pneumonia pada anak

11
Pneumonia Pada Anak : UNICEF dan WHO menyebutkan pneumonia sebagai penyebab kematian tertinggi anak balita By pdpersi.co.id Surabaya - Pneumonia sebenarnya bukan penyakit baru. Tahun 1936 pneumonia menjadi penyebab kematian nomor satu di Amerika. Penggunaan antibiotik, membuat penyakit ini bisa dikontrol beberapa tahun kemudian. Namun pada ahun 2000, kombinasi pneumonia dan influenza kembali merajalela. Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah kardiovaskuler dan TBC. Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian. Kasus pneumonia ditemukan paling banyak meyerang anak balita. Menurut laporan WHO, sekitar 800.000 hingga 1 juta anak meninggal dunia taiap tahun akibat pneumonia. Bahkan UNICEF dan WHO menyebutkan pneumonia sebagai kematian tertinggi anak balita, melebihi penyakit-penyakit lain seperti campak, malaria serta AIDS. Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang. Kantong-kantong udara dalam paru yang disebut alveolidipenuhi nanah dan cairan sehingga kemampuan menyerap oksigen menjadi berkurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa bekerja. Karena inilah, selain penyebaran infeksi ke seluru tubuh, penderita pneumonia bisa meninggal. Sebenarnya pneumonia bukanlah penyakit tunggal. Penyebabnya bisa bermacam-macam dan diketahui ada 30 sumber inefksi dengan sumber utama bakteri, virus, mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia maupun partikel. Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus ( biasanya siebut bronchopneumonia). Gejala penyakit ini berupa napas cepat dan napas sesak, karean paru meradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang 1 tahun, dan 40 kali per menit atau lebih pada usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Pada anak dibawah usia 2 bulan, tidak dikenal diagnosis pneumonia. Pneumonia berat ditandai dengan adanya batuk atau (juga disertai) kesukaran bernapas, napas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam pada anak usia 2 bulan sampai anak usia kurang dari 5 tahun. Pada kelompok usia ini dikenal juga pneumonia sangat berat dengan gejala batuk, kesukaran bernapas disertai gejala sianosis sentral dan tidak dapat minum. Sementara untuk anak di bawah 2 bulan, pneumonia berat ditandai dengan frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih atau (juga disertai) penarikan kuat pada dinding dada sebelah bawah. Perbedaan yang mendasar antara pneumonia dan TBC terletak pada jenis mikroorganisme yang menginfeksi. Pneumonia yang ada di masyarakat umumnya, disebabkan oleh bakteri, virus, atau mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus), bakteri yang umum adalah streptococcus Pnemoniae, Staphylococcus Aureus, Klebsiella sp, Pseudomonas sp. Sedangkan yang disebabkan virus, misalnya virus influensa. Pada TBC, jenis mikroorganisme yang menginfeksinya adalah mikrobakterium tuberculosis. Balita rentanterken penyakit pneumonia, umumnya dikerenakan lemahnya atau belum sempurnanya sistem kekebalan tubuh mereka. Oleh sebab itu, mikroorganisme atau kuman lebih mudah menembus pertahanan tubuh. Jenis bakteri Pneumococcus atau pneumokok belakangan semakin populer seiring dengan dikenalnya jenis penyakit Invasive Pneumococcal Disease (IPD). Selain pneumonia, yang termasuk IPD adalah radang selaput otak (meningitis) atau infeksi darah (bakteremia). Pada pneumonia yang disebabkan oleh bakteri pneumokok, kerap menimbulkan komplikasi dan mengakibatkan penderita juga terkena meningitis atau bakteremia. Bakteri pneumokok ini dapat masuk melalui infeksi pada daerah mulut dan tenggorokan, menembus jaringan mukosa lalu masuk ke pembuluh darah, mengikuti aliran darah sapai ke paru-paru dan selaput otak. “Akibatnya, timbul peradanganpada paru dan dan daerah selaput otak. Gejala khususnya adalah demam, sesak napas, napas dan nadi cepat, dahak berwarna kehijauan atau seperti karet, serta gambaran hasil ronsen memperlihatkan kepadatan pada bagian paru. Kepadatan terjadi karena paru dipenuhi sel radang dan cairan yang sebenarnya merupakan reaksi tubuh untuk mematikan kuman. Tapi akibatnya fungsi paru terganggu, penderita mengalami kesulitan bernapas, karena tak tersisa ruang untuk oksigen. Namun, gejala awalnya yang tergolong sederhana seringkali membuat orang tua kurang waspada terhadap penyakit ini. Orang tua sering datang terlambat membawa anaknya ke dokter. Karena gejala awal panas dan batuk, orang tua sring mengobati sendiri di rumah dengan obat biasa, bila sudah sesak baru dibawa ke dokter. Sebaiknya bila anak mengalami panas tinggi dan batuk, segeralah dibawa ke dokter untuk dicari tahu penyebabnya. Diagnosis dan Pengobatan Diagnosis pneumonia dilakukan dengan berbagai cara. Pertama dengan pemeriksaan fisik secra umum. Setelah itu ada pula pemeriksaan penunjang seperti rontgen paru dan pemeriksaan darah. Penanganan pneumonia pun dapat dilakukan dengan berbagai cara. Umumya pengobatan dengan pemberian antibiotik. Penderita pneumonia dapat sembuh bila diberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kumannya, hanya saja memerlukan dosis yang tinggi dan waktu yang lama . Namun, bakteri Streptococcus pneumoniae mulai resisten atau kebal terhadap beberapa jenis antibiotik. Bahkan kawasan Asia dinyatakan sebagai hot zone, yakni daerah dengan tingkat resistensi tinggi untuk bakteri pneumokok. Oleh sebab itu apabila pneumonia yang dialami cukup parah, penanganannya juga dilakukan dengan cara opname. Dengan perawatan khusus di rumah sakit, pasien bisa mendapatkan istirahat dan pengobatan yang lebih intensif, atau bahkan terapi oksigen sebagai penunjang. Selain itu penderita pneumonia juga membutuhkan banyak cairan untuk mencegahnya dari dehidrasi. Cairan ini bisa diperoleh dengan cara minum air putih melalui infus.

Upload: brigitta-andar-natalia

Post on 12-Aug-2015

88 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

interna anak

TRANSCRIPT

Pneumonia Pada Anak : UNICEF dan WHO menyebutkan pneumonia sebagai penyebab kematian tertinggi anak balitaBy pdpersi.co.id

Surabaya - Pneumonia sebenarnya bukan penyakit baru. Tahun 1936 pneumonia menjadi penyebab kematian nomor satu di Amerika. Penggunaan antibiotik, membuat penyakit ini bisa dikontrol beberapa tahun kemudian. Namun pada ahun 2000, kombinasi pneumonia dan influenza kembali merajalela.

Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah kardiovaskuler dan TBC. Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian. Kasus pneumonia ditemukan paling banyak meyerang anak balita. Menurut laporan WHO, sekitar 800.000 hingga 1 juta anak meninggal dunia taiap tahun akibat pneumonia. Bahkan UNICEF dan WHO menyebutkan pneumonia sebagai kematian tertinggi anak balita, melebihi penyakit-penyakit lain seperti campak, malaria serta AIDS.

Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang. Kantong-kantong udara dalam paru yang disebut alveolidipenuhi nanah dan cairan sehingga kemampuan menyerap oksigen menjadi berkurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa bekerja. 

Karena inilah, selain penyebaran infeksi ke seluru tubuh, penderita pneumonia bisa meninggal. Sebenarnya pneumonia bukanlah penyakit tunggal. Penyebabnya bisa bermacam-macam dan diketahui ada 30 sumber inefksi dengan sumber utama bakteri, virus, mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia maupun partikel.

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus ( biasanya siebut bronchopneumonia). Gejala penyakit ini berupa napas cepat dan napas sesak, karean paru meradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang 1 tahun, dan 40 kali per menit atau lebih pada usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Pada anak dibawah usia 2 bulan, tidak dikenal diagnosis pneumonia.

Pneumonia berat ditandai dengan adanya batuk atau (juga disertai) kesukaran bernapas, napas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam pada anak usia 2 bulan sampai anak usia kurang dari 5 tahun. Pada kelompok usia ini dikenal juga pneumonia sangat berat dengan gejala batuk, kesukaran bernapas disertai gejala sianosis sentral dan tidak dapat minum. Sementara untuk anak di bawah 2 bulan, pneumonia berat ditandai dengan frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih atau (juga disertai) penarikan kuat pada dinding dada sebelah bawah.

Perbedaan yang mendasar antara pneumonia dan TBC terletak pada jenis mikroorganisme yang menginfeksi. Pneumonia yang ada di masyarakat umumnya, disebabkan oleh bakteri, virus, atau mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus), bakteri yang umum adalah streptococcus Pnemoniae, Staphylococcus Aureus, Klebsiella sp, Pseudomonas sp. 

Sedangkan yang disebabkan virus, misalnya virus influensa. Pada TBC, jenis mikroorganisme yang menginfeksinya adalah mikrobakterium tuberculosis. Balita rentanterken penyakit pneumonia, umumnya dikerenakan lemahnya atau belum sempurnanya sistem kekebalan tubuh mereka. Oleh sebab itu, mikroorganisme atau kuman lebih mudah menembus pertahanan tubuh.

Jenis bakteri Pneumococcus atau pneumokok belakangan semakin populer seiring dengan dikenalnya jenis penyakit Invasive Pneumococcal Disease (IPD). Selain pneumonia, yang termasuk IPD adalah radang selaput otak (meningitis) atau infeksi darah (bakteremia). Pada pneumonia yang disebabkan oleh bakteri pneumokok, kerap menimbulkan komplikasi dan mengakibatkan penderita juga terkena meningitis atau bakteremia.

Bakteri pneumokok ini dapat masuk melalui infeksi pada daerah mulut dan tenggorokan, menembus jaringan mukosa lalu masuk ke pembuluh darah, mengikuti aliran darah sapai ke paru-paru dan selaput otak. “Akibatnya, timbul peradanganpada paru dan dan daerah selaput otak.

Gejala khususnya adalah demam, sesak napas, napas dan nadi cepat, dahak berwarna kehijauan atau seperti karet, serta gambaran hasil ronsen memperlihatkan kepadatan pada bagian paru. Kepadatan terjadi karena paru dipenuhi sel radang dan cairan yang sebenarnya merupakan reaksi tubuh untuk mematikan kuman. Tapi akibatnya fungsi paru terganggu, penderita mengalami kesulitan bernapas, karena tak tersisa ruang untuk oksigen.

Namun, gejala awalnya yang tergolong sederhana seringkali membuat orang tua kurang waspada terhadap penyakit ini. Orang tua sering datang terlambat membawa anaknya ke dokter. Karena gejala awal panas dan batuk, orang tua sring mengobati sendiri di rumah dengan obat biasa, bila sudah sesak baru dibawa ke dokter. Sebaiknya bila anak mengalami panas tinggi dan batuk, segeralah dibawa ke dokter untuk dicari tahu penyebabnya.

Diagnosis dan PengobatanDiagnosis pneumonia dilakukan dengan berbagai cara. Pertama dengan pemeriksaan fisik secra umum. Setelah itu ada pula pemeriksaan penunjang seperti rontgen paru dan pemeriksaan darah. Penanganan pneumonia pun dapat dilakukan dengan berbagai cara. Umumya pengobatan dengan pemberian antibiotik. Penderita pneumonia dapat sembuh bila diberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kumannya, hanya saja memerlukan dosis yang tinggi dan waktu yang lama.Namun, bakteri Streptococcus pneumoniae mulai resisten atau kebal terhadap beberapa jenis antibiotik. Bahkan kawasan Asia dinyatakan sebagai hot zone, yakni daerah dengan tingkat resistensi tinggi untuk bakteri pneumokok. Oleh sebab itu apabila pneumonia yang dialami cukup parah, penanganannya juga dilakukan dengan cara opname. Dengan perawatan khusus di rumah sakit, pasien bisa mendapatkan istirahat dan pengobatan yang lebih intensif, atau bahkan terapi oksigen sebagai penunjang. Selain itu penderita pneumonia juga membutuhkan banyak cairan untuk mencegahnya dari dehidrasi. Cairan ini bisa diperoleh dengan cara minum air putih melalui infus.

Untuk pneumonia oleh virus sampai saat ini belum ada panduan khusus, meski bebrapa obat antivirus telah digunakan. Kebanyakan pasien juga bisa diobati di rumah. Biasanya dokter yang menangani pneumonia akan memilihkan obat sesuai pertimbangan masing-masing, setelah suhu pasien kembali normal, dokter akan menginstruksikan pengobatan lanjutan untuk mencegah kekambuhan dikarenakan serangan berikutnya bisa lebih berat dibanding yang pertama. Selain antibotka, pasien juga akan mendapat pengobatan tambahan berupa pengaturan pola makan dan oksigen untuk meningkatkan jumlah oksigen dalam darah.Pada beberapa kasus, pneumonia yang sudah mengalami komplikasi tersebut bisa meninggalka efek samping. Anak dapat mengalami berbagai efek samping seperti gangguan kecerdasan, gangguan perkembangan motorik, gangguan pendengaran dan keterlambatan berbicara. Walaupun demikian, anak dengan pneumonia juga bisa sembuh total dan hidup dengan normal.

PencegahanPenanggulangan penyakit pneumonia menjadi fokus kegiatan program P2ISPA (Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Program ini mengupayakan agar istilah pneumonia lebih dikenal masyarakat, sehingga mumudahkan kegiatan penyuluhan dan penyebaran informasi tentang penanggulannya Program P2ISPA mengklasifikasi penderita ke dalam 2 kelompok usia. Yaitu, usai di bawah 2 bulan (Pneumonia Berat atau Bukan Pneumonia) dan usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun.

Klasifikasi Bukan Pneunomia mencakup kelompok balita penderita batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak menunjukkan adanya penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Penyakit ISPA diluar pneumonia ini antara lain batuk-pilek biasa, pharyngitis, tonsilitis dan otitis. Ungkapan klasik bahwa “mencegah lebih baik daripada mengobati” benar-benar relevan dengan penyakit pneumonia ini. Mengingat pengobatannya semakin sulit, terutama terkait dengan meningkatnya resistensi bakteri pneumokolus, maka tindakan pencegahan sangatlah dianjurkan.

Pencegahan penyakit IPD, termasuk pneumonia, dapat dilakukan dengan cara vaksinasi pneumokokus atau sering juga disebut sebagai vaksin IPD. Peluang mencegah Pneumonia dengan vaksin IPD adalah sekitar 80-90%.

Adapun mengenai waktu ideal pemberian vaksin IPD, adalah sebanyak 4 kali, yakni pada saat bayi berusia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan dan diulang lagi pada usai 12 bulan. Vaksin itu aman  dan dapat diberikan bersamaan dengan vaksin lain seperti Hib, MMR maupun Hepatitis B.Selain imunisasi, pencegahan pneumonia dengan menjaga keseimbangan nutrisi anak dan mengupayakan agar anak memiliki daya tahan tubuh yang baik, antara lain dengan cara istirahat yang cukup juga olahraga.

Pneumonia oleh BakteriPneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siap sajadari bayi sampai usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus pneumonia sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua, atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Seluruh jaringan paru dipenuhi cairan dan infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah.

Pasien yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah, dan denyut jantungnya meningkat cepat.Bibir dan kuku mungkin membiru karena tubuh kekurangan oksigen. Pada kasus yang ekstrem, pasien akan mengigil, gigi bergemeletuk, sakit dada, dan kalau batuk mengeluarkan lendir berwarna hijau. Sebelum terlambat, penyakit ini masih bisa diobati. Bahkan untuk pencegahanvaksinnya pun sudah tersedia.

Pneumonia oleh VirusSetengah dari kejadian pneuimonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Saat ini makin banyak saja virus yang berhasil diidentifikasi. Meski virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas terutama pada anak-anak gangguan ini bisa memicu pneumonia. Untunglah, sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat.Namun, bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian. Virus yang menginfeksi paru akan berkembang biak walaupun tak terlihat jaringan paru dipenuhi cairan. Gejala pneumonia oleh virus sama saja dengan influenza yaitu demam, batuk kering, sakit kepala, ngilu di seluruh tubuh. Dan letih lesu selam 12-136 jam, napas menjadi sesak, batuk makin hebat dan menghasilkan sejumlah lendir. Demam tinggi kadang membuat bibir menjadi biru.

Pneumonia MikoplasmaPneumonia jenis ini berbeda gejala dan tanda-tanda fisiknya bila dibandingkan dengan pneumonia pada umumnya. Karena itu, pneumonia yang diduga disebabkan oleh virus yang belum ditemukan ini sering juga disebut pneumonia yang tidak tipikal (Atypical Pneumonia). Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri, meski mamiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala usia. Tetapi paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati. Gejala yang paling sering adalah batuk berat, namun dengan sedikit lendir. Demam dan menggigil hanya muncul di awal, dan pada beberapa pasien bisa mual dan muntah. Rasa lemah baru hilang dalam waktu lama.

Pneumonia Jenis LainTermasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii pnumonia (PCP) yang diduga disebabkan oleh jamur, PCP biasanya menjadi tanda awal serangan penyakit pada pengidap HIV/AIDS. PCP bisa diobati pada banyak kasus. Bisa saja penyakit ini muncul lagi beberapa bulan kemudian, namun pengobatan yang baik akan mencegah atau menundah kekambuhan. Pneumonia lain yang lebih jarang disebabkan oleh masuknya makanan, cairan,gas,debu maupun jamur. Rickettsia juga masuk golongan antara virus dan bakteri menyebabkan demam Rocky Mountain, demam Q, tipus, dan psittacosis. Penyakit-penyakit ini juga mengganggu fungsi paru, namun pneumonia tuberkolosis alias TBC adalah infeksi paru paling berbahaya kecuali diobati sejak dini.

Penyebab Pneumonia Pada AnakDalam banyak penelitian menyebutkan bahwa pneumonia pada anak disebabkan oleh dua jenis bakteri, yaitu: Haemophilus Influenzae tipe B (Hib) dan Streptococcus pneumoniae. Kedua bakteri ini juga dapat menyebabkan meningitis akut (infeksi pada selaput yang menutupi otak) pada anak-anak.

Selain kesulitan dalam bernapas, batuk rejan merupakan salah satu gejala umum pada anak ketika ia terkena pnemonia. Pneunomia dapat diobati secara efektif dengan antibiotik. Namun dalam kasus pneumonia yang lebih lanjut, pengobatan bisa dilakukan melalui metode sinar-X. Pneumonia dapat dicegah dengan beberapa cara, seperti:

1. Memberikan ASI ekslusif selama enam bulan pertama, hal tersebut merupakan langkah penting untuk memastikan bayi anda mendapatkan gizi yang cukup serta membangun kekebalan alami terhadap bakteri maupun virus.

2. Memberikan vaksin yang disarankan oleh dokter dalam satu tahun pertama kelahiran.3. Menjaga kebersihan lingkungan.4. Membiasakan anak untuk hidup sehat seperti tidak jajan sembarangan dan mencuci tangan sebelum makan.

DEFINISIPenyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Penyakit ini sering menyerang anak, remaja, dan dewasa yang ditandai dengan demam, nyeri otot dan sendi. Demam Berdarah Dengue sering disebut pula Dengue Haemoragic Fever ( DHF ).

PATOFISIOLOGI

Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemi ditenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin muncul pada system retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjarkelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit. Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DF dan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi system kalikreain yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya volume plama, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler ibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolic dan kematian. Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat. Perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit. Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi system koagulasi. Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada pasien dengan perdarahan hebat.

KLASIFIKASI

WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :

Derajat IDemam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.

Derajat II Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.

Derajat III Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (>120x/mnt ) tekanan nadi sempit ( ≤ 120 mmHg ), tekanan darah menurun, (120/80 → 120/100 → 120/110 → 90/70 → 80/70 → 80/0 → 0/0 )

Derajat IV Nadi tidak teaba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung ≥ 140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

TANDA DAN GEJALA

Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat penyakitnya, tanda dangejala lain adalah :

1. Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan reaksi perabaan.2. Asites3. Cairan dalam rongga pleura ( kanan )4. Ensephalopati : kejang, gelisah, sopor koma

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS

Penegakkan Diagnosiskriteria diagnosis menurut WHO, diagnosis DBD ditegakan bila semua hal berikut terpenuhi :1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan–>Minimal uji tourniquet (+), dinyatakan (+) jika ditemukan pada satu inci persegi (2.8×2.8 cm) terdapat lebih dari 20 petekie dan salah satu bentuk perdarahan lain (petekie, ekimosis, purpura, epistaksis dan perdarahan gusi)–>Perdarahan mukosa (hematemesis dan melena)3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ml)4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma–>Peningkatan hematokrit >20% dibandandingkan standard an jenis kelamin–>Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan dibandingkan nilai

hematokrit sebelumnya–>Ditemukan efusi pleura, asites, hipoproteinemia dan hiponatremia

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada DBD adalah :1. Pemeriksaan darah rutin → meliputi kadar Hb, ditemukan trombositopenia ≤100.000/ml biasanya pada hari ke3-8 sejak timbulnya demam dan hemokosentrasi yang dilihat dari peningkatan hematokrit ≥20% sejak hari ke-3 demam. Jadi dengan ditemukannya tiga gejala klinis dari pasien yang disertai dengan trombositopenia dan peningkatan hematokrit sekitar 87% diagnosis DBD sudah dapat ditegakkan2. Pemeriksaan hemostatis (PT, APTT dan fibrinogen) → pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya ganguan koagulasi3. Pemeriksaan serologi → mendeteksi IgM dan IgG anti dengue. Pada infeksi primer IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3 dan menghilang setelah 60-90 hari, sedangkan IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14. Pada infeksi sekunder terdeteksi mulai hari ke-2

PENATALAKSANAAN

umumnya penatalaksanaan DBD bertujuan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan simptomatis. Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DBD yaitu:1. Penanganan pada fase demamPada fase ini untuk membedakan apakah anak menderita DF atau DHF. Maka pada fase ini penaganan dari keduanya adalah sama yaitu mengobati gejalanya. Dapat diberikan parasetamol (4 kali dalam 24 jam). Jangan memberikan aspirin dan ibuprofen karena akan menyebabkan gastritis dan perdarahan. Parasetamol yang diberikan menurut umurnya jika suhunya diatas 39ºC.2. Penanganan DBD derajad 1 dan II

Gejala klinis: demam 2-7 hr, uji tourniquet (+) Atau perdarahan spontanLab:Ht tdk meningkat, trombositopenia (ringan)

Pasien masih dapat minum pasien tidak dapat minumBeri minum banyak 1-2L/hr atau pasien muntah terus menerus1sd mkn tiap 5 menitJenis minuman:air putih, teh manis,sirup,jusBuah, susu, oralitBila suhu >38,5ºC beri parasetamol pasang infuse NaCl 0.9%Bila kejang beri obat antikonvulsif dextrose 5% (1:3), tetesan rumatan sesuai berat badan, px Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam

Monitor gejala klinis dan labPerhatikan tanda syokPalpasi hati, ukur dieresis tiap hari

Awasi perdarahanPx Hb, Ht, trombositopenia tiap 6-12 jam Ht naik dan atau trombosit↓

Perbaikan klinis dan lab infuse ganti ringer laktat

Pulang

3. Penanganan derajad II dengan peningkatan ≥ Ht 20%

RL/NaCl 0.9% 6-7 ml/kgBB/jamMonitor tanda vital/nilai Ht dan trombosit tiap 6 jamPerbaikan tidak ada perbaikanTdk gelisah gelisahNadi kuat distress pernapasanTD stabil frek nadi ↑Dieresis cukup, HT turun (2x px) Ht ttp ↑, dieresi kurangTetesan dikurangi tanda vital memburuk tetesan dinaikanHt meningkat 10-15 ml/kgBB/jam5 ml/kgBB/jam Ada perbaikan tetesan dinaikan bertahap

Evaluasi 15mntPerbaikan tanda vital tidak stabilSesuaikan tetesan

3 ml/kgBB/jam Distress pernapasan Hb/Ht turunHt ↑Stop pd 24-48 jam Tek nadi ≤20 mmHgKlo tanda vital/Ht stabil Koloid transfusi darah segarDieresis ckp 20-30 ml/kgBB 10 ml/kgBBperbaikan

4. Penanganan kasus DBD derajad III dan IV

a. O2 2-4l/menitb. Penggantian vol plasma segeracairan kristaloid (RL atau NaCl 0.9%20 ml/kgBB secepatnya (bolus dlm 30 menit)

Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi?Pantau tanda vital tiap 10 menit

Syok teratasi syok tidak teratasiKesadaran membaik kesadaran ↓Nadi teraba kuat nadi lemah.tdk trabaTek nadi ≥ 20 mmHg tek nadi ≤ 20 mmHg

Tdk sesak nafas/sianosis distress pernafasan/sianosisEkstremitas hangat ekstremitas dinginDieresis cukup 1 ml/kgBB/jam px kadar gula darahCairan dlm tetesan disesuaikan lanjutkan cairan10 ml/kgBB/jam 20 ml/kgBB/jam

Evaluasi ketat tambahkan koloid/plasmaTanda vital dekstran/FPPTanda perdarahan 10-20 (max 30) ml/kgBB/jamDieresisHb, Ht, trombosit koreksi asidosis (evaluasi1jam)Stabil dlm 24 jam/Ht < 40 tetesan 5ml/kgBB/jamSyok teratasi syok belum teratasiTetesan 3 ml/kgBB/jam Ht ↓ Ht ↑

Infuse stop tdk melebihi 48 jam tranfusi darah segar 10 ml/kgBBSetelah syok teratasi diulang sesuai kebutuhan

CONTOH KASUS DAN PENANGANANNYA

Seorang ibu datang ke dokter karena mengeluh anak laki-lakinya (12 tahun) menderita demam tinggi sejak 3 hari yang lalu. Ia dan keluarganya baru saja pindah ke kota Surabaya. Ia mendegar dari televisi bahwa wilayah Surabaya ditetapkan sebagia daerah KLB untuk kasus demam berdarah. Pada daerah tangan Os ditemukan bintik-bintik merah dan terkadang pasien mimisan. Setelah dilakukan pemeriksaan dokter menemukan uji tourniquet (+), dan pada pemeriksaan laboratorium ditemukan trombositopenia dan peningkatan hmt ≥ 20%.

DiagnosisBerdasarkan penegakkan diagnosis DBD menurut WHO, dilihat dari kasus ditemukan adanya demam tinggi sejak 3 hari yang lalu, terdapat manifestasi perdarahan yaitu uji tourniquet (+) dan tangan Os ditemukan adanya bintik-bintik merah dan hidung Os juga mengalami mimisan. Pada pemeriksaan lab ditemukan adanya trombositopenia dan terdapat minimal 1 dari tanda kebocoran plasma yaitu peningkatan Ht ≥ 20%. Jadi kalau dilihat secara keseluruhannya maka Os termasuk derajad IITerapi sesuai kasusJadi diagnosis kerja pada pasien ini adalah DBD derajad II maka penatalaksanaanya DBD derajad II dengan peningkatan Ht ≥ 20%.Pada saat pasien datang diberikan cairan kristaloid RL/NaCL 0.9% atau dekstrosa 5% dalam RL/NaCl 0.9% 6-7 ml/kgBB/jam. Monitor tanda vital dan kadar Ht serta trombosit setiap 6 jam, selanjutnya evaluasi 12-24 jam :1. Observasi keadaan umum membaik yaitu anak tampak tenang, tekanan nadi kuat, tekanan darah stabil, dieresis cukup dan kadar Ht turun minimal dalam 2x

pemeriksaan berturut-turut, maka tetesan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. Lakukan observasi lagi jika tanda vital tetap stabil, etsan dikurangi 3 ml/kgBB/jam dan cairan dihentikan pada 24-48 jam2. Jika KU tidak membaik misalnya anak gelisah, nafas cepat (distress pernapasan), frekuensi nadi meningkat, dieresis kurang, tekanan nadi ≤ 20 mmHg memburuk serta Ht meningkat, maka tetesan dinaikkan menjadi 10 ml/kgBB/jam. Setelah 12 jam tidak terjadi perbaikan, tetesannya dinaikan lagi 15 ml/kgBB/jam. Evaluasi 12 jam lagi, jika distress pernapasan menjadi lebih berat dan Ht naik maka berikan cairan koloid 10-20 ml/kgBB/jam, dengan jumlah maksimal 30 ml/kgBB. Tetapi apabila Ht turun diberikan transfuse darah segar 10 ml/kgBB. Bila klinisnya membaik maka sesuaikan seperti no 1

Cairan awal

RL/NaCl 0.9% 6-7 ml/kgBB/jamMonitor tanda vital/nilai Ht dan trombosit tiap 6 jamPerbaikan tidak ada perbaikanTdk gelisah gelisahNadi kuat distress pernapasanTD stabil frek nadi ↑Dieresis cukup, HT turun (2x px) Ht ttp ↑, dieresis kurangTetesan dikurangi tanda vital memburuk tetesan dinaikanHt meningkat 10-15 ml/kgBB/jam5 ml/kgBB/jam Ada perbaikan tetesan dinaikan bertahapEvaluasi 15mntPerbaikan tanda vital tidak stabilSesuaikan tetesan

3 ml/kgBB/jam Distress pernapasan Hb/Ht turunHt ↑Stop pd 24-48 jam Tek nadi ≤20 mmHgBl tanda vital/Ht stabil Koloid transfusi darah segarDieresis ckp 20-30 ml/kgBB 10 ml/kgBBperbaikan