pneumonia lobaris - tinjauan pustaka
TRANSCRIPT
PNEUMONIA LOBARIS
Definisi
Pneumonia adalah radang parenkim paru. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh
mikroorganisme, tetapi ada sejumlah penyebab non infeksi yang kadang-kadang perlu
dipertimbangkan. Penyebab non infeksi ini meliputi, tetapi tidak terbatas pada, aspirasi
makanan dan/atau asam lambung, benda asing, hidrokarbon, dan bahan lipoid; reaksi
hipersensitivitas dan pneumonitis akibat obat atau radiasi. Infeksi pada neonatus dan hospes
terganggu imun lain berbeda dari infeksi yang terjadi pada bayi dan anak yang normal.
Pneumonia digolongkan atas dasar anatomi seperti proses lobar atau lobuler, alveoler,
atau interstisial, tetapi klasifikasi pneumonia infeksius atas dasar etiologi dugaan atau yang
terbukti secara diagnostik atau terapeutik lebih relevan.
Virus pernapasan adalah penyebab pneumonia yang paling sering selama usia beberapa
tahun pertama. Mycoplasma pneumoniae mendapat peran dominan pada etiologi pneumonia
pada anak usia sekolah dan anak yang lebih tua. Walaupun bakteri menurut angka kurang
penting sebagai penyebab pneumonia, mereka cenderung menimbulkan infeksi yang lebih berat
daripada mereka yang disebabkan oleh agen non bakteri. Penyebab bakteri pneumonia yang
paling lazim pada anak normal adalah Streptococcus pneumoniae, S. pyogenes, dan
Staphylococcus aureus. Haemophilus influenzae tipe b juga menyebabkan pneumonia bakteri
pada anak muda pada masa yang lalu, tetapi mungkin akan menjadi jauh berkurang dengan
penggunaan vaksin efektif rutin yang luas.
Pneumonia Lobaris
Pneumonia lobaris adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya
menyerang lobus paru. Pembagian atau penggolongan pneumonia berdasarkan atas dasar
anatomis kurang relevan dibanding pembagian pneumonia berdasarkan etiologinya.
Berdasarkan etiologinya, pneumonia dibagi: (1) bakteri (Diplococcus pneumoniae,
Pneumococcus, Staphylococcus hemolyticus, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, dan
lain-lain), (2) virus (RSV, influenza, adenovirus, CMV), (3) Mycoplasma pneumoniae, (4) aspirasi
(makanan, cairan amnion, benda asing, dan sebagainya), (5) pneumonia hipostatik, (6) Sindrom
Loeffler.
Gambaran radiologis:
Gambaran roentgenologis pada pneumonia lobaris sebagai berikut :
1. Perselubungan padat homogen sesuai dengan lobus atau segmen paru secara anatomis.
2. Batasnya tegas, walaupun pada mulanya agak kurang tegas.
3. Volume paru tidak berubah,tidak seperti atelektasis dimana paru tampak mengecil.
4. Sering kali terjadi komplikasi pleura efusion dan empyema
5. Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostaliss yang paling akhir
terkena.
6. Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.
7. Pada masa resolusi sering tampak air bronchogram sign.
Etiologi
Pneumonia lobaris lebih sering disebabkan oleh invasi bakteri. Golongan bakteri yang
sering menyebabkan ataupun didapatkan pada kasus pneumonia lobaris adalah:
- Bakteri gram positif:
o Pneumococcus
o Staphylococcus aureus
- Bakteri gram negatif:
o Haemophilus influenzae
o Klebsiella pneumonia
Pneumococcus
Pneumococcus merupakan bakteri patogen yang paling sering ditemukan pada kasus
pneumonia pada anak yang lebih besar dan anak-anak usia sekolah. Pneumokokus yang biasa
menyerang anak-anak adalah pneumokokus serotipe 1, 6, 9, dan 14. Angka kejadian tertinggi
ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan berkurang dengan meningkatnya usia.
Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh pneumokokus, ditemukan pada anak besar.
Patofisiologi
Organisme ini teraspirasi ke bagian tepi paru dari saluran napas bagian atas atau
nasofaring. Awalnya terjadi edema reaktif yang mendukung multiplikasi organisme-organisme
ini serta penyebarannya ke bagian paru lain yang berdekatan. Biasanya satu lobus atau lebih,
atau bagian-bagian dari lobus, tidak melibatkan sisa sistem bronkopulmonal. Namun, gambaran
pneumonia lobar ini sering tidak ada pada bayi, yang mungkin menderita penyakit yang tidak
lebih sempurna dan difus yang menyertai distribusi bronkus dan yang ditandai dengan banyak
2
daerah konsolidasi teratas di sekeliling jalan napas yang lebih kecil. Jarang didapatkan jejas
yang permanen. Umumnya bakteri ini mencapai alveoli melalui percikan mukus atau saliva
(droplet) dan tersering mengenai lobus bagian bawah paru karena adanya efek gravitasi.
Organisme ini setelah mencapai alveoli akan menimbulkan respon yang khas yang terdiri dari 4
tahap yang berurutan, yaitu:
1. Kongesti (4-12 jam pertama). Eksudat serosa masuk ke dalam alveoli melalui
pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor. Serta didapatkan eksudat yang jernih,
bakteri dalam jumlah yang banyak, neutrofil, dan makrofag dalam alveolus.
2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya). Paru tampak merah dan bergranula karena sel-
sel eritrosit, fibrin, dan leukosit polimorfonuklear mengisi alveoli. Lobus dan lobulus
yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara, warna menjadi merah dan
pada perabaan seperti hepar. Stadium ini berlangsung sangat singkat.
3. Hepatisasi kelabu (3-8 hari). Lobus paru masih tetap padat dan warna merah menjadi
tampak kelabu karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli dan
permukaan pleura yang terserang melakukan fagositosis terhadap pneumokokus.
Kapiler tidak lagi mengalami kongesti.
4. Resolusi (7-11 hari). Eksudat mengalami lisis dan direabsorpsi oleh makrofag
sehingga jaringan kembali pada strukturnya semula. Bercak-bercak infiltrat yang
terbentuk pada pneumonia lobaris adalah bercak-bercak yang tidak teratur, berbeda
dengan bronkopneumonia dimana penyebaran bercaknya mengikuti pembagian dan
penyebaran bronkus dan ditandai dengan adanya daerah-daerah konsolidasi terbatas
yang mengelilingi saluran-saluran napas yang lebih kecil.
Gambaran klinis
Biasanya didahului dengan adanya infeksi saluran napas bagian atas selama beberapa
hari. Pada bayi bisa disertai dengan hidung tersumbat, rewel, serta nafsu makan yang menurun.
Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39°C atau lebih. Anak sangat gelisah, dispneu.
Kesukaran bernapas yang disertai adanya sianosis di sekitar mulut dan hidung. Tanda
kesukaran bernapas ini dapat berupa bentuk napas berbunyi (ronki dan friction rub di atas
jaringan yang terserang), pernapasan cuping hidung, retraksi pada daerah supraklavikuler,
interkostal dan subkostal. Pada awalnya batuk jarang ditemukan, tapi sapat dijumpai pada
perjalanan penyakit lebih lanjut serta sputum yang berwarna seperti karat (dahak berdarah).
Lebih lanjut lagi bisa terjadi efusi pleura dan empiema, dimana keadaan ini dapat menyebabkan
ketinggalan gerak pada sisi yang terkena pada saat respirasi yang dapat dilihat dengan gerakan
berlebihan pada sisi yang berlawanan. Biasanya perkusi redup pada daerah efusi dengan
3
pengurangan fremitus dan suara pernapasan. Suara bronkial sering ditemukan tepat diatas
batas cairan dan pada sisi yang tidak terkena. Tanda-tanda klasik konsolidasi ditemukan pada
hari kedua dan ketiga penyakit. Pada perkusi bisa ditemukan adanya suara redup, fremitus yang
bertambah. Pada auskultasi mungkin ditemukan adanya suara bronkial, ronki basah halus.
Diagnosis
Biasanya jumlah leukosit meningkat mencapai 15.000-40.000 sel/mm3 dengan jumlah sel
polimorfonuklear terbanyak, sedangkan bila didapatkan jumlah sel leukosit kurang dari 5.000
sel/mm3 sering berhubungan dengan prognosis penyakit yang buruk. Nilai Hb bisa normal atau
sedikit menurun.
Pemeriksaan sputum harus didapatkan dari sekresi batuk dalam dan aspirasi trakea yang
dilakukan dengan hati-hati. Pada kebanyakan pasien, pneumokokus dapat diisolasi dari dekresi
nasofaring, tapi penemuan ini tidak dapat dipandang sebagai hubungan sebab akibat, karena
10-15% populasi mungkin merupakan pengidap S.pneumoniae yang tidak terinfeksi. Namun,
isolasi bakteri dari darah pada cairan pleura adalah diagnosis infeksi. Bakteriemia ditemukan
pada sekitar 30% penderita yang menderita pneumonia pneumokokus. Jenis pemeriksaan
berupa konsolidasi pada satu atau beberapa lobus. Konsolidasi dapat diperagakan dengan
rontgenografi sebelum konsolidasi ini dapat diketahui dari pemeriksaan fisik. Konsolidasi lobus
pada anak yang lebih tua tidak sesering pada bayi dan anak yang lebih muda. Foto rontgen
dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pneumothorax, atelektasis, abses paru,
pneumatokel, pneumomediastinum, atau perikarditis.
Diagnosa banding
Pneumonia pneumokokus tidak dapat dibedakan dari pneumonia bakteri lain atau virus
tanpa pemeriksaan mikorbiologi yang tepat. Keadaan-keadaan yang mungkin merancukan
antara lain bronkiolitis, bronkitis alergika, aspirasi benda asing, atelektasis, abses paru, dan
tuberkulosis.
Komplikasi
Dengan penggunaan antibiotika, komplikasi pneumonia bakteri menjadi tidak lazim,
walaupun infeksinya terjadi bersamaan dengan infeksi oleh mikroorganisme lain pada tempat
yang sama. Komplikasi yang sering adalah empiema, yang terjadi sebagai akibat perluasan
infeksi pada permukaan paru. Empiema lebih sering terjadi pada bayi dibandingkan anak yang
lebih tua.
4
Penatalaksanaan
Penisilin merupakan terapi yang spesifik karena kebanyakan pneumokokus sangat peka
terhadap obat tersebut. Pada bayi dan anak-anak, pengobatan awal dimulai dengan pemberian
penisilin G dengan dosis 50.000 unit/kgBB/hari secara IM dan ditambah dengan kloramfenikol
50-75 mg/kgBB/hari atau diberikan antibiotika yang mempunyai spektrum luas seperti
ampisilin. Terapi ini dilanjutkan sampai 10 hari atau paling tidak sampai 2 hari setelah suhu
badan pasien normal. Bila didapatkan penderita alergi penisilin, maka diberikan sefalosporin
dengan dosis 50 mg/kgBB/hari. Asupan cairan per oral secara bebas dan pemberian
parasetamol untuk mengatasi demam, merupakan tambahan utama untuk pengobatan penyakit
ini. Jenis cairan yang digunakan adalah campuran glukosa 5% dan NaCl 0,9% dalam
perbandingan 3:1 ditambah dengan larutan KCl 100 mEq/500 ml botol infus. Pemberian
oksigen segera untuk penderita dengan kesukaran bernapas sebelum menjadi sianosis.
Prognosis
Dengan pemberian antibiotika yang memadai dan dimulai secara dini pada perjalanan
penyakit tersebut, maka mortalitas pneumonia lobaris akibat bakteri pneumokokus selama
masa bayi dan masa kanak-kanan sekarang menjadi kurang dari 1% dan selanjutnya morbiditas
yang berlangsung lama juga menjadi rendah.
Staphylococcus aureus
Infeksi yang disebabkan oleh organisme ini merupakan infeksi berat yang cepat menjadi
progresif dan resisten terhadap pengobatan, serta bila tidak segera diobati dengan semestinya
akan berhubungan dengan kesakitan yang berkepanjangan dan mempunyai angka mortalitas
tinggi. Penyakit bronkopneumonia akibat organisme ini jarang ditemukan. Seperti pada infeksi
pneumokokus, infeksi stafilokokus ini sering didahului dengan infeksi virus pada saluran napas
bagian atas. Pada umumnya terjadi pada semua umur, 30% dari semua penderita berumur
dibawah 3 bulan dan 70% berumur dibawah 1 tahun. Epidemi penyakit ini terjadi di dalam
ruang perawatan bayi, biasanya berhubungan dengan strain-strain organisme patogen spesifik,
yang biasanya resisten terhadap berbagai antibiotik. Bayi akan memperlihatkan penyakit dalam
beberapa hari setelah dikolonisasi atau setelah beberapa minggu kemudian. Infeksi virus pada
saluran pernapasan memegang peranan penting dalam memajukan penyebaran stafilokokus,
diantara bayi-bayi dan dalam mengubah kolonisasi menjadi penyakit.
5
Patofisiologi
Stafilokokus menghasilkan bermacam-macam toksin dan enzim misalnya hemolisin,
lekosidin, stafilokinase, dan koagulase. Permukaan pleura biasanya diselubungi oleh lapisan
eksudat fibropurulen tebal, sehingga menimbulkan abses yang mengandung koloni stafilokokus,
leukosit, eritrosit, dan debris nekrosis. Bila abses ini pecah maka dapat terbentuk trombus-
trombus sepsis pada daerah-daerah yang mengalami kerusakan dan peradangan luas.
Gambaran klinis
Adanya riwayat lesi-lesi kulit penderita atau anggota keluarga lain yang disebabkan oleh
stafilokokus disertai gejala-gejala infeksi saluran pernapasan bagian atas atau bawah selama
beberapa hari sampai 1 minggu. Penderita mengalami demam bersuhu tinggi, batuk dan tanda
kesukaran pernapasan seperti takipneu, suara pernapasan yang meningkat, retraksi dada dan
subkostal, napas cuping hidung, sianosis, dan gelisah. Pada beberapa penderita dapat
mengalami gangguan saluran cerna yang ditandai dengan muntah-muntah, anoreksia, diare
serta distensi abdomen. Pemeriksaan fisik pada awal perjalanan penyakit, suara-suara
pernapasan yang menurun, ronki yang tersebar dan suara pernapasan bronkial. Bila terjadi
efusi atau empiema, pada perkusi didapatkan suara redup.
Diagnosis
Didapatkan adanya leukositosis (>20.000 sel/mm3) terutama sel-sel PMN. Pada bayi
muda angka leukosit dapat tetap dalam kisaran normal. Bila didapatkan leukopenia maka
prognosisnya buruk. Sering ditemukan adanya anemia ringan sampai sedang. Biakan
didapatkan dari aspirasi trakea atau pungsi pleura. Dengan pewarnaan Gram didapatkan
gambaran kokus gram positif dalam kelompok. Penemuan kuman stafilokokus dalam nasofaring
tidak bernilai diagnostik, tetapi biakan darah mungkin positif. Pada cairan pleura menunjukkan
adanya eksudat dengan sel-sel PMN, protein diatas 2,5 g/dL dan kadar glukosa rendah yang
relatif sama dengan kadar glukosa dalam darah. Gambaran radiologis berupa infiltrat yang
menyatu dan biasanya terbatas atau dipadatkan dan homogen dan melibatkan seluruh lobus
paru atau hemitoraks.
Diagnosis banding
Mengenali pneumonia stafilokokus awal pada bayi sering sukar dilakukan. Mulainya yang
mendadak dan perburukan. Gejala yang cepat harus dipertimbangkan disebabkan oleh
stafilokokus sampai terbukti bukan. Riwayat furunkulosis, baru masuk rumah sakit, abses
payudara ibu, harus dipertimbangkan kemungkinan diagnosis ini. Pneumonia bakteri lain yang
6
menyebabkan empiema atau pneumatokel dapat merancukan diagnosis, termasuk pneumonia
streptokokus, klebsiella, H.influenza, pneumonia pneumokokus dan tuberkulosis dengan
kaverna. Kadang-kadang aspirasi benda asing yang tidak radioopak dapat memberikan
gambaran klinis dan radiologis yang sama.
Komplikasi
Karena empiema, piopneumotoraks dan pneumatokel begitu sering ditemukan bersama
pneumonia ini, sehingga mereka dianggap bagian dari perjalanan alamiah penyakit dan bukan
sebagai komplikasi. Lesi septik di luar saluran pernapasan jarang terjadi, kecuali pada bayi
muda, yang padanya dapat terjadi perikarditis, meningitis, osteomielitis, dan abses metastasis
multipel stafilokokus pada jaringan lunak.
Penatalaksanaan
Terapi terdiri atas pemberian antibiotik yang tepat, drainase kumpulan pus, pemberian
oksigen, hidrasi dan pemberian nutrisi secara IV. Kadang-kadang dapat diperlukan bantuan
ventilasi.
Terapi
Pilihan yaitu dengan pemberian penisilin semi sintetik, resisten penisilinase (misal:
nafsilin) 200 mg/kgBB/hari secara IV atau seftriakson 100-150 mg/kgBB/hari secara IV atau
dengan ampisilin 100 mg/kgBB/hari secara IV selama 14 hari, pada neonatus. Pada anak-anak
yang lebih tua, antibiotika yang diberikan adalah sefuroksim 80-160 mg/kgBB/hari secara IV
dengan lama pemberian selama 10 hari. Uji resistensi pada pneumonia stafilokokus sangatlah
penting karena telah banyak yang resisten terhadap beberaoa antibiotika, namun mengingat
cepatnya perjalanan penyakit maka dianjurkan untuk memberikan antibiotika spektrum luas
yang kiranya belum resisten. Untuk infeksi stafilokokus yang membuat penisilinase daoat
diberikan linkomisin 10-20 mg/kgBB/hari secara IV. Selain itu bisa pula dilakukan drainase pus
yang terkumpul, pemberian oksigen disertai posisi penderita setengah miring untuk
mengurangi sianosis dan kegelisahan. Bila paru sudah mengembang dengan baik, maka pipa
drainase bisa dilepaskan. Hal ini dikarenakan pipa-pipa tersebut tidak boleh berada di dalam
rongga thorax selama lebih dari 5-7 hari.
Prognosis
Angka kesembuhan penderita mengalami kemajuan besar dengan penatalaksanaan
sekarang, angka mortalitas berkisar 10-30% dan bervariasi dengan lamanya sakit yang dialami
sebelum penderita dirawat, umut penderita, pengobatan yang memadai serta adanya penyakit
7
yang menyertai. Semua penderita dengan hasil biakan stafilokokus yang positif sebaiknya harus
diuji terhadap kemungkinan fibrosis kistik dan terhadap penyakit immunocompromised.
Haemophilus influenzae
Infeksi yang serius akibat bakteri patogen ini lebih banyak ditemukan pada bayi dan anak-
anak terutama yang belum mendapatkan vaksinasi hemofilus dan sangat berhubungan dengan
adanya riwayat meningitis, otitis media, infeksi traktur respiratorius dan epiglotitis.
Patofisiologi
Pneumonia H.influenzae penyebarannya biasanya lobar, tetapi tidak ada tanda rontgen
dada yang khas. Terjadi infiltrat segmental, keterlibatan lobus tunggal atau multipel, efusi
pleura dan pneumatokel. Penyebaran dari infeksi di tempat lain adalah secara hematogen.
Daerah yang terinfeksi memperlihatkan adanya reaksi peradangan dengan sel-sel epitel
bronkiolus secara meluas. Peradangan ini selanjutnya menimbulkan edema yang disertai
dengan perdarahan.
Gambaran klinis
Gejala klinis yang ditimbulkan tidak jauh berbeda dengan gambaran klinis yang
diakibatkan oleh pneumokokus, pneumonia H.influenzae lebih sering mulai secara tersembunyi
dan biasanya perjalanannya lama selama beberapa minggu. Batuk hampir selalu dijumpai tapi
mungkin tidak produktif. Pada penderita disini juga dijumpai adanya demam serta tanda
kesukaran bernapas, takipneu, dan pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksaan fisik bisa
didapatkan suara redup yang terlokalisasi saat perkusi serta adanya suara pernapasan bronkial;
cairan pleural sering ada pada rontgen dada bayi muda.
Diagnosis
Adanya biakan bakteri ini yang memberikan arti positif. Kultur didapatkan dari darah,
cairan pleura maupun dari aspirasi paru yang memperlihatkan adanya lekositosis sedang
disertai dengan limfopenia relatif. Bila tidak ada biakan positif, uji aglutinasi lateks urin yang
positif dapat dipakai untuk mendukung diagnosis ini. Selain itu bisa pula dengan pemeriksaan
elektroforesis imunologis berlawanan (counter immunoelectrophoresis) pada sekresi-sekresi
trakea, darah, urin dan cairan pleura untuk menegakkan diagnosis lebih dini. Bila ditemukan
adanya atelektasis, bronkoskopi mungkin terindikasi untuk mengesampingkan adanya benda
asing.
8
Komplikasi
Sering dijumpai adanya komplikasi, terutama pada bayi muda, dan termasuk bakteriemia,
perikarditis, selulitis, empiema, meningitis dan piartrosis. Meningitis terjadi pada 15%
penderita yang lebih muda pada satu penelitian.
Penatalaksanaan
Terapi simtomatik dan suportif sama dengan terapi pada pneumonia pneumokokus dan
stafilokokus. Obat antibiotika pilihan adalah kloramfenikol dengan dosis 100 mg/kgBB/hari dan
ampisilin 100 mg/kgBB/hari atau seftriakson 100 mg/kgBB/hari secara intra vena harus
dimasukkan sebagai terapi antibiotika inisial sampai diketahui apakah organisme penghasil
penisilinase; jika strain tersebut sensitif, cukup diberikan ampisilin 100 mg/kgBB/hari saja. Uji
kepekaan dan resistensi sangat penting. Tindakan drainase diindikasikan bila terdapat efusi
pleura dan piartrosis.
Klebsiella pneumoniae
Organisme ini termasuk gram negatif yang ditemukan pada traktus respiratorius dan
traktus gastrointestinal pada beberapa anak sehat. Organisme ini jarang menimbulkan infeksi
pada anak-anak. Infeksi akibat Klebsiella pneumoniae ini bisa timbul sebagai kasus sporadis
pada neonatus. Banyak bayi mengandung organisme ini dalam nasofaring mereka tanpa
memperlihatkan adanya tanda-tanda sakit klinis hanya sesekali saja seorang bayi mengalami
sakit berat. Bahan-bahan yang menyebarkan infeksi sehingga menularkan adalah peralatan
yang dipakai di dalam ruang pemeliharaan bayi dan alat pelembab udara sebagai sumber-
sumber utama infeksi nosokomial dengan organisme tersebut.
Patofisiologi
Infeksi nosokomial timbul dari aspirasi orofaringeal. Bakteri ini memasuki alveoli melalui
peralatan yang dipakai dengan kecenderungan merusak dinding alveolar. Daerah yang
terinfeksi benar-benar mengalami nekrosis disertai dengan adanya sejumlah pus yang banyak
dan bahkan jaringan setempat sudah fibrosis.
Penatalaksanaan
Penggunaan antibiotik baru berupa sefalosporin generasi ketiga sangat dianjurkan karena
obat ini terbukti efektif dalam melawan bakteri ini. Kanamisin merupakan obat pilihan yang
9
digunakan pada neonatus. Dosis yang digunakan 15–20 mg/kgBB/hari secara intramuskuler
setiap 8 jam selama minimal 10 – 14 hari atau dengan gentamisin 5-7,5 mg/kgBB/hari secara
iv/im. Terapi yang diperpanjang diindikasikan untuk penyebaran infeksi pada kavitas paru. Bila
sudah terdapat empiema, drainase perlu dilakukan untuk fungsi pengembangan parunya.
Prognosis
Adanya penyakit penyerta seperti bakteriemia, empiema dan kerusakan parenkim sisa
bisa memperburuk keadaan dan meningkatkan angka kematian.
10
DAFTAR PUSTAKA
1. Dahlan, Z. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Pulmonologi. Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
2. Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6,
Volume 2: Penerbit EGC. Jakarta.
3. Soedarsono. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR.
Surabaya
4.Behrman RE, Vaughan VC, Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Bagian II, Edisi 12, Penerbit EGC,
Jakarta, 1992, hal: 617-628.
5.Kumala P, dkk (ed), Kamus Saku Kedokteran Dorland, Edisi 25, Penerbit EGC, Jakarta, 1998,
hal: 167.
6. Isselbacher, et al. Respirologi Anak, Edisi 13, Vol. 2, Penerbit EGC, Jakarta, 1995, hal. 906-909.
11