post modernisme
DESCRIPTION
postmodernisme saat iniTRANSCRIPT
FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA
POSTMODERNISME
Disusun oleh:
Kelompok 8
Sinta Bela Anggraini (150541100002)
Filayati (120541100071)
Fatimah (150541100025)
Shela Puspita Dili (150541100011)
Yuyun Yuniarti (150541100054)
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehadiran post-modernisme dalam konstelasi pemikiran manusia telah membuat
warna baru yang menarik untuk dikaji. Tidak saja karena kehadirannya cukup
menyentakkan dunia akademik, melainkan juga ia turut membawa pesan-pesan kritis
yang melakukan pembacaan ulang atas berbagai tradisi yang selama ini diyakini
kebenarannya. Masyarakat (kita) dikagetkan dengan munculnya gejala postmodern
yang cukup untuk meluluh-lantakkan dimensi ontologi, epistemology bahkan
aksiologi yang tumbuh dalam pengetahuan dasar masyarakat mengenai realitas. Bagi
gerakan postmodern, manusia tidak akan mengetahui realitas yang objektif dan benar.
Yang diketahui manusia hanyalah sebuah versi dari realitas, bukan keseluruhannya.
Arief Budiman mengatakan, ibarat teks bacaan, realitas yang diketahui manusia
merupakan teks yang sudah dibentuk oleh pengarang. Pada titik ini, posmo terjun ke
arah relativisme Postmodernisme yang semula hanya berkembang dalam bidang
arsitektur, mulai merambah ke dalam seluruh bidang kehidupan manusia, justru
setelah Lyotard mengintegrasikannya ke dalam filsafat. Pengintegrasian gerakan
postmodern ke dalam (ruang) filsafat memberikan konsekuensi logis bagi munculnya
‘pembacaan ulang’ pada setiap dasar kehidupan manusia. Hal ini karena filsafat
merupakan pengetahuan dasar yang memberikan konstruksi bagi munculnya setiap
bentuk pemahaman (ideologi) dalam masyarakat. Postmodernisme dalam filsafat ini
berujung pada sikap kritis (kita) untuk juga mengkaji ulang setiap bentuk kebenaran
yang selama ini diterima secara apa adanya. Terminologi inilah yang kemudian
dikenal dengan metode dekonstruksi, yang dalam banyak hal diusung oleh Derida.
Metode dekonstruksi Derida secara masif jelas mengusahakan munculnya berbagai
bentuk bahasa dekonstruktif atas segala tatanan. Bahasa menjadi ‘kata kunci’ dalam
setiap discourse postmodern pasca Derida.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa pengertian postmodernisme?
1.2.2 Bagaimana sejarah dan tokoh-tokoh postmodernisme?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian postmodernisme
1.3.2 Untuk mengetahui sejarah dan tokoh-tokoh postmodernisme
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Postmodernisme
2.1.2 Definisi Postmodernisme
Secara etimologis Postmodernisme terbagi menjadi dua kata, post dan
modern. Kata post, dalam Webster’s Dictionary Library adalah bentuk prefix,
diartikan dengan ‘later or after’. Bila kita menyatukannya menjadi postmodern maka
akan berarti sebagai koreksi terhadap modern itu sendiri dengan mencoba menjawab
pertanyaan pertanyaan yang tidak dapat terjawab di jaman modern yang muncul
karena adanya modernitas itu sendiri. Sedangkan secara terminologi, menurut tokoh
dari postmodern.
Pauline Rosenau (1992) mendefinisikan Postmodern secara gamblang dalam
istilah yang berlawanan antara lain: Pertama, postmodernisme merupakan kritik atas
masyarakat modern dan kegagalannya memenuhi janji-janjinya. Juga postmodern
cenderung mengkritik segala sesuatu yang diasosiasikan dengan modernitas.Yaitu
pada akumulasi pengalaman peradaban Barat adalah industrialisasi, urbanisasi,
kemajuan teknologi, negara bangsa, kehidupan dalam jalur cepat. Namun mereka
meragukan prioritas-prioritas modern seperti karier, jabatan, tanggung jawab
personal, birokrasi, demokrasi liberal, toleransi, humanisme, egalitarianisme,
penelitian objektif, kriteria evaluasi, prosedur netral, peraturan impersonal dan
rasionalitas. Kedua, teoritisi postmodern cenderung menolak apa yang biasanya
dikenal dengan pandangan dunia (world view), metanarasi, totalitas, dan sebagainya.
Postmodernisme bersifat relatif. Kebenaran adalah relatif, kenyataan (realitas)
adalah relatif, dan keduanya menjadi konstruk yang tidak bersambungan satu sama
lain. Hal tersebut jelas mempunyai implikasi dalam bagaimana kita melihat diri dan
mengkonstruk identitas diri. Hal ini senada dengan definisi dari Friedrich Wilhelm
Nietzsche sche (1844-1900) dikenal sebagai nabi dari postmedernisme. Dia adalah
suara pionir yang menentang rasionalitas, moralitas tradisional, objektivitas, dan
pemikiran-pemikiran Kristen pada umumnya. Nietzsche sche berkata, “Ada banyak
macam mata. Bahkan Sphinx juga memiliki mata; dan oleh sebab itu ada banyak
macam kebenaran, dan oleh sebab itu tidak ada kebenaran.”
Menurut Romo Tom Jacob, kata ‘postmodern’ setidaknya memiliki dua arti:
(1) dapat menjadi nama untuk reaksi terhadap modernisme, yang dipandang
kurang human, dan mau kembali kepada situasi pra-modernisme dan sering
ditemukan dalam fundamentalisme
(2) suatu perlawanan terhadap yang lampau yang harus diganti dengan sesuatu
yang serba baru dan tidak jarang menjurus ke arah sekularisme.
2.2 Lahirnya Postmodernisme
Post modernisme (postmo) adalah gerakan untuk melawan, bahkan menolak
arus utama modernisme, ada pula yang mengganggapnya sebagai anti-modernisme
dan anti-positivisme. Dalam situs menyebutkan bahwa ; Istilah postmodernisme
dibuat pada akhir tahun 1940 oleh sejarawan Inggris, Arnold Toynbee. Akan tetapi
istilah tersebut baru digunakan pada pertengahan 1970 oleh kritikus seni dan teori
asal Amerika, Charles Jencks, untuk menjelaskan gerakan antimodernisme. Jean-
Francois Lyotard, dalam bukunya The Postmodern Condition: A Report on
Knowledge (1979), adalah salah satu pemikir pertama yang menulis secara lengkap
mengenai postmodernisme sebagai fenomena budaya yang lebih luas. Ia memandang
postmodernisme muncul sebelum dan setelah modernisme, dan merupakan sisi yang
berlawanan dari modernisme. Hal ini diperkuat oleh pendapat Flaskas (2002) yang
mengatakan bahwa postmodernisme adalah oposisi dari premis modernisme.
Beberapa di antaranya adalah gerakan perpindahan dari fondasionalisme menuju anti-
fondasionalisme, dari teori besar (grand theory) menuju teori yang spesifik, dari
sesuatu yang universal menuju ke sesuatu yang sebagian dan lokal, dari kebenaran
yang tunggal menuju ke kebenaran yang beragam. Semua gerakan tersebut
mencerminkan tantangan postmodernist kepada modernist. Sedangkan Adian (2006)
menangkap adanya gejala “nihilisme” kebudayaan barat modern. Sikap kritis yang
bercikal bakal pada filsuf semacam Nietzsche, Rousseau, Schopenhauer yang
menanggapi modernisme dengan penuh kecurigaan. Sikap-sikap kritis terhadap
modernisme tersebut nantinya akan berkembang menjadi satu mainstream yang
dinamakan postmodernisme.
2.3 Asas-asas pemikiran Postmodernisme
a. enafian terhadap keuniversalan suatu pemikiran ( totalisme).
b. Penekanan akan terjadinya pergolakan pada identitas personal maupun sosial
secara terus-menerus, sebagai ganti dari permanen yang amat mereka tentang.
c. Pengingkaran atas semua jenis ideology. memudarnya kepercayaan pada
agama yang bersifat transenden (meta-narasi); dan diterimanya pandangan
pluralisme relativisme kebenaran
d. Pengingkaran atas setiap eksistensi obyektif dan kritikan tajam atas setiap
epistemology.
e. Pengingkaran akan penggunaan metode permanen dan paten dalam menilai
ataupun berargumen. Semakin terbukanya peluang bagi klas-klas sosial atau
kelompok untuk mengemukakan pendapat secara lebih bebas. Dengan kata
lain, era postmodernisme telah ikut mendorong bagi proses demokratisasi
f. Konsep berfilsafat pada era postmodernisme adalah hasil penggabungan dari
berbagai jenis pondasi pemikiran , mereka tidak mau terkungkung dan
terjebak dalam satu bentuk pondasi pemikiran filsafat tertentu.
2.5 Postmodern sebagai Filsafat
Filsafat postmodern pertama kali muncul di Perancis pada sekitar tahun 1970-an,
terlebih ketika Jean Francois Lyotard menulis pemikirannya tentang kondisi
legitimasi era postmodern, dimana narasi-narasi besar dunia modern (seperti
rasionalisme, kapitalisme, dan komunisme) tidak dapat dipertahankan lagi.
Seperti yang telah diterangkan diatas, pada awalnya lahir dari kritik terhadap
arsitektur modern, dan harus kita akui kata postmodern itu sendiri muncul sebagai
bagian dari modernitas. Ketika postmodern mulai memasuki ranah filsafat, post
dalam postmodern tidak dimaksudkan sebagai sebuah periode atau waktu, tetapi lebih
merupakan sebuah konsep yang hendak melampaui segala hal modern. Konsep
postmodernitas yang sering disingkat sebagai postmodern ini merupakan sebuah
kritik atas realitas modernitas yang dianggap telah gagal dalam melanjutkan proyek
pencerahannya. Nafas utama dari postmodern adalah penolakan atas narasi-narasi
besar yang muncul pada dunia modern dengan ketunggalan terhadap pengagungan
akal budi dan mulai memberi tempat bagi narasi-narasi kecil, lokal, tersebar, dan
beranekaragam untuk bersuara dan menampakkan dirinya.
C.S. Lewis ketika ia berkata, ketika memperjelas pandangan Nietzsche sche “My
good is my good, and your good is your good” (kebaikanku adalah kebaikanku, dan
kebaikanmu adalah kebaikanmu), atau kalau orang Jakarta bilang, “gue ya gue, lo ya
lo”. Jadi di sini tidak ada standar absolut tentang benar atau salah dalam postmodern.
Mungkin Anda juga pernah mendengar orang berkata “Mungkin itu benar bagimu,
tetapi tidak bagiku” atau “Itu adalah apa yang kamu rasa benar.” Kebenaran, bagi
generasi postmodern adalah relatif, tidak absolut.
2.6 Kritik postmodern terhadap narasi-narasi modern
Postmodern dan Kapitalisme
Kapitalisme atau modernisme, menurut teori ini, menyebabkan
manusia dipandang sebagai barang yang bisa diperdagangkan – nilainya
(harganya) ditentukan oleh seberapa besar yang bisa dihasilkannya. Menurut
para pemikir postmodern, modernitas itu ditandai dengan sifat totaliternya
akal budi manusia yang menciptakan sistem-sistem seperti sistem ekonomi,
sosial, politik, dsb. Sistem-sistem itu akhirnya memenjarakan manusia sendiri
sebagai budak dari sistem yang tidak menghargai sama sekali ‘dunia
kehidupan’.
Postmodern dan Positivisme
Nietzsche adalah tokoh postmodern yang temasuk pengkritik
pandangan positivisme August Comte. Menurut Comte, subyek (manusia-red)
mampu menangkap fakta kebenaran, sejauh hal itu faktual, dapat didindara,
positif dan eksak. Akan tetapi menurut Nietzsche , manusia tidak tidak dapat
menangkap fakta. Apa yang dilakukan manusia untuk menangkap objek itu
hanyalah sekedar interpretasi. Banyak pernyataan bahwa Nietzsche tidak
percaya bahwa kita bisa mengetahui kebenaran. Fakta kebenaran itu tidak ada,
yang ada hanyalah interpretasi dan dan perspektif. Maka dengan dengan
sendirinya tidak ada kebenaran universal yang tunggal. Penafsiran itu tidak itu
tidak menghasilkan makna final, yang ada hanyalah pluralitas sehingga bagi
Nietzsche , kebenaran adalah suatu kekeliruan yang berguna untuk
mempertahankan arus hidup.
2.7 Perkembangan Sejarah dan Tokoh-tokoh Postmodern
Pada awalnya, kata postmodern tidak muncul dalam filsafat ataupun sosiologi.
Wacana postmodern ini pada awalnya muncul dalam arsitektur dan kemudian juga
dalam sastra. Arsitektur dan sastra ‘postmodern’ lebih bernafaskan kritik terhadap
arsitektur dan
sastra ‘modern’ yang dipandang sebagai arsitektur totaliter, mekanis dan kurang
human. Akhirnya, kritik terhadap seni arsitektur dan sastra modern ini menjadi kritik
terhadap kebudayaan modern pada umumnya yang dikenal sebagai era postmodern.
Benih posmo pada awalnya tumbuh di lingkungan arsitektur.
Charles Jencks dengan bukunya The Language of Postmodern Architecture
(1975) menyebut post modern sebagai upaya mencari pluralisme gaya arsitekture
setelah ratusan terkukung satu gaya. Postmodernisme lahir di St. Louis, Missouri, 15
Juli 1972, pukul 3:32 sore. Ketika pertama kali didirikan, proyek rumah Pruitt-Igoe di
St. Louis di anggap sebagai lambang arsitektur modern. Yang lebih penting, ia berdiri
sebagai gambaran modernisme, yang menggunakan teknologi untuk menciptakan
masyarakat utopia demi kesejahteraan manusia. Tetapi para penghuninya
menghancurkan bangunan itu dengan sengaja. Pemerintah mencurahkan banyak dana
untuk merenovasi bangunan tsb. Akhirnya, setelah menghabiskan jutaan dollar,
pemerintah menyerah. Pada sore hari di bulan Juli 1972, bangunan itu diledakkan
dengan dinamit.
Menurut Charles Jencks, yang dianggap sebagai arsitek postmodern yang paling
berpengaruh, peristiwa peledakan ini menandai kematian modernisme dan
menandakan kelahiran postmodernisme Akhirnya, pemikiran postmodern ini mulai
mempengaruhi berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam bidang filsafat, ilmu
pengetahuan, dan sosiologi. Postmodern akhirnya menjadi kritik kebudayaan atas
modernitas. Apa yang dibanggakan oleh pikiran modern, sekarang dikutuk, dan apa
yang dahulu dipandang rendah, sekarang justru dihargai.
2.8 Tokoh-Tokoh postmodern dan Ajarannya
1) Friedrich Wilhelm Nietzsche sche (1844-1900) Lahir di Rochen, Prusia 15
Oktober 1884. Pada masa sekolah dan mahasiswa, ia banyak berkenalan
dengan orang-orang besar yang kelak memberikan pengaruh terhadap
pemikirannya, seperti John Goethe, Richard Wagner, dan Fredrich Ritschl.
Karier bergengsi yang pernah didudukinya adalah sebagai Profesor di
Universitas Basel. Menurutnya manusia harus menggunakan skeptisme
radikal terhadap kemampuan akal. Tidak ada yang dapat dipercaya dari akal.
Terlalu naif jika akal dipercaya mampu memperoleh kebenaran. Kebenaran
itu sendiri tidak ada. Jika orang beranggapan dengan akal diperoleh
pengetahuan atau kebenaran, maka akal sekaligus merupakan sumber
kekeliruan.
2) Jacques Derrida (Aljazair, 15 Juli 1930–Paris, 9 Oktober 2004) Seorang filsuf
Prancis keturunan Yahudi dan dianggap sebagai pendiri ilmu
dekonstruktivisme, sebuah ajaran yang menyatakan bahwa semuanya di-
konstruksi oleh manusia, juga bahasa. Semua kata-kata dalam sebuah bahasa
merujuk kepada kata-kata lain dalam bahasa yang sama dan bukan di dunia di
luar bahasa. Derrida dianggap salah satu filsuf terpenting abad ke 20 dan ke
21. Istilah-ilstilah falsafinya yang terpenting adalah dekonstruksi, dan
difference.
Dekonstruks
Istilah dekontruksi untuk pertama kalinya muncul dalam tulisan-
tulisan Derrrida pada saat ia mengadakan pembacaan atas narasi-narasi
metafisika Barat. Jacques Derrida menunjukkan bahwa kita selalu cenderung
untuk melepaskan teks dari konteksnya. Satu term tertentu kita lepaskan dari
konteks (dari jejaknya) dan hadir sebagai makna final. Inilah yang Derrida
sebut sebagai logosentrisme . Metode dekonstruksi merupakan proyek
filsafat yang berskala raksasa karena Derrida sendiri menunjukkan bahwa
filsafat barat seluruhnya bersifat logosentris. Dengan demikian, dekonstruksi
mengkritik seluruh proyek filsafat barat.
Difference
Dalam karyanya, Of Grammatology, Derrida berusaha menunjukkan
bahwa struktur penulisan dan gramatologi lebih penting dan bahkan “lebih
tua” ketimbang yang dianggap sebagai struktur murni kehadiran diri
(presence-to- self), yang dicirikan sebagai kekhasan atau keunggulan lisan
atau ujaran. Derrida menyatakan bahwa signifikasi selalu merujuk ke tanda-
tanda lain dan kita tidak akan pernah sampai ke suatu tanda yang hanya
merujuk ke dirinya sendiri. Maka, tulisan bukanlah tanda dari sebuah tanda,
namun lebih benar jika dikatakan bahwa tulisan adalah tanda dari semua
tanda-tanda. Dan proses perujukan yang tidak terhingga (infinite) dan tidak
habis-habisnya ini tidak akan pernah sampai ke makna itu sendiri. Inilah
pengertian “tulisan” yang ingin ditekankan Derrida. Derrida menggunakan
istilah arche-writing, yakni tulisan yang merombak total keseluruhan logika
tentang tanda. Jadi, tulisan yang dimaksud Derrida bukanlah tulisan (atau
tanda) sederhana, yang dengan mudah dianggap mewakili makna tertentu.
Dilihat dengan cara lain, tulisan merupakan prakondisi dari bahasa, dan
bahkan telah ada sebelum ucapan oral. Maka tulisan malah lebih “istimewa”
daripada ujaran. Tulisan adalah bentuk permainan bebas dari unsur-unsur
bahasa dan komunikasi. Tulisan merupakan proses perubahan makna terus-
menerus dan perubahan ini menempatkan dirinya di luar jangkauan
kebenaran mutlak (logos). Jadi, tulisan bisa dilihat sebagai jejak, bekas-
bekas tapak kaki, yang harus kita telusuri terus-menerus, jika ingin tahu
siapa si empunya kaki (yang kita anggap sebagai makna yang mau dicari).
Proses berpikir, menulis dan berkarya berdasarkan prinsip jejak inilah yang
disebut Derrida sebagai differance. Differance adalah kata Perancis yang jika
diucapkan pelafalannya persis sama dengan kata difference. Kata-kata ini
berasal dari kata differer-differance-difference, tidak hanya dengan
mendengar ujaran (karena pelafalannya sama), tetapi harus melihat
tulisannya. Di sinilah letak keistimewaan kata ini, hal inilah yang diyakini
Derrida membuktikan bahwa tulisan lebih unggul ketimbang ujaran. Proses
differance ini menolak adanya petanda absolut atau “makna absolute,”
makna transendental, dan makna universal, yang diklaim ada oleh De
Saussure dan oleh pemikiran modern pada umumnya.
Menurut Derrida, penolakan ini harus dilakukan karena adanya
penjarakan (spacing), di mana apa yang dianggap sebagai petanda absolut
sebenarnya hanyalah selalu berupa jejak di belakang jejak. Selalu ada celah
atau kesenjangan antara penanda dan petanda, antara teks dan maknanya.
Celah ini membuat pencarian makna absolut mustahil dilakukan. Setelah
“kebenaran” ditemukan, ternyata masih ada lagi jejak “kebenaran” lain di
depannya, dan begitu seterusnya. Jadi, apa yang dicari manusia modern
selama ini, yaitu kepastian tunggal yang “ada di depan,” tidaklah ada dan
tidak ada satu pun yang bisa dijadikan pegangan. Karena, satusatunya yang
bisa dikatakan pasti, ternyata adalah ketidakpastian, atau permainan.
Semuanya harus ditunda atau ditangguhkan (deferred) sembari kita terus
bermain bebs dengan perbedaan (to differ). Inilah yang ditawarkan Derrida,
dan posmodernitas adalah permainan dengan ketidakpastian.
Kritik Terhadap Postmodernisme
Kalau kita menganalisis asas-asas pemikiran postmodernisme, maka dapat kita
jabarkan sebagai berikut:
a. Manusia postmodernis memandang sesuatu selalu melalui sudut pandang
idealis, bukan realis. Tentu, pada tataran realita tidak mungkin akan kita
dapati praksis yang sesuai dengan teori yang berasas tersebut. Jika setiap
orang tetap akan memaksakan pengaplikasian di alam realita, niscaya
kehancuran yang bakal terwujud, bukan perdamaian.
b. Menurut keyakinan postmodernisme, tidak ada satu hal pun yang bersifat
universal dan permanen. Sedang disisi lain, doktrin mereka, manusia selalu
dituntut untuk selalu mengadakan pergolakan. Lantas, bagaimana mungkin
manusia akan selalu mengadakan pergolakan, sementara tidak ada tolok ukur
jelas dalam penentuan kebenaran akan pergolakan? Bagaimana mungkin
manusia selalu mengkritisi segala argumentasi yang muncul, sedang tidak ada
tolok ukur kebenaran berpikir.
c. Postmodernisme tidak memiliki asas-asas yang jelas (universal dan
permanen). Bagaimana mungkin akal sehat manusia dapat menerima sesuatu
yang tidak jelas asas dan landasannya? Jika jawaban mereka positif, jelas
sekali, hal itu statemen mereka sendiri. Sebagaimana postmodernis selalu
menekankan untuk mengingkari bahkan menentang hal-hal yang bersifat
universal dan permanen
BAB III
Kesimpulan
Postmodernisme merupakan kritik atas masyarakat modern dan kegagalannya
memenuhi janji-janjinya. Juga postmodern cenderung mengkritik segala sesuatu yang
diasosiasikan dengan modernitas.Yaitu pada akumulasi pengalaman peradaban Barat
adalah industrialisasi, urbanisasi, kemajuan teknologi, negara bangsa, kehidupan
dalam jalur cepat. Namun mereka meragukan prioritas-prioritas modern seperti
karier, jabatan, tanggung jawab personal
Postmodernisme memiliki banyak tokoh diantaranya Charles Jencks dengan
bukunya The Language of Postmodern Architecture (1975) menyebut post modern
sebagai upaya mencari pluralisme gaya arsitekture setelah ratusan terkukung satu
gaya.
Friedrich Wilhelm Nietzsche sche (1844-1900) Menurutnya manusia harus
menggunakan skeptisme radikal terhadap kemampuan akal. Tidak ada yang dapat
dipercaya dari akal. Terlalu naif jika akal dipercaya mampu memperoleh kebenaran.
Kebenaran itu sendiri tidak ada. Jika orang beranggapan dengan akal diperoleh
pengetahuan atau kebenaran, maka akal sekaligus merupakan sumber kekeliruan.
Jacques Derrida (Aljazair, 15 Juli 1930–Paris) dianggap sebagai pendiri ilmu
dekonstruktivisme, sebuah ajaran yang menyatakan bahwa semuanya di-konstruksi
oleh manusia, juga bahasa. Semua kata-kata dalam sebuah bahasa merujuk kepada
kata-kata lain dalam bahasa yang sama dan bukan di dunia di luar bahasa.
Daftar Pustaka
Ainur Rahman Hidayat, “Implikasi Postmodernisme Dalam Pendidikan”, dalam
Postmodernisme dan Realitas, Budiman.a. (Riau: Stai Hubbulwathan Duri,
2006).hlm.91-94, Hubbulwathan Duri.
Nadhif.a, “Prinsip-Prinsip Postmodern dan Relevansinya Dengan Pendidikan Islam”
skripsi Fakultas Tarbiyah Jurusan Kependidikan Islam, Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2012.
Hidayat.r.a.2006.Implikasi Postmodernisme dalam Pendidikan.vol: 1 No.1 hlm.91-
94.Riau. Stai
https://afidburhanuddin.wordpress.com/2014/05/17/filsafat-postmodern-2/ (diakses
pada tanggal 17 November 2015)
www.academia.edu/4528100/filsafat_kontemporer_dan_postmodernisme ( diakses
pada tanggal 17 November 2015)