perubahan fungsi bangunan lawang sewu dan …lib.unnes.ac.id/22619/1/3111411008-s.pdf ·...
TRANSCRIPT
i
i
PERUBAHAN FUNGSI BANGUNAN LAWANG SEWU
DAN IMAGE KOTA SEMARANG TAHUN 1904 - 2009
SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial
Oleh:
BEBET ADI WIBAWA
NIM 3111411008
JURUSAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
ii
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi dengan judul “PERUBAHAN FUNGSI BANGUNAN
LAWANG SEWU DAN IMAGE KOTA SEMARANG TAHUN 1904 -
2009” telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang Panitian
Ujian Skripsi Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial pada,
Hari :
Tanggal :
Mengetahui :
Ketua Jurusan Sejarah Pembimbing
Arif Purnomo, S.Pd.,S.S., M.Pd. Prof. Dr. Wasino, M.Hum.
NIP.19730131 199903 1 002 NIP.19640805 198901 1 001
iii
iii
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi dengan judul “PERUBAHAN FUNGSI BANGUNAN LAWANG
SEWU DAN IMAGE KOTA SEMARANG TAHUN 1904 – 2009” ini telah
dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Sejarah, Fakultas
Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang pada:
Hari :
Tanggal :
Penguji I Penguji II Penguji III
Dr. Cahyo Budi Utomo, M.PdRomadi, S.Pd, M.Hum.Prof. Dr. Wasino, M.Hum.
NIP.196111211986011001 NIP.1969121020050111001 NIP.196408051989011001
iv
iv
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-
benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang lain, baik
sebagian maupun keseluruhannya. Pendapat atau temuan orang lain yang
terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, 21 Agustus 2015
Bebet Adi Wibawa
NIM. 3111411008
v
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO :
Orang baik bukanlah orang yang tidak pernah melakukan kesalahan tetapi
orang baik adalah orang yang mau memperbaiki kesalahan.
Masa Depan adalah milik mereka yang percaya pada keindahan mimpi
mimpi mereka"~ Eleanor Roosevelt ~
PERSEMBAHAN :
Skripsi ini saya persembahkan kepada:
1. Ibu, Bapak, dan Adek- adekku
2. Sahabat-sahabatku
3. Teman-teman Ilmu Sejarah 2011
4. Almamater Unnes
vi
vi
SARI
Wibawa, Bebet Adi.2015. Perubahan Fungsi Bangunan Lawang Sewu Dan
Image Kota Semarang Tahun 1904 - 2009. Skripsi. Jurusan Sejarah. Fakultas
Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Prof. Dr. Wasino,
M.Hum,.
Kata Kunci:Image,Kota, Lawang Sewu, Perubahan, Semarang Kota Semarang pada masa lampau sebagai kota pelabuhan dan kota
dagang. Daya tarik itu mengundang pedagang dari berbagai daerah untuk
kunjung dan singgah ke pelabuhan Semarang untuk berdagang dan tinggal
menetap. Semarang sebagai kota penting oleh para penguasa baik sultan-sultan
Mataram maupun para pembesar kolonial dengan alasan temapat Kota
Semarang strategis karena itulah Semarang menjadi kota yang bertolak
kolonial atau barat.
Selama masa pemerintahan Belanda di Semarang mereka membangun
beberapa bangunan utuk memperkuat kekuasaanya. Bangunan-bangunan
tersebut hingga saat ini masih banyak yang berdiri kokoh hingga saat ini. Hal
tersebut menunjukan bahwa keberadaan Belanda di Semarang tidak hanya
memberikan dampak negatif bagi perkembangan Kota Semarang namun juga
dampak positif dengan berdirinya bangunan-bangunan yang kuat, banguan
tersebut anntara lain : Lawang Sewu, Kantor Pos Besar Semarang, Gereja
Blenduk, Toko Oen dll.
Kota Semarang dan Lawang Sewu menunjukkan perubahan beberapa
elemen yang sepesifik misalnya fungsi bangunan Lawang Sewu itu sendiri.
Bangunan yang unik dan berkarakter seperti Lawang Sewu tidak lagi menonjol
dan terlihat kekhasanya kecenderungan semacam ini yang memutuskan
kesinambungan sejarah masa lampau, masa kini dan masa depan.
Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui perubahan fungsi
bangunan Lawang Sewu dari tahun 1904-2009 ; (2)Untuk mengetahui
pengaruh bangunan Lawang Sewu terhadap image Kota Semarang.
Metode Penelitian yang digunakan berupa metode historis, yang terdiri
dari lima tahap, yaitu penentuan topik, heuristik (mengumpulkan sumber-
sumber sejarah); kritik sumber (penilaian kebenaran sumber); interpretasi
(mewujudkan rangkaian bermakna dari fakta sejarah); dan historiografi
(penulisan sejarah).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pelaksanaan pembangunan
dimulai 27 Februari 1904 dan selesai Juli 1907. Bangunan pertama yang
dikerjakan adalah rumah penjaga dan bangunan percetakan, kemudian
dilanjutkan dengan bangunan utama. Setelah dipergunakan beberapa tahun,
perluasan kantor dilaksanakan dengan membuat bangunan tambahan di sisi
Timur Laut tahun 1916 - 1918. Sejak Juli 1907 digunakan sebagai Kantor
Pusat Administrasi NIS, Pada tahun 1942 - 1945 Gd. Lawang Sewu diambil
alih oleh Jepang dan digunakan sebagai Kantor Riyuku Sokyoku (Jawatan
vii
vii
Transportasi Jepang), Tahun 1945 menjadi Kantor DKARI (Djawatan Kereta
Api Republik Indonesia), Tahun 1946 dipergunakan sebagai markas tentara
Belanda sehingga kegiatan perkantoran DKARI pindah ke bekas kantor de
Zustermaatschappijen, Setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia
tahun 1949 digunakan Kodam IV Diponegoro, dan pada tahun 1994 gedung ini
diserahkan kembali kepada kereta api (Perumka) yang kemudian melebur
meniadi PT. KAI (Persero) dan akhirnya pada Tahun 2009 Lawang Sewu
dilakukan restorasi bangunan sampai akhirnnya menjadi destinasi wisata di
Kota Semarang.
Image Lawang Sewu sejak dibangun hingga saat ini mempunyai image
yang berbeda- beda di mata masyarakat. Saat Lawang Sewu digunakan sebagai
Kantor NIS, dimata masyarakat Gedung Lawang Sewu merupakan salah satu
gedung bangsawan yang megah, tatapi image gedung itu berubah saat gedung
Lawang Sewu digunakan oleh Jepang sebagai kantor tentara Jepang. Pada saat
itu gedung Lawang Sewu terkenal dengan gedung yang penuh dengan
kesadisan, karena oleh pemerintah Jepang digunakan sebagai lokasi
pembantaian oleh musuh –musuh Jepang. Pada tahun berikutnya dari 1949
sampai dengan tahun 1994 Lawang Sewu belum berganti image karena pada
saat itu gedung Lawang Sewu digunakan hanya sebatas kantor adminitrasi oleh
Kodam IV/Diponegoro dan Kantor Wilayah Perhubungan Jawa Tengah. Pada
tahun 1994 gedung Lawang Sewu kosong dan pada tahun inilah isu
keangkerandan mistis gedung Lawang Sewu berkembang di masyarakat hingga
saat ini.
viii
viii
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah mengaruniakan
rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“PERUBAHAN FUNGSI BANGUNAN LAWANG SEWU DAN IMAGE
KOTA SEMARANG TAHUN 1904 - 2009”.
Adapun tujuan skripsi ini disusun sebagai bentuk laporantugas akhir atas
hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Penulis di Kampung Kota Semarang,
guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Universitas
Negeri Semarang.
Penulis menyadari bahwa tanpa pertolongan dari berbagai pihak, penulisan
dan penyusunan skripsi ini tidak dapat berjalan dengan baik. Oleh karenanya,
pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., selaku Rektor Universitas Negeri
Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk
menimba ilmu dengan segala kebijakannya.
2. Dr. Subagyo, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Semarang yang telah memberikan izin penelitian dalam penyusunan
skripsi ini.
3. Arif Purnomo, S.Pd., S.S., M.Pd., selaku Ketua Jurusan Sejarah Fakultas
Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan motivasi
yang sangat membangun untuk penyelesaian skripsi ini.
ix
ix
4. Prof. Dr. Wasino, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, motivasi, arahan
dan petunjuk dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Pemerintah Kota Semarang, yang telah memberikan izin penelitian.
6. Ibu Ngesti Lestari, yang telah memberikan bantuan serta informasi
mengenai data yang dibutuhkan Penulis dalam penelitian.
7. Bapak Karis selaku pegawai Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota
Semarang yang turut membantu serta menjadi informan bagi Penulis
dalam penelitian.
8. Masyarakat Kota Semarang yang telah bersedia menjadi informan dalam
pelaksanaan penelitian.
9. Segenap dosen dan karyawanpada Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan bekal ilmunya.
10. Keluarga tercinta Ibu, Bapak, Adek - adekku, beserta keluarga besar yang
telah memberikan semangat dan kasih sayang tanpa batas.
11. Netik Sawitri terima kasih atas segala keceriaan dan motivasi yang telah
diberikan selama ini.
12. Teman-teman Ilmu Sejarah 2011 (Gita, Ardi, Sasmi, Azizah, Dion, Sena,
Caesar, Ibnu, Kadek, Diah, Anis, Jundi, Adi, Inggrid, Vebio, Yasir, Kahfi,
Susi, Rio, Rizki, Yacobus, Heri, Dita, Martha, Faizal, Yusi, Galih, Angghi,
Bangkit, Bayu, dan Rohmad), yang hampir empat tahun selalu bersama,
terima kasih atas dukungan dan motivasinya.
x
x
13. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang
tidak bisa Penulis sebutkan satu per satu. Semoga Allah SWT senantiasa
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya atas segala kebaikan yang telah
diberikan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
para pembaca. Harapan Penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak.
Semarang, 21 Agustus 2015
Penyusun
xi
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ............................................................................ iii
PERNYATAAN ..................................................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................................... v
SARI ....................................................................................................................... vi
PRAKATA ........................................................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
B. Perumusan Masalah ................................................................................... 8
C. Tujuan ........................................................................................................ 8
D. Manfaat ...................................................................................................... 9
E. Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 9
F. Ruang Lingkup ......................................................................................... 14
G. Metode Penelitian .................................................................................... 15
BAB II GAMBARAN UMUM KOTA SEMARANG .......................................... 24
A. Sejarah Singkat Lawang Sewu ................................................................ 24
xii
xii
B. Sejarah Singkat Kota Semarang ............................................................... 26
BAB III PERUBAHAN FUNGSI BANGUNAN LAWANG SEWU DARI
TAHUN 1904-2009 ............................................................................................... 39
A. Berdirinya Bangunan Lawang Sewu Di Kota Semarang ......................... 39
B. Tata Bangunan Dan Fungsi Bangunan Lawang Sewu ............................. 44
C. Bangunan Lawang Sewu .......................................................................... 49
D. Fungsi Bangunan Lawang Sewu Setelah Indonesia Merdeka ................. 52
E. Eksistensi Lawang Sewu Di Era Modernisasi.......................................... 55
F. Image Lawang Sewu ................................................................................ 63
BAB IV Pengaruh Lawang Sewu Terhadap Image Kota Semarang...................... 68
A. Asal-Usul Kota Semarang ....................................................................... 68
B.Image Lawang Sewu Sebagai Kantor NIS 1904 - 1942 ........................... 73
C. Image Lawang Sewu Sebagai Kantor Pemerintahan Jepang ................... 75
D. Image Lawang Sewu Sebagai Kantor Djawatan Kereta Api ................... 77
E. Image Lawang Sewu Sebagai Kantor Kodam IV / Diponegoro dan
Kanwil Perhubungan JawaTengah ........................................................... 80
F. Image Lawang Sewu Saat Digunakan Oleh PT KAI .............................. 80
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 87
A. Kesimpulan .............................................................................................. 87
B. Saran......................................................................................................... 89
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 90
LAMPIRAN ........................................................................................................... 94
xiii
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jumlah Penduduk Kota Semarang ........................................................... 35
Tabel 2. Jumlah Perkembangan Penduduk Kota Semarang................................... 36
xiv
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Stasiun Kota Semarang ........................................................................ 40
Gambar 2. Dokumenter Kantor NIS. ..................................................................... 42
Gambar 3. Bangunan Pertama Lawang Sewu ........................................................ 45
Gambar 4. Bangunan Sisi Luar Lawang Sewu ...................................................... 46
Gambar 5. Skema pembangunan Lawang Sewu .................................................... 48
Gambar 6. Foto Lawang Sewu ............................................................................... 52
Gambar 7. Foto Lorong Bawah Tanah ................................................................... 77
Gambar 8. Foto Lawang Sewu Setelah Pemugaran ............................................... 82
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semarang merupakan Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah memiliki
struktur yang berbeda secara geografis maupun secara historis. Secara
geografis, Semarang terbagi menjadi dua bagian, diantaranya Semarang
bagian atas dan Semarang bagian bawah yang secara pariwisata biasa disebut
dengan Semarang down town dan Semarang up town. Semarang bagian atas
biasanya dijadikan tempat pemukiman dan Semarang bagian bawah sebagai
pusat perekonomian. Secara historis Kota Semarang memiliki cukup banyak
bangunan kolonial sebagai bukti eksistensi pemerintah kolonial Belanda yang
sangat kentara dibidang politik maupun perekonomian dimasa penjajahan.
Banguan ini merupakan aset penting bagi Kota Semarang, aset ini sebagai
sarana komunikasi secara budaya maupun pariwisata dengan masyarakat lain,
baik lingkup daerah, nasional maupun internasional.
Sejak 1963 telah ada beberapa aktivitas lokal dalam bidang
perencanaan kota. Aktivitas tersebut merupakan bentuk pelaksanaan politik
desentralisasi yang memberikan kekuasaan penuh kepada daerah dalam
pengembanganya. Pada awalnya Kota Semarang berkembang dengan pesat
karena adanya perkembangan perkebunan maupun industrialisasi. Sebagai
dampaknya Kota Semarang menjadi padat dan perkembangan kota semakin
tidak terkendali.
2
Pemerintah Belanda menetapkan Semarang sebagai Kotapraja
(gemeente) pada 1 April 1906. Sejak saat itu sistem administrasi kota
diselenggarakan sebagai mana sistem yang berlaku pada kota - kota yang
modern, disisi lain pembangunan terutama ditujukan pada penyediaan
pembangunan perumahan untuk orang-orang Belanda di Halmahera dan
Sompok. Belanda juga mendirikan pelabuhan Semarang pada tahun 1931 serta
penyusunanya rencana induk Kota Semarang yang disusun oleh Thomas
Karsten (Muhamad , 1995 : 16).
Thomas Karsten berperan sebagai perencana utama dan arsitek handal
pada era modernisasi di Kota Semarang. Thomas berperan sebagai penasehat
perencana kota, serta memberikan kontribusi terutama pada Kota Semarang
yang terdiri dari rencana kota, rencana detil dan peraturan. Thomas Karsten
menetapkan Indische Stedebouw sebagai tema dalam perencanaan kota.
Pendekatan yang dipakai menggunakan pendekatan iklim dan budaya
setempat, sedangkan perhatian terhadap kondisi setempat baik fisik maupun
sosial budaya dan ekonomi berkembang menjadi sikap yang terekspresikan
dalam bangunan yang dibuatnya. Jika berada dalam bangunan Krasten, orang
akan menikmati udara sejuk dan kendati sosoknya gagah, bangunan Karsten
tidak muncul sebagai unsur asing dalam lingkunganya (Wijayanti, 2003 : 3).
Beberapa rencana lama, tidak lagi cocok maka pada tahun 1916 dengan
bekerjasama dengan ahli-ahli setempat diminta untuk pengembangan
perencanaan kota. Pada masa itu candi, merupakan kawasan kota diselatan
Kota Semarang yang berbukit-bukit udara sejuk dengan pemandangan yang
3
indah dan belum tersentuh urbanisasi. Setelah wilayah candi dikuasai
pemerintah, pengembangan Kota Semarang diarahkan ke wilayah candi.
Karsten membaginya kedalam tiga zona, dengan berpacu pada flora,
karakteristik dan topografi. Selayaknya Semarang dikelilingi dengan peristiwa
besar dan bersejarah. Peristiwa besar itu bagaikan tanaman yang subur yang
nantinya menjadi taman yang indah dan menampilkan keelokan setiap insan
mata memandang.
Kota Semarang pada masa lampau sebagai kota pelabuhan dan kota
dagang. Daya tarik itu mengundang pedagang dari berbagai daerah untuk
kunjung dan singgah ke pelabuhan Semarang untuk berdagang dan tinggal
menetap. Semarang sebagai kota penting oleh para penguasa baik sultan-sultan
Mataram maupun para pembesar kolonial dengan alasan temapat Kota
Semarang strategis karena itulah Semarang menjadi kota yang bertolak
kolonial atau barat.
Selama masa pemerintahan Belanda di Semarang mereka membangun
beberapa bangunan untuk memperkuat kekuasaanya. Bangunan-bangunan
tersebut hingga saat ini masih banyak yang berdiri kokoh hingga saat ini. Hal
tersebut menunjukan bahwa keberadaan Belanda di Semarang tidak hanya
memberikan dampak negatif bagi perkembangan Kota Semarang namun juga
dampak positif dengan berdirinya bangunan-bangunan yang kuat, bangunan
tersebut antara lain Lawang Sewu, Kantor Pos Besar Semarang, Gereja
Blenduk, Toko Oen dan lain-lain.
4
Bangunan-bangunan Belanda yang masih berdiri hingga saat ini
sejumlah lima buah bangunan yang menjadi ikon Kota Semarang, salah satu
yang terkenal adalah Lawang Sewu. Lawang Sewu terletak di bundaran Tugu
Muda yang dahulu disebut Wilhelminaplein. Lawang Sewu dibangun oleh
Belanda pada tahun 1904 dan selesai tahun 1907 ini dulunya diperuntukkan
untuk Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS, perusahaan
jawatan kereta api swasta pada jaman Belanda sebagai kantor administrasi.
Masyarakat setempat menyebutnya Lawang Sewu (Seribu Pintu) dikarenakan
bangunan tersebut memiliki pintu yang sangat banyak. Bangunan ini memiliki
banyak jendela yang tinggi dan lebar, sehingga masyarakat sering
menganggapnya sebagai pintu (lawang). Dalam perkembangnya saat ini
Lawang Sewu sudah tidak dipergunakan sebagai kantor perusahaan kereta api,
namun telah berkembang menjadi sebuah objek wisata masyarakat. Bahkan
sebelumnya bangunan tersebut pernah juga dipakai sebagai Kantor Prasarana
Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro) dan Kantor Wilayah
(Kanwil) Kementrian Perhubungan Jawa Tengah. Pada masa perjuangan
gedung ini memiliki catatan sejarah tersendiri yaitu ketika berlangsung
peristiwa Pertempuran lima hari di Semarang (14 Oktober – 19 Oktober 1945).
Lawang sewu, satu diantara sedikit bangunan yang mempunyai
integritas arsitektur yang kuat perpaduan antara pengaruh luar indische dengan
keunikan lokal yang kental dan tanggap terhadap iklim maupun lingkungan
sekitar yang masih tersisa. Dari segi tampilan bangunanya gedung Lawang
Sewu menganut gaya Romanesque Revival dengan. Secara umum gedung
5
Lawang Sewu tidak memiliki simbol yang penting, namun bila ditinjau dari
skala Kota atau wilayah keberadaan gedung yang terletak di tengah-tengah
Kota Semarang ini, keberadaannya sangat berarti bagi pembentukan citra
lingkungan dan mampu tampil sebagai“landmark” bagi Kota Semarang.
Keseluruhan gedung ini merupakan karya yang sangat indah sehingga dijuluki
“ Mutiara dari Semarang “.http://metroterkini.com/berita-8203-tugu-muda-
menjadi-ikon-landmark-kota-semarang.html
PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang saat ini mengelola Lawang Sewu
sedang giat-giatnya memberdayakan aset-aset, yang selama ini terlantar. Salah
satu aset milik PT KAI yang kini sudah direvitalisasi adalah Gedung Lawang
Sewu, Semarang, Jawa Tengah. BUMN kereta api ini mencoba mengubah
kesan angker yang selama ini sudah mengakar di gedung peninggalan Belanda
tersebut.
Selama ini beberapa acara komersil sudah banyak digelar di area
Lawang Sewu, misalnya acara galeri seni, acara korporat bidang otomotif dan
lain-lain. Secara perlahan, Lawang Sewu akan memberikan kontribusi
pendapatan bagi PT KAI. Sebagai bangunan kuno dan bersejarah, gedung ini
identik dengan Kota Semarang, menjadi tetenger ataupun landmark kawasan
sekitarnya, dan memenuhi kriteria Catanese Snyder (1979) untuk dikonservasi.
Pemenuhan kriteria tersebut sebagai berikut Pertama nilai Estetika yang tinggi.
Tolak ukur estetika ini dikaitkan dengan nilai estetis dan arsitektonis yang
tinggi dalam hal bentuk, struktur, tata ruang, dan ornamennya. Kedua nilai
Kejamakan, Lawang Sewu mewakili satu kelas atau jenis khusus bangunan
6
yang cukup berperan, karena karya arsitektur tersebut mewakili suatu jenis
khusus yang spesifik. Ketiga nilai Kelangkaan, Lawang Sewu jelas sebuah
bangunan yang sangat langka, karena hanya satu dari jenisnya, atau merupakan
contoh terakhir yang masih ada, bahkan merupakan satu-satunya di dunia, atau
tidak ada di lain daerah. Keempat nilai Peranan Sejarah, Lawang Sewu juga
menjadi saksi sejarah perjalanan penjajahan kolonial sampai Pertempuran Lima
Hari di Semarang. (wawancara Adi Nugroho, 23 Maret 2015)
Terhadap banyak fungsi yang akan disandangkan pada gedung Lawang
Sewu, mulai rencana dialih fungsikan sebagai hotel, kantor dan pelayanan
pembelian tiket PT.KAI, exibition room yang dilengkapi pertokoan, galeri foto,
ruang converensi, sentra industri kreatif sampai rencana penggunaan sebagai
museum kerata api bahkan sebagai multy use building, menunjukkan belum
adanya suatu konsep pengalih fungsian yang jelas, baik dari PT.KAI sebagai
pemilik dan pemerintah Kota Semarang sebagai pemangku wilayah dimana
bangunan Lawang Sewu berada.( Suara Merdeka, Senin, 19 Nopember 2007)
Main frame yang jelas dari PT.KAI dan arah kebijakan dari pemerintah
Kota Semarang akan sangat dibutuhkan dalam pengalih fungsian gedung
Lawang Sewu kedepan. Pengalih fungsian gedung Lawang Sewu tentunya
tidak lepas dari upaya konservasi. Konservasi merupakan istilah yang menjadi
payung dari semua kegiatan pelestarian sesuai dengan kesepakatan
internasional yang telah dirumuskan dalam Piagam Burra tahun 1981.
Konservasi merupakan pelestarian suatu tempat agar makna kultural yang
dikandungnya terpelihara dengan baik. Konservasi dapat meliputi seluruh
7
kegiatan pemeliharaan dan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat dapat
pula mencakup preservasi, restorasi, rekonstruksi, adaptasi dan revitalitasi.
Pengertian diatas, maka cakupan konservasi gedung Lawang Sewu yang paling
tepat terhadap kondisi saat ini adalah adaptasi / revitalisasi yaitu kegiatan
melestarikan bangunan masa lalu dengan memberikan fungsi yang lebih sesuai
dengan kondisi masa sekarang. Keberanian mengembangkan dan
menyesuaikan dengan kondisi fisik, sosial, ekonomi dan regulasi saat ini
sungguh diperlukan.
Pemugaran gedung Lawang Sewu baru merupakan tahap awal dan
diharapkan akan direncanakan tahap-tahap berikutnya. Pada tahap awal gedung
ini akan dipugar dan dikembalikan pada bentuk aslinya. PT.KAI akan
mengfungsikan sebagai fasilitas kantor dan pendukung aktifitas perkereta
apian, sebagian akan dijadikan fasilitas komersial yang akan mendukung
operasional dan maintenance gedung ini. (wawancara Adi Nugroho, 23 Maret
2015)
Kota Semarang dan Lawang Sewu menunjukkan perubahan beberapa
elemen yang sepesifik misalnya fungsi bangunan Lawang Sewu itu sendiri.
Bangunan yang unik dan berkarakter seperti Lawang Sewu tidak lagi menonjol
dan terlihat kekhasanya kecenderungan semacam ini yang memutuskan
kesinambungan sejarah masa lampau, masa kini dan masa depan.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dalam penulisan skripsi ini
penulis akan melakukan pengkajian dengan judul : “Sejarah Perubahan
8
Fungsi Bangunan Lawang Sewu dan Image Kota Semarang Tahun 1904-
2009”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana perubahan fungsi bangunan Lawang Sewu dari tahun 1904
– 2009 ?
2. Bagaimana pengaruh bangunan Lawang Sewu terhadap image Kota
Semarang?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui perubahan fungsi bangunan Lawang Sewu dari
tahun 1904-2009.
2. Untuk mengetahui pengaruh bangunan Lawang Sewu terhadap image
Kota Semarang.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah
memberikan sumbangan bagi penelitian sejarah, khususnya tentang
Perubahan Fungsi Bangunan Lawang Sewu Dan Image Kota Semarang
Pada Tahun 1904-2009. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan
kajian secara ilmiah mengenai Perubahan Fungsi Bangunan Lawang Sewu
Dan Image Kota Semarang tada Tahun 1904-2009, dan berupaya
9
memberikan penjelasan kepada mahasiswa mengenai perlunya kajian
mengenai fungsi bangunan yang menambah khasanah pengetahuan ilmu
sejarah.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
a. Untuk menambah pengetahuan mengenai perubahan fungsi bangunan,
khususnya mengenai Perubahan Fungsi Bangunan Lawang Sewu Dan
Image Kota Semarang Tahun 1904-2009.
b. Sebagai kajian sejarah untuk penelitian selanjutnya mengenai
perubahan fungsi bangunan Lawang Sewu dan image Kota Semarang.
c. Penelitian ini diharapkan.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa buku hasil
penelitian yang berkaitan dengan tema diatas. Dengan tinjauan pustaka ini
mampu memberikan pemahaman bagi masyarakat Semarang dan mahasiswa
peneliti mengenai Perubahan Fungsi Bangunan Lawang Sewu Dan Image
Kota Semarang Tahun 1904-2009kita akan memperoleh bahan-bahan pustaka
yang dapat mendukung penelitian yang tengah dilakukan. Penelitian yang
akan dilakukan ini menggunakan bahan-bahan referensi yang menunjang
yaitu referensi tertulis dalam bentuk buku dan hasil penelitian ataupun skripsi
yang berkaitan dengan topik penelitian.
Peneliti menggunakan beberapa referensi sumber pustaka untuk
mengkaji, perubahan fungsi bangunan Lawang Sewu dan image Kota
10
Semarang. Buku yang pertama adalah karya Djawahir Muhammad (1995),
yang berjudul Semarang Sepanjang Jalan Kenangan. Buku ini berisi tentang
awal mula terbentuknya Kota Semarang dan perkembanganya. Buku ini
menjelaskan tentang Kota Semarang dari masa kerajaan sampai masa
kolonial, Konservasi kawasan kuno di Semarang dan bangunan-bangunan tua
yang ada di Semarang. Selain itu buku ini juga juga menjelaskan tentang seni
budaya dan tradisi yang ada di Semarang serta pasang surut dunia surat kabar
di Semarang.
Buku ini menjelaskan tentang dasar-dasar mewujudkan desain
pelestarian dan pengembangan kawasan bersejarah. Diantaranya dasar-dasar
pembentukan Kota Semarang, dengan mengkaji perkembangan Kota
Semarang dapat disimpulkan bahwa perkembangan Kota Semarang terbentuk
karena, Kali Semarang, jalur tradisional, pola diagonal dan pola kontur tanah.
Buku mengenai Semarang Tempo Dulu yang diterbitkan oleh Ombak,
penyusunnya adalah Wijanarka tahun 2007. Buku ini berisi tentang
perancangan kawasan dan teori desain kawasan bersejarah, khususnya
kawasan di kota Semarang.
Buku ini menjelaskan tentang dasar tata perencanaan yang dipakai
dalam perkembangan kota Semarang dan peletakan bangunan. Selain itu,
buku ini menjelaskan bahwa Kali Semarang merupakan dasar pembentukan
embrio kota Semarang pada awalnya. Embrio kota Semarang berada di
kawasan yang sekarang menjadi kawasan Pasar Johor. Di dalam embrio
tersebut terdapat adanya dalem yang menghadap kearah utara, alun-alun yang
11
berada di depan dalem, masjid yang terletak di daerah yang sekarang bernama
Padamaran, Kampung Pecinan pada sisi timur masjid dan berada tepi Kali
Semarang, benteng Belanda berada di sisi utara Kampung Pecinan dan
Kampung Melayu pada sisi barat benteng Belanda.
Karangan Wijanarka (2007) dapat memberi gambaran pada kita
tentang sejarah perkembangan kota dalam perspektif arsitektural. Buku ini
berisi tentang sejarah, fungsi, tata letak terbentuknya kawasan bersejarah di
Semarang di awal berdirinya Kota hingga perkembangannya di awal abad 20
yaitu terbentuknya kawasan modern dengan penekanan kawasan di sekitar
Kota Lama Semarang dan kawasan Candi Baru.
Buku yang ketiga adalah karya Jongki Tio (2005), yang berjudul
Semarang Dalam Kenangan. Dalam buku ini bercerita tentang Semarang
memiliki riwayat yang cukup panjang. Seperti dikabarkan oleh literatur-
literatur mengenai Semarang yang pernah terbit, Kota yang kini menjadi Ibu
Kota Jawa Tengah tersebut acap kali disebut sebagai Kota pelabuhan. Hal ini
disebabkan Kota Semarang memang berdekatan dengan laut dan telah
menjadi salah satu pintu masuk jalur perdagangan di Pulau Jawa. Sebagai
pintu perdagangan, tidak mengherankan jika kemudian Semarang menjadi
sebuah "wilayah pertemuan" berbagai kebudayaan. Salah satu budaya yang
berekembang di Semarang adalah kebudayaan Tiongohoa. Hal ini dimaklumi
karena di masa lalu, sekitar abad ke-17, banyak pedagang keturunan
Tionghoa yang datang ke Kota ini. Selain berdagang berbagai komoditi
sehari-hari, mereka juga berdagang candu di Kota itu. Perdagangan candu ini
12
menjadi masalah tersendiri yang dihadapi oleh pemerintah Hindia Belanda
yang berkuasa saat itu. Jejak kehadiran Tionghoa yang masih tersisa hingga
kini, misalnya saja masih terdapatnya dusun atau pemukiman orang-orang
keturunan Tionghoa di antero Kota Semarang, seperti seperti Gang Besen,
Gang Tengah dan Gang Gambiran. Selain itu, di Semarang banyak didapati
tempat pemujaan Klenteng yang digunakan oleh masyarakat keturunan
Tionghoa.
Buku yang keempat adalah buku yang berjudul Selayang Pandang
Kota Semarang karya dari tim kantor informasi dan komunikasi Kota
Semarang. Buku ini menceritakan sejarah Kota Semarang sebagai kota raya
dan Ibu Kota Jawa Tengah. Semarang yang mulanya dari daratan lumpur,
yang kemudian hari berkembang pesat menjadi lingkungan maju dan
menampakkan diri sebagai kota yang penting. Sebagai kota yang besar,
Semarang menyerap banyak pendatang yang mencari penghidupan dan
tinggal menetap sampai akhir hayatnya. Selanjutnya buku ini juga
menjelaskan tentang pemerintahan di Kota Semarang mulai pemerintahan di
masa penjajahan, pasca kemerdekaan, masa sekarang dan pusat pemerintahan.
Selain itu buku ini juga menjelaskan tentang infra struktur mengenai potensi
wisata, wisata religi dan tempat rekreasi serta seni budaya yang ada di
Semarang.
Buku yang kelima adalah buku karya Hadi Sabari Yunus yang
berjudul Struktur Tata Ruang Kota (2005). Buku ini membahas tentang
penggunaan lahan kota yang sangat luas jangkauanya, karena penggunaan
13
lahan kota sebagai suatu proses dan sekaligus produk menyangkut semua sisi
kehidupan manusia. Oleh karena hal inilah banyak sekali disiplin yang
terlibat dalam pembahasan mengenai lahan kota. Buku ini juga meninjau
penggunaan lahan kota, baik sebagai produk maupun proses dari kajian
geografi pada umumnya dan geografi kota pada khususnya.
Buku yang keenam adalah buku yang berjudul Kota Lama Kota Baru
Sejarah Kota-Kota Di Indonesia (2005) diterbitkan oleh Ombak. Buku ini
berisi tentang kisah-kisah tentang perubahan sosial, ekonomi dan juga
kultural yang terjadi di daerah perkotaan atau disebut juga dengan
dekolonisasi. Beberapa peristiwa (atau proses) historis disebut sebagai sejarah
di kota, sementara peristiwa-peristiwa atau proses lainya dianggap sebagai
sejarah kota. Setidaknya terdapat lima alasan pentingnya memperhatikan
kota-kota dalam proses dekolonisasi. Pertama, kota merupakan panggung
terjadinya banyak peristiwa penting. Kedua, perubahan penguasa administrasi
perkotaan pasti telah meninggalkan konsekuensi - konsekuensi pada kota
secara menyeluruh. Ketiga, komposisi etnis pada populasi perkotaan berubah
sebagai buah dari dekolonisasi, kelompok sosial yang penting telah digeser
oleh pandangan kota. Keempat, pertempuran di perkotaan dan di perbatasan
dengan desa mengakibatkan arus massal pengungsi yang datang dan pergi.
Kadangkala meninggalkan kota dan kadang pula menuju kota. Arah migrasi
bergantung pada kemana migran tersebut berpihak dan siapa yang sedang
berkuasa. Selama periode pendudukan Jepang, banyak orang yang lebih suka
tinggal di kota agar lebih mudah menghindar dari kewajiban tanam paksa
14
(romusha). Kelima, oleh karena itu terjadi penaikan yang tiba-tiba dari orang-
orang Indonesia pada posisi staf-staf menengah sampai pada posisi-posisi
tinggi serta pergantian kepala-kepala departemen dari orang-orang Belanda
ke orang-orang Jepang tanpa bekal pengetahuan yang memadai terhadap
Indonesia, kegiatan administrasi mengalami kekacauan akibat keterbatasan
pengalaman administrasinya.
F. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian yang akan dilakukan, bertujuan untuk
membatasi pembahasan pada pokok permasalahan. Ruang lingkup
menentukan konsep utama dari permasalahan sehingga masalah-masalah
dalam penelitian ini dapat dimengerti dengan mudah dan baik. Ruang lingkup
penelitian sangat penting dalam mendekatkan pada pokok permasalahan yang
akan dibahas, sehingga tidak terjadi kerancuan ataupun kesimpangsiuran
dalam menginterpretasi hasil penelitian. Ruang lingkup penelitian
dimaksudkan sebagai penegasan mengenai batasan-batasan objek penelitian
yang mencakup lingkup wilayah (spatial scope) dan lingkup waktu (temporal
scope).
1. Lingkup Spatial
Ruang lingkup wilayah (spatial scope) adalah bangunan Lawang
Sewu, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Pemlihan ruang lingkup ini
dikarenakan Lawang Sewu merupakan bangunan bersejarah yang menarik di
Semarang. Mungkin secara umum bangunan Lawang Sewu tidak memiliki
simbol yang penting namun bila ditinjau dari skala kota atau wilayah
15
keberadaan gedung yang terletak di tengah-tengah Kota Semarang ini,
keberadaanya sangat berarti bagi pembentukan citra lingkungan dan mampu
tampil sebagai landmark bagi Kota Semarang. Keseluruhan gedung ini
merupakan karya yang sangat indah sehingga dijuluki “Mutiara dari
Semarang”.
2. Lingkup Temporal
Lingkup temporal penulisan penelitian ini dari tahun 1904-2009,
dengan didasarkan atas pertimbangan dimana pada tahun 1904 awal
pembangunan Kota Semarang . Pada masa itu, masyarakat Semarang mulai
mengenal bangunan-bangunan yang dibangun oleh Belanda yang diantaranya
Lawang Sewu dan bangunan lainnya yang ada di Kota Semarang. Batasan
waktu yang ditentukan pada tahun 2009, karena adanya perkembangan waktu
sampai sekarang dapat dipastikan adanya perubahan fungsi bangunan Lawang
Sewu yang kembali di serahkan oleh PT.KAI untuk dilakukan pemugaran dan
menjadi salah satu ikon wisata kota Semarang, sedangkan untuk image kota
Semarang pada tahun 2009 mulai dikembangkan wisata-wisata yang ada di
Kota Semarang maupun perkembangan Kota Semarang secara global. Hal
itulah yang mendasari ditentukannya lingkup temporal antara tahun 1904-
2009 sebagai dasar penelitian penulis.
G. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan syarat agar penelitian dapat dijalankan
dengan baik. Metode penelitian ilmiah mempunyai peranan penting, karena
hasil atau tidaknya tujuan yang hendak dicapai dalam suatu penelitian
16
tergantung dalam penggunaan metode yang tepat. Menurut Koentjoroningrat
(1983: 7) dalam arti harfiahnya, “ metode berasal dari bahasa Yunani
„methodos‟ yang berarti jalan atau cara. Karena berhubungan dengan hal
ilmiah maka metode yang dimaksud adalah cara kerja yang sistematis untuk
memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan”.
Sesuai pokok permasalahan yang akan dikaji, yaitu peristiwa sejarah
masa lampau yang akan direkontruksi menjadi cerita sejarah. Maka penelitian
ini menggunakan penelitian sejarah. Menururt Louis Gottschalk (1975)
“metode sejarah adalah kegiatan untuk mengumpulkan, mengkaji dan
menganalisa data-data yang diperoleh dari masa lampau”. Berdasarkan
pengertian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa metode penelitian
sejarah dilakukan dengan kegiatan mengumpulkan, mengkaji, dan
menganalisa data secara kritis, untuk dijadikan sebuah cerita sejarah yang
dapat dipercaya.
1. Heuristik
Notosusanto (1971: 18) menjelaskan bahwa heuristik adalah proses
atau usaha untuk mendapatkan dan mengumpulkan sumber-sumber sejarah
yang ada hubungannya dengan permasalahan yang akan diteliti berupa
jejak-jejak masa lampau, dapat berupa kejadian, benda peninggalan masa
lampau dan bahasa tulisan. Adapun langkah-langkah heuristik yang telah
dilakukan Peneliti adalah sebagai berikut;
17
1) Menentukan tempat penelitian.
Tempat yang digunakan dalam penelitian ini adalah di kawasan Kota
Semarang, Jawa Tengah. Area yang menjadi tujuan utama penelitin adalah
Lawang Sewu, Museum Mandala Bhakti, Arsip Daerah Semarang,
Perpustakaan Daerah Semarang, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota
Semarang dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Semarang.
2) Menentukan jenis data yang diperlukan, meliputi:
a. Data dokumen, yaitu data yang berupa catatan tertulis serta foto-foto
atau gambar. Data dokumen yang telah Peneliti temukan adalah data-
data monografi penduduk Kota Semarang, arsip-arsip dalam media
massa cetak terkait Lawang Sewu dan Kota Semarang, buku-buku dan
hasil penelitian terdahulu terkait Lawang Sewu maupun Kota
Semarang, serta dokumen-dokumen pemerintahan terkait Lawang
Sewu dan Kota Semarang. Data-data tersebut Penulis temukan melalui
penelusuran ke berbagai lokasi, Penulis melakukan penelusuran
sumber di lokasi utama penelitian utama yaitu Lawang Sewu Kota
Semarang dengan mengambil data-data di Kantor Lawang Sewu, dan
di museum Mandala Bhakti yang sekaligus menjadi Kodam Kantor,
selain itu Penulis juga menemukan data-data sumber di Perpustakaan
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang, Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Semarang,
dan Badan Kearsipan.
18
b. Data informasi lisan, yaitu data yang berupa informasi dari para
informan yang diperoleh melalui proses wawancara. Dalam penelitian
ini Peneliti telah berhasil mewawancarai beberapa narasumber, seperti
pengelola Lawang Sewu, pengelola museum Mandala Bhakti, Dosen
Sejarah Universitas Diponegoro. Narasumber-narasumber tersebut
telah merepresentasikan topik penelitian ini, sebab mereka adalah
subjek yang mengetahui perubahan fungsi bangunan Lawang Sewu
dan image Kota Semarang.
c. Data artefak, yaitu pengumpulan data yang berupa benda peninggalan
masa lampau. Peneliti telah mengamati beberapa artefak dari masa
lampau yang terdapat di Lawang Sewu seperti kondisi bangunannya
yang telah berusia tua.
Kemudian, dari langkah-langkah di atas diperoleh sumber sejarah
yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
a. Sumber Primer
Menurut Gottschalk (1975: 36) sumber primer yaitu sumber yang
berasal dari saksi hidup yang mengalami atau mengambil bagian dalam
suatu kejadian atau yang hidup sezaman dengan kejadian itu. Sumber
primer merupakan sumber asli, karena kesaksiannya tidak bersumber
dari sumber lain, tetapi dari tangan pertama. Dalam penelitian ini,
sumber primer diperoleh dari hasil wawancara dengan Adi Prasteyo
Nugraha (29 tahun), Ngesti Lestari (66 tahun), Hendro (82th), Karis
(42th), Bernard (32th) dan Roji (72 tahun), ketiganya merupakan saksi
19
sejarah. Sumber primer yang diperoleh tidak diterima mentah (diambil
apa adanya) tetapi juga melalui prosedur kritik sumber yang telah
ditentukan sebagai alat analisis dalam ilmu sejarah.
b. Sumber Sekunder
Sumber sekunder adalah kesaksian dari siapapun yang bukan
merupakan saksi pandangan mata dari seseorang yang tidak hadir pada
peristiwa yang dikisahkan. Dalam penelitian ini Peneliti memperoleh
sumber dari hasil wawancara dengan Mujiyanto (44 tahun), Rochani
(41 tahun), Abdul Hadi (61 tahun), Slamet Widodo (53 tahun) , Peneliti
juga mempergunakan buku, Surat Kabar Suara Merdeka, hasil
penelitian, dan arsip yang terkait dengan permasalahan yang diteliti.
Dalam usaha untuk mencari dan mengumpulkan data yang dibutuhkan
maka penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut,
a) Teknik Lisan
Teknik lisan adalah alat pengumpulan data yang berupa informasi
dari para informan atau responden. Sumber lisan dalam penelitian ini
telah diperoleh melalui wawancara, yaitu metode yang digunakan dalam
rangka pengumpulan data dengan mengadakan wawancara secara
langsung dengan masyarakat setempat yang telah dipilih menjadi objek
penelitian dan masyarakat yang banyak memberikan penerangan atau
keterangan. Hasilnya berupa sumber lisan yang dapat dilanjutkan
menjadi sejarah lisan. Menurut Kuntowijoyo (2003: 26-27) Sejarah lisan
sebagai metode dapat dipergunakan secara tunggal dan dapat pula
20
sebagai bahan dokumenter. Sebagai metode tunggal, sejarah lisan tidak
kurang pentingnya jika dilakukan dengan cermat. Banyak sekali
permasalahan sejarah, bahkan dalam zaman modern ini yang tidak
tertangkap dalam dokumen-dokumen. Dokumen hanya menjadi saksi
dari kejadian-kejadian penting menurut kepentingan pembuat dokumen
dan zamannya, tetapi tidak melestarikan kejadian-kejadian individual dan
yang unik yang dialami oleh seseorang atau segolongan.
b) Teknik Studi Kepustakaan
Nawawi (1990: 133) mengungkapkan bahwa studi pustaka adalah
cara pengumpulan data melalui buku-buku yang relevan dengan
permasalahan yang diteliti, melalui peninggalan tertulis berupa arsip-
arsip dan termasuk juga bahan tentang pendapat, teori, dalil dan
sebagainya yang berhubungan dengan masalah yang diselidiki. Peneliti
telah berhasil mengumpulkan sumber-sumber sejarah terkait penelitian
ini dalam buku-buku sejarah, dan lain-lain serta dalam hasil penelitian
yang telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu dalam bentuk laporan
penelitian, skripsi, tesis, jurnal dan sebagainya. Selain itu Peneliti juga
telah melakukan penelusuran pada arsip-arsip media cetak.
2. Kritik Sumber
Kritik sumber sejarah adalah upaya untuk mendapatkan otentisitas dan
kredibilitas sumber (Pranoto, 2010: 35). Ada dua langkah yang harus
ditempuh untuk membuktikan validitas sumber, yaitu (1) Mengadakan kritik
intern yang bertujuan untuk mencari kebenaran isinya, dan (2) Mengadakan
21
kritik ekstern yang bertujuan untuk membuktikan keaslian dan kebenaran
suatu sumber.
Kritik sumber, menurut Wiyono (1990: 2) merupakan tahap penilaian
atau pengujian terhadap bahan-bahan sumber yang telah penulis peroleh dari
sudut pandang kebenarannya. Kritik atau analisa merupakan cara untuk
menilai sumber atau bahan yang memberikan informasi dapat dipercaya
atau tidak, apakah dokumen atau bahan itu dapat dipertanggungjawabkan
keasliannya (keautentikannya) atau tidak.
Kritik intern dilakukan terhadap informasi atau sumber itu sendiri,
sedangkan kritik ekstern dilakukan terhadap data dengan menganalisa
kebenaran sumber atau hubungan dengan persoalan apakah sumber itu asli
atau tidak. Dalam penelitian ini lebih banyak ditekankan pada kritik intern.
Hal ini dilakukan karena Peneliti ingin memperoleh jawaban dengan nilai
pembuktian dari isi atau sumber tersebut. Apakah relevan dengan penelitian
yang dimaksud atau tidak. Cara melakukan kritik intern di sini ialah dengan
cara membandingkan data yang diperoleh di lapangan dari hasil wawancara
dengan sumber tertulis. Selain itu, dalam melakukan kritik sumber melalui
wawancara dilakukan pengecekan silang antar sumber. Sebagai pendukung
perlu juga diketahui situasi, baik di dalam memberikan keterangan,
bagaimana kemampuan serta daya ingat dan juga bagaimana tingkah laku
informan dalam keseharian.
Dalam menentukan kriteria asli maupun tidaknya sumber tersebut di
lapangan adalah diperoleh dari seorang informan yang lainnya mengenai
22
suatu peristiwa yang sama. Sebab kadangkala informasi yang diberikan oleh
informan yang satu dengan informan yang lainnya tidak sama. Dalam hal ini
perlu dicari terlebih dahulu persamaan persepsi dan informasi. Selanjutnya
dibandingkan dengan sumber tertulis yang ada.
Dalam hal ini, kritik sumber dilakukan kepada (1) pemilihan informan
yang memberikan keterangan mengenai perubahan fungsi bangunan lawang
sewu dan image Kota Semarang tahun 1904-2009. Keadaan informan juga
perlu diperhatikan dan dipertimbangkan, (2) data atau sumber tertulis yang
berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini. Adapun cara melakukan kritik
dalam penelitian ini adalah membandingkan antar data dokumen yang
berhasil dikumpulkan, dan membandingkan data hasil wawancara antar
informan, serta membandingkan antara data dokumen dengan data hasil
wawancara.
3. Interpretasi
Interpretasi adalah menentukan makna saling berhubungan antara
fakta-fakta yang diperoleh. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh suatu
rangkaian peristiwa yang bermakna. Interpretasi merupakan cara untuk
menentukan maksud saling berhubungan dalam fakta-fakta yang diperoleh
setelah terkumpul sejumlah informasi mengenai peristiwa sejarah yang
sedang diteliti. Suatu peristiwa sejarah agar dapat menjadi kisah sejarah
yang baik maka perlu diinterpretasikan (disintesiskan). Berbagai fakta yang
lepas satu sama lain itu harus dirangkaikan dan dihubung-hubungkan
sehingga menjadi suatu kesatuan yang bermakna.
23
Menurut Widja (1989: 25) interpretasi adalah usaha untuk
mewujudkan rangkaian bermakna dari fakta-fakta sejarah. Fakta-fakta yang
telah diwujudkan perlu dihubung-hubungkan dan dikait-kaitkan satu sama
lain sedemikian rupa sehingga antara fakta satu dengan fakta lainnya
kelihatan sebagai suatu rangkaian yang masuk akal, dalam arti menunjukkan
kecocokan satu sama lainnya.
Pada umumnya proses interpretasi meliputi hal-hal sebagai berikut:
(1) seleksi fakta yang memilih fakta-fakta yang relevan dengan kepentingan
penelitian tersebut, (2) periodisasi, yaitu penyusunan fakta sesuai dengan
urutan waktu terjadinya.
4. Historiografi
Historiografi merupakan cara penulisan, pemaparan, atau pelaporan
hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan (Abdurahman, 1999: 67).
Layaknya laporan penelitian ilmiah, penulisan hasil penelitian sejarah itu
hendaknya dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai proses
penelitian, sejak dari awal (fase perencanaan) sampai dengan akhirnya
(penarikan kesimpulan).
Historiografi atau penulisan sejarah merupakan tahap akhir dari
metode sejarah. Hasil penafsiran atau interpretasi atas fakta-fakta sejarah
yang telah dilakukan kemudian dituliskan menjadi suatu kisah yang selaras.
87
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Pelaksanaan pembangunan dimulai 27 Februari 1904 dan selesai Juli 1907.
Bangunan pertama yang dikerjakan adalah rumah penjaga dan bangunan
percetakan, kemudian dilanjutkan dengan bangunan utama. Setelah
dipergunakan beberapa tahun, perluasan kantor dilaksanakan dengan
membuat bangunan tambahan di sisi Timur Laut tahun 1916 - 1918. Sejak
Juli 1907 digunakan sebagai Kantor Pusat Administrasi NIS, Pada tahun
1942 - 1945 Gd. Lawang Sewu diambil alih oleh Jepang dan digunakan
sebagai Kantor Riyuku Sokyoku (Jawatan Transportasi Jepang), Tahun
1945 menjadi Kantor DKARI (Djawatan Kereta Api Republik Indonesia),
Tahun 1946 dipergunakan sebagai markas tentara Belanda sehingga
kegiatan perkantoran DKARI pindah ke bekas kantor de
Zustermaatschappijen, Setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia
tahun 1949 digunakan Kodam IV Diponegoro, dan pada tahun 1994
gedung ini diserahkan kembali kepada kereta api (Perumka) yang
kemudian melebur menjadi PT. KAI (Persero) dan akhirnya pada Tahun
2009 Lawang Sewu dilakukan restorasi bangunan sampai akhirnnya
menjadi destinasi wisata di Kota Semarang.
2. Image Lawang Sewu sejak dibangun hingga saat ini mempunyai image
yang berbeda- beda di mata masyarakat. Saat Lawang Sewu digunakan
88
sebagai Kantor NIS, dimata masyarakat Gedung Lawang Sewu merupakan
salah satu gedung bangsawan yang megah, tatapi image gedung itu
berubah saat gedung Lawang Sewu digunakan oleh Jepang sebagai kantor
tentara Jepang. Pada saat itu gedung Lawang Sewu terkenal dengan
gedung yang penuh dengan kesadisan, karena oleh pemerintah Jepang
digunakan sebagai lokasi pembantaian oleh musuh –musuh Jepang. Pada
tahun berikutnya dari 1949 sampai dengan tahun 1994 Lawang Sewu
belum berganti image karena pada saat itu gedung Lawang Sewu
digunakan hanya sebatas kantor adminitrasi oleh Kodam IV/Diponegoro
dan Kantor Wilayah Perhubungan Jawa Tengah. Pada tahun 1994 gedung
Lawang Sewu kosong dan pada tahun inilah isu keangkeran dan mistis
gedung Lawang Sewu berkembang di masyarakat hingga saat ini.
B. SARAN
Penulis dalam penelitian ini memberikan saran-saran :
1. Pemerintah menyediakan anggaran sebagai kompensasi bagi pemilik
bangunan kuno/bersejarah berupa keringanan pajak atau bantuan dana
pemeliharaan bangunan, misalnya pemberian insentif berupa keringanan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB).
2. Pemerintah mengawasi renovasi yang dilakukan para pemilik sehingga
tidak mengakibatkan perubahan bentuk bangunan yang dapat
menghilangkan sisi keaslian (originalitas) .
3. Implementasi perlindungan bangunan kuno / bersejarah berjalan efektif.
Melalui perlindungan hak cipta pada seni ciptaan bangunan khususnya
89
bangunan kuno/bersejarah sekaligus sebagai benda cagar budaya
diharapkan agar para pemilik bangunan kuno maupun semua pihak lainnya
mau melindungi bangunan-bangunan yang menjadi cagar budaya tersebut
sehingga mampu dipertahankan demi keutuhan sebagai warisan budaya
bangsa. Diharapkan karya ciptaan bangunan kuno/bersejarah tersebut
bukan lagi hanya menjadi tanggun jawab pemerintah tetapi dengan
kesadaran dan talenta masing-masing warga masyarakat hendaknya turut
menyikapi dan memberikan kontribusi konkret pada aspek perlindungan
secara operasional maupun direksional sehingga mampu menjadi sebuah
gerakan (movement) masyarakat.
90
DAFTAR PUSTAKA
Bappeda Kota Semarang. 1985. Konservasi Bangunan Tua yang Bersejarah.
Semarang : PT. Reka Citra.
Bappeda Kota Semarang. 2006. Seanrai : Inventarisasi dan Dokumentasi
Bangunan dan Kawasan Pusaka Budaya Kota Semarang. Semarang.
Basundoro, Purnawan. 2012. Pengantar Sejarah Kota. Yogyakarta : Ombak.
Budiharjo, Eko. 1985. Laporan Pendahuluan : Konservasi Bangunan Kuno
Kotamadya Dati II Semarang. Semarang : PT. Reka Citra.
Budiman, Amin. 1978. Semarang Riwayatmu Dulu. Semarang : Tanjung Sari.
Catanese, Anthony J. 1996. Perencanaan Kota. Jakarta : Erlangga.
Djoko Soekiman. 1992. Kotagede. Jakarta: Media Kebudayaan Jakarta.
Dudung, Abdurahman. 1999. Metodolgi Penelitian Sejarah. Yogyakarta: Ar–
Ruzz Media
Gottschalk, Louis. 1975. Mengerti Sejarah. Terjemahan Nugroho Notosusanto.
Jakarta: UI Press.
Inoguchi, Takashi, Edward Newman, dkk. 2003. Kota dan Lingkungan,
Pendekatan Baru Terhadap Masyarakat Berwawasan Ekologi. Jakarta
: LP3ES
Joe, Liem Thian. 2004. Riwayat Semarang. Jakarta : Hasta Wahana.
Kantor Informasi dan Komunikasi Kota Semarang, 2008. Selayang Pandang
Kota Semarang 2008.
Kumolo, Tjahjo. 1992. Semarang Kota Tercinta. Semarang : CV. Padma
Grafika Semarang.
91
Kuntowijoyo. 2003. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta : Tiara Kencana.
Muhammad, Djawahir. 1995. Semarang Sepanjang Jalan Kenangan.
Semarang : Aktor Studio.
Margana, Sri dan M. Nursam. 2010. Kota-Kota Di Jawa : Identitas, Gaya
hidup dan Permasalahan Sosial. Yogyakarta : Ombak.
Muspriyanto, Edy dkk. 2006. Semarang Tempo Doeloe. Semarang : Terang
Publishing.
Nawawi, Hadari. 1990. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogjakarta: Gajah
Mada University Press.
Notosusanto, Nugroho. 1971. Norma-Norma Dasar Penelitian dan Penulisan
Sejarah. Jakarta: Departemen Pertahanan Keamanan Pusat Sejarah
ABRI.
Nurdin Saleh (15 Januari 2001). "Gelora Senayan Siap Berubah Menjadi
Gelora Bung Karno". Tempo Interaktif. Diakses tanggal 5 Juni 2010.
Pemerintah Daerah Kotamadya Dati II Semarang. 1979. Sejarah Kota
Semarang. Semarang : Kodya Semarang.
Pranoto, Suhartono W. 2010. Teori dan Metodologi Sejarah. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Soerjosoempeno. 1979. Sejarah Kota Semarang. Pemerintah Daerah
Kotamadya Dati II Semarang.
Subagyo. 2010. Membangun Kesadaran Sejarah. Semarang : Widya Karya.
Sumalyo, Yulianto. 1995. Arsitektur Kolonial Belanda Di Indonesia.
Jogjakarta : Gadjah Mada University Press.
92
Supriyanto, Adhie. 2009. Buku Saku Sejarah Singkat Berdirinya Lawang
Sewu. Semarang: Tim Kkp Sejarah Undip.
Suryanto, Angga. 2009. Upaya Pelestarian Bangunan Bersejarah Di Kota
Semarang Pada Tahun 1992-2008. Skripsi. Universitas Negeri
Semarang.
Tio Jongkie. 2004. Semarang Dalam Kenangan. Semarang : Kodya Semarang.
Wasino. 2007. Dari Riset Hingga Tulisan Sejarah. Semarang : UNNES Press.
Widja, I Gde. 1989. Sejarah Lokal Suatu Perspektif dalam Pengajaran
Sejarah. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan dan
Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jendral Perguruan Tinggi.
Wijanarka. 2007. Semarang tempo Dulu. Yogyakarta : Ombak
Wiyono. 1990. Metode Penulisan Sejarah. Semarang: FPIPS Jurusan Sejarah
IKIP Semarang.
Yunus, Hadi Sabari. 2005. Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar
“Jalan-jalan Menjelajahi Kota Tua Semarang”. Frontliners, Media
Komunikasi
Indosat, Edisi Bulan April 2009.
Karsten Sosok Humanis yang Meninggalkan Karya Besar”. Kompas, Edisi
Senin, 20 Desember 2004
93
Nurhajarini. 2009. Sejarah Kota Semarang : Pembangunan Infrastruktur dan
Perkembangan Kota Dalam Patrawidya Vol 10 no2 bulan juni 2009.
Semarang.
Seputar Semarang Edisi 69 Tahun II 21-27 Desember 2004. “Ir. Herman
Thomas
Tanti Johana. "Arsitektur Art Deco". Sabtu, 09 Mei 2009.
Tanti Johana. "Arsitektur Art Deco". Sabtu, 09 Mei 2009.
95
LAMPIRAN 1
PEDOMAN WAWANCARA
A. Untuk mengetahui perubahan fungsi bangunan lawang sewu tahun 1904-
2009
Narasumber: Pejabat PT.KAI, Tour Guide , Veteran, Sejarawan
Pertanyaan:
1. Bagaimana kondisi lawang sewu saat pembangunan pertama tahun 1904?
(meliputi: luas wilayah, batas wilayah, dll).
2. Bagaimana kondisi umum bangunan lawang sewu saat pertama
pembangunan?
3. Gedung apa saja yang dibangun pada tahun 1904 dan difungsikan sebagai
apa saja?
4. Bagaimana fungsi bangunan lawang sewu saat digunakan oleh
pemerintahan Belanda?
5. Bagaimana fungsi bangunan lawang sewu saat di gunakan sebagai kantor
Perkeretaapian Indonesia?
6. Bagaimana Fungsi bangunan lawang sewu saat digunakan oleh kantor
KODIM Diponegoro?
7. Bagaimana fungsi bangunan Lawang Sewu setelah proses renovasi tahun
2009?
8. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap bangunan lawang sewu saat ini
?
96
B. Untuk mengetahui pengaruh perubahan fungsi bangunan lawang sewu
terhadap image kota Semarang
Narasumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Semarang, Sejarawan
dan Veteran.
Pertanyaan:
1. Bagaimana kondisi Kota Semarang jaman dahulu?
2. Perubahan apa saja yang mendasar pada Kota Semarang dari tahun 1904 –
2009?
3. Bagaimana perlindungan pemerintah dalam menjaga bangunan kuno yang
ada di Kota Semarang?
4. Bagaimana pemerinatah Kota Semarang dalam membangun brand image
Kota Semarang ?
5. Bagaimana pengaruh Lawang Sewu dalam pembentukan image kota
Semarang ?
97
LAMPIRAN 2
DATA NARASUMBER
1. Nama : Hendro P
Umur : 82 tahun
Pekerjaan : Pensiunan Veteran
No. Telp. : -
Alamat : Semarang
2. Nama : Adi Nugroho
Umur : 29 tahun
Pekerjaan : Karyawan PT KAI
No. Telp. : -
Alamat : Semarang
3. Nama : Ngesti Lestari
Umur : 66 tahun
Pekerjaan : Dosen
No. Telp. : -
Alamat : Semarang
4. Nama : Bernard
Umur : 32 tahun
Pekerjaan : Tour Guide
No. Telp. : 08172845045
Alamat : Semarang
5. Nama : Roji S
Umur : 72 tahun
Pekerjaan : Veteran
No. Telp. :-
Alamat : Semarang
98
6. Nama : Mujiyanto
Umur : 44 tahun
Pekerjaan : Tour Guide
No. Telp. : -
Alamat : Jl. Ulin II no. 23
7. Nama : Slamet Widodo
Umur : 53 tahun
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : D3
No. Telp. : 085647115449
Alamat : Semarang
99
LAMPIRAN 3
DAFTAR NAMA PENGELOLA
GEDUNG LAWANG SEWU SEMARANG TAHUN 2015
No. Nama Jabatan Umur
1 Sapto Hartono Manager 51 th
2 Kartono Asisten Manager 42 th
3 Chikmatul Ulya Supervisor 32 th
4 Djoko Srijono Staff Ahli 60 th
5 Puteri Kungkum M Staff 28 th
6 Adi Prasetyo N Staff 29 th