pokok-pokok hasil riskesdas prov jawa tengah

Download Pokok-Pokok Hasil Riskesdas Prov Jawa Tengah

If you can't read please download the document

Upload: nihrd-moh-ri

Post on 17-Dec-2015

27 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

Pokok hasil riset kesehatan dasar provinsi Jawa Tengah tahun 2013

TRANSCRIPT

  • Cetakan Pertama, Desember 2013

    Hak Cipta dilindungi oleh Undang Undang

    All right reserved

    Kementerian Kesehatan RI, Pokok Pokok Hasil Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2013

    Penulis : Budi Santoso, dkk

    Layout : Ade Rian Hidayat

    Desain Sampul : Suci Wiji Lestari

    Editor : Susilowati Herman, Nurul Puspasari

    C-1 Jakarta

    Lembaga Penerbitan Badan Litbangkes, 2013, 293 hlm. Uk 21 cm x 29,7 cm

    ISBN 978-602-235-463-3

    Diterbitkan oleh :

    Lembaga Penerbitan

    Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

    Kementerian Kesehatan RI

    Anggota IKAPI No. 468/DKI/XI/2013

    Jl. Percetakan Negara No 29 Jakarta 10560 Kotak Pos 1226

    Telepon : (021) 4261088 Ext.123 Faksimilie (021) 4243933

    Email: [email protected]; Website: terbitan.litbang.depkes.go.id

    Didistribusikan oleh :

    Tim Riskesdas 2013

    Copyright (C) 2013 pada Lembaga Penerbitan Badan Litbangkes Jakarta

    Sanksi Pelangaran Undang undang Hak Cipta 2002

    1. Barang siapa dengan sengaja tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)

    2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil Hak Cipta Sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)

    mailto:[email protected]
  • RISET KESEHATAN DASAR

    RISKESDAS 2013

    PROVINSI JAWA TENGAH

    Nama penulis :

    1. Budi Santoso 2. Eva Sulistiowati

    3. Sekartuti 4. Astuti Lamid

    BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI

  • TAHUN 2013

  • i

    KATA PENGANTAR

    Assalamu alaikum wr.wb.

    Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga Riskesdas 2013 telah selesai dilaksanakan. Riskesdas merupakan kegiatan riset kesehatan dasar berbasis masyarakat, yang dilaksanakan secara berkala. Riskesdas menghasilkan indikator kesehatan yang dapat dimanfaatkan untuk perencanaan pembangunan kesehatan.

    Hasil akhir Riskesdas 2013 tingkat provinsi disajikan dalam dua buku yaitu buku 1: Pokok-Pokok Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013 dan buku 2: Riskesdas 2013 Dalam Angka. Pokok-Pokok Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013 berisi hasil analisis variabel utama pembangunan kesehatan, dilengkapi dengan filosofi, teori dan justifikasi pengumpulan variabel dan indikator. Riskesdas 2013 dalam Angka menyajikan hasil lebih rinci dalam bentuk tabel. Kedua buku ini merupakan satu kesatuan, pembaca disarankan membaca buku 1 untuk mendapatkan gambaran komprehensif mengenai Riskesdas dan buku 2 untuk memperoleh informasi lebih rinci dalam bentuk tabel.

    Analisis disajikan secara deskriptif dan kecenderungan untuk melihat perubahan indikator 20072013. Informasi kecenderungan dapat dimanfaatkan program untuk mengevaluasi strategi yang telah diterapkan, sehingga dapat diidentifikasi kemajuan kinerja provinsi dan perbaikan yang dibutuhkan. Laporan Riskesdas 2013 dapat diunduh melalui website Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan www.litbang.depkes.go.id

    Ucapan terima kasih yang tulus kami sampaikan kepada Gubernur, Bupati, Walikota, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Poltekkes, Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian Daerah, dan berbagai institusi yang membantu kelancaran Riskesdas 2013. Kontribusi semua pihak dari tahap persiapan, pembuatan instrumen, pengumpulan dan analisis data serta penulisan laporan sangat kami apresiasi. Ungkapan serupa juga kami tujukan kepada para koordinator wilayah beserta jajaran administratornya, para penanggung jawab operasional, para enumerator di lapangan, sehingga pelaksanaan Riskesdas 2013 dapat berjalan lancar.

    Semoga laporan ini dapat dimanfaatkan bagi para pembaca dan semoga Allah SWT melimpahkan barokah-Nya kepada kita.

    W .wb.

    Kepala Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik

    dr Siswanto, MHP, DTM

    http://www.litbang.depkes.go.id/
  • ii

    SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN

    KEMENTERIAN KESEHATAN RI

    Dalam lima tahun terakhir ini Pembangunan Kesehatan telah diperkuat dengan tersedianya data dan informasi yang dihasilkan oleh Riset Kesehatan Dasar atau Riskesdas. Tiga Riskesdas telah dilaksanakan di Indonesia, masing masing pada tahun 2007, 2010, dan 2013.

    Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta informasi yang bermanfaat bagi para pengelola dan pelaksana pembangunan kesehatan. Dengan adanya data dan informasi hasil Riskesdas, maka perencanaan dan perumusan kebijakan kesehatan serta intervensi yang dilaksanakan akan semakin terarah, efektif dan efisien.

    Saya minta agar segenap pengelola dan pelaksana pembangunan kesehatan memanfaatkan data dan informasi yang dihasilkan Riskesdas dalam merumuskan kebijakan dan mengembangkan program kesehatan, demi terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya. Saya juga mengundang para pakar perguruan tinggi, para pemerhati kesehatan, para peneliti Badan Litbangkes, dan para anggota APKESI (Asosiasi Peneliti Kesehatan Indonesia) untuk mengkaji hasil Riskesdas 2013, guna mengindentifikasi asupan bagi peningkatan Pembangunan Kesehatan dan penyempurnaan Sistem Kesehatan Nasional. Dengan demikian dapat dikembangkan tatanan kesehatan yang semakin baik bagi Rakyat Indonesia.

    Ucapan selamat dan apresiasi saya sampaikan kepada para responden, enumerator,para penanggung jawab teknis Badan Litbangkes dan Poltekkes, para penanggung jawab operasional dari Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota, para pakar dari universitas dan BPS, serta semua pihak yang terlibat dalam Riskesdas 2013 ini. Peran dan dukungan anda sangat penting dalam mendukung upaya menyempurnakan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi Pembangunan Kesehatan di negeri ini.

    Semoga buku ini bermanfaat.

    Billahitaufiq walhidayah, W Wr. Wb.

    Jakarta, 1 Desember 2013 Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

    Kementerian Kesehatan RI

    Dr. dr. Trihono, MSc

  • iii

    RINGKASAN HASIL RISKESDAS 2013

    Dalam upaya menyediakan data kesehatan yang berkesinambungan maka Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Badan Litbangkes) Kementerian Kesehatan RI melaksanakan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Riskesdas merupakan Riset Kesehatan berbasis komunitas yang dirancang dapat berskala nasional, propinsi dan kabupaten/kota. Riskesdas dilaksanakan secara berkala dengan tujuan untuk melakukan evaluasi pencapaian program kesehatan sekaligus sebagai bahan untuk perencanaan kesehatan.

    Hasil Riskesdas 2007 telah banyak dimanfaatkan oleh para pengambil keputusan dan penyelenggara program kesehatan baik di pusat maupun daerah. Selain telah digunakan sebagai bahan penyusunan RPJMN 2010-2014, data Riskesdas juga telah digunakan sebagai dasar penyusunan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) yang berguna untuk membuat peringkat kabupaten/kota berdasarkan hasil pembangunan kesehatan serta sebagai dasar Penanggulangan Daerah Bermasalah Kesehatan (PDBK).

    Pada tahun 2013 dilakukan kembali Riskesdas yang serupa dengan tahun 2007 yaitu dengan keterwakilan sampel hingga tingkat kabupaten/kota. Untuk pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut mewakili tingkat provinsi dan sampel biomedis mewakili tingkat nasional.

    Tujuan pelaksanan Riskesdas tahun 2013 adalah menyediakan informasi berbasis bukti untuk perumusan kebijakan pembangunan kesehatan di Provinsi Jawa Tengah. Adapun tujuan khusus adalah:

    1) Menyediakan informasi untuk perencanaan kesehatan termasuk alokasi sumber daya di Provinsi Jawa Tengah.

    2) Menyediakan peta status dan masalah kesehatan di tingkat kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2013.

    3) Menyediakan informasi perubahan status kesehatan masyarakat yang terjadi dari 2007 ke 2013.

    4) Menilai kembali disparitas wilayah kabupaten kota menggunakan IPKM. 5) Mengkaji korelasi antar faktor yang menyebabkan perubahan status kesehatan.

    Riskesdas adalah sebuah survei dengan desain cross sectional. Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2013 terutama dimaksudkan untuk menggambarkan masalah kesehatan penduduk di Provinsi Jawa Tengah, yang terwakili oleh penduduk di tingkat provinsi dan kabupaten. Sampel Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2013 di tingkat kabupaten/kota berasal dari 35 kabupaten/kota yang tersebar merata di Provinsi Jawa Tengah. Pengumpulan data dilaksanakan mulai tanggal 15 Mei sampai dengan 30 Juli 2013. Sampel untuk pemeriksaan biomedis merupakan sub-sampel dari 1000 BS yang mewakili nasional. Pada BS yang terpilih biomedis, rumah tangga dan anggota rumah tangganya selain dikumpulkan variabel kesehatan masyarakat juga dilakukan pemeriksaan biomedis. Pemeriksaan biomedis meliputi pemeriksaan glukosa darah, hemoglobin dan malaria. Pemeriksaan dilakukan langsung di lapangan sedangkan untuk pengambilan sampel biomedis meliputi pengambilan sampel darah, urin, dan air.

    Didapatkan bahwa respon rate sampel rumah tangga (RT) sebesar 99,29 persen dan respon rate anggota rumah tangga (ART) 91,09 persen. Adapun hasil pengumpulan data yang lain adalah sebagai berikut:

  • iv

    1. Akses dan Pelayanan Kesehatan Akses pelayanan kesehatan yang di dapatkan dari Riskesdas 2013 merupakan tingkat pengetahuan RT terhadap jenis pelayanan kesehatan terdekat yang berada di sekitar tempat tinggalnya. Jenis pelayanan kesehatan yang ditanyakan ada 8 jenis yaitu keberadaan : (1) RS pemerintah; (2) RS swasta; (3) puskesmas; (4) praktek dokter atau klinik; (5) praktek bidan atau rumah bersalin; (6) posyandu; (7) poskesdes atau poskestren; dan (8) polindes. Selain data itu juga diketahui tentang keterjangkauan terhadap fasilitas pelayanan kesehatan tersebut yang dilihat dari jenis moda transportasi, waktu tempuh, dan biaya menuju fasilitas kesehatan tersebut.

    Keberadaan fasilitas kesehatan

    Proporsi rumah tangga yang mengetahui tentang keberadaan fasilitas kesehatan yang

    terbanyak adalah puskesmas (93,1%) dan terendah adalah poskesdes atau poskestren

    (12,5%). Rumah tangga dengan kriteria kuintil indeks kepemilikan terbawah mempunyai

    kecenderungan pengetahuan yang lebih rendah terhadap keberadaan fasilitas kesehatan.

    Keterjangkauan fasilitas kesehatan Proporsi rumah tangga yang menggunakan moda transportasi menuju ke rumah sakit

    pemerintah yang terbanyak menggunakan sepeda motor (50,1%), kendaraan umum

    (32,8%), lebih dari 1 moda transportasi (9,2%), menggunakan mobil pribadi (4,6%), lainnya

    (1,7%), jalan kaki (0,6%), sepeda (0,8%), dan perahu (0,1%). Proporsi rumah tangga yang

    menggunakan moda transportasi menuju puskesmas atau puskesmas pembantu menurut

    kabupaten/kota di Jawa Tengah terbanyak menggunakan sepeda motor 60,5 persen;

    kendaraan umum 17,3 persen; jalan kaki 9,3 persen; lebih dari 1 moda transportasi 6,0

    persen; mobil pribadi 1,4 persen; sepeda 4,1 persen; perahu 0,0 persen dan lainnya 1,3

    persen.

    W menit sejumlah 16,9 persen,16-30 menit

    sejumlah 36,3 persen, 31-60 menit sejumlah 32,5 persen dan >60 menit sejumlah14,4

    dan terendah di Pemalang 1,6 persen. Waktu tempuh rumah tangga menuju pukesmas dan

    terendah dengan waktu >60 menit sejumlah 1,1 persen. Waktu tempuh rumah tangga

    ul 16-30 menit sejumlah

    2,7 persen. Waktu tempuh rumah tangga menuju polindes di Provinsi Jawa Tengah masih

    -30

    menit sejumlah 3,5 persen.

    Biaya transportasi menuju rumah sakit pemerintah ,00 sejumlah 68,6 persen;

    >Rp.10.000,00-Rp.50.000,00 sejumlah 27,1 persen; dan >Rp.50.000,00 sejumlah 4,3

    persen. ,00 menurut kabupaten/kota terbanyak di Kota

    Magelang 100 persen dan terendah di Pemalang 36,5 persen. Biaya transportasi sekali jalan

    menuju puskesmas atau puskesmas pembantu menurut kabupaten/kota terbanyak pada

    ,00 (94,3%), kemudian antara >Rp.10.000,00 Rp.50.000,00

    (5,5%), >Rp.50.000,00 (0,1%). Biaya transportasi rumah tangga sekali jalan menuju

    ,00 (99,7%), antara

    >Rp.10.000,00 (0,3%). Biaya transportasi menuju rumah sakit pemerintah, puskesmas

    maupun posyandu >Rp.10.000,00 terjadi lebih tinggi di perdesaan dibandingkan dengan

    perkotaan.

  • v

    2. Farmasi dan Pelayanan Kesehatan Tradisional

    Obat dan Obat Tradisional (OT) di Rumah Tangga Sebesar 31,9 persen dari 27.255 rumah tangga di Provinsi Jawa Tengah menyimpan obat untuk pengobatan sendiri (swamedikasi), dengan proporsi tertinggi rumah tangga di Kabupaten Boyolali (55,5%) dan terendah di Kabupaten Rembang (12,0%). Rerata sediaan obat yang disimpan 3 macam, tertinggi di Kota Salatiga (4) dan terendah (2) di Kabupaten Pemalang. Berdasarkan karakteristik, hampir tidak ada perbedaan dalam hal jenis obat yang disimpan di rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat bebas, antibiotika, obat tradisional dan obat-obat yang tidak teridentifikasi. Di Provinsi Jawa Tengah proporsi RT yang menyimpan obat keras 82,0 persen dan antibiotika 87,1 persen. Adanya obat keras dan antibiotika untuk swamedikasi menunjukkan penggunaan obat yang tidak rasional. Rumah tangga menyimpan antibiotika dan obat keras yang diperoleh tanpa resep dokter. Secara provinsi 33,7 persen rumah tangga menyimpan obat keras yang diperoleh tanpa resep dengan proporsi tertinggi di Kota Salatiga (50,2%) dan terendah di Kabupaten Pemalang (19,1%). Apotek dan toko obat/warung merupakan sumber utama mendapatkan obat rumah tangga dengan proporsi masing-masing 41,5 persen dan 34,2 persen. Berdasarkan tempat tinggal, proporsi rumah tangga yang memperoleh obat di apotek lebih tinggi di perkotaan, sebaliknya proporsi rumah tangga yang memperoleh obat di warung/toko dan langsung dari tenaga kesehatan (nakes) lebih tinggi di perdesaan dengan proporsi masing-masing (37,6%) dan (30,8%). Sedangkan di pelayanan kesehatan formal (puskesmas, rumah sakit, klinik), proporsi di perkotaan dibanding perdesaan hampir sama (15,7%) dan (15,1%). Sebanyak 45,1 persen rumah tangga menyimpan obat sisa, lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi rumah tangga yang menyimpan obat untuk persediaan (38,3%). Proporsi rumah tangga yang menyimpan obat sisa sedikit lebih tinggi di perdesaan pada kuintil indeks kepemilikan menengah atas.

    Pengetahuan Tangga tentang Obat Generik (OG) Sebanyak 29,1 persen rumah tangga mengetahui atau pernah mendengar mengenai OG. Dari jumlah tersebut, sebagian besar (87,3%) tidak memiliki pengetahuan yang benar tentang OG. Pengetahuan benar tentang OG rendah baik di rumah tangga perkotaan maupun di perdesaan. Semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan, semakin tinggi proporsi RT dengan pengetahuan benar tentang OG. Sebanyak 79,5 persen rumah tangga mempunyai persepsi OG sebagai obat murah dan 70,6 persen obat program pemerintah. Sebesar 38,6 persen rumah tangga mempersepsikan OG berkhasiat sama dengan obat bermerek.

  • vi

    Informasi tentang OG diperoleh dari media elektronik dan tenaga kesehatan dengan proporsi yang hampir sama (58,5% dan 58,0%). Informasi dari tenaga kesehatan lebih banyak diperoleh di perkotaan (59,3%) dari pada di perdesaan (56,0%).

    Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Tradisional (Yankestrad)

    Proporsi rumah tangga yang memanfaatkan Yankestrad tertinggi di Kabupaten Magelang (68,9%) dan Kota Magelang (67,2%), terendah di Kabupaten Banjarnegara (3,8%).

    Proporsi rumah tangga yang memanfaatkan Yankestrad ramuan tertinggi di Kota Tegal (69,4%) dan yang terendah di Kabupaten Banyumas (10,3%). Proporsi rumah tangga yang memanfaatkan Yankestrad keterampilan dengan alat tertinggi di DKI Kabupaten Kebumen (16,5%) dan terendah di Kabupaten Kudus (0,9%).

    Proporsi rumah tangga yang memanfaatkan Yankestrad keterampilan tanpa alat tertinggi di Kabupaten Cilacap (88,3%) dan terendah di Kabupaten Klaten (43,3%).

    Proporsi rumah tangga yang memanfaatkan Yankestrad keterampilan dengan pikiran tertinggi di Kabupaten Purbalingga (12,4%) dan terendah di Kabupaten Klaten (0,1%).

    Di provinsi Jawa Tengah proporsi rumah tangga yang memanfaatkan Yankestrad keterampilan tanpa alat di perdesaan (76,5%) lebih tinggi dibandingkan di perkotaan (70,0%).

    Sebaliknya, pemanfaatan Yankestrad keterampilan dengan alat di perkotaan lebih tinggi dibandingkan perdesaan (7,2%) dibanding (5,4%). Yankestrad ramuan dimanfaatkan rumah tangga di perkotaan juga lebih tinggi dibanding perdesaan dengan proporsi (49,6%) dibanding (43,6%).

    Proporsi rumah -keterampilan dengan alat (21,9%), perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya dampak negatif dari penggunaan alat yang belum terstandardisasi.

    keterampilan dengan pikiran (25,2%).

    3. Kesehatan Lingkungan

    Proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap sumber air minum improved di Jawa Tengah sebesar 87,2 persen dengan proporsi tertinggi pada lima kabupaten/kota yaitu Kota Magelang (97,2%), Kota Surakarta (96,4%), Jepara (95,5%), Kota Salatiga dan Boyolali (masing-masing 95,2%); sedangkan lima kabupaten terendah adalah Purbalingga (74,2%), Purworejo (78,9%), Banjarnegara (81,1%), Temanggung (81,6%) dan Cillacap (81,8%). Proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap sumber air minum improved di perkotaan 90,2% lebih tinggi dibandingkan di perdesaan (84,8%). Proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap sumber air minum improved paling tinggi adalah rumah tangga dengan kuintil indeks kepemilikan teratas (93,2%) dan terendah adalah kuintil indeks kepemilikan terbawah (78,5%).

    Di Provinsi Jawa Tengah, terdapat 2,6 persen rumah tangga yang pemakaian air bersihnya masih rendah yaitu di bawah 20 liter per kapita per hari. Menurut kualitas fisik air, di Provinsi Jawa Tengah sebagian besar (95,2%) kualitas airnya baik, tidak keruh, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbusa dan tidak berbau.

  • vii

    Sebagian besar rumah tangga menggunakan fasilitas buang air besar milik sendiri. Namun, masih terdapat 13,4 persen yang tidak memakai fasilitas buang air besar. Sebagian besar (67,9%) menggunakan tempat buang air besar jenis leher angsa.

    Sebanyak 3,4 persen rumah tangga menggunakan tangki/SPAL sebagai tempat pembuangan akhir tinja. Menggunakan sungai/laut sebagai tempat pembuangan akhir tinja (14,7%). Sebanyak 62,7 persen rumah tangga di Provinsi Jawa Tengah memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi improved

    Sebagian besar rumah tangga di Jawa Tengah tidak mempunyai penampungan sampah di dalam rumah yaitu dengan dibakar (57,8%) terbanyak di Kabupaten Pati (84,3%). Di Provinsi Jawa Tengah, sebagian besar (83%) jenis lantai rumahnya adalah bukan tanah. Kepadatan hunian sebagian besar (96,6%)

    2/ kapita.

    Sebanyak 17,1 persen rumah tangga menyimpan pestisida di dalam rumah dan di perdesaan lebih tinggi dari pada perkotaan (20,6%).

    4. Penyakit Menular

    ISPA Lima kabupaten/kota di Jawa Tengah dengan ISPA tertinggi adalah Tegal (40,1%), Jepara

    (36,2%), Banjarnegara (34,0%), Grobogan (33,7%) dan Magelang (33,0%). Karakteristik

    penduduk dengan ISPA yang tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun (31,5%),

    kelompok penduduk dengan pendidikan tidak sekolah (18,5%), dan kuintil indeks

    kepemilikan menengah.

    Pneumonia Period prevalence dan prevalensi pneumonia Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 sebesar 1,9

    persen dan 5,0 persen. Empat kabupaten/kota yang mempunyai insiden dan prevalensi

    pneumonia tertinggi untuk semua umur adalah Pemalang, Magelang, Purbalingga dan

    Brebes. Gambaran pneumonia yang tinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun, kemudian

    mulai meningkat pada umur 45-54 tahun dan terus meninggi pada kelompok umur

    berikutnya. Period prevalence pneumonia balita di Provinsi Jawa Tengah adalah 19,1

    persen. Lima kabupaten/kota yang mempunyai period prevalence pneumonia balita tertinggi

    . Prevalensi pneumonia tertinggi balita terdapat pada kelompok

    umur 12- Gambar 3.4.1). Pneumonia balita lebih banyak dialami pada

    Tuberkulosis Prevalensi penduduk Jawa Tengah yang didiagnosis TB oleh tenaga kesehatan tahun 2013 adalah 0,4 persen. Lima kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah dengan TB tertinggi adalah Tegal (0,8%), Jepara (0,7%), Batang (0,6%), Banyumas dan Kebumen masing-masing 0.5 persen. Proporsi penduduk Jawa Tengah dengan gejala TB adalah 3,8 persen dan 3,0 persen diantaranya mengalami batuk berdarah.

    Hepatitis Prevalensi hepatitis Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 adalah 0,8 persen. Lima kabupaten/kota dengan prevalensi hepatitis tertinggi adalah Purbalingga, Banjarnegara masing-masing 1,5 persen, Magelang dan Kota Pekalongan masing-masing (1,4%), Pemalang (1,3%). Berdasarkan pekerjaan, kelompok pegawai menempati prevalensi

  • viii

    hepatitis tertinggi dibandingkan dengan kelompok lainnya. Jenis hepatitis yang banyak menginfeksi penduduk Jawa Tengah adalah hepatitis B (21,9 %) dan hepatitis A (16,4%).

    Diare Period prevalence diare Provinsi Jawa Tengah pada Riskesdas 2013 (6,7%). Insiden diare untuk seluruh kelompok umur di Jawa Tengah adalah 3,3 persen. Lima kabupaten/kota dengan insiden dan period prevalence diare tertinggi adalah Tegal (6,2% dan 11,6%), Magelang (5,3% dan 10,2%), Jepara (5,2% dan 8,9%), Demak (4,6% dan 10,5%), dan Purbalingga (4,5% dan 7,7%). Insiden diare balita di Provinsi Jawa Tengah adalah 5,0 persen. Lima kabupaten/kota dengan insiden diare tertinggi adalah Tegal (13,0%), Pati (12,5%), Magelang (9,8%), Kota Pekalongan (9,7%), dan Kota Tegal (9,2%). Karakteristik diare balita tertinggi terjadi pada kelompok umur 12-23 bulan (10,4%), laki-laki (7,0%), tinggal di daerah perkotaan (6,7%), dan kelompok kuintil indeks kepemilikan terbawah (7,8%).

    Penggunaan Oralit dan Zinc pada diare balita Pemakaian oralit dalam mengelola diare pada penduduk Provinsi Jawa Tengah adalah 23,1

    persen. Lima kabupaten/kota tertinggi penggunaan oralit adalah Klaten (58,0%),

    Banjarnegara (45,8%), Wonosobo (44,2%), Temanggung (40,4%), dan Banyumas (37,9%).

    Pengobatan diare dengan menggunakan zinc pada penduduk Provinsi Jawa Tengah adalah

    14,6 persen. Lima kabupaten/kota tertinggi pemakaian zinc pada pengobatan diare adalah

    Pati (52,5%), Blora (39,2%), Batang (33,9%), Temanggung (32,3%), dan Purworejo (26,1%).

    Malaria Insiden Malaria di Jawa Tengah tahun 2013 adalah 1,5 persen. Prevalensi malaria tahun

    2013 adalah 5,1 persen. Lima kabupaten/kota dengan insiden dan prevalensi tertinggi

    adalah Pemalang (3,0% dan 7,4%), Magelang (2,8% dan 10,3%), Tegal (2,6% dan 5,6%),

    Banjarnegara (2,5% dan 7,9%) dan Pati (2,3% dan 6,8%). Proporsi penderita malaria yang

    mendapatkan obat ACT program di Jawa Tengah 18,7%, di dapat pada 24 jam pertama

    demam 50,1% dan obat diminum dalam 3 hari 84,8%.

    5. Penyakit Tidak Menular

    Asma, PPOK, Kanker Prevalensi asma, PPOK, dan kanker di Provinsi Jawa Tengah masing-masing 4,3 persen,

    3,4 persen, dan 2,1 per mil. Prevalensi asma tertinggi terdapat di Kabupaten Tegal (8,3%).

    Prevalensi PPOK tertinggi terdapat di Kabupaten Magelang (6,7%). Prevalensi PPOK lebih

    rendah dari kejadian sebenarnya, karena manifestasi klinis baru terlihat ketika fungsi paru

    sudah menurun.

    Prevalensi kanker tertinggi terdapat di Kabupaten Wonogiri (6,0 ).

    Prevalensi asma, PPOK, dan kanker meningkat seiring dengan bertambahnya usia.

    Prevalensi asma pada kelompok 45 tahun mulai menurun. Prevalensi kanker paling

    tinggi pada umur 45-54 th (4,3 ).

  • ix

    Diabetes, hipertiroid dan hipertensi

    Prevalensi diabetes dan hipertiroid di Provinsi Jawa Tengah berdasar wawancara yang terdiagnosis dokter sebesar 1,6 persen dan 0,5 persen. Diabetes melitus terdiagnosis dokter dan gejala sebesar 1,9 persen.

    Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di Kota Surakarta (2,8%), dan Kota Tegal (2,8%).

    Prevalensi diabetes melitus berdasar diagnosis dokter dan gejala meningkat sesuai dengan bertambahnya umur, namun mulai 65 tahun cenderung menurun.

    Prevalensi hipertiroid cenderung meningkat seiring bertambahnya umur dan menetap mulai 45 tahun.

    Prevalensi hipertensi berdasarkan terdiagnosis tenaga kesehatan dan pengukuran terlihat meningkat dengan bertambahnya umur.

    Prevalensi DM, hipertiroid, dan hipertensi pada perempuan cenderung lebih tinggi dari pada laki-laki.

    Penyakit Jantung

    Prevalensi jantung koroner berdasar wawancara terdiagnosis dokter di Jawa Tengah sebesar 0,5 persen, dan berdasar terdiagnosis dokter dan gejala sebesar 1,4 persen. Prevalensi jantung koroner berdasarkan terdiagnosis dokter tertinggi di Kota Magelang (1,5%). Sementara prevalensi jantung koroner menurut diagnosis dan gejala tertinggi di Kabupaten Magelang (3,2%).

    Prevalensi penyakit jantung koroner (PJK) berdasarkan wawancara yang didiagnosis dokter serta yang didiagnosis dokter dan gejala meningkat seiring dengan bertambahnya umur.

    Penyakit Ginjal Prevalensi gagal ginjal kronis berdasar diagnosis dokter di Jawa Tengah sebesar 0,3 persen. Prevalensi tertinggi di Klaten sebesar 0,7 persen.

    Prevalensi penderita batu ginjal berdasar wawancara terdiagnosis dokter di Jawa Tengah sebesar 0,8 persen. Prevalensi tertinggi di Boyolali sebesar 1,6 persen.

    Prevalensi penyakit gagal ginjal kronis berdasarkan wawancara yang didiagnosis dokter meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada kelompok umur 75 tahun (0,6%).

    Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dari perempuan (0,2%), prevalensi lebih tinggi pada masyarakat perkotaan (0,3%).

    6. Cedera

    Prevalensi dan penyebab cedera

    Prevalensi cedera secara provinsi adalah 7,7 persen, prevalensi tertinggi ditemukan di Kabupaten Magelang (15,3%) dan terendah di Kabupten Blora (2,0%). Kabupaten/kota yang mempunyai prevalensi cedera lebih tinggi dari angka nasional sebanyak 17 kabupaten/kota.

    Penyebab cedera terbanyak yaitu jatuh (42,1%) dan kecelakaan sepeda motor (40,1%), adapun penyebab cedera yang lain meliputi terkena benda tajam/tumpul (6,7%), transportasi darat lain (8,1%) dan kejatuhan (1,6%).

  • x

    Jenis cedera Persentase jenis cedera di Provinsi Jawa Tengah di dominasi oleh luka lecet/memar sebesar 72,6 persen, terbanyak terdapat di Kabupaten Grobogan 84,0 persen dan yang terendah di Wonosobo yaitu 60,4 persen. Jenis cedera terbanyak ke dua adalah terkilir, rata-rata di Provinsi Jawa Tengah 26,6 persen. Ditemukan terkilir terbanyak di Jepara 45,5 persen. Luka robek menduduki urutan ketiga jenis cedera terbanyak, jenis luka ini tertinggi ditemukan di Cilacap sekitar 24,5 persen jauh di atas Provinsi Jawa Tengah yaitu 16,7 persen dan terendah di Kabupten Pekalongan 9,3 persen. Jenis cedera lainnya persentasenya kecil, patah tulang 6,2 persen, anggota tubuh terputus, cedera mata dan geger otak masing-masing persentasenya di Provinsi Jawa Tengah 0,2, 0,5 dan 0,4 persen.

    Tempat cedera Secara provinsi, cedera paling banyak terjadi di jalan raya yaitu 43,7 persen selanjutnya di rumah (36,5%), area pertanian (7,0%) dan sekolah (4,3%). Kabupaten yang memilki angka proporsi tempat cedera di rumah dan sekitanya tertinggi adalah Kota Pekalongan (52,9%) dan terendah di Kabupaten Rembang (15,8%). Adapun untuk porporsi tempat cedera di sekolah tertinggi di Kota Pekalongan (7,3%) dan terendah di Kabupaten di Banyumas (1,5%). Tempat kejadian cedera di jalan raya mempunyai proporsi paling tinggi dibandingkan dengan tempat yang lain. Kabupaten yang mempunyai proporsi tempat kejadian cedera di jalan yang melebihi angka provinsi sebanyak 21 kabupaten. Adapun proporsi kejadian di jalan raya terbanyak di Kota Surakarta (61,8%) dan terendah di Kabupaten Kebumen (27,5%). Adapun untuk tempat kejadian cedera di tempat umum dan industri proporsinya tampak lebih kecil dibandingkan tempat lain. Sedangkan proporsi cedera di area pertanian menunjukkan angka proporsi yang melebihi angka provinsi yaitu 7,0 persen di Kabupaten Wonogiri dan terendah Kota Tegal (0,3%).

    7. Kesehatan Gigi dan Mulut

    Mempunyai masalah kesehatan gigi

    Pada Riskesdas 2013 ini sebesar 25,4 persen penduduk Jawa Tengah menyatakan mempunyai masalah gigi dan mulut dalam 12 bulan terakhir (potential demand). Diantara yang bermasalah gigi dan mulut, terdapat 31,0 persen yang menerima perawatan dan pengobatan dari tenaga medis (perawat gigi, dokter gigi atau dokter gigi spesialis).

    Pada usia produktif 35-44 tahun dan 45-54 tahun, penduduk yang menyatakan bermasalah gigi dan mulut mencapai persentase tertinggi, yaitu masing-masing 32,9 persen dan 30,9 persen.

    Effective Medical Demand (EMD)

    Secara keseluruhan keterjangkauan/kemampuan untuk mendapatkan pelayanan dari tenaga medis gigi/EMD sebesar 7,9 persen. Kabupaten/kota dengan EMD tertinggi adalah Kota Tegal (12,8%), Kota Salatiga (12,0%) dan Banjarnegara (11,5%), dan angka EMD terendah di Sukoharjo (3,2%).

    Persentase EMD meningkat pada kelompok umur yang lebih tinggi, dan persentase EMD tertinggi dijumpai pada kelompok umur 35-44 tahun dan 45-54 tahun masing-masing sebesar 9,8 persen.

  • xi

    Menerima pengobatan/perawatan

    Di Provinsi Jawa Tengah, penduduk yang berobat ke dokter gigi spesialis sebanyak 5,8 persen, yang berobat ke dokter gigi 42,7 persen, dan ke perawat gigi 17,6 persen.

    Kebiasaan sikat gigi

    Sebagian besar (94,6%) penduduk Provinsi Jawa Tengah umur 10 tahun ke atas mempunyai kebiasaan menyikat gigi setiap hari. Kota dengan persentase menyikat gigi tertinggi adalah Semarang (98,1%) dan Demak (97,7%), sedangkan yang terendah adalah Kebumen (89,4%)

    Sebagian besar penduduk Jawa Tengah (93,0%) menyikat gigi pada saat mandi pagi, dengan urutan tertinggi adalah Rembang sebesar 98,7 persen.

    Sebagian besar penduduk menyikat gigi setiap hari saat mandi pagi atau mandi sore. Kebiasaan yang keliru dan hampir merata tinggi di seluruh kelompok umur.

    Kebiasaan benar menyikat gigi penduduk Jawa Tengah hanya 1,7 persen, sebagian besar penduduk Jawa Tengah menyikat gigi pada waktu yang tidak benar (98,3%). Kabupaten/kota tertinggi untuk perilaku menyikat gigi dengan benar adalah Temanggung yaitu 4,5 persen, kemudian diikuti Kota Tegal dan Salatiga masing-masing 4,2 persen, sedangkan yang terendah adalah di Grobogan 0,3 persen.

    Menurut Kelompok umur, pada kelompok usia 15-24 tahun sampai dengan 45-54 tahun perilaku menyikat gigi dengan benar semakin meningkat. Laki-laki yang berperilaku menyikat gigi dengan benar (1,5%) lebih rendah dibandingkan perempuan (1,8%). Menurut tempat tinggal, responden di perkotaan lebih banyak berperilaku menyikat gigi benar dibandingkan perdesaan. Demikian pula semakin tinggi pendidikan dan kuintil indeks kepemilikan, semakin baik perilaku menyikat gigi dengan benar.

    Indeks DMF-T

    Indeks DMF-T menurut karakteristik responden, indeks DMF-T meningkat seiring dengan bertambahnya umur yaitu sebesar 0,9 pada kelompok umur 12 tahun dan umur 15 tahun, 1,0 pada umur 18 tahun, 4,4 pada umur 34-44 tahun, dan selanjutnya 18,2 pada umur 65 tahun ke atas, yang berarti kerusakan rata-rata 19 gigi per orang.

    Indeks DMF-T Provinsi Jawa Tengah sebesar 4,3 dengan nilai masing-masing: D-T= 1,35; M-T= 2,94; F-T= 0,04; yang berarti kerusakan gigi penduduk Jawa Tengah 5 gigi per orang

    8. Disabilitas

    Status disabilitas/ ketidakmampuan

    Dalam satu bulan terakhir, sebagian besar penduduk umur 15 tahun ke atas memiliki status disabilitas yang sangat baik atau tidak mengalami kesulitan di setiap aspek yang ditanyakan, berkisar dari 88,9% hingga 94,6%. Persentase tertinggi dari status disabilitas sangat berat ada pada aspek kesulitan berjalan jauh (1 km) yaitu sebesar 1,3 persen, diikuti sulit berdiri dalam waktu lama dan sulit mengerjakan hal-hal baru (masing-masing 0,6%).

    Prevalensi disabilitas di Provinsi Jawa Tengah menunjukkan 10,3 persen penduduk mengalami disabilitas, tertinggi di Pemalang (18,8%) dan terendah di Blora (2,1%). Dalam satu bulan terakhir, terdapat 5 persen penduduk umur 15 tahun ke atas yang memiliki status disabilitas bermasalah, terutama pada kelompok umur 75 tahun ke atas (53,6%), Persentase lebih tinggi pada perempuan, pada kelompok tidak bersekolah, kelompok tidak bekerja, dan kuintil indeks kepemilikan terbawah.

  • xii

    9. Kesehatan Jiwa

    Gangguan Jiwa Berat Psikosis terbanyak terdapat di Kabupaten/Kota Magelang dan Wonogiri. Kabupaten/Kota Grobogan, Salatiga, Demak dan Semarang memiliki angka yang terendah. Prevalensi di Provinsi Jawa Tengah adalah 2,3 per mil dan masuk dalam provinsi terbanyak jumlah psikosis secara nasional. Menurut karakteristik tempat tinggal, prevalensi gangguan jiwa berat sedikit lebih banyak terjadi di perkotaan dari pada di perdesaan, sedangkan menurut status ekonomi, gangguan jiwa berat banyak ditemukan pada kuintil indeks kepemilikan terbawah yaitu 4,4 permil.

    Gangguan Mental Emosional Prevalensi orang yang mengalami gangguan mental emosional di Propinsi Jawa Tengah sebesar 3,9 persen. Tujuh kabupaten/kota yang tertinggi jumlah orang yang mengalami gangguan mental emosional adalah Salatiga, Magelang, Tegal, Temanggung, Banyumas, Banjarnegara, dan Kota Surakarta. P

    Prevalensi gangguan mental emosional lebih banyak ditemukan pada perempuan, tingkat pendidikan tidak sekolah, status pekerjaan sebagai nelayan, dan kuintil indeks kepemilikan terbawah. Gangguan mental emosional hampir sama di perkotaan dan perdesaan.

    Cakupan Pengobatan Ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan

    Individu yang mengalami gangguan mental emosional sekitar 30,8 persen pernah melakukan pengobatan dan sekitar 14,5 persen melakukan pengobatan dalam waktu 2 minggu terakhir.

    Kabupaten Wonogiri merupakan kabupaten yang memiliki cakupan tertinggi diantara kabupaten/kota lainnya di Jawa Tengah untuk pengobatan gangguan mental emosional baik yang pernah maupun yang melakukan pengobatan 2 minggu terakhir.

    Persentase cakupan pengobatan seumur hidup menurut umur semakin tua semakin meningkat begitu pula semakin rendah tingkat pendidikan semakin meningkat, sedangkan dalam 2 minggu terakhir, persentase paling tinggi terdapat pada kelompok umur 25-34 tahun dan pendidikan tidak tamat SD.

    Perempuan, tempat tinggal di perdesaan dan kuintil indeks kepemilikan menengah bawah memiliki presentase cakupan pengobatan lebih banyak baik pada pengobatan seumur hidup maupun 2 minggu terakhir.

    10. Pengetahuan Sikap dan Perilaku

    Perlaku higienis Rerata proporsi perilaku cuci tangan secara benar di Jawa Tengah menunjukan 49,5 persen, perilaku BAB di jamban adalah 82,7 persen.

  • xiii

    Penggunaan tembakau Rerata proporsi perokok saat ini di Provinsi Jawa Tengah adalah 22,9 persen. Rerata batang rokok yang dihisap per hari per orang di Provinsi Jawa Tengah adalah 10,1 batang (setara satu bungkus). Proporsi terbanyak perokok aktif setiap hari paling banyak pada umur 30-34 tahun (30,6%), pada laki-laki proporsi lebih banyak dibandingkan perokok perempuan. Petani/nelayan/buruh adalah perokok aktif setiap hari yang mempunyai proporsi terbesar 38,8 persen. Rerata jumlah batang rokok cerutu yang dihisap perhari adalah 0,3 (=1) batang, terbanyak ada di Kota Tegal 1,5 (=2 batang), disusul Banyumas 1 batang. Proporsi responden yang mengaku merokok mulai usia 3-4 tahun sebanyak 0,1 persen, mulai merokok di usia 5-9 tahun sebanyak 1,1 persen dan mulai merokok di usia 10-14 tahun 10,4 persen. Menurut jenis kelamin, usia mulai merokok pada usia muda lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan, sebaliknya pada perempuan usia mulai merokok 30 tahun ke atas.lebih tinggi dibanding laki-laki. Secara umum proporsi jenis rokok yang dihisap terbanyak adalah rokok kretek 78,3 persen, diikuti dengan rokok putih 42,2 persen, rokok linting 20,4 persen dan rokok cerutu 0,3 persen. Menurut kelompok umur dan pendidikan pada umumnya proporsi jenis rokok yang dihisap terbanyak adalah rokok kretek, dan rokok putih urutan ke dua. Demikian pula menurut tempat tinggal, jenis pekerjaan dan kuintil indeks kepemilikan rokok kretek paling dominan, kecuali menurut jenis kelamin, perempuan lebih banyak mengkonsumsi rokok putih dibandingkan rokok kretek. Proporsi merokok dalam gedung rerata Jawa Tengah 87,7 persen. Tujuh kabupaten/kota tertinggi di atas rerata Jawa Tengah adalah Banjarnegara (95,9%), Purbalingga (95,4%), Blora (95,4%), Wonosobo (94,0%), Purworejo (93,6%), Sragen (93,5%), dan Kebumen (92,4%). Menurut karakteristik, proporsi perokok merokok dalam rumah ketika bersama anggota rumah tangga lainnya meningkat dengan bertambahnya kelompok umur. Pada laki-laki lebih banyak merokok di dalam rumah dibandingkan perokok perempuan. Responden di perdesaan, pekerjaan petani/buruh/ nelayan lebih banyak yang merokok di dalam rumah ketika bersama dengan anggota rumah tangga lainnya. Semakin rendah tingkat pendidikan, proporsi merokok di dalam rumah bersama ART juga semakin besar.

    Aktivitas Fisik Rata-rata Jawa Tengah aktivitas fisik kategori kurang aktif adalah 20,5 persen. Lima tertinggi adalah kabupaten penduduk Kota Salatiga (34,3%), Kota Semarang (32,9%), Brebes (31,3%), Kota Tegal (26,8%), dan Kota Surakarta (26,5%).

    Menurut karakteristik, kurang aktivitas bervariasi menurut kelompok umur, pendidikan, perkerjaan maupun kuintil indeks kepemilikan. Tidak ada perbedaan laki-laki maupun perempuan. Di daerah perkotaan lebih banyak responden dengan kurang aktivitas dibandingkan yang tinggal di daerah perdesaan.

    Berdasarkan tabel di atas tampaknya proporsi perilaku sedentary 3 - 5,9 jam rerata Jawa Tengah 43,2 persen.

  • xiv

    Proporsi perilaku sedentary berdasarkan karakteristik kelompok umur ada kecenderungan proporsi perilaku sedentary 3 - 5,9 jam sehari menurun dengan semakin bertambahnya umur, namun sedikit meningkat pada umur 10-14 tahun 50,9 persen. Proporsi perilaku sedentary 3 - 5,9 jam di perkotaan (52,8%) lebih besar dibandingkan di daerah perdesaan (43,4%). Perilaku sedentary merupakan perilaku yang terkait dengan duduk-duduk, masyarakat di perkotaan lebih banyak santai, kurang aktifitas dan menikmati TV, ngobrol. Proporsi perilaku sedentary 3 - 5,9 jam meningkat pada kelompok yang tidak bekerja, dan pada kuintil indeks kepemilikan teratas.

    Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur Bagian besar (67,6%) responden mengkonsumsi buah/sayur 1-2 porsi perhari dalam satu minggu. Hanya sebesar 4,4 persen responden mengkonsumsi buah/sayur 5 porsi atau lebih buah/sayur dalam sehari sesuai dengan yang direkomendasikan.

    Berdasarkan karakteristik, kelompok umur tidak menunjukkan pola tertentu. Responden perempuan (4,6%) sedikit lebih banyak konsumsi sayur dan atau buah sesuai yang direkomendasi dibandingkan laki-laki (4,1%).

    Berdasarkan tingkat pendidikan ada kecenderunagn semakin tinggi tingkat pendidikan

    konsumsi buah dan atau sayur 5 porsi atau lebih dalam seharinya lebih banyak proporsinya

    dibandingkan mereka yang berpendidikan rendah.

    Daerah perkotaan (4,7%) lebih banyak dibandingkan daerah perdesaan (4,1%), demikian

    pula dengan kuintil indeks kepemilikan semakin tinggi semakin banyak konsumsi sayur.

    Hasil survey menunjukkan, rerata konsumsi buah di Indonesia 0,5 porsi per hari, sedangkan

    rerata konsumsi sayur di Jawa Tengah 1,5 porsi.

    Pola Konsumsi Makanan tertentu Proporsi konsumsi makanan/minuman manis 1 kali atau lebih dalam sehari secara provinsi 62,0 persen, sedangkan konsumsi makanan/minuman manis 1-6 hari per minggu 29,9 persen. Menurut kelompok umur tampaknya perilaku konsumsi makanan/ minuman manis bervariasi antar kelompok umur.

    Konsumsi makanan/minuman manis lebih banyak pada laki-laki, dibandingkan pada perempuan, dan tinggal di daerah perkotaan.

    Ada kecenderungan semakin tinggi tingkat pendidikan dan kuintil indeks kepemilikan semakin besar proporsi perilaku konsumsi makanan/minuman manis dalam sehari.

    Proporsi pola perilaku konsumsi makanan asin 1 kali atau lebih per hari rerata di Jawa Tengah 30,4 persen.

    Ada kecenderungan di perdesaan lebih banyak mengkonsumsi makanan asin dibandingkan

    di daerah perkotaan.

    Perilaku konsumsi makanan berlemak

    Proporsi provinsi makan makanan mengandung kolesterol dan makanan gorengan 1 kali

    atau lebih perhari 60,3 persen, proporsi konsumsi 1 - 6 kali per minggu 34,0 persen.

  • xv

    Konsumsi makanan berlemak 1 kali atau lebih per hari lebih banyak pada perempuan

    (61,7%), dibandingkan pada laki-laki (58,9%), dan di daerah perkotaan dibandingkan

    daerah perdesaan.

    Berdasarkan tabel karakteristik diatas menurut kelompok umur tampaknya perilaku

    konsumsi makanan dibakar/panggang 1 kali atau lebih per hari cenderung menurun

    dengan meningkatnya kelompok umur. Penduduk yang tinggal di daerah perkotaan lebih

    banyak yang mengkonsumsi makanan dibakar/panggang dibandingkan yang tinggal di

    daerah perdesaan.

    Proporsi rerata provinsi perilaku konsumsi makanan hewani berbahan pengawet 1 kali atau

    lebih per hari adalah 3,7 persen. Mereka yang mengkonsumsi 1 - 6 kali per minggu 27,1

    persen.

    Menurut kelompok umur tampaknya ada kecenderungan menurun perilaku konsumsi

    makanan hewani berbahan pengawet dengan meningkatnya kelompok umur.

    Menurut tingkat pendidikan dan pekerjaan tampak adanya variasi mengkonsumsi makanan

    hewani berbahan pengawet. Sedangkan pada kuintil indeks kepemilikan semakin tinggi

    tingkat pengeluaran RT maka ada kecenderungan meningkat konsumsi makanan hewani

    berbahan pengawet. Di daerah perkotaan cenderung lebih tinggi dibandingkan daerah

    perdesaan. Tidak tampak adanya perbedaan menurut jenis kelamin.

    Proporsi rerata provinsi perilaku konsumsi bumbu penyedap 1 kali atau lebih per hari adalah

    83,7 persen. Proporsi mengkonsumsi 1 - 6 kali per minggu adalah 9,8 persen.

    Menurut kelompok umur, jenis pekerjaan dan kuintil indeks kepemilikan tampaknya perilaku

    konsumsi bumbu penyedap 1 kali atau lebih per hari bervariasi. Konsumsi bumbu

    penyedap lebih banyak pada perempuan (84,7%) dibandingkan pada laki laki (82,6%).

    Proporsi rerata Provinsi Jateng perilaku konsumsi makanan berkafein buatan bukan kopi 1

    kali atau lebih per hari 4,4 persen mereka yang mengkonsumsi 1 - 6 kali per minggu 8,1

    persen.

    Lebih banyak laki laki (5,7%) dibandingkan perempuan (3,1%), yang tinggal di perkotaan (5,1%) menurut proporsi menggunakan makanan berkafein buatan bukan kopi di bandingkan di perdesaan (3,8%).

    Proporsi perilaku minum kopi 1 kali atau lebih perhari rerata nasional 20,2 persen.

    Laki-laki (29,8%) lebih banyak yang minum kopi dibandingkan perempuan (10,9%).

    Demikian juga penduduk di daerah perdesaan (22,0%) sedikit lebih banyak yang minum kopi

    dibandingkan yang tinggal di daerah perkotaan (18,1%).

    Konsumsi Makanan dari Olahan dari Tepung Rata-rata tujuh dari seratus penduduk Jawa Tengah (6,5%) mengkonsumsi mie instant 1 - 6 kali per minggunya.

  • xvi

    Ada kecenderungan penurunan perilaku konsumsi mie instant 1 kali atau lebih per hari menurut kelompok umur, semakin tua kelompok umur semakin rendah proporsi konsumsi mie instant. Konsumsi mie instant lebih banyak pada laki laki dibandingkan pada perempuan Namun tidak ada perbedaan perilaku konsumsi di perkotaan maupun perdesaan. Responden yang tidak bekerja cenderung lebih banyak mengkonsumsi mie instant. Ada kecenderungan semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan semakin rendah proporsi konsumsi makan mie instan. Hampir separuh (46,9%) dari penduduk mengkonsumsi mie basah 1 6 kali per minggu. Hanya 2,6 persen penduduk mengkonsumsi mie basah 1 kali atau lebih per hari. Ada variasi perilaku konsumsi makanan yang terbuat dari mie basah 1-6 kali per minggu menurut kelompok umur, dan lebih banyak pada laki laki (48,7%) dibandingkan pada perempuan (45,1%). Responden yang tinggal di perkotaan (50,4%) lebih besar proporsi makan mie basah di bandingkan di perdesaan (43,9%). Ada kecenderungan semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan semakin besar proporsi konsumsi mie basah. Menurut jenis pekerjaan tampak bervariasi dalam komsumsi makan mie basah.

    Kurang lebih dua dari tiga penduduk Jawa Tengah (57,8%) mengkonsumsi roti 1-6 kali per

    minggu. Hanya 12,3 persen yang mengkonsumsi roti 1 kali atau lebih per hari.

    Ada kecenderungan perilaku konsumsi makanan roti 1 kali atau lebih per hari, semakin tua

    kelompok umur semakin rendah proporsi konsumsi roti.

    Semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan cenderung semakin besar proporsi konsumsi roti.

    Lebih dari separuh dari penduduk Jawa Tengah (52,3 %) mengkonsumsi biskuit 1- 6 kali per minggu. Sebanyak 11,1 persen mengkonsumsi 1 kali atau lebih per hari.

    Menurut kelompok umur ada kecenderungan penurunan perilaku konsumsi biskuit 1 kali atau lebih per hari, semakin tua kelompok umur semakin rendah proporsi konsumsi biskuit. Konsumsi makanan biskuit lebih banyak pada perempuan (12,7%) dibandingkan pada laki laki (9,5%). Mereka yang tinggal di perkotaan (13,4%) lebih besar proporsi makan biskuit di bandingkan

    di perdesaan (9,1%).

    Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Di Jawa Tengah rumah tangga dengan PHBS baik adalah 36,2 persen, dengan persentase

    tertinggi pada Kota Surakarta (61,1%) dan persentase terendah di Kabupaten Batang

    (22,9%). Sementara proporsi rumah tangga dengan PHBS baik lebih tinggi di perkotaan

    (42,5%) dibandingkan di perdesaan (31,1%). Proporsi rumah tangga dengan PHBS baik

    meningkat dengan seiring dengan meningkatnya kuintil indeks kepemilikan.

  • xvii

    11. Pembiayaan

    Kepemilikan Jaminan Kesehatan

    Sebanyak 52,9 persen penduduk Provinsi Jawa Tengah belum memiliki jaminan kesehatan. Askes/ASABRI dimiliki oleh sekitar 5,1 persen penduduk, Jamsostek 3,0 persen, asuransi kesehatan swasta dan tunjangan kesehatan perusahaan masing-masing sebesar 1,1 dan 0,9 persen.

    Kepemilikan jaminan didominasi oleh Jamkesmas (35,8%) dan Jamkesda (2.9%). Dari data tersebut juga menyiratkan adanya kepemilikan jaminan lebih dari satu jenis jaminan untuk individu yang sama.

    Menurut tempat tinggal, penduduk di perkotaan lebih banyak yang memiliki jaminan kesehatan dibanding di perdesaan, dan ini hampir untuk semua jenis selain Jamkesda. Sebaliknya, kepemilikan Jamkesmas lebih tinggi di perdesaan dibanding perkotaan.

    Kelompok umur di bawah 5 tahun adalah kelompok tertinggi yang tidak memiliki jaminan (66,5%), sedangkan kelompok umur di atas 55 tahun kepemilikan jaminan pada kisaran 46,1 persen sampai 48,3 persen. Pada kelompok umur selain Balita dan lanjut usia masih tinggi atau rata-rata di atas 50,2 persen yang tidak memiliki jaminan kesehatan.

    Kepemilikan jaminan kesehatan menurut status pekerjaan menunjukkan kelompok tertinggi yang tidak memiliki jaminan adalah kelompok wiraswasta (62,4%), sedangkan yang terendah adalah pegawai (42,7%).

    Mengobati Sendiri, Pemanfaatan Rawat Jalan dan Rawat Inap

    Proporsi penduduk Provinsi Jawa Tengah yang mengobati diri sendiri dalam satu bulan terakhir dengan membeli obat ke toko obat atau ke warung tanpa resep dokter adalah 29,4 persen dengan rerata pengeluaran sebesar Rp. 2.500,00 Penduduk daerah perkotaan maupun perdesaan yang mengobati sendiri dengan cara membeli obat di toko obat atau di warung hampir sama yaitu (28,8%) dan (29,8%). Menurut kuintil indeks kepemilikan, kelompok teratas merupakan kelompok yang terkecil yang mengobati sendiri (26,6%) namun dari sisi biaya yang dikeluarkan adalah terbesar diantara lainnya yaitu Rp. 5.000,00 Sebanyak 13,2 persen penduduk Provinsi Jawa Tengah dalam satu bulan terakhir melakukan rawat jalan dan median biaya yang dikeluarkan sebesar Rp.30.000,00. Penduduk di Kabupaten Tegal merupakan kabupaten tertinggi yang melakukan biaya rawat jalan (20,2%) dengan median biaya sebesar Rp.30.000,00 dalam satu bulan terakhir. Sebesar 23,4 persen balita dalam satu bulan terakhir melakukan rawat jalan dan kelompok ini merupakan kelompok proporsi tertinggi yang melakukan rawat jalan dengan biaya rerata sebesar Rp.25.000,00 pada satu bulan terakhir, sedangkan kelompok 15-24 tahun adalah pemanfaat terendah. Makin bertambah umur, penduduk makin banyak yang memanfaatkan rawat jalan dan median biayanya pun cenderung makin besar.

    Sumber pembiayaan Sumber biaya rawat jalan secara keseluruhan untuk Provinsi Jawa Tengah masih didominasi (73,6%) pembiayaan yang dibayar oleh pasien sendiri atau keluarga (out of pocket), kemudian berturut-turut disusul pembiayaan oleh Jamkesmas (14,1%) dan sumber lainnya (3,4%).

  • xviii

    Sumber biaya rawat jalan dari Askes/ASABRI (3,1%), Jamkesda (2,2%), sebanyak 1,1 persen dibiayai lebih dari satu sumber, Jamsostek (1,0%), tunjangan kesehatan Perusahaan (1,0%) dan terendah adalah pembiayaan oleh asuransi swasta (0,5%). Sumber biaya rawat jalan yang ditanggung oleh pasien sendiri atau keluarga, tertinggi adalah di Banjarnegara (86,0%), Boyolali (85,5%), Brebes (84,9%3), Blora (81,7%) dan Kendal (80,9%). Menurut tempat tinggal, sumber biaya rawat jalan pada semua jenis fasilitas kesehatan dari berbagai jaminan kesehatan baik Askes, ASABRI, JPK Jamsostek, asuransi kesehatan swasta, dan tunjangan kesehatan perusahaan lebih banyak dimanfaatkan di daerah perkotaan. Di daerah perdesaan lebih banyak memanfaatkan Jamkesmas dan Jamkesda. Sumber biaya yang dipakai untuk rawat inap pada semua fasilitas kesehatan di Provinsi Jawa Tengah masih didominasi oleh biaya sendiri (out of pocket), yaitu sekitar 57,1 persen. Kondisi ini dimungkinkan karena masih sekitar 52,9 persen penduduk Provinsi Jawa Tengah belum memiliki jaminan kesehatan. Sebanyak 15 kabupaten/kota memiliki persentase out of pocket di atas angka provinsi, yaitu 57,6 83,7 persen. Pola pemanfaatan jaminan kesehatan sebagai sumber biaya untuk rawat jalan dan rawat inap tidak berbeda. Menurut tempat tinggal sumber biaya rawat inap pada semua jenis fasilitas kesehatan dari berbagai jaminan kesehatan baik Askes, ASABRI, JPK Jamsostek, asuransi kesehatan swasta, tunjangan kesehatan perusahaan, dan Jamkesda lebih banyak dimanfaatkan di daerah perkotaan. Sumber biaya rawat inap dari Jamkesmas lebih banyak dimanfaatkan di daerah perdesaan.

    12. Kesehatan Reproduksi

    Penggunaan KB pada WUS kawin Wanita usia subur (WUS) yang menggunakan KB 62,3 persen, pernah KB 24,2 persen dan

    tidak pernah KB 13,6 persen. Proporsi terbanyak menggunakan KB pada kelompok umur

    35-39 tahun (69,5%) sedangkan yang tidak pernah menggunakan KB terbanyak pada

    kelompok umur 15-19 tahun (50,5%). Kontrasepsi yang digunakan 62,3 persen cara modern

    dan cara tradisional 0,0 persen.

    Tenaga dan Tempat untuk Pelayanan KB Modern Tenaga yang banyak memberi pelayanan KB adalah bidan 86,6 persen, dokter kandungan 8,5 persen sedangkan tenaga kesehatan lainnya hanya mencapai

  • xix

    tahun (78,8%), pendidikan tamat SD (77,0%), petani/nelayan/buruh (83,0%) serta kuintil indeks kepemilikan terbawah (76,0%). Cakupan ANC K4 sebesar 79,7 persen sedangkan

    ANC 4x sebesar 92,0 persen.

    Tenaga dan Tempat Pemeriksa Kehamilan Bidan merupakan tenaga yang paling berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu

    hamil sebesar 90,6 persen. Sebagian besar ibu hamil memilih tempat pelayanan kesehatan

    di praktek bidan (71,4%), Puskesmas/Pustu sebesar 9,3 persen dan rumah sakit sebesar 4,2

    persen.

    Konsumsi Zat Besi Konsumsi zat besi yang dilaporkan oleh ibu selama hamil adalah 94,6 persen, dimana 39,3

    persen mengkonsumsi zat besi minimal 90 hari selama kehamilannya. Semakin tinggi

    pendidikan semakin besar persentase cakupan konsumsi zat besi demikian juga dengan

    kuintil indeks kepemilikan semakin meningkat indeks semakin besar persentase

    cakupannya.

    Kepemilikan Buku KIA dan Pelaksanaan P4K Responden yang mempunyai Buku KIA 96,4 persen, namun yang bisa menunjukkan 63,3

    persen. Hasil observasi buku KIA menunjukkan untuk isian penolong persalinan 38,0 persen,

    dana persalinan 18,0 persen, kendaraan/ambulans desa 12,6 persen, metode KB pasca

    salin 18,4 persen dan 11,1 persen untuk isian sumbangan darah. Kelengkapan isian semua

    komponen sebesar 6,2 persen dan 38,6 persen didapati tidak ada isian.

    Penolong Persalinan Persalinan oleh penolong linakes (persalinan dengan tenaga kesehatan) kualifikasi tertinggi sebanyak 95,9 persen, dengan rincian 22,2 persen oleh dokter kebidanan dan kandungan, 0,5 persen oleh dokter umum dan 73,3 persen oleh bidan. Terdapat persalinan yang ditolong oleh perawat (0,1%), sedangkan penolong persalinan oleh dukun sebesar 3,3 persen dan 0,2 persen penolong lainnya. Secara umum bidan merupakan tenaga utama sebagai penolong persalinan di Jawa Tengah.

    Tempat Persalinan Kelahiran pada ibu berumur risiko tinggi (umur ibu 35 tahun ke atas) lebih banyak di rumah (17,4%) dibanding ibu umur 20-34 tahun (15,9%). Pemanfaatan fasilitas kesehatan, baik milik pemerintah ataupun swasta, untuk persalinan jauh lebih tinggi di daerah perkotaan dibanding di perdesaan (32,5 persen dibanding 20 persen).

    Pelayanan Kesehatan Masa Nifas Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, dan semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan semakin

    tinggi pula prosentase ibu nifas yang kontak dengan nakes.

    Pelayanan KB Pasca Salin Sebanyak 62,6 persen ibu nifas sampai 42 hari setelah melahirkan mendapatkan pelayanan

    KB pasca salin. Proporsi terbanyak pada kelompok umur 35 tahun (63,5%), berpendidikan

    tamat SLTP (66,6%), tidak bekerja (65,1%) dan tinggal di perdesaan (64,9%).

    13. Kesehatan Anak

    Berat dan panjang badan lahir

    Menurut kelompok umur bayi, persentase BBLR tidak menunjukkan pola kecenderungan yang jelas. Persentase BBLR pada perempuan (11,2%) lebih tinggi dibanding laki-laki,

  • xx

    namun -laki (3,6%) lebih tinggi dibandingkan perempuan.

    Persentase panjang badan lahir < 48 cm sebesar 24,5 persen, 48-52 cm sebesar 73,2

    persen dan > 52 cm sebesar 2,2 persen. Persentase panjang badan lahir < 48 cm tertinggi di

    Kabupaten Purbalingga (36,5%) dan terendah di Rembang (10,2%).

    Persentase panjang badan lahir < 48 cm pada perempuan, pendidikan KK tidak pernah bersekolah, pekerjaan petani/nelayan/buruh, tempat tinggal di perdesaan memiliki presentase paling tinggi. Menurut kuintil Indeks kepemilikan semakin rendah semakin tinggi persentase anak yang lahir dengan panjang badan < 48 cm.

    Kecacatan

    Persentase kecacatan pada anak umur 24-59 bulan. Persentase jenis kecacatan yang tertinggi adalah minimal satu jenis cacat sebesar 0,61 persen dan terendah adalah tuna rungu 0,02 persen. Data ini menunjukkan persentase anak tuna wicara 5 kali lebih tinggi daripada persentase anak tuna rungu.

    Status imunisasi

    Persentase imunisasi dasar lengkap pada anak umur 12-59 bulan menurut kabupaten/kota

    dengan kategori lengkap, tidak lengkap, dan tidak imunisasi masing-masing 77 persen, 19,5

    persen dan 3,5 persen.

    Persentase imunisasi tidak lengkap lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki, pendidikan KK tidak tamat SD, KK tidak bekerja, tinggal diperkotaan, dan kuintil indeks kepemilikan menengah. Sedangkan tidak imunisasi lebih banyak pada anak perempuan, semakin rendah pendidikan KK semakin tinggi pula yang tidak imunisasi, lebih banyak pada KK wiraswasta, tinggal di perdesaan, dan kuintil indeks kepemilikan menengah atas.

    Alasan keluarga tidak mengijinkan imunisasi lebih banyak didapatkan pada anak laki-laki, pendidikan KK tamat PT, pekerjaan pegawai, tinggal di perkotaan dan semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan semakin tinggi persentase keluarga yang tidak mengijinkan.

    Alasan takut anak menjadi panas lebih banyak ditemukan pada anak perempuan, pendidikan KK tamat SMA, wiraswasta, tinggal diperkotaan, dan kuintil indeks kepemilikan menengah atas.

    Persentase anak yang pernah mengalami KIPI sebesar 21,3 persen, dan paling tinggi ditemukan di Kabupaten Grobogan sebesar 37,0 persen.

    Persentase anak laki-laki yang pernah mengalami KIPI lebih banyak dibanding anak perempuan, persentase paling tinggi juga didapatkan pada KK pendidikan tamat SD, tidak bekerja, tinggal di perdesaan, dan kuintil indeks kepemilikan menengah bawah.

    Kunjungan neonatal Persentase KN1(6-48 jam) sebesar 76,8 persen, KN2 (3-7 hari) 70,0 persen dan KN3 (8-28 hari) 54,6 persen. KN1 paling tinggi terdapat di Banyumas (89,4%), KN2 terdapat di Batang (88,7%) dan KN3 terdapat di Kota Magelang 80,3 persen. Persentase anak balita dengan kunjungan neonatal lengkap adalah 46,3 persen. Persentase kunjungan neonatal lengkap tahun 2013 tertinggi di Kota Semarang (71,7%) dan terendah di Purbalingga (18,2%). Persentase kunjungan neonatal lengkap pada anak laki-laki lebih tinggi dibanding anak perempuan. Menurut tempat tinggal, persentase kunjungan neonatal lengkap di perkotaan lebih tinggi daripada di perdesaan. Semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan semakin tinggi

  • xxi

    pula persentase kunjungan neonatal lengkap. Menurut jenis pekerjaan kepala rumah tangga, kunjungan neonatal lengkap tertinggi pada jenis pekerjaan pegawai.

    Perawatan tali pusar

    Persentase cara perawatan tali pusar pada anak umur 0-59 bulan dengan tidak diberi apa-apa sebesar 18,1 persen, diberi betadine/alkohol sebesar 81,1 persen, diberi obat tabur sebesar 0,2 persen dan diberi ramuan tradisional 0,6 persen.

    Persentase cara perawatan tali pusar pada anak umur 0-59 bulan dengan tidak diberi apa-apa tertinggi di Kudus (34,4%) dan terendah di Kabupaten Tegal (1,0%).

    Pola pemberian ASI

    Persentase provinsi proses mulai menyusu kurang dari satu jam (IMD) setelah bayi lahir adalah 54,5 persen, dengan persentase tertinggi di Banjarnegara (91,2%) dan terendah di Kota Tegal (16,2%).

    Proses mulai menyusui