perubahan belanja kementerian · pdf fileperubahan belanja kementerian negara/lembaga dalam...
TRANSCRIPT
1
PERUBAHAN BELANJA KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DALAM RAPBN-P TA 2010
KOMISI I
No Kementerian
Negara/Lembaga ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 PERUBAHAN
APBN RAPBN-P
1. Kementerian Luar Negeri Kenaikan alokasi anggaran berkaitan dengan adanya tambahan anggaran untuk program peningkatan
pelayanan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI). Tambahan anggaran digunakan untuk membiayai
kegiatan peningkatan pembinaan, perlindungan dan pelayanan TKI.
Outcome:
Meningkatnya pelayanan dan perlindungan TKI secara menyeluruh.
Rp5.561,7
miliar
Rp5.563,7
miliar
Meningkat Rp2,0
miliar (0,04 persen)
Beberapa temuan Hasil Pemeriksaan BPK Semester I TA 2009
1. Luar Negeri RI
Dua Tenaga Kerja pada Atase Pertahanan pada Perwakilan Republik Indonesia di Madrid tidak diikat
dengan Kontrak Kerja
Sesuai Keppres No.42 tahun 2002 Pasal 12 ayat (2)
Hal ini mengakibatkan :
a. Atase pertahanan dalam memberikan besarnya gaji kepada kedua pegawai tersebut tidak mempunyai
dasar yang kuat
b. Kedua pegawai tersebut tidak mempunyai kejelasan hak dan kewajibannya.
Hal ini disebabkan :
a. Kepala Perwakilan RI di Madrid belum pernah mengajukan formasi bagi staf atase pertahanan KBRI
Madrid kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara melalui Kepala Biro Kepegawaian
Departemen Luar Negeri
b. Lemahnya pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan anggaran oleh Kepala Kanselerai KBRI
Madrid
2. Kementerian Pertahanan Kenaikan alokasi anggaran berkaitan dengan adanya tambahan alokasi anggaran untuk lima keperluan,
yaitu: (i)pemberian tunjangan khusus bagi prajurit TNI dan PNS Kementerian Pertahanan yang bertugas di
wilayah pulau-pulau kecil terluar dan wilayah perbatasan; (ii)penyelesaian pembangunan proyek Integrated
Maritime Survaillance System (IMSS) 1206 FY-07; (iii)program pengamanan NKRI dan penanggulangan
tindak terorisme; (iv)program peningkatan kemampuan peralatan pertahanan dan keamanan;
Rp42.310,1
miliar
Rp42.638,5
miliar
Meningkat Rp328,4
miliar (0,8 persen)
2
No Kementerian
Negara/Lembaga ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 PERUBAHAN
APBN RAPBN-P
(v)pengadaan matsus Paspampres dan matsus Kopassus.
Output:
(i)Tersusunnya draft RUU tentang revitalisasi industri strategis pertahanan dan keamanan nasional; (ii)
tersusunnya Peraturan Presiden mengenai pembentukan Komite Kebijakan Industri Pertahanan.
Outcome:
Terpenuhinya peralatan pertahanan dan keamanan.
Beberapa temuan Hasil Pemeriksaan BPK Semester I TA 2009
1. Pertahanan RI
Pembayaran Gaji dan Tunjangan PNS Yang Bertugas Pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS) UPN
"Veteran" Sejak Tahun 1995 s.d. Masa Pensiun PNS Membebani Anggaran Belanja Dephan Minimal
Sebesar Rp1.329.985.949.931,32
Hal tersebut tidak sesuai dengan :
a. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003
b. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 42 Tahun 2002
c. Keputusan Menhan No. Skep/19/M/XII/2000 tanggal 29 Desember 2000 Bab I Pasal 3
Hal tersebut mengakibatkan :
Pembayaran gaji dan tunjangan bagi personel PNS UO Dephan yang dipekerjakan pada PTS UPN
"Veteran" Yogyakarta, Jawa Timur dan Jakarta sejak April 1995 s.d. masa pensiun PNS membebani
anggaran belanja Dephan minimal sebesar Rp1.329.985.949.931,32,00
Hal tersebut disebabkan :
a. Pengalihan status UPN “Veteran” dari Perguruan Tinggi Kedinasan menjadi Perguruan Tinggi Swasta
(PTS) tanpa didasari dengan perencanaan, penelaahan dan hasil evaluasi yang matang;
b. SKB Tiga Menteri, yaitu Menhankam, Menpan dan Menkeu 110/1995/11/KMK.03/
1995/KEP/06/VII/1995 tanggal 12 Juli 1995 tentang Ketentuan Khusus Bagi PNS Dephan yang
dipekerjakan di UPN “Veteran”, sudah tidak sesuai dengan Undang-Undang Keuangan Negara No. 17
Tahun 2003;
3
No Kementerian
Negara/Lembaga ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 PERUBAHAN
APBN RAPBN-P
c. Penarikan PNS Dephan yang bertugas di UPN “Veteran” untuk kembali ke UO Dephan sulit untuk
dilakukan.
Pembayaran Tunjangan Umum Kepada PNS UO Dephan Yang Dipekerjakan Pada UPN "Veteran" Tidak
Tepat Sasaran dan Tidak Sesuai Dengan Ketentuan Sebesar Rp7.210.292.920,00
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan :
a. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor : 12 Tahun 2006.
b. Peraturan Dirjen Perbendaharaan Depkeu Nomor : PER-26/PB/2006
c. Keputusan Bersama MenPAN, Menkeu dan Menhankam Nomor : 110/1995; 11/KMK.03/1995;
KEP/06/VII/1995 tanggal 12 Juli 1995
d. SE Dirjen Renhan Nomor : SE/32/V/2006 DJ REN tanggal 31 Mei 2006.
e. SE Kapusku Dephan Nomor : SE/04/VI/2006/Pusku tanggal 19 Juni 2006.
f. Surat Kepala Bidang Keuangan Dephan kepada Kapusdatin Dephan Nomor : B/151/VI/2006/Bidkudep.
Hal tersebut mengakibatkan :
penggunaan APBN berupa pembayaran Tunjangan Umum tidak tepat sasaran dan tidak sesuai dengan
ketentuan kepada PNS yang dipekerjakan sebagai karyawan PTS UPN "Veteran" sejak bulan Januari 2006
sampai dengan Mei 2008 sebesar Rp7.210.292.920,00.
Hal tersebut disebabkan :
a. Kebijakan Pimpinan Dephan untuk pemberian tunjangan kepada pegawai Dephan yang bekerja di
lingkungan UPN “Veteran”;
b. Lemahnya pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan belanja pegawai Dephan oleh pejabat
terkait Dephan.
2. TNI AD
Realisasi Beberapa Kegiatan pada Jajaran Kodam I/Bukit Barisan Melebihi Kebutuhan Sebesar
Rp772.960.000,00
Hal tersebut tidak sesuai dengan:
a. Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang
b. Keputusan Menhankam Nomor Kep/15/M/XI/2000 tanggal 15 November 2000
4
No Kementerian
Negara/Lembaga ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 PERUBAHAN
APBN RAPBN-P
Hal tersebut mengakibatkan
pembayaran dukungan ULP Penderita melebihi kebutuhan senilai Rp501.515.000,00 yang dapat
merugikan negara.
Hal tersebut terjadi karena:
a. Pelaksana membuat pertanggungjawaban keuangan hanya sebagai sarana untuk mencairkan anggaran.
b. Lemahnya pengawasan dan pengendalian yang dilakukan oleh Komando atas.
Beberapa Kegiatan Pembangunan Fasilitas Pangkalan Pada Zidam I/Bukit Barisan Tidak Sesuai
Ketentuan
Hal tersebut tidak sesuai dengan:
Keputusan Presiden R.I. No. 42 tahun 2002
Hal tersebut mengakibatkan:
a. Tujuan pelelangan yaitu memberikan harga yang paling murah dan kualitas yang baik bagi Negara tidak
tercapai.
b. Meniadakan iklim persaingan yang sehat dalam proses pengadaan dan menimbulkan kerawanan
penyalahgunaan keuangan Negara.
c. Timbulnya selisih harga sebesar Rp439.823.750,00 atas pembangunan pangkalan secara akselerasi
yang dapat merugikan keuangan negara.
Hal tersebut terjadi karena:
a. Adanya kebijakan Kasad untuk melaksanakan pembangunan terlebih dahulu baru kemudian diajukan
anggarannya pada tahun anggaran berikutnya.
b. Pimpinan dan para pelaksana di lingkungan Kodam I/Bukit Barisan tidak mempedomani ketentuan
pelaksanaan anggaran negara khususnya pelaksanaan pengadaan barang dan jasa.
c. Lemahnya pengawasan dan pengendalian oleh Komando Atas atas pelaksanaan kegiatan dan anggaran.
3. TNI AL
Pengadaan Barang dan Jasa Berupa Pemeliharaan kapal dan Pengadaan Suku Cadang KRI Senilai
Rp12.461.432.099,00 Belum Efektif Untuk Mendukung Kegiatan Operasional TNI AL.
5
No Kementerian
Negara/Lembaga ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 PERUBAHAN
APBN RAPBN-P
Hal tersebut tidak sesuai dengan:
a. Keppres Nomor: 42 Tahun 2002
b. Keppres Nomor: 80 Tahun 2003
c. Lampiran A Kontrak Pemeliharaan KRI Arun-903 No. KTR/16./02- 25/VIII/2006/Dismatal tanggal 10
Agustus 2006 dan Kontrak Pengadaan Diesel Generator KRI TCB-532 No. KTR/62/02-
25/IX/2007/Dismatal tanggal 17 September 2007
Hal tersebut mengakibatkan:
a. Kontrak pengadaan barang dan jasa berupa pemeliharaan kapal dan pengadaan suku cadang KRI
senilai Rp12.461.432.099,00 belum efektif untuk mendukung kegiatan operasional TNI AL, dengan
rincian:
1). Pengadaan material suku cadang senilai Rp10.847.660.040,00 dan jasa PT PAL Indonesia .
2) Pengadaan motor bantu/auxilliary engine dhi. diesel generator dan suku cadang KRI KGL-984 senilai
Rp1.523.272.050,00;
3). Pekerjaan penggantian DG dan service MSB pada pengadaan diesel generator KRI TCB-532 senilai
Rp90.500.000,00;
b. Diragukannya umur teknis mesin kapal karena penggunaan kembali/re-used sucad lama, dan atas
tidak dilaksanakannya pemasangan sucad baru tersebut, maka biaya perbaikan yang telah
dikeluarkan menjadi tidak efektif dalam mendukung tujuan dan sasaran pengadaan yaitu menunjang
kegiatan operasional TNI AL.
Hal tersebut disebabkan:
a. Panitia lelang dan panitia penerima barang tidak cermat dalam melaksanakan tugasnya yaitu
menandatangani BA Serah Terima Pekerjaan yang menyatakan bahwa sucad telah diganti baru yan
ternyata tidak diganti.
b. Kurangnya koordinasi antara pihak Panitia Pengadaan Dismatal dengan pihak satkai/user Kotama
terkait jadwal pemasangan DG dan service MSB pada kapal satkai.
c. Kurangnya koordinasi antara pelaksana pengadaan Dismatal dengan satkai Kotama terkait pengaturan
jadwal perbaikan KRI.
d. Lemahnya perencanaan kegiatan dan anggaran TNI AL terkait kegiatan identifikasi kebutuhan yang
tidak tepat sasaran.
e. Pengendalian dan pengawasan atas pelaksanaan pekerjaan pengadaan barang dan jasa masih lemah.
6
No Kementerian
Negara/Lembaga ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 PERUBAHAN
APBN RAPBN-P
4. TNI AU
Aset Lanud Husein Sastranegara Berupa Mess Perwira Rajawali Kondisinya Tidak Terawat
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 96/PMK.06/2007 tanggal 4 September 2007
b. Surat Keputusan Kepala Staf TNI AU Nomor: Skep/130/VII/1999 tanggal 2 Juli 1999.
Hal tersebut mengakibatkan:
a. Tanah milik TNI AU tidak dapat dipergunakan secara optimal;
b. Potensi kehilangan aset tanah dan bangunan apabila tanah tidak segera dimanfaatkan.
Hal tersebut disebabkan
upaya pemanfaatan dan pengamanan aset masih terkendala masalah perinjinan dan anggaran dari
Komando Atas.
3.
Kementerian Komunikasi dan
Informatika
Kenaikan alokasi anggaran berkaitan dengan adanya tambahan pagu yang bersumber dari pinjaman luar
negeri (PLN) untuk pelaksanaan proyek Improvement Transmitting Station (ITTS). Proyek tersebut
direncanakan akan berakhir pada tahun 2010, dengan total nilai kontrak proyek sebesar •17,1 juta. Pada
tahun 2009, dari total nilai kontrak sebesar •17,1 juta, telah terealisasi sebesar •11,5 juta, dan didalam
APBN 2010 telah dialokasikan sebesar Rp42,1 miliar atau setara dengan •3,0 juta (asumsi 1 = Rp14.000).
Dengan demikian masih terdapat sisa sebesar •2,6 juta atau setara dengan Rp36,7 miliar yang akan
ditambahkan pada pagu tahun 2010, untuk penyelesaian proyek ITTS tersebut.
Rp2.812,0
miliar
Rp2.848,7
miliar
Rp36,7 miliar (1,3
persen)
7
KOMISI II
No Kementerian
Negara/Lembaga ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 PERUBAHAN
APBN RAPBN-P
1. Departemen Dalam Negeri Anggaran belanja diarahkan untuk mendukung upaya penyelenggaraan sebagian tugas pemerintahan di
bidang urusan dalam negeri, dan otonomi daerah; serta pelaksanaan pengawasan fungsional.
Kenaikan belanja terutama dikarenakan:
1) Program system informasi administrasi kependudukan,
2) Program penataan otonomi daerah,
3) Pemantapan keutuhan wilayah NKRI,
4) Pemantapan reintegrasi Aceh, dan
5) Luncuran PNPM tahun 2009.
Output:
Tersusunnya strategi dasar penataan daerah, ditetapkannya revisi UU No.22/2007, dan revisi terbatas UU
No.32/2004 terkait dengan pelaksanaan Pilkada.
Outcome:
Terwujudnya pemantapan otonomi daerah
Rp12.524,8
miliar
Rp13.250.8
miliar
Meningkat Rp726,0
miliar (5,8%)
Beberapa temuan Hasil Pemeriksaan BPK Semester I TA 2009
1. Departemen Dalam Negeri belum mempunyai Unit Akuntansi yang memadai
Hal tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 171/PMK.05/2007
Mengakibatkan : Subbagian Pembukuan dan Akuntansi serta Subbagian Perlengkapan Biro Umum Setjen
Depdagri selaku UAPA dan UAPB mempunyai tanggung jawab melebihi kapapitas yang dimiliki.
Disebabkan : struktur organisasi dan tata kerja Depdagri yang ditetapkan dalam Kepmendagri No. 130
Tahun 2003 tidak menetapkan unit kerja yang bertugas dan berfungsi sebagai pengelola dan penyusun
laporan atas keuangan dan aset
2. Kontrak Pekerjaan Pengadaan Perangkat Infrastruktur Komunikasi dan Perangkat Jaringan dalam
rangka Pengadaan Perangkat Infrastruktur Data Center Kependudukan pada Ditjen Adminduk senilai
8
No Kementerian
Negara/Lembaga ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 PERUBAHAN
APBN RAPBN-P
Rp18.145.544.340,00 tidak diselesaikan dan tidak memasukkan syarat denda keterlambatan
Permasalahan tersebut tidak sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 dan Peraturan
Presiden Nomor 95 Tahun 2007, Pasal 34 dan 37
Mengakibatkan :
a. Pekerjaan senilai Rp14.196.248.770,00 belum dapat dimanfaatkan;
b. Realisasi belanja modal dalam LRA disajikan lebih besar senilai Rp3.949.295.570,00.
Disebabkan :
a. Rekanan tidak melaksanakan pekerjaan sesuai dengan surat perjanjian pekerjaan (kontrak);
b. PPK dalam membuat kontrak tidak mengacu kepada ketentuan;
2. Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi
Kenaikan alokasi anggaran berkaitan dengan adanya tambahan anggaran untuk program konsolidasi
struktur organisasi kementerian K/L dan BUMN, yang digunakan untuk membiayai penyusunan grand
design reformasi birokrasi nasional dan kebijakan pelaksanaannya.
Output:
(i)Tersusunnya grand design dan road map reformasi birokrasi; (ii)tersusunnya pedoman/juknis
pelaksanaan reformasi birokrasi.
Outcome:
Tercapainya peningkatan efektivitas dan efisiensi K/L dan BUMN.
Rp123,8
miliar
Rp129.8
miliar
Meningkat Rp6,0
miliar (4,8%)
3. Badan Pertanahan Nasional Kenaikan alokasi anggaran berkaitan dengan adanya tambahan anggaran untuk:
1) Program pelaksanaan reforma agrarian dan penataan pertanahan nasional,
2) Program penataan tata ruang dan pertanahan, dan
3) Program peningkatan penyediaan infrastruktur dengan skema KPS/PPP.
Output:
1) Terbitnya PP Reforma Agraria yang mengatur penataan sistem hukum dan politik serta pelaksanaan land
reform plus, pemberian akses kepada masyarakat untuk memanfaatkan tanahnya;
2) Terlaksanya sosialisasi PP Penertiban Tanah Terlantar dan PP Reforma Agraria;
3) Tersusunnya RUU pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum;
4) Tersusunnya kajian mengenai sistem penyediaan dana pembebasan tanah berupa dana talangan (non
Rp2.944,6
miliar
Rp2.951,6
miliar
Meningkat Rp7,0
miliar (0,2%)
9
No Kementerian
Negara/Lembaga ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 PERUBAHAN
APBN RAPBN-P
APBN) untuk proyek KPS yang layak secara finansial dan dukungan fiskal (APBN) untuk proyek KPS yang
kurang layak secara finansial.
Outcome:
1) Meningkatnya pengelolaan pertanahan nasional;
2) Tersedianya informasi tata ruang dan peta pemanfaatan tanah yang lebih baik;
3) Meningkatnya pembangunan infrastruktur dengan skema KPS/PPP.
Beberapa temuan Hasil Pemeriksaan BPK Semester I TA 2009
1. Proses Pencatatan dan Pelaporan Aset Sebesar Rp1.506.224,95 Juta Tidak Memadai dan Tidak
Didasarkan dari Konsolidasi Laporan Seluruh Satker.
Hal tersebut tidak sesuai dengan:
a. Buletin teknis Standar Akuntansi Pemerintahan No : 1 tentang Penyusunan Neraca Awal Pemerintah
Pusat BAB III
b. Peraturan Menteri Keuangan No. 171/PMK.05/2007 Tahun 2007
c. Keputusan Menteri Keuangan RI No. 01/KM.12/2001, Bab I, Pasal 1, ayat (3),
Kondisi tersebut mengakibatkan
saldo aset yang disajikan dalam Neraca BPN per 31 Desember 2008 sebesar Rp1.506.224.957.781,00
terdiri dari Aset Lancar sebesar Rp69.882.222.783,00, Aset Tetap sebesar Rp1.421.568.568.965,00 dan
Aset Lainnya sebesar Rp14.774.166.033,00 tidak dapat diyakini kewajarannya.
Hal tersebut terjadi karena:
a. Kurang adanya dukungan yang kuat dari pihak pimpinan dalam meningkatkan kualitas SDM yang
memadai untuk kepentingan pengelolaan keuangan menjadi lebih baik.
b. Kurangnya pemahaman petugas SAI dan SIMAK BMN pada tingkat UAKPA/B, UAPPA/B-W dan UAPA/B
terkait mekanisme penyusunan Laporan Keuangan sebagaimana mestinya.
c. Tidak terjalinnya koordinasi antara aparat/unit terkait pengelola keuangan dan BMN pada semua
tingkatan.
d. Belum sepenuhnya rekonsiliasi data dilaksanakan pada semua tingkatan terkait penyusunan laporan
keuangan
10
No Kementerian
Negara/Lembaga ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 PERUBAHAN
APBN RAPBN-P
2. Proses Pencatatan dan Pelaporan Realisasi Pendapatan dan Hibah Sebesar Rp918.323,46 Juta Tidak
memadai Proses Pencatatan dan Pelaporan Realisasi Pendapatan dan Hibah Sebesar Rp918.323,46
Juta Tidak memadai.
Hal tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 171/PMK.05/2007 Tahun 2007.
Kondisi tersebut mengakibatkan :
realisasi pendapatan dan hibah sebesar Rp918.323.461.350,00 yang dilaporkan dalam LRA tahun 2008
tidak mencerminkan realisasi yang semestinya dan diragukan kewajarannya.
Hal tersebut terjadi karena:
a. Kurangnya koordinasi antara Bendahara Penerimaan/Pengeluaran/Non DIPA dengan petugas SAI.
b. Lemahnya pengawasan dan pengendalian atas pencatatan dan pelaporan dari penanggungjawab SAI
pada UAKPA serta UAPPA-W terhadap penyusunan LRA Pendapatan.
4. Lembaga Administrasi Negara Kenaikan alokasi anggaran berkaitan dengan adanya tambahan anggaran untuk pembayaran kekurangan
belanja pegawai dan pembayaran tunjangan dosen serta tunjangan kehormatan profesor.
Outcome:
Meningkatnya kinerja dosen dan profesor pada LAN, sehingga dapat meningkatkan kualitas lulusan yang
dihasilkan.
Rp196,0
miliar
Rp199,5
miliar
Meningkat Rp 3,5
miliar (1,8%)
5. Badan Kepegawaian Negara Kenaikan alokasi anggaran berkaitan dengan adanya tambahan anggaran untuk verifikasi dan validasi
tenaga honorer.
Output:
(1)Tersedianya data mengenai jumlah tenaga honorer di seluruh instansi pemerintah; (2) tersusunnya PP
mengenai seleksi tenaga honorer untuk dapat diangkat menjadi calon pegawai negeri sipil.
Rp437,7
miliar
Rp462,7
miliar
Meningkat Rp25,0
miliar (5,7%)
11
KOMISI III
No Kementerian
Negara/Lembaga ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 PERUBAHAN
APBN RAPBN-P
1. Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia
Kenaikan alokasi anggaran berkaitan dengan adanya tambahan anggaran untuk : (1) rehabilitasi gedung di
lingkungan kanwil Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Barat sebagai akibat gempa bumi; (2)
pembenahan lembaga pemasyarakatan/rumah tahanan, reformasi birokrasi, serta peningkatan pelayanan
keimigrasian.
Rp4.609,7
miliar
Rp5.320,1
miliar
Meningkat Rp710,4
miliar (15,4 persen)
2. Komisi Pemberantasan
Korupsi
Kenaikan alokasi anggaran berkaitan dengan adanya keperluan anggaran untuk pegawai baru sebesar
Rp32,4 miliar.
Rp426,4
miliar
Rp458,8
miliar
Meningkat Rp32,4
miliar (7,6 persen)
12
KOMISI IV
No Kementerian
Negara/Lembaga ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 PERUBAHAN
APBN RAPBN-P
1. Kementerian Pertanian Kenaikan alokasi anggaran berkaitan dengan adanya tambahan untuk program peningkatan produksi
pangan, melalui beberapa kegiatan antara lain: (1)pelaksanaan audit lahan pertanian baik luasan maupun
potensi; (2)uji coba pengalihan subsidi pupuk langsung ke petani; (3)pengembangan lahan skala luas yang
ramah lingkungan dan tidak merusak pranata sosial setempat.
Output:
(i)Tersedianya peta lahan baku sawah; (ii)terlaksananya audit lahan sawah; (iii)finalisasi kajian uji coba
subsidi pupuk langsung ke petani; (iv)tersedianya rancang bangun subsidi pupuk langsung ke petani;
(v)terselenggaranya promosi dan persiapan investasi serta demonstration plot.
Outcome:
Meningkatnya produksi dan produktivitas bahan pangan
Rp8.038,0
miliar
Rp8.099,8 Rp61,8 miliar (0,8
persen)
2. Kementerian Kehutanan Kenaikan alokasi anggaran berkaitan dengan adanya tambahan anggaran untuk: (i)program rehabilitasi dan
pemulihan sumber daya alam; (ii)program rehabilitasi dan konservasi sumber daya alam; (iii)program
peningkatan kemampuan penanggulangan bencana.
Output:
(i)Terehabilitasinya hutan seluas 100.000 hektar; (ii)dapat dikendalikannya kebakaran hutan di Pulau
kalimantan, Sumatera dan Sulawesi; (iii)terpenuhinya kebutuhan sarana dan prasarana di 35 DAOPS dan 19
kabupaten rawan kebakaran.
Outcome:
Terselenggaranya rehabilitasi lahan kritis dan menurunnya jumlah hotspot sebesar 20 persen pertahun
serta meningkatnya kemampuan penanggulangan bencana di pusat dan daerah secara efektif dan efisien.
Rp3.348,4
miliar
Rp4.023,4
miliar
Rp675,0 miliar (20,2
persen)
Beberapa temuan Hasil Pemeriksaan BPK Semester I TA 2009
1. Hasil Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu Atas Manajemen Hutan di Kalimantan Tengah, PT Batara
Perkasa Melakukan Kegiatan Eksploitasi Tambang Batubara di Kawasan Hutan Menyalahi Ketentuan
13
No Kementerian
Negara/Lembaga ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 PERUBAHAN
APBN RAPBN-P
Hal tersebut tidak sesuai dengan :
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Kondisi tersebut mengakibatkan :
1. Hilangnya potensi kayu dan fungsi hutan sebagai pengatur tata air (hidrologi) sehingga dapat
menimbulkan bencana banjir dan kekeringan, serta musnahnya hutan sebagai penghasil oksigen dan
lepasnya karbondioksida ke udara bebas yang dapat menimbulkan pemanasan global;
2. Kerugian negara dari hilangnya potensi kayu sebesar Rp5.956.743.000,00, PSDH sebesar
Rp595.674.300,00 dan DR sebesar USD258,125.53.
Terjadi salah satunya dikarenakan Direksi PT BP diduga dengan sengaja melakukan eksploitasi di dalam
kawasan hutan tanpa izin pinjam pakai dari Menteri Kehutanan.
2. Pemberian Izin HPH PT Indexim Utama Corporation di Hutan Lindung S. Lampeong Kalimantan Tengah,
Melanggar Undang-Undang
Hal tersebut tidak sesuai dengan :
1. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
4. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan
Provinsi Sebagai Daerah Otonom
5. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan
Kondisi tersebut mengakibatkan :
1. Kerusakan lingkungan dan hilangnya fungsi hutan lindung sebagai pengatur tata air sehingga dapat
menimbulkan bencana banjir, erosi dan rusaknya kesuburan tanah.
2. Kerugian negara minimal sebesar Rp83.419.539.050,00 akibat eksploitasi di dalam kawasan hutan
lindung.
3. PT Harfa Taruna Mandiri dan CV Hikmah Jaya Abadi Melakukan Kegiatan Eksploitasi Tambang
Batubara di Kawasan Hutan Kalimantan Tengah Menyalahi Ketentuan
14
No Kementerian
Negara/Lembaga ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 PERUBAHAN
APBN RAPBN-P
Ketentuan dimaksud meliputi :
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Mengakibatkan :
1. Kerusakan hutan, terganggunya kelestarian sumber daya alam hayati dan keseimbangan
ekosistemnya, serta musnahnya hutan sebagai penghasil oksigen dan lepasnya karbondioksida ke
udara bebas yang dapat menimbulkan pemanasan global;
2. Kerugian negara dari hilangnya potensi kayu masing-masing pada PT HTM sebesar
Rp1.576.009.500,00, PSDH sebesar Rp157.600.950,00 dan DR sebesar USD68.293,75 dan pada PT HJA
sebesar Rp253.500.000,00, PSDH sebesar Rp25.350.000,00 dan DR sebesar USD10.985,00.
4. Kebijakan Pemberian Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK) Tanaman untuk
kegiatan Perkebunan di Kawasan Hutan Riau Tidak Sesuai Dengan Ketentuan.
Ketentuan dimaksud meliputi :
1. UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
2. SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 151/Kpts-II/2000 tentang Penetapan Jenis Komoditas
Tanaman Perkebunan.
3. Permenhut Nomor 35/Menhut-II/2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu.
Hasil Pemeriksaan :
• Departemen Kehutanan telah membuka peluang legalisasi dilakukannya kegiatan perkebunan (sawit)
tanpa pelepasan kawasan hutan melalui pemberian IUPHHBK Tanaman. Kegiatan perkebunan tersebut
dilakukan dengan merusak fungsi hutan dan tujuan dari pemanfaatan kawasan hutan itu sendiri.
• Hasil produksi perkebunan sawit adalah bukan merupakan hasil hutan sehingga pada kawasan hutan
yang dirambah untuk perkebunan sawit tidak boleh diberikan IUPHHBK Tanaman Sawit. Selain itu
pemberian toleransi penggunaan kawasan hutan yang telah digunakan secara ilegal untuk perkebunan
sawit juga hanya akan memperlambat proses pemulihan fungsi hutan yang telah dikonversi dan tidak
memberikan manfaat untuk sektor kehutanan.
• Mengakibatkan kerusakan ekosistem hutan yang lebih lama dan dapat berpengaruh pada perubahan
iklim yang meningkatkan potensi bencana banjir, kekeringan dan kebakaran lahan serta tanah longsor.
5. Pelaksanaan Kegiatan Pertambangan oleh PT Riau Multi Investama, PT Budiindah Mulia Coal, dan PT
15
No Kementerian
Negara/Lembaga ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 PERUBAHAN
APBN RAPBN-P
Arara Abadi di Kawasan Hutan tidak sesuai dengan ketentuan
Ketentuan dimaksud meliputi :
1. UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
2. UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Hal tersebut mengakibatkan potensi kerusakan hutan
PT Sawit Rokan Semesta Membuka Kawasan Hutan Riau untuk Jalan Perkebunan melanggar
ketentuan
Ketentuan dimaksud meliputi :
1. UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
2. SKB antara Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
364/Kpts-II/1990, 519/Kpts/hk.050/7/1990 dan 23/VIII/1990 tentang Ketentuan Pelepasan Kawasan
Hutan dan Pemberian Hak Guna Usaha untuk Pengembangan Usaha Pertanian.
3. Surat Edaran Menteri Kehutanan Nomor 404/Menhut-II/03 tanggal 10 Juli 2003
4. Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 382/Kpts-II/2004 tentang Izin Pemanfaatan Kayu
Hasil Pemeriksaan :
PT SRS telah membuka areal hutan dan menebang pohon sebelum mendapatkan pelepasan kawasan
dari Menteri Kehutanan dan IPK dari Gubernur Riau dan hal tersebut tidak diungkapkan dalam laporan
survey yang dilakukan oleh Tim Dinas Kehutanan Provinsi Riau, Kabupaten Rokan Hulu dan BPKH
Wilayah XII pada bulan April 2009.
6. Pembangunan perkebunan sawit oleh PT Sinar Inti Sawit di Kabupaten Bengkalis tidak sesuai dengan
ketentuan.
Ketentuan dimaksud meliputi :
1. UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
2. PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai Atas Tanah
3. Keputusan Bersama Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian dan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 364/Kpts-II/1990, 519/Kpts/hk.050/7/1990, 23/VIII/1990 tentang Ketentuan Pelepasan
Kawasan Hutan dan Pemberian Hak Guna Usaha untuk Pengembangan Usaha Pertanian
4. Kepmenhut Nomor 146/Kpts-II/2003 tentang Pedoman Evaluasi Penggunaan Kawasan Hutan/Eks
16
No Kementerian
Negara/Lembaga ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 PERUBAHAN
APBN RAPBN-P
Kawasan Hutan untuk Pengembangan Usaha Budidaya Perkebunan
5. Surat Edaran Menteri Kehutanan Nomor 404/Menhut-II/03 tanggal 10 Juli 2003
Hal tersebut mengakibatkan penggunaan kawasan HP dan HPT menjadi areal perkebunan sawit PT SIS
tidak sah dan menimbulkan potensi hilangnya kawasan hutan menjadi areal non kehutanan yang
merugikan negara. Di samping itu, juga mengakibatkan hilangnya fungsi hutan sebagai tata air
(hidrologis) sehingga berpotensi menimbulkan bencana banjir dan kekeringan serta musnahnya hutan
sebagai penghasil oksigen dan lepasnya karbondioksida ke udara bebas yang dapat memberikan
kontribusi terjadinya pemanasan global
7. Pembangunan perkebunan sawit oleh PT Sinar Inti Sawit di Kabupaten Bengkalis tidak sesuai dengan
ketentuan
Ketentuan dimaksud meliputi :
1. UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
2. PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai Atas Tanah
3. Keputusan Bersama Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian dan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 364/Kpts-II/1990, 519/Kpts/hk.050/7/1990, 23/VIII/1990 tentang Ketentuan Pelepasan
Kawasan Hutan dan Pemberian Hak Guna Usaha untuk Pengembangan Usaha Pertanian
4. Kepmenhut Nomor 146/Kpts-II/2003 tentang Pedoman Evaluasi Penggunaan Kawasan Hutan/Eks
Kawasan Hutan untuk Pengembangan Usaha Budidaya Perkebunan
5. Surat Edaran Menteri Kehutanan Nomor 404/Menhut-II/03 tanggal 10 Juli 2003
Hal tersebut mengakibatkan penggunaan kawasan HP dan HPT menjadi areal perkebunan sawit PT SIS
tidak sah dan menimbulkan potensi hilangnya kawasan hutan menjadi areal non kehutanan yang
merugikan negara. Di samping itu, juga mengakibatkan hilangnya fungsi hutan sebagai tata air
(hidrologis) sehingga berpotensi menimbulkan bencana banjir dan kekeringan serta musnahnya hutan
sebagai penghasil oksigen dan lepasnya karbondioksida ke udara bebas yang dapat memberikan
kontribusi terjadinya pemanasan global
8. Pembangunan perkebunan sawit oleh PT Padasa Enam Utama di Kabupaten Rokan Hulu dan Kampar
tidak sesuai ketentuan
Ketentuan dimaksud meliputi :
17
No Kementerian
Negara/Lembaga ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 PERUBAHAN
APBN RAPBN-P
1. UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
2. UU Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan.
3. Keputusan Bersama Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian dan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 364/Kpts-II/1990, 519/Kpts/hk.050/7/1990, 23/VIII/1990 tentang Ketentuan Pelepasan
Kawasan Hutan dan Pemberian Hak Guna Usaha untuk Pengembangan Usaha Pertanian
4. Surat Edaran Menteri Kehutanan Nomor 404/Menhut-II/03 tanggal 10 Juli 2003
Mengakibatkan kawasan HPT Batu Gajah seluas +4.184,59 Ha digunakan tanpa izin yang sah dan
dikonversi menjadi kebun sawit PT PEU sehingga rusak dan tidak dapat berfungsi sebagai areal yang
memproduksi hasil hutan dan penghasil oksigen, yang terjadi karena Direksi PT PEU diduga dengan
sengaja menggunakan dan merambah kawasan HPT untuk perkebunan sawit serta memberikan
dokumen – dokumen yang tidak benar untuk mendapatkan hak penggunaan tanah pada kawasan hutan
yang dirambah. Selain itu lemahnya pengawasan penggunaan kawasan hutan dari instansi kehutanan
pusat dan daerah membuat perambahan hutan lambat baru diketahui dan ditangani.
9. Pembangunan perkebunan sawit pada PT Meskom Agro Sarimas di Kabupaten Bengkalis tidak sesuai
dengan ketentuan
Ketentuan dimaksud meliputi :
1. UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
2. PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai Atas Tanah.
3. Keputusan Bersama Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian dan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 364/Kpts-II/1990, 519/Kpts/hk.050/7/1990, 23/VIII/1990 tentang Ketentuan Pelepasan
Kawasan Hutan dan Pemberian Hak Guna Usaha untuk Pengembangan Usaha Pertanian
4. Surat Edaran Menteri Kehutanan Nomor 404/Menhut-II/03 tanggal 10 Juli 2003
Hasil Pemeriksaan :
PT MAS tidak memiliki izin pencadangan lokasi perkebunan maupun pelepasan kawasan hutan dari
Menteri Kehutanan untuk menggunakan HPK dan HPT. Lokasi perkebunan PT MAS diperoleh melalui
pencadangan lahan untuk perkebunan sawit seluas 33.000 Ha. Selain itu dalam dokumen AMDAL PT
MAS yang menunjukkan bahwa masih terdapat areal berhutan sebelum dimulainya kegiatan
perkebunan. Pada kawasan HPT yang masuk dalam areal pembangunan kebun, PT MAS telah membuat
green belt akasia selebar 200 m dari tepi pantai sebagaimana terlihat pada batas luar kebun di titik 5
arah utara.
18
No Kementerian
Negara/Lembaga ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 PERUBAHAN
APBN RAPBN-P
3. Kementerian kelautan dan
Perikanan
Kenaikan alokasi anggaran berkaitan dengan adanya tambahan untuk program peningkatan produksi
pangan, yang antara lain akan digunakan untuk penyediaan kapal nelayan di berbagai daerah.
Outcome:
Meningkatnya produksi dan produktivitas bahan pangan.
Rp3.190,8
miliar
Rp3.280,8
miliar
Rp90.0 miliar (2,8
persen)
BELANJA SUBSIDI
NO URAIAN ISSUE ALOKASI ANGGARAN 2010
PERUBAHAN APBN RAPBN-P
1. Subsidi pangan Lebih tingginya perkiraan beban anggaran subsidi pupuk terutama berkaitan dengan:
(i) Kenaikan alokasi kuantum raskin dari 13 kg/ bulan/ RTS menjadi 15 kg/ bulan/ RTS sejak bulan April 2010,
sehingga kuantum raskin meningkat dari 2,73 ton menjadi 3,15 juta ton.
(ii) Meningkatnya harga pembelian beras (HPB) Perum Bulog dari Rp5.775 per Kg menjadi Rp6.285 per Kg,
akibat kenaikan HPP gabah/ beras.
Rp11.387.3
miliar
Rp14.252,8
miliar
Rp2.865,5 miliar
(25,2 persen)
Beberapa temuan Hasil Pemeriksaan BPK Semester I TA 2009
Beberapa temuan hasil pemeriksaan BPK RI Semester I TA. 2009 dapat diikhtisarkan sebagai berikut :
1. Terdapat beberapa kelemahan dalam Ketentuan Menteri Keuangan (KMK) dan Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) terkait perhitungan harga pembelian beras (HPB) maupun biaya perawatan beras.
Beberapa kelemahan KMK dan PMK tersebut antara lain:
• Perhitungan HPB dalam KMK dan PMK belum mencerminkan kebutuhan anggaran biaya
penugasan secara utuh.
• Biaya angkutan gabah ke gudang divre sebesar Rp42.693,00 juta tidak tepat diperhitungkan
sebagai komponen biaya pembentuk HPB tahun 2004.
• Tidak ada kejelasan batasan biaya manajemen.
• Tidak ada kejelasan batasan biaya rehab gudang ringan dan rehab gudang berat
• Tidak ada pasal yang mengatur kewajiban Perum Bulog untuk menghitung dan melaporkan nilai
HPB realisasi.
Rekomendasi :
19
• Pemerintah RI dhi Departemen Keuangan dan Meneg BUMN perlu menyusun peraturan terkait
dengan perhitungan HPB Realisasi dengan membuat batasan-batasan biaya HPB secara jelas dan
tegas.
• Perum Bulog wajib menghitung dan melaporkan HPB Realisasi kepada Pemerintah.
2. Nilai subsidi biaya perawatan beras, terkait dengan kurang memadainya mekanisme verifikasi tagihan
biaya perawatan beras oleh Departemen Keuangan RI. Tagihan biaya perawatan beras tersebut
meliputi:
a. Tagihan biaya manajemen yang diperhitungkan dalam biaya perawatan beras termasuk biaya gaji
maupun biaya manajemen untuk unit komersil/non PSO.
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK RI, seharusnya biaya gaji dan biaya pegawai tidak dimasukkan
sebagai biaya perawatan beras. Namun karena PMK No.115/PMK.02/2005 tidak membuat batasan
biaya manajemen sehingga masih ditemukan adanya salah/kurang catat. Rinciannya: biaya
perawatan beras (Unaudit) sebesar Rp419.789.729.910,80; koreksi tambah sebesar
Rp4.586.876.993,00; koreksi kurang sebesar Rp50.148.647.007,25; dan hasil pemeriksaan BPK
(audited) sebesar Rp374.227.959.896,55.
b. Tagihan biaya rehab gudang yang diperhitungkan dalam biaya perawatan beras belum sepenuhnya
akurat.
Biaya rehab gudang meliputi biaya rehab gudang ringan dan gudang berat. Plafon masing-masing
biaya tersebut sebesar Rp6.710.862.129,51 dan Rp16.944.926.877,02. Berdasarkan pemeriksaan
ditemukan salah pencatatan (reklasifikasi, cut off, kurang/lebih catat), maupun adanya biaya
Rehabilitation/Replacement (R/R) untuk pembangunan gudang baru dan untuk fasilitas gudang
non PSO.
Rinciannya: biaya perawatan beras (Unaudit) sebesar Rp12.648.031.911,00; koreksi tambah
sebesar Rp6.886.045.150,00; koreksi kurang sebesar Rp4.375.090.295,00; dan hasil pemeriksaan
BPK (audited) sebesar Rp15.158.986.766,00.
c. Tagihan biaya sewa gedung, biaya fumigasi, spraying dan pembelian obat-obatan serta biaya
reproses beras yang diperhitungkan dalam biaya perawatan beras belum sepenuhnya akurat.
Berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui bahwa perhitungan biaya perawatan beras untuk biaya-
biaya tersebut belum akurat karena masih ditemukannya sejumlah salah catat (reklasifikasi, cut
off, kurang/lebih catat).
Rinciannya: biaya perawatan beras (Unaudit) sebesar Rp14.371.927.448,57; koreksi tambah
sebesar Rp10.925.913,00; koreksi kurang sebesar Rp1.747.542.783,85; dan hasil pemeriksaan BPK
(audited) sebesar Rp12.635.310.577,72.
d. Stok rata-rata yang diperhitungkan dalam biaya perawatan beras belum sepenuhnya akurat dan
memperhitungkan stok beras milik WFP (World for Food Program)
Dasar stok rata-rata yang menjadi beban Bulog sesuai PMK No.115/PMK.02/2005 sebanyak
20
813.458 ton. Kelebihan stok di atas jumlah tersebut menjadi beban pemerintah dan diberikan
subsidi perawatan beras. PMK tidak memberikan batasan stok, dan Perum Bulog dan Departemen
Keuangan tidak membuat aturan lebih lanjut, terutama terkait stok milik WFP.
e. Nilai subsidi biaya perawatan beras kurang bayar.
Pemerintah kurang bayar lepada Perum Bulog sebesar Rp12.112.060.011,50. Perum Bulog
menggunakan hasil penerimaan dana subsidi biaya perawatan beras ini untuk melunasi kredit bank
dalam rangka penugasan Pemerintah.
3. Administrasi penyaluran raskin belum sepenuhnya tertib, adanya penyaluran tidak tepat sasaran, dan
pengelolaan BOP (Biaya Operasional Penyaluran) raskin pada beberapa divre bukan beban Perum
Bulog.
• Administrasi penyaluran raskin belum sepenuhnya tertib dikarenakan dalam DO (delivery order) dan
Berita Acara Serah tarima (BAST) tidak mencantumkan tanda tangan, nama penerima atau petugas,
tidak ada stempel Pemda, salah pencantuman nomor SPPB/DP, masih terdapat coretan/tip-ex, DO
telah kadaluarsa dijadikan dasar penerbitan BAST, dan tidak diisi tanggal tempo pembayaran.
• Penggunaan BOP Raskin kepada petugas di luar Perum Bulog dikarenakan tidak adanya dana
operasional yang dialokasikan dalam APBD. Hal tersebut dilakukan semata-mata untuk menunjang
kelancaran pelaksanaan tugas.
4. Kelemahan kontrak dan ketidaktaatan dalam pelaksanaan kontrak giling gabah, serta pelaksanaan
pengadaan belum sepenuhnya sesuai ketentuan.
Ketentuan dimaksud meliputi:
• Keputusan Direksi Perum Bulog No. KEP-26/DIR/02/2004 tanggal 11 Februari 2004 dan Keputusan
Direksi Perum Bulog Nomor: KD-57/DO200/03/2005 tanggal 4 Maret 2005 tentang Pengadaan
Gabah.
• Buku Pedoman Pengadaan Gabah Dalam Negeri Tahun 2005 Lampiran I.9.a tentang Seleksi Mitra
Kerja Pengadaan Gabah/Beras dan Giling Gabah Dalam Negeri Perum Bulog Bab I Poin B tentang
Mitra Kerja Perum Bulog menyatakan bahwa mitra kerja adalah perusahaan penggilingan padi yang
telah lupus seleksi yang dilaksanakan oleh Tim Seleksi yang dibentuk oleh Kadivre/Kasub Divre.
5. Pelaksanaan program Rehabilitation/Replacement (R/R) belum sepenuhnya sesuai ketentuan
Ketentuan dimaksud meliputi :
• Keputusan Direksi No. Kep-130/Dir/05/2004 tanggal 5 Mei 2004 tentang pedoman pengadaan
barang/jasa di lingkungan Bulog.
• Surat Direktur SDM dan Umum No.B-130/I/05/2004 tanggal 7 Mei 2004 tentang pemberian ijin
prinsip Program R/R tahun 2004.
• SEB Bappenas dan Depkeu 1203/D.II/03/2000/Se-38/A/2000 tanggal 17 Maret 2000.
21
Permasalahan di Lapangan yang Umum Terjadi atas Pelaksanaan Kebijakan Subsidi Pangan Program
Raskin
• Penetapan Harga Pokok Pembelian (HPB) oleh Depkeu tidak jelas. Untuk itu Depkeu perlu memperbaiki
perhitungan dan pelaporan Harga Pokok Pembelian (HPB), dan menetapkan batasan-batasan biaya dalam
komponen HPB secara jelas dan tegas
• Penetapan harga pembelian beras impor didasarkan pada harga perkiraan bukan berdasarkan harga
aktual pelaksanaan impor.
• Tidak ada pengujian dokumen tagihan ke divre-divre Perum Bulog oleh Departemen Keuangan dalam
proses pencairan anggaran.
• Pengadaan raskin tidak berasal dari pembelian petani dalam negeri melainkan dari impor, sementara
harga beras impor telah mengalami mark up lebih dari satu miliar.
• Proses pengadaan gabah dan beras oleh Perum Bulog bermasalah, mulai dari lemahnya pengawasan di
tiap-tiap divre hingga adanya indikasi KKN dalam proses seleksinya.
• Realisasi biaya perawatan beras lebih besar dari yang semestinya, sehingga nilai pembayaran subsidi
perawatan pemerintah kepada Bulog menjadi lebih besar, yaitu sebesar Rp5.978.629.447 (tahun 2006)
dan Rp4.518.091.456 (tahun 2007).
• Penyaluran raskin tidak didukung dengan dokumen berita acara serah terima di titik distribusi, adanya
duplikasi penagihan dan duplikasi pembayaran dana subsidi raskin.
• APBN menganggarkan biaya distribusi raskin hanya sampai kepada Bulog, sementara untuk biaya
distribusi dari Bulog ke RTS menjadi tanggung jawab Pemda melalui APBD dengan anggaran yang sangat
minim
• Banyak terdapat distributor yang bekerja sama dengan oknum pemerintah daerah untuk memperoleh
keuntungan dari harga jual beras subsidi, misalnya menjual raskin kepada rumah tangga yang tidak
terkategori miskin.
• Terjadi penyalahgunaan anggaran program raskin oleh oknum Bulog. Antara lain:
a. Penyalahgunaan dana hasil penyaluran Raskin tahun 2006 dan 2007 oleh Satgas Raskin di Divre Jabar
sebesar Rp931,57 juta yang penyelesaiannya belum tuntas sehingga menimbulkan beban bunga bagi
Perum Bulog sebesar Rp111,95 juta.
b. Penyalahgunaan anggaran sisa dana satgas pengadaan gabah/beras dan jasa gironya pada divre
Jabar dan Jateng, dimana dana tersebut digunakan antara lain untuk pembayaran uang muka untuk
sosialisasi raskin, perbaikan peralatan sarana dan prasarana lapangan tenis, pemasangan sarana di
kamar mandi dan rehabilitasi ruang rapat kantor divre Jabar. Padahal berdasarkan ketentuan
seluruh sisa dana yang diterima untuk kegiatan Satgas Ada DN harus segera dikembalikan/disetor
kembali ke Rekening Giro dana Satgas Ada DN selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah
pengadaan Satgas Ada DN berhenti.
• Adanya ketidakjelasan kriteria RTM yang dikeluarkan oleh BPS dan ketidakakuratan jumlah RTM, sehingga
22
berdampak adanya ketidaktepatan perencanaan dan implementasi kebijakan pemerintah atas program
raskin.
• Proses sosialisasi program raskin oleh pihak pemerintah tidak dilakukan secara detail dan merata yang
mengakibatkan minimnya informasi yang diperoleh masyarakat.
• Distribusi raskin tidak sesuai target yang ditetapkan dan penyaluran raskin tidak memperhatikan status
sosial rumah tangga penerimanya.
• Banyak RTM yang menerima raskin kurang dari semestinya. Pada tahun 2007 ditetapkan masing-masing
menerima 10 kg/bulan, namun pada kenyataannya RTM hanya menerima antara 4-10 kg/bulan.
• Mutu beras yang diterima oleh RTM sangat rendah, salah satunya kadar patahannya sangat tinggi. Pada
kasus di Sumsel misalnya buruknya kualitas beras terjadi karena sample dari pemasok yang diuji oleh
Bulog hanya sekitar 5%. Selebihnya tidak lagi mendapat pengawasan dari Perum Bulog. Dengan demikian
terdapat peluang untuk memasok beras dengan kualitas yang lebih rendah dari sample.
• Harga raskin di tingkat pembeli lebih tinggi dari yang ditetapkan dikarenakan adanya pembebanan biaya
distribusi kepada RTS dan adanya rent seeking sejumlah petugas.
Rekomendasi Subsidi Pangan Program Raskin
• Perlunya perbaikan perhitungan dan pelaporan HPB dan penetapan batasan komponen biaya HPB yang
jelas dan tegas oleh Depkeu.
• Perlunya pengawasan secara insentif dalam proses pengadaan dan penyaluran raskin.
• Perlunya verifikasi dan up date jumlah data RTM secara berkala.
• Perlunya peningkatan subsidi pangan sehingga menjangkau seluruh rumah tangga miskin.
• Perlunya kebijakan pembagian fungsi distribusi subsidi raskin berikut anggaran yang dibutuhkan dalam
proses tersebut.
• Perlunya sanksi yang tegas kepada pihak-pihak yang melakukan penyalahgunaan wewenang.
• Pemerintah harus terus berusaha menjaga kestabilan harga pangan.
2. Subsidi pupuk Lebih tingginya perkiraan beban anggaran subsidi pupuk terutama berkaitan dengan:
(i) penundaan kenaikan HET pupuk bersubsidi dari rencana semula bulan Januari 2010 menjadi bulan April
2010.
(ii) lebih rendahnya rencana kenaikan harga eceran tertinggi (HET) dari semula antara 58-100 persen
terhadap HET tahun 2009 menjadi antara 37,9-57,1 persen terhadap HET tahun 2009 yang berlaku mulai
tanggal 1 April 2010.
Rp14.757,3
miliar
Rp19.176,5
miliar
Rp4.419,2 miliar
(29,9 persen)
Beberapa temuan Hasil Pemeriksaan BPK Semester I TA 2009
Pemerintah merencanakan mengurangi subsidi pupuk dari Rp. 18,4 triliun (0,3 persen dari produk domestik
23
bruto/PDB) tahun 2009 menjadi Rp 11,3 triliun (0,2 persen PDB) tahun 2010. Sementara itu anggaran untuk
pengolahan pupuk organik sebesar Rp 105 miliar.
1. PT. Pupuk Kujang
Berdasarkan hasil pemeriksaan, perhitungan subsidi yang dilakukan oleh PT PK total sebesar
Rp1.149.730.232.694,20 dilakukan koreksi audit total sebesar Rp 26.223.962.466,28, dan PT PK sudah
menerima koreksi tersebut sehingga perhitungan subsidi pupuk menjadi Rp1.123.506.270.227,92.
Selanjutnya PT PK menetapkan subsidi yang masih harus diterima total sebesar Rp138.724.480.343,11.
2. PT. Pupuk Kalimantan Timur
Berdasarkan hasil pemeriksaan, perhitungan subsidi yang dilakukan oleh PT PKT sebesar
Rp4.857.956.860.127,20 dilakukan koreksi audit sebesar Rp254.525.714.944,94 dan PT PKT sudah
menerima koreksi tersebut sehingga perhitungan subsidi pupuk menjadi sebesar
Rp4.603.431.145.182,26. Selanjutnya PT PKT menetapkan subsidi yang masih harus diterima sebesar
Rp145.882.946.966,26.
3. PT Pusri
Berdasarkan hasil pemeriksaan, perhitungan subsidi yang dilakukan oleh PT Pusri sebesar
Rp2.487.168.177.240,68 dilakukan koreksi audit sebesar Rp238.243.810.183,51, dan PT Pusri sudah
menerima koreksi tersebut sehingga perhitungan subsidi pupuk menjadi Rp2.248.924.367.057,17.
Selanjutnya PT Pusri menetapkan subsidi yang kurang diterima sebesar Rp892.247.227.168,26.
4. PT Petrokimia Gresik
Berdasarkan hasil pemeriksaan, perhitungan subsidi yang dilakukan oleh PT PG sebesar
Rp8.129.540.811.329,18, dilakukan koreksi audit sebesar Rp66.813.575.576,25 dan PT PG sudah
menerima koreksi tersebut sehingga perhitungan subsidi pupuk menjadi sebesar
Rp8.062.727.235.752,93. Selanjutnya PT PG menetapkan subsidi yang masih harus diterima sebesar
Rp1.681.568.695.176,93.
Permasalahan di Lapangan yang Umum Terjadi atas Pelaksanaan Kebijakan Subsidi Pupuk
• Kurangnya ketersediaan pupuk maupun kelangkaan pupuk bersubsidi.
• Jumlah alokasi kebutuhan pupuk bersubsidi yang tersedia pada umumnya lebih rendah dari kebutuhan.
• Keterbatasan kemampuan produksi pupuk dalam negeri.
• Kurangnya koordinasi antara pihak-pihak terkait dan lemahnya pengawasan terhadap pelaksanaan
pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi.
• Terbatasnya pasokan gas, terutama untuk produksi pupuk Urea.
• Bahan baku produksi pupuk Non Urea tergantung dari impor.
• Mayoritas umur pabrik sudah tua dan sudah tidak efisien.
• Penetapan sistem distribusi tertutup untuk pupuk bersubsidi kemungkinan akan menimbulkan konflik
dikalangan petani jika tidak ada aturan tambahan untuk mengaturnya.
24
• Banyak petani harus membayar HET diatas harga yang seharusnya.
• Maraknya ekspor pupuk ilegal.
• Besarnya biaya transportasi dari Lini I sampai dengan Lini IV.
• Banyak distributor yang tidak memiliki gudang penyimpanan.
• Adanya perbedaan harga antara pupuk bersubsidi dengan pupuk non subsidi dapat menimbulkan
penyimpangan dalam penyaluran subsidi.
• Volume pupuk yang disubsidi tergantung dari ketersediaan anggaran subsidi dan keterbatasan
kapasitas produksi.
• Penyaluran pupuk belum dilaksanakan secara tepat waktu dan tepat jumlah.
Rekomendasi atas Pelaksanaan Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih
• Diperlukan evaluasi strategi perencanaan jumlah kebutuhan pupuk bersubsidi beserta strategi
pendistribusiannya.
• Perlu meningkatkan sosialisasi ke masyarakat khususnya petani agar beralih dari pupuk kimia ke pupuk
organik karena ketergantungan petani terhadap pupuk kimia masih sangat tinggi.
• Perlu menetapkan secara tegas batasan komponen biaya-biaya yang masuk dalam perhitungan subsidi
pupuk
SUBSIDI BENIH
Subsidi benih disalurkan melalui PT Sang Hyang Seri (Persero), PT Pertani (Persero) dan Penangkar Swasta
dalam koordinasi PT Sang Hyang Seri dan PT Pertani, serta Unit Pelaksana teknis (UPT) Pusat di lingkungan
Departemen Kelautan dan Perikanan.
PT Pertani (Persero)
PT Pertani kelebihan menerima subsidi benih TA 2007 sebesar Rp698.734.975,00, kelebihan menerima
profit margin sebesar Rp205.842.300,00, dan kelebihan menerima tambahan profit margin sebesar
Rp77.676.213,02 atau total sebesar Rp982.253.488,02
Hasil pemeriksaan BPK RI atas PT Pertani, sebagai berikut:
• Penagihan PT Pertani tidak sesuai dengan jadwal/schedule yang telah disepakati bersama. Pembayaran
dilakukan dengan menggunakan fasilitas Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN) PT Bank
Mandiri (Persero) sebesar Rp5.289.656.000,00 dan dana talangan dari Bank Agro sebesar
Rp11.257.344.000,00.
• Terdapat realisasi biaya tidak langsung (Overhead Cost/OC) sebesar Rp1.588.274.082,59 di Unit Produksi
Benih (UPB) PT Pertani (Persero) yang tidak diperhitungkan sebagai komponen HPP benih padi TA 2007
• Pemberian Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) Kepada Kelompok Tani Tumpang Tindih dengan
Proyek Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) Senilai Rp3.520.862.310,00
25
PT Sang Hyang Seri (Persero)
• Nilai subsidi benih yang seharusnya ditagihkan oleh PT Sang Hyang Seri (Persero) kepada Depkeu untuk
TA 2006 adalah sebesar Rp54.969.285.170,00 dengan jumlah subsidi yang telah diterima oleh PT Sang
Hyang Seri (Persero) adalah sebesar Rp 55.024.426.170,00, sehingga terdapat kelebihan penerimaan
subsidi sebesar Rp55.141.000,00
• Besarnya Profit Margin atas penjualan benih bersubsidi PT SHS tahun 2006 sebesar
Rp15.668.067.400,00. Sehingga besarnya Profit Margin hasil audit BPK-RI atas penjualan benih
bersubsidi tahun 2006 sebesar Rp15.652.468.900,00 atau lebih kecil dari profit margin yang telah
diterima oleh PT SHS sebesar Rp15.598.500,00.
• Pengurangan profit margin hasil perhitungan BPK-RI lebih besar dari profit margin yang telah diterima
oleh PT Sang Hyang Seri sebesar Rp114.502.415,00
Yang perlu menjadi perhatian dan catatan atas pelaksanaan subsidi benih:
BPK perlu mengaudit lebih dari sekedar tertib administrasinya saja, tetapi juga segala sesuatu yang
berkaitan dengan efektivitas atas pelaksanaan subsidi benih.
3. Subsidi pajak Penurunan alokasi anggaran subsidi pajak terutama berkaitan dengan:
(i) Penurunan perkiraan bea masuk ditanggung pemerintah (BM-DTP) sebesar Rp1000,0 miliar.
(ii) Pengurangan serta realokasi pada pos Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN-DTP)
Bahan Bakar nabati sebesar Rp900,0 miliar.
(iii) Tambahan PPN_DTP minyak goreng sebesar Rp240,8 miliar.
(iv) Tambahan PPh-DTP untuk transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan korban lumpur
Sidoarjo dari PT Minarak Lapindo Jaya sebesar Rp205,0 miliar, yang dalam APBN 2010 tidak
dianggarkan.
(v) Tambahan PPN-DTP program adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sebesar Rp900,0 miliar, yang dalam
APBN 2010 tidak dianggarkan.
Rp16.872,8
miliar
Rp16.318,6
miliar
(Rp554,2 miliar) 3,3
persen
26
KOMISI V
No. KEMENTERIAN
NEGARA/LEMBAGA ISSUE
Alokasi Anggaran 2010 Perubahan
APBN RAPBN-P
1 Kementerian Pekerjaan Umum Lebih tingginya alokasi anggaran belanja Kementerian Pekerjaan Umum dalam RAPBN-P tahun 2010
dibandingkan dengan pagunya dalam APBN 2010 tersebut terutama berkaitan dengan adanya tambahan
anggaran untuk:
1) Program peningkatan domestic connectivity Rp390,0 miliar;
2) Program pengendalian banjir Rp40,0 miliar;
3) Program peningkatan penyediaan infrastruktur dengan skema KPS/PPP sebesar Rp2,0 miliar;
4) Program peningkatan pembangunan wilayah Papua sebesar Rp238,1 miliar;
5) Penyodetan kali Ciliwung dan pembebasan tanah Rp100,0 miliar;
6) Luncuran bantuan langsung masyarakat (BLM) PNPM tahun 2009 sebesar Rp35,0 miliar.
Pada program peningkatan domestic connectivity, tambahan anggaran akan digunakan untuk membiayai
kegiatan penyelesaian pembangunan jalan lintas Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, NTB, dan NTT,
serta kegiatan pelaksanaan preservasi dan peningkatan kapasitas jalan dan jembatan nasional.
Output :
Meningkatnya kapasitas jalan sepanjang 1.368,7 km.
Sementara itu, pada program pengendalian banjir, tambahan anggaran akan digunakan untuk membiayai
kegiatan pembangunan waduk dan prasarana pengendali banjir DAS Bengawan Solo.
Output :
(i) terselesaikannya pembangunan waduk Gonggang:
(ii) tersedianya prasarana pengendalian banjir.
Pada program peningkatan penyediaan infrastruktur dengan skema KPS/PPP, tambahan anggaran akan
digunakan untuk membiayai kegiatan penyusunan kebijakan, peraturan, kelembagaan, dan pembiayaan
untuk penyediaan infrastruktur dengan skema KPS/PPP.
Output :
Tersusunnya buku panduan mengenai pelaksanaan KPS per sektor infrastruktur.
Pada program peningkatan pembangunan wilayah Papua, tambahan anggaran digunakan untuk membiayai
Rp34.796,5
miliar
Rp 35.501,7
miliar
Meningkat Rp705,2
miliar (2,02%)
27
No. KEMENTERIAN
NEGARA/LEMBAGA ISSUE
Alokasi Anggaran 2010 Perubahan
APBN RAPBN-P
kegiatan pembangunan jalan
Output :
Meningkatnya kapasitas jalan sepanjang 323 km.
Outcome:
(i) meningkatnya kelancaran distribusi barang dan jasa;
(ii) mengurangi potensi banjir pada daerah rawan banjir
(iii) meningkatnya pembangunan infrastruktur dengan skema KPS/PPP;
(iv) meningkatnya pertumbuhan ekonomi wilayah Papua.
Dalam rangka kesinambungan pelaksanaan kegiatan-kegiatan untuk mempercepat penanggulangan
kemiskinan, Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dalam program/kegiatan nasional pemberdayaan
masyarakat (PNPM) dalam DIPA 2009 dapat diluncurkan sampai akhir April 2010. Untuk Kementerian
Pekerjaan Umum, BLM yang diluncurkan ke tahun 2010 antara lain adalah: (i) program penanggulangan
kemiskinan perkotaan (P2KP) Rp16,6 miliar; (ii) program pengembangan infrastruktur perdesaan Rp18,6
miiar.
2 Kementerian Perhubungan Lebih tingginya alokasi anggaran belanja Kementerian Perhubungan dalam RAPBN-P tahun 2010
dibandingkan dengan pagunya dalam APBN tahun 2010 tersebut terutama berkaitan dengan
adanya tambahan anggaran untuk program pembangunan transportasi udara Rp600,0 miliar dan
program pendidikan tinggi Rp698,4 miliar.
Alokasi anggaran untuk program pembangunan transportasi udara tersebut akan digunakan untuk
kegiatan pembangunan bandara Kualanamu, yang meliputi pekerjaan tanah dan pengerasan
runway serta pengadaan peralatan fasilitas bandara.
Outcome
Meningkatkan arus transportasi sehingga diharapkan akan memacu pertumbuhan ekonomi yang
selanjutnya akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
Rp15.833,8
miliar
Rp17.132,2
miliar
Rp1.298,4 miliar
(8,2%)
3 Kementerian Perumahan Rakyat Lebih tingginya alokasi anggaran belanja Kementerian Perumahan Rakyat dalam RAPBN-P tahun 2010
dibandingkan dengan pagunya dalam APBN tahun 2010 berkaitan dengan adanya tambahan anggaran
untuk program pengembangan perumahan dan permukiman.
Rp904,5
miliar
Rp964,5
miliar
Rp60,0 miliar (6,6%)
28
No. KEMENTERIAN
NEGARA/LEMBAGA ISSUE
Alokasi Anggaran 2010 Perubahan
APBN RAPBN-P
Tambahan anggaran untuk program pengembangan perumahan dan permukiman tersebut akan
digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan rumah susun sederhana sewa.
Output:
Terbangunnya Rusunawa (twin block) untuk pekerja, pegawai, dan mahasiswa.
Outcome:
Meningkatnya penyediaan rumah layak huni bagi masyarakat berpenghasilan menengah-bawah.
4 Kementerian Negara
Pembangunan Daerah
Tertinggal
Lebih tingginya alokasi anggaran belanja Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal dalam
RAPBN-P tahun 2010 dibandingkan dengan pagunya dalam APBN 2010 tersebut terutama berkaitan
dengan adanya tambahan anggaran untuk:
(i) program penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan Rp30,0 miliar;
(ii) program peningkatan prasarana dan sarana perdesaan Rp65,0 miliar;
(iii) program pengembangan wilayah perbatasan Rp5,0 miliar dan
(iv) luncuran BLM PNPM tahun 2009 sebesar Rp12,8 miliar.
Pada program penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan, tambahan anggaran akan digunakan
untuk membiayai kegiatan-kegiatan antara lain :
(i) fasilitasi tim organisasi percepatan pembangunan daerah tertinggal;
(ii) pengembangan kebijakan, koordinasi dan fasilitasi bedah desa;
(iii) fasilitasi publikasi program-program pembangunan daerah tertinggal;
(iv) fasilitasi kerjasama dengan perguruan tinggi dan lembaga keagamaan di daerah tertinggal;
(v) penguatan kelembagaan masyarakat di daerah tertinggal;
(vi) fasilitasi pemberdayaan organisasi masyarakat di daerah tertinggal;
(vii) studi penguatan lembaga pengelola garam rakyat di Madura.
Output :
1) terlaksananya koordinasi percepatan pembangunan daerah tertinggal;
2) terlaksananya pengembangan kebijakan, koordinasi dan fasilitasi bedah desa;
3) terlaksananya publikasi program-program pembangunan daerah tertinggal;
4) meningkatnya kualitas kelembagaan perguruan tinggi dan organisasi keagamaan di daerah tertinggal;
5) meningkatnya kualitas kelembagaan masyarakat dan pemberdayaa organisasi masyarakat di daerah
Rp927,2
miliar
Rp1.040,0
miliar
Rp112,8 miliar
(12,1%)
29
No. KEMENTERIAN
NEGARA/LEMBAGA ISSUE
Alokasi Anggaran 2010 Perubahan
APBN RAPBN-P
tertinggal;
6) meningkatnya kualitas penguatan lembaga pengelola garam rakyat di Madura.
Pada program peningkatan prasarana dan sarana perdesaan, tambahan anggaran akan
digunakan untuk membiayai kegiatan percepatan pembangunan infrastruktur perdesaan daerah
tertinggal (P2IPDT) melalui pembangunan infrastruktur energi, transportasi, informasi dan
telekomunikasi, ekonomi dan sosial.
Output
Terpenuhinya kebutuhan pembangunan infrastruktur di daerah tertinggal. Selanjutnya, pada program
pengembangan wilayah perbatasan, tambahan anggaran akan digunakan untuk membiayai kegiatan
penyusunan rencana aksi pengembangan daerah tertinggal di kawasan perbatasan.
Output:
i) tersusunnya rencana aksi pengembangan daerah tertinggal di kawasan perbatasan;
ii) terfasilitasinya pengembangan daerah tertinggal di kawasan perbatasan.
Dalam rangka kesinambungan pelaksanaan kegiatan-kegiatan untuk mempercepat penanggulangan
kemiskinan, BLM PNPM dalam daftar isian pelaksanaan anggaran 2009 dapat diluncurkan sampai dengan
akhir April 2010. Untuk Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal, program BLM yang
diluncurkan ke tahun 2010 adalah program percepatan pembangunan daerah tertinggal dan khusus
(P2DTK) yang dilaksanakan pada dua propinsi, yaitu Propinsi Riau Rp8,9 miliar dan Propinsi Jambi Rp9,7
miliar. P2DTK tersebut bertujuan untuk membantu pemerintahan daerah dalam mempercepat pemulihan
dan pertumbuhan sosial ekonomi daerah-daerah tertinggal dan khusus melalui :
i) Peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam memfasilitasi pembangunan partisipasif;
ii) Pemberdayaan masyarakat dan lembaga masyarakat dalam perencanaan partisipasif;
iii) Melembagakan pelaksanaan pembangunan partisipatif untuk menjamin kebutuhan dasar, hukum dan
iklim usaha;
iv) Memperbesar akses masyarakat. terhadap keadilan;
v) Meningkatkan kemudahan hidup masyarakat miskin dengan penyediaan sarana dan prasarana sosial
ekonomi.
Beberapa temuan Hasil Pemeriksaan BPK Semester I TA 2009
30
No. KEMENTERIAN
NEGARA/LEMBAGA ISSUE
Alokasi Anggaran 2010 Perubahan
APBN RAPBN-P
Pertanggungjawaban Realisasi Belanja Bantuan Sosial Untuk Pekerjaan Bantuan Peningkatan
Infrastruktur Listrik PLTS 50 WP dan PLTS Terpusat 5 KW Belum Sepenuhnya Sesuai Ketentuan
Hal tersebut mengakibatkan proses pelelangan pengadaan PLTS SHS tipe 50 WP untuk 170 kabupaten
tertinggal sebesar Rp9.934.947.000,00 dan PLTS terpusat tipe 5 KW sebesar Rp46.247.685.000,00 tidak
sesuai ketentuan sehingga harga pengadaan belum dapat diyakini kewajarannya.
Hal tersebut disebabkan :
a. Panitia pengadaan barang lalai dan tidak cermat dalam melakukan penilaian terhadap dokumen
penawaran yang masuk meliputi aspek administrasi dan teknis perusahaan yang ikut penawaran.
b. Panitia lelang tidak cermat dan teliti dalam menyusun HPS/OE sebagai dasar untuk melaksanakan
pelelangan;
c. Pengawasan dan pengendalian oleh kuasa pengguna anggaran dan pejabat pembuat komitmen
terhadap kegiatan pengadaan masih lemah.
BPK merekomendasikan Menteri Negara PDT melalui Deputi II agar :
a. Memberikan teguran tertulis kepada panitia pengadaan atas kelalaian dan ketidakcermatan dalam
melakukan penilaian administrasi dokumen dan evaluasi teknis dari penawaran yang tidak mematuhi
prosedur dan ketentuan dalam Keppres No. 80 Tahun 2003.
b. Menegur dan memerintahkan panitia pengadaan dan pejabat pembuat komitmen satker Deputi II
untuk mempertanggungjawabkan kewajaran harga pengadaan PLTS tipe 50 WP dan pengadaan PLTS
terpusat tipe 5 KW
5 Badan Meteorologi, Klimatologi
dan Geofisika
Lebih tingginya alokasi anggaran belanja BMKG tersebut dalam RAPBN-P tahun 2010 dibandingkan dengan
pagunya dalam APBN tahun 2010 berkaitan dengan adanya tambahan anggaran untuk program
pengembangan pembinaan meteorologi, klimatologi dan geofisika.
Alokasi anggaran untuk program pengembangan pembinaan meteorologi, klimatologi dan geofisika
tersebut akan digunakan untuk kegiatan pengembangan sistem peringatan dini tsunami/ tsunami
early warning system (TEWS), yang mencakup kegiatan pemeliharaan bagi keseluruhan sistem INA-
TEWS, yang secara bersama-sama dioperasikan oleh beberapa institusi, utamanya BMKG, BPPT dan
Bakorsurtanal.
Kegiatan pemeliharaan tersebut antara lain meliputi: (i) fasilitas monitoring gempa yang terdiri dari 152
Rp865,2
miliar
Rp947,3
miliar
Rp82,1 miliar (9,5%)
31
No. KEMENTERIAN
NEGARA/LEMBAGA ISSUE
Alokasi Anggaran 2010 Perubahan
APBN RAPBN-P
seismograph dan 344 unit accelerograph; (ii) analisis dan pengolahan data seismik; (iii) decision support
system (DSS); (iv) sistem komunikasi data seismik; (v) sistem komunikasi data Bakorsurtanal ke BMKG
dan BPPT ke BMKG; (vi) sistem komunikasi untuk diseminasi informasi dan warning (saluran
terestrial-seluler); dan (vii) sistem shine.
Outcome:
Meningkatnya keselamatan masyarakat Indonesia terutama daerah pesisir Indonesia dari ancaman bahaya
tsunami dengan memberikan peringatan dini.
32
KOMISI VI
NO KEMENTERIAN
NEGARA/LEMBAGA ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 PERUBAHAN
APBN RAPBN-P
1. Departemen Perindustrian Untuk membiayai kegiatan inventarisasi, identifikasi, dan analisa 5 komoditas impor yang berkaitan dengan
dugaan masuknay Indonesia dilakukan dengan dumping atau subsidi atau perlu tindakan pengamanan
Output:
Tersediannya bukti awal 5 komoditas impor yang dapat mendukung dilakukannya penyelidikan anti
dumping, atau countervailing duties, atau safeguard measures.
Outcome:
Dapat memperkuat pelaksanaan trade defense dalam rangka memfasilitasi indistri dalam negeri yang
mengalami kerugian karena unfair trade practices ataupun tekanan impor dari produk tertentu.
Rp1.665,1
miliar
Rp1.670,1
miliar
Meningkat Rp5,0
miliar
(0,3%)
2. Departemen Perdagangan Program :
1. peningkatan effisiensi pasar komoditi pangan sebesar Rp 81M
2. penyederhanaan prosedur prosedur investasi dan usaha sebesar Rp1M
3. pengembangan perdagangan dalam negeri sebesar Rp2,5M
4. pengamanan pasar domestic sebesar Rp30M
Output:
1. Tersedianya 12 gudang komoditi pangan sesuai SK MEndag (jagung,beras,gabah,kopi,kako,rumput
laut,lada) di sentra produksi tingkat kabupaten/kota.
2. Tersedianya perlatan berupa dryer,tester, alat penguji mutu, dan alt pengolah data
3. Terselenggaranya sosialosasi dan pelatihan di 34 daerah, serta terselenggaranya modul pelatihan, modul
monitoring, dan evaluasi serta materi promosi.
Outcome:
1. Meningkatnya peran ekonomi kreatif dalam perekonomian nasional
2. Meningkatnya efisiensi distribusi dan logistik pangan
3. Menurunnya hambatan investasi
4. Meningkatnya perdagangan dalam negeri
5. Meningkatnya daya tahan dan daya saing industri nasional dan suplai domestic
Rp1.233,2
miliar
Rp1.355,3
miliar
Meningkat Rp122,1
miliar (9,9%)
33
NO KEMENTERIAN
NEGARA/LEMBAGA ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 PERUBAHAN
APBN RAPBN-P
3. Badan Koordinasi Penanaman
Modal (BKPM)
Untuk membiayai kegiatan penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)dan penerapan Sistem
Pelayanan Imnformasi dan Perizinan Investasi secara elektonik
Output:
1. Penetapan kualifikasi kelembagaan PTSP sebanyak 130 unit
2. Konsolidasi Perencanaan Pelaksanaan Penanaman Modal Nasional (KP3MN) dalam rangka
penyelnggaraan pelayanan terpadu satu pintu(PTSP)penanaman Modal.
Outcome:
Menurunnya hambatan investasi yang selnajutnya diharapkan dapat mendorong pertumbuhan eknonomi.
Rp365,0
miliar
Rp369,7
miliar
Meningkat Rp4,7
miliar (1,3%)
4. Badan Standarisasi Nasional
(BSN)
Program :
1. Kaji ulang dan harmonisasi Standar nasional Indonesia terkait AC-AFTA Rp8,8M
2. Penguatan Infrastruktur Badan Standarisasi Nasional dan Komite AKreditasi Nasional (KAN) sebesar Rp
29M
3. Penguatan penerapan SNI sebesar Rp 10,0M
4. Edukasi puplik sebesar Rp12,2M
Output:
1. Adopsi 250 standar internasional menjadi SNI
2. Kaji ulang 1491 SNI di 10 sektor prioritas
3. Monitoring SNI untuk laboratorium /balai/produsen
4. Peningktan kompentensi sumber daya manusia di laboratoriumdan lembaga inspeksi
5. Penambahan assessor dan penguatan sistem skreditasi di KAN
6. Penambahan fasilitas ruangdan sarana di BSN
7. Pemberian insentif pengujian dan akreditasi untuk laboratorium dan LS-Pro
8. Peningkatan akses informasi SNi bagi public
9. Terselnggaranya edukasi publik melalui berbagai medi a promosi sesuai dengan target stakeholder yg
dituju
Outcome:
Meningkatnya daya saing produk produk Indonesia sehingga dapat bersaing dipasar global.
Rp61,6
miliar
Rp121,6
miliar
Meningkat Rp60,0
miliar (97,4%)
34
NO KEMENTERIAN
NEGARA/LEMBAGA ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 PERUBAHAN
APBN RAPBN-P
Beberapa temuan Hasil Pemeriksaan BPK Semester I TA 2009
Biaya akomodasi dan transportasi Assesor dalam kegiatan Jasa Akreditasi tidak dikelola melalui
mekanisme APBN
Kondisi di atas tidak sesuai dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 1997 tentang PNBP pasal 3 ayat (1)
Hal tersebut mengakibatkan pengendalian atas biaya akomodasi dan transportasi kegiatan Jasa Layanan
Akreditasi lemah dan berpotensi terjadi penyimpangan atas biaya yang diterima langsung oleh assesor di
lapangan pada saat pelayanan jasa kepada klien.
Hal demikian terjadi karena PP No. 62 Tahun 2007 tentang Jenis dan Tarif atas PNBP yang berlaku pada BSN
tidak sepenuhnya mengacu pada Undang-undang No. 20 Tahun 1997 tentang PNBP dan BSN kesulitan
dalam merencanakan biaya perjalanan asessor.
Atas permasalahan tersebut BSN menyatakan akan menindaklanjuti temuan tersebut dengan berkonsultasi
dengan Direktorat PNBP Departemen Keuangan. BPK menyarankan Kepala BSN agar berkonsultasi dengan
Departemen Keuangan dan pihak-pihak lain yang terkait dalam penetapan tarif Jasa PNBP BSN, sehingga
BSN dapat mengelola biaya dan penerimaan sehubungan dengan PNBP tersebut sesuai undang-undang
PNBP.
BSN tidak memungut PPN atas Jasa Akreditasi yang diberikan oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) kepada
instansi non pemerintah
35
KOMISI VII
NO. KEMENTERIAN
NEGARA/LEMBAGA ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 PERUBAHAN
APBN RAPBN-P
1 Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral
Lebih tingginya alokasi anggaran belanja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dalam RAPBN-P
tahun 2010 tersebut terutama berkaitan dengan adanya tambahan anggaran untuk:
1) Program pembinaan usaha pertambangan mineral dan batubara sebesar Rp200,0 miliar;
2) Program peningkatan kapasitas penyediaan listrik Rp2,0 miliar; dan
3) Program pengembangan infrastruktur dan migas Rp3,0 miliar.
Pada program pembinaan usaha pertambangan mineral dan batubara, tambahan alokasi anggaran akan
digunakan untuk membiayai kegiatan pengeboran sumber eksplorasi di lapangan panas bumi Songs
Wayaua, Kabupaten Halmahera Selatan, Propinsi Maluku Utara.
Output:
Terbangunnya 4 sumur eksplorasi panas bumi yang dapat dimanfaatkan untuk memasok energi listrik
skala kecil. Sementara
Outcome:
Tersedianya sumur eksplorasi pads lapangan panas bumi di daerah tertinggal yang berpeluang
menghasilkan fluida/uap yang dapat digunakan sebagai sumur pemasok uap ke turbin listrik skala kecil,
sekaligus dapat difungsikan untuk pemanfaatan langsung fluida panas bumi.
Pada program peningkatan kapasitas penyediaan listrik, tambahan alokasi anggaran akan digunakan untuk
membiayai kegiatan pengembangan PLTU skala kecil di berbagai daerah dengan
Output:
Tersusunnya kajian mengenai persiapan pembangunan PLTU skala kecil di berbagai daerah.
Outcome:
Teratasinya krisis listrik nasional.
Selanjutnya, pada program pengembangan infrastruktur gas, tambahan alokasi anggaran akan
digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan antara lain : (i) kegiatan pengawasan pembangunan
floating storage and reqasification terminal (FSRT) di Sumatera Utara, Jawa Barat dan Jawa Timur; (ii)
pembangunan small scale LNG receiving terminal dan distribusi.
Rp7.797,5
miliar
Rp8.002,5
miliar
Rp205,0 miliar (2,6%)
36
NO. KEMENTERIAN
NEGARA/LEMBAGA ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 PERUBAHAN
APBN RAPBN-P
Output:
i) terlaksananya kegiatan persiapan pembangunan FSRT di Sumatera Utara dan Jawa Barat serta
kajian FSRT di Jawa Timur;
ii) tersusunnya kajian dan FEED pembangunan model small scale LNG receiving terminal. Outcome yang
diharapkan dari kegiatan tersebut adalah terealisasinya pengawasan persiapan pembangunan FSRT di
Sumatera Utara, Jawa Barat dan Jawa Timur.
Beberapa temuan Hasil Pemeriksaan BPK Semester I TA 2009
1. Penyetoran Atas Pendapatan Pelayanan Informasi Wilayah Pertambangan Mineral, Batubara dan
Panas Bumi Sebesar Rp129.100.000,00 Ke Kas Negara Terlambat
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Undang-undang Nomor 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Bukan Pajak Pasal 4 menyatakan bahwa
seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak wajib disetor langsung secepatnya ke Kas Negara.
b. Keputusan Presiden Nomor 42 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara.
c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan Negara Pasal 4 ayat
(4) Bendahara Penerimaan wajib menyetor penerimaan negara setiap akhir hari kerja ke kas negara
dan wajib mengirim Rekening Koran bulanan/Laporan Realisasi Penerimaan ke KPPN.
d. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 019 tahun 2007 tentang Pedoman
Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara di Lingkungan Departemen Energi dan Sumber
Daya Mineral.
Oleh Menteri Keuangan, Bendahara Penerima secara berkala harus menyetor/melimpahkan seluruh
penerimaan Negarayang telah dipungutnya ke rekening Kas Negara sekurang-kurangnya sekali
seminggu.
Hal tersebut mengakibatkan PNBP sebesar Rp129.100.000,00 terlambat diterima oleh Kas Negara
sehingga belum dapat dimanfaatkan untuk membiayai belanjanegara, yang terjadi karena Bendahara
kurang mematuhi ketentuan yang berlaku dan kurangnya pengawasan dan pengendalian atasan
langsung.
37
NO. KEMENTERIAN
NEGARA/LEMBAGA ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 PERUBAHAN
APBN RAPBN-P
2. Pekerjaan Pembangunan Pembangkit Listrik Senilai Rp590.928.000.000,00 Tidak Memenuhi Target
Waktu Yang Ditetapkan
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003
Mengakibatkan penyerapan belanja modal tidak sesuai dengan alokasi anggaran yang ditetapkan dan
berpotensi bahwa pekerjaan tersebut tidak akan selesai tepat waktu, yang terjadi karena P2K dalam
merencanakan kegiatan belum mensinkronisasi pelaksanaan kegiatan penyiapan lahan pembangkit yang
BPK LHP Kepatuhan atas LK Dep. ESDM Tahun 2008 Halaman 10 dari 26 menggunakan sumber dana
APLN oleh PLN wilayah Nusa Tenggara denganpelaksanaan pembangunan pembangkit oleh Inkitring JBN
yang menggunakan sumber dana APBN.
3. Pekerjaan Pembangunan Pembangkit Listrik Senilai Rp468.411.000.000,00 Tanpa Persetujuan
Perpanjangan Kontrak Multi Years Dari Menteri Keuangan
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 tahun 2003.
Mengakibatkan terjadinya ketidakpastian pembiayaan atas pekerjaan pembangunan yang dilaksanakan,
khususnya realisasi pekerjaaan di tahun Anggaran 2010, yang terjadi karena Menteri ESDM dalam hal ini
Sekjen dan Dirjen LPE Dep. ESDM belum menindaklanjuti permohonan perpanjangan ijin multiyears dari
Dirut PT. PLN (Persero) pada Menteri Keuangan.
2 Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi
Lebih tingginya alokasi anggaran belanja BPPT dalam RAPBN-P tahun 2010 dibandingkan dengan
pagunya dalam APBN tahun 2010 tersebut terutama berkaitan dengan adanya tambahan anggaran
untuk program peningkatan kapasitas iptek sistem produksi.
Alokasi anggaran untuk program peningkatan kapasitas iptek sistem produksi tersebut akan digunakan
untuk membiayai kegiatan antara lain sebagai berikut:
i) kegiatan operasional survei, pemasangan, dan pemeliharaan (200 hari layar) Rp13,0 miliar;
ii) kegiatan operasional stasiun penerima data Rp1,0 miliar,
iii) pengadaan suku cadang Rp3,0 miliar,
iv) buoy cadangan dan pengembangan Rp5,5 miliar;
v) operasional pembuatan buoy Rp0,7 miliar.
Rp534,0
miliar
Rp559,0
miliar
Rp25,0 miliar (4,7%)
38
NO. KEMENTERIAN
NEGARA/LEMBAGA ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 PERUBAHAN
APBN RAPBN-P
Output:
Beroperasinya dan terpeliharanya peralatan INA TEWS. Sedangkan
Outcome:
Meningkatnya keselamatan masyarakat Indonesia terutama daerah pesisir Indonesia dari ancaman
bahaya tsunami dengan memberikan peringatan dini.
3 Badan Koordinasi Survei dan
Pemetaan Nasional
Lebih tingginya alokasi anggaran belanja Bakorsurtanal dalam RAPBN-P tahun 2010 dibandingkan dengan
pagunya dalam APBN tahun 2010 berkaitan dengan adanya tambahan untuk program difusi dan
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Alokasi anggaran untuk program difusi dan pemanfaatan ilmu pengctahuan dan teknologi tersebut antara
lain akan digunakan untuk kegiatan pengembangan, pemeliharaan dan pengoperasian sarana INA-TEWS
yang berupa stasiun GPS dan stasiun pasang surut laut (tide gauges) yang tersebar di seluruh
wilayah dan pantai Indonesia. Kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka menjamin kesinambungan
pengembangan dan operasionalisasi sistem dan sarana INA-TEWS yang sudah terbangun.
Outcome:
Meningkatnya keselamatan masyarakat Indonesia terutama daerah pesisir Indonesia dari ancaman bahaya
tsunami dengan memberikan peringatan dini.
Rp443,0
miliar
Rp463,0
miliar
Rp20,0 miliar (4,5%)
ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 2010 YANG BERKAITAN DENGAN KOMISI VII
NO. ASUMSI MAKRO ISSUE ALOKASI ANGGARAN 2010
PERUBAHAN APBN RAPBN-P
1 Harga Minyak (USD/barel) Harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude-oil Price/ICP) pada tahun 2010 diperkirakan mengalami
peningkatan selaras dengan tren pergerakan harga minyak internasional. Sampai dengan akhir Januari
2010, harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) mencapai level US$77,3 per barel, lebih tinggi bila
dibandingkan dengan realisasinya pada periode yang sama tahun 2009 sebesar US$41,9 per barel. Dalam
tahun 2010, harga minyak mentah Indonesia rata-rata diperkirakan meningkat hingga mencapai US$77 per
barel atau naik US$15,4 per barel bila dibandingkan dengan rata-rata harga minyak ICP tahun 2009 yang
65 77 12 (18,5%)
39
mencapai sebesar US$61,6 per barel.
2 Lifting minyak (ribu
barel/hari)
Realisasi lifting minyak dalam tahun 2009 mencapai sebesar 0,994 juta barel per hari, lebih rendah bila
dibandingkan dengan target yang ditetapkan dalam APBN-P 2009 sebesar 0,960 juta barel per hari.
Beberapa permasalahan yang menghambat tercapainya target produksi minyak tahun 2009 adalah adanya
penundaan proyek maupun unplanned shutdown, seperti gangguan cuaca, rusaknya fasilitas produksi
hingga masalah kelistrikan. Di samping itu, tidak tercapainya target produksi oleh sebagian kontraktor
kontrak kerja sama juga disebabkan oleh tertundanya pembangunan fasilitas produksi, gangguan teknis
peralatan/fasilitas produksi, dan permasalahan pengadaan fasilitas produksi apung (Floating Storage
Offshore, FSO).
Pencapaian lifting minyak tahun 2009 di bawah target yang ditetapkan juga dipengaruhi oleh pencapaian
investasi di sektor migas. Sampai dengan 30 Desember 2009, realisasi investasi migas mencapai sebesar
US$12.184 miliar, lebih rendah dari targetnya sebesar US$ 13.778 miliar. Dalam periode yang sama,
realisasi investasi hulu migas mencapai US$ 10..874 miliar (turun dari target sebesar US$13.166 miliar) dan
realisasi investasi sektor hilir mencapai US$1.310 miliar (meningkat dari target sebesar US$612 juta). Untuk
tahun 2010, Pemerintah menargetkan investasi sektor migas sebesar US$ 15.988 miliar, yang terdiri atas
investasi sektor hulu sebesar US$13.628 miliar dan investasi sektor hilir sebesar US$2360 miliar.
Dalam rangka memfasilitasi iklim investasi sektor migas, Pemerintah telah menenerbitkan serangkaian
peraturan pada tahun 2009, di antaranya dua undang-undang, tiga peraturan Pemerintah, dua peraturan
Presiders/keputusan Presiden, 32 peraturan Menteri ESDM, 51 keputusan Menteri ESDM, dan 390 produk
Hokum lainnya.
Dalam APBN tahun 2010, Pemerintah dan DPR menyepakati target lifting minyak sebesar 0,965 juta barel
per hari. Mengingat realisasi lifting minyak tahun 2009 lebih rendah lari target yang ditetapkan dalam
APBN-P 2009, Pemerintah telah menetapkan beberapa langkah antisipasi untuk mencapai target produksi
minyak. Langkah-langkah tersebut di antaranya melalui ketentuan untuk tidak mematok cost recovery
(biaya pengganti kegiatan eksplorasi dan produksi), pemberian keringanan pajak untuk impor peralatan
migas, pengoptimalan produksi dari sumur-sumur minyak yang ditelantarkan, dan komunikasi intensif
dengan para kontraktor kontrak kerja sama dalam rangka perbaikan kinerja dalam pencapaian target
produksi. Untuk tahun 2010, tambahan lifting minyak diperkirakan berasal dari lapangan yang dikelola oleh
PT Chevron Pacific Indonesia sebesar 364.800 barel per hari, dan oleh PT Pertamina dan mitranya sebesar
131.800 barel per hari. Berdasarkan perkembangan tersebut, target lifting minyak mentah tahun 2010
ditargetkan sebesar 0,965 juta barel per hari, sama dengan asumsinya dalam APBN 2010.
965
965 0
40
BELANJA SUBSIDI DAN PENERIMAAN MIGAS
NO. URAIAN ISSUE ALOKASI ANGGARAN 2010
PERUBAHAN APBN RAPBN-P
1 Subsidi BBM Kenaikan yang cukup signifikan akibat perubahan harga minyak mentah dunia. Pada akhir tahun 2009 dan
awal tahun 2010, harga minyak mentah cenderung naik di atas asumsi harga minyak mentah dalam APBN
tahun 2010. Perkembangan harga minyak mentah di pasar dunia pada akhirnya berdampak pada perkiraan
harga minyak mentah Indonesia (ICP) dari US$65 per barel (APBN tahun 2010) menjadi US$77 per barel
sehingga meningkatkan beban subsidi energi.
Rp68.727,7
miliar
Rp89.291,3
miliar
Rp20.563,6 miliar
(29,9%)
2 Subsidi listrik Kenaikan beban anggaran subsidi listrik tahun 2010 antara lain disebabkan :
(1) Meningkatnya asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) dalam RAPBN-P tahun 2010, dari semula
US$65,0/ barel menjadi US$77,0/ barel.
(2) Penundaan kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dari semula direncanakan mulai Januari 2010 menjadi
mulai semestrer II tahun 2010.
(3) Carry over/ kekurangan pembayaran subsidi listrik tahun 2009 sebesar Rp4.000,0 miliar.
(4) Kenaikan margin PT PLN dari semula 5% menjadi 8%. Penyesuaian margin tersebut akan lebih
menguntungkan operasional PT PLN yang pada gilirannya akan meringankan beban pemerintah.
Rp37.800.0
miliar
Rp54.502.4
miliar
Rp16.702,4 miliar
3 Pajak penghasilan migas 47.023,4
miliar
54. 652,8
miliar
Rp7.629,4 miliar
4 PNBP SDA migas Peningkatan penerimaan SDA migas disebabkan oleh adanya perubahan asumsi ICP dari yang ditetapkan
dalam APBN 2010 sebesar US$65 per barel menjadi US$77 per barel dalam RAPBN-P 2010. Sementara
pemerintah akan berupaya mencapai target lifting minyak mentah sebesar 0,965 MBCD dan nilai tukar
diperkirakan berada pada kisaran Rp9.500, 0 per dolar Amerika Serikat.
120.529,8
miliar
149.012,2
miliar
Rp28.482,4 miliar
41
KOMISI VIII
No KEMENTERIAN
NEGARA/LEMBAGA ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 PERUBAHAN
APBN RAPBN-P
1. Kementerian Agama Kenaikan alokasi anggaran berkaitan dengan adanya tambahan alokasi anggaran pendidikan sejalan dengan
meningkatnya belanja negara.
Tambahan tsb diprioritaskan pada program
1) Program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun,
2) Program pendidikan menengah,
3) Program pendidikan tinggi,
4) Program mutu pendidik dan tenaga kependidikan,
5) Program pendidikan non formal,
6) Program manajemen pelayanan pendidikan.
Output:
Terlaksananya pemberian penghasilan tambahan bagi 133.000 guru PNS; (2) terwujudnya pemberian
tunjangan profesi bagi 257 guru PNS.
Outcome:
1) Terwujudnya pemberdayaan dan peningkatan kualitas peran lembaga sosial & lembaga pendidikan
keagamaan dalam menunjang perubahan sosial masyarakat;
2) Meningkatnya akses dan pemerataan pelayanan pendidikan yang bermutu dan terjangkau, baik melalui
jalur formal maupun non formal yang mencakup semua jenjang pendidikan agama.
Rp27.238,7
miliar
Rp29.331,7
miliar
Meningkat Rp2.093,0
miliar (7,7%)
Beberapa temuan Hasil Pemeriksaan BPK Semester I TA 2009
1. Penyelenggaraan pendidikan belum memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Pendidikan
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2003
SPM tersebut memuat indikator kinerja pelayanan bidang pendidikan, yang memuat antara lain:
a. Angka Putus Sekolah (APS) tidak melebihi 1% dari jumlah siswa yang bersekolah.
b. 90% sekolah memiliki sarana dan prasarana minimal sesuai dengan standar teknis yang ditetapkan
secara nasional.
c. 90% dari jumlah guru SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA yang diperlukan terpenuhi.
d. 90% guru SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA memiliki kualifikasi sesuai dengan kompetensi yang
ditetapkan secara nasional.
42
No KEMENTERIAN
NEGARA/LEMBAGA ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 PERUBAHAN
APBN RAPBN-P
e. 95% siswa SD/MI dan 100% siswa SMP/MTs dan SMA/MA memiliki buku pelajaran yang lengkap
setiap mata pelajaran.
f. Jumlah siswa SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA per kelas 30 – 40 siswa.
g. 90% dari lulusan SD/MI melanjutkan ke SMP/MTs, 70% dari lulusan SMP/MTs melanjutkan ke
SMA/MA/SMK dan 25% dari lulusan SMA/MA melanjutkan ke Perguruan Tinggi.
Hal tersebut mengakibatkan:
a. Mutu pelaksanaan Program Wajar Dikdas 9 Tahun dan Program Pendidikan Tingkat Menengah pada
sampel MI, MTs, dan MA di Provinsi Lampung tidak dapat terukur untuk memenuhi standar yang
dipersyaratkan dalam menetapkan tingkat pencapaian minimal dari pelayanan dasar bidang
pendidikan pada Program Wajar Dikdas 9 Tahun dan Program Pendidikan Tingkat Menengah, yang
selanjutnya dapat berpengaruh pula pada pencapaian tujuan Program Wajar Dikdas 9 Tahun dan
Program Pendidikan Tingkat Menengah.
b. Departemen agama tidak dapat menyusun suatu perencanaan pengelolaan/penyelenggaraan secara
nasional yang berbasiskan kepada pencapaian Standar Pelayanan Minimal.
Hal ini disebabkan:
(1) perencanaan strategis bidang pendidikan di lingkungan Departemen Agama belum diarahkan kepada
pencapaian sasaran pembangunan pendidikan nasional dan belum dikoordinasikan dengan baik di
antara satuan kerja pengelola pendidikan madrasah di lingkungan Departemen Agama dan instansi
terkait,
(2) Departemen Agama belum memiliki standar pelayanan minimal di bidang pendidikan.
2. Pelaksanaan penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) periode Januari-Juni 2007 sebesar
Rp27.546.771.000,00 belum sesuai dengan ketentuan Anggaran dan realisasi BOS Kanwil Depag
Provinsi Lampung TA 2007
Masalah tersebut di atas mengakibatkan:
a. Penyaluran BOS yang terlambat mengakibatkan kegiatan madrasah yang dibiayai dari BOS tidak dapat
dilaksanakan tepat waktu.
b. Pemberian BOS kepada MI An Nur dan MI Kaliasin sebesar Rp19.050.000,00 tidak tepat sasaran.
c. Pelaksanaan dan pertanggungjawaban dana BOS belum mengikuti ketentuan/buku panduan BOS.
43
No KEMENTERIAN
NEGARA/LEMBAGA ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 PERUBAHAN
APBN RAPBN-P
Hal tersebut di atas disebabkan:
a. Dana APBN untuk TA 2007 baru bisa dicairkan pada bulan Maret 2007.
b. Kepala Kanwil Depag Provinsi Lampung dalam membuat SK Alokasi BOS tidak berpedoman pada Buku
Panduan BOS
c. Pengawasan terhadap pelaksanaan BOS oleh Tim PKPS-BBM di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota
belum maksimal.
3. Terdapat Anggaran Program Wajar Dikdas 9 Tahun dan Program Pendidikan Tingkat Menengah
direalisasikan sebesar Rp2.781.412.800,00 tidak tepat sasaran
Kondisi tersebut di atas tidak sesuai dengan Rencana Strategi Kanwil Depag Provinsi Lampung Tahun
2005 – 2009, khususnya untuk Program Wajar Dikdas 9 Tahun dan Program Pendidikan Tingkat
Menengah tidak mencakup kegiatan-kegiatan untuk pembangunan gedung Kandepag beserta
fasilitasnya.
Hal tersebut disebabkan:
a. Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Lampung selaku Kuasa Pengguna Anggaran tidak
mentaati disiplin anggaran dan kebijakan nasional dalam bidang pendidikan yang telah ditetapkan
dalam peraturan perundangundangan maupun Renstra yang telah ditetapkan oleh Departemen
Agama.
b. Sekjen sebagai atasan langsung dan Dirjen Pendis selaku penanggungjawab program belum
melakukan pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan program pada kanwil/unit kerja
dibawahnya.
4. Tarif Biaya Pendidikan pada beberapa Perguruan Tinggi Agama Negeri tidak berdasarkan ketentuan
Hal tersebut tidak sesuai dengan :
a. UU No. 20 Tahun 1997 tentang PNBP pada pasal 3 :
b. PP No. 47 Tahun 2004 tentang Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Departemen Agama.
c. PMA No. 19 Tahun 2006 tentang Tarif atas Jenis PNBP dari Penyelenggaraan Jasa Pendidikan PTAN di
Lingkungan Depag.
Hal tersebut mengakibatkan
pengenaan tarif yang tidak sesuai dengan ketentuan dan atau tidak memiliki aturan yang jelas dari
44
No KEMENTERIAN
NEGARA/LEMBAGA ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 PERUBAHAN
APBN RAPBN-P
Pimpinan Perguruan Tinggi merugikan mahasiswa dan berpeluang terjadinya penyalahgunaan.
Hal tersebut disebabkan :
a. Satker Perguruan Tinggi Agama Negeri tidak memperhatikan ketentuan PNBP dalam melakukan
pemungutan.
b. Tidak adanya kepedulian dari Depag terhadap usulan biaya pendidikan dari STABN Sriwijaya
Tangerang.
5. Subsidi biaya pendidikan bagi karyawan dan direksi tahun 2006 sebesar Rp1.883.783.189,00 dan 2007
sebesar Rp2.011.775.357,00 tidak mempertimbangkan kondisi keuangan RSH Jakarta.
Hal tersebut disebabkan :
dalam menetapkan kebijakan pemberian subsidi biaya pendidikan, Direktur Utama RSH Jakarta tidak
memperhatikan kondisi keuangan pada tahun berjalan. Hal tersebut mengakibatkan keuangan RSH
Jakarta terbebani dengan subsidi biaya pendidikan yang tidak sepatutnya dibayarkan pada tahun
tersebut, karena kondisi keuangan RSH Jakarta yang tidak memungkinkan.
6. Sisa dana APBN-P untuk bantuan penyelenggaraan ibadah haji 1427 H sebesar Rp713.371.603,00
belum disetor ke Kas Negara.
Keadaan tersebut mengakibatkan :
1) Laporan pertanggungjawaban penggunaan dana bantuan APBN-P untuk kegiatan penyelenggaraan
ibadah haji 1427H/2006M masih belum dapat diyakini kewajarannya.
2) Terdapat sisa dana APBN-P sebesar Rp 713.371.603,00 masih tersimpan pada bendahara BPIH dan
belum disetor ke kas negara.
Hal tersebut disebabkan :
1) Perencanaan alokasi bantuan APBN-P sebesar Rp208.600.175.000,00 tidak didasarkan atas analisa
kebutuhan yang riil dan terlalu dipaksakan.
2) Pertanggungjawaban penggunaan APBN-P belum ditunjang dengan sistem pencatatan dan pelaporan
yang memadai.
45
No KEMENTERIAN
NEGARA/LEMBAGA ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 PERUBAHAN
APBN RAPBN-P
2. Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan
Anak
Kenaikan alokasi anggaran berkaitan dengan adanya tambahan anggaran untuk berbagai program di bidang
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
Tambahan anggaran digunakan untuk membiayai kegiatan antara lain
1) Pengembangan model pengintegrasian gender dan anak di daerah tertinggal,terdepan,terluar,di dearah
konflik dan bencana di seluruh bidang pembangunan;
2) Sosialisasi,advokasi dan pelatihan untuk anggaran responsive gender di lembaga masyarakat;
3) Fasilitasi pelaksanaan standar pelayanan minimal pelayanan perempuan dan anak korban kekerasan;
4) Efektivitas tugas pokok dan fungsi melalui peningkatan kapasitas SDM internal;
5) Kampanye kesetaraan gender;
6) Pembahasan RUU penatalaksanaan rumah tangga;
7) Fasilitasi untuk menginisiasi pengembangan wilayah yang layak anak;
8) Kegiatan sekretariat gugus trafficking;
9) Fasilitasi komisioner pemberdayaan dan perlindungan perempuan dan komisioner perlindungan anak
ASEAN;
10) Fasilitasi pendampingan untuk kerjasama Australia tentang policy framework.
Output:
1) Tersusunnya pedoman PUG program dan anggaran di bidang pertanian, usaha mikro dan kecil, energi
terbarukan, dan infrastruktur;
2) TOT ARG bagi lembaga masyarakat; 3) fasilitasi tercapainya indikator perempuan korban kekerasan
terhadap perempuan dan anak di setiap K/L dan Pemda;
4) Terlaksananya 12 jenis pelatihan teknis untuk menunjang reformasi birokrasi di KP dan PA;
5) Meningkatnya jumlah pengguna radio komunitas yang paham isu gender dan anak;
6) Tersusunnya UU penatalaksanaan rumah tangga;
7) Tersedianya naskah akademis RUU kesetaraan gender;
8) Terlaksananya pelatihan penyusunan kebijakan dan program pembangunan anak di propinsi dan
kabupaten/kota;
9) Tersedianyan dua komisioner pemberdayaan dan perlindungan perempuan dan anak ASEAN;
9) Terselenggaranya transfer pengetahuan analisis gender bagi 20 orang Palestina;
10) Terlaksananya kegiatan penelitian analisis kebijakan daerah oleh pusat studi wanita/gender (PSW/G)
Rp133,5
miliar
Rp183,5
miliar
Meningkat Rp50,0
miliar (37,5%)
46
KOMISI IX
NO KEMENTERIAN
NEGARA/LEMBAGA ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 Perubahan
APBN RAPBNP
1 Kementerian Kesehatan Lebih tingginya alokasi anggaran belanja Kementerian Kesehatan dalam RAPBN-P tahun 2010 dibandingkan
dengan pagunya dalam APBN tahun 2010 tersebut terutama berkaitan dengan adanya tambahan anggaran
untuk program penerapan keperintahan yang baik Rp700 miliar dan program pendidikan tinggi Rp300 miliar
serta program upaya kesehatan prefentif terpadu Rp40,0 miliar.
Rp21.389,6
miliar
Rp22.429,6
miliar
Meningkat Rp1.040,0
miliar (4,9%)
Anggaran untuk program penerapan kepemerintahan yang baik tersebut akan digunakan untuk membayar
tunjangan tenaga dokter/dokter gigi PTT sebanyak 13.094 orang, dokter/dokter gigi spesialis PTT sebanyak
86 orang, dan bidan PTT sebanyak 47.848 orang. Sementara itu, pada program pendidikan tinggi tambahan
anggaran tersebut akan digunakan untuk beasiswa tenaga kesehatan dalam rangka meningkatkan
ketrampilan dan profesionalisme tenaga kesehatan.
Pada program pendidikan tinggi, tambahan alokasi anggaran akan digunakan untuk membiayai kegiatan-
kegiatan anatra lain :
i) Pembayaran kekuarangan biaya tugas belajar
ii) Internship tenaga dokter
iii) Pengadaan alat bantu belajar mengajar
iv) Pengadaan buku, meubelair dan bus sekolah
v) Kekuarangan biaya pembangunan gedung akibat gempa di Poltekkes Padang
vi) Rehabilitasi gedung dan pengadaan ABBM dan meubelair akibat gempa di Poltekkes Mataram
vii) Rehabilitasi gedung akibat gempa di Poltekkes Tasikmalaya
viii) Kekurangan dana pembangunan lanjutan gedung Poltekkes Denpasar
ix) Pengadaanlistrik, sumur/air dan sarana limbah di Poltekkes Bengkulu.
Pada upaya kesehatan prefentif terpadu, tambahan alokasi anggaran akan digunakan untuk membiayai
kegiatan pengembangan bantuan operasional kesehatan (BOK) . Output dari kegiatan tersebut adalah
meningkatnya jumlah Puskesmas yang mendapatkan bantuan operasional kesehatan dan
menyelenggarakan lokakarya mini untuk menunjang pencapaian standar pelayanan minimal (SPM).
Outcome :
Meningkatnya kesehatan masyarakat.
47
NO KEMENTERIAN
NEGARA/LEMBAGA ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 Perubahan
APBN RAPBNP
Beberapa temuan Hasil Pemeriksaan BPK Semester I TA 2009
Metode penunjukan langsung dalam penetapan PT Pembangunan Perumahan (PP) dan PT Rajawali Nusindo sebagai
pelaksana pengadaan barang dan jasa di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta tidak sesuai ketentuan
Kondisi di atas tidak sejalan dengan Peraturan Pemerintah No. 95 Tahun 2007 tentang perubahan ketujuh atas Keppres
No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, Lampiran I Bab I, Point
C.1.a.4
Kondisi tersebut mengakibatkan hilangnya kesempatan bagi kontraktor lain yang kompeten untuk bersaing dalam
pelaksanaan tender/pelelangan pekerjaan pembangunan Gedung Public Wing, dan harga pengadaan belum dapat
diyakini kewajarannya.
Permasalahan tersebut disebabkan Pejabat Pembuat Komitmen tidak cermat dalam membuat pertimbangan
keputusan Penunjukan Langsung sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2 Kementerian Ketenagakerjaan
dan Transmigrasi
Lebih tingginya alokasi anggaran belanja Kementerian Dalam Negeri dalam RAPBNP tahun 2010
dibanidngkan dengan pagunya dalam APBN 2010 berkaitan dengan adanya tambahan untuk program
sinkronisasi kebijakan ketenagakerjaan dan iklim usaha sebesar Rp2,0 miliar dan program peningkatan
pelayanan dan perlindungan TKI Rp28,8 miliar.
Rp2.860,3
miliar
Rp2.891,1
miliar
Meningkat Rp30,8
miliar (1,07%)
Tambahan alokasi anggaran untuk program sinkronisasi kebijakan ketenagakerjaan dan iklim usaha antara
lain akan digunakan untuk membiayai kegiatan penyempurnaan peraturan ketenagakerjaan dan
sinkronisasi kebijakan ketenagakerjaan pusat dan daerah.
Output :
Tersusunnya rancangan peraturan kompensasi dan penetapan PHK, hubungan kerja (PKWT dan
outsourcing) pengupahan, perlindungan pekerja, mogok kerja.
48
NO KEMENTERIAN
NEGARA/LEMBAGA ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 Perubahan
APBN RAPBNP
Sementara itu, alokasi anggaran untuk program peningkatan pelayanan dan perlindunagan TKI antara lain
akan digunakan untuk membiayai kegiatan peningkatan pembinaan, perlindungan dan pelayanan TKI.
Output :
(i) meningkatnya persentase calon TKI terlayani dan tercatat pada Dinas tenaga Kerja provinsi dan
kabupaten/kota
(ii) ratifikasi konvensi buruh migran dan keluarganya
(iii) terlaksananya langkah persiapan amandeman UU 39 tahun 2004 (iv) meningkatnya jumlah atase
ketenagakerjaan yang memberi perlindungan TKI.
Beberapa temuan Hasil Pemeriksaan BPK Semester I TA 2009
1. Pengalihan pengelolaan dan penggunaan aset negara untuk pelaksanaan bidang tugas Penempatan
dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKLN) dari Depnakertrans kepada BNP2TKI
belum sesuai ketentuan yang berlaku
Hal tersebut tidak sesuai dengan:
1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2006 Tentang Badan Nasional Penempatan
Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia pasal 49 butir e,
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah, Pasal 4 ayat 1 dan Pasal 6 ayat 2
Hal ini mengakibatkan status penggunaan, penatausahaan, dan pengawasan atas aset tersebut tidak
jelas sehingga tanggung jawab atas BMN tersebut juga tidak jelas.
Hal ini disebabkan kurangnya koordinasi antara Depnakertrans dan BNP2TKI dalam proses pengalihan
pengelolaan dan pengggunaan aset.
2. Kegiatan pengawasan, pembinaan, pemantauan dan evaluasi terhadap PPTKIS belum maksimal
Kondisi ini tidak sesuai dengan:
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan Dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri:
b. Lampiran Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi
Sistem Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, pada bagian:
49
NO KEMENTERIAN
NEGARA/LEMBAGA ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 Perubahan
APBN RAPBNP
Kondisi tersebut mengakibatkan:
a. Kegiatan monitoring dan evaluasi yang ditujukan sebagai upaya pengawasan preventif belum
memberikan hasil yang maksimal dalam mencegah atau mengurangi kasuskasus TKI bermasalah di
luar negeri.
b. Proses rekrutmen, pelatihan kerja, uji kompetensi dan pemeriksaan kesehatan belum sepenuhnya
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan.
c. Banyak ditemukan kasus PPTKIS bermasalah dengan pelanggaran yang dilakukan adalah melakukan
perekrutan calon TKI dibawah umur, unfit dan buta huruf, pemalsuan dokumen keberangkatan dan
tidak membayarkan asuransi pra penempatan TKI.
BPK menilai belum optimalnya pengawasan terhadap PPTKIS disebabkan oleh:
a. Tidak adanya koordinasi yang baik antara Depnakertrans dan BNP2TKI dalam bidang pengawasan
terhadap lembaga-lembaga swasta.
b. Depnakertrans dan BNP2TKI belum menganggap kegiatan pengawasan preventif sebagai prioritas
dalam memperbaiki program penempatan TKI di luar negeri.
c. Depnakertrans dan BNP2TKI belum memiliki konsep yang jelas tentang pengawasan, terutama
pengawasan yang bersifat preventif
3. Depnakertrans dan BNP2TKI belum memiliki pemahaman yang sama dalam bidang pengawasan
terhadap PPTKIS, BLKLN, LSP dan Sarkes serta belum ada mekanisme koordinasi yang memadai di
bidang pengawasan
BPK menilai kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan Dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri Pasal 86
b. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2006 Tentang Badan Nasional Penempatan
Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, Pasal 4 dan Pasal 31
Kondisi tersebut mengakibatkan:
a. Ketidakharmonisan antara Depnakertrans dan BNP2TKI dalam menjalankan program penempatan dan
perlindungan TKI di luar negeri.
b. Perbaikan sistem penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri sulit dilaksanakan
c. Pengelolaan dan pencapaian tujuan program pengawasan menjadi tidak efektif dan efisien
d. Terkait dengan sistem online penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri terdapat:
(1) Ketidakjelasan penggunaan sistem bagi lembaga penempatan dan lembaga
50
NO KEMENTERIAN
NEGARA/LEMBAGA ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 Perubahan
APBN RAPBNP
pendukung penempatan TKI
(2) Potensi makin tingginya varians data/laporan tentang penempatan dan
perlindungan TKI
Hal tersebut disebabkan belum adanya peraturan pendukung pelaksanaan yang mengatur lebih rinci
mengenai penempatan dan perlindungan TKI khususnya pengelolaan pengawasan terhadap lembaga
swasta dan belum adanya inisiatif untuk merealisasikan MoU antara Depnakertrans dan BNP2TKI di
bidang pengelolaan pengawasan.
4. Belum ada koordinasi dalam kegiatan pengawasan dan tindak lanjut hasil pengawasan antara BNP2TKI
dan Depnakertrans terhadap lembaga pelaksana penempatan TKI swasta (PPTKIS).
BPK menilai kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan Dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri Pasal 16 dan Pasal 86
b. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2006 Tentang Badan Nasional Penempatan
Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Pasal 4 dan Pasal 31
c. Lampiran Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi
Sistem Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
d. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. PER 05/MEN/III/2005 tentang Ketentuan
Sanksi Administratif dan Tatacara Penjatuhan Sanksi Dalam Pelaksanaan Penempatan dan
Perlindungan TKI di Luar Negeri Pasal 12 yang menyatakan bahwa Menakertrans berkewajiban
memberikan sanksi pencabutan SIPPTKI kepada PPTKIS yang tidak memberangkatkan TKI ke luar
negeri yang telah dilengkapi dokumen yang sah.
Keadaan tersebut mengakibatkan:
a. PPTKIS yang terbukti melakukan pelanggaran berat atau tidak memiliki itikad baik menyelesaikan
permasalahan masih dapat merekrut dan memberangkatkan CTKI dan berpotensi menimbulkan
berulangnya kasus TKI bermasalah.
b. Terjadi inefisiensi dalam hal sumber daya manusia, biaya dan waktu.
c. Banyaknya keluhan dari stakeholder khususnya CTKI/TKI serta ketidakpercayaan masyarakat terhadap
kedua instansi dalam melayani dan menyelesaikan permasalahan. BPK-RI 67
d. Resiko tuntutan hukum oleh PPTKIS akibat pemberian sanksi yang tidak sesuai peraturan oleh
BNP2TKI.
51
NO KEMENTERIAN
NEGARA/LEMBAGA ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 Perubahan
APBN RAPBNP
Hal tersebut disebabkan belum adanya peraturan pendukung pelaksanaan yang mengatur lebih rinci
mengenai pengawasan terhadap lembaga swasta dan terdapat perbedaan persepsi antara BNP2TKI dan
Depnakertrans dalam memahami pengertian koordinasi yang efektif sehingga perlu dibuatkan Peraturan
atau MoU yang mengikat antara Depnakertrans dan BNP2TKI berkaitan dengan pengawasan terhadap
PPTKIS.
3 Badan Pengawas Obat dan
Makanan
Lebih tingginya alokasi anggaranbelanja Badan Pengawas Obat dan makanan dalam RAPBNP tahun 2010
dibandingkan dengan pagunya dalam APBN 2010 tersebut terutama berkaitan dengan adanya tambahan
anggaran untuk percepatan penerapan cara pembuatan obat dan kosmetik yang baik dalam rangka
penerapan harmonisasi ASEAN di bidang farmasi dan kosmetik. Alokasi anggaran tersebut digunakan untuk
i) Dukungan sistem informasidan penyempurnaan sistem untuk implementasi ASEAN Common Technical
Requirement (ACTR), ASEAN Common Technical Dossier (ACTD) dan pedoman teknis ASEAN untuk
standar mutu obat.
ii) Penyusunan dan sosialisasi standar di bidang CPOB.
Sedangkan anggaran untuk percepatan penerapan kosmetik yangbaik akan digunakan untukmembiayai
kegiatan antara lain sebagai berikut :
i) Penataan sarana kosmetik
ii) Strategi peningkatan percepatan CPKB
iii) Pembinaan penerapan CPKB dan
iv) Pemantapan sistem informasi.
Rp627,7
miliar
Rp657,9
miliar
Meningkat Rp30,2
miliar (4,8%)
52
Komisi X
NO KEMENTERIAN
NEGARA/LEMBAGA ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 PERUBAHAN
APBN RAPBN-P
1. Departemen Pendidikan
Nasional
Program:
2. Pendidikan anak usia dini (Rp197,5M)
3. Wajib belajar pend.dasr Sembilan tahun (Rp2.174,9 M)
4. Pend.Menengah (Rp870,7 M)
5. Pend.non formal(Rp198,4)
6. Pend.Tinggi(Rp2.137,4 M)
7. Peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan (Rp 517,0 M)
8. Manajemen Pelayanan Kependidikan ( Rp37,4 M)
9. Penelitian dan pengembangan pendidikan( Rp155,6 M)
Output:
1) Pemberian beasiswa mahasiswa miskin
2) Pemberian makanan tamabahan untuk anak TK dan SD
3) Peningkatan sistem manajemen BOSS
4) Pemberian bantua operasional manajemen mutu SMA dan SMK
5) Penjaminnan mutu sekolah SMK an SMA
6) Pembangunan dan rehabilitasi gedung SMA dan SMK
7) Pemenuhan kekurangan tunjangan dosen
8) Peningkatan kuslifikasi akademik dosen
9) Penyelarasan pendidikan(non formal ) dengan dunia kerja
10) Pendidikan keluarga (parenting education,homeschooling)
11) Pendidikan nonformal untuk daerah perbatasan dan bencama
12) Pelatihan Kepala Sekolah dan pengawas Sekolah
13) Percepatan peningkatan kualifikasi dan kompetensidosen
14) Penyediaan tunjangan khusus guru di daeah terdepan dan terluar.
15) Evaluasi penyempurnaan UN
16) Akselerasi penerapan system penjaminan mutu di satuan pendidikan di setiap jenjang pendidikan
17) Penguatan jaringan pendidikan Nasional
Rp55.187,2
miliar
Rp61.476,2
milliar
Meningkat Rp6.289,0
miliar (11,4%)
53
NO KEMENTERIAN
NEGARA/LEMBAGA ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 PERUBAHAN
APBN RAPBN-P
Beberapa temuan Hasil Pemeriksaan BPK Semester I TA 2009
1. Pemberian bantuan untuk lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dan lembaga
kemasyarakatan senilai Rp3.040.000.000,00 melebihi harga satuan yang ditetapkan dalam RKA-KL
pada Satker Setjen Depdiknas
Hal tersebut tidak sesuai dengan:
1) Keppres No.42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara, Pasal 12 Ayat (1)
2) Permendiknas No.44 Tahun 2006 tentang Bantuan untuk Lembaga Pendidikan yang Diselenggarakan
oleh Masyarakat dan Lembaga Kemasyarakatan Bab II Pasal 2
Kondisi tersebut mengakibatkan pemberian bantuan sebesar Rp3.040.000.000,00 mengurangi
kesempatan lembaga penerima bantuan yang lain untuk memperoleh dana bantuan/subsidi.
Hal tersebut disebabkan penanggung jawab kegiatan Satker Setjen tidak mematuhi ketentuan dan
kurang cermat dalam menilai kelayakan proposal permohonan bantuan.
2. Pengendalian pengelolaan persediaan buku pada Pusat Perbukuan Depdiknas lemah
Hal tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 171/PMK.05/2007 tentang Sistem
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat, Pasal 39 ayat (1) dan SIMAK-BMN
diselenggarakan oleh unit organisasi Akuntansi BMN dengan prinsip-prinsip:
a) Konsistensi, yaitu SIMAK-BMN dilaksanakan secara berkesinambungan sesuai dengan peraturan
yang berlaku.
b) Kemampubandingan, yaitu SIMAK-BMN menggunakan klasifikasi standar sehingga
menghasilkan laporan yang dapat dibandingkan antar periode akuntansi.
c) Obyektif, yaitu SIMAK-BMN dilakukan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
d) Kelengkapan, yaitu SIMAK-BMN mencakup seluruh transaksi BMN yang terjadi.
Kondisi tersebut disebabkan:
a. Kepala Bagian Tata Usaha Pusat Perbukuan belum sepenuhnya memahami ketentuan pengelolaan
persediaan untuk melakukan stock opname secara rutin.
b. Petugas pengelola persediaan dalam mengadministrasikan dan melaksanakan stock opname tidak
sepenuhnya mempedomani ketentuan yang berlaku.
c. Kurangnya pengawasan dari Kepala Pusat Perbukuan dalam penatausahaan persediaan buku.
54
NO KEMENTERIAN
NEGARA/LEMBAGA ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 PERUBAHAN
APBN RAPBN-P
3. Sisa dana bantuan Tahun 2008 sebesar Rp587.626.212,94 belum disetor ke kas negara
Kondisi tersebut di atas tidak sesuai dengan:
1) Keppres No.42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN Pasal 12 ayat (1) yang
menyatakan bahwa pelaksanaan anggaran belanja negara didasarkan atas prinsip-prinsip efektif,
terarah dan terkendali sesuai dengan rencana, program/kegiatan.
2) Permendiknas No.44 Tahun 2006 tentang Bantuan untuk Lembaga Pendidikan yang
Diselenggarakan oleh Masyarakat dan Lembaga Kemasyarakatan tanggal 6 November 2006 pasal
12 menetapkan bahwa Penerima bantuan wajib mengembalikan seluruh atau sebagian uang
bantuan apabila tidak dipergunakan atau hanya dipergunakan sebagian.
3) Buku Panduan BOS 2007 Bab IV point B angka 1 tentang Penyaluran Dana BOS, menyatakan jika
pada batas tahun anggaran, masih terdapat sisa dana BOS di rekening penampung Tim Manajemen
BOS Provinsi akibat dari kelebihan pencairan dana dan/atau pengembalian dari
sekolah/madrasah/ponpes, selama hak seluruh sekolah penerima dana BOS telah terpenuhi, maka
dana tersebut harus dikembalikan ke kas negara sebelum akhir tahun anggaran.
Hal tersebut mengakibatkan penerimaan negara sebesar Rp587.626.212,94 dari pengembalian belanja
bantuan sosial tertunda.
Hal tersebut disebabkan lembaga/instansi penerima bantuan lalai untuk menyetorkan sisa dana
bantuan sosial.
2. Kementerian Negara Pemuda
dan Olahraga
Persiapan penyelenggaraan Sea Games 2011,pembangunan rehabilitasi sarana dan prasarana
olahraga.(Rp350,0 M)
Output:
Persiapan pelaksanaan Sea games 2011, pembangunan rehabilitasi sarana dan prasarana olahraga
Outcome:
Suksesnya penyelenggaraan Sea Games 2011 dan meningkatnya prestasi/peringkat Indonesia pd Sea Games
2010
Rp1.553,9
miliar
Rp1.903,9
miliar
Meningkat Rp350,0
miliar (22,5%)
55
KOMISI XI
NO. ASUMSI MAKRO APBN APBNP
1. Produk Domestik Bruto (milliar Rp) 5.981.373,1 6.259.745,4
2. Pertumbuhan Ekonomi (%) 5,5 5,5
3. Inflasi (%) y-o-y 5,0 5,7
4. Tingkat bunga SBI 3 bulan (%) 6,5 7,0
5. Nilai tukar (Rp/USD1) 10.000 9.500
6. Harga Minyak (USD/barel) 65 77
7. Lifting Minyak (ribu barel/hari) 965,0 965,0
Pertumbuhan Ekonomi
Memasuki tahun 2010, perbaikan pada perekonoian dunia mulai membawa dampak pada perekonomian domestic. Di dalam APBN 2010, asumsi pertumbuhan ekonomi domestic diperkirakan mencapai
5,55, lebih tinggi bidal dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2009 sebesar 4,55. Dengan melihat kondisi terkini, proyeksi pertumbuhan ekonomi tidakmengalami koreksi dan teteap diperkirakan
tumbuhn sebesar 5,5%. Meskipun demikian, diperkirakan terjadi perubahan dalam sumber pertumbuhannya.
Dalam tahun 2010, sector yang menjadi penopang utama perekonomian Indonesia adalh sector industri pengolahan, sector pertanian, serta sector perdagangan, hotel dan restoran akan kembali
tumbuh melaju seiring dengan pulihnya perekonomian Indonesia.
Inflasi
Dalam tahun 2010 tekanan laju inlasi diperkirakan cenderung meningkat. Mulai membaiknya perekonomian dunia berdampak pada meningkatnya harga beberapa komoditas global dan inflasi mitra
dagang utama Indonesia. Tekanan inflasi dari faktor eksternal tersebut selain diperkirakan akan berdampak pada meningkatnya harga beberapa komoditas domestik, juga akan menaikkan ekspekltasi
inflasi masyarakat. Dari sisi internal, peningkatan permintaan domestik diperkirakan akan mendorong laju inflasi. Di samping itu, kebijakan Pemerintah di bidang harga komoditas utamajuga diperkirakan
akan memicu kenaikan laju inflasi tahun 2010. Dengan memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi inflasi tersebut, asumsi laju inflasi diperkirakan meningkat menajdi 5,7% sedikit lebih tinggi
dari asumsi dalam APBN 2010 sebesar 5,0%.
Nilai Tukar Rupiah
Perkembangan nilai tukar rupiah sepanjang tahun 2010 dipengaruhi oleh eksternal dan internal. Perkiraan membaiknya perekonomian nasional yang didukung oleh stabilnya kondisi sosial dan politik di
dalam negeri, diharapkan akan mendorong penguatan nilai tukar rupiah. Selanjutnya, faktor domestik yang membaik ini akan memberikan sinyal posistif bagi perkembangan sovereign credit rating.
Dengan memperhatikan faktor eksternal dan internal serta kebijakan yang akan ditempuh pemerintah dan bank Indonesia dalam upaya menjaga kestabilan nilai tukar rupiah tahun 2010, asumsi rata-
rata nilai tukar rupiah terhadap dolarAS dalam RAPBNP 2010 diperkirakan menjadi Rp9.500/US$ relatif menguat bila dibandingkan dengan asumsinya dalam APBN 2010 sebesar Rp10.000/US$.
Suku Bunga SBI 3 Bulan
Berbagai perkembangan tersebut diperkirakan akan mempengaruhi perkembangan suku bunga SBI 3 bulan. Asumsi rata-rata-rata sukubunga SBI 3 bulan untuk tahun 2010 diperkirakan berada pada level
7,0% atau meningkat 50bps dari asumsi awal APBN 2010 yang mencapai sebesar 6,5%.
56
PENERIMAAN PERPAJAKAN
URAIAN APBN RAPBNP % thd APBN Penerimaan Perpajakan 742,738.0 733,238.1 98.72%a. Pajak Dalam Negeri 715,534.5 710,313.6 99.27% i. Pajak Penghasilan 350,958.0 356,012.5 101.44% 1. Migas 47,023.4 54,652.8 116.22% 2. Non Migas 303,934.6 301,359.7 99.15% ii. Pajak Pertambahan Nilai 269,537.0 259,645.9 96.33% - PPN Dalam Negeri 167,369.1 177,191.2 105.87% - PPN Impor 102,167.9 82,454.7 80.71% iii. Pajak Bumi dan Bangunan 26,506.4 25,323.6 95.54% iv. BPHTB 7,392.9 7,233.6 97.85% v. Cukai 57,289.2 58,289.2 101.75% vi. Pajak lainnya 3,851.0 3,808.8 98.90%
b. Pajak Perdagangan Internasional 27,203.5 22,924.5 84.27% i. Bea masuk 19,569.9 17,308.0 88.44% ii.Bea keluar 7,633.6 5,616.5 73.58%
PEMBIAYAAN NON UTANG APBN APBN 2010 DAN RAPBNP 2010
(Miliar Rupiah)
APBN RAPBNP PERUBAHAN
I. Perbankan Dalam Negeri 7,129.0 45,476.9 38,347.9
1. Rekening Dana Investasi 5,504.0 5,504.0 -
2. Rekening Pembangunan Hutan 625.0 625.0 -
3. SAL dan SILPA 2009 1,000.0 39,347.9 38,347.9
II. Non Perbankan Dalam Negeri (4,666.8) (22,435.7) (17,768.9)
1. Hasil Pengelolaan Aset 1,200.0 1,200.0 -
2. Dana Investasi Pemerintah dan PMN (3,902.5) (15,085.7) (11,183.2)
a. Investasi Pemerintah (927.5) (3,610.5) (2,683.0)
b. Penyertaan Modal Negara (2,000.0) (5,800.2) (3,800.2)
57
c. Dana Bergulir (975.0) (5,675.0) (4,700.0)
3. Pinjaman untuk PT PLN - (7,500.0) (7,500.0)
4. Kewajiban Penjaminan (1,050.0) (1,050.0) -
5. Cadangan Pembiayaan (914.3) - 914.3
Total 2,462.2 23,041.2 20,579.0
PEMBIAYAAN UTANG APBN APBN 2010 DAN RAPBNP 2010
(Miliar Rupiah)
APBN RAPBNP PERUBAHAN
I. SBN Neto 104,429.1 106,278.2 1,849.1
II. Pembiayaan Luar Negeri (neto) (9,881.5) (502.6) 9,378.9
1. Penarikan Pinjaman Luar Negeri
(bruto) 57,605.8 72,322.8 14,717.0
a. Pinjaman Program 24,443.0 30,843.0 6,400.0
b. Pinjaman Proyek 33,162.8 41,479.8 8,317.0
- Pinjaman proyek pemerintah pusat 24,519.0 24,555.7 36.7
- Penerimaan penerusan pinjaman 8,643.8 16,924.1 8,280.3
2. Penerusan Pinjaman (SLA) (8,643.8) (16,924.1) (8,280.3)
3. Pembayaran cicilan pokok utang luar
negeri (58,843.5) (55,901.3) 2,942.2
III. Pinjaman Dalam Negeri 1,000.0 1,000.0 -
95,547.6 106,775.6 11,227.9
58
NO KEMENTERIAN
NEGARA/LEMBAGA ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 PERUBAHAN
APBN RAPBNP
1 Departemen Keuangan Anggaran belanja Kementerian Keuangan digunakan untuk menyelenggarakan :
i) national single window (NSW) Rp100,0 miliar
ii) program peningkatan penyediaan infrastruktur dengan skema kerjasama pemerintah swasta/public
private partnership (KPS/PPP) Rp2,0 Miliar, yang anatra lain akan digunakan untuk kegiatan
penyusunan kebijakan, peraturan, kelembagaan dan pembiayaan untuk penyediaan infrastruktur
dengan skema KPS/PPP.
Output :
Tersusunnya perubahan PMK No 38 tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengendalian dan
pengelolaan Resiko atas Penyediaan Infrastruktur serta kajian pemberian dukungan fiskal pemerintah non
tanah (sebagian konstruksi) untuk proyek-proyek infrastruktur dengan skema KPS.
Outcome :
Meningkatnya pembangunan infrastruktur KPS/PPP.
Rp15.282,40
miliar
Rp15.384,40
miliar
Meningkat
Rp102,0 miliar (0,6%)
2. Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional
Anggaran belanja Kementerian PPN/Bappenas digunakan untuk melaksanakan tugas pemerintahan di
bidang perencanaan pembangunan nasional. Lebih tingginya alokasi anggaran belanja kementerian PPN
dalam RAPBNP 2010 berkaitan dengan adanya tambahan anggaran utuk program peningkatan penyediaan
infrastruktur dengan skema KPS/PPP. Pada program peningkatan penyediaan infrastrukur dengan skema
KPS/PPP tersebut, tambahan anggaran akan digunakan untuk membiayai kegiatan penyusunan kebijakan,
peraturan, kelembagaan dan pembiayaan untuk penyediaan infrastruktur dengan skema KPS/PPP.
Output :
Tersusunnya daftar rencanaan proyek KPS 2010-2014 (PPP bok).
Outcome :
Meningkatnya pembangunan infrastruktur dengan skema KPS/PPP.
Rp558,30
miliar
Rp559,3
miliar
Meningkat Rp1,0
miliar (0,2%)
59
NO KEMENTERIAN
NEGARA/LEMBAGA ISSUE
ALOKASI ANGGARAN 2010 PERUBAHAN
APBN RAPBNP
3 Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan
Anggaran belanja BPKP digunakan untuk menunjang tugas dalam mealkukan pengawasan terhadap
pengelolaan dan pertanggungjawaban keunagan dan pembangunan. Lebih tingginya alokasi anggaran
belanja BPKP dalam RAPBN-P tahun 2010 terutama berkaitan dengan dengan adanya tambahan anggaran
untuk program peningkatan sarana dan prasarana aparatur negara. Alokasi anggaran untuk program
peningkatan sarana dan prasarana aparatur negara tersebut akan digunakan untuk kegiatan antara lain
sebagai berikut :
(i) peningkatan core switrch dan keamanan jaringan komunikasi data dan suara yang mencakup
pengadaan, instalasi dan training perangkat core switch dan perangkat keamanan berupa threat
management,
(ii) pengadaan server untuk mengganti server antivirus dan domain server, file server dan content filter
serta gateway dan proxy.
Outcome :
Memperbaiki dan meningkatkan performance dan keamanan jaringan pada unit kerja BPKP seluruh
Indonesia.
Rp642,1mili
ar
Rp650,7
miliar
Meningkat Rp8,6
miliar (1,3%)