positivisme

14
POSITIVISME Sejalan dengan ajaran filsafat Auguste Comte yang dikenal sebagai bapak Sosiologi, logico –positivisme yang juga digagas oleh dirinya, merupakan model epistemologi yang di dalamnya terdapat langkah-langkah progresinya menempuh jalan melalui observasi, eksperimentasi dan komparasi mendapatkan apresiasi yang berlebihan sehingga model ini juga mulai dikembangkan dalam penelitian ilmu-ilmu sosial. Dari sinilah muncul tiga paradigma penelitian penting yang kemudian kita kenal dengan paradigma positivisme, post-positivisme dan konstruktivisme. Pada kesempatan kali ini, Makalah hanya akan memaparkan pemahaman tentang positivisme saja. Dalam paradigma ilmu, ilmuwan telah mengembangkan sejumlah perangkat keyakinan dasar yang mereka gunakan dalam mengungkapkan hakikat ilmu yang sebenarnya dan bagaimana cara untuk mendapatkannya. Tradisi pengungkapan ilmu ini telah ada sejak adanya manusia, namun secara sistematis dimulai sejak abad ke-17, ketika Descartes (1596-1650) dan para penerusnya mengembangkan cara pandang positivisme, yang memperoleh sukses besar sebagaimana terlihat pengaruhnya dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini. Paradigma ilmu pada dasarnya berisi jawaban atas

Upload: intan-mulia-rahayu

Post on 15-Dec-2015

27 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

POSITIVISME

TRANSCRIPT

Page 1: POSITIVISME

POSITIVISME

Sejalan dengan ajaran filsafat Auguste Comte yang dikenal sebagai bapak

Sosiologi, logico –positivisme yang juga digagas oleh dirinya, merupakan model

epistemologi yang di dalamnya terdapat langkah-langkah progresinya menempuh

jalan melalui observasi, eksperimentasi dan komparasi mendapatkan apresiasi

yang berlebihan sehingga model ini juga mulai dikembangkan dalam penelitian

ilmu-ilmu sosial. Dari sinilah muncul tiga paradigma penelitian penting yang

kemudian kita kenal dengan paradigma positivisme, post-positivisme dan

konstruktivisme. Pada kesempatan kali ini, Makalah hanya akan memaparkan

pemahaman tentang positivisme saja.

Dalam paradigma ilmu, ilmuwan telah mengembangkan sejumlah

perangkat keyakinan dasar yang mereka gunakan dalam mengungkapkan hakikat

ilmu yang sebenarnya dan bagaimana cara untuk mendapatkannya. Tradisi

pengungkapan ilmu ini telah ada sejak adanya manusia, namun secara sistematis

dimulai sejak abad ke-17, ketika Descartes (1596-1650) dan para penerusnya

mengembangkan cara pandang positivisme, yang memperoleh sukses besar

sebagaimana terlihat pengaruhnya dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi dewasa ini. Paradigma ilmu pada dasarnya berisi jawaban atas

pertanyaan fundamental proses keilmuan manusia, yakni bagaimana, apa, dan

untuk apa. Tiga pertanyaan dasar itu kemudian dirumuskan menjadi beberapa

dimensi.

a. Dimensi ontologis, pertanyaan yang harus dijawab oleh seorang ilmuwan

adalah: Apa sebenarnya hakikat dari sesuatu yang dapat diketahui (knowable),

atau apa sebenarnya hakikat dari suatu realitas (reality). Dengan demikian dimensi

yang dipertanyakan adalah hal yang nyata (what is nature of reality?).

b. Dimensi epistemologis, pertanyaan yang harus dijawab oleh seorang ilmuwan

adalah: Apa sebenarnya hakikat hubungan antara pencari ilmu (inquirer) dan

objek yang ditemukan (know atau knowable)?

c. Dimensi aksiologis, yang dipermasalahkan adalah peran nilai-nilai dalam suatu

kegiatan penelitian.

Page 2: POSITIVISME

d. Dimensi retorik yang dipermasalahkan adalah bahasa yang digunakan dalam

penelitian.

e. Dimensi metodologis, seorang ilmuwan harus menjawab pertanyaan:

bagaimana cara atau metodologi yang dipakai seseorang dalam menemukan

kebenaran suatu ilmu pengetahuan?

Jawaban terhadap kelima dimensi pertanyaan ini, akan menemukan posisi

paradigma ilmu untuk menentukan paradigma apa yang akan dikembangkan

seseorang dalam kegiatan keilmuan.

Positivisme merupakan paradigma ilmu pengetahuan yang paling awal

muncul dalam dunia ilmu pengetahuan. Keyakinan dasar aliran ini berakar dari

paham ontologi realisme yang menyatakan bahwa realitas ada (exist) dalam

kenyataan yang berjalan sesuai dengan hukum alam (natural laws). Dengan kata

lain, Positivisme merupakan suatu aliran filsafat yang menolak aktifitas yang

berkenaan dengan metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua

didasarkan pada data empiris. Sesungguhnya aliran ini menolak adanya spekulasi

teoritis sebagai suatu sarana untuk memperoleh pengetahuan (seperti yang

diusung oleh kaum idealisme khususnya idealisme Jerman Klasik).

Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai

kepada kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan

pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat

menjadi pengetahuan. Istilah ini digunakan pertama kali oleh Saint Simon (sekitar

tahhun 1825). Positivisme berakar pada empirisme. Prinsip filosofik tentang

positivisme dikembangkan pertama kali oleh empirist Francis Bacon. Tesis

positivisme adalah : bahwa ilmu adalah satu-satunya pengetahuan valid, dan

fakta-fakta sajalah yang mungkin dapat menjadi obyek pengetahuan. Dalam

perkembangannya ada tiga positivisme, yaitu positivisme sosial, positivisme

evolusioner dan positivisme kritis.

a. Positivisme sosial

Ia merupakan penjabaran lebih jauh dari kebutuhan masyarakat dan

sejarah. August Comte dan John Stuart Mill merupakan tokoh utama positivisme

ini. Sedangkan para perintisnya adalah Saint Simon dan penulis-penulis sosialistik

Page 3: POSITIVISME

dan utilitarian; yang karya – karyanya juga dekat tokoh besar dalam ekonomi :

Thomas Maltrus dan David Ricardo.

b. Filsafat posivitistik Auguste Comte

Filsafat positivistik Comte ini tampil dalam studinya tentang sejarah

perkembangan alam piker manusia, matematika bukan ilmu namun merupakan

alat berpikir logik. Ia terkenal dengan penjenjangan sejarah perkembangan alam

fikir manusia yaitu : teologik, metaphisik dan positif. Pada jenjang teologik

manusia memandang bahwa segala sesuatu itu hidup dengan kemauan dan

kehidupan seperti dirinya, jenjang ini dibagi menjadi tiga tahap yaitu: tahap

animisme atau fetishisme, yang memandang bahwa pada setiap benda itu

memiliki kemauannya sendiri. Kedua tahap polytheisme yang memandang

sejumlah dewa menampilkan kemauannya pada sejumlah obyek dan ketiga, tahap

monotheisme yang memandang bahwa ada satu Tuhan yang menampilkan

kemauannya pada beragam obyek. Pada jenjang alam berfikir metaphisik

abstraksi kemauan pribadi berubah menjadi abstraksi tentang sebab dan kekuatan

alam semesta. Pada jenjang positif, alam berfikir mengadakan pencarian pada

ilmu absolut, mencari kemauan terakhir atau sebab utama, ilmu yang pertama

menurut Comte adalah astronomi, lalu fisika lalu kimia dan akhirnya biologi.

c. Metodologi A. Comte

Alat penelitian yang pertama menurut Comte adalah observasi, tindak

mengamati sekaligus menghubungkan dengan sesuatu hukum yang hipothetik

diperbolehkan oleh Comte. Itu merupakan kreasi simultan observasi dengan

hukum dan merupakan lingkaran yang tak berujung. Eksperimentasi menjadi

metode yang kedua menurut Comte yaitu suatu proses reguler phenomena dapat

diintervensi dengan sesuatu yang lain. Komparasi dipakai untuk hal-hal yang

lebih kompleks seperti biologi dan sosiologi.

d. Sosiologi A. Comte

Comte-lah yang pertama kali menggunakan istilah sosiologi untuk

menggantikan istilah phisique sociale dari Quetelet. Ia membedakan antara social

statics dan social dynamic. Pembedaan itu hanyalah untuk tujuan analisis,

keduanya menganalisa fakta sosial yang sama, hanya dengan tujuan yang berbeda.

Page 4: POSITIVISME

Yang pertama menelaah fungsi jenjang-jenjang peradaban, yang kedua menelaah

perubahan-perubahan jenjang tersebut.

e. Bentham dan Mill

Tokoh semasa dengan Comte yang juga memberi landasan positivisme

adalah Jeremy Bentham dan James Mill, menurut keduanya ilmu yang valid

adalah ilmu yang dilandaskan pada fakta. Ethik tradisional yang dilandaskan pada

moral diganti dengan ethik pada motif perilaku pada kepatuhan manusia pada

aturan. Mill menolak absolut dari agama. Mill berpendapat bahwa kebebasan

manusia itu bagaikan a secrad fortress (benteng suci) yang aman dari penyusupan

otoritas apapun, wawasan yang menjadi marak pada akhir abad 20-an ini.

f. Positivisme Evolusioner

Hal ini berangkat dari phisika dan biologi dan digunakan doktrin evolusi

biologik.

g. Herbert Spencer

Konsepnya diilhami oleh konsep evolusi biologik, dalam konsepnya,

evolusi merupakan proses dari sederhana ke kompleks, pengetahuan manusia

menurut dia terbatas pada kawasan phenomena. Agama yang otentik mengungkap

kawasan yang penuh misteri, yang tak diketahui, yang tak terbatas, hal mana yang

phenomena tunduk kepada misteri.

h. Haeckel dan Monisme

Agama sering melihat materi dan ruh sebagai dua yang dualisme, Hackel

berpendapat bahwa hal dan kesadaran itu menampilkan sifat yang berbeda, tetapi

mengenai substansi yang satu, monistik. Berbeda dengan Lambrosso yang

berpendapat bahwa perilaku criminal bersifat positivistic biologic deterministic.

Wilhelm Wundt penganut positivism evolusioner menampilkan teori paralelisme

psikhophisik, menentang monism materialistic Lombrosso.

i. Positivisme kritis

Pada akhir abad XIX positivisme menampilkan bentuk lebih kritis dalam

karya-karya Ernst Mach dan Richard Avenarius dan lebih dikenal sebagai

empiriocritisisme. Fakta menjadi satusatunya jenis unsur untuk membangun

realitas. Tempat utama dalam positivisme pertama diberikan pada Sosiologi,

walaupun perhatiannya juga diberikan pada teori pengetahuan yang diungkapkan

Page 5: POSITIVISME

oleh Comte dan tentang Logika yang dikemukakan oleh Mill. Tokoh-tokohnya

Auguste Comte, E. Littre, P. Laffitte, JS. Mill dan Spencer.

Tempat utama dalam positivisme pertama diberikan pada Sosiologi,

walaupun perhatiannya juga diberikan pada teori pengetahuan yang diungkapkan

oleh Comte dan tentang Logika yang dikemukakan oleh Mill. Tokoh-tokohnya

Auguste Comte, E. Littre, P. Laffitte, JS. Mill dan Spencer. Dalam

perkembangannya, positivisme mengalami perombakan dibeberapa sisi, hingga

munculah aliran pemikiran yang bernama Positivisme Logis yang tentunya di

pelopori oleh tokoh-tokoh yang berasal dari Lingkaran Wina. Positivisme logis

adalah aliran pemikiran dalam filsafat yang membatasi pikirannya pada segala hal

yang dapat dibuktikan dengan pengamatan atau pada analisis definisi dan relasi

antara istilah-istilah. Fungsi analisis ini mengurangi metafisika dan meneliti

struktur logis pengetahuan ilmiah. Tujuan dari pembahasan ini adalah menentukan

isi konsep-konsep dan pernyataan-pernyataan ilmiah yang dapat diverifikasi

secara empiris.

Tujuan akhir dari penelitian yang dilakukan pada positivisme logis ini

adalah untuk mengorganisasikan kembali pengetahuan ilmiah di dalam suatu

sistem yang dikenal dengan ”kesatuan ilmu” yang juga akan menghilangkan

perbedaan-perbedaan antara ilmu-ilmu yang terpisah. Logika dan matematika

dianggap sebagai ilmu-ilmu formal.

Positivisme berusaha menjelaskan pengetahuan ilmiah berkenaan dengan

tiga komponen yaitu bahasa teoritis, bahasa observasional dan kaidah-kaidah

korespondensi yang mengakaitkan keduanya. Tekanan positivistik

menggarisbawahi penegasannya bahwa hanya bahasa observasional yang

menyatakan informasi faktual, sementara pernyataan-pernyataan dalam bahasa

teoritis tidak mempunyai arti faktual sampai pernyataan-pernyataan itu

diterjemahkan ke dalam bahasa observasional dengan kaidah-kaidah

korespondensi.

Auguste Comte (1798-1857) sering disebut “Bapak Positivisme“ karena

aliran filsafat yang didirikannya tersebut. Positivisme adalah nyata, tidak khayal.

Ia menolak metafisika dan teologik. Jadi menurut dia ilmu pengetahuan harus

nyata dan bermanfaat serta diarahkan untuk mencapai kemajuan. Metode positif

Page 6: POSITIVISME

Auguste Comte menepatkan akal (rasio) pada tempat yang sangat penting. Dalam

usaha untuk memecahkan suatu masalah yang ada dimasyarakat kelompok ini

berusaha mengetahui (lewat penelitian) penyebab terjadinya masalah tersebut

untuk selanjutnya diusahakan penyelesaiannya dengan azaz positivisme.

Singkatnya, Metode Positivisme (August Comte; 1798-1857)

berpangkal kepada apa yang telah diketahui, yang aktual atau yang positif.

Mengabaikan segala uraian atau persoalan di luar yang ada sebagai fakta,

menolak metafisika, sehingga dalam filsafat ilmu dibatasi hanya pada segala

yg tampak atau gejala-gejala saja.

KAIDAH KEBENARAN ILMIAH

Penelitian adalah sebuah proses kegiatan yang bertujuan untuk

mengetahui sesuatu secara teliti, kritis dalam mencari fakta-fakta dengan

menggunakan langkah-langkah tertentu. Keinginan untuk mengetahui sesuatu

tersebut secara teliti, muncul karena adanya suatu masalah yang membutuhkan

jawaban yang benar. Berbagai alasan yang menjadi sebab munculnya sebuah

penelitian. Misalnya, mengapa lalu lintas di Ibukota Jakarta sering macet?,

mengapa disiplin karyawan/pegawai rendah?, mengapa prestasi siswa rendah?,

mengapa kualitas pelayanan rendah?, mengapa kepuasan masyarakat terhadap

kinerja instansi pemerintah rendah?. Fokus perhatian dalam suatu penelitian

adalah masalah yang dituangkan dalam pertanyaan penelitian, masalah yang

muncul dalam pikiran peneliti berdasarkan penelaahan situasi yang meragukan (a

perplexing situation). Diantara berbagai alasan, mengapa kita membutuhkan

jawaban yang benar dari sejumlah permasalahan tersebut adalah karena (1)

permasalahan tersebut dirasakan saat ini, dan (2) dirasakan oleh banyak orang.

Oleh karena itu, agar jawaban yang kita peroleh tersebut baik, maka

diperlukan proses berpikir yang sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah.

Berpikir adalah menyusun kata-kata menjadi saling berhubungan

satu sama lain. Berpikir juga berarti menghubungkan suatu fenomena

dengan fenomena lainnya dalam pikiran. Ada berbagai macam cara seseorang

berpikir. Diantaranya adalah berpikir analitik dan berpikir sintetik. Berpikir

Page 7: POSITIVISME

analitik berarti menghubungkan satu objek dengan objek lainnya yang merupakan

kemestian bagi objek yang pertama. Seperti misalnya, “air” dengan “basah”.

Setiap air memiliki sifat basah. Sedangkan cara berpikir sintetik, berarti

menghubungkan satu objek dengan objek lainnya yang bukan merupakan

kemestian bagi objek yang pertama. Semacam "rambut" dan "basah". Sifat

"basah" merupakan kemestian bagi "air" tapi bukan kemestian bagi "rambut".

Seseorang yang berkata, "rambutku basah", berarti dia telah berpikir dengan cara

sintetik. Cara berpikir lainnya adalah deduktif dan induktif. Deduksi berasal dari

bahasa Inggris deduction yang berarti penarikan kesimpulan dari keadaan-keadaan

yang umum, menemukan yang khusus dari yang umum. Dengan demikian

deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum

ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif

biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus. Silogismus

disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Sedangkan induktif

adalah suatu upaya membangun teori berdasarkan data dan fakta yang ada di

lapangan. Berpikir secara induktif merupakan suatu cara berpikir dengan

mendasarkan pada pengalaman yang berulang. Bisa juga merupakan sebuah

kumpulan fakta yang berserakan yang kemudian kita cari kesesuaian diantara

fakta-fakta tersebut sehingga masing masing fakta memiliki keterkaitan satu sama

lain. Dengan demikian berpikir secara induktif merupakan suatu rekayasa dari

berbagai macam kasus yang unik atau khusus yang kemudian dikembangkan

menjadi suatu penalaran tunggal yang menggabungkan kasus-kasus khusus

tersebut kedalam suatu bentuk pemahaman yang umum. Hukum yang

disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang

belum diteliti (generalisasi).

Metodologi penelitian yang baik akan menghasilkan paradigma yang baru

dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Hasil pemikiran paradigma selalu tidak

mencukupi dan terbuka untuk perubahan selanjutnya. Dengan kata lain hasil

pemikiran melalui perubahan paradigma akan selalu bersifat relative, hal ini

bergantung pada data dan fakta yang diperoleh dari dunia nyata yang kemudian

dianalisis menurut kaidah-kaidah ilmiah.

Page 8: POSITIVISME

Kaidah ilmiah yang dimaksud adalah dengan melakukan penelitian

(research). Penelitian atau research berasal dari kata “re” yang berarti kembali

dan “search” yang berarti mencari, apabila digabung menjadi research, maka

artinya menjadi “mencari kembali”. Apa yang dicari kembali ?. Yang dicari

adalah sesuatu yang hilang. Hilang yang dimaksud adalah sesuatu yang tidak ada

dari sejumlah yang seharusnya ada. Jika yang seharusnya ada itu berjumlah

seratus, tetapi yang ada hanya delapan puluh, maka yang jadi pertanyaan, ke mana

yang dua puluhnya lagi. Inilah yang akan kita cari.

Kaidah atau sifat berpikir Ilmiah yaitu sebagai berikut:

1. Skeptis. Selalu mempertanyakan suatu kebenaran (teori) yg ada.

2. Analitis. Selalu mencari hubunganhubungan dari sesuatu yg diamati.

3. Kritis. Memberikan justifikasi atau penafsiran dan pertimbangan terhadap

temuan atau mungkin kesalahan dari hasil kajian sebelumnya.

Sedangkan Pendekatan Berpikir Ilmiah yaitu sebagai berikut:

1. Cara berpikir deduktif. Dari pernyataan (konklusi) yg berlaku secara umum

kemudian ditarik konklusi secara khusus.

2. Cara berpikir induktif. Untuk memperoleh konklusi yg bersifat umum

bertolak dari fakta-fakta yg bersifat khusus.

Alat untuk mencapai pengetahuan tersebut dinamakan syllogisme, atau

argumentasi yg terdiri dari 3 proposisi (pernyataan yg menolak/membenarkan

suatu keadaan) yang terdiri atas : (1) premis (asumsi/ dasar argumentasi) mayor

atau minor, (2)premis minor, (3) konklusi.

Beberapa karakteristik dari penelitian ilmiah, yaitu:

1.Objektif. Prosedur harus jelas. Keobyektifan penelitian ilmiah berhubungan

erat dengan fakta-fakta dari hasil prediksi sebelumnya.

2.Empiris. Berkaitan erat dengan dunia dan dapat diukur. Kalaupun ada peristiwa

abstrak, seyogyanya didefinisikan secara operasional,

3.Sistematis. Terkait dengan penelitian sebelumnya. Harus mengacu studi-studi

sebelumnya, membantu upaya mengidentifikasi luasnya masalah dan faktor-faktor

penting yang relevan dengan studi. Dalam mengkaji literatur dan pelaksanaannya

konsisten dan teratur.

Page 9: POSITIVISME

4.Prediktif. Ilmu pengetahuan berhubungan dgn kondisi sekarang dan

mendatang. Teori/model digunakan untuk meramal perilaku masa mendatang.

Suatu teori yang baik memiliki daya prediksi yg tinggi

Kadar ilmiah suatu penelitian dilihat dari segi:

1. kemampuannya memberikan pengertian yg jelas (understanding) tentang

masalah yang diteliti,

2. kemampuannya untuk meramalkan (prediction), artinya sampai dimana

kesimpulan yang dicapai bila data yang sama ditemukan di tempat lain atau di lain

waktu. Karena keterbatasan manusia, pada dasarnya kebenaran ilmiah bersifat

relatif karena apa yang dimaksud ”benar” tergantung dari sudut mana kita

melihatnya. Meskipun kebenaran ilmiah bersifat relatif tapi kita harus yakin

bahwa ada kebenaran yang hakiki atau kebenaran mutlak tentang alam

semesta ini. Untuk itulah kita perlu ilmu untuk memperoleh kebenaran yang

hakiki tersebut.