modernisme dan fundamentalisme islam - institutional...

148
MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM (Studi Kasus Pada Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.sos) Oleh: Dede Eka Nurdiyansah NIM : 104032201019 PROGRAM STUDI SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2012

Upload: vudung

Post on 11-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM

(Studi Kasus Pada Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.sos)

Oleh:

Dede Eka Nurdiyansah

NIM : 104032201019

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2012

Page 2: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM

Page 3: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial
Page 4: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Dede Eka Nurdiyansah

NIM : 104032201019

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Modernisme Dan

Fundamentalisme Islam (Studi Pada Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta) adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan

tindakan plagiat dalam penyusunan karya tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang

ada dalam penyusunan karya ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya

dalam skripsi. Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai

dengan aturan jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau

jiplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini diperbuat untuk dipergunakan seperlunya.

Jakarta, 28 September 2012

Yang menyatakan

Dede Eka Nurdiyansah

Page 5: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

ABSTRAK

Nama : Dede Eka Nurdiyansah

NIM : 104032201019

Fakultas : Ilmu Sosial dan Politik

Jurusan : Sosiologi

Dengan sejarahnya yang panjang Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta telah menjadi salah satu ikon universitas Islam di Indonesia.

ini di tandai dengan modernisasi pendidikan yang begitu intens dilakukan oleh

para pimpinan UIN Syahid dengan cara mengintegrasikan ilmu-ilmu umum dan

ilmu-ilmu agama, dengan tujuan lebih mengembangkan Islam secara sosiologis

daripada sekedar kental warna normatifnya. Efek dari modernisasi ini, dengan

cara salah satunya pengintegrasian berbagai disiplin keilmuan, membuat

khususnya UIN Syahid Jakarta kemudian di kenal sebagai kampusnya “para

pembaharu”.

Akan tetapi, hal ini seakan kontras, dengan ditemukannya beberapa

beberapa mahasiswa dan alumni UIN Syahid Jakarta dalam kasus terorisme di

Indonesia belakangan ini. Seperti tertangkapnya Afham Ramadhan, Soni Jayadi,

dan alumni UIN Syahid Jakarta Fajar Firdaus, ketiganya terbukti

menyembunyikan pelaku tindak pidana terorisme Muhammad Sahrir dan

Saefuddin Zuhri di kamar kosan-nya di Jl Semanggi II, Ciputat, pada akhir tahun

2009 dan masing-masing dijatuhi vonis empat tahun enam bulan kurungan oleh

majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kecenderungan di kampus

Islam UIN Syahid Jakarta yang lebih mengedepankan Islam yang modern,

rasional dan kompatibel seolah linear dengan yang terjadi di perguruan tinggi

umum seperti di Universitas Sriwijaya Palembang, yang menurut Kasinyo Harto

yang dalam kesimpulan penelitiannya ternyata corak pemikiran keagamaannya

cenderung fundamnetalis/radikalis.

Masalah inilah yang kemudian menggerakkan penulis untuk mengetahui

kecenderungan pemikiran keagamaan mahasiswa UIN Syahid Jakarta, apakah

mahasiswa UIN Syahid Jakarta pemikiran keagamaannya modernis atau lebih

bersifat fundamentalis. Kajian pustaka pemikiran keagamaan modernisme dan

fundamentalisme Islam menggunakan kajian modernisme dan fundamentalisme

dalam buku Yusril Ihza Mahendra “Modernisme Dan Fundamentalisme Dalam

Politik Islam”. Untuk memecahkan masalah ini, penulis menggunakan

pendekatan studi kasus, dengan metode kualitatif untuk menghasilkan data

deskriptif. Pendekatan studi kasus digunakan untuk menjelaskan perbedaan

pemikiran keagamaan modernisme dan fundamentalisme dalam masalah ijtihad,

preseden tradisi zaman awal Islam, ijma, pluralisme dan hikmah. Selanjutnya

metode kualitatif untuk menghasilkan data, berupa kata-kata dari informan.

Teknik pengumpulan data dengan wawancara, dan studi kepustakaan. Wawancara

dilakukan dengan informan sebanyak delapan orang mahasiswa UIN Syahid

Jakarta yang tersebar di 11 fakultas.

Page 6: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

Hasil penelitan ini menunjukkan bahwa:

Pertama, berkaitan dengan hal acuan atau dasar dalam membangun

masyarakat berdasarkan Al-Quran dan hadis, sebagian besar mahasiswa UIN

Syahid Jakarta dalam penelitian ini selaras dengan modernisme dan

fundamentalisme Islam bahwa Al-Quran dan hadis dapat dijadikan acuan atau

dasar dalam membangun tatanan masyarakat dengan sebagian kecil mengatakan

dengan pertimbangan. Sedangkan sebagian kecil lain mengatakan, Al-Quran dan

hadis tidak bisa dipakai sebagai landasan dalam membangun masyarakat dan

sisanya masih dilematis yaitu dalam masalah ibadah bisa Al-Quran dan hadis

dijadikan pedoman tapi dalam masalah horizontal (hubungan sesama

manusia/muamalah) masih dilematis.

Kedua, berkaitan dengan ijtihad, dalam hal hukum potong tangan, waris

dan kepemimpinan wanita, mahasiswwa UIN Syahid Jakarta dalam penelitian ini

menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa UIN Syahid Jakarta dalam

penelitian ini selaras dengan modernisme Islam bahwa ayat-ayat Al-Quran seperti

hukum potong tangan, waris dan kepemimpinan wanita harus terus diijtihadkan.

Sedangkan sebagian kecil lain mengatakan, ayat-ayat Al-Quran tersebut sudah

jelas maknanya jadi memang tidak perlu diijtihadkan lagi.

Ketiga, berkaitan dengan tradisi zaman awal Islam dalam hal hukum

potong tangan, waris dan kepemimpinan wanita masih relevan atau tidak menurut

mahasiswa UIN Syahid Jakarta. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa

sebagian besar mahasiswa UIN Syahid Jakarta dalam penelitian ini sepakat

dengan modernisme Islam bahwa tradisi-tradisi zaman awal Islam seperti hukum

potong tangan, waris dan kepemimpinan wanita tidak relevan lagi untuk

diterapkan dimasa sekarang. Sedangkan sebagian kecil lain mengatakan, tradisi-

tradisi zaman awal Islam seperti hukum potong tangan, waris dan kepemimpinan

wanita masih relevan untuk diterapkan dimasa sekarang.

Keempat, Berkaitan dengan ijma dalam penelitian ini menunjukkan bahwa

sebagian besar mahasiswa UIN Syahid Jakarta dalam penelitian ini sepakat

dengan fundamentalisme Islam bahwa seorang muslim harus memberikan

apresiasi-peghargaan terhadap ulama-ulama jaman para tabiin dan tabi l-tabi‟in.

Akan tetapi sebagian besar mahasiswa UIN Syahid Jakarta dalam penelitian ini

menyatakan bahwa ijma-ijma terdahulu dapat diperbaharui hal ini cenderung

bersifat modernis karena aliran modernis memandang ijma (konsensus) yang

dicapai oleh generasi terdahulu, dapat diperbaharui oleh generasi yang hidup di

zaman kemudian. Hal ini dilakukan jika factor-faktor psikologis, social, politik

dan ekonomi yang melatarbelakangi ijma itu berubah. Dalam hal ini termasuk

juga kemungkinan memperbaharui ijma para sahabat nabi.

Kelima, berkaitan dengan pluralisme, dalam penelitian ini menunjukkan

bahwa sebagian besar mahasiswa UIN Syahid Jakarta dalam penelitian ini

cenderung memandang positif terhadap pluralisme, dan hal ini selaras dengan

modernisme Islam.

Keenam, berkaitan dengan hikmah (kebijaksanaan) dalam penelitian ini

menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa UIN Syahid Jakarta dalam

Page 7: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

penelitian ini cenderung bersifat modernis Bagi mereka hikmah (kebijaksanaan)

akan ditemukan dimana saja termsuk pada kelompok-kelompok dari luar Islam.

Dan mereka juga cenderung bersikap terbuka untuk beradaptasi dan

mengakulturasi prnsip-prinsip doktrin dengan “hikmah” yang telah disumbangkan

oleh masyarakat-masyarakat yang mendukung peradaban lain.

Page 8: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum Warahmatullahi Wabaraakatuhu

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT,

Tuhan Semesta Alam, yang telah memberikan segala kenikmatan-Nya kepada

penulis, baik itu nikmat iman, sehat , dan waktu serta nikmat kemudahan jalan

yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Shalawat dan

salam penulis haturkan kepada Nabi Besar umat manusia Muhammad SAW, yang

membawa risalah Allah SWT dan mengajarkannya kepada manusia sehingga

terhindar dari zaman kebodohan. Shalawat dan salam tidak lupa penulis haturkan

pula kepada para keluarga nabi, sahabat nabi, tabi‟in, tabi-tabi‟in, dan para

pengikutnya hingga akhir zaman.

Penulis melakukan penelitian ini untuk memenuhi persyaratan akan

kelulusan penulis untuk memperoleh gelar sarjana sosial di Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Jurusan Sosiologi

Agama. Dan alhamdulillah penelitian ini dapat penulis selesaikan.

Dengan selesainya penelitian ini, penulis ingin mengucapkan rasa terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua Orang tuaku, kakak dan adiku tercinta, terima kasih atas segala

dukungannya dan ridhonya baik dari segi moril maupun materil, sehingga

penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

2. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, MA selaku pembimbing utama. Terima kasih

atas segala bimbingan, pendapat dan waktu yang diberikan kepada penulis.

3. Prof. Dr. Bachtiar Effendy, Dr. Hendro Prasetyo. MA, dan seluruh staf

dekanat, terimakasih atas waktu yang telah diberikan kepada penulis selama

ini.

4. Dosen-Dosen UIN Jakarta FUF dan FISIP Reguler yang telah mengajar dan

mendidik penulis selama menjadi mahasiswa di FUF dan sekarang di FISIP

Reguler UIN Jakarta, terima kasih atas pengorbanan waktu dan ilmu yang

diberikan kepada penulis dan kawan-kawan mahasiswa lainnya. Semoga Allah

Page 9: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

SWT mencatat semuanya sebagai amal ibadah yang tak akan terputus hingga

akhir zaman. Amin.

5. Mahasiswa/i UIN Syahid Jakarta, yang telah bersedia menjadi responden

dalam penelitian penulis. Terimakasih sekali lagi atas partisipasinya.

6. Keluarga besar penulis nenek teragung Hj. Nurnas, paman, bibi dan anak-anak

yang diridhoi Tuhan ”Agung, Yudha dan Salwa”, Bpk Hj. Sobari, istri dan

anak-anaknya, Bpk. Adang beserta keluarga, dll yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu disini, terima kasih atas doa dan motivasinya ya...!!!

7. Untuk Mahasiwa Sosiologi Agama FUF angkatan tahun 2004, terima kasih,

atas persahabatan dan pengalaman yang telah diberikan kepada penulis.

Dalam penelitian ini penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan

yang dilakukan penulis. Oleh karena itu penulis akan membuka diri untuk

menerima kritik dan saran dari semua pihak terkait penelitian ini sehingga penulis

dapat memperbaiki dan menyempurnakan penelitian ini. Akhir kata penulis

berharap semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada seluruh pihak

terkait.

Wassalamu‟alaikum Wr.Wb.

Jakarta, 28 September 2012

Dede Eka Nurdiyansah

Page 10: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah ............................................................................ 1

B. Pertanyaan Penelitian .......................................................................... 10

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................... 10

D. Tinjauan Pustaka ................................................................................. 11

E. Metodologi Penelitian ......................................................................... 14

1. Pendekatan .............................................................................. 14

2. Metode..................................................................................... 14

3. Subjek ...................................................................................... 14

4. Jenis Data ................................................................................ 15

5. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 15

6. Teknik Analisis Data ............................................................... 17

F. Sistematika Penulisan ......................................................................... 17

BAB II KERANGKA TEORI

A. Istilah Modernisme dan Fundamentalisme Islam ............................... 19

B. Landasan Historis Modernisme dan Fundametalisme Islam .............. 21

C. Pandangan Keagamaan Modernisme dan Fundametalisme Islam ...... 28

1. Ijtihad ............................................................................................ 30

2. Preseden Tradisi Zaman Awal Islam ............................................ 34

Page 11: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

3. Ijma ............................................................................................... 38

4. Pluralisme Dan Hikmah ................................................................ 40

BAB III GAMBARAN OBJEK PENELITIAN MAHASISWA UIN SYAHID

JAKARTA

A. Sejarah Singkat Lahirnya UIN Syahid Jakarta.................................... 43

B. Visi, Misi Dan Tujuan ......................................................................... 54

C. Motto Dan Arah Pengembangan ......................................................... 56

D. Kerja Sama Dan Pengembangan Jaringan .......................................... 58

BAB IV ANALISIS DATA MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME

MAHASISWA UIN SYAHID JAKART

A. Acuan Atau Dasar Dalam Membangun Masyarakat ........................... 60

1. Ijtihad ............................................................................................ 66

2. Preseden Tradisi Zaman Awal Islam ............................................ 76

3. Ijma ............................................................................................... 82

4. Pluralisme ...................................................................................... 87

5. Hikmah .......................................................................................... 92

BAB IV PENUTUP

1. Kesimpulan ................................................................................... 97

2. Saran .............................................................................................. 99

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 12: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Dengan sejarahnya yang panjang dalam sistem pendidikan Islam di

Indonesia dan perkembangan modernisasi pendidikan dilingkungan internal

kampus, UIN Syahid Jakarta telah memainkan peranan penting dan strategis

dalam spectrum pendidikan Islam di Indonesia dan sekarang ini telah menjelma

mejadi salah satu ikon universitas Islam terkemuka di Indonesia. Hal ini tidak

terlepas dari para perintis dan pemimpin UIN Syahid Jakarta sendiri, salah

satunya Harun Nasution. Ia merupakan salah satu pionir pembaharuan pendidikan

di UIN Syahid Jakarta. Ketika menjabat sebagai rektor pada tahun 1973 sampai

1984, Harun Nasution memfokuskan tentang pentingnya umat Islam untuk

berpikiran modern dalam mengembangkan keilmuan serta memahami khazanah

Islam, salah satunya, yaitu mengembangkan suasana dialogis antara berbagai

disiplin ilmu di lingkungan universitas, baik antara disiplin “sekuler” dengan

agama maupun diantara cabang-cabang ilmu agama itu sendiri. Basis penggunaan

pendekatan integrasi keilmuan ini untuk lebih mengembangkan Islam secara

sosiologis daripada sekedar kental warna normatifnya1. Gagasan integrasi

keilmuan Harun Nasution, kemudian dilanjutkan pada masa kepemimpinan-

kepemimpinan selanjutnya seperti Quraish Shihab, Said Agil Al-Munawar, dan

Azyumardi Azra. Menurut Raudah Agustiar:

1Nurhidayat Muh. Said, Pembaharuan Pemikiran Islam di Indonesia “Studi Pemikiran

Harun Nasution” (Jakarta, Pustaka MAPAN, 2006), hal. 33-54.

Page 13: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

“Integrasi keilmuan yang dikembangkan di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta adalah dalam pengertian adanya keterpaduan yang utuh antara

ilmu-ilmu (termasuk nilai-nilai) keislaman dengan ilmu pengetahuan,

sains, dan teknologi, dengan menjadikan Al-Qur‟an dan Al-Hadis sebagai

sumner landasan yang utama2”.

Efek dari paradigma pendidikan yang dikembangkan oleh UIN Syahid

Jakarta, mempengaruhi cara mahasiwanya dalam menanggapi berbagai fenomena

kehidupan yang mereka hadapi. Seperti yang di kemukakan oleh Bachtiar Effendy

bahwa,:

“Mahasiswa UIN Jakarta pada awal 1980-an seperti Fachry Ali,

Komarudin Hidayat, Azyumardi Azra, Mansoer Faqih, Kurniawan

Zulkarnaen dan lain-lain, mereka sering menggunakan “ilmu-ilmu lain”

dalam melihat berbagai fenomena keagamaan Islam atau sejumlah

persoalan sosial politik yang berkembang di tanah air. Kegairan intelektual

seperti ini sempat menimbulkan penilaian bahwa mahasiswa IAIN lebih

menekanan “ilmu-ilmu sekuler” daripada “ilmu-ilmu Islam”. Menurt

Bachtiar, diskursus intelektual yang mereka bangun lebih sarat dengan

rujukan-rujukan berbahasa inggris daripada berbahasa arab. Inilah yang

memicu rekan-rekan mereka dari PT-PT umum untuk menganggap

mahasiswa IAIN Jakarta mempunyai kecenderungan yang “sekularistis”.3

Selanjutnya, tindak lanjut dari proses modernisasi paradigma pendidikan

Islam di lingkungan IAIN, adalah dengan melakukan pengiriman para dosen dan

para calon dosen dari seluruh Indonesia ke McGill University, yang kemudian

menjadi pionir untuk modernisasi studi Islam khususnya di UIN Syahid Jakarta4.

Menurut M. Amin Abdullah, selain peran Harun Nasution dan pengiriman tenaga

pengajar ke McGill University, bahwa:

“Negara juga sangat berperan dalam peralihan tipe pendidikan Islam dari

peran dakwah ke akademik, yaitu dengan melakukan berbagai perubahan

2Raudah Agustiar, Perubahan IAIN Menjadi UIN Jakarta: “Antara Kenyataan dan

Harapan”, Jurnal Mimbar Agama Dan Budaya, Vol. XXX, No. 2, 2004, h. 175

3Komarudin Hidayat dan Hendro Prasetyo, Problem dan Prospek IAIN “Antologi

Pendidikan Tinggi Islam”, (Jakarta, Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Islam Dan Direktorat

Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam DEPAG RI, 2000), h. 103-114

4Kusmana, Eva Nugraha dan Eva Fitriati, Paradigma Baru Pendidikan Islam “Rekaman

Implementasi IAIN Indonesia Social Equity Project (IISEP) 2002-2007, (Jakarta, IISEP, 2008),

hal. 3.

Page 14: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

yang didorong oleh berbagai kebijakan seperti mengakui pendidikan yang

dikembangkan masyarakat sendiri seperti pesantren dan lembaga

pendidikan swasta, pengalihan status dari lembaga pendidikan swasta ke

negeri, kebijakan arah pendidikan nasional, kebijakan perbaikan

kurikulum dan kelembagaan sampai kebijakan transformasi kelembagaan

dari institute ke universitas5.

Modernisasi pendidikan dengan pengintegrasian disiplin keilmuan,

pengiriman tenaga pengajar ke “Barat” dan kebijakan tipe pendidikan Islam,

membuat khususnya UIN Syahid Jakarta kemudian di kenal sebagai kampusnya

“para pembaharu” dan hal ini kemudian dikuatkan dengan Pola Ilmiah Pokok

(PIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sendiri yaitu pembaharuan dalam Islam

dengan menampilkan Islam yang modern, rasional dan kompatibel dengan

perkembangan zaman agar tercipta integrasi keislaman, kemanusiaan dan

keindonesiaan6. Dari uraian singkat diatas, kita dapat melihat bahwa UIN Syahid

Jakarta telah “mensimbolkan” dirinya sebagai institusi pendidikan keislaman yang

dapat menghasilkan sarjana muslim yang memiliki keunggulan kompetitif dalam

persaingan global. Dalam pandangan teori interaksionisme simbolik, apa yang

dilakukan UIN Syahid Jakarta ini merupakan proses “simbolisasi bahasa”, yang

memungkinkan mereka untuk berkomunikasi dengan dunia sosial diluar diri

mereka. Dan penggunaan simbol-simbol ini menurut pandangan teori

unteraksionisme simbolik salah satunya berfungsi untuk berhubungan dengan

dunia material dan sosial dengan membolehkan “mereka” memberi nama,

membuat kategori, dan mengingat objek-objek yang “mereka” temukan dimana

saja, dan dalam hal ini bahasa mempunyai peran yang sangat penting, dan

5Kusmana dan JM. Muslimin, Paradigma Baru Pendidikan “Restropeksi dan Proyeksi

Pendidikan Islam di Indonesia”, (Jakarta, IIESP, 2008), hal. 35.

6Kusmana, Integrasi Keilmuan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Menuju Universitas

Riset,(Jakarta,UIN Press,2006), h. 111.

Page 15: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

menurut pandangan teori interaksionisme simbolik bahasa merupakan sistem

simbol yang mahabesar7.

Akan tetapi, “simbolisasi” UIN Syahid Jakarta seolah sudah berubah dan

mendapat tantangan dengan ditemukannya beberapa beberapa mahasiswa dan

alumni UIN Syahid Jakarta, seperti tertangkapnya Afham Ramadhan, Soni Jayadi,

dan alumni UIN Syahid Jakarta Fajar Firdaus, ketiganya terbukti

menyembunyikan pelaku tindak pidana terorisme yaitu Muhammad Sahrir dan

Saefuddin Zuhri8. Gagasan dan cita-cita kampus Islam UIN Syahid Jakarta yang

lebih mengedepankan Islam yang modern, rasional dan kompatibel seolah linear

dengan yang terjadi di perguruan tinggi umum seperti di Universitas Sriwijaya

Palembang, yang menurut Kasinyo Harto yang dalam kesimpulan penelitiannya

ternyata corak pemikiran keagamaannya cenderung fundamnetalis/radikalis9.

Dalam melihat fenomena ini, penting untuk melihat pandangan William James

salah satu pemikir interaksionisme simbolik yang mengembangkan konsep

tentang „self‟ (diri). Ia mengatakan bahwa:

“Manusia mempunyai kemampuan untuk melihat dirinya sebagai objek.

Dalam kemampuan itu, ia bisa mengembangkan suatu sikap dan persasaan

terhadap terhadap dirinya sendiri. Lebih lanjut ia juga dapat membentuk

tanggapan-tanggapan-tanggapan terhadap perasaan-perasaan dan sikap-

sikap itu. James menyebutkan kemampuan-kemampuan ini sebagai „self‟.

Dan dia mengakui pentingnya kemampuan-kemampuan ini dalam

membentuk cara-cara seseorang menanggapi dunia di sekitarnya”10

.

7 Bernard Raho, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta, Prestasi Pustakakarya, 2007), hal. 110

8 http://news.detik.com/read/2010/08/03/192306/1413027/10/tiga-mahasiswa-uin-jakarta-

divonis-4-tahun-6-bulan-penjara

9Kasinyo Harto, Islam Fundamentalis Di Perguruan Tinggi Umum “Kasus Gerakan

Mahasiswa Universitas Sriwijaya Palembang”, (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Departemen

Agama RI, 2008)

10

Bernard Raho, Teori Sosiologi Modern, hal. 96

Page 16: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

Dan karena kemampuan untuk mengerti arti dan simbol-simbol, menurut

Herbert Blumer maka manusia bisa melakukan pilihan terhadap tindakan-tindakan

yang diambil. Manusia tidak perlu menerima begitu saja arti-arti dan simbol-

simbol yang dipaksakan kepada mereka. Sebaliknya mereka bisa bertindak

berdasarkan interpretasi yang mereka buat sendiri terhadap situasi itu. Dengan

kata lain, manusia mempunyai kemampuan untuk memberikan arti baru kepada

situasi itu11

. Dalam melihat fenomena diatas, penting menyimak pendapat George

Herbert Mead tentang pranata sosial (sosial institutions). Menurutnya:

“Pranata didefinisikan sebagai “Tanggapan Bersama Dalam

Komunitas” atau “Kebiasaan Hidup Komunitas”. Proses ini disebut

“Pembentukan Pranata”. Kita membawa kumpulan sikap yang

terorganisir ini kedekat kita, dan sikap kita itu membantu mengendalikan

tindakan kita, sebagian besar melalui keakuan (me). Pendidikan adalah

proses internalisasi kebiasaan bersama komunitas ke dalam diri aktor.

Pendidikan adalah proses yang essensial karena menurut pandangan Mead,

aktor tidak mempunyai diri dan belum menjadi anggota komunitas

sesungguhnya hingga mereka mampu menanggapi diri mereka sendiri

seperti yang dilakukan komunitas yang lebih luas. Untuk berbuat

demikian, aktor harus menginternalisasikan sikap bersama komunitas.

Namun, Mead dengan hati-hati mengemukakan bahwa pranata tak selalu

menghancurkan individualitas atau melumpuhkan kreativitas. Mead

mengakui adanya pranata sosial yang “menindas, stereotif, dan

ultrakonservatif–seperti gereja–yang dengan kekakuan, ketidaklenturan,

dan ketidakprogresifannnya, menghancurkan atau melenyapkan

individualitas. Tetapi mead cepat-cepat menambahkan: “tidak ada alasan

yang tak terelakan mengapa pranata sosial harus menindas atau

konservatif, atau mengapa mereka itu tak selalu lentur dan progresif, lebih

membantu perkembangan individualitas keetimbang menghalanginya.

Menurut Mead pranata sosial seharusnya hanya menetapkan apa yang

sebaiknya dilakukan individu dalam pengertian yang sangat luas dan

umum saja, dan seharusnya menyediakan ruang yang cukup bagi

individualitas dan kreativitas”.12

Fenomena fundamentalisasi atau radikalisasi agama yang muncul

belakangan ini, menurut beberapa pengamat adalah salah satu bentuk aliran

11 Ibid, h. 112

12

George Ritzer, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta,Prenada Media Group,2007), h. 237-

238

Page 17: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

pemikiran dan gerakan Islam yang ingin berusaha melahirkan arus penegasan

kembali identitas dan ideologi muslim dan berupaya mewujudkan cita-cita

politiknya kepentas kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia belakangan

ini. Dalam melihat fenomena ini, menurut Mambaul Ngadimah:

“Pemikiran dan gerakan Islam adalah fenomena sejarah sekaligus budaya

yang beragam, yang perkembangannya sangat terkait dengan latar

sosiobudaya dan politik tertentu dari suatu masyarakat Islam yang hidup di

kawasan tertentu dan dalam kurun waktu tertentu. Dan permasalahan yang

menimbulkannya adalah pergumulan Islam dn modernitas, khususnya di

negara-negara belahan Dunia Ketiga, terutama sejak otoritas Islam sebagai

kekuatan politik merosot tajam pada abad ke 18. Persoalan ini menurut

Mambaul Ngadimah, telah menyita banyak energi kalangan intelektual

Muslim untuk memecahkannya, namun hingga kini boleh dikatakan belum

ada suatu pembahasan yang tuntas baik dalam bentuk solusi maupun

antisipasi mengenai persoalan Islam dan modernitas. Ketegangan teologis

ini secara tidak terduga telah melahirkan reaksi intelektual dari kaum

muslimin berupa aliran-aliran pemikiran keagamaan yang kemudian

memperkaya khazanah intelektual-keagamaan Islam. Diantaranya, apa

yang terkenal dengan sebutan Modernisme Islam, Fundamentalisme

Islam,”13

.

Perdebatan antara kalangan modernis dan fundamentalis tentang bagaiman

mensinergikan Islam dalam kondisi dewasa ini, telah memancing perdebatan dan

persaingan yang terus menerus, di seluruh dunia Islam termasuk di Indonesia.

Contohnya adalah di Pakistan. Di Pakistan kalangan nodernis dan fundamentalis

berdebat tentang bagaimana menerapkan semangat hukum Islam pada zaman

aslinya, dan semangat zaman modern, hal ini berakibat pada persoalan serius

dalam mendefinisikan ke-Islaman-nya sejak berdiri pada 3 Juni 1947. Konflik

antara kalangan modernis dan fundamentalis ini juga terjadi di Afghanistan isunya

adalah sama yaitu tentang bagaimana menerapkan semangat hukum Islam

ditengah kondisi modern. Di Indonesia sendiri, penerapan syariat Islam di

daerahnya menimbulkan krisis konstitusi karena dipandang bertentangan dengan

13 Jurnal Innovatio, Vol. VII, No. 14, Juli-Desember 2008

Page 18: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

undang-undang yang lebih tinggi14

. Menurut Yusril Ihza Mahendra, perbedaan

pendapat dalam bagaimana mensinergikan antara Islam dan modernitas di

kalangan modernis dan fundamentalis Islam merupakan akibat dari

kecenderungan penafsiran dalam memahami doktrin agama yaitu Al-Quran dan

Sunnah Nabi yang dijadikan acuan dalam membangun tatanan masyarakat.

Menurut Yusril Ihza Mahendra:

“Keduanya (modernisme dan fundamentalisme Islam) sama-sama

berdasarkan kepada Al-Qur‟an dan Sunnah Nabi. Dan bertujuan untuk

membangun suatu tatanan masyarakat Islam, sesuai dengan maksud

doktrin yang termaktub dalam Al-Qur‟an dan Sunnah Nabi itu. Namun

demikian meskipun kedua aliran itu mempunyai tujuan yang sama,

kecenderungan mereka dalam menafsirkan doktrin menunjukkan adanya

perbedaan yang cukup penting. Para modernis Islam cenderung

menafsirkannya secara elastic dan fleksibel. Sementara para

fundamentalis cenderung menafsirkannya secara rigid dan litieralis.”15

Dijelaskan kembali oleh Yusril Ihza Mahendra bahwa:

“Perbedaan kecenderungan corak penafsiran ini, menghasilkan

perbedaan pula dalam memahami berbagai masalah, khususnya masalah-

masalah yang berhubungan dengan (a) itjihad; (b) preseden zaman awal,

serta sejarah dan tradisi Islam; (c) ijma; (d) pluralisme (kemajemukan)

dan (e) hikmahi.”16

Aliran pemikiran dan gerakan kebangkitan Islam muncul dan mendapat

perhatian besar saat pada masa tiga kerajaan besar (Turki Utsmani, Safawai dan

Mughal), yang merupakan simbol kekuatan politik Islam yang tersisa, mengalami

kehancuran dan kemunduran yang berpuncak pada abad 18 dan sekarang semakin

menunjukkan intensitasnya dan mengkristal setelah negara-negara Muslim

14 Untuk memahami tentang perdebatan modernis dan fundamentalis dalam penerapan

syariat Islam di berbagai belahan dunia Muslim, baca Taufik Adnan Amal dan Samsu Rizal

Panggabean, Politik Syariat Islam “Dari Indonesia Hingga Nigeria”, (Jakarta, Alvabet, 2004), h.

138-168.

15

Yusril Ihza Mahendra, Modernisme Dan Fundamentalisme Dalam Politik Islam,

(Jakarta: Paramadina, 1999), hal. 29.

16

Ibid., h 30.

Page 19: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

terpecah kedalam negara–bangsa. Hancurnya kekuatan Islam sebagai sistem

sosial, ekonomi dan politik, menurut Azyumardi Azra:

“Secara historis hal ini disebabkan karena, pada masa-masa

kejayaan politik muslim, khususnya dimasa Dinasti Utsmani, perasaan

“kememadaian” (sufficiency) kaum muslim terhadap Islam begitu tinggi,

sehingga membawa mereka lalai mencermati perkembangan dan dinamika

masyarakat non-muslim, dalam hal ini khususnya Eropa. Kaum muslim

merasa tidak perlu mengamati – apalagi belajar – dari kaum kafir, karena

Islam diyakini memadai untuk menjawab tantangan orang-orang kafir.”17

Dan selanjutnya akibat dari krisis yang muncul di negara-negara Muslim,

menurut Tarmizi Taher :

“Krisis yang muncul dalam negara-negara baru ini memberi ruang bagi

sementara kalangan agamawan untuk membentuk gerakan-gerakan

radikal. Mereka berusaha menolak tatanan yang ada, baik sistem negara,

hukum dan kebudayaan, untuk kemudian diganti dengan sistem Islam.

Penolakan mereka sangat radikal, dan begitu juga konsep kehidupan yang

mereka tawarkan. Berbeda dengan kaum revivalis yang sekedar ingin

mengembalikan kemurnian Islam atau kaum modernis yang bertujuan

memodernisasi Islam, kalangan fundamentalis mempercayai

kesempurnaan Islam bagi seluruh dimensi kehidupan. Oleh karenanya,

mereka terus berusaha mengganti semua institusi sosial, ekonomi, budaya,

dan politik dengan model Islam”.18

Aliran-aliran modernisme dan fundamentalisme Islam, selalu ditandai

dengan perdebatan persepsi dan pola berpikir, perbedaan-perbedaan itu tidak

jarang berujung pada kekerasan yang berlumuran darah, manakala kepentingan

politik terlibat didalamnya, namun kadangkala perbedaan-perbedaan itu seakan

menjadi tidak penting ketika kelompok-kelompok Islam tersebut merasa sedang

berhadapan dengan musuh bersama, atau pada masing-masing kelompok terasa

tidak berbenturan. Dari realitas diatas, menurut penulis yang menarik untuk di

cermati dan diteliti dalam kehidupan beragama pada umumnya tak terkecuali

17Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam “Dari Fundamentalisme, Modernisme

Hingga Post-Modernisme”,(Jakarta, Paramadina, 1996), h. vi.

18

Tarmizi Taher, Anatomi Radikalisme Keagamaan dalam Sejarah Islam, Dalam,

Radikalisme Agama, Peny, Bahtiar Effendy dan Hendro Prasetyo (Jakarta: PPIM-IAIN, 1998), h.

30

Page 20: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

kehidupan beragama Islam adalah fenomena dan kenyataan yang menunjukkan

bahwasannya kehidupan umat beragama-baik kaum awam maupun intelektual-

dalam kehidupan mereka sehari-hari adalah sangat tergantung dan ditentukan oleh

teks-teks, nash-nash dan kepustakaan keagamaan yang mereka miliki, baik yang

terkait dengan persoalan ibadah semata, maupun tata hubungan sosial keagamaan,

sosial-ekonomi, dan budaya. Jika timbul persoalan dalam kehidupan sehari-hari

pada umumnya, mereka tidak segera menyelesaikan persoalan tersebut secara

“spontan” dengan menggunakan commensense tetapi selalu merujuk terlebih

dahulu darip ada wejangan uraian, petuah, nasehat/fatwa ustadz ulama, bhiku,

pendeta, pastor atau organisaasi-organisasi, pemuka-pemuka masyarakat dan

orang-orang yang dianggap tokoh masyarakat. Para tokoh agama kemudian

berkonsultasi dahulu dengan teks-teks dan kitab keagamaan yang mereka miliki

dan yang pernah mereka telaah dan pelajari dahulu, tanpa mempertimbangkan

lebih jauh dalam onteks dan situasi apa dan bagaimana teks-teks, kitab-kitab,

fatwa-fatwa dahulu tersebut di tulis. Maka dari itu, penulis sangat tertarik untuk

mempelajari aliran-aliran pemikiran keagamaan Islam, dan kecenderungan

gagasan-gagasan pemikiran Islam yang berkembang di perguruaan tinggi Islam,

khusunya Universitas Islam Negari (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan

tema “Modernisme dan Fundamentalisme Islam (Studi Pada Mahasiswa UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta). Peneliti sangat yakin bahwa, sangatlah penting

untuk mendalami aliran-aliran pemikiran keagamaan dalam masyarakat, seperti

pemikiran-pemikiran keagamaan modernisme dan fundamentalisme dalam Islam,

dan kemudian meminta reaksi atau tanggapan mahasiswa UIN Syahid Jakarta, hal

ini di karenakan UIN Syahid Jakarta dikenal Pola Ilmiah Pokok (PIP) UIN Syarif

Page 21: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

Hidayatullah Jakarta sendiri yaitu pembaharuan dalam Islam dengan

menampilkan Islam yang modern, rasional dan kompatibel dengan perkembangan

zaman agar tercipta integrasi keislaman, kemanusiaan dan keindonesiaan.

B. Pertanyaan Penelitian

Sesuai dengan pernyataan masalah diatas, maka dibuat pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

1) Bagaimana kecenderungan pemikiran keagamaan mahasiswa Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta jika dilihat dari kerangkan

pemikiran keagamaan modernisme dan fundamentalisme dalam religio-

kultural Islam?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Mengacu pada permasalahan diatas, maka penelitian ini bertujuan, untuk

mengidentifikasi kecenderungan pemikiran keagamaan mahasiswa UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dalam kerangka aliran pemikiran keagamaan modernisme

dan fundametalisme dalam religio kultural Islam.

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian yang akan dilakukan ini diharapkan memiliki manfaat,

akademis dan praktis sebagai berikut:

Page 22: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

a. Memberikan informasi mengenai kecenderungan pemikiran mahasiswa

UIN Syarif Hidayatullah dalam kerangka pemikiran keagamaan aliran

modernisme dan fundamentlisme Islam.

b. Memberikan gambaran arah kecenderungan mahasiswa apakah bersifat

modernis atau fundamentalis dalam kaitannya dengan doktrin agama.

c. Manfaat bagi peneliti, menambah khazanah pengetahuan tentang ragam

pemikiran keagamaan dalam Islam.

D. Tinjauan Pustaka

Sejauh pengamatan penulis, cukup banyak studi secara khusus yang

membahas kecenderungan pemikiran keagamaan seseorang terhadap pemikiran

modernisme dan fundamentalisme Islam. Berikut adalah, penelitian tentang

modernisme dan fundamentalisme Islam dalam kaitannya dengan doktrin agama

yang kemudian digunakan untuk menganalisis berbagai arah kecenderungan

individu atau institusi sosial. Berikut adalah beberapa penelititan modernisme dan

fundamentalisme Islam.

1. Disertasi Yusril Ihza Mahendra, Modernisme Dan Fundamentalisme

Dalam Politik Islam. Dalam Disertasi ini Yusril mencoba menghubungkan

kaitan pemahaman keagamaan modernisme dan fundamentalisme Islam

dalam pengaruhnya terhadap pembentukan partai politik Masyumi di

Indonesia dan partai Jama‟at Islami di Pakistan. Yusril mengatakan bahwa

modernisme dan fundamentalisme Islam dapat dibedakan secara tegas,

karena kecenderungan mereka dalam menafsirkan doktrin agama berbeda-

beda. Perbedaan ini kemudian, mengakibatkan perbedaan masalah dalam

Page 23: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

melihat masalah Ijtihad, preseden zaman awal Islam, ijma, pluralisme dan

hikmah. Pandangan-pandangan dasar tersebut mempengaruhi tipologi

organisasi dan tipologi program partai modernis (Masyumi) dan partai

fundamentalis (Jama‟at-i-Islami). Dari disertasi ini, penulis mengambil

kerangka awal perbedaan modernisme dan fundamentalisme Islam. Bahwa

modernisme dan fundamentalisme Islam dapat dibedakan secara tegas,

karena kecenderungan mereka dalam menafsirkan doktrin agama berbeda-

beda. Perbedaan ini kemudian, mengakibatkan perbedaan masalah dalam

melihat masalah Ijtihad, preseden zaman awal Islam, ijma, pluralisme dan

hikmah. Disertasi Yusril Ihza Mahendra ini, merupakan pijakan awal

penulis dalam memetakan modernisme dan fundametalisme Islam untuk

melihat arah kecenderungan pemikiran keagamaan seseorang, apakah

kecenderungannya bersifat modernis atau fundamentalis yang dilihat dari

bagaimana seseorang memaknai masalah ijtihad, preseden zaman awal

serta tradisi Islam, ijma, pluralisme dan hikmah.

2. Tesis Rihlah Nuraulia, Fundamnetalisme Islam Di Indonesia Studi Atas

Gerakan Dan Pemikiran Hizbut Tahrir. Dalam tesis ini Rihlah Maulia

ingin menggali pola-pola gerakan dan pemikiran Hizbut Tahrir yang

dikelompokkan dalam kalangan Islam fundamentalis. Dalam tesisnya ini,

Rihlah Nuraulia mengatakan bahwa, ciri utama fundamentalime adalah

pandangannya yang khas mengenai kedudukan ijtihad. Kaum

fundamentalis hanya membenarkan ijtihad yang dilakukan sepanjang

syariah tidak memberikan perincian yang lebih mendalam terhadap

masalah-masalah tertentu. Selain itu harus ada preseden dari tradisi awal

Page 24: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

Islam, ataupun pendapat para fuqoha terkemuka dari jaman silam tentang

persoalan-persoalan itu. Jika ijtihad dilakukan, ia hanya boleh dilakukan

oleh para mujtahid yaitu alim ulama yang telah memenuhi syarat-syarat

untuk melakukan ijtihad. Konsensus, meskipun diakui sebagai salah satu

sumber hukum Islam, tetapi terbatas pada ijma dari jaman para sahabat

nabi. Ijma pada zaman itu tidak boleh dihapuskan oleh ijma yang

disepakati oleh generasi-generasi yang hidup dijaman kemudian.

E. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus yaitu

suatu tipe pendekatan dalam penelitian yang penelaahannya kepada satu kasus

dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail dan komprehensif19

. Pendekatan

ini dipilih untuk dapat menjelaskan kecenderungan pemikiran keagamaan

mahasiswa UIN Syahid dalam kerangka pemikiran keagamaan modernisme dan

fundamentalisme Islam.

2. Metode

Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, maka penelitian ini

menggunakan metode kualitatif, yang menghasilkan data deskriptif. Penelitian ini

bertujuan untuk mendeskirpsikan tentang pandangan keagamaan modernisme dan

fundamentalisme mahasiswa UIN Syahid Jakarta, sehingga dapat dilihat arah

kecenderungan pemikiran keagamaan seseorang. Maka metode yang akan

digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Bogdan dan

19

Sanafiah Faisak, “Format-Format Penelitian Sosiali”, (Jakarta, RajaGrafindo Persada,

2001), h. 22.

Page 25: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

Taylor, metode penelitian deskriptif kualitatif merupakan suatu prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata dari orang-orang

dan perilaku yang teramati20

.

3. Subjek

Untuk teknik pencarian Informan dalam penelitian ini menggunakan

teknik pemilihan sampel berdasarkan pertimbangan (Purposif Sampling),

merupakan tipe pemilihan sampel secara tidak acak yang informasinya diperoleh

dengan menggunakan pertimbangan tertentu21

. Informan dalam penelitian ini

adalah mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sudah menyelesaikan

proses perkuliahan, yaitu semester 9, 10, 11, 12 13, dan 14. Dikarenakan mereka

sudah disosialisasikan tentang kajian-kajian keagamaan dalam religio-kultural

Islam, dan dianggap sudah banyak terlibat dalam diskusi-diskusi keagamaan di

UIN Syahid Jakarta.

4. Jenis Data

Penjelasan Pandangan keagamaan modernisme dan fundamentalisme

Islam, diperlukan data sebagai berikut; Pertama, data primer, data ini diperoleh

langsung dari sumbernya, terutama orang yang dipilih sebagai informan yang

akan diajak wawancara. Data primer yang dimaksud dalam penelitian ini

merupakan data mengenai unsur-unsur keagamaan modernisme dan

fundamentalisme Islamm. Kedua, data sekunder merupakan data yang diperoleh

secara tidak langsung, yaitu dengan cara mengutip atau mencatat dari buku-buku,

dokumen-dokumen berupa arsip UIN Syahid Jakarta (sejarah berdiri, Visi-misi

20 Febri Anwar, Kekuasaan Pemilik Modal Dan Resistensi Pemulung Dalam Hubungan

Kerja “Studi Kasus Pada Pemulung Di Pondok Pinang Jakarta selatan”, (Jakarta, FISIP UIN

Jakarta, 2012), h 11.

21

Sanafiah Faisak, “Format-Format Penelitian Sosiali”, h. 67

Page 26: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

dan tujuan, motto dan arah pengembangan, kerja sama dan pengembangan

jaringan).

5. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data, yaitu wawancara,

dan telaah pustaka. Berikut adalah penjelasan teknik pengumpulan data dalam

penelitian ini.

1. Wawancara merupakan proses memperoleh keterangan untuk

tujuan penelitian dengan cara tanya jawab. Jenis wawancara yang

digunakan penelitian adalah wawancara tak terstuktur, yaitu adalah

wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan

pedoman wawancaran yang telah disusun secara sistematis dan

lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang

digunakan hanya berupa garis-garis besar pemasalahan yang akan

ditanyakan22

. Wawancara ini akan menggali informasi tentang

pemikiran keagamaan mahasiswa UIN Syahid Jakarta. Wawancara

menggunakan alat perekam elektronik. Infroman yang di

wawancarai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Nama Fakultas Jenis Kelamin Waktu Wawancara

SHI Ilmu Sosial dan Politik Laki-Laki 10- September-2012

IHN Dirasat Islamiyah Laki-Laki 11- September- 2012

DNU Syariah dan Hukum Laki-Laki 11-September- 2012

ISN Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Laki-Laki 12-September- 2012

IBL Ushuluddin dan Filasat Laki-Laki 13-September-2012

ROS Tarbiyah dan Keguruan Laki-Laki 14-September-2012

SPY Adab Laki-Laki 15-September-2012

IHM Tarbiyah dan Keguruan Laki-Laki 15-September-2012

22 Ibid., h. 233-234

Page 27: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

2. Telaah pustaka yaitu dengan membaca, memahami, dan

menginterpretasikan buku-buku, jurnal-jurnal, laporan penelitian

yang berkaitan dengan pembahasan ini. Buku seperti, Modernisme

Dan Fundamentalisme Islam; “Perbandingan Partai Masyumi

(Indonesia) dan Partai Jamâ'at-i-Islâmî (Pakistan)" Karya Yusril

Ihza Mahendra.

6. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan

berlangsung terus menerus sampai tuntas. Data dianalisis dengan menggunakan

tiga tahap yaitu: Pertama, reduksi data (data reduction), mereduksi data berarti

merangkum, memilih hal-hal pokok, dan memfokuskan pada hal-hal penting,

terhadap data yang terkait dengan perbedaan pemikiran keagamaan modernisme

dan fundamentalisme dalam masalah-masalah ijtihad, preseden tradisi zaman awal

Islam, ijma, pluralisme dan hikmah. Kedua, penyajian data (display data), dengan

mendisplay data, maka akan memudahkan untuk memahami kecenderungan

unsur-unsur, kedalaman dan arah pemikiran keagamaan mahasiswa UIN Syahid

Jakarta. Ketiga, penarikan kesimpulan (conclusion drawing/verification) dengan

melakukan penyimpulan terhadap data tentang ijtihad, preseden tradisi zaman

awal Islam, ijma, pluralisme dan hikmah, dan mengaitkannya dengan kerangka

teori sehingga dapat dipahami fenomena pemikiran keagamaan mahasiswa UIN

Syahid Jakarta dan juga menjawab pertanyaan penelitian.

7. Sistematika Penelitian

Dalam penulisan daftar pustaka literatur yang digunakan, peraturan

kutipan dan cara-cara mengutip serta tata cara penulisan skripsi ini mengacu pada

Page 28: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: skripsi, tesis, dan disertasi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang termuat dalam buku panduan akademik program strata

1 2011/2012. Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan. Bab ini terdiri dari pernyataan masalah, pertanyaan

penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian,

dan sistematika penulisan.

Bab II Kajian Pustaka. Bab ini berisi kajian modernisme dan

fundamentalisme Islam yang terdiri dari kontroversi istilah, landasan historis

modernisme dan fundamentalisme dan pandangan keagamaan modernisme dan

fundamentalisme Islam

Bab III Merupakan gambaran umum lokasi penelitian Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, tinjau dari sejarah berdiri, Visi-misi dan

tujuan, motto dan arah pengembangan, kerja sama dan pengembangan jaringan.

Bab IV Merupakan hal yang beruhubungan dengan hasil penelitian

mengenai pernyataan pandangan keagamaan mahasiswa dalam hal, ijtihad,

preseden tradisi zaman awal Islam, ijma, pluralisme dan hikmah.

Bab V Penutup. Bab ini berisi kesimpulan penelitian dan saran.

Page 29: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Istilah Modernisme dan Fundamentalisme Islam

Membicarakan istilah modernisme dan fundamentalisme di dalam Islam

terasa lebih sulit daripada di dalam Protestan, apalagi kedua istilah ini memang

selalu dikaitkan dengan tradisi Kristen Protestan. Menurut Asep Syamsul M

Romli:

“Dalam tradisi Kristen, Fundamentalisme sering dilawankan dengan

“modernisme”, yakni aliran (pemikiran) yang mengutamakan setiap yang

baru dari hal lama. Fundamentalisme merupakan oposan dari gerejawan

ortodoks terhadap sains modern, manakala sains modern (dianggap)

bertentangan dengan cerita atau ajaran bibble. Para aktivisnya menamakan

diri “fundamentalis”. Mereka adalah kaum oposisi yang menentang

liberalisme dan modernisme. Pihak fundamentalis menuduh kaum

modernis sebagai perusak agama Kristen dan mengorbankan bibble demi

kepentingan sains modern23

”.

Mengenai hal ini hemat penulis penting untuk menyimak pendapat dari

Yusril Ihza Mahendra:

“Modernisme dan fundamentalisme bukanlah istilah yang berasal dari

perbendaharaan kata dalam bahasa masyarakat-masyarakat muslim. Kedua

istilah itu dimunculkan oleh kalangan akademisi barat dalam konteks

sejarah keagamaan dalam masyarakat mereka sendiri. Modernisme pada

awalnya diartikan sebagai aliran keagamaan yang melakukan penafsiran

terhadap doktrin agama kristen untuk menyesuaikannya dengan

perkembangan modern. Fundamentalisme diartikan sebagai reaksi

terhadap modernisme. Fundamentalisme dianggap sebagai aliran yang

23Asep Syansul M. Romli, Demonologi Islam: Upaya Barat Membasmi Kekuatan Islam

(Jakarta,Gema Insani Press, 2000), h. 30

Page 30: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

berpegang teguh pada “fundamen” agama kristen melalui penafsiran

terhadap kitab suci agama itu secara rigid dan literalis24

”.

“Istilah modernisme dan fundamentalisme kemudian digunakan oleh

sarjana-sarjana orientalis dan pakar ilmu sosial dan kemanusiaan barat

untuk membedakam dua kecenderungan pemikiran yang hampir sama

dengan apa yang dijumpai dalam agama kristen itu, di dalam masyarakat

yang memeluk agama lain. Hal serupa juga mereka terapkan untuk

mengamati pemikiran keagamaan dalam masyarakat-masyarakat muslim.

Sungguhpun demikian dalam perkembangan ilmu sosial dan kemanusiaan

masa kini, baik ilmuwan barat maupun ilmuwan muslim telah

menggunakan istiah yang tidak sama dalam mengategorikan kedua aliran

tersebut. Istilah modernisme sering juga di ganti dengan istilah- istilah

lain, seperti “reformism”, reawakening, renaissance, dan renewal.

Sedangkan istilah fundamentalisme sering pula di ganti dengan istilah-

istilah revivalism, militancy, reassertion, resurgence, activism, dan

reconstruvtionsm. Dalam diskursus teoritis, sebagaimana biasanya, para

penulis bukan saja saling berbeda dalam menggunakan istilah, tetapi

istilah yang sama, sering pula didefinisikan dengan maksud yang

berbeda”25

.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa memang terdapat perbedaan

konteks dan aplikasi konsep modernisme dan fundamentalisme dalam Kristen dan

Islam. Meskipun demikian, harus juga diakui bahwa masalah modernisme dan

fundamentalisme dalam Islam telah menjadi konsep yang mapan dan diterima

masyarakat luas, terutama untuk memotret fenomena orientasi ideologis aliran

pemikiran dan gerakan Islam. Meski secara terminologi modernisme dan

fundamentalisme masih diperdebatkan karena konteks munculnya khas Kristen

Protestan, tetapi dalam ilmu-ilmu sosial, khususnya sosiologi agama, istilah

tersebut telah dianggap mapan dan diterima untuk menganalisis gejala

perkembangan aliran pemikiran dan gerakan agama26

. Untuk itu penulis, akan

24Yusril Ihza Mahendra, Modernisme Dan Fundamentalisme Dalam Politik Islam,

(Jakarta: Paramadina, 1999), hal. 5-6

25

Ibid. 5-6

26

Untuk lebih mengetahui perdebatan istilah modernisme dan fundamentalisme,

diterangkan lebih lanjut oleh Muhammad Chirzin, Jihad Dalam Al-Qur‟an Persfektif Modernisme

Page 31: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

tetap mempergunakan istilah ini dalam penulisan kerangka teori penulisan ini.

Dan sedapat mungkin, kedua istilah itu akan di gunakan secara netral. Penulis

sadar bahwa pemilihan istilah tekhnis dalam suatu kajian ilmiah memang akan

dihadapkan pada resiko-resiko tertentu yang tidak seluruhnya dapat di hindari.

Penggunaan modernisme dan fudamentalisme sebagai istilah tekhnis dalam

kerangka teori ini akan di perinci secara lebih jelas dala pembahasan pandangan

keagamaannya.

B. Landasan Historis Modernisme dan Fundamentalisme Islam

Sebagaimana di ketahui Islam berkembang dalam sejarah bukan hanya

sebagai agama, tetapi juga sebagai kebudayaan. Islam memang lahir pada

mulanya sebagai agama di Mekkah, tetapi kemudian tumbuh di Madinah menjadi

“negara-agama”, selanjutnya membesar pada masa khalifah, dan menjadi

kekuatan politik internasional yang tidak kecil pengaruhnya pada masa Dinasti

Umayah, dan Abasiyah. Dalam proses perkembangannya itu, Islam membuahkan

umat yang mampu mengembangkan ajaran Islam itu menjadi berbagai

pengetahuan, mulai dari ilmu kalam, ilmu hadis, ilmu fikih, ilmu tafsir, filsafat

tasawuf, dan lainnya, terutama dalam masa empat abad semenjak ia sempurna

diturunkan. Umat Islam dalam periode itu dengan segala ilmu yang

dikembangkannya, berhasil mendominasi peradaban dunia dengan cemerlang,

sampai mencapai puncaknya di abad 12-13 M. Di masa inilah khususnya Dinasti

Abbasiyah, ilmu pengetahuan ke-Islam-an berkembang sampai puncaknya, baik

dalam bidang kajian agama, science, dan arsitektur. Di jaman itu pula para

dan Fundamentalisme dalam jurnal Hermenia, Jurnal Kajian Interdisipliner Vol. 2 No. 1 Januari-

Juni 2003: 95-115.

Page 32: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

pemikir muslim dihasilkan, sehingga menghasilkan apa yang disebut sebagai

kebudayaan Islam. Masa keemasan ini kemudian hancur, setelah jatuhnya Kota

Baghdad (Ibukota Dinasti Abbasiyah) pada tahun 1258 M, ke tangan bangsa

Mongol, yang bukan saja mengakhiri kekuasaan khilafah Abbasiyah, tapi juga

merupakan awal dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam, karena

Baghdad sebagai pusat kebudayaan dan perandaban Islam yang sangat kaya

dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap dibumihanguskan oleh

pasukan Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan. Setelah Khilafah Abbasiyah

di Baghdad runtuh akibat serangan tentara mongol, kekuatan politik Islam

mengalami kemunduran secara drastis.

Setelah hancurnya Dinasti Abbasiyah, Islam menjadi statis atau dikatakan

mengalami kemunduran. Hancurnya tatanan masyarakat muslim itu semakin

terasa saat tiga kerajaan besar Islam pengganti Dinasti Abbasiyah yaitu Dinasti

Utsmani, Safawi, dan Mughal, yang merupakan simbol masyarakat muslim secara

ekonomi, politik dan militer mengalami kehancuran. Dijelaskan oleh Akber S.

Ahmed, bahwa luluh lantahnya kejayaan Islam disebabkan oleh ketidakberdayaan

dan ketidakharmonisan tiga kerajaan Islam terakhir yaitu Utsmani, Safawi, dan

Mughal, yang merupakan kelanjutan dari dinasti Islam sebelumnya yaitu

Umayyah dan Abasiyah, menurutnya :

“Tidak ada kesatuan simbolik baik dalam sikap keagamaan,

maupun politik, satu sama lain tidak pernah akur, dan dalam rangka

memperluas kekuasaan, mereka tidak hanya menyerang serta

menaklukkan serta menaklukkan bangsa-bangsa non-muslim, tetapi juga

menganeksasi wilayah-wilayah muslim. Utsmani, misalnya, yang berbasis

di Turki terus memperluas wilayahnya dengan menundukkan Siria, dan

Irak sebagaian besar Afrika Utara. Sikap yang sama juga dilakukan oleh

dua kerajaan lainnya dengan cara menundukkan wilayah disekitar

Page 33: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

mereka. Maka wajar kalau hubungan antarketiga kerajaan tidak

harmonis dan konflik internal di dalam wilayah masing-masing kerajaan

sangat tajam. Ketika kekuatan Eropa masuk kedalam wilayah muslim,

penguasa kerajaan-kerajaan tersebut tidak lagi bisa berbuat banyak.”27

Selain faktor yang disebutkan diatas, menurut Azyumardi Azra:

“Secara historis hal ini disebabkan karena, pada masa-masa

kejayaan politik muslim, khususnya dimasa Dinasti Utsmani, perasaan

“kememadaian” (sufficiency) kaum muslim terhadap Islam begitu tinggi,

sehingga membawa mereka lalai mencermati perkembangan dan dinamika

masyarakat non-muslim, dalam hal ini khususnya Eropa. Kaum muslim

merasa tidak perlu mengamati – apalagi belajar – dari kaum kafir, karena

Islam diyakini memadai untuk menjawab tantangan orang-orang kafir.”28

Dilain sisi lain masyarakat muslim mengalami kehancurannya,

Sementara itu di pihak lain, dunia Barat setelah belajar dari Timur

(muslim) dengan menterjemahkan buku-buku karya muslim dari bahasa arab ke

bahasa latin bangkit dan memasuki era Renaisance yang di warnai oleh revolusi-

revolusi: ketatanegaraan, gereja, ilmu pengetahuan, industri dan berlanjut ke

revolusi sosial. Arah bandul kebudayaan yang pada abad-abad sebelumnya,

berayun dari Timur ke Barat, kemudian beralih dari Barat ke Timur. Dunia

muslim pun karena kebekuaan dan kelemahnnya menjadi mangsa empuk bagi

dunia Barat sejak abad 1729

. Di lukiskan oleh John L. Esposito pergeseran besar

dominasi Islam dalam bidang kekuasaan, sebagai akibat kemerosotan nasib

muslim, kemudian terjadilah hubungan yang sebaliknya antara pihak Islam dan

pihak Barat, yaitu dari gerakan ekspansif yang demikian meluas pada masa

27Dalam Tarmizi Taher dkk, Radikalisme Agama, Peny, Bahtiar Effendy dan Hendro

Prasetyo, h. 10

28

Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam “Dari Fundamentalisme, Modernisme

Hingga Post-Modernisme”, h. vi.

29

Lothrop Stoddard, Dunia Baru Islam (The New World Of Islam), terj. Mulyadi

Djoyomartono dkk, (Jakarta, Gunung Agung, 1966), hal. 29.

Page 34: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

sebelumnya kepada posisi bertahan30

. Menurut John L. Esposito, kemunduran dan

kehancuran tatanan masyarakat muslim ini, disebabkan oleh tiga hal yaitu

pemberontakan-pemberontakan dan kekalahan-kekalahan militer, merosotnya

otoritas pusat yang kuat, dan kemunduran ekonomi yang dipengaruhi oleh

kompetisi Eropa dalam perdagangan dan industri31

. Selain faktor-faktor yang

sudah disebutkan diatas, menurut William Montgomery dalam bukunya

“Fundamentalisme Islam Dan Modernitas”:

“Kemunduran lembaga keagamaan di dunia muslim merupakan fakor yang

penting. Menurutnya, pada permulaan abad ke 19 lembaga ini masih

memiiki kekuasaan yang cukup besar di kesultanan Turki Utsmani (yang

merupakan kawasan terbesar di dunia Islam) dan memiliki kekuasaan yang

lumayan di berbagai dunia Islam lainnya, tetapi antara 1850 dan 1950

sebagian besar kekuasaan tersebut telah musnah, serta sejak 1950

peningkatan kekuasaan lembaga ini hanya bersifat pinggiran (terbatas).

Menurutnya, hilangnya kekuasaan tersebut sebagian besar disebabkan

ulama tidak ingin melakukan konsesi dalam bidang-bidang yang berada di

bawah kendalinya-perumusan hukum, pengelolaan peradilan, pendidikan-

untuk mengatasi hal-hal yang dipandang para negarawan sebagai sebagai

masalah mendasar dewasa ini. Tanpa perlu secara resmi mengebiri

kekuasaan ulama, para negarawan menciptakan lembaga-lembaga

alternatif secara bertahap mengambil alih sebagian besar pekerjaan yang

sebelumnya dijalankan ulama.”32

Dan menurut Gazalba, dalam bukunya “Masyarakat Islam Pengantar

Sosiologi Dan Sosiografi ” bahwa:

“Akulturasi dua kebudayaan yang berbeda tingkatannya, akan

mengakibatkan pola akulturasi yang politis yaitu penguasaan terhadap

kebudayaan yang tingkatannya rendah atau tradisional. Dan hal ini terjadi

ketika Islam kontak dengan masyarakat Barat. Yang terjadi waktu itu

menurutnya, adalah tumbuhnya nilai-nilai Barat dalam segi sosial,

30John L. Esposito, Islam dan Politik, (Jakarta, Bulan Bintang, 1990), hal. 56

31

Lihat John L. Esposito, Islam Warna-Warni “Ragam Ekspresi Menuju Jalan Lurus (Al-

Shirat Al-Mutaqim)”, (Jakarta, Paramadina, 1998), hal. 145.

32

William Montgomery, Fundamentalisme Islam Dan Modernitas, Terj Taufik Adnan

Amal, (Jakarta, Grafindo Persada, 1997), hal. 51-87.

Page 35: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

ekonomi, poitik, seni, filsafat, disamping nilai-nilai modern (ilmu dan

teknologi). Dalam masyarakat Islam menurut Gazalba hal ini bermakna

bahwa pandangan, faham, ideologi yang lahir dalam kebudayaan Barat

ikut tersemai dalam masyarakat Islam, antara lain: materialisme,

individualisme, sekularisme, agnositisme, kapitalisme, ateisme,

sosialisme, komunisme dan kristenisasi. Dan kalau Di pandang dari

kacamata sosiologis, menurut Gazalba tantangan-tantangan dari luar inilah

yang menghantam masyarakat Islam. Sedangkan tantangan dari dalam

umat Islam sendiri, Gazalba merangkum ada 12 faktor yaitu: rusaknya

perimbangan antara agama dan kebudayaan dalam addin, pembekuan

itjihad, masjid kehilangan fungsi, keawaman terhadap Islam, kelemahan

politik dan ekonomi, keterbelakangan sosial, ilmu, tekhnologi, pendidikan,

kesenian dan alam pikiran, dan tidak ujudnya masyarakat Islam.”33

Faktor-faktor diatas inilah yang kemudian, menurut Azyumardi Azra

menimbulkan apa yang disebut dengan “ketegangan teologis” diantara kaum

muslim yaitu antara keharusan memegangi doktrin dengan dengan keinginan

untuk memberikan pemahaman baru pada doktrin tersebut. ketegangan theologis

itu pada gilirannya tidak hanya menciptakan barrier psikologis bagi mereka yang

peduli terhadap posisi islam vis-avis realitas sosial-kultural, tetapi juga konflik

theologis, intelektual dan sosial di antara kaum muslim secara keseluruhan34

.

Perubahan besar yang terjadi di masyarakat muslim pada akhirnya membuat tidak

ada satu sistem budaya Islam pun yang mampu melindungi diri dari persaingan

yang diperkenalkan oleh sistem dari luar “Barat”. Bahkan, Khilafah Utsmaniah,

yang paling prestisius dan merupakan dinasti paling kuat saat itu, selain Dinasti

Safawi dan Mughal, merombak semua sistem politik sosial dan budayanya dengan

cara “Barat”, dan cenderung kearah sekuler. Contoh dari masuknya pengaruh

Barat di dunia Islam sendiri, dimulai pada abad ke-19, dilaksanakan pertama kali

33Sidi Gazalba, Masyarakat Islam “Pengantar Sosiologi Dan Sosiografi”, (Jakarta, Bulan

Bintang, 1976), hal. 302-309.

34

Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam “Dari Fundamentalisme, Modernisme

Hingga Post-Modernisme”, h. ii.

Page 36: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

oleh kekhalifahan Utsmani di bawah Sultan Mahmud II (1808-1839). Menurut

Azyumardi Azra :

“Upaya modernisasi awal ini tidak meluas sampai seluruh bidang

kehidupan kaum muslim. Modernisasi model Barat dilakukan secara

terbatas pada lembaga birokrasi-militer negara. Perubahan tersebut

diadopsi negara dan implementasikan hanya oleh sekelompok elite.

Dengan kata lain reformasi diprakarsai, dirumuskan, untuk kemudian

dipaksakan dari atas, yakni dari elite penguasa. Mereka memberikan

respon terhadap ancaman eksternal, yakni ekspansionisme Eropa, bukan

terhadap tekanan internal yang datang dari masyarakat mereka sendiri

yang menghendaki perubahan”.35

Tetapi mulai paruh abad ke-19, modernisasi dengan cepat merambah

bidang-bidang kehidupan lain. Upaya-upaya yang dilakukan untuk memperkokoh

pertahanan miiter dengan segera diikuti oleh program modernisasi yang lebih luas

dalam wilayah kekhalifahan Utsmaniyah di bawah Sultan Abd al-Majid (1839-

1861) dan Abd al-Hamid II (1879-1909). Modernisasi bertahap yang dilakukan

oleh Sultan Mahmud II dikembangkan dan disistematisasi oleh anaknya, Abd al-

Majid, lewat serangkaian program reformasi ambisius yang disebut “Tanzimat”

(reorganisasi)”36

. Puncak modernisasi Turki Utsmani, pada akhirnya mengarah

pada sekularisasi dibawah pimpinan Mustafa Kemal At Taturk. Ia adalah Bapak

Sekulerisme dalam dunia perpolitikkan di negeri-negeri Islam. Dialah yang

menghapuskan kekhilafahan dari Turki Ustmani atas bantuan Inggris.

Kecintaannya terhadap peradaban Barat modernlah yang menyebabkannya

melakukan modernisme diberbagai bidang kehidupan, dengan Barat sebagai

kiblatnya. Menurutnya, jika kemajuan ingin dicapai oleh kaum muslimin maka

35Ibid, h. 8

36

Ibid, h. 18

Page 37: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

tidak ada jalan lain selain mengambil keseluruhan nilai Barat tersebut37

.

Pembaharuan besar-besaran yang dilakukan para elite penguasa pada abad-abad

XVIII-XIX khususnya yang memerintah Turki yang mengarah pada sekularisasi,

dan sikap menuding, kaum muslim yang bersifat tertutup dan menolak

perkembangan kebudayaan pada unsur ilmu pengetahuan dan teknologi,

kemudian menimbulkan reaksi keras dari banyak pihak. Keruntuhan supremasi

Islam dalam berbagai bidang seperti politik, sosial dan ekonomi, yang

menenggelamkan dunia Muslim sampai ke titik nadirnya, kemudian

memunculkan pemikiran dan gerakan-gerakan keagamaan yang mencoba

menegakkan dan mengembalikan kejayaan Islam. Menurut Mambaul Ngadimah:

“Pergumulan antara Islam dan modernitas merupakan salah satu

permasalahan paling krusial yang di hadapi oleh kaum muslim. Hal itu

mengemuka terutama sejak otoritas Islam sebagai kekuatan politik

merosot tajam pada abad 18. Persoalan ini telah menyita banyak energi

kalangan intelektual Muslim untuk memecahkannya, namun hingga kini

boleh dikatakan belum ada satu pembagasan yang tuntas baik dalam

bentuk solusi maupun antsipasi mengenai persoalan Islam dan modernitas.

Modernisme yang berangkat dari prinsip-prinsip dasar bahwa perjalanan

waktu adalah linear; pandangan-dunia antroposentris; idea of progress;

benar-benar bertolak belakang dengan prinsip-prinsip tradisional Islam

yang memahami bahwa waktu berjalan siklikal; pandangan-dunia

teosentris dan; nasib manusia selalu berada dalam kehendak tuhan

(teisme). Uniknya, ketegangan teologis ini secara tidak terduga telah

melahirkan reaksi intelektual dari kaum muslim berupa aliran-aliran

keagamaan yang kemudian memperkaya pemikiran dan khazanah

intelektual Islam. Diantaranya apa yang terkenal dengan sebutan

modernisme Islam, Tradisionalisme Islam, Fundamentalisme Islam, neo-

modernisme Islam, neo-fundamentalisme Islam38

”.

37Dhabith Tarki Sabiq, Ar Rajul as Shanam Kamal At Taturk, Terj. Abdullah

Abdurrahman, (Jakarta: Senayan Publishing, 2008). Cet. 1, hlm. 11-24.

38

Innovatio, Vol. VII, No. 14, Juli-Desember 2008

Page 38: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

Dan menurut John L Esposito bahwa, maraknya perkembangan pemikiran

dan gerakan keagamaan dalam Islam merupakan merupakan salah satu bentuk

mekanisme pertahanan diri, dalam mempertahankan eksistensi agama dari

berbagai serangan baik dalam masyarakat agama tersebut maupun dari luar seperti

kolonialisme Eropa (Barat). Seperti yang digambarkannya:

“Sebagaimana halnya agama-agama besar dunia lainnya, Islam telah

melewati sejumlah fase perkembangan. Lewat sejarahnya yang panjang,

umat Islam harus merespon ancaman-ancaman internal dan eksternal demi

mempertahankan kehidupan dan vitalitasnya. Sebagai akibatnya, Islam

memiliki tradisi pembaharuan dan reformasi agama yang panjang,

membentang dari zaman terawal sejarahnya sampai sekarang. Dan Abad

ke 18 terbukti menjadi titik balik dalam sejarah Islam. Kekuatan,

kemakmuran, dan ekspansi dinamis umat dan peradaban Islam harus

berjuang mempertahankan hidupnya di hadapan kekuatan-kekuatan

pribumi dan ancaman politik dan religio-kultural dari kolonialisme

Eropa”.39

Dari pemaparan singkat diatas kita melihat bahwa, secara teologis, Islam

adalah sistem nilai dan ajaran yang bersifat ilahiah – dan karena itu sekaligus

bersifat transenden. Tetapi dari sudut sosiologis, ia merupakan fenomena

peradaban, kultural dan realitas dalam kehidupan manusia. Islam dalam realitas

sosial tidak sekedar sejumlah doktrin yang bersifat menjaman dan menjagatraya

(universal), tetapi juga mengejewantahkan diri dalam institusi-institusi sosial yang

dipengaruhi oleh situasi, dinamika ruang dan waktu.

C. Pandangan Keagamaan Modernisme dan Fundamentalisme Islam

Dalam menjelaskan ciri-ciri khusus pandangan keagamaan aliran modernis

dan fundamentalis Islam, penulis mendasarkannya pada buku Yusril Ihza

39John L. Esposito, Islam Warna-Warni “Ragam Ekspresi Menuju Jalan Lurus (Al-Shirat

Al-Mutaqim)”, h. 3.

Page 39: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

Mahendra “Modernisme Dan Fundamentalisme Dalam Politik Islam”. Menurut

Yusril Ihza Mahendra:

“Keduanya (modernisme dan fundamentalisme Islam) sama-sama

berdasarkan kepada Al-Qur‟an dan Sunnah Nabi. Dan bertujuan untuk

membangun suatu tatanan masyarakat Islam, sesuai dengan maksud

doktrin yang termaktub dalam Al-Qur‟an dan Sunnah Nabi itu”.40

Dari arti dan tujuan aliran pemikiran fundamentalis dan modernis, kita

dapat melihat bahwa keduanya bersepakat tentang bahwa Al-Qur‟an dan Sunnah

Nabi dapat digunakan sebagai basis dalam pengorganiasian dan perngembangan

masyarakat muslim. Namun demikian, menurut Yusril Ihza Mahendra meskipun

kedua aliran itu mempunyai tujuan yang sama, kecenderungan mereka dalam

menafsirkan doktrin menunjukkan adanya perbedaan yang cukup penting.

“Para modernis Islam cenderung menafsirkannya secara elastic dan

fleksibel. Sementara para fundamentalis cenderung menafsirkannya secara

rigid dan litieralis”.41

Senada dengan Yusril Ihza Mahendra, Akh. Minhaji dalam buku “Relasi

Islam Dan Negara “Persfektif Fundamentalisme Dan Modernisme”, menggunakan

istilah yang berbeda namun mempunyai makna yang sama dengan yang

dituturkan Yusril Ihza Mahendra. Menurutnya ada dua model pendekatan dalam

menafsirkan doktrin agama dalam Islam, yaitu pertama, model normatif-deduktif

(ilahiyah, theocentris subjective theological transendentialism) dan kedua, empiris

deduktif (insaniyah, antropocentris, rational-empirical justification). Menurut

Akh. Minhaji:

40 Yusril Ihza Mahendra, Modernisme Dan Fundamentalisme Dalam Politik Islam, hal.

29

41

Ibid, h. 29

Page 40: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

“Pendekatan normatif-deduktif cenderung di dominasi oleh aristotelian

yang bercirikan dichotomous logic atau dalam bahasa John Dewey in pairs

of dichotomies, lebih bercirikan eternalistic-absolutistic-spiritualistic

logic. Dengan model logika demikian maka kajian Islam cenderung

mendekati masalah secara hitam-putih, benar-salah, halal-haram, dan yang

semacamnya akibatnya pemikiran yang ada bersifat sempit, kaku dan

menolak nuansa-nuansa yang berada di luar dua kubu ekstrim tersebut”.42

“Pendekatan empiris-deduktif menunjukkan gejala yang berbeda. Model

ini bernuansa hegelian logic yang bercirikan dialectical logic. Berdasarkan

logika Hegel ini maka “every one of them was (and is) right within it‟s

own field”. Artinya kebenaran itu bersifat relatif dan dipengaruhi oleh

asumsi-asumsi dasar yang di anut dan juga dialektika sosial yang terjadi

inilah yang kemudian dikenal dengan istilah temporalistic-relativisti

materialistic logic dengan demikian hasil pemikiran ajaran Islam dengan

pendekatan model yang demikian bersifat relativ dan diyakini bersifat

luwes, fleksibel sekaligus di pandang mampu mengikutu denyut dan

perkembangan masyarkat”.43

Perbedaan kecenderungan corak penafsiran doktrin agama antara

modernisme dan fundamentalisme Islam, kemudian menghasilkan perbedaan pula

dalam memahami berbagai masalah, khususnya masalah-masalah yang

berhubungan dengan (a) ijtihad; (b) preseden zaman awal, serta sejarah dan tradisi

Islam; (c) ijma; (d) pluralisme (kemajemukan) dan (e) hikmah.”

1. Ijtihad

Ijtihad merupakan sumber hukum Islam yang ketiga setelah Al-Qur‟an dan

hadis. Namun, hasil ijtihad tetap tidak boleh bertentangan dengan Al-Quran dan

hadis. Hadis yang menunjukkan bolehnya berijtihad adalah hadis nabi yang

mengisahkan tentang sahabat Mu‟adz bin Jabal ketika di utus ke Yaman44

.

42 Kamaruzzaman, Relasi Islam Dan Negara “Persfektif Fundamentalisme dan

Modernis), (Jakarta, Yayasan Indonesia Tera, 2001), hal. xvi-xvii

43

Ibid, h. xvi-xvii.

44

Abu Yasid, Islam Akomodatif “Rekonstruksi Pemahaman Islam Sebagai Agama

Universal”, (Yogyakarta, LKIS, 2004), h. 64.

Page 41: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

ه وسهم حن عن من فقال معاذ أن زسىل انهه صهى انهه عه بعثه إنى ان

ف تصنع إن عسض نك قضاء قال أقض بما ف كتاب انهه قال فإن نم ك

ه وسهم قال فإن نم ف كتاب انهه قال فبسنة زسىل انهه صهى انهه كن عه

ه وسهم قال أجتهد زأ نا آنى كن ف سنة زسىل انهه قال صهى انهه عه

ه وسهم صدزي ثم قال انحمد نهه انري فضسب زسىل انهه صهى انهه عه

ه وسهم نما سض زسىل انهه وفق زسىل زسىل انهه صهى انهه عه

ه وسهم صهى انهه عه

Artinya :“Dari Muadz : Sesungguhnya Rasulullah saw mengutus Muadz

ke Yaman, beliau bersabda, “.Bagaimana anda nanti memberikan keputusan ?”.

“Aku memberi keputusan dengan kitabullah”. “Bagaimana kalau tidak ada dalam

kitabullah?”. “Maka dengan sunah Rasulullah saw.” “Bagaimana kalau tidak ada

dalam sunah Rasulullah?.” “Aku berusaha dengan ra‟yu ku dan aku tidak akan

menyerah.”. Lalu Rasulullah menepuk dadanya dan bersabda, “segala puji bagi

Allah yang telah membimbing utusan Rasulullah”

Ijtihad berasal dari kata ijtahada-yajtahidu-ijtihadan yang berarti

mengerahkan segala kemampuan untuk menanggung beban. Menurut bahasa,

ijtihad artinya bersungguh-sungguh dalam mencurahkan pikiran. Adapun menurut

istilah, al-ijtihad adalah usaha yang sungguh-sungguh dari seseorang atau

beberapa orang ulama tertentu yang memiliki syarat-syarat tertentu, pada suatu

tempat dan waktu tertentu untuk merumuskan kepastian atau penilaian hukum

mengenai sesuatu atau beberapa perkara yang tidak terdapat kepastian hukumnya

secara eksplisit dan positif, baik dalam Al-Qur‟an maupun al-Hadis45

. Dan secara

terminologis, berijtihad berarti mencurahkan segenap kemampuan untuk mencari

syariat melalui metode tertentu.

45 Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam “Pokok-Pokok Pikiran Tentang Paradigma

Dan Sistem Islam”, (Jakarta, Gema Insani, 2004), h. 55

Page 42: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

Menurut Yusril Ihza Mahendra dalam bukunya “Modernisme Dan

Fundamentalisme Dalam Politik Islam”, perbedaan kecenderungan penafsiran

dalam melihat doktrin agama aliran pemikiran modernisme Islam yang cenderung

elastic dan fleksibel dan fundamentalisme Islam yang cenderung rigid dan literalis

dalam melihat doktrin agama, menghasilkan perbedaan dalam memaknai masalah

ijtihad. Menurut Yusril Ihza Mahendra:

“Sesuai dengan kecenderungan penafsiran yang elastic dan

fleksibel terhadap doktrin, modernisme Islam melihat bahwa dalam

masalah-masalah mu‟amalah (kemasyarakatan), doktrin hanya memberi

ketentuan umum yang bersifat universal. Karena itu ijtihad harus

digalakkan. Itjihad memunggkinkan corak pengaturan doktrin yang

berisi ketentuan-ketentuan umum itu dapat diimplementasikan

kedalam suasana konkret, yaitu suasana masyarakat yang ada pada suatu

zaman dan tempat terentu.”46

Sedangkan menurut Yusril Ihza Mahendra Fundamentalisme Islam

melihat bahwa:

“Kaum Fundamentalis seiring dengan kecenderungan

penafsirannya terhadap doktrin yang bersifat rigid dan literalis,

fundamentalisme memandang bahwa corak pengaturan doktrin bersifat

total dan serba mencakup. Tidak ada masalah-masalah yang berhubungan

dengan kehidupan manusia di dunia ini yang luput dari jangkauan doktrin

yang serba mencakup itu. Karena itu itjihad dengan sendirinya di batasi

hanya kepada masalah-masalah diantara doktrin tidak memberikan

petunjuk dan pengaturan sampai detail-detail persoalan.”47

Dari uraian diatas, antara modernisme dan fundamentalisme keduanya

bersepakat tentang perlunya ijtihad dalam membuat dan merumuskan hukum-

hukum Islam (syariah Islam) sesuai dengan doktrin agama. Namun ada perbedaan

tentang doktrin agama (Al-Qur‟an dan hadis) mana saja yang perlu dilakukannya

46 Yusril Ihza Mahendra, Modernisme Dan Fundamentalisme Dalam Politik Islam, hal.

29

47

Ibid., hal. 31

Page 43: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

ijtihad. Modernisme Islam membatasi diri pada doktrin agama yang berkaitan

dengan masalah muamalah (kemasyarakatan). Karena menurut mereka dalam

masalah muamalah doktrin-doktrin hanya menerangkan prinsip-prinsip

universal48

. Sementara itu, fundamentalisme tidak membatasi diri pada masalah

muamalah, tapi langsung membatasi ijtihad pada doktrin agama, menurut mereka

doktrin agama yang sudah memberikan petunjuk dan pengaturan sampai ke detail-

detail persoalan, tidak perlu dilakukan ijtihad49

.

Menurut Saiful Mujani dalam bukunya “Muslim Demokrat „Islam, Budaya

Demokrasi, dan Partisipasi Politik di Indonesia Pasca ORDE BARU” dikalangan

Islam, terdapat sejumlah nas-nas doktrin agama tentang hukum muamalah

(kemasyarakatn) salah satunya adalah hukum potong tangan bagi pencuri. Dan

48 Kaum modernis membedakan doktrin agama kedalam dua bidang, yaitu ibadah dan

muamalah. Semua peraturan dalam bidang ibadah sudah di perinci oleh syariah, sedangkan dalam

bidang muamalah, syariah memberikan prinsip-prinsip umum dan mendorong kreativitas, karena

tanpa kreativitas (ijtihad) Islam akan kehilangan relevansinya denga zaman. Dalam Chirzin, Jihad

Dalam Al-Qur‟an Persfektif Modernisme dan Fundamentalisme dalam jurnal Hermenia, Jurnal

Kajian Interdisipliner Vol. 2 No. 1 Januari-Juni 2003: 95-115. Dalam buku Endang Saifuddin

Anshari, “Wawasan Islam “Pokok-Pokok Pikiran Tentang Paradigma Dan Sistem Islam”, Secara

definitif muamalah dapat diartikan dalam arti luas dan sempit. Dalam arti yang luas, yaitu tata

aturan ilahi yang mengatur hubungan sesama manusia dan benda. Muamalah dalam arti luas ini,

secara garis besar terdiri atas dua bagian besar. A. Al-Qanunul Khas „hukum perdata‟ yang

meliputi: 1). Muamalah dalam arti sempit = hukum niaga, 2). Munakahah = hukum nikah, 3).

Waratsah = hukum waris, 4). Dan lain sebagainya. B. Al-Qanunul‟Am‟ „hukum publik‟ yang

meliputi: 1). Jinayah = hukum pidana, 2). Khilafah = ketatanegaraan, 3). Jihad = hukum perang

dan damai, dan lain sebagainya. Endang Saifuddin Anshari, “Wawasan Islam “Pokok-Pokok

Pikiran Tentang Paradigma Dan Sistem Islam”, (Jakarta, Gema Insani, 2004), h. 45.

49

Ijtihad modernisme dan fundamentalisme Islam diatas berkaitan dengan sifat-sifat dari

nas yang ada di Al-Quran dan Sunnah Nabi yang bersifat qath‟i dan zhanni yang sering digunakan

oleh para ulama dan pemikir Islam dalam kaitannya dengan pembahasan kedudukan Al-Qur‟an

dan sunnah Nabi dilihat dari wurud-nya (kedatangannya) atu tsubut-nya (penetapannya).

Pembagian status qath‟i dan zhanni terhadap dalil-dalil naqli (al-qur‟an dan as-sunnah) itu mereka

lakukan dalam upaya merumuskan dan menentukan “kawasan” ajaran Islam yang tidak dapat lagi

dilakukan ijtihad dan masih dapat (bahkan ada yang harus) dilakukan ijtihad. Tentang sifat-sfat

dari doktrin agama ini diterangkan dalam buku Syuhudi Ismail, Hadists Nabi “Menurut Pembela,

Pengingkar Dan Pemalsunya”, (Jakarta, Gema Insani Press, 1995), h. 94. Dalam buku ini

diterangkan bahwa, yang disebut dengan nas qath‟i (dharuri, yaqini, absolut, daan mutlak) dari

segi dalalah-nya (petunjuk atau pengertiannya) ialah nas yang menunjukkan satu pengertian

tertentu dan tidak mengandung kemungkinan takwil ataupun peluang untuk memberikan

pengertian yang selainnya. Adapun yang dimaksud dengan nas yang berstatus zhanni (nazhari,

relatif dan nisbi) di segi dalalah-nya (petunjuk dan pengertiannya) menurut penjelasan Khallaf

ialah nas yang menunjukkan satu pengertian, namun terhadap nas itu masih dimungkinkan

dilakukan takwil yang menghasilkan pengertian yang lain.

Page 44: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

hukum ini, dapat dijadikan dukungan terhadap fundamentalisme Islam, karena

kecenderungannya yang bersifat literalis dalam menafsirkan doktrin agama. Dan

sebaliknya yang sarjana muslim yang melalui “kritisisme historis-nya” melihat

bahwa semangat yang medasari penerapan hukum itu adalah untuk menciptakan

tatanan keadilan dan keamanan dalam masyarakat50

. Berikut adalah contoh nas

Al-Qur‟an dan hadis tentang hukum jinayah (hukum pidana) potong tangan bagi

pencuri, hukum waris, dan hukum tentang kepemimpinan wanita:

a. Ayat Hukum Potong Tangan Bagi Pencuri.

انهه ا كسبا كانا ي ا جزاء ب ده وانهه عزز وانسارق وانسارقة فاقطعىا أ

ه انهه تىب عه ه وأصهح فئ تاب ي بعد ظه انهه غفىر رحىحكى ف إ

Artinya: Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah

tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan

sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Maka

barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan

kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima

taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (al-

Mâidah/5:38-39)

Dan nas Al-Qur‟an ini dipertegas kembali oleh hadis yang diriwayatkan

oleh Abdullâh Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu berkata:

ته ثالثة دراهى ق ه و سهى قطع سا رقا ف يج أرسىل انهه صهى انهه عه

50 Dalam bukunya ini, Saiful Mujani memakai istilah yang berbeda dalam melihat varian

Islam tapi mempunyai makna yang sama dengan konsep varian Islam yang digunakan dalam

penelitian ini. Syaiful mujani mengasosiasikan Modernisme Islam dengan Islam Liberal,

sedangkan fundamentalisme Islam dengan Islamisme. Kalangan Islamis memahami ayat-ayat

diatas cecara harfiah (rigid dan literalis) dan menuntut agar hukum itu diterapkan. Namun

demikian banyak sarjana muslim, lagi-lagi melalui “kritisisme historis”, menegaskan bahwa

semangat yang mendasari ayat itu adalah menciptakan tatanan keadilan dan ketentraman dalam

masyarakat. Saeful Mujani, “Muslim Demokrat „Islam, Budaya Demokrasi, dan Partisipasi Politik

di Indonesia Pasca ORDE BARU”, (Jakarta, Gramedia, 2007), h. 104

Page 45: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

Artunya: Bahwa Rasûlullâh memotong tangan seseorang yang mencuri

tameng/perisai, yang nilainya sebesar tiga dirham (Muttafaqun „Alaihi).

b. Ayat Tentang Hukum Waris

دكى أولىصكى انهـه فى نهذكر يثم حظ انأث

Artinya: Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk)

anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua

orang anak perempuan (An-nisa ayat 11)

c. Ayat Tentang Hukum Kepemimpinan Wanita

عهى انساانرجال قى ءيى

Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita (An-nisa

ayat 34)

Ayat Quran ini kemudian ditegaskan kembali dalam hadis berikut ini.

Hadits: Rasulullah SAW kemudian bersabda, “Tidak akan beruntung

suatu kaum yang menjadikan wanita sebagai pemimpin mereka.” (HR Bukhari,

Ahmad, Tirmidzi, dan Nasa'i).

2. Preseden (Teladan) Tradisi Zaman Awal Islam

Kecenderungan penafsiran doktrin yang berbeda antara modernisme dan

fundamentalisme, yang berakibat pada perbedaan dalam berijtihad, hal ini juga

mengakibatkan perbedaan pula dalam memaknai masalah zaman awal, serta

sejarah dan tradisi Islam. Modernis memandang tradisi awal Islam yang

dicontohkan Nabi Muhammad dan para sahabat beliau terutama zaman Kkhulafa

Rasyidin hanyalah mengikat dalam hal prinsip-prinsipnya saja, bukan

menyangkut hal-hal yang terperinci. Sedangkan kaum fundamentalis memandang

bahwa tradisi awal Islam yang dicontohkan Nabi Muhammad dan para sahabat

beliau terutama zaman Kkhulafa Rasyidin tidak hanya mengikat dalam hal

Page 46: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

prinsip-prinsipnya saja, tapi juga dalam hal-hal perinciannya. Mengenai hal ini,

menurut Yusril Ihza Mahendra:

“Modernisme memandang tradisi awal Islam yang dicontohkan Nabi

Muhamma dan para sahabat beliau-terutama zaman Kkhulafa Rasyidin

hanyalah mengikat dalam hal prinsip-prinsipnya saja, bukan menyangkut

hal-hal yang terperinci. Kaum modernis pada umumnya berdalih bahwa

masyarakat manusia tidaklah statis, melainkan dinamis. Masyarakat terus

berubah dan berkembang dari suatu zaman ke zaman lain tanpa

seorangpun mampu menahannya. Namun demikian, prinsip-prinsip yang

berhubungan dengan watak manusia yang menjadi anggota masyarakat itu,

seperti norma-norma tentang kebaikan dan keburukan, pada hakekatnya

tidak berubah. Tetapi perincian-perinciannyalah yang terus berkembang

dari masa ke masa. Karena itu, preseden awal Islam di zaman Nabi dan

para sahabat, tidak harus diikuti sampai kepada perincian-perincian

berdasarkan kepada prinsip-prinsip yang berlaku dalam masyarakat.”51

“Sedangkan perubahan perubahan itu menurut kaum modernis, adalah

“sunnah Allah” yang berlaku terhadap hamba-hamba-Nya. Kalau

demikian, apalagi dengan warisan sejarah dan tradisi Islam dari zaman

sesudah itu – yaitu generasi sesudah sahabat, tabiin dan tabi-i l-tabiin –

yang menurut pandangan kaum modernis, lebih banyak mencemaskan

aspirasi-aspirasi yang hidup di zaman mereka. Warisan tradisi di zaman ini

pun, dengan sendirinya tidaklah mengikat generasi-generasi kaum muslim

yang hidup di jaman kenudian. Kaum modernis juga kurang membrikan

aspirasi yang tinggi terhadap warisan tradisi pemikiran Islam dari zaman

yang lampau.”52

Sedangkan dalam memaknai preseden zaman awal, serta sejarah dan

tradisi Islam kaum fundamentalis, menurut Yusril Ihza Mahendra:

“Fundamentalisme memandang, preseden zaman awal Islam adalah

mengikat secara keseluruhan, ini berarti bahwa preseden itu bukan hanya

mengikat dalam prinsip, melainkan juga dalam perincian-perinciannya.

Fundamentalisme memandang orang-orang yang hidup dizaman awal

lebih memahami maksud-maksud doktrin. Zaman Islam awal itu, yaitu

51 Yusril Ihza Mahendra, Modernisme Dan Fundamentalisme Dalam Politik Islam, hal.

30

52

Ibid., hal. 30

Page 47: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

zaman nabi dan para sahabat, adalah zaman yang ideal yang wajib

diwujudkan di segala zaman.”53

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, tradisi adalah adat kebiasaan turun-

temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan, dan atau penilaian atau

anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan yang paling baik dan

benar54

. Sedangkan tradisi secara umum di pahami sebagai pengetahuan, doktrin,

kebiasaan, praktek dan lain-lain yang diwariskan turun-temurun termasuk cara

penyampaian pengetahuan, doktrin dan praktek tersebut55

. Dari uraian diatas, kita

dapat melihat bahwa terjadi perdebatan antara modernisme dan fundamentalisme

Islam tentang tradisi-tradisi seperti apakah yang hendak di pelihara atau

ditegakkan di dalam dunia dimana seseorang dihadapkan tidak hanya kepada satu

kelompok tradisi tetapi kepada begitu banyak tradisi (pluralisme tradisi) dan juga

dihadapkan dengan dunia yang berubah dengan cepatnya. Menurut Waqar Ahmed

Husaini mengemukakan, Islam sangat memperhatikan tradisi dan konvensi

masyarakat untuk dijadikan sumber bagi jurispedensi hukum Islam dengan

penyempurnaan dan batasan-batasan tertentu. Prinsip demikian terus dijalankan

oleh nabi muhammad. Kebijakan-kebijakan beliau yang berkaitan dengan hukum

yang tertuang dalam sunnahnya banyak mencerminkan kearifan beliau terhadap

tradisi-tradisi para sahabat atau masyarakat56

.

Dalam sejarahnya, Islam dan tradisi merupakan dua substansi yang

berlainan, tetapi dalam perwujudannya dapat saling bertaut, saling mempengaruhi,

53 Ibid., hal. 32

54

http://kamusbahasaindonesia.org/tradisi

55

Anisatun Mu;tiah dkk, Harmonisasi Agama dan Budaya Di Indonesia, Vol. 1 (Jakarta,

Balai Penelitian Dan Pengembangan Agama Jakarta, 2009), h. 15

56

Waqar Ahmad Husaini, Sistem Pembinaan Masyarakat Islam, (Bandung, Pustaka,

1983), h. 74.

Page 48: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

saling mengisi dan saling mewarnai perilaku seseorang. Islam merupakan suatu

normatir yang ideal, sedangkan tradisi bisa bersumber dari ajaran nenek moyang,

adat istiadat setempat atau hasil pemikirannya sendiri. Islam berbicara mengenai

ajaran yang ideal, sedangkan tradisi merupakan realitas dari kehidupan manusia

dan lingkungan57

. Dalam literatur kajian Islam banyak sekali tradisi (kebiasaan)

yang dicontohkan nabi Muhammad yang tertuang dalam hadis seperti yang

disebutkan Akaha dan Abduh Zulfidar dalam bukunya “160 Kebiasaan Nabi

saw”58

. Contoh dari preseden (teladan) zaman awal, serta sejarah dan tradisi Islam

adalah apakah tradisi hukum potong tangan bagi yang mencuir yang pernah di

terapkan pada zaman Nabi Muhammad dan para sahabat. Tradisi hukum ini,

menurut kalangan modernis harus di laksanakan hanya prinsip-prinsipnya saja,

semangat ayat ini menurut mereka untuk menciptakan tatanan dan keamanan

dalam masyarakat. Menurut kalangan modernis, hukum potong tangan boleh jadi

merupakan sebuah instrumen yang efektif dan dapat diterima untuk menciptakan

tatanan sosial. Dalam masyarakat modern, instrumen lain seperti penjara diyakini

lebih manusiawi dan mendidik, dan karenanya bisa menjadi pengganti hukum

Islam tersebut59

. Akan tetapi menurut kalangan fundametalis Islam hukum

potong tangan ini harus diterapkan sesuai apa yang dicontohkan nabi dan para

sahabat, jadi tidak termakan oleh kondisi jaman60

.

57 Ahmad Taufik Weldan dan M. Dimyati Huda, Metodologi Studi Islam “Suatu Tinjauan

Perkembangan Islam Menuju Tradisi Islam Baru” (Malang, Bayumedia Publishing,2004), h. 29.

58

Dalam buku ini Akaha dan Abduh Zulfidar, menulis 160 kebiasaan nabi dalam hal

ibadah. Akaha dan Abduh Zulfidar, 160 Kebiasaan Nabi saw, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta Timur,

cetakan I, 2002)

59

Saeful Mujani, “Muslim Demokrat „Islam, Budaya Demokrasi, dan Partisipasi Politik

di Indonesia Pasca ORDE BARU”, h. 104-106

60

Menurut Dwi Ratna Sari bahwa salah satu karakteeristik fundamentalisme Islam yaitu

berpegang teguh pada kedaulatan syariat Islam. Tujuan utama umat Islam adalah menegakkan

kedaulatan Tuhan di muka bumi ini. Tujuan ini bisa dicapai dengan membangun tatanan Islam

Page 49: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

3. Ijma

Dalam ensiklopedia umum, apabila ada kejadian atau peristiwa yang

hukumnya tidak terdapat dalam Al-Quran atau hadis. Dalam hal demikian para

alim ulama terkemuka mengambil suatu ketetapan atas kata sepakat. Cara

penentuan hukum ini disebut ijma61

. Ijma' (اع adalah mashdar (bentuk) dari (انئج

ajma'a (ع :yang memiliki dua makna (أج

1) Tekad yang kuat ( ؤكد عهى سفر :seperti (انعزو ان ع فها sifulan) أج

bertekad kuat untuk melakukan perjalanan).

2) Kesepakatan (االتفاق) seperti: ( عهى كذا ى سه ع ان kaum (أج

muslimin bersepakat tentang sesuatu.

Sedangkan makna Ijma' menurut istilah adalah:

عصر ي ه وسهى بعد وفاته ف د صهى اهلل عه اتفاق يجتهدي أية يح

األيىر انعصىر عهى أير ي

"kesepakatan para mujtahid ummat Muhammad saw setelah beliau wafat

dalam masa-masa tertentu dan terhadap perkara-perkara tertentu pula" .

Menurut Khaled M. Abou El Fadl, dalam kajian Islam ada beberapa

permasalahan tentang teori dan praktek mengenai doktrin ijma dikalangan pemikir

muslim. Meskipun mayoritas ahli hukum pada dasarnya menerima doktrin ijma,

(Nizham al-Islam) yang memosisikan syariat sebagai Undang-Undang tertinggi. Dari pemahaman

ini, maka agenda formalisasi syariat Islam menjadi entry point bagi terbentuknya negara Islam

sehingga syariat Islam benar-benar dapat diperlakukan dalam hukum positif, baik hukum perdata

seperti perkawinan, perceraian, waris, maupun hukum jinayat seperti potong tangan dan lain

sebagainya. Dwi Ratna Sari, Fundamentalisme Islam, Jurnal Komunika Vol.4 No.1 Januari-Juni

2010, h. 40-57.

61

Ada pendapat bahwa pada hakekatnya ijma ialah ijtihad dengan dasar yang lebih luas.

Ijtihad mengenai (hasil) pemikiran oleh satu orang. Ijma mengenai kegiatan yang sama, tetapi oleh

lebih dari satu orang. Karena ijtihadlah yang sebenarnya yaang menjadi sumber hukum.

Ensiklopedia Umum, (Yogyakarta, Kanisius, 1973), h. 478

62

http://www.nurulilmi.com/maudhui/manhaj/287-ijma.html

Page 50: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

mereka tidak sepakat menyangkut ijma siapa yang bisa dipedomani-apakah ijma

para sahabat, para ahli ilmu hukum, atau masyarakat awam? Mereka juga berbeda

pendapat tentang apakah semua ahli hukum harus diikuti, apakah hanya ahli

hukum di wilayah tertentu, atau hanya ijma ahli hukum yang memiliki kualifikasi

tingkatan tertentu. Selain itu menurut Khaled M. Abou El Fadl, mereka tidak

sepakat tentang apakah ijma suatu generasi mengikat generasi lain, dan apakah

ijma di sebuah wilayah tertentu mengikat wilayah lainnya63

. Perbedaan dalam

memanai masalah ijma ini, terlihat ketika aktivis modernisme dan

fundamentalisme Islam dalam memaknai masalah ijma. Menurut Yuril Ihza

Mahendra, perbedaan dalam memaknai dan merumuskan masalah „ijma‟ anatara

modernisme dan fundamentalisme Islam, merupakan akibat dari perbedaan

kecenderungan penafsiran atas doktrin agama. Berikut adalah pandangan ijma

menurut kalangan modernisme Islam:

“Erat hubungannya dengan dengan pandangan yang dinamis

terhadap masyarakat seperti dikemukakan diatas, modernisme juga

memandang ijma (konsensus) yang dicapai oleh generasi terdahulu, dapat

diperbaharui oleh generasi yang hidup di zaman kemudian. Hal ini

dilakukan jika factor-faktor psikologis, social, politik dan ekonomi yang

melatar belakangi ijma itu berubah. Dalam hal ini termasuk juga

kemungkinan memperbaharui ijma para sahabat nabi. Kaum modernis

juga juga memperluas konsep tradisional mengenai ijma - yaitu konsesus

mayoritas para ulama fiqh mengenai suatu masalah hukum – menjadi

konsensus mayoritas kaum muslim, atau wail-wakil mereka, pada suatu

zaman dan tempat tertentu. Konsensus baru yang dibuat itu harus

diputuskan dengan berpedoman kepada “dasar-dasar doktrin”. Ijma seperti

itu tentu saja tidak boleh melampaui hudud, yaitu batas-batas yang telah

ditentukan oleh doktrin.”64

63 Khaled M. Abou El Fadl, Atas Nama Tuhan “Dari Fiqh Otoriter Ke Fiqh Otoritatif”,

(Jakarta, Serambi,2001), h. 118.

64

Yusril Ihza Mahendra, Modernisme Dan Fundamentalisme Dalam Politik Islam, hal.

30

Page 51: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

Sedangkan menurut Yusril Ihza Mahendra fundamentalisme Islam

memaknai masalah ijma:

“Fundamentalisme memandang ijma zaman sahabat nabi adalah

ijma yang mengikat generasi-generasi kaum muslim hingga akhir zaman.

Ijma demikian tidak dapat di ubah oleh ijma-ijma yang dibuat oleh

generasi yang hidup setelah mereka. Kaum fundamentalis juga-berbeda-

dengan kaum modernis-pada umumnya memberikan apresiasi yang

tinggi terhadap warisan sejarah dan tradisi Islam di zaman tabiin dan

tabi l-tabi‟in. Juga pada tradisi pemikiran Islam yang diwariskan oleh

para ulama di masa lampau yang dipandang mempunyai otoritas.”65

4. Pluralisme Dan Hikmah

Kecenderungan penafsiran modernisme yang bersifat elastis dan fleksibel

dan fundamentalisme Islam yang rigid dan literalis dalam menghadapi doktrin

agama, menghasilkan perbedaan pula dalam memahami beberapa masalah,

khususnya masalah-masalah yang berhubungan dengan cara beritjihad yang,

modernisme lebih menekankan pada kritisisme historis yang dilandasi oleh

semangat perkembangan zaman, sedangkan fundamentalisme lebih pada

keterangan dari teks doktrin agama. Selain itu, kecenderungan penafsiran ini juga

mengakibatkan perbedaan dalam memaknai masalah preseden tradisi zaman awal

nabi dan para sahabat, apakah mengikat secara keseluruhan atau hanya prinsip-

prinsipnya saja. Menurut Yusril Ihza Mahendra ada dua pandangan modernis dan

fundamentalis Islam yang saling berhubungan dengan pandangan-pandangan

diatas yaitu dalam memaknai masalah pluralisme dan hikmah. Menurut Yusril

Ihza Mahendra ada dua pandangan dasar modernis yang saling berhubungan

dengan pandangan-pandangan diatas yaitu, sikapnya yang positif dalam melihat

65Ibid., hal. 32

Page 52: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

pluralisme, dan keleluasaan untuk mengambil hikmah (kebijaksanaan)

darimanapun asalnya. Menurut Yuril Ihza Mahendra:

“Kaum modernis yakin selama dunia itu ada, selama itu pula

pluralisme tetap ada. Modernisme juga berkeyakinan bahwa kaum muslim

adalah umat pertengahan dan umat terbaik yang ditonjolkan Allah kepada

seluruh manusia. Mereka menjadi penengah antara kecenderungan-

kecenderungan ekstrim yang terdapat pada umat-umat yang lain.”66

“Sikap yang positif dan optimis ini terhadap pluralisme ini selanjutnya

mendorong modernis cenderung bersikap terbuka dan toleran. Bagi

mereka hikmah (kebijaksanaan) akan ditemukan dimana saja termsuk pada

kelompok-kelompok dari luar Islam. Dengan berpegang teguh kepada

salah satu hadis mengenai “hikmah” (kebijaksanaan), modernisme

cenderung bersikap terbuka untuk beradaptasi dan mengakulturasi prnsip-

prinsip doktrin dengan “hikmah” yang telah disumbangkan oleh

masyarakat-masyarakat yang mendukung peradaban lain. Dorongan

mencari hikmah itu adalah seiring dengan kecenderungan kaum modernis

yang lebih berorientasi pada penyelesaian masalah yang dihadapi secara

konkret, dengan pendekatan yang bercorak pragmatis dan kompromistis.

Mereka bebas mencari hikmah, karena mereka percaya bahwa evolusi

kebudayaan manusia sebenarnya bergerak menuju nilai-nilai yang

ditunjukkan Islam. Sedangkan nilai-nilai Islam, menurut mereka, adalah

nilai-nilai universal yang sesuai dengan the human nature (watak

manusia), sungguhpun secara formal tentulah tidak semua manusia

memeluk agama Islam.”67

Sedangakan menurut Yusril Ihza Mahendra ada dua pandangan dasar

fundamentalis Islam yang saling berhubungan dengan pandangan-pandangan

diatas yaitu, sikapnya yang cenderung memandang negatif dan pesimis kepada

pluralisme, dan keleluasaan untuk mengambil hikmah (kebijaksanaan)

darimanapun asalnya. Menurut Yuril Ihza Mahendra:

“fundamentalisme cenderung memandang negatif dan pesimis kepada

pluralisme, masyarakat cenderung dilihat secara “hitam-putih”, yaitu

antara masyarakat Islam-i yang meyakini dan mengamalkan doktrin secara

66Ibid., hal. 31

67

Ibid., hal. 31

Page 53: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

kafah (menyeluruh) dengan masyarakat Jahiliah yang tidak meyakini dan

mengamalkannya. Sejarah manusia cenderung untuk dilihat sebagai

sejarah pertentangan antara dua golongan masyarakat ini, yang

disimbolkan dengan sejarah para Nabi dan para penentangnya.”68

Dengan pembagian dikotomis masyarakat yang kaku diatas, menurut

Yusril Ihza Mahendra:

“Maka hikmah (kebijaksanaan) tidak perlu dicari dalam masyarakat yang

telah jelas-jelas bersifat Jahailiah itu. Karena itu, fundamentalisme

cenderung bersifat tertutup dari kemungkinan beradaptasi dan

berakulturasi dengan prestasi-prestasi peradaban yang telah dikembangkan

oleh masyarakat lain. Memang, bagi fundamentalisme, manusia didunia

ini hanya dihadapkan kepada dua pilihan, menjadi “mu‟min” atau menjadi

“kafir.”69

Dari uraian diatas, kita dapat melihat bahwa kalangan modernisme Islam

memandang positif dan optimis ini terhadap pluralisme yang mendorong bersikap

terbuka dan toleran. Hal ini kemudian membuat mereka berkeyakinan bahwa

hikmah atau kebijaksanaan dapat ditemukan dimana saja tanpa terkecuali

teemasuk masyarakat Barat. Sedangkan kalangan fundamentalisme Islam

cenderung memandang negatif dan pesimis kepada pluralisme, masyarakat

cenderung dilihat secara “hitam-putih”, yaitu antara masyarakat Islam-i yang

meyakini dan mengamalkan doktrin secara kafah (menyeluruh) dengan

masyarakat Jahiliah yang tidak meyakini dan mengamalkannya.

68Ibid., hal. 32

69

Ibid., hal. 32

Page 54: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

BAB III

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITAN

MAHASISWA UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

A. Sejarah Singkat Lahirnya UIN Syahid Jakarta

Penulisan Sejarah singkat lahirnya UIN Syahid Jakarta dalam karya ilmiah

ini mengikuti formula yang di susun buku panduan akademik 2010/2011.

Penulisan demikian disebabkan minimnya literatur-buku yang membahas tentang

sejarah UIN itu sendiri. Berikut adalah sejarah singkat UIN Syahid Jakarta yang

penulis sadur secara langusung dari buku pedoman akademik 2010/2011. Sejarah

pendirian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta merupakan suatu mata rantai sejarah

perkembangan perguruan tinggi Islam Indonesia dalam menjawab kebutuhan

pendidikan tinggi Islam modern yang telah dimulai jauh sebelum Indonesia

merdeka. Sejak berdirinya sampai sekarang, Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta telah melewati beberapa periodesasi sebelum menjadi

salah satu ikon universitas Islam di Indonesia. Babakan sejarah itu di bagi

kedalam empat periodesasi yaitu periode perintisan, periode fakutas dari IAIN al-

jami‟ah, periode IAIN Syarif Hidayatulah, dan periode UIN Syarif Hidayatullah.

Selama itu, lembaga pendidikan ini telah menjalankan mandatnya sebagai institut

pembelajaran dan transmisi ilmu pengetahuan, sebagai institusi riset yang

mendukung proses pengembangan ilmu dan pembangunan bangsa, dan sebagai

institusi pengabdian masyarakat yang terus mendorong program-program

Page 55: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

peningkatan kesejahteraan sosial.70

Berikut adalah sejarah singkat UIN Syahid

Jakarta.

a. Periode Perintisan

Pada zaman penjajahan Belanda, seorang pelajar muslim Dr. Satiman

Wirjosandojo, tercatat pernah berusaha mendirikan Pesantren Luhur sebagai

lembaga pendidikan tinggi Islam. Namun, usaha ini gagal karena hambatan dari

pihak penjajah Belanda.71

Setelah itu, pada tahun 1940, Persatuan Guru Agama

Islam (PGAI) di Padang mendirikan hal serupa dengan nama Sekolah Tinggi

Islam (STI) tapi karena adanya pendudukan Jepang, lembaga pendidikan ini

hanya berjalan selama dua tahun. Namun, kegagalan pendirian lembaga

pendidikan tinggi Islam sebelumnya itu, tidak serta menyurutkan niat umat Islam

Indonesia untuk terus menyuarakan pentingnya pendidikan tinggi Islam bagi

kaum muslim Indonesia. Hal ini, membuat Pemerintah Jepang di Indonesia

kemudian mejanjikan kepada umat Islam untuk mendirian lembaga pendidikan

tinggi agama di Jakarta. Janji Jepang itu kemudian di respon tokoh-tokoh Muslim

seperti Muhammad Hatta dan Muhammad Natsir dengan membentuk yayasan,

yang diketuai oleh Muhammad Hatta sendiri dan Muhammad Natsir sebagai

sekertaris.72

Yayasan ini kemudian mendirikan Sekolah Tinggi Islam (STI) pada 8

Juli 1945 di Jakarta dan mengangkat Abdul Kahar Mudzakkir sebagai ketua.

Tercatat ada beberapa tokoh Muslim lain ikut berjasa dalam proses pendirian dan

pengembangan STI. Mereka antara lain Drs. Muhammad Hatta, K.H. Kahar

70

Komarudin Hidayat dkk, Buku Pedoman Akademik Strata Satu 2011/2012,

(Jakarta,Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan, 2011), hal. 5.

71Ibid., h. 5

72

Ibid., h. 5-6

Page 56: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

Mudzakkir, K.H. Wahidin Hasyim, K.H. Mas Mansur, K.H. Fatturrahman

Kafrawi, dan Farid Ma‟ruf. Dua tahun setelah pendirian STI, tahun 1946 STI

dipindahkan ke Yogyakarta karena mengikuti kepindahan Ibukota Negara dari

Jakarta ke Yogyakarta. Kemudian pada 22 maret 1948, STI mengubah namanya

menjadi Universitas Islam Indonesia (UII) karena perkembangannya yang

semakin besar. Sampai dengan tahun 1948, UII tercatat memilii empat fakultas,

yaitu Fakultas Agama, Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi, dan Fakultas

Pendidikan73

.

Kemudian, didasarkan kepada Peraturan Pemerintah (PP) No. 34 tahun

1950, Fakultas Agama UII ditransformasikan menjadi Perguruan Tinggi Agama

Islam Negeri (PTAIN). Hal in disebabkan oleh Kebutuhan akan tenaga fungsional

di Departemen Agama menjadi latar belakang penting berdirinya perguruan tinggi

agama Islam. Dalam konsideran disebutkan bahwa PTAIN bertujuan memberikan

pengajaran studi Islam tingkat tinggi dan menjadi pusat pengembangan serta

pendalaman ilmu pengetahuan agama Islam. Berdasarkan PP tersebut juga,

ditetapkan 26 september 1950 sebgai hari jadi PTAIN. PTAIN ini, dipimpin K.H.

Muhammad Adnan dengan jumlah mahasiswa pada tahun 1951 sebanyak 67

orang. Pada periode tersebut PTAIN memiliki tiga jurusan, yaitu Jurusan

Tarbiyah, Jurusan Qadla Syariah, dan Jurusan Dakwah.74

Mata kuliah pada waktu

itu terdiri dari Bahasa Arab, Pengantar Ilmu Agama, Fiqh Dan Ushul Fiqh, Tafsir,

Hadits, Ilmu Kalam, Islam, Sejarah Kebudayaan Islam, Ilmu Pendidikan dan

Kebudayaan, Ilmu Jiwa, Pengantar Hukum, Asas-Asas Hukum Publik Dan Privat,

Etnologi, Sosiologi dan Ekonomi. Kemudia, mahasiswa yang lulus tingkat

73Ibid., h. 6

74

Ibid., h. 6

Page 57: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

bangkaloreat dan doktoral masing-masing mendapatkan gelar Bachelor Of Art

(BA) dan Doctorandus (Drs). Komposisis mata kuliah PTAIN terus berlanjut

sampai masa-masa berikutnya dan merupakan kajian utama perguruan tinggi

Islam. Dan gelar akademik yang ditawarkan ketika itu, juga terus bertahan sampai

pertengahan dekade 1980-an75

.

b. Periode ADIA (1957-1960)

Pada tahun 1 Juni 1957, Departemen Agama mendirikan Akademi Dinas

Ilmu Agama (ADIA) di Jakarta. Hal ini disebabkan untuk memenuhi kebutuhan

tenaga fungsional di bidang guru agama Islam yang sesuai dengan tuntutan

modernitas pada dekade 1950-an. ADIA didirikan dengan tujuan mendidik dan

mempersiapkan pegawai negeri guna mendapatkan ijazah pendidikan akademi

dan semi akademi sehingga dapat menjadi guru agama, baik untuk sekolah umum,

sekolah kejuruan, maupun sekolah agama. Kepemimpinan ADIA dipercayakan

kepada Prof.Dr.H.Muhammad Yunus sebagai dekan dan Prof.H.Bustomi A. Gani

sebagai wakil dekan. ADIA memiliki tiga jurusan, dan dengan komposisi

kurikulum yang sama dengan PTAIN, hanya dengan beberapa tambahan

matakuliah untuk kepentingan tenaga fungsional. Ketiga jurusan itu yaitu Jurusan

Pendidikan Agama, Jurusan Bahasa Arab, dan Jurusan Dakwah Wal Irsyad yang

juga dikenal dengan Jurusan Khusus Imam Tentara. Sedangkan komposisi

kurikilum lengkapnya adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Arab, Bahasa Inggris,

Bahasa Prancis, Bahasa Ibrani, Ilmu Keguruan, Ilmu Kebudayaan Umum dan

Indonesia, Sejarah Kebudayaan Islam, Tafsir, Hadits, Husthalahah Hadits, Fiqh,

Ushul Fiqh, Tariqh Tasyri Islam, Ilmu Kalam/Mantiq, Ilmu Akhlak/Tasawuf,

75Ibid., h. 6

Page 58: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

Ilmu Filsafat, Ilmu Perbandingan Agama, dan Ilmu Pendidikan Masyarakat76

. Ada

dua ciri utama ADIA. Pertama, sesuai dengan mandatnya sebagai akademi dinas,

mahasiswa yang mengikuti kuliah di ADIA terbatas pada mahasiswa tugas

belajar. Mereka diseleksi dari pegawai atau guru agama di lingkungan departemen

agama yang berasal dari wakil-wakil daerah di seluruh Indonesia. Kedua, sesuai

dengan mandatnya untuk mempersiapkan guru agama modern, tanggung jawab

pengelolaan dan penyediaan anggaran ADIA berasal dari Jawatan Pendidikan

Agama (Japenda) Departemen Agama, yang pada waktu itu memiliki tugas

mengelola madrasah dan mempersiapkan guru agama Islam modern di sekolah

umum77

.

c. Periode Fakultas IAIN Al-Jamaah Yogyakarta (1960-1963)

Pada tahun 1960-an, ADIA di Jakarta dan PTAIN di Yogyakarta

diintegrasikan menjadi satu lembaga pendidikan tinggi agama Islam negeri.

Integrasi ini dikarenakan dalam satu dekade ternyata PTAIN di Yogyakarta,

memperlihatkan perkembangan yang menggembirakan. Hal ini terlihat dari

Jumlah mahasiswa PTAIN semakin banyak dengan area of studies yang semakin

luas. Selain itu, mahasiswa PTAIN tidak hanya datang dari berbagai wilayah

Indonesia, tetapi juga datang dari negara tetangga seperti Malaysia. Meningkatnya

jumlah mahasiswa dan meluasnya area of studies, yang kemudian menuntut

peluasan dan penambahan, baik dari segi kapasitas kelembagaan, fakultas dan

jurusan, maupun komposisi mata kuliah mengharuskan dilaksanakannya integrasi

lembaga pendidikan ADIA di Jakarta dan PTAIN di Yogyakarta untuk memenuhi

76Ibid., h. 7

77

Ibid., h. 7

Page 59: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

kebutuhan diatas. Integrasi ini terlaksana dengan keluarnya Peraturan Presiden

Republik Indonesia no. 11 tahun 1960 tertanggal 24 agustus 1960 bertepatan

dengan 2 rabiul awal 1380 hijriah. Peraturan Presiden RI tersebut sekaligus

mengubah dan menetapkan perubahan nama dari PTAIN menjadi Institut Agama

Islam Negeri (IAIN) al-Jamiah al-Islamiyah al Hukumiyah. IAIN diresmikan oleh

menteri agama di gedung kepatihan Yogyakarta78

. Nama dan jabatan pimpinan

IAIN dan fakultas-fakultasnya pada saat diresmikan adalah sebagai berikut:”79

No Jabatan Nama Lokasi

1. Rektor/Presiden Institu Prof.Mr.R.H.A. Soenarjo Yogyakarta

2. Sekertaris Senat Mr. Wasil Azis Yogyakarta

3. Dekan Fakultas Tarbiyah Prof. Dr.H. Mahmud Yunus Jakarta

4. Dekan Fakuktas Adab Prof. H. Bustami A. Gani Jakarta

5. Dekan Fakultas Ushuluddin Prof.Dr. Muchtar Yahya Yogyakarta

6. Dekan Fakultas Syariah Prof. .T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy Yogyakarta

Peresmian IAIN ini di sambut antusias oleh umat Islam Indonesia.

Beberapa daerah kemudian mengajukan penegerian perguruan tinggi Islam yang

telah ada didaerahnya atau meminta untuk membuka fakultas yang sesuai dengan

kondisi daerahnya. Aspirasi ini diperkuat oleh ketetapan MPRS nomor

1/RIS/1963 lampiran A.ad 5 yang secara eksplisit dan tegas meminta perluasan

IAIN. Dalam kurun waktu dua tahun, yaitu sejak 1960 sampai dengan 1963, IAIN

berdiri di sembilan kota dengan perincian sebagai berikut; Fakultas Tarbiyah Di

Jakarta, Yogyakarta, Malang dan Banda Aceh. Fakultas Adab di Jakarta dan

Yogyakarta. Fakultas Ushuluddin di Jakarta dan Yogyakarta. Fakultas Syariah di

Yogyakarta, Banda Aceh, Banjarmasin, Palembang, Surabaya, Serang dan Ujung

78Ibid., h. 8

79

Ibid., h. 8

Page 60: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

Pandang. Selanjutnya status dan struktur organisasi IAIN diperkuat dengan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 9 tahun 198780

.

d. Periode IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta

IAIN kemudian mengalami perkembangan pesat, perkembangan tersebut

tidak dapat lagi tertampung oleh kapasitas kelembagaan IAIN yang terpusat di

Yogyakarta. Atas dasar semua itu, kemudian dipandang perlu mengembangkan

IAIN menjadi institut yang berdiri sendiri. Berdasarkan keputusan Menteri Agama

RI nomor 49 tahun 1963 tertanggal 25 februari 1963 ditetapkan adanya dua IAIN,

masing-masing IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan IAIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta mengkoordinasi fakultas-fakultas di

wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara,

Maluku, dan Irian Jaya. Sedangkan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta

mengkoordinasi fakultas-fakultas yang berada di wilayah Jakarta, Jawa Barat,

dan Sumatera. Peresmian pembagian wilayah koordinasi dilakukan pada 18 maret

1963 di aula IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta di hadiri menteri agama. IAIN

Syarif Hidayatullah Jakarta yang berdiri sendiri dipimpin oleh Prof. Drs. H.

Soenardjo sebagai rektor81

. Pada saat peresmian itu, IAIN Syarif Hidayatullah

Jakarta memiliki empat fakultas, yaitu Fakultas Tarbiyah, Adab, dan Ushuluddin

di Jakarta dan Fakultas Syariah di Serang. Di samping itu IAIN Syarif

Hidayatullah Jakarta juga mengkoordinasikan Fakultas Tarbiyah dan Fakultas

Syariah di Banda Aceh dan Palembang. Selanjutnya, dalam masa dua tahun, dari

1963 sampai 1965, di buka fakultas-fakultas baru, yaitu Fakultas Tarbiyah di

80Ibid., h. 8

81

Ibid., h. 8-9

Page 61: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

Serang, Cirebon, Padang dan Pekanbaru, dan Fakultas Syariah di Jambi.82

Atas

aspirasi dan perjuangan masyarakat Muslim setempat, fakultas fakultas yang

berada di bawah koordinasi IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta kemudian berdiri

sebagai IAIN yang mandiri. Antara lain, IAIN Ar-Raniry Banda Aceh berdiri 5

oktober 1963, IAIN Raden Patah Palembang berdiri 22 oktober 1964, IAIN

Antasari Kalimantan Selatan diresmikan 22 november 1964, IAIN Imam Bonjol

Padang berdiri 21 November 1966, dan IAIN Sultah Taha Saefuddin di Jambi

berdiri tahun 1967.83

Sejak terbitnya keputusan Menteri Agama Nomor 15 Tahun 1988, IAIN

Syarif Hidayatullah Jakarta terdiri dari fakultas-fakultas Tarbiyah, Adab,

Ushuluddin, Syariah dan Dakwah di Jakarta dan Fakultas Tarbiyah di Pontianak.

Selanjutnya, berdasarkan keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 11

Tahun 1997 tentang perubahan status fakultas daerah menjadi sebuah Sekolah

Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN), maka Fakultas Tarbiyah Pontianak berdiri

sendiri sebagai STAIN Pontianak84

. Pada masa kepemimpinan Prof. Dr. Harun

Nasution (1973-1984), IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta dikenal luas sbagai

“kampus pembaharu”. Hal ini disebabkan karena Harun Nasution banyak

mengadakan pembaharuan-pembaharuan Islam dengan menekankan Islam

rasional. Harun nasution mengadakan perubahan kurikulum IAIN yang salah

satunya adalah memasukan maatakuliah filsafat dan menyelenggarakan Program

Pascasarjana (PPs). PPs IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta merupakan pertama di

lingkungan IAIN di seluruh Indonesia. PPs ini mengawali kuliah perdananya pada

82Ibid., h. 9

83

Ibid., h. 9

84

Ibid., h. 10

Page 62: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

tanggal 1 September 1982, setelah sehari sebelunya (30 Agustus 1982) diadakan

peresmian pembukaannya85

.

e. IAIN With Wider Mandate

IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai salah satu IAIN tertua di

Indonesia yang bertempat di Ibukota Jakarta, menempati posisi yang unik dan

strategis. Ia tidak hanya menjadi “jendela Islam di Indonesia”, tetapi juga menjadi

simbol bagi kemajuan pembangunan nasional, khususnya pembangunan di bidang

sosial-keagamaan, sebagai upaya untuk untuk mengintegrasikan ilmu agama dan

umum, lembaga ini mulai mengembangkan diri dengan konsep IAIN dengan

mandat yang lebih luas (IAIN with wider mandate) menuju terbentuknya

Universitas Islam Negeri, langkah konversi ini mulai diintensifkan pada masa

kepemimpinan Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA dengan dibukanya Jurusan

Psikologi dan Pendidikan Matematika pada Fakultas Syariah, serta Jurusan

Ekonomi dan Perbankan Islam pada Fakultas Syariah pada tahun akademik

1998/1999.86

Untuk lebih memantapkan langkah konversi ini, pada tahun 2000 di

buka Program Studi Agri Bisnis dan Program Studi Teknik Informatika

bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Badan Pengkajian dan

Penerapan Teknologi (BPPT), serta Program Studi Manajemen dan Program Studi

Akuntansi. Pada 2001 diresmikan Fakultas Psikologi, dan Fakultas Dirasat

Islamiyah bekerjasama dengan Universitas Al-Azhar, Mesir. Selain itu dilakukan

pula upaya kerjasama dengan Islamic Development Bank (IDB) sebagai

penyandang dana pembangunan kampus yang modern; McGill University melalui

85Ibid., h. 10

86

Ibid., h. 10

Page 63: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

Canadian International Development Agencies (CIDA), Leiden University (INIS),

Universitas Al-Azhar (Kairo); King Saud University (Riyadh); Universitas

Indonesia, Institut Pertanian Bogor (IPB); Ohio University; Lembaga Indonesia

Amerika (LIA); Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT), Bank Mandiri,

Bank Muamalat Indonesia (BMI); dan universitas-universitas serta lembaga

lainnya.87

Langkan perubahan bentuk IAIN menjadi UIN mendapat rekomendasi

pemerintah dengan ditandatanganinya Surat Keputusan Bersama (SKB) antara

Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 4/U/KB?2001 dan Menteri Agama RI

Nomor 500/2001 tanggal 22 November 2001, Direktur Jenderal Pendidikan

Tinggi Departemen Pendidikan Nasional memberikan rekomendasi dibukanya 12

program studi yang meliputi Program Studi Ilmu Sosial dan Eksakta, yaitu Teknik

Informatika, Sistem Informasi, Akuntansi, Manajemen, Sosial Ekonomi

Pertanian/Agribisnis, Psikologi, Bahasa dan Sastra Inggris, Ilmu Perpustakaan,

Matematika, Kimia, Fisika, dan Biologi.88

Seiring dengan itu, rancangan

keputusan Presiden tentang perubahan bentuk IAIN menjadi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta juga telah mendapat rekomendasi dan pertimbangan Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara RI dan Dirjen Anggaran Departemen Keuangan

RI Nomor 02/M-PAN/1/2002 tanggal 9 Januari 2002 dan nomor S-490/MK

2/2002 tanggal 14 Februari. Rekomendasi ini merupakan dasar bagi keluarnya

Keputusan Presiden Nomor 031 tanggal 20 Mei tahun 2002 tentang perubahan

IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.89

f. Periode UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (mulai 20 mei 2002)

87Ibid., h. 10-11

88

Ibid., h. 11

89

Ibid., h. 11

Page 64: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

Dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor

031 tanggal 20 mei 2002 IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta resmi berubah menjadi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Upacara peremiannya dilakukan oleh Wakil

Presiden Republik Indonesia Hamzah Haz pada 8 Juni 2002 bersamaan dengan

upacara Dies Natalis ke 45 (lustrum ke-9) serta pemancangan tiang pertama

pertama pembangunan kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta melalui dana

Islamic Development Bank (IDB). Setelah itu program konversi UIN dibubarkan

dan dirikan secara bersamaan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial dan Fakultas

Sains dan Teknologi.90

Belakangan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menambah

fakultas baru, yaitu Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (Program Studi

Kesehatan Masyarakat) berdasarkan surat keputusan Menteri Pendidikan Nasional

Nomor 1338/D/T/2004 tahun 2004 tanggal 12 April 2004 tentang ijin

penyelenggaraan Program Studi Kesehatan Masyarakat (S1) dan Keputusan

Direktur Jenderal Kelembagaanagama Islam tentang ijin penyelenggaraan

Program Studi Kesehatan Masyarakat program Sarjana (S1) pada Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor Dj.II/37/2004 tanggal 19

Mei 2004. Mulai tahun akademik 2009/2010 tiga program studi, Pemikiran Politik

Islam dan Sosisologi Agama dari Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, dan Ilmu

Hubungan Internasional dari Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, bergabung

kedalam Fakultas Ilmu Sosial dan Politik.91

90Ibid., h. 11

91

Ibid., h. 11

Page 65: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

Sebagai bentuk reintegrasi ilmu, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta sejak tahun akademik 2002/2003 menetapkan nama-nama

fakultas sebagai berikut:92

1. Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

2. Adab dan Humaniora

3. Ushuluddin dan Filsafat

4. Syari‟ah dan Hukum

5. Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

6. Dirasat Islamiyah

7. Psikologi

8. Ekonomi dan Bisnis

9. Sains dan Teknologi

10. Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

11. Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

B. Visi, Misi dan Tujuan

Visi dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah :

“Berdaya saing tinggi dan terdepan dalam mengembangkan dan

mengintegrasikan aspek keislaman, keilmuan, dan keindonesiaan”.93

Menurut Kusmana :

“Ke tiga aspek (aspek keislaman, keilmauan dan keindonesiaan) ini

membuka peluang bagi UIN Jakarta untuk menyelenggarakan tidak

hanya fakultas-fakultas kajian Islam tapi juga fakultas-fakultas umum.

Dengan demikian, kapasitas layanan pendidikan tinggi di UIN Jakarta

lebih luas dan pada saat yang sama menjadi terbuka untuk berkompetisi

dengan perguruan tinggi-perguruan tinggi lain di Indonesia khususnya

maupun diluar negeri”.94

Sedangkan Misi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ada lima yaitu:

a) Menghasilkan sarjana yang memiliki keunggulan kompetitif dalam

persaingan global.

b) Meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan untuk

mengembangkan dan mengintegrasikan aspek keislaman, keilmuan

dan keindonesiaan.

92Ibid., h. 12

93

Ibid., h. 13

94

Kusmana, “Integrasi Keilmuan “UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Menuju Universitas

Riset”, (Jakarta, PPJM dan UIN Jakarta Press, 2006), hal. 110.

Page 66: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

c) Meningkatkan kualitas penelitian dan pengabdian yang bermanfaat

bagi kepentingan keilmuan dan kemasyarakatan.

d) Membangun good university governance dan manajemen yang

profesional dalam mengelola sumber daya perguruan tinggi

sehingga menghasilkan pelayanan prima kepada sivitas akademika

dan masyarakat;

e) Membangun kepercayaan dan mengembangkan kerjasama dengan

lembaga nasional, regional, maupun international.95

Misi UIN Jakarta di atas, yang secara keseluruhan bermuara pada

terciptanya lulusan yang mempunyai competitive advantage sejalan dengan tujuan

UIN Jakarta yaitu dalam:

a) Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang

memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat

menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu

pengetahuan, bidang keagamaan, sosial maupun sains dan

teknologi.

b) Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan agama,

sosial dan sains teknologi serta mengupayakan penggunaannya

untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya

kebudayaan nasional.96

Menurut Kusmana, usaha kearah realisasi tujuan tersebut didukung oleh

pola ilmiah pokok (PIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yaitu pembaharuan

dalam Islam dengan menampilkan Islam yang modern, rasional dan kompatibel

dengan perkembangan zaman agar tercipta integrasi keislaman, keilmuan, dan

keindonesiaan. Atas dasar itu maka orientasi pengembangan UIN Jakarta kedepan

diorientasikan pada beberapa hal berikut:

a) Pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia (SDM)

seluruh sivitas akademika UIN yang memiliki keluruhan moral,

kedalaman spiritual, kecerdasan intelektual, dan kematangan

professional.

b) Pemberdayaan dan peningkatan kualitas akademik, administrasi,

pelayanan dan seluruh komponen berikut perangkat kerja di UIN

Jakarta secara professional dan optimal.

c) Pembaharuan sistem pendidikan menuju reintegrasi keilmuan,

keislaman, keindonesiaan, dan wawasan global, serta

95Komarudin Hidayat dkk, Buku Pedoman Akademik Strata Satu 2011/2012, h. 13

96

Ibid., h. 13

Page 67: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

pengembangan UIN sebagai pusat keunggulan dalam studi dan

pemikran Islam.97

C. Motto dan Arah Pengembangan

Menurut situs http://uinjkt.ac.id/index.php/motto.html, sejak tahun 2007

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menetapkan knowledge, piety, dan integrity

sebagai mottonya. Motto ini pertama kali di sampaikan rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, dalam pidato wisuda sarjana

ke-67 tahun akademik 2006-2007.

“Knowledge mengandung arti bahwa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

memiliki komitmen menciptakan sumber daya insani yang cerdas, kreatif,

dan inovatif. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berkeinginan memainkan

peranan optimal dalam kegiatan learning, discoveries, and engagement

hasil-hasil riset kepada masyarakat. Komitmen tersebut merupakan bentuk

tanggung jawab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam membangun

sumber daya insani yang mayoritas muslim. UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta ingin menjadi sumber perumusan nilai keislaman yang sejalan

dengan kemodernan dan keindonesiaan. Oleh karena itu, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta menawarkan studi-studi keislaman, studi-studi sosial,

politik dan ekonomi serta sains dan teknologi modern – termasuk

kedokteran – dalam persfektif integrasi ilmu.”98

“Piety mengandung pengertian bahwa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

memiliki komitmen mengembangkan inner quality dalam bentuk

kesalehan dikalangan sivitas akademika. Kesalehan yang bersifat

individual (yang tercermin dalam terma habl min allah) dan kesalehan

sosial (yang tercermin dalam terma habl min al-nas) merupakan basis bagi

sivitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam membangun

relasi sosial yang lebih luas.”99

“Sedangkan integrity mengandung pengertian bahwa sivitas

akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta merupakan pribadi yang

menjadikan nilai-nilai etis sebagai basis dalam pengambilan keputusan dan

perilaku sehari-hari. Integrity juga mengandung pengertian bahwa sivitas

akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki kepercayaan diri

sekaligus menghargai kelompok-kelompok lain.”100

97Kusmana, “Integrasi Keilmuan “UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Menuju Universitas

Riset”, h. 111

98

http://uinjkt.ac.id/index.php/motto.html

99

http://uinjkt.ac.id/index.php/motto.html

100

http://uinjkt.ac.id/index.php/motto.html

Page 68: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

“Dalam motto knowledge, piety, dan integrity terkandung sebuah spirit

untuk mewujudkan kampus madani, sebuah kampus yang berkeadaan, dan

menghasilkan alumni yang memiliki kedalaman dan keluasan ilmu,

ketulusan hati dan kepribadian kokoh.”101

Sedangkan berkaitan dengan arah arah pengembangan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dalam situsnya yaitu http://uinjkt.ac.id/index.php/arah-

pengembangan.html :

“UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah menjadi jendela keunggulan

akademis Islam Indonesia (windw of academic excellence of Islam in

Indonesia) dan barometer perkembangan pembelajaran, penelitian dan

kerja-kerja sosial yang diselenggarakan kaum muslim indonesia dalam

berbagai bidang ilmu. Dalam kerangka memperkuat peranannya tersebut,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berkomitmen utuk mengembangkan diri

sebagai universitas riset (research university) dan universitas kelas dunia

(world class university).”102

“Universitas riset dapat diartikan sebagai universitas yang menjadikan

tradisi riset sebagai basis normatif aktivitas universitas. Secara operasional

unversitas riset adalah universitas yang mengimplementasikan sistem

pendidikan berbasis riset dengan menerapkan kurikulum berbasis

kompetensi (KBK) dan SKS secara utuh; keseluruhan aktivitas penelitian

menerapkan standar ilmiah; penyelenggaraan manajemen universitas

mengacu pada total quality management (TQM); dan mengupayakan

produk-produk unggulan perguruan tinggi yang diapresiasi publik.”103

“Sedangkan universitas kelas dunia dapat diartikan bahwa pengembangan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta diarahkan untuk membangun jaringan

kerja sama dengan universitas-universitas terkemuka didunia. Jaringan

kerja sama itu dirancang dalam berbagai tingkatan, baik pembelajaran

dalam bentuk pertukaran mahasiswa (students exchange), penelitian, dan

program-program pengabdian masyarakat (social services). Pada saat

bersamaan pembangunan jaringan itu diharapkan dapat memberikan

manfaat berupa pengakuan dunia internasional terhadap UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta sebagai salah satu universitas berkualitas dunia.”104

D. Kerja Sama dan Pengembangan Jaringan

Untuk menjadi World Class University, Kerjasama dan pengembangan

jaringan merupakan bagian penting yang harus dilakukan UIN Syarif

101 http://uinjkt.ac.id/index.php/motto.html

102

http://uinjkt.ac.id/index.php/arah-pengembangan.html

103

http://uinjkt.ac.id/index.php/arah-pengembangan.html

104

http://uinjkt.ac.id/index.php/arah-pengembangan.html

Page 69: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

Hidayatullah Jakarta. Hal inilah yang membuat petinggi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta selalu berusaha memperluas kerja sama dan jaringan dengan berbagai

institusi yang dipandang dapat memberikan dukungan terhadap kemajuan

peningkatan kulitas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Berikut adalah MOU kerja

sama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan beberapa lembaga-lembaga:

a. Pergururan Tinggi Dalam Negeri

1. Universitas Indonesia (UI)

2. Universitas Gadjah Mada (UGM)

3. Universitas Negeri Jakarta (UNJ)

4. Universitas Pendidikan Indonesia ((UPI)

5. Universitas Muhammadiyah

6. Institut Pertanian Bogor (IPB)

7. Institut Teknologi Bandung (ITB)

8. IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

9. IAIN Sultan Syarif Qasim Pekanbaru

10. IAIN Ar-Raniry Banda Aceh

11. IAIN Sumatera Medan

12. IAIN Alaudin Makassar

13. IAIN Raden Intan Lampung

14. STAIN Ternate

15. STAIN Manado

16. Perguruan Tinggi Swasta (PTIS) Kopertais Wilayah I

Jakarta.105

b. Pergururan Tinggi Dalam Negeri

1. Al-Azhar University, Cairo, Mesir

2. Universitas Leiden, Belanda

3. McGill University, Montreal, Kanada

4. Univesitas Sains malaysia (USM) Penang Malaysia

5. Ohio University, Athens, Ohio, Amerika Serikat.

6. Ohio State University, Columbus, Amerika Serikat.

7. Emory Univesity, Atalanta, Amerika Serikat.

8. Duke Univesity, Amerika Serikat.

9. University of Melbourne, Australia.

10. Australia National University, Australia

11. Griffith University, Australia

12. Sun Moon University, Korea

13. Kolej University Islam Malaysia (KUIM), Malaysia

14. Institut Agama Islam Negeri (Insaniah) Alor Setar Kedah,

Malaysia

15. Carrol College, Montana, Amerika Serikat

105Ibid., h. 28-29

Page 70: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

16. St. Mary‟s College Of Maryland, Amerika Serikat

17. Islamitische Universitiet Van Europa, Rotterdam, The

Netherlands

18. Prince of Songkla University, Thailand

19. Hadramout University Of Science And Technology, Yaman

20. Universitas Umum Al-Qurra

21. King Abdul al-Aziz Univesity

22. Cairo University

23. „Ains Shams University di Mesir

24. Umdurman University Sudan

25. Ulumal-Qur‟an Sudan

26. Universitas Santo Tomas, Manila Fhilipina106

c. Lembaga-lembaga luar negeri

1. CIDA (The Canadian International Development Agency),

Kanada

2. TAF (The Asia Foundation)

3. The Ford Foundation

4. USAID (The United States Agency For International

Development)

5. AMNEF (America Indonesia Exchange Foundation), IIEF

(The Indonesian International Education Foundation),

Amerika Serikat

6. Japan Foundation Association, Jepang

7. JFPR (The Japan Fund For Poverty Reduction), Jepang

8. Toyota Foundation, Jepang

9. Japanese Government (Mombusho) Scholarship, Jepang

10. Konrad-Adenauer-Stiftung, Jerman

11. DAAD (Deuthcher Akademinscher Austausch Dienst),

Jerman

12. AusAID, (The Australia Government‟s Overseas Aid

Program), Australia

13. INIS (The Indonesia-Netherland Cooperation In Islamic

Studies)

14. ISIM (International Institute For The Study Of Islam In The

Modern World), Belanda

15. EFEO (Ecole Francaise d‟Extreme Oreint), Perancis

16. Islamic Cultural Center Iranian Embassy107

106Ibid., h. 29

107

Ibid., h. 30

Page 71: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

BAB IV

ANALISIS DATA MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME

MAHASISWA UIN SYAHID JAKARTA

A. Acuan Atau Dasar Dalam Membangun Masyarakat.

Pembahasan ini secara keseluruhan merupakan penelitian, untuk melihat

kecenderungan pemikiran keagaamaan mahasiswa UIN Syahid Jakarta dalam

kerangka modernisme dan fundamentalisme Islam. Modernisme dan

fundamentalisme adalah aliran pemikiran keagamaan dalam religio-kultural Islam,

yang berusaha merumuskan, mengaplikasikan, dan mensinergikan Islam dalam

alam modernitas. Keduanya modernisme dan fundamentalisme Islam dapat

dibedakan karena kecenderungan penafsirannya yang berbeda ketika berhadapan

dengan doktrin agama (Al-Quran dan hadis) yang dijadikan landasan dalam

membangun masyarakat. Modernisme Islam cenderung elastic dan fleksibel

dalam menafsirkan doktrin agama, sedaangkan fundamentalisme Islam cenderung

rigid dan literalis. Perbedaan kecenderungan ini kemudian membuat keduanya

berbeda dalam memahami berbagai masalah, khususnya masalah-masalah yang

berhubungan dengan (a) ijtihad, (b) preseden (teladan) zaman awal Islam, (c)

ijma, (d) pluralisme dan (e) hikmah. Kelima hal inilah yang akan penulis gunakan

sebagai indikator dalam melihat kecenderungan pemikiran keagamaan mahasiswa

UIN Syahid Jakarta apakah cenderung bersifat modernis atau fundamentalis.

Menurut penulis sebelum membahas kelima hal diatas, ada baiknya

membahas tentang kesatuan pandangan modernisme dan fundamentalisme bahwa

Page 72: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

Al-Quran dan hadis dapat dijadikan acuan dalam membangun tatanan masyarakat

Pembahsan yang ini penting untuk melihat apakah informan mempunyai

kecenderungan yang sama dengan modernisme dan fundamentalisme Islam bahwa

Al-Quran dan hadis dapat dijadikan landasan dalam membangun tatanan

masyarakat, atau sebaliknya. Menurut Yusril Ihza Mahendra dalam bukunya

“Modernisme Dan Fundamentalisme Dalam Politik Islam”, tidak ada perbedaan

acuan atau dasar antara modernisme dan fundamentalisme dalam permasalahan

“Apa” yang harus dijadikan acuan dalam membangun masyarakat. Menurut Yusril

Ihza Mahendra:

“Keduanya (modernisme dan fundamentalisme Islam) sama-sama

berdasarkan kepada Al-Qur‟an dan Sunnah Nabi. Dan bertujuan untuk

membangun suatu tatanan masyarakat Islam, sesuai dengan maksud

doktrin yang termaktub dalam Al-Qur‟an dan Sunnah Nabi itu”108

.

Dari pemaparan diatas, kita dapat melihat bahwa keduanya aliran

pemikiran modernis dan fundamentalis, bersepakat bahwa Al-Qur‟an dan Sunnah

Nabi dapat digunakan sebagai basis dalam pengorganiasian dan perngembangan

masyarakat muslim. Berdasarkan hasil penelitian, terhadap delapan mahasiswa

UIN Syahid Jakarta, sebagian besar bersepakat bahwa Al-Quran dan Sunnah Nabi

bisa dijadikan pedoman dalam membangun tatanan masyarakat. Sedangkan

sebagian kecil, mengatakan bahwa Al-Qur‟an dan Sunnah Nabi bisa dijadikan

acuan atau dasar dalam membangun masyarakat, akan tetapi dengan

pertimbangan. Sedangkan sebagian kecil lainnya, mengatakakan tidak bisa dengan

alasan. Dan yang lainnya mengatakan masih dilematis. Berikut adalah

pengkategorisasian jawaban informan dalam penelitian ini.

108Yusril Ihza Mahendra, Modernisme Dan Fundamentalisme Dalam Politik Islam,

(Jakarta: Paramadina, 1999), hal. 29

Page 73: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

1. Bisa. Al-Quran Dan Sunnah Nabi Dijadikan Acuan Atau Dasar Untuk

Membangun Masyarakat.

Sebagian besar informan dalam penelitian ini mengatakan bahwa Al-Qur‟an

dan Sunnah Nabi bisa dijadikan acuan atau dasar dalam membangun masyarakat.

Sebagaimana yang dinyatakan oleh IBL.

“Ya. Bisa lah, Al-Quran dan hadis itu kan memang pedoman hidup umat

manusia”109

.

Hal senada juga diungkapkan oleh DNU bahwa tidak ada yang tidak diatur

dan dijelaskan oleh Al-Quran dan hadis, keduanya sudah mengatur segala-

galanya, dari hal yang besar sampai yang kecil.

“Oh sangat, sangat bisa. Islam itu sebenarnya memang sudah mengatur

segala-galanya melalui Al-Quran, yang kemudian dijelaskan oleh

perkataan, dan perbuatan nabi yang dinamakan hadits. Sebenarnya tidak

ada yang tidak dijelaskan dalam Al-Quran dan hadits semuanya ada

bahkan sampai hal-hal kecil juga, misalnya proses penciptaan manusia

ada di dalam Al-Qur‟an, dalam kehidupan sehari-hari, makan itu kan

harus menggunakan tangan kanan ga boleh pake tangan kiri, sampai

buang hajat saja sebenarnya diatur dalam Islam, harus doa dulu tidak

boleh berisik dll”110

.

Hampir sama dengan informan diatas, IHM menyatakan bahwa

penggunaan Al-Quran dan hadis dalam membangun tatanan masyarakat sudah

digunakan ketika Fathul Mekkah.

“Menurut saya bisa. Bisa banget pertama al-Quran dan hadits itu dikalau

kita menilisik dijaman Rasulullah ketika fathul mekkah. Fathul mekkah itu

dimana masyarakat madani ada disana itu yang muslim dan non muslim

109 Wawancara Pribadi Dengan IBL. Jakarta, 13 September 2012

110

Wawancara Pribadi Dengan DNU. Jakarta, 11 September 20112

Page 74: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

bersama-sama membangun negara yang tidak ada gontol-gontokan dan

itu landasannya itu Islam”111

.

Dari pemaparan pendapat sebagian besar informan mahasiswa UIN Syahid

Jakarta diatas kita dapat melihat bahwa, penggunaan Al-Quran dan Sunnah Nabi

dimungkinkan dijadikan acuan atau dasar dalam membangun masyarakat, karena

kedua sumber utama hukum Islam ini, sudah mengatur segala-galanya baik itu

dalam masalah-masalah besar seperti sains, bahkan social, ekonomi dan politik,

sampai hal-hal kecil kehidupan manusia yang dilakukan sehari-hari. Dan

penggunaan sumber hukum ini, telah dan sudah digunakan dan dicontohkan oleh

Muhammad ketika peristiwa Fathul Mekkah, dimana muslim dan non-muslim

disatukan dalam satu simbol keagamaan Islam. Kecenderungan pendapat sebagian

besar informan ini, selaras dengan modernisme dan fundamentalisme Islam bahwa

Al-Qur‟an dan Sunnah nabi memang bisa dijadikan acuan atau dasar dalam

membangun tatanan masyarakat.

2. Bisa Dengan Pertimbangan. Al-Quran Dan Sunnah Nabi Dijadikan Acuan

Atau Dasar Untuk Membangun Masyarakat.

Sedangkan sebagian kecil informan seperti ISN dan IHN mengatakan bahwa

bisa Al-Quran dan hadis dijadikan pedoman dalam membangun tatanan

masyarakat akan tetapi dengan pertimbangan dan tambahan dalam penerapannya.

ISN melihat bahwa dibutuhkan dasar-dasar lain seperti ijma dan qiyas dan

kearipan-kearipan lokal bukan hanya Al-Quran dan hadis.

“Bisa, bisa Quran dan hadis itu. Ya kalau memang secara Islam

merupakan sumber kuat untuk mengatur kehidupan manusia baik itu

sosial ekonomi dan bernegara”. Tapi selain itu juga kan kita negaranya

111 Wawancara Pribadi Dengan IHM. Jakarta, 15 September 2012

Page 75: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

banyak perbedaan-perbedaan suku bangsa dan budaya disini dibutuhkan

dasar-dasar hukum lain seperti ijma dan qiyas kan seperti juga kearipan-

kearipan lokal yang ada itu bisa dijadikan hukum jadi kita ini enggak

hanya terpaku hanya dengan quran dan hadits secara leterlek gitu loh.

Jadi ada ijma ada qiyas yang dalam Al-Quran gak ada dalam hadits gak

disebutkan tetapi kalau musyawarah-musyawarah para ulama para

pemimpin itu bagus ya itu bisa dijadiin hukum. Semisal dahulu itu waktu

perumusan negara ini kan ini apa ijma juga waktu merumuskan negara

kita Indonesia berasaskan dengan pancasila dan Bhineka Tungggal Ika itu

ijma itu kan di al-Quran gak ada Bhineka Tunggak Ika sama Pancasila.

Bhineka Tunggal Ika sendiri itu kan dari kitab itu Sutasoma, sedeangkan

kitab Sutasoma itu sendiri kan dari ajaran-ajaran leluhur kita pada masa

kerajaan Prabujayanegara, itu raja kedua Majapahit. Jadi sangat apa

menyeluruh. Jadi Quran dan hadis enggak begitu bisa dipaksakan yang

penting kalau di Quran dan hadis gak ada bisa di pake kesepakatan ulama

dan para pemimpin”112

Sedangkan IHN berpendapat bahwa penggunaan Al-Quran dan hadis

sebagai dasar dalam membangun masyarakat bisa kalau masyarakatnya

mempunyai keyakinan yang sama (Islam). Akan tetapi dalam masyarakat yang

plural, harus didasarkan pada kebaikan bersama dan asalkan tidak keluar dari

nilai-nilai yang ada dalam Al-Quran dan hadis.

“Bisa gak bisa, tapi sebaiknya kita lihat konteks dulu. Masyarakat mana.

Kalau di Timur Tengah kemungkinannya bisa karena mereka punya satu

keyakinan yang sama, ya kan Islam semuanya ga ada yang lain, terus

budayanya sama lagi. Tapi kalau dikita kan beda. Di kita bukan hanya

keyakinan yang beda tapi suku bahasa dan adat istiadat juga beda. Jadi

kondisional aja, asal begini enggak keluar dari nilai-nilai dalam Quran

dan hadis dan didasarkan pada kebaikan bersama. Itu aja kali”113

.

Dari pemaparan pendapat sebagian kecil informan mahasiswa UIN Syahid

Jakarta diatas kita dapat melihat bahwa, penggunaan Al-Quran dan Sunnah Nabi

dimungkinkan dijadikan acuan atau dasar dalam membangun masyarakat, akan

tetapi dengan pertimbangan, dikarenakan setiap daerah mempunyai kondisi sosial

112 Wawancara Pribadi Dengan ISN. Jakarta, 12 September 2012

113

Wawancara Pribadi Dengan IHN. Jakarta, 11 September 2012

Page 76: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

yang berbeda-beda seperti beraneka ragamnya suku, adat istiadat dan sudah

adanya kearipan-kearipan lokal yang tertanam sebelum datangnya Islam. Kondisi

inilah yang memungkinkan Al-Quran dan Sunnah Nabi tidak dapat diterapkan

secara menyeluruh ke masyarakat. Karena itu diperlukan dasar hukum lain seperti

ijma, qiyas dan disandarkan pada kebaikan bersama asalkan memang tidak keluar

dari dua sumber hukum Islam yaitu Al-Quran dan Sunnah Nabi. Kecenderungan

pendapat sebagian kecil informan ini, selaras dengan modernisme dan

fundamentalisme Islam bahwa Al-Qur‟an dan Sunnah nabi memang bisa

dijadikan acuan atau dasar dalam membangun tatanan masyarakat. Akan tetapi,

penerapannya yang tidak kaffah, karena memperhatikan kondisi sosial

masyarakat, diberlakukannya qiyas dan penggunaan ijma yang diperluas pada

ijma para ulama setempat, bukan pada ijma dari zaman sahabat nabi dan

didasarkan pada kebaikan bersama yang tidak keluar dari Al-Qur‟an dan Sunnah

Nabi membuat kecenderungan ini lebih bersifat modernis. Karena menurut Yusril

Ihza Mahendra, kaum modernis memperluas konsep tradisional mengenai ijma-

yaitu konsesus mayoritas para ulama fiqh mengenai suatu masalah hukum–

menjadi konsensus mayoritas kaum muslim, atau wail-wakil mereka, pada suatu

zaman dan tempat tertentu. Konsensus baru yang dibuat itu harus diputuskan

dengan berpedoman kepada “dasar-dasar doktrin”. Dan Ijma seperti itu tentu saja

tidak boleh melampaui hudud, yaitu batas-batas yang telah ditentukan oleh

doktrin, Hal ini berbeda dengan fundamentalisme Islam yang memandang ijma

zaman sahabat nabi adalah ijma yang mengikat generasi-generasi kaum muslim

hingga akhir zaman114

.

114

Yusril Ihza Mahendra, Modernisme Dan Fundamentalisme Dalam Politik Islam, hal.

Page 77: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

3. Tidak Bisa. Al-Quran Dan Sunnah Nabi Dijadikan Acuan Atau Dasar

Untuk Membangun Masyarakat.

Berbeda dengan informan-informan diatas, yang mengatakan bahwa Al-

Quran dan Sunnah Nabi dapat dijadikan acuan atau dasar dalam membangun

masyarakat, dan tentunya dengan pertimbangan yang telah disebutkan diatas,

SPO dan SHI berpendapat bahwa Al-Qur‟an dan hadis tidak bisa digunakan

dalam membangun tatanan masyarakat. SPO mengatakan bahwa karena di

Indonesia sudah ada UUD dan juga menurutnya:

“Kasihan orang Kristen dan juga kita kan bukan negara Islam”115

.

Senada dengan SPO, SHI menambahkan bahwa “formalisasi” Al-Quran

dan hadis dalam UU untuk membangun masyarakat akan dan selalu menimbulkan

masalah karena penafsirannya beragam dan hal ini tidak akan mendatangkan

kebaikan bersama. Dan juga menurutnya tidak semua solusi ada dalam al-Quran

itu, karena al-Quran hanya menerapkan landasan-landasan kebaikan. Tapi secara

personal penerapan Al-Quran dan hadis itu bisa.

“Al-Quran dan hadis itu kan banyak penafsirannya, para ulam itu banyak

berbeda-beda. Terus pemahaman ulama mana sebenarnya yang akan

dijadikan landasan? Apa kita bikin pemahaman sendiri. Nah kalau

pemahaman pemerintah gak sama dengan salah satu ulama terkenal

bagaimana? Nanti kan jadi cek-cok. Ketika al-Quran akan dijadikan UU

pasti banyak pertentangan enggak akan selalu mulus dan proses dalam

menjadikan landasan al-Quran itu justru tidak membawa kebaikan itu

akan mempersulit, memperumit dan akan menambah masalah sendiri bagi

pemerintah. Tapi secara personal bisa maksudnya tiap orang kan punya

keyakinan untuk menerapkan kebaikan. Tapi ketika dijadikan undang-

undang kepemerintahan itu kemudian yang akan jadi bermasalah. Karena

memang sejak dulu selalu bermasalah ketika al-Quran itu dijadikan

30

115

Wawancara Pribadi Dengan SPO. Jakarta, 15 September 2012

Page 78: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

landasan dan masalahnya bukan pada isi al-Quran-nya, tapi ketika

diterapkan pada konteks tertentu itu ada yang menyatakan itu baik atau

enggak? Apakah sudah sesuai pemahaman terhadap al-Quran untuk

menerapkan kebaikan. Menurut saya dalam memahami al-Quran itu

banyak beraneka ragam dan penerapannya pun selalu beragama dan itu

akan menambah masalah sendiri dan solusinya tidak selalu berada dalam

al-Quran, karena kalau kita selalu melihat bahwa yang mengatakan

semua solusi ada dalam al-Quran itu salah, karena al-Quran hanya

menerapkan landasan-landasan kebaikan”116

.

Pemaparan pendapat sebagian kecil informan yang berbeda dengan

informan diatas yang mengatakan bahwa Al-Qur‟an dan Sunnah Nabi tidak bisa

dijadikan acuan atau dasar dalam membangun masyarakat, dengan alasan bahwa

negara Indonesia, bukanlah negara Islam dan juga beraneka ragamnya penafsiran

terhadap Al-Quran dan Sunnah Nabi, akan menambah sulit penerapan kedua

sumber hukum tersebut, hal ini akan diperumit karena akan bertentangan dengan

UU yang sudah dijadikan formula dalam mengatur dan membangun tatanan

masyarakat, kecenderungan ini berbeda dengan sebagian besar informan dalam

penelitian ini, dan hal ini juga bertolak belakang dengan keyakinan modernisme

dan fundamentalisme Islam yang mengatakan bahwa Al-Qur‟an dan Sunnah Nabi

bisa dijadiakn acuan atau dasar dalam membangun tatanan masyarakat.

4. Dilematis. Al-Quran Dan Sunnah Nabi Dijadikan Acuan Atau Dasar

Untuk Membangun Masyarakat.

Sedangkan pendapat dilematis dikemukakan ROS. Ia mengemukakan

bahwa Al-Quran dapat dijadikan pedoman umat manusia dan dapat dijadikan

acuan dalam segala hal tapi dalam hubungan horizontal (sesama manusia) masih

banyak yang dilematis.

116 Wawancara Pribadi Dengan SHI. Jakarta, 10 September 2012

Page 79: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

“Bisa sebenarnya. Seperti yang sudah dijelaskan dalam Al-Quran dan

hadis. Quran itu pedoman bagi umat manusia untuk dijadikan sebagai

acuan dalam segala hal. Termasuk dalam persoalan sesama kita atau

vertikal dengan tuhan. Karena al-quran itu bersifat universal maknanya.

Tapi banyak yang masih dilematis terutama yang horizontal”117

.

Dari pemaparan informan ROS diatas, dalam hal hubungan dengan Tuhan

dan sesama manusia, penggunaan Al-Qur‟an dan Sunnah Nabi dapat dijadikan

acuan, akan tetapi kompleksnya masalah manusia, menyebabkan masih banyak

yang harus dipertimbangkan. Pendapat ragu-ragu yang dikemukakan ROS dalam

hal ini, kemungkinannya masih bertanya-tanya kira-kira dalam masalah

masyarakat apa saja Al-Quran dan Sunnah Nabi dijadikan acauan atau dasar.

Akan tetapi, secara implisit kita dapat melihat pendapat ini bertolak belakang

dengan modernisme dan fundamentalisme Islam, dimana menurut Yusril Ihza

Mahendra, keduanya (modernisme dan fundamentalisme Islam) meyakini bahwa

Al-Qur‟an dan Sunnah Nabi dapat dijadikan acuan atau dasar dalam membangun

suatu tatanan masyarakat Islam, yang tentunya sesuai dengan maksud doktrin

yang termaktub dalam Al-Qur‟an dan Sunnah Nabi itu.

Dari acuan atau dasar dalam membangun tatanan masyarakat, aliran

pemikiran modernisme dan fundamentalisme diatas, kita dapat melihat bahwa

keduanya bersepakat tentang bahwa Al-Qur‟an dan Sunnah Nabi dapat digunakan

sebagai basis dalam pengorganiasian dan perngembangan masyarakat muslim.

Namun demikian, menurut Yusril Ihza Mahendra meskipun kedua aliran itu

mempunyai acuan atau dasar yang sama dalam membangun tatanan masyarakat

muslim, kecenderungan mereka dalam menafsirkan doktrin (Al-Quran dan

117 Wawancara Pribadi Dengan ROS. Jakarta 14 September 2012

Page 80: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

Sunnah Nabi) yang dijadikan landasan dalam membangun masyarakat

menunjukkan adanya perbedaan yang cukup penting.

“Para modernis Islam cenderung menafsirkannya secara elastic dan

fleksibel. Sementara para fundamentalis cenderung menafsirkannya secara

rigid dan litieralis”.118

1. Ijtihad

Perbedaan kecenderungan corak penafsiran doktrin agama diatas antara

modernisme dan fundamentalisme Islam, menurut Yusril Ihza Mahendra

menghasilkan perbedaan dalam memahami berbagai masalah, salah satunya

masalah-masalah yang berhubungan dengan Ijtihad. Pembahasan ini merupakan

hasil penelitian untuk melihat kecenderungan pemikiran keagamaan mahasiswa

UIN Syahid Jakarta dalam masalah ijtihad yang dihubungkan dengan konsep

ijtihad aliran modernisme dan fundamentalisme Islam, sehingga diharapkan dapat

melihat kecenderungan ijtihad mahasiswa UIN Syahid Jakarta. Ijtihad dalam

penelitian ini adalah mengacu pada perumusan ijtihad modernisme dan

fundamentalisme Islam. Sedangkan ijtihad secara istilah adalah usaha yang

sungguh-sungguh dari seseorang atau beberapa orang ulama tertentu yang

memiliki syarat-syarat tertentu, pada suatu tempat dan waktu tertentu untuk

merumuskan kepastian atau penilaian hukum mengenai sesuatu atau beberapa

perkara yang tidak terdapat kepastian hukumnya secara eksplisit dan positif, baik

dalam Al-Qur‟an maupun al-Hadis119

.

Menurut Yusril Ihza Mahendra dalam bukunya “Modernisme Dan

Fundamentalisme Dalam Politik Islam”, perbedaan kecenderungan penafsiran

118 Yusril Ihza Mahendra, Modernisme Dan Fundamentalisme Dalam Politik Islam, h. 29.

119

Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam “Pokok-Pokok Pikiran Tentang

Paradigma Dan Sistem Islam”, (Jakarta, Gema Insani, 2004), h. 55

Page 81: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

dalam melihat doktrin agama aliran pemikiran modernisme Islam yang cenderung

elastic dan fleksibel dan fundamentalisme Islam yang cenderung rigid dan literalis

dalam melihat doktrin agama, menghasilkan perbedaan dalam memaknai masalah

ijtihad. Menurut Yusril Ihza Mahendra:

“Sesuai dengan kecenderungan penafsiran yang elastic dan fleksibel

terhadap doktrin, modernisme Islam melihat bahwa dalam masalah-

masalah mu‟amalah (kemasyarakatan), doktrin hanya memberi ketentuan

umum yang bersifat universal. Karena itu ijtihad harus digalakkan. Itjihad

memunggkinkan corak pengaturan doktrin yang berisi ketentuan-ketentuan

umum itu dapat diimplementasikan kedalam suasana konkret, yaitu

suasana masyarakat yang ada pada suatu zaman dan tempat terentu.”120

Sedangkan menurut Yusril Ihza Mahendra Fundamentalisme Islam

melihat bahwa:

“Kaum Fundamentalis seiring dengan kecenderungan penafsirannya

terhadap doktrin yang bersifat rigid dan literalis, fundamentalisme

memandang bahwa corak pengaturan doktrin bersifat total dan serba

mencakup. Tidak ada masalah-masalah yang berhubungan dengan

kehidupan manusia di dunia ini yang luput dari jangkauan doktrin yang

serba mencakup itu. Karena itu itjihad dengan sendirinya di batasi hanya

kepada masalah-masalah diantara doktrin tidak memberikan petunjuk dan

pengaturan sampai detail-detail persoalan.”121

Dalam bukunya “Muslim Demokrat „Islam, Budaya Demokrasi, dan

Partisipasi Politik di Indonesia Pasca ORDE BARU” Saiful Mujani mengatakan

bahwa terdapat sejumlah nas-nas doktrin agama tentang hukum muamalah

(kemasyarakatn) yang menimbulkan kontroversi dalam aplikasinya dalam

masyarakat seperti hukum potong tangan bagi pencuri, waris, dan kepemimpinan

wanita. Dan ketiga ijtihad terhadap hukum dalam ayat ini, menurut Saiful Mujani

dapat dijadikan dukungan terhadap fundamentalisme karena bacaannya yang

120 Yusril Ihza Mahendra, Modernisme Dan Fundamentalisme Dalam Politik Islam, hal.

29

121

Ibid., hal. 31

Page 82: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

literal dalam memaknai ayat-ayat tersebut. Sedangkan sebaliknya kalangan

modernis Islam menilai bahwa semangat yang mendasari ayat-ayat tersebut adalah

untuk menciptakan tatanan dan keamanan dalam masyarakat. Berikut adalah ayat-

ayat tersebut.

a. Ayat Hukum Potong tangan

انهه ا كسبا كانا ي ا جزاء ب ده وانهه وانسارق وانسارقة فاقطعىا أ

ه انهه تىب عه ه وأصهح فئ تاب ي بعد ظه انهه عزز حكى ف إ

غفىر رحى

Artinya: Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah

tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan

sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Maka

barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan

kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima

taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (al-

Maidah :38-39)

Berdasarkan hasil penelitian, terhadap delapan mahasiswa UIN Syahid

Jakarta, ada tiga pendapat berlainan tentang kebijakan hukum potong tangan

dalam Al-Qur‟an surat al-Maidah ayat 38-39. Berikut adalah pengkategorisasian

jawaban informan dalam penelitian ini.

1. Perlu dilakukan Ijtihad kembali.

Sebagian besar informan dalam penelitian ini, mengakui ini adalah salah

satu dari karakterisstik syariat Islam. Akan tetapi, secara umum mereka

menyatakan bahwa ayat tentang hukum potong tangan harus di ijtihadkan atau di

tafsir ulang sesuai dengan kondisi sosial masyarakat Muslim bersangkutan, seperti

penggantian solusi kebijakan potong tangan dengan penjara. Pergantian

Page 83: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

penggunaan hukum potong tangan dengan penjara, lebih mengandung sisi

kemanusiaan. Seperti yang dikemukakan IHN.

“Ya memang benar bahwa ini adalah salah satu karakteristik hukum yang

ada dalam quran, tapi ini kan sifatnya masih belum jelas, menurut saya

kita harus mencari penetapan lain tapi bukannya menyalahi quran loh ya

ini hanya tentang bagaimana kita membuat semua orang yang ada dalam

wilayah itu bahagia, yang esensinya tidak menyalahi jati diri kita sebagai

seorang muslim, yang penting itu kan hukumannya entah bentuknya apa

yang jelas kalau ada orang yang berbuat jahat ya harus dihukum, dan itu

dengan landasan bahwa semua orang tidak merasa dirugikan dan

diberatkan. Ya kalau hukum potong tangan jangan lah, bisa syich tapi kita

belum siap untuk itu. Dan menurut saya juga hukum sekarang cukup lah

untuk mewakili potong tangan tersebut”122

.

SPO melihat bahwa hukum ini kurang mengandung rasa kemanusiaannya.

“Kalau saya kurang setuju aja, kalau mencuri potong tangan gituh loh.

Apa ya, rasa kemanusiaannya itu gak ada, lebih baik kalau misalkan yang

pencuri itu kita komunikasi, lu benar-benar mencuri ya? Jadi kalau

mencuri kemudian potong tangan no, itu rasa kemanusiaannya

kurang”123

.

Hal yang sama dikemukakan oleh ISN.

“Hukum potong tangan itu ya. Islam itu perlu tafsiran ulang itu. Al-Quran

memang hukum potong tangan ya pake arab ya. Kalau di Arab hukumnya

potong tangan tapi kalau di Indonesia itu kan hukum itu enggak bisa di

gunain disini karena kalau hukum potong tangan digunain disini yang

mayoritas masih gimana ya?, di pake di Indoenesia ya tahu sendiri kalau

kita jalan-jalan keluar jalannya pada buntung-buntung, di ganti dengan

kesepakatan ulama diganti dengan penjara. Kalau mau ditetapin potong

tangan pada buntung”124

.

Senada dengan informan diatas, menurut ROS dalam berhadapan dengan

ayat seperti ini (hukum potong tangan), harus diartikan sebagai peringatan.

122

Wawancara Pribadi Dengan IHN. Jakarta 11 September 2012

123

Wawancara Pribadi Dengan SPO. Jakarta, 15 September 2012

124

Wawancara Pribadi Dengan ISN. Jakarta, 12 September 2012

Page 84: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

“Banyak dikalangan para ulama menafsirkan ayat tersebut sengat

berbeda-beda ada yang tekstual personal. Saya pikir dalam konteks ketika

kita dihadapkan pada ayat seperti ini harus diartikan sebagai peringatan

atau ajaran yang harus kita aplikasikan dalam konteks keislaman. Islam

itu bukan hanya nilai-nilai yang bersifat normatif”125

.

Sedikit berbeda dengan ROS, menurut IBL maksud dari ayat potong

tangan ini, yang dipotong itu bukan tangannya tapi kesempatannya, jadi

kesempatan untuk dia mencuri itu yang dipotong.

“Waduh, ribet ini, Gua syih bukan ahli tafsir, filsafat gua, hahahaha. Tapi

sepengetahuan gua dan keyakinan gua niyh ya, dari bacaan-bacaan yang

gua pahami, hukum potong itu, hmmm kan disana tertulis tentang

potonglah tangan keduanya, menurut gua syih yang di potong itu bukan

tangannya tapi kesempatannya, kesempatannya untuk dia mencuri itu

yang dipotong. Sepengetahuan gua niyh ya, tapi gua gak tau kalo ada

tafsir yang lain”126

.

2. Perlu dilakukan Ijtihad kembali, Tapi Perlu Diterapkan Pada Koruptor.

Sementara pendapat berbeda dalam objek penerapan hukum ini

dikemukakan oleh SHI. Menurutnya, hukum ini memang tidak bisa diberlakukan

dan harus di uji kembali apakah akan mendatangkan kebaikan bersama atau tidak.

Akan tetapi menurutnya hukum ini perlu di terapkan tapi khusus pada koruptor

yang mengambil uang negara.

“Tidak bisa hukum potong tangan, ini masalah kebijakan bukan prinsip.

Tapi lebih pada kebijakan atau peraturan, ya mungkin bisa bagi orang-

orang tertentu tapi. Potong tangan itu harus dilihat pada konteksnya,

asbabun nuzulnya. Karena setahu saya ayat ini sudah tidak berlaku saat

Umar dengan beberapa alasan bahwa ayat ini tidak sesuai lagi dengan

konteks ayat itu. Pada zaman rasul umar setuju. Di Indonesia harus diuji

lagi apalah hukum potong tangan akan memberikan kebaikan yang lebih

luas tidak, karena yang mencuri itu kebanyakan terpaksa tapi kalau

koruptor saya setuju potong tangannya, mereka itu sudah kaya tapi masih

125 Wawancara Pribadi Dengan ROS. Jakarta 14 September 2012

126 Wawancara Pribadi Dengan IBL. Jakarta, 13 September 2012

Page 85: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

nyomot-nyomot uang negara. Tapi kalau orang miskin mencuri karena

terpakasa, bagaimana ia mencari nafkah? Malah membunuh dia dong”127

.

3. Tidak Perlu dilakukan Ijtihad kembali.

Sementara itu, DNU memiliki pendapat berbeda dibandingkan dengan

sebagian besar informan lain. Ia menyatakan bahwa kewajiban seorang muslim

adalah mentaati apa yang sudah diperintahkan Tuhan dan rasul, bukan mentaati

apa yang sudah manusia buat.

“Nah ini dia salah satu yang membuat masyarakat kita itu ngeri, salah

satunya hukum potong tangan ini, coba deh baca lagi mas artinya

jelaskan dan surat itu juga dijelaskan lagi oleh Nabi bahwa apabila

Aisyah eh maksudah saya Fatimah, Fatimah anakku mencuri maka aku

sendiri yang akan memotongnya tangannya. Sebagai seorang muslim yang

baik, sebenarnya kita kan harus mengikuti perintah Tuhan dan Rasul-nya

kan, kalau ada yang mencuri yang potong tangannya, kalau sekarang kan

gak dipenjara kan, karena ini bukan negara Islam ini negara pancasila.

Tinggal milih mau ikut perintah Tuhan dan Rasul atau perintah buatan

manusia, kalau saya ikut yang pertama, kalau saya loh mas kalo yang lain

syich ya monggo”128

.

Dan hampir senada dengan DNU, menurut IHM bahwa memang

menurutnya hukum potong tangan bagi yang mencuri itu merupakan klimaks dari

perbuatan yang berulang-ulang yang dilakukan oleh individu, yang kemudian

dilakukan potong tangan jadi memang tidak dilakukan serta merta yang mencuri

potong tangan. Akan tetapi menurutnya, lagi-lagi bahwa hukum ini, belum bisa

diterapkan di Indonesia karena sudah ada UU yang jelas tentang itu.

“Yang saya yakini yang Allah turunkan dan yang diantarkan oleh jibril

dan diterima oleh muhammad ketika ada potong tangan di awal saya

sudah sampaikan kita lihat asbabunnujul-nya ayat itu turun, jangan

127 Wawancara Pribadi Dengan SHI. Jakarta, 10 September 2012

128

Wawancara Pribadi Dengan DNU. Jakarta, 11 September 2012

Page 86: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

sampai intrepretasi kita malah mengartikan saklek dengan potong tangan.

Bisa kita lihat asbabunnujul-nya potong tangan itu. Beberapa pendapat

ulama mengatakan hukum potong tangan itu sebenarnya bentuk ketika

kita sudah benar-benar memuncak sudah berulang-ulang melakukan

kesalahan tersebut sudah diingatkan dan itu pun barulah dilakukan hukum

seperti itu dan itu bukan semerta-merta dilakukan hukum potong tangan

enggak sama sekali seperti itu. Dan tentunya dengan pertimbangan-

pertimbangan yang banyak. Kebijakan potong tangan itu ada pada

kebijakan seorang pemimpin bagaimana ulama-ulama itu bisa

menyingkapi pasti kan ketika jaman Rasulullah hukum potong tanga itu

ada. Tapi inget di Indonesia kita sudah punya UU yang jelas untuk saat

ini dan itu belum bisa, Yang bisa melakukan hukum potong tangan itu

adalah negara yang mengaplikasikan syariat Islam. Kalau di Indonesia

belum bisa”129

.

Dari pemaparan pendapat informan mahasiswa UIN Syahid Jakarta dalam

penelitian diatas, kita dapat melihat bahwa, sebagian besar informan dalam

penelitian ini melihat ayat hukum potong bagi pencuri dalam Al-Qur‟an surat al-

Maidah ayat 38-39, harus diartikan sebagai peringatan dan perlunya pengijtihadan

kembali kebijakan hukum tersebut. Selain itu, usaha penemuan hukum baru

(ijtihad) selain potong tangan, yang digantikan dengan penjara dengan alasan

kondisi sosial masyarakat, rasa kemanusiaan, kebaikan bersama dan sudah adanya

UU, membuat kecenderungan ijtihad sebagian besar mahasiswa UIN Syahid

Jakarta dalam penelitian ini cenderung bersifat elastic dan fleksibel. Hal ini,

selaras dengan kecenderungan penafsiran modernisme Islam. Senada dengan

sebagian besar informan diatas, sebagian kecil informan hanya berbeda dalam

objek penerapannya, yang menurutnya perlu diterapkan terhadap para pelaku

korupsi. Dalam hal ini, kecenderungan ijihad ini masih bersifat modernis. Karena

dalam perspektif fundamentalis, penerapan hukum potong tangan bagi pencuri ini

tidak memilih kasus, tapi harus menyeluruh. Sedangkan sebagian kecil informan

129

Wawancara Pribadi Dengan IHM. Jakarta, 15 September 2012

Page 87: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

dalam penelitian ini mengatakan bahwa hukum potong tangan bagi pencuri dalam

Al-Qur‟an surat al-Maidah ayat 38-39, maknanya sudah jelas dan memang tidak

perlu diijtihadkan lagi. Kecenderungan penafsiran ini bersifat fundamentalis

karena kecenderungan penafsirannya bersifat rigid dan literalis.

b. Ayat Tentang Hukum Waris

دكى أولىصكى انهـه فى نهذكر يثم حظ انأث

Artinya: Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk)

anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua

orang anak perempuan (An-nisa ayat 11).

Berdasarkan hasil penelitian, terhadap delapan mahasiswa UIN Syahid

Jakarta, ada dua pendapat berlainan tentang kebijakan hukum waris dalam Al-

Qur‟an surat an-Nisa ayat 11. Berikut adalah pengkategorisasian jawaban

informan dalam penelitian ini.

1. Perlu dilakukan Ijtihad kembali.

Menurut sebagian besar informan dalam penelitian ini, perlu dilakukannya

pengkajian ulang atas kebijakan hukum ini. Kebijakan yang didasarkan pada keadilan,

maslahat, musyawarah, dan kondisi keluarga yang ada dalam masyarakat. Hal ini

seperti yang dikemukakan oleh IBL.

“Kalo hukum waris kayak di Islam emang gitu syich, tapi, sebenarnya gua

lebih setuju lagi kalo dibagi secara adil antara laik-laki dan perempuan.

tapi kalo yang lain gak tau. Jadi kalo warisannya serebu gituh, ya dibagi

gope-gope. Nah itu baru adil ya gak”130

.

Hal ini senada juga dinyatakan oleh SHI.

“Waris konteksnya juga harus di kaji lagi. Ya karena untuk kebaikan tidak

ada yang pasti. Ga bisa dipukul rata, karena setiap orang punya kondisi

130 Wawancara Pribadi Dengan IBL. Jakarta, 13 September 2012

Page 88: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

dan akan selalu beragam untuk solusinya. Rasul waktu itu masih dalam

lingkungan terbatas untuk saat itu, tapi untuk kebijakan memang harus

ditafsirkan ulang”131

.

Sedangkan SPO, menyatakan bahwa faktor kebutuhan dan peran yang

berbeda dalam setiap masyarakat membuat hukum ini perlu pengkajian ulang.

“Kalau pendapat aku sendiri syih harus di tafsir ulang, mungkin

ini kan konteks Arab jadi mungkin di Arab itu benar-benar laki-laki jadi

kepala keluarga, terus kemudian laki-laki dapat satu terus perempuan

dapat setengah. Mungkin laki-laki itu kepala keluarga yang harus

menghidupi istri dan juga anak-anaknya tapi kalau kemudian

konteksnya sekarang laki-laki tidak selamanya jadi kepala keluarga,

bahkan ada yang balance keduanya mencari nafkah, kemudian ada

yang isterinya aja yang mencari nafkah nah itu harus di tafsir ulang.

Menurut saya itu lebih kepada perannya kalau misalkan kebutuhan

perempuan lebih besar dari laki-laki gimana, kalau kebutuhan dan

perannya dalam keluarga itu penting gitu jadi di tafsir ulang aja gitu apa

yang kita lihat kondisi aja jangan ayatnya seperti itu terus kita ikutin

gituh gak apa ya saya rasa itu mengesampingkan akal kita”132

.

Hampir senada dengan SPO, IHN berpendapat bahwa hukum waris adalah

hukum keluarga jadi sebaiknya diserahkan pada keluarga dengan pertimbangan

musyawarah dan keadilan bagi semua anggota keluarga.

“Ya itu tadi sama mas kalau inikan hukum keluarga. Jadi sebaiknya

diserahkan ke keluarga tersebut. Asal itu tadi semua orang yang terlibat

dalam masalah ini bahagia semua gak ada yang merasa dirugikan jadi di

musyawarahkan aja. Tapi jangan sampai ada klaim gak islami atau gak

sesuai islam gituh, gk boleh itu. Itu urusan yang diatas, wong pelacur aja

ada koq yang masuk surga. Gitu loh mas”133

.

131 Wawancara Pribadi Dengan SHI. Jakarta, 10 September 2012

132

Wawancara Pribadi Dengan SPO. Jakarta, 15 September 2012

133

Wawancara Pribadi Dengan IHN. Jakarta 11 September 2012

Page 89: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

2. Tidak Perlu dilakukan Ijtihad kembali.

Berbeda dengan sebagian informan lain DNU mengatakan bahwa ayat

waris ini memang sudah jelas dan detail jadi tidak perlu ada kajian ulang atas ayat

ini. Menurutnya.

“Coba lihat ayatnya oh ayat waris ini iya itu sama kalo saya syich gitu

kayak ayat potong tangan diatas memang harus gitu laki-laki dapat ¾

bagian. Ya gak pake kenapa-kenapa yan gak boleh ditafsir lagi itu kan

udah jelas perintahnya, kenapa harus di tafsir lagi, saya tuh bingung ma

temen-temen di UIN termasuk mas ini, mereka tuh lebih mengutamakan

akalnya daripada hatinya, baru baca teori-teori marx, feminis, teori-teori

sosial kayak gitu lah, udah merasa hebat aja mereka pikir mereka itu

siapa, mereka itu ibaratnya burung gereja yang meminum air dilautan ya

segitu yang mereka ambil dari Tuhannya”134

.

Senada dengan DNU, IHM menyatakan bahwa pada ayat tersebut

sebenarnya tersimpan keadilan yang tersembunyi, karena pada akhirnya harta

laki-laki akan menjadi harta perempuan juga, jadi memang hukum waris ini sudah

adil.

“Itu unik itu pertanyaan teman sma dulu. Bu kenapa bu perempuan dapat

lebih dikit dari laki-laki, guru agamanya perempuan. jawaban guru

agama saya simpel banget ya perempuan juga nanti dapat dari laki-laki

karena perempuan itu hartanya. Jadi kalau misalkan keluarga gitu kan

hartanya suami itu hartanya istri gitu kan jadi bukan hartanya suami jadi

kalaupun perempuan dapatnya setengah dia dapat satu juga karena suami

itu kan hartanya dibagi dua buat dia ama buat istrinya gituh jadi sama

aja. Adil gituh karena suami itu kepala rumah tangga jadi dia banyak

bebannya dibandingkan perempuan. itu sudah adil nanti kalau kita

bekeluarga pun yang saya rasakan pasti seperti itu, nanti juga hartanya

laki-laki juga hartanya perempuan”135

.

Dari pemaparan pendapat informan mahasiswa UIN Syahid Jakarta dalam

penelitian diatas, kita dapat melihat bahwa, sebagian besar informan dalam

134

Wawancara Pribadi Dengan DNU. Jakarta, 11 September 2012

135

Wawancara Pribadi Dengan IHM. Jakarta, 15 September 2012

Page 90: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

penelitian ini melihat ayat waris dalam Al-Qur‟an surat an-Nisa ayat 11,

diijtihadkan kembali kebijakan hukum tersebut. Dan ijtihad hukum yang baru itu

harus didasarkan pada keadilan, maslahat, musyawarah, dan kondisi keluarga yang

ada dalam masyarakat, membuat kecenderungan ijtihad sebagian besar mahasiswa

UIN Syahid Jakarta dalam penelitian ini terhadap ayat waris diatas cenderung

bersifat elastic dan fleksibel. Hal ini, selaras dengan kecenderungan penafsiran

modernisme Islam. Sedangkan sebagian kecil informan dalam penelitian ini

mengatakan bahwa kebijakan hukum waris dalam Al-Qur‟an surat an-Nisa ayat

11, maknanya sudah jelas dan memang tidak perlu diijtihadkan lagi, karena itu

memang datangnya dari Tuhan, sudah adil, dan sebenarnya menyimpan kebaikan

tersembunyi bagi manusia. Kecenderungan penafsiran ini bersifat fundamentalis

karena kecenderungan penafsirannya bersifat rigid dan literalis.

c. Ayat Tentang Kepemimpinan Wanita

عهى انساانرجال قى ءيى

Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita (An-nisa

ayat 34).

Berdasarkan hasil penelitian, terhadap delapan mahasiswa UIN Syahid

Jakarta, ada dua pendapat berlainan tentang kepemimpinan wanita dalam Al-

Qur‟an surat an-Nisa ayat 34. Berikut adalah pengkategorisasian jawaban

informan dalam penelitian ini.

1. Perlu dilakukan Ijtihad kembali

Dari delapan informan, sebagian besar secara umum menyatakan bahwa

Al-Quran surat an-Nisa ayat 34 perlu ditafsirkan dan diijtihadkan ulang karena

menurut mereka bahwa laki-laki dan perempuan tidak ada bedanya. Pertimbangan

Page 91: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

kemampuan yang tidak didasarkan pada jenis kelamin merupakan faktor utama

ayat ini harus di tafsirkan ulang. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh IBL.

“Ini kalo menurut gua ya, sesuai yang gua pahami aja ya. Menurut gua

syich simpel aja, kalo perempuan bisa ya kenapa enggak, yang dilihat kan

sebenarnya bukan jenis kelaminnya tapi kemampuannya. Kalo dia bisa

mimpin negara ya kenapa enggak. Jadi siapa yang yakin niyh merasa

mampu ya monggo maju. Tapi jangan blee juga dikita mah jadi

negarawan itu bukan dari hati, jadi dari kesadarnnya gitu, ini mah giliran

ada duit maju, gak ngeliat, jadi bertanya gitu, berdialog dengan dirinya

gitu, apa saya bisa gak, jangan jadi negarawan jadi-jadian. Ya jadi nya

gini niyh negara kita”136

.

Hal senada juga dikemukakan oleh SPO.

“Gak harus lihat skill aja. Bisa aja perempuan lebih dari laki-laki,

terlepas dari kekurangan dan kelebihannya. Kalau mau lebih lihat

kekurangannya seperti hamil, haid dan lain-lain, laki-laki juga punya

kekurangan gituh jadi ya dipertimbangkan mana yang lebih pantas aja,

kalau misalkan mau lihat kekurangan dari perempuannya hamil dsb, tapi

laki-laki juga punya kekurangan gituh, jadi yang mana diantara laki-laki

dan perempuan itu yang pantas jadi pemimpin dari kekurangan dan

kelebihan yang dimiliki itu aja. Banyak koq perempuan yang jadi

pemimpin kayak di inggris seperti Ratu Elizabeth. Sebenarnya ga

bertentangan ini kan harus kontekstual kalau di arab kan mungkin

konteksnya kayak gitu tapi kalau sekarang kan beda. Kalau aku lebih pada

perkembangan kondisi saat ini aja”137

.

Hampir sama dengan informan diatas, menurut ISN bahwa tidak masalah

perempuan memimpin dalam berbagai hal, karena dalam sejarah memang banyak

perempuan yang menjadi pemimpin dan itu berhasil.

“Yang penting punya kemampuan. Di kita buktinya namanya Ratu Tri

Buana Tungga Dewi itu ibunya Hayam Wuruk ratu itu bisa memimpin

negara Majapahit setelah Prabujayanegara itu kekuasaannya sanagat

luas dan bisa bersifat adil makmur. Maksud dari arti jalalukaumalannisa

itu kan dalam konteks keluarga jadi ibunya ini harus nurut sama sang

136

Wawancara Pribadi Dengan IBL. Jakarta, 13 September 2012

137

Wawancara Pribadi Dengan SPO. Jakarta, 15 September 2012

Page 92: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

suami bagaimanapun walau pun istrinya ini seorang pejabat misal bupati

misalnya itu ketika sudah nyampai rumah harus tunduk sama suami.

Walau diluar rumah suaminya bawahan bupati perempuan itu,

tafsirannya ibu rumah tangga itu. Jadi kalau pemimpin negara gak apa-

apa”138

.

Sedangkan SHI melihat bahwa pemerintah, organisasi dan anggotanya

harus bekerjasama untuk menghasilkan pemimpin dan itu tidak dilihat dari jenis

kelamin.

“Ya iya, tapsirnya ini sudah beragam. Bagi saya konteks itu lebih penting

dari hanya pemahaman teks. Konteks dan hati nurani. Boleh wanita itu

mimpin mimpin negara, kenapa enggak. Tapi harus teruji dulu

kepemimpinannya. Laki-laki dan perempuan gak ada bedanya. Jadi

intinya pemerintah, organisasi, dan anggotanya harus bekerjasama.

Pemimpin ini bisa enggak memberikan sumbangan yang besar atau hasil

maksimal”139

.

Sedikit berbeda dengan informan diatas, IHN mengatakan bahwa hanya

dalam masalah agama saja perempuan harus tetap mengedepankan laki-laki

sebagai pemimpin.

“Gak-gak harus seperti itu, karena kalau zaman sekarang secara personal

perempuan juga ada yang melebihi laki-laki. Ini kan masalah mampu dan tidak

mampu kalau mampu ya gak apa. Saya yakin pereempuan bisa koq. Dalam

semua hal kalau perempuan bisa ya gak apa-apa. Oh ya tapi kalau masalah

agama selama ada laki-laki mas, perempuan harus memposisikan dirinya”140

.

2. Tidak Perlu dilakukan Ijtihad kembali

Berbeda dengan sebagian besar informan lainnya, DNU mengatakan bahwa

walaupun perempuan memang mempunyai kemampuan tapi perempuan memang

harus memposisikian dirinya di belakang laki-laki.

138 Wawancara Pribadi Dengan ISN. Jakarta, 12 September 2012

139

Wawancara Pribadi Dengan SHI. Jakarta, 10 September 2012 140

Wawancara Pribadi Dengan IHN. Jakarta, 11 September 2012

Page 93: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

“Kalo saya syich selama ada laki-laki ya perempuan harus tau posisinya

walaupun mereka hebat tapi laki-laki juga kan banyak juga. Dan juga

urusannya perempuan itu ribet kalau mimpin negara ya kan, belum dia

hamil nanti itu kan 9 bulan mas, belum haidnya, dll. Jangan dech kalau

menurut saya mah ini urusan laki-laki. Perempuan itu sebaiknya berdiri

dibelakang laki-laki, mereka itu salah satu penyemangat paling hebat loh.

Tapi gak berarti posisi perempuan dibawah loh tapi lebih pada saling

mengisi satu sama lain”.

Dari pemaparan pendapat informan mahasiswa UIN Syahid Jakarta dalam

penelitian diatas, kita dapat melihat bahwa, sebagian besar informan dalam

penelitian ini melihat ayat dalam Al-Quran surat an-Nisa ayat 34, diperlukan

ijtihad kembali kebijakan hukum tersebut, yang didasarkan pada pertimbangan

kemampuan yang tidak didasarkan pada jenis kelamin. Hal ini, membuat

kecenderungan ijtihad sebagian besar mahasiswa UIN Syahid Jakarta dalam

penelitian ini terhadap Al-Quran surat an-Nisa ayat 34 diatas cenderung bersifat

elastic dan fleksibel. Hal ini selaras dengan kecenderungan penafsiran

modernisme Islam. Sedangkan sebagian kecil informan dalam penelitian ini

mengatakan bahwa kebijakan hukum kepemimpinan laki-laki tas wanita dalam

Al-Quran surat an-Nisa ayat 34, sudah cukup jelas karena menurutnya walaupun

perempuan memang mempunyai kemampuan tapi perempuan memang harus

memposisikan dirinya dibelakang laki-laki. Kecenderungan penafsiran ini bersifat

fundamentalis karena kecenderungan penafsirannya bersifat rigid dan literalis.

2. Preseden Tradisi Zaman Awal Islam

Pembahasan ini merupakan hasil penelitian untuk melihat pemikiran

keagamaan mahasiswa UIN Syahid Jakarta dalam masalah preseden (teladan)

tradisi zaman awal Islam yang dihubungkan dengan pemaknaan preseden tradisi

zaman awal Islam aliran modernisme dan fundamentalisme Islam. Menurut Yusril

Page 94: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

Ihza Mahendra dalam bukunya “Modernisme Dan Fundamentalisme Dalam

Politik Islam”, kecenderungan penafsiran doktrin yang berbeda antara

modernisme dan fundamentalisme, yang berakibat pada perbedaan dalam

berijtihad, mengakibatkan perbedaan pula dalam memaknai masalah preseden

tradisi zaman awal Islam. Modernis memandang tradisi awal Islam yang

dicontohkan Nabi Muhammad dan para sahabat beliau terutama zaman Kkhulafa

Rasyidin hanyalah mengikat dalam hal prinsip-prinsipnya saja, bukan

menyangkut hal-hal yang terperinci. Sedangkan kaum fundamentalis memandang

bahwa tradisi awal Islam yang dicontohkan Nabi Muhammad dan para sahabat

beliau terutama zaman Kkhulafa Rasyidin tidak hanya mengikat dalam hal

prinsip-prinsipnya saja, tapi juga dalam hal-hal perinciannya. Mengenai hal ini,

menurut Yusril Ihza Mahendra:

“Modernisme memandang tradisi awal Islam yang dicontohkan Nabi

Muhammad dan para sahabat beliau-terutama zaman Kkhulafa Rasyidin

hanyalah mengikat dalam hal prinsip-prinsipnya saja, bukan menyangkut

hal-hal yang terperinci. Kaum modernis pada umumnya berdalih bahwa

masyarakat manusia tidaklah statis, melainkan dinamis. Masyarakat terus

berubah dan berkembang dari suatu zaman ke zaman lain tanpa

seorangpun mampu menahannya. Namun demikian, prinsip-prinsip yang

berhubungan dengan watak manusia yang menjadi anggota masyarakat itu,

seperti norma-norma tentang kebaikan dan keburukan, pada hakekatnya

tidak berubah. Tetapi perincian-perinciannyalah yang terus berkembang

dari masa ke masa. Karena itu, preseden awal Islam di zaman Nabi dan

para sahabat, tidak harus diikuti sampai kepada perincian-perincian

berdasarkan kepada prinsip-prinsip yang berlaku dalam masyarakat.”141

“Sedangkan perubahan perubahan itu menurut kaum modernis, adalah

“sunnah Allah” yang berlaku terhadap hamba-hamba-Nya. Kalau

demikian, apalagi dengan warisan sejarah dan tradisi Islam dari zaman

sesudah itu – yaitu generasi sesudah sahabat, tabiin dan tabi-i l-tabiin –

yang menurut pandangan kaum modernis, lebih banyak mencemaskan

141 Yusril Ihza Mahendra, Modernisme Dan Fundamentalisme Dalam Politik Islam, hal.

30

Page 95: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

aspirasi-aspirasi yang hidup di zaman mereka. Warisan tradisi di zaman ini

pun, dengan sendirinya tidaklah mengikat generasi-generasi kaum muslim

yang hidup di jaman kenudian. Kaum modernis juga kurang membrikan

aspirasi yang tinggi terhadap warisan tradisi pemikiran Islam dari zaman

yang lampau.”142

Sedangkan dalam memaknai preseden zaman awal, serta sejarah dan

tradisi Islam kaum fundamentalis, menurut Yusril Ihza Mahendra:

“Fundamentalisme memandang, preseden zaman awal Islam adalah

mengikat secara keseluruhan, ini berarti bahwa preseden itu bukan hanya

mengikat dalam prinsip, melainkan juga dalam perincian-perinciannya.

Fundamentalisme memandang orang-orang yang hidup dizaman awal

lebih memahami maksud-maksud doktrin. Zaman Islam awal itu, yaitu

zaman nabi dan para sahabat, adalah zaman yang ideal yang wajib

diwujudkan di segala zaman.”143

Tradisi di dalam penelitian ini dimaknai sebagai kerelevanan kebiasaan

yang dilakukan oleh Nabi dan para sahabat, yang di batasi pada tradisi hukum

potong tangan, waris dan kepemimpinan wanita. Kerelevanan dalam penelitian ini

dimaknai sebagai cocok atau tidak pengaplikasian hukum tersebut dijaman

modern. Berdasarkan hasil penelitian, terhadap delapan mahasiswa UIN Syahid

Jakarta, ada dua pendapat berlainan tentang kerelevanan tradisi hukum potong

tangan, waris dan kepemimpinan wanita. Berikut adalah pengkategorisasian

jawaban informan dalam penelitian ini.

1. Tidak Relevan.

Dari delapan informan yang dimintai pendapatnya tentang tradisi potong

tangan, waris dan kepemimpinan wanita apakah masih relevan atau tidak untuk

diterapkan di saat sekarang (modern), sebagian besar informan menyatakan bahwa

tradisi Islam tersebut sudah tidak relevan lagi. Secara umum, pertimbangan-

142Ibid., hal. 30

143

Ibid., hal. 32

Page 96: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

pertimbangan yang dijadikan alasan adalah pertama, bahwa setiap daerah

mempunyai masalahnya sendiri-sendiri yang tidak bisa diterapkannya ketiga

hukum itu. Kedua, ketiga hukum itu (potong tangan bagi yang mencuri, waris dan

kepemimpinan wanita) tidak bisa menjaga kemaslahatan atau kebaikan bersama

karena setiap daerah berbeda budaya dan akan menimbulkan ancaman bagi yang

lain (non-Muslim). Hal ini seperti diungkapkan oleh SHI.

“Yang jelas setiap daerah punya perbedaan masing-masing karena setiap

daerah punya masalahnya masing-masing. Satu masalah ya satu solusi.

Ya saya berani mengatakan itu hukum potong tangan, saol wanita

dipimpin ama laki-laki dan hukum waris tidak relevan. Karena zaman

modern solusinya harus ditemukan benar-benar, mengatasi tidak bisa oh

ini diterapkan di masa Rosul pasti benar ini gak bisa. Kalau gitu caranya

ya sama kayak jaman raja pokoknya manut-manut aja sama pemimpinnya

ga ada solusi yang diberikan”144

.

Senada dengan SHI, IHN menambahkan bahwa diluar masalah ibadah, ia

mengatakan bahwa hukum potong tangan, waris dan kepemimpinan wanita sudah

tidak relevan lagi diterapkan.

“Gak gak relevan yang kita bicarakan tadi kan, diluar hukum ibadah niyh

loh ya. Karena itu tadi, kalau saya dasar hukum itu yang paling penting

adalah menjaga kemaslahatan dan kebaikan bersama. Kalau kemudian

ketetapan hukum itu mencurangi bagian lain, maka hukum itu wajib untuk

diganti atau di hapus”145

.

Menurut ROS bahwa hukum potong tangan, waris, dan kepemimpinan

wanita memerlukan pengkajian ulang. Ketiga hal itu, dapat relevan asal menjadi

kesepakatan bersama, akan tetapi di negara yang beranekaragam, hal itu tidak

relevan karena dapat menimbulkan ancaman bagi yang lain.

144 Wawancara Pribadi Dengan SHI. Jakarta, 10 September 2012

145

Wawancara Pribadi Dengan IHN. Jakarta, 11 September 2012

Page 97: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

“Semua tradisi hukum yang kita bahas tadi seperti potong tangan, waris

dan masalah pemimpin laki-laki dan perempuan sebenarnya tidak relevan

tapi masih bisa diterapkan dengan alasan menjadi kesepakatan bersama

di komunitas bersama dan di keyakinan bersama juga. Tapi dalam konteks

kita bernegara itu hampir semua warga negara punya keyakinan yang

berbeda hal seperti itu kalau dijadikan dalam aturan bernegara pasti akan

jadi ancaman bagi yang lain. Syariat Islam itu tidak relevan lagi di

terapkan dalam konteks bernegara. Tapi lebih pada ketika hal-hal seperti

itu kita terapkan dalam kontek kehidupan bersama seorang muslim harus

ada semacam kesadaran bersama tanpa harus diterapkan dalam bentuk

UU yang harus dipatuhi oleh semuanya”146

.

Hal ini ditegaskan oleh ISN bahwa, di Indonesia sudah ada UU dan ini

merupakan kesepakatan ulama dan para pemikir-pemikir, jadi kesepakatan

hukumnya sudah sah. Dan juga negara ini menurutnya bukan negara yang

berdasaran Islam.

“Tergantung negara. Kalau negara kita belum itu kan negara kita kan

menggunakan hukumnya UU. UU itu bikinan manusia, UU itu ijma

kesepakatan para pemikir pemikir, para ulama, kalau itu sudah

kesepakatan berarti itu sudah sah”147

.

“Hukum waris masih relevan tapi yang menggunakan sebagian-sebagaian

untuk kemaslahatan”148

.

“Kita gak apa-apa mau pemimpinnya wanita laki laki gak apa-apa inin

kan negara ini apa bebas yang bukan berdasarkan Islam”149

.

Senada dengan informan diatas, IBL berpendapat hanya soal ibadah yang

masih relevan sedangkan yang lainnya kurang relevan.

“Soal ibadah doang syih kalo menurut gua mah, yang sangat dan sangat

relevan gak boleh itu ditambah-tambah misal solat asar jadi 5 rakaat gitu

atau waktunya diubah, jangan-jangan gak boleh itu. Soal yang lain

146 Wawancara Pribadi Dengan ROS. Jakarta, 14 September 2012

147

Wawancara Pribadi Dengan ISN. Jakarta, 12 September 2012

148

Wawancara Pribadi Dengan ISN. Jakarta,12 September 2012

149

Wawancara Pribadi Dengan ISN. Jakarta, 12 September 2012

Page 98: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

misalnya hukum potong tangan, jangan lah kasihan masyarakat kita de ya

gak”150

.

“Terus apa tadi waris tadi kan, emang bagus syich bagi gua tapi kasihan

cuy perempuan, ade gua soalnya banyakan perempuan yang cowok cuma

gua doang. Astagfirullahaladzim, ampunilah aku ya Allah, hahahaha”151

.

“Terus yang satu lagi tadi soal apakah perempuan boleh mimpin ya,

menurut gua mah yang penting itu, tidak melanggar batas-batas yang

ditentukan aja, yang penting itu, asal dia mampu yang silahkan”152

.

Berbeda dengan informan lainnya diatas, SPO memberikan jawaban

sederhana soal ketidakrelevanan ketiga tradisi potong tangan, waris dan

kepemimpinan wanita.

“Tradisi. Yap. Intinya akumah Beda kodisi sosial maksudnya begini kopi

ini cocoknya pake gula apa misalnya, tapi kemudian kita kasih gula yang

lain ya gak akan cocok jadinya. Ya kayak gituh”153

.

2. Relevan.

Berebeda dengan informan lainnya, IHM mengatakan bahwa hukum

potong tangan, waris dan kepemimpinan laki-laki diatas perempuan, masih

relevan di terapkan karena banyak mengandung manfaatnya.

“Kalau menurut saya sangat relevan, kenapa karena banyak ibrohnya

sebeanarnya. Kita lihat dari sisi potong tangan, ketika itu memang sudah

klimaks, dan itu merupakan sebuah aib jadi ketika akan melakukannya

lagi, menurut saya kemungkinannya lebih kecil daripada hukum yang

sekarang penjara gitu kan hanya beberapa tahun sudah bebas gitu kan

efek jeranya kurang apa lagi di penjara dengan fasilitas yang mewah jadi

kurang adil”154

.

“Karena gak ada lagi nanti perselisihan adil gak adil. Yang paling jelas

itu adalah waris sampai ukurannya pun ada sampai cucunya pun bisa

150 Wawancara Pribadi Dengan IBL. Jakarta 13 September 2012

151

Wawancara Pribadi Dengan IBL. Jakarta 13 September 2012

152

Wawancara Pribadi Dengan IBL. Jakarta 13 September 2012

153

Wawancara Pribadi Dengan SPO. Jakarta 15 September 2012

154

Wawancara Pribadi Dengan IHM. Jakarta, 15 September 2012

Page 99: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

dapet sampai segitunya itu jelas banget kalau dirubah itu bagi saya

kurang relevan jadinya. Karena sudah jelas Allah bilangnya seperti itu

rasul juga jadi enggak ada perselisihan jadi menurut saya sangat baik

menggunakan hukum waris Islam. Karena itu sangat adil”155

.

“Kalau yang pemimpin jatuhnya itu musyawarah, maksudnya ketika

memang sudah tidak ada pilihan lain baru kemudian permpuan tapi

karena laki-laki punya porsi istimewa yang allah berikan. Tapi bukan

berarti laki-laki lebih baik”156

.

Hal senada juga diungkapkan oleh DNU bahwa hukum potong tangan,

waris dan kepemimpinan wanita dalam Islam masih relevan diterapkan di masa

sekarang.

“Masih dan sangat relevan sekali kalau kita melihat kondisi sekarang,

dimana moralitas itu sudah hancur banget. Maka hukum potong tangan

ini bisa dan bagus untuk diterapkan, tinggal para pemimpinya saja

apakah mereka mau atau tidak. Kalau saya syich siap untuk itu”157

.

“Kalau hukum waris dalam Islam memang ketentuannya sudah seperti itu

tidak boleh dirubah-rubah lagi. Dan ini merupakan ketetapan Tuhan,

hitungannya sudah jelas dan saya yakin ini dapat mendatangkan kebaikan

bagi kita”158

.

“Perempuan harus memposisikan dirinya, sebagi pelengkap bagi laki-laki

dan menurut saya kepemimpinan memang laki-laki memang harus diatas

perempuan. ya karena itu memang perintahnya”159

.

Dari pemaparan pendapat informan mahasiswa UIN Syahid Jakarta dalam

penelitian diatas, kita dapat melihat bahwa, sebagian besar informan dalam

penelitian ini melihat tradisi potong tangan, waris dan kepemimpinan wanita

sudah tidak relevan lagi diterapkan pada saat sekarang (modern). Hal ini,

membuat kecenderungan pemaknaan informan tentang tradis zaman awal Islam

155 Wawancara Pribadi Dengan IHM. Jakarta, 15 September 2012

156

Wawancara Pribadi Dengan IHM. Jakarta, 15 September 2012

157

Wawancara Pribadi Dengan DNU. Jakarta, 11 September 2012

158

Wawancara Pribadi Dengan DNU. Jakarta, 11 September 2012

159

Wawancara Pribadi Dengan DNU. Jakarta, 11 September 2012

Page 100: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

cenderung bersifat modernis. Karena kalangan modernisme memandang tradisi

awal yang dicontohkan Nabi Muhammad dan para sahabat beliau-terutama zaman

Kkhulafa Rasyidin hanyalah mengikat dalam hal prinsip-prinsipnya saja, bukan

menyangkut hal-hal yang terperinci. Kaum modernis pada umumnya berdalih

bahwa masyarakat manusia tidaklah statis, melainkan dinamis. Masyarakat terus

berubah dan berkembang dari suatu zaman ke zaman lain tanpa seorangpun

mampu menahannya. Sedangkan sebagian kecil informan dalam penelitian ini

mengatakan bahwa tradisi potong tangan, waris dan kepemimpinan wanita masih

relevan diterapkan pada saat sekarang (modern). Hal ini, membuat kecenderungan

pemaknaan informan tentang tradis zaman awal Islam cenderung bersifat

fundamentalis. Karena fundamentalisme memandang, preseden zaman awal Islam

adalah mengikat secara keseluruhan, ini berarti bahwa preseden itu bukan hanya

mengikat dalam prinsip, melainkan juga dalam perincian-perinciannya.

3. Ijma

Menurut Yuril Ihza Mahendra, perbedaan dalam kecenderungan

penafsiran antara modernisme dan fundamentalisme Islam, bukan hanya

menibulkan perbedaan dalam masalah ijtihad dan preden zaman awal Islam, tapi

juga menghasilkan perbedaan dalam memaknai dan merumuskan masalah ijma.

Berikut adalah pandangan ijma menurut kalangan modernisme Islam:

“Erat hubungannya dengan dengan pandangan yang dinamis

terhadap masyarakat seperti dikemukakan diatas, modernisme juga

memandang ijma (konsensus) yang dicapai oleh generasi terdahulu, dapat

diperbaharui oleh generasi yang hidup di zaman kemudian. Hal ini

dilakukan jika factor-faktor psikologis, social, politik dan ekonomi yang

melatar belakangi ijma itu berubah. Dalam hal ini termasuk juga

kemungkinan memperbaharui ijma para sahabat nabi. Kaum modernis

juga juga memperluas konsep tradisional mengenai ijma - yaitu konsesus

Page 101: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

mayoritas para ulama fiqh mengenai suatu masalah hukum – menjadi

konsensus mayoritas kaum muslim, atau wail-wakil mereka, pada suatu

zaman dan tempat tertentu. Konsensus baru yang dibuat itu harus

diputuskan dengan berpedoman kepada “dasar-dasar doktrin”. Ijma seperti

itu tentu saja tidak boleh melampaui hudud, yaitu batas-batas yang telah

ditentukan oleh doktrin.”160

Sedangkan menurut Yusril Ihza Mahendra fundamentalisme Islam

memaknai masalah ijma:

“Fundamentalisme memandang ijma zaman sahabat nabi adalah ijma yang

mengikat generasi-generasi kaum muslim hingga akhir zaman. Ijma

demikian tidak dapat di ubah oleh ijma-ijma yang dibuat oleh generasi

yang hidup setelah mereka. Kaum fundamentalis juga-berbeda-dengan

kaum modernis- yang pada umumnya memberikan apresiasi yang tinggi

terhadap warisan sejarah dan tradisi Islam di zaman tabiin dan tabi l-

tabi‟in. Juga pada tradisi pemikiran Islam yang diwariskan oleh para

ulama di masa lampau yang dipandang mempunyai otoritas.”161

Dari delapan orang informan, sebagian besar sepakat bahwa harus

diberikan apresiasi terhadap ijma-ijma terdahulu asalkan tidak taklid162

, karena

mereka adalah orang yang pintar, menjadi tulang punggung dan dihormati oleh

masyarakat163

. Dan karena sanad keilmuannya jelas yaitu datang dari Nabi

Muhammad sendiri164

. Selain itu ijma-ijma para ulama terdahulu ketika

mengeluarkan ketetapan hukum atas suatu masalah, ada proses yang panjang dan

tidak sembarangan orang165

. Berbeda dengan sebagian besar informan SPO tidak

mau diatur-atur dengan hal-hal seperti itu (ijma).

“Gak setuju, jadi apa ya kalau aku pribadi, aku orangnya memang gak

mau terlalu diatur-atur dikekang, i have my own conditions, yang beda

160 Yusril Ihza Mahendra, Modernisme Dan Fundamentalisme Dalam Politik Islam, hal.

30

161

Ibid., hal. 32

162

Wawancara Pribadi Dengan IHN. Jakarta 11 September 2012

163

Wawancara Pribadi Dengan SHI. Jakarta, 10 September 2012

164

Wawancara Pribadi Dengan DNU. Jakarta, 11 September 2012

165

Wawancara Pribadi Dengan IHM. Jakarta, 15 September 2012

Page 102: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

dengan orang lain ya kalau gak setuju dengan kondisi saya ngapain ikut

yang kayak gituh”166

.

Akan tetapi, berdasarkan hasil penelitan, terhadap delapan mahasiswa UIN

Syahid Jakarta, ada dua pendapat berlainan tentang apakah ijma para ulama-ulama

pada zaman dahulu (tabiin dan tabi l-tabi‟in) dapat diperbaharui atau tidak.

Berikut adalah pengkategorisasian jawaban informan dalam penelitian ini.

1. Ijma Zaman Tabiin Dan Tabi L-Tabi‟in Dapat Diperbaharui

Sebagian besar informan dalam penelitian ini, berkeyakinan bahwa ijma-

ijma para ulama terdahulu itu bisa diperbaharui sesuai dengan pertimbangan

jaman asalkan tidak keluar dari sumber hukum167

dan melibatkan bukan hanya

para ulama tapi juga para insan akademis diluar ulama168

, tetap mengacu pada

ijma terdahulu169

. Hal ini seperti diungkapkan oleh IHN.

“Tentu bisa, asal itu tadi tidak bertentangan dengan nilai-nilai universal

yang ada dalam sumber hukum utama yang kita sebutkan tadi”170

.

Hampri senada dengan IHN, IBL mendasarkan pada kondisi zaman dan

masyarakat yang membuat ijma itu bisa diperbaharui.

“Ya boleh lah dirubah ijma itu, ya yang sesuai dengan zaman atau

masyarakatnya aja sesuai yang gua bilang di awal de tentang hukum

waris, potong tangan sama apakah wanita boleh mimpin gitu”171

.

Selaras dengan informan diatas, ROS mengatakan bahwa ijma itu bukan

sesuatu yang bersifat eksklusif tapi harus menjadi sesuatu yang inklusif agar bisa

melahirkan ijma-ijma baru yang masih relevan.

166 Wawancara Pribadi Dengan SPO. Jakarta 15 September 2012

167

Wawancara Pribadi Dengan IHN. Jakarta, 11 September 2012

168

Wawancara Pribadi Dengan SHI. Jakarta 10 September 2012

169

Wawancara Pribadi Dengan IHM. Jakarta, 15 September 2012

170

Wawancara Pribadi Dengan IHN. Jakarta, 11 September 2012

171

Wawancara Pribadi Dengan IBL. Jakarta 14 September 2012

Page 103: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

“Ijma, hal-hal seperti itu harus diapresiasi itu kan ijtihad yang

kemudian dijadikan ijma yang harus dipatuhi oleh umat islam tapi tidak

berarti hal-ha seperti itu tidak bisa dirubah lagi. Hal-hal itu harus

senantiasa bersifat inklusif. Yang melahirkan bentuk- bentuk ijma baru

yang nanti masih bisa relevan dan kita pahami untuk dijadikan acuan

dalam konteks kehidupan”172

.

Kewajiban untuk tidak mempertahankan ijma terdahulu juga dikemukakan

oleh SHI, bahwa masalah-masalah itu sekarang semakin kompelks bukan hanya

datang dari agama tapi dari wilayah sosial, oleh karena itu perlu melibatkan

banyak orang dalam membuat keputusan hukum.

“Jelas bisa. Kalau dulu orang-orang yang memberikan ijma solusi itu

ulama-ulama keagamaan tapi sekarang bukan, ijma itu bukan hanya ahli

agama karena pemasalahan tidak hanya datang dari agama,

permasalahan itu datang dari masalah sosila, teknologi dan yang ahli

dalam bidang itu juga harus dilibatkan terhadap ijma karena kalau ahli

agama itu gak mungkin dan enggak akan menghasilkan solusi kalau

masalahnya bukan dari agama sebenarnya. Itu bagaimana kiai-kiai

ulama-ulama memberikan solusi? padahal mereka bukan ahlinya

makanya harus mengandalkan orang-orang yang punya kompetensi dalam

bidang itu kalau dalam masalah kemiskinan sosiologi ya harus dilibatkan

dalam ijma itu bukan MUI. Ijma itu bukan hanya ulama-ulama MUI”173

.

2. Ijma Tabiin Dan Tabi L-Tabi‟in Dapat Diperbaharui Dengan

Pertimbangan

Sedikit berbeda dengan dua orang diatas, ISN mengatakan bahwa ijma-

ijma pada zaman dahulu tetap dipakai acuan, dalam merumuskan ketetapan

hukum, tapi bukannya tidak bisa dirubah. Ia juga menambahkan bahwa ijma itu

tergantung dari setiap wilayah, karena setiap wilayah mempunyai ijma tersendiri.

“Jadi memberikan suatu penghargaan ijma-ijma menggunakan ijma-ijma

beliau terdahulu itu digunain aja. Nanti kalau kita bikin ijma sendiri. Itu

172 Wawancara Pribadi Dengan ROS. Jakarta 14 September 2012

173

Wawancara Pribadi Dengan SHI. Jakarta, 10 September 2012

Page 104: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

waktu permasalahan pancasila dasar-dasar negara itu kan ijma sendiri

bukan ijma mereka tapi itu seiring perkembangan jaman kan

permasalahan semakin komplek butuh pemikiran-pemikiran, itulah akan

timbul ijma-ijma yang baru”174

.

“Kalau ijma zaman dahulu Gak bisa dirubah semisal pendapatnya salah

satu imam. Biarlah itu pendapat beliau tapi kalau sekarnag pendapatnya

itu kan kadang-kadang bisa dipakai atau enggak tapi kalau enggak bisa

dipakai pemikir-prmikir sekarang kita berpikir lagi sesuai dengan konteks

sekarang. Jadi bukan pemikiran mereka yang dirubah. Ijma itu kan

tergantung dari setiap wilayah setiap wilayah kan punya ijma sendiri-

sendiri”175

.

Pendapat hampir sama dengan ISN dikemukakan oleh IHM ijma bisa

diperbaharui tetapi dengan catatan bahwa kita tetap harus mengacu pada ijma

terdahulu.

“Itukan mengqiyaskan kondisi dulu ke jaman sekarang. Bisa jadi

pendapat dulu belun ada disekarang gituh contohnya uang pada zaman

rasulullah itu kan adanya dinar sama dirham tapi kita memakai uang

kertas gitu kan ini merupakan suatu proses yang panjang pake uang

kertas. Jadi bukan diperbaharui bahasanya tapi bukan diperbaiki juga

sebenarnya dirubahpun enggak tapi menurut saya tetap haru mengacu

kepada ijma yang sudah ada ditetapkan. Ijma itu kan mengikuti kondisi

dan tempat sebenarnya, tapi mengan catatan mengikuti ijma yang

sebelumnya. Jadi ijma yang dulu gak kepakai dan diganti dengan ijma

yang baru”176

.

Berbeda dengan informan lainnya, DNU mengatakan bahwa ijma dapat

diperbaharui, asalkan tidak bertentangan dengan Al-Quran dan Sunnah Nabi, tapi

ia menambahkan bahwa para ulama sekarang tidak bisa menandingi kemampuan

ulama zaman dahulu dalam perumusan hukum Islam (fiqh).

“Kalau tidak bertentangan dengan al-quran dan hadis ya boleh dirubah

asal jangan dikorbankan untuk perkembangan jaman aja. Jangan atas

nama jaman berubah terus kita boleh mengubah-ngubah syariat gitu ya

174 Wawancara Pribadi Dengan ISN. Jakarta, 12 September 2012

175

Wawancara Pribadi Dengan ISN. Jakarta, 12 September 2012

176

Wawancara Pribadi Dengan IHM. Jakarta 15 Septeber 2012

Page 105: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

gak boleh lah. Dan juga para ulama sekarng kan menurut saya gak ada

yang bisa menandingi kemampuan mereka dalam merumuskan fiqh.

Intinya gini mas kalau ulama zaman sahabat, tabiin seperti zaid bin tsabit,

abu hurairah, dll sudah bersepakat tentang masalah hukum ya harus

diikuti, karena mereka ya tadi sanad keilmuannya jelas mereka itu belajar

agamanya ke nabi Muhammad”177

.

Dari pemaparan pendapat informan mahasiswa UIN Syahid Jakarta dalam

penelitian diatas, kita dapat melihat bahwa, sebagian besar informan dalam

penelitian ini, tidak melupakan sumbangsih ijma-ijma terdahulu, hal itu dapat

dilihat dari pemberian apresiasi (penghargaan) terhadap hasil ijma ulama-ulama

terdahulu. Akan tetapi, sebagaian besar informan memandang bahwa ijma-ijma

para ulama terdahulu (tabiin dan tabi l-tabi‟in) dapat diperbaharui. Hal ini,

membuat kecenderungan pemakanaan dalam melihat masalah ijma sebagian besar

informan dalam penelitian ini cenderung bersifat modernis. Karena kalangan

modernisme Islam memandang ijma (konsensus) yang dicapai oleh generasi

terdahulu, dapat diperbaharui oleh generasi yang hidup di zaman kemudian. Hal

ini dilakukan jika factor-faktor psikologis, social, politik dan ekonomi yang

melatar belakangi ijma itu berubah. Dalam hal ini termasuk juga kemungkinan

memperbaharui ijma para sahabat nabi.

4. Pluralisme

Kecenderungan penafsiran modernisme yang bersifat elastis dan fleksibel

dan fundamentalisme Islam yang rigid dan literalis dalam menghadapi doktrin

agama, menghasilkan perbedaan pula dalam memahami beberapa masalah,

khususnya masalah-masalah yang berhubungan dengan cara beritjihad yang,

modernisme lebih menekankan pada kritisisme historis yang dilandasi oleh

177

Wawancara Pribadi Dengan DNU. Jakarta, 11 September 20112

Page 106: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

semangat perkembangan zaman, sedangkan fundamentalisme lebih pada

keterangan dari teks doktrin agama. Selain itu, kecenderungan penafsiran ini juga

mengakibatkan perbedaan dalam memaknai masalah preseden tradisi zaman awal

nabi dan para sahabat, apakah mengikat secara keseluruhan atau hanya prinsip-

prinsipnya saja. Menurut Yusril Ihza Mahendra ada dua pandangan modernis dan

fundamentalis Islam yang saling berhubungan dengan pandangan-pandangan

diatas yaitu dalam memaknai masalah pluralisme dan hikmah.

Menurut Yusril Ihza Mahendra pandangan dasar modernis yang saling

berhubungan dengan pandangan-pandangan diatas yaitu, sikapnya yang positif

dalam melihat pluralisme.

“Kaum modernis yakin selama dunia itu ada, selama itu pula

pluralisme tetap ada. Modernisme juga berkeyakinan bahwa kaum muslim

adalah umat pertengahan dan umat terbaik yang ditonjolkan Allah kepada

seluruh manusia. Mereka menjadi penengah antara kecenderungan-

kecenderungan ekstrim yang terdapat pada umat-umat yang lain.”178

Sedangakan menurut Yusril Ihza Mahendra pandangan dasar

fundamentalis Islam yang saling berhubungan dengan pandangan-pandangan

diatas yaitu, sikapnya yang cenderung memandang negatif dan pesimis kepada

pluralisme.

“Fundamentalisme cenderung memandang negatif dan pesimis kepada

pluralisme, masyarakat cenderung dilihat secara “hitam-putih”, yaitu

antara masyarakat Islam-i yang meyakini dan mengamalkan doktrin secara

kafah (menyeluruh) dengan masyarakat Jahiliah yang tidak meyakini dan

mengamalkannya. Sejarah manusia cenderung untuk dilihat sebagai

sejarah pertentangan antara dua golongan masyarakat ini, yang

disimbolkan dengan sejarah para Nabi dan para penentangnya”179

.

178Ibid., hal. 31

179

Ibid., hal. 32

Page 107: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

Dalam pembahasan ini pluralisme dalam pandangan modernisme dan

fundamentalisme di sandingkan dan diukur dengan sikap toleransi dalam

memaknai tiga hal yaitu; Apakah boleh seorang muslim memberikan salam

kepada non-muslim? Apakah boleh seorang muslim memilih pemimpin non-

muslim? Dan apakah boleh seorang muslim dan non-muslim bersama-sama

melakukan gotong royong atau bakti sosial?

a. Apakah boleh seorang muslim memberikan salam kepada non-

muslim?

Berdasarkan hasil penelitian, terhadap delapan mahasiswa UIN Syahid

Jakarta, ada dua pendapat berlainan tentang apakah boleh seorang muslim

memberikan salam kepada non-muslim. Berikut adalah pengkategorisasian

jawaban informan dalam penelitian ini.

1. Boleh Seorang Muslim Memberikan Salam Kepada Non-Muslim.

Dari delapan informan sebagian besar informan menyataan boleh bagi

seorang muslim memberikan salam kepada non-muslim, dengan alasan bahwa itu

baik180

, budaya Islam bisa menjadi budaya nasional181

, doa182

dan sesama agama

samawi183

. Berikut adalah pendapat-pendapat yang menyatakan boleh bagi

seorang muslim memberikan salam bagi non-muslim menurut ROS.

“Ya kenapa juga itu kan baik jadi membudayakan Islam juga coba kalau

orang non-muslim menjawab salam kita itu kan baik artinya mereka juga

mengakui kehadiran dan arti budaya kita juga kan. Dan bisa jadi budaya

180 Wawancara Pribadi Dengan SHI. Jakarta, 10 September 2012

181

Wawancara Pribadi Dengan IHN. Jakarta, 11 September 2012

182

Wawancara Pribadi Dengan IBL. Jakarta, 13 September 2012

183

Wawancara Pribadi Dengan ROS. Jakarta 14 September 2012

Page 108: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

Islam menjadi nasional loh mas nah itu kan bagus. Pengislamisasian

secara diam-diam”184

.

2. Tidak Boleh Seorang Muslim Memberikan Salam Kepada Non-Muslim.

Dari delapan informan sebagian kecil menyatakan tidak boleh memberikan salam

kepada non-muslim185

, dan lebih baik diganti dengan selamat pagi atau apa

khabar186

, good morning187

. Berikut adalah pendapat-pendapat yang menyatakan

tidak boleh bagi seorang muslim memberikan salam bagi non-muslim menurut

DNU.

“Ooooh paham begini mas soal apa tadi, salam kepada non-muslim

assalammualaikum gitu kalau saya lebih senagn mengucapkan apa khabar

aja, senang berkenalan dengan anda, kalau salam gak dech kayaknya,

tapi bukan berarti saya enggak menghargai mereka loh ya”188

.

Dari pemaparan pendapat informan mahasiswa UIN Syahid Jakarta dalam

penelitian diatas, kita dapat melihat bahwa, sebagian besar informan dalam

penelitian ini, cenderung bersifat modernis karena memandang positif terhadap

keanekaragaman dengan memberikan salam tanpa melihat identitas keagamaan.

Sedangkan sebagian kecil informan dalam penelitian ini, cenderung bersifat

fundamentalis, hal ini dapat dilihat dari ketidak setujuan informan untuk

memberikan salam bagi non-muslim dan hanya mengkhususkan salam terhadap

sesama muslim saja.

b. Apakah boleh seorang muslim memilih pemimpin non-muslim?

Berdasarkan hasil penelitian, terhadap delapan mahasiswa UIN Syahid

Jakarta, ada dua pendapat berlainan tentang Apakah boleh seorang muslim

184 Wawancara Pribadi Dengan ROS. Jakarta 14 September 2012

185

Wawancara Pribadi Dengan IHM. Jakarta 15 September 2012

186

Wawancara Pribadi Dengan DNU. Jakarta 11 September 2012

187

Wawancara Pribadi Dengan ISN. Jakarta 12 September 2012

188

Wawancara Pribadi Dengan DNU. Jakarta 11 September 2012

Page 109: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

memilih pemimpin non-muslim. Berikut adalah pengkategorisasian jawaban

informan dalam penelitian ini

1. Boleh Seorang Muslim Memilih Pemimpin Non-Muslim

Mengenai pertanyaan ini, dari delpan informan sebagian besar informan

menyataan boleh bagi seorang muslim memilih pemimpin non-muslim dengan

pertimbangan dapat memimpin189

, tidak masalah karena pemimpim itu diatur oleh

UU dan itu tidak diluar Islam190

, visi misi yang baik dan adil191

, selama tidak

menghalangi umat Islam menjalankan Syariat Islam dan berdakwah192

. Berikut

adalah pendapat yang menyatakan bahwa boleh seorang muslim memilih non-

muslim. ROS menyatakan bahwa.

“Boleh juga gak apa-apa apa lagi kalau kita lihat pendapatnya ibnu

khaldun pemimpin non muslim yang adil itu lebih baik daripada pemimpn

muslim yang yang tidak adil. Itukan salah satu refleksi yang kemudian

harus di transformasikan dalam konteks kekinian yang serba komplit

termasuk dalam konteks kepemimpinan. Yang penting itu tidak

mengancam pada keyakinan kita misalkan pemimpin non-muslim

menerapkan aturan-aturan main yang ada dalam aturan kristen justru itu

yang harus di wasoadai tapi selama pemimpin itu mempunyai visi misi

yang baik dan adil bisa saja kita memilih itu. Kalau tidak adil itu juga

harus di tolak itu yang harus kita pertimbangkan”193

.

Senada dengan ROS, IHM memiliki pertimbangan yang sedikit berbeda.

Menurutnya boleh seorang muslim memilih non-muslim dengan pertimbangan

dikalangan muslim sudah tidak ada figur yang bagus memimpin.

“Prinsipnya sama dalam memilih pemimpin perempuan ketika memang

sudah tidak ada lagi laki-laki yang memimpin pada akhirnya kan

189 Wawancara Pribadi Dengan SHI. Jakarta, 10 September 2012

190

Wawancara Pribadi Dengan IHN. Jakarta 11 September 2012

191

Wawancara Pribadi Dengan ROS. Jakarta, 14 September 2012

192

Wawancara Pribadi Dengan IHM. Jakarta, 15 September 2012

193

Wawancara Pribadi Dengan ROS. Jakarta, 14 September 2012

Page 110: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

perempuan naik sama seperti dengan pemimpin non muslim kalau

memang sudah tidak ada kriteria yang bagus dikalangan muslim yang gak

jadi masalah, yang jelas selama dia tidak serta merta menghalangi umat

Islam untuk menjalankan syariat Islam, untuk berdakwah dan apabila itu

dilarang itu baru bahaya. Tapi ketika ada yang islam milih yang Islam

saja”194

.

2. Tidak Boleh Seorang Muslim Memilih Pemimpin Non-Muslim

Berbeda denga tujuh informan lain, DNU menyatakan bahwa tidak boleh

sorang muslim memilih pemimpin non-muslim.

“Gak gak boleh masih banyak koq pemimpin non muslim hidayat nur

wahid itu bagus loh mas tapi masyarakat kita kan ya gitu belum mengerti

ya mau apa lagi. Wawlahuallambisohab”195

.

Dari pemaparan pendapat informan mahasiswa UIN Syahid Jakarta dalam

penelitian diatas, kita dapat melihat bahwa, sebagian besar informan dalam

penelitian ini, cenderung bersifat modernis karena memandang positif terhadap

keanekaragaman dengan menyatakan bahwa boleh seorang muslim memilih

pemimpin non-muslim. Sedangkan sebagian kecil informan dalam penelitian ini,

cenderung bersifat fundamentalis, karena memandang negatif pluralisme, hal ini

dapat dilihat dari ketidaksetujuan seorang muslim memilih pemimpin non-

muslim.

c. Apakah boleh seorang muslim dan non-muslim bersama-sama

melakukan gotong royong atau bakti sosial?

Mengenai pertanyaan ini, dari delapan informan semuanya menyatakan

bahwa melaukan gotong royong atau bakti sosial boleh, dengan alasan yang

194 Wawancara Pribadi Dengan IHM. Jakarta, 15 September 2012

195

Wawancara Pribadi Dengan DNU. Jakarta 11 September 2012

Page 111: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

penulis rangkum sebagai berikut tolong menolong196

, baik197

, fardu ain198

.

Menurut IHM hal tersebut boleh selama tidak keluar dari batas-batas yang

ditetapan oleh Al-Qur‟an dan hadis.

“Gak apa-apa ibrohnya soalnya banyak yang terkandung dalam gotong

royong dan kerja bakti itu. dan rasulullah memang menyuruh kita untuk

melakukan itu, asal itu tadi tidak keluar dari batas-batas yang ditetapkan

oleh Quran dan hadis”199

.

Senada dengan IHM, DNU mengatakan bahwa hal itu memang

dicontohkan oleh Rasulullah ketika di Madinah.

“Kalau gotong royong ya boleh lah kita kan memang harus saling tolong

menolong antar sesaman manusia kan. Nabi juga mencontohkan itu ketika

di Madinah”200

.

Dari pemaparan pendapat informan mahasiswa UIN Syahid Jakarta dalam

penelitian diatas, kita dapat melihat bahwa, semua informan dalam penelitian ini,

cenderung bersifat modernis karena memandang positif terhadap keanekaragaman

(pluralisme) dengan menyatakan bahwa boleh seorang muslim dan non-muslim

bersama-sama melakukan gotong royong atau baktu sosial.

5. Hikmah

Seperti telah disebutkan sebelumnya, menurut Yusril Ihza Mahendra ada

dua pandangan modernis dan fundamentalis Islam yang saling berhubungan

dengan pandangan-pandangan diatas yaitu dalam memaknai masalah pluralisme

dan hikmah. Modernisme Islam cenderung melihat hikmah secar terbuka untuk

196 Wawancara Pribadi Dengan DNU. Jakarta 11 September 2012

197

Wawancara Pribadi Dengan ISN. Jakarta 12 September 2012

198

Wawancara Pribadi Dengan SHI. Jakarta 10 September 2012

199

Wawancara Pribadi Dengan IHM. Jakarta 15 September 2012

200

Wawancara Pribadi Dengan DNU. Jakarta 11 September 2012

Page 112: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

beradaptasi dan mengakulturasi hikmah yang telah disumbangkan oleh peradaban

lain termasuk Barat.

“Sikap yang positif dan optimis ini terhadap pluralisme ini selanjutnya

mendorong modernis cenderung bersikap terbuka dan toleran. Bagi

mereka hikmah (kebijaksanaan) akan ditemukan dimana saja termsuk pada

kelompok-kelompok dari luar Islam. Dengan berpegang teguh kepada

salah satu hadis mengenai “hikmah” (kebijaksanaan), modernisme

cenderung bersikap terbuka untuk beradaptasi dan mengakulturasi prnsip-

prinsip doktrin dengan “hikmah” yang telah disumbangkan oleh

masyarakat-masyarakat yang mendukung peradaban lain. Dorongan

mencari hikmah itu adalah seiring dengan kecenderungan kaum modernis

yang lebih berorientasi pada penyelesaian masalah yang dihadapi secara

konkret, dengan pendekatan yang bercorak pragmatis dan kompromistis.

Mereka bebas mencari hikmah, karena mereka percaya bahwa evolusi

kebudayaan manusia sebenarnya bergerak menuju nilai-nilai yang

ditunjukkan Islam. Sedangkan nilai-nilai Islam, menurut mereka, adalah

nilai-nilai universal yang sesuai dengan the human nature (watak

manusia), sungguhpun secara formal tentulah tidak semua manusia

memeluk agama Islam.”201

Sedangakan menurut Yusril Ihza Mahendra fundamentalisme Islam yang

saling berhubungan dengan pandangan-pandangan diatas yaitu, sikapnya yang

cenderung memandang negatif dan pesimis kepada pluralisme, karena sikapnya

yang memandang negatif terhadap pluralisme maka hikmah tidak perlu dicari di

masyarakat yang bersifat jahiliyah seperti Barat. Berikut adalah pandangan

fundamentalisme dalam memaknai masalah hikmah.

“Maka hikmah (kebijaksanaan) tidak perlu dicari dalam masyarakat yang

telah jelas-jelas bersifat Jahailiah itu. Karena itu, fundamentalisme

cenderung bersifat tertutup dari kemungkinan beradaptasi dan

berakulturasi dengan prestasi-prestasi peradaban yang telah dikembangkan

oleh masyarakat lain. Memang, bagi fundamentalisme, manusia didunia

201Ibid., hal. 31

Page 113: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

ini hanya dihadapkan kepada dua pilihan, menjadi “mu‟min” atau menjadi

“kafir.”202

Dalam pembahasan ini masalah hikmah dalam pandangan modernisme

dan fundamentalisme diukur dengan dua hal yaitu, pertama, Adakakah nilai-nilai

dari negerti Barat yang sesuai dengan tradisi Islam? Kedua, menurut anda perlu

kah seorang muslim belajar tentang nilai-nilai Barat?. Dari delapan informan

sebagian besar menyatakan bahwa banyak nilai-nilai dari negeri barat yang sesuai

dengan tradisi Islam seperti penghormatan terhadap akal pikiran203

, demokrasi204

,

kebersihan205

. Dan semuanya juga menyatakan bahwa boleh seorang muslim

belajar nilai-nilai Barat karena kebudayaan Barat merupakan representasi dari

kebudayaan sebelumnya yaitu Islam206

. Hal ini seperti diutarakan oleh IBL.

“Gua cerita niyh ama lu sebentar ya. Ternyata dalam masalah

kebersihan, Barat itu lebih islami dari masyarakat Islam. Lu liat aja, ada

gak kota di Barat itu yang kotor-kotor gak ada kan? Ini kan sesuai dengan

apa yang dikatakan nabi annadopatunminaliman bahwa kebersihan itu

sebagian dari iman. Dan di kita malah sebaliknya. Menurut gua penting

kita belajar ke Barat itu sumpah, makanya kalau gua di kasih kesempatan

niyh, gua mau ngelanjutin S2 gua di Barat, amieeen. Amieen lu de”207

.

Senada dengan IBL, ISN menyatakan bahwa.

“Oh banyak. Ini maksudnya sekularisme ya. Jadi sekularisme di Islam itu

banayk contohnya aja niyh di kita dulu waktu NU itu jadi partai itu kan

sudah mulai kebarat-baratan ya kan. Partai itu adanya di barat. Jadi NU

ke barat-baratan208

.

“Demokrasi itu juga sesuai kan konsepnya dari rakyat oleh rakyat dan

untuk rakyat itu kan menurut konsep pemimpin al-adil, merakyat dan

202Ibid., hal. 32

203

Wawancara Pribadi Dengan SHI. Jakarta, 10 September 2012

204

Wawancara Pribadi Dengan ISN. Jakarta, 12 September 2012

205

Wawancara Pribadi Dengan IBL. Jakarta, 13 September 2012

206

Wawancara Pribadi Dengan IHN. Jakarta 11 September 2012

207

Wawancara Pribadi Dengan IBL. Jakarta, 13 September 2012

208

Wawancara Pribadi Dengan ISN. Jakarta, 12 September 2012

Page 114: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

untuk bersama, ini masuk ini dulu khalifah-khalifah juga mencontohkan

ini mereka dipilih oeh orang-orang ngurusin rakyat sesuai ini”209

.

“Oh boleh banget itu di anjurkan itu kalau bisa itu semua kuliahnya

dibarat belajar semua. Soalnya ilmu-ilmu kita kan dicuri bukan dicuri

dipinjam lah”210

.

Berbeda sedikit dengan informan lain, DNU menyatakan bahwa sebaik-

baiknya tempat adalah Madinah dan Mekkah. Tapi apabila ada nilai-nilai dari luar

yang tidak bertentangan dengan Islam ya kenapa tidak.

“Sebaik-baiknya tempat kata nabi itu adalah madinah dan mekkah. Lebih

baik kita belajar kesana, tapi kalau sekiranya ada nilai-nilai yang tidak

bertentangan dengan agama ya kenapa enggak kita ambil, kayak teknologi

gitu, menurut saya boleh ya walaupun nilainya yang saya takutkan tapi

semoga enggak lah”211

.

Dari pemaparan delapan informan mahasiswa UIN Syahid Jakarta diatas,

kita dapat melihat bahwa sebagian besar mahasiswa UIN Syhid Jakarta dalam

penelitian ini cenderung bersifat modernis. Bagi mereka hikmah (kebijaksanaan)

akan ditemukan dimana saja termasuk pada kelompok-kelompok dari luar Islam.

Dan mereka juga cenderung terbuka untuk beradaptasi dan mengakulturasi

prinsip-prinsip doktrin dengan “hikmah” yang telah disumbangkan oleh

masyarakat-masyarakat yang mendukung peradaban lain.

209 Wawancara Pribadi Dengan ISN. Jakarta, 12 September 2012

210

Wawancara Pribadi Dengan ISN. Jakarta, 12 September 2012

211

Wawancara Pribadi Dengan DNU. Jakarta, 11 September 2012

Page 115: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Karakteristik pemikiran keagamaan yang bersifat modernis dan

fundamentalis merupakan potret yang dapat ditemui didalam semua agama tidak

terkecuali Islam dan dapat dijumpai dalam pemikiran pengikut agama Islam itu

sendiri, termasuk mahasiswa UIN Syahid Jakarta. Dalam penelitian ini, penulis

menemukan bahwa seorang informan tidak seutuhnya bisa dikatakan

fundamentalis atau modernis. Yang ada adalah ia bisa dikatakan cenderung

bersifat fundamentalis dalam beberapa hal. Tapi juga bisa bersifat modernis dalam

beberapa hal. Untuk mempermudah melihat kecenderungan pemikiran keagamaan

mahasiswa UIN Syahid Jakarta apakah bersifat modernis atau fundamentalis,

dapat disimpulkan bahwa:

1. Berkaitan dengan hal acuan atau dasar dalam membangun masyarakat

berdasarkan Al-Quran dan hadis, sebagian besar mahasiswa UIN Syahid

Jakarta dalam penelitian ini selaras dengan modernisme dan

fundamentalisme Islam bahwa Al-Quran dan hadis dapat dijadikan acuan

atau dasar dalam membangun tatanan masyarakat dengan sebagian kecil

mengatakan dengan pertimbangan. Sedangkan sebagian kecil lain

mengatakan, Al-Quran dan hadis tidak bisa dipakai sebagai landasan

dalam membangun masyarakat dan sisanya masih dilematis yaitu dalam

masalah ibadah bisa Al-Quran dan hadis dijadikan pedoman tapi dalam

Page 116: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

masalah horizontal (hubungan sesama manusia/muamalah) masih

dilematis.

2. Berkaitan dengan ijtihad yang diukur dengan hukum potong tangan, waris

dan kepemimpinan wanita, mahasiswwa UIN Syahid Jakarta dalam

penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa UIN Syahid

Jakarta dalam penelitian ini selaras dengan modernisme Islam bahwa ayat-

ayat Al-Quran seperti hukum potong tangan, waris dan kepemimpinan

wanita harus terus diijtihadkan. Sedangkan sebagian kecil lain

mengatakan, ayat-ayat Al-Quran tersebut sudah jelas maknanya jadi

memang tidak perlu diijtihadkan lagi.

3. Berkaitan dengan tradisi zaman awal Islam dalam hal hukum potong

tangan, waris dan kepemimpinan wanita masih relevan atau tidak menurut

mahasiswa UIN Syahid Jakarta dalam penelitian ini menunjukkan bahwa

sebagian besar mahasiswa UIN Syahid Jakarta dalam penelitian ini

sepakat dengan modernisme Islam bahwa tradisi-tradisi zaman awal Islam

seperti hukum potong tangan, waris dan kepemimpinan wanita tidak

relevan lagi untuk diterapkan dimasa sekarang. Sedangkan sebagian kecil

lain mengatakan, tradisi-tradisi zaman awal Islam seperti hukum potong

tangan, waris dan kepemimpinan wanita masih relevan untuk diterapkan

dimasa sekarang.

4. Berkaitan dengan ijma dalam penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian

besar mahasiswa UIN Syahid Jakarta dalam penelitian ini selaras dengan

fundamentalisme Islam bahwa seorang muslim harus memberikan

apresiasi-peghargaan terhadap ulama-ulama jaman para tabiin dan tabi l-

Page 117: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

tabi‟in. Akan tetapi sebagian besar mahasiswa UIN Syahid Jakarta dalam

penelitian ini menyatakan bahwa ijma-ijma terdahulu dapat diperbaharui

hal ini cenderung bersifat modernis karena aliran modernis memandang

ijma (konsensus) yang dicapai oleh generasi terdahulu, dapat diperbaharui

oleh generasi yang hidup di zaman kemudian. Hal ini dilakukan jika

factor-faktor psikologis, social, politik dan ekonomi yang

melatarbelakangi ijma itu berubah. Dalam hal ini termasuk juga

kemungkinan memperbaharui ijma para sahabat nabi.

5. Berkaitan dengan pluralisme, yang diukur dengan Apakah boleh seorang

muslim memberikan salam kepada non-muslim? Apakah boleh seorang

muslim memilih pemimpin non-muslim? Apakah boleh seorang muslim

dan non-muslim bersama-sama melakukan gotong royong atau bakti

sosial? Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar

mahasiswa UIN Syahid Jakarta dalam penelitian ini cenderung

memandang positif terhadap ketiga pernyataan diatas, dan hal ini selaras

dengan modernisme Islam. Hanya sebagian kecil informan dalam

penelitian ini, cenderung memandang negatif terhadap ketiga pertanyaan

diatas, dan dalam hal ini cenderung fundamentalis.

6. Berkaitan dengan hikmah (kebijaksanaan) dalam penelitian ini

menunjukkan bahwa semua mahasiswa UIN Syahid Jakarta dalam

penelitian ini cenderung bersifat modernis. Bagi mereka hikmah

(kebijaksanaan) akan ditemukan dimana saja termsuk pada kelompok-

kelompok dari luar Islam. Dan mereka juga cenderung bersikap terbuka

untuk beradaptasi dan mengakulturasi prnsip-prinsip doktrin dengan

Page 118: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

“hikmah” yang telah disumbangkan oleh masyarakat-masyarakat yang

mendukung peradaban lain.

B. Saran

Penelitian lapangan tentang pemikiran keagamaan mahasiswa UIN Syahid

Jakarta melahirkan beberapa saran sebagai berikut:

Pertama, adanya perbedaan pemikiran keagamaan diantara mahasiswa

UIN Syahid Jakarta hendaknya tidak disingkapi sebagai permasalahan, tapi

dianggap sebagai suatu hikmah yang bisa membawa kebaikan pada sesama.

Kedua, institusi pendidikan Islam seperti UIN Syahid Jakarta, harus terus

menjaga dan meningkatkan kesadaran pemikiran keagamaan mahasiswanya untuk

lebih inklusif bukan eksklusif, dalam berhadapan dengan doktrin-doktrin agama

agar tercipta insan akademis yang dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan

jaman sesuai dengan visi, misi dan tujuan UIN Syahid Jakarta.

Ketiga, penulis mengakui penelitian ini memiliki keterbatasan dalam

membongkar fenomena pemikiran keagamaan mahasiswa UIN Syahid Jakarta.

Oleh karena itu, untuk kepentingan akademik penulis menyarankan adanya

penelitian sejenis dikemudian hari, penelitian yang melihat pemikiran keagamaan

bukan hanya dari ijtihad, preseden tradisi zaman awal Islam, ijma, pluralisme dan

hikmah, dan bagaimana pemikiran itu bisa terbentuk dan apa yang

mempengaruhinya.

Page 119: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Abou El Fadl, Khaled M. Atas Nama Tuhan “Dari Fiqh Otoriter Ke Fiqh

Otoritatif”, Jakarta: Serambi, 2001.

Abdul Rahman Shaleh-Muhbib Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar “Dalam

Persfektif Islam”, Kencana, Jakarta, 2004.

Adnan Amal, Taufik dkk. Politik Syariat Islam “Dari Indonesia Hingga

Nigeria”, Jakarta: Alvabet, 2004.

Akaha. 160 Kebiasaan Nabi saw, Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2002)

Anshari, Endang Saifuddin. Wawasan Islam “Pokok-Pokok Pikiran Tentang

Paradigma Dan Sistem Islam”, Jakarta: Gema Insani, 2004.

Asep Syansul M. Romli, Demonologi Islam: Upaya Barat Membasmi Kekuatan

Islam, (Jakarta,Gema Insani Press, 2000)

Azra, Azyumardi. Pergolakan Politik Islam “Dari Fundamentalisme, Modernism,

Hingga Post-Modernisme”. Jakarta: Paramadina, 1996.

Bernard Raho, Teori Sosiologi Modern, Jakarta; Prestasi Pustakakarya, 2007.

Burhan Bungin, Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2005.

Esposito, John L. Islam dan Politik. Jakarta: Bulan Bintang, 1990.

............................ Islam Warna-Warni “Ragam Ekspresi Menuju Jalan Lurus (Al-

Shirat Al-Mutaqim)”. Jakarta: Paramadina, 1998.

Ensiklopedia Umum, Yogyakarta: Kanisius, 1973.

Faisak, Sanafiah. “Format-Format Penelitian Sosiali”, Jakarta: RajaGrafindo

Persada, 2001.

Gazalba, Sidi. Masyarakat Islam “Pengantar Sosiologi Dan Sosiografi”. Jakarta:

Bulan Bintang, 1976.

George Ritzer, Teori Sosiologi Modern, Jakarta: Prenada Media Group, 2007

Husaini, Waqar Ahmad. Sistem Pembinaan Masyarakat Islam, Bandung: Pustaka,

1983.

Page 120: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

Ihza Mahendra, Yusril. Modernisme Dan Fundamentalisme Dalam Politik Islam.

Jakarta: Paramadina, 1999.

Ismail, Syuhudi. Hadists Nabi “Menurut Pembela, Pengingkar Dan

Pemalsunya”, Jakarta: Gema Insani Press, 1995.

Kamaruzzaman, Relasi Islam Dan Negara “Persfektif Fundamentalisme dan

Modernis), Jakarta: Yayasan Indonesia Tera, 2001.

Kasinyo Harto, Islam Fundamentalis Di Perguruan Tinggi Umum “Kasus

Gerakan Mahasiswa Universitas Sriwijaya Palembang”. Jakarta: Badan

Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2008.

Komarudin Hidayat dan Hendro Prasetyo, Problem dan Prospek IAIN “Antologi

Pendidikan Tinggi Islam”. Jakarta; Direktorat Pembinaan Perguruan

Tinggi Islam Dan Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama

Islam DEPAG RI, 2000.

Kusmana dan Yudhi Munadi. Proses Perubahan IAIN Menjadi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta “Rekaman Media Massa., Jakarta: UIN Jakarta

Press, 2001.

Kusmana, “Integrasi Keilmuan “UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Menuju

Universitas Riset”. Jakarta; PPJM dan UIN Jakarta Press, 2006.

Kusmana, Eva Nugraha dan Eva Fitriati, Paradigma Baru Pendidikan Islam

“Rekaman Implementasi IAIN Indonesia Social Equity Project (IISEP)

2002-2007. Jakarta: IISEP, 2008).

Kusmana dan JM. Muslimin, Paradigma Baru Pendidikan “Restropeksi dan

Proyeksi Pendidikan Islam di Indonesia”. Jakarta: IIESP, 2008.

Montgomery, William. Fundamentalisme Islam Dan Modernitas. Penerjemah

Taufik Adnan Amal. Jakarta: Grafindo Persada, 1997.

Mujani, Saeful. “Muslim Demokrat „Islam, Budaya Demokrasi, dan Partisipasi

Politik di Indonesia Pasca ORDE BARU”, Jakarta: Gramedia, 2007.

Mu‟tiah, Anisatun dkk. Harmonisasi Agama dan Budaya Di Indonesia, Vol. 1

Jakarta: Balai Penelitian Dan Pengembangan Agama Jakarta, 2009.

Nurhidayat Muh. Said, Pembaharuan Pemikiran Islam di Indonesia “Studi

Pemikiran Harun Nasution”. Jakarta; Pustaka MAPAN, 2006.

Raudah Agustiar, Perubahan IAIN Menjadi UIN Jakarta: “Antara Kenyataan dan

Harapan”, Jurnal Mimbar Agama Dan Budaya, Vol. XXX, No. 2, 2004

Page 121: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

Rangkuti, Freddy. “Riset Pemasaran”. Jakarta; PT Gramedia Pustaka Utama dan

Sekolah Tinggi Ekonomi IBII, 2005.

Raho, Bernard. Teori Sosiologi Modern, Jakarta: Prestasi Pustakakarya, 2007.

Ritzer, George. Teori Sosiologi Modern, Jakarta: Prenada Media Group, 2007.

Robert L. Oslo, Otto H. Maclin, M. Kimberly Maclin, Psikologi Kognitif, Jakarta,

Erlangga, 2008.

Stoddard, Lothrop. Dunia Baru Islam (The New World Of Islam). Penerjemah

Mulyadi Djoyomartono dkk. Jakarta: Gunung Agung, 1966.

Sugiyono, Statistik Untuk Penelitian. Jakarta: Erlangga, 2008.

Taher, Tarmizi dkk. Radikalisme Agama. Jakarta: PPIM-IAIN, 1998.

Tarki Sabiq, Dhabith. Ar Rajul as Shanam Kamal At Taturk. Penerjemah

Abdullah Abdurrahman. Jakarta: Senayan Publishing, 2008.

Tim Penyusun, “Buku Pedoman Akademik Strata Satu 2011/2012”. Jakarta; Biro

Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan, 2011.

Weldan, Ahmad Taufik dkk. Metodologi Studi Islam “Suatu Tinjauan

Perkembangan Islam Menuju Tradisi Islam Baru” Malang: Bayumedia

Publishing, 2004.

Yasid, Abu. Islam Akomodatif “Rekonstruksi Pemahaman Islam Sebagai Agama

Universal”, Yogyakarta: LKIS, 2004.

Skripsi:

Anwar, Febri. Kekuasaan Pemilik Modal Dan Resistensi Pemulung Dalam

Hubungan Kerja “Studi Kasus Pada Pemulung Di Pondok Pinang Jakarta

selatan”, Jakarta: FISIP UIN Jakarta, 2012.

Jurnal:

Jurnal Innovatio, Vol. VII, No. 14, Juli-Desember 2008

Muhammad Chirzin, Jihad Dalam Al-Qur‟an Persfektif Modernisme dan

Fundamentalisme dalam jurnal Hermenia, Jurnal Kajian Interdisipliner

Vol. 2 No. 1 Januari-Juni 2003.

Dwi Ratna Sari, Fundamentalisme Islam, Jurnal Komunika Vol.4 No.1 Januari-

Juni 2010.

Page 122: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

Internet:

Digilib.petra.ac.id/

http://kamusbahasaindonesia.org/tradisi

http://news.detik.com/read/2010/08/03/192306/1413027/10/tiga-mahasiswa-uin-

jakarta-divonis-4-tahun-6-bulan-penjara

http://uinjkt.ac.id

\http://www.nurulilmi.com/maudhui/manhaj/287-ijma.html

Wawancara

Wawancara Pribadi Dengan SHI. Jakarta, 10 September 2012

Wawancara Pribadi Dengan DNU. Jakarta, 11 September 20112

Wawancara Pribadi Dengan IHN. Jakarta, 11 September 2012

Wawancara Pribadi Dengan ISN. Jakarta, 12 September 2012

Wawancara Pribadi Dengan IBL. Jakarta, 13 September 2012

Wawancara Pribadi Dengan ROS. Jakarta 14 September 2012

Wawancara Pribadi Dengan IHM. Jakarta, 15 September 2012

Wawancara Pribadi Dengan SPO. Jakarta, 15 September 2012

Page 123: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 124: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

PEDOMAN WAWANCARA UNTUK MAHASISWA UIN SYAHID

JAKARTA

Nama :

Usia :

Jenis Kelamin :

Ijtihad

1. Menurut anda apakah Al-Qur‟an dan Hadis dapat dijadikan landasan untuk

membangun dan menciptakan tatanan masyarakat?.

2. Jika ya, kenapa? Jika tidak, kenapa?

3. Menurut anda metode apa yang tepat dalam menafsirkan ayat-ayat yang

ada di dalam al-quran, interprtatif (tawil) atau tekstual (harfiah)

4. Bisa disebutkan alasannya? Kenapa?

5. Menurut anda apa yang di maksud dengan ijtihad?

6. Menurut anda ayat-ayat yang berkenaan dalam bidang apa saja yang bisa

ditafsirkan?

7. Menurut anda apakah ayat Al-Quran tentang hukuman potong tangan bagi

yang mencuri berikut ini perlu di ijtihadkan lagi atau tidak?

انهه ا كسبا كانا ي ا جزاء ب ده وانسارق وانسارقة فاقطعىا أ

Artinya: Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah

tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan

sebagai siksaan dari Allah. (al-Mâidah/5:38-39)

8. Jika ya, kenapa? Jika tidak, kenapa?

9. Menurut anda apakah ayat tentang hukum warisan dalam Islam berikut ini

perlu di ijtihadkan lagi atau tidak?

ىصكم انهـه فى أوندكم نهركس مثم حظ انأنث

Artinya: Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk)

anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua

orang anak perempuan (An-nisa ayat 11)

Page 125: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

10. Jika ya, kenapa? Jika tidak, kenapa?

11. Menurut anda apakah ayat tentang hukum kepemimpinan wanita dalam

Islam berikut ini perlu di ijtihadkan lagi atau tidak?

انسجال قىمىن عهى اننساء

Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita (An-nisa

ayat 34)

Hadits: Rasulullah SAW kemudian bersabda, “Tidak akan beruntung

suatu kaum yang menjadikan wanita sebagai pemimpin mereka.” (HR Bukhari,

Ahmad, Tirmidzi, dan Nasa'i).

12. Jika ya, kenapa? Jika tidak, kenapa?

13.

Preseden (Teladan) Zaman Awal, Serta Sejarah Dan Tradisi Islam

1. Menurut anda apakah tradisi (kebiasaan) yang dilakukan Nabi

Muhammad masih relevankah diterapkan dalam masa sekarang?

2. Jika masih relevan relevan kenapa? Jika tidak relevan, kenapa?

3. Menurut anda tradisi hukum potong tangan bagi yang mencuri yang

dilakukan Nabi cocok atau tidak diterapkan untuk konteks zaman

sekarang?

4. Jika cocok, bisa disebutkan alasannya? Jika tidak bisa disebutkan

alasannya?

5. Menurut anda tradisi hukum hukum waris yang dilakukan Nabi cocok

atau tidak diterapkan untuk konteks zaman sekarang?

6. Jika cocok, bisa disebutkan alasannya? Jika tidak bisa disebutkan

alasannya?

7. Menurut anda apakah perempuan boleh menduduki posisi-posisi dalam

kenegaraan (menjadi khalifah/presiden)?

8. Jika boleh, bisa disebutkan alasannya? Jika tidak bisa disebutkan

alasannya?

Ijma

1. Menurut anda apa yang dimaksud denga ijma?

2. Menurut anda apakah kita harus memberikan aspirasi yang tinggi terhadap

kesepakatan ulama para tabiin dan tabi l-tabi‟in?

3. Menurut anda apakah kesepakatan para sahabat, zaman tabiin dan tabi l-

tabi‟in diperbaharui atau tidak?

4. Jika dapat diperbaharui sebutkan alasannya? Jika tidak, sebutkan

alasannya?

5. Menurut anda apakah kesepakatan ulama di Saudi Arabia harus diterapkan

di negara lain seperti Indonesia?

6. Jika ya, kenapa? Jika tidak, kenapa?

Page 126: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

a. Menurut anda apakah kesepakatan ulama tentang hijab di

Saudi Arabia harus diterapkan di negara lain seperti

Indonesia?

b. Menurut anda apakah kesepakatan ulama tentang hukum

potog tangan di Saudi Arabia harus diterapkan di negara

lain seperti Indonesia?

Pluralisme

1. Menurut anda apa yang dimaksud dengan pluralisme?

2. Menurut anda apakah sama antara toleransi dan pluralisme?

3. Bagaimana tanggapan anda tentang hal-hal berikut ini.

a. Apakah boleh seorang muslim memberikan salam kepada non-

muslim?

b. Apakah boleh seorang muslim memilih pemimpin non-muslim?

c. Apakah boleh seorang muslim dan non-muslim bersama-sama

melakukan gotong royong atau bakti sosial?

Hikmah

1. Adakakah nilai-nilai dari negerti Barat yang sesuai dengan tradisi Islam?

2. Bila ya, berikan contoh?

3. Menurut anda perlu kah seorang muslim belajar tentang nilai-nilai Barat?

4. Jika perlu kenapa? Jika tidak, kenapa?

Page 127: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

RANGKUMAN HASIL WAWANCARA

IDENTITAS INFORMAN

Nama Jenis

Kelamin

Fakultas Waktu

Wawancara

SHI Laki-Laki Ilmu Sosial dan

Politik

10- September-

2012

IHN Laki-Laki Dirasat Islamiyah 11- September-

2012

DNU Laki-Laki Syariah dan Hukum 11-September-

2012

ISN Laki-Laki Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan

12-September-

2012

IBL Laki-Laki Ushuluddin dan

Filasat

13-September-

2012

ROS Laki-Laki Tarbiyah dan

Keguruan

14-September-

2012

SPY Laki-Laki Adab 15-September-

2012

IHM Laki-Laki Tarbiyah dan

Keguruan

15-September-

2012

Page 128: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

TRANSKIP WAWNCARA

1. Hasil Wawancara Dengan DNU

Nama Ijtihad

DNU oh sangat, sangat bisa. islam itu kan sebenarnya memang sudah

mengatur segala-galanya iya toh melalui al-quran, yang kemudian

dijelaskan oleh perkataan, dan perbuatan nabi yang dinamakan hadits.

nah, sebenarnya tidak ada yang tidak dijelaskan dalam al-quran dan

hadits semuanya ada bahkan sampai hal-hal kecil juga, misalnya proses

penciptaan manusia ada didalam al-qur‟an, dalam kehidupan sehari-hari,

makan itu kan harus menggunakan tangan kanan ga boleh pake tangan

kiri, sampai buang hajat saja sebenarnya diatur dalam islam, harus doa

dulu tidak boleh berisik dll.

Menurut saya, begini mas al-Quran itu kan sebenarnya ga boleh didebat

ia harus dipahami. Kalo kita membaca al-Quran misalnya surat al-ikhlas,

kulhuwawlahuahad artinya katakanlah bahwa tuhan itu satu, kita harus

menjawabnya, ya tuhan engkalau tuhan yang satu dan begitu juga

seterusnya. Nah cuman masalahnya yang mas tadi bilang bahwa memang

di al-quran itu ada surat-surat yang maknanya sudah jelas ada yang tidak,

nah terus permasalahannya kan bagaimana misalnya memahami dan

menerapkannya dalam kehidupan kita kan?. Misal, tentang perintah salat

disitu kan jelas perintahnya, cuman enggak detil nah disinilah fungsinya

hadits untuk menjelaskan ayat tadi misalnya salat asar itu harus empat

rakaat dll. Nah kalo saya mas dede, kalau al-Quran dan hadits itu sudah

memberikan rinciannya dengan jelas dan ini kemudian dijelaskan lagi

oleh hadits enggak boleh di ijtihadkan lagi, misalnya tentang perintah

shalat tadi. Misalnya dibuat shalat asar itu jadi dua rakaat gak boleh itu.

Sangat-sangat tidak boleh. Dalam masalah muamalah juga sama, apabila

ayat sudah memberikan rinciannya dengan jelas maka ya gak boleh di

tafsir ulang lagi seperti ayat waris itu kan jelas banget bahkan detail

banget menurut saya.

Nah ini dia salah satu yang membuat masyarakat kita itu ngeri, salah

satunya hukum potong tangan ini, coba deh baca lagi mas artinya jelas

kan dan surat itu juga dijelaskan lagi oleh nabi bahwa apabila aisyah eh

maksudah saya fatimah, fatimah anakku mencuri maka aku sendiri yang

akan memotongnya tangannya. Sebagai seorang muslim yang baik,

sebenarnya kita kan harus mengikuti perintah tuhan dan rasulnya kan,

kalau ada yang mencuri yang potong tangannya, kalau sekarang kan gak

dipenjara kan, karena ini bukan negara islam ini negara pancasila.

Tinggal milih mau ikut perintah tuhan dan rasul atau perintah buatan

manusia, kalau saya ikut yang pertama, kalau saya loh mas kalo yang

lain syich ya monggo.

Coba lihat ayatnya oh ayat waris ini iya itu sama kalo saya syich gitu

kayak ayat potong tangan diatas memang harus gitu laki-laki dapat ¾

bagian. Ya gak pake kenapa-kenapa yan gak boleh ditafsir lagi itu kan

udah jelas perintahnya, kenapa harus di tafsir lagi, saya tuh bingung ma

Page 129: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

temen-temen di UIN termasuk mas ini, mereka tuh lebih mengutamakan

akalnya daripada hatinya, baru baca teori-teori marx, feminis, teori-teori

sosial kayak gitu lah, udah merasa hebat aja mereka pikir mereka itu

siapa, mereka itu ibaratnya burung gereja yang meminum air dilautan ya

segitu yang mereka ambil dari tuhannya.

Kalo saya syich selama ada laki-laki ya perempuan harus tau posisinya

walaupun mereka hebat tapi laki-laki juga kan banyak juga. Dan juga

urusannya perempuan itu ribet kalau mimpin negara ya kan, belum dia

hamil nanti itu kan 9 bulan mas, belum haidnya, dll. Jangan dech kalau

menurut saya mah ini urusan laki-laki. Perempuan itu sebaiknya berdiri

dibelakang laki-laki, mereka itu salah satu penyemangat paling hebat loh.

Tapi gak berarti posisi perempuan dibawah loh tapi lebih pada saling

mengisi satu sama lain.

Nama Preseden (Teladan) Zaman Awal, Serta Sejarah Dan Tradisi Islam

DNU Masih dan sangat relevan sekali kalau kita melihat kondisi sekarang,

dimana moralitas itu sudah hancur banget. Maka hukum potong tangan

ini bisa dan bagus untuk diterapkan, tinggal para pemimpinya saja

apakah mereka mau atau tidak. Kalau saya syich siap untuk itu.

Kalau hukum waris dalam Islam memang ketentuannya sudah seperti itu

tidak boleh dirubah-rubah lagi. Dan ini merupakan ketetapan Tuhan,

hitungannya sudah jelas dan saya yakin ini dapat mendatangkan

kebaikan bagi kita

Perempuan harus memposisikan dirinya, sebagi pelengkap bagi laki-laki

dan menurut saya kepemimpinan memang laki-laki memang harus diatas

perempuan. ya karena itu memang perintahnya.

Nama Ijma

DNU kesepakatan ulama.

Ya iya tentu harus mereka itu kan gurunya jelas nabi Muhammad. Jadi

sanad keilmuannya bisa dipertanggungjawabkan.

Kalau tidak bertentangan dengan al-quran dan hadis ya boleh dirubah

asal jangan dikorbankan untuk perkembangan jaman aja. Jangan atas

nama jaman berubah terus kita boleh mengubah-ngubah syariat gitu ya

gak boleh lah. Dan juga para ulama sekarng kan menurut saya gak ada

yang bisa menandingi kemampuan mereka dalam merumuskan fiqh.

Intinya gini mas kalau ulama zaman sahabat, tabiin seperti zaid bin

tsabit, abu hurairah, dll sudah bersepakat tentang masalah hukum ya

harus diikuti, karena mereka ya tadi sanad keilmuannya jelas mereka itu

belajar agamanya ke nabi Muhammad.

Ya kalau hijab kan memang dianjurkan oleh agama juga, begitupun

hukum potong tangan ya toh. Cuma memang penerapannya aja yang

berbeda-beda dinegara muslim misal soal hijab tadi intinya kan asal

Page 130: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

menutup aurat aja.

Nama Pluralisme

DNU Pluralisme itu keragaman, kayak disidang aja saya ini.

Hmmmm ya pluralisme itu paham perbedaan budaya dll karena ada

ismenya itu, kalau toleransi sikap menghargai perbedaan. Gitu ya bener

gak?

Ooooh paham begini mas soal apa tadi, salam kepada non-muslim

assalammualaikum gitu kalau saya lebih senagn mengucapkan apa

khabar aja, senang berkenalan dengan anda, kalau salam gak dech

kayaknya, tapi bukan berarti saya enggak menghargai mereka loh ya.

Gak gak boleh masih banyak koq pemimpin non muslim hidayat nur

wahid itu bagus loh mas tapi masyarakat kita kan ya gitu belum mengerti

ya mau apa lagi. Wawlahuallambisohab.

Kalau gotong royong ya boleh lah kita kan memang harus saling tolong

menolong antar sesaman manusia kan. Nabi juga mencontohkan itu

ketika di madinah.

Nama Hikmah

DNU Sebaik-baiknya tempat kata nabi itu adalah madinah dan mekkah. Lebih

baik kita belajar kesana, tapi kalau sekiranya ada nilai-nilai yang tidak

bertentangan dengan agama ya kenapa enggak kita ambil, kayak

teknologi gitu, menurut saya boleh ya walaupun nilainya yang saya

takutkan tapi semoga enggak lah.

2. Hasil Wawancara Dengan ISN

Nama Ijtihad

ISN

Bisa, bisa Quran dan hadis itu. Ya kalau memang secara Islam

merupakan sumber kuat untuk mengatur kehidupan manusia

baik itu sosial ekonomi dan bernegara.

tapi selain itu juga kan kita negaranya banyak perbedaan-

perbedaan suku bangsa dan budaya disini dibutuhkan dasar-

dasar hukum lain seperti ijma dan qiyas kan seperti juga

kearipan-kearipan lokal yang ada itu bisa dijadikan hukum jadi

kita ini enggak hanya terpaku hanya dengan quran dan hadits

secara leterlek gitu loh. Jadi ada ijma ada qiyas yang dalam al-

Quran gak ada dalam hadits gak disebutkan tetapi kalau

musyawarah-musyawarah para ulama para pemimpin itu bagus

ya itu bisa dijadiin hukum.

Semisal dahulu itu waktu perumusan negara ini kan ini apa ijma

Page 131: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

juga waktu merumuskan negara kita Indonesia berasaskan

dengan pancasila dan bhineka tungggal ika itu ijma itu kan di al-

Quran gak ada bhineka tunggak ika sama pancasila. Bhineka

tunggal ika sendiri itu kan dari kitab itu sutasoma, sedeangkan

kitab sutasoma itu sendiri kan dari ajaran-ajaran leluhur kita

pada masa kerajaan Prabujayanegara, itu raja kedua Majapahit.

Jadi sangat apa menyeluruh. Jadi Quran dan hadis enggak begitu

bisa dipkasakan yang penting kalau di Quran dan hadis gak ada

bisa di pake kesepakatan ulama dan para pemimpin.

Ooh jadi kan Quran itu ada ayat muhkamat dan mutasyabihat

ada yang sudah jelas seperti hukum salat seperti puasa dan

sebagainya itu kan sudah jelas kan. Kalau yang belum jelas perlu

penafsiran, itu harus ditafsiri itu kan fungsi hadis dsini kan untuk

menafsirkan utnk menjelaskan Quran. Kalau Quran itu belum

jelas dijelasin sama hadis tapi belum jelas juga ditafisirinlah

sama penafsir2 sendiri kan seperti imam Jalalen, Jamakshari,

Syuthi dll. Kalau itu masih susah juga kan dahulu itu belum ada

perkara ada yang namanya bidah itu juga perlu di tafsirin lagi

kan sekarang ada tafsir kontemporer terus pake kesepakatan-

kesepakatan ulama tadi itu. Tafsirin semua itu.

Hukum potong tangan itu ya. Islam itu perlu tafsiran ulang itu.

Al-Quran memang hukum potong tangan ya pake arab ya. Kalau

di Arab hukum nya potong tangan tapi kalau di Indonesai itu kan

hukum itu enggak bisa di gunain disini karena apa kalau hukum

potong tangan digunain disini yang mayoritas masih gimana ya,

di pake di indoenesia ya tahu sendiri lah kalau kita jalan-jalan

keluar jalannya pada buntung-buntung, di ganti dengan

kesepakatan ulama diganti dengan penjara. Kalau mau ditetapin

potong tangan pada buntung.

Ini ya penggunaan ilmu mawaris disini kan sesama saudara sikut

sana sikut sini, tapi penggunaannya masih jarang lah sesuai

dengan Quran itu tadi laki-laki satu cewek dua.

Digunain tapi digunain tapi sebagian tapi mayoritas itu

membaginya itu sebelum meninggal dibagi dulu biar anak-

anaknya ga repot ga pada berantem. Kalau secara hukum islam

itu memang haru karena laki-laki menafkahi yang cewe tapi

disini kan di indonesia banyaknya sudah dibagi-bagi itu bukan

warisan sebelum bapaknya meninggal, kamu mau cewek mau

cowok di bagi sama rata biar gak gak pada iri. Tapi itu juga

masih disisain untuk biaya jenazah sama sukuran dan

sebagainya. Yang penting maslahat

Yang penting punya kemampuan. Di kita buktinya namanya

Ratu Tri Buana Tungga Dewi itu ibunya Hayam Wuruk ratu itu

Page 132: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

bisa memimpin negara Majapahit setelah Prabujayanegara itu

kekuasaannya sanagat luas dan bisa bersifat adil makmur.

Maksud dari arti jalalukaumalannisa itu kan dalam konteks

keluarga jadi ibunya ini harus nurut sama sang suami

bagaimanapun walau pun istrinya ini seorang pejabat misal

bupati misalnya itu ketika sudah nyampai rumah harus tunduk

sama suami. Walau diluar rumah suaminya bawahan bupati

perempuan itu, tafsirannya iru rumah tangga itu. Jadi kalau

pemimpin negara gak apa-apa.

Nama Preseden Zaman Awal Islam

ISN

Tergantung negara. Kalau negara kita belum itu kan negara kita

kan menggunakan hukumnya UU. UU itu bikinan manusia, UU

itu ijma kesepakatan para pemikir pemikir, para ulama, kalau itu

sedah kesepakatan berarti itu sudah sah.

Hukum waris kurang relevan tapi yang menggunakan sebagian-

sebagaian untuk kemaslahatan.

Kita gak apa-apa mau pemimpinnya wanita laki laki gak apa-apa

inin kan negara ini apa bebas yang bukan berdasarkan Islam.

Nama Ijma

ISN

Jadi memberikan suatu penghargaan ijma-ijma menggunakan

ijma-ijma beliau terdahulu itu digunain aja. Nanti kalau kita bikin

ijma sendiri. Itu waktu permasalahan pancasila dasar-dasar negara

itu kan ijma sendiri bukan ijma mereka tapi itu seiring

perkembangan jaman kan permasalahan semakin komplek butuh

pemikiran-pemikiran, itulah akan timbul ijma-ijma yang baru.

Kalau ijma zaman dahulu Gak bisa dirubah semisal pendapatnya

salah satu imam. Biarlah itu pendapat beliau tapi kalau sekarnag

pendapatnya itu kan kadang-kadang bisa dipakai atau enggak tapi

kalau enggak bisa dipakai pemikir-prmikir sekarang kita berpikir

lagi sesuai dengan konteks sekarang. Jadi bukan pemikiran

mereka yang dirubah. Ijma itu kan tergantung dari setiap wilayah

setiap wilayah kan punya ijma sendiri-sendiri.

Hijab itu maknanya kan menutupi sebenarnya itu untuk menutupi

aurat, kalau dari cewek selain muka dan telapak tangan kalau laki-

laki dari perut sampai ini. Tapi kalau masalah cadar. Kenapa koq

suruh menutupi, tujuannya kan untuk menjaga ini loh harga diri

ketika tujuan tersebut bisa selain harga diri kan menjaga. Itu

hukumnya wajib untuk menutupi aurat tapi kan kalau disini ya

banyak yang gak menutup aurat itu ya dia pakenya oblong-oblong

itu kita doain aja itu kan urusan mereka-mereka sendiri mau ini itu

Page 133: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

yang nanggung yang penting kan bisa menjaga.

Pada 1700 di Blambangan itu para wanitanya itu belum ada jilbab

itu masih kerajaan hindu budha putrinya itu cuma memakai ini

dari pusar kebawah jadi kalau putri disitu dari kerajaan

bambangan wanita-wanita Blambangan. Itu salah satu kerajaan

besar di Banyuwangi, wilayahnya luas seperti Lumajang Ponorogo

sama Surabaya itu ceweknya itu gak pakai. Buah dadanya itu

kelihatan, tapi masyarakat disitu paling anti kesusilaan. Jadi

walaupun mereka seperti itu mereka anti asusila. Tetapi setelah

kompeni datang mereka suruh menutup dengan kemban,

brengseknya disini sang kompeni itu suruh menutup eh malah

diperkosa nah permasalahnnya di situ. Walaupun sekarang pa

ngebuka-ngebuka yang penting jangan asusila percuma kalau

jilbabers tapi asusila yang penting disitu maknanya.

Nama Pluralisme

ISN

Inikan dalam Islam sendiri adan amanya konsep tasamuh saling

menghargai sesama manusia baik itu agama lain ataupun paham

yang lain itu kita saling menghargai dia mau jilbabnya apa, mau

dia salat mau gak, mau ajarannya apa, yang penting kita gitu juga

nmanusia kan. Jadi menurut sufi siapa yang masuk surga itu bukan

gara-gara amalnya, kan kalau cenderung yang makai jilbab

amalnya banayk kan tapi tapi kata beliau memanusiakan manusia

nah disinilah konsepnya menghargai memanusiakan manusia.

Ya gak siapa yang nuduh kafir itu kan urusan hati. Kalau non

muslim itu memang kafir. Itu kan untuk sebutan loh non muslim

itu kafir tapi kita selaku manusia kita tidak bisa menyebut

seseorang itu kafir walaupun sudah jelas-jelas orang itu masuk ke

gereja orang itu masuk ke wihara orang itu gak pernah solat kan

yang namanya iman cuman dalam kamar katanya.

Kalau itu kurang boleh itu pakenya assalamualaikum lebih baik

pake selamat pagi atau good morning.

Boleh gak apa-apa yan penting kan bisa memimpin.

Gak apa-apa. Tasamuh itu tolong menolong sesama, baik itu

gotong royong bikin jembatan bareng gak apa-apa.

Nama Hikmah

ISN

Oh banyak. Ini maksudnya sekularisme ya. Jadi sekularisme di

Islam itu banayk contohnya aja niyh di kita dulu waktu NU itu jadi

partai itu kan sudah mulai kebarat-baratan ya kan. Partai itu

adanya di barat. Jadi NU ke barat-baratan.

Page 134: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

Demokrasi itu juga sesuai kan konsepnya dari rakyat oleh rakyat

dan untuk rakyat itu kan menurut konsep pemimpin al-adil,

merakyat dan untuk bersama, ini masuk ini dulu khalifah-khalifah

juga mencontohkan ini mereka dipilih oeh orang-orang ngurusin

rakyat sesuai ini.

Oh boleh banget itu di anjurkan itu kalau bisa itu semua kuliahnya

dibarat belajar semua. Soalnya ilmu-ilmu kita kan dicuri bukan

dicuri dipinjam lah.

3.Hasil Wawancara Dengan IHN

Nama Ijtihad

IHN Bisa gak bisa syich mas tapi sebaiknya kita lihat konteks dulu.

Masyarakat mana. Kalau di Timur Tengah kemungkinannya bisa karena

mereka punya satu keyakinan yang sama yak kan Islam semuanya gaka

ada yang lain, terus budayanya sama lagi. Tapi kalau dikita kan beda. Di

kita bukan hanya keyakinan yang beda tapi suku bahasa dan adat istiadat

juga beda. Jadi kondisional aja, asal begini enggak keluar dari nilai-nilai

dalam Quran dan hadis dan didasarkan pada kebaikan bersama. Itu aja

kali.

Fleksibel-fleksibel aja asal itu tadi tidak keluar dari nilai-nilai yang ada

dalam quran dan hadis. Di Quran itu juga kan memang terdapat nilai-

nilai yang saya pikir bisa di pakai dan masih nilai-nilai yang kita pakai

sekarang ini Islam-i koq.

Ya memang benar bahwa ini adalah salah satu karakteristik hukum yang

ada dalam quran, tapi ini kan sifatnya masih belum jelas, menurut saya

kita harus mencari penetapan lain tapi bukannya menyalahi quran loh ya

ini hanya tentang bagaimana kita membuat semua orang yang ada dalam

wilayah itu bahagia, yang esensinya tidak menyalahi jati diri kita sebagai

seorang muslim, yang penting itu kan hukumannya entah bentuknya apa

yang jelas kalau ada orang yang berbuat jahat ya harus dihukum, dan itu

dengan landasan bahwa semua orang tidak merasa dirugikan dan

diberatkan. Ya kalau hukum potong tangan jangan lah, bisa syich tapi

kita belum siap untuk itu. Dan menurut saya juga hukum sekarang cukup

lah untuk mewakili potong tangan tersebut.

Ya itu tadi sama mas kalau inikan hukum keluarga. Jadi sebaiknya

diserahkan ke keluarga tersebut. Asal itu tadi semua orang yang terlibat

dalam masalah ini bahagia semua gak ada yang merasa dirugikan jadi di

musyawarahkan aja. Tapi jangan sampai ada klaim gak islami atau gak

sesuai islam gituh, gk boleh itu. Itu urusan yang diatas, wong pelacur aja

ada koq yang masuk surga. Gitu loh mas.

Gak-gak harus seperti itu, karena kalau zaman sekarang secara personal

perempuan juga ada yang melebihi laki-laki. Ini kan masalah mampu dan

tidak mampu kalau mampu ya gak apa. Saya yakin pereempuan bisa koq.

Page 135: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

Dalam semua hal kalau perempuan bisa ya gak apa-apa. Oh ya tapi kalau

masalah agama selama ada laki-laki mas, perempuan harus

memposisikan dirinya.

Nama Preseden (Teladan) Zaman Awal, Serta Sejarah Dan Tradisi Islam

IHN Gak gak relevan yang kita bicarakan tadi kan diluar hukum ibadah niyh

loh ya. Karena itu tadi, kalau saya dasar hukum itu yang paling penting

adalah menjaga kemaslahatan dan kebaikan bersama. Kalau kemudian

ketetapan hukum itu mencurangi bagian lain, maka hukum itu wajib

untuk diganti atau di hapus.

Nama Ijma

IHN Kesepakatan ulama.

Kalau apresiasi dalam hal penghargaan, itu harus asal jangan kemudian

ijma itu dijadikan patokan yang kaku saja, taklid buta gitu gak jangan-

jangan kalau kayak gitu gak akan maju agama kita mas.

Tentu bisa, asal itu tadi tidak bertentangan dengan nilai-nilai universal

yang ada dalam sumber hukum utama yang kita sebutkan tadi .

Ya gak harus lah siapa juga arab saudi, kita punya hukum mereka punya

hukum jadi ya masing-masing aja dan sebenarnya itu tadi mas yang saya

bilang di awal kita ini gak bertentangan dengan islam gak, serius mas

boleh koq tanya pendapat lain juga pasti sama koq hasilnya sama saya.

Nama Pluralisme

IHN Keragaman ya beda ma toleransi itu kan sikap yang mengacu pada

pluralisme tadi.

Ya kenapa juga itu kan baik jadi membudayakan islam juga coba kalau

orang non-muslim menjawab salam kita itu kan baik artinya mereka juga

mengakui kehadiran dan arti budaya kita juga kan. Dan bisa jadi budaya

islam menjadi nasional loh mas nah itu kan bagus. Pengislamisasian

secara diam-diam hehe.

Gak gak masalah dan juga pemimpin negara itu kan diatur dalam koridur

UU dan UU itu kan banyak nilai-nilai yang menurut saya itu tadi tidak

diluar Islam seperti keadilan sosial bagi seluruh bangsa ini.

Nah apa lagi ini boleh benget dan menurut saya gak perlu pake alasan ini

laksanakan.

Nama Hikmah

IHN Kalau kita lihat sejarah kebudayaan, kebudayaan barat itu kan

representasi dari kebudayaan sebelumnya yaitu islam, cuman

bungkusnya aja yang berbeda tapi nilai-nilainya tetap islam, kecuali

dalam hal pokok aja seperti ibadah. Dan juga kalau ingin melihat islam

Page 136: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

yang sesungguhnya itu di barat bukan di timur tengah, dalam masalah

muamalah tadi ya jadi dipilah-pilah gituh.

4. Hasil Wawancara IBL

Nama Ijtihad

IBL Ya. Bisa lah, Al-Quran dan hadis itu kan memang pedoman hidup

umat manusia.

Oooh, kalau gua syih, enggak, enggak saklek. Gua lebih seneng kalo

doktrin agama itu lebih menyesuaikan diri dengan kondisi

masyarakatnya. Ya bener, ada tuh orang-orang kalo ayatnya bilang

kayak gitu ya udah diikutin, ga bener itu. Harusnya kan dilihat konteks

kenapa ayat itu turun, untuk apa, semangat ayat itu apa, terus lihat

kondisi masyarakat juga kan. Itu baru bagus. Iqra ya kan bacalah kan

jadi kita harus banya membaca dan mengkaji jangan saklek gitu.

Ijtihad itu ya salah satu yang dilakukan seorarng muslim untuk menggali

hukum. Dalam Islam ini sangat penting.

Waduh,ribet ini, Gua syih bukan ahli tafsir, filsafat gua, hahahaha. Tapi

sepengetahuan gua dan keyakinan gua niyh ya, dari bacaan-bacaan yang

gua pahami, hukum potong itu, hmmm kan disana tertulis tentang

potonglah tangan keduanya, menurut gua syih yang di potong itu bukan

tangannya tapi kesempatannya, kesempatannya untuk dia mencuri itu

yang dipotong. Sepengetahuan gua niyh ya, tapi gua gak tau kalo ada

tafsir yang lain.

Kalo hukum waris kayak di Islam emang gitu syich, tapi hmmm,

sebenarnya gua sih lebih setuju lagi kalo dibagi secara adil antara laik-

laki dan perempuan. tapi kalo yang lain gak tau. Jadi kalo warisannya

serebu gituh, hahhaha yang dibagi gope-gope. Nah itu baru adil ya gak.

Ini kalo menurut gua ya, sesuai yang gua pahami aja ya. Menurut gua

syich simpel aja, kalo perempuan bisa ya kenapa enggak, yang dilihat

kan sebenarnya bukan jenis kelaminnya tapi kemampuannya. Kalo dia

bisa mimpin negara ya kenapa enggak. Jadi siapa yang yakin niyh

merasa mampu ya monggo maju. Tapi jangan blee juga dikita mah jadi

negarawan itu bukan dari hati, jadi dari kesadarnnya gitu, ini mah giliran

ada duit maju, gak ngeliat, jadi bertanya gitu, berdialog dengan dirinya

gitu, apa saya bisa gak, jangan jadi negarawan jadi-jadian. Ya jadi nya

gini niyh negara kita. Ceilehhh, gituh de.

Jadi sebenarnya Intinya gua mah gini kalo dalam masalah keyakinan

terus ibadah gua telen mentah-mentah, kayak kulhuwawlahuahad gitu,

terus masalah ibadah juga tapi kalo untuk masalah sosial gitu menurut

gua harus ditafsirkan ulang sesuai dengan masyarakatnya. Kasihan geng

masyarakat kita kalo curi itu harus dipotong tangannya, bisa ada

kuburan tangan di Indonesia.

Page 137: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

Nama Preseden (Teladan) Zaman Awal, Serta Sejarah Dan Tradisi Islam

IBL Soal ibadah doang syih kalo menurut gua mah, yang sangat dan sangat

relevan gak boleh itu ditambah-tambah misal solat asar jadi 5 rakaat gitu

atau waktunya diubah, jangan-jangan gak boleh itu. Soal yang lain

misalnya hukum potong tangan, jangan lah kasihan masyarakat kita de

ya gak.

Terus apa tadi waris tadi kan, emang bagus syich bagi gua tapi kasihan

cuy perempuan, ade gua soalnya banyakan perempuan yang cowok

cuma gua doang. Astagfirullahaladzim, ampunilah aku ya Allah,

hahahaha

Terus yang satu lagi tadi soal apakah perempuan boleh mimpin ya,

menurut gua mah yang penting itu, tidak melanggar batas-batas yang

ditentukan aja, yang penting itu, asal dia mampu yang silahkan.

Nama Ijma

IBL Ijma itu ya kesepakatan ulama.

Oh iya dong kita harus memberikan aspirasi yang tinggi terhadap

mereka.

Ya boleh lah dirubah ijma itu, ya yang sesuai dengan zaman atau

masyarakatnya aja sesuai yang gua bilang di awal de tentang hukum

waris, potong tangan sama apakah wanita boleh mimpin gitu.

Ya ijma arab gak cocoklah diterapin di kita, kan budayanya beda,

mereka itu juga sebenarnya gak ikut perintah nabi, mereka kan monarkhi

kerajaan turun-temurun gituh. Kalo soal hijab yang penting nutup aurat

aja, malahan gini de kalo memnurut gua mah, hijab yang kayak di arab-

arab itu malah bisa mendatangkan perilaku pemerkosa, lu liat aja

tertutup rapat gitu jadi orang tuh makin penasaran aja ya gak, dalamnya

isinya apa ketan atau serabi ya gak hahahaha.

Nama Pluralisme

IBL Pluralisme itu Keragaman emang kenapa, kayak UAS aja gua ini. Lanjut

de lanjut.

Ya beda lah toleran dan pluralisme, pluralisme pemahaman tentang

keragaman, kalo toleransi sikap atau perilaku dalam menyikapi

keragaman itu, makanya muncul kata apakah toleran dan tidak toleran

ya kan. Terus masalahnya apa de lu nanya kayak gitu.

Ooooh lu mau nya itu ya boleh lah kenapa gak kita ngasih salam kepada

mereka, emang kita dilarang gitu yah? Menurut gua enggak apa-apa

syich, itu kan doa ya gak.

Memilih pemimpin non-muslim ya, ya boleh juga lah moga aja kita

sejahtera ya gak dari pada dipimpin ama orang yang seagama tapi

Page 138: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

bleenya minta ampun.

Kalo ini apa lagi boleh banget. (melakukan gotong royong dengan non-

muslim)

Nama Hikmah

IBL Gua cerita niyh ama lu sebentar ya. Ternyata dalam masalah kebersihan,

Barat itu lebih islami dari masyarakat Islam. Lu liat aja, ada gak kota di

Barat itu yang kotor-kotor gak ada kan? Ini kan sesuai dengan apa yang

dikatakan nabi annadopatunminaliman bahwa kebersihan itu sebagian

dari iman. Dan di kita malah sebaliknya. Menurut gua penting kita

belajar ke Barat itu sumpah, makanya kalau gua di kasih kesempatan

niyh, gua mau ngelanjutin S2 gua di Barat, amieeen. Amieen lu de.

5. Hasil Wawancara ROS

Nama Ijtihad

ROS Bisa sebenarnya. Seperti yang sudah dijelaskan dalam quran dan hadis.

Quran itu pedoman bagi umat manusia untuk dijadikan sebagai acuan

dalam segala hal. Termasuk dalam persoalan sesama kita atau vertikal

dengan tuhan. Karena al-quran itu bersifat universal maknanya. Tapi

banyak yang masih dilematis terutama yang horizontal.

Orang islam harus bersifat interaktif dengan quran ketika dihadapkan

dengan kontek sosial yang berbeda maknanya. Islam itu sangat

mengapresiasi akal pikiran manusia. Bagaimana quran itu bisa bisa di

transformasikan ke dalam konteks kehidupan sosial kita karena

bagaimanapun juga kita tidak bisa menafikan perubahan-perubahan

sosio kultural dari ke hari dari tahun ke tahun seterusnya makanya

dituntut peran yang signifikan terkait dengan persoalan keaktifan umat

islam menggunakan terkait dengan persoalan keaktifan umat islam

menggunakan pikirannya untuk mentransformasikan nilai-nilai yang

terkandung dalam islam dan hadis itu sendiri. Maka dengan umat yang

seperti itu, kita bisa mengupayakan quran itu menjadi suatu yang bisa

menjawab persoalan persoalan yang di geluti umat islam.

Banyak dikalangan para ulama menafsirkan ayat tersebut sengat

berbeda-beda ada yang tekstual personal. Saya pikir dalam konteks

ketika kita dihadapkan pada ayat seperti ini harus diartikan sebagai

peringatan atau ajaran yang harus kita aplikasikan dalam konteks

keislaman. Islam itu bukan hanya nilai-nilai yang bersifat normatif.

Memahami ayat ini sangat terkait dengan aturan-aturan main. Dalam

islam memang begitu tapi dalam konteks bernegara di indonesia kita

tidak boleh semena-mena menerapkan hukum seperti itu seperti kita

tahu di indonesia, itu kan dari beraneka ragam keyakinan dan

semacamnya maka hal-hal itu lebih baik jadi penghayatan setiap muslim

saja tidak harus di formalisasikan melalui UU yang kemudian melibas

juga orang-orang yang berbeda keyakinan dengan kita. itu kan sesuatu

yang tidak adil tidak menghormati keyakinan orang lain. Tapi misalkan

Page 139: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

mayoritas muslim disuatu negara misalkan menerapkan itu karena itu

memang perintah dari quran yang diyakini umat islam untuk dijadikan

aturan, gak papa. Umat islam lantas kan di paksa berpikir dengan

pertimbangan-pertimbangan. Maka orang yang mencuri itu harus

berpikir 5 kali jadi efektif untuk dijadikan semacam hukum bagi yang

melanggar itu.

Ayat waris ini kan belum ada persoalan laki-laki misal dapat bagian satu

wanita setengah. Tapi, ini jadi persoalan ketika kita melihatnya dalam

konteks keadilan atau dalam konteks kesamaan ini tidak adil.

Pertimbangan-pertimbangan ini cukup rasional.

Pemimpin wanita. Ya boleh saja tidak harus laki-laki perempuan juga

mampu sah-sah juga. Ini kan ajaran islam yang kemudian makanya

harus, itu benar sebenarnya tapi harus dicari. Tapi harus di cari

rasionalisasinya

Nama Preseden (Teladan) Zaman Awal, Serta Sejarah Dan Tradisi Islam

ROS Semua tradisi hukum yang kita bahas tadi seperti potong tangan, waris

dan masalah pemimpin laki-laki dan perempuan sebenarnya tidak

relevan tapi masih bisa diterapkan dengan alasan menjadi kesepakatan

bersama di komunitas bersama dan di keyakinan bersama juga. Tapi

dalam konteks kita bernegara itu hampir semua warga negara punya

keyakinan yang berbeda hal seperti itu kalau dijadikan dalam aturan

bernegara pasti akan jadi ancaman bagi yang lain. Syariat islam itu tidak

relevan lagi di terapkan dalam konteks bernegara. Tapi lebih pada ketika

hal-hal seperti itu kita terapkan dalam kontek kehidupan bersama

seorang muslim harus ada semacam kesadaran bersama tanpa harus

diterapkan dalam bentuk uu yang harus dipatuhi oleh semuanya

Nama Ijma

ROS Ijma, hal-hal seperti itu harus diapresiasi itu kan ijtihad yang kemudian

dijadikan ijma yang harus dipatuhi oleh umat islam tapi tidak berarti hal-

ha seperti itu tidak bisa dirubah lagi. Hal-hal itu harus senantiasa

bersifat inklusif. Yang melahirkan bentuk- bentuk ijma baru yang nanti

masih bisa relevan dan kita pahami untuk dijadikan acuan dalam konteks

kehidupan.

Ya gak bisa lah soalnya hal itu kan sebuah ancaman kalau hal-hal seperti

hijab dan hukum potong tangan. Alangkah baiknya menjadi

penghayatan pribadi-pribadi saja dalam konteks kita menjalankan agama

islam tapi kalau diterapkan dalam Uu jangan.

Nama Pluralisme

ROS Pluralisem hehe ya faham keragaman. Ya beda lah dengan toleransi itu

lebih kesikap dalam menghargai pluralisme.

Gak masalah gak apa-apa apalagi agama samawai. Apa lagi itu lahir

Page 140: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

dalam tradisi ibrahim sama-sama meyakini itu.

Boleh juga gak apa-apa apa lagi kalau kita lihat pendapatnya ibnu

khaldun pemimpin non muslim yang adil itu lebih baik daripada

pemimpn muslim yang yang tidak adil. Itukan salah satu refleksi yang

kemudian harus di transformasikan dalam konteks kekinian yang serba

komplit termasuk dalam konteks kepemimpinan. Yang penting itu tidak

mengancam pada keyakinan kita misalkan pemimpin non-muslim

menerapkan aturan-aturan main yang ada dalam aturan kristen justru itu

yang harus di wasoadai tapi selama pemimpin itu mempunyai visi misi

yang baik dan adil bisa saja kita memilih itu. Kalau tidak adil itu juga

harus di tolak itu yang harus kita pertimbangkan.

Boleh banget justru bagus sisi-sisi kemanusiaan tolong menolong dalam

kehidupan itu kan baik justru islam mengapresiasi nilai-nilai itu. Selama

tidak melanggar aturan keyakinan.

Nama Hikmah

ROS Ya iyalah ada pasti. Demokrasi itu kan selaras dengan Islam.

Karena mengandung konsep musyawarah. Dan masih banyak lagi

Ya boleh malah saya anjurkan haahhaha.

6. Hasil Wawancara SPO

Nama Ijtihad

SPO Kalau saya syich, aduh jangan pake bawa-bawa al-Quran dan hadis dech,

gak apa gitu. Sebenarnya bisa syich tapi kita kan udah ada UUD, kasihan

orang kristen misalnya dan juga kita kan bukan negara islam.

Yang fleksibel-fleksibel aja lah. Ya karena, harus nyesuaiin dengan

kondisi aja.

Kalau saya kurang setuju aja, kalau mencuri potong tangan gituh loh.

Apa ya, rasa kemanusiaannya itu gak ada, lebih baik kalau misalkan

yang pencuri itu kita komunikasi, lu benar-benar mencuri ya? Jadi kalau

mencuri kemudian potong tangan no, itu rasa kemanusiaannya kurang.

Waris. Kalau pendapat aku sendiri syih harus di tafsir ulang, mungkin ini

kan konteks arab jadi mungkin diarab itu benar-benar laki-laki jadi

kepala keluarga, terus kemudian laki-laki dapat satu terus perempuan

dapat setengah. Mungkin laki-laki itu kepala keluarga yang harus

menghidupi istri dan juga anak-anaknya tapi kalau kemudian konteksnya

sekarang laki-laki tidak selamanya jadi kepala keluarga, bahkan ada yang

balance keduanya mencari nafkah, kemudian ada yang isterinya aja yang

mencari nafkah nah itu harus di tafsir ulang. Menurut saya itu lebih

kepada perannya kalau misalkan kebutuhan perempuan lebih besar dari

laki-laki gimana, kalau kebutuhan dan perannya dalam keluarga itu

penting gitu jadi di tafsir ulang aja gitu apa yang kita lihat kondisi aja

Page 141: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

jangan ayatnya seperti itu terus kita ikutin gituh gak apa ya saya rasa itu

mengesampingkan akal kita.

Kepemimpinan wanita. Gak harus lihat skill aja. Bisa aja perempuan

lebih dari laki-laki, terlepas dari kekurangan dan kelebihannya. Kalau

mau lebih lihat kekurangannya seperti hamil, haid dan lain-lain, laki-laki

juga punya kekurangan gituh jadi ya dipertimbangkan mana yang lebih

pantas aja, kalau misalkan mau lihat kekurangan dari perempuannya

hamil dsb, tapi laki-laki juga punya kekurangan gituh, jadi yang mana

diantara laki-laki dan perempuan itu yang pantas jadi pemimpin dari

kekurangan dan kelebihan yang dimiliki itu aja. Banyak koq perempuan

yang jadi pemimpin kayak di inggris seperti Ratu Elizabeth. Sebenarnya

ga bertentangan ini kan harus kontekstual kalau di arab kan mungkin

konteksnya kayak gitu tapi kalau sekarang kan beda. Kalau aku lebih

pada perkembangan kondisi saat ini aja.

Nama Preseden (Teladan) Zaman Awal, Serta Sejarah Dan Tradisi Islam

SPO Tradisi. Yap. Intinya akumah Beda kodisi sosial maksudnya begini kopi

ini cocoknya pake gula apa misalnya, tapi kemudian kita kasih gula yang

lain ya gak akan cocok jadinya. Ya kayak gituh.

Nama Ijma

SPO Ijma. Gak setuju, jadi apa ya kalau aku pribadi, aku orangnya memang

gak mau terlalu diatur-atur dikekang, i have my own conditions, yang

beda dengan orang lain ya kalau gak setuju dengan kondisi saya ngapain

ikut yang kayak gituh.

Bisa lah itu kan kayak rapat aja siapa yang menang dalam rapat itu yang

menjadi fatwa.

Nama Pluralisme

SPO Pluralisme. Itu keanekaragaman. Untuk urusan agama sudahlah itu

urusan pribadi aja, jangan dibawa-bawa ke orang lain itu untuk

kepentingan kita aja. Saya lebih respek ke barat, saya agama islam kamu

agama kristen, enggak di ekspos, jadi kepentingan yang tidak bawa-bawa

agama, jangan bawa-bawa kediri saya gituh.

Gotong royong. Ya bisa lah.

Nama Hikmah

SPO Hikmah. Ya harus belajar islam saya terapkan ke dalam diri saya, belajar

barat saya terapkan dala sosial saya

Page 142: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

7. Wawancara Dengan IHM

Nama Ijtihad

IHM Menurut saya bisa. Bisa banget pertama al-Quran dan hadits itu

dikalau kita menilisik dijaman Rasulullah ketika fathul mekkah.

Fathul mekkah itu dimana masyarakat madani ada disana itu yang

muslim dan non muslim bersama-sama membangun negara yang

tidak ada gontol-gontokan dan itu landasannya itu Islam.

Yang pertama kita harus paham benar asbabun nujul dari ayat itu

turun atau asal muasal dari ayat itu turun. Dan kalau tadi misalkan

ditanyakan apakah kita harus saklek mengikuti apa yang dikatakan

dalam al-Quran ataukah hanya potongan-potongan ataukah kita

hanya buat yang mengikuti perkembangan jaman kalau menurut

saya jawabannya yang tepat adalah bagaimana kita tetap mengacu

mengambil yang ada dalam al-Quran tapi disesuaikan bukan

hanya motong-mtong tapi disesuaikan dalam artian dalam koridor

yang masih dalam ayat tersebut.

Yang saya yakini yang Allah turunkan dan yang diantarkan oleh

jibril dan diterima oleh muhammad ketika ada potong tangan di

awal saya sudah sampaikan kita lihat asbabunnujul-nya ayat itu

turun, jangan sampai intrepretasi kita malah mengartikan saklek

dengan potong tangan. Bisa kita lihat asbabunnujul-nya potong

tangan itu. Beberapa pendapat ulama mengatakan hukum potong

tangan itu sebenarnya bentuk ketika kita sudah benar-benar

memuncak sudah berulang-ulang melakukan kesalahan tersebut

sudah diingatkan dan itu pun barulah dilakukan hukum seperti itu

dan itu bukan semerta-merta dilakukan hukum potong tangan

enggak sama sekali seperti itu. Dan tentunya dengan

pertimbangan-pertimbangan yang banyak. Kebijakan potong

tangan itu ada pada kebijakan seorang pemimpin bagaimana

ulama-ulama itu bisa menyingkapi pasti kan ketika jaman

Rasulullah hukum potong tanga itu ada. Tapi inget di Indonesia

kita sudah punya UU yang jelas untuk saat ini dan itu belum bisa,

Yang bisa melakukan hukum potong tangan itu adalah negara

yang mengaplikasikan syariat Islam. Kalau di Indonesia belum

bisa.

Itu unik itu pertanyaan teman sma dulu. Bu kenapa bu perempuan

dapat lebih dikit dari laki-laki, guru agamanya perempuan.

jawaban guru agama saya simpel banget ya perempuan juga nanti

dapat dari laki-laki karena perempuan itu hartanya. Jadi kalau

misalkan keluarga gitu kan hartanya suami itu hartanya istri gitu

kan jadi bukan hartanya suami jadi kalaupun perempuan dapatnya

setengah dia dapat satu juga karena suami itu kan hartanya dibagi

dua buat dia ama buat istrinya gituh jadi sama aja. Adil gituh

karena suami itu kepala rumah tangga jadi dia banyak bebannya

Page 143: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

dibandingkan perempuan. itu sudah adil nanti kalau kita

bekeluarga pun yang saya rasakan pasti seperti itu, nanti juga

hartanya laki-laki juga hartanya perempuan.

Perlu kita lihat kenapa syih harus laki-laki untuk jadi pemimpin

gituh banyak temuan yang menjelaskan bahwa sesungguhnya

untuk laki-laki kenapa dijadikan pemimpin bahasa gampangnya

itu dia laki-laki lebih mempunyai memakai logika daripada

perasaan gampangnya seperti itu dibandingkan perempuan yang

lebih mengutamakan perasaannya sehingga untuk masalah

kepemimpinan bisa jadi laki-laki lebih tegas dibandingkan

perempuan . kita melihat paradigmanya sekarang adalah banyak

sebenarnya perempuan itu sudah jadi pemimpin tapi bukan

pemimpin rumah tangga ia adalah pemimpin kepala sekolah ketua

jurusan iyakan tidak menutup kemungkinan wanita jadi pemimpin

tapi sekali lagi porsinya itu dibedakan antara laki-laki dan

perempuan dimana untuk mengambil suatu kebijakan pun seorang

kajur seorang, kepala kantor pasti akan membutuhkan masukan

dari laki-laki begitu juga pihak laki-laki ketika jadi pemimpin toh

kita juga perlu masukan dari perempuan karena sekali lagi yang di

pimpin bukan hanya laki-laki saja sama perempuan juga sama

yang dipimpin bukan hanya perempuan. Tapi Allah memang lebih

mengistimewakan laki-laki daripada perempuan. Dari beberapa

ilmu mengatakan seperti itu bahwa laki-laki lebih baik dari

perempuan. kalau menurut saya Allah mempunyai porsi yang

istimewa untuk laki-laki bukan berarti lebih baik tapi porsi

istimewa untuk laki-laki dibandingkan perempuan.

Nama Preseden Tradisi Zaman Awal Islam

IHM Kalau menurut saya sangat relevan, kenapa karena banyak

ibrohnya sebeanarnya. Kita lihat dari sisi potong tangan, ketika itu

memang sudah klimaks, dan itu merupakan sebuah aib jadi ketika

akan melakukannya lagi, menurut saya kemungkinannya lebih

kecil daripada hukum yang sekarang penjara gitu kan hanya

beberapa tahun sudah bebas gitu kan efek jeranya kurang apa lagi

di penjara dengan fasilitas yang mewah jadi kurang adil.

Karena gak ada lagi nanti perselisihan adil gak adil. Yang paling

jelas itu adalah waris sampai ukurannya pun ada sampai cucunya

pun bisa dapet sampai segitunya itu jelas banget kalau dirubah itu

bagi saya kurang relevan jadinya. Karena sudah jelas Allah

bilangnya seperti itu rasul juga jadi enggak ada perselisihan jadi

menurut saya sangat baik menggunakan hukum waris Islam.

Karena itu sangat adil.

Kalau yang pemimpin jatuhnya itu musyawarah, maksudnya

ketika memang sudah tidak ada pilihan lain baru kemudian

Page 144: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

permpuan tapi karena laki-laki punya porsi istimewa yang allah

berikan. Tapi bukan berarti laki-laki lebih baik.

Nama Ijma

IHM Apresiasi itu penting karena bagian dari menghargai hasil karya

orang lain dan yakinlah ketika ulama-ulama itu melakukan suatu

ijma, itu memerlukan proses yang lama gak mungkin serta merta

menurut saya kayak gini enggak kan pasti itu ada prosesnya dan

enggak sembarangan orang yang menguasai.

Itukan mengqiyaskan kondisi dulu ke jaman sekarang. Bisa jadi

pendapat dulu belun ada disekarang gituh contohnya uang pada

zaman rasulullah itu kan adanya dinar sama dirham tapi kita

memakai uang kertas gitu kan ini merupakan suatu proses yang

panjang pake uang kertas. Jadi bukan diperbaharui bahasanya tapi

bukan diperbaiki juga sebenarnya dirubahpun enggak tapi menurut

saya tetap haru mengacu kepada ijma yang sudah ada ditetapkan.

Ijma itu kan mengikuti kondisi dan tempat sebenarnya, tapi

mengan catatan mengikuti ijma yang sebelumnya. Jadi ijma yang

dulu gak kepakai dan diganti dengan ijma yang baru.

Intinya menurut saya ada di menutup auratnya itu. kalau kemudian

ada perbedaan batas tutupan itu gak masalah. Tapi itu landasannya

kan muka dan telapak tangan. Jadi gak boleh asal-asalan juga yang

penting itu tadi aurat.

Nama Pluralisme

IHM Kalau saya memberikan salam itu kepada non-muslim gak usah.

Tapi kalau kita gak tahu ya gak apa-apa. Tapi lebih baik gak usah.

Prinsipnya sama dalam memilih pemimpin perempuan ketika

memang sudah tidak ada lagi laki-laki yang memimpin pada

akhirnya kan perempuan naek sama seperti dengan pemimpin non

muslim kalau memang sudah tidak ada kriteria yang bagus

dikalangan muslim yang gak jadi masalah, yang jelas selama dia

tidak serta merta menghalangi umat islam untuk menjalankan

syariat islam, untuk berdakwah dan apabila itu dilarang itu baru

bahaya. Tapi ketika ada yang islam milih yang islam saja

Gak apa-apa ibrohnya soalnya banyak yang terkandung dalam

gotong royong dan kerja bakti itu. dan rasulullah memang

menyuruh kita untuk melakukan itu, asal itu tadi tidak keluar dari

batas-batas yang ditetapkan oleh Quran dan hadis.

Page 145: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

Nama Hikmah

IHM Ada banyak nilai-nilai Barat yang sesuai dengan Islam. Dan saya

pribadi kalau diberikan kesempatan mau untuk belajarr ke Barat

ke Harvard contohnya gituh.

8. Hasil Wawancara SHI

Nama Ijtihad

SHI Al-quran dan hadis itu kan banyak penafsirannya, para ulam itu

banyak berbeda-beda. Terus pemahaman ulama mana sebenarnya

yang akan dijadikan landasan? Apa kita bikin pemahaman sendiri.

Nah kalau pemahaman pemerintah gak sama dengan salah satu

ulama terkenal bagaimana? Nanti kan jadi cek-cok. Ketika al-

Quran akan dijadikan UU pasti banyak pertentangan enggak akan

selalu mulus dan proses dalam menjadikan landasan al-Quran itu

justru tidak membawa kebaikan itu akan mempersulit,

memperumit dan akan menambah masalah sendiri bagi

pemerintah. Tapi secara personal bisa maksudnya tiap orang kan

punya keyakinan untuk menerapkan kebaikan. Tapi ketika

dijadikan undang-undang kepemerintahan itu kemudian yang akan

jadi bermasalah. Karena memang sejak dulu selalu bermasalah

ketika al-Quran itu dijadikan landasan dan masalahnya bukan pada

isi al-Quran-nya, tapi ketika diterapkan pada konteks tertentu itu

ada yang menyatakan itu baik atau enggak? Apakah sudah sesuai

pemahaman terhadap al-Quran untuk menerapkan kebaikan.

Menurut saya dalam memahami al-Quran itu banyak beraneka

ragam dan penerapannya pun selalu beragama dan itu akan

menambah maasalah sendiri dan solusinya tidak selalu berada

dalam al-Quran, karena kalau kita selalu melihat bahwa yang

mengatakan semua solusi ada dalam al-Quran itu salah, karena al-

Quran hanya menerapkan landasan-landasan kebaikan.

Fleksibel. Karena yang paling dibutuhkan dalam menafsirkan al-

Qur‟an itu hati nurani, untuk bagaimana penerapan dari al-Quran

itu bisa membawa kebaikan bagi orang banyak jadi tujuan yang

paling penting itu tujuan itu. Karena al-Quran sebagai rahmatan

lilalamin untuk menyebarkan kebaikan. Jadi apakah yang akan

kita terapkan dalam al-Quran akan membawa kebaikan, itu kan

harus ditinjau ulang, enggak ada satu tinjau saja, harus ditinjau

apakah penerapannya seseuai dengan kebaikan umum? Kalau

tidak sesuai berarti, bukan al-Quran-nya yang salah, kita harus

melihat konteks atau penerapannya. Karena saat rosul kan

memang berdasarkan al-Quran waktu itu tapi ya begitu Rasul itu

selalu memperbaiki diri untuk disejajarkan dengan konteks maka

dari itu rosul tidak langsung punya otoritas untuk memberikan

solusi, rosul selalu bermusyawarah kepada sahabatnya, ketika ada

sebuah permasalahan. Kalau ada yang bilang al-Quran dan hadis

Page 146: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

sudah cukup, apa fungsi harus bermusyawarah dengan

sahabatnya.Landasan kebaikan ada dalam al-Quran dan hadis ia

sama dengan pancasila, UUD 45 itu islami juga kedua-duanya,

tapi untuk kebijakan solusi ga ada dalam al-Quran.

Tidak bisa hukum potong tangan, ini masalah kebijakan bukan

prinsip. Tapi lebih pada kebijakan atau peraturan, ya mungkin bisa

bagi orang-orang tertentu tapi. Potong tangan itu harus dilihat

pada konteksnya, asbabun nuzulnya. Karena setahu saya ayat ini

sudah tidak berlaku saat Umar dengan beberapa alasan bahwa ayat

ini tidak sesuai lagi dengan konteks ayat itu. Pada zaman rasul

umar setuju. Di Indonesia harus diuji lagi apalah hukum potong

tangan akan memberikan kebaikan yang lebih luas tidak, karena

yang mencuri itu kebanyakan terpaksa tapi kalau koruptor saya

setuju potong tangannya, mereka itu sudah kaya tapi masih

nyomot-nyomot uang negara. Tapi kalau orang miskin mencuri

karena terpakasa, bagaimana ia mencari nafkah? Malah

membubuh dia dong.

Waris konteksnya juga harus di kaji lagi. Ya karena untuk

kebaikan tidak ada yang pasti. Ga bisa dipukul rata, karena setiap

orang punya kondisi dan akan selalu beragam untuk solusinya.

Rasul waktu itu masih dalam lingkungan terbatas untuk saat itu,

tapi untuk kebijakan memang harus ditafsirkan ulang.

Kepemimpinan wanita. Ya iya, tapsirnya ini sudah beragam. Bagi

saya konteks itu lebih penting dari hanya pemahaman teks.

Konteks dan hati nurani. Boleh wanita itu mimpin mimpin negara,

kenapa enggak. Tapi harus teruji dulu kepemimpinannya. Laki-

laki dan perempuan gak ada bedanya. Jadi intinya pemerintah,

organisasi, dan anggotanya harus bekerjasama. Pemimpin ini bisa

enggak memberikan sumbangan yang besar atau hasil maksimal.

Nama Preseden (Teladan) Zaman Awal, Serta Sejarah Dan Tradisi Islam

SHI Yang jelas setiap daerah punya perbedaan masing-masing karena

setiap daerah punya masalahnya masing-masing. Satu masalah ya

satu solusi. Ya saya berani mengatakan itu hukum potong tanga,

saol wanita dipimpin ama laki-laki dan hukum waris tidak relevan.

Karena zaman modern solusinya harus ditemukan benar-

benar,.mengatasi tidak bisa oh ini diterapkan di masa Rosul pasti

benar ini gak bisa. Kalau gitu caranya ya sama kayak jaman raja

pokoknya manut-manut aja sama pemimpinnya ga ada solusi yang

diberikan.

Nama Ijma

SHI Ijma. Ijma itu ya kesepakatan kepemimpinan ulama.

Page 147: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial

Ya lah penghormatan harus. Ya karena ulama itu kan pintar orang

yang diunggulkan dia yang ditauladani dia yang menjadi tulang

punggung masyarakat untuk memberi solusi-solusi baru.

Jelas bisa. Kalau dulu orang-orang yang memberikan ijma solusi

itu ulama-ulama keagamaan tapi sekarang bukan, ijma itu bukan

hanya ahli agama karena pemasalahan tidak hanya datang dari

agama, permasalahan itu datang dari masalah sosila, teknologi dan

yang ahli dalam bidang itu juga harus dilibatkan terhadap ijma

karena kalau ahli agama itu gak mungkin dan enggak akan

menghasilkan solusi kalau masalahnya bukan dari agama

sebenarnya. Itu bagaimana kiai-kiai ulama-ulama memberikan

solusi? padahal mereka bukan ahlinya makanya harus

mengandalkan orang-orang yang punya kompetensi dalam bidang

itu kalau dalam masalah kemiskinan sosiologi ya harus dilibatkan

dalam ijma itu bukan MUI. Ijma itu bukan hanya ulama-ulama

MUI.

Ya gak bisa lah kondisi di arab ma kita jauh banget. Dan juga

kondisi masyarakatnya juga beda. Dan satu hal lagi nabi kan

pernah bilang bahwa perbedaan di umatku itu adalah rahmat. Jadi

ya gak.

Nama Pluralisme

SHI Setahu saya paham tentang keanekaragaman bukan hanya soal

budaya, adat istiadat, tapi pemikiran juga.

Oh beda kalau toleransi lebih ke siap untuk menghargai atau

pluralisme tadi .

Boleh gak apa-apa baik itu

Ya gak apa-apa selama non muslim itu bisa dan tidak

diskriminatif, kenapa tidak?

Apa lagi ini fardu ain

Nama Hikmah

SHI Ada banyak, misalnya penghormatan terhadap akal pikiran, itu

sesuai dengan Islam karena di kita tuhan memang mewajibkan

kita untuk melakukan itu.

Perlu malah harus agar muslim bisa berkembang dan tidak

dianggap warga kelas dua.

Page 148: MODERNISME DAN FUNDAMENTALISME ISLAM - Institutional …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24104/... · 2014-03-06 · Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Sosial