polemik subsidi bbm dan alternatif solusi pemecahannya fix
DESCRIPTION
Membahas tentang alternatif dari polemik BBM yang terus menerus terjadi di IndonesiaTRANSCRIPT
Polemik Subsidi BBM di Indonesia dan Alternatif Solusi Pemecahannya
Mochamad Doni Akviansah150731605656
Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri MalangKata Kunci : BBM, Subsidi, Solusi
ABSTRAK
“Subsidi BBM” menjadi issue yang menarik perhatian besar publik. Harga BBM
harus dinaikkan agar subsidi tidak terlalu besar . Pemerintah menaikkan harga
BBM dengan pertimbangan agar subsidi BBM tidak terlalu besar, bagi
masyarakat miskin pemerintah memberikan BLT (Bantuan Tunai Langsung).
Informasi kenaikan tersebut tentu selalu mengundang pro kontra di masyarakat
dan anggota dewan. Hal ini cukup membuktikkan bahwa masalah subsidi BBM
sangat erat kaitannya dengan ketergantungan Indonesia yang sangat besar
terhadap BBM dalam konsumsi energi nasionalnya, suatu hal yang tak sehat
karena negeri itu memiliki berbagai macam sumber energi yang lain. Sebenarnya
sebagian masalah subsidi BBM dapat diatasi melalui pengembangan manajemen
energi nasional, yang menekankan efisiensi konsumsi BBM dan pengembangan
diversifikasi sumber energi. Upaya diversifikasi energi dipertegas melalui rencana
pembangunan infrastruktur energi. Lebih jauh, artikel ini akan mengulas
mengenai polemik subsidi BBM dan alternatif solusi pemecahannya.
Masalah subsidi bbm ini seringkali dibicarakan dalam berita-berita di media
online maupun media cetak dan elektronik belakangan ini. Disatu sisi memotong
subsidi bbm akan menyengsarakan rakyat banyak dan di sisi lain kebijakan tidak
memotong subsidi bbm akan membuat keuangan negara dan defisit anggaran
semakin membengkak dari tahun ke tahun. Hal ini seperti memakan buah
simalakama. Jika negara sengsara, rakyat pun sengsara, dan sebaliknya. Di salah
satu stasiun televisi pun sudah pernah dibahas masalah seperti ini, berikut
sepenggal pembicaraan mengenai masalah ini;
“Metrotvnews.com, Jakarta: Rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) oleh pemerintah menimbulkan polemik di masyarakat. Asumsi masalah akan bermunculan
nantinya, jika harga BBM naik. Namun, penyelesaian masalah akibat kenaikan BBM tersebut tidaklah sederhana.
"Ini penyelasiannya tidak sederhana, pemerintahan Jokowi harus melakukan normasilasi dan konsolidasi, bagaimana pemerintah ada instrumen penegendalian harga," kata pengamat ekonomi, Enny Sri Hartati saat diskusi di acara Bincang Pagi Metro TV, Sabtu (8/11/2014).
Enny menilai, kebijakan BBM harus segera dilakukan hal ini dikarenakan waktunya yang dinilai sangat mepet . Bahkan jika bisa dilakukan, seharunya kenaikan harga BBM sebagiknya ditunda terlebih dulu. Namun, baik buruknya dampak kenaikan BBM itu, tergantung pada seberapa cepatkah pemerintah mempersiapkan dan menata kebijakan.
"Berapa biaya pokok hasilkan 1 liter BBM, dari situ perhitungan subsidi bisa kita diskusikan, kalau sudah ketemu, akan tahu berapa kemampuan fiskalnya," imbuh Enny.
Menurut Enny, jika saja Pertamina tidak mengimpor BBM melalui Petral, akan tetapi impornya adalah minyak mentah, maka banyak cara yang lain untuk mendalikan harga”
Seperti yang kita ketahui, subsidi bbm paling banyak dipakai untuk kendaraan
bermotor. Dan seperti informasi yang dapat kita baca di banyak media dikatakan
bahwa 70 persen subsidi bbm dinikmati oleh orang-orang yang dikategorikan
mampu. Jadi boleh dibilang meskipun tujuannya baik, kebijakan subsidi bbm ini
sudah tidak tepat sasaran. Lalu bagaimana cara memecahkan persoalan yang rumit
seperti ini? Tidak ada cara lain bagi pemerintah selain menaikkan harga bbm
bersubsidi, meskipun kebijakan ini tidak populer dan akan mendapat banyak
tentangan. Namun seperti halnya seseorang harus menelan pil pahit agar dapat
sembuh dari penyakit itu. Agar dampaknya tidak terlalu berat kepada masyarakat
luas, selain menaikkan harga bbm subsidi, perlu adanya kebijakan lain sebagai
'penyeimbang' bagi kebijakan itu. Berikut adalah hal-hal yang dapat dilakukan
pemerintah untuk mengatasi masalah subsidi bbm yang sudah mengakar-urat ini :
1. Menaikkan harga bbm subsidi secara bertahap
sehingga tidak membuat masyarakat terkejut dengan kenaikan yang terlalu
signifikan. Hal ini juga sekaligus sebagai shock therapy sehingga
perlahan-lahan masyarakat akan mulai terbiasa menggunakan bbm non
subsidi.
2. Melakukan pengendalian dalam penjualan bbm subsidi.
Dalam hal ini pemerintah harus merancang peraturan perundangan-
undangan yang secara tegas melarang pemakaian bbm subsidi bagi
kalangan yang mampu. Saat ini subsidi bbm nyata-nyata hanya
menguntungkan kalangan orang-orang mampu, sebaliknya rakyat kecil di
daerah pedalaman harus membeli bbm dengan harga yang jauh diatas
harga normal bbm subsidi di kota-kota besar. Ini adalah sebuah bentuk
ketidak-adilan yang harus diselesaikan secara tegas oleh pemerintah. Jika
seseorang mampu membeli mobil yang harganya ratusan juta, sangat tidak
masuk akal jika tidak mampu membeli bbm non-subsidi yang sekali isi
hanya berkisar di angka ratusan ribu. Selain menghemat pengeluaran
negara untuk subsidi bbm, kebijakan ini juga akan membuat pengguna
mobil untuk berhemat dalam penggunaan bbm dan secara tidak langsung
akan mengurangi kemacetan jalan yang selama ini menjadi alasan
mengapa triliunan rupiah bbm subsidi dibakar sia-sia di jalan raya karena
kemacetan. Yang berhak untuk menggunakan bbm subsidi adalah nelayan,
petani, mobil angkutan umum dan mobil niaga untuk angkutan barang.
Mengapa mobil niaga perlu disubsidi? Seperti yang kita ketahui, dampak
kenaikan harga bbm adalah inflasi. Dan inflasi ini bisa terjadi pada hampir
seluruh jenis barang dan jasa. Dalam hal ini untuk menekan inflasi
terhadap barang-barang kebutuhan pokok, pemerintah harus mengizinkan
angkutan niaga menggunakan bbm subsidi untuk menekan biaya logistik
dari penyaluran barang-barang kebutuhan pokok itu. Memang dalam
penerapannya, pasti akan terjadi penyelewengan terhadap pemakaian bbm
subsidi tersebut. Oleh karena itu untuk menekan tingkat penyelewengan
(meskipun dirasa mustahil bisa ditekan sampai 0%), pemerintah harus
menggunakan solusi canggih misalnya dengan menggunakan smart card
yang sebelumnya sudah pernah dipasang pada kendaraan-kendaraan di
jakarta beberapa waktu lalu.
3. Mengalihkan sebagian subsidi untuk pembangunan infrastruktur.
Pembangunan infrastruktur di Indonesia sangat tertinggal dibanding
negara-negara lain seperti China, Malaysia, atau Singapura. Oleh karena
itu pemerintah sudah sepantasnya mengalihkan sebagian subsidi tersebut
untuk pembangunan infrastruktur. Infrastruktur yang bagus secara
otomatis akan mengurangi biaya logistik dan pada akhirnya akan
membantu menekan inflasi. Dan bukan hanya itu saja, dampak tidak
langsungnya adalah produk yang dihasilkan di dalam negeri pun akan
semakin bersaing untuk dipasarkan di luar negri yang pada akhirnya akan
membantu meningkatkan nilai ekspor Indonesia ke luar negri. Ini juga
akan membantu memperbaiki neraca perdagangan Indonesia yang
terancam defisit yang semakin melebar. Seperti kita ketahui, di beberapa
pelabuhan di Indonesia, proses bongkar muat bisa memakan waktu sampai
beberapa hari karena keterbatasan kapasitas pelabuhan. Ini adalah biaya
harus ditanggung oleh pelaku usaha dan membuat daya saing produk kita
menjadi lemah. Pemerintah harus mempercepat pembangunan pelabuhan
dengan kapasitas yang lebih besar. Selain itu juga harus dipercepat
pembangunan jalan seperti misalnya tol sumatera yang sudah tertunda
cukup lama.
4. Memberikan bantuan subsidi pangan, pendidikan serta kesehatan.
Efek domino dari kenaikan harga subsidi adalah naiknya harga-harga
bahan kebutuhan pokok. Bagi rakyat kelas menengah, meskipun ini
memberatkan tapi tidak akan terlalu menyengsarakan. Yang menjadi
korban tentunya adalah rakyat kecil yang secara ekonomi masuk dalam
golongan tidak mampu. Untuk itu pemerintah harus memikirkan
bagaimana agar kalangan tidak mampu ini tidak sampai terkena dampak
negatif kenaikan harga barang kebutuhan secara langsung. Beberapa waktu
lalu pada saat bbm subsidi dinaikkan, pemerintah memperkenalkan
program BLT (Bantuan Langsung Tunai) untuk rakyat tidak mampu.
Tujuannya baik, namun penerapannya tidak selalu sesuai dengan semangat
awalnya. Selalu ada penyelewengan dimana orang-orang yang tidak
berhak malah mendapatkan uang yang tidak seharusnya tidak mereka
terima. Ini karena sifat uang yang cair, artinya bisa digunakan untuk
berbagai macam keperluan yang pada akhirnya memperbesar resiko
terjadinya penyelewengan. Dalam hal ini pemerintah harus mensubsidi
langsung dalam bentuk pemberian bahan kebutuhan pokok dan bukannya
berupa uang tunai. Karena dengan uang tunai, sangat sulit untuk
mengontrol penggunaan uang tersebut. Bisa saja uang itu bukan dipakai
untuk membeli beras, namun untuk membeli rokok misalnya. Memang
subsidi pangan juga rawan penyelewengan, namun tidak semudah
menyelewengkan uang tunai. Lagipula jika pemerintah mau, mungkin bisa
mempertimbangkan ide dapur umum dimana subsidi dilakukan dengan
memberikan makanan gratis (makanan jadi) di sentra-sentra yang
ditinggali oleh kelompok masyarakat tidak mampu. Hal ini lebih baik
ketimbang memberi uang tunai kepada masyarakat. Selain pangan,
pemerintah juga hendaknya memikirkan subsidi pendidikan dan kesehatan.
Dan untuk subsidi pendidikan dan kesehatan ini juga tidak boleh diberikan
dalam bentuk uang tunai.
5. Mulai beralih ke bahan bakar dari BBM ke BBG (Bahan Bakar Gas)
Subsidi BBM terus meningkat dan harga BBM juga terus naik. Dalam hal
ini pemerintah sudah mulai harus mempertimbangkan untuk perlahan-
lahan beralih dari penggunaan BBM ke BBG. Pemerintah semestinya
membangun komunikasi dengan pabrikan otomotif untuk membuat
semacam roadmap peralihan dari BBM ke BBG dan ditindaklanjuti
dengan pembangunan SPBG di seluruh Indonesia secara bertahap. Bukan
hanya di hilir, pembangunan juga harus dilakukan di hulu agar distribusi
BBG nantinya tidak akan sampai mengalami bottle neck dimana lebih
banyak permintaan dibanding supply.
6. Mengurangi ketergantungan PLN terhadap pembangkit berbahan bakar
minyak
Hal ini bisa dilakukan dengan memanfaatkan potensi panas bumi di
Indonesia yang jumlahnya sangat besar, bisa mencapai 4000 MW. Selain
itu garis pantai Indonesia yang luas juga bisa dimanfaatkan untuk
pembangkit hidrolik dan tenaga angin, belum lagi dari potensi energi tata
surya (meskipun sebenarnya biaya investasi untuk pembangkit tenaga
surya saat ini tergolong masih mahal). Pemerintah juga bisa
mempertimbangkan sumber energi dari pembangkit non-konvensional
misalnya dari pengolahan sampah ataupun dari biogas yang bisa diperoleh
dari hasil pengolahan terhadap limbah buangan (septic tank) yang ada pada
rumah-rumah penduduk. Itulah beberapa alternatif yang dapat dilakukan
pemerintah untuk mengatasi persoalan subsidi bbm yang membelit negara
ini.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/mataharikedua/polemik-
subsidi-bbm-dan-alternatif-solusi-
pemecahannya_54f98fc0a33311ef048b51e4