plankton pltu suralaya

Upload: roury-el-fath

Post on 04-Feb-2018

243 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/21/2019 plankton PLTU Suralaya

    1/21

    24

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1Parameter Fisika Perairan

    4.1.1 Suhu

    Setiap organisme perairan mempunyai batas toleransi yang berbeda terhadap

    perubahan suhu perairan bagi kehidupan dan pertumbuhan organisme perairan. Oleh

    karena itu suhu merupakan salah satu faktor fisika perairan yang sangat penting bagi

    kehidupan organisme atau biota perairan. Secara umum suhu berpengaruh langsung

    terhadap biota perairan berupa reaksi enzimatik pada organisme dan tidak

    berpengaruh langsung terhadap struktur dan disperse hewan air (Nontji 1984). Data

    rata-rata suhu di perairan PLTU Suralaya yang diambil dipetakan menggunakan

    Surfer 10.0 (Gambar 4).

    Gambar 4. Peta Rata-Rata Suhu Setiap Stasiun

  • 7/21/2019 plankton PLTU Suralaya

    2/21

    25

    Berikut tabel rata-rata suhu di perairan PLTU Suralaya Cilegon Banten (Tabel 3).

    Tabel 3. Perbandingan Rata-Rata Suhu Perairan Dengan Baku Mutu Air

    Laut Untuk Biota Laut

    Stasiun Suhu Perairan (C) Baku Mutu Suhu (C)

    St.1 29,75 30

    St.2 38 30

    St.3 36,5 30

    St.4 33,75 30

    St.5 33 30

    St.6 31 30

    Sumber : Kep.51/MENKLH/2004

    Pada tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa nilai rata-rata suhu tertinggi 38C

    pada Stasiun 2 yaitu outletdari limbah bahang. Lokasi ini merupakan tempat pertama

    dari keluarnya limbah bahang tersebut yang membuat suhu perairan panas, selain itu

    juga merupakan tempat yang tertutup yang bisa menjadi penyebab tingginya suhu

    ditempat ini. Nilai rata-rata suhu terendah berada pada Stasiun 1 yang merupakan

    inlet. Pada stasiun ini merupakan air laut pertama kali masuk dan belum mendapat

    pengaruh yang besar dari lingkungan sekitarnya. Kisaran suhu yang baik bagi

    kehidupan organisme perairan antara 18-30C. Berdasarkan nilai rata-rata suhu secara

    keseluruhan dengan pengukuran selama 4 kali sampling, suhu pada Stasiun 1 masih

    sesuai dengan Kep.51/MENKLH/2004 yaitu tentang baku mutu air laut untuk biota

    laut yang menyatakan suhu yang baik berkisar antara 28-30C. Pada Stasiun 2 dan 3

    suhu perairan termasuk kedalam kategori tinggi, karena sudah melewati batas suhu

    toleransi plankton, yaitu 35C (Nybbaken 1988).

    Untuk Stasiun 4 dan 5 walaupun suhu perairan masih tergolong tinggi tetapi

    suhu tersebut masih dalam batas suhu toleransi untuk plankton, dan masih sesuai

    dengan baku mutu tentang kegiatan pembangkit listrik tenaga termal sebagai sumber

    proses utama yang sudah ditetapkan oleh Kep.08/MENKLH/2009 yaitu sebesar

  • 7/21/2019 plankton PLTU Suralaya

    3/21

    26

    40C. Suhu pada Stasiun 6 masih cukup baik dalam mendukung kehidupan plankton

    karena sesuai dengan penyataan (Reynold 1990) bahwa suhu yang baik bagi

    pertumbuhan plankton adalah 25-31C. Semakin jauh titik lokasi pengambilan

    sampel dari lokasi muara kanal bahang, maka suhu akan semakin rendah (Lampiran

    5) dan itu akan mempengaruhi kelimpahan plankton.

    4.1.2 Kecepatan Arus

    Data nilai rata-rata kecepatan arus di perairan PLTU Suralaya yang diambil

    digambarkan menggunakan histogram (Gambar 5).

    Gambar 5. Nilai Rata-Rata Kecepatan Arus Pada Setiap Stasiun

    Berdasarkan data hasil penelitian didapat bahwa rata-rata kecepatan arus

    tertinggi berada pada Stasiun 3 dan kecepatan arus terendah berada pada Stasiun 1

    dan Stasiun 4. Pada Stasiun 2 tidak ada pengukuran kecepatan arus, karena pada

    stasiun ini terdapat arus balik dan kondisi tempat yang tidak memungkinkan untuk

    dilakukan pengukuran. Faktor yang mempengaruhi tingginya kecepatan arus pada

    Stasiun 3 ini diantaranya adalah tekanan air yang berasal dari Stasiun 2. Bishop

    (1984) menyatakan bahwa, gaya utama yang berperan dalam sirkulasi massa air

    adalah gaya gradien tekanan, gaya coriolis, gaya gravitasi, gaya gesekan, dan gaya

    sentrifugal, ini diperkirakan pada Stasiun 3 terjadi gaya gradien tekanan dan gaya

    gesekan yang lebih besar dibandingan dengan stasiun yang lainnya. Untuk faktor

    0.2

    0.8

    0.2

    0.3 0.3

    0

    0.1

    0.2

    0.3

    0.4

    0.5

    0.6

    0.7

    0.8

    0.9

    Stasiun 1 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6

    KecepatanArus(m/s)

  • 7/21/2019 plankton PLTU Suralaya

    4/21

    27

    angin menurut (Supangat 2003) bahwa, semakin cepat kecepatan angin, semakin

    besar gaya gesekan yang bekerja pada permukaan laut, dan semakin besar arus

    permukaan. Dalam proses gesekan antara angin dengan permukaan laut dapat

    menghasilkan gerakan air yaitu pergerakan air laminar dan pergerakan air turbulen.

    Kecepatan arus yang semakin besar akan sangat mempengaruhi keberadaan dan juga

    jumlah kelimpahan plankton, pada Stasiun 3 jumlah kelimpahan plankton adalah

    yang terkecil jika dibandingkan dengan jumlah kelimpahan palankton pada stasiun

    yang lainnya (Lampiran 2).

    4.1.3 Transparansi

    Data nilai rata-rata transparansi di perairan PLTU Suralaya yang diambil

    digambarkan menggunakan histogram (Gambar 6).

    Gambar 6. Nilai Rata-Rata Transparansi Pada Setiap Stasiun

    Berdasarkan data hasil penelitian didapat bahwa rata-rata transparansi

    tertinggi berada pada Stasiun 6 dan transparansi terendah berada pada Stasiun 2.

    Perbedaan nilai rata-rata transparansi ini karena adanya sedimentasi yang berupa sisa-

    sisa pembakaran dari batubara dan lokasi Stasiun 2 sedikit mendapat pengaruh dari

    sinar matahari karena lokasinya yang berada didalam komplek PLTU Suralaya,

    sedangkan pada Stasiun 6 karena lokasinya berada dilaut mendapat pengaruh

    0.97

    0.7

    0.92

    1.25 1.22

    1.57

    0

    0.2

    0.40.6

    0.8

    1

    1.2

    1.4

    1.6

    1.8

    Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6

    Tran

    sparansi(m

    )

  • 7/21/2019 plankton PLTU Suralaya

    5/21

    28

    langsung dari sinar matahari dan pengaruh sedimentasi rendah. American Public

    Health Association(1992) menyatakan bahwa nilai kecerahan yang dinyatakan dalam

    satuan meter sangat dipengaruhi oleh bahan-bahan partikel tersuspensi, partikel

    koloid, kekeruhan, warna perairan, jasad renik, detritus, plankton, keadaan cuaca,

    waktu pengukuran dan ketelitian orang yang melakukan pengukuran.

    4.2Parameter Kimiawi Perairan

    4.2.1 Salinitas

    Data nilai rata-rata salinitas di perairan PLTU Suralaya yang diambil

    digambarkan menggunakan histogram (Gambar 7).

    Gambar 7. Nilai Rata-Rata Salinitas Pada Setiap Stasiun

    Berdasarkan data hasil penelitian didapat bahwa rata-rata salinitas tertinggi

    berada pada Stasiun 6 dan salinitas terendah berada pada Stasiun 2. Rendahnya

    salinitas pada Stasiun 2 diperkirakan bahwa pada Stasiun 2 adanya air limbah

    domestik yang berasal dari komplek PLTU Suralaya. Pada Stasiun 1, Stasiun 4 dan

    Stasiun 6 salinitasnya cukup untuk pertumbuhan plankton hal ini didukung oleh

    pernyataan (Nybakken 1992) bahwa salinitas yang baik untuk pertumbuhan plankton

    di laut adalah 30-35.Menurut (Sachlan 1972) pada kisaran salinitas diatas 20,

    fitoplankton kelas Bacillariophyceae akan mendominasi perairan (Gambar 14).

    30

    25.75

    28

    30.25

    27.75

    30.5

    2324

    25

    26

    27

    28

    29

    30

    31

    Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6

    Salinitas()

  • 7/21/2019 plankton PLTU Suralaya

    6/21

  • 7/21/2019 plankton PLTU Suralaya

    7/21

    30

    termasuk kedalam kategori rendah bila di bandingkan dengan stasiun yang lainnya

    (Lampiran 2). Akrimil dan Subroto (2002) dalam Johan dan Ediwarman (2011)

    menyatakan bahwa derajat keasaman (pH) air merupakan salah satu sifat kimia air

    yang mempengaruhi pertumbuhan tumbuh-tumbuhan dan hewan air sehingga sering

    digunakan sebagai petunjuk untuk menyatakan baik buruknya suatu lingkungan air

    sebagai lingkungan hidup. Derajat keasaman perairan juga mempengaruhi daya tahan

    organisme, pH yang rendah akan menyebabkan penyerapan oksigen oleh organisme

    laut akan terganggu.

    4.2.3 Oksigen Terlarut ( DO )

    Data nilai rata-rata oksigen terlarut di perairan PLTU Suralaya yang diambil

    digambarkan menggunakan histogram (Gambar 9).

    Gambar 9. Nilai Rata-Rata DO Pada Setiap Stasiun

    Rata-rata nilai DO setiap stasiun yang diperoleh dari hasil pengukuran

    berkisar antara 4,7 mg/L sampai dengan 6,7 mg/L. Kadar DO tertinggi ditunjukkan

    pada Stasiun 6 dan kadar DO terendah ditunjukkan pada stasiun 1. Perbedaan DO di

    setiap stasiun diakibatkan oleh perbedaan suhu pada setiap stasiun, semakin tinggi

    suhu maka DO akan semakin rendah. Didalam Kep.51/MENKLH/2004 tentang baku

    4.75.2 5

    6.15.6

    6.7

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6

    DO

    (mg/L)

  • 7/21/2019 plankton PLTU Suralaya

    8/21

    31

    mutu air laut untuk biota laut bahwa DO yang baik lebih dari 5 mg/L, tetapi jika nilai

    DO kurang dari 3 mg/L akan menyebabkan kematian biota organisme.Dari data hasil

    pengukuran selama dilapangan mengindikasikan bahwa perairan komplek PLTU

    Suralaya berada dalam kondisi DO yang baik, karena seluruh stasiun kecuali pada

    stasiun 1 mempunyai nilai rata-rata DO lebih dari 5 mg/L.

    4.2.4 Silikat ( Si )

    Data nilai rata-rata kandungan silikat di perairan PLTU Suralaya yang diambil

    digambarkan menggunakan histogram (Gambar 10).

    Gambar 10. Nilai Rata-Rata Kandungan Silikat (Si) Setiap Stasiun

    Kadar silikat tertinggi ditunjukkan pada Stasiun 1 dan kadar silikat terendah

    ditunjukkan pada Stasiun 2 dan Stasiun 6 . Konsentrasi kadar silikat tertinggi pada

    Stasiun 1 diperkirakan bahwa faktor lingkungan perairan yang masih baik, hal ini

    dibuktikan dengan kelimpahan plankton yang tinggi (Lampiran 2).Kadar silikat pada

    Stasiun 2 yang rendah diperkirakan bahwa pada stasiun ini kondisi perairan yang

    kurang baik karena pada stasiun ini merupakan outlet dari limbah bahang, ini

    dibuktikan dengan kelimpahan plankton yang rendah (Lampiran 2).

    1.1

    0.4

    0.80.7

    0.5

    0.4

    0

    0.2

    0.4

    0.6

    0.8

    1

    1.2

    Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6

    Silikat(mg/L)

  • 7/21/2019 plankton PLTU Suralaya

    9/21

    32

    Kemudian kadar silikat pada Stasiun 6 nilainya juga rendah, akan tetapi

    kelimpahannya tinggi. Hal ini diperkirakan karena titik lokasi pada Stasiun 6 cukup

    jauh dari titik lokasi Stasiun 2 yang memungkinkan kelimpahannya tinggi karena

    kadar silikat yang rendah tidak menjadi faktor utama terhadap kelimpahan plankton

    (Lampiran 2). Hal ini didukung oleh (Millero 1996) bahwa, konsentrasi silikat

    terlarut di lapisan permukaan perairan laut umumnya lebih rendah jika dibandingkan

    dengan di dasar perairan, kecuali didaerah yang mengalami upwelling. Effendi (2003)

    menyatakan bahwa rendahnya konsentrasi silikat di lapisan permukaan disebabkan

    lebih banyak organisme-organisme yang memanfaatkan silikat di lapisan ini, seperti

    diatom yang banyak membutuhkan silikat untuk membentuk dinding selnya.

    4.2.5 Nitrat

    Data nilai rata-rata kandungan nitrat di perairan PLTU Suralaya yang diambil

    digambarkan menggunakan histogram (Gambar 11).

    Gambar 11. Nilai Rata-Rata Kandungan Nitrat Setiap Stasiun

    Hasil pengukuran kadar nitrat dengan menggunakan metode analisis SNI 06-

    2480 1991 didapat kadar nitrat tertinggi berada pada Stasiun 1 dan terendah Stasiun

    4. Risamasu dan Prayitno (2011) menyatakan, senyawa nitrat secara alamiah berasal

    dari perairan itu sendiri melalui proses-proses penguraian pelapukan ataupun

    0.37

    0.15

    0.070.05

    0.3

    0.19

    0

    0.05

    0.1

    0.15

    0.2

    0.25

    0.3

    0.35

    0.4

    Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6

    Nitrat(mg/L

    )

  • 7/21/2019 plankton PLTU Suralaya

    10/21

  • 7/21/2019 plankton PLTU Suralaya

    11/21

    34

    biota laut bahwa kadar kandungan fosfat maksimal 0,015 mg/L. Data penelitian

    menunjukkan bahwa Stasiun 1 sampai dengan Stasiun 6 kadar fosfat lebih rendah dari

    baku mutu 0,015 mg/L yang sudah ditentukan oleh Kep.51/MENKLH/2004.

    Rendahnya kandungan fosfat diperairan PLTU Suralaya karena dasar perairan

    umumnya rendah akan zat hara, baik yang berasal dari dekomposisi sedimen maupun

    senyawa-senyawa organik yang berasal dari jasad flora dan fauna yang mati.

    Kemudian faktor lain yang mempengaruhi kadar fosfat adalah perbedaan suhu pada

    setiap stasiun, sehingga aktifitas plankton yang memanfaatkan fosfat juga tidak

    seragam (Ulqodry dkk 2010).

    5.1Distribusi Spasial Plankton Di Perairan Komplek PLTU Suralaya

    5.1.1 Kelimpahan Plankton

    Selama hidup suhu tubuh organisme perairan sangat tergantung pada suhu air

    laut tempat hidupnya. Oleh karena itu adanya perubahan suhu air akan membawa

    akibat yang kurang menguntungkan bagi organisme perairan yang bisa menyangkut

    kematian, menghambat proses pertumbuhan, mengganggu proses respirasi dan lain-

    lain. Selain suhu yang tinggi arus juga mempengaruhi keberadaan dari organisme

    plankton yang berenang bebas mengikuti arus dan sangat lemah kemampuan

    berenangnya. Karena plankton mempunyai daya berenang yang sangat lemah,

    organisme ini sangat dikuasai sekali oleh gerakan-gerakan air (Levinton 1982). Hasil

    penelitian di perairan Komplek PLTU Suralaya pada tahun 2013, diperoleh data

    fitoplankton yang terdiri dari kelasBacillariophyceae, Chlorophyceae, Cyanophyceae

    dan zooplankton terdiri dari Crustacea dan Tintinnidae. Kelas Bacillariophyceae

    merupakan yang paling dominan di perairan Komplek PLTU Suralaya.Data plankton

    yang diambil selama 4 kali sampling di perairan PLTU Suralaya, sebaran kelimpahanplankton dipetakan menggunakan Surfer 10.0 (Gambar 13).

  • 7/21/2019 plankton PLTU Suralaya

    12/21

    35

    Gambar 13. Peta Distribusi Spasial Plankton

  • 7/21/2019 plankton PLTU Suralaya

    13/21

    36

    Gambar 13 menjelaskan bahwa nilai kelimpahan plankton pada setiap stasiun

    berbeda. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kelimpahan dari plankton pada

    setiap stasiunnya diantaranya faktor fisika dan kimiawi perairan, tetapi ada 2 faktor

    yang sangat mempengaruhi kelimpahan dari plankton tersebut, yaitu suhu dan

    kecepatan arus . Pada minggu 1 sampai dengan minggu 4 jika dilihat dari faktor fisika

    perairan yaitu rata-rata suhu pada Stasiun 1 (inlet) masih termasuk kedalam suhu

    normal perairan laut pada umumnya (Lampiran 5) dan masih termasuk kedalam

    Kep.51/MENKLH/2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut. Rata-rata suhu

    pada Stasiun 2 (outlet) termasuk kedalam kategori lethal (Lampiran 5). Hal ini

    merupakan pengaruh yang cukup besar terhadap perbedaan kelimpahan plankton

    untuk Stasiun 1 dan Stasiun 2 karena suhu toleransi plankton sampai dengan 35C

    (Nybakken 1988).

    Rata-rata kecepatan arus pada Stasiun 1 tergolong rendah yaitu 0,2 m/s

    (Lampiran 5) ini membuktikan bahwa kelimpahan plankton pada Stasiun 1 lebih

    tinggi bila dibandingkan dengan kelimpahan plankton pada Stasiun 2 dan untuk

    Stasiun 2 tidak ada pengukuran kecepatan arus karena terdapat arus balik dan titik

    lokasi sampling yang tidak memungkinkan untuk dilakukan pengukuran. Rata-rata

    salinitas pada Stasiun 1 dan 2 nilainya cukup baik yaitu diatas 20 (Lampiran 5).

    Hal ini didukung oleh pernyataan (Sachlan 1982) yang menyatakan bahwa salinitas

    yang sesuai bagi fitoplankton adalah lebih besar dari 20 yang memungkinkan

    fitoplankton dapat bertahan hidup, memperbanyak diri, dan aktif melakukan

    fotosintesis, kemudian (Nontji 1984) juga menyatakan bahwa pada umumnya kisaran

    salinitas yang baik bagi kehidupan fitoplankton adalah 11-40, meskipun salinitas

    mempengaruhi produktifitas individu fitoplankton namun peranannya tidak begitu

    besar, tetapi di perairan pantai peranan salinitas mungkin lebih menentukan terjadinya

    suksesi jenis pada prodktifitas secara keseluruhan. Menurut (Pescod 1973) pH yang

    ideal bagi kehidupan fitoplankton pada umumnya berkisar antara 6,5-8 dan nilai rata-

    rata pH pada Stasiun 1 termasuk kedalam kategori ideal, tetapi tidak untuk Stasiun 2

    karena menurut Banerjea dalam Lamury (1990) nilai pH untuk Stasiun 2 termasuk ke

  • 7/21/2019 plankton PLTU Suralaya

    14/21

  • 7/21/2019 plankton PLTU Suralaya

    15/21

    38

    Tabel 4. Tabel Hasil Pengamatan Plankton Selama 4 Kali Sampling (Sel/m3)

    StasiunNo. Taksa Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6

    Fitoplankton

    1. Pleurotarenium 400 100 600 1.200 1.200 1300

    2. Hemiaulus 400 400 500 600 900 700

    3. Cerataulina 1200 400 - - - -

    4. Biddulphia 100 - - - - -

    5. Nodularia 400 400 - - 400 700

    6. Nitzschia - - 500 - - -

    7. Rhizosolenia - - - 500 500 700

    8. Pleorosygma - - - 400 - -

    Zooplankton

    9. Copepoda 400 - - - - -

    10. Euntintinnus 300 - 400 400 - 500

    Jumlah 3.200 1.300 2.000 3.100 3.000 3.900

    Komposisi jumlah kelas fitoplankton yang didapat di perairan PLTU Suralaya

    terdapat 3 kelas (Gambar 14).

    Gambar 14. Presentasi Kelas Fitoplankton

    Bacillariophyceae

    54%

    Cyanophyceae

    13%

    Chlorophyceae

    33%

  • 7/21/2019 plankton PLTU Suralaya

    16/21

    39

    Presentasi kelas Bacillariophyceae merupakan yang terbesar ini di duga

    bahwa kelasBacillariophyceaemerupakan fitoplankton yang bisa bertahan pada suhu

    di atas suhu normal kemudian menurut (Sachlan 1972) kisaran salinitas di atas 20

    fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae akan mendominasi perairan hal ini di

    dukung oleh data dilapangan bahwa salinitas pada Stasiun 1 sampai dengan Stasiun 6

    menunjukan nilai salinitas di atas 20 (Lampiran 5), dan untuk kelas Chlorophyceae

    yang termasuk ke dalam filum Cholophyta ini diduga karena kelas ini juga yang

    paling dominan dalam perairan hal ini didukung oleh pernyataan Sumich dalam

    Asriyana dan Yuliana (2012) yang menyatakan bahwa ada lima filum dari kelompok

    besar fitoplankton yang hidup diperairan, yaitu Cyanophyta (alga biru), Cholophyta

    (alga hijau), Chrysophyta (alga kuning), Pyrophyta dan Euglenophyta, dan untuk

    kelas Cyanophyceae ini juga di duga hanya fitoplankton jenisNodulariayang mampu

    bertahan pada suhu perairan yang tinggi. Komposisi jumlah kelas zooplankton yang

    didapat di perairan PLTU Suralaya terdapat 2 kelas (Gambar 15).

    Gambar 15. Presentasi Kelas Zooplankton

    Copepoda

    20%

    Euntintinnus

    80%

  • 7/21/2019 plankton PLTU Suralaya

    17/21

    40

    Presentasi kelas zooplankton untuk perairan sekitar PLTU Suralaya

    menunjukan kelas Euntintinus yang paling dominan ini di duga zooplankton jenis

    Euntintinus yang mampu bertahan pada suhu tinggi dan untuk kelas copepoda

    menurut (Nontji 2008) termasuk ke dalam kelompok yang paling umum ditemui pada

    perairan pantai maupun estuaria di depan muara sampai ke perairan di tengah

    samudera, dari perairan tropis hingga perairan kutub, hal ini di dukung oleh data saat

    di lapangan yang mendapatkan zooplankton jenis copepodapada Stasiun 1 (inlet).

  • 7/21/2019 plankton PLTU Suralaya

    18/21

    41

    5.1.2 Indeks Dominansi

    Data plankton yang diambil di perairan PLTU Suralaya, indeks dominansinya

    digambarkan dengan menggunkan Surfer 10.0 (Gambar 15).

    Gambar 16. Peta Indeks Dominansi Plankton

  • 7/21/2019 plankton PLTU Suralaya

    19/21

    42

    Gambar 16 menjelaskan indeks dominansi plankton pada perairan PLTU

    Suralaya yang digambarkan dengan menggunkan Surfer 10.0. Indeks dominansi

    merupakan indeks yang digunakan untuk menilai kestabilan komunitas organisme

    perairan khususnya plankton, terutama dalam hubungannya dengan kondisi suatu

    perairan. Dari data yang diperoleh didapat bahwa :

    Minggu 1, pada stasiun 1 termasuk kedalam kategori indeks dominansi

    rendah, stasiun 2 indeks dominansi sedang, stasiun 3 indeks dominansi

    sedang, stasiun 4 indeks dominansi rendah, stasiun 5 indeks dominansi

    sedang, stasiun 6 indeks dominansi rendah (Lampiran 2).

    Minggu 2, pada stasiun 1 termasuk kedalam kategori dominansi rendah,

    stasiun 2 dominansi rendah, stasiun 3 dominansi rendah, stasiun 4 indeks

    dominansi rendah, stasiun 5 indeks dominansi rendah, dan stasiun 6 indeks

    dominansi rendah (Lampiran 2).

    Minggu 3, pada stasiun 1 termasuk kedalam kategori indeks dominansi

    rendah, stasiun 2 indeks dominansi sedang, stasiun 3 indeks dominansi

    rendah, stasiun 4 indeks dominansi rendah, stasiun 5 indeks dominansi

    rendah, stasiun 6 indeks dominansi rendah (Lampiran 2). Minggu 4, pada stasiun 1 termasuk kedalam kategori indeks dominansi

    rendah, stasiun 2 indeks dominansi sedang, stasiun 3 indeks dominansi

    rendah, stasiun 4 indeks dominansi rendah, stasiun 5 indeks dominansi

    rendah, stasiun 6 indeks dominansi rendah (Lampiran 2).

    Indeks dominansi tersebut sesuai dengan pernyataan dari (Magurran 1988) yang

    telah mengkategorikan nilai indeks dominansi yaitu, 0,00 < C 0,30 dominansi

    rendah, 0,30 < C 0,60 dominansi sedang, dan 0,60 < C 1,00 dominansi tinggi.

  • 7/21/2019 plankton PLTU Suralaya

    20/21

    43

    5.1.3 Indeks Keanekaragaman

    Data plankton yang diambil di perairan PLTU Suralaya, indeks

    keanekaragamannya digambarkan dengan menggunkan Surfer 10.0 (Gambar 17).

    Gambar 17. Peta Indeks Keanekaragaman Plankton

  • 7/21/2019 plankton PLTU Suralaya

    21/21

    44

    Gambar 17 menjelaskan indeks keanekaragaman plankton pada perairan

    PLTU Suralaya yang digambarkan dengan menggunkan Surfer 10.0. Indeks

    keanekaragaman jenis dapat di identifikasikan sebagai suatu ukuran dari suatu

    komposisi spesies dalam suatu ekosistem, yang dinyatakan dengan jumlah dan

    kelimpahan relatif dari jenis tersebut (Odum 1971). Berdasarkan rumus Indeks

    Simpson dalam Magurran (1988) diperoleh nilai yang relatif sama untuk semua

    stasiun, yaitu :

    Indeks keanekaragaman pada minggu 1 berkisar antara 0,62 sampai dengan

    0,82.

    Indeks keanekaragaman pada minggu 2 berkisar antara 0,74 sampai dengan

    0,79.

    Indeks keanekaragaman pada minggu 3 berkisar antara 0,67 sampai dengan

    0,79.

    Indeks keanekaragaman pada minggu 4 berkisar antara 0,67 sampai dengan

    0,75.

    Dari 6 stasiun mulai dari minggu 1 sampai dengan minggu 4 termasuk kedalam

    kategori sebaran individu tidak merata dan kestabilan ekosistem tidak baik (Lampiran2). Indeks Keanekaragaman Simpson menjelaskan bahwa, apabila nilai indeks

    keanekaragaman mendekati 1 sebaran individu merata, dan apabila nilai indeks

    keanekaragaman Simpson bernilai 0,6-0,8 itu artinya kestabilan ekosistem tidak baik

    (Magurran 1988).