pola asuh single parent (ibu) terhadap...

66
POLA ASUH SINGLE PARENT (IBU) TERHADAP PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN REMAJA DI DESA SUMBER KECAMATAN MENDEN KABUPATEN BLORA SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Dalam Ilmu Ushuluddin Jurusan Tasawuf Psikoterapi Oleh: IKE OKTAVIA 4103062 FAKULTAS USHULUDDIN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2008

Upload: dangnhu

Post on 16-Aug-2018

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

POLA ASUH SINGLE PARENT (IBU) TERHADAP PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN REMAJA DI DESA

SUMBER KECAMATAN MENDEN KABUPATEN BLORA

SKRIPSI

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1)

Dalam Ilmu Ushuluddin Jurusan Tasawuf Psikoterapi

Oleh:

IKE OKTAVIA 4103062

FAKULTAS USHULUDDIN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG 2008

ii

POLA ASUH SINGLE PARENT (IBU) TERHADAP PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN REMAJA DI DESA

SUMBER KECAMATAN MENDEN KABUPATEN BLORA

SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Dalam Ilmu Ushuluddin Jurusan Tasawuf Psikoterapi

Oleh:

IKE OKTAVIA 4103062

Semarang, Januari 2008

Disetujui oleh :

Pembimbing I Prof. DR. H. Abdullah Hadziq, M.A NIP. 150178271

Pembimbing II DR. Muhyar Fanani, M.Ag NIP. 150318455

iii

PENGESAHAN Skripsi saudara : Ike Oktavia, Nomor Induk Mahasiswa : 4103062 dengan judul : “Pola Asuh Single Parent (Ibu) terhadap Perkembangan Kepribadian Remaja di Desa Sumber Kecamatan Menden Kabupaten Blora” telah dimunaqosyahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Ushuluddin Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang, pada tanggal :

31 Januari 2008

dan dapat diterima serta disyahkan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana dalam ilmu Ushuluddin.

Ketua Sidang

DR. H. Yusuf Suyono, M.A NIP. 150203668

Pembimbing I Prof. DR. H. Abdullah Hadziq, M.A NIP. 150178271

Penguji I Dra. Hj. Fatimah Usman, M.Si NIP. 150222109

Pembimbing II DR. Muhyar Fanani, M.Ag NIP. 150318455

Penguji II Dra. Yusriyah, M.Ag NIP. 150260198

Sekretaris Sidang Hasyim Muhammad, M.Ag NIP. 150282134

iv

MOTTO

)6: التحرمي ... (يا أيها الذين آمنوا قوا أنفسكم وأهليكم نارا

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…”.

(QS. At-Tahrim: 6)∗

∗ Depag RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya, CV. Diponegoro, Bandung, 2003, hlm. 448

v

PERSEMBAHAN

Karya ini penulis persembahkan teruntuk……………

♥ Ayahanda (Kamid) dan Ibunda (Kasmiati), karya ini terangkai

dari keringat, airmata dan do’amu berdua. Setiap keringat dan

airmata yang keluar karenaku menjelma dalam setiap huruf,

setiap do’a yang terpanjat menyatu menyampuli karya hidupku.

♥ Fakultas (Ushuluddin)ku tercinta, semoga karya ini menjadi

bukti cintaku kepadamu dan bukan menjadi lambang

perpisahan engkau dan aku.

vi

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri,

dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh

gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga pendidikan lainnya.

Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum atau tidak

diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka.

Semarang, Januari 2008

Ike Oktavia 4103062

vii

KATA PENGANTAR

بسم اهللا الرمحن الرحيم

Alhamdulillahirabbil’alamin penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah

SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “Pola Asuh Single Parent (Ibu) terhadap

Perkembangan Kepribadian Remaja di Desa Sumber Kecamatan Menden

Kabupaten Blora” tanpa halangan yangt berarti.

Shalawat serta salam penulis limpahkan kepada junjungan Nabi

Muhammad SAW, beserta para keluarga dan sahabatnya.

Proses penyusunan skripsi ini tidak lepas dari peran serta bantuan dari

berbagai pihak. Oleh karenanya, pada kesempatan ini penulis hendak

menghaturkan ungkapan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua penulis yang telah memberikan dan mencurahkan segala

kemampuannya untuk memenuhi keinginan penulis agar tetap bersekolah.

Tanpa mereka mungkin karya ini tidak akan pernah ada.

2. Dr. H. Abdul Muhaya, M.A, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin IAIN

Walisongo Semarang

3. Prof. DR. H. Abdullah Hadziq, M.A, selaku Pembimbing I yang telah

merelakan waktu, tenaga, dan pikirannya guna membimbing penulis.

4. DR. Muhyar Fanani, M.Ag, selaku Pembimbing II yang telah merelakan

waktu, tenaga, dan pikirannya guna mendampingi dan menjadi teman

diskusi penulis.

5. Para Dosen Pengajar, terima kasih atas seluruh ilmu yang telah penulis

terima yang sangat membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.

6. Ketua Perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Institut bersama staff, yang

telah memberikan kemudahan kepada penulis untuk memanfaatkan

fasilitas dalam proses penyusunan skripsi.

viii

7. Seluruh temanku dan seluruh pihak yang tidak mungkin penulis sebut dan

tulis satu persatu, terima kasih atas segala bantuan dan peran sertanya yang

telah diberikan kepada penulis.

Selain ungkapan terima kasih, penulis juga menghaturkan ribuan maaf

apabila selama ini penulis telah memberikan keluh kesah dan segala permasalahan

kepada seluruh pihak.

Tiada yang dapat penulis berikan selain do’a semoga semua amal dan jasa

baik dari semua pihak tersebut di atas dicatat oleh Allah SWT sebagai amal

sholeh dan semoga mendapat pahala dan balasan yang setimpal serta berlipat

ganda dari-Nya.

Harapan penulis semoga skripsi yang sifatnya sederhana ini dapat

bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan segenap pembaca pada umumnya.

Terlebih lagi semoga merupakan sumbangsih bagi almamater dengan penuh

siraman rahmat dan ridlo Allah SWT. Amin.

Semarang, Januari 2008

Ike Oktavia 4103062

ix

ABSTRAK

Penelitian yang berjudul “Pola Asuh Single Parent (Ibu) terhadap Perkembangan Kepribadian Remaja di Desa Sumber, Kecamatan Menden, Kabupaten Blora”, dilatarbelakangi oleh fenomena atau teori bahwa seorang remaja yang ditinggal mati oleh orang tuanya anak tersebut menjadi brutal atau akan cenderung melakukan perbuatan menyimpang, dan bertujuan untuk mengetahui perkembangan kepribadian remaja yang diasuh oleh single parent (ibu), cara pengasuhan single parent (ibu) terhadap remaja, dan pengaruh pola asuh single parent (ibu) terhadap perilaku remaja di masyarakat.

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yang menggunakan metode observasi untuk mengetahui situasi umum kondisi di desa sumber, untuk mengetahui bagaimana tingkah laku dari remaja yang diasuh single parent, dan tingkah laku yang mencerminkan pola asuh ibu single parent. Kemudian adalah wawancara yang ditujukan pada kepala desa, ibu single parent, remaja dan yang terakhir adalah metode dokumentasi yang digunakan untuk mendapatkan data tambahan yang berkaitan dengan peran single parent (ibu) terhadap perkembangan kepribadian remaja di Desa Sumber Menden Blora.

Adapun analisis datanya menggunakan deskriptif kualitatif yakni suatu analisa yang menggambarkan secara seksama dan sistematis dan data yang disajikan tanpa menggunakan rumusan-rumusan statistik dan pengukuran.

Dari hasil analisis penelitian ini didapatkan bahwasanya remaja yang diasuh oleh single parent, sebagian besar memiliki kemampuan berfikir yang baik dan bagus, karena remaja tersebut telah mampu menentukan model-model realistik yang dapat dicapai yaitu realita bahwa dia sudah tidak mempunyai bapak sehingga ia harus berfikir bagaimana ia dapat uang untuk kelangsungan hidup, atau seorang remaja telah mampu berfikir untuk ke depannya dalam keluarganya.

Cara pengasuhan para single parent terhadap remaja yang ada di Desa Sumber adalah pola asuh otoriter, pola asuh demokratis, dan pola asuh permisif. Pola asuh otoriter dapat mengakibatkan anak cenderung menjadi penakut, tidak kreatif, murung, introvert, dan bergantung sama orang. Pola asuh demokratis mengakibatkan anak cenderung mempunyai karakter mudah bergaul, aktif, kreatif, ramah, mandiri, dan bisa menghargai pendapat orang lain dan terbuka. Sedangkan pola asuh permisif cenderung menjadikan anak yang liar, susah diatur, pemurung dan susah bergaul.

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... iii

HALAMAN MOTTO ................................................................................. iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. v

HALAMAN PERNYATAAN .................................................................... vi

KATA PENGANTAR ................................................................................ vii

ABSTRAK .................................................................................................. ix

DAFTAR ISI............................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................... 1

B. Rumusan Masalah.............................................................. 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.......................................... 4

D. Telaah Pustaka................................................................... 5

E. Metodologi Penelitian........................................................ 7

F. Sistematika Penulisan Skripsi............................................ 10

BAB II TINJAUAN UMUM POLA ASUH SINGLE PARENT

(IBU) TERHADAP PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN

REMAJA

A. Pola Asuh Single Parent .................................................... 12

1. Pengertian Pola Asuh................................................... 12

2. Jenis-jenis Pola Asuh................................................... 13

3. Pengertian Single Parent.............................................. 14

4. Tipe-tipe Single Parent ................................................ 15

B. Perkembangan Kepribadian............................................... 17

1. Pengertian Perkembangan Kepribadian ........................ 17

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan

Kepribadian ................................................................... 19

xi

3. Perkembangan Kepribadian Remaja ............................. 22

C. Hubungan antara Peran Single Parent dengan

Perkembangan Kepribadian Remaja ................................. 25

BAB III GAMBARAN UMUM KEADAAN GEOGRAFIS DAN

KEADAAN DEMOGRAFIS, POLA ASUH SINGLE

PAREN DAN KARAKTERISTIK KEPRIBADIAN

REMAJA DI DESA SUMBER KECAMATAN MENDEN

KABUPATEN BLORA

A. Keadaan Geografis dan Keadaan Demografis................... 28

1. Keadaan Geografis ...................................................... 28

2. Keadaan Demografis ................................................... 29

B. Pola Asuh Single Parent .................................................... 33

C. Karakteristik Kepribadian Remaja .................................... 38

BAB IV ANALISIS PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN REMAJA

YANG DIASUH OLEH SINGLE PARENT

A. Perkembangan Kepribadian Remaja yang Diasuh oleh

Single Parent...................................................................... 43

B. Cara Pengasuhan Single Parent (Ibu) terhadap Remaja di

Desa Sumber...................................................................... 45

C. Pengaruh Pola Asuh Single Parent (Ibu) terhadap

Perkembangan Kepribadian Remaja ................................. 47

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................... 51

B. Saran.................................................................................. 51

C. Penutup.............................................................................. 52

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

BIODATA PENULIS

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam sebuah keluarga tentu adakalanya mengalami keharmonisan

dan adakalanya juga mengalami ketidakharmonisan dalam rumah tangga.

Dalam ketidakutuhan dalam rumah tangga tersebut bisa disebabkan karena

perceraian dalam keluarga dan kematian salah satu orang tuanya.

Salah satu fenomena yang banyak dijumpai dalam masyarakat kita saat

ini adalah keberadaan orang tua tunggal atau lazim disebut dengan istilah

“Single Parent”. Sebuah keluarga yang hanya memiliki orang tua tunggal

dapat memicu serangkaian masalah khusus. Hal ini disebabkan karena hanya

ada satu orang tua yang membesarkan anak mereka. Dalam keluarga tersebut

ada semacam kekhawatiran yang mana orang tua tunggal tersebut harus

bekerja sekaligus membesarkan anaknya, lebih-lebih yang menjadi single

parent tersebut adalah ibu. Ibu tersebut harus bisa memenuhi kebutuhan kasih

sayang dan juga keuangan. Ibu tersebut harus bisa berperan sebagai seorang

ayah yang telah meninggal.1 Menjadi single parent mungkin bukan menjadi

pilihan setiap orang. Adakalanya status itu disandang karena keadaan terpaksa,

diperlukan energi besar untuk merangkap berbagai tugas yaitu menanggung

beban pendidikan dan beban emosional yang harus dipikul bersama

pasangannya, ia juga harus lebih sabar dan kuat secara fisik karena harus

mencari nafkah untuk anak-anaknya. Dan menjadi single parent juga suatu

problematik yang sering dikeluhkan adalah stigma masyarakat terhadap

statusnya oleh sebab itu menjadi single parent harus bisa menjaga agar tidak

terjadi fitnah atau suudzon.2

Kematian orang tua (ayah/ibu) merupakan psikotrauma bagi anak yang

berkembang kehilangan cinta, kasih sayang dari salah satu orang tua sering

1 http://www.telaga.org diakses pada 20 Juli 2007 2 Dodi Ahmad Fauzi, Wanita Single Parent yang Berhasil, Edsa Mahkota, Jakarta, 2007,

hlm. 13-14.

2

kali diikuti kelainan pada anak. Dan kematian orang tua apalagi ayah sebagai

pencari nafkah, dan juga mempengaruhi sosial ekonomi keluarga namun juga

terhadap anak laki-laki.3

æóíóÓúÃóáõæäóßó Úóäö ÇáúíóÊóÇãóì Þõáú ÅöÕúáóÇÍñ áóåõãú ÎóíúÑñ æóÅöäú ÊõÎóÇáöØõæåõãú ÝóÅöÎúæóÇäõßõãú. (ÇáÈÞÑÇÉ : 220)

Artinya: “Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakalah: "Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu menggauli mereka adalah saudaramu.” (QS. 2 : 220)

Kematian dalam keluarga juga membuat anak-anak ketakutan karena

akan kehilangan orang tua yang hidup dan tidak peduli bagaimanapun

sakitnya untuk dibahas dan mereka seharusnya diijinkan untuk membahas

mengenai apa yang terjadi untuk meringankan ketakutan mereka, anak yang

ditinggalkan salah satu orang tuanya meninggal dunia maka perkembangan

jiwa remaja tersebut akan berubah menjadi pemurung, pemarah, susah diatur,

minder.4

Keluarga memiliki peranan penting dalam upaya mengembangkan

pribadi anak, perawatan orang tua yang penuh kasih sayang dan pendidikan

tentang nilai-nilai kehidupan baik agama maupun sosial budaya yang

diberikan merupakan faktor kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi

pribadi dan anggota masyarakat yang sehat. Keluarga juga dipandang sebagai

intuisi (lembaga) yang dapat memenuhi kebutuhan insani (manusiawi),

terutama kebutuhan bagi pengembangan kepribadiannya dan pengembangan

kepribadiannya dan pengembangan ras manusia, keluarga yang bahagia

merupakan suatu yang sangat penting bagi perkembangan si anak kebahagiaan

ini diperoleh apabila keluarga dapat memerankan fungsi dengan baik fungsi

3 Dadang Hawari, Al-Qur'an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, PT. Dana

Bhakti Prima Yasa, Yogyakarta, 1997, hlm. 216. 4 Dodi Fauzi, op.cit., hlm. 24-25.

3

dasar keluarga adalah memberikan rasa memiliki, rasa aman, rasa kasih

sayang dan mengembangkan hubungan yang baik diantara anggota keluarga,

hubungan cinta kasih dalam keluarga tidak sebatas perasaan, pemahaman dan

keinginan untuk menumbuhkembangkan anak yang dicintainya. Keluarga

yang hubungan antar anggota keluarganya tidak harmonis maka

menumbuhkan masalah-masalah dalam perkembangan kepribadian si anak.5

Perkembangan kepribadian anak tidaklah terjadi dengan begitu saja

melainkan perpaduan (interaksi) antara faktor-faktor konstitusi, biologi, psiko

edukatif, psikososial dan spiritual, anak akan tumbuh kembang dengan baik

dan memiliki kepribadian yang matang apabila ia sudah diasuh dibesarkan

dalam lingkungan keluarga yang sehat dan bahagia.

ÞóÇáó ÑóÈøö åóÈú áöí ãöäú áóÏõäúßó ÐõÑøöíøóÉð ØóíøöÈóÉð Åöäøóßó ÓóãöíÚõ ÇáÏøõÚóÇÁö. (Çá ÚãÑÇä : 38)

Artinya: “Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa". (QS. 3: 38)

Dan permasalahan yang besar yaitu masalah kenakalan remaja, remaja

yang memiliki kepribadian psikopatik bila kelak akan memperlihatkan

berbagai perilaku antisocial, antara lain tindak kejahatan/kriminal yang pada

gilirannya akan mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat. Anak-anak

yang mengalami hal serupa pada umumnya dibesarkan dari keluarga yang

tidak sehat dan tidak bahagia, itu salah satunya bisa disebabkan karena

kematian dari salah satu orang tuanya oleh sebab itu diperlukan pola asuh dari

seorang single parent untuk cenderung membentuk sikap kemandirian kepada

anaknya.6

Salah satu periode dalam rentang kehidupan individu adalah masa

remaja, masa ini merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus

5 Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, PT. Remaja Rosdakarya,

Bandung, 2005, hlm. 37-38. 6 Dadang Hawari, op.cit., hlm. 214-215.

4

perkembangan individu dan merupakan masa transisi diarahkan kepada

perkembangan masa dewasa sehat. Erikson berpendapat bahwa remaja

merupakan masa berkembangnya rasa identitasnya maka remaja akan

kehilangan arah, bagaikan kapal yang kehilangan kompas. Dampaknya

mereka mungkin akan mengembangkan perilaku menyimpang, melakukan

kriminalitas atau menutup diri dari masyarakat. Ini termasuk teori-teori tertera

sedangkan fenomena yang ada di Desa Sumber, Kecamatan Menden,

Kabupaten Blora ini ada remaja yang ditinggal mati ayahnya tapi malah dia

merasa harus hidup mandiri, dan si anak ini juga lebih patuh terhadap orang

tua tunggalnya karena si anak merasa orang tuanya tinggal satu jadi dia harus

menjaga dan membantunya.7

Berawal dari paparan di atas, penulis tertarik untuk melakukan

penggalian yang lebih dalam tentang pola asuh single parent (ibu) terhadap

perkembangan remaja, melalui karya skripsi yang berjudul “POLA ASUH

SINGLE PARENT (IBU) TERHADAP PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN

REMAJA DI DESA SUMBER KECAMATAN MENDEN KABUPATEN

BLORA”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perkembangan kepribadian remaja yang diasuh oleh single

parent (ibu)?

2. Bagaimana cara pengasuhan single parent (ibu) terhadap remaja?

3. Bagaimana pengaruh pola asuh single parent (ibu) terhadap perilaku

remaja di masyarakat?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Untuk mencapai suatu yang baik dalam menempuh yang

direncanakan adalah berusaha dengan sebaik-baiknya dalam mengadakan

penelitian guna memperoleh data yang relevan dengan judul yang dibahas:

7 Syamsu Yusuf, op.cit., hlm. 71.

5

− Untuk mengetahui kepribadian yang diasuh oleh orang tua tunggal.

− Untuk mengetahui bagaimana cara/metode pengasuhan single parent

(ibu) terhadap remaja.

− Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pola asuh single parent (ibu)

terhadap perilaku remaja di masyarakat.

2. Manfaat Penelitian

− Untuk memberikan wacana atau memberikan ilmu yang belum pernah

didapat di bangku sekolah maupun perkuliahan yaitu kasih sayang

seorang tua itu penting tidak selamanya anak yang ditinggal meninggal

salah satu orang tuanya maka anak tersebut mempunyai perilaku

menyimpang karena itu semua disebabkan pola asuh dari orang tua

tersebut.

− Secara teoritis skripsi ini dapat bermanfaat dalam psikoterapi yaitu

kaitannya dengan bagaimana perkembangan kepribadian yang hanya

diasuh oleh single parent (ibu).

D. Telaah Pustaka

Pada dasarnya urgensi dari adanya tinjauan pustaka adalah sebagai

bahan “auto kritik” terhadap penelitian yang ada baik mengenai kelebihan

maupun kekurangannya, disamping itu tinjauan pustaka juga memperoleh

andil besar dalam memperoleh informasi secukupnya tentang teori-teori yang

ada kaitannya dengan judul, yang digunakan untuk memperoleh landasan

teori ilmiah antara lain :

Bukunya Save M. Dagun yang berjudul “psikologi keluarga” yang

membahas masalah ayah dan ibu yang mempengaruhi anak sejak awal,

dorongan dan pengaruh ketidakhadiran ayah, faktor-faktor lain yang turut

mempengaruhi perilaku peran jenis anak, dan bagaimana bila anak tersebut

dibawah asuhan ibu.8

8 Save M. Dagun, Psikologi Keluarga, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1990

6

Dengan adanya orang yang mengasuh dan membesarkan anak tanpa

bantuan dari pasangannya atau yang lebih sering disebut single parent, maka

orang tua tunggal harus lebih pandai dalam mendidik agar anak menjadi anak

yang sholeh dan sholihah. Menurut Dodi Ahmad Fauzi dalam bukunya

berjudul “wanita single parent yang berhasil”, telah membuktikan bahwa

sebenarnya seorang single parent itu dapat mengatur waktu antara mencari

nafkah dan keseharian anak dan membuat anak tidak merasa kehilangan

kehangatan dari orang tuanya, bagaimana dasar-dasar financial bagi orang tua

tunggal.9

Dalam bukunya “ psikologi perkembangan anak dan remaja” karya

Syamsu Yusuf yang menjelaskan tentang perkembangan kepribadian dan

faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian, perubahan kepribadian dan

karakteristik kepribadian.10

Karya Andi Mappiare dalam bukunya yang berjudul “psikologi

remaja” itu mengenai konsep dan psikologi remaja diulas tuntas dalam buku

ini. Pembahasan tentang psikologi remaja dikelompokkan menjadi dua bagian

pokok yakni psikologi remaja awal dan akhir.11

Selain buku-buku di atas ada juga penelitian milik Nurani yang

Skripsinya berjudul “Problem Psikologi Siswa Single Parent (Studi Kasus

Kematian Ayah di MIM Pucang Tulung Klaten) (Studi Deskripsi), yang

membahas tentang kondisi psikologi siswa single parent seperti adanya

perasaan rendah diri dalam pergaulan, perasaan iri hati pada teman-temannya

dan perlakuan tidak baik dan orang-orang sekitarnya, keadaan seorang siswa

single parent. Dampak lebih khusus meningkatnya sang ayah, bagi anak laki-

laki menyebabkan anak itu kehilangan tokoh yang dapat dicontoh dalam

kehidupannya sehingga anak tersebut dalam kehidupannya keras maupun

bersikap sebagaimana seorang laki-laki pada umumnya sementara bagi anak

perempuan kehilangan ayah bagi mereka lebih besar pengaruhnya pada

9 Dodi Ahmad Fauzi, Wanita Single Parent Yang Berhasil, Edsa Mahkota, Jakarta, 2007 10 Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, PT. Remaja Rosdakarya,

Bandung, 2005 11 Andi Mappiare, Psikologi Remaja, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005

7

pemenuhan kebutuhan materi mereka. Berkaitan dengan aktifitas belajar

siswa setingkat sekolah dasar hadirnya orang-orang dewasa lain, dalam

aktifitas guna membangkitkan, menguatkan rasa percaya diri dan

mempertahankan motivasi belajar pada para siswa tersebut jika dalam

penelitian diatas lebih menekankan untuk membangkitkan, menguatkan rasa

percaya diri dan mempertahankan motivasi belajar pada para siswa MIM

tersebut.

Dari beberapa judul buku dan penelitian yang sudah penulis

sampaikan di atas, jelas terlihat perbedaan dengan penelitian ini. Di sini

penulis secara khusus melakukan penelitian tentang bagaimana pola asuh

yang digunakan oleh orang tua tunggal (single parent-ibu) dan bagaimana

perkembangan kepribadian remaja yang ditinggal meninggal ayahnya.

E. Metodologi Penelitian

Mengingat skripsi ini bersifat lapangan, maka dalam hal ini penulis

menggunakan beberapa metode yaitu sebagai berikut:

1. Sumber Data

Populasi

Populasi adalah sifat atau karakteristik dari sekelompok subjek,

gejala atau obyek. Sifat dan karakteristik tersebut terjaring melalui

instrumen yang telah dipilih dan persiapan oleh peneliti. Suharsimi

memberikan batasan jika subjeknya besar dapat diambil 10%-15% atau

20%-25%.12 Namun jika subjeknya kurang dari 100 orang lebih baik

diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi.

Sedangkan sampel adalah sebagian wakil dari populasi. Dalam penelitian

ini merupakan penelitian populasi yang terdiri dari 40 orang, yang terdiri

dari 20 anak dan 20 ibu single parent.

a. Sumber Data Primer

12 Nana Sudjana, Turunan Penyusunan Karya Ilmiah, CV. Sinar Baru, Bandung, 1991,

hlm. 71

8

Data primer adalah data yang pokok yang berkaitan diperoleh

secara langsung dari obyek penelitian. Sedangkan sumber data yang

memberikan data penelitian secara langsung.13 Sumber data dalam

penelitian ini adalah remaja single parent, orang tua tunggal (single

parent-ibu) sedangkan data primernya adalah seluruh data yang

berkaitan dengan peran single parent (ibu) terhadap perkembangan

kepribadian remaja di Desa Sumber.

b. Sumber Data Sekunder

Data sekunder adalah jenis data yang dapat dijadikan sebagai

pendukung atau penunjang dari data pokok atau dapat pula

didefinisikan sebagai sumber yang mampu atau dapat memberikan

informasi atau data tambahan yang dapat memperkuat data pokok.14

Yang menjadi sumber data sekunder adalah segala sesuatu yang

memiliki kompetensi dengan masalah yang menjadi pokok penelitian

ini, baik berupa manusia, maupun benda (majalah, buku, koran,

ataupun data-data berupa foto) yang berkaitan dengan masalah

penelitian.

2. Metode Pengumpulan Data

a. Field Research (penelitian lapangan atau disebut juga dengan field

study)

Field research adalah research yang dilakukan penulis secara

langsung di Medan terjadinya gejala-gejala yang akan dibahas untuk

memperoleh data lengkap metode sebagai berikut:

1). Metode observasi

Pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomena-

fenomena yang diselidiki. Metode ini digunakan untuk mengetahui

situasi umum kondisi di Desa Sumber, Kecamatan. Menden,

Kabupaten. Blora, didalam eksperimen, maupun dalam metode-

metode penyelidikan yang lain, banyak dilakukan teknik observasi

13 Joko P. Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hlm. 87-88

14 Sumadi Suryabrata, Metode Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hlm. 85

9

untuk mengumpulkan data. Dengan tujuan tertentu misalnya dalam

menentukan bahan mengenai proses perubahan suatu hal yang

tampak. Data yang dikumpulkan melalui metode observasi itu

adalah data tentang tingkah laku dari remaja yang diasuh oleh

single parent, dan tingkah laku lahiriyah yang mencerminkan pola

asuh single parent.

2). Metode interview/wawancara

Interview adalah metode pengumpulan data dengan metode

sepihak yang dikerjakan secara sistematis dengan berlandaskan

pada penyelidikan.15 Adapun interview yang penulis gunakan

adalah pembicaraan informal pada jenis wawancara ini pertanyaan

yang diajukan sangat bergantung pada pewawancara itu sendiri jadi

bergantung pada spontanitasnya dalam mengajukan pertanyaan

kepada yang diwawancarai. Wawancara demikian dilakukan para

latar ilmiah. Hubungan pewawancara dengan yang diwawancarai

adalah suasana biasa, wajar, sedangkan pertanyaan dan jawabannya

berjalan seperti biasa dalam kehidupan sehari-hari saja. Sewaktu

pembicaraan berjalan, yang diwawancarai malah barangkali tidak

mengetahui atau tidak menyadari bahwa ia sedang diwawancarai.16

Data yang dikumpulkan melalui metode interview yaitu

wawancara bagaimana cara/metode pengasuhan single parent, dan

bagaimana perkembangan kepribadian remaja yang diasuh single

parent setelah ditinggal meninggal ayahnya.

3). Metode dokumentasi

Teknik dokumentasi adalah teknik pengumpulan data

berupa sumber data tertulis (yang berbentuk tulisan). Sumber data

tertulis dapat dibedakan menjadi: dokumen resmi, buku, majalah,

arsip, ataupun dokumen pribadi dan juga foto.17 Metode

dokumentasi ini penulis gunakan untuk mengumpulkan data-data

15 Winarto Surakmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, Tarsito, Bandung, 1994, hlm. 165 16 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid II, Andi Offset, Yogyakarta, 2000, hlm. 193 17 Sudarto, Metode Penelitian Filsafat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 71

10

yang diperoleh dari kelurahan, baik berupa data orang-orang yang

menjadi single parent, data remaja-remaja single parent maupun

data-data mengenai monografi dan demografi Desa Sumber

Kecamatan Menden Kabupaten Blora.

3. Analisis Data

Analisis deskripsi yakni sebuah metode analisis yang menekankan

pada pemberian sebuah gambaran baru terhadap data yang telah

terkumpul. Metode ini digunakan memecahkan masalah yang diselidiki

dengan membuat deskripsi gambaran atau lukisan secara sistematis

faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara

fenomena yang diselidiki.18

Deskripsi yang digunakan adalah dengan menggambarkan secara

seksama dan sistematis tentang peran single parent (ibu) terhadap

perkembangan kepribadian remaja, dan bagaimana pola asuh orang

tunggal. Analisis deskripsi deskriptif sendiri terbagi menjadi dua jenis

yakni analisis deskriptif kualitatif.19 Berdasarkan pada spesifisikasi jenis

penelitian, maka dalam melakukan analisis terhadap data-data yang telah

disajikan secara kualitatif tentunya juga menggunakan teknik analisis dan

kualitatif deskriptif yaitu proses analisa data dengan maksud

menggambarkan analisis secara keseluruhan dari data yang disajikan tanpa

menggunakan rumusan-rumusan statistik atau pengukuran.20

F. Sistematika Penulisan Skripsi

Hasil penelitian (skripsi) ini akan disusun dalam 3 bagian yang terdiri

dari bagian awal, isi dan akhir. Bagian awal berisi halaman judul, halaman

18 Moh. Nasir, Metodologi Penelitian, Ghalia, Jakarta, 1985, hlm. 63. 19 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung,

2000. 20 Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2000, hlm. 39.

11

pengesahan, kata pengantar, halaman motto, dan daftar isi sedangkan bagian

isi terdiri dari 5 bab dengan perincian sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, pokok masalah,

tujuan dan manfaat penelitian, telaah pustaka, metode penelitian

dan sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan umum Pola Asuh Single Parent (Ibu) terhadap

Perkembangan Kepribadian Remaja meliputi pola asuh single

parent, yang terdiri dari pengertian pola asuh, jenis-jenis pola

asuh, single parent, dan tipe-tipe single parent. Dan

perkembangan kepribadian yang terdiri dari pengertian

perkembangan kepribadian, faktor-faktor yang mempengaruhi

perkembangan kepribadian remaja, perkembangan kepribadian

remaja. Hubungan antara peran single parent dengan

perkembangan kepribadian remaja.

BAB III : Gambaran Umum Monografi dan Demografi, Pola Asuh Single

Parent di Desa Sumber dan Karakteristik Kepribadian Remaja di

Desa Sumber Kecamatan Menden Kabupaten Blora. Meliputi:

kondisi geografis, keadaan demografis, pola asuh single parent DI

Desa Sumber, dan karakteristik kepribadian remaja di Desa

Sumber.

BAB IV : Analisis tentang Pola Asuh Single Parent (Ibu) terhadap

Perkembangan Kepribadian Remaja di Desa Sumber. Meliputi:

perkembangan kepribadian remaja, cara pengasuhan single parent

(ibu) terhadap remaja, dan pengaruh pola asuh single parent (ibu)

terhadap perkembangan remaja.

BAB V : Penutup yang berisi kesimpulan, saran dan penutup

Sedangkan bagian akhir terdiri dari daftar pustaka, lampiran-lampiran

dan daftar riwayat hidup penulis.

12

12

BAB II

TINJAUAN UMUM POLA ASUH SINGLE PARENT (IBU) TERHADAP

PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN REMAJA

A. Pola Asuh Single Parent

1. Pengertian Pola Asuh

Pola asuh adalah merupakan suatu cara terbaik yang dapat

ditempuh orang tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari rasa

tanggung jawab kepada anak. Di mana tanggung jawab untuk mendidik

anak ini adalah merupakan tanggung jawab primer, karena anak adalah

hasil dari buah kasih sayang yang diikat dalam tali perkawinan antara

suami isteri dalam keluarga.1

Menurut Kohn, sebagaimana dikutip oleh Chabib Thoha dalam

bukunya yang berjudul Kapita Selekta Pendidikan Islam, pola asuh

merupakan sikap orang tua dalam berhubungan dengan anaknya, sikap ini

dapat dilihat dari berbagai segi, antara lain dari cara orang tua

memberikan peraturan kepada anak, cara memberikan hadiah dan

hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritas dan cara orang tua

memberikan perhatian atau tanggapan terhadap keinginan anak.2

Dengan demikian yang disebut dengan pola asuh orang tua adalah

bagaimana cara mendidik orang tua terhadap anak, baik secara langsung

maupun tidak langsung.

Cara mendidik secara langsung artinya bentuk-bentuk asuhan

orang tua yang berkaitan dengan pembentukan kepribadian, kecerdasan,

dan ketrampilan yang dilakukan secara sengaja baik berupa perintah,

larangan, hukuman, penciptaan situasi maupun pemberian hadiah sebagai

alat pendidikan.

Pendidikan secara tidak langsung adalah berupa contoh kehidupan

sehari-hari baik tutur kata sampai kepada adat kebiasaan dan pola hidup,

1 M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1996, hlm. 109

2 Ibid., hlm. 110

13

hubungan antara orang tua dengan keluarga, masyarakat, hubungan suami

isteri. Semua ini secara tidak sengaja telah membentuk situasi di mana

anak selalu bercermin terhadap kehidupan sehari-hari dari orang tuanya.3

2. Jenis-jenis Pola Asuh

Hurlock, sebagaimana dikutip oleh Chabib Thoha, mengemukakan

ada tiga jenis pola asuh orang tua terhadap anaknya, yakni (1) pola asuh

otoriter, (2) pola asuh demokratis, dan (3) pola asuh permisif.

a. Pola asuh otoriter

Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang ditandai dengan cara

mengasuh anak dengan aturan-aturan yang ketat, seringkali memaksa

anak untuk berperilaku seperti dirinya (orang tua), kebebasan untuk

bertindak atas nama diri sendiri dibatasi. Anak jarang diajak

berkomunikasi dan bertukar pikiran dengan orang tua, orang tua

menganggap bahwa semua sikapnya sudah benar sehingga tidak perlu

dipertimbangkan dengan anak.4

Pola asuh otoriter ditandai dengan pemberian hadiah dan

hukuman, hadiah dan hukuman merupakan produk dari sistem otoriter

yang memperkokoh superioritas tradisional segolongan orang tua

terhadap golongan lain.5

b. Pola asuh demokratis

Pola asuh demokratis artinya orang tua memberikan

kesempatan kepada setiap anaknya untuk menyatakan pendapat,

keluhan, kegelisahan, dan oleh orang tuanya ditanggapi secara wajar

dan bimbingan seperlunya.6

3 Ibid. 4 Ibid., hlm. 111 5 Maurice Balson, Becoming a Better Parent (Bagaimana Menjadi Orang Tua yang Baik),

terj. M. Arifin, Bumi Aksara, Jakarta, 1993, hlm. 105 6 Sofyan S. Wilis, Problem dan Pemecahannya, Angkasa, Bandung, 1994, hlm. 46

14

Menurut Singgih D. Gunarso dan Yulia Singgih D. Gunarso,

pola asuh demokratis adalah anak boleh mengungkapkan pendapat

sendiri, mendiskusikan pandangan mereka dengan orang tua.7

c. Pola asuh permisif

Pola asuh ini ditandai dengan cara orang tua mendidik anak

secara bebas, anak dianggap sebagai orang dewasa/muda, ia diberi

kelonggaran seluas-luasnya untuk melakukan apa saja yang

dikehendaki. Kontrol orang tua terhadap anak sangat lemah, juga tidak

memberikan bimbingan yang cukup berarti bagi anaknya. Semua apa

yang telah dilakukan oleh anak adalah benar dan tidak perlu

mendapatkan teguran, arahan atau bimbingan.8

3. Pengertian Single Parent

Single parent yaitu orang yang mengasuh dan membesarkan anak-

anak mereka sendiri tanpa bantuan dari pasangannya.9

Sedangkan menurut Moh. Surya yang dimaksud orang tua tunggal

(dalam konsep darat disebut “single parent”) yaitu orang tua dalam satu

keluarga yang tinggal sendiri yaitu ayah atau ibu saja. Single parent dapat

terjadi karena perceraian, atau karena salah satu meninggal dunia.

Kejadian ini dapat menimpa siapa saja baik muda maupun tua dalam

kondisi ayah meninggal dunia. Sehingga ibu menyendiri bersama seluruh

anggota keluarganya, atau ibu meninggal dunia sehingga ayah menyendiri

bersama dengan keluarganya.10

Single parent a person who looks after their child or children

without a husband wife or partner.11 Artinya seseorang yang menjaga

anaknya tanpa suami atau istri atau rekan kerja.

7 Singgih D. Gunarsa, dan Yulia Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan

Remaja, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1986, hlm.116 8 M. Chabib Thoha, op.cit., hlm. 112 9 http://www.telaga.org diakses pada 20 Juli 2007 10 Mohammad Surya, Bina Keluarga, Aneka Ilmu, Semarang, 2003, hlm. 230 11 At Hornby, Oxford Adrameed Learner’s Dictionary of Current English, Oxford

University Press, New York, 2000, hlm. 1202

15

Single parent is parent earring for a child on his/ her own. 12

Artinya satu orang yang menjaga anaknya sendiri.

Sedangkan single parent families (keluarga single parent) berarti

keluarga yang terdiri dari ayah ibu yang bertanggung jawab mengurus

anak setelah perceraian, kematian atau kelahiran anak diluar nikah.13

Jadi keluarga single parent adalah suatu keluarga yang telah

disepakati atau dipimpin oleh seorang pemimpin saja misalnya ayah saja

atau ibu saja dan keluarga single parent disini adalah keluarga yang

dikepalai seorang janda/ duda dan itu bisa disebabkan karena kematian

atau karena perceraian.

4. Tipe–tipe Single Parent

Dalam menghadapi masalah-masalah keluarga tunggal, setiap

orang tua akan mempunyai cara-cara dan kiat yang berbeda satu dan yang

lainnya bergantung kepada kondisi-kondisi masing-masing. Ada yang

mampu bertahan secara mandiri sehingga menjadi sukses dan mungkin

lebih sukses jika dibandingkan dengan keluarga utuh. Ada yang menyerah

sama sekali kepada keadaan tanpa mampu berbuat apa-apa sehingga

berlanjut dengan kehancuran keluarga, kalau memperhatikan berbagai

gejala dan pengalaman dari berbagai keluarga tunggal dalam menghadapi

tantangan hidupnya. Maka sekurang-kurangnya ada 3 tipe orang tua

tunggal yaitu tipe mandiri, tipe tergantung, tipe tak berdaya.

d. Tipe Mandiri

Yaitu mereka yang mampu menghadapi kenyataan situasi

sebagai orang tua tunggal dan mampu mengatasi masalah-masalahnya

dengan sukses. Tipe ini biasanya melanjutkan perjalanan hidup

keluarga dengan sukses. Ia menyadari kenyataan yang dihadapinya,

segala masalah keluarga dapat teratasi dengan berbagai cara sebaik-

12 Martin H. Mansur, Oxford Karner, S Poeket Dictionary, Oxford University Press,

Hongkong, 1995, hlm. 382 13 Syamsyu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, PT. Remaja Rosdakarya,

Bandung, 2003, hlm. 36

16

baiknya. Anak-anak dan anggota keluarganya diberi pengertian dan

kesadaran akan kenyataan, serta ketrampilan menghadapinya.

e. Tipe Tergantung

Yaitu orang tua tunggal yang tergolong tipe ini hampir mampu

mengatasi berbagai masalah dan tantangan yang timbul akan tetapi

kurang memiliki kemandirian. Dalam hal ini menghadapi berbagai

masalah ia hanya bergantung kepada berbagai pihak diluar dirinya,

seperti kakak-kakaknya, saudara-saudaranya, kawan-kawannya atau

relasi suaminya dan sebagainya. Ia kurang yakin akan kemampuan

dirinya, ia menganggap kenyataan ini bukan tanggung jawabnya

sendiri, sehingga senantiasa meminta bantuan orang lain, misalnya

dalam mendidik anak-anaknya, mungkin yang satu diserahkan kepada

neneknya yang satu diserahkan kepada kakaknya.

f. Tipe Tak Berdaya

Yaitu tipe ini berada dalam keadaan tak berdaya dalam

menghadapi berbagai tantangan dan masalah yang ditimbulkan oleh

kenyataan orang tua tunggal. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan, ia

terlalu menyerah dengan keadaan tanpa berbuat apa-apa, ia putus asa

dan pesimis menghadapi masa depannya. Biasanya tipe ini cenderung

akan mengalami berbagai kegagalan, seperti terputusnya anak-anak

untuk sekolah, berkurangnya penghasilan, makin berkurangnya masa

kesejahteraan, makin menurunnya kondisi kesehatan, munculnya

berbagai masalah-masalah hambatan psikologis seperti curiga, putus

asa, frustasi, konflik, dan sebagainya. Mereka yang tergolong tipe tak

berdaya biasanya adalah mereka yang kurang siap menghadapi

kenyataan, terlalu besar ketergantungan kepada suami atau istri,

kurang memiliki kompetensi hidup, kurang memiliki ketrampilan

sosial, sikap rendah diri, ketahanan diri yang rendah, kurang mampu

mengendalikan diri, terlalu emosional.14

14 Mohammad Surya, op.cit., hlm. 232

17

Dari ketiga tipe di atas sudah tentu harus dihindari munculnya

tipe ketiga dan harus diupayakan munculnya tipe pertama. Apabila

orang tua tunggal mampu mengatasi masalah-masalah dalam tipe

pertama maka dimasa akan datang akan berkembang keluarga-keluarga

yang baik dan sejahtera. Peristiwa ketunggalan bukan menjadi sumber

kegagalan akan tetapi sebagai pemacu untuk mencapai sukses keluarga

di masa yang akan datang. Dengan keluarga yang sejahtera, pada

gilirannya akan mendorong timbulnya masyarakat bangsa yang kuat

dan sejahtera. Sebaliknya apabila ketunggalan itu merupakan suatu

kegagalan, maka pada gilirannya akan menimbulkan suasana

kegagalan kehidupan di masyarakat secara luas.

B. Perkembangan Kepribadian

1. Pengertian Perkembangan Kepribadian

Dalam mempelajari perkembangan manusia dan makhluk lain pada

umumnya, kita harus membedakan dua hal yaitu proses pematangan

(pematangan berarti proses pertumbuhan yang menyangkut

penyempurnaan fungsi-fungsi tubuh sehingga mengakibatkan perubahan-

perubahan dalam tingkah laku terlepas dari ada atau tidak adanya proses

belajar). Dan proses belajar (belajar, berarti mengubah atau memperbaiki

tingkah laku melalui latihan, pengalaman dan kontak dengan lingkungan

pada manusia hidup dalam masyarakat dengan struktur kebudayaan yang

rumit itu). Selain itu masih ada tiga yang ikut menentukan kepribadian

yaitu kepribadian atau bakat.15

Dalam kehidupan anak ada dua proses yang beroperasi secara

kontinyu yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Banyak orang

menggunakan istilah pertumbuhan dan perkembangan secara bergantian.

Kedua proses ini berlangsung secara interdependensi artinya saling

bergantung satu sama lain. Kedua proses ini tidak bisa dipisahkan berdiri

15 Sarlito Wirawan, Pengantar Umum Psikologi, Bulan Bintang, Jakarta, 1976, hlm. 26

18

sendiri-sendiri akan tetapi bisa dibedakan untuk maksud lebih

memperjelas penggunaannya.16

Pengertian perkembangan menunjuk pada suatu proses ke arah

yang lebih sempurna dan tidak begitu saja dapat diulang kembali.

Perkembangan begitu saja dapat diulang kembali. Perkembangan

menunjuk pada perubahan yang bersifat dan tidak dapat diputar kembali.17

Perkembangan kepribadian secara umum dapat diartikan sebagai

serangkaian perubahan dalam susunan yang berlangsung secara teratur dan

progresif. Jalin-menjalin dan terarah kepada kematangan atau kedewasaan.

Hal ini sesuai dengan Firman Allah SWT dalam surat al-Ahqaf ayat 15 : 18

ديه إحسانا حملته أمه كرها ووضعته كرها وحمله ووصينا الإنسان بوال

وفصاله ثلاثون شهرا حتى إذا بلغ أشده وبلغ أربعني سنة قال رب أوزعني أن

دي وأن أعمل صالحا ترضاه وأصلح أشكر نعمتك التي أنعمت علي وعلى وال

لمنيسالم ي منإنو كإلي تبي تتي إني15 (لي في ذر( Artinya : “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik

kepada 2 orang ibu bapaknya. Ibu mengandung dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah pula.. mengandungnya sampai menyapihkannya adalah tiga puluh bulan. Sehingga apabila ia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau Ridhoi; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”.

16 Saiful Bakhri Osamarah, Psikologi Belajar, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hlm. 84 17 F.J. Monks A.M.P Knoers, Siti Rahayu Haditono, Psikologi Perkembangan Pengantar

dalam Berbagi Bagiannya, Gajahmada University Press, Yogyakarta, 1998, hlm. 2 18 Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahan, CV. Diponegoro, Bandung, 2003,

hlm. 402

19

Dalam istilah perkembangan juga tercakup konsep yang diawali

dari saat pembuahan dan diakhiri kematian.19

Perkembangan juga berkaitan dengan belajar khususnya mengenai

isi proses perkembangan apa yang berkembang berkaitan dengan perilaku

belajar. Disamping itu juga bagaimana hal sesuatu dipelajari, misalnya

apakah melalui memorisasi (menghafalkan) atau mengerti hubungan, ikut

menentukan perkembangan. 20 Jadi perkembangan kepribadian dapat

diartikan sebagai perubahan yang menyangkut aspek pengetahuan, sifat

sosial, moral, dan sebagainya. Dengan demikian perkembangan

kepribadian dapat diamati melalui perubahan, bentuk, tingkah laku.21

Kesimpulan umum yang dapat ditarik dari beberapa definisi di atas

adalah bahwa perkembangan pribadi tidak terbatas pada pengertian

pertumbuhan yang semakin membesar, melainkan didalamnya juga

terkadang serangkaian perubahan yang berlangsung terus-menerus dan

bersifat tetap dan fungsi jasmaniah dan rohaniah yang dimiliki individu

menuju ke tahap kematangan melalui perkembangan, pematangan dan

belajar.

2. Faktor–faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kepribadian

Pribadi manusia itu dapat dipengaruhi oleh faktor tertentu,

memanglah demikian keadaannya karena itu ada usaha mendidik pribadi,

membentuk pribadi, membentuk watak atau mendidik watak anak, yang

artinya berusaha untuk memperbaiki kehidupan anak yang nampak kurang

baik sehingga menjadi baik.22

Masalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan

manusia para ahli psikologi memiliki jawaban yang berbeda-beda. Bagi

para ahli yang beraliran nativisme, mereka berpendapat bahwa

perkembangan individu itu, semata-mata ditentukan oleh faktor

19 M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, Pedoman Ilmu Jaya,

Jakarta, 1997, hlm. 136 20 Desmita, Psikologi Perkembangan, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, 2003, hlm. 4 21 F.J. Monks A.M.P Knoers, Siti Rahayu Haditono, loc.cit. 22 Agus Sujanto, dkk., Psikologi Kepribadian, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2004, hlm. 3

20

lingkungan atau pendidikan sedangkan faktor bawaan, sama sekali tidak

berpengaruh. Tokoh utama aliran ini John Locke.

Aliran yang tampak menengahi kedua pendapat aliran yang ekstrim

di atas ialah aliran konvergensi dengan tokohnya yang terkenal William

Stren, menurut aliran ini perkembangan individu sebenarnya ditentukan

oleh kedua kekuatan tersebut antara faktor pembawaan maupun faktor

lingkungan, keduanya secara konvergensi akan menentukan atau

mewujudkan perkembangan kepribadian seorang individu.23

1. Hereditas (Keturunan dan Pembawaan)

Hereditas merupakan faktor pertama yang mempengaruhi

perkembangan individu, dalam hal ini hereditas diartikan sebagai

totalitas karakteristik individu dan diwariskan orang tua kepada anak

atau segala potensi, baik fisik maupun psikis yang dimiliki individu

sejak masa konsepsi (pertumbuhan ovum oleh sperma) sebagai

pewarisan dari pihak orang tua melalui Gen-gen.

2. Lingkungan

Urie Bronfren Brenner dan Anm Erouter dalam hal ini

mengemukakan bahwa lingkungan perkembangan merupakan berbagai

peristiwa, situasi atau kondisi luar. Organisme diduga mempengaruhi

atau dipengaruhi oleh perkembangan individu.

Lingkungan ini terdiri atas

− Fisik yaitu meliputi segala sesuatu dari molekul yang ada disekitar

janin sebelum lahir sampai kepada rancangan arsitektur suatu rumah.

− Sosial, yaitu meliputi seluruh manusia yang secara potensial

mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perkembangan individu.24

Status sosial orang tua mempunyai pengaruh terhadap tingkah

laku dan pengalaman anak-anaknya. Adapun maksud dengan status

sosial ialah kedudukan orang dalam kelompoknya. Status di sini dapat

23 Akyas Ashari, Psikologi Umum dan Perkembangan, Teraju, Jakarta, 2007, hlm. 187-

188 24 Syamsyu Yusuf, op.cit., hlm. 35

21

bersifat statis dapat pula dinamis. Secara sederhana didalam

masyarakat Indonesia terdapat 4 status sosial ialah :

− Petani : mereka yang hidup dari pengusahaan sawah di desa yang

suasana kehidupan dalam masyarakat ditandai oleh sifat

kekeluargaan.

− Pegawai : mereka yang menerima gaji dari pemerintah tiap bulan

secara menentu dan kerjanya juga menentu.

− Angkatan bersenjata : anggota salah satu ke-4 angkatan, angkatan

darat, angkatan laut, angkatan udara dan angkatan kepolisian.

Mereka menerima gaji dari pemerintah secara menentu.

− Pedagang : mereka yang hidup dari keluarga yang diperoleh dari

pekerjaan jual beli. Hasilnya tidak menentu kerjanya pun kurang

menentu.

Setiap keluarga memiliki kebiasaan yang berlainan. Dalam hal

ini status orang tua memegang peranan yang penting. Kebiasaan

sehari-hari yang terdapat didalam keluarga banyak dipengaruhi atau

terbawa oleh status sosial orang tua memberikan contoh merupakan

usaha pendidikan dari manusia dewasa untuk membawa manusia ke

arah kedewasaan. Maka tidak mengherankan bila kita lihat anak kecil

membawa tas dan memakai kaca mata ayahnya, hal ini dilakukan

seolah-oleh ia adalah ayahnya yang baru pulang dari kantor. Dorongan

meniru atau mencontoh adalah pemberian kodrat dari Tuhan sebagai

alat untuk melengkapi dirinya dalam perkembangannya.25

Suatu pengupasan hal yang sama, tetapi dari sudut yang agak

berbeda adalah apa yang dikemukakan oleh Langeveld. Langeveld

secara fenomenologis mencoba mengemukakan hal-hal apakah yang

memungkinkan perkembangan anak itu menjadi orang dewasa, dan

dia menemukan hal – hal berikut.

a). Justru karena anak itu adalah makhluk hidup (makhluk biologis)

maka dia berkembang.

25 Abu Ahmadi, dkk, Psikologi Sosial, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hlm. 249-250

22

b). Bahwa anak itu pada waktu masih sangat muda adalah sangat

tidak berdaya dan adalah suatu keniscayaan bahwa dia perlu

berkembang menjadi lebih berdaya.

c). Bahwa kecuali kebutuhan – kebutuhan biologis anak memerlukan

adanya perasaan aman, karena itu perlu adanya pertolongan atau

perlindungan dari orang yang mendidik.

d). Bahwa dalam perkembangannya anak pasif mereka pengaruh dari

luar semata-mata, melainkan ia juga aktif mencari dan

menemukan.26

Meskipun sudah banyak ahli mengambil jalan tengah

tampaknya persoalan belum selesai. Ada faktor kelahiran kini timbul

pertanyaan faktor yang mana yang memiliki porsi lebih besar? Kalau

kita perhatikan, kebanyakan teori menunjukkan bahwa faktor yang

bersifat temperamen. Temperamen lebih memberi warna pada

kepribadian, tapi tidak isi kepribadian tersebut.

Karena itu, tidak berlebihan kiranya kalau kita simpulkan

bahwa pengaruh lingkungan sangat besar dalam perkembangan

kepribadian manusia. Meskipun kadar kebesarannya tidak dapat

ditentukan, atas dasar inilah dalam usaha mengerti kepribadian

manusia. Kita tidak dapat melepaskan diri dari sistem sosial dimana

manusia ini tumbuh dan berkembang.27

Sedangkan pada lingkungan yang mempunyai arti mendidik

adalah lingkungan dari keluarga, kemudian dari lembaga-lembaga

pendidikan lain termasuk masyarakat sebagai lingkungan yang jelas.

3. Perkembangan Kepribadian Remaja

Kepribadian Remaja adalah sejumlah ciri-ciri dan sifat-sifatnya

sebagai person, maupun cara-cara semuanya ini diintegrasikan kedalam

keseluruhan cara hidupnya. Kepribadian remaja meliputi semua ciri-ciri

26 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995,

hlm. 190 27 AW. Wujdaja, Manusia Indonesia, Individu Keluarga dan Masyarakat, CV.

Akademika Pressindo, Jakarta, 1980, hlm. 146-157

23

dan kemampuan yang dapat diukur, temperamennya dan kecenderungan-

kecenderungannya baik emosional maupun pola-pola tingkah lakunya

yang memberikan tanda kepadanya sebagai pribadi yang “wel-adjusted”

atau mal-adjusted seperti yang diukur oleh standar-standar masyarakat

dimana ia hidup, yang dari sudut pandang dirinya, pusat kepribadian

terdiri atas semua cita-cita dan sikap-sikap yang menjelma di dalam

dirinya konsepnya tentang dirinya.

Setiap kebudayaan memiliki nilai dan norma yang mengenai tanda

atau persyaratan fisik yang diinginkan pada beberapa kebudayaan tertentu

bagi remaja pria diutamakan syarat fisik berupa fungsi dan kekuatan badan

di lingkungan lain, tumbuhnya kumis atau jenggot merupakan tanda

penting tercapainya kedewasaan bagi remaja puteri penilaian diutamakan

terhadap kehalusan wajah dan kelangsingan tubuh. Mereka yang memiliki

tanda yang mendekati tanda-tanda yang diinginkan masyarakatnya, akan

lebih diterima dan bahkan terpandang oleh lingkungannya, penilaian ini

akan turut berperan dalam pembentukan gambaran mengenai dirinya dan

juga pembentukan perkembangan kepribadiannya. Karakteristik jasmaniah

ini sangat penting berkenaan dengan pandangannya terhadap diri sendiri

dan hubungannya dengan taman-temannya. Sedangkan sifat-sifat yang

berhubungan dengan temperamen yang nampak jelas sejak lahir dan yang

berakar pada perlengkapan biokimia yang diturunkan, berpengaruh dan

menghasilkan kestabilan kepribadian remaja. Sifat-sifat temperamen yang

diturunkan bukan hanya berpengaruh terhadap struktur dan sifat

lingkungan melalui pengaruh para remaja terhadap yang lainnya.28

Remaja yang dalam bahasa aslinya adolescere, berasal dari bahasa

Latin adolescere yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai

kematangan”. Sedangkan pandangan oleh Piaget bahwa secara psikologis,

remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi kedalam

28 Elfi Yuliani Rochmah, Psikologi Perkembangan, Teras, Yogyakarta, 2005, hlm. 209-

210

24

masyarakat dewasa ini mengandung banyak aspek afektif, lebih atau

kurang dari usia pubertas.

Masa remaja, menurut Mappiare berlangsung antara usia 12 tahun

sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 sampai 22 tahun bagi pria.

Rentang usia remaja dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu usia 12 / 13

tahun sampai dengan 17 / 18 tahun adalah remaja awal dan usia 17 / 18

tahun sampai dengan 21 / 22 tahun adalah remaja akhir.29 Sedangkan

menurut Konoplo masa remaja ini meliputi : A. Remaja awal 12 – 15

tahun, B. Remaja madya 15 – 18 tahun, dan C. Remaja akhir 19 – 12 tahun.

Masa remaja merupakan saat berkembangnya jati diri (identity).

Perkembangan ini merupakan sentral perkembangannya menuju dasar bagi

masa dewasa. Perkembangan identitas ini dipengaruhi oleh beberapa

faktor antara lain:

a. Iklim keluarga yaitu yang berkaitan dengan sosio emosional antara

anggota keluarga (ibu, Ayah, orang tua anak-anak) sikap dan perlakuan

orang tua terhadap anak.

b. Tokoh idola yaitu orang-orang yang di persepsi oleh remaja sebagai

figur yang memiliki posisi di masyarakat.

c. Peluang pengembangan diri, yaitu kesempatan untuk melihat kedepan

dan menguji dirinya dalam setting (adegan) kehidupan yang beragama.

Apabila remaja dapat memperoleh pemahaman yang baik tentang

aspek-aspek pokok identitas dirinya, seperti fisik, kemampuan intelektual,

emosi, sikap dan nilai-nilai, maka ia akan untuk berfungsi dalam

pergaulannya yang sehat baik dengan teman sebaya, keluarga atau

masyarakat dewasa tanpa dibebani oleh perasaan cemas atau frustasi.30

Seorang remaja dapat dikategorikan telah memiliki identitas yang

matang (sehat). Jika sudah memiliki pemahaman dan kemampuan untuk

menyesuaikan diri dengan diri sendiri, peran-perannya dalam kehidupan

sosial baik di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat, dunia kerja

29 Moh. Ali, Moh. Asrori, Psikologi Remaja (Remaja Peserta Didik), PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2004, hlm. 9

30 Syamsyu Yusuf, op.cit., hlm. 202-203

25

dan nilai-nilai agama. Keberhasilan remaja dalam usaha untuk

memperbaiki kepribadiannya tergantung pada banyak faktor.

1. Ia harus menentukan ideal-ideal yang realistik dan dapat dicapai oleh

mereka.

2. Remaja harus membuat penilaian yang realistik mengenai kekuatan

dan kelemahannya.

3. Mereka harus memiliki konsep diri yang stabil. Hal ini juga

meningkatkan harga diri dan memperkecil perasaan tidak mampu.

4. Mereka harus cukup puas dengan mereka capai dan bersedia

memperbaiki prestasi-prestasi dibidang mereka anggap kurang.

Menerima diri sendiri akan menimbulkan perilaku yang membuat

orang lain menyukai dan menerimanya. Hal ini kemudian mendorong

remaja untuk berperilaku yang baik dan mendorong perasaan menerima

diri sendiri, yang mana sikap ini dapat menentukan kebahagiaan

seseorang.31

C. Hubungan Antara Peran Single Parent dengan Perkembangan

Kepribadian Remaja

Salah satu persoalan bagi orang tua tunggal adalah mengatur waktu

antara mencari nafkah dan mengawasi keseharian anak. Salah satu cara untuk

mengatasi hal ini adalah dengan bekerja paruh waktu. Dengan cara ini,

seorang ibu bisa mengawasi anak selama waktu-waktu istirahat, sekaligus

bekerja.

Sebab, seorang ibu mempunyai kedudukan sangat penting dan

pengaruh yang besar bagi seorang anak / remaja yang tidak hanya bagi

perorangan, namun juga kepada masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena

itu seorang ibu adalah orang paling dicintai oleh manusia. Ia adalah teladan

utama dan contoh ideal yang ketika seorang membuka matanya di dunia ini

dapati contoh tersebut di depan matanya. Dari sini timbul pembicaraan tentang

31 Elfi Yuliani Rochmah, op.cit., hlm. 210-211

26

ibu dan peran ibu dalam membentuk dan mengembangkan kepribadian anak /

remaja.32

Keluarga dengan orang tua tunggal mempunyai situasi dan kondisi

khas yang mungkin berbeda dengan keadaan keluarga utuh. Situasi itu akan

membawa berbagai masalah termasuk masalah-masalah psikologis. Dalam

keluarga tunggal ibu harus melaksanakan dua fungsi sekaligus yaitu fungsi

ayah atau fungsi ibu. Fungsi-fungsi keluarga seperti fungsi ekonomi, fungsi

pendidikan, fungsi sosial, fungsi budaya dan sebagainya yang harus dipikul

sendirian. Misalnya ibu harus masalah-masalah keluarga disamping fungsi-

fungsi lainnya yang sudah biasa dilakukan dalam keadaan seperti itu.

Beberapa masalah psikologis yang muncul antara lain masalah ketiadaan

tokoh figur sebagai panutan bagi anak-anak, masalah frustasi, masalah stres

dan depresi, masalah konflik, ketiadaan teman berkomunikasi inter dan antar

keluarga, dan seorang single parent harus bisa mengatur untuk mengawasi

keseharian anak agar anak tersebut tidak memiliki perilaku yang menyimpang.

Karena ketidak fungsinya salah satu orang tua sebagaimana mestinya. Itu

berdampak pada perkembangan kepribadian anak / remaja.33

Menjadi single parent memerlukan energi yang besar karena harus

menanggung beban pendidikan dan beban emosional yang seharusnya dipikul

bersama pasangannya, mendidik dan membesar anak bukanlah hal yang

mudah perlu konsistensi dan perencanaan perlu adanya kerjasama yang

sistematis dan terencana antara kedua orang tua dalam mendidik anak. Dan ini

terasa berat apabila ditanggung satu orang saja.

Pola asuh yang diberikan single parent kepada anak bergantung pada

sejauh mana pemahaman orang tua itu sendiri. Ketika tidak ada partner untuk

berbagi fungsi. Single parent cenderung membentuk sikap kemandirian pada

anaknya. Pembagian tugas atau job sharing akan mendidik untuk mandiri dan

prihatin. Karakter anak yang dibesarkan oleh single parent wanita biasanya

bagi anak perempuan dan dampaknya tidak terlalu besar. Sedangkan untuk

32 Save M. Dagun, Psikologi Keluarga, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hlm. 116 33 Mohammad Surya, op.cit., hlm. 231

27

anak laki-laki cenderung akan banyak mengadopsi sifat feminisme dari ibunya.

Anak yang berkembang dengan pola yang tepat dan terencana akan memiliki

kepribadian yang kuat. Tingkat sukses single parent dalam mendidik anak

terlihat dari terbentuknya kepribadian yang utuh sehat mental dan kesuksesan

itu bisa diukur, apakah si anak dapat berfungsi secara cerdas dalam

menghadapi tuntutan masyarakat serta lingkungannya. Bukan hanya

pendidikan, tetapi kehidupan emosional dan kepribadiannya dalam masyarakat

juga diperhitungkan.34

34 Dodi Ahmad Fauzi, Wanita Single Parent yang Berhasil, Edsa Mahkota, Jakarta 2007

hlm. 9-16

26

BAB III

GAMBARAN UMUM KEADAAN GEOGRAFIS DAN KEADAAN

DEMOGRAFIS, POLA ASUH SINGLE PARENT DAN KARAKTERISTIK

KEPRIBADIAN REMAJA DI DESA SUMBER KECAMATAN MENDEN

KABUPATEN BLORA

A. Keadaan Geografis dan Keadaan Demografis

1. Keadaan Geografis

Secara administrasi desa Sumber termasuk wilayah Kradenan

Kabupaten Blora. Desa sumber terletak 3 Km dari Ibu Kota Kecamatan, 40

Km dari Kota Blora dan 110 Km dari Ibu Kota Propinsi Semarang. Untuk

menuju desa Sumber dapat menggunakan kendaraan bermotor, baik

kendaraan motor roda dua maupun kendaraan motor roda empat. Jalan

menuju desa Sumber sudah diperhalus dengan aspal dan melewati hutan

jati, yang tampak di kanan kiri jalan.

Luas wilayah desa Sumber seluruhnya ±1.369.395 Ha. Yang terdiri

dari tanah sawah ± 740 Ha (irigasi teknis ± 35 Ha, irigasi setengah teknis ±

565 Ha dan tadah hujan 140 Ha); tanah kering ± 602.390 Ha

(pekarangan/bangunan ± 434.685 Ha, tegalan/kebun ± 168.105 Ha) dan

lain-lain. (Sungai, jalan, kuburan) ± 26.465. Secara geografis desa Sumber

dibatasi oleh sebelah utara perbatasan dengan desa Peting, Kecamatan

Randublatung; sebelah timur berbatasan dengan desa Wado, Kecamatan

Kedungtuban, sebelah selatan berbatasan dengan desa Menden,

Kecamatan Kradenan; Sebelah barat berbatasan dengan desa Sumberrejo,

Kecamatan Randublatung.

Desa Sumber terdiri dari 62 wilayah Rukun Tetangga (RT), 13

Wilayah Rukun Warga (RW) dan 13 Wilayah Pedusunan, dan Perdusunan

terdiri dari dusun Sumber, dusun Tambak (Mbalong), dusun Ngayam,

dusun Bong Anyar, dusun Jati, dusun Sambong Macan, Dusun

Tawangrejo, dusun Wates, dusun Jompong, dusun Tambakrejo, dusun

Kalirejo, dusun Sumberejo.

27

2. Keadaan Demografis

Berdasarkan data kependudukan tahun 2007 jumlah penduduk

Desa Sumber, Menden 2007 yaitu 11784 jiwa yang terdiri dari 5287 laki-

laki dan 5287 perempuan. Dengan jumlah kepala penduduk 2950 KK.

Gambaran jumlah penduduk desa Sumber, berdasarkan kelompok umur

dan jenis kelamin

Tabel 1 Jumlah Penduduk Desa Sumber Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin

Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Jumlah

0-4 5-9

10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54

55 ke atas

840 525 545 524 525 508 253 260 257 250 284 510

836 531 503 528 517 493 454 276 254 255 370 500

1676 1056 1048 1052 1042 1001 707 506 511 511 654 1010

Jumlah 5287 5287 10.784

Dengan melihat tabel di atas dapat diketahui bahwa angka

kelahiran lebih menonjol setelah itu disusul jumlah anak-anak baru setelah

itu para remaja. dan diantara penduduk di desa Sumber itu terdapat para

single parent yang ditinggal mati suaminya yang berjumlah 20 orang.

a. Kondisi Sosial Kemasyarakatan

Di desa Sumber aktivitas gotong royong penduduk dalam

berbagai kehidupan sosial. Dalam kehidupan perorangan misalnya

apabila salah seorang warga desa mempunyai hajat (gawe) seperti

mendirikan bangunan rumah, memindahkan bangunan rumah,

mengolah tanah pertanian dilakukan dengan gotong royong. Aktivitas

sosial gotong royong di desa Sumber Kradenan, Blora didukung oleh

adanya saling mengenal di antara warga desa satu sama lainnya.

28

Disamping itu juga pola pemukiman yang mengelompok, sehingga

menggugah kesadaran individu-individu untuk saling membantu.

Kegiatan gotong royong (kerja bakti) yang dilakukan masyarakat di

desa Sumber ini adalah perbaikan jalan, membersihkan tempat-tempat

yang dianggap rawan penyakit, membuat gapura dan lain sebagainya.

Dan kegiatan gotong royong dan aktivitas sosial juga

dilakukan oleh para single parent yaitu seperti membantu memasak ke

tetangga sebelah apabila ada hajat perkawinan, terus ibu-ibu juga

sering melakukan arisan, yasinan, ada juga yang mengikuti

muslimatan dan Aisyah. Sehingga seorang single parent itu tidak

hanya melakukan tugasnya untuk mencari nafkah dan mengurus anak-

anak saja, tapi juga membina hubungan baik dengan masyarakat

setempat.

b. Kondisi Ekonomi

Kondisi ekonomi yang ada di desa Sumber yang mayoritas

penduduknya berprofesi sebagai petani. Dan untuk memenuhi

kebutuhan hidup penduduk desa Sumber melakukan pekerjaan sebagai

petani, baik petani milik maupun buruh tani. Disamping sebagai petani

ada juga sebagian penduduk yang melakukan pekerjaan sebagai

pengusaha, buruh sipil, buruh bangunan, pedagang, angkutan pegawai

negeri sipil / PNS, ABRI, untuk mendapat gambaran yang lebih jelas

di bawah ini.

Tabel 2 Mata Pencaharian Penduduk Desa Sumber

Agustus 2007

Mata Pencaharian Jumlah Orang Petani pemilik Buruh tani Nelayan Pengusaha Buruh industri Buruh bangunan

3411 orang 2994 orang - 24 orang 32 orang 195 orang

29

Pedagang Angkutan PNS/ABRI Pensiunan lain-lain

65 orang 72 orang 112 orang 26 orang 910 orang

Jumlah 7841

Tabel di atas menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi atau mata

pencaharian hidup yang paling menonjol di desa Sumber adalah

sebagai petani pemilik kemudian sebagai buruh tani. dan untuk para

single parent yang ada di desa Sumber, untuk memenuhi kebutuhan

anak-anaknya itu rata-rata jadi buruh tani.

c. Pendidikan

Pendidikan sangat penting untuk masa depan anak, terutama

ketika anak tersebut memasuki usia remaja. Anak usia remaja biasanya

berada di sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas.

Berbicara Sekolah terkait dengan masalah pendidikan, tentu tidak bisa

lepas dari sarana dan prasarana dari lembaga-lembaga pendidikan yang

ada. Sarana pendidikan yang ada di desa Sumber memang mengalami

kemajuan. Hal ini terlihat adanya lembaga pendidikan negeri maupun

swasta yang telah ada di desa Sumber. Sarana yang ada di desa Sumber

adalah

Tabel 3 Jumlah Sarana Pendidikan

Jumlah

No Lembaga-Lembaga Pendidikan Sekolah Guru Murid

1 2 3 4 5 6

TK SDN SLTP Umum Madrasah Ibtidaiyah Madrasah Tsanawiyah Madrasah Aliyah NU

7 7 1 2 1 1

7 52 15 18 22 22

195 983 126 303 303 110

Jumlah

30

Berdasarkan Tabel di atas bisa disimpulkan bahwa hampir

setiap dusun terdapat TK, SD tetapi dalam hal pentingnya akan

pendidikan sendiri lanjutan pertama ataupun atas tidak murni dari desa

Sumber. Mereka adalah pendatang dari desa lain yang ada di sekitar

desa Sumber, untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada tabel di bawah

dengan perbandingan jumlah penduduk menurut tingkat pendidikannya

yaitu :

Tabel 4 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Sumber

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) 1 2 3 4 5

Tidak Tamat SD tamat SD tamat SLTP Tamat SLTA Tamat Perguruan Tinggi

1150 7820 822 704 100

Jumlah 10596

Dari tabel di atas bisa disimpulkan bahwa tingkat pendidikan

sumber masih sangat minim dan sebagian mereka pergi keluar kota

untuk mencapai taraf pendidikan yang lebih maju dan lebih tinggi.

Dan untuk pendidikan dari remaja single parent ada yang masih

sekolah tapi ada juga yang harus putus sekolah karena masalah

ekonomi sehingga memutuskan untuk berhenti sekolah dan mencari

uang untuk membantu ibu mereka dalam mencukupi kebutuhan sehari-

hari.

d. Kondisi Keagamaan

Kondisi keagamaan kini mulai ada peningkatan yang

signifikan, mereka mulai menampakkan realitas keagamaan yang ada

di desa Sumber seperti mengaji untuk anak-anak TPA, shalat

berjamaah dan dhiba'an di musholla dan di hari-hari tertentu.

Secara keseluruhan di desa Sumber dilihat dari penduduknya,

mayoritas beragama Islam yang berjumlah 9895 orang, sedangkan

yang beragama kristen Katholik 49 orang. Dan di Sumber juga ada

31

yang mengikuti organisasi yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul

Ulama'.

Tabel 5 Jumlah Sarana Ibadah yang Terdapat di Desa Sumber

No tempat ibadah Jumlah 1 2 3 4

Masjid Gereja Kuil Surau / musholla

14 buah 1 buah - 39 buah

B. Pola Asuh Single Parent di Desa Sumber

Untuk mengetahui bagaimana pola asuh single parent, penulis

mengadakan interview dengan anak yang diasuh oleh single parent dan

penulis mengadakan wawancara dengan 20 orang anak, yang hasilnya

dijelaskan di bawah ini.

1. Pola Asuh Otoriter

Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang ditandai dengan cara

mengasuh anak dengan aturan-aturan yang ketat, seringkali memaksa anak

untuk berperilaku seperti dirinya (orang tua), kebebasan untuk bertindak

atas nama diri sendiri dibatasi.1 Berdasarkan penelitian penulis di Desa

Sumber, terdapat beberapa anak yang diasuh dengan pola asuh semacam

ini, di antaranya adalah :

Berdasarkan wawancara dengan Ahmad (17 Tahun), ia menuturkan

bahwa ibunya seringkali marah-marah sejak bapaknya meninggal, ibunya

selalu murung dan sering marah karena tidak punya uang, dan ibunya

memaksanya untuk berhenti sekolah saja. Tapi karena ia memiliki paman

yang baik hati, maka ia bisa tetap sekolah dengan cara bekerja di tempat

pamannya.2

Berdasarkan wawancara Ahmad Sukadi (12 tahun), ia menerangkan

bahwa ibunya bersifat keras, otoriter dan dalam memberi perhatian ala

1 M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Pustaka, Pelajar, Yogyakarta, 1996, hlm. 111

2 Wawancara dengan Ahmad, 18 November 2007

32

kadarnya dan kalau memberi nasihat sering dengan marah-marah,

sehingga kalau ibunya sedang marah ia langsung ke rumah kakaknya

untuk mencurahkan perasaan hatinya dan menangis. Ia sering tidur di

rumah kakaknya dan membantu kakaknya di toko, sehingga ia sering

diberi imbalan uang. Dan kakaknya selalu menasehati kepada Ahmad

Sukadi untuk tidak nakal, dan belajar yang rajin, dan tidak boleh manja.3

Kemudian wawancara dengan Manto (20 tahun). Dari hasil

wawancara ini diketahui bahwa Manto diasuh oleh Ibu yang sangat

otoriter. Hal ini ditandai dengan sikap marah-marah yang ditunjukkan

ibunya ketika Manto tidak memenuhi keinginan ibunya.4

Wawancara dengan Sundari (21 tahun). Menurut penuturan Sundari,

ibunya adalah seorang yang otoriter dan berwatak keras. Ibunya suka

mengatur anaknya tanpa melihat keinginan anaknya dan ibunya masih

menganggap bahwa Sundari adalah anak kecil.5

Selanjutnya wawancara dengan Tina (22 tahun), dari hasil

wawancara dengan Tina dapat diketahui bahwa ia diasuh oleh orang tua

yang bersifat otoriter. Hal ini sesuai dengan penuturannya bahwa ibunya

adalah sosok ibu yang suka mengatur kehidupan anaknya.6

2. Pola Asuh Demokratis

Pola asuh demokratis ialah pola asuh yang ditandai dengan adanya

pengakuan orang tua terhadap kemampuan anak, anak diberi kesempatan

untuk tidak selalu bergantung pada orang tua.7 Adapun hasil wawancara

penulis dengan anak yang diasuh dengan pola asuh demokratis adalah

sebagai berikut :

Wawancara dengan Mulandari (16 tahun), menurut penuturannya,

sejak kecil ia sudah dilatih hidup mandiri dan disiplin oleh ibunya. Dalam

melatih kedisiplinan tersebut, ibunya tidak pernah memakai cara

3 Wawancara dengan Ahmad Sukadi, 20 November 2007 4 Wawancara dengan Manto, 3 Desember 2007 5 Wawancara dengan Sundari, 27 November 2007 6 Wawancara dengan Tina, 18 November 2007 7 M. Chabib Thoha, loc.cit.

33

pemaksaan. Artinya, dalam memerintahkan sesuatu ibunya selalu

memperhatikan situasi dan kondisi Mulandari. Selain itu, ibunya juga

tidak langsung marah jika keinginannya tidak bisa dipenuhi oleh

Mulandari, melainkan ibunya menanyakan terlebih dahulu mengapa

Mulandari tidak memenuhi keinginannya.8

Selanjutnya adalah wawancara dengan Rofik (19 tahun),

menurutnya ibunya sangat mengerti sekali dengan anak-anaknya karena

ibunya adalah orang yang sabar dan tidak pernah marah-marah pada anak-

anaknya. Kalaupun terpaksa marah, ibunya tidak pernah bentak-bentak

atau memukul, ibunya hanya menasehati saja. Selain itu, ibunya selalu

melatih anak-anaknya untuk hidup mandiri, saling membantu dan

menabung. Sikap semacam inilah yang menyebabkan dia sangat hormat

sama ibunya dan tidak tega jika melakukan sesuatu yang dapat

menyebabkan ibunya sakit hati.9

Penuturan Dwi pujianto (16 tahun), ia menuturkan kalau setelah

bapaknya meninggal ibunya bekerja dengan keras. Sebagai seorang petani,

kerjaannya tidak tentu, apabila pagi atau sore di sawah maka waktu luang

siang atau malamnya untuk berkumpul dengan anak-anaknya atau saling

bertukar cerita, dan ibunya selalu memberikan nasehat kalau saya harus

bisa mandiri dan jangan sampai selalu bergantung dengan orang lain.10

Sunthi (16 tahun), ia mengatakan kalau ibunya selalu bersikap

demokratis, apabila menyuruh anak-anaknya dia tidak membedakan

apakah dia kecil atau besar, dan kalau memberi uang jajan selalu adil

sehingga anak-anaknya selalu nurut apabila disuruh dan ibunya selalu

melatih anak-anak untuk bekerja sendiri mulai dari mencuci baju,

menyapu, sampai membersihkan kamar sendiri.11

Hasil wawancara Widaningsih (15 tahun), menurutnya dalam

kesehariannya ibunya bekerja sebagai pembantu di sebuah rumah makan

8 Wawancara dengan Mulandari, 18 November 2007 9 Wawancara dengan Rofik, 19 November 2007 10 Wawancara dengan Dwi Pujianto, 19 November 2007 11 Wawancara dengan Sunthi, 20 November 2007

34

dan berangkatnya pagi hari dan pulang sore hari, jadi frekuensi pertemuan

dengan ibunya kurang. Kendati demikian, terkadang sehabis pulang

sekolah Widaningsih menyusul ke tempat kerja ibunya dan ikut membantu

pekerjaan ibunya. Dan oleh majikan ibunya, ia diberi uang jajan dan

uangnya ditabung untuk membeli buku LKS, dan sebagian lagi untuk

jajan. Dalam kesehariannya ia selalu diajarkan oleh ibunya untuk bekerja,

dan kalau jadi orang jangan suka malas-malasan.12

Berdasarkan penuturan Sutopo (20 tahun), ibunya sudah tua

sehingga dalam memberikan perhatian kurang, jadi ibunya cukup hanya

memberi nasehat agar ia menjadi orang yang baik jangan sampai

mempermalukan keluarga. Karena ibunya sudah tidak mampu untuk

bekerja, jadi sekarang yang cari uang untuk kelangsungan hidup

keluarganya adalah Sutopo.13

Khoirul (17 tahun), ia menuturkan kalau ibunya adalah orang yang

bersifat demokratis, sebab dalam mendidik anak-anaknya dia selalu

menyuruh melakukan sesuatu dengan sendiri, dan kalau menyuruh tidak

memaksakan kehendak. Jadi, ibunya juga selalu mencoba untuk

memahami keinginan anaknya. 14

Selanjutnya adalah wawancara dengan Supriyadi (19 tahun). Dalam

wawancara ini didapatkan diketahui bahwa ibunya dalam mengasuh

anaknya menggunakan sikap demokratis. Ibunya kalau melihat anaknya

melakukan kesalahan selalu menasehati dengan halus, dan kalau menyuruh

anaknya tidak dengan cara pemaksaan kehendak.15

Sutrisno (16 tahun), menurutnya ibunya adalah sosok yang sangat

demokratis dalam membina anak-anaknya. Ibunya sangat akrab dengan

anak-anaknya, dan kalau menyuruh anak-anaknya selalu memakai bahasa

yang halus dan jika anaknya tidak mau, ibunya tidak langsung

memarahinya dengan kata-kata kasar atau mendiamkannya, melainkan

12 Wawancara dengan Widaningsih, 5 Desember 2007 13 Wawancara dengan Sutopo, 3 Desember 2007 14 Wawancara dengan Khoirul, 20 November 2007 15 Wawancara dengan Supriyadi, 3 Desember 2007

35

ibunya menasehati dengan halus. Dan sikap semacam inilah yang

membuat anak-anaknya menjadi sungkan dan tidak tega jika menyakiti

perasaan ibunya, selain itu, anak-anaknya menjadi sangat hormat kepada

ibunya.16

Selanjutnya wawancara dengan Catur Setiono (20 tahun), ia

menuturkan bahwa ibunya adalah orang yang demokratis dalam

menghadapi anak-anaknya. Jika anaknya ada masalah, ibunya

menyarankan untuk menceritakan masalah itu kepadanya untuk

dipecahkan bersama.17

3. Pola Asuh Permisif

Pola asuh permisif adalah pola asuh yang ditandai dengan cara

orang tua mendidik anak secara bebas, anak dianggap sebagai orang

dewasa/muda, ia diberi kelonggaran seluas-luasnya untuk melakukan apa

saja yang dikehendaki.18 Hasil wawancara dengan anak yang mendapatkan

pola asuh permisif adalah :

Berdasarkan wawancara dengan Rukayah (11 tahun), ia

menjelaskan bahwa ibunya selalu sibuk dengan pekerjaannya dan ia juga

kadang-kadang ditinggal merantau ke Jakarta oleh ibunya, sehingga dia

dititipkan di tempat neneknya. Kasih sayang ibunya hanya bisa dicurahkan

pada saat ibunya pulang dari Jakarta. Jadi dia merasa sangat asing dan jauh

dengan ibunya.19

Kemudian wawancara dengan Lestari (19 tahun), ia menuturkan

setelah bapaknya meninggal, ibunya tidak pernah memperhatikan

kehidupan anak-anaknya lagi, ibunya sekarang seolah-olah sudah tidak

mau tahu lagi dengan kehidupan anaknya. Namun, menurutnya sebelum

bapaknya meninggal ia mendapatkan perhatian dari kedua orang tuanya

dengan baik.20

16 Wawancara dengan Sutrisno, 3 Desember 2007 17 Wawancara dengan Catur Setiono, 18 November 2007 18 M. Chabib Thoha, op.cit., hlm. 112 19 Wawancara Dengan Rukayah, 18 November 2007 20 Wawancara dengan Lestari, 18 Novemver 2007

36

Totok (18 tahun), ia menuturkan bahwa ibunya mempunyai sikap

yang permisif. Hal ini dikarenakan ibunya selalu sibuk dengan urusannya

sendiri, mulai dari arisan sampai kerja. Hal ini mengakibatkan kurangnya

komunikasi antara keduanya.21

Hendri (14 tahun), menurutnya ibunya sangat permisif, sebab ia

kurang sekali memperhatikan bagaimana perkembangan anaknya dan ia

menyerahkan segalanya kepada neneknya. Jadi, kasih sayang dan

perhatian ibunya kurang. Kendati demikian, Hendri mengaku kalau

neneknya mampu menjadi pengganti ibunya.22

Dan yang terakhir adalah wawancara dengan Nur Khasanah (17

tahun). Menurut penuturannya ibunya adalah sosok yang tidak mau tahu

dengan kehidupan anaknya, ibunya lebih peduli dengan pekerjaannya dari

siang hingga malam waktunya dihabiskan untuk bekerja.23

C. Karakteristik Kepribadian Remaja

Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka bisa diketahui karakteristik

kepribadian masing-masing responden berdasarkan pola asuh yang diberikan

oleh ibunya. Adapun karakteristiknya adalah sebagai berikut :

1. Pola Asuh Otoriter

a. Ahmad

Ahmad mendapatkan didikan orang tua dengan pola asuh

otoriter. Sifatnya agak pemarah, kalau disuruh tidak pernah mau kalau

tidak ada imbalannya, tetapi kalau ada imbalannya ia pasti mau dan

kalau disekolahkan sering kali bertengkar dengan temannya, dan anak

ini kalau sama orang cepat akrab, dan ia paling suka bergaul dengan

pamannya dan paling dekat dengan pamannya.24

21 Wawancara dengan Totok 21 November 2007 22 Wawancara dengan Hendri 3 Desember 2007 23 Wawancara dengan Nur Khasanah, 20 Desember 2007 24 Wawancara dengan Ngatini 21 November 2007

37

b. Ahmad Sukadi

Ahmad Sukadi adalah seorang yang pendiam dan penurut.

Kendati demikian, dia kadang-kadang suka berontak dan suka bentak-

bentak ibunya, selain itu dia suka sekali ngambek dan kalau sudah

ngambek ia tidak mau makan dan tidak mau melakukan apa-apa.25

c. Manto

Manto merupakan remaja yang mendapatkan didikan otoriter

dari ibunya. Manto bisa dibilang sebagai “anak rumahan”, meskipun

laki-laki, ia suka ngambek dan kalau keinginannya tidak dipenuhi ia

sering nangis dan marah. Selain itu, Manto adalah remaja yang suka

bergantung kepada ibunya.26

d. Sundari

Remaja yang berumur 21 tahun ini merupakan anak yang

mempunyai karakteristik : introvert, penakut, dan mempunyai sifat

kekanak-kanakan. Selain itu, dia juga mempunyai sifat susah bergaul,

sehingga dia termasuk remaja yang kuper (kurang pergaulan).27

e. Tina

Tina merupakan salah satu remaja di Desa Sumber yang hanya

dididik oleh satu orang tua saja (ibu). Dia sering berdiam diri, pemalu

dan orangnya selalu bergantung pada ibunya.28

2. Pola Asuh Demokrasi

a. Mulandari

Mulandari merupakan remaja yang mendapatkan didikan

demokratis dari ibunya, dia merupakan remaja yang cerewet, sehingga

ia terbuka sama orang lain. Selain itu, adaptasinya pun mudah,

walaupun cerewet, tapi ia tidak suka membantah, dan kalau disuruh

selalu patuh, apabila ia tidak suka dengan sikap temannya atau sikap

ibunya, ia langsung mengatakan ketidaksenangannya itu. Setiap

25 Hasil Wawancara Dengan Ibu Saminah 26 November 2007 26 Wawancara dengan Ibu Kari, 18 November 2007 27 Wawancara dengan Ibu Warti, 18 November 2007 28 Wawancara dengan Ibu Syien, 20 November 2007

38

menghadapi masalah ia selalu meminta membicarakannya kepada

ibunya atau kepada temannya.29

b. Rofik

Rofik merupakan remaja yang penurut dan mandiri. Ia selalu

melakukan pekerjaan rumah sendiri dan kadang-kadang ia juga

membantu memasak ibunya. Ia tidak begitu suka main keluar rumah

dan ia lebih suka di dalam rumah. Selain itu, ia juga merupakan remaja

yang pendiam.30

c. Pujianto

Pujianto merupakan remaja yang selalu ngomong apabila ada

apa-apa dengan dirinya, dia orangnya sangat terbuka dengan ibunya,

dan dia apabila pernah disakiti, maka dia akan terus mengingatnya atau

bisa dibilang orangnya agak pendendam. Selain itu, ia juga mudah

tersinggung dan dia sukanya bercanda.31

d. Sunthi

Sunthi adalah remaja yang periang, dia suka sekali berteman

sehingga temannya banyak dan ia suka membantu ibunya. Selain itu,

jika dia mendapatkan rejeki, ia selalu memberikannya kepada ibunya.32

e. Widaningsih

Remaja ini suka sekali bekerja dan kalau mengerjakan sesuatu

ia tidak pernah bermalas-malasan, tapi kalau ada masalah ia suka

memendamnya sendiri. Selain itu, ia adalah tipe orang perasa dan

mudah tersinggung.33

f. Sutopo

Sutopo merupakan remaja penurut, dan tidak pernah

membantah, giat bekerja dan dia sangat sopan sama orang tua,

penyayang sama semua saudara, dan tidak suka iri. Namun, dia

29 Wawancara dengan Ibu Pujiyem, 25 November 2007 30 Wawancara dengan Ibu Darwati, 4 Desember 2007 31 Wawancara dengan Ibu Lamini, 21 November 2007 32 Wawancara dengan Ibu Seneng, 25 November 2007 33 Wawancara dengan Ibu Damini, 30 November 2007

39

introvert untuk masalah pribadi.34

g. Khoirul

Khoirul adalah remaja yang mandiri, dan tidak bergantung

dengan orang lain. Selain itu, dia juga mudah bergaul dam terbuka.35

h. Supriyadi

Supriyadi merupakan remaja yang nakal, susah diatur dan

mempunyai watak yang keras. Hal ini disebabkan oleh pergaulan yang

salah.36

i. Sutrisno

Remaja ini termasuk remaja yang mempunyai sifat independent

(mandiri), mudah bergaul dan tidak mudah tersinggung.37

j. Catur Setiono

Remaja ini merupakan remaja yang penurut, rajin dan mandiri. Selain

itu, dia juga termasuk remaja yang terbuka. Hal ini dikarenakan kalau

dia mempunyai masalah, selalu diceritakan kepada ibunya maupun

kepada teman dekatnya.38

3. Pola Asuh Permisif

a. Rukayah

Rukayah adalah remaja yang didik oleh seorang ibu dengan

didikan yang bersifat permisif. Dia adalah seorang remaja yang masuk

dalam kategori pendiam dan susah beradaptasi dengan lingkungan

baru. Apabila ia mempunyai masalah selalu dipendam dan tidak mudah

untuk menceritakannya dengan orang lain. Meskipun begitu, ia adalah

sosok remaja yang sangat rajin dan penurut.39

b. Lestari

Lestari adalah remaja dengan didikan yang bersifat permisif

dari ibunya. Meskipun dididik dengan didikan permisif, dia merupakan

34 Wawancara dengan Ibu Suminah, 2 Desember 2007 35 Wawamcara dengan Ibu Tiah, 3 Desember 2007 36 Wawancara dengan Ibu Nyari, 2 Desember 2007 37 Wawancara dengan Ibu Sulimah, 4 Desember 2007 38 Waancara dengan Ibu Samiati, 3 Desember 2007 39 Wawancara dengan Ibu Srini 21 November 2007

40

remaja yang mempunyai sifat mandiri, dan suka membantu keluarga.40

c. Totok

Totok adalah sosok remaja yang mempunyai karakter susah

diatur, seenaknya sendiri, dan keras kepala.41

d. Hendri

Hendri merupakan remaja yang mempunyai sifat mandiri,

namun sedikit pemurung.42

e. Nur Khasanah

Remaja ini merupakan anak yang sabar dan bertanggung jawab

dengan keluarganya. Ia mampu menjadi pengayom bagi adik-adiknya,

dan sekaligus seakan-akan menjadi pengganti peran ayah dan ibu bagi

adik-adiknya dalam hal kasih sayang.43

40 Wawancara dengan Ibu Ngatirah, 30 November 2007 41 Wawancara dengan Ibu Murah, 5 Desember 2007 42 Wawancara dengan Ibu Suminah, 5 Desember 2007 43 Wawancara dengan Ibu Suharni, 2 Desember 2007

41

BAB IV

ANALISIS PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN REMAJA YANG DIASUH

OLEH SINGLE PARENT

A. Perkembangan Kepribadian Remaja yang Diasuh oleh Single Parent

Kematian orang tua (ayah/ibu) merupakan psikotrauma bagi anak

berkembang kehilangan cinta. Kasih sayang dari salah satu orang tua

seringkali diikuti kelainan ada anak. Dan kematian orang tua apalagi ayah

sebagai pencari nafkah, dan juga mempengaruhi sosial ekonomi keluarga

namun juga terhadap anak-anak.1

Perasaan duka adalah emosi yang wajar. Orang tualah meyakinkan

anak dengan sikap empati sambil mengarahkan pikiran anak agar dapat

menyesuaikan diri dengan kenyataan sehingga denyut dan irama kehidupan

keluarga kembali normal dalam waktu yang tak terlalu lama. Kemampuan

keluarga untuk menyesuaikan diri setelah peristiwa kematian bapaknya, dalam

masalah keuangan sosial dan perasaan – merupakan ujian bagi hubungan yag

telah dibina antara orang tua dan anak-anaknya. Jika hubungan tersebut

didasarkan atas penghormatan persamaan, dorongan semangat dan

kepercayaan satu sama lain.2

Kehadiran orang tua (terutama ibu) dalam perkembangan jiwa anak

penting. Bila anak kehilangan peran dan fungsi ibunya sehingga seorang anak

dalam proses tumbuh kembangnya kehilangan haknya untuk dibina,

dibimbing diberikan kasih sayang, perhatian, dan sebagainya maka anak ini

disebut "deprivasi maternal", bila peran kedua orang tua tidak berfungsi

disebut "deprivasi parental" dan bila seorang ayah yang tidak berfungsi

sebagai "deprivasi paternal".

Dalam keluarga yang mengalami disfungsi perkawinan peran ibu

dalam mendidik anak akan terganggu, sehingga besar kemungkinan selama

1 Dadang Hawari, Al-Qur'an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, PT. Dana

Bhakti Yasa, Yogyakarta, 1997, hlm. 216. 2 Mira T. Windy, Bagaimana Menjadi Orang Tua yang Baik, Bumi Aksara, Jakarta,

1993, hlm. 161-162.

42

pertumbuhan anak akan mengalami deprivasi tadi, deprivasi maternal dengan

segala dampaknya dalam perkembangan, jika anak bukan semata-mata

kehilangan figur secara fisik (loss) namun dikarenakan tidak adanya (lack)

peran ibu yang amat penting dalam proses imitasi dan identifikasi anak

terhadap ibunya. Demikian pula halnya dengan figur seorang ayah, anak-anak

yang dibesarkan dalam keluarga yang mengalami disfungsi perkawinan dan

mengalami deprivasi maternal (juga paternal dan atau parental), mempunyai

resiko tinggi untuk menderita gangguan perkembangan kepribadiannya yaitu

perkembangan mental intelektual, perkembangan mental emosional dan

bahkan perkembangan psikososial serta spiritualnya tidak jarang mereka bila

kelak telah dewasa akan memperlihatkan berbagai perilaku yang menyimpang

anti sosial dan bahkan sampai ke tindak kriminal.3

Perkembangan/pembentukan kepribadian anak tidaklah terjadi dengan

begitu saja, melainkan merupakan perpaduan (interaksi) antara faktor-faktor

konstitusi biologi, psiko edukatif, psikososial dan spiritual. Peran orang tua

amat penting anak akan tumbuh dengan baik dan memiliki kepribadian yang

matang apabila ia diasuh dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga sehat dan

bahagia. Dewasa ini di negara barat menghadapi permasalahan besar yaitu

antara lain masalah kenakalan anak/remaja dan penyalahgunaan obat tersebut

mengalami gangguan kepribadian (personality disorder), salah satu

diantaranya adalah bentuk psikopatik, anak dengan kepribadian berbagai

perilaku antisosial, antara lain tindak kejahatan/kriminal yang pada gilirannya

akan mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat. Anak-anak

sebagaimana digambarkan diatas pada umumnya dibesarkan dalam keluarga

yang tidak sehat dan tidak bahagia, disebabkan karena ketidakberadaan orang

tua atau karena tidak berfungsinya orang tua sebagaimana mestinya (deprivasi

parental).4

Kalau dilihat dari teori, bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

perkembangan kepribadian itu salah satunya dari faktor keluarga. Menurut

3 Dadang Hawari, op.cit., hlm. 212-213. 4 Ibid., hlm. 214-215.

43

penelitian di lapangan dapat diketahui bahwa sebagian besar remaja yang

diasuh oleh orang tua tunggal (single parent) itu memiliki sifat kemandiran

dan bisa menyadari bahwa sekarang mereka sudah keadaan, seperti dia itu

sudah tidak punya bapak, sehingga secara otomatis mereka mau membantu

ibunya untuk mencari nafkah demi kelangsungan hidup.

Kesadaran semacam ini disebabkan oleh adanya penjelasan bahwa

"Apabila orang tua (bapak) sudah meninggal maka orang yang berfungsi

sebagai pencari nafkah telah tiada sehingga secara otomatis peran tersebut

diambil alih oleh ibunya, jadi tidak sepatutnya seorang remaja harus

seenaknya sendiri atau berfikir bahwa sudah tidak punya bapak berararti dia

bisa seenaknya sendiri atau merasa kalau dia itu sudah tidak diperhatikan

ibunya, maka ia menjadi brutal atau melakukan perilaku yang menyimpang.

Dari hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar remaja

sudah dididik oleh orang tua tunggal (single parent) itu untuk mandiri,

sehingga perkembangan kepribadiannya sebagian besar dari remaja tersebut

memiliki kemampuan berfikir yang bagus atau baik, karena remaja tersebut

telah mampu menentukan model-model realistik yang dapat dicapai, yaitu

realita bahwa dia sudah tidak mempunyai bapak sehingga ia harus bisa

berpikir bagaimana ia dapat uang untuk kelangsungan hidup, atau seorang

remaja telah mampu berpikir untuk kedepannya dalam keluarganya, dan

remaja harus bisa membuat penilaian realistik mengenai kekuatan dan

kelemahannya, yaitu remaja harus bisa menilai dia dalam melakukan sesuatu

yaitu apabila dia melakukan perilaku yang menyimpan apa dia tidak kasihan

terhadap ibunya yang telah menasehati dan mendidiknya seorang diri tanpa

seorang suami, dan sudah berapa besar pengorbanan yang telah dilakukan

ibunya untuk anak-anaknya.

B. Cara Pengasuhan Single Parent (Ibu) terhadap Remaja

Berdasarkan data yang penulis peroleh dari penelitian di lapangan,

maka dapat disimpulkan bahwa cara/metode pengasuhan single parent (ibu)

terhadap remaja di Desa Sumber adalah sebagai berikut :

44

1. Pola Asuh Otoriter

Adanya pola asuh otoriter yang dilakukan oleh single parent

terhadap remaja yang ada di Desa Sumber ditunjukkan dalam hasil

wawancara penulis dengan responden yang bernama : Ahmad, Ahmad

Sukadi, Manto, Sundari dan Tina.

Dari hasil penelitian terhadap pola asuh otoriter single parent

terhadap remaja di Desa Sumber dapat disimpulkan bahwa pola asuh

otoriter dapat mengakibatkan anak cenderung menjadi penakut, tidak

kreatif, murung, introvert, dan bergantung sama orang lain (meskipun

tidak semuanya).

Hal ini senada penelitian yang dilakukan oleh Siti Rahayu

Haditono sebagaimana dikutip oleh M. Chabib Toha, ia menerangkan

bahwa pola asuh otoriter dapat mengakibatkan anak menjadi penakut,

tidak dapat gembira, semangat hidupnya menjadi patah, sebagai akibat

otak tidak dapat bekerja secara maksimal dan pada akhirnya sulit

melahirkan kreatifitas, mereka tidak berani mandiri dan prestasi belajarnya

menjadi rendah.5

Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh Satyah Tati Imam

Sayono yang menerangkan bahwa sikap otoriter dapat mengakibatkan

anak menjadi tidak ada motivasi untuk belajar, pasif dan seringkali

menjurus ke sikap neuritik, kurang rasa harga diri, dan tidak ada

kesanggupan untuk merencanakan sesuatu.6

2. Pola Asuh Demokratis

Pola asuh demokratis yang ditunjukkan oleh single parent terhadap

remaja di Desa Sumber mengakibatkan anak cenderung mempunyai

karakter mudah bergaul, aktif, kreatif, ramah, mandiri, bisa menghargai

pendapat orang lain, dan terbuka.

Meskipun demikian, tidak semua anak yang diasuh dengan pola

asuh demokratis mempunyai karakter seperti di atas. Ada beberapa anak

5 M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1996, hlm. 113

6 Ibid.

45

yang mempunyai karakter kebalikan dengan karakter di atas, hal ini seperti

yang terjadi pada responden yang bernama Rofik (mempunyai sifat

introvert) dan Supriyadi (mempunyai sifat yang susah diatur dan nakal).

Kondisi seperti ini disebabkan oleh hereditas (Rofik) dan pergaulan yang

salah (Supriyadi).

3. Pola Asuh Permisif

Berbeda dengan pola asuh otoriter dan demokratis, pola asuh

permisif cenderung mencetak anak menjadi liar, susah diatur, pemurung,

dan susah bergaul. Namun, disamping sifat-sifat negatif tersebut, pola asuh

ini juga bisa mencetak anak yang mandiri dan kreatif.

Dari beberapa uraian cara pola asuh di atas, maka dapat diambil

kesimpulan bahwa pola asuh remaja yang baik adalah pola asuh yang

menggunakan pola demokratis. Hal ini dikarenakan masa remaja adalah masa

penuh gejolak emosi dan ketidakseimbangan dan masa yang mudah terkena

pengaruh oleh lingkungan.7 Jadi, dalam masa seperti ini diperlukan bimbingan

yang sangat intensif dari keluarga terdekatnya atau pihak orang yang

dihormatinya.

C. Pengaruh Pola Asuh Single Parent (Ibu) terhadap Perkembangan

Kepribadian Remaja

Pengaruh kematian orang tua dan orang tua yang sakit terhadap anak

telah dilakukan oleh Rutter (1980). Penelitiannya tersebut menyatakan bahwa

anak laki-laki lebih banyak menunjukkan berbagai gangguan kejiwaan

ketimbang anak perempuan manakala ayahnya meninggal, hasil yang mirip

juga didapatkan kalau ayahnya menderita sakit kronis. Seorang ayah yang

menderita penyakit berkepanjangan akan menyebabkan gangguan mental pada

dirinya sendiri sehingga perannya sebagai ayah dan kepala keluarga juga ikut

terpengaruh dan pada gilirannya kondisi ayah yang demikian ini mempunyai

dampak pula pada perkembangan anak.8

7 Singgih D. Gunarsa, dan Yulia Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan

Remaja, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1986, hlm. 205 8 Dadang Hawari, op.cit., hlm. 217-219.

46

Pengaruh orang tua (ayah/ibu) terhadap perkembangan anak berbeda-

beda. Pada usia balita peran ibu jauh lebih penting dan dominan daripada

ayah, pada anak usia antara 6 hingga 13 (pra puber) peran ibu dan ayah mulai

seimbang, sedangkan pada anak usia puber (14 hingga 18 tahun) peran ayah

lebih penting dan dominan, pada usia puber wibawa ibu biasanya sudah

menurun, anak kurang patuh dan mendengar kata-kata ibunya, pada masa

demikianlah ayah hendaknya tampil kedepan, untuk mendidik anaknya, oleh

karena sebab itu ibu diperlukan energi extra untuk mendidik remaja, itu harus

mempunyai wibawa di depan remaja agar remaja menurut dan patuh pada

ibunya.

Dan dengan kematian salah satu orang tua dampak yang akan timbul

sangatlah berat bagi sang anak tidak ada yang mengkover segalanya dalam

hidupnya jika salah satu figur hilang, akan ada perkembangan yang tidak

seimbang atau pincang yang namanya rasa, dia tidak bisa digantikan, peran

ayah dan ibu masing-masing berbeda, meskipun secara material ibu bisa

menjadi ayah tapi secara psikologi, anak tetap tidak isa menerimanya apa yang

terjadi jika anak hanya dipelihara oleh seorang bapak atau ibu saja.” Banyak

kejadian yang kita saksikan, anak menjadi homo seks, lesbi atau tidak mau

menikah semua itu adalah wujud traumatic anak batas kondisi yang pernah

mereka rasakan walaupun perkembangan fisik anak tersebut kelihatan normal-

normal aja, pasti ada saja yang kurang dari dirinya.

Untuk itu jangan salahkan anak jika membenci laki-laki atau

perempuan, lalu tidak mau berkeluarga anak menjadi sosok introvert atau

tertutup pada lingkungannya, sikap-sikap itulah dampak dari kepincangan

keluarga dalam memberi kasih sayang.9

Pada umumnya para remaja yang ada di desa ini kurang mendapatkan

kasih sayang dikarenakan minimnya frekuensi pertemuan antara orang tua si

anak yang mayoritas orang tuanya menjadi petani untuk bekerja di sawah.

Sehingga kalau memberi nasehat hanya pada waktu sore hari, dan kebanyakan

9 Dodi Ahmad Fauzi, Wanita Single Parent yang Berhasil, Edsa Mahkota, Jakarta, 2007,

hlm. 23-24.

47

dari orang desa itu tidak sekolah sehingga kalau misalkan anaknya di bantu

dari masalah belajar itu jarang bisa, dan kebanyakan anak mereka walaupun

laki-laki dia juga disuruh melakukan pekerjaan rumah seperti mencuci piring,

menyapu dan lain-lain. Pola asuh single parent tersebut itu banyak yang

bergantung pada nenek, untuk mengasuh sedang ibunya bekerja sebagai buruh

rumah tangga, buruh tani, untuk masalah perekonomian ada juga yang

mendapatkan bantuan anaknya yang sudah berhasil dan sudah berkeluarga.

Ibu-ibu single parent disini kalau misalnya ia mempunyai anak laki-

laki agar dia apabila dinasehati itu masih mau menurut atau sifat kelaki-

lakiannya tidak berubah maka single parent meminta bantuan pada pamannya

untuk mendidik atau menasehatinya sehingga sikap wibawa yang ada pada

ayahnya dahulu masih ada dan bisa digantikan oleh pamannya sehingga anak

tersebut masih mempunyai perkembangan jiwa yang baik sehingga tidak

sampai melakukan homoseks, atau mempunyai sifat-sifat keperempuanan atau

banci. Kebanyakan dari single parent tersebut menanamkan sikap

kemandirian pada remaja-remaja didiknya sehingga nanti kalau sudah besar

tidak suka bergantung pada orang lain.

Ibu yang menjadi single parent perlu melakukan pendekatan yang

benar untuk mendidik anak. Hal ini dikarenakan pola asuh sangat erat

kaitannya dengan keberhasilan dalam mendidik anak, terutama dalam masa-

masa remaja. Adapun pola asuh yang paling baik untuk mendidik remaja

adalah pola asuh demokratis. Hal ini sudah dibuktikan dari penelitian penulis

di Desa Sumber Kecamatan Menden Kabupaten Blora, dari 20 responden, 10

orang remaja yang dididik dengan pola asuh demokratis sebagian besar

memiliki karakteristik : mudah bergaul, aktif, kreatif, ramah, mandiri, bisa

menghargai pendapat orang lain, dan terbuka. Kemudian 5 responden yang

dididik dengan pola asuh otoriter sebagian besar memiliki karakteristik :

penakut, tidak dapat gembira, semangat hidupnya menjadi patah, dan yang

terakhir 5 responden yang dididik dengan pola asuh permisif menjadikan anak

berkarakter liar, susah diatur, pemurung, dan susah bergaul.

48

Dari data-data di atas dapat diketahui bahwa cara pola asuh sangat

mempunyai pengaruh yang siginifikan bagi perkembangan kepribadian

remaja. Mendidik remaja dengan pola asuh yang tepat akan menghasilkan

remaja dengan kepribadian yang baik, begitu sebaliknya pola asuh yang

kurang tepat akan menghasilkan remaja dengan kepribadian yang kurang baik

pula.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan atas data-data dalam penelitian ini, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

1. Perkembangan kepribadian remaja yang diasuh oleh single parent (ibu) di

Desa Sumber Kecamatan Menden, Kabupaten Blora, rata-rata remaja di

desa ini memiliki kepribadian yang mencerminkan sifat kemandirian yang

telah dididik oleh keluarganya, dan ada faktor lingkungan hidup di desa

yang pergaulannya tidak begitu besar di kota-kota.

2. Terdapat tiga macam pola asuh single parent terhadap remaja di Desa

Sumber Kecamatan Menden Kabupaten Blora, yaitu otoriter, demokratis

dan permisif. Dari ketiga macam pola asuh ini, pola asuh demokratislah

yang baik untuk diterapkan pada remaja.

3. Pengaruh pola asuh orang tua tunggal terhadap perilaku remaja di

masyarakat Desa Sumber Kecamatan Menden Kabupaten Blora, pada

dasarnya remaja single parent yang telah diasuh oleh single parent itu

tidak pernah membuat suatu perkara dalam interaksinya dengan

masayarakat sekitar. Jadi walaupun remaja tersebut ditinggal tapi dia tidak

melakukan perbuatan yang menyimpang.

B. Saran

Kematian orang tua (ayah atau ibu) merupakan psiko trauma terhadap

anak yang berkembang. Sehingga seorang remaja itu membutuhkan perhatian

yang khusus agar tidak terjadi kelainan psikologis. Untuk itu, seorang single

parent di dalam kesehariannya diperlukan:

1. Menunjukkan kasih sayang, karena dengan kasih sayang anak-anak

tersebut akan merasa diperhatikan.

2. Dengarkan ketika anak-anak bercerita, karena dengan bercerita anak-anak

tersebut bisa meluapkan atau mencurahkan segala keluh kesah yang ada

pada dirinya. Dan setelah dia bercerita berilah komentar dan dengar

kembali reaksi mereka.

3. Ciptakan rasa aman lindungi mereka jika mereka merasa takut. Perlihatkan

bagaimana anda melindungi mereka.

4. Kritik perilaku yang salah, jika anak berbuat kesalahan jangan katakan

"kamu salah", sebaliknya jelaskan sebab akibatnya atau apabila dia

melakukan kesalahan, nanti bilang kalau akibat seperti ini salah.

5. Luangkan waktu bersama anak, pergi atau main bersama, membersihkan

rumah bersama, pokoknya anak selalu dilibatkan.

Dan tidak kalah pentingnya keterlibatan paman, untuk ikut membantu

perkembangan kepribadian seorang remaja pria agar tidak hilang sifat

maskulinitasnya.

C. Penutup

Dengan mengucapkan rasa syukur alhamdulillah, penulis panjatkan

kehadirat Allah SWT yang telah memberi petunjuk dan pertolongan kepada

penulis naskah skripsi ini dapat selesai, penulis sadar bahwa naskah skripsi ini

jauh dan kesempurnaan, maka dari itu saran-saran dan kritik yang membangun

dari pembaca sangat diharapkan. Akhirnya penulis berharap semoga naskah

skripsi ini dapat memberi manfaat bagi penulis pada khususnya dan juga

bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan semoga dapat menambah

pengetahuan kita, amin.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu, dkk, Psikologi Sosial, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1991

Ali, Moh., Moh. Asrori, Psikologi Remaja (Remaja Peserta Didik), PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2004

Ashari, Akyas, Psikologi Umum dan Perkembangan, Teraju, Jakarta, 2007

Balson, Maurice, Becoming a Better Parent (Bagaimana Menjadi Orang Tua yang Baik), terj. M. Arifin, Bumi Aksara, Jakarta, 1993

Dagun, Save M., Psikologi Keluarga, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2002

Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahan, CV. Diponegoro, Bandung, 2003

Desmita, Psikologi Perkembangan, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, 2003

Fauzi, Dodi Ahmad, Wanita Single Parent yang Berhasil, Edsa Mahkota, Jakarta, 2007

Gunarsa, Singgih D., dan Yulia Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1986

Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Jilid II, Adidi Offset, Yogyakarta, 2000

Hawari, Dadang, Al-Qur'an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, PT. Dana Bhakti Prima Yasa, Yogyakarta, 1997

Hornby, At, Oxford Adrameed Learner’s Dictionary of Current English, Oxford University Press, New York, 2000

http://www.telaga.org

Knoers, F.J. Monks A.M.P, Siti Rahayu Haditono, Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagi Bagiannya, Gajahmada University Press, Yogyakarta, 1998

Mansur, Martin H., Oxford Karner, S Poeket Dictionary, Oxford University Press, Hongkong, 1995

Mappiare, Andi, Psikologi Remaja, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005

Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2000

Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2000.

Nasir, Moh., Metodologi Penelitian, Ghalia, Jakarta, 1985

Osamarah , Saiful Bakhri, Psikologi Belajar, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2002

Riyanto, Yatim, Metodologi Penelitian Pendidikan Tinjauan Dasar, Sic, Surabaya, 1996

Rochmah, Elfi Yuliani, Psikologi Perkembangan, Teras, Yogyakarta, 2005

Sabri, M. Alisuf, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta, 1997

Subagyo, Joko P., Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta, 1991

Sudarto, Metode Penelitian Filsafat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002

Sudjana, Nana, Turunan Penyusunan Karya Ilmiah, CV. Sinar Baru, Bandung, 1991

Sujanto, Agus, dkk., Psikologi Kepribadian, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2004

Surakmad, Winarto, Pengantar Penelitian Ilmiah, Tarsito, Bandung, 1994

Surya, Mohammad, Bina Keluarga, Aneka Ilmu, Semarang, 2003

Suryabrata, Sumadi, Metode Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998

_______, Psikologi Pendidikan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995

Thoha, M. Chabib, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1996.

Wilis, Sofyan S., Problem dan Pemecahannya, Angkasa, Bandung, 1994

Windy, Mira T., Bagaimana Menjadi Orang Tua yang Baik, Bumi Aksara, Jakarta, 1993

Wirawan, Sarlito, Pengantar Umum Psikologi, Bulan Bintang, Jakarta, 1976

Wujdaja, AW., Manusia Indonesia, Individu Keluarga dan Masyarakat, CV. Akademika Pressindo, Jakarta, 1980

Yusuf, Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2005