pikiran rakyat - pustaka ilmiah universitas...

2
Pikiran Rakyat eCUNPAD ) O(NON UNPAD ) ( ) ~--='.".~ -".. . ." ,-"""""" o Senin o Selasa o Rabu o Kamis o Jumat Sabtu o Minggu 12 3 4 5 6 78 9 10 11 12 13 G 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 OJan OPeb o Mar OApr Mei OJun OJul OAgs OSep OOkt ONov ODes Siliwangi, Sudut Pandang Filob gis gunakan aksara dan bahasa Sunda Buhun, aksara Caca- rakan, Pegon, maupun Latin. Bahan yang digunakan terbuat dari lontar, nipah, saeh, dalu- ang, maupun kertas, yang ter- tuang dalam carita sajarah, babad, serta carita fiksijsastra (legenda, mite, saga, fabel), digubah dalam bentuk wawa- can; puisi yang digubah berda- sarkan aturan pupuh (dang- ding). Banyak juga teks yang digubah dalam bentuk prosa/ prosa lirik (terutama naskah buhun yang mengupas tentang sejarah atau silsilah raja). Naskah sebagai objek kajian filologi,yang mengandung "fak- ta filologis" meskipun teksnya mengupas tentang sejarah, dari sudut pandang ilmu sejarah mungkin tidak bisa dikate- gorikan sebagai "fakta sejarah", tetapi lebih kepada "karya sas- tra yang mengandung unsur se- jarah" (fakta sastra). Namun, tidak bijaksana juga andaikan "teks sejarah" yang terkandung dalam naskah itu hanya diang- gap "dongeng" atau "sekadar isapanjempol belaka". Dalam hal ini, para ahli telah menge- sampingkan fakta filologis,fak- ta mental, dan fakta sosial. Kita harus benar-benar meneliti dari beragam sudut pandang ilmu secara multidisipliner, sampai sejauh mana unsur sejarah yang terkandung dalam "teks naskah sejarah" itu. Garapan filologissecara mul- tidisipliner bisa menjadi ilmu bantu dan dibantu oleh ilmu-il- mu lain, seperti linguistik, ilmu sastra, sejarah kebudayaan, pengetahuan bahasa-bahasa yang memengaruhi bahasa teks, agama, maupun antro- pologi dan folklor (Suryani, 2006: 10-29). Hal itu sejalan dengan pendapat Philip Augus Boekh (Suryani, 2006: 3) yang menyatakan, "filologiadalah il- mu pengetahuan tentang segala sesuatu yang pernah diketahui orang". Meskipun demikian, tidak berarti filologadalah "ma- hasegalanya" dalam menaf- sirkan sebuah teks. Dalam hal menafsirkan suatu fakta sejarah atau bukan, tentu saja filologi berbeda dengan ilmu sejarah maupun ilmu sastra (band- ingkan Rosidi, 6 April 2011). Dalam memahami isi teks naskah bisa saja terjadi ke- salahpahaman dan salah pengertian. Bukan hanya an- tara filolog dan yang bukan filolog, tetapi antarfilolog dan arkeolog serta ahli sejarah, se- bagaimana terjadi pada para filolog kahot terdahulu, antara Atja, Saleh Danasasmita, Edi S. ( Ekadjati, Ayatrohaedi, Emuch Hermansoemantri, maupun Amir Sutaarga dan Uka, bahkan antara Undang A Darsa dan penulis sekalipun. Berkaitan dengan isi naskah atau teks sebagai objek kajian filologi, ada yang berupa teks lisan dan teks tulisan. Teks tulisan ada yang berupa tulisan tangan dan tulisan cetakan. Dilihat dari tradisi penyampai- annya, terdapat filologi lisan, filologi naskah, dan filologi Oleh ELlS SURYANI N.S. P RO dan kontra berke- naan dengan tokoh Sili- wangi mengemuka tatkala Ajip Rosidi dalam pida- to penganugerahan doktor ho- noris causa di Universitas Pad- ja-djaran menyatakan, "Prabu Siliwangi adalah tokoh mitos". Sontak saja banyak pihak yang "kurang setuju" atas pernyata- annya itu. Muncul polemik di kalangan budayawan, sesepuh Sunda, tokoh masyarakat, ahli, juga akademisi. Hal itu dise- babkan kesalahpahaman per- sepsi di antara ahli, yang me- mandang sosok Siliwangi dari sudut pandang yang berbeda. Ajip Rosidi "melihat sosok "Prabu Siliwangi" dari fakta sastra ("PR", 6 April 2011). Se- mentara Undang A. Darsa dari fakta filologi ("PR", 26 Maret 2011). Pernyataan keduanya sah-sah saja, sesuai dengan su- dut pandang ilmu dan "ranah- nya" masing-masing, Bila dicermati secara sak- sama, Undang A Darsa tidak menyebutkan secara tersurat bahwa Prabu Siliwangi sebagai tokoh sejarah/secara sejarah sebagaimana dirilisAjipRosidi. Darsa berpendapat, Siliwangi itu "ada" bukan "tokoh do- ngeng", tetapi "gelar bagi raja kerajaan Sunda yang faktanya ada secara filologis melalui naskah". Secara kodikologis maupun tekstologis, berda- sarkan atas fakta filologis, nas- kah yang berkaitan dengan tokoh Siliwangi, ditulis meng- Kliping Humas Unpad 2011

Upload: vuthuy

Post on 06-Feb-2018

255 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pikiran Rakyat - Pustaka Ilmiah Universitas Padjadjaranpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/05/pikiranrakyat... · Sunda Buhun, aksara Caca-rakan, ... mite, saga, fabel), digubah

Pikiran Rakyat eCUNPAD )O(NON UNPAD )

( )~--='.".~ -".. .." ,-""""""o Senin o Selasa o Rabu o Kamis o Jumat • Sabtu o Minggu

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 G 15 1617 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31

OJan OPeb oMar OApr Mei OJun OJul OAgs OSep OOkt ONov ODes

Siliwangi, Sudut Pandang Filob gis

gunakan aksara dan bahasaSunda Buhun, aksara Caca-rakan, Pegon, maupun Latin.Bahan yang digunakan terbuatdari lontar, nipah, saeh, dalu-ang, maupun kertas, yang ter-tuang dalam carita sajarah,babad, serta carita fiksijsastra(legenda, mite, saga, fabel),digubah dalam bentuk wawa-can; puisi yang digubah berda-sarkan aturan pupuh (dang-ding). Banyak juga teks yangdigubah dalam bentuk prosa/prosa lirik (terutama naskahbuhun yang mengupas tentangsejarah atau silsilah raja).Naskah sebagai objek kajian

filologi,yang mengandung "fak-ta filologis" meskipun teksnyamengupas tentang sejarah, darisudut pandang ilmu sejarahmungkin tidak bisa dikate-gorikan sebagai "fakta sejarah",tetapi lebih kepada "karya sas-tra yang mengandung unsur se-jarah" (fakta sastra). Namun,tidak bijaksana juga andaikan"teks sejarah" yang terkandungdalam naskah itu hanya diang-gap "dongeng" atau "sekadarisapanjempol belaka". Dalamhal ini, para ahli telah menge-sampingkan fakta filologis,fak-ta mental, dan fakta sosial. Kitaharus benar-benar meneliti dariberagam sudut pandang ilmusecara multidisipliner, sampaisejauh mana unsur sejarahyang terkandung dalam "teksnaskah sejarah" itu.Garapan filologissecara mul-

tidisipliner bisa menjadi ilmu

bantu dan dibantu oleh ilmu-il-mu lain, seperti linguistik, ilmusastra, sejarah kebudayaan,pengetahuan bahasa-bahasayang memengaruhi bahasateks, agama, maupun antro-pologi dan folklor (Suryani,2006: 10-29). Hal itu sejalandengan pendapat Philip AugusBoekh (Suryani, 2006: 3) yangmenyatakan, "filologiadalah il-mu pengetahuan tentang segalasesuatu yang pernah diketahuiorang". Meskipun demikian,tidak berarti filologadalah "ma-hasegalanya" dalam menaf-sirkan sebuah teks. Dalam halmenafsirkan suatu fakta sejarahatau bukan, tentu saja filologiberbeda dengan ilmu sejarahmaupun ilmu sastra (band-ingkan Rosidi, 6April 2011).Dalam memahami isi teks

naskah bisa saja terjadi ke-salahpahaman dan salahpengertian. Bukan hanya an-tara filolog dan yang bukanfilolog, tetapi antarfilolog danarkeolog serta ahli sejarah, se-bagaimana terjadi pada parafilolog kahot terdahulu, antaraAtja, Saleh Danasasmita, Edi S. (Ekadjati, Ayatrohaedi, EmuchHermansoemantri, maupunAmir Sutaarga dan Uka,bahkan antara Undang ADarsa dan penulis sekalipun.Berkaitan dengan isi naskah

atau teks sebagai objek kajianfilologi, ada yang berupa tekslisan dan teks tulisan. Tekstulisan ada yang berupa tulisantangan dan tulisan cetakan.Dilihat dari tradisi penyampai-annya, terdapat filologi lisan,filologi naskah, dan filologi

Oleh ELlS SURYANI N.S.

PRO dan kontra berke-naan dengan tokoh Sili-wangi mengemuka

tatkala Ajip Rosidi dalam pida-to penganugerahan doktor ho-noris causa di Universitas Pad-ja-djaran menyatakan, "PrabuSiliwangi adalah tokoh mitos".Sontak saja banyak pihak yang"kurang setuju" atas pernyata-annya itu. Muncul polemik dikalangan budayawan, sesepuhSunda, tokoh masyarakat, ahli,juga akademisi. Hal itu dise-babkan kesalahpahaman per-sepsi di antara ahli, yang me-mandang sosok Siliwangi darisudut pandang yang berbeda.Ajip Rosidi "melihat sosok"Prabu Siliwangi" dari faktasastra ("PR", 6 April 2011). Se-mentara Undang A. Darsa darifakta filologi ("PR", 26 Maret2011). Pernyataan keduanyasah-sah saja, sesuai dengan su-dut pandang ilmu dan "ranah-nya" masing-masing,Bila dicermati secara sak-

sama, Undang A Darsa tidakmenyebutkan secara tersuratbahwa Prabu Siliwangi sebagaitokoh sejarah/secara sejarahsebagaimana dirilis Ajip Rosidi.Darsa berpendapat, Siliwangiitu "ada" bukan "tokoh do-ngeng", tetapi "gelar bagi rajakerajaan Sunda yang faktanyaada secara filologis melaluinaskah". Secara kodikologismaupun tekstologis, berda-sarkan atas fakta filologis, nas-kah yang berkaitan dengantokoh Siliwangi, ditulis meng-

Kliping Humas Unpad 2011

Page 2: Pikiran Rakyat - Pustaka Ilmiah Universitas Padjadjaranpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/05/pikiranrakyat... · Sunda Buhun, aksara Caca-rakan, ... mite, saga, fabel), digubah

cetakan (Suryani, 2006: 5).Hubungannya dengan tokoh

Siliwangi, jika dicermati lewatfakta filologi, fakta sosial, faktamental, maupun fakta sastra,sedik:itnyaada empat raja Sun-da yang memiliki julukan danbergelar "Silih Wangi" /Siliwa-ngi yang dikagumi dan masihmelekat serta melegenda sam-pai saat ini, sehingga menjadiikon bagi masyarakat Sunda,yakni Lingga Buana, NiskalaWastu Kancana, Sri BadugaMaharaja, dan Surawisesa.

Julukan Siliwangi yangmelekat dari keempat raja Sun-da muncul karena figur, peri-laku, dan kepemimpinan rajamampu ngretakeun urangreya, "memberdayakan sertamenyejahterakan orangbanyak". Mereka adalah rajayang pada saat memerintahkerajaan Sunda ditandai de-ngan geopolitik yang guncangsekitar abad XVdan XVIM, dikala Barat masuk, saat Ma-japahit runtuh, saat masyarakatagraris mulai berkenalan deng-an ekonomi dagang, serta saatseorang raja mampu memper-luas maupun menyatukankembali daerah kekuasaannya(bandingkan dengan Darsa,"PR", 26 Maret 2011).

Gelar Siliwangi pada masapemerintahan bihari tidak sem-barangan diberikan, tetapiberdasarkan atas pertimbang-an, kesepakatan, serta kebi-jakan dari tiga golongan yangmenentukan roda kekuasaan didunia, dikenal dengan sebutan

,J tri tangtu di buana, yangmeliputiprebu (eksekutif), ra-

ma (legeslatif), dan resi(yudikatif), sebagaimana tercer-min dalam kehidupan Masya-rakat Kanekes Baduy (tangtutelu/tiqa kapuunan). Pemba-gian kekuasaan yang samadalam Masyarakat Adat Kam-pung Naga, dikenal dengansebutan tri tangtu di bumi,yang meliputi tatawilayahwilayah, tatawayah waktu, dantatapolah tingkah laku, yangdipegang oleh kuncen, teb«dan punduh (Suryani & Char-liyan,2010:50-s6;bandingkanDarsa, "PR", 3 April 2011).

Berkenaan dengan tokohSiliwangi sebagai pemimpin,dalam beberapa naskah Sundabuhun maupun prasasti/pia-gem, peruimpin yang memilikisifat Dasa Prasanta/ SanghyangSiksakandang Karesian, Asta-guna/Sanghyang Hayu mau-pun dalam Fragmen CaritaParahiyangan, dan Carita Para-hiyangan atau Prasasti Batu-tulis dan Kawali serta PiagemKabantenan dan lainnya, ada-lah figur pemimpin ideal yangsudah ngarajaresiflegendaris(istilah penulis, diartikan sudahmumpuni dan sudah maren/Iengser dari keprabuannya, dandigelari Siliwangi/Silih Wangi,"raja yang harum namanya",karena raja sebagai tokoh se-cara legendaris melalui faktafilologis, fakta sastra, faktasosial, maupun fakta mentaltelah mampu memberdayakanserta menyejahterakan orangbanyak). ***

Penulis, dosen, dan pemer-hati budaya Unpad.