makalah modernisme islam di indonesia revisi

23
MAKALAH MODERNISME ISLAM DI INDONESIA 1900-1942 Makalah ini disusun sebagai tugas Uji Kompetensi III mata kuliah Sejarah Pemikiran Arab Modern Penyusun: Desy Ayu Aisyah Dwi Agdani Eka Safitri Anasari Hanif Fakhrunnisa Muamar Maulana SASTRA ARAB

Upload: hanifahalkhansa

Post on 28-Dec-2015

72 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Sejarah Pemikiran Arab Modern

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Modernisme Islam Di Indonesia Revisi

MAKALAH

MODERNISME ISLAM DI INDONESIA

1900-1942

Makalah ini disusun sebagai tugas Uji Kompetensi III

mata kuliah Sejarah Pemikiran Arab Modern

Penyusun:

Desy Ayu

Aisyah Dwi Agdani

Eka Safitri Anasari

Hanif Fakhrunnisa

Muamar Maulana

SASTRA ARAB

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

Page 2: Makalah Modernisme Islam Di Indonesia Revisi

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam konteks gerakan, maka kata pembaruan mengacu kepada gerakan pemurnian

agama yang berkembang sebelum abad ke-19 dan awal abad ke-20. Modernisme digunakan

untuk menjelaskan gerakan pembaruan yang muncul sejak akhir abad ke-19 yang bertujuan

untuk menyesuaikan ajaran Islam dengan pemikiran modern. Gerakan modernisme Islam

dalam bidang pemikiran agama lebih menekankan pada gerakan purifikasi atau pemurnian

ajaran Islam.

Gerakan modernis atau pembaharuan Islam bertujan untuk mengadaptasi ajaran Islam

kepada pemikiran dan kelembagaan modern. Gerakan ini berawal dari Timur Tengah dan

menyebar ke seluruh penjuru Islam pada awal abad ke-20 dan dilatarbelakangi oleh adanya

hubungan yang intensif dari pada ulama Nusantara dengan Timur Tengah melalui ibadah haji.

Gerakan ini kemudian berkembang dengan munculnya banyak organisasi modern di Indonesia.

Seperti judul buku yang dikarang oleh Deliar Noer, buku-buku yang ditulisnya pada

umumnya membicarakan gerakan islam di negeri Indonesia antara tahun 1900-19542. dengan

sendirinya masa–masa sebelum tahun 1900 mengandung unsur–unsur yang dijumpai pada

waktu sesudahnya. Perkembangan masyarakat, pemikiran dan gerakan kecuali yang bersifat

formal, tidaklah muncul atau berhenti pada satu patokan tahun, melainkan biasanya

mengandung proses awal atau akhir yang menyebar dalam waktu yang relative panjang.

Gerakan moderen islam di Indonesia seperti yang dibicarakan oleh buku ini, tidaklah mulai

tahun 1911 dengan berdirinya Sarikat Dagang Islam, atau tahun 1912 dengan berdirinya

Muhammadiah, atau tahun 1906 dengan terbitnya majalah Al-Iman (di Singapura), atau tahun

1911 dengan terbitnya majalah Al-Munir di Padang, atau tahun 1909 dengan dibangunya

sekolah Adabiah di kota tersebut, atau tahun 1905 dengan berdirinya sekolah Jamiat Khair

(Djami’at Chair) di Jakarta. Tahun inilah tahun–tahun resmi berdirinya organisasi, sekolah atau

terbitnya majalah yang bersangkutan. Namun pemikiran, gerakan permulaan, entah berupa

ajakan entah berupa anjuran, baik dari perorangan atau klompok masyarakat umumnya lebih

dahulu dari tahun–tahun di atas.

Permasalahan yang sangat penting dalam masalah gerakan moderenisasi islam dalam

perkembanganya Deliar Noer memandang dari beberapa perbandingan yang diantaranya

Page 3: Makalah Modernisme Islam Di Indonesia Revisi

mengenai persoalan Khilafiah, Sifat Fragmentasi kepartaian, kepemimpinan yang bersifat

pribadi, dan perbedaan dan pertentangan faham.

Terjadinya perbedaan dalam melihat kondisi Islam di Indonesia itu merupakan dampak

dari pengembangan pemikiran khususnya dalam dinamika intelektual yang diorientasikan

kepada pembangunan kebangsaan. Satu hal yang mesti disadari bahwa semakin banyaknya

organisasi-organisasi atau kelompok-kelompok Islam yang muncul belakangan ini sebenarnya

dapat menjadi kekayaan wacana tentang Islam di Indonesia. Barangkali yang jauh lebih penting

adalah, bagaimana mengupayakan pembinaan kesadaran bersama, bahwa Islam ditengah-

tengah kehidupan bangsa ini laksana satu panji beragam arti, dan keragaman makna sebaiknya

diyakini sebagai anugerah ilahi untuk dinikmati kita bersama.

Page 4: Makalah Modernisme Islam Di Indonesia Revisi

BAB II

PEMBAHASAN

A. Asal Usul dan Pertumbuhan Gerakan Modern Islam: Gerakan Pendidikan dan Sosial

1. Muhammadiyah

Sebuah organisasi sosial Islam yang terpenting di Indonesia sebelum Perang

Dunia II dan mungkin juga sampai saat sekarang ini adalah Muhammadiyah. Organisasi

ini didirikan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 oleh Kyai Haji Ahmad

Dahlan atas saran yang diajukan oleh murid-muridnya dan beberapa orang anggota Budi

Utomo untuk mendirikan suatu lembaga pendidikan yang bersifat permanen.

Dahlan telah menghayati cita-cita pembaharuan sekembali dari hajinya yang

pertama. Tidak dapat kita buktikan dengan pasti, apakah ia sampai pada pemikiran

pembaharuan itu secara perorangan ataukah ia dipengaruhi oleh orang-orang lain dalam

hal ini. Ia mulai mengintrodusir cita-citanya itu mulanya dengan mengubah arah orang

bersembahyang kepada kiblat yang sebenarnya (sebelumnya arah sembahyang biasanya

ke Barat). Mungkin sekali Dahlan tiba pada cita-cita pembaharuan itu secara perorangan.

Tetapi ia gagal di dalam merealisasikan perubahan kiblat di masjid Sultan di Yogyakarta.

Ia memang dapat membangun langgarnya sendiri dengan meletakkan kiblat yang tepat,

tetapi perubahan ini tidak disenangi oleh penghulu Kyai Haji Mohammad Halil yang

memerintahkan untuk membinasakan langgar itu. Begitu patah hati Dahlan, sehingga ia

ingin pergi meninggalkan kota kelahirannya itu. Tetapi ada seorang keluarganya

menghalangi maksudnya itu dengan membangunkan untuknya sebuah langgar yang lain

dengan jaminan bahwa ia dapat mengajarkan dan mempraktekkan agama menurut

keyakinannya sendiri di situ.

Dalam tahun 1909 Dahlan masuk Budi Utomo dengan maksud memberikan

pelajaran agama kepada anggota-anggotanya. Dengan jalan ini ia berharap agar akhirnya

dapat memberikan pelajaran agama di sekolah-sekolah pemerintah, karena anggota-

anggota Budi Utomo pada umumnya bekerja di sekolah-sekolah pemerintah dan ia

berharap agar guru-guru sekolah yang diajarnya dapat meneruskan ke murid-murid

mereka.

Demikianlah Muhammadiyah didirikan. Organisasi ini mempunyai maksud

“menyebarkan pengajaran Kanjeng Nabi Muhammad SAW kepada penduduk bumi

Page 5: Makalah Modernisme Islam Di Indonesia Revisi

putera” dan “memajukan hal agama Islam kepada anggota-anggotanya”. Dalam

mengarahkan kegiatan-kegiatannya, organisasi ini dalam tahun-tahun pertama tidaklah

mengadakan pembagian tugas yang jelas diantara anggota pengurus. Hal ini disebabkan

oleh ruang gerak yang masih sangat terbatas, yaitu daerah Kauman, Yogyakarta saja pada

tahun 1917. Daerah operasi organisasi Muhammadiyah mulai diluaskan pada tahun 1920

meliputi seluruh pulau Jawa dan pada tahun berikutnya 1921 ke seluruh Indonesia.

Perluasan ini dipermudah oleh berbagai faktor. Pribadi Dahlan dan caranya ia

berpropaganda dengan memperlihatkan toleransi dan pengertian kepada pendengarnya

sangat memberikan bantuan untuk memperoleh sambutan yang memuaskan. Mereka

yang mengenal pembaharuan di Mesir melihat pula pada Muhammadiyah sebagai jalan

untuk menyebarkan pemikiran-pemikiran pembaharuan tersebut di Indonesia, dan oleh

sebab itu mereka memberikan bantuan kepada organisasi tersebut. Dahlan sendiri dapat

mengemukakan secara pasti, dan telah mengetahui tentang pemikiran-pemikiran Abduh

itu pada tahun 1912. Pembaharuan yang mula-mula ia lakukan, yaitu tentang praktek-

praktek lahiriah seperti kiblat dan kebersihan, kemudian di rangsang oleh pemikiran dari

pembaharu Mesir itu dan diperluas secara lambat laun pada masalah-masalah

fundamentalis dari masyarakat dan umat islam, yaitu tentang persoalan apakah ijtihad

telah tertutup ataukah masih terbuka.

Dalam tahun 1925 organisasi ini telah mempunyai 29 cabang-cabang dengan

4.000 orang anggota. Kongres tahun 1930 yang diadakan di Bukittinggi, tempat pertama

kongres di luar Jawa, mencatat 112 cabang-cabang dengan 24.000 orang anggota.

Keanggotaan ini bertambah menjadi 43.000 pada tahun 1935, tersebar pada 710 cabang-

cabang, 316 di Jawa, 286 di Sumatera, 79 di Sulawesi dan 19 di Kalimantan. Pada tahun

1938 terdapat 852 cabang-cabang serta 898 kelompok (yang belum berstatus cabang),

seluruhnya dengan 250.000 anggota.

2. Persatuan Islam

Persatuan Islam didirikan di Bandung pada permulaan tahun 1920 ketika orang-

orang Islam di daerah-daerah lain telah lebih dahulu maju dalam berusaha untuk

mengadakan pembaharuan dalam agama. Sarekat Islam telah beroperasi di kotaini

semenjak tahun 1931. Kesadaran tentang keterlambatan ini merupakan sebuah cambuk

untuk mendirikan sebuah organisasi. Ide pendirian organisasi ini berasal dari pertemuan

Page 6: Makalah Modernisme Islam Di Indonesia Revisi

yang bersifat kenduri yang diadakan secara berkala dirumah salah seorang anggota

kelompok yang berasal dari Sumatera yang telah lama tinggal di Bandung.

Mulai pada saat ia berdiri sampai akhir masa, Persis pada umumnya kurang

memberikan tekanan bagi kegiatan organisasi sendiri. Ia tidak terlalu berminat untuk

membentuk banyak cabang-cabang atau menambah sebanyak mungkin anggota.

Pembentukan sebuah cabang bergantung semata-mata pada inisiatif peminat dan tidak

didasarkan kepada suatu rencana yang dilakukan oleh pemimpin pusat. Tetapi pengaruh

dari organisasi Persis ini jauh lebih besar dari pada jumlah cabang ataupun anggotanya.

Pada tahun 1923 hanya kira-kira selusin anggota yang berpartisipasi dalam sembahyang

berjamaah pada hari Jum’at yang diselenggarakan oleh Persis di Bandung, tetapi pada

tahun 1942, pada saat invasi Jepang ke Indonesia sembahyang berjamaah seperti ini

dilakukan tidak kurang dai pada di enam buah masjid yang diikuti oleh 500 orang.

Memang perhatian Persis terutama ialah bagaimana menyebarkan cita-cita dan

pemikirannya. Ini dilakukan dengan mengadakan pertemuan umum, tabligh, khotbah-

khotbah, kelompok-kelompok studi, mendirikan sekolah-sekolah, dan menyebarkan atau

menerbitkan pamflet-pamflet, majalah-majalah, dan kitab-kitab.penerbitannya ini yang

terutama menyebabkan luasnya daerah penyebaran pemikirannya. Penerbitan inipula

yang dijadikan referensi oleh guru-guru dan propagandis-propagandis organisasi lain

seperti Al-Irsyad dan Muhammadiyah. Dalam kegiatan ini Persis beruntung memperoleh

dukungan dan partisipasi dari dua orang tokoh yang penting, yaitu Ahmad Hassan yang

dianggap sebagai guru Persis yang utama pada masa sebelum perang, dan Mohammad

Natsir yang pada waktu itu merupakan seorang anak muda yang sedang berkembang dan

yang tampaknya bertindak sebagai juru bicara dari organisasi tersebut dalam kalangan

kaum terpelajar.

Sebagaimana halnya juga dengan organisasi-organisasi lain yang telah kita

bicarakan, Persis memberikan perhatian yang besar pada kegiatan-kegiatan pendidikan,

tabligh serta publikasi. Dalam bidang pendidikan Persis mendirikan sebuah madrasah

yang mulanya dimaksudkan untuk anak-anak dari anggota Persis. Tetapi kemudian

madrasah ini diluaskan untuk dapat menerima anak-anak lain pula. Kursus-kursus dalam

masalah agama untuk orang-orang dewasa mulanya juga dibatasi pada anggota-anggota

saja. Sekitar tahun 1927 sebuah kelas khusus atau lebih tepat kelompok diskusi

Page 7: Makalah Modernisme Islam Di Indonesia Revisi

diorganisir untuk anak-anak muda yang telah menjalani masa studinya si sekolah-sekolah

menengah pemerintah dan yang ingin mempelajari Islam secara sungguh-sungguh.

Sebuah kegiatan lain yang penting dalam rangka kegiatan pendidikan Persis ini

adalah lembaga Pendidikan Islam, sebuah proyek yang dilancarkan oleh Natsir.yuntutan

ini dikemukakan setelah melihat berdirinya beberapa sekolah swasta di Bandung pada

waktu itu, di mana tidak diajarkan pelajaran agama. Pada tahun 1938 Pendidikan Islam

mempunyai sekolah-sekolah HIS di lima tempat lain di Jawa Barat. Selain Pendidikan

Islam, Persis juga mendirikan sebuah pesantren yang disebut Pesantren Persis di

Bandung pada bulan Maret 1936 untuk membentuk kader-kader yang mempunyai

keinginan untuk menyebarkan agama.

Berlainan dari Muhammadiyah yang mengutamakan penyebaran pemikiran-

pemikiran baru secara tenang dan damai, Persis seakan gembira dengan perdebatan-

perdebatan dan polemik. Dikatakan bahwa organisasi ini menantang orang-orang yang

tidak menyetujui pendapat dan pemikirannya untuk berdebat. Sikap menantang dari

Persis ini dicerminkan juga dalam publikasinya. Majalah Pembela Islam yang terbit di

Bandung dari tahun 1929 sampai tahun 1933 di bawah pimpinan Panitia Pembela Islam

dimaksudkan untuk menegakkan ajaran-ajaran Islam yang dikecam oleh pihak-pihak lain.

Juga untuk menyebarkan pemikiran-pemikiran Persis sendiri.

B. Asal Usul dan Pertumbuhan Gerakan Modern Islam: Gerakan Politik

1. Sarekat Islam

Asal usul dan pertumbuhan gerakan politik di kalangan Muslimin di Indonesia

dapat dikatakan identik dengan asal usul dan pertumbuhan Sarekat Islam, terutama pada

duapuluh tahun pertama sejak didirikan, yang bersamaan dengan kebangkitan perlawan

rakyat Indonesia menentang kolonialisme. Nama organisasinya adalah Sarekat Islam

(SI).

Di bawah kendali Tjokro, SI dirombak menjadi “organisasi gerakan”. Sejak itu,

seperti diceritakan Ruth McVey di “Kemunculan Komunisme Indonesia”, SI mulai

terlibat dalam memperjuangkan taraf hidup dan perekonomian rakyat. SI juga mulai

menciptakan mulutnya untuk berpropaganda, yakni koran. SI punya koran utama

bernama “Oetoesan Hindia”, tetapi cabang-cabang juga punya koran sendiri seperti Sinar

Djawa (Semarang), Kaoem Moeda (Bandung), dan Pantjaran Warta (Batavia).

Page 8: Makalah Modernisme Islam Di Indonesia Revisi

SI juga mulai menggerakkan massa melalui rapat akbar (vergadering). Vergadering

pertama SI di Surabaya, tahun 1913, dihadiri oleh puluhan ribu orang. Alhasil, dalam

kongres I SI di Surakarta, tahun 1913, jumlah cabang (Afdeling) SI meningkat pesat

menjadi 48 dan keanggotaan membengkak menjadi 200.000 orang.

Namun, upaya SI mendapat pengakuan penguasa Belanda mendapat rintangan.

Penguasa Belanda menolak permintaan SI atas pengakuan status hukum sebagai

perkumpulan. Sebaliknya, penguasa hanya mau mengakui SI tingkat lokal. Akhirnya,

melalui Dr Rinkes, seorang penasehat Gubernur Jenderal untuk urusan bumiputra,

penguasa kolonial membujuk Tjokro mengubah Afdeling SI menjadi SI lokal.

Dalam kongres SI kedua di Jogjakarta, April 1914, Tjokro berhasil mengubah 60

Afdeling SI menjadi SI lokal. Saat kongres kedua itu anggota SI sudah mencapai 440.000

orang. Baru pada tahun 1915, SI mendapat pengakuan hukum dari Gubernur Jenderal

Idenburg (Risal Kurnia : 2013).

Maju mundurnya partai ini memperlihatkan banyak sedikitnya maju dan

mundurnya posisi umat Islam di Indonesia yang mendasarkan ideologinya pada ajaran

Islam yaitu kebangunan umat dengan Islam sebagai pemersatu, harapan mereka bahwa

Sarekat Islam akan memecahkan semua problema yang dihadapi. Dalam makalah ini

perkembangan Sarekat Islam semata-mata dipergunakan untuk memahami kedudukan

umat Islam di Indonesia dalam bidang politik dan memahami aspek politik dari gerakan

pembaharuan Islam umumnya. Perkembangan Sarekat Islam dapat dibagi menjadi empat

bagian, diantaranya :

1. Sarekat Islam1911-1916 ( memberi corak dan bentuk bagi partai tersebut )

Terdapat dua sebab kenapa organisasi ini didirikan. Pertama, kompotisi yang

meningkat dalam bidang perdagangan batik terutama dengan golongan China.

Kedua, sikap superioritas orang-orang China terhadap orang-orang Indonesia

sehubungan dengan berhasilnya revolusi China pada tahun 1911.

2. Sarekat Islam 1916-1921 ( periode puncak )

Dalam periode ini ketika ketika struktur organisasi telah banyak sedikitnya stabil,

Sarekat Islam memberikan perhatian berbagai masalah, baik politik maupun agama.

Sifat politiknya tercermin dengan jelas pada nama dari kongres-kongres

tahunannya.

3. Sarekat Islam 1921-1927 (periode konsolidasi)

Dalam periode ini partai tersebut bersaingankeras dengan golongan komunis,

disamping juga mengalami tekanan-tekanan yang dilancarkan oleh pemerintah

Page 9: Makalah Modernisme Islam Di Indonesia Revisi

Belanda. Titik dari permasalahan tersebut adalah perubahan dalam keterangan asas

dan struktur baru Sarekat Islam.

4. Sarekat Islam 1927-1942 (usaha untuk mempertahankan eksistensinya di forum

politik Indonesia)

Dalam tahun 1927 periode transisi untuk mendirikan Partai Sarekat Islam dan

menghapuskan struktur lama selesai. Perhatian lebih banyak ditujukan kepada persoalan-

persoalan teori dan filsafah seperti yang dicerminkan oleh Tafsir Asas dan Politik Hijrah

(Deliar Noer : 1996).

2. Partai-partai Islam Lain

Setelah membicarakan mengenai Partai Sarekat Islam, masih terdapat dua partai

Islam pada masa tersebut, yaitu Persatuan Muslim Indonesia dan Partai Islam Indonesia.

a. Persatuan Muslim Indonesia

Partai ini yang biasa disebut PMI, kemudian menjadi Permi. Mulanya bergerak

pada bidang pendidikan. Transformasinya menjadi partai politik merupakan hasil usaha

dua orang tokohnya, yaitu H. Iljas Jakub dan H. Muchtar Luthfi. Keduanya pernah

mendapatkan pendidikan di Mesir. Partai ini berdiri pada tahun 1930 di Minangkabau.

Berdasarkan pengalaman mereka berdua di Mesir dan pengamatan mereka tentang

pertentangan antara Sarekat Islam dan PNI di Jawa mengenai masalah agama dan

kebangsaan, menyebabkan tumbuhnya pemikiran tentang suatu partai politik yang

didasarkan atas dasar ini, yaitu Islam dan Kebangsaan (Noer, 1980:172).

Partai Permi memiliki cita-cita “Islam mulia” dan “Indonesia Sentosa via Indonesia

Merdeka”. Seperti halnya Sarekat Islam , partai ini juga menyalahkan kapitalisme dan

imperialisme sebagai sebab-sebab bagi penderitaan rakyat Indonesia. Partai ini percaya

bahwa ajaran-ajaran Islam hanya dapat ditegakkan setelah Indonesia mencapai

kemerdekaan.

Permi tetap aktif dalam bidang pendidikan dan ekonomi. Dalam kongresnya dapa

tahun 1931 di Padang agar memakai pakaian dan barang-barang lain yang berasal dari

Indonesia. Permi mendirikan cabang-cabang di Sumatera tengah, Bengkulu, Tapanuli,

Sumatera Timur, dan Aceh(Noer, 1980:173). Pertain ini memang dipandang sebgai

penyalur aspirasi politik orang-orang Islam di Sumatera, terutama setelah mundurnya

Sarekat Islam. Namun sambutan positif ini menibulkan kecurigaan pihak Belanda dan

juga pinak ninik-mamak. Pidato yang disampaikan dianggap radikal, sehingga beberapa

Page 10: Makalah Modernisme Islam Di Indonesia Revisi

tokohnya dipenjara. Selain hal itu, beberapa guru Thawalib Padang Panjang, yang berada

di bawah supervise Permi, dilarang mengajar.

Nasib buruk pun dialami Muchtar Luthfi, Iljas Jakub dan Djalaluddin Thaib dengan

pembuangan mereka di Digul, Irian Jaya. Pengawasan-pengawasan dilakukan secara

ketat, termasuk larangan untuk mengadakan kegiatan rapat. Pada tahun 1936 partai ini

memutuskan untuk membubarkan diri.

b. Partai Islam Indonesia

Skorsing yang dilakukan terhadap Sukiman dan kawan-kawannya dalam Sarekat

Islam pada tahun 1933 menyebabkan banyak kecaman dilontarkan dari sebagian pers

Indonesia, sedangkan bebrapa cabang partai meminta kepada pemimpin partai untuk

meninjau kembali keputusan itu atau melaksanakan referendumtentang keputusan

tersebut.

Cabang-cabang yang tidak menyetujui keputusan iru membrntuk suatu panitia yang

bernama Persatuan Islam Indonesia, dengan dasar Islam, Nasioanalisme dan Swadaya.

Panitia ini mencari kerjasama dengan PSII Merdeka di Yogyakarta dan bersama-sama

membentuk Partai Islam Indonesia (Partii). Tujuan dari Partii adalah untuk mencapai

Indonesia merdeka berdasar Islam. Tetapi usahanya mundur pada tahun berikutnya

meskipun telah mendapat sambutan baik bagi penduduk Jawa Tengah.

Kegiatan tersebut menjadi suatu permulaan terbentuknya Partai Islam Indonesia

yang semula Partii menjadi PII tepatnya pada tanggal 4 Desember 1938. Partai ini

dipimpin oleh Raden Wiwoho, seorang mantan Ketua Umum Jong Islamieten Bond dan

yang juga menjadi anggota Volksraad. Tokoh-tokoh Muhammadiyah menguasai

pimpinan pusat partai baru ini. Di Sumatera partai ini memperoleh dukungan dari mantan

anggota-anggota Permi (Persatuan Muslim Indonesia).

Keterlibatan Mansur, seorang Ketua Umum Muhammadiyah, menimbulkan

polemic diantara pengikut Muhammadiyah sendiri. Ada yang memberikan saran untuk

menjadi netral, namun ada pula yang membebaskannya. Hingga pada akhirnya ia

dijadikan sebagai penasehat partai pada tahun 1940.

Awalnya PII tidak memiliki program yang menyeluruh, hingga akhirnya pada

tahun 1940 partai ini menyusun program aksi yang disetujui pada kongres partai yang

pertama di Yogyakarta. Partai menghendaki negara kesatuan yang dilengkapi oleh

pemerintahan yang demokratis, dengan suatu parlemendan lain lain lembaga perwakilan,

berdasar pemilihan umum yang bersifat langsung dan umum. Dalam bidang agama partai

menuntut penghapusan peraturan-peraturan yang menghambat Islam dan penghapusan

Page 11: Makalah Modernisme Islam Di Indonesia Revisi

semua subsidi bagi seua agama, sedangkan dalam bidang ekonomi partai menuntut

penyerahan perusahaan-perusahaan bumiputera terhadap saingan dan tekanan dari

perusahaan asing (Noer, 1980:178).

Kongres Partai yang kedua di Solo, pada 25-27 Juli 1941 secara resmi

mengemukakan kesediaan untuk duduk dalam dewan-dewan perwakilan yang ada, dan

menyokong tuntutan GAPI untuk Indonesia Berparlemen. Tetapi aktivitas PII terhalang

oleh peraturan-peraturan yang dikeluarkan peerintah sehubungan dengan pecahnya

Perang Pasifik. PII bekerjasama dengan partai dan organisasi lain, seperti GAPI, MIAI

dan secara tidak langsung dengan Majelis Rakyat Indonesia. Namun kerjasama dalam

GAPI dan MRI kelihatannya tidak selancar yang diharapkan.

C. Perkembangan dan Sifat Gerakan Islam Modern di Indonesia

Dalam pembicaraan tentang berbagai organisasi, terlihat berbagai sifat tiap

organisasi itu, kecenderungan dan pemikiran mereka. Adanya partai yang bernon-

koperasi (Sarekat Islam), partai berkoperasi (Partai Islam Indonesia), partai yang pro

golongan kebangsaan (Partai Muslimin Indonesia), organisasi yang anti golongan

kebangsaan (Persatuan Islam)m organisasi yang bersifat toleran (Muhammadiyah),

semuanya memperlihatkan sebagai sebuah gerakan.

Keragaman tersebut bukan berarti tidak ada persamaan. Persamaan di antara

mereka adalah dasar-dasar pemikiran mereka yang mencerminkan cita-cita pembaharu

dan dan pembaharuan yang mereka idamkan.

1. Golongan Tradisionalis

Munculnya gerakan modernisme menyebabkan para pengamat keislaman membagi

umat Islam Indonesia menjadi dua kelompok, yaitu kaum modernis dan kaum

tradisionalis. Yang disebut terakhir ini pada garis besarnya mempunyai tiga ajaran utama.

Pertama, menganut mazhab Muhammad ibn Idris asy-Syafi`i (767-820) dalam masalah

hukum agama, dengan tidak mengesampingkan mazhab Abu Hanifah (700–767), mazhab

Malik ibn Anas (711–795), dan mazhab Ahmad ibn Hanbal (780–855). Kedua, menganut

skolastisisme Abu Hasan al-Asy`ari (873–935) dan Abu Mansur al-Maturidi (896–944)

dalam masalah ketuhanan. Ketiga, menganut ajaran Abul-Qasim al-Junaidi (828–910)

dan Abu Hamid al-Ghazali (1058–1111) dalam masalah tasawuf. Kaum modernis pada

umumnya tidak merasa terikat pada ajaran pertama dan ketiga, sedangkan faham

Asy`ariyyah diterima dalam bentuk seperlunya saja.

Page 12: Makalah Modernisme Islam Di Indonesia Revisi

Kaum tradisionalis di Indonesia juga terstimulasi untuk membentuk organisasi.

Pada tahun 1917 K.H. Abdul Halim di Majalengka mendirikan Persyarikatan Ulama

(sejak 1952 bernama Persatuan Umat Islam atau PUI). Lalu pada 31 Januari 1926 (17

Rajab 1344) di Surabaya lahir Nahdlatul-`Ulama (NU) yang didirikan K.H. Hasyim

Asy`ari (1871–1947). Kemudian menyusul dua organisasi di Sumatera, yaitu Persatuan

Tarbiyah Islamiyah (Perti) di Minangkabau pada tanggal 5 Mei 1928 (15 Dzulqa`dah

1346), serta Jam`iyyah al-Washliyyah di Medan pada tanggal 30 November 1930 (9

Rajab 1349). Semua organisasi kaum tradisionalis ini mempertahankan mazhab Syafi`i.

2. Golongan Pembaharu

Gerakan pembaharu memang mempunyai suatu sifat tersendiri yang apda

umumnya diwarnai oleh sifat politik. Banyak di antara pemimpin-pemimpinnya

dibuang oleh pemerintah Belanda. Seorang di antara pemimpin pembaharu itu ialah

Haji Rasul yang tidak pernah berbagung pada organisasi manapun juga, tetapi malah

dituduh oleh pemerintah Belanda sebagai seseorang yang mengganggu ketertiban dan

ketenteraman.

Kita telah menyinggung beberapa kebiasaan yang dikecam oleh para pembaharu

dan yang dipraktekan oleh para kalangan tradisi. Para pembaharu meninggalkan

kebiasaan-kebiasaan dalam mengajar yang dilakukan oleh golongan tradisi, mengecam

ushalli, talqin, haul dan kenduri untuk kematian sebagai suatu bid’ah, dalam lingkungan

masyarakat Arab mereka mengecam taqbil dan menolak persoalan kafa’ah dalam

perkawinan, mereka tidak mengakui sayid sebagai gelar ataupu sebagai tanda

kedudukan yang harus dihormati serta mempunyai bermacam-macam keuntungan.

Mereka semuanya tidak menyetujui tarekat dan menolak segala macam sihir dan

sebagainya.

Berlawanan dengan pendapat para kalangan tradisi, mereka tidak mengecam

musik (mereka memang tidak menyukai musik apabila musik menyebabkan seseorang

meninggalkan kewajibannya) mereka pun juga mengakui manfaat gambar-gambar dan

patung-patung terutama untuk maksud pendidikan. Mereka tidak menolak tasyabbuh

(penyamaan dengan pihak bukan Islam) dalam soal berpakaian dan lebih menyukai

hisab daripada ru’yah untuk menentukan permulaan bulan, terutama permulaan bulan

Ramadhan dan Syawal, mereka mengakui bahwa para wanita juga mempunyai hak-hak

sendiri, terutama dalam mengejar pengetahuan tidaklah boleh wanita didiskriminasikan.

Mereka menolak kebiasaan-kebiasaan adat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.

Page 13: Makalah Modernisme Islam Di Indonesia Revisi

Kita telah membicarakan masalah ijtihad dan taqlid dalam bagian pendahuluan.

Banyak ayat-ayat Quran yang dipergunakan golongan pembahari untuk menyokong

aplikasi ijtihad dan meninggalkan taqlid. Di samping itu Persis mengakui ittiba’ yaitu

penerimaan pendapat orang lain yang didasarkan atas Quran dan Hadits untuk

menyokong pendapat tersebut. Tidak semua orang dapat menjadi mujtahid, kata Persis,

tapi ini tidak berarti bahwa seseorang hanya mengikuti pendapat orang lain secara

membabi buta (ini adalah taqlid), orang dapat menerima pendapat orang lain tersebut

atas dasar Quran dan Hadits. Mereka yang melakukan ittiba’ disebut muttabi’.

Walaupun sebenarnya tidak mempergunakan istilah ittiba’ dan muttabi’, dapatlah

dengan aman dikatakan bahwa para pembaharu yang lain pun setuju dengan penamaan

yang dikemukakan oleh Persis ini.

Tetapi pengakuan tentang ijtihad dan kembali pada Quran dan Hadits sebagai

sumber-sumber hukum, tidaklah terbit secara serta merta, secara tiba-tiba, melainkan

secara berangsur-angsur, kadang-kadang disebabkan oleh tantangan yang dilakukan

oleh golongan tradisi sendiri.

Istimewa jika ulama itu sangat kaku serta semata-mata berserah saja kepada kadar

misal-misal yang tertulis kepada satu kitab atau kepada faham orang yang seorang dan

kepada karangan orang yang tertentu. Apa yang munasabah dengan zaman duapuluh

tahun yang sudah tentu tak kaku lagi jika dijalankan juga pada waktu sekarang.

Para pembaharu itu mengemukakan bahwa maksud mereka yang sebenarnya

adalah agar Quran dan Hadits itu saja yang diakui sebagai sumber dalam Islam.

Pendapat maupun fatwa lain hanyalah merupakan bahan-bahan perbandingan untuk

memperoleh kebenaran yang sesungguhnya.

Kembali kepada Quran dan Hadits secara lambat laun ini mencerminkan pula

kemajuan yang dilakukan oleh golongan pembaharu dalam bacaan mereka. Kita ingat

bahwa mereka belajar di Mekkah dari kitab-kitab Mazhab dan dengan guru-guru yang

menjadi pengikut mazhab. Walaupun mereka telah membaca kitab-kitab abduh pada

waktu itu, namun hanya sesudah mereka kembalu baru mereka mendalami pemikiran

pembaharu Mesir tersebut. Dalam tahun 1915 mereka mulai menelaah kitab-kitab yang

ditulis oleh ulama-ulama yang dipelajari oleh Abduh sendiri, yaitu tulisan-tulisan Ibn

Taimiyyah dan Ibn al-Qayyim, yang mengecam bid’ah, menekankan tauhid dan

menegakkan Quran dan Hadits sebagai sumber ajaran Islam yang sesungguhnya.

Page 14: Makalah Modernisme Islam Di Indonesia Revisi

BAB IV

PENUTUP

Gerakan pembaharuan Islam di Indonesia mulai berakar pada pergantian abad.

Berkembang dari masa ke masa dalam waktu empat puluh tahun, pada tahun 1940

gerakan tersebut telah menghujam dalam di tanah tempat Islam telah pasti.

Perkembangan dan penyebaran pembaharuan itu berasal dari kelompok kecil yang

terpisah, tetapi merupakan kekuatan bersatu yang harus dipertimbangkan bangsa

Belanda. Meskipun gerakan ini tidak sunyi dari kesulitan, tetapi pada akhirnya ia dapat

tegak berdiri menghadapi berbagai tantangan dan mampu turut memimpin pergerakan

nasional. Orang-orang Islam di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan dunia pada

umunya. Inspirasi-inspirasi banyak datang dari luar seperti Timur Tengah, Kairo dan

Mesir yang merupakan pusat pengajaran agama Islam sehingga memunculkan semangat

para pemuda Indonesia akan pengetahuan Islam pada umumnya.

Hikmah mempelajari sejarah perkembangan Islam pada abad modern dapat disikapi

dengan sejarah tersebut dapat memberikan ide dan kreatifitas tinggi untuk mengadakan

perubahan-perubahan supaya lebih maju dengan cara yang efektif dan efisien, Problema-

problema masa lalu dapat menjadi pelajaran dalam bidang yang sama pada masa yang

selanjutnya, Pembaharuan dapat dilakukan dalam berbagai bidang baik ekonomi,

pendidikan ,politik dan lain sebagainya.

Page 15: Makalah Modernisme Islam Di Indonesia Revisi

DAFTAR PUSTAKA

Faqih, Aunur Rahim. 1998. Pemikiran DanPeradaban Islam. Yogyakarta: UII Press

Mansur. 2004. Peradaban Islam DalamLintasan Sejarah. Yogyakarta: Global Pustaka Utama

Nata, Abuddin. 2001. Peta Keragaman Pemikiran Islam Di Idonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada

Noer, Deliar.1982.Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. LP3ES: Jakarta