pola dan arus migrasi di indonesia

12

Click here to load reader

Upload: taosige-wau

Post on 25-Jun-2015

210 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pola Dan Arus Migrasi Di Indonesia

© 2003 Digitized by USU digital library 1

POLA DAN ARUS MIGRASI DI INDONESIA

EMALISA

Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN

Migrasi merupakan salah satu dari tiga faktor yang dasar yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk, selain faktor lainnya, yaitu kelahiran dan kematian. Peninjauan migrasi secara regional sangat penting untuk ditelaah secara khusus mengingat adanya desentralisasi (kepadatan) dan distribusi penduduk yang tidak merata, adanya faktor-faktor pendorong dan penarik bagi orang-orang untuk melakukan migrasi, adanya desentralisasi dalam pembangunan, di lain pihak, komunikasi termasuk transportasi semakin lancar (Munir, 2000: hal 115). Berdasarkan Sensus Penduduk 1971, Sensus Penduduk 1980, Sensus Penduduk 1990 dan Survei Penduduk Antar Sensus tahun 1995 tidak ada satu propinsi pun yang tidak mengalami perpindahan penduduk baik perpindahan masuk maupun perpindahan keluar.

Dalam tulisan ill dicoba untuk memaparkan pola dan Arus migrasi di Indonesia dan menelaah peranan modernisasi yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia, khususnya yang terjadi di wilayah sekitaar Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tanggerang dan Bekasi) dan peranan kebijaksanaan transmigrasi yang ditetapkan pemerintah terhadap pola dan arus migrasi di Indonesia. A. Defenisi Migrasi

Istilah umum bagi gerak penduduk dalam demografi adalah population mobility atau secara lebih khusus territorial mobility yang biasanya mengandung makna gerak spasil, fisik dan geografis (Shryllock dan Siegel. 1973 dalam Rusli.1996: hal 136). Ke dalamnya termasuk baik dimensi gerak penduduk permanen maupun dimensi non-permanen. Migrasi merupakan dimensi gerak penduduk permanen, sedangkan dimensi gerak penduduk non-permanen terdiri dari sirkulasi dan komunikasi (Rusli.1996: hal.136).

Defenisi lain, migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain melampaui batas politik/negara ataupun batas administrasi/batas bagian dalam suatu negara (Munir, 2000 : hal 116).

Migrasi sukar diukur karena migrasi dapat didefenisikan dengan berbagai cara dan merupakan suatu peristiwa yang mungkin berulang beberapa kali sepanjang hidupnya. Hampir semua definisi menggunakan kriteria waktu dan ruang, sehingga perpindahan yang termasuk dalam proses migrasi setidak-tidaknya dianggap semi permanen dan melintasi batas-batas geografis tertentu. (Young.1984: hal. 94). B. Jenis-Jenis Migrasi

Ada beberapa jenis migrasi yang perlu diketahui dalam kaitannya dengan tulisan ini, yaitu: 1. Migrasi masuk (In Migration): Masuknya penduduk ke suatu daerah tempat

tujuan (area of destination) 2. Migrasi Keluar (Out Migration): Perpindahan penduduk keluar dari suatu

daerah asal (area of origin) 3. Migrasi Neto (Net Migration)

Merupakan selisih antara jumlah migrasi masuk dan migrasi keluar Apabila migrasi yang masuk lebih besar dari pada migrasi keluar maka disebut migrasi neto positif sedangkan jika migrasi keluar lebih besar dari pada migrasi masuk disebut migrasi neto negatif.

Page 2: Pola Dan Arus Migrasi Di Indonesia

© 2003 Digitized by USU digital library 2

4. Migrasi Semasa/Seumur Hidup (Life Time Migration) Migrasi semasa hidup adalah mereka yang pada waktu pencacahan sensus bertempat tinggal di daerah yang berbeda dengan daerah tempat kelahirannya tanpa melihat kapan pindahnya.

5. Urbanisasi (Urbanization) Bertambahnya proporsi penduduk yang berdiam di daerah kota yang disebabkan oleh proses perpindahan penduduk ke kota dan/atau akibat dari perluasan daerah kota dan pertumbuhan alami penduduk kota. Definisi urban berbeda-beda antara satu negara dengan negara lainnya tetapi biasanya pengertiannya berhubungan dengan kota-kota atau daerah-daerah pemukiman lain yang padat. Klasifikasi yang dipergunakan untuk menentukan daerah kota biasanya dipengaruhi oleh indikator mengenai penduduk, indikator mengenai kegiatan ekonomi, indikator jumlah fasilitas urban atau status adrninistrasi suatu pemusatan penduduk.

6. Transmigrasi (Transmigration) Transmigrasi adalah salah satu bagian dari migrasi. Istilah ini memiliki arti yang sama dengan 'resettlement' atau 'settlement'. Transmigrasi adalah pemindahan dan/kepindahan penduduk dari suatu daerah untuk menetap ke daerah lain yang ditetapkan di dalam wilayah Republik Indonesia guna kepentingan pembangunan negara atau karena alasan-alasan yang dipandang perlu oleh pemerintah berdasarkan ketentuan yang diatur dalam undang-undang. Transmigrasi diatur dengan Undang-Undang No.3 Tahun 1972. Transmigrasi yang diselenggarakan dan diatur pemerintah disebut Transmigrasi Umum, sedangkan transmigrasi yang biaya perjalanannya dibiayai sendiri tetapi ditampung dan diatur oleh pemerintah disebut Transmigrasi Spontan atau Transmigrasi Swakarsa.

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Migrasi

Menurut Everett S. Lee (Munir.2000, hal.120) ada 4 faktor yang menyebabkan orang mengambil keputusan untuk melakukan migrasi, yaitu: 1. Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal 2. Faktor-faktor yang terdapat di tempat tujuan 3. Rintangan-rintangan yang menghambat 4. Faktor-faktor pribadi

Di setiap tempat asal ataupun tujuan, ada sejumlah faktor yang menahan orang untuk tetap tinggal di situ, dan menarik orang luar luar untuk pindah ke tempat tersebut; ada sejumlah faktor negatif yang mendorong orang untuk pindah dari tempat tersebut; dan sejumlah faktor netral yang tidak menjadi masalah dalarn keputusan untuk migrasi. Selalu terdapat sejumlah rintangan yang dalam keadaan-keadaan tertentu tidak seberapa beratnya, tetapi dalam keadaan lain dapat diatasi. Rintangan-rintangan itu antar lain adalah mengenai jarak, walaupun rintangan "jarak" ini meskipun selalu ada, tidak selalu menjadi faktor penghalang. Rintangn-rintangan tersebut mempunyai pengaruh yang berbeda-beda pada orang-orang yang mau pindah. Ada orang yang memandang rintangan-rintangan tersebut sebagai hal sepele, tetapi ada juga yang memandang sebagai hal yang berat yang menghalangi orang untuk pindah. Sedangkan faktor dalam pribadi mempunyai peranan penting karena faktor-faktor nyata yang terdapat di tempat asal atau tempat tujuan belum merupakan faktor utama, karena pada akhirnya kembali pada tanggapan seseorang tentang faktor tersebut, kepekaan pribadi dan kecerdasannnya.

Adanyaa faktor-faktor sebagai penarik ataupun pendorong di atas merupakan perkembangan dari ketujuh teori migrasi (The Law of Migration) yang dikembangkan oleh E.G Ravenstein pada tahun 1885( Munir.2000: hal 122). Ketujuh teori migrasi yang merupakan peng"generalisasi"an dari migrasi ini ialah:

Page 3: Pola Dan Arus Migrasi Di Indonesia

© 2003 Digitized by USU digital library 3

1. Migrasi dan Jarak - Banyak migran pada jarak yang dekat - Migran jarak jauh lebih tertuju ke pusat-pusat perdagangan dan industri

yang penting. 2. Migrasi Bertahap

- Adanya arus migrasi yang terarah - Adanya migrasi dari desa - kota kecil - kota besar.

3. Arus dan Arus balik - Setiap arus migrasi utama menimbulkan arus balik penggantiannya.

4. Perbedaan antara desa clan kota mengenai kecenderungan melakukan migrasi - Di desa lebih besar dari pada kota.

5. Wanita melakukan migrasi pada jarak yang dekat dibandingkan pria 6. Teknologi dan migrasi

- Teknologi menyebabkan migrasi meningkat. 7. Motif ekonomi merupakan dorongan utama melakukan migrasi.

ll. POLA DAN ARUS MIGRASI INDONESIA A. Migrasi Semasa Hidup A.1. Migrasi Semasa Hidup Antar Pulau

Dari tabel 1 terlihat bahwa untuk migrasi keluar, selama 24 tahun terakhir secara absolut Pulau Jawa adalah pulau yang paling banyak mengeluarkan migran, yaitu: pada tahun 1971 sebanyak 1.935 ribu, tahun 1980 sebanyak 3.584,9 ribu, dan tahun 1990 sebanyak 3.053,2 ribu, yang kemudian pada tahun 1995 menjadi 5.5330,2 ribu. Dari sebanyak migran keluar tersebut sampai tahun 1980 sebagian besar menuju Pulau Sumatera, yaitu sebesar 89,66 persen pada tahun 1971 dan 81,06 persen pada tahun 1980. Namun demikian mulai tahun 1990 terjadi penurunan arus migran dari Pulau Jawa ke Sumatera yaitu menjadi hanya sebesar 69,73 persen, dan tahun 1995 persentasenya menurun lagi menjadi 68,28 persen. Kondisi ini memperlihatkan bahwa mulai dekade 1980 -1990 penyebaran penduduk dari Pulau Jawa sudah mulai menyebar ke pulau-pulau lain, tidak hanya terpusat di Pulau Sumatera saja.

Berikutnya Pulau Sumatera yang menduduki urutan kedua dalam besarnya migrasi keluar, pada tahun 1971 mempunyai migran keluar sebesar 369 ribu, kemudian pada tahun 1980 naik menjadi 786,4 ribu migran keluar dan naik lagi menjadi 1.175,7 ribu pada tahun 1990. Selanjutnya pada tahun 1995 naik lagi menjadi sekitar 1.534 ribu.

Sebagian besar migran keluar dari Pulau Sumatera menuju Pulau Jawa yaitu 94,31 persen pada tahun 1971,91,35 persen pada tahun 1980,90,94 persen pada tahun 1990 dan 91,94 persen pada tahun 1995. Dari data tersebut terlihat arus migrasi dari Pulau Sumatera ke Pulau Jawa boleh dikatakan hampir tidak ada perubahan. Kecendrungan orang Sumatera pergi (pindah) menuju Pulau Jawa masih tetap merupakan prioritas utama.

Seperti halnya Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan dan Kepulauan lain juga merupakan daerah yang migran keluarnya kebanyakan menuju Pulau Jawa. Arus yang terjadi dari Pulau Kalimantan dan Kepulauan lain menuju Pulau Jawa cenderung tidak berubah sejak tahun 1971 sampai tahun 1995 atau penurunan persentase yang terjadi relatif kecil. Berbeda dengan Pulau Sulawesi, arus migran yang keluar dari pulau ini hampir tersebar secara merata ke pulau-pulau lain dan kecenderungan ini berjalan sejak tahun 1971 yang berlangsung secara terus sampai tahun 1995. (Tabel1).

Page 4: Pola Dan Arus Migrasi Di Indonesia

© 2003 Digitized by USU digital library 4

Dapat dimaklumi mengapa Pulau Jawa sebagai pulau yang menjadi daerah tujuan utama migran dari pulau-pulau yang lain karena pulau ini merupakan tempat pusat perekonomian, pusat pemerintahan, pusat pendidikan dan pusat kegiatan-kegiatan sosial ekonomi lainnya, sehingga penduduk dari pulau-pulau di luar Jawa ingin menetap (tinggal) di Pulau Jawa.

Tabel 2 menyajikan migran yang masuk seumur hidup menurut pulau tempat lahir dan tempat tinggal sekarang. Untuk migrasi masuk, Pulau Sumatera adalah pulau yang paling banyak menerima migran baik pada tahun 1970, 1980, 1990 maupun pasda tahun 1995. Dari jumlah tersebut lebih dari 90 persen sejak tahun 1971 sampai dengan tahun 1995 adalah migran yang berasal dari Pulau Jawa. Demikian juga Pulau Kalimantan, Sulawesi dan Kepulauan lain, migran yang masuk ke pulau-pulau ini sebagian besar berasal dari Pulau Jawa. Sehingga dapat dikatakan bahwa Pulau Jawa yang memang mempunyai penduduk terbesar di Indonesia merupakan pulau pengirim migran terbesar untuk setiap pulau-pulau yang ada di Indonesia. Sedangbn migrasi masuk ke Pulau Jawa sendiri dari tahun 1971 sampai dengan tabun 1995 kebanyakan (sekitar 60 persen) berasal dari Pulau Sumatera. Hal ini dapat dimaklumi karena Pulau Sumatera secara geografis berdekatan dengan Pulau Jawa dibanding dengah pulau-pulau lainnya, dan juga karena sistem transportasi yang menghubungkan kedua pulau ini lebih baik dan lancar baik dari segi banyaknya frekwensi maupun jenis angkutan dibandingkan dengan sistem transportasi yang menghubungkan Pulau Jawa dengan pulau-pulau yang lain, selain Pulau Sumatera.

Page 5: Pola Dan Arus Migrasi Di Indonesia

© 2003 Digitized by USU digital library 5

Page 6: Pola Dan Arus Migrasi Di Indonesia

© 2003 Digitized by USU digital library 6

A.2. Migrasi Semasa Hidup Antar Propinsi Tabel 3 menunjukkan bahwa pola dan arus migrasi seumur hidup per

propinsi sangat bervariasi dan besarnya tidak selalu sama antara satu propinsi dengan propinsi lain. Secara umum propinsi-propinsi di Pulau Jawa dan Nusa Tenggara merupakan propinsi-propinsi pengirim migran, baik pada tabun 1971 1980, 1990 maupun pada tahun 1995 kecuali DKI Jakarta, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat dan Timor Timur. DKI Jakarta sejak tahun 1971 hingga pada tahun 1995 merupakan propinsi penerima migran. Sedangkan Jawa Barat pada tahun 1971 dan 1980 merupakan propinsi pengirim migran, tetapi pada tahun 1990 dan 1995 menjadi propinsi penerima migran.

Sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian sejak tahun 1971 hingga tahun 1990 DKI Jakarta adalah propinsi yang paling banyak didatangi oleh migran, dengan jumlahnya yang semakin membesar dari tahun ke tahun. Pada tahun 1971 DKI Jakarta menerima sekitar 1,8 juta migran, tahun 1980 menerima sekitar 2,6 juta migran, tahun 1990 menerima 3,1 juta migran dan pada tahun 1995 menerima 3,4 juta migran. Jika dilihat asal migran yang ke DKI Jakarta, yang paling banyak adalah migran yang berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Barat. Pada tahun 1990 clan 1995. Dan sisanya adalah berasal dari 24 propinsi lainnya yang persentasenya relatif kecil. Propinsi kedua terbesar yang didatangi migran pada tahun 1990 adalah Jawa Barat, dengan jumlah migran sebesar 2,4 juta orang. Selanjutnya hasil SUPAS95 menunjukkan bahwa dengan jumlah migran masuk sebesar 3,6 juta orang. Propinsi Jawa Barat telah menggeser kedudukan DKI Jakarta sebagai penerima migran terbesar. Migran yang masuk ke Jawa Barat ini sebagian besar berasal dari propinsi tetangganya yaitu Jawa Tengah dan DKI Jakarta dengan persentase masing-masing sebesar 30,25 persen dan 35,09 persen pada tahun 1995.

Pada tahun 1971 dan 1980 Lampung merupakan merupakan propinsi kedua terbesar yang menjadi daerah tujuan migran dengan jumlah migran tidak kurang dari 1 juta orang pada tahun 1971 dan 1,8 juta migran pada tahun 1980 masuk ke propinsi ini. Tetapi pada tahun 1990 dan 1995, Lampung tergeser oleh Jawa Barat menjadi propinsi ketiga terbesar yang didatangi oleh migran. Walaupun demikian dalam jumlah absolut sebagai penerima migran, Lampung tetap merupakan propinsi

Page 7: Pola Dan Arus Migrasi Di Indonesia

© 2003 Digitized by USU digital library 7

Page 8: Pola Dan Arus Migrasi Di Indonesia

© 2003 Digitized by USU digital library 8

penerima migran terbesar di luar Pulau Jawa sejak tahun 1971. Hal ini dapat mengerti karena Lampung rnerupakan daerah tujuan transmigrasi terbesar di Indonesia pada saat itu. Pada tahun 1971 Lampung menerima tidak kurang dari 1 juta migran, yang kemudian meningkat menjadi 1,7 juta orang pada tahun 1980 dan 1990, dan hampir 2 juta orang pada tahun 1995. Ada tiga propinsi yang merupakan propinsi asal sebagian besar migran masuk ke Lampung, yaitu Jawa Tengah (33,50%), Jawa Timur (28,20%) dan Jawa Barat (13,35%). B. Tingkat Migrasi Neto Per Tahun

Tingkat migrasi neto per tahun dimaksudkan untuk melihat keadaan migrasi dalam kurun 5 tahun terakhir yaitu antara tahun 1990-1995. Selama periode ini diasumsikan kejadian-kejadian setiap tahun adalah sama, sehingga keadaan migrasi selama periode tersebut diasumsikan sama baik arab maupun besarnya dari tahun 1990 - 1995.

Pada tabel 4 disajikan tingkat migrasi neto rata-rata per tahun per propinsi dan jenis kelamin untuk tahun 1980-1990 dan 1990-1995, yang dihitung berdasarkan metode Tingkat Kelangsungan Hidup menurut propinsi tempat lahir Dengan penghitungan ini diperoleh rata-rata migrasi setiap tahun per 1000 penduduk. Dalam label tersebut terlihat ada propinsi yang tingkat migrasi netonya yang negatif dan ada yang positif. Tingkat migrasi neto yang negatif menunjukkan bahwa propinsi tersebut mempunyai kecenderungan sebagai propinsi pengirim migrasi, sehingga dapat dikatakan bahwa propinsi tersebut mengirim migrasi sebanyak angka tersebut per 1000 penduduk setiap tahun. Sedangkan tingkat migrasi neto positif menunjukkan bahwa propinsi tersebut merupakan propinsi penerima migrasi sehingga dapat dikatakan bahwa untuk setiap 1000 penduduk di propinsi tersebut menerima migrasi sebanyak angka tersebut per tahun. Pada periode 1980-1990, propinsi-propinsi yang mengirimkan migran atau yang migrasi netonya negatif adalah propinsi-propinsi yang menjadi daerah asal program transmigrasi dan propinsi-propinsi yang penduduknya sudah terkenal dengan penduduk perantau. Propinsi-propinsi asal transmigrasi seperti DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara, sedangkan propinsi yang terkenal perantaunya adalah propinsi sumatera Utara, Sumatera Barat, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan. Propinsi yang berubah pola migrasinya adalah Dista Aceh, Jambi, Sumatera Selatan, Maluku dan Irian Jaya, dimana pada periode 1990-1995 sudah menjadi propinsi-propinsi pengirim migran, padahal pada periode 1980 -1990 masih merupakan propinsi-propinsi yang menjadi daerah tujuan migrasi.

Propinsi asal atau pengirim migran yang mempunyai migrasi neto negatif per tahun terbesar pada periode 1980-1990 dan 1990-1995 adalah DI Yogyakarta dengan 6,6 jiwa per 1000 penduduk per tahun pada periode 1980-1990, yang kemudian melonjak menjadi 95,4 jiwa per 1000 penduduk per tahun pada periode 1990 -1995 per tahun. Kemudian Jawa Tengah dengan 5,9 jiwa dan Sumatera Utara dengan 4,7 jiwa per 1000 penduduk per tahun pada periode 1980-1990. Berikutnya pada periode 1990-1995 propinsi kedua dan ketiga terbesar adalah Sumatera Utara dengan 37,7 jiwa per 1000 penduduk per tahun. Maluku dengan 30,6 jiwa dan DKI Jakarta dengan 29,8 jiwa per 1000 penduduk per tahun sementara itu propinsi yang paling kecil migrasi neto negatifnya pada periode 1980-1990 adalah propinsi Timor Timur yaitu 0,6 jiwa dan Nusa Tenggara Barat dengan 1,1 jiwa per 1000 penduduk per tahun, sedangkan pada periode 1990-1995 adalah propinsi Nusa Tenggara Barat dengan 1,1 jiwa dan Sumatera Selatan dengan 2,6jiwa per 1000 penduduk pertahun.

Propinsi-propinsi tujuan atau penerima migran (migrasi netonya positif) merupakan propinsi-propinsi yang menjadi tujuan program transmigrasi dan propinsi yang potensia. Propinsi yang potensial baik bidang sosial dan ekonomi adalah Jawa Barat, Riau dan Kalimantan timur. Sedangkan propinsi-propinsi tujuan lain, merupakan propinsi-propinsi tujuan transmigrasi ataupun propinsi yang sedang membuka kesempatan-kesempatan baru, baik dibidang

Page 9: Pola Dan Arus Migrasi Di Indonesia

© 2003 Digitized by USU digital library 9

perekonomian maupun pemukiman, seperti Bengkulu, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi Tengah.

Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa Kalimantan Timur merupakan propinsi yang mempunyai migrasi neto terbesar untuk propinsi tujuan baik pada periode 1980 -1990 maupun pada periode 1990-1995, yaitu sebesar 22,5 jiwa per 1000 per penduduk per tahun pada periode 1980-1990 dan 56,1 per 1000 penduduk per tabun pada periode 1990-1995 yang masuk propinsi ini. Sementara propinsi Riau sebagai propinsi penerima migran melonjak dengan pesat yaitu dari 12,7 jiwa per 1000 penduduk per tahun pada periode 1980-1990 menjadi 44,4 jiwa per 1000 penduduk per tahun pada periode 1990-1995. Hal tersebut kemungkinan karena kedua propinsi tersebut disamping sebagai propinsi tujuan transmigrasi, juga merupakan propinsi potensial dalam bidang ekonomi khususnya sebagai propinsi penghasil minyak. Lebih lanjut dari tabel 4 juga diketahui bahwa pada periode 1980-1990 propinsi-propinsi yang migrasi neto positifnya paling keil adalah Daerah Istimewa Aceh yaitu 1,7 per 1000 penduduk per tahun dan Lampung 1,8 per 1000 penduduk per tahun. Tahun-tahun sebelumnya Lampung merupakan propinsi terbesar dalam menerima migran, tetapi sejak Lampung tertutup untuk program transmigrasi, propinsi ini menjadi termasuk propinsi terkecil sebagai penerima migran. Sedangkan pada periode 1990-1995 propinsi-propinsi yang migrasi neto positifnya paling kecil atau

Page 10: Pola Dan Arus Migrasi Di Indonesia

© 2003 Digitized by USU digital library 10

sebagai penerima migran yang jumlahnya relatif kecil adalah propinsi Irian Jaya dengan 1,3 per 1000 penduduk per tahun dan Kalimantan Selatan dengan 1, 4 per 1000 penduduk per tahun.

Perlu diketahui bahwa migrasi neto untuk nasional diasumsikan nol atau balance, karena asumsi bahwa migrasi masuk Indonesia dianggap sama dengan migrasi keluar Indonesia masih tetap dipakai sampai saat ini, sehingga total migrasi neto keluar dari seluruh propinsi sama dengan total migrasi neto masuk seluruh propinsi.

III. PENGARUH URBANISASI DAN KEBIJAKSANAAN TRANSMIGRASI TERHADAP POLA DAN ARUS MIGRASI DI INDONESIA

A. Pengaruh Urbanisasi terhadap Pola dan Arus Migrasi di Indonesia

Berdasarkan data migrasi seumur hidup antar propinsi, sejak tahun 1971 hingga 1990, Jakarta merupakan tujuan propinsi penerima migran paling besar (nomor satu) di Indonesia. Namun kemudian pada tahun 1995 posisi ini digantikan oleh propinsi Jawa Barat, yang merupakan propinsi terdekat dari wilayah DKI Jakarta.

Hal ini tidaklah terlepas dari adanya pengaruh urbanisasi yang terjadi di kota Jakarta yang pada akhirnya mempengaruhi perkembangan daerah-daerah yang ada di sekitarnya, termasuk kota-kota yang terdapat di propinsi Jawa Barat, seperti yang dikenal dengan istilah Botabek (Bogor, Tanggerang, Bekasi).

Dengan adanya urbanisasi di wilayah Jakarta ini, banyak penduduk yang bekerja di Jakarta, namun bertempat tinggal di wilayah di sekitar Jakarta (Botabek), dengan berbagai sebab, karena ingin mendapatkan tempat tinggal yang lebih luas, lebih baik, dan lebih sedikit polusi untuk keluarga mereka. Disamping itu banyak Industri didirikan di daerah pinggiran kota Jakarta (Botabek), banyak menarik tenaga kerja secara khusus dan penduduk secara umum untuk bermigrasi ke daerah Botabek (Jawa Barat) ini.

Kecenderungan berkembangnya dengan pesat kegiatan ekonomi di kota-kota besar seperti di DKI Jakarta adalah tidak lain karena ada "ekonomi urbanisasi" (urbanisation economies) yang terdapat di kota-kota besar tersebut, yang secara sederhana didefinisikan sebagai keuntungan-keuntungan ekonomi dari sebuah kota, terutama kota besar, yang menarik pendirian usaha dalam kota. Sebagai gambaran sebagaimana kota-kota besar dapat bersaing dengan berbagai macam aktivitas ekonomi, yaitu adanya kenyataan bahwa hingga Juli 1995, kira-kira setengah Penanaman Modal asing (PMA) dan Penanaman modal Dalam Negeri (PMDN), dari koordinasi penanaman modal (BKPM) terkonsentrasi di Jabotabek atau Jakarta (Firman" 1995).

Seperti yang telah disinggung, adanya urbanisasi ini mempengaruhi perimaan migran ke propinsi Jawa Barat, hal ini karena banyak penduduk Jakarta pidah ke pinggiran Jakarta yang ternyata berada dalam wilayah Jawa Barat. B. Pengaruh Program Transmigrasi oleh Pemerintah

Data migrasi seumur hidup antar pulau maupun antar propinsi, kita dapat melihat bahwa pulau yang paling besar menerima migran adalah pulau Sumatera sejak tahun 1971 hingga sekarang, sedangkan propinsi terbesar kedua setelah DKI Jakarta menerima migran adalah propinsi Lampung, yaitu sejak tahun 1971 hingga 1990, namun kemudian posisi Lampung tersebut digantikan oleh propinsi Jawa Barat seperti yang telah kita bahas tadi). Besamya migran yang masuk ke pulau Sumatera, khususnya ke propinsi Lampung ini tidak terlepas dari adanya program pemerintah yang telah menjalankan program transmigrasi dimana daerah Sumatera, yang mencakup Aceh, Lampung, Sumatera Utara dan lainnya menjadi daerah penerima transmigrasi.

Page 11: Pola Dan Arus Migrasi Di Indonesia

© 2003 Digitized by USU digital library 11

Jika kita melihat sejarah dari program transmigrasi tersebut, kita ketahui bahwa program transmigrasi ini telah dimulai pertama sekali oleh pemerintah Belanda, yaitu pada tahun 1905 dengan mengirim 155 keluarga dari Jawa ke daerah propinsi Lampung, yang waktu itu dikenal dengan istilah kolonisasi. Dan pada waktu pemerintahan Jepang di Indonesia usaha transmigrasi inipun tetap dijalankan. Kemudian pada tahun 1950 pemerintah Indonesia melakukan usaha transmigrasi pertama sekali dengan memindahkan 77 jiwa dari Jawa ke Lampung (Munir, 2000). Dan hingga tahun 1990 propinsi Lampung masih menjadi tujuan transmigrasi. Dan ini tentunya sangat besar pengaruhnya terhadap besarnya para migran yang masuk ke propinsi Lampung dan ke pulau Sumatera pada umumnya, disamping adanya pengaruh dari dekatnya posisi pulau Jawa dengan Sumatera dan dengan adanya prasarana transportasi yang baik dan lancar hal ini juga mempengaruhi besarnya arus migrasi dari pulau Jawa ke pulau Sumatera.

Sebagai catatan arus masuk migran ke Lampung pada tahun-tahun terakhir ini adalah menurun, sejak dihentikannya pengiriman para transmigrasi ke propinsi ini, yang mana hal tersebut telah menggeser propinsi Lampung menjadi urutan ketiga (SUP AS 1995) sebagai penerima migran setelah Jawa Barat.

Disamping itu dari data migrasi antar propinsi, kita juga bisa melihat bahwa propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur adalah propinsi terbesar pertama dan kedua yang merupakan asal migran. Jika hal ini kita hubungkan dengan program transmigrasi, hal ini ada kaitannya, yaitu kerena kedua propinsi ini adalah sumber utama penduduk asal transmigrasi maka tak heran jika kedua propinsi ini merupakan asal migran terbesar di Indonesia.

IV. KESIMPULAN Migrasi di Indonesia masih bersifat Jawa "centris", dengan pengertian

tujuan terbesar migrasi di Indonesia masih dominan menuju ke kota-kota atau daerah-daerah di pulau Jawa.

Adanya urbanisasi yang terjadi di DKI Jakarta berdampak terhadap meluasnya DKI Jakarta hingga meliputi wilayah Botabek (Bogor, tanggerang dan Bekasi), yang pada akhirnya mempunyai pengaruh besar terhadap meningkatnya jumlah migran yang masuk ke propinsi Jawa Barat, sebagai daerah yang terdekat dengan wilayah DKI Jakarta.

Selain itu adanya kebijaksanaan pemerintah yang menggalakkan program transmigrasi, berpengaruh besar terhadap besarnya arus migrasi ke daerah-daerah di luar pulau Jawa yang merupakan daerah tujuan transmigrasi, khususnya ke propinsi Lampung, sejak tahun 1950 hingga 1980. Dan sebaliknya setelah pemerintah menghentikan pengiriman para transmigran ke Propinsi Lampung, jumlah migran masuk ke propinsi ini menurun.

Propinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah merupakan sumber/asal migran terbesar di Indonesia pada tahun 1980, 1990 dan 1995.

Tidak ada satu propinsi pun yang ada di Indonesia yang tidak mengalami perpindahan penduduk, baik perpindahan masuk, maupun perpindahan keluar.

Faktor ekonomi masih merupakan hal yang mendominasi alasan para migran untuk berpindah tempat (melakukan migrasi) di seluruh daerah-daerah di Indonesia.

Page 12: Pola Dan Arus Migrasi Di Indonesia

© 2003 Digitized by USU digital library 12

DAFTAR PUSTAKA Biro Pusat Statistik. 1995. Estimasi Fertilitas, Mortalitas dan Migrasi, Hasil Survei

Penduduk Antara Sensus (SUPAS) 1995. Jakarta. Firman, T. 1994. Migrasi Antar Propinsi dan Pengembangan Wilayah di Indonesia.

Majalah Prisma. No.7. LP3ES. Jakarta. _________1997. Pattern ann Trends of Urbanisation: A Reflection of Regional

Disparity. Dalam G.W.Jones dan T.H.Hull (editor) "Indonesia Assessement: Population and Human Resources. ANU: Canberra.

Jones, G.W. dan Mamas, I Gde. 1996. The Changing Employment Structure of Extended Jakarta Metropolitas Region, dalam BIES. Vol.32. No.1. pp. 51-70.

Keban, Y.T. 1994. Niat Bermigrasi di Tiga Kota, Determinan dan Intervensi. Majalah Prisma. No.7. LP3ES. Jakarta.

Munir, R. 2000. Migrasi. dalam Lembaga Demografi FEUI. Dasar-dasar Demografi: edisi 2000. Lembaga Penerbit UI, Jakarta.

Rusli, S. 1996. Pengantar Ilmu Kependudukan: edisi Revisi. LP3ES. Jakarta. Young, E. 1884. Migrasi. dalam Lucas D., dkk. Pengantar Kependudukan. Gadjah

Mada University Press, Yogyakarta.