyediaan delapan isolat jamur entomopatogen
Delapan jamur entomopatogen yang digunakan merupakan koleksi LBPFP
Universitas Lampung (Tabel 1). Selanjutnya delapan isolat jamur diremajakan
untuk pengujian lebih lanjut.
18
Tabel 1. Delapan isolat jamur entomopatogen yang digunakan dalam penelitian
Kode isolat Identitas Asal IsolatB1 Beauveria bassiana Negri Katon, PesawaranB2 Beauveria bassiana TanggamusM Metarhizium flavoviride Natar, Lampung SelatanP Penicillium oxalicum Trimurjo, Lampung Tengah
A3 Talaromyces sayulitensis Negri Katon, PesawaranA1 Aspergillus oryzae Sukaharja, Lampung SelatanA2 Aspergillus oryzae Sidosari, Lampung SelatanA4 Aspergillus oryzae Rejo Agung, Pesawaran
3.4.1.2 Pembuatan media Potato Dextrose Agar (PDA)
Cara pembuatan media PDA yaitu dengan mencampurkan sebanyak 39 gram PDA
(Himedia® India), 2 gram agar dan 1000 ml akuades. Seluruh bahan kemudian
dimasukan ke dalam tabung erlenmeyer lalu ditutup rapat menggunakan kertas
alumunium foil, dan dipanaskan menggunakan microwave. Selanjutnya media
diautoklaf selama 15 menit pada tekanan 1 atm dan suhu 121oC. Setelah media
hangat ± 50oC, kemudian media ditambah 1,4 ml asam laktat dan dihomogenkan
media dituang ke dalam cawan petri.
3.4.1.3 Inokulasi delapan jamur entomopatogen ke dalam media PDA
Delapan isolat entomopatogen (dua isolat Beauveria bassiana (B1 dan B2), satu
isolat Metarhizium flavoviride (M), satu isolat Penicillium oxalicum (P), dan tiga
isolat Aspergillus oryzae (A1, A2 dan A4), dan satu isolat Talaromyces
sayulitensis (A3) yang berumur 2 hari, dilubangi menggunakan alat bor gabus
yang berukuran 4 mm. Masing-masing isolat diinokulasikan pada bagian tengah
cawan petri berisi media PDA menggunakan jarum ose. Cawan petri ditutup
19
menggunakan plastik wrap dan diberi label sesuai perlakuan. Selanjutnya
diinkubasi selama 7 hari pada suhu ruang.
3.4.2 Uji patogenisitas delapan isolat jamur entomopatogen terhadap ulatgrayak.
3.4.2.1 Penyediaan serangga uji ulat grayak
Ulat grayak diperoleh dari kebun jagung Dusun Sumber Sari, Desa Hajimena
Kecamatan Natar, Lampung Selatan. Pada saat pengambilan, ulat grayak
langsung dimasukkan ke dalam stoples berisi daun jarak yang masih segar. Ulat
grayak dibawa ke Laboratorium Bioteknologi Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Lampung. Satu stoples diisi 5-7 ulat grayak. Untuk mencegah
kematian, penggantian pakan dan stoples dibersihkan setiap hari pada waktu pagi.
Setelah ulat grayak menjadi imago maka diberikan madu untuk makanannya
hingga bertelur. Telur yang sudah menetas kemudian dipisahkan ke dalam stoples
yang baru dan diberi pakan daun jarak segar. Pengujian patogenisitas
menggunakan ulat grayak instar 3.
3.4.2.2 Pengaplikasian jamur entomopatogen pada ulat grayak
Pengaplikasian jamur entomopatogen menggunakan metode yang digunakan
Widayat & Rayati (1993) yaitu metode rolling. Sebanyak sebelas ekor larva ulat
grayak instar 3 dimasukkan dalam cawan petri berisi biakan jamur berumur 7 hari
kemudiaan digulinggulingkan sekitar 15 menit. Selanjutnya dikeluarkan kembali
dan dipelihara dengan pakan alami berupa daun jarak segar dalam stoples.
Pengamatan dilakukan setiap hari untuk mendapatkan serangga yang mati sampai
20
larva berubah menjadi pupa. Selanjutnya serangga yang mati tersebut diinkubasi
selama 3 - 5 hari dicawan petri yang berisi tisu lembap. Setelah larva diinkubasi
dilakukan pengamatan secara mikroskopis untuk pembuktian bahwa penyebab
kematian larva adalah karena jamur.
3.5 Variabel Pengamatan
Variabel pengamatan dari penelitian ini yaitu pertumbuhan koloni, sporulasi, dan
viabilitas spora delapan isolat jamur entomopatogen serta mortalitas ulat grayak
setelah aplikasi jamur entomopatogen.
3.5.1 Pertumbuhan koloni jamur entomopatogen
Pengamatan dan pengukuran diameter dilakukan setiap hari selama 14 hari atau
sampai kontrol memenuhi cawan petri. Pengukuran diameter dengan membuat
garis vertikal dan horizontal yang titik potong kedua garisnya tepat di tengah
koloni jamur (Gambar 9).
Gambar 9. Pengukuran diameter koloni jamur entomopatogen.
d1
d2
21
Cara pengukuran diameter koloni jamur pada cawan petri berdasarkan rumus
sebagai berikut :
Keterangan :
D = diameter koloni jamur entomopatogen (cm)
d1 = diameter horizontal koloni jamur entomopatogen (cm)
d2 = diameter vertikal koloni jamur entomopatogen (cm)
3.5.2 Sporulasi jamur entomopatogen
Jamur yang berumur 7 hari dipanen dengan menambahkan sebanyak 10 ml 0,1 %
Tween 80. Hasil panen dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu dirotamixer
selama satu menit. Kemudian suspensi diteteskan pada haemocytometer dengan
perbesaran 400 kali menggunakan mikroskop binokuler. Penghitungan sporulasi
dihitung dengan memilih 5 bidang atau kotak sedang haemocytometer, kemudian
bidang tersebut dihitung jumlah spora pada tiap kotak kecil dan dirata-rata
nilainya. Setelah diketahui rata-rata spora pada 5 bidang haemocytometer,
sporulasi jamur dihitung menggunakan rumus (Syahnen et al., 2014):
S = R x K x F
Keterangan:
S = Jumlah spora
R = Jumlah rata-rata spora pada 5 bidang pandang haemocytometer
K = Konstanta koefisien alat (2,5 x 105)
F = Faktor pengenceran yang dilakukan
22
3.5.3 Viabilitas spora jamur entomopatogen
Viabilitas spora jamur dihitung setelah suspensi spora diinkubasi selama 12 jam
kecuali jamur Metarhizium flavoviride spora diinkubasi selama 18 jam. Setelah
itu, spora jamur entomopatogen diamati menggunakan mikroskop dengan
perbesaran 400 x. Lalu dihitung banyaknya spora yang berkecambah dan yang
tidak berkecambah pada luasan bidang pandang yang telah ditentukan. Viabilitas
spora dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Syahnen et al., 2014):
3.5.4 Mortalitas ulat grayak setelah aplikasi jamur entomopatogen
Dalam pengamatan mortalitas pada ulat grayak dilakukan setiap hari sejak 1 hari
setelah aplikasi (HSA) hingga serangga uji mati. Ulat grayak yang diduga
terinfeksi jamur entomopatogen dipisahkan dan diletakkan pada cawan petri yang
telah dilapisi tisu lembap kemudian diinkubasi. Penghitungan mortalitas ulat
grayak menggunakan rumus :
23
3.6 Analisis Data
Homogenitas data diuji menggunakan Uji Barlett dan addivitas data diuji
menggunakan uji Tukey. Apabila hasil uji tersebut memenuhi asumsi, maka data
yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANARA). Kemudian dilakukan
pengujian pemisahan nilai tengah dengan uji Duncan's Multiple Range Test
(DMRT) pada taraf 5%.
35
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Dari hasil penelitian dapat diambil simpulan sebagai berikut :
a. Masing -masing jamur entomopatogen mempunyai pertumbuhan, sporulasi,
viabilitas spora dan menyebabkan mortalitas yang berbeda - beda.
b. Pertumbuhan tertinggi pada 14 hsi dihasilkan oleh isolat Talaromyces
sayulitensis (A3) (8,60 cm) dan terendah oleh isolat Penicillium oxalicum (P)
(2,95 cm).
c. Sporulasi tertinggi dihasilkan oleh isolat Aspergillus oryzae (A1) (16,06 x 107
spora/ml) dan terendah oleh isolat Beauveria bassiana (B1) (2,13 x 107
spora/ml).
d. Viabilitas spora tertinggi terdapat pada isolat Aspergillus oryzae (A4)
89,05%) dan terendah oleh isolat Penicillium oxalicum (P) (52,41%).
e. Mortalitas tertinggi dihasilkan oleh perlakuan isolat Aspergillus oryzae (A1)
(77,77%), dan terendah oleh isolat Penicillium oxalicum (P) (30,55%).
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang tingkat konsentrasi spora optimal
jamur entomopatogen untuk menyebabkan kematian S. litura.
35
DAFTAR PUSTAKA
Balitbang. 2006. Hama Penyakit dan Masalah Hara pada Tanaman Kedelai,Identifikasi dan Pengendaliannya. Badan Penelitian dan PengembanganPertanian. Bogor.
Balitbang. 2015. Mengenal Pestisida yang Ramah Lingkungan.http://sumut.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/berita/info-teknologi/487-pestisida-ramah-lingkungan. Diakses pada tanggal 15 Desember 2017.
Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi Jagung Menurut Provinsi (ton) 1993-2015.http://www.bps.go.id/index.php/brs/index. Diakses pada tanggal 15 Desember2017.
Balajee, M.S. 2009. Aspergillus terreus complex. Medical Mycology 47: 42-46.
Barnett, H.L. 1960. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Burgess Publ. Co.,Minneapolis.
Budi, A.S., A. Afandhi, & R.D. Puspitarini. 2013. Patogenisitas jamurentomopatogen Beauveria bassiana Balsamo (Deuteromycetes : Moniliales)pada larva Spodoptera litura Fabricius (Lepidoptera : Noctuidae). JurnalHPT 1(1): 79-83.
Erwin. 2000. Hama dan Penyakit Tembakau Deli. Medan: Balai PenelitianTembakau Deli PTPN II (Persero). Tanjung Morawa
Freimoser, F.M., S. Screen, S. Bagga, G. Hu, & R.J. St. Leger. 2003. Expressedsequence tag (EST) analysis of two subspecies of Metarhizium anisopliaereveals a plethora of secreted proteins with potential activity in insect host.Microbiology (149): 239-247.
Fuadah, C., A. Afandhi, & T. Hadiastono. 2016. Jamur patogen serangga darifiloplant tanaman tomat (Solanum lycopersicum Mill.) dan uji virulensiterhadap Spodoptera litura Fabricius (Lepidoptera : Noctuidae). Jurnal HPT4(2) : 69-76.
Gabriel, B.P. & Riyanto. 1989. Metarhizium anisopliae Taksonomi, Patologi,Produksi dan Aplikasinya. Proyek Pengembangan Perlindungan TanamanPerkebunan. Direktorat Perlindungan Tanaman Perkebunan. DepartemenPertanian. Jakarta. 25 hlm.
36
Gupta, M.,K. Manisha & Grover. 2012. Effect of various media types on therateof growth of Aspergillus niger. Indian Journal of Fundamental and AppliedLife Sciences 2(2): 141-144.
Marlinawati, F.D. 2015. Uji patogenisitas jamur Aspergillus sp. terhadap hamapenghisap polong kedelai (Riptortus linearis) di laboratorium. Skripsi.Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Herlinda, S., S.I. Mulyati & Suwadi. 2008. Jamur entomopatogen berformulasicair sebagai bioinsektisida untuk pengendali wereng coklat. Agritop 2 (3) :119-126.
Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. P.T. IchtiarBaru-VanHoeve. Jakarta : 338-341.
Khoiroh, F., Isnawati, & U. Faizah. 2014. Patogenitas cendawan entomopatogen(Lecanicillium lecanii) sebagai bioinsektisida untuk pengendalian hamawereng coklat secara in vivo. LenteraBio 3 (2): 115-121.
Kurnia, D. 1998. Efektifitas Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin danMetarhizium anisopliae (Metcnikoff) Sorokin Serta Kombinasi Keduanyaterhadap Larva Spodoptera litura F (Lepidoptera: Noctuidae). Skripsi.Universitas Andalas. Padang.
Mardiana, Y., D. Salbiah, & L.J. Hennie. 2015. Penggunaan beberapa konsentrasiBeauveria bassiana Vuillemin lokal untuk mengendalikan MarucatestulalisGeyer pada tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.). JOM FapertaUniversitas Riau 2 (1): 1-11.
Marwoto & Suharsono. 2008. Strategi dan komponen teknologi pengendalian ulatgrayak (Spodoptera litura Fabricius) pada tanaman kedelai. Jurnal LitbangPertanian 27 (4): 131-136.
Masyitah, I. Sitepu & F.S. Safni, I. 2017. Potensi jamur entomopatogen untukmengendalikan ulat grayak Spodoptera litura F. pada tanaman tembakauinvivo. Jurnal Agroekoteknologi FP USU 5 (3):484- 493
Mizana, D. K, N. Suharti & A. Amir. 2016. Identifikasi pertumbuhan jamurAspergillus sp. pada roti tawar yang dijual di kota padang berdasarkan suhudan lama penyimpanan. Jurnal Kesehatan Andalas 5(2): 355-360.
Natawigena, H. 1990. Entomologi Pertanian. Penerbit Orba Shakti. Bandung.
Nunung, E.E, S. Pujianto & E. Kusdiyantini. 2018. Karakteristik dan sifat kinetikaenzim kitinase asal jamur entomopatogen Beauveria bassiana. J BioteknolBiosains Indonesia 5(1): 1-7.
37
Pangestu, B. D. 2011. Efikasi tiga isolat cendawan entomopatogen Beauveriabassiana (Vuill.) Balsm dalam mengendalikan hama boleng Cylasformicarius (F.) (Coleoptera : Formicidae) pada Ubi Jalar. Skripsi. UniversitasNegeri Malang. Malang.
Pasaribu, L.T. 2018. Patogenisitas dan identifikasi molekuler delapan jamurentomopatogen sebagai agensia pengendali hama wereng coklat batang padi(Nilapavarta lugens Stal.) pada tanaman padi. Skripsi. Universitas Lampung.Bandar Lampung.
Pracaya. 1991. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta.
Pratiwi, D. 2016. Patogenisitas Empat Isolat Cendawan Beauveria bassianaterhadap Hama Helopeltis spp. dan Riptortus linearis di Laboratorium.Skripsi. Universitas Lampung. Lampung.
Prayogo,Y. 2004. Keefektifan Lima Cendawan Entomopatogen untukMengendalikan Hama Penghisap Polong Kedelai Riptortus linearis L.(Hemiptera : Alydidae) dan Dampaknya terhadap Predator Oxypes javanus(Araneidae : Oxypidae). Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Prayogo, Y. 2006. Upaya mempertahankan keefektifan cendawan entomopatogenuntuk mengendalikan hama tanaman pangan. Jurnal Litbang Pertanian 25(2).47-54.
Purkan, P., A. Baktir, & A.R. Sayyidah. 2016. Produksi enzim kitinase dariAspergillus niger mengunakan limbah cangkang rajungan sebagai induser.Jurnal Kimia Riset 1(1): 34-41.
Purnomo, H. 2010. Pengantar Pengndalian Hayati. C.V. Andi Offset. Yogyakata.
Purwantisari, S., R.S. Ferniah & B. Raharjo. Pengendalian hayati penyakit lodoh(busuk umbi kentang) dengan agens hayati jamur-jamur antagonis isolatlokal. BIOMA 10 (2): 13-19.
Purwantisari, S. & R. B. Hastuti. 2009. Isolasi dan identifikasi jamur indigenousrhizosfer tanaman kentang dari lahan pertanian kentang organik di DesaPakis, Magelang. BIOMA 11(2): 45-53.
Purwono & Hartono, R. 2011. Bertanam Jagung Unggul. Penebar Swadaya.Jakarta.
Puslitbangtan Pangan. 2009. Hama utama pada tanaman jagung. BadanPenelitian dan Pengembangan Pertanian.
38
Rustama, M. M., Melanie., & B. Irawan. 2008. Patogenisitas JamurEntomopatogen Metarhizium anisopliae terhadap Crocidolomia pavonanafab. dalam Kegiatan Studi Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Kubisdengan Menggunakan Agensia Hayati. Laporan Akhir Penelitian PenelitiMuda UNPAD Sumber Dana DIPA UNPAD. Fakultas Matematika danIlmu Pengetahuan Alam. Universitas Padjadjaran.
Sanjaya, Y., Nurhaeni, H., & Halima, M. 2010. Isolasi, identifikasi, dankarakterisasi jamur entomopatogen dari larva Spodoptera litura (Fabricius).Bionatura 12(3): 136-141.
Septiana, E. 2015. Jamur entomopatogen : potensi dan tantangan sebagiinsektisida alam terhadap serangga perusak tanaman dan vektor penyakitmanusia. BioTrends 1(1): 28-32.
Setiawan, F. 2003. Pengaruh Lama Penyinaran Ultraviolet A terhadapPatogenesitas SlNPV (Spodoptera litura Nuclear Polyhedrosis Virus) LarvaSpodoptera litura Fabr. Skripsi Universitas Brawijaya. Malang.
Sharma, O.P. 2002. Plant Taxonomy. Tata McGRaw Hill Publishing CompanyLimited. New Delhi.
Sukandi & Herman. 2006. Ragam Kepadatan Trikoma pada Daun Kedelai danHubungannya Dengan Preferensi Oviposisi Hama Ulat Grayak (Spodopteralitura). Skripsi. Universitas Negeri Surabaya.
Syahnen, D.D.N. Sirait, & S.E.B. Pinem. 2014. Teknik Uji Mutu AgensPengendali Hayati (APH) di Laboratorium. Laboratorium Lapangan BalaiBesar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP). Medan.
Tenrirawe, A. & Talanca, A.H. 2008. Bioekologi Dan Pengendalian Hama danPenyakit Utama Kacang Tanah. Prosiding Seminar Ilmiah dan PertemuanTahunan PEI PFI XIX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 5 November2008. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros.
Tanada, Y. & H. K. Kaya. 1993. Insect Pathology. Academic Press Inc.California. Pp 83-113.
Trizelia. 2005. Cendawan Entomopatogen Beauveria bassiana (Bals) Vuill.(Deuteromycotina : Hyphomycetes): Keragaman Genetik, KarakteristikVisiologi, dan Virulensinya terhadap Croccidolomia pavonana (F.)(Lepidoptera : Pyralidae). Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Untung, K. 2000. Pelembagaan Konsep Pengendalian Hama Terpadu diIndonesia. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 6(1) : 1-8.
Untung, K. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu (edisi kedua). UGMGadjah Mada University Press. Yogyakarta.
39
Widayat, W & D.J. Rayati. 1993. Pengaruh Frekuensi Penyemprotan JamurEntomopatogenik terhadap Ulat Jengkal (Ectropis bhurmitra) di PerkebunanTeh. Prosiding Simposium Patologi Serangga I. Yogyakarta, 12-13 Oktober1993.