petunjuk praktikum pj 2013 br
DESCRIPTION
PjTRANSCRIPT
MODUL
Praktikum Penginderaan Jauh
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
JURUSAN P IPS FKIP-UNS
2013
DISUSUN OLEH :
Rahning Utomowati, S.Si, M.Sc.
Gentur Adi Tjahjono, S.Si
1
ACARA I PENGENALAN OBYEK PADA BERBAGAI CITRA
(Pengamatan Secara Monoskopis)
I. TUJUAN : Memberikan ketrampilan kepada mahasiswa agar dapat melakukan
pengenalan dan identifikasi obyek pada berbagai jenis citra dengan
berdasarkan unsur-unsur interpretasi citra
II. BAHAN & ALAT : Foto Udara pankromatik berwarna,foto udara pankromatik hitam putih,
foto udara inframerah berwarna, citra Ikonos, plastik transparansi, kertas
kalkir, spidol OHP, dan alat tulis menulis
III. DASAR TEORI :
Pengenalan obyek merupakan bagian yang vital dalam kegiatan interpretasi citra. Tanpa
dikenali identitas dan jenis obyek yang tergambar pada citra, tidak mungkin dapat dilakukan analisis
lebih lanjut untuk memecahkan berbagai permasalahan yang akan diteliti.
Foto udara merupakan jenis citra tertua dalam penginderaan jauh, dan telah lama
dikembangkan (sehubungan dengan ketersediaan foto dan alat interpretasinya serta kemudahan
dalam interpretasinya). Gambaran pada foto udara lebih mirip dengan wujud aslinya di medan dan
lebih terperinci apabila dibandingkan dengan gambaran pada citra lainnya. Sebagai akibatnya, unsur
interpretasi citra pada foto udara adalah yang paling lengkap. Unsur interpretasi citra terdiri : rona
atau warna, bentuk, ukuran, tekstur, pola, tinggi, banyangan, situs, dan asosiasi.
Citra merupakan gambaran yang terekam oleh kamera atau sensor lainnya. Interpretasi citra
merupakan kegiatan mengkaji citra dan atau foto udara dengan maksud untuk mengidentifikasi
obyek dan menilai arti pentingnya obyek. Dengan demikian, penafsir citra/ intepreter berupaya
untuk mengenali obyek yang tergambar pada citra dan menerjemahkannya ke dalam disiplin ilmu
tertentu seperti geografi, pertanian, ekologi, dsb.
Dalam pengenalan obyek pada citra, terdapat tiga rangkaian kegiatan yang diperlukan
meliputi deteksi, identifikasi, dan analisis. Deteksi adalah pengamatan atas adanya suatu obyek, atau
penentuan ada atau tidaknya obyek pada citra. Deteksi merupakan tahap paling awal dalam kegiatan
interpretasi citra. Keterangan atau informasi yang diperoleh pada tahap deteksi masih bersifat global.
Identifikasi merupakan upaya mencirikan obyek yang telah dideteksi dengan menggunakan
keterangan yang cukup. Keterangan atau informasi yang diperoleh pada tahap identifikasi bersifat
setengah terperinci. Pada tahap analisis, dengan berdasarkan hasil identifikasi, dikumpulkan
keterangan-keterangan lebih lanjut atau keterangan selengkap-lengkapnya. Informasi atau
keterangan yang diperoleh pada tahap analisis bersifat terperinci.
2
Asas pengenalan obyek pada citra, dilakukan melalui pelacakan atau tracing tiga variasi
(perbedaan) yaitu variasi spektral, variasi spasial, dan veriasi temporal. Prinsip pengenalan obyek
pada citra mendasarkan atas penyidikan karakteristiknya pada citra. Karakteristik obyek yang
tergambar pada citra dan digunakan untuk mengenali obyek disebut unsur interpretasi citra, yang
terdiri dari :
1. Rona dan Warna
Rona merupakan tingkat kegelapan/ kehitaman pada citra, dan pada umumnya rona
dibedakan menjadi putih, kelabu putih, kelabu hitam, dan hitam. Dalam interpretasi citra, rona dan
warna merupakan kunci utama untuk pengenalan obyek, sehingga rona dan warna disebut unsur
dasar atau unsur interpretasi primer. Contoh pengenalan obyek berdasarkan pada rona : pada foto
pankromatik, air nampak dengan rona gelap, namun air akan nampak dengan rona cerah apabila air
tersebut dangkal, deras alirannya, keruh, atau gabungan di antaranya.
2. Bentuk
Bentuk merupakan atribut yang jelas, sehingga banyak obyek yang dapat dikenali
berdasarkan bentuknya saja. Contoh pengenalan obyek berdasarkan bentuk : tajuk pohon palma
berbentuk bintang, tajuk pohon pinus berbentuk kerucut, dan tajuk bambu berbentuk bulu-bulu.
3. Ukuran
Ukuran merupakan atribut obyek yang antara lain berupa jarak, luas, tinggi, lereng, dan
volume. Ukuran obyek pada citra merupakan fungsi skala, sehingga dalam interpretasi citra harus
selalu diperhatikan skalanya. Contoh pengenalan obyek berdasarkan ukuran : lapangan sepakbola,
disamping dicirikan dari bentuknya yang persegi panjang, lebih dicirikan dari ukurannya yaitu 100m x
80m.
4. Tekstur
Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra,atau pengulangan rona kelompok obyek
yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual. Tekstur sering dinyatakan dalam tekstur kasar,
sedang, dan halus. Contoh pengenalan obyek berdasarkan tekstur : hutan bertekstur kasar, belukar
bertekstur sedang, dan semak bertekstur halus.
5. Pola
Pola atau susunan keruangan merupakan ciri yang menandai bagi banyak obyek bentukan
manusia dan bebrapa obyek alamiah. Contoh pengenalan obyek berdasarkan pola : kebun karet,
kopi, dikenali dari pola larikan dan jarak tanamnya yang teratur.
6. Bayangan
3
Bayangan bersifat menyembunyikan obyek yang berada di daerah gelap, sehingga obyek
yang tertutup bayangan akan samar atau tidak tampak sama sekali. Namun bayangan sering
merupakan kunci pengenalan yang penting dari obyek yang justru lebih tampak dari bayangannya.
Contoh pengenalan obyek berdasarkan bayangan : lereng yang curam, lebih mudah dikenali dari
bayangannya
7. Situs Situs diartikan sebagai letak obyek terhadap obyek lain di sekitarnya. Situs bukan merupakan
ciri obyek secara langsung, melainkan dalam kaitannya dengan lingkungan sekitar. Contoh
pengenalan obyek berdasarkan situs : sawah, situsnya di dataran aluvial
8. Asosiasi Beberapa obyek sering berasosiasi erat dengan obyek lain sehingga suatu obyek dapat
ditandai dengan obyek lainnya. Asosiasi ini lebih besar manfaatnya dalam mengenali obyek bentukan
manusia. Contoh pengenalan obyek berdasarkan asosiasi : stasiun kereta api berasosiasi dengan rel,
lapangan sepak bola berasosiasi dengan gawang, dsb.
Citra Foto atau Foto Udara adalah foto yang dibuat atau direkam dengan pesawat udara atau
wahana lain, menggunakan kamera sebagai sensornya, menggunakan bagian spektrum tampak mata
atau perluasannya yaitu spektrum ultraviolet dekat dan inframerah dekat. Foto udara merupakan
jenis citra yang paling tua dalam penginderaan jauh dan paling banyak digunakan, karena berbagai
alasan antara lain : caranya sederhana, tidak mahal, mempunyai resolusi spasial baik (karena foto
udara berskala besar), integritas geometriknya baik (data jarak, luas, arah, ketinggian, dan lereng)
lengkap.
Jenis-jenis foto udara, dapat dibedakan berdasarkan atas : Spektrum elektromagnetik
(panjang gelombang) yang digunakan, arah sumbu kamera, sudut pandang/liputan kamera, jenis
kamera, dan berdasarkan wahana. Berdasarkan spektrum elektromagnetik yang digunakan, foto
udara dibedakan menjadi :
1. Foto Udara Ultraviolet, yaitu foto udara yang dibuat dengan menggunakan spektrum ultraviolet
(panjang gelombang 0,3 – 0,4 μm). Foto udara ini merupakan jenis foto udara dalam
pengembangan.
2. Foto Udara Ortokromatik, yaitu foto udara yang dibuat dengan menggunakan spektrum dari
saluran biru hingga saluran hijau (panjang gelombang 0,4 – 0,56 μm). Foto udara Ortokromatik
mempunyai rona yang lemah (tidak tajam), tetapi mempunyai daya tembus air yang besar
(hingga 20 m), sehingga baik untuk studi pantai/kelautan dan studi vegetasi.
3. Foto Udara Pankromatik, yaitu foto udara yang dibuat dengan menggunakan seluruh spektrum
tampak (panjang gelombang 0,4 – 0,7 μm). Foto Pankromatik ini kepekaannya sama dengan
4
mata manusia, sehingga mudah diinterpretasi. Kesan yang terlihat pada foto sama wujudnya
dengan wujud di lapangan (pada foto pankromatik berwarna). Obyek yang banyak memantulkan
tenaga, pada foto nampak dengan rona cerah, sedangkan obyek yang banyak menyerap tenaga,
ronanya nampak gelap pada foto. Informasi metrik pada foto udara pankromatik lebih baik,
mempunyai resolusi spasial halus, sehingga batas antar obyek jelas.
4. Foto Udara Inframerah, yaitu foto udara yang dibuat dengan menggunakan spektrum
inframerah dekat (panjang gelombang 0,7 – 0,9 μm, 0,7 – 1,2 μm, dan 0,55 – 0,9 μm). Foto udara
inframerah ini baik untuk studi vegetasi, dan mempunyai daya tembus yang besar terhadap
kabut tipis (sehingga memungkinkan dilakukan pemotretan dari pesawat terbang yang tinggi).
Foto udara inframerah juga mempunyai daya serap air yang besar (beberapa desimeter saja air
nampak gelap), sehingga baik untuk studi hidrologi.
5. Foto Udara Multiband/ Multispektral, yaitu foto udara yang dibuat dengan menggunakan
bagian-bagian spektrum yang lebih sempit, dan perekaman dilakukan pada saat bersamaan.
Pada umumnya dibuat dengan empat saluran yaitu : biru (0,4 – 0,5 μm), hijau ( 0,5 – 0,6 μm),
merah (0,7 – 0,8 μm), dan inframerah (0,8 – 0,9 μm). Foto yang dihasilkan mempunyai format
kecil, dan menghasilkan banyak data.
Penginderaan Jauh merupakan salah satu teknologi informasi spasial yang perkembangannya
cukup pesat, dan sangat membantu dalam kajian Geografi. Dengan segala keunggulan yang
dimilikinya, penginderaan jauh banyak membantu geografiwan sebagai sumber data dalam
perolehan data spasial maupun dalam analisis geografi. Citra penginderaan jauh menyajikan data
permukaan bumi secara lengkap dan mirip dengan letak dan wujudnya di permukaan bumi,dan
merupakan model medan ikonik,
Perkembangan penginderaan jauh yang cukup pesat memunculkan berbagai jenis citra
penginderaan jauh yang mempunyai resolusi yang baik. Selain citra foto (foto udara
konvensional), foto udara small format, foto udara digital, juga berkembang citra non foto seperti :
Landsat 1-7, SPOT 2-5, IKONOS, Quickbird, MODIS-tera, NOAA, dan sebagainya, sehingga sangat
banyak informasi permukaan bumi yang dapat diperoleh. Citra IKONOS mempunyai resolusi spasial 1
meter, sehingga setiap obyek yang berukuran 1 meter persegi di lapangan, akan tergambar. Selain itu
resolusi spektral citra IKONOS juga cukup baik, karena merupakan citra multispektral. Dengan
resolusi spasial dan spektral yang sangat baik tersebut, citra IKONOS dapat menggambarkan medan
dan permukaan bumi secara detil, sehingga sangat membantu dalam analisis spasial yang merupakan
inti kajian Geografi.
IV. INSTRUKSI / TUGAS :
5
1. Amati berbagai foto udara dan citra yang digunakan sebagai bahan praktikum. Catat jenis foto
udara dan informasi tepi foto udara yang digunakan (misal nomor foto, skala, daerah liputan,
tahun pemotretan, dll)
2. Delineasi semua obyek yang ada pada foto udara (pada plastik transparansi)
3. Lakukan pengenalan berbagai obyek yang ada pada foto udara, baik untuk : man made features
dan natural features. Untuk pengenalan obyek, gunakan unsur interpretasi citra.
4. Lakukan pengenalan obyek pada jenis foto udara yang lain, dengan menggunakan unsur
interpretasi citra
5. Hasil delineasi dan pengenalan obyek, gambarkan ke dalam bentuk peta tentatif (dalam kertas
kalkir, dan gunakan kaidah kartografis)
6. Lakukan analisis terhadap kemudahan pengenalan obyek pada berbagai foto udara yang
digunakan
6
ACARA II
INTERPRETASI CITRA UNTUK KAJIAN PENGGUNAAN LAHAN (INTERPRETASI SECARA STEREOSKOPIS)
I. TUJUAN : - Memberi ketrampilan kepada mahasiswa untuk praktik interpretasi citra secara stereoskopis
- Memberi ketrampilan kepada mahasiswa untuk interpretasi citra guna penyadapan informasi penggunaan lahan
II. BAHAN & ALAT : Foto Udara, plastik transparansi, kertas kalkir, spidol OHP, dan alat tulis menulis, stereoskop.
III. DASAR TEORI :
Citra merupakan gambaran yang terekam oleh kamera atau sensor lainnya. Interpretasi citra
merupakan kegiatan mengkaji citra dan atau foto udara dengan maksud untuk mengidentifikasi
obyek dan menilai arti pentingnya obyek. Dengan demikian, penafsir citra/ intepreter berupaya
untuk mengenali obyek yang tergambar pada citra dan menerjemahkannya ke dalam disiplin ilmu
tertentu seperti geografi, pertanian, ekologi, dsb.
Dalam pengenalan obyek pada citra, terdapat tiga rangkaian kegiatan yang diperlukan
meliputi deteksi, identifikasi, dan analisis. Deteksi adalah pengamatan atas adanya suatu obyek, atau
penentuan ada atau tidaknya obyek pada citra. Deteksi merupakan tahap paling awal dalam kegiatan
interpretasi citra. Keterangan atau informasi yang diperoleh pada tahap deteksi masih bersifat global.
Identifikasi merupakan upaya mencirikan obyek yang telah dideteksi dengan menggunakan
keterangan yang cukup. Keterangan atau informasi yang diperoleh pada tahap identifikasi bersifat
setengah terperinci. Pada tahap analisis, dengan berdasarkan hasil identifikasi, dikumpulkan
keterangan-keterangan lebih lanjut atau keterangan selengkap-lengkapnya. Informasi atau
keterangan yang diperoleh pada tahap analisis bersifat terperinci.
Asas pengenalan obyek pada citra, dilakukan melalui pelacakan atau tracing tiga variasi
(perbedaan) yaitu variasi spektral, variasi spasial, dan veriasi temporal.
1. Variasi Spektral : merupakan perbedaan sifat atau karakteristik spektral obyek. Setiap obyek di
permukaan bumi mempunyai karakteristik spektral yang khas/ berbeda-beda dalam interaksinya
dengan tenaga yang digunakan dalam penginderaan jauh (panjang gelombang tenaga
elektromagnetik yang digunakan). Sebagai contoh, air mempunyai sifat menyerap banyak tenaga dan
sedikit memantulkan tenaga, sehingga pada citra air akan nampak dengan rona gelap. Berbeda
halnya dengan es, batu kapur, atau seng, obyek-obyek tersebut mempunyai sifat banyak
memantulkan tenaga, sehingga pada citra akan nampak dengan rona cerah.
2. Variasi Spasial : merupakan perbedaan pola keruangan, yang meliputi : ukuran, bentuk, tinggi,
luas, dsb. Bentuk yang terdapat pada citra atau foto udara sesuai dengan bentuk atau wujud aslinya
7
di medan, sehingga dari bentuk yang terdapat pada citra atau foto udara kita dapat mengenali obyek.
Misalnya, sungai dapat dikenali pada citra atau foto udara dari bentuknya yang memanjang dan
berkelak-kelok. Sungai, jalan, dan jalan kereta api, akan mempunyai bentuk yang berbeda-beda
meskipun sama-sama unsur memanjang. Jalan misalnya, dapat dibedakan dengan sungai, dilihat dari
bentuknya yang memanjang dan relatif lurus.
3. Variasi Temporal : merupakan perbedaan ujud obyek yang direkam pada saat yang berbeda atau
perekaman pada saat yang sama tetapi umur obyek berbeda. Misalnya, pada foto pankromatik hitam
putih, sungai yang direkam pada musim kemarau akan berbeda ronanya dengan sungai yang
perekamnnya pada musim penghujan. Genteng rumah yang direkam pada saat masih baru, ronanya
akan nampak lebih cerah apabila dibandingkan dengan genteng lama.
Interpretasi foto udara dapat dilakukan secara monoskopis (tanpa menggunakan alat)
maupun stereoskopis (menggunakan stereoskop). Berbagai jenis citra tertentu (antara lain foto
udara, citra SPOT), dapat diamati secara stereoskopis. Syarat untuk melakukan pengamatan
stereoskopis antara lain:
a. Foto udara harus menggambarkan daerah yang sama (bertampalan), sehingga terdapat paralaks
pada daerah pertampalan. Paralaks adalah perubahan letak obyek terhadap titik acuan, yang
diakibatkan oleh perubahan lokasi pengamatan/lokasi pemotretan.
b. Sumbu kamera pada saat pemotretan kurang lebih terletak pada satu bidang vertikal
c. Perbandingan antara basis udara dan tinggi terbang (base height ratio, B/H) mempunyai nilai
tertentu, idealnya adalah 0,25
d. Skala foto yang berpasangan harus seragam. Perbedaan skala hingga 15% masih dapat
digunakan, namun pengukuran teliti diupayakan tidak melebihi 5 %
Foto udara merupakan sumber informasi yang penting untuk memperoleh informasi tentang
penggunaan lahan dan perubahannya. Informasi penggunaan lahan pada foto udara dapat diketahui
berdasarkan penutup lahannya. Selain itu foto udara multi temporal dapat digunakan untuk
memantau perubahan penggunaan lahan sepanjang waktu (Lillesand & Kiefer, 1979). Dengan
keunggulan-keunggulan tersebut, foto udara merupakan alternatif yang baik untuk perolehan
informasi penggunaan dan perubahan penggunaan lahan, karena dengan penggunaan foto udara,
pemborosan waktu, tenaga, dan biaya dapat ditekan.
Penggunaan lahan adalah segala campur tangan manusia baik secara permanen maupun
siklis terhadap suatu kumpulan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan yang secara keseluruhan
disebut lahan dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan baik kebendaan maupun spiritual (
Malingreau, 1982). Arsyad (1989:207) mengemukakan bahwa penggunaan lahan merupakan setiap
bentuk investasi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup
baik material maupun spiritual.
8
Lahan merupakan tempat berlangsungnya segala aktivitas manusia dalam rangka memenuhi
kebutuhan hidupnya. Segala aktivitas manusia akan selalu terkait dengan lahan, sehingga interaksi
antara manusia dengan lahan (lingkungan) di sekitarnya akan tercermin dalam berbagai bentuk
penggunaan lahan. Penggunaan lahan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu kondisi fisik
lingkungan, kondisi perekonomian masyarakat, perkembangan teknologi, dan kebijakan pemerintah
daerah setempat. Menurut I Made Sandy (1977), jumlah penduduk dan perubahannya, penyebaran
dan bidang nafkahnya, serta organisasi masyarakat merupakan faktor-faktor penentu dalam pola
maupun arah kecenderungan penggunaan tanah di suatu daerah.
Salah satu permasalahan yang penting untuk diperhatikan dalam kajian penggunaan lahan
adalah masalah klasifikasi penggunaan lahan. Klasifikasi adalah penetapan obyek-obyek kenampakan
atau unit-unit menjadi kumpulan-kumpulan di dalam suatu sistem pengelompokan yang dibedakan
berdasarkan sifat-sifat khusus atau berdasarkan kandungan isinya. (Malingreau.1978: 7). Dalam
klasifikasi penggunaan lahan, harus diperhatikan skala peta dasar yang digunakan, karena skala peta
yang digunakan akan berpengaruh pada klasifikasi penggunaan lahannya. Pada foto udara skala kecil
informasi yang dapat disadap berupa klasifikasi penggunaan lahan pada tingkat 1, seperti lahan
pertanian, lahan kota, lahan hutan, tubuh air dan lain sebagainya. Foto udara skala sedang digunakan
untuk perolehan klasifikasi penggunaan lahan tingkat 2, misalnya rincian kota berupa permukiman,
daerah perdagangan, daerah rekreasi, dan lain-lain. Foto udara skala besar digunakan untuk
memperoleh klasifikasi penggunaan lahan tingkat 3, misalnya daerah permukiman yang teratur,
setengah teratur, dan tidak teratur.
Peranan penginderaan jauh sangat besar di dalam sistem informasi data dan pengelolaannya,
salah satu peranannya adalah untuk mendeteksi perubahan (Everett dan Simonett (1976), dalam
Sutanto (1992). Foto udara merupakan sumber informasi yang penting mengenai perubahan tata
guna lahan sepanjang waktu (Paine, 1981). Citra satelit seperti citra Landsat TM dan citra SPOT juga
dapat digunakan untuk mendeteksi perubahan penggunaan lahan, namun penggunaan citra tersebut
hanya sesuai untuk pemetaan skala kecil dan untuk cakupan daerah yang luas. Dengan munculnya
citra IKONOS, memungkinkan pemanfaatannya untuk kajian perubahan penggunaan lahan skala
detil.
IV. INTRUKSI / TUGAS :
1. Dari foto udara yang telah disiapkan, lakukan interpretasi citra secara stereoskopis. Langkah-
langkah untuk pengamatan secara stereoskopis sbb :
- Memasang sepasang foto udara yang akan diintepretasi (foto udara yang bertampalan)
- Menentukan titik pusat dan titik pindahan foto udara
9
- Melakukan pengamatan secara stereoskopis (dengan cara mengggeser-geser foto udara
sedemikian rupa sehingga titik pusat foto 1 dan titik pusat pindahan foto 1 seolah-olah
nampak menjadi satu/menumpuk)
- Membatasi daerah efektif foto udara
- Mendelineasi semua kenampakan yang ada pada foto udara
- Melakukan interpretasi penggunaan lahan pada foto udara, dengan menggunakan unsur
interpretasi citra, dan mendasarkan pada pelacakan variasi spektral, spasial, dan temporal)
2. Lakukan analisis hasil interpretasi, baik analisis tentang cara interpretasi (bandingkan dengan
interpretasi secara monoskopis), maupun analisis hasil interpretasinya (kajian penggunaan
lahannya)
3. Gambarkan hasil interpretasi ke dalam bentuk peta tentatif (dalam kertas kalkir, dan gunakan
kaidah kartografis)
Lampiran : Contoh Klasifikasi Penggunaan Lahan
Tabel. Klasifikasi Liputan Lahan/ Penggunaan Lahan skala 1 : 25. 000; skala 1 : 50.000; skala 1 :
63.500; dan skala 1 : 100.000
No Kategori liputan lahan/ Penggunaan lahan Keterangan
1. Perkampungan Kampung Kuburan Emplasement
2. Lahan pertanian Sawah 2X setahun Sawah 1X setahun Sawah 1X setahun padi, dan 1X setahun bukan padi Ladang berpindah
3. Lahan perkebunan Karet Kopi Dan sebagainya
4. Kebun Sawah yang ditanami sayuran dan tidak pernah di
tanami padi Kebun kering dengan bermacam-macam tanaman
5. Hutan Hutan lebat Hutan belukar Hutan sejenis
6. Kolam-kolam ikan
7. Rawa
8. Ladang tandus : secara ekonomi tidak termasuk no.6
9. Lahan tandus : Hutan penggembalaan
10. Lain-lain
Sumber : Kartono, et al (1989: 87)
10
11
Tabel. Klasifikasi Liputan Lahan/ Penggunaan Lahan Untuk Pemetaan Tematik Dasar di Indonesia.
Tingkat I Tingkat II Tingkat III
1. Daerah perkotaan dan terbangun
a. Permukiman perkotaan Permukiman perkotaan
b. Perdagangan, jasa, Indus tri Perdagangan, jasa, industri
c. Kelembagaan Kelembagaan
d. Transportasi, komunikasi Transportasi, komunikasi
e. Lahan terbangun lainnya Lahan terbangun lainnya
f. Bukan lahan terbangun Bukan lahan terbangun
2. Daerah pedesaan a. Permukiman pedesaan Permukiman pedesaan
b. Lahan bervegetasi diusa- hakan Sawah irigasi
Sawah tadah hujan
Sawah pasang surut
Tegalan
Perkebunan
c. Lahan bervegetasi tidak diusahakan
Hutan lahan kering
Hutan lahan basah
Belukar
Semak
Rumput
d. Lahan tidak bervegetasi (lahan kosong )
Lahan terbuka
Lahar dan lava
Beting pantai
Gosong pantai
Gumuk pasir
e. Tubuh perairan Danau
Waduk
Tambak
Rawa
Sungai
f. Kelurusan Kelurusan
Sumber : Malingreau (1977: 15)
12
ACARA III
INTERPRETASI CITRA UNTUK KAJIAN PERKOTAAN
I. TUJUAN : Memberikan ketrampilan kepada mahasiswa agar dapat melakukan interpretasi
citra untuk kajian perkotaan melalui pengamatan stereoskopis
II. BAHAN & ALAT : Foto Udara, plastik transparansi, kertas kalkir, spidol OHP, dan alat tulis menulis,
stereoskop.
III. DASAR TEORI :
Citra merupakan gambaran yang terekam oleh kamera atau sensor lainnya. Interpretasi citra
merupakan kegiatan mengkaji citra dan atau foto udara dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek dan
menilai arti pentingnya obyek. Dengan demikian, penafsir citra/ intepreter berupaya untuk mengenali obyek
yang tergambar pada citra dan menerjemahkannya ke dalam disiplin ilmu tertentu seperti geografi, pertanian,
ekologi, dsb. Di dalam pengenalan obyek pada citra, terdapat tiga rangkaian kegiatan yang diperlukan meliputi
deteksi, identifikasi, dan analisis. Asas pengenalan obyek pada citra, dilakukan melalui pelacakan atau tracing
tiga variasi (perbedaan) yaitu variasi spektral, variasi spasial, dan veriasi temporal.
Penginderaan jauh dalam perkembangannya mempunyai nilai terapan yang sangat tinggi,hal ini terjadi
karena penginderaan jauh dapat diadopsi oleh hampir setiap ilmu pengetahuan yang mempunyai obyek studi
permukaan bumi. Dalam bidang Geografi, pemanfaatan penginderaan jauh ini sangat menonjol, karena
penginderaan jauh banyak membantu geografiwan di dalam perolehan data spasial maupun di dalam analisis
geografi, baik analisis spasial, ekologikal, dan kompleks kewilayahan.
Foto udara pankromatik hitam putih merupakan foto udara yang dibuat dengan menggunakan
spektrum tampak (0.36 m - 0.72 m ). Kepekaan foto udara pankromatik hitam putih hampir sama dengan
kepekaan mata manusia sehingga mempermudah untuk interpretasi. Resolusi spasialnya halus sehingga batas
antar obyek terlihat dengan jelas. Foto udara pankromatik hitam putih merupakan foto yang paling banyak
digunakan (Paine, 1981). Menurut Cowell (1976) dalam Sutanto (1992) ada empat keunggulan foto udara
Pankromatik Hitam Putih yaitu :
a) Kesan rona obyek sama dengan kesan mata yang memandang obyeknya karena kepekaan film sama
dengan kepekaan mata manusia.
b) Resolusi spasialnya halus, resolusi yang halus memungkinkan pengenalan obyek yang berukuran kecil.
c) Stabilitas dimensionalnya tinggi sehingga banyak digunakan dalam bidang fotogrametri
d) Film pankromatik telah banyak dikembangkan sehingga orang telah terbiasa untuk menggunakannya.
Foto udara merupakan sumber informasi yang penting untuk memperoleh informasi tentang
penggunaan lahan dan perubahannya. Informasi penggunaan lahan pada foto udara dapat diketahui
berdasarkan penutup lahannya. Selain itu foto udara multi temporal dapat digunakan untuk memantau
perubahan penggunaan lahan sepanjang waktu (Lillesand & Kiefer, 1979). Dengan keunggulan-keunggulan
tersebut, foto udara merupakan alternatif yang baik untuk perolehan informasi penggunaan dan perubahan
penggunaan lahan, karena dengan penggunaan foto udara, pemborosan waktu, tenaga, dan biaya dapat
ditekan.
13
Dengan keunggulan-keunggulan yang dimilikinya, selain untuk perolehan informasi penggunaan lahan,
foto udara juga sangat baik digunakan untuk kajian perkotaan, antara lain untuk kajian jaringan transportasi,
ketersediaan open space (lahan terbuka), kajian ketersediaan lahan pertanian, kajian permukiman (pola
permukiman, kepadatan permukiman), kajian struktur kota (desa atau kota), dan lain-lain.
Dalam kegiatan interpretasi citra, untuk memperoleh gambaran daerah yang akan diinterpretasi
secara utuh, perlu disusun mozaik foto. Mozaik foto merupakan paduan dua lembar atau lebih foto udara/
citra yang saling bertampalan untuk menggambarkan suatu daerah dalam satu lembar foto secara utuh.
Penyusunan mozaik foto dilakukan dengan menyambung / menggabungkan bagian foto yang bertampalan.
Contoh penyusunan mozaik :
Foto 1 Foto 2 Foto 3
Mozaik dibedakan menjadi : mozaik terkontrol, mozaik tak terkontrol dan mozaik setengah terkontrol.
Mozaik terkontrol disusun dari foto udara yang telah mengalami rektifikasi (penghilangan kesalahan akibat
kemiringan sumbu kamera) dan ratioing (penyeragaman skala di seluruh bagian foto). Mozaik tak terkontrol
disusun dari foto yang tidak dilakukan penyesuaian skala dan ukuran lainnya. Pada mozaik terkontrol,
digunakan titik kontrol, sedangkan pada mozaik tak terkontrol tidak ada titik kontrol medan. Mozaik setengah
14
terkontrol merupakan gabungan dari mozaik terkontrol dan mozaik tak terkontrol. Mozaik setengan terkontrol
dapat dibuat dari foto tanpa rektifikasi tetapi dengan menggunakan titik kontrol di medan, atau foto yang
direktifikasi tetapi tanpa titik kontrol medan (Paine, 1981, dalam Sutanto, 1994).
Manfaat penyusunan mozaik adalah : (1). Diperoleh gambaran umum daerah yang akan diinterpretasi,
(2).Penempatan titik-titik kontrol tepi (wing point) guna penyusunan peta hasil interpretasi foto stereoskopis,
(3). Membantu penentuan batas liputa efektif pada pertampalan samping, (4). Perencanaan kerja lapangan
(jalar lintas, jadwal verja Medan, dll), dan (5). Peta verja bagi darah yang belum ada petanya
IV. INTRUKSI / TUGAS :
1. Susun beberapa foto udara yang telah disiapkan menjadi satu mozaik foto udara (sesuai dengan kelompok
yang telah dibuat)
2. Siapkan pengamatan citra secara stereoskopis.
3. Pilih salah satu tema kajian berikut : ( misalkan :
- Penggunaan lahan, dengan tema khusus jenis penggunaan lahan tertentu, misalkan : ketersediaan lahan
pertanian, ketersediaan open space / lahan terbuka
- Jaringan transportasi
- Permukiman (sebaran, pola, kepadatan permukiman), dan lain-lain.
Satu mahasiswa memilih satu tema kajian (disesuaikan dengan fenomena geografis yang ada pada foto
udara)
4. Lakukan interpretasi citra, sesuai tema kajian yang dipilih
5. Gambarkan hasil interpretasi ke dalam bentuk peta tentatif (dalam kertas kalkir, dan gunakan kaidah
kartografis)
6. Lakukan analisis hasil interpretasi, baik analisis tentang cara interpretasi, maupun analisis hasil
interpretasinya (sesuai tema kajian yang dipilih)
15
ACARA IV
INTERPRETASI CITRA IKONOS UNTUK KAJIAN PERKOTAAN
I. TUJUAN : Memberikan ketrampilan kepada mahasiswa agar dapat melakukan interpretasi
citra untuk penyadapan data/ informasi dari citra Ikonos untuk kajian perkotaan
II. BAHAN & ALAT : Citra Ikonos, plastik transparansi, kertas kalkir, spidol OHP, dan alat tulis menulis.
III. DASAR TEORI :
Citra merupakan gambaran yang terekam oleh kamera atau sensor lainnya. Interpretasi citra
merupakan kegiatan mengkaji citra dan atau foto udara dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek dan
menilai arti pentingnya obyek. Dengan demikian, penafsir citra/ intepreter berupaya untuk mengenali obyek
yang tergambar pada citra dan menerjemahkannya ke dalam disiplin ilmu tertentu seperti geografi, pertanian,
ekologi, dsb. Di dalam pengenalan obyek pada citra, terdapat tiga rangkaian kegiatan yang diperlukan meliputi
deteksi, identifikasi, dan analisis. Asas pengenalan obyek pada citra, dilakukan melalui pelacakan atau tracing
tiga variasi (perbedaan) yaitu variasi spektral, variasi spasial, dan veriasi temporal.
Penginderaan Jauh merupakan salah satu teknologi informasi spasial yang perkembangannya cukup
pesat, dan sangat membantu dalam kajian Geografi. Perkembangan penginderaan jauh yang cukup pesat
memunculkan berbagai jenis citra penginderaan jauh yang mempunyai resolusi yang baik. Dengan segala
keunggulan yang dimilikinya, penginderaan jauh banyak membantu geografiwan sebagai sumber data dalam
perolehan data spasial maupun dalam analisis geografi. Salah satu jenis citra beresolusi tinggi yang
berkembang adalah Citra IKONOS. Satelit IKONOS merupakan satelit komersil pertama yang dioperasikan
dengan tingkat ketelitian 1 meter untuk model pankromatik dan 4 meter untuk model multispektral yang
merupakan milik Space Imaging Agency (USA), dan berhasil memproduksi citra satelit inderaja dengan
ketelitian 235 kali ketelitian citra Landsat -7 band pankromatik. Dengan teknik “Pan Sharpening”, citra
pankromatik 1 meter dapat dikombinasikan dengan citra multispektral 4 meter. Saluran pankromatik
menggunakan panjang gelombang (0.45 m - 0.90 m ) dan multispektral dengan 3 saluran pada panjang
gelombang tampak (visible) serta satu saluran inframerah dekat. Tabel berikut menunjukkan band-band
spektral yang terdapat pada sensor IKONOS.
Tabel 1. Band Spektral Pada Sensor IKONOS
Tipe Data Julat Spektral (μm)
Pankromatik 0.45 – 0.90
Multispektral Band 1 0.45 – 0.53 (Biru)
Multispektral Band 2 0.52 – 0.61 (Hijau)
Multispektral Band 3 0.64 – 0.72 (Merah)
Multispektral Band 4 0.77 – 0.88 (Inframerah Dekat)
Semua produk Ikonos menggunakan datum WGS 84 dan proyeksi yang digunakan adalah UTM,
Tranverse Mecator, Albers Conical Equal Area dan Lambert Conformal Conic (Spaceimaging, 2001)
16
Produk Satelit IKONOS dapat dibedakan dalam tiga tingkatan berdasarkan tingkat akurasi posisinya,
yaitu :
1. Georectified Product (Geo) : merupakan produk ideal untuk pengamatan visual dan interpretasi, karena
produk ini sudah direktifikasi pada datum & sistem proyeksi peta
2. Orthorectified Product : Pada produk ini telah dilakukan ortorektifikasi pada ellipsoid & proyeksi peta
tertentu. Orthorektifikasi dilakukan untuk menghilangkan distorsi citra akibat kesalahan geometrik dan
pergeseran relief. Jenis Precision dan Precision Plus merupakan produk yang mempunyai tingkat akurasi
ketelitian yang tinggi, karena telah menggunakan titik control tanah maupun DEM (Digital Elevation
Model). Jenis Presicion Plus bukan merupakan produk standar, dan hanya disediakan untuk golongan
tertentu.
3. Stereo Product : Produk ini hanya dapat digunakan oleh lembaga pemerintahan saja. Stereo Product
menggunakan film kamera model Rational Polynomial Coefisient (RCP), yang menyediakan model data
kamera dengan paket program untuk fotogrammetri dengan koordinat 3D, DEM dan citra yang telah
diorthorektifikasi.
Dengan resolusi spasial 1 meter, maka setiap obyek yang berukuran 1 meter persegi di lapangan,
akan tergambar pada citra IKONOS. Selain itu resolusi spektral citra IKONOS juga cukup baik, karena merupakan
citra multispektral. Dengan keunggulan-keunggulan yang dimilikinya (resolusi spasial dan spektral yang sangat
baik), citra IKONOS sangat bermanfaat dan merupakan alternatif yang baik untuk perolehan informasi yang
bersifat rinci. Untuk kajian perkotaan, diperlukan informasi yang bersifat rinci. Hal tersebut mengingat bahwa
kota merupakan perwujudan geografis yang sangat dinamis perkembangannya, antara lain dicirikan oleh
penggunaan lahan yang intensif dan persil lahannya yang sempit, akibat persaingan penggunaan lahan di
perkotaan yang sangat tinggi. Dengan padatnya bangunan di daerah perkotaan, akan menjadi permasalahan
tersendiri dalam hal perolehan informasi perkotaan apabila perolehan informasi dilakukan secara terstrial.
Dengan demikian, citra Ikonos sangat bermanfaat dan menjadi alternatif yang baik untuk kajian perkotaan yang
pada umumnya memerlukan informasi yang rinci. Informasi tentang penggunaan lahan, jaringan transportasi,
ketersediaan open space (lahan terbuka), perkembangan permukiman, kualitas permukiman di perkotaan dan
lain-lain, dapat diperoleh melalui citra Ikonos.
IV. INTRUKSI / TUGAS :
1. Susun beberapa citra Ikonos yang telah disiapkan menjadi satu mozaik citra (sesuai dengan kelompok yang
telah dibuat)
2. Pilih salah satu tema kajian berikut (satu kelompok satu tema) :
- Sebaran, Pola, dan perkembangan permukiman
- Kualitas permukiman
- Ketersediaan dan tingkat kecukupan open space / lahan terbuka
- Ketersediaan lahan pertanian dan daya dukung lahan
- Sebaran fasilitas kota (misal : fasilitas kesehatan, pendidikan, perdagangan, dll) dan tingkat kecukupannya
3. Lakukan interpretasi citra, sesuai tema kajian yang dipilih
17
4. Untuk mendukung hasil analisis, gunakan data acuan (bisa diperoleh antara lain dari catatan statistik,
hasil penelitian sebelumnya, dll)
5. Gambarkan hasil interpretasi ke dalam bentuk peta tentatif (dalam kertas kalkir, dan gunakan kaidah
kartografis)
6. Lakukan analisis hasil interpretasi, baik analisis tentang cara interpretasi, maupun analisis hasil
interpretasinya (sesuai tema kajian yang dipilih)
18
ACARA V
INTERPRETASI CITRA UNTUK PENGENALAN BENTUK LAHAN
I. TUJUAN : Mahasiswa agar dapat melakukan interpretasi citra untuk pengenalan bentuk lahan
secara stereoskopis
II. BAHAN & ALAT : Foto Udara, Citra Ikonos, plastik transparansi, kertas kalkir, spidol OHP, dan alat
tulis menulis, stereoskop cermin.
III. DASAR TEORI :
Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuklahan (landform), yang penekanannya
pada genesa, bentuk, dan distribusi (persebaran). Bentuklahan menurut Howard & Spok (1940), adalah setiap
unsur bentanglahan (landscape) yang dicirikan oleh ekspresi permukaan yang jelas, struktur internal atau
kedua-duanya dan menjadi pembeda yang mencolok dalam mendiskripsi fisiografik suatu daerah.
Menurut Verstappen (1977), dalam identifikasi dan pengenalan bentuklahan melalui citra
penginderaan jauh, terdapat 3 kriteria untuk identifikasi yaitu berdasarkan pada :
a. Bentuk atau relief
Citra yang stereoskopis dapat menyajikan aspek bentuk lebih jelas
Kesan bayangan memperjelas bentuk pada citra non stereoskopis.
b. Density (Grey tone) atau color tone pada citra berwarna
Perbedaan daerah spektrum yang digunakan akan dapat mengakibatkan perbedaan rona
Sistem dari citra yang digunakan perlu tetap dipertahankan dalam interpretasi karena sistem
mempengaruhi density
Perbedaan obyek dapat menimbulkan beda rona.
c. Lokasi, terutama landscape ecologic situation
Pada citra, lokasi dapat tercermin pada density atau dapat pula oleh relief
Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam analisis sitematis untuk identifikasi bentuklahan,
adalah ;
a. Pendekatan Pola (Pattern Approach) : Cara ini mirip dengan survey land system, yaitu daerah studi dipilahkan
menjadi satuan-satuan bentanglahan utama, kemudian masing-masing dipecah menjadi satuan yang lebih
terinci. Sebagai pola dasar pemilahan biasanya adalah : bentuk, pola pengaliran, kenampakan erosi,
vegetasi dan bentang budaya. Cara ini disebut juga landscape analysis dimana satuan landscape yang
dihasilkan kurang lebih sama dengan satuan landform, tetapi tidak selalu tepat.
b. Pendekatan Geomorfologis atau Fisiografis : lahan dibedakan menjadi satuan-satuan geomorfologi
berdasarkan pertimbangan genesis (asal usul). Hal tersebut mengingat bahwa genesis dari berbagai
kenampakan menunjukkan sifat yang terkandung dan potensi ekonomi. Cara ini lebih baik untuk maksud
terapan, misalnya untuk pendekatan di dalam survey tanah, hidrologi, dan sebagainya.
19
c. Pendekatan Unsur atau Parameter : Cara ini mendasarkan pada ketiga kriteria tersebut masing-masing
secara terpisah, sehingga dapat menghasilkan satuan-satuan geomorfologi yang lebih tepat dan rinci.
Bentuklahan dapat dikenali berdasarkan interpretasi citra dan foto udara. Identifikasi bentuklahan
mengacu pada kriteria yang dikemukakan oleh Verstappen (1977) yang meliputi kriteria relief, kriteria
densitas, dan kriteria lokasi. Kriteria relief berhubungan dengan bentuk dari kenampakan vertikal dan
horisontal. Kriteria densitas berhubungan dengan rona foto udara yang digunakan, sedangkan kriteria lokasi
berhubungan dengan situs dan lokasi ekologis bentuklahan.
IV. INTRUKSI / TUGAS :
1. Siapkan foto udara atau citra yang akan diinterpretasi
2. Susun foto udara atau citra yang akan didinterpretasi menjadi mozaik citra
3. Lakukan delineasi bentuk lahan yang ada pada foto udara atau citra
4. Lakukan interpretasi bentuk lahan yang ada pada foto udara atau citra menggunakan beberapa parameter
untuk pengenalannya, gunakan tabel berikut :
No Obyek Bentuk Pola Aliran Materi Lereng Lokasi Bntk Lahan
V1 …….... …….... …….... …….... …….... …….... Kipas aluvial
F1 …….... …….... …….... …….... …….... …….... Dataran banjir
5. Lakukan analisis hasil interpretasi (bagaimana bentuk lahan yang ada pada daerah liputan, dan bagaimana
interpretasi geomorfologi daerah yang terliput pada foto udara tersebut)
6. Gambarkan hasil interpretasi ke dalam bentuk peta tentatif (dalam kertas kalkir, dan gunakan kaidah
kartografis)
20
ACARA VI
INTERPRETASI CITRA UNTUK PENILAIAN KARAKTERISTIK LAHAN (UNTUK PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH)
I. TUJUAN :
1. Mahasiswa dapat melakukan penilaian karakteristik lahan melalui interpretasi citra
2. Mahasiswa dapat melakukan perencanaan pengembangan wilayah berdasarkan hasil interpretasi citra
II. BAHAN & ALAT : Citra Ikonos, kertas kalkir, komputer (hardware),software (Google earth, ArcView)
dan alat tulis menulis.
III. DASAR TEORI :
Dewasa ini pemanfaatan teknologi penginderaan jauh semakin berkembang pesat, baik dalam hal
bidang terapannya maupun frekuensi pemanfaatannya. Hal ini disebabkan karena penginderaan jauh
memungkinkan perolehan informasi permukaan bumi secara cepat dan lebih murah dibandingkan dengan cara
terestrial, dengan ketelitian yang cukup akurat. Citra penginderaan jauh menggambarkan obyek, daerah, atau
gejala di permukaan bumi dengan : (a) ujud dan letak obyek yang mirip dengan ujud dan letaknya di
permukaan bumi, (b) relatif lengkap, (c) meliput daerah yang luas, dan (d) permanen. Dalam bidang Geografi,
penginderaan jauh banyak membantu geografiwan di dalam perolehan data spasial maupun di dalam analisis
spasial yang merupakan ciri kajian geografi. Dengan kelebihannya tersebut, citra penginderaan jauh dapat
dimanfaatkan sebagai sumber data utama untuk berbagai bidang kajian, terutama untuk pengelolaan
sumberdaya alam.
Dari citra penginderaan jauh, dapat disadap informasi lahan, baik informasi fisik maupun informasi
sosial ekonomi. Dalam kajian perencanaan pengembangan wilayah, citra penginderaan jauh merupakan
sumber data utama yang penting, karena citra penginderaan jauh mampu menyajikan informasi lahan secara
up to date. Berdasarkan informasi fisik lahan yang dapat disadap dari citra penginderaan jauh, akan dapat
ditentukan bagaimana garis besar perencanaan pengembangan wilayah dapat dilakukan, juga sebagai rambu-
rambu sejauh mana perencanaan pengembangan wilayah dapat dilakukan.
Penyadapan data penginderaan jauh, dilakukan melalui kegiatan interpretasi citra. Interpretasi
adalah proses mengenali dan mengkaji mengenai objek, wilayah dan fenomena pada citra penginderaan jauh
dengan maksud untuk mendapatkan informasi mengenai objek, wilayah, atau fenomena tersebut (Lillesand
dan Kiefer, 1990).
Interpretasi citra dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Interpretasi secara
langsung, diartikan sebagai penyadapan data berdasarkan gambaran/ kenampakan yang secara langsung dapat
terlihat pada citra (misalkan pola aliran, bentuk, dsb). Interpretasi secara tidak langsung, berarti bahwa
informasi yang disadap dari citra bukan berdasar kepada gambaran yang nampak secara langsung pada citra,
melainkan berdasarkan deduksi/ penarikan kesimpulan dari gambaran yang nampak langsung pada citra (misal
informasi tentang ketersediaan air tanah, dapat dideduksi dari bentuk lahannya).
Perkembangan penginderaan jauh yang cukup pesat memunculkan berbagai jenis citra
penginderaan jauh yang mempunyai resolusi yang baik. Dengan segala keunggulan yang dimilikinya,
21
penginderaan jauh banyak membantu geografiwan sebagai sumber data dalam perolehan data spasial maupun
dalam analisis geografi. Salah satu jenis citra beresolusi tinggi yang berkembang adalah Citra IKONOS. Satelit
IKONOS merupakan satelit komersil pertama yang dioperasikan dengan tingkat ketelitian 1 meter untuk model
pankromatik dan 4 meter untuk model multispektral yang merupakan milik Space Imaging Agency (USA), dan
berhasil memproduksi citra satelit inderaja dengan ketelitian 235 kali ketelitian citra Landsat -7 band
pankromatik. Dengan teknik “Pan Sharpening”, citra pankromatik 1 meter dapat dikombinasikan dengan citra
multispektral 4 meter. Saluran pankromatik menggunakan panjang gelombang (0.45 m - 0.90 m ) dan
multispektral dengan 3 saluran pada panjang gelombang tampak (visible) serta satu saluran inframerah dekat.
Dengan resolusi spasialnya yang cukup tinggi, citra Ikonos memungkinkan penyadapan data dengan skala rinci.
Informasi tentang karakteristik lahan yang diperlukan dalam kegiatan perencanaan pengembangan wilayah
dapat disadap dari Citra Ikonos.
IV. INTRUKSI / TUGAS :
1. Siapkan citra Ikonos yang akan diditerpretasi, dengan cara mendownload citra dari Google Earth.
2. Lakukan cropping pada citra yang akan diinterpretasi, cropping citra dipilih sedemikian rupa sehingga
menggambarkan bentuk lahan yang bervariatif.
3. Lakukan delineasi bentuk lahan dengan digitasi on screen
4. Lakukan interpretasi citra secara visual untuk penyadapan data karakteristik lahan (secara kualitatif), dan
masukkan ke dalam tabel berikut :
Tabel Karakteristik Lahan dari Citra
No Bentuk Lahan
Karakteristik Lahan
Kmrngn Lereng
Krptn Aliran Kdlmn Tanah Drainase Permukaan Land Use
1
2
3
5. Gambarkan hasil interpretasi ke dalam bentuk peta tentatif digital , dan gunakan kaidah kartografis
6. Berdasarkan hasil interpretasi, lakukan analisis bagaimana perencanaan
pengembangan wilayah yang dapat dilakukan pada daerah yang
didinterpretasi (misalkan perencanaan penggunaan lahannya).
7. Apabila diperlukan, selain karakteristik lahan, interpertasi juga data-data sosial ekonomi sebagai
pendukung perencanaan pengembangan wilayah
8. Lakukan analisis hasil interpretasi, baik analisis tentang cara interpretasi, maupun analisis hasil
interpretasinya.
22