perumusan strategi bisnis pt.bprs bina amwalul hasanah...
TRANSCRIPT
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertumbuhan jumlah perbankan syariah di Indonesia dari periode tahun 2011
sampai dengan tahun 2015 hanya sebesar 1 (satu) persen. Bank Umum Syariah
mengalami peningkatan dari 11 unit di periode tahun 2011 menjadi 12 unit pada
periode tahun 2015, Unit Usaha Syariah mengalami penurunan dari 24 unit di
periode tahun 2012 menjadi 22 unit pada periode tahun 2015, dan Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah pada periode tahun 2011 mengalami peningkatan dari 155 unit
menjadi 158 unit pada periode tahun 2012 dan meningkat kembali pada periode
tahun 2013 sebesar 163 unit, seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Jumlah bank syariah di Indonesia tahun 2011 – 2015
Keterangan Jumlah Bank (Unit) CAGR
(%) 2011 2012 2013 2014 2015
Bank Umum Syariah 11 11 11 12 12 2.20
Unit Usaha Syariah 24 24 23 22 22 -2.15
BPR Syariah 155 158 163 163 163 1.27 Sumber: Bank Indonesia, November (2016)
Trend pertambahan (jumlah) perbankan syariah relatif tidak mengalami
perubahan yang signifikan. Jumlah unit BUS hanya bertambah satu dengan
Cumulative Average Growth Rate (CAGR) sebesar 2.20 persen. Sedangkan
perubahan terlihat pada UUS yang mengalami penurunan dengan CAGR sebesar
-2.15 persen. Hal ini dapat disebabkan perubahan dari Unit Usaha Syariah menjadi
Bank Umum Syariah atau dari Unit Usaha Syariah kembali menjadi bank
konvensional. Potensi penambahan terlihat pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
yang mengalami pertumbuhan dengan CAGR sebesar 1.27 persen selama periode
tahun 2011sampai dengan tahun2015.
Pertumbuhan industri perbankan syariah yang masih rendah ini berkaitan
dengan pertumbuhan aset, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK), pembiayaan
yang disalurkan, Finance to Deposit Ratio (FDR) dan Non Performing Financing
(NPF). Menurut laporan Bank Indonesia (2016), kinerja perbankan syariah dari
periode tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 mengalami pertumbuhan, seperti
terlihat pada Tabel 2. Faktor makro ekonomi berpengaruh terhadap jumlah
pembiayaan dan NPF perbankan syariah meskipun tidak secara nyata dalam kurun
waktu pendek, namun dalam kurun waktu panjang faktor makro ekonomi yang
berpengaruh terhadap pembiayaan dan NPF perbankan syariah, seperti tingkat
pembiayaan, inflasi, nisbah bagi hasil dan jumlah uang beredar (Wibowo 2014).
Capital Adecuaty Ratio (CAR) merupakan faktor yang berpengaruh signifikan
terhadap pembiayaan bermasalah (NPF) pada bank umum syariah di Indonesia
(Asnaini 2014). Selain CAR, tingkat margin pembiayaan merupakan faktor penting
lainnya yang berpengaruh terhadap pembiayaan bermasalah (NPF), terutama pada
pembiayaan mudharabah yang sangat responsif terhadap perubahan pertumbuhan
ekonomi (Aryani 2016).
2
Tabel 2 Kinerja perbankan syariah di Indonesia tahun 2011 – 2015
Keterangan Tahun CAGR
(%) 2011 2012 2013 2014 2015
Aset (Miliar Rupiah) 148 987 199 717 248 110 278 917 304 001 19.52
DPK (Miliar Rupiah) 117 510 150 450 187 200 221 887 235 977 19.04
Pembiayaan (Miliar Rupiah) 105 331 151 059 188 555 254 565 276 500 27.29
FDR (%) 89.64 100.40 100.72 114.73 117.17 6.93
NPF (%) 2.61 2.31 2.71 3.65 3.60 8.32
Sumber: Bank Indonesia, November (2016)
Pertumbuhan aset perbankan syariah di Indonesia dari periode tahun 2011
sampai dengan tahun 2015 berdasarkan Cumulative Average Growth Rate (CAGR)
sebesar 19.52 persen, meningkat dari Rp. 148 987 miliar menjadi Rp. 304
001miliar. Pertumbuhan aset ini disebabkan adanya pertumbuhan simpanan Dana
Pihak Ketiga (DPK) baik giro, tabungan dan deposito dari bank syariah pada
periode tahun 2015 sebesar Rp. 235 977 miliar atau tumbuh 19.04 persen CAGR
dibandingkan dengan periode tahun 2011 yang hanya sebesar Rp. 117 510 miliar.
Simpanan DPK yang mengalami pertumbuhan mendorong bank syariah melakukan
untuk menyalurkan dananya dalam bentuk pembiayaan kepada masyarakat, baik
kepada Unit Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) maupun non UMKM.
Pertumbuhan pembiayaan bank syariah pada periode tahun 2015 mencapai Rp. 276
500 miliar atau tumbuh sebesar 27.29 persen CAGR dibandingkan dengan periode
tahun 2011 yang hanya sebesar Rp. 105 331 miliar. Pembiayaan bank syariah
berpengaruh terhadap Finance to Deposit Ratio (FDR), pada periode tahun 2011
FDR perbankan syariah mencapai 89.64 persen dan tumbuh sebesar 6.93 persen
CAGR atau sebesar 117.17 persen pada periode tahun 2015. Perbankan syariah
Indonesia memiliki rasio Non Performing Financing (NFP) yang meningkat dari
periode tahun 2011 sebesar 2.61 persen menjadi 3.60 persen atau tumbuh 8.32
persen CAGR pada periode tahun 2015, hal ini menunjukkan bahwa dari periode
tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 perbankan syariah di Indonesia relatif stabil
dengan nilai rasio NPF masih dibawah standar yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia, yaitu 5 (lima) persen.
Pertumbuhan pembiayaan atau kredit UMKM menurut data Bank Indonesia
dari periode tahun 2011 sebesar Rp. 479 887 miliar meningkat menjadi Rp. 830 656
miliar atau tumbuh 14.70 persen CAGR pada periode tahun 2015. Pertumbuhan
pembiayaan atau kredit non UMKM dari periode tahun 2011 sampai dengan tahun
2015 sebesar 17.09 persen CAGR atau meningkat dari Rp. 1 779 976 miliar menjadi
Rp. 3 345 787 miliar, seperti yang terihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Posisi kredit UMKM dan kredit non UMKM tahun 2011 – 2015
Keterangan Posisi Baki Debet (Miliar Rupiah) CAGR
(%) 2011 2012 2013 2014 2015
Kredit UMKM 479 887 552 226 639 472 767 578 830 656 14.70
Kredit Non UMKM
1 779 976
2 226 731
2 744 759 3 012 537 3 345 787 17.09
Sumber: Bank Indonesia, September 2016
Bank persero masih mendominasi dalam pemberian pembiayaan atau kredit
kepada UMKM, yaitu sebesar Rp. 386.717 miliar pada periode tahun 2015,
meningkat sebesar 14.80 persen CAGR dari periode tahun 2011 yang hanya sebesar
3
Rp. 222.645 miliar. Bank lainnya, seperti Bank swasta nasional devisa tumbuh
sebesar 12.74 persen CAGR. Bank swasta nasional non devisa tumbuh sebesar
29.18 persen, Bank BPD yang tumbuh sebesar 14.88 persen, BPR dan BPRS yang
juga tumbuh sebesar 16.63 persen, kemudian diikuti oleh Bank campuran yang
tumbuh sebesar 19.43 persen. Berbeda dengan Bank asing yang justru mengalami
penurunan sebesar -15.62 persen, seperti yang terlihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Posisi baki debet UMKM menurut kelompok bank tahun 2011 - 2015
Keterangan Posisi Baki Debet (Miliar Rupiah) CAGR
(%) 2011 2012 2013 2014 2015
Bank Persero 222 645 242 861 304 751 344 937 386 717 14.80
Bank Swasta Nasional Devisa
176 925 205 731 217 529 269 955 285 788 12.74
Bank Swasta Nasional Non Devisa
17 309 23 260 27 572 45 854 48 206 29.18
BPD 31 314 45 082 46 896 53 377 54 541 14.88
Bank Campuran 6 651 8 750 11 379 13 467 13 532 19.43 Bank Asing 3 320 713 697 4 247 1 683 -15.62 BPR – BPRS 21 723 25 830 30 648 35 741 40 189 16.63
Sumber: Bank Indonesia, September (2016)
Berdasarkan data Bank Indonesia terlihat bahwa marketshare terbesar masih
didominasi oleh bank persero sebesar 46.56 persen. Marketshare BPR dan BPRS
hanya sebesar 4.86 persen, lebih rendah bila dibandingkan dengan bank lainnya,
seperti bank swasta nasional devisa, BPD dan bank swasta nasional non devisa
memiliki marketshare sebesar 34.41 persen, 6.57 persen dan 5.80 persen, sementara
market share untuk bank campuran dan bank asing adalah sebesar 1.63 persen dan
0.20 persen. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.
Sumber: Bank Indonesia (2015)
Gambar 1 Marketshare kredit UMKM menurut kelompok bank tahun 2015
BPRS sebagai bank syariah mikro yang mempunyai konsep pelayanan jemput
bola langsung kepada masyarakat kecil dalam penghimpunan dana (tabungan dan
deposito) dan menyalurkan pembiayaan kepada masyarakat kecil, terutama para
unit usaha mikro dan unit usaha kecil, masih belum mampu berkembang dalam hal
4
pembiayaan dan penghimpunan dana yang menjadi tujuan bisnisnya. Kebijakan
dari Bank Indonesia yang mendorong bank umum baik bank syariah maupun bank
konvensional yang masuk ke sektor UMKM dan pemberian Kredit Usaha Rakyat
(KUR) menyebabkan semakin sulitnya bagi BPRS untuk dapat bersaing. Kebijakan
office chanelling memberikan dampak yang cukup signifikan dan sangat
berpengaruh terhadap pembiayaan syariah pada sektor UKM (Sastrawan 2014).
Penyaluran pembiayaan kepada sektor UKM oleh bank syariah melalui sistem bagi
hasil dapat memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak, sehingga kinerja
pembiayaan bagi sektor UKM yang dilakukan oleh bank syariah dapat dijadikan
dasar penilaian keberhasilan dalam memperoleh keuntungan bersih (net profit),
return on assets (ROA) dan cash flow (Chandra 2008). Dana Pihak Ketiga (DPK),
return on asset (ROA), inflasi, dan PDB bepengaruh positif terhadap pembiayaan
murabahah. Sedangkan CAR dan tingkat suku bunga kredit berpengaruh negatif
terhadap pembiayaan murabahah. Kemudian, Non Performing Financing (NPF)
dan BOPO tidak berpengaruh terhadap jumlah pembiayaan murabahah (Ali dan
Miftahurrohman, 2016).
Bank umum, baik bank persero (BUMN dan swasta), bank BPD, bank swasta
devisa dan bank non devisa yang masuk ke sektor UMKM secara agresif, dan
didukung oleh modal yang kuat, sumber daya manusia yang handal dan teknologi
yang maju, serta penawaran margin yang lebih rendah, menjadi acaman yang cukup
serius bagi keberlangsungan bisnis BPRS. Bank umum tentunya telah
mempersiapkan strategi yang baik dan tepat untuk masuk dan merebut pangsa pasar
dari bisnis BPRS, baik simpanan DPK dan penyaluran pembiayaan atau kredit
dengan memperluas jaringan bisnis melalui unit-unit layanan mikro yang langsung
berhadapan dengan nasabah atau debitur. Penelitian Sulistiani (2013) menunjukan
bahwa organisasi perusahaan dapat dikatakan mempunyai keunggulan yang
berkesinambungan apabila konsumen dapat merasakan adanya perbedaan antara
produk perusahaan dan pesaingnya, yaitu adanya nilai keunggulan bersaing berupa
core competence yang menekankan pada koordinasi antara production skills dan
teknologi.
Salah satu strategi bank umum masuk ke dalam pasar pembiayaan BPRS
adalah dengan memberikan nilai jumlah pembiayaan yang lebih besar dan jangka
waktu yang lebih lama, serta margin yang lebih kecil. Berbeda dengan BPRS yang
memberikan jumlah pembiayaan yang terbatas, jangka waktu yang relatif lebih
pendek, dan margin pembiayaan yang lebih besar. Menurut Otoritas Jasa Keuangan
pada Rakernas dan Seminar Nasional Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat
Indonesia di Pontianak, tahun 2016 menyatakan bahwa kelemahan BPR dan BPRS
yaitu modal, manajemen, pengelolaan yang baik dan sistem IT akan berdampak
terhadap (1) terbatasnya produk dan layanan yang disediakan oleh BPR atau BPRS;
(2) sulitnya mendapatkan sumber dana murah, sehingga menyebabkan tingginya
biaya dana; (3) tidak tercapainya economic of scale menyebabkan inefisensi; (4)
biaya overhead yang tinggi disebabkan oleh biaya tenaga kerja yang cukup besar.
Kebijakan pemerintah yang menurunkan suku bunga kredit, program penyaluran
KUR dengan suku bunga yang lebih kecil oleh bank umum, kewajiban bagi bank
umum untuk menyalurkan kreditnya kepada UMKM, dan adanya persaingan
dengan lembaga keuangan lainnya, seperti koperasi, LKM, dan BMT. Kondisi ini
menjadi tantangan yang cukup berat bagi BPR dan BPRS untuk meningkatkan
kinerjanya.
5
Atas dasar latar belakang masalah tersebut diatas, maka dapat disimpulkan
terjadinya suatu kesenjangan (gap) antara teori yang selama ini dianggap benar dan
selalu diterapkan pada industri perbankan dengan kondisi empiris bisnis perbankan.
Hal tersebut diperkuat dengan adanya beberapa riset gap antara peneliti satu dengan
peneliti yang lain. Dengan peran strategis yang dimiliki BPR atau BPRS maka perlu
ada dukungan dari berbagai pihak agar BPR atau BPRS dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik dan berkelanjutan (sustainable). Dalam perjalanannya,
banyak BPR atau BPRS yang eksis dan tumbuh menjadi besar, bahkan ada BPR
atau BPRS yang memiliki aset lebih besar dari pada Bank Umum atau Bank Umum
Syariah. Meskipun demikian, tidak sedikit BPR atau BPRS yang berdiri mengalami
kegagalan, banyak masalah, lalu bubar atau tetap berjalan tapi dalam kondisi yang
tidak sehat. Seperti yang dialami PT BPRS Bina Amwalul Hasanah yang beroperasi
di wilayah Depok yang tetap berjalan tapi dalam kondisi yang tidak sehat.
PT BPRS Bina Amwalul Hasanah sebagai sebuah entitas perusahaan, dalam
pendiriannya pastilah juga memiliki tujuan. Tujuan pokok tersebut antara lain:
memperoleh keuntungan, meningkatkan nilai perusahaan dan mempertahankan
kelangsungan hidupnya. Dalam mencapai tujuannya, PT BPRS Bina Amwalul
Hasanah dihadapkan dengan permasalahan yang komplek baik dari dalam maupun
dari luar perusahaan. Faktor eksternal meliputi lingkungan industri (industry
environment) dan lingkungan bisnis makro (macro environment), yaitu ekonomi,
politik, hukum, teknologi dan sosial budaya. Faktor internal meliputi semua jenis
fungsional, yaitu manajemen, pemasaran, keuangan, operasi, sumber daya insani,
penelitian dan pengembangan, sistem informasi manajemen dan budaya
perusahaan.
PT BPRS Bina Amwalul Hasanah sebagai perusahaan di bidang jasa
keuangan mikro syariah, tentunya juga dihadapkan pada kondisi lingkungan yang
mempengaruhi terhadap pencapaian tujuan yang sesuai dengan visi dan misinya.
Dengan demikian, perusahaan perlu membuat analisis lingkungan bisnisnya untuk
menentukan kebijakan-kebijakan bisnisnya yang dituangkan dalam manjemen
strategi. Penelitian mengenai manajemen strategi telah banyak dilakukan oleh
peneliti sebelumnya pada perusahaan-perusahaan besar baik dibidang manufaktur
maupun jasa termasuk industri keuangan perbankan. Penelitian manajemen strategi
pada bisnis jasa keuangan mikro syariah BPRS merupakan penelitian yang menarik
karena bisnis ini termasuk fenomena yang sedang tumbuh subur. Karena skala
usahanya yang relatif kecil, banyak BPRS yang dikelola ala kadarnya tanpa
memperhatikan faktor-faktor lingkungannya guna merumuskan manjemen strtategi
yang baik. Berangkat dari kondisi ini, maka penelitian ini dilakukan dengan
mengamati secara internship lebih mendalam terhadap penerapan manajemen
strategis yang diterapkan oleh PT BPRS Bina Amwalul Hasanah. Tantangan yang
semakin besar bagi eksistensi dan perkembangan BPR dan BPRS menuntut adanya
perumusan strategi yang tepat agar terus dapat bersaing dengan bank umum dan
lembaga keuangan lainnya. Kemampuan merespon setiap perubahan yang terjadi,
baik dari faktor internal maupun faktor eksternal dapat menjadi salah satu dasar
dalam menentukan arah kebijakan yang tepat untuk meningkatkan kinerja BPR dan
BPRS.
6
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut diatas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah “perumusan strategi bisnis” PT BPRS Bina
Amwalul Hasanah Depok dalam mengembangkan usaha jasa keuangan mikro
syariah. PT BPRS Bina Amwalul Hasanah merupakan salah satu dari empat BPRS
yang berada di wilayah Kota Depok, yang harus melakukan upaya menentukan
strategi yang tepat, agar dapat terus bersaing dengan BPRS lain. Berdasarkan data
Bank Indonesia pada periode tahun 2011 sampai dengan tahun 2015, dari empat
BPRS yang ada di wilayah Kota Depok, terlihat bahwa posisi pembiayaan PT BPRS
Bina Amwalul Hasanah cenderung mengalami penurunan, terutama pada periode
tahun 2014 dan tahun 2015. Sementara pada periode yang sama BPRS lain justru
cenderung mengalami pertumbuhan, seperti yang terlihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Posisi pembiayaan BPRS di wilayah Depok tahun 2011 – 2015
Keterangan Pembiayaan (Miliar Rupiah)
2011 2012 2013 2014 2015 BPRS Al Barokah 3.20 4.46 6.50 9.07 9.07 BPRS Al Hijrah Amanah 2.65 3.81 4.47 5.52 7.53 BPRS Al Salaam 165.99 196.12 187.76 147.73 151.42 BPRS BA Hasanah 6.83 8.16 8.73 7.74 4.59
Total 178.67 212.55 207.47 170.06 172.60 Sumber: Bank Indonesia 2011- 2015 (diolah)
Trend pembiayaan PT BPRS Bina Amwalul Hasanah terus mengalami
penurunan di dua tahun terakhir yaitu pada periode tahun 2014 dan tahun 2015.
Penurunan yang terjadi di periode tahun 2015 mencapai 40.70 persen dibandingkan
posisi pembiayaan di periode tahun 2014. Selain itu, berdasarkan data Bank
Indonesia, posisi Dana Pihak Ketiga (DPK) PT BPRS Bina Amwalul Hasanah pada
periode tahun 2012 sampai dengan tahun 2015 berada pada urutan ketiga, jauh
dibawah BPRS Al Salam sebagai pesaing yang kuat, kecuali pada periode tahun
2011 posisi DPK PT BPRS Bina Amwalul Hasanah berada pada posisi kedua
(tabel6). Penurunan pangsa pembiayaan berpengaruh juga terhadap DPK, kenaikan
pembiayaan yang disalurkan oleh PT BPRS Bina Amwalul Hasanah pada tahun
2013 berdampak langsung terhadap kenaikan DPK ditahun 2013, dan sebaliknya
penurunan pembiayaan yang disalurkan pada tahun 2014 dan tahun 2015
memberikan pengaruh terhadap penurunan DPK pada periode tahun yang sama.
Berbeda dengan PT. BPRS Al Barokah dan PT. BPRS Al Hijrah Amanah yang
mengalami kenaikan pembiayaan yang diberikan memberikan dampak kenaikan
pada DPK dari periode tahun 2012 sampai dengan tahun 2015. Secara keseluruhan
posisi DPK yang dihimpun oleh BPRS mengalami kenaikan padatahun 2013,
kemudian turun kembali ditahun 2014 dan mengalami kenaikan pada tahun 2015.
PT BPRS Al Salam merupakan salah satu BPRS sebagai pesaing yang kuat dan
menguasai pangsa pasar pembiayaan dan DPK, tentunya memberikan dampak yang
cukup besar pada saat terjadi penurunan atau kenaikan pembiayaan dan DPK.
7
Tabel 6 Posisi DPK BPRS di wilayah Kota Depok tahun 2011 – 2015
Keterangan DPK (Miliar Rupiah)
2011 2012 2013 2014 2015
BPRS Al Barokah 2.79 5.06 6.43 7.75 9.89
BPRS Al Hijrah Amanah 1.19 1.62 2.49 3.03 4.31
BPRS Al Salaam 164.85 189.94 189.13 166.61 171.63
BPRS BA Hasanah 5.26 4.99 5.38 5.15 4.64
Total 174.09 201.62 203.43 182.53 190.48 Sumber: Bank Indonesia 2011 - 2015 (diolah)
Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun oleh PT BPRS Bina Amwalul
Hasanah dalam rentang waktu periode tahun 2011 sampai dengan tahun 2015
cenderung mengalami trend penurunan. Pada tahun 2011 DPK PT BPRS Bina
Amwalul Hasanah sebesar Rp. 5.26 miliar, mengalami penurunan pada periode
tahun 2012, kembali naik pada periode tahun 2013, dan sampai dengan periode
tahun 2015 terus mengalami penurunan hingga 12 persen dari rentang tahun 2011
sampai dengan periode tahun 2015 atau rata-rata 2.4 persen pertahun.
Novitayanti dan Baskara (2012) dalam jurnal penelitiannya menjelaskan
bahwa penyaluran kredit atau pembiayaan yang dilakukan oleh bank, khususnya
bank konvensional memiliki risiko kredit. Hal ini berkaitan dengan pertumbuhan
kredit yang berdampak terhadap peningkatan aset, dan sebaliknya penurunan kredit
berdampak kepada penurunan aset dan peningkatan rasio terhadap kredit atau
pembiayaan macet dan bermasalah. Semakin besar rasio kredit macet dan
bermasalah, maka berdampak terhadap semakin besarnya risiko kredit macet dan
bermasalah yang harus ditanggung bank (Setiyaningsih 2015). Selain itu juga,
bahwa munculnya pembiayaan bermasalah bersumber dari sumber daya manusia,
khususnya petugas bank pada bagian analisa pembiayaan kepada nasabah, serta
tidak patuhnya petugas terhadap kebijakan bank dalam proses pemberian
pembiayaan (Komariah 2009).
Sistem hukum perbankan nasional Indonesia menerapkan dual banking sistem
atau sistem perbankan berganda, yaitu adanya sistem perbankan konvensional yang
mendasarkan pada sistem bunga dan perbankan yang mendasarkan pada prinsip
syariah yaitu prinsip bagi hasil. Terbentuknya bank yang berdasar pada prinsip
syariah merupakan suatu perubahan yang mendasar pada masyarakat yang
menghendaki perubahan suatu sistem hukum, di mana fungsi hukum sebagai
pengintegrasian terhadap kepentingan yang berbeda dapat menjamin stabilitas dan
kepastian hukum.
Kegiatan usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah berdasarkan prinsip bagi
hasil pada dasarnya merupakan bagian dalam sistem perbankan nasional Indonesia
setelah mendapatkan legalitas institusional dengan diberlakukannya Undang-
undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Bank berdasarkan prinsip bagi hasil dan
belakangan Peraturan Otoritas Jasa keuangan (POJK), Nomor 3/POJK.03/2016
(OJK 2016) tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang memberikan landasan
operasional Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (Bank Indonesia 1992).
Salah satu pendorong yang membuat perbankan syariah tetap dapat
melanjutkan ekspansi adalah tercapainya target penghimpunan Dana Pihak Ketiga
(DPK). DPK adalah sumber kekuatan perbankan syariah untuk menyalurkan
pembiayaan kepada nasabahnya. Semakin tinggi DPK yang diperoleh perbankan
8
syariah, semakin tinggi pula kemampuan akselarasinya dalam menyalurkan
pembiayaan. Hal ini yang disebut dengan fungsi intermediasi (Prasetya 2015).
Penurunan posisi pembiayaan yang disalurkan dan posisi DPK yang terjadi di PT
BPRS Bina Amwalul Hasanah selama periode tahun 2011 sampai dengan tahun
2015, mengakibatkan penurunan total aset, hal ini terlihat dari penurunan nilai
persentase CAGR sebesar -7.73 persen. Rasio Non Performing Financing (NPF)
juga mengalami peningkatan sebesar 13.03 persen pada akhir periode tahun 2015,
seperti yang terlihat padaTabel 7.
Tabel 7 Kinerja PT BPRS Bina Amwalul Hasanah tahun 2011 – 2015
Keterangan Tahun CAGR
(%) 2011 2012 2013 2014 2015
Aset (Miliar Rupiah) 9.71 10.27 10.69 9.95 7.04 -7.73
NPF (persen) 16.21 11.47 7.93 5.81 13.03 -5.31 Sumber: Bank Indonesia 2011 - 2015
Adapun fenomena yang terjadi adalah secara umum kinerja dari perbankan
syariah tumbuh, baik dilihat dari sisi aset, DPK dan pembiayaan, meskipun
pertumbuhannya cukup kecil dengan jumlah bank syariah yang relatif cendrung
tetap. Berbeda dengan kinerja BPRS di wilayah Kota Depok yang mengalami
penurunan dari sisi aset, DPK dan pembiayaan, terutama kinerja PT BPRS Bina
Amwalul Hasanah dengan rasio NPF yang cukup tinggi melewati batas maksimal
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan. Hal ini
merupakan permasalahan yang perlu dijawab dan dicarikan solusinya. Menjawab
permasalahan yang dihadapi oleh PT BPRS Bina Amwalul Hasanah tersebut, maka
diperlukan sebuah perumusan masalah dalam bentuk pertanyaan–pertanyaan
sebagai berikut :
1. Apa faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pengembangan
bisnis PT BPRS Bina Amwalul Hasanah?.
2. Apa strategi alternatif bisnis yang dapat dilakukan oleh PT BPRS Bina Amwalul
Hasanah dan bagaimana merumuskan strategi bisnis yang tepat bagi PT BPRS
Bina Amwalul Hasanah sesuai dengan kondisi internal dan eksternal?.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang ada tersebut, maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi PT
BPRS Bina Amwalul Hasanah dalam menjalankan bisnisnya.
2. Menganalisa dan merumuskan strategi bisnis yang dapat dilakukan oleh PT
BPRS Bina Amwalul Hasanah sesuai dengan kondisi internal dan eksternal.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk memberikan manfaat yang besar bagi PT BPRS
Bina Amwalul Hasanah khususnya dan pembaca pada umumnya, yaitu:
9
1. Bagi perusahaan, sebagai masukan dalam menentukan dan merumuskan
strategi bisnis yang tepat bagi perusahaan untuk mempertahankan dan
mengembangkan bisnisnya di masa mendatang, khususnya lembaga keuangan
mikro seperti BPRS.
2. Memberikan kontribusi berupa kajian akademis mengenai perumusan strategi
bersaing pada BPRS untuk pengembangan IPTEK secara umum dan perbankan
syariah di Indonesia secara khusus.
3. Bagi penulis, penelitian ini dapat memperkaya konsep dan wawasan, serta
sebagai sarana dalam mengaplikasikan teori yang didapat selama perkuliahan.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian yang dilakukan pada PT BPRS Bina Amwalul
Hasanah adalah mengenai perumusan strategi bisnis PT BPRS Bina Amwalul
Hasanah dalam pengembangan bisnisnya dimasa mendatang. Perumusan strategi
bisnis pada PT BPRS Bina Amwalul Hasanah berfokus kepada analisa faktor
lingkungan internal dan eksternal, sehingga hasilnya diharapkan dapat memberikan
sebuah gambaran yang lebih jelas mengenai kelemahan, kekuatan, ancaman dan
peluang bagi perusahaan dalam rangka mempertahankan dan mengembangkan
bisnisnya.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
Latar belakang didirikannya BPRS adalah sebagai langkah aktif dalam rangka
restrukturasi perekonomian Indonesia yang dituangkan dalam berbagai paket
kebijakan keuangan, moneter, dan perbankan secara umum. Secara khusus mengisi
peluang terhadap kebijakan bank dalam penetapan tingkat suku bunga (rate of
interest) yang selanjutnya secara luas dikenal sebagai sistem perbankan bagi hasil
atau sistem perbankan Islam dalam skala outlet retail banking (rural bank).
Pengertian BPRS telah dijelaskan dalam UU Perbankan Nomor: 7 tahun 1992 dan
UU Perbankan Nomor: 10 tahun 1998, dimana dijelaskan bahwa BPRS merupakan
sebuah lembaga keuangan mikro yang bertujuan untuk menghimpun dana dari
masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk
pembiayaan berdasarkan prinsip-prinsip syariah (Bank Indonesia 1998)
Keberadaan BPRS secara khusus dijabarkan dalam bentuk SK Direksi BI Nomor:
32/34/Kep/Dir, tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum berdasarkan prinsip
syariah (Bank Indonesia 1999a) dan SK Direksi BI Nomor: 32/36/Kep/Dir,
tertanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan prinsip
syariah (Bank Indonesia 1999b). Adapun didirikannya BPRS adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan ekonomi kecil yang masih berada diwilayah pedesaan,
membuka lapangan pekerjaan baru, menjalin semangat ukhuwah islamiyah melalui
kegiatan ekonomi berbasis syariah Islam. BPRS termasuk dalam lembaga keuangan mikro yang dalam menjalankan
kegiatan usahanya tidak jauh berbeda dengan BPR konvensional, hanya BPRS
Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan SB-IPB