plagiat merupakan tindakan tidak terpujirepository.usd.ac.id/27456/2/074314008_full[1].pdfberbasis...
TRANSCRIPT
PELAKSANAAN KEBIJAKAN EKONOMI BATIG SLOT POLITIEK
KOLONIAL BELANDA DAN DAMPAKNYA BAGI MASYARAKAT
JAWA TAHUN 1864-1867
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra
Program Studi Ilmu Sejarah
Oleh :
Fransisca Krisna Adyanti Sanjaya
NIM: 074314008
PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH
JURUSAN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2011
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
HALAMANMOTTO
Great is the art of beginning, but greater is the art of ending..
(Henry Wadsworth Longfellow)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk :
Allah Bapa, yang begitu sayang padaku
Bpk.Heribertus Puryadi dan Ibu Anastasia Susani, kedua
orangtuaku yang sangat,sangat luarbiasa...Pak,Buk...maturnuwun
atas segala cinta, kesabaran, dan pengorbanan yang tulus untukku
Keluarga Besarku di Desa Kelor tercinta...terimakasih atas
segala nasehat dan semangatnya...aku berjanji tidak akan
mengecewakan kalian
Sahabat-sahabatku tercinta: mb endah, mb ning, Titin (anak-
anak kos mbah Harjo community),mb wahyu
purple,winda...terimakasih sahabat, karena kalianlah hidupku jadi
sangat berwarna
Mb wahyu purple, terimakasih mb udah mau menemani ku dan
berbagi kasih lebih dari 4 tahun ini...sahabat yang luarbiasa
dihari=hari yang semakin sulit ini
Konco-konco Ilmu Sejarah 07 : gia, mb wahyu, audi, andri,
adi, tian, bene,irawan,aryo..merasa sangat luarbiasa bisa berjuang
bersama kalian selama 4tahun..miss u all guys
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kepada Allah Bapa di surga yang begitu luarbiasa
mencurahkan kasih dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Tidak lupa juga penulis mengucapkan
banyak terimakasih yang tidak terhingga kepada berbagai pihak yang telah
membantu selama proses penyelesaian skripsi ini, yaitu :
1. Allah Bapa di surga atas segala kasih dan karunia-Nya yang luar biasa
kepada penulis.
2. Bapak Heribertus Puryadi dan Ibu Anastasia Susani, kedua orangtua
penulis yang telah berpeluh keringat memberikan kasih sayang, cinta,
nasehat, semangat, ketulusan, pengorbanan, dan kesabaran yang luar biasa
bagi penulis terutama di masa-masa sulit.
3. Drs. Silverio R.L Aji Sampurno, M.Hum selaku Ketua Jurusan Ilmu
Sejarah sekaligus pembimbing yang telah memberikan masukan-masukan,
bimbingan-bimbingan yang sangat bermanfaat bagi penulisan skripsi ini
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
4. Drs. Hb.Hery Santosa, M.Hum atas segala nasihat, dorongan, serta
semangat yang sangat mengena bagi penulis sehingga memicu semangat
penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
5. Drs.Ig.Sandiwan Suharso atas segala nasihat dan masukkan yang sangat
berharga bagi penulis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
6. Seluruh staff pengajar Ilmu Sejarah yang selama 4 tahun telah dengan
sabar dan kehebatannya membagikan ilmunya yang sangat bermanfaat
bagi penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan 4 tahun masa studi ini.
7. Teman-teman Ilmu Sejarah 2007 : Gia, Wahyu, Andri, Audi, Adi,
Tian,Bene, Irawan, Aryo, luarbiasa memiliki teman seperjuangan seperti
kalian dengan segala kekompakan, kesolidan dan keakraban kita..miss u
all guys.
8. Sahabat-sahabatku : mb Endah, Mb ning, Titin ( anak-anak kos Mbah
Harjo community), mb wahyu, winda. Terimakasih sahabat, kalian
memberikan arti persaudaraan, kebersamaan dan kebahagiaan yang
luarbiasa bagi penulis.
9. Mbak wahyu “purple”, terimakasih mbak untuk berjuang bersamaku
selama 4 tahun ini dan terimakasih atas segala semangat, nasihat, kasih,
serta persahabatan yang tulus untukku. Semoga kita dapat meraih semua
mimpi kita mbak!
10. Serta semua teman-teman, keluarga besarku, serta seluruh pihak-pihak
yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas segala bantuan,
dorongan, serta semangat bagi penulis.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang ada dalam skripsi ini.
Oleh karena itu, penulis membuka segala kritik serta saran demi perbaikan dan
kesempurnaan skripsi ini. Besar harapan penulis agar skripsi ini dapat bermanfaat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
bagi perkembangan studi Ilmu Sejarah selanjutnya serta bermanfaat sebagai
tambahan ilmu pengetahuan bagi masyarakat luas.
Yogyakarta, 26 Agustus 2011
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
ABSTRAK
Skripsi ini ditulis oleh FRANSISCA KRISNA ADYANTI SANJAYA, yangberjudul PELAKSANAAN KEBIJAKAN EKONOMI BATIG SLOTPOLITIEK KOLONIAL BELANDA DAN DAMPAKNYA BAGIMASYARAKAT JAWA TAHUN 1864-1867
Skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi Batig SlotPolitiek Kolonial Belanda Dan Dampaknya Bagi Masyarakat Jawa Tahun 1864-1867” ini, bertujuan untuk mengkaji tiga permasalahan pokok, yaitu latarbelakang munculnya kebijakan ekonomi Batig Slot Politiek di Jawa, prosesjalannya pelaksanaan kebijakan ekonomi ini, serta untuk mengkaji dampak yangditimbulkan dari munculnya kebijakan ekonomi Batig Slot Politiek selamaperiode 1864-1867.
Penelitian ini bersifat deskriptif-analitis dengan menggunakan teori danmetode sejarah. Metode ini melalui beberapa tahap atau langkah-langkahpengumpulan sumber dan data. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitianini dengan melakukan studi pustaka sumber-sumber sekunder seperti buku-buku,dokumen-dokumen tertulis, atau referensi-referensi lain yang berkaitan dengantopik penelitian atau yang disebut dengan istilah proses heuristik.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa selama proses pelaksanaankebijakan ekonomi Batig Slot Politiek selama periode 1864-1867, pelaksanaankebijakan yang dijalankan oleh pemerintah kolonial Belanda, pada kenyataannyabanyak terjadi ketidak sesuaian dengan janji yang diberikan oleh pemerintahkolonial. Begitupun juga pada masa pemberlakukan sistem kesatuan ekonomikolonial Belanda yang dikuatkan dengan munculnya Comtabiliteits wet 1864.Keluarnya sistem kesatuan ekonomi ini pada dasarnya berusaha untukmemperbaiki sistem atau kebijakan pemerintah kolonial sebelumnya yang bagibeberapa golongan dirasa sangat mengeksploitasi rakyat.
Sistem ini kemudian dipersempit lagi dengan munculnya kebijakanekonomi Batig Slot Politiek yang menekankan pada usaha-usaha peningkatan nilaisurplus pada neraca Batig Slot untuk kemudian hasilnya dibagi dengan wilayahjajahan. Namun yang terjadi, eksploitasi tenaga rakyat untuk peningkatan neracasurplus ini justru semakin tinggi. Hal ini ditambah dengan adanya kapitalisasiyang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan swasta terhadap tenaga rakyat,sehingga mengakibatkan kondisi masyarakat sulit untuk berkembang dan maju.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
ABSTRACT
This thesis is written by FRANSISCA KRISNA ADYANTI SANJAYA,titled PELAKSANAAN KEBIJAKAN EKONOMI BATIG SLOT POLITIEKKOLONIAL BELANDA DAN DAMPAKNYA BAGI MASYARAKATJAWA TAHUN 1864-1867.
Thesis titled “Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi Batig Slot PolitiekKolonial Belanda Dan Dampaknya Bagi Masyarakat Jawa Tahun 1864-1867”,intends to analyze three main problems, being the background of the Batig Sloteconomic policy in Java, the implementation of the policy and the effect of thepolicy implementation between 1864-1867.
This research is a descriptive-analytic research using historical methodsand theories. This method comprises of several steps in collecting sources anddata. The steps conducted in this research involves literary studies of secondarysources including books, written documents and other references consideredrelevant to the research topic, the process is known as heuristic process.
The result of this research shows that during the implementation of BatigSlot policy between 1864-1867, many inconsistencies occur in terms of the resultpromised by the colonial government. The same goes to the implementation of theDutch colonial economic unitary system regulated and enforced by the issuing ofCompabiliteits Wet in 1864. The issuing of this economic unitary system basicallyintended to fix the preceding colonial government system and policy which wasconsidered very exploitative to the people.
This system is then narrowed even further with the Batig Slot Politiekwhich stresses on the efforts to increase surplus on the Batig Slot scale, on thenext level the surplus will be divided with the colonies. What happened was theexploitation of people became greater to increase the surplus. This, combined withthe capitalization committed by private companies, made it more difficult for thepeople to develop and progress.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN............................................................... iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI................................. v
HALAMAN MOTTO............................................................................. vi
HALAMAN PERSEMBAHAN............................................................. vii
KATA PENGANTAR............................................................................ viii
ABSTRAK.............................................................................................. xi
ABSTRACT............................................................................................ xii
DAFTAR ISI.......................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.............................................................. 1
B. Permasalahan............................................................................... 12
C. Tujuan Penelitian......................................................................... 12
D. Manfaat Penelitian...................................................................... 13
E. Tinjauan Pustaka......................................................................... 15
F. Landasan Pemikiran.................................................................... 18
G. Metode Penelitian..................................................................... . 23
H. Sistematika Penulisan................................................................... 25
BAB II DUALISME POLITIK TANAM PAKSA DAN MUNCULNYA
KEBIJAKAN BATIG SLOT POLITIEK DI JAWA
A. Intensifikasi Sistem Tanam Paksa dan Menguatnya
Liberalisme di Jawa......................................................................... 28
B. Dualisme Politik Sistem Tanam Paksa dan Kebijakan Bagi Hasil Pemerintah
Kolonial Belanda................................................................................ 47
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
BAB III BATIG SLOT POLITIEK 1864 DAN USAHA-USAHA PEMULIHAN CITRA
KOLONIAL BELANDA
A. Comptabiliteits Wet 1864 dan Penetapan Sistem Kesatuan Ekonomi
Kolonial Belanda.......................................................................... 58
B. Pemberlakuan Kebijakan Ekonomi Batig Slot Politiek di Tanah Jawa dan
Usaha-Usaha Pemulihan Citra Kolonial....................................... 73
BAB IV KAPITALISASI KOLONIAL DAN DAMPAK BATIG SLOT POLITIEK
BAGI MASYARAKAT JAWA
A. Liberalisasi dan Eksploitasi Ekonomi Kapitalisme Kolonial........ 78
B. Comptabiliteits Wet 1867 dan Pembubaran Sistem Kesatuan Ekonomi
Kolonial Belanda........................................................................... 87
C. Dampak Kebijakan Batig Slot Politiek Bagi Masyarakat Jawa...... 95
BAB V PENUTUP..................................................................................... 105
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 114
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kolonialisme Belanda selama tahun 1800-an sampai tahun 1942, disadari
atau tidak, telah memberikan beberapa perubahan penting dalam dinamika sejarah
Indonesia.1 Tahun-tahun pemerintahan kolonial Belanda, pada dasarnya
menerapkan sistem pemerintahan yang cenderung sentralistik. Pemerintah
kolonial berupaya untuk menguasai segala struktur pemerintahan yang sudah ada
di wilayah jajahan, di bawah pemerintahan atau pengawasannya langsung,
termasuk struktur pemerintahan pribumi seperti para bupati. Pemerintah kolonial
ini berusaha untuk dapat memasuki semua bidang kehidupan, khususnya politik
dan ekonomi. Pemerintah kolonial berupaya keras agar segala bidang tersebut
dapat dimonopoli sepenuhnya dengan tujuan mendapatkan legitimasi kekuasaan
politik dan ekonomi.
Berbicara mengenai masa kolonialisme Belanda, masalah yang seringkali
menjadi pembahasan pokok dalam setiap kajian sejarah adalah masalah ekonomi.
Khusus kolonialisme di Jawa, kolonialisme ekonomi pemerintah kolonial Belanda
lebih menekankan pada masalah pertanian. Pada masalah ini, pemerintah kolonial
membidik tanah Jawa sebagai lahan yang subur bagi usaha-usahanya dalam
1 Istilah Indonesia muncul pada dasawarsa 1920-an tepatnya ketika masapergerakan organisasi-organisasi pemuda mulai bergeliat . Pada masa 1800-anatau masa kolonialisme, belum dikenal istilah Indonesia. Oleh pemerintahkolonial, Indonesia disebut dengan Hindia-Belanda.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
memperoleh legitimasi ekonomi. Seperti diketahui bahwa pemerintah kolonial
Belanda telah melihat bahwa tanah jajahan di Jawa memiliki potensi ekonomi
yang luar biasa menguntungkan, dalam artian bahwa Jawa memiliki sumber daya
alam khususnya tanah yang melimpah dan luas sekaligus sumber daya
manusianya yang dapat dimanfaatkan.
Seperti yang telah diketahui, sejak kongsi dagang Belanda yaitu VOC,
menancapkan kekuasaanya di Nusantara tahun 1602, arah dan tujuan Belanda
telah nampak jelas di Nusantara yaitu mencari keuntungan ekonomi sebesar-
besarnya. Bahkan ketika kongsi ini harus dibubarkan pada tahun 1798 dan diambil
alih oleh pemerintah Belanda sendiri, tujuan penjajahan tetap berlanjut.2 Tidak
dapat dipungkiri bahwa tujuan ekonomi telah menjadi suatu pola penjajahan
utama bagi setiap periode penjajahan di berbagai belahan dunia. Penjajahan yang
berbasis pada monopoli ekonomi terutama yang berlangsung selama bertahun-
tahun, akan memberikan dampak tersendiri bagi wilayah yang dijajahnya entah
berdampak secara positif maupun negatif yang meluas di masyarakat, dalam artian
memberikan dampak positif dalam bidang penemuan-penemuan baru dalam
sistem pertanian masyarakat. Sedangkan dampak negatif akan lebih mudah dilihat
selama proses kolonialisme berlangsung di Indonesia. Apabila dilihat konteks
historisnya, kecenderungan keuntungan sepihak tetap dimiliki oleh pihak
penjajah, sedangkan yang menjadi korban sekali lagi adalah masyarakat pribumi.
Bagi Indonesia sendiri, masa kolonialisme dapat dikatakan sebagai masa
tersulit. Salah satu periode terpenting sekaligus dapat dikatakan juga sebagai masa
2 Marwati Djoened, Nugroho Notosusanto. 1984. Sejarah NasionalIndonesia V. Jakarta : PN.Balai Pustaka. Hal. 1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
tersulit dalam sejarah pendudukan kolonial di Indonesia adalah masa pelaksanaan
kebijakan Tanam Paksa (1830-1870). Tentunya telah banyak tulisan-tulisan dalam
historiografi Indonesia yang mengangkat tema utama Tanam Paksa sebagai kajian
pokok penelitiannya. Namun di sisi lain, belum banyak juga pembahasan
mengenai berbagai macam kebijakan khusus yang muncul selama pelaksanaan
Tanam Paksa tersebut. Kebijakan-kebijakan tersebut seringkali menjadi penentu
dari arah atau tujuan kolonialisme di Indonesia, bahkan dapat dijadikan gambaran
bagaimana kondisi sosial, ekonomi, dan politik masa kolonial tersebut. Namun
sayangnya belum banyak yang mengangkat kebijakan-kebijakan tersebut sebagai
kajian penelitian yang penting.
Kondisi sosial, ekonomi, bahkan politik pada masa 1800-an, mengalami
ketidakstabilan yang cukup hebat akibat adanya sistem pemerintahan kolonial
yang cenderung memaksa. Kehidupan agraris masyarakat pribumi yang sebagian
besar menerapkan sistem ekonomi subsisten3, dipaksa untuk memenuhi tuntutan
dari pemerintah kolonial yaitu menghasilkan keuntungan ekonomi sebesar-
besarnya yang pada akhirnya justru hanya dapat dirasakan oleh pemerintah
kolonial sendiri. Oleh karena kepentingan sepihak dari pihak kolonial tersebut,
kondisi masyarakat Jawa tidak semakin baik tetapi semakin miskin dan
mengalami pembodohan yang dilakukan oleh pemerintah demi mencapai
keuntungan ekonomi tesebut. Secara garis besar, kondisi masyarakat Jawa tidak
3 Sistem ekonomi yang menerapkan prinsip ekonomi secukup hidup. Padamasyarakat agraris pedesaan yang masih sangat tradisional, merekamemanfaatkan hasil sawah mereka hanya secukupnya saja , artinya merekamendapatkan hasil tersebut hanya untuk tetap bertahan hidup dan bukan untukdikomersialisasikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
mengalami perkembangan ataupun kemajuan yang signifikan bahkan tidak
memiliki modal untuk dapat meningkatkan perekonomian mereka, salah satunya
modal tanah yang mereka miliki. Masyarakat Jawa hanya sekedar dimanfaatkan
sebagai sumber penyedia tenaga kerja yang murah serta memiliki tanah yang
sangat potensial. Inilah yang kemudian berusaha dimanfaatkan oleh pemerintah
kolonial dengan melihat kondisi sosial masyarakat Jawa yang sederhana tersebut
demi mencapai tujuannya. Itulah mengapa rakyat Jawa dapat dikatakan
mengalami pembodohan secara terstruktur.
Garis besar sistem ekonomi Belanda di negeri jajahan, dapat dibagi ke
dalam beberapa periode, yaitu tahun 1800an awal merupakan suatu periode
percobaan, contohnya adalah bagaimana usaha untuk menerapkan pajak tanah
yang seragam, tetapi pada akhirnya gagal. Ini terjadi ketika berakhirnya masa
pemerintahan peralihan Inggris. 4 Periode kedua yaitu sekitar tahun 1830 sampai
tahun 1870 termasuk dalam periode Tanam Paksa, menjadi suatu periode
pemerasan tenaga secara sistematis. 5 Masa Tanam Paksa mulai diperkenalkan
oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun 1830 dan berpusat di
Jawa yang dinilai potensial secara sumber daya alam maupun manusianya dalam
memberikan surplus keuntungan ekonomi pemerintah kolonial. Pada masa ini,
pemerintah kolonial memaksakan adanya penanaman tanaman yang memiliki
nilai jual tinggi di pasaran Eropa yang akan dimanfaatkan untuk mengisi kas
negara. Selain itu, pada awalnya sistem ini bertujuan untuk menggantikan sistem
4 Anne Booth, William J.O’Malley, Anna Weidemann. 1988. SejarahEkonomi Indonesia. Jakarta : LP3ES. Hal. 290-291
5 Ibid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
Sewa Tanah yang dianggap tidak sesuai untuk rakyat karena menghendaki rakyat
menyerahkan pajak dalam bentuk uang yang sangat dirasa berat untuk rakyat.
Sistem Tanam Paksa pada awalnya berangkat dari prinsip membebaskan rakyat
untuk menanam tanaman sesuai keinginan mereka.
Tujuan utama dari Sistem Tanam Paksa ini sebenarnya adalah
menghasilkan surplus sebesar mungkin yang akan digunakan di negeri induk
Belanda melalui intensifikasi Tanam Paksa. Namun kebijakan surplus ini justru
pada prakteknya sangat merugikan rakyat. Selain rakyat dipaksa tenaganya untuk
menanam tanaman yang secara sepihak hanya menguntungkan pihak kolonial,
mereka juga harus merasakan minimnya fasilitas umum bagi mereka. 6
Melihat berbagai kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah kolonial,
sangat sulit untuk mengukur seberapa besar presentase keuntungan yang
didapatkan oleh rakyat. Kesengsaraan ditengah kondisi kehidupan mereka yang
pada dasarnya sangat sederhana bahkan cenderung miskin, semakin diperparah
dengan berbagai kebijakan-kebijakan yang menekan tersebut. Kondisi-kondisi
semacam inilah yang pernah dirasakan oleh rakyat Indonesia semasa
pemerintahan kolonial Belanda. Kondisi ini juga terjadi ketika munculnya suatu
kebijakan ekonomi yang disebut sebagai kebijakan ekonomi Batig Slot Politiek
(1864-1867).7 Kebijakan ini yang menjadi salah satu dari kebijakan-kebijakan
6 Kerugian yang dirasakan oleh rakyat terutama dalam bidang pendidikandan administrasi pengadilan yang pengeluarannya ditekan habis untuk menutupibiaya administrasi ekspor hasil-hasil tanaman paksa.
7 Sistem keuntungan bersih Belanda (surplus pajak ) dari negeri jajahanyang masuk ke kas negeri induk.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
ekonomi yang belum banyak diangkat dalam historiografi Indonesia yang dalam
prosesnya menjadi bagian penting dalam periode pelaksanaan Tanam Paksa.
Politik praktis Belanda untuk mendapatkan keuntungan ekonomi sebesar-
besarnya, tercermin dalam pelaksanaan Batig Slot Politiek yaitu kebijakan
keuntungan bersih Belanda yang didapat dari surplus pajak di negeri jajahan
dalam hal ini adalah surplus dari pajak Tanam Paksa. Sistem dari kebijakan ini
dijalankan melalui sistem bagi hasil dari surplus yang didapat dari intensifikasi
Tanam Paksa. Sistem bagi hasil ini dibagi untuk wilayah jajahan khususnya Jawa
dan negeri induk Belanda. Kebijakan ini juga merupakan bagian dari sistem
kesatuan ekonomi keuangan pemerintah kolonial Belanda yang disahkan melalui
suatu peraturan pemerintah yang bertujuan untuk semakin mengintensifkan
Tanam Paksa untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya melalui beberapa
peraturan-peraturan yang ada di dalamnya. Namun tujuan semula dari kebijakan
ini adalah untuk memperbaiki citra dari kolonial melalui sistem pembagian
surplus dari Tanam Paksa untuk tanah Jawa maupun negeri induk Belanda.
Sehingga dengan adanya sistem bagi hasil tersebut, pemerintah kolonial dapat
“meyelamatkan” nama mereka di dunia luar. Dapat dikatakan bahwa kebijakan
ini merupakan satu kesatuan dalam rangkaian pelaksanaan Tanam Paksa. Adanya
kesatuan ekonomi keuangan ini, justru menjadi penderitaan yang lebih bagi rakyat
Indonesia. Tidak hanya kekayaan ekonominya saja yang diambil, tetapi tenaga
kerja serta tanah yang menjadi milik mereka juga tetap diperas untuk
mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya bagi pemerintah kolonial. Keuntungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
yang didapat pada prakteknya justru lebih banyak dipergunakan untuk
kepentingan negara induk.
Munculnya pemikir-pemikir liberal yang mencoba menekan eksploitasi
pemerintah kolonial, juga tidak berdampak lebih baik bagi kehidupan rakyat.
Inisiatif swasta untuk menekan ekploitasi pemerintah justru menjadi bibit
tumbuhnya sistem penjajahan baru, yaitu kapitalisasi swasta. Namun di sisi lain,
banyak juga para pemikir-pemikir kritis yang dengan tajam mengkritisi kebijakan
pemerintah ini yang dianggap mengabaikan kepentingan-kepentingan masyarakat
pribumi ini. Sayangnya, kritik-kritik ini pun hanya berhenti pada tataran teori saja,
sedangkan pada prakteknya, tidak memberikan hasil yang berarti.
Sistem kesatuan ekonomi ini mulai dilaksanakan pada tahun 1864 ketika
diterimanya Comtabiliteits wet (peraturan pemerintah) yang menekankan bahwa
anggaran belanja pemerintah kolonial di daerah jajahan ditentukan oleh Undang-
Undang negeri induk sehingga ada suatu bentuk pengawasan dari negeri badan
legislatif di Belanda. 8 Keluarnya peraturan ini, menjadi acuan pokok pemerintah
kolonial Belanda untuk semakin melegitimasi kekuasaannya atas kekayaan
ekonomi dari negeri jajahannya. Hal ini menjadi pembenaran atas politik
eksploitasi ekonomi Belanda karena berdasarkan pendapat umum, daerah-daerah
jajahan memang seharusnya memberikan keuntungan bagi negeri induk. 9 Namun
adanya peraturan ini juga sebagai pengatur untuk pelaksanaan sistem bagi hasil
8 Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto, op.cit , hal. 11
9 Sartono Kartodirdjo. 1992. Pengantar Sejarah Indonesia Baru : SejarahPergerakan Nasional Dari Kolonialisme Sampai Nasionalisme,jilid 2. Jakarta :PT Gramedia Pustaka Utama. Hal. 17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
antara wilayah jajahan dengan negeri induk. Sistem bagi hasil surplus ini mengacu
pada sistem kesatuan ekonomi kolonial Belanda dengan tanah Jawa yang telah
dikeluarkan.
Pada masa intensifikasi Tanam Paksa yang ditujukan guna memenuhi
neraca pendapatan dalam Batig Slot Politiek, banyak terjadi perluasan tanah-tanah
komunal dengan tujuan peningkatan hasil produksi. Pemerintah membebankan
penyediaan tanah dan tenaga kerja ke desa dengan alasan untuk memudahkan
penanganannya. Inipun dengan menambah lagi luas tanah yang digunakan untuk
Tanam Paksa dari 1/5 tanah meluas sampai ½ bahkan seluruh desa.10 Pemerintah
kolonial juga mulai menerapkan semacam dualisme sistem ekonomi di sini yang
mana mereka kembali menerapkan sistem sewa tanah melalui usaha peningkatan
jumlah penduduk yang memiliki tanah sendiri.11 Hal ini dilakukan sebagai upaya
dari pemerintah kolonial untuk meningkatkan penyediaan tanah untuk penanaman
tanaman ekspor, penyediaan tenaga kerja wajib, sekaligus tetap mendapatkan
pajak sewa tanah dari tanah individu tersebut yang tidak digunakan untuk
penanaman tanaman ekspor guna meningkatkan pemasukan.12 Hal ini dilakukan
10 Antonius Eko, “Perubahan Sosial Masyarakat Jawa Abad 19-20,” http://perubahan-sosial-masyarakat-jawa-abad-19-20.html (akses 19 April 2011)
11 Ibid.
12 Robert van Niel. 2003. Sistem Tanam Paksa Di Jawa. Jakarta : LP3ES.Hal. 26. Umumnya tanah-tanah yang diperluas menjadi milik individu inimerupakan tanah-tanah yang selama masa awal Tanam Paksa tidak dikenakanbeban sewa tanah atau dapat dikatakan merupakan tanah simpanan. Tanah inikemudian diperluas menjadi milik individu karena tuntutan untuk peningkatanproduksi Tanam Paksa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
guna meningkatkan surplus produksi tanaman ekspor demi memenuhi neraca
pendapatan Batig Slot Politiek.
Kondisi ini menjadikan rakyat semakin tidak berdaya. Mereka pada
akhirnya justru menjadi “buruh paksaan” di atas tanah mereka sendiri.
Memanfaatkan pola hidup masyarakat yang subsisten dan dikelilingi oleh tanah-
tanah yang sangat potensial serta tenaga kerja yang murah, pemerintah kolonial
dengan mudah dapat menerapkan berbagai kebijakan yang mengarah pada
keuntungan ekonomi sepihak yang pada akhirnya menghasilkan kekuatan
ekonomi yang tidak berimbang meskipun dijanjikan adanya sistem bagi hasil
untuk wilayah jajahan.
Keluarnya kebijakan ini pada dasarnya tetap mengacu pada sistem Tanam
Paksa. Akan tetapi kebijakan ini lebih difokuskan pada cara memberikan
keuntungan maksimal bagi negeri induk yang akan dipergunakan untuk
membiayai hutang-hutang pasca perang hegemoni perdagangan dan juga
membagi hasil tersebut untuk wilayah jajahan, salah satunya melalui
pembangunan sarana-sarana infrastruktur seperti jalur kereta api, irigasi, dan
sebagainya. Garis besar pelaksanaan kebijakan Batig Slot Politiek ini adalah
mengambil surplus pajak hasil produksi intensifikasi Tanam Paksa untuk
disalurkan ke kas negeri induk, yaitu di negeri Belanda dan wilayah jajahan
khususnya Jawa. Pada prosesnya nanti, kebijakan-kebijakan ini akan
memperlihatkan beberapa dampak bagi masyarakat Jawa.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, ada banyak hal yang menarik
untuk dapat diangkat sebagai kajian pokok dalam penulisan ini. Salah satunya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
yang kemudian menjadi kajian pokok penulisan ini adalah pembahasan mengenai
apa sebenarnya Batig Slot Politiek itu dan bagaimana jalannya kebijakan tersebut
dilaksanakan yang mana belum banyak ditulis atau dibahas. Penulisan ini
menetapkan periode waktu dari tahun1864-1867 karena pada masa tersebut
menjadi masa-masa yang dipenuhi dengan berbagai gejolak sosial, ekonomi,
bahkan politik di dalam wilayah pemerintahan kolonial Belanda khususnya Jawa.
Selain karena semakin kuatnya tekanan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial
terhadap kehidupan masyarakat pribumi dengan menjadikannya sebagai tenaga
kerja paksa dan pemaksaan terstruktur penyerahan hasil bumi yang berlebih ke
pemerintah kolonial, tekanan sebaliknya juga di dapatkan oleh pemerintah
kolonial sendiri. Berbagai tekanan dan kecaman dari berbagai pihak baik dari
dalam pemerintahan itu sendiri ataupun dari pihak luar, nyatanya akan
memberikan dampak tersendiri berkaitan dengan kebijakan ini.
Tahun 1864 merupakan tahun diterimanya Comptabiliteitswet atau
Peraturan Pemerintah yang menyatakan bahwa anggaran belanja di tanah Jawa
ditentukan berdasarkan undang-undang dari negeri induk. Inilah yang menjadi
penanda mulai diberlakukannya sistem kesatuan ekonomi kolonial Belanda
termasuk kebijakan Batig Slot itu sendiri. Pembenaran kebijakan Batig Slot
Politiek ini mengacu pada Peraturan Pemerintah tahun 1864 yang menyatakan
adanya kesatuan ekonomi kolonial Belanda dengan wilayah jajahan yaitu Jawa
yang dilakukan dengan pengawasan dari negeri induk. Kebijakan ini didasarkan
pada prinsip kesatuan politik antara negeri induk dengan negeri jajahan yang
mana mengharuskan adanya kesatuan keuangan. Hal ini dapat diartikan bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
setiap keuntungan yang dihasilkan negeri jajahan, akan menjadi penghasilan atau
pemasukan bagi negeri Belanda.13 Namun juga dengan tetap memperhatikan
kepentingan wilayah jajahan di Jawa melalui pembagian surplus pendapatan. Oleh
karena itulah, maka kebijakan ini dimunculkan.
Sedangkan tahun 1867 merupakan tahun dimana Peraturan Pemerintah
dikeluarkan lagi dengan isi yang menyatakan bahwa sistem kesatuan ekonomi
kolonial Belanda dengan tanah Jawa harus dipisah. Hal ini dikarenakan pada
prakteknya, sistem bagi hasil ini justru lebih menguntungkan pihak kolonial
seperti untuk pembiayaan hutang-hutang yang terlalu besar. Selain itu juga
munculnya banyak tuntutan dan kritikan dari kaum liberal yang menyatakan
bahwa penghasilan negeri Belanda yang didapat dari negeri jajahan merupakan
suatu “hutang kehormatan”.14 Adanya desakan dan tuntutan ini, pemerintah mulai
melakukan pembenahan atas politik eksploitasi mereka. Maka pada tahun 1867,
mereka mengeluarkan kembali Comptabiliteitswet 1867 yang menyatakan adanya
pemisahan resmi kesatuan ekonomi keuangan kolonial Belanda dengan wilayah
jajahan, Jawa dan pemerintah kolonial juga harus mengembalikan penghasilan
negeri jajahan sejumlah yang telah diambil pemerintah kolonial. Setelah masa ini,
akan dimulai suatu periode baru sistem kolonialisme yaitu periode Politik Etis
atau politik balas jasa.
Tahun ini dapat dipandang sebagai masa-masa berakhirnya pengaruh
kebijakan Batig Slot Politiek, jika tidak dapat dikatakan sebagai akhir dari
13 Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto, op.cit, hal. 1314 Ibid, hal. 14. Ungkapan ini dinyatakan oleh van Deventer yang juga
mengungkapkan jumlah penghasilan yang diperoleh tanah jajahan dan jumlahyang harus dikembalikan oleh pemerintah kolonial.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
kebijakan tersebut karena pada sejarahnya, praktek eksploitasi kolonial tetap
berlangsung dan berlanjut sampai pada akhir abad 19. Lebih jauh lagi, dengan
melihat perkembangan yang dimulai dari latar belakang munculnya kebijakan
Batig Slot Politiek sampai pada pelaksanaannya, akan dilihat pula dampak-
dampak yang ditimbulkan dari penerapan kebijakan tersebut bagi masyarakat
Jawa pada khususnya.
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian dan latarbelakang masalah di atas, dapat ditarik
beberapa permasalahan pokok penulisan mengenai Pelaksanaan Kebijakan Batig
Slot Politiek di Jawa pada periode 1864-1867, adapun permasalahan yang akan
dicoba dikaji dalam penulisan ini antara lain:
1. Bagaimanakah latar belakang munculnya kebijakan ekonomi Batig Slot
Politiek di Jawa?
2. Bagaimanakah jalannya pelaksanaan kebijakan ekonomi Batig Slot
Politiek di Jawa?
3. Bagaimanakah dampak pelaksanaan kebijakan ekonomi Batig Slot Politiek
ini pada masyarakat Jawa selama periode 1864-1867?
C. Tujuan Penelitian
Penulisan Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi Batig Slot Politiek Kolonial
Belanda Dan Dampaknya Bagi Masyarakat Jawa Tahun 1864-1867 memiliki
beberapa tujuan, antara lain:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
1. Tujuan Akademis
Secara akademis penelitian ini bertujuan untuk dapat menjadi salah
satu dari sumber referensi sejarah bagi penelitian-penelitian sejarah
serupa dan dapat melengkapi kekayaan historiografi sejarah Indonesia
untuk dipergunakan sebagai salah satu acuan dalam pembelajaran
sejarah terutama dalam mempelajari sejarah Indonesia abad ke 19.
Selain itu, penulisan ini menjadi salah satu syarat untuk mendapatkan
gelar Sarjana Sastra.
2. Tujuan Praktis
Secara praktis yang hendak dicapai melalui tulisan ini adalah
mengembangkan kemampuan mendeskripsi, menganalisa, dan
merekonstruksi suatu peristiwa masa lampau yang dirangkai berdasarkan
fakta-fakta terpilih untuk kemudian dijadikan dalam bentuk tulisan sejarah
atau historiografi yang diharapkan dapat bermanfaat dalam pembelajaran
sejarah nasional Indonesia, sehingga dengan demikian pemahaman akan
sejarah nasional Indonesia dapat semakin mendalam.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis diharapkan penelitian ini dapat memberikan pengenalan,
latar belakang, serta dampak dari salah satu kebijakan yang diterapkan
dalam sistem Tanam Paksa, yaitu kebijakan ekonomi Batig Slot Politiek
tahun 1864-1867. Selain itu dalam penelitian ini juga akan diperlihatkan
seperti apa pola-pola pelaksanaan kebijakan Batig Slot Politiek itu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Dengan demikian, dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat
membantu pihak-pihak yang berkepentingan dalam membuat suatu
kebijakan yang disesuaikan dengan kondisi dan latar belakang
masyarakat, sehingga kebijakan yang dibuat akan tepat dan bermanfaat
bagi masyarakat luas.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
masyarakat luas dalam memahami secara lebih jelas tentang jalannya
sejarah Tanam Paksa di Jawa melalui kebijakan-kebijakan yang
diterapkan. Hal ini dianggap sangat perlu karena selama ini masyarakat
dalam memahami sejarah Tanam Paksa hanya sepotong-potong dalam
artian hanya memahami dari gambaran luarnya saja, sedangkan berbagai
macam kebijakan yang menjadi bagian penting dalam sistem Tanam
Paksa seringkali tidak pernah dipahami bahkan tidak pernah diketahui
sebelumnya. Oleh karena itu penulisan ini perlu untuk dilakukan agar
masyarakat dapat memahami secara komprehensif tentang jalannya
proses sejarah khususnya sejarah Tanam Paksa di Jawa. Selain itu dengan
adanya penulisan ini, dapat dijadikan sebagai pembelajaran bagi
masyarakat agar dalam memandang setiap kebijakan yang diterapkan,
dapat memahaminya secara lebih kritis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
E. Tinjauan Pustaka
Pembahasan kebijakan ekonomi masa pemerintahan kolonial Belanda
Batig Slot Politiek yang dimunculkan pada periode waktu 1864-1867, memang
belum banyak dibahas atau ditulis secara khusus. Sebagian besar pembahasan
masih berkisar pada sejarah Tanam Paksa (1830-1870) dengan menempatkan
berbagai kebijakan yang ada di dalamnya, hanya sebagai bagian dari sistem
tersebut yang tidak terlalu mendapatkan porsi pembahasan yang banyak. Skripsi
berjudul Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi Batig Slot Politiek Kolonial Belanda
Dan Dampaknya Bagi Masyarakat Jawa Tahun 1864-1867 mencoba untuk
membahas perspektif lain dari Tanam Paksa yang juga menjadi bagian penting
dari sejarah Tanam Paksa tersebut. Skripsi ini secara khusus akan mengkaji
mengenai salah satu kebijakan yang terdapat dalam Tanam paksa yaitu kebijakan
ekonomi Batig Slot Politiek.
Oleh karena belum banyaknya sumber-sumber terutama sumber sekunder
yang membahas secara khusus mengenai Batig Slot Politiek, maka penulisan
skripsi ini menggunakan sumber utama buku-buku tentang Tanam Paksa yang
secara implisit membahas tentang kebijakan ini meski dalam porsi yang sedikit.
Buku-buku yang dijadikan sebagai acuan penulisan terdiri dari beberapa sumber
yang berbahasa Indonesia ataupun yang berbahasa asing seperti bahasa Inggris.
Adapun buku-buku yang dijadikan sumber acuan diantaranya Sistem
Tanam Paksa Di Jawa karya Robert van Niel yang diterbitkan oleh LP3ES tahun
2003 di Jakarta. Buku ini termasuk buku yang cukup lengkap dalam membahas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Tanam Paksa. Buku ini menyajikan antara lain permasalahan tentang hubungan
antara sistem Sewa Tanah dengan Sistem Tanam Paksa, kebijakan pemerintah
sipil di Jawa pada masa-masa awal Tanam Paksa. Tema ini membahas lebih pada
struktur pemerintah sipil yang terlibat dalam proses Tanam Paksa dan juga
hubungannya dengan pemerintah pusat. Selain itu juga membahas mengenai
tenaga kerja yang digunakan dalam sistem Tanam Paksa berkaitan dengan jumlah
serta penyelidikan tentang kompensasi yang diterima oleh tenaga kerja tersebut.
Keunggulan dari buku ini adalah membahas Tanam Paksa mulai dari tahap
perencanaan sampai pelaksanaannya sehingga buku ini dapat dijadikan acuan
untuk memahami proses Tanam Paksa sebelum masuk ke kebijakan Batig Slot
Politiek. Namun sayangnya buku ini juga tidak membahas secara eksplisit
mengenai kebijakan-kebijakan khusus dalam Tanam Paksa sehingga tidak dapat
diketahui komponen-komponen penting yang turut menjadi bagian substansial
dalam Tanam Paksa. Selain itu juga tidak dideskripsikan secara rinci mengenai
dampak-dampak yang diakibatkan sistem Tanam Paksa terhadap masyarakat
Jawa.
Selain buku di atas, buku lain yang juga menjadi acuan dalam skripsi ini
adalah buku Sejarah Nasional Indonesia V karya Marwati Djoened Poesponegoro
dan Nugroho Notosusanto yang diterbitkan oleh PN Balai Pustaka Jakarta. Buku
ini merupakan cetakan kelima yang di cetak pada tahun 1984. Buku ini memiliki
beberapa jilid, khusus jilid V ini membahas mulai dari transisi perpindahan
kekuasaan VOC ke pemerintah Belanda sampai pada zaman pergerakan nasional.
Buku ini membahas juga mengenai kebijakan Batig Slot Politiek dan latar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
belakang singkat mengenai kemunculannya. Inilah yang menjadi keunggulannya.
Namun sayangnya buku ini masih belum terlalu spesifik dalam membahas Batig
Slot Politiek, hanya berupa gambaran besarnya saja dan terkesan loncat-loncat
dalam memberikan penjelasan mengenai tema tertentu. Buku inipun hanya
mendeskripsikan dampak umum dari Tanam Paksa bukan dampak dari kebijakan
Batig Slot Politiek itu sendiri.
Buku ketiga yang juga dijadikan sebagai acuan dari penulisan ini adalah
Sejarah Ekonomi Indonesia yang disunting oleh Anne Booth, William
J.O’Malley, dan Anna Weidemann. Buku ini diterapkan oleh LP3ES (Lembaga
Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial) tahun 1988. Buku ini
merupakan kumpulan dari berbagai artikel yang sebagian besar pernah disajikan
dalam sebuah konferensi dengan tema Sejarah Ekonomi Indonesia di Masa
Penjajahan Belanda yang diadakan di Australian National University pada bulan
Desember 1983.15
Dalam atikel-artikel yang disajikan dalam buku ini, mencoba untuk
memaparkan berbagai sudut pandang mengenai sistem ekonomi masa kolonial
Belanda di berbagai wilayah kekuasaannya. Beberapa pembahasan yang akan
sering ditemui dalam buku ini adalah pembahasan mengenai perkebunan dan
pertanian karena membahas kolonialisme ekonomi Belanda, tidak dapat
dilepaskan dari dua bidang perekonomian tersebut. Namun apabila dicermati,
sebagian besar penulis artikel-artikel tersebut cenderung membahas sistem
ekonomi yang ada di Jawa. Hal ini sangatlah wajar mengingat sejak semula
15 Anne Booth, William J.O’Malley, Anna Weidemann, op.cit, lihat padahalaman prakata.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
pemerintah kolonial telah membidik Jawa sebagai ladang ekonomi yang sangat
menjanjikan sehingga tidak mengherankan apabila Jawa selalu mendapatkan
fokus yang agak lebih besar dari pemerintah kolonial. Begitu juga dengan
dampak-dampak dari pemberlakuan sistem ekonomi pemerintah kolonial Belanda,
Jawa cenderung memperlihatkan dampak secara lebih jelas dibandingkan dengan
wilayah-wilayah lain.
Namun sayangnya, buku ini cenderung hanya menyajikan data-data yang
bersifat kuantitatif, artinya sebagian besar hanya menyajikan data-data statistik
ekonomi saja. Dapat dikatakan bahwa pembahasan secara deskriptif-analitis
mengenai sejarah ekonomi kolonial Belanda ini masih kurang. Namun terlepas
dari itu semua, buku ini cukup membantu dalam memberikan keterangan-
keterangan mengenai perkembangan ekonomi masa pemerintahan kolonial
Belanda secara kuantitatif.
F. Landasan Pemikiran
Dalam setiap penelitian berbagai bidang ilmu, dapat dipastikan bahwa
tidak akan terlepas dari suatu landasan pokok yang menjadi acuan penelitiannya.
Landasan disini merupakan suatu panduan ataupun suatu dasar yang menjadi arah
akan dibawa kemanakah penelitian tersebut. Secara singkat dapat dikatakan
landasan tersebut merupakan teori. Teori-teori tersebut merupakan suatu alat
untuk dapat menjawab dalam setiap pertanyaan dan permasalahan yang hendak
dikaji dalam suatu penelitian sehingga dapat dikatakan bahwa teori-teori
merupakan sesuatu yang substansial dalam suatu penelitian. Menurut Miriam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Budiardjo, teori merupakan suatu generalisasi yang abstrak mengenai beberapa
fenomena.16 Lebih lanjut lagi dikatakan bahwa dalam menyusun suatu jawaban
umum atau generalisasi dari sebuah permasalahan, teori selalu berangkat dari
konsep-konsep. Konsep-konsep itu sendiri lahir atau muncul dari dalam pikiran
manusia sehingga bersifat abstrak. Namun demikian, dari sesuatu yang abstrak
tersebut dapat dikatakan sebagai sebuah batu loncatan dalam menjawab sebuah
permasalahan yang dikaji dalam suatu penelitian.
Dalam penulisan skripsi berjudul Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi Batig
Slot Politiek Kolonial Belanda Dan Dampaknya Bagi Masyarakat Jawa Tahun
1864-1867 ini, akan nampak sekali bagaimanakah pemerintah kolonial Belanda
mencoba untuk memaksakan otoritas kekuasaannya di tanah Jawa melalui
kebijakan-kebijakan yang diciptakan. Melalui pemerintahan tradisional yang ada,
kekuasaan kolonial dalam bentuk kebijakan-kebijakan disosialisasikan kepada
rakyat yang berdampak pada kepatuhan rakyat terhadap pada pemegang otoritas
tersebut. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, skripsi ini akan mencoba melihat
sejauh mana otoritas pemerintah kolonial mampu mempengaruhi masyarakat
terutama dalam kaitannya dengan kemunculan kebijakan ekonomi Batig Slot
Politiek.
Dalam menjawab permasalahan di atas, kembali akan mengacu pada Teori
Kekuasaan yang ditekankan oleh Miriam Budiardjo. Kekuasaan merupakan suatu
kemampuan dari suatu individu atau kelompok untuk dapat mempengaruhi orang
lain terutama dalam tingkah lakunya, sehingga dengan demikian orang yang
16 Miriam Budiardjo. 1982. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta :PT.Gramedia. Hal. 30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
dipengaruhi tersebut akan mencapai atau menuruti apa yang diinginkan oleh sang
pemilik kekuasaan.17 Salah satu bentuk kekuasaan yang penting adalah kekuasaan
politik yang seringkali digunakan dalam suatu pemerintahan tertentu.
Pengertiannya sendiri adalah sebagai berikut :
Kekuasaan Politik adalah “kemampuan untuk mempengaruhikebijaksanaan umum (pemerintah) baik terbentuknya maupun akibat-akibatnya sesuai dengan tujuan-tujuan pemegang kekuasaan sendiri”18
Kekuasaan politik cenderung terfokus pada bagaimanakah cara memperoleh
kekuasaan secara penuh melalui negara sebagai suatu lembaga yang mampu
mengendalikan tingkah-laku sosial masyarakat. Singkatnya adalah bagaimana
suatu kekuasaan individu atau kelompok mencoba memanfaatkan pemerintahan
yang ada untuk dapat mempengaruhi masyarakatnya, dengan demikian akan
mempermudah mereka dalam memenuhi apa yang menjadi tujuan mereka.
Pemanfaatan tersebut dilakukan melalui sebuah kebijakan yang dibentuk atau
telah dibentuk sebelumnya dengan mengatasnamakan negara atau pemerintah.
Melalui kebijakan tersebut, akan semakin mudah untuk memasuki ranah
masyarakat yang cenderung untuk mengikuti segala kebijakan yang telah
ditentukan oleh pemerintah mereka.
Pada masa kolonial sendiri, tujuan kedatangan mereka di tanah Jawa, pada
dasarnya adalah untuk memonopoli sektor ekonomi. Melihat begitu melimpahnya
kekayaan alam yang ada di tanah Jawa, menjadikan pemerintah kolonial Belanda
berusaha untuk mendapatkan pengaruh politik di wilayah tersebut. Terlebih ketika
pemerintah kolonial melihat bahwa sistem hidup di hampir seluruh tanah Jawa
17 Ibid, hal. 35
18 Ibid, hal. 37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
masih sangat tradisional. Salah satunya ditandai dengan masih kuatnya sistem
feodal yaitu sistem dimana hak penguasaan tanah diserahkan kepada perantara
yaitu para bupati yang akan menerima hasil pertanian yang diolah atau dihasilkan
petani untuk kemudian diserahkan ke pusat, sedangkan para bupati tersebut akan
mendapatkan setengah dari hasil tersebut.
Ikatan tradisional yang diwujudkan dalam sistem feodal, menjadi pintu
bagi saluran penyediaan jasa terutama tenaga kerja yang lebih besar. Hasil yang
didapat pun sangat besar dan menguntungkan terutama bagi pemerintah, karena
sistem kehidupan masyarakatnya yang sederhana dan tidak mengenal adanya
modernisasi dalam hal ekonomi atau komersialisasi atas hasil pertaniannya tetapi
hanya berupa prinsip pertukaran. Sehingga oleh pemerintah dimanfaatkan untuk
meningkatkan penyediaan jasa yang lebih besar dari masyarakat yang justru
menjadi beban berat bagi masyarakat sendiri.
Hal ini yang menjadi semacam pemicu bagi kolonial untuk dapat
menguasai baik secara politik ataupun ekonomi, tanah Jawa. Mereka menguasai
jalannya pemerintahan lokal dengan semakin memperkuat feodalisme di tanah
Jawa melalui pemerintahan tidak langsung dimana kekuasaan para bupati
semakin dikuatkan. Selain itu, kolonial juga menjadikan alasan keunggulan dalam
teknologi dan ilmu pengetahuan yang dimiliki, sebagai “alat penawaran” untuk
dapat menguasai tanah Jawa, yaitu menjanjikan semacam kemudahan dalam
pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, melalui keunggulan-keunggulan yang
dimiliki oleh kolonial.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
Demikianlah yang terjadi pada masa kolonial terutama pada masa Tanam
Paksa , bagaimana pemerintah kolonial pada masa itu mencoba memaksakan
keinginan ekonomi mereka dengan menggunakan kekuasaan mereka dan
memanfaatkan pemerintahan tradisional yang ada dengan membentuk suatu
kebijakan yang diharapkan mendapat kepatuhan dari masyarakatnya. Dalam
konteks ini yang akan dikaji adalah bagaimanakah kekuasaan pemerintah kolonial
melalui kebijakan ekonomi Batig Slot Politieknya dapat mempengaruhi dan
berdampak pada masyarakat Jawa.
Selain teori kekuasaan di atas, penelitian ini juga akan menggunakan Teori
Politik Revolusioner (Karl Marx). Dalam teori ini menyatakan bahwa
perkembangan kapitalisme berjalan dengan cara memproduksi komoditas dengan
nilai dan harga yang cukup untuk mendapatkan tenaga kerja dan kapital yang
sama seperti semula sekaligus menghasilkan tenaga kerja dan kapital yang lebih,
inilah yang dinamakan dengan surplus.19 Surplus inilah yang dapat dipergunakan
untuk berbagai kepentingan meningkatkan investasi yang bermuara pada
akumulasi modal. Teori ini akan mencoba menjelaskan bagaimanakah
kapitalisasi swasta dapat berkembang pesat di Jawa, sehingga memunculkan
istilah kapitalisasi kolonial.
G. Metode Penelitian
Metode sejarah pada hakekatnya merupakan hal yang sangat penting
dilakukan dalam suatu penelitian sejarah. Metode sejarah akan sangat membantu
19 James A.Caporaso, David P.Levine. 2008. Teori-Teori Ekonomi Politik.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 161-162
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
dalam menemukan dan menganalisis berbagai macam bahan sumber dan data-data
yang penting dalam memperoleh jawaban dari permasalahan yang menjadi kajian
pokok penelitian. Metode sejarah merupakan suatu proses menguji dan
menganalisis secara kritis rekaman-rekaman dan peninggalan masa lampau.20
Metode ini merupakan suatu proses untuk merekonstruksi segala peristiwa yang
terjadi di masa lampu untuk disusun kembali dalam sebuah historiografi yang
dapat bermanfaat di masa depan terutama dalam pembelajaran sejarah.
Penulisan skripsi Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi Batig Slot Politiek
Kolonial Belanda Dan Dampaknya Bagi Masyarakat Jawa Tahun 1864-1867 ini
akan menggunakan metode deskriptif-analitis melalui beberapa tahap atau
langkah-langkah pengumpulan sumber dan data. Sumber-sumber atau data-data
tersebut kemudian akan diolah dan dianalisis.
Langkah-langkah atau metode yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah dengan melakukan studi pustaka sumber-sumber sekunder yaitu mencari
buku-buku, dokumen-dokumen tertulis atau referensi-referensi yang berkaitan
dengan topik penelitian atau yang disebut dengan istilah proses heuristik. Dari
sumber-sumber bacaan tersebut kemudian akan dilakukan pembacaan awal atau
pre elementary reading yaitu pembacaan seputar topik penelitian. Selanjutnya dari
pembacaan awal tersebut, akan dilakukan kritik sumber yaitu penyeleksian
sumber-sumber penelitian yang benar-benar relevan dengan topik penelitian.
20 Louis Gottschalk. 1986. Mengerti Sejarah. Jakarta : Penerbit UniversitasIndonesia. Hal. 32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Selanjutnya adalah interpretasi dari beberapa metode penelitian yang telah
dilakukan di atas. Interpretasi ini mencoba untuk mengurai data-data dan fakta
yang ditemukan selama tahap pengumpulan sumber di atas. Interpretasi ini yang
akan dijadikan pegangan atau arah yang akan menentukan tujuan dari penelitian
ini, akan dicari kebenarannya melalui analisis-analisis selama penelitian.
Selanjutnya adalah analisis data yaitu mengolah data-data yang didapat dari
sumber-sumber yang ditemukan. Dari analisis ini kemudian akan dicari
pembuktian-pembuktian yang akan mengarah pada interpretasi yang telah ada
sebelumnya atau justru mematahkannya. Setelah pembuktian-pembuktian
tersebut, kemudian dibuatlah kesimpulan akhir dari penelitian tersebut.
Kesimpulan akhir dari penelitian ini berupa historiografi atau penulisan sejarah
yaitu proses rekonstruksi peristiwa-peristiwa masa lampau yang berdasarkan pada
pengujian dan analisis data-data yang telah diperoleh.
Dalam penulisan ini, menggunakan pendekatan sosio-ekonomi dalam
memahami pelaksanaan kebijakan ekonomi Batig Slot Politiek 1864-1867 serta
dampaknya bagi masyarakat Jawa. Pendekatan sosio-ekonomi dipilih karena
sekali lagi melihat bahwa tujuan pokok dari kolonialisme Belanda adalah
eksploitasi ekonomi negara jajahan sehingga sangat perlu melihat kembali apa
yang menjadi tujuan pokok kolonialisme tersebut karena akan mempermudah
dalam menganalisis munculnya kebijakan Batig Slot Politiek ini. Dari
permasalahan ekonomi tersebut kemudian ditarik ke dalam permasalahan sosial
dalam hal ini adalah masalah bagi masyarakatnya. Dalam skripsi ini akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
dijelaskan dampak secara menyeluruh bagi masyarakat setelah diberlakukannya
kebijakan Batig Slot Politiek tersebut.
H. Sistematika Penulisan
Skripsi yang mengkaji mengenai Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi Batig
Slot Politiek Kolonial Belanda Dan Dampaknya Bagi Masyarakat Jawa Tahun
1864-1867 ini akan dibagi menjadi 5 bab, dengan pembagian seperti berikut:
Bab I Pendahuluan, yang berisi tentang latar belakang masalah,
permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode
penelitian, landasan pemikiran, dan sistematika penulisan.
Bab II pembahasan mengenai latar belakang munculnya Batig Slot
Politiek pada tahun 1864-1867. Pembahasan ini akan dimulai dengan
mendeskripsikan kondisi atau situasi-situasi yang terjadi di negeri induk Belanda.
Selain itu juga akan di bahas juga mengenai kondisi di tanah Jawa sendiri pada
masa itu serta berbagai kebijakan yang pernah diterapkan di sana seperti Sistem
Sewa Tanah Raffles (1811-1816) yang akan berkaitan kemudian hari dengan
sistem Tanam Paksa van de Bosch yang diperkenalkan pada tahun 1830 yang
kemudian mengarah pada munculnya kebijakan ekonomi Batig Slot Politiek 1864-
1867.21
Bab III pembahasan mengenai jalannya pelaksanaan kebijakan ekonomi
Batig Slot Politiek tahun 1864-1867 di Jawa. Pembahasan ini akan diawali dengan
21 Robert van Niel, op.cit, hal. 2-3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
diterimanya Comptabiliteitswet atau Peraturan Pemerintah dari negeri induk tahun
1864 yang mengisyaratkan adanya sistem kesatuan ekonomi kolonial Belanda
dengan daerah jajahan dalam hal ini kesatuan dengan negeri induk. Selain itu
selama pelaksanaan kebijakan tersebut, di Eropa sendiri sedang berkembang
gagasan-gagasan liberalisme sejak tahun 1830an. Oleh karena itu, dalam bab ini
juga akan dilihat, bagaimanakah kebijakan ini dijalankan bersamaan dengan
berkembangnya gagasan liberalisme dan apakah perkembangan tersebut memiliki
implikasi terhadap kebijakan itu sendiri.
Bab IV pembahasan mengenai pemisahan sistem kesatuan ekonomi
kolonial Belanda melalui Peraturan Pemerintah yang dikeluarkan pada tahun 1867
yang juga merupakan tahun berakhirnya Batig Slot Politiek. Selama tiga tahun
masa pelaksanaan kebijakan tersebut yaitu dari tahun 1864-1867, akan dilihat
seperti apakah dinamika yang terjadi di masyarakat Jawa. Selain itu juga akan
menganalisis serta membahas dampak-dampak yang ditimbulkan akibat
munculnya kebijakan ekonomi Batig Slot Politiek bagi masyarakat Jawa secara
keseluruhan dalam berbagai segi kehidupannya selama tiga tahun masa
pelaksanaan kebijakan tersebut.
Bab V akan dibuat sebuah kesimpulan akhir dan penutup dari skripsi ini
yang akan mencoba merangkum secara lebih jelas dan singkat tentang
keseluruhan hasil studi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
BAB II
DUALISME POLITIK TANAM PAKSA DAN MUNCULNYAKEBIJAKAN BATIG SLOT POLITIEK DI JAWA
Sejak awal Abad ke-19, tanah Jawa telah menjadi salah satu sentra
produksi pertanian yang sangat menjanjikan tepatnya sejak awal masa kolonial.
Hal ini tidak terlepas dari perkembangan tanah Jawa sebagai daerah agraris yang
sangat subur. Kenyataan ini yang berhasil dimanfaatkan oleh pemerintah kolonial
untuk memperoleh sumber ekonomi yang besar dengan memanfaatkan
pemerintahan lokal yang ada. Sistem feodal yang telah ada sebelumya, pada
prakteknya tetap berjalan dan cenderung menguat meskipun berusaha ditutupi
dengan kampanye-kampanye ide liberalisme. Definisi kebebasan yang tertuang
dalam ide liberalisme hanyalah definisi menurut pemerintah semata, sedangkan
pada prakteknya, rakyat tetap saja tidak mendapatkan kebebasan yang
sesungguhnya atau yang diharapkannya.
Kesuburan dan potensi alam yang melimpah di tanah Jawa pada masa
tahun 1830an, tidak dapat diimbangi dengan peningkatan angka kemakmuran
masyarakat pribumi. Namun justru sebaliknya, derajat kemakmuran rakyat justru
semakin turun dan menempatkan mereka sebagai objek eksploitasi oleh
kepentingan pemerintah kolonial bahkan ketika ide-ide liberalisme gencar
diserukan. Hal ini kemudian semakin diperparah dengan adanya beberapa
kebijakan dalam sistem kolonial yang kemudian menjadi beban tersendiri bagi
masyarakat sekaligus memberikan dampak yang luas bagi mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
A. Intensifikasi Sistem Tanam Paksa dan Menguatnya Liberalisme di Jawa
Tahun 1830 merupakan suatu periode penting dalam sejarah kolonialisme
di Indonesia khususnya di Pulau Jawa. Pada masa tersebut ide-ide baru mengenai
pola sistem kolonialisme di daerah jajahan Belanda mengalami sedikit perubahan.
Periode tersebut diwarnai dengan berkembangnya ide-ide liberalisme seiring
semakin menguatnya liberalisme di daratan Eropa yang menyebar sampai ke Asia
Tenggara khususnya Indonesia.22 Liberalisme dalam konteks ekonomi, melarang
adanya campur tangan dari pemerintah. Hal ini dikarenakan permasalahan
ekonomi menyangkut mengenai derajat kemakmuran dari masing-masing individu
yang bebas ditentukan sendiri tanpa campur tangan pemerintah. Seiring dengan
hal tersebut, tuntutan kemajuan teknologi, ekonomi, perdagangan atupun industri
menjadi semacam suatu keharusan dengan berlandaskan pada kebebasan bagi
setiap individu untuk berkembang tanpa campur tangan berlebih dari pihak
manapun khususnya pemerintah.
Demikian juga, pada awal tahun 1830an atau yang kemudian lebih dikenal
dengan periode Sistem Tanam Paksa, dimulailah masa-masa panjang kolonialisme
yang memiliki sedikit corak berbeda dengan sistem kolonial terdahulu yaitu
diawali dengan munculnya banyak tokoh-tokoh liberal progresif yang cukup
berpengaruh dalam menciptakan kebijakan-kebijakan baru dalam proses
22 Liberalisme atau liberal merupakan suatu ideologi atau paham yangmengutamakan nilai kebebasan. Dalam konteks ekonomi, pemerintah ataupunagama tidak dapat campur tangan dalam masalah ekonomi karena permasalahanekonomi merupakan masalah kemakmuran yang ditentukan sendiri oleh masing-masing individu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
kolonialisme di daerah jajahan khususya Jawa, serta lahirnya berbagai macam
kebijakan-kebijakan yang cukup berpengaruh. Namun masa Sistem Tanam Paksa
tersebut juga menjadi masa pemerasan tenaga kerja secara intensif dan terstruktur.
Wilayah yang menjadi sorotan utama sekaligus yang memiliki dampak cukup
besar adalah Pulau Jawa. Dipilihnya Pulau Jawa sebagai wilayah utama
pelaksanaan Sistem Tanam Paksa ini disebabkan karena pemerintah kolonial
dengan cermatnya berhasil melihat berbagai potensi alam maupun potensi sumber
daya manusianya yang sangat melimpah.
Seperti diketahui bahwa sejak tahun 1750, wilayah kekuasan Barat yang
terdiri dari Inggris dan Belanda, semakin meluas di kepulauan Nusantara yang
terbagi dalam tiga wilayah. Wilayah pertama terdiri dari Pulau Sumatra dan
Kalimantan. Wilayah ini kekuasaan Barat tidak terlalu berpengaruh pada
kehidupan pribumi. Wilayah kedua adalah kepulauan bagian Timur dimana
kekuasaan Barat lebih kuat tetapi hanya sebatas bersifat menindas dan bukan
memberikan perubahan ataupun kemajuan yang berarti. Wilayah ketiga atau
wilayah terakhir adalah Pulau Jawa. Pulau Jawa inilah yang kemudian menjadi
sentra kekuasaan kolonial yang sangat kuat karena wilayah ini dipandang sebagai
wilayah yang sangat menjanjikan terutama dari segi geografis, sumber daya alam,
dan sumber daya manusianya.
Dalam wilayah ini, pengaruh kolonial sangat kuat dan dijadikan sebagai
sentra produksi ekonominya. Tidak mengherankan apabila di Jawa perkembangan
teknologi produksi, perubahan sosial dan ekonomi, sangat pesat meskipun tingkat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
penindasan juga sangat besar di wilayah ini. Selain itu, wilayah ini memiliki
sejarah panjang kolonialisme yang sangat berpengaruh.
Politik kolonial Belanda pada prinsipnya menekankan pada keinginan
untuk terus mendapatkan keuntungan dari apa yang dihasilkan oleh negeri
jajahan. Akan tetapi seiring dengan perkembangan dan tuntutan zaman yang
semakin maju, maka pemerintah kolonial juga menghendaki adanya perubahan-
perubahan yang lebih progresif dalam sistem kolonial mereka. Ada semacam
keinginan yang menghendaki adanya perubahan dalam birokrasi pemerintahan
yang lebih modern. Artinya bahwa pemerintahan harus dapat menciptakan
susunan masyarakat yang lebih birokratis, terorganisir dan terpolakan dengan rapi
serta ada kekuatan berimbang di dalamnya yang berbasis kerakyatan.23 Apa yang
terjadi kemudian tidak sepenuhnya berjalan sesuai dengan apa yang telah
direncanakan. Sifat alami kolonial yang ingin selalu menguasai, pada akhirnya
menyebabkan rencana-rencana ini tidak berjalan sesuai yang diharapkan.
Kekuatan yang berimbang yang diharapkan terwujud di dalam masyarakat, pada
kenyataanya tidak terjadi. Sebaliknya, keterlambatan dalam kemajuan terutama
dalam hal intelektualitas lah yang terjadi.
Tidak terbantahkan jika seiring dengan perkembangan zaman dan
modernitas, maka sistem kolonial yang diterapkan di negeri jajahan pun berubah
dan cenderung semakin intensif. Sedangkan kondisi masyarakat negeri jajahan
23 Jan Breman. 1986. Penguasaan Tanah Dan Tenaga Kerja,Jawa di MasaKolonial. Jakarta : LP3ES. Hal. 7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
sendiri tidak mengalami perubahan yang signifikan, dalam artian perubahan ke
arah yang lebih baik dan maju. Kecenderungan yang terjadi adalah kenyataan
bahwa masyarakat masih hidup di bawah tekanan kekuasaan kolonial yang
semakin kuat. Hal ini dilakukan demi memenuhi apa yang menjadi tujuan dari
kolonialisme itu sendiri yaitu menjadikan negara jajahan sebagai sumber
penghasilan bagi negara induk terutama karena negara jajahan tersebut memiliki
sumber daya-sumber daya yang sangat potensial.
Apa yang terjadi kemudian adalah keterlambatan dalam perkembangan
kehidupan masyarakat, baik secara materi maupun pendidikan mereka.
Masyarakat sengaja dibuat untuk lebih banyak menghabiskan tenaga serta waktu
mereka untuk bekerja bagi kolonial. Ini mengakibatkan masyarakat tidak memiliki
waktu atau sengaja tidak diberikan kesempatan memiliki waktu untuk
mengembangkan diri mereka dalam bidang lain, terutama dalam hal ekonomi
ataupun intelektualitasnya.24 Akibatnya mereka terlambat menuju arah
modernisasi, terutama sistem yang digunakan kolonial justru semakin menguatkan
sistem feodal dengan memanfaatkan sistem atau tradisi lokal yang ada.25
Kelemahan-kelemahan masyarakat inilah yang dimanfaatkan oleh penguasa
kolonial untuk semakin menguatkan tujuan mereka di negeri jajahan khususnya
Hindia-Belanda.
24 Hal ini berkaitan dengan masalah pendidikan. Pendidikan bagi kaumpribumi sangat dibatasi oleh pemerintah kolonial khususnya bagi masyarakatkelas menengah ke bawah.
25 Sartono Kartodirdjo. 1992. Pengantar Sejarah Indonesia Baru : 1500-1900 Dari Emporium Sampai Imperium,jilid 1. Jakarta : PT Gramedia PustakaUtama. Hal. 297
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Masyarakat Jawa pada masa tahun 1800an masih menerapkan sistem
hidup yang sangat sederhana atau yang sering disebut dengan sistem hidup yang
subsisten. Artinya bahwa masyarakat melakukan aktifitas ekonominya seperti
bertani yang merupakan mata pencaharian utamanya, hanya untuk mencukupi apa
yang menjadi kebutuhan hidupnya sehari-hari tanpa ada tujuan komersialisasi di
dalamnya. Sistem hidup ini berbasis pada sifat komunal dan gotong-royong antar
anggota masyarakat. Hampir tidak nampak adanya sifat komersial yang
berlebihan dari kehidupan ekonomi masyarakat Jawa tersebut terlepas dari adanya
kekuasaan kolonial di dalamnya. Kekuasaan kolonial yang semakin memaksa
demi keuntungan ekonomi sebanyak-banyaknya bagi kolonial, menjadikan serta
menempatkan masyarakat sebagai objek yang menguntungkan bagi politik
eksploitasi kolonial Belanda.
Objek penting yang sebenarnya menjadi pokok persoalan yang terjadi pada
masa kolonial adalah tanah yang menjadi aset ekonomi yang cukup menjanjikan
pada masa itu. Terlebih tanah-tanah yang berada di Jawa merupakan tanah yang
dinilai sangat potensial karena kesuburannya dan luas wilayahnya. Tidak
mengherankan jika kemudian Jawa menjadi salah satu wilayah sentra produksi
utama pemerintah kolonial. Berbagai macam hasil pertanian yang
menguntungkan, telah dihasilkan oleh tanah Jawa. Tercatat sejak Abad ke-19,
Pulau Jawa telah menghasilkan beberapa hasil bumi yang sangat diandalkan.
Sesudah tahun 1815, hasil bumi seperti kopi, gula, dan nila yang merupakan hasil
bumi yang sangat laku di pasaran, mengalami peningkatan yang cukup
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
signifikan.26 Hasil yang melimpah ini sangat menguntungkan dalam ekspornya.
Oleh karena itu tidak mengherankan apabila pemerintah kolonial semakin
mengintensifkan kekuasaan mereka di Jawa.
Namun berbagai keuntungan alam yang dihasilkan ini, tidak hanya
didukung pada baiknya sumber daya alamnya saja, tetapi yang juga menjadi
faktor penting di sini adalah ketersediaan sumber daya manusianya yang sangat
potensial. Seperti diketahui bahwa faktor fisik atau tenaga merupakan salah satu
faktor produksi yang substansial bagi kolonial. Untuk menghasilkan jumlah
produksi yang besar sekaligus menguntungkan, maka faktor tenaga kerja
merupakan peran mutlak yang akan sangat menentukan dan mutlak harus ada.
Dalam lingkungan desa terutama masyarakat agraris Jawa, tanah dan
tenaga merupakan modal pokok bagi produksi pertanian. Pada masa tahun 1800,
struktur agraris masyarakat pedesaan mencerminkan pengaruh yang sangat kuat
dari kekuasaan feodal dimana untuk mendapatkan hasil maksimal produksi
pertanian, para penguasa seperti raja, pemegang apanagenya27, para bupati, dan
pembantu-pembantunya, melakukan penekanan yang lebih intensif kepada
petani.28 Hal ini ditambah dengan kenyataan yang menunjukkan bahwa kehidupan
masyarakat pedesaan masih sangat tradisional, dimana sistem ekonominya masih
menerapkan sistem ekonomi subsisten. Kehidupan masyarakat menekankan pada
hubungan komunal dan solidaritasnya masih didasarkan pada “perasaan”,
26 Anne Booth,William J.O’Maley,Anna Weidemann, op.cit, hal. 165
27 Apanage merupakan tanah lungguh yang diberikan oleh raja kepadapangreh raja sebagai gaji atau upah mereka.
28 Sartono Kartodirdjo, op.cit, hal. 296
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
sehingga kehidupan gotong-royong di sana masih sangat kuat dan bukan
ditekankan pada masalah materi, padahal ikatan seperti inilah yang akan menjadi
sumber kesengsaraan mereka di bawah penguasaan kolonial . Berdasarkan ikatan
ini, maka banyak usaha atau produksi yang tidak menekankan pada masalah uang
atau upah tetapi diganti dengan bantuan jasa tenaga kerja sebagai prinsip
pertukaran.
Secara kuantitatif jumlah penduduk di Jawa terhitung sangat banyak
apabila dibandingkan dengan wilayah lain. Pada tahun 1815, Raffles mencatat
jumlah pertambahan penduduk di Jawa khususnya Jawa-Madura mencapai
4.499.250 jiwa. Jumlah ini terus bertambah di tahun-tahun sesudahnya. Pada
tahun 1860 terjadi peningkatan yang sangat tajam yaitu sekitar 2,4 % per tahun
atau dalam kisaran angka sekitar 12.514.262 jiwa. Tahun 1880, jumlah penduduk
Jawa meningkat menjadi 22 juta jiwa dengan presentasi kenaikan rata-rata 2,6 %
per tahun. Peningkatan juga terjadi pada tahun 1890 yang mencapai 23.609.312
jiwa, sedangkan jumlah penduduk di luar pulau Jawa hanya sekitar 10 juta jiwa
saja.29 Dari data-data ini menunjukkan bagaimanakah laju pertumbuhan penduduk
Jawa yang cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Adanya
peningkatan yang terus-menerus ini, memberikan beberapa keuntungan bagi
pemerintah kolonial yaitu tersedianya sumber tenaga kerja yang banyak dan
murah sehingga tidak terlalu diperlukan lagi untuk mencari tenaga kerja dari
29 Parakitri Tahi Simbolon, “Menjadi Indonesia,”http://books.google.com/books?id=Ii4_gLKFsMYC&pg=PA177&lpg=PA177&dq=jumlah+penduduk+Jawa+pada+tahun+1800an&source=bl&ots=WBZJnpDZdb&sig=3gi5TdUvoL4g0OM3ckrjv-HjvVM&hl=en&ei=FKG-Ta_rM4uKvgOnnPTFBQ&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=5&ved=0CDcQ6AEwBA#v=onepage&q&f=false (akses 28 April 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
tempat lain. Meskipun demikian, pada akhirnya nanti ledakan jumlah penduduk
ini juga menyebabkan masalah lain bagi kolonial yang akhirnya mendorong
mereka untuk membuat suatu kebijakan yang cukup berpengaruh pada masa itu.
Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial pada masa
awal 1830an, mulai menampakkan pengaruh ide liberalisme di dalamnya. Hal ini
tidak terlepas dari semakin menguatnya liberalisasi di Eropa, khususnya pada
masa Revolusi Industri.30 Beberapa tokoh dari negeri Belanda sendiri, telah mulai
terpengaruh oleh gagasan ini. Mereka mengusulkan politik kolonial baru yang
didasarkan pada prinsip kebebasan dan kesejahteraan umum bagi masyarakat.
Beberapa diantara mereka adalah Dirk van Hogendrop. Dirk van Hogendorp
(1799-1808) salah seorang anggota komisi untuk urusan di daerah jajahan,
memandang bahwa sistem feodal telah mematikan kesempatan bagi rakyat untuk
dapat berusaha sendiri dan telah menjadi penyebab keterbelakangan ekonomi
rakyat. Disini ia mengusulkan agar pemilikan serta penguasaan tanah sebagai
sumber pemerasan untuk dicabut dan rakyat diberikan tanahnya sendiri untuk
dapat ditanami dengan tanaman yang dikehendaki. Sebagai ganti dari penyerahan
wajib, diadakannya pajak yang berupa hasil bumi atau uang. Menurut
pemikirannya dengan rakyat diberikan kebebasannya sendiri dalam berusaha,
maka hal ini justru akan mendorong mereka untuk menghasilkan lebih banyak
30 Yayuk Endang Irawati, “Perkembangan Ekonomi Kolonial dan PekerjaAnak Di Hindia-Belanda 1870-1930an,” (Skripsi Sarjana, Fakultas Ilmu BudayaUniversitas Gadjahmada, Yogyakarta, 2010).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
lagi dan juga akan berdampak pada peningkatan produksi ekspor yang akan
menguntungkan bagi pemerintah kolonial sendiri.31
Berbagai kebijakan bagi negeri jajahan mulai diberlakukan di tanah Jawa.
Kebijakan-kebijakan ini lebih difokuskan pada permasalahan ekonomi karena
sesuai dengan tujuan semula mereka yaitu untuk mendapatkan sumber-sumber
ekonomi yang besar untuk menutupi pembiayaan pasca perang. Akan tetapi, apa
yang disebut kebijakan oleh pemerintah kolonial tidaklah memiliki substansi
suatu kebijakan yang seharusnya. Hal ini dikarenakan, kebijakan-kebijakan yang
mereka terapkan justru hanya untuk kepentingan kolonial semata, sementara
kepentingan masyarakat pribumi yang menjadi sesungguhnya menjadi
tanggungjawab mereka, seolah-olah dikesampingkan. Mereka sesungguhnya
menghendaki adanya suatu administrasi pemerintah yang terorganisir sehingga
dapat menjamin adanya surplus sebesar-besarnya.
Kebijakan yang mencerminkan adanya semangat liberalisme serta kebebasan,
diawali pada masa Sistem Sewa Tanah yang dicetuskan oleh Gubernur Jenderal
Thomas Stamford Raffles (1811-1816) yang menggantikan kepemimpinan
Daendels. Di bawah kepemimpinannya, ia menerapkan tiga azas yang menjadi
landasan Sistem Sewa Tanah, yaitu:
1. Menghapus segala bentuk penyerahan paksa hasil bumi dengan harga yang
tidak pantas, serta penghapusan segala bentuk kerja paksa dan
membebaskan rakyat dalam proses penanaman serta perdagangan.
31 Keuntungan yang didapat adalah pendapatan dari sewa tanah serta dengankebebasan yang diberikan kepada rakyat, akan semakin mendorong rakyat untukmeningkatkan jumlah penanaman yang akan berdampak pada meningkatnya hasilekspor.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
2. Pengawasan akan dilakukan langsung oleh pemerintah atas tanah dengan
menarik pendapatan dan biaya sewa tanpa melalui perantara (bupati).
3. Menyewakan tanah yang diawasi oleh pemerintah kepada rakyat dalam
jumlah besar atau kecil dan dalam batas waktu tertentu 32
Tiga azas tersebut dilandasi oleh tema besar semangat liberal pada masa itu
hendak mewujudkan kebebasan dan kepastian hukum. Kebebasan yang hendak
dicapai disini adalah kebebasan dalam menanam dan berdagang bagi rakyat serta
kebebasan produksi untuk ekspor yang selama ini tidak penah didapat. Hal ini
dilandasi juga oleh perkembangan kapitalisme di Eropa dengan permintaan akan
bahan mentah yang melonjak naik 33.
Dalam sistem ini, Raffles hendak menerapkan sistem kolonial seperti
yang dijalankan di India34. Ia mencoba untuk memajukan tanah Jawa khususnya
dalam perekonomiannya melalui peningkatan produktivitasnya tetapi sekaligus
juga menguntungkan bagi pihak tenaga kerja. Landrent-system dimana dalam
sistem ini pemerintah atau gubermen, menjadi pemilik tanah yang menyewakan
tanah kepada rakyat untuk dikelola dengan bebas, secara konseptual, kebijakan ini
memang memihak pada kesejahteraan rakyat dengan memberikan kebebasan
32 Prajudi Atmosudirdjo. 1984. Sejarah Ekonomi Indonesia, Dari SegiSosiologi Sampai Akhir Abad XIX (Disadur dari buku karya D.H Burger). Jakarta :Pradnya Paramita. Hal. 143
33 Soediono M.P Tjondronegoro,Gunawan Wiradi. 2008. Dua AbadPenguasaan Tanah,Pola Penguasaan Tanah Pertanian di Jawa dari Masa keMasa. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Hal. 38
34 Ia melihat bahwa negara jajahan Inggris selalu maju dibandingkannegara jajahan Belanda, hal ini dikarenakan Inggris memperlakukan negarajajahan lebih sebagai negara pemasaran industrinya dengan cara memakmurannegara jajahan tersebut. Hal ini juga yang ingin diterapkan di Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
mengelola tanah dan jenis tanamannya dengan posisi sebagai penyewa. Raffles
juga menghapus sistem kontingenten (upeti atau penyerahan wajib) bagi
pembesar-pembesar pribumi. Namun bagaimanapun juga, sistem ini tetap
menguntungkan pihak pemerintah sendiri yaitu semakin beragamnya hasil ekspor
yang meningkat dan pendapatan yang semakin besar yang di dapat dari pajak
tanah atau tanah sewaan tersebut.
Namun Sistem Sewa Tanah yang mencirikan ide kebebasan sekaligus
modernisasi tersebut, harus berakhir. Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa
faktor yang salah satunya dipengaruhi oleh kultur masyarakat Jawa itu sendiri
yang masih terikat kuat dengan sistem tradisional dan masih menggantungkan
hidup mereka dari apa yang dihasilkan tanah mereka, artinya kehidupan agraris
masih menjadi suatu pola utama kehidupan mereka sehingga sulit untuk dapat
menerima perubahan-perubahan baru. Beberapa diantaranya adalah sistem uang
yang diperkenalkan Raffles serta kemajuan-kemajuan dalam industri.
Berakhirnya Sistem Sewa Tanah juga diwarnai dengan masih berlanjutnya
pertentangan dan perdebatan internal pemerintah kolonial mengenai sistem
kolonial yang sesuai untuk diterapkan di daerah jajahan. Sistem Sewa Tanah yang
mencirikan ide-ide liberalisme tersebut, ditentang oleh kaum konservatif yang
cenderung berpihak pada cara-cara lama yang digunakan oleh VOC. Mereka
menghendaki agar sistem feodal yang selama ini dijalankan untuk tetap
dipertahankan. Adanya sistem feodal ini yang memanfaatkan struktur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
pemerintahan lokal ini, maka arus barang dan jasa yang didapat dari rakyat akan
tetap mudah diperoleh dalam bentuk tenaga kerja serta penyerahan wajib.35
Namun pada akhirnya semuanya dikembalikan lagi pada kondisi ekonomi
negeri induk dan terutama pada kondisi sosial-ekonomi masyarakat Jawa itu
sendiri. Berdasarkan kondisi ekonomi yang semakin memburuk, maka tidak ada
jalan lain lagi selain tetap menjalankan politik konservatisme yaitu sistem dagang
sekaligus menjalankan sistem pajak. Negeri induk membutuhkan suatu jumlah
pemasukan yang besar untuk dapat menutupi segala beban ekonominya melalui
kolonialisme mereka di negeri jajahan, termasuk dengan menghasilkan surplus
sebesar-besarnya. Selain itu, sistem tradisional ini dianggap sistem yang paling
sesuai terutama melihat kondisi masyarakat Jawa pada masa itu yang telah
terbiasa dengan sistem feodal dan kesulitan yang akan dialami ketika masyarakat
yang cenderung masih tradisional, menerima perubahan-perubahan yang lebih
modern.
Melihat kondisi negeri Belanda yang lemah dalam industri dan perkapalan,
maka satu-satunya cara yang dapat dilakukan guna untuk tetap mendapatkan
keuntungan-keuntungan ekonomi, hanyalah dari bidang agraris. Oleh karena itu,
maka yang diperlukan adalah mengerahkan tenaga rakyat untuk menanam
tanaman ekspor yang menguntungkan untuk dipasarkan di pasaran Eropa tentunya
setelah diolah dan disesuaikan dengan yang dikehendaki pasaran Eropa. Hanya
saja mengingat bahwa liberalisasi yang semakin kuat dan adanya semacam
35 Anton Haryono. 2011. Sejarah (Sosial) Ekonomi,Teori MetodologiPenelitian dan Narasi Kehidupan. Yogyakarta : Penerbit Universitas SanataDharma. Hal. 140
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
keinginan untuk memperbaiki citra pemerintahan sendiri, maka sistem tersebut
melalui beberapa kebijakan yang dikeluarkan, dibuat lebih longgar. Artinya
bahwa dalam sistem ini rakyat diberikan kebebasannya dalam berproduksi sendiri.
Sehingga di sini, ide-ide liberalisme mulai dimunculkan.
Beberapa contoh kebijakan ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah
kolonial adalah kebijakan Tanam Paksa atau Cultuurstelsel (1830-1870).
Kebijakan ini dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch. Pada
dasarnya kebijakan ini lebih menekankan pada peningkatan produksi. Van den
Bosch sendiri lebih menekankan pada prinsip kebebasan bagi rakyat untuk
menanam tanaman yang mereka kehendaki meski dengan catatan bahwa hasil
tanaman tersebut besar nilai jualnya harus sesuai dengan besarnya nilai pajak
yang dibebankan kepada mereka dan apabila ada surplus dari hasil tanaman
tersebut, harus dikembalikan lagi kepada rakyat. Van den Bosch menghendaki
agar citra pemerintah dapat lebih “humanis”, terlebih pada masa itu liberalisme
sedang berkembang dan muncul banyak tokoh-tokoh yang kritis terhadap sistem
kolonial yang konvensional.
Pelaksanaan Sistem Tanam Paksa berpegang pada prinsip peningkatan
hasil produksi yang menguntungkan. Semakin banyak jumlah hasil produksi,
maka akan akan menguntungkan ketika dipasarkan di Eropa. Pemasaran tanaman
dagang ini ke Eropa dilakukan oleh perusahaan dagang Belanda NHM
(Nederlandsche Handelmaatschappij). Perusahaan ini didirikan pada tahun 1824
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
dan ada dalam pengawasan langsung pemerintah Belanda.36 Perusahaan ini dapat
dikatakan sebagai pengganti dari VOC, meskipun pengaruhnya tidak sebesar apa
yang telah ditinggalkan oleh VOC.
Hasil bumi yang dipasarkan ini nantinya akan dijual dan diolah oleh
perusahaan-perusahaan swasta Eropa, sehingga semakin banyak jumlah produksi
berkualitas baik yang dijual maka hal ini akan semakin menguntungkan bagi
pemerintah induk Belanda yang hasil penjualannya dapat digunakan untuk
membiayai segala beban hutangnya. Van den Bosch sendiri pernah menjanjikan
kepada negeri induk bahwa ia akan menemukan cara agar produksi tanaman
ekspor dapat mengalami peningkatan bahkan dapat mencapai kisaran angka 20
juta gulden setahun.37
Secara teknis, kebijakan ini mewajibkan setiap desa memberikan sebagian
tanahnya, yaitu 1/5 atau 20 % tanahnya untuk ditanami tanaman ekspor seperti
kopi, tebu, dan nila. Hasil tanaman tersebut kemudian dijual ke pemerintah
kolonial dengan harga yang telah disepakati, meskipun harga yang didapat oleh
rakyat jauh dari kata layak.38 Harga hasil tanaman tersebut disesuaikan dengan
besarnya pajak yang terdahulu ketika masih dalam masa Sewa Tanah, hanya saja
dalam sistem penyerahan ini,oleh pemerintah dikatakan bahwa rakyat akan diberi
sedikit kelonggaran atau kebebasan dalam hal penanaman.
36 M.C Ricklefs. 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta :PT.Serambi Ilmu Semesta. Hal. 261
37 Bernard H.M Vlekke. 2008. Nusantara Sejarah Indonesia. Jakarta:KPG. Hal. 324
38 Lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Cultuurstelsel (akses 19 April 2011)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Penyerahan dalam bentuk hasil panenan ini dapat dikatakan sebagai ganti
pajak uang yang diterapkan masa kepemimpinan Raffles. Pertimbangan untuk
mengganti pajak berupa uang dengan natura atau tenaga kerja di dasarkan pada
kondisi masyarakat Jawa itu sendiri yang masih tradisional dan kecenderungan
memiliki kebiasaan untuk lebih mudah “memberikan” tenaga daripada uang.
Apabila hasil panen tersebut berlebih, pemerintah kolonial menegaskan bahwa
hasil berlebih tersebut akan diberikan kembali ke desa. Pada masa ini, tokoh-
tokoh pemerintah kolonial yang turut mencetuskan sistem ini, hanya ingin agar
pemerintah kolonial dapat dipandang sebagai penguasa yang lebih “ humanis” .
Pada masa ini, jenis komoditi unggulan yang memiliki nilai jual tinggi
adalah gula, kopi, dan nila. Ketiga macam jenis produk Tanam Paksa ini memang
merupakan komoditas yang mengalami peningkatan yang tinggi sejak tahun 1815.
Kemudian oleh Van den Bosch, ia memperluas lahan untuk tanaman nila di
daerah-daerah yang sebelumnya tidak ditanami. Hal ini dilakukan karena nilai jual
nila yang tinggi sehingga dapat digunakan untuk menutup pembayaran sewa tanah
yang kurang.39 Sementara itu, tanaman kopi sesungguhnya merupakan hasil dari
monopoli produk tambahan dari Van den Bosch. Hal ini disebabkan karena pada
awalnya tanaman kopi ditanam di lahan di luar sawah penduduk, padahal
pemerintah sendiri menekankan tanah yang dijadikan lahan Tanam Paksa adalah
tanah desa yang merupakan tanah milik penduduk karena dari sanalah pemerintah
dapat menarik pajak.40 Oleh karena hasil atau keuntungan yang didapat dari kopi
39 Robert van Niel, op.cit, hal. 24
40 Bernard H.M Vlekke, op.cit, hal. 326
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
sangat besar, maka dijadikannyalah tanaman kopi sebagai salah satu komoditi
utama perdagangan kolonial bahan kemudian menjadi salah satu sumber terbesar
pemasukan pemerintah.
Tanam Paksa dilaksanakan dengan maksud meningkatkan produktivitas
hasil tanaman guna mengurangi defisit kas negara induk yang digunakan untuk
pembiayaan segala hutang-hutang Belanda. Oleh karena itu Tanam Paksa
dilaksanakan dengan melibatkan berbagai macam pihak, yaitu orang-orang Eropa
yang berperan dalam proses produksi atau proses pengolahan bahan mentah yang
disediakan oleh pemerintah. Orang-orang Eropa ini lebih tepatnya merupakan
perusahaan-perusahaan swasta Eropa. Pada masa ini mulai diperlihatkan
bagaimanakah kapitalisme memasuki kehidupan agraris masyarakat Jawa.41
Keterlibatan perusahaan-perusahaan swasta asing ini, mengarahkan pada warna
baru politik eksploitasi kolonial yang didasarkan pada semangat liberalisme yang
menguat dan dominasi perusahaan-perusahaan swasta asing. Inilah yang menjadi
awal dari politik kapitalisasi swasta.42
Selain pihak-pihak Eropa, Tanam Paksa memiliki komponen penting
dalam pelaksanaanya, yaitu organisasi desa. Memanfaatkan struktur organisasi
desa yang telah ada seperti kepala pemerintah desa serta rakyat sebagai sumber
tenaga kerjanya. Tanam Paksa awalnya hanya menghendaki luas lahan yang
41 Kapitalisme berasal dari kata capital (bahasa Inggris) yang berartimodal. Dalam pengertian umumnya, kapitalisme merupakan sistem ekonomi yangmengarah pada pengumpulan atau akumulasi modal sebesar-besarnya yangdilakukan oleh individu atau sekumpulan individu dengan tujuan keuntungansebesar-besarnya tanpa campur tangan dari pemerintah.
42 Antonius Eko, loc.cit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
digunakan hanya 1/5 dari luas tanah desa. Memanfaatkan kekuasaan yang dimiliki
oleh kepala pribumi dan kepatuhan tradisional rakyat terhadap kepala pribumi
tersebut, pemerintah kolonial berhasil mendapatkan luas lahan yang dimaksud.
Pemerintah kolonial juga melakukan upaya persuasif terhadap rakyat melalui
penegasan bahwa setiap kelebihan yang dihasilkan oleh tanah yang ditanami
tanaman dagang, akan menjadi hak milik rakyat dan juga akan dibebaskan dari
beban sewa tanah. Selain itu mereka juga bebas menanam tanaman tetapi dengan
catatan bahwa setiap hasil bumi yang diserahkan kepada pemerintah kolonial,
harus sama nilainya dengan jumlah sewa tanah.
Namun melihat kondisi ekonomi negeri induk Belanda yang semakin
parah, akhirnya tanam paksa ini diarahkan secara lebih intensif untuk membiayai
sejumlah pengeluaran termasuk pembayaran hutang-hutang. Prinsip kebebasan
bagi rakyat dan janji untuk memberikan setiap nilai surplus yang dihasilkan , pada
kenyataannya justru hanya bersifat sementara. Peningkatan jumlah tanaman yang
harus diproduksi, serta perluasan tanah yang sebelumnya hanya sekitar 1/5 bagian,
bisa menjadi 1/3 bahkan ½ luas tanah tersebut. Inilah yang dimaksudkan dengan
intensifikasi sistem Tanam Paksa.
Intensifikasi Tanam Paksa melalui perluasan tanah yang digunakan untuk
berproduksi, dilakukan juga dengan mengeluarkan lagi tanah-tanah yang pada
masa sebelum Tanam Paksa atau sebelum tahun 1830 yang sebelumnya tidak
dikenakan sewa tanah, pada akhirnya dikeluarkan atau digunakan kembali
sehingga meningkatkan jumlah penilaian terhadap nilai sewa tanah yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
disepadankan dengan nilai produksi tanaman yang dihasilkan tanah tersebut. 43
Akibatnya di beberapa wilayah terjadi peningkatan dan perluasan perkebunan
tanaman-tanaman dagang seperti kopi yang menghasilkan keuntungan yang
sangat besar. Perluasan lahan yang digunakan pemerintah sebagai salah satu
upaya intensifikasi produksi tanaman, ada dua alasan yang dinyatakan oleh
pemerintah, yaitu :
1. Adanya peningkatan penilaian tanaman dagang di pasaran Eropa,
artinya bahwa pasaran Eropa telah meningkatkan standar nilai bagi
setiap tanaman yang diperjual belikan baik itu dari segi kualitas,
kuantitas maupun harga.
2. Adanya perluasaan lahan yang digunakan untuk penanaman
Tanaman Paksa, dilakukan sebagai langkah antisipasi terhadap
buruknya hasil produksi yang bisa disebabkan karena kondisi yang
buruk, lahan yang tidak subur atau faktor-faktor yang lain.
Sehingga diperlukan lahan yang lebih luas untuk dapat
menghasilkan jumlah produksi yang lebih besar sebagai cadangan
terhadap berbagai kemungkinan terburuk tersebut.44
Hal di atas merupakan penafsiran seperti yang tertuang pada surat Van den Bosch
yang ditujukan kepada Direktur Budidaya Tanaman pada tanggal 14 Januari 1832,
yang isinya seperti berikut :
“(...) peraturan tentang pengerjaan seperlima dari tanah untuk pembayaransewa tanah seharusnya tidak diartikan secara umum bahwa adalah cukup
43 Robert van Niel, op.cit, hal. 25-26
44 Ibid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
menanami seperlima tanah supaya dibebaskan dari sewa tanah.Pemahaman tersebut ada bahayanya karena tanaman akan diabaikan danlahan yang kurang subur dipilih untuk penanaman, dan dengan demikianpemerintah akan mengalami kerugian amat besar. (...) Sebagai akibatnya,hasil bumi kerap tidak dapat mendekati pemenuhan sewa tanah. Jadi, pararesiden harus diberi kebebasan tertentu untuk mendapatkan lebih dariseperlima tanah garapan, jika mereka dapat mencapai persetujuan denganpenduduk pribumi.”45
Terlepas dari kebenaran atas apa yang dinyatakan oleh pemerintah
kolonial tersebut, satu hal yang sangat nampak di sini adalah bagaimana
pemerintah kolonial berusaha untuk melakukan atau tepatnya mencari berbagai
alasan untuk semakin menguatkan politik eksplotasi mereka untuk mendapatkan
keuntungan sebesar-besarnya. Mereka menunjukkan dengan jelas ketakutan
pemerintah akan kerugian yang akan didapat jika mereka tetap melaksanakan
sistem Tanam Paksa hanya dengan menggunakan 1/5 lahan. Oleh karena itu, Van
den Bosch menghendaki agar ada perluasan lahan bagi Tanam Paksa. Pada
kenyataannya pemerintah semakin mengintensifkan juga “pembodohan” terhadap
rakyat yang semakin masuk ke jurang kemiskinan yang semakin dalam.
Hasil intensifikasi produksi tanaman dagang ini memberikan keuntungan
yang sangat besar bagi pemerintah kolonial. Tercatat sejak tahun 1841 sampai
1863, keuntungan yang didapatkan oleh pemerintah kolonial mencapai 461 juta
gulden. Dari keuntungan ini, pemerintah induk Belanda mampu untuk melunasi
hutang-hutangnya dan segala macam perbaikan, bahkan kondisi perdagangan dan
perkapalan di Belanda mengalami kemajuan. 46 Namun dengan semakin
meningkatnya keuntunganan pemerintah, tidak demikian dengan kondisi
45 Ibid, hal. 25
46 Marwati Djoened, Nugroho Notosusanto, op.cit, hal. 8-9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
masyarakat. Bahkan ketika terjadi kegagalan panen, rakyatlah yang harus
menanggung beban itu.
B. Dualisme Politik Sistem Tanam Paksa dan Kebijakan Bagi Hasil
Pemerintah Kolonial Belanda
Meski masa Tanam Paksa ini pada awalnya direncanakan menjadi suatu
sistem yang lebih bebas, tetapi masa ini justru menjadi masa pemerasan tenaga
kerja pribumi sekaligus pemaksaan sistematis penanaman jenis tanaman-tanaman
tertentu yang menguntungkan pemerintah kolonial. Rakyat dengan sengaja
dikerahkan untuk lebih banyak menggunakan waktu mereka untuk bekerja
mengolah tanah dan pada akhirnya dapat memproduksi hasil yang lebih besar. Hal
ini dilakukan dengan alasan bahwa menghasilkan produksi yang lebih besar, maka
rakyat juga memiliki kesempatan untuk mendapatkan hasil berlebih dari produksi
tersebut. Ini yang kemudian memicu rakyat untuk bersedia memberikan tenaga
mereka untuk meningkatkan hasil bumi. Kehadiran sistem ini juga bertujuan
untuk menjamin tersedianya surplus yang semakin besar untuk kepentingan negeri
induk.
Pengintensifan sistem Tanam Paksa oleh pemerintah kolonial, dilatar
belakangi oleh kondisi yang ada di negeri Belanda sendiri. Kekacauan-kekacauan
dan peperangan-peperangan yang dialami Belanda pada awal Abad ke-18 yang
memperebutkan hegemoni perdagangan dengan negara-negara tetangganya, masih
menjadi beban ekonomi tersendiri bagi negeri induk.47 Biaya perang, biaya
47 Pada masa itu, Belanda harus menghadapi Inggris dalammemperebutkan wilayah perdagangan, salah satunya di Portugis yang selama itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
perbaikan pasca perang, dan pembayaran hutang-hutang menjadi beban tersendiri
bagi negeri Belanda. Hal ini semakin diperparah dengan permasalahan-
permasalahan yang ditinggalkan pada masa VOC, seperti korupsi serta beban
hutang yang sangat besar yaitu sekitar 134 juta gulden lebih yang masih belum
selesai.48 Selain itu, di negeri jajahan sendiri, pada tahun 1830an, pemerintah
kolonial harus menghadapi beban biaya akibat Perang Diponegoro ditambah lagi
pada masa itu negeri Belanda masih terbelakang dalam perdagangan, perkapalan,
dan industri, sehingga tidak memungkinan untuk tetap mengandalkan pemasukan
dari pos-pos keuangan tersebut.49
Oleh karena itu, pemerintah Belanda berupaya keras untuk mendapatkan
sumber keuangan yang besar untuk dapat menutupi semua pembiayaan tersebut.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan tetap melanjutkan kolonialisme di
negeri jajahan dan tetap mempertahankan monopoli sumber-sumber ekonomi di
negeri jajahan tersebut. Oleh karena alasan ini pulalah, maka pola kolonialisme
khususnya di Jawa sebagai daerah utama penghasil tanaman ekspor, semakin
diintensifkan melalui berbagai cara termasuk dengan mengeluarkan berbagi
macam kebijakan untuk mendukung upaya ini. Selain itu mereka memandang
kondisi dan situasi masyarakat Jawa sebagai salah satu faktor atau alasan
mengapa sistem konvensional perlu tetap dipertahankan. Namun beban yang
harus ditanggung rakyat pun semakin bertambah karena mereka harus memenuhi
telah menjadi wilayah utama perdagangan Belanda. Selain itu Belanda juga harusmenerima beban untuk menutupi pembiayaan yang sangat besar perang Belgia.
48 Anton Haryono, op.cit, hal. 140
49 Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto, op.cit, hal. 7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
dua tuntutan sekaligus yaitu menyediakan tenaga kerja serta tetap memberikan
penyerahan wajib sejumlah yang dikehendaki pemerintah kolonial.
Dalam hal ini nampak bahwa ada semacam kontradiksi dalam rencana
pelaksanaan Tanam Paksa ini. Di satu sisi Van den Bosch menghendaki agar
dalam pelaksanaan ini juga mengedepankan sisi humanis penguasa dalam artian
bahwa Tanam Paksa harus juga disertai dengan semangat liberalisme yang
mengedepankan kebebasan dan kepentingan rakyat. Namun di satu sisi, Van den
Bosch juga menghendaki agar pemerintah mendapatkan keuntungan yang
maksimal bahkan mengharapkan adanya surplus dari adanya sistem ini. Ini seperti
menjalankan dua kepentingan yang sangat kontradiktif mengingat kondisi rakyat
yang hendak ditingkatkan dalam hal kesejahteraanya, harus juga semakin ditekan
dalam produktifitasnya demi mencapai apa yang menjadi tujuan pemerintah
kolonial yaitu keuntungan sebesar-besarnya. Apa yang hendak ditekankan Van
den Bosch untuk menekankan kebebasan kepada rakyat, sulit diwujudkan. Ketika
rakyat yang hendak memperbaiki kualitas hidupnya, mereka juga harus terbebani
dengan adanya tuntutan dari pemerintah untuk meningkatkan produktifitas
tanaman, apalagi jika mengingat kembali latarbelakang kehidupan rakyat yang
sangat sederhana dan masih terpaku pada sistem pemerintahan yang tradisional
dimana menuntut adanya kepatuhan dari masyarakatnya. Ini menjadi semacam
dualisme kepentingan atau dualisme tujuan yang muncul dalam pelaksanaan
Tanam Paksa yang oleh pemerintah kolonial tidak dapat diwujudkan secara nyata
bagi kepentingan rakyat. Namun sebaliknya, yang terjadi kemudian adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
pelanggaran-pelanggaran dari prinsip awal yang ditekankan dalam pelaksanaan
Tanam Paksa tersebut.
Sistem Tanam Paksa ini merupakan sistem penyerahan wajib berupa
barang atau dalam konteks Tanam Paksa adalah hasil pertanian. Penyerahan wajib
berupa hasil pertanian ini merupakan pengganti dari pajak berupa uang. Van den
Bosch sangat menentang sistem sewa tanah yang dianggapnya tidak sesuai dengan
konteks masyarakat Jawa pada masa itu. Kecenderungan masyarakat yang masih
subsisten, akan sulit ketika dituntut untuk menyerahkan pajak berupa uang yang
belum terbiasa ada dalam transaksi ekonomi mereka. Namun di sisi lain mereka
terbiasa untuk menggunakan tenaga mereka untuk mencukupi kehidupan mereka
dari hasil pertanian. Oleh karena itu, maka Van den Bosch memandang bahwa
masyarakat Jawa akan lebih baik jika memberikan pajak berupa natura atau
tenaga. Oleh karena itu maka ditetapkan bahwa pajak yang dibebankan pada
masyarakat Jawa berupa penyerahan tanaman dagang dengan nilai yang sesuai.
Masyarakat Jawa yang dikenakan beban pajak ini akan diringankan dari beban
sewa tanah bahkan dibebaskan selama nilai tanaman dagang yang mereka
serahkan ke pemerintah harus sama atau sesuai dengan nilai sewa tanah. 50 Setiap
kelebihan yang ada, ditegaskan pula bahwa akan diserahkan kembali ke
masyarakat.
Meskipun penegasan akan kebebasan bagi rakyat untuk menanam tanaman
sesuai dengan kehendak mereka tetapi dengan penekanan bahwa nilai hasil bumi
tersebut harus senilai dengan jumlah atau nilai sewa tanah, pada akhirnya rakyat
50 Robert van Niel, op.cit, hal. 24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
tetap diarahkan untuk menanam tanaman yang sesuai dengan keinginan pasaran
pada masa itu. Alasan yang digunakan oleh pemerintah kolonial adalah bahwa
untuk dapat mencukupi jumlah penyerahan tanaman yang harus diserahkan dan
agar nilainya sebanding dengan nilai sewa tanah, maka cara yang paling mudah
adalah dengan menanam tanaman-tanaman bernilai jual tinggi di pasaran.
Dari beberapa hal yang dilakukan oleh pemerintah kolonial di atas, terlihat
adanya semacam dualisme politik Sistem Tanam Paksa yang dijalankan
pemerintah kolonial. Di satu sisi mereka hendak menjalankan sistem yang di satu
sisi menguntungkan kolonial, tetapi di satu sisi lain mereka juga hendak
menerapkan prinsip liberal yang menekankan pada kebebasan seluas-luasnya bagi
pengembangan kesejahteraan setiap orang. Hal ini menjadi suatu ironi karena
secara bersamaan harus melaksanakan dua hal yang kontradiktif, karena untuk
meningkatkan keuntungan ekonomi kolonial, maka pemerintah pun harus semakin
mengintensifkan tenaga rakyat untuk mencapai target tersebut. Sementara itu
tujuan yang juga dikehendaki Van den Bosch agar kondisi masyarakat juga
semakin sejahtera, agaknya sulit terwujud jika setiap harinya tenaga mereka
diperas untuk keuntungan sepihak pemerintah kolonial. Ini menjadi semacam
dualisme sistem yang tidak pernah atau sulit untuk dapat berjalan dengan
seimbang. Hal ini ditambah pula dengan adanya perluasan lahan-lahan pertanian
yang semula tidak digunakan pada masa Sistem Sewa Tanah, pada akhirnya
dikeluarkan kembali dan beban penyediaannya diserahkan kepada desa secara
keseluruhan. Inilah yang kemudian yang menimbulkan semakin maraknya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
perluasan tanah-tanah komunal.51 Perluasan ini dilakukan semata-mata untuk
meningkatkan jumlah produksi tanaman ekspor dengan mengesampingkan
kondisi dan kemampuan rakyat pada masa itu.
Dualisme sistem yang dilakukan oleh pemerintah kolonial, telah
menempatkan rakyat Jawa semata-mata hanya sebagai obyek penyedia lahan,
tenaga kerja, serta kunci baik atau buruknya hasil tanaman. Penyimpangan-
penyimpangan yang terjadi selama sistem tersebut berlangsung, menunjukkan
bahwa sistem Tanam Paksa lebih berpihak pada penguasa yang memegang
kendali. Sistem yang semula direncanakan berdasarkan prinsip sukarela dari
rakyat, pada prakteknya berjalan dengan cara paksaan. Contohnya adalah ketika
rakyat dalam hal ini desa sebagai suatu unit atau kesatuan terbesar masyarakat,
dipaksa untuk menyerahkan tanah mereka baik itu pada awalnya merupakan tanah
pribadi atau tanah desa untuk dipakai sebagai lahan tanaman dagang yang
menguntungkan kolonial. Jenis tanaman yang ditanam pun harus mengikuti apa
yang menjadi keinginan pemerintah, meski awalnya dikatakan bahwa tanaman
yang akan ditanam berdasarkan apa yang dikehendaki rakyat, tetapi pemerintah
tetap mengarahkan mereka untuk menanam tanaman yang menguntungkan.
Dalam hal ini adalah tanaman-tanaman ekspor yang laku keras di pasaran seperti
kopi, gula, dan nila. Inilah keuntungan yang diharapkan oleh pemerintah
kolonial.52
51 Antonius Eko, loc.cit.
52 Robert van Niel, op.cit, hal. 26-27. Meski pemerintah menghendakiintensifikasi tanaman ekspor, tetapi jumlah penanaman ini harus tidak melebihijumlah penanaman padi. Ini disebabkan kenaikan harga beras yang pernah terjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Namun beberapa peristiwa yang terjadi beberapa wilayah di pulau Jawa,
sedikit merubah sistem tersebut. Beberapa kejadian seperti kelaparan di Demak
tahun 1848 dan Grobogan tahun 1849 yang berakibat pada kematian massal
penduduk, memberikan pertimbangan yang besar bagi pemerintah untuk tetap
melanjutkan intensifikasi Tanam Paksa tersebut.53 Pada akhirnya intensifikasi
Tanam Paksa dibenahi dalam pengaturannya. Beberapa jenis tanaman dagang
dikurangi baik dari segi jumlah maupun jenisnya.
Meski secara tidak resmi, sistem Tanam Paksa yang berdasarkan prinsip
Van den Bosch tersebut berakhir, tetapi secara umum proses penanaman tanaman
ekspor tetap berjalan, sampai nanti sistem itu benar-benar berakhir pada tahun
1870. Meski Tanam Paksa secara umum tidak lagi berjalan, tetapi proses
pelaksanaan penanaman tanaman ekspor tetap berjalan, hanya saja ada semacam
pengurangan jenis tanaman perdagangan. Di kemudian hari, penanaman ini
semakin diintensifkan oleh perusahaan-perusahaan swasta yang berkembang luas
di Jawa.
Pada masa itu yang masih dijadikan komoditas andalan hanyalah kopi,
gula, dan lada. Sementara untuk tanaman-tanaman lain, seperti nila dan tembakau
merupakan tanaman yang ditanam di tanah partikelir yang bebas artinya
merupakan tanah milik perusahaan-perusahaan swasta. Berhentinya inensifikasi
tersebut juga berdasarkan beberapa kecaman yang dilakukan beberapa pihak.
Namun di sisi lain, pemerintah kolonial juga tetap menginginkan pemasukan yang
setelah tahun 1830an yang disebabkan kelangkaan beras akibat kurangnya lahanuntuk menanam padi.
53 Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto , op.cit, hal. 9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
besar dari negeri jajahan untuk mengisi kas, baik untuk di negeri jajahan sendiri
atau digunakan di negeri Belanda.
Oleh karena itu, untuk tetap mendapatkan keuntungan yang besar dari
negeri jajahan demi menunjang kas di negeri induk Belanda serta menetapkan
adanya semacam dasar hukum bagi pemerintahan daerah jajahan sebagai salah
satu bentuk kontrol terhadap kekuasaan pemerintah, maka pada tahun 1864
dikeluarkanlah suatu peraturan pemerintah atau Comptabiliteits Wet. Sebelum
munculnya comptabiliteits wet tahun 1864 ini, sejak tahun 1848 telah muncul
adanya upaya-upaya dari pemerintah kolonial terutama dari kaum liberal yang
menghendaki adanya tatanan birokrasi pemerintahan yang lebih liberal. Mereka
menghendaki adanya perubahan struktur agraris masyarakat yang sangat feodal,
cara- cara produksi serta melonggarkan beban tenaga kerja yang dipakai. 54
Menurut golongan ini, kekuasaan pemerintah atau raja harus dibatasi atau
dikontrol oleh suatu konstitusi. Maka pada tahun 1848, dibentuklah groundswet
(konstitusi) yang menjadi kontrol bagi kekuasaan mutlak raja atau penguasa.
Groundswet atau konstitusi ini kemudian memberikan konsekuensi
tersendiri bagi daerah jajahan. Masalah pengawasan keuangan yang seringkali
menjadi permasalahan utama, perlu dibuatkan pula semacam perundang-undangan
yang akan mengontrol dan mengawasi arus keuangan ini. Konsekuensi ini
kemudian ditindak lanjuti dengan munculnya Regerings Reglement (Peraturan
Pemerintah) tahun 1854 yang mengatur mengenai pengumuman-pengumuman
raja, keputusan Gubernur Jenderal, dan jasa yang akan diberikan bagi pekerja
54 Sartono Kartodirdjo, op.cit, hal. 322
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
paksa.55 Peraturan ini menjadi kontrol terhadap administrasi keuangan baik di
daerah jajahan ataupun di negeri induk, tetapi peraturan ini masih belum disahkan
oleh negeri induk karena masih menjadi tahun-tahun percobaan. Baru pada tahun
1864, dikeluarkanlah undang-undang resmi atau comptabiliteits wet yang
disahkan oleh negeri induk Belanda untuk mengawasi segala bentuk administrasi
keuangan baik di negeri induk maupun di Hindia-Belanda.
Peraturan tahun 1864 ini menegaskan bahwa anggaran belanja pemerintah
kolonial Belanda di daerah jajahan, ditentukan berdasarkan undang-undang dari
negeri induk. Ini artinya bahwa akan ada semacam bentuk kesatuan ekonomi
antara negeri induk Belanda dengan negeri jajahan, dimana nantinya segala
bentuk pendapatan ataupun pengeluaran dikenakan kepada dua belah pihak ini.
Adanya peraturan ini pula, maka departemen-departemen yang dibentuk oleh
Gubernur Jenderal di negeri jajahan, dibubarkan dan diganti dengan badan
legislatif atau badan pengawasan dari negeri induk Belanda sendiri.56
Atas dasar peraturan ini pula, maka dibentuklah suatu kebijakan ekonomi
atau politik ekonomi yang disebut dengan Batig Slot Politiek (1864-1867). Batig
Slot Politiek merupakan sistem keuntungan bersih yang di dapat dari surplus
pajak yang diperoleh dari Tanam Paksa. Surplus ini digunakan untuk kepentingan
pembelanjaan di Eropa yaitu di negeri induk Belanda ataupun pembelanjaan di
negeri jajahan. Kebijakan ini didasarkan pada prinsip kesatuan politik antara
negeri induk dengan negeri jajahan yang mana mengharuskan adanya kesatuan
55 Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto, op.cit, hal. 10-11
56 http://staff.ui.ac.id/internal/130891664/material/PHKI-2.pdf (akses 14September 2011)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
keuangan atau kesatuan ekonomi. Hal ini dapat diartikan bahwa setiap
keuntungan yang dihasilkan negeri jajahan, akan menjadi penghasilan atau
pemasukan bagi negeri Belanda maupun negeri jajahan.57
57 Ibid, hal. 13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
BAB III
BATIG SLOT POLITIEK 1864 DAN USAHA-USAHA PEMULIHAN CITRAKOLONIAL BELANDA
Perubahan pola Sistem Tanam Paksa Van den Bosch tidak mengubah
secara keseluruhan pola yang sudah ada sebelumnya. Perubahan ini hanya
mencakup adanya peraturan yang jelas dalam pembagian hasil produksi atau
keuntungan Tanam Paksa. Dibuatnya peraturan tersebut disebabkan adanya
tekanan-tekanan dari kaum liberal yang menginginkan adanya kebebasan individu
untuk berkembang. Selama ini pemerintah kolonial dianggap hanya
mengeksploitasi tenaga rakyat demi kepentingan sepihak, tanpa memperhatikan
kesejahteraannya.
Alasan tetap dipertahankannya beberapa aspek dari Sistem Tanam Paksa
Van den Bosch karena sumber pemasukan utama sekaligus terbesar dan
menguntungkan bagi kolonial berasal dari produksi tanaman dagang itu sendiri.
Oleh karena itu, pemerintah mencoba untuk menerapkan kebijakan lain yang
masih berkaitan dengan Tanam Paksa yang diharapkan dapat memberikan
keuntungan berimbang, baik untuk pemerintah ataupun masyarakat. Namun hal
ini juga diterapkan sebagai usaha-usaha dari kolonial untuk memperbaiki citra
atau pandangan internasional terhadap pemerintah kolonial.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
A. Comptabiliteits Wet 1864 dan Penetapan Sistem Kesatuan Ekonomi
Kolonial Belanda
Melihat bahwa pola yang dijalankan pada masa Tanam Paksa,
menunjukkan ketimpangan yang sangat merugikan khususnya bagi rakyat dan
berdampak pada semakin menurunnya kepercayaan terhadap pemerintah kolonial,
maka tidak ada pilihan lain bagi pemerintah kolonial selain mencari alternatif
kebijakan lain yang dapat menjadi penyeimbang antara masyarakat dan
pemerintah. Hal ini juga dilakukan pemerintah kolonial demi memperbaiki citra
atau nama baik pemerintah kolonial yang selama paruh pertama Abad ke-19 selalu
mendapat kecaman dan kritikan dari berbagai pihak khususnya dari kaum liberal
yang pada masa itu sedang berkembang luas. Oleh karena itu, maka pemerintah
kolonial mulai mengubah pola kolonial mereka dengan menciptakan berbagai
kebijakan yang mereka anggap sebagai salah satu bentuk politik balas jasa bagi
penduduk pribumi. Politik balas jasa pemerintah kolonial Belanda yang sangat
terkenal, kelak dimulai pada awal tahun 1870an. Politik ini lebih dikenal dengan
Politik Etis atau politik balas jasa yang memfokuskan diri pada tiga bidang
kehidupan, yaitu transmigrasi, irigasi, dan edukasi atau pendidikan.
Politik balas jasa yang hendak dilaksanakan oleh pemerintah kolonial,
dilatarbelakangi adanya dualisme sistem yang terjadi dalam pola pelaksanaan
Tanam Paksa versi Van den Bosch. Dalam prinsip awal yang ditekankan oleh Van
den Bosch sendiri bahwa pelaksanaan Tanam Paksa akan memberikan
keuntungan bagi semua pihak, termasuk rakyat itu sendiri sebagai pengolah lahan.
Dalam hal ini, pemerintah mencoba untuk menciptakan semacam sistem yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
lebih humanis, dalam artian bahwa pemerintah ingin agar semangat liberalisme
yang berkembang pada awal Abad ke-19 yang menekankan pada kebebasan bagi
setiap individu untuk berusaha, dapat diterapkan di negeri jajahan.
Hal yang dimaksud adalah bahwa di desa sendiri, rakyat masih memiliki
tanah yang sangat luas sehingga mereka dapat memanfaatkannya untuk
mendapatkan penghasilan sendiri. Namun di sisi lain dari tanah yang mereka
manfaatkan tersebut, mereka juga tetap melaksanakan kewajiban mereka terhadap
pemerintah kolonial yaitu penyerahan pajak tanah yang berupa tanaman dagang
yang akan diserahkan ke pemerintah kolonial.58 Hasil panen tanaman tersebut,
kemudian akan dijual kepada pemerintah kolonial yang sebelumnya telah
menetapkan harga jualnya. Harga jual tersebut senilai dengan harga sewa tanah
yang sebelumnya.
Pemerintah kolonial juga menjanjikan bahwa setiap kelebihan yang
dihasilkan dari pajak tanaman, akan dikembalikan lagi kepada rakyat. Namun di
sisi lain, jika ada kekurangan dalam penyerahan tersebut, maka kekurangannya
akan diambilkan dari pendapatan rakyat. Begitu pula jika terjadi gagal panen atau
hasil panenan berkualitas buruk, maka akan dilihat sumber penyebabnya.
Jika kegagalan panen terjadi akibat kesalahan pemerintah, maka
pemerintah yang akan bertanggung jawab. Begitu juga sebaliknya, apabila
kesalahan terjadi akibat dari petani itu sendiri, maka merekalah yang harus
menggantinya. Penggantian hasil tanaman tersebut diambil dari hasil tanaman
58 M.C Ricklefs, op.cit, hal. 261
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
yang berlebih. Padahal berdasarkan prinsip awal yang dijanjikan pemerintah
kolonial, hasil berlebih tersebut seharusnya menjadi milik rakyat.
Meskipun kebijakan tersebut nampak terlihat adil, tetapi pada
pelaksanaannya, rakyatlah yang lebih terbebani karena harus menanggung beban
ganti rugi. Ganti rugi tersebut diambil dari sumber penghasilan utama mereka dari
pertanian. Jika demikian, maka dapat dikatakan bahwa rakyat hampir tidak
memiliki pendapatan sama sekali jika harus menanggung beban ganti rugi
tersebut.
Garis besar pola yang dijalankan dalam Sistem Tanam Paksa adalah
membebankan sisa hutang sewa tanah yang terdahulu kepada desa melalui beban
pajak tanaman. Van den Bosch memperkirakan presentase hasil panen desa yang
dapat untuk melunasi hutang tersebut sekitar 20 % sampai 33 % dengan melihat
potensi dari desa tersebut.59 Akan tetapi perbedaan yang ditekankan di sini adalah
bahwa setiap pihak yang terlibat dalam proses ini, akan mendapatkan keuntungan.
Penekanannya adalah bahwa setiap sisa dari besarnya jumlah pajak
tanaman yang dihasilkan oleh rakyat, akan menjadi hak rakyat bahkan ditegaskan
pula bahwa apabila terdapat surplus di dalamnya, maka surplus tersebut menjadi
hak rakyat. Pada kenyataannya, keuntungan pemerintah kolonial yang didapat
langsung dari pajak tanaman petani, ketika dijadikan komoditi ekspor di pasaran
Eropa, keuntungannya melebihi apa yang di dapat oleh petani. Ini tidak sebanding
dengan apa yang di dapatkan oleh penduduk, bahkan surplus sekalipun. Ini akibat
dari keberhasilan pemerintah kolonial dalam membaca kondisi dan latar belakang
59 Ibid, hal. 260-261
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
kehidupan masyarakat Jawa yang masih subsisten dan masih jauh dari sentuhan
modernitas. Selain itu, mereka juga memanfaatkan dan melakukan kontrol
terhadap birokrasi pemerintahan lokal.
Seperti diketahui bahwa pemerintah kolonial menjadikan desa sebagai
suatu unit di bawah kekuasaannya untuk mendapatkan pengaruh baik secara
politik maupun ekonomi. Di dalam unit desa itu sendiri, mereka mencoba
mempengaruhi birokrasi lokal yang ada bahkan sengaja untuk ada di bawah
kontrol mereka. Adanya ikatan tradisional di desa, menjadikan komunikasi
dengan rakyat semakin mudah. Menggunakan sistem pemerintahan tidak
langsung, mereka memanfaatkan jabatan-jabatan lokal yang ada dalam struktur
pemerintahan desa sebagai kepanjangan tangan pemerintah kolonial. Mulai dari
pejabat desa seperti kepala desa sampai di tingkat kabupaten yaitu bupati, kolonial
telah menempatkan kontrol pengawasan atas mereka dan para pejabat lokal ini
bertanggung jawab kepada pemerintahan kolonial. 60 Hal ini agar dapat
memudahkan para penguasa kolonial untuk dapat berhubungan dengan rakyat
memanfaatkan ikatan tradisional antara pejabat lokal dengan rakyat. Hubungan ini
lebih pada bagaimana cara untuk menghimpun semua elemen kerja pedesaan
khususnya petani, untuk dapat meningkatkan produksi pertaniannya dan
menghasilkan tanaman-tanaman ekspor berkualitas yang menguntungkan.61
Para penguasa elit desa ini mendapatkan kekuasaan untuk menarik pajak
tanaman dari rakyat dan penghasilan mereka juga berdasarkan hitungan presentase
60 Ibid, hal. 262
61 Soediono M.P Tjondronegoro,Gunawan Wiradi, op.cit, hal. 37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
jumlah pajak ekspor yang dihasilkan oleh petani. Para pejabat ini berhak
menentukan harga awal atau jumlah awal pajak tanaman ekspor yang akan
dibebankan pada rakyat. Ketika pemerintah kolonial harus menaikkan jumlah
pembayaran pajak tanaman ekspor dengan alasan kenaikkan permintaan pasar atas
sejumlah tanaman ekspor, maka hal ini dimanfaatkan oleh pejabat-pejabat untuk
menaikkan jumlah pajak kepada rakyat dengan alasan untuk memenuhi
permintaan pasar akan ketersediaan jumlah tanaman ekspor. Pada akhirnya yang
terjadi, surplus atau sisa tanaman pajak yang seharusnya menjadi hak rakyat,
kembali pada pemerintah lagi.
Maka pada tingkatan pemerintahan lokal ini, banyak terjadi kasus-kasus
korupsi dan segala bentuk penyelewengan kekuasaan yang dilakukan para pejabat
elit desa. Pemerasan terhadap hasil-hasil bumi dilakukan demi keuntungan
sepihak. Harga-harga hasil bumi dinilai sangat kecil oleh pemerintah, bahkan
meskipun dengan adanya peningkatan jumlah permintaan komoditi ekspor
tersebut di pasaran dimana juga meningkatkan jumlah produksi petani, tetapi
harga yang harus diterima petani tetap tidak sebanding dengan jumlah tenaga
yang telah mereka keluarkan. Pemerintah menerima hasil yang jauh lebih besar
dibandingkan apa yang diterima rakyat. Hal ini didapat dari penjualan ekspor
mereka ke Eropa.
Keuntungan-keuntungan ini juga dinikmati oleh pejabat-pejabat lokal
setempat. Kedudukan mereka dalam pemerintahan lokal, memberikan banyak
keuntungan bagi mereka. Mereka dimudahkan dalam menarik pendapatan dari
rakyat dan dapat menentukan sendiri besarnya pendapatan yang mereka kehendaki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
melalui penyerahan pajak tanaman. Hal ini menyebabkan kedudukan mereka
secara turun-temurun tetap berjalan dengan aman dan lancar tanpa perlu merasa
takut akan ancaman sanksi pribumi karena mereka sendirilah yang mengontrol
jalannya pemerintahan serta kedudukan mereka yang terpisah oleh status sosial
yang tinggi dari masyarakat pribumi lainnya, secara tidak langsung membantu
mereka untuk tetap “aman” di kedudukannya. Inilah yang diharapkan oleh
pemerintah kolonial yaitu dengan memanfaatkan status sosial pribumi untuk tetap
mendapatkan keuntungan yang lebih mudah dan murah.62
Komplektisitas permasalahan yang terjadi selama masa Tanam Paksa
khususnya ketika masih dalam kontrol Gubernur Jenderal Van den Bosch, tidak
terbatas pada permasalahan birokrasi pemerintahan semata, tetapi yang kemudian
di fokuskan di sini adalah kondisi rakyat itu sendiri yang tereksploitasi
kepentingan sepihak kolonial. Masalah terpenting yang kemudian menjadi
pertimbangan untuk memperbaiki sistem dari kebijakan Tanam Paksa adalah
kondisi rakyat yang tereksploitasi sebagai tenaga kerja. Pada Sistem Tanam
Paksa, kolonial memberikan kekuasaan ekonomi maupun politik kepada pejabat-
pejabat elit pribumi untuk mengatur sendiri dengan masyarakat desa mengenai
masalah penyerahan tanah serta pengerahan tenaga kerja tetapi masih di bawah
pengawasan ketat dari kolonial.63
Tenaga kerja yang diharapkan oleh kolonial, terbukti telah memberikan
keuntungan yang besar bagi kolonial. Betapa tidak, secara kuantitas Jawa memilki
62 M.C Ricklefs, op.cit, hal. 262-265
63 Anton Haryono, op.cit, hal. 111
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
kepadatan penduduk yang cukup tinggi dibandingkan dengan wilayah lain di luar
Pulau Jawa. Ini menjadi keuntungan tersendiri bagi kolonial karena mereka
menempati wilayah yang menyediakan banyak tenaga kerja lokal yang murah dan
mudah didapatkan. Tenaga kerja ini dikerahkan diberbagai wilayah khususnya
Jawa untuk mengolah perkebunan-perkebunan besar yang menjadi komoditas
utama ekspor pemerintah kolonial, seperti kopi dan gula. Namun di setiap daerah
atau wilayah, kolonial menerapkan kebijakan tersendiri mengenai luasnya lahan
yang akan digunakan untuk penanaman tersebut.64 Luas lahan yang digunakan
untuk penanaman ini dari tahun 1840-1850 berkisar dari 6 %-15 % luas wilayah
seluruhnya di Pulau Jawa.65 Dari besarnya luas lahan penanaman tersebut, telah
banyak tenaga kerja yang tereksploitasi untuk memenuhi tuntutan penyediaan
tanaman ekspor yang menguntungkan. Dari beberapa data menunjukan persentase
jumlah penduduk Jawa yang terlibat sebagai tenaga kerja Tanam Paksa. Hampir
setengah jumlah penduduk Jawa yang menjadi tenaga kerja penanaman tanaman-
tanaman komoditas ekspor ini, yaitu berkisar 46 %- 70 %.
Persentase yang besar dari jumlah penduduk Jawa yang terlibat dalam
penanaman komoditas ekspor ini, telah memberikan keuntungan yang melimpah
64 Tidak semua tanah digunakan untuk penanaman kopi, hanya sebagiansaja area tanah yang digunakan untuk penanaman kopi. Namun khusus untuktanah yang tidak bisa ditanami padi, maka tanah tersebut digunakan untukpenanaman kopi, untuk itulah kolonial menerapkan kebijakan-kebijakan yangberbeda bagi setiap wilayah dengan melihat kondisi lahannya. Namun di sininampak adanya pembenaran-pembenaran atas alasan-alasan yang diajukanpemerintah kolonial untuk menambah luas area penanaman tanaman eksporpemerintah melalui kebijakan penggunaan lahan yang “tidak terpakai atau tidakbisa dipakai”.
65 M.C Ricklefs, op.cit, hal. 263
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
bagi kolonial. Pada tahun 1837-1851, hampir 100 % penduduk di Pulau Jawa
dikerahkan untuk melakukan penanaman tanaman ekspor dan menghasilkan
hampir sebagian besar tanaman kopi. Namun di beberapa wilayah di Pulau Jawa
seperti Pekalongan, Tegal, Jepara, Madiun, Pasuruan, dan Surabaya, gula menjadi
komoditas yang paling banyak dihasilkan.66 Ini menjadi semacam bukti bahwa
pemerintah kolonial telah berhasil menggunakan kekuasaannya untuk
mengeksploitasi tenaga kerja pribumi yang menunjukkan angka yang terus
meningkat, baik jumlah tenaga kerja yang dipakai maupun jumlah keuntungan
dari tanaman ekspor yang dihasilkan. Pada akhirnya yang terjadi adalah
ketimpangan yang sangat mencolok dalam kehidupan sosial-ekonomi masyarakat
Jawa pada masa itu. Di satu sisi kondisi perekonomian pemerintah kolonial
mengalami peningkatan yang cukup signifikan karena produksi Tanam Paksa
yang meningkat, tetapi di sisi lain kondisi masyarakat tidak semakin membaik.
Kemiskinan tetap menjadi kondisi sehari-hari masyarakat yang harus dijalani dan
cenderung semakin tereksploitasi. Antara tahun 1844 sampai 1850 bahkan terjadi
bencana kelaparan di beberapa wilayah Jawa seperti Demak (1848) dan Grobogan
(1849)67, sebagai akibat dari pemaksaan sepihak dari kolonial untuk
meningkatkan surplus penghasilan mereka dari penanaman tanaman ekspor atau
dapat dikatakan sebagai akibat dari intensifikasi Tanam Paksa. Ironis, ketika
pemerintah mendapatkan keuntungan yang melimpah atas hasil yang dikerjakan
oleh tenaga rakyat, di sisi lain rakyat justru semakin masuk dalam kondisi
66 Ibid.
67 Marwati Djoened,Nugroho Notosusanto, op.cit, hal. 9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
kemiskinan yang semakin parah. Maka adanya beberapa peristiwa inilah yang
menjadikan alasan untuk segera mereformasi sistem Tanam Paksa.
Berbagai macam penyelewengan dalam Sistem Tanam Paksa periode awal
tersebut seperti birokrasi yang terlalu korup, eksploitasi yang berlebihan terhadap
tenaga rakyat maupun kecurangan pajak hasil bumi dari tanah rakyat sehingga
rakyat sendiri pada akhirnya tidak dapat menikmati apa yang menjadi hasil kerja
keras mereka bahkan memicu terjadinya bencana kelaparan, yang membuat
beberapa tokoh yang mengatasnamakan diri mereka kaum liberal, melakukan
banyak kritikan dan tekanan terhadap sistem yang dijalankan pemerintah kolonial.
Kaum liberal sendiri juga menghendaki agar pemerintah bisa lebih bersikap
terbuka terhadap kebebasan setiap individu termasuk masuknya perusahaan
swasta. Apalagi melihat bahwa ide-ide liberal yang menekankan prinsip
kebebasan telah berkembang luas di Eropa dan ini juga tidak menutup
kemungkinan untuk berkembang di negara-negara lain mengingat bagaimana
revolusi industri memiliki pengaruh yang cukup besar pula di beberapa negara
lain.
Golongan-golongan yang mengkritisi jalannya pemerintahan Belanda di
tanah Jawa, menghendaki agar pemerintah kolonial Belanda dapat bersikap lebih
longgar, artinya bahwa mengikuti perkembangan zaman yang ada terutama
dengan semakin meluasnya paham liberal, maka pemerintah kolonial seharusnya
dapat lebih memikirkan tentang kebebasan bagi setiap individu untuk dapat
mengejar kemakmuran mereka sendiri. Campur tangun pemerintah telah dirasa
terlampau melewati batas-batas dari kemerdekaan individu untuk berkembang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Mereka menuntut adanya semacam sistem yang dapat mengawasi dan mengontrol
setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah kolonial Belanda sehingga akan
menghasilkan suatu sistem pemerintahan yang berimbang antara kekuatan
pemerintah dengan kekuatan rakyat atau individu.
Adanya tekanan-tekanan yang dilakukan oleh beberapa pihak terhadap
Sistem Tanam Paksa yang dijalankan oleh pemerintah kolonial terutama di
wilayah Jawa, menjadi pertimbangan tersendiri bagi kolonial untuk mereformasi
kembali sistem tersebut. Pertimbangan besar yang dipikirkan oleh kolonial adalah
bagaimana mereka dapat memperbaiki citra kolonial yang terlanjur mendapatkan
citra atau kesan sebagai penguasa yang sekedar “memeras” wilayah jajahan tanpa
memberikan suatu kompensasi yang menguntungkan bagi wilayah jajahan. Oleh
karena itu, pemerintah kolonial harus menciptakan suatu sistem yang memiliki
dasar hukum untuk mengatur jalannya kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah kolonial di wilayah jajahan.
Dasar hukum ini juga harus memberikan kemudahan atau keuntungan-
keuntungan bagi kedua belah pihak yang terlibat di dalam proses pelaksanaan
kebijakan tertentu. Terlebih adanya kewajiban setiap tahun pemerintah kolonial
untuk memberikan laporan mengenai wilayah jajahan ataupun masalah keuangan
ke negeri induk Belanda. Oleh karena itu perlu adanya pengawasan atau peraturan
resmi yang dapat mengontrol setiap kebijakan yang dikeluarkan agar tidak
melenceng dari apa yang hendak dituju yang mungkin dilakukan oleh pihak-pihak
tertentu yang berkepentingan terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan dan
dapat mengancam citra negeri induk sendiri. Adanya hukum resmi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
mengontrol jalannya pemerintahan, juga dapat dijadikan sebagai pembelaan bagi
kolonial bahwa setiap kebijakan yang dikeluarkan, secara resmi telah disahkan
oleh negeri induk sendiri.
Berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut, maka pemerintah kolonial
mengeluarkan suatu kebijakan baru dalam sistem pemerintahan mereka di wilayah
jajahan. Sejak tahun 1848, mulai terjadi perubahan dalam konstitusi pemerintahan
daerah jajahan yang merujuk pada perubahan sistem Tanam Paksa yang dahulu
terpusat pada kekuasaan pemerintah, maka perubahan ini lebih mencerminkan ide
liberalisme.68 Perubahan ini ditandai dengan dikeluarkannya groundswet
(konstitusi) dari negeri Belanda yang akan mengontrol jalannya kekuasaan raja.
Munculnya groundswet ini turut memberikan pengaruh bagi pemerintahan
kolonial di Jawa. Kaum liberal yang menjadi pencetus adanya groundswet atau
konstitusi tahun 1848 ini, menghendaki juga agar pemerintahan di Jawa juga
mencerminkan adanya kebebasan. Mereka melihat bahwa selama masa kolonial
Belanda di bawah Gubernur Jenderal, kehidupan pribumi tidak mengalami
perubahan yang lebih baik. Terutama ketika pemerintah kolonial memanfaatkan
ikatan tradisional yang cenderung feodal demi meraup keuntungan yang lebih
besar.
68 J.L van Zanden,Arthur van Riel, “The strictures of Inheritance : TheDutch Economy in the nineteenth Century,”http://books.google.co.id/books?id=XxN-W64sEfQC&printsec=frontcover&dq=the+structures+of+inheritance:dutch+economy+in+the+nineteenth+century&hl=id&ei=mFNiTfnnH8rKrAenz43bAg&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=1&ved=0CCkQ6AEwAA#v=onepage&q&f=false (akses 15 Februari 2011)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Golongan pro liberal menghendaki adanya tatanan birokrasi pemerintahan
yang lebih liberal dan bebas. Mereka menghendaki perubahan dalam politik
ekonomi lama di negeri jajahan, misalnya perubahan dalam cara produksi yang
dinilai berlebihan, serta melonggarkan beban yang harus diterima oleh tenaga
kerja. Pada dasarnya, mereka ingin mengubah struktur agraris yang feodal di
masyarakat Jawa, agar sesuai dengan prinsip-prinsip liberalisme. Berdasarkan
pertimbangan ini sekaligus sebagai tindak lanjut dan konsekuensi dari groundswet
tahun 1848, maka konstitusi ini kemudian ditindak lanjuti dari negeri Belanda
melalui sebuah Regerings Reglement atau peraturan pemerintah pada tahun 1854
yang kemudian menjadi perundang-undangan Indonesia, yang mengatur mengenai
pengumuman-pengumuman raja, tindakan mahkota, keputusan Gubernur
Jenderal, serta mengatur jasa kerja paksa, tol, hutan, serta tanah.69
Adanya Regerings Reglement ini, menjadi dasar hukum bagi
pemerintahan di daerah jajahan. Maka adanya perundangan-perundangan ini, ada
pengawasan yang kuat untuk mengatur segala kebijakan yang berkaitan dengan
daerah jajahan termasuk wewenang bagi Gubernur Jenderal untuk segala
tindakannya termasuk mengenai administrasi keuangan pemerintah kolonial
Belanda. Bahkan dalam peraturan tahun 1854 tersebut, diatur juga mengenai jasa
bagi kerja paksa yang dapat diartikan adalah balas jasa yang akan diberikan bagi
tenaga kerja, dalam hal ini rakyat Jawa, yang berperan dalam setiap pelaksanaan
kebijakan kolonial. Jelas dinyatakan dalam peraturan ini bahwa pemerintah
kolonial memang berkewajiban juga untuk memperhatikan dan memajukan negeri
69 Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto, op.cit, hal. 10-11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
jajahan yang telah memberikan mereka keuntungan ekonomi yang sangat besar.
Namun peraturan ini masih belum disahkan oleh negeri induk karena masih menjadi
tahun-tahun percobaan.
Setelah masa percobaan pelaksanaan Regerings Reglement 1854, maka
diputuskanlah untuk mengeluarkan sebuah undang-undang yang telah disahkan
oleh pemerintah induk Belanda. Undang-undang ini lebih mengarah pada suatu
bentuk pengawasan masalah keuangan di negeri jajahan. Peraturan pemerintah
1854 pada akhirnya semakin dikuatkan dengan munculnya comptabiliteits wet
atau peraturan pemerintah tahun 1864. Apabila pada peraturan pemerintah tahun
1854 lebih mengacu pada pengawasan atau pembatasan atas kekuasaan Gubernur
Jenderal di negeri jajahan, maka peraturan ini menjadi dasar hukum administrasi
keuangan di negeri jajahan. Dapat dikatakan bahwa peraturan ini merupakan
undang-undang audit yang berfungsi untuk mengaudit baik pemerintahannya
maupun sistem keuangan di daerah jajahan.70
Peraturan ini merujuk pada suatu sistem kesatuan ekonomi dimana sistem
ini akan mengatur mengenai masalah-masalah perekonomian antara negeri induk
Belanda dengan daerah jajahan yaitu Jawa, dimana akan ditetapkan bahwa akan
ada kesatuan keuangan antara negeri Belanda dengan negeri jajahannya. Sistem
ini menekankan bahwa anggaran belanja daerah jajahan di bawah kekuasaan
Gubernur Jenderal ditentukan dan disahkan oleh Undang-Undang negeri induk
sehingga ada suatu bentuk pengawasan dari badan legislatif di negeri Belanda. 71
70 Ibid. Hal. 17
71 Ibid.Hal.10-11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Sistem kesatuan ekonomi ini yang menjadi dasar bagi terbentuknya kebijakan
Batig Slot Politiek atau neraca pendapatan pemerintah kolonial dan daerah jajahan
dimana neraca ini didapat dari surplus Tanam Paksa. Dalam kebijakan Batig Slot
Politiek ini, segala macam pendapatan dari surplus pajak Tanam Paksa dihitung
termasuk pembagian untuk negeri induk Belanda dan daerah jajahan. Dalam
pengertiannya, surplus atau pendapatan yang dibagi dalam neraca Batig Slot ini,
berhak untuk dimanfaatkan oleh masing-masing pihak, yaitu pemerintah kolonial
dan daerah jajahan dalam hal ini tanah Jawa. Ini sesuai dengan prinsip kebebasan
yang menjadi prinsip utama dalam liberalisme dan pemerintah kolonial mencoba
untuk menerapkan prinsip tersebut.
Kesatuan ekonomi atau keuangan ini yang diwujudkan dalam kebijakan
Batig Slot Politiek, merupakan bagian juga dari kesatuan politik kolonial di Jawa
yang meliputi segala bidang kehidupan, terutama masalah ekonomi yang
merupakan bidang vital bagi kolonial. Kekuasaan politik yang dimiliki Belanda
sebagai pemegang pemerintahan di Jawa, memungkinkan mereka untuk dapat
menguasai bidang-bidang yang terkait dengan jalannya pemerintahan mereka,
termasuk bidang ekonomi yang sejak semula memang telah menjadi tujuan
mereka. Sektor agraris merupakan sektor yang sangat vital bagi kolonial karena
dari sektor inilah, sumber terbesar pemasukan mereka. Maka ketika muncul
sistem kesatuan ini, tidak menjadikan pemerintah kolonial khawatir karena harus
membagi surplus pajak Tanam Paksa dengan wilayah jajahan. Hal ini dikarenakan
jumlah surplus Tanam Paksa yang sangat besar sejak dicetuskan pertama kali
pada tahun 1830. Hasil ini terus meningkat seiring dengan ditetapkannya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
intensifikasi Tanam Paksa sejak tahun 1841, terutama ketika banyak tanah desa
yang tidak terpakai dijadikan lahan baru atau lahan tambahan bagi penanaman
tanaman ekspor. Semula lahan yang digunakan untuk Tanam Paksa hanya sekitar
1/5 bagian, kemudian meluas menjadi 1/3, ½ bagian bahkan seluruh tanah desa.
Perluasan lahan ini, menjadi keuntungan tersendiri bagi kolonial, karena dengan
adanya perluasan ini maka hasil tanaman pun meningkat yang secara otomatis
juga meningkatkan pemasukan mereka.
Pemerintah kolonial mencetuskan sistem kesatuan ekonomi kolonial
Belanda tahun 1864 berdasarkan beberapa alasan. Pertama, pemerintah terlanjur
tergantung pada surplus hasil produksi tanaman paksa yang dapat menyokong
masalah keuangan yang melanda negeri induk Belanda seperti pembiayaan
hutang-hutang dan perbaikan dalam negeri sendiri, sehingga tidak memungkinkan
untuk melepaskan pemasukan dari sektor ini. Kedua, surplus yang dihasilkan
selama proses intensifikasi Tanam Paksa, sangat besar dan menguntungkan.
Tercatat bahwa sejak tahun 1841 sampai 1863 atau satu tahun sebelum
pemberlakuan kebijakan Batig Slot Politiek, keuntungan yang di dapat dari
intensifikasi Tanam Paksa mencapai angka 461 juta gulden.72 Sebelum tahun
1841 atau tepatnya sampai tahun 1840, keuntungan yang di dapat mencapai 311
juta gulden.73 Pada tahun 1830-1831, kenaikan keuntungan Tanam Paksa berkisar
antara 11-66 juta gulden per tahun.74 Ini menunjukkan peningkatan yang cukup
72 Ibid, hal. 9
73 J.L van Zanden,Arthur van Riel, loc.cit.74http://ppijkt.wordpress.com/2007/12/16/pola-penguasaan-tanah-era-
tanam-paksa/ (akses 28 April 2011)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
besar dalam hal keuntungan hasil produksi tanaman ekspor dari tahun ke tahun
yang diiringi pula dengan semakin meningkatnya kolonialisme itu sendiri.
Hasil ini dapat atau setidaknya cukup untuk membiayai pembelanjaan baik
bagi negeri induk ataupun pembelanjaan di daerah jajahan. Oleh karena itu
surplus ini perlu dipertahankan bahkan ditingkatkan tetapi dengan cara-cara yang
tidak merugikan rakyat tetapi juga memberikan keuntungan bagi wilayah jajahan.
Hasil yang terus meningkat dari surplus ini, nantinya dapat digunakan untuk
negeri induk ataupun negeri jajahan.
Keluarnya peraturan ini, menjadikan keyakinan pemerintah kolonial
Belanda semakin kuat untuk semakin menggantungkan kebutuhan ekonomi
mereka dari negeri jajahannya. Sistem ini bermuara pada suatu sistem kesatuan
ekonomi kolonial Belanda yang pada mulanya bertujuan untuk saling memberi
keuntungan bagi negeri jajahan dan negeri induk. Hal ini juga sebagai salah satu
upaya yang dilakukan oleh pemerintah kolonial untuk memperbaiki pandangan
internasional terhadap pemerintahan kolonial Belanda.
B. Pemberlakuan Kebijakan Ekonomi Batig Slot Politiek di Tanah Jawa dan
Usaha-Usaha Pemulihan Citra Kolonial
Pemerintah kolonial berupaya keras untuk melakukan berbagai usaha
untuk memulihkan citra kolonial yang terlanjur mendapatkan kesan “penindas
yang eksploitatif” oleh berbagai kalangan. Oleh karena itu kebijakan-kebijakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
yang berorientasi pada perbaikan keadaan wilayah jajahan serta sistem bagi hasil
antara pemerintah kolonial dengan wilayah jajahan sebagai upaya “pemulihan
citra” ini, menjadi perhatian utama pemerintah kolonial. Kebijakan Batig Slot
Politiek 1864 merupakan perwujudan dari apa yang disebut sebagai usaha
pemulihan citra kolonial.
Pada dasarnya kebijakan Batig Slot Politiek ini menekankan pada usaha
peningkatan pendapatan pada neraca pendapatan Batig Slot untuk memenuhi
kebutuhan pembelanjaan di negeri Belanda dan daerah jajahan. Sejak
pemberlakuannya di tahun 1864 yang menjadi bagian dari sistem kesatuan
ekonomi kolonial Belanda, pemerintah kolonial mencoba untuk mempertegas
kebijakan ini melalui berbagai cara yang akan digunakan untuk meningkatkan
surplus yang ada agar dapat dimanfaatkan baik untuk kolonial sendiri, maupun
daerah kekuasaannya. Mereka tidak semata-mata hanya sekedar menggantungkan
seluruh pendapatan dari surplus hasil intensifikasi Tanam Paksa yang telah ada,
tetapi bagaimanakah juga tetap mendapatkan aliran-aliran pemasukan yang baru
sehingga tidak saja surplus ini tetap bertahan, tetapi juga semakin meningkat.
Meningkatnya keuntungan yang didapatkan oleh pemerintah kolonial
selama masa intensifikasi Tanam Paksa, membuat pemerintah tetap
mempertahankan beberapa penanaman jenis tanaman ekspor, yaitu kopi, gula, dan
lada karena dari tanaman ini juga dihasilkan surplus yang cukup besar.75 Selain
75 Ibid, hal. 11. Pada masa ini, ada sekitar 250 buah lebih perkebunanyang berkembang luas seiring dengan ide liberalisme yang mulai diterima diJawa. Tidak kurang dari 100 buah perkebunan swasta yang mayoritas perkebunankopi, tumbuh bebas di wilayah ini, dan 150 lebih merupakan perkebunan bebasyang juga menanam tanaman dagang seperti tembakau dan nila.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
itu, karena pengaruh liberalisasi di Eropa yang kemudian berpengaruh juga di
Jawa, perusahaan-perusahaan swasta turut mendirikan perkebunan-perkebunan
swasta. Perusahaan-perusahaan swasta ini juga turut mengerahkan tenaga kerja
dari penduduk pribumi, bahkan tanah yang mereka gunakan untuk perkebunan
juga berasal dari tanah desa, tetapi dengan prinsip sewa tanah.76 Meskipun
kebijakan ini berorientasi pada keuntungan bersama, tetapi dalam prakteknya
tenaga kerja masih menjadi faktor terpenting yang sangat dibutuhkan untuk
melancarkan pelaksanaan kebijakan ini. Akibatnya, pengerahan tenaga kerja yang
terus menerus dan cenderung meningkat ini, menjadikan rakyat yang dilibatkan
dalam proses penanaman ini, sulit untuk berkembang secara ekonominya.
Keuntungan yang didapatkan oleh pemerintah kolonial di tanah Jawa,
menjadi semakin besar selama pelaksanaan Batig Slot Politiek. Pelaksanaan Batig
Slot Politiek yang menekankan pada peningkatan produksi tanaman ekspor, pada
kenyataanya telah mampu meningkatkan ekspor pemerintah kolonial Belanda di
pasaran internasional. Ini membuat pemerintah kolonial menguasai produksi
ekspor daerah jajahan. Selain itu, harga jenis tanaman-tanaman ekspor tertentu
juga terus mengalami kenaikan yang pesat, seperti kopi yang menjadi salah satu
tanaman yang msih dipertahankan kolonial pasca dibubarkannya Tanam Paksa
Van den Bosch. Tanaman kopi mengalami kenaikan yang cukup pesat sejak tahun
1849. Ini menjadi pemasukan yang lebih besar bagi neraca Batig Slot khususnya
76 Dalam konteks ini, perusahaan swasta diberikan batasan dalam hakmilik dan jangka waktu sewa tanah. Selain itu, mereka juga harus menghormatihak-hak penduduk pribumi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
ketika pemerintah mencanangkan usaha-usaha peningkatan surplus neraca Batig
Slot melalui pengintensifan penanaman tanaman dagang yang dikerjakan oleh
penduduk pribumi.
Keuntungan yang semakin besar ini, justru semakin memicu kolonial
untuk terus meningkatkan keuntungannya. Di sisi lain, rakyat Jawa lambat dalam
peningkatan kemakmurannya tetapi justru meningkat jumlah populasinya.77 Inilah
yang memang sengaja tidak diperhatikan oleh kolonial karena dengan semakin
meningkatnya jumlah penduduk maka hal ini menjadi salah satu keuntungan bagi
kolonial karena mereka dengan mudah mendapatkan sumber tenaga kerja yang
banyak. Namun demikian, pertumbuhan penduduk inilah yang kelak menjadi
permasalahan lain bagi kolonial.
Pada tahun 1841-1863 sebelum dikeluarkannya kebijakan Batig Slot
Politiek, jumlah keuntungan bersih yang dihasilkan oleh pemerintah kolonial
adalah 461 juta gulden per tahun. Pasca dikeluarkannya kebijakan ini yaitu sekitar
tahun 1866, jumlah keuntungan bersih yang didapat yaitu sekitar 692 juta gulden
per tahun, sehingga dalam hal ini ada peningkatan sekitar 231 juta gulden. 78
Selama cultuurstelsel, pemerintah kolonial mampu menyetorkan surplus pajak ke
negeri induk sejumlah 10 sampai 40 juta gulden setiap tahunnya.79 Dalam
keseluruhan jangka waktu pelaksanaan Tanam Paksa termasuk pelaksanaan Batig
Slot Politiek ini, yaitu antara tahun 1840 sampai 1875, hasil bersih Sistem Tanam
77 Anton Haryono, op.cit, hal. 112
78 Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto, op.cit, hal. 10
79 Sartono Kartodirdjo, op.cit, hal. 26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Paksa mencapai angka 781 juta gulden dan jumlah pemasukan tahunan negeri
Belanda dari daerah jajahan mencapai 1/3 atau 30 % dari pendapatan nasional
negeri Belanda sendiri.80 Ini menjadi bukti bahwa pemerintah kolonial cukup
berhasil dalam menjalankan kebijakan Batig Slot Politiek ini. Namun seiring
meningkatnya keuntungan yang didapatkan oleh pemerintah kolonial Belanda,
semakin meningkat pula eksploitasi yang dialami oleh penduduk pribumi.
80 Anton Haryono, op.cit, hal. 111-112
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
BAB IV
KAPITALISASI KOLONIAL DAN DAMPAK BATIG SLOT POLITIEKBAGI MASYARAKAT JAWA
Pelaksanaan Kebijakan Batig Slot Politiek di tanah Jawa telah memberikan
beberapa dampak yang cukup besar dan berpengaruh di masyarakat. Liberalisasi
yang menyertai munculnya Kebijakan Batig Slot Politiek, menjadi permasalahan
baru di tanah Jawa. Munculnya perusahaan-perusahaan swasta di tanah Jawa
sebagai penguasa baru sumber daya yang ada di Jawa, memunculkan pola
penjajahan baru yaitu kapitalisasi swasta yang jauh lebih besar. Kondisi rakyat
semakin terhimpit dan tertekan karena tenaga mereka semakin tereksploitasi. Di
satu sisi, mereka dituntut untuk memenuhi surplus yang diharapkan oleh
pemerintah guna memenuhi neraca Batig Slot agar dapat memenuhi kebutuhan
baik di negeri induk Belanda maupun di Hindia-Belanda. Sedangkan di sisi lain
,mereka juga harus memberikan tenaga mereka untuk memenuhi pendapatan
perusahaan-perusahaan swasta dalam skala besar.
A. Liberalisasi dan Eksploitasi Ekonomi Kapitalisme Kolonial
Keberhasilan yang dicapai oleh pemerintah kolonial dalam menjalankan
kebijakan Batig Slot Politiek ini tidak terlepas dari kekuasaan yang mereka miliki
atas wilayah jajahan mereka. Kekuasaan mereka tidak terbatas pada masalah
ekonomi yang merupakan masalah pokok di wilayah jajahan, tetapi juga
mencakup kekuasaan politik termasuk masalah birokrasi dan administrasi
pemerintahan di seluruh wilayah jajahan. Adanya kekuasaan ini, menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
legitimasi atas segala kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial
terhadap daerah jajahan yaitu Jawa. Otoritas kolonial terhadap daerah jajahan ini
didasarkan atas keberhasilan mereka dalam menundukkan daerah jajahan dengan
segala kemajuan yang mereka bawa. Segala kelebihan baik dalam teknologi
ataupun kemampuan ilmu pengetahuan mereka yang membedakan dengan kondisi
asal wilayah jajahan yang jauh tertinggal, menjadikan kolonial begitu mudah
menguasai daerah jajahan. Adanya kekuasaan yang dimiliki, maka yang akan
terjadi adalah kecenderungan untuk menggunakan segala bentuk kekuasaan
tersebut untuk dapat mempengaruhi pihak lain untuk bertindak sesuai dengan apa
yang dikehendaki sang pemegang kekuasaan. Kekuasaan merupakan suatu
kemampuan dari suatu individu atau kelompok untuk dapat mempengaruhi orang
lain terutama dalam tingkah lakunya, sehingga dengan demikian orang yang
dipengaruhi tersebut akan mencapai atau menuruti apa yang diinginkan oleh sang
pemilik kekuasaan.81 Dalam konteks kolonial, kekuasaan terpenting yang dimiliki
adalah kekuasaan politik yang mencakup penguasaan mereka atas seluruh
pemerintahan di daerah jajahan termasuk dalam sektor ekonominya. Menurut
Miriam Budiardjo, kekuasaan politik diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
mempengaruhi suatu kebijakan umum baik terbentuknya maupun akibat yang
ditimbulkan demi tujuan si pemegang kekuasaan itu sendiri.82 Adanya kekuasaan
politik, menjadi semacam kunci masuk dari sang pemilik kekuasaan tersebut
81 Miriam Budiardjo, op.cit, hal. 3582 Ibid, hal. 37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
untuk menciptakan berbagai kebijakan yang bertujuan untuk semakin menguatkan
otoritas mereka di suatu wilayah kekuasaannya.
Kekuasaan politik cenderung terfokus pada bagaimanakah cara
memperoleh kekuasaan secara penuh melalui negara sebagai suatu lembaga yang
mampu mengendalikan tingkah-laku sosial masyarakat. Singkatnya adalah
bagaimana suatu kekuasaan individu atau kelompok mencoba memanfaatkan
pemerintahan yang ada untuk dapat mempengaruhi masyarakatnya, dengan
demikian akan mempermudah mereka dalam memenuhi apa yang menjadi tujuan
mereka. Pemanfaatan tersebut dilakukan melalui sebuah kebijakan yang dibentuk
atau telah dibentuk sebelumnya dengan mengatasnamakan negara atau
pemerintah. Melalui kebijakan tersebut, akan semakin mudah untuk memasuki
ranah masyarakat yang cenderung untuk mengikuti segala kebijakan yang telah
ditentukan oleh pemerintah mereka.
Pada masa Tanam Paksa sampai terbentuknya kebijakan Batig Slot
Politiek tahun 1864, pemerintah kolonial sejak lama telah melihat bagaimanakah
kondisi sosial-ekonomi yang ada di Pulau Jawa. Kehidupan ekonomi masyarakat
yang subsisten, komunal dengan tingkat solidaritas sosial yang tinggi dan
menekankan pada sistem kerja bersama-sama atau tolong-menolong yang lebih
dikenal dengan istilah gotong-royong, menjadikan pola kehidupan dikebanyakan
desa-desa di Jawa lebih bersifat sederhana termasuk pola pikirnya.83 Peluang ini
yang berhasil dimanfaatkan oleh kolonial dalam memberlakukan kekuasaan
83 Sartono Kartodirdjo, op.cit, hal. 294
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
mereka atas Pulau Jawa. Pemikiran kolonial yang cenderung lebih modern serta
lebih maju, membuat kolonial begitu mudah mendapatkan kekuasaan serta
pengaruh mereka di Jawa yang memiliki pola pikir yang masih sederhana.
Mengingat bahwa negeri jajahan harus memberikan keuntungan bagi
negeri induk, maka kolonial harus semaksimal mungkin meningkatkan
produktifitas wilayah jajahan dengan memanfaatkan segala sumber daya yang ada
di wilayah jajahan termasuk struktur pemerintahan lokal. Kolonial mulai
mengaktifkan kekuasaannya melalui birokrasi yang ada di tingkat desa. Dalam
Sistem Tanam Paksa, mereka menggunakan pemerintahan tidak langsung yang
berarti bahwa setiap pajak tanaman yang harus diserahkan ke pemerintah kolonial,
harus melalui perantara pemerintahan desa. Dalam hal ini pemerintah lokal atau
pemerintah desa diberikan kewenangan untuk menarik besarnya nilai pajak yang
dibebankan kepada rakyat setelah sebelumnya pemerintah kolonial menentukan
harga pajak yang harus mereka terima.
Kuasa kolonial atas negeri jajahan melalui birokrasi desa dilakukan
karena pemerintah kolonial melihat bahwa kondisi masyarakat Jawa secara umum
masih sangat subsisten dan sederhana. Selain itu mereka telah sekian lama
bergantung pada pemerintahan lokal yang telah ada, seperti misalnya kepala desa
ataupun bupati sebagai perantara dari segala bentuk kehidupan masyarakatnya
termasuk persoalan pajak. Dalam hal ini, kolonial menempatkan diri sebagai
pihak yang memiliki wewenang untuk berada dalam struktur atas pemerintahan
yang membawahi birokrasi-birokasi lokal. Merekalah yang memiliki wewenang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
untuk menerapkan segala kebijakan yang ditujukan bagi wilayah jajahan, dalam
hal ini birokrasi pemerintahan lokal di setiap desa yang mereka duduki.
Memanfaatkan birokrasi desa, dengan segala kekuasaan politik yang
dimiliki, kolonial mampu mendapatkan harga tanaman dagang yang jauh lebih
murah dengan harga yang mereka tentukan sendiri kisarannya. Sementara itu,
pejabat-pejabat lokal desa juga menikmati kedudukan mereka di pemerintahan
lokal karena dengan posisi demikian, mereka mendapatkan wewenang untuk
menarik jumlah pajak dari rakyat sebelum menyerahkannya ke pemerintah
kolonial. Selisih harga antara jumlah yang diserahkan rakyat dengan jumlah yang
diminta oleh kolonial itulah yang menjadi pendapatan bagi pemerintah kolonial.
Oleh karenanya, kolonial sengaja untuk tidak memodernisasi birokrasi
pemerintahan desa dan tetap “mengekalkan” posisi para pejabat lokal melalui
penggantian secara turun-temurun.84
Dalam Kebijakan Batig Slot Politiek tahun 1864, pemerintah kolonial
tidak lagi semata-mata menggunakan kekuasaan mereka untuk mendapatkan
keuntungan yang maksimal dari Pulau Jawa. Berangkat dari adanya tekanan-
tekanan serta tuntutan ide kebebasan yang semakin menguat terutama pada
pertengahan Abad ke-19 ketika perkembangan industri mengalami kemajuan yang
pesat di daratan Eropa dan Amerika, pendudukan kolonial Belanda atas tanah
Jawa mengalami sedikit perubahan orientasi pendudukannya. Monopoli ekonomi
mereka atas tanah Jawa, lebih diarahkan pada usaha-usaha pemulihan citra
kolonial Belanda.
84 M.C Ricklefs, op.cit, hal. 264-265
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Dalam Kebijakan Batig Slot Politiek tahun 1864, menjadi awal dari usaha
kolonial dalam memulihkan persepsi internasional khususnya golongan liberal
terhadap pemerintahan kolonial di Jawa yang dianggap sangat menindas.
Kebijakan ini berorientasi pada pembagian surplus produksi Tanam Paksa antara
negara induk Belanda dengan wilayah jajahan. Adanya sistem yang dapat disebut
dengan sistem bagi hasil ini, diharapkan dapat memunculkan kekuatan ekonomi
berimbang antara rakyat dan pemerintah kolonial. Selain itu, munculnya
kebijakan ini menjadi salah satu harapan dari pemerintah kolonial untuk
memulihkan citra mereka.
Pelaksanaan kebijakan ini di lapangan di sisi lain menjadikan bidang
perdagangan menjadi lebih terbuka. Ide-ide liberalisme yang mendasari kebijakan
ini, menjadi pembenaran atas berkembangnya peruahaan-perusahan swasta Eropa
yang ada di Pulau Jawa. Hal ini menjadikan perdagangan menjadi lebih
berkembang terlepas dari perdagangan yag selama ini dimonopoli oleh
pemerintah. Terhitung sejak tahun 1850 atau sejak dihapuskannya beberapa
Tanam Paksa versi Van den Bosch, perdagangan impor maupun ekspor
mengalami pertumbuhan terus-menerus yang juga disertai dengan berkembangnya
perusahaan-perusahaan swasta.85 Perusahaan milik pemerintah kolonial yaitu
NHM (Nederlandsche Handelmaatschappij), memberikan kontribusinya bagi
perkembangan perusahaan-perusahaan swasta di Jawa. Perusahaan NHM atas
perintah pemerintah, harus berbagi lapangan kegiatan serta modalnya bagi
perusahaan-perusahaan swasta. Keputusan tersebut menjadikan pintu bagi
85 Sartono Kartodirdjo, op.cit, hal. 325
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
semakin bertumbuhnya perusahaan-perusahaan swasta Eropa di Jawa.86 Terhitung
sejak tahun 1854, sekitar 250 perkebunan swasta berkembang luas di Jawa.
Jumlah ini terdiri dari 100 perkebunan kopi dan sisanya merupakan perkebunan
nila dan tembakau.
Adanya kebijakan Batig Slot Politiek ini menjadi pintu berkembangnya
sektor privat. Ini berangkat dari keyakinan bahwa adanya surplus yang besar,
faktor utamanya adalah kontribusi tenaga individu, untuk itu jika diberikan
kebebasan berusaha bagi masing-masing individu, surplus ini bisa menjadi
semakin besar dan dapat menguntungkan berbagai pihak terutama pemerintah
ataupun rakyat. Keuntungan yang didapat oleh pemerintah semakin besar karena
adanya kebijakan ini. Selain mendapatkan keuntungan dari pajak tanaman yang
rutin diserahkan rakyat, serta sisa surplus masa intensifikasi Tanam Paksa Van
den Bosch yang masih sangat besar, mereka juga mendapatkan keuntungan dari
bunga modal serta sewa tanah perusahaan-perusahaan swasta melalui perusahaan
NHM milik pemerintah.87
Munculnya kapitalisasi swasta ini justru menjadi sumber keuntungan yang
besar bagi kolonial dan perusahaan swasta terutama dalam akumulasi surplus
pendapatan. Menurut Teori Politik Revolusioner (Karl Marx), perkembangan
86 Ibid, hal. 325. Sampai tahun 1869, NHM telah membiayai ataumenyediakan modal bagi 17 perusahaan pengolah gula. Penyediaan modal olehNHM ini segera juga diikuti oleh bank-bank swasta lain yang ikut berdiri setelahmenganggap bahwa usaha ini sangat menguntungkan. Inilah yang kemudianmenjadi pintu bagi berkembangnya kapitalisasi di Jawa.
87 Penyewaan tanah yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan swastaini dilakukan dengan beberapa syarat, seperti batasan luas lahan serta lamanyamasa sewa. Pemerintah kolonial beralasan, hal ini dilakukan demi melindungihak-hak masyarakat pribumi atas tanah mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
kapitalisme berjalan dengan cara memproduksi komoditas dengan nilai dan harga
yang cukup untuk mendapatkan tenaga kerja dan kapital yang sama seperti semula
sekaligus menghasilkan tenaga kerja dan kapital yang lebih, inilah yang
dinamakan dengan surplus.88 Surplus inilah yang dapat dipergunakan untuk
berbagai kepentingan meningkatkan investasi yang bermuara pada akumulasi
modal. Dalam hal ini, swasta menggunakan modal atau kapital mereka untuk
menghasilkan atau mendapatkan faktor produksi seperti tenaga kerja serta tanah
dengan harga yang murah sebagai lapangan investasi mereka. Dari faktor
produksi yang murah ini mereka mendapatkan hasil yang besar. Keuntungan dari
modal yang didapatkan kemudian diakumulasikan untuk digunakan kembali untuk
meningkatkan investasi yang lebih besar lagi. Dalam hal ini mereka memperluas
lahan perkebunan dengan menambah luas tanah sekaligus meningkatkan jumlah
tenaga kerja yang digunakan. Inilah yang kemudian berkembang menjadi
kapitalisasi swasta besar-besaran di Jawa.
Dalam konteks ini, pemerintah kolonial memanfaatkan kehadiran perusahaan-
perusahaan swasta untuk mendapatkan surplus pendapatannya. Kolonial
meningkatkan penyediaan faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja dan tanah
untuk perusahaan swasta. Dari peningkatan ini, kolonial mendapatkan surplus
pendapatan dari sewa tanah dan bunga modal dari NHM yang berperan sebagai
bank penyedia pinjaman modal bagi perusahaan-perusahaan swasta untuk
berinvestasi di Jawa. Hal ini ditambah dengan intensifikasi tenaga kerja untuk
kolonial sendiri dalam proses penanaman tanaman dagang sebagai bentuk pajak
88 James A.Caporaso, David P.Levine, op.cit, hal. 161-162
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
untuk mendapatkan surplus besar sesuai yang diharapkan oleh pemerintah
kolonial. Oleh karena itu, jumlah pendapatan yang diterima kolonial semakin
besar, baik dari sektor swasta maupun pajak tanaman.
Kebijakan ini jelas menguntungkan pemerintah. Selain karena surplus Tanam
Paksa terdahulu masih tersedia cukup besar, hal ini semakin diperkuat dengan
adanya peraturan yang terwujudkan dalam sebuah kebijakan ekonomi yang
membenarkan adanya kewajiban bahwa negeri jajahan harus memberikan
keuntungan bagi negeri induk. Kebijakan ini menjadi pembenaran atas politik
eksploitasi kolonial melalui kebijakan peningkatan surplus dalam neraca Batig
Slot serta kebijakan pemberian modal bagi perusahan-perusahaan swasta Eropa di
Jawa. Dalam hal ini, eksploitasi tenaga kerja justru tetap berjalan dan cenderung
semakin meningkat. Rakyat tereksploitasi oleh kepentingan pemerintah maupun
swasta dalam meningkatkan keuntungan.
Pemerintah kolonial beralasan bahwa peningkatan surplus dilakukan agar
pemerintah kolonial maupun daerah jajahan mendapatkan keuntungan, sesuai
dengan prinsip sistem kesatuan ekonomi yang tertuang dalam Comptabiliteits Wet
1864. Hanya saja yang kemudian terjadi adalah pemerintah kolonial juga
mengeluarkan kebijakan untuk memberikan kebebasan berusaha bagi perusahaan-
perusahaan swasta Eropa di Jawa. Sayangnya, kebebasan berusaha ini justru
memicu munculnya perusahaan-perusahaan swasta yang menimbulkan pola
penjajahan baru yaitu kapitalisasi besar-besaran. Pihak swasta ini menggunakan
serta memanfaatkan modal yang mereka kuasai, baik itu modal berupa materi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
maupun jasa untuk diputar dan diakumulasikan menjadi keuntungan yang jauh
lebih besar lagi.
Seiring dengan semakin banyaknya perusahaan-perusahaan swasta yang
berdiri, maka lahan yang digunakan pun semakin luas. Ini membuat tanah-tanah
yang semula dibatasi untuk melindungi hak rakyat pribumi atas tanah mereka,
menjadi semakin sedikit. Rakyat menjadi semakin tertekan karena tidak lagi
memiliki tanah mereka sendiri, sementara mereka juga harus bekerja kepada
perusahaan-perusahaan tersebut demi mencukupi kehidupan mereka meski dengan
upah yang sangat kecil. Hal ini telah memposisikan rakyat sebagai buruh di atas
tanah mereka sendiri. Perusahaan-perusahaan swasta telah memanfatkan
kebebasan berusaha mereka di Jawa untuk menciptakan pola penjajahan baru
yaitu kapitalisasi di atas tanah rakyat.
B. Comptabiliteits Wet 1867 dan Pembubaran Sistem Kesatuan Ekonomi
Kolonial Belanda
Kebijakan Batig Slot Politiek pada dasarnya mengacu pada neraca surplus
yang dimiliki pemerintah kolonial Belanda selama masa Tanam Paksa
berlangsung. Besarnya nilai surplus tersebut, dimanfaatkan untuk pembiayaan di
negeri induk Belanda. Namun pasca dikeluarkannya Comptabiliteits Wet 1864,
neraca surplus Tanam Paksa digunakan juga untuk pembiayaan di negeri jajahan
sebagai salah satu bentuk perwujudan sistem kesatuan ekonomi. Sejak tahun 1841
sampai tahun 1863 hasil keuntungan bersih dari Tanam Paksa mencapai angka
461 juta gulden, sedangkan antara tahun 1863 sampai 1866 mencapai 692 juta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
gulden.89 Merupakan jumlah yang besar pada masa itu untuk mencukupi segala
pembiayaan di Jawa. Jumlah penghasilan ini juga didapatkan dari NHM sebagai
perusahaan negara, terutama ketika NHM menjadi bank bagi perusahaan-
perusahaan swasta di Jawa. Namun penghasilan tersebut tidak membuat kolonial
puas. Mereka terus melakukan intensifikasi dalam penanaman tanaman dagang
sebagai bentuk upaya mengembangkan kekayaan negeri jajahan demi keuntungan
negeri induk Belanda. Meski Sistem Tanam Paksa versi Van den Bosch telah
dihapuskan seperti pengurangan beberapa jenis tanaman dagang, tetapi kolonial
tetap mempertahankan beberapa komoditi utama yang memiliki nilai jual yang
tinggi, seperti gula dan kopi. Dari dua komoditi utama tersebut, kolonial mampu
memperoleh pendapatan sampai ratusan juta gulden yang sebagian besar dialirkan
ke negeri induk Belanda.
Keuntungan surplus tersebut dialirkan ke negeri Belanda untuk
pembiayaan hutang sebesar 236 juta gulden termasuk hutang-hutang VOC, serta
segala pembiayaan infrastruktur seperti kereta api dan bangunan pertahanan yang
menghabiskan biaya hampir 300 juta gulden.90 Dalam hal ini, segala pembiayaan
ditanggung oleh daerah jajahan khususnya Jawa dari pendapatan yang dihasilkan
di wilayah tersebut. Meski tidak semua penghasilan digunakan untuk
pembelanjaan di negeri induk, tetapi lebih dari 50 % penghasilan masuk ke negeri
induk, bahkan penghasilan negeri induk Belanda dari daerah jajahan mencapai 1/3
atau 30% dari penghasilan negeri Belanda sendiri. Ini jelas menguntungkan dan
89 Marwati Djoened, Nugroho Notosusanto, op.cit, hal. 10
90 Ibid, hal. 12-13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
mampu untuk membayarkan segala macam hutang-hutang baik yang ditinggalkan
VOC dan pembiayaan-pembiayaan lain seperti pembangunan beberapa
infrastruktur seperti perkapalan dan perkembangan industri Belanda.
Pendapatan yang besar dari tanah Jawa sebagai sumber terbesar penyedia
komoditi tanaman ekspor, menjadikan jumlah pengeluaran kolonial semakin
meningkat. Selain untuk pembiayaan di negeri Belanda, di Jawa sendiri mereka
juga membangun banyak sarana infrastruktur seperti jalur kereta api, irigasi, dan
pelabuhan yang jumlah akumulasi pengeluaran mencapai 213 juta gulden.91 Dapat
dikatakan bahwa ini merupakan salah satu bentuk dari usaha kolonial untuk
memenuhi apa yang tertuang dalam Kebijakan Batig Slot Politiek. Namun data
menunjukan perbedaan yang sangat mencolok antara pengeluaran di negeri
Belanda dengan di daerah jajahan yang jauh berbeda besarnya.
Meski selama proses pelaksanaan Kebijakan Batig Slot Politiek, keuangan
neraca sendiri mengalami kenaikan yang cukup besar, tetapi muncul beberapa
permasalahan. Dari semua penghasilan yang didapatkan selama intensifikasi
Tanam Paksa sampai pada pelaksanaan kebijakan Batig Slot Politiek, nampak
adanya perbedaan yang mencolok dalam hal pembagian hasil antara negeri
Belanda dengan daerah jajahan. Meski dalam hal ekspor, mengalami kemajuan
yang besar, tetapi hasil yang didapat tidak seimbang. Jika dihitung dari
penghasilan yang di dapat pada tahun 1863-1866, jumlah penghasilan yang
diterima mencapai 692 juta gulden. Namun oleh pemerintah kolonial, hampir
setengahnya atau sekitar 400 juta gulden dialirkan ke negeri induk untuk
91 Ibid, hal. 13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
pembiayaan hutang-hutang dan pembiayaan lain seperti pembangunan
infrastruktur-infrastruktur. 92 Praktis keuntungan yang di dapatkan oleh negeri
jajahan hanya sekitar 292 juta gulden, ini bahkan tidak mencapai setengah dari
total penghasilan.
Selama pelaksanaan periode Tanam Paksa sampai pada pelaksanaan
kebijakan Batig Slot Politiek, penghasilan yang diterima sebagian besar di
dapatkan dari penjualan hasil-hasil penanaman produk-produk ekspor yaitu
mencapai 50 sampai 60 % dari seluruh pendapatan.93 Hal ini masih di tambah dari
pajak tanah, pajak impor, serta pajak ekspor. Pendapatan dari pos-pos ini
sangatlah besar, seperti yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya. Tidak
mengherankan jika pada pertengahan Abad ke-19 tepatnya di tahun 1860-an ,
usaha perkapalan di Belanda maju pesat. Usaha ini semakin pesat terutama setelah
di bukanya Terusan Suez di tahun 1869. Kemajuan ini diringi dengan
perkembangan dalam hal industri maupun teknologinya. Perkembangan ini tidak
terlepas dari sokongan dana yang di dapatkan dari negeri jajahan terutama dari
neraca Batig Slot yang sangat besar.
Hasil yang sangat besar dari pos-pos penghasilan di atas, digunakan untuk
pembelanjaan baik di negeri Belanda ataupun di Jawa sendiri. Pembelanjaan
tersebut antara lain digunakan untuk pembangunan infrastruktur seperti jalur
kereta api (150 juta), irigasi (33 juta) dan pelabuhan (30 juta).94 Namun akibat
92 Ibid. Hal.12-13
93Anne Booth, William J.O’Malley, Anna Weidemann, op.cit, hal. 294
94 Marwati Djoened, Nugroho Notosusanto, op.cit, hal. 13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
dari adanya pembiayaan-pembiayaan yang sangat besar tersebut, yang kemudian
terjadi adalah defisit keuangan khususnya defisit bagi negeri jajahan. Bagi negeri
jajahan, defisit ini tentu saja disebabkan karena tidak imbangnya pembagian hasil
neraca surplus Batig Slot. Pendapatan yang terbatas, harus digunakan juga untuk
memenuhi pembelanjaan di daerah jajahan.
Dalam hal ini, kolonial tetap berusaha untuk bertahan pada kondisi mereka
saat itu yang sedang mengalami perkembangan positif dalam pembangunan
negaranya. Oleh karena itu, defisit yang mereka alami dibebankan oleh daerah
jajahan yang dianggap masih memiliki cadangan anggaran yang besar dari surplus
Tanam Paksa. Selain itu mereka juga membenarkan politik semacam itu karena
berdasarkan sistem kesatuan ekonomi yang tertuang dalam Comptabiliteits Wet
1864, salah satu hal yang ditegaskan adalah bahwa segala bentuk pendapatan yang
diterima di negeri jajahan akan menjadi pemasukan untuk pemerintah yang
menguasai wilayah tersebut, termasuk segala pembiayaan hutang. Jumlah hutang
pemerintah kolonial sejumlah 236 juta gulden dan belum termasuk pembiayaan
atas pembangunan beberapa infrastruktur, dibebankan pembayarannya kepada
daerah jajahan. Jumlah biaya untuk pembayaran hutang tersebut sesungguhnya
merupakan hak yang semestinya digunakan oleh daerah jajahan sendiri. Jika
dihitung total pendapatan yang sesungguhnya harus diterima oleh daerah jajahan
mencapai 528 juta gulden, dan jika dihitung bersama bunga yang dipakai oleh
Belanda, maka pendapatan yang diterima mencapai 1585 juta gulden.95 Dari
sekian juta yang didapatkan tersebut, hampir sebagian besar atau setengah lebih
95 Ibid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
dari jumlah tersebut, menjadi milik Pulau Jawa karena wilayah ini yang menjadi
sumber terbesar dari produksi komoditas tanaman ekspor termasuk juga penyedia
tenaga kerja terbesar.
Pada akhirnya kas dari neraca Batig Slot justru lebih besar mengalir ke
negeri induk untuk pembayaran hutang-hutang dan pembiayaan-pembiayaan lain
seperti pembangunan infrastruktur-infrastruktur umum seperti jalan kereta api,
pelabuhan, serta irigasi yang menyebabkan pengeluaran pemerintah kolonial
menjadi semakin besar. Kondisi ini kembali menjadi sorotan berbagai pihak yang
menentang sistem kolonial ini yang pada kenyataannya tidak sesuai dengan apa
yang tertuang dalam Kebijakan Batig Slot Politiek. Dalam kebijakan tersebut,
secara tegas dinyatakan bahwa setiap surplus yang dihasilkan di tanah jajahan,
juga berhak menjadi milik tanah jajahan. Hal ini berarti bahwa kebijakan ini
menekankan adanya sistem bagi hasil kolonial dengan wilayah jajahan. Namun
yang terjadi, keuntungan lebih berpihak pada kolonial. Ini menyebabkan
Kebijakan Batig Slot Politiek menjadi lemah.
Perkembangan perusahaan-perusahaan swasta yang semakin meluas, juga
menjadi beberapa alasan yang turut melemahkan Kebijakan Batig Slot Politiek.
Perkembangan ini menyebabkan keadaan penduduk pribumi semakin sulit dan
tidak berdaya. Pemaksaan untuk menyediakan surplus sebesar-besarnya bagi
pemerintah kolonial, harus ditambah lagi dengan adanya kekuasaan swasta yang
juga memeras tenaga kerja serta tanah milik mereka untuk digunakan dalam
mendirikan perkebunan-perkebunan swasta. Hukum-hukum adat dan hak-hak
pribumi atas tanahnya sendiri, semakin tersudut. Menurut kaum liberal sendiri,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
baik kaum kapitalis maupun petani, bebas untuk menggunakan tanahnya sendiri
dan mengubah tanah komunal menjadi tanah perseorangan tanpa campur tangan
pemerintah. Tetapi pada kenyataanya, justru kaum kapitalislah yang hanya
memiliki tanah tersebut. Di sini, penduduk seolah-olah hanya dijadikan sebagai
penyedia tanah dan tenaga kerja bagi kaum kapitalis.
Kaum liberal hendak menentang eksploitasi atau campur tangan
pemerintah. Mereka menghendaki adanya adanya kebebasan bekerja dan
kebebasan dalam penggunaan lahannya, atau dengan kata lain menghendaki
sistem laissez-faire.96 Namun dalam prakteknya, pernyataan ini hanyalah
semacam kamuflase dari pihak swasta untuk menutupi kepentingan mereka yang
sesungguhnya yaitu menguasai tanah atau lahan pribumi. Inisiatif swasta untuk
menekan ekploitasi pemerintah justru menjadi bibit tumbuhnya sistem penjajahan
baru, yaitu kapitalisasi swasta.
Ketimpangan-ketimpangan ini kemudian menghasilkan berbagai kritikan
yang tajam dari berbagai pihak. Kritikan itu menyatakan bahwa keuntungan di
Jawa merupakan penghasilan bagi negeri Belanda sendiri. Banyak tuduhan yang
dilontarkan kepada pemerintah kolonial yang menyatakan bahwa mereka telah
merampok kekayaan dan hak-hak pribumi. Para pemikir kritis tersebut menuntut
penghitungan kembali jumlah kekayaan daerah jajahan dan pemerintah kolonial
harus mengembalikan jumlah tersebut sebagai bentuk “hutang kehormatan”.97
Kecaman paling radikal dikeluarkan oleh van Dedem. Ia menuntut dihapuskannya
96 Sistem ekonomi yang bebas dari campur tangan pemerintah.
97 Marwati Djoened, Nugroho Notosusanto, op.cit, hal. 14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
pengambilan keuntungan dari negeri jajahan atau dengan kata lain penghapusan
sistem kesatuan keuangan. Ia berpendapat bahwa kemungkinan kesatuan
keuangan yang akan memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak yaitu
pemerintah Belanda dan masyarakat pribumi, justru lebih besar ke negeri
Belanda.98
Akibat adanya berbagai macam kecaman oleh berbagai pihak, pemerintah
kolonial harus kembali merasakan pertaruhan nama baik kolonial terutama negeri
induk Belanda. Pemerintah kolonial mempertimbangkan kembali untuk
mempertahankan Kebijakan Batig Slot Politiek terutama sistem kesatuan ekonomi
kolonial Belanda, mengingat bahwa pemerintah kolonial kembali mendapatkan
kecaman-kecaman yang sangat keras dari beberapa pihak. Maka pada tahun 1867,
dikeluarkanlah lagi suatu peraturan pemerintah atau Comtabiliteits wet 1867.
Dalam peraturan tersebut secara tegas memerintahkan untuk melakukan
pemisahan secara resmi kesatuan keuangan atau kesatuan ekonomi kolonial
Belanda dengan daerah kekuasaan yaitu tanah Jawa.
Pada tahun itu pula, pemerintah Belanda harus memulai pembayaran atau
pengembalian segala kekayaan daerah jajahan yang telah diambil oleh negara
induk. Menurut catatan yang dikeluarkan oleh Van Deventer, kekayaan yang
didapatkan daerah jajahan sampai tahun 1867 mencapai 823 juta gulden.99 Namun
hasil yang didapatkan dari surplus sebelum tahun 1867, masih terhitung sebagai
hasil sistem kesatuan ekonomi, sehingga sistem bagi hasil keuntungan di sini
98 Sartono Kartodirdjo, op.cit, hal. 26
99 Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto, op.cit, hal. 14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
masih berlaku. Oleh karena itu, tepat tahun 1867 itulah awal kolonial harus mulai
mengembalikan segala hutang-hutangnya yang disebut dengan “hutang
kehormatan” kepada daerah jajahan. Inilah masa berakhirnya Batig Slot Politiek,
meski masa kolonialisme dan monopoli keuntungan tetap berlanjut. Pemerintah
kolonial juga memikirkan kembali bagaimanakah cara untuk benar-benar
memulihkan citra kolonial serta memberikan bukti nyata balas budi pemerintah
kolonial terhadap pribumi.
C. Dampak Kebijakan Batig Slot Politiek Bagi Masyarakat Jawa
Selama pelaksanaan kebijakan ekonomi Batig Slot Politiek, tanah Jawa
pada khususnya mengalami beberapa perubahan dalam beberapa bidang. Selama
pelaksanaan kebijakan ini, yaitu terhitung sejak 1850 sampai 1865, Jawa
mengalami kemajuan dalam bidang ekspor. Tanah Jawa di bawah kekuasaan
pemerintah kolonial Belanda, pernah mengalami keunggulan sebagai pengekspor
tanaman dagang terbesar. Hal ini ditambah dengan semakin meningkatnya nilai
jual beberapa jenis tanaman dagang seperti kopi di pasaran internasional. Hal ini
berakibat jangka panjang bagi Jawa yang dikemudian hari menjadi terkenal
sebagai pengekspor produk-produk tanaman yang ekspor.
Keberhasilan dalam produksi ekspor ini terlihat dari peningkatan
pendapatan tahun ke tahun di neraca Batig Slot yang akan ditunjukkan dalam tabel
di bawah ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
Tahun Jumlah NilaiEkspor(dalamgulden)
Jumlah nilai eksporke Belanda
(dalam gulden)
Perincian
Kopi(dalamgulden)
Gula(dalamgulden)
Indigo(dalamgulden)
1850185518601865
57.74078.75899.147
101.375
45.22362.64276.80880.806
18.72032.39829.82533.659
17.04420.43531.98232.398
4.1933.2503.4524.229
Sumber : Sartono Kartodirdjo. 1992. Pengantar Sejarah Indonesia Baru : 1500-1900 DariEmporium Sampai Imperium,jilid 1. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Hal.324
Tampak dari tabel di atas memang terlihat bahwa ada grafik peningkatan
yang cukup pesat dari tahun ke tahun berkaitan dengan pendapatan hasil
penjualan produk-produk tanaman ekspor. Selain itu, beberapa jenis tanaman juga
mengalami peningkatan nilai jual yang cukup besar. Ini menunjukkan bahwa
produk-produk dari Jawa cukup diminati di pasaran internasional khususnya
Eropa dalam jangka waktu yang lama. Hasil ini juga menegaskan bahwa
pemerintah kolonial mampu menguasai produksi ekspor dalam jangka waktu yang
cukup lama.
Dari hasil ini juga, pemerintah kolonial mampu membayar hutang-hutang
yang menjadi beban mereka terutama beban hutang yang ditinggalkan oleh VOC
yang mencapai 400 juta gulden serta pembiayaan beberapa pembangunan
infrastruktur seperti jalur kereta api, irigasi, dan pelabuhan-pelabuhan.
Pembangunan ini juga yang kelak dikerjakan di Jawa. Tidak mengherankan jika
pada pertengahan Abad ke-19 tepatnya di tahun 1860-an , usaha perkapalan di
Belanda maju pesat. Usaha ini semakin pesat terutama setelah di bukanya Terusan
Suez di tahun 1869. Kemajuan ini diringi dengan perkembangan dalam hal
industri maupun teknologinya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
Selain berhasil dalam bidang ekspornya, daerah jajahan juga mulai
diperhatikan pendidikannya. Melihat dari hasil Batig Slot Politiek yang cukup
besar dan juga sebagai perwujudan dari prinsip kebebasan yang tertuang dalam
prinsip liberal, di beberapa wilayah Jawa mulai dipikirkan mengenai pendidikan
bagi pribumi. Undang-undang mengenai pendidikan untuk pribumi sebenarnya
telah tertuang dalam peraturan tahun 1854. Namun baru pada tahun 1864, sekolah
Belanda dibuka untuk pribumi dan di tahun 1867, didirikan Departemen
Pendidikan Agama dan Industri.100 Jenis sekolah yang didirikan adalah sekolah
untuk guru dan sekolah dokter Jawa. Meskipun demikian, pendidikan ini hanya
terbatas untuk kelas-kelas tertentu dan belum mencakup seluruh penduduk
pribumi.
Selain perubahan-perubahan positif tersebut, di sisi lain juga menimbulkan
sisi negatif juga. Penderitaan yang dialami rakyat pada masa pelaksanaan
Kebijakan Batig Slot Politiek dapat dikatakan semakin lebih berat. Hal ini
dikarenakan dalam tiga tahun pelaksanaan tersebut, rakyat harus menghadapi dua
sistem penjajahan yang berbeda, yaitu sistem konservatif kolonial yang
mengandalkan pada sistem feodal yang telah menjadi sistem hidup masyarakat
pada masa itu, serta kapitalisasi swasta yang dipicu semangat liberalisme dan
modernisasi dalam berbagai bidang. Kapitalisasi menjadi penjajahan lain bagi
rakyat yang pada awalnya diberikan janji adanya kebebasan bagi mereka untuk
mengembangkan kehidupan mereka tetapi pada akhirnya kebebasan hanyalah
100 Ibid. Hal.15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
milik pihak swasta yang memanfaatkan tenaga mereka untuk dieksplotasi dalam
memenuhi kas pendapatan pihak-pihak swasta.
Selain itu yang kemudian menjadi masalah adalah adanya perluasan lahan-
lahan atau tanah-tanah desa yang semula tidak digunakan atau sebagai kas desa,
kemudian diambil oleh pihak swasta untuk usahanya. Masa itu pula, masyarakat
Jawa pada khususnya, mulai mengenal sistem liberal sekaligus sistem kapitalisasi
dimana terjadi akumulasi modal besar-besaran yang mengarah pada pengumpulan
keuntungan sebesar-besarnya. Perdagangan yang mulai bebas dan terbuka
khususnya setelah tahun 1850, menjadi contoh dari kuatnya pengaruh liberalisme
di tanah Jawa.
Pada masa intensifikasi Tanam Paksa dibawah kepemimpinan Van den
Bosch, tanah yang digunakan untuk Tanam Paksa mencapai 1/3 bahkan ½ luas
tanah. Namun pada masa itu, belum ada batasan mengenai kriteria-kriteria
penyewaan tanah desa dan batasan jangka waktu yang ditetapkan untuk sewa
tersebut. Hal ini dikarenakan pada masa itu, orientasi pemerintah hanyalah
bagaimana memanfaatkan tanah-tanah yang tidak terpakai untuk mendapatkan
keuntungan tanpa menetapkan kriteria-kriteria tertentu mengenai sewa tanah.
Sedangkan pada masa Kebijakan Batig Slot Politiek, seiring dengan
perkembangan liberalisme dan perusahaan-perusahaan swasta di Jawa, maka
pemerintah kolonial mulai menetapkan kriteria-kriteria penyewaan tanah bagi
semua perusahaan swasta yang akan berinvestasi di Jawa. Kriteria-kriteria yang
ditetapkan antara lain bahwa perusahaan swasta yang hendak berinvestasi, harus
sudah terdaftar. Selain itu mereka juga menetapkan batas waktu penyewaan bagi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
perusahaan-perusahaan tersebut, yaitu antara 5 sampai 30 tahun.101 Dalam hal ini,
sekali lagi rakyat harus kehilangan tanah mereka untuk perkembangan
perusahaan-perusahaan swasta meski dengan alasan hanya disewa untuk jangka
waktu tertentu. Selain itu alasan yang digunakan oleh pemerintah kolonial
memberikan batasan masa sewa tersebut adalah untuk melindungi hak-hak rakyat
pribumi atas tanah mereka, nampaknya hanya sekedar untuk menutupi tujuan
kolonial yang sesungguhnya yakni agar semua lahan di Jawa tidak dikuasai
seluruhnya oleh swasta.
Selama masa Kebijakan Batig Slot Politiek, pengeluaran kolonial semakin
besar seiring dengan semakin besarnya surplus yang dimiliki. Termasuk dalam
pembiayaan hutang-hutang Belanda yang mencapai 400 juta gulden. Namun
segala pembiayaan termasuk beban hutang dibebankan kepada daerah jajahan.
Secara garis besar, dengan adanya Batig Slot Politiek ini, Jawa terbebani oleh
banyak hutang. Surplus yang dihasilkan dari hasil Tanam Paksa., digunakan untuk
kepentingan negeri induk untuk pembiayaan hutang-hutang pasca perang,
pembangunan rel kereta api, pembangunan pelabuhan, dan infrastruktur-
infrastruktur lainnya. Pemerintah kolonial Belanda membenarkan politik Batig
Slot Politiek dengan dasar prinsip kesatuan keuangan. Hal ini dikarenakan tanah
Jawa menjadi wilayah kekuasaan pemerintah Belanda sehingga wajar apabila
keuangan yang dihasilkan di Jawa, digunakan oleh pemerintah kolonial sendiri.
Dapat dikatakan pula bahwa sistem kesatuan ekonomi atau keuangan tersebut
merupakan tulang punggung keuangan pemerintah kolonial Belanda.
101 Ibid, hal. 12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
Kekayaan tanah Jawa sesungguhnya terhitung sangat besar apabila tidak
dipergunakan oleh pemerintah kolonial dan tidak terbebani dengan hutang yang
besar. Hal ini dilihat dari hasil ekspor yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Namun lebih dari 50 % penghasilan tersebut, justru masuk ke negeri Belanda.
Apabila dilihat dari selisih jumlah yang di alirkan ke negeri Belanda dengan yang
diterima negeri jajahan, maka yang diterima oleh negeri jajahan hanya sekitar 10-
30 % dari total penghasilan. Ini menunjukkan perbedaan yang sangat mencolok
antara jumlah penghasilan negeri induk dengan negeri jajahan. Meski demikian,
wilayah Jawa memiliki penghasilan yang tetap dari sektor agraris yaitu produk
tanaman ekspor serta pajak, sehingga tetap dapat memenuhi kas pendapatan.
Jumlah hutang yang dibebankan kepada daerah jajahan, sesungguhnya
merupakan hutang pemerintah Belanda sendiri. Oleh karena itu, akibat dari
kondisi Belanda yang pada masa sebelum Tanam Paksa masih terbelakang
terutama dalam perkembangan industri maupun pertaniannya, maka satu-satunya
sumber yang dapat diandalkan hanyalah dari tanah jajahan. Maka surplus pajak
Tanam Paksa di Jawa, mengalir ke negeri induk Belanda. Sampai tahun 1867,
kekayaan di daerah jajahan mencapai 823 juta gulden.102 Sementara itu, di Jawa
sendiri justru sedang mengalami defisit. Suatu kondisi yang kontradiktif karena
memiliki penghasilan yang besar tetapi justru mengalami defisit. Oleh karena itu
tahun sebelum Batig Slot berakhir, banyak pihak yang mengecam bahwa Batig
Slot sendiri sesungguhnya tidak menunjukkan pembangunan yang signifikan di
masyarakat meski secara kuantitas menunjukkan peningkatan jumlah penghasilan
102 Ibid, hal. 14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
yang cukup besar. Hampir semua pendapatan yang didapatkan berasal dari
sumber pajak seperti yang tertera di bawah ini.
Kategori pemasukan Hasil (juta.f)
1850 1867
Pajak Tanah 10,7 12,6
Penjualan hak menarik pajak 10,4 10,8
Pajak garam 4,6 5,8
Sumber : J.S.Furnivall. 2009. Hindia-Belanda,Studi tentang Ekonomi Majemuk. Jakarta : FreedomInstitute. Hlm. 185
Dari tabel di atas tampak bahwa pendapatan dari pajak memang sangat
besar, terutama dari pajak tanah dan penjualan hak menarik pajak dari komoditi
ekspor. Namun hasil-hasil tersebut hampir semua mengalir ke negeri induk dan
cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Tercatat pendapatan sebesar 15 juta
gulden pada tahun 1851 naik menjadi rata-rata 25,4 juta gulden antara tahun 1852
dan 1860, lalu menjadi 32,5 juta gulden selama tahun 1861 sampai 1866.103
Jumlah pendapatan tersebut hanya sebagian kecil yang dimanfaatkan untuk tanah
Jawa. Pembangunan-pembangunan yang dirasakan oleh rakyat hanya sebatas pada
pembangunan infrastruktur seperti kereta api dan irigasi. Namun dalam derajat
kesejahteraan, masih jauh dari layak terutama bagi para keluarga petani yang
memberikan sumbangan terbesar dalam peningkatan pendapatan di neraca Batig
Slot.
103 J.S.Furnivall. 2009. Hindia-Belanda,Studi tentang Ekonomi Majemuk.Jakarta : Freedom Institute. Hal. 185
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
Pada masyarakat pribumi, kondisi yang cukup baik hanya dapat dirasakan
oleh penguasa pribumi, meskipun hanya dijadikan sebagai alat dalam memonopoli
keuntungan ekonomi. Meski mereka harus bekerja di bawah kekuasaan
pemerintah pusat kolonial, tetapi paling tidak mereka tetap memiliki penghidupan
yang lebih layak. Mereka mendapatkan penghasilan dari kelebihan pajak yang
diserahkan oleh rakyat dan yang mengatur besarnya pajak yang harus diserahkan
adalah para pejabat pribumi itu sendiri. Gaji atau upah tersebut diatur oleh
pemerintah kolonial. Sedangkan bagi rakyat biasa, kehidupan mereka tergantung
dari sisa pajak tanaman yang mereka tanam setelah sebelumnya diserahkan ke
pemerintah kolonial serta uang hasil penjualan tanaman tersebut.
Permasalahan utama yang nampak jelas ditunjukkan sebelum dan sesudah
Kebijakan Batig Slot Politiek dilaksanakan adalah masalah tenaga kerja.
Terhitung sejak Tanam Paksa, penyediaan tenaga kerja terbesar, terpusat di tanah
Jawa. Hal ini dikarenakan tingkat kepadatan penduduk sangat besar di Jawa.
Selain itu sistem kehidupan di Jawa yang sangat tradisional dan hidupnya
bergantung pada alam pertanian, telah membentuk etos kerja yang bagus serta
fisik yang kuat masyarakatnya. Oleh karena itulah, Jawa menjadi sumber
penyedia tenaga kerja yang potensial.
Kolonial merasa telah berhasil memusatkan kekuasaan mereka di tanah
Jawa karena sangat potensial baik sumber daya alam maupun manusianya. Sejak
Tanam Paksa, hampir seluruh keluarga petani Jawa dikerahkan untuk melakukan
penanaman tanaman dagang. Selama intensifikasi surplus Batig Slot, jumlah
tenaga kerja semakin ditingkatkan apalagi setelah kolonial menegaskan bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
surplus yang di dapat akan dibagi hasilnya dengan wilayah jajahan, sehingga tidak
ada alasan bagi masyarakat untuk tidak memberikan tenaganya demi memenuhi
neraca Batig Slot.
Namun pada masa perkembangan perusahaan-perusahaan swasta,
pengerahan tenaga kerja rakyat lebih terbuka dan dibebaskan bagi rakyat. Dalam
hal ini, rakyat dikatakan tidak bekerja secara sukarela tetapi mendapatkan upah.
Banyak rakyat yang melihat ini sebagai peluang untuk mendapatkan penghasilan
tambahan dengan bekerja bagi perusahaan swasta. Selain itu, ditahun-tahun
tersebut pertumbuhan penduduk Jawa semakin pesat dengan ditandai angka
kelahiran yang semakin meningkat, contohnya pada tahun 1860 terjadi
peningkatan yang sangat tajam yaitu sekitar 2,4 % per tahun atau dalam kisaran
angka sekitar 12.514.262 jiwa.104 Oleh karena itu, rakyat dituntut untuk
meningkatkan penghasilan mereka guna menghidupi keluarganya. Meski dapat
dikatakan bahwa upah yang diterima dari bekerja di perusahaan-perusahaan
swasta jauh dari layak, tetapi itulah pilihan yang harus diterima rakyat. Rakyat
Jawa menjadi korban kapitalisme kolonial di pertengahan Abad ke-19 yang justru
kelak berpengaruh di perkembangan kehidupan orang Indonesia secara umum itu
sendiri.
Permasalahan utama atau konsekuensi yang di dapatkan pada masa
pelaksanaan kebijakan Batig Slot Politiek ini adalah eksploitasi besar-besaran
tenaga kerja penduduk pribumi. Ini berdampak pada lambatnya kemajuan di
masyarakat terutama bagi kelas menengah bawah. Pendidikan yang sengaja
104 Parakitri Tahi Simbolon, loc.cit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
dibuka untuk penduduk pribumi, pada kenyataannya tidak dapat mereka rasakan
karena pendidikan tersebut hanya bagi kalangan kelas menengah atas. Dapat
dikatakan bahwa masyarakat pibumi masih hidup dalam keterlambatan tingkat
pendidikannya.
Pengaruh lain yang disebabkan adanya Kebijakan Batig Slot Politiek
adalah masyarakat mulai mengenal sistem bagi hasil keuntungan produksi meski
pada prakteknya kurang memihak pada rakyat dan tidak merata. Sistem bagi hasil
yang dikenal pada awalnya hanya sebatas antara pemerintah dengan wilayah
jajahan secara keseluruhan, artinya tidak terjalin antar individu. Selain itu, bagi
hasil keuntungan produksi pada masa Sistem Tanam Paksa sampai pada
Kebijakan Batig Slot, tidak secara fisik diterima oleh masing-masing rakyat tetapi
lebih pada bentuk pembangunan infrastruktur-infrastruktur umum seperti, jalur
kereta api, irigasi, dan sebagainya, sehingga dapat dikatakan bahwa rakyat masih
belum dapat merasakan secara langsung hasil kerja keras mereka dalam
memenuhi dan menaikan derajat kehidupan mereka. Meskipun demikian, adanya
infrastrukur-infrastruktur tersebut, kedepannya memberikan kemudahan-
kemudahan bagi kehidupan masyarakat sekaligus sebagai salah satu awal
terjadinya modernisasi di Hindia-Belanda.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
BAB V
PENUTUP
Pertengahan Abad ke-19, tanah Jawa mengalami masa kolonialisme yang
sangat berat. Tanah Jawa dalam sejarah kolonialisme, menjadi salah satu sentra
ekonomi pertanian yang sangat menjanjikan bagi kolonial. Tanah Jawa dipilih
sebagai pusat monopoli ekonomi karena kondisi alam Jawa yang sangat
menguntungkan. Sumber daya alam terutama tanah yang dimiliki sangat subur
dan luas. Begitu juga dengan sumber daya manusianya yang banyak dan
potensial, menjadi keuntungan tambahan bagi kolonial untuk melegitimasi
kekuasaannya atas wilayah tersebut.
Adanya berbagai kemudahan dan keunggulan-keunggulan tersebut,
menjadikan Jawa sebagai daerah dengan tingkat penjajahan atau kolonialisme
tinggi. Kondisi masyarakat pribumi Jawa pun terhitung sebagai wilayah dengan
kondisi masyarakat yang paling memprihatinkan. Adanya kondisi-kondisi
masyarakat pribumi yang sangat memprihatinkan tersebut, munculah segelintir
tokoh yang berupaya untuk memperbaiki keadaan masyarakat pribumi sekaligus
memulihkan citra kolonial.
Diawali pada masa Tanam Paksa yang digagas oleh Gubernur Jenderal
Van den Bosch di tahun 1830, dikemudian hari membawa tanah Jawa ke banyak
perubahan-perubahan besar. Tanam Paksa berangkat dari keinginan Van den
Bosch untuk mengangkat sisi humanis pemerintah kolonial yang disesuaikan
dengan perkembangan liberalisme pada masa itu. Dalam hal ini, kolonial tetap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
menjalankan monopoli ekonomi mereka atas daerah jajahan terutama Jawa, tetapi
di sisi lain Van den Bosch juga menghendaki agar kolonial juga memperhatikan
kepentingan rakyat. Sesungguhnya yang ingin ditekankan oleh Van den Bosch
adalah peningkatan produksi dengan memperhatikan kebebasan rakyat.
Kebebasan yang dimaksud disini adalah kebebasan bagi rakyat untuk menanam
tanaman yang dikehendaki. Akan tetapi dengan catatan bahwa nilai tanaman yang
harus diserahkan ke kolonial harus senilai dengan harga pajak yang ditentukan,
sementara jika ada surplus, maka surplus tersebut menjadi milik rakyat kembali.
Sistem Van den Bosch tersebut berangkat dari kritik yang dikeluarkannya
atas Sistem Sewa Tanah Raffles yang secara garis besar menghendaki rakyat
menyerahkan pajak berupa uang. Menurut Van den Bosch, berdasarkan kultur
masyarakat pedesaan yang cenderung sangat tradisional, mereka sulit untuk
menyerahkan pajak berupa uang karena secara umum uang belum diterima secara
luas di masyarakat. Van den Bosch berpendapat bahwa hal yang sesuai dengan
kultur masyarakat desa adalah tenaga kerja atau natura. Ia berpendapat bahwa
masyarakat dengan sistem feodalnya yang masih kuat, akan lebih memilih
menyerahkan tenaga mereka untuk menanam daripada menyerahkan pajak berupa
uang yang masih asing bagi mereka. Oleh karena itu, Van den Bosch dengan
Sistem Tanam Paksanya lebih menekankan pada bentuk pajak tanaman yang
menuntut rakyat untuk bekerja demi memenuhi nilai pajak yang telah ditentukan
pemerintah kolonial.
Dalam pelaksanaannya, Sistem Tanam Paksa ternyata tidak sepenuhnya
memenuhi apa yang telah dijanjikan oleh Van den Bosch yaitu kebebasan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
kepentingan rakyat. Disebabkan karena kondisi keuangan negeri Belanda yang
terbelit dengan berbagai hutang serta segala macam pembiayaan, maka sistem ini
semakin diintensifkan. Pengintensifan sistem ini dilakukan dengan berbagai cara,
antara lain perluasan lahan pertanian yang semula hanya 1/5 bagian, meluas
sampai ½ bagian dengan alasan untuk mencegah terjadinya hasil panen yang
buruk. Selain memperluas lahan pertanian, mereka juga meningkatkan tenaga
kerja yang digunakan. Hampir seluruh keluarga petani di Jawa dikerahkan dalam
intensifikasi Tanam Paksa ini demi memenuhi target keuntungan kolonial. Bahkan
surplus yang dijanjikan kolonial untuk dimiliki rakyat, tidak terpenuhi. Hal ini
dikarenakan adanya berbagai penyebab yang membuat hasil tanaman buruk,
sehingga surplus yang seharusnya menjadi milik rakyat harus diserahkan ke
kolonial sebagai pengganti tanaman yang rusak.
Pada akhirnya yang terjadi selama masa Tanam Paksa adalah dualisme
kepentingan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial. Di satu sisi mereka hendak
menjalankan sistem yang di satu sisi menguntungkan kolonial, tetapi di satu sisi
lain mereka juga hendak menerapkan prinsip liberal yang menekankan pada
kebebasan seluas-luasnya bagi pengembangan kesejahteraan setiap orang. Namun
yang terjadi adalah intensifikasi eksploitasi yang lebih besar. Puncaknya pada
beberapa kejadian seperti kelaparan di Demak tahun 1848 dan Grobogan tahun
1849 yang berakibat pada kematian massal penduduk, memberikan pertimbangan
yang besar bagi pemerintah untuk tetap melanjutkan intensifikasi Tanam Paksa
tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
Melihat adanya berbagai ketimpangan yang terjadi selama periode awal
Tanam Paksa serta berbagai macam kritikan dan tekanan dari kaum liberal,
pemerintah berupaya untuk memperbaiki citra mereka dengan mengeluarkan
kebijakan yang dapat memenuhi hal tersebut. Maka pada tahun 1864
dikeluarkanlah suatu peraturan pemerintah atau Comptabiliteits Wet. Peraturan ini
menegaskan bahwa anggaran belanja pemerintah kolonial Belanda di daerah
jajahan, ditentukan berdasarkan undang-undang dari negeri induk. Ini artinya
bahwa akan ada semacam bentuk kesatuan ekonomi antara negeri induk Belanda
dengan negeri jajahan, dimana nantinya segala bentuk pendapatan ataupun
pengeluaran dikenakan kepada dua belah pihak ini. Peraturan ini yang kemudian
mendasari terbentuknya kebijakan ekonomi atau politik ekonomi yang disebut
dengan Kebijakan Batig Slot Politiek. Batig Slot Politiek merupakan neraca
keuntungan bersih Belanda yang di dapat dari surplus pajak yang diperoleh dari
Tanam Paksa. Surplus ini digunakan untuk kepentingan pembelanjaan di Eropa
yaitu di negeri induk Belanda ataupun pembelanjaan di negeri jajahan. Kebijakan
ini disesuaikan dengan prinsip-prinsip liberal yang sedang berkembang pada masa
itu yang menekankan pada prinsip kebebasan.
Pelaksanaan dari kebijakan ini berorientasi untuk meningkatkan surplus
pada neraca Batig Slot yang telah ada sebelumnya. Oleh karena itu, pemerintah
mengintensifkan segala sumber daya yang ada di wilayah jajahan untuk
memenuhi keinginan tersebut. Mereka tetap mempertahankan tanaman-tanaman
dagang yang menguntungkan seperti gula dan kopi dan kemudian penanamannya
diintensifkan. Tenaga kerja rakyat pun juga turut dikerahkan lebih besar untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
memenuhi neraca ini. Ini yang kemudian menjadi persoalan bahwa pada kebijakan
yang menekankan keuntungan bersama, rakyat tetap terekslpoitasi tenaganya
bahkan semakin besar. Bahkan ketika dalam separuh perjalanan pelaksanaan
kebijakan ini, keuntungan yang didapat semakin besar yaitu mencapai 692 juta
gulden. Namun lebih dari setengah jumlah keuntungan tersebut, justru mengalir
ke negeri Belanda yang digunakan untuk segala pembiayaan. Hasilnya adalah
Belanda mengalami perkembangan yang pesat dalam hal teknologi dan
perkapalan. Ironisnya adalah kondisi pribumi yang tidak kunjung mengalami
tingkat kesejahteraan yang diharapkan. Hanya sebagian kecil jumlah surplus
tersebut yang diterima Jawa.
Hal yang menarik dari pelaksanaan Kebijakan Batig Slot Politiek ini
adalah berkembang pesatnya perusahaan-perusahaan swasta di tanah Jawa.
Terutama ketika NHM (Nederlandsche Handelmaatschappij), perusahaan milik
pemerintah kolonial menyediakan modal khususnya tanah kepada perusahaan
swasta, banyak bermunculan perusahaan-perusahaan swasta Eropa yang
berinvestasi di Jawa, apalagi ditambah dengan potensi pulau Jawa yang sangat
menjanjikan keuntungan. Munculnya perusahaan-perusahaan swasta menjadi
penjajahan baru bagi pribumi. Semakin banyaknya perusahan swasta yang
muncul, tenaga rakyat semakin banyak yang tereksploitasi. Hanya saja yang
membedakan adalah perusahaan swasta menggunakan tenaga kerja pribumi
dengan memberikan upah. Sayangnya upah yang diberikan tidaklah sebanding
dengan tenaga yang diberikan. Keuntungan yang didapatkan oleh swasta sangat
besar jika dibandingkan dengan modal yang mereka keluarkan. Sehingga tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
mengherankan jika kemudian investasi mereka berkembang pesat di Jawa sebagai
akibat akumulasi modal mereka.
Kapitalisasi swasta menjadi keuntungan tersendiri bagi kolonial. Dalam
hal ini, kolonial mendapatkan keuntungan dari biaya sewa tanah perusahaan
swasta sekaligus bunga modal dari NHM yang meminjamkan modal mereka ke
perusahaan-perusahaan swasta. Akibatnya, surplus yang didapatkan meningkat
banyak selain yang didapatkan dari penyerahan pajak tanaman.
Selama pelaksanaan Kebijakan Batig Slot Politiek, keuntungan yang
didapat sangatlah besar. Keuntungan ini digunakan untuk pembelanjaan di negeri
Belanda. Akibat adanya pembiayaan yang besar, menimbulkan adanya defisit
keuangan. Defisit ini pun akhirnya dibebankan kepada negeri jajahan karena
pendapatan yang dihasilkan negeri jajahan sangatlah besar sehingga dianggap
cukup untuk menutupi defisit tersebut. Ini yang menimbulkan berbagai macam
kritikan terutama dari golongan-golongan yang kritis terhadap pemerintah
kolonial. Mereka mengatakan bahwa kolonial Belanda memiliki “hutang
kehormatan” terhadap daerah jajahan khususnya Jawa karena mereka telah
mengambil apa yang seharusnya menjadi milik pribumi.
Akibat adanya berbagai macam kecaman yang harus diterima kembali
pemerintah kolonial dari berbagai pihak yang kritis terhadap pemerintah kolonial,
maka pemerintah kolonialpun mempertimbangkan kembali untuk tetap
mempertahankan Kebijakan Batig Slot Politiek. Maka pada tahun 1867,
dikeluarkanlah lagi suatu peraturan pemerintah atau Comtabiliteits wet 1867.
Dalam peraturan tersebut secara tegas memerintahkan untuk melakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
pemisahan secara resmi kesatuan keuangan atau kesatuan ekonomi kolonial
Belanda dengan daerah jajahan. Oleh karena itu, tepat tahun 1867 itulah awal
kolonial harus mulai mengembalikan segala hutang-hutangnya yang disebut
dengan “hutang kehormatan” kepada daerah jajahan. Inilah masa berakhirnya
Batig Slot Politiek, meski masa kolonialisme dan monopoli keuntungan tetap
berlanjut.
Kondisi-kondisi masyarakat Jawa selama dan setelah Kebijakan Batig Slot
Politiek tidak mengalami perubahan yang berarti. Kemiskinan dan tingkat
kesejahteraan yang masih rendah, masih menjadi gambaran umum kondisi
masyarakat Jawa masa itu. Surplus yang dijanjikan kepada rakyat atau bagi hasil
seperti yang tertuang dalam Comtabiliteits wet 1864, tidak sepenuhnya dapat
dinikmati rakyat. Jutaan gulden kas surplus banyak mengalir ke negeri Belanda
untuk segala pembiayaan.
Sementara itu, wilayah jajahan harus menanggung defisit yang dialami
negeri Belanda melalui pembiayaan dari kas yang dimiliki. Oleh karena itulah,
tenaga kerja pribumi dikerahkan demi memenuhi tuntutan tersebut. Melihat
kondisi Pulau Jawa yang tingkat pertumbuhan penduduknya sangat besar serta
potensial, maka mudah bagi kolonial untuk mengerahkan tenaga kerja tersebut.
Itulah yang menyebabkan kondisi masyarakat Jawa sulit mengalami kemajuan
yang berarti karena selalu ditekan dengan adanya tuntutan meningkatkan surplus
sehingga mereka tidak sempat memikirkan kepentingan mereka seperti masalah
pendidikan, dan sebagainya. Meskipun sekolah-sekolah telah mulai didirikan
seperti sekolah guru dan dokter yang didirikan menggunakan keuntungan dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
neraca surplus, tetapi sekolah-sekolah ini masih terbatas untuk kalangan kelas
menengah ke atas.
Keterbelakangan yang dialami oleh masyarakat Jawa, bertambah dengan
munculnya perusahaan-perusahaan swasta yang mengenalkan sistem kapitalisme
kepada mereka. Kapitalisasi berkembang pesat di tanah Jawa setelah ide-ide
liberalisme diperkenalkan di sana, salah satunya melalui kehadiran perusahaan-
perusahaan swasta di sana. Kapitalisme diperkenalkan melalui pengerahan tenaga
kerja rakyat yang dijadikan buruh diperusahaan tersebut dengan upah yang kecil.
Selain itu, penguasaan tanah-tanah rakyat menjadi gambaran lain dari kapitalisme
barat. Perluasan tanah melalui sistem sewa tanah dengan syarat dan jangka waktu
tertentu, menjadi bentuk eksploitasi kapitalisme yang dilakukan swasta di tanah
Jawa.
Namun di sisi lain, tanah Jawa pada periode tahun 1850an, menjadi salah
satu pengekspor terbesar di pasaran internasional dimana produk-produk ekspor
dari Jawa, banyak diminati. Hal ini berpengaruh pada peningkatan pendapatan
pada kas neraca surplus serta meningkatnya nilai jual produk-produk ekspor
tertentu, seperti kopi dan gula. Hal ini yang terus memicu pemerintah kolonial
untuk terus meningkatkan produktifitas tanaman ekspor.
Pengaruh lain dari adanya Kebijakan Batig Slot Politiek ini adalah mulai
dikenalnya sistem bagi hasil keuntungan produksi. Sistem bagi hasil yang dikenal
pada awalnya hanya sebatas antara pemerintah dengan wilayah jajahan secara
keseluruhan, artinya tidak terjalin antar individu. Selain itu, bagi hasil
keuntungan produksi pada masa Sistem Tanam Paksa sampai pada kebijakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
Batig Slot, tidak secara langsung diterima oleh masing-masing rakyat tetapi lebih
pada bentuk pembangunan infrastruktur-infrastruktur umum seperti, jalur kereta
api, irigasi, dan sebagainya, sehingga dapat dikatakan bahwa rakyat masih belum
dapat merasakan secara langsung hasil kerja keras mereka dalam memenuhi dan
menaikan derajat kehidupan mereka. Meskipun demikian, munculnya Kebijakan
Batig Slot telah menjadi sarana dikenalnya sistem ekonomi baru, yang
berkembang di Jawa yaitu sistem bagi hasil.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku Tercetak
Anton Haryono.2011.Sejarah (Sosial) Ekonomi,Teori Metodologi Penelitian danNarasi Kehidupan.Yogyakarta : Penerbit Universitas Sanata Dharma
Booth, Anne; J.O’Malley, William, dan Weidemann, Anna.1988.Sejarah EkonomiIndonesia. Jakarta : LP3ES.
Breman, Jan.1986.Penguasaan Tanah Dan Tenaga Kerja Jawa di Masa Kolonial.Jakarta : LP3ES
Burke, Peter.2003. Sejarah Dan Teori Sosial. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia
Caporaso, James.A dan Levine, David. P.2008.Teori-Teori Ekonomi Politik.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Furnivall, J.S.2009.Hindia-Belanda:Studi tentang Ekonomi Majemuk.Jakarta:Freedom Institute
Gottschalk, Louis.1986.Mengerti Sejarah. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
H.M Vlekke, Bernard.2008.Nusantara Sejarah Indonesia.Jakarta: KPG
Kahin, George McTurman.1995.Nasionalisme dan Revolusi Di Indonesia.Sebelas Maret University Press dan Pustaka Sinar Harapan.
Kuntowijoyo.2003.Metodologi Sejarah, edisi kedua. Yogyakarta : Tiara Wacana
__________.1993. Radikalisasi Petani,Essei-Essei Sejarah.Yogyakarta : PenerbitBentang.
Lombard, Denys.1996. Nusa Jawa:Silang Budaya. Jakarta : PT Gramedia PustakaUtama.
Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto. 1984. Sejarah Nasional Indonesia V.Jakarta : PN.Balai Pustaka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
Miriam Budiardjo.1982. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT.Gramedia.
Niel, Robert van. 2003.Sistem Tanam Paksa Di Jawa. Jakarta : LP3ES.
Prajudi Atmosudirdjo.1984.Sejarah Ekonomi Indonesia, Dari Segi SosiologiSampai Akhir Abad XIX (Disadur dari buku karya D.H Burger ). Jakarta:Pradnya Paramita.
Ricklefs,M.C.2008.Sejarah Indonesia Modern 1200-2008.Jakarta:PT.SerambiIlmu Semesta.
Sartono Kartodirdjo. 1992. Pengantar Sejarah Indonesia Baru:1500-1900 DariEmporium sampai Imperium, jilid 1.Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
__________________.1992.Pengantar Sejarah Indonesia Baru: SejarahPergerakan Nasional Dari Kolonialisme Sampai Nasionalisme, jilid 2.Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Scott, James C.1993.Perlawanan Kaum Petani. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Soediono M.P Tjondronegoro,Gunawan Wiradi.2008.Dua Abad PenguasaanTanah,Pola Penguasaan Tanah Pertanian di Jawa dari Masa keMasa.Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
B. Buku Elektronik
Zanden, J.L van dan Riel, Arthur van.2004.The Strictures of Inheritance: TheDutch Economy in the Nineteenth Century.New Jersey : PrincetonUniversity Press.
http://books.google.co.id/books?id=XxN-W64sEfQC&printsec=frontcover&dq=the+structures+of+inheritance:dutch+economy+in+the+nineteenth+century&hl=id&ei=mFNiTfnnH8rKrAenz43bAg&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=1&ved=0CCkQ6AEwAA#v=onepage&q&f=false
Parakitri Tahi Simbolon.2006.Menjadi Indonesia.Jakarta:Penerbit Buku Kompas.http://books.google.com/books?id=Ii4_gLKFsMYC&pg=PA177&lpg=PA177&dq=jumlah+penduduk+Jawa+pada+tahun+1800an&source=bl&ots=WBZJnpDZdb
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
&sig=3gi5TdUvoL4g0OM3ckrjv-HjvVM&hl=en&ei=FKG-Ta_rM4uKvgOnnPTFBQ&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=5&ved=0CDcQ6AEwBA#v=onepage&q&f=false
C. Website
http://batarahutagalung.blogspot.om/2006/04/batig-slot-dari-cultuurstelsel.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Cultuurstelsel
http:// perubahan-sosial-masyarakat-jawa-abad-19-20.html
http://ppijkt.wordpress.com/2007/12/16/pola-penguasaan-tanah-era-tanam-paksa/
http://staff.ui.ac.id/internal/130891664/material/PHKI-2.pdf
D. Tugas Akhir
Yayuk Endang Irawati.2010.Skripsi “Perkembangan Ekonomi Kolonial danPekerja Anak Di Hindia-Belanda 1870-1930an”.Yogyakarta: IlmuSejarah,FIB,UGM.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI