post modernisme & post tradisionalisme

58
Postmodernisme dan Postradisionalisme serta Pengaruhnya Terhadap Model Pengembangan Pendidikan Islam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia terus mengalami sebuah proses yang tiada henti menuju perubahan demi perubahan. Paradigma perubahan selalu diawali dan dipandu oleh ilmu pengetahuan yang merupakan ranah kognitif manusia. Bersumber pada ranah perubahan kognitif selanjutnya menuju tahap perubahan nilai (afeksi) dan pada titik tertentu membentuk sebuah skill (performance) pada diri manusia dalam bentuk perilaku sikap sosial dalam kebudayaannya. Maka pergeseran paradigma kognitif dalam hal ini ilmu pengetahuan secara simultan akan melahirkan pergeseran yang signifikan pada ranah-ranah yang lain. Disinilah secara kasat mata pergeseran kehidupan manusia terus mengalami gelombang yang tiada pernah berhenti, laksana gelombang peradaban yang terus bergerak nampak tiada bertepi. Gelombang peradaban yang abadi tersebut dibingkai oleh hasrat manusia yang terus bersemayan dalam diri. Manusia senantiasa merasa tidak puas dan tidak dapat bertahan dengan perkembangan pengetahuan pada periode-periode sebelumnya. 1

Upload: ujaroneto

Post on 16-Apr-2017

1.448 views

Category:

Education


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Post modernisme & post tradisionalisme

Postmodernisme dan Postradisionalisme serta Pengaruhnya Terhadap Model Pengembangan Pendidikan Islam

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dunia terus mengalami sebuah proses yang tiada henti menuju

perubahan demi perubahan. Paradigma perubahan selalu diawali dan dipandu

oleh ilmu pengetahuan yang merupakan ranah kognitif manusia. Bersumber

pada ranah perubahan kognitif selanjutnya menuju tahap perubahan nilai

(afeksi) dan pada titik tertentu membentuk sebuah skill (performance) pada

diri manusia dalam bentuk perilaku sikap sosial dalam kebudayaannya. Maka

pergeseran paradigma kognitif dalam hal ini ilmu pengetahuan secara

simultan akan melahirkan pergeseran yang signifikan pada ranah-ranah yang

lain. Disinilah secara kasat mata pergeseran kehidupan manusia terus

mengalami gelombang yang tiada pernah berhenti, laksana gelombang

peradaban yang terus bergerak nampak tiada bertepi.

Gelombang peradaban yang abadi tersebut dibingkai oleh hasrat

manusia yang terus bersemayan dalam diri. Manusia senantiasa merasa tidak

puas dan tidak dapat bertahan dengan perkembangan pengetahuan pada

periode-periode sebelumnya.

Kerangka pikir atas pergeseran pengetahuan manusia mengacu pada

sebuah frame besar yakni masa kuno/klasik, masa pertengahan, masa modern

dan postmodern. Secara siginifikan masa klasik dan pertengahan di barat,

wacana pikir dan rasionalisme manusia belum mendapatkan porsi yang

signifikan. Pada masa modern, rasio manusia seolah-olah sebuah kendaraan

yang sangat dahsyat mengantarkan manusia pada sebuah kehidupan yang

seolah-olah nyaman dan penuh kemapanan. Dengan perkembangan teknologi

yang terstruktur sedemikian rupa, modernisme dicirikan dengan gerakan

rasionalisme yang begitu gencar. Rasionalisme telah menggiring manusia

pada sebuah masa pencerahan yang disebut dengan mainstream pemikiran

modernisme dan fakta sosialnya disebut modernitas.

1

Page 2: Post modernisme & post tradisionalisme

Postmodernisme dan Postradisionalisme serta Pengaruhnya Terhadap Model Pengembangan Pendidikan Islam

Setelah berjalan sekian dekade, kemapanan dan kenyamanan paham

modernisme mendapat kritik dan pergeseran paradigma. Pergeseran

pemikiran modernisme itu mendapat kritik yang cukup signifikan yang

merupakan mainstream gerakan postmodernisme dengan segala lingkup dan

permasalahannya. Postmodernisme identik dengan 2 hal : 1) Dinilai sebagai

keadaan sejarah setelah zaman modern; 2) Dipandang sebagai gerakan

intelektual yang menggugat pemikiran sebelumnya yang berkembang dalam

bingkai paradigma pemikiran modern.

Berdasar pada latar belakang inilah, penulis membuat makalah dengan

judul “Postmodernisme dan Postradisionalisme serta Pengaruhnya

Terhadap Model Pengembangan Pendidikan Islam”.

B. Rumusan Masalah

Berdasar pada latar bekalang diatas, maka penulis menyusun beberapa

topik pembahasan sebagai berikut:

1. Apakah Pengertian Postmodernisme?

2. Bagaimanakah Sejarah Postmodernisme Barat?

3. Siapakah Tokoh-tokoh Postmodernisme?

4. Bagaimanakah Sejarah Postmodernisme Islam (Neo-Modernisme Islam)?

5. Bagaimanakah Neo-Modernisme Islam di Indonesia?

6. Apakah Pengertian Postradisionalisme?

7. Bagaimanakah Sejarah Postradisionalisme Islam?

8. Apakah Persamaan dan Perbedaan Postmodernisme dengan

Postradisionalisme?

9. Bagaimanakah Pengaruh Postmodernisme dan Postradisionalisme Dalam

Pendidikan?

10. Bagaimanakah Pengaruh Postmodernisme dan Postradisionalisme

Terhadap Model Pengembangan Pendidikan Islam?

2

Page 3: Post modernisme & post tradisionalisme

Postmodernisme dan Postradisionalisme serta Pengaruhnya Terhadap Model Pengembangan Pendidikan Islam

C. Tujuan Penulisan Makalah

Penulisan makalah bertujuan :

1. Untuk Mendeskripsikan Pengertian Postmodernisme.

2. Untuk Mendeskripsikan Sejarah Postmodernisme Barat.

3. Untuk mendeskripsikan Tokoh-tokoh Postmodernisme.

4. Untuk Mendeskripsikan Sejarah Postmodernisme Islam (Neo-

Modernisme Islam.

5. Untuk Mendeskripsikan Neo-Modernisme Islam di Indonesia.

6. Untuk Mendeskripsikan Pengertian Postradisionalisme.

7. Untuk Mendeskripsikan Sejarah Postradisionalisme Islam.

8. Untuk Mendeskripsikan Persamaan dan Perbedaan Postmodernisme

dengan Postradisionalisme.

9. Untuk Mendeskripsikan Pengaruh Postmodernisme dan

Postradisionalisme Dalam Pendidikan.

10. Untuk Mendeskripsikan Pengaruh Postmodernisme dan

Postradisionalisme Terhadap Model Pengembangan Pendidikan Islam.

3

Page 4: Post modernisme & post tradisionalisme

Postmodernisme dan Postradisionalisme serta Pengaruhnya Terhadap Model Pengembangan Pendidikan Islam

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Postmodernisme

Secara etimologis postmodernisme terbagi menjadi dua kata, post dan

modern. Kata post dalam Webste’s Dictionary Library adalah prefik,

diartikan dengan “later or after”. Bila kita menyatukannya menjadi post

modern maka akan berarti sebagai koreksi terhadap modern itu sendiri

dengan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tidak terjawab di

zaman modern yang muncul karena adanya modernitas itu sendiri.

Sedangkan secara terminologi menurut tokoh dari postmodernisme,

Pauline Rosenau (1992) mendefinisikan postmodern secara gamblang dalam

istilah yang berlawanan antara lain: pertama, postmodernisme merupakan

kritik atas masyarakat modern dan kegagalannya memenuhi janji-janjinya.

Juga postmodernisme cenderung mengkritik segala sesuatu yang

diasosiasikan dengan modernitas. Yaitu pada akumulasi pengalaman

peradaban Barat adalah industrialisasi, urbanisasi, kemajuan teknologi,

negara bangsa, kehidupan dalam jalur cepat. Namun mereka meragukan

prioritas-prioritas modern seperta karier, jabatan, tanggung jawab personal,

birokrasi, demokrasi liberal, toleransi, humanisme, egalitarianisme, penelitian

objektif, kriteria evaluasi, prosedur netral, peraturan impersonal dan

rasionalitas. Kedua, teoritisi postmodernisme cenderung menolak apa yang

biasanya dikenal dengan pandangan dunia (world view), metanarasi, totalitas,

dan sebagainya.

Menurut Romo Tom Jacob, kata ‘postmodern’ setidaknya memiliki

dua arti: (1) dapat menjadi nama untuk reaksi terhadap modernisme, yang

dipandang kurang human, dan mau kembali kepada situasi pra-modernisme

dan sering ditemukan dalam fundamentalisme; (2) suatu perlawanan terhadap

yang lampau yang harus diganti dengan sesuatu yang serba baru dan tidak

jarang menjurus ke arah sekularisme.

4

Page 5: Post modernisme & post tradisionalisme

Postmodernisme dan Postradisionalisme serta Pengaruhnya Terhadap Model Pengembangan Pendidikan Islam

Postmodernisme disebut  sebagai  sebuah  gerakan  pencerahan  atas

pencerahan, oleh karena postmodernisme sangat gigih dalam melakukan

kritikan dan gugatan  terhadap  modernisme  yang  sangat  mendewakan 

rasio  dalam  ilmu pengetahuan yang diyakini akan membawa dan

mengarahkan manusia memperoleh keselamatan dan kebahagiaan di dalam

kehidupannya. Namun, yang terjadi adalah sebaliknya, yakni manusia bukan

lagi sebagai subjek dan pelaku untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan dan

teknologi, akan tetapi jatuh terperangkap ke dalam objek dan sasaran  yang

dikendalikan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri. Amat tragis

dan ironis manusia modernis, Postmodernisme selaku sebuah fase sejarah

ingin secara  tuntas  mengantisipasi  dan  membebaskan  manusia  dari 

segala  bentuk cengkeraman  zaman  yang  tak  menyenangkan,  inklusif,

perbudakan  terhadap rasionalitas,  bendawi  dan  lain-lain1.

Jika dalam visi modernisme, penalaran (reason) dipercaya sebagai

sumber utama ilmu pengetahuan yang menghasilkan kebenaran-kebenaran

universal, maka dalam visi postmodernisme hal itu justru dipandang sebagai

alat dominasi, sehingga postmodernisme menyadari bahwa seluruh budaya

modernisme yang bersumber pada ilmu pengetahuan dan teknologi pada titik

tertentu tidak mampu menjelaskan kriteria dan ukuran epistemologi bahwa

yang ‘benar’ itu adalah yang real, dan yang real benar itu adalah ‘rasional’.

Meskipun postmodernisme sendiri juga berusaha menggiring manusia ke

dalam sebuah paradoks, yaitu di satu pihak telah membuka cakrawala dunia

yang serba plural yang kaya warna, kaya nuansa, kaya citra, tetapi di lain

pihak, ia menjelma menjadi sebuah dunia yang seakan–akan tanpa

terkendali2.

Postmodernisme bersifat relatif. Kebenaran adalah relatif, kenyataan

(realitas) adalah relatif, dan keduanya menjadi konstruk yang tidak

bersambungan satu sama lain. Hal tersebut jelas mempunyai implikasi dalam

1 Norris, Christopher  Membongkar teori dekonstruksi Jaques Derrida, Terjemahan. Inyiak Ridwan Muzir. (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2003), hlm. 344

2 Pilliang, Amir Yasraf, Posrealitas: Realitas kebudayaan dalam era posmetafisika. (Yogyakarta: Jalasutra, 2004) hlm. 358

5

Page 6: Post modernisme & post tradisionalisme

Postmodernisme dan Postradisionalisme serta Pengaruhnya Terhadap Model Pengembangan Pendidikan Islam

bagaimana kita melihat diri dan mengkonstruk identitas diri. Hal ini senada

dengan definisi yang dikenal sebagai nabi dari postmedernisme. Dia adalah

suara pionir yang menentang rasionalitas, moralitas tradisional, objektivitas,

dan pemikiran-pemikiran Kristen pada umumnya. Nietzsche berkata, “Ada

banyak macam mata. Bahkan Sphinx juga memiliki mata; dan oleh sebab itu

ada banyak macam kebenaran, dan oleh sebab itu tidak ada kebenaran”3.

B. Sejarah Postmodernisme Barat

Pencetus pemikiran postmodernist, pertama kali adalah Arnold

Toynbee pada tahun 1939. sedangkan Charles Jencks4, menegaskan juga

bahwa lahirnya konsep postmodernisme adalah dari tulisan seorang Spanyol

Frederico de Onis. Dalam tulisannya Antologia de la poesia espanola e

hispanoamericana (1934), Yang memperkenalkan istilah postmodernisme

untuk menggambarkan reaksi dalam lingkup modernisme5. Toynbee dianggap

sebagai pencetus istilah tersebut dibuktikan dengan bukunya yang terkenal

berjudul Study of History. Pada tahun 1960, istilah postmodernisme berhasil

menembus benua Eropa sehingga banyak pemikir Eropa mulai tertarik pada

pemikiran tersebut. Semisal J. Francois Lyotard, adalah satu contoh pribadi

yang telah terpikat dengan konsep tersebut. Ia berhasil menggarap karyanya

yang berjudul “The Post-Modern Condition” sebagai kritikan atas karya “The

Grand Narrative” yang dianggap sebagai dongeng hayalan hasil karya masa

Modernitas6. Berdasar konseptualisasi ini, maka sekarang “kita” berada

dalam zaman postmodern. Suatu zaman, di mana pra-modern dan modern

telah dilewati.

Postmodernisme adalah suatu pergerakan ide yang menggantikan ide-

ide zaman modern. Zaman modern dicirikan dengan pengutamaan rasio,

3 Pauline Marie Roesnou, Post-modernism and the social science: Insights inroads, and intrusions. (Priceton: Rinceton University Press, 1992), h. 31

4 Untuk memahami konsep utuh narasi Charles Jencks, tersimpul dalam karyanya The Language of Post-Modern Architecture, 4th ed. (London: Academy Editions, 1984) ..

5 Joko Siswanto, Sistem- system Metafisika Barat,(Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 159

6 Seyla Benhabib, Epistemologies of Postmodernism:A Rejoinder to Jean - Francois Lyotard, (Autum:Telos press, JSTOR,1984), hlm.111

6

Page 7: Post modernisme & post tradisionalisme

Postmodernisme dan Postradisionalisme serta Pengaruhnya Terhadap Model Pengembangan Pendidikan Islam

objektivitas, totalitas, strukturalisasi/sistematisasi7, universalisasi tunggal dan

kemajuan sains. Postmodern memiliki ide cita-cita, ingin meningkatkan

kondisi sosial, budaya dan kesadaran akan semua realitas serta

perkembangan dalam berbagai bidang. Postmodern mengkritik modernisme

yang dianggap telah menyebabkan sentralisasi dan universalisasi ide di

berbagai bidang ilmu dan teknologi, dengan pengaruhnya yang mencengkram

kokoh dalam bentuknya globalisasi dunia.

Prinsip postmodernisme adalah meleburnya batas wilayah dan

pembedaan antar budaya tinggi dengan budaya rendah, antara penampilan

dan kenyataan, antara simbol dan realitas, antara universal dan peripheral dan

segala oposisi biner lainnya yang selama ini dijunjung tinggi oleh teori sosial

dan filsafat konvensional8. Jadi postmodern secara umum adalah proses

dediferensiasi dan munculnya peleburan di segala bidang.9 Postmodernisme

merupakan intensifikasi (perluasan konsep) yang dinamis, yang merupakan

upaya terus menerus untuk mencari kebaruan, eksperimentasi dan revolusi

kehidupan, yang menentang dan tidak percaya pada segala bentuk narasi

besar (meta naratif), dan penolakannya terhadap filsafat metafisis, filsafat

sejarah, dan segala bentuk pemikiran totalitas, dan lain-lain. Postmodernisme

dalam bidang filsafat diartikan juga segala bentuk refleksi kritis atas

paradigma modern dan atas metafisika pada umumnya dan berusaha untuk

menemukan bentuknya yang kontemporer.10

Postmodernisme jika diperhadapkan dengan modernisme, memiliki

posisi yang beragam. Disatu sisi modernisme dianggap tidak berhasil

mengangkat martabat manusia modern. Bahkan mengantarkan manusia ke

jurang ketimpangan. Atas dasar kritik ini, maka perlu gerakan dan ide-ide

baru yang disebut dengan postmodernisme. Sedang sebagian lagi

7 Louis Leahy, Manusia Sebuah Misteri;sintesa filosofis makhluk paradoks, (Jakarta: Gramedia, 1985), hlm. 271

8 Bambang Sugiharto,. Postmodernisme Tantangan Bagi Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius. 2000), hlm 20

9 Scoot Lash, Sosiologi Postmodernisme, (Jakarta:Kanisius,2004), hlm. 2110 Scoot Lash, hal.179

7

Page 8: Post modernisme & post tradisionalisme

Postmodernisme dan Postradisionalisme serta Pengaruhnya Terhadap Model Pengembangan Pendidikan Islam

beranggapan, postmodernisme adalah pengembangan dari modernitas11.

Perbedaan pendapat dua kelompok mengenai pemahaman Postmodernisme

cukup berbeda secara signifikan. Satu konsep mengatakan bahwa

modernisme berseberangan dengan postmodernisme bahkan terjadi paradoks

yang kontras. Sedang yang lain menganggap bahwa postmodernisme adalah

bentuk sempurna dari modernisme, seperti pijakan tangga yang satu dengan

tangga berikutnya secara berurutan. Dalam konsep ini kita tidak dapat masuk

jenjang tangga postmodernisme tanpa melalui tahapan tangga modernisme.

Di tengah perdebatan dua konsep di atas, terdapat pendapat ketiga

yang ingin menengahi dua pendapat yang kontradiktif tadi. Kata “Post” dalam

sebutan postmodernisme bukan hanya berarti “setelah” (masa berikutnya),

postmodernisme adalah usaha keras sebagai reaksi dari kesia-siaan zaman

modernis yang sirna begitu saja bagai ditiup angin. Adapun penyebab dari

kesia-siaan zaman modernis adalah akibat dari tekanan yang bersumber dari

nalar intelektual manusia yang terus bermetamorfosis. Disinilah

postmodernisme muncul sebagai sebuah ide ke dalam kancah perdebatan

dengan berbagai lingkup diskursus dan dengan segala dimensinya.

C. Tokoh-tokoh Postmodernisme

Diantara beberapa filusuf yang menjadi pionir gerakan

postmodernisme adalah:

1. Frederich Wilhelm Nietzsche

Lahir di Rochen, Prusia 15 Oktober 1884. Pada masa sekolah dan

mahasiswa, ia banyak berkenalan dengan orang-orang besar yang kelak

memberikan pengaruh terhadap pemikirannya, seperti John Goethe,

Richard Wagner, dan Fraderich Ritschl. Karier bergengsi yang pernah

didudukinya adalah sebagai Profesor di Universitas Base.

Pemikirannya adalah manusia harus menggunakan skeptisme radikal

kemampuan akal. Tidak ada yang dapat dipercaya dari akal. Terlalu naif

11Bryan S. Turner, Teori-teori Sosiologi Modernitas Posmodernitas. (Yogyakarta:Pustaka Pelajar. 2000)...

8

Page 9: Post modernisme & post tradisionalisme

Postmodernisme dan Postradisionalisme serta Pengaruhnya Terhadap Model Pengembangan Pendidikan Islam

jika akal dipercaya mampu memperoleh kebenaran. Kabenaran itu sendiri

tidak ada. Jika orang beranggapan dengan akal diperoleh pengetahuan

atau kebenaran, maka akal sekaligus merupakan sumber kekeliruan.

2. Charles Sanders Pierce

Charles Sanders Pierce, 10 September 1839 adalah seorang filsuf, ahli

logika semiotika, matematika dan ilmuan Amerika Serikat yang lahir di

Cambridge, Massachusetts.

Pierce adalah orang yang mengembangkan teori umum tanda-tanda. Pada

dasarmya Pierce tidak banyak mempermasalahkan estetika dalam tulisan-

tulisannya. Akan tetapi teori-teorinya mengenal tanda menjadi dasar

pemberian estetika generasi berikutnya. Menurutnya makna tanda yang

sesunnguhnya adalah mengemukakan sesuai tanda. Tanda harus

diinpresentasikan agar dari tanda orisinil berkembang tanda-tanda yang

selalu terikat dengan sistem budaya, tanda-tanda bersifat konvensional,

dipahami menurut perjanjian, tidak ada tanda yang bebas konteks. Tanda

selalu bersifat plural, tanda-tanda hanya berfungsi kaitannya dengan

tanda lain. Dalam pengertian Pierce, fungsi referensial didefinisikan

melalui tradikikon, indeks dan simbol. Tetapi interpretasi holistik juga

harus mempertimbangkan tanda sebagai perwujudan gejala umum,

sebagai representamen (qulisign, sinsign, dan legisign) dan tanda-tanda

baru yang terbentuk dalam batin penerima sebagai interpretant (rheme,

dicent, dan argument). Tetapi yang paling sering dibicarakan adalah

object (ikon, indeks dan simbol).

3. Michel Foucault

Paul Michel Foucault (Poitiers, 15 Oktober 1926 – Paris 25 Juni 1984)

adalah seorang filsuf asal Perancis. Ia adalah salah satu pemikir paling

berpengaruh pada zaman pasca perang dunia II. Foucault dikenal akan

penelaahannya yang kritis terhadap berbagai institusi sosial, terutama

psikiatri, kedokteran dan sistem penjara, serta karya-karyanya tentang

riwayat seksualitas. Karyanya yang terkait kekuasaan dan hubungan

antara kekuasaan dengan pengetahuan telah banyak didiskusikan dan

9

Page 10: Post modernisme & post tradisionalisme

Postmodernisme dan Postradisionalisme serta Pengaruhnya Terhadap Model Pengembangan Pendidikan Islam

diterapkan, selain pula pemikirannya yang terkait dengan “diskursus”

dalam konteks sejarah filsafat barat.

Bila dalam paradigma modern, kesadaran dan objektifitas adalah dua

unsur yang membentuk subjek rasional-otonom, bagi Foucault konsep

diri manusia sebenarnya hanyalah produk bentukan diskurs, praktik-

praktik, institusi, hukum ataupun sistem-sistem administrasi belaka yang

anonim dan impersonal namun sangat kuat mengontrol. Salah satu hal

paling inspiratif bagi postmodern adalah sikapnya dalam memahami

fenomena modern yang bernama “pengetahuan“ itu terutama

pengetahuan sosial. Ia memperkarakan tentang “apa itu pengetahuan“

secara genealogis dan arkeologis. Dengan cara melacak bagaimana

pengetahuan itu telah beroperasi dan mengembangkan diri selama ini.

Kategori-kategori konseptual macam kegilaan, seksualitas, manusia dan

sebagainya. Foucault mendefinisikan kekuasaan dan sejarah adalah

sebagai berikut: Kekuasaan adalah soal praktik-praktik konkrit yang

lantas menciptakan realitas dan pola-pola perilaku, memproduksi wilayah

objek-objek pengetahuan dan ritual-ritual kebenaran yang khas, praktik-

praktik itu menciptakan norma-norma yang lalu diproduksi dan

dilegitimasi melalui para guru, pekerja sosial, dokter, hakim, polisi dan

administrator.

Sejarah adalah permainan dominasi dan resistensi yang bergeser-geser,

grouping dan regrouping. Akhirnya perlu disebut jasa lain dari Foucault

bagi postmodern adalah ia menampilkan otherness secara lebih konkrit

dan grafis dengan analisis-analisisnya atas pihak-pihak yang dalam

modernitas biasanya dianggap tidak normal dan tidak lazim yakni kaum

homoseksual, orang gila, tubuh, rumah sakit dan sebagainya. Dengan

begitu membukakan wilayah-wilayah wacana baru.

4. Jacqeues Derrida

(Al-jazair 15 Juli 1930 – Paris 9 Oktober 2004). Adalah seorang filsuf

Prancis keturunan Yahudi sebagai pendiri ilmu dekonstruktivisme.

10

Page 11: Post modernisme & post tradisionalisme

Postmodernisme dan Postradisionalisme serta Pengaruhnya Terhadap Model Pengembangan Pendidikan Islam

Menurutya apa yang dicari manusia modern selama ini, yaitu kepastian

tunggal yang ada didepan, tidaklah ada dan tidak ada satupun yang bisa

dijadikan pegangan. Karena satu-satunya yang bisa dikatakan pasti,

ternyata adalah ketidakpastian atau permainan. Semuanya harus ditunda

atau ditangguhkan sembari kita terus bermain dengan perbedaan. Inilah

yang ditawarkan Derrida dan postmodernitas adalah permainan dengan

ketidakpastian.

5. Jean Francois Lyotard

Jean Francois Lyotard lahir pada tahun 1924 di Versailles di sebuah kota

kecil di Paris bagian selatan. Setelah berakhir Perang Dunia ke II, ia

belajar filsafat di Sorbonne dan mendapat gelar agre’gation de

philosophie tahun 1950. Dari tahun 1950-1960 ia dikenal sebagai seorang

aktivis yang beraliran Marxis, akan tetapi sejak tahun 1980-an ia dikenal

sebagai pemikir posmodernisme non-Marxis yang terkemuka.

Jean Francois Lyotard merupakan pemikir postmodern yang penting

karena ia memberikan pendasaran filosofis pada gerakan postmodern.

Penolakannnya terhadap konsep Narasi Besar serta pemikirannya yang

mengemukakan konsep perbedaan dan language game sebagai alternatif

terhadap kesatuan (unity).

6. Jan Mukarovsky

Mukarovsky lahir di Bohemia (1891-1975). Sebagai pengikut

strukturalisme Praha, ia kemudian mengalami pergeseran perhatian dari

struktur ke arah tanggapan pembaca. Aliran inilah yang disebut

strukturalisme dinamik.

Sebagai pengikut kelompok formalis ia memandang bahwa aspek estetis

dihasilkan melalui fungsi puitikan bahasa, seperti deotomatisasi,

membuat aneh, penyimpangan dan pembongkaran norma-norma lainnya.

Meskipun demikian, ia melangkah lebih jauh aspek estetika melalui

karya seni sebagai tanda, karya seni sebagai fakta transindividual.

Singkatnya, kara sastra harus dipahami dalam kerangka konteks sosial,

aspek estetis terikat dengan entitas sosial tertentu. Mukarovski

11

Page 12: Post modernisme & post tradisionalisme

Postmodernisme dan Postradisionalisme serta Pengaruhnya Terhadap Model Pengembangan Pendidikan Islam

membedakan 3 macam nilai yaitu nilai estetis aktual, nilai universal dan

nilai evolusi. Peran penting Mukarovski adalah kemampuannya untuk

menunjukkan dinamika antara totalitas karya dengan totalitas pembaca

sebagai penanggap. Ia membawa karya sastra sebagai dunia yang otonom

tetapi selalu dalam kaitannya dengan tanggapan pembaca yang berubah-

ubah. Menurutnya sebagai struktur dinamik karya sastra selalu berada

dalam tegangan antara penulis, pembaca, kenyataan dan karya itu sendiri.

7. Hans Robert Jauss

Jauss lahir di Jerman. Ia termasuk dalam kelompok konstanz, nama yang

diambil dari sebuah Universitas di Jerman Selatan. Sebagai ahli sastra

dan kebudayaan abad pertengahan Jauss ingin memberbaharui cara-cara

lama yang mendeskripsikan aspek-aspek kesejarahan sehingga menjadi

lebih menjadi hermeneuitas. Tetapi di pihak lain, ia juga ingin

memperbaharui kelemahan kelompok formalis yang semata bersifat

estetis dan Marxs yang semata-mata bersifat kenyataan.

Tujuan pokok Jauss adalah membongkar kecenderungan sejarah sastra

tradisional yang dianggap bersifat universal teleologis, sejarah sastra

yang lebih banyak berkaitan dengan sejarah nasional, sejarah umum dan

rangkaian periode. Konsekuensi logisnya adalah keterlibatan pembaca.

Untuk mempertegas peranan pembaca ini. Jauss mengintroduksi konsep

horisan harapan (Erwatunghorizont). Horison harapan mengandalkan

harapan pembaca cakrawala pembaca, citra yang timbul sebagai akibat

proses pembacaan terdahulu. Jadi nilai sebuah karya aspek-aspek estetis

yang ditmbulkannya bergantung dari hubungan antara unsur-unsur karya

dengan horison harapan pembaca. Menurut Jauss, sejarah sastra bukan

semata-mata rangkaian peristiwa sastra. Sejarah sastra adalah rangkaian

resepsi pembaca dimana peneliti berada pada rangkaian mata rantai

terakhir. Horison harapan mengubah penerimaan pasif menjadi aktif dari

norma-norma estetik yang telah dimiliki menjadi produksi estetika baru,

estetika sebagai pesan.

12

Page 13: Post modernisme & post tradisionalisme

Postmodernisme dan Postradisionalisme serta Pengaruhnya Terhadap Model Pengembangan Pendidikan Islam

D. Sejarah Postmodernisme Islam (Neo-Modernisme Islam)

Gelombang pembaharuan dalam tubuh Islam merupakan bagian dari

jawaban "kemandulan" dunia Islam. Agama yang lahir dari wahyu ditengarai

belum mampu untuk beradaptasi dengan perkembangan zaman. Karena ada

kecenderungan bahwa agama ini hanya menginduk pada teks-teks normatif.

Hingga pada tengah-tengah arus pembaharuan, Islam dikesankan masih tetap

berjalan di tempat.

Dalam konteks Modernisme, banyak ahli mulai memperdebatkan efek

negatif yang dibawa modernitas dalam keseluruhan segi, baik dalam struktur

sosial budaya maupun struktur keilmuan. Dari situlah muncul istilah sejenis,

yaitu neo-modernisme, yakni suatu paham yang berusaha mendekonstruksi

pemahaman yang sudah mapan sebelumnya. Neo-modernisme juga diartikan

sebagai mazhab pemikiran yang berusaha memadukan antara otentitas teks

dengan realitas sosial yang dinamis.12

Dengan demikian, secara sederhana neo-modernisme dapat diartikan

dengan "paham modernisme baru". Neo-modernisme dipergunakan untuk

memberi identitas pada kecenderungan pemikiran keislaman yang muncul

sejak beberapa dekade terakhir yang merupakan sintesis, setidaknya upaya

sintesis antara pola pemikiran tradisionalisme dan modernisme.

Neo-modernisme pada dasarnya memiliki kemiripan arti dengan term

Postmodernisme. Hanya saja, yang kedua lebih sering disinggung karena

menjadi istilah pokok dalam studi filsafat kontemporer. Namun satu hal yang

pasti, keduanya lahir pada priode pascamodernisme.

Neo-modernisme sebagaimana sejarah postmodernisme Barat muncul

sebagai kritik atas “kegagalan” manusia modern dalam menciptakan situasi

sosial yang lebih baik, kondusif dan berkeadilan. Keadaan tersebut

melahirkan sejumlah kegelisahan (epistemik) berkaitan dengan problem

pengetahuan dasar manusia mengenai modernisme yang diklaim mengusung

kemajuan, rasionalitas, dan leberalisasi. Rasio manusi oleh mayarakat modern

12 Definisi yang terakhir tersebut diungkapkan oleh Prof. Dr. Qadry. A. Azizy dalam kata pengantar buku Era Baru Fiqih Indonesia. Lihat Sumanto Al-Qurtuby, KH. MA. Sahal Mahfudh: Era Baru Fiqih Indonesia, Yogyakarta: Cermin, 1999.

13

Page 14: Post modernisme & post tradisionalisme

Postmodernisme dan Postradisionalisme serta Pengaruhnya Terhadap Model Pengembangan Pendidikan Islam

diyakini sebagai suatu kemampuan otonom, mengatasi kekuatan metafisis dan

transindental. Lebih dari itu juga diyakini mengatasi semua pengalaman yang

bersifat partikular dan khusus dan ironisnya dianggap menghasilkan

kebenaran mutlak, universal dan tidak terikat waktu.

Sebagaimana postmodernisme, neo-modernisme menolak asumsi-

asumsi mutlak di atas dan berusaha membebaskan diri dari dominasi konsep

dan praktek ilmu, filsafat dan kebudayaan modern. Jika dalam visi

modernisme, penalaran (reason) dipercaya sebagai sumber utama ilmu

pengetahuan yang menghasilkan kebenaran-kebenaran universal, maka dalam

visi neo-modernisme hal tersebut justru dipandang sebagai alat dominasi

terselubung yang kemudian tampil dalam bentuk imprealisme dan hegemoni

kapitalistik. Sebuah warna yang paling dominan dalam masyarakat modern

Secara historis, gerakan neo-modernisme lahir pada pertengahan abad

XX yang dipelopori oleh Fazlur Rahman. Fazlur Rahman mengkritik tiga

gerakan sebelumnya, yaitu revivalisme pra-modernis, modernisme klasik, dan

neo-revivalisme. Ketiga gerakan ini tidak mempunyai metode khusus dalam

menangani masalah-masalah yang berkembang dalam dunia Islam. Oleh

karena itu, Fazlur Rahman merumuskan metodenya yang terdiri dari tiga

langkah, yaitu:

1. Pendekatan historis untuk menemukan makna teks al-Qur’an.

2. Perbedaan antara ketetapan legal dengan sasaran dan tujuan al-Qur’an.

3. Pemahaman dan penetapan sasaran al-Qur’an dengan sepenuhnya

memperhatikan latar belakang sosiologisnya.13

Fazlur Rahman dengan pemikiran neo-modernismenya telah

merumuskan suatu teori hukum yang disebut sebagai “the double movement

theory”, yakni dari yang khusus (partikular) ke yang umum (general) dan

yang sebaliknya. Gerakan pertama, memahami situasi dan problem historis

di mana wahyu diturunkan, kemudian dicarikan rasio-logisnya (‘illah).

Gerakan kedua, menggeneralisasikan dan mensistemasikan prinsip-prinsip

umum dari gerakan pertama untuk kemudian dihadapkan pada realitas aktual 13 Muhammad Iqbal, Rekonstruksi Pemikiran Islam: Studi Tentang Kontribusi Gagasan

Iqbal Dalam Pembaruan Hukum Islam (Jakarta: Kalam Mulia,1994), hlm.42

14

Page 15: Post modernisme & post tradisionalisme

Postmodernisme dan Postradisionalisme serta Pengaruhnya Terhadap Model Pengembangan Pendidikan Islam

dewasa ini.14 Gagasan neo-modernisme ini berbasiskan sintesis progresif

antara rasionalitas modern dan penguasaan khazanah klasik sebagai prasyarat

kebangkitan Islam.15

Neo-modernisme menawarkan bentuk pembaharuan dalam tubuh

Islam yang masih tetap memegang teguh tradisi atau ajaran-ajaran pokok

agama Islam. Substansi neo-modernisme yaitu menjawab tantangan

modernisme Barat dan tidak mau mengekor budaya westernisasi. Akan tetapi

Fazlur Rahman juga mampu menunjukkan identitas ke-Islaman. Walaupun

demikian, neo-modernisme juga masih mengakomodasi pemikiran Barat

dengan proses filterisasi. Dengan demikian, neo-modernisme bisa diartikan

dengan dua hal: Pertama, sebagai gerakan intelektual yang mendialogkan

antara tradisi dan modernisasi. Kedua, sebagai fase atau masa pembaharuan

setelah tidak puas dengan hedonisme dalam era modern yang sudah menjauh

dari tradisi dan pandangan ketuhanan.

Neo-modernisme merupakan gerakan kritis yang hendak melawan

kecenderungan neo-revivalis, juga menutup kekurangan modernisme klasik.

Bagi Rahman, meskipun modernisme klasik telah benar dalam semangatnya

namun ia memiliki dua kelemahan mendasar. Pertama, ia tidak menguraikan

secara tuntas metode pembaruannya. Kedua, karena problem yang ditangani

adalah masalah-masalah ad hoc yang ada di Barat maka ada kesan kuat

mereka itu telah terbaratkan. Neo-modernisme mempunyai karakter utama

pengembangan suatu metodologi sistematis yang melakukan rekonstruksi

Islam secara total dan tuntas serta setia pada akar spritualnya dan dapat

menjawab kebutuhan-kebutuhan Islam modern secara cerdas dan bertanggung

jawab.

Fazlur Rahman mencoba untuk mendialogkan antara "sesuatu yang

lama" dengan "sesuatu yang baru". Proses mendialogkan itu bukanlah hal

yang mudah. Langkah tersebut banyak memakan waktu dan kejelian dalam

menganalisis perkembangan yang terjadi. Dr. Hilmy Bakar Al-Mascaty,

14Fazlur Rahman, Islam, (Chicago : The University of Chicago Press, 1982), hlm. 48-5215Yudhie R. Haryono, Gagalnya Mazhab Islam Liberal, Republika, 21 Maret 2001

15

Page 16: Post modernisme & post tradisionalisme

Postmodernisme dan Postradisionalisme serta Pengaruhnya Terhadap Model Pengembangan Pendidikan Islam

seorang intelektual asal Mataram Nusa Tenggara Barat memberikan

gambaran mengenai hal ini:

Neomodernisme yang coba dikenal dan dikembangkan Fazlur Rahman kepada dunia Islam pada hakikatnya bertujuan untuk menjembatani dua elemen penting yang akan menjadi tonggak peradaban, yaitu tradisi dan modernisasi yang selama ini senantiasa dipertentangkan dengan tajamnya oleh cendekiawan muslim. Ia mengajak untuk senantiasa menganalisa dengan kritis semua tradisi dan warisan pemikiran Islam terdahulu yang telah dibangun para cendekiawan muslim terdahulu dan sikap ini juga harus diterapkan ketika mengadopsi peradaban Barat modern yang hakikatnya berjiwa sekuler. Karena sikap terlalu mempertahankan tradisi akan menjadikan ummah sebagai kaum tradisionalis yang ketinggalan zaman, sementara sikap menerima apa adanya peradaban Barat sekuler akan mengakibatkan ummah tercabut dari akar tradisi keislamannya. Untuk itulah perlu dikembangkan metode intelektual yang akan mempertautkan dialektis tradisi dan modernisasi.16

Tonggak peradaban yang dibangun memiliki niatan yang sangat

positif. Sebagai agama yang mengharuskan kepedulian sosial, Islam

mengajarkan pemberdayaan manusia dengan jalur penghormatan terhadap

nilai kemanusiaan. Sejak awal, Islam lahir mempunyai concern terhadap

fenomena ini. Sebelumnya, hampir saja manusia hanya sebagai simbol

kehidupan, dimana nyawa tidak ada harganya. Apalagi nyawa kaum

perempuan. Kehidupan di masa jahiliyyah, memperlakukan sikap inferioritas

terhadap kaum hawa. Karena mereka dianggap tidak punya "kekuatan" untuk

membentuk citra baik keluarga. Ketika melihat seorang istri melahirkan bayi

perempuan, maka langsung dikubur hidup-hidupan.

Melihat realitas semacam ini, ada satu usaha untuk mengubah Islam

yang "ganas" menjadi Islam pembebas (baca: ramah). Maksudnya agama

yang melindungi hak-hak kemanusiaan yang tidak lebih dari keganasan

binatang buas. Oleh sebab itu, dalam memandang agama Islam, Fazlur

Rahman membaginya menjadi: Islam normatif dan Islam historis. Islam

normatif adalah ajaran Islam yang merupakan doktrin-doktrin yang

berdasarkan pada al-Qur'an dan al-Sunnah yang sifatnya mutlak dan abadi.

16 Dr. Hilmy Bakar Al-Mascaty, Membangun Kembali Sistem Pendidikan Kaum Muslimin, (Jakarta: Yayasan Az-Zahra, 2000), hlm. 89.

16

Page 17: Post modernisme & post tradisionalisme

Postmodernisme dan Postradisionalisme serta Pengaruhnya Terhadap Model Pengembangan Pendidikan Islam

Sementara Islam historis adalah ajaran Islam yang difahami dan dipraktekkan

oleh umat yang kemudian melahirkan peradaban Islam sepanjang sejarah

Islam yang bersifat relatif dan kondisional.

Oleh karenanya, penganut agama Islam harus tetap berpegang teguh

kepada ajaran Islam normatif, sedangkan ajaran Islam historis yang tidak

terlepas dari faktor dinamika sejarah perkembangan umat, baik maju dan

mundurnya, harus dianalisa kembali dan boleh saja diterapkan bila sesuai

dengan kondisi umat. Selain itu pula, sejarah Islam dapat saja ditinggakan

bila bertentangan, karena hal ini lebih merupakan hasil ijtihad para ulama dan

cendekiawan terdahulu yang tidak terlepas dari kondisi historisnya.

E. Neo-Modernisme Islam di Indonesia

Dalam konteks Indonesia, munculnya neo-modernisme mulai terlihat

pada tahun 1970-an yang dimotori oleh generasi muda terpelajar. Umumnya

mereka yang berpendidikan modern, namun yang pasti mereka adalah

generasi yang sudah matang pemikirannya dan dibesarkan oleh berbagai

pengalaman. Gerakan Neo-modernisme memperoleh ketenaran secara

mengesankan setelah keluarnya statemen Nurcholish Madjid dalam seminar

tunggal pada bulan Januari l970 yang pada waktu itu menggunakan terma

desakralisasi dan sekularisasi.

Ahmad syafi’I maarif (1994; 138) dia menegaskan bahwa yang

dimaksud dengan neo-modernisme islam adalah tidak lain dari modenisme

islam plus metodologi yang mantab dan benar untuk memahami Al-Qur’an

dan Assunnah Nabi dalam prespektif sosio-historis.

Fachry ali dan bahtiar effendi (1992; 175) memahami neo-

modernisme dalam konteks keindonsiaan. Menurut mereka istilah itu

mengacu pada pola pemikiran yang berusaha menyatukan dua kekuatan

besar, yaitu modernism ala muhammadiyah dan tradisionalsime ala nahdatul

ulama, sehingga menjadi produk baru yang berlainan dengan dua pola

pemikiran sebelumnya. Sebab neo-modernisme islam bersedia

17

Page 18: Post modernisme & post tradisionalisme

Postmodernisme dan Postradisionalisme serta Pengaruhnya Terhadap Model Pengembangan Pendidikan Islam

mengakomodasikan ide-ide modernis yang paling maju dan yang paling

tradisional sekaligus.

Gerakan neo-modernisme mempunyai asumsi dasar bahwa Islam

harus dilibatkan dalam proses pergulatan modernisme. Bahkan kalau

mungkin, Islam diharapkan menjadi leading ism (ajaran-ajaran yang

memimpin) di masa depan. Namun demikian, hal itu tidak berarti

menghilangkan tradisi keislaman yang telah mapan. Hal ini melahirkan

postulat (dalil) al-muhafazhat ‘ala al-qadim al-shalih wa al-akhdu bi al-jadid

alashlah (memelihara tradisi lama yang baik, dan mengambil tradisi baru

yang lebih baik). Pada sisi lain, pendukung neo-modernisme cenderung

meletakkan dasar-dasar keislaman dalam konteks atau lingkup nasional.

Mereka percaya bahwa betapapun, Islam bersifat universal, namun kondisi-

kondisi suatu bangsa, secara tidak terelakkan, pasti berpengaruh terhadap

Islam itu sendiri.17

Pendukung Neo-modernisme berasal dari kalangan yang menghendaki

ditampilkannya Islam secara kultural dan berwajah demokratis. Mengingat

wacana yang diangkat relatif baru maka mengakibatkan tergusurnya pola-

pola pemikiran Islam lama yang masih bertahan pada tema-tema klasik.

Namun dampak positifnya adalah munculnya pembaruan yang ditandai

dengan mulai berkurangnya ketegangan  dan konflik aliran antar masing-

masing kelompok keagamaan. Indikasinya adalah pudarnya dikotomi-

antagonistik antara tradisionalisme dan modernisme.

Pemikiran neo-modernisme Islam di Indonesia dapat ditipologikan

menjadi tiga yang masing-masing memiliki karakter tersendiri, antara lain:

1. Islam rasional yang berorientasi pada penemuan pengetahuan yang

mendasar mengenai ilmu ke-Islaman rasional, untuk mendapatkan

keyakinan yang rasional dan tingkah laku yang dapat

dipertanggungjawabkan secara epistemologis.

2. Islam peradaban yang beraksentuasi pada kepentingan praktis untuk

mendapatkan makna dari perwujudan konkrit Alqur’an. Karena itu, di 17Nurcholis Madjid, Islam : Kemodernan dan Keindonesiaan (Bandung: Mizan, 1987),

hlm. 198

18

Page 19: Post modernisme & post tradisionalisme

Postmodernisme dan Postradisionalisme serta Pengaruhnya Terhadap Model Pengembangan Pendidikan Islam

samping analisis hermaneutis dalam mengintrpretasi Alqur’an,

merekapun memberi perhatian besar pada Islam kaum salaf.

3. Islam transformatif yang berpijak pada kata kunci “emansipatoris”.

Mainstream yang selalu menjadi dasar dalam menafsirka Alqur’an adalah

visi transformasi. Mereka yakin bahwa ada proses yang bersifat empiris

dan struktural yang telah menyebabkan suatu penindasan. Misi pokok

yang diemban adalah upaya membebaskan masyarakat muslim dari

kemiskinan, keterbelakangan dan ketertindasan.

Berdasarkan paparan di atas, secara garis besar, neo-modernisme

Islam Indonesia memiliki babarapa karakter yaitu pemikiran yang menggali

kekuatan normatif agama, mampu mengapresiasi secara kritis warisan

khazanah intelektual Islam klasik, responsif terhadap masalah-masalah aktual

dan memiliki basis pada ilmu-ilmu sosial profetik.

Dengan karakter seperti di atas, neo-modernisme di indonesi cukup

prospektif. Alasannya, karena tema-tema dan inklusivisme secara signifikan

akan menandai perkembangan masyarakat mendatang. Ideologi keagamaan

Neo-modernisme menemukan landasan yang kuat pada pemikiran klasik

Islam yang dipadukan dengan analisis-analisis tentang perkembangan sosio-

kultural masyarakat, dan bahkan kritisisme yang tajam terhadap westernisme

yang ada.

F. Pengertian Postradisionalisme

Secara etimologis postradisionalisme terbagi menjadi dua kata, post

dan tradisional. Kata post dalam Webste’s Dictionary Library adalah prefik,

diartikan dengan “later or after”. Bila kita menyatukannya menjadi post

tradisonal maka akan berarti sebagai koreksi terhadap tradisional itu sendiri

dengan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tidak terjawab di

zaman sebelum modern.

Tradisi dalam kamus besar bahasa Indonesia mempunyai dua arti

yaitu adat kebiasaan turun temurun yang masih dijalankan masyarakat dan

19

Page 20: Post modernisme & post tradisionalisme

Postmodernisme dan Postradisionalisme serta Pengaruhnya Terhadap Model Pengembangan Pendidikan Islam

penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan cara yang

paling baik dan benar.

Sedangkan penjelasan Muhammad Abed Al-Jabiri tentang tradisi

terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1) tradisi maknawi (al-turats al-maknawi),

yang berupa tradisi pemikiran dan budaya, 2) tradisi material (al-turats al-

ma’adi), seperti monumen dan benda-benda masa lalu, 3) tradisi kebudayaan,

yaitu segala sesuatu yang kita miliki dari masa lalu kita, 4) tradisi

kemanusiaan universal, yakni segala sesuatu yang hadir di tengah kita, namun

berasal dari masa lalu orang lain.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata tradisional diartikan

sebagai sikap, cara berpikir, dan bertindak yang selalu berpegang teguh pada

norma dan adat kebiasaan secara turun temurun.

Jika tradisional dapat diartikan sebagai sikap, cara berpikir, dan

bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan secara

turun temurun, maka tradisionalisme dapat diartikan dengan paham atau

ajaran yang didadasarkan atas tradisi. Jika kita kaitkan dengan Islam, maka

tradisionalisme Islam dapat diartikan sebagai praktik-praktik keagamaan

maupun pemikiran dalam Islam yang dilakukan masyarakat secara turun

temurun. Sedangkan postradisionalisme secara etimologi bisa diartikan pasca

tradisionalisme. Meskipun kata post disini bisa diartikan dengan melampaui,

melewati dan bahkan meninggalkan tradisi, tetapi yang menjadi inti dari post

tradisionalisme disini adalah mentransformasikan dan merevitalisasi terhadap

tradisi, bukan untuk meninggalkan tradisi. Maka demikian, dalam diri

postradisionalisme terkandung nilai-nilai kontinuitas dan perubahan.

G. Sejarah Postradisionalisme Islam

Postradisionalisme Islam tidak memiliki basis epistemologi. Istilah ini

muncul untuk menamai suatu gerakan yang memiliki ciri-ciri khusus, yang

secara kategorial tidak bisa disebut Modernis, Neo-Modernis, dan tidak bisa 

pula dikatakan tradisionalis atau Neo-Tradisionalis. Istilah ini memang masih

debatable, belum memiliki gambaran epistemologis yang jelas. Akan tetapi

20

Page 21: Post modernisme & post tradisionalisme

Postmodernisme dan Postradisionalisme serta Pengaruhnya Terhadap Model Pengembangan Pendidikan Islam

secara simplistik, gerakan Postradisionalisme dapat dipahami sebagai suatu

gerakan “lompatan tradisi”. Gerakan ini, sebagaimana Neo-Tradisionalisme,

berangkat dari suatu tradisi yang secara terus-menerus berusaha

memperbaharui tradisis tersebut dengan cara mendialogkan dengan

modernitas. Karena intensifnya dialog dengan kenyataan modernitas, maka

terjadilah loncatan tradisi dalam kerangka pembentukan tradis baru yang

sama sekali berbeda dengan tradisi sebelumnya. Di satu sisi memang terdapat

kontinuitas, tetapi dalam banyak bidang terdapat diskontinuitas dari bangunan

tradisi lamanya. Umumnya, bersamaan dengan pengembangan pemikiran

Post-Tradisionalisme terjadi juga nuansa “liberasi pemikiran”.

Satu  hal  yang  perlu  dicatat  bahwa  gerakan  intelektual 

postradisionalisme  Islam berangkat  dari  kesadaran  untuk  melakukan 

revitalisasi  tradisi,  yaitu  sebuah  upaya  untuk menjadikan tradisi (turath)

sebagai basis untuk melakukan transformasi. Dari sinilah komunitas post-

tradisionalisme Islam bertemu dengan pemikir Arab modern seperti

Muhammad Abed al-Jabiri  dan  Hassan  Hanafi  yang  mempunyai  apresiasi 

tinggi  atas  tradisi  sebagai  basis transformasi.

Komunitas  postradisionalisme  Islam  mencoba  untuk  melihat 

tradisi  secara kritis, historis, dan objektif. Dalam konteks demikian, wacana

postradisionalisme Islam sangat dipengaruhi  oleh  semangat perkembangan 

pemikiran  Arab  modern yang  diadopsi  sebagai optik untuk membaca

tradisi dan pemikiran Islam.

Dengan menggunakan optik tradisi sebagaimana telah diuraikan, maka

problem postradisionalisme  Islam  sebenarnya  adalah  bagaimana 

melakukan  pembaharuan  pemikiran keagamaan  yang  harus  mengkritisi 

tradisi  di  satu  pihak,  namun  pada  pihak  lain  memiliki kebutuhan untuk

“tergantung” pada  tradisi sebagai basis transformasi.

21

Page 22: Post modernisme & post tradisionalisme

Postmodernisme dan Postradisionalisme serta Pengaruhnya Terhadap Model Pengembangan Pendidikan Islam

H. Persamaan dan Perbedaan Postmodernisme dan Postradisionalisme

Fenomena postmodern mencakup banyak dimensi dari masyakat

kontemporer. Postmodern adalah suasana intelektual yang bersifat Ide atau

”isme” postmodernisme. Para ahli saling berdebat untuk mencari aspek-aspek

apa saja yang termasuk dalam postmodernisme. Tetapi mereka telah

mencapai kesepakatan pada satu butir: fenomena ini menandai berakhirnya

sebuah cara pandang universalisme ilmu pengetahuan modern. Postmodem

menolak penjelasan yang harmonis, universal, dan konsisten yang merupakan

bagian identitas dasar yang membuat kokoh dan tegaknya modernisme. Kaum

postmodernis mengkritik dan menggantikan semua itu dengan sikap

menghargai kepada perbedaan dan penghormatan kepada yang khusus

(partikular dan lokal). Lalu membuang yang universal. Postmodernisme

menolak penekanan kepada penemuan ilmiah melalui metode sains. Metode

ilmiah ini merupakan fondasi intelektual dari modernisme untuk menciptakan

dunia yang seolah-olah lebih baik pada masa-masa awal masa pencerahan.

Metode ilmiah telah mengantarkan modernisme dalam bentuk praktisnya

berbagai teknologi.

Ilmu pengetahuan telah memaksa kita memahami kemodernan bukan

lagi sebagai pembebasan. Modernitas atas kuasa ilmu pengetahuan ternyata

sebagai proses kian intensif dan ekstensifnya pengawasan (surveillance),

lewat "penormalan", regulasi dan disiplin untuk masing-masing posisi.

Untuk itulah kehidupan dunia harus diselamatkan dari proses

kolonialisasi ilmu pengetahuan. Postmodernisme dengan gerakan

postkolonialismenya menggempur habis-habisan jerat kuasa pengetahun yang

bersembunyi atas nama bendera modernisme. Disinilah bisa kita temukan

watak menonjol dari era postmodernisme mengandung kecenderungan

diantaranya; mengangkat konsep pluralisme, Mengacu nilai yang bersifat A

Historis, penekanan pada konsepsi empiris dalam arti konsep fenomenologi

dialektis, dan Penekanan pada nilai individualitas diri manusia sebagai sang

otonom sehingga postmodernisme menolak nilai-nilai absolutisme,

22

Page 23: Post modernisme & post tradisionalisme

Postmodernisme dan Postradisionalisme serta Pengaruhnya Terhadap Model Pengembangan Pendidikan Islam

universalitas, dan homogenitas.18 Watak utama postmodernisme tersimpul

dalam konsep kritik ideologi besar atas ilmu pengetahuan yang disebut

dengan dekonstruksi yang dipelopori oleh Derrida. Konsep dekonstruksi

Derrida ini merupakan penyempurnaan dari ide destruksi yang dipelopori

oleh Heidegger. Meski diantara derrida ada sejumlah persamaan dan

perbedaannya dalam memandang realitas sebagai sebuah inspirasi pemikiran

manusia.

Sementara Postradisionalisme berangkat  dari  kesadaran  untuk 

melakukan  revitalisasi  tradisi,  yaitu  sebuah  upaya  untuk menjadikan

tradisi (turath) sebagai basis untuk melakukan transformasi dan mencoba 

untuk  melihat  tradisi  secara kritis, historis, dan objektif. Dalam konteks

demikian, wacana postradisionalisme Islam sangat dipengaruhi  oleh 

semangat perkembangan  pemikiran  Arab  modern yang  diadopsi  sebagai

optik untuk membaca tradisi dan pemikiran Islam.

I. Pengaruh Postmodernisme dan Postradisionalisme Dalam Pendidikan

Berdasarkan ciri menonjol postmodernisme, maka dapat dilacak

dimana letak keterpengaruhan gerakan ini terhadap paradigma pendidikan.

Pendidikan pada saat sekarang tidak lagi dipahami sebagai peneguhan proses

transformasi pengetahuan (knowledge) yang hanya dikuasai oleh sekolah

(pendidikan formal). Guru dengan demikian tidak lagi dipandang sebagai

‘dewa’ dengan segala kemampuannya untuk melakukan proses pencerdasan

masyarakat. Gudang ilmu mengalami pergeseran, tidak lagi terpusat pada

guru. Ruang pendidikan tidak lagi harus berada pada ruang-ruang sempit,

yang bernama sekolah, melainkan juga harus dimainkan oleh masyarakat,

entah itu melalui pendidikan alternatif maupun melalui pendidikan luar

sekolah19. Proses pendidikan akan memperoleh keuntungan dari upaya

membebaskan masyarakat yang cenderung mendewakan sekolah, dengan 18 Joko Siswanto, Sistem- system Metafisika Barat,(Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 1998),

hlm. 160-16219 Illich Ivan,. Bebaskan masyarakat dari belenggu sekolah. Terjemahan, Sonny Keraf.

(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003), hlm.33-34

23

Page 24: Post modernisme & post tradisionalisme

Postmodernisme dan Postradisionalisme serta Pengaruhnya Terhadap Model Pengembangan Pendidikan Islam

demikian kegiatan sekolah tidak lebih hanya sebagai pengkhianatan terhadap

upaya pencerahan budi.

Postmodernisme yang mengusung tema pluralitas, heterogenitas serta

deferensiasi adalah bukti betapa pendidikan harus disebarkan melalui kerja-

kerja yang tidak harus dibebankan pada sekolah. Apalagi, realitas

membuktikan betapa sekolah justru seringkali memainkan peran dogmatis

dan dominannya dalam melakukan transfer of value (transformasi nilai)

serta transfer of knowledge (transformasi pengetahuan). Peran guru, bahkan

juga institusi sekolah seringkali menampilkan diri dalam batas-batasnya

sebagai pembelenggu kreativitas anak didik, anak didik disekolah sering

diperlakukan oleh guru tak ubah sebagai bejana kosong yang siap diisi tanpa

boleh dibantah, pendidikan seperti ini yang dikritik oleh Freire sebagai model

pendidikan “gaya bank” (banking system)20. Sementara pola Sistem Kredit

Semester (SKS) bahkan juga ujian akhir nasional (UAN) sebagai ukuran

terakhir kemampuan anak didik adalah representasi bagi ‘penindasan’ yang

dilakukan institusi-institusi tersebut terhadap pengembangan kreativitas anak

didik. Beban pelajaran yang sedemikian berat, meminimilisasikan

kemampuan anak didik untuk ‘melakukan’ eksperimentasi’ berdasarkan

kemampuannya secara profesional, karena disibukkan dengan beban-beban

yang cukup membelenggu.

Selama ini, pendidikan seolah hanya diarahkan pada pembentukan

kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga beban berat

pengajaran seringkali diarahkan pada penguasaan pada bidang-bidang

tersebut. Padahal dalam perspektif postmodernisme, justru masyarakat

modern mengalami degradasi, krisis moral, krisis sosial dan sebagainya, yang

dimulai dari dominasi iptek dengan penerapan rasio manusia sebagai ukuran

kebenarannya telah mendatangkan persoalan yang cukup berat menimpa

masyarakat modern.

20 Paulo Freire,  politik pendidikan: kebudayaan, kekuasaan dan pembebasan, Agung Prihantoro dan Fuad Arif Fudiyartanto,  (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 28

24

Page 25: Post modernisme & post tradisionalisme

Postmodernisme dan Postradisionalisme serta Pengaruhnya Terhadap Model Pengembangan Pendidikan Islam

Rasio manusia an sich tidak lagi diharapkan dapat memberikan

jawaban atas berbagai problem yang muncul dalam masyarakat modern,

sehingga proses pendidikan hanya diarahkan pada kepentingan rasio atau

nalar rasionalitas justru akan mendatangkan bencana kemanusiaan. Padahal

sejak awal diyakini bahwa pendidikan diselenggarakan sebagai alat untuk

memanusiakan manusia21. Pengangkatan harkat dan martabat kemanusian

tidak hanya dapat dimainkan oleh nalar rasio semata, tetapi harus integratif

antara nalar rasional dan nalar spiritual.

Dalam kondisi yang demikian postmodernisme tampil memberikan

berbagai alternatif bagi proses pendidikan yang harus dijalankan. Kritik

mendasar postmodernisme terhadap modernisme telah memunculkan

berbagai tema-tema penting seperti paralogy atau pluralisme,

deferensiasi atau desentralisasi, dekontsruksi atau kritik dasar atas sebuah

tatanan, relativisme, dan sebagainya22.

Sedangkan postradisionalisme memberikan gambaran bahwa

pendidikan sebagai media revitalisasi tradisi secara kritis, historis dan

obyektif sebagai basis transformasi.

 

J. Pengaruh Postmodernisme dan Postradisionalisme Terhadap Model

Pengembangan Pendidikan Islam

Islam dengan segala jenis perangkatnya tidak berhenti pada satu titik.

Tapi ia berkembang di semua sektor, mulai dari ideologi, sosial, ekonomi,

politik dan lain sebagainya. Ini menandakan bahwa Islam tidak lari dari

tanggung jawab kemanusiaan. Termasuk di dalamnya adalah tanggung jawab

pemberdayaan intelektualitas lewat jalur pendidikan. Oleh karenanya, Islam

disebut sebagai agama ide. Artinya ide tentang masyarakat beradab dan

masyarakat kesantunan rasional (salam: kepatuhan pada hukum dan

penegakan damai serta penyelamatan kemanusiaan).23

21 Mulyasa, E.. Kurikulum berbasis kompetensi konsep, karakteristik, dan implementasi. (Bandung: Rosdakarya, 2003) hlm. 7

22 Santoso, Listiyono, “Postmodernisme: Kritik Atas Epistemologi Modern, dalam Epistemologi Kiri, (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2003) hlm. 331

23 Airlangga Pribadi dan Yudhie R. Hartono, Post Islam Liberal: Membangun

25

Page 26: Post modernisme & post tradisionalisme

Postmodernisme dan Postradisionalisme serta Pengaruhnya Terhadap Model Pengembangan Pendidikan Islam

Pendidikan dikatakan sebagai sektor terpenting dalam kehidupan

Islam. Karena, Islam sangat membutuhkan aktualisasi kembali terhadap

keilmuannya. Reaktualisasi tradisi keilmuan Islam berarti menghidupkan

kembali tradisi keilmuan.24 Dengan mengaktualisasikannya, berati selama ini

ia tidak aktual sesuai real yang dicanangkan dalam konteks pembaharuan.

Wajar sekali apabila Fazlur Rahman menyatakan konsep pembaharuannya:

Pembaharuan Islam yang bagaimanapun yang mau dilakukan sekarang ini, mestilah dimulai dengan pendidikan. Walaupun suatu orientasi yang islamis mesti diciptakan pada tingkat pendidikan primer, tapi pada tingkat tinggilah Islam dan intelektualisme modern harus diintegrasikan untuk melahirkan suatu waltanschauung Islam yang asli dan modern.25

Pernyataan tersebut menandakan bahwa selama proses pembaharuan

dijalankan, maka hal yang paling diprioritaskan adalah pendidikan.

Pendidikan memang sangat ampuh sebagai terapi dari segala macam penyakit

sosial. Hancurnya ekonomi, instabilitas politik, dan retaknya budaya hanya

dapat ditanggulangi dan disembuhkan dengan pendidikan. Maka posisi

pendidikan tidak cocok kalau dikekang. Sehingga Henry A. Giroux

menyebutkan konsep pendidikan secara filosofisnya Paulo Freire mempunyai

visi liberated humanity.26 Pengembangan visi kemanusiaan ini akan

mencerminkan bahwa pendidikan sangat luas geraknya. Namun gerakan

kebebasan dalam Islam sendiri terkadang dihadang oleh kekuatan wahyu.

Maksudnya, posisi Islam semakin terjepit oleh dogma ilahiyah yang dimaknai

secara normatif. Misalnya memaknai perintah sholat sebagai kewajiban ritual,

tidak mau mengembangkan pemaknaan sholat sebagai ibadah sosial. Berikut

pula proses pembaharuan lainnya, kalau Islam dipandang secara normatif,

maka Islam tidak akan maju. Islam juga bisa dilirik dari kesejarahannya. Oleh

sebab itulah Abd A'la menilai:

Islam dalam analisis Fazlur Rahman merupakan gerakan aktual

Dentuman Mentradisikan Eksperimentasi, (Jakarta: PT. Gugus Press), hlm. 40.24 A.H. Ridlwan, Reformasi Intelektual Islam: Pemikiran Hassan Hanafi Tentang

Reaktualisasi Tradisi Keilmuan Islam, (Yogyakarta: Ittiqa Press), hal. 25.25 Fazlur Rahman, Islam, Op.cit, hlm. 384.26 Paulo Freire, Politik Pendidikan: Kebudayaan, Kekuasaan dan Pembebasan,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 25.

26

Page 27: Post modernisme & post tradisionalisme

Postmodernisme dan Postradisionalisme serta Pengaruhnya Terhadap Model Pengembangan Pendidikan Islam

pertama yang dikenal dalam sejarah, yang memandang masyarakat secara serius dan menganggap sejarah itu dengan penuh arti. Pandangannya ini didasarkan pada satu kenyataan bahwa Islam-lah yang memahami pembangunan atau pemakmuran dunia ini bukan sebagai suatu usaha yang sia-sia atau hanya sekedar keterpaksaan (pis aller). Namun justru hal itu merupakan tugas yang "melibatkan" Tuhan dan manusia secara bersama-sama. Dalam perspektif itu, masyarakat dan sejarah dalam Islam merupakan dua unsur penting yang tidak dapat dipisahkan. Melalui kedua unsur itu kehidupan di dunia mempunyai nilai yang siginifikan. Sebab dalam sejarah dan masyarakat, Islam berkembang terus mewarnai kehidupan dunia.Menurut Fazlur Rahman, dalam kondisi semacam itu dinamika Islam menemukan pijakannya. Abad-abad pertama kehidupan Islam membuktikan kenyataan tersebut. Namun akhirnya perkembangan peradaban Islam menjadi lumpuh ketika penafsiran al-Qur'an dan Sunnah nabi berhenti sebagai Sunnah yang hidup (sebagai suatu proses yang terus menerus berkembang, pen.), dan dipandang sebagai perwujudan kehendak Tuhan, serta generasi awal umat Islam dipandang lebih sebagai bagian kepercayaan daripada bagian sejarah. Dalam kondisi seperti itu Islam menjadi agama yang beku dan dekaden serta kehilangan semangat kreativitasnya. Islam tidak dapat berkembang lagi dan tidak mampu menjadi acuan yang sebenarnya dalam kehidupan aktual, serta tidak berdaya dalam menyelesaikan masalah kongkrit umat Islam dan umat manusia secara keseluruhan.27

Ketika Islam dapat memahami pembangunan atau pemakmuran dunia,

disinilah posisi pendidikan sangat penting. Dalam nalar pemikiran tentang

neo-modernisme, Fazlur Rahman menetapkan "konsep perubahan" yang ada

dalam bingkai modernitas dipandang terlalu ke barat-baratan. Lain daripada

itu, nilai agama juga mulai bergeser. Dengan kata lain, modernisme sangat

kental dengan likuidasi tradisi. Oleh sebab itu, neomodernisme hendak

membangun dialog tradisi dan modernisasai. Melihat sulitnya "proyek"

tersebut, maka Islam diposisikan sebagai objek kajian, yang olehnya

dimaknai sebagai budaya.

Secara konseptual dalam rangka pengembangan pendidikan Islam,

neo-modernisme menawarkan konsep holistik dalam memahami ajaran-ajaran

keagamaan. Konsep holistik yang dimaksud adalah upaya memahami ajaran

27 Dr. Abd A'la, MA, Dari Neomodernisme ke Islam Liberal: Jejak Fazlur Rahman dalam Wacana Islam di Indonesia, Jakarta: Paramadina, hal 68-69.

27

Page 28: Post modernisme & post tradisionalisme

Postmodernisme dan Postradisionalisme serta Pengaruhnya Terhadap Model Pengembangan Pendidikan Islam

dan nilai-nilai yang mendasar dalam Alqur’an dan al-Sunnah dengan

mengikut sertakan dan mempertimbangkan khazanah intelektual Islam klasik

serta mencermati kesulitan-kesulitan dan kemudahan-kemudahan yang

ditawarkan oleh dunia teknologi modern. Dengan kata lain, neo-modernisme

selalu mempertimbangkan Alqur’an dan al-Sunnah, khazanah pemikiran

Islam klasik, serta pendekatan-pendekatan keilmuan yang muncul pada era

modern. Jargon yang sering dikumandangkan adalah “al-Muhâfazhah ‘ala al-

Qadîm al-Shâlih wa al-Akhzu bi al-Jadîd al-Ashlah”, yakni memelihara hal-

hal yang baik yang telah ada sambil mengembangkan nilai-nilai baru yang

lebih baik.

Dengan demikian jargon yang dikumandangkan oleh neo-modernisme

tersebut menggaris bawahi perlunya pemikir pendidikan Islam untuk

mendudukkan nilai-nilai ilahi dan insani yang telah dibangun oleh pemikir

terdahulu, sebagai pengalaman mereka dan dalam konteks ruang dan

zamannya (kontekstualisasi). Kemudian setelah itu perlu dilakukan uji

falsifikasi, agar ditemukan relevan atau tidaknya dengan konteks sekarang

dan yang akan datang. Sementara hal-hal yang dipandang relevan akan

dilestarikan, sebaliknya yang kurang relevan akan dicarikan alternatif lainnya

atau dilakukan rekonstruksi tertentu dalam konteks pendidikan masyarakat

muslim kontemporer.

Dengan demikian pemikiran Neo-modernisme memiliki beberapa

langkah dalam kerangka pengembangan pendidikan Islam. Pertama, berusaha

membangun visi Islam yang lebih modern dengan tidak meninggalkan

warisan intelektual Islam, bahkan menggali akar-akar pemikiran tradisional

Islam yang tetap relevan dengan kemodernan. Kedua, menggunakan

metodologi pemahaman yang lebih modern terhadap Alqur’an dan al-Sunnah

dengan metode historis, sosiologis dengan pendekatan kontekstual. Ketiga,

untuk mensosialisasikan pemikirannya, kalangan Neo-modernisme Muslim

lebih dahulu melakukan kritik ke dalam diri (self critism) dan diikuti dengan

suatu terapi kejut (shock therapy) terhadap kejumudan pemikiran dan sikap

28

Page 29: Post modernisme & post tradisionalisme

Postmodernisme dan Postradisionalisme serta Pengaruhnya Terhadap Model Pengembangan Pendidikan Islam

hidup umat Islam.

Sedangkan postradisionalisme memposisikan Islam sebagai nilai yang

bersifat sakral-universal. Namun  ketika  nilai-nilai  Islam  itu  bersentuhan 

dengan  realitas  sosial  budaya,  maka perwujudan  nilai-nilai  yang 

kemudian  menjadi  institusi suatu  nilai  yang  telah  melembaga tersebut 

menjadi  bersifat  partikular-lokal-profan.  Dengan  pemahaman  demikian, 

postradisionalisme sesungguhnya telah melakukan “kritik nalar” terhadap

konstruksi pemahaman keislaman yang selama ini ada dan berkembang

dominan dalam kehidupan umat Islam.

Kesadaran demikian, oleh kalangan postradisionalisme, berusaha

untuk ditubuhkan(dikonkretisasi) melalui basis kurikulum pendidikan agama

Islam dalam konstruksi kurikulum yang  sama  sekali  lain  (beda)  dengan 

konstruksi  pendidikan  agama  Islam  yang  selama  ini dikembangkan di

lembaga-lembaga pendidikan formal resmi selama ini.

LKiS  sejak  tahun  1997  sampai  sekarang  menyelenggarakan  suatu 

program  yang diidentifikasi  dengan “Belajar  Bersama  Islam 

Transformatif   dan  Toleran.” Program  ini merupakan  program  pendidikan 

alternatif   bagi  kalangan  anak  muda  kritis  sebagai  salah upaya  penguatan

civil  society dengan  mengembangkan  wacana  kritisisme  baik  kepada teks

keagamaan, tradisi dan sebagainya. Dengan model belajar bersama ini,

terbentuk suatu jaringan  kaum  intelektual  muda  progresif  yang 

menjadikan  gagasan  dan  wawasan  Islam transformatif   dan  toleran 

menjadi  tersebar  luas  ke  berbagai  daerah  dan  kampus-kampus.

Sedangkan  P3M  mengembangkan  wacana  kerakyatan  dengan 

menggunakan  tradisi keagamaan  sebagai  basis  transformasinya.  Tema-

tema  yang  diangkat  misalnya fiqh  al-nisa’, fiqh  al-siyasah, Islam  dan 

demokrasi, halaqah  ideologi-ideologi  besar  dunia,  demokrasi pesantren dan

yang paling populer kini adalah program Islam emansipatoris.

Dengan  demikian,  dapat  disimpulkan  bahwa  agenda-agenda 

intelektual  yang dirumuskan dalam silabus pendidikan komunitas

29

Page 30: Post modernisme & post tradisionalisme

Postmodernisme dan Postradisionalisme serta Pengaruhnya Terhadap Model Pengembangan Pendidikan Islam

postradisionalisme Islam adalah “wacana subversif ”  yang  sangat  diilhami 

oleh  denyut  postmodernisme  yang  menolak  adanya sentralisme

(decentering) dan segala bentuk hegemoni. Dengan semangat “subversif

akademik”dan kritik nalar inilah, kalangan postradisionalisme melancarkan

pembaruan pemikirannya yang  sangat  menentukan  terhadap  konstruksi

dan  muatan  materi  pendidikan  agama  Islam salah satunya adalah

pemaknaan baru Aswaja.

30

Page 31: Post modernisme & post tradisionalisme

Postmodernisme dan Postradisionalisme serta Pengaruhnya Terhadap Model Pengembangan Pendidikan Islam

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Postmodernisme adalah sebuah gerakan pencerahan atas pencerahan dan

kritik atas masyarakat modern dan kegagalannya dalam memenuhi janji-

janjinya serta mengkritik segala sesuatu yang diasosiasikan dengan

modernitas.

2. Sejarah postmodernisme Barat pertama kali dicetuskan oleh Arnold

Toynbee pada tahun 1939 dalam bukunya Study of History. Kemudian

dilanjutkan oleh J. Francois Lyotard dengan karyanya The Post-Modern

Condition.

3. Diantara tokoh-tokoh postmodernisme adalah Frederich Wilhelm

Nietzche, Charles Sanders Pierce, Michel Foucault, Jacqeues Derrida, Jean

Francois Lyotard, Jan Mukarovsky, dan Hans Robert Jauss.

4. Sejarah postmodernisme Islam (Neo-Modernisme Islam) merupakan

sintesis antara pola pemikiran tradisionalisme dan modernisme. Gerakan

ini dipelopori oleh Fazlur Rahman pada abad XX dengan teorinya “The

Double Movement Theory”.

5. Neo-Modernisme Islam di Indonesia dimotori oleh generasi muda yang

terpelajar dan mencapai ketenaraanya pada masa Nurcholis Madjid dan

setelahnya.

6. Postradisionalisme adalah gerakan revitalisasi dan transformasi tradisi

yang mengandung nilai-nilai kontinuitas dan perubahan.

7. Sejarah Postradisionalisme Islam berangkat dari kesadaran untuk

melakukan revitaslisasi tradisi, yaitu sebuah upaya untuk menjadikan

tradisi (turath) sebagai basis untuk melakukan transformasi.

8. Persamaan postmodernisme dengan postradisionalisme adalah sebagai

sintesa terhadap realitas yang terjadi. Perbedaannya adalah

postmodernisme menekankan pada sintesa terhadap modernitas, tetapi

postradisonalisme menekankan pada revitalisasi dan transformasi tradisi.

31

Page 32: Post modernisme & post tradisionalisme

Postmodernisme dan Postradisionalisme serta Pengaruhnya Terhadap Model Pengembangan Pendidikan Islam

9. Pengaruh postmodernisme dalam pendidikan adalah pada tema yang

diusung yaitu pluralitas, heterogenitas dan deferensiasi, sedangkan

postradisionalisme memberikan gambaran pendidikan sebagai media

revitalisasi tradisi secara kritis, historis, dan obyektif sebagai basis

transformasi.

10. Pengaruh postmodernisme terhadap model pengembangan

pendidikan Islam adalah pertama, berusaha membangun visi Islam yang

lebih modern dengan tidak meninggalkan warisan intelektual Islam,

bahkan menggali akar-akar pemikiran tradisional Islam yang tetap relevan

dengan kemodernan. Kedua, menggunakan metodologi pemahaman yang

lebih modern terhadap Alqur’an dan al-Sunnah dengan metode historis,

sosiologis dengan pendekatan kontekstual. Ketiga, melakukan kritik ke

dalam diri (self critism) dan diikuti dengan suatu terapi kejut (shock

therapy) terhadap kejumudan pemikiran dan sikap hidup umat Islam.

Sedangkan postradisionalisme berusaha mengkonkretisasikan kurikulum

pendidikan agama Islam. Sebagai contoh  suatu  program  yang

diidentifikasi  dengan “Belajar  Bersama  Islam  Transformatif   dan 

Toleran.” Dan mengembangkan  wacana  kerakyatan  dengan 

menggunakan  tradisi keagamaan  sebagai  basis  transformasinya.  Tema-

tema  yang  diangkat  misalnya fiqh  al-nisa’, fiqh  al-siyasah, Islam  dan 

demokrasi, halaqah  ideologi-ideologi  besar  dunia,  demokrasi pesantren

dan yang paling populer kini adalah program Islam emansipatoris.

B. Saran

Berdasar pada pembahasan, maka penulis memberikan saran sebagai

berikut :

1. Memperluas cakupan materi yang berkaitan postmodernisme dan

postradisionalisme yang dikaitkan dengan model pengembangan

pendidikan Islam.

2. Membuat peta konsep dari pembahasan ini yang bertujuan untuk

memudahkan para pembaca memahami secara singkat.

32

Page 33: Post modernisme & post tradisionalisme

Postmodernisme dan Postradisionalisme serta Pengaruhnya Terhadap Model Pengembangan Pendidikan Islam

DAFTAR PUSTAKA

Al-Mascaty, Hilmy Bakar. 2000. Membangun Kembali Sistem Pendidikan

Kaum Muslimin. Jakarta: Yayasan Az-Zahra.

A'la, Abd. 2003. Dari Neomodernisme ke Islam Liberal: Jejak Fazlur

Rahman dalam Wacana Islam di Indonesia. Jakarta: Paramadina.

Al-Qurtuby, Sumanto. 1999. KH. MA. Sahal Mahfudh: Era Baru Fiqih

Indonesia. Yogyakarta: Cermin.

Benhabib, Seyla. 1984. Epistemologies of Postmodernism:A Rejoinder to

Jean - Francois Lyotard. Autum:Telos press.

Freire, Paulo. 2002.  politik pendidikan: kebudayaan, kekuasaan dan

pembebasan, Agung Prihantoro dan Fuad Arif Fudiyartanto. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Freire, Paulo. 2002. Politik Pendidikan: Kebudayaan, Kekuasaan dan

Pembebasan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Haryono, Yudhie R. Gagalnya Mazhab Islam Liberal, Republika, 21

Maret 2001.

Iqbal, Muhammad. 1994. Rekonstruksi Pemikiran Islam: Studi Tentang

Kontribusi Gagasan Iqbal Dalam Pembaruan Hukum Islam. Jakarta: Kalam

Mulia.

Jencks, Charles. 1984. The Language of Post-Modern Architecture, 4th ed.

London: Academy Editions.

Lash, Scoot. 2004. Sosiologi Postmodernisme. Jakarta:Kanisius.

Leahy, Louis. 1985. Manusia Sebuah Misteri;sintesa filosofis makhluk

paradoks. Jakarta: Gramedia.

Madjid, Nurcholis. 1987. Islam : Kemodernan dan Keindonesiaan.

Bandung: Mizan.

Marie Roesnou, Pauline. 1992. Post-modernism and the social science:

Insights inroads, and intrusions. Priceton: Rinceton University Press.

Mulyasa, E. 2003. Kurikulum berbasis kompetensi konsep, karakteristik,

dan implementasi. Bandung: Rosdakarya.

33

Page 34: Post modernisme & post tradisionalisme

Postmodernisme dan Postradisionalisme serta Pengaruhnya Terhadap Model Pengembangan Pendidikan Islam

Norris, Christopher. 2003  Membongkar teori dekonstruksi Jaques

Derrida. Terjemahan. Inyiak Ridwan Muzir. Yogyakarta: Ar-Ruzz.

Pilliang, Yasraf, Amir. 2004. Posrealitas: Realitas kebudayaan dalam era

posmetafisika. Yogyakarta: Jalasutra.

Santoso, Listiyono. 2003. “Postmodernisme: Kritik Atas Epistemologi

Modern, dalam Epistemologi Kiri. Yogyakarta: Ar-Ruzz.

Sugiharto, Bambang. 2000. Postmodernisme Tantangan Bagi Filsafat.

Yogyakarta: Kanisius.

Siswanto, Joko. 1998. Sistem- system Metafisika Barat. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Turner, Bryan S. 2000. Teori-teori Sosiologi Modernitas Posmodernitas.

Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

34

Page 35: Post modernisme & post tradisionalisme

Postmodernisme dan Postradisionalisme serta Pengaruhnya Terhadap Model Pengembangan Pendidikan Islam

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya

maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul

“Postmodernisme dan Postradisionalisme serta Pengaruhnya Terhadap Model

Pengembangan Pendidikan Islam”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu

persyaratan untuk mengikuti Mata Kuliah Filsafat Ilmu pada Pasca Sarjana

Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Program Studi

Manajemen Pendidikan Islam Konsentrasi Supervisi Pendidikan Islam.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih

yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan

makalah ini, khususnya kepada :

1. Bapak Dr. H. Munirul Abidin, M.Ag selaku Dosen Mata Kuliah Filsafat Ilmu

yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam pelaksanaan

bimbingan, pengarahan dan dorongan dalam rangka penyelesaian penyusunan

makalah ini.

2. Rekan-rekan Mahasiswa Program Beasiswa pada Pascasarjana Universitas

Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Program Studi Manajemen

Pendidikan Islam Konsentrasi Supervisi Pendidikan Islam.

3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan

bantuan dalam penulisan makalah ini.

Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-

kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan

kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak

sangat penulis harapkan demi penyempurnaan makalah ini.

Malang, 10 Januari 2015

Penulis

35

Page 36: Post modernisme & post tradisionalisme

Postmodernisme dan Postradisionalisme serta Pengaruhnya Terhadap Model Pengembangan Pendidikan Islam

DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………..

Daftar Isi………………………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………

A. Latar Belakang………………………………………………………..

B. Rumusan Masalah…………………………………………………….

C. Tujuan Penulisan Makalah……………………………………………

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………….

A. Pengertian Postmodernisme..................................................................

B. Sejarah Postmodernisme Barat..............................................................

C. Tokoh-tokoh Postmodernisme..............................................................

D. Sejarah Postmodernisme Islam (Neo-Modernisme Islam)....................

E. Neo-Modernisme Islam di Indonesia....................................................

F. Pengertian Postradisionalisme...............................................................

G. Sejarah Postradisionalisme Islam..........................................................

H. Persamaan dan Perbedaan Postmodernisme dengan

Postradisionalisme.................................................................................

I. Pengaruh Postmodernisme dan Postradisionalisme Dalam

Pendidikan.............................................................................................

J. Pengaruh Postmodernisme dan Postradisionalisme Terhadap Model

Pengembangan Pendidikan Islam..........................................................

BAB III PENUTUP………………………………………………………….

A. Kesimpulan…………………………………………………..........

B. Saran …………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA

i

ii

1

1

2

3

4

4

6

8

13

17

19

20

22

23

25

31

31

32

36