healthcare associated pneumonia pneumonia terkait perawatan medis

29
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi HAP (Hospital acquired pneumonia) Hospital acquired pneumonia adalah pneumonia yang timbul dalam waktu 48 jam setelah rawat inap dan tidak sedang dalam masa inkubasi saat pasien masuk. VAP (ventilator associated pneumonia) Ventilator acquired pneumonia adalah pneumonia yang timbul dalam waktu 48 – 72 jam setelah tindakan intubasi endotrakeal. HCAP (healthcare associated pneumonia) Healthcare associated pneumonia meliputi pasien yang dirawat, selama 2 hari atau lebih karena infeksi dalam waktu 90 hari terakhir, tinggal di fasilitas perawatan jangka panjang, menerima terapi antibiotika intravena, kemoterapi atau perawatan luka dalam 30 hari terakhir atau mendapatkan terapi hemodialisa. 3 B. Etiologi Patogen penyebab pneumonia nosokomial berbeda dengan pneumonia komuniti. Pneumonia nosokomial dapat disebabkan oleh kuman multi drug resistance (MDR) misalnya S.pneumoniae, H.Influenzae, Methicillin Sensitive Staphylococcus aureus (MSSA) dan kuman MDR misalnya Pseudomonas aeurigunosa, Escherciia coli, Klebsiella pneumoniae. Acinetobacter 8

Upload: uchiha-itachi

Post on 08-Feb-2016

277 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Pneumonia Terkait Perawatan Medis

TRANSCRIPT

Page 1: Healthcare associated Pneumonia  Pneumonia terkait perawatan medis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

HAP (Hospital acquired pneumonia)

Hospital acquired pneumonia adalah pneumonia yang timbul dalam waktu 48 jam

setelah rawat inap dan tidak sedang dalam masa inkubasi saat pasien masuk.

VAP (ventilator associated pneumonia)

Ventilator acquired pneumonia adalah pneumonia yang timbul dalam waktu 48 – 72

jam setelah tindakan intubasi endotrakeal.

HCAP (healthcare associated pneumonia)

Healthcare associated pneumonia meliputi pasien yang dirawat, selama 2 hari atau lebih

karena infeksi dalam waktu 90 hari terakhir, tinggal di fasilitas perawatan jangka panjang,

menerima terapi antibiotika intravena, kemoterapi atau perawatan luka dalam 30 hari terakhir

atau mendapatkan terapi hemodialisa.3

B. Etiologi

Patogen penyebab pneumonia nosokomial berbeda dengan pneumonia komuniti.

Pneumonia nosokomial dapat disebabkan oleh kuman multi drug resistance (MDR) misalnya

S.pneumoniae, H.Influenzae, Methicillin Sensitive Staphylococcus aureus (MSSA) dan

kuman MDR misalnya Pseudomonas aeurigunosa, Escherciia coli, Klebsiella pneumoniae.

Acinetobacter spp dan Gram positif seperti Methicillin Resistance Staphylococcus aureus

(MRSA).1

Pada pasien imunokompeten, HAP, VAP dan HCAP dapat disebabkan oleh spektrum

bakteri yang luas dan bersifat polimikrobial, namun jarang oleh virus atau jamur. Patogen

yang sering ditemukan adalah basil aerobic gram negative (contoh : P. aeruginosa, E. coli, K.

pneumonia, Acinetobacter Sp.) dan kokus gram negative seperti S.aureus. Hasil studi negara-

negara di Asia menunjukkan peningkatan insidens Acinetobacter Sp. di Malaysia, Thailand,

Pakistan dan India. P.aeruginosa merupakan penyebab utama HAP di China dan Filipina,

MRSA di Korea dan Taiwan.

8

Page 2: Healthcare associated Pneumonia  Pneumonia terkait perawatan medis

Data ICU RS Persahabatan menunjukkan etiologi patogen yang paling sering didapatkan

dari kultur sputum adalah P.aeruginosa (23%), A.baumanii (13%), E.cloacae (13%), dan

K.pneumonia (10%). P.aeruginosa ditemukan sebesar 33% pada kultur darah.3 Bahan

pemeriksaan untuk menentukan bakteri penyebab dapat diambil dari dahak, darah, cara

invasif, misalnya bilasan bronkus, sikatan bronkus, biopsi aspirasi transtorakal dan biopsi

aspirasi transtrakea. 1

C. Insidens

Hospital acquired pneumonia biasanya disebabkan oleh bakteri dan merupakan infeksi

nosokomial kedua tersering di AS dengan mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Insidensnya

berkisar antara 5 – 10 kasus per 1.000 pasien rawat inap dan pada pasien yang menggunakan

ventilator, meningkat antara 6 – 20 kali lipat. Angka kejadian sebenarnya dari pneumonia

nosokomial di Indonesia tidak diketahui disebabkan antara lain data nasional tidak ada dan

data yang ada hanya berasal dari beberapa rumah sakit swasta dan pemerintah serta angkanya

sangat bervariasi. Data dari RS Persahabatan dan RS Dr. Soetomo hanya menunjukkan pola

kuman yang ditemukan di ruang rawat intensif. Data ini belum dapat dikatakan sebagai

infeksi nosokomial karena waktu diagnosis dibuat tidak dilakukan foto toraks pada saat

pasien masuk ruang rawat intensif.

Berdasarkan hasil studi beberapa rumah sakit di Asia, infeksi saluran napas yang didapat

di ICU berkisar antara 9 – 23 % dari total infeksi saluran napas. 90 % muncul saat

penggunaan ventilasi mekanik.1,3

Awitan pneumonia merupakan variabel epidemiologic yang penting dalam menentukan

faktor resiko penyebab patogen spesifik dan keluaran pasien. HAP / VAP awitan dini yang

timbul dalam 4 hari pertama rawat inap kemungkinan besar disebabkan oleh bakteri sensitif

antibiotika dan prognosisnya lebih baik. HAP / VAP awitan lambat > 5 hari kemungkinan

disebabkan oleh patogen MDR (multi drug resistant) dan mordibitas dan mortalitasnya

tinggi. Angka kematian kasar (crude mortality rate) untuk HAP berkisar antara 25 – 54 %.

Mortalitas VAP menurut data di Singapura sampai 73%. Kematian sering disebabkan oleh

bakteremia (terutama Pseudomonas Aeruginosa), penyakit yang mendasari serta terapi

antibiotika yang tidak adekuat.1,3

9

Page 3: Healthcare associated Pneumonia  Pneumonia terkait perawatan medis

D. Faktor Predisposisi atau Faktor Risiko Pneumonia Nosokomial

Faktor risiko pada pneumonia sangat banyak dibagi menjadi 2 bagian:

1. Faktor yang berhubungan dengan daya tahan tubuh

Penyakit kronik (misalnya penyakit jantung, PPOK, diabetes, alkoholisme,

azotemia), perawatan di rumah sakit yang lama, koma, pemakaian obat tidur, perokok,

intubasi endotrakeal, malnutrisi, umur lanjut, pengobatan steroid, pengobatan

antibiotik, waktu operasi yang lama, sepsis, syok hemoragik, infeksi berat di luar paru

dan cidera paru akut (acute lung injury) serta bronkiektasis.

2. Faktor eksogen

a. Pembedahan :

Besar risiko kejadian pneumonia nosokomial tergantung pada jenis

pembedahan, yaitu torakotomi (40%), operasi abdomen atas (17%) dan operasi

abdomen bawah (5%).

b. Penggunaan antibiotik :

Antibiotik dapat memfasilitasi kejadian kolonisasi, terutama antibiotik yang

aktif terhadap Streptococcus di orofaring dan bakteri anaerob di saluran pencernaan.

Sebagai contoh, pemberian antibiotik golongan penisilin mempengaruhi flora normal

di orofaring dan saluran pencernaan. Sebagaimana diketahui Streptococcus

merupakan flora normal di orofaring melepaskan bacterocins yang menghambat

pertumbuhan bakteri gram negatif. Pemberian penisilin dosis tinggi akan menurunkan

sejumlah bakteri gram positif dan meningkatkan kolonisasi bakteri gram negatif di

orofaring.

c. Peralatan terapi pernapasan

Kontaminasi pada peralatan ini, terutama oleh bakteri Pseudomonas

aeruginosa dan bakteri gram negatif lainnya sering terjadi.

d. Pemasangan pipa/selang nasogastrik, pemberian antasid dan alimentasi enteral

Pada individu sehat, jarang dijumpai bakteri gram negatif di lambung karena

asam lambung dengan pH < 3 mampu dengan cepat membunuh bakteri yang tertelan.

Pemberian antasid / penyekat H2 yang mempertahankan pH > 4 menyebabkan

peningkatan kolonisasi bakteri gram negatif aerobik di lambung, sedangkan larutan

enteral mempunyai pH netral 6,4 - 7,0.

e. Lingkungan rumah sakit

10

Page 4: Healthcare associated Pneumonia  Pneumonia terkait perawatan medis

Faktor resiko kejadian yang disebabkan patogen-patogen bakteri MDR1,3

Terapi antimikroba dalam waktu 90 hari sebelumnya

Perawatan RS ≥ 5 hari

Prevalensi kuman MDR di unit RS spesifik yang tinggi

Faktor resiko HCAP :

- Perawatan 2 hari atau lebih dalam 90 hari terakhir

- Tinggal di fasilitas perawatan jangka lama

- Terapi intravena di rumah

- Dialysis dalam 30 hari terakhir

- Anggota keluarga dengan infeksi bakteri MDR

Penyakit dan atau terapi immunosupresif

E. Patogenesis

Patogenesis pneumonia nosokomial pada prinsipnya sama dengan pneumonia komuniti.

Pneumonia terjadi apabila mikroba masuk ke saluran napas bagian bawah. Ada empat rute

masuknya mikroba tersebut ke dalam saluran napas bagian bawah yaitu : 1

1. Aspirasi, merupakan rute terbanyak pada kasus-kasus tertentu seperti kasus neurologis

dan usia lanjut

2. Inhalasi, misalnya kontaminasi pada alat-alat bantu napas yang digunakan pasien

3. Hematogenik

4. Penyebaran langsung

Prinsip utama patogenesis3

1. Sumber patogen untuk HAP adalah alat-alat perawatan kesehatan, lingkungan (udara,

air) dan transfer patogen antara pasien dan staf medis atau antar pasien. (level II).

2. Kolonisasi berkaitan dengan keadaan hospes dan pengobatan (level II).

3. Aspirasi patogen orofaring atau tumpahnya secret yang mengandung bakteri di sekitar

cuff pipa endotrakeal merupakan rute utama masuknya bakteri (level II).

4. Inhalasi atau inokulasi, penyebaran hematogen melalui kateter intravena dan

translokasi kuman traktus gastrointestinal merupakan mekanisme patogenesis yang

jarang terjadi (level II).

5. Lambung dan sinus paranasal dapat menjadi reservoir potensial dan berkontribusi

terhadap kolonisasi bakteri orofaring. (level II).

11

Page 5: Healthcare associated Pneumonia  Pneumonia terkait perawatan medis

F. Strategi dan pendekatan diagnostik3

Dugaan HAP, VAP atau HCAP

Ambil kultur dan pemeriksaan mikroskopik

Sekret saluran napas bawah

Kecuali bila secara klinis tidak curiga pneumonia dan hasil

Mikroskopi sekret negatif, terapi empirik seperti gambar 2

Hari ke 2 dan 3 : cek hasil kultur dan keadaan klinis

(suhu, leukosit, rontgent dada, oksigenasi, sputum, fungsi organ)

Perbaikan klinis dalam 48 – 72 jam

Tidak Ya

12

Page 6: Healthcare associated Pneumonia  Pneumonia terkait perawatan medis

Tidak :

Kultur (-) : cari infeksi dan faktor penyulit di tempat lain

Kultur (+) : sesuaikan jenis antibiotika, cari kuman lain dan komplikasinya

Ya :

Kultur (-) : pertimbangan penghentian antibiotika

Kultur (+) : de-eskalasi antibiotika, obati pasien selama 7 – 8 hari dan evaluasi

G. Rekomendasi Diagnosis3

1. Anamnesa dan pemeriksaan fisik menyeluruh untuk menentukan derajat HAP,

menyingkirkan kemungkinan sumber lain infeksi potensial dan kondisi spesifik (level

II)

2. Pemeriksaan foto rontgent dada secara postero-anterior dan lateral (level II)

3. Pada pasien yang diintubasi, bila tidak ditemukan tanda klinis infeksi, tidak perlu

diterapi atau pemeriksaan diagnostik lanjut (level II)

4. Pemantauan saturasi oksigen, AGD untuk menentukan asidosis metabolik /

respiratorik bersama pemeriksaan lainnya (darah lengkap, elektrolit, fungsi hati dan

ginjal) untuk mengetahui adanya multiple organ dysfunction (level II)

5. Semua pasien yang dicurigai VAP harus dilakukan kultur darah (level II)

6. Sampel sekret saluran napas bawah harus diperiksa sebelum penggantian antibiotika

H. Diagnosis1,2

Menurut kriteria dari The Centers for Disease Control (CDC-Atlanta), diagnosis

pneumonia nosokomial adalah sebagai berikut :

1) Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah dirawat di rumah sakit dan

menyingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi pada waktu masuk rumah sakit

2) Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar :

• Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif

• Ditambah 2 diantara kriteria berikut:

- suhu tubuh > 38oC

- sekret purulen

- leukositosis

13

Page 7: Healthcare associated Pneumonia  Pneumonia terkait perawatan medis

3) Kriteria pneumonia nosokomial berat menurut ATS

1. Dirawat di ruang rawat intensif

2. Gagal napas yang memerlukan alat bantu napas atau membutuhkan O2 > 35 %

untuk mempertahankan saturasi O2 > 90 %

3. Perubahan radiologik secara progresif berupa pneumonia multilobar atau kaviti dari

infiltrat paru

4. Terdapat bukti-bukti ada sepsis berat yang ditandai dengan hipotensi dan atau

disfungsi organ yaitu :

• Syok (tekanan sistolik < 90 mmHg atau diastolik < 60 mmHg)

• Memerlukan vasopresor > 4 jam

• Jumlah urin < 20 ml/jam atau total jumlah urin 80 ml/4 jam

• Gagal ginjal akut yang membutuhkan dialisis

Identifikasi penyebab mikrobiologi:

a. Pewarnaan Gram sputum

b. Kultur sputum

c. Kultur darah

d. Pemeriksaan serologis, pemeriksaan antigen, pemeriksaan polymerase chaim

reaction (PCR), dan tes invasive (torakosentesis, aspirasi transtrakheal,

bronkoskopi, aspirasi jarum transtorakal, biopsy jarum terbuka dan torakoskopi

(bila diperlukan).

I. Diagnosis Banding

1. Tuberculosis paru

2. Jamur

J. Pemeriksaan Penunjang1,2,3

1. Foto thoraks

2. Pulse oxymetri

3. Laboratorium rutin: DPL, hitung jenis, LED, glukosa darah, ureum, kreatinin, SGOT,

SGPT

4. Analisa gas darah, elektrolit

5. Pewarnaan Gram sputum

14

Page 8: Healthcare associated Pneumonia  Pneumonia terkait perawatan medis

6. Kultur sputum

7. Kultur darah

8. Pemeriksaan serologis

9. Pemeriksaan antigen

10. Pemeriksaan polymerase chain reaction

11. Tes invasive (torakosentesis, aspirasi transtrakeal, bronkoskopi, aspirasi jarum

transtorakal, biopsy paru terbuka dan thorakoskopi)

K. Tata Laksana

Rekomendasi strategi klinis3

1. Pemeriksaan gram sekret trakeal dapat digunakan sebagai petunjuk untuk

memulai terapi empiris dan meningkatkan nilai diagnostic CPIS (Clinical

pulmonary infection syndrome) (level II).

2. Hasil negatif dari sekret trakea pada pasien yang dalam 72 jam tidak mengalami

perubahan antibiotika memiliki nilai prediktif negatif kuat (94%) dan perlunya

mencari sumber infeksi lain (level II).

3. Gambaran infiltrat baru atau perkembangan gambaran infiltrat progresif pada

rontgent paru, ditambah 2 dari 3 tanda klinis (demam > 38o C, leukositosis atau

leukopenia, dan sekret purulen) merupakan kriteria klinis paling akurat untuk

memulai terapi empiris (level II).

4. Evaluasi ulang penggunaan antibiotika berdasarkan hasil kultur sekret secara

semikuantitatif harus dilakukan mulai hari ke ≤ 3 (level II).

5. Skor CPIS ≤ 6 selama tiga hari merupakan kriteria objektif untuk menghentikan

pengobatan empirik awal pada HAP (level II).

Tata Laksana Umum2

a. Rawat Jalan

Dianjurkan untuk tidak merokok, beristirahat, dan minum banyak cairan

Nyeri pleuritik / demam diredakan dengan paracetamol

Ekspektoran / mukolitik

Nutrisi tambahan pada penyakit yang berkepanjangan

Control setelah 48 jam atau lebih awal bila diperlukan

Bila tidak membaik dalam 48 jam: dipertimbangkan untuk dirawat di rumah

sakit, atau dilakukan foto thoraks

15

Page 9: Healthcare associated Pneumonia  Pneumonia terkait perawatan medis

b. Keputusan Merawat Pasien di RS ditentukan oleh:

Derajat berat CAP

Penyakit terkait

Faktor prognostic lain

Kondisi dan dukungan orang di rumah

Kepatuhan, keinginan pasien

Oksigen, bila perlu dengan pemantauan saturasi oksigen dan konsentrasi

oksigen inspirasi. Tujuannya: mempertahankan PaO2 ≥8 kPa dan SaO2 ≥92%

Tatalaksana oksigen pada pasien dengan penyakit dasar PPOK dengan

komplikasi gagal nafas dituntun dengan pengukuran analisa gas darah berkala

Cairan: bila perlu dengan cairan intravena

Nutrisi

Nyeri pleuritik / demam diredakan dengan paracetamol

Ekspektotan / mukolitik

Foto toraks diulang pada pasien yang tidak menunjukkan perbaikan yang

memuaskan

Tata Laksana Antibiotik1

1. Semua terapi awal antibiotik adalah empirik dengan pilihan antibiotik yang

harus mampu mencakup sekurang-kurangnya 90% dari patogen yang mungkin

sebagai penyebab, perhitungkan pola resistensi setempat

2. Terapi awal antibiotik secara empiris pada kasus yang berat dibutuhkan dosis

dan cara pemberian yang adekuat untuk menjamin efektiviti yang maksimal.

Pemberian terapi emperis harus intravena dengan sulih terapi pada pasien yang

terseleksi, dengan respons klinis dan fungsi saluran cerna yang baik.

3. Pemberian antibiotik secara de-eskalasi harus dipertimbangkan setelah ada hasil

kultur yang berasal dari saluran napas bawah dan ada perbaikan respons klinis.

4. Kombinasi antibiotik diberikan pada pasien dengan kemungkinan terinfeksi

kuman MDR

5. Jangan mengganti antibiotik sebelum 72 jam, kecuali jika keadaan klinis

memburuk

6. Data mikroba dan sensitiviti dapat digunakan untuk mengubah pilihan empirik

apabila respons klinis awal tidak memuaskan. Modifikasi pemberian antibiotik

16

Page 10: Healthcare associated Pneumonia  Pneumonia terkait perawatan medis

berdasarkan data mikrobial dan uji kepekaan tidak akan mengubah mortaliti apabila

terapi empirik telah memberikan hasil yang memuaskan.

17

Page 11: Healthcare associated Pneumonia  Pneumonia terkait perawatan medis

18

Page 12: Healthcare associated Pneumonia  Pneumonia terkait perawatan medis

LAMA TERAPI

Pasien yang mendapat antibiotik empirik yang tepat, optimal dan adekuat,

penyebabnya bukan P.aeruginosa dan respons klinis pasien baik serta terjadi resolusi

gambaran klinis dari infeksinya maka lama pengobatan adalah 7 hari atau 3 hari bebas

panas. Bila penyebabnya adalah P.aeruginosa dan Enterobacteriaceae maka lama terapi

14 – 21 hari.

RESPONS TERAPI

Respons terhadap terapi dapat didefinisikan secara klinis maupun mikrobiologi.

Respons klinis terlihat setelah 48 – 72 jam pertama pengobatan sehingga dianjurkan tidak

merubah jenis antibiotik dalam kurun waktu tersebut kecuali terjadi perburukan yang

nyata. Bila hasil pengobatan tidak memuaskan maka modifikasi mutlak diperlukan sesuai

hasil kultur dan kepekaan kuman. Respons klinis berhubungan dengan faktor pasien

(seperti usia dan komorbid), faktor kuman (seperti pola resisten, virulensi dan keadaan

lain).

Hasil kultur kuantitatif yang didapat dari bahan saluran napas bawah sebelum dan

sesudah terapi dapat dipakai untuk menilai resolusi secara mikrobiologis. Hasil

mikrobiologis dapat berupa: eradikasi bakterial, superinfeksi, infeksi berulang atau

infeksi persisten.

Parameter klinis adalah jumlah leukosit, oksigenasi dan suhu tubuh. Perbaikan

klinis yang diukur dengan parameter ini biasanya terlihat dalam 1 minggu pengobatan

antibiotik. Pada pasien yang memberikan perbaikan klinis, foto toraks tidak selalu

menunjukkan perbaikan, akan tetapi apabila foto toraks memburuk maka kondisi klinis

pasien perlu diwaspadai.

L. Penyebab Perburukan

Diantaranya kasus-kasus yang diobati bukan pneumonia, atau tidak

memperhitungkan faktor tertentu pejamu, bakteri atau antibiotik, Beberapa penyakit

noninfeksi seperti gagal jantung, emboli paru dengan infark, kontusio paru , pneumonia

aspirasi akibat bahan kimia diterapi sebagai HAP.

Faktor pejamu yang menghambat perbaikan klinis adalah pemakaian alat bantu

mekanis yang lama, gagal napas, keadaan gawat, usia di atas 60 tahun, infiltrat paru

bilateral, pemakaian antibiotik sebelumnya dan pneumonia sebelumnya. Faktor bakteri

yang mempengaruhi hasil terapi adalah jenis bakteri, resistensi kuman sebelum dan

19

Page 13: Healthcare associated Pneumonia  Pneumonia terkait perawatan medis

selama terapi terutama P.aeruginosa yang diobati dengan antibiotik tunggal. Hasil buruk

dihubungkan biasanya dengan basil gram negatif, flora polimikroba atau bakteri yang

telah resisten dengan antibiotik. Pneumonia dapat juga disebabkan oleh patogen lain

seperti M.tuberculosis, jamur dan virus atau patogen yang sangat jarang sehingga tidak

diperhitungkan pada pemberian antibiotik.

Penyebab lain kegagalan terapi adalah komplikasi pneumonia seperti abses paru

dan empiema. Pada beberapa pasien HAP mungkin terdapat sumber infeksi lain yang

bersamaan seperti sinusitis, infeksi karena kateter pembuluh darah, enterokolitis dan

infeksi saluran kemih. Demam dan infiltrat dapat menetap karena berbagai hal seperti

demam akibat obat, sepsis dengan gagal organ multipel.

M. Evaluasi Kasus Tidak Respons

Pada kasus-kasus yang cepat terjadi perburukan atau tidak respons terapi awal perlu

dilakukan evaluasi yang agresif mulai dengan mencari diagnosis banding dan melakukan

pengulangan pemeriksaan kultur dari bahan saluran napas dengan aspirasi endotatrakeal atau

dengan tindakan bronkoskopi.

20

Page 14: Healthcare associated Pneumonia  Pneumonia terkait perawatan medis

N. Pencegahan Pneumonia Nosokomial

1. Pencegahan pada orofaring dan koloni di lambung

• Hindari pemakaian antibiotik yang tidak tepat, hal ini akan memudahkan terjadi

multi drug resistant (MDR)

• Pemilihan dekontaminan saluran cerna secara selektif termasuk antibiotik parenteral

dan topikal menurut beberapa penelitian sangat efektif untuk menurunkan infeksi

pneumonia nosokomial.

• Pemakaian sukralfat disamping penyekat H2 direkomendasikan karena sangat

melindungi tukak lambung tanpa mengganggu pH. Penyekat H2 dapat meningkatkan

risiko pneumonia nosokomial tetapi hal ini masih merupakan perdebatan.

• Penggunaan obat-obatan untuk meningkatkan gerakan duodenum misalnya

metoklopramid dan sisaprid, dapat pula menurunkan bilirubin dan kolonisasi bakteri

di lambung.

• Anjuran untuk berhenti merokok

• Meningkatkan program vaksinasi S.pneumoniae dan influenza

2. Pencegahan aspirasi saluran napas bawah

• Letakkan pasien pada posisi kepala lebih ( 30-45 O ) tinggi untuk mencegah aspirasi

isi lambung

• Gunakan selang saluran napas yang ada suction subglotis

• Gunakan selang lambung yang kecil untuk menurunkan kejadian refluks gastro

esofagal

• Hindari intubasi ulang untuk mencegah peningkatan bakteri yang masuk ke dalam

saluran napas bawah

• Pertimbangkan pemberian makanan secara kontinyu dengan jumlah sedikit melalui

selang makanan ke usus halus

3. Pencegahan inokulasi eksogen

• Prosedur pencucian tangan harus dijalankan sesuai prosedur yang benar, untuk

menghindari infeksi silang

• Penatalaksanaan yang baik dalam pemakaian alat-alat yang digunakan pasien

misalnya alat-alat bantu napas, pipa makanan dll

• Disinfeksi adekuat pada waktu pencucian bronkoskop serat lentur

• Pasien dengan bakteri MDR harus diisolasi

21

Page 15: Healthcare associated Pneumonia  Pneumonia terkait perawatan medis

• Alat-alat yang digunakan untuk pasien harus diganti secara berkala misalnya selang

makanan , jarum infus dll

4. Mengoptimalkan pertahanan tubuh pasien

• Drainase sekret saluran napas dengan cara fisioterapi

• Penggunaan tempat tidur yang dapat diubah-ubah posisinya

• Mobilisasi sedini mungkin

O. PROGNOSIS

Prognosis akan lebih buruk jika dijumpai salah satu dari kriteria di bawah ini, yaitu

1. Umur > 60 tahun

2. Koma waktu masuk

3. Perawatan di IPI

4. Syok

5. Pemakaian alat bantu napas yang lama

6. Pada foto toraks terlihat gambaran abnormal bilateral

7. Kreatinin serum > 1,5 mg/dl

8. Penyakit yang mendasarinya berat

9. Pengobatan awal yang tidak tepat

10.Infeksi yang disebabkan bakteri yang resisten (P.aeruginosa, S.malthophilia,

Acinetobacter spp. atau MRSA)

11.Infeksi onset lanjut dengan risiko kuman yang sangat virulen

12.Gagal multiorgan

13.Penggunaan obat penyekat H2 yang dapat meningkatkan pH pada pencegahan

perdarahan usus

22

Page 16: Healthcare associated Pneumonia  Pneumonia terkait perawatan medis

23

Page 17: Healthcare associated Pneumonia  Pneumonia terkait perawatan medis

N. Komplikasi2

- CAP Berat

Bila memenuhi satu criteria mayor (dari 2 kriteria modifikasi) atau dua criteria

minor (dari 3 kriteria minor modifikasi)

Criteria minor yang dikaji saat masuk RS:

- Gagal nafas berat (PaO2 / FIO2 <250)

- Foto toraks: pneumonia mutlilobaris

- TD sistolik ≤ 90 mmHg

Criteria mayor yang dikaji saat masuk RS atau dalam perjalanan penyakit:

- Perlunya ventilator mekanis

- Syok sepsis

- Gagal nafas

- Sepsis

- Gagal ginjal akut

- Efusi parapneumonik

- Bronkiektasis

24

Page 18: Healthcare associated Pneumonia  Pneumonia terkait perawatan medis

Tabel skoring CPIS3

Suhu (oC) ≥ 36.5 dan ≤ 38.4

≥ 38.5 dan ≤ 38.9

≥ 39.0 dan ≤ 36.0

0

1

2

Leukosit (mm3) ≥ 4000 dan ≤ 11.000

≤ 4000 dan ≥ 11.000

0

1

Sekresi trakeal Tidak ada

Sekresi non purulen

Sekresi purulen

0

1

2

PaO2 / FiO2 mmHg >240 atau ARDS (PaO2 ≤ 200)

≤ 240 dan tanpa ARDS

0

2

Foto Thoraks Tanpa infiltrat

Infiltrat difus atau bercak

Infiltrat lokal

0

1

2

Progresivitas infiltrate

pulmonar

Tanpa progresivitas radiologi

Progresivitas radiologik

0

2

Kultur aspirat trakeal Hasil jarang, sedikit, tanpa pertumbuhan

Kultur bakteri pathogen hasil menengah

Bakteri pathogen yang sama juga dijumpai pada

pewarnaan gram

0

1

1

Hasil skoring > 6 sugestif pneumonia

25

Page 19: Healthcare associated Pneumonia  Pneumonia terkait perawatan medis

BAB III. PEMBAHASAN

1. Diagnosis CDC

- Pasien dengan keluhan sesak

- Pada foto thorax ditemukan adanya infiltrat, kesan bronkopneumonia. Tidak

ditemukan kelainan radiologi pada jantung

- Suhu pasien 38.6 derajat Celcius (>38 derajat Celcius)

- Pasien sulit mengeluarkan dahak. Dahak yang keluar kental, warna putih bening,

darah tidak ada.

- Leukositosis (21.900)

- Pemeriksaan Sputum BTA

Tanggal 23 Januari 2014 : Negatif

Tanggal 27 januari 2014 : Negatif

- Skoring CPIS : 7 (sugestif Pneumonia)

- Onset pneumonia timbul setelah pasien mendapat perawatan di Rumah Sakit

selama 35 hari (15 Desember 2013 – 20 Januari 2014)

Kriteria Pneumonia Nosokomial Berat

- Pasien tidak dirawat di ICU

- Tidak ditemukan tanda gagal napas (Saturasi 97.4%)

- Pada pemeriksaan radiologi tidak ditemukan kavitas ataupun kesan multilobar

- Tanda sepsis (syok, retensi urin) tidak ada

Kesimpulan :

Pasien memenuhi kriteria diagnosis HCAP dimana tidak ditemukan tanda

Pneumonia Berat.

2. Faktor Resiko Endogen

- Pasien pria berusia 74 tahun (lebih dari 60 tahun)

- Penyakit yang mendasari HCAP tidak ada

- Penyakit kronik tidak ada

- Kebiasaan merokok, negatif

26

Page 20: Healthcare associated Pneumonia  Pneumonia terkait perawatan medis

3. Faktor Resiko Eksogen

- Tindakan invasif tidak ada (tindakan endoskopi dibatalkan karena pasien

mengalami stroke)

- Pemasangan selang nasogastrik, ada

- Kontaminasi dari lingkungan Rumah Sakit dan peralatan (?)

4. Faktor Resiko patogen MDR

- Terapi anti-mikroba 90 hari sebelum infeksi, tidak ada

- Perawatan Rumah Sakit >5 hari, ada

- Prevalensi kuman MDR di Rumah Sakit, belum diketahui

- Anggota keluarga dengan infeksi bakteri MDR, negatif

- Perawatan jangka lama, dirawat selama sebulan karena stroke

- Penyakit atau terapi imunosupresif, tidak ada

5. Terapi

- Oksigenasi nasal kanul 3 liter per menit

- Terapi antibotik empiris untuk CHAP late onset atau dengan resiko MDR

Sefalosporin antipseudomonal

Contoh : sefepim inj 3 x 1 gr IV

27

Page 21: Healthcare associated Pneumonia  Pneumonia terkait perawatan medis

Daftar Pustaka

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan

Pneumonia Nosokomial di Indonesia. Jakarta : PDPI

2. Sastroasmoro, Sudigdo. Dkk. 2007. Panduan Pelayanan Medis Departemen Penyakit

Dalam RSCM. Jakarta

3. PERDICI. 2009. Panduan Tata Kelola Hospital Aquired Pneumonia, Ventilator associated

Pneumonia dan HealthCare associated Pneumonia Pasien Dewasa. Jakarta : Centra

Communications

28