polineuropati pada pasien dengan penyakit kritis
DESCRIPTION
kedokteranTRANSCRIPT
POLINEUROPATI PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT KRITIS
Lebih dari 30 tahun lalu, selama periode 4 tahun, kami telah mengobservasi 5 pasien
yang dirawat di ICU dengan kesulitan penyapihan ventilator mekanik yang tidak jelas
penyebabnya dan kelemahan tungkai. Pada saat itu, kesulitan penyapihan ini sering dikatikan
dengan kelelahan diafragma dan kelemahan tungkai dengan miopati katabolic. Tanda klinis yang
mengindikasikan polineuropati motoric dan sensorik adalah tes eletrofisiologi yang
menunjukkan degenerasi akson primer serat motoric dan sensorik. Otopsi sistem saraf sentral
dan perifer pada 3 pasien menunjukkan penemuan elektrofisiologi bahwa terdapat polineuropati.
Penyebab hal ini masih belum jelas. Onset setelah pasien masuk ICU, pemeriksaan LCS
yang tidak menunjukkan tanda spesifik dan adanya polineuropati aksonal dibandingkan
polineuropati demielinisasi menyingkirkan diagnosis Sindrom Guillain-Barre. Tes darah tidak
menunjukkan tanda neuropati aksonal. Kami berspekulasi bahwa penyakit kritis tersebutlah
kemungkinan penyebabnya. Saat itu, penyakit kritis yang dimaksudkan adalah sepsis dan
kerusakan organ multiple. Kerusakan mikrosirkulasi, yang muncul pada sepsis berat, dapat
menyebabkan hipoksia saraf dan degenerasi akson distal.
Studi retrospektif dan prospektif yang komprehensif milik kami mengindikasikan
polineuropati muncul pada lebih dari 70% pasien yang sakit kritis. Konduksi saraf frenicus dan
elektromiografi diafragma dan studi otopsi memperlihatkan sebab dari kesulitan penyapihan
adalah degenerasi akson pada saraf frenicus dan saraf dinding dada.
Pada saat yang sama saat observasi polineuropati, observasi miopati juga sedang
dilakukan, khususnya pada miopati kuadriplegi akut. Sama seperti neuropati, hal ini berpotensi
untuk dapat diperbaiki. Studi elektrofisiologi dan morfologi menunjukkan bahwa otot dan saraf
terlibat. Kami menyebutnya miopati sepsis. Studi selanjutnya memperlihatkan bahwa otot adalah
jaringan yang sering terlibat pada pasien dengan penyakt kritis dikarenakan nekrosis dan
defisiensi myosin. Kesatuan miopati pada penyakit kritis telah ditemukan oleh Lacomis dan
kolega.
Selain polineuropati, semua pasien memiliki bukti awal ensefalopati sepsis. Hal in
didapati adanya derajat ketidaksadaran , abnormalitas EEG umum tetapi CT scan dan
pemeriksaan LCS yang tidak spesifik.
Sementara ensefalopati, polineuropati dan miopati cenderung membaik setelah penyakit
kritis telah dikendalikan, tindak lanjut jangka panjang telah menunjukkan efek residual dapat
menyebabkan berbagai tingkat kecacatan mental dan neuromuskular.
Intensivists sekarang melembagakan 'metode sedasi minimal'. Status mental dan kekuatan
otot dapat diuji pada saat penarikan periodik obat penenang. Hal ini memungkinkan pemantauan
yang lebih baik dari sedasi dan, jika kelemahan ditunjukkan, studi elektrofisiologi dan biopsi
otot. Sifat gangguan neuromuskuler yang telah diidentifikasi, rehabilitasi dan upaya prognosis
jangka panjang yang efektif.
Ada hal yang menarik dari patofisiologi tersebut. Saraf membran menunjukkan kelainan
dari rangsangan. Membran otot dapat dirangsang pada stimulasi langsung. Durasi
berkepanjangan senyawa potensial aksi otot, yang sekarang dikenal sebagai khas penyakit kritis
miopati, adalah karena kecepatan konduksi membran otot menurun. Disfungsi saluran natrium,
sebagai awalnya dijelaskan oleh Rich et al, dapat menjelaskan fenomena ini.
Penelitian dasar lebih lanjut diperlukan, sebagai upaya untuk memanfaatkan klinik,
metode biopsi elektrofisiologi dan otot di ICU untuk mendeteksi efek sistem saraf dan lembaga
rehabilitasi mental dan fisik. Harapan terbesar adalah untuk penemuan sebuah 'peluru ajaib'
untuk mengganggu kaskade septik dan mencegah efek sistem saraf yang menghancurkan.