politik mural: media resistensi rakyat...

117
POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT PALESTINA PADA MASA INTIFADHA Skripsi Dilaksanakan sebagai Salah Satu Tugas Akademik untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum) Oleh: Anto Langgeng Prayogo 1110022000007 JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015

Upload: vuthu

Post on 06-May-2018

222 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT

PALESTINA PADA MASA INTIFADHA

Skripsi

Dilaksanakan sebagai Salah Satu Tugas Akademik untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum)

Oleh:

Anto Langgeng Prayogo

1110022000007

JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015

Page 2: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

POLITIK }ILRAL : },IEDIA RESISTEI{SI R4.KYAT PALESTITiA PADA

}.IASA tr{TIFADHA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakuitas Adab dari F{umaniora untuk lv{emenuhi Persl'aratan

I\,{emperoieh Gelar Sarj ana Human icra (S.Hum)

Oleh:

Antc Langgeng Prayogo

(1 1 10822000007)

Pernbimbing I Pembirnbing II

Dr. H. L{.Muslih Idris.I-e.}'fA

I'IIF: 19520903 t 986031001 NIP: 195907211997 &31081

PROGR.{NI STUDI SEJAR,{I{ DAN KEBUDAYAAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HI.II{AT\IORA

L]-N-I VERS ITA S IS LA il{ NE GERI SYARIF }IIDAYATULLAH

JAICARTA

1136 H./2015 M.

H. Nurhasan. M.A

Page 3: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

P E}{GE SAI"TA]{ PAIVITIAN UJIA}I

Skripsi dengan juciul PoLrrIK MURAL: NfEDIA RESISTEI.{SI RAKYATPALESTINA PADA I'IAsA I]\rrIFA]I{A teiah diujil<an dalam sidangt]runaqasvali Faktrltas Acjab dan FIun-ianiora Universitas Islam Negeri SvarifI{idavatullah Jakarta pada 13 N4aret 2015. Skripsi ini telah diterirna sebagai salah

s31u s,\'arat mer:tperoleh gelar Sarjana Humaniora (S.Hum) pada program studiSejarah dan Kebudavaan Islam.

Jakarta. 13 Maret2015

Sidang h{unaqas3,ah

Sekretaris N4erangkap Anggota

NiP: 19690724 19970:^ | A01

Anugota

Penguii II

Arvaiia Rahraa. Ir4A

}.JIP: I 971A621 20Ci i2 2 0C1

Pembimbing

Pembirrbins I

Ketua Anguota

H. Nurhasan- l\4A

t9750117 200501 2 AA7

PengLrjil

bdul Haki

NIP: 19590203 1989903 I 003

Pembimbi

Dr. H \flA,luslih Idri

\iP: 19,.10901 193503 l00l NIP: 19694724 199701 i 0i)l

Page 4: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

LEMBARAN PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli dari saya sendiri yang diajukan untuk

memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana jenjang Strata Satu (Sl) di

Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarla.

2. Sumber yang saya gunakan dalam ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli atau

merupakan hasil jiplakan karya orang lain maka saya bersedia menerima sanksi

yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta,5 Maret 2015

Anto Langgeng Prayogo

Page 5: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

i

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Tidak ada untaian kata yang pantas penulis ucapkan untuk pertama kalinya

selain rasa syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat pada setiap

hamba-Nya berupa kecerdasan, seperti memudahkan penulis dalam membuat

skripsi ini. Dengan anugerah tersebut mudah-mudahan dapat menjadi manfaat

bagi kehidupan di dunia maupun akhirat. Dan tidak ketinggalan pula sholawat

serta salam penulis limpahkan kepada kekasih-Nya, Nabi Muhammad Shalallahu

‘Alaihi Wassalam, seorang Revolusioner yang telah menenggelamkan era

kejahiliyahan menuju tatanan kehidupan penuh kemuliaan dalam bendera Islam.

Dalam membuat sebuah karya skripsi, penulis membutuhkan waktu dan

suasana sebagai usaha untuk mencari inspirasi serta mood guna mengerjakan

skripsi ini dengan baik. Alunan musik dari salah satu band favorit L’arc~en~Ciel

dipilih sebagai partner dalam menemani setiap dentuman ketikan serta sebagai

langkah meningkatkan mood penulis. Walaupun demikian, pastinya dalam proses

pembuatan skripsi terdapat suatu kendala berupa kemalasan yang terkadang

menghantui diri penulis, namun pada akhirnya, sikap malas tersebut dapat penulis

atasi. Akan tetapi hal tersebut dapat dilakukan apabila kita mempunyai kemauan

serta niat yang kuat, dan diimbangi dengan usaha nyata. Sehingga atas adanya

sikap tersebut terciptalah target penulis, one day one page. Mengingat hal itu, kini

tidak terasa usaha yang dijalankan selama beberapa bulan tersebut telah

menghasilkan sebuah karya yang patut penulis banggakan, seakan waktu dan

tenaga yang telah digunakan tidak terbuang sia-sia.

Selain itu penulis juga mengucapkan rasa terima kasih kepada mereka

yang telah membantu, membimbing dan menemani penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini:

1. Bapak Prof. Dr. Oman Faturahman M.Hum, selaku Dekan Fakultas Adab

dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 6: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

ii

2. Bapak H. Nurhasan, M.A, selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Kebudayaan

Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah menyetujui dan

menerima judul skripsi ini sebagai tugas akhir penulis.

3. Ibu Sholikatus Sa’diyah, M.Pd, selaku Sekertaris Jurusan Sejarah

Kebudayaan Islam, yang selalu memberikan pelayanan kepada

mahasiswanya dengan baik.

4. Bapak Dr. H. M. Muslih Idris, Lc, M.A dan Bapak H. Nurhasan, M.A,

selaku dosen pembimbing yang telah menyempatkan waktu luangnya

untuk siap direpotkan serta dengan sabarnya memberikan arahan dan

masukan kepada penulis dalam membantu menyelesaikan penulisan

skripsi ini dengan baik.

5. Ibu Awalia Rahma, M.A, selaku ibunda penulis selama di kampus yang

telah memberikan nasehat, motivasi, dan masukan atas segala kegalauan

serta kegundahan penulis pada masa pencaharian judul skripsi.

6. Bapak Dr. Saidun Derani, M.A, selaku Dosen Pembimbing Akademik

yang dengan penuh perhatiannya telah membantu penulis dalam

merumuskan proposal skripsi, sehingga penulis mampu melanjutkan

tulisan ini pada tahap berikutnya.

7. Bapak dan Ibu Dosen yang selalu memberikan bimbingan dan pelajaran

selama penulis mengikuti perkuliahan.

8. Seluruh Staff Fakultas Adab dan Humaniora, yang telah memberikan

pelayanannya dengan baik dan tidak mempersulit penulis dalam usaha

mengumpulkan setiap syarat-syarat yang diperlukan.

9. Para karyawan/karyawati Perpustakaan Utama, khususnya Amcore yang

telah menyediakan fasilitas mendownload jurnal-jurnal online, sehingga

semakin mempermudah penulis mendapatkan bahan-bahan untuk skripsi

ini.

10. Kedua orang tua penulis, Ayahanda tersayang Bapak Sriyoto dan Ibunda

tercinta Ibu Lainah, yang secara tidak langsung telah membantu proses

penyeselaian skripsi ini. Penulis yakin Ayah dan Ibu pasti selalu

menyempatkan memberikan do’anya pada penulis, yang dengan do’a itu

telah memberikan kekuatan terhadap diri penulis. Semoga Allah SWT,

Page 7: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

iii

selalu memberikan rahmat serta kasih sayang-Nya kepada Ayahanda dan

Ibunda tercinta. Maaf penulis belum bisa memberikan yang terbaik hingga

saat ini, terima kasih untuk semuanya. Semoga penulis yang sedang

mengenyam pendidikan ini bisa bermanfaat dan juga dapat mewujudkan

cita-citanya sehingga dapat melihat senyum bahagia dari kedua bibir Ayah

dan Ibu.

11. Nenek tercinta, Mbah Sidem yang selalu memberikan masakan-masakan

yang terbaik dan tanpa lelah rela bangun setiap sepertiga malam untuk

memulai aktivitas, sehingga hal tersebut menambah motivasi serta rasa

semangat penulis dalam mengerjakan tugas akhir ini.

12. Teman-teman, Endi, Nana, Hanafi, Hanifah, Agung, Iwan, Ela, Irna, Okta,

Lidya, Dian, dalam membantu menterjemahkan sebahagian teks yang

penulis tidak terlalu mamahaminya, serta kepada teman-teman satu

perjuangan SKI 2010 yang secara tidak langsung memberikan motivasi

dan semangat ketika penulis melihat kalian juga bekerja keras dalam

menyelesaikan tugas akhir ini. Tidak ketinggalan pula penulis

berterimakasih kepada teman-teman KKN Ceria 2013 (Desa Pabuaran -

Bogor) yang telah memberikan pengalaman serta cerita menarik selama

kita mengemban tugas sosial, dan kepada teman-teman LDK Syahid (An-

najm) yang hampir setiap harinya kita bertemu di PU untuk mengerjakan

skripsi bersama.

Semoga semua pihak yang membantu dan menyelesaikan Skripsi ini akan

selalu diberi pertolongan, meskipun penulis belum mampu membalas segala jasa

mereka, mudah-mudahan Allah swt selalu memberikan pintu berkah untuk

mereka, salut untuk mereka semua.

Jakarta, 5 Maret 2015

Anto Langgeng Prayogo

Page 8: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

iv

ABSTRAK

Dalam sejarah perlawanan bangsa Palestina, perjuangan seperti perang fisik

ataupun diplomasi, telah marak diketahui publik global. Akan tetapi, tidak banyak

yang mengetahui tentang eksistensi mural sebagai media perlawanan Palestina.

Mural secara tersirat ataupun tersurat mempunyai makna di dalamnya, sehingga

mural dimanfaatkan kelompok pemuda untuk memobilisasi perjuangan rakyat

Palestina melawan cengkraman Israel. Penulis sebagai mahasiswa Sejarah

Kebudayaan Islam dengan konsentrasi Timur Tengah khususnya mengenai

Palestina, sangat tertarik terhadap pembahasan ini, dikarenakan dari berbagai

sumber tertulis belum ada yang menyinggung secara jauh tentang keberadaan

fenomena mural pada masa Intifadha. Jadi, studi ini bertujuan untuk menjelaskan

bagaimana fenomena perjuangan Intifadha melalui media mural. Penulis

menggunakan pendekatan antropologis dan teori terpaan media, di mana

pandangan seseorang diterpa secara terus menerus oleh isi pesan yang secara tidak

langsung akan menarik perhatian mereka. Melalui pendekatan serta teori tersebut

penulis menemukan bahwa mural memiliki peranan yang signifikan sebagai

bahasa protes dan perlawanan sebuah bangsa ketika dalam keadaan tertekan. Di

Palestina keberadaan mural telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan, karena

mural selalu hadir dalam mewarnai setiap langkah perjuangan bangsa Palestina.

Kata Kunci: Mural, Media, Perlawanan, Rakyat Palestina, Intifadha, Israel.

Page 9: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. i

ABSTRAK ................................................................................................... iv

DAFTAR ISI ................................................................................................. v

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1

B. Permasalahan....................................................................................... 5

1. Identifikasi Masalah ..................................................................... 5

2. Pembatasan Masalah ..................................................................... 5

3. Rumusan Masalah ........................................................................ 5

C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 6

D. Manfaat Penelitian .............................................................................. 6

E. Metode Peneltian ................................................................................. 7

F. Tinjauan Pustaka ................................................................................. 9

G. Landasan Teori .................................................................................... 13

H. Sistematika Penulisan ......................................................................... 14

BAB II POLITIK MURAL ......................................................................... 16

A. Sejarah Mural ..................................................................................... 16

B. Mural di Beberapa Negara ................................................................. 19

1. Mural di Jerman ........................................................................... 20

2. Mural di Amerika Serikat ............................................................ 23

3. Mural di Irlandia Utara ................................................................. 25

4. Mural di Palestina ........................................................................ 31

BAB III BENTUK BARU RESISTENSI PALESTINA ........................... 34

A. Palestina ............................................................................................. 34

B. Konflik Palestina – Israel ................................................................... 35

C. Perlawanan Non Kekerasan Palestina ................................................ 38

D. Bentuk Non Kekerasan Palestina 1967-1987 ...................................... 40

E. Intifadha ............................................................................................. 44

BAB IV DINAMIKA POLITIK MURAL SEBAGAI MEDIA RESISTENSI

RAKYAT PALESTINA PADA MASA INTIFADHA ............................... 47

A. Munculnya Politik Mural di Palestina .............................................. 47

B. Mural Intifadha .................................................................................. 53

1. Mural pada Intifadha Pertama ..................................................... 54

Page 10: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

vi

2. Mural pada Periode Oslo ............................................................. 63

3. Mural pada Intifadha Kedua ........................................................ 65

C. Makna dari Simbol Teks dan Gambar .............................................. 68

1. Teks Dinding .............................................................................. 69

2. Gambar Dinding ......................................................................... 71

D. Tema-tema Mural Intifadha .............................................................. 73

1. Tahanan Palestina ....................................................................... 74

2. Kesyahidan ................................................................................. 75

3. Nakba Day .................................................................................. 76

E. Dampak Mural .................................................................................. 78

1. Bagi Rakyat Palestina ................................................................. 79

2. Sikap dan Respon Tentara Israel ................................................ 80

BAB V PENUTUP ......................................................................................... 84

A. Kesimpulan ......................................................................................... 84

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 86

LAMPIRAN-LAMPIRAN .......................................................................... 91

Page 11: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Membahas mengenai media khususnya di era modern seperti sekarang ini,

hampir dipastikan pikiran seseorang akan tertuju pada bentuk media seperti;

internet, televisi, radio, dan surat kabar. Hal itu dikarenakan bahwa media-media

tersebut telah menjadi bagian dari kehidupan umat manusia, baik dalam urusan

berkomunikasi atau sekedar mendapatkan informasi. Namun, bentuk media tidak

hanya sebatas pada media cetak dan elektronik semata, tetapi juga melalui sebuah

karya seni, dalam hal ini mural.1 Mural merupakan lukisan besar yang terpajang

pada dinding ruang publik.2 Pada era modern, mural sangat dikenal dengan

konten-konten berbau pesan kritik sosial dan politik terhadap pemerintahan di

suatu wilayah tertentu. Pada hakikatnya mural terbentuk melalui tangan para

pemuda yang dinilai anarkis oleh sebagian masyarakat umum, oleh sebab itu

maka tidak jarang mural disebut sebagai polusi pemandangan. Namun, perlu

dicatat bahwa sesungguhnya aksi mencoret-coret dinding di sebagian wilayah

dunia yang sedang mengalami konflik, merupakan tindakan kritis. Sehingga

dalam lanskap tersebut, mural tidak hanya sebatas penghias mata (baca: visual),

1Mural merupakan salah satu karya visual dengan bermodelkan penuh warna, motif, dan

komposisinya terdapat pada ruang publik. Lihat Mikke Susanto, Diksi Rupa, (Yogyakarta:

Kanisius, 2002, h.77). 2Secara teknis mural memang terlihat berbeda dengan graffiti yang hanya berfokus pada

aksara kata atau kalimat tertentu. Namun, secara garis besar mural dan graffiti sama-sama

menggunakan medium dinding, sehingga menjadikan keduanya masih dalam lingkaran kesatuan

seni jalanan. Dalam kasus di Palestina kemunculan mural hampir selalu dibarengi dengan

kehadiran graffiti di sisinya sebagai penguatan arti yang disampaikan lukisan dinding tersebut.

Jadi, dengan demikian hadirnya mural di Palestina tidak dapat dipisahkan dari graffiti. Lihat Julie

Peteet. “The Writing on the Walls: the Graffiti of the Intifada”, Cultural Anthropology, Vol. 11,

no. 2, (1996), h. 147.

Page 12: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

2

tetapi juga penuh unsur pesan di dalamnya, sebagai langkah untuk memobilisasi

massa. Alasannya, karena mural yang terbentuk di wilayah berkonflik lebih

efektif daripada wilayah dengan status damai, hal tersebut dikarenakan audiens

merasa ikut terjebak di dalamnya. Dengan demikian, sangat tidak aneh apabila

para pelaku pembuat mural selalu berhadapan dengan aksi pemukulan serta

penangkapan oleh aparat penegak hukum.

Dalam sejarahnya mural telah memainkan peranannya di berbagai belahan

negara atau wilayah yang sedang mengalami konflik seperti di Amerika Serikat,

Irlandia Utara, dan Tembok Berlin Jerman.3 Namun yang lebih menariknya,

penampakkan mural ternyata juga terlihat pada wilayah yang selama ini dianggap

kaku seperti Timur Tengah, dan Palestina telah menjadi bangsa yang membantah

anggapan tersebut.

Di Palestina, kehadiran mural diakibatkan karena efek gerakan Intifadha

yang muncul pada tahun 1987. Intifadha berasal dari bahasa Arab (nafadha) yang

berarti kebangkitan, mengguncang, dan revolusi.4 Istilah ini digunakan untuk

3Tembok Berlin menjadi batas pemisah antara Jerman Barat dan Jerman Timur selama

masa Perang Dingin (1961). Segala perbedaan antar kedua wilayah tersebut menjadi tampat yang

sempurna bagi setiap orang untuk mengekspresikan pendapat mereka, khususnya tentang

keinginan dan penolakan yang dituangkan melalui dinding-dinding tersebut. Sehingga Tembok

Berlin bagian barat memiliki karya seni yang sepenuhnya menutupi dinding, sementara pada sisi

Berlin bagian Timur dijaga untuk selalu bersih dari warna-warni cat mural, karena masyarakat

tidak diizinkan untuk melukis apapun oleh pemerintah di sana. Namun setelah runtuhnya Tembok

Berlin pada tahun 1989, sekelompok seniman internasional diundang untuk membuat mural pada

sisi bagian Timur Tembok sebagai reaksi mereka atas runtuhnya Tembok tersebut. Akhirnya,

mural-mural di Tembok Berlin menjadi populer dikalangan seniman dari seluruh dunia dan objek

menarik bagi para wisatawan. Sebagian konteks lukisan mural tersebut adalah refleksi historis,

untuk mengingatkan mereka tentang peristiwa yang pernah dialami Jerman. Lihat Miglena

Ivanova, “Graffiti and the Symbolic Dismantling of the Berlin Wall”, (Anthropology of Culture,

Vol. 02/2013, h. 157). 4Dr Fathi Ibrahim Shaqaqi, Sekjen pertama Gerakan Jihad Islam Palestina mengatakan,

“Dalam sejarah revolusi dan perjuangan, kata intifada memiliki latar belakang yang panjang. Akan

tetapi dari sisi makna, intifada berarti kebangkitan menggantikan masa kevakuman. Intifada adalah

tahap pendahulu bagi sebuah revolusi. Misalnya, di Iran, terjadi kebangkitan di madrasah Feiziyah

Qom. Kebangkitan itu kita namakan intifada, sebab gerakan itu pada tahun 1979 membuahkan

Page 13: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

3

menggambarkan pemberontakan rakyat Palestina melawan pemerintahan

pendudukan Israel. Namun bangsa Barat memandang Intifadha sebagai suatu

pemberontakan dengan kekerasan.5 Sedangkan menurut dunia Arab, Intifadha

adalah bentuk sah dari sebuah pemberontakan dan menjadi salah satu cara untuk

mencapai kemerdekaan sehingga terlepas dari penindasan Israel.

Gerakan Intifadha dikenal dengan kecepatan dan kekuatan yang muncul

secara tiba-tiba.6 Padahal saat dekade 1980-an, rakyat Palestina tidak memiliki

sarana dan fasilitas apapun untuk memperjuangkan kebebasan negeri mereka

melawan tentara Israel. Namun, keterbatasan akses tersebut tidak menyurutkan

langkah rakyat Palestina dalam bertindak, dan faktanya secara serentak rakyat

Palestina berani bangkit untuk melawan walaupun hanya bermodalkan batu

sebagai senjata pembelaan diri.

Berbicara mengenai konteks Intifadha, memang tidak dapat dipisahkan

antara Intifadha dengan batu, karena batu dalam Intifadha merupakan perangkat

revolusioner. Dewasa ini, telah menjadi rahasia umum bahwa gambaran seorang

remaja sedang melempar batu mendominasi presentasi publik terhadap Intifadha.

Akan tetapi kali ini, batu dapat berfungsi lebih dari sekedar senjata pertahanan,

dengan menjadikannya sebagai senjata cetak, dalam hal ini dinding. Dengan

dominasi sebuah batu dan dinding, maka lanskap yang diciptakan telah tersedia,

kemenangan revolusi. Apa yang terjadi saat ini di Palestina tak lain adalah tahap bagi sebuah

revolusi. Kita tak pernah membayangkan gerakan kebangkitan ini akan berjalan secara luas dan

universal seperti ini. Kita namakan gerakan ini dengan nama intifada. Karena itu, kami di Gerakan

Jihad Islam menyebut kebangkitan ini sebagai intifada dan revolusi.” Sumber:

http://beritapalestina.com/sejarah-intifada-palestina-kami-lawan-zionis/, (akses 2/2/15). 5Robert A. Pape, James K. Feldman. Cutting the Fuse: The Explosion of Global Suicide

Terrorism and How to Stop It, (Universityof Chicago Press, 2010), h. 219. 6Orang Palestina menyebut Intifadha seperti seekor kalajengking yang muncul secara

tiba-tiba di tangan anda dan secara reflex anda akan menggoyang-goyangkannya dengan agresif.

Lihat Gary M. Burge, Palestina milik siapa?, (Surabaya: BPK Gunung Mulia, 2003, h. 56)

Page 14: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

4

yaitu sejata yang mudah diakses; berawal dari mengajak berkomunikasi, menjadi

menyerang, dan sekaligus bertahan (baca: mural).

Selama masa-masa Intifadha, mural telah mewarnai setiap perjuangan

rakyat Palestina, mereka hadir untuk memobilisasi masyarakat agar ikut terlibat

ke dalam aksi solidaritas menentang pendudukan Israel. Dalam setiap harinya

mural selalu muncul bahkan konten mereka selalu berubah-ubah dalam setiap

waktunya, baik pagi, sore, dan malam hari, sesuai dengan kondisi tertentu.

Sehingga tidak mengherankan jika lanskap budaya yang paling mencolok mata

dari terjadinya aksi Intifadha pada tahun 1987 adalah banyaknya penampakkan

mural di setiap dinding Palestina.7

Namun sayangnya, dari berbagai literatur yang membahas mengenai

masalah Palestina, sedikit sekali yang mangkaji lebih jauh mengenai keberadaan

fenomena mural. Padahal faktanya, mural telah menjadi bagian yang tidak

terpisahkan dari Intifadha, sebagai media mobilisasi massa terkait keterbatasan

akses. Dengan latar belakang ini, penulis sangat tertarik membahas lebih jauh

tentang eksistensi mural di Palestina. Dengan sumber-sumber tertulis yang penulis

dapatkan, penulis menelaah bahwa keberadaan mural di setiap wilayah yang

sedang berkonflik merupakan bentuk dari identitas: seni, nasionalisme,

perlawanan, kebanggaan, harga diri, dan semangat. Dan secara tidak langsung,

mural seperti halnya sebuah cerita tentang suatu rakyat yang hidup dengan penuh

tekanan, namun berusaha melawan dengan kelemahan mereka.

7Julie Peteet. “The Writing on the Walls: the Graffiti of the Intifada”, Cultural

Anthropology, Vol. 11, no. 2, (1996), h. 139.

Page 15: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

5

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Dengan melihat latar belakang di atas, ada sejumlah masalah yang dapat

diidentifikasi antara lain:

1. Media-media perlawanan;

2. Terciptanya mural;

3. Seni mural menjadi sarana politik;

4. Pandangan masyarakat terhadap mural;

5. Afiliansi pembuat mural kepada faksi-faksi politik;

6. Perkembangan politik mural;

7. Peran fungsi yang dibawakan;

8. Dampak keberadaan mural.

2. Pembatasan Masalah

Dari beberapa identifikasi masalah di atas, maka penulis batasi tulisan

sesuai dengan judul studi ini di antaranya:

1. Mural sebagai media perlawanan Palestina;

2. Mural selama masa Intifadha (1987-1993 dan 2000-2005).

3. Rumusan Masalah

Rumusan pokok masalah dari studi ini adalah bagaimana fenomena

keberadaan mural di Palestina bagi rakyatnya selama masa Intifadha?

Adapun sub pertanyaan pokoknya adalah sebagai berikut:

Page 16: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

6

1. Bagaimana perkembangan mural di Palestina pada masa Intifadha?

2. Tema besar apa saja yang selalu muncul pada pembahasan mural

selama terjadinya Intifadha?

3. Bagaimana dampak yang ditimbulkan dari fenomena mural bagi rakyat

Palestina ataupun bagi tentara Israel?

C. Tujuan Penelitian

Sebagaimana mestinya sebuah penelitian, penelitian ini pun memiliki

tujuan untuk menjelaskan peran mural terhadap perjuangan rakyat Palestina pada

masa Intifadha. Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui bagaimana perkembangan mural di Palestina pada

masa Intifadha.

2. Mengetahui bagaimana peran fungsi mural di Palestina.

3. Serta mengetahui dampak yang ditimbulkan mural bagi rakyat

Palestina.

D. Manfaat Penelitian

Selain tujuan, dalam penelitian ini pun diharapkan memiliki manfaat.

Untuk itu, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi penulis, skripsi ini diharapkan dapat diterima sebagai prasyarat

kelulusan penulis untuk mendapatkan gelar S. Hum.

2. Memberikan hasil karya penelitian sebagai bahan bacaan teman-teman

Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora khususnya, terlebih lagi

kepada teman-teman Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah secara

umum terkait tema yang diambil tentang mural di Palestina.

Page 17: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

7

3. Skripsi ini penulis harapkan dapat meneruskan penelitian untuk studi

S2 tentang mural di Palestina.

E. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode historis, yaitu sebuah

metode yang bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis peristiwa-

peristiwa masa lampau yang bertumpu pada empat langkah di antaranya,

heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi.8

Ada pun sistematika yang dilakukan dalam metode historis, di antaranya

sebagai berikut:

1. Heuristik

Heuristik merupakan tahap pertama, yakni kegiatan pengumpulan data

atau sumber. Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data-data sebagai bahan

penulisan dengan melakukan penelitian kepustakaan (Library Research), merujuk

pada sumber-sumber yang berhubungan dengan tema skripsi penulis, dapat

berbentuk buku, jurnal, buletin, koran, foto, dan sebagainya. Dalam upaya

mendapatkan bahan-bahan tersebut, penulis mengunjungi beberapa perpustakaan,

seperti; Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, perpustakaan Adab

dan Humaniora, Perpustakaan UI Depok, Perpusnas (Perpustakaan Nasional).

Selain melakukan penelitian kepustakaan, penulis juga melakukan search online

dengan mengunjungi American Corner di Perpustakaan Utama UIN Jakarta guna

mendapatkan jurnal-jurnal online. Penulis juga mengunjungi beberapa situs

pemberitaan online dari media lokal maupun internasional seperti, Kompas.com,

8Dudung Abdurahman, Metode Penelitian Sejarah, cet II, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,

2007), h. 54.

Page 18: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

8

Republika.com, Al-Jazeera.com, The Guardian.com, Al-Monitor.com dan

CNN.com.

2. Kritik Sumber

Kritik sumber merupakan tahap yang kedua setelah melakukan

pengumpulan data. Dalam tahap ini penulis menganalisis dan mengkiritisi

sumber-sumber yang didapat serta melakukan perbandingan terhadap sumber-

sumber yang didapat agar mendapatkan sumber yang valid dan relevan dengan

tema yang dikaji penulis.

3. Interpretasi

Setelah sumber-sumber yang didapat dianalisis dan dikritisi, tahapan

selanjutnya yang dilakukan ialah penulis mencoba menafsirkan terhadap sumber

yang telah dikritisi dan melihat serta menafsirkan fakta-fakta yang didapat oleh

penulis, sehingga mendapatkan pemecahan atas permasalahannya.

4. Historiografi

Terakhir penulis menuliskan pemikiran dari penelitian serta memaparkan

hasil dari penelitian sejarah secara sistematik yang telah diatur dalam pedoman

skripsi, sehingga penelitian ini bukan hanya baik dari segi isi tetapi juga baik

dalam metode penulisannya. Tahapan terakhir ini disebut dengan historiografi.9

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan antropologi.

Antropologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan tata

cara kehidupan serta proses perjalanan manusia itu sendiri. Sartono Kartodirdjo

9Hariyono, Mempelajari Sejarah Secara Efektif, (Yogyakarta: Pustaka Jaya, 1995), h. 109

Page 19: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

9

mengatakan, pendekatan antropologi mengungkapkan nilai-nilai, status dan gaya

hidup, sistem kepercayaan dan pola hidup yang mendasari perilaku seseorang.10

Antopologi dan sejarah pada hakikatnya memiliki objek kajian yang sama, ialah

manusia dan pelbagai dimensi kehidupannya. Kedua disiplin ilmu tersebut dapat

dikatakan hampir tumpang tindih, sehingga seorang antropolog terkemuka, Evans-

Pritchard, menyatakan bahwa ”antropologi adalah sejarah”.11

Dalam hal ini,

pendekatan antropologi digunakan penulis pada studi ini adalah untuk melihat

bagaimana sikap dan perilaku masyarakat Palestina terhadap fenomena

keberadaan mural di wilayahnya.

F. Tinjauan Pustaka

Dari hasi penelusuran penulis, penulis menemukan beberapa skripsi dari

Mahasiswa jurusan Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang membahas Palestina. Beberapa skripsi tersebut menjadi tinjauan

pustaka dalam penulisan ini di antaranya:

1. Skripsi yang berjudul Konflik Arab-Israel: Pengusiran Etnis Palestina dan

Diaspora Etnis Palestina, ditulis oleh Rian Yuliana (2011). Dalam skripsi

tersebut ia menjelaskan tentang konflik Arab-Israel yang berujung pada

terdiasporanya penduduk Palestina ke berbagai wilayah. Dimulai setelah

Perang Dunia I usai, dan turki merupakan pihak yang kalah, sedangkan

Zionis menjalin hubungannya dengan Inggris yang menggantikan posisi

Turki sebagai penguasa Palestina. Inggris mendukung Zionisme dengan

10

Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodelogi Sejarah, (Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama, 1993), h. 4. 11

Takako Yoshikawa, Evans Pritchard's humanism and the development of anthropology,

(Durham: Durham University), h. 41.

Page 20: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

10

maksud agar kekuasaan mereka di Timur Tengah tetap terjamin. Hal

tersebut ditambah dengan keluarnya surat dari Menteri Luar Negeri

Inggris, Arthur James Balfour, kepada para tokoh Zionis tentang kesediaan

Inggris mendukung Zionis, sehingga kaum zionis mendapatkan angin

segar, dan orang-orang Yahudi yang tersebar di seluruh dunia mulai

bermigrasi ke Palestina. Atas kejadian ini Palestina dibagi menjadi dua

bagian, yaitu 55 persen untuk orang-orang Israel dan 45 persen untuk

orang Palestina. Dan akibatnya orang-orang Palestina dengan terpaksa

pergi dari wilayahnya menuju kamp-kamp pengungsian yang tersebar di

berbagai wilayah bahkan di beberapa negara tetangga seperti Yordania,

Suriah, dan Libanon,

2. Skripsi yang berjudul, Pandangan Abdurrahman Wahid terhadap Konflik

Palestina Israel, dibuat oleh Johan Wahyudi (2011). Skripsi ini

menjelaskan bahwa konfli Palestina-Israel telah mengundang banyak

perhatian tokoh intelektual muslim dunia, termasuk Abdurrahman Wahid

(Gus Dur). Dalam pandangan Gus Dur, dari konflik ini harus ada kerelaan

dari kedua belah pihak untuk hidup berdampingan sebagai dua negara

yang berbeda. Walaupun sebagian kaum muslim menganggap perdamaian

merupakan sebuah hal yang tabu, namun dibantah dengan tegas olehnya,

karena upaya menerima perdamaian adalah langkah kongkret untuk

menyelesaikan masalah tersebut.

3. Sedangkan skripsi berikutnya berjudul, Kebijakan Politik Palestina pada

masa Presiden Yaseer Arafat (1994-2004) yang ditulis oleh Ashabul Kahfi

Saparudin (2014), skripsi tersebut menjelaskan tentang beberapa

Page 21: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

11

kebijakan-kebijakan pemerintahan Yaseer Arafat dalam usahanya

memerdekakan Palestina secara de jure. Yaseer Arafat merupakan tokoh

sekaligus pemimpin yang sangat berpengaruh dan kontroversial. Disebut

kontroversial karena perjuangan yang ia lakukan melalui proses kebijakan-

kebijakan perundingan, padahal kala itu perlawanan fisik seolah menjadi

satu-satunya jalan bagi kemerdekaan bangsa Palestina.

4. Selanjutnya skripsi yang berjudul, Gerakan Intifada dan Dampaknya

terhadap Perjuangan Palestina, ditulis oleh Gustin Aryani (2010). Skripsi

ini menuliskan tentang hadirnya Intifadha merupakan sebuah periode

kebangkitan rakyat Palestina untuk melawan rezim zionis Israel.

Terjadinya Intifada ini menyusul dari semakin kerasnya aksi terror yang

dilakukan Israel. Di samping itu rakyat palestina juga telah berputus

harapan atas bantuan dari pemerintahan Barat dan organisasi-organisasi

intern Palestina yang pada hakikatnya tidak dapat membebaskan Palestina

dari cengkraman Israel. Dampak dari Intifada adalah melahirkan sebagian

gerakan-gerakan yang berjuang melalui senjata seperti Hamas ataupun

Brigade al-Qassam, sebagai langkah untuk mengusir keberadaan Israel

dari tanah Palestina.

5. Penulis juga menemukan satu skripsi yang membahas mengenai Palestina

namun ditulis oleh Mahasiswa jurusan Ilmu Politik, Ubaidallah dengan

judul, Pengaruh Gerakan Jihad Izzudin Al Qassam terhadap Perjuangan Rakyat

Palestina Sebelum dan Sesudah Berdirinya Negara Israel. Dalam skripsi ini,

Izzuddin al-Qassam merupakan seorang ulama yang identik dengan jihadnya.

Seluruh kehidupannya difokuskan pada pembebasan umat Islam dari belenggu

penjajahan, baik dari tanah kelahirannya atau Palestina. Kedatangan Izzuddin ke

Page 22: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

12

Palestina adalah untuk berjihad di medan perang. Perjuangannya ia tuangkan

dalam sebuah organisasi, yang kemudian hari dinamakan organisasi jihad. Motif

kedatangannya hanya untuk berjihad memerangi Inggris dan mengusir kaum

Yahudi. Dalam organisasi ini Izzuddin al-Qassam menuangkan idenya, baik dari

sistem perekrutan, pengkaderan, program organisasi, dan lainnya. Titik

perjuangannya adalah berjihad dengan mengangkat senjata. Perjuangan Izzudin

telah memberikan motivasi sekaligus tamparan bagi rakyat Palestina yang

seharusnya perjuangan tersebut dilakukan oleh mereka. Akibatnya, ide dan

aktivitas Izzuddin memberikan dampak yang signifikan terhadap perjuangan

rakyat Palestina, baik sebelum atau sesudah berdirinya Israel.

Dari beberapa judul yang telah diuraikan di atas, secara keseluruhan

pembahasan mereka mengenai Palestina. Akan tetapi, dari semua uraian tersebut

sama sekali tidak ada yang menyinggung masalah mural di Palestina pada masa

Intifadha. Penulis hanya menemukan sebuah skripsi dari Gustin Aryani yang

merupakan mahasiswa SKI, dengan judul Gerakan Intifada dan Dampaknya

terhadap Perjuangan Palestina. Namun, walaupun tema yang dibawakan sama-

sama membahas Intifadha, tetapi pada bagian ini perbedaan penulis dengan

skripsi tersebut adalah pada aspek kajian, yaitu mengenai fenomena mural pada

masa Intifadha, sehingga hal ini menjadi pembeda antara skripsi penulis dengan

pembahasan skripsi sebelumnya.

Page 23: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

13

G. Landasan Teori

Pada penulisan skripsi ini, penulis akan menggunakan teori Media

Exposure (Terpaan Media).12

Terpaan media diartikan sebagai suatu kondisi di

mana orang diterpa oleh isi media atau bagaimana isi media menerpa audiens.

Kelompok pergerakan Palestina percaya bahwa target (audiens) perlu

mendapatkan bombarder exposure agar pesan perjuangan dapat

mempengaruhinya. Pesan bertubi-tubi yang datang melalui lukisan mural sangat

penting karena memiliki potensi untuk mendapatkan perhatian dari audiens. Hal

tersebut dikarenakan manusia tidak dapat terlepas dari sifat alaminya dalam

melihat. Perilaku ini menurut Blumler dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti:

1. Surveillace, yaitu kebutuhan individu untuk mengetahui

lingkungannya.

2. Curiosity, yaitu kebutuhan individu untuk mengetahui peristiwa-

peristiwa menonjol di lingkungannya.

3. Diversion, yaitu kebutuhan individu untuk lari dari perasaan tertekan,

tidak aman, atau untuk melepaskan ketegangan jiwa.

4. Personal identity, yaitu kebutuhan individu untuk mengenal dirinya

dan mengetahui posisi keberadaannya di masyarakat.13

Sissors dan Bumba mendefinisikan bahwa terpaan media lebih dari

sekedar mengakses media. Terpaan media tidak hanya menyangkut apakah

seseorang secara fisik cukup dekat dengan kehadiran media massa, tetapi apakah

12

Joseph Straubhaar, Media Now: Understanding Media, Culture, and Technology,

(Cengage Learning, 2011), h. 134. 13

J. G. Blumler, & E. Katz. The Uses of Mass Communications: Current Perspectives on

Gratifications Research, (Beverly Hills: Sage, 1974), h. 19-20.

Page 24: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

14

seseorang itu benar-benar terbuka terhadap pesan-pesan media tersebut (baca:

terpengaruh). Terpaan media merupakan kegiatan mendengarkan, melihat, dan

membaca pesan media massa atau mempunyai pengalaman dan perhatian terhadap

pesan tersebut yang dapat terjadi pada individu atau kelompok.14

Pada penelitian ini, pesan politik perjuangan Palestina menggunakan

sebuah seni mural sebagai bahan medianya. Media tersebut tidak hanya berisi

tulisan atau gambar tanpa makna, akan tetapi mereka mengandung unsur

pengalaman rakyat Palestina sendiri sehingga dengan hanya melihat dan

membaca, para audiens Palestina mengerti apa yang disampaikan pada layar

dinding. Hal tersebut juga ditambah dengan adanya terpaan dari mural yang

membuat mereka tidak dapat terlepas dari daya tarik yang dimunculkan dari

lukisan atau gambar tersebut.

H. Sistematika Penulisan

Skripsi ini akan terdiri atas lima Bab pembahasan dengan rincian:

Bab I (pertama), membahas tentang signifikansi tema yang diangkat,

pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, pendekatan dan

metode penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori serta sistematika penulisan.

Bab II (kedua), membahas tentang sejarah mural serta keberadaannya

dibeberapa negara.

14

Jack Sissors dan Lincoln Bumba. Advertising Media Planning, (Indiana: Contemporary

Pubishing Company, 1995), h. 69.

Page 25: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

15

Bab III (ketiga), membahas tentang bentuk perlawanan nonfisik Rakyat

Palestina.

Bab IV (keempat), membahas tentang dinamika politik mural sebagai

media resistensi rakyat palestina pada masa intifadha.

Bab V (kelima), berisi kesimpulan, tentang segala pertanyaan yang

diajukan penulis.

Page 26: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

16

BAB II

POLITIK MURAL

A. Sejarah Mural

Mural1 menurut Susanto, merupakan lukisan besar yang berguna untuk

mendukung ruang arsitektur, jika didefinisikan lebih lanjut maka mural tidak dapat

dilepaskan dari tata ruang bangunan dalam hal ini dinding.2 Dinding dipandang tidak

hanya sebagai pembatas ruang pada sebuah bangunan rumah dan gedung, namun

dapat juga sebagai medium guna memperindah ruangan.

Mural termasuk salah satu bentuk dari seni visual. Mural bukan seni yang

berdiri tanpa adanya makna, melainkan ia berdiri dengan ribuan pesan yang

terkandung di dalamnya. Mural merupakan seni visual tertua yang pernah hidup di

dunia, dan diperkirakan telah ada jauh sebelum peradaban modern lahir yaitu sekitar

30.000 tahun SM. Sejak ditemukannya sejumlah gambar prasejarah pada dinding gua

di Lascaux, selatan Perancis. Gambaran tersebut melukiskan aksi-aksi berburu dan

aktivitas religius, sehingga acapkali hal ini disebut sebagai bentuk awal dari seni

mural.3 Pada zaman tersebut mural digunakan sebagai sarana mistik maupun spiritual

untuk membangkitkan semangat berburu. Mural dilukiskan dengan cara mengukir,

1Mural berasal dari bahasa latin Murus yang berarti dinding. Dalam KBBI online Mural

berarti lukisan pada dinding. Sumber : http://kbbi.web.id/mural (akses: 20/9/14) 2Mikke Susanto. Diksi Rupa, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), h. 76

3P. G. Bahn, The Cambridge Illustrated History of Prehistoric Art, (Cambridge: Cambridge

University Press, 1997), h. 33

Page 27: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

17

menatah, dan melukis menggunakan cat air yang terbuat dari sari buah limun, dan

biasanya berbentuk manusia atau hewan.

Seiring perkembangan zaman dan peradaban manusia, mural mengalami

transformasi dari sebuah media ritual menjadi salah satu kaya seni pelengkap elemen

ruang seperti; dinding, langit-langit, dan permukaan datar lainnya. Seni pelengkap

elemen ini digadang-gadang telah muncul pada Loggia4 di kota Pompeii, yaitu suatu

ruang terbuka yang berada di dalam badan ruang bangunan.

Pada masa kerajaan Romawi, mural menjadi salah satu identitas keindahan

dari segi arsitektur bangunan. Selain sebagai identitas, mural juga melambangkan

semangat spiritualitas kaum Katolik Roma. Mural yang bersifat spiritual

menghidupkan imajinasi dari adanya kehidupan setelah kematian.5

Seni mural mulai berkembang sebagai seni modern yang bersifat sosial politik

di tahun 1920-an di Mexico, saat itu pelopornya adalah Diego Rivera, Jose Clemente

Orozco dan David Alfaro6. Namun, Cikal bakal mural politik yang dibuat pada

4Loggia merupakan ruang atau gedung dengan sisi terbuka yang membentang di sepanjang

bagian depan atau di samping bangunan. (sumber: http://artikata.com/arti-109045-loggia.html, akses

20/9/14). 5Mario Sironi. Manifesto of Mural Painting. Art in Theory 1900-1990: Anthology of

Changing Ideas. Eds Charles Harrison and Paul Wood. (Oxford: Blackwell Publishing, 2007), h.107. 6Diego Rivera yang lahir pada tahun 1886 ini adalah salah satu tokoh pemimpin gerakan

mural di Mexico tahun 1920-an. Ia seorang anggota Partai Komunis di Mexico. Karya mural

politiknya sangat terkenal di Mexico. Sasaran yang biasa dituju dari karyanya tersebut adalah semacam

penguasa, gereja, dan kapitalisme.

Jose Clemente Orozco lahir pada tahun 1883, lebih muda tiga tahun dari Diego Rivera. Ia

seorang pelukis dari Mexico yang terkenal berani dalam membuat karyanya. Ia juga dikenal sebagai

muralis yang kompleks, tema yang lebih disukai adalah tentang penderitaan manusia tetapi kurang

realistik dan lebih tertarik dengan apa yang dibuat oleh Diego Rivera.

David Alfaro Squeiros lahir dengan nama baptis José de Jesús Alfaro Siqueiros pada 29

Desember 1896. Merupakan tokoh muralis paling muda di antara Rivera dan Jose. Ia seorang pelukis

realis sosial Mexico yang karyanya lebih dikenal dengan mural besar pada ruangan terbuka. Dan ia

Page 28: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

18

dinding terbuka muncul ketika Pablo Picasso telah menyelesaikan lukisan yang

berjudul Guernica7 dengan menggunakan media berupa sebidang kanvas yang

besarnya menyerupai dinding, dan di dalam lukisan tersebut, bercerita tentang perang

sipil di Spanyol.8 Namun, lukisan yang menyuarakan tentang kritik sosial dan politik

ini dibawakan dengan gambar yang humoris, sehingga kesan yang tergambarkan

bersifat sindiran ataupun ejekan. Hal ini dilakukan sebagai cara untuk menghindari

bentrokan dengan otoritas setempat.9

Lukisan tersebut menjadi titik awal cikal bakal munculnya mural politik.

Sejak saat itulah beberapa negara yang sedang mengalami konflik menggunakan

media mural sebagai bentuk penyampaian sebuah pesan yang mengandung kritik

ataupun sebagai alat propaganda kepada audiens yang menyaksikannya. Beberapa

negara yang menggunakan mural sebagai media untuk menyampaikan pesan kritik

ataupun propaganda politik, seperti; tembok Berlin di Jerman, Amerika Serikat,

Indonesia, Irlandia Utara, dan Palestina.

juga merupakan anggota dari Stalinis dan Partai Komunis di Mexico. Lihat Folgarait Leonard, Mural

Painting and Social Revolution in Mexico, 1920-1940: Art of the New Order. (Cambridge University

Press, 1998), h. 7-18.

Mereka bertiga adalah tokoh pendiri Mexican Muralism. 7Guernica adalah lukisan karya Pablo Picasso yang diciptakan untuk menanggapi pemboman

di Guernica, nama sebuah desa di wilayah Basque, Spanyol Utara, oleh pesawat tempur Jerman dan

Italia atas perintah pasukan Nasionalis Spanyol, selama perang saudara Spanyol pada tahun 1937. 8Rudolf Arnheim. The Genesis of a Painting: Picasso's Guernica, (London: University of

California Press, 1973), h. 43. 9 Bruce Campbell. Mexican Murals in Times of Crisis, (Tucson, Ariz : The University of

Arizona Press, 2003), h. 54. Lihat lampiran 2.2.

Page 29: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

19

B. Politik Mural di Beberapa Negara

Seperti yang telah penulis katakan di atas bahwa mural merupakan salah satu

genre dari seni visual. Seni selalu dihubungkan dengan estetika pada setiap kajiannya.

Di dalam estetika ini, seni sering mencangkup nilai elok, molek, cantik, anggun,

bagus, lembut, utuh, seimbang, padu, hening, terang, hampa, suram, dinamik, kokoh,

hidup, gerak, dan tragis. Pada intinya nilai estetika ini ingin mengisyaratkan bahwa di

dalam seni tersebut terdapat sebuah persentuhan selera, pemahaman, dan kepekaan

untuk membedakan serta mengapresiasikan makna dari suatu karya manusia yang

mengakibatkan tumbuhnya perasaan-perasaan bagi para audiens yang melihatnya.10

Seni dalam hal ini mural, telah banyak digunakan sepanjang sejarah hidup

manusia sebagai media untuk mengekspresikan keadaan sosial, keyakinan, maupun

yang berhubungan dengan politik dan pemberontakan. Semua ekspresi tersebut

sengaja ditunjukkan untuk tampil di hadapan publik. Mural yang dibuat sebagai

bentuk kritik atau perlawanan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah, dinilai lebih

efektif sebagai media komunikasi dua arah yakni, visual-verbal terhadap masyarakat.

Alasannya karena media semacam ini lebih terlihat menarik untuk disaksikan

ketimbang dengan membacanya pada sebuah artikel koran yang mungkin bagi

sebagian orang menjenuhkan.

Di era modern seperti sekarang, mural dapat kita ibaratkan sebagai sebuah

status pada jejaring sosial yang berguna untuk menuliskan segala macam ekspresi hati

10

Budi Susanto. Politik dan Postkolonialitas di Indonesia. (Yogyakarta: Kanisius, 2003), h.

323

Page 30: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

20

dan perasaan yang bersifat resistensi, penghentian blokade atau perang, pemenuhan

hak, rasisme, dan lain-lain yang bersifat pengaduan terhadap fenomena ketidakadilan.

Beberapa negara yang menggunakan mural sebagai media resistensi rakyat antara

lain:

1. Mural di Jerman

Tembok Berlin di Jerman adalah salah satu tembok di dunia yang banyak

menyimpan sejarah. Inilah bukti dari kebebasan terhadap dinding pembatas. Tidak

hanya menyimpan sejarah, namun tembok ini juga menjadi sarana kreativitas

masyarakat. Tidak heran jika tembok ini dijuluki East Side Gallery. Hal ini karena

berbagai mural warna-warni dan graffiti yang menggambarkan kehidupan politik,

ketegangan, serta pengorbanan manusia di masa lalu menyelimuti setiap sudut

dinding.

Tembok Berlin menjadi dikenal sebagai dinding mural, gambar dan lukisan di

tembok Berlin muncul di sisi barat pada periode antara tahun 1960-an dan 1980-an.

Beberapa gambar mural cenderung berisikan tentang cinta ataupun penghinaan.

Tembok Berlin terbuat dari dinding beton yang pada dasarnya didirikan pada tahun

1961 oleh Republik Demokratik Jerman (GDR)11

yang memisahkan Berlin Barat dan

11

Jerman Timur atau secara resminya German Democratic Republic (GDR). Republik

Demokratik Jerman didirikan di zona Soviet, sementara Republik Federal (Jerman Barat) didirikan di

zona Barat. Kata Timur sering digambarkan sebagai negara satelit Uni Soviet, sejak otoritas

pendudukan Soviet dimulai. Setelah pengalihan tanggung jawab administratif kepada para pemimpin

komunis Jerman pada tahun 1948, setahun kemudian GDR mulai berfungsi sebagai sebuah negara

yaitu pada tanggal 7 Oktober 1949. Lihat David Childs. The Fall of the GDR, (London: Longman,

2001), h. 9.

Page 31: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

21

Berlin Timur serta daerah Jerman Timur lainnya sehingga membuat Berlin Barat

terlihat seperti enklave.12

Dinding pemisah tersebut menjadikannya simbol dari

Perang Dingin. Tembok pembatas ini juga dibarengi dengan pendirian menara

penjaga yang dibangun sepanjang tembok, terdapat pula sebuah daerah terlarang

yang diisi dengan ranjau anti kendaraan. Jerman Timur beralasan bahwa tembok ini

dibangun untuk melindungi para warganya dari elemen-elemen fasis yang dapat

memicu gerakan-gerakan besar, sehingga mereka dapat membentuk pemerintahan

komunis di Jerman Timur. Meski begitu, dalam praktiknya ternyata tembok ini

digunakan untuk mencegah semakin besarnya pelarian penduduk Berlin Timur ke

wilayah Berlin Barat, yang berada dalam wilayah Jerman Barat.13

Pemerintah kota Jerman Barat pada kesempatannya acapkali mengatakan

bahwa Tembok Berlin adalah Tembok Memalukan, sebutan tersebut dicetuskan oleh

Walikota Willy Brandt untuk mengutuk keberadaan tembok ini karena membatasi

kebebasan bergerak.14

Gerakan protes dari para mahasiswa di akhir tahun 1960-an

menjadikan awal dari peran dinding tersebut sebagai media protes sosial. Pada

awalnya permukaan dinding tersebut masih tidak rata, sehingga pada saat itu bagi

sebagian orang yang ingin mencoba menulis di Tembok Berlin tidak dapat berbuat

banyak, melainkan hanya dapat membuat sebuah tulisan atau gambar yang sangat

12

Menurut KBBI oneline enklave adalah negara atau bagian negara yang dikelilingi oleh

wilayah dari suatu negara lain. (sumber: http://kbbi.web.id/enklave ,akses: 22/9/14). 13

David Childs. The Fall of the GDR, (London: Longman, 2001), h. 44. 14

Mary Beth Stein. “The Politics of Humor: The Berlin Wall in Jokes and Graffiti”, Western

Folklore, Vol. 48, No. 2 (April, 1989), h. 97.

Page 32: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

22

sederhana.15

Renovasi yang dilakukan oleh pemerintah GDR di pertengahan tahun

1970-an, sehingga mengubah sisi permukaan tembok tersebut benar-benar terlihat

halus ibarat sebuah kanvas yang memudahkan seseorang untuk membuat semacam

goresan, khususnya permukaan tembok bagian Barat. Dan pada saat yang sama,

goresan tersebut menjadi simbol akan jendela kebebasan Barat dan monumen

kesaksian memalukan dari dekadensi Barat.16

Kreutzberg, merupakan wilayah yang paling dekat dengan tembok dan

terkenal akan muralnya. Pada periode kemunduran perang dingin, wilayah tersebut

secara bertahap ditinggal pergi oleh penduduk aslinya. Akibatnya, wilayah tersebut

dihuni oleh seniman tunawisma, punk, dan massa anarkis sebagai gantinya. Mereka

biasa membuat mural di tembok tersebut dan meninggalkan pesan pribadi berupa

slogan-slogan politik dan gambar.17

Pada tahun 1970-an dan 1980-an terdapat beberapa kompetisi untuk proyek-

proyek seni lukis yang terorganisir. Banyak karya seni yang diusulkan pada

kompetisi tersebut, dengan mempopulerkan gambar simbolis perlawanan terhadap

dinding seperti; tangga, lubang, ritsleting, dan bahkan figur manusia yang sedang

melompati tembok.18

Meskipun kompetisi ini dilakukan oleh para seniman

profesional, namun aksi ini tidak mempunyai tujuan sebagai bentuk penghias tembok

15

Kuzdas Heinz. Berliner Mauer Kunst: Berlin Wall Art, (Berlin: Elefanten Press, 1999), h.

10. 16

Ladd Brian. The Ghosts of Berlin: Confronting German History in the Urban Landscape,

(Chicago: the University of Chicago Press, 1997), h. 27. 17

Ladd Brian. The Ghosts of Berlin: Confronting German History in the Urban Landscape, h,

41. 18

Greverus Maria, “Poetics with Politics. Towards an Anthropology of the Own”,

Anthropological Journal of European Cultures, vol. 8, The Politics of Anthropology, (2000), h. 128.

Page 33: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

23

melainkan sebagai bentuk kritik dan protes terhadap keberadaan tembok yang

membatasi hak keberadaan rakyat untuk berpindah tempat. Mural tersebut seakan

memberikan saran dan cara bagi seseorang yang ingin melewati dinding, yaitu

dengan cara melompatinya, menggali lubang, atau bahkan terbang di atasnya.19

Kini tembok sepanjang 1,3 kilometer tersebut menjadi saksi bisu atas sejarah

kebebasan bangsa Jerman di masa lalu. Tidak hanya sebagai saksi dari sebuah

sejarah, Tembok Berlin pun kini telah menjadi objek wisata yang banyak dikunjung

oleh para wisatawan mancanegara.

2. Mural di Amerika Serikat

Mural modern mulai dikenal di Amerika Serikat sebagai sebuah budaya seni

visual ketika orang pertama kali melihat bahwa seseorang sedang menulis kata

“TAKI 183”20

di setiap subway stop di New York sekitar tahun 1970.21

Namun

sebelumnya, sekitar akhir tahun 1960-an mural sudah diperkenalkan di Amerika

Serikat. Mural pada saat itu digunakan sebagai bentuk ekspresi jiwa aktivis politik,

dan juga sebagai penanda wilayah oleh beberapa kelompok seperti Savage Skulls, La

Familia, dan Savage Nomans.

19

Baker Frederick, The Berlin Wall P. Ganster & D. E. Lorey (eds.) Borders and Border

Politics in a Globalizing World, (Oxford: SR Books, 2005), h. 34. 20

Taki 183 adalah salah satu penulis grafiti paling berpengaruh dalam sejarah. “Tag”-nya

adalah sebuah singkatan dari kata Demetraki, yang berasal dari bahasa Yunani yaitu Demetrius, dan

nomor 183 berasal dari alamatnya , Jalan 183 di Washington Heights. Lihat Joel Siegal, “When TAKI

Ruled Magik Kingdom”, (Daily News, April 9, 1989). 21

Boland Jr. “Taking TAKI’s Tag”, (The New York Times, 15 Juni, 2003).

Page 34: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

24

Pada akhir tahun 1960-an telah terjadi kerusuhan tragis terhadap kaum kulit

hitam. Akibatnya, terjadilah penjarahan di pemukiman orang-orang kulit hitam

Amerika Serikat. Pada saat itu dinding pemisah antara kulit putih dan kulit hitam

begitu terasa. Hak-hak sipil sulit diterima oleh penduduk minoritas Amerika Serikat

khususnya warga kulit hitam, karena itu sebagian dari mereka berinisiatif untuk

melakukan perlawanan demi merebut kembali hak-hak mereka. Lima puluh tokoh

blues, jazz, dunia teater, politikus, agamawan, sastrawan, dan olahragawan,

umumnya dipilih untuk menjadi karakter dari beberapa kelompok seniman fotografer

dan pelukis.

William Walker dan OBAC Association22

menjadi salah satunya, dengan

menjadikan sebuah bangunan menjadi dinding aspirasi masyarakat kulit hitam untuk

menyatakan kritik dan protes terhadap kebijakan pemerintah. Bangunan tersebut

diberi nama Wall of Respect, yang bertujuan untuk mendefinisikan kembali dan

memberitahukan beberapa kejadian ketidakadilan yang dialami orang kulit hitam di

Amerika Serikat.

Ketegangan politik dan sosial yang berjalan tinggi di pemukiman orang-orang

kulit hitam, menjadikan Wall of Respect menjadi tren positif masyarakat sebagai

sebuah media baru. Dengan segera dinding tersebut menunjukkan korelasi langsung

dengan perjuangan hak-hak sipil. Wall of Respect juga menjadi obyek wisata yang

22

William Walker lahir di Birmingham, Alabama pada tahun 1927 Meskipun lahir di Selatan,

ia dibesarkan di Chicago. William Walker adalah muralis terkenal di Chicago. Dia adalah salah satu

pendiri Organisasi for Black American Culture (OBAC) dan salah satu pemimpin dalam proyek Wall

Of Respect. Dia juga salah satu pendiri penting dari gerakan mural di Chicago pada 1960-an. Lihat

http://www.chicagoreader.com/chicago/back-to-the-walls/Content?oid=906406 (akses 14/03/15).

Page 35: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

25

dikunjungi oleh ratusan orang yang penasaran untuk berbagi pandangan mereka

dengan para seniman. Dinding tersebut didukung dan dilindungi langsung oleh geng

di lingkungan setempat. Dinding menjadi tempat yang netral, simbol kebanggaan

menjadi hitam, tempat pertemuan di mana orang mengajarkan anak-anaknya sejarah

kulit hitam Amerika Serikat.23

Selain Wall of Respect, di tahun 1969 juga terdapat kasus yang sama. Yaitu

sebuah bangunan tua yang disulap menjadi dinding aspirasi, dikenal dengan nama

Wall of Truth. Gambar dari mural di Wall of Truth memperihatkan kondisi

masyarakat tentang kelaparan, kemiskinan, kekerasan xenophobia24

, perjuangan, dan

solidaritas etnis.25

3. Mural di Irlandia Utara

Mural telah menjadi simbol Irlandia Utara, yang menggambarkan perpecahan

politik dan agama dari dulu hingga sekarang. Irlandia Utara merupakan salah satu

bagian dari Britania Raya. Konflik Irlandia Utara memiliki latar belakang yang

sangat panjang secara historis. Etnis Kelt yang mendiami kepulauan Britania

termasuk pulau Irlandia, saat itu dikuasai oleh kekaisaran Romawi kemudian bangsa

Romawi mewariskan peradaban dan kebudayaannya kepada orang-orang Kelt di

23

Laetitia Espanol. The Chicago Mural Group, Art society, (Boston: Editions L’Harmattan,

2006), h, 55. 24

Xenofobia adalah perasaan ketidaksukaan atau ketakutan terhadap orang-orang dari negara

lain, atau yang dianggap asing. Beberapa definisi menyatakan xenofobia terbentuk dari keirasionalan

dan ketidak masuk akalan. Berasal dari bahasa Yunani xenos, artinya orang asing, dan phobos, artinya

ketakutan. Lihat Guido Bolaffi. Dictionary of race, ethnicity and culture, (London: SAGE

Publications, 2003). h. 332. 25

Mary Lackritz Gray. A Guide to Chicago's Murals, (Chicago: University Of Chicago Press,

2001), h. 25. Lihat lampiran 2.3.

Page 36: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

26

kepulauan Britania, termasuk agama Katolik Roma. Pada abad ke-5 kekaisaran

Romawi runtuh dan menyebabkan mereka pergi meninggalkan kepulauan Britania,

setelah itu kemudian bangsa Anglo menginvasi kepulauan Britania. Itulah awal

terjadinya permusuhan yang berujung pada konflik etnis, antara Kelt dan Anglo.

Kepulauan Britania yang telah diwarisi oleh peradaban dan kebudaan Romawi,

akhirnya secara perlahan tersingkirkan oleh kebudayaan Anglo.26

Etnis Kelt yang tersebar di kepulauan Britania secara perlahan menjadi

terpusat di wilayah pulau Irlandia. Dari cikal bakal itulah maka etnis Kelt lahir

menjadi orang-orang Irish, sementara etnis Anglo menjadi cikal bakal lahirnya

orang-orang English.

Pada tahun 1592 kerajaan Inggris memutuskan untuk keluar dari struktur

Gereja Katolik Roma dan kemudian membuat Gereja Nasional. Namun, orang-orang

Irlandia tidak lantas mengikuti hal tersebut karena orang-orang Kelt masih banyak

terpengaruh oleh kebudayaan Romawi. Maka ketika terjadinya penutupan gereja-

gereja Katolik Roma akibat kebijakan kerajaan Inggris, orang-orang Katolik Roma

yang berada di Irlandia menjadi tidak simpatik terhadap Inggris, hal tersebut

berujung pada tindakan diskriminasi terhadap orang-orang Irlandia. Oleh sebab itu

orang-orang Irlandia menjadikan agama Katolik Roma mereka sebagai bentuk dan

sikap anti Inggris. Berawal dari alasan ini, maka lahirnya konflik yang bersifat

26

Keogh Dermot. Northern Ireland and the Politics of Reconciliation, (Cambridge:

Cambridge University Press, 2008), h. 55.

Page 37: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

27

sentimen agama atau sektarianisme,27

ditambah lagi pada tahun 1690 William of

Orange (Protestan) memenangkan pertempuran terhadap James II (Katolik)28

,

membuat kebencian mereka semakin kuat.

Hingga abad ke-19 kerajaan Inggris tetap memegang kekuasaan dan orang-

orang Katolik terus mengalami diskriminasi. Maka pada pertengahan abad ke-19

muncul benih-benih nasionalisme pada masyarakat Irlandia di mana nilai

kebanggaan kebangsaan masa lalu dikobarkan untuk bersatu melawan dominasi

Inggris. Pada tahun 1921 Inggris memutuskan untuk menyetujui didirikannya Irish

Free State (Negara Irlandia Merdeka), akan tetapi Inggris tetap berkuasa atas

sebagian pulau Irlandia dengan tetap menguasai Ulster (wilayah Irlandia bagian

utara) dengan dalih untuk melindungi hak rakyat yang tetap menginginkan berada di

bawah kekuasaan Inggris, karena wilayah tersebut merupakan tempat bermukimnya

orang-orang keturunan Inggris. Hal tersebut membuat peluang konflik menjadi

semakin besar, konflik antara orang-orang Nasionalis Irlandia yang menginginkan

pulau Irlandia merdeka secara penuh dan membebaskan Ulster dari Inggris, dengan

orang-orang Ulster yang bersikeras ingin tetap bergabung bersama Inggris.29

27

Richard Jenkins. Rethinking Ethnicity: Arguments and Explorations, (London: SAGE

Publications, 1997) h. 120 28

Kemenangan Pangeran William menyebabkan James II melepaskan tanggung jawab dan

melarikan diri ke Perancis pada akhir tahun. Hal tersebut memberikan efek mendalam bagi orang

Irlandia. Penduduk asli Irlandia pada abad kemudian menjadi sasaran sistem hukum yang kejam.

Sistem hukum tersebut mengakibatkan terjadinya pemblokiran kemajuan politik, ekonomi mereka dan

membuat kaum tani tetap dalam kemiskinan. Lihat Richard Jenkins, Rethinking Ethnicity: Arguments

and Explorations, (London: SAGE Publications, 1997) h. 141 29

Alasannya terjadinya perbedaan dua kubu tersebut karena mereka menganggap dirinya

berbeda secara budaya, etnis dan kepercayaan dengan orang-orang asli Irlandia, bahkan secara agama

pun mereka mayoritas menganut Protestan. Lihat Richard Jenkins, Rethinking Ethnicity: Arguments

and Explorations, h. 149.

Page 38: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

28

Puncaknya, pada tahun 1966 terjadilah konflik di Irlandia Utara. Konflik

tersebut dipicu karena orang-orang Katolik yang tinggal di Irlandia Utara

diperlakukan secara diskriminatif, baik sosial, politik, dan ekonomi, oleh orang-

orang pemerintahan (Protestan). Irlandia Utara merupakan wilayah yang

mayoritasnya penganut paham Protestan dan orang-orang yang loyal terhadap

Inggris (Unionis), sementara orang-orang Katolik yang menginginkan Irlandia Utara

bebas dari Inggris (Nasionalis) menjadi minoritas di wilayah ini.30

Konflik sengit antara orang-orang Protestan dan Katolik di Irlandia Utara

dikenal dengan nama The Troubles. Konflik yang berlangsung beberapa dekade

tersebut memunculkan gambar-gambar dan slogan-slogan yang dibuat pada dinding-

dinding kota dan daerah pemukiman.31

Kemunculan lukisan-lukisan dinding di Irlandia berawal setelah seratus tahun

pertempuran Boyne, ketika sebuah organisasi dibentuk untuk merayakan

kemenangan Pangeran William. Beberapa pawai digunakan sebagai bentuk

penghormatan terhadap jasa Pangeran William yang mereka anggap sebagai sosok

manusia taat, mulia dan abadi, karena ia telah memberikan agama Protestan di

Irlandia. Kebebasan, agama, dan hukum adalah saksi keberhasilan Pangeran William

yang menjadikan kebanggaan orang-orang Protestan di Irlandia. Biasanya pawai

dilakukan oleh semua golongan Protestan di Irlandia, pawai tersebut berisi barisan

marching band dan spanduk. Spanduk dilukis dengan sangat cermat oleh para

30

Gordon Gillespie, Historical Dictionary of the Northern Ireland Conflict, (Amerika Serikat:

scarecrow press), h. 250 31

Sumber: http://www.bbc.co.uk/history/troubles, (Akses:12/1/15).

Page 39: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

29

seniman. Lukisan tersebut menunjukkan pemandangan kekuasaan kekaisaran

Inggris, cerita dari Alkitab, dan lainnya. Tapi gambar yang paling dominan adalah

sosok Raja Billy yang sedang menyeberangi Boyne dengan penuh kasih sayang di

atas kudanya.32

Pada awal abad ke-20 gambar-gambar tersebut mulai dipindahkan ke gable

dinding, di mana semua orang dapat melihat gambar tersebut setiap waktu bukan

hanya sekali dalam setahun pada saat hari perayaan. Beberapa tema lain juga dibuat,

seperti pertempuran Somme atau tenggelamnya kapal Titanic yang digambar di

Belfast. Tetapi gambar dari sosok Raja Billy tetap menjadi yang utama. Setiap

wilayah yang dihuni oleh kalangan Protestan selalu bersaing untuk menggambar

sosok Raja Billy dan Boyne.33

Sebelum terjadi partisi pada tahun 1921, mereka menaruh perhatian khusus

terhadap penduduk Unionis di Irlandia Utara yang sedang melakukan perayaan

sebagai bentuk solidaritas, setelah negara Irlandia Utara terbentuk dari pertumpahan

darah dan dibangun di atas diskriminasi. Mural telah menjelma menjadi sesuatu yang

sangat penting bagi masyarakat Unionis.

Tetapi di Irlandia Utara pada kuartal terakhir abad ke-20 merupakan tempat

yang sangat berbeda dari apa yang telah terjadi sebelumnya. Diskriminasi yang terus

dilakukan terhadap orang-orang Katolik, membuat para kaum Nasionalis (Katolik)

32

Bill Rolston. The War of The Walls: Political Murals in Northern Ireland. (Belfast:

University of Ulster, 2003), h. 39. 33

Bill Rolston. The War of The Walls: Political Murals in Northern Ireland, h. 40.

Page 40: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

30

melakukan aksi demonstrasi tentang hak-hak sipil. Namun, beberapa aktifis

kampanye hak-hak sipil dipukuli di jalanan, dan beberapa tentara Inggris juga

turunkan sebagai bentuk dari legitimasi negara runtuh. Administrator Inggris

menuntut politisi dan birokrat lokal bertindak adil dan inklusif, organisasi militer

yang loyal terhadap Inggris seperti Ulster Defence Association (UDA) dan Ulster

Volunteer Force (UVF) membantai penduduk Katolik dan Irish Republican Army

(IRA).34

Akibat dari kejadian itu aktivis pro-Irlandia menyatakan sikap perang

terhadap institusi Inggris di Irlandia. Mural yang pada awalnya berisikan gambar

Raja Billy untuk beberapa waktu digantikan dengan gambar hiasan bendera,

mahkota, Alkitab, dan simbol mati lainnya.35

Setelah IRA mengambil alih Irlandia Utara pada akhir tahun 1970-an, lukisan

mural dari pro-Irlandia (Nasionalis) mulai bermunculan. Mural tersebut muncul

untuk memperjuangkan suara politik yang lebih besar dan menyerukan bersatunya

kembali Republik Irlandia. Mural-mural yang dibuat oleh kaum Nasionalis lebih

bersifat perlawanan dan lebih mempunyai variasi genre yang beragam seperti, aksi

mogok makan dan lukisan para tokoh tahanan sebagai korban sistem pemerintahan

Inggris. Namun selain berisikan masalah internal, kaum Nasionalis juga membuat

mural yang bertemakan internasional. Tema tersebut berisikan dukungan dan rasa

simpatik mereka terhadap penderitaan berbagai kelompok global yang sedang

mengalami penindasan. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk solidaritas mereka

34

Bill Rolston. The War of The Walls : Political Murals in Northern Ireland, h, 41 35

Kerr R. Republican Belfast: A Political Tourists Guide, (Belfast: MSF Press, 2008). h, 60

Page 41: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

31

terhadap negara atau kelompok yang juga sedang mengalami konflik.36

Mural

internasional berkaitan dengan peristiwa di Afrika Selatan, Nikaragua, dan Palestina,

serta lukisan mural dengan ikon tokoh global terkenal seperti Che Guevara, Nelson

Mandela, Martin Luther King, dan Malcolm X.37

Berbagai tema menunjukkan bahwa mural produksi kaum Nasionalis

merupakan karya dari masyarakat pro-Irlandia yang meliputi kelompok-kelompok

komunitas, aktifis politik dan aktifis militer. Tidak seperti mural Unionis yang hanya

diperintahkan oleh kelompok sipil bersenjata yang mendominasi daerah setempat.

Selain itu, mural produksi kaum Nasionalis juga banyak berisikan opini publik dari

para muralis.

Sejak saat itulah mural kaum Nasionalis Irlandia Utara telah berkembang

menjadi simbol keyakinan, bahwa waktu berada di pihak mereka. Meskipun

merupakan pendatang baru dalam proses pembuatan mural, namun mural mereka

lebih memiliki visi dan keyakinan akan terjadinya sebuah perubahan yang tidak

dapat dihindarkan, sehingga menampilkan sikap kepercayaan diri dan kegembiraan

yang terlihat jelas.

4. Mural di Palestina

Beberapa kasus di negara-negara tersebut merupakan contoh bagaimana seni

mural memainkan peran lebih dari sekedar pengantar pesan singkat yang sederhana.

36

Bill Roston. “The Brothers on The Walls : International Solidarity and Irish Political

Mural”, Jurnal of Black Studies, vol 39, no.3, (Northern Ireland : University of Ulster, 2009), h. 451 37

Bill Roston. The Brothers on The Walls : International Solidarity and Irish Political Mural,

h. 458.

Page 42: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

32

Mural menunjukkan tampilan aspek budaya dan sejarah dengan cara komunikasi dua

arah antara gambar dengan audiens. Di Palestina sendiri, selama Intifadha pertama

mural telah mengubah dinding-dinding jalan dan bangunan menjadi monumen

kesaksian atas pergolakan yang terjadi selama masa pendudukan Israel.

Perlawanan Israel terhadap perjuangan nasionalisme Palestina telah muncul

sejak 1967 silam. Di wilayah pendudukan, mereka membuat kebijakan untuk tidak

mentolerir tanda-tanda visual nasionalisme Palestina. Salah satu metode efektif yang

digunakan rakyat Palestina selama intifada adalah dengan menggunakan dinding.38

Ini merupakan cara untuk mengedarkan informasi dan melambangkan perlawanan.

Israel mencoba menekan tindakan seperti ini, mereka memerintahkan warga Palestina

agar tidak melukis dinding dengan tema nasionalistik. Dunia pers melihat insiden

tentara Israel ini dinilai menarik, rakyat Palestina akan berada di bawah todongan

senjata Israel untuk mengecat ulang dinding yang telah dilukis.39

Ini merupakan

gambaran bahwa sebuah pemerintahan yang demokratis akan merasa terancam oleh

gambar visual yang diekspresikan melalui mural.

Kepemimpinan Palestina percaya akan keefektifan dari seni jalanan tersebut,

selanjutnya gerakan bawah tanah memberikan perintah kepada anggotanya untuk

menggerakkan para pemuda Palestina melakukan kampanye lukisan bendera

Palestina pada setiap dinding pada bangunan-bangunan di wilayah pendudukan yang

secara simbolis hal ini menandakan sebagai wilayah Palestina.

38

Julie Peteet. “The Writing on the Walls: The Graffiti of the Intifada”, Cultural

Anthropology, Vol. 11, No. 2. May, 1996) h. 139. 39

Abdul Jawad Saleh. Israel’s Policy of De-Institutionalization. (London: Jerusalem Center

for Development Studies, 1987), h. 89.

Page 43: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

33

Selang beberapa waktu ketika perlawanan graffiti mulai popular di kalangan

rakyat Palestina, mereka selanjutnya mengembangkan dinding menjadi seperti sistem

media massa. Pembahasan isu serta dengungan peringatan, mewarnai bentuk

perlawanan nonfisik ini dan keberadaan mereka pun dapat membuat Israel merasa

terusik. Akibatnya, Israel berusaha menutupi layar dinding tersebut. namun secepat

mereka menutupinya, secepat itu pula mural baru kembali muncul.40

Menjelang masa intifadha pertama berakhir, dinding selain sebagai bentuk

perlawanan nasional dan media massa, juga sebagai media pembaca konflik

kepemimpinan internal Palestina. suatu organisasi Islam seperti Hamas dan organisasi

nasionalis seperti PLO atau Fatah, saling serang menyerang masalah ideologi serta

kepemimpinan Palestina. Mereka menggunakan dinding sebagai sumber sirkulasi

informasi kepada khalayak luas. Terlepas dari hal itu, dalam menilai seni jalanan

selama Intifadha, adanya respon Israel telah membuktikan keefektifan perlawanan

non-fisik tersebut. Namun, strategi non-fisik bukan menjadi hal baru bagi rakyat

Palestina. Pada periode sebelum Intifadha dimulai, perlawanan non-fisik telah turut

mewarnai perjuangan Palestina untuk melengserkan pendudukan Israel.

40

Julie Peteet. “The Writing on the Walls: The Graffiti of the Intifada”, Cultural

Anthropology, Vol. 11, No. 2. May, 1996) h. 140.

Page 44: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

34

BAB III

BENTUK BARU RESISTENSI PALESTINA

A. Palestina

Palestina (Arab: Filastin) merupakan wilayah yang terletak di kawasan Asia

Barat, di antara laut Mediterania dan laut Yordan. Palestina di dalam ajaran Yahudi

disebut dengan istilah “Tanah yang dijanjikan” atau ada juga yang menyebutnya

“Tanah suci”, karena Palestina merupakan tempat dari tiga agama besar di dunia

yaitu: Islam, Kristen dan Yahudi. Secara historis wilayah ini juga dikenal dengan

nama-nama seperti; Kanaan, Suriah Selatan dan Kerajaan Yerusalem.1 Palestina juga

terletak di daerah yang amat strategis yaitu antara Mesir, Suriah dan Jazirah Arab.

Karena lokasinya terletak di pertengahan negara-negara Arab, Palestina membentuk

kombinasi geografis yang natural dan humanistik bagi medan terestrial yang luas.

Tanah Palestina mempunyai keistimewaan dibanding dengan daerah lain,

karena Palestina merupakan bagian dari tempat bercokolnya semua agama samawi,

tempat di mana peradaban kuno muncul, menjadi jembatan aktivitas komersial dan

tempat penyusupan ekspedisi militer di sepanjang era bersejarah yang berbeda.

Lokasi strategis yang dinikmati Palestina memungkinkannya untuk menjadi faktor

penghubung antara berbagai benua : Asia, Afrika dan Eropa.2 Palestina juga menjadi

tempat yang dijadikan pintu masuk bagi perjalanan ke negara-negara tetangga. Ia

1Simon S. Montefiore. Jerusalem: The Biography. (New York: Alfred A. Knopf, 2011), h. 33.

2Kemal H. Karpat. Studies on Ottoman Social and Political History: Selected Articles and

Essays. (Boston: Brill, 2002), h. 313.

Page 45: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

35

menjadi jembatan penghubung bagi manusia sejak dahulu, sebagaimana ia juga

menikmati lokasi sentral yang memikat sebagian orang untuk bermukim dan hidup

dalam kemakmuran.

Namun dibalik letaknya yang strategis, bukan rahasia umum lagi bahwa dari

dahulu hingga kini wilayah Palestina selalu menjadi perebutan. Palestina telah

dikuasai oleh berbagai bangsa, yaitu : Mesir Kuno, bangsa Kanaan, Bani Israil,

Assyiria, Babilonia, Farsi, Yunani Kuno, Romawi, Romawi Timur, Kekhalifahan

Arab Sunni, Kekhalifahan Fatimiyah Syi’ah, Salibi, Ayyubiyah, Mamluk, Turki

Utsmani, Britania (Inggris Raya) dan yang terkini Pendudukan tanah Palestina oleh

bangsa Israel, yang menyatakan berhak atas tanah Palestina.

B. Konflik Palestina – Israel

Konflik antara orang Arab Palestina – Israel merupakan sebuah fenomena

modern yang muncul sejak akhir abad ke-19 Masehi. Meskipun kedua kelompok

memiliki kepercayaan yang berbeda (Palestina: Muslim, Kristen, dan Druze),

perbedaan agama bukanlah penyebab perselisihan.3 Sebab konflik dimulai dengan

alasan kepemilikan hak atas tanah, sehingga terjadilah perebutan terhadap tanah

tersebut.

Konflik berawal ketika gerakan Zionisme atau nasionalisme Yahudi yang

dipopulerkan oleh seorang jurnalis berkebangsaan Austria bernama Theodore Herzl,

3Charles D Smith. Palestine and the Arab Israel Conflict, (Indiana: Bedford, 2007), h. 24.

Page 46: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

36

mulai marak di Eropa sebelum tahun 1920-an.4 Gerakan ini menyebabkan terjadinya

perpindahan masyarakat Yahudi dari Eropa ke kawasan Timur Tengah. Sementara

pada saat itu, kawasan Timur Tengah termasuk wilayah Israel atau Palestina (pada

saat ini) masih berada di bawah kekuasaan Turki Utsmani. Eksistensi kekuasaan

Turki Utsmani di kawasan Timur Tengah berakhir setelah mengalami kekalahan pada

Perang Dunia I. Kekalahan tersebut tidak hanya disebabkan oleh Inggris atau

Perancis, melainkan juga oleh bangsa Arab sendiri. Bangsa Arab yang berada di

bawah kekuasaannya (baca: Turki Utsmani) melakukan pemberontakan kepada

pemerintahannya sendiri. Hal tersebut dilakukan dengan dalih janji Inggris, bahwa

Inggris akan membantu mereka untuk membentuk sebuah pemerintahan Arab yang

independen apabila mereka mau melawan pemerintahan Turki Utsmani. Janji Inggris

kepada bangsa Arab ini tertuang dalam korespondensi antara Sir Mac Mahon (pejabat

Inggris di Kairo) dengan Sharif Hussein (tokoh bangsa Arab) yang dikenal dengan

Hussein-Mac Mahon Correspondence.5

Akan tetapi, janji Inggris terhadap bangsa Arab tersebut tidak segera

diwujudkan. Inggris bersama dengan Perancis justru membuat perjanjian bilateral

yang membagi eks-wilayah pemerintahan Turki Utsmani untuk negara-negara Eropa.

Perjanjian ini dikenal dengan sebutan Sykes-picot Agreement. Dalam perjanjian

tersebut, Inggris mendapatkan Yordania, Irak, dan sebagian wilayah Haifa, sedangkan

Perancis mendapatkan wilayah Turki, Irak bagian utara, Suriah dan Lebanon.

4R. Garaudy, The Case of Israel: a Study of Political Zionism, (London: Shorauk, 1983), h. 4

5Howard Morley Sachar. The Course of Modern Jewish History – The Classic History of the

Jewish People, From the Eighteenth Century to the Present Day. (New York City: Dell Publishing,

1977), h. 370.

Page 47: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

37

Sementara itu, negara-negara Eropa lain dibebaskan untuk memilih wilayah yang

ingin dikuasainya.6 Dalam Sykes-picot Agreement, wilayah Palestina belum

diserahkan kepada negara manapun, sehingga Palestina menjadi sebuah wilayah

internasional yang dikelola bersama oleh negara-negara pemenang perang.

Terdapatnya Sykes-picot Agreement membuat bangsa Arab tidak mendapatkan

eks-wilayah kekuasaan Turki Utsmani dan tidak mungkin dapat membentuk

pemerintahan Arab yang independen. Namun di saat bersamaan, Inggris justru

berjanji mendukung pendirian negara Yahudi di Palestina.7 Dukungan Inggris

tersebut tertuang dalam dokumen Balfour Declaration yang menjadi landasan bagi

gerakan Zionisme untuk membentuk sebuah negara Yahudi di Palestina. Terdapatnya

janji-janji Inggris, baik kepada pihak Arab ataupun Yahudi telah membuat kedua

bangsa ini merasa berhak atas wilayah Palestina dan merasa mendapat dukungan dari

Inggris.8 Hal ini yang kemudian melatarbelakangi terjadinya konflik panjang antara

Arab – Yahudi hingga merubahnya menjadi konflik Palestina – Israel seperti

sekarang ini.

Selama konflik antara Palestina-Israel, lanskap perlawanan mereka khususnya

Palestina lebih sering terlihat melalui jalur fisik yang dilakukan oleh faksi-faksi

politiknya serta perlawanan non fisik yang dilakukan oleh Otoritas Palestina melalui

negosiasi-negosiasi perdamaiannya. Namun terlepas dari hal itu, peran rakyat sipil

6David Fromkin. A Peace to End All Peace: The Fall of the Ottoman Empire and the Creation

of the Modern Middle East, (New York: Owl, 1989), h. 283. 7Sahar Huneidi. A Broken Trust: Sir Herbert Samuel, Zionism and the Palestinians, (London:

I.B. Tauris, 2001), h. 261. 8David Fromkin. A Peace to End All Peace: The Fall of the Ottoman Empire and the Creation

of the Modern Middle East, h. 290.

Page 48: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

38

Palestina tidak dapat dipisahkan dari perjuangan bangsa tersebut. Mereka tidak

berjuang menggunakan senjata, akan tetapi dengan keterbatasannya, rakyat Palestina

melakukan aksi-aksi pembangkangan sipil yang cukup merugikan pihak Israel. Aksi

tersebut dikenal dunia dengan istilah Nonviolent Resistance.

C. Perlawanan Non Kekerasan Palestina

Nonviolent Resistance atau sebagaimana Mahatma Gandhi kerap sebut

dengan perlawanan tanpa tindak kekerasan, adalah praktik untuk mencapai tujuan

tertentu melalui protes simbolik, pembangkangan sipil, menolak bekerjasama baik

sektor ekonomi maupun politik, atau metode lain tanpa menggunakan kekerasan.

Pada dasarnya istilah ini acapkali diidentikkan dengan perlawanan sipil, namun hal

itu merupakan sebuah kekeliruan. Masing-masing istilah (perlawanan non kekerasan

dan perlawanan sipil) memiliki karakter serta konotasi berbeda.9

Aksi non kekerasan bukan berarti menunjukkan sikap lemah atau pasif. Pada

dekade abad lalu, di beberapa negara, gerakan rakyat telah menggunakan metode-

metode non kekerasan yang berhasil menggulingkan rezim penindas, menggagalkan

kudeta militer dan membela Hak Asasi Manusia. Dari tahun 1966 sampai 1999,

perlawanan sipil tanpa kekerasan memainkan peran penting pada sebuah transisi

dalam otoritarianisme. Terakhir, perlawanan tanpa kekerasan telah menyebabkan

Revolusi Rose di Georgia dan Revolusi Orange di Ukraina,10

termasuk perlawanan

9Scott Bennett. Radical Pacifism: The War Resisters League and Gandhian Nonviolence in

America, 1915-1963, (Syracuse : Syracuse University Press, 2003), h. 6 10

Judith Hand, A Future Without War: The Strategy of a Warfare Transition, (San Diego, CA:

Questpath Publishing, 2006), h. 22

Page 49: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

39

mahasiswa Indonesia saat menumbangkan Orde Baru menuju Orde Reformasi.

Banyak gerakan yang mengadopsi metode non-kekerasan sebagai cara yang efektif

untuk mencapai tujuan sosial dan politik. Mereka menggunakan taktik perlawanan

non kekerasan seperti: perang informasi, pawai, demonstrasi, leafleting, komunitas

pendidikan guna meningkatkan kesadaran, menolak membayar pajak, aksi boikot,

general strike, protes melalui musik dan protes melalui seni.11

Aksi non-kekerasan

berbeda dari pasifisme, karena mereka berpotensi menjadi proaktif dan intervensi.

Pada kasus di Palestina, kisah perlawanan mereka dengan bentuk fisik telah

sangat dikenal, sementara hal yang sama pentingnya juga terjadi pada perlawanan

non-fisik Palestina yang hampir tak terhitung jumlahnya. Perlawanan non-fisik

dimulai semenjak periode mandat, ketika Inggris melakukan kontrol kolonial atas

Palestina yang dikenal dengan General Strike pada tahun 1936. General strike

dipanggil untuk memprotes kebijakan kolonial Inggris yang mengesampingkan

masyarakat lokal dari proses pemerintahan. Aksi pemogokkan tersebut berlangsung

selama enam bulan, sehingga menjadikan aksi pemogokkan umum terpanjang dalam

sejarah modern. Untuk mempertahankan aksi pemogokkan selama berbulan-bulan,

diperlukan sebuah kerjasama yang besar dan sistem perencanaan yang baik pada

tingkat lokal. Hal ini juga melibatkan pembentukkan lembaga alternatif oleh Palestina

untuk menyediakan kebutuhan ekonomi.12

Pemogokkan serta tindakan yang

menyertainya, akhirnya menemui dilema yang kemudian dihadapi oleh banyak

11

Jamal Dajani. Deporting Gandhi from Palestine. The World Post, 06/16/2010. (Sumber:

http://www.huffingtonpost.com/jamal-dajani/deporting-gandhi-from-pal_b_540270.html, akses,7/2/14) 12

Michael Bröning, The Politics of Change in Palestine. State-Building and Non-Violent

Resistance. (London: Pluto Press, 2011), h. 43.

Page 50: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

40

gerakan perlawanan non-kekerasan Palestina. Mereka ditindas secara brutal oleh

pemerintah Inggris dan banyak dari para pemimpin pemogokkan itu akhirnya tewas,

dipenjara, atau diasingkan. Akan tetapi, represi ini tidak mencegah pengalaman serta

inspirasi dari general strike dan tindakan-tindakan lain terhadap pembangkangan sipil

untuk menjadi model perlawanan bagi generasi masa depan aktifis Palestina.13

Satu generasi melihat upaya ini berguna untuk membangun bentuk-bentuk

baru perlawanan terhadap tindak penindasan, dan generasi berikutnya harus

menggunakan memori sejarah yang telah disediakan dalam perjuangan sebelumnya

untuk memulai kembali serta menciptakan strategi baru perlawanan Palestina.

D. Bentuk Non Kekerasan Palestina 1967-1987

Selama perang 1967, Israel telah menduduki Tepi Barat termasuk Yerusalem

Timur, bersama dengan dataran tinggi Golan, Jalur Gaza, dan semenanjung Sinai.

Namun, perdebatan terjadi di dalam masyarakat Israel sendiri. Mereka

memperdebatkan bagaimana cara mengontrol wilayah yang baru saja ditaklukkan.

Karena bagi beberapa orang Israel, situasi ini merupakan keuntungan permanen dan

sebagai bagian dari keinginan mereka untuk mengontrol sejarah Palestina dan

menciptakan Israel Raya. Hal ini menyebabkan periode pendudukan di Palestina

mengalami pergeseran, militer Israel, dan pemerintahan sipil.

Lebih dari 1.400 aturan dan perintah militer, bersamaan dengan peraturan

darurat British yang tersisa dari periode mandat dan hukum Turki Utsmani, menjadi

13

Michael Bröning, The Politics of Change in Palestine. State-Building and Non-Violent

Resistance, h. 50.

Page 51: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

41

dasar pemerintahan militer atas rakyat Palestina yang tinggal di Gaza dan Tepi Barat.

Akibatnya, kekerasan dan penindasan merupakan bagian yang konsisten dari

pengalaman tersebut. Pemerintah militer Israel telah menangkap dan menahan lebih

dari setengah rakyat Palestina di wilayah pendudukan.14

Sekitar tahun 1967 – 1987

telah lebih dari 2.000 warga Palestina dideportasi dari wilayah pendudukan, lebih dari

1.560 rumah warga Palestina dihancurkan, dan segala bentuk kebebasan pendidikan

dan kebudayaan yang erat dibatasi: sekolah secara rutin ditutup, dan lebih dari 1.600

buku dilarang oleh pemerintah Israel di wilayah Pendudukan.15

Dalam menghadapi keadaan umum dari represi tersebut, tindakan sederhana

dari kehidupan sehari-hari seperti, bekerja, pergi ke sekolah, serta merawat seorang

keluarga (akses rumah sakit ditutup oleh militer Israel, mereka tidak diizinkan beroperasi),

menjadi tindakan pembangkangan sipil. Istilah sumuod (kesabaran atau keteguhan)

merupakan kata yang sering didengungkan pada perjuangan sehari-hari untuk

bertahan hidup dalam menghadapi pendudukan. Namun bagaimana pun, rakyat

Palestina terus mencari outlet kreatif sebagai bentuk resistensi terhadap tindak

kekerasan pendudukan.16

14

Menurut pakar hukum Lisa Hajjar pada tahun 1967-1987 jumlah penduduk Palestina yang

tinggal di wilayah Gaza dan Tepi Barat sekitar 1,5 juta jiwa. Dalam artikel, Joel Beinin dan Lisa

Hajjar, Palestine, Israel and the Arab Conflict A Primer. (The Middle East Research and Information

Project, 2014), h. 2. 15

Periode tersebut muncul bersamaan dengan kebijakan pemukiman, agresif dilakukan

pemerintah Israel. pada tahun 1967 hingga 1987, sekitar 135 pemukiman dengan total 175.000

pemukim, dibangun di Tepi Barat, bersamaan dengan 12 pemukiman dengan jumlah penduduk lebih

dari 2.000 pemukim di Jalur Gaza. Disamping itu, kehadiran militer secara besar-besaran diperlukan

untuk membuat pemukiman ini menjadi legal. Para pemukim sendiri mewakili paramiliter besar di

wilayah pendudukan. Lihat, Joel Beinin dan Lisa Hajjar, Palestine, Israel and the Arab Conflict A

Primer, h. 7. 16

Rashid Khalidi. Palestinian Identity. (New York: Columbia University Press, 1998), h. 108

Page 52: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

42

Bentuk besar dari perlawanan Palestina selanjutnya adalah dengan

mengembangkan institusi dan kepemimpinan alternatif pada tahun 1970-an.17

Sepanjang periode ini, sejumlah organisasi akar rumput yang berbeda juga muncul

untuk menyediakan institusi dan kepemimpinan alternatif. Institusi muncul sebagai

upaya melengkapi institusi resmi Palestina yang sedang berjuang memberikan

pendidikan, perawatan kesehatan, dan kebutuhan dasar lainnya untuk rakyat Palestina

yang tinggal di wilayah Pendudukan. Proyek perlawanan non-fisik semakin terlihat

bergerak dari strategi protes, non-kerjasama, dan kesabaran, menuju strategi yang

dirancang untuk membangun sesuatu kehidupan yang layak bagi Palestina. Berikut

lembaga-lembaga yang muncul pada periode ini:

1. Komite Perempuan : Gerakan perempuan telah aktif dalam politik

Palestina sejak awal abad ke-20 (kongres pertama perempuan Arab yang

diadakan di Yerusalem pada tahun 1929), gerakan ini mengambil peran

penting dalam protes terhadap kolonial inggris dan ikut serta pada aksi

general strike 1936.18

Namun, aksi brutal yang dilakukan Inggris

membuat gerakan ini terpaksa dibubarkan. Dan pada tahun 1965, Gerakan

Union Perempuan Palestina kembali dibentuk. Tetapi gerakan tersebut

mulai berperan aktif pada tahun 1970-an. Gerakan ini bekerja berdasarkan

17

Terkadang hal ini membutuhkan semacam formulir resmi. Misalnya, dalam pemilihan

daerah yang diselenggarakan pada tahun 1976, rakyat Palestina sangat banyak memilih anggota partai

nasionalis untuk ditempatkan pada posisi kepala daerah. Meskipun demikian, banyak tokoh tersebut

yang selanjutnya dipenjara atau diasingkan oleh pasukan Israel. Pada tahun 1981, badan-badan politik

lokal membuat semacam lembaga baru, Lajnat al Tawjih (Komite Bimbingan), sebagai langkah

menyediakan kepemimpinan nasional untuk melakukan perlawanan terhadap pendudukan. Akan tetapi,

sekali lagi Israel banyak menangkap anggota dari kelompok ini. Lihat Awad Mubarak, “Non-Violent

Resistance: A Strategy for the Occupied Territories,” Journal of Palestine Studies 13 (University of

California Press, Summer 1984, h. 34). 18

Selengkapnya lihat lampiran 3.1

Page 53: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

43

penguatan terhadap peran perempuan dalam perjuangan melawan

pendudukan. Tujuan dari komite ini adalah untuk meningkatkan nilai

produktifitas pendidikan bagi kaum perempuan.

2. Serikat Buruh dan Relawan Komite Kerja : Peran serikat buruh mulai

tumbuh setelah tahun 1970-an, khususnya mengingat kesulitan yang

dihadapi para pekerja Palestina. Serikat buruh berjuang untuk

mendapatkan hak asuransi kesehatan, upah dan kondisi kerja yang lebih

baik, serta hak untuk arbitrase bagi pekerja di wilayah Pendudukan. Upaya

ini dilakukan untuk memperluas aktivitas serikat buruh untuk masyarakat

Palestina yang bekerja di Israel, namun hal itu ditentang oleh serikat buruh

Israel, Histadrut. Sementara itu, Komite Relawan Kerja dibentuk secara

kolektif di seluruh wilayah pendudukan untuk menyediakan pemuda

Palestina dengan memberikan kesempatan guna turut ambil bagian dalam

proyek-proyek komunitas.

3. Pergerakan Pemuda dan Mahasiswa serta Organisasi Narapidana :

Basis pergerakan mahasiswa Palestina yang terorganisir dapat ditelusuri

dari tahun 1950-an dengan pembentukan Federation of Palestinian

Students di Kairo dan pengorganisasian mahasiswa di Gaza. Pada awal

tahun 1980-an, mahasiswa berada di garis depan dalam pengorganisasian

politik. Mahasiswa memperluas gerakan pemuda untuk ikut terlibat ke

dalam kegiatan sosial dan mayarakat, klub, olahraga, dan permainan

Page 54: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

44

dengan pesan-pesan politik yang eksplisit. Mereka juga mulai mengatur

protes spontan dan demonstrasi menentang pendudukan. Pemenjaraan

seringkali terjadi pada aktifis mahasiswa, dengan alasan pelanggaran

keamanan selama demonstrasi. Pemuda Palestina merupakan sebagian

utama dari populasi tahanan politik, mereka juga memberikan kontribusi

terhadap pergerakan perlawanan di antara para tahanan. Tindakan besar

tersebut meliputi aksi mogok makan para tahanan, serta melakukan protes

terhadap kondisi penjara mereka yang mencakup penggunaan sistematis

penyiksaan.19

Awalnya pemerintah Israel tidak menunjukkan tanda-tanda dalam

menghadapi perlawanan non-fisik, seperti yang terjadi pada respons Inggris terhadap

General Strike pada tahun 1936. Akan tetapi pada periode berikutnya, ratusan warga

Palestina termasuk pemimpin wilayah, profesor universitas, dan pemimpin organisasi

perempuan, serta serikat buruh, dideportasi dari daerah pendudukan karena terlibat

dalam kegiatan non-kekerasan selama periode menjelang demonstrasi Intifadha

Pertama. Aksi unjuk rasa, pemogokkan kerja, distribusi petisi, memajang bendera

Palestina dan aksi serupa, secara sistematis ditekan.20

E. Intifadha

Intifadha muncul pada bulan Desember 1987, penduduk Palestina di Gaza dan

Tepi Barat mulai melakukan pemberontakan masal terhadap pendudukan Israel. Aksi

19

Mubarak E. Awad. “Non-Violent Resistance: A Strategy for the Occupied Territories”,

Journal of Palestine Studies. Vol. XIII, no. 2 (1984), h. 48-52. 20

Ali Abunimah. “On Violence and the Intifada”. (The Electronic Intifada, 22 January 2003).

Page 55: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

45

pemberontakan tersebut melibatkan ratusan ribu orang dan sebagian dari mereka

hampir tidak pernah memiliki pengalaman dalam aksi resistensi sebelumnya,

termasuk anak-anak dan remaja. Menariknya, taktik Intifadha tidak dimulai atau

diatur oleh kepemimpinan PLO (pada saat itu merupakan organisasi paling dominan

di Palestina). Sebaliknya, mobilisasi berasal dari inisiatif aktivis setempat serta

institusi dan organisasi-organisasi lokal yang telah berkembang di bawah

pendudukan.21

Mereka bertindak atas instruksi yang diturunkan oleh kelompok-

kelompok perlawanan terkemuka, seperti sekuler dan Islam.

Selama tahun-tahun Intifadha, bentuk dari budaya perlawanan Palestina

semakin berkembang dan yang paling dominan adalah semakin beragamnya bentuk

pembangkangan sipil tanpa kekerasan, seperti menyebarkan leaflet,22

demonstrasi

besar-besaran, pemogokkan umum, menolak untuk membayar pajak, boikot produk

Israel serta pendirian sekolah underground (sebab sekolah regular ditutup oleh militer

Israel sebagai pembalasan bagi pemberontakan).23

Taktik tanpa kekerasan tersebut

merupakan dasar-dasar dari upaya untuk menyingkirkan represi pendudukan Israel.

Taktik ini disebut juga dengan strategi ju-jitsu, karena konsep utama dari perlawanan

tersebut adalah menggunakan kekuatan penuh lawan, di mana kekuatan itu akan

21

Institusi dan organisasi tersebut terdiri dari komite perempuan, serikat buruh, kelompok

mahasiswa, komite kerja medis, pendidikan, dan pertanian. Lihat, Mubarak E Awad. (Non-Violent

Resistance: A Strategy for the Occupied Territories), h. 34. 22

Selengkapnya lihat lampiran, 3.2 23

Penny Johnson. “Palestinian Universities under Occupation: 15 August-15 November”.

Journal of Palestine Studies 18, no. 2, (1989), h. 93.

Page 56: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

46

dikembalikan kembali kepada dirinya dan sekaligus menjadi titik lemahnya.24

Ketika

awal Intifadha pertama, sebagian besar warga sipil Palestina tak bersenjata

menghadapi pasukan bersenjata Israel, hal ini mengungkapkan perbedaan kekuatan

yang besar antara sipil dan pendudukan, sehingga tampilan tersebut membuat

pasukan militer Israel terlihat memalukan.

Dalam konflik yang tidak simetris ini, metode perlawanan tanpa kekerasan

dapat digunakan untuk membalikkan perbedaan kekuatan tersebut.25

Namun, di balik

semua metode perlawanan non kekerasan lainnya, terdapat satu kebudayaan baru

yang paling mencolok mata, yaitu mural. Mural mampu mencangkup semua

perlawanan tersebut dengan menggunakan taktik mobilisasi yang terlukiskan pada

seluruh dinding di wilayah palestina guna merangkul masanya. Akibatnya, resistensi

berbasis luas ini telah menarik perhatian dunia internasional, sebab model tersebut

belum pernah dilakukan pada situasi yang dihadapi Palestina bahkan dunia Arab

sebelumnya.

24

Maria J. Stephan. “People Power In The Holy Land: How Popular Nonviolent Struggle Can

Transform The Israelipalestinian Conflict”, Journal of Public and International Affairs, Vol. 14,

(2003), h. 6. 25

Maria J. Stephan. People Power In The Holy Land: How Popular Nonviolent Struggle Can

Transform The Israelipalestinian Conflict, h. 7.

Page 57: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

47

BAB IV

DINAMIKA POLITIK MURAL SEBAGAI MEDIA RESISTENSI

RAKYAT PALESTINA PADA MASA INTIFADHA

Di tengah-tengah konflik berkepanjangan antara Palestina-Israel, ternyata

menyimpan fakta yang menarik tentang perjuangan rakyat Palestina. Bukan

dengan senjata laras panjang ataupun granat sebagai bentuk resistensi, melainkan

lebih ke arah seni dalam hal ini mural. Rakyat Palestina menggunakan mural

untuk tujuan politik, sosial, informatif, dan estetika. Mural telah menjadi

pemandangan yang wajar, terlebih sejak terjadinya Intifadha Pertama. Selama

Intifadha Pertama, mural adalah media yang berhubungan langsung dengan

khalayak publik guna menyebarkan informasi, dan dengan cepat ditutup-tutupi

oleh tentara Israel. Karena mural merupakan simbol perlawanan terhadap otoritas

Israel dan juga sebagai bentuk pembangkangan sipil. Memang dengan demikian

rakyat Palestina tidak merasa bersuara, tetapi mereka dapat berbicara melalui

mural.

A. Munculnya Politik Mural di Palestina

Dinding-dinding di wilayah Palestina telah disulap menjadi kanvas raksasa

oleh para pemuda Palestina. Dinding dalam perspektif seni jalanan, dapat menjadi

ruang publik ketika struktur bangunan menghadap keluar dan dapat diakses

publik. Kini di Palestina, ruang publik telah menjadi galeri terbuka bagi lukisan-

Page 58: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

48

lukisan mural dan dapat dinikmati oleh para audiens dengan mudah sebagai

bagian dari perlawanan, namun melalui jalur kreatif.

Istilah creative resistance sangat cocok dialamatkan kepada mural, dengan

mengacu pada cara pandang media untuk melawan ketidakadilan khususnya di

Palestina. Menurut Norman, “rakyat Palestina harus mengembangkan seni strategi

kreatif lainnya untuk memengaruhi publik dan pemerintah Israel juga

internasional”.1 Namun, dalam hal ini tidak hanya nilai kreativitas yang

diperhitungkan, tetapi juga fakta bahwa sebuah seni dapat disederajatkan dengan

senjata. Creative resistance melibatkan unsur tulisan dan gambar untuk

mendokumentasikan cerita rakyat Palestina. Gambar dan narasi merupakan saksi

atas tindakan pendudukan Israel terhadap rakyat Palestina sekaligus sebagai

bentuk pengecaman terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia dan untuk

mengubah realitas rakyat Palestina.2

Munculnya mural Palestina dilatarbelakangi oleh kelompok pro-Irlandia

(Irish Republican Army/IRA) yang menjalin hubungan dengan otoritas PLO di

Palestina sekitar tahun 1970-an. Relasi tersebut terjalin karena kelompok Irlandia

Utara merasa memiliki kesamaan nasib dengan penduduk Arab Palestina yang

terjajah dan terusir di tanah sendiri. Tidak hanya itu, relasi yang terjalin antara

IRA – PLO juga mencakup pertukaran informasi, pelatihan, finansial, hingga

persenjataan.

1J. Norman. The Second Palestinian Intifada: Civil Resistance, (London: Routledege,

2010), h. 12. 2Kurasawa. “A Message in a Bottle: Bearing Witness as a Mode of Transnational

Practice”, Theory, Culture and Society Vol. 26 (2009), h. 94.

Page 59: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

49

Menurut Rory Miller dalam buku yang berjudul Ireland and The Palestine

Question, mengatakan bahwa ada beberapa alasan mengapa Irlandia menaruh

perhatian sendiri mengenai konflik Palestina – Israel, di antaranya:

I. Persamaan Historis : Sebelum awal abad ke-20, Irlandia merupakan

bagian dari wilayah jajahan Inggris atau Britania Raya. Pasca peristiwa

tahun 1916 di Dublin yang diikuti perjuangan bersenjata menjadikan

upaya Irlandia untuk terlepas dari Inggris semakin mendekati

kenyataan. Melalui traktat Anglo – Inggris pada tahun 1920,

menyebabkan Inggris menyetujui untuk memberikan kemerdekaan

kepada sebagian besar wilayah Irlandia, namun wilayah Irlandia Utara

tetap menjadi bagian dari Inggris Raya. Kebijakan yang dibuat Inggris

dalam traktat tersebut dipandang kaum Nasionalis Irlandia sebagai

tindakan pembagian paksa yang bertentangan dengan keinginan

mayoritas rakyat Irlandia.

Hal tersebut menyebabkan Irlandia menilai Inggris tidak memberikan

kemerdekaan secara utuh karena perjanjian pembagian wilayah

dianggapnya berat sebelah. Dengan melihat kesamaan historis tersebut,

Irlandia memiliki opini tersendiri tentang isu pembagian wilayah yang

juga dialami Palestina. Pada tahun 1937, Irlandia menolak proposal

pembagian tanah dalam sidang Liga Bangsa Bangsa (LBB). Dalam

salah satu buletin terbitan Kementrian Hubungan Luar Negeri Irlandia

pada tahun 1938 menyatakan secara implisit bahwa Inggris ingin

membagi wilayah Palestina, sama seperti yang dilakukannya pada

Irlandia beberapa tahun sebelumnya.

Page 60: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

50

II. Hubungan dengan Vatikan : Sebagai negara yang mayoritasnya

adalah beragama Katolik dan berdiri dengan pondasi negara Katolik

sekuler, bukan hal yang rumit jika Irlandia memiliki hubungan yang

erat dengan Vatikan sebagai pusat dari umat Katolik seluruh dunia.

Alasan itulah yang menyebabkan Irlandia dalam kebijakan luar

negerinya juga berusaha menyelaraskan diri dengan pandangan

Vatikan yang menyerukan internasionalisasi Yerusalem sejak tahun

1948. Setahun berikutnya, menteri luar negeri Irlandia Sean MacBride

mengatakan bahwa tempat-tempat suci Yerusalem harus dilindungi

dan berada di bawah kendali internasional.

III. Cara Pandang Kelompok Irlandia terhadap Kaum Yahudi dan

Israel : Pada awalnya Irlandia menaruh simpati terhadap kaum Yahudi

dalam usaha mendirikan negara dan menentukan nasibnya sendiri. Hal

tersebut karena kesamaan rasa sebagai bangsa yang terusir dan

terdiskriminasi dari tanahnya sendiri. Sejak runtuhnya kerajaan mereka

akibat serangan Kekaisaran Romawi beberapa abad sebelum Masehi,

kaum Yahudi terdiaspora dan kebanyakan dari mereka mengalami

tindakan diskriminasi di negara-negara tempat mereka tinggal. Tidak

sedikit pula dari mereka yang menjadi sasaran pembantaian; pogrom,

holocaust, dan inkuisisi.3

3Pogrom (kehancuran) adalah serangan penuh kekerasan besar-besaran yang terorganisasi

atas sebuah kelompok tertentu, etnis, keagamaan, atau lainnya. Secara historis istilah ini digunakan

untuk mengacu pada tindakan kekerasan beasar-besaran, baik secara spontan ataupun terencana

terhadap orang Yahudi. Lihat Stephen M Berk. Year of Crisis, Year of Hope: Russian Jewry and

the Pogroms of 1881–1882, (New York : Greenwood, 1985, h. 55).

Holocaust (seluruh atau terbakar) dan dikenal pula dengan Shoah (bancana atau

kehancuran), adalah genosida terhadap enam juta penganut Yahudi Eropa selama Perang Dunia II.

Suatu program pembunuhan sistematis yang didukung oleh Nazi. Secara khusus lebih dari satu

juta anak Yahudi tewas , serta sekitar dua juta wanita dan tiga juta jiwa pria Yahudi tewas dalam

Page 61: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

51

Namun seiring berjalannya waktu, opini masyarakat Irlandia terutama

kelompok Nasionalis terhadap kelompok Zionis Yahudi berubah

drastis. Sejak kelompok Zionis menerima kebijakan pembagian tanah

Palestina, kelompok Nasionalis Irlandia memandang Israel tidak lebih

sebagai kelompok kolonial yang merampas tanah pribumi. Pasca

berdirinya negara Israel pada tahun 1948, mereka beranggapan bahwa

berdirinya Israel yang diprakarsai oleh Inggris merupakan bentuk

pembungkaman nasionalisme Arab di wilayah tersebut. Sama seperti

pendirian Irlandia Utara yang bersebrangan dengan kepentingan kaum

nasionalis Irlandia yang ingin wilayahnya merdeka seutuhnya.4

Dukungan masyarakat Katolik Irlandia terhadap Palestina dapat terlihat

pada lanskap pemukiman kelompok Katolik Irlandia di wilayah Derry dan Belfast

yang merupakan dua kota terbesar di Irlandia Utara. Wilayah tersebut merupakan

lokasi terjadinya konflik etnis antara kelompok Katolik (pro-Irlandia) dengan

Unionis Protestan (pro-Inggris) yang dikenal sebagai The Troubles.

Selama konflik The Troubles di Irlandia Utara, beragam bentuk mural

muncul sebagai wujud visualisasi dan pengobar semangat, baik dari pihak

Nasionalis ataupun Unionis. Tema-tema yang diangkat pada mural tersebut di

kasus Holocaust. Lihat Donald L Niewyk, The Columbia Guide to the Holocaust. (Columbia

University Press, 2000, h. 45).

Inkuisisi merupakan pengadilan Gereja abad pertengahan yang ditunjuk untuk mengusut

bid’at, disebut demikian karena menentang kesalahan dan tradisi Gereja Roma (diperintahkan oleh

Uskup atau Paus). Pada tahun 1487, Paus Innocentius VIII menunjuk rahib Dominikan Spanyol,

Tomas de Torquemada, sebagai pelaksana Inkuisisi Agung. Di bawah kekuasaannya, ribuan orang

Kristen, Yahudi, Muslim, “penyihir”, serta orang-orang lainnya terbunuh dan disiksa. Orang-orang

yang berada dalam bahaya terbesar karena Inkuisisi adalah kaum Alumbrados (penganut mistik di

Spanyol) dan Protestan. Lihat Henry Charles Lea, A History of The Inquisition of Spain, (New

York: AMS Press Inc, 1988, h. 47). 4Rory Miler and Allan Shatter. Ireland and the Palestine Question 1948-2004, (Irlandia :

Irish Academic Press, 2005), h. 28.

Page 62: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

52

antaranya tentang; kelompok bersenjata, tokoh yang memiliki pengaruh, peristiwa

penting, serta opini dari suatu kelompok. Mural yang bertemakan sikap solidaritas

Irlandia dengan Palestina juga turut terlihat. Hal tersebut dikarenakan, kasus

Palestina dianggap mirip dengan kasus Irlandia pada masa Inggris.5

Pada tahun 1982 di Belfast, terdapat mural kelompok Nasionalis yang

sangat terkenal. Mural tersebut menampilkan gambar pejuang PLO dengan IRA

yang sedang mengangkat senjata RPG (Rocket Propelled Grenade) secara

bersama-sama. Di bagian bawah terdapat tulisan one struggle (satu perjuangan),

suatu kalimat simbolik yang menyatakan bahwa PLO dan IRA sama-sama

berjuang untuk memerdekakan masing-masing wilayahya (Lihat gambar 4.5).

Sikap dan hubungan antara kedua negara tersebut disinyalir merupakan salah satu

alasan mengapa seni mural ikut terbawa dan menjadi budaya baru dalam

perjuangan bangsa Palestina yang membuat lanskap dinding menjadi penuh warna

di setiap tempat.

Coretan dinding di Palestina sesungguhnya telah ada sejak akhir tahun

1970-an, walaupun mayoritas coretan tersebut masih berbentuk tulisan sederhana

dan diproduksi oleh para pemuda sebagai pelampiasan kekecewaan atas

pendudukan Israel. Namun dengan munculnya Intifadha Pertama tahun 1987, aksi

mereka telah menarik perhatian segenap gerakan politik Palestina dan membuat

seni dinding menjadi upaya legal dalam perjuangan mereka.6 Legalitas tersebut

muncul karena sebelumnya Israel menguasai semua berita dan saluran informasi

di jalur pantai, akibatnya tidak ada akses televisi maupun radio Palestina. Di Gaza

5Rory Miler and Allan Shatter. Ireland and the Palestine Question 1948-2004, , h. 28.

6Mia Gröndahl, Gaza Graffiti: messages of love and politics. (Cairo : The American

University in Cairo Press, 2009), h. 4.

Page 63: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

53

sendiri tidak memiliki koran harian lokal, dan Israel selalu memberikan

pengawasan terhadap koran-koran Palestina yang datang dari Yerusalem.

Akibatnya untuk pertama kali rakyat Palestina tidak dapat menyebarkan informasi

atau sekedar mengatakan apa yang sedang terjadi.7 Karena itulah dengan adanya

pengalaman serta hubungan dengan IRA telah menjadikan dinding menjadi

saluran alternatif komunikasi dan sebagai tempat memproduksi surat kabar yang

dapat menjangkau semua khalayak Palestina.8

Dalam politik mural, para aktifis Intifadha telah menemukan cara untuk

menginformasikan kepada rakyat Palestina tentang situasi yang sedang terjadi.

Dinding seolah-olah menceritakan mereka yang telah berpartisipasi dalam

pertempuran, memanggil mereka untuk mengambil bagian dalam aksi unjuk rasa

baru, dan mendorong mereka untuk terus melawan. Dengan demikian mural telah

menjadi alat untuk memecahkan ketakutan, menambah motivasi, serta panggilan

mereka untuk bangkit.

B. Mural Intifadha

Salah satu ciri yang paling mencolok dari lanskap budaya akibat

pendudukan Israel di Palestina pada masa Intifadha Pertama, di akhir tahun 1980-

an hingga awal tahun 1990-an, adalah goresan pada dinding.9 Sebab, sepasang

mata akan segera tertuju pada coret-coretan mural yang hampir memenuhi setiap

dinding batu di Palestina. Sebagai hasil budaya ciptaan mereka (baca: artefak),

sifat mural tidak pasif atau mati. Karena melihat dan membaca merupakan

7Mia Gröndahl, Gaza Graffiti: messages of love and politics, h. 6.

8Sumber: http://www.aljazeera.com/focus/gazaoneyearon/009/12/20, (akses:23/9/14).

9Selengkapnya lihat lampiran, 4.1.

Page 64: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

54

perilaku aktif sehari-hari manusia, sedangkan fungsi dari gambar dan bahasa

adalah sebagai pembawa hubungannya. Oleh karena itu mural diproduksi secara

sembunyi-sembunyi tanpa sepengetahuan tentara Israel. Sebab, tentara Israel akan

segera menindaklanjuti aksi tersebut, hingga menyebabkan kekerasan fisik

terhadap pelakunya.10

Namun sebagai balasannya, tindakan tersebut mendapat

apresiasi tinggi oleh rakyat Palestina, karena dalam pandangan mereka sebagai

pembaca, mural yang dihasilkan terkandung nilai emosi, keberanian, semangat,

dan tekat.

Menurut Edward Said, “dalam sebuah coretan dinding, tidak ada yang

menulis untuk dirinya sendiri, selalu ada yang lainnya dan mau tidak mau hal ini

mengubah interpresi dinding menjadi kegiatan sosial”.11

Membaca dan menyerap

pesan mural terjadi karena didasari oleh arena historis dan budaya. Karena ketika

mereka membaca mural dan graffiti tidak terlepas dari kondisi serta konten

mereka.

1. Mural pada Intifadha Pertama

Selama masa Intifadha Pertama, Mural mengambil tempat terhadap

konstelasi12

taktik perlawanan untuk melakukan intervensi dengan otoritas

pendudukan. Karena tindakan menulis dan membaca dapat menganggu hubungan

pendudukan Israel – sipil Palestina dalam berbagai cara. Munculnya goresan pada

dinding secara tiba-tiba dan serentak di setiap wilayah Gaza dan Tepi Barat selalu

10

Julie Peteet. “The writing on the walls: the graffiti of the intifada”, Cultural

Anthropology, Vol. 11, no. 2, (1996), h. 139. 11

Edward Said. Opponents, Audiences, Constituencies, and Community. In The Politics of

Interpretations. (Chicago: University of Chicago Press, 1983) h. 9. 12

Konstelasi menurut KBBI Online adalah 1. keadaan, tatanan (Politik Eropa) 2. Bangun,

bentuk, susunan, kaitan, 4. gambaran. Sumber : http://kbbi.web.id/konstelasi

Page 65: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

55

menjadi media pengingat akan kisah ketidaknormalan hidup di bawah

Pendudukan Israel maupun pemberontakan massa setiap harinya.

Para pemuda Palestina menuliskan mural mereka di sebuah dinding

pertahanan serta yang lebih berani pada kendaraan lapis baja milik IDF (Israel

Denfense Force).13

Penampakan mural tersebut merupakan bentuk resistensi atas

tindakan akuisisi Israel terhadap wilayah Palestina, sekaligus bentuk celaan bagi

mereka.14

Mural adalah salah satu media terkecil, mereka sering memunculkan

tanda-tanda (kode), tulisan atau gambar dalam waktu cepat,15

berani, dan

fragmentaris, seperti gerakan Intifadha itu sendiri.16

Mural-mural Intifadha

biasanya sangat sederhana dengan menampilkan beragam kata dengan simbol

terbatas yang bertujuan untuk mengekspresikan kondisi sosial-politik mereka.

Berkaitan dengan konteks Intifadha Pertama yang muncul sebelum adanya

jaringan Internet, menulis di dinding menjadi media pilihan terakhir para pemuda

Palestina. Hal tersebut karena adanya lembaga sensor yang diberlakukan Israel,

sehingga memperlemah dan bahkan mematikan akses media lokal Palestina, baik

cetak maupun elektronik.17

Akibatnya, rakyat Palestina tidak mendapatkan

sumber informasi tentang perkembangan kondisi politik mereka. Namun dengan

munculnya mural pada setiap dinding di wilayah Palestina, telah mengubah

13

Jonathan Matusitz. Symbolism in Terrorism: Motivation, Communication, and

Behavior. (Lanham: Rowman & Littlefield, 2014), h. 125. 14

Jonathan Matusitz. Symbolism in Terrorism: Motivation, Communication, and

Behavior, h. 126. 15

Yang dimaksud “cepat” di sini adalah, malam hari diproduksi dan pada pagi harinya

mural baru telah muncul. 16

Intifadha bersifat: cepat, tiba-tiba, berani (menghadapi tentara Israel hanya dengan

bermodalkan batu), dan fragmentaris (berupa bagian-bagian/aksinya tidak berfokus pada satu

bagian, namun terpecah-pecah dalam artian menyebar di setiap tempat). 17

Jonathan Matusitz. Symbolism in Terrorism: Motivation, Communication, and

Behavior. (Lanham : Rowman & Littlefield, 2014), h. 127.

Page 66: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

56

kondisi keterbatasan informasi tersebut. Mural kini menjadi satu-satunya media

yang dapat menghindari pengaturan sensor Israel dan membuat hubungan

langsung dengan publik, sehingga mengundang respons aktif dari pembaca atau

audiens.

Mural adalah cara termudah bagi para pemuda Palestina untuk

menyuarakan aspirasi, ide, gagasan serta pesan orang tua mereka. Sebuah genre

graffiti memperlihatkan seorang ibu yang membawa pesan pengorbanan, “jika

seorang teman kembali tanpa aku, ibu akan menangis, namun setiap tetesan air

mata yang jatuh merupakan bahan bakar kobaran api cahaya kebebasan”.18

Menulis di dinding merupakan cara yang egaliter (baca: merakyat) dan

mampu memberikan semangat juang rakyat Palestina di tengah ruang publik.

Dinding memungkinkan setiap orang untuk menyuarakan protes ataupun

penolakan mereka. Para pemuda Palestina bermaksud agar masyarakat luas

mengetahui ide gagasan mereka, sehingga mural layaknya sebuah billboard

(papan iklan) bagi rakyat Palestina. Namun pada kesempatan lain, mural tersebut

dimanfaatkan oleh pihak Israel sebagai alat pengawas dan sebagai celah untuk

mendeteksi terjadinya aksi serta mengontrol segalanya. Dalam hal ini,

pemberlakuan sensor sangat dibutuhkan Israel agar tidak terjadi komunikasi

dengan masyarakat lokal maupun global mengenai situasi di Palestina, karena

mural mampu mempengaruhi dan merespons aktif para pembacanya. Dan yang

paling penting, mural merupakan bagian dari repertoar19

tindakan pembangkangan

18

Julie Peteet. “The Writing on the Walls: The Graffiti of the Intifada”, Cultural

Anthropology, Vol. 11, No. 2 (1996), h. 154. 19

Repertoar adalah daftar rencana permainan sandiwara, opera, balet, komposisi musik,

lagu, atau peran yang telah dipersiapkan dan dipelajari oleh artis, grup musik, orkestra, atau

Page 67: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

57

sipil. Sikap yang paling menonjol adalah menolak membayar pajak, pemboikotan

barang Israel, dan mengibarkan bendera Palestina. Sebagai hasil budaya tangan

manusia, mural merupakan usaha dalam mengekspresikan ide gagasan mereka

secara global untuk menggulingkan hierarki kekuasaan Israel.

Sejak kemunculannya, mural adalah salah satu cara untuk melawan

pendudukan Israel dengan mengiringi strategi mobilisasi massa, mulai dari

mengunjungi, mengajak, dan akhirnya ikut terlibat ke dalam konfrontasi. Dengan

demikian mural mencoba memberikan sugesti dan menyerukan kepada audiens

agar menolak kehadiran pendudukan Israel serta mengambil tindakan.20

Oleh

sebab itu, mereka yang memproduksi mural dengan genre dramatis dan

mengakibatkan aksi massa, dapat dianggap sebagai tindakan ilegal bagi tentara

Israel. Bahkan pada kesempatan lain tidak sedikit pemuda yang tewas ketika

menulis dan menggambar di dinding. Selain itu, tentara Israel juga akan menahan

siapa pun yang kedapatan memiliki bercak cat di tangan mereka.

Namun, aksi kekerasan yang dilakukan tentara Israel tidak mengurangi

langkah pemuda Palestina untuk terus aktif memploklamirkan goresan dinding.

Dinding-dinding seperti toko, rumah, dinding publik, serta telepon umum tidak

terlepas dari goresan campur aduk mural. Setiap lokasi memiliki beberapa koleksi

mural dan graffiti, kuantitas merupakan barometer dari simbol ketidakpuasan dan

kelompok sandiwara sebelum mengadakan pertunjukan di depan penonton. Lihat Yus Badudu.

Kamus Kata-Kata Serapan Asing Dalam Bahasa Indonesia, (Kompas, 2003). h. 302. 20

Strategi tersebut diberi nama days of confrontations dengan otoritas pendudukan yang

dibentuk oleh pemimpin wilayah. Days of Confrontations merupakan hari di mana orang-orang

didorong untuk mengambil bagian pada aksi yang dirancang untuk melibatkan tentara dalam

konfrontasi, seperti pelemparan batu atau menyiapkan barikade. Mural dimaksudkan untuk

memicu mobilisasi massa, menarik orang agar keluar dari rumahnya dan kehidupan sehari-hari

berubah menjadi pergulatan aksi perlawanan. Lihat Julie Peteet, “The Writing on the Walls: The

Graffiti of the Intifada”, Cultural Anthropology, Vol. 11, No. 2 (1996), h. 142.

Page 68: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

58

perlawanan rakyat. Pada satu kesempatan, dinding rumah sipil beserta tempat

bisnis dikerahkan secara formal. Hal tersebut, sebagai aksi dukungan serta

perlawanan mereka dengan Israel. Namun, pengambialihan dinding milik pribadi

ini merupakan salah satu tindakan mobilisasi dari gerakan politik internal

Palestina, sebab seniman mural tidak terlepas dari afiliansi gerakan politik di

Palestina. Karenanya para pemilik dinding akan berhadapan dengan tentara Israel

yang menuntut penghapusan dan pembayaran denda sebesar 700 Shekel Israel

(sekitar $350).21

Dengan adanya sanksi tersebut, membuat beberapa pemilik dinding

mengingkari kerjasama dengan para muralis. Pada satu kesempatan ketika terjadi

huru-hara antara sipil Palestina dengan tentara Israel, beberapa pemilik dinding

mencoba menutup penuh mural tersebut dengan cat untuk menyelamatkan diri

mereka dari denda dan penghinaan penghapusan di bawah mata tentara Israel.

Akibatnya, sikap tersebut membuat para seniman geram, dan untuk mengontrol

hal tersebut, maka sikap tegas ditunjukkan lewat mural yang bertuliskan, “Don't

paint over graffiti voluntarily. First Warning!”, sebuah instruksi yang ditujukan

kepada warga Palestina agar menahan diri dari sikap main hakim sendiri demi

keuntungan otoritas pendudukan.22

Mural memang memiliki kemampuan untuk

mengubah hubungan internal dan memanfaatkan mereka melakukan tindakan

perlawanan.

21

Julie Peteet. “The Writing on the Walls: The Graffiti of the Intifada”, Cultural

Anthropology, Vol. 11, No. 2 (1996), h. 143. 22

Namun, pada tahun 1991, Unified National Leadership (UNL) mengeluarkan instruksi

dalam bayan (leaflet) yang melarang menulis grafiti di dinding milik pribadi. Karena menanggap

Israel telah mengumpulkan terlalu banyak pendapatan dari denda pemilik dinding yang dipenuhi

mural. Lihat Julie Peteet. “The Writing on the Walls: The Graffiti of the Intifada”, Cultural

Anthropology, Vol. 11, No. 2 (1996), h. 144.

Page 69: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

59

Gerakan Intifadha pada hakikatnya merupakan perlawanan kaum muda

Palestina. Sama dengan kasus Intifadha secara umum, aksi mural juga

mengerahkan sebagian besar pemuda. Sehingga aksi tersebut dapat dikatakan

seperti ritual kedua menuju kedewasaan. Sebab, bagi mereka yang ingin

tergabung ke dalam barisan keanggotaan sebuah organisasi politik, menggores

dinding menjadi salah satu syarat.23

Singkatnya, tindakan yang membuat dinding

berbicara tersebut merupakan salah satu syarat untuk memperoleh mandat

revolusioner guna memasuki status keanggotaan dalam ranah politik atau afiliasi

di Palestina.

Tema tulisan dan gambar dinding pada dasarnya diarahkan oleh para

pemimpin di masing-masing wilayah. Dan umumnya mural diproduksi pada

malam hari lalu diblok (dihapus dengan cat) Israel pada siang hari. Karenanya,

wajah dinding akan selalu berubah-ubah dalam setiap waktu, baik pagi, sore, dan

malam hari. Isi konten mural sendiri selalu seragam dan riuh, sebanyak terjadinya

pemberontakan. Retorika mereka sangat dituntut untuk menandakan

persimpangan batas terlarang antara Palestina-Israel.24

Melalui mural, suara rakyat Palestina secara luas mampu terwakilkan.

Kehadiran suara pada sebuah ruang publik Palestina yang lolos dari sensor Israel

dan bernada berani muncul bersamaan dengan tagging faksi politik untuk

mengobarkan semangat perlawanan rakyat Palestina yang bertuliskan, ”Kematian

23

Menulis mural merupakan tugas pertama yang dilakukan seorang calon jika ingin

tergabung dalam barisan. Selain itu, kesiapan dan mentalitas calon juga menjadi prioritas utama,

dilihat dari komitmennya yang ikut terlibat ke dalam aksi perlawanan dan juga kapasitasnya dalam

menghadapi bahaya. Julie Peteet. “The Writing on the Walls: The Graffiti of the Intifada”,

Cultural Anthropology, Vol. 11, No. 2 (1996), h. 144. 24

Ghazi Hamad, “Writings on the wall”, Palestine Report, vol. 10, no. 22, (2003), h. 179.

Page 70: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

60

bagi pemukim di mana pun mereka berada – PFLP” (Popular Front for the

Liberation of Palestine).25

“Kami adalah orang-orang kuat terhadap semua model

penyiksaan yang ada – PFLP”; “Cepat kembalikan kemerdekaan kami!! – UNL”

(Unified National Leadership), “Tidak untuk penjajahan”. Selain memberikan

semangat perjuangan, mural juga mengarahkan rakyat untuk melakukan aksi

pembangkangan terhadap Otoritas Pendudukan. “Tidak membayar pajak adalah

kewajiban nasional dan tindakan perjuangan – UNL”. “Generasi yang bangkit di

dalam ruang interogasi di bawah tongkat polisi menciptakan partai rakyat dan

semua kamerad26

- PCP” (Palestine Communist Party).27

Kebanyakan dari mural memang menampilkan kalimat-kalimat dan makna

yang tergolong tegas. Namun di balik semua itu, terdapat pula ilustrasi tulisan

yang terlihat humoris, akan tetapi tetap pada koridor perjuangan. “Penjara adalah

tempat relaksasi, kebijakan deportasi adalah pariwisata, melempar batu adalah

olahraga – UNL”.28

Tulisan tersebut, selain sebagai langkah untuk menunjukkan

kapasitas mereka dalam menantang sanksi hukum Israel juga sebagai bentuk

ketegasan akan sebuah cerita, bahwa rutinitas yang mereka jalani sehari-hari

merupakan sesuatu yang menyenangkan. Pesan terhadap sikap keberanian yang

25

PFLP, Fatah, UNL, Hamas, PCP, dan QD umumnya digunakan dan akronim yang

dituliskan semuanya muncul sebagai tanda tangan di akhir graffiti atau mural. PFLP singkatan

Front Populer untuk Pembebasan Palestina, kelompok oposisi utama di PLO. Fatah, merupakan

faksi terbesar dan paling kuat di PLO, sebagai sebuah kata, Fatah berarti “penaklukan” atau

“pembukaan”. UNL mengacu pada Kepemimpinan Nasional Bersatu, merupakan pimpinan bawah

tanah intifadha. Hamas adalah akronim dari Harakat al-Muqawama al-lslamiyya; sebagai sebuah

kata, Hamas berarti semangat, gigih, sabar. PCP mengacu pada Partai Komunis Palestina (Party

Comunist Palestine), dan QD singkatan Pasukan Mogok (Quwwat al-Darb). 26

Dalam KBBI Online, istilah Kamerad adalah panggilan sesama anggota Partai

Komunis. Sumber : http://kbbi.web.id/kamerad, (akses: 7/2/14). 27

Juliee Peteet. “The Writing on the Walls: The Graffiti of the Intifada”, Cultural

Anthropology, Vol. 11, No. 2 (1996), h. 145. 28

Julie Peteet. “The Writing on the Walls: The Graffiti of the Intifada”, h. 146.

Page 71: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

61

terbilang lugu tersebut merupakan sarana untuk mempersiapkan diri anak-anak

muda Palestina akan kemungkinan pengalamannya menjadi tahanan.

Secara keseluruhan graffiti dan mural selalu bersandingan dengan tagging

dari gerakan politik, akan tetapi tidak jarang pula muncul tagging individu.

Namun, rakyat Palestina lebih melihat goresan dinding yang muncul dengan

tagging gerakan politik. Sebab, hal tersebut lebih membawa makna kebersamaan

dan sikap nasionalisme serta menegaskan pembaca ikut terlibat ke dalam ruang

lingkup politik. Itulah sebabnya Israel sangat responsif terhadap goresan dinding.

Bagi tentara Israel tulisan atau gambar yang dibuat terburu-buru (baca: singkat)

lebih penting daripada isi kandungan yang sebenarnya.

Tentara Israel menanggapi praktik sosial tersebut serta dampak

kemungkinan dari arahan mural yang dapat menimbulkan pembaca

mengeksplorasi dan menegaskan identitas kolektif. Aksi penghapusan disertai

tindak kekerasan menjadikan catatan akan ketakukan Israel terhadap kedua

komunitas, yang memproduksi dan mensirkulasikan informasi, serta pengalaman

dan sentimen yang ditulis dan dishared kepada masyarakat luas tanpa harus

melalui kontak langsung atau face to face.29

Di bawah pemerintahan tentara Israel, kehidupan sehari-hari masyarakat

Palestina sangat diatur oleh izin, hampir pada setiap kegiatan, mulai dari

membangun rumah, membawa buku-buku ataupun sekedar menanam pohon.

Lebih dari 1.500 perintah tentara Israel mengatur kehidupan sehari-hari rakyat

Palestina. Melukis dan menulis di dinding yang tidak memiliki izin didefinisikan

29

Sirkulasi sentimen dapat menimbulkan hasutan. Lihat Julie Peteet, “The Writing on the

Walls: The Graffiti of the Intifada”, Cultural Anthropology, Vol. 11, No. 2 (1996), h. 146

Page 72: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

62

sebagai tindakan illegal.30

Jadi tentara Israel akan bergegas untuk memastikan

bahwa mural dan graffiti telah diblok. Sebagian besar tentara Israel tidak dapat

memahami isi sebenarnya, namun mereka menanggapinya hanya dengan melihat

bahwa mencoret dinding merupakan sebuah praktik sosial dari aksi

pembangkangan. Ikon yang paling dikenal, umumnya seperti; palu dan arit dari

Partai Komunis Palestina, kepalan tangan dari QD atau Masjid of Rock Dome dari

Hamas yang tidak memerlukan keaksaraan dalam bahasa Arab.

Kondisi mural yang dilukis dan ditulis adalah inti untuk menemukan

makna dan keberhasilan mereka. Mural merupakan cara menghindari penolakan

terhadap suara mereka. Ia merupakan satu-satunya cara untuk mematahkan aturan

yang membatasi mereka bersuara dan menjadi sarana utama dalam komunikasi

kepada publik. Adanya penolakan akses media cetak oleh tentara Israel, membuat

orang turun ke dinding guna menciptakan media cetak dari batu dan sekaligus

pembaca batu. Dengan demikian mural merupakan bukti tentang upaya untuk

mengembalikan suara dan fashion ruang publik, di mana arena seperti opini dapat

dibentuk.31

Akan tetapi, diakhir tahun 1980-an hingga awal tahun1990-an, dinding

telah berubah dari yang berisi resistensi terhadap Israel menjadi media persaingan

politik internal Palestina, baik berupa isu gender maupun konsep negara Palestina.

30

Hilterman menyatakan bahwa aturan Orde atau pasal Militer 101 (1967), mengenai

larangan aksi penghasutan dan propaganda, mencangkup pelarangan seperti kepemilikan dan

distribusi bahan illegal, mengibarkan bendera Palestina, dan keanggotaan dalam organisasi yang

dianggap illegal. Berdasarkan Orde Militer 101,“No publications can be brought in, sold, printed,

or kept in someone's possession in the West Bank unless a permit has been obtained for them”,

terjemahan bebas : “tidak ada publikasi yang dapat dibawa, dijual, dicetak, atau disimpan dalam

kepemilikan seseorang di Tepi barat kecuali izin telah diperoleh mereka”. Lihat Joost Hiltermann,

Behind the Intifada. Labor and Women's Movements in the Occupied Terri-tories, (Princeton, NJ :

Princeton University Press, 1991, h. 105-106). 31

Layoun mengatakan bahwa gagasan Habermas tentang ranah publik sebagai "pidato

yang ideal, situasi di mana komunikasi diskursif berlangsung. Lihat Mary Layoun, Telling Spaces:

Palestinian Women and the Engendering of National Narra-tives. In Nationalisms and Sexualities.

(New York: Routledge, 1992, h. 422).

Page 73: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

63

Namun demikian, lanskap perlawanan terhadap Israel masih tetap terlihat,

walaupun pada intensitas yang rendah.

Setelah terjadinya perjanjian damai Oslo pada tahun 1993, sebuah

instruksi keluar dengan mengatakan bahwa mural dan graffiti harus dicat (baca:

hapus) sebelum kedatangan presiden Arafat. Instruksi tersebut sesuai dengan salah

satu isi dari perjanjian damai Oslo.32

Akibatnya, warna-warni dinding di setiap

wilayah harus disapu bersih dari noda-noda coretan mural.33

Pada masa ini tidak

ada satupun kritik terhadap proses perdamaian yang terlihat di dinding, meskipun

demikian, kritikan terus berkembang tanpa henti selama tahun 1990-an.

2. Mural pada Periode Oslo

Perlawanan rakyat Palestina selama Intifadha Pertama menyebabkan

terjadinya negosiasi perdamaian serta perjanjian Oslo di tahun 1993. Namun

selama periode Oslo dari tahun 1993-2000, pendudukan Israel yang berkelanjutan

terus membatasi ekonomi dan pembangunan nasional Palestina. Akan tetapi,

dalam periode ini, rakyat Palestina diizinkan untuk mendirikan media penyiaran

mereka sendiri di wilayah pendudukan. Ini merupakan kesempatan bagi rakyat

Palestina untuk mengembangkan media-media dalam bidang lainnya.34

Otoritas

Palestina mendirikan Voice of Palestina, sebuah stasiun radio dan Televisi

Palestina pada tahun 1994. Palestina khususnya di Gaza, telah memiliki surat

32

Dasar dari munculnya instruksi tersebut adalah karena tentara Israel selalu terprovokasi

oleh hiasan yang muncul pada dinding-dinding Palestina. sehingga tidak jarang tentara Israel

menggunakan kekerasan untuk menghentikan aksi tersebut. Lihat Mia Gröndahl, Gaza Graffiti:

messages of love and politics. (Cairo : The American University in Cairo Press, 2009, h. 10). 33

Pada pertengahan 1990-an, secara menyeluruh mural dilukis untuk memperingati acara-

acara nasional atau internasional di bawah pengawasan organisasi sipil. Lihat Asmaa Al-Ghoul

“Palestinians in Gaza Express Love, Politic with Graffiti”. (Al-monitor : 23 Oktober 2013). 34

Amal Jamal. Media, Politics and Democracy in Palestine. (Sussex : Academic Press.

2005), h. 89.

Page 74: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

64

kabar sendiri untuk pertama kalinya sejak pendudukan Israel dimulai. Selain itu

palestina juga mulai menggunakan proyek berita melalui internet.35

Teknologi serta perkembangan politik telah berubah menjadi

madiascapes36

pada tahun 1994 – 2000, sehingga menghasilkan perkembangan

besar terhadap media resmi non-aparat, salah satunya media Islam yang

diprakarsai oleh Hamas. Publikasi Islam mulai beredar lebih luas dan bebas.37

Media Islam membahas mengenai masalah agama dan sosial, namun fokus utama

mereka adalah politik. Mereka memanfaatkan hal ini untuk menyampaikan

wacana propaganda perlawanannya terhadap ideologi sekuler, seperti; hak asasi

aanusia, pluralism, dan kritik terhadap otoritas resmi Palestina. Karena

pemberitaan yang terus menerus mengkritik pemerintah, menyebabkan media

kelompok Islam tersebut resmi dibatasi dan dilarang bila kedapatan ilegal. Untuk

mencegah hal tersebut, Otoritas Palestina membagun lembaga sensor serta

melakukan aksi terjun langsung dalam mengontrol institusi media. Dengan

demikian persaingan antara Hamas dan Fatah (Otoritas Palestina) semakin

terlihat.38

Selama periode Oslo, legalitas atas media elektronik dan cetak telah

membuat budaya dinding berbicara tersingkirkan. Namun perlu dicatat, pada

periode ini media Palestina tidak dapat konsisten dalam mendorong percakapan

35

Amal Jamal. Media, Politics and Democracy in Palestine, h. 92. 36

Mediascapes adalah distribusi kapabilitas elektronik untuk menghasilkan dan

menyebarkan informasi (koran, majalah, televisi, studio pembuat film). 37

Amahl Bishara. “New Media and Political Change in the Occupied Palestinian

Territories”, Middle East Journal of Culture and Communication. Tufts University (2005), h. 69. 38

Amahl Bishara. “New Media and Political Change in the Occupied Palestinian

Territories”, h. 71.

Page 75: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

65

yang hidup dengan audiens terkait isu-isu Politik, ditambah sumber daya

keuangan yang kurang menjadi faktor penyebabnya.39

3. Mural pada Intifadha Kedua

Intifadha Kedua dimulai pada September 2000, pada aksi Intifadha kali ini

mengambil bentuk yang sangat berbeda dari Intifadha Pertama karena konstelasi

yang berbeda antara pemerintahan Israel dan Palestina.40

Selain itu, legalitas atas

penggunaan akses media menjadi sebuah hal yang paling menonjol. Namun hal

tersebut tidak berlangsung lama, karena Israel kembali mengawasi akses media

Palestina, seperti pada saat Intifadha Pertama. Bahkan aksi pelarangan media

dibarengi dengan tindakan yang lebih brutal dari tentara Israel dengan

menargetkan kantor media, baik milik pemerintah Palestina ataupun independen

sebagai lokasi sasaran militer. Akibatnya, pada tahun 2000 pula Israel mengebom

pemancar radio Voice of Palestine milik Otoritas Palestina.41

Dengan demikian

rakyat Palestina kembali mengalami krisis media, baik sebagai sumber informasi

ataupun alat propaganda politik.

39

Akibatnya, media cetak seperti koran jarang mengirim wartawan ke lokasi kejadian.

Dan sekitar 55 persen konten surat kabar merupakan terjemahan atau diterbitkan dari media

internasional lainnya. Lihat Amahl Bishara, “New Media and Political Change in the Occupied

Palestinian Territories: Assembling Media Worlds and Cultivating Networks of Care”, Middle

East Journal of Culture and Communication, Tufts University, (2010), h. 70. 40

Tidak seperti Intifadha Pertama, ketika aksi protes terhadap pendudukan Israel yang

secara geografis tersebar luas di wilayah perkotaan, baik besar maupun kecil. Selama masa

Intifadha Kedua, bentrokan tidak lagi berlangsung di dalam wilayah tersebut karena adanya

administrasi Otoritas Palestina. Bentrokan tersebut justru terjadi di perbatasan kota dan di jalan

bypass, sedangkan Israel mengontrol tempat Ibadah. Lihat Amahl Bishara, “New Media and

Political Change in the Occupied Palestinian Territories: Assembling Media Worlds and

Cultivating Networks of Care”, Middle East Journal of Culture and Communication, Tufts

University (2010), h. 71. 41

Aksi tersebut terus berlanjut, pada musim dingin 2001-2002 tentara Israel menyita

peralatan media dan kemudian meledakkan bom di gedung pemerintah dan penyiaran TV Palestina

Israel juga menggeledah salah satu stasiun televisi perdana milik independen, Al-Quds Television,

dan stasiun independen lainnya. Lihat Amahl Bishara, “New Media and Political Change in the

Occupied Palestinian Territories: Assembling Media Worlds and Cultivating Networks of Care”,

Middle East Journal of Culture and Communication, Tufts University, (2010), h. 73.

Page 76: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

66

Di awal abad millennium tahun 2000, perkembangan teknologi khususnya

komunikasi menjadi media yang sangat dimanfaatkan, terlebih di Palestina. Alat

komunikasi tersebut dimanfaatkan sebagai media pengganti mural dan graffiti

dalam menyebarkan semangat perjuangan dan mengajak rakyat Palestina agar ikut

terlibat ke dalam aksi Intifadha Kedua. Namun pada situasi ini, signal telepon

merupakan hambatan dan resiko terbesar terhadap rakyat Palestina. Sebab,

kekuatan signal akan memungkinkan militer Israel untuk mencari para pejuang.

Akhirnya, opsi non-digital atau pesan lukis dinding datang kembali untuk

melayani rakyat Palestina sebagai media short message service alternatif di masa

Intifadha Kedua. Mural dan graffiti kembali menjadi media penting terhadap

elemen perlawanan dengan alasan yang sama seperti sebelumnya; mobilisasi,

resistensi, dan memorialisasi.42

Akan tetapi, pada kesempatan kali ini budaya dari

seni jalanan muncul dengan kekuatan penuh. Aktivis dan seniman lebih bebas

dalam menarik mata audiens melalui eksistensi dinding di kota Gaza dan Tepi

Barat. Kebebasan ini telah memicu bentuk baru dari gambar yang lebih modern

dan berwarna.

Namun, setelah terjadinya pembagian kekuasaan di wilayah Palestina

pasca dibangunnya tembok pemisah antara Gaza dan Tepi Barat pada tahun 2002,

di mana Hamas menguasai sepenuhnya wilayah Gaza sedangkan Fatah di Tepi

Barat, mengakibatkan terjadinya perbedaan parsial di masing-masing wilayah, tak

terkecuali mengenai dinding.

42

Sejak awal mula, mural Palestina telah melayani sejumlah fungsi utama: menentang

pendudukan dan penindasan Israel, memvalidasi perlawanan rakyat palestina, termasuk melakukan

perlawanan bersenjata, mengumpulkan penduduk untuk ikut berpartisipasi ke dalam aksi

perlawanan, dan mengumumkan pejuang yang tewas dalam konflik tersebut. Mia Gröndahl, Gaza

Graffiti: messages of love and politics, (Cairo: The American University in Cairo Press, 2009), h.

8.

Page 77: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

67

Di Tepi Barat, Fatah memegang kendali atas munculnya mural dan graffiti

terutama di area yang dikontrol oleh Otoritas Palestina seperti di kota Nablus dan

Jenin, serta kamp-kamp pengungsi seperti Aida dan Dheisheh. Tema goresan

dinding pun masih sama seperti sebelumnya. Akan tetapi pada Intifadha Kedua,

mural mayoritas berisi tentang gugurnya seseorang, hal itu menunjukkan bahwa

resistensi rakyat Palestina masih terus berjalan. Namun isi goresan dinding tidak

jarang pula yang berisikan kecaman terhadap keberadaan dinding pemisah.

Sementara itu, sebelum Hamas memegang kendali atas wilayah Gaza pada

masa Intifadha Kedua, mural dan graffiti terlihat lebih banyak berisi kritikan

terhadap Fatah yang merupakan bagian dari Otoritas resmi Palestina. Mereka

menilai terjadinya Intifadha Kedua adalah bukti bahwa perundingan damai

bukanlah jalan keluar untuk memerdekakan Palestina secara penuh, seperti yang

terkandung dalam graffiti, “Hentikan negosiasi dengan musuh…!!”.43

Kritikan

Hamas yang selalu muncul pada dinding di wilayah Gaza, menyebabkan pihak

Otoritas Palestina yang pada saat itu masih menguasai penuh seluruh tanah air,

kembali menerapkan sensor terhadap agresifitas mural-mural Hamas. Namun

setelah pengambilalihan kekuasaan oleh pihak Hamas, dinding menjadi kontrol

Hamas. Hamas hanya mengizinkan satu tema untuk digoreskan pada dinding, hal

tersebut menjadikan keanekaragaman graffiti dan mural menghilang. Tetapi dalam

situasi seperti ini, seniman Hamas memiliki ruang untuk melukis mural dan

graffiti secara terbuka. Di sisi lain, faksi Fatah yang berada di Gaza terdegradasi

ke posisi kecil dalam kehidupan politik, mereka hanya diizinkan melukis mural

terkait dengan tema peringatan kesyahidan atau ucapan untuk hari besar Islam,

43

Mia Gröndahl, Gaza Graffiti: messages of love and politics, (Cairo: The American

University in Cairo Press, 2009), h. 11.

Page 78: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

68

“Kami dari Fatah berharap semua orang merayakan Idul Fitri – Selamat hari

libur”.44

Pada satu waktu ketika pelukis Fatah ingin melukis pesan politik, maka

mereka harus bekerja dengan cara yang relatif rahasia. Sebab jika tidak demikian,

polisi Hamas akan memenjarakan mereka.45

C. Makna dari Simbol Teks dan Gambar

Hampir setiap goresan dinding di Palestina selalu disertakan dengan tanda

tangan, atau dalam seni jalanan disebut tagging. Tagging adalah simbol yang

sering dipakai untuk menciptakan ketenaran seseorang atau kelompok. Semakin

banyak graffiti atau mural yang disertakan dengan tagging serupa, maka semakin

terkenal pula nama pembuatnya. Oleh sebab itu, tagging merupakan hal yang

tidak dapat dipisahkan dari seni dinding.

Di Palestina tagging merupakan standarisasi lukisan dinding yang telah

terdaftar dalam afiliansi suatu faksi, dengan demikian akan dianugerahi otentisitas

dan legitimasi. Selama terjadinya gerakan Intifadha Pertama, seluruh elemen

kelompok pergerakan mempunyai seniman mural sendiri-sendiri. Masing-masing

dari mereka mempunyai ciri khas untuk menandakan keberadaan atas mural

tersebut. Tagging yang sering terlihat adalah akronim Fatah, simbol PFLP (peta

Palestina dilalui oleh panah horizontal yang diarahkan ke barat), simbol Partai

Komunis (palu merah dan sabit), akronim Hamas, UNL, dan aksara Arab dari

44

Mia Gröndahl, Gaza Graffiti: messages of love and politics, h. 53 45

Polisi Hamas sering memenjarakan seniman Fatah yang tertangkap sedang

memproduksi mural politik, hal ini terjadi semenjak pengambilalihan Gaza oleh pihak Hamas.

Lihat Bill Roston, Messages of allegiance and defiance: the murals of Gaza, (London: Institute of

Race relation, h. 50).

Page 79: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

69

QWM (Al-Qiyadi Al-Wataniyya Muwahhida), simbol dari pasukan mogok QD

(Quwwat Al-Darb).46

Tulisan mural biasanya dibuat dengan warna hitam, namun pada

kesempatan lain mereka muncul dengan beragam warna. Hamas menggunakan

warna hijau yang dianggap warna suci Islam, Partai Komunis dan PFLP

menggunakan warna merah, sedangkan Fatah, UNL, dan QD menggunakan warna

hitam. Simbol kelompok memiliki rasa sentimen, tagging, dan warna menyatakan

keberadaan dan kontrol dalam wilayah tersebut.47

Politik melalui teritolialisasi

bukan hanya memiliki kemampuan untuk membaca tanda-tanda yang disandikan

tetapi juga memobilisasi kaum muda di suatu daerah untuk melakukan tindakan

beresiko, seperti melukis dan menulis di dinding.

Banyak cara dan bentuk yang dilakukan pemuda dalam menyebarkan

pesan dinding kepada para audiens, baik menggunakan teks kalimat atau hanya

menggunakan sebuah gambar tanpa kalimat.

1. Teks Dinding

Pada awalnya, jenis goresan dinding pada masa Intifadha Pertama

berbentuk tulisan sederhana. Karena aksi dinding mayoritas diisi oleh para

pemuda yang hanya ingin mengekspresikan kekesalannya terhadap pendudukan.

Namun aksi tersebut telah menarik perhatian segenap kelompok gerakan politik di

Palestina dan kemudian menjadikannya sebagai anggota. Walaupun demikian,

pada kenyataanya hanya Hamas yang serius menggunakan seni jalanan sebagai

46

Selengkapnya lihat lampiran 4.2. 47

Jonathan Matusitz. Symbolism in Terrorism: Motivation, Communication, and

Behavior. (Lanham: Rowman & Littlefield, 2014), h. 124.

Page 80: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

70

alat penyebar pesan perlawanan. Upaya keseriusan Hamas tersebut terlihat, ketika

mereka memberikan pelatihan kepada para pemuda untuk membuat mural dengan

model kaligrafi Arab. Hamas berasumsi bahwa dinding sangat dibutuhkan untuk

mengumpulkan orang-orang serta memberi mereka kekuatan dalam melawan

pendudukan, karena tulisan dinding memiliki efek psikologis yang besar.

Asumsi tersebut lahir karena dengan model penyampaian dari kualitas

mural kaligrafi yang mana hal tersebut merupakan bentuk penghormatan bahasa

Arab sebagai bahasa suci Al-Qur’an, dapat membuat maknanya semakin kuat.

Serta ditambah dengan kalimat bernada profokatif, semakin menjadikan seseorang

merasa memiliki power untuk melakukan perlawanan.48

Pada kesempatan lain tidak jarang mural muncul dengan tulisan Allah

yang berada di setiap sudut atau bagian-bagian tersembunyi.49

Makna tulisan

tersebut mampu membakar semangat perjuangan rakyat Palestina, dan tulisan

Allah dianggap sebagai sumber kekuatan mereka di saat lemah serta membuat

keberadaan-Nya terasa lebih dekat bahkan menyatu. Kepercayaan inilah yang

menjadi kekuataan atas tindakan politis selama gerakan Intifadha.

Selain berisi kalimat, mural teks juga terkadang muncul dengan model

ringan seperti bentuk matematika sebagai kalimat sandi yang simpel namun

memiliki makna dalam, “Fahd+Assad= Mouse”, dan “1948+1967= Palestine”.50

48

Pada zaman pra-Islam terdapat kepercayaan yang meyakini bahwa dalam setiap tulisan

dapat mengandung unsur magis serta inspirasi atau kekuatan. 49

Selengkapnya lihat lampiran, 4.3. 50

Jonathan Matusitz. Symbolism in Terrorism: Motivation, Communication, and

Behavior. (Lanham : Rowman & Littlefield, 2014), h. 127.

Page 81: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

71

Pada model pertama kata Fahd merupakan arti dari panther dan merupakan

nama dari Raja Arab Saudi. Sedangkan Assad berarti singa yang merupakan nama

dari Presiden Suriah. Persamaan ini untuk mengingatkan rakyat Palestina bahwa

mereka seharusnya mendapatkan bantuan dari bangsa Arab, namun mereka

menutup mata akibat ketakutannya terhadap Israel. Kata Fahd dan Assad yang

mempresentasikan kekuatan, pada kenyataanya mereka lemah dan tidak memiliki

kekuatan, yang diibaratkan seperti tikus.

Di model kedua, angka 1948 dan 1967 mengacu pada memori sejarah

Palestina. angka 1948 mengingatkan bahwa di tahun tersebut lebih dari 700.000

penduduk Palestina telah diusir dari wilayahnya sendiri yang disebut dengan

peristiwa Nakbah. Sementara 1967 mengingatkan tentang perebutan wilayah

teritorial Palestina oleh Israel. Sandi mural tersebut seolah-olah mengatakan

kepada rakyat Palestina bahwa semua yang diambil Israel adalah milik bangsa

Palestina dan harus direbut kembali.51

2. Gambar Dinding

Di samping tagging yang digunakan sebagai kode suatu faksi Palestina dan

teks kalimat untuk membawa pesan, simbol gambar juga turut hadir guna

memaknai serangkaian undangan perlawanan rakyat sekaligus penanda eksistensi

faksi (baca: ikon). Gambar hadir sebagai pesan singkat tanpa kalimat. Gambar-

gambar yang sering muncul adalah kepalan tangan, tanda V, senapan, bendera

Palestina, peta Palestina, kunci dan Masjid Dome of Rock. Kepalan tangan dan

tanda V telah menjadi simbol yang dapat dikenali secara global sebagai aksi

51

Jonathan Matusitz. Symbolism in Terrorism: Motivation, Communication, and

Behavior, h. 128.

Page 82: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

72

pemberontakan dan perlawanan selama beberapa dekade hingga kini. Simbol

kepalan tangan dilambangkan dengan arti kuat, tak tergoyahkan, hingga sikap

keras, sedangkan tanda V, memiliki arti Peace.52

Terkadang gambar muncul bersama tagging, seperti mural dengan makna

nasionalisme dan perlawanan yang terlihat pada salah satu gambar dengan tagging

FTH (Fatah) yang melintasi gambar peta Palestina, bagian utara peta diubah

menjadi sosok manusia yang membawa bendera Palestina serta mural berbentuk

bendera Palestina dengan penuh warna (putih, merah, hijau, dan hitam) terlihat

dan ditagging oleh qd. Bagi rakyat Palestina, warna bendera mereka memiliki arti:

1. Warna Putih melambangkan kedamaian,

2. Warna Merah melambangkan darah para syuhada,

3. Warna Hijau mewakili kesuburan Palestina (bagi umat Muslim merupakan

warna Islam),

4. dan Warna Hitam mengacu pada penjajah.53

Dengan demikian dilihat dari sudut pandang umum, makna warna bendera

tersebut melontarkan pesan ke khalayak publik tentang pembenaran tehadap aksi

Intifadha. Berbeda dengan mereka, di Gaza, beberapa mural Hamas berfungsi

sebagai badan pengawas terhadap warga sipil Palestina, seperti gambar jari

telunjuk dengan tangan mengepal ke arah langit. Gambar tersebut memiliki

52

Jonathan Matusitz. Symbolism in Terrorism: Motivation, Communication, and

Behavior, h. 129. 53

Julie Peteet. “The writing on the walls: the graffiti of the intifada”, Cultural

Anthropology Vol. 11, no. 2, (1996), h. 141.

Page 83: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

73

makna untuk mempresentasikan penanda wilayah sekaligus peringatan Hamas

terhadap warganya yang menyimpang dari jalan Islam.54

D. Tema-tema Mural Intifadha

Selama berlangsungnya Intifadha dari tahun 1987 hingga 1993 dan

muncul kembali pada abad millennium 2000, dinding-dinding di Palestina telah

berubang fungsi, dari yang hanya sebagai elemen memperkokoh bangunan

menjadi elemen pembantu perjuangan. Secara fisik, mural memang tidak

bergantung kepada kemajuan teknologi, karena potensi goresan cat dapat timbul

di mana saja selama memiliki akses ruang kosong. Akan tetapi, sifat interaktif

dengan audiens merupakan hal wajib, sebagai platform komunikasi ke khalayak

luas. Dengan demikian, mural dialamatkan langsung kepada setiap orang untuk

menarik perhatian akan sebuah cerita yang tidak terhitung, sehingga tanpa rasa

malu, mural telah menjadi bagian dari media protes dan perlawanan yang

dimaksudkan untuk menciptakan propaganda.55

Di Palestina, mural telah banyak ditekan sebagai akibat dari adanya

pendudukan. Para pemuda Palestina melukiskan gambar terkait dengan tema

perlawanan terhadap kekuatan imperialisme, rasisme, dan penindasan Israel.

Dalam konteks ini, dinding telah mengambil peran sebagai seorang pendongeng

yang menceritakan kisah tentang masyarakat tertindas sejak Israel datang.

54

Selengkapnya lihat lampiran 4.4. 55

Pada hakikatnya mural memang indentik dengan seni protes. Protest art atau seni protes

merupakan sebuah istilah yang mengacu pada sikap kepedulian melalui karya kreatif yang

diproduksi oleh aktifis atau gerakan sosial. Mereka menghasilkan karya untuk menyampaikan

pesan dari kejadian tertentu dan karya tersebut muncul sebagai panggilan kepada khalayak luas

guna menunjukkan seseorang atau kelompok yang sedang termarjinalkan dapat dilihat dan

didengar. Lihat Jean Robertson. Themes of Contemporary Art - Visual Art after 1980, (New York :

Oxford University Press, Inc. 2005), h. 42.

Page 84: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

74

Akibatnya, seni visual mendapat perhatian lebih karena memiliki peran yang

menonjol dari bentuk ekspresi diri terhadap perlawanan rakyat Palestina.

Sebagai media komunikasi, relasi, dan interaksi, mural berusaha

menguraikan pesan kecaman dan perlawanan terhadap agresi militer Israel dengan

mempresentasikan secara luas gambaran dramatis para korban.56

Namun, selain

berisi tema-tema tentang sebuah aksi protes dan perlawanan, mural Palestina juga

selalu menyajikan tema-tema besar lain yang selalu muncul selama masa-masa

Intifadha Pertama ataupun Kedua, di antaranya:

1. Tahanan Palestina

Selama Perang Enam Hari pada tahun 1967 dan Intifadha Pertama, telah

diperkirakan sekitar 600.000 rakyat Palestina dipenjarakan.57

Pada akhir

Desember 2012, perkiraan tersebut meningkat menjadi 800.000 orang, seperlima

dari populasi penduduk Palestina dan mayoritas tanpa melalui pengadilan.58

Menurut Kementerian Tahanan dan Eks-tahanan Palestina, Israel menangkap

sekitar 10.000 anak-anak Palestina pada dekade awal Intifadha Kedua.59

Mengingat statistik ini, tidaklah mengherankan bahwa pembebasan tahanan sering

menjadi tema pembahasan dalam setiap mural Palestina sebagai bentuk dukungan

terhadap mereka.

56

Bill Roston. Messages of allegiance and defiance: the murals of Gaza. (London:

Institute of Race relation, 2014), h. 55. Lihat lampiran 4.5 57

Statistik penangkapan, pemenjaraan, dan penyiksaan, Palestinian Centre for Human

Rights. http://www.pchrgaza.org/arrests_torture_stat.html, (akses: 28/2/15) 58

Mohammed Mar’i, Israeli Forces arrested 800.000 Palestinians since 1967, (Saudi

Gazette: 12 Desember 2012). http://www.saudigazette.com.sa/index.cfm?method, (akses: 28/2/15). 59

Mohammed Mar’I, Israel arrested 10.000 Palestinian Children since 2000, (Saudi

Gazette: 30 September 2013). http://www.saudigazette.com.sa/index.cfm?method=20130930,

(akses: 28/2/15).

Page 85: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

75

Hal ini merupakan aksi kampanye sekaligus bertujuan untuk

meningkatkan kesadaran rakyat Palestina terhadap penderitaan para tahanan serta

membangun rasa solidaritas terhadap perjuangannya dan mengupayakan

kebebasan mereka.60

2. Kesyahidan

Dinding memberikan laporan tentang korban tewas, sebagai langkah untuk

membangkitkan sentimen masyarakat serta perasaan kehilangan.61

Namun, sebuah

kehormatan yang tinggi apabila nama para korban tercantum pada dinding, sebab

mereka akan diangkat statusnya sebagai seorang syuhada secara nasional (baca:

pahlawan), hal ini mengindikasikan bahwa gerakan Palestina memiliki kekuatan

dan legitimasi untuk memutuskan siapa yang menjadi syahid62

dan pengorbanan

serta kematian mereka perlu dikenang.63

Selain itu, munculnya daftar korban

tewas pada dinding menunjukkan adanya hari berkabung bagi rakyat Palestina.

Peringatan 40 harian untuk orang yang telah meninggal, merupakan

kebiasaan di kalangan Muslim Palestina. Namun hal itu diperpanjang menjadi

peringatan tidak terbatas untuk berkabung kepada para syuhada Intifadha. Dari

awal Intifadha, serangkaian anjuran terhadap perilaku rakyat Palestina telah

dicantumkan dan sebagian besar ditaati, seperti; tidak ada pesta dan tidak ada

60

Lihat lampiran 4.6. 61

Pada awalnya Hamas sempat melarang adanya potret para pejuang yang gugur di

dinding. Namun atas nasihat para pemimpin Islam Palestina yang mengatakan, “seseorang

mungkin telah keliru menganggap nama tersebut adalah sosok yang kudus”, banyak mural di

seluruh Gaza menggambarkan seorang pria bersenjata yang tewas dalam aksi. Mereka

mengenakan seragam dan senjata, dengan bangga saat mereka terlihat seperti memandang

langsung ke arah audiens. Bersama simbol kelompok militer mereka (Hamas, Jihad Islam atau

Fatah). Lihat Bill Roston. Messages of allegiance and defiance: the murals of Gaza. (London:

Institute of Race relation, 2014, h. 42). 62

Syuhada merupakan istilah agama dan bagi bangsa Palestina sebutan tersebut menunjuk

kepada siapa saja yang berjuang dan menolak pendudukan Israel. 63

Selengkapnya lihat Lampiran 4.5.

Page 86: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

76

yang menari. Para perempuan dianjurkan untuk tidak berpakaian mewah atau

dengan make up yang berlebihan, bahkan acara pernikahan harus berlangsung

dengan sangat sederhana. Singkatnya, rakyat Palestina tidak diperkenankan

memanjakan diri dalam bentuk kesenangan yang berlebihan, upaya demikian

dilakukan untuk menghormati para syuhada.64

Dinding sebagai media memorialisasi para korban dan syuhada bertujuan

untuk menimbulkan rasa empati, dorongan, dan identifikasi dengan orang-orang

yang telah kehilangan nyawa. Dinding juga memberikan perasaan bersalah kepada

para korban serta refleksi diri, karena ketika seseorang melihat nama-nama korban

di dinding, mereka akan merasa seperti tidak memberikan kontribusi yang cukup

untuk negaranya sendiri.65

Bukan hanya sekedar media memorialisasi atau batu nisan semata, namun

berdirinya mural tersebut merupakan contoh dan panutan bagi orang lain, tentang

arti sikap pengorbanannya dalam membangun bangsa, dan membuat sebutan mati

syahid menjadi terlihat heroik bagi generasi sekarang dan masa depan rakyat

Palestina dalam memperjuangkan kemerdekaannya.66

3. Nakba Day

Ruang memori publik rakyat Palestina tersusun di sekitar peristiwa Nakba,

hal itu karena Nakba terikat secara temporal dan spasial. Nakba day, atau Yaum

Nakba yang dalam bahasa Indonesia berarti hari malapetaka, merupakan hari

peringatan atas didirikannya negara Israel dari sudut pandang bangsa Palestina.

64

Julie Peteet. “The writing on the walls: the graffiti of the intifada”, Cultural

Anthropology, Vol. 11, no. 2, (1996), h. 153. 65

Julie Peteet. “The writing on the walls: the graffiti of the intifada”, h. 154. 66

Lihat Lampiran 4.7.

Page 87: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

77

Proklamasi pendirian Israel pada tanggal 14 Mei 1948 bagi orang-orang Zionis

merupakan perwujudan cita-cita bersejarah kaum Yahudi yang tersebar di

berbagai negara dan menginginkan adanya persatuan di suatu wilayah atau negara.

Namun bagi bangsa Palestina, hari tersebut menjadi tonggak pengusiran ratusan

ribu orang Arab Palestina. Pengusiran tersebut terus berlangsung hingga kini,

diperkirakan sekitar lima juta orang Palestina hidup terusir dan menyebar ke

berbagai wilayah atau menjadi pengungsi di dalam wilayah Palestina. Mayoritas

dari mereka masih memegang kunci dan sertifikat rumah yang sebagian telah

dihancurkan atau ditempati warga Israel. Dengan demikian, Nakbah menjadi

peristiwa yang tidak dapat dilupakan dari memori rakyat Palestina.

Namun tidak hanya sebagai situs memori, Nakba juga menjadi simbol dari

semua yang telah hilang. Dan lukisan mural menjadi salah satu media yang paling

aktif menyuarakan peristiwa tersebut. Mural bertansformasi menjadi ruang masa

lalu di mana lanskap visual mengajak para audiens berdialog tentang kenangan

mereka. Peristiwa Nakba diidealisasikan terhadap kerasnya kenyataan

pengalaman warga Palestina di tenda pengasingan, sehingga memori publik

tersebut seperti sebuah dialog yang membangkitkan beberapa kenangan pribadi

mereka.67

Secara bersamaan, diskursif tersebut menyediakan dorongan yang kuat

terhadap identitas mereka di masa sekarang serta mendefinisikan daerah asal

mereka yang sebenarnya dan berdampak pada ambisi seseorang untuk kembali

pulang.

67

Wacana popular yang mengiringi tema tersebut adalah tentang gambaran desa hijau

yang indah serta masyarakat dengan kehidupan damai di tanah air, sampai puncak bencana rakyat

Palestina datang pada peristiwa Nakba. Kehidupan mereka yang sempurna hilang, serta munculnya

tindakan ketidakadilan yang dilakukan terhadap mereka. Wacanan tersebut dilakukan sebagai

upaya untuk membakar semangat rakyat Palestina tentang usaha mereka kembali ke desa asalnya

di Palestina. Lihat Bill Roston. Messages of allegiance and defiance: the murals of Gaza,

(London: Institute of Race relation, 2014, h. 60).

Page 88: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

78

E. Dampak Mural

Munculnya mural pada dinding merupakan isyarat keberhasilan para

pemuda Palestina mengalahkan pengawasan Israel. Penampakan mural tersebut

sering terlihat di dinding-dinding ruang publik seperti; jalan umum, lapangan, dan

area komersial padat.68

Akan tetapi, membaca mural tidak seperti membrowsing di

sebuah perpustakaan atau toko buku untuk memilih tema bacaan, karena mereka

tidak memiliki alokasi khusus dalam menentukan masing-masing tema pada

setiap wilayah. Namun, dinding tidak diproduksi dan dikemas sebagai genre yang

berbeda dari sebuah buku atau surat kabar, mereka juga tidak membentuk

perbedaan estetika dengan pembaca. Satu-satunya modal yang harus dimiliki

untuk membaca dinding adalah mengerti huruf Arab, karena pada dasarnya mural

dihiasi oleh tulisan Arab. Akan tetapi, pada kesempatan lain hal tersebut tidak

terlalu diperlukan, karena seseorang akan membacakanya dan menyebarkan

bacaan tersebut ke orang lain. Dengan demikian, konten mural tersebut ditujukan

untuk audiens internal.

Sebagai praktek sosial, membaca dinding didasarkan pada posisi serta

pengalaman Palestina di bawah payung kekuasaan pendudukan Israel. Dinding

diartikan sebagai bentuk kesatuan sentimen dan identitas, serta panggilan untuk

melakukan tindakan. Sedangkan bagi masyarakat Israel di wilayah pendudukan,

mural dianggap sebagai bentuk pembangkangan dan prilaku anarkis tanpa hukum.

Tetapi menurut analisa tentara Israel, hal tersebut adalah sebuah pelanggaran

68

Jonathan Matusitz. Symbolism in Terrorism: Motivation, Communication, and

Behavior. (Lanham : Rowman & Littlefield, 2014), h. 123.

Page 89: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

79

hukum, karena munculnya mural merupakan penanda bahwa mereka akan segera

berhadapan dengan konfrotasi masa.

1. Bagi rakyat Palestina

Mural dapat mensugesti audien untuk melakukan tindakan, hal ini

mengacu kepada rakyat Palestina yang secara kolektif menolak keberadaan

pendudukan di wilayah mereka. Dalam kategori sebagai pembaca, mereka dapat

dianggap sebagai komunitas interpretif dan konstitutif. Radway

mengatakan,”sebagai pembaca, mereka disatukan oleh tujuan umum, preferensi

dan prosedur penafsiran”.69

Membaca mural sama seperti membaca teks, tidak

terjadi dalam “ruang hampa”, tetapi terdapat persoalan yang menyangkut tentang

masalah bersejarah, tempat, dan pengalaman mereka.

Keberadaan mural yang merata dan menyeluruh, membuat mereka sulit

menghindari pandangannya dari warna warni hiasan dinding. Akibatnya, rakyat

Palestina selalu memberi perhatiannya kepada goresan dinding tersebut. Tidak

berhenti sampai di sana, mereka juga memahami arti dari kemunculan mural pada

dinding. Setiap pagi hari saat melihat mural baru yang hadir, mereka dapat

menyimpulkan bahwa perlawanan masih terus berlanjut. Asumsi tersebut

memunculkan penafsiran bahwa ada seseorang yang sedang mempertaruhkan

hidupnya dan menyatakan keberadaan mereka tinggal di wilayah ini.

Beberapa rakyat Palestina, menganggap dinding seperti layaknya headline

news pada sebuah koran. Karena pada umumnya, mural diproduksi ketika terjadi

69

Janice Radway. Interpretive Communities and Variable Literacies: The Functions of

Romance Reading. In Rethinking Popular Culture: Contemporary Perspectives in Cultural

Studies, (Berkeley: University of California Press, 1991), h. 470.

Page 90: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

80

sesuatu yang “panas” atau memberitakan peristiwa yang sedang terjadi. Mereka

telah memahami bahwa mural tersebut tidak akan bertahan lama dan biasanya

akan diblok beberapa hari setelahnya. Untuk itu, ketika sedang berjalan dan

melihat corat-coret mural, mereka dengan segera mendatanginya untuk

mengetahui apa yang baru saja dituliskan. Bahkan terkadang, rakyat Palestina

sengaja mendatangi dan berdiri di depan mural untuk dibacanya sebagai sarana,

baik hanya untuk mendapatkan informasi berita atau bahkan himbauan melakukan

aksi. Akibatnya, isi mural tersebut sering dibawa pulang untuk dijadikan tema

pembahasan yang memicu diskusi sosial politik, baik di kelompok-kelompok

kecil seperti keluarga dan kerabat, atau di suatu perkumpulan masyarakat

Palestina.70

2. Sikap dan Respons Tentara Israel

Tindak kekerasan yang sering dilakukan tentara Israel tidak hanya

dialamatkan kepada seorang pembuat mural semata, namun juga pembaca mural.

Sikap tersebut merupakan langkah antisipasi tentara Israel, karena mereka

beranggapan bahwa mural pasti menyerukan provokasi dan mensugesti audiens

untuk melakukan perlawanan. Tindakan radikal Israel adalah bukti pengakuan

akan bahaya yang ditimbulkan dari praktik sosial tersebut. Adanya pemberlakuan

sensor oleh Israel, semakin memperjelas pengakuan tentang bahaya yang

ditimbulkan dari sifat dasar sosial seperti membaca.

70

Seorang wanita yang sudah tua di wilayah Yerusalem, graffiti sering menjadi titik tolak

untuk diskusi politik dengan anak-anaknya. Dia menemukan informati graffiti dari sikap berbagai

faksi perlawanan. Setelah membaca grafiti tertentu ia akan meminta anak-anaknya berpendapat

tentang sikap yang diambil di dalamnya. Lihat Julie Peteet, “The writing on the walls: the graffiti

of the intifada”, Cultural Anthropology, Vol. 11, no. 2, (1996), h. 159.

Page 91: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

81

Dinding pada umumnya dilukis pada larut malam ataupun dini hari,

namun tentara Israel seringkali mengadakan patroli malam dan terkadang

mendapati para pemuda yang sedang beraksi. Walaupun di lain waktu, membaca

mural tidak menimbulkan efek terhadap audiens, namun tetap saja Israel

menganggap hal tersebut merupakan sebuah pelanggaran. Sebab, menggambar

dan menulis dengan tujuan untuk disebarluaskan kepada khalayak umum tanpa

melalui izin badan sensor Israel adalah tindakan ilegal. Dan disuatu waktu tentara

Israel terkadang menggunakan kekerasan dengan memukuli atau bahkan

menembak para pemuda Palestina yang sedang beraksi membuat mural.71

Seperti permainan “kucing-kucingan” antara pemuda Palestina dengan

tentara Israel, namun kali ini dengan resiko kematian. Bentuk mural seringkali

berubah-ubah dalam setiap waktu pada tempat yang sama. Suatu ketika mural

muncul dan pada waktu berikutnya ia diblok dengan cat hitam oleh tentara Israel,

namun selang kemudian muncul kembali. Hal tersebut terkadang membuat Israel

meradang, sehingga tentara Israel semakin serius menanggapi fenomena dinding

yang “berbicara” ini.

Upaya keseriusan Israel dalam menanggapi fenomena praktek sosial yang

semakin marak ini kian terlihat ketika mereka membentuk sebuah badan operasi

khusus The Arabized Samson Unit. Badan tersebut bertugas untuk mencari dan

mengejar para pembuat mural serta memaksa keluarga mereka membersihkan

71

Dalam berita yang dilansir oleh Reuters (sebuah kantor berita yang bermarkas di

London, Inggris. Dan didirikan pada tahun 1851), pada tanggal 5 desember 1992, dari camp

pengungsi Khan Younis di daerah Jalur Gaza melaporkan bahwa bentrokan antara pasukan Israel

dan warga Palestina yang menyebabkan seorang anak tewas dan 13 orang terluka, ketika tentara

mulai mengejutkan sebuah kelompok yang terdiri atas lima orang pria bertopeng sedang

menyemprotkan mural.

Page 92: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

82

mural pada dinding-dinding Palestina, bahkan terkadang Israel memaksa semua

orang yang tinggal di suatu gang untuk membersihkan dinding secara bersama-

sama. Pada suatu kesempatan dengan menggunakan mobil Jeep, tentara Israel

membawa dan mengumpulkan lima hingga enam orang pemuda yang berbaris di

bawah todongan senjata untuk segera memblok mural tersebut dengan cat hitam.72

Langkah keseriusan tentara Israel terhadap mural juga terlihat ketika

mereka melarang adanya penjualan cat di setiap toko, namun hal itu gagal.

Kegagalan kebijakan tersebut tidak membuat Israel berputus asa, sebagai upaya

untuk meredam aksi mencorat-coret dinding, mereka mulai menggunakan

kendaraan khusus yang dapat menyemprotkan tar hitam guna menghapus mural

pada dinding. Penyemprot otomatis tersebut dipasang pada badan truk Israel,

sehingga secara instan ia mampu memblok mural bahkan yang letaknya tinggi.73

Dengan demikian, terlihatlah perbedaan “kekuatan” antara sipil Palestina dan

tentara Israel. Sama seperti perlawanan yang tersaji pada lanskap Intifadha ketika

rakyat Palestina melawan tentara Israel dengan menggunakan batu, lalu direspon

dengan menggunakan peluru tajam oleh Israel, sehingga hal tersebut

memperlihatkan bentuk ketimpangan kekuatan teknologi antara Palestina dan

Israel.

Akan tetapi, Budaya mencoret dan menghapus telah menyisakan sebuah

cerita dibalik “permainan” yang berlangsung pada setiap harinya. Mengambil dari

72

Militer order no. 1.260, diresmikan pada bulan November 1988. “pemilik properti yang

bertanggung jawab atas graffiti di dinding mereka dan wajib untuk menghapusnya. Lihat Al-Haq,

“A Nation under Siege”, Al-Haq Annual Report on Human Rights in the Occupied Palestinian

Territories, (1989), h. 257-258. 73

Seperti mural di Irlandia Utara yang menimbulkan respons teknologi serupa dari tentara

Inggris, disebut “paint-bombed” mural PLO/IRA. Lihat Bill Rolston, Politics, Painting and

Popular Culture: The Political Wall Murals of Northern Ireland. (Media, Culture and Society

1987, h. 23).

Page 93: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

83

kemunculan serta kuantitas, permainan dinding tersebut seperti sebuah

perlombaan dengan makna, siapa yang akan memiliki kata-kata terakhir.74

Walaupun dalam pertempuran dinding selalu dimenangkan oleh pihak Israel.

Namun pada saat yang sama, para pemuda menyatakan rasa bangga bahwa

ternyata pesan mereka cukup kuat untuk memprovokasi para tentara Israel,

sehingga mereka mengambil tindakan.

74

Mia Gröndahl, Gaza Graffiti: messages of love and politics. (Cairo: The American

University in Cairo Press, 2009), h. 152.

Page 94: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

84

PENUTUP

BAB V

A. Kesimpulan

Kemunculan mural di Palestina ditandai dengan ditutupnya akses media oleh

Israel, sehingga rakyat Palestina untuk pertama kalinya tidak mendapatkan akses

informasi atau bahkan sekedar mengatakan apa yang sedang terjadi, terkait

perkembangan mereka di bawah rezim pendudukan Israel. Selama masa-masa

Intifadha Pertama, kehadiran mural bukan sebagai elemen penghias ruang, melainkan

sebagai media mobilisasi massa terkait ajakan untuk melakukan aksi-aksi

perlawanan. Akan tetapi, menjelang tahun-tahun berakhirnya Intifadha Pertama yang

bertepatan dengan perjalanan menuju Perjanjian Oslo, lanskap mural mulai terlihat

berubah dari yang berkutat pada isu perjuangan melawan Israel, menjadi kisruh

persaingan politik internal Palestina. Puncaknya setelah Perjanjian Oslo, fenomena

keberadaan mural mulai menghilang, hal tersebut karena isi konteks Perjanjian Oslo

yang mengatakan bahwa keberadaan mural harus disapu bersih, sehingga era warna-

warni dari mural mulai meredup. Pada masa ini Palestina mulai membangun kembali

media-media yang sebelumnya “dimatikan” Israel. Namun pada tahun 2000, ketika

Palestina kembali bergejolak, Israel sekali lagi menutup akses media Palestina.

Sehingga dengan demikian, Palestina kembali kehilangan akses medianya. Dan

akhirnya, opsi pesan dinding kembali hadir dengan kekuatan penuh, di mana mural-

Page 95: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

85

mural muncul lebih bewarna dan bervariasi dibandingkan pada saat Intifadha

Pertama.

Secara garis besar, tema pembahasan yang selalu hadir pada mural di

Palestina selama masa Intifadha adalah tentang perlawanan. protes, tahanan Palestina,

kesyahidan, dan peristiwa Nakba day. Mural tersebut terbentuk bukan tanpa sebuah

makna, akan tetapi mereka hadir sesuai dengan keadaan dan kondisi nyata rakyat

Palestina.

Keberadaan mural telah memberi dampak terhadap aktifitas keseharian kedua

belah pihak, baik sipil Palestina maupun tentara Israel. Bagi Palestina, mengartikan

mural seperti layaknya koran, mereka akan meluangkan waktunya untuk sekedar

berdiri dan melihat apa yang tertuangkan pada dinding. Sedangkan Israel

menganggap keberadaan mural merupakan suatu pelanggaran, karena menulis dan

menyebarkan ke khalayak luas tanpa melalui izin badan sensor Israel merupakan

sesuatu yang ilegal. Sehingga tentara Israel selalu mencari cara untuk meredam aksi

mural, mulai dengan cara memberi denda, penyerangan, ataupun menggunakan mobil

khusus yang dapat menyemprotkan tar hitam guna menutupi keberadaan mural. Pada

akhirnya, terciptalah pertarungan baru yang muncul dari konflik Israel – Palestina,

yaitu lanskap menulis dan menghapus.

Page 96: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

86

DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar, Anwar. Hamas Kenapa Dibenci Israel. (Jakarta: Hikmah, 2008).

Bahn, P. G. The Cambridge Illustrated History of Prehistoric Art, (Cambridge:

Cambridge University Press, 1997).

Brian, Ladd. The Ghosts of Berlin: Confronting German History in the Urban

Landscape. (Chicago and London: the University of Chicago Press, 1997).

Bröning, Michael. The Politics of Change in Palestine. State-Building and Non-

Violent Resistance. (London: Pluto Press, 2011).

Burge, M. Gary. Palestina Milik Siapa?. (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2010).

Campbell, Bruce. Mexican Murals in Times of Crisis. (Tucson Ariz : The University

of Arizona Press, 2003).

Dudung, Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah. (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,

2009).

Fromkin, David. A Peace to End All Peace: The Fall of the Ottoman Empire and the

Creation of the Modern Middle East. (New York: Owl, 1989).

Garaudy, R. The Case of Israel: a study of political Zionism. (London: Shorauk,

1983).

Heinz, Kuzdas. Berliner Mauer Kunst/Berlin Wall Art. (Berlin: Elefanten Press,

1999).

J.R, Hiltermann. Behind the Intifada. Labor and Women's Movements in the

Occupied Territories. (Princeton, NJ : Princeton University Press, 1991).

Jamal, Amal. Media, Politics and Democracy in Palestine. (Sussex : Academic Press.

2005).

Page 97: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

87

Jawad, Saleh Abdul. Israel’s Policy of De-Institutionalization. (London: Jerusalem

Center for Development Studies, 1987).

Judith, Hand. A Future Without War: The Strategy of a Warfare Transition. (San

Diego, CA: Questpath Publishing, 2006).

Kerr, R. Republican Belfast: A Political Tourists Guide. (Belfast: MSF Press, 2008).

Khalidi, Rashid. Palestinian Identity. (New York: Columbia University Press, 1998).

Loren, D. Lybarger. Identity and Religion in Palestine: The Struggle Between

Islamism and Secularism in the Occupied Territories. (California: Princeton

University Press, 2007).

Matusitz, Jonathan. Symbolism in Terrorism: Motivation, Communication, and

Behavior. (Lanham : Rowman & Littlefield, 2014).

Miler, Rory dan Allan Shatter. Ireland and the Palestine Question 1948-2004.

(Irlandia : Irish Academic Press, 2005).

Mishal, Shaul. The Palestinian Hamas: Vision, Violence, and Coexistence. (New

York: Columbia University Press, 2006).

Moscovitz, Talia. Through the Wall: The West Bank Wall as Global Canvas.

(Northeastern University, Boston : College of Arts & Sciences, 2007).

Nimer, Mohammed Abu. Nirkekerasan dan Bina-Damai dalam Islam: Teori dan

Praktik. (Jakarta : Yayasan Wakaf Paramadina, 2010).

Norman, Julie M. The Second Palestinian Intifada: Civil Resistance. (London:

Routledege, 2010).

Ramadan, Adam. A Refugee Landscape: Writing Palestinian Nationalisms in

Lebanon. (London: University of Oxford, 2008).

Page 98: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

88

Robertson, Jean. Themes of Contemporary Art - Visual Art after 1980. (New York :

Oxford University Press, Inc. 2005).

Rolston, Bill. “Messages of Allegiance and Defiance: the Murals of Gaza”. (London:

Institute of Race Relations, 2014).

Rolston, Bill. Politics, Painting and Popular Culture: The Political Wall Murals of

Northern Ireland. (Media, Culture and Society 1987).

Rolston, Bill. The War of The Walls: Political Murals in Northern Ireland. (Belfast:

University of Ulster, 2003).

Schiff, Ze’ev dan Ehud Ya’ari, Intifada: The Palestinian Uprising -- Israel’s Third

Front. (New York: Simon and Schuster, 1990).

Setem, I Wayan. Seni Mural Sebagai Media Penyampaian Aspirasi Rakyat : Sebuah

Kajian Politik Identitas. (Denpasar : Institut Seni Indonesia Denpasar, 2011).

Smith, D. Charles. Palestine and The Arab Israel Conflict. (Indiana: Bedford, 2007).

Susanto, Budi. Politik dan Postkolonialitas di Indonesia. (Yogyakarta : Kanisius,

2003).

Susanto, Mikke. Diksi Rupa. (Yogyakarta: Kanisius, 2002).

Artikel :

Beinin, Joel dan Lisa Hajjar. “Palestine, Israel and the Arab Conflict A Primer”, The

Middle East Research and Information Project, (2014), h. 1-16.

Bishara, Amahl. “New Media and Political Change in the Occupied Palestinian

Territories”, Middle East Journal of Culture and Communication, Vol. 3, No.

1, (2005), h. 63-81.

Budeiri, Musa K. “The Nationalist Dimension of Islamic Movements in Palestinian

Politics”, Journal of Palestinian Studies, Vol. 24, No. 3, (1995), h. 89-95.

Page 99: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

89

Hammami, Rema. “Women, the Hijab and the Intifada”, Middle East Report, No.

164/165, Intifada Year Three, (Mei - Ags, 1990), h. 24-78.

Litvak, Meir. “The Islamization of the Palestinian-Israeli Conflict: The Case of

Hamas”, Middle Eastern Studies, Vol. 34, No. 1, (1998), h. 148-163.

Munson, Henry. “Islam, Nationaism, and Resentment of Foreign Domination”,

Middle East Policy, Vol. 10, No. 2, (2003), h. 40-53.

Peteet, Julie. “The Writing on the Walls : The Graffiti of the Intifada”. Cultural

Anthropology, Vol. 11, No. 2, (May 1996), h. 139-159.

Roston, Bill. “The Brothers on The Walls : International Solidarity and Irish Political

Mural”, Jurnal of Black Studies, vol. 39, no.3, (2009), h. 446-470.

Stephan, Maria J. “People Power In The Holy Land: How Popular Nonviolent

Struggle Can Transform The Israeli palestinian Conflict”, Journal of Public

and International Affairs, Vol 14, (2003), h. 1-26.

Yair, Gad dan Khatab, Nabil. “Changing of the Guards: Teacher-Student Interaction

in the Intifada”. Sociology of Education, Vol. 68, No. 2 (Apr 1995), h. 99-115.

Koran:

Al-Ghoul, Asmaa. “Palestinian in Gaza Express Love, Politics With Graffiti”, Al-

Monitor, (11 Oktober 2013).

Al-Zahar, Mahmoud. “No Peace without Hamas”, The Electronic Intifada, (17 April

2008).

Barrows, Nora. “Activists Face Broad PA Crackdown in West Bank”, The Electronic

Intifada, (22 September 2010).

Break the Silence Mural Project. “Israeli Army stops West Bank Mural Project,

Citing Gaza Disengagement”, The Electronic Intifada, (31 Agustus 2005).

Page 100: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

90

Gray, Melissa. “Palestinian Graffiti Spreads Message of Peace”, CNN, (20 April

2009).

Grondahl, Mia. “Gaza’s Writing on the Wall”, Al-Jazeera, (29 Desember 2009).

Isabel, Kershner. “Palestinians May Exhume Arafat After Report of Poisoning”, The

New York Times, (8 Desember 2012).

J. R, Boland. “Taking TAKI’s Tag”, The New York Times, (15 Juni, 2003).

Manneh, Suzanne. “Palestinian Mural Finally Inaugurated”. The Arab American

News, (12 Februari 2007).

Murray, Eoin. “The Art of War”, The Electronic Intifada, (13 Januari 2005).

Niva, Steve. “Israel’s Assassination Policy Triggers Latest Suicide Bombings”, The

Electronic Intifada, (2 September 2003).

Odgaard, Lena. “Palestinian Street Artists Take to Walls With New Zeal”, Al-

Monitor, (27 Agustus 2012).

Wiles, Rich. “Palestinian Graffiti: Tagging' Resistance Palestinian Graffiti is Still a

Key Means of Communication and an Integral Voice against Israel's

Occupation”, Al-Jazeera, (26 November 2013).

Page 101: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

91

LAMPIRAN LAMPIRAN

Lampiran 2.1

Gambar 2.1. Gua Lascaux di Perancis, terdapat sekitar 600 lukisan berupa gambar

hewan yang dibuat pada masa Paleolitik.1

Lampiran 2.2

Gambar 2.2. Pameran galeri Reina Sophia di Madrid, Spanyol. Pengunjung

menikmati lukisan paling terkenal Pablo Picasso, Guernica.2

1Sumber : http://photography.nationalgeographic.com/photography/enlarge/lascaux-cave-

walls-photography.html (akses:20/9/14) .

Page 102: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

92

Lampiran 2.3

The Wall of Truth.3

2sumber:http://ngm.nationalgeographic.com/ngm/photocontest/2012/entries/160795/view/,

(akses 20/9/14). 3Sumber: http://www.phillyfreedom.org/wall-of-truth/, (Akses 20/9/14).

Page 103: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

93

Lampiran 3.1

General Strike

Aksi general strike pertama kali yang dilakukan bangsa Arab Palestina (1936)

untuk memprotes Zionis-Inggris. Aksi ini merupakan pemberontakkan massal yang

bertujuan untuk mengirim pesan keras kepada pemerintahan Inggris bahwa rakyat

Palestina secara menyeluruh merupakan kesatuan nasional yang mampu bertindak

tegas dan penuh percaya diri.4

4Sumber foto: http://www.internationalpeaceandconflict.org/photo/palestine-the-uprising,

(akses: 2/2/15).

Page 104: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

94

Lampiran 3.2

Leaflet

Aktifis Palestina membagikan leaflet-leaflet kepada penduduk Palestina,

sebagai upaya mereka untuk mengajak masyarakat melakukan aksi pemboikotan

produk-produk Israel.5

5Sumber foto: http://www.gettyimages.com/detail/news-photo/palestinian-activist-hands-out-

a-leaflet-calling, (akses, 2/2/15).

Page 105: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

95

Lampiran 4.1

Palestinian Liberation Organization dan Irish Republican Army: One Struggle.6

Lampiran 4.2

Lanskap coret-coretan mural terlihat pada setiap dinding-dinding bangunan

Palestina. para warga Palestina berkumpul untuk menyaksikan para pejuang-

pejuangnya berbaris mengumpulkan massa untuk melakukan aksi.7

6Mural, Beechmount Avenue, Belfast, 1982. "PLO-IRA : One Struggle"; anggota Tentara

Republik Irlandia dan anggota PLO dengan satu tangan memegang senapan dan di tangan satunya lagi

memegang RPG secara bersamaan, di belakang tubuhnya terdapat bendera Irlandia dan bendera

Palestina. dilukis oleh Gerakan Pemuda Republik Irlandia. Sumber :

http://redwedgemagazine.com/creativity/brits, (akses, 14/10/14). 7Sumber foto: http://a-amira-ana-blr.tumblr.com/image/102449537495, (akses: 2/2/15).

Page 106: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

96

Lampiran 4.2

Mural PFLP

Tagging gerakan PFLP dalam aksara Arab.8

Mural Hamas

Tagging dari gerakan Hamas dengan aksara Arab.9

8Sumber foto: http://flickrhivemind.net/Tags/israel,pflp/Interesting, (akses: 2/2/15).

9Sumber foto: http://jihadintel.meforum.org/identifier/25/hamas-graffiti, (akses: 2/2/15).

Page 107: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

97

Mural Fatah

Mural dengan tagging Fatah, muncul dengan kalimat-kalimat perjuangan10

10

Sumber foto: https://www.flickr.com/photos/michaelimage/2941769879/in/set-72, (akses:

2/2/15).

Page 108: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

98

Lampiran 4.3

Mural Masjid Kubah Batu

Mural dengan tema Masjid Kubah Batu muncul dengan kalimat-kalimat Allah pada

setiap sudutnya.11

11

Sumber foto: http://www.al-monitor.com/pulse/originals/2013/07/gaza-youth-clubs.html,

(akses: 2/2/15).

Page 109: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

99

Lampiran 4.4

Mural “Peringatan” Hamas

Para pemuda Palestina di Jalur Gaza, melukiskan mural Hamas dengan model

mengacungkan telunjuk ke atas dengan sebuah kalimat, laa ilaaha ilallah, sebagai

simbol peringatan tauhid dari Hamas.12

Mural Hamas juga terlihat di kota Ramallah, Tepi Barat.13

12

Sumber foto: http://www.gettyimages.com/detail/news-photo/palestinian-youth-writes-pro-

hamas-graffiti-on-the-wall-of-news-photo/2868378, (akses : 2/2/15). 13

Sumber foto: http://www.theguardian.com/world/2008/may/30/middleeast, (akses: 2/2/15).

Page 110: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

100

Lampiran 4.5

1. Penderitaan Palestina

Mural tersebut berupaya ingin menunjukkan bahwa gambaran ini merupakan

pemandangan yang terjadi ketika tentara Israel menyerang Palestina. Terlihat pada

langit-langit kota dipenuhi ledakan bom, sedangkan seorang ibu menangisi kematian

anak-anaknya di kamp pengungsian yang telah dibanjiri oleh genangan darah para

korban. Banjir darah tersebut mampu menenggelamkan seseorang, akan tetapi dalam

situasi ini siapapun tidak dapat menolongnya, karena mereka pun juga akan menjadi

korban selanjutnya (lihat belenggu rantai dan sedikit ilusi petir di antara kedua

lengan). Di saat yang sama seorang wanita dengan berkalungkan sebuah kunci di

lehernya,14

terlihat dipenuhi perasaan khawatir dan takut. Terakhir, sebuah mata

14

Kunci adalah simbol kerinduan rakyat Palestina untuk kembali ke rumah atau desa mereka

yang telah hancur dalam peristiwa Nakba.

Page 111: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

101

muncul dengan penuh air mata sebagai ungkapan kepedihan atas pemandangan yang

terjadi.15

2. Perlawanan Palestina

Mural di dinding Ayda Kamp, Tepi Barat. Mural tersebut seolah-olah sedang

menceritakan aksi perlawanan para pemuda Palestina yang hanya bermodalkan batu

dan ketapel. Namun, mereka yakin Palestina akan mendapatkan kemenangan, sesuai

tulisan yang berdiri kokoh di atas gambar tersebut dengan penuh warna merah

menyala, sebagai lambang pengorbanan.16

15

Sumber gambar, Bill Roston, Messages of allegiance and defiance: the murals of Gaza,

(London: Institute of Race relation), h. 52. 16

Sumber foto: http://tlv1.fm/full-show/2015/01/16/palestinian-students-and-the-struggle-for-

nationhood-the-tel-aviv-review/ (akses: 20/3/15).

Page 112: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

102

Lampiran 4.6

1. Tahanan Palestina

Pada gambar ini mural memperlihatkan daftar nama warga Palestina yang

ditahan oleh pihak Israel. Sedangkan pada lanskap selanjutnya mural melukiskan

gambaran dengan beberapa tahanan yang sedang menanti datangnya kebebasan

mereka dan satu orang tahanan terlihat dengan wajah penuh harapan. Sementara di

sisi luar penjara terlihat gelombang massa Palestina yang berupaya merusak tembok

sel penjara, seakan mendesak, “Kebebasan untuk semua tahanan”. Pada saat mural

menceritakan rusaknya tembok atau terbukanya pintu penjara, hal itu

mengilustrasikan bahwa sebuah kebebasan dapat menjadi kenyataan. Dalam banyak

kasus burung merpati digambarkan sebagai simbol kebebasan.17

17

Sumber gambar, Bill Roston, Messages of allegiance and defiance: the murals of Gaza,

(London: Institute of Race relation), h. 58.

Page 113: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

103

2. Tahanan Palestina

Pada gambar kedua ini, mural mengilustrasikan seorang pejuang Palestina

sedang menyeret seorang tentara Israel yang menjadi tawanan, seolah-olah

mengatakan, “Kami hanya dapat membebaskan tahanan dengan menangkap tentara

Israel”. Sementara seorang tahanan Palestina melalui jeruji penjara yang sedikit

terbuka, terlihat sedang berteriak gembira menyambut kedatangannya.18

18

Sumber gambar, Bill Roston, Messages of allegiance and defiance: the murals of Gaza,

(London: Institute of Race relation), h. 55.

Page 114: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

104

Lampiran 4.7

Kesyahidan

Daftar para korban yang tewas dalam aksi perlawanan rakyat Palestina.19

19

Sumber Foto: http://www.thedailybeast.com/articles/2012/12/18/the-first-intifada-in-

retrospect.html, (akses: 2/2/15).

Page 115: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

105

Mural untuk mengenang empat pejuang yang telah gugur memorialisasi mural

muncul dengan sosok seorang pria berseragam yang sedang memegang sejata laras

panjang, di jalan Omar al-Mokhtar, Gaza. Terdapat teks yang bertuliskan, “Ini adalah

peringatan para syuhada laut, para putra Gerakan Pembebasan Nasional Palestina,

Fatah, Brigade al-Aqsha. Dirgahayu hari jadi kesyahidan yang pertama para raksasa

laut”.20

20

Bill Roston. Messages of allegiance and defiance: the murals of Gaza. London: Institute of

Race relation , 2014, h. 58.

Page 116: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

106

Lampiran 4.8

Peristiwa Nakba Day

Mural ini sedang menceritakan tentang kisah para pengungsi. Sebuah

rombongan pengungsi dipimpin oleh satu orang pria yang memegang kunci berjalan

meninggalkan tenda (kamp pengungsian), secara bersamaan hal tersebut

melambangkan keadaan pengungsi yang telah kehilangan rumah. Di lanskap

selanjutnya terdapat gambar sebuah kunci beserta angka dengan teks yang

menyertainya, “Kami akan kembali”, hal ini menunjukkan bahwa pengasingan akan

segera berakhir pada waktunya. Dan sebuah angka menjelaskan tentang kurun waktu

mereka terusir sejak peristiwa Nakba terjadi.21

21

Bill Roston. Messages of allegiance and defiance: the murals of Gaza. London: Institute of

Race relation , 2014, h. 60.

Page 117: POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28603/3/ANTO...POLITIK MURAL: MEDIA RESISTENSI ... seperti memudahkan penulis dalam membuat

107

Lampiran 4.9

Agen Israel

Tanpa atribut lengkap, tentara Israel menyamar sebagai waga sipil Palestina dan

menangkap beberapa warga yang diduga terlibat ke dalam aksi “pembangkangan

sipil”.22

22

Sumber foto: https://desertpeace.wordpress.com/2013/02/21/a-profile-of-israeli, (akses:

2/2/15).