pola komunikasi pengasuh terhadap anak asuh...
TRANSCRIPT
POLA KOMUNIKASI PENGASUH TERHADAP
ANAK ASUH DALAM MENINGKATKAN
KEPERCAYAAN DIRI DI PANTI ASUHAN
ANNAJAH
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Salfania Yuanita
NIM. 11140510000080
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
TAHUN 1440 H/ 2018 M
i
ABSTRAK
Salfania Yuanita
Pola Komunikasi antara Pengasuh terhadap Anak Asuh
dalam Meningkatkan Kepercayaan Diri di Panti Asuhan
Annajah.
Anak yang bertumbuh kembang dalam panti asuhan
memiliki hak yang sama seperti anak yang berada dalam
lingkungan keluarga. Komunikasi yang dilakukan pengasuh guna
memberikan motivasi kepada anak asuh dalam hal kepercayaan
diri. Berdasarkan hal tersebut pengasuh panti asuhan perlu
melakukan pola komunikasi yang baik dalam meningkatkan
kepercayaan diri anak asuh.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka muncul
pertanyaan, pertama, bagaimana pola komunikasi pengasuh
terhadap anak asuh dalam meningkatkan kepercayaan diri anak
asuh di Panti Asuhan Annajah? Kedua, bagaimana hubungan
pengasuh terhadap anak asuh Panti Asuhan Annajah? Ketiga,
faktor apa yang memengaruhi anak asuh dalam meningkatkan
kepercayaan diri dalam meraih prestasi di sekolah?
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori
penetrasi sosial yang dipopulerkan oleh Irwin Altman dan
Dalmas Taylor. Teori ini membahas perkembangan hubungan
melalui 4 tahap yaitu tahap orientasi, tahap pertukaran
eksploratif, tahap pertukaran afektif, dan tahap pertukaran stabil.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Peneliti
menggunakan paradigma konstruktivis yaitu pengetahuan
merupakan hasil dari konstruksi manusia. Teknik pengumpulan
data dalam penelitian ini melalui observasi langsung, wawancara
mendalam dan dokumentasi.
Hasil penelitian ini yaitu pola komunikasi pengasuh
terhadap anak asuh dalam meningkatkan kepercayaan diri adalah
pola roda, pola bintang, komunikasi antarpribadi, dan komunikasi
kelompok. Hubungan antara pengasuh terhadap anak asuh
melalui 4 tahap yaitu tahap orientasi, tahap pertukaran
eksploratif, tahap pertukaran afektif, dan tahap pertukaran stabil.
Faktor yang memengaruhi meningkatnya kepercayaan diri pada
anak asuh yaitu faktor lingkungan dan faktor pendidikan.
Kata kunci: Pola Komunikasi, Pengasuh, Anak Asuh,
Kepercayaan Diri, Panti Asuhan Annajah.
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim
Alhamdulillahirobbil „Alamin. Segala puji bagi Allah SWT
atas segala limpahan rahmat, kasih sayang, dan karuniaNya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta
salam semoga selalu Allah curahkan kepada Nabi besar, Nabi
agung tauladan manusia, Nabi Muhammad SAW semoga kita
termasuk umatnya yang mendapatkan syafaatnya kelak di hari
kiamat.
Puji syukur peneliti haturkan atas pertolongan petunjuk Allah
SWT sehingga peneliti mampu menyelesaikan tugas akhir skripsi
yang berjudul “Pola Komunikasi Antara Pengasuh terhadap Anak
Asuh Dalam Meningkatkan Kepercayaan Diri Di Panti Asuhan
Annajah” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sosial dari Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis selalu
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Baik itu berupa pikiran, tenaga,
dorongan moril maupun materiil. Maka dari itu penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu memperlancar penyelesaian skripsi ini.
1. Dr. Arief Subhan, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Suparto, M.Ed, Ph.D selaku
Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Roudhonah, M.A.,
selaku Wakil Dekan II bidang Administrasi Umum, Dr.
iii
Suhaimi, M.Si. selaku Wakil Dekan III bidang
Kemahasiswaan.
2. Drs. Masran, M.A. selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam, serta Fita Fathurokhmah, M.Si. selaku
Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
3. Dr. Yopi Kusmiati, M.Si., selaku dosen pembimbing yang
telah bersedia membimbing dan banyak memberikan
masukan serta saran kepada penulis selama proses penulisan
skripsi ini berlangsung. Penulis mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada beliau, semoga Allah SWT
senantiasa memberikan keberkahan, kesehatan, dan kebaikan
setiap saat kepada beliau beserta keluarga.
4. Dr. Suhaimi, M.Si., selaku Dosen Penasehat Akademik KPI
B angkatan 2014 yang telah memberi masukan dan dukungan
dalam pembuatan skripsi ini.
5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
yang telah memberikan beragam ilmu dan pengalaman
kepada penulis selama perkuliahan.
6. Bapak Moh. Adib Fahri, S.Ag, MM selaku ketua Panti
Asuhan Annajah dan seluruh pengurus Yayasan Panti
Asuhan Annajah yang telah memberikan izin kepada penulis,
sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan.
7. Fachrul Rozi, S.H.I., Syarif Hidayatullah, S.H., Marina Nur
Firdaus dan Hibatin selaku pengasuh Panti Asuhan Annajah
sekaligus informan dalam penelitian ini. Terima kasih telah
berkenan memberikan informasi yang penulis butuhkan.
iv
8. Untuk Orang tua terhebat Ayah Kurniawan dan Mamah
Sandra Darlina, S.E., yang tidak pernah lelah dan hentinya
mendidik, mendoakan, menyayangi dan mengasihi serta
memberikan dukungan berupa semangat baik moril maupun
materiil. Serta adik penulis Dinda Karunia Lestari, Fikri
Karuniawan, dan Muhammad Fadhly Ramadhan yang sudah
memberikan semangat dan motivasi penulis untuk segera
menyelesaikan skripsi ini.
9. Siti Sakhinah dan Widya Rahmatia yang telah memberikan
semangat, masukan, serta doa. Terimakasih telah
meluangkan dan telah menjadi tempat penulis berkeluh-
kesah waktunya selama pasang surut penyusunan skripsi ini.
10. Kakak-kakak tercinta Vivi Aulia Rahmawati, Farha Dinanti,
dan Santika Oktaviyani terimakasih telah memberikan
semangat, masukan, serta doa kepada penulis.
11. Teman-teman seperjuangan KPI 2014, terutama KPI B 2014:
Tiara, Elsa, Dian, Dinie, Ahmad Fauzi, Ahya Hasyim,
Amiradhana, Andita Putri, Aya, Dimas, Dinda, Fauzan, Firly,
Iis, Humairah, Iffah, Ilka, Firman, Mei, Mufid, Novi,
Rachmadika, Nuraini, Rofi, Suci, Waqid dan semua teman
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu terima kasih
telah mewarnai masa- masa perkuliahan penulis.
12. Sepupu penulis Vicky Dianiya dan Lindi Ariska yang telah
menyemangati dan mendoakan peneliti dalam menyelesaikan
penelitian ini.
13. Kelompok KKN INFINITY 2018 keluarga baru penulis yang
telah memberi warna pada akhir masa perkuliahan.
v
Demikian ucapan terima kasih yang dapat penulis sampaikan
kepada seluruh pihak yang telah membantu mulai dari awal
penulisan hingga skripsi ini dapat terselesaikan, semoga Allah
SWT membalas semua kebaikan mereka semua dan semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan seluruh pihak yang
membaca.
Jakarta, 21 September 2018
Salfania Yuanita
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK .....................................................................................i
KATA PENGANTAR ................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................vi
DAFTAR TABEL ........................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ...................................................... 7
C. Batasan Masalah ............................................................ 8
D. Rumusan Masalah ......................................................... 8
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................... 8
F. Review Kajian Terdahulu ............................................ 10
G. Metodologi Penelitian ................................................. 13
H. Sistematika Penulisan .................................................. 19
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori ............................................................ 22
1. Teori Penetrasi Sosial .............................................. 22
B. Landasan Konseptual ................................................... 27
1. Pola Komunikasi .................................................... 27
2. Bentuk-Bentuk Komunikasi ................................... 29
3. Jenis-Jenis Pola Komunikasi .................................. 34
4. Kepercayaan Diri .................................................... 38
5. Panti Sosial Asuhan Anak ...................................... 46
vii
BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Berdirinya Panti Asuhan Annajah .................. 53
B. Visi, Misi dan Tujuan Panti Asuhan Annajah ............. 54
C. Struktur Organisasi Panti Asuhan Annajah ................. 55
D. Program-program Kegiatan Panti Asuhan Annajah .... 56
E. Proses Perekrutan dan Persyaratan Anak Asuh ........... 57
F. Sumber dan Penggunaan Dana Panti Asuhan.............. 58
G. Fasilitas Panti Asuhan Annajah ................................... 58
H. Prestasi Panti Asuhan Annajah .................................... 59
I. Keadaan Anak Asuh di Panti Asuhan (Periode 2015-
2018) ............................................................................ 60
J. Tata Tertib Panti Asuhan Annajah .............................. 62
K. Jadwal Kegiatan Harian dan Mingguan Panti Asuhan
Annajah ........................................................................ 64
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Pola Komunikasi antara Pengasuh terhadap Anak Asuh
dalam Meningkatkan Kepercayaan Diri Anak Asuh di
Panti Asuhan Annajah ................................................. 66
B. Hubungan antara Pengasuh terhadap Anak Asuh Panti
Asuhan Annajah .......................................................... 84
C. Faktor yang Memengaruhi Anak Asuh dalam
Meningkatkan Kepercayaan Diri dalam Meraih Prestasi
di Sekolah .................................................................. 104
BAB V PEMBAHASAN
A. Pola Komunikasi antara Pengasuh terhadap Anak Asuh
dalam Meningkatkan Kepercayaan Diri Anak Asuh di
Panti Asuhan Annajah ............................................... 112
B. Hubungan antara Pengasuh terhadap Anak Asuh Panti
Asuhan Annajah ........................................................ 121
viii
C. Faktor yang Memengaruhi Anak Asuh dalam
Meningkatkan Kepercayaan Diri dalam Meraih Prestasi
di Sekolah .................................................................. 129
BAB VI SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. SIMPULAN ............................................................... 135
B. IMPLIKASI ............................................................... 138
C. SARAN ...................................................................... 139
DAFTAR PUSTAKA ................................................................ 140
LAMPIRAN ............................................................................... 145
x
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Jumlah Anak Asuh Panti Asuhan Annajah .................. 42
Tabel 3.2 Keadaan Anak Asuh Panti Asuhan Annajah Menurut
Tingkat Pendidikan ...................................................... 43
Tabel 3.3 Keadaan Anak Asuh Panti Asuhan Annajah Menurut
Sosial ........................................................................... 43
Tabel 4.1 Pola Komunikasi antara Pengasuh terhadap Anak
Asuh.. ........................................................................... 57
Tabel 4.2 Hubungan antara Pengasuh terhadap Anak Asuh Panti
Asuhan Annajah .......................................................... 72
Tabel 4.3 Faktor yang Memengaruhi Kepercayaan Diri Anak
Asuh ............................................................................. 77
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pola Roda ................................................................. 35
Gambar 2.2 Pola Rantai ............................................................... 36
Gambar 2.3 Pola Lingkaran ......................................................... 37
Gambar 2.4 Pola Y ....................................................................... 38
Gambar 2.5 Pola Bintang ............................................................. 38
Gambar 2.6 Kerangka Berpikir .................................................... 52
Gambar 5. 1 Pola Roda pada Panti Asuhan Annajah ................. 117
Gambar 5. 2 Pola Bintang pada Panti Asuhan Annajah ............ 120
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan
manusia lainnya untuk saling berhubungan dan berinteraksi.
Dalam berhubungan dan berinteraksi tersebut antara manusia satu
dengan lainnya membutuhkan adanya sebuah komunikasi.
Komunikasi merupakan suatu hal yang dianggap penting dalam
kehidupan sosial. Komunikasi dapat dilakukan dimana saja
seperti di sekolah, rumah, kantor dan lain-lain. Komunikasi
tersebut dilakukan untuk mencapai kesepahaman.
Komunikasi adalah inti dari semua hubungan sosial, yaitu
proses dimana saling membagi informasi, gagasan dan perasaan
antar individu. Komunikasi sangat penting peranannya bagi
kehidupan sosial, karena komunikasi merupakan proses dinamika
transaksional yang mempengaruhi perilaku, yang mana sumber
dan penerimanya sengaja menyandi perilaku mereka untuk
menghasilkan pesan yang mereka salurkan guna merangsang atau
memperoleh sikap atau perilaku tertentu sebagai konsekuensi dari
hubungan sosial (Mulyana 2008, 94).
Komunikasi keluarga sangat berperan dalam membentuk
kepribadian anak, cara anak membawa diri di masyarakat
merupakan bentuk cernaan anak berdasarkan asuhan keluarga
(Bakar 2016, 17). Tidak hanya hubungan keluarga antara ayah,
ibu, dan anak saja, di luar keluarga seperti di panti asuhan juga
2
terdapat hubungan interpersonal) antara pengasuh dan anak asuh.
Hubungan anak asuh dengan pengasuh di panti asuhan
merupakan hubungan antara orang di luar keluarga yang
menggantikan peran keluarga. Di panti asuhan seyogyanya
pengasuh yang berperan sebagai pengganti orang tua anak asuh
harus memiliki hubungan interpersonal yang baik. Hubungan
interpersonal yang baik dapat menciptakan keterbukaan dan
kedekatan interpersonal antara anak asuh dan pengasuh. Latar
belakang perbedaan cara asuh juga akan memengaruhi
perkembangan kualitas anak, contohnya seperti anak yang tinggal
di dalam keluarga utuh dengan anak yang tinggal di panti asuhan
(Rajabany 2015, 26).
Dalam islam Allah SWT memerintahkan untuk berbuat
baik, mencintai dan menyayangi anak yatim sebagaimana yang
tersebut dalam Al-Qur‟an surat Al-Baqarah (2) ayat 220:
ل إيتامى ق
ك عن ال
ىه
لخزة ويسأ
يا ولا
ه ير في الد
هم خ
ح ل
صل
ى صلح ول
فسد من ال
م ال
ه يعل
م والل
ك
ىاه
إخ
ىهم ف
الط
خ
وإن ت
ه عزيز حكيمم إن الل
عنتك
ه ل
اء الل
ش
Artinya: tentang dunia dan akhirat. Dan mereka bertanya
kepadamu tentang anak yatim, katakalah: "Mengurus
urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu
bergaul dengan mereka, maka mereka adalah saudaramu;
dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan
dari yang mengadakan perbaikan. Dan jikalau Allah
menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan
kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. (QS Al Baqoroh, 2: 220)
3
Panti asuhan adalah lembaga yang berfungsi menampung
anak-anak yatim piatu (kehilangan satu atau kedua orangtuanya).
Panti asuhan dalam konteks pelayanan sosial negara adalah
kewajiban negara seperti yang diatur dalam pasal 34 Undang-
Undang Dasar 1945. Jumlah panti asuhan di Indonesia
diperkirakan antara 5.000 hingga 8.000 panti, dimana panti
asuhan yang diselenggarakan negara hanya sekitar 1 persen dari
total panti asuhan. Panti asuhan di Indonesia ini yang merupakan
panti asuhan terbesar di seluruh dunia. Pemerintah Indonesia
sendiri hanya memiliki dan menyelenggarakan sedikit dari panti
asuhan tersebut, lebih dari 99% panti asuhan diselenggarakan
oleh masyarakat, terutama organisasi keagamaan (Ningrum 2012,
481).
Panti asuhan menurut Notodirjo adalah suatu rumah
kediaman yang cukup besar yang memberikan perawatan dan
asuhan kepada sejumlah besar anak yang terlantar selama jangka
waktu tertentu serta memberi pelayanan anak dalam memenuhi
kebutuhan fisik, mental dan sosial pada anak asuh. Notodirjo
menyatakan bahwa fungsi panti asuhan adalah: 1. membantu
merawat dan melayani anak yang terlantar sehingga anak-anak itu
dapat dibimbing dan diarahkan dengan benar serta memperoleh
perkembangan pribadi yang sehat, 2. memperoleh keterampilan
dalam bekerja, serta ketentraman jasmani dan rohaninya, dan 3.
memberikan pendidikan dan bimbingan bagi anak (Ningrum
2012, 482).
4
Dalam Panti Asuhan mereka diasuh oleh pengasuh yang
menggantikan peran orang tua, serta dibimbing agar menjadi
manusia yang baik, berguna dan bertanggung jawab atas dirinya
dan masyarakat. Anak-anak asuh diberikan pendidikan budi
pekerti dan kesantunan akhlak, selain itu mereka juga diberikan
wadah untuk mengasah kreatifitas sesuai dengan kemampuannya
masing-masing.
Di Indonesia sendiri khususnya sudah banyak sekali panti
asuhan yatim dan dhuafa berbasis islam. Panti Asuhan Annajah
adalah sebuah lembaga panti sosial yang menampung anak-anak
yatim dan dhuafa dari berbagai daerah yang ada di indonesia.
Panti Asuhan Annajah terletak di Jl. Kemajuan No.10,
RT.001/RW.4, Petukangan Selatan, Pesanggrahan, Kota Jakarta
Selatan. Panti asuhan annajah merupakan panti asuhan yang
menerapkan sistem semi formal, yaitu sebuah sistem dimana
kegiatan yang dilakukan di dalam Panti Asuhan Annajah sama
seperti yang ada di pondok pesantren (Hidayatullah, wawancara,
28 Februari 2018). Panti Asuhan Annajah yang pelaksanaannya
dimulai sejak tahun 1978 ini sudah mengalami cukup banyak
perubahan, dari yang hanya panti asuhan kecil menjadi panti
asuhan yang cukup besar pada saat sekarang. Panti Asuhan
Annajah memiliki struktur kepengurusan yang lengkap serta
sarana dan prasana yang digunakan oleh seluruh penghuni panti.
Sejak pelaksanaannya pada tahun 1978 Panti Asuhan
Annajah sudah memiliki banyak prestasi. Dalam waktu dekat ini
tepatnya pada akhir tahun 2017 Panti Asuhan Annajah mendapat
juara 1 panti asuhan performance, dimana anak-anak asuh
5
perempuan menampilkan sebuah tarian saman, juara 1 lomba
tahfidz Qur‟an dan juara 3 lomba tausiyah dalam acara pentas
kreasi anak sholeh yang diselenggarakan oleh YSIC Al-Alzhar
Jakarta.
Anak yang bertumbuh kembang di panti asuhan tidak jauh
berbeda dengan anak yang tinggal bersama orangtua kandung.
Anak di panti asuhan juga sangatlah membutuhkan perhatian dan
kasih sayang dari pengasuhnya sebagai pengganti orangtua
kandung mereka. Dalam konteks komunikasi anak ditentukan
perkembangannya oleh seorang pengasuh, hubungan pengasuh
dengan anak asuhnya lah yang menentukan komunikasi anak
tersebut dalam masa perkembangan dan pertumbuhannya. Dalam
panti asuhan pengasuh dengan anak asuhnya tidak terlepas dari
suatu hubungan komunikasi, yang paling penting adalah masalah
mengenai pola komunikasi antara pengasuh dengan anak asuhnya
untuk meningkatkan kepercayaan diri pada anak asuh.
Komunikasi yang dilakukan pengasuh terhadap anak asuh
tersebut dilakukan agar terjadinya pengembangan hubungan
antara pengasuh dan anak asuh. Pengembangan hubungan ini
dilakukan agar terciptanya hubungan yang baik antara pengasuh
dan anak asuh. Seperti yang kita ketahui bahwa Panti Asuhan
Annajah memiliki sistem perekrutan dan persyaratan anak asuh,
salah satunya adalah anak yang masuk ke Panti Asuhan Annajah
berumur antara 8 sampai 12 tahun. Artinya anak-anak tersebut
tidak di asuh sejak bayi, melainkan saat mereka sudah memasuki
usia remaja. Anak-anak tersebut nantinya akan masuk ke sekolah
yang berada dibawah satu yayasan yang sama yaitu Yayasan
6
Pendidikan Annajah. Yayasan Pendidikan Annajah ini memiliki
sekolah dari mulai TK sampai dengan Madrasah Aliyah atau
SMA yang tentunya berbasis islam.
Jika dilihat dari prestasi-prestasi yang sudah banyak diraih
di dalam sebuah panti asuhan tentunya tidak terlepas dari proses
hubungan yang baik antara pengasuh dan anak asuh. Ada
hubungan dimana pengasuh membuat anak-anak asuh tersebut
mampu dan mempunyai percaya diri yang tinggi untuk
berprestasi, tampil didepan umum, dan bersosialisasi dengan
lingkungan sekolah maupun sekitar. Seperti yang kita ketahui
bahwa kepercayaan diri merupakan aspek kepribadian manusia
yang terbentuk melalui interaksi individu dengan lingkungannya.
Melalui proses interaksi tersebut individu akan melihat keadaan
dirinya, kemudian bagaimana individu lain melihat dirinya, dan
akhirnya akan menimbulkan perasaan bangga atau kecewa
dengan keadaan diri sendiri. Dalam hal meningkatkan
kepercayaan diri anak asuh, peran pengurus panti asuhan sangat
diperlukan dalam meningkatkan kepercayaan diri anak-anak
asuhnya agar mampu menjalani kehidupan mereka di tengah-
tengah masyarakat luas yang terdiri dari berbagai latar belakang
dan tidak menyebabkan anak-anak asuh di Panti Asuhan Annajah
ini memiliki masalah sosial dalam kepercayaan diri mereka.
Berdasarkan uraian di atas, maka untuk mengetahui lebih
jelas bagaimana pola komunikasi di Panti Asuhan Annajah yang
terjadi antara pengasuh dengan anak asuh guna meningkatkan
kepercayaan diri anak asuh, peneliti ingin mengangkat sebuah
judul skripsi yaitu Pola Komunikasi Pengasuh terhadap Anak
7
Asuh dalam Meningkatkan Kepercayaan Diri di Panti
Asuhan Annajah.
B. Identifikasi Masalah
Panti Asuhan Annajah memiliki anak asuh yang pada saat
masuk ke panti asuhan tersebut melewati proses perekrutan
dengan syarat harus berusia 8-12 tahun saat memasuki panti
asuhan. Anak asuh tersebut juga harus mempunyai identitas yang
jelas. Jika dilihat dari usia awal masuk anak tersebut ke dalam
panti asuhan, anak asuh pastinya sudah mengerti bahwa awalnya
mereka tinggal bersama keluarga dirumah, kemudian mereka
harus berada dalam sebuah panti asuhan dan tinggal bersama
pengasuh sebagai orang tua pengganti dan teman-teman anak
asuh lainnya. Tentunya dalam proses perubahan lingkungan dan
hubungan tersebut adanya proses komunikasi yang dilakukan
pengasuh terhadap anak asuh.
Anak-anak asuh tersebut akan bersekolah di lingkungan
dimana teman-teman sekolahnya adalah anak-anak yang tentunya
mempunyai kondisi yang berbeda. Anak-anak asuh akan
bersekolah di SD, MTS, dan MA Annajah yang sekolah tersebut
merupakan sekolah umum dan memiliki siswa-siswi yang hidup
dan tumbuh kembang di lingkungan sebuah keluarga yang utuh.
Pada hubungan pengasuh dan anak asuh ini, pengasuh
mempunyai peran yang cukup aktif guna meningkatkan
kepercayaan diri anak asuh agar mampu bersosialisasi dengan
teman-teman sekolahnya dan teman-teman sesama anak asuh.
Pengasuh panti asuhan juga mempunyai peran dalam
8
menumbuhkan rasa percaya diri anak asuh untuk tampil di depan
umum dan mendapatkan prestasi.
C. Batasan Masalah
Untuk mempermudah dalam menganalisa hasil penelitian,
maka peneliti membatasi masalah agar ruang lingkup pada
penelitian kali ini fokus, terarah dan tidak meluas. Penelitian ini
difokuskan pada pola komunikasi antara pengasuh panti asuhan
dengan anak asuh dan faktor yang memengaruhi anak asuh dalam
meningkatkan kepercayaan diri dalam meraih prestasi.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas,
rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pola komunikasi pengasuh terhadap anak
asuh dalam meningkatkan kepercayaan diri anak asuh
di Panti Asuhan Annajah?
2. Bagaimana hubungan pengasuh terhadap anak asuh
Panti Asuhan Annajah?
3. Faktor apa yang memengaruhi anak asuh dalam
meningkatkan kepercayaan diri dalam meraih prestasi
di sekolah?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian adalah sasaran yang harus
dicapai oleh setiap tindakan penelitian. Dengan demikian
tujuan memegang peranan yang sangat penting dan harus
dirumuskan dengan jelas, tegas dan detail, karena tujuan
9
merupakan jawaban tentang masalah yang akan diteliti.
(Kasiram 2010, 51) Berdasarkan rumusan masalah di atas,
maka penelitian ini bertujuan untuk:
a) Mengetahui pola komunikasi antara pengasuh
terhadap anak asuh dalam meningkatkan
kepercayaan diri anak asuh di Panti Asuhan
Annajah.
b) Mengetahui hubungan antara pengasuh terhadap
anak asuh di Panti Asuhan Annajah.
c) Mengetahui faktor yang memengaruhi anak asuh
dalam meningkatkan kepercayaan diri dalam
meraih prestasi di sekolah.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk
menambah pengetahuan dan masukan pada studi ilmu
komunikasi, khususnya terkait dengan pola komunikasi
serta dapat menjadi referensi bagi lanjutan penelitian
yang berkaitan dengan pola komunikasi.
b. Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi bagi akademisi serta
sumbangsih yang positif kepada masyarakat luas
terutama pengasuh panti asuhan dalam pola
komunikasi antar pengasuh terhadap anak asuh dalam
meningkatkan kepercayaan diri anak asuh.
10
F. Review Kajian Terdahulu
Dalam menyusun skripsi ini, langkah awal yang peneliti
lakukan yaitu mengadakan tinjauan pustaka dari penelitian-
penelitian terdahulu yang memiliki kedekatan judul dengan
skripsi yang akan peneliti teliti. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui agar skripsi yang peneliti tulis berbeda dari
penelitian-penelitian sebelumnya. Peneliti menemukan beberapa
penelitian yang berhubungan dengan pola komunikasi dalam
penelitian ini, diantaranya adalah :
1. Penelitian yang dilakukan oleh Taufiq Hidayatullah tentang
pola komunikasi yang digunakan pengasuh di asrama Pondok
Yatim dan Dhu„afa Yayasan Amal Sholeh Sejahtera Neroktog
Tangerang Kota dalam mengarahkan dan membina anak asuh
untuk menghafalkan Al-Qur„an. Pengasuh menggunakan dua
pola, yaitu pola roda dan pola bintang. Kemudian pengasuh
menggunakan bentuk-bentuk komunikasi, yaitu komunikasi
intrapribadi (dakwah dzatiyah), komunikasi antarpribadi (dakwah
fardiyah) dan komunikasi kelompok (dakwah halaqoh).
Penelitian ini memiliki persamaan dengan peneliti yaitu meneliti
pola komunikasi antara pengasuh dan anak asuh di sebuah panti
asuhan serta persamaan menggunakan pendekatan kualitatif.
Adapun perbedaan skripsi yang ditulis Taufiq Hidayatullah dan
peneliti yaitu subjek penelitian yang peneliti tulis adalah antara
pengasuh dan anak asuh di Panti Asuhan Annajah.1
1 Taufiq Hidayatullah. Pola Komunikasi Antara Pengasuh dan Anak
Asuh dalam Pembinaan Kedisiplinan Hafalan Al-Qur‟an di Pondok Yatim dan
11
2. Penelitian yang dilakukan oleh Tri Wibowo tentang pola
komunikasi antara pengasuh dan santri dalam menjalankan
kedisiplinan shalat dhuha di Yayasan Pendidikan Islam Pondok
Pesantren Modern Alfa Sanah Cisauk – Tangerang menggunakan
pola komunikasi bintang/semua saluran. Pola komunikasi yang
dilakukan berupa ajakan dari pengasuh terhadap santri terbukti
efektif dan menghasilkan timbal balik langsung, baik baik berupa
tindakan maupun tanggapan secara langsung yang diberikan oleh
santri. Penelitian ini memiliki persamaan dengan peneliti yaitu
meneliti pola komunikasi serta persamaan menggunakan
pendekatan kualitatif. Adapun perbedaan skripsi yang ditulis Tri
Wibowo dan peneliti yaitu subjek penelitian yang peneliti tulis
adalah pengasuh terhadap anak asuh di Panti Asuhan Annajah.2
3. Penelitian yang dilakukan oleh Lisna Billah tentang pola
komunikasi yang terjadi antara pengasuh dan anak asuh di Panti
Asuhan Mutiara Bani Sholihin ini berjalan baik sesuai yang
diharapkan, sebagaimana konsep diri yang melekat pada setiap
anak asuh, bagaimana berperilaku dan bagaimana mereka
memaknai komunikasi yang terjadi diantara anak asuh dan
pengasuh sehingga mereka dapat menginterpretasikan makna dari
interaksi ini dengan baik. Penelitian ini memiliki persamaan
dengan peneliti yaitu meneliti pola komunikasi antara pengasuh
dan anak asuh di panti asuhan serta persamaan menggunakan
Dhuafa Yayasan Amal Sholeh Sejahtera Neroktog Tangerang Kota, Fakultas
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta, 2017 2 Tri Wibowo. Pola Komunikasi Antara Pengasuh dan Santri Dalam
Mnjalankan Kedisiplinan Shalat Dhuha di Yayasan Pendidikan Islam Pondok
Pesantren Modern Alfa Sanah Cisauk Tangerang, Komunikasi Penyiaran
Islam, UIN Jakarta, 2014
12
pendekatan kualitatif. Adapun perbedaan skripsi yang ditulis
Lisna Billah dan peneliti yaitu subjek penelitian yang peneliti
tulis adalah pengasuh terhadap anak asuh di Panti Asuhan
Annajah.3
4. Penelitian yang dilakukan oleh Asri Widi Astuti tentang pola
komunikasi Anak Asuh dan Pengasuh di Yayasan Panti Asuhan
Ulul Azmi, menggunakan pola komunikasi dua arah. Proses
komunikasi interpersonal antara anak asuh dan Pengasuh yaitu
dengan anak asuh menceritakan permasalahan yang sedang
dihadapinya lalu pengasuh melakukan pendekatan dan memberi
motivasi juga saran sehingga terbentuk konsep diri anak positif
yang menjadikannya terbuka kepada orang lain. Penelitian ini
memiliki persamaan dengan peneliti yaitu meneliti pola
komunikasi pengasuh terhadap anak asuh di panti asuhan serta
persamaan menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun
perbedaan skripsi yang ditulis Asri Widi Astuti dan peneliti yaitu
subjek penelitian yang peneliti tulis adalah pengasuh terhadap
anak asuh di Panti Asuhan Annajah. 4
5. Penelitian yang dilakukan oleh Rebudin tentang kontribusi
pola komunikasi orang tua dan bimbingan guru terhadap perilaku
keagamaan anak usia dini menghasilkan pola komunikasi orang
tua, bimbingan guru berkontribusi positif terhadap perilaku
3 Lisna Billah. Pola Komunikasi Interpersonal Antara Pengasuh dan
Anak Asuh di Yayasan Panti Asuhan Mutiara Bani Sholihin. Bandung, Ilmu
Komunikasi, Universitas Pasundan, 2016
4 Asri Widi Astuti, Pola Komunikasi Anak Asuh di Yayasan Panti
Asuhan Ulul Azmi Kota Cimahi (Studi Interaksi Simbolik Tentang Pola
Komunikasi Interpersonal Anak Asuh di Yayasan Panti Asuhan Ulul Azmi
Kota Cimahi)
13
keagamaan anak. Faktor yang paling mempengaruhi perilaku
keagamaan anak usia dini yaitu lingkungan keluarga dari pola
asuh orang tua. Penelitian ini memiliki persamaan dengan peneliti
yaitu meneliti pola komunikasi. Adapun perbedaan penelitian
yang ditulis Rebudin yaitu menggunakan pendekatan kuantitatif.5
G. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Paradigma penelitian adalah kerangka berpikir yang
menjelaskan bagaimana cara pandang peneliti terhadap fakta
kehidupan sosial dan perlakuan peneliti terhadap ilmu dan
teori (Noor 2012, 33). Paradigma berisi bagaimana
mempelajari fenomena, realita serta cara yang digunakan
dalam penelitian, dan menginterpretasikan temuan (Gunawan
2013, 25). Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini
adalah konstruktivis yang memandang realitas sosial
bukanlah realitas yang natural, tetapi realitas sosial yang
terbentuk dari hasil konstruksi (Eriyanto 2011, 43).
Paradigma konstruktivis ini berpandangan bahwa
pengetahuan itu bukan hanya merupakan hasil pengalaman
terhadap fakta, tetapi juga merupakan hasil konstruksi
pemikiran subjek yang diteliti. Pengenalan manusia terhadap
realitas sosial berpusat pada subjek dan bukan pada objek,
hal ini berarti bahwa ilmu pengetahuan bukan hasil
5 Rebudin, Kontribusi Pola Komunikasi Orang Tua dan Bimbingan
Guru terhadap Perilaku Keagamaan Anak Usia Dini. Bandung, Universitas
Pendidikan Indonesia, 2009
14
pengalaman semata, tetapi merupakan juga hasil konstruksi
oleh pemikiran (Arifin 2012, 140).
2. Metode dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif. Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata yang
tertulis atau lisan dari orang-orang atau prilaku yang diamati.
Penelitian kualitatif berusaha mencari apa yang ada di balik
tindakan, bukan fenomena luar tetapi fenomena dalam dan
lebih menekankan pada makna dan proses daripada hasil dari
suatu aktifitas (Moleong 2001, 3). Pendekatan penelitian
yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian
Deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan secara intensif,
terperinci dan mendalam terhadap suatu organisme
(individu), lembaga atau gejala tertentu dengan daerah atau
subjek yang sempit (Gunawan 2013, 116).
3. Tehnik Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu
wawancara terstruktur (structured interview), observasi dan
dokumentasi.
a. Wawancara ( interview)
Wawancara merupakan suatu kegiatan tanya jawab
dengan tatap muka (face to face) antara pewawancara
(interviewer) dan yang diwawancarai (interviewee)
tentang masalah yang diteliti, dimana pewawancara
bermaksud memperoleh persepsi, sikap, dan pola pikir
dari yang diwawancarai yang relevan dengan masalah
15
yang diteliti. Karena wawancara itu dirancang oleh
pewawancara maka hasilnya pun dipengaruhi oleh
karakteristik pribadi pewawancara (Arifin 2012, 161).
Dengan melakukan wawancara mendalam, peneliti dapat
mengarahkan tanya jawab pada pokok atau inti persoalan
yang ingin diteliti yaitu terkait pola komunikasi
pengasuh terhadap anak asuh panti asuhan, sehingga
informasi yang dikumpulkan bukan hanya sekedar
menerka-nerka melainkan sebuah fakta. Peneliti
melakukan wawacara dengan anak asuh di Panti Asuhan
Annajah yang berusia remaja 13-18 tahun dan pengasuh
aktif di Panti Asuhan Annajah.
b. Observasi
Metode observasi adalah pengumpulan data yang
digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui
pengamatan dan pengindraan (Bungin 2010, 115).
Penelitian ini menggunakan metode observasi dengan
terjun langsung ke lapangan dan mengamati fenomena-
fenomena yang terjadi di lapangan. Alasan peneliti
menggunakan observasi karena dengan pengamatan,
dimungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian
mencatat prilaku dan kejadian sebagaimana yang
sebenarnya dan menghindari kerancuan yang mungkin
dapat terjadi. Peneliti melakukan observasi pada pola
komunikasi yang dilakukan sehari-hari antara pengasuh
dalam meningkatkan kepercayaan diri pada anak asuh di
Panti Asuhan Annajah.
16
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan pengumpulan data
melalui peninggalan tulisan berupa arisp-arsip, buku-
buku dan surat kabar sebagai bukti yang menunjukkan
peristiwa atau kegiatan yang berhubungan dengan
penelitian ini. Dokumen adalah profil data berupa bahan
tulis ataupun film yang dapat berupa dokumen pribadi
dan dokumen resmi (Moleong 2001, 216). Dalam hal ini
dokumen peneliti peroleh dari berbagai sumber seperti
buku perpustakaan, arsip dan artikel yang didapatkan
dari internet, artinya dokumen adalah sumber data yang
berupa bahan-bahan tertulis meliputi transkrip, catatan-
catatan, surat kabar, majalah dan sebagainya. Dokumen
yang diperlukan dalam penelitian ini adalah foto-foto,
profil panti asuhan, data anak panti, sarana dan
prasarana.
4. Tehnik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun
secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain,
sehingga dapat mudah difahami, dan temuannya dapat
diinformasikan kepada orang lain. Analisis data
dilakukan dengan mengorganisasikan data,
mejabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa,
menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting
17
dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang
dapat diceritakan kepada orang lain (Sugiyono 2014,
332).
Teknik analisis data yang digunakan pada
penelitian ini adalah teknik Miles dan Huberman (1994),
terdiri dari tiga tahapan yaitu, reduksi data (data
reduction), paparan data (data display), dan penarikan
kesimpulan (conclusion drawing/verification) (Pawito
2007, 104). Berikut penjelasannya:
a. Reduksi data (data reduction)
Reduksi data merupakan proses pemilihan,
pemfokusan, penyederhanaan, abstraksi, dan
pentrasformasian “data mentah” yang terjadi dalam
catatan-catatan lapangan yang tertulis. Sebagaimana kita
ketahui, reduksi data terjadi secara kontinu melalui
kehidupan suatu proyek yang diorientasikan secara
kualitatif (Emzir 2011, 129). Dari sekian banyak data
yang diperoleh di lapangan, peneliti memilih dan
menyederhanakan beberapa data yang benar-benar
diperlukan dan yang peneliti anggap sangat penting serta
sesuai dengan penelitian ini.
b. Paparan data (data display)
Penyajian data adalah proses pemberian sebuah
informasi yang telah disusun sedemikian rupa sehingga
memungkinkan peneliti menarik kesimpulan dan
mengambil tindakan (Mulyadi 2011, 56). Data yang
diperoleh dikategorisasikan menurut pokok
18
permasalahan dan dibuat dalam bentuk matriks sehingga
memudahkan peneliti untuk melihat pola-pola hubungan
satu data dengan data lainnya (Bungin 2003, 10).
Penyajian data dibatasi sebagai sekumpulan informasi
tersusun yang disesuaikan dan diklarifikasi untuk
mempermudah peneliti dalam menguasai data dan tidak
terbenam dalam setumpuk data.
c. Penarikan kesimpulan (conclusion
drawing/verification)
Penarikan kesimpulan adalah menyimpulkan dan
melakukan verifikasi atas data-data yang sudah diproses
ke dalam bentuk-bentuk yang sesuai dengan pola
pemecahan permasalahan yang dilakukan (Saebani 2008,
94). Kesimpulan selama penelitian berlangsung makna-
makna yang muncul dari data yang diuji kebenarannya,
kekokohannya dan kecocokannya sehingga diperoleh
kesimpulan yang jelas kebenaran dan kegunaannya.
5. Subjek dan Objek Penelitian
Adapun subjek dalam penelitian ini adalah anak
asuh Panti Asuhan Annajah usia remaja 13-18 tahun
yaitu berjumlah 4 orang dan 3 pengasuh aktif Panti
Asuhan Annajah, sedangkan objek dalam penelitian ini
adalah pola komunikasi pengasuh terhadap anak asuh
yang dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan diri
anak asuh.
6. Tempat dan Waktu Penelitian
a. Tempat penelitian
19
Tempat penelitian ini dilaksanakan di Panti
Asuhan Annajah di Jl. Kemajuan No.10, RT.001/RW.4,
Petukangan Selatan, Pesanggrahan, Kota Jakarta Selatan,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12270.
b. Waktu Penelitian
Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Maret 2018 – Juli 2018 di Panti Asuhan Annajah yang
beralamat di Jl. Kemajuan No.10, RT.001/RW.4,
Petukangan Selatan, Pesanggrahan, Kota Jakarta Selatan,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12270.
H. Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh pembahasan skripsi ini secara sistematis,
peneliti membagi penulisannya ke dalam enam bab yang terdiri
atas sub-sub bab. Adapun sistematika penulisannya adalah
sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini pendahuluan meliputi latar
belakang masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, metodologi penelitian, tinjauan
pustaka, dan sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab ini berisi penjelasan tentang
pola komunikasi, penjelasan tentang
kepercayaan diri, dan penjelasan tentang
definisi pengasuh, anak asuh, panti asuhan,
dan teori penetrasi sosial.
20
BAB III GAMBARAN UMUM
Dalam bab ini membahas mengenai profil
umum Panti Asuhan Annajah, seperti
sejarah berdirinya Panti Asuhan Annajah,
kegiatan yang dilakukan oleh Panti Asuhan
Annajah, manajemen Panti Asuhan
Annajah, struktur kepengurusan di Panti
Asuhan Annajah, dan profil anak asuh
serta pengasuh yang tinggal di Panti
Asuhan Annajah.
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Dalam bab ini berisi penyajian data dan
temuan penelitian hasil data wawancara,
observasi, dan dokumentasi yang
dilakukan di Panti Asuhan Annajah. Data
dan temuan tersebut berkaitan dengan pola
komunikasi antara pengasuh terhadap anak
asuh, hubungan pengasuh terhadap anak
asuh serta faktor yang memengaruhi anak
asuh dalam meningkatkan kepercayaan diri
dalam meraih prestasi di sekolah
BAB V PEMBAHASAN
Dalam bab ini berisi uraian data yang
dikaitkan dengan latar belakang dan teori.
Terkait penguraian pola komunikasi antara
pengasuh terhadap anak asuh, hubungan
pengasuh terhadap anak asuh, serta faktor
21
yang memengaruhi anak asuh dalam
meningkatkan kepercayaan diri anak asuh
dalam meraih prestasi.
BAB VI PENUTUP
Dalam bab ini meliputi simpulan,
implikasi, dan saran atas penelitian yang
telah dibahas dalam skripsi ini
22
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Teori Penetrasi Sosial
a. Pengertian Teori Penetrasi Sosial
Teori penetrasi sosial adalah teori yang membahas
bagaimana perkembangan kedekatan dalam sebuah hubungan.
Teori penetrasi sosial dipopulerkan oleh Irwin Altman dan
Dalmas Taylor (1973). Teori ini secara umum membahas tentang
bagaimana proses komunikasi interpersonal. Teori yang
menjelaskan proses terjadinya pembangunan hubungan
interpersonal secara bertahap dalam pertukaran sosial. Teori
Penetrasi sosial mempunyai peran yang besar dalam bidang
psikologi dan komunikasi. Model teori penetrasi sosial
menyediakan jalan yang lengkap untuk menggambarkan
perkembangan hubungan interpersonal dan untuk
mengembangkannya dengan pengalaman individu sebagai proses
pengungkapan diri yang mendorong kemajuan hubungan
(Supraticcknya 1995, 26).
Teori penetrasi sosial merupakan bagian dari teori
pengembangan hubungan atau relationship developmet theory.
Altman & Taylor mengusulkan model ini sebagai suatu proses
bagaimana orang saling mengenal satu sama lain. Model ini juga
melibatkan self-disclosure tetapi dalam perspektif waktu ,yaitu
ketika berlangsungnya pengembangan suatu hubungan, artinya
23
seseorang mengenal orang lain secara gradual melalui
komunikasi yang semakin meningkat (Lubis 2008, 265).
Teori penetrasi sosial (social penetration theory) berupaya
mengidentifikasi proses peningkatan keterbukaan dan keintiman
seseorang dalam menjalin hubungan dengan orang lain (Morissan
2013, 296). Maksudnya adalah teori ini mengupas tentang
bagaimana seseorang meningkatkan kualitas hubungannya,
bermula dari rasa sungkan untuk berbicara hingga akhinya
mencapai tahap terbuka antara satu sama lain.
b. Tahapan-tahapan proses penetrasi sosial
Tahapan-tahapan proses penetrasi sosial menurut West &
Turner (2008, 205) terbagi menjadi 4 tahap yaitu tahap orientasi
(orientation stage), tahap pertukaran eksploratif (exploratory
affective exchange stage), tahap pertukaran afektif (affective
exchange stage), dan tahap pertukaran stabil (stable exchange
stage). Berikut penjelasan dari masing-masing tahap penetrasi
sosial:
1. Tahap Orientasi (Orientation Stage):
Tahap paling awal dari interaksi, disebut sebagai tahap
orientasi (orientation stage), yang terjadi pada tingkat publik;
hanya sedikit mengenai diri kita yang terbuka untuk orang lain.
Komunikasi yang terjadi bersifat tidak pribadi (impersonal). Para
individu yang terlibat hanya menyampaikan informasi bersifat
sangat umum saja.
Pada tahap ini, hanya sebagian kecil dari diri kita yang
terungkap kepada orang lain. Ucapan atau komentar yang
disampaikan orang biasanya bersifat basa-basi yang hanya
24
menunjukkan informasi permukaan atau apa saja yang tampak
secara kasat mata pada diri individu. Pada tahap ini juga, orang
biasanya bertindak menurut cara-cara yang diterima secara soaial
dan bersikap hati-hati agar tidak mengganggu harapan
masyarakat. Singkatnya, orang berusaha untuk tersenyum dan
bertingkah laku sopan.
Dalam tahap ini hanya sedikit mengenai diri kita yang
terbuka untuk orang lain, hanya sebatas apa yang bisaa kita
perlihatkan kepada orang lain bersifat pertanyaan umum seperti
nama, alamat, umur, asal daerah, pekerjaan, dan lain sebagainya.
Dalam tahapan ini pembicaraan yang terjadi mengalir apa adanya
dan bisaanya orang cenderung bertindak sopan, tidak
mengevaluasi atau mengkritik pada tahapan orientasi.
2. Tahap Pertukaran eksploratif (Exploratory Affective Exchange
Stage):
Tahap pertukaran eksploratif (exploratory affective
exchange stage) merupakan perluasan area publik dari diri dan
terjadi ketika aspek-aspek dari kepribadian seseorang individu
mulai muncul. Apa yang tadinya pribadi mulai menjadi publik.
Jika pada tahap orientasi, orang bersikap hati-hati dalam
menyampaikan informasi mengenai diri mereka maka pada tahap
ini orang melakukan ekspansi atau perluasan terhadap wilayah
publik diri mereka. Tahap ini terjadi ketika orang mulai
memunculkan kepribadian mereka kepada orang lain. Apa yang
sebelumnya merupakan wilayah pribadi, sekarang menjadi
wilayah publik. Orang mulai menggunakan pilihan kata-kata atau
ungkapan yang bersifat lebih personal. Komunikasi juga
25
berlangsung sedikit lebih spontan karena individu merasa lebih
santai dengan lawan bicaranya, mereka juga tidak terlalu berhati-
hati dalam mengungkapkan sesuatu yang akan mereka sesali
kemudian. Perilaku berupa sentuhan dan ekspresi emosi
(misalnya perubahan raut wajah) juga meningkat pada tahap ini.
Tahap ini merupakan tahap yang menentukan apakah suatu
hubungan akan berlanjut ataukah tidak. Tahap pertukaran
eksploratif ini merupakan perluasan area publik dari diri dan
terjadi ketika aspek-aspek dari kepribadian asli seorang individu
mulai muncul, apa yang tadinya privat menjadi publik.
3. Pertukaran Afektif (Exploratory Exchange Stage):
Tahap pertukaran afektif (affective exchange stage)
termasuk interaksi yang lebih “tanpa beban dan santai” di mana
komunikasi sering kali berjalan spontan dan individu membuat
keputusan yang cepat, sering kali dengan sedikit memberikan
perhatian untuk hubungan secara keseluruhan.
Tahap ini ditandai munculnya hubungan persahabatan
yang dekat atau hubungan antara individu yang lebih intim. Pada
tahap ini juga muncul perasaan kritis dan evaluatif pada level
yang lebih dalam. Tahap ketiga ini tidak akan dimasuki, kecuali
para pihak pada tahap sebelumnya telah menerima imbalan yang
cukup berarti dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan.
Sehingga komitmen yang lebih besar dan perasaan yang lebih
nyaman terhadap pihak lainnya juga menjadi ciri tahap ini. Selain
itu, pesan nonverbal yang disampaikan akan lebih mudah
dipahami. Misalnya, sebuah senyuman memiliki arti “saya
mengerti”, anggukan kepala diartikan “saya setuju” dan
26
seterusnya. Kata-kata, ungkapan atau perilaku yang bersifat lebih
personal bahkan unik lebih banyak digunakan di tahap ini.Pada
tahap ini, terdapat penekanan pada komitmen dan
kenyamanan.Tahap ini ditandai oleh persahabatan yang dekat dan
pasangan yang intim dan termasuk pola interaksi yang lebih
santai, tanpa beban, dan terjadi secara spontan. Terkadang
ditahap ini muncul adanya ketidaksetujuan, ketidakramahan,
maupun kesalahpahaman, akan tetapi hal ini bukan suatu
ancaman bagi hubungan secara keseluruhan.
4. Pertukaran Stabil (Stable Exchange Stage):
Tahap pertukaran stabil (stable exchange stage)
berhubungan dengan pengungkapan pemikiran, perasaan dan
perilaku secara terbuka yang mengakibatkan munculnya
spontani-tas & keunikan hubungan yang tinggi. Tidak banyak
hubungan antar-individu yang mencapai tahapan ini. Individu
menunjukkan perilaku yang sangat intim sekaligus sinkron yang
berarti perilaku masing-masing individu sering kali berulang, dan
perilaku yang berulang itu dapat diantisipasi atau diperkirakan
oleh pihak lain secara cukup akurat. Para pendukung teori
penetrasi sosial percaya kesalahan interpretasi makna komunikasi
jarang terjadi pada tahap ini. Hal ini disebabkan masing-masing
pihak telah cukup berpengalaman dalam melakukan klarifikasi
satu sama lain terhadap berbagai keraguan pada makna yang
disampaikan.
Dalam tahap ini, kedua belah pihak berada dalam tingkat
keintiman tinggi dan sinkron, maksudnya adalah perilaku-
perilaku diantara keduanya kadang kala terjadi kembali, dan
27
kedua belah pihak mampu untuk saling menilai dan menduga
perilaku yang terjadi dengan cukup akurat. Proses penetrasi sosial
adalah sebuah pengalaman memberi dan menerima dimana
komunikan maupun komunikator yang terlibat berusaha untuk
menyeimbangkan kebutuhan individu mereka dengan kebutuhan
hubungan. Latar belakang, nilai-nilai pribadi seseorang, serta
lingkungan dimana hubungan terjadi dapat mempengaruhi proses
penetrasi sosial.
B. Landasan Konseptual
1. Pola Komunikasi
a. Pengertian Pola
Pola komunikasi terdiri dari dua suku kata yaitu pola dan
komunikasi. Sebelum membahas arti dari pola komunikasi,
terlebih dahulu perlu membahas masing-masing dari sebuah kata
pola dan komunikasi. Pola dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
memiliki arti yaitu bentuk atau sistem, cara atau struktur yang
tepat, dimana pola dapat dikatakan contoh dan cetakan (Nasional
1996, 885). Sedangkan kata pola dalam Kamus Ilmiah Popular
memiliki arti model, contoh, pedoman (rancangan) (Partanto
1994, 605). Menurut Wiryanto (2004, 9) pola dikatakan juga
dengan model, yaitu cara untuk menunjukan sebuah objek yang
mengandung kompleksitas proses di dalamnya dan hubungan
antara unsur-unsur pendukungnya. Berdasarkan pengertian pola
dari berbagai sumber seperti di atas, penulis mengambil
kesimpulan bahwa pola merupakan bentuk atau gambaran dari
sebuah objek yang digunakan untuk menghasilkan sesuatu.
28
b. Pengertian Komunikasi
Secara etimologis istilah komunikasi berasal dari bahasa
latin communicatio, perkataan ini bersumber pada kata communis
yaitu sama, dalam arti sama makna, yaitu sama makna mengenai
suatu hal (Efendi 1992, 4). Sedangkan secara terminologi, para
ahli mendefinisikan komunikasi adalah proses menyampaikan
suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain atau
memberitahukan atau merubah sikap, pendapat dan perilaku, baik
secara langsung melalui lisan maupun tidak langsung dengan
media (Susanto 1998, 1).
Komunikasi adalah suatu proses dimana individu dalam
hubungannya dengan individu lainnya, dalam kelompok, dalam
organisasi dan dalam masyarakat guna memberikan suatu
informasi (Muhammad 2001, 3).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Komunikasi
adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua
orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami
(Depdikbud 1995, 517).
Rogers dan D. Lawrence Kincaid dalam Cangara (2006:
18-20) mengatakan komunikasi merupakan suatu proses dimana
dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran
informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan
tiba pada saling pengertian yang mendalam.
Hovland, Janis dan Kelley seperti yang dikemukakan oleh
Forsdale (1981) adalah ahli sosiologi Amerika, mengatakan
bahwa, “Communication is the process by which an individual
transmits stimuly (usually verbal) to modify the behavior of other
29
individuals”. Dengan kata-kata lain komunikasi adalah proses
individu mengirim stimulus yang biasanya dalam bentuk verbal
untuk mengubah tingkah laku orang lain. Pada definisi ini mereka
menganggap komunikasi sebagai suatu proses, bukan sebagai
suatu hal (Muhammad 2009, 2).
Dari masing-masing pengertian mengenai komunikasi di
atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa komunikasi adalah
proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan.
Proses komunikasi ini mengharapkan adanya timbal balik dari
komunikan atas apa yang disampaikan oleh komunikator atau
yang menjadi tujuan yang disampaikan melalui isi pesan tersebut.
Agar komunikasi yang dilakukan menjadi efektif, antara
komunikator dan komunikan harus sama sama mengetahui makna
dari pesan yang disampaikan.
Pola komunikasi menurut Djamarah (2002, 1) yaitu
bentuk atau struktur hubungan dua orang atau lebih dalam proses
pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat
sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Dari berbagai
definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pola komunikasi adalah
proses hubungan antara dua orang atau lebih yang didalamnya
terdapat pengiriman dan penerimaan pesan yang jelas dan
mempunyai tujuan yang ingin dicapai.
2. Tingkatan Komunikasi
Menurut Effendy (2004, 8) komunikasi memiliki empat
macam bentuk yang berbeda keempat macam bentuk itu
diantaranya adalah: komunikasi pribadi, komunikasi kelompok,
komunikasi massa dan komunikasi media.
30
a. Komunikasi Pribadi (Personal Communication)
Komunikasi pribadi memiliki dua jenis komunikasi yaitu
komunikasi intrapersonal dan komunikasi antarpersonal yang
keduanya memiliki pengertian sebagai berikut:
1) Komunikasi Intrapribadi (Intrapersonal
Communication)
Komunikasi Intrapribadi merupakan kegiatan
komunikasi yang proses terjadinya dalam diri sendiri.
Komunikasi intrapribadi menurut Sendjaja (2005, 125)
adalah proses komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang.
Yang menjadi pusat perhatian adalah bagaimana jalannya
proses pengolahan informasi yang dialami seseorang melalui
sistem syaraf dan inderanya.
Sedangkan Menurut Ronald L. Applbaum komunikasi
intrapersonal adalah ”Communication that takes place within
us; it includes the act of talking to ourselves and the act of
observing and attaching meaning (intellectual and
emotional) to our environment”. (Komunikasi yang
berlangsung di dalam diri kita; ia meliputi kegiatan berbicara
kepada diri kita sendiri dan kegiatan-kegiatan mengamati dan
memberikan makna (intelektual dan emosional) kepada
lingkungan kita) (Effendy 2003, 58).
Berdasarkan pengertian di atas peneliti menarik
kesimpulan bahwa komunikasi intrapribadi adalah
komunikasi yang prosesnya terjadi dalam diri sendiri.
31
2) Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal
Communication)
Menurut Devito (1989, 4) komunikasi antar pribadi
adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan antara dua
individu atau antar individu dalam kelompok dengan
beberapa efek dan umpan balik seketika. Komunikasi jenis
ini dianggap paling efektif dalam hal mengubah sikap,
pendapat, atau perilaku seseorang, karena sifatnya dialogis
berupa percakapan. Komunikasi interpersonal dampaknya
dapat dirasakan pada waktu itu juga oleh pihak yang terlibat
(Assumpta 2002, 88).
Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi yang
prosesnya melibatkan dua orang atau lebih yaitu antara
komunikator dan komunikan. Dibandingkan dengan
komunikasi lainnya, komunikasi ini dianggap yang efektif
dikarekan komunikasi terjadi secara langsung atau bertatap
muka sehingga pesan yang disampaikan dapat langsung
didiskusikan (Effendy 2003, 58 – 60). Berdasarkan
pengertian di atas peneliti menarik kesimpulan bahwa
komunikasi antarpribadi adalah proses pengiriman pesan
yang terjadi antara dua orang atau lebih dan menghasilkan
efek.
b. Komunikasi Kelompok (Group Communication)
Komunikasi kelompok adalah komunikasi antara seseorang
(komunikator) dengan sejumlah orang (komunikasi) yang
berkumpul bersama-sama dalam bentuk kelompok (Effendy
1996, 5). Menurut Nurudin (2005, 33) komunikasi kelompok ini
32
mempunyai beberapa karakteristik. Pertama, proses komunikasi
terhadap pesan-pesan yang disampaikan oleh seorang pembicara
kepada khalayak yang lebih besar dan tatap muka. Kedua,
komunikasi berlangsung continue dan bisa dibedakan mana
sumber dan mana penerima. Ketiga, pesan yang disampaikan
terencana dan bukan spontanitas untuk segmen khalayak tertentu.
Berdasarkan definisi komunikasi kelompok di atas, peneliti
menarik kesimpulan bahwa komunikasi kelompok adalah
komunikasi yang terjadi didalam suatu kelompok yang jumlahnya
lebih dari dua orang, mempunyai tujuan yang ingin dicapai dan
mempunyai karakteristik. Menurut Effendy (2005, 126-128)
komunikasi kelompok dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu
komunikasi kelompok kecil dan komunikasi kelompok besar
sebagai berikut:
1) Komunikasi Kelompok Kecil
Komunikasi kelompok kecil ialah komunikasi antara
seorang menejer atau administrator dengan sekelompok
karyawan yang memungkinkan terdapatnya kesempatan bagi
salah seorang untuk memberikan tanggapan secara verbal.
Dengan lain perkataan, dalam komunikasi kelompok kecil si
pemimpin dapat melakukan komunikasi antar persona dengan
salah seorang peserta kelompok (Effendy 2005, 126).
2) Komunikasi Kelompok Besar
Kelompok besar (large group) adalah kelompok
komunikan yang karena jumlahnya yang banyak, dalam suatu
situasi komunikasi hampir tidak terdapat kesempatan untuk
memberikan tanggapan secara verbal. Dengan lain perkataan,
33
dalam komunikasi dengan kelompok besar, kecil sekali
kemungkinannya bagi komunikator untuk berdialog dengan
komunikan.
Pendapat senada juga dikemukakan oleh Roudhonah
(2007, 128) bahwa komunikasi kelompok besar yaitu
komunikasi yang terjadi dengan sekumpulan orang yang
sangat banyak dan komunikasi antar pribadi lebih sulit untuk
dalakukan, karena terlalu banyaknya orang yang berkumpul,
seperti yang terjadi dalam acara tabligh akbar, kampanye, dan
lain-lain.
Menurut Effendy (2000, 9) suatu komunikasi dinilai
sebagai komunikasi kelompok besar jika antar komunikator
dan komunikan sukar terjadi komunikasi interpersonal. Pada
situasi seperti itu, para komunikan menerima pesan yang
disampaikan komunikator lebih bersifat emosional. Lebih-
lebih jika komunikan heterogen, beragam dalam usia,
pekerjaan, tingkat pendidikan, agama, pengalaman dan
sebagainya.
c. Komunikasi Massa
Komunikasi massa adalah komunikasi yang terjadi melalui
media massa modern seperti surat kabar, film, radio, dan televisi.
Kita sudah dapat melihat bahwa komunikasi massa satu arah (one
way traffic) (Effendy 1992, 8). Menurut Rakhmat (2004, 65)
komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang
ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar melalui media
cetak, surat kabar, majalah, elektronik, radio dan televisi,
sehingga pesan dapat diterima secara serentak dan sesaat. Pesan
34
yang disampaikan melalui media massa merupakan produk dan
komoditi yang mempunyai nilai tukar, serta acuan simbolik yang
mempunyai nilai guna.
Berdasarkan definisi komunikasi massa di atas, peneliti
menarik kesimpulan bahwa komunikasi massa adalah komunikasi
yang terjadi antara komunikator dan komunikan yang dilakukan
melalui media massa.
d. Komunikasi Media
Komunikasi Media adalah komunikasi yang maknanya sama
dengan media umum, yaitu media yang dapat digunakan oleh
segala bentuk komunikasi, contohnya adalah surat, pamflet,
poster, spanduk, brosur, telegraf, dan lain – lain (Effendy 1984,
84).
3. Jenis-Jenis Pola Komunikasi
Menurut Devito (2011, 382) terdapat lima pola komunikasi
yaitu pola roda, pola rantai, pola lingkaran, pola y dan pola
bintang. Berikut gambar kelima pola tersebut.
a. Pola Roda
Pola roda adalah pola yang mengarahkan seluruh informasi
kepada individu yang menduduki posisi sentral. Orang dalam
posisi sentral menerima kontak, informasi dan memecahkan
masalah dengan sasaran/ persetujuan anggota lainnya. Struktur
roda memiliki pemimpin yang jelas, yaitu yang posisinya di
pusat. Orang ini merupakan satu-satunya yang dapat mengirim
dan menerima pesan dari semua anggota. Oleh karena itu, jika
seseorang anggota ingin berkomunikasi dengan anggota lain,
35
maka pesannya harus disampaikan melalui pemimpinnya (Devito
2011, 383).
Pola roda adalah jaringan yang paling tersentralisasi dengan
satu orang berada diposisi tengahnya. Setiap anggota lainnya
hanya berkomunikasi kepada orang tersebut dan tidak kepada
anggota lain dari kelompok tersebut. A memegang posisi sentral
sebagai sumbu roda dengan semua saluran yang menghubungkan
ke A dan para anggota lainnya ditempatkan di lingkaran luar roda
itu. Saluran itu lalu nampak sebagai jari-jari yang membentang
keluar dari A ke B, A ke C, A ke D, A ke E, dan seterusnya
(Fisher 1978, 183). Pola roda ini lebih cenderung bersifat satu
arah tanpa adanya reaksi timbal balik
Gambar 2.1 Pola Roda
Seseorang (A) berkomunikasi pada banyak orang, yaitu (B),
(C), (D) dan (E). Antara (B), (C), (D) dan (E) tidak saling
berkomunikasi kecuali melalui (A).
b. Pola Rantai
Pola rantai sama dengan struktur lingkaran kecuali bahwa
para anggota yang paling ujung hanya dapat berkomunikasi
B
A C D
E
36
dengan satu orang saja. Keadaan terpusat juga tedapat di sini.
Orang yang berada diposisi tengah lebih berperan sebagai
pemimpin daripada mereka yang berada di posisi lain (Devito
2011, 383).
Gambar 2.2 Pola Rantai
Seseorang (A) berkomunikasi pada seseorang yang lain, (B)
dan seterusnya ke (C) ke (D) dan ke (E) (Widjaja 2000, 103).
c. Pola Lingkaran
Dalam pola ini tidak memiliki pimpinan. Semua anggota
posisinya sama. Mereka memiliki wewenang atau kekuatan yang
sama untuk memengaruhi kelompok. Setiap anggota bisa
berkomunikasi dengan dua anggota lain di sisinya (Devito 2011,
383).
Pola lingkaran merupakan jaringan yang paling kurang
tersentralisasikan karena salurannya tidak memiliki posisi yang
lebih sentral daripada posisi lainnya. Setiap individu dalam
jaringan roda tadi hanya berkomunikasi dengan dua orang
lainnya. Jaringan lingkaran ini menempatkan semua anggotanya
pada garis keliling dari lingkaran itu, tiap posisi dihubungkan
kepada posisi pada kedua sisinya. Dengan cara demikian, B dan
D, D dengan C dan E, dan E dengan A dan D. Suatu kelompok
yang terdiri dari lima orang (Fisher 1978, 183-184).
D E C B A
37
Gambar 2.3 Pola Lingkaran
d. Pola Y
Pola Y relatif kurang tersentralisasi dibanding dengan
struktur roda, tetapi lebih tersentralisasi dibanding pola lainnya.
Pola struktur Y juga terdapat pemimpin yang jelas (C). Tetapi
satu anggota lain berperan sebagai pemimpin kedua (D). Anggota
ini dapat mengirimkan dan menerima pesan dari dua orang
lainnya. Ketiga anggota lainnya komunikasinya terbatas hanya
dengan satu orang lainnya (Devito 2011, 383).
A
E B
C D
D
E
C
A B
38
Gambar 2.4 Pola Y
e. Pola Bintang
Pola ini hampir sama dengan pola lingkaran dalam arti
semua anggota adalah sama dan semuanya juga memiliki
kekuatan. Struktur semua saluran atau pola bintang hampir sama
dengan struktur lingkaran dalam arti semua anggota adalah sama
dan semuanya juga memiliki kekuatan yang sama untuk
mempengaruhi anggota lainnya. Akan tetapi, dalam struktur
semua saluran, setiap anggota bisa berkomunikasi dengan setiap
anggota lainnya. Pola ini memunginkan adanya partisipasi
anggota secara optimum (Devito 2011, 383).
Gambar 2.5 Pola Bintang
4. Kepercayaan Diri
a. Pengertian Kepercayaan Diri
Kepercayaan diri adalah sikap pada diri seseorang yang dapat
menerima kenyataan, dapat mengembangkan kesadaran diri,
berfikir positif, memiliki kemandirian, mempunyai kemampuan
untuk memiliki serta mencapai segala sesuatu yang diinginkan
(Ghufron 2011, 34).
A
E B
C D
39
Rasa percaya diri (self confidence) adalah keyakinan
seseorang akan kemampuan yang dimiliki untuk menampilkan
perlaku tertentu atau untuk mencapai target tertentu. Dengan kata
lain, kepercayaan diri adalah bagaimana merasakan tentang diri
sendiri, dan perilaku akan merefleksikan tanpa disadari
(Adywibowo 2010, 37).
Kepercayaan diri merupakan sikap pada diri seseorang yang
dapat menerima kenyataan, dapat mengembangkan kesadaran
diri, berfikir positif, memiliki kemandirian, mempunyai
kemampuan untuk memiliki serta mencapai segala sesuatu yang
diinginkan (Ghufron 2011, 34).
Menurut John Fereira yang mengatakan bahwa seseorang
yang memiliki kepercayaan diri yang baik, disamping mampu
untuk mengendalikan serta menjaga keyakinan dirinya, juga akan
mampu pula membuat perubahan dilingkungannya. Ini berarti
bahwa kepercayaan diri akan memengaruhi pengenalan diri,
pengendalian diri, motivasi, empati, dan keterampilan sosial
(Agustian 2001, 131).
Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang
penting pada seseorang. Kepercayaan diri merupakan atribut yang
sangat berharga pada diri seseorang dalam kehidupan
bermasyarakat, tanpa adanya kepercayaan diri akan menimbulkan
banyak masalah pada diri seseorang. Hal tersebut dikarenakan
dengan kepercayaan diri, seseorang mampu untuk
mengaktualisasikan segala potensinya. Kepercayaan diri
merupakan sesuatu yang urgen untuk dimiliki setiap individu.
Kepercayaan diri diperlukan baik oleh seorang anak maupun
40
orang tua, secara individual maupun kelompok (Ghufron 2011,
33).
Berdasarkan beberapa pengertian tentang kepercayaan diri di
atas, penulis menarik kesimpulan bahwa kepercayaan diri adalah
perasaaan, sikap dan keyakinan yang dimiliki seseorang terhadap
kemampuan, bakat dan potensi yang dimiliki yang dapat
bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain.
b. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kepercayaan Diri
Faktor-faktor yang memengaruhi rasa percaya diri pada
seseorang menurut Hakim (2002: 121) sebagai berikut:
a) Lingkungan keluarga
Keadaan keluarga merupakan lingkungan hidup yang
pertama dan utama dalam kehidupan setiap manusia,
lingkungan sangat mempengaruhi pembentukan awal rasa
percaya diri pada seseorang. Rasa percaya diri merupakan
suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan
yang ada pada dirinya dan diwujudkan dalam tingkah laku
sehari-hari.
Berdasarkan pengertian di atas, rasa percaya diri baru bisa
tumbuh dan berkembang baik sejak kecil, jika seseorang
berada di dalam lingkungan keluarga yang baik, namun
sebaliknya jika lingkungan tidak memadai menjadikan
individu tersebut untuk percaya diri maka individu tersebut
akan kehilangan proses pembelajaran untuk percaya pada
dirinya sendiri. Pendidikan keluarga merupakan pendidikan
41
pertama dan utama yang sangat menentukan baik buruknya
kepribadian seseorang.
Hakim (2002:121) menjelaskan bahwa pola pendidikan
keluarga yang bisa diterapkan dalam membangun rasa
percaya diri anak adalah sebagai berikut :
1. Menerapkan pola pendidikan yang demokratis
2. Melatih anak untuk berani berbicara tentang banyak hal
3. Menumbuhkan sikap mandiri pada anak
4. Memperluas lingkungan pergaulan anak
5. Jangan terlalu sering memberikan kemudahan pada
anak
6. Menumbuhkan sikap bertanggung jawab pada anak
7. Setiap permintaan anak jangan terlalu dituruti
8. Memberikan anak penghargaan jika berbuat baik
9. Memberikan hukuman jika berbuat salah
10. Mengembangkan kelebihan-kelebihan yang dimiliki
anak
11. Menganjurkan anak agar mengikuti kegiatan
kelompok di lingkungan rumah
12. Mengembangkan hobi yang positif
13. Memberikan pendidikan agama sejak dini
b) Pendidikan formal
Sekolah bisa dikatakan sebagai lingkungan kedua bagi
anak, dimana sekolah merupakan lingkungan yang paling
berperan bagi anak setelah lingkungan keluarga di rumah.
Sekolah memberikan ruang pada anak untuk
42
mengekspresikan rasa percaya dirinya terhadap teman-teman
sebayanya.
Hakim (2002:122) menjelaskan bahwa rasa percaya diri
siswa di sekolah bisa dibangun melalui berbagai macam
bentuk kegiatan sebagai berikut:
1. Memupuk keberanian untuk bertanya
2. Peran guru/pendidik yang aktif bertanya pada siswa
3. Melatih berdiskusi dan berdebat
4. Mengerjakan soal di depan kelas
5. Bersaing dalam mencapai prestasi belajar
6. Aktif dalam kegiatan pertandingan olah raga
7. Belajar berpidato
8. Mengikuti kegiatan ekstrakurikuler
9. Penerapan disiplin yang konsisten
10. Memperluas pergaulan yang sehat dan lain-lain
c) Pendidikan non formal
Salah satu modal utama untuk bisa menjadi seseorang
dengan kepribadian yang penuh rasa percaya diri adalah
memiliki kelebihan tertentu yang berarti bagi diri sendiri dan
orang lain. Rasa percaya diri akan menjadi lebih mantap jika
seseorang memiliki suatu kelebihan yang membuat orang
lain merasa kagum. Kemampuan atau keterampilan dalam
bidang tertentu bisa didapatkan melalui pendidikan non
formal, misalnya: mengikuti kursus bahasa asing, jurnalistik,
bermain alat musik, seni vokal, keterampilan memasuki
dunia kerja, pendidikan keagamaan dan lain sebagainya.
Sebagai penunjang timbulnya rasa percaya diri pada diri
43
individu yang bersangkutan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi rasa percaya diri yang lain menurut Angelis
(2003:4) adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan pribadi: Rasa percaya diri hanya timbul
pada saat seseorangmengerjakan sesuatu yang memang
mampu dilakukan.
2.Keberhasilan seseorang: Keberhasilan seseorang ketika
mendapatkan apa yang selama ini diharapkan dan cita-
citakan akan menperkuat timbulnya rasa percaya diri.
3. Keinginan: Ketika seseorang menghendaki sesuatu
maka orang tersebut akan belajar dari kesalahan yang
telah diperbuat untuk mendapatkannya.
4. Tekat yang kuat: Rasa percaya diri yang datang ketika
seseorang
memiliki tekat yang kuat untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.
c. Aspek-Aspek Percaya Diri
Menurut Rini orang yang mempunyai kepercayaan diri tinggi
akan mampu bergaul secara fleksibel, mempunyai toleransi yang
cukup baik, tidak mudah terpengaruh orang lain dalam bertindak
serta mampu menentukan langkah-langkah pasti dalam
kehidupannya. Individu yang mempunyai kepercayaan tinggi
akan terlihat lebih tenang, tidak memiliki rasa takut, dan mampu
mempelihatkan kepercayaan dirinya setiap saat (Ghufron 2011,
35).
44
Terdapat beberapa aspek kepercayaan diri positif yang
dimiliki seseorang seperti yang diungkapkan oleh Lauster sebagai
berikut (Ghufron 2011, 35-36).
1) Keyakinan akan kemampuan diri adalah sikap positif
seseorang tentang dirinya bahwa mengerti sungguh-sungguh
akan apa yang dilakukannya.
2) Optimis yaitu sikap positif seseorang yang selalu
berpandangan baik dalam menghadapi segala hal tentang
diri, harapan dan kemampuannya.
3) Obyektif yaitu orang yang percaya diri memandang
permasalahan atau segala sesuatu sesuai dengan kebenaran
semestinya, bukan menurut kebenaran pribadi atau menurut
dirinya sendiri.
4) Bertanggung jawab adalah kesediaan seseorang untuk
menanggung segala sesuatu yang telah menjadi
konsekuensinya.
5) Rasional dan realistis yaitu analisa terhadap suatu
masalah, suatu hal, sesuatu kejadian dengan menggunakan
pemikiran yang diterima oleh akal dan sesuai dengan
kenyataan.
d. Proses Pembentukan Kepercayaan Diri
Menurut Hakim (2002, 6) percaya diri tidak muncul begitu
saja pada diri seseorang. Terdapat proses tertentu di dalam
pribadinya sehingga terjadilah pembentukan rasa percaya diri.
Secara garis besar terbentuknya rasa percaya diri yang kuat pada
seseorang terjadi melalui empat proses antara lain:
45
1) Terbentuknya kepribadian yang baik sesuai dengan proses
perkembangan yang melahirkan kelebihan-kelebihan tertentu
2) Pemahaman seseorang terhadap kelebihan-kelebihan yang
dimilikinya yang melahirkan keyakinan kuat untuk bisa
berbuat segala sesuatu dengan memanfaatkan kelebihan-
kelebihannya.
3) Pemahaman dan reaksi-reaksi positif seseorang tehadap
kelemahan kelemahan yang dimilikinya agar tidak
menimbulkan rasa rendah diri atau rasa sulit menyesuaikan
diri.
4) Pengalaman dalam menjalani berbagai aspek kehidupan
dengan menggunakan segala kelebihan yang ada pada
dirinya.
e. Kepercayaan Diri Dalam Islam
Di dalam Al-quran terdapat Ayat-ayat yang membicarakan
tentang perintah Allah SWT agar manusia selalu percaya diri
dalam menjalani kehidupanya. Ayat kepercayaan diri banyak
terdapat dalam Al-quran, salah satunya dapat ditemukan dalam
Q.S Fusilat: 30.
ذين إن ال
ة
ئك
ل
يهم ال
ل عل ز
تن
امىا ت
م استق
ه ث
نا الل ىا رب
ال
ق
ىعدوننتم ت
تي ك
ة ال جن
بشزوا بال
ىا وأ
حزه
ت
ىا ول
اف
خ
ت
ل
أ
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan:
"Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka
meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat
akan turun kepada mereka dengan mengatakan:
46
"Janganlah kamu takut dan janganlah merasa
sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah
yang telah dijanjikan Allah kepadamu".
Pada ayat tersebut Allah menjanjikan surga-Nya bagi
mukmin yang memiliki keyakinan yang teguh atas pendirian
mereka serta memiliki keberanian dan kepercayaan diri yang
tinggi. Ayat lainnya yang menunjukkan tentang kepercayaan diri
salah satunya ialah Q.S Yunus: 62 dan Q.S Al-Hijr: 53:
أ
ىنل هم يحزه
يهم ول
عل
ى
خ
ه ل
ولياء الل
إن أ
Artinya: “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak
ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)
mereka bersedih hati”. (Q.S Yunus: 62)
ا ىجل إه ت
ىا ل
ال
م عليمق
ل
زك بغ
بش
ه
Artinya: “Mereka berkata: "Janganlah kamu merasa takut,
Sesungguhnya kami memberi kabar gembira
kepadamu dengan (kelahiran seorang) anak laki-
laki (yang akan menjadi) orang yang alim”. (Q.S
Al-Hijr: 53.)
Berdasarkan ayat Al-Quran yang di atas, agama Islam telah
mengatur, menganjurkan serta memberi jaminan kebahagiaan
umat-Nya untuk hidup penuh kepercayaan diri dalam menjalani
kehidupannya. Allah SWT senantiasa menjanjikan umat muslim
akan hal-hal baik yang terjadi apabila umat muslim tersebut
mempunyai rasa percaya diri.
47
5. Panti Sosial Asuhan Anak
a. Pengertian Panti Sosial Asuhan Anak
Panti Sosial Asuhan Anak adalah panti sosial yang
mempunyai tugas memberikan bimbingan dan pelayanan bagi
anak yatim, piatu, yatim dan piatu yang kurang mampu, terlantar,
agar potensi dan kapasitas belajarnya pulih kembali dan dapat
berkembang secara wajar (Sosial 2005, 5) Menurut kamus besar
bahasa indonesia panti adalah rumah, tempat (kediaman),
sedangkan asuhan adalah rumah tempat memelihara anak yatim
atau yaitm piatu dan sebagainya (Kebudayaan 2008, 134).
Menurut Gospor Nabor Panti asuhan adalah suatu lembaga
pelayanan sosial yang didirikan oleh pemerintah maupun
masyarakat, yang bertujuan untuk membantu atau memberikan
bantuan terhadap individu, kelompok masyarakat dalam upaya
memenuhi kebutuhan hidup (Barzan 1999, 5).
Menurut Depsos RI (2004: 4) Panti Sosial Asuhan anak
adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial yang
mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan
kesejahteraan sosial pada anak terlantar dengan melaksanakan
penyantunan dan pengentasan anak terlantar, memberikan
pelayanan pengganti orang tua/wali anak dalam memenuhi
kebutuhan fisik, mental dan sosial kepada anak asuh sehingga
memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi
pengembangan kepribadiannya sesuai dengan yang diharapkan
sebagai bagian dari generasi penerus cita- cita bangsa dan sebagai
insan yang akan turut serta aktif dalam bidang pembangunan
nasional.
48
b. Sifat-Sifat Pelayanan Panti Asuhan
1. Bersifat preventif yaitu bahwa panti asuhan berusaha
memberikan tindakan preventif/ pencegahan berbagai masalah
yang ada pada anak sehingga masalah tersebut tidak menambah
persoalan baru bagi lingkungan anak.
2. Bersifat kuratif dan rehabilatif yaitu bahwa panti asuhan
mengusahakan penyembuhan dan pemecahan masalah yang di
alami oleh anak asuh, dengan cara mengikutsertakan anak asuh
dalam pemecahan masalah tersebut.
3. Bersifat suportif yaitu panti asuhan berusaha memperkuat
karakter anak, membantu vitalitas keluarga untuk mengurus
anaknya sehingga dapat meningkatkan pelayanannya.
4. Bersifat promotif yaitu bahwa panti asuhan mengusahakan
kegiatan-kegiatan yang dapat membantu dan mengembangkan
anak-anak menjadi kepribadian yang mantap, setia dengan nilai-
nilai agama dan pancasila.
5. Bersifat development yaitu panti asuhan mengembangkan /
menggali sumber-sumber yang baik di dalam mampu di luar panti
asuhan semaksimal mungkin dalam jangka yang lebih luas yakni,
pembangunan kesejahteraan anak (Sosial 1989, 3).
c. Fungsi Panti Asuhan
Dalam UU No.4/1979 disebutkan bahwa anak yang terlantar
karena suatu sebab orang tuanya melalaikan kewajibannya
sehingga kebutuhan anak tidak terpenuhi dengan wajar baik
secara rohani, jasmani, maupun sosial. Dalam kondisi itulah
diperlukan institusi yang dapat menggantikan orang tua/ keluarga
sehingga anak diharapkan dapat berkembang secara wajar.
49
Institusi ini disebut dengan nama panti asuhan (Hasbullah 1997,
19-20).
Panti asuhan sebagai lembaga sosial, mempunyai fungsi
sebagai pengganti orang tua/ keluarga dikala keluarganya tidak
mampu memenuhi kebutuhan anak-anaknya yang mendapat
masalah dapat dibantu dan berkembang secara baik dan mantap
secara kepribadian sehingga masalah yang dihadapi seorang anak
tidak berlarut-larut yang akibatnya dapat menimbulkan masalah
yang baru bagi anak-anak (Hasbullah 1997, 25).
Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (1997: 7)
panti asuhan mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Sebagai pusat pelayanan kesejahteraan sosial anak.
Panti asuhan berfungsi sebagai pemulihan, perlindungan,
pengembangan dan pencegahan. Fungsi pemulihan dan
pengentasan anak ditujukan untuk mengembalikan dan
menanamkan fungsi sosial anak asuh. Fungsi ini mencakup
kombinasi dari ragam keahlian, teknik, dan fasilitas-fasilitas
khusus yang ditujukan demi tercapainya pemeliharaan fisik,
penyesuaian sosial, psikologis penyuluhan, dan bimbingan
pribadi maupun kerja, latihan kerja serta penempatannya. Fungsi
perlindungan merupakan fungsi yang menghindarkan anak dari
keterlambatan dan perlakuan kejam. Fungsi ini diarahkan pula
bagi keluarga-keluarga dalam rangka meningkatkan kemampuan
keluarga untuk mengasuh dan melindungi keluarga dari
kemungkinan terjadinya perpecahan.
2. Sebagai pusat data dan informasi serta konsultasi
kesejahteraan sosial anak.
50
Fungsi konsultasi menitikberatkan pada intervensi terhadap
lingkungan sosial anak asuh yang bertujuan di satu pihak dapat
menghindarkan anak asuh dari pola tingkah laku yang sifatnya
menyimpang, di lain pihak mendorong lingkungan sosial untuk
mengembangkan pola-pola tingkah laku yang wajar.
3. Sebagai pusat pengembangan keterampilan (yang
merupakan fungsi penunjang).
Pelayanan pengembangan adalah suatu proses kegiatan yang
bertujuan meningkatkan mutu pelayanan dengan cara membentuk
kelompok-kelompok anak dengan lingkungan sekitarnya,
menggali semaksimal mungkin, meningkatkan kemampuan
sesuai dengan bakat anak, menggali sumber-sumber baik di
dalam maupun luar panti semaksimal mungkin dalam rangka
pembangunan kesejahteraan anak. Fungsi pengembangan
menitikberatkan pada keefektifan peranan anak asuh, tanggung
jawabnya kepada anak asuh, dan kepada orang lain, kepuasan
yang diperoleh karena kegiatan-kegiatan yang dilakukannya.
Pendekatan ini lebih menekankan pada pengembangan potensi
dan kemampuan anak asuh dan bukan penyembuhan, dalam arti
lebih menekankan pada pengembangan kemampuannya untuk
mengembangkan diri sendiri sesuai dengan situasi dan kondisi
lingkungan. Panti asuhan sebagai lembaga yang melaksanakan
fungsi keluarga dan masyarakat dalam perkembangan dan
kepribadian anak-anak remaja.
d. Tujuan Panti Asuhan
Tujuan panti asuhan menurut Departemen Sosial Republik
Indonesia (1997: 6) yaitu:
51
1. Panti Asuhan memberikan pelayanan yang berdasarkan
pada profesi pekerja sosial kepada anak terlantar dengan cara
membantu dan membimbing mereka ke arah perkembangan
pribadi yang wajar serta mempunyai keterampilan kerja, sehingga
mereka menjadi anggota masyarakat yang dapat hidup layak dan
penuh tanggung jawab, baik terhadap dirinya, keluarga, dan
masyarakat.
2. Tujuan penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial
anak di panti asuhan adalah terbentuknya manusia-manusia yang
berkepribadian matang dan berdedikasi, mempunyai keterampilan
kerja yang mampu menopang hidupnya dan hidup keluarganya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan panti asuhan
adalah memberikan pelayanan, bimbingan, dan keterampilan
kepada anak asuh agar menjadi manusia yang berkualitas.
52
C. Kerangka Berpikir
Adapun kerangka berpikir yang digunakan penulis dalam
merumuskan masalah ini adalah sebagai berikut :
Gambar 2.6 Kerangka Berpikir
Pola
Komunikasi
Pengasuh
terhadap
Anak Asuh
Jenis Pola
Komunikasi
1. Pola roda
2. Pola rantai
3. Pola lingkaran
4. Pola y
5. Pola bintang
Hubungan pengasuh
terhadap anak asuh
melalui tahapan penetrasi
sosial
1. Tahap Orientasi
(Orientation Stage)
2. Tahap Pertukaran
eksploratif (Exploratory
Affective Exchange
Stage)
3. Pertukaran Afektif
(Exploratory Exchange
Stage)
4. Pertukaran Stabil
(Stable Exchange Stage)
Faktor yang memengaruhi
anak asuh dalam
meningkatkan
kepercayaan diri
1. Faktor lingkungan
Keluarga
2. Faktor pendidikan
53
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Berdirinya Panti Asuhan Annajah
Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) “Annajah” merupakan
sebuah lembaga yang berada dibawah naungan Yayasan Annajah
Jakarta. Lembaga ini berlokasi di Jl. Kemajuan No.10,
RT.001/RW.4, Petukangan Selatan, Pesanggrahan, Kota Jakarta
Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Awal berdiri dan diresmikan penggunaannya pada tanggal
31 Desember 1978. Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA)
“Annajah” mulai dirintis dan dibangun pada tahun 1973 oleh
Almarhum Bapak KH. Abdillah Amin beserta Ustadz H. Aulani,
Ustadz H. M. Fauzi, H. Saritih, Drs. H. Zakiuddin dan tokoh-
tokoh masyarakat lainnya, serta ibu-ibu Majlis Ta‟lim dibawah
asuhan Bapak KH. Abdillah Amin. Kepengurusan berikutnya
dilanjutkan oleh salah satu pendiri Yayasan Annajah yaitu H.
Diedy Faried Wadjdy, SH.
Panti Asuhan Annajah saat ini sudah mengalami renovasi
total atas prakarsa dari ketua umum Yayasan Annajah H. Diedy
Faried Wadjdy, SH dan para alumni. Pembangunan gedung baru
panti dimulai pada tahun 2014 hingga bulan mei 2015 dan dibuat
menjadi bangunan megah dan kokoh dengan arsitektur bergaya
modern. Perkembangan Panti Asuhan Annajah saat ini dikatakan
sangat maju dengan menghasilkan beberapa kejuaraan-kejuaraan
di berbagai cabang olahraga maupun seni. Panti Asuhan Annajah
juga mengalami kemajuan yang sangat pesat serta memiliki
54
prestasi baik akademik maupun non akademik. Anak asuh panti
memiliki organisasi selama mereka tinggal di asrama yang diberi
nama Ikatan Keluarga Panti (IKP). Beberapa alumni dari Panti
Asuhan Annajah juga turut serta mendirikan Ikatan Alumni Panti
Annajah (IAPA).
Panti Asuhan Annajah sudah terdaftar di suku dinas sosial
Jakarta Selatan dengan nomor 13.13.74.10.1004184, dan
mendapat izin pendirian panti sosial nomor
001/10.4/31.74.10.1004/-1.848/2016, serta mendapat surat daftar
BKKS nomor 015/BKKKS-DKI/DU.4/IX/2016. Panti Asuhan
Annajah memiliki motto “Kekeluargaan dan Kebersamaan dalam
Keberagaman sesuai dengan nilai-nilai islam”. Pengasuhan yang
dilaksanakan di Panti Asuhan Annajah memiliki standar
pengasuhan dari Undang-Undang Pengasuhan Anak Republik
Indonesia.
B. Visi, Misi dan Tujuan Panti Asuhan Annajah
1. Visi Panti Asuhan Annajah
“Menjadi lembaga amal sosial yang menghasilkan
insan berIMTAQ dan berIPTEK”
2. Misi Panti Asuhan Annajah
a. Melalui kegiatan pembinaan, menghasilkan manusia
yang beriman dan bertaqwa.
b. Melalui kegiatan praktek, menghasilkan manusia
yang memiliki multi keterampilan hidup.
c. Melalui kegiatan pembiasaaan, menghasilkan
manusia yang berkepribadian dan berkarakter.
55
d. Melalui kegiatan bimbingan, menghasilkan manusia
yang mandiri dan memiliki daya juang tinggi.
3. Tujuan Panti Asuhan Annajah
a. Menjadi tempat pengkaderan da‟i/mubaligh,
hafidz/hafidzah, dan ustadz/ustadzah.
b. Menjadi rumah yang aman dan nyaman bagi anak
asuh.
c. Menjadi tempat pembekalan ilmu dan keterampilan
bagi anak asuh.
d. Menjadi pusat pemberdayaan ZIS di lingkungan
Petukangan dan sekitarnya.
e. Menjadi ladang amal bagi warga Yayasan Annajah
dan masyarakat.
C. Struktur Organisasi Panti Asuhan Annajah
a.
Ketua Umum Yayasan Annajah
:
H. Diedy Faried Wadjdy, SH
b. Ketua Panti : Moh. Adib Fahri, S.Ag, MM
c. Wakil Ketua Panti : Bahrun Amiq, S.Ag
d. Sekretaris : Bahruddin, S. Kom
e. Bendahara : Rohani, S.Ag, MM
f. Peksos/TKS : Syarif H, SH
g. Divisi Keislaman : Hakim, S.Ag
Mujayini, Lc
h. Divisi Kesejahteraan dan
Kesehatan
: Siti Rahayu, MM
Nihlah MM
i. Divisi Pendidikan : Mujaeni MF, M.Pd
56
Muhammad Guntur, M.Pd
j. Divisi Humas dan Sosial
Masyarakat
: amsuri, MM
Dede Wahyudi
k. Divisi Seni dan Budaya : Priyogo W. Rochmanto, MM
Suryadi, S. TH.I
l. Divisi Olahraga dan Jasmani : Abdul Hamid, S.Pd
m. Divisi Rumah Tangga : Sunarsa, A.Md
Lilis Jailis, S.Pd
n. Divisi Pengawas dan Keamanan : Drs. Madali
Qomaruzzaman
o. Pengasuh dan Tim Relawan : Farhatun Najlah
Syarif H, SH
Fachrul Rozi, SH
Syahrizal, SE
Herdansyah, S.Pd
Marinna Nur firdaus
Hibatin
D. Program-program Kegiatan Panti Asuhan Annajah
1. Program Unggulan Budaya Mutu Panti
a) Budaya salam setiap pergi dan pulang sekolah.
b) Budaya sholat berjamaah lima waktu.
c) Budaya kebersihan lingkungan panti.
d) Budaya menghafal Al-Qur‟an (Hifdzil Qur‟an).
e) Budaya disiplin waktu: sholat belajar, makan dan
lain-lain.
57
f) Budaya penampilan bakat dan seni (Muhadharah).
g) Budaya merapikan kamar dan tempat tidur.
h) Budaya piket memasak putri.
i) Budaya peduli dengan lingkungan masyarakat
j) Budaya menabung, BTN “Juara”.
2. Program Pengembangan Diri Anak Asuh
a) Tahfidzul Qur‟an (hafalan Al-Qur‟an).
b) Tilawah Al-Qur‟an.
c) Muhadarah ( Penampilan bakat dan seni).
d) Bimbingan teknologi komputer.
e) Bimbingan conversation english.
f) Bela diri beksi.
g) Hadroh dan marawis.
h) Memimpin sholat, yasin dan dzikir.
i) Organisasasi IKP (Ikatan Keluarga Panti).
j) Hidup hemat dengan menabung, dibuka rekening
BTN setiap anak asuh.
E. Proses Perekrutan dan Persyaratan Anak Asuh
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon anak
asuh, yaitu:
1. Berumur antara 10 sampai 12 tahun pada waktu mulai masuk
panti.
2. Berbadan sehat dan tidak cacat mental.
3. Mempunyai domisili yang jelas (Surat keterangan dari RT
sampai tingkat kelurahan).
4. Mempunyai silsilah atau keturunan yang jelas (ada yang
bertanggung jawab terhadap anak tersebut).
58
5. Berasal dari keluarga yang benar-benar tidak mampu.
6. Bersedia untuk mengikuti dan mematuhi segala ketentuan
dan peraturan yang berlaku di Panti Asuhan „Anak‟ An-
Najah.
Persyaratan diatas tentunya harus dilengkapi dengan surat-
surat berupa: Kartu Keluarga, Akte Kelahiran, Surat Keterangan
Tidak Mampu (untuk dhuafa), Kartu Tanda Penduduk orang
tua/wali, Surat Keterangan Baik dari sekolah asal, Surat
Keterangan Sehat dari Puskesmas, dan sebagainya.
F. Sumber dan Penggunaan Dana Panti Asuhan
Adapun sumber dana yang didapatkan pihak Panti Asuhan
Annajah, yaitu:
1. Yayasan An-Najah sebagai donator tetap.
2. Guru-Guru yang mengajar di Yayasan Annajah
3. Donatur
Perolehan dana yang didapatkan Panti Asuhan Annajah,
digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, seperti makanan, biaya
pendidikan, kesehatan, rumah tangga, kesekretariatan dan lain
sebagainya.
G. Fasilitas Panti Asuhan Annajah
Panti Asuhan Annajah memiliki bangunan 2 lantai dengan
ukuran ± 1056 meter persegi. Fasilitas di Panti Asuhan Annajah
digunakan untuk memudahkan dan menjalankan seluruh program
kegiatan khususnya dalam mengasuh, membina dan mendidik
anak asuh Panti Asuhan Annajah. Adapun fasilitas yang tersedia
di Panti Asuhan Annajah, yaitu:
1. Lantai 1
59
a. Ruang kantor (Office) utama 1
b. Ruang loby utama
c. Kamar mandi/toilet untuk tamu.
d. Kamar pengasuh
e. Kamar tidur 8 ruang. Putra 4 ruang, putri 4 ruang.
Dilengkapi masing-masing 1 kamar mandi/toilet.
f. Ruang makan + Dapur + Trasnit bahan makanan.
g. Laboratorium komputer.
h. Gudang Logistik Panti.
i. Mading dan dokumentasi.
2. Lantai 2
a. Ruang cuci dan jemur anak asuh putra dan anak
asuh putri.
b. 3 ruang kelas khusus untuk : tata rias, ruang BK /
UKP, dan perpustakaan
c. Aula/Hall
d. Tempat Wudhu
e. Mushalla
f. 2 Kamar mandi/toilet umum.
H. Prestasi Panti Asuhan Annajah
1. Juara 1 lomba gerak jalan putra HUT-XVI, PGJ, DKI
Jakarta, Th. 1998
2. Juara 1 MTQ Putri (Porseni) Panti/non panti Asuhan se-
DKI Jakarta, Th. 1991
3. Juara umum porseni antar Panti Asuhan se-DKI Jakarta,
Th. 1996
60
4. Juara 1 volly putra (porseni) antar PSAA/NPSAA se-DKI
Jakarta, Th. 2001
5. Juara 1 tenis meja putri (Porseni) antar PSAA/NPSAA se-
DKI Jakarta, Th. 2001
6. Juara 1 lomba hifdzil Quran antar panti se-Jabodetabek,
bulan Oktober 2015. YISC Al-Azhar. Pada acara PENSIL
7. Juara 2 lomba cerdas cermat antar se-Jabodetabek, bulan
Oktober 2015. YISC Al-Azhar. Pada acara PENSIL
8. Juara IV lomba futsal antar panti se-Jabodetabek, bulan
November 2015. Paguyuban motor.
9. Juara 2 panti performance, menampilkan tari saman,
bulan November 2017. YISC Al-Azhar. Pada acara Pentas
Kreasi Anak Sholeh.
10. Juara 1 lomba tahfidz, bulan November 2017. YISC Al-
Azhar. Pada acara Pentas Kreasi Anak Sholeh.
11. Juara 1 lomba tausiyah, bulan November 2017. YISC Al-
Azhar. Pada acara Pentas Kreasi Anak Sholeh.
I. Keadaan Anak Asuh di Panti Asuhan (Periode 2015-2018)
Jumlah anak asuh yang ada di Panti Asuhan Annajah
berjumlah 40 anak asuh dengan tabel perincian sebagai berikut:
Tabel 3.1
Jumlah Anak Asuh Panti Asuhan Annajah
No Jenis Kelamin Jumlah Anak Asuh
1. Laki-Laki 20 anak
2. Perempuan 20 anak
Jumlah 40 anak
61
Sumber: Fachrul Rozi (Pengasuh Panti Asuhan Anak
Annajah)
Berdasarkan tabel di atas dari jumlah keseluruhan anak
asuh, terdiri dari 20 anak asuh laki-laki dan 20 anak asuh
perempuan. Jadi jumlah anak asuh perempuan dan jumlah
anak asuh laki-laki sama. Selanjutnya tabel yang
menggambarkan keadaan anak asuh di Panti Asuhan
Annajah menurut tingkat pendidikan yaitu:
Tabel 3.2
Keadaan Anak Asuh Panti Asuhan Annajah Menurut
Tingkat Pendidikan
Sumber: Fachrul Rozi (Pengasuh Panti Asuhan Anak
Annajah)
Berdasarkan tabel di atas keadaan anak asuh menurut
tingkat pendidikannya yaitu 1 anak asuh duduk di Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah, 18 anak duduk di
SLTP/Madrasah Tsanawiyah dan 21 anak duduk di
SLTA/Madrasah Aliyah. Kemudian tabel yang
No Pendidikan Jumlah Anak Asuh
1. SD/Madrasah Ibtidaiyah 1 anak
2. SLTP/Madrasah Tsanawiyah 18 anak
3. SLTA/Madrasah Aliyah 21 anak
4. Perguruan Tinggi -
Jumlah 40 anak
62
menggambarkan keadaan anak asuh di Panti Asuhan
Annajah menurut tingkat pendidikan status yaitu sebagai
berikut:
Tabel 3.3
Keadaan Anak Asuh Panti Asuhan Annajah Menurut Status
No Status Jumlah Anak Asuh
1. Yatim 15
2. Dhuafa 14
3. Faktor keluarga 11
Jumlah 40 anak
Sumber: Fachrul Rozi (Pengasuh Panti Asuhan Anak Annajah)
Dalam Panti Asuhan Annajah keadaan anak asuh menurut
statusnya terbagi menjadi 3 yaitu, yatim, dhuafa, dan faktor
keluarga. Berdasarkan jumlah anak asuh yaitu 40 anak, 15 anak
asuh berstatus yatim, 14 anak asuh berstatus dhuafa, dan 11 anak
asuh berstatus faktor keluarga.
J. Tata Tertib Panti Asuhan Annajah
Dalam Panti Asuhan Annajah terdapat beberapa tata tertib
yang harus ditaati oleh seluruh warga panti sebagai salah satu
upaya penegakan disiplin bagi warga Panti Asuhan Annajah,
berikut tata tertib di Panti Asuhan Annajah:
1. Setiap warga Panti Asuhan Annajah wajib mentaati tata
tertib Panti Asuhan Annajah.
2. Setiap anak asuh berkewajiban :
a. Menjaga nama baik Panti Asuhan Annajah.
b. Mengikuti seluruh kegiatan sesuai dengan jadwal
kegiatan yang telah ditentukan.
63
c. Menjaga, memelihara, dan merawat seluruh barang
inventaris Panti Asuhan.
3. Setiap anak asuh tidak diperbolehkan / dilarang :
a. Menerima tamu (teman/keluarga tanpa seijin pengasuh/
pengurus panti.
b. Memasuki kantor dan menerima tamu atau donatur
panti.
c. Merokok.
d. Mengonsumsi atau menggunakan obat terlarang.
e. Memiliki rambut panjang (bagi anak lelaki).
f.Memiliki/ menggunakan handphone atau alat
komunikasi sejenisnya.
g.Memasuki kamar lawan jenisnya tanpa seijin
pengasuh/pengurus panti.
h.Melakukan perbuatan yang dilarang agama dan
peraturan pemerintah.
4. Setiap anak asuh diharuskan berkomunikasi dengan
pengasuh/ pengurus terkait keikut-sertakan pada kegiatan-
kegiatan sekolah/ luar panti.
5. Konsekuensi apabila melanggar tata tertib tersebut adalah:
a. Diberikan peringatan.
b. Dikembalikan ke orang tua/ wali anak.
64
K. Jadwal Kegiatan Harian dan Mingguan Panti Asuhan
Annajah
a. Jadwal Kegiatan Harian
1. 04.00 – 05.00 Bangun pagi, Sholat subuh, Tadarus Al
Qur‟an
2. 05.00 – 05.15 Belajar pagi
3. 05.15 – 05.30 Piket pagi, Merapikan kamar
4. 05.30 – 06.30 Mandi, Sarapan pagi, Berangkat sekolah
5. 06.30 – 05.30 Kegiatan di Sekolah, Makan siang,
Istirahat
6. 15.00 – 16.00 Shalat Ashar Berjama‟ah
7. 16.00 – 17.30 Piket sore, Mandi, Persiapan shalat
Maghrib
8. 17.30 – 18.15 Tadarus, Shalat Maghrib
9. 18.15 – 19.30 Ta‟lim, Shalat Isya Berjama‟ah
10. 19.30 – 20.00 Makan malam
11. 20.00 – 22.00 Belajar mandiri
12. 22.00 – 04.00 Istirahat – Tidur malam
b. Jadwal Kegiatan Harian
1. Rabu Olahraga pagi – Ba‟da Shubuh
2. Kamis Yasinan dan Tahlil – Ba‟da Maghrib
3. Jumat Maulid Barzanzi – Ba‟da Isya
4. Sabtu Muhadharah – Ba‟da Isya
5. Ahad Olahraga Pagi – Ba‟da Shubuh
6. Ahad Kerja Bakti – Pagi Hari
c. Kegiatan Pertiga bulanan
1. Pembinaan ketua Yayasan Annajah.
65
2. Penyuluhan kesehatan dari puskesmas setempat.
d. Kegiatan Tahunan
1. Rekreasi ke pantai atau pegunungan.
2. Peringatan maulid nabi.
3. Kegiatan muharam dan ramadhan.
4. Bakti sosial.
5. Kegiatan 17 agustusan.
66
BAB IV
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Pada BAB IV ini akan dipaparkan data dan temuan
penelitian yang telah dilakukan peneliti melalui kegiatan
wawancara, observasi dan dokumentasi. Data dan temuan
penelitian yang peneliti lakukan berkaitan dengan pola
komunikasi `pengasuh terhadap anak asuh dalam meningkatkan
kepercayaan diri di Panti Asuhan Annajah.
A. Pola Komunikasi antara Pengasuh terhadap Anak
Asuh dalam Meningkatkan Kepercayaan Diri Anak
Asuh di Panti Asuhan Annajah
Pola komunikasi yang dilakukan pengasuh terhadap anak
asuh dalam meningkatkan kepercayaan diri anak asuh sudah
terjalin cukup baik di Panti Asuhan Annajah. Para pengasuh panti
asuhan sudah mulai melakukan komunikasi dengan anak asuh
ketika anak asuh tersebut masuk ke dalam Panti Asuhan Annajah.
Para pengasuh melakukan komunikasi dengan anak asuh agar
terjalinnya hubungan yang baik antara pengasuh dan anak asuh.
Komunikasi yang dilakukan antara pengasuh dan anak asuh
dilakukan setiap hari dan setiap saat. Para pengasuh panti
melakukan komunikasi intens agar dapat mengetahui sikap dan
karakter dari masing-masing anak asuh. Hal tersebut juga
dilakukan agar para pengasuh dapat mengetahui komunikasi
seperti apa yang akan dilakukan pengasuh terhadap anak-anak
asuh.
67
Pola komunikasi antara pengasuh terhadap anak asuh
dalam meningkatkan kepercayaan diri anak asuh dilakukan agar
anak-anak asuh memiliki kepercayaan diri yang tinggi dalam
meraih prestasi baik di dalam panti asuhan maupun di luar panti
seperti di sekolah. Berdasarkan hasil penelitian yang telah
peneliti lakukan pola komunikasi yang terjalin pada pengasuh
terhadap anak asuh berupa pola roda dan pola bintang. Seluruh
informan pengasuh yang peneliti lihat melakukan pola roda dan
pola bintang ini dengan anak-anak asuh. Di samping itu, hal yang
sama juga peneliti temukan pada seluruh informan yang peneliti
temui yakni, mereka melakukan komunikasi antarpribadi dan
komunikasi kelompok dengan anak-anak asuh.
Berdasarkan penelitian yang telah peneliti lakukan di
lapangan maka peneliti dapat mengelompokkan komunikasi yang
dilakukan oleh pengasuh dan anak asuh panti asuhan dalam
beberapa bentuk, yakni: (1) pola roda, (2) pola bintang, (3)
komunikasi antarpribadi, (4) komunikasi kelompok. Seluruh
informan yang peneliti temui melakukan pola komunikasi roda
maksudnya seluruh informasi yang diarahkan pada seseorang
yang berada di posisi tengah atau posisi sentral. Posisi tengah
atau posisi sentral ini ditempati oleh pengasuh panti. Pengasuh
memberikan stimulus serta arahan kepada anak asuh tanpa
adanya reaksi timbal balik dari anak-anak asuh.
Adapun pola komunikasi lainnya yang juga dilakukan
oleh seluruh informan yang peneliti temui adalah pola
komunikasi bintang. Pola bintang diterapkan informan saat
memberikan motivasi guna meningkatkan kepercayaan diri anak
68
asuh. Dalam pola bintang ini antara informan dan anak asuh
saling berinteraksi satu sama lain. Pola roda ini terlihat pada saat
pengasuh memberikan kebebasan pada anak asuh untuk berbicara
dan mengutarakan pendapat.
Adapun informan yang melakukan komunikasi
antarpribadi yaitu komunikasi dilakukan antara dua orang atau
lebih dan menghasilkan timbal balik berupa perubahan sikap dan
perilaku. Komunikasi antarpribadi ini dilakukan informan pada
saat anak asuh sedang memiliki masalah atau kesulitan. Informan
berperan sebagai pembina untuk memberikan arahan dan bantuan
kepada anak asuh.
Adapun bentuk komunikasi terakhir yang peneliti
temukan adalah komunikasi kelompok. Komunikasi kelompok
yang dilakukan informan dan anak asuh dilakukan pada saat
kegiatan istimah, dalam memberikan mau‟idzah hasanah atau
motivasi dukungan belajar kepada anak-anak asuh. Kegiatan
istimah ini yaitu informan memberikan motivasi belajar serta
nasihat kepada anak-anak asuh agar mereka memiliki
kepercayaan diri dalam meraih prestasi.
Berikut ini merupakan pola komunikasi yang peneliti
temukan pada informan pengasuh terhadap anak asuh antara lain
sebagai berikut:
1. Pola Roda
Pola komunikasi pertama yang peneliti temukan pada
pengasuh terhadap anak asuh yaitu pola roda. Pada pola roda ini
seluruh informasi diarahkan pada seseorang yang berada di posisi
69
tengah atau posisi sentral. Orang yang menduduki posisi sentral
pada pola komunikasi antara pengasuh terhadap anak asuh yang
dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan diri anak asuh ini
yaitu pengasuh panti asuhan. Pengasuh panti dikatakan sebagai
komunikator dan anak asuh dikatakan sebagai komunikan. Pada
pola roda ini pengasuh (komunikator) memberikan stimulus serta
arahan kepada anak asuh (komunikan) tanpa adanya reaksi timbal
balik dari anak asuh (komunikan). Pada pola roda ini komunikasi
didominasi oleh pengasuh panti asuhan sebagai komunikator.
Peneliti menemukan hasil penelitian dari observasi dan
wawancara saat terjun ke lapangan. Para informan yang
melakukan pola roda ini antara lain, informan A, informan B, dan
Informan C.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang
dilakukan peneliti terhadap informan A, pola roda yang dilakukan
antara informan A dan anak-anak asuh juga terjadi pada kegiatan
ijtimah (pertemuan). Peneliti mengamati adanya pola roda dalam
komunikasi yang dilakukan informan A pada saat kegiatan itjtima
(pertemuan). Pada kegiatan tersebut informan A menyampaikan
sebuah materi kepada anak- anak asuh. Pada ijtima (pertemuan)
antara pengasuh dan anak-anak asuh ini pengasuh memberikan
mau‟idzah hasanah. Mau‟idzah hasanah adalah memberikan
nasihat yang baik kepada orang lain dengan cara yang baik, yaitu
petunjuk-petunjuk ke arah kebaikan dengan bahasa yang baik,
dapat diterima, berkenan dihati, lurus pikiran sehingga pihak
yang menjadi objek dakwah dengan rela hati dan atas
70
kesadarannya sendiri dapat mengikuti ajaran yang disampaikan
(Muriah 2000, 43-44).
Mau‟idzah hasanah yang dilakukan pengasuh terhadap
anak asuh meliputi kegiatan memberikan motivasi belajar, nasihat
serta arahan kepada anak-anak asuh di Panti Asuhan Annajah.
Pada ijtima ini juga diadakan kegiatan evaluasi. Evaluasi yang
dilakukan pengasuh terhadap anak-anak asuh tersebut dilakukan
agar anak-anak asuh menjadi pribadi yang lebih baik lagi dari
sebelumnya. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan rutin
seminggu 2 kali yaitu setiap malam jumat atau jumat malam dan
pada malam minggu. Sebagaimana diungkapkan oleh informan A
sebagai salah satu pengasuh laki-laki di Panti Asuhan Annajah:
“Kalau kami untuk anak asuh kita namanya ijtima atau
memberikan mau‟idzah hasanah atau motivasi support
mereka belajar, itu yang paling disukai mereka, cuma kita
punya jadwal juga untuk evaluasi mereka yaitu setiap
jumat malam atau malam jumat, dan malam minggu. Jadi
dalam seminggu kita 2 kali mengevaluasi mereka (Fachrul
Rozi, wawancara, 4 Mei 2018).”
Begitu juga dengan informan B yang merupakan salah
satu pengasuh perempuan di Panti Asuhan Annajah. Dari hasil
observasi yang dilakukan peneliti terhadap informan B pada saat
berkunjung ke Panti Asuhan Annajah, informan B sedang
melakukan diskusi dengan beberapa anak asuh di lantai dasar
panti asuhan. Dalam diskusi tersebut informan B memberikan
motivasi kepada anak-anak asuh. Berdasarkan hasil wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap informan B, pola komunikasi
roda yang diterapkan oleh informan B dalam meningkatkan
71
kepercayaan diri anak asuh yaitu melakukan sharing, seperti
membuka forum. Sebagaimana diungkapkan oleh informan B
sebagai salah satu pengasuh perempuan di Panti Asuhan Annajah
“Biasanya mereka (anak asuh) paling suka sharing. Ditanya satu-
satu ada keluhan apa, ada kendala apa (Marinna, wawancara, 5
Mei 2018).”
Pada pola roda yang dilakukan informan B dalam
meningkatkan kepercayaan diri pada anak asuh ini, informan B
memberikan nasihat serta motivasi kepada anak-anak asuh agar
mau belajar dan berjuang seperti anak seusia mereka. Informan B
juga memberitahu dampak apa yang akan anak asuh rasakan
apabila tidak mau belajar dan meraih prestasi sejak dini. Hal
tersebut juga diungkapkan oleh informan B sebagai salah satu
pengasuh perempuan panti “Kalau saya selalu bilang ke mereka,
disaat kalian sedang lengah, disaat kalian sedang diam, diluar
sana ada ribuan bahkan jutaan orang sedang berjuang, jadi ketika
kalian nanti terjun keluar, jangan salahkan siapapun, salahkan diri
kalian sendiri kalau kalian tidak bisa bersaing bersama mereka
(Marinna, wawancara, 5 Mei 2018).”
Informan selanjutnya adalah informan C yang merupakan
salah satu pengasuh perempuan di Panti Asuhan Annajah.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan
peneliti terhadap informan C, peneliti mengamati adanya pola
komunikasi roda yang diterapkan oleh informan C dalam
meningkatkan kepercayaan diri anak asuh yaitu sama seperti yang
dilakukan informan B dengan melakukan sharing dengan anak-
anak asuh. Informan C melakukan sharing dengan anak-anak
72
asuh perempuan dan membahas seputar tentang masalah
perempuan. Hal tersebut dilakukan agar anak asuh perempuan
lebih leluasa untuk bercerita dengan sesama perempuan.
Sebagaimana diungkapkan oleh informan C sebagai salah satu
pengasuh perempuan di Panti Asuhan Annajah “Sharing. Buka
forum. Biasanya kalau ada masalah antar perempuan (Hibatin,
wawancara, 5 Mei 2018)”
Pada pola roda yang dilakukan saat diadakan sebuah
forum diskusi, informan C memberikan masukan, arahan dan
motivasi terhadap anak-anak asuh agar mereka memiliki
kepercayaan diri yang tinggi. Hal tersebut juga diungkapkan oleh
informan C sebagai salah satu pengasuh perempuan panti
“Karena kita sering buka forum, saya sering kasih masukan.
Harus sering diberikan motivasi (Hibatin, wawancara, 5 Mei
2018).”
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti, pola
roda yang dilakukan informan C terhadap anak asuh berpengaruh
dalam kepercayaan diri anak asuh. Hal tersebut terlihat pada saat
anak asuh akan tampil di depan umum terlihat lebih optimis dan
percaya diri.
2. Pola Bintang
Pola komunikasi bintang juga diterapkan informan saat
memberikan motivasi guna meningkatkan kepercayaan diri anak
asuh. Pola bintang yang terjadi di Panti Asuhan Annajah ini
antara pengasuh terhadap anak asuh dapat saling berinteraksi satu
sama lain. Ketika pengasuh menyampaikan sebuah nasihat dan
motivasi tentang kepercayaan kepada anak asuh dan anak asuh
73
mendengarkan secara seksama apa yang disampaikan oleh
pengasuh. Pada pola komunikasi bintang terdapat interaksi antara
pengasuh terhadap anak asuh. Hal tersebut terlihat dalam
memberikan pesan pada anak asuh, anak asuh tidak sungkan
untuk bertanya kepada pengasuh panti. Dalam berinteraksi
dengan anak asuh para pengasuh menerapkan kebebasan untuk
anak asuh berbicara dan mengeluarkan pendapat. Hal tersebut
diterapkan sehari-hari antara pengasuh terhadap anak asuh dan
dilakukan semaksimal mungkin agar anak asuh merasa terbiasa
untuk berinteraksi.
Pada pola bintang semua anggota mempunyai kekuatan
yang sama untuk saling memengaruhi satu sama lain. Pola
bintang di Panti Asuhan Annajah ini dilihat dari komunikasi yang
dilakukan pengasuh terhadap anak asuh serta anak asuh dengan
anak asuh lainnya. Pola komunikasi bintang terjadi dua arah dan
semua pihak terlibat. Peneliti menemukan hasil penelitian dari
observasi dan wawancara saat terjun ke lapangan. Para informan
yang melakukan pola bintang ini antara lain, informan A dan
informan B.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang
dilakukan peneliti terhadap informan A, pola bintang yang
dilakukan antara informan A dan anak-anak asuh pada kegiatan
pembinaan yang dilakukan Panti Asuhan Annajah. Pada 15 juli
2018 peneliti melakukan observasi kegiatan komunikasi yang
dilakukan pengasuh dan anak asuh di Panti Asuhan Annajah.
Pada hari itu sedang diadakan acara pembinaan untuk anak-anak
asuh. Pembinaan dihadiri oleh ketua Panti Asuhan Annajah yaitu
74
Bapak Moh. Adib Fahri, S.Ag, MM, para pengasuh panti, dan
seluruh anak asuh Panti Asuhan Annajah. Pembinaan
dimaksudkan untuk seluruh anak-anak asuh baik yang sudah lama
berada di panti maupun untuk yang baru. Acara pembinaan
diadakan dengan tujuan agar anak asuh tidak melupakan hak dan
kewajiban mereka sebagai anak asuh Panti Asuhan Annajah.
Acara tersebut diadakan karena sebelumnya anak-anak panti baru
saja masuk kembali setelah berlibur panjang lebaran dan sekolah
setelah kembali ke rumah dan keluarga mereka masing-masing.
Acara tersebut bertemakan “Bersama Kita Tingkatkan
Kedisiplinan dan Tanggung Jawab Demi Terwujudnya Panti yang
Berbudaya, Berkarakter dan Berprestasi”. Acara pembinaan
dipandu oleh MC (Master of Ceremony) yaitu Hiba dan Putri
yang merupakan anak-anak asuh Panti Asuhan Annajah.
Informan A menyampaikan materi kepada seluruh anak-anak
asuh. Materi yang disampaikan seputar memberikan arahan serta
motivasi kepada anak-anak asuh.
Setelah informan A menyampaikan materi kepada anak-
anak asuh, anak-anak asuh dipersilahkan untuk bertanya sesuai
dengan materi yang disampaikan. Adapun beberapa anak asuh
yang mengajukan pertanyaan terkait dengan materi yang
disampaikan oleh ketua dan pengasuh panti. Selain diberikan
kesempatan untuk bertanya, anak-anak asuh juga diminta untuk
menyampaikan kembali materi yang baru saja disampaikan oleh
ketua dan pengasuh panti. Pengasuh meminta 1 anak asuh laki-
laki dan 1 anak asuh perempuan. Dokumentasi pribadi yang
75
peneliti lakukan di acara pembinaan Panti Asuhan Annajah
dicantumkan dalam lampiran.
Dari acara pembinaan tersebut terlihat jelas bahwa anak
asuh memberikan feedback yang baik kepada informan A.
Feedback yang diberikan anak asuh dalam hal merespon apa
yang disampaikan pengasuh serta mengaplikasikan dan mengikuti
arahan, motivasi dan nasihat yang diberikan oleh para pengasuh.
Peneliti juga mendapatkan data hasil wawancara dengan
informan A terkait pola bintang yang terjadi dalam komunikasi di
Panti Asuhan Annajah. Sebagaimana diungkapkan oleh informan
A sebagai salah satu pengasuh laki-laki di Panti Asuhan Annajah:
“Yang tadinya mereka tidak terbiasa berbicara didepan
umum, sekarang sudah terbiasa. Kemudian yang tidak
biasa memimpin doa, sekarang sudah berani memimpin
doa, dari segi akhlak yang tadinya mungkin tidak pernah
mengucapkan salam, kalau disini pulang sekolah, harus
mengucapkan salam, dan berangkat juga harus
mengucapkan salam. Itu dalam hal kecilnya dan masih
banyak yang lainnya (Fachrul Rozi, wawancara, 4 Mei
2018).”
Begitu juga dengan informan B yang merupakan salah
satu pengasuh perempuan di Panti Asuhan Annajah. Berdasarkan
hasil wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti terhadap
informan B pada pola bintang, informan B mampu memengaruhi
anak asuh untuk percaya diri tampil di depan umum. Dari hasil
pengamatan yang dilakukan peneliti pada acara pembinaan, anak
asuh sudah mampu tampil di depan umum dengan menjadi
pembawa acara pembinaan. Feedback yang didapatkan oleh
infroman B yaitu dari kegiatan yang sudah dilakukan dan dari
76
motivasi serta arahan yang diberikan oleh informan B, anak asuh
panti sudah mulai mempraktekan dan menjalankan apa yang
sudah disampaikan oleh informan B. Hal tersebut juga
diungkapkan oleh informan B sebagai salah satu pengasuh
perempuan panti:
“Disini ada kegiatan muhadoroh, setiap anak tampil,
setiap anak mengekspresikan dirinya sendiri. Dari
organisasi IKP juga kan kita melatih anak, ayo maju
kedepan. Pimpin, pasti selalu begitu. Jadi, istilahnya
jangan kita pengasuh terus yang maju, tapi biar anak asuh
yang mencoba, memimpin, membimbing. Kaya kegiatan
muhadasah, gak selamanya saya yang kasih mufradat, gak
saya aja yang kasih vocab, tapi coba salah satu dari kalian
maju. Atau yang biasanya suka nunduk-nuduk malu, nah
itu yang biasanya saya suruh maju. Jangan sampe dia jadi
anak yang takut, seperti itu. Ada juga kegiatan doa
bersama, nanti mereka ganti-gantian yang memimpin
(Marinna, wawancara, 5 Mei 2018).”
3. Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi yang dilakukan pengasuh
terhadap anak asuh juga terjadi pada saat pengasuh menanyakan
satu persatu anak asuh tentang kendala apa yang saat ini sedang
mereka rasakan. Pengasuh juga menegur apabila ada anak asuh
yang ketika anak-anak asuh sedang makan melakukan sesuatu
yaitu bercanda. Disini pengasuh panti lebih memberikan arahan
serta mengayomi anak-anak asuh. Komunikasi jenis ini dianggap
paling efektif dalam hal upaya mengubah sikap, pendapat atau
perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis, berupa
percakapan. Peneliti menemukan hasil penelitian dari observasi
dan wawancara saat terjun ke lapangan. Para informan yang
77
melakukan komunikasi antarpribadi ini antara lain, informan A,
informan B, dan Informan C.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti
terhadap informan A, peneliti mengamati komunikasi
antarpribadi yang dilakukan informan A hanya pada saat anak
asuh sedang ada masalah yang melanggar peraturan panti, anak
asuh tersebut akan dibawa ke ruang pengasuh untuk dinasihati
agar tidak melakukan pelanggaran lagi. Peneliti mendapatkan
hasil data wawancara komunikasi antarpribadi yang dilakukan
antara informan A terhadap anak asuh. Hal tersebut diungkapkan
oleh informan A sebagai salah satu pengasuh laki-laki panti
“Face to face itu kalau mereka mepunyai kesalahan yang agak
besar. Jadi mereka kita panggil untuk bicara face to face (Fachrul
Rozi, wawancara, 4 Mei 2018).”
Dalam komunikasi antarpribadi antara pengasuh dan anak
asuh, salah satu anak asuh pernah melakukan pelanggaran
kemudian diberikan nasihat oleh pengasuh. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh Ridho “Pernah sewaktu waktu, larangan bawa
novel dan komik waktu itu pernah ga boleh, cuma saya dulu
pernah membela juga, saya alesannya itu komik untuk baca-baca
dan novel untuk resensi di sekolah (Ridho, wawancara, 5 Mei
2018).”
Begitu juga dengan informan B yang merupakan salah
satu pengasuh perempuan di Panti Asuhan Annajah. Berdasarkan
hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap informan B,
peneliti mendapatkan hasil data wawancara komunikasi
antarpribadi yang dilakukan antara informan B terhadap anak
78
asuh. Informan B merupakan salah satu pengasuh perempuan di
panti, anak asuh yang sering melakukan komunikasi antarpribadi
dengan informan B biasanya membicarakan seputar tentang
perempuan. Hal yang informan B lakukan setelah berkomunikasi
dengan anak asuh tersebut yaitu dengan cara menasihati anak
asuh agar anak asuh tersebut mengerti. Hal tersebut sesuai dengan
apa yang diungkapkan oleh informan B sebagai salah satu
pengasuh perempuan panti:
“Jujur saja ya, biasanya namanya anak sudah besar, sudah
mulai puber-puber. Biasanya mereka bilang ukhti, aku
suka deh sama dia. Saya kada kaget juga, tapi mencoba
biasa aja, mengerti memang mereka lagi puber. Saya
bilang suka itu anugerah, rasa cinta itu anugerah, itu
wajar. Yang tidak wajar itu kamu menunjukan rasa cinta
kamu, itu tidak wajar. Terus masalah pribadi kaya, untuk
anak-anak yang kecil belum bisa atur waktu, mungkin gak
tebiasa dengan lingkungan asrama. Mereka bilang ukhti,
aku haid, tapi kaya gini-gini, oh iya itu namanya
istihadoh. Jadi, banyaklah, apalagi perempuan kan
problemanya lebih rumit (Marinna, wawancara, 5 Mei
2018).”
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti
terhadap informan B, pada komunikasi antarpribadi yang
dilakukan anak asuh kepada informan B yaitu bercerita tentang
masalah dengan temannya di sekolah. Kemudian informan B
memberikan nasihat kepada anak asuh tersebut.
Komunikasi antarpribadi yang terjadi pada pengasuh dan
anak asuh terlihat ketika anak asuh sedang menceritakan
masalahnya kepada anak asuh. Masalah-masalah pribadi yang
dialami anak asuh seputar masalah tentang teman, keluarga, dan
79
kesulitan belajar. Hal tersebut diungkapkan oleh Septi sebagai
salah satu anak asuh di Panti Asuhan Annajah “Biasanya cerita ke
pengasuh tentang teman di sekolah, tentang pelajaran yang gak
seru (Septi, wawancara. 5 Mei 2018)”. Berbeda dengan Septi,
Fauzan yang merupakan anak asuh di Panti Asuhan Annajah ini
pernah menceritakan tentang kehidupan tentang keluarganya
dirumah kepada pengaush panti “Biasanya tentang kehidupan
dirumah, pernah cerita tentang keluarga (Fauzan, wawancara. 5
Mei 2018)”.
Informan selanjutnya adalah informan C yang merupakan
salah satu pengasuh perempuan di Panti Asuhan Annajah.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan
peneliti terhadap informan C, peneliti pengamati adanya
komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh informan C.
Komunikasi antarpribadi dilakukan pada saat anak asuh
menanyakan sesuatu kepada informan C sebelum acara
pembinaan dimulai. Peneliti juga mengamati informan C
melakukan komunikasi kepada salah satu anak asuh agar mau
mengikuti apa yang informan C perintah, seperti menyuruh salah
satu anak asuh yang masih berada di kamar untuk naik ke aula
untuk mengikuti sebuah acara yang diadakan Panti Asuhan
Annajah. Hal tersebut sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh
informan C sebagai salah satu pengasuh perempuan panti:
“Biasanya kalau saya sih, kan saat mereka punya masalah
kita harus marah-marah. Lebih sering saya samperin,
tanya ada masalah apa. Saya selalu bilang ke anak-anak
kita harus selalu tau situasi dan kondisi. Jadi, disaat saya
sedang memarahi mereka, posisi saya sebagai pengasuh,
80
tapi disaat kalian punya masalah dan kalian cerita kesaya,
posisi saya kakak. Disaat juga ketika kita main bareng,
kita itu teman (Hibatin, wawancara, 5 Mei 2018).”
Komunikasi antarpribadi yang dilakukan pengasuh
terhadap anak asuh selain pada saat mengajari anak asuh secara
langsung saat akan tampil di depan umum juga dilakukan pada
saat memberikan motivasi ketika anak asuh ingin tampil di depan
umum saat akan mengikuti suatu perlombaan. Dari hasil
wawancara yang peneliti dapatkan ketika Fauzan salah satu anak
asuh panti asuhan akan mengikuti suatu perlombaan diluar panti
asuhan, sebelum mengikuti perlombaan tersebut pengasuh
memberikan dukungan serta motivasi yang berpengaruh terhadap
kepercayaan diri Fauzan “komunikasi yang dilakukan pengasuh
terhadap saya berpengaruh dalam hal meningkatkan rasa percaya
diri saya, saya jadi lebih semangat belajarnya dan lebih percaya
diri kalau lagi tampil sering melihat video penampilan supaya
percaya diri (Fauzan, wawancara, 5 Mei 2018)
4. Komunikasi Kelompok
Adapun lainnya komunikasi yang dilakukan antara
pengasuh dengan anak asuh di Panti Asuhan Annajah yaitu
menggunakan komunikasi kelompok. Komunikasi kelompok
merupakan komunikasi yang dilakukan didalam sebuah
kelompok dan mempunyai tujuan. Komunikasi kelompok juga
merupakan komunikasi yang dilakukan dari tiga orang atau lebih
melalui tatap muka dan mempunyai tujuan yang dikehendaki.
81
Komunikasi kelompok yang dilakukan pengasuh dan anak
asuh terjadi pada saat kegiatan istimah, memberikan mau‟idzah
hasanah atau motivasi support belajar kepada anak asuh.
Kegiatan istimah ini adalah pengasuh memberikan motivasi
belajar serta nasihat kepada anak-anak asuh agar anak-anak asuh
tersebut memiliki kepercayaan diri untuk meraih prestasi. Metode
yang dilakukan pengasuh dalam berkomunikasi dengan anak asuh
juga menggunakan pelajaran-pelajaran yang sama seperti di
sekolah, serta memberikan kajian agama islam. Peneliti
menemukan hasil penelitian dari observasi dan wawancara saat
terjun ke lapangan. Para informan yang melakukan komunikasi
kelompok ini antara lain, informan A, informan B, dan Informan
C
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan peneliti
mengamati adanya komunikasi kelompok yang dilakukan
informan A pada saat acara pembinaan. Acara pembinaan
tersebut dilakukan di aula panti asuhan dan diikuti oleh seluruh
anak asuh. Dalam pembinaan tersebut informan A memberikan
informasi, arahan serta motivasi kepada anak-anak asuh. Dari
hasil wawancara dengan informan A peneliti mendapatkan hasil
wawancara terkait komunikasi kelompok yang dilakukan oleh
informan A. Hal tersebut diungkapkan oleh informan A sebagai
salah satu pengasuh laki-laki panti:
“Kalau kami untuk anak asuh sifatnya kita namanya
istimah atau memberikan mau‟idzah hasanah atau
motivasi support mereka belajar, itu yang paling disukai
mereka, Cuma kita punya jadwal juga untuk evaluasi
mereka yaitu setiap jumat malam atau malam jumat, dan
82
malam minggu. Jadi dalam seminggu kita 2 kali
mengevaluasi mereka (Fachrul Rozi, wawancara, 4 Mei
2018).”
Begitu juga dengan informan B yang merupakan salah
satu pengasuh perempuan di Panti Asuhan Annajah. Berdasarkan
hasil observasi yang peneliti lakukan peneliti mengamati adanya
komunikasi kelompok yang dilakukan informan B terhadap anak
asuh, komunikasi kelompok ini dilakukan di ruang tamu panti
asuhan. Setelah peneliti mendapatkan data dari hasil observasi,
peneliti juga mendapatkan data dari hasil wawancara dengan
informan B. Beliau mengatakan bahwa beliau sering mengadakan
forum diskusi antara dirinya dengan anak-anak asuh. Kegiatan
yang dilakukan tersebut terkadang dilakukan secara mendadak
atau tidak pasti kapan waktunya. Ketika informan B sebagai
pengasuh mendapatkan sebuah ilmu baru, informan B akan
langsung menyampaikannya kepada anak-anak asuh dengan
membuka sebuah forum diskusi. Sebagaimana diungkapkan oleh
informan B sebagai salah satu pengasuh perempuan di Panti
Asuhan Annajah:
“Saya pernah mengumpulkan anak asuh perempuan.
Saya nangis didepan mereka karena mengingatkan untuk
mereka harus menutup aurat, dan mereka juga ikut
menangis. Jangan sampai mereka menganggap hal-hal
penting itu sepele, harus diingetin terus. Contohnya lagi
kalau liburan, mereka pulang kerumah, main instagram
saya lihat postingannya sudah galau galau, saya ingatkan,
jangan nanti kamu nyesel. (Marinna, wawancara, 5 Mei
2018)”
83
Penyampaian yang dilakukan dengan cara membuka
forum diskusi dan sharing satu sama lain merupakan komunikasi
yang paling disukai anak asuh baik laki-laki maupun perempuan
saat berkomunikasi dengan pengasuh. Hal tersebut diungkapkan
oleh informan B sebagai salah satu pengasuh perempuan di Panti
Asuhan Annajah “Biasanya mereka (anak asuh) paling suka
sharing. Ditanya satu-satu ada keluhan apa, ada kendala apa
(Marinna, wawancara, 5 Mei 2018).”
Informan selanjutnya adalah informan C yang merupakan
salah satu pengasuh perempuan di Panti Asuhan Annajah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan C, komunikasi
kelompok yang dilakukan informan C dengan anak asuh
dilakukan dalam kegiatan sharing. Dalam sharing tersebut
informan C memberikan masukan kepada anak-anak asuh. Hal
tersebut diungkapkan oleh informan C sebagai salah satu
pengasuh perempuan di Panti Asuhan Annajah “Karena kita
sering buka forum, saya sering kasih masukan. Harus sering
diberikan motivasi. (Hibatin, wawancara, 5 Mei 2018)”
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai pola komunikasi
yang dilakukan oleh pengasuh terhadap anak asuh dalam
meningkatkan kepercayaan diri, peneliti menyajikan tabel 4.1
sebagai berikut:
84
Tabel 4.1
Pola Komunikasi antara Pengasuh terhadap Anak Asuh
No. Pola Komunikasi Dilakukan oleh
1. Pola Roda - Informan A
- Informan B
- Informan C
2. Pola Bintang - Informan A
- Informan B
No. Bentuk Komunikasi Dilakukan oleh
1. Komunikasi Antarpribadi
- Informan A
- Informan B
- Informan C
2. Komunikasi Kelompok - Informan A
- Informan B
- Informan C
B. Hubungan antara Pengasuh terhadap Anak Asuh
Panti Asuhan Annajah
Dalam Panti Asuhan Annajah, anak-anak asuh tidak
diasuh sejak mereka bayi, melainkan mulai diasuh saat mereka
berumur antara 8 sampai 12 tahun. Pada usia tersebut tentunya
anak-anak asuh sudah mengerti bahwa yang sebelumnya mereka
tinggal bersama orang tua dan keluarga dirumah, lalu harus
menjalani kehidupan dan tinggal di Panti Asuhan Annajah serta
pengasuh sebagai orang tua pengganti. Berdasarkan hal tersebut
peneliti melakukan observasi dan wawancara mengenai
pengembangan hubungan yang terjadi antara pengasuh dan anak
85
asuh dari mulai anak asuh masuk kedalam panti hingga sekarang.
Pada pengembangan hubungan antara pengasuh terhadap anak
asuh tersebut peneliti menggunakan tahapan-tahapan yang ada
dalam teori penetrasi sosial yaitu:
1. Tahap Orientasi
Tahap orientasi ini merupakan tahap awal atau tahap
perkenalan, dimana anak-anak asuh baru mulai beradaptasi
dengan pengasuh di Panti Asuhan Annajah. Pada tahap orientasi
hal yang terjadi masih bersifat umum seperti perkenalan. Hal
tersebut meliputi tentang mengetahui nama, daerah asal, dan lain
sebagainya. Namun pendekatan seperti mengetahui sifat,
karakter, serta cara bagaimana berkomunikasi dengan anak asuh
yang usianya lebih tua dan yang usianya lebih muda juga
diperlukan pengasuh agar meningkatnya hubungan antara
pengasuh dan anak asuh di Panti Asuhan Annajah. Hal tersebut
terbukti dari yang awalnya anak asuh masih merasa malu-malu
kemudian menjadi tidak canggung lagi apabila berkomunikasi
dengan pengasuh. Peneliti menemukan hasil penelitian dari
observasi dan wawancara saat terjun ke lapangan. Para informan
yang melakukan tahap orientasi ini antara lain, informan A,
informan B, dan Informan C.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti
terhadap informan A, pada tahap orientasi ini informan A hanya
membutuhkan waktu 1 minggu saja untuk bisa berinteraksi
dengan anak asuh sejak anak asuh masuk ke dalam Panti Asuhan
Annajah. Menurut informan A, sistem kekeluargaan yang
diterapkan di dalam panti membuat tahap perkenalan informan A
86
dengan anak asuh lebih mudah. Hal tersebut juga diungkapkan
oleh informan A sebagai salah satu pengasuh laki-laki panti
“Sebenarnya sih gak lama ya, karena dari dulu kami disini juga
sistemnya kekeluargaan paling hanya 1 minggu saja mereka
sudah cukup, artinya dalam 1 minggu pun mereka sudah berani
berbicara dengan pengasuh (Fachrul Rozi, wawancara, 4 Mei
2018).”
Pada tahap orientasi ini informan A paham betul bahwa
setiap anak memiliki karakter yang berbeda-beda. Hal tersebut
membuat informan A mengetahui karakter anak seperti apa yang
memudahkan informan A melakukan komunikasi dan karakter
anak seperti apa yang sedikit lebih sulit dalam melakukan
komunikasi. Sebagaimana diungkapkan oleh informan A sebagai
salah satu pengasuh laki-laki di Panti Asuhan Annajah:
“Mungkin untuk anak yang pemberani lebih mudah, dan
pendiam yang agak sulit. Mungkin untuk yang dari daerah
untuk berinteraksi dengan bahasa indonesia yang baik
mungkin mereka takut untuk melontarkannya, dan jadi
belajar juga disini. Kalau dari daerah kan biasanya
menggunakan bahasa daerah, ketika dijakarta itu paling
yang agak susah, dan agak lama serta menghambat
komunikasi antara pengasuh dan anak asuh (Fachrul Rozi,
wawancara, 4 Mei 2018).”
Adapun pada tahap orientasi ini informan A sudah mulai
memberikan perbedaan cara berkomunikasi dengan anak asuh
yang usianya lebih tua dan lebih muda. Berdasarkan hasil
pengamatan yang dilakukan peneliti pada saat mengikuti kegiatan
yang ada di Panti Asuhan Annajah, pengasuh menyampaikan
informasi kepada salah satu anak asuh perempuan yang sudah
87
duduk di bangku SMA untuk berlatih lebih giat lagi agar mampu
menjuarai perlombaan tahfidz. Pada saat itu peneliti mengamati
gaya berbicara yang disampaikan pengasuh kepada anak yang
sudah SMA ini lebih tegas. Lain halnya saat berbicara dengan
Septi yang masih duduk di bangku SMP untuk sekedar
memberikan ulasan dari materi yang baru saja disampaikan
pengasuh. Gaya berbicara yang digunakan pengasuh pada Septi
terkesan lebih lembut dan seperti mengajak agar Septi mau
memberikan ulasan dari hasil penyampaian materi yang
disampaikan oleh pengasuh.
Adapun perbedaaan cara komunikasi yang informan A
lakukan dimulai dengan memanggil sebutan “kakak” untuk anak
asuh yang usianya lebih tua, informan A membiasakan diri untuk
melakukan hal tersebut. Sebagaimana diungkapkan oleh informan
A sebagai salah satu pengasuh laki-laki di Panti Asuhan Annajah:
“Ada, kami memang menerapkan kepada anak asuh untuk
memanggil kakak kepada kakak kelasnya, walaupun memang
ketika dilihat umurnya itu sama, tapi kami membudayakan
kesopanannya jadi memanggil adik kelas, dengan sebutan adik,
dan kakak kelas, dengan sebutan kakak (Fachrul Rozi,
wawancara, 4 Mei 2018).”
Begitu juga dengan informan B yang merupakan salah
satu pengasuh perempuan di Panti Asuhan Annajah. Berdasarkan
hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap informan B,
dalam tahap orientasi ini informan B juga tidak membutuhkan
waktu yang lama untuk bisa dekat dan berinteraksi dengan baik
dengan anak asuh. Hal tersebut diungkapkan oleh informan B
88
sebagai salah satu pengasuh perempuan panti “waktu yang
dibutuhkan untuk saya dekat dengan anak asuh itu tidak lama,
tidak sampai sebulan (Marinna, wawancara, 5 Mei 2018).”
Pada tahap orientasi ini informan B sudah mulai
mengetahui karakter anak asuh seperti apa yang sulit untuk diajak
berkomunikasi. Menurut informan B anak asuh yang sulit untuk
diajak komunikasi itu berasal dari anak broken home. Informan B
mempunyai cara tersendiri untuk menghadapi anak asuh yang
mempunyai status broken home tersebut. Sebagaimana
diungkapkan oleh informan B sebagai salah satu pengasuh
perempuan di Panti Asuhan Annajah “Balik lagi, anak-anak
broken home ini yang rada sulit diajak untuk komunikasi. Karena
kita tidak merasakan apa yang mereka rasakan, jadi kita harus
mempunyai simpati yang berbeda. Untuk anak selain broken
home, masih mudah untuk diajak berkomunikasi (Marinna,
wawancara, 5 Mei 2018).”
Adapun pada tahap orientasi ini informan B juga
mempunyai cara berkomunikasi dengan anak asuh yang usianya
lebih tua dan lebih muda. Informan B menerapkan cara
berkomunikasi selayaknya teman dengan anak asuh yang usianya
lebih tua. Sebagaimana diungkapkan oleh informan B sebagai
salah satu pengasuh perempuan di Panti Asuhan Annajah “Pasti.
Kalau untuk anak yang sudah besar, kita cenderung menjadi
temannya, soalnya kalau kita terlalu menggurui dia, dia jadi gak
percaya untuk curhat ini itu ke kita (Marinna, wawancara, 5 Mei
2018).”
89
Informan selanjutnya adalah informan C yang merupakan
salah satu pengasuh perempuan di Panti Asuhan Annajah.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap
informan C, untuk dapat dekat dengan anak asuh informan C
yang memulai pendekatan dengan anak asuh dengan menyapa
dan mengajak anak asuh untuk berkomunikasi. Informan C yang
merupakan mantan anak asuh di Panti Asuhan Annajah sudah
tahu betul bagaimana caranya untuk dapat berinteraksi dengan
anak asuh. Informan C tidak membutuhkan waktu yang lama
untuk dekat dengan anak-anak asuh. Hal tersebut diungkapkan
oleh informan C sebagai salah satu pengasuh perempuan panti
“Karena saya dulunya juga sebagai anak asuh disini, jadi tidak
begitu lama. Biasanya saya duluan yang menyapa mereka
langsung. Kita sebagai pengasuh yang memulai (Hibatin,
wawancara, 5 Mei 2018).”
Adapun setiap anak asuh memiiki karakter yang berbeda-
beda, pada tahap orientasi ini informan C sudah paham betul
karakter anak asuh seperti apa yang sulit untuk diajak
berkomunikasi. Menurut informan C anak asuh yang usianya
lebih besar lebih sulit untuk diajak berkomunikasi. Mereka lebih
sering melanggar peraturan yang ada di Panti Asuhan Annajah
daripada anak asuh yang usianya lebih muda. Menurut infoman C
penyebab hal tersebut karena anak asuh yang usia ya lebih tua
sudah merasa lebih dalam segala hal dibanding anak asuh yang
lebih muda.
Peneliti mendapatkan data hasil observasi terkait
bagaimana perbedaan cara berkomunikasi antara pengasuh
90
kepada anak asuh sesuai dilihat dari usia, dan status sosial anak
asuh. Perbedaan cara berkomunikasi yang dilakukan pengasuh
terhadap anak asuh yang usianya lebih kecil, pengasuh
melakukan komunikasi dengan cara merangkul dan mengajak
terlebih dahulu agar anak asuh ini mau dan merasa nyaman saat
berkomunikasi dengan pengasuh. Kemudian untuk anak asuh
yang usianya lebih besar, informan C akan bersikap lebih tegas
terhadap anak asuh yang usianya lebih besar. Lebih tegas disini
agar anak asuh menghargai pengasuh jika sedang berbicara
kepada mereka, sehingga apa yang disampaikan informan C
kepada anak asuh yang lebih besar ini dapat diterima dengan
baik. Sebagaimana diungkapkan oleh informan C sebagai salah
satu pengasuh perempuan di Panti Asuhan Annajah “Karena saya
lebih ke anak perempuan jadi lebih mudah komunikasi dengan
anak perempuan, karena kan disini ada bagian-bagiannya juga.
Biasanya anak perempuan yang sulit diajak komunikasi yang
sering melanggar. Rata-rata yang paling besar, karena mereka
merasa sudah senior (Hibatin, wawancara, 5 Mei 2018).”
Informan C memiliki cara tersendiri untuk berkomunikasi
dengan anak asuh yang usianya lebih tua dan anak asuh yang
usianya lebih muda. Untuk anak asuh yang usianya lebih tua
informan C menerapkan komunikasi yang lebih tegas, hal
tersebut dilakukan agar anak asuh tersebut mau mendengarkan
apa yang disampaikan oleh informan C, sedangkan untuk anak
asuh yang usianya lebih muda, informan C melakukan cara
berkomunikasi yang lebih kepada mengajak dan merangkul anak
tersebut. Sebagaimana diungkapkan oleh informan B sebagai
91
salah satu pengasuh perempuan di Panti Asuhan Annajah “Kalau
untuk anak yang lebih besar mungkin kita lebih tegas, dan untuk
ke anak yang lebih kecil lebih dirangkul dan diajak (Hibatin,
wawancara, 5 Mei 2018).”
2. Tahap Pertukaran Eksploratif
Pada tahap pertukaran eksploratif adanya pengembangan
hubungan dari tahap sebelumnya. Pada tahap ini sesuatu hal yang
tadinya privat menjadi publik. Pada tahap ini hal-hal yang
menjadi pribadi sudah mulai terbuka. Hubungan pada tahap ini
biasanya lebih santai dan menuju ke sifat akrab. Di tahap ini
suatu hal yang tadinya privat menjadi publik. Anak-anak asuh
pada tahap ini sudah mulai berani bercerita kepada pengasuh
tentang hal-hal yang mereka rasakan. Pada tahap pertukaran
eksploratif ini adanya keterbukaan yang ditunjukan anak asuh
kepada pengasuh. Hal yang disampaikan anak asuh kepada
pengasuh biasanya berbeda-beda tergantung dari situasi yang
tengah mereka rasakan. Peneliti menemukan hasil penelitian dari
observasi dan wawancara saat terjun ke lapangan. Para informan
yang melakukan tahap pertukaran eksploratif ini antara lain,
informan A, informan B, dan Informan C.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang
dilakukan peneliti terhadap informan A, pada tahap pertukaran
eksploratif anak-anak asuh sudah mulai terbuka dengan informan
A dengan menceritakan pengalaman pribadi mereka atau
mengutarakan apa yang sedang mereka rasakan. Dari hasil
observasi yang dilakukan peneliti, anak asuh menceritakan
tentang kehidupannya di rumah kepada informan A. Sebagaimana
92
yang diungkapkan oleh informan A salah satu pengasuh di Panti
Asuhan Annajah:
“Kepada pengasuh mereka lebih curhat seperti “dulu saya
gak belajar seperti ini, ketika saya masuk panti,
Alhamdulillah dari yang saya tadinya tidak tahu, tidak
berpengalaman, ataupun yang dari daerah, artinya mereka
mensyukuri tinggal dipanti, karena panti asuhan di panti
annajah ini memberikan fasilitas sangat lebih. Kita sudah
memfasilitasi anak asuh dengan sangat mewah, dari
tempat tidurnya itu sudah bagus, kemudian di dalam
kamar ada kamar mandi didalam, kita juga punya lab
komputer, wifi. Untuk segi keamanaan kita tidak
memerlukan keamaanannya lagi karena sudah dibantu
dengan cctv. Tapi tetap di organisasi anak asuh ada seksi
keamanan, jadi terbantu dengan adanya teknologi (Fachrul
Rozi, wawancara, 4 Mei 2018).”
Pada tahap pertukaran eksploratif ini informan A sudah
mulai melakukan komunikasi yang lebih santai dengan anak
asuh. Adapun komunikasi yang dilakukan bisa melalui tatap
muka dan secara berkelompok dengan anak-anak asuh. Hal
tersebut informan A lakukan agar tidak adanya perbedaan antara
anak asuh satu dan yang lainnya. Sebagaimana yang diungkapkan
oleh informan A salah satu pengasuh di Panti Asuhan Annajah
“kalau kami kepada anak asuh face to face itu jarang, kecuali face
to face itu kalau mereka mepunyai kesalahan yang agak besar.
Jadi mereka kita panggil untuk bicara face to face. Adapun kalau
kami berikan support motivasi itu ramai-ramai jadi tidak
membeda-bedakan (Fachrul Rozi, wawancara, 4 Mei 2018).”
Begitu juga dengan informan B yang merupakan salah
satu pengasuh perempuan di Panti Asuhan Annajah. Berdasarkan
hasil wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti terhadap
93
informan B, pada tahap pertukaran eskploratif juga anak asuh
sudah mulai berani untuk menceritakan apa yang mereka rasakan
kepada informan B. Hal tersebut diungkapkan oleh informan B
sebagai salah satu pengasuh perempuan di Panti Asuhan Annajah:
“Sering. Jujur saja ya, biasanya namanya anak sudah
besar, sudah mulai puber-puber. Biasanya mereka bilang
ukhti, aku suka deh sama dia. Saya rada kaget juga, tapi
mencoba biasa aja, mengerti memang mereka lagi puber.
Saya bilang suka itu anugerah, rasa cinta itu anugerah, itu
wajar. Yang tidak wajar itu kamu menunjukan rasa cinta
kamu, itu tidak wajar. Terus masalah pribadi kaya, untuk
anak-anak yang kecil belum bisa atur waktu, mungkin gak
tebiasa dengan lingkungan asrama. Mereka bilang ukhti,
aku haid, tapi kaya gini-gini, oh iya itu namanya
istihadoh. Jadi, banyaklah, apalagi perempuan kan
problemanya lebih rumit (Marinna, wawancara, 5 Mei
2018).”
Pada tahap pertukaran eksploratif ini informan B biasa
melakukan komunikasi dengan anak asuh secara beramai-ramai
atau berkelompok. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan
peneliti terhadap informan B, hal yang diceritakan anak asuh
terhadap informan B yaitu seputar tentang teman dan pelajaran di
sekolah. Sebagaimana diungkapkan oleh informan B sebagai
salah satu pengasuh perempuan di Panti Asuhan Annajah:
“Ditanya dulu, misalnya gimana disekolah, mereka cerita macem-
macem. Terus kalau disini ada aja kegiatan, ya namanya satu
asrama, beda pikiran, beda suku, ada aja misalnya itu dia
lemarinya gak rapih, atau dia susah diatur mau tidur gak cuci kaki
dulu, ada aja gitu, jadi memang beginilah dinamikanya (Marinna,
wawancara, 5 Mei 2018).”
94
Informan selanjutnya adalah informan C yang merupakan
salah satu pengasuh perempuan di Panti Asuhan Annajah.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan
peneliti terhadap informan C, dalam tahap pertukaran eksploratif
ini anak-anak asuh juga sudah mulai menceritakan masalah dan
perasaan yang sedang dirasakan anak asuh kepada informan C.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh informan C sebagai salah
satu pengasuh di Panti Asuhan Annajah “Pribadi pernah, tentang
masalah mereka dirumah. Kan disini gak semuanya yatim piatu,
mungkin masalah mereka jarang dijenguk mungkin atau orang
tua mereka sering bertengkar (Marinna, wawancara, 5 Mei
2018).”
Pada tahap pertukaran eksploratif ini saat berkomunikasi
dengan anak-anak asuh, informan C lebih sering berkomunikasi
secara beramai-ramai atau berkelompok. Dari hasil observasi
yang dilakukan peneliti, informan C melakukan komunikasi
secara beramai-ramai dengan anak asuh perempuan, hal itu
dikarenakan informan C merupakan salah satu pengasuh
perempuan yang ada di Panti Asuhan Annajah. Anak asuh
perempuan akan lebih terbuka apabila bercerita dengan pengasuh
perempuan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh informan C
sebagai salah satu pengasuh di Panti Asuhan Annajah “Lebih
sering rama-ramai (Hibatin, wawancara, 5 Mei 2018).”
Pada tahap eksploratif peneliti mendapatkan hasil
wawancara dengan anak asuh yaitu salah satu anak asuh pada
tahap ini biasa menceritakan tentang keluarganya di rumah. Hal
tersebut diungkapkan oleh Fauzan yang merupakan salah satu
95
anak asuh di Panti Asuhan Annajah: “Saya pernah sharing
tentang keluarga kepada pengasuh (Fauzan, wawancara, 5 Mei
2018)
3. Tahap Pertukaran Afektif
Pada tahap pertukaran afektif ini interaksi yang dilakukan
lebih spontan tanpa beban. Pada tahap ini seseorang yang akan
merasa nyaman ketika berinteraksi dengan lawan bicara, dan
merasa mendapatkan timbal balik yang baik dari lawan bicara,
hal tersebut membuat seseorang menjadi lebih banyak bercerita
kepada lawan bicara mereka dan lebih terbuka dari biasanya.
Pada tahap ini ditandai dengan hubungan atau persahabatan yang
lebih intim.
Pada tahap pertukaran afektif yang terjadi antara pengasuh
dan anak asuh di Panti Asuhan Annajah ini yaitu pengasuh sudah
mulai mengetahui jika anak asuh tersebut sedang mempunyai
masalah. Pengasuh juga mempelajari bagaimana sikap dan
tingkah laku anak asuh. Ketika anak asuh sedang memiliki
masalah biasanya langsung terlihat dari cara mereka bertingkah
laku sehari-hari. Setelah pengasuh mengetahui bahwa anak asuh
tersebut sedang memiliki masalah, pengasuh langsung
menanyakan kepada anak asuh tersebut. Peneliti menemukan
hasil penelitian dari observasi dan wawancara saat terjun ke
lapangan. Para informan yang melakukan tahap pertukaran afektif
ini antara lain, informan A, informan B, dan Informan C.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang
dilakukan peneliti terhadap informan A, pada tahap pertukaran
afektif ini informan A sudah mengetahui apabila ada salah satu
96
anak asuh yang mempunyai masalah. Hal yang akan dilakukan
informan A ketika anak asuh terlihat sedang memiliki masalah
yaitu dengan memulai untuk bertanya kepada anak asuh. Hal
tersebut diungkapkan oleh informan A salah satu pengasuh di
Panti Asuhan Annajah:
“Kami sebagai pengasuh disini sudah bisa mempelajari oh
anak ini yang kayanya bermasalah atau kemudian kita
juga ada laporan dari pihak sekolah kali misalnya anak itu
suka diam, ada apa gitu. Jadi kita mempelajari dari
tingkah laku mereka. Saya rasa sih kami sebagai pengasuh
juga lulusan dari panti asuhan annajah jadinya kami sudah
tahu banget rasanya untuk karakter anak yang bermasalah.
Biasanya kita panggil duluan gitu (Fachrul Rozi,
wawancara, 4 Mei 2018).”
Adapun pada tahap pertukaran afektif ini hal yang biasa
diceritakan oleh anak asuh kepada informan A yaitu seperti
menceritakan keadaan anak asuh saat berada di rumah. Anak asuh
juga akan langsung menceritakan permasalahan apa yang sedang
mereka alami, hal tersebut karena anak asuh sudah menganggap
bahwa informan A merupakan pengganti orang tua mereka di
rumah. Sebagaimana yang diungkapkan oleh informan A salah
satu pengasuh di Panti Asuhan Annajah “Namanya kita
kekeluargaan ya jadi mereka menggap kami pengasuh sebagai
orang tua mereka, artinya cerita-cerita mereka ya pengalaman
mereka waktu dirumahnya. Soalnya kalau ada apa-apa mereka
mengadu ke kami. Karena kamu orang tua kedua dari mereka
(Fachrul Rozi, wawancara, 4 Mei 2018).”
Dalam tahap pertukaran afektif ini, informan A tidak
segan untuk memarahi anak asuh apabila anak asuh tersebut
97
melanggar peraturan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh
informan A salah satu pengasuh di Panti Asuhan Annajah
“Kalau marah. Itu pasti ya. Karena anak asuh mempunyai
peraturan. Ketika anak asuh itu melanggar peraturan kami
mempunyai sanksi, kemudian ada shock theraphy atau
mohidzohhasanah, mengingatkan kepada mereka agar
tidak mengulangi kesalahan yang mereka telah setujui.
Kemudian kita punya organisasi namanya IKP (Ikatan
Keluarga Panti) dan itu yang membuat peraturan-
peraturannya adalah mereka. Ketika mereka sendiri
melanggar peraturan yang mereka buat, mungkin disitu
kami agak sedikit marah (Fachrul Rozi, wawancara, 4 Mei
2018).”
Dari hasil observasi yang peneliti temukan di lapangan,
anak asuh melanggar peraturan dengan membawa novel dan
komik ke dalam panti, hal tersebut merupakan suatu pelanggaran
di dalam Panti Asuhan Annajah. Alasan anak asuh tersebut
membawa novel dan komik yaitu untuk resensi tugas di sekolah.
Begitu juga dengan informan B yang merupakan salah
satu pengasuh perempuan di Panti Asuhan Annajah. Berdasarkan
hasil wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti terhadap
informan B, pada tahap pertukaran afektif ini informan B yang
memulai untuk bertanya ke setiap anak asuh tentang apa yang
mereka rasakan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh informan
B salah satu pengasuh di Panti Asuhan Annajah:
“Ditanya dulu, kadang ada yang malu untuk cerita.
Bingung juga mau cerita kesiapa. Kadang saya simpati aja
sih , nanya kenapa. Kadang ada masalah sama temen,
sampe ada yang nangislah segala. Kadang anak kecil kan
sepele banget ya, masalah teman, masalah kecil, nangis.
Kadang pengen ketawa tapi ya diladenin, curhat ya
didengerin (Marinna, wawancara, 5 Mei 2018).”
98
Adapun sebagai pengasuh pada tahap pertukaran afektif
ini informan B juga mengetahui apa saja yang biasa anak-anak
asuh ceritakan mulai dari anak asuh yang paling kecil sampai
anak asuh yang paling besar. Hal tersebut diungkapkan oleh
informan B salah satu pengasuh perempuan di Panti Asuhan
Annajah:
“Kalau yang kecil ceritanya tentang sekolah, pelajaran.
kalau yang besar, biasanya tentang kegiatan osis, ada
acara ini, suka sama temennya, yang sudah besar
pikirannya lebih luas, nanti abis lulus mau kemana, ada
jaringan-jaringan apa dan dimana, cari beasiswa.
Contohnya seperti amel, ingin kuliah di jepang, minta
dicarikan jaringan, ada, tapi syaratnya harus tes ini itu.
Jadi untuk yang besar sharingnya agak serius (Marinna,
wawancara, 5 Mei 2018).”
Dalam tahap pertukaran afektif informan B akan
memarahi anak asuh apabila anak asuh tersebut melakukan
kesalahan. Sebagaimana diungkapkan oleh informan B salah satu
pengasuh perempuan di Panti Asuhan Annajah “Kadang jengkel,
kan saya kerasin anak itu gak mau, karena takutnya malah jadi
susah dan jauh. Jadi kalau dengan lembut bisa, kenapa ngga. Tapi
memang ada anak yang dilembutin gak bisa, terpaksa harus
dikerasin. Ternyata dengan dikerasin mereka lebih nurut
(Marinna, wawancara, 5 Mei 2018).”
Informan selanjutnya adalah informan C yang merupakan
salah satu pengasuh perempuan di Panti Asuhan Annajah.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan
peneliti terhadap informan C, pada tahap pertukaran afektif ini
yang dilakukan informan C saat anak asuh terlihat sedang
99
memiliki masalah yaitu dengan yang memulai untuk bertanya ke
anak asuh tersebut. Sebagaimana yang diungkapkan oleh
informan C salah satu pengasuh di Panti Asuhan Annajah “Nanya
dulu, karena anak yang punya masalah itu pasti kelihatan,
menyendiri dan jarang keluar kamar (Hibatin, wawancara, 5 Mei
2018)”
Dalam tahap pertukaran afektif ini hal yang biasa
diceritakan anak asuh kepada informan C seputar masalah dengan
teman di panti dan kesulitan pelajaran di sekolah. Sebagaimana
yang diungkapkan oleh informan C salah satu pengasuh di Panti
Asuhan Annajah “Rata-rata masalah dikamar, piket, namanya
disini ada yang besar dan kecil. Biasanya yang kecil tentang
pelajaran susah, kalau yang besar tentang teman (Hibatin,
wawancara, 5 Mei 2018).”
Adapun pada tahap pertukaran afektif ini informan C
tidak segan untuk menegur anak asuh apabaila melakukan
kesalahan. Informan C juga akan memarahi anak asuh apabila
anak asuh melanggar peraturan. Sebagaimana yang diungkapkan
oleh informan C salah satu pengasuh di Panti Asuhan Annajah
“Pernah Disini ada program sehabis maghrib untuk membantu
mereka disekolah, belajar. Lebih sering ditegur sih, kalau marah
karena melanggar untuk masalah yang besar mungkin , karena
disini kan juga sudah ada peraturan (Hibatin, wawancara, 5 Mei
2018).”
Peneliti mendapatkan hasil observasi yang dilakukan di
panti yaitu pada saat akan diadakannya kegiatan di panti asuhan,
saat itu acara sudah akan dimulai, namun beberapa anak asuh
100
masih ada yang berada di dalam kamar. Informan C tidak segan
untuk menegur anak asuh untuk segera masuk ke dalam ruangan
yang akan dipakai untuk kegiatan.
Pada tahap pertukaran afektif ini peneliti juga menemukan
bahwa salah satu anak asuh yang bernama Fauzan sudah mau
menceritakan masalahnya terutama ke pengasuh laki-laki dan
teman laki-laki sesama anak asuh. Hal tersebut diungkapkan oleh
Fauzan salah satu anak asuh laki-laki di Panti Asuhan Annajah
“Tentang sekolah dan kesulitan belajar. Paling susah di bahasa
dan bahasa inggris. Biasanya cerita ke pengasuh laki-laki dan
teman laki-laki sesama anak asuh (Fauzan, wawancara, 5 Mei
2018.”
Pada tahap pertukaran afektif ini juga peneliti
mendapatkan hasil wawancara dengan anak asuh perempuan
bernama Septi yang sering menceritakan masalahnya dengan
pengasuh seputar masalah dengan teman di sekolah ataupun saat
septi kesulitan dalam pelajaran di sekolah. Hal tersebut
diungkapkan oleh Septi salah satu anak asuh perempuan di Panti
Asuhan Annajah “Tentang teman di sekolah, pelajaran yang gak
seru dan lebih nyaman cerita ke pengasuh perempuan dan silmi
teman sesama anak asuh. (Septi, wawancara, 5 Mei 2018).”
4. Tahap Pertukaran Stabil
Pada tahap pertukaran stabil ini masing-masing individu
sudah mulai memperkirakan masing-masing tindakan mereka dan
memberikan tanggapan dengan sangat baik. Pada tahap ini antara
pengasuh dan anak asuh sudah mampu menilai dan menduga
perilaku anak asuh dengan sangat akurat. Hubungan antara
101
pengasuh dan anak asuh pada tahap pertukaran stabil bisa dilihat
dari bagaimana pengasuh mengetahui apa yang anak asuh rasakan
tanpa anak asuh bercerita terlebih dahulu.
Pengasuh sudah mulai mengetahui hal apa yang sedang
terjadi dengan anak asuh hanya dari raut wajahnya saja. Pengasuh
biasanya langsung mengambil tindakan dengan bertanya kepada
anak asuh dan memberikan nasihat serta penengah atas masalah
yang sedang dialami anak asuh. Pengasuh panti beranggapan
bahwa yang terpenting baginya ialah pengasuh bisa memberikan
pemahaman yang baik kepada anak-anak asuh. Peneliti
menemukan hasil penelitian dari observasi dan wawancara saat
terjun ke lapangan. Para informan yang melakukan tahap
pertukaran stabil ini antara lain, informan A, informan B, dan
Informan C.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti
terhadap informan A, pada tahap pertukaran stabil informan A
sudah mengetahui apabila anak asuh sedang mengalami masalah
hanya dari melihat raut wajah anak asuh. Hal tersebut
diungkapkan oleh informan A salah satu pengasuh di Panti
Asuhan Annajah:
“Kita sih biasanya dari raut wajah sudah kelihatan.
Misalnya, kalau mereka ada masalah satu kamar biasanya
mereka suka diam sendiri, atau biasa bermain satu kamar
tiba-tiba suka pisah, suka berdiam diri, ternyata mungkin
sedang ada problem dikamar, mungkin karena gak mau
piket atau apa, biasanya seperti itu. Kami pengasuh yang
menengahkan biasanya (Fachrul Rozi, wawancara, 4 Mei
2018).”
102
Dalam tahap pertukaran stabil ini informan A
memposisikan dirinya sebagai pengganti orang tua dari anak-
anak asuh. Informan A mempunyai cara tersendiri agar anak asuh
merasa dekat dengan dirinya seperti dekat dengan orang tua
mereka di rumah. Sebagaimana diungkapkan oleh informan A
salah satu pengasuh di Panti Asuhan Annajah:
“Kami berusaha untuk memberikan hak-hak mereka dan
kewajiban mereka, mereka juga harus tau hak-hak kami
disini sebagai pengasuh. Ketika ada hak dan kewajiban
yang mereka langgar, terpaksa kita sebagai pengasuh juga
menuntut mereka agar tidak melanggar. Kemudian kami
juga berupaya untuk menjadi orang tua terbaik buat
mereka, karena kalau disini ketika mereka ada masalah,
yang bertanggung jawab pertama disini adalah kami
sebagai pengasuh (Fachrul Rozi, wawancara, 4 Mei
2018).”
Begitu juga dengan informan B yang merupakan salah
satu pengasuh perempuan di Panti Asuhan Annajah. Berdasarkan
hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap informan B,
pada tahap pertukaran stabil hubungan antara informan B dan
anak asuh pada tahap pertukaran stabil bisa dilihat dari
bagaimana pengasuh mengetahui apa yang anak asuh rasakan
tanpa anak asuh bercerita terlebih dahulu. Hal tersebut
diungkapkan oleh informan B salah satu pengasuh di Panti
Asuhan Annajah:
“Iya bisa dari raut wajah, lagi diam misalnya, atau pagi
berangkat sekolah, nih anak ko pagi-pagi gak senyum, ada
apa ini. Saya selalu mengingatkan ke mereka, kalau habis
subuh, walaupun gak ada jadwal piket, jangan sampai
ketiduran, karna itu memulai hari kalian. Kalau habis
subuh kalian tidur lagi, pasti langsung jelek harinya. Saya
103
lihat kenapa nih pagi, pagi gak senyum, nanti saya tanya
“kamu tadi pagi subuh tidur lagi gak (Marinna,
wawancara, 5 Mei 2018)”
Pada tahap pertukaran stabil infroman B sebagai
pengganti orang tua anak asuh memiliki upaya atau cara
tersendiri yang dilakukan agar anak-anak asuh bisa merasa dekat
seperti mereka dekat dengan orang tua sendiri. Sebagaimana
diungkapkan oleh informan B salah satu pengasuh di Panti
Asuhan Annajah “Kadang bisa jadi teman, kadang bisa jadi orang
tua. Kalau mereka sedang makan, suka berisik, saya panggil, saya
kasih tau, jangan kaya gitu nak, kalau makan itu gak boleh
berisik, makan itu diam. Jadi harus mengayomi (Marinna,
wawancara, 5 Mei 2018).”
Informan selanjutnya adalah informan C yang merupakan
salah satu pengasuh perempuan di Panti Asuhan Annajah.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap
informan C, pada tahap pertukaran stabil hubungan antara
informan C sudah bisa mengetahui apabila anak asuh sedang
mengalami masalah hanya dengan melihat dari raut wajah.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh informan C salah satu
pengasuh di Panti Asuhan Annajah “Bisa, makanya kita harus
mulai duluan karena keliatan dari wajahnya sedang ada masalah
(Marinna, wawancara, 5 Mei 2018)”
Dalam tahap pertukaran stabil informan C memiliki upaya
atau cara yang akan dilakukan agar anak-anak bisa merasa dekat
seperti mereka dekat dengan orang tua sendiri. Sebagaimana yang
104
diungkapkan oleh informan C salah satu pengasuh di Panti
Asuhan Annajah:
“Biasanya kalau saya sih, kan saat mereka punya masalah
kita harus marah-marah. Lebih sering saya samperin,
tanya ada masalah apa. Saya selalu bilang ke anak-anak
kita harus selalu tau situasi dan kondisi. Jadi, disaat saya
sedang memarahi mereka, posisi saya sebagai pengasuh,
tapi disaat kalian punya masalah dan kalian cerita kesaya,
posisi saya kakak. Disaat juga ketika kita min bareng, kita
itu teman (Hibatin, wawancara, 5 Mei 2018).”
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai hubungan antara
pengasuh terhadap anak asuh Panti Asuhan Annajah yang
dikaitkan dengan teori penetrasi sosial peneliti menyajikan tabel
4.2 sebagai berikut:
Tabel 4.2
Hubungan antara Pengasuh terhadap Anak Asuh Panti
Asuhan Annajah
No. Teori Penetrasi Sosial Dilakukan oleh
1. Tahap Orientasi - Informan A
- Informan B
- Informan C
2. Tahap pertukaran eksploratif - Informan A
- Informan B
- Informan C
3. Tahap pertukaran afektif - Informan A
- Informan B
- Informan C
4. Tahap pertukaran stabil - Informan A
105
- Informan B
- Informan C
C. Faktor yang Memengaruhi Anak Asuh dalam
Meningkatkan Kepercayaan Diri dalam Meraih
Prestasi di Sekolah
Pada pola komunikasi antara pengasuh dalam
meningkatkan kepercayaan diri anak asuh, meningkatnya
kepercayaan diri pada anak asuh didukung oleh beberapa faktor
yang memengaruhi. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara
yang dilakukan peneliti di Panti Asuhan Annajah, terdapat
beberapa faktor yang memengaruhi anak asuh dalam
meningkatkan kepercayaan diri mereka dalam meraih prestasi di
sekolah, di dalam panti maupun di luar panti. Faktor-faktor
tersebut ada faktor lingkungan dan faktor pendidikan sebagai
berikut:
1. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan merupakan faktor awal yang
memengaruhi rasa kepercayaan diri pada diri seseorang.
Seseorang yang mempunyai lingkungan yang baik akan memiliki
kepercayaan diri yang tinggi begitupun sebaliknya, karena
lingkungan merupakan proses pembelajaran rasa percaya diri
pada diri sendiri. Faktor lingkungan yang terjadi ini yaitu
lingkungan di Panti Asuhan Annajah. Faktor lingkungan tersebut
berasal dari pola komunikasi serta kegiatan yang dilakukan oleh
para pengasuh panti. Peneliti menemukan hasil penelitian dari
observasi dan wawancara saat terjun ke lapangan. Hal ini
106
sebagaimana yang telah dilakukan oleh informan A, informan B,
dan Informan C pada faktor lingkungan yang memengaruhi
kepercayaan diri anak asuh.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan A, di
dalam Panti Asuhan Annajah mengenai faktor lingkungan yang
memengaruhi kepercayaan diri pada anak asuh, informan A
membuat metode seperti mengulang kembali pelajaran yang
sudah diberikan kepada anak asuh. Peneliti mengamati hal
tersebut melalui kegiatan pembinaan yang diadakan panti asuhan.
Pada kegiatan tersebut anak asuh dipersilahkan untuk maju ke
depan menyampaikan materi yang sudah disampaikan oleh
informan A. Hal tersebut dilakukan agar anak asuh selalu
mengingat dan menerapkannya pada diri anak asuh serta terbiasa
untuk berbicara didepan umum. Sebagaimana yang diungkapkan
oleh informan A salah satu pengasuh laki-laki di Panti Asuhan
Annajah:
“Untuk hal ini karena kami sudah mengikuti apa yang
dulu pernah diajarkan, artinya metode yang dari dahulu
sudah diberikan, kami sebagai pengasuh juga sambil
mereview kembali artinya pelajaran-pelajaran yang dulu
diterapkan itu tidak bisa hilang, jadi kami merasa dengan
metode mengajar yang kami berikan kepada anak asuh
saat ini kami rasa sudah berhasil. Yang tadinya mereka
tidak terbiasa berbicara didepan umum, sekarang sudah
terbiasa. Kemudian yang tidak biasa memimpin doa,
sekarang sudah berani memimpin doa, dari segi akhlak
yang tadinya mungkin tidak pernah mengucapkan salam,
kalau disini pulang sekolah, harus mengucapkan salam,
dan berangkat juga harus mengucapkan salam. Itu dalam
hal kecilnya dan masih banyak yang lainnya (Fachrul
Rozi, wawancara, 4 Mei 2018).”
107
Begitu juga dengan informan B yang merupakan salah
satu pengasuh perempuan di Panti Asuhan Annajah. Informan B
memberikan motivasi belajar dengan menyemangati anak-anak
asuh. Informan B selalu memposisikan dirinya terlebih dahulu
apabila ingin berkomunikasi dengan anak asuh. Cara yang
digunakan informan B agar apa yang disampaikan dapat diterima
dengan baik oleh anak asuh yaitu dengan melihat kondisi anak
asuh tersebut. Sebagaimana yang diungkapkan oleh informan B
salah satu pengasuh perempuan di Panti Asuhan Annajah:
“Gini, kadang saya bisa jadi teman mereka, kadang jadi
guru mereka, kadang jadi kakak mereka. Jadi ada disaaat-
saat tertentu saya bisa memposisikan diri saya sendiri.
Kalau mereka lagi kurang semangat belajar, ya saya harus
jadi guru mereka yang menyemangati mereka, ayo kita
belajar. Kalau mereka sedang butuh bermain, yaudah saya
menjadi teman mereka (Marinna, wawancara, 5 Mei
2018).”
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan
terhadap informan B, pada saat anak asuh bercerita bahwa ia
tidak menyukai salah satu mata pelajaran di sekolah karena
menurut anak asuh tersebut mata pelajaran itu tidak
menyenangkan. Informan B kemudian memberikan motivasi
terhadap anak asuh tersebut. Informan B juga memberikan
motivasi pada anak asuh untuk tidak merasa malu menjadi anak
panti. Informan B menasihati anak asuh agar mampu bersaing
dengan anak-anak lain di luar panti dalam meraih prestasi.
Informan selanjutnya adalah informan C yang merupakan
salah satu pengasuh perempuan di Panti Asuhan Annajah.
108
Berdasarkan hasil wawancara informan C memberikan motivasi
kepada anak asuh melalui kegiatan forum diskusi. Sebagaimana
yang diungkapkan oleh informan C salah satu pengasuh
perempuan di Panti Asuhan Annajah “Karena kita sering buka
forum, saya sering kasih masukan. Harus sering diberikan
motivasi (Hibatin, wawancara, 5 Mei 2018).”
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti
terhadap informan C dalam kegiatan diskusi dengan anak-anak
asuh khususnya, anak asuh perempuan lebih nyaman apabila
bercerita dengan informan C yang merupakan pengasuh
perempuan di Panti Asuhan Annajah. Kegiatan diskusi yang
dilakukan informan C berpengaruh pada diri anak asuh yang
merasa lebih semangat dan optimis dalam meraih prestasi.
Pada faktor lingkungan ini para informan A, informan B,
dan informan C menciptakan suasana serta memberikan motivasi
yang dapat membuat anak asuh memiliki kepercayaan diri yang
tinggi. Suasana yang diciptakan para informan kepada anak asuh
merupakan suasana seperti anak asuh saat berada di rumah. Para
informan memposisikan diri sebagai pengganti orang tua anak
asuh. Hal tersebut membuat anak asuh merasa nyaman saat
menceritakan masalah dan kesulitan yang dihadapi. Dengan
begitu para informan dapat dengan mudah memberikan motivasi,
nasihat serta arahan kepada anak asuh.
Pengasuh juga memberikan dukungan dalam meraih
prestasi yaitu melalui kegiatan-kegiatan diadakan oleh pengasuh
dan diikuti oleh anak asuh di Panti Asuhan. Hal tersebut
diungkapkan oleh Ridho salah satu anak asuh di Panti Asuhan
109
Annajah “Yang membuat saya percaya diri dalam meraih prestasi
itu karena dukungan dari pengasuh dan teman-teman. Saya juga
berlatih untuk bisa lebih percaya diri (Ridho, wawancara, 5 Mei
2018).”
2. Faktor Pendidikan
Faktor pendidikan terbagi menjadi dua yaitu pendidikan
formal dan pendidikan non formal. Pendidikan formal yaitu di
sekolah. Di sekolah anak-anak asuh diajarkan berbagai macam
hal termasuk dalam melatih kepercayaan diri dengan tampil di
depan kelas ataupun mengikuti sebuah perlombaan yang
diadakan di sekolah. Lalu pendidikan non formal, pendidikan non
formal yang memengaruhi kepercayaan diri anak asuh bisa
melalui kegiatan-kegiatan seperti eskstrakurikuler yang diadakan
di sekolah maupun di dalam Panti Asuhan Annajah. Di dalam
panti asuhan terdapat beberapa kegiatan dan program yang
diadakan guna meningkatkan kepercayaan diri anak asuh. Hal ini
sebagaimana yang telah dilakukan oleh informan A, informan B,
dan Informan C pada faktor pendidikan yang memengaruhi
kepercayaan diri anak asuh.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan A, di
dalam Panti Asuhan Annajah terdapat beberapa program dan
kegiatan untuk melatih kepercayaan diri pada anak asuh.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh informan A salah satu
pengasuh laki-laki di Panti Asuhan Annajah:
“Kalau dipanti ini dari zaman saya sebagai anak asuh,
kemudian saya menjadi pengasuh itu diterapkan dan
memberikan motivasi dan evaluasi mereka. Karena
dengan perkembangan zaman sekarang ini kita juga
110
memberikan fasilitas agar mereka tidak ketinggalan
zaman, tapi kita arahkan, kemudian kita juga panggil
relawan ahli dibidangnya seperti internet sehat, sekarang
kan zamannya internet terkadang digunakan untuk hal
yang tidak baik, kemarin juga kita sudah mengadakan
workshop internet sehat, atau penggunaan teknologi yang
baik (Fachrul Rozi, wawancara, 4 Mei 2018).”
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti
menemukan fasilitas-fasilitas yang digunakan anak asuh dalam
mendukung kegiatan belajar mengajar. Dalam Panti Asuhan
Annajah anak asuh juga diberikan kegiatan yang diadakan panti
asuhan. Kegiatan tersebut dilakukan untuk menambah wawasan
anak asuh serta melatih bakat yang ada pada diri anak asuh.
Kegiatan-kegiatan yang diadakan di Panti Asuhan Annajah
melibatkan para pengasuh.
Begitu juga dengan informan B yang merupakan salah
satu pengasuh perempuan di Panti Asuhan Annajah. Berdasarkan
hasil wawancara dengan informan B, di dalam Panti Asuhan
Annajah terdapat beberapa program dan kegiatan untuk melatih
kepercayaan diri pada anak asuh. Pada setiap kegiatan yang
dilakukan, anak asuh dilatih untuk memimpin acara dan maju
untuk tampil di depan umum. Informan B melakukan hal tersebut
agar anak asuh memiliki kepercayaan diri untuk tampil di depan
umum. Sebagaimana yang diungkapkan oleh informan B salah
satu pengasuh perempuan di Panti Asuhan Annajah:
“Disini ada kegiatan muhadoroh, setiap anak tampil,
setiap anak mengekspresikan dirinya sendiri. Dari
organisasi IKP juga kan kita melatih anak, ayo maju
kedepan. Pimpin, pasti selalu begitu. Jadi, istilahnya
jangan kita pengasuh terus yang maju, tapi biar anak asuh
111
yang mencoba, memimpin, membimbing. Kaya kegiatan
muhadasah, gak selamanya saya yang kasih mufradat, gak
saya aja yang kasih vocab, tapi coba salah satu dari kalian
maju. Atau yang biasanya suka nunduk-nuduk malu, nah
itu yang biasanya saya suruh maju. Jangan sampe dia jadi
anak yang takut, seperti itu. Ada juga kegiatan doa
bersama, nanti mereka ganti-gantian yang memimpin
(Marinna, wawancara, 5 Mei 2018).”
Informan selanjutnya adalah informan C yang merupakan
salah satu pengasuh perempuan di Panti Asuhan Annajah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan C, di dalam Panti
Asuhan Annajah terdapat beberapa program dan kegiatan untuk
melatih kepercayaan diri pada anak asuh. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh informan C salah satu pengasuh perempuan di
Panti Asuhan Annajah “Muhadoroh, ada berbagai kegiatan
seperti pidato, mc, pembacaan qur‟an. Kita melatihnya tidak
sembarangan, bagaimana caranya keluar dari panti dan berkiprah
di masyarakat ini mereka bisa gitu (Hibatin, wawancara, 5 Mei
2018).”
Berdasarkan hasil observasi dalam faktor pendidikan yang
memengaruhi kepercayaan diri anak asuh, peneliti mendapatkan
hasil observasi dari kegiatan rutin yang dilakukan informan A,
informan B dan informan C yaitu kegiatan muhadoroh. Dalam
kegiatan muhadoroh tersebut anak asuh menampilkan bakat
mereka dalam berpidato. Anak asuh yang tampil dalam kegiatan
muhadoroh mempunyai jadwal secara bergantian setiap minggu.
Materi yang disampaikan anak asuh tersebut juga berbeda-beda
setiap anak asuh. Selain pidato, anak asuh juga menjadi pembawa
acara dan membaca Al-Qur‟an dalam acara tersebut. Dalam
112
kegiatan tersebut informan A, informan B, dan informan C
mempunyai peran aktif dalam membimbing disetiap kegiatan.
Informan A, informan B, dan informan C juga yang akan melatih
serta memberikan materi pada beberapa kegiatan yang dilakukan
anak asuh di Panti Asuhan Annajah.
Pada faktor pendidikan yang memengaruhi kepercayaan
diri anak asuh, selain dari motivasi yang diberikan kepada anak
asuh, informan A, informan B, dan informan C juga melatih
kepercayaan diri anak asuh melalui berbagai kegiatan yang
dilaksanakan di panti. Anak-anak asuh di Panti Asuhan Annajah
memiliki berbagai faktor yang memengaruhi kepercayaan diri
mereka dalam meraih prestasi baik di dalam panti maupun di
sekolah. Faktor-faktor tersebut berasal dari faktor pendidikan dan
faktor lingkungan. Dukungan moril dan materil yang diberikan
Panti Asuhan Annajah kepada anak-anak asuh diharapkan
mampu membuat anak asuh berkiprah ditengah-tengah
masyarakat.
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai faktor yang
memengaruhi kepercayaan diri anak asuh menurut pendapat
pengasuh peneliti menyajikan tabel 4.3 sebagai berikut:
113
Tabel 4.3
Faktor yang Memengaruhi Kepercayaan Diri Anak Asuh
No. Faktor yang memengaruhi
kepercayaan diri anak asuh
Menurut Pendapat
Pengasuh
1. Faktor Lingkungan - Informan A
- Informan B
- Informan C
2. Faktor Pendidikan - Informan A
- Informan B
- Informan C
114
BAB V
PEMBAHASAN
A. Pola Komunikasi antara Pengasuh terhadap Anak
Asuh dalam Meningkatkan Kepercayaan Diri Anak
Asuh di Panti Asuhan Annajah
Pola komunikasi merupakan salah satu aspek penting
dalam suatu hubungan, terutama hubungan yang dilakukan untuk
meningkatkan kepercayaan diri dalam meraih prestasi. Pola
komunikasi yang terjadi pada pengasuh dan anak asuh panti
asuhan menjadi penting karena anak-anak yang ditinggal di panti
asuhan annajah mempunyai hak yang sama seperti anak yang
tinggal dilingkungan keluarga dalam rumah. Setiap anak
memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan, hak pendidikan,
hak kesehatan serta hak-hak lainnya dan tidak terkecuali anak
asuh di panti asuhan.
Pola komunikasi merupakan salah satu unsur yang
menentukan berhasil atau tidaknya hubungan pengasuh dan anak
asuh dalam meningkatkan kepercayaan diri anak asuh dalam
meraih prestasi. Para pengasuh di panti asuhan harus mempunyai
syarat- syarat sebagai komunikator, yaitu memiliki kredibilitas
yang tinggi bagi komunikasinya, memiliki keterampilan
berkomunikasi, mempunyai pengetahuan yang luas, memiliki
sikap yang baik terhadap komunikan dan memiliki daya tarik
dalam artian komunikator memiliki kemampuan untuk
melakukan perubahan sikap atau penambahan pengetahuan bagi
115
atau pada diri komunikan. Jika pengasuh (komunikator) telah
memahami syarat-syarat tersebut, maka pola komunikasi yang
dilakukan akan dapat diterima dengan baik oleh komunikannya
(anak asuh).
Panti Asuhan Annajah merupakan yayasan panti asuhan
yang dapat mengarahkan dan membina anak-anak asuh melalui
pola komunikasi yang baik serta program kegiatan guna
meningkatkan kepercayaan diri pada anak asuh dalam meraih
prestasi baik di dalam panti maupun di sekolah. Dari hasil
penelitian yang dilakukan, pola komunikasi yang dilakukan
antara pengasuh terhadap anak asuh dalam meningkatkan
kepercayaan diri pada anak asuh di Panti Asuhan Annajah ini
menggunakan pola komunikasi roda, pola komunikasi bintang
dan menggunakan bentuk komunikasi antarpribadi dan
komunikasi kelompok.
1. Pola roda
Pola roda adalah pola yang mengarahkan seluruh
informasi kepada individu yang menduduki posisi sentral. Orang
dalam posisi sentral menerima kontak, informasi dan
memecahkan masalah dengan sasaran/ persetujuan anggota
lainnya. Struktur roda memiliki pemimpin yang jelas, yaitu yang
posisinya di pusat. Orang ini merupakan satu-satunya yang dapat
mengirim dan menerima pesan dari semua anggota. Oleh karena
itu, jika seseorang anggota ingin berkomunikasi dengan anggota
lain, maka pesannya harus disampaikan melalui pemimpinnya
(Devito 2011, 383).
116
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Panti
Asuhan Annajah dalam meningkatkan kepercayaan diri pada
anak asuh menggunakan pola roda. Orang yang menduduki posisi
sentral pada pola komunikasi antara pengasuh dan anak asuh
yang dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan diri anak asuh
ini yaitu pengasuh panti asuhan. Pengasuh panti dikatakan
sebagai komunikator dan anak asuh dikatakan sebagai
komunikan. Pada pola roda ini pengasuh (komunikator)
memberikan stimulus serta arahan kepada anak asuh (komunikan)
tanpa adanya reaksi timbal balik dari anak asuh (komunikan).
Pada pola ini komunikasi didominasi oleh pengasuh panti asuhan
sebagai komunikator.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti di
Panti Asuhan Annajah, pola komunikasi roda yang terjadi antara
pengasuh terhadap anak asuh dalam meningkatkan kepercayaan
diri anak asuh terjadi pada saat kegiatan istimah atau memberikan
mau‟idzah hasanah. Pada pola komunikasi ini pengasuh sentral
yang memberikan materi kepada anak asuh. Kegiatan ini
merupakan kegiatan rutin di Panti Asuhan Annajah yang
didalamnya berisi kegiatan para pengasuh memberikan support,
nasihat, serta motivasi kepada anak-anak asuh di panti asuhan.
Selain kegiatan istimah, komunikasi yang dilakukan pengasuh
dan anak asuh ini terjadi pada saat kegiatan evaluasi. Kegiatan
evaluasi anak asuh ini dilakukan seminggu dua kali yaitu setiap
jumat malam atau malam jumat, dan malam minggu. Komunikasi
yang terjadi antara pengasuh terhadap anak asuh cenderung
bersifat satu arah tanpa adanya reaksi timbal balik di mana
117
pengasuh hanya memberi materi dan anak asuh hanya
mendengarkan.
Berdasarkan penjelasan di atas peneliti menafsirkan
bahwa pola komunikasi roda yang digunakan dengan metode
ceramah adalah hal yang tepat dilakukan untuk anak-anak asuh di
Panti Asuhan Annajah dalam memberikan dorongan dan motivasi
dalam meningkatkan kepercayaan diri dalam meraih prestasi.
Para pengasuh memberikan pesan berupa informasi, motivasi,
nasihat di depan seluruh anak asuh, anak asuh mendengarkan dan
memahami apa yang disampaikan para pengasuh panti asuhan.
Jika digambarkan proses komunikasi yang terjadi adalah sebagai
berikut:
Gambar 5. 1
Pola Roda pada Panti Asuhan Annajah
Pengasuh
Anak asuh 1
Anak asuh 2 Anak asuh 3
Anak asuh 4
118
2. Pola Bintang
Pola bintang hampir sama dengan pola lingkaran dalam
arti semua anggota adalah sama dan semuanya juga memiliki
kekuatan. Struktur semua saluran atau pola bintang hampir sama
dengan struktur lingkaran dalam arti semua anggota adalah sama
dan semuanya juga memiliki kekuatan yang sama untuk
mempengaruhi anggota lainnya. Akan tetapi, dalam struktur
semua saluran, setiap anggota bisa berkomunikasi dengan setiap
anggota lainnya. Pola ini memungkinkan adanya partisipasi
anggota secara optimum (Devito 2011, 383).
Selain pola komunikasi roda, pola komunikasi bintang
juga diterapkan pengasuh saat memberikan motivasi guna
meningkatkan kepercayaan diri anak asuh. Pola bintang yang
terjadi di Panti Asuhan Annajah ini antara pengasuh dan anak
asuh dapat saling berinteraksi satu sama lain. Ketika pengasuh
menyampaikan sebuah nasihat dan motivasi tentang kepercayaan
kepada anak asuh dan anak asuh mendengarkan secara seksama
apa yang disampaikan oleh pengasuh. Pada pola komunikasi
bintang terdapat interaksi pengasuh terhadap anak asuh. Hal
tersebut terlihat dalam memberikan pesan pada anak asuh, anak
asuh tidak sungkan untuk bertanya kepada pengasuh panti. Dalam
berinteraksi dengan anak asuh para pengasuh menerapkan
kebebasan untuk anak asuh berbicara dan mengeluarkan
pendapat. Hal tersebut diterapkan sehari-hari antara pengasuh
terhadap anak asuh dan dilakukan semaksimal mungkin agar anak
asuh merasa terbiasa untuk berinteraksi.
119
Pada pola bintang semua anggota mempunyai kekuatan
yang sama untuk saling memengaruhi satu sama lain. Pola
bintang di Panti Asuhan Annajah ini dilihat dari komunikasi yang
dilakukan pengasuh terhadap anak asuh serta anak asuh dengan
anak asuh lainnya. Pola komunikasi bintang terjadi dua arah dan
semua pihak terlibat. Komunikasi dua arah yaitu “komunikasi
yang bersifat informatif dan persuasif serta memerlukan hasil
(feedback)”. Pola bintang ini terjadi pada saat kegiatan sharing
yang dilakukan antara pengasuh dan anak asuh. Dimana awalnya
anak asuh menceritakan masalah dan kesulitan-kesulitan yang
sedang dialami kepada pengasuh. Lalu pengasuh memberikan
arahan serta nasihat dan motivasi terkait sikap apa yang harus
anak asuh lakukan. Ketika pengasuh memberikan nasihat lalu
dijalani oleh anak asuh artinya ada proses saling memengaruhi
antara pengasuh dan anak asuh.
Pada pola komunikasi bintang ini di ketahui bahwa anak
asuh memberikan feedback yang baik kepada para pengasuh.
Feedback yang diberikan anak asuh dalam hal merespon apa
yang disampaikan pengasuh serta mengaplikasikan dan mengikuti
arahan, motivasi dan nasihat yang di berikan oleh para pengasuh.
Pola komunikasi bintang ini sudah bisa dikatakan efektif karena
semua orang terlibat di dalamnya. Pada pola komunikasi ini,
komunikasi dilakukan dua arah baik antara komunikator
(pengasuh) dengan komunikan (anak asuh), maupun komunikator
(anak asuh) dengan komunikan (pengasuh) dan terdapat
kesamaan makna sehingga proses komunikasi yang berlangsung
berjalan dengan baik dan diterima kedua belah pihak. Jika
120
digambarkan proses komunikasi yang terjadi adalah sebagai
berikut:
Gambar 5. 2
Pola Bintang pada Panti Asuhan Annajah
Ada pula komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh
para pengasuh terhadap anak-anak asuh. Menurut Devito (1989,
4) komunikasi antar pribadi adalah proses pengiriman dan
penerimaan pesan antara dua individu atau antar individu dalam
kelompok dengan beberapa efek dan umpan balik seketika.
Komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam hal mengubah
sikap, pendapat, atau perilaku seseorang, karena sifatnya dialogis
berupa percakapan. Komunikasi antarpribadi merupakan
komunikasi yang terjadi antara dua orang atau lebih dan
menghasilkan timbal balik berupa perubahan sikap, dan perilaku.
Komunikasi antarpribadi lebih sering digunakan pengasuh Panti
Asuhan Annajah pada saat diluar kegiatan panti. Komunikasi
antarpribadi yang dilakukan pengasuh terhadap anak asuh di
Panti Asuhan Annajah juga dilakukan saat anak asuh sedang
Pengasuh
Anak asuh 2 Anak asuh 1
Anak asuh 4 Anak asuh 3
121
memiliki masalah atau kesulitan. Pada komunikasi antarpribadi
ini anak asuh mengutarakan permasalahan dan keluhan tentang
masalah yang sedang dihadapi, kemudian pengasuh akan
mencarikan solusi atas permasalahan tersebut.
Pengasuh panti akan memberikan arahan kepada anak
asuh dalam menyelesaikan masalahnya. Pengasuh dalam
komunikasi yang dilakukannya ini juga terlebih dahulu
mengkategorikan anak asuh sesuai dengan usianya. Dengan
begitu pengasuh dapat memposisikan diri sebagaimana mestinya.
Hal tersebut dilakukan pengasuh agar komunikasi yang dilakukan
pengasuh terhadap anak asuh berjalan efektif. Misalnya pada saat
waktu senggang anak asuh dapat berkomunikasi langsung dengan
pengasuh membicarakan masalah pribadi ataupun masalah
pelajaran.
Dalam komunikasi antarpribadi pengasuh berperan
penting sebagai seorang pembina untuk memberikan arahan dan
bantuan kepada anak asuh, serta dalam memberikan nasihat dan
peringatan.Komunikasi antarpribadi yang dilakukan pengasuh
dan anak asuh juga terjadi pada saat pengasuh menanyakan satu
persatu anak asuh tentang kendala apa yang saat ini sedang
mereka rasakan. Pengasuh juga menegur apabila ada anak asuh
yang ketika anak-anak asuh sedang makan melakukan sesuatu
yaitu bercanda. Disini pengasuh panti lebih memberikan arahan
serta mengayomi anak-anak asuh.
Komunikasi jenis ini di anggap paling efektif dalam hal
upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang, karena
sifatnya yang dialogis, berupa percakapan. Menurut salah satu
122
anak asuh yang bernama Fauzan, komunikasi yang dilakukan
pengasuh terhadap dirinya sangat berpengaruh pada kepercayaan
diri Fauzan. Fauzan merasa lebih berani jika tampil di depan
umum. Fauzan juga berkata bahwa ia lebih semangat dalam
belajar setelah pengasuh memberikan ia motivasi serta nasihat
kepada dirinya. Artinya komunikasi antarpribadi yang dilakukan
pengasuh panti (komunikator) kepada anak asuh (komunikan)
berjalan efektif dan dapat merubah sikap dan perilaku Fauzan
sebagai komunikan.
Pada komunikasi antarpribadi setiap orang yang
berkomunikasi akan membuat prediksi efek seperti bagaimana
pihak yang menerima pesan memberikan reaksinya. Penting
halnya sebagai pengasuh harus mengetahui terlebih dahulu
kondisi dan keadaaan anak asuh. Hal tersebut dilakukan agar
komunikasi yang dilakukan pengasuh terhadap anak asuh
berhasil.
Adapun lainnya komunikasi yang dilakukan antara
pengasuh dengan anak asuh di Panti Asuhan Annajah yaitu juga
menggunakan komunikasi kelompok. Komunikasi kelompok
adalah komunikasi antara seseorang (komunikator) dengan
sejumlah orang (komunikasi) yang berkumpul bersama-sama
dalam bentuk kelompok (Effendy 1996, 5). Komunikasi
kelompok merupakan komunikasi yang dilakukan didalam
sebuah kelompok dan mempunyai tujuan. Komunikasi kelompok
juga merupakan komunikasi yang dilakukan dari tiga orang atau
lebih melalui tatap muka dan mempunyai tujuan yang
dikehendaki. Komunikasi kelompok yang dilakukan pengasuh
123
dan anak asuh terjadi pada saat kegiatan istimah, memberikan
mau‟idzah hasanah atau motivasi support belajar kepada anak
asuh. Kegiatan istimah ini adalah pengasuh memberikan motivasi
belajar serta nasihat kepada anak-anak asuh agar anak-anak asuh
tersebut memiliki kepercayaan diri untuk meraih prestasi. Metode
yang dilakukan pengasuh dalam berkomunikasi dengan anak asuh
juga menggunakan pelajaran-pelajaran yang sama seperti di
sekolah, serta memberikan kajian agama islam.
Komunikasi kelompok yang dilakukan pengasuh kepada
anak-anak asuh dalam meningkatkan kepercayaan diri sudah
terbilang berhasil dengan perubahan yang terjadi pada diri anak
asuh. Anak asuh yang tadinya masih malu untuk tampil di depan
umum sekarang sudah terbiasa dan berani tampil di depan banyak
orang. Begitu pula dalam memimpin doa, anak asuh sudah bisa
berganti-gantian dengan anak asuh lainnya dalam memimpin doa.
B. Hubungan antara Pengasuh terhadap Anak Asuh
Panti Asuhan Annajah
Hubungan antara pengasuh terhadap anak asuh di Panti
Asuhan Annajah ini di analisis menggunakan teori penetrasi
sosial. Teori penetrasi sosial merupakan teori yang dalam
prosesnya berusaha mengidentifikasi peningkatan kedekatan dan
keintiman seseorang dalam menjalin hubungan dengan orang
lain. Menurut peneliti hubungan antara pengasuh terhadap anak
asuh ini bisa dianalisa menggunakan teori penetrasi sosial
Dalam Panti Asuhan Annajah, anak-anak asuh
mempunyai persyaratan yaitu salah satunya adalah anak asuh
124
harus berumur antara 8 sampai 12 tahun. Anak-anak asuh juga
harus memiliki informasi tentang asal usul keluarga yang jelas.
Pada usia tersebut tentunya anak-anak asuh sudah mengerti
bahwa yang sebelumnya mereka tinggal bersama orang tua dan
keluarga dirumah, lalu harus menjalani kehidupan dan tinggal di
Panti Asuhan Annajah serta pengasuh sebagai orang tua
pengganti.
Anak-anak asuh mengalami pengembangan hubungan
dengan pengasuh di Panti Asuhan Annajah agar terjadi kedekatan
dan keintiman antara pengasuh dan anak asuh. Berdasarkan hal
tersebut peneliti melakukan penelitian mengenai pengembangan
hubungan yang terjadi pada pengasuh terhadap anak asuh dari
mulai anak asuh masuk kedalam panti hingga sekarang. Pada
pengembangan hubungan pada pengasuh terhadap anak asuh
tersebut peneliti menggunakan tahapan-tahapan yang ada dalam
teori penetrasi sosial yaitu:
2. Tahap Orientasi
Tahap paling awal dari interaksi, disebut sebagai tahap
orientasi (orientation stage), yang terjadi pada tingkat publik;
hanya sedikit mengenai diri kita yang terbuka untuk orang lain.
Komunikasi yang terjadi bersifat tidak pribadi (impersonal). Para
individu yang terlibat hanya menyampaikan informasi bersifat
sangat umum saja (West & Turner 2008, 205). Tahap orientasi ini
merupakan tahap awal atau tahap perkenalan, dimana anak-anak
asuh baru mulai beradaptasi dengan pengasuh di Panti Asuhan
Annajah. Pada tahap orientasi ini waktu yang dibutuhkan antara
pengasuh untuk dekat dengan anak asuh tidak memerlukan waktu
125
yang begitu lama karena cara yang digunakan pengasuh untuk
dekat dengan anak asuh yaitu dengan menggunakan sistem
kekeluargaan. Walaupun begitu pengasuh mempunyai cara
tersendiri untuk dekat dengan anak-anak asuh yang mempunyai
sifat dan karakter yang berbeda-beda.
Di Panti Asuhan Annajah anak asuh yang mempunyai
sifat lebih pemberani akan lebih cepat beradaptasi dengan
pengasuh dibanding anak yang mempunyai sifat pendiam.
Adapun selain sifat dan karakter, menurut pengasuh anak asuh
yang berasal dari luar daerah mempunyai kesulitan tersendiri
dalam berinteraksi dan berhubungan dengan pengasuh panti. Hal
tersebut dikarenakan anak asuh yang berasal dari luar daerah
tersebut sudah terbiasa menggunakan bahasa daerah mereka
masing-masing dan ketika mereka masuk kedalam panti mereka
harus menggunakan bahasa Indonesia. Anak asuh yang berasal
dari luar daerah tersebut biasanya masih merasa malu untuk
melontarkan pendapatnya sehingga hal tersebut dapat
menghambat komunikasi antara pengasuh dan anak asuh.
Dalam tahap orientasi ini memahami sifat dan karakter
masing-masing anak asuh juga merupakan bagian dari proses
tahap orientasi yaitu perkenalan dan pendekatan. Pengasuh panti
juga harus mengetahui cara apa yang digunakan untuk bisa dekat
dan berkomunikasi dengan anak-anak asuh yang mempunyai
karakter berbeda dari sifat maupun dari segi usia. Pengasuh panti
menggunakan cara yang berbeda ketika berkomunikasi dengan
anak asuh yang lebih besar dan anak asuh yang mempunyai usia
lebih muda. Cara yang digunakan pengasuh untuk bisa dekat
126
dengan anak asuh yang lebih besar yaitu dengan memposisikan
pengasuh sebagai teman anak asuh. Cara tersebut dilakukan agar
anak asuh mau berbagi cerita tentang apa saja kepada pengasuh.
Pengasuh melakukan hal tersebut agar anak asuh merasa dekat
sehingga meningkatnya hubungan antara pengasuh dan anak
asuh. Untuk anak asuh yang usianya lebih muda pengasuh
biasanya melakukan pendekatan dengan cara mengajak dan
merangkul dan memposisikan diri sebagai kakak atau orang tua
bagi anak asuh.
Pada tahap orientasi hal yang terjadi masih bersifat umum
seperti perkenalan. Hal tersebut meliputi tentang mengetahui
nama, daerah asal, dan lain sebagainya. Namun pendekatan
seperti mengetahui sifat, karakter, serta cara bagaimana
berkomunikasi dengan anak asuh yang usianya lebih tua dan yang
usianya lebih muda juga diperlukan pengasuh agar meningkatnya
hubungan antara pengasuh dan anak asuh di Panti Asuhan
Annajah. Hal tersebut terbukti dari yang awalnya anak asuh
masih merasa malu-malu kemudian menjadi tidak canggung lagi
apabila berkomunikasi dengan pengasuh.
3. Tahap Pertukaran Eksploratif
Tahap pertukaran eksploratif (exploratory affective
exchange stage) merupakan perluasan area publik dari diri dan
terjadi ketika aspek-aspek dari kepribadian seseorang individu
mulai muncul. Apa yang tadinya pribadi mulai menjadi publik.
Jika pada tahap orientasi, orang bersikap hati-hati dalam
menyampaikan informasi mengenai diri mereka maka pada tahap
ini orang melakukan ekspansi atau perluasan terhadap wilayah
127
publik diri mereka. Tahap ini terjadi ketika orang mulai
memunculkan kepribadian mereka kepada orang lain. Apa yang
sebelumnya merupakan wilayah pribadi, sekarang menjadi
wilayah publik (West & Turner 2008, 205).
Pada tahap pertukaran eskploratif ini adanya peningkatan
yang lebih dalam dari tahap sebelumnya. Pada tahap ini hal-hal
yang menjadi pribadi sudah mulai terbuka. Hubungan pada tahap
ini biasanya lebih santai dan menuju ke sifat akrab. Di tahap ini
suatu hal yang tadinya privat menjadi publik. Anak-anak asuh
pada tahap ini sudah mulai berani bercerita kepada pengasuh
tentang hal-hal yang mereka rasakan. Pada tahap pertukaran
ekspolartif ini adanya keterbukaan yang ditunjukan anak asuh
kepada pengasuh. Hal yang disampaikan anak asuh kepada
pengasuh biasanya berbeda-beda tergantung dari situasi yang
tengah mereka rasakan.
Seperti halnya anak asuh perempuan lebih senang
bercerita kepada pengasuh perempuan dalam hal-hal yang
menjadi masalah perempuan. Untuk anak asuh laki-laki biasanya
bercreita tentang kesulitan-kesulitan yang mereka rasakan selama
berada di panti yang tentunya berbeda dengan lingkungan mereka
saat dirumah. Anak-anak asuh juga tidak canggung lagi untuk
menceritakan masalah atau kehidupan keluarga dan orang tua
mereka dirumah. Pada saat anak asuh menceritakan keluh kesah
yang mereka rasakan, tentunya pengasuh menjadi pendengar
yang baik dan memberikan solusi atas masalah anak asuh
tersebut.
128
Hal ini bisa dikatakan sebagai tahap pertukaran eskploratif
karena anak asuh sudah mulai menunjukan sifat terbuka dengan
menceritakan kehidupan keluarga mereka kepada pengasuh.
Selain itu anak asuh juga sudah mulai mau menceritakan masalah
serta kesulitan-kesulitan apa yang mereka rasakan baik di dalam
panti maupun disekolah. Hal yang mendasari anak asuh
menunjukan sifat terbukanya tersebut dilakukan karena
menganggap pengasuh sebagai orang tua pengganti mereka
selama di Panti Asuhan Annajah.
4. Tahap Pertukaran Afektif
Tahap pertukaran afektif (affective exchange stage)
termasuk interaksi yang lebih “tanpa beban dan santai” di mana
komunikasi sering kali berjalan spontan dan individu membuat
keputusan yang cepat, sering kali dengan sedikit memberikan
perhatian untuk hubungan secara keseluruhan. Tahap ini ditandai
munculnya hubungan persahabatan yang dekat atau hubungan
antara individu yang lebih intim. Pada tahap ini juga muncul
perasaan kritis dan evaluatif pada level yang lebih dalam (West &
Turner 2008, 205).
Pada tahap pertukaran afektif yang terjadi antara
pengasuh dan anak asuh di Panti Asuhan Annajah ini yaitu
pengasuh sudah mulai mengetahui jika anak asuh tersebut sedang
mempunyai masalah. Pengasuh juga mempelajari bagaimana
sikap dan tingkah laku anak asuh. Ketika anak asuh sedang
memiliki masalah biasanya langsung terlihat dari cara mereka
bertingkah laku sehari-hari. Setelah pengasuh mengetahui bahwa
129
anak asuh tersebut sedang memiliki masalah, pengasuh langsung
menanyakan kepada anak asuh tersebut.
Hal yang biasa anak asuh ceritakan kepada pengasuh
biasanya lebih kepada kegiatan anak asuh sehari-hari bahkan
untuk anak asuh yang usianya lebih tua sudah mulai berkonsultasi
bagaimana mereka setelah lulus nanti. Pada tahap ini misalahnya
salah satu anak asuh yang bernama Fauzan sudah mulai merasa
nyaman apabila bercerita kepada pengasuh. Biasanya cerita
tersebut meliputi masalah tentang kesulitan dari hal kegiatan
belajar. Anak asuh pada tahap ini sudah mulai menganggap
bahwa pengasuh sebagai orang tua pengganti mereka karena
sistem dijalankan di Panti Asuhan Annajah ini yaitu dengan
sistem kekeluargaan.
Pada tahap ini pengasuh juga memberikan solusi terbaik
serta nasihat-nasihat kepada anak asuh dalam menyelesaikan
masalah yang sedang mereka alami. Misalnya salah satu anak
asuh ingin melanjutkan sekolah di luar negeri, tentunya pengasuh
mencarikan solusi dengan memberitahukan kepada anak asuh
syarat-syarat apa saja yang harus dilakukan anak asuh. Pada tahap
pertukaran afektif ini kedua belah pihak yaitu pengasuh dan anak
asuh sudah mulai memberikan perhatian pada hubungan ini
secara keseluruhan. Hal ini terlihat dari anak asuh yang sudah
mulai terbiasa bersikap terbuka terhadap pengasuh tentang
masalah-masalah yang sedang dialami anak asuh dan begitu pula
pengasuh yang memberikan solusi atas masalah atau kesulitan
yang sedang dihadapi anak asuh.
130
5. Tahap Pertukaran Stabil
Tahap pertukaran stabil (stable exchange stage)
berhubungan dengan pengungkapan pemikiran, perasaan dan
perilaku secara terbuka yang mengakibatkan munculnya
spontani-tas & keunikan hubungan yang tinggi. Dalam tahap ini,
kedua belah pihak berada dalam tingkat keintiman tinggi dan
sinkron, maksudnya adalah perilaku-perilaku diantara keduanya
kadang kala terjadi kembali, dan kedua belah pihak mampu untuk
saling menilai dan menduga perilaku yang terjadi dengan cukup
akurat (West & Turner 2008, 205).
Pada tahap pertukaran stabil ini masing-masing individu
sudah mulai memperkirakan masing-masing tindakan mereka dan
memberikan tanggapan dengan sangat baik. Pada tahap ini antara
pengasuh dan anak asuh sudah mampu menilai dan menduga
perilaku anak asuh dengan sangat akurat. Hubungan antara
pengasuh dan anak asuh pada tahap pertukaran stabil bisa dilihat
dari bagaimana pengasuh mengetahui apa yang anak asuh rasakan
tanpa anak asuh bercerita terlebih dahulu.
Pengasuh sudah mulai mengetahui hal apa yang sedang
terjadi dengan anak asuh hanya dari raut wajahnya saja. Pengasuh
biasanya langsung mengambil tindakan dengan bertanya kepada
anak asuh dan memberikan nasihat serta penengah atas masalah
yang sedang dialami anak asuh. Pengasuh panti beranggapan
bahwa yang terpenting baginya ialah pengasuh bisa memberikan
pemahaman yang baik kepada anak-anak asuh.
Dikatakan sebagai tahap pertukaran stabil karena
pengasuh sudah mampu menilai dan menduga perilaku anak-anak
131
asuh dengan cukup akurat. Disini pengasuh sudah bisa menilai
apa yang sedang anak asuh rasakan hanya dari raut wajahnya
saja. Pengasuh panti mampu memposisikan diri mereka sesuai
dengan keadaan yang sedang terjadi. Pengasuh panti asuhan
mampu menjadi teman, kakak maupun orang tua untuk anak-anak
asuh. Dalam praktiknya pengasuh selalu berusaha memberikan
hak serta kewajiban anak asuh. Pengasuh panti berusaha menjadi
orang tua pengganti yang terbaik bagi anak-anak asuh dan selalu
bertanggung jawab atas anak-anak asuh di Panti Asuhan Annajah.
Pada tahap pertukaran stabil ini pengasuh panti juga
berupaya agar anak-anak asuh terhindar dari hal-hal negatif.
Pengasuh selalu memberikan pembinaan untuk anak asuh.
Pengasuh juga memberikan saran, nasihat, motivasi dan selalu
melakukan evaluasi terhadap anak-anak asuh. Hal-hal tersebut
dibantu dengan fasilitas-fasilitas yang disediakan dengan
mengadakan wokrshop, pelatihan dan lain sebagainya untuk anak
asuh di Panti Asuhan Annajah.
C. Faktor yang Memengaruhi Anak Asuh dalam
Meningkatkan Kepercayaan Diri dalam Meraih
Prestasi di Sekolah
Kepercayaan diri merupakan salah satu unsur yang
penting dalam kehidupan sehari-hari. Kepercayaan diri
merupakan sikap, perasaan yakin yang ada dalam diri seseorang
bahwa ia mampu dalam mencapai suatu tujuan. Kepercayaan diri
juga dapat dipengaruhi dari berbagai macam faktor. Begitu pula
kepercayaan diri yang ada pada anak-anak asuh sebuah panti
asuhan. Keadaan yang berbeda dari anak-anak lainnya yang
132
berada dalam sebuah lingkungan keluarga utuh membuat anak-
anak asuh panti diminta untuk mempunyai rasa percaya diri yang
tinggi atau bahkan sama dengan anak-anak yang berada di
lingkungan keluarga. Dengan kepercayaan diri ini anak-anak asuh
diharapkan mampu bersaing dan meraih prestasi baik di dalam
panti asuhan maupun di sekolah.
Di Panti Asuhan Annajah anak-anak asuh bersekolah di
Sekolah Dasar Islam Annajah, Madrasah Tsanawiyah Annajah,
dan Madrasah Aliyah Annajah. Walaupun masih dibawah satu
lembaga dengan Panti Asuhan Annajah, di sekolah tersebut tidak
hanya berisi anak-anak dari Panti Asuhan Annajah saja,
melainkan anak-anak lain diluar panti. Dengan begitu anak-anak
diluar panti asuhan yang bersekolah di Yayasan Pendidikan
Annajah memiliki keadaan yang sangat berbeda dari anak-anak
panti asuhan.
Anak-anak diluar panti dengan anak-anak asuh Panti
Asuhan Annajah memiliki perbedaan dari segi lingkungan
keluarga dan ekonomi. Seperti yang diketahui bahwa untuk
bersekolah di Yayasan Pendidikan Annajah memerlukan biaya
yang tidak sedikit artinya hanya anak-anak yang memiliki kondisi
keluarga dengan ekonomi yang baik saja yang bisa bersekolah di
Yayasan Pendidikan Annajah. Hal itu menjadi tantangan
tersendiri bagi anak-anak asuh bagaimana perbedaan yang sangat
bisa dirasakan tidak menghalangi mereka untuk berprestasi.
Anak-anak asuh harus memiliki kepercayaan diri yang
tinggi guna bisa bersaing dalam prestasi dengan anak-anak
lainnya disekolah. Di dalam Panti Asuhan Annajah terdapat
133
beberapa program dan kegiatan untuk melatih kepercayaan diri
anak asuh. Kegiatan tersebut bernama muhadoroh. Dalam
kegiatan muhadoroh anak-anak asuh diminta untuk tampil
mengeskpresikan diri serta menampilkan bakat yang mereka
miliki. Selain muhadoroh ada kegiatan muhadasah dimana anak-
anak dilatih untuk membagi ilmu dari apa-apa yang mereka
dapatkan di panti asuhan. Kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan
agar anak-anak asuh tidak takut untuk tampil ke depan. Kegiatan
tersebut juga dilakukan guna melatih rasa percaya diri pada anak
asuh.
Selain kegiatan ada pula organisasi IKP (Ikatan Keluarga
Panti). Di IKP ini anak-anak asuh dilatih untuk bisa maju dan
tampil kedepan. Anak-anak asuh dilatih untuk memimpin sebuah
doa bersama dan membimbing sebuah kegiatan. Berdasarkan
hasil penelitian yang peneliti lakukan terdapat beberapa faktor
yang memengaruhi anak asuh dalam meningkatkan kepercayaan
diri mereka dalam meraih prestasi di sekolah, di dalam panti
maupun di luar panti. Faktor-faktor tersebut ada faktor
lingkungan ada faktor pendidikan.
1. Faktor lingkungan
Dalam faktor lingkungan rasa percaya diri baru bisa
tumbuh dan berkembang baik sejak kecil, jika seseorang berada
di dalam lingkungan keluarga yang baik, namun sebaliknya jika
lingkungan tidak memadai menjadikan individu tersebut untuk
percaya diri maka individu tersebut akan kehilangan proses
pembelajaran untuk percaya pada dirinya sendiri (Hakim 2002,
121). Lingkungan merupakan salah satu faktor penting dalam
134
memengaruhi kepercayaan diri seseorang. Rasa percaya diri bisa
dilihat dari bagaimana tingkah laku sehari-hari. Jika berada di
lingkungan yang baik, seseorang bisa memiliki rasa percaya diri
yang tinggi dibanding yang berada di lingkungan yang tidak baik.
Meskipun anak-anak tidak berada di lingkungan sebuah keluarga
yang lengkap bersama orang tua kandung, tetapi anak-anak asuh
berada di sebuah lingkungan dimana terdapat pengasuh yang
menjadi orang tua pengganti mereka.
Dalam hal membangun rasa percaya diri anak asuh, Panti
Asuhan Annajah menerapkan berbagai macam cara seperti
melatih anak asuh untuk berani berbicara tentang banyak hal
melalui kegiatan dan program-program yang dijalankan.
Menumbuhkan sikap mandiri dan sikap bertanggung jawab pada
anak asuh dengan jadwal kegiatan sehari-hari yang harus
dilakukan anak-anak asuh. Selain itu Panti Asuhan Annajah juga
diberikan sanksi apabila melanggar peraturan yang telah dibuat.
Peraturan-peraturan yang ada didalam panti merupakan peraturan
yang dibuat oleh anak asuh sendiri dan telah disepakati bersama
anak-anak asuh.
Pada faktor lingkungan yang memengaruhi anak asuh,
pengasuh mempunyai peran dalam meningkatnya kepercayaan
diri anak asuh. Para pengasuh di panti selalu memberikan
motivasi kepada anak-anak asuh agar mempunyai kepercayaan
diri yang tinggi dalam meraih prestasi. Motivasi yang diberikan
pengasuh tidak hanya pada saat kegiatan besar yang diadakan
panti saja melainkan saat melakukan diskusi pada anak asuh yang
diadakan secara mendadak. Para pengasuh juga menjadi tempat
135
para anak asuh untuk bercerita dan berkeluh kesah saat
menghadapi masalah dan kesulitan. Pengasuh panti akan
memberikan solusi atas masalah apa yang dihadapi oleh anak
asuh.
2. Faktor pendidikan
Faktor pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan di
sekolah. Sekolah bisa dikatakan sebagai lingkungan kedua bagi
anak, dimana sekolah merupakan lingkungan yang paling
berperan bagi anak setelah lingkungan keluarga di rumah.
Sekolah memberikan ruang pada anak untuk mengekspresikan
rasa percaya dirinya terhadap teman-teman sebayanya (Hakim
2002, 121). Sekolah yang dikatakan sebagai lingkungan kedua
bagi anak asuh merupakan faktor pendidikan formal yang juga
memengaruhi kepercayaan diri anak asuh. Di sekolah anak-anak
asuh diberikan ruang untuk mengekspresikan rasa percaya diri
yang mereka miliki dengan teman-teman sebaya maupun dengan
kegiatan-kegiatan yang ada di sekolah. Di sekolah ini anak-anak
asuh akan dibangun rasa kepercayaan diri mereka melalui
berbagai macam kegiatan seperti kegiatan untuk melatih
keberanian untuk bertanya saat ada hal yang kurang jelas
disampaikan oleh guru ke anak-anak asuh di sekolah.
Di sekolah anak-anak asuh juga dilatih untuk berdiskusi
dan berdebat, mengerjakan soal di depan kelas serta bersaing
dalam mencapai prestasi belajar. Anak-anak asuh di Panti Asuhan
Annajah juga aktif dalam kegiatan pertandingan olah raga dan
memiliki prestasi dibidang olahraga. Pendidikan yang didapatkan
anak asuh juga didapatkan dari berbagai program kegiatan yang
136
diadakan Panti Asuhan Annajah. Anak-anak asuh diberikan
kebebasan untuk mengembangkan potensi-potensi yang mereka
punya dengan kegiatan-kegiatan yang ada di panti seperti
kegiatan belajar bahasa arab, bahasa inggris, serta pelatihan dan
workshop yang diadakan panti.
Anak-anak asuh juga dibiarkan untuk mengembangkan
hobi yang positif dengan kegiatan ekstrakurikuler yang ada di
panti maupun di sekolah. Di panti sendiri terdapat kegiatan
seperti Tahfidzul Qur‟an (hafalan Al-Qur‟an), Tilawah Al-
Qur‟an, Muhadarah (penampilan bakat dan seni), bimbingan
teknologi komputer, bimbingan conversation english, bela diri
beksi, hadroh dan marawis. Adapun pemberian pendidikan agama
sejak dini yang diterapkan di Panti Asuhan Annajah. Pendidikan
keagamaan yang diterapkan panti sama seperti yang dilaksanakan
pada sebuah pesantren.
Pendidikan yang diberikan di dalam panti dibuktikan
dengan prestasi yang diraih oleh anak-anak asuh yaitu juara II
lomba cerdas cermat, juara I lomba tahfidz dan juara III lomba
tausiyah pada acara pentas kreasi anak sholeh yang
diselenggarakan oleh Al-Azhar. Melalui berbagai program
kegiatan yang diselenggarakan di panti asuhan, anak asuh juga
diajarkan bagaimana cara berpidato dan dibuktikan melalui
prestasi yang didapatkan yaitu juara III lomba tausiyah.
Bukan suatu hal yang mudah bagi anak yang tinggal di
dalam sebuah panti asuhan untuk mempunyai kepercayaan diri
yang tinggi seperti anak lainnya yang hidup dalam suatu keluarga
yang utuh di dalam rumah. Semua anak asuh di panti asuhan
137
memiliki hak yang sama seperti anak-anak lainnya. Faktor
lingkungan dan pendidikan mampu menjadikan anak asuh sama
seperti anak lainnya dalam bidang prestasi.
138
BAB VI
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil temuan dan analisis data maka peneliti
menyimpulkan tentang Pola Komunikasi antara Pengasuh
terhadap Anak Asuh dalam Meningkatkan Kepercayaan Diri
Anak Asuh di Panti Asuhan Annajah sebagai berikut:
1. Pola komunikasi antara pengasuh terhadap anak asuh
dalam meningkatkan kepercayaan diri anak asuh di Panti
Asuhan Annajah antara sebagai berikut:
a. Pola Roda
Pada pola roda ini pengasuh memberikan arahan
melalui kegiatan istimah dan mau‟idzah hasanah
kepada anak asuh tanpa reaksi timbal balik dari anak
asuh. Pada pola roda ini komunikasi yang dilakukan
didominasi oleh pengasuh sebagai komunikator.
Bentuk pola roda ini dilakukan oleh semua informan
dalam penelitian ini.
b. Pola Bintang
Pada pola bintang ini pengasuh terhadap anak asuh
memiliki kekuatan yang sama untuk saling
memengaruhi satu sama lain. Pada saat berkomunikasi
anak asuh memberikan feedback atas apa yang
disampaikan oleh pengasuh. Bentuk pola bintang ini
dilakukan oleh informan A dan informan B dalam
penelitian ini.
139
Bentuk komunikasi antara pengasuh terhadap anak asuh
dalam meningkatkan kepercayaan diri anak asuh di Panti
Asuhan Annajah antara sebagai berikut:
a. Komunikasi Antarpribadi
Pada komunikasi antarpribadi yang dilakukan antara
pengasuh terhadap anak asuh dianggap paling efektif
dalam hal upaya mengubah sikap, pendapat atau
perilaku seseorang yaitu anak asuh. Bentuk
komunikasi antarpribadi ini dilakukan oleh semua
informan dalam penelitian ini.
b. Komunikasi kelompok
Pada komunikasi kelompok antara pengasuh terhadap
anak asuh berkumpul bersama dalam bentuk
kelompok. Dalam komunikasi kelompok yang
dilakukan pengasuh terhadap anak asuh memiliki
tujuan yang sama seperti memberikan motivasi belajar
kepada anak asuh. Bentuk komunikasi kelompok ini
dilakukan oleh semua informan dalam penelitian ini.
2. Hubungan antara Pengasuh terhadap Anak Asuh Panti
Asuhan Annajah adalah sebagai berikut:
a. Tahap Orientasi
Pada tahap orientasi ini merupakan tahap awal atau
tahap perkenalan, dimana anak-anak asuh baru mulai
beradaptasi dengan pengasuh di Panti Asuhan
Annajah. Pada tahap orientasi ini waktu yang
dibutuhkan antara pengasuh untuk dekat dengan anak
asuh tidak memerlukan waktu yang begitu lama
140
karena cara yang digunakan pengasuh untuk dekat
dengan anak asuh yaitu dengan menggunakan sistem
kekeluargaan. Tahap orientasi ini dilakukan oleh
semua informan dalam penelitian ini.
b. Tahap Pertukaran Eksploratif
Pada tahap pertukaran eksploratif ini hubungan antara
pengasuh terhadap anak asuh lebih santai dan menuju
ke sifat akrab. Di tahap ini suatu hal yang tadinya
privat menjadi publik. Tahap pertukaran eksploratif
ini dilakukan oleh semua informan dalam penelitian
ini.
c. Tahap Pertukaran Afektif
Pada tahap pertukaran afektif yang terjadi antara
pengasuh terhadap anak asuh di Panti Asuhan
Annajah yaitu pengasuh sudah mulai mengetahui jika
anak asuh tersebut sedang mempunyai masalah. Tahap
pertukaran afektif ini dilakukan oleh semua informan
dalam penelitian ini.
d. Tahap Pertukaran Stabil
Pada tahap pertukaran stabil meningkatnya hubungan
antara pengasuh terhadap anak asuh bisa dilihat dari
bagaimana pengasuh mengetahui apa yang anak asuh
rasakan tanpa anak asuh bercerita terlebih dahulu.
Tahap pertukaran stabil ini dilakukan oleh semua
informan dalam penelitian ini.
141
3. Faktor yang memengaruhi anak asuh dalam meningkatkan
kepercayaan diri dalam meraih prestasi di sekolah antara
lain sebagai berikut:
a. Faktor Lingkungan
Pada faktor lingkungan ini terjadi pada kegiatan
sehari-hari yang dilakukan antara pengasuh terhadap
anak asuh di Panti Asuhan Annajah saat pengasuh
memberikan motivasi dan dukungan yang dapat
meningkatkan kepercayaan diri anak asuh. Faktor
lingkungan ini dilakukan oleh semua informan dalam
penelitian ini.
b. Faktor Pendidikan
Pada faktor pendidikan ini yaitu melalui berbagai
program kegiatan guna melatih keterampilan bakat
pada anak asuh dan meningkatkan kepercayaan diri
anak asuh yang diadakan di Panti Asuhan Annajah
serta didukung oleh berbagai fasilitas-fasilitas yang
ada. Faktor pendidikan ini dilakukan oleh semua
informan dalam penelitian ini.
B. IMPLIKASI
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dikemukakan
implikasi secara teoritis dan praktis sebagai berikut:
1. Implikasi Teoritis
Peneliti membenarkan pola komunikasi sebagai proses
yang dilakukan pengasuh terhadap anak asuh yang
bertujuan meningkatkan kepercayaan diri pada anak
142
asuh. Adapun teori penetrasi sosial sebagai acuan
melihat perkembangan hubungan pengasuh terhadap
anak asuh di dalam panti asuhan. Penelitian ini dapat
menjadi acuan bagi para pembaca untuk mempelajari
pola komunikasi. Penelitian ini juga dapat menjadi
panduan bagi yayasan panti asuhan dan para pengasuh
untuk menerapkan pola komunikasi yang baik dalam
meningkatkan kepercayaan diri anak asuh di panti
asuhan.
2. Implikasi Praktis
Hasil penelitian ini digunakan sebagai masukan bagi
panti asuhan dan para pengasuh. Menambah
pengetahuan sehubungan dengan pengajaran yang
telah dilakukan serta prestasi anak asuh yang telah
dicapai dengan memperhatikan metode yang tepat
dalam motivasi anak asuh untuk meningkatkan
kepercayaan diri dalam meraih prestasi pada anak
asuh.
C. SARAN
Setelah melakukan penelitian mengenai Pola Komunikasi
Pengasuh terhadap Anak Asuh dalam Meningkatkan
Kepercayaan Diri Anak Asuh di Panti Asuhan Annajah, maka
peneliti memiliki beberapa saran antara lain:
1. Saran Akademis
Penelitian ini kiranya dapat memberikan saran untuk
pengembangan ilmu komunikasi khususnya mengenai
143
pola komunikasi pengasuh terhadap anak asuh di panti
asuhan. Harapan peneliti adalah dengan diketahui pola
komunikasi seperti apa yang dilakukan pengasuh terhadap
anak asuh agar anak asuh memiliki kepercayaan diri,
dapat membantu anak yang berada di dalam lingkungan
panti asuhan mampu bersaing dalam meraih prestasi sama
seperti anak lain yang berada di rumah dalam lingkungan
keluarga. Pada akhirnya, semoga penelitian ini dapat
dijadikan acuan untuk penelitian sejenis dan dapat diteliti
lebih lanjut.
2. Saran Praktis
a. Kepada Yayasan Panti Asuhan Annajah
Agar pola komunikasi pengasuh terhadap anak asuh
dapat berjalan lebih efektif dan intensif Yayasan Panti
Asuhan Annajah diharapkan dapat mengadakan program
kegiatan yang dikhususkan untuk para pengasuh dan anak
asuh guna mempererat hubungan antara pengasuh dan
anak asuh serta menambah program kegiatan yang dapat
melatih kemampuan masing-masing anak asuh.
b. Kepada Pengasuh Panti Asuhan Annajah
Kepada pihak pengasuh di Panti Asuhan Annajah
diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan
dalam memberikan pengajaran yang positif kepada anak
asuh, agar anak asuh dapat menerapkan ajaran-ajaran yang
diberikan pengasuh dan menjadi terbiasa untuk bersikap
positif.
140
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku:
Adywibowo, Inge Pudjiastuti. 2010. Memperkuat Kepercayaan
Diri Anak melalui Percakapan Referensial. Jurnal
Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010.
Jakarta
Agustian, Ari Ginanjar. 2001. Rahasia sukses membangun
Kecerdasan Emosi dan Spritual ESQ. Jakarta: Penerbit
Arga
Alsa, Asmadi. 2006. Hubungan Antara Dukungan Sosial Orang
Tua Dengan Kepercayaan Diri Remaja Penyandang
Cacat Fisik: Jurnal psikologi
Angelis, Barbara De. 2003. Confidence: Sumber Sukses dan
Kemandirian. Jakarta: Gramedia Pustaka
Arifin, Zainal. 2012. Penelitian Pendidikan Metode dan
Paradigma Baru. Bandung: Rosdakarya
Assumpta, Maria. 2002. Dasar-dasar Public Relation Teori dan
Praktis. Jakarta : Grasindo, 2002), cet. Ke-1
Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial. 2005.
Standarisasi Panti Sosial. Jakarta
Bakar, Aziyah Abu. 2016. Komunikasi keluarga dan pengurusan
konflik: Dari Persepektif remaja melayu. Jurnal
International Communication, no.17
Barzan, Bardawi. 1999. Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta;
Rineka Cipta.
Budyatna. Muhammad. 2012. Teori Komunikasi
Antarpribadi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Bungin, Burhan. 2010. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group
141
Cangara, Hafied. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT
Raja Grafindo
Centi, Paul J. 1995. Mengapa Rendah Diri. Yogyakarta: Kanisius
De Vito, Joseph, A. 1989. The Interpersonal Communication
Book, Professional Book. Jakarta.
De Vito, Joseph. 2011. Komunikasi Antarmanusia. Tangerang
Selatan: Karisma Publishing Groupedisi ke-5
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2008. Kamus Besar
Bahasa Indoneisa Edisi Kedua. Jakarta:Balai Pustaka
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar
Bahasa Indoneisa Edisi Kedua. Jakarta:Balai Pustaka
Departemen Sosial RI. 1989. Petunjuk Teknis Pelaksanaan
Penyatuan dan Pengentasan Anak Terlantar Melalui
Panti Asuhan Anak. Jakarta: BinKesos
Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Pola Komunikasi Orang Tua dan
Anak dalam keluarga (Sebuah Perspektif Pendidikan
Islam). Jakarta: Rineka Cipta
Effendy, Onong Uchjana. 1986. Dimensi-dimensi Komunikasi.
Bandung : Alumni cet. Ke-2
Effendy, Onong Uchjana. 1992. Dinamika Komunikasi. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 1992), cet. Ke-2
Effendy, Onong Uchjana. 1992. Spektrum Komunikasi. Bandung:
Mandar Maju
Effendy, Onong Uchjana. 1996. Kepemimpinan dan Komunikasi.
Yogyakarta : PT. Al-Amin Press cet. Ke-1
Effendy, Onong Uchjana. 2000. Dinamika Komunikasi. Bandung
: Remaja Rosda Karya
Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat
Komunikasi. Bandung: PT. Cintra Aditya Bakti
142
Effendy, Onong Uchjana. 2005. Ilmu Komunikasi Teori dan
Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Cet. Ke- 19
Emzir. 2011. Analisis Data: Metodologi Penelitian Kualitatif.
Jakarta: Rajawali Pers
Eriyanto. 2011. Analisis Isi: Pengantar Metodologi untuk
Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-Ilmu Sosial
Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Fisher, B. Aubrey. 1978. Teori-Teori Komunikasi. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Ghufron. 2011. Teori-Teori Psikologi. Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media
Gunawan, Imam. 2013. Metode Penelitian Kualitatif Teori dan
Praktik. Jakarta: Bumi Aksara
Hakim, Thursan. 2002. Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri.
Jakarta: Purwa Swara
Hasbullah. 1997. Praktek Pengasuhan Anak di Panti Sosial Anak:
Kajian Pada Beberapa Panti Sosial Asuhan Anak di
Kasel. Tesis Sarjana, Jakarta: Perpustakaan Nasional RU
Kasiram, Mohammad. 2010. Metodologi Peneliti Kualitatif-
Kuantitatif. Yogyakarta: UIN-Maliki Press
Liliweri, Alo. 1991. Komunikasi Antar Pribadi. Bandung: Citra
Adytia Bakti cet. Ke-1
Lubis, Djuara P. dkk. 2008. Dasar-Dasar komunikasi. Bogor:
Sains KPM IPB Press
Moleong, Lexy J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: Remaja Rosdakarya
Morissan. 2014. Teori Komunikasi Individu Hingga Massa.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Muhammad, Arni. 2009. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi
Aksara Cet. Ke-10
143
Mulyadi. 2011. Metodologi Penelitian Pendidikan. Pekanbaru:
Diktat
Mulyana, Deddy. 2008. Ilmu komunikasi: Suatu Pengantar.
Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya
Nasional, Departemen Pendidikan. 1996. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Ningrum, Nila Ainu. 1993. Hubungan antara strategy dengan
kenakalan pada remaja awal. Fakultas Psikologi
Universitas Airlangga Surabaya: Jurnal psikologi volume
7, no.1: 481 – 489.
Noor, Juliansyah. 2012. Metode Penelitian Skripsi Tesis Disertasi
dan Karya Ilmiah. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group
Nurudin. 2005. Sistem Komunikasi Indonesia. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada cet.2
Partanto, Puis A. 1994. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola
Pawito. 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: PT.
LkiS Pelangi Aksara
Rajabany, Muhammad Fahmi. 2015. Komunikasi interpersonal
pengasuh dengan anak asuh di Panti Asuhan Bayi Sehat
Muhammadiyah: Prosiding Penelitian SPeSIA
Rakhmat, Jalaludin. 2004. Metode Penelitian Komunikasi.
Bandung : Rosdakarya
Roudhonah. 2007. Ilmu Komunikasi. Lembaga Penelitian UIN
Jakarta dengan UIN Jakarta Press. cet ke-1
Saebani, Beni Ahmad. 2008. Metode Peneltian. Bandung:
Pustaka Setia
Saputra, Wahyu Dwi. 2016. Peranan Panti Asuhan Terhadap
Pembentukan Sikap Sosial Anak Di Panti Asuhan
Mahmudah Di Desa Sumberejo Sejahtera Kecamatan
Kemiling Bandar Lampung. Skripsi Fakultas Keguruan
144
Dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung, Bandar
Lampung.
Sarwono, Sarlito Wirawan. 1998. Psikologi remaja. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada
Sendjaja, Sasa Djuarsa. 2005. Teori Komunikasi. Jakarta:
Universitas Indonesia, 2005 Cet. Ke-9
Sokolova, Irina V. 2008. Kepribadian Anak, Sehatkah
Kepribadian Anak Anda?. Yogyakarta: Kata Hati
Stephen W. Littlejohn, Karen A. Foss. 2009. Encyclopedia Of
Communication Theory. California: Sage Publications, Inc
Sugiyono. 2014. Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan
kombinasi (mixed methods. Bandung: Alfabeta
Supraticcknya, Augustinus. 1995. Komunikasi Antarpribadi,
Tinjauan Psikologis. Yogyakarta: kanisius
Susanto, Phil Astrid S. 1998. Komunikasi Dalam Teori dan
Praktek. Bandung: Bina Cipta Muhammad, Arni. 2001.
Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara Cet. Ke-4
West, Richard. 2009. Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan
Aplikasi
Widjaja A.W. 2000. Ilmu Komunikasi Pengantar Studi.
Yogyakarta: Rineka Cipta
Wiryanto. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Gramedia
Widiasavina
145
LAMPIRAN
Transkrip Wawancara Penelitian dengan Pengasuh Panti
di Panti Asuhan Annajah
Peneliti : Salfania Yuanita
Narasumber : Informan A - Fachrul Rozi, S.H.I
Jabatan : Pengasuh Panti Asuhan Annajah
Hari/Tanggal : Jumat 4 mei 2018
Waktu wawancara : 15.30 WIB
Tempat wawancara : Panti Asuhan Annajah
Tipe Wawancara : Wawancara Tatap Muka
Peneliti : Sejak kapan bapak/ibu menjadi pengasuh di Panti
Asuhan Annajah?
Informan A : Saya menjadi pengasuh panti asuhan sejak tahun
2011.
Peneliti : Kapan saja bapak/ibu berkomunikasi dengan anak
asuh ?
Informan A : Saya berkomunikasi dengan anak asuh mungkin
hampir 24 jam, artinya waktu anak-anak sekolah
mungkin tidak, tapi untuk interaksi dengan anak
asuh karena kami stand by 24 jam di panti asuhan
jadi yang paling banyak waktu yang paling banyak
berinteraksi dengan anak-anak yaitu pengasuh, bisa
jadi dalam satu hari, kecuali pada saat mereka
sekolah kita tidak berkomunikasi, karena itu sudah
keperluan dan kepentingan sekolah.
Peneliti : Penyampaian seperti apa yang di sukai anak asuh?
Informan A : Kalau kami untuk anak asuh sifatnya kita namanya
istimah atau memberikan mau’idzah hasanah atau
motivasi support mereka belajar, itu yang paling
Transkrip 01
disukai mereka, Cuma kita punya jadwal juga untuk
evaluasi mereka yaitu setiap jumat malam atau
malam jumat, dan malam minggu. Jadi dalam
seminggu kita 2 kali mengevaluasi mereka.
Peneliti : Bagaimana pola komunikasi yang bapak terapkan
dalam meningkatkan kepercayaan diri anak asuh di
Panti Asuhan Annajah?
Informan A : Kami selalu memberikan support kepada mereka,
ketika mereka ada masalah disekolah atau masalah
di antar anak asuh, namanya manusia kan tidak
luput dari kesalahan, suka setiap hari ada masalah.
Misalnya dalam hal kebersihan atau dalam hal
sikap akhlak, biasanya mereka langsung
mengadukan kekami, kalau ada disekolah pelajaran
yang susah atau apa itu biasanya konsultasi dengan
kami sebagai pengasuh.
Peneliti : Menurut bapak/ibu, apakah pola komunikasi yang
di terapkan dalam meningkatkan kepercayaan diri
terhadap anak-anak sudah berhasil?
Informan A : Untuk hal ini karena kami sudah mengikuti apa
yang dulu pernah diajarkan, artinya metode yang
dari dahulu sudah diberikan, kami sebagai
pengasuh juga sambil mereview kembali artinya
pelajaran-pelajaran yang dulu diterapkan itu tidak
bisa hilang, jadi kami merasa dengan metode
mengajar yang kami berikan kepada anak asuh saat
ini kami rasa sudah berhasil, yang tadinya mereka
tidak terbiasa berbicara didepan umum, sekarang
sudah terbiasa. Kemudian yang tidak biasa
memimpin doa, sekarang sudah berani memimpin
doa, dari segi akhlak yang tadinya mungkin tidak
pernah mengucapkan salam, kalau disini pulang
sekolah, harus mengucapkan salam, dan berangkat
juga harus mengucapkan salam. Itu dalam hal
kecilnya dan masih banyak yang lainnya.
Peneliti : Metode apa yang bapak/ibu terapkan agar anak
asuh mempunyai kepercayaan diri yang tinggi
untuk berprestasi?
Informan A : Kalau kami, metode yang dilakukan, kami disini itu
kan semi-pondok pesantren, dengan metode yang
sama, kami memberikan pelajar-pelajaran kepada
mereka, kemudian, sama seperti sekolah juga, kita
ada kajian islam dan kajian umum.
Peneliti : Apakah anda mengetahui prestasi serta kemampuan
yang dimiliki masing-masing anak asuh?
Informan A : Alhamdulillah untuk putera mereka mendapat juara
da’i cilik, kemudian untuk puteri juga dia ada
hafizah juz 30 alhamdulillah mendapat juara 1 di
Al-azhar, kemudian pildazil mendapat juara 3.
Peneliti : Ada tidak faktor penghambat yang bapak/ibu
hadapi saat berkomunikasi dalam meingkatkan
kepercayaan diri anak-anak asuh ?
Informan A : Untuk faktor penghambatnya, mereka tidak sekolah
di lingkungan panti asuhan walaupun masih satu
lembaga, jadi terkadang mereka ketika kita berikan
motivasi atau berikan support belajar ternyata
dijalan mereka bertemu teman luar, jadi mereka
terbawa dengan teman-teman diluar sehingga
ketika balik ke panti apa yang sudah diberikan oleh
pengasuh mereka lalai kembali.
Penetrasi sosial
Tahap Orientasi:
Peneliti : Butuh waktu berapa lama agar anak-anak bisa
merasa dekat dengan bapak/ibu?
Informan A : Sebenarnya sih gak lama ya, karena dari dulu kami
disini juga sistemnya kekeluargaan paling hanya 1
minggu saja mereka sudah cukup, artinya dalam 1
minggu pun mereka sudah berani berbicara dengan
pengasuh.
Peneliti : Setiap anak mempunyai karakter yang berbeda-
beda, menurut bapak/ibu tipe anak yang bagaimana
yang komunikasinya mudah dan yang bagaimana
yang komunikasinya agak sulit? Di mana letak
kesulitannya?
Informan A : Mungkin untuk anak yang pemberani lebih mudah,
dan pendiam yang agak sulit. Mungkin untuk yang
dari daerah untuk berinteraksi dengan bahasa
indonesia yang baik mungkin mereka takut untuk
melontarkannya, dan jadi belajar juga disini. Kalau
dari daerah kan biasanya menggunakan bahasa
daerah, ketika dijakarta itu paling yang agak susah,
dan agak lama serta menghambat komunikasi
antara pengasuh dan anak asuh.
Peneliti : Apakah ada perbedaan pada cara bapak/ibu
berkomunikasi dengan anak yang besar dan yang
kecil? Kalau ada dimana letak perbedaannya?
Informan A : Ada, kami memang menerapkan kepada anak asuh
untuk memanggil kakak kepada kakak kelasnya,
walaupun memang ketika dilihat umurnya itu sama,
tapi kami membudayakan kesopanannya jadi
memanggil adik kelas, dengan sebutan adik, dan
kakak kelas, dengan sebutan kakak.
Tahap Pertukaran Eksploratif:
Peneliti : Apa pernah anak-anak curhat ke bapak/ibu
tentang pengalaman pribadi mereka? Kalau
pernah biasanya mereka curhat apa saja?
Informan A : Kepada pengasuh mereka lebih curhat seperti
“dulu saya gak belajar seperti ini, ketika saya
masuk panti, alhamdulillah dari yang saya tadinya
tidak tahu, tidak berpengalaman, ataupun yang
dari daerah, artinya mereka mensyukuri tinggal
dipanti, karena panti asuhan di panti annajah ini
memberika fasilitas sangat lebih. Kita sudah
memfasilitasi anak asuh dengan sangat mewah,
dari tempat tidurnya itu sudah bagus, kemudian
didalam kamar ada kamar mandi didalam, kita
juga punya lab komputer, wifi. Untuk segi
keamanaan kita tidak memerlukan keamaanannya
lagi karena sudah dibantu dengan cctv. Tapi tetap
di organisasi anak asuh ada seksi keamanan, jadi
terbantu dengan adanya teknologi.
Peneliti : Ketika sedang ngobrol atau bicara santai,
bapak/ibu lebih sering berbicara face to face atau
ramai-ramai?
Informan A : Kalau kami kepada anak asuh face to face itu
jarang, kecuali face to face itu kalau mereka
mepunyai kesalahan yang agak besar. Jadi mereka
kita panggil untuk bicara face to face. Adapun
kalau kami berikan support motivasi itu ramai-
ramai jadi tidak membeda-bedakan.
Tahap Pertukaran Afektif:
Peneliti : Biasanya kalau mereka sedang ada masalah, apa
mereka langsung cerita ke bapak/ibu atau
bapak/ibu dulu yang harus memulai?
Informan A : Kami sebagai pengasuh disini sudah bisa
mempelajari oh anak ini yang kayanya
bermasalah atau kemudian kita juga ada laporan
dari pihak sekolah kali misalnya anak itu suka
diam, ada apa gitu. Jadi kita mempelajari dari
tingkah laku mereka. Saya rasa sih kami sebagai
pengasuh juga lulusan dari panti asuhan annajah
jadinya kami sudah tahu banget rasanya untuk
karakter anak yang bermasalah. Biasanya kita
panggil duluan gitu.
Peneliti : Apa yang biasa mereka ceritakan ke bapak/ibu?
Yang kecil biasanya cerita apa, yang besar
biasanya cerita apa?
Informan A : Kalau itu sih jarang ya, kecuali kalau lagi
bercanda. Namanya kita kekeluargaan ya jadi
mereka menggap kami pengasuh sebagai orang
tua mereka, artinya cerita-cerita mereka ya
pengalaman mereka waktu dirumahnya. Soalnya
kalau ada apa-apa mereka mengadu ke kami.
Karena kamu orang tua kedua dari mereka.
Peneliti : Pernah gak bapak/ibu marah-marah sama
mereka? Marahnya seperti apa? Dan biasanya
sebabnya apa?
Informan A : Kalau marah. Itu pasti ya. Karena anak asuh
mempunyai peraturan. Ketika anak asuh itu
melanggar peraturan kami mempunyai sanksi,
kemudian ada shock theraphy atau
mohidzohhasanah, mengingatkan kepada
mereka agar tidak mengulangi kesalahan yang
mereka telah setujui. Kemudian kita punya
organisasi namanya IKP (Ikatan Keluarga Panti)
dan itu yang membuat peraturan-peraturannya
adalah mereka. Ketika mereka sendiri melanggar
peraturan yang mereka buat, mungkin disitu
kami agak sedikit marah.
Tahap Pertukaran Stabil:
Peneliti : Apa bapak/ibu bisa mengetahui apa yang sedang
anak-anak rasakan hanya dari raut wajahnya saja
tanpa mereka harus cerita dulu?
Informan A : Kita sih biasanya dari raut wajah sudah
kelihatan. Misalnya, kalau mereka ada masalah
satu kamar biasanya mereka suka diam sendiri,
atau biasa bermain satu kamar tiba-tiba suka
pisah, suka berdiam diri, ternyata mungkin
sedang ada problem dikamar, mungkin karena
gamau piket atau apa, biasanya seperti itu. Kami
pengasuh yang menengahkan biasanya.
Peneliti : Sebagai pengganti orang tua, upaya atau cara
apa yang bapak/ibu lakukan agar anak-anak bisa
merasa dekat seperti mereka dekat dengan orang
tua sendiri?
Informan A : Kami berusaha untuk memberikan hak-hak
mereka dan kewajiban mereka, mereka juga
harus tau hak-hak kami disini sebagai pengasuh.
Ketika ada hak dan kewajiban yang mereka
langgar, terpaksa kita sebagai pengasuh juga
menuntut mereka agar tidak melanggar.
Kemudian kami juga berupaya untuk menjadi
orang tua terbaik buat mereka, karena kalau
disini ketika mereka ada masalah, yang
bertanggung jawab pertama disini adalah kami
sebagai pengasuh.
Peneliti : Dengan melihat pergaulan anak zaman sekarang,
upaya apa yang bapak/ibu lakukan agar anak-
anak terhindar dari hal-hal yang negatif?
Informan A : Kalau dipanti ini dari zaman saya sebagai anak
asuh, kemudian saya menjadi pengasuh itu
diterapkan dan memberikan motivasi dan
evaluasi mereka. Karena dengan perkembangan
zaman sekarang ini kita juga memberikan
fasilitas agar mereka tidak ketinggalan zaman,
tapi kita arahkan, kemudian kita juga panggil
relawan ahli dibidangnya seperti internet sehat,
sekarang kan zamannya internet terkadang
digunakan untuk hal yang tidak baik, kemarin
juga kita sudah mengadakan workshop internet
sehat, atau penggunaan teknologi yang baik. Jadi
kita selalu memberikan wejangan-wejangan
kepada anak asuh untuk tidak terbawa arus
pergaulan-pergaulan yang negatif.
Narasumber
Fachrul Rozi, S.H.I
Transkrip Wawancara Penelitian dengan Pengasuh Panti
di Panti Asuhan Annajah
Peneliti : Salfania Yuanita
Narasumber : Informan B - Marina Nur Firdaus
Jabatan : Pengasuh Panti Asuhan Annajah
Hari/Tanggal : Sabtu, 5 Mei 2018
Waktu wawancara : 09.00 WIB
Tempat wawancara : Panti Asuhan Annajah
Tipe Wawancara : Wawancara Tatap Muka
Peneliti : Sejak kapan bapak/ibu menjadi pengasuh di Panti
Asuhan Annajah?
Informan B : Ba’da syawal tahun 2017.
Peneliti : Kapan saja bapak/ibu berkomunikasi dengan anak
asuh?
Informan B : Sering. Setiap hari dan setiap waktu kami sebagai
pengasuh berinteraksi dengan anak-anak asuh.
Peneliti : Biasanya sharing tentang apa ke anak asuh?
Informan B : Tergantung momennya, kadang kalau lagi ada yang
melanggar kita melakukan pembinaan.
Peneliti : Penyampaian seperti apa yang di sukai anak asuh?
Informan B : Biasanya mereka (anak asuh) paling suka sharing.
Ditanya satu-satu ada keluhan apa, ada kendala apa.
Peneliti : Bagaimana pola komunikasi yang bapak terapkan
dalam meningkatkan kepercayaan diri anak asuh di
Panti Asuhan Annajah?
Informan B : Gini, kadang saya bisa jadi teman mereka, kadang
Transkrip 02
jadi guru mereka, kadang jadi kakak mereka. Jadi
ada disaaat-saat tertentu saya bisa memposisikan
diri saya sendiri. Kalau mereka lagi kurang
semangat belajar, ya saya harus jadi guru mereka
yang menyemangati mereka, ayo kita belajar.
Kalau mereka sedang butuh bermain, yaudah saya
menjadi teman mereka.
Peneliti : Menurut bapak/ibu, apakah pola komunikasi yang
di terapkan dalam meningkatkan kepecayaan diri
terhadap anak-anak sudah berhasil?
Informan B : Kalau itu tergantung ya, karena latar belakang
mereka tidak sama, yang rintangannya tidak terlalu
berat mungkin akan langsung masuk. Mungkin
yang agak berat disini yaitu anak-anak broken
home, itu agak sulit. Jadi harus terus, terus, dan
terus. Kita jangan mau kalah dengan mereka, harus
diingetin terus.
Peneliti : Metode atau cara apa yang bapak/ibu terapkan agar
anak asuh mempunyai kepercayaan diri yang
tinggi?
Informan B : Kalau saya selalu bilang ke mereka, disaat kalian
sedang lengah, disaat kalian sedang diam, diluar
sana ada ribuan bahkan jutaan orang sedang
berjuang, jadi ketika kalian nanti terjun keluar,
jangan salah siapapun, salahkan diri kalian sendiri
kalau kalian tidak bisa bersaing bersama mereka.
Peneliti : Apakah anda mengetahui prestasi serta kemampuan
yang dimiliki masing-masing anak asuh?
Informan B : Iya saya tahu.
Peneliti : Apakah ada program atau kegiatan khusus guna
melatih kepercayaan diri anak asuh?
Informan B : Disini ada kegiatan muhadoroh, setiap anak tampil,
setiap anak mengekspresikan dirinya sendiri. Dari
organisasi IKP juga kan kita melatih anak, ayo
maju kedepan. Pimpin, pasti selalu begitu. Jadi,
istilahnya jangan kita pengasuh terus yang maju,
tapi biar anak asuh yang mencoba, memimpin,
membimbing. Kaya kegiatan muhadasah, gak
selamanya saya yang kasih mufradat, gak saya aja
yang kasih vocab, tapi coba salah satu dari kalian
maju. Atau yang biasanya suka nunduk-nuduk
malu, nah itu yang biasanya saya suruh maju.
Jangan sampe dia jadi anak yang takut, seperti itu.
Ada juga kegiatan doa bersama, nanti mereka
ganti-gantian yang memimpin.
Peneliti : Ada atau tidak penghambat yang bapak/ibu hadapi
saat berkomunikasi dalam meingkatkan
kepercayaan diri anak-anak asuh?
Informan B : Penghambatnya itu sebenarnya di era yang seperti
ini ya. Jadi mereka itukan sekolahnya bareng sama
anak-anak yang diluar. Kadang saya khawatir
mereka gak percaya diri saat bergabung dengan
anak-anak lain disekolah. Takutnya mikirnya saya
anak panti, atau gimana. Terus saya selalu bilang
bahwa kalian ini beda, kalian ini pilihan. Walaupun
teman-teman mereka orang yang berkecukupan,
sedangkan di panti asuhan ini berbanding terbalik
sekali. Tunjukan kalian lebih dari mereka, kalian
harus pegang seenggaknya 5 besarlah, kadang ada
anak yang imannya naik turun, kadang dia kalau
lagi taat ya taat, dia percaya diri, rangkingnya naik,
bisa bersaing dengan anak luar, menjadi anak osis,
kadang kalau lagi terbawa, kaya sedang tugas
kelompok misalnya, teman-temannya sudah pakai
gadget, mereka ada rasa ingin. Saya selalu bilang,
tidak usah takut, gadget itu tidak bermanfaat
kebanyakan mudorotnya, kalian punya lab
komputer, pakai lab komputer. Kalian mau kerjain
tugas apa aja, kerjain dengan lab komputer. Jadi
jangan sampai karena anak panti jadi ketinggalan.
Kendalanya sih di eranya aja, harus moderenlah.
Penetrasi sosial
Tahap Orientasi:
Peneliti : Butuh waktu berapa lama agar anak-anak bisa
merasa dekat dengan ukhti?
Informan B : Gak lama, tidak sampai sebulan.
Peneliti : Setiap anak mempunyai karakter yang berbeda-
beda, menurut bapak/ibu tipe anak yang bagaimana
yang komunikasinya mudah dan yang bagaimana
yang komunikasinya agak sulit? Di mana letak
kesulitannya?
Informan B : Balik lagi, anak-anak broken home ini yang rada
sulit diajak untuk komunikasi. Karena kita tidak
merasakan apa yang mereka rasakan, jadi kita harus
mempunyai simpati yang berbeda. Untuk anak
selain broken home, masih mudah untuk diajak
berkomunikasi.
Peneliti : Apakah ada perbedaan pada cara ukhti
berkomunikasi dengan anak yang besar dan yang
kecil? Kalau ada dimana letak perbedaannya?
Informan B : Pasti. Kalau untuk anak yang sudah besar, kita
cenderung menjadi temannya, soalnya kalau kita
terlalu menggurui dia, dia jadi gak percaya untuk
curhat ini itu ke kita.
Tahap Pertukaran Eksploratif:
Peneliti : Apa pernah anak-anak curhat ke bapak/ibu tentang
pengalaman pribadi mereka? Kalau pernah
biasanya mereka curhat apa saja?
Informan B : Sering. Jujur saja ya, biasanya namanya anak sudah
besar, sudah mulai puber-puber. Biasanya mereka
bilang ukhti, aku suka deh sama dia. Saya rada
kaget juga, tapi mencoba biasa aja, mengerti
memang mereka lagi puber. Saya bilang suka itu
anugerah, rasa cinta itu anugerah, itu wajar. Yang
tidak wajar itu kamu menunjukan rasa cinta kamu,
itu tidak wajar. Terus masalah pribadi kaya, untuk
anak-anak yang kecil belum bisa atur waktu,
mungkin gak tebiasa dengan lingkungan asrama.
Mereka bilang ukhti, aku haid, tapi kaya gini-gini,
oh iya itu namanya istihadoh. Jadi, banyaklah,
apalagi perempuan kan problemanya lebih rumit.
Peneliti : Ketika sedang ngobrol atau bicara santai, bapak/ibu
lebih sering berbicara face to face atau ramai-
ramai?
Informan B : Biasanya ramai-ramai sih.
Peneliti : Biasanya sharingnya tentang apa?
Informan B : Ditanya dulu, misalnya gimana disekolah, mereka
cerita macem-macem. Terus kalau disini ada aja
kegiatan, ya namanya satu asrama, beda pikiran,
beda suku, ada aja misalnya itu dia lemarinya gak
rapih, atau dia susah diatur mau tidur gak cuci kaki
dulu, ada aja gitu, jadi memang beginilah
dinamikanya.
Tahap Pertukaran Afektif:
Peneliti : Biasanya kalau mereka sedang ada masalah, apa
mereka langsung cerita ke bapak/ibu atau bapak/ibu
dulu yang harus memulai?
Informan B : Ditanya dulu, kadang ada yang malu untuk cerita.
Bingung juga mau cerita kesiapa. Kadang saya
simpati aja sih , nanya kenapa. Kadang ada masalah
sama temen, sampe ada yang nangislah segala.
Kadang anak kecil kan sepele banget ya, masalah
teman, masalah kecil, nangis. Kadang pengen
ketawa tapi ya diladenin, curhat ya didengerin.
Peneliti : Apa yang biasa mereka ceritakan ke bapak/ibu?
Yang kecil biasanya cerita apa, yang besar biasanya
cerita apa?
Informan B : Kalau yang kecil ceritanya tentang sekolah,
pelajaran. kalau yang besar, biasanya tentang
kegiatan osis, ada acara ini, suka sama temennya,
yang sudah besar pikirannya lebih luas, nanti abis
lulus mau kemana, ada jaringan-jaringan apa dan
dimana, cari beasiswa. Contohnya seperti amel,
ingin kuliah dijepang, minta dicarikan jaringan,
ada, tapi syaratnya harus tes ini itu. Jadi untuk yang
besar sharingnya agak serius.
Peneliti : Pernah gak bapak/ibu marah-marah sama mereka?
Marahnya seperti apa? Dan biasanya sebabnya apa?
Informan B : Kadang jengkel, kan saya kerasin anak itu gamau,
karena takutnya malah jadi susah dan jauh. Jadi
kalau dengan lembut bisa, kenapa ngga. Tapi
memang ada anak yang dilembutin gak bisa,
terpaksa harus dikerasin. Ternyata dengan dikerasin
mereka lebih nurut.
Tahap Pertukaran Stabil:
Peneliti : Apa bapak/ibu bisa mengetahui apa yang sedang
anak-anak rasakan hanya dari raut wajahnya saja
tanpa mereka harus cerita dulu?
Informan B : Iya bisa dari raut wajah, lagi diam misalnya, atau
pagi berangkat sekolah, nih anak ko pagi-pagi gak
senyum, ada apa ini. Saya selalu mengingatkan ke
mereka, kalau habis subuh, walaupun gak ada
jadwal piket, jangn sampai ketiduran, karna itu
memulai hari kalian. Kalau habis subuh kalian tidur
lagi, pasti langsung jelek harinya. Saya lihat kenapa
nih pagi, pagi gak senyum, nanti saya tanya “kamu
tadi pagi subuh tidur lagi gak”?.
Peneliti : Sebagai pengganti orang tua, upaya atau cara apa
yang bapak/ibu lakukan agar anak-anak bisa
merasa dekat seperti mereka dekat dengan orang
tua sendiri?
Informan B : Kadang bisa jadi teman, kadang bisa jadi orang tua.
Kalau mereka sedang makan, suka berisik, saya
panggil, saya kasih tau, jangan kaya gitu nak, kalau
makan itu gak boleh berisik, makan itu diam. Jadi
harus mengayomi.
Peneliti : Dengan melihat pergaulan anak zaman sekarang,
upaya apa yang bapak/ibu lakukan agar anak-anak
terhindar dari hal-hal yang negatif?
Informan B : Pembinaan itu pasti, karena saya tidak tertutup
dengan mereka. Saya pernah mengumpulkan anak
asuh perempuan. Saya nangis didepan mereka
karena mengingatkan untuk mereka harus menutup
aurat, dan mereka juga ikut menangis. Jangan
sampai mereka menganggap hal-hal penting itu
sepele, harus diingetin terus. Contohnya lagi kalau
liburan, mereka pulang kerumah, main instagram
saya lihat postingannya sudah galau galau, saya
ingatkan, jangan nanti kamu nyesel.
Narasumber
Marinna Nur Firdaus
Transkrip Wawancara Penelitian dengan Pengasuh Panti
di Panti Asuhan Annajah
Peneliti : Salfania Yuanita
Narasumber : Informan C - Hibatin
Jabatan : Pengasuh Panti Asuhan Annajah
Hari/Tanggal : Sabtu, 5 Mei 2018
Waktu wawancara : 09.45 WIB
Tempat wawancara : Panti Asuhan Annajah
Tipe Wawancara : Wawancara Tatap Muka
Peneliti : Sejak kapan bapak/ibu menjadi pengasuh di
Panti Asuhan Annajah?
Informan C : Sejak 2017.
Peneliti : Kapan saja bapak/ibu berkomunikasi dengan
anak asuh?
Informan C : Setiap hari.
Peneliti : Penyampaian seperti apa yang di sukai anak
asuh?
Informan C : Sharing. Buka forum. Biasanya kalau ada
masalah antar perempuan.
Peneliti : Bagaimana pola komunikasi yang bapak
terapkan dalam meningkatkan kepercayaan diri
anak asuh di Panti Asuhan Annajah?
Informan C : Karena kita sering buka forum, saya sering kasih
masukan. Harus sering diberikan motivasi.
Peneliti : Menurut bapak/ibu, apakah pola komunikasi
yang di terapkan dalam meningkatkan
kepercayaan diri terhadap anak-anak sudah
berhasil ?
Transkrip 03
Informan C : Beberapa anak sudah berhasil. Anak-anak itu
mempunyai karakter yang berbeda, dan anak-
anak yang masih mengulang kesalahannya
seakan-akan komunikasi yang saya lakukan ini
masuk kuping kanan, keluar kuping kiri.
Biasanya anak-anak yang sulit diajak
komunikasi itu dari anak-anak broken home.
Peneliti : Apakah anda mengetahui prestasi serta
kemampuan yang dimiliki masing-masing anak
asuh?
Informan C : Untuk kemampuan beberapa anak saya tahu.
Peneliti : Apakah ada program atau kegiatan khusus guna
melatih kepercayaan diri anak asuh?
Informan C : Muhadoroh, ada berbagai kegiatan seperti
pidato, mc, pembacaan qur’an. Kita melatihnya
tidak sembarangan, bagaimana caranya keluar
dari panti dan berkiprah di masyarakat ini
mereka bisa gitu.
Penetrasi sosial
Tahap Orientasi:
Peneliti : Butuh waktu berapa lama agar anak-anak bisa
merasa dekat dengan bapak/ibu?
Informan C : Karena saya dulunya juga sebagai anak asuh disini,
jadi tidak begitu lama. Biasanya saya duluan yang
menyapa mereka langsung. Kita sebagai pengasuh
yang memulai.
Peneliti : Setiap anak mempunyai karakter yang berbeda-
beda, menurut bapak/ibu tipe anak yang bagaimana
yang komunikasinya mudah dan yang bagaimana
yang komunikasinya agak sulit? Di mana letak
kesulitannya?
Informan C : Karena saya lebih ke anak perempuan jadi lebih
mudah komunikasi dengan anak perempuan, karena
kan disini ada bagian-bagiannya juga. Biasanya
anak perempuan yang sulit diajak komunikasi yang
sering melanggar. Rata-rata yang paling besar,
karena mereka merasa sudah senior.
Peneliti : Apakah ada perbedaan pada cara bapak/ibu
berkomunikasi dengan anak yang besar dan yang
kecil? Kalau ada dimana letak perbedaannya?
Informan C : Kalau untuk anak yang lebih besar mungkin kita
lebih tegas, dan untuk ke anak yang lebih kecil
lebih dirangkul dan diajak.
Tahap Pertukaran Eksploratif:
Peneliti : Apa pernah anak-anak curhat ke bapak/ibu tentang
pengalaman pribadi mereka? Kalau pernah
biasanya mereka curhat apa saja?
Informan C : Pribadi pernah, tentang masalah mereka dirumah.
Kan disini gak semuanya yatim piatu, mungkin
masalah mereka jarang dijenguk mungkin atau
orang tua mereka sering bertengkar.
Peneliti : Ketika sedang ngobrol atau bicara santai, bapak/ibu
lebih sering berbicara face to face atau ramai-
ramai?
Informan C : Lebih sering rama-ramai.
Tahap Pertukaran Afektif:
Peneliti : Biasanya kalau mereka sedang ada masalah, apa
mereka langsung cerita ke bapak/ibu atau bapak/ibu
dulu yang harus memulai?
Informan C : Nanya dulu, karena anak yang punya masalah itu
pasti kelihatan, menyendiri dan jarang keluar
kamar.
Peneliti : Apa yang biasa mereka ceritakan ke bapak/ibu?
Yang kecil biasanya cerita apa, yang besar biasanya
cerita apa?
Informan C : Rata-rata masalah dikamar, piket, namanya disini
ada yang besar dan kecil. Biasanya yang kecil
tentang pelajaran susah, kalau yang besar tentang
teman.
Peneliti : Pernah gak bapak/ibu marah-marah sama mereka?
Marahnya seperti apa? Dan biasanya sebabnya apa?
Informan C : Pernah. Disini ada program sehabis maghrib untuk
membantu mereka disekolah, belajar. Lebih sering
ditegur sih, kalau marah karena melanggar untuk
masalah yang besar mungkin , karena disini kan
juga sudah ada peraturan.
Tahap Pertukaran Stabil:
Peneliti : Apa bapak/ibu bisa mengetahui apa yang sedang
anak-anak rasakan hanya dari raut wajahnya saja
tanpa mereka harus cerita dulu?
Informan C : Bisa, makanya kita harus mulai duluan karena
keliatan dari wajahnya sedang ada masalah
Peneliti : Sebagai pengganti orang tua, upaya atau cara apa
yang bapak/ibu lakukan agar anak-anak bisa
merasa dekat seperti mereka dekat dengan orang
tua sendiri?
Informan C : Biasanya kalau saya sih, kan saat mereka punya
masalah kita harus marah-marah. Lebih sering saya
samperin, tanya ada masalah apa. Saya selalu
bilang ke anak-anak kita harus selalu tau situasi
dan kondisi. Jadi, disaat saya sedang memarahi
mereka, posisi saya sebagai pengasuh, tapi disaat
kalian punya masalah dan kalian cerita kesaya,
posisi saya kakak. Disaat juga ketika kita main
bareng, kita itu teman.
Peneliti : Dengan melihat pergaulan anak zaman sekarang,
upaya apa yang bapak/ibu lakukan agar anak-anak
terhindar dari hal-hal yang negatif?
Informan C : Saya lebih sering menegur anak-anak. Apalagi
untuk aturan pakaian, aturan makan, sopan santu.
Khususnya untuk perempuan saya yang lebih tegas.
Kalau ada anak perempuan yang pakaiannya
ngatung saya sita, alat make up yang mereka punya
juga saya sita. Jadi kita harus tegas ke mereka
untuk masalah pergaulan.
Narasumber
Hibatin
Transkrip Wawancara Penelitian dengan Anak Asuh Panti
di Panti Asuhan Annajah
Peneliti : Salfania Yuanita
Narasumber : Fauzan Firdaus
Usia : VII SMP (13 tahun)
Hari/Tanggal : Sabtu, 5 Mei 2018
Waktu wawancara : 10.30 WIB
Tempat wawancara : Panti Asuhan Annajah
Tipe Wawancara : Wawancara Tatap Muka
Peneliti : Sejak kapan adik masuk di Panti Asuhan Annajah?
Informan : Sejak kelas 3 SD.
Peneliti : Apakah adik senang mengikuti kegiatan di Panti
Asuhan Annajah? Bagaimana tanggapan adik
tentang kegiatan yang ada di Panti Asuhan Annajah
ini?
Informan : Senang, seru, bisa membuat mandiri. Kegiatan
yang paling saya sukai waktu free, dan belajar
pelajaran umum, kegiatan yang gak disukain
belajar pelajaran bahasa, kaya bahasa inggris.
Peneliti : Bagaimana pendapat adik tentang komunikasi yang
dilakukan pengasuh terhadap adik ?
Informan : Baik, seru, pengasuh enak diajak ngobrol.
Peneliti : Prestasi yang diraih?
Informan : Juara 2 lomba cerdas cermat antar panti di Al-
azhar, juara 2 pidato di SD, juara 3 lomba pidato di
al-azhar.
Peneliti : Apa yang membuat adik percaya diri pada saat
perlombaan baik di dalam panti maupun di
Transkrip 04
sekolah?
Informan : Yang membuat saya percaya diri dalam meraih
prestasi itu karena dukungan dari pengasuh dan
teman-teman. Saya juga berlatih untuk bisa lebih
percaya diri.
Peneliti : Apakah yang adik rasakan saat mengikuti sebuah
perlombaan atau tampil didepan umum?
Informan : Deg-degan pasti, kurang yakin. Untuk sekarang
alhamdulillah.
Peneliti : Apakah komunikasi yang dilakukan pengasuh
berpengaruh terhadap rasa percaya diri adik?
Informan : Komunikasi yang dilakukan pengasuh terhadap
saya berpengaruh dalam hal meningkatkan rasa
percaya diri saya, saya jadi lebih semangat
belajarnya dan lebih percaya diri kalau lagi tampil
sering melihat video penampilan supaya percaya
diri. Kaya saya sih maju dulu.
Peneliti : Apa yang membuat adik semangat dalam meraih
prestasi?
Informan : Saya sih yang pertama mau membanggakan orang
tua, panti, dan orang yang sudah melatih saya, yaitu
ka oji (pengasuh panti asuhan).
Penetrasi sosial
Tahap Orientasi:
Peneliti : Berapa lama waktu kamu untuk bisa beradaptasi di
sini?
Informan : Sekitar 3 mingguan.
Peneliti : Saat masa-masa awal kamu tinggal di sini, apa
kamu bisa langsung akrab dengan yang lain atau
diam-diam dulu karena masih malu?
Informan : Diam dulu karena malu.
Peneliti : Kamu di sini dekatnya sama siapa saja?
Informan : Banyak sih yang lain, sama teman angkatan, dekat
dengan pengasuh ka fauzi dan ka syarif.
Peneliti : Butuh waktu berapa lama kamu untuk dekat sama
pengasuh?
Informan : Sekitar 3 hari sudah dekat.
Peneliti : Pertama kali kamu kesini, pandangan kamu tentang
panti asuhan, pengasuh, dan teman-teman?
Informan : Pertama ngiranya pengasuhnya galak-galak,
ternyata enggak, semuanya baik.
Tahap Pertukaran Eksploratif:
Peneliti : Kalau ada masalah dengan teman sekolah atau
teman asrama biasanya cerita ke siapa?
Informan : Biasanya tentang kehidupan di rumah.
Peneliti : Kalau lagi cerita ke pengasuh biasanya ceritain
apa?
Informan : Biasa temen deket, temen di sekolah dan teman
asrama.
Peneliti : Pernah cerita soal masalah keluarga gak ke
pengasuh?
Informan : Pernah sharing tentang keluarga
Tahap Pertukaran Afektif:
Peneliti : Masalah apa yang paling sering kamu ceritakan ke
pengasuh?
Informan : Tentang sekolah dan kesulitan belajar. Paling susah
dibahasa dan bahasa inggris.
Peneliti : Kamu lebih nyaman curhat sama pengasuh laki-
laki, pengasuh perempuan, atau teman-teman
sesama anak asuh?
Informan : Ke pengasuh laki-laki dan teman laki-laki sesama
anak asuh.
Tahap Pertukaran Stabil :
Peneliti : Pernah gak kamu cerita ke pengasuh sampai
nangis?
Informan : Pernah.
Peneliti : Kalau kamu tidak setuju dengan pendapat atau
aturan yang pengasuh buat apa pernah kamu
protes? Biasanya soal apa
Informan : nggak pernah
Peneliti : Pernah gak kamu marah ke pengasuh? Marah
karena apa?
Informan : Nggak pernah.
Narasumber
Fauzan Firdaus
Transkrip Wawancara Penelitian dengan Anak Asuh Panti
di Panti Asuhan Annajah
Peneliti : Salfania Yuanita
Narasumber : Ridho Tamma
Usia : 2 SMA (16 Tahun)
Hari/Tanggal : Sabtu, 5 Mei 2018
Waktu wawancara : 10.50 WIB
Tempat wawancara : Panti Asuhan Annajah
Tipe Wawancara : Wawancara Tatap Muka
Peneliti : Sejak kapan adik masuk di Panti Asuhan Annajah?
Informan : Sejak tahun ajaran baru kelas 9, sekitar 3 tahun
yang lalu.
Peneliti : Apakah adik senang mengikuti kegiatan di Panti
Asuhan Annajah? Bagaimana tanggapan adik
tentang kegiatan yang ada di Panti Asuhan Annajah
ini?
Informan : Ada yang disenangi ada yang nggak. Yang paling
disenengin kegiatan belajar bahasa inggris.
Peneliti : Bagaimana pendapat adik tentang komunikasi yang
dilakukan pengasuh terhadap adik?
Informan : Komunikasinya baik, kalau ada yang salah
langsung dibilangin.
Peneliti : Prestasi yang diraih?
Informan : Kebanyakan di sekolah, juara cerdas cermat bahasa
jepang, juara permainan siritori jepang
Peneliti : Apa yang membuat adik percaya diri pada saat
perlombaan baik di dalam panti maupun di
sekolah?
Transkrip 05
Informan : Yang membuat saya percaya diri dalam meraih
prestasi itu karena hal itu yang saya sukai.
Peneliti : Apakah yang adik rasakan saat mengikuti sebuah
perlombaan atau tampil didepan umum?
Informan : Senang, pas menang ada rasa bangga tersendiri
Peneliti : Apakah komunikasi yang dilakukan pengasuh
berpengaruh terhadap rasa percaya diri adik?
Informan : Berpengaruh kalau itu berhubungan. Kalau kasih
taunya tentang masa depan, dan harus semangat itu
berpengaruh.
Peneliti : Apa yang membuat adik semangat dalam meraih
prestasi?
Informan : Yang buat semangat, banyak sih. Karena rasa ingin
memberikan sesuatu buat siapa aja, untuk diri
sendiri dan panti asuhan.
Penetrasi sosial
Tahap Orientasi:
Peneliti : Berapa lama waktu kamu untuk bisa beradaptasi di
sini?
Informan : Beberapa hari. Soalnya kan sebelum masuk sini,
sempat masuk pesantren, jadi sudah terbiasa.
Peneliti : Saat masa-masa awal kamu tinggal di sini, apa
kamu bisa langsung akrab dengan yang lain atau
diam-diam dulu karena masih malu?
Informan : Awalnya temannya sedikit, tapi lama kelamaan bisa
beradaptasi.
Peneliti : Kamu di sini dekatnya sama siapa saja?
Informan : Sama pengasuh kurang deket, biasanya sama
relawan, pengajar bahasa inggris, dan teman-teman
cowok.
Peneliti : Butuh waktu berapa lama kamu untuk dekat sama
pengasuh?
Informan : Beberapa hari sih, soalnya mereka yang mencoba
deketin.
Tahap Pertukaran Eksploratif:
Peneliti : Kalau ada masalah dengan teman sekolah atau
teman asrama biasanya cerita ke siapa?
Informan : Temen sekolah dan teman panti asuhan.
Peneliti : Kalau lagi cerita ke pengasuh biasanya ceritain
apa?
Informan : Nggak pernah cerita ke pengasuh, ceritanya ke
temen.
Peneliti : Pernah cerita soal masalah keluarga gak ke
pengasuh?
Informan : Kalau ke pengasuh gak pernah, tapi ke temen
cowok sesama anak asuh sering.
Tahap Pertukaran Afektif:
Peneliti : Kamu lebih nyaman curhat sama teman atau
pengasuh?
Informan : Lebih nyaman ke teman, mungkin karena
seumuran.
Tahap Pertukaran Stabil:
Peneliti : Pernah gak kamu cerita ke pengasuh sampai
nangis?
Informan : Nggak pernah.
Peneliti : Kalau kamu tidak setuju dengan pendapat atau
aturan yang pengasuh buat apa Pernah kamu
protes? Biasanya soal apa?
Informan : Pernah sewaktu waktu, larangan bawa novel dan
komik waktu itu pernah gaboleh, Cuma saya dulu
pernah membela juga, saya alesannya itu komik
untuk baca-baca dan novel untuk resensi di
sekolah.
Peneliti : Pernah gak kamu marah ke pengasuh? Marah
karena apa?
Informan : Pernah. Kalau ada teman yang bikin salah biasanya
yang kena semua anak asuh.
Peneliti : Kamu kalau cerita keteman sekolah, biasanya
tentang apa?
Informan : Cerita tentang sekolah, dan kehidupan pribadi.
Peneliti : Apakah kamu ada perubahan semenjak tinggal
dipanti dalam hal rasa percaya diri?
Informan : Mungkin jadi bisa lebih beradaptasi. Dulu kan saya
tinggal di perkampungan, pas tinggal dikota jadi
lebih banyak pengalamannya.
Narasumber
Ridho Tamma
Transkrip Wawancara Penelitian dengan Anak Asuh Panti
di Panti Asuhan Annajah
Peneliti : Salfania Yuanita
Narasumber : Septia Izmi Fauziah
Usia : VII SMP (13 tahun)
Hari/Tanggal : Sabtu, 5 Mei 2018
Waktu wawancara : 11.10 WIB
Tempat wawancara : Panti Asuhan Annajah
Tipe Wawancara : Wawancara Tatap Muka
Peneliti : Sejak kapan adik masuk di Panti Asuhan Annajah?
Informan : Sejak lulus SD.
Peneliti : Apakah adik senang mengikuti kegiatan di Panti
Asuhan Annajah? Bagaimana tanggapan adik
tentang kegiatan yang ada di Panti Asuhan Annajah
ini?
Informan : Senang banget. Kegiatan yang paling disenangi
kegiatan belajar bahasa arab, mutolaah.
Peneliti : Bagaimana pendapat adik tentang komunikasi yang
dilakukan pengasuh terhadap adik?
Informan : Baik.
Peneliti : Prestasi yang diraih?
Informan : Di sekolah rangking 1.
Peneliti : Apa yang membuat adik percaya diri pada saat
perlombaan baik di dalam panti maupun di sekolah?
Informan : Yang membuat saya percaya diri saat ingin meraih
prestasi yaitu saya yakin kalau saya pasti bisa.
Peneliti : Apakah yang adik rasakan saat mengikuti sebuah
perlombaan atau tampil didepan umum?
Transkrip 06
Informan : Lumayan deg-degan tapi tetep percaya diri
Peneliti : Apakah komunikasi yang dilakukan pengasuh
berpengaruh terhadap rasa percaya diri adik?
Informan : Berpengaruh, jadi lebih semangat dan percaya diri.
Peneliti : Apa yang membuat adik semangat dalam meraih
prestasi ?
Informan : Inget sama orang tua dirumah
Penetrasi sosial
Tahap Orientasi:
Peneliti : Berapa lama waktu kamu untuk bisa beradaptasi di
sini?
Informan : Seminggu.
Peneliti : Saat masa-masa awal kamu tinggal di sini, apa kamu
bisa langsung akrab dengan yang lain atau diam-
diam dulu karena masih malu?
Informan : Lumayan langsung akrab
Peneliti : Kamu di sini dekatnya sama siapa saja?
Informan : Silmi dan semua pengasuh.
Peneliti : Butuh waktu berapa lama kamu untuk dekat sama
pengasuh?
Informan : Kayanya 2 mingguan.
Tahap Pertukaran Eksploratif:
Peneliti : Kalau ada masalah dengan teman sekolah atau teman
asrama biasanya cerita ke siapa?
Informan : Teman panti asuhan.
Peneliti : Kalau lagi cerita ke pengasuh biasanya ceritain apa?
Informan : Sharing.
Peneliti : Pernah cerita soal masalah keluarga gak ke
pengasuh?
Informan : Nggak pernah, biasanya cerita ke silma.
Tahap Pertukaran Afektif:
Peneliti : Masalah apa yang paling sering kamu ceritakan ke
pengasuh?
Informan : Tentang teman di sekolah, pelajaran yang gak seru.
Peneliti : Kamu lebih nyaman curhat sama pengasuh laki-
laki, pengasuh perempuan, atau teman-teman
sesama anak asuh?
Informan : Lebih nyaman ke pengasuh perempuan dan silmi
teman sesama anak asuh.
Tahap Pertukaran Stabil
Narasumber
Septia Izmi
Peneliti : Pernah gak kamu cerita ke pengasuh sampai
nangis?
Informan : Pernah, cerita tentang teman
Peneliti : Kalau kamu tidak setuju dengan pendapat atau
aturan yang
pengasuh buat apa pernah kamu protes? Biasanya
soal apa
Informan : Kalau sesuatu yang gak setuju banget.
Peneliti : Pernah gak kamu marah ke pengasuh? Marah
karena apa?
Informan : Mungkin pernah, kalau gak diizinin keluar.
Transkrip Wawancara Penelitian dengan Anak Asuh Panti
di Panti Asuhan Annajah
Peneliti : Salfania Yuanita
Narasumber : Shilma Fatimah
Usia : VII SMP (13 tahun)
Hari/Tanggal : Sabtu, 5 Mei 2018
Waktu wawancara : 11.40 WIB
Tempat wawancara : Panti Asuhan Annajah
Tipe Wawancara : Wawancara Tatap Muka
Peneliti : Sejak kapan adik masuk di Panti Asuhan Annajah?
Informan : Sejak lulus SD.
Peneliti : Apakah adik senang mengikuti kegiatan di Panti
Asuhan Annajah? Bagaimana tanggapan adik
tentang kegiatan yang ada di Panti Asuhan Annajah
ini?
Informan : Senang. Kegiatan yang paling disenangi kegiatan
belajar mengajar.
Peneliti : Bagaimana pendapat adik tentang komunikasi yang
dilakukan pengasuh terhadap adik ?
Informan : Baik.
Peneliti : Prestasi yang diraih?
Informan : Di sekolah rangking, juara tahfidz.
Peneliti : Apa yang membuat adik percaya diri pada saat
perlombaan baik di dalam panti maupun di
sekolah?
Informan : Karena disemangatin temen-temen asrama, dan
pengasuh
Peneliti : Apakah yang adik rasakan saat mengikuti sebuah
Transkrip 07
perlombaan atau tampil didepan umum?
Informan : Semangat, optimis.
Peneliti : Apakah komunikasi yang dilakukan pengasuh
berpengaruh terhadap rasa percaya diri adik?
Informan : Berpengaruh, jadi lebih semangat dan percaya diri.
Peneliti : Apa yang membuat adik semangat dalam meraih
prestasi?
Informan : Yang membuat saya semangat dalam meraih
prestasi itu saya jadi bisa membanggakan diri
sendiri dan orang tua.
Penetrasi sosial
Tahap Orientasi:
Peneliti : Berapa lama waktu kamu untuk bisa beradaptasi di
sini?
Informan : 1 Bulan.
Peneliti : Saat masa-masa awal kamu tinggal di sini, apa
kamu bisa langsung akrab dengan yang lain atau
diam-diam dulu karena masih malu?
Informan : Awalnya diam dulu, lama kelamaan menjadi akrab.
Peneliti : Kamu di sini dekatnya sama siapa saja?
Informan : Sama sesama teman asuh perempuan, septi, dan
pengasuh.
Peneliti : Butuh waktu berapa lama kamu untuk dekat sama
pengasuh?
Informan : 1 bulan.
Tahap Pertukaran Eksploratif:
Peneliti : Kalau ada masalah dengan teman sekolah atau
teman asrama biasanya cerita ke siapa?
Informan : Teman panti asuhan.
Peneliti : Kalau lagi cerita ke pengasuh biasanya ceritain
apa?
Informan : Tentang teman, pelajaran di sekolah.
Peneliti : Pernah cerita soal masalah keluarga gak ke
pengasuh?
Informan : Nggak pernah.
Tahap Pertukaran Afektif:
Peneliti : Masalah apa yang paling sering kamu ceritakan ke
pengasuh?
Informan : Tentang teman, pelajaran di sekolah.
Peneliti : Kamu lebih nyaman curhat sama pengasuh laki-
laki, pengasuh perempuan, atau teman-teman
sesama anak asuh?
Informan : Lebih nyaman ke pengasuh perempuan dan septi
teman sesama anak asuh.
Tahap Pertukaran Stabil:
Peneliti : Pernah gak kamu cerita ke pengasuh sampai
nangis?
Informan : Nggak pernah, pernahnya ke teman.
Peneliti : Kalau kamu tidak setuju dengan pendapat atau
aturan yang pengasuh buat apa pernah kamu
protes? Biasanya soal apa
Informan : nggak pernah
Peneliti : Pernah gak kamu marah ke pengasuh? Marah
karena apa?
Informan : Pernah. kalau ngga boleh keluar panti.
Narasumber
Shilma Fatimah
FOTO-FOTO DOKUMENTASI
Panti Asuhan Annajah
Foto Ketua Panti Asuhan Annajah yaitu Bapak Moh. Adib Fahri,
S.Ag, MM., pada saat menyampaikan materi kepada anak-anak
asuh dalam acara pembinaan pada hari Minggu, 15 Juli 2018 di
Panti Asuhan Annajah.
Foto Ketua Panti Asuhan Annajah yaitu Fachrul Rozi S.H.,
pada saat menyampaikan materi kepada anak-anak asuh
dalam acara pembinaan pada hari Minggu, 15 Juli 2018 di
Panti Asuhan Annajah
Foto salah satu anak asuh panti asuhan saat diminta untuk
maju ke depan untuk menyampaikan kembali materi yang
telah disampaikan pengasuh kepada anak-anak asuh dalam
acara pembinaan pada hari Minggu, 15 Juli 2018 di Panti
Asuhan Annajah
Foto salah satu anak asuh panti asuhan saat diminta untuk
maju ke depan untuk menyampaikan kembali materi yang
telah disampaikan pengasuh kepada anak-anak asuh dalam
acara pembinaan pada hari Minggu, 15 Juli 2018 di Panti
Asuhan Annajah
Foto anak-anak asuh menampilkan bakat dalam berpidato
pada kegiatan Muhadoroh yang diadakan Panti Asuhan
Annajah.
Foto lemari yang berisi medali, piala dan piagam
penghargaan yang didapat Panti Asuhan Annajah melalui
berbagai perlombaan yang diikuti anak asuh.