pneumothorax

25
PNEUMOTHORAX Definisi Pneumotoraks adalah penumpukan udara yang bebas dalam dada diluar paru yang menyebabkan paru kolaps. Pneumotoraks merupakan suatu kondisi dimana terdapat udara pada kavum pleura. Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada. Udara dalam kavum pleura ini dapat ditimbulkan oleh : 1. Robeknya pleura viseralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari alveolus akan memasuki kavum pleura. Pneumotoraks jenis ini disebut sebagai closed pneumotoraks. Apabila kebocoran pleura viseralis berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk saat inspirasi tak akan dapat keluar dari kavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya, udara semakin lama semakin banyak sehingga mendorong mediastinum kearah kontralateral dan menyebabkan terjadinya tension pneumotoraks. 2. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan antara kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar dari 2/3 diameter

Upload: alpi-apriansah

Post on 29-Nov-2015

28 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

interna

TRANSCRIPT

Page 1: Pneumothorax

PNEUMOTHORAX

Definisi

Pneumotoraks adalah penumpukan udara yang bebas dalam dada diluar paru yang

menyebabkan paru kolaps.

Pneumotoraks merupakan suatu kondisi dimana terdapat udara pada kavum pleura.

Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru dapat leluasa

mengembang terhadap rongga dada. Udara dalam kavum pleura ini dapat ditimbulkan oleh :

1. Robeknya pleura viseralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari alveolus

akan memasuki kavum pleura. Pneumotoraks jenis ini disebut sebagai closed

pneumotoraks. Apabila kebocoran pleura viseralis berfungsi sebagai katup, maka

udara yang masuk saat inspirasi tak akan dapat keluar dari kavum pleura pada

saat ekspirasi. Akibatnya, udara semakin lama semakin banyak sehingga

mendorong mediastinum kearah kontralateral dan menyebabkan terjadinya

tension pneumotoraks.

2. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan antara

kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar dari 2/3

diameter trakea, maka udara cenderung lebih melewati lubang tersebut dibanding

traktus respiratorius yang seharusnya. Pada saat inspirasi, tekanan dalam rongga

dada menurun sehingga udara dari luar masuk ke kavum pleura lewat lubang tadi

dan menyebabkan kolaps pada paru ipsilateral. Saat ekspirasi, tekanan rongga

dada meningkat, akibatnya udara dari kavum pleura keluar melalui lubang

tersebut. Kondisi ini disebut sebagai open pneumotoraks (Berck, 2010).

2.2 Epidemiologi

Page 2: Pneumothorax

Pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi pneumotoraks spontan dan

traumatik. Pneumotoraks spontan merupakan pneumotoraks yang terjadi tiba-tiba tanpa

atau dengan adanya penyakit paru yang mendasari. Pneumotoraks jenis ini dibagi lagi

menjadi pneumotoraks primer (tanpa adanya riwayat penyakit paru yang mendasari)

maupun sekunder (terdapat riwayat penyakit paru sebelumnya).

Insidensinya sama antara pneumotoraks primer dan sekunder, namun pria

lebih banyak terkena dibanding wanita dengan perbandingan 6:1. Pada pria, resiko

pneumotoraks spontan akan meningkat pada perokok berat dibanding non perokok.

Pneumotoraks spontan sering terjadi pada usia muda, dengan insidensi puncak pada

dekade ketiga kehidupan (20-40 tahun).

Sementara itu, pneumotoraks traumatik dapat disebabkan oleh trauma

langsung maupun tidak langsung pada dinding dada, dan diklasifikasikan menjadi

iatrogenik maupun non-iatrogenik. Pneumotoraks iatrogenik merupakan tipe

pneumotoraks yang sangat sering terjadi (Berck, 2010).

Umur : Biasanya terjadi pada orang yang ber usia 20-40 tahun

Seks : Lebih sering pada pria

Pneumotoraks spontan primer

Biasanya terjadi pada anak laki-laki yang tinggi, kurus dan usia 10-30 tahun

Incidens pada usia tertentu: 7,4-18 kasus per 100.000 orang per tahun pada laki-

laki 1,2-6 kasus per 100.000 orang per tahun pada perempuan

Pneumotoraks spontan sekunder

Umur : Puncak kejadian di usia 60-65 tahun insidensi 6,3 kasus per 100.000

orang per tahun pada laki-laki 2,0 kasus per 100.000 orang per tahun pada

perempuan 26 per 100.000 pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik per

tahun (McCool FD, 2008)

Page 3: Pneumothorax

Kejadian pneumotoraks spontan primer adalah 18 per 100.000 orang per tahun dan 6

per 100.000 perempuan per tahunnya.

Hal ini terjadi paling sering di usia 20-an, dan pneumotoraks spontan primer jarang

terjadi di atas usia 40.

Pneumotoraks spontan sekunder biasanya terjadi antara usia 60 dan 65.

Antara Tahun 1991 dan 1995 tingkat MRS di UK Hospitalbaik untuk pneumotoraks

spontan primer dan sekunder adalah 16,7 per 100.000 orang per tahun dan 5,8 per

100.000 perempuan per tahun.

Rekurensiakan terjadi pada sekitar 30% dari 45% primer dan sekunder pneumotoraks.

Hal ini sering terjadi dalam 6 bulan, dan biasanya dalam waktu 3 tahun. (Korom S,

2011)

2.3 Klasifikasi Pneumotoraks Berdasarkan Mekanisme Kejadian

2.3.1 Pneumotoraks spontan

2.3.1.1 Pneumotoraks Spontan Primer

Pneumotoraks ini merupakan pneumotoraks yang terjadi pada paru-paru yang sehat

dan tidak ada pengaruh dari penyakit yang mendasari. Angka kejadian pneumotoraks spontan

primer (PSP) sekitar 18-28 per 100.000 pria pertahun dan 1,2-6 per 100.000 wanita pertahun

(Mackenzie and Gray, 2007). Umumnya, kejadian ini terjadi pada orang bertubuh tinggi, kurus,

dan berusia antara 18-40 tahun. Mekanisme yang diduga mendasari terjadinya PSP adalah

ruptur bleb subpleura pada apeks paru-paru (Heffner and Huggins, 2004). Udara yang terdapat

di ruang intrapleura tidak didahului oleh trauma, tanpa disertai kelainan klinis dan radiologis.

Namun banyak pasien yang dinyatakan mengalai PSP mempunyai penyakit paru-paru

subklinis. Riwayat keluarga dengan kejadian serupa dan kebiasaan merokok meningkatkan

resiko terjadinya pneumotoraks ini (Heffner and Huggins, 2004).

Page 4: Pneumothorax

Faktor yang saat ini diduga berperan dalam patomekanisme PSP adalah terdapat

sebagian parenkim paru-paru yang meningkat porositasnya. Peningkatan porositas

menyebabkan kebocoran udara viseral dengan atau tanpa perubahan emfisematous paru-paru.

Hubungan tinggi badan dengan peningkatan resiko terjadinya PSP adalah karena gradien

tekanan pleura meningkat dari dasar ke apeks paru. Akibatnya, alveoli pada apeks paru-paru

orang bertubuh tinggi rentan terhadap meningkatnya tekanan yang dapat mendahului proses

pembentukan kista subpleura (Mackenzie and Gray, 2007).

PSP umumnya dapat ditoleransi dengan baik oleh penderitanya karena tidak adanya

penyakit paru-paru yang mendasari (Heffner and Huggins, 2004). Pada sebagian besar kasus

PSP, gejala akan berkurang atau hilang secara spontan dalam 24-48 jam. Kecepatan absorpsi

spontan udara dari rongga pleura sekitar 1,25-1,8% dari volume hemitoraks per hari, dan

suplementasi oksigen sebesar 10 lpm akan meningkatkan kecepatan absorpsi sampai dengan

empat kali lipat (Mackenzie and Gray, 2007). Beberapa macam terapi yang dapat dilakukan

pada pasien PSP antara lain observasi, drainase interkostal dengan atau tanpa pleurodesis,

dan video-assisted thoracoscopic surgery (VATS) (Heffner and Huggins, 2004).

Panduan terapi untuk PSP dikeluarkan oleh British Thoracic Society (BTS) dan

American College of Chest Physician (ACCP). Terdapat perbedaan untuk besar-kecilnya

pneumotoraks dan jenis terapi untuk PSP kecil simtomatik dan PSP simtomatik yang stabil di

antara keduanya(Mackenzie and Gray, 2007). Berikut adalah ringkasan gabungan panduan

terapi menurut BTS dan ACCP (Mackenzie and Gray, 2007).

a. Clinically stable small pneumotoraks

Kedua panduan menyatakan terapi untuk pasien stabil dengan pneumotoraks

kecil (<2 cm, BTS; <3 cm, ACCP) dan gejala minimal adalah dengan melakukan

observasi dan di-KRS-kan. Panduan ACCP menyarankan dilakukannya observasi

sekitar 3-6 jam, foto rontgen paru-paru, diKRSkan dengan instruksi lengkap, dan

pasien diminta untuk kontrol dalam dua hari berikutnya.

Page 5: Pneumothorax

b. Large pneumotoraks and symptomatic small pneumotoraks

Pasien yang tergolong dalam PSP ini membutuhkan intervensi. BTS

merekomendasikan aspirasi sederhana sebagai terapi lini pertama pada PSP luas

dengan kondisi stabil dan pneumotoraks kecil simtomatis. CXR dilakukan setelah

aspirasi untuk menentukan apakah terdapat perbaikan. Apabila tidak ada

perbaikan atau pasien masih simtomatis dan jumlah aspirasi awal kurang dari 2,5

liter aspirasi ulangan dapat dilakukan. Apabila aspirasi pertama sudah lebih dari

2,5 liter atau aspirasi ulangan tidak berhasil maka pemasangan drain interkostal

harus dilakukan.

c. Clinically unstable patients with a large pneumotoraks

Pada pasien yang termasuk dalam kategori ini sebaiknya dilakukan pemasangan

drain interkostal dan di-MRS-kan. Paru-paru harus dapat mengembang

sepenuhnya 24 jam sebelum drain dilepas. CXR dilakukan setiap 24 jam.

d. Surgical intervention

Terapi pembedahan harus mulai dipikirkan apabila terdapat kebocoran udara

persisten atau paru-paru gagal melakukan re-ekspansi setelah 3-5 hari.Indikasi

dilakukannya operasi meliputi terjadinya pneumotoraks ipsilateral yang kedua,

pneumotoraks kontralateral yang pertama, dan adanya reiko pekerjaan seperti

penyelam atau pilot. Pasien dengan profesi tersebut sebaiknya menjalani

tindakan operasi bilateral. Pilihan terapi pembedahan yang dapat dilakukan

seperti VATS, pleural abrasion, surgical talc pleurodesis, pleurectomy, dan open

thoracostomy (Mackenzie and Gray, 2007)

Pada pemasangan drain interkostal, ukuran kateter pleura tidak mempengaruhi

efektivitas drain pada terapi PSP. Selain itu, tidak ada korelasi antara ukuran drain dan tingkat

komplikasi, rekurensi, dan lamanya pasien dirawat. Namun kateter dengan diameter kecil tidak

dapat digunakan apabila terdapat cairan pleura (karena dapat menyumbat) dan adanya

Page 6: Pneumothorax

kebocoran udara (menyebabkan reekspansi yang tidak adekuat). Suction hanya dapat

dipertimbangkan 48 jam setelah pemasangan drain untuk mengurangi resiko terjadinya edema

re-ekspansi paru-paru dan harus dikonsulkan kepada dokter ahli paru-paru. BTS

merekomendasikan sistem suction dengan volume besar dan tekanan rendah (-10 to -20 cm

H2O). Drain sebaiknya tidak diklem kecuali diminta oleh ahli paru atau spesialis bedah TKV.

Pengekleman drain dapat berbahaya dan tidak ada bukti yang menunjukkan peningkatan angka

keberhasilan atau penurunan resiko rekurensi. Indikasi klem drain adalah apabila terdapat

kebocoran udara terus menerus karena berpotensi menyebabkan tension pneumotoraks.

2.3.1.2 Pneumotoraks Spontan Sekunder

PSS merupakan pneumotoraks yang terjadi pada pasien dengan penyakit paru yang

mendasari. Umumnya PSS terjadi sebagai komplikasi COPD, fibrosis kistik, tuberkulosis,

pneumocystits pneumonia, dan menstruasi. PSS juga dapat terjadi ada penyakit intersisiel paru

seperti sarcoidosis, lymphangioleiomyomatosis, langerhans cell histiocytosis and tuberous

sclerosis. Secara umum udara pada PSS memasuki rongga pleura melalui alveoli yang melebar

atau rusak. Perburukan klinis dan sequelae biasanya terjadi akibat adanya kondisi komorbid.

Causa terbanyak PSS adalah COPD, khususnya COPD sedang-berat. Apabila

pneumotoraks terjadi pasien COPD gejala sesak napas yang progresif muncul dan biasanya

bersamaan dengan nyeri pleuritik. PSS merupakan penanda signifikan untuk mortalitas pasien

COPD. Setiap kejadian pneumotoraks meningkatkan resiko kematian sampai dengan empat

kali lipat. Sekitar 40-50% pasien akan mengalami PSS yang kedua apabila pleurodesis tidak

dilakukan (Heffner and Huggins, 2004).

Untuk penangan PSS, ACCP merekomendasikan pemasangan chest tube untuk

setiap pasien PSS, dan pleurodesis pada episode pertama PSS guna mencegaj rekurensi.

Sedangkan rekomendasi BTS merekomendasikan aspirasi dengan syringe dan kateter untuk

pasien pneumotoraks kecil dengan penyakit paru yang mendasari ringan. Sebagian besar

Page 7: Pneumothorax

pasien membutuhkan drainase melalui chest tube. Pelepasan chest tube dilakukan setelah

terjadi re-ekspansi paru dan resolusi kebocoran udara. Pleurodesis merupakan terapi pilihan

terakhir dan dilakukan pada pasien dengan kebocoran udara yang tidak teratasi dan mengalami

pneumotoraks rekuren (Mackenzie and Gray, 2007).

2.3.2 Pneumotoraks Traumatik

2.3.2.1 Pneumotoraks Traumatik Iatrogenik

Pneumotoraks iatrogenikmerupakan pneumotoraks yang terjadi akibat pembukaan

rongga paru secara paksa saat tidakan dianosis atau terapi invasif dilakukan . Tindakan seperti

thoracocentesis, biopsi pleura, pemasangan kateter vena sentral, biopsi paru perkutan,

bronkoskopi dengan biopsi transbronkial, aspiasi transtoracic, dan ventilasi tekanan positif

dapat menjadi etiologinya. Akibatnya, pasien perlu lebih lama dirawat di rumah sakit (Yilmaz, et

al, 2002).

Penyebab utama terjadinya pneumotoraks iatrogeni adalah aspirasi jarm halus

transthoracic. Dua faktor yang memegang perang penting adalah ukuran dan kedalaman lesi.

Apa bila lesi kecil dan dalam maka resiko pneumotoraks meningkat. Penyebab kedua terbanyak

adalah pemasangan kateter vena sentral. Penyebab lainnya antara lain akupunkktur

transthoracic, resusitasi jantung-paru, dan penyalahgunaan obat melalui vena leher (Sharma,

2009).

2.3.2.2 Pneumotoraks Traumatik Non Iatrogenik

Pneumotoraks jenis ini terjadi akibat trauma tumpul atau tajam yang merusak pleura

viseralis atau parietalis. Pada trauma tajam, luka menyebabkan udara dapat masuk ke rongga

pleura langsung ke dinding toraks atau memenuju pleura viseralis melalui cabang-cabang

trakeobronkial. Luka tusuk atau luka tembak secara langsung melukai paru-paru perifer

Page 8: Pneumothorax

menyebabkan terjadinya hemothoraks dan pneumotoraks di lebih dari 80% lesi di dada akibat

benda ajam (Sharma, 2009).

Pada trauma tumpul pneumotoraks terjadi apabila pleura viseralis terobek oleh fraktur

atau dislokasi costa. Kompresi dada tiba-tiba menyebabkan peningkatan tekanan alveolar

secara tajam dan kemudian terjadi ruptur alveoli. Saat alveoli ruptur udara masuk ke rongga

intersisiel dan terjadi diseksi menuju pleura viseralis atau mediastinum. Pneumotoraks terjadi

saat terjadi ruptur pada pleura viseralis atau mediastinum dan udara masuk ke rongga pleura.

Manifestasi klinisnya dapat berupa Fallen lung sign/peptic lung sign di mana hilus paru terletak

lebih rendah dari normal atau terdapat pneumotoraks persisten dengan chest tube terpasang

dan berfungsi dengan baik (Sharma, 2009).

Pneumotoraks traumatik noniatrogenik juga dapat terjadi akibat barotrauma. Pada

suhu konstan, volume massa udara berbanding terbalik dengan tekanannya, sehingga apabila

ditempatkan pada ketinggian 3050 m, volume udara yang tersaturasi pada tubuh meningkat 1,5

kali lipat daripada saat di ketinggian permukaan laut. Pada peningkatan tekanan tersebut, udara

yang terjebak dalam bleb dapat mengalami ruptur dan menyebabkan pneumotoraks. Hal ini

biasanya terjadi pada kru pesawat terbang. Sedangkan pada penyelam, udara yang

terkompresi dialirkan ke paru-paru harus melalui regulator dan sewaktu naik ke permukaan

barotrauma dapat terjadi seiring dengan penurunan tekanan secara cepat sehingga udara yang

terdapat di paru-paru dapat menyebabkan pneumotoraks (Sharma, 2009)

2.4 Klasifikasi Pneumotoraks Berdasarkan Jenis Fistulanya

2.4.1 Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)

Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding dada),

sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura

awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap

oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami reekspansi,

Page 9: Pneumothorax

sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali

negatif.Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap

negatif. Misal terdapat robekan pada pleura viseralis dan paru atau jalan nafas atau

esofagus, sehingga masuk vakum pleura karena tekanan vakum pleura negatif (Alsagaff,

2009).

2.4.2 Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax)

Pneumotoraks terbuka yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga

pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar karena terdapat luka

terbuka pada dada. Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara

luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini

sesuai dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan.Pada saat

inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan menjadi

positif.Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada

saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking

wound) (Alsagaff, 2009).

2.4.3 Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)

Pneumotoraks ventil adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan

makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat

ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya

dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di

dalam rongga pleura tidak dapat keluar. Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin

lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer.Udara yang terkumpul dalam rongga

pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas (Alsagaff,

2009).

2.5 Patofisiologi Pneumotoraks

Page 10: Pneumothorax

Pneumotoraks diklasifikasikan atas pneumotoraks spontan, traumatik, iatrogenik.

Pneumotoraks spontan dibagi lagi menjadi pneumotoraks spontan primer dan sekunder.

Pneumotoraks traumatik disebabkan oleh trauma pada organ paru dan pneumotoraks

iatrogenik merupakan komplikasi dari intervensi diagnostic ataupun terapeutik.

Pneumotoraks spontan primer terjadi tanpa kelainan atau penyakit paru yang

mendasarinya, namun pada sebuah penelitian dilaporkan bahwa bula subpleural ditemukan

pada 76-100% pasien pneumotoraks spontan primer dengan tindakan video-assisted

thoracoscopic surgery dan torakotomi. Kasus pneumotoraks spontan primer sering

dihubungkan dengan faktor resiko merokok yang mendasari pembentukan bula subpleural,

namun pada sebuah penelitian dengan komputasi tomografi (CT-scan) menunjukkan bahwa

89% kasus dengan bula subpleural adalah perokok berbanding dengan 81% kasus adalah

bukan perokok.

Mekanisme pembentukkan bula masih merupakan spekulasi namun sebuah teori

menjelaskan bahwa terjadi degradasi serat elastin paru yang diinduksi oleh rokok yang

kemudian diikuti oleh serbukan neutrofil dan makrofag. Proses ini menyebabkan

ketidakseimbangan protease-antiprotease dan sistem oksidan-antioksidan serta menginduksi

terjadinya obstruksi saluran nafas akibat proses inflamasi. Hal ini akan meningkatkan tekanan

alveolar sehingga terjadi kebocoran udara ke jaringan interstitial paru menuju hilus dan

menyebabkan pneumomediastinum. tekanan di mediastinum akan meningkat dan pleura

parietalis pars mediastinum ruptur sehingga terjadi pneumotoraks.

Rongga pleura memiliki tekanan negatif, sehingga bila rongga ini terisi oleh udara

akibat rupturnya bula subpleural, paru-paru akan kolaps sampai tercapainya keseimbangan

tekanan tercapai atau bagian yang ruptur tersebut ditutup. Paru-paru akan bertambah kecil

dengan bertambah luasnya pneumotoraks. Konsekuensi dari proses ini adalah timbulnya sesak

akibat berkurangnya kapasitas vital paru dan turunnya PO2.

Page 11: Pneumothorax

Sebuah penelitian lain menunjukkan bahwa faktor genetik berperan dalam

patogenesis terjadinya pneumotoraks spontan primer. Beberapa kasus pneumotoraks spontan

primer ditemukan pada kelainan genetik tertentu, seperti: sindrom marfan, homosisteinuria,

serta sindrom Birt-Hogg-Dube.

Pneumotorakas spontan sekunder terjadi akibat kelainan/penyakit paru yang sudah

ada sebelumnya. Mekanisme terjadinya adalah akibat peningkatan tekanan alveolar yang

melebihi tekanan interstitial paru. Udara dari alveolus akan berpindah ke interstitial menuju hilus

dan menyebabkan pneumomediastinum. Selanjutnya udara akan berpindah melalui pleura

parietalis pars mediastinal ke rongga pleura dan menimbulkan pneumotoraks. Beberapa

penyebab terjadinya pneumotoraks spontan sekunder adalah:

Penyakit saluran napas

o PPOK

o Kistik fibrosis

o Asma bronchial

Penyakit infeksi paru

o Pneumocystic carinii pneumonia

o Necrotizing pneumonia (infeksi oleh kuman anaerobik, bakteri gram negatif atau

staphylokokus)

Penyakit paru interstitial

o Sarkoidosis

o Fibrosis paru idiopatik

o Granulomatosis sel langerhans

o Limfangioleimiomatous

o Sklerosis tuberus

Penyakit jaringan penyambung

Page 12: Pneumothorax

o Artritis rheumatoid

o Spondilitis ankilosing

o Polimiositis dan dermatomiosis

o Sleroderma

o Sindrom Marfan

o Sindrom Ethers-Danlos

Kanker

o Sarkoma

o Kanker paru

Endometriosis toraksis

Pneumotoraks traumatik dapat disebabkan oleh trauma penetrasi maupun non-

penetrasi.Trauma tumpul atau kontusio pada dinding dada juga dapat menimbulkan

pneumotoraks. Bila terjadi pneumotoraks, paru akan mengempes karena tidak ada lagi tarikan

ke luar dnding dada. Pengembangan dinding dada pada saat inspirasi tidak diikuti dengan

pengembangan paru yang baik atau bahkan paru tidak mengembang sama sekali. Tekanan

pleura yang normalnya negatif akan meningkat hingga menyebabkan gangguan ventilasi pada

bagian yang mengalami pneumotoraks.

Pneumotoraks iatrogenik merupakan komplikasi dari prosedur medis atau

bedah.Salah satu yang paling sering adalah akibat aspirasi transtorakik (transthoracic needle

aspiration), torakosentesis, biopsy transbronkial, ventilasi mekanik tekanan positif (positive

pressure mechanical ventilation).Angka kejadian kasus pneumotoraks meningkat apabila

dilakukan oleh klinisi yang tidak berpengalaman.

Pneumotoraks ventil (tension pneumotoraks) terjadi akibat cedera pada parenkim

paru atau bronkus yang berperan sebagai katup searah.Katup ini mengakibatkan udara

bergerak searah ke rongga pleura dan menghalangi adanya aliran balik dari udara

Page 13: Pneumothorax

tersebut.Pneumotoraks ventil biasa terjadi pada perawatan intensif yang dapat menyebabkan

terperangkapnya udara ventilator (ventilasi mekanik tekanan positif) di rongga pleura tanpa

adanya aliran udara balik.

Udara yang terperangkap akan meningkatkan tekanan positif di rongga pleura

sehingga menekan mediastinum dan mendorong jantung serta paru ke arah kontralateral. Hal

ini menyebabkan turunnya curah jantung dan timbulnya hipoksia. Curah jantung turun karena

venous return ke jantung berkurang, sedangkan hipoksia terjadi akibat gangguan pertukaran

udara pada paru yang kolaps dan paru yang tertekan di sisi kontralateral. Hipoksia dan

turunnya curah jantung akan menggangu kestabilan hemodinamik yang akan berakibat fatal jika

tidak ditangani secara tepat.

2.6 Diagnosis Pneumotoraks

2.6.1 Keluhan

a) Nyeri dada hebat yang tiba-tiba pada sisi paru terkena khususnya padasaat bernafas

dalam atau batuk.

b) Sesak, dapat samapai berat, kadang bisa hilang dalam 24 jam, apabila

sebagian paru yang kolaps sudah mengembang kembali

c) Mudah lelah pada saat beraktifitas maupun beristirahat.

d) Warna kulit yang kebiruan disebabkan karena kurangnya oksigen (cyanosis)

2.6.2 Pemeriksaan Fisik

a) Inspeksi: dapat terjadi pencembungan dan pada waktu pergerakan nafas, tertinggal

pada sisi yang sakit

b) Palpasi: Pada sisi yang sakit ruang sela iga dapat normal atau melebar, iktus jantung

terdorong kesisi thoraks yang sehat. Fremitus suara melemah atau menghilang.

c) Perkusi: Suara ketok hipersonor samapi tympani dan tidak bergetar, batas jantung

terdorong ke thoraks yang sehat, apabila tekanannya tinggi

Page 14: Pneumothorax

d) Auskultasi: suara nafas melemah sampai menghilang, nafas dapat amforik apabila

ada fistel yang cukup besar

2.6.3 Pemeriksaan Penunjang

a) Radiologis:

1. Tampak bayangan hiperlusen baik bersifat lokal maupun general

2. Pada gambaran hiperlusen ini tidak tampak jaringan paru, jadi avaskuler.

3. Bila pneumotoraks hebat sekali dapat menyebabkan terjadinya kolaps dari paru-

paru sekitarnya, sehingga massa jaringan paru yang terdesak ini lebih padat

dengan densitas seperti bayangan tumor.

4. Biasanya arah kolaps ke medial

5. Bila hebat sekali dapat menyebabkan terjadinya perdorongan pada jantung

misalnya pada pneumotoraks ventil atau apa yang kita kenal sebagai tension

pneumothorax

6. Juga mediastinum dan trakea dapat terdorong kesisi yang berlawanan.

b) BGA: untuk memeriksa kadar oksigen dalam darah pasien

2.7. Penatalaksanaan Pneumotoraks

2.7.1 Penatalaksanaan Awal pada Pneumotoraks

Penatalaksanaan awal pada semua pasien trauma adalah dilakukan stabiisasi leher

hingga dipastikan pasien tidak mengalami cedera cervical dengan cara memasang cervical

collar atau dengan kantong berisi pasir. Evaluasi tingkat kesadaran dengan menyapa pasien

dan dilaknjutkan dengan pemeriksaan ABC (airway, breathing, circulation) (Boon, 2008).

Pada pemeriksaan jalan nafas yaitu membuka jalan nafas dengan jaw thrust (bila

dicurigai terdapat cedera cervical/pada pasien tidak sadar) atau head tilt chin lift dilanjutkan

dengan membersihkan rongga mulut dengan swab mengunakan jari telunjuk, mempertahankan

jalan nafas agar tetap terbuka. Pada pasien tidak sadar dilakukan pemasangan orofaringeal

tube untuk mencegah lidah jatuh dan menutup jalan nafas (Boon, 2008).

Page 15: Pneumothorax

Pemeriksaan pernafasan yaitu melihat, mendengar, dan merasakan dilakukan secara

bersamaan. Pada pasien dengan pneumotoraks perkembangan dinding dada asimetris, deviasi

trakea ke paru yang sehat, JVP meningkat, suara nafas menurun bahkan menghilang dan pada

perkusi didapatkan hipersonor. Bila didapatkan tanda-tanda tersebut, langsung dilakukan

tindakan needle thoracostomy (Boon, 2008).

Pemeriksaan nadi carotis dan radialis didapatkan takhikardi, akral dan memeriksa

capillary refill test. Dilakukan pemasangan intravenous line, bila terjadi perdarahan masif

dilakukan pemasangan double line dengan cairan kristaloid (Boon, 2008).

2.7.2 Penatalaksanaan Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)

Kebanyakan simple pneumothoraces akan membutuhkan pemasangan intecostal

chest drain sebagai terapi definitif. Pneumothoraces kecil, khususnya yang hanya terlihan

dengan CT dapat diobservasi. Keputusan untuk data diobservasi berdasarkan status klinis

pasien prosedur yang direncanakan berikutnya. Pemasangan chest tube cocok pada kasus

yang terdapat multiple injury, pasien yang menjalani anestesia yang berkepanjangan, atau

pasien yang akan ditransfer dengan jarak yang jauh dimana deteksi peningkatan atau tension

pneumothorax mungkin sulit atau tertunda (Brohi, 2004).

2.7.3 Penatalaksanaan Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax)

Oksigen 100% harus diberikan melalui facemask. Intubasi harus dipertimbangkan bila

oksigenasi atau ventilasi tidak adekuat. Intubasi tidak boleh menunda pemasangan chest tube

dan penutupan luka. Manajemen definitif pada open pneumotoraks adalah menutup luka dan

segera memasang intercostal chest drain (Brohi, 2004).

Bila chest drain tidak tersedia dan pasien jauh dari fasilitas yang bisa melakukan

terapi definitif perban dapat diletakkan di atas luka dan diplester pada tiga sisinya. Secara teori,

hal tersebut bertindak sebagai katup-flap untuk memungkinkan udara keluar dari pneumotoraks

Page 16: Pneumothorax

selama ekspirasi, namun tidak masuk selama inspirasi. Hal ini mungkin sulit bila dilakukan

pada luka yang luas dan efeknya sangat bervariasi. Sesegera mungkin chest drain harus

dipasang dan luka ditutup (Brohi, 2004).

2.7.4 Penatalaksanaan Tension Pneumothorax

2.7.4.1 Needle Thoracostomy

Manajemen klasik tension pneumothorax adalah dekompresi dada emergensi dengan

needle toracostomy. Jarum ukuran 14-16 G ditusukkan pada Intercostal Space (ICS) II Mid

Clavicular Line (MCL). Jarum dipertahankan hingga udara dapat dikeluarkan melalui spuit yang

terhubung dengan jarum. Jarum ditarik dan kanul dibiarkan terbuka di udara. Udara yang keluar

dengan cepat dari dada menunjukkan adanya tension pneumothorax. Manuver ini mengubah

tension pnemothorax menjadi simple pneumothorax (Brohi, 2004).

2.7.4.2 Pemasangan Chest Tube

Pemasangan chest tube merupakan terapi definitif pada tension pnemothorax. Chest

tube harus tersedia dengan cepat di ruang resusitasi dan pemasangannnya biasanya cepat.

Pemasangan terkontrol chest tube lebih baik untuk blind needle thoracostomy. Hal ini

menyebabkan status respiratori dan hemodinamik pasien akan menoleransi beberapa menit

tambahan untuk melakukan surgical thoracostomy. Setelah pleura dimasuki (diseksi tumpul),

tekanan akan didekompresi dan pemasangan chest tube dapat dilakukan tanpa terburu-buru.

Hal ini terutama berlaku bagi pasien yang terventilasi manual dengan tekanan positif (Brohi,

2004).

2.8 Komplikasi Pneumotoraks

Komplikasi yang dapat terjadi pada pneumotoraks antara lain adalah

pneumomediastinum dan emfisema subkutis. Pneumomediastinum dapat terjadi melalui tiga

tahap yang umum disebut dengan efek Macklin. Urutan kejadiannya adalah terjadinya ruptur

Page 17: Pneumothorax

alveolar kemudian terjadi diseksi sepanjang seubung bronkovaskuler menuju daerah hilus dan

akhirnya udara mencapai mediastinum. Pneumomediastinum jarang menyebabkan komplikasi

klinis yang signifikan. Tetapi pada beberapa kasus, tension pneumomediastinum dapat

menyebabkan peningkatan tekanan mediastinum sehingga terjadi penekanan langsung

terhadap jantung atau menurunkan aliran darah balik sehingga terjadi penurunan curah jantung.

Pneumomediastinum dapat berkembang menjadi emfiesema subkutis. Apabila udara pada

subkutan dan mediastinum sangat banyak dapat terjadi kompresi jalan napas dan jantung

(Carolan, 2010).

Gambar 2.1 Pneumomediastinum Gambaran pneumomediastinum pada foto thoraks tampak

sebagai daerah radiolusens di sekitar batas jantung kiri.

Mediastinum berhubungan dengan daerah submandibula, retrofaringeal, dan

selubung pembuluh darah leher, dan toraks lateral (Carolan, 2010). Emfisema subkutis terjadi

akibat udara memasuki daerah-daerah tersebut dan bermanifestasi sebagai pembengkakan

tidak nyeri. Pada palpasi akan terasa seperti kertas. Gambaran radiologis untuk emfisema

subkutis adalah radiolusen di tepian struktur anatomi terkait.Komplikasi ini dapat memperparah

keadaan pasien dengan pneumotoraks akibat kompresi jalan napas. Pertolongan pertama yang

dapat dilakukan apabila terjadi distres adalah insisi kulit dengan pisau pada daerah kulit yang

mengalami pembengkakan (Paramasivam, 2008).

Page 18: Pneumothorax