penelitian dan pengembangan kesehatan -pokok hasil ... · riskesdas 2013 berbasis komunitas,...

211
Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Pokok-Pokok Hasil Riskesdas Provinsi DKI Jakarta 2013.—Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.2013 ISBN 978-602-235-538-0 1. Judul I.HEALTH SERVICES – ORGANIZATION AND ADMINISTRATION II. HEALTH PLANNING III. HEALTH POLICY Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh Undang Undang All right reserved Kementerian Kesehatan RI, Pokok-Pokok Hasil Riskesdas Provinsi DKI Jakarta 2013 Penulis : Basuki Budiman, dkk Layout : Andi Maharany Patta Katy Desain Sampul : Suci Wiji Lestari Editor : Susilowati Herman, Nurul Puspasari C-1 Jakarta Lembaga Penerbitan Badan Litbangkes, 2013, 220 hlm. Uk 21 cm x 29,7 cm Diterbitkan oleh : Lembaga Penerbitan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Anggota IKAPI No. 468/DKI/XI/2013 Jl. Percetakan Negara No 29 Jakarta 10560 Kotak Pos 1226 Telepon : (021) 4261088 Ext.123 Faksimilie (021) 4243933 Email: [email protected]; Website: terbitan.litbang.depkes.go.id Didistribusikan oleh : Tim Riskesdas 2013 Copyright (C) 2013 pada Lembaga Penerbitan Badan Litbangkes Jakarta Sanksi Pelanggaran Undang undang Hak Cipta 2002 1. Barang siapa dengan sengaja tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil Hak Cipta Sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) 614 Ind

Upload: lamminh

Post on 09-Mar-2019

247 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Pokok-Pokok Hasil Riskesdas Provinsi DKI Jakarta 2013.—Jakarta :

Kementerian Kesehatan RI.2013

ISBN 978-602-235-538-0 1. Judul I.HEALTH SERVICES – ORGANIZATION AND ADMINISTRATION II. HEALTH PLANNING III. HEALTH POLICY

Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh Undang Undang All right reserved Kementerian Kesehatan RI, Pokok-Pokok Hasil Riskesdas Provinsi DKI Jakarta 2013 Penulis : Basuki Budiman, dkk Layout : Andi Maharany Patta Katy Desain Sampul : Suci Wiji Lestari Editor : Susilowati Herman, Nurul Puspasari C-1 Jakarta Lembaga Penerbitan Badan Litbangkes, 2013, 220 hlm. Uk 21 cm x 29,7 cm Diterbitkan oleh : Lembaga Penerbitan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Anggota IKAPI No. 468/DKI/XI/2013 Jl. Percetakan Negara No 29 Jakarta 10560 Kotak Pos 1226 Telepon : (021) 4261088 Ext.123 Faksimilie (021) 4243933 Email: [email protected]; Website: terbitan.litbang.depkes.go.id Didistribusikan oleh : Tim Riskesdas 2013 Copyright (C) 2013 pada Lembaga Penerbitan Badan Litbangkes Jakarta

Sanksi Pelanggaran Undang undang Hak Cipta 2002

1. Barang siapa dengan sengaja tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu,

dipidana dengan penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil Hak Cipta Sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)

614

Ind

Page 2: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

2

POKOK POKOK HASIL RISET KESEHATAN DASAR

PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2013

Penulis:

DR. Ir. Basuki Budiman, MSPH Dr. Makassari Dewi Elisa Diana Julianti, SP, MSi Drg. Tince A Yovita, M.Kes Eddy Purwanto, ST., MKM

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI

TAHUN 2013

614.407 2

Ind

r

Page 3: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas
Page 4: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

i

KATA PENGANTAR

Assalamu‘alaikum wr.wb.

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga Riskesdas 2013 telah selesai dilaksanakan. Riskesdas merupakan kegiatan riset kesehatan dasar berbasis masyarakat, yang dilaksanakan secara berkala. Riskesdas menghasilkan indikator kesehatan yang dapat dimanfaatkan untuk perencanaan pembangunan kesehatan.

Hasil akhir Riskesdas 2013 disajikan dalam dua buku yaitu buku 1: Pokok-Pokok Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013 Provinsi DKI Jakarta, buku 2: Riskesdas 2013 Dalam Angka Provinsi DKI Jakarta. Pokok-Pokok Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013 berisi hasil analisis variabel utama pembangunan kesehatan, dilengkapi dengan filosofi, teori dan justifikasi pengumpulan variabel dan indikator. Riskesdas 2013 dalam Angka menyajikan hasil lebih rinci dalam bentuk tabel. Kedua buku ini merupakan satu kesatuan, pembaca disarankan membaca buku 1 untuk mendapatkan gambaran komprehensif mengenai Riskesdas, buku 2 untuk memperoleh informasi lebih rinci.

Analisis disajikan secara deskriptif dan kecenderungan untuk melihat perubahan indikator 2007 – 2013. Informasi kecenderungan dapat dimanfaatkan program untuk mengevaluasi strategi yang telah diterapkan, sehingga dapat diidentifikasi kemajuan kinerja provinsi dan perbaikan yang dibutuhkan. Laporan Riskesdas 2013 dapat diunduh melalui website Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan www.litbang.depkes.go.id

Ucapan terima kasih yang tulus kami sampaikan kepada Gubernur, Bupati, Walikota, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Poltekkes, Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian Daerah, dan berbagai institusi yang membantu kelancaran Riskesdas 2013. Kontribusi semua pihak dari tahap persiapan, pembuatan instrumen, pengumpulan dan analisis data serta penulisan laporan sangat kami apresiasi. Ungkapan serupa juga kami tujukan kepada para koordinator wilayah beserta jajaran administratornya, para penanggung jawab operasional, para enumerator di lapangan, sehingga pelaksanaan Riskesdas 2013 dapat berjalan lancar.

Semoga laporan ini dapat dimanfaatkan bagi para pembaca dan semoga Allah SWT melimpahkan barokah-Nya kepada kita.

Jakarta, 29 November 2013 Kepala Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI

dr. Siswanto, DTMH

Page 5: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

ii

KATA SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

Dalam lima tahun terakhir ini Pembangunan Kesehatan telah diperkuat dengan tersedianya data dan

informasi yang dihasilkan oleh Riset Kesehatan Dasar atau Riskesdas. Tiga Riskesdas telah dilaksanakan

di Indonesia, masing–masing pada tahun 2007, 2010, dan 2013.

Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta

informasi yang bermanfaat bagi para pengelola dan pelaksana pembangunan kesehatan. Dengan adanya

data dan informasi hasil Riskesdas, maka perencanaan dan perumusan kebijakan kesehatan serta

intervensi yang dilaksanakan akan semakin terarah, efektif dan efisien.

Saya minta agar segenap pengelola dan pelaksana pembangunan kesehatan memanfaatkan data dan

informasi yang dihasilkan Riskesdas dalam merumuskan kebijakan dan mengembangkan program

kesehatan, demi terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi–tingginya. Saya juga

mengundang para pakar perguruan tinggi, para pemerhati kesehatan, para peneliti Badan Litbangkes, dan

para anggota APKESI (Asosiasi Peneliti Kesehatan Indonesia) untuk mengkaji hasil Riskesdas 2013, guna

mengindentifikasi asupan bagi peningkatan Pembangunan Kesehatan dan penyempurnaan Sistem

Kesehatan Nasional. Dengan demikian dapat dikembangkan tatanan kesehatan yang semakin baik bagi

Rakyat Indonesia.

Ucapan selamat dan apresiasi saya sampaikan kepada para responden, enumerator, para penanggung

jawab teknis Badan Litbangkes dan Poltekkes, para penanggung jawab operasional dari Dinas Kesehatan

Provinsi dan Kabupaten/Kota, para pakar dari universitas dan Badan Pusat Statistik, serta semua pihak

yang terlibat dalam Riskesdas 2013 ini. Peran dan dukungan anda sangat penting dalam mendukung

upaya menyempurnakan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi Pembangunan Kesehatan di negeri ini.

Semoga buku ini bermanfaat.

Billahi taufiq wal hidayah, Wassalamu‘alaikum Wr. Wb.

Jakarta, 1 Desember 2013

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Kementerian Kesehatan RI

Dr. dr. Trihono, MSc

Page 6: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

iii

RINGKASAN EKSEKUTIF

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 telah dilaksanakan di 33 Provinsi, 497 Kabupaten/Kota di

Indonesia. Pelaksanaan Riskesdas di DKI Jakarta mencakup wilayah Kota Jakarta Pusat, Utara, Barat,

Selatan, Timur dan Kabupaten Kepulauan Seribu.

Tujuan riskesdas adalah menyediakan data berdasarkan bukti untuk perencanaan program kesehatan di

tingkat Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota sesuai dengan keterwakilan jumlah sampel yang berbeda.

Pelaksanaan Riskesdas 2013 di Provinsi DKI Jakarta mencakup 209 Blok Sensus (BS), 5225 rumah tangga

(RT) dan 16343 anggota rumah tangga (ART), yang dilaksanakan oleh 34 tim setempat dibawah koordinasi

peneliti Badan Litbang Kesehatan, Kemenkes RI.

Berbagai informasi telah dikumpulkan dan hasil tersebut disajikan dalam ringkasan dibawah ini.

Akses Pelayanan

1. Sekitar ¾ warga DKI Jakarta mengetahui enam dari delapan fasilitas kesehatan (faskes) yang

ditanyakan. Puskesmas paling banyak diketahui oleh semua lapisan status ekonomi masyarakat.

Rumah Sakit (RS) dan Rumah Bersalin (RB)/Bidan lebih banyak diketahui oleh kelompok status

ekonomi menengah ke atas. Pos persalinan desa (polindes), pos kesehatan desa (poskesdes) dan pos

kesehatan pesatren (poskestren) tidak dikenal oleh warga DKI Jakarta.

2. Untuk mencapai faskes yang terdekat, warga Kepulauan Seribu (52,0%) menggunakan lebih dari satu

moda transport. Di daratan, warga Jakarta Selatan dan Jakarta Barat terbanyak menggunakan moda

transport lebih dari satu. Pilihan jenis moda transport yang digunakan terbanyak adalah sepeda motor

dan kendaraan umum. Kedua jenis moda ini paling banyak digunakan oleh kelompok status ekonomi

menengah bawah dan terbawah. Proporsi pemakai kendaraan umum berhubungan secara negatif

dengan kuintil indeks kepemilikan (status ekonomi). Semakin tinggi kategori indeks semakin rendah

menggunakan moda transportasi kendaraan umum. Waktu yang dipergunakan untuk mencapai

Puskesmas/Pustu pada umumnya kurang dari 15 menit, untuk ke RS pemerintah ½ jam dengan biaya

kurang dari Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah).

Farmasi Dan Pelayanan Kesehatan Tradisional

3. Lebih dari separuh (56,4; 30,2-67,3%) rumah tangga DKI Jakarta mempunyai simpanan 2-3 jenis obat

di rumah. Obat bebas paling banyak disimpan(87,4; 81,7-89,2%), bahkan obat antibiotik (27,8; 14,9-

23,3%) dan obat keras (26,1; 22,2-34,6%) juga ditemukan. Sebagian besar obat yang disimpan dalam

kondisi baik, namun ditemukan 3,9% obat yang disimpan dalam kondisi tidak baik. Proporsi rumah

tangga yang menyimpan obat tradisional juga cukup besar (21,9; 1,2-23,5%). Penggunaan obat keras

dan antibiotika tidak menurut resep sehingga dapat membahayakan kesehatan pengguna, apalagi obat

yang masih tersisa 47 %. Obat tersebut dibeli dari toko obat/warung.

4. Warga DKI Jakarta yang pernah mendengar tentang obat generik (OG) cukup banyak (65,9; 62,4-

69,7%). Namun demikian, masih sedikit (14,9;11,6-18,2%) yang berpengetahuan benar. Banyak warga

yang mempunyai persepsi OG adalah obat murah (88,8%), obat program pemerintah (71,7%), dan obat

untuk pasien miskin (49,7%). Sumber informasi OG dari media cetak dan elektronik lebih banyak di

akses oleh rumah tangga dengan kuintil indeks kepemilikan yang lebih tinggi.

Page 7: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

iv

5. Warga DKI yang pernah menggunakan Yankestrad sebesar 31 (17,0-36,2) persen (Tabel. 7.2.3.1).

Jenis Yankestrad yang dimanfaatkan oleh rumah tangga terbanyak adalah keterampilan tanpa alat

(77,8%) dan ramuan (49,0%). Alasan memanfaatkan yankestrad beragam, antara lain untuk

kebugaran, tradisi, lebih manjur, murah, coba-coba, bahkan karena sudah putus asa memanfaatkan

pengobatan konvensional.

Penyakit Tidak Menular

6. Data penyakit tidak menular didapat melalui pertanyaan/wawancara responden tentang penyakit tidak

menular yang terdiri dari: (1) asma (2) penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) (3) kanker (4) DM (5)

hipertiroid (6) hipertensi (7) jantung koroner (8) gagal jantung (9) stroke (10) gagal ginjal kronis (11)

batu ginjal (12) penyakit sendi/rematik. Jenis pertanyaan meliputi: besaran PTM yang didiagnosis

tenaga kesehatan, besaran PTM berdasarkan keluhan/gejala tertentu yang dialami oleh responden dan

onset PTM yang didiagnosis tenaga kesehatan atau yang dialami responden. Data penyakit

asma/mengi/bengek dan kanker diambil dari responden semua umur; untuk penyakit paru obstruksi

kronis umur > 30 tahun; untuk penyakit kencing manis/diabetes melitus, hipertiroid, hipertensi/tekanan

darah tinggi, penyakit jantung koroner, penyakit gagal jantung, penyakit ginjal, penyakit

sendi/rematik/encok dan stroke ditanya pada umur > 15 tahun

7. Proporsi penderita asma di DKI Jakarta sebesar 5,2 persen; PPOK 2,7 % dan Kanker 19 per 10000

penduduk. Asma ditemukan kelompok usia produktif (15-54 tahun), proporsi PPOK dan kanker banyak

ditemukan pada perempuan berusia 50 tahunke atas. Sebaran penyakit pada kelompok jenis

pekerjaan, tingkat pendidikan dan status ekonomi tampaknya tidak berbeda.

8. Penyakit hipertensi, diabetes mellitus (DM) dan hipertiroid ditemukan di DKI Jakarta cukup tinggi.

Proporsi hipertensi yang diperoleh dari hasil wawancara hampir setengahnya dibanding perolehan

proporsi dengan pengukuran objektif (alat). Namun demikian, pola proporsi penyakit cukup konsisten

menurut wilayah dan karakteristik. Proporsi penyakit ditemukan semakin besar pada kelompok usia tua

dan berbanding terbalik dengan tingkat pendidikan. Proporsi relatif sama untuk jenis kelamin, jenis

pekerjaan dan status ekonomi. Hipertensi ditemukan sejak pada usia muda (< 25 tahun).

9. Proporsi penyakit jantung koroner (PJK), gagal jantung dan stroke yang ditemukan dengan terdiagnosa

dokter dan gejala lebih besar dibandingkan hanya dengan terdiagnosa dokter saja. Proporsi PJK

ditemukan 7/1000, gagal jantung 2/1000 dan strok 10/10000 jika hanya dengan diagnosa tenaga

kesehatan, tetapi jika kombinasi dengan gejala proporsinya secara berurutan 16/1000; 3/1000 dan

15/10000. Strok ditemukan pada kelompok usia muda (<25 tahun) sama seperti hipertensi. Proporsi

besar ditemukan pada kelompok pendidikan rendah (tidak sekolah dan tidak tamat SD) dan tidak

bekerja.

10. Penyakit sendi (encok) terdiagnosa dokter dengan gejala ditemukan (21,8%) hampir tiga kali lipat

dibandingkan hanya dengan terdiagnosa dokter saja (8,9%). Sebaran penyakit sendi ditemukan di

semua kota tetapi tidak untuk penyakit gagal ginjal kronis dan batu ginjal. Di Kepulauan Seribu gagal

ginjal kronis dan batu ginjal tidak terjawab kemungkinan karena fasilitas kesehatan tidak tersedia.

Proporsi ketiga penyakit ini ditemukan semakin besar pada kelompok umur yang lebih tua, proporsi

penderita perempuan lebih besar, tetapi berbanding terbalik dengan tingkat pendidikandan status

ekonomi. Proporsi ketiga ini tampaknya tidak berkaitan dengan jenis pekerjaan.

Page 8: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

v

Penyakit Menular

11. Data penyakit menular yang dikumpulkan dalam Riskesdas 2013 terbatas pada beberapa penyakit,

yaitu penyakit yang ditularkan melalui udara (infeksi saluran pernapasan atas/ISPA, pneumonia, dan

tuberkulosis), penyakit yang ditularkan oleh vektor (malaria), penyakit yang ditularkan melalui makanan,

air, dan lewat penularan lainnya(diare dan hepatitis). Penyakit-penyakit tersebut berhubungan dengan

Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM), indikator MDG‘s dan program pengendalian

hepatitis di Indonesia yang pertama kali dilakukan di dunia.

12. ISPA yang terdiagnosa dokter rerata setengah dari yang terdiagnosa dan gejala. Perbedaan ini dapat

menunjukkan kekurang-pedulian penderita terhadap penyakitnya. Penderita menganggap ringan

penyakitnya sehingga tidak berobat ke dokter atau tenaga kesehatan. Petugas pelayanan kesehatan

tingkat primer mungkin sulit untuk menegakkan diagnosa pneumonia.

13. Responden yang dicurigai (suspected) TB dengan gejala batuk berdarah sekitar setengah dari gejala

batuk lebih dari dua minggu. Proporsi penderita dengan gejala batuk berdarah hampir sama dengan

proporsi penderita TB yang didiagnosis tenaga kesehatan setelah satu tahun sakit. TB adalah penyakit

yang mudah menular, namun belum semua penderita (68,9%) tercakup layanan kesehatan dengan

OAT.

14. Kesehatan perorangan (hygiene) dapat dicerminkan dari proporsi penyakit yang ditularkan melalui

makanan, air dan lainnya. Upaya perbaikan hygiene perorangan selama lima tahun terakhir belum

membuahkan hasil yang memuaskan. Proporsi penderita hepatitis dan diare pada semua kelompok

umur tahun 2013 naik 0,2 persen dibandingkan dengan keadaan tahun 2007 untuk hepatitis (2007; 0,6

dan 2013: 0,8%) dan 0,6 persen untuk diare (2007; 8,0 dan 2013: 8,6%).

15. Malaria di DKI Jakarta merupakan masalah laten terkait dengan masalah sanitasi dan ekonomi. Dalam

lima tahun terakhir penderita malaria secara klinis meningkat (Tahun 2007: 0,51%; Tahun 2013: 2,0%).

Kelompok petani/nelayan/buruh dan tidak bekerja tercatat sebagai pederita tertinggi dan proporsi

penderita berbanding terbalik dengan status ekonomi, proporsi penderita malaria terbesar di kelompok

ekonomi terrendah dan sebaliknya proporsi penderita malaria terkecil di status ekonomi teratas.

Sepertiga proporsi penderita malaria mendapatkan obat dalam 24 jam pertama dan 81,6 persen dari

proporsi itu minum obat ACT program selama tiga hari.

Page 9: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

vi

Kesehatan Lingkungan

16. Air untuk keperluan rumah tangga menggunakan sumur pompa dan PDAM, kecuali warga Kepulauan

Seribu yang menggunakan air hujan. Kebutuhan air untuk keperluan rumah tangga antara 100-300 per

liter per hari. Untuk air minum utama, warga banyak menggunakan air kemasan dan air isi ulang.

Sebesar 96,3 persen kualitas air minum dengan penilaian secara komposit termasuk baik.

17. Proporsi rumah tangga yang mengelola sampah kurang baik (dibuang sembarangan dan tidak pada

tempatnya) masih cukup besar terutama di Kepulauan Seribu yang membuang sampah ke laut (36,8%).

Masih delapan persen rumah tangga yang tidak memilik tempat sampah.

18. Dalam hal membuang air besar, pada umumnya rumah tangga memiliki fasilitas buang air besar (BAB),

namun masih ada sebagian anggota rumah tangga yang BAB di sembarang tempat (0,4%) terutama di

Kepulauan Seribu (16,2%). Bagi warga dari kelompok ekonomi terbawah tampak paling banyak

menggunakan fasilitas BAB milik bersama atau umum. Kemungkinan terjadi pencemaran bersumber

tinja masih besar karena tempat pembuangan akhir tinja yang tidak saniter juga masih besar.

19. Pencegahan penyakit yang bersumber serangga (nyamuk) secara sehat yang dilakukan rumah tangga

sebesar 25 persen. Cara lainnya seperti penggunaan obat nyamuk baik bakar, semprot (cair), rapelen

cukup berisiko terhadap kesehatan.

20. Sekitar setengah jumlah rumah tangga DKI yang menguasai bangunan tempat tinggal, sepertiga jumlah

rumah tangga kontrak dan sewa. Rumah tangga yang menguasai bangunan tempat tinggal berkaitan

dengan status ekonomi.

Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku

21. Sebagian pesar rumah tangga BAB dengan benar (98,9%) dan sebesar 59,2 persen mencuci tangan

dengan benar. Perilaku BAB yang dianggap benar adalah bila penduduk melakukannya di jamban.

Mencuci tangan yang benar adalah bila penduduk mencuci tangan dengan sabun sebelum menyiapkan

makanan, setiapkali tangan kotor (antara lain memegang uang, binatang, berkebun), setelah buang air

besar, setelah menceboki bayi/anak, setelah menggunakan pestisida/insektisida, dan sebelum

menyusui bayi

22. Proporsi perokok di DKI Jakarta sebesar 23,2 persen dan terbanyak di Kepulauan Seribu dengan

perokok setiap hari 29,4 persen dan kadang-kadang merokok 2,3 persen. Perokok aktif setiap hari

pada umur 30-34 tahun sebesar 31,1 persen, umur 35-39 tahun 29,9 persen.

23. Proporsi aktivitas fisik tergolong kurang aktif secara umum adalah 44,2 persen. Kriteria 'kurang aktif'

adalah individu yang tidak melakukan aktifitas fisik baik sedang ataupun berat. Proporsi penduduk DKI

Jakarta dengan perilaku sedentari 3-5,9 jam adalah 39,0 persen. Perilaku sedentari adalah perilaku

duduk-duduk atau berbaring dalam sehari-hari baik di tempat kerja (kerja di depan computer, membaca,

dll), di rumah (nonton TV, main game, dll), di perjalanan/transportasi (bis, kereta, motor), tetapi tidak

termasuk waktu tidur. Pengurangan aktifitas sedentari sampai dengan < 3 jam dapat meningkatkan

umur harapan hidup sebesar 2 tahun.

24. Mengonsumsi makanan/minuman manis, asin, berlemak, dibakar/panggang, diawetkan, berkafein, dan

berpenyedap adalah perilaku berisiko penyakit degeneratif. Perilaku konsumsi makanan berisiko

dikelompokkan sering apabila penduduk mengonsumsi makanan tersebut satu kali atau lebih setiap

Page 10: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

vii

hari. Proporsi penduduk DKI Jakarta dengan konsumsi makanan/minuman berisiko manis, berlemak,

penyedap dan berkafein sangat tinggi.

25. Konsumsi makanan berbahan dasar terigu cukup tinggi, paling banyak makanan roti, diikuti biscuit dan

mi instan. Semua wilaya DKI mengonsumsi roti lebih dari 20 persen sedangkan mi paling banyak

dikonsumsi di Jakarta Utara. Roti dan biscuit disukai semua kalangan penduduk. Mi instan banyak

dikonsumsi pada kelompok ekonomi bawah, pekerja dalam bidang nelayan, buruh dan petani.

26. Proporsi konsumsi mi instan menurut status ekonomi besar di kelompok bawah dan semakin kecil pada

kelompok atas; besar proporsi berkebalikan pada konsumsi roti dan biskuit.

27. Proporsi PHBS baik terbesar pada rumah tangga dengan status ekonomi teratas (69,2%) dan terkecil

pada indeks kepemilikan terbawah (45,5%) lebih tinggi pada rumah tangga dengan indeks kepemilikan

(41,5%) dibandingkan di perdesaan (22,8%).

Status Gizi

28. Proporsi gizi buruk anak berusia kurang dari lima tahun (balita) di DKI Jakarta mengalami stagnan pada

angka sekitar 2,8 persen. Masalah gizi buruk mungkin bukan lagi masalah kesehatan masyarakat dan

klinis, tetapi sudah menjadi masalah sosial. Interversi gizi buruk seharusnya memfokuskan pada

masalah ekonomi yaitu keterjaminan keluarga mengakses makanan seimbang dan pelayanan

kesehatan.

29. Masalah gizi buruk pada anak berusia di bawah lima tahun di DKI Jakarta sekaligus mencerminkan

masalah kerawanan ibu hamil karena dilihat dari karakteristiknya gizi buruk sudah terjadi sejak bayi

kurang dari enam bulan. Masalah gizi buruk bukan lagi masalah gizi klinis, atau kesehatan masyarakat,

tetapi sudah menjadi masalah sosial yang pendekatannya terfokus pada masalah pengentasan

kemiskinan.

30. Proporsi kependekan DKI Jakarta tahun 2013 adalah 27,5 persen, jauh di bawah rerata nasional

(37,5%). Masalah kependekan ditemukan besar terutama di kabupaten Kepulauan Seribu dan Jakarta

Barat. Pergeseran status kependekan tampak dari kategori sangat pendek ke kategori pendek.

31. Secara umum dapat dikatakan bahwa masalah gizi pada anak berusia balita di DKI Jakarta adalah akut

dan dialami oleh Jakarta Selatan, Jakarta Barat dan Jakarta Utara. Jakarta Barat juga menghadapi

masalah gizi yang kronis. Kepulauan Seribu menghadapi masalah gizi yang kronis.

32. Proporsi kependekan anak berusia 5-12 tahun sebesar 19,2 persen jauh lebih baik daripada angka

nasional (30,7%). Semakin bawah posisi rumah tangga berada di kelompok kuintil proporsi kependekan

cenderung semakin besar. Menurut karakteristiknya, kependekan berkaitan dengan status ekonomi.

Masalah kurang berat pada anak berusia balita tampaknya berlanjut pada kelompok usia berikutnya (5-

12 tahun) bahkan di daerah yang sama dengan pola masalah kurang berat yang sama diidentifikasi

pada anak berusia balita dan anak berusia 5-12 tahun.

33. Di samping masalah kurang berat, masalah obesitas juga sudah mulai tampak terutama pada kelompok

kuintil teratas. Proporsi obese pada kelompok anak berusia 5-12 tahun sebesar 14,0 persen lebih

besar dibandingkan angka nasional (8,0%). Semua wilayah di DKI Jakarta proporsinya di atas 10

persen.

Page 11: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

viii

34. Proporsi kependekan pada remaja umur 13 -15 tahun di DKI Jakarta sebesar 22,8 persen. Semakin

bertambah usia proporsi kependekan ternyata relatif sama besar. Proporsi kekurusan pada remaja

umur 13-15 tahun sebesar 9,0 persen dengan rentang terendah 6,6 persen di Jakarta Selatan dan

tertinggi 13,6 persen di Jakarta Utara. Masalah obesitas pada kelompok ini belum menjadi masalah (<

10%). Proporsi obese terbesar di Jakarta Selatan (8,7%) dan terkecil di Kepulauan Seribu (2,5%). Jika

masalah obesitas diantisipasi dari masalah kegemukan, maka semua kabupaten/kota sudah harus

menyusun program intervensinya.

35. Proporsi kependekan sebesar 20,4 persen di bawah angka nasional (31,4%).yang terdiri dari 4,5

persen sangat pendek dan 15,9 persen pendek. Rentang proporsi adalah 11,5 (Jakarta Pusat) dan 29,7

persen (Jakarta Barat). Proporsi kependekan di DKI Jakarta tampak kronis karena proporsi kependekan

di atas 20 persen sudah dimulai sejak bayi kurang dari enam bulan. Hal ini berarti masalah

kependekan bukan lagi masalah kesehatan saja tetapi sudah menjadi masalah sosial yang perlu

melibatkan sektor lainnya.

36. Proporsi kekurusan pada remaja umur 16 – 18 tahun di DKI Jakarta sebesar 11,1 persen, terdiri dari 2,3

persen sangat kurus dan 8,8 persen kurus. Proporsi terkecil di Kepulauan Seribu (6,9%) dan terbesar di

Jakarta Selatan (17,8%). Proporsi kekurusan di DKI Jakarta lebih besar dari angka nasional. Di

samping itu, proporsi kegemukan sebesar 11,5 persen dengan rentang proporsi terkecil sebesar 6,9

persen di Jakarta Utara dan terbesar 15,7 persen (di Jakarta Timur). Proporsi kegemukan hampir dua

kali lipat dari angka nasional. Masalah kekurusan seiring dengan masalah kependekan tetapi DKI juga

sudah mulai menghadapi masalah kegemukan. Hal ini lebih menegaskan masalah gizi seimbang belum

membumi di masyarakat atau belum merupakan prioritas hidup/life style keluarga.

37. Masalah kurus pada laki-laki (11,5%) lebih banyak daripada perempuan (7,0%). Masalah kegemukan

terutama obesitas pada perempuan lebih banyak dijumpai (40,8%). Proporsi kegemukan lebih besar

dari angka nasional. Obesitas pada perempuan muncul sejak usia 20 tahun, proporsinya meningkat

mencapai terbesar pada usia 55 tahun, kemudian proporsi mengecil pada usia 65 tahun atau lebih.

Masalah kegemukan pada orang dewasa terjadi di semua wilayah, tetapi tidak untuk masalah

kekurusan pada laki-laki yaitu di Jakarta Timur, Jakarta Selatan dan Jakarta Utara.

38. Obesitas sentral dengan parameter Lingkar Perut (LP) dianggap sebagai faktor risiko yang erat

kaitannya dengan beberapa penyakit sindroma metabolik/kronis. Proporsi obesitas sentral untuk tingkat

nasional adalah 26.6 persen, di DKI Jakarta sebesar 36,3 persen dengan rentang proporsi terkecil di

Kepulauan Seribu (28,1%) dan terbesar di Jakarta Selatan (42,1%)/. Proporsi obesitas sentral pada

perempuan (51,6%) jauh lebih besar dibanding proporsi pada laki-laki (20,8%). Di DKI Jakarta obesitas

tampak tidak terkait dengan pendidikan, jenis pekerjaan dan status ekonomi walau proporsi terbesar

pada kelompok pendidikan terendah, kelompok kepala keluarga yang berpendidikan rendah dan

kelompok kuintil teratas.

39. Wanita usia subur berisiko KEK jika LILA kurang dari 23,5 cm. Proporsi WUS yang berisiko KEK

untuk yang hamil 14,8 persen. Di Kepulauan Seribu, Jakarta Pusat dan Jakarta Barat tidak dapat

disajikan angka proporsinya karena responden wanita hamil terlalu kecil atau tidak terjaring. Proporsi

wanita tidak hamil berisiko KEK sebesar 14,8 persen dengan rentang terkecil di Kepulauan Seribu

(7,7%) dan terbesar di Jakarta Selatan (18,4). Secara kasar tampaknya berkaitan dengan proporsi bayi

berusia kurang dari enam bulan yang pendek dan kurang gizi. Wanita hamil yang berisiko KEK

berpendidikan SMP atau lebih tinggi, sebagian besar bekerja, dan cenderung berasal dari status

ekonomi yang baik. Namun pola proporsinya menurut tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan tidak jelas.

Page 12: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

ix

WUS tidak hamil yang berisiko KEK besar tampak pada kelompok pendidikan SMA atau lebih tinggi dan

pada kelompok kuintil teratas. Pada kelompok jenis pekerjaan, risiko paling besar pada WUS yang

tidak bekerja

Kesehatan Anak Dan Imunisasi

40. Anak berusia 12-59 bulan di DKI Jakarta yang telah memperoleh imunisasi dasar lengkap sebesar 63,4

persen dengan rentang terbesar di Kepulauan Seribu (89,9%) dan terkecil di Jakarta Barat (51,0%).

Proporsi anak yang tidak diimunisasi sebesar 2,3 persen dan terbesar di Jakarta Pusat 5,4 persen.

Anak yang tidak diimunisasi terutama berasal dari keluarga buruh/nelayan (3,0%), Kepala rumah

tangga berpendidikan SLP tamat (5,2%), dan status ekonomi menengah ke bawah.

41. Polio_4 merupakan jenis imunisasi yang paling rendah (76,7%) diperoleh anak 12-23 bulan dan BCG

yang tertinggi (90,9%). Secara nasional, jenis imunisasi yang terendah diperoleh adalah DPT-HB_3

(75,6%). Di DKI Jakarta, proporsi imunisasi DPT_HB_3 di atas angka nasional, namun di Jakarta Barat

proporsinya paling rendah (62,3%). Di Kepulauan Seribu semua jenis imunisasi dasar dapat diperoleh

dengan proporsi maksimum (100%).

42. Proporsi kunjungan neonates pertama (KN_1) besar dan semakin kecil pada kunjungan berikutnya,

pada tiap kelompok karakteristik rumah tangga. Namun di dalam kelompok karakteristik terdapat

variasi. Pada kelompok tingkat pendidikan dan status ekonomi proporsi KN tampak semakin besar.

43. Tampaknya telah terjadi penurunan perawatan tali pusar dengan alkohol/betadin (aseptic) sejak tahun

2010. (78,9% pada tahun 2010 menjadi 67,7% pada tahun 2013). Sedangkan pada perawatan tali

pusar dengan tidak diberi perlakuan apapun mengalami peningkatan (11,6% menjadi 22,2%).

44. Proposi ibu mulai memberikan ASI kepada bayinya pada periode waktu kuarang dari satu jam sebesar

41,9 persen dan mulai pemberian pada periode waktu lebih dari 48 jam (2 hari sesudah melahirkan)

sebesar 11,3 persen. Dalam dua tahun terakhir, proporsi mulai memberikan ASI masih cukup besar

(sekitar 28 persen).

Kesehatan Reproduksi

45. Proporsi kehamilan terbesar pada kelompok umur 20-34 tahun terutama kelompok 25-29 tahun.

Kelompok umur di bawah 20 tahun ditemukan sebesar 0,4 persen dan di atas 35 tahun sebesar 5,2

persen. Proporsi WUS kawin yang mengaku tidak pernah menggunakan alat KB sebesar 15,5 persen

dan yang sedang menggunakan alat/cara KB sebesar 59,7 persen.

46. Contraceptive Prevalence Rate (CPR) cara modern dan cara lain, masing-masing mendekati angka 60

persen. Cara suntik paling banyak disukai WUS kawin, disusul pil KB. Cara tradisional sudah banyak

ditinggalkan. Penggunaan kondom oleh suami sebesar 1,1 persen. Penggunaan kondom oleh suami di

Kepulauan Seribu 0 persen dan Jakarta Utara 1,5 persen.

47. Pelayan KB modern terutama bidan, proporsinya sebesar 67,2%; sedangkan dokter spesialis

kandungan dan kebidanan sebesar 11,0 %. Dokter umur dan perawat masing-masing 7,8 dan 0,3

persen. Pemasangan alat KB modern sebagian besar dilakukan di tempat bidan praktek (54,6%) dan

yang paling jarang dilakukan di tempat tim KB/medis keliling (0,8%).

48. Proporsi Kelahiran yang melakukan K1 sebesar 97,9 persen dengan cakupan ANC K1 ideal sebesar

86,9 persen, K4 78,3 dan ANC minimal empat kali sebesar 91,1 persen.Selaras dengan layanan KB,

Page 13: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

x

tempat pemberian layanan ANC terbesar dilakukan di tempat bidan praktek (45,6%) dan rumah sakit

(17,8%). Tempat praktek bidan lebih disukai oleh semua kelompok pendidikan, sedangkan RS

cenderung hanya kelompok berpendidikan SLA ke atas. Menurut kategori status ekonomi, tempat

bidan disukai semua kelompok ekonomi, sedang RS cenderung hanya kelompok atas dan menengah

atas.

49. Sebesar 90,5 persen kelahiran dari ibu hamil yang mengonsumsi Pil Zat Besi/pil tambah darah.

Menurut responden, 43,7 persen mengaku mengkonsumsi selama 90 hari atau lebih, tapi sebesar 21,4

persen tidak ingat jumlah hari mengonsumsi pil zat besi.

50. Sebagian besar (72,0%) wanita bersalin mengaku memiliki buku KIA walaupun hanya 29,5 persen yang

mampu menunjukkan bukunya. Hasil observasi isian buku, mengindikasikan 65,5 persen tidak pernah

digunakan.

51. Sekitar 89.2 persen persalinan dilakukan secara normal, sesar sebesar 9,8 persen. Sesar dilakukan

pada wanita yang berusia 35 tahun atau lebih tua, tidak sekolah (63,5%) atau berpendidikan tinggi (32,5

%), para pegawai dan rumah tangga yang mampu. Penolong persalinan (dengan kualifikasi tertinggi)

terbesar adalah Bidan (61,8%) dan dokter kebidanan dan kandungan (35,7%). Dukun masih berperan

(1,8%) terutama di Jakarta Utara (6,6%) dan Kepulauan Seribu (3,9%). Pengguna jasa dukun terutama

keluarga ekonomi terbawah dan berpendidikan tamat SD atau kurang. Tempat persalinan yang dipilih

adalah Rumah Bersalin/Klinik/Tempat praktek tenaga kesehatan (47,2%) dan Rumah sakit ( RS,

33,6%). RS banyak dipilih wanita hamil berusia berumur 35 tahu atau lebih tua, berpendidikan tinggi,

dan secara ekonomi mampu; sedang RB/klinik/praktek nakes lebih banyak dipilih wanita hamil berumur

muda (< 35 tahun).

52. Pasca melahirkan, pelayanan kesehatan nifas secara lengkap sebesar 55,5 persen. Pelayanan yang

diterima pada 6 jam-3 hari pertama sebesar 90,3 persen pelayanan pada periode 7-28 hari dan 29-45

hari masing-masing 76,7 dan 68,3 persen. Secara umum tidak ada berbedaaan pelayanan yang

mencolok menurut karakteristik wanita pasca bersalin.

Kesehatan Gigi Dan Mulut

53. Proporsi warga DKI Jakarta yang bermasalah gigi dan mulut (gimul) sebesar 29,1 persen, namun

effective medical demand-(EMD)-nya sangat rendah (9,1%). Proporsi warga yang bermasalah gimul

terbesar di Jakarta Timur dan terendah di Jakarta Barat. Perbedaan masalah gigi dan mulut menurut

karakteristik warga tampaknya kurang beragam. Di antara pelaku berobat gigi, proporsi berobat ke

dokter gigi terpilih yang terbesar (76,3%), tetapi masih ada yang berobat pada tukang gigi (1,6%).

54. Hampir semua responden (98,1%) mengaku gosok gigi setiap hari, tetapi hanya 3,5 persen yang

menggosok gisi dengan benar. Gosok gigi pada waktu mandi, baik pagi dan sore, banyak dilakukan

responden, gosok gigi sebelum tidur kurang dari separuh (43,3%) dan hanya sedikit yang gosok gigi

sesudah makan (pagi, 4,9%; siang, 5,5%) dan sesudah bangun pagi (5,2%). Perilaku ini kurang

beragam menurut karakteristik responden.

55. Tingkat keparahan kerusakan gigi permanen ddigambarkan dengan indeks DMF-T. Indeks DMF-T DKI

Jakarta sebesar 3,82 dengan nilai masing-masing: kerusakan gigi belubang (D-T) =1,09; tanggal (M-T)

=2,49; dan ditambal (F-T)=0,32; yang berarti setiap warga DKI Jakarta mengalami kerusakan gigi

sebanyak 4 gigi.

Page 14: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

xi

Cedera

56. Proporsi cedera di DKI Jakarta sebesar 9,7 persen, proporsi terbesar ditemukan di Jakarta Timur

(13,4%) dan terkecil di Kepulauan Seribu (3,7 %). Penyebab cedera terbanyak yaitu sepeda motor

(44,7%) dan jatuh (40,9%). Penyebab cedera transportasi sepeda motor tertinggi ditemukan pada

Jakarta Barat (53,0%) dan terendah di Kepulauan Seribu (17,4 %). Adapun untuk transportasi darat lain

proporsi tertinggi terdapat di Jakarta Selatan (10,6%) dan terendah ditemukan di Jakarta Timur (4,0%).

Proporsi jatuh tertinggi di Kepulauan Seribu (62,5%) dan terendah di Jakarta Pusat (32,0%).

57. Lecet/memar adalah jenis cedera terbanyak dijumpai yaitu 75,5 persen, terkilir dan luka robek masing-

masing 28,4 dan 18,1 persen. Anak berusia di bawah lima tahun paling banyak mengalami cedera

memar dan patah tulang pada kelompok usia 45-54 tahun,

Gangguan Jiwa Berat Dalam Keluarga

58. Proporsi gangguan jiwa berat dalam keluarga di DKI Jakarta sebesar 1,1 per 1000 warga. Proporsi

tertinggi ditemukan di Jakarta Timur (2,2%) dan teredah di Jakarta Pusat (tidak dijumpai kasus).

Sebagai perbandingan, angka prevalensi seumur hidup skizofrenia di dunia bervariasi berkisar 1-18

kasus per 1000 penduduk. Beberapa kepustakaan menyebutkan secara umum angka prevalensi

skizofrenia sebesar 10 kasus per 1000 penduduk.

59. Gangguan mental emosional penduduk yang berusia 15 tahun atau lebih ditemukan 4,4 per 100

penduduk. Jakarta Timur proporsinya tertinggi dan terendah di Kepulauan Seribu.

Disabilitas

60. Proporsi disabilitas sedang sampai sangat berat di DKI sebesar delapan persen, bervariasi dari yang

tertinggi di Jakarta Pusat dan Jakarta Utara (9,9%) dan yang terendah di Kepulauan Seribu(7,0 %).

Rerata hari produktif hilang adalah rerata lama hari seseorang tidak dapat berfungsi optimal dalam satu

bulan, karena disabilitas. Rerata hari produktif warga DKI Jakarta tidak dapat berfungsi optimal selama

6,07 hari dengan rentang terendah 3,26 hari (di Jakarta Selatan) dan tertinggi 10,30 hari (di Jakarta

Timur).

Kesehatan Indera

61. Proporsi ketersediaan kaca mata atau lensa kontak di DKI Jakarta paling tinggi ditemukan di Jakarta

Timur (28,6%). Severe Low vision dan kebutaan paling banyak di Jakarta timur (1,1% dan 0,8%).

Proporsi tertinggi katarak juga di Jakarta timur (1,3%). Alasan tidak melakukan operasi katarak yang

paling banyak disebabkan oleh ketidaktahuan kalau responden menderita katarak (29,9%).

62. Proporsi gangguan pendengaran dan ketulian pada responden berusia 5 tahun atau lebih ditemukan

sebesar 1,1 dan 0,1 persen. Proporsi gangguan pendengaran terbesar di Jakarta Pusat dan terkecil di

Jakarta Barat. Proporsi ketulian hampir merata di semua wilayah.

Pembiayaan Kesehatan

63. Lebih dari 2/3 warga DKI Jakarta mengaku tidak mempunyai jaminan kesehatan, kecuali di Kepulauan

Seribu yang memiliki jaminan kesehatan daerah (jamkesda). Warga wilayah lain tersebar dalam enam

Page 15: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

xii

penyelenggara jaminan kesehatan (Askes/ASABRI; Jamsostek, Askes suasta, Jamkesmas, Jamkesda,

Perusahaan).

64. Perilaku mengobati sendiri banyak dilakukan oleh warga Jakarta Timur (43,6%) dengan biaya Rp

5000,-. Biaya pengobatan sendiri paling tinggi Rp 10.000,- terutama dilakukan oleh warga Jakarta

Pusat. Menurut status ekonomi, biaya sebesar Rp 10 000,- dikeluarkan oleh rumah tangga yang

mampu.

65. Rawat jalan banyak dilakukan oleh warga Kepulauan Seribu dengan biaya Rp 30.000,- sedangkan

warat inap dapat menghabiskan biaya Rp 13.000.000,-. Biaya rawat jalan tertinggi dikeluarkan oleh

warga Jakarta Timur yaitu sebesar Rp 100.000,-

66. Hampir 60 persen warga mengeluarkan biaya sendiri untuk rawat jalan dan warga yang menikmati

jamkesda sebesar 17,3 persen. Warga yang menikmati jamkesda umumnya berasal dari ekonomi

menengah ke bawah, walaupun ditemukan sekitar 15,8 persen berasal dari keluarga ekonomi

menengah atas dan atas. Untuk rawat inap, sumber pembiayaan sekitar 17,1 persen, namun warga

dari ekonomi terbawah hanya 2,5 persen menikmati biaya rawat inap.

Page 16: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

xiii

DAFTAR ISI

Hal

Kata Pengantar i

Kata Sambutan ii

Ringkasan Eksekutif iii

Daftar Isi xiii

Daftar Tabel xvi

Daftar Bagan/Gambar xxv

Daftar Singkatan xxvi

I Latar belakang 1

Pertanyaan Penelitian 2

II Tujuan Penelitian 2

III Manfaat dan Luaran Penelitian 2

a. Manfaat 2

b. Luaran 3

IV Kerangka Konsep 4

V Metode Riskesdas 4

1. Disain dan jenis penelitian 4

2. Tempat dan waktu 4

3. Populasi dan sampel 5

4. Besar sampel 5

5. Data yang dikumpulkan 7

6. Instrumen dan prosedur pengumpulan data 8

7. Tenaga pengumpul data 9

8. Ujicoba instrumen dan manajemen data 9

9. Pengumpulan data 9

10. Pelatihan 10

11. Manajemen dan analisis data 11

VI Pengorganisasian 11

VII Hasil 13

7.1 Akses dan Pelayanan Kesehatan 13

Keberadaan fasilitas kesehatan 13

Keterjangkauan fasilitas kesehatan 15

7.2 Farmasi dan Pelayanan Kesehatan Tradisional 22

Obat dan Obat Tradisional 22

Pengetahuan rumah tangga tentang Obat Generik 29

Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Tradisional 31

7.3 Penyakit Tidak Menular 33

Asma 35

Penyakit paru Obstruktif kronis (PPOK) 36

Kanker 36

Diabet mellitus 38

Page 17: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

xiv

Penyakit hipertiroid 38

Hipertensi/Tekanan Darah Tinggi 38

Penyakit jantung 40

Penyakit jantung koroner 40

Penyakit gagal jantung 41

Stroke 41

Penyakit ginjal 43

Penyakit sendi/rematik/encok 43

7.4 Penyakit Menular 45

ISPA 46

Pneumonia 46

Tuberkolosis 48

Hepatitis 50

Diare 51

Malaria 52

7.5 Kesehatan Lingkungan 57

Sampah 61

7.6 Pengetahuan, Sikap dan Perilaku 66

Perilaku Higienis 66

Penggunaan Tembakau 66

Perilaku Aktifitas Fisik 69

Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur 72

Perilaku Konsumsi Makanan Tertentu 72

Konsumsi Makanan Olahan dari Tepung 74

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 76

7.7 Status Gizi 79

Status Gizi Balita 79

Status Gizi Anak Berusia 5-18 tahun 88

Status Gizi Orang Dewasa 98

Risiko Kurang Energi Kronis pada Wanita berusia 15-49 tahun dan Wanita Hamil 101

Konsumsi Garam Beriodium 103

7.8 Kesehatan Anak dan Imunisasi 103

Status Imunisasi 105

Kunjungan neonatal 109

Perawatan Tali Pusar 111

Pola Pemberian ASI 113

Sunat Perempuan 114

7.9 Kesehatan Reproduksi 116

Kehamilan 117

Pelayanan Program Keluarga Berencana 118

Pelayanan Kesehatan Masa Kehamilan; Persalinan dan Nifas 128

Page 18: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

xv

7.10 Kesehatan Gigi dan Mulut 144

Effective Medical Demand 144

Perilaku Gosok Gigi 147

7.11 Cedera 151

Proporsi Cedera dan Penyebabnya 151

Jenis Cedera 154

Tempat Terjadinya Cedera 156

7.12 Gangguan Jiwa Berat dalam Keluarga 158

Gangguan Jiwa Berat 159

Gangguan Mental Emosional 159

7.13 Disabilitas 160

7.14 Kesehatan Indera 163

Kesehatan Mata 163

Kesehatan Telinga 166

7.15 Pembiayaan Kesehatan 168

Kepemilikan dan Pemanfaatan Jaminan Kesehatan 168

Sumber Pembiayaan 173

Kepustakaan 177

Page 19: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

xvi

DAFTAR TABEL

5.1 Alokasi Jumlah Sampel Blok Sensus, Tim, Rumah tangga dan Individu DKI Jakarta 6

7.0 Respons Rate Blok Sensus, Rumah Tangga & Individu di DKI Jakarta. Riskesdas 2013 13

7.1.1 Proporsi pengetahuan rumah tangga tentang keberadaan jenis fasilitas kesehatan menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 14

7.1.2 Proporsi pengetahuan rumah tangga tentang keberadaan fasilitas kesehatan menurut status ekonomi, Riskesdas 2013 14

7.1.3 Proporsi rumah tangga yang dapat menggunakan moda transportasi menuju rumah sakit pemerintah menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 16

7.1.4 Proporsi rumah tangga yang dapat menggunakan moda transportasi menuju rs pemerintah menurut status ekonomi, Riskesdas 2013 16

7.1.5 Proporsi rumah tangga yang dapat menggunakan moda transportasi menuju puskesmas atau puskesmas pembantu menurut kabupaten/Kota, Riskesdas 2013 16

7.1.6 Proporsi rumah tangga yang dapat menggunakan moda transportasi menuju puskesmas atau puskesmas pembantu menurut status ekonomi, Riskesdas 2013 16

7.1.7 Proporsi waktu tempuh rumah tangga menuju rumah sakit pemerintah menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 17

7.1.8. Proporsi waktu tempuh rumah tangga menuju rumah sakit pemerintah menurut status ekonomi, Riskesdas 2013 17

7.1.9. Proporsi waktu tempuh rumah tangga menuju puskesmas atau puskesmas pembantu menurut kabupaten/kota,Riskesdas 2013 18

7.1.10 Proporsi waktu tempuh rumah tangga menuju puskesmas atau puskesmas pembantu menurut status ekonomi, Riskesdas 2013 18

7.1.11 Proporsi waktu tempuh rumah tangga menuju posyandu menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 19

7.1.12 Proporsi waktu tempuh rumah tangga menujuposyandu menurut status ekonomi, Riskesdas 2013 19

7.1.13 Proporsi waktu tempuh rumah tangga menuju polindes menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 19

7.1.14 Proporsi waktu tempuh rumah tangga menuju polindes menurut status ekonomi, Riskesdas 2013 20

7.1.15 Proporsi biaya transportasi rumah tangga menuju rumah sakit pemerintahmenurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 20

7.1.16 Proporsi biaya transportasi rumah tangga menuju rumah sakit pemerintah menurut status ekonomi, Riskesdas 2013 21

7.1.17 Proporsi biaya transportasi rumah tangga menuju puskesmas atau puskesmas pembantu menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 21

7.1.18 Proporsi biaya transportasi rumah tangga menuju puskesmas atau puskesmas pembantu menurut menurut status ekonomi, Riskesdas2013 21

Page 20: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

xvii

7.1.19 Proporsi biaya transportasi rumah tangga menuju posyandu menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 22

7.1.20 Proporsi biaya transportasi rumah tangga menuju posyandu menurut status ekonomi, Riskesdas 2013 22

7.2.1 Proporsi rumah tangga yang menyimpan obat, dan rerata jumlah obat yang disimpan menurut kabupaten/kota, Riskesdas2013 24

7.2.2 Proporsi rumah tangga yang menyimpan obat, dan rerata jumlah obat yang disimpan menurut status ekonomi, Riskesdas2013 24

7.2.3 Proporsi rumah tangga berdasarkan jenis obat yang disimpan menurut kabupaten/kota, Riskesdas2013 25

7.2.4 Proporsi rumah tangga berdasarkan jenis obat yang disimpan menurut status ekonomi, Riskesdas2013 25

7.2.5 Proporsi rumah tangga yang menyimpan obat keras dan antibiotika tanpa resep menurut kabupaten/kota, Riskesdas2013 26

7.2.6 Proporsi rumah tangga yang menyimpan obat keras dan antibiotika tanpa resep menurut status ekonomi, Riskesdas2013 26

7.2.7 Proporsi rumah tangga berdasarkan sumber mendapatkan obat dan ot menurut kabupaten/kota, Riskesdas2013 26

7.2.8 Proporsi rumah tangga berdasarkan sumber mendapatkan obat menurut status ekonomi, Riskesdas 2013 27

7.2.9 Proporsi rumah tangga berdasarkan status obat yang disimpan menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 27

7.2.10 Proporsi rumah tangga berdasarkan status obat yang disimpan menurut status ekonomi, Riskesdas 2013 28

7.2.11 Proporsi rumah tangga berdasarkan kondisi obat yang disimpan menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 28

7.2.12 Proporsi rumah tangga berdasarkan kondisi obat yang disimpan menurut status ekonomi, Riskesdas 2013 29

7.2.13 Proporsi rumah tangga yang mengetahui dan berpengetahuan benar tentang obat generik (OG) menurut kabupaten/kota, Riskesdas2013 29

7.2.14 Proporsi rumah tangga yang mengetahui dan berpengetahuan benar tentang obat generik (OG) menurut status ekonomi, Riskesdas 2013 30

7.2.15 Proporsi rumah tangga berdasarkan persepsi tentang obat generik (OG) menurut status ekonomi, Riskesdas 2013 30

7.2.16 Proporsi rumah tangga berdasarkan sumber informasi tentang obat generik (OG) menurut status ekonomi, Riskesdas 2013 31

7.2.17 Proporsi rumah tangga yang pernah memanfaatkan Yankestrad dalam 1 tahun terakhir dan jenis yankestrad yang dimanfaatkan menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 32

7.2.18 Proporsi rumah tangga yang pernah memanfaatkan yankestrad dalam 1 tahun terakhir dan jenis Yankestrad yang dimanfaatkan menurut status ekonomi, Riskesdas 2013 32

7.2.19 Proporsi rumah tangga berdasarkan alasan utama terbanyak memanfaatkan Yankestrad, Riskesdas 2013 33

7.3.1 Proporsi penyakit asma, PPOK, dan kanker menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 36

Page 21: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

xviii

7.3.2 Proporsi penyakit asma, PPOK dan kanker menurut karakteristik responden, Riskesdas 2013 37

7.3.3 Proporsi diabetes, hipertiroid pada umur ≥ 15 tahun dan hipertensi pada umur ≥ 18 tahun menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 39

7.3.4 Proporsi diabetes, hipertiroid, hipertensi menurut karakteristik responden, Riskesdas 2013 40

7.3.5 Proporsi penyakit jantung koroner, gagal jantung, dan stroke pada umur ≥ 15 tahun menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 41

7.3.6 Proporsi penyakit jantung koroner, gagal jantung, dan stroke pada umur ≥ 15 tahun menurut karakteristik responden, Riskesdas 2013 42

7.3.7 Proporsi penyakit gagal ginjal kronis, batu ginjal, dan sendi pada umur ≥ 15 tahun menurut kabupaten/kota, Riskesdas2013 44

7.3.8 Proporsi penyakit gagal ginjal kronis, batu ginjal, dan sendi pada umur ≥ 15 tahun menurut karakteristik responden, Riskesdas 2013 45

7.4.1 Period Prevalence ISPA dan pneumonia serta prevalensi pneumonia menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 47

7.4.2 Karakteristik penduduk ISPA dan Pneumonia, Riskesdas 2013 47

7.4.3 Diagnosis, pengobatan obat program, dan gejala TB menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 48

7.4.4 Karakteristik penduduk yang didiagnosis, diobati dengan obat program, dan gejala TB, Riskesdas 2013 49

7.4.5 Proporsi jenis hepatitis menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 50

7.4.6 Prevalensi hepatitis, insiden dan period prevalence diare menurut kaabupaten/kota, Riskesdas 2013 51

7.4.7 Karakteristik penduduk dengan hepatitis dan diare, Riskesdas 2013 52

7.4.8 Insiden dan prevalensi malaria menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 53

7.4.9 Karakteristik responden dengan malaria, Riskesdas 2013 54

7.4.10 Pengobatan malaria dengan obat program dan pengobatan responden sendiri menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 55

7.4.11 Karakteristik responden malaria dengan obat program dan pengobatan sendiri, Riskesdas 2013 56

7.5.1. Proporsi jenis sumber air untuk keperluan rumah tangga menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 57

7.5.2 Proporsi jenis sumber air untuk keperluan rumah tangga menurut status ekonomi, Riskesdas 2013 58

7.5.3 Konsumsi air per hari menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 58

7.5.4 Proporsi jenis sumber air minum menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 59

7.5.5 Proporsi jenis sumber air minum menurut status ekonomi, Riskesdas 2013 59

7.5.6. Proporsi kualitas fisik air minum menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 60

7.5.7 Proporsi kualitas fisik air minum menurut status ekonomi, Riskesdas 2013 61

7.5.8 Proporsi kepemilikan tempat sampah menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 61

Page 22: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

xix

7.5.9 Proporsi kepemilikan tempat sampah menurut status ekonomi, Riskesdas 2013 62

7.5.10 Proporsi cara pengelolaan sampah menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 62

7.5.11 Proporsi cara pengelolaan sampah rumah tangga menurut status ekonomi, Riskesdas 2013 63

7.5.12 Proporsi penggunaan fasilitas buang air besar menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 63

7.5.13 Proporsi penggunaan fasilitas buang air besar menurut status ekonomi, Riskesdas 2013 64

7.5.14 Proporsi tempat pembuangan akhir tinja menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 64

7.5.15 Proporsi tempat pembuangan akhir tinja menurut status ekonomi, Riskesdas 2013 64

7.5.16 Proporsi rumah tangga dalam berperilaku mencegahan gigitan nyamuk menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 65

7.5.17 Status penguasaan bangunan tempat tinggal yang ditempati menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 65

7.5.18 Status penguasaan bangunan tempat tinggal yang ditempati menurut status ekonomi, Riskesdas 2013 66

7.6.1 Proporsi penduduk umur ≥ 10 tahun yang berperilaku benar dalam buang air besar dan cuci tangan menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 67

7.6.2 Proporsi kebiasaan merokok penduduk umur ≥ 10 tahun menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 67

7.6.3 Proporsi kebiasaan merokok penduduk umur ≥ 10 tahun menurut karakteristik, Riskesdas 2013 68

7.6.4 Rerata jumlah batang rokok yang dihisap penduduk umur ≥10 tahun menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 69

7.6.5 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun yang mempunyai kebiasaan mengunyah tembakau menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 69

7.6.6 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun sesuai jenis aktivitas fisik menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 70

7.6.7 Proporsi penduduk ≥10 tahun berdasarkan aktifitas sedentari menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 70

7.6.8. Proporsi penduduk ≥10 tahun berdasarkan aktivitas sedentari menurut karakteristik, Riskesdas 2013 71

7.6.9 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun dengan perilaku konsumsi tertentu menurut kota, Riskesdas 2013 72

7.6.10 Proporsipenduduk umur ≥10 tahun dengan konsumsi makanan minuman tertentu menurut karakteristik, Riskesdas 2013 73

7.6.11 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun dengan perilaku konsumsi makanan olahan dari tepung menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 74

7.6.12 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun dengan perilaku konsumsi makanan olahan dari tepung menurut karakteristik, Riskesdas 2013 75

7.6.13 Proporsi rumah tangga yang memenuhi kriteria perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) baik menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 78

7.7.1 Proporsi status gizi balita BB/U menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 81

Page 23: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

xx

7.7.2. Proporsi status gizi balita BB/U menurut karakteristik responden, Riskesdas 2013 83

7.7.3 Proporsi status gizi balita TB/U menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 84

7.7.4 Proporsi status gizi balita TB/U menurut karakteristik responden, Riskesdas 2013 85

7.7.5 Proporsi status gizi balita BB/TB menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 86

7.7.6 Proporsi status gizi balita BB/TB menurut karakteristik responden, Riskesdas 2013 87

7.7.7 Proporsi balita menurut tiga indikator status gizi dan kabupaten/kota, Riskesdas 2013 88

7.7.8 Proporsi status gizi TB/U usia 5 – 12 tahun menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 89

7.7.9 Proporsi status gizi TB/U usia 5–12 tahun menurut karakteristik responden, Riskesdas 2013. 90

7.7.10 Prevalensi status gizi IMT/U usia 5 – 12 tahun menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 90

7.7.11 Prevalensi status gizi IMT/U usia 5 – 12 tahun menurut karakteristik responden, Riskesdas 2013 91

7.7.12 Proporsi status gizi TB/U remaja berusia 13 – 15 tahun menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 92

7.7.13 Proporsi status gizi TB/U usia 13 – 15 tahun menurut karakteristik responden, Riskesdas 2013 93

7.7.14 Proporsi kekurusan IMT/U usia 13 – 15 tahun menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 93

7.7.15 Proporsi kekurusan IMT/U usia 13-15 tahun menurut karakteristik responden, Riskesdas 2013 94

7.7.16 Proporsi status gizi TB/U usia 16 – 18 tahun menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 95

7.7.17 Prevalensi status gizi TB/U usia 16 – 18 tahun menurut karakteristik responden, Riskesdas 2013 96

7.7.18 Prevalensi status gizi IMT/U usia 16 – 18 tahun menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 97

7.7.19 Prevalensi status gizi IMT/U usia 16 – 18 tahun menurut karakteristik responden, Riskesdas 2013 97

7.7.20 Proporsi status gizi penduduk dewasa (>18 tahun) berdasarkan IMT menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 98

7.7.21 Proporsi status gizi penduduk dewasa (>18 tahun) berdasarkan IMT menurut karakteristik, Riskesdas 2013 99

7.7.22 Prevalensi obesitas sentral pada penduduk umur 15 tahun ke atas menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 100

7.7.23 Prevalensi obesitas sentral pada penduduk umur 15 tahun keatas menurut karakteristik responden, Riskesdas 2013 100

7.7.24 Proporsi Wanita Usia Subur yang berisiko Kurang Energi Kronik menurut kabupaten/kota Riskesdas 2013 101

7.7.25 Proporsi Wanita Usia Subur yang berisiko Kurang Energi Kronik menurut karateristik, Riskesdas 2013 102

7.7.26 Proporsi rumah tangga yang mengonsumsi garam beriodium berdasarkan hasil tes cepat di kabupaten/kota, Riskesdas 2013 103

Page 24: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

xxi

7.8.1 Proporsi imunisasi dasar lengkap pada anak umur 12-59 bulan menurut kota/kota, Riskesdas 2013 107

7.8.2 Proporsi imunisasi dasar lengkap pada anak umur 12-59 bulan menurut karakteristik, Riskesdas 2013 107

7.8.3 Proporsi imunisasi dasar pada anak umur 12-59 bulan menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 108

7.8.4 Proporsi imunisasi dasar pada anak umur 12-59 bulan menurut karakteristik, Riskesdas 2013 108

7.8.5. Proporsi kunjungan neonatal pada anak anak umur 0-59 bulan menurut karakteristik, Riskesdas 2013 110

7.8.6 Proporsi kunjungan neonatal lengkap (KN1, KN2, KN3) pada anak anak umur 0-59 bulan menurut karakteristik, Riskesdas 2013 111

7.8.7 Proporsi cara perawatan tali pusar pada bayi baru lahir menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 112

7.8.8 Proporsi proses mulai menyusu pada anak usia 0-23 bulan menurut kabupaten/kota, Riskesdas2013 113

7.8.9 Proporsi proses mulai menyusui kepada bayi baru lahir menurut karakteristik, Riskesdas 2013 114

7.8.10 Proporsi pernah disunat pada anak perempuan usia 0-11 tahun menurut kabupaten/kota, Riskesdas2013 115

7.8.11 Proporsi pernah disunat pada anak perempuan usia 0 - 11 tahun yang menurut karakteristik, Riskesdas 2013 115

7.9.1 Indikator utama, unit analisis dan jumlah sampel yang digunakan Blok Kesehatan Reproduksi, Riskesdas 2013 117

7.9.2 Proporsi penduduk sedang hamil dari laporan rumah tangga menurut kelompok umur, Riskesdas 2013 118

7.9.3 Proporsi WUS kawin menurut penggunaan alat/cara KB saat ini dan indikator CPR menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 119

7.9.4a Proporsi penggunaan KB cara modern menurut jenis cara/alat KB dan kabupaten/kota, Riskesdas 2013 119

7.9.4b Proporsi penggunaan KB cara tradisional menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 119

7.9.5 Distribusi persentase WUS kawin menurut penggunaan alat/cara KB saat ini dan indikator CPR menurut karakteristik, Riskesdas 2013 120

7.9.5a Distribusi penggunaan KB saat ini menurut jenis cara/alat KB dan karakteristik, Riskesdas 2013 121

7.9.5b Distribusi penggunaan KB saat ini menurut jenis cara/alat KB dan karakteristik, Riskesdas 2013 122

7.9.6 Proporsi WUS kawin yang menggunakan alat/cara KB modern berdasarkan kandungan hormon dan jangka waktu efektivitas KB menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 123

7.9.7 Proporsi WUS kawin yang menggunakan alat/cara KB modern berdasarkan kandungan hormon dan jangka waktu efektivitas alat KB modern menurut karakteristik, Riskesdas 2013 124

Page 25: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

xxii

7.9.8 Distribusi persentase WUS kawin yang menggunakan alat/cara KB modern menurut tempat mendapatkan pelayanan alat kontrasepsi dan kabupaten/kota, Riskesdas 2013 125

7.9.9 Distribusi persentase WUS kawin yang menggunakan alat/cara KB modern menurut tempat mendapatkan pelayanan alat kontrasepsi menurut karakteristik, Riskesdas 2013 125

7.9.10 Proporsi tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan KB menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 126

7.9.11 Proporsi tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan KB menurut karakteristik, Riskesdas 2013 126

7.9.12 Proporsi WUS kawin yang beralasan tidak KB menurut karakteristik, Riskesdas 2013 127

7.9.13 Proporsi melakukan dan cakupan ANC menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 129

7.9.14 Proporsi melakukan dan cakupan ANC menurut karakteristik, Riskesdas 2013 130

7.9.15 Proporsi tenaga kesehatan pemberi layanan ANC menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 131

7.9.16 Proporsi tenaga kesehatan pemberi layanan ANC dan karakteristik, Riskesdas 2013 131

7.9.17 Proporsi tempat pemberi layanan ANC menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 132

7.9.18 Proporsi tempat pemberi layanan ANC menurut karakteristik, Riskesdas 2013 132

7.9.19 Proporsi ibu hamil yang mengonsumsi pil zat besi dan jumlah hari mengonsumsi menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 133

7.9.20 Proporsi ibu hamil yang mengonsumsi pil zat besi dan jumlah hari mengonsumsi menurut karakteristik, Riskesdas 2013 134

7.9.21 Proporsi Kepemilikan dan observasi isian buku KIA menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 136

7.9.22 Proporsi Kepemilikan dan observasi buku KIA menurut karakteristik, Riskesdas 2013 136

7.9.23 Proporsi cara persalinan menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 137

7.9.24 Proporsi cara persalinan menurut karakteristik, Riskesdas 2013 137

7.9.25 Proporsi kualifikasi tertinggi penolong persalinan menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 138

7.9.26 Proporsi kualifikasi tertinggi penolong persalinan menurut karakteristik, Riskesdas 2013 139

7.9.27 Proporsi kualifikasi terendah penolong persalinan menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 140

7.9.28 Proporsi kualifikasi terendah penolong persalinan menurut karakteristik, Riskesdas 2013 140

7.9.29 Proporsi tempat bersalin persalinan menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 141

7.9.30 Proporsi tempat bersalin persalinan menurut karakteristik, Riskesdas 2013 142

7.9.31 Proporsi responden yang mendapat pelayanan kesehatan ibu nifas dari riwayat kelahiran menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 143

7.9.32 Proporsi responden yang mendapat pelayanan kesehatan ibu nifas dari riwayat kelahiran menurut karakteristik, Riskesdas 2013 143

7.10.1 Proporsi warga yang bermasalah gigi dan mulut dalam 12 bulan terakhir sesuai effective medical demand menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 145

7.10.2 Proporsi warga bermasalah gigi dan mulut dalam 12 bulan terakhir menurut karakteristik, Riskesdas 2013 146

Page 26: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

xxiii

7.10.3 Proporsi penduduk berobat gigi berdasarkan jenis tenaga pelayanan menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 147

7.10.4 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun menyikat gigi setiap hari dan berperilaku benar menyikat gigi menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 148

7.10.5 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun menyikat gigi setiap hari dan berperilaku benar menyikat gigi menurut karakteristik, Riskesdas 2013 149

7.10.6 Komponen D, M, F dan Index DMF-T menurut karakteristik, Riskesdas 2013 150

7.11.1 Prevalensi cedera dan penyebabnya menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 152

7.11.2 Proporsi cedera dan penyebabnya menurut karakteristik, Riskesdas 2013 153

7.11.3 Proporsi jenis cedera menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 155

7.11.4 Proporsi jenis cedera menurut karakteristik, Riskesdas 2013 155

7.11.5 Proporsi tempat terjadinya cedera menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 156

7.11.6 Proporsi tempat terjadinya cedera menurut karakteristik, Riskesdas 2013 157

7.12.1 Prevalensi gangguan jiwa berat menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 159

7.12.2 Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk berumur 15 tahun ke atas (berdasarkan Self Reporting Questionnaire-20)* menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 160

7.13.1 Proporsi tingkat kesulitan menurut komponen disabilitas, Indonesia 2013 161

7.13.2 Indikator disabilitas menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 161

7.13.3 Indikator disabilitas menurut karakteristik, Riskesdas 2013 162

7.14.1 Proporsi koreksi refraksi, kebutaan, dan severe low vision pada responden ≥ 6 tahun tanpa/dengan koreksi optimal menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 166

7.14.2 Proporsi katarak dan tiga alasan utama belum menjalani operasi katarak pada responden semua umur menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 166

7.14.3 Prevalensi gangguan pendengaran dan ketulian responden umur 5 tahun keatas sesuai tes konversasi menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 167

7.15.1 Proporsi kepemilikan jaminan kesehatan menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 169

7.15.2 Proporsi kepemilikan jaminan kesehatan menurut karakteristik, Riskesdas 2013 170

7.15.3 Proporsi penduduk yang mengobati sendiri sebulan terakhir dan besaran median biaya menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 171

7.15.4 Proporsi penduduk yang mengobati sendiri sebulan terakhir dan besaran median biaya menurut status ekonomi, Riskesdas 2013 172

7.15.5 Proporsi pemanfaatan rawat jalan dan rawat inap beserta biaya median yang dikeluarkan menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 172

7.15.6 Proporsi pemanfaatan rawat jalan dan rawat inap beserta median biaya yang dikeluarkan menurut karakteristik, Riskesdas 2013 173

7.15.7 Proporsi sumber biaya untuk rawat jalan menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 174

7.15.8 Proporsi sumber biaya untuk rawat jalan menurut status ekonomi, Riskesdas 2013 174

7.15.9 Sumber biaya yang dipakai untuk pengobatan rawat inap menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013 175

Page 27: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

xxiv

7.15.10 Sumber biaya yang dipakai untuk pengobatan rawat inap menurut status ekonomi, Indonesia 2013 176

Page 28: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

xxv

DAFTAR BAGAN/GAMBAR

No. Gambar Nama Bagan/Gambar Hal

Bagan 1 Kerangka konsep 4

Gambar 2 Sampel Riskesdas 2013 (oleh BPS) 6

Bagan 3 Jumlah Sampel Yang Digunakan Untuk Analisis Penyakit Tidak Menular (PTM) 34

Gambar 7.1 Proporsi rumah tangga memenuhi kriteria perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) baik menurut status ekonomi, Riskesdas 2013 78

Gambar 7.2 Status gizi anak balita BB/U hasil Riskesdas 2007, 2010 dan 2013 82

Gambar 7.3 Status gizi anak balita TB/U hasil Riskesdas 2007, 2010 dan 2013 84

Gambar 7.4 Status gizi anak balita BB/TB hasil Riskesdas 2007, 2010 dan 2013 86

Gambar 7.5 Proporsi kependekan menurut kelompok umur 95

Gambar 7.6 Jumlah sampel dan indikator kesehatan anak di provinsi DKI Jakarta, Riskesdas 2013 105

Gambar 7.7 Kecenderungan imunisasi lengkap pada anak umur 12-59 bulan, Indonesia tahun 2007, 2010, dan 2013 106

Gambar 7.8 Kecenderungan perawatan tali pusar bayi baru lahir Indonesia 2010 dan 2013 112

Gambar 7.9 Proporsi umur pertama ketika disunat pada anak perempuan usia 0 - 11 tahun, Riskesdas 2013 116

Gambar 7.10 Proporsi penduduk semua umur yang bermasalah gigi dan mulut serta mendapat perawatan, dan EMD, Indonesia 2013 145

Gambar 7.11 Kecenderungan prevalensi cedera dan penyebabnya, Indonesia 2007 dan 2013 154

Gambar 7.12 Prevalensi kebutaan pada responden umur≥6 tahun tanpa/dengan koreksi optimal menurut provinsi, Indonesia 2007-2013 164

Page 29: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

xxvi

DAFTAR SINGKATAN

µg/L : microgram per Liter ACT : Artemisinin-based combination therapy ADA : American Diabetes Assocation Amanat Persalinan : Menyambut Persalinan Agar Aman dan Selamat ANC : Antenatal care ANC 4x + : proporsi kelahiran yang mendapat pelayanan kesehatan ibu

hamil minimal 4 kali tanpa memperhitungkan periode waktu pemeriksaan.

APN : Asuhan Persalinan Normal ART : Anggota Rumah Tangga Asabri : Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia ASI : Air Susu Ibu Askes : Asuransi kesehatan BAB : Buang air besar Babel : Bangka Belitung Badan Litbangkes : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Balita : Bawah lima tahun BB : Berat Badan BB/TB : Berat badan/Tinggi Badan BB/U : Berat badan/umur BBLR : Berat Badan Lahir Rendah BP : Balai Pengobatan BPS : Badan Pusat Statistik BS : Blok Sensus Buku KIA : Buku Kesehatan Ibu dan Anak CPR : Contraceptive Prevalence Rate D : Diagnosis dokter/tenaga kesehatan D1 : Diploma 1 D3 : Diploma 3 DG : Diagnosis atau gejala Dinkes : Dinas Kesehatan DKI : Daerah Khusus Ibukota DM : Diabetes Mellitus DO : Diagnosis tenaga kesehatan atau minum obat sendiri EIU : Eksresi Iodium Urin EKG : Elektro Kardio Gram EMD : Effective Medical Demand FKM : Fakultas Kesehatan Masyarakat G : Gejala klinis spesifik penyakit GAKI : Gangguan Akibat Kekurangan Iodium GATS : Global Adults Tobacco Survey GDP : Glukosa Darah Puasa GDPP : Glukosa Darah Pasca Pembebanan GDS : Glukosa Darah Sewaktu GGK : Gagal ginjal kronik Hb : Hemoglobin HDL : High-Density Lipoprotein HIV/ AIDS : Human Immunodeficiency Virus Infection / Acquired

Immunodeficiency Syndrome ICCIDD : International Council for Control of Iodine Deficiency

Page 30: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

xxvii

Disorders ICF : International Classification of Functioning IFCC : International Federation of Clinical Chemistry IMD : Inisiasi Menyusu Dini IMT : Indeks Massa Tubuh Indeks DMF-T : Penjumlahan dari D(Decay), M(Missing), F(Filling)-T (teeth) IPKM : Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat ISPA : Infeksi Saluran Pernapasan Akut IU : International Unit IUD : Intra Uterine Device Jamkesda : Jaminan Kesehatan Daerah Jamkesmas : Jaminan Kesehatan Masyarakat Jamsostek : Jaminan Sosial Tenaga Kerja JMP : Joint Monitoring Programme JNC : Joint National Committee JPK : Jaminan Pemeliharaan Kesehatan K1 : Proporsi kelahiran yang mendapat pelayanan kesehatan ibu

hamil minimal 1 kali tanpa memperhitungkan periode waktu pemeriksaan

K1 ideal : Proporsi kelahiran yang mendapat pelayanan kesehatan ibu hamil pertama kali pada trimester 1

K4 : Proporsi kelahiran yang mendapat pelayanan kesehatan ibu hamil selama 4 kali dan memenuhi kriteria 1-1-2 yaitu minimal 1 kali pada trimester 1, minimal 1 kali pada trimester 2 dan minimal 2 kali pada trimester 3.

Kadinkes : Kepala Dinas Kesehatan Kasie litbang : Kepala Seksi Penelitian dan Pengembangan Kasie Litbangda : Kepala Seksi Penelitian dan Pengembangan Daerah Kasie puldata : Kepala Seksi Pengumpulan Data Kasubdin : Kepala Sub Dinas Katim : Ketua Tim KB : Keluarga Berencana KDRT : Kekerasan Dalam Rumah Tangga KEK : Kurang Energi Kronis KEPK : Komisi Etik Penelitian Kesehatan Kepmenkes : Keputusan Menteri Kesehatan Kespro : Kesehatan Reproduksi KF : Pelayanan kesehatan yang diberikan pada ibu selama

periode 6 jam sampai 42 hari setelah melahirkan. KIA : Kesehatan Ibu dan Anak KIO3 : Kalium Iodat KIPI : Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi KK : Kepala Keluarga KLB : Kejadian Luar Biasa KMS : Kartu Menuju Sehat KN : Kunjungan Neonatal Korwil : Koordinator Wilayah Lansia : Lanjut usia LDL : Low-Density Lipoprotein LH : Lahir Hidup LiLA : Lingkar Lengan Atas Linakes : Persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan (dokter

Page 31: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

xxviii

spesialis kebidanan dan kandungan, dokter umum dan bidan) LM : Lahir Mati LP : Lingkar Perut MDGs : Millennium Development Goals Menkes : Menteri Kesehatan MI : Missing Indeks MKJP : Metode Kontrasepsi Jangka Panjang MPASI : Makanan Pendamping Air Susu Ibu Nakes : Tenaga Kesehatan NCEP-ATP III : National Cholesterol Education Program- Adult Treatment

Panel III NLIS : Nutrition Landscape Information System Non MKJP : Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang OAT : Obat Anti Tuberkulosis OG : Obat Generik OT : Obat Tradisional P4K : Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan

Komplikasi PB : Panjang Badan PBTDK : Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan PCA : Principal Component Analysis PD3I : Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi PDBK : Penanggulangan Daerah Bermasalah Kesehatan PERDAMI : Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia PERHATI : Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorok

Indonesia Permenkes : Peraturan Menteri Kesehatan Perpres : Peraturan Presiden PHBS : Perilaku Hidup Bersih dan Sehat PJK : Penyakit Jantung Koroner PM : Penyakit Menular PMT : Pemberian Makanan Tambahan PNS : Pegawai Negeri Sipil Polindes : Pondok Bersalin Desa Poltekkes : Politeknik Kesehatan Poskesdes : Pos Kesehatan Desa Poskestren : Pos Kesehatan Pesantren Posyandu : Pos Pelayanan Terpadu PPI : Program Pengembangan Imunisasi Ppm : Part per million PPS : Probability Proportional To Size PPOK : Penyakit Paru Obstruksi Kronis PSU : Primary Sampling Unit PT : Perguruan Tinggi PTI : Performance Treatment Index PTM : Penyakit Tidak Menular PUS : Pasangan Usia Subur Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat Pustu : Puskesmas Pembantu PWS KIA : Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak RB : Rumah Bersalin RDT : Rapid Diagnostic Test

Page 32: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

xxix

RI : Republik Indonesia Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar RKD : Riskesdas RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RS : Rumah Sakit RT : Rumah Tangga RTI : Required Treatment Index SD/MI : Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah SDM : Sumber Daya Manusia SKN : Sistem Kesehatan Nasional SKRT : Survei Kesehatan Rumah Tangga SLTA : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SLTP : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SMA/MA : Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah SMP/MTS : Sekolah Menengah Pertama/MadrasahTsanawiyah SP 2010 : Sensus Penduduk 2010 SPK : Standar Pelayanan Kebidanan SRQ : Self Reporting Questionnaire STIKES : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Susenas : Survei Sosial Ekonomi Nasional TB : Tinggi Badan TB : Tuberkulosis TB/U : Tinggi badan/Umur TGT : Toleransi Glukosa Terganggu TKP : Tempat Kejadian Perkara TNI/Polri : Tentara Nasional Indonesia/ Kepolisian RI U : Ukur UI : Universitas Indonesia UKBM : Upaya kesehatan Bersumberdaya Masyarakat UNAIR : Universitas Airlangga UNHAS : Universitas Hasanuddin UNICEF : United Nations Children’s Fund USI : Universal Salt Iodization UU : Undang – Undang WG : Washington Group WHO : World Health Organization WHODAS 2 : WHO Disability Assessment Schedule 2 WUS : Wanita Usia Subur Yankestrad : Pelayanan Kesehatan Tradisional

Page 33: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

1

I. LATAR BELAKANG

Visi Kementerian Kesehatan adalah “Masyarakat Sehat yang mandiri dan berkeadilan. Sedangkan

misinya adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat,

termasuk swasta dan masyarakat madani; melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin

tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan; menjamin ketersediaan

dan pemerataan sumberdaya kesehatan; dan menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik”1.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) merupakan Riset Kesehatan berbasis komunitas berskala nasional

sampai tingkat kabupaten/kota yang dilakukan secara berkala. Riskesdas ini dilaksanakan oleh Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Badan Litbangkes) Kementerian Kesehatan RI dengan

kerangka sampel yang diperoleh dariBadan Pusat Statistik (BPS). Lima sampai enam tahun dianggap

interval yang tepat untuk menilai perkembangan status kesehatan masyarakat, faktor risiko, dan

perkembangan upaya pembangunan kesehatan.

Keunggulan Riskesdas terletak pada jumlah sampel yang digunakan, yang mampu menggambarkan

situasi di tingkat nasional provinsi, dan kabupaten/kota. Riskesdas mengumpulkan data spesifik

kesehatan dimana tenaga pelaksana pengumpul data berlatar-belakang pendidikan minimal D3

kesehatan. Dalam Riskesdas dilakukan berbagai pengukuran dan pemeriksaan, seperti berat badan,

tinggi/panjang badan, lingkar perut, lingkar lengan atas, tajam penglihatan, kesehatan gigi, tekanan

darah, haemoglobin dan gula darah. pengambilan specimen darah dan urin juga dilakukan untuk menilai

parameter terkait dengan faktor risiko penyakit.

Pada tahun 2007 Badan Litbangkes telah melakukan Riskesdas pertama. Data yang dikumpulkan

meliputi semua indikator kesehatan utama, yaitu status kesehatan (penyebab kematian, angka

kesakitan, angka kecelakaan, angka disabilitas, dan status gizi), kesehatan lingkungan (lingkungan fisik),

konsumsi rumah tangga, pengetahuan-sikap-perilaku kesehatan (Flu Burung, HIV/AIDS, perilaku

higienis, penggunaan tembakau, minum alkohol, aktivitas fisik, perilaku konsumsi makanan) dan

berbagai aspek mengenai pelayanan kesehatan (akses, cakupan, mutu layananan, pembiayaan

kesehatan). Sekitar 33.000 sampel serum, bekuan darah, dan sediaan apus telah pula dikumpulkan,

untuk uji lanjutan di laboratorium Badan.

Hasil Riskesdas 2007 telah dimanfaatkan oleh penyelenggara program, terutama Kementerian

Kesehatan; oleh Bappenas, untuk evaluasi program pembangunan termasuk pengembangan rencana

kebijakan pembangunan kesehatan jangka menengah (RPJMN 2010-2014), dan oleh beberapa

kabupaten/kota dalam merencanakan, mengalokasikan anggaran, melaksanakan, memantau dan

mengevaluasi program-program kesehatan berbasis bukti (evidence-based planning). Komposit

beberapa indikator Riskesdas 2007 juga telah digunakan sebagai model Indeks Pembangunan

Kesehatan Masyarakat (IPKM) di Indonesia untuk melihat peringkat Kabupaten/Kota.

Pada tahun 2010, untuk kepentingan memberikan informasi terkait indikator MDGs bidang kesehatan,

dilakukan Riskesdas yang sampelnya menggambarkan situasi di tingkat provinsi dan nasional. Data

Riskesdas 2010 mencakup indikator: penyakit menular (Malaria,TBC Paru), status gizi, kesehatan

reproduksi, kesehatan bayi dan balita, serta faktor-faktor yang mempengaruhi, seperti sanitasi

lingkungan, pengetahuan dan perilaku kesehatan (HIV, Merokok), konsumsi makan individu dan akses

pelayanan kesehatan. Dilakukan juga pemeriksaan darah di lapangan untuk Malaria dengan metode

RDT dan Pemeriksaan. Entri data dilakukan di lapangan pada semua blok sensus.

Page 34: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

2

Dalam persiapan pelaksanaan Riskesdas 2013, dilakukan evaluasi Riskesdas 2007 dan Riskesdas 2010

untuk memutuskan informasi yang perlu dikumpulkan. Diperhatikan pula beberapa pertanyaan yang

perlu dikoreksi, dikurangi, atau ditambah untuk pelaksanaan Riskesdas 2013. Selain itu manajemen

data, termasuk waktu pelaksanaan pengumpulan data dan entri data menjadi pertimbangan untuk

memperbaiki response rate rumah tangga dan anggota rumah tangga. Beberapa data dan informasi

program yang berkaitan dengan data IPKM dan indikator MDG dikumpulkan kembali dalam Riskesdas

2013.

Riskesdas 2013 sangat penting untuk dilaksanakan mengingat informasi hasil Riskesdas 2013 akan

dijadikan dasar untuk menilai keberhasilan pelaksanaan pembangunan jangka menengah 2010-2014.

Selain itu, juga sebagai sarana untuk mengevaluasi perkembangan status kesehatan masyarakat

Indonesia di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota dalam enam tahun terakhir, termasuk

perubahan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi status kesehatan masyarakat di tiap tingkat wilayah

pemerintahan, dan perkembangan upaya pembangunan kesehatannya.

Pertanyaan Penelitian

a. Bagaimanakah pencapaian status kesehatan masyarakat di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota pada tahun 2013?

b. Apa dan bagaimana faktor-faktor yang melatarbelakangi status kesehatan masyarakat di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten?

c. Apakah telah terjadi perubahan masalah kesehatan spesifik di setiap provinsi dan kabupaten/kota dibanding tahun 2007?

d. Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya perubahan masalah kesehatan?

e. Bagaimana korelasi antar faktor terhadap status kesehatan?

II. TUJUAN RISKESDAS

Tujuan Umum:

Menyediakan informasi berbasis bukti untuk perumusan kebijakan pembangunan kesehatan di berbagai

tingkat administrasi.

Tujuan Khusus:

a. Menyediakan informasi untuk perencanaan kesehatan termasuk alokasi sumber daya di berbagai tingkat administrasi.

b. Menyediakan peta status dan masalah kesehatan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota pada tahun 2013.

c. Menyediakan informasi perubahan status kesehatan masyarakat yang terjadi dari 2007 ke 2013. d. Menilai kembali disparitas wilayah kabupaten kota menggunakan IPKM. e. Mengkaji korelasi antar faktor yang menyebabkan perubahan status kesehatan.

III. MANFAAT DAN LUARAN RISKESDAS

A. Manfaat Penelitian

1. Untuk kabupaten/kota:

a. Mampu menyusun perencanaan program lebih akurat sesuai perkembangan masalah kesehatan dalam enam tahun terakhir.

b. Mempunyai bahan advokasi yang berbasis bukti. c. Mampu merencanakan dan melaksanakan survei kesehatan lanjutan di wilayahnya.

Page 35: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

3

2. Untuk provinsi dan pusat:

a. Mampu memetakan perubahan masalah kesehatan dan menajamkan prioritas pembangunan kesehatan antar wilayah.

b. Mempunyai bahan advokasi yang berbasis bukti. c. Mampu merencanakan penelitian lanjutan sesuai dengan permasalahan kesehatan.

3. Untuk Peneliti

a. Sebagai sumber data untuk analisis lebih lanjut. b. Sebagai sumber data untuk pengembangan indeks kesehatan.

4. Untuk Institusi Pendidikan

a. Sebagai sumber data untuk bahan penulisan tugas akhir. b. Sebagai sumber data untuk analisis lebih lanjut dikaitkan dengan sumber data lainnya.

B. Luaran Penelitian

Tersedianya data kesehatan berdasarkan karakteristik masyarakat sebagai berikut:

a. Status kesehatan: prevalensi penyakit menular, penyakit tidak menular, penyakit jiwa, penyakit bawaan, cedera, status disabilitas, gigi dan mulut, indera mata dan pendengaran, kesehatan reproduksi, kesehatan bayi dan balita, status gizi, hematologi dan kimia darah.

b. Pengetahuan dan perilaku kesehatan: perilaku higienis, penggunaan tembakau, frekuensi makan, aktivitas fisik, konsumsi buah-sayur, perilaku penggunaan obat-obat tradisional, dan penggunaan garam iodium.

c. Status sanitasi lingkungan rumah tangga

d. Upaya pelayanan kesehatan: pembiayaan kesehatan, akses dan pelayanan kesehatan, cakupan pelayanan kesehatan ibu dan anak.

Page 36: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

4

IV. KERANGKA KONSEP

Untuk menjawab pertanyaan penelitian pada Riskesdas 2013, dikembangkan kerangka konsep

penelitian yang merupakan modifikasi dari Sistem Kesehatan WHO dan HL. Blum sebagai berikut

FUNGSI SISTEM KESEHATAN TUJUAN SISTEM KESEHATAN

Tidak dikumpulkan datanya

Bagan 1. Kerangka Konsep

V. METODE RISKESDAS

1. Disain dan Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan survei berskala nasional, dengan disain potong lintang (cross-sectional), non-

intervensi/observasi, deskriptif dan analitik. Pengumpulan dan pemeriksaan data dan spesimen

dilakukan di lapangan dan laboratorium.

2. Tempat dan Waktu

Penelitian ini mencakup seluruh provinsi (33 provinsi), kabupaten/kota (497 kabupaten/kota) di Indonesia

yang dilaksanakan mulai dari persiapan sampai dengan analisis lanjut: Januari 2012 – Desember 2014.

VISI, MISI,

STRATEGI

DANKEBIJAKAN

PEMBIAYAAN

KESEHARAN

MANAJEMEN

SUMBERDAYA

AKSES

PELAYANAN

KESEHATAN

DERAJAT

KESEHATAN

BEYOND HEALTH : PENDIDIKAN, PEKERJAAN. STATUS EKONOMI, PSP_KESEHATAN

FARMASI DAN PELAYANAN KESEHATAN

TRADISIONAL

PEMERATAAN & KEADILAN

PEMBIAYAAN KESEHATAN

KESEHATAN

LINGKUNGAN

Page 37: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

5

3. Populasi dan Sampel

Populasi Riskesdas adalah semua rumah tangga di Indonesia. Sampel untuk Riskesdas adalah rumah-

tangga terpilih di Blok Sensus (BS) menurut kerangka sample yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik

(BPS) dengan metode PPS (probability proportional to size) menggunakan linear systematic sampling.

Tahapan yang dilakukan:

a. BPS memilih Blok Sensus yang telah menjadi ’Master Sampling’ untuk kepentingan survei

yang terkait dengan komunitas. Digunakan Daftar Wilayah Pencacahan (Wilcah) Sensus

Penduduk (SP) 2010 yang terpilih untuk SUSENAS berisi informasi banyaknya rumah

tangga hasil listing SP 2010, muatan blok sensus dominan, informasi daerah sulit dan tidak

sulit serta klasifikasi desa/ kelurahan.

b. Dari listing tersebut, dilakukan listing blok sensus (BS) dari setiap Wilayah terpilih (Primary

Sampling Unit/PSU).

c. Pemilihan rumah tangga biasa (tidak termasuk panti asuhan, barak polisi/militer, penjara,

dsb.) dari setiap BS yang terpilih di atas dilakukan berdasarkan listing hasil pencacahan

lengkap SP 2010 yang sudah dimutakhirkan (secondary sampling unit/SSU). Jumlah yang

dipilih sebanyak 30 rumah tangga secara sistematik.

d. Dari 30 rumah tangga terpilih selanjutnya dipilih 25 rumah tangga sebagai sampel utama dan

5 rumah tangga sebagai sampel cadangan yang dapat digunakan apabila sampel utama

tidak ditemukan (rumah tangga pindah). Proses pemilihan 30 rumah tangga sampel

dilakukan dengan aplikasi penarikan sampel yang telah dikembangkan oleh BPS.

e. Penentuan 25 rumah tangga sebagai sampel utama adalah untuk mengantisipasi multi

indikator yang ada di Riskesdas 2013 dan meminimalisir relative standard error, maka

dilakukan sampling 25 rumah tangga di setiap BS terpilih.

f. Dari 30 rumah tangga yang sudah ditetapkan, tidak dapat digantikan dengan rumah tangga

lain.

Seluruh anggota rumah tangga terpilih merupakan unit observasi/pengamatan dalam rumah tangga,

sesuai dengan kuesioner yang telah disiapkan. Sasaran Responden untuk anggota rumah tangga

sesuai dengan variabel yang dikumpulkan (lihat kuesioner RKD13.RT dan RKD13.INDIV).

4. Besar sampel

Besar sampel ditentukan berdasarkan keterwakilan wilayah. Keterwakilan kabupaten berdasarkan

perhitungan sampel diperlukan sebanyak 300.000 rumah tangga yang akan diperoleh dari 12.000

BS. Keterwakilan provinsi diperlukan sampel sebanyak 75.000 rumah tangga dari 3000 BS.

Sedangkan keterwakilan Nasional diperlukan sampel sebanyak 25.000 Rumah tangga dari 1000

BS. Blok Sensus terpilih tersebar di 33 Provinsi (497 Kabupaten/Kota).

Selain pemilihan BS di atas, akan dipilih juga sebanyak 15% dari BS sampel Nasional (150 BS).

Validasi dilakukan untuk mempertahankan kualitas pengumpulan data. Validasi hanya dilakukan

Page 38: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

6

pada 10 rumah tangga per blok sensus yang dipilih secara acak dari 25 rumah tangga yang sudah

dilakukan pengumpulan data.

Untuk jelasnya alur, proses, dan jumlah BS serta sampel rumah tangga untuk masing-masing

keterwakilan dapat dilihat pada gambar 2.

VALIDASI

SAMPEL RISKESDAS 2013 (OLEH BPS)

• Kabupaten-12.000 BS

penyajian sampai domain kabupaten/kota.

• Provinsi – 3000 BS

penyajian sampai domain provinsi, subsampel dariModul IPKM.

• Nasional – 1000 BS

penyajian level nasional, subsampel dari ModulMDG’s.

• Validasi, 150 BS

10

Kabupaten

Provinsi Nasional

Validasi

Untuk DKI Jakarta jumlah BS sebanyak 209 yang mencakup 4684 rumah tangga dan 13 766

individu. Pelaksanaan pengumpulan data dilaksanakan oleh 34 tim yang dipimpin oleh 10

Penanggungjawab Teknis Propoinsi (PJT Prop). Para PJT Prop adalah para peneliti dari Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Badan Litbang Kes), Kemenkes. Secara rinci menurut

kota dipaparkan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1

Alokasi Jumlah Sampel Blok Sensus, Tim, Rumah tangga dan Individu DKI Jakarta

No Kota Jumlah Sampel

Blok Sensus Tim Rumah Tangga Individu

1 Kepulauan Seribu 10 2 250 822 2 Jakarta Selatan 42 7 1050 2958 3 Jakarta Timur 45 7 1125 3548 4 Jakarta Pusat 32 5 800 2587 5 Jakarta Barat 42 7 1050 3580 6 Jakarta Utara 38 6 950 2848

DKI Jakarta 209 34 5225 16 343

Page 39: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

7

5. Data yang Dikumpulkan

Jenis data yang dikumpulkan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran A: Instrumen. Jenis data

yang dikumpulkan terdiri dari blok pertanyaan sebagai berikut:

Rumah tangga

Blok I: Pengenalan Tempat Blok II: Keterangan Rumah tangga Blok III: Keterangan Pengumpul Data Blok IV: Keterangan Anggota Rumah tangga Blok V: Akses dan Pelayanan Kesehatan Blok VI: Farmasi dan Pengobatan Tradisional Blok VII : Gangguan Jiwa Berat Dalam Keluarga Blok VIII: Kesehatan Lingkungan Blok IX: Pemukiman dan Ekonomi

Individu : Blok X : Keterangan wawancara Blok XI : Identitas individu

A. Penyakit Menular (untuk semua umur)

B. Penyakit Tidak Menular (untuk semua umur; > 15 th; >30 th)

C. Cedera (untuk semua umur) D. Gigi dan Mulut (untuk semua umur; >12 th)

E. Disabilitas/Ketidakmampuan (>15 th)

F. Kesehatan Jiwa (>15th)

G. Pengetahuan, sikap dan perilaku (>10 th)

H. Pembiayaan Kesehatan (untuk semua umur)

I. Kesehatan Reproduksi (Perempuan berusia 10-54 th)

J. Kesehatan Anak dan Imunisasi (a. 0-59 bln; b. 0-23 bln; c. 0-11 th)

K. Pengukuran dan Pemeriksaan K01. Pengukuran Berat Badan (untuk semua umur) K02. Pengukuran Panjang/Tinggi Badan(untuk semua umur) K03. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (WUS 15-49 th/ ibu hamil) K04. Pengukuran Lingkar Perut (> 15 th kecuali ibubhamil) K05.Tekanan Darah (lengan kiri ART>15 th)

L. Pemeriksaan mata (< 5 th;visus > 6 th; permukaan mata: semua umur)

M. Pemeriksaan THT (observasi > 2 th; konversasi > 5 th)

N. Pemeriksaan Status gigi permanen (> 12 th)

O. Pemeriksaan darah, urine, dan air Pemeriksaan Hemoglobin – deteksi cepat di lapangan

Pemeriksaan Gula darah – deteksi cepat di lapangan

Pemeriksaan Malaria – deteksi cepat di lapangan

Menyiapkan serum dari spesimen darah – sentrifuse – dikirim ke laboratorium pusat untuk pemeriksaan lebih lanjut: kimia klinis, dan serologi

Pemeriksaan Urin: kadar iodium (6-12 th; perempuan berusia 15-49 th)

Pemeriksaan air rumah tangga(sub sampel)

Page 40: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

8

6. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan adalah instrumen Riskesdas 2007 yang disempurnakan, disebut

instrumen Riskesdas 2013. Pengembangan instrumen kuesioner dilakukan berdasarkan indikator

yang telah disepakati di tingkat global seperti Millennium Development Goals (MDGs), Grand

Strategy Kesehatan, Standar Pelayanan Minimal (SPM), maupun masukan dari Unit Utama

Kementerian Kesehatan.

Instrumen dan peralatan terdiri dari:

a. Daftar Sampel Blok Sensus

b. Daftar Sampel Rumah Tangga – DSRT 2013 (akan tersedia pada tahun 2013, 1 bulan

sebelum pengumpulan data berdasarkan hasil pemutakhiran rumah tangga listing Sensus

Penduduk 2010 dari BS terpilih)

c. Formulir RKD13.RT dan formulir RKD13.INDIV

d. Peralatan medis (pengukur tekanan darah, alat pemeriksaan refraksi, alat pemeriksaan

telinga, alat pemeriksaan gigi).

e. Peralatan antropometri (alat ukur tinggi dan panjang badan, timbangan berat badan digital,

meteran untuk mengukur lingkar perut dan lingkar lengan atas – LILA).

f. Gambar obat malaria

g. Gambar anak cacat/kelainan bawaan

h. Iodina Tes untuk pemeriksaan iodium pada garam tingkat rumah tangga

i. Alat peraga aktivitas fisik, dan jenis rokok

j. Peralatan dan bahan pengambilan darah perifer

k. Prosedur penggunaan RDT dan pembuatan apusan darah tebal malaria serta interpretasinya

l. Peralatan dan bahan pemeriksaan spesimen biomedis (darah dan urine).

m. Peralatan manajemen data: Laptop, CD, flashdisk, program data entri

Cara Pengumpulan Data dilakukan dengan metode:

a. Wawancara

b. Observasi

c. Pemeriksaan Fisik

d. Pengukuran

e. Pemeriksaan Biomedis

Rincian cara pengumpulan data terdapat di buku pedoman (terlampir pedoman pengisian kuesioner,

pedoman pengukuran dan pemeriksaan, dan pedoman pemeriksaan specimen biomedis). Waktu

yang tersita untuk wawancara, pengukuran, dan pemeriksaan seluruh anggota rumah tangga

berkisar antara 2-3 jam, tergantung dari besarnya rumah tangga. Kunjungan kepada responden

dapat dilakukan beberapa kali menurut kesepakatan responden dengan pengumpul data.

Pengumpulan data direncanakan dilakukan sejak tanggal 1 Mei – 7 Juli 2013.

Page 41: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

9

7. Tenaga Pengumpul Data

Pengumpulan data yang dilakukan di BS dilakukan oleh tim yang terdiri dari 5 orang yaitu:

a) Satu orang ketua tim sekaligus sebagai koordinator lapangan

b) Empat orang pewawancara, sekaligus melakukan pengukuran dan pemeriksaan

Setiap tim bertanggung jawab pada 6 BS yang akan diselesaikan dalam waktu 50 hari (2 bulan).

Jumlah total tim pengumpul data diperkirakan 2000 tim yang akan menyelesaikan 12,000 BS.

Sebaran tim per kota dihitung berdasarkan jumlah BS di masing-masing kabupaten. Pengumpulan

data di Kota didampingi oleh seorang penanggungjawab kota (PJT kota) yang membawahi

beberapa (paling sedikit dua) tim pengumpul data.

Kualifikasi tenaga pengumpul data adalah sebagai berikut:

a. Ketua tim: tenaga kesehatan dengan minimal kriteria lulus D3 kesehatan dengan variasi

bidang kedokteran, keperawatan, dan kebidanan

b. Pengumpul data: tenaga kesehatan dengan minimal kriteria lulus D3 kesehatan dengan

variasi bidang kedokteran, keperawatan, kebidanan, kesehatan masyarakat, gizi, sanitasi

lingkungan, promosi kesehatan, analis kesehatan (khusus untuk pemeriksaan/pengambilan

darah). Petugas pengumpul data diharapkan juga berpengalaman menggunakan komputer,

karena semua data yang dikumpulkan akan langsung di entri ke komputer pada waktu yang

bersamaan.

8. Ujicoba Instrumen dan Manajemen Data

Uji coba lapangan Riskesdas 2013 dilakukan untuk mendapatkan metodologi pengumpulan data

yang efektif dan efisien. Ujicoba dilakukan dua kali. Ujicoba pertama di Sumatera Utara dengan

memilih 4 BS yaitu 2 BS daerah sulit dan 2 BS daerah tidak sulit pada bulan Juli 2012. Ujicoba

kedua di Kabupaten Bogor dengan memilih 2 BS. Uji coba bertujuan untuk menilai fisibilitas dan

validitas alat, seperti pengukur tinggi/panjang badan, berat badan, tensimeter digital, pemeriksaan

specimen biomedis. Selain itu, dinilai juga lamanya waktu digunakan untuk wawancara, tingkat

kesulitan serta kualifikasi tenaga pengumpul data. Dalam proses uji coba 2012 dipelajari seluruh

proses mulai dari persiapan pelatihan, pengumpulan data, manajemen dan analisis data.

Pada Riskesdas 2013 seluruh proses manajemen data mulai dari pengumpulan data sampai editing

data, coding serta entri dilakukan di lapangan. Dengan proses ini diharapkan data dari lapangan

sudah siap untuk dilakukan cleaning dan analisis. Pengumpulan data secara paperless merupakan

bagian yang diujicobakan untuk melihat kemungkinan dapat dilakukan pada daerah sulit atau tidak

sulit.

9. Pengumpulan Data

Riskesdas 2013 telah mengumpulkan data sampai menggambarkan situasi tingkat kabupaten untuk

sebagian besar parameter kesehatan masyarakat. Beberapa parameter kesehatan masyarakat

dikumpulkan untuk menggambarkan situasi tingkat Provinsi. Parameter terkait specimen biomedis,

dan beberapa pemeriksaan klinis untuk menggambarkan situasi tingkat Nasional.

Seluruh proses pengumpulan data dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih minimal dengan tingkat

pendidikan D3 Kesehatan. Selama proses pengumpulan data dilakukan, penanggungjawab

Page 42: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

10

Kabupaten dan Provinsi memfasilitasi kelancaran pengumpulan data di lapangan. Disamping itu, tim

validasi menilai proses pelaksanaan pengumpulan data di lapangan sebagai salah satu bentuk

penjaminan mutu data. Tim validasi berasal dari institusi perguruan tinggi yaitu FKM-UI, FKM

UNHAS dan FKM UNAIR.

10. Pelatihan

Pelatihan Master of Trainer (MOT)

Pelatihan MOT adalah pelatihan orang-orang yang ditugaskan untuk mengkoordinir perencanaan

dan pelaksanaan Riskesdas 2013 di provinsi (penanggungjawab teknis provinsi/PJT provinsi).

Pelaksanaan MOT didahului dengan penyusunan modul dan kurikulum pelatihan MOT, TOT dan

pelatihan pengumpul data, yang dilaksanakan bersama dengan Badan Pemberdayaan Sumber

Daya Manusia (BPSDM) Kemenkes RI., pada bulan Januari 2013

Tujuan MOT:

1. Untuk memperoleh keseragaman dalam perencanaan dan pelaksanaan di provinsi (termasuk pengorganisasian lapangan, rekrutmen tenaga, dan manajemen data).

2. Untuk memperoleh keseragaman dalam pemahaman materi kuesioner, pemeriksaan, pengukuran, dan manajemen data.

3. Untuk memperoleh keseragaman dalam metode pelatihan tenaga pelatih pengumpul data dan pelatih manajemen data.

4. Untuk memperoleh keseragaman dalam pemahaman proses administrasi dan logistik. MOT dilaksanakan di Cisarua-Puncak Kabupaten Bogor. Pelatihan Training of Trainers (TOT)

Pelatihan TOT ditujukan kepada penanggungjawab tingkat kabupaten/kota (PJT kabupaten/ kota) dan supervisor tim tingkat kabupaten/kota. Tujuan dari TOT:

1. Untuk memperoleh keseragaman dalam perencanaan dan pelaksanaan di kabupaten (termasuk pengorganisasian lapangan, rekrutmen tenaga, dan manajemen data).

2. Untuk memperoleh keseragaman dalam pemahaman materi kuesioner, pemeriksaan, pengukuran, dan manajemen data.

3. Untuk memperoleh keseragaman dalam metode pelatihan tenaga pelatih pengumpul data dan pelatih manajemen data.

4. Untuk memperoleh keseragaman dalam pemahaman proses administrasi dan logistik, termasuk pengiriman data (elektronik dan lembar kuesioner) ke pusat.

TOT dilaksanakan di tempat yang ditentukan oleh masing-masing kordinator wilayah. Pelatihan pelaksanaan Riskesdas untuk penanggungjawab kabupaten diselenggarakan di Hotel Panjang Jiwo, Kabupaten Bogor. Pelatihan Pengumpul dan Manajemen Data Pelatihan pengumpul data ditujukan kepada yang direkrut sebagai pengumpul data, pengukur, dan pemeriksaan (fisik dan spesimen), sesuai kualifikasi. Dalam pelatihan ini termasuk juga pelatihan ketua tim pengumpul data serta mekanisme kerjasama tim pengumpul data.

Page 43: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

11

Page 44: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

12

Tujuan pelatihan pengumpul dan manajemen data di lapangan:

1. Untuk memperoleh keseragaman dalam pemahaman materi kuesioner, pemeriksaan, pengukuran, dan manajemen data.

2. Untuk memperoleh kesepakatan antar anggota tim mengenai pembagian tugas, jadual dan mekanisme pelaksanaan.

3. Untuk memperoleh kesepakatan tentang mekanisme pengelolaan data di lapangan.

4. Untuk memperoleh kesepakatan tentang mekanisme pengaturan administrasi dan logistik.

Pelatihan pengisian kuesioner, pengukuran dan pemeriksaan untuk pengumpul data wilayah DKI

Jakarta diselenggarakan di Hotel Grand Mutiara, Cipayung-Mega Mendung-Cisarua, Kabupaten

Bogor. Di samping enumerator (134 orang), tim PJT Kota (10 rang) sebagai pelatih, tim Propinsi

Kesmas dan biomedis (PJT, SAL, PJO panitia), pelatihan juga mengikutsertakan PJO kabupaten,

pendamping biomedis dari tiap blok Sensus Biomedis.

11. Manajemen dan Analisis Data

Data hasil wawancara, pemeriksaan dan pengukuran tiap tim diedit oleh ketua tim masing-masing.

Selanjutnya dilakukan coding dan entri data di lapangan. Data yang telah dientri dikirim melalui PJT

kabupaten/kota ke Badan Litbang Kesehatan melalui email atau CD/flashdisk. Di Badan Litbangkes

data disatukan, dilakukan verifikasi akhir, cleaning, pembobotan dan analisis data.

Lembar kuesioner dikumpulkan pada Tim Pelaksana tingkat Kabupaten untuk selanjutnya dikirim ke

Badan Litbangkes untuk disimpan selama 5 tahun.

Analisis awal tingkat nasional akan dilakukan di tingkat pusat. Data yang telah bersih, akan

dianalisis oleh PJT provinsi masing-masing. Analisis data di tingkat Kabupaten/Kota berupa

frekuensi distribusi dan tabulasi silang terhadap berbagai variabel. Untuk data yang representatif

pada tingkat provinsi, akan dianalisis di tingkat provinsi.

Badan Litbangkes melakukan analisis di tingkat pusat untuk membandingkan indikator kesehatan

antar provinsi, profil kesehatan nasional dan membuat analisis kecenderungan, membandingkan

dengan hasil Riskesdas 2007, survei sejenis, target RPJMN dan MDG, dan bila perlu

membandingkan dengan hasil survei serupa di negara lain.

VI. PENGORGANISASIAN

Dasar hukum keseluruhan proses mulai dari persiapan sampai diseminasi dan utilisasi Riskesdas

2013 adalah berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

113/Menkes/SK/III/2012, tanggal 13 Maret 2012 tentang Tim Riset Kesehatan Nasional berbasis

Komunitas tahun 2012 – 2014.

Organisasi persiapan pelaksanaan Riskesdas 2013 dikukuhkan dengan Surat Keputusan Kepala

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan No. HK.02.04/2/744/2012, tanggal 30 Januari

2012 tentang Tim Persiapan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2012.

Organisasi pengumpulan data Riskesdas 2013 adalah sebagai berikut:

Page 45: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

13

1. Di tingkat pusat dibentuk Tim Penasehat, Penanggung jawab dan Tim Pengarah, Tim Pakar,

Tim Teknis (Penanggungjawab Blok), Tim Manajemen dan Tim Riset Wilayah :

a) Tim Penasehat terdiri dari Menkes dan Wakil Menkes, Kepala BPS, dan Pejabat eselon I

Kemkes, Pejabat eselon I BPS, Pejabat eselon I BPS.

b) Penanggungjawab dan wakil adalah Kabadan dan Sekertaris Badan Litbangkes.

c) Tim Pengarah terdiri dari Pejabat eselon II dilingkungan Badan Litbangkes.

d) Tim Pakar terdiri dari para ahli di bidangnya masing-masing.

e) Tim Teknis terdiri dari Pejabat eselon III dan Peneliti di lingkungan Badan Litbangkes.

f) Tim Manajemen terdiri dari Pejabat eselon II, eselon III Badan Litbangkes

g) Tim Riset Wilayah membentuk Koordinator Wilayah (korwil), setiap korwil mengkoordinir

beberapa provinsi.

2. Di tingkat provinsi akan dibentuk Tim Pelaksana Riskesdas Provinsi:

Tim Pelaksana di tingkat provinsi diketuai oleh Kadinkes Provinsi, Kasubdin Bina Program,

Peneliti Badan Litbangkes, dan Kasie Litbang/ Kasie Puldata Dinkes Provinsi.

3. Di tingkat kabupaten/kota akan dibentuk Tim Pelaksana Riskesdas Kabupaten/Kota :

Tim Pelaksana di tingkat kabupaten/ kota diketuai oleh Kadinkes Kabupaten, Kasubdin Bina

Program tingkat kabupaten, Peneliti Badan Litbangkes, dan Kasie Litbangda.

Di tingkat kabupaten/kota akan dibentuk tim pengumpul dan manajemen data. Banyaknya tim

pengumpul dan manajemen data tergantung pada jumlah Blok Sensus (BS) di kabupaten/kota

tersebut. Setiap tim pengumpul data mencakup 6 BS. Tiap tim pengumpul data terdiri dari 5 orang

yang diketuai oleh seorang ketua tim (Katim). Kualifikasi tim pengumpul dan manajemen data

termasuk Katim.

Tenaga pengumpul dan manajemen data direkrut dari Poltekkes, STIKES, Universitas (Fakultas

Kesehatan Masyarakat, Fakultas Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi), dll.

Pada kondisi yang tidak memungkinkan, khususnya untuk mendapatkan tenaga Enumerator yang

jumlahnya sangat besar, maka staf Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Puskesmas dapat

menjadi Enumerator dengan persetujuan atasan masing – masing yang dibuktikan dengan surat

bebas tugas dari atasan.

Untuk kelancaran tugas pengumpulan data dibuat surat pernyataan kesediaan (kontrak kerja)

seluruh petugas dari tingkat Pusat sampai tingkat Pengumpul data (Enumerator)

Sosialisasi dan rekruitmen tenaga akan dilakukan mulai bulan November 2012.

Page 46: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

14

VII. HASIL

Jumlah rumah tangga di DKI Jakarta yang bersedia diwawancara (respons rate) sebanyak 85,6 % dari 5225 rumah tangga yang dikunjungi. Sedangkan jumlah individu yang berhasil diwawancara sebanyak 13 766 (84,2%) dari target 16 343 orang. Responden yang menolak untuk berpartisipasi beralasan responden sudah memeriksakan diri/mempunyai dokter langganan di luar negeri, pengalaman pahit sebelumnya. Beberapa saat sebelum dilakukan pengumpulan data ada oknum yang mengaku dari LSM tertentu mendatangi responden yang pada ujung-ujungnya meminta sumbangan. Hal demikian ini membuat responden menolak terhadap kedatangan petugas untuk melakukan wawancara. Selain itu responden individu tidak berpartisipasi karena bekerja pulang malam walau enumerator sudah mencoba menyesuaikan diri dengan waktu yang tersedia. Hasil yang disajikan dalam Buku_1 ini merupakan Pokok-pokok Hasil Riskesdas 2013. Hasil yang lebih rinci disajikan di Buku_2 Riskesdas 2013 Provinsi DKI Jakarta dalam Angka

Tabel 7.0. Respons Rate Blok Sensus, Rumah Tangga dan Individu di DKI Jakarta. Riskesdas 2013

Kabupaten/ Kota tim

Respons Rate

Blok Sensus Rumah tangga Individu

a1 b1 c1 a2 b2 c2 a3 b3 c3

1 Kepulauan Seribu 2 10 10 100,0 250 249 99,6 822 822 100,0 2 Jakarta Selatan 7 42 41 97,6 1050 826 78.7 2938 1934 63,4 3 Jakarta Timur 7 45 45 100,0 1125 963 85,6 3548 2848 80,3 4 Jakarta Pusat 5 32 32 100,0 800 773 96,6 2587 2009 77,7 5 Jakarta Barat 7 42 42 100,0 1050 1005 95,7 3580 3328 93,0 6 Jakarta Utara 6 38 38 100,0 950 868 91,4 2848 2825 99,2

DKI Jakarta 34 209 208 99,5 5225 4684 85,6 16343 13766 84,2

a1,a2,a3 = sampel; b1= ditemukan; b2,b3= diwawancara; c1,c2,c3 = reit respon

7.1 AKSES PELAYANAN KESEHATAN

Keberadaan fasilitas kesehatan

Keberadaan fasilitas kesehatan yang ditanyakan kepada responden rumah tangga terdiri dari keberadaan rumah sakit pemerintah, rumah sakit swasta, puskesmas atau puskesmas pembantu, praktek dokter atau klinik, praktek bidan atau rumah bersalin, poyandu, poskesdes atau poskestren dan posyandu. Pada Tabel 7.1.1 menunjukkan keberadaan fasilitas kesehatan diketahui rumah tangga. Sekitar ¾ jumlah penduduk mengetahui keberadaan semua fasilitas kesehatan yang ditanyakan kecuali Poskesdes/poskestren dan polindes. Keberadaan Puskesmas adalah fasilitas kesehatan yang paling banyak diketahui masyarakat (94,1). Poskesdes atau Poskestren merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM, baca: kemandirian masyarakat), sehingga keberadaannya tergantung kepada peran masyarakat atau pondok pesantren. Di Kepulauan Seribu keberadaan puskesmas paling banyak diketahui (100%) rumah tangga. Di wilayah DKI Jakarta lainnya fasilitas kesehatan sangat beragam namun puskesmas paling banyak diketahui. Yang paling tidak diketahui adalah polindes dan poskesdes/poskestren. Kedua fasilitas kesehatan ini mungkin memang tidak ada di wilayah tersebut. Seperti halnya faskes selain puskesmas di Kabupaten Kepulauan Seribu, tampaknya tidak ada. Responden mengenal faskes selain puskesmas di luar Kepulauan Seribu. Walaupun faskes yang ditanyakan adalah faskes yang terdekat, namun oleh sebagian responden faskes di ―daratan‖-pun dianggap dekat.

Page 47: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

15

Tabel 7.1.1 Proporsi pengetahuan rumah tangga tentang keberadaan jenis fasilitas kesehatan menurut

kabupaten/kota, Riskesdas2013

Kabupaten/Kota

Keberadaan fasilitas kesehatan

RS Pemerintah

RS Swasta

Pusk/ Pustu

Praktek dokter/ klinik

Praktek bidan /

RB

Posyan-du

Poskesdes/poskestren

Polindes

Kepulauan Seribu 32,2 13,5 100,0 19,6 43,8 90,5 0,2 0,0 Jakarta Selatan 76,6 79,5 95,3 77,6 68,3 80,2 0,1 0,0 Jakarta Timur 84,8 86,3 95,4 87,2 80,6 85,4 0,1 0,0 Jakarta Pusat 73,5 75,9 95,8 71,5 57,1 78,1 1,1 0,9 Jakarta Barat 71,0 73,6 89,2 78,4 60,6 55,5 0,2 0,0 Jakarta Utara 77,9 73,3 95,5 69,8 64,9 70,3 0,5 0,3

DKI Jakarta 77,5 78,7 94,1 78,5 68,4 74,6 0,3 0,1

Tabel 7.1.2 memperlihatkan diketahuinya keberadaan faskes menurut kuintil indeks kepemilikan. Indeks

kepemilikan adalah upaya pendekatan status ekonomi berdasarkan barang berharga yang dimiliki rumah

tangga. Barang berharga termasuk mobil, TV, AC, dll. Indeks Kepemilikan menggantikan Indeks

Pengeluaran untuk konsumsi keluarga. Riskesdas 2013 tidak mengumpulkan data pengeluaran

tersebut. Proporsi rumah tangga diurutkan dari proporsi yang terkecil hingga terbesar kemudian dibagi

lima kelipatan 20 persen. Nilai Persentil kuintil nasional dijadikan rujukan pembagian status kepemilikan

terbawah (kuintil I) dan teratas (kuintil V).

Proporsi rumah tangga dengan kriteria terbawah cenderung terendah mengetahui keberadaan RS

Pemerintah (67,2%), RS Suasta (63,8%) dan Praktek dokter/klinik (70,4%) dan praktek dokter klinik 70,4

persen. Sedangkan rumah tangga dengan indeks kepemilikan tertinggi memiliki pengetahuan yang

tinggi terhadap fasilitas rumah sakit pemerintah (82,5%) dan rumah sakit swasta (87,5%). Pada fasilitas

kesehatan puskesmas/pustu dan posyandu terjadi sebaliknya, rumah tangga dengan kuintil teratas

memiliki pengetahuan yang rendah mengenai sebanyak 89,9 persen dan 66,4 persen.

Tabel 7.1.2 Proporsi pengetahuan rumah tangga tentang keberadaan fasilitas kesehatan menurut

status ekonomi, Riskesdas 2013

Status Ekonomi

Keberadaan fasilitas kesehatan

RS Pemerintah

RS Swasta

Pusk/ Pustu

Praktek dokter/ klinik

Praktek bidan /

RB Posyandu

Poskesdes/poskestren

Polindes

Kuintil Indeks kepemilikan Terbawah 67,2 63,8 94,9 70,4 62,0 71,5 0,4 0,2 MenengahBawah 73,4 73,9 95,2 74,1 67,4 76,2 0,3 0,2 Menengah 81,2 81,6 95,4 78,7 73,9 79,1 0,4 0,2 Menengah Atas 80,1 82,6 95,2 81,8 72,1 78,6 0,2 0,0 Teratas 82,5 87,5 89,9 85,3 64,5 66,4 0,2 0,1

Status ekonomi didekati dengan indeks kepemilikan

Page 48: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

16

Keterjangkauan fasilitas kesehatan

Keterjangkuan fasilitas kesehatan dalam riskesdas 2013 ini dilihat dari aspek moda transportasi, waktu

tempuh (dalam satuan menit) dan biaya transportasi menuju fasilitas kesehatan. Moda transportasi yang

digunakan menuju fasilitas kesehatan tersebut berupa mobil pribadi, kendaraan umum, jalan kaki,

sepeda motor, sepeda, perahu, transportasi udara (kecuali ke posyandu, poskesdes dan polindes) dan

lainnya, yang menggunakan lebih dari satu moda transportasi. Dalam penyajian hasil bahwa moda

transportasi tersebut dibedakan menurut fasilitas kesehatan yang ada.

Waktu tempuh menuju fasilitas kesehatan dihitung dalam bentuk menit menurut pengetahuan rumah

tangga. Kemudian waktu tempuh dibedakan dalam empat kategori yaitu ≤15 menit; 16 – 30 menit; 31-60

menit dan > 60 menit. Sedangkan biaya transportasi menuju fasilitas kesehatan dalam mata uang rupiah

dibuat 4 kategori yaitu ≤ 10.000; >10.000 – 50.000; >50.000 – 200.000 dan >200.000.

Sebesar 15,1 persen warga DKI Jakarta menggunakan lebih dari satu moda transport untuk mencapai

faskes yang terdekat. Proporsi terbesar adalah Warga Kepulauan Seribu (52,0%). Di DKI Jakarta

daratan, warga Jakarta Selatan terbanyak menggunakan lebih dari satu moda.

Tabel 7.1.3 memberi fakta penggunaan jenis moda transport untuk menuju faskes terdekat menurut

pengetahuan responden. Responden terbanyak menggunakan sepeda motor (39,3%), diikuti kendaraan

umum (35,2%) dan lebih dari 1 moda transportasi (15,1%).

Tabel 7.1.3 Proporsi rumah tangga yang dapat menggunakan moda transportasi menuju rumah sakit pemerintah

menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/ Kota

Moda transportasi

Mobil pribadi

Kendaraan umum

Jalan kaki

Sepeda motor

Sepeda perahu Trans portasi udara

Lainnya Lebih dari 1 moda

Kepulauan Seribu 0,0 10,6 32,0 1,8 1,3 2,3 0,0 0,0 52,0 Jakarta Selatan 8,3 26,7 1,7 38,2 0,2 0,0 0,0 0,0 25,0 Jakarta Timur 5,7 36,9 4,0 39,6 0,7 0,0 0,0 0,2 12,8 Jakarta Pusat 4,2 38,6 7,9 25,6 0,1 0,0 0,0 2,9 20,8 Jakarta Barat 11,0 31,6 0,1 52,6 0,3 0,0 0,0 0,0 4,5 Jakarta Utara 4,5 48,1 0,8 31,8 0,0 0,0 0,0 0,4 14,3

DKI Jakarta 7,1 35,2 2,6 39,3 0,3 0,0 0,0 0,4 15,1

Tabel 7.1.4 memberikan informasi karakteristik responden yang menggunakan moda transportasi.

Menurut kuintil indeks kepemilikan rumah tangga yang menggunakan sepeda motor proporsi besar pada

penduduk menengah atas 49,8 persen dan menengah. Rumah tangga dari kelompok indeks kepemilikan

pada proporsi paling kecil (17,3 persen). Untuk penggunaan kendaraan umum pada penduduk dengan

indeks kepemilikan terbawah 57,0 persen dan teratas 20,6 persen. Sedangkan yang menggunakan lebih

dari 1 moda transportasi pada penduduk terbawah 21,7 persen dan teratas 7,6 persen.

Tabel 7.1.5 pengetahuan rumah tangga yang menggunakan moda transportasi menuju puskesmas atau

puskesmas pembantu menurut provinsi terbanyak menggunakan sepeda motor 34,9 persen; jalan kaki

34,7 persen; kendaraan umum 19,3 persen; lebih dari 1 moda transportasi 7,4 persen; mobil pribadi 2,5

persen; sepeda 0,7 persen; dan lainnya 0,4 persen.

Page 49: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

17

Tabel 7.1.4 Proporsi rumah tangga yang dapat menggunakan moda transportasi menuju RS pemerintah menurut

status ekonomi, Riskesdas 2013

Status Ekonomi

Moda transportasi

mobil pribadi

kendaraan umum

jalan kaki

sepeda motor

sepeda perahu trans

portasi udara

lainnya lebih dari 1 moda

Kuintil Indeks kepemilikan Terbawah 0,0 57,0 3,3 17,3 0,5 0,0 0,0 0,1 21,7 Menengah bawah 0,6 42,6 3,1 31,5 0,7 0,0 0,0 0,4 21,2 Menengah 0,3 35,9 2,3 48,5 0,1 0,0 0,0 0,5 12,3 Menengah atas 1,8 29,3 2,3 49,8 0,0 0,0 0,0 0,4 16,3 Teratas 29,6 20,6 2,1 39,1 0,5 0,0 0,0 0,5 7,6

Tabel 7.1.5

Proporsi rumah tangga yang dapat menggunakan moda transportasi menuju puskesmas atau puskesmas pembantu menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/ Kota

Moda transportasi

mobil pribadi

kendaraan umum

jalan kaki

sepeda motor

sepeda perahu transportasi

udara lainnya

lebih dari 1 moda

Kepulauan Seribu 0,0 0,0 76,4 9,4 0,2 0,4 0,0 1,1 12,5 Jakarta Selatan 2,5 10,9 38,1 35,1 0,1 0,0 0,0 0,0 13,2 Jakarta Timur 2,0 20,6 34,1 36,1 1,3 0,0 0,0 0,5 5,4 Jakarta Pusat 2,3 16,9 49,0 23,2 1,0 0,0 0,0 0,8 6,9 Jakarta Barat 3,7 25,6 21,6 44,9 0,7 0,0 0,0 0,0 3,5 Jakarta Utara 1,8 24,1 38,0 27,5 0,5 0,0 0,0 1,0 7,0

DKI Jakarta 2,5 19,3 34,7 34,9 0,7 0,0 0,0 0,4 7,4

Tabel 7.1.6 Proporsi rumah tangga yang dapat menggunakan moda transportasi menuju puskesmas atau

puskesmas pembantu menurut status ekonomi, Riskesdas 2013

Status Ekonomi

Moda transportasi

mobil pribadi

kendaraan umum

jalan kaki

sepeda motor

sepeda perahu transportasi

udara lainnya

lebih dari 1 moda

Kuintil Indeks kepemilikan Terbawah 0,0 29,8 41,0 18,5 1,2 0,0 0,0 0,5 9,0 Menengah bawah 0,5 21,9 37,1 30,5 1,3 0,0 0,0 0,5 8,2 Menengah 0,2 19,8 31,3 41,1 0,6 0,0 0,0 0,3 6,7 Menengah atas 0,5 15,0 35,1 41,7 0,2 0,0 0,0 0,3 7,2 Teratas 11,4 12,6 30,6 38,4 0,5 0,0 0,0 0,3 6,2

Jika dilihat dari moda transportasi sepeda motor menurut kota terbanyak di Jakarta Barat 44,9 persen,

kemudian disusul Jakarta Timur 36,1 persen dan Jakarta Selatan 35,1 persen, sedangkan terendah di

Kepulauan Seribu 9,4 persen. Rumah tangga yang menggunakan kendaraan umum terbanyak di

Jakarta Barat 25,6 persen, Jakarta Utara 24,1 persen dan Jakarta Timur 20,6 persen, sedangkan

Page 50: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

18

terendah di Kepulauan Seribu 0,0 persen. Rumah tangga yang menggunakan lebih dari 1 moda

transportasi terbanyak di Jakarta Selatan (13,2%) dan Kepulauan Seribu (12,5%), sedangkan terendah

di Jakarta Barat (3,5%).

Tabel 7.1.6 menjelaskan tentang pengetahuan rumah tangga yang menggunakan moda transportasi

menuju puskesmas atau puskesmas pembantu menurut karakteristik tipe daerah dan kuintil indeks

kepemilikan. Penggunaan sepeda motor di perkotaan 57,3 persen dan perdesaan 63,7 persen.

Penggunaan kendaraan umum menuju puskesmas pada indeks kepemilikan teratas 12,6 persen dan

pada indeks kepemilikan terendah 29,8 persen.

Tabel 7.1.7 waktu tempuh menuju rumah sakit pemerintah ≤ 15 menit sebesar 23,1 persen,16-30 menit

46,5 persen, 31-60 menit 25,7 persen dan >60 menit 4,7 persen. Jika dilihat waktu tempuh ≤ 15 menit,

maka terbanyak di Jakarta Pusat 39,2 persen dan terendah di Jakarta Utara 12,1 persen. Pada waktu

tempuh 16-30 menit menuju rumah sakit pemerintah,proporsi terbesar di Jakarta Barat(51,9%) dan

paling kecil di Kepulauan Seribu (23,6%). Pada waktu tempuh 31-60 menit, terbesar di Jakarta Utara

(34,1%) dan tetrkecil di Kepulauan Seribu (3,4%). Untuk waktu tempuh >60 menit terbesar di Kepulauan

Seribu 39,2 persen dan terendah di Jakarta Pusat 2,8 persen.

Tabel 7.1.7 Proporsi waktu tempuh rumah tangga menuju rumah sakit pemerintah menurut kabupaten/kota,

Riskesdas 2013

Kabupaten/ Kota Waktu tempuh (menit)

≤ 15’ 16-30’ 31-60’ >60’

Kepulauan Seribu 33,8 23,6 3,4 39,2 Jakarta Selatan 17,6 46,1 30,7 5,6 Jakarta Timur 30,3 42,2 24,5 3,0 Jakarta Pusat 39,2 48,1 9,9 2,8 Jakarta Barat 20,0 51,9 22,3 5,9 Jakarta Utara 12,1 48,0 34,1 5,8

DKI Jakarta 23,1 46,5 25,7 4,7

Tabel 7.1.8. menunjukkan menurut kuintil indeks kepemilikan dengan waktu tempuh 16-30 menit pada

penduduk teratas 43,0 persen dan terbawah 49,1,2 persen. Waktu tempuh rumah tangga menuju rumah

sakit pemerintah >60 menit pada penduduk terbawah 6,6 persen dan teratas 4,5 persen.

Tabel 7.1.8

Proporsi waktu tempuh rumah tangga menuju rumah sakit pemerintah menurut karakteristik, Riskesdas 2013

Status Ekonomi Waktu tempuh (menit)

≤ 15’ 16-30’ 31-60’ >60’

Kuintil Indeks kepemilikan Terbawah 20,3 49,1 24,0 6,6 Menengah bawah 21,7 43,8 28,8 5,7 Menengah 22,9 46,0 27,7 3,4 Menengah atas 23,0 51,1 21,8 4,1 Teratas 26,5 43,0 26,0 4,5

Page 51: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

19

Tabel 7.1.9 memberi informasi tentang waktu tempuh rumah tangga menuju pukesmas dan puskesmas

pembantu di DKI Jakarta terbanyak dengan waktu ≤ 15’sejumlah 80,1 persen dan terendah dengan waktu

>60 menit sejumlah 0,2 persen. Jika dilihat data menurut kota di DKI Jakarta dengan waktu tempuh ≤ 15‘

terbanyak di Jakarta Pusat sejumlah 88,5 persen dan terendah di Kepulauan Seribu sejumlah 54,7

persen.

Untuk waktu tempuh 16-30‘ terbanyak di Kepulauan Seribu sejumlah 42,9 persen dan terendah di

Jakarta Pusat sejumlah 10,9 persen. Waktu tempuh 31-60‘ terbanyak di Jakarta Barat 4,1 persen dan

terendah di Jakarta Pusat sejumlah 0,3 persen. Untuk waktu tempuh >60‘, terbanyak di Kepulauan

Seribu sejumlah 0,6 persen dan terendah di Jakarta Timur 0,0 persen.

Tabel 7.1.10 memberi informasi tentang waktu tempuh rumah tangga menuju Puskesmas atau

Puskesmas pembantu dilihat dari Status Ekonomi kuintil indeks kepemilikan. Pada rumah tangga di DKI

Jakarta dengan kuintil indeks kepemilikan dengan waktu tempuh ≤ 15‘ penduduk teratas 83,1 persen

dan terbawah 75,9 persen. Waktu tempuh 16-30‘ pada penduduk terbawah 21,1 persen dan teratas 14,9

persen. Sedangkan dengan waktu tempuh >60‘ penduduk terbawah 0,5 persen dan teratas 0,0 persen.

Tabel 7.1.9 Proporsi waktu tempuh rumah tangga menuju puskesmas atau Puskesmas Pembantu menurut

kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota Waktu tempuh (menit)

≤ 15’ 16-30’ 31-60’ >60’

Kepulauan Seribu 54,7 42,9 1,7 0,6 Jakarta Selatan 78,8 19,0 2,0 0,1 Jakarta Timur 82,1 16,9 1,0 0,0 Jakarta Pusat 88,5 10,9 0,3 0,3 Jakarta Barat 76,3 19,1 4,1 0,4 Jakarta Utara 78,2 20,5 0,8 0,4

DKI Jakarta 80,1 17,9 1,8 0,2

Tabel 7.1.10

Proporsi waktu tempuh rumah tangga menuju Puskesmas atau Puskesmas pembantu menurut status

ekonomi, Riskesdas 2013

Status Ekonomi Waktu tempuh (menit)

≤ 15’ 16-30’ 31-60’ >60’

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 75,9 21,1 2,5 0,5 Menengah bawah 76,8 21,5 1,8 Menengah 80,4 17,6 1,7 0,3 Menengah atas 83,1 15,4 1,2 0,3 Teratas 83,1 14,9 1,9 0,0

Tabel 7.1.11 waktu tempuh rumah tangga menuju Posyandu masih didominasi ≤ 15 menit sejumlah 97,6

persen dan disusul pada 16-30 menit sejumlah 2,1 persen. Jika dilihat waktu ≤ 15‘, terbanyak di Jakarta

Page 52: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

20

Selatan 99,2 persen dan terendah di Kepulauan Seribu 91,3 persen. Waktu tempuh 16-30‘ terbanyak di

Kepulauan Seribu 8,6 persen dan terendah di Jakarta Selatan 0,2 persen.

Tabel 7.1.12 menampilkan waktu tempuh rumah tangga menuju posyandu menurut kuintil indeks

kepemilikan. Waktu tempuh ke posyandu ≤ 15 menit, pada penduduk dengan kuintil indeks kepemilikan

teratas 99,1 persen dan terbawah 96,9 persen. Waktu tempuh ke posyandu 16-30 menit pada penduduk

terbawah 3,0 persen dan menengah teratas serta teratas masing masing 0,9 persen.

Tabel 7.1.11 Proporsi waktu tempuh rumah tangga menuju posyandu menurut kabupaten/kota,

Riskesdas 2013

Kabupaten/ Kotai Waktu tempuh (menit)

≤ 15’ 16-30’ 31-60’ >60’

Kepulauan Seribu 91,3 8,6 0,0 0,1 Jakarta Selatan 99,2 0,2 0,5 0,2 Jakarta Timur 95,6 4,3 0,0 0,1 Jakarta Pusat 98,9 1,1 0,1 0,0 Jakarta Barat 98,7 1,2 0,0 0,2 Jakarta Utara 97,3 2,7 0,0 0,0

DKI Jakarta 97,6 2,1 0,1 0,1

Tabel 7.1.12

Proporsi waktu tempuh rumah tangga menuju posyandu menurut status ekonomi, Riskesdas 2013

Status Ekonomi Waktu tempuh (menit)

≤ 15’ 16-30’ 31-60’ >60’

Kuintil Indeks kepemilikan Terbawah 96,9 3,0 0,0 0,0 Menengah bawah 97,6 2,3 0,0 0,2 Menengah 97,0 2,1 0,5 0,3 Menengah atas 97,6 2,4 0,0 0,0 Teratas 99,1 0,9 0,0 0,0

Tabel 7.1.13 menunjukkan data waktu tempuh rumah tangga menuju polindesdi Jakarta Pusat dan

Jakarta Barat. Di Jakarta Pusat waktu tempuh ke polindes ≤ 15 menit sebanyak 100 persen, sedangkan

di Jakarta Utara 53,5 persen. Waktu tempuh ke polindes 16-30 menit hanya ada di Jakarta Utara

sebesar 46,5 persen.

Tabel 7.1.13

Proporsi waktu tempuh rumah tangga menuju polindes menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/ Kota Waktu tempuh (menit)

≤ 15’ 16-30’ 31-60’ >60’

Kepulauan Seribu 0,0 0,0 0,0 0,0

Jakarta Selatan 0,0 0,0 0,0 0,0

Jakarta Timur 0,0 0,0 0,0 0,0

Jakarta Pusat 100,0 0,0 0,0 0,0

Jakarta Barat 0,0 0,0 0,0 0,0

Jakarta Utara 53,5 46,5 0,0 0,0

DKI Jakarta 88,9 11,1 0,0 0,0

Page 53: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

21

Tabel 7.1.14 waktu tempuh rumah tangga menuju polindes ≤ 15 menit pada kuintil indeks kepemilikan

teratas 100 persen dan terbawah 53,5 persen. Waktu tempuh rumah tangga menuju polindes 16-30

menit, hanya terdapat pada kuintil indeks kepemilikan terbawah 46,5%.

Tabel 7.1.15 menunjukkan biaya transportasi yang harus dikeluarkan rumah tangga menuju rumah sakit

pemerintah. Biaya transportasi di DKI Jakarta didominasi oleh biaya sebesar ≤ Rp.10.000 sejumlah 83,1

persen; > Rp.10.000 - Rp.50.000 sejumlah 15,7 persen; >Rp.50.000-Rp.200.000 sejumlah 1,1 persen

dan > Rp.200.000 sejumlah 0,1 persen. Pada biaya transportasi ≤ Rp.10.000 menurut kota terbanyak di

Jakarta Timur 91,1 persen dan terendah di Kepulauan Seribu 54,3 persen.

Tabel 7.1.14

Proporsi waktu tempuh rumah tangga menuju polindes menurut status ekonomi, Riskesdas 2013

Status Ekonomi Waktu tempuh (menit)

≤ 15’ 16-30’ 31-60’ >60’

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 53,5 46,5 0,0 0,0

Menengah bawah 100,0 0,0 0,0 0,0

Menengah 100,0 0,0 0,0 0,0

Menengah atas 0,0 0,0 0,0 0,0

Teratas 100,0 0,0 0,0 0,0

Tabel 7.1.15 Proporsi biaya transportasi rumah tangga menuju rumah sakit pemerintah menurut kabupaten/kota,

Riskesdas 2013

Kabupaten/ Kota Biaya transportasi (rupiah)

≤ 10.000 >10.000 – 50.000 >50.000 – 200.000 > 200.000

Kepulauan Seribu 54,3 4,7 7,0 34,0 Jakarta Selatan 84,1 15,5 0,4 0,0 Jakarta Timur 91,1 8,2 0,7 0,0 Jakarta Pusat 75,3 23,6 1,1 0,0 Jakarta Barat 70,8 25,6 3,0 0,6 Jakarta Utara 86,2 13,1 0,7 0,0

DKI Jakarta 83,1 15,7 1,1 0,1

Tabel 7.1.16 memberi informasi tentang biaya transportasi menuju rumah sakit pemerintah menurut

Status Ekonomi rumah tangga. Jika dilihat dari kuintil indeks kepemilikan dengan biaya ≤ Rp. 10.000,

proporsi pada penduduk menengah atas 76,2 persen dan terbawah 82,1 persen. Sedangkan pada biaya

transportasi > Rp.10.000 – Rp.50.000 pada penduduk terbawah 17,7 persen dan menengah teratas 19,9

persen.

Page 54: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

22

Tabel 7.1.16 Proporsi biaya transportasi rumah tangga menuju rumah sakit pemerintah menurut status ekonomi,

Riskesdas 2013

Status Ekonomi Biaya transportasi (rupiah)

≤ 10.000 >10.000 – 50.000 >50.000 – 200.000 > 200.000

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 82,1 17,7 0,2 0,0 Menengah bawah 86,9 13,1 0,0 0,0 Menengah 86,2 12,6 1,1 0,0 Menengah atas 83,9 15,6 0,3 0,3 Teratas 76,2 19,9 3,6 0,3

Tabel 7.1.17 memberi informasi tentang biaya transportasi sekali jalan menuju puskesmas. Di DKI

Jakarta terbanyak pada besaran biaya ≤ Rp.10.000 (97,9%). Menyusul biaya transportasi antara

>Rp.10.000 – Rp.50.000 sebanyak 2,0 persen.

Tabel 7.1.17 Proporsi biaya transportasi rumah tangga menuju Puskesmas atau Puskesmas pembantu menurut

kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/ Kota Biaya transportasi (rupiah)

≤10.000 >10.000 – 50.000 >50.000 – 200.000 > 200.000 Tidak menjawab

Kepulauan Seribu 92,9 7,1 Jakarta Selatan 99,0 1,0 Jakarta Timur 99,1 0,9 Jakarta Pusat 96,5 3,5 0,0 Jakarta Barat 95,6 4,2 0,2 Jakarta Utara 98,0 2,0

DKI Jakarta 97,9 2,0 0,0 0,0 0,0

Tabel 7.1.18 menurut kuintil indeks kepemilikan, biaya transportasi ≤ Rp.10.000, maka penduduk

menengah atas 98,8 persen dan terbawah 95,6 persen. Biaya transportasi antara > Rp. 10.000 –

Rp.50.000 pada penduduk terbawah 4,4 persen dan menengah atas 1,1 persen.

Tabel 7.1.18 Proporsi biaya transportasi rumah tangga menuju Puskesmas atau Puskesmas pembantu menurut

status ekonomi, Riskesdas2013

Status Ekonomi Biaya transportasi (rupiah)

≤ 10.000 >10.000 – 50.000 >50.000 – 200.000 > 200.000 Tidak menjawab

Kuintil Indeks kepemilikan Terbawah 95,6 4,4 0,0 0,0 Menengah bawah 96,5 3,5 0,0 0,0 Menengah 97,7 2,3 0,0 0,0 Menengah atas 98,8 1,1 0,1 0,0 Teratas 97,0 3,0 0,0 0,0

Tabel 7.1.19 menampilkan biaya transportasi rumah tangga sekali jalan menuju posyandu menurut kota

di DKI Jakarta terbanyak dengan biaya ≤ Rp.10.000 (99,9%) dan antara >Rp.10.000 – Rp.50.000 (0,1%).

Pengeluaran >Rp.10.000 – Rp.50.000 jika dilihat per kota hanya terdapat di Jakarta Pusat (0,1%),

Jakarta Barat (0,6%), dan Jakarta Utara (0,1%).

Page 55: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

23

Tabel 7.1.19 Proporsi biaya transportasi rumah tangga menuju Posyandu menurut kabupaten/kota, Riskesdas2013

Kabupaten/ Kota Biaya transportasi (rupiah)

≤ 10.000 >10.000 – 50.000 >50.000 – 200.000 > 200.000 Tidak menjawab

Kepulauan Seribu 100,0 0,0 0,0 0,0 Jakarta Selatan 100,0 0,0 0,0 0,0 Kota Jakarta Timur 100,0 0,0 0,0 0,0 Jakarta Pusat 99,9 0,1 0,0 0,0 Jakarta Barat 99,4 0,6 0,0 0,0 Jakarta Utara 99,9 0,1 0,0 0,0

DKI Jakarta 99,9 0,1 0,0 0,0 0,0

Tabel 7.1.20 menunjukkan proporsi biaya transportasi yang dikeluarkan rumah tangga menuju ke

posyandu menurut kuintil indeks kepemilikan. Biaya transportasi ≤ Rp.10.000 pada penduduk menengah

bawah dan menengah atas masing-masing 100 persen, penduduk terbawah dan menengah masing-

masing 99,9%, sedangkan pada penduduk teratas 99,6%.

Tabel 7.1.20

Proporsi biaya transportasi rumah tangga menuju Posyandu menurut status ekonomi, Riskesdas2013

Status Ekonomi Biaya transportasi (rupiah)

≤ 10.000 >10.000 – 50.000 >50.000 – 200.000 > 200.000 Tidak menjawab

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 99,9 0,1 0,0 0,0 Menengah bawah 100,0 0,0 0,0 Menengah 99,9 0,1 0,0 0,0 Menengah atas 100,0 0,0 0,0 Teratas 99,6 0,4 0,0 0,0

7.2. FARMASI DAN PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL

Pengumpulan data riskesdas 2013 tentang Farmasi dan Pelayanan Kesehatan Tradisional bertujuan:

1. Memperoleh informasi tentang nama dan jenis obat/obat tradisional (OT) yang tersedia

(disimpan) di rumah tangga, pemanfaatannya, sumber, dan kondisi obat/OT, guna menilai

kerasionalan penggunaannya untuk swa-medikasi.

2. Memperoleh informasi tentang pengetahuan masyarakat terhadap obat generik (OG)dan sumber

informasi tentang OG.

3. Memperoleh informasi tentang jenis, pemanfaatan dan alasan utama memanfaatkan pelayanan

kesehatan tradisional oleh masyarakat.

Obat dan Obat Tradisional (OT) di Rumah Tangga

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara kepada kepala Rumah Tangga (RT) atau Anggota Rumah

Tangga (ART) yang paling mengetahui soal penggunaan obat di RT. Yang dimaksud menyimpan obat

dan/atau obat tradisional untuk pengobatan sendiri (swa-medikasi) adalah obat/OT yang disimpan untuk

mengatasi keluhan atau mengobati penyakit tanpa berkunjung ke dokter, dan tanpa mempertimbangkan

Page 56: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

24

apakah obat/OT masih digunakan atau tidak. Enumerator (pengumpul data) diminta untuk memeriksa/

melakukan observasi pada kotak/wadah/kemasan obat/OT di rumah tangga.

Definisi Obat (UU no. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan):

Obat adalah bahan atau paduan bahan yang siap digunakan untuk memengaruhi atau menyelidiki secara fisiologi atau keadaan patologi, dalam rangka menetapkan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.

Definisi Obat Tradisional (UU no.36 Tahun 2009 tentang kesehatan):

Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat (contoh: obat tradisional kemasan pabrik seperti jamu Pegal Linu Jago, jamu Nyonya Meneer, jamu Sidomuncul, Tolak Angin, Antangin JRG,Diapet, Pil Sendi Borobudur, Pro Urat, Kiranti, Imboos, Stimuno dll) dan bahan dalam bentuk simplisia/tanaman obat yang sudah dikeringkan baik berupa ramuan dari pengobat tradisional (Battra maupun Shinshe).

Pada survei ini termasuk ramuan jamu segar siap minum (diperoleh dari pedagang jamu keliling/jamu

gendong) yang pada saat pengumpulan data tersedia untuk diminum pada hari itu juga (tidak lebih dari

12 jam penyimpanan). Bahan tanaman obat yang masih segar, misalnya Tanaman Obat Keluarga

(TOGA) tidak termasuk dalam survei ini.

Obat keras adalah obat yang memiliki logo pada kemasan obat berupa lingkaran merah dengan tanda

K, dan/atau tulisan ―HARUS DENGAN RESEP DOKTER‖ yang tercetak pada kemasan obat (strip,

blister). Obat bebas /obat bebas terbatas adalah obat yang memiliki logo pada kemasan obat berupa

lingkaran hijau. Suplemen (supplement), vitamin/multivitamin, termasuk jenis (kategori) Obat Bebas,

meskipun pada kemasannya tidak ada logo obat bebas/bebas terbatas seperti: Redoxon, CDR, Ester C,

Natur E, Supradyn, Hemaviton. Obat antibiotika adalah obat yang diketahui dan dikenali bahwa obat

yang diobservasi termasuk jenis obat antibiotika, (sesuai Daftar Obat Antibiotika Oral/Alat Peraga pada

saat survai), disertaiadanya logo obat keras, dan/atau pada kemasan terdapat tulisan ―HARUS DENGAN

RESEP DOKTER‖. Obat „telanjang‟ , maksudnya jika obat/OT tidak dikemas dalam kemasan asli pabrik,

atau obat dikemas namun tidak jelas/tidak dikenalilogonya atau tanpa logo,tetapi pada etiket tertulis

nama obat/kegunaan obat (misalnya―obat alergi‖, ―puyer demam‖, ―obat batuk, sesak‖). Obat tradisional

adalah obat yang memiliki logo pada kemasannya berupa gambar daun atau tulisan ―JAMU‖ atau obat

tradisional bukan kemasan pabrik yang sudah jelas dari tampilan fisiknya. Termasuk jenis OT adalah

jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka.

Tabel. 7.2.1.menjelaskan proporsi rumah tangga yang menyimpan obat dan rerata jumlah obat yang

disimpan menurut kota di DKI JakartaTahun 2013. Rumah tangga dihitung menyimpan jenis obat tertentu

(obat keras, obat bebas, antibiotika, obat tradisional, atau obat tidak teridentifikasi) jika rumah tangga tsb

menyimpan satu jenis untuk setiap kelompok jenis obat. Misal: jika rumah tangga menyimpan antibiotika

A, B dan C; obat keras K dan L, maka untuk jenis antibiotic rumah tangga dihitung satu dan untuk obat

keras rumah tangga dihitung satu. Rata–rata warga DKI Jakarta menyimpan obat sebesar 56,4 persen.

Kota yang paling banyak menyimpan obat dan memiliki rerata jumlah item obat adalah Jakarta Timur

(67,3% dengan rerata jumlah 2,32). Proporsi angka penyimpanan obat di DKI Jakarta termasuk cukup tinggi

karena lebih dari separuh warga (56,4%.)menyimpan obat di rumah tangganya dan sudah melampaui angka

nasional yaitu 35,2 persen.

Page 57: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

25

Tabel 7.2.1.

Proporsi rumah tangga yang menyimpan obat, dan rerata jumlah obat yang disimpan menurut kabupaten/kota, Riskesdas2013

Kabupaten/ Kota Menyimpan obat

Ya (%) Rerata jumlah jenis obat

Kepulauan Seribu 30,2 2,32 Jakarta Selatan 57,4 2,81 Jakarta Timur 67,3 3,30 Jakarta Pusat 55,2 3,04 Jakarta Barat 47,3 2,29 Jakarta Utara 48,8 2,94

DKI Jakarta 56,4 2,9

Indonesia 35,2 2,9

Tabel. 7.2.2

Proporsi rumah tangga yang menyimpan obat, dan rerata

jumlah obat yang disimpan menurut status ekonomi, Riskesdas2013

Status Ekonomi Menyimpan obat

Ya (%) Rerata jumlah jenis obat

Kuintil Indeks kepemilikan

Terbawah 44,0 2,7 Menengah bawah 51,6 2,6

Menengah 56,5 2,9

Menengah atas 60,5 3,0 Teratas 66,1 3,7

Sedangkan untuk proporsi rumah tangga yang menyimpan obat dan rerata jumlah obat yang disimpan

menurut Status Ekonomi di DKI Jakarta dapat dilihat bahwa semakin tinggi tingkat kuintil indeks

kepemilikan maka semakin tinggi pula proporsi rumah tangga yang menyimpan obat. Begitu pula dengan

rerata jumlah jenis obat yang disimpan di rumah tangga. Proporsi rumah tangga yang menyimpan obat,

dan rerata jumlah jenis obat yang disimpan menurut Status Ekonomi dapat dilihat pada tabel. 7.2.2

berikut.

Tabel. 7.2.3 menunjukkan bahwa Obat bebas merupakan obat yang paling banyak disimpan di DKI

Jakarta 87,4%. Antibiotika dan obat keras termasuk jenis obat yang paling sedikit disimpan di Rumah

tangga DKI Jakarta (18,4% dan 26,1%). Antibiotika paling banyak disimpan rumah tangga di Kepulauan

Seribu (23,3%). Begitu pula dengan obat keras paling banyak terdapat di rumah tangga di Kepulauan

Seribu (34,6%). Sedangkan obat tradisional dan obat yang tidak teridentifikasi/obat telanjang paling

banyak ditemukan di Jakarta Timur (23,5% dan 8,6%).

Page 58: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

26

Tabel. 7.2.3

Proporsi rumah tangga berdasarkan jenis obat yang disimpan menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/ Kota Obat keras Obat bebas Antibiotika Obat

tradisional Obat tidak

teridentifikasi

Kepulauan Seribu 34,6 83,6 23,3 1,2 2,5 Jakarta Selatan 22,2 88,3 14,9 22,5 1,8 Jakarta Timur 29,9 88,3 21,9 23,5 8,6

Jakarta Pusat 32,1 81,7 22,1 22,4 8,0 Jakarta Barat 22,7 86,1 15,1 16,4 2,3 Jakarta Utara 24,2 89,2 17,7 24,0 2,2

DKI Jakarta 26,1 87,4 18,4 21,9 4,8

Indonesia 35,7 82,0 27,8 15,7 6,4

Tabel. 7.2.4 menyajikan data tentang Proporsi Rumah tangga berdasarkan Jenis Obat dan OT yang

disimpan menurut kuintil indek kepemilikan. Dari data menunjukkan bahwa justru rumah tangga yang

terbanyak menyimpan jenis antibiotika adalah Kuintil Indeks Kepemilikan terbawah yaitu 26,3%.

Sedangkan obat tradisional paling banyak disimpan oleh rumah tangga Kuintil Indeks Kepemilikan

Teratas (26,7%). Obat Keras paling banyak disimpan Menengah atas 29,8%. Obat bebas paling banyak

disimpan oleh Menengah dan menengah atas (91,3% dan 91,0%).

Tabel 7.2.4

Proporsi rumah tangga berdasarkan jenis obat yang disimpan menurut status Ekonomi, Riskesdas 2013

Status Ekonomi Obat keras Obat bebas

Antibiotika Obat

tradisional Obat tidak

teridentifikasi

Kuintil indeks kepemilikan

Terbawah 28,6 78,9 26,3 22,5 3,6 Menengah bawah 26,4 85,8 15,9 17,5 6,3 Menengah 21,9 91,3 17,4 22,4 4,8

Menengah atas 29,8 85,6 17,3 19,6 5,8

Teratas 24,7 91,0 18,0 26,7 3,3

Tabel. 7.2.5 menggambarkan bahwa untuk DKI Jakarta baik obat keras maupun antibiotik sama-sama

memiliki angka yang tinggi dalam hal penggunaan obat tanpa resep (85,1 %dan 89,1%). Adapun seluruh

kota juga memiliki angka yang tidak terlalu jauh berbeda dalam hal penggunaan obat antibiotika dan obat

keras tanpa resep. Kota Jakarta Selatan merupakan pengguna antibiotik (92,7%) dan obat keras (88,6%)

tanpa resep terbanyak di Provinsi DKI Jakarta. Untuk penggunaan obat keras dan antibiotika tanpa resep

DKI Jakarta masih lebih tinggi diatas angka nasional.

Tabel 7.2.6 menunjukkan proporsi rumah tangga yang menyimpan obat keras dan antibiotika tanpa

resep menurut Status Ekonomi di DKI Jakarta tahun 2013. Berdasarkan Tabel 7.2.6 dapat dilihat bahwa

indeks kepemilikan kuintil teratas merupakan pengguna obat keras dan antibiotika tanpa resep terbanyak

yaitu 88,0% dan 90,8%.

Page 59: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

27

Tabel 7.2.5

Proporsi rumah tangga yang menyimpan obat keras dan antibiotika tanpa resep menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/ Kota Jenis obat tanpa resep

Obat keras Antibiotika

Kepulauan Seribu 70,8 79,0 Jakarta Selatan 88,6 92,7 Jakarta Timur 84,0 86,6

Jakarta Pusat 79,0 85,9 Jakarta Barat 85,9 91,0 Jakarta Utara 84,8 88,3

DKI Jakarta 85,1 89,0

Indonesia 81,9 86,1

(dalam %)

Tabel 7.2.6

Proporsi rumah tangga yang menyimpan obat keras dan antibiotika tanpa resep menurut status ekonomi, Riskesdas 2013

Status Ekonomi Jenis obat tanpa resep

Obat keras Antibiotika

Kuintil indeks kepemilikan

Terbawah 84,5 85,7

Menengah bawah 83,9 89,5 Menengah 87,8 87,8 Menengah atas 80,9 89,8 Teratas 88,0 90,8

Tabel. 7.2.7

Proporsi rumah tangga berdasarkan sumber mendapatkan obat dan ot menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota

Sumber Obat

Apotek Toko obat/

warung Yankes formal

Nakes Lain-lain*

Kepulauan Seribu 6,6 37,0 43,4 29,9 3,7 Jakarta Selatan 39,2 61,1 9,9 7,0 4,2 Jakarta Timur 50,6 48,0 19,5 9,2 3,1 Jakarta Pusat 33,3 52,9 25,4 7,3 3,6 Jakarta Barat 37,8 50,8 17,0 8,0 2,8 Jakarta Utara 41,6 52,1 15,7 9,6 6,5

DKI Jakarta 42,5 52,8 16,7 11,8 3,8

Indonesia 41,1 37,2 16,8 23,4 4,3

Lain – lain : sumber obat diperoleh dari pemberian orang lain, pelayanan kesehatan tradisional dan Penjual OT keliling, Sumber Obat rumah tangga (Apotek, Toko Obat dst.) dihitung jika di rumah tangga tsb. ada/menyimpan satu saja obat yang diperoleh dari sumber obat tersebut

Page 60: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

28

Tabel. 7.2.7 memberikan gambaran tentang Proporsi Rumah tangga berdasarkan Sumber Mendapatkan

Obat dan OT Menurut Kota. Rumah tangga mendapatkan obat di Toko obat/warung (52,8%) dari pada

apotik (42,5%), Yankes formal (16,7%) dan Nakes (8,3%). Di Kepulauan Seribu paling banyak obat

didapat dari yankes formal (43,4%), sedangkan di Jakarta barat (50,8%), Jakarta utara(52,1%), Jakarta

selatan(61,1%), dan Jakarta Pusat (52,9%)obat paling banyak didapat dari Toko obat/warung. Hanya

Jakarta Timur yang obatnya paling banyak didapat dari apotek (50,6%).

Tabel 7.2.8 tentang proporsi rumah tangga berdasarkan sumber mendapatkan obat menurut Status

Ekonomi di DKI Jakarta tahun 2013 menunjukkan bahwa yang paling banyak mendapatkan obat dari

apotek adalah kuintil indeks kepemilikan teratas (55,3%). Sedangkan yang paling banyak mendapatkan

obat dari toko obat/warung adalah rumah tangga dari kelompok indeks kepemilikan menengah (58,6%).

Rumah tangga dari kelompok kuintil indeks kepemilikan terbawah mendapatkan obat dari Yankes formal

(25,4%).

Tabel 7.2.8

Proporsi rumah tangga berdasarkan sumber mendapatkan obat menurut status ekonomi, Riskesdas 2013

Status Ekonomi

Sumber Obat

Apotek Toko obat/

warung Yankes formal

Nakes Lain-lain*

Kuintil Indeks kepemilikan

Terbawah 26,4 52,2 25,4 10,5 5,8

Menengah bawah 35,6 54,4 18,6 10,6 4,5 Menengah 40,7 58,6 15,4 8,5 4,8 Menengah atas 44,8 50,2 17,7 8,4 3,8 Teratas 55,3 49,3 11,1 5,3 4,3

Tabel 7.2.9

Proporsi rumah tangga berdasarkan status obat yang disimpan menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/ Kota Status obat di rumah tangga(%)

Sedang digunakan Untuk persediaan Obat sisa

Kepulauan Seribu 47,4 38,1 24,4 Jakarta Selatan 26,7 60,3 36,4 Jakarta Timur 32,7 59,8 41,0 Jakarta Pusat 23,6 55,7 40,8

Jakarta Barat 25,2 46,5 44,5

Jakarta Utara 35,1 54,7 36,3

DKI Jakarta 29,3 56,4 39,8

INDONESIA 32,1 42,2 47,0

Status obat di rumah tangga dihitung jika ada satu saja obat di rumah tangga yang statusnya dinyatakan sedang digunakan, untuk persediaan, atau sisa

Page 61: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

29

Dari tabel 7.2.9 menunjukkan bahwa status obat yang disimpan di rumah tangga paling banyak adalah

sebagai obat untuk persediaan (56,4%). Sedangkan status obat yang sedang digunakan hanya 29,3%.

Adapun status obat sisa sebesar 39,8%. Begitu juga untuk kota-kota di DKI Jakarta (Jakarta barat,

Timur, Utara, Selatan, dan Pusat) sebagian besar juga menyimpan obat sebagai persediaan. Hanya

kepulauan seribu yang sebagian besar menyimpan obat yang berstatus sedang digunakan (47,4%).

Tabel 7.2.10 menyajikan data tentang proporsi rumah tangga berdasarkan status obat yang disimpan

menurut Status Ekonomi di DKI Jakarta tahun 2013. Menurut Status Ekonomi kuintil indeks kepemilikan

dapat diketahui bahwa seluruh tingkat kuintil indeks kepemilikan sebagian besar memiliki status obat

yang disimpan sebagai obat persediaan. Sedangkan untuk obat yang sedang dipergunakan paling

banyak berada di kuintil indeks kepemilikan menengah atas (32,2%). Untuk status obat sebagai

persediaan paling banyak di kuintil indeks kepemilikan teratas (66,3%). Adapun obat sisa paling banyak

terdapat di indekas kepemilikan menengah (42,8%).

Tabel 7.2.10

Proporsi rumah tangga berdasarkan status obat yang disimpan menurut status ekonomi, Riskesdas 2013

Status Ekonomi Status obat di rumah tangga (%)

Sedang digunakan Untuk persediaan Obat sisa

Kuintil indeks kepemilikan Terbawah 31,9 46,2 39,8 Menengah bawah 31,3 50,9 40,8 Menengah 27,1 55,7 42,8 Menengah atas 32,2 56,5 38,7 Teratas 25,6 66,3 37,5

Tabel 7.2.11 menunjukkan Proporsi rumah tangga berdasarkan kondisi obat yang disimpan menurut

kota di DKI Jakarta tahun 2013. Dari data tersebut menunjukkan bahwa pada rumah tangga di DKI

Jakarta kondisi obat yang baik (97,5%) lebih banyak daripada kondisi yang tidak baik (2,5%) . Seluruh kota

di DKI Jakarta diatas 95% memiliki kondisi obat yang baik.

Tabel 7.2.11

Proporsi rumah tangga berdasarkan kondisi obat yang disimpan menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/ Kota Kondisi obat di rumah tangga*)

Baik Tidak baik

Kepulauan Seribu 97,2 2,8

Jakarta Selatan 97,8 2,2 Jakarta Timur 98,2 1,8

Jakarta Pusat 98,0 2,0 Jakarta Barat 95,5 4,5 Jakarta Utara 97,3 2,7

DKI Jakarta 97,5 2,5

Indonesia 96,1 3,9

*) Kondisi obat di Rumah tangga dihitung jika ada satu saja obat di rumah tangga yang kondisinya dinyatakan baik atau tidak baik.

Page 62: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

30

Berdasarkan data pada tabel 7.2.1.12 tentang Proporsi rumah tangga berdasarkan kondisi obat yang

disimpan menurut Status Ekonomi di DKI Jakarta tahun 2013 menunjukkan bahwa walaupun kondisi

obat di seluruh tingkat kuintil indeks kepemilikan yang baik lebih banyak dari pada yang tidak baik,

namun dapat diperhatikan bahwa kuintil indeks kepemilikan terendah merupakan pemilik obat dalam

kondisi obat tidak baik yang paling tinggi (3,7%).

Tabel 7.2.12

Proporsi rumah tangga berdasarkan kondisi obat yang disimpan menurut Status Ekonomi, Riskesdas 2013

Status Ekonomi Kondisi obat di rumah tangga

Baik Tidak baik

Kuintil indeks kepemilikan Terbawah 96,3 3,7 Menengah bawah 97,2 2,8 Menengah 96,7 3,3 Menengah atas 97,0 3,0 Teratas 99,4 0,6

Pengetahuan Rumah tangga Tentang Obat Generik (OG)

Tabelpada sub-blok ini menyajikan informasi rumah tangga yang mengetahui atau pernah mendengar

dan ‘berpengetahuan benar‘, serta persepsi mengenai OG. Definisi rumah tangga ’berpengetahuan

benar’ tentang OG adalah rumah tangga mengetahui bahwa obat generik merupakan obat yang

khasiatnya sama dengan obat bermerek dan tanpa menggunakan merek dagang. Selain itu pada sub-

blok ini juga disajikan proporsi rumah tangga berdasarkan sumber informasi OG.

Tabel 7.2.13

Proporsi rumah tangga yang mengetahui dan berpengetahuan benar

tentang obat generik (OG) menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota Mengetahui tentang

OG Pengetahuan tentang OG

Benar Salah

Kepulauan Seribu 63,3 12,8 87,2 Jakarta Selatan 69,7 14,4 85,6 Jakarta Timur 62,8 14,6 85,4 Jakarta Pusat 66,5 18,2 81,8

Jakarta Barat 62,4 16,3 83,7

Jakarta Utara 65,8 11,6 88,4

DKI Jakarta 65,9 14,9 85,1

Tabel 7.2.13 menunjukkan bahwa di DKI Jakarta terdapat 65,9 persen rumah tangga yang mengetahui

atau pernah mendengar mengenai OG. Dari jumlah tersebut, sebagian besar (85,1%) tidak memiliki

pengetahuan yang benar tentang OG. Tabel 7.2.14 menunjukkan semakin tinggi status ekonomi,

semakin tinggi proporsi rumah tangga dengan pengetahuan benar tentang OG.

Tabel 7.2.15 menunjukkan 88,8 persen rumah tangga mempunyai persepsi OG sebagai obat murah dan

71,7 persen obat program pemerintah. Sejumlah 47 persen rumah tangga mempersepsikan OG

Page 63: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

31

berkhasiat sama dengan obat bermerek. Persepsi tersebut perlu di promosikan lebih gencar untuk

mendorong penggunaan OG lebih luas dan lebih baik dimasyarakat. Proporsi rumah tangga dengan

persepsi bahwa OG adalah obat yang dapat dibeli di warung dan obat tanpa merek dagang, paling

rendah masing-masing 21,0 persen dan 21,6 persen, padahal persepsi obat tanpa merek dagang adalah

salah satu persepsi benar yang diharapkan diketahui masyarakat luas.

Tabel 7.2.14

Proporsi rumah tangga yang mengetahui dan berpengetahuan benar tentang obat generik (OG) menurut status ekonomi, Riskesdas 2013

Status Ekonomi Mengetahui tentang

OG

Pengetahuan tentang OG

Benar Salah

Kuintil indeks kepemilikan

Terbawah 47,9 9,4 90,6 Menengah bawah 53,4 13,9 86,1 Menengah 66,3 14,4 85,6 Menengah atas 68,2 14,2 85,8 Teratas 77,9 19,1 80,9

Tabel 7.2.15 Proporsi rumah tangga berdasarkan persepsi tentang obat generik (OG)

menurut status ekonomi, Riskesdas 2013

Status Ekonomi

Persepsi rumah tangga tentang OG

Obat gratis

Obat murah

Obat bagi

pasien miskin

Dapat dibeli di warung

Obat tanpa merek dagang

Khasiat sama dg obat ber merek

Obat program pemerin-

tah

Kuintil indeks kepemilikan

Terbawah 53,9 83,7 52,0 20,3 15,0 45,7 69,0 Menengah bawah 40,7 89,6 51,3 20,5 18,9 42,1 67,7 Menengah 47,9 91,3 53,6 20,8 21,2 46,8 71,4 Menengah atas 39,9 88,2 45,8 21,4 22,2 43,8 70,0 Teratas 40,8 88,8 47,8 22,3 26,5 53,8 77,5

Page 64: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

32

Tabel 7.2.16 Proporsi rumah tangga berdasarkan sumber informasi tentang obat generik (og)

menurut status ekonomi, Riskesdas 2013

Status Ekonomi

Sumber informasi tentang OG

Media cetak

Media elektronik

Tenaga kesehatan

Kader, toma

Teman, kerabat

Pendidikan

Kuintil Indeks kepemilikan

Terbawah 11,6 44,8 62,4 9,6 18,5 3,6 Menengah bawah 14,6 47,7 61,4 10,3 16,2 3,3 Menengah 17,9 52,2 64,6 9,9 21,6 1,1 Menengah atas 18,6 50,9 63,0 9,4 17,6 3,2 Teratas 34,3 61,1 64,3 9,4 19,8 7,0

Sumber informasi tentang OG di DKI Jakarta paling banyak diperoleh dari tenaga kesehatan (63,3%).

Informasi oleh tenaga kesehatan ini, juga merata pada semua kuintil status ekonomi (Tabel 7.2.16).

Sumber informasi OG dari media cetak dan elektronik lebih banyak di akses oleh rumah tangga dengan

kuintil indeks kepemilikan yang lebih tinggi.

Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Tradisional (Yankestrad)

Pelayanan Kesehatan Tradisional (Yankestrad) terdiri dari empat jenis, yaitu Yankestrad ramuan

(pelayanan kesehatan yang menggunakan jamu, aromaterapi, gurah, homeopati dan spa), keterampilan

dengan alat (akupunktur, chiropraksi, kop/bekam, apiterapi, ceragem, dan akupresur), keterampilan

tanpa alat (pijat-urut, pijat-urut khusus ibu/bayi, pengobatan patah tulang, dan refleksi), dan keterampilan

dengan pikiran (hipnoterapi, pengobatan dengan meditasi, prana, dan tenaga dalam).

Sub-blok ini menyajikan informasi rumah tangga yang pernah memanfaatkan Yankestrad dalam satu

tahun terakhir, jenis-jenis Yankestrad yang dimanfaatkan serta alasan utama memanfaatkannya.

Tabel 7.2.17 menunjukkan proporsi rumah tangga yang memanfaatkan Yankestrad tertinggi di Jakarta

Timur (36,2%), disusul oleh Jakarta Utara (33,3%) dan Jakarta Selatan (32,1%), sedangkan terendah di

KKepulauan Seribu (17,0%). Proporsi rumah tangga yang memanfaatkan Yankestrad ramuan tertinggi di

Jakarta Utara (68,1%) dan yang terendah di Kepulauan Seribu (19,9%). Proporsi rumah tangga yang

memanfaatkan Yankestrad keterampilan dengan alat tertinggi di Jakarta Timur(26,8%) dan terendah di

Jakarta Utara (9,6%). Proporsi rumah tangga yang memanfaatkan Yankestrad keterampilan tanpa alat

tertinggi di Kepulauan Seribu (94,6%) dan terendah di Jakarta Utara (46,4%). Proporsi rumah tangga

yang memanfaatkan Yankestrad keterampilan dengan pikiran tertinggi di Kepulauan Seribu (18,7%) dan

terendah di Jakarta Barat (0,8%),

Page 65: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

33

Tabel 7.2.17 Proporsi rumah tangga yang pernah memanfaatkan Yankestrad dalam 1 tahun terakhir dan jenis Yankestrad yang dimanfaatkan

menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/ Kota

Pernah memanfaatkan

yankestrad

Jenis Yankestrad

Ramuan Keterampilan

Dengan alat Tanpa alat Dengan pikiran

Kepulauan Seribu 17,0 19,9 16,3 94,6 18,7 Jakarta Selatan 32,1 28,2 22,6 66,8 3,6 Jakarta Timur 36,2 37,7 26,8 68,1 1,6 Jakarta Pusat 17,5 33,4 22,2 60,8 6,7 Jakarta Barat 27,7 61,7 16,9 60,6 0,8 Jakarta Utara 33,3 68,1 9,6 46,4 0,9

DKI Jakarta 31,0 44,7 20,7 62,3 2,1

Tabel 7.2.18 Proporsi rumah tangga yang pernah memanfaatkan Yankestrad

dalam 1 tahun terakhir dan jenis Yankestrad yang dimanfaatkan menurut status ekonomi, Riskesdas 2013

Status Ekonomi Pernah

memanfaatkan yankestrad

Jenis Yankestrad

Ramuan Keterampilan

Dengan alat Tanpa alat Dengan pikiran

Kuintil Indeks kepemilikan

Terbawah 26,1 54,0 10,8 53,8 2,5

Menengah bawah 28,9 56,6 14,6 57,1 3,7

Menengah 29,8 44,6 21,2 65,7 0,4

Menengah atas 31,7 46,0 24,5 61,3 1,6

Teratas 37,4 29,9 26,6 68,9 2,8

Tabel 7.2.18 menunjukkan proporsi rumah tangga yang memanfaatkan Yankestrad ramuan tertinggi

pada kuintil menengah bawah (56,6%) dan terendah pada kuintil teratas (29,9%). Pemanfaatan

yankestrad dengan alat tertinggi pada kuintil teratas (26,6%) dan terendah pada kuintil terbawah

(10,8%). Yankestrad dengan pikiran terbanyak dimanfaatkan pada kuintil menengah bawah (3,7%)

disusul oleh kuintil teratas (2,8%) dan terbawah (2,5%).

Page 66: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

34

Tabel 7.2.19

Proporsi rumah tangga berdasarkan alasan utama terbanyak memanfaatkan

Yankestrad, Riskesdas 2013

Jenis Yankestrad

Alasan memanfaatkan Yankestrad

Menjaga kesehatan, kebugaran

Tradisi, keper-cayaan

Lebih manjur

Coba-coba

Putus asa

Biaya murah

Yankestrad ramuan 53,0 11,2 17,5 4,3 1,8 4,6

Keterampilan dengan alat 31,0 13,6 18,1 21,7 2,9 5,0

Keterampilan tanpa alat 49,1 14,1 19,5 3,9 1,5 5,6

Keterampilan dengan pikiran 10,2 38,3 3,8 6,7 0,0 4,1

Tabel 7.2.19 memperlihatkan alasan utama terbanyak pemanfaatan berbagai Yankestrad oleh rumah

tangga. Yankestrad ramuan, keterampilan dengan alat, dan keterampilan tanpa alat sebagian besar

dimanfaatkan rumah tangga dengan alasan utama ‗menjaga kesehatan, kebugaran‘. Proporsi rumah

tangga dengan alasan utama ‗coba-coba‘ cukup tinggi untuk Yankestrad keterampilan dengan alat

(21,7%), perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya dampak negatif dari penggunaan alat yang belum

terstandardisasi. Alasan utama karena ‗tradisi kepercayaan‘ terlihat dominan pada pemanfaatan

Yankestrad keterampilan dengan pikiran (38,3%).

7.3.PENYAKIT TIDAK MENULAR

Penyakit tidak menular (PTM) adalah penyakit kronis, tidak ditularkan dari orang ke orang. PTM

mempunyai durasi yang panjang dan perkembangan yang umumnya lambat. Empat jenis PTM utama

menurut WHO adalah penyakit kardiovaskular (penyakit jantung koroner, gagal jantung, stroke), kanker,

diabetes (DM) dan penyakit pernafasan kronis (asma dan penyakit paru obstruksi kronis).

Tujuan Riskesdas 2013 dalam Blok PTM adalah untuk memperoleh gambaran penduduk dengan

penyakit tidak menular. Data penyakit tidak menular didapat melalui pertanyaan/wawancara responden

tentang penyakit tidak menular yang terdiri dari: (1) asma (2) penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) (3)

kanker (4) DM (5) hipertiroid (6) hipertensi (7) jantung koroner (8) gagal jantung (9) stroke (10) gagal

ginjal kronis (11) batu ginjal (12) penyakit sendi/rematik. Jenis pertanyaan meliputi:besaran PTM yang

didiagnosis tenaga kesehatan, besaran PTM berdasarkan keluhan/gejala tertentu yang dialami oleh

responden dan onset PTM yang didiagnosis tenaga kesehatan atau yang dialami responden.

Page 67: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

35

Besar sampel yang digunakan dalam analisis Penyakit Tidak Menular (PTM) dapat dilihat pada Bagan 7.3.1.

Catatan: SU = semua umur: W = wawancara: U = ukur; L = laki-laki; P = perempuan Bagan 3

Jumlah Sampel Yang Digunakan Untuk Analisis Penyakit Tidak Menular (PTM)

Prevalensi penyakit adalah gabungan kasus penyakit yang pernah didiagnosis tenaga medis/kesehatan

dan kasus yang mempunyai riwayat gejala PTM. Data penyakit asma/mengi/bengek dan kanker diambil

dari responden semua umur, untuk penyakit paru obstruksi kronis umur > 30 tahun, untuk penyakit

kencing manis/diabetes melitus, hipertiroid, hipertensi/tekanan darah tinggi, penyakit jantung koroner,

penyakit gagal jantung, penyakit ginjal, penyakit sendi/rematik/encok dan stroke ditanya pada umur > 15

tahun. Riwayat penyakit ditanyakan mengenai umur mulai serangan atau tahun pertama didiagnosis,

sedangkan pertanyaan gejala ditanyakan mengenai pernah atau dalam kurun waktu 1 bulan mengalami

gejala. Hipertensi dinilai melalui 2 cara yaitu wawancara dan pengukuran. Untuk hipertensi wawancara,

ditanyakan mengenai riwayat didiagnosis oleh nakes, dan kondisi sedang minum obat anti-hipertensi

saat diwawancara. Untuk hipertensi berdasarkan hasil pengukuran, dilakukan pengukuran tekanan

darah/tensi menggunakan alat pengukur/tensimeter digital. Setiap responden diukur tensinya minimal 2

kali. Jika hasil pengukuran ke-dua berbeda ≥10 mmHg dibanding pengukuran pertama, maka dilakukan

pengukuran ke-tiga. Dua data pengukuran dengan selisih terkecil dengan pengukuran terakhir dihitung

reratanya sebagai hasil ukur tensi.Terdapat beberapa perbedaan pertanyaan dalam kuesioner Riskesdas

(RKD) 2013 dibandingkan RKD 2007.

Untuk kasus asma pada RKD 2007 ditanyakan apakah pernah didiagnosis asma oleh tenaga kesehatan,

kemudian untuk yang menjawab tidak, dilanjutkan dengan pertanyaan apakah ada mengalami gejala

asma seperti sesak dengan disertai mengi, dada rasa tertekan di pagi hari atau waktu lainnya? Pada

Total sampel riskesdas : 13.766

(L: 6.543& P: 7.223)

Asma, Kanker (SU= 13.766)

(L: 6.543& P: 7.223)

PPOK (≥30 tahun= 7.441)

(L: 3.372& P: 4.039)

Kanker cervix (P= 7.223)

DM, Hipertiroid, Hipertensi (W),

PJK, Gagal Jantung, Stroke,

GGK, Batu Ginjal, Sendi

(≥15 tahun= 10.278) (L: 4.791&

P: 5.487)

Kanker prostat (L= 6.543)

Kanker selain cervix & prostat (semua umur= 13.766) (L: 6.543& P: 7.223)

Hipertensi (W & U)

≥18 tahun L: 4.490 (W),

4.382 (U) P: 5.184 (W),

5.126(U)

Page 68: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

36

RKD 2013 pertanyaan asma berdasarkan pertanyaan yang lebih komplit, seperti sesak yang timbul bila

terpapar udara dingin/rokok/debu/infeksi/kelelahan/alergi obat/makanan, ada gejala mengi/sesak lebih

berat malam hari atau menjelang pagi/ gejala hilang dengan atau tanpa pengobatan. PPOK hanya ada

pada RKD 2013. Pertanyaan PPOK berdasarkan gejala meliputi sesak, batuk berdahak, dan merokok

dengan Indek Brinkman ≥ 200, sesak bertambah ketika beraktifitas dan bertambah dengan

meningkatnya usia.

Pertanyaan kanker pada RKD 2007, apakah pernah didiagnosis tumor/kanker oleh tenaga kesehatan?

Hasilnya dinilai agak bias karena pembengkakan seperti lipoma sering disebut tumor oleh masyarakat.

RKD 2013 menanyakan apakah pernah didiagnosis kanker oleh dokter. Pertanyaan tentang hipertiroid

dalam RKD 2007 tidak ada, pada RKD 2013 ditanyakan apakah pernah didiagnosis hipertiroid oleh

dokter? Prevalensi yang didapat berdasar pertanyaan tentu akan lebih rendah dari kenyataan

sebenarnya karena biasanya penduduk berobat ke tenaga medis setelah ada gejala dimana penyakit

sebenarnya sudah berlanjut. Tekanan darah pada waktu RKD 2007 diukur dengan tensimeter digital IA2

dan sesuai pedoman, pengukuran dilakukan pada lengan kanan. RKD 2013 mengggunakan tensimeter

IA1 karena IA2 diskontinu dan sesuai pedoman, diukur pada lengan kiri. Orang Indonesia umumnya

menggunakan lengan kanan yang lebih banyak gerak dari pada lengan kiri dantelah diketahui hasil

pengukuran lengan kanan akan lebih tinggi 1 – 4 mmHg dari pada lengan kiri.

Pada RKD 2007 pertanyaan penyakit jantung digabung (kongenital/jantungkoroner/gagaljantung/ jantung

reumatik, dll) yaitu apakah pernah didiagnosis penyakit jantung oleh tenaga kesehatan? Pada RKD

2013 pertanyaan berupa apakah pernah didiagnosis menderita penyakit jantung koroner oleh dokter?

Bagi yang belum terdiagnosis dilanjutkan dengan pertanyaan gejala sesuai kriteria ―Rose Quesionnaire”.

Untuk penyakit gagal jantung pertanyaan yang diajukan adalah apakah pernah didiagnosis penyakit

gagal jantung oleh dokter? Bagi yang belum terdiagnosis dilanjutkan dengan pertanyaan gejala terkait

gagal jantung.

Pada RKD 2013 juga terdapat pertanyaan apakah pernah didiagnosis penyakit gagal ginjal kronis dan

batu ginjal oleh dokter? Pertanyaan untuk stroke dan rematik sama dengan tahun 2007 yaitu apakah

pernah didiagnosis oleh tenaga kesehatan dan dilanjutkan dengan pertanyaan gejala terkait penyakit.

Informasi hasil analisis penyakit tidak menular (PTM) meliputi (1) asma (2) PPOK (3) kanker (4) DM (5)

hipertiroid (6) hipertensi (7) jantung koroner (8) gagal jantung (9) stroke (10) gagal ginjal kronis (11) batu

ginjal (12) penyakit sendi/rematik disajikan dalam bentuk tabel. Untuk beberapa penyakit, ditambahkan

bentuk grafik kecenderungan 2007 dan 2013.

Tabel menunjukkan prevalensi nasional dan provinsi, serta Status Ekonomi sosiodemografi. Istilah D

dalam tabel berarti telah didiagnosis tenaga kesehatan atau dokter, D/G adalah hasil diagnosis

ditambah gejala (yang belum terdiagnosis). Untuk kasus hipertensi berdasarkan diagnosis nakes diberi

inisial D, dan gabungan kasus hipertensi berdasarkan diagnosis nakes dengan kasus hipertensi

berdasarkan riwayat sedang minum obat hipertensi sendiri diberi istilah DO (diagnosis/minum obat

sendiri), hasil berdasarkan pengukuran diberi inisial U. Kecenderunganprevalensi penyakit dalam RKD

2007 dan 2013 (DM, hipertensi, stroke, dan sendi/rematik) disajikan dalam bentuk grafik.

7.3.1.Asma

Asma merupakan gangguan inflamasi kronik di jalan napas. Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas

bronkus dan obstruksi jalan napas. Gejala asma adalah gangguan pernapasan (sesak), batuk produktif

terutama pada malam hari atau menjelang pagi,dan dada terasa tertekan. Gejala tersebut memburuk

pada malam hari, adanya alergen (seperti debu, asap rokok), sedang menderita sakit seperti demam.

Page 69: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

37

Gejala hilang dengan atau tanpa pengobatan. Didefinisikan sebagai asma jika pernah mengalami gejala

sesak napas yang terjadi pada salah satu atau lebih kondisi: terpapar udara dingin dan/atau debu

dan/atau asap rokok dan/atau stres dan/atau flu atau infeksi dan/atau kelelahan dan/atau alergi obat

dan/atau alergi makanan dengan disertai salah satu atau lebih gejala : mengi dan/atau sesak napas

berkurang atau menghilang dengan pengobatan dan/atau sesak napas berkurang atau menghilang

tanpa pengobatan dan/atau sesak napas lebih berat dirasakan pada malam hari atau menjelang pagi

dan jika pertama kali merasakan sesak napas saat berumur < 40 tahun.

7.3.2 Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)

PPOK adalah penyakit kronik saluran napas yang ditandai dengan hambatan aliran udara khususnya

udara ekspirasi dan bersifat progresif lambat (semakin lama semakin memburuk), disebabkan oleh

pajanan faktor risiko seperti merokok, polusi udara di dalam maupun di luar ruangan. Onset (awal

terjadinya penyakit) biasanya pada usia pertengahan dan tidak hilang dengan pengobatan. Didefinisikan

sebagai PPOK jika pernah mengalami sesak napas yang bertambah ketika beraktifitas dan/atau

bertambah dengan meningkatnya usia disertai batuk berdahak atau pernah mengalami sesak napas

disertai batuk berdahak dan nilai Indeks Brinkman ≥200. Indeks Brinkman adalah jumlah batang rokok

yang diisap, dihitung sebagai lama merokok (dalam tahun) dikalikan dengan jumlah rokok yang diisap

per hari.

7.3.3 Kanker

Kanker atau tumor ganas adalah pertumbuhan sel/jaringan yang tidak terkendali, terus

bertumbuh/bertambah, immortal (tidak dapat mati). Sel kanker dapat menyusup ke jaringan sekitar dan

dapat membentuk anak sebar. Diagnosis kanker maupun jenis kanker ditegakkan berdasarkan hasil

wawancara terhadap pertanyaan pernah didiagnosis menderita kanker oleh dokter.

Tabel 7.3.1.1 mencakup informasi prevalensi asma, PPOK, dan kanker di DKI Jakarta masing-masing

5,2 persen, 2,7 persen, dan 1,9 per mil. Prevalensi asma tertinggi terdapat di Jakarta Selatan (7,5%),

diikuti Jakarta Timur (6,2%), Jakarta Utara (4,9%), Jakarta Pusat (4,3%), Kepulauan Seribu (3,1%) dan

Jakarta Barat (2,2%). Prevalensi PPOK tertinggi terdapat di Jakarta Timur (3,8%), diikuti Kepulauan

Seribu (3,3%), Jakarta Utara (3,0%), Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan masing-masing 2,3 persen,

terakhir Jakarta Barat (1,5%). Prevalensi PPOK lebih rendah dari kejadian sebenarnya, karena

manifestasi klinis baru terlihat ketika fungsi paru sudah menurun. Prevalensi kanker tertinggi terdapat di

Jakarta Selatan (3,6‰), diikuti Jakarta Utara dan Jakarta Timur masing-masing (1,7‰) dan (1,6‰),

kemudian Jakarta Pusat dan Jakarta Barat masing-masing 1,3 per mil.

Tabel 7.3.1. Proporsi penyakit asma, PPOK, dan kanker menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota Asma* PPOK** Kanker (‰)***

Kepulauan Seribu 3,1 3,3 Jakarta Selatan 7,5 2,3 3,6 Jakarta Timur 6,2 3,8 1,6 Jakarta Pusat 4,3 2,3 1,3 Jakarta Barat 2,2 1,5 1,3 Jakarta Utara 4,9 3,0 1,7

DKI Jakarta 5,2 2,7 1,9

*Wawancara semua umur berdasarkangejala: **Wawancara umur > 30 tahun berdasarkan gejala; ***Wawancara semua umur menurut diagnosis dokter

Page 70: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

38

Tabel 7.3.2 Proporsi penyakit asma, PPOK dan kanker menurut karakteristik responden,

Riskesdas 2013

Karakteristik Responden Asma* PPOK** Kanker(‰)***

Kelompok umur (tahun) < 1 1,2 1- 4 1,5 5-14 4,9 15-24 8,3 0,4 25-34 6,6 1,5 0,4 35-44 4,6 1,4 1,6 45-54 3,9 4,6 6,6 55-64 1,8 2,4 6.9 65-74 4,1 7,3 5,1 75+ 3,5 4,6

Jenis Kelamin Laki-Laki 4,5 2,4 1,3 Perempuan 5,8 3,0 2,6

Pendidikan Tidak Sekolah 4,6 2,3 0,3 Tidak Tamat SD 3,7 5,2 2,6 Tamat SD 6,6 4,8 2,4 Tamat SMP 6,6 2,9 0,3 Tamat SMA 5,8 1,8 2,5 Tamat PT 3,2 0,9 4,8

Status Pekerjaan Tidak Bekerja 6,5 3,4 3,6 Pegawai 4,4 0,8 0,4 Wiraswasta 4,8 2,8 3,0 Petani/Nelayan/Buruh 5,4 4,8 0,0 Lainnya 7,8 2,5

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 8,2 3,3 0,6 Menengah bawah 4,6 7,2 1,9 Menengah 5,3 4,4 2,1 Menengah atas 4,8 2,4 2,6 Teratas 3,7 1,7 2,0

Tabel 7.3.2 memperlihatkan prevalensi asma tertinggi ada pada kelompok umur 15-24 (8,3%), PPOK

ada pada kelompok umur 65-74 (7,3%), dan kanker pada kelompok umur ≥75 (4,1‰). Prevalensi asma,

PPOK dan kanker pada perempuan cenderung lebih tinggi dari pada laki-laki. Prevalensi PPOK

cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan pendidikan rendah dan status ekonomi terbawah. Asma

cenderung lebih tinggi pada kelompok dengan kuintil indeks kepemilikan terbawah. Pada penyakit

kanker, prevalensi cenderung lebih tinggi pada pendidikan tinggi dan pada kelompok dengan kuintil

indeks kepemilikanmenengah atas.

Page 71: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

39

7.3.4. Diabetes melitus (DM)

Diabetes melitus adalah penyakit metabolisme yang merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada

seseorang karena adanya peningkatan kadar glukosa darah di atas nilai normal. Penyakit ini disebabkan

gangguan metabolisme glukosa akibat kekurangan insulin baik secara absolut maupun relatif. Ada 2 tipe

diabetes melitus yaitu diabetes tipe I/diabetes juvenile yaitu diabetes yang umumnya didapat sejak masa

kanak-kanak dan diabetes tipe II yaitu diabetes yang didapat setelah dewasa.

Gejala diabetes antara lain: rasa haus yang berlebihan (polidipsi), sering kencing (poliuri) terutama

malam hari, sering merasa lapar (poliphagi), berat badan yang turun dengan cepat, keluhan lemah,

kesemutan pada tangan dan kaki, gatal-gatal, penglihatan jadi kabur, impotensi, luka sulit sembuh,

keputihan, penyakit kulit akibat jamur di bawah lipatan kulit, dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi

besar dengan berat badan > 4 Kg. Didefinisikan sebagai DM jika pernah didiagnosis menderita kencing

manis oleh dokter atau belum pernah didiagnosis menderita kencing manis oleh dokter tetapi dalam 1

bulan terakhir mengalami gejala: sering lapar dan sering haus dan sering buang air kecil & jumlah

banyak dan berat badan turun.

7.3.5.Penyakit Hipertiroid

Penyakit hipertiroid adalah suatu keadaan ketika fungsi kelenjar gondok (tiroid) menjadi berlebihan.

Kelebihan fungsi kelenjar tersebut meningkatkan produksi hormon tiroid yang mempengaruhi

metabolisme tubuh. Gejala penyakit hipertiroid antara lain: jantung berdebar-debar, berkeringat banyak,

penurunan berat badan, cemas, tidak tahan terhadap udara dingin, dan lain-lain. Didefinisikan sebagai

hipertiroid jika pernah didiagnosis hipertiroid oleh dokter.

7.3.6. Hipertensi/Tekanan Darah Tinggi

Hipertensi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat secara kronis. Hal

tersebut dapat terjadi karena jantung bekerja lebih keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan

oksigen dan nutrisi tubuh. Jika dibiarkan, penyakit ini dapat mengganggu fungsi organ-organ lain,

terutama organ-organ vital seperti jantung dan ginjal. Didefinisikan sebagai hipertensi jika pernah

didiagnosis menderita hipertensi/penyakit tekanan darah tinggi oleh tenaga kesehatan

(dokter/perawat/bidan) atau belum pernah didiagnosis menderita hipertensi tetapi saat diwawancara

sedang minum obat medis untuk tekanan darah tinggi (minum obat sendiri). Kriteria hipertensi yang

digunakan pada penetapan kasus merujuk pada kriteria diagnosis JNC VII 2003, yaitu hasil pengukuran

tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg. Kriteria JNC VII 2003

hanya berlaku untuk umur ≥ 18 tahun, maka prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran tekanan

darah dihitung hanya pada penduduk umur ≥ 18 tahun. Mengingat pengukuran tekanan darah dilakukan

pada penduduk umur ≥ 15 tahun maka temuan kasus hipertensi pada umur 15-17 tahun sesuai kriteria

JNC VII 2003 akan dilaporkan secara garis besar sebagai tambahan informasi.

Tabel 7.3.3 terlihat prevalensi diabetes dan hipertiroid di Indonesia berdasar wawancara yang

terdiagnosis dokter masing-masing sebesar 2,5 persen dan 0,7 persen. DM terdiagnosis dokter dan

gejala sebesar 3,0 persen. Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter tertinggi berturut-turut terdapat

di Jakarta Selatan (3,1%), Jakarta Timur (3,0%), Kepulauan Seribu (2,5%), Jakarta Pusat (2,2%), Jakarta

Utara (1,9%), dan Jakarta Barat (1,7%). Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter dan gejala,

tertinggi berturut-turut terdapat di Jakarta Selatan (4,0%), Jakarta Timur (3,7%), Kepulauan Seribu

(2,7%), Jakarta Pusat (2,6%), Jakarta Utara (2,5%), dan Jakarta Barat 2,0%. Prevalensi hipertiroid

tertinggi berturut-turut terdapat di Jakarta Timur (1,5%).

Page 72: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

40

Tabel 7.3.3

Proporsi diabetes, hipertiroid pada umur ≥ 15 tahun dan hipertensi pada umur ≥ 18 tahun menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota Diabetes Hipertiroid

Hipertensi

Wawancara Pengukuran

D D/G D D D/O U

Kepulauan Seribu 2,5 2,7 0,1 6,4 6,4 15,4 Jakarta Selatan 3,1 4,0 0,3 12,7 13,0 22,8 Jakarta Timur 3,0 3,7 1,5 11,3 11,5 21,6 Jakarta Pusat 2,2 2,6 0,5 9,3 9,3 20,0 Jakarta Barat 1,7 2,0 0,5 7,7 7,8 17,0 Jakarta Utara 1,9 2,5 0,3 8,0 8,2 18,5

DKI Jakarta 2,5 3,0 0,7 10,0 10,1 20,0

Keterangan : D = berdasarkan wawancara terdiagnosis dokter; D/G = terdiagnosis dokter dan gejala; D/O = terdiagnosis tenaga kesehatan dan minnum obat.

Jakarta Barat masing-masing (0,5%), Jakarta Selatan dan Jakarta Utara masing-masing (0,3%), serta

Kepulauan Seribu (0,1%). Prevalensi hipertensi di DKI Jakarta yang didapat melalui pengukuran pada

umur ≥ 18 tahun sebesar 20,0 persen, tertinggi di Jakarta Selatan (22,8%), diikuti Jakarta Timur (21,6%),

Jakarta Pusat (20,0%), Jakarta Utara (18,5%), Jakarta Barat (17,0%), dan Kepulauan Seribu (15,4%).

Prevalensi hipertensi rata-rata di DKI Jakarta yang didapat melalui kuesioner terdiagnosis tenaga

kesehatan sebesar 10,0 persen, yang didiagnosis tenaga kesehatan dan minum obat sebesar 10,1

persen.

Dari tabel 7.3.4 terlihat prevalensi diabetes melitus berdasar diagnosis dokter dan gejala tertinggi ada

pada kelompok umur 55-64 tahun (11,9%). Prevalensi hipertiroid tertinggi ada pada kelompok umur ≥75

tahun. Prevalensi hipertensi berdasarkan terdiagnosis tenaga kesehatan dan pengukuran terlihat

meningkat dengan bertambahnya umur. Prevalensi DM, pada laki-laki sedikit lebih tinggi daripada

perempuan, sedangkan untuk hipertiroid, dan hipertensi pada perempuan cenderung lebih tinggi dari

pada laki-laki. Prevalensi DM cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah

dan dengan status ekonomi dengan kuintil indeks kepemilikan tinggi. Prevalensi hipertensi cenderung

lebih tinggi pada kelompok pendidikan lebih rendah dan kelompok tidak bekerja, mungkin akibat

ketidaktahuan tentang pola makan yang baik. .

Page 73: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

41

Tabel 7.3.4 Proporsi diabetes, hipertiroid, hipertensi menurut karakteristik responden, Riskesdas 2013

Karakteristik Responden Diabetes * Hipertiroid*

Hipertensi**

Wawancara Pengukuran

D D/G D D D/G U

Kelompok umur (tahun) 15-24 0,4 1,1 0,6 2,2 2,2 6,1 25-34 0,1 0,8 0,9 3,1 3,1 9,5 35-44 1,4 1,7 0,5 9,4 9,8 21,2 45-54 5,2 6,0 0,7 18,6 18,8 31,9 55-64 11,7 11,9 0,4 26,3 26,5 45,4 65-74 8,3 8,5 0,5 32,9 35,0 60,9 75+ 9,9 9,9 1,4 30,1 30,1 50,8

Jenis Kelamin Laki-Laki 2,6 3,1 0,4 8,1 8,3 18,6 Perempuan 2,3 3,0 1,0 11,8 12,0 21,5

Pendidikan Tidak Sekolah 2,9 3,0 17,6 17,6 36,3 Tidak Tamat SD 5,0 7,3 0,0 19,5 19,7 33,8 Tamat SD 3,4 4,0 0,2 16,1 16,4 29,3 Tamat SMP 2,5 2,8 1,1 10,1 10,2 19,3 Tamat SMA 2,1 2,7 0,7 7,4 7,5 16,6 Tamat PT 1,9 1,9 1,0 8,1 8,7 16,6

Status Pekerjaan Tidak Bekerja 3,1 3,9 0,9 13,9 14,2 24,3 Pegawai 1,6 1,8 0,6 5,6 5,7 14,2 Wiraswasta 2,7 3,0 0,4 9,9 10,1 22,1 Petani/Nelayan/Buruh 1,9 2,9 0,3 5,7 6,1 18,2 Lainnya 1,6 2,3 1,2 10,5 10,5 13,7

Tempat Tinggal Perkotaan 2,5 3,0 0,7 10,0 10,1 20,0

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 1,2 2,1 0,2 7,0 7,2 17,4 Menengah bawah 2,5 3,3 0,7 11,2 11,3 21,5 Menengah 2,2 2,6 0,4 10,3 10,5 19,1 Menengah atas 3,0 3,5 1,0 10,6 10,9 20,7 Teratas 3,1 3,5 1,0 9,9 10,0 20,9

*Umur > 15 tahun**Umur ≥ 18 tahun

7.3.7. Penyakit jantung

Penyakit jantung pada orang dewasa yang sering ditemui adalah penyakit jantung koroner dan gagal

jantung. Responden biasanya mengetahui penyakit jantung yang diderita sebagai penyakit jantung saja.

Cara membedakannya dengan menanyakan gejala yang dialami responden.

7.3.8. Penyakit jantung koroner

Penyakit jantung koroner adalah gangguan fungsi jantung akibat otot jantung kekurangan darah karena

adanya penyempitan pembuluh darah koroner. Secara klinis, ditandai dengan nyeri dada atau terasa

tidak nyaman didada atau dada terasa tertekan berat ketika sedang mendaki/kerja berat ataupun

berjalan terburu-buru pada saat berjalan di jalan datar atau berjalan jauh. Didefinisikan sebagai PJK jika

Page 74: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

42

pernah didiagnosis menderita PJK (angina pektoris dan/atau infark miokard) oleh dokter atau belum

pernah didiagnosis menderita PJK tetapi pernah mengalami gejala/riwayat: nyeri/rasa tertekan

berat/tidak nyaman di dada dan dirasakan di dada bagian tengah/dada kiri depan/menjalar ke lengan kiri

ketika mendaki/naik tangga/berjalan tergesa-gesa dan hilang ketika menghentikan aktifitas/istirahat.

7.3.9. Penyakit gagal jantung

Gagal Jantung/Payah Jantung (fungsi jantung lemah) adalah ketidakmampuan jantung memompa darah

yang cukup ke seluruh tubuh yang ditandai dengan sesak nafas pada saat beraktifitas dan/atau saat tidur

terlentang tanpa bantal, dan/atau tungkai bawah membengkak. Didefinisikan sebagai penyakit gagal

jantung jika pernah didiagnosis menderita penyakit gagal jantung (decompensatio cordis) oleh dokter

atau belum pernah didiagnosis menderita penyakit gagal jantung tetapi mengalami gejala/riwayat: sesak

napas pada saat aktifitas dan/atau saat tidur terlentang tanpa bantal dan/atau kapasitas aktivitas fisik

menurun/mudah lelah dan/atau tungkai bawah bengkak.

7.3.10. Stroke

Stroke adalah penyakit pada otak berupa gangguan fungsi syaraf lokal dan/atau global, munculnya

mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan fungsi syaraf pada stroke disebabkan oleh gangguan

peredaran darah otak non traumatik. Gangguan syaraf tersebut menimbulkan gejala antara lain:

kelumpuhan wajah atau anggota badan, bicara tidak lancar, bicara tidak jelas (pelo), mungkin perubahan

kesadaran, gangguan penglihatan, dan lain-lain. Didefinisikan sebagai stroke jika pernah didiagnosis

menderita penyakit stroke oleh tenaga kesehatan (dokter/perawat/bidan) atau belum pernah didiagnosis

menderita penyakit stroke oleh nakes tetapi pernah mengalami secara mendadak keluhan kelumpuhan

pada satu sisi tubuh dan/atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh yang disertai kesemutan atau baal satu

sisi tubuh dan/atau mulut menjadi mencong tanpa kelumpuhan otot mata dan/atau bicara pelo dan/atau

sulit bicara/komunikasi dan/atau tidak mengerti pembicaraan.

Tabel 7.3.5 menunjukkan prevalensi jantung koroner berdasar wawancara terdiagnosis dokter di DKI

Jakarta sebesar 0,7 persen, dan berdasar terdiagnosis dokter dan gejala sebesar 1,6 persen. Prevalensi

jantung koroner berdasarkan terdiagnosis dokter tertinggi berturut-turut ada di Jakarta Timur, Jakarta

Pusat dan Jakarta Utara masing-masing 0,8 persen diikuti Jakarta Selatan, Jakarta Barat masing-masing

0,6 persen dan terakhir Kepulauan Seribu 0,1%. Sementara prevalensi jantung koroner menurut

diagnosis dan gejala tertinggi di Jakarta Selatan (2,0%), diikuti Jakarta Timur, Jakarta Utara masing-

masing 1,9%, kemudian Jakarta Pusat (1,5%), dan Kepulauan Seribu (0,6%).

Tabel 7.3.5 Proporsi penyakit jantung koroner, gagal jantung, dan stroke pada umur ≥ 15 tahun menurut

kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota Jantung Koroner (infark)

Gagal jantung (decompensatio)

Strok(‰)

D D/G D D/G D D/G

Kepulauan Seribu 0,1 0,6 0,1 0,1 0,7 0,7

Jakarta Selatan 0,6 2,0 0,3 0,5 0,9 1,9

Jakarta Timur 0,8 1,9 0,0 0,2 1,3 1,7

Jakarta Pusat 0,8 1,5 0,1 0,3 0,7 0,9

Jakarta Barat 0,6 0,9 0,1 0,2 0,7 1,0

Jakarta Utara 0,8 1,9 0,3 0,4 1,1 1,5

DKI Jakarta 0,7 1,6 0,2 0,3 1,0 1,5

Page 75: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

43

Prevalensi gagal jantung berdasar wawancara terdiagnosis dokter di DKI Jakarta sebesar 0,2 persen,

dan yang terdiagnosis dokter dan gejala sebesar 0,3 persen. Prevalensi gagal jantung berdasarkan

terdiagnosis dokter tertinggi di Jakarta Selatan dan Jakarta Utara masing-masing sebesar 0,3%, disusul

Kepulauan Seribu, Jakarta Pusat dan Jakarta Barat masing-masing sebesar 0,1%. Prevalensi gagal

jantung berdasarkan diagnosis dan gejala tertinggi di Jakarta Selatan (0,5%), diikuti Jakarta Utara

(0,4%), sementara Jakarta Timur dan Jakarta Baratmasing-masing sebesar 0,2 persen. Terakhir

Kepulauan Seribu sebesar 0,1 persen.

Tabel 7.3.6

Proporsi penyakit jantung koroner, gagal jantung, dan stroke kepada umur ≥ 15 tahun menurut karakteristik responden, Riskesdas 2013

Karakteristik Responden Jantung Koroner Gagal jantung Stroke (‰)

D D/G D D/G D D/G

Kelompok umur (tahun) 15-24 0,0 0,9 0,0 0,0 0,1 0,3 25-34 0,1 1,2 0,2 0,2 0,0 0,6 35-44 0,4 1,0 0,1 0,1 0,4 0,8 45-54 1,5 2,9 0,5 1,1 1,4 2,2 55-64 2,5 3,3 0,1 0,3 5,1 5,5 65-74 3,3 4,5 0,0 0,0 7,5 7,6 75+ 6,0 6,0 0,4 0,4 6,0 6,0

Jenis Kelamin Laki-Laki 0,8 1,6 0,1 0,2 1,2 1,6 Perempuan 0,6 1,7 0,2 0,3 0,8 1,3

Pendidikan Tidak Sekolah 1,4 2,9 0,0 0,3 4,7 7,2 Tidak Tamat SD 1,6 3,0 1,0 1,8 2,2 2,9 Tamat SD 0,7 1,4 0,0 0,3 1,1 1,6 Tamat SMP 0,7 1,6 0,4 0,6 0,7 1,2 Tamat SMA 0,6 1,6 0,1 0,1 0,8 1,3 Tamat PT 0,8 1,6 0,0 1,0 1,2

Status Pekerjaan Tidak Bekerja 1,0 2,1 0,3 0,4 1,6 2,1 Pegawai 0,4 1,1 0,0 0,0 0,3 0,6 Wiraswasta 0,7 1,6 0,2 0,2 0,5 1,4 Petani/Nelayan/Buruh 0,3 1,6 0,1 0,5 0,7 1,3 Lainnya 0,3 0,3 0,0 0,0 1,1 1,4

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 0,4 1,4 0,1 0,3 0,5 0,9 Menengah bawah 0,4 1,4 0,0 0,4 0,7 1,3 Menengah 1,0 2,1 0,3 0,4 0,7 1,5 Menengah atas 0,6 1,4 0,2 0,3 1,7 1,9 Teratas 1,0 1,8 0,1 0,1 1,1 1,5

Prevalensi stroke di DKI Jakarta berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 1,0 permil dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan dan gejala sebesar 1,5 permil. Prevalensi Stroke berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Jakarta Timur (1,3‰), diikuti Jakarta Utara (1,1‰), Jakarta Selatan (0,9‰), kemudian Kepulauan Seribu, Jakarta Pusat, Jakarta Barat masing-masing 0,7 permil. Prevalensi Stroke berdasarkan terdiagnosis dokter dan gejala tertinggi terdapat di Jakarta Selatan (1,9‰), diikuti Jakarta

Page 76: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

44

Timur (1,7‰), Jakarta Utara (1,5‰),Jakarta Barat (1,0‰), Jakarta Pusat (0,9‰), dan Kepulauan Seribu(0,7‰).

Tabel 7.3.6 menunjukkan prevalensi penyakit jantung koroner (PJK) berdasarkan wawancara yang didiagnosis dokter serta yang didiagnosis dokter & gejala meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada kelompok umur ≥ 75 tahun yaitu 6,0 persen. Prevalensi PJK lebih tinggi pada masyarakat berpendidikan rendah dan tidak bekerja. Berdasar PJK terdiagnosis dokter prevalensi lebih tinggi pada status ekonomi menengah.

Prevalensi penyakit gagal jantung tertinggi pada umur 45 – 54 tahun (1,1%). Untuk yang didiagnosis dokter serta yang didiagnosis dokter & gejala prevalensi lebih tinggi pada perempuan 0,2 persen dan 0,3 persen dibanding laki-laki 0,1 persen dan 0,2 persen,. Prevalensi yang didiagnosis dokter serta yang didiagnosis dokter dan gejala lebih tinggi pada masyarakat dengan pendidikan rendah. Prevalensi yang didiagnosis dokterdan yang didiagnosis dokter & gejala lebih tinggi dengan kuintil indeks kepemilikan menengah.

Prevalensi penyakit stroke pada kelompok yang didiagnosis nakes serta yang didiagnosis nakes dan gejala meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada umur 65-74 tahun (7,5‰ dan 7,6‰), sedikit menurun pada umur ≥ 75 tahun (6,0‰). Prevalensi yang terdiagnosis nakes lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan, demikian juga yang didiagnosis nakes dan gejala, laki-laki lebih tinggi daripada perempuan.

Prevalensi stroke cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan pendidikan rendah baik yang didiagnosis nakes (4,7‰) maupun diagnosis nakes dan gejala (7,2‰). Prevalensi lebih tinggi pada masyarakat yang tidak bekerja baik yang didiagnosis nakes (1,6‰) maupun yang didiagnosis nakes dan gejala (2,1‰). Prevalensi stroke yang didiagnosis nakes maupun yang didiagnosis dan gejala lebih tinggi pada kuintil indeks kepemilikan menengah atas (1,7‰ dan 1,9‰),

7.3.11. Penyakit ginjal

Penyakit ginjal adalah kelainan yang mengenai organ ginjal yang timbul akibat berbagai faktor, misalnya infeksi, tumor, kelainan bawaan, penyakit metabolik atau degeneratif, dan lain-lain. Kelainan tersebut dapat mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda. Pasien mungkin merasa nyeri, mengalami gangguan berkemih, dan lain-lain. Terkadang pasien penyakit ginjal tidak merasakan gejala sama sekali. Pada keadaan terburuk, pasien dapat terancam nyawanya jika tidak menjalani hemodialisis (cuci darah) berkala atau transplantasi ginjal untuk menggantikan organ ginjalnya yang telah rusak parah. Di Indonesia, penyakit ginjal yang cukup sering dijumpai antara lain adalah penyakit gagal ginjal dan batu ginjal. Didefinisikan sebagai gagal ginjal kronis jika pernah didiagnosis menderita penyakit gagal ginjal kronis (minimal sakit selama 3 bulan berturut-turut) oleh dokter. Didefinisikan sebagai penyakit batu ginjal jika pernah didiagnosis mengalami penyakit batu ginjal oleh dokter.

7.3.12. Penyakit sendi/rematik/encok

Penyakit sendi/rematik/encok adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik pada sendi-sendi tubuh. Gejala klinik penyakit sendi/ rematik berupa gangguan nyeri pada persendian yang disertai kekakuan, merah, dan pembengkakan yang bukan disebabkan karena benturan/kecelakaan dan berlangsung kronis. Gangguan terutama muncul pada waktu pagi hari. Didefinisikan sebagai penyakit sendi/rematik/ encok jika pernah didiagnosis menderita penyakit sendi/rematik/encok oleh tenaga kesehatan (dokter/perawat/bidan) ATAU ketika bangun tidur pagi hari pernah menderita salah satu gejala: sakit/nyeri atau merah atau kaku atau bengkak di persendian yang timbul bukan karena kecelakaan.

Page 77: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

45

Tabel 7.3.7 Proporsi penyakit gagal ginjal kronis, batu ginjal, dan sendi pada umur ≥ 15 tahun menurut

kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota Gagal Ginjal Kronis Batu Ginjal Penyakit Sendi

D D D D/G

Kepulauan Seribu 0,0 0,0 8,7 10,7 Jakarta Selatan 0,0 0,7 8,4 24,1 Jakarta Timur 0,0 0,5 9,2 24,7 Jakarta Pusat 0,1 0,6 7,9 16,3 Jakarta Barat 0,0 0,3 7,6 18,2 Jakarta Utara 0,2 0,7 11,2 22,6

DKI Jakarta 0,1 0,5 8,9 21,8

Tabel 7.3.7 menunjukkan prevalensi gagal ginjal kronis berdasar diagnosis dokter di DKI Jakarta sebesar

0,1 persen. Prevalensi tertinggi di Jakarta Utara sebesar 0,2 persen.

Prevalensi penderita batu ginjal berdasar wawancara terdiagnosis dokter di DKI Jakarta sebesar 0,5

persen. Prevalensi tertinggi di Jakarta Utara dan Jakarta Selatan masing–masing sebesar 0,7 persen.

Prevalensi penyakit sendi berdasar diagnosis nakes di DKI Jakarta 8,9 persen dan berdasar diagnosis

dan gejala 21,8 persen. Prevalensi berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Jakarta Utara (11,2%),

diikuti Jakarta Timur (9,2%), Kepulauan Seribu (8,7%) dan Jakarta Selatan (8,4%). Prevalensi penyakit

sendi berdasarkan diagnosis nakes dan gejala tertinggi di Jakarta Timur (24,7%), diikuti Jakarta Selatan

(24,1%) dan Jakarta Utara (22,6%).

Tabel 7.3.8 menunjukkan prevalensi penyakit gagal ginjal kronis berdasarkan wawancara yang

didiagnosis dokter meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada kelompok umur ≥ 75

tahun (0,5%). Prevalensi pada perempuan lebih tinggi dari laki-laki.

Prevalensi penyakit batu ginjal berdasarkan wawancara meningkat seiring dengan bertambahnya umur,

tertinggi pada kelompok umur ≥ 75 tahun (3,4%). Prevalensi lebih tinggi pada laki-laki (0,6%) dibanding

perempuan (0,4%). Prevalensi tertinggi pada masyarakat tidak tamat SD (1,1%) serta masyarakat

pegawai (0,7%) dan prevalensi meningkat mulai kuintil indeks kepemilikan menengah sampai teratas.

Prevalensi penyakit sendi berdasarkan wawancara yang didiagnosis nakes meningkat seiring dengan

bertambahnya umur, demikian juga yang didiagnosis nakes dan gejala. Prevalensi tertinggi pada umur

≥75 tahun (32,5% dan 46,6%). Prevalensi yang didiagnosis nakes lebih tinggi pada perempuan (11,0%)

dibanding laki-laki (6,8%) demikian juga yang didiagnosis nakesdan gejala pada perempuan (25,2%)

lebih tinggi dari laki-laki (18,5%). Prevalensi lebih tinggi pada masyarakat tidak bersekolah baik yang

didiagnosis nakes (22,5%) maupun diagnosis nakes dan gejala (42,1%). Prevalensi tertinggi pada

penduduk yang tidak bekerja baik yang didiagnosis nakes (11,1%) maupun diagnosis nakes dan gejala

(24,5%). Kelompok yang didiagnosis nakes, prevalensi tertinggi pada status ekonomi dengan kuintil

indeks kepemilikan terbawah (10,0%) dan menengah bawah (9,5%). Demikian juga pada kelompok yang

terdiagnosis nakes dan gejala, prevalensi tertinggi pada status ekonomi dengan kuintil indeks

kepemilikan terbawah (25,5%) dan menengah bawah (23,6%).

Page 78: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

46

Tabel 7.3.8 Proporsi penyakit gagal ginjal kronis, batu ginjal, dan sendi pada umur ≥ 15 tahun

menurut karakteristik responden, Riskesdas 2013

Karakteristik Responden Gagal Ginjal Kronis Batu Ginjal Penyakit Sendi*

D D D D/G

Kelompok umur (tahun) 15-24 0,0 0,1 0,8 8,6 25-34 0,0 0,4 4,0 15,4 35-44 0,1 0,4 9,7 24,5 45-54 0,1 1,0 18,1 36,2 55-64 0,2 1,0 21,4 38,5 65-74 0,2 0,9 25,2 42,6 75+ 0,5 3,4 32,5 46,6

Jenis Kelamin Laki-Laki 0,0 0,6 6,8 18,5 Perempuan 0,1 0,4 11,0 25,2

Pendidikan Tidak Sekolah 0,0 0,0 22,5 42,1 Tidak Tamat SD 0,0 1,1 19,5 39,5 Tamat SD 0,1 0,7 16,7 32,7 Tamat SMP 0,1 0,4 8,7 22,2 Tamat SMA 0,0 0,6 6,1 18,4 Tamat PT 0,0 0,3 4,6 11,1

Status Pekerjaan Tidak Bekerja 0,1 0,6 11,1 24,5 Pegawai 0,1 0,7 5,3 16,7 Wiraswasta 0,0 0,6 10,2 24,4 Petani/Nelayan/Buruh 0,0 0,0 7,2 22,5 Lainnya 0,0 0,0 7,5 17,5

Tempat Tinggal Perkotaan 0,1 0,5 8,9 21,8

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 0,1 0,5 10,0 25,5 Menengah bawah 0,0 0,3 9,5 23,6 Menengah 0,0 0,5 8,7 21,5 Menengah atas 0,0 0,6 9,0 21,6 Teratas 0,1 0,7 7,7 18,3

7.4. PENYAKIT MENULAR

Informasi mengenai penyakit menular pada Riskesdas 2013 Provinsi DKI Jakarta diperoleh dari seluruh

kelompok umur dengan total sampel 13.766 jiwa di enam kabupaten/kota. Informasi yang diperoleh

berupa insiden, period prevalence dan prevalensi penyakit yang digali melalui teknik wawancara yang

menggunakan kuesioner baku (RKD13.IND) dan pertanyaan yang terstruktur secara klinis. Informasi

laboratorium yang dianggap perlu juga dikumpulkan. Responden ditanya apakah pernah didiagnosis

menderita penyakit tertentu oleh tenaga kesehatan (D: diagnosis). Responden yang menyatakan tidak

pernah didiagnosis, ditanyakan lagi apakah pernah/sedang menderita gejala klinis spesifik penyakit

tersebut (G). Jadi insiden, period prevalence dan prevalensi penyakit merupakan data yang didapat dari

D maupun G (DG) yang ditanyakan dalam kurun waktu tertentu menurut jenis penyakit. Kurun waktu

Page 79: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

47

untuk tiap penyakit berbeda. Misalnya, Period prevalence ISPA (DG) dihitung dari jumlah responden dan

anggota rumah tangga yang didiagnosis menderita ISPA dan belum didiagnosis oleh tenaga kesehatan

tetapi mempunyai gejala ISPA dalam kurun waktu satu bulan terakhir dibagi jumlah responden dan

anggota rumah tangganya yang diwawancara di wilayah tertentu. Period prevalence ISPA (D) dihitung

hanya pada penderita yang didiagnosis oleh tenaga kesehatan. Kejadian penyakit pneumonia yang baru

untuk insiden adalah kejadian penyakit pneumonia dalam satu bulan terakhir. Prevalensi pneumonia

dihitung dari kejadian penyakit selama satu tahun terakhir. Insiden, period prevalence dan prevalensi

merupakan angka kesakitan yang diukur berdasarkan onset penyakit dalam kurun waktu tertentu.

Insiden diukur dalam kurun waktu 2 minggu atau kurang, period prevalence dalam kurun waktu 1 bulan

atau kurang dan prevalensi dalam kurun waktu 1 tahun atau kurang.

Data penyakit menular yang dikumpulkan terbatas pada beberapa penyakit, yaitu penyakit yang

ditularkan melalui udara (infeksi saluran pernapasan atas/ISPA, pneumonia, dan tuberkulosis), penyakit

yang ditularkan oleh vektor (malaria), penyakit yang ditularkan melalui makanan, air, dan lewat penularan

lainnya (diare dan hepatitis). Penyakit-penyakit tersebut berhubungan dengan Indeks Pembangunan

Kesehatan Masyarakat (IPKM), indikator MDG‘s dan program pengendalian hepatitis di Indonesia yang

pertama kali dilakukan di dunia.

7.4.1. Penyakit Yang Ditularkan Melalui Udara

Penyakit yang ditularkan melalui udara pada Riskesdas 2013 meliputi ISPA, Pneumonia, dan

Tuberkulosis. Riskesdas 2007 mengumpulkan data ketiga penyakit ini. Agar hasil Riskesdas 2013 bisa

dibandingkan dengan Riskesdas 2007, beberapa penyakit disesuaikan waktunya. Informasi kurun waktu

tertentu seperti pneumonia ditambahkan untuk menyesuaikan kebutuhan program.

7.4.1.1. ISPA

Infeksi saluran pernapasan akut disebabkan oleh virus atau bakteri. Penyakit ini diawali dengan panas

disertai salah satu atau lebih gejala: tenggorokan sakit atau nyeri telan, pilek, batuk kering atau

berdahak. Wilayah DKI Jakarta dengan prevalensi ISPA (DG) tertinggi berturut-turut adalah Jakarta

Selatan (31,3%), Kepulauan Seribu (31,2%), Jakarta Timur (26,9%), Jakarta Pusat (23,9%), Jakarta

Utara (24,3%) dan Jakarta Barat (18,9%). Pada Riskesdas 2007, Kepulauan Seribu merupakan

kabupaten tertinggi dengan ISPA. Period prevalence ISPA (DG) DKI Jakarta menurut Riskesdas 2007

dan 2013 terlihat meningkat dari 22,6% menjadi 25,2% (Tabel 7.4.1).

Karakteristik penduduk dengan ISPA yang tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun (45,6%).

Ditinjau menurut jenis kelamin, hampir tidak terjadi perbedaan antara laki-laki dan perempuan, dan

penyakit ini lebih banyak dialami pada kelompok penduduk dengan kuintil indeks kepemilikan terbawah

dan menengah bawah (Tabel 7.4.2).

7.4.1.2. Pneumonia

Pneumonia adalah radang paru yang disebabkan oleh bakteri dengan gejala panas tinggi disertai batuk

berdahak, napas cepat (frekuensi nafas >50 kali/menit), sesak, dan gejala lainnya (sakit kepala, gelisah

dan nafsu makan berkurang). Pneumonia ditanyakan pada semua penduduk untuk kurun waktu satu

bulan atau kurang dan dalam kurun waktu 12 bulan atau kurang.

Page 80: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

48

Tabel 7.4.1

Period prevalence ISPA dan pneumonia serta prevalensi pneumonia menurut kabupaten/kota, 2013

Kabupaten/Kota Period prevalence

ISPA Period prevalence

Pneumonia Prevalensi pneumonia

D DG D DG D DG

Kepulauan Seribu 28,1 31,2 0,3 2,9 1,2 5,0

Jakarta Selatan 15,9 31,3 0,1 3,1 1,2 7,0

Jakarta Timur 7,4 26,9 0,2 3,1 1,5 7,1

Jakarta Pusat 17,3 23,9 0,0 1,5 2,0 5,0

Jakarta Barat 12,1 18,9 0,2 1,8 1,2 4,3

Jakarta Utara 14,5 24,3 0,2 1,9 2,7 5,5

DKI Jakarta 12,5 25,2 0,2 2,4 1,6 5,9

Tabel 7.4.2.

Karakteristik penduduk ISPA dan Pneumonia, Riskesdas 2013

Karakteristik Penduduk Period prevalence

ISPA Period prevalence

Pneumonia Prevalensi pneumonia

D DG D DG D DG

Kelompok umur (tahun)

< 1 17,8 33,5 0,5 0,5 0,0 1,4 1-4 24,8 45,6 0,2 2,3 1,9 4,9 5-14 15,1 29,9 0,2 1,5 1,7 4,3 15-24 8,9 21,2 0,3 3,3 1,0 6,6 25-34 10,7 21,5 0,3 2,9 1,6 7,0 35-44 11,6 23,2 0,0 2,5 1,9 6,0 45-54 12,1 23,3 0,1 2,7 1,9 6,9 55-64 9,6 18,8 0,2 1,2 1,2 5,1 65-74 8,5 26,7 0,3 2,1 3,9 7,5 ≥75 10,4 14,6 0,0 2,3 1,3 3,6 Jenis Kelamin

Laki-laki 11,8 25,4 0,2 2,3 1,6 5,5 Perempuan 13,2 25,1 0,2 2,5 1,7 6,4 Pendidikan

Tidak sekolah 15,4 30,3 0,5 2,0 1,4 5,4 Tidak tamat SD 13,7 28,8 0,2 1,5 2,0 5,0 Tamat SD 12,5 24,6 0,1 2,5 1,6 6,8 Tamat SMP 10,3 22,0 0,1 3,5 1,3 7,4 Tamat SMA 10,4 21,8 0,3 2,8 1,6 6,2 Tamat D1/D2/D3/PT 8,0 16,4 0,0 0,3 2,4 4,0 Pekerjaan

Tidak bekerja 11,2 22,9 0,1 2,7 1,7 6,7 Pegawai 11,1 20,6 0,4 2,1 1,6 5,3 Wiraswasta 10,0 21,7 0,0 2,3 1,1 5,2 Petani/Nelayan/Buruh 9,3 26,8

3,7 1,8 8,4

Lainnya 7,8 21,4 0,1 1,5 1,8 4,5 Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 13,4 29,6 0,3 3,6 2,1 9,0 Menengah Bawah 14,3 26,7 0,2 2,9 1,9 6,6 Menengah 12,4 25,6 0,2 2,5 1,5 5,7 Menengah Atas 13,8 26,0 0,3 2,4 1,3 5,2 Teratas 9,0 19,7 0,1 1,1 1,6 4,3

Page 81: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

49

Period prevalence dan prevalensi DKI Jakarta tahun 2013 adalah 2,4% dan 5,9 %. Kabupaten/kota yang

mempunyai Period prevalence dan prevalensi pneumonia tertinggi untuk semua umur berturut-turut

adalah Jakarta Timur (3,1% dan 7,1%), Jakarta Selatan (3,1% dan 7,0%), Jakarta Utara (1,9% dan

5,5%), Kepulauan Seribu (2,9% dan 5,0%), Jakarta Pusat (1,5% dan 5,0%), dan Jakarta Barat (1,8% dan

4,3%).

Bila dilihat dari kelompok umur penduduk, gambaran pneumonia tertinggi terjadi pada kelompok umur

65-74 tahun. Pada kelompok umur 1-4 tahun (pneumonia balita, kabupaten/kota yang mempunyai Period

prevalence pneumonia balita tertinggi terjadi di Kepulauan Seribu (4,2‰), selanjutnya berturut-turut

adalah Jakarta Timur (3,3‰), Jakarta Utara (3,2‰), Jakarta Pusat (1,2‰), Jakarta Barat (0,8‰) dan

Jakarta Selatan (0,6‰). Insidens tertinggi pneumonia balita terdapat pada kelompok umur 48-59 bulan

(3,0‰). Pneumonia balita lebih banyak dialami pada kelompok penduduk dengan kuintil indeks

kepemilikan terbawah (4,2‰)

7.4.1.3. Tuberkulosis

Tuberkulosis (TB) yang dalam hal ini adalah TB Paru merupakan penyakit menular langsung yang

disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Gejala utamanya adalah batuk selama 2

minggu atau lebih, batuk disertai dengan gejala tambahan yaitu dahak, dahak bercampur darah, sesak

nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari

tanpa kegiatan fisik, demam lebih dari satu bulan.

Tabel 7.4.3.

Diagnosis, pengobatan obat program, dan gejala TB menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota Diagnosis TB dan yang diobati program Gejala TB

Ya, ≤ 1 thn Ya, > 1 thn OAT Program Batuk ≥ 2 mgg Batuk darah

Kepulauan Seribu 0,6 2,3 41,7 2,1 1,8

Jakarta Selatan 0,5 1,7 80,2 4,4 2,0

Jakarta Timur 0,5 2,0 75,0 4,8 2,6

Jakarta Pusat 0,2 2,0 45,7 3,6 1,0

Jakarta Barat 0,6 1,4 62,1 2,6 0,2

Jakarta Utara 0,7 1,9 64,5 5,4 2,6

DKI Jakarta 0,6 1,8 68,9 4,2 1,9

OAT = Obat anti Tuberkolosis

Penyakit TB ditanyakan pada semua penduduk untuk kurun waktu 1 tahun atau kurang dan lebih dari 1

tahun yang diagnosisnya hanya ditegakkan oleh tenaga kesehatan baik melalui pemeriksaan dahak, foto

thoraks atau ke duanya. Berbeda dengan penyakit-penyakit menular yang lain, gejala TB tidak ikut

dimasukkan dalam total jumlah penduduk dengan TB.

Prevalensi penduduk DKI Jakarta yang didiagnosis TB oleh tenaga kesehatan tahun 2013 adalah 0,6

persen, berbeda sedikit dengan prevalensi TB pada tahun 2007 (0,7%). Kabupaten/kota dengan TB

tertinggi berturut-turut adalah Jakarta Utara (0,7%), diikuti dengan Kepulauan Seribu (0,6%) dan Jakarta

Barat (0,6%), kemudian Jakarta Selatan (0,5%) dan Jakarta Timur (0,5%), terakhir Jakarta Pusat

(0,2%).Dari seluruh penduduk yang didiagnosis TB oleh tenaga kesehatan, sebanyak 68,9 persen diobati

dengan obat program.

Page 82: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

50

Kabupaten/kota terbanyak yang mengobati TB adalah Jakarta Selatan (80,2%) Jakarta Timur (75,0%),

Jakarta Utara (64,5%), Jakarta Barat (62,1%), Jakarta Pusat (45,7%) dan Kepulauan Seribu (41,7%).

Proporsi penduduk DKI Jakarta dengan gejala TB adalah 4,2 persen. Dari 4,2 persen penduduk tersebut,

1,9% mengalami batuk berdarah. Berdasarkan karakteristik penduduk DKI Jakarta, yang paling banyak

didiagnosis TB adalah penduduk diatas umur 45 tahun, laki-laki, pendidikan Tamat SD. Berdasarkan

kuintil indeks kepemilikan, distribusi penduduk dengan TB tertinggi ada pada kuintil indeks kepemilikan

terbawah (0,8%) (Tabel 7.4.4.)

Tabel 7.4.4. Karakteristik penduduk yang didiagnosis, diobati dengan obat program, dan gejala TB, Riskesdas 2013

Karakteristik Penduduk

Diagnosis TB dan yang diobati program Gejala TB

Ya, ≤ 1 thn Ya, > 1 thn OAT Program Batuk ≥ 2 mgg Batuk darah

Kelompok umur (tahun)

< 1 0,0 0,0 0,0 1,5 0,0

1-4 0,9 1,8 60,9 6,0 3,1

5-14 0,4 1,6 59,9 4,2 0,2

15-24 0,6 1,4 71,1 4,1 1,7

25-34 0,4 1,7 76,8 3,6 2,9

35-44 0,1 1,8 62,9 3,9 2,9

45-54 1,0 2,7 66,7 4,5 2,3

55-64 1,2 2,4 81,4 4,5 0,0

65-74 2,0 2,0 77,3 5,8 0,9

≥75 0,0 0,9 0,0 4,3 1,9

Jenis Kelamin

Laki-laki 0,7 1,7 73,7 4,7 2,3

Perempuan 0,5 1,9 64,1 3,7 1,5

Pendidikan

Tidak sekolah 0,2 1,6 61,3 5,4

Tidak tamat SD 0,6 1,4 65,1 4,0 1,7

Tamat SD 0,8 2,8 73,6 4,7 1,5

Tamat SMP 0,2 1,6 57,1 4,0 1,4

Tamat SMA 0,7 1,8 76,7 4,1 2,8

Tamat D1/D2/D3/PT 0,4 1,1 51,0 2,8

Pekerjaan

Tidak bekerja 0,5 1,8 63,3 4,0 1,6

Pegawai 0,9 1,5 71,7 4,7 1,8

Wiraswasta 0,4 2,0 77,0 3,1 2,9

Petani/Nelayan/Buruh 0,1 2,7 76,9 4,4 3,7

Lainnya 0,4 2,8 94,4 2,7 0,0

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 0,8 2,7 74,2 5,2 3,3

Menengah Bawah 0,6 1,4 73,1 4,3 1,7

Menengah 0,5 2,0 74,3 4,2 1,9

Menengah Atas 0,7 1,7 65,2 4,4 2,1 Teratas 0,4 1,3 53,7 3,0 0,5

Page 83: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

51

7.4.2. Penyakit yang ditularkan melalui makanan, air dan lainnya

Penyakit yang ditularkan melalui makanan, air dan lainnya pada Riskesdas 2013 adalah diare dan

hepatitis. Penyakit-penyakit ini juga diteliti pada Riskesdas 2007. Agar penyakit-penyakit hasil Riskesdas

2013 bisa dibandingkan dengan Riskesdas 2007, informasi kurun waktu disesuaikan. Pada diare

ditambahkan untuk kurun waktu 2 minggu atau kurang yang menyesuaikan kebutuhan program.

7.4.2.1. Hepatitis

Hepatitis adalah penyakit infeksi hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis A, B, C, D atau E. Hepatitis

dapat menimbulkan gejala demam, lesu, hilang nafsu makan, mual, nyeri pada perut kanan atas, disertai

urin warna coklat yang kemudian diikuti dengan ikterus (warna kuning pada kulit dan/sklera mata karena

tingginya bilirubin dalam darah). Hepatitis dapat pula tanpa gejala (asimptomatis).

Tahun 2013 dijumpai prevalensi hepatitis lebih tinggi dibanding tahun 2007 (0,6%). Prevalensi hepatitis DKI Jakarta tahun 2013 adalah 0,8 persen. Kabupaten/kota dengan prevalensi tertinggi hepatitis berturut-turut adalah Jakarta Timur (1,0%) dan Jakarta Selatan (1,0%), Kepulauan Seribu (0,8%) dan Jakarta Barat (0,8%), Jakarta Utara (0,5%), terakhir Jakarta Pusat (0,4%). Pada Riskesdas 2007 dan 2013, Jakarta Timur masih yang terbanyak penduduk dengan hepatitis dibanding dengan kabupaten/kota lain di DKI Jakarta. (Tabel 7.4.6)

Berdasarkan kuintil indeks kepemilikan, kelompok terbawah menempati prevalensi hepatitis tertinggi

dibandingkan dengan kelompok lainnya dan untuk kelompok umur, prevalensi tertinggi ada pada

penduduk berusia diatas 65 tahun (Tabel 7.4.5).

Jenis hepatitis yang menginfeksi penduduk DKI Jakarta yang digali dari kuesioner yang paling banyak adalah: Hepatitis B (37,7%), Hepatitis A (17,1%). Hepatitis C (5,0%) dan hepatitis lainnya 3,3 persen (Tabel 7.4.5).

Tabel 7.4.5 Proporsi jenis hepatitis menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota Jenis Hepatitis yang Diderita

Hepatitis A Hepatitis B Hepatitis C Hepatitis Lainnya

Kepulauan Seribu 0,0 100,0 0,0 0,0

Jakarta Selatan 24,6 13,9 0,0 0,0

Jakarta Timur 18,8 41,2 4,9 4,4

Jakarta Pusat 0,0 0,0 73,1 0,0

Jakarta Barat 0,0 78,4 12,0 0,0

Jakarta Utara 15,0 41,0 0,0 7,3

DKI Jakarta 17,1 37,7 5,0 3,3

Page 84: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

52

7.4.2.2. Diare

Diare adalah gangguan buang air besar/BAB ditandai dengan BAB lebih dari 3 kali sehari dengan

konsistensi tinja cair, dapat disertai dengan darah dan atau lendir.

Tabel 7.4.6

Prevalensi hepatitis, insiden dan period prevalence diare menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota Prevalensi Hepatitis

Insiden Diare Period prevalence Diare

D DG D DG D DG

Kepulauan Seribu 0,1 0,8 4,7 5,3 1,9 7,6

Jakarta Selatan 0,3 1,0 2,8 4,9 2,2 8,6

Jakarta Timur 0,4 1,0 2,4 5,3 2,8 10,6

Jakarta Pusat 0,1 0,4 2,5 4,3 1,7 7,6

Jakarta Barat 0,1 0,8 1,9 2,7 1,7 5,9

Jakarta Utara 0,3 0,5 3,1 4,0 3,9 9,5

DKI Jakarta 0,3 0,8 2,5 4,3 2,5 8,6

Riskesdas Tahun 2013 mengumpulkan informasi insiden diare agar bisa dimanfaatkan program, dan

period prevalens diare agar bisa dibandingkan dengan data Riskesdas 2007. Period prevalen diare pada

Riskesdas 2007 adalah 8,0 persen, meningkat pada Riskesdas 2013 menjadi 8,6 persen.

Insiden diare untuk seluruh kelompok umur di DKI Jakarta adalah 4,3 persen, dan period prevalence

diare di DKI Jakarta adalah 8,6 persen. Kabupaten/kota dengan insiden maupun period prevalen diare

tertinggi berturut-turut adalah Jakarta Timur (5,3% dan 10,6%), Jakarta Utara (4,0% dan 9,5%), Jakarta

Selatan (4,9% dan 8,6%), Kepulauan Seribu (5,3% dan 7,6%), Jakarta Pusat (4,3% dan 7,6%), dan

Jakarta Barat (2,7% dan 5,9%) (Tabel 7.4.5).

Berdasarkan karakteristik penduduk dengan diare, kelompok usia balita mendominasi jumlah penduduk

dengan diare. Berdasarkan kuintil indeks kepemilikan, yang terbawah memiliki proporsi tertinggi diare

pada penduduk (12,0%). Wiraswastawan mempunyai proporsi tertinggi untuk kelompok pekerjaan

penduduk (9,3%), sedangkan Jenis kelamin dan tempat tinggal menunjukkan proporsi yang tidak begitu

berbeda (Tabel 7.4.6

Page 85: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

53

Tabel 7.4.7 Karakteristik penduduk dengan hepatitis dan diare, Riskesdas 2013

Karakteristik Penduduk Prevalensi Hepatitis Insiden Diare Period prevalence Diare

D DG D DG D DG

Kelompok umur (tahun)

< 1 0,6 0,9 7,7 9,8 1,8 13,7 1-4 0,0 0,3 6,4 8,7 5,2 15,2 5-14 0,1 0,9 2,1 3,1 2,3 6,6 15-24 0,3 0,9 1,2 3,9 2,3 8,1 25-34 0,3 0,9 2,4 4,0 2,0 8,2 35-44 0,1 0,5 1,9 3,5 2,6 8,0 45-54 0,7 1,1 3,3 5,7 2,8 10,6 55-64 0,3 0,8 1,4 2,4 1,1 4,8 65-74 1,1 1,1 1,0 2,4 2,1 7,3 ≥75 0,0 0,0 4,2 8,2 0,9 11,1 Jenis Kelamin

Laki-laki 0,3 0,8 2,3 4,1 2,3 8,3 Perempuan 0,3 0,8 2,6 4,5 2,7 8,9 Pendidikan

Tidak sekolah 0,0 0,8 1,2 1,9 2,1 4,4 Tidak tamat SD 0,1 0,2 3,0 4,5 2,7 8,5 Tamat SD 0,3 0,9 2,4 4,4 2,3 9,1 Tamat SMP 0,3 1,0 1,8 3,9 2,5 8,5 Tamat SMA 0,4 0,9 2,0 3,8 2,2 7,9 Tamat D1/D2/D3/PT 0,3 0,7 1,7 3,2 1,0 5,7 Pekerjaan

Tidak bekerja 0,4 0,9 2,2 4,5 2,3 8,6 Pegawai 0,4 0,7 1,9 3,3 1,7 6,9 Wiraswasta 0,1 1,1 2,8 4,7 2,0 9,3 Petani/Nelayan/Buruh 0,0 0,2 1,1 2,2 4,0 8,2 Lainnya 0,0 0,1 0,8 1,4 3,1 6,0 Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 0,1 0,9 3,4 5,5 3,6 12,0 Menengah Bawah 0,2 0,7 2,0 3,7 2,3 7,8 Menengah 0,3 0,5 2,4 5,0 2,1 9,0 Menengah Atas 0,4 0,8 2,8 4,0 2,3 8,0 Teratas 0,3 1,2 2,0 3,6 2,4 7,0

Insiden diare pada kelompok usia balita di DKI Jakarta adalah 8,9%. Kabupaten/kota dengan insiden

diare tertinggi berturut-turut adalah Jakarta Timur (12,2%), Kepulauan Seribu (10,7%), Jakarta Selatan

(8,1%), Jakarta Barat (7,2%), Jakarta Pusat (6,9%) dan Jakarta Utara (6,2%). Karakteristik balita dengan

diare tertinggi terjadi pada kelompok umur 24-35 bulan (12,1%), laki-laki (11,4%), dan kelompok kuintil

indeks kepemilikan terbawah (12,5%).

7.4.3. Penyakit yang ditularkan oleh vektor (Malaria)

Malaria merupakan penyakit menular yang menjadi perhatian global. Penyakit ini masih merupakan

masalah kesehatan masyarakat karena sering menimbulkan KLB, berdampak luas terhadap kualitas

hidup dan ekonomi, serta dapat mengakibatkan kematian. Penyakit ini dapat bersifat akut, laten atau

kronis. Kepada responden yang menyatakan ―tidak pernah didiagnosis malaria oleh tenaga kesehatan‖

Page 86: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

54

ditanyakan apakah pernah menderita panas disertai menggigil atau panas naik turun secara berkala,

dapat disertai sakit kepala, berkeringat, mual, muntah dalam waktu satu bulan terakhir atau satu tahun

terakhir. Ditanyakan pula apakah pernah minum obat malaria dengan atau tanpa gejala panas. Untuk

responden yang menyatakan ―pernah didiagnosis malaria oleh tenaga kesehatan‖ ditanyakan apakah

mendapat pengobatan dengan obat program kombinasi artemisinin dalam 24 jam pertama menderita

panas atau lebih dari 24 jam pertama menderita panas dan apakah habis diminum dalam waktu 3 hari.

Tabel 7.4.8

Insiden dan prevalensi malaria menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota Insiden Malaria Prevalensi Malaria

D DG D DG

Kepulauan Seribu 0,1 1,7 0,5 3,9 Jakarta Selatan 0,1 2,4 0,2 6,2 Jakarta Timur 0,0 2,2 0,3 7,8 Jakarta Pusat 0,0 1,2 0,7 4,8 Jakarta Barat 0,0 1,4 0,2 3,7 Jakarta Utara 0,1 2,4 0,3 5,5

DKI Jakarta 0,0 2,0 0,3 5,8

Insiden Malaria (DG) penduduk DKI Jakarta tahun 2013 adalah 2,0 persen. Prevalensi malaria (DG)

tahun 2013 adalah 5,8 persen. Kabupaten/kota dengan insiden dan prevalensi tertinggi berturut-turut

adalah Jakarta Timur (2,2% dan 7,8%), Jakarta Selatan (2,4% dan 6,2%), Jakarta Utara (2,4% dan

5,5%) Jakarta Pusat (1,2 dan 4,8%), Kepulauan Seribu (0,5% dan 3,9%), dan Jakarta Barat (1,4 dan

3,7%). Dari enam kabupaten/kota di DKI Jakarta, dua kabupaten/kota mempunyai prevalen malaria klinis

di atas angka provinsi. Responden yang terdiagnosis sebagai malaria klinis dan mendapat pengobatan

dengan obat malaria program dalam 24 jam menderita sakit adalah 31,7 persen.

Page 87: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

55

Tabel 7.4.9 Karakteristik responden dengan malaria, Riskesdas 2013

Karakteristik Responden Insiden Malaria Prevalen Malaria

D DG D DG

Kelompok umur (tahun)

< 1 0,0 0,2 0,0 1,0 1-4 0,0 2,7 0,3 5,7 5-14 0,0 1,7 0,3 5,5 15-24 0,0 1,4 0,2 5,2 25-34 0,1 2,1 0,3 6,7 35-44 0,1 2,4 0,3 6,1 45-54 0,0 2,7 0,4 7,0 55-64 0,0 1,4 0,1 5,1 65-74 0,0 1,3 0,4 3,7 ≥75 0,0 0,3 0,0 0,5 Jenis Kelamin Laki-laki 0,0 1,6 0,4 5,3 Perempuan 0,0 2,4 0,2 6,3 Pendidikan Tidak sekolah 0,0 1,9 0,2 4,5 Tidak tamat SD 0,1 2,9 0,3 6,8 Tamat SD 0,1 2,4 0,2 6,9 Tamat SMP 0,0 1,6 0,3 6,5 Tamat SMA 0,0 2,0 0,3 5,6 Tamat D1/D2/D3/PT 0,0 0,4 0,5 3,7 Pekerjaan Tidak bekerja 0,0 2,3 0,3 6,7 Pegawai 0,0 1,5 0,4 4,5 Wiraswasta 0,0 1,4 0,2 5,6 Petani/Nelayan/Buruh 0,2 3,2 0,2 9,1 Lainnya 0,0 0,5 0,0 3,9 Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 0,1 3,0 0,5 9,2 Menengah Bawah 0,0 3,0 0,4 6,5 Menengah 0,0 1,7 0,2 5,7 Menengah Atas 0,0 1,5 0,3 4,7 Teratas 0,0 1,1 0,1 4,0

Page 88: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

56

Tabel 7.4.10 Pengobatan malaria dengan obat program dan pengobatan responden sendiri menurut kabupaten/kota,

Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota

Pengobatan penyakit malaria Minum obat anti

malaria dg/ tanpa gejala khas malaria

Mendapatkan obat ACT program

Mendapatkan obat dalam 24 jam pertama

Minum obat selama 3

hari

Kepulauan Seribu 0,0 0,0 0,0 0,6

Jakarta Selatan 0,0 0,0 100,0 0,5

Jakarta Timur 7,8 0,0 72,6 0,8

Jakarta Pusat 0,0 0,0 0,0 0,4

Jakarta Barat 33,5 56,2 100,0 0,2

Jakarta Utara 13,8 0,0 0,0 0,6

DKI Jakarta 10,0 31,7 81,6 0,5

Page 89: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

57

Tabel 7.4.11 Karakteristik responden malaria dengan obat program dan pengobatan sendiri,

Riskesdas 2013

Karakteristik Responden

Pengobatan penyakit malaria Minum obat anti malaria dengan/

tanpa gejala khas malaria

Mendapatkan obat ACT program

Mendapatkan obat dalam 24 jam pertama

Minum obat selama 3 hari

Kelompok umur (tahun)

< 1 0,0 0,0 0,0 0,4

1-4 0,0 0,0 0,0 1,2

5-14 16,2 100,0 100,0 0,4

15-24 6,7 0,0 0,0 0,6

25-34 0,0 0,0 100,0 0,5

35-44 23,0 0,0 63,8 0,5

45-54 0,0 0,0 0,0 0,2

55-64 0,0 0,0 0,0 0,4

65-74 76,7 0,0 72,6 0,3

≥75 0,0 0,0 0,0 0,0

Jenis Kelamin

Laki-laki 6,1 0,0 0,0 0,5

Perempuan 16,6 0,0 26,6 0,5

Pendidikan

Tidak sekolah 97,2 100,0 100,0 0,0

Tidak tamat SD 0,0 0,0 100,0 0,5

Tamat SD 7,8 0,0 0,0 0,3

Tamat SMP 17,9 0,0 43,0 0,7

Tamat SMA 7,6 0,0 100,0 0,5

Tamat D1/D2/D3/PT 0,0 0,0 0,0 0,5

Pekerjaan

Tidak bekerja 6,3 0,0 82,8 0,4

Pegawai 14,2 0,0 63,8 1,0

Wiraswasta 0,0 0,0 0,0 0,1

Petani/Nelayan/Buruh 0,0 0,0 0,0 0,1

Lainnya 0,0 0,0 0,0 0,0

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 6,3 0,0 100,0 0,4

Menengah Bawah 19,2 69,4 69,4 0,6

Menengah 21,4 0,0 62,2 0,7

Menengah Atas 0,0 0,0 0,0 0,3

Teratas 0,0 0,0 0,0 0,5

Page 90: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

58

7.5. KESEHATAN LINGKUNGAN

Faktor lingkungan berdampak besar terhadap kesehatan penduduk yang bermukim. Pengaruhnya melebihi pengaruh faktor genetika, fasilitas dan pelayanan kesehatan. Pada laporan ini disajikan faktor lingkungan yang utama, yaitu sumber air, pengelolaan sampah rumah tangga, tinja, kepadatan hunian, perumahan, dan pencegahan terhadap gigitan nyamuk.

Pada Tabel. 7.5.1. tampak bahwa sumber air utama untuk keperluan rumah tangga di DKI Jakarta

adalah air sumur bor/pompa dan air dari perusahaan daerah air minum (PDAM). Hal ini berbeda dengan

keadaan umum yang ada di Indonesia, yaitu Sumur gali dan Sumur pompa. Palayan pemerintah daerah

di Indonesia pada umumnya untuk memenuhi kebutuhan air bersih masih kecil (19,7%). Proporsi rumah

tangga yang menggunakan sumber air yang sangat berisiko terhadap kesehatan (mata air, air sungai)

sangat kecil. Penampungan air hujan (PAH) banyak digunakan oleh warga Kepulauan Seribu. Sumber

air menurut wilayah DKI Jakarta bervariasi, bergantung pada geografis.

Tabel. 7.5.1 Proporsi jenis sumber air untuk keperluan rumah tangga menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/ Kota

Jenis sumber air untuk keperluan rumah tangga

Air

lede

ng/

PD

AM

Air

lede

ng

ecer

an/m

embe

li

Sum

ur b

or/

pom

pa

Sum

ur g

ali t

erlin

dung

Sum

ur g

ali t

idak

te

rlind

ung

Mat

a ai

r

terli

ndun

g

Mat

a ai

r tid

ak

terli

ndun

g

Pen

ampu

ngan

ai

r hu

jan

Air

sung

ai/

dana

u/ ir

igas

i

Kepulauan Seribu 3,2 8,2 0,7 81,6 2,3 0,0 0,0 4,0 0,0

Jakarta Selatan 12,4 1,5 80,7 3,7 1,7 0,0 0,0 0,0 0,0

Jakarta Timur 21,5 1,6 76,0 0,7 0,0 0,0 0,2 0,0 0,0

Jakarta Pusat 48,8 3,6 45,1 2,0 0,6 0,0 0,0 0,0 0,0

Jakarta Barat 47,5 3,3 44,4 4,4 0,4 0,0 0,0 0,0 0,0

Jakarta Utara 77,8 5,7 11,7 3,8 1,0 0,0 0,0 0,0 0,0

DKI Jakarta 36,3 2,8 57,1 3,0 0,7 0,0 0,0 0,0 0,0

INDONESIA 19,7 2,0 24,1 29,2 8,1 7,5 3,4 1,5 4,3

Menurut status ekonomi berdasarkan kuintil indeks kepemilikan, air bersih untuk keperluan rumah tangga

kurang diakses oleh separuh rumah tangga. Proporsi rumah tangga pada semua kelompok status

ekonomi yang tampak tidak berkaitan secara linear dan masih kecil menunjukkan layanan pemerintah

daerah untuk memenuhi air bersih belum optimal (Tabel.7.5.2).Kebutuhan air untuk keperluan rumah

tangga terbanyak pada kelompok 100-300 L per hari (Tabel.7.5.3).

Page 91: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

59

Tabel. 7.5.2 Proporsi jenis sumber air untuk keperluan rumah tangga menurut status ekonomi, Riskesdas 2013

Status Ekonomi

Jenis sumber air yang paling banyak digunakan untuk seluruh keperluan rumah tangga

Total

air

lede

ng/

PD

AM

air

lede

ng

ecer

an

/mem

beli

sum

ur b

or

/pom

pa

sum

ur g

ali

terli

ndun

g

sum

ur g

ali

tidak

terli

ndun

g

mat

a ai

r tid

ak

terli

ndun

g

Terbawah 39,0 5,0 49,3 4,4 2,3 0,0 100,0

Menengah bawah 36,4 4,1 55,2 3,9 0,5 0,0 100,0 Menengah 33,0 2,4 62,3 1,6 0,4 0,2 100,0 Menengah atas 33,2 1,1 61,4 3,8 0,5 0,0 100,0 Teratas 40,8 2,1 55,0 1,8 0,3 0,0 100,0

Berbeda dengan penggunaan air untuk keperluan rumah tangga (mandi, cuci, dll), sumber air minum

warga DKI Jakarta lebih banyak menggunakan air kemasan dan air isi ulang. Di Kepulauan Seribu

sumber air minum adalah air kemasan, air isi ulang dan PAH. Sumber air di Kepulauan Seribu pada

umumnya payau/asin, walaupun ada yang menggunakan air sumur gali tetapi sangat sedikit (Tabel.

7.5.4). Air kemasan paling banyak digunakan oleh kelompok ekonomi teratas dan menengah atas,

sedang air isi ulang banyak digunakan oleh kelompok menengah ke bawah (Tabel. 7.5.5).

Tabel. 7.5.3

Konsumsi air per hari menurut kabupaten/ota, Riskesdas 2013

Kabupaten/ Kota Konsumsi Air untuk keperluan rumah tangga

<7,5 7,5-19,9 20-49,9 50-99,9 100-300 >300

Kepulauan Seribu 0,0 0,9 6,7 18,3 61,4 12,7

Jakarta Selatan 0,0 4,4 13,4 25,1 37,9 19,2

Jakarta Timur 0,2 9,1 33,6 18,6 30,1 8,4

Jakarta Pusat 0,5 11,0 25,6 21,8 29,8 11,3

Jakarta Barat 0,1 0,4 3,3 19,9 56,4 19,8 Jakarta Utara 0,0 7,3 21,8 23,9 38,4 8,7

DKI Jakarta 0,1 5,9 19,3 21,6 39,1 13,9

Page 92: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

60

Tabel. 7.5.4 Proporsi jenis sumber air minum menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Tabel. 7.5.5 Proporsi jenis sumber air minum menurut status ekonomi, Riskesdas 2013

Status Ekonomi

Jenis sumber air utama untuk kebutuhan minum

air

kem

asan

air

isi u

lang

air

lede

ng

air

lede

ng

ecer

an /

mem

beli

sum

ur b

or

/pom

pa

sum

ur g

ali

terli

ndun

g

sum

ur g

ali t

ak

terli

ndun

g

mat

a ai

r te

rlind

ung

pena

mpu

ngan

ai

r hu

jan

air

sung

ai/d

anau

/iri

gasi

Terbawah 15,9 45,2 17,4 5,5 13,5 1,1 1,0 0,0 0,4 0,0 Menengah bawah 25,9 37,4 17,1 1,4 15,8 2,2 0,0 0,1 0,0 0,0

Menengah 7,5 45,2 19,2 1,9 26,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1

Menengah atas 44,6 32,5 9,8 0,6 12,0 0,6 0,0 0,0 0,0 0,0

Teratas 69,0 19,3 6,1 0,1 5,5 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

DKI Jakarta 33,2 35,6 13,8 1,7 14,7 0,7 0,2 0,0 0,1 0,0

INDONESIA 9,7 21,0 11,9 1,6 12,8 22,5 4,9 7,6 3,2 2,9

*berdasarkan kuintil indeks kepemilikan

Kabupaten/Kota

Jenis sumber air utama untuk kebutuhan minum

air

kem

asan

air

isi u

lang

air

lede

ng

air

lede

ng

ecer

an/m

embe

li

sum

ur b

or/p

ompa

sum

ur g

ali

terli

ndun

g

sum

ur g

ali t

ak

terli

ndun

g

mat

a ai

r te

rlind

ung

pena

mpu

ngan

air

huja

n

air

sung

ai/

dana

u/iri

gasi

Kepulauan Seribu 43,1 13,0 9,0 0,4 0,0 1,3 0,0 0,0 33,2 0,0

Jakarta Selatan 43,6 23,0 4,2 0,2 26,4 1,9 0,7 0,0 0,0 0,1

Jakarta Timur 30,3 42,4 3,1 0,0 23,9 0,3 0,0 0,0 0,0 0,0

Jakarta Pusat 31,2 35,8 23,2 4,5 5,1 0,2 0,0 0,0 0,0 0,0

Jakarta Barat 31,9 35,8 24,3 3,0 4,4 0,5 0,0 0,1 0,0 0,0

Jakarta Utara 25,0 43,1 27,6 3,7 0,4 0,3 0,0 0,0 0,0 0,0

DKI Jakarta 33,2 35,6 13,8 1,7 14,7 0,7 0,2 0,0 0,1 0,0

INDONESIA 9,7 21,0 11,9 1,6 12,8 22,5 4,9 7,6 3,2 2,9

Page 93: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

61

Tabel. 7.5.6 Proporsi kualitas fisik air minum menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/ Kota

Kualitas fisik air minum

Tid

ak k

eruh

Tid

ak b

erw

arna

Tid

ak b

eras

a

Tid

ak b

erbu

sa

Tid

ak b

erba

u

Bai

k

Kepulauan Seribu 99,6 99,6 96,5 99,6 99,1 96,4

Jakarta Selatan 98,7 99,7 99,3 99,9 99,2 97,3

Jakarta Timur 99,3 99,3 99,1 99,3 98,7 98,1

Jakarta Pusat 96,7 98,0 98,5 99,6 99,1 94,9

Jakarta Barat 99,0 99,2 97,9 99,5 98,1 95,5 Jakarta Utara 96,6 98,4 97,6 99,4 96,1 93,4

DKI Jakarta 98,4 99,1 98,6 99,6 98,3 96,3

INDONESIA 96,7 98,4 97,4 99,5 98,6 94,1

Page 94: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

62

Tabel. 7.5.7 Proporsi kualitas fisik air minum menurut status ekonomi,

Riskesdas 2013

Status Ekonomi

Kualitas fisik air minum

Tid

ak k

eruh

Tid

ak

berw

arna

Tid

ak b

eras

a

Tid

ak

berb

usa

Tid

ak

berb

au

Bai

k

Terbawah 98,0 98,6 98,0 99,2 97,2 95,0

Menengah bawah 97,7 98,9 99,0 99,8 98,2 96,0

Menengah 98,6 99,2 97,9 99,6 98,1 95,8

Menengah atas 98,7 99,6 99,2 99,5 99,0 97,0

Teratas 98,9 99,0 98,8 99,6 98,9 97,2

DKI Jakarta 98,4 99,1 98,6 99,6 98,3 96,3

INDONESIA 96,7 98,4 97,4 99,5 98,6 94,1

`*berdasarkan kuintil indeks kepemilikan

Proporsi rumah tangga yang menilai kualitas sumber air minum dihitung dari jumlah rumah tangga di tiap

kabupaten atau kelompok status ekonomi terhadap jumlah rumah tangga di tiap aspek kualitas. Secara

umum kualitas fisik air minum menurut pengakuan responden adalah baik (Tabel. 7.5.6). Angka proporsi

kualitas fisik air minum di DKI Jakarta sedikit lebih baik dari pada angka nasional. Kualitas air minum

yang digunakan tiap kelompok status ekonomi tidak banyak berbeda, namun ada kecenderungan

proporsi penggunaan kualitas air yang lebih besar pada kelompok kuintil yang semakin tinggi

(Tabel.7.5.7).

Sampah

Sekitar delapan persen rumah tangga tidak memiliki tempat sampah. Proporsi besar di Kepulauan

Seribu dan Jakarta Timur (Tabel 7.5.8). Tampaknya terdapat asosiasi antara status ekonomi dengan

kepemilikan tempat sampah. Pada Tabel.7.5.9 tampak proporsi rumah tangga yang tidak memiliki

tempat sampah semakin besar pada kelompok ekonomi terbawah

Tabel. 7.5.8 Proporsi kepemilikan tempat sampah menurut kabupaten/kota,

Riskesdas 2013

Kabupaten/ Kota

Rumah tangga memiliki tempat sampah

Total Ya, tertutup dan terbuka

Ya, salah satu

Tidak

Kepulauan Seribu 13,5 74,4 12,0 100,0

Jakarta Selatan 11,5 83,2 5,2 100,0

Jakarta Timur 7,0 81,8 11,2 100,0

Jakarta Pusat 10,7 83,2 6,0 100,0

Jakarta Barat 8,7 83,4 7,9 100,0 Jakarta Utara 7,4 84,5 8,0 100,0

DKI Jakarta 8,9 83,1 8,0 100,0

Page 95: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

63

Tabel. 7.5.9 Proporsi kepemilikan tempat sampah menurut status ekonomi,

Riskesdas 2013

Status Ekonomi

Rumah tangga memiliki tempat sampah

Total Ya, tertutup dan terbuka

Ya, salah satu

Tidak

Terbawah 6,7 80,2 13,1 100,0

Menengah bawah 4,3 86,8 8,9 100,0

Menengah 7,8 85,1 7,1 100,0

Menengah atas 8,5 83,8 7,7 100,0 Teratas 16,8 78,7 4,5 100,0

DKI Jakarta 8,9 83,1 8,0 100,0

Tabel. 7.5.10

Proporsi cara pengelolaan sampah rumah tangga menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota

Cara pengelolaan sampah rumah tangga

Total Diangkut petugas

Ditimbun dalam tanah

Dibuat kompos

Dibakar Dibuang ke kali/parit/laut

Dibuang sembarangan

Kepulauan Seribu 49,9 5,1 0,5 7,2 36,8 0,4 100,0

Jakarta Selatan 87,5 0,9 0,3 5,9 2,9 2,5 100,0

Jakarta Timur 86,1 0,9 0,2 7,3 2,6 3,0 100,0

Jakarta Pusat 91,2 1,6 0,0 0,5 6,1 0,7 100,0

Jakarta Barat 90,8 1,6 0,0 3,7 1,8 2,2 100,0 Jakarta Utara 80,5 0,9 0,1 6,1 7,0 5,4 100,0

DKI Jakarta 87,0 1,1 0,2 5,3 3,6 2,8 100,0

INDONESIA 24,9 3,9 0,9 50,1 10,4 9,7 100,0

Sampah rumah tangga pada umumnya (87%) diangkut petugas untuk dibuang di tempat pembuangan

akhir sampah (TPA) kecuali di Kepulauan Seribu, yang proporsi rumah tangga mengelola lebih dari 50

persen tidak diangkut petugas (Tabel 7.5.10). Proporsi rumah tangga yang mengelola sampah kurang

baik (dibuang sembarangan dan tidak pada tempatnya) masih cukup besar terutama di Kepulauan

Seribu yang membuang sampah ke laut (36,8%) (Tabel 7.5.11).

Demikian pula dalam hal membuang air besar. Walaupun pada umumnya warga DKI memiliki fasilitas

buang air besar (BAB), namun masih ada yang BAB sembarangan (0,4%). Proporsi rumah tangga

pengguna fasilitas umum sebesar 4,5 persen. Pada Tabel.7.5.12 tampak proporsi warga yang BAB

sembarangan terutama di Kepulauan Seribu (16,2%). Bagi warga dari kelompok ekonomi terbawah

tampak paling banyak menggunakan fasilitas BAB milik bersama atau umum. (Tabel.7.5.12).

Pembuangan akhir tinja termasuk baik, walaupun kemungkinan terjadi pencemaran lingkungan terutama

Page 96: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

64

di tempat terbuka cukup besar terutama di Kepulauan Seribu dan Jakarta Pusat (Tabel.7.5.13). TPA

Tinja kurang baik pada rumah tangga kelompok ekonomi terbawah (Tabel.7.5.14).

Tabel. 7.5.11 Proporsi cara pengelolaan sampah rumah tangga menurut status ekonomi, Riskesdas 2013

Status Ekonomi

Cara penanganan sampah rumah tangga

Diangkut petugas

Ditimbun dalam tanah

Dibuat kompos

Dibakar Dibuang ke kali/parit/laut

Dibuang sembarangan

Terbawah 75,7 1,3 0,0 9,3 7,9 5,7

Menengah bawah 85,0 1,5 0,2 4,8 4,8 3,7

Menengah 86,8 1,1 0,4 6,4 2,0 3,3

Menengah atas 90,2 0,7 0,0 3,9 3,4 1,7 Teratas 94,7 1,1 0,1 2,9 0,8 0,4

DKI Jakarta 87,0 1,1 0,2 5,3 3,6 2,8

INDONESIA 24,9 3,9 0,9 50,1 10,4 9,7

Tabel. 7.5.12 Proporsi penggunaan fasilitas buang air besar menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/ Kota

Pengunaan fasilitas tempat buang air besar sebagian besar anggota rumah tangga

Total Milik

sendiri Milik

bersama Umum BAB sembarangan

Kepulauan Seribu 75,0 0,0 8,8 16,2 100,0

Jakarta Selatan 92,9 5,1 1,9 0,1 100,0

Jakarta Timur 88,7 9,2 1,6 0,5 100,0

Jakarta Pusat 83,0 10,3 6,3 0,3 100,0

Jakarta Barat 83,4 8,9 7,4 0,3 100,0 Jakarta Utara 77,5 13,3 8,8 0,4 100,0

DKI Jakarta 86,3 8,8 4,5 0,4 100,0

INDONESIA 76,2 6,7 4,2 12,9 100,0

Page 97: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

65

Tabel. 7.5.13 Proporsi penggunaan fasilitas buang air besar menurut status ekonomi,

Riskesdas 2013

Status Ekonomi

Pengunaan fasilitas tempat buang air besar sebagian besar anggota rumah tangga

Total Milik

sendiri Milik

bersama Umum BAB sembarangan

Terbawah 45,0 31,2 21,4 2,3 100,0

Menengah bawah 81,4 13,6 5,0 0,0 100,0

Menengah 97,3 2,5 0,2 0,0 100,0

Menengah atas 97,2 2,4 0,3 0,0 100,0 Teratas 99,6 0,4 0,0 0,0 100,0

Tabel. 7.5.14 Proporsi tempat pembuangan akhir tinja menurut kabupaten/kota,

Riskesdas 2013

Kabupaten/ Kota

Tempat pembuangan akhir tinja

Tangki septik

SPAL Kolam/sawah Sungai/danau/

laut Lubang tanah

Pantai/ tanah

lapang/ kebun

Lainnya

Kepulauan Seribu 74,3 0,7 0,6 14,7 0,0 7,8 0,0

Jakarta Selatan 96,3 1,7 0,3 1,7 0,0 0,0 0,0

Jakarta Timur 90,1 3,9 0,2 4,7 0,9 0,0 0,1

Jakarta Pusat 61,2 8,3 0,2 20,5 9,8 0,0 0,0

Jakarta Barat 91,3 2,8 0,1 3,0 2,7 0,1 0,0

Jakarta Utara 88,7 0,5 0,6 9,4 0,7 0,1 0,0

DKI Jakarta 88,8 3,0 0,2 5,9 1,9 0,1 0,0

INDONESIA 66,0 4,0 4,4 13,9 8,6 2,7 0,4

SPAL = Saluran Pembuangan Air Limbah

Tabel. 7.5.15 Proporsi tempat pembuangan akhir tinja menurut status ekonomi,

Riskesdas 2013

Kabupaten/ Kota

Tempat pembuangan akhir tinja

Tangki septik

SPAL Kolam/ sawah

Sungai/ danau/

laut

Lubang tanah

Pantai/tanah lapang/kebun

Lainnya

Terbawah 64,5 5,4 0,7 24,0 4,7 0,4 0,3

Menengah bawah 84,9 3,2 0,0 7,8 4,2 0,0 0,0

Menengah 94,9 2,5 0,3 1,2 1,0 0,0 0,0

Menengah atas 96,1 2,4 0,1 1,0 0,3 0,0 0,0

Teratas 97,1 2,2 0,2 0,2 0,3 0,0 0,0

Page 98: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

66

Riskesdas 2013 dikumpulkan informasi perilaku pencegahan penyakit bersumber serangga (nyamuk).

Proporsi warga yang melakukan pencegahan gigitan nyamuk secata sehat sekitar 50 persen.

Pencegahan dengan minum obat paling sedikit dilakukan (0,27%). Penggunaan kelambu, repelen dan

obat nyamuk semprot hampir sama (sekitar 31 %). Demikian juga penggunaan kasa dan obat nyamuk

bakar (sekitar 20%) (Tabel.7.5.15).

Sekitar sepertiga rumah tangga DKI Jakarta menghuni tempat tinggal kontrakan, sebesar 51,6 persen

yang menghuni tempat tinggal milik sendiri. Kepemilikan tempat tinggal paling besar di Kepulauan Seribu

(88%), selain itu sekitar 50 persen.

Tabel. 7.5.16 Proporsi rumah tangga dalam berperilaku mencegahan gigitan nyamuk menurut kabupaten/kota,

Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota

Perilaku pencegahan gigitan nyamuk

pakai kelambua

pakai obat nyamuk bakarb

Ventilasi dg kasac

pakai rapelend

pakai obat nyamuk semprote

minum obat pencegahan f

Kepulauan Seribu 2,45 26,53 4,69 8,65 8,65 0,00

Kota Jakarta Selatan 1,10 21,50 24,84 22,29 22,29 0,28

Kota Jakarta Timur 2,62 18,09 22,39 42,02 42,02 0,32

Kota Jakarta Pusat 0,67 15,75 16,03 27,68 27,68 0,43

Kota Jakarta Barat 4,19 24,59 23,05 29,87 29,87 0,18 Kota Jakarta Utara 7,65 31,77 18,80 30,65 30,65 0,21

DKI Jakarta 3,17 22,25 21,91 31,25 31,25 0,27

INDONESIA 25,9 48,4 8,0 16,9 12,2 0,7

a. Tidur menggunakan kelambu d. Menggunakan rapelen /bahan-bahan pencegah gigitan nyamuk b. Memakai obat nyamuk bakar/elektrik e. Rumah disemprot obat nyamuk/insektisida

c.Ventilasi menggunakan kasa nyamuk f. Minum obat pencegahan bila bermalam di daerah endemis malaria

Tabel. 7.5.17 Status penguasaan bangunan tempat tinggal yang ditempati menurut Kabupaten/Kota,

Riskesdas 2013

Kabupaten/ Kota

Status penguasaan bangunan tempat tinggal yang ditempati

Milik sendiri

Kontrak Sewa Bebas sewa1

Bebas sewa2

Rumah dinas

Lain-nya

Kepulauan Seribu 88,0 3,1 0,0 1,5 6,9 0,4 0,0 Jakarta Selatan 49,6 35,2 2,1 3,1 8,5 1,2 0,4 Jakarta Timur 50,8 26,2 1,7 1,6 14,0 5,5 0,2 Jakarta Pusat 53,7 17,6 7,2 2,2 14,6 2,2 2,5 Jakarta Barat 53,4 32,0 2,1 1,2 10,6 0,6 0,1 Jakarta Utara 51,7 35,4 0,6 1,1 10,8 0,3 0,1

DKI Jakarta 51,6 30,2 2,3 1,9 11,5 2,2 0,4

Bebas sewa (milik orang lain) Bebas sewa (milik orang tua/sanak/saudara

Page 99: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

67

Pada Tabel.7.4.17 penguasaan bangunan tempat tinggal berkaitan dengan status ekonomi. Semakin

besar proporsi penguasaan milik sendiri semakin tinggi tingkat kelompok ekonomi dan sebaliknya

proporsi yang mengontrak semakin besar pada rumah tangga ekonomi terbawah.

Tabel. 7.5.18 Status penguasaan bangunan tempat tinggal yang ditempati menurut status ekonomi,

Riskesdas 2013

Status Ekonomi

Status penguasaan bangunan tempat tinggal yang ditempati

Milik sendiri

Kontrak Sewa Bebas sewa1

Bebas sewa2

Rumah dinas

Lainnya

Terbawah 33,2 44,7 5,1 2,5 12,5 1,6 0,4

Menengah bawah 41,3 38,8 2,6 1,4 13,6 1,7 0,5

Menengah 51,3 29,2 2,4 1,1 14,3 1,7 0,0

Menengah atas 57,1 26,6 1,0 2,5 10,0 1,7 1,1 Teratas 70,0 15,6 1,0 1,9 7,1 4,3 0,1

Bebas sewa1 = Bebas sewa (milik orang lain) Bebas sewa2 = Bebas sewa (milik orang tua/sanak/saudara

7.6. PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU

Pengetahuan, sikap dan perilaku dikumpulkan pada penduduk kelompok umur 10 tahun atau lebih. Topik

yang dikumpulkan meliputi perilaku higienis, penggunaan tembakau, aktivitas fisik, perilaku konsumsi

buah, sayur, makanan berisiko (makan/minum manis, makanan asin, makanan berlemak, makanan

dibakar, makanan olahan dengan pengawet, bumbu penyedap, kopi dan minuman berkafein buatan

bukan kopi) dan konsumsi makanan olahan dari tepung terigu.

Perilaku Higienis

Perilaku higienis yang dikumpulkan meliputi kebiasaan/perilaku buang air besar (BAB) dan perilaku

mencuci tangan. Perilaku BAB yang dianggap benar adalah bila penduduk melakukannya di jamban.

Mencuci tangan yang benar adalah bila penduduk mencuci tangan dengan sabun sebelum menyiapkan

makanan, setiapkali tangan kotor (antara lain memegang uang, binatang,berkebun), setelah buang air

besar, setelah menceboki bayi/anak, setelah menggunakan pestisida/insektisida, dan sebelum

menyusui bayi. (Promkes,2011)

Dari Table 7.6.1, rerata provinsi DKI Jakarta proporsi perilaku cuci tangan secara benar menunjukan

59,2 persen dan 2 kota terendah adalah Kota Jakarta Pusat (39,3%) dan Jakarta Utara (48,6%). Rerata

perilaku BAB di jamban untuk provinsi DKI Jakarta adalah 98,9 persen. Terendah adalah Kepulauan

Seribu (85,8%).

Penggunaan Tembakau

Informasi perilaku penggunaan tembakau dalam Riskesdas tahun 2013 dibagi menjadi dua kelompok

yaitu perilaku merokok dengan hisap dan perilaku penggunaan tembakau dengan mengunyah, karena

efek samping yang ditimbulkan akibat merokok dengan hisap dan dengan metode kunyah berbeda.

Perokok hisap menimbulkan polusi pada perokok pasif dan lingkungan sekitarnya, sedangkan kunyah

tembakau hanya berdampak pada dirinya sendiri.

Page 100: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

68

Tabel 7.6.1 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun yang berperilaku benar dalam buang air besar dan cuci tangan

menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota Berperilaku benar dalam hal BAB*

Berperilaku benar dalam hal cuci tangan**

Kepulauan Seribu 85,8 89,2 Jakarta Selatan 99,9 59,6 Jakarta Timur 99,5 56,7 Jakarta Pusat 99,5 39,3 Jakarta Barat 99,1 76,7 Jakarta Utara 95,9 48,6

DKI JAKARTA 98,9 59,2

*) Perilaku benar dalam BAB bila BAB di jamban

**) Perilaku benar dalam cuci tangan bila cuci tangan pakai sabun sebelum menyiapkan makanan, setiapkali tangan kotor (antara lain memegang uang, binatang, berkebun),setelah buang air besar, setelah menceboki bayi/anak, setelah menggunakan pestisida/insektisi, sebelum menyusui bayi, dan sebelum makan.

Tabel 7.6.2 Proporsi kebiasaan merokok penduduk umur ≥ 10 tahun menurut kabupaten/kota,

Riskesdas 2013

Kabupaten/ Kota

Perokok saat ini Tidak merokok

Perokok setiap hari

Perokok kadang-kadang

Mantan perokok

Bukan perokok

Kepulauan Seribu 29,4 2,3 2,8 65,4 Jakarta Selatan 23,7 4,6 8,1 63,6 Jakarta Timur 24,9 5,5 7,0 62,6 Jakarta Pusat 21,1 6,3 5,6 67,0 Jakarta Barat 21,9 7,6 4,2 66,3 Jakarta Utara 22,8 5,9 4,4 66,9

DKI Jakarta 23.2 6.0 6.0 64.8

Berdasarkan tabel 7.6.2 rerata proporsi perokok saat ini di DKI Jakarta adalah 23,2 persen. Proporsi

perokok saat ini terbanyak di Kepulauan Seribu dengan perokok setiap hari 29,4 persen dan kadang-

kadang merokok 2,3 persen.

Proporsi terbanyak perokok aktif setiap hari pada umur 30-34 tahun sebesar 31,1 persen, umur 35-39

tahun 29,9 persen, sedangkan proporsi perokok setiap hari pada laki-laki lebih banyak di bandingkan

perokok perempuan (44,6% banding 1,6%). Berdasarkan jenis pekerjaan, wiraswasta adalah perokok

aktif setiap hari yang mempunyai proporsi terbesar (47,0%) dibandingkan kelompok pekerjaan lainnya.

Proporsi perokok setiap hari tampak cenderung menurun pada kuintil indeks kepemilikan yang lebih

tinggi (Tabel.7.6.3).

Proporsi penduduk umur ≥ 10 tahun dengan kebiasaan mengunyah tembakau atau smokeless setiap

hari di Indonesia sebesar 1,1 persen, sedangkan proporsi pengunyah tembakau terkadang sebesar 0,6

persen. Proporsi tertinggi pengunyah tembakau setiap hari yang berada diatas proporsi rata-rata provinsi

Page 101: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

69

DKI Jakarta adalah Kepulauan Seribu (1,5%), Kota Jakarta Pusat (1,5%), Kota Jakarta Timur (1,4%),

dan Kota Jakarta Barat (1,2%).

Tabel 7.6.3 Proporsi kebiasaan merokok penduduk umur ≥ 10 tahun menurut karakteristik,

Riskesdas 2013

Karakteristik responden

Perokok saat ini

Perokok setiap hari

Perokok kadang-kadang

Kelompok umur (tahun)

10-14 0,1 0,7 15-19 11,4 7,9 20-24 25,4 7,6 25-29 29,4 5,5 30-34 31,1 6,7 35-39 29,9 6,7 40-44 27,9 6,4 45-49 28,7 7,7 50-54 26,5 8,0 55-59 23,5 3,7 60-64 21,6 2,8 65+ 14,1 5,8

Jenis kelamin

Laki-laki 44,6 10,6 Perempuan 1,6 1,2

Pendidikan

Tidak sekolah 12,6 1,4 Tidak tamat SD 11,2 2,5 Tamat SD 17,5 4,0 Tamat SMP 23,3 6,1 Tamat SMA 29,3 7,4 Tamat PT 19,2 6,7

Pekerjaan 8,0 3,4

Tidak bekerja 37,0 8,9 Pegawai 37,9 8,3 Wiraswasta 47,0 9,2 Petani/nelayan/buruh 34,3 5,8 Lain-lain 12,6 1,4

Kuintil indeks kepemilikan

Terbawah 31,1 6,3 Menengah bawah 26,1 6,2 Menengah 23,3 5,1 Menengah atas 22,1 6,3 Teratas 16,3 6,1

Page 102: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

70

Tabel. 7.6.4 Rerata jumlah batang rokok yang dihisap penduduk umur ≥10 tahun menurut kabupaten/kota,

Riskesdas2013

Dari Tabel 7.5.4 tampak bahwa rerata batang rokok yang dihisap perhari per orang di DKI Jakarta adalah

11,6 batang (setara satu bungkus). Jumlah rerata batang rokok terbanyak yang dihisap ditemukan di

Kepulauan Seribu (17,11 batang).

Tabel 7.6.5 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun yang mempunyai kebiasaan mengunyah tembakau menurut

kabupaten/kota, Riskesdas2013

Kabupaten/ Kota Pengunyah Tembakau saat ini

Setiap hari Terkadang

Kepulauan Seribu 1,5 0,3 Jakarta Selatan 0,8 0,8 Jakarta Timur 1,4 0,6 Jakarta Pusat 1,5 0,9 Jakarta Barat 1,2 0,6 Jakarta Utara 0,9 0,4

DKI Jakarta 1,1 0,6

*) Kretek,putih dan linting setiap hari)

Perilaku Aktifitas Fisik Aktifitas fisik secara teratur bermanfaat untuk mengatur berat badan dan menguatkan sistem jantung dan

pembuluh darah. Dikumpulkan data frekuensi beraktifitas fisik dalam seminggu terakhir untuk penduduk

10 tahun ke atas. Aktifitas fisik berat adalah kegiatan yag secara terus menerus melakukan kegiatan fisik

minimal 10 menit sampai meningkatnya denyut nadi dan napas lebih cepat dengan biasanya (misalnya

menimba air, mendaki gunung, lari cepat, menebang pohon, mencangkul, dll.) selama minimal 3 hari

dalam satu minggu dan total waktu beraktifitas ≥1500 MET minute. MET minute aktifitas fisik berat

adalah lamanya waktu (menit) melakukan aktifitas dalam satu rminggu dikalikan bobot sebesar 8 kalori.

Aktifitas fisik sedang apabila melakukan aktifitas fisik sedang (menyapu, mengepel, dll) minimal 5 hari

atau lebih dengan total lamanya beraktifitas 150 menit dalam satu minggu. Selain dari dua kondisi

tersebut termasuk dalam aktifitas fisik ringan (WHO GPAQ, 2012; WHO STEPS, 2012)

Kabupaten/ Kota Perokok

Kepulauan Seribu 17,11 Jakarta Selatan 11,13 Jakarta Timur 12,19 Jakarta Pusat 10,99 Jakarta Barat 11,59 Jakarta Utara 11,47

DKI Jakarta 11.60

Page 103: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

71

Dalam RISKESDAS 2013 ini kriteria aktifitas fisik "aktif" adalah individu yang melakukan aktifitas fisik

berat atau sedang atau keduanya, sedangkan kriteria 'kurang aktif' adalah individu yang tidak

melakukan aktifitas fisik baik sedang ataupun berat.

Berikut proporsi penduduk melakukan aktifitas fisik ―aktif‖ dan ―kurang aktif‖ pada Tabel.7.6.6.

Tabel 7.6.6 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun sesuai jenis aktivitas fisik menurut kabupaten/kota,

Riskesdas2013

Kabupaten/Kota Aktifitas fisik

Aktif Kurang aktif

Kepulauan Seribu 50,4 49,6 Jakarta Selatan 61,9 38,1 Jakarta Timur 58,1 41,9 Jakarta Pusat 46,3 53,7 Jakarta Barat 45,6 54,4 Jakarta Utara 63,8 36,2

DKI Jakarta 55,8 44,2

*) Kurang aktif adalah tidak melakukan aktifitas fisik berat maupun sedang

Proporsi aktivitas fisik tergolong kurang aktif secara umum adalah 44,2. Ada tiga kota dengan penduduk

aktivitas fisik tergolong kurang aktif berada diatas rata-rata provinsi DKI Jakarta, Tiga tertinggi adalah

penduduk Jakarta Barat (54,4), Jakarta Pusat (53,7), dan Kepulauan Seribu (49,6).

Perilaku sedentari adalah perilaku duduk-duduk atau berbaring dalam sehari-hari baik di tempat kerja

(kerja di depan computer, membaca, dll), di rumah (nonton TV, main game, dll), di perjalanan/

transportasi (bis, kereta, motor), tetapi tidak termasuk waktu tidur.

Penelitian di Amerika tentang perilaku sedentari yang menggunakan nilai cut of point <3 jam, 3- 5.9 jam,

≥ 6jam, menunjukkan bahwa pengurangan aktifitas sedentari sampai dengan < 3 jam dapat

meningkatkan umur harapan hidup sebesar 2 tahun (Katzmarzyk, P & Lee, 2012).

Tabel 7.6.7 Proporsi penduduk ≥ 10 tahun berdasarkan aktifitas sedentari menurut kabupaten/kota,

Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota Aktifitas sedentari

<3 jam 3- 5.99 jam ≥ 6 jam

Kepulauan Seribu 43,9 55,3 0,8 Jakarta Selatan 40,6 46,2 13,2 Jakarta Timur 41,3 41,6 17,1 Jakarta Pusat 34,3 50,2 15,5 Jakarta Barat 58,6 33,4 8,1 Jakarta Utara 61,5 27,4 11,1

DKI Jakarta 48,1 39,0 12,9

Perilaku sedentari merupakan perilaku berisiko terhadap salah satu terjadinya penyakit penyumbatan

pembuluh darah, penyakit jantung dan bahkan mepengaruhi umur harapan hidup.

Page 104: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

72

Berdasarkan tabel 7.6.7 proporsi penduduk DKI Jakarta dengan perilaku sedentari 3-5,9 jam adalah 39,0

persen. Empat kota di atas angka rata-rata DKI Jakarta adalah Jakarta Timur (41,6%), Jakarta Selatan

(46,2%), Jakarta Pusat (50,2%), dan Kepulauan Seribu (55,3%).

Tabel 7.6.8 Proporsi penduduk ≥ 10 tahun berdasarkan aktivitas sedentari menurut karakteristik,

Riskesdas 2013

Karakteristik Aktivitas sedentari

<3 jam 3- 5.9 jam ≥ 6 jam

Kelompok umur (tahun)

10-14 37,6 48,4 13,9 15-19 43,4 42,4 14,2 20-24 48,6 39,7 11,7 25-29 47,8 39,8 12,4 30-34 49,7 37,7 12,6 35-39 52,8 36,1 11,1 40-44 49,2 40,0 10,9 45-49 56,4 32,2 11,4 50-54 55,3 33,2 11,5 55-59 50,2 38,0 11,8 60-64 47,4 37,0 15,6 65+ 34,0 36,7 29,3

Jenis kelamin

Laki-laki 47,9 39,0 13,1 Perempuan 48,3 39,1 12,7

Pendidikan

Tidak sekolah 43,3 38,7 18,0 Tidak tamat SD 43,6 42,9 13,5 Tamat SD 48,3 38,8 13,0 Tamat SLTP 50,2 37,8 12,0 Tamat SLTA 47,4 40,0 12,6 Tamat D1-D3/PT 51,4 34,1 14,5

Pekerjaan

Tidak Bekerja 42,5 42,2 15,4 Pegawai 52,9 36,8 10,3 Wiraswasta 52,4 37,0 10,5 Petani/nelayan/buruh 60,5 30,4 9,1 Lainnya 50,7 36,5 12,8

Kuintil indeks kepemilikan Terbawah 51,3 35,6 13,1 Menengah bawah 47,3 40,6 12,0 Menengah 48,4 40,4 11,3 Menengah atas 46,1 41,3 12,5 Teratas 48,2 36,1 15,7

Page 105: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

73

Proporsi perilaku sedentari berdasarkan karakteristik kelompok umur ada kecenderungan proporsi

perilaku sedentari 3-5,9 jam sehari menurun dengan semakin bertambahnya umur, namun sedikit

meningkat pada umur 40-44 tahun 49,2, Tidak tampak perbedaan Proporsi perilaku sedentari 3-5,9 jam

menurut jenis pekerjaan dan tingkat Kuintil indeks kepemilikan (Tabel.7.6.8).

Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur

Data frekuensi dan porsi asupan sayur dan buah dikumpulkan dengan menghitung jumlah hari konsumsi

dalam seminggu dan jumlah porsi rata-rata dalam sehari. Penduduk dikategorikan ‗cukup‘ konsumsi

sayur dan/atau buah apabila makan sayur dan/atau buah minimal 5 porsi per hari selama 7 hari dalam

seminggu. Dikategorikan ‘kurang‘ apabila konsumsi sayur dan/atau buah kurang dari ketentuan di atas.

Pola Konsumsi Makanan Tertentu

Perilaku mengonsumsi makanan/minuman manis, asin, berlemak, dibakar/panggang, diawetkan,

berkafein, dan berpenyedap adalah perilaku berisiko penyakit degeneratif. Perilaku konsumsi makanan

berisiko dikelompokkan sering apabila penduduk mengonsumsi makanan tersebut satu kali atau lebih

setiap hari. Pada Tabel. 7.5.9 disajikan perilaku konsumsi berisiko responden.

Tabel 7.6.9 Proporsi penduduk umur ≥ 10 tahun dengan perilaku konsumsi tertentu menurut kabupaten/kota,

Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota

Perilaku konsumsi tertentu ≥1 kali per hari

Manis Asin Berlemak Dibakar Hewani

berpengawet Penyedap Kopi

Kafein selain kopi

Kepulauan Seribu 44,9 12,4 28,2 12,9 2,5 77,6 36,2 2,5 Jakarta Selatan 65,7 13,0 46,8 3,6 6,3 85,3 26,1 4,6 Jakarta Timur 61,5 20,1 55,4 3,6 7,5 81,7 30,1 11,9 Jakarta Pusat 59,5 22,2 38,9 6,5 7,7 78,6 24,2 12,7 Jakarta Barat 56,9 21,7 42,7 2,4 5,1 67,3 28,6 3,6 Jakarta Utara 63,0 26,8 48,7 7,0 8,8 75,9 29,0 6,6

DKI Jakarta 61,4 20,3 47,8 4,2 6,9 77,8 28,2 7,5

Proporsi penduduk DKI Jakarta dengan konsumsi makanan/minuman manis ≥ 1 kali dalam sehari 61,4

persen. Tiga kota tertinggi dilaporkan di Jakarta Selatan (65,7%), Jakarta Utara (63,0%), dan Jakarta

Timur (61,5%).

Proporsi nasional penduduk dengan perilaku konsumsi makanan berlemak, berkolesterol dan makanan

gorengan ≥ 1 kali perhari 47,8 persen. Dua kota tertinggi di atas rerata provinsi adalah Jakarta Utara

(48,7%) dan Jakarta Timur (55,4%) (Tabel 7.6.9).

Sebesar 77,8 persen penduduk Indonesia mengonsumsi penyedap ≥ 1 kali dalam sehari (77,8%),

tertinggi di Jakarta Selatan (85,3%) terendah di Jakarta Barat (67,3%).

Dari Tabel 7.6.10 bahwa perilaku penduduk mengonsumsi makanan/minuman manis bervariasi antar

kelompok umur. Konsumsi makanan/minuman manis lebih banyak pada laki-laki, dan penduduk di

daerah perkotaan. Terdapat kecenderungan semakin tinggi tingkat pendidikan dan kuintil indeks

kepemilikan semakin besar proporsi penduduk mengonsumsi makanan manis.

Page 106: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

74

Perilaku konsumsi makanan berlemak ≥ 1 kali per hari bervariasi antar kelompok umur demikian pula

dengan tingkat pendidikan, pekerjaan dan kuintil indeks kepemilikan. Konsumsi makanan berlemak ≥ 1

kali per hari lebih tidak ada perbedaan pada laki-laki (47,7%) dan perempuan (47,9%).

Tabel 7.6.10 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun dengan konsumsi makanan minuman tertentu menurut

karakteristik, Riskesdas2013

Karakteristik

Makanan Tertentu ≥1 kali sehari

Manis Asin berlemak dibakar Hewani

berpengawet Penyedap Kopi

Kafein selain kopi

Kelompok Umur (thn)

10 – 14 65,1 21,3 53,6 6,5 15,3 80,4 4,4 5,8 15 – 19 64,2 21,2 49,3 5,1 10,0 76,8 10,8 7,2 20 – 24 61,1 23,0 49,8 4,0 6,9 77,4 24,1 5,2 25 – 29 63,0 22,8 46,0 4,0 6,3 78,8 28,0 8,1 30 – 34 60,1 18,0 45,3 3,3 5,5 78,3 34,5 10,0 35 – 39 62,9 19,8 49,5 3,7 6,4 77,6 37,6 9,3 40 – 44 57,9 14,7 48,9 4,4 5,7 78,5 38,6 8,2 45 -49 59,9 19,1 50,2 3,6 3,8 80,6 41,9 7,4 50 -54 60,4 24,2 45,2 4,8 3,9 74,3 35,8 5,3 55 -59 58,7 18,3 45,9 3,3 3,9 75,4 34,4 8,7 60 -64 55,2 18,4 34,3 3,2 3,3 73,6 33,4 7,8 65 + 57,9 16,2 38,8 2,1 3,3 71,6 26,3 5,2

Jenis kelamin

Laki-laki 62,8 19,4 47,7 4,5 6,4 77,0 41,8 9,1 Perempuan 59,9 21,2 47,9 3,9 7,4 78,5 14,4 5,9

Pendidikan

Tidak sekolah 58,2 17,1 44,9 1,6 11,6 76,2 26,0 3,2 Tidak Tamat SD 61,6 18,8 50,0 5,8 10,5 79,6 18,6 6,1 Tamat SD 61,8 23,2 51,8 5,2 7,6 81,7 25,2 7,5 Tamat SLTP 60,2 21,2 47,8 4,5 7,4 77,5 29,1 7,6 Tamat SLTA 61,7 20,1 47,2 3,5 5,6 78,2 31,1 8,2 Tamat D1-D3/PT 62,0 15,8 41,4 3,4 5,8 67,2 27,8 5,6

Pekerjaan

Tidak berkerja 60,7 20,5 47,7 4,3 8,4 78,6 16,1 6,2 Pegawai 63,0 17,4 46,4 3,3 5,6 76,1 37,4 8,4 Wiraswasta 60,6 21,7 47,7 5,8 6,2 77,3 40,7 10,1 Petani/Nelayan/Buruh 62,2 26,8 55,6 4,1 3,9 78,7 51,6 8,2 Lainnya 60,8 17,4 43,3 1,6 3,9 77,6 36,9 7,5

Kuintil indeks kepemilikan

Terbawah 63,9 24,8 56,1 4,7 8,3 81,7 32,5 8,1 Menengah bawah 61,5 22,6 50,5 4,9 7,6 79,8 31,1 9,0 Menengah 61,0 18,8 49,0 2,8 6,7 81,1 28,1 7,8 Menengah atas 60,2 20,6 43,5 4,9 6,4 74,7 27,2 6,9 Teratas 61,1 16,4 42,7 3,9 5,9 72,8 23,6 6,0

Perilaku konsumsi makanan asin ≥1 kali per hari menurut kelompok umur cenderung bervariasi, berkisar

antara 55,2 persen dan 65,1 persen. Menurut kuintil indeks kepemilikan, proporsi tertinggi pada kuintil

terbawah dan cenderung menurun pada kuintil yang lebih tinggi, tampak cerminan yang variasi tentang

Page 107: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

75

pola minum kopi menurut kelompok umur, tingkat pendidikan, pekerjaan dan tingkat pengeluaran rumah

tangga perkapita, Laki-laki (41,8%) hampir tiga kali lebih banyak yang minum kopi dibandingkan

perempuan (14,4%). Menurut usia proporsi tertinggi minum kopi terdapat pada usia 45-49 tahun (41,9%).

Konsumsi Makanan Olahan dari Tepung

Proporsi penduduk DKI Jakarta mengonsumsi mie instan satu kaliatau lebih per hari sebesar 12,4%.

Tiga kota tertinggi yang proporsinya di atas proporsi provinsi adalah Jakarta Pusat (12,7%), Kepulauan

Seribu (13,8%), dan Jakarta Utara (20,3%). Penduduk DKI Jakarta yang mengonsumsi mie basah ≥1

kaliper harisebesar 4,8 persen, roti ≥1 kali per hari 24,1 persen, dan biskuit ≥1 kali per hari 19,6%.

(Tabel 7.6.11)

Tabel 7.6.11 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun dengan perilaku konsumsi makanan olahan dari tepung menurut

kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota Makanan Olahan Tepung ≥1 kali per hari

Mi Instan Mi Basah Roti Biskuit

Kepulauan Seribu 13,8 3,7 25,2 19,1 Jakarta Selatan 10,4 2,1 24,5 18,0 Jakarta Timur 9,9 3,2 22,5 19,3 Jakarta Pusat 12,7 8,2 27,1 23,3 Jakarta Barat 11,3 4,6 20,9 16,1 Jakarta Utara 20,3 9,6 29,2 25,3

DKI Jakarta 12,4 4,8 24,1 19,6

Pada Tabel 7.6.12 disajikan karakteristik perilaku konsumsi makanan olahan dari terigu. Menurut

kelompok umur, terdapat kecenderungan konsumsi mie instant ≥1 kaliper hari menurun, semakin tua

proporsi konsumsi mie instan semakin kecil. Konsumsi mie instan lebih banyak pada laki laki (13,1%)

dibandingkan pada perempuan (11,7%). Responden Petani/Nelayan/Buruh cenderung lebih banyak

mengonsumsi mie instan (19,2%) dibandingkan pekerjaan yang lain. Berdasarkan kuintil indeks

kepemilikan, ada kecenderungan proporsi konsumsi mie instant menurun, tertinggi di kuintil terbawah

18,4 persen dan terendah di kuintil teratas (7,5%).

Menurut kelompok umur tampaknya ada variasi perilaku konsumsi makanan yang terbuat dari mie

basah ≥ 1 kali per hari menurut kelompok umur, ada kecenderungan semakin muda semakin banyak

mengonsumsi mie basah. Ada kecenderungan semakin tinggi tingkat pengeluaran RT perkapita semakin

rendah proporsi konsumsi mie basah. Menurut jenis pekerjaan tampak bervariasi dalam komsumsi

makan mie basah.

Karakteristik penduduk menurut kelompok umur tampaknya ada kecenderungan menurun perilaku

konsumsi mie instant ≥ 1 kali per hari menurut kelompok umur, semakin tua kelompok umur semakin

rendah proporsi konsumsi mie instant. Konsumsi mie instant lebih banyak pada laki laki (13,1%)

dibandingkan pada perempuan(11,7%). Responden Petani/Nelayan/Buruh cenderung lebih banyak

mengonsumsi mie instant (19,2%) dibandingkan pekerjaan yang lain. Berdasarkan kuintil indeks

kepemilikan, ada kecenderungan proporsi konsumsi mie instan kecil pada kelompok status ekonomi

teratas, dan semakin besar pada kelompok lebih rendah. Proporsi tertinggi di kuintil terbawah 18,4

persen dan terendah di kuintil teratas (7,5%). Berkebalikan dengan konsumsi roti dan biskuit.

Page 108: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

76

Tabel 7.6.12 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun dengan perilaku konsumsi makanan olahan dari tepung menurut

karakteristik, Riskesdas 2013

Karakteristik

Makanan Olahan dari Tepung (≥ 1 kali sehari)

Mie Instan Mie Basah Roti biskuit

Kelompok Umur (thn) 10 – 14 18,0 6,0 28,0 26,6 15 – 19 18,8 5,7 21,3 18,5 20 – 24 14,2 5,3 22,3 17,7 25 – 29 14,1 6,0 23,7 18,9 30 – 34 11,1 5,2 25,8 22,2 35 – 39 11,5 5,2 25,4 18,1 40 – 44 11,8 5,5 22,2 17,5 45 -49 7,9 2,9 24,0 18,0 50 -54 8,1 3,2 24,6 20,1 55 -59 9,1 3,4 24,9 16,5 60 -64 4,6 1,1 20,0 15,8 65 + 3,1 1,2 23,5 21,2

Jenis kelamin

Laki-laki 13,1 5,1 22,8 17,4 Perempuan 11,7 4,5 25,5 21,9

Pendidikan

Tidak sekolah 12,1 2,8 22,6 18,5 Tidak Tamat SD 16,9 5,6 26,7 22,4 Tamat SD 12,8 4,8 20,8 18,1 Tamat SLTP 13,4 5,9 22,9 18,6 Tamat SLTA 12,0 4,6 23,4 18,8 Tamat D1-D3/PT 12,1 3,2 33,9 26,2

Pekerjaan

Tidak berkerja 12,5 4,7 24,4 21,4 Pegawai 11,0 4,3 24,2 17,8 Wiraswasta 11,9 5,5 25,7 18,9 Petani/Nelayan/Buruh 19,2 7,2 21,5 16,4 Lainnya 8,8 3,0 19,2 17,0

Tempat tinggal

Perkotaan 12,4 4,8 24,1 19,6

Kuintil indekskepemilikan

Terbawah 18,4 6,6 21,0 17,9 Menengah bawah 15,0 5,8 20,6 15,0 Menengah 12,6 5,0 23,0 19,9 Menengah atas 10,7 3,9 24,2 21,7 Teratas 7,5 3,6 30,6 22,6

Page 109: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

77

Menurut kelompok umur tampaknya ada variasi perilaku konsumsi makanan yang terbuat dari terigu

lainnya. Konsumsi mi basah ≥1 kali per hari menurut kelompok umur, ada kecenderungan semakin muda

semakin banyak mengonsumsi mie basah. Ada kecenderungan semakin tinggi tingkat status ekonomi

rumah tangga semakin kecil proporsi konsumsi mie basah. Menurut jenis pekerjaan tampak bervariasi

dalam komsumsi makan mie basah.

Menurut kelompok umur tampaknya ada kecenderungan perilaku konsumsi makanan roti ≥1 kaliper hari

semakin tua kelompok umur semakin rendah proporsi konsumsi roti. Tampak perbedaan konsumsi roti

menurut jenis kelamin, perempuan lebih banyak (25,2%) dibandingkan laki-laki (22,8%). Berdasarkan

tingkat pengeluaran RT, konsumsi roti bervariasi antara 20,6 persen sampai dengan 30,6 persen.

Berdasarkan tingkat pendidikan dan pekerjaan dalam mengonsumsi roti bervariasi.

Berdasarkan tabel karakteristik diatas menurut kelompok umur, tingkat pendidikan dan pekerjaan dalam

mengonsumsi biskuit bervariasi. Konsumsi makanan biskuit ≥ 1 kali per hari lebih banyak pada

perempuan (21,9%) dibandingkan pada laki laki (17,4%).

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)1 terdiri dari sepuluh indikator yang mencakup perilaku

individu dan gambaran rumah tangga. Data PHBS pada tahun 2007 mengacu pada indikator PHBS yang

sudah ditetapkan tahun 2004. Pada Indikator individu meliputi pertolongan persalinan oleh tenaga

kesehatan, bayi 0-6 bulan mendapat ASI eksklusif, kepemilikan/ketersediaan Jaminan Pemeliharaan

Kesehatan, penduduk tidak merokok, penduduk cukup beraktivitas fisik, dan penduduk cukup

mengonsumsi sayur dan buah, Indikator Rumah tangga meliputi rumah tangga memiliki akses terhadap

air bersih, akses jamban sehat, kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni ( ≥ 8m2/orang), dan

rumah tangga dengan lantai rumah bukan tanah, Pada PHBS tahun 2007 untuk rumah tangga dengan

balita digunakan 10 indikator, sehingga nilai tertinggi adalah 10; sedangkan untuk rumah tangga tanpa

balita terdiri dari 8 indikator, sehingga nilai tertinggi adalah delapan (8), PHBS diklasifikasikan ―kurang‖

apabila mendapatkan nilai kurang dari enam (6) untuk rumah tangga mempunyai balita dan nilai kurang

dari lima (5) untuk rumah tangga tanpa balita.

Pada tahun 2011 telah dibuat indikator PHBS yang baru dan sedikit berbeda dengan indikator PHBS

ditetapkan sebelumnya. Indikator PHBS yang ditetapkan pada tahun 2011 oleh Pusat Promosi

Kesehatan Kementerian Kesehatan mencakup 10 indikator yang meliputi :1) Persalinan ditolong oleh

tenaga kesehatan; 2) melakukan penimbangan bayi dan balita; 3) memberikan ASI ekslusif; 4)

penggunaan air bersih; 5) mencuci tangan dengan air bersih dan sabun; 6) memberantas jentik nyamuk;

7) memakai jamban sehat; 8) makan buah dan sayur setiap hari; 9) melakukan aktifitas fisik setiap hari;

10) tidak merokok dalam rumah. Pada PHBS tahun 2013 untuk rumah tangga dengan balita digunakan

10 indikator, sehingga nilai tertinggi adalah 10; sedangkan untuk rumah tangga tanpa balita terdiri dari 7

indikator, sehingga nilai tertinggi adalah tujuh (7). Penilaian PHBS rumah tangga diukur dengan batasan

yang sama dengan penilaian rumah tangga PHBS tahun 2007. Kriteria rumah tangga dengan PHBS baik

adalah rumah tangga yang punya balita memenuhi enam indikator atau lebih untuk rumah tangga; dan

untuk rumah tangga yang tidak mempunyai balita memenuhi lima indikator atau lebih,

1Program PHBS adalah upaya untuk memberi pengalaman belajar atau menciptakan kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku hidup bersih dan sehat, melalui pendekatan pimpinan, bina suasana dan pemberdayaan masyarakat.

Page 110: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

78

Dalam RISKESDAS 2013 indikator yang dapat digunakan untuk PHBS sesuai dengan kriteria PHBS

yang ditetapkan oleh Pusat Promkes pada tahun 2011, yaitu mencakup delapan indikator individu (cuci

tangan, BAB dengan jamban, konsumsi sayur dan buah, aktifitas fisik, merokok dalam rumah, memberi

ASI eksklusif, menimbang balita), dan dua indikator rumah tangga (sumber air bersih dan memberantas

jentik nyamuk. Indikator yang digunakan dalam PHBS RISKESDAS 2013 adalah sebagai berikut:

1. Persalinan oleh tenaga kesehatan,

Data ini didapatkan dari data persalinan yang terakhir yang ditolong oleh tenaga kesehatan dari

riwayat persalinan dalam tiga tahun terakhir sebelum survei (kurun waktu tahun 2010 sampai

tahun 2013)

2. Melakukan penimbangan bayi dan balita,

Indikator ini menggunakan variabel individu usia 0 sampai 59 bulan yang mempunyai riwayat

pernah ditimbang dalam enam bulan terakhir,

3. Memberikan ASI eksklusif,

Indikator ini menggunakan data dari riwayat pernah diberikan ASI eksklusif diantara individu

baduta usia 0 – 23 bulan. Pengertian pemberian ASI eksklusif dalam analisa ini adalah bayi usia

≥ 6 bulan yang hanya mendapatkan ASI saja dalam 24 jam terakhir saat wawancara atau individu

baduta yang pertama kali diberi minuman atau makanan berumur enam bulan atau lebih,

4. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun,

Indikator mencuci tangan dengan benar mencakup mencuci tangan air bersih dan sabun saat

sebelum menyiapkan makanan, setiap kali tangan kotor, setelah buang air besar, setelah

menggunakan pestisida (bila menggunakan), setelah menceboki bayi dan sebelum menyusui

bayi (bila sedang menyusui),

5. Memakai jamban sehat,

Perilaku menggunakan jamban sehat diukur dari perilaku buang besar menggunakan jamban

saja,

6. Melakukan aktivitas fisik setiap hari,

Indikator ini diukur berdasarkan individu yang biasa melakukan aktifitas fisik berat atau sedang

dalam tujuh hari seminggu,

7. Konsumsi buah dan sayur setiap hari,

Perilaku konsumsi buah dan sayur diukur berdasarkan individu yang biasa konsumsi buah dan

sayur selama tujuh hari dalam seminggu,

8. Tidak merokok dalam rumah,

Pengertian tidak merokok di dalam rumah adalah individu yang tidak mempunyai kebiasaan

merokok di dalam rumah pada saat ada anggota rumah tangga lainnya serta memperhitungkan

juga rumah tangga yang tidak ada anggota rumah tangga yang merokok,

9. Penggunaan air bersih,

Perilaku menggunakan air bersih didapatkan dari data rumah tangga yang menggunakan

sumber air bersih dengan kategori baik untuk seluruh keperluan rumah tangga.

10. Memberantas jentik nyamuk,

Rumah tangga dengan perilaku memberantas jentik nyamuk dalam indikator ini adalah rumah

tangga yang menguras bak mandi satu kali atau lebih dalam seminggu atau yang tidak

menggunakan bak mandi dan tidak mandi di sungai,

Beberapa indikator yang digunakan dalam RISKESDAS 2013 berbeda dengan indikator yang

digunakan dalam RISKESDAS 2007 sehingga tidak bisa menggambarkan kecenderungan kenaikan

atau penurunan proporsi rumah tangga ber-PHBS.

Page 111: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

79

Tabel 7.6.13 Proporsi rumah tangga yang memenuhi kriteria perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) baik menurut

kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota PHBS Baik

Kepulauan Seribu 38,8 Jakarta Selatan 64,1 Jakarta Timur 59,2 Jakarta Pusat 50,5

Jakarta Barat 53,3 Jakarta Utara 49,9

DKI Jakarta 56,8

Catatan: PHBS baik adalah ruta yang memenuhi kriteria ≥ enam indikator untuk rumah tangga dengan balita dan ≥ lima indikator untuk rumah tangga tidak punya balita,

Tabel 7.6.13 menunjukkan bahwa proporsi rumah tangga di kabupaten/kota DKI Jakarta dengan PHBS

baik adalah 56,8 persen. Proporsi tertinggi di Jakarta Selatan (64,1%) dan terendah di Kepulauan Seribu

(38,8%), Terdapat 3 kota dari 6 kota di DKI Jakarta yang masih memiliki rumah tangga PHBS baik di

bawah Proporsi nasional, yaitu Kepulauan Seribu, Jakarta Pusat, dan Jakarta Utara

Gambar.7.1 Proporsi rumah tangga memenuhi kriteria perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) baik menurut status

ekonomi, Riskesdas 2013

56,8

45,5 51,3

55,7 59,3

69,2

0

10

20

30

40

50

60

70

80

Pe

rse

n

Page 112: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

80

Pada Gambar.7.1. disajikan proporsi rumah tangga dengan PHBS baik menurut status ekonomi.

Proporsinya cenderung meningkat seiring dengan peningkatan kelompok status ekonomi. Proporsi

PHBS baik terbesar pada rumah tangga dengan status ekonomi teratas (69,2%) dan terkecil pada indeks

kepemilikan terbawah (45,5%) lebih tinggi pada rumah tangga dengan indeks kepemilikan (41,5%)

dibandingkan di perdesaan (22,8%).

7.7. STATUS GIZI

Status Gizi adalah keadaan terpenuhinya organ tubuh akan kebutuhan zat gizi sehingga dapat berfungsi

secara optimal. Beberapa cara dalam menentukan status gizi yaitu secara antropometri (ukuran tubuh),

biokimia darah dan konsumsi makanan. Masing-masing mempunyai parameter dan arti tersendiri. Pada

Riskesdas 2013, status gizi penduduk secara antropometri dan disajikan dalam 5 (lima) bagian yang

terdiri dari (1). Status Gizi anak umur di bawah lima tahun (Balita), (2). Status Gizi anak umur 5 – 18

tahun, (3). Status gizi penduduk dewasa, (4). Risiko Kurang Energi Kronis, dan (5). Wanita Hamil

Risiko tinggi

Dalam laporan ini ada beberapa istilahyang digunakan, yaitu:

Berat Kurang : Istilah untuk gabungan gizi buruk dan gizi kurang (underweight)

Kependekan : Istilah untuk gabungan sangat pendek dan pendek (Stunting)

Kekurusan : : Istilah untuk gabungan sangat kurus dan kurus (Wasting)

7.7.1. Status Gizi Balita

Cara Penilaian Status Gizi Balita

Status gizi balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Berat badan anak

ditimbang dengan menggunakan timbangan digital yang memiliki ketepatan (presisi) 0,1 kg, panjang dan

tinggi badan diukur menggunakan alat ukur panjang/tinggi dengan ketepatan 0,1 cm. Indikator Status gizi

balita disajikan dalam tiga bentuk, yaitu: berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur

(TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).

Untuk menilai status gizi anak, setiap nilai berat badan dan tinggi badan balita dikonversikan ke dalam

bentuk nilai terstandar (Z-score) dengan menggunakan acuan baku antropometri balita yang diterbitkan

oleh WHO pada tahun 2005. Selanjutnya berdasarkan nilai Z-score dari masing-masing indikator, status

gizi balita diklasifikasikan dengan batasan sebagai berikut :

a. Klasifikasi Status Gizi anak balita berdasarkan indikator BB/U :

Gizi Buruk : Zscore < -3,0

Gizi Kurang : Zscore >= -3,0 s/d Zscore < -2,0

Gizi Baik : Zscore >= -2,0 s/d Zscore <= 2,0

Gizi Lebih : Zscore > 2,0

b. Klasifikasi Status Gizi anak balita berdasarkan indikator TB/U:

Sangat Pendek : Zscore < -3,0

Pendek : : Zscore >=- 3,0 s/d Zscore < -2,0

Normal : Zscore >= -2,0

Page 113: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

81

c. Klasifikasi Status Gizi anak balita berdasarkan indikator BB/TB:

Sangat Kurus : Zscore < -3,0

Kurus : Zscore >= -3,0 s/d Zscore < -2,0

Normal : Zscore >= -2,0 s/d Zscore <= 2,0

Gemuk : Zscore > 2,0

d. Klasifikasi Status Gizi anak balita berdasarkan gabungan indikator TB/U dan BB/TB:

Pendek-Kurus : Zscore TB/U < -2,0 dan ZScore BB/TB < -2,0

Pendek-Normal : Zscore TB/U < -2,0 dan Zscore BB/TB antara -2,0 s/d 2,0

Pendek-Gemuk : Zscore >= -2,0 s/d Zscore <= 2,0

TB Normal-Kurus : Zscore TB/U > = -2,0 dan Zscore BB/TB < -2,0

TB Normal-Normal : Zscore TB/U >= -2,0 dan Zscore BB/TB antara -2,0 s/d 2,0

TB Normal-Gemuk : Zscore TB/U >= -2,0 dan Zscore BB/TB > 2,0

Perhitungan angka proporsi Status Gizi anak balita berdasarkan indikator dilakukan sebagai berikut:

Berdasarkan indikator BB/U:

Prevalensi gizi buruk : ( Balita gizi buruk/ Balita) x 100%

Prevalensi gizi kurang : ( Balita gizi kurang/ Balita) x 100%

Prevalensi gizi baik : ( Balita gizi baik/ Balita) x 100%

Prevalensi gizi lebih : (Balita gizi lebih/ Balita) x 100%

Berdasarkan indikator TB/U

Prevalensi sangat pendek : (Balita sangat pendek/ Balita) x 100%

Prevalensi pendek : (Balita pendek/ Balita) x 100%

Prevalensi normal : ( Balita normal/ Balita) x 100%

Berdasarkan indikator BB/TB:

Prevalensi sangat kurus : ( Balita sangat kurus/ Balita) x 100%

Prevalensi kurus : ( Balita kurus/ Balita) x 100%

Prevalensi normal : ( Balita normal/ Balita) x 100%

Prevalensi gemuk : ( Balita gemuk/ Balita) x 100%

Berdasarkan gabungan indikator TB/U dan BB/TB

Prevalensi pendek-kurus : ( Balita pendek-kurus/ Balita)x100%

Prevalensi pendek-normal : ( Balita pendek-normal/ Balita)x100%

Prevalensi pendek-gemuk : ( Balita pendek-gemuk/ Balita)x100%

Prevalensi TB normal-kurus : ( Balita normal-kurus/Balita)x100%

Prevalensi TB normal-normal : ( Balita normal-normal/ Balita)x100%

Prevalensi TB normal-gemuk : ( Balita normal-gemuk/ Balita)x100%

Indikator BB/U memberikan indikasi keadaan sesaat, yaitu saat (hari) ditimbang. Oleh karena berat

badan berkorelasi positif dengan umur dan tinggi badan, maka berat badan yang ringan dapat

disebabkan karena pendek (kronis) atau sedang menderita diare atau penyakit infeksi lain (akut).

Indikator TB/U memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya jangka panjang sebagai akibat dari

keadaan yang berlangsung lama, misalnya: kurang makan sejak kecil bahkan sejak dalam kandungan

atau menderita penyakit/kelainan metabolism dalam jangka waktu yang lama yang mengakibatkan anak

Page 114: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

82

menjadi pendek.

Indikator BB/TB dan IMT/U memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya AKUT sebagai akibat dari

peristiwa yang terjadi dalam waktu yang singkat, misalnya: terjadi wabah penyakit dan kekurangan

makan (kelaparan) yang mengakibatkan anak menjadi KURUS. Disamping untuk identifikasi masalah

kekurusan dan indikator BB/TB dan IMT/Udapat juga memberikan indikasi kegemukan. Masalah

kekurusan dan kegemukan pada umur dini dapat berakibat pada rentannya terhadap berbagai penyakit

degeneratif pada saat dewasa (hipotesis Barker). Masalah Gizi Akut-Kronis adalah masalah gizi yang

memiliki sifat masalah gizi AKUTdan KRONIS. Sebagai contoh adalah anak yang KURUS dan PENDEK.

7.7.1.1. Status Gizi Balita menurut indikator BB/U

Pada Tabel 7.6.1. disajikan prevalensi berat kurang (underweight) menurut kabupaten/kota. Status gizi

kurang dan gizi buruk pada anak berusia balita (14,0%) di DKI Jakarta tahun 2013 masih menjadi

masalah walaupun lebih baik dibandingkan rerata nasional (19,6%) bahkan target pembangunan

milenium 2015 (15,5%). Proporsi gizi buruk sebesar 2,8 persen mungkin bukan masalah klinis dan

kesehatan masyarakat lagi, tetapi sudah merupakan masalah sosial. Argumennya adalah bahwa selama

lima tahun terakhir proporsi gizi buruk relatif stagnan. Hasil Riskesdas tahun 2007 proporsi gizi buruk

sebesar 2,9 persen tahun 2010 sebesar 2,6 persen dan Tahun 2013 2,8 persen (Gambar 7.2). Proporsi

gizi buruk balita menurut status ekonomi tampak terbesar pada kuintil terbawah atau termiskin yaitu

sebesar 7,3 persen.

Tabel 7.7.1.

Proporsi status gizi balita BB/U menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota

Status Gizi Menurut BB/U

Gizi Buruk Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih Jumlah

(%) (%) (%) (%) (%)

Kepulauan Seribu 2,2 5,3 83,9 8,7 100,0

Jakarta Selatan 1,8 14,1 77,7 6,4 100,0

Jakarta Timur 2,4 9,2 81,9 6,5 100,0

Jakarta Pusat 2,5 15,3 80,4 1,7 100,0

Jakarta Barat 4,3 10,9 75,9 8,8 100,0

Jakarta Utara 3,5 9,5 75,0 12,0 100,0

DKI JAKARTA 2,8 11,2 78,5 7,5 100,0

INDONESIA 5,7 13,9 75,9 4,5 100,0

Page 115: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

83

Gambar 7.2

Status gizi anak balita BB/U hasil Riskesdas 2007, 2010 dan 2013

Upaya yang dilakukan tampak kurang efektif. Hal ini berarti penanggulangan masalah gizi buruk sudah

harus didekati pada akar masalahnya yaitu penanggulangan kemiskinan keterjaminan keluarga

mengakses makanan seimbang dan pelayanan kesehatan.

Menurut kelompok umur, proporsi gizi buruk terbesar pada kelompok umur kurang dari enam bulan

(7,3%). Bayi berusia kurang dari enam bulan seharusnya tidak mengalami gizi buruk karena air susu ibu

seharusnya mencukupi. Hal ini menunjukkan rawannya status gizi ibu hamil. Janin yang mengalami

kurang gizi merupakan faktor risiko kegagalan tumbuh kembang sesudah lahir.

Di samping masalah gizi kurang dan gizi buruk, DKI Jakarta juga mulai menghadapi masalah gizi lebih

(terutama di Jakarta Utara). Proporsi balita dengan gizi lebih sebesar 10 persen menjadi masalah

kesehatan masyarakat. Proporsi gizi lebih di DKI Jakarta besar (7,5%) bahkan lebih besar dibandingkan

angka nasional (4,5%). Gizi lebih banyak melanda anak balita dari kelompok ekonomi teratas.

0

2

4

6

8

10

12

G. Buruk G.Kurang G.Lebih

2,9

10,0

6,5

2,6

8,7

11,1

2,8

11,2 12,0

Pe

rse

n

RKD 2007 RKD 2010 RKD 2013

Page 116: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

84

Tabel, 7.7.2 Proporsi status gizi balita BB/U menurut karakteristik responden,

Riskesdas 2013

Karakteristik Responden

Status Gizi Menurut BB/U

Gizi Buruk Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih Jumlah

(%) (%) (%) (%) (%)

Kelompok Umur (Bulan) 0-5 bulan 7,3 12,3 78,7 1,7 100,0

6-11 bulan ,6 9,3 82,9 7,1 100,0

12-23 bulan 3,3 8,4 81,7 6,6 100,0

24-35 bulan 4,9 13,7 77,4 4,0 100,0

36-47 bulan ,9 13,3 78,2 7,6 100,0

48-59 bulan 2,2 10,2 74,0 13,7 100,0

Jenis Kelamin

Laki-laki 6,2 14,0 75,1 4,7 100,0

Perempuan 5,2 13,8 76,8 4,3 100,0

Pendidikan KK

Tidak sekolah 11,8 88,2 100,0

Tidak tamat SD 3,8 14,3 79,3 2,6 100,0

Tamat SD 6,0 8,4 83,4 2,2 100,0

Tamat SLTP 4,1 10,5 78,6 6,8 100,0

Tamat SLTA 1,8 12,1 79,0 7,1 100,0

Tamat D1-D3/PT 3,2 9,1 71,2 16,4 100,0

Pekerjaan KK

Tidak bekerja 2,5 9,6 83,5 4,3 100,0

Pegawai 1,8 11,2 78,0 9,0 100,0

Wiraswasta 3,3 10,7 80,3 5,8 100,0

Petani/nelayan/buruh 6,2 14,3 74,6 4,9 100,0

Lainnya 2,6 9,3 75,0 13,1 100,0

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah Menengah Bawah Menengah Menengah Atas Teratas

7,3 10,3 79,0 3,4 100,0

,8 18,2 74,5 6,6 100,0

2,6 11,8 76,9 8,7 100,0

2,9 8,2 82,3 6,6 100,0

1,7 7,2 79,8 11,3 100,0

7.7.1.2. Status Gizi Balita Berdasarkan Indikator TB/U

Pada Tabel 7.7.1. disajikan proporsi kependekan (stunting) menurut kabupaten/kota. Pada Gambar 7.2.

disajikan perbandingan status gizi anak balita berdasarkan tinggi menurut umur hasil Riskesdas tahun

2007, 2010 dan 2013. Proporsi kependekan DKI Jakarta tahun 2013 adalah 27,5 persen, jauh di bawah

rerata nasional (37,5%). Masalah kependekan ditemukan besar terutama di kabupaten Kepulauan Seribu

(41,3%) dan Jakarta Barat (37,9%). Angka kependekan kedua kabupaten/kota ini di atas angka nasional.

Proporsi kependekan terdiri dari 12,1 persen sangat pendek dan 15,4 persen pendek. Tampak terdapat

pergeseran status kependekan dari kategori sangat pendek ke kategori pendek. Pada tahun 2013

Page 117: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

85

proporsi sangat pendek lebih kecil dibadingkan dengan proporsi tahun 2010 (14,3%) dan 2007 (13,7%),

tetapi proporsi pendek lebih besar dibandingkan dengan hasil Riskesdas tahun 2007 (13,0%) dan tahun

2010 (12,3%). Menurut WHO 20101, prevalensi kependekan dikategorikan tinggi dalam masalah

kesehatan masyarakat bila prevalensi sebesar 30–39 persen dan sangat tinggi bila 40 persen atau lebih.

Tabel. 7.7.3.

Proporsi status gizi balita TB/U menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota

Status Gizi Menurut TB/U

Sangat Pendek Pendek Normal Jumlah

(%) (%) (%) (%)

Kepulauan Seribu 21,1 20,2 58,7 100,0

Jakarta Selatan 11,9 14,4 73,7 100,0

Jakarta Timur 6,8 15,1 78,1 100,0

Jakarta Pusat 9,1 14,7 76,2 100,0

Jakarta Barat 17,9 20,0 62,2 100,0

Jakarta Utara 16,7 11,1 72,1 100,0

DKI JAKARTA 12,1 15,4 72,5 100,0

INDONESIA 18,0 19,2 62,8 100,0

Gambar 7.3 Status gizi anak balita TB/U hasil Riskesdas 2007, 2010 dan 2013

0

3

6

9

12

15

18

S. Pendek Pendek

13,7 13,0

14,3 12,3 12,1

15,4

Pe

rse

n

RKD 2007 RKD 2010 RKD 2013

Page 118: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

86

Tabel. 7.7.4.

Proporsi status gizi balita TB/U menurut karakteristik responden, Riskesdas 2013

Karakteristik Responden

Status Gizi Menurut TB/U

Sangat Pendek Pendek Normal Jumlah

(%) (%) (%) (%)

Kelompok Umur (Bulan) 0-5 bulan 16,3 14,3 69,4 100,0

6-11 bulan 18,9 7,8 73,2 100,0

12-23 bulan 12,4 14,5 73,0 100,0

24-35 bulan 17,2 15,7 67,0 100,0

36-47 bulan 7,4 16,7 75,9 100,0

48-59 bulan 8,0 18,4 73,6 100,0

Jenis Kelamin Laki-laki 13,3 14,4 72,4 100,0

Perempuan 10,9 16,5 72,6 100,0

Pendidikan KK Tidak pernah sekolah 16,8 11,3 71,9 100,0

Tidak tamat SD 10,3 15,3 74,3 100,0

Tamat SD 16,8 9,5 73,7 100,0

Tamat SLTP 9,9 19,4 70,7 100,0

Tamat SLTA 10,7 15,5 73,8 100,0

Tamat D1-D3/PT 18,1 14,9 67,0 100,0

Pekerjaan KK Tidak bekerja 8,4 12,8 78,8 100,0

Pegawai 12,0 13,1 74,9 100,0

Wiraswasta 9,3 16,7 73,9 100,0

Petani/nelayan/buruh 18,4 24,5 57,1 100,0

Lainnya 17,8 14,2 68,0 100,0

Tempat Tinggal Perkotaan 12,1 15,4 72,5 100,0

Pedesaan Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah Menengah bawah Menengah Menengah atas Teratas

14,3 23,7 62,0 100,0

15,1 18,2 66,7 100,0

11,4 14,0 74,6 100,0

10,8 11,9 77,3 100,0

9,4 11,8 78,8 100,0

7.7.1.3. Status Gizi Balita Berdasarkan Indikator BB/TB

Kekurusan merupakan gambaran masalah gizi saat kini (current nutrition status) yang bebas dari faktor

umur. Proporsi kekurusan anak berusia balita di DKI Jakarta (10,2%) lebih rendah dari rerata nasional

(12,1%) (Tabel. 7.6.5.). Angka kekurusan lebih tinggi dari angka nasional terutama di Kota Jakarta Utara

(19,0%) dan Jakarta Barat (12,3%). Proporsi kekurusan (10,2%) lebih kecil dibandingkan dengan

proporsi hasil riskesdas tahun 2007 (17,0%) dan 2010 (11,2%). Namun, proporsi anak balita gemuk juga

lebih kecil dibandingkan proporsi hasil riskesdas tahun sebelumnya (Gambar 7.4.) Hal ini berarti selama

Page 119: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

87

dua tahun terakhir konsumsi zat gizi anak balita berkurang atau terjadi peningkatan penyakit infeksi,

seperti diare, Tuberkulosis dan penyakit menular lainnya.

Tabel. 7.7.5. Proporsi status gizi balita BB/TB menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota

Status Gizi Menurut BB/TB

Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk Jumlah

(%) (%) (%) (%) (%)

Kepulauan Seribu 3,5 4,0 73,6 18,8 100,0

Jakarta Selatan 5,8 4,3 78,9 10,9 100,0

Jakarta Timur 0,7 4,7 87,6 7,0 100,0

Jakarta Pusat 1,8 6,3 87,6 4,3 100,0

Jakarta Barat 5,3 7,0 69,3 18,4 100,0

Jakarta Utara 11,0 9,0 62,1 17,8 100,0

DKI JAKARTA 4,4 5,8 78,1 11,7 100,0

INDONESIA 5,3 6,8 76,1 11,8 100,0

Gambar. 7.4.

Status gizi anak balita BB/TB hasil Riskesdas 2007, 2010 dan 2013 Menurut WHO 2010

1 masalah kesehatan masyarakat sudah dianggap serius bila prevalensi BB/TB

Kurus antara 10,0 persen - 14,0 persen, dan dianggap kritis bila 15,0 persen atau lebih. Pada tahun

2013, di DKI Jakarta, masalah kekurusan cukup serius di Jakarta Utara, Jakarta Barat dan Jakarta

Selatan. Bayi berusia di bawah enam bulan sudah mengalami masalah gizi dan semakin serius pada

tahun berikutnya.

0

4

8

12

16

20

S.Kurus Kurus Gemuk

8,6 8,4

12,2

4,4

6,9

19,6

4,4 5,8

11,7

Pe

rse

n

RKD 2007 RKD 2010 RKD 2013

Page 120: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

88

Tabel. 7.7.6. Proporsi status gizi balita BB/TB menurut karakteristik responden, Riskesdas 2013

Karakteristik Responden

Status Gizi Menurut BB/TB

Sangat kurus Kurus Normal Gemuk Jumlah

(%) (%) (%) (%) (%)

Kelompok Umur (bulan) 0-5 bulan 4,8 6,1 75,7 13,4 100,0 6-11 bulan 7,0 78,9 14,1 100,0 12-23 bulan 8,5 5,4 77,9 8,1 100,0 24-35 bulan 4,0 5,2 80,0 10,9 100,0 36-47 bulan 3,6 8,7 76,4 11,3 100,0 48-59 bulan 2,7 3,2 79,2 15,0 100,0

Jenis Kelamin Laki-laki 4,8 7,2 75,3 12,7 100,0 Perempuan 3,9 4,5 80,9 10,7 100,0

Pendidikan KK Tidak pernah sekolah 88,2 11,8 100,0 Tidak tamat SD 4,9 12,9 76,2 6,1 100,0 Tamat SLTP 4,9 2,2 80,6 12,3 100,0 Tamat SLTA 4,7 11,6 76,1 7,6 100,0 Tamat D1-D3/PT 4,4 5,1 79,5 11,0 100,0

Pekerjaan KK Tidak bekerja 3,1 1,1 85,9 9,9 100,0 Pegawai 4,7 5,0 77,1 13,3 100,0 Wiraswasta 4,2 9,2 77,8 8,8 100,0 Petani/nelayan/buruh 5,4 3,9 78,4 12,3 100,0 Lainnya 1,7 11,4 74,3 12,5 100,0

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah Menengah bawah Menengah Menengah atas Teratas

3,7 6,5 80,3 9,6 100,0

2,6 10,6 78,0 8,9 100,0

8,0 3,9 74,1 14,1 100,0

4,2 6,4 78,1 11,2 100,0

2,3 1,8 81,8 14,1 100,0

Masalah kekurusan yang sudah dihadapi sejak bayi baru lahir, menjadi masalah pada semua tingkat

ekonomi, tingkat pendidikan dan apapun jenis pekerjaan orang tua (Tabel. 7.6.6). Ketiga indikator status

gizi pada anak berusia balita menunjukkan hal yang sama. Hal ini mengantarkan pada hipotesis bahwa

promosi gizi dan kesehatan sangat diperlukan untuk menyertai penanggulangan masalah gizi di DKI

Jakarta.

7.7.1.4. Status gizi balita berdasarkan 3 indikator

Secara umum dapat dikatakan bahwa masalah gizi di DKI Jakarta adalah akut dan dialami oleh Jakarta

Selatan, Jakarta Barat dan Jakarta Utara. Jakarta Barat juga menghadapi masalah gizi yang kronis.

Kepulauan Seribu menghadapi masalah gizi yang kronis (Tabel.7.6.7).

Page 121: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

89

Tabel 7.7.7 Proporsi balita menurut tiga indikator status gizi dan kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota BB/U*

(Buruk+Kurang)

TB/U ( Sangat Pendek+

Pendek)

BB/TB (Sangat Kurus+

Kurus) Akut* Kronis**

Kepulauan Seribu 7,4 41,3 7,5 √ Jakarta Selatan 15,9 26,3 10,2 √ Jakarta Timur 11,6 21,9 5,3 Jakarta Pusat 17,9 23,8 8,1 Jakarta Barat 15,2 37,8 12,3 √ √ Jakarta Utara 13,0 27,9 20,0 √

DKI JAKARTA 14,0 27,5 10,2 √

INDONESIA 19,6 37,2 12,1

* Permasalahan gizi akut adalah apabila BB/TB >10 (UNHCR)

**Permasalahan gizi kronis adalah apabila TB/U di atas prevalensi nasional (37,2)

7.7.2. Status Gizi Anak Usia 5 – 18 tahun

Status Gizi anak umur 5-18 tahun dikelompokkan menjadi tiga kelompok umur yaitu 5-12 tahun, 13-15

tahun dan 16-18 tahun. Indikator status gizi yang digunakan untuk kelompok umur ini didasarkan pada

hasil pengukuran antropometri berat badan (BB) dan tinggi badan (TB)yang disajikan dalam bentuk tinggi

badan menurut umur (TB/U) dan Indeks Massa Tubuh (BB dalam Kilogram/TB dalam meter dikuadratkan

= BB/TB2) menurut umur (IMT/U).

Berdasarkan baku WHO Tahun 2007untuk antropometri anak 5-19 tahun, nilai Z_scoreTB/U dan IMT/U

dihitung masing-masing anak. Selanjutnya berdasarkan nilai Z_score ini status gizi anak dikategorikan

sebagai berikut:

Berdasarkan indikator TB/U:

Sangat pendek : Z_score < -3,

Pendek : Z_score ≥ -3,0 s/d < -2,0 dan

Normal : Z_score ≥ -2,0

Berdasarkan indikator IMT/U:

Sangat kurus : Z_score < -3,0

Kurus : Z_score ≥ -3,0 s/d < -2,0

Normal : Z_score ≥ -2,0 s/d ≤ 1,0

Gemuk : Z_score > 1,0 s/d ≤ 2,0

Obesitas : Z_score > 2,0

Page 122: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

90

7.7.2. Status Gizi Anak Usia 5 -12 Tahun

7.7.2.1. Status Gizi Anak berusia 5–12 tahun menurut Indikator TB/U dan IMT/U

Proporsi kependekan anak berusia 5-12 tahun sebesar 19,2 persen jauh lebih baik daripada angka

nasional (30,7%) dengan rentang 11,6 (Jakarta Timur) dan 35,2 persen (Kepulauan Seribu). Proporsi

yang terdiri dari sangat pendek 12,3 dan pendek 18,4 persen (Tabel. 7.7.8). Menurut karakteristiknya,

kependekan berkaitan dengan status ekonomi. Semakin bawah posisi rumah tangga berada di kelompok

kuintil cenderung semakin besar proporsi kependekan anak berusia 5-12 tahun. Hal ini berarti masalah

kependekan berlanjut pada kelompok usia selanjutnya. Pada kelompok anak berusia balita proporsi

kependekan di Kepulauan Seribu juga yang terbesar. Mengingat masalah kependekan di DKI Jakarta

sudah dimulai sejak kandungan, maka upaya perbaikan gizi dan kesehatan hendaknya difokuskan pada

kesehatan ibu, bayi dan anak berusia balita, khususnya ibu hamil sejak mulai hamil.

Tabel. 7.7.8.

Proporsi status gizi TB/U usia 5 – 12 tahun menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/ Kota Status gizi menurut TBU (%)

Total sangat pendek pendek normal

Kepulauan Seribu 16,0 19,2 64,9 100,0 Jakarta Selatan 3,0 15,5 81,5 100,0 Jakarta Timur 2,1 9,5 88,5 100,0 Jakarta Pusat 10,7 6,9 82,3 100,0 Jakarta Barat 9,4 14,7 75,9 100,0 Jakarta Utara 14,6 10,7 74,8 100,0

DKI JAKARTA 7,1 12,1 80,9 100,0

INDONESIA 12,3 18,4 69,3 100,0

Masalah kurang berat pada anak berusia balita tampaknya berlanjut pada kelompok usia berikutnya (5-

12 tahun) bahkan di daerah yang sama dengan pola masalah kurang berat yang sama diidentifikasi pada

anak berusia balita dan anak berusia 5-12 tahun (Tabel 7.7.10.). Kepulauan Seribu dan Jakarta Barat

menghadapi masalah gizi kronis pada balita; ditegaskan dengan masalah kurang berat pada kelompok

anak berusia 5-12 tahun. Hal ini menjelaskan asupan makan yang kurang seimbang dan infeksi penyakit

menyebabkan partumbuhan anak terganggu secara kronis.

Page 123: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

91

Tabel. 7.7.9 Proporsi status gizi TB/U usia 5–12 tahun menurut karakteristik responden,

Riskesdas 2013

Karakteristik Responden Status Gizi Menurut TB/U (%)

Sangat Pendek Pendek Normal Jumlah

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

7,9 11,6 80,5 100,0 6,2 12,5 81,3 100,0

Pendidikan KK Tidak pernah sekolah 5,1 6,7 88,1 100,0 Tidak tamat SD 8,8 30,2 61,0 100,0 Tamat SD 8,0 15,4 76,6 100,0 Tamat SLTP 10,8 10,7 78,4 100,0

Tamat SLTA 5,4 11,6 83,0 100,0

Tamat D1-D3/PT 6,2 6,9 87,0 100,0

Pekerjaan KK Tidak bekerja 7,4 9,4 83,2 100,0 Pegawai 6,2 10,2 83,6 100,0 Wiraswasta 6,7 14,3 79,0 100,0 Petani/nelayan/buruh 10,5 16,4 73,1 100,0 Lainnya 6,9 9,1 84,0 100,0

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah Menengah bawah Menengah Menengah atas Teratas

7,0 17,4 75,7 100,0 8,9 12,1 79,0 100,0 5,4 10,9 83,6 100,0 5,9 13,7 80,4 100,0 8,8 7,8 83,4 100,0

Tabel. 7.7.10 Prevalensi status gizi IMT/U usia 5 – 12 tahun menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota Status Gizi IMT/U (%)

Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk Obesitas Jumlah

Kepulauan Seribu 8,5 3,7 60,5 13,9 13,4 100,0 Jakarta Selatan 3,8 5,8 59,8 15,6 15,0 100,0 Jakarta Timur 3,6 5,7 66,1 12,6 12,0 100,0 Jakarta Pusat 6,8 5,5 58,0 14,7 15,0 100,0 Jakarta Barat 4,4 6,8 54,7 18,2 15,9 100,0 Jakarta Utara 3,0 7,5 56,7 19,9 12,9 100,0

DKI JAKARTA 4,0 6,3 59,6 16,1 14,0 100,0

INDONESIA 4,0 7,2 70,0 10,8 8,0 100,0

Page 124: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

92

Tabel. 7.7.11 Prevalensi status gizi IMT/U usia 5 – 12 tahun menurut karakteristik responden,

Riskesdas 2013

Karakteristik Responden

Status Gizi Menurut IMT/U

Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk Obesitas Jumlah

(%) (%) (%) (%) (%) (%)

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

4,4 6,4 55,6 15,3 18,3 100,0

3,6 6,1 63,8 16,9 9,6 100,0 Pendidikan KK

Tidak pernah sekolah 3,2 93,7 3,1 100,0 Tidak tamat SD 8,4 9,8 59,9 12,8 8,4 100,0 Tamat SD 5,6 5,2 63,2 15,9 5,6 100,0 Tamat SLTP 1,8 8,7 59,5 19,2 1,8 100,0 Tamat SLTA 4,2 5,7 61,1 15,1 4,2 100,0 Tamat D1-D3/PT 4,3 4,9 47,8 16,7 4,3 100,0

Pekerjaan KK Tidak bekerja Sekolah Pegawai Wiraswasta Petani/nelayan/buruh Lainnya

3,9 3,6 65,9 18,5 8,1 100,0 3,6 5,0 58,2 16,4 16,8 100,0 3,2 8,1 59,7 14,0 15,0 100,0 6,2 5,9 58,8 18,9 10,2 100,0 6,6 11,6 64,1 13,2 4,3 100,0 3,9 3,6 65,9 18,5 8,1 100,0

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah Menengah bawah Menengah Menengah Atas Teratas

4,7 8,5 66,4 15,2 5,2 100,0

3,4 5,9 59,6 17,0 14,1 100,0

3,3 5,7 66,8 13,5 10,7 100,0

6,2 8,1 53,1 16,2 16,3 100,0

2,8 3,7 51,6 19,2 22,7 100,0

Di samping masalah kurang berat, masalah obesitas juga sudah mulai tampak terutama pada kelompok

kuintil teratas. Proporsi obese pada kelompok anak berusia 5-12 tahun sebesar 14,0 persen lebih besar

dibandingkan angka nasional (8,0%). Semua wilayah di DKI Jakarta proporsinya di atas 10 persen

(Tabel 7.6.10). Anak yang obese ini kemungkinan adalah anak yang lahir pendek dan setelah berusia 5-

12 tahun, asupan makanan tidak terkontrol terutama pada anak laki-laki. Semakin tinggi kuintil, proporsi

kegemukan semakin besar (Tabel 7.7.11).

7.7.3. Status gizi remaja berusia 13 -15 tahun

7.7.3.1 Status gizi remaja berusia 13-15 tahun menurut indikator TB/U dan IMT/U

Pada Tabel 7.7.12. disajikan proporsi kependekan pada remaja berusia 13-15 tahun. Proporsi

kependekan pada remaja umur 13 -15 tahun di DKI Jakarta sebesar 22,8 persen yang terdiri dari 8,4

persen sangat pendek dan 14,0 persen pendek, lebih redah dari rerata nasional (35,1%; sangat pendek

8,4 dan pendek 21,3%). Proporsi kependekan terendah di kabupaten/kota Jakarta Timur yaitu 7,9 persen

dan tertinggi di Kepulauan Seribu sebesar 45,4 persen. Masalah kependekan di DKI Jakarta tampak di

setiap segmen usia dan tahap pertumbuhan terutama di Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu. Semakin

bertambah usia proporsi kependekan ternyata relatif sama besar.

Page 125: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

93

Tabel. 7.7.12. Proporsi status gizi TB/U remaja berusia 13 – 15 tahun menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/ Kota Status Gizi menurut TBU

Total sangat pendek pendek normal

Kepulauan Seribu 26,5 18,9 54,6 100,0 Jakarta Selatan 10,1 12,3 77,6 100,0 Jakarta Timur 1,0 6,9 92,2 100,0 Jakarta Pusat 9,7 13,2 77,1 100,0 Jakarta Barat 10,3 17,7 72,0 100,0 Jakarta Utara 17,0 26,0 57,0 100,0

DKI JAKARTA 8,4 14,0 77,6 100,0

INDONESIA 13,8 21,3 64,9 100,0

Pada remaja berusia 13-15 tahun, tidak dijumpai perbedaan proporsi kependekan menurut jender,

namun ada kecenderungan berkaitan dengan pendidikan kepala keluarga dan kuintil indeks kepemilikan

(status ekonomi). Semakin rendah pendidikan atau semakin rendah kelompok kuintil, semakin besar

proporsi kependekan (Tabel 7.7.13).

Proporsi kekurusan pada remaja umur 13-15 tahun sebesar 9,0 persen dengan rentang terendah 6,6

persen di Jakarta Selatan dan tertinggi 13,6 persen di Jakarta Utara. Proporsi kekurusan terdiri dari 1,8

persen sangat kurus dan 7,2 persen kurus (Tabel 7.7.14). Kekurangseimbangan asupan zat gizi ada

kelompok usia ini dipengaruhi banyak faktor. Misalnya, aktivitas yang tinggi, persepsi postur yang

―bagus‖ atau sering berpuasa karena keyakinan (religi).

Kelompok usia ini sebagian besar telah kendor kendali pengaturan makan oleh keluarga dan mulai

bebas menentukan makanan sendiri. Namun demikian, kelompok ini perlu diyakinkan bahwa status gizi

seimbang lebih baik dalam penampilan fisik dan intelektual termasuk kegiatannya. Masalah obesitas

pada kelompok ini belum menjadi masalah (< 10%). Proporsi obese terbesar di Jakarta Selatan (8,7%)

dan terkecil di Kepulauan Seribu (2,5%) (Tabel 7.7.14). Jika masalah obesitas diantisipasi dari masalah

kegemukan, maka semua kabupaten/kota sudah harus menyusun program intervensinya.

Keragaman proporsi obesitas menurut karakteristik jender tampak proporsi pada laki-laki lebih besar

dibandingkan perempuan, namun proporsi pendidikan dan pekerjaan kepala keluarga, serta kelompok

indeks kepemilikan tidak berpola teratur atau dengan kata lain faktor-faktor tersebut tidak tampak

berpengaruh (Tabel 7.7.15).

Page 126: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

94

Tabel 7.7.13 Proporsi status gizi TB/U usia 13 – 15 tahun menurut karakteristik responden, Riskesdas 2013

Karakteristik Responden

Status Gizi Menurut TB/U

Sangat Pendek Pendek Normal Jumlah

(%) (%) (%) (%)

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

9,6 12,5 77,9 100,0 7,2 15,3 77,4 100,0

Pendidikan KK Tidak pernah sekolah 23,9 23,1 53,0 100,0 Tidak tamat SD 13,8 18,5 67,7 100,0 Tamat SD 7,4 25,2 67,5 100,0 Tamat SLTP 10,4 14,2 75,4 100,0 Tamat SLTA 5,9 10,8 83,3 100,0 Tamat D1-D3/PT 12,6 7,0 80,5 100,0

Pekerjaan KK Tidak bekerja 4,8 14,8 80,4 100,0 Pegawai 6,6 10,6 82,8 100,0 Wiraswasta 10,3 12,6 77,0 100,0 Petani/nelayan/buruh 11,5 21,6 67,0 100,0 Lainnya 8,5 17,3 74,2 100,0

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah Menengah bawah Menengah Menengah atas Teratas

15,2 18,8 66,0 100,0 6,6 23,9 69,5 100,0 6,7 9,0 84,3 100,0 7,7 12,0 80,3 100,0 8,6 9,2 82,1 100,0

Tabel.7.7.14 Proporsi kekurusan IMT/U usia 13 – 15 tahun menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota

Status Gizi IMT/U

Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk Obesitas Jumlah

(%) (%) (%) (%) (%) (%)

Kepulauan Seribu 2,8 5,5 71,6 17,5 2,5 100,0 Jakarta Selatan 1,7 4,9 78,4 6,3 8,7 100,0 Jakarta Timur 1,4 7,3 73,7 12,6 5,1 100,0 Jakarta Pusat 1,8 5,9 71,2 16,5 4,7 100,0 Jakarta Barat 1,5 7,5 78,2 9,0 3,8 100,0 Jakarta Utara 3,1 10,5 76,0 4,3 6,2 100,0

DKI JAKARTA 1,8 7,2 75,9 9,4 5,7 100,0

INDONESIA 3,3 7,8 78,0 8,3 2,5 100,0

Page 127: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

95

Tabel.7.7.15

Proporsi kekurusan IMT/U usia 13-15 tahun menurut karakteristik responden, Riskesdas 2013

Karakteristik Responden Status Gizi Menurut IMT/U (%)

Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk Obesitas Jumlah

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

2,9 9,9 69,1 11,7 6,4 100,0

0,8 4,7 81,8 7,4 5,1 100,0 Pendidikan KK

Tidak pernah sekolah 23,9 0,0 60,5 15,6 0,0 100,0

Tidak tamat SD 3,3 7,5 80,9 8,4 0,0 100,0

Tamat SD 0,0 14,3 73,5 8,7 3,4 100,0 Tamat SLTP 2,7 5,2 72,9 11,0 8,2 100,0 Tamat SLTA 1,8 6,8 76,8 9,5 5,1 100,0 Tamat D1-D3/PT 1,0 0,9 77,6 8,2 12,3 100,0

Pekerjaan KK Tidak bekerja Sekolah Pegawai Wiraswasta Petani/nelayan/buruh Lainnya

1,2 7,5 77,8 10,2 3,3 100,0

2,2 8,4 68,9 13,3 7,2 100,0

1,0 5,0 84,8 3,0 6,3 100,0

3,2 8,3 76,9 8,6 3,0 100,0

0,0 4,6 74,8 14,0 6,6 100,0

1,2 7,5 77,8 10,2 3,3 100,0 Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah Menengah bawah Menengah Menengah Atas Teratas

3,8 11,4 73,8 7,3 3,7 100,0

2,1 2,4 79,2 12,2 4,1 100,0

2,6 8,9 74,2 8,6 5,7 100,0

0,0 9,6 78,9 9,1 2,4 100,0

1,2 4,1 72,3 9,6 12,9 100,0

7.7.4.1 Status Gizi Remaja Umur 16 – 18 tahun Menurut TB/U Data yang disajikan pada Tabel 7.7.16 mengenai proporsi kependekan remaja umur 16 – 18 tahun.

Proporsi kependekan sebesar 20,4 persen di bawah angka nasional (31,4%). yang terdiri dari 4,5 persen

sangat pendek dan 15,9 persen pendek. Rentang proporsi adalah 11,5 (Jakarta Pusat) dan 29,7 persen

(Jakarta Barat). Proporsi kependekan di DKI Jakarta tampak kronis seperti yang divisualisasikan pada

grafik 7.5. Tampak bahwa proporsi kependekan selalu di atas 20 persen kecuali pada kelompok 5,0-13

tahun. Kemungkinan pada kelompok ini terjadi pertumbuhan cepat pada anak (perempuan pada usia 8-

12 tahun; laki-laki pada usia 10-14 tahun), namun potensi tingginya belum tercapai secara makisimal.

Masalah kependekan ini sangat serius karena masalah sudah terjadi sejak anak berusia di bawah enam

bulan dan masalah berlanjut pada usia yang lebih tua. Hal ini menunjukkan pemenuhan kebutuhan gizi

belum menjadi prioritas keluarga.

Page 128: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

96

Tabel. 7.7.16 Proporsi status gizi TB/U usia 16 – 18 tahun menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/ Kota Status gizi (TB/U)

Total sangat pendek pendek normal

Kepulauan Seribu 2,5 18,6 78,9 100,0 Jakarta Selatan 6,9 7,0 86,1 100,0 Jakarta Timur 8,5 13,0 78,6 100,0 Jakarta Pusat 1,7 9,8 88,5 100,0 Jakarta Barat 3,0 26,7 70,3 100,0 Jakarta Utara ,7 16,2 83,0 100,0

DKI JAKARTA 4,5 15,9 79,6 100,0

INDONESIA 7,5 23,9 68,6 100,0

Gambar. 7.5 Proporsi kependekan menurut kelompok umur

Kependekan pada kelompok usia ini lebih besar ditemukan pada anak laki-laki. Kemungkinan hal ini

disebabkan akhir pertumbuhan anak laki-laki lebih lambat dibandingkan anak perempuan. Masalah

pendidikan yang rendah (SLP atau lebih rendah), pekerjaan kepala keluarga yang tidak memperoleh

pendapatan tetap (petani/ nelayan/ buruh dan wirasuasta) dan ekonomi keluarga menengah ke bawah

mengkodisikan keluarga dan anggota tidak optimal mencapai akses makanan yang seimbang dan

pelayanan kesehatan yang memadai.

0

5

10

15

20

25

30

35

0-0,6 0,6-1 1,0-2 2,0-3 3,0-4 4,0-5 5,0-13 13,0-16 16,0-18

pro

po

rsi k

ep

en

de

kan

(%

)

Kelompok umur (tahun)

Page 129: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

97

7.7.4.2. Status Gizi Remaja Umur 16 – 18 tahun Menurut IMT/U Proporsi kekurusan pada remaja berusia 16 – 18 tahun seperti disajikan pada Tabel. 7.7.18

menunjukkan bahwa proporsi kekurusan di DKI sebesar 11.1 persen, terdiri dari 1,9 persen sangat kurus

dan 7,5 persen kurus. Proporsi terkecil di Kepulauan Seribu (6,9%) dan terbesar di Jakarta Selatan

(17,8%). Proporsi kekurusan di DKI Jakarta lebih besar dari angka nasional. Proporsi kekurusan di

Jakarta Selatan dan di Jakarta barat lebih besar dari angka nasional, sedangkan Jakarta Timur sama

proporsinya.

Proporsi kegemukan pada remaja umur 16 – 18 tahun sebesar 11,5 persen dengan rentang proporsi

terkecil sebesar 6,9 persen di Jakarta Utara dan terbesar 15,7 persen (di Jakarta Timur). Menurut

Karakteristik responden (Tabel 7.7.19), Lelaki lebih banyak yang mengalami kekurusan (Lk:pr = 14,9:7,7

%), tetapi lelaki obese sama banyak dengan perempuan. Kekurusan banyak dialami orang yang

berpendidikan tidak tamat SD dan orang dari keluarga ekonomi cukup (kuintil teratas). Faktor jenis

pekerjaan tampaknya bukan risiko terjadinya kekurusan. Proporsi kegemukan hampir dua kali lipat dari

angka nasional. Masalah kekurusan seiring dengan masalah kependekan tetapi DKI juga sudah mulai

menghadapi masalah kegemukan. Hal ini lebih menegaskan masalah gizi seimbang belum membumi di

masyarakat atau belum merupakan prioritas hidup/ life style keluarga. DKI Jakarta di masa yang akan

datang akan menghadapi masalah penyakit sindroma metabolik terutama diabetes mellitus type II dan

jantung koroner. Penyakit sindroma metabolik merupakan faktor risiko utama pada kejadian kematian.

Tabel 7.7.17. Prevalensi status gizi TB/U usia 16 – 18 tahun menurut karakteristik responden, Riskesdas 2013

Karakteristik Responden

Status Gizi Menurut TB/U

Sangat Pendek Pendek Normal Jumlah

(%) (%) (%) (%)

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

5,8 23,8 70,4 100,0 3,3 8,8 87,9 100,0

Pendidikan KK Tidak pernah sekolah 0,0 0,4 99,6 100,0 Tidak tamat SD 0,1 12,5 87,4 100,0 Tamat SD 6,4 20,5 73,1 100,0 Tamat SLTP 9,9 20,1 70,0 100,0 Tamat SLTA 2,7 15,7 81,6 100,0 Tamat D1-D3/PT ,7 4,0 95,3 100,0

Pekerjaan KK Tidak bekerja Sekolah Pegawai Wiraswasta Petani/nelayan/buruh Lainnya

4,6 12,2 83,2 100,0 1,5 14,4 84,0 100,0 7,7 11,5 80,8 100,0 3,4 29,2 67,5 100,0 10,1 20,0 69,9 100,0 4,6 12,2 83,2 100,0

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah Menengah bawah Menengah Menengah atas Teratas

8,4 21,2 70,3 100,0

1,7 22,1 76,1 100,0

8,4 14,3 77,3 100,0

1,3 16,4 82,3 100,0

3,3 6,7 90,0 100,0

Page 130: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

98

Tabel. 7.7.18 Prevalensi status gizi IMT/U usia 16 – 18 tahun menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota

Status Gizi IMT/U

Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk Obesitas Jumlah

(%) (%) (%) (%) (%) (%)

Kepulauan Seribu 0,0 6,9 79,7 9,6 3,8 100,0 Jakarta Selatan 7,0 10,8 69,1 3,8 9,3 100,0 Jakarta Timur 1,1 8,3 75,0 8,4 7,3 100,0 Jakarta Pusat ,5 8,4 76,8 10,2 4,1 100,0 Jakarta Barat ,6 10,5 79,7 8,4 ,9 100,0 Jakarta Utara 3,1 5,7 84,3 6,3 ,6 100,0

DKI JAKARTA 2,3 8,8 77,4 7,3 4,2 100,0

INDONESIA 1,9 7,5 83,2 5,7 1,7 100,0

Tabel. 7.7.19 Prevalensi status gizi IMT/U usia 16 – 18 tahun menurut karakteristik responden,

Riskesdas 2013

Karakteristik Responden

Status Gizi Menurut IMT/U

Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk Obesitas Jumlah

(%) (%) (%) (%) (%) (%)

Jenis Kelamin

Laki-laki

Perempuan

2,4 12,5 75,0 5,7 4,5 100,0

2,3 5,4 79,5 8,8 4,0 100,0

Pendidikan KK

Tidak pernah sekolah 0,0 0,0 66,8 33,2 0,0 100,0

Tidak tamat SD 4,5 21,2 60,6 11,5 2,2 100,0

Tamat SD 1,1 9,6 78,9 6,3 4,0 100,0

Tamat SLTP 1,8 2,9 84,6 6,6 4,1 100,0

Tamat SLTA 3,0 8,1 77,1 6,5 5,3 100,0

Tamat D1-D3/PT 0,0 0,0 66,8 33,2 0,0 100,0

Pekerjaan KK

Tidak bekerja

Sekolah

Pegawai

Wiraswasta

Petani/nelayan/buruh

Lainnya

1,8 11,3 72,6 14,0 ,4 100,0

3,8 8,8 76,4 6,1 4,9 100,0

2,3 9,2 74,8 8,1 5,6 100,0

0,0 5,7 87,1 3,3 4,0 100,0

0,0 10,5 80,2 9,3 0,0 100,0

1,8 11,3 72,6 14,0 0,4 100,0

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah

Menengah bawah

Menengah

Menengah Atas

Teratas

,1 5,1 88,3 4,5 2,0 100,0

3,8 8,6 72,4 8,9 6,3 100,0

,2 7,1 81,4 8,5 2,8 100,0

2,0 8,3 77,8 6,2 5,7 100,0

5,3 14,1 68,8 7,8 4,0 100,0

Page 131: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

99

7.7.5.Status Gizi Dewasa

Status gizi dewasa adalah penilaian status gizi penduduk diatas 18 tahun yang dinilai dengan Indeks

Massa Tubuh (IMT). Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut:

( ) ( )

Batasan IMT yang digunakan untuk menilai status gizi pendudukdewasa adalah sebagai berikut:

Kategori kurus IMT < 18,5

Kategori normal IMT >=18,5 - 24,9

Kategori BB lebih IMT >=25,0 - 26,9

Kategori obese IMT >=27,0

7.7.5.1. Status gizi dewasa menurut indeks masa tubuh (IMT)

Tabel.7.7.20 disajikan proporsi kekurusan dan kegemukan penduduk umur dewasa berusia 19 tahun

atau lebih tua menurut indeks massa tubuh (IMT) yang dibedakan laki-laki dan perempuan karena batas

ukuran (cut off point) yang berbeda. Masalah kurus pada laki-laki (11,5%) lebih banyak daripada

perempuan (7,0%). Masalah kegemukan terutama obesitas pada perempuan lebih banyak dijumpai

(40,8%). Proporsi kegemukan lebih besar dari angka nasional. Obesitas pada perempuan muncul sejak

usia 20 tahun, proporsinya meningkat mencapai terbesar pada usia 55 tahun, kemudian proporsi

mengecil pada usia 65 tahun atau lebih. Namun demikian, tetap bermasalah. Pada laki-laki, obesitas

mulai tampak pada 25 tahun. Polanya perkembangan masalah sama seperti pada perempuan. Baik

pada perempuan maupun pada laki-laki, keduanya sudah harus diwaspadai sejak usia remaja. Semua

penduduk lapisan ekonomi tidak terhindar dari masalah obesitas (Tabel 7.7.21.). Masalah kegemukan

terutama obesitas adalah faktor risiko terjadi tekanan darah tinggi, penyakit jantung, stroke, diabetes

mellitus, bahkan kegemukan berkonstribusi terhadap risiko kematian. Masalah kegemukan pada orang

dewasa terjadi di semua wilayah, tetapi tidak untuk masalah kekurusan pada laki-laki yaitu di Jakarta

Timur, Jakarta Selatan dan Jakarta Utara.

Tabel. 7.7.20.

Proporsi status gizi penduduk dewasa (>18 tahun) berdasarkan IMT menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota

Status Gizi Menurut IMT Laki-laki Status Gizi Menurut IMT Perempuan

Kurus Normal BB Lebih Obese Kurus Normal BB Lebih Obese

(%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%)

Kepulauan Seribu 9,9 74,3 6,3 9,4 6,5 45,0 15,1 33,4

Jakarta Selatan 11,1 56,7 15,8 16,5 6,9 47,7 16,8 28,7

Jakarta Timur 14,3 56,2 11,7 17,7 5,6 45,6 16,2 32,6

Jakarta Pusat 9,6 59,1 14,9 16,4 6,2 50,8 16,0 27,0

Jakarta Barat 9,4 67,1 10,7 12,7 6,4 62,7 11,2 19,7

Jakarta Utara 11,2 55,5 17,1 16,2 10,5 54,6 13,4 21,5

DKI JAKARTA 11,5 59,2 13,5 15,8 7,0 52,3 14,6 26,2

INDONESIA 12,1 68,2 10,0 9,6 10,1 57,0 13,0 20,0

Page 132: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

100

Tabel. 7.7.21. Proporsi status gizi penduduk dewasa (>18 tahun) berdasarkan IMT menurut karakteristik,

Riskesdas 2013

Karakteristik Responden Status Gizi Menurut IMT Laki-laki Status Gizi Menurut IMT Perempuan

Kurus Normal BB Lebih Obese Kurus Normal BB Lebih Obese

Kelompok Umur

19 20,5 71,0 2,6 5,9 25,5 62,5 2,5 9,6

20 – 24 20,2 64,2 8,2 7,4 16,7 58,4 11,0 13,8

25 – 29 13,7 64,0 9,3 13,0 7,7 61,2 11,4 19,7

30 – 34 10,6 58,5 16,1 14,7 5,4 54,5 15,2 24,9

35 – 39 8,6 58,2 16,0 17,2 5,0 50,0 18,2 26,8

40 – 44 7,5 52,0 19,2 21,2 4,3 45,8 15,2 34,7

45 – 49 4,7 58,0 14,5 22,8 2,3 42,0 18,1 37,6

50 – 54 5,7 55,9 14,4 23,9 1,8 42,3 17,1 38,7

55 – 59 7,1 53,5 17,9 21,6 5,4 43,8 15,9 35,0

60 – 64 9,0 56,6 16,7 17,6 3,2 50,9 18,9 27,0

65 + 19,2 53,2 14,5 13,1 6,2 60,8 10,7 22,4

Pendidikan

Tidak pernah sekolah 42,6 32,4 13,4 11,7 6,7 58,7 16,6 18,0

Tidak tamat SD 18,0 53,4 12,3 16,2 8,1 43,9 16,1 31,8

Tamat SD 15,5 54,4 14,4 15,7 5,6 46,4 16,3 31,6

Tamat SLTP 12,9 61,1 16,0 10,0 6,0 51,7 14,9 27,3

Tamat SLTA 10,9 61,2 11,6 16,3 8,4 54,1 13,6 23,8

Tamat D1-D3/PT 3,7 55,9 18,6 21,7 4,4 59,6 13,3 22,7

Pekerjaan

Tidak bekerja 15,7 60,7 10,7 12,9 6,7 49,4 15,0 28,9

Pegawai 8,8 59,3 13,9 18,1 8,6 63,1 12,5 15,8

Wiraswasta 9,8 56,7 15,8 17,7 4,1 49,5 17,7 28,7

Petani/nelayan/buruh 16,7 61,8 12,4 9,1 11,2 55,2 12,2 21,5

Lainnya 13,1 57,9 13,1 15,8 7,1 58,5 10,4 24,1

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 14,5 66,0 10,0 9,4 12,0 53,9 13,6 20,5

Menengah bawah 15,2 58,2 13,4 13,2 5,9 49,8 15,0 29,4

Menengah 10,9 59,0 13,8 16,2 7,1 53,7 13,3 25,9

Menengah atas 10,5 59,7 12,9 17,0 6,0 49,0 14,8 30,2

Teratas 7,2 54,7 16,6 21,4 5,5 55,0 15,9 23,6

7.7.5.2. Status gizi dewasa berdasarkan indikator lingkar perut (LP)

Informasi mengenai prevalensi obesitas sentral pada orang dewasa disajikan juga dengan lingkar perut

(LP) dalam centimeter di samping dengan IMT. Untuk laki-laki dengan LP di atas 90 cm dan untuk

perempuan di atas 80 cm dinyatakan sebagai obesitas sentral (WHO Asia-Pasifik, 2005). Obesitas

sentral dianggap sebagai faktor risiko yang erat kaitannya dengan beberapa penyakit sindroma

metabolik/kronis. Proporsi obesitas sentral untuk tingkat nasional adalah 26.6 persen, di DKI Jakarta

sebesar 36,3 persen dengan rentang proporsi terkecil di Kepulauan Seribu (28,1%) dan terbesar di

Jakarta Selatan (42,1%) (Tabel 7.7.22).

Page 133: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

101

Tabel. 7.7.22

Prevalensi obesitas sentral pada penduduk umur 15 tahun ke atas menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota Obesitas Sentral (LP: L > 90, P

>80)(%)

Kepulauan Seribu 28,1 Jakarta Selatan 42,1 Jakarta Timur 40,0 Jakarta Pusat 34,2 Jakarta Barat 31,0 Jakarta Utara 32,1

DKI JAKARTA 36,3

INDONESIA 26,6

Tabel. 7.7.23 Prevalensi obesitas sentral pada penduduk umur 15 tahun keatas

menurut karakteristik responden, Riskesdas 2013

Karakteristik Responden Obesitas Sentra(%)

Kelompok Umur 15 – 24 16,2 25 – 34 32,8 35 – 44 42,3 45 – 54 52,4 55 – 64 54,8 65 – 74 45,7 75 + 38,0

Jenis Kelamin Laki-laki 20,8 Perempuan 51,6

Pendidikan Tidak pernah sekolah 50,1 Tidak tamat SD 44,6 Tamat SD 42,7 Tamat SLTP 33,2 Tamat SLTA 33,3 Tamat D1-D3/PT 41,6

Pekerjaan Tidak bekerja 42,9 Pegawai 28,2 Wiraswasta 40,5 Petani/nelayan/buruh 22,5 Lainnya 31,0

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 26,2 Menengah bawah 37,1 Menengah 35,7 Menengah atas 37,3 Teratas 42,0

Page 134: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

102

Pola proporsi obesitas sentral menurut kelompok usia sama seperti pola obesitas dengan indeks IMT/U,

yaitu dimulai pada usia muda dan besar sebelum usia 55 tahun; kemudian menurun seiring dengan

bertambah usia (Tabel 7.7.23). Proporsi obesitas sentral pada perempuan (51,6%) jauh lebih besar

dibanding proporsi pada laki-laki (20,8%). Di DKI Jakarta obesitas tampak tidak terkait dengan

pendidikan, jenis pekerjaan dan status ekonomi. Namun demikian, proporsi obesitas sentral terbesar

pada kuintil teratas. Menurut tingkat pendidikan responden, proporsi terbesar kelompok pendidikan

rendah dan menurut pekerjaan, paling besar pada responden yang tidak bekerja.

7.7.6. Status Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Wanita Umur 15-49 Tahun dan Wanita Hamil (WUS)

Masalah gizi untuk menggambarkan risiko kurang enegi kronis (KEK) pada wanita berusia antara

15-49 tahun dan wanita hamil (wanita usia subur, WUS) diukur berdasarkan indikator Lingkar

Lengan Atas (LiLA). Wanita usia subur berisiko KEK jika LILA kurang dari 23,5 cm. Proporsi WUS yang

berisiko KEK untuk yang hamil 14,8 persen. Di Kepulauan Seribu, Jakarta Pusat dan Jakarta Barat tidak

dapat disajikan angka proporsinya karena responden wanita hamil terlalu kecil atau tidak terjaring.

Proporsi wanita tidak hamil berisiko KEK sebesar 14,8 persen dengan rentang terkecil di Kepulauan

Seribu (7,7%) dan terbesar di Jakarta Selatan (18,4%). Secara kasar tampaknya berkaitan dengan

proporsi bayi berusia kurang dari enam bulan yang pendek dan kurang gizi (Tabel 7.7.24).

Wanita hamil yang berisiko KEK berpendidikan SMP atau lebih tinggi, sebagian besar bekerja, dan

cenderung berasal dari status ekonomi yang baik. Namun pola proporsinya menurut tingkat pendidikan

dan jenis pekerjaan tidak jelas. WUS tidak hamil yang berisiko KEK besar tampak pada kelompok

pendidikan SMA atau lebih tinggi dan pada kelompok kuintil teratas. Pada kelompok jenis pekerjaan,

risiko paling besar pada WUS yang tidak bekerja. Kelompok ―lainnya‖ tidak dapat disebut karena jenis

bekerjaannya tidak terdefinisikan (Tabel 7.6.25).

Tabel. 7.7.24

Proporsi Wanita Usia Subur yang berisiko Kurang Energi Kronik menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota Proporsi WUS Berisiko KEK (%)

Hamil Tidak Hamil

Kepulauan Seribu 0,0 7,7

Jakarta Selatan 21,3 18,4

Jakarta Timur 12,8 13,1

Jakarta Pusat 0,0 13,9

Jakarta Barat 0,0 12,2

Jakarta Utara 34,6 17,6

DKI JAKARTA 17,6 14,8

INDONESIA 24,2 20,8

Page 135: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

103

Tabel. 7.7.25 Proporsi Wanita Usia Subur yang berisiko Kurang Energi Kronik

menurut karateristik, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota KEK (LILA < 23,5 cm)

Hamil(%) Tidak Hamil(%)

Pendidikan

Tidak Tamat SD 0,0 13,5 Tamat SD 0,0 14,1 Tamat SMP 13,8 11,7 Tamat SMA 23,5 16,5 Tamat D1-D3/PT 18,0 16,2

Pekerjaan

Tidak Bekerja 20,5 16,2 Pegawai 5,8 13,3 Wiraswasta 41,2 7,7 Petani/Nelayan/Buruh 0,0 15,3 Lainnya 0,0 17,1

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 7,5 19,1 Menengah bawah 7,1 14,3 Menengah 13,0 16,3 Menengah atas 25,7 12,4 Teratas 24,2 13,1

DKI JAKARTA 17,6 14,8

INDONESIA 24,2 20,8

7.7.7. Konsumsi Garam Beriodium

Iodium diperlukan untuk metabolisme energi, pertumbuhan fisik dan perkembangan otak terutama untuk

janin dan anak yang sedang tumbuh. Keterjaminan semua orang terpenuhi kebutuhan iodiumnya dapat

diketahui bila garam yang dikonsumsi cukup iodium. Informasi tentang kualitas garam beriodium yang

dikonsumsi pada Riskesdas 2013 dilakukan dengan menguji kandungan iodium secara cepat sampel

garam rumah tangga yang digunakan untuk memasak. Metode tes cepat dilakukan oleh petugas

pengumpul data (enumerator). Garam ditetesi (2-3 tetes) dengan menggunakan larutan tes cepat pada

sampel garam. Hasil tes cepat dapat dilihat dari perubahan warna garam. Hasil tes cepat garam

berwarna biru/ungu tua mengindikasikan kualitas garam mengandung cukup iodium (30 ppm KIO3). Bila;

berwarna biru/ungu muda maka kualitas garam mengandung tidak cukup iodium (< 30 ppm). Bila hasil

tes ternyata garam tidak berwarna maka kualitas garam tidak mengandung iodium. Atas kualitas garam

tersebut, rumah tangga dinyatakan mengonsumsi cukup iodium jika hasil tes berwarna ungu; tidak cukup

iodium jika hasil tes berwarna ungu muda dan tidak mengonsumsi garam beriodium bila hasil tes cepat

tidak berwarna. Besar proporsi rumah tangga yang tidak mengonsumsi garam beriodium

mengindikasikan besar proporsi janin dan anak tidak terlindungi terhadap kegagalan pertumbuhan dan

perkembangan termasuk kecerdasan.

Page 136: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

104

Tabel.7.7.26

Proporsi rumah tangga yang mengonsumsi garam beriodium berdasarkan hasil tes cepat di

kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota Iodium Garam Dikonsumsi

Cukup Kurang Tidak ada

Kepulauan Seribu 81.6 18.4 0.0

Jakarta Selatan 81.9 14.8 3.3

Jakarta Timur 77.8 18.0 4.2

Jakarta Pusat 91.2 7.5 1.3

Jakarta Barat 88.8 6.6 4.5

Jakarta Utara 86.6 10.8 2.6

DKI Jakarta

83.9 12.6 3.5

INDONESIA 77.1 14.8 8.1

Tabel 7.7.26 memperlihatkan proporsi rumah tangga menurut kualitas garam beriodium yang dikonsumsi

di tiap kabupaten/ kota di DKI Jakarta. Konsumsi garam beriodium warga DKI termasuk cukup baik.

Konsumsi dikatakan baik atau kelompok rentan kurang iodium terlindungi dan terjamin jika proporsi

rumah tangga yang mengonsumsi garam beriodium dengan kualitas cukup sebesar 90 persen. Hasil tes

cepat di DKI menunjukkan hanya Jakarta Pusat yang sudah mencapai batas 90 persen atau mencapai

target Universal Salt Iodization (USI) atau ―garam beriodium untuk semua‖.

7.8. KESEHATAN ANAK DAN IMUNISASI

Topik kesehatan anak bertujuan untuk memberikan informasi berbagai indikator kesehatan anak yang

meliputi status kesehatan anak dan cakupan pelayanan. Untuk status kesehatan anak meliputi

prevalensi berat badan lahir rendah (BBLR), panjang badan lahir pendek, gangguan kesehatan (sakit)

pada bayi umur neonatus, cacat lahir atau kecacatan pada anak balita. Sedangkan indikator yang terkait

dengan cakupan pelayanan kesehatan anak meliputi perilaku perawatan tali pusar bayi baru lahir,

pemeriksaan bayi baru lahir, imunisasi, kepemilikan akte kelahiran, kepemilikan buku KMS dan KIA,

pemantauan pertumbuhan, pemberian kapsulvitamin A, pemberian ASI dan MPASI, inisiasi menyusu dini

(IMD), pemberian kolostrum, pemberian makanan prelakteal, ASI eksklusif, dan sunat perempuan.

Pengumpulan data tentang berat dan panjang badan lahir pada Riskesdas 2013 dicatat atau disalin

berdasarkan dokumen/catatan yang dimiliki oleh anggota rumah tangga, seperti buku KIA, KMS, atau

buku catatan kesehatan anak lainnya. Selain itu, dikumpulkan pula informasi terkait dengan jenis

gangguan kesehatan (sakit) pada bayi umur neonatus dan perilaku berobat kepada tenaga kesehatan.

Informasi prevalensi anak umur 24-59 bulan yang mengalami kecacatan berdasarkan semua kecacatan

yang dapat diobservasi termasuk karena penyakit atau trauma/kecelakaan. Anak yang mempunyai

kecacatan termasuk anak berkebutuhan khusus, seperti: tuna netra (penglihatan/buta), tuna wicara

(berbicara/bisu), down syndrom, tuna daksa (tubuh/cacat anggota badan), bibir sumbing, tuna rungu

(pendengaran/tuli).

Sedangkan informasi tentang cara perawatan tali pusar bayi baru lahir juga dikumpulkan dalam Riskesdas

2013. Menurut standar Asuhan Persalinan Normal (APN) tali pusar yang telah dipotong dan diikat, tidak

diberi apa-apa. Sebelum metode APN diterapkan, tali pusar dirawat dengan alkohol atau antiseptik

Page 137: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

105

lainnya. Selain itu, dikumpulkan pula informasi tentang kunjungan neonatal yang meliputi kunjungan

pada saat bayi saat berumur 6-48 jam (KN1), 3-7 hari (KN2), dan 8-28 hari (KN3).

Cakupan imunisasi pada Riskesdas 2013 ditanyakan kepada ibu yang mempunyai balita umur 0-59

bulan. Informasi imunisasi dikumpulkan berdasarkan empat sumber informasi, yaitu wawancara kepada

ibu balita atau anggota rumah tangga yang mengetahui, catatan dalam KMS, catatan dalam buku KIA,

dan catatan dalam buku kesehatan anak lainnya. Apabila salah satu dari keempat sumber tersebut

menyatakan bahwa anak sudah diimunisasi, disimpulkan bahwa anak tersebut sudah diimunisasi untuk

jenis yang ditanyakan.

Program pengembangan imunisasi mencakup satu kali HB-0, satu kali imunisasi BCG, tiga kali imunisasi

DPT-HB, empat kali imunisasi polio, dan satu kali imunisasi campak. Imunisasi BCG diberikan pada bayi

umur kurang dari tiga bulan; imunisasi polio pada bayi baru lahir, dan tiga dosis berikutnya diberikan

dengan jarak paling cepat empat minggu; imunisasi DPT-HB pada bayi umur dua bulan, tiga bulan empat

bulan dengan interval minimal empat minggu; dan imunisasi campak paling dini umur sembilan bulan.

Selain setiap jenis imunisasi, anak disebut sudah mendapat imunisasi lengkap bila sudah mendapatkan

semua jenis imunisasi satu kali HB-0, satu kali BCG, tiga kali DPT-HB, empat kali polio, dan satu kali

imunisasi campak. Jadwal imunisasi untuk HB-0, BCG, polio, DPT-HB, dan campak berbeda, sehingga

bayi umur 0-11 bulan tidak dianalisis. Analisis dilakukan pada data anak umur 12-23 bulan, yang telah

melewati masa imunisasi dasar.

Selanjutnya informasi tentang kepemilikan akte kelahiran dan buku KMS dan KIA pada anak umur 0-59

bulan disajikan dalam laporan ini. Pemantauan pertumbuhan anak diperoleh dari frekuensi penimbangan

anak umur 6-59 bulan selama enam bulan terakhir. Idealnya dalam enam bulan anak balita ditimbang

minimal enam kali. Pemantauan pertumbuhan balita sangat penting dilakukan untuk mengetahui adanya

gangguan pertumbuhan (growth faltering) secara dini. Untuk mengetahui pertumbuhan tersebut,

penimbangan balita setiap bulan sangat diperlukan. Penimbangan balita dapat dilakukan di berbagai

tempat seperti Posyandu, Polindes, Puskesmas atau sarana pelayanan kesehatan yang lain.

Informasi tentang cakupan pemberian kapsul vitamin A pada anak umur 6-59 bulan disajikan dalam

laporan ini. Kapsul vitamin A diberikan setahun dua kali pada bulan Februari dan Agustus, sejak anak

berumur enam bulan. Kapsul merah (dosis 100.000 IU) diberikan untuk bayi umur 6-11 bulan dan kapsul

biru (dosis 200.000 IU) untuk anak umur 12-59 bulan.

Data tentang pola pemberian ASI dan pola pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada anak

umur 0-23 bulan yang meliputi: proses mulai menyusu, inisiasi menyusu dini (IMD), pemberian

kolostrum, pemberian makanan prelakteal, menyusu eksklusif, dan pemberian MP-ASI. Dalam buku ini

ditampilkan proses menyusui dan menyusu ekslusif. Kriteria menyusu ekslusif ditegakkan bila anak umur

0-6 bulan hanya diberi ASI saja pada 24 jam terakhir dan tidak diberi makanan prelakteal.

Sedangkan informasi tentang sunat pada perempuan umur 0-11 tahun, yang meliputi riwayat pernah

disunat, umur ketika disunat, orang yang menyarankan untuk disunat dan tenaga penolong yang

melakukan sunat.

Secara keseluruhan, dalam laporan ini disajikan informasi menurut provinsi dan karakteristik.

Karakteristik meliputi kelompok umur anak, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal dan

kuintil indeks kepemilikan. Pendidikan dan pekerjaan merupakan gambaran dari kepala rumah tangga.

Gambar 7.6 menunjukkan jumlah responden yang dianalisis sesuai indikator yang diukur.

Page 138: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

106

Gambar 7.6 Jumlah sampel dan indikator kesehatan anak di provinsi DKI Jakarta, Riskesdas 2013

7.8.1 Status Imunisasi

Kementerian Kesehatan melaksanakan Program Pengembangan Imunisasi (PPI) pada anak dalam

upaya menurunkan kejadian penyakit pada anak. Program imunisasi untuk penyakit-penyakit yang dapat

dicegah dengan imunisasi (PD3I) pada anak yang tercakup dalam PPI adalah satu kali HB-0, satu kali

imunisasi BCG, tiga kali imunisasi DPT-HB, empat kali imunisasi polio, dan satu kali imunisasi campak.

Imunisasi BCG diberikan pada bayi umur kurang dari tiga bulan; imunisasi polio pada bayi baru lahir, dan

tiga dosis berikutnya diberikan dengan jarak paling cepat empat minggu; imunisasi DPT-HB pada bayi

umur dua, tiga, empat bulan dengan interval minimal empat minggu; dan imunisasi campak paling dini

umur sembilan bulan.

Dalam Riskesdas, informasi tentang cakupan imunisasi ditanyakan pada ibu yang mempunyai balita

umur 0-59 bulan. Informasi tentang imunisasi dikumpulkan dengan empat cara yaitu:

Wawancara kepada ibu balita atau anggota rumah tangga yang mengetahui,

Catatan dalam Kartu Menuju Sehat (KMS),

Catatan dalam Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), dan

Catatan dalam Buku Kesehatan Anak lainnya.

Bila salah satu dari keempat sumber tersebut menyatakan bahwa anak sudah diimunisasi, disimpulkan

bahwa anak tersebut sudah diimunisasi untuk jenis tersebut.

Selain untuk setiap jenis imunisasi, anak disebut sudah mendapat imunisasi lengkap bila sudah

mendapatkan semua jenis imunisasi satu kali HB-0, satu kali BCG, tiga kali DPT-HB, empat kali polio,

• Sunat perempuan Perempuan umur 0-11 tahun

(N=1.327)

• Kunjungan neonatus

• Berat dan panjang lahir

• Perawatan tali pusar

• Kepemilikan KMS dan buku KIA

• Kepemilikan akte kelahiran

Anak umur 0-59 bulan (N=1.059)

• Cakupan vitamin A

• Pemantauan pertumbuhan Anak umur 6-59 bulan (N=972)

• Kecacatan Anak umur 24-59 bulan (N=660)

• ASI dan MPASI Anak umur 0-23 bulan (N=399)

• Imunisasi Anak umur 12-59 bulan (N=873)

Page 139: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

107

dan satu kali imunisasi campak. Oleh karena jadwal imunisasi untuk HB-0, BCG, polio, DPT-HB, dan

campak yang berbeda, bayi umur 0-11 bulan tidak dianalisis cakupan imunisasi. Hal ini disebabkan bila

bayi umur 0-11 bulan dimasukkan dalam analisis, dapat memberikan interpretasi yang berbeda karena

sebagian bayi belum mencapai umur untuk imunisasi tertentu, atau belum mencapai frekuensi imunisasi

tiga kali.

Ada beberapa alasan untuk analisis imunisasi hanya 12-23 bulan, yaitu karena imunisasi kelompok umur

anak 12-23 bulan dapat mendekati perkiraan ―valid immunization‖, survei-survei lain juga menggunakan

umur 12-23 bulan untuk menilai cakupan imunisasi, sehingga dapat dibandingkan dan bias karena

ingatan ibu yang diwawancara pada pengumpulan data lebih rendah dibanding kelompok umur

diatasnya. Namun karena ada keterbatasan sampel maka untuk menggambarkan angka kabupaten/kota,

analilis dilakukan dari data usia 12-59 bulan.

Data berikut ini hanya menggunakan jawaban yang valid sesuai dengan pedoman yang ditentukan. Pada

saat pengolahan data terdapat jawaban responden yang missing. Hal ini disebabkan ada beberapa

responden yang tidak diketahui dengan jelas status imunisasinya karena beberapa alasan seperti ibu

lupa anaknya sudah diimunisasi atau belum, lupa sudah berapa kali diimunisasi, tidak tahu secara pasti

jenis imunisasi, catatan dalam KMS tidak lengkap/tidak terisi, tidak dapat menunjukkan buku KIA karena

hilang, responden yang diwawancara bukan ibu balita, atau ketidakakuratan pewawancara saat proses

wawancara dan pencatatan.

Gambar 7.7. menunjukkan kecenderungan imunisasi lengkap di Indonesia yang meningkat dari tahun

2007 sampai tahun 2013 (41,6% menjadi 59,2%). Imunisasi tidak lengkap mengalami penurunan (49,2%

menjadi 32,1%). Sedangkan untuk yang tidak diimunisasi cenderung konstan (9,1% menjadi 8,7%).

Gambar.7.7. Kecenderungan imunisasi lengkap pada anak umur 12-59 bulan, Indonesia tahun 2007, 2010 dan 2013

Proporsi imunisasi dasar lengkap pada anak umur 12-59 bulan menurut kota di DKI Jakarta tahun 2013

dapat dilihat pada Tabel 7.8.1. Rata – rata DKI Jakarta untuk imunisasi lengkap ( 63,4%) lebih tinggi

dibandingkan yang tidak lengkap (34,3%) dan yang tidak diimunisasi dasar (2,3%). Imunisasi dasar

lengkap tertinggi ada di Kepulauan Seribu (89,9%) dan terendah ada di Jakarta Barat (51,0%). Untuk

imunisasi dasar tidak lengkap paling tinggi barada di Jakarta Barat (45,1%) dan tidak diimunisasi paling

tinggi di Jakarta pusat (5,4%)(Tabel 7.8.1).

Page 140: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

108

Tabel 7.8.1. Proporsi imunisasi dasar lengkap pada anak umur 12-59 bulan

menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota Kelengkapan Imunisasi Dasar

Lengkap Tidak Lengkap Tidak Imunisasi

Kepulauan Seribu 89,9 7,5 2,6 Jakarta Selatan 76,7 22,0 1,3 Jakarta Timur 64,9 33,2 1,9 Jakarta Pusat 54,6 40,0 5,4 Jakarta Barat 51,0 45,1 3,8 Jakarta Utara 62,7 36,1 1,2

DKI Jakarta 63,4 34,3 2,3

Tabel 7.8.2. Proporsi imunisasi dasar lengkap pada anak umur 12-59 bulan

menurut karakteristik, Riskesdas 2013

Karakteristik Kelengkapan Imunisasi Dasar

Lengkap Tidak Lengkap Tidak Imunisasi

Jenis Kelamin Laki-laki 61,2 37,3 1,5 Perempuan 65,6 31,1 3,3

Pendidikan KK Tidak pernah sekolah 84,6 15,4 0,0

Tidak tamat SD 59,7 40,3 0,0

Tamat SD 44,4 53,2 2,4 Tamat SMP 62,9 31,9 5,2 Tamat SMA 65,0 33,2 1,7 Tamat D1/D2/D3/PT 69,6 27,9 2,5

Pekerjaan KK Tidak bekerja 69,6 28,7 1,7

Pegawai 65,2 32,9 1,9 Wiraswasta 65,4 32,5 2,1 Petani/Nelayan/Buruh 49,4 47,6 3,0 Lainnya 55,8 37,4 6,8

Tempat Tinggal Perkotaan 63,4 34,3 2,3

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 59,5 37,1 3,4

Menengah bawah 53,4 45,0 1,7 Menengah 64,8 32,1 3,1 Menengah Atas 68,1 30,5 1,4 Teratas 70,4 27,0 2,5

Page 141: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

109

Tabel 7.8.3 Proporsi imunisasi dasar pada anak umur 12-59 bulan menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota Jenis Imunisasi Dasar (%)

HB-0 BCG DPT-HB 3 Polio 4 Campak

Kepulauan Seribu 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0

Jakarta Selatan 90,9 95,4 85,9 82,9 90,0

Jakarta Timur 96,6 95,9 84,2 79,0 80,6

Jakarta Pusat 80,9 82,7 78,9 74,5 89,2

Jakarta Barat 81,7 85,4 62,3 71,5 82,4

Jakarta Utara 77,8 85,5 77,8 71,3 88,8

DKI Jakarta 87,8 90,9 79,1 76,7 85,3

INDONESIA 79,1 87,6 75,6 77,0 82,1

Tabel 7.8.4 Proporsi imunisasi dasar pada anak umur 12-59 bulan menurut

karakteristik, Riskesdas2013

Karakteristik Proporsi Imunisasi Dasar (%)

HB-0 BCG DPT-HB Polio Campak

Jenis Kelamin

Laki-laki 90,3 94,5 78,1 73,8 83,5

Perempuan 85,5 87,5 80,0 79,5 87,0 Pendidikan KK

Tidak pernah sekolah 72,8 100,0 72,8 72,8 100,0 Tidak tamat SD 82,3 90,2 89,6 68,2 92,2 Tamat SD 89,1 80,9 60,5 78,4 78,0 Tamat SMP 82,2 89,5 78,4 76,2 81,6 Tamat SMA 88,5 91,4 82,2 77,7 85,5 Tamat D1/D2/D3/PT 100,0 100,0 74,5 77,5 90,7

Pekerjaan KK

Tidak bekerja 85,7 82,1 74,3 77,8 92,7

Pegawai 89,0 98,0 83,8 79,9 82,9 Wiraswasta 94,2 91,3 82,2 77,7 90,0 Petani/Nelayan/Buruh 67,1 62,7 56,7 59,7 72,8 Lainnya 82,2 85,3 67,9 68,7 85,3

Tempat Tinggal

Perkotaan 87,8 90,9 79,1 76,7 85,3

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 86,9 87,1 73,6 84,9 85,4

Menengah bawah 88,4 90,1 76,6 70,8 91,3 Menengah 83,4 83,8 75,4 73,1 79,0 Menengah Atas 92,6 98,9 87,4 84,4 74,7 Teratas 88,4 98,0 85,1 72,7 99,0

Proporsi imunisasi dasar lengkap pada anak umur 12-59 bulan menurut karakteristik, DKI Jakarta 2013

ada pada Tabel 7.8.2. Berdasarkan Tabel 7.8.2. tidak ada perbedaan berarti untuk kelengkapan

imunisasi berdasarkan jenis kelamin. Imunisasi lengkap cenderung meningkat seiring dengan tingkat

Page 142: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

110

pendidikan. Sedangkan imunisasi tidak lengkap cenderung meningkat pada tingkat pendidikan rendah.

Pekerjaan petani/nelayan/buruh merupakan pekerjaan yang memiliki nilai kelengkapan imunisasi dasar

terendah (49,4%). Kelengkapan imunisasi dasar meningkat seiring dengan peningkatan kuintil indeks

kepemilikan (Tabel 7.8.2).

Tabel 7.8.3 menunjukkan Kepulauan Seribu menduduki urutan tertinggi menurut seluruh jenis imunisasi

(100%). Rata-rata DKI Jakarta menurut jenis imunisasinya paling tinggi adalah imunisasi BCG (90,9%)

dan paling rendah polio_4 (76,7%).

Tabel 7.8.4 menunjukkan proporsi cakupan imunisasi dasar pada anak umur 12-59 bulan menurut

karakteristik untuk provinsi DKI Jakarta tahun 2013. Pekerjaan kepala keluarga petani/nelayan/buruh

selalu memiliki nilai terendah untuk seluruh jenis imunisasi yang diberikan (HB-0, BCG, DPT-HB, Polio,

Campak).

7.8.2. Kunjungan Neonatal

Pengumpulan data ditujukan kepada responden ibu yang mempunyai anak berusia kurang dari lima tahun. Pengumpulan data Kunjungan Neonatal (KN) bertujuan untuk memperoleh informasi tentang kunjungan/pemeriksaan neonatal (bayi baru lahir) atau kunjungan neonatal (KN1, KN2, dan KN3), bagi berumur:

a. 6 – 48 jam setelah lahir (KN1) : Dalam waktu 6 – 48 jam setelah kelahiran, bayi dan ibu

perlu mendapat pemeriksaan kesehatan, baik mengunjungi ataupun dikunjungi oleh

petugas kesehatan ke rumah responden. Pemeriksaan bayi yang dilakukan setelah lebih

dari 48 jam tidak termasuk sebagai pemeriksaan dalam kurun waktu 6-48 jam tetapi

termasuk dalam kurun waktu 3-7 hari setelah lahir. Jadi pemeriksaan setelah bayi berumur

lebih dari 48 jam tidak dianggap sebagai KN-1 tetapi termasuk pemeriksaan KN-2.

b. 3 – 7 hari setelah lahir (KN2) : Bayi yang baru lahir dan ibu nifas perlu mendapat

pelayanan kesehatan minimal satu kali, baik mengunjungi ataupun dikunjungi oleh petugas

kesehatan ke rumah responden. Pemeriksaan bayi baru lahir yang termasuk pemeriksan

dalam kurun waktu 3-7 hari setelah lahir adalah pemeriksaan bayi yang dilakukan setelah

bayi berumur lebih dari 48 jam sampai bayi berumur 7 hari 59 menit, 59 detik, dan

dianggap sebagai KN-2.

c. 8 – 28 hari setelah lahir (KN3) : Bayi yang baru lahir dan ibu nifas perlu mendapat

pelayanan kesehatan minimal satu kali, baik mengunjungi ataupun dikunjungi oleh petugas

kesehatan ke rumah responden. Pemeriksaan bayi baru lahir yang termasuk pemeriksaan

dalam kurun waktu 8-28 hari setelah lahir adalah pemeriksaan bayi yang dilakukan pada

saat bayi telah berumur 8 hari sampai dengan bayi berumur 28 hari 59 menit, 59 detik, dan

dianggap sebagai KN-3

Tabel 7.8.5. menunjukkan proporsi kunjungan neonatal pada anak berumur 0-59 bulan menurut

karakteristik di Propinsi DKI Jakarta tahun 2013. Dari Tabel 7.8.5. dapat dilihat bahwa seluruh karakter

(Jenis Kelamin, Pendidikan Kepala keluarga, Pekerjaan kepala keluarga, Kuintil Indeks Kepemilikan)

memiliki kunjungan KN 1 cenderung lebih tinggi dibanding KN 2 dan paling rendah adalah KN 3.

Terdapat kecenderungan semakin tinggi tingkat pendidikan dan Kuintil Indeks Kepemilikan maka

semakin tinggi pula tingkat kunjungan neonatalnya (KN). Pekerjaan kepala keluarga petani/nelayan/

buruh selalu memiliki nilai terendah untuk KN1-KN3.

Tabel 7.8.5.

Page 143: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

111

Proporsi kunjungan neonatal pada anak anak umur 0-59 bulan menurut karakteristik, Riskesdas 2013

Karakteristik Kunjungan Neonatal (%)

KN1 (6 – 48 jam) KN2 (3 – 7 hari) KN3 (8 – 28 hari)

Jenis Kelamin

Laki-laki 81,0 74,5 68,3 Perempuan 84,7 75,3 71,9

Pendidikan KK

Tidak pernah sekolah 88,6 66,0 53,3 Tidak tamat SD 68,5 71,8 71,1 Tamat SD 54,4 60,7 51,9 Tamat SMP 77,2 70,7 65,5 Tamat SMA 87,8 75,5 72,8 Tamat D1/D2/D3/PT 93,2 89,1 77,3

Pekerjaan KK

Tidak bekerja 76,3 64,6 59,1 Pegawai 89,0 79,3 74,4 Wiraswasta 74,0 73,0 69,0 Petani/Nelayan/Buruh 77,7 64,7 59,3 Lainnya 89,0 82,0 76,6

Tempat Tinggal

Perkotaan 82,8 74,9 70,1

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 68,4 65,6 59,6 Menengah bawah 82,7 72,8 67,2 Menengah 83,9 76,5 71,8 Menengah Atas 88,2 77,2 69,5 Teratas 86,3 79,6 79,9

Tabel 7.8.6. menunjukkan proporsi kunjungan neonatal lengkap (KN1, KN2, KN3) pada anak anak umur

0-59 bulan menurut karakteristik di provinsi DKI Jakarta tahun 2013. Untuk kelengkapan KN juga masih

dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan Kuintil Indeks Kepemilikan . Dimana makin tinggi tingkat

pendidikan dan Kuintil Indeks Kepemilikan cenderung semakin tinggi kelengkapan kunjungan neonatal

(KN) nya. Pekerjaan kepala keluarga tidak bekerja dan Petani/Nelayan/Buruh memiliki tingkat

kelengkapan KN yang paling rendah.

Page 144: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

112

Tabel 7.8.6. Proporsi kunjungan neonatal lengkap (KN1, KN2, KN3) pada anak anak umur 0-59 bulan

menurut karakteristik, Riskesdas 2013

Karakteristik Kategori Kunjungan Neonatal

Tidak Pernah KN KN Tidak Lengkap KN Lengkap

Jenis Kelamin Laki-laki 10,8 32,2 57,0

Perempuan 6,9 33,5 59,6 Pendidikan KK

Tidak pernah sekolah 11,4 46,5 42,0 Tidak tamat SD 16,4 30,7 52,8 Tamat SD 26,4 35,1 38,5 Tamat SMP 11,7 36,2 52,1 Tamat SMA 6,3 33,0 60,7 Tamat D1/D2/D3/PT 1,1 26,3 72,6

Pekerjaan KK Tidak bekerja 16,9 31,1 52,0

Pegawai 6,1 27,9 66,1 Wiraswasta 11,5 37,5 50,9 Petani/Nelayan/Buruh 12,0 47,3 40,7 Lainnya 1,7 29,0 69,4

Tempat Tinggal Perkotaan 8,9 32,8 58,3

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 14,4 41,0 44,6

Menengah bawah 9,4 36,5 54,1 Menengah 8,6 30,4 61,1 Menengah Atas 8,5 29,7 61,8 Teratas 4,8 29,5 65,7

7.8.3. Perawatan Tali Pusar

Pengumpulan data Riskesdas 2013 juga menyediakan informasi perawatan tali pusar yang bertujuan

untuk memperoleh cara perawatan tali pusar bayi baru lahir. Pengumpulan data ditujukan kepada

responden ibu yang mempunyai anak berusia kurang dari lima tahun. Menurut Asuhan Persalinan

Normal ( APN), tali pusar yang telah dipotong dan diikat, tidak perlu diberi perlakuan apapun.

Sebelum metode APN diterapkan, tali pusar dirawat dengan alkohol atau antiseptik lainnya. Namun,

apabila persalinan ditolong oleh dukun, kemungkinan perawatan dengan cara tradisional yang

aseptik masih dilakukan.

Gambar 7.8 menunjukkan bahwa sudah terjadi penurunan perawatan tali pusar dengan

alkohol/betadin (aseptic) sejak tahun 2010 (78,9% pada tahun 2010 menjadi 67,7% pada tahun

2013). Sedangkan pada perawatan tali pusar dengan tidak diberi perlakuan apapun mengalami

peningkatan (11,6 % menjadi 22,2 %)

Page 145: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

113

Gambar 7.8. Kecenderungan perawatan tali pusar bayi baru lahir Indonesia 2010 dan 2013

Tabel 7.8.7. menyajikan proporsi cara perawatan tali pusar pada anak usia 0-59 bulan menurut kota. Dari Tabel tersebut diketahui bahwa proporsi cara perawatan tali pusar pada propinsi DKI Jakarta sebagian besar rata-rata masih menggunakan betadine/alkohol (71,6%). Kota Jakarta Utara merupakan pengguna cara perawatan tali pusar tidak diberi apa-apa tertinggi yaitu 36,4%.

Tabel 7.8.7. Proporsi cara perawatan tali pusar pada bayi baru lahir menurut kabupaten/kota,

Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota

Cara Perawatan Tali Pusar

Tidak diberi apa-apa

Diberi betadine/ alkohol

Diberi obat tabur

Diberi ramuan/ obat tradisional

Kepulauan Seribu 23,4 76,6 0,0 0,0 Jakarta Selatan 20,7 78,9 0,0 0,4

Jakarta Timur 30,0 70,0 0,0 0,0

Jakarta Pusat 28,4 69,8 0,8 1,0 Jakarta Barat 22,2 77,8 0,0 0,0 Jakarta Utara 36,4 56,2 1,3 6,1

DKI Jakarta 27,0 71,6 0,3 1,1

78,9

11,6 8,0

1,5

67,7

22,2

8,2 1,9

0,0

20,0

40,0

60,0

80,0

100,0

Betadine/alkohol Tidak diberi apa-apa

Ramuan/obattradisional

Obat tabur

2010 2013

Page 146: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

114

7.8.4. Pola Pemberian ASI

Dalam Riskesdas 2013 dikumpulkan data tentang pola pemberian ASI dan pola pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada anak umur 0-23 bulan yang meliputi: proses mulai menyusu, inisiasi menyusu dini (IMD), pemberian kolostrum, pemberian makanan prelakteal, menyusui eksklusif, dan pemberian MP-ASI. Dalam buku ini ditampilkan proses menyusui dan menyusui ekslusif. Menyusui ekslusif jika anak usia 0-6 bulan hanya diberi ASI saja pada 24 jam terakhir dan tidak diberi makanan prelakteal.

Menyusui sejak dini mempunyai dampak yang positif baik bagi ibu maupun bayinya. Bagi bayi, menyusui mempunyai peran penting yang fundamental pada kelangsungan hidup bayi, kolostrum yang kaya dengan zat antibodi, pertumbuhan yang baik, kesehatan, dan gizi bayi. Untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas bayi dan balita, Inisiasi menyusu dini mempunyai peran penting bagi ibu dalam merangsang kontraksi uterus sehingga mengurangi perdarahan pasca melahirkan (postpartum).

Menyusui dalam jangka panjang dapat memperpanjang jarak kelahiran karena masa amenorhoe lebih panjang, pemulihan status gizi yang lebih baik sebelum kehamilan berikutnya. UNICEF dan WHO membuat rekomendasi pada ibu untuk menyusui eksklusif selama 6 bulan kepada bayinya. Sesudah usia 6 bulan bayi baru dapat diberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) dengan tetap memberikan ASI sampai minimal umur 2 tahun. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan juga merekomendasi kepada ibu untuk menyusui eksklusif selama 6 bulan kepada bayinya.

Tabel 7.8.8. Proporsi proses mulai menyusu pada anak usia 0-23 bulan menurut kota, propinsi DKI Jakarta 2013. Berdasarkan tabel 3.13.14. proses mulai menyusu < 1 Jam (IMD) menduduki proporsi rata –rata tertinggi di propinsi DKI Jakarta yaitu 41,9%. IMD tertinggi berada di Kepulauan Seribu (85,5%) dan terendah di kota Jakarta Pusat (17,9%)

Tabel 7.8.8. Proporsi proses mulai menyusu pada anak usia 0-23 bulan menurut kabupaten/kota,

Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota

Kategori Proses Mulai Menyusu (%)

< 1 Jam (IMD) 1-6 Jam 7-23 Jam 24-47 jam ≥ 48 jam

Kepulauan Seribu 85,5 9,6 0,0 4,9 0,0

Jakarta Selatan 45,2 28,8 0,0 13,1 12,9

Jakarta Timur 42,9 15,8 4,3 23,3 13,7

Jakarta Pusat 17,9 52,0 2,0 18,6 9,6

Jakarta Barat 33,8 35,9 5,0 17,1 8,2

Jakarta Utara 52,7 25,5 6,6 6,5 8,7

DKI Jakarta 41,9 27,3 3,5 16,1 11,3

Proporsi proses mulai menyusui kepada bayi baru lahir menurut karakterisitik, pendidikan kepala

keluarga (KK), pekerjaan KK, tempat tinggal, dan kuintil indeks kepemilikan disajikan pada Tabel 7.8.9.

Proses mulai menyusui < 1 jam menurut kelompok umur dan jenis kelamin tidak menunjukkan

perbedaan yang signifikan. Demikian juga menurut tingkat pendidikan pekerjaan KK dan kuintil indeks

kepemilikan tidak ada pola kecenderungan yang jelas.

Page 147: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

115

Tabel 7.8.9. Proporsi proses mulai menyusui kepada bayi baru lahir menurut karakteristik,

Riskesdas 2013

Karakteristik Kategori Proses Mulai Menyusu

< 1 Jam (IMD) 1-6 Jam 7-23 Jam 24-47 jam ≥ 48 jam

Kelompok Umur 0 – 5 bulan 34,1 36,2 0,8 16,6 12,4

6 – 11 bulan 43,8 28,5 4,4 11,4 11,9 12 – 23 bulan 43,8 23,3 4,0 18,4 10,5

Jenis Kelamin Laki-laki 48,3 23,1 3,1 19,3 6,2

Perempuan 36,2 31,0 3,8 13,2 15,9 Pendidikan KK

Tidak pernah sekolah 62,2 37,8 0,0 0,0 0,0

Tidak tamat SD 40,4 34,8 0,0 17,4 7,3

Tamat SD 48,5 34,2 3,9 7,0 6,4 Tamat SMP 44,6 21,4 0,0 20,8 13,2 Tamat SMA 39,0 27,2 5,7 14,5 13,6 Tamat D1/D2/D3/PT 44,5 26,6 0,0 24,5 4,4

Pekerjaan KK Tidak bekerja 35,0 30,5 5,7 16,2 12,6

Pegawai 37,3 25,5 3,9 18,7 14,6 Wiraswasta 48,4 26,5 1,7 15,8 7,6 Petani/Nelayan/Buruh 58,8 23,1 6,4 5,3 6,5 Lainnya 38,2 44,3 0,0 12,1 5,4

Tempat Tinggal Perkotaan 41,9 27,3 3,5 16,1 11,3

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 37,4 28,1 8,4 17,8 8,3

Menengah bawah 41,4 31,0 2,6 20,4 4,6 Menengah 48,1 25,6 0,7 12,4 13,2 Menengah Atas 39,0 19,6 4,0 17,1 20,4 Teratas 42,1 33,6 3,1 12,9 8,3

7.8.5. Sunat Perempuan

Riskesdas 2013 menyajikan data atau informasi tentang kebiasaan/perilaku sunat pada anak perempuan usia 0-11 tahun. Proporsi pernah disunat pada anak perempuan usia 0 - 11 tahun menurut kota disajikan pada Tabel 7.8.10. Dari Tabel tersebut dihasilkan proporsi pernah disunat pada anak

perempuan usia 0 - 11 tahun sebesar 51,2%, tertinggi di Kepulauan Seribu (97,2%) dan terendah di Jakarta Barat (56,0%).

Tabel 7.8.11 menyajikan proporsi pernah disunat pada anak perempuan usia 0 - 11 tahun menurut pendidikan KK, pekerjaan KK, tempat tinggal, dan kuintil indeks kepemilikan. Terdapat kecenderungan bahwa semakin rendah tingkat pendidikan dan Kuintil Indeks Kepemilikan maka semakin tinggi nilai proporsiProporsi pernah disunat.

Page 148: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

116

Tabel 7.8.10 Proporsi pernah disunat pada anak perempuan

usia 0-11 tahun menurut kabupaten/kota, Riskesdas2013

Kabupaten/Kota Pernah disunat

Kepulauan Seribu 97,2 Jakarta Selatan 71,4 Jakarta Timur 77,9 Jakarta Pusat 71,0 Jakarta Barat 56,0 Jakarta Utara 62,4

DKI Jakarta 68,1

Tabel 7.8.11. Proporsi pernah disunat pada anak perempuan

usia 0 - 11 tahun yang menurut karakteristik Riskesdas 2013

Karakteristik Pernah disunat

Pendidikan KK Tidak pernah sekolah 61,1

Tidak tamat SD 85,9 Tamat SD 81,2 Tamat SMP 72,6 Tamat SMA 67,1 Tamat D1/D2/D3/PT 46,5

Pekerjaan KK Tidak bekerja 72,1

Pegawai 61,6 Wiraswasta 74,0 Petani/Nelayan/Buruh 73,4 Lainnya 77,8

Tempat Tinggal Perkotaan 68,1

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 76,9

Menengah bawah 76,3 Menengah 66,5 Menengah Atas 68,9 Teratas 55,6

Gambar 7.9 menyajikan proporsi umur pertama ketika disunat pada anak perempuan usia 0 - 11 tahun di propinsi DKI Jakarta tahun 2013. Gambar menunjukkan bahwa usia 1-5 bulan merupakan proporsi tertinggi untuk dilakukan sunat yaitu 46,7%. Namun ada juga yang sudah melakukan sunat pada usia 0 bulan yaitu sebesar 15,5 %.

Page 149: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

117

Gambar 7.9. Proporsi umur pertama ketika disunat pada anak perempuan usia 0 - 11 tahun, Riskesdas 2013

7.9. KESEHATAN REPRODUKSI

Kesehatan reproduksi (Kespro) mulai dimasukkan dalam Riskesdas 2010 yang hanya memberikan

gambaran nasional dan provinsi. Riskesdas 2013 menyediakan informasi kesehatan reproduksi baik

tingkat nasional, provinsi, bahkan kabupaten/kota (terbatas untuk indikator tertentu), sehingga provinsi

dapat menilai cakupan pelayanan kesehatan ibu berbasis komunitas sebagai komplemen dari data rutin.

Blok kespro menyediakan informasi status kesehatan ibu dan beberapa isu kesehatan reproduksi pada

semua perempuan umur 10-54 tahun. Informasi yang dikumpulkan meliputi: 1) kejadian kehamilan saat

wawancara yang ditanyakan dalam kuesioner rumah tangga; 2) penggunaan alat/cara Keluarga

Berencana (KB); 3) cakupan pelayanan kesehatan ibu dari masa kehamilan sampai masa nifas dan 4)

masalah kespro lainnya.

Tujuan dari blok kesehatan reproduksi adalah menyediakan informasi yang terkait dengan MDGs ke lima

yaitu meningkatkan status kesehatan ibu dan isu kesehatan reproduksi.

Pertanyaan blok kesehatan reproduksi terkait dengan masalah kesehatan ibu, ditanyakan kepada semua

perempuan 10-54 tahun. Hasil analisis disajikan berdasarkan kabupaten/kota dan karakteristik. Jumlah

sampel yang digunakan untuk analisis disajikan dalam Tabel 7.9.1.

15,5

46,7

1,3 0,2 0,1 0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

0 bulan 1-5 bulan 6-11 bulan 1-4 tahun 5-11 tahun

Page 150: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

118

Table 7.9.1 Indikator utama, unit analisis dan jumlah sampel yang digunakan Blok Kesehatan Reproduksi,

Riskesdas 2013

Indikator Unit analisis Jumlah sampel

Kejadian kehamilan Proporsi kehamilan Semua anggota rumah tangga

perempuan 10-54 tahun 5.112

Di Pelayanan program KB

Penggunaan KB saat ini, CPR, jenis KB yang digunakan

WUS (15-49 tahun) berstatus kawin

2.717

Tenaga & tempat pelayanan KB modern

WUS kawin yg menggunakan KB modern

1.415

Alasan utama tidak KB WUS kawin yang tidak

menggunakan KB 1.287

Pelayanan kesehatan ibu

Masa kehamilan: Pemeriksaan kehamilan: K1, K1 ideal, K4 dan ANC minimal 4 kali

Jumlah kelahiran (LH dan LM) dari riwayat kehamilan 1 Jan 2010 sd wawancara

668kelahiran

Tempat dan tenaga ANC Konsumsi zat besi, buku KIA

Jumlah kelahiran (LH dan LM) periode 1 Januari 2010 sd saat wawancara, yang melakukan ANC

657 kelahiran

Saat bersalin: Cakupan pelayanan ibu bersalin: - Proporsi linakes, - Proporsi tempat bersalin

Jumlah kelahiran (LH dan LM) periode 1 Jan 2010 sd wawancara

668 kelahiran

Masa nifas: Cakupan masa nifas (KF) Cakupan KB pasca salin

Jumlah kelahiran (LH dan LM) periode 1 Jan 2010 sd wawancara

668 kelahiran

Kehamilan

Informasi tentang kehamilan ini memberi gambaran proporsi warga DKI Jakarta yang sedang hamil

(Tabel 7.9.2). Proporsi kehamilan umur 10-54 tahun adalah 3,6 persen. Dari data tersebut dapat dilihat

bahwa warga DKI Jakarta yang sedang hamil pada saat dilakukan wawancara paling banyak pada

kisaran umur 20-39 tahun. Paling banyak wanita hamil pada umur 25-29 tahun yaitu sebesar 9,5%. Umur

termuda wanita usia subur ditemukan pada rentang 15-19 tahun. Sedangkan umur tertua untuk wanita

hamil di DKI Jakarta berada pada kisaran umur 40-44 tahun. Pada rentang umur 25 sampai 44 tahun,

terjadi penurunan 2 sampai 3,5 persen angka kehamilan tiap penurunan rentang usia 4 tahun.

Page 151: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

119

Tabel 7.9.2 Proporsi penduduk sedang hamil dari laporan rumah tangga

menurut kelompok umur, Riskesdas 2013

Kelompok umur (tahun) DKI Jakarta

15-19 0,4

20-24 5,4

25-29 9,5

30-34 6,0

35-39 4,0

40-44 1,2

10-54 3,6

Pelayanan program Keluarga Berencana (KB) Pelayanan KB merupakan upaya untuk mendukung kebijakan program KB nasional. Salah satu indikator

program KB yaitu penggunaan KB saat ini dan CPR (Contraceptive Prevalence Rate). CPR adalah

persentase penggunaan alat/cara KB oleh pasangan usia subur (PUS) yaitu WUS (umur 15-49 tahun)

berstatus menikah atau hidup bersama (Rajaguguk, Omas Bulan, 2010).

Pada laporan ini, informasi tentang KB dianalisis pada kelompok WUS berstatus menikah atau hidup

bersama. Analisis jenis alat/cara KB yang digunakan merujuk pada alat/cara KB yang paling efektif.

a. Pola penggunaan KB saat ini Tabel 7.9.3 menunjukkan proporsi penggunaan KB di DKI Jakarta pada Riskesdas 2013 (54,0%).

Penggunaan KB tahun 2013 bervariasi menurut kabupaten/kota, proporsi penggunaan KB saat ini

terendah di Jakarta Timur (51,3%) dan tertinggi di Kepulauan Seribu (70,5%), proporsi WUS kawin yang

tidak pernah menggunakan KB tertinggi di Jakarta Pusat (20,7%) dan terendah di Kepulauan Seribu

(4,9%).

Penggunaan alat/cara KB terdiri dari alat KB modern dan KB cara tradisional. Penggunaan menurut alat

atau cara tersebut juga mencerminkan CPR KB modern dan CPR KB tradisional. Indikator CPR modern

merupakan salah satu indikator MDGs kelima dengan target peningkatan CPR modern sebesar 65

persen (Kemenkes RI, 2011). Tabel 7.9.4(a+b) menunjukkan dominasi penggunaan alat/cara KB modern

(53,4%). Provinsi dengan penggunaan KB modern adalah tertinggi di Kepulauan Seribu (70,5%) dan

terendah di Jakarta Timur (49,8%).

Page 152: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

120

Tabel 7.9.3 Proporsi WUS kawin menurut penggunaan alat/cara KB saat ini dan

indikator CPR menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota Menggunakan alat/ cara KB* CPR*

Ya Pernah

KB Tidak

Pernah Total

Suatu Cara

Cara Modern

Cara Tradisional

Kepulauan Seribu 70,5 24,6 4,9

100,0 70,5 70,5 0,0 Jakarta Selatan 57,3 29,2 13,5

100,0 57,3 57,3 0,0

Jakarta Timur 51,3 29,9 18,8

100,0 51,3 49,8 1,5 Jakarta Pusat 52,7 26,6 20,7

100,0 52,7 52,7 0,0

Jakarta Barat 54,3 26,3 19,4

100,0 54,3 54,1 0,2 Jakarta Utara 53,9 26,3 19,8

100,0 53,9 53,4 0,5

DKI Jakarta 54,0 28,0 18,0

100,0 54,0 53,4 0,6

Indonesia 59,7 24,7 15,5

100,0 59,7 59,3 0,4

*CPR = Contraseptive Prevalence Rate

Tabel 7.9.4 a Proporsi penggunaan KB cara modern menurut jenis cara/alat KB dan kabupaten/kota,

Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota

Cara modern

Susuk/ implant

Sterilpria

Sterilisasi

wanita

IUD/ AKDR/ spiral

Suntik Pil KB Diafragma/

kondom wanita

Kondom pria

Kepulauan Seribu 2,5 0,7 1,1 0,0 55,6 10,6 0,0 0,0 Jakarta Selatan 0,8 0,0 0,4 7,8 31,1 16,3 0,0 0,9 Jakarta Timur 0,3 0,0 2,3 7,4 24,7 13,9 0,0 1,2 Jakarta Pusat 2,6 0,0 2,3 9,0 28,5 8,9 0,0 1,2 Jakarta Barat 1,4 0,0 1,1 8,4 28,9 13,1 0,0 1,1 Jakarta Utara 1,5 0,3 1,3 2,6 34,7 10,7 0,8 1,5

DKI Jakarta 1,1 0,0 1,4 7,1 29,2 13,3 0,1 1,1

Indonesia 3,5 0,1 2,3 4,3 34,4 13,9 0,1 0,7

Tabel 7.9.4 b Proporsi penggunaan KB cara tradisional menurut kabupaten/kota,

Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota Cara tradisional

Pernah KB

Tidak pernah

Total MAL

Pantang berkala

Senggama terputus

Lainnya

Kepulauan Seribu 0,0 0,0 0,0 0,0 24,6 4,9 100,0

Jakarta Selatan 0,0 0,0 0,0 0,0 29,2 13,5 100,0

Jakarta Timur 0,2 0,3 0,7 0,3 29,9 18,8 100,0

Jakarta Pusat ,0 0,0 0,0 0,0 26,6 20,7 100,0

Jakarta Barat 0,0 0,2 0,0 0,0 26,3 19,4 100,0

Jakarta Utara 0,0 0,4 0,1 0,0 26,3 19,8 100,0

DKI Jakarta 0,1 0,2 0,2 0,1 28,0 18,0 100,0

Indonesia 0,1 0,2 0,1 0,0 24,7 15,5 100,0

MAL = Metode Amenorea Laktasi

Page 153: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

121

Tabel 7.9.5 Distribusi persentase WUS kawin menurut penggunaan alat/cara KB saat ini dan

indikator CPR menurut karakteristik, Riskesdas 2013

Karakteristik Menggunakan KB Saat ini CPR

Ya Pernah

KB Tidak

Pernah Total

Cara Tradisional

Cara Modern

Total

Kelompok Umur

15-19 th 62,6 6,4 31,0 100,0 0,0 62,6 62,6 20-24 th 57,3 14,2 28,5 100,0 0,6 56,8 57,3 25-29 th 58,9 19,1 21,9 100,0 0,0 58,9 58,9 30-34 th 58,4 27,0 14,7 100,0 1,3 57,0 58,4 35-39 th 58,5 27,3 14,3 100,0 0,3 58,2 58,5 40-44 th 49,1 35,1 15,8 100,0 0,2 48,9 49,1 45-49 th 35,3 49,3 15,4 100,0 1,1 34,2 35,3

Pendidikan

Tidak sekolah 49,6 27,5 22,9 100,0 0,0 49,6 49,6 Tidak tamat SD 48,2 30,3 21,5 100,0 0,0 48,2 48,2 Tamat SD 55,9 31,4 12,7 100,0 0,8 55,1 55,9 Tamat SMP 55,2 31,9 12,9 100,0 0,0 55,2 55,2 Tamat SMA 55,3 25,5 19,3 100,0 0,9 54,4 55,3 Tamat PT 44,7 24,9 30,4 100,0 0,3 44,4 44,7

Pekerjaan

Tidak bekerja 55,7 27,8 16,5 100,0 0,5 55,2 55,7 Pegawai 47,9 27,5 24,6 100,0 0,9 47,0 47,9 Wiraswasta 52,7 28,3 19,0 100,0 0,6 52,1 52,7 Petani/nelayan/ buruh

62,5 27,3 10,2 100,0 0,9 61,6 62,5

Lainnya 34,7 36,4 28,9 100,0 0,0 34,7 34,7 Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 56,0 30,4 13,6 100,0 0,0 56,0 56,0 Menengah bawah 59,2 24,8 16,0 100,0 0,9 58,3 59,2 Menengah 57,8 26,0 16,1 100,0 0,3 57,5 57,8 Menengah atas 50,3 30,1 19,6 100,0 0,7 49,6 50,3 Teratas 46,9 29,6 23,5 100,0 0,9 46,1 46,9

*CPR = Contraseptive Prevalence Rate Tabel 7.9.5 menunjukkan bahwa proporsi penggunaan KB saat ini terbanyak pada kelompok umur muda

yaitu 15-19 tahun (62,6%), sedangkan pada kelompok umur lebih tua masih rendah yaitu pada 45-49

tahun (35,3%). Berdasarkan status ekonomi terbanyak adalah menengah bawah (59,2%). WUS kawin

yang tidak pernah menggunakan KB lebih banyak pada kelompok yang Tamat PT (30,4%) dan pada

kelompok umur 15-19 tahun (31,0%).

Tabel 7.9.6 menunjukkan distribusi penggunaan KB saat ini menurut jenis cara/alat KB dan

kabupaten/kota di Provinsi DKI Jakarta, Riskesdas 2013. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa DKI

Jakarta paling banyak menggunakan KB suntik yaitu 29,2 persen. Pengguna KB suntik terbanyak di

Kepulauan Seribu (55,6%). Sedangkan Untuk pengguna suntik paling sedikit di Jakarta Timur (24,7%).

Metode cara modern yang paling jarang digunakan adalah steril pria (0,0%) dan kondom wanita (0,1%).

Terdapat empat metode yang paling banyak digunakan yaitu : Suntik (29,2%), Pil KB (13,3%),

IUD/AKDR/spiral (7,1%), dan sterilisasi wanita (1,4%). Adapun warga DKI jakarta yang menggunakan

cara KB tradisional tidak terlalu banyak jumlahnya ( berkisar 0,1-0,2%).

Page 154: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

122

Tabel 7.9.5 a Distribusi penggunaan KB saat ini menurut jenis cara/alat KB dan karakteristik, Riskesdas 2013

Karakteristik

Cara Modern

Total Susuk/ implant

Steril pria

Steril wanita

IUD/ AKD/ spiral

Suntik Pil KB

Diafrag-ma/

kondom wanita

Kon-dom pria

Kelompok umur (tahun) 15-19 0,0 0,0 0,0 11,7 44,5 6,4 0,0 0,0 100,0

20-24 1,7 0,0 0,0 7,1 40,2 7,8 0,0 0,0 100,0

25-29 1,0 0,0 0,5 6,6 35,6 14,2 0,2 0,8 100,0

30-34 0,8 0,1 0,6 6,7 34,6 12,6 0,3 1,2 100,0

35-39 0,8 0,1 2,3 7,4 28,5 17,4 0,1 1,6 100,0

40-44 1,2 0,0 2,3 8,0 23,8 12,7 0,0 0,9 100,0

45-49 1,5 0,0 3,1 6,6 8,7 12,2 0,0 2,0 100,0

Pendidikan Tidak sekolah 0,1 0,0 0,0 0,0 42,0 7,5 0,0 0,0 100,0

Tidak tamat SD/MI 1,5 0,0 2,1 1,3 29,3 14,0 0,0 0,0 100,0

Tamat SD/MI 1,7 0,2 2,7 2,0 32,6 16,0 0,0 0,0 100,0

Tamat SMP/MTS 0,7 0,0 2,1 5,1 30,9 15,5 0,0 0,9 100,0

Tamat SMA/MA 1,2 0,0 0,8 8,3 29,4 13,1 0,2 1,2 100,0

Tamat D1-D3/PT 0,0 0,0 0,5 17,0 17,4 5,3 0,3 3,9 100,0

Pekerjaan Tidak bekerja 1,2 0,0 1,7 6,4 31,0 13,6 0,2 1,1 100,0

Pegawai 0,8 0,2 0,5 12,2 19,2 11,7 0,0 2,5 100,0

Wiraswasta 0,9 0,0 1,4 7,4 29,9 12,0 0,0 0,4 100,0

Petani/nelayan/buruh 0,5 0,0 0,8 1,7 36,9 21,7 0,0 0,0 100,0

Lainnya 1,5 0,0 0,4 2,9 21,8 8,2 0,0 0,0 100,0

Tempat Tinggal Perkotaan 1,1 0,0 1,4 7,1 29,2 13,3 0,1 1,1 100,0

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 0,9 0,0 1,5 2,7 37,7 13,2 0,0 0,0 100,0

Menengah bawah 2,0 0,1 0,8 5,4 33,4 16,6 0,0 0,0 100,0

Menengah 0,7

1,4 5,9 33,1 14,6 0,0 1,8 100,0

Menengah atas 0,9

1,5 7,8 24,4 13,8 0,1 1,1 100,0

Teratas 0,9 0,1 2,0 12,5 19,7 7,9 0,6 2,3 100,0

b. Penggunaan KB menurut jenis kandungan hormonal dan jangka waktu efektivitas Berdasarkan jenis alat/cara KB modern dikelompokkan lagi menurut jenis kandungan hormonal dan

jangka waktu efektivitas. Kelompok KB hormonal terdiri dari KB modern jenis susuk, suntikan dan pil

sedangkan kelompok non hormonal adalah sterilisasi pria, sterilisasi wanita, spiral/IUD, diafragma dan

kondom. Kelompok alat/cara KB modern menurut jangka waktu efektivitas untuk MKJP (Metode

Kontrasepsi Jangka Panjang) terdiri dari susuk, sterilisasi pria, sterilisasi wanita serta, spiral/IUD,

sedangkan kelompok non MKJP adalah jenis suntikan, pil, diafragma dan kondom.

Page 155: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

123

Tabel 7.9.5 b Distribusi penggunaan KB saat ini menurut jenis cara/alat KB dan karakteristik, Riskesdas 2013

Karakteristik

Cara Tradisional Pernah KB Tidak pernah

MAL

Pantang berkala

Senggama terputus

Lainnya

Kelompok umur (tahun)

15-19

0,0 0,0 0,0 0,0 6,4 31,0

20-24

0,0 0,0 0,6 0,0 14,2 28,5

25-29

0,0 0,0 0,0 0,0 19,1 21,9

30-34

0,3 0,6 0,0 0,5 27,0 14,7

35-39

0,0 0,0 0,3 0,0 27,3 14,3

40-44

0,0 0,2 0,0 0,0 35,1 15,8

45-49

0,0 0,4 0,6 0,0 49,3 15,4

Pendidikan

Tidak sekolah

0,0 0,0 0,0 0,0 27,5 22,9

Tidak tamat SD/MI

0,0 0,0 0,0 0,0 30,3 21,5

Tamat SD/MI

0,0 0,0 0,8 0,0 31,4 12,7

Tamat SMP/MTS

0,0 0,0 0,0 0,0 31,9 12,9

Tamat SMA/MA

0,1 0,4 0,2 0,2 25,5 19,3

Tamat D1-D3/PT

0,0 0,3 0,0 0,0 24,9 30,4

Pekerjaan

Tidak bekerja

0,0 0,2 0,3 0,0 27,8 16,5

Pegawai

0,0 0,2 0,0 0,7 27,5 24,6

Wiraswasta

0,5 0,1 0,0 0,0 28,3 19,0

Petani/nelayan/buruh

0,0 0,9 0,0 0,0 27,3 10,2

Lainnya

0,0 0,0 0,0 0,0 36,4 28,9

Status Ekonomi

Terbawah

0,0 0,0 0,0 0,0 30,4 13,6

Menengah bawah

0,3 0,0 0,6 0,0 24,8 16,0

Menengah

0,0 0,3 0,0 0,0 26,0 16,1

Menengah atas

0,0 0,3 0,3 0,0 30,1 19,6

Teratas

0,0 0,3 0,1 0,5 29,6 23,5

MAL = Metode Amenorea Laktasi

Tabel 7.9.5 (a+b) menyajikan data Distribusi penggunaan KB saat ini menurut jenis cara/alat KB dan

karakteristik di provinsi DKI Jakarta. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa DKI Jakarta paling banyak

menggunakan KB suntik yaitu kelompok umur 15-19 tahun (44,5%). Berdasarkan tingkat pendidikannya

maka pengguna KB suntik terbanyak adalah responden yang tidak sekolah yaitu 42,0%. Terdapat

kecenderungan bahwa semakin tinggi kelompok umur , tingkat pendidikan dan kuintil indeks kepemilikan

maka semakin sedikit responden yang menggunakan KB suntik. Sedangkan berdasarkan pekerjaannya

maka responden yang bekerja sebagai petani/nelayan/buruh (36,9%) dan tidak bekerja (31,0%) adalah

pengguna KB suntik terbanyak. Berbeda dengan KB suntik maka KB steril justru meningkat seiring

dengan pertambahan usia dan kuintil indeks kepemilikan. Untuk responden yang tidak pernah

menggunakan KB paling banyak terdapat juga pada kelompok usia 15-19 tahun (31,0%), Tamat D1-

D3/PT (30,4%), Pegawai (24,6%) dan kuintil indeks kepemilikan teratas (23,5%).

Page 156: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

124

Tabel 7.9.6 Proporsi WUS kawin yang menggunakan alat/cara KB modern berdasarkan

kandungan hormon dan jangka waktu efektifitas KB menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota Cara

Modern

Kandungan Hormon Jangka Efektivitas

Hormonal1 Non

Hormonal2 MKJP3 Non MKJP4

Kepulauan Seribu 70,5 68,7 1,8 4,3 66,2 Kota Jakarta Selatan 57,3 48,2 9,0 9,0 48,3 Kota Jakarta Timur 49,8 38,9 10,9 9,9 39,9 Kota Jakarta Pusat 52,7 40,1 12,6 13,9 38,7 Kota Jakarta Barat 54,1 43,5 10,6 11,0 43,1 Kota Jakarta Utara 53,4 46,9 6,5 5,8 47,6

DKI Jakarta 53,4 43,6 8,5 9,6 43,8

Keterangan : 1) Hormonal = Jenis KB modern susuk, suntikan KB, Pil. 2) Non Hormonal = Jenis KB modern IUD, sterilisasi pria, sterilisasi wanita, diafragma/kondom. 3) MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang) = Susuk, sterilisasi pria, sterilisasi wanita, IUD 4) Non MKJP = suntikan, pil, difragma, kondom

Pada Tabel 7.9.6. memperlihatkan dominasi kelompok hormonal dan non MKJP yang sangat

dipengaruhi oleh penggunaan KB suntikan yang tinggi. Tabel tersebut menunjukkan pola penggunaan

alat/cara KB modern berdasarkan kandungan hormon menurut kabupaten/kota. Proporsi penggunaan

KB hormonal paling tinggi di Kepulauan Seribu (68,7%) dan paling rendah di Jakarta Timur (38,9%).

Sementara untuk proporsi alat KB non hormonal paling tinggi juga ditemukan di Kepulauan Seribu

(66,2%) dan paling rendah di Jakarta Pusat (38,7%). Proporsi penggunaan KB non MKJP tertinggi di

Kepulauan Seribu (66,2%) dan paling rendah di Jakarta Pusat (38,7%).

Proporsi penggunaan KB modern kelompok hormonal menurut karakteristik paling tinggi pada kelompok

umur 25-29 tahun (50,8%), tamat SD (50,3%) dan Tidak sekolah (49,6%), petani/nelayan/buruh (59,1%)

dan kuintil indeks kepemilikan menengah bawah (58,2%). Proporsi penggunan KB modern berdasarkan

jangka waktu efektififas menurut karakteristik, non MKJP banyak digunakan oleh kelompok umur 15-19

tahun dan 25-29 tahun, tamat SLTP, petani/nelayan/buruh dan dengan kuintil indeks kepemilikan

terbawah dan menengah bawah. Pengguna jenis MKJP paling tinggi pada kelompok umur 15-19 tahun

dan 40-44 tahun, tidak tamat SD, pegawai dan dengan kuintil indeks kepemilikan teratas (Tabel. 7.9.7)

Page 157: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

125

Tabel 7.9.7 Proporsi WUS kawin yang menggunakan alat/cara KB modern berdasarkan kandungan hormon dan

jangka waktu efektivitas alat KB modern menurut karakteristik, Riskesdas 2013

Karakteristik Cara

Modern

Kandungan Hormon

Jangka Efektivitas

Hormonal1

Non Hormonal2

MKJP3 Non MKJP4

Kelompok Umur 15-19 th 62,6

51,0 11,7

11,7 51,0

20-24 th 56,8

49,7 7,1

8,8 48,0 25-29 th 58,9

50,8 8,2

8,1 50,8

30-34 th 57,0

48,1 9,0

8,3 48,8 35-39 th 58,2

46,7 11,5

10,5 47,7

40-44 th 48,9

37,7 11,2

11,5 37,4 45-49 th 34,2

22,4 11,8

11,2 22,9

Pendidikan Tidak sekolah 49,6

49,6 0,0

9,3 45,8

Tidak tamat SD 48,2

44,8 3,4

13,6 33,4 Tamat SD 55,1

50,3 4,8

9,7 42,4

Tamat SMP 55,2

47,1 8,1

3,0 58,6 Tamat SMA 54,4

43,7 10,6

4,8 29,9

Tamat PT 44,4

22,7 21,7

9,3 45,8 Pekerjaan

Tidak bekerja 55,2

45,7 9,4

9,3 45,8 Pegawai 47,0

31,6 15,4

13,6 33,4

Wiraswasta 52,1

42,9 9,2

9,7 42,4 Petani/nelayan/buruh 61,6

59,1 2,5

3,0 58,6

Lainnya 34,7

31,4 3,3

4,8 29,9 Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 56,0

51,9 4,2

5,1 51,0 Menengah bawah 58,3

52,0 6,3

8,3 50,0

Menengah 57,5

48,5 9,0

8,0 49,5 Menengah atas 49,6

39,1 10,5

10,2 39,5

Teratas 46,1

28,5 17,5

15,5 30,6 1) Hormonal = Jenis KB modern susuk, suntikan KB, Pil. 2) Non Hormonal = Jenis KB modern IUD, sterilisasi pria, sterilisasi wanita, diafragma/kondom. 3) MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang) = Susuk, sterilisasi pria, sterilisasi wanita, IUD 4) Non MKJP = suntikan, pil, difragma, kondom

c. Tempat dan tenaga untuk pelayanan KB modern

Informasi tempat dan tenaga pelayanan KB modern bermanfaat untuk mengevaluasi pelaksanaan

program pelayanan KB. Tabel . 7.9.8 memperlihatkan penggunaan tempat dan tenaga yang memberi

pelayanan KB. Terlihat bahwa praktek bidan dan bidan banyak perperan dalam pelayanan KB. Proporsi

tersebut bervariasi menurut karakteristik. Tempat yang banyak dikunjungi adalah praktek bidan (46,6%)

dan paling kecil adalah Praktek Perawat (0,0%) (Tabel.7.9.9).

Tabel 7.9.10 menunjukkan proporsi WUS kawin berdasarkan tenaga kesehatan yang memberi

pelayanan KB. Tenaga yang paling banyak memberi pelayanan KB adalah bidan (67,2%), dibandingkan

tenaga kesehatan lainnya. Proporsi WUS kawin berdasarkan tempat dan tenaga pemberi pelayanan KB

modern menurut kabupaten/kota dan karakteristik dapat dilihat secara lengkap pada Tabel.7.9.9 dan

7.9.11

Page 158: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

126

Tabel 7.9.8

Distribusi persentase WUS kawin yang menggunakan alat/cara KB modern menurut tempat mendapatkan pelayanan alat kontrasepsi dan kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota RS Puskesmas/ Pustu

Klinik/BP

Tim KB/ Medis Keliling

Praktek Dokter

Praktek Bidan

Praktek Perawat

Polindes/Poskes

des

Pos yandu

Apotek/ Lainnya

Total

Kepulauan Seribu 1,6 52,7 1,1 0,0 2,6 37,1 3,9 0,0 0,9 0,0 100,0 Jakarta Selatan 9,7 14,3 8,1 0,0 4,1 48,7 0,0 0,0 0,4 14,7 100,0 Jakarta Timur 13,6 18,1 2,8 0,8 0,8 46,8 0,0 0,0 0,5 16,6 100,0 Jakarta Pusat 10,3 33,3 10,1 1,0 2,8 33,1 0,0 0,0 1,2 8,3 100,0 Jakarta Barat 13,9 13,4 6,1 0,2 6,7 48,8 0,0 0,3 0,2 10,4 100,0 Jakarta Utara 7,2 13,1 10,9 0,2 3,1 47,9 0,0 0,0 1,7 15,8 100,0

DKI Jakarta 11,3 24,2 6,9 0,4 3,5 46,6 0,0 0,1 0,7 13,8 100,0

Indonesia 6,5 14,3 1,6 0,8 1,9 54,6 2,0 4,7 1,9 11,7 100,0

Tabel 7.9.9 Distribusi persentase WUS kawin yang menggunakan alat/cara KB modern menurut tempat

mendapatkan pelayanan alat kontrasepsi menurut karakteristik, Riskesdas 2013

Karakteristik RS Puskes-

mas/ Pustu

Klinik/ BP

Tim KB/ Medis keliling

Prak-tek

dokter

Prak-tek

bidan

Praktek perawat

Polindes/ Poskes-

des

Posyan-du

Apotek/ lainnya

Kelompok umur (tahun) 15-19 18,6 14,4 36,8 0,0 10,5 19,7 0,0 0,0 0,0 0,0

20-24 10,0 20,4 6,8 0,0 1,3 57,5 0,0 0,0 0,0 4,1 25-29 9,8 11,1 6,8 0,3 0,0 55,0 0,0 0,3 0,8 15,9 30-34 9,4 17,5 5,1 0,4 3,7 51,5 0,0 0,0 0,4 12,0 35-39 11,5 14,8 8,7 0,0 4,4 43,9 0,0 0,0 0,9 15,9 40-44 11,8 21,4 6,1 0,0 9,2 37,8 0,0 0,0 1,4 12,3 45-49 19,9 23,9 4,2 2,7 4,5 21,6 0,1 0,0 0,0 23,1

Pendidikan Tidak sekolah 0,0 40,0 0,0 0,0 4,1 47,2 0,0 0,0 0,0 8,7

Tidak tamat SD/MI 6,0 15,6 7,5 0,0 2,3 64,5 0,1 0,0 0,0 4,0 Tamat SD/MI 7,9 20,7 8,3 0,6 2,8 44,9 0,0 0,0 0,1 14,6 Tamat SMP/MTS 8,1 15,8 8,0 0,0 3,3 49,0 0,0 0,0 1,7 14,0 Tamat SMA/MA 10,4 17,1 7,0 0,6 3,2 46,7 0,0 0,1 0,5 14,3 Tamat D1-D3/PT 37,2 7,0 0,4 0,0 8,0 33,9 0,0 0,0 0,0 13,5

Pekerjaan Tidak bekerja 11,4 17,2 6,3 0,4 3,3 46,6 0,0 0,0 0,6 14,1

Pegawai 15,3 14,6 6,3 0,0 2,5 46,2 0,0 0,5 0,0 14,5 Wiraswasta 10,7 16,0 12,9 0,1 3,1 45,0 0,0 0,0 0,0 12,2 Petani/nelayan/buruh 2,6 13,3 4,8 0,9 11,2 48,7 0,0 0,0 4,7 13,7 Lainnya 5,9 24,9 2,2 4,2 0,8 56,1 0,0 0,0 0,0 5,9

Kuintil indeks kepemilikan Terbawah 6,0 22,0 12,0 0,3 4,2 43,9 0,0 0,4 1,4 9,9

Menengah bawah 6,4 21,0 6,9 0,1 1,5 49,7 0,0 0,0 0,6 13,9 Menengah 7,1 14,9 7,9 1,1 4,3 48,6 0,0 0,0 0,5 15,6 Menengah atas 10,0 17,4 4,5 0,2 3,0 47,9 0,0 0,0 0,9 16,1 Teratas 30,5 8,8 3,6 0,0 5,0 40,6 0,0 0,0 0,0 11,5

Page 159: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

127

Tabel 7.9.10

Proporsi tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan KB menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota Tenaga pelayanan KB

Dokter kandungan & kebidanan

Dokter umum

Bidan Perawat Lainnya Total

Kepulauan Seribu 1,6 2,6 93,3 2,4 0,0 100,0 Kota Jakarta Selatan 12,6 8,5 64,2 0,0 14,7 100,0 Kota Jakarta Timur 10,0 1,7 71,3 0,4 16,6 100,0 Kota Jakarta Pusat 12,1 7,6 72,0 0,0 8,3 100,0 Kota Jakarta Barat 11,6 12,4 65,2 0,4 10,4 100,0 Kota Jakarta Utara 8,7 10,5 64,6 0,4 15,8 100,0

DKI JAKARTA 11,0 7,8 67,2 0,3 13,8 100,0

INDONESIA 6,0 2,8 76,5 3,0 11,7 100,0

Tabel 7.9.11

Proporsi tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan KB dan karakteristik, Riskesdas 2013

Karakteristik Tenaga pelayanan KB

Dokter kandungan & kebidanan

Dokter umum

Bidan Perawat Lainnya Total

Kelompok umur (tahun) 15-19 7,5 39,8 52,7 0,0 0,0 100,0

20-24 7,7 6,4 80,9 0,9 4,1 100,0 25-29 8,8 4,3 71,0 0,0 15,9 100,0 30-34 7,1 7,6 72,7 0,6 12,0 100,0 35-39 12,6 8,9 62,6 0,0 15,9 100,0 40-44 13,1 14,0 60,6 0,0 12,3 100,0 45-49 23,5 4,2 48,7 0,5 23,1 100,0

Pendidikan

Tidak sekolah 0,0 4,1 87,2 0,0 8,7 100,0 Tidak tamat SD/MI 3,4 3,6 89,0 0,1 4,0 100,0 Tamat SD/MI 6,5 10,2 68,2 0,5 14,6 100,0 Tamat SMP/MTS 7,1 6,9 71,7 0,3 14,0 100,0 Tamat SMA/MA 10,7 8,5 66,2 0,3 14,3 100,0 Tamat D1-D3/PT 37,9 4,1 44,6 0,0 13,5 100,0

Pekerjaan

Tidak bekerja 10,6 7,9 67,2 0,2 14,1 100,0 Pegawai 16,1 6,8 62,3 0,2 14,5 100,0 Wiraswasta 9,6 8,8 69,4 0,0 12,2 100,0 Petani/nelayan/buruh 7,2 7,2 69,4 2,4 13,7 100,0 Lainnya 6,0 5,5 82,6 0,0 5,9 100,0

Tempat tinggal

Perkotaan 11,0 7,8 67,2 0,3 13,8 100,0 Status Ekonomi

Terbawah 6,2 13,1 70,3 0,6 9,9 100,0 Menengah bawah 5,3 9,2 71,7 0,0 13,9 100,0 Menengah 8,1 6,9 69,3 0,1 15,6 100,0 Menengah atas 9,0 5,8 68,9 0,2 16,1 100,0 Teratas 29,1 5,3 53,4 0,7 11,5 100,0

DKI JAKARTA 11,0 7,8 67,2 0,3 13,8 100,0

Page 160: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

128

d. Alasan utama tidak menggunakan alat/cara KB

Pada Riskesdas 2013, responden ditanyakan alasan utama tidak menggunakan alat/cara KB. Secara

umum, alasan utama terkait dengan hak setiap perempuan untuk mempunyai anak sehingga tidak

menggunakan KB. Alasan tidak menggunakan KB karena masalah fertilitas dan ingin punya anak

mengindikasi kelompok yang tidak memerlukan KB. Alasan lainnya seperti masalah kepercayaan,

dilarang suami/keluarga, kurang pengetahuan, masalah akses alat KB, takut efek samping dan alasan

tidak nyaman dapat menjadi informasi penting bagi pemerintah dalam merancang program intervensi

untuk meningkatkan cakupan KB. Secara keseluruhan alasan utama tidak menggunakan alat/cara KB

menurut karakteristik di provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel 7.9.12.

Tabel 7.9.12 Proporsi WUS kawin yang beralasan tidak KB menurut karakteristik, Riskesdas 2013

Karakteristik

Alasan Tidak KB

Fertilitas/ Infecund

Ingin punya anak

Responden tidak ingin

Kepercayaan/ dilarang agama

Dilarang suami/

keluarga

Kurang pengetahuan

Takut efek

samping

Masalah akses alat

KB

Tidak nyaman

Kelompok umur (tahun)

15-19 31,3 22,6 24,8 8,5 0,0 0,2 12,3 0,0 0,2

20-24 23,9 24,8 13,8 0,2 0,9 0,0 24,9 0,0 11,5

25-29 24,3 27,1 16,2 1,8 2,6 0,0 19,4 1,2 7,3

30-34 12,0 40,6 8,4 0,3 1,4 1,4 23,7 1,1 11,1

35-39 10,3 44,3 12,2 0,6 5,0 0,0 18,6 1,1 7,8

40-44 6,8 46,0 11,4 2,0 1,6 0,0 19,9 0,8 11,5

45-49 31,3 22,6 24,8 8,5 0,0 0,2 12,3 0,0 0,2

Pendidikan

Tidak sekolah 14,0 38,6 11,2 1,0 3,9 0,5 20,3 0,9 9,7

Tidak tamat SD/MI

4,7 54,9 12,0 1,4 2,8 0,0 15,4 1,4 7,4

Tamat SD/MI 14,4 30,3 16,7 0,6 1,8 0,2 25,4 1,8 9,0

Tamat SMP/MTS 32,7 28,8 9,5 0,0 0,0 0,0 18,6 0,0 10,4

Tamat SMA/MA 14,1 38,5 16,8 0,3 0,5 0,0 26,6 0,0 3,2

Tamat D1-D3/PT 14,0 38,6 11,2 1,0 3,9 0,5 20,3 0,9 9,7

Pekerjaan

Tidak bekerja 14,0 38,6 11,2 1,0 3,9 0,5 20,3 0,9 9,7

Pegawai 4,7 54,9 12,0 1,4 2,8 0,0 15,4 1,4 7,4

Wiraswasta 14,4 30,3 16,7 0,6 1,8 0,2 25,4 1,8 9,0

Petani/nelayan/ buruh

32,7 28,8 9,5 0,0 0,0 0,0 18,6 0,0 10,4

Lainnya 14,1 38,5 16,8 0,3 0,5 0,0 26,6 0,0 3,2

Status Ekonomi

Terbawah 12,6 52,3 11,2 0,1 1,1 0,4 15,8 0,3 6,1

Menengah bawah 14,9 33,9 11,1 0,6 5,4 0,4 19,9 3,7 9,9

Menengah 14,3 39,3 9,6 0,2 2,7 0,9 22,4 0,4 10,2

Page 161: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

129

Menengah atas 10,9 37,8 12,4 1,0 1,9 0,0 27,6 0,0 8,4

Teratas 13,5 40,3 15,3 2,5 4,7 0,0 13,0 1,2 9,6

Terdapat empat alasan yang paling banyak dikemukakan responden pada saat wawancara yaitu

responden masih menginginkan punya anak, takut efek samping KB, alasan takut menjadi tidak subur

(fertilitas/infecund) dan responden memang tidak menginginkannya. Alasan tersebut merupakan

informasi yang dapat menjadi masukan bagi perencana program dalam merancang intervensi untuk

meningkatkan pelayanan KB di provinsi DKI Jakarta.

Pelayanan kesehatan masa kehamilan, persalinan, dan nifas Setiap kehamilan dapat menimbulkan risiko kematian ibu. Pemantauan dan perawatan kesehatan yang

memadai selama kehamilan sampai masa nifas sangat penting untuk kelangsungan hidup ibu dan

bayinya. Dalam upaya mempercepat penurunan kematian ibu, Kementerian Kesehatan menekankan

pada ketersediaan pelayanan kesehatan ibu di masyarakat. Riskesdas 2013 menanyakan kepada

semua perempuan 10-54 tahun yang pernah melahirkan. Selanjutnya pada responden yang pernah

melahirkan (lahir hidup dan lahir mati) pada periode 1 Januari 2010 sampai saat wawancara ditanyakan

lebih lanjut tentang pengalaman mendapat pelayanan kesehatan selama periode hamil sampai masa

nifas. Analisis dilakukan terhadap 668 kelahiran untuk mendapat gambaran indikator pelayanan

kehamilan, persalinan sampai masa nifas.

Terdapat dua indikator MDGs yang diperoleh dari bagian ini yaitu cakupan ANC minimal satu kali dan

ANC minimal 4 kali serta proporsi penolong persalinan oleh tenaga kesehatan yang kompeten.

Definisi operasional indikator ANC K1 atau ANC minimal 1 kali adalah proporsi kelahiran yang mendapat pelayanan kesehatan ibu hamil minimal 1 kali tanpa memperhitungkan periode waktu pemeriksaan. K1 ideal adalah proporsi kelahiran yang mendapat pelayanan kesehatan ibu hamil pertama kali pada trimester 1. K4 adalah proporsi kelahiran yang mendapat pelayanan kesehatan ibu hamil selama 4 kali dan memenuhi kriteria 1-1-2 yaitu minimal 1 kali pada trimester 1, minimal 1 kali pada trimester 2 dan minimal 2 kali pada trimester 3. ANC minimal 4 kali adalah proporsi kelahiran yang mendapat pelayanan kesehatan ibu hamil minimal 4

kali tanpa memperhitungkan periode waktu pemeriksaan.

a. Pelayanan kesehatan ibu hamil dan indikator cakupan ANC

Antenatal Care (ANC) adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan untuk ibu

selama kehamilannya dan dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan dalam

Standar Pelayanan Kebidanan/SPK (Direktorat Bina Kesehatan Ibu, Kemenkes RI, 2010). Tenaga

kesehatan yang dimaksud di atas adalah dokter spesialis kebidanan dan kandungan, dokter umum,

bidan dan perawat. Pada laporan ini disajikan indikator ANC yang sesuai dengan MDGs (K1 dan ANC

minimal 4 kali) maupun indikator ANC untuk evaluasi program pelayanan kesehatan ibu di Indonesia

seperti cakupan K1 ideal dan K4.

Tabel 7.9.13 menyajikan cakupan K1 ideal dan K4. Indikator K1 ideal dan K4 adalah indikator untuk

melihat frekuensi yang merujuk pada periode trimester saat melakukan pemeriksaan kehamilan.

Kementerian Kesehatan menetapkan K4 sebagai salah satu indikator ANC (Direktorat Bina Kesehatan

Ibu, Kemkes RI, 2010). Indikator K1 ideal dan K4 yang merujuk pada frekuensi dan periode trimester

Page 162: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

130

saat dilakukan ANC menunjukkan adanya keberlangsungan pemeriksaan kesehatan semasa hamil.

Setiap ibu hamil yang menerima ANC pada trimester 1 (K1 ideal) seharusnya mendapat pelayanan ibu

hamil secara berkelanjutan dari trimester 1 hingga trimester 3. Tabel 7.9.13 menunjukkan bahwa 97,9

persen dari kelahiran mendapat ANC (K1). Cakupan K1 bervariasi dengan rentang antara 96,5 persen

(Jakarta Selatan) dan 100,0 persen (Kepulauan Seribu). Namun untuk cakupan ANC K1 ideal (86,9%)

yang dilakukan di DKI Jakarta masih berada dibawah angka K1 yaitu 97,9 persen (K1 atau ANC minimal

1 kali adalah proporsi kelahiran yang mendapat pelayanan kesehatan ibu hamil minimal 1 kali tanpa

memperhitungkan periode waktu pemeriksaan). Selisih antara K1 ideal dan K1 menunjukkan adanya

pemeriksaan kehamilan yang tidak optimal mendapat pelayanan ANC. Data dalam tabel 7.9.13 juga

menunjukkan bahwa di DKI Jakarta kunjungan K4 nya masih berada di bawah K1 ideal, namun K4

minimal 4 kali mengalami kenaikan. Keadaan ini menunjukkan bahwa pelaksanaan kunjungan ANC

masih belum memenuhi kriteria standar program nasional (K4 adalah proporsi kelahiran yang mendapat

pelayanan kesehatan ibu hamil selama 4 kali dan memenuhi kriteria 1-1-2 yaitu minimal 1 kali pada

trimester 1, minimal 1 kali pada trimester 2 dan minimal 2 kali pada trimester 3). Cakupan K1 ideal DKI

Jakarta adalah 86,9 persen dengan cakupan terendah di Kepulauan Seribu (74,1%) dan tertinggi di

Jakarta Pusat (89,4%). Cakupan K4 DKI Jakarta adalah 78,3 persen dengan cakupan terendah adalah

Kepulauan Seribu (70,6%) dan tertinggi di Jakarta Barat (80,3 %). Berdasarkan penjelasan di atas,

selisih dari cakupan K1 ideal dan K4 DKI Jakarta memperlihatkan bahwa terdapat 8,6 persen dari ibu

yang menerima K1 ideal tidak melanjutkan ANC sesuai standar minimal (K4).

Cakupan ANC di DKI Jakarta menurut karakteristik menunjukkan bahwa K1 dan K4 minimal 4x untuk

kelompok risiko tinggi (umur <20 tahun dan ≥35 tahun) memiliki angka yang lebih tinggi dibanding

kelompok umur non risiko tinggi ( umur 20-34 tahun). Sayangnya hal tersebut tidak diikuti dengan

pemeriksaan K1 ideal dan K4 (program Kemenkes) dimana justru yang paling banyak melakukan

kunjungan K1 ideal dan K4 adalah kelompok umur non risiko tinggi.

Tabel 7.9.13 Proporsi melakukan dan cakupan ANC menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota Melakukan ANC Cakupan ANC

K1 Tidak Total

K1 ideal1 ANC K42 ANC min

4x3

Kepulauan Seribu 100,0 0,0 100,0

74,1 70,6 96,5

Jakarta Selatan 96,5 3,5 100,0

84,5 79,9 94,1

Jakarta Timur 99,0 1,0 100,0

87,0 77,0 93,9

Jakarta Pusat 98,7 1,3 100,0

89,4 77,5 87,9

Jakarta Barat 97,1 2,9 100,0

89,1 80,3 86,8

Jakarta Utara 98,1 1,9 100,0

86,6 76,3 87,9

DKI Jakarta 97,9 2,1 100,0

86,9 78,3 91,1

INDONESIA 95,4 4,6 100,0

81,6 70,4 83,5

Keterangan : 1) ANC K1 ideal = ANC pertama kali pada trimester 1 2) ANC K4 = ANC 1-1-2 yaitu frekuensi ANC minimal 1 kali pada trimester satu, minimal 1 kali pada trimester dua dan minimal dua kali pada trimester tiga. 3) ANC min 4 kali = Frekuensi ANC sebanyak minimal empat kali selama kehamilan tanpa memperhatikan periode umur

kandungan.

Page 163: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

131

Tabel 7.9.14 menunjukkan bahwa yang paling banyak melakukan K1 ideal dan K 4 (sesuai program

Kemkes) adalah kelompok umur 20-34 tahun, tidak sekolah, pegawai dan kuintil indeks kepemilikan

teratas. Adapun karakteristik responden yang tidak melakukan ANC paling banyak adalah umur 20-34

tahun, tidak tamat SD/MI, wiraswasta dan kuintil indeks kepemilikan terbawah (Tabel.7.9.14).

Tabel 7.9.14

Proporsi melakukan dan cakupan ANC menurut karakteristik, Riskesdas 2013

Karakteristik Melakukan ANC Cakupan ANC

Ya (K1) Tidak Total K1 ideal ANC K4 ANC minimal 4x

Umur saat bersalin (tahun)* <20 100,0 0,0 100,0

83,1 74,6 95,0

20-34 97,6 2,4 100,0

88,2 79,3 90,7 ≥35 99,0 1,0 100,0

78,5 72,7 91,8

Pendidikan

Tidak sekolah 100,0 0,0 100,0

100,0 100,0 100,0 Tidak tamat SD/MI 96,1 3,9 100,0

61,7 61,7 96,1

Tamat SD/MI 96,4 3,6 100,0

85,6 76,6 86,8 Tamat SLTP 97,6 2,4 100,0

86,4 77,1 88,0

Tamat SLTA 97,9 2,1 100,0

88,1 78,9 92,0 Tamat D1-D3/PT 100,0 0,0 100,0

85,7 79,8 95,3

Pekerjaan

Tidak berkerja 97,5 2,5 100,0

86,5 77,3 91,3 Pegawai 100,0 0,0 100,0

94,4 87,0 96,6

Wiraswasta 96,3 3,7 100,0

88,9 80,8 86,2 Petani/nelayan/buruh 100,0 0,0 100,0

86,8 80,8 88,8

Lainnya 100,0 0,0 100,0

48,0 48,0 67,8 Kuintil indeks kepemilikan

Terbawah 93,1 6,9 100,0

83,4 73,1 88,4

Menengah bawah 98,0 2,0 100,0

85,0 73,4 89,1 Menengah 97,4 2,6 100,0

87,9 82,2 93,2

Menengah atas 100,0 0,0 100,0

88,6 76,7 87,2 Teratas 100,0 0,0 100,0

88,7 84,7 97,2

DKI Jakarta 97,9 2,1 100,0

86,9 78,3 91,1

b. Tenaga dan tempat pemeriksaan kehamilan

Tenaga kesehatan yang kompeten memberi pelayanan pemeriksaan kesehatan ibu hamil adalah dokter

kebidanan dan kandungan, dokter umum, bidan dan perawat (Direktorat Bina Kesehatan Ibu, Kemkes

RI, 2009). Fasilitas kesehatan disediakan untuk meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan ibu hamil

dari rumah sakit hingga posyandu.

Tabel 7.9.15 dan Tabel 7.9.17 adalah proporsi pelayanan ANC menurut tenaga dan tempat melakukan

ANC di provinsi DKI Jakarta. Bidan merupakan tenaga kesehatan yang paling berperan (77,8%) dalam

memberikan pelayanan kesehatan ibu hamil. Sedangkan fasilitas kesehatan yang paling banyak

dimanfaatkan ibu hamil adalah praktek bidan (46,0%), Puskesmas/Pustu (23,9%) dan rumah sakit

(17,8%). Pengguna jasa dokter spesialis kebidanan dan kandungan yang paling banyak berada di

Jakarta Selatan (26,8%). Sedangkan di Kepulauan Seribu 100 persen menggunakan jasa bidan dan

tidak ada yang menggunakan jasa dokter spesialis kebidanan dan kandungan.

Page 164: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

132

Tabel 7.9.15 Proporsi tenaga kesehatan pemberi layanan ANC menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota

Tenaga yang memberi pelayanan ANC

Total Dokter kebidanan& kandungan

Dr umum

Bidan Perawat

Kepulauan Seribu 0,0 0,0 100,0 0,0 100,0

Jakarta Selatan 26,8 0,0 73,2 0,0 100,0

Jakarta Timur 20,8 0,0 79,2 0,0 100,0

Jakarta Pusat 15,6 6,0 78,3 0,0 100,0

Jakarta Barat 18,7 1,4 79,4 0,4 100,0

Jakarta Utara 20,1 0,7 79,2 0,0 100,0

DKI JAKARTA 21,3 0,9 77,8 0,1 100,0

Tabel 7.9.16

Proporsi tenaga kesehatan pemberi layanan ANC menurut karakteristik, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota Tenaga yang memberi pelayanan ANC

Total Dokter kebidanan & kandungan

Dr umum

Bidan Perawat

Umur saat bersalin (tahun)*

<20 9,4 2,4 88,1 0,0 100,0 20-34 21,4 0,6 77,9 0,1 100,0 ≥35 26,7 2,5 70,8 0,0 100,0

Pendidikan

Tidak sekolah 3,3 0,0 96,7 0,0 100,0 Tidak tamat SD/MI 0,0 0,0 100,0 0,0 100,0 Tamat SD/MI 8,8 0,5 90,7 0,0 100,0 Tamat SLTP 6,9 1,3 91,8 0,0 100,0 Tamat SLTA 21,4 0,6 77,9 0,1 100,0 Tamat D1-D3/PT 64,7 2,5 32,8 0,0 100,0

Pekerjaan

Tidak berkerja 19,3 0,6 80,0 0,1 100,0 Pegawai 36,4 2,2 61,4 0,0 100,0 Wiraswasta 14,6 0,0 85,4 0,0 100,0 Petani/nelayan/buruh 6,0 8,0 86,0 0,0 100,0 Lainnya 22,5 0,0 77,5 0,0 100,0

Kuintil indeks kepemilikan

Terbawah 5,2 1,6 93,3 0,0 100,0 Menengah bawah 12,9 0,0 87,1 0,0 100,0 Menengah 16,3 0,0 83,3 0,3 100,0 Menengah atas 20,8 1,4 77,8 0,0 100,0 Teratas 49,6 1,8 48,5 0,0 100,0

DKI JAKARTA 21,3 0,9 77,8 0,1 100,0

Page 165: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

133

Tabel 7.9.17 Proporsi tempat pemberian layanan ANC menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota Tempat Pelayanan ANC

Rumah Sakit

Rumah Bersalin

Puskesmas/pustu

Praktek dr/ klinik

Praktek bidan

Poskesdes/ polindes

Posyandu Lainnya Total

Kepulauan Seribu 0,0 0,0 82,7 0,0 17,3 0,0 0,0 0,0 100,0

Jakarta Selatan 17,9 12,8 24,5 3,0 40,4 0,0 1,5 0,0 100,0

Jakarta Timur 18,1 6,7 20,2 7,9 46,6 0,5 0,0 0,0 100,0

Jakarta Pusat 21,2 7,5 41,5 2,2 27,5 0,0 0,0 0,0 100,0

Jakarta Barat 18,5 4,6 15,9 0,8 59,0 0,0 0,0 1,2 100,0

Jakarta Utara 14,4 5,6 29,4 2,4 46,0 0,0 2,1 0,0 100,0

DKI Jakarta 17,8 7,7 23,9 3,9 45,6 0,2 0,7 0,2 100,0

INDONESIA 6,5 3,5 16,6 4,3 52,5 6,0 10,0 0,6 100,0

Tabel.7.9.18

Proporsi tempat pemberi layanan ANC menurut karakteristik, Riskesdas 2013

Karakteristik

Tempat Pelayanan ANC

RS RB Puskesmas/

pustu

Praktek dokter /klinik

Praktek bidan

Poskes-des/

polindes

Pos- yandu

Lain- nya

Total

Umur saat bersalin (tahun)* <20 13,2 15,7 16,8 3,5 50,8 0,0 0,0 0,0 100,0

20-34 17,2 7,4 24,2 3,7 46,1 0,2 0,9 0,3 100,0 ≥35 24,4 5,3 25,2 6,2 38,8 0,0 0,0 0,0 100,0

Pendidikan

Tidak sekolah 3,3 25,5 21,0 0,0 50,2 0,0 0,0 0,0 100,0 Tidak tamat SD/MI 0,0 23,1 23,1 0,0 53,8 0,0 0,0 0,0 100,0 Tamat SD/MI 4,3 8,0 29,7 2,6 55,4 0,0 0,0 0,0 100,0 Tamat SLTP 8,9 5,9 25,4 4,2 52,7 0,0 1,8 1,1 100,0 Tamat SLTA 19,6 6,1 25,1 2,3 46,0 0,3 0,6 0,0 100,0 Tamat D1-D3/PT 42,4 14,8 9,4 14,1 19,3 0,0 0,0 0,0 100,0

Pekerjaan

Tidak berkerja 15,5 7,7 24,7 4,1 46,6 0,2 0,9 0,3 100,0 Pegawai 32,6 7,3 18,0 4,4 37,7 0,0 0,0 0,0 100,0 Wiraswasta 14,5 4,8 17,5 2,1 61,0 0,0 0,0 0,0 100,0 Petani/Nelayan/Buruh 0,0 0,0 66,2 6,0 27,8 0,0 0,0 0,0 100,0 Lainnya 22,5 24,4 23,0 0,0 30,2 0,0 0,0 0,0 100,0

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 4,9 8,9 41,8 0,0 38,2 0,0 4,7 1,5 100,0 Menengah bawah 11,4 7,0 24,6 1,4 55,6 0,0 0,0 0,0 100,0 Menengah 10,9 6,2 26,3 2,4 54,1 0,0 0,0 0,0 100,0 Menengah atas 18,5 8,1 23,1 5,3 45,0 0,0 0,0 0,0 100,0 Teratas 42,4 8,8 6,8 10,0 31,1 0,9 0,0 0,0 100,0

DKI Jakarta 17,8 7,7 23,9 3,9 45,6 0,2 0,7 0,2 100,0

Tabel 7.9.16 menyajikan data tentang distribusi persentase kelahiran periode 1 Januari 2010 sampai

saat wawancara yang melakukan pemeriksaan ANC menurut tenaga kesehatan yang memberi

pelayanan ANC dan karakteristik di Provinsi DKI Jakarta. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa

terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan dan status ekonomi maka pengguna

Page 166: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

134

jasa dokter spesialis kebidanan dan kandungan semakin banyak. Hal ini berbanding terbalik dengan

pengguna jasa bidan dimana terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan dan

status ekonomi maka pengguna jasa bidan semakin sedikit (Tabel. 7.9.17).

Tabel 7.9.18 merupakan data distribusi persentase kelahiran periode 1 Januari 2010 sampai saat

wawancara yang melakukan pemeriksaan kehamilan menurut tempat saat menerima pelayanan ANC

dan karakteristik di provinsi DKI Jakarta. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa responden yang

melakukan ANC di tempat praktek bidan sebagian besar adalah berumur < 20 tahun, tamat SD/MI,

wiraswasta dan berada pada kuintil indeks kepemilikan menengah bawah. Sedangkan untuk responden

yang melakukan ANC di rumah sakit sebagian besar berumur risiko tinggi (≥35 tahun), tamat D1-D3/PT,

pegawai dan memiliki kuintil indeks kepemilikan teratas. Sedangkan untuk responden yang melakukan

ANC di puskesmas/pustu sebagian besar berumur ≥ 35, tamat SD/MI, petani/nelayan/buruh dan memiliki

kuintil indeks kepemilikan terbawah.

c. Konsumsi pil zat besi

Zat besi sangat dibutuhkan oleh ibu hamil untuk mencegah terjadinya anemia dan menjaga pertumbuhan

janin secara optimal. Kementerian Kesehatan menganjurkan agar ibu hamil mengonsumsi paling sedikit

90 pil zat besi/ tambah darah selama kehamilan (Depkes RI, 2001). Pada Riskesdas 2013 ditanyakan

konsumsi pil zat besi dan jumlah hari selama hamil. Zat besi yang dimaksud adalah semua kemasan

yang mengandung zat besi yang dikonsumsi selama masa kehamilan termasuk yang dijual bebas

maupun multivitamin yang mengandung zat besi.

Tabel 7.9.19 menunjukkan responden yang mengonsumsi zat besi dan variasi jumlah asupan zat besi

selama hamil di DKI Jakarta sebesar 90,5 persen. Di antara yang mengonsumsi zat besi tersebut,

terdapat 43,7 persen mengonsumsi minimal 90 hari selama kehamilannya. Untuk jumlah hari

mengonsumsi zat besi di DKI Jakarta (43,7%) masih berada diatas angka nasional (33,3%). Provinsi

dengan asupan zat besi minimal 90 hari tertinggi di Jakarta Timur (61,7%) dan terendah di Kepulauan

Seribu (5,5 %).

Tabel 7.9.19 Proporsi ibu hamil yang mengonsumsi pil zat besi dan jumlah hari mengonsumsi menurut kabupaten/

kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota Mengonsumsi zat besi Jumlah hari mengonsumsi1)

Ya Tidak Total 90+ < 90 Lupa

Kepulauan Seribu 100,0 0,0 100,0

5,5 34,1 60,4 Jakarta Selatan 86,0 14,0 100,0

45,0 16,5 24,6

Jakarta Timur 91,2 8,8 100,0

61,7 14,3 15,3 Jakarta Pusat 99,5 0,5 100,0

28,3 34,7 36,4

Jakarta Barat 90,4 9,6 100,0

28,1 22,7 39,5 Jakarta Utara 91,3 8,7 100,0

34,4 37,4 19,6

DKI Jakarta 90,5 9,5 100,0

43,7 22,0 24,8

INDONESIA 89,1 10,9 100,0 33,3 34,4 21,4

Keterangan :

Kolom jumlah hari mengonsumsi (90+, <90 dan lupa) pada Tabel 7.9.20 dan 7.9.21 merujuk pada jawaban responden yang mengonsumsi zat besi (kolom ‘Ya’) Proporsi semua responden yang melahirkan dalam periode 1 Januari 2010 sampai saat wawancara

Page 167: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

135

Konsumsi zat besi menurut karakteristik pada Tabel 7.9.20 menunjukkan bahwa jumlah responden yang

paling sedikit mengonsumsi zat besi minimal 90 hari berdasarkan umur adalah pada kelompok umur < 20

tahun. Terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi pendidikan dan kuintil indeks kepemilikan, maka

semakin besar persentase cakupan konsumsi zat besi. Sedangkan untuk responden yang mengonsumsi

zat besi minimal 90 hari paling jarang ditemukan pada pekerjaan petani/nelayan/buruh.

Tabel 7.9.20

Proporsi ibu hamil yang mengonsumsi pil zat besi dan jumlah hari mengonsumsi menurut karakteristik, Riskesdas 2013

Karakteristik Mengonsumsi zat besi Jumlah hari mengonsumsi1)

Ya Tidak Total 90+ < 90 Lupa

Umur saat bersalin (tahun)* <20 81,1 18,9 100,0

32,0 27,1 22,0

20-34 90,7 9,3 100,0

45,2 20,3 25,2

≥35 94,2 5,8 100,0

39,3 31,9 22,9

Pendidikan

Tidak sekolah 100,0 0,0 100,0

12,2 46,5 41,3

Tidak tamat SD/MI 73,9 26,1 100,0

15,7 20,4 37,8

Tamat SD/MI 92,7 7,3 100,0

38,6 23,3 30,7

Tamat SLTP 84,9 15,1 100,0

31,0 30,3 23,6

Tamat SLTA 91,2 8,8 100,0

49,3 20,3 21,7

Tamat D1-D3/PT 97,2 2,8 100,0

52,1 11,5 33,7

Pekerjaan

Tidak berkerja 90,2 9,8 100,0

41,6 22,2 26,3

Pegawai 93,5 6,5 100,0

53,4 17,9 22,3

Wiraswasta 92,6 7,4 100,0

55,9 21,7 15,0

Petani/nelayan/buruh 94,0 6,0 100,0

28,0 38,3 27,7

Lainnya 72,7 27,3 100,0

27,1 29,3 16,3

Kuintil indeks kepemilikan

Terbawah 92,0 8,0 100,0

38,9 28,5 24,6

Menengah bawah 88,4 11,6 100,0

40,7 20,8 27,0

Menengah 90,9 9,1 100,0

53,7 15,8 21,4

Menengah atas 91,8 8,2 100,0

40,1 25,1 26,6

Teratas 89,5 10,5 100,0

42,4 22,1 25,0

DKI Jakarta 90,5 9,5 100,0

43,7 22,0 24,8

d. Kepemilikan buku KIA dan pelaksanaan P4K

Buku Kesehatan Ibu dan Anak (Buku KIA) telah dirintis sejak 1997 dengan dukungan dari JICA (Japan

International Cooperation Agency). Buku KIA berisi catatan kesehatan ibu (hamil, bersalin dan nifas) dan

anak (bayi baru lahir, bayi dan anak balita). Buku KIA juga memuat informasi tentang cara memelihara

dan merawat kesehatan ibu dan anak. Setiap kehamilan mendapat 1 buku KIA.

Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) merupakan program terobosan

Kementerian Kesehatan dalam pemberdayaan masyarakat tentang kesehatan ibu sebagai upaya untuk

menurunkan kematian ibu (Factsheet Ditjen Bina Kesehatan Ibu). P4K adalah kegiatan pemberdayaan

masyarakat yang difasilitasi oleh tenaga kesehatan, kader, tokoh agama/tokoh masyarakat untuk

Page 168: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

136

meningkatkan peran aktif suami, keluarga dan masyarakat dalam perencanaan persalinan, persiapan

menghadapi komplikasi kehamilan/persalinan, perencanaan penggunaan kontrasepsi pasca persalinan

bagi setiap ibu hamil dengan menggunakan media stiker sebagai penanda. Wujud penerapan P4K

tersebut juga dituliskan pada Buku KIA dalam lembar ‗Amanat Persalinan‘. Setiap kehamilan yang

mendapat buku KIA dan membuat perencanaan persalinan dituliskan pada lembar tersebut

(Kementerian Kesehatan, 1997).

Pada Riskesdas 2013, enumerator menanyakan kepemilikan Buku KIA. Apabila responden bisa

menunjukkan buku KIA, maka dilanjutkan dengan observasi 5 komponen P4K terhadap lembar Amanat

Persalinan yang terkait dengan perencanaan persalinan, persiapan kegawatdaruratan dan perencanaan

KB yaitu :

1. Penolong persalinan (nama-nama tenaga kesehatan yang akan menangani saat bersalin). 2. Dana persalinan (rencana sumber pembiayaan yang akan digunakan untuk biaya persalinan). 3. Kendaraan/ambulans desa (kendaraan yang disiapkan untuk membawa ibu hamil menuju tempat

bersalin jika sewaktu-waktu akan melahirkan/perlu rujukan). 4. Metode KB (rencana jenis KB yang akan dipilih setelah melahirkan), dan 5. Sumbangan darah (nama-nama calon donor darah apabila sewaktu-waktu terjadi kasus

perdarahan/komplikasi lain yang memerlukan sumbangan darah). Tabel 7.9.21 menunjukkan bahwa 71,9 persen responden mempunyai buku KIA, namun yang bisa

menunjukkan hanya 29,5 persen. Variasi kepemilikan buku KIA dan bisa menunjukkan buku KIA menurut

kabupaten/kota antara cakupan terendah di Jakarta Barat (24,7%) dan tertinggi di Jakarta Selatan

(36,3%). Untuk cakupan angka kepemilikan buku KIA DKI Jakarta (71,9%) masih berada di bawah angka

nasional (80,8%).

Tabel 7.9.21 juga menunjukkan hasil observasi buku KIA terhadap 5 komponen P4K di DKI Jakarta

menunjukkan bahwa isian penolong persalinan sebesar 32,8 persen, dana persalinan sebesar 17,8

persen, kendaraan/ambulans desa sebesar 15,9 persen, metode KB pasca salin sebesar 21,3 persen

dan 13,6 persen untuk isian sumbangan darah. Kelengkapan isian pada semua komponen sebesar 12,9

persen dan 65,5 persen tidak ada isian. Hal tersebut dapat dijadikan bahan evaluasi agar kelengkapan

isian P4K dapat lebih diperhatikan. Karena kelengkapan isian P4K dapat mencerminkan perencanaan

persalinan dan pencegahan komplikasi persalinan yang lebih baik.

Kepemilikan buku KIA dan isian 5 komponen hasil observasi menurut provinsi dan karakteristik dapat

dilihat pada Tabel 7.9.22. Berdasarkan karakteristik dapat dilihat bahwa semakin muda usia maka

semakin banyak responden yang dapat menunjukkan buku KIA. Sedangkan berdasarkan tingkat

pendidikan maka terdapat kecenderungan semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi pula

jumlah responden yang dapat menunjukkan buku KIA kecuali pada tingkat pendidikan Tamat D1-D3/PT

jumlahnya mengalami penurunan. Berdasarkan pekerjaannya maka petani/nelayan/buruh merupakan

kelompok yang paling sedikit yang dapat menunjukkan buku KIA. Berdasarkan kuintil indeks kepemilikan

maka dapat dilihat bahwa semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan maka semakin banyak responden

yang dapat menunjukkan buku KIA. Namun pada tingkat kuintil menengah atas sampai teratas terjadi

penurunan. Sedangkan buku KIA yang tidak ada isian P4K nya terdapat kecenderungan bahwa semakin

tinggi kuintil indeks kepemilikan maka buku KIA yang tidak ada isian P4K cenderung semakin meningkat.

Page 169: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

137

Tabel 7.9.21 Proporsi kepemilikan dan observasi isian buku KIA menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota

Memiliki buku KIA Hasil observasi isian buku KIA

Ya, menunjukkan

Ya,tidakmenunjuk

kan

Tidak punya

Total Penolong persalinan

Dana persalinan

Kendaraan

Metode KB

Donor darah

Isian lengka

p

Tidak adaisia

n

Kepulauan Seribu 35,8 50,1 14,1 100,0 79,7 51,0 57,0 52,5 57,0 32,3 20,4 Jakarta Selatan 36,3 35,8 28,0 100,0 32,5 13,2 12,9 21,1 12,9 12,9 67,5 Jakarta Timur 27,5 38,1 34,4 100,0 28,1 13,5 11,6 17,7 9,8 7,6 71,3 Jakarta Pusat 34,4 38,1 27,4 100,0 38,8 22,3 14,6 24,9 10,6 10,6 54,9 Jakarta Barat 24,7 49,1 26,2 100,0 29,7 19,5 16,3 17,6 11,5 11,5 64,2 Jakarta Utara 26,3 55,1 18,6 100,0 41,0 30,1 30,1 30,1 26,2 26,2 59,0

DKI Jakarta 29,5 42,4 28,0 100,0 32,8 17,8 15,9 21,3 13,6 12,9 65,5

INDONESIA 40,4 40,4 19,2 100,0 35,4 17,3 14,4 19,2 12,1 10,7 64,0

Tabel 7.9.22

Proporsi kepemilikan dan observasi isian buku KIA menurut karakteristik, Riskesdas 2013

Karakteristik

Memiliki Buku KIA Hasil observasi isian buku KIA

Ya, menunjuk

kan

Ya, tidak

menunju- kkan

Tidak punya

Total

Peno-long

persa- linan

Dana persa-linan

Kenda-raan

Meto-de KB

Donor darah

Isian lengkap

Tidak ada isian

Umur saat bersalin (tahun)*

<20 41,6 41,4 17,0 100,0 52,1 44,2 44,2 31,7 31,7 31,7 47,9 20-34 40,6 40,4 19,0 100,0 30,8 16,5 14,2 21,0 12,9 12,0 67,8 ≥35 39,7 40,0 20,3 100,0 36,5 13,0 13,0 18,2 9,4 9,4 58,3

Pendidikan

Tidak sekolah 28,8 34,7 36,5 100,0 36,8 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 63,2 Tidak tamat SD/MI 36,4 37,7 25,9 100,0 38,9 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 61,1 Tamat SD/MI 40,8 38,6 20,7 100,0 17,6 5,0 5,2 9,2 9,4 3,4 80,9 Tamat SLTP 43,8 40,2 16,0 100,0 38,9 17,8 19,8 26,3 12,6 12,5 58,7 Tamat SLTA 40,2 42,4 17,4 100,0 36,1 22,4 18,7 24,9 16,4 16,4 62,0 Tamat D1-D3/PT 36,0 43,6 20,4 100,0 13,7 7,8 6,4 7,8 6,4 6,4 86,3

Pekerjaan

Tidak berkerja 41,6 39,4 19,0 100,0 34,3 15,6 14,6 19,9 12,6 11,9 64,4 Pegawai 38,3 43,6 18,1 100,0 11,9 11,5 5,9 11,5 0,0 0,0 88,1 Wiraswasta 40,5 45,0 14,5 100,0 40,9 53,7 40,9 53,7 40,9 40,9 46,3 Petani/nelayan/buruh 36,0 40,0 24,0 100,0 74,3 65,3 65,3 65,3 65,3 65,3 25,7 Lainnya 38,9 43,9 17,1 100,0

10,3 10,3 10,3 10,3 89,7

Kuintil indeks kepemilikan

Terbawah 33,6 36,9 29,5 100,0 47,2 30,1 28,4 28,7 27,2 25,0 52,8 Menengah bawah 43,0 39,0 18,1 100,0 35,6 19,8 17,9 23,5 8,9 8,9 59,1 Menengah 46,2 39,5 14,3 100,0 30,2 12,9 10,6 19,3 10,0 9,3 69,2 Menengah atas 41,8 41,2 17,1 100,0 23,1 10,3 7,6 18,9 7,6 7,5 74,1 Teratas 35,1 44,2 20,7 100,0 20,5 12,0 11,1 12,0 11,1 11,1 79,5

DKI Jakarta 29,5 42,4 28,0 100,0 32,8 17,8 15,9 21,3 13,6 12,9 65,5

Page 170: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

138

e. Cara persalinan

Masa bersalin merupakan periode kritis bagi seorang ibu hamil. Masalah komplikasi atau adanya faktor

penyulit menjadi faktor risiko terjadinya kematian ibu sehingga perlu dilakukan tindakan medis sebagai

upaya untuk menyelamatkan ibu dan anak.

Tabel. 7.9.23 Proporsi cara persalinan menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota Normal Vakum Forcep Operasi perut/

sesar Total

Kepulauan Seribu 94,0 0,0 0,0 6,0 100,0 Jakarta Selatan 78,3 1,0 0,0 20,6 100,0 Jakarta Timur 73,8 1,5 0,0 24,8 100,0 Jakarta Pusat 84,1 0,9 0,0 15,0 100,0 Jakarta Barat 81,5 0,0 0,0 18,5 100,0 Jakarta Utara 85,5 0,0 0,6 13,8 100,0

DKI Jakarta 82,9 0,6 0,1 15,5 100,0

Indonesia 89,2 0,9 0,1 9,8 100,0

Tabel 7.9.24

Proporsi cara persalinan menurut karakteristik, Riskesdas 2013

Karakteristik Normal Vakum Forcep Operasi

perut/sesar Total

Umur saat bersalin (tahun)*

<20 86,7 0,0 0,0 13,3 100,0 20-34 80,0 0,9 0,1 19,0 100,0 ≥35 69,2 0,0 0,0 30,8 100,0

Pendidikan

Tidak sekolah 36,5 0,0 0,0 63,5 100,0 Tidak tamat SD/MI 96,1 0,0 0,0 3,9 100,0 Tamat SD/MI 88,5 2,1 0,0 9,5 100,0 Tamat SLTP 85,9 0,0 0,5 13,6 100,0 Tamat SLTA 77,4 1,0 0,0 21,6 100,0 Tamat D1-D3/PT 67,5 0,0 0,0 32,5 100,0

Pekerjaan

Tidak berkerja 80,3 0,7 0,1 18,9 100,0 Pegawai 68,4 1,8 0,0 29,7 100,0 Wiraswasta 83,0 0,0 0,0 17,0 100,0 Petani/nelayan/buruh 80,7 0,0 0,0 19,3 100,0 Lainnya 96,4 0,0 0,0 3,6 100,0

Kuintil indeks kepemilikan

Terbawah 78,8 0,5 0,0 20,7 100,0 Menengah bawah 89,7 1,3 0,5 8,5 100,0 Menengah 83,4 0,0 0,0 16,6 100,0 Menengah atas 77,7 2,2 0,0 20,1 100,0 Teratas 64,5 0,0 0,0 35,5 100,0

DKI Jakarta 79,2 0,8 0,1 19,9 100,0

Di Indonesia, bedah sesar hanya dilakukan atas dasar indikasi medis tertentu dan kehamilan dengan

komplikasi (Depkes, 2001c). Pada Riskesdas 2013 menanyakan proses persalinan yang dialami. Tabel

7.9.23 menyajikan proporsi persalinan dengan bedah sesar menurut kabupaten/kota di Provinsi DKI

Page 171: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

139

Jakarta dan Tabel 7.9.24 menurut karakteristik. Hasil Riskesdas 2013 menunjukkan kelahiran bedah

sesar di DKI Jakarta sebesar 19,9 persen dengan proporsi tertinggi di Jakarta Timur (24,8%) dan

terendah di Kepulauan Seribu (6,0%) dan secara umum pola persalinan melalui bedah sesar menurut

karakteristik menunjukkan proporsi tertinggi pada kuintil indeks kepemilikan teratas (35,5%), tinggal di

perkotaan (13,8%), pekerjaan sebagai pegawai (29,7%) dan pendidikan tinggi/lulus PT (32,5%) dan

berumur ≥ 35 tahun.

f. Penolong persalinan

Penolong persalinan oleh tenaga kesehatan yang kompeten merupakan salah satu indikator MDGs

target kelima. Tenaga kesehatan yang kompeten sebagai penolong persalinan (linakes) menurut PWS-

KIA adalah dokter spesialis kebidanan dan kandungan, dokter umum dan bidan. Kementerian Kesehatan

menetapkan target 90 persen persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan pada tahun 2012 (Depkes,

2000c). Untuk mengukur kemajuan dalam mencapai target ini, responden ditanya mengenai siapa saja

yang menolong selama proses persalinan. Dalam analisis Riskesdas, penolong persalinan dinyatakan

dalam penolong persalinan kualifikasi tertinggi dan kualifikasi terendah. Penolong persalinan dengan

kualifikasi tertinggi apabila lebih dari satu penolong maka dipilih yang paling tinggi. Penolong persalinan

dengan kualifikasi terendah apabila lebih dari satu penolong maka dipilih tenaga dengan kualifikasi yang

paling rendah.

Tabel 7.9.25

Proporsi kualifikasi tertinggi penolong persalinan menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota

Penolong persalinan kualifikasi tertinggi1

Dokterkebidanan& kandungan

Dokter umum

Bidan Perawat Dukun Keluarga/ lainnya

Tidak ada penolong

Total

Kepulauan Seribu 8,3 0,0 87,8 0,0 3,9 0,0 0,0 100,0

Kota Jakarta Selatan 37,9 0,0 62,1 0,0 0,0 0,0 0,0 100,0

Kota Jakarta Timur 41,8 0,0 55,0 1,1 1,5 0,0 0,5 100,0

Kota Jakarta Pusat 34,0 0,0 66,0 0,0 0,0 0,0 0,0 100,0

Kota Jakarta Barat 29,3 0,6 68,7 0,0 1,4 0,0 0,0 100,0

Kota Jakarta Utara 29,6 0,0 63,4 0,0 6,6 0,0 0,5 100,0

DKI Jakarta 35,7 0,1 61,8 0,4 1,8 0,0 0,2 100,0

Indonesia 18,0 0,5 68,6 0,3 10,9 0,9 0,8 100,0

Keterangan : 1) Jika penolong persalinan >1, maka dipilih penolong dengan kualifikasi tertinggi

Tabel 7.9.25 menunjukkan bahwa pada persalinan kualifikasi tertinggi dan kualifikasi terendah, sebagian

besar persalinan ditolong oleh bidan (61,8% dan 64,7%). Sedangkan penolong linakes (dokter atau

bidan) untuk kualifikasi tertinggi sebesar 97,6 persen dan kualifikasi terendah adalah 93,8 persen. DI

Jakarta Timur dan Jakarta Selatan merupakan kota dengan proporsi penolong persalinan kualifikasi

tertinggi oleh dokter spesialis yang tinggi dibandingkan kota lainnya yaitu masing-masing 41,8 persen

dan 37,9 persen. Pola penolong persalinan menurut kabupaten/kota untuk kualifikasi tertinggi dengan

proporsi penolong linakes terendah di Jakarta Utara (92,9%) . Sedangkan untuk kualifikasi tertinggi

dengan proporsi penolong linakes tertinggi di Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat (100,0%).

Page 172: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

140

Tabel 7.9.26 Proporsi kualifikasi tertinggi penolong persalinan menurut karakteristik,

Riskesdas 2013

Karakteristik

Penolong persalinan kualifikasi tertinggi1

Dokterkebidanan kandungan

Dokter umum

Bidan Perawat Dukun Keluarga/ lainnya

Tidak ada

penolong Total

Dokter/

bidan

Umur saat bersalin (tahun)*

<20 33,2 0,0 66,8 0,0 0,0 0,0 0,0 100,0 100,0

20-34 34,5 0,1 62,5 0,4 2,1 0,0 0,3 100,0 97,2

≥35 46,3 0,0 52,8 0,0 1,0 0,0 0,0 100,0 99,0

Pendidikan

Tidak sekolah 28,8 0,0 71,2 0,0 0,0 0,0 0,0 100,0 100,0

Tidak tamat SD/MI 31,5 0,0 68,5 0,0 0,0 0,0 0,0 100,0 100,0

Tamat SD/MI 16,7 0,0 78,4 0,0 4,9 0,0 0,0 100,0 95,1

Tamat SLTP 27,4 0,0 70,8 0,0 1,4 0,0 0,4 100,0 98,2

Tamat SLTA 36,5 0,2 60,6 0,6 1,8 0,0 0,3 100,0 97,3

Tamat D1-D3/PT 68,4 0,0 31,6 0,0 0,0 0,0 0,0 100,0 100,0

Pekerjaan

Tidak berkerja 34,5 0,1 62,4 0,5 2,2 0,0 0,3 100,0 97,0

Pegawai 51,7 0,0 46,9 0,0 1,3 0,0 0,0 100,0 98,6

Wiraswasta 21,4 0,0 78,6 0,0 0,0 0,0 0,0 100,0 100,0

Petani/nelayan/buruh 25,3 0,0 74,7 0,0 0,0 0,0 0,0 100,0 100,0

Lainnya 28,2 0,0 71,8 0,0 0,0 0,0 0,0 100,0 100,0

Status Ekonomi

Terbawah 29,7 0,0 64,3 0,0 5,9 0,0 0,0 100,0 94,0

Menengah bawah 27,5 0,0 69,7 0,0 2,9 0,0 0,0 100,0 97,1

Menengah 26,9 0,5 69,9 1,5 1,2 0,0 0,0 100,0 97,3

Menengah atas 38,1 0,0 60,7 0,0 0,0 0,0 1,1 100,0 98,9

Teratas 58,4 0,0 41,6 0,0 0,0 0,0 0,0 100,0 100,0

DKI Jakarta 35,7 0,1 61,8 0,4 1,8 0,0 0,2 100,0 97,6

Keterangan : 1) Jika penolong persalinan > 1, maka dipilih penolong dengan kualifikasi tertinggi

Page 173: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

141

Tabel 7.9.27 Proporsi kualifikasi terendah penolong persalinan menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota

Penolong persalinan kualifikasi terendah1

Dokter kebidanan&k

andungan Bidan Perawat Dukun

Keluarga/ lainnya

Tidak ada penolong

Total Dokter/ bidan

Kepulauan Seribu 0,0 52,9 43,2 3,9 0,0 0,0 100,0 52,9 Jakarta Selatan 32,3 63,8 3,9 0,0 0,0 0,0 100,0 96,1 Jakarta Timur 28,7 62,8 5,1 1,5 1,4 0,5 100,0 91,5 Jakarta Pusat 32,3 66,0 1,7 0,0 0,0 0,0 100,0 98,3 Jakarta Barat 26,9 68,2 0,6 1,4 2,9 0,0 100,0 95,0 Jakarta Utara 26,3 65,2 1,4 6,6 0,0 0,5 100,0 91,5

DKI Jakarta 29,1 64,7 3,1 1,8 1,0 0,2 100,0 93,8

Indonesia 13,9 66,6 2,1 13,4 2,9 0,8 100,0 80,9 1) Apabila penolong persalinan > 1 penolong maka dipilih yang kualifikasi terendah

Tabel.7.9.28 Proporsi kualifikasi tertinggi penolong persalinan menurut karakteristik, Riskesdas 2013

Karakteristik

Penolong persalinan kualifikasi terendah1

Dokter kebidanan-kandungan

Bidan Perawat Dukun Keluarga/ lainnya

Tidak ada

penolong Total

Dokter/ bidan

Umur saat bersalin (tahun)* <20 33,2 66,8 0,0 0,0 0,0 0,0 100,0 100,0

20-34 27,7 65,4 3,5 2,1 1,0 0,3 100,0 93,1 ≥35 37,2 58,3 2,2 1,0 1,4 0,0 100,0 95,5

Pendidikan

Tidak sekolah 25,5 71,2 3,3 0,0 0,0 0,0 100,0 96,7 Tidak tamat SD/MI 31,5 68,5 0,0 0,0 0,0 0,0 100,0 100,0 Tamat SD/MI 11,7 82,1 1,3 4,9 0,0 0,0 100,0 93,8 Tamat SLTP 21,8 71,5 3,1 1,4 1,7 0,4 100,0 93,3 Tamat SLTA 31,0 62,0 3,7 1,8 1,1 0,3 100,0 93,0 Tamat D1-D3/PT 50,7 46,8 2,4 0,0 0,0 0,0 100,0 97,6

Pekerjaan

Tidak berkerja 28,1 65,3 2,8 2,2 1,3 0,3 100,0 93,4 Pegawai 39,8 52,9 5,9 1,3 0,0 0,0 100,0 92,7 Wiraswasta 20,0 80,0 0,0 0,0 0,0 0,0 100,0 100,0 Petani/nelayan/buruh 25,3 74,7 0,0 0,0 0,0 0,0 100,0 100,0 Lainnya 26,1 65,5 8,4 0,0 0,0 0,0 100,0 91,6

Kuintil indeks kepemilikan

Terbawah 25,7 65,6 2,7 5,9 0,0 0,0 100,0 91,3 Menengah bawah 18,5 74,2 2,4 2,9 2,1 0,0 100,0 92,6 Menengah 20,2 72,3 4,5 1,2 1,7 0,0 100,0 92,5 Menengah atas 33,9 62,8 1,4 0,0 0,7 1,1 100,0 96,8 Teratas 49,4 46,0 4,5 0,0 0,0 0,0 100,0 95,5

DKI Jakarta 29,1 64,7 3,1 1,8 1,0 0,2 100,0 93,8 1) Apabila penolong persalinan > 1 penolong maka dipilih yang kualifikasi terendah

Pola penolong persalinan menurut karakteristik memperlihatkan bahwa terdapat kecenderungan semakin

tinggi umur, tingkat pendidikan ibu dan kwintil indeks kepemilikan maka persentase penolong persalinan

Page 174: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

142

dokter spesialis kebidanan dan kandungan semakin besar baik kualifikasi tertinggi maupun terendah

(Tabel 7.9.26 dan Tabel 7.9.28). Demikian juga untuk ibu yang bekerja sebagai pegawai (51,7% dan

39,8%) juga mendominasi untuk pengguna penolong persalinan dokter spesialis kebidanan dan

kandungan di kualifikasi tertinggi dan terendah. Sebaliknya penggunaan dukun sebagai tenaga penolong

persalinan lebih besar pada kelahiran dari ibu yang mempunyai pendidikan rendah (Tamat SD/MI), Tidak

berkerja dan kuintil indeks kepemilikan terbawah. Informasi pola penolong persalinan dengan kualifikasi

tertinggi menurut provinsi dan karakteristik dapat dilihat pada Tabel 7.9.25 dan Tabel 7.9.26 sedangkan

kualifikasi terendah menurut provinsi dan karakteristik dapat dilihat pada Tabel 7.9.27 dan Tabel 7.9.28.

g. Tempat persalinan

Tempat persalinan yang ideal adalah di rumah sakit karena apabila sewaktu-waktu memerlukan

penanganan kegawatdaruratan tersedia fasilitas yang dibutuhkan atau minimal bersalin di fasilitas

kesehatan lainnya sehingga apabila perlu rujukan dapat segera dilakukan. Sebaliknya jika melahirkan di

rumah dan sewaktu-waktu membutuhkan penanganan medis darurat maka tidak dapat segera ditangani.

Tabel 7.9.29 menunjukkan bahwa di DKI Jakarta persen tertinggi kelahiran pada periode 1 Januari 2010

sampai saat wawancara terjadi di fasilitas rumah bersalin, klinik, praktek dokter/praktek bidan (47,2%)

dan terendah di Puskesmas pembantu (1,0%). Namun masih terdapat 4,1 persen yang melahirkan di

rumah/lainnya. Kepulauan Seribu merupakan tempat ditemukannya persentase melahirkan di rumah

yang paling tinggi yaitu 46,1 persen.

Tabel 7.9.29

Proporsi tempat bersalin menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota Tempat bersalin

RS RB/klinik/

praktek nakes Puskesmas

Puskesmas Pembantu

Rumah/ Lainnya

Total

Kepulauan Seribu 13,6 7,1 33,2 0,0 46,1 100,0 Kota Jakarta Selatan 30,7 49,5 16,7 0,0 3,1 100,0 Kota Jakarta Timur 39,9 48,4 9,6 0,6 1,5 100,0 Kota Jakarta Pusat 38,5 33,7 23,5 2,7 1,6 100,0 Kota Jakarta Barat 32,4 51,7 11,9 0,0 3,9 100,0 Kota Jakarta Utara 25,3 43,5 15,8 3,8 11,6 100,0

DKI Jakarta 33,6 47,2 14,0 1,0 4,1 100,0

Indonesia 21,4 38,0 7,3 3,7 29,6 100,0

Tabel 7.9.30 menyajikan proporsi tempat bersalin di fasilitas kesehatan (RS, RB/klinik/praktek nakes,

puskesmas/pustu) dan di rumah menurut karakteristik. Kelompok umur tidak berisiko tinggi (20-34 tahun)

lebih banyak melahirkan di rumah yaitu sebanyak 4,5 persen. Untuk tingkat pendidikan terdapat

kecenderungan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka jumlah ibu yang melahirkan di rumah

sakit semakin banyak. Hal tersebut berbanding terbalik dengan ibu yang melahirkan di RB/klinik/praktek

nakes. Ibu dengan tingkat pendidikan dan kuintil indeks kepemilikan teratas dan bekerja sebagai

pegawai paling banyak melahirkan di rumah sakit. Sedangkan ibu yang melahirkan di RB/klinik/praktek

nakes paling banyak berpendidikan tamat SD/MI, wiraswasta dan memiliki kwintil indeks kepemilikan

menengah. Adapun ibu dengan pendidikan rendah (tamat SLTA), tidak berkerja dan memiliki kuintil

indeks kepemilikan terbawah lebih banyak memilih melahirkan di rumah.

Page 175: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

143

Tabel 7.9.30 Proporsi tempat bersalin menurut karakteristik, Riskesdas 2013

Karakteristik Tempat bersalin

RS RB/klinik/

praktek nakes Puskesmas

Puskesmas Pembantu

Rumah/ lainnya

Total

Umur saat bersalin (tahun)* <20 38,8 55,3 1,5 0,0 4,4 100,0 20-34 31,3 48,1 15,1 1,1 4,5 100,0 ≥35 48,7 35,8 13,0 1,5 1,1 100,0

Pendidikan

Tidak sekolah 28,8 50,2 21,0 0,0 0,0 100,0 Tidak tamat SD/MI 31,5 49,5 6,3 0,0 0,0 100,0 Tamat SD/MI 19,2 55,7 19,1 0,6 0,0 100,0 Tamat SLTP 27,5 51,4 12,6 1,9 0,0 100,0 Tamat SLTA 35,2 45,2 15,5 0,4 3,6 100,0 Tamat D1-D3/PT 52,3 39,9 4,5 3,3 0,0 100,0

Pekerjaan

Tidak berkerja 32,8 46,3 15,1 1,1 4,8 100,0 Pegawai 38,6 46,1 10,3 1,1 3,9 100,0 Wiraswasta 37,2 57,8 4,1 1,0 0,0 100,0 Petani/nelayan/buruh 19,3 33,0 47,7 0,0 0,0 100,0 Lainnya 28,2 61,2 10,6 0,0 0,0 100,0

Status ekonomi

Terbawah 35,1 31,4 21,1 2,4 10,1 100,0 Menengah bawah 27,7 46,7 15,3 2,3 8,1 100,0 Menengah 22,6 57,9 17,3 0,0 2,2 100,0 Menengah atas 35,5 50,8 12,8 0,0 0,9 100,0 Teratas 50,8 43,3 3,9 1,1 0,9 100,0

DKI Jakarta 33,6 47,2 14,0 1,0 4,1 100,0

h. Pelayanan kesehatan masa nifas

Masa nifas masih merupakan masa yang rentan bagi kelangsungan hidup ibu baru bersalin. Menurut

Studi Tindak Lanjut Kematian Ibu Sensus Penduduk 2010 (Afifah dkk, 2011), sebagian besar kematian

ibu terjadi pada masa nifas sehingga pelayanan kesehatan masa nifas berperan penting dalam upaya

menurunkan angka kematian ibu. Pelayanan masa nifas adalah pelayanan kesehatan yang diberikan

pada ibu selama periode 6 jam sampai 42 hari setelah melahirkan. Kementerian Kesehatan menetapkan

program pelayanan atau kontak ibu nifas yang dinyatakan dalam indikator:

1) KF1, kontak ibu nifas pada periode 6 jam sampai 3 hari setelah melahirkan

2) KF2, kontak ibu nifas pada periode 7-28 hari setelah melahirkan dan

3) KF3, kontak ibu nifas pada periode 29-42 hari setelah melahirkan

Page 176: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

144

Tabel 7.9.31 Proporsi responden yang mendapat pelayanan kesehatan ibu nifas dari riwayat kelahiran menurut

kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota Periode mendapat pelayanan kesehatan masa nifas (KF)

KF lengkap 6 jam-3 hr 7-28 hr 29-42 hr

Kepulauan Seribu 97,9 81,7 60,3 58,1 Jakarta Selatan 96,7 82,1 70,7 62,1 Jakarta Timur 83,9 72,4 62,5 45,5 Jakarta Pusat 97,8 79,9 70,6 64,9 Jakarta Barat 91,8 76,8 68,1 56,3 Jakarta Utara 87,1 74,5 75,0 58,7

DKI Jakarta 90,3 76,7 68,3 55,5

Indonesia 81,9 51,8 43,4 32,1

Keterangan : 1) KF lengkap = Menerima KF 1 (6 jam – 3 hari), KF 2 (7 – 28 hari) dan KF 3 (29 – 42 hari)

Tabel 7.9.32

Proporsi responden yang mendapat pelayanan kesehatan ibu nifas menurut karakteristik, Riskesdas 2013

Karakteristik

Periode mendapat pelayanan kesehatan masa nifas (KF)

KF lengkap (KF1,2,3) 6 jam-3 hr

(KF1) 7-28 hr (KF2) 29-42 hr(KF3)

Umur saat bersalin (tahun)*

<20 92,6 89,4 88,0

74,0 20-34 89,3 75,3 66,6

54,0

≥35 97,0 79,8 70,2

56,3 Pendidikan

Tidak sekolah 79,0 87,8 3,3

3,3

Tidak tamat SD/MI 100,0 77,9 80,4

65,2 Tamat SD/MI 83,6 64,4 54,0

38,6

Tamat SLTP 89,4 74,6 68,5

58,0 Tamat SLTA 90,6 79,6 71,0

57,6

Tamat D1-D3/PT 96,5 76,8 72,6

59,5 Pekerjaan

Tidak berkerja 88,7 76,0 68,0

53,0

Pegawai 97,1 79,7 68,0

61,5 Wiraswasta 92,9 79,5 72,7

67,1

Petani/nelayan/buruh 83,6 55,4 40,1

28,0 Lainnya 100,0 85,6 87,3

83,4

Status Ekonomi

Terbawah 91,1 70,6 56,5

47,7 Menengah bawah 85,5 74,5 66,6

51,9

Menengah 88,4 73,4 66,6

52,2 Menengah atas 91,7 78,0 74,7

61,8

Teratas 95,8 86,8 75,4

63,1

DKI Jakarta 90,3 76,7 68,3

55,5

Keterangan : 1) KF lengkap = Menerima KF 1 (6 jam – 3 hari), KF 2 (7 – 28 hari) dan KF 3 (29 – 42 hari)

Page 177: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

145

Tabel 7.9.31 memperlihatkan bahwa cakupan pelayanan kesehatan masa nifas seiring dengan periode

waktu setelah bersalin proporsinya semakin menurun. Kelahiran yang mendapat pelayanan kesehatan

masa nifas secara lengkap yang meliputi KF1, KF2 dan KF3 hanya 55,5 persen. Periode masa nifas

yang berisiko terhadap komplikasi pasca persalinan terutama terjadi pada periode 3 hari pertama setelah

melahirkan. Cakupan pelayanan kesehatan masa nifas periode 3 hari pertama setelah melahirkan

bervariasi menurut kabupaten/kota (Tabel 7.9.31) yaitu tertinggi di Kepulauan Seribu (97,9%) dan

terendah di Jakarta Timur (83,9%)

Cakupan KF1 menurut karakteristik pada Tabel 7.9.32 memperlihatkan bahwa untuk umur risiko tinggi

(< 20 tahun dan ≥ 35 tahun) KF1nya lebih tinggi dibandingkan non risiko tinggi (20-34 tahun ). Semakin

tinggi pendidikan dan kuintil indeks kepemilikan cakupan KF1 cenderung semakin besar. Berdasarkan

jenis pekerjaan responden petani/nelayan/buruh merupakan kelompok yang KF1 nya paling rendah

(83,6%). Rincian data cakupan pelayanan KF menurut kabupaten/kota dan karakteristik dapat dilihat

pada Tabel 7.9.31 dan Tabel 7.9.32.

7.10. KESEHATAN GIGI DAN MULUT

Survei kesehatan gigi pertama kali dilaksanakan oleh Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan

melalui Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986, selanjutnya secara periodik dilaksanakan

melalui Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995, SKRT 2001, SKRT 2004, Riset Kesehatan

Dasar (Riskesdas) 2007, dan Riskesdas 2013. (Kristanti, 1986, SKRT,1995, WHO, 1995, SKRT,2001,

Riskesdas, 2007)

Riskesdas 2013 mengumpulkan data kesehatan gigi secara komprehensif yang meliputi indikator status

kesehatan gigi, indikator jangkauan pelayanan dan perilaku kesehatan gigi. Pengumpulan data melalui

wawancara maupun pemeriksaan gigi dan mulut. Wawancara dilakukan terhadap responden semua

umur. Pertanyaan perilaku ditanyakan kepada kelompok umur ≥ 10 tahun. Pemeriksaan gigi dan mulut

dilakukan pada kelompok umur ≥ 12 tahun. Hasil ini dapat dibandingkan dengan Riskesdas 2007

sebagai evaluasi keberhasilan intervensi berbagai program perbaikan derajat kesehatan gigi dan mulut

penduduk Indonesia. (hasil lengkap di buku Riskesdas 2013 dalam Angka) (Riskesdas, 2007)

Effective Medical Demand (Kristanti dkk, 2012)

Effective Medical Demand (EMD) didefinisikan sebagai proporsi penduduk yang bermasalah dengan gigi

dan mulut dalam 12 bulan terakhir x proporsi penduduk yang menerima perawatan atau pengobatan gigi

dari tenaga medis.

Berdasarkan hasil wawancara sebesar 25,9 persen penduduk Indonesia mempunyai masalah gigi dan

mulut dalam 12 bulan terakhir (potential demand). Diantara mereka, terdapat 31,1 persen yang

menerima perawatan dan pengobatan dari tenaga medis (perawat gigi, dokter gigi atau dokter gigi

spesialis), sementara 68,9 persen lainnya tidak dilakukan perawatan. Secara keseluruhan

keterjangkauan/kemampuan untuk mendapatkan pelayanan dari tenaga medis gigi/EMD hanya 8,1

persen (lihat gambar 7.10).

Page 178: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

146

Gambar 7.10

Proporsi penduduk semua umur yang bermasalah gigi dan mulut serta mendapat perawatan, dan

EMD, Indonesia 2013

Tabel 7.10.1

Proporsi warga yang bermasalah gigi dan mulut dalam 12 bulan terakhir sesuai effective medical

demand menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten /Kota Bermasalah

Gigi dan mulut (%) Menerima perawatan dari

tenaga medis gigi (%) Effective medical

Demand(%)

Kepulauan Seribu 20,2 40,0 8,1 Jakarta Selatan 33,0 29,9 9,9 Jakarta Timur 36,0 28,6 10,3 Jakarta Pusat 26,7 38,5 10,3 Jakarta Barat 18,8 30,9 5,8 Jakarta Utara 28,4 35,3 10,0

DKI Jakarta 29,1 31,2 9,1

Tabel 7.10.1 menggambarkan proporsi warga dengan masalah gigi dan mulut yang menerima perawatan

dari tenaga medis gigi dalam 12 bulan terakhir menurut Kabupaten kota. Kota Jakarta Timur mempunyai

masalah gigi dan mulut yang paling tinggi (36,0 %), kemudian tertinggi kedua adalah kota Jakarta Selatan

(33,0 %) dan yang terendah adalah kota Jakarta barat (18,8 %) dengan masing – masing EMD 10,3

persen, 9,9 persen, dan 8,1 persen.

Page 179: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

147

Tabel 7.10.2

Proporsi warga bermasalah gigi dan mulut dalam 12 bulan terakhir menurut karakteristik,

Riskesdas 2013

Karakteristik Bermasalah

gigi dan mulut (%) Menerima perawatan dari

tenaga medis gigi (%) Effective medical demand (%)

Indeks Umur (WHO) 12 29,8 36,1 10,8 15 26,5 31,4 8,3 18 29,2 24,7 7,2 35-44 32,1 28,6 9,2 45-54 31,7 34,6 11,0 55-64 28,9 28,2 8,2 65+ 22,4 38,8 8,7

Kelompok Umur 0 2,1 85,5 1,8 1-4 12,7 19,2 2,4 5-9 14,5 10-14 31,5 30,3 9,6 15-24 28,6 26,7 7,6 25-34 32,9 31,1 10,2 35-44 32,1 28,6 9,2 45-54 31,7 34,6 11,0 55-64 28,9 28,2 8,2 65+ 22,4 38,8 8,7

Jenis Kelamin Laki-laki 26,8 25,9 6,9 Perempuan 31,4 35,8 11,3

Pendidikan Tidak sekolah 28,7 40,1 11,5 Tidak tamat SD 31,5 35,1 11,1 Tamat SD 31,2 26,2 8,2 Tamat SLTP 30,8 31,6 9,7 Tamat SLTA 31,5 29,9 9,4 Tamat PT 28,4 39,4 11,2

Pekerjaan Tidak Bekerja 31,4 31,6 9,9 Karyawan 28,5 31,3 8,9 Wiraswasta 32,6 26,4 8,6 Petani/nelayan/buruh 31,7 25,6 8,1 Lainnya 33,5 28,4 9,5

Status Ekonomi Terbawah 32,7 26,7 8,7 Menengah bawah 30,5 28,6 8,7 Menengah 27,9 32,2 9,0 Menengah atas 30,3 32,7 9,9 Teratas 25,3 35,0 8,9

Tabel 7.10.2 menunjukkan proporsi warga dengan masalah gigi dan mulut (potential demand) menurut

karakteristik. Proporsi tertinggi pada usia produktif 35 – 44 tahun sebesar 32,1 persen. Demikian pula

proporsi EMD masing – masing 9,2 persen. Proporsi EMD pada perempuan (11,3%) lebih tinggi

dibanding laki-laki (6,9%). Proporsi EMD pada jenis pendidikan tertinggi adalah kelompok penduduk tidak

Page 180: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

148

sekolah (11,5 %) dan terendah pada kelompok penduduk tamat SD. Berdasarkan jenis pekerjaan,

kelompok tidak bekerja mempunyai EMD terbesar (9,9%). dan EMD tertinggi berdasarkan indeks kuintil

kepemilikan adalah pada kuintil indeks kepemilikan yang tinggi (9,9).

Tabel.7.10.3 memperlihatkan proporsi penduduk berobat gigi berdasarkan jenis tenaga pelayanan

menurut provinsi. Proporsi penduduk yang berobat ke dokter gigi spesialis terbanyak di Jakarta Timur

(15,6%). Responden yang berobat ke dokter gigi lebih banyak di Jakarta Utara (82,1%). Pemanfaatan

pelayanan dokter gigi terendah di Jakarta Pusat (1,6 %). Pemanfaatan pelayanan perawat gigi terbanyak

di Kepulauan Seribu (52,7%) dan terendah di Jakarta Pusat (4,9%).

Proporsi penduduk berobat gigi berdasarkan jenis tenaga pelayanan menurut karakteristik dapat dilihat

pada buku Riskesdas 2013 dalam Angka.

Tabel.7.10.3

Proporsi penduduk berobat gigi berdasarkan jenis tenaga pelayanan menurut kabupaten/kota,

Riskesdas 2013

Kabupaten/ Kota Dokter gigi spesialis

Dokter gigi Perawat gigi Paramedik lainnya

Tukang gigi Lainnya

Kepulauan Seribu 1,9 36,7 52,7 12,0 1,3 0,0 Jakarta Selatan 14,1 79,4 5,9 4,0 1,9 3,7 Jakarta Timur 15,6 69,7 5,3 7,0 1,0 6,9 Jakarta Pusat 12,1 74,1 4,9 1,6 0,0 7,2 Jakarta Barat 4,6 80,1 5,6 6,5 3,8 4,3 Jakarta Utara 6,2 82,1 6,8 3,3 1,2 2,2

DKI Jakarta 11,4 76,3 5,8 5,0 1,6 4,9

Perilaku menyikat gigi penduduk umur ≥10 tahun

Setiap orang perlu menjaga kesehatan gigi dan mulut dengan cara menyikat gigi dengan benar untuk

mencegah terjadinya karies gigi. Pertanyaan tentang perilaku menyikat gigi dalam Riskesdas 2013

bertujuan untuk mengetahui kebiasaan dan waktu menyikat gigi. Definisi berperilaku benar dalam

menyikat gigi adalah kebiasaan menyikat gigi setiap hari sesudah makan pagi dan sebelum tidur malam.

Tabel 3.7.4 menunjukkan proporsi penduduk umur ≥10 tahun sebesar 98,1 persen penduduk menyikat

gigi setiap hari, proporsi tertinggi adalah Kepulauan Seribu Jakarta (99,1%) dan terendah Jakarta Pusat

(97,8%)

Sebagian besar penduduk DKI Jakarta (94,2) menyikat gigi pada saat mandi pagi, dengan urutan

tertinggi adalah Kepulauan Seribu sebesar 98,9 persen. Sebagian besar penduduk juga menyikat gigi

pada saat mandi sore, yaitu sebesar 79,7 persen dengan urutan tertinggi di Kepulauan seribu sebesar

88,7 persen, dan yang terendah di Jakarta Timur sebesar 72,1 persen. Kebiasaan benar menyikat gigi

penduduk DKI Jakarta hanya 2,3 persen. Kota tertinggi untuk perilaku menyikat gigi dengan benar

adalah Jakarta Barat yaitu 6,3 persen, sedangkan yang terendah adalah Jakarta pusat dan Jakarta

Utara 1,4 persen (Tabel. 7.10.4).

Tabel 7.10.4

Page 181: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

149

Proporsi penduduk umur ≥10 tahun menyikat gigi setiap hari dan berperilaku benar menyikat gigi

menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/ Kota

Sikat Gigi

Setiap Hari

Sikat Gigi Setiap Hari Menyikat

gigi dengan benar

Mandi Pagi

Mandi Sore

Sesudah Makan Pagi

Sesudah Bangun Pagi

Sebelum Tidur

Malam

Sesudah makan siang

Mandi Pagi dan sore

Kepulauan Seribu 99,1 98,9 88,7 4,4 2,8 29,0 3,9 88,3 1,7 Jakarta Selatan 98,3 92,9 62,4 5,3 7,1 50,8 7,9 59,5 3,5 Jakarta Timur 97,9 92,7 72,1 4,5 6,0 43,7 7,7 69,5 3,2 Jakarta Pusat 97,8 96,7 76,2 3,4 5,5 39,8 3,0 75,1 1,4 Jakarta Barat 98,3 95,7 76,2 6,9 3,2 44,5 3,0 74,3 6,3 Kota Jakarta Utara 97,9 97,6 84,3 3,0 4,0 33,6 3,7 83,5 1,4

DKI jakarta 98,1 94,7 73,5 4,9 5,2 43,4 5,5 71,4 3,5

Tabel. 7.9.5 menggambarkan proporsi penduduk umur ≥ 10 tahun menyikat gigi setiap hari dan

berperilaku benar menurut karakteristik. Menurut Kelompok umur, dengan semakin tinggi usia semakin

baik perilaku menyikat gigi dengan benar. Responden di perkotaan lebih banyak berperilaku menyikat

gigi benar dibandingkan perdesaan. Laki-laki (2,0%) lebih rendah dibandingkan perempuan (2,5%).

Demikian pula semakin tinggi pendidikan dan kuintil indeks kepemilikan, maka semakin baik perilaku

menyikat gigi dengan benar. Berdasarkan jenis pekerjaan, kelompok pegawai lebih banyak berperilaku

menyikat gigi dengan benar. (Pokok-Pokok Riskesdas Indonesia, 2013)

Page 182: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

150

Tabel.7.10.5 Proporsi penduduk umur ≥ 10 tahun menyikat gigi setiap hari dan berperilaku benar menyikat gigi

menurut karakteristik, Riskesdas 2013

Karakteristik

Sikat Gigi

Setiap Hari

Waktu Menyikat Gigi

Mandi Pagi

Mandi Sore

Sesudah Makan Pagi

Sesudah Bangun

Pagi

Sebelum Tidur

Malam

Sesudah makan siang

Mandi Pagi dan sore

Menyikat gigi benar

Kelompok Umur ( thn ) 10 – 14 98,3 95,9 80,5 4,4 1,9 31,5 3,3 77,9 2,6 15 – 24 99,2 95,2 75,3 4,0 4,2 44,9 3,7 72,7 2,9 25 – 34 98,8 95,1 72,0 5,0 5,8 47,7 6,4 70,8 3,8 35 – 44 99,5 95,4 74,5 4,5 5,0 45,4 5,5 72,3 3,5 45 – 54 98,6 92,7 72,3 5,0 7,2 40,5 6,8 69,6 3,8 55 – 64 93,8 92,6 66,8 6,3 7,2 41,2 7,5 65,0 4,1 65 + 83,8 92,0 61,2 9,6 6,6 43,9 7,5 59,8 7,3

Kelompok Umur 12 Th (WHO) 12 99,1 97,2 74,0 5,4 1,9 39,5 1,2 73,1 3,7 15 100,0 90,7 79,5 4,2 6,2 46,2 5,3 72,2 3,2 18 100,0 93,5 78,2 4,4 3,7 49,6 4,2 75,5 3,3 35-44 99,5 95,4 74,5 4,5 5,0 45,4 5,5 72,3 3,5 45-64 98,6 92,7 72,3 5,0 7,2 40,5 6,8 69,6 3,8 55-64 93,8 92,6 66,8 6,3 7,2 41,2 7,5 65,0 4,1 ≥65 83,8 92,0 61,2 9,6 6,6 43,9 7,5 59,8 7,3

Jenis Kelamin Laki – laki 97,7 95,1 72,0 4,6 4,5 37,9 4,6 70,2 3,1 Perempuan 98,5 94,3 75,0 5,2 5,9 48,8 6,4 72,5 4,0

Pendidikan Tidak Sekolah 88,4 96,5 76,4 2,1 4,7 30,5 2,8 74,9 1,6 Tidak Tamat SD 95,5 94,8 80,2 4,1 4,2 30,8 5,4 78,1 2,6 Tamat SD 97,6 95,2 79,8 3,4 4,2 32,2 5,8 77,0 1,8 Tamat SLTP 98,1 94,6 76,6 4,9 5,5 39,7 6,1 73,9 3,1 Tamat SLTA 99,1 95,0 70,3 4,5 5,0 47,3 5,0 68,8 3,5 Tamat PT 98,7 91,7 63,1 10,5 8,3 67,3 6,7 60,9 9,0

Pekerjaan Tidak Kerja 97,9 94,1 74,8 4,6 5,5 42,5 5,8 72,4 3,3 Pegawai 99,3 94,9 69,3 6,1 4,7 51,5 5,2 67,8 5,0 Wiraswasta 98,1 95,9 72,5 4,7 5,9 38,8 5,4 70,9 2,7 Petani/Nelayan/ Buruh

96,5 96,5 79,7 2,3 3,1 27,3 4,1 77,5 1,2

Lainnya 95,8 93,0 74,5 5,7 5,8 47,6 6,7 71,3 4,6 Tempat Tinggal

Perkotaan 98,1 94,7 73,5 4,9 5,2 43,4 5,5 71,4 3,5 Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 96,3 95,9 78,7 4,9 4,9 32,9 6,2 76,7 2,8 Menengah Bawah

98,1 95,5 75,4 3,1 4,7 36,0 4,4 72,9 1,7

Menengah 98,4 94,3 74,4 4,1 5,9 40,2 6,1 72,5 2,9 Menengah Atas 98,4 95,2 72,7 5,6 4,6 45,0 5,3 71,0 4,0 Teratas 98,6 93,1 68,0 6,5 5,7 58,5 5,5 65,8 5,8

Page 183: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

151

Indeks DMF-T dan Komponen D-T, M-T, F-T

Indeks DMF-T menggambarkan tingkat keparahan kerusakan gigi permanen. Indeks DMF-TDKI Jakarta

sebesar 3,82 dengan nilai masing-masing : D-T = 1,09; M-T = 2,49; F-T = 0,32; yang berarti kerusakan

gigi penduduk DKI Jakarta 400 buah gigi per 100 orang.

Tabel 7.10.6

Komponen D, M, F dan Index DMF-T menurut karakteristik, Riskesdas 2013

Karakteristik D – T ( X )

M – T ( X )

F – T ( X )

DF-T (X)

DMF – T ( X )

Kelompok Umur ( Th) 12-14 0,3 0,3 0,1 1,4 0,3 15-24 0,6 0,2 0,0 1,5 0,6 25-34 1,5 0,4 0,1 3,0 1,5 35-44 2,9 0,4 0,1 4,6 2,9 45-54 5,1 0,3 0,0 6,9 5,1 55-64 10,8 0,4 0,1 12,4 10,8 ≥65 16,0 0,3 0,0 17,5 16,0

Kelompok Umur (WHO) 12 0,9 0,3 0,5 0,3 1,4 15 1,0 0,4 0,3 0,0 1,7 18 0,9 0,5 0,2 0,1 1,4 35 – 44 1,3 2,9 0,4 0,1 4,6 45 – 54 1,6 5,1 0,3 0,0 6,9 55 – 64 1,3 10,8 0,4 0,1 12,4 65 + 1,1 16,0 0,3 0,0 17,5

Jenis Kelamin Laki – laki 2,1 0,2 0,1 3,4 2,1 Perempuan 2,9 0,4 0,1 4,3 2,9

Pendidikan Tidak Sekolah 2,1 6,5 0,0 0,0 8,6 Tidak tamat SD 1,3 4,2 0,2 0,1 5,6 Tamat SD 1,3 2,7 0,2 0,1 4,1 Tamat SLTP 1,0 2,1 0,3 0,1 3,4 Tamat SLTA 1,0 2,4 0,3 0,1 3,6 Tamat PT 1,0 1,8 1,0 0,2 3,6

Pekerjaan Tidak bekerja 0,9 2,4 0,3 0,1 3,6 Pegawai 1,1 1,6 0,5 0,1 3,1 Wiraswasta 1,4 3,9 0,3 0,1 5,5 Petani / Nelayan/ Buruh 1,8 3,4 0,2 0,1 5,4 Lainnya 1,3 3,0 0,2 0,1 4,5

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 1,3 2,8 0,1 0,0 4,1 Menengah Terbawah 1,4 2,9 0,1 0,0 4,3 Menengah 1,0 2,3 0,4 0,1 3,5 Menengah Atas 0,9 2,4 0,3 0,1 3,5 Teratas 1,1 2,3 0,6 0,1 3,9

X adalah rata-rata dari D, rata-rata M, rata-rata F dan rata-rata DF

.

Page 184: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

152

Indeks DMF-T merupakan penjumlahan dari komponen D-T, M-T, dan F-T yang menunjukkan

banyaknya kerusakan gigi yang pernah dialami seseorang, baik berupa Decay/D (merupakan jumlah gigi

permanen yang mengalami karies dan belum diobati atau ditambal), Missing/M (jumlah gigi permanen

yang dicabut atau masih berupa sisa akar), dan Filling/F adalah jumlah gigi permanen yang telah

dilakukan penumpatan atau ditambal.

Tabel 7.9.7, menunjukkan indeks DMF-T menurut karakteristik. Index DMF-T meningkat seiring dengan

bertambahnya umur yaitu sebesar 0,3 pada kelompok umur 12 tahun, kemudian 0,6 pada umur 15

tahun, 1,5 pada umur 18 tahun, 2,9 pada umur 34-44 tahun, 5,1 pada umur 45-54 tahun, 10,8 pada

umur 55-64 tahun dan 16,0 pada umur 65 tahun keatas. Namun untuk kuintil indeks kepemilikan,

semakin tinggi kuintil indeks, semakin rendah nilai DMF-T, hal ini terlihat pada kuintil indeks kepemilikan

terbawah nilai DMF-T nya 4,1 sedang untuk yang teratas nilai DMF-T nya lebih rendah yaitu 3,9.

7.11 CEDERA

Cedera merupakan kerusakan fisik pada tubuh manusia yang diakibatkan oleh kekuatan yang tidak

dapat ditoleransi dan tidak dapat diduga sebelumnya (WHO, 2004). Kasus cedera diperoleh berdasarkan

wawancara. Cedera yang ditanyakan adalah peristiwa yang dialami responden selama 12 bulan terakhir

untuk semua umur. Yang dimaksud dengan cedera dalam Riskesdas adalah kejadian atau peristiwa

yang mengalami cedera yang menyebabkan aktivitas sehari-hari terganggu. Untuk kasus cedera yang

kejadiannya lebih dari 1 kali dalam 12 bulan, kasus cedera yang ditanyakan adalah cedera yang paling

parah menurut pengakuan responden.

7.11.1 Proporsi Cedera dan penyebabnya

Penyebab terjadinya cedera meliputi penyebab yang disengaja (intentional injury), penyebab yang tidak

disengaja (unintentional injury) dan penyebab yang tidak bisa ditentukan (undeterminated intent) (WHO,

2004). Penyebab cedera yang disengaja meliputi bunuh diri, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

seperti dipukul orang tua/suami/istri/anak), penyerangan, tindakan kekerasan/pelecehan dan lain-lain.

Penyebab cedera yang tidak disengaja antara lain : terbakar/tersiram air panas/bahan kimia, jatuh dari

ketinggian, digigit/diserang binatang, kecelakaan transportasi darat/laut/udara, kecelakaan akibat kerja,

terluka karena benda tajam/tumpul/mesin, kejatuhan benda, keracunan, bencana alam, radiasi, terbakar

dan lainnya. Penyebab cedera yang tidak dapat ditentukan (undeterminated intent) yaitu penyebab

cedera yang sulit untuk dimasukkan kedalam kelompok penyebab yang disengaja atau tidak disengaja.

Penyebab cedera yang dituliskan dalam laporan ini adalah penyebab yang tidak disengaja. Prevalensi

dan proporsi cedera menurut provinsi disajikan pada Tabel 7.11.1.

Page 185: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

153

Tabel 7.11.1. Prevalensi cedera dan penyebabnya menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Penyebab cedera

Kabupaten/ Kota Prevalensi

Cedera Sepeda motor

Trans darat lain

Jatuh Benda tajam/ tumpul

Ter- bakar

Gigitan hewan

Kejatu-han

Lainnya

Kepulauan Seribu 3,7 17,4 5,3 62,5 10,5 0,0 0,0 0,0 0,0

Jakarta Selatan 9,4 35,9 10,6 44,8 7,6 0,3 0,0 0,8 4,2

Jakarta Timur 13,4 44,4 4,0 41,0 3,8 1,6 0,3 2,8 2,1

Jakarta Pusat 5,7 52,5 9,1 32,0 0,9 0,0 0,0 3,7 1,7

Jakarta Barat 7,4 53,0 4,4 36,3 3,9 0,0 0,3 2,1 0,0

Jakarta Utara 9,2 45,1 4,7 43,4 3,8 0,8 0,0 2,1 0,9

DKI Jakarta 9,7 44,7 5,9 40,9 4,5 0,8 0,2 2,2

Proporsi cedera di DKI Jakarta sebesar 9,7 persen, proporsi terbesar ditemukan di Jakarta Timur

(13,4%) dan terkecil di Kepulauan Seribu (3,7%).

Penyebab cedera terbanyak yaitu sepeda motor (44,7%) dan jatuh (40,9%). Adapun penyebab cedera

meliputi transportasi darat lain (5,9 %) terkena benda tajam/tumpul (4,5%), kejatuhan (2,2 %) terbakar

(0,8 %) dan gigitan hewan (0,2%).

Penyebab cedera transportasi sepeda motor tertinggi ditemukan pada Jakarta Barat (53,0%) dan

terendah di Kepulauan Seribu (17,4 %). Adapun untuk transportasi darat lain proporsi tertinggi terdapat

di Jakarta Selatan (10,6%) dan terendah ditemukan di Jakarta Timur (4,0%). Proporsi jatuh tertinggi di

Kepulauan Seribu (62,5%) dan terendah di Jakarta Pusat (32,0%). Proporsi tertinggi terkena benda

tajam/tumpul terdapat di Kepualuan Seribu (10,5%) dan terendah di Jakarta Pusat (0,9%). Penyebab

cedera karena terbakar ditemukan proporsi tertinggi di Jakarta Timur (1,6%) dan terendah (tanpa kasus)

di Jakarta Pusat dan Jakarta Barat. Untuk penyebab cedera karena gigitan hewan terdapat di Jakarta

Timur dan Jakarta Barat (0,3%) dan terendah (tanpa kasus) di terdapat di Kepulauan Seribu, Jakarta

Selatan, Jakarta Pusat dan Jakarta Utara (0,0%). Proporsi kejatuhan tertinggi ditemukan di Jakarta Pusat

(3,7%) dan terendah (tanpa kasus) di Kepulauan Seribu (0,0%).

Proporsi cedera tertinggi berdasarkan karakteristik responden yaitu pada kelompok umur 15-24 tahun

(12,8%), laki-laki (11,5 %), pendidikan Tidak tamat SD/MI (10,5%), yang bekerja sebagai Petani/nelayan/

buruh (11,5%), bertempat tinggal di perkotaan (9,7%) dan pada Indeks kuintil kepemilikan menengah

terbawah (11,0%).

Ditinjau dari penyebab cederanya, proporsi tertinggi adalah cedera karena sepeda motor (44,7%) pada

kelompok umur 35-44 tahun (67,4%), laki-laki (49,0%), Tamat Diploma/PT (66,8 %), Pegawai (69,4%),

tinggal di perkotaan (44,7%) dan kuintil teratas (48,1%). Selain itu penyebab cedera karena jatuh (40,9

persen) menempati peringkat kedua menunjukkan proporsi tertinggi yaitu 94,7 persen pada kelompok

umur 75+ tahun, perempuan (47,3%), tingkat pendidikan tidak sekolah (71,6%), tidak bekerja (41,2%),

tinggal di perkotaan (40,9%) dan kuintil menengah bawah (46,2 %). Sedangkan penyebab cedera

transportasi darat lain proporsi tertinggi didapatkan pada umur 5-14 tahun (13,1%), laki-laki (6,7%), tidak

tamat SD (14,4 %), tidak bekerja (7,0 %), bertempat tinggal di perkotaan (5,9%) dan kuintil terbawah

masing-masing 7,6 persen.

Page 186: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

154

Adapun untuk gambaran prevalensi cedera dan penyebabnya menurut karakteristik responden disajikan

pada Tabel 7.11.2

Tabel 7.11.2 Proporsi cedera dan penyebabnya menurut karakteristik, Riskesdas 2013

Karakteristik

Cedera

Penyebab Cedera

Sepe- da

motor

Trans darat lain

Jatuh Benda tajam/ tumpul

Terba- kar

Gigitan Hewan

Ke- Jatu- han

Lain- nya

Kelompok umur (th) < 1 1,1 35,8 0,0 64,2 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

1 – 4 11,2 10,3 3,9 77,5 0,5 0,8 0,0 7,0 0,0

5 – 14 12,6 17,5 13,1 59,8 6,0 2,0 0,2 1,3 0,5 15 – 24 12,8 56,7 3,7 32,2 4,6 0,8 0,0 1,3 2,3

25 – 34 9,7 63,8 4,2 23,9 4,1 0,4 0,0 ,3 0,0

35 – 44 7,4 67,4 3,9 21,0 5,5 0,0 1,0 1,2 0,8 45 – 54 6,7 52,1 2,2 36,9 3,9 0,4 0,0 3,6 0,0

55 – 64 5,0 25,8 3,6 58,3 7,7 0,0 0,0 4,7 15,5

65 – 74 7,0 23,1 9,5 43,3 0,0 0,0 0,0 8,6 0,0

75+ 9,0 5,3 0,0 94,7 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

Jenis Kelamin Laki-laki 11,5 49,0 6,7 36,6 3,8 0,3 0,3 2,1 1,2 Perempuan 7,8 38,3 4,5 47,3 5,4 1,7 0,0 2,3 0,5

Pendidikan Tidak sekolah 10,0 17,1 1,6 71,6 6,1 0,0 0,0 1,2 2,4 Tidak tamat SD/MI 10,5 19,2 14,4 59,1 1,9 3,0 0,4 2,0 Tamat SD/MI 9,6 34,8 7,9 47,9 7,0 0,0 0,0 1,2 1,2

Tamat SMP/MTS 10,2 55,3 3,5 28,1 9,0 0,0 0,0 1,8 2,3

Tamat SMA/MA 9,7 62,8 3,8 26,3 3,1 0,9 0,3 2,1 0,7 Tamat Diploma/PT 6,4 66,8 4,9 23,0 5,2 0,0 0,0 0,0 0,0

Status pekerjaan Tidak bekerja 9,8 41,0 7,0 41,2 7,0 1,0 0,0 1,6 1,2 Pegawai 8,5 69,4 4,7 21,2 2,0 0,5 0,6 1,5 0,0 Wiraswasta 8,2 63,8 4,4 26,9 2,9 0,4 0,0 1,6 0,0

Petani/nelayan/ buruh 11,5 53,5 3,5 30,6 3,3 0,0 0,0 3,4 5,6

Lainnya 11,2 61,2 0,0 30,8 5,0 0,0 0,0 2,9 0,0

Tempat tinggal Perkotaan 9,7 44,7 5,9 40,9 4,5 0,8 0,2 2,2 0,9

Kuintil Indeks kepemilikan Terbawah 11,0 45,5 7,6 38,5 2,0 0,4 1,0 2,6 2,5 Menengah bawah 10,4 40,2 4,9 46,2 7,0 0,3 0,0 1,5 0,0 Menengah 10,2 43,0 5,7 41,2 5,0 0,9 0,0 3,0 1,2

Menengah atas 9,6 47,9 6,4 39,5 3,0 1,5 0,0 1,2 0,6

Teratas 7,6 48,1 4,9 37,9 4,9 0,9 0,0 2,7 0,5

Page 187: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

155

Gambar 7.11

Kecenderungan prevalensi cedera dan proporsi penyebabnya, Indonesia 2007 dan 2013

7.11.2 Jenis Cedera

Jenis cedera merupakan jenis atau macam luka akibat trauma yang telah dialami yang dapat menyebabkan terganggunya aktifitas sehari-hari. Seseorang yang cedera bisa mengalami minimal 1 jenis (multiple injuries). Gambaran proporsi jenis cedera yang dialami penduduk menurut provinsi disajikan pada Tabel 7.11.3

Proporsi jenis cedera di DKI Jakarta didominasi oleh luka lecet/memar sebesar 75,5 persen, terbanyak

terdapat di Jakarta Utara 82,4 persen dan yang terendah di Jakarta pusat yaitu 68,4 persen. Jenis

cedera terbanyak ke dua adalah terkilir, rata-rata 28,4 persen. Ditemukan terkilir terbanyak di Kepulauan

Seribu sebesar 40,1 persen. Luka robek (18,1 persen) menduduki urutan ketiga jenis cedera terbanyak,

jenis luka ini tertinggi ditemukan di Jakarta Selatan sekitar 20,4 persen dan terendah di Kepulauan

Seribu 10,3 persen. Jenis cedera lainnya proporsinya kecil, patah tulang 5,7 persen, anggota tubuh

terputus, cedera mata dan gegar otak masing-masing proporsinya di Indonesia 0,0 persen, 0,3 persen

dan 0,4 persen. Gambaran proporsi jenis cedera menurut karakteristik responden disajikan pada Tabel

7.11.2.

Proporsi jenis luka yang menunjukkan 3 urutan proporsi tertinggi adalah luka lecet/memar, terkilir dan

luka robek. Berdasarkan kelompok umur, proporsi lecet/memar menunjukkan pola tinggi di usia muda

kemudian menurun dengan bertambahnya usia. Proporsi patah tulang meningkat di usia muda sampai

dengan umur 45-54 (13,0%) dan menurun di usia lanjut. Luka robek pada umur 75+ tahun (29,0 %),

patah tulang pada umur 35-44 tahun keatas (13,0 %), terkilir pada umur 25 – 34 dan 75+ tahun (42,4 %),

cedera mata pada umur 1 – 4 dan 45 – 54 tahun sekitar 0,9 persen, gegar otak pada umur 25 – 34 tahun

(0,7 %) dan jenis cedera lainnya pada umur 35 – 44 tahun keatas (6,4 %).

Page 188: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

156

Tabel 7.11.3

Proporsi jenis cedera menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten / Kota

Jenis Cedera

Lecet/ Memar

Luka robek

Patah Tulang

Terkilir Cedera Mata

Gegar otak

Lain- nya

Kepulauan Seribu 71,2 10,3 4,5 40,1 0,0 0,0 4,2

Jakarta Selatan 72,2 20,4 5,3 34,5 0,0 0,0 0,7

Jakarta Timur 74,5 19,6 6,6 27,4 0,2 0,0 6,1

Jakarta Pusat 68,4 17,1 2,2 31,8 0,5 4,8 2,7

Jakarta Barat 77,6 16,0 5,5 25,8 0,0 0,0 2,1

Jakarta Utara 82,4 14,6 5,2 24,3 0,9 0,8 1,6

DKI Jakarta 75,5 18,1 5,7 28,4 0,3 0,4 3,3

Tabel 7.11.4

Proporsi jenis cedera menurut karakteristik responden, Riskesdas 2013

Karakteristik

Jenis Cedera

Lecet/ Memar

Luka robek

Patah Tulang

Terkilir Cedera Mata

Gegar otak

Lain-nya

Kelompok umur (th) < 1 100,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 1 – 4 83,1 12,0 0,0 13,4 0,9 0,0 1,2 5 – 14 80,2 16,6 4,6 13,9 0,0 0,6 3,7 15 – 24 77,2 20,6 3,7 31,3 0,4 0,5 4,3 25 – 34 72,7 17,2 7,0 42,4 0,0 0,7 1,5 35 – 44 75,4 25,4 7,8 24,2 0,2 0,0 6,4 45 – 54 64,2 16,2 13,0 37,2 0,9 0,0 3,1 55 – 64 65,2 7,2 8,3 38,2 0,0 0,0 0,0 65 – 74 62,7 27,8 5,7 40,9 0,0 0,0 5,7 75+ 60,6 29,0 1,5 42,4 0,0 0,0 3,8

Jenis Kelamin Laki-laki 74,4 19,8 5,3 27,3 0,1 0,6 3,3 Perempuan 77,2 15,7 6,2 30,0 0,6 0,0 3,4

Pendidikan Tidak sekolah 89,0 7,1 2,5 21,9 0,0 0,0 3,1 Tidak tamat SD/MI 79,2 22,3 3,5 16,1 0,0 1,1 3,8 Tamat SD/MI 76,6 14,9 5,3 29,1 0,5 0,0 2,1 Tamat SMP/MTS 71,1 23,1 6,5 37,8 0,0 0,0 4,2 Tamat SMA/MA 73,1 18,9 6,6 32,0 0,3 0,3 4,0 Tamat Diploma/PT 79,0 14,5 14,3 35,6 0,0 2,9 1,5

Status pekerjaan Tidak bekerja 74,9 16,3 6,6 33,2 0,2 0,0 3,8 Pegawai 71,1 19,2 8,1 32,9 0,0 0,0 2,2 Wiraswasta 75,3 26,6 3,0 26,9 0,0 1,5 2,3 Petani/nelayan/ buruh 76,7 16,0 5,4 25,7 0,3 1,5 5,3 Lainnya 72,9 24,4 5,8 48,5 2,5 0,0 6,4

Status Ekonomi Terbawah 79,4 20,2 5,1 30,7 1,0 0,6 0,0 Menengah bawah 73,1 25,2 2,9 33,0 0,4 0,7 2,0 Menengah 77,6 12,4 9,0 27,1 0,0 0,0 4,5 Menengah atas 73,0 18,4 3,1 25,7 0,1 0,7 7,0 Teratas 74,5 15,7 7,8 25,7 0,0 0,0 1,8

Page 189: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

157

*Responden biasanya mempunyai lebih dari 1 jenis cedera (multiple injuries)

Berdasarkan jenis kelamin, sebagian besar proporsi jenis cedera menunjukkan angka proporsi yang

lebih tinggi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki, kecuali pada jenis cedera luka robek dan

gegar otak.

Adapun jika berdasarkan pada pendidikan, proporsi jenis cedera patah tulang dan gegar otak

menunjukkan pola meningkat seiring dengan kenaikan tingkat pendidikan yaitu ada kecenderungan

proporsi jenis cedera meningkat sejalan dengan tingkat pendidikan semakin tinggi. Sedangkan menurut

status pekerjaan, proporsi jenis cedera tidak menunjukkan pola tertentu. Menurut kuintil indeks

kepemilikan tampak tidak menunjukkan pola tertentu.

7.11.3 Tempat Terjadinya Cedera

Tempat terjadinya cedera adalah lokasi atau area dimana peristiwa atau kejadian yang mengakibatkan

cedera terjadi atau disebut juga dengan istilah TKP (Tempat Kejadian Perkara). Tempat kejadian cedera

hanya menginformasikan data tentang lokasi/tempat tanpa disertai keterangan aktivitas yang sedang

dilakukan responden pada saat kejadin cedera di lokasi tersebut. Keterangan tempat rumah dan sekolah

termasuk lingkungan sekitarnya (indoor dan outdoor). Ruang lingkup pertanian termasuk perkebunan

dan sejenisnya. Gambaran tentang tempat terjadinya cedera menurut kabupaten/kota disajikan pada

Tabel 7.11.5

Tabel 7.11.5

Proporsi tempat terjadinya cedera menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota Tempat terjadinya cedera

Rumah Sekolah Olah raga

Jalan raya

Tempat umum

Industri Pertanian Lainnya

Kepulauan Seribu 51,0 10,9 3,0 11,0 13,1 0,0 0,0 11,0

Jakarta Selatan 43,6 5,2 5,2 42,0 4,0 0,0 0,0 0,0

Jakarta Timur 36,2 7,6 6,4 44,2 4,2 0,4 0,5 0,6 Jakarta Pusat 26,1 2,5 0,7 68,4 1,6 0,7 0,0 0,0 Jakarta Barat 35,1 5,1 1,4 55,0 2,0 0,0 0,0 1,5

Jakarta Utara 36,8 11,5 2,2 42,8 4,0 1,7 0,3 0,6

DKI Jakarta 37,1 7,0 4,2 46,7 3,6 0,5 0,3 0,6

Cedera yang terjadi di DKI Jakarta, cedera yang terjadi paling banyak terjadi di jalan raya yaitu 46,7

persen selanjutnya di rumah (37,1 %), area sekolah (7,0 %) olah raga (4,2 %).

Kabupaten yang memilki angka proporsi tempat cedera di lingkungan rumah dan sekitanya tertinggi

adalah Kepulauan Seribu (51,0 %) dan terendah di Jakarta Pusat (26,1 %). Adapun untuk proporsi

tempat cedera di sekolah tertinggi di Jakarta Utara (11,5 %) dan terendah di Jakarta Pusat (2,5 %).

Tempat kejadian cedera di jalan raya mempunyai proporsi paling tinggi dibandingkan dengan tempat

yang lain. Adapun proporsi kejadian cedera di jalan raya terbanyak di Jakarta Pusat (68,4 %) dan

terendah di Kepulauan Seribu (11,0 %). Proporsi kejadian cedera di tempat umum, terbanyak di

Kepulauan Seribu (13,1 %) dan terendah di Jakarta Pusat (1,6 %) Adapun untuk tempat kejadian cedera

di industri dan pertanian proporsinya tampak lebih kecil dibandingkan tempat lain.

Page 190: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

158

Tabel 7.11.6 menggambarkan proporsi tempat kejadian cedera berdasarkan karakterikstik responden. Menurut kelompok umur tampak bahwa rumah menunjukkan proporsi tinggi terjadi pada kelompok umur Balita (100,0 %) dan Lanjut usia (80,8 %). Adapun tempat kejadian cedera di sekolah kebanyakan terjadi pada kelompok umur anak 5 – 15 tahun (18,1 %) demikian juga dengan tempat kejadian cedera di area olahraga usia 15 – 24 (8,7 %). Adapun jalan raya merupakan tempat kejadian cedera yang banyak terjadi pada umur produktif dan tampak tertinggi khusus pada umur 25 – 34 yaitu 67,0 persen. Tempat umum 45 – 54 (6,6%), industri 25 – 34 (0,9%) dan area pertanian 35 – 44 (0,5%)

Menurut jenis kelamin, proporsi tempat kejadian cedera hampir berimbang antara laki-laki dan perempuan. Adapun berdasarkan pendidikan yang menunjukkan pola negatif yaitu semakin tinggi pendidikan proporsi cedera semakin rendah terjadi di rumah. Sedangkan proporsi menunjukkan pola positif dengan semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi proporsi cedera ditunjukkan pada tempat kejadian cedera di jalan raya dan industri.

Adapun untuk gambaran proporsi tempat terjadinya cedera menurut karakteristik responden disajikan

pada Tabel 7.11.6.

Tabel 7.11.6 Proporsi tempat terjadinya cedera menurut karakteristik, Riskesdas 2013

Karakteristik

Tempat terjadinya cedera

Rumah Sekolah Olah- raga

Jalan raya

Tempat umum

Industri Pertanian Lain-nya

Kelompok umur (th) < 1 100,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 1 – 4 78,7 4,6 0,0 14,7 0,0 0,0 0,0 2,0

5 – 14 56,1 18,1 6,2 18,8 0,7 0,0 0,0 0,0

15 – 24 19,6 6,7 8,7 58,1 5,9 0,5 0,0 0,5 25 – 34 23,3 2,3 1,0 67,0 4,6 0,9 1,0 0,0 35 – 44 22,7 5,5 4,5 60,7 4,1 1,0 0,5 1,0 45 – 54 30,3 0,0 0,0 60,8 6,6 0,0 0,0 2,3

55 – 64 64,3 0,0 4,8 29,2 0,4 1,3 0,0 0,0 65 – 74 50,6 0,2 0,0 46,2 2,8 0,0 0,0 0,2

75+ 80,8 0,0 0,0 15,0 4,1 0,0 0,0 0,0

Jenis Kelamin Laki-laki 30,8 6,2 6,3 51,6 3,3 0,7 0,1 0,9 Perempuan 46,6 8,2 1,0 39,5 4,0 0,1 0,5 0,1

Pendidikan Tidak sekolah 67,0 10,8 5,8 15,4 0,9 0,0 0,0 0,1

Tidak tamat SD/MI 59,5 12,4 3,4 22,5 1,0 0,0 0,4 0,8

Tamat SD/MI 37,7 13,9 4,7 40,9 2,3 0,4 0,0 0,0

Tamat SMP/MTS 25,1 8,0 6,2 56,4 3,8 0,2 0,0 0,1

Tamat SMA/MA 20,3 3,1 4,7 63,5 6,1 1,0 0,6 0,7 Tamat Diploma/PT 21,1 3,9 2,9 66,2 4,6 0,0 1,3

Status pekerjaan Tidak bekerja 37,0 12,1 6,7 40,6 2,8 0,0 0,5 0,3 Pegawai 13,9 0,9 1,7 73,9 7,4 1,2 0,0 1,0 Wiraswasta 19,8 3,9 3,5 69,8 2,5 0,0 0,5 0,0

Petani/nelayan/ buruh 29,8 0,1 57,8 7,8 2,9 0,0 1,6 Lainnya 20,1 10,9 8,0 55,2 4,6 1,1 0,0 0,0

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 37,7 7,7 0,9 48,6 1,6 1,2 0,3 2,0 Menengah bawah 38,2 3,9 6,0 45,4 5,1 0,0 1,0 0,4 Menengah 39,2 7,3 4,0 45,0 4,3 0,2 0,0 0,0 Menengah atas 38,3 6,8 2,0 48,7 3,3 0,0 0,0 0,9

Page 191: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

159

Teratas 30,5 10,0 8,6 46,6 2,9 1,3 0,0 0,0

7.12. GANGGUAN JIWA BERAT DALAM KELUARGA

Indikator kesehatan jiwa penduduk Indonesia yang dinilai pada Riskesdas 2013 adalah gangguan jiwa

berat, gangguan mental emosional serta cakupan pengobatannya. Gangguan jiwa berat adalah

gangguan jiwa yang ditandai oleh terganggunya kemampuan menilai realitas atau tilikan (insight) yang

buruk. Gejala yang menyertai gangguan ini antara lain gangguan persepsi berupa halusinasi, ilusi,

gangguan isi pikiran berupa waham dan gangguan proses pikir, kemampuan berpikir, serta adanya

tingkah laku yang menyimpang baik agresivitas atau katatonik .Gangguan jiwa berat dikenal dengan

sebutan psikosis, diantaranya adalah skizofrenia.

Gangguan jiwa berat menimbulkan beban bagi pemerintah, keluarga serta masyarakat oleh karena

besarnya produktivitas yang hilang pada pasien serta keluarga dan berdampak pada beban biaya yang

besar. Gangguan ini menghabiskan biaya pengeluaran kesehatan jiwa dan juga biaya pengeluaran

kesehatan yang besar.

Di Indonesia, masih terdapat pemasungan serta perlakuan salah pada pasien gangguan jiwa berat akibat

minimnya pengobatan dan akses ke pelayanan kesehatan jiwa belum memadai. Salah satu upaya yang

dilakukan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan adalah menjadikan Indonesia bebas pasung oleh

karena tindakan pemasungan dan perlakukan salah merupakan tindakan yang melanggar hak asasi

manusia.

Disamping gangguan jiwa berat, Riskesdas 2013 juga melakukan penilaian gangguan mental emosional

pada penduduk Indonesia seperti pada Riskesdas 2007. Gangguan mental emosional adalah istilah yang

sama dengan distres psikologik. Kondisi ini adalah keadaan yang mengindikasikan seseorang sedang

mengalami perubahan psikologis. Berbeda dengan gangguan jiwa berat seperti psikosis dan skizofrenia,

gangguan mental emosiional adalah gangguan yang dapat dialami semua orang pada keadaan tertentu,

tetapi dapat pulih seperti semula. Gangguan ini dapat berlanjut menjadi gangguan yang lebih serius

apabila tidak berhasil diatasi.

Prevalensi gangguan mental emosional penduduk Indonesia berdasarkan Riskesdas 2007 adalah 11,6

persen dan bervariasi di antara provinsi dan kabupaten/kota. Pada Riskesdas tahun 2013, dinilai kembali

dengan menggunakan alat ukur serta metode yang sama.

Gangguan mental emosional diharapkan tidak berkembang menjadi lebih serius apabila orang yang

mengalaminya dapat mengatasi atau melakukan pengobatan sedini mungkin ke pusat pelayanan

kesehatan atau pergi ke petugas kesehatan.

Cakupan pengobatan ditanyakan melalui kunjungan terhadap pelayanan kesehatan dan petugas

kesehatan termasuk dikunjungi oleh petugas kesehatan.

Page 192: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

160

Gangguan Jiwa Berat

Gangguan jiwa berat dinilai melalui serangkaian pertanyaan yang ditanyakan oleh petugas wawancara

kepada kepala rumah tangga atau salah seorang pengganti kepala rumah tangga. Inti pertanyaan adalah

mengenai ada tidaknya anggota rumah tangga (tanpa melihat umur) yang mengalami gangguan jiwa

berat (psikosis atau skizofrenia) pada rumah tangga tersebut. Angka prevalensi yang diperoleh

merupakan prevalensi gangguan jiwa berat seumur hidup (life time prevalence). Untuk ART yang

mengalami gangguan jiwa, ditanyakan mengenai ada tidaknya riwayat pemasungan selama hidup ART

tersebut. Petugas wawancara terlah dilatih mengenai cara melakukan wawancara serta pengetahuan

singkat mengenai ciri-ciri gangguan jiwa. Dengan pelatihan singkat tersebut, petugas wawancara

diajarkan cara melakukan klarifikasi atau verifikasi terhadap jawaban yang diberikan oleh kepala rumah

tangga atau wakilnya.

Keterbatasan pengumpulan data dengan cara yang disebutkan di atas adalah kemungkinan adanya

kasus yang tidak dilaporkan serta kemungkinan diagnosis yang kurang tepat mengenai gangguan jiwa

berat. Upaya untuk mengatasi kelemahan ini dilakukan dengan cara menetapkan batasan operasional

bahwa yang dinilai pada Riskesdas ini adalah gangguan jiwa berat (psikosis atau skizofrenia) yang dapat

diidentifikasi oleh masyarakat umum sehingga gangguan jiwa berat yang memiliki diagnosis tertentu dan

memerlukan kemampuan diagnostik tinggi misalnya diagnosis dokter spesialis jiwa akan tidak terdata

pada Riskesdas 2013.

Tabel 7.12.1. Prevalensi gangguan jiwa berat menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota Gangguan Jiwa Berat (psikosis/skizofrenia)

(per1 000)

Kepulauan Seribu 1,5 Jakarta Selatan 0,2 Jakarta Timur 2,2 Jakarta Pusat 0,0 Jakarta Barat 1,0 Jakarta Utara 1,2

DKI Jakarta 1,1

Pada Tabel 7.12.1, terlihat bahwa psikosis terbanyak terdapat di kota Jakarta Pusat memiliki angka yang

terendah (0,0), sedangkan secara nasional prevalensi adalah 0,8 per mil. Angka prevalensi seumur

hidup skizofrenia di dunia bervariasi berkisar 1 sampai dengan 18 per mil. Beberapa kepustakaan

menyebutkan secara umum angka prevalensi skizofrenia sebesar 1 persen penduduk.

Gangguan Mental Emosional

Gangguan mental emosional dinilai dengan Self Reporting Questionnaire (SRQ) yang terdiri dari 20 butir

pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan SRQ diberikan kepada anggota rumah tangga (ART) yang berusia ≥

15 tahun. Ke-20 butir pertanyaan ini mempunyai pilihan jawaban ―ya‖ dan ―tidak‖. Nilai batas pisah yang

ditetapkan pada survei ini adalah 6 yang berarti apabila responden menjawab minimal 6 atau lebih

jawaban ―ya‖, maka responden tersebut diindikasikan mengalami gangguan mental emosional. Nilai

batas pisah tersebut sesuai penelitian uji validitas yang pernah dilakukan (Hartono, Badan Litbangkes,

1995).

Page 193: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

161

SRQ memiliki keterbatasan karena hanya mengungkap status emosional individu sesaat (± 30 hari) dan

tidak dirancang untuk diagnostik gangguan jiwa secara spesifik. Dalam Riskesdas 2013 pertanyaan

dibacakan petugas wawancara kepada seluruh responden.

Jumlah tersebut merupakan responden yang menjawab langsung atas pertanyaan yang dibacakan

petugas wawancara. Jawaban yang diberikan oleh ART yang diwakili atau didampingi oleh keluarganya

tidak dianalisis pada laporan ini. Alasan ART terpaksa diwakili atau didampingi oleh keluarganya oleh

karena menderita gangguan jiwa berat dengan kemampuan komunikasi sangat buruk, menderita

penyakit fisik berat atau disabilitas lainnya yang menyebabkan ketidakmampuan menjawab pertanyaan

yang diberikan.

Tabel 7.12.2 Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk berumur 15 tahun ke atas (berdasarkan Self

Reporting Questionnaire-20)* menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota Gangguan Mental Emosional (%)

Kepulauan Seribu 1,0 Jakarta Selatan 4,5 Jakarta Timur 6,4 Jakarta Pusat 3,4 Jakarta Barat 2,7 Jakarta Utara 4,1

DKI Jakarta 4,4

*Nilai Batas Pisah (Cut off Point) ≥ 6

Proporsi orang yang mengalami gangguan mental emosional DKI Jakarta adalah 4,4% (Tabel 7.12.2).

Kabupaten/kota yang proporsi tertinggi dalam jumlah orang yang mengalami gangguan mental

emosional adalah Jakarta Timur (6,4 %), terendah adalah Kepulauan Seribu (1,0 %).

7. 13. DISABILITAS

Status disabilitas

Bahasan disabilitas bertujuan mendapatkan pemahaman seutuhnya tentang pengalaman hidup warga

karena kondisi kesehatan termasuk penyakit atau cedera yang dialami. Setiap orang memiliki peran

tertentu, seperti bekerja dan melaksanakan kegiatan/aktivitas rutin yang diperlukan. Kuesioner disabilitas

dikembangkan oleh WHO untuk mendapatkan informasi sejauhmana seseorang dapat memenuhi

perannya di rumah, tempat kerja, sekolah atau area sosial lain, hal yang tidak mampu dilakukan atau

kesulitan melakukan aktivitas rutin (WHO 2010). Informasi besaran masalah disabillitas dapat

dimanfaatkan untuk menyusun prioritas dan mengevaluasi efektivitas dan kinerja program kesehatan.

Page 194: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

162

Tabel 7.13.1

Proporsi tingkat kesulitan menurut komponen disabilitas, Indonesia 2013

Komponen Disabilitas Tidak ada

Ringan Sedang Berat Sangat berat

1. Sulit berdiri dalam waktu lama misalnya 30 menit? 88,9 5,3 1,8 1,2 0,3 2. Sulit mengerjakan kegiatan rumah tangga yang menjadi

tanggung jawabnya 90,1 5,3 1,4 0,9 0,2

3. Sulit mempelajari/ mengerjakan hal-hal baru, seperti untuk menemukan tempat/alamat baru, mempelajarai permainan, resep baru

94,5 4,9 1,6 0,9 0,3

4. Sulit dapat berperan serta dalam kegiatan kemasyarakatan (misalnya dalam kegiatan keagamaan, sosial)

95,2 2,4 1,2 0,8 0,3

5. Seberapa besar masalah kesehatan yang dialami mempengaruhi keadaan emosi?

92,8 4,3 2,2 0,6 0,2

6. Seberapa sulit memusatkan pikiran dalam melakukan sesuatu selama 10 menit?

94,4 3,3 1,6 0,5 0,2

7. Seberapa sulit dapat berjalan jarak jauh misalnya 1 kilometer?

92,9 3,0 1,9 1,6 0,5

8. Seberapa sulit membersihkan seluruh tubuh? 97,2 1,7 0,7 0,2 0,2 9. Seberapa sulit mengenakan pakaian? 97,4 1,6 0,6 0,2 0,2 10. Seberapa sulit berinteraksi/ bergaul dengan orang yang

belum dikenal sebelumnya? 96,4 2,3 0,8 0,4 0,2

11. Seberapa sulit memelihara persahabatan? 97,0 2,1 0,5 0,2 0,2 12. Seberapa sulit mengerjakan pekerjaan sehari-hari? 96,1 2,1 0,8 0,6 0,3

Tabel 7.13.2 Indikator disabilitas menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

% disabiltas sedang-

sangat berat

Rerata hari produktif hilang per orang

Kabupaten/Kota Total

Tidak mampu

Masih mampu

Kepulauan Seribu 7,00 4,24 2,96 1,28 Jakarta Selatan 8,50 3,26 0,72 2,54 Jakarta Timur 8,10 10,3 2,44 7,85 Jakarta Pusat 9,90 3,86 0,48 3,37 Jakarta Barat 5,30 5,08 1,44 3,64 Jakarta Utara 9,90 5,54 1,24 4,3

DKI JAKARTA 8,00 6,07 1,4 4,66

Tabel 7.13.2 menunjukkan proporsi disabilitas, dan rerata hari produktif hilang. Proporsi disabilitas

sedang sampai sangat berat di DKI sebesar delapan persen, bervariasi dari yang tertinggi di Jakarta

Pusat dan Jakarta Utara (9,9%) dan yang terendah di Kepulauan Seribu(7,0 %). Rerata hari produktif

hilang adalah rerata lama hari seseorang tidak dapat berfungsi optimal dalam satu bulan, karena

disabilitas. Rerata hari produktif warga DKI Jakarta tidak dapat berfungsi optimal selama 6,07 hari

dengan rentang terendah 3,26 hari (di Jakarta Selatan) dan tertinggi 10,30 hari (di Jakarta Timur).

Walaupun mengalami disabilitas, hampir 5 hari yang dapat digunakan untuk berkegiatan.

Page 195: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

163

Tabel 7.13.3

Indikator disabilitas menurut karakteristik, Riskesdas 2013

Prevalensi

Rerata skor

Rerata hari tidak mampu

Karakteristik Total

Tidak mampu

Masih mampu

Kelompok umur 15-24 tahun 5,0 7,27 4,90 2,37 25-34 tahun 6,7 9,90 6,19 3,71 35-44 tahun 5,0 9,64 6,73 2,91 45-54 tahun 9,3 10,99 6,95 4,04 55-64 tahun 15,2 12,81 10,30 2,51 65-74 tahun 27,9 21,41 15,31 6,10 75+ tahun 47,7 13,35 11,04 2,30

Jenis kelamin Laki-laki 7,1 11,06 8,26 2,81 Perempuan 9,0 11,53 7,76 3,78

Pendidikan Tidak sekolah 22,8 18,97 13,66 5,31 Tidak Tamat SD 13,2 15,17 7,95 7,22 Tamat SD 14,0 12,01 7,61 4,39 Tamat SLTP 7,8 10,88 8,10 2,77 Tamat SLTA 6,1 9,66 7,09 2,57 Tamat D1-D3/PT 4,3 12,86 10,55 2,31

Pekerjaan Tidak berkerja 10,6 13,48 9,88 3,60 Pegawai 4,2 7,86 4,13 3,73 Wiraswasta 7,2 8,11 5,85 2,26 Petani/Nelayan/Buruh 7,8 9,88 7,15 2,72 Lainnya 8,9 6,55 3,75 2,80

Status Ekonomi Terbawah 11,5 9,83 7,41 2,42 Menengah bawah 9,1 9,56 6,47 3,10 Menengah 7,4 11,79 8,48 3,31 Menengah atas 7,5 11,43 7,10 4,33 Teratas 5,7 14,74 11,35 3,40

Kelompok umur 75 tahun atau lebih merupakan kelompok dengan indikator disabilitas tertinggi. Lebih

tingginya hari produktif hilang kelompok umur 65–74 tahun dapat disebabkan tingginya populasi

kelompok ini dibanding kelompok usia 75 tahun atau lebih. Perempuan cenderung lebih rentan

mengalami disabilitas daripada laki-laki pada semua indikator disabilitas. Fenomena serupa terjadi untuk

kelompok tidak sekolah dan kelompok kuintil terbawah. Walaupun merupakan kelompok dengan

prevalensi terendah, tingginya jumlah hari produktif hilang pada kelompok tidak bekerja disebabkan

tingginya rerata hari produktif hilang.

Page 196: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

164

7.14. KESEHATAN INDERA

Sistem indera merupakan salah satu sistem yang sangat berperan dalam mengoptimalkan proses

perkembangan setiap individu. Sejak bayi sistem indera merupakan alat utama manusia untuk

mengumpulkan berbagai informasi visual, audio, olfaktoris, rasa, dan fisik. Informasi visual ditangkap

oleh mata (indera penglihatan), informasi audio ditangkap oleh telinga (indera pendengaran), informasi

olfaktoris diterima oleh hidung (indera penciuman), informasi rasa ditangkap oleh lidah (indera perasa)

dan informasi fisik diterima melalui permukaan kulit (indera peraba). Sekitar 90 persen informasi berupa

informasi visual dan audio, yang dikumpulkan melalui indera penglihatan dan pendengaran. Pengukuran

fungsi indera yang lazim dilakukan secara objektif adalah pengukuran fungsi penglihatan (tajam

penglihatan/visus) dan fungsi pendengaran (tajam pendengaran).

Data nasional yang menggambarkan besaran masalah gangguan indera penglihatan dan pendengaran

terakhir dikumpulkan antara tahun 1993-1997 dan belum diperbarui hingga saat ini. Riskesdas 2007

bermaksud menyediakan data tentang prevalensi kebutaan yang lebih mutakhir, tetapi karena metoda

pengumpulan data masih dianggap tidak adekuat oleh organisasi profesi, maka data angka kebutaan

yang dihasilkan dari Riskesdas 2007 juga dinilai kontroversial. Pada Riskesdas 2007, data termutakhir

untuk prevalensi gangguan pendengaran masyarakat tidak dikumpulkan.

Riskesdas 2013 kembali mengumpulkan data prevalensi kebutaan dengan metoda yang serupa dengan

Riskesdas 2007, tetapi sudah disempurnakan dan merupakan hasil diskusi dengan organisasi profesi.

Organisasi profesi Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI) dan Perhimpunan Dokter

Spesialis Telinga Hidung Tenggorok Indonesia (PERHATI) juga melengkapi Riskesdas dengan studi

validasi yang akan dilaksanakan segera setelah semua data Riskesdas 2013 terkumpul. Studi validasi

tersebut dimaksudkan untuk memperkuat reliabilitas pengukuran prevalensi kebutaan dan ketulian dalam

survei nasional berbasis komunitas.

7.14.1 Kesehatan Mata

Data yang dikumpulkan untuk mengetahui indikator kesehatan mata pada Riskesdas 2013 meliputi

pengukuran tajam penglihatan menggunakan kartu tumbling-E (dengan dan tanpa pin-hole) pada

responden umur 6 tahun keatas serta pemeriksaan segmen anterior mata terhadap responden semua

umur. Pemeriksaan visus dan observasi morbiditas permukaan mata dilakukan di luar ruangan dengan

sumber cahaya matahari, tetapi pemeriksaan lensa dilakukan dalam ruangan redup dengan bantuan

pen-light. Pemeriksaan visus dilakukan dengan jarak pengukuran 6 atau 3 meter, dengan kartu E yang

dapat diputar ke segala arah (tumbling E) disesuaikan dengan tinggi mata responden yang diperiksa.

Responden yang sakit berat dan tidak memungkinkan untuk duduk dan diperiksa visus dieksklusi dalam

penghitungan prevalensi kebutaan, begitu pula responden yang menolak atau tidak dapat bekerja sama

dengan tim enumerator.

Prevalensi low vision dan kebutaan dihitung berdasarkan hasil pengukuran visus dengan atau tanpa

kaca mata/lensa kontak koreksi. Kebutaan didefinisikan sebagai visus pada mata terbaik < 3/60 atau

dengan kata lain buta bilateral. Severe low vision didefinisikan sebagai visus pada mata terbaik < 6/60-

3/60 atau mencakup severe low vision bilateral dan buta unilateral yang disertai severe low vision

unilateral. Prevalensi pterygium, kekeruhan kornea, dan katarak dihitung berdasarkan hasil pemeriksaan

dan observasi nakes pada semua responden tanpa batasan umur.

Keterbatasan pengumpulan data visus adalah tidak dilakukannya koreksi visus, tetapi dilakukan

pemeriksaan visus tanpa pin-hole dan jika visus tidak normal (kurang dari 6/6 atau 20/20) dilanjutkan

Page 197: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

165

dengan pemeriksaan dengan pin-hole, seperti yang dilakukan saat Riskesdas 2007. Keterbatasan

pengumpulan data prevalensi morbiditas permukaan mata dan lensa adalah kemampuan klinis

pengumpul data (surveior) yang bervariasi dalam menilai permukaan mata dan lensa menggunakan alat

bantu pen-light, sehingga prevalensi tersebut cenderung kurang valid.

Prevalensi Kebutaan

Alat yang dipergunakan untuk pemeriksaan visus adalah tali pengukur jarak sepanjang 6 meter, satu set

kartu tumbling E (ukuran besar untuk visus 6/60, sedang untuk visus 6/18, dan kecil untuk visus 6/6),

serta penutup mata dengan pin-hole. Disediakan 6 pilihan jawaban untuk kategori visus, yaitu:

1. Dapat melihat E kecil (jarak 6m)

2. Tidak dapat melihat E kecil, tetapi dapat melihat E sedang (jarak 6m)

3. Tidak dapat melihat E sedang, tetapi dapat melihat E besar (jarak 6m)

4. Tidak dapat melihat E besar (jarak 6m), tetapi dapat melihat E besar (jarak 3m)

5. Tidak dapat melihat E besar pada jarak 3m

6. TIDAK DIPERIKSA

Interpretasi kode visus tiap mata adalah sebagai berikut: kode 1 berarti visus normal (6/6), kode 2 berarti

gangguan visus ringan (visus kurang dari 6/6 sampai 6/18), kode 3 berarti low vision (visus kurang dari

6/18 sampai 6/60), kode 4 berarti severe low vision (kurang dari 6/60 sampai 3/60) dan kode 5 berarti

buta(kurang dari 3/60). Visus tidak diperiksa jika responden berumur 6 tahun keatas, tetapi tidak

kooperatif, atau tidak memungkinkan untuk diperiksa visusnya, seperti responden dengan kelainan jiwa

berat atau mereka yang mengalami kelumpuhan total.

Responden umur 6 tahun keatas yang memenuhi kriteria untuk dianalisis berjumlah 924.780 orang.

Gambar 7.12 Prevalensi kebutaan pada responden umur ≥ 6 tahun tanpa/dengan koreksi optimal menurut provinsi,

Indonesia 2007-2013.

0,9

2,6

0,4

1,1

-

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

Tahun 2007 Tahun 2013

Page 198: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

166

Gambar 7.14. menunjukkan bahwa prevalensi kebutaan pada Riskesdas 2013 cenderung lebih rendah

dibandingkan prevalensi kebutaan tahun 2007. Prevalensi kebutaan penduduk umur 6 tahun keatas

tertinggi ditemukan di Gorontalo (1,1%) diikuti Nusa Tenggara Timur (1,0%), Sulawesi Selatan, dan

Bangka Belitung (masing-masing 0,8%). Pada Riskesdas 2007 prevalensi kebutaan tertinggi ditemukan

di Sulawesi Selatan (2,6%) diikuti Nusa Tenggara Timur (1,4%) dan Bengkulu (1,3%). Terdapat

perbedaan metoda pengukuran tajam penglihatan/visus antara Riskesdas 2007 yang menggunakan

Snellen chart dan Riskesdas 2013 yang menggunakan tumbling E, peraga yang lebih sederhana

daripada Snellen chart dan mempunyai keterbatasan mengidentifikasi visus dengan rentang tertentu,

bukan visus satu nilai seperti Snellen chart. Tumbling E lebih mudah digunakan dan dilaporkan cukup

spesifik mengidentifikasi adanya gangguan penglihatan (Limburg, 2002).

Prevalensi kebutaan terendah ditemukan di Papua (0,1%) diikuti Nusa Tenggara Barat dan DI

Yogyakarta (masing-masing 0,2%). Response rate Papua rendah, sehingga angka kebutaan untuk

Papua diragukan validitasnya, seperti juga saat Riskesdas 2007 (prevalensi kebutaan 0,4%) dan

diperkirakan tidak mewakili keadaan sebenarnya untuk wilayah Papua.

Tabel 7.14.1 Prevalensi ketersediaan koreksi refraksi, kebutaan, dan severe low vision pada responden

≥ 6 tahun tanpa/dengan koreksi optimal menurut kota DKI Jakarta. Proporsi ketersediaan kaca mata atau

lensa kontak di DKI Jakarta paling tinggi ditemukan di Jakarta Timur (28,6%). Severe Low vision dan

kebutaan paling banyak di paling banyak di Jakarta timur (1,1% dan 0,8%)

Page 199: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

167

Tabel 7.14.1 Proporsi koreksi refraksi, kebutaan, dan severe low vision pada responden ≥6 tahun tanpa/dengan

koreksi optimal menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota Pakai Kacamata/

Lensa kontak Severe Low vision Kebutaan

Kepulauan Seribu 9,8 0,6 0,0 Jakarta Selatan 24,2 0,2 0,1 Jakarta Timur 28,6 1,1 0,8 Jakarta Pusat 27,8 1,0 0,0 Jakarta Barat 21,7 0,4 0,5 Jakarta Utara 24,7 0,5 0,1

DKI Jakarta 25,2 0,6 0,4

Tabel 7.14.2.

Proporsi katarak dan tiga alasan utama belum menjalani operasi katarak pada responden semua umur menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota Katarak Alasan Belum Operasi

Tidak tahu kalau katarak

Tidak mampu membiayai

Takut Operasi

Kepulauan Seribu 1,2 55,6 8,4 0,0 Jakarta Selatan 0,8 33,4 16,5 8,3 Jakarta Timur 1,3 22,1 23,7 7,3 Jakarta Pusat 1,2 37,0 22,9 25,7 Jakarta Barat 0,7 40,6 31,4 2,8 Jakarta Utara 0,5 26,7 24,4 22,6

DKI Jakarta 0,9 29,9 24,0 10,3

Tabel 7.14.2 Prevalensi Katarak dan Tiga Alasan Utama Belum Menjalani Operasi Katarak pada

Responden Semua Umur Menurut Kota, menunjukkan bahwa prevalensi tertinggi katarak juga ada di

Jakarta Timur (1,3%). Sedangkan alasan tidak melakukan operasi katarak yang paling banyak

disebabkan oleh ketidaktahuan kalau responden menderita katarak (29,9%).

7.14.2 Kesehatan Telinga

Data yang dikumpulkan terkait status kesehatan telinga meliputi anatomi liang telinga, kelainan pada

telinga tengah dan daerah retroaurikular, keutuhan gendang telinga, serta adanya gangguan fungsi

pendengaran. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pemeriksaan fisik oleh nakes terlatih pada

responden berumur 2 tahun keatas dan untuk fungsi pendengaran dilakukan tes konversasi bagi

responden yang kooperatif dan tidak tuna wicara.

Keterbatasan pengumpulan data terkait kesehatan telinga adalah kemampuan klinis nakes yang sangat

bervariasi dalam mengenali kelainan telinga dan retroaurikular. Keterbatasan untuk pengukuran tajam

pendengaran adalah tidak tersedianya alat audiometer di lapangan, sehingga hanya dilakukan uji/tes

konversasi.

Page 200: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

168

Prevalensi Ketulian

Pada survei ini interpretasi dari skor yang digunakan adalah sebagai berikut:

Pemeriksa membisikkan kalimat sederhana dan responden diminta mengulanginya. Jika responden

dapat mengikuti kata-kata pemeriksa, maka skor responden adalah “0”. Jika responden tidak dapat

mengikuti kata-kata pemeriksa, pemeriksa akan mengucapkan satu kalimat dengan volume suara normal

dan responden kembali diminta mengulanginya. Jika responden dapatmengikuti kata-kata pemeriksa,

maka skor responden adalah “1” pendengaran NORMAL.

Jika responden tidak dapat mengikuti kata-kata pemeriksa, pemeriksa akan mengucapkan satu kalimat

dengan volume suara yang lebih keras dan responden kembali diminta mengulanginya dan jika

responden dapat mengikuti kata-kata pemeriksa, maka skor responden adalah “2” gangguan

pendengaran ringan.

Jika responden tidak dapat mengikuti kata-kata pemeriksa, pemeriksa akan meneriakkan satu kalimat

pada telinga dengan fungsi pendengaran lebih baik dan responden kembali diminta mengulanginya dan

Jika responden dapat mengikuti kata-kata pemeriksa, maka skor responden adalah “3 gangguan

pendengaran sedang.

Jika responden tidak dapat mengikuti teriakan kata-kata pemeriksa, maka skor responden adalah “4”

ketulian.

Tabel 7.14.3 menyajikan Prevalensi Gangguan Pendengaran dan Ketulian Responden Umur 5 Tahun Keatas Sesuai Tes Konversasi Menurut Kota. Berdasarkan data yang ada dapat dilihat bahwa gangguan pendengaran lebih tinggi prevalensinya daripada ketulian. Gangguan pendengaran tertinggi prevalensinya di Jakarta utara (1,5%) .

Tabel 7.14.3 Prevalensi gangguan pendengaran dan ketulian responden umur 5 tahun keatas sesuai tes konversasi

menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota Gangguan Pendengaran Ketulian

Kepulauan Seribu 0,9 0,3

Jakarta Selatan 1,2 0,1

Jakarta Timur 1,2 0,1

Jakarta Pusat 1,6 0,0

Jakarta Barat 0,5 0,1

Jakarta Utara 1,5 0,0

DKI Jakarta 1,1 0,1

Page 201: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

169

7.15. PEMBIAYAAN KESEHATAN

Salah satu tujuan sistem kesehatan adalah meningkatkan derajat kesehatan (health status),

ketanggapan (responsiveness), dan keadilan dalam pembiayaan pelayanan kesehatan (fairness of

financing) (WHO, 2000). Pada topik ini dikumpulkan informasi tentang jenis kepemilikan dan penggunaan

jaminan kesehatan, pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan, dan sumber pembiayaan yang paling

sering dimanfaatkan penduduk beserta besaran biaya yang dikeluarkannya.

Pembiayaan kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau

memanfaatkan upaya kesehatan/memperbaiki keadaan kesehatan yang diperlukan oleh perorangan,

keluarga, kelompok dan masyarakat. Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan

kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam

memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran

atau iurannya dibayar oleh pemerintah (Perpres no 12 tahun 2013)

Menurut UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan Pasal 130 bahwa pembiayaan kesehatan bertujuan

untuk penyediaan pembiayaan kesehatan yang berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi,

teralokasi secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna untuk menjamin

terselenggaranya pembangunan kesehatan agar meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-

tingginya. Unsur-unsur pembiayaan terdiri atas sumber pembiayaan, alokasi, dan pemanfaatan. Sumber

pembiayaan kesehatan berasal dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, swasta, dan

sumber lain.

Syarat pokok pembiayaan kesehatan meliputi: (1) jumlah harus memadai untuk menyelenggarakan

pelayanan kesehatan dan tidak menyulitkan masyarakat yang memanfaatkan; (2) distribusinya harus

sesuai dengan kebutuhan untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan masyarakat; serta (3)

pemanfaatannya harus diatur setepat mungkin agar tercapai efektivitas dan efisiensi dalam

penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang optimal (UU No. 36, 2009).

Pada Riskesdas 2013, analisis pembiayaan kesehatan meliputi kepemilikan dan penggunaan jaminan

kesehatan serta pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan rawat jalan dan rawat inap berikut sumber

dan besaran biayanya. Sumber biaya dibedakan menjadi Biaya sendiri, Asuransi Kesehatan Sosial

(meliputi Askes PNS, Pensiun, Veteran, TNI/Polri), Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja), Asuransi

kesehatan Swasta, Tunjangan kesehatan dari Perusahaan, Jaminan Kesehatan Masyarakat

(Jamkesmas), dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).

Kepemilikan dan Pemanfaatan Jaminan Kesehatan

Hasil analisis memberikan informasi tentang proporsi penduduk yang telah tercakup maupun yang tidak

tercakup jaminan kesehatan. Jenis jaminan kesehatan terdiri dari; asuransi kesehatan (PNS, veteran,

pensiunan PNS, pensiunan TNI/Polri), ASABRI (TNI/Polri aktif, staf Kementrian Hukum dan Keamanan),

JPK Jamsostek, asuransi kesehatan swasta, tunjangan kesehatan dari perusahaan, Jamkesmas dan

Jamkesda. Untuk kepentingan analisis Askes dan ASABRI dimasukkan dalam satu kelompok

dikarenakan pemerintah juga membayar sebagian dari iuran jaminan tersebut.

Page 202: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

170

Tabel 7.15.1 Proporsi kepemilikan jaminan kesehatan menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota Jenis Jaminan Kesehatan

Askes/ ASABRI

Jamsos-tek

Askes Swasta

Perusa-haan

Jamkes-mas

Jamkesda Tidak punya

Kepulauan Seribu 9,5 1,3 0,2 0,3 0,1 86,9 2,6 Jakarta Selatan 5,0 8,4 6,4 5,9 1,2 5,2 72,4 Jakarta Timur 7,9 13,9 6,2 6,3 3,6 6,2 61,9 Jakarta Pusat 3,9 7,1 4,2 4,3 5,1 12,8 66,2 Jakarta Barat 2,6 9,7 8,2 2,9 3,4 4,1 73,4 Jakarta Utara 2,6 8,3 4,4 3,2 5,2 6,4 73,1

DKI Jakarta 4,8 10,1 6,2 4,7 3,4 6,3 69,1

Tabel 7.15.1 menunjukkan 69,1 persen penduduk DKI Jakarta belum memiliki jaminan kesehatan.

Kepemilikan jaminan didominasi oleh Jamsostek (10,1%). Askes/ ASABRI dimiliki oleh sekitar 5 persen

penduduk, asuransi kesehatan swasta dan tunjangan kesehatan perusahaan masing-masing sebesar

6,2 persen dan 4,7 persen.

Walaupun DKI Jakarta diketahui tidak masuk dalam kuota program Jamkesmas, namun terdapat 3,4

persen penduduk yang menyatakan memiliki Jamkesmas. Diantara kota-kota di DKI Jakarta hanya

Kepulauan Seribu yang memiliki cakupan kepemilikan jaminan kesehatan yang tinggi diantara kota lain,

yaitu sekitar 97,4 persen penduduk atau hanya 2,6 persen yang tidak punya jaminan apapun. Sebaliknya

kota-kota yang lain sekitar 60-70 persen penduduknya tidak punya jaminan.

Page 203: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

171

Tabel 7.15.2 Proporsi kepemilikan jaminan kesehatan menurut karakteristik, Riskesdas 2013

Karakteristik Jenis Jaminan Kesehatan

Askes/ ASABRI

Jamsostek Askes Swasta

Perusahaan Jamkes

mas Jamkesda

Tidak punya

Kelompok umur (tahun) 0-4 2,9 8,4 6,4 3,7 2,8 4,5 74,5 5-14 3,0 5,6 5,1 3,9 3,6 7,2 74,0 15-24 3,7 11,4 4,4 4,8 3,9 6,0 70,2 25-34 3,1 17,1 8,5 6,6 2,0 5,0 64,8 35-44 3,0 11,7 7,6 5,2 3,8 6,7 66,8 45-54 6,7 6,8 5,8 4,0 4,4 8,2 69,1 55-64 16,0 3,2 5,1 2,1 4,4 8,3 64,9 65-74 19,5 0,7 2,3 3,4 4,2 5,1 68,8 75+ 15,4 3,5 1,7 0,2 7,6 1,9 70,8

Pekerjaan Tidak berkerja 6,2 5,9 4,4 3,4 3,5 7,3 72,3 Pegawai 6,7 25,4 12,0 10,8 2,6 4,9 49,5 Wiraswasta 2,2 4,0 6,0 2,0 3,9 6,2 78,2 Petani/Nelayan/Buruh 0,5 6,8 0,9 1,8 5,7 7,8 77,8 Lainnya 2,6 7,9 4,2 1,9 3,6 3,2 79,4

Jenis Kelamin Laki-laki 4,6 12,1 6,8 5,3 3,5 5,7 67,5 Perempuan 4,9 8,2 5,7 4,1 3,4 6,9 70,7

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 0,2 5,3 1,2 0,9 6,1 8,5 78,8 Menengah bawah 1,5 8,9 2,9 2,9 6,0 7,3 73,8 Menengah 3,4 11,1 3,4 4,1 2,5 7,4 71,5 Menengah atas 5,6 11,4 5,5 5,3 3,1 5,3 68,3 Teratas 11,6 12,3 16,8 8,9 0,6 3,7 56,0

Tabel 7.15.2 menggambarkan kepemilikan jaminan menurut karakteristik penduduk meliputi kelompok

umur, pekerjaan, tempat tinggal, dan kuintil indeks kepemilikan jaminan kesehatan. Kondisi kepemilikan

jaminan menurut kelompok umur pada penduduk di DKI Jakarta berkisar antara 65 - 75 persen.

Kelompok umur di bawah 5 tahun adalah kelompok tertinggi yang tidak memiliki jaminan (74,5%),

sedangkan kelompok umur lainnya juga masih tinggi atau di atas 64 persen yang tidak memiliki jaminan

kesehatan. Kepemilikan jaminan kesehatan menurut status pekerjaan menunjukkan kelompok tertinggi

yang memiliki jaminan adalah kelompok pegawai (50,5%) kelompok pegawai terdiri dari pegawai formal

ataupun non formal.

Menurut kuintil indeks kepemilikan, Jamkesda dimiliki oleh kelompok penduduk terbawah, menengah

bawah dan menengah, masing-masing sebesar 8,5 persen, 7,3 persen dan 7,4 persen. Akan tetapi

Jamkesda dimiliki juga pada penduduk menengah atas (5,3%) dan teratas (3,7%). Askes/ASABRI,

Jamsostek, Askes swasta, dan Perusahaan dimiliki oleh penduduk dengan kuintil indeks kepemilikan

teratas, masing-masing 11,6 persen, 12,3 persen, dan 16,8 persen.

Page 204: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

172

Mengobati Sendiri, Pemanfaatan Rawat Jalan dan Rawat Inap Pola pencarian pengobatan seseorang dikategorikan dalam mengobati sendiri, memanfaatkan rawat

jalan, dan memanfaatkan rawat inap. Informasi mengobati sendiri didapatkan dengan mengetahui

perilaku seseorang yang pernah mengobati sendiri dengan cara membeli obat di apotik atau toko obat

tanpa resep dalam satu bulan terakhir. Analisis pemanfaatan rawat jalan merupakan pemanfaatan

fasilitas kesehatan oleh seseorang dalam satu bulan terakhir untuk mengatasi gangguan kesehatan

dirinya. Rawat Inap menurut Azwar Azrul (1996:73) suatu bentuk pelayanan kesehatan kedokteran

intensif (hospitalization) yang diselenggarakan oleh rumah sakit, rumah sakit bersalin, maupun rumah

bersalin. Pemanfaatan rawat inap ditanyakan dalam kurun waktu satu tahun terakhir.

Tabel 7.15.3 Proporsi penduduk yang mengobati sendiri sebulan terakhir dan besaran median biaya

menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota Mengobati sendiri

% Rp

Kepulauan Seribu 19,8 1.500 Jakarta Selatan 36,7 5.000 Jakarta Timur 43,6 5.000 Jakarta Pusat 26,4 10.000 Jakarta Barat 22,9 8.000 Jakarta Utara 25,6 5.000

DKI Jakarta 32,5 5.000

Tabel 7.15.3 menggambarkan proporsi penduduk Indonesia yang mengobati diri sendiri dengan membeli

obat ke toko obat atau ke warung tanpa resep dokter adalah 32,5 persen dengan median mengeluarkan

uang sebanyak Rp. 5.000 pada satu bulan terakhir. Jakarta Timur merupakan kota tertinggi yang

mengobati sendiri (43,6%), dengan pengeluaran sebesar Rp.2.000. Jakarta Pusat merupakan kota

dengan pengeluaran terbesar untuk mengobati sendiri (Rp.10.000) dalam satu bulan terakhir. Kepulauan

Seribu merupakan kota dengan proporsi terendah untuk mengobati diri sendiri (19,8%).

Page 205: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

173

Tabel 7.15.4 Proporsi penduduk yang mengobati sendiri sebulan terakhir dan besaran median biaya

menurut status ekonomi, Riskesdas 2013

Status Ekonomi Mengobati diri sendiri

% Rp

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 32,6 4.000 Menengah bawah 32,9 5.000 Menengah 35,3 5.000 Menengah atas 32,4 7.000 Teratas 29,2 10.000

Menurut kuintil indeks kepemilikan, dari Tabel 3.11.4. dapat dilihat bahwa kelompok teratas merupakan

kelompok yang terbawah untuk mengobati sendiri (29,2%) namun dari sisi biaya yang dikeluarkan adalah

terbesar diantara kota lainnya yaitu Rp.10.000

Tabel 7.14.5 menggambarkan 9,3 persen penduduk Indonesia dalam satu bulan terakhir melakukan

rawat jalan dan median biaya yang dikeluarkan sebesar Rp.75.000. Penduduk Kepulauan Seribu

merupakan kota tertinggi yang melakukan rawat jalan (21,1%) dengan median biaya sebesar Rp. 30.000

dalam satu bulan terakhir. Penduduk Jakarta Utara merupakan yang terendah dalam pemanfaatkan

fasilitas rawat jalan (5,7%) dengan pengeluaran median biaya sebesar Rp.60.000. Di Jakarta Timur, 13.4

persen penduduknya memanfaatkan rawat jalan dengan median biaya sebesar Rp. 100.000 yang

merupakan pengeluaran tertinggi dalam satu bulan terakhir, jika dibandingkan dengan kota lainnya.

Tabel. 7.15.5 Proporsi pemanfaatan rawat jalan dan rawat inap beserta biaya median yang dikeluarkan

menurut kabupaten/kota, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota Rawat Jalan Rawat Inap

% Rp % Rp

Kepulauan Seribu 21,1 30.000 0,8 13.000.000 Jakarta Selatan 10,0 75.000 3,2 5.000.000 Jakarta Timur 13,4 100.000 2,9 5.000.000 Jakarta Pusat 6,5 30.000 2,2 4.000.000 Jakarta Barat 7,5 60.000 1,6 5.000.000 Jakarta Utara 5,7 60.000 1,3 5.000.000

DKI Jakarta 9,3 75.000 2,3 5.000.000

Dalam satu tahun terakhir, 2,3 persen penduduk DKI Jakarta melakukan rawat inap dengan median

biaya sebesar Rp. 5.000.000. Penduduk Kepulauan Seribu merupakan kota dengan pemanfaatan rawat

inap paling rendah yaitu sebesar 0,8 persen dengan median biaya dalam satu tahun terakhir tertinggi

diantara kota lain yaitu sebesar Rp.13.000.000.

Page 206: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

174

Tabel 7.15.6 Proporsi pemanfaatan rawat jalan dan rawat inap beserta median biaya yang dikeluarkan menurut

karakteristik, Riskesdas 2013

Karakteristik Rawat Jalan Rawat Inap

% Rp % Rp

Kel umur 0-4 tahun 15,5 50.000 2,6 3.000.000 5-14 tahun 9,2 50.000 1,1 3.500.000 15-24 tahun 6,3 50.000 1,8 4.000.000 25-34 tahun 7,2 100.000 2,9 5.000.000 35-44 tahun 7,7 80.000 2,2 7.000.000 45-54 tahun 11,7 120.000 2,1 6.700.000 55-64 tahun 12,6 150.000 4,4 3.800.000 65-74 tahun 17,1 150.000 5,6 13.000.000 75+ tahun 18,4 450.000 2,6 3.000.000

Status ekonomi Terbawah 8,4 45.000 1,9 2.000.000 Menengah bawah 9,7 50.000 2,2 2.815.600 Menengah 9,4 60.000 1,8 5.350.000 Menengah atas 9,8 90.000 2,8 6.000.000 Teratas 9,1 200.000 2,7 6.500.000

Tabel 7.15.6. menggambarkan semakin bertambah umur, penduduk semakin banyak yang

memanfaatkan rawat jalan dan median biayanya pun cenderung makin besar. Kelompok umur di atas 75

tahun merupakan kelompok proporsi tertinggi yang melakukan rawat jalan sebesar 18,4 persen dengan

biaya rerata juga tertinggi diantara kelompok umur lainnya yaitu sebesar Rp. 450.000 pada satu bulan

terakhir, sedangkan kelompok 15-24 tahun adalah pemanfaat terendah (6,3%).

Sebanyak 5,6 persen kelompok 65-74 tahun memanfaatkan rawat inap dan jumlah tersebut lebih tinggi

daripada angka provinsi (2,3%). Biaya yang dikeluarkan dalam satu tahun terakhir untuk rawat inap pada

kelompok umur tersebut juga tertinggi diantara kelompok umur lainnya yaitu sebesar Rp. 13.000.000.

Menurut kuintil indeks kepemilikan, pengeluaran untuk rawat jalan dan rawat inap paling tinggi pada

kelompok penduduk kuintil teratas. Pemanfaatan tertinggi rawat jalan dan pemanfaatan rawat inap

terbanyak terdapat pada kuintil menengah teratas.

Sumber Pembiayaan

Sumber biaya kesehatan menurut SKN terdiri dari biaya pemerintah dan masyarakat. Riskesdas 2013

memberikan informasi tentang proporsi sumber biaya kesehatan penduduk yang memanfaatkan rawat

jalan dalam satu bulan terakhir dan atau rawat inap dalam satu tahun terakhir. Sumber biaya

dikelompokkan menjadi: biaya sendiri, asuransi kesehatan (PNS, veteran, pensiunan PNS, pensiunan

TNI/Polri), ASABRI (TNI/Polri aktif, staf Kementerian Hukum dan Keamanan), JPK Jamsostek, asuransi

kesehatan swasta, tunjangan kesehatan dari perusahaan, Jamkesmas dan Jamkesda.

Pada Riskesdas 2013, penduduk diminta menyebutkan total biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan

pelayanan kesehatan rawat jalan (satu bulan terakhir) dan rawat inap (satu tahun terakhir). Hasil analisis

besar biaya merupakan rerata total besar biaya dalam sebulan terakhir (rawat jalan) atau satu tahun

terakhir (rawat inap) dengan menggunakan median.

Page 207: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

175

Tabel 7.15.7 menggambarkan bahwa sumber pembiayaan rawat jalan secara keseluruhan untuk DKI

Jakarta masih didominasi (59,9%) pembiayaan yang dibayar oleh pasien sendiri atau keluarga (out of

pocket). Pembiayaan ditanggung oleh pasien sendiri atau keluarga tertinggi adalah di Jakarta Selatan

(71,7%) dan pembiayaan out of pocket terendah adalah Kepulauan Seribu (7,2%).

Tertinggi kedua pembiayaan oleh Jamkesmas/Jamkesda (17,3%), dan terendah adalah pembiayaan

oleh asuransi swasta (1,8%). Jamkesmas dan Jamkesda diperhitungkan sebagai ‗sejenis asuransi

kesehatan‘, maka sekitar 20 persen penduduk yang pernah rawat jalan dalam kurun waktu 1 bulan

terakhir telah mempunyai ‗sejenis asuransi kesehatan‘.

Tabel 7.15.7

Proporsi sumber biaya untuk rawat jalan menurut kabupaten/kota,

Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota

Sumber Biaya Rawat Jalan

Biaya Sendiri

Askes/ ASABRI

Jamsostek Asuransi Swasta

Jamkesma/ Jamkesda

Perusa-haan

Sumber Lainnya

Lebih dr 1 Sumber

Kepulauan Seribu 7,2 2,2 1,1 0,6 88,9 0,0 0,0 0,0

Kota Jakarta Selatan 71,7 5,0 3,1 2,1 10,0 4,7 2,4 1,1 Kota Jakarta Timur 56,3 3,5 2,6 1,4 14,1 4,2 14,4 3,5 Kota Jakarta Pusat 51,1 0,8 1,6 0,7 30,4 1,2 11,1 3,1 Kota Jakarta Barat 59,2 1,9 3,5 2,4 21,7 2,5 8,5 0,4

Kota Jakarta Utara 55,8 4,5 2,8 2,1 26,8 2,8 4,7 0,6

DKI Jakarta 59,9 3,4 2,8 1,8 17,3 3,6 9,1 2,0

Tabel 7.15.8 Proporsi sumber biaya untuk rawat jalan menurut status ekonomi,

Riskesdas 2013

Status Ekonomi

Sumber Biaya Rawat Jalan

Biaya Sendiri

Askes/ ASABRI

Jamsostek Asuransi Swasta

Jamkesma/ Jamkesda

Perusahaan Sumber Lainnya

Lebih dr 1 Sumber

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 58,8 0,5 0,9 0,0 25,7 0,0 12,3 1,8 Menengah bawah 54,9 1,0 2,7 0,0 24,3 1,3 14,4 1,4

Menengah 56,4 1,9 4,5 1,1 23,6 2,0 10,5 0,1 Menengah atas 59,2 5,8 3,6 2,3 13,2 4,7 7,7 3,5 Teratas 70,2 6,8 1,3 4,8 2,6 8,8 2,1 3,3

Tabel 7.15.8 memperlihatkan bahwa menurut kuintil indeks kepemilikan, sumber biaya rawat jalan untuk

semua jenis fasilitas kesehatan yang berasal dari biaya sendiri pada semua kelompok penduduk

mempunyai proporsi lebih dari 54 persen. Pada penduduk kuintil terbawah didapati 58,8 persen

melakukan rawat jalan dengan biaya sendiri atau tanpa jaminan kesehatan apapun dan pada penduduk

teratas terdapat 70,2 persen. Sumber biaya rawat jalan dari Jamkesmas/Jamkesda yang tertinggi

adalah pada penduduk kuintil terbawah (25,7%), sebaliknya pada penduduk kuintil teratas ada 2,6

persen yang menggunakannya. Proporsi dan pemanfaatan sumber biaya rawat jalan dari Askes,

Page 208: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

176

ASABRI, asuransi kesehatan swasta, dan tunjangan kesehatan perusahaan cenderung meningkat pada

kuintil indeks kepemilikan yang semakin tinggi.

Tabel 7.15.9 Sumber biaya yang dipakai untuk pengobatan rawat inap menurut kabupaten/kota, Riskesdas2013

Kabupaten/Kota

Sumber Biaya Rawat inap Semua Fasilitas

Biaya Sendiri

Askes/ ASABRI

Jamsos-tek

Asuransi Swasta

Jamkesmas/ Jamkesda

Perusa-haan

Sumber Lainnya

Lebih dr 1 Sumber

Kepulauan Seribu 24,1 0,0 0,0 0,0 48,2 0,0 27,6 0,0

Jakarta Selatan 35,0 6,7 0,7 5,7 16,9 23,7 6,0 5,3

Jakarta Timur 34,8 2,6 1,7 1,5 13,9 3,5 21,3 20,6 Jakarta Pusat 28,4 6,9 9,4 8,2 23,9 8,3 7,1 7,9

Jakarta Barat 55,4 0,0 6,4 8,2 12,4 7,8 7,3 2,4

Jakarta Utara 34,9 14,9 4,2 9,5 31,5 0,9 4,1 0,0

DKI Jakarta 37,5 5,0 3,0 5,2 17,1 10,5 11,6 10,0

Tabel 7.15.9 memperlihatkan bahwa sumber biaya yang dipakai untuk rawat inap pada semua fasilitas

kesehatan di DKI Jakarta masih didominasi oleh biaya sendiri (out of pocket), yaitu sekitar 37,5 persen.

Kondisi ini dimungkinkan karena masih sekitar 50,5 persen penduduk Indonesia belum memiliki jaminan

kesehatan. Pola pemanfaatan jaminan kesehatan sebagai sumber biaya untuk rawat jalan dan rawat

inap tidak berbeda.

Sumber biaya yang paling banyak digunakan untuk rawat inap berturut-turut adalah

Jamkesmas/Jamkesda 17,1 persen, Sumber lainnya 11,6 persen, Jaminan Perusahaan 10,5 persen, dan

lebih dari satu sumber biaya 10,0 persen. Asuransi kesehatan swasta 5,2 persen, Askes/ASABRI 5,0

persen, dan sebanyak 3,0 persen penduduk indonesia yang rawat inap menggunakan Jamsostek.

Gambaran dari berbagai kota menunjukkan kecenderungan yang tidak berbeda dimana dominasi

pembiayaan rawat inap bersumber dari biaya sendiri, kecuali untuk Kepulauan Seribu. Di Kepulauan

Seribu , sumber biaya kesehatan rawat inap paling banyak berasal dari Jamkesmas atau Jamkesda.

Page 209: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

177

Tabel 7.15.10

Sumber biaya yang dipakai untuk pengobatan rawat inap menurut status ekonomi, Indonesia 2013

Status Ekonomi

Sumber Biaya Rawat inap Semua Fasilitas

Biaya Sendiri

Askes/ ASABRI

Jamsos-tek

Asuransi Swasta

Jamkesmas/ Jamkesda

Perusa-haan

Sumber Lainnya

Lebih dr 1 Sumber

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 30,9 2,6 0,0 3,7 2,5 11,8 40,3 8,2 Menengah bawah 44,5 0,5 0,2 1,1 28,0 3,0 13,2 9,4 Menengah 28,4 4,1 2,6 2,5 28,2 2,3 11,0 20,8 Menengah atas 34,4 10,1 6,4 5,2 17,7 18,0 2,8 5,5

Teratas 45,3 4,8 3,4 10,8 7,4 14,0 6,3 8,1

Proporsi sumber biaya rawat inap dari jaminan kesehatan menurut indeks kuintil kepemilikan, bervariasi.

ASKES ASABRI, Jamsostek, dan Jaminan Perusahaan tertinggi terdapat pada kelompok menengah

atas. Penggunaan asuransi kesehatan swasta sebagai sumber biaya rawat inap tertinggi terdapat pada

kelompok kuintil teratas (10,8%) dan terendah pada kuintil menengah bawah (1,1%) . Sumber biaya

rawat inap untuk semua jenis fasilitas kesehatan yang berasal dari biaya sendiri pada semua kelompok

penduduk mempunyai proporsi lebih dari 28 persen. Pada penduduk kuintil terbawah didapati 30,9

persen melakukan rawat inap dengan biaya sendiri atau tanpa jaminan kesehatan apapun dan pada

penduduk teratas didapatkan 45,3 persen. Sumber biaya rawat inap dari Jamkesmas/Jamkesda yang

tertinggi adalah pada penduduk kuintil menengah bawah (28,0%) dan menengah (28,2%), sedangkan

terendah pada penduduk terbawah hanya 2,5 persen yang menggunakannya.

Page 210: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

178

KEPUSTAKAAN

Kementerian Kesehatan. Visi Misi dan Strategi Renstra Kementrian Kesehatan 2010 – 2014.

Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 877/Menkes/SK/XI/2006, tanggal 3

Nopember 2006, tentang Tim Riset Kesehatan Dasar Tahun 2006 – 2008.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Laporan Hasil Riset

Kesehatan Dasar RISKESDAS Indonesia dan 33 Provinsi – Tahun 2007.

World Health Organization 2003. Health System Responsiveness: Concepts, Domains and

Operationalization. In : Health System Performance Assessment: Debates, methods and

empirics. WHO: Geneva.

Blum.M.D. Hendrick L. Planning for Health,Second Edition.New York: Human Science Press 1974.

Laporan Riskesdas 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Depkes R.I.

Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) CKD Work Group. KDIGO 2012 Clinical

Practice Guideline for the Evaluation and Management of Chronic Kidney Disease. Kidney

inter., Suppl. 2013; 3: 1—150.

National Heart, Lung, and Blood Institute, National Institute of Health, US. 2004. The seventh report

of the Joint Committee on prevention, detection, evaluation, and treatment of high blood

pressure. NIH Publication No. 04-5230, August 2004. (cited 2007 Nov 2). Available from:

http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/hypertension/jnc7full.pdf.

Report of WHO. Definition and diagnosis of diabetes mellitus and intermediate hyperglycaemia.

Geneva: WHO; 2006. P.9—43.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2010, Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010,

Jakarta

Direktorat Bina Kesehatan Ibu, Kemkes RI, 2010, Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat

Kesehatan Ibu dan Anak, Jakarta.

Direktorat Bina Kesehatan Ibu, Factsheet Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan

Komplikasi, Jakarta, diunduh dari www.kesehatanibu.depkes.go.id/wp-

content/.../download.php?id=59

Direktorat Bina Kesehatan Ibu, Factsheet Pelayanan KB Pasca Salin,

www.kesehatanibu.depkes.go.id/wp-content/.../download.php?id=56

Kemenkes RI, 2011. ―Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan‖, Jakarta.

Kementerian Kesehatan, 1997, Buku Kesehatan Ibu dan Anak, Jakarta, cetakan tahun 2012.

Rajagukguk, Omas Bulan, 2010, Keluarga Berencana dalam Dasar-Dasar Demografi, Salemba

Empat, Jakarta.

Republik DKI JAKARTA, 2002, Undang-Undang RI No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,

Jakarta

Kementrian Kesehatan. 2011. Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Pusat promosi Kesehatan, departemen Kesehatan RI, 2009.Rumah tangga berperilaku hidup bersih

dan sehat

Katzmarzyk,Peter T 2012. Sedentari Behaviour and Life Expectancy in the USA: A Cause Deleted

Life Table Analysis, Digital Access to Scholarship at Harvard, diunduh 14 Nopember 2013

www.dash.harvard.edu/bitstream/handle/1/10445571/3400064.pdf?sequence=1

Page 211: Penelitian dan Pengembangan Kesehatan -Pokok Hasil ... · Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta ... Tujuan riskesdas

179

Katzmarzyk PT, Lee I-M. Sedentari behaviour and life expectancy in the USA: a cause-deleted life

table analysis. BMJ Open 2012;2: e000828. doi:10.1136/ bmjopen-2012-000828.

World Heatlh Organization. 2012. Global Physical Activity Questionnaire (GPAC) Analysis Guide.

Surveillance and Population-based Prevention. Department of Chronic Diseases and Health

Promotion,Geneva. www.who.int/chp/steps

World Heatlh Organization. 2012. WHO STEPS Instrument Question-by Question Guide (core and

expanded). Surveillance and Population-based Prevention. Department of Chronic Diseases

and Health Promotion, Geneva. www.who.int/chp/steps

Kristanti, Ch M, Budiarso, Ratna. Persepsi dan Motivasi Masyarakat Untuk berobat Gigi, Survei

Kesehatan Rumaht Tangga. Jakarta Prosiding Seminar SKRT 1986.

Depkes RI. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 1997. Status Kesehatan Gigi 1995.

Seri SKRT 1995. Seri Survei Kesehatan Rumah Tangga no 7.

Depkes RI. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 1997. Statistik Kesehatan Gigi 1995.

Seri SKRT 1995. Seri Survei Kesehatan Rumah Tangga no 13.

WHO, 1995. Oral Health Care, Needs of the Community. A. Public Health Report.

Depkes RI. Profil Kesehatan Gigi dan mulut. Jakarta 1999

Depkes RI. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 2002. Status Kesehatan Gigi dan Mulut

di Indonesia 2001. Analisis Data Survei Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta 2001.

Depkes RI. Hasil Riskesdas Indonesia 2007. Jakarta 2008.

Kristanti Ch M dkk. Pemetaan Status Kesehatan Gigi dan Mulut di indonesia. Jakarta 2012.

Kemenkes RI. Pokok-Pokok Hasil Riskesdas Indonesia 2013. Jakarta 2013.

Riskesdas 2013 Dalam Angka. Jakarta , 2013.