politik luar negeri mercusuar

Download politik luar negeri mercusuar

If you can't read please download the document

Upload: angelshopes

Post on 25-Jun-2015

2.428 views

Category:

Documents


40 download

DESCRIPTION

Arah politik luar negeri Republik Indonesia sejak zaman kemerdekaan sangat menarik untuk diamati. Sebagai negara yang pernah dijajah, perkembangan politik luar negeri yang dijalankan dan hubungan dengan negara-negara lain pun mengalami pasang surut. Indonesia, tidak bisa kita pungkiri, terletak di daerah yang strategis. Baik secara ekonomi maupun politik. Indonesia terletak di antara dua benua yaitu Asia dan Australia, dan dua samudera yaitu Pasifik dan Hindia. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika dua kekuatan besar saat itu yang terlibat dalam perang dingin, yaitu Amerika Serikat sebagai blok barat dan Uni Soviet sebagai blok timur yang mempunyai perbedaan ideologi, memperebutkan pengaruhnya di Indonesia dengan berbagai cara.

TRANSCRIPT

PENGARUH PENOLAKAN AMERIKA SERIKAT ATAS PERMINTAAN BANTUAN RI MASA LYNDON B. JOHNSON TERHADAP POLITIK MERCUSUAR RIdisusun untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Politik Luar Negeri dan Diplomasi RI

Dosen Pengampu: Prof. Jahja Muhaimin Fatkhurrahman, SIP

Oleh: Ezka Amalia 09/283366/SP/23675 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2010

BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah Arah politik luar negeri Republik Indonesia sejak zaman kemerdekaan sangat menarik untuk diamati. Sebagai negara yang pernah dijajah, perkembangan politik luar negeri yang dijalankan dan hubungan dengan negara-negara lain pun mengalami pasang surut. Indonesia, tidak bisa kita pungkiri, terletak di daerah yang strategis. Baik secara ekonomi maupun politik. Indonesia terletak di antara dua benua yaitu Asia dan Australia, dan dua samudera yaitu Pasifik dan Hindia. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika dua kekuatan besar saat itu yang terlibat dalam perang dingin, yaitu Amerika Serikat sebagai blok barat dan Uni Soviet sebagai blok timur yang mempunyai perbedaan ideologi, memperebutkan pengaruhnya di Indonesia dengan berbagai cara. Di sisi lain, Indonesia sebagai negara yang belum lama merdeka, merumuskan politik luar negerinya sebagai politik bebas aktif. Bebas berarti tidak memihak blok manapun, yaitu blok barat maupun blok timur. Aktif berarti ikut menjaga atau memelihara perdamaian dunia. Salah satu babak pelaksanaan politik luar negeri Indonesia yang menarik untuk diamati adalah era Demokrasi Terpimpin. Di era Demokrasi Terpimpin, yang diperkenalkan pertama kali oleh Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 ketika dengan dekrit dia menyatakan pemberlakuan kembali Undang-undang Dasar 1945, pelaksanaan kebijaksanaan luar negeri oleh Soekarno merupakan suatu upaya untuk mengubah peranan internasional yang terbatas dan juga untuk mendapatkan kedudukan terkemuka dan kepemimpinan di antara negara-negara pascakolonial lainya.1 Salah satu cara untuk mewujudkannya adalah dengan politik mercusuar. Politik mercusuar Indonesia, yang pada dasarnya adalah politik dimana Indonesia menjadi pusat dari negara-negara yang sedang1 M. Leifer, Indonesians Foreign Policy, edisi bahasa Indonesia Politik Luar Negeri Indonesia, diterjemahkan oleh Drs. A. Ramlan Surbakti, MA, PT Gramedia, Jakarta, 1986, p. 82.

2

berkembang, dilaksanakan dengan pembangunan secara besar-besaran dalam negeri dan sangat bergantung pada bantuan-bantuan yang diberikan oleh negaranegara besar dan pembentukan kelompok-kelompok negara yaitu NEFOS dan OLDEFOS. Oleh karena bergantung pada bantuan negara-negara lain, penulis merasa perlu untuk membahas pengaruh penolakan Amerika Serikat terhadap permintaan bantuan Indonesia era Presiden Lyndon B. Johnson terhadap politik mercusuar Indonesia. B. RUMUSAN MASALAH Bagaimana pengaruh penolakan Amerika Serikat terhadap permintaan bantuan yang diajukan oleh Republik Indonesia terhadap politik mercusuar Republik Indonesia? C. Landasan Teori/Konseptual 1. Teori Ketergantungan (DEPENDENCIA) Inti dari teori dependencia ini adalah penetrasi asing dan ketergantungan eksternal menyebabkan timbulnya distorsi besar-besaran dalam struktur ekonomi pinggiran (periphery), yang pada gilirannya menimbulkan konflik sosial yang gawat dan akhirnya mendorong timbulnya penindasan negara terhadap rakyat di masyarakat yang tergantung itu.2 Penetrasi ini dapat terjadi melaui berbagai bentuk dan cara (ekonomi, politik, dan kultural) serta dalam berbagai periode perkembangan suatu negara. Sebagai implikasi dari teori ini, kebijakan luar negeri maupun dalam negeri akan sangat terpengaruh ketika suatu negara memutuskan untuk menerima bantuan dalam bentuk kredit. Bantuan ini meskipun sangat membantu dalam pembangunan negara, akibat jangka panjangnya sangat merugikan dan menindas rakyat. 2. Level of Analysis (Level Analisis)2 M. Masoed, ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL: Disiplin dan Metodologi, LP3ES, Jakarta, 1994, p. 204.

3

Level of Analysis3 merupakan cara untuk mengerti atau memahami politik dunia internasional yang disetujui oleh banyak pakar hubungan internasional. Level analisis ini juga dapat dipakai sebagai landasan suatu negara mengambil kebijakan-kebijakan luar negerinya. Ada tiga level analisis yang dapat digunakan, yaitu: 1) level individu; 2) level negara/domestik; dan 3) level internasional. D. HIPOTESA Penulis berasumsi bahwa politik mercusuar yang menjadi kebijakan Soekarno era Demokrasi Terpimpin, selain dipengaruhi oleh ideologi Soekarno, juga dipengaruhi oleh transisi pemerintahan yang terjadi di negara adikuasa, Amerika Serikat. Politik mercusuar Indonesia mencapai puncaknya ketika terjadi transisi pemerintahan di Amerika, dari John F. Kennedy ke Lyndon B. Johnson. Apalagi dengan ditolaknya permintaan bantuan Indonesia oleh Amerika masa Presiden Lyndon B. Johnson. Hal ini dibuktikan dengan dibangunnya gedung CONEFO sebagai tandingan gedung PBB di New York.

BAB II3 Dalam buku Worl Politics: Trend and Transformation, Charles W. Kegley, Jr dan Eugene R. Wittkopf mendeskripsikan Level of Analysis sebagai the different aspects of and agents in international affairs that may be stressed in interpreting world politics and explaining global phenomena, depending on whether the analyst chooses the focus on wholes (the complete global system and large collectivities) or on parts (individual states or people.

4

PEMBAHASANA. Soekarno, Politik Dalam Negeri, dan Politik Luar Negeri Indonesia Awal berlakunya era Demokrasi Terpimpin adalah dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959 oleh Soekarno, yang menyatakan pemberlakuan kembali UUD 1945 dan pembubaran konstituante. Gagasan konsolidasi politik mewarnai politik dalam negeri dan mulai berjalan karena Soekarno berhasil menyingkirkan lawan-lawan politiknya yang tidak mendukung gagasan demokrasi terpimpinnya. Salah satunya adalah Masyumi dan PSI yang dibubarkan oleh Soekarno September 1960.4 Konsolidasi juga dilakukan dengan melakukan politik keseimbangan antara PKI dan militer yang semakin besar pengaruhnya. Artinya, dalam menentukan domestik dan internasional bergerak dalam suatu irama yang mampu menjaga keseimbangan antara dua kekuatan tersebut secara efektif.5 Dengan semakin kondusifnya situasi politik dalam negeri memberi peluang kepada Presiden Soekarno untuk mencurahkan perhatiannya kepada bidang politik luar negeri yang sempat terbengkalai. Seperti pada periode sebelumnya, kebijakan luar negeri era Demokrasi terpimpin juga memfokuskan pada perjuangannya melawan imperialisme, kolonialisme, dan neokolonialisme, dan tetap berorientasi pada dasar politik luar negeri Indonesia bebas-aktif meskipun di kemudian hari politik luar negeri tersebut cenderung tidak digunakan dengan mundurnya Hatta yang dianggap sebagai buffer kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh Soekarno. Meskipun militer dan PKI semakin berperan penting dalam percaturan politik Indonesia, Presiden Soekarno merupakan aktor yang secara personal memiliki kekuasaan yang sangat berpengaruh dalam penentuan kebijakan luar negeri Indonesia.6 Kebijakan luar negeri Indonesia bergaung keras dan tegar yang mencerminkan temperamen Soekarno dan sifat hingar4 G. Wuryandari (ed), Politik Luar Negeri Indonesia Di Tengah Pusaran Politik Domestik, Pustaka Pelajar dan P2P-LIPI, Jakarta, 2008, p. 92. 5 Wuryandari (ed), Politik Luar Negeri Indonesia Di Tengah Pusaran Politik Domestik, p. 93. 6 Wuryandari (ed), Politik Luar Negeri Indonesia Di Tengah Pusaran Politik Domestik, p.94

5

bingar politik dalam negeri.7 Kebijakan luar negeri yang dikeluarkan pada era ini erat kaitannya dengan ideologi yang dicetuskan oleh Soekarno, yaitu Manipol-USDEK yang membawa Indonesia ke arah revolusi besar-besaran, ambisi, dan persepsi Soekarno dalam melihat dunia. Hal ini pula yang menyebabkan Soekarno mengambil kebijakan politik mercusuar yang diartikan tidak hanya sebagai kebijakan dimana Indonesia membangun secara besar-besaran tetapi juga menjadi pusat untuk negara-negara yang sedang berkembang. Kebijakan ini mengisyaratkan kesenangan Soekarno akan sesuatu yang bersifat simbolik dan kebutuhan untuk dihargai akibat pengaruh dari pengalaman Indonesia yang selama 350 tahun hidup dalam kolonialisme dan sebagai bangsa terjajah. Awal dari kebijakan ini adalah ketika ia mengemukakan gagasan penggalangan kekuatan dari negara-negara yang baru merdeka, negara-negara yang masih memperjuangkan kemerdekaan, negara-negara dari blok sosialis, dan negaranegara yang sedang berkembang dalam suatu kelompok bernama The New Emerging Forces (NEFOS).8 Musuh dari NEFOS adalah negara-negara yang dianggap kolonialis, imperialis, dan yang menentang kemajuan dari negara-negara yang sedang berkembang yang kemudian dinamakan The Old Established Forces (OLDEFOS). Kesenangan akan sesuatu yang simbolik ditunjukkan oleh Soekarno ketika ia amat sangat bernafsu menjadi pemimpin NEFOS. Dengan menjadi pemimpin NEFOS, kebutuhan untuk dihargai dan kesenangan akan sesuatu yang simbolik akan dapat terpenuhi dengan munculnya Indonesia sebagai pemimpin yang dihormati di kawasan dan di panggung internasional. Proyek lain dari kebijakan ini adalah pembangunan secara besar-besaran di dalam negeri yang membutuhkan dana yang sangat besar. Pembangunan ini tak lain guna menunjukkan daya saing Indonesia dengan negara lain dan semakin membuat posisi Indonesia di dunia internasional diperhitungkan. Pembangunan ini7 Leifer, Politik Luar Negeri Indonesia, p. 87. 8 Wuryandari (ed), Politik Luar Negeri Indonesia Di Tengah Pusaran Politik Domestik, p. 95

6

berawal ketika Uni Soviet menawarkan kredit lunak untuk membantu penyelenggaran Asian Games di Indonesia. Kredit lunak ini kemudian digunakan untuk membangun stadion dengan kapasitas 120.000 penonton yang sekarang ini dikenal dengan Stadion Utama Senayan, Jakarta, dan juga digunakan untuk membiayai pusat-pusat olahraga pelengkap. Tiang pancang pertama dipasang pada 08 Februari 1960 dengan disaksikan PM Nikita Khrushchev.9 Jepang juga turut mengucurkan dana guna pembangunan hotel baru, yaitu Hotel Indonesia. Perhelatan Asian Games juga mendesak pemerintah untuk membangun jalan yang lebih luas di sekitar lapangan olahraga. Selain Stadion Utama Senayan, Indonesia juga membangun bangunan monumental lainnya, antara lain jembatan ampera, gedung CONEFO (sekarang gedung DPR), dan Monumen Nasional. Konsep OLDEFOS dan NEFOS-nya Soekarno ternyata juga digunakan dalam penyelengaraan Asian Games di Indonesia. Hal ini terlihat ketika Kementrian Luar Negeri tidak bersedia mengeluarkan visa bagi atlit-atlit yang mewakili OLDEFOS yaitu atlit-atlit dari Taiwan dan Israel, dan tidak bersedia mengalienasi patron-patron dari NEFOS10. Masalah tidak berhenti disini. Wakil Presiden Federasi Asian Games dari India, M.N. Sondhi, berusaha menghapuskan status pertandingan tersebut. Soekarno, yang seringkali tindakannya dipengaruhi oleh emosi yang melonjak, menganggap Sondhi telah menghina Indonesia. Sondhi dan kedutaan India di Jakarta menjadi sasaran kemarahan masyarakat. Hal ini memperburuk hubungan India dan Indonesia. Dampak lain dari kasus Asian Games ini adalah Indonesia dicoret dari daftar peserta Olimpiade di Tokyo. Lagi-lagi, didasari politik mercusuar yang sedang dijalankan, Indonesia bersikap berlebihan dengan membentuk saingan Olimpiade, yaitu GANEFO (Games of The New Emerging Forces) yang bersifat revolusioner dan diselenggarakan di Jakarta pada tahun 1963. China pun turut andil dalam pelaksanaan pertandingan tersebut dengan mengucurkan dana. GANEFO bentukan Soekarno ini9 Istora Senayan selesai pada 21 Mei 1960, stadion madya-renang-tenis pada Desember 1961, dan stadion utama pada 21 Juli 1962. 10 Leifer, Politik Luar Negeri Indonesia,p. 103.

7

ternyata sukses karena jumah pesertanya cukup banyak dan mewakili negara-negara NEFOS.11 Babak lain dari realisasi politik mercusuar Indonesia adalah ketika Indonesia memilih untuk keluar dari PBB setelah Malaysia diangkat menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB selama satu tahun dan membentuk CONEFO (The Conference of The New Emerging Forces). Konsep dari CONEFO sendiri adalah perluasan dari konsepsi KTT Non Blok dan Konferensi Asia Afrika. Namun, para peserta KTT Non Blok dan Konferensi Asia Afrika menolak pembentukan wadah baru ini karena mereka merasa wadah lama masih cukup baik untuk memperjuangkan kepentingan mereka. B. Transisi Pemerintahan di Amerika Serikat Pada bulan Januari 1961, John F. Kennedy naik sebagai presiden Amerika Serikat ke-35. Sebelumnya, di bawah presiden Dwight Eisenhower, kebijakan Amerika Serikat cenderung berseberangan dengan Indonesia. Misalnya, dengan menolak penyediaan peralatan militer barat atas permintaan Indonesia melalui misi Jenderal Nasution pada bulan Oktober 1960.12 Dengan tampilnya Kennedy sebagai presiden, yang bersamaan waktunya dengan pengiriman delegasi Indonesia ke Moskow untuk membeli senjata, sikap Amerika Serikat mulai berubah.13 Kini, Amerika Serikat berusaha menarik Indonesia keluar dari arah yang menuju ke kiri.14 John F. Kennedy dikenal sebagai presiden yang memiliki simpati dan pengertian terhadap negara-negara yang baru berkembang. Dia juga menolak angapan bahwa netralisme itu jahat. Hubungan pribadi yang baik antara Kennedy dan Soekarno dan pendapat orang-orang Indonesia atas ketidakterlibatan Kennedy dan11 Dr. S. Nazaruddin (ed), SOEKARNO: Pemikiran Politik dan Kenyataan Praktek, CV. Rajawali, Jakarta, 1988, p. 133. 12 H. Soebadio, HUBUNGAN INDONESIA-AMERIKA: Dasawarsa II Tahun 1955-1965, Pramita Press, Banten, 2005, p. 146. 13 Soebadio, HUBUNGAN INDONESIA-AMERIKA: Dasawarsa II Tahun 1955-1965, p.147. 14 M.C. Ricklefs, A History of Modern Indonesia, edisi bahasa Indonesia Sejarah Indonesia Modern, diterjemahkan oleh Drs. Dharmono Hardjowidjono, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1998, p. 412.

8

partainya dalam pemberontakan PRRI/Permesta turut memberi angin baik pada pemulihan hubungan dua negara ini. Selain itu, keterlibatan Amerika Serikat pada persoalan Irian Barat juga turut mempengaruhi hubungan dua negara ini. Oleh karena itu, pada masa kepemimpinan Kennedy, Amerika Serikat bisa dikatakan berkawan dekat dengan Indonesia. Kennedy memerintahkan semua instansi terkait untuk memberikan sumbangan bagi suatu rencana aksi guna mengambil untung dari peristiwa penandatanganan perjanjian Irian Barat.15 Rencana tersebut difokuskan pada program-program bantuan ekonomi dan militer bagi stabilitas Indonesia serta mengimbangi program bantuan militer Soviet yang diperkirakan sebesar $1,3 milyar. Namun, dengan memburuknya keadaan, rencana tersebut lebih difokuskan lagi pada langkah-langkah darurat di bidang ekonomi berupa $60-$70juta untuk makanan dan fiber, $15-$20juta dalam bentuk suku cadang dan bahan mentah, dan $17juta bantuan teknis. Penawaran kehadiran Peace Corps16 serta program bantuan militer yang sederhana akhirnya disetujui dan diterima oleh Soekarno, yang semula ragu-ragu namun dapat diyakinkan oleh Howard Jones. Namun, dengan adanya pembentukan Federasi Malaysia dan pengakuan dari Kennedy atas Malaysia, hubungan Indonesia dengan Amerika Serikat mulai renggang kembali. Kennedy kemudian mengumumkan adanya penangguhan bantuan tertentu meskipun beberapa program bantuan lainnya tetap dilanjutkan. Renggangnya hubungan dua negara ini diperparah ketika John F. Kennedy terbunuh pada November 1963 yang kemudian digantikan oleh Lyndon B. Johnson. Dengan pergantian presiden ini, orang-orang Indonesia mulai ragu-ragu tentang arah kebijakan-kebijakan AS. Meskipun Lyndon B. Johnson mempertahankan sebagian besar tim Kennedy dan kebijakan dasarnya terhadap 15 P.F. Gardner, LIMA PULUH TAHUN HUBUNGAN AMERIKA SERIKAT-INDONESIA: Bersamadalam Harapan, Sendirian dalam Kecemasan, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1999, p. 359. 16 Peace Corps adalah suatu program aksi presidensial pertama Kennedy. Kennedy meminta Kongres untuk membuat program tersebut yang berkonsentrasi pada pemberoan bantuan secara sukarela terhadap negara yang masih terbelakang melalui berbagai area, seperti pendidikan, pertanian, kesehatan, dan konstruksi.

9

Indonesia, hubungan pribadi yang baik dengan Soekarno tidak ia miliki. Apalagi dengan adanya kebijakan konfrontasi Indonesia terhadap Malaysia yang kemudian memperkuat alasan penolakan Johnson atas permintaan bantuan Indonesia ketika Indonesia terkena inflasi pasca pembangunan Stadion Utama Senayan. Komunisme yang telah mendapatkan tempat di berbagai aspek di Indonesia, terlebih lagi telah mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam pemerintah serta tuduhan yang dikeluarkan oleh Soekarno mengenai CIA yang berkomplot untuk membunuh dirinya, juga membuat Amerika berpikir ulang mengenai bantuan-bantuan yang akan dan sudah diberikan. C. Dampak Penolakan Bantuan Terhadap Politik Mercusuar Indonesia Politik mercusuar yang menjadi kebijakan pemerintah Indonesia di era Demokrasi Terpimpin merupakan kebijakan yang bertujuan untuk memperlihatkan eksistensi Indonesia di kancah internasional. Pembangunan besar-besaran dalam negeri, persenjataan militer yang tangguh, menjadi mecusuar atau pusat bagi negaranegara yang sedang berkembang atau NEFOS, dan bagi Soekarno yang senang akan hal-hal simbolik dan secara psikologis untuk memuaskan kebutuhan untuk dihargai, menjadi pemimpin negara-negara NEFOS merupakan inti dari kebijakan ini. Politik mercusuar tidak akan berjalan tanpa bantuan-bantuan dari luar negeri dan dukungan dari negara-negara NEFOS, terutama Uni Soviet dan China. Bantuan-bantuan dari Uni Soviet, China, dan Jepang yang berupa kredit digunakan untuk pembangunan bangunan-bangunan monumental, terlebih lagi pada era Demokrasi Terpimpin Indonesia mendapat kesempatan sebagai tuan rumah ajang Asian Games. Kredit dari Uni Soviet dan China, saat itu, digunakan untuk pembiayaan penyelenggaraan Asian Games dan pembangunan guna menunjang terselenggaranya perhelatan tersebut. Dengan menggunakan level analisis individu, perhelatan ini dimanfaatkan oleh Soekarno sebagai tujuan simbolik untuk mendemonstrasikan kepada penduduk yang kurang pangan dan sandang di seluruh Indonesia tentang kedudukan penting

10

Indonesia di dunia Internasional. Namun, ketika teori dependensia diterapkan, politik mercusuar dengan pembangunan besar-besaran dalam negeri ini, pada kenyataannya malah menyebabkan inflasi hingga 600 %, menggusur tanah dan rumah warga Betawi, dan (disebut-sebut) menyengsarakan rakyat akibat alokasi dana kesejahteraan rakyat kurang diperhatikan17. Inflasi yang terjadi pasca pembangunan Stadion Utama Senayan menyebabkan Indonesia meminta bantuan dari Amerika Serikat yang saat itu dipimpin oleh Lyndon B. Johnson. Namun permintaan ini ditolak oleh Lyndon B. Johnson karena masalah konfrontasi Indonesia dengan Malaysia dan PKI yang semakin menguat pengaruhnya di pemerintah, khususnya di dalam diri Soekarno. Soekarno yang merupakan pribadi dengan sensitivitas tinggi merasa sakit hati, ditambah pengaruh dari PKI, dan semakin membenci Amerika Serikat. Kebencian Soekarno kemudian membuat politik mercusuar menjadi-jadi dan berada pada puncaknya yaitu ketika Soekarno membawa Indonesia keluar dari PBB dan membentuk CONEFO sebagai tandingan PBB. Pembetukan CONEFO juga disertai dibangunnya gedung CONEFO, saat ini menjadi gedung DPR, sebagai tandingan gedung PBB di New York. Gedung ini kemudian dijadikan simbol politik mercusuar Soekarno. Jika teori dependensia diterapkan, pembangunan gedung CONEFO ini semakin memperparah penderitaan rakyat karena kesejahteraan mereka tidak diperhatikan. Namun, jika kita gunakan level analisis individu dengan Soekarno sebagai objek analisis, maka pembangunan tersebut semakin memenuhi kebutuhannya untuk dihargai, kesenangannya pada hal-hal simbolik, dan ambisinya untuk menunjukkan esksistensi Indonesia di dunia internasional.

17 R. R. Fauzi, Mempertanyakan Proyek Mercusuar Soekarno Sebagai Identitas Indonesia Dalam Kerangka Nasionalisme (online), 01 Mei 2007, , 03 Januari 2010

11

BAB III KESIMPULANSeperti sifat manusia, suatu negara tidak dapat hidup tanpa negara lain. Ketika suatu kebijakan luar negeri yang menyangkut negara-negara lain dikeluarkan, level of analysis dapat digunakan untuk memahami mengapa kebijakan tersebut dikeluarkan. Penulis melihat bahwa level of analysis yang bisa digunakan untuk memahami kebijakan politik mercusuar yang dikeluarkan oleh Soekarno adalah level of analysis individual dengan Soekarno sebagai objek analisis. Soekarno merupakan orang yang secara psikologis butuh untuk dihargai, senang dengan sesuatu yang simbolik, dan seringkali tindakannya mengikuti emosi

12

yang bergejolak. Itu pula yang terjadi ketika politik mercusuar dijalankan. Penulis melihat ambisi Soekarno untuk menunjukkan eksistensi Indonesia di mata dunia internasional sangat besar. Ambisi tersebut berusaha dicapai dengan politik mercusuar yang berfokus pada pembangunan besar-besaran, persenjataan militer yang tangguh, dan menjadi pemimpin negara-negara NEFOS. Meskipun pada akhirnya politik ini menyebabkan Indonesia mengalami inflasi, ketergantungan pada negara lain, dan menyengsarakan rakyat, setidaknya ambisi Soekarno untuk menunjukkan eksistensi Indonesia di dunia internasional tercapai. Hal ini terlihat salah satunya dengan dibangunnya bangunan-bangunan monumental serta pembentukan GANEFO sebagai tandingan OLIMPIADE. Politik mercusuar juga tidak dapat lepas dari bantuan negara lain dan hubungan dengan negara-negara besar. Penolakan Amerika Serikat atas permintaan bantuan Indonesia di masa Presiden Lyndon B. Johnson karena inflasi ternyata semakin membuat politik mercusuar semakin menjadi-jadi. Penolakan ini berimplikasi pada dibangunnya gedung CONEFO sebagai gedung saingan PBB di New York demi menunjukkan eksistensi Indonesia.

DAFTAR PUSTAKAPustaka Literatur Allison, Graham T., ESSENCE OF DECISION: Explaining the Cuban Missile Crisis, Little, Brown & Company, Boston, 1971. Feith, Herbeth, Dynamics of Guided Democracy, edisi bahasa Indonesia Soekarno dan Militer dalam Demokrasi Terpimpin, diterjemahkan oleh Tim Pustaka Sinar Harapan, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2001. Gardner, Paul F., LIMA PULUH TAHUN HUBUNGAN AMERIKA SERIKATINDONESIA: Bersama dalam Harapan, Sendirian dalam Kecemasan, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1999.

13

Jones, Howard P., Indonesia: The Possible Dream, 2nd edition, Mas Aju Pte. Ltd, Singapore, 1973. Kegley, Charles W, Jr. dan Wittkopf, Eugene R., World Politics: Trends and Transformation, 8th edition, Macmillan Press Ltd, Boston, 2001. Leifer, Michael, Indonesias Foreign Policy, edisi bahasa Indonesia Politik Luar Negeri Indonesia, diterjemahkan oleh Drs.A Ramlan Surbakti, MA, PT. Gramedia, Jakarta, 1986. Ricklefs, M.C, A History of Modern Indonesia, edisi bahasa Indonesia Sejarah Indonesia Modern, diterjemahkan oleh Drs. Dharmono Hardjowidjono, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1998. Soebadio, Hadi, HUBUNGAN INDONESIA-AMERIKA: Dasawarsa II Tahun 19551965, Pramita Press, Banten, 2005. Sabir, M., Politik Bebas Aktif, CV Haji Masagung, Jakarta, 1987. Sjamsuddin, Nazaruddin, Dr., SOEKARNO: Pemikiran Politik dan Kenyataan Praktek, CV Rajawali, Jakarta, 1988. Wuryandari, Ganewati (ed.), Politik Luar Negeri Indonesia Di Tengah Pusaran Politik Domestik, Pustaka Pelajar dan P2P-LIPI, Jakarta, 2008. Pustaka Online Ariga, Freya, Diplomasi Konfrontasi: Indonesias Foreign Policy Under Soekarno (online), 20 Juni 2009, , 21 Oktober 2009. Catatan Seorang Yang Ingin Jadi Sejarawan jilid 3 (online), 01 Maret 2008, , 03 Januari 2010. Fauzi, Rachmat Ramdhani, Mempertanyakan Proyek Mercusuar Soekarno Sebagai Identitas Indonesia Dalam Kerangka Nasionalisme (online), 01 Mei 2007, , 03 Januari 2010. http://en.wikipedia.org http://id.wikipedia.org Kurniawan, Acep Endri, Bahas Tuntas Demokrasi Terpimpin (online), 22 September 2009, http://acependri.wordpress.com/2009/09/22/bahas-tuntas-demokrasiterpimpin/, 20 Oktober 2009. Tema dan Karakter, The North Magazine, , 03 Januari 2010. Setiawan, Asep, Pendekatan Terhadap Studi Politik Luar Negeri di Negara-negara Berkembang (online), , 03 Januari 2010. Sukarno, Suharto, dan Sejarah Kita, 22 Januari 2008, , 03 Januari 2010.

15