pokok-pokok proses penyusunan anggaran belanja · 2016. 3. 16. · pokok-pokok proses penyusunan...

157

Upload: others

Post on 04-Feb-2021

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

    DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN

  • Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga ISBN 978-602-17675-5-9 Hak Cipta @ 2015 Direktorat Penyusunan APBN, Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan

    Pengarah:

    Askolani

    Editor: Purwiyanto

    Kunta W.D. Nugraha

    Kontributor: Kurnia Chairi, Didik Kusnaini, Adinugroho Dwi utomo,

    Heru Wibowo, Agus Kuswantoro, Wawan Sunarjo

    Penulisan: Achmad Zunaidi

    Agung Hidayat Purwanto Diana Setyawati

    Lay out:

    Lisno Setiawan

    Cover: Kanda Aditya

    Pracetak:

    Didik Prasetyo

    Hak Cipta dilindungi undang-undang Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin

  • ii

    DAFTAR ISI

    Daftar Isi ii

    Daftar Tabel v

    Daftar Gambar vi

    Sambutan Menteri Keuangan viii

    Kata Pengantar Direktur Jenderal Anggaran x

    Kata Pengantar Tim Penyusun xii

    BAB 1 PENDAHULUAN 1

    Latar Belakang Peran Pemerintah

    Struktur APBN

    1

    8

    Kapasitas Fiskal (Resource Envelope) dalam

    Postur APBN

    12

    Siklus Penyusunan Anggaran Belanja

    Kementerian Negara/Lembaga

    20

    BAB 2 PENYUSUNAN PAGU INDIKATIF 26

    Penetapan Arah Kebijakan dan Prioritas

    Pembangunan Nasional

    28

    Evaluasi Angka Dasar dan Penyusunan Rencana

    Inisiatif Baru

    32

  • iii

    Pra trilateral Meeting 53

    Kementerian Keuangan menyusun prakiraan

    kapasitas fiskal

    57

    Menteri PPN dan Menteri Keuangan Menetapkan

    Pagu Indikatif

    63

    BAB 3 PENYUSUNAN PAGU ANGGARAN 70

    Kementerian Negara/Lembaga Menyusun

    Rencana Kerja (Renja)

    71

    Pertemuan tiga pihak (trilateral meeting) 74

    Penetapan Pagu Anggaran Kementerian

    Negara/Lembaga

    81

    BAB 4 ALOKASI ANGGARAN KEMENTERIAN

    NEGARA/LEMBAGA

    82

    Penyusunan RKA-K/L 83

    Proses Penelaahan RKA-K/L 87

    Kementerian Keuangan Menghimpun Hasil

    Penelaahan dan Menyusun NK, RAPBN, RUU

    APBN

    89

    Pembahasan dan Penetapan APBN dan UU APBN 98

  • iv

    Surat Menteri Keuangan tentang Alokasi

    Anggaran K/L hasil Pembahasan DPR

    103

    BAB 5 ANGGARAN PENDAPATAN DAN

    BELANJA NEGARA PERUBAHAN

    106

    Latar Belakang 106

    Mekanisme Penyusunan APBN Perubahan 112

    Kebijakan APBNP 2012-2014 120

    Lampiran

    Daftar Pustaka

  • v

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1.1 Struktur APBN dan Asumsi Dasar

    Ekonomi Makro

    11

    Tabel 2.1 Informasi dalam Pagu Indikatif 26

    Tabel 2.2 Penetapan Arah Kebijakan 30

    Tabel 2.3 Pelaksanaan Trilateral Meeting 54

    Tabel 2.4 Pihak yang Terlibat dalamTrilateral

    Meeting

    56

    Tabel 2.5 Postur Dalam Rangka Penyusunan

    Kapasitas Fiskal

    60

    Tabel 5.1 Siklus dan Latar Belakang Kebijakan

    APBNP

    122

  • vi

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1.1 Mekanisme Penyusunan Postur

    APBN

    16

    Gambar 1.2 Mekanisme Penyusunan RKP 22

    Gambar 1.3 Proses dan Tahapan Penganggaran 25

    Gambar 2.1 Tahapan Penting Dalam Proses

    Penyusunan Pagu Indikatif

    27

    Gambar 2.2 Cara Kerja KPJM 42

    Gambar 2.3 Struktur Anggaran 49

    Gambar 2.4 Mekanisme dan Proses Review

    Angka Dasar

    54

    Gambar 2.5 Kedudukan Trilateral Meeting 47

    Gambar 3.1 Titik Penting Dalam Proses

    Penyusunan Anggaran belanja K/L

    62

    Gambar 3.2 Mekanisme Penyusunan Renja K/L 65

    Gambar 3.3 Peran Stakeholder Dalam Trilateral

    Meeting

    67

    Gambar 4.1 Proses Alokasi Anggaran Belanja

    K/L

    82

  • vii

    Gambar 5.1 Pengaruh Asumsi Makro Dalam

    Proyeksi APBN

    112

    Gambar 5.2 Mekanisme Penyusunan APBNP 113

  • viii

    SAMBUTAN

    Menteri Keuangan Republik Indonesia Kami bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan karunia-Nya, karena saat ini kami masih diberi kesempatan untuk menjalankan darma bakti kepada negara, khususnya melaksanakan tugas pemerintahan di bidang keuangan negara untuk menyejahterakan rakyat. Pencapaian kesejahteraan rakyat memerlukan persepsi dan reaksi yang sinergis dari rakyat sebagai subyek pembangunan. Oleh karena itu, pemahaman dari berbagai pihak mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menduduki posisi yang strategis, khususnya bahwa APBN bukan hanya mengenai jumlah anggaran tetapi juga menggambarkan kebijakan fiskal, kemampuan keuangan negara, upaya menjaga kesinambungan fiskal serta akuntabilitas Pemerintah.

    Sehubungan dengan itu, buku ini diharapkan dapat memberikan potret yang lebih luas dan dalam mengenai pengelolaan APBN, khususnya mengenai proses dan mekanisme penyusunan anggaran belanja

  • ix

    Kementerian Negara/Lembaga. Untuk itu saya menyambut baik upaya dari Direktorat Jenderal Anggaran untuk menyusun buku ”Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga” . Penyusunan buku tersebut merupakan salah satu upaya penting untuk mewujudkan transparansi dalam penyelenggaraan pengelolaan keuangan negara, memberikan batu pijakan awal untuk memahami pengelolaan belanja negara, serta dapat melengkapi referensi-referensi yang telah disusun sebelumnya.

    Harapan kami, keberadaan buku ini dapat menjadi penutup gap pengetahuan bagi masyarakat pada umumnya serta dapat memperkaya khasanah pengetahuan masyarakat mengenai keuangan sektor publik.

    Bambang P.S. Brodjonegoro

    Jakarta, Februari 2015

  • x

    KATA PENGANTAR Direktur Jenderal Anggaran

    Pengelolaan keuangan negara cenderung dipandang sebagai hal yang ekslusif, karena lebih dipahami oleh pihak-pihak tertentu saja terutama yang telah berkecimpung lama dalam proses bisnisnya. Buku ini mencoba memberikan gambaran terkini mengenai salah satu sisi dari pengelolaan keuangan negara, khususnya berkenaan dengan hal-hal pokok mengenai penyusunan anggaran belanja K/L mengingat perubahan/perkembangan keuangan negara sangat dinamis.

    Dinamika pengelolaan keuangan negara ini dapat kita saksikan dalam berbagai kasus, seperti perubahan prioritas pembangunan, perubahan nomenklatur K/L dan perubahan proses pembahasan anggaran belanja negara di DPR setelah adanya keputusan Mahkamah Konstitusi yang menganulir penetapan alokasi anggaran oleh DPR berdasarkan jenis belanja dan kegiatan, tetapi penetapan alokasi tersebut hanya sampai tingkat program, dengan harapan pembahasan yang dilakukan dapat lebih strategis.

  • xi

    Penyusunan buku “Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga” merupakan upaya Direktorat Jenderal Anggaran untuk menyajikan informasi mengenai penyusunan anggaran belanja K/L secara transparan dan prudent (hati-hati).

    Akhirnya kami berharap agar keberadaan buku ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat yang ingin mendapatkan pengetahuan mengenai praktek penyusunan anggaran belanja K/L di Indonesia. Untuk itu kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berkontribusi dan memberikan dukungan dalam proses penyusunan hingga penerbitan buku ini.

    Jakarta, Februari 2015

    Askolani

  • xii

    KATA PENGANTAR Tim Penyusun

    Pemahaman yang baik mengenai mekanisme

    Penyusunan Anggaran belanja K/L sangat penting

    untuk dipahami oleh berbagai pihak, utamanya dalam

    rangka pencapaian kesejahteraan rakyat yang optimal.

    Buku “Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran

    Belanja Kementerian Negara/Lembaga” diharapkan

    membantu sharing knowledge mengenai mekanisme

    maupun proses penyusunan anggaran belanja K/L.

    Tim penyusun sangat menghargai bantuan dan

    kerjasama dari berbagai pihak dalam proses

    penyelesaian buku ini. Secara khusus, penghargaan dan

    terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Askolani,

    Direktur Jenderal Anggaran yang memberikan arahan

    terkait dengan materi buku dan kepada Bapak

    Purwiyanto, Staff Ahli Menteri Keuangan Bidang

    Pengeluaran atas masukan/koreksinya. Terima kasih

    juga kami sampaikan kepada para direktur di

    lingkungan Ditjen Anggaran, para Kasubdit di

    lingkungan Direktorat Penyusunan APBN, dan seluruh

  • xiii

    rekan-rekan Direktorat Penyusunan APBN yang telah

    membantu dalam berbagai kegiatan terkait, baik dalam

    diskusi, pengumpulan bahan, maupun koreksi materi.

    Penyusun menyadari bahwa buku ini masih jauh dari

    sempurna, oleh karena itu kami sangat mengharapkan

    dan terbuka terhadap kritik dan saran untuk perbaikan

    dan penyempurnaan buku ini di masa yang akan

    datang.

    Jakarta, Februari 2015

    Tim Penyusun

  • BAB 1

    PENDAHULUAN

  • Sektor-Sektor Prioritas Pembangunan Nasional

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang Peran Pemerintah

    Penyelenggaraan pemerintahan bertujuan untuk membantu tercapainya kesejahteraan rakyat melalui penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dengan APBN, Pemerintah akan menghimpun pendapatan melalui penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Untuk selanjutnya penerimaan tersebut akan didistribusikan untuk mendanai program dan kegiatan (biasa juga disebut program pembangunan nasional) yang hasilnya antara lain berupa jalan, rumah sakit, ataupun sekolah. Harapannya, hasil program dan kegiatan tersebut akan meningkatkan taraf hidup masyarakat sesuai dengan yang diharapkan. Di sisi yang lain, kondisi perekonomian di masyarakat mengharuskan Pemerintah untuk terlibat. Penyebabnya, ada berbagai hal yang tidak dapat dilakukan sepenuhnya secara optimal oleh masyarakat itu sendiri seperti yang dihasilkan oleh program dan kegiatan di atas. Maksud dan tujuan keberadaan APBN tersebut dapat kita temukan dalam Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yaitu APBN dimaksudkan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.

  • 2

    Pendahuluan

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    Secara konseptual dan teoritis ilmu ekonomi modern, keterlibatan pemerintah dalam perekonomian dapat dilihat dalam persamaan Y = C + I + G + (X – M), dimana Y = pendapatan nasional, C = konsumsi masyarakat, I= investasi, G = pengeluaran pemerintah, X = ekspor, dan M = Impor. Dari persamaan pendapatan nasional tersebut dapat kita lihat bahwa besaran pengeluaran pemerintah atau ‘G’ mempunyai pengaruh terhadap besaran pendapatan nasional atau ‘Y’. Artinya, semakin besar ‘G’ semakin besar pula ‘Y’. Selanjutnya menurut John Maynard Keynes, perekonomian kapitalis memiliki kelemahan. Kelemahan ini berupa kegagalan pasar (market failure) sehingga memerlukan campur tangan Pemerintah. Campur tangan ini bukan sekedar seperti penjaga malam saja. Pemerintah ikut langsung menentukan dan mengarahkan perekonomian ke arah yang lebih baik dan benar melalui kebijakan ekonomi.

    Dalam perekonomian, pihak swasta tidak sepenuhnya diberikan kekuasaan untuk mengelola perekonomian, karena pada kondisi tertentu, swasta selalu mementingkan diri sendiri yaitu mendapatkan keuntungan. Oleh karena itu, agar swasta dapat terjamin berada pada jalur yang tepat, Pemerintah dapat mengontrol dan mengaturnya. Dalam kondisi perekonomian yang mengalami depresi, pengangguran, dan tingkat inflasi yang tinggi, pihak swasta tentu tidak peduli akan hal ini, malah kadang memanfaatkan situasi tersebut agar tetap mendapat keuntungan.

  • 3

    Pendahuluan

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    Agar kepentingan orang banyak dapat dilindungi, maka Pemerintah dapat melakukan campur tangan menangani masalah-masalah yang oleh pihak swasta tidak menarik perhatiannya, misalkan saja dalam kondisi pengangguran yang tinggi, maka untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru, atau manakala inflasi relatif tinggi maka Pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan atau peraturan untuk mengatur suplai barang dan permintaan uang dengan kebijakan moneternya atau dengan kebijakan fiskalnya.

    Masih dalam kaitannya dengan persamaan pendapatan nasional, persentase perubahan positif (penambahan atau kenaikan) besaran ‘Y’ dari tahun ke tahun menunjukkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dalam konteks besaran komponen ‘G’, Pemerintah menyusun atau merencanakan program dan kegiatan yang akan dilaksanakan agar mendukung pertumbuhan ekonomi tercapai. Program dan kegiatan beserta anggarannya inilah yang terinci dalam belanja kementerian negara/lembaga sebagai bagian dari APBN setiap tahunnya.

    Dari sisi permintaan, penggunaan faktor-faktor produksi menentukan kegiatan perekonomian negara, utamanya tingkat permintaan efektif (permintaan yang disertai dengan kemampuan membayar barang dan jasa yang diminta). Dengan demikian, dalam jangka pendek, tinggi rendahnya tingkat pengangguran tergantung dari tinggi rendahnya permintaan efektif. Manakala permintaan efektif semakin besar, berarti daya beli masyarakat semakin tinggi. Produsen mengimbanginya dengan cara

  • 4

    Pendahuluan

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    memperbesar produksinya dan untuk itu dibutuhkan tenaga kerja baru. Permintaan efektif ini dianalisis dari berbagai pelaku ekonomi suatu suatu negara. Hal ini sesuai dengan teori ekonomi mengenai multiplier effect pada pengeluaran Pemerintah, yaitu:

    ∆ = ( )

    × ∆ dimana Marginal Propensity to

    Consume (MPC) adalah cerminan dari efek multiplier terhadap permintaan efektif, dimana

    ( ) merupakan

    kunci peningkatan MPC, inipun juga tergantung dari jenis G-nya. Jika G-nya lebih produktif maka efek multiplier-nya akan lebih besar dan berkesinambungan, sebaliknya jika G-nya kurang produktif maka efek multiplier-nya kurang besar dan sesaat. Contoh G yang produktif adalah pembangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan, pelabuhan, pembangkit tenaga listrik dan lain-lain. Sementara contoh G yang kurang produktif seperti subsidi yang tidak tepat sasaran atau biaya operasional kantor.

    Dari sisi permintaan efektif dalam masyarakat mungkin saja terjadi gangguan oleh kekurangan dana sehingga membutuhkan suntikan dan campur tangan dari Pemerintah. Dalam hal permintaan dianggap rendah, dan dalam rangka mendorong permintaan, biasanya Pemerintah melakukan kebijakan anggaran ekspansif, yaitu membelanjakan uangnya untuk merangsang perekonomian agar dapat seimbang (meskipun untuk ini anggaran pemerintah menjadi defisit). Misalkan saja dengan cara membuka lapangan kerja yang padat karya dan/atau

  • 5

    Pendahuluan

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    memberikan subsidi. Manakala perekonomian kelebihan permintaan sehingga perekonomian menjadi ‘terlalu panas’ (overheating) karena produksi tidak mampu memenuhinya dan menstabilkan kondisi perekonomian yang terlalu cepat, tindakan yang diambil biasanya adalah mengurangi belanja pemerintah dan menaikkan pungutan pajak.

    Penjelasan lanjutannya, ekonomi dapat tumbuh bila ada pembangunan, yang mengakibatkan pergerakan sektor-sektor ekonomi (perdagangan, jasa, dan industri). Di sektor industri dan perdagangan misalnya, pendirian pabrik-pabrik baru dan meningkatnya kegiatan ekspor akan berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat. Pendapatan yang meningkat bagi pemilik modal dan buruh merupakan sumber potensial pajak yang akan dipungut Pemerintah. Sektor pertanian juga akan meningkat melalui pembangunan di bidang sarana dan prasarana irigasi, jalan, atau jembatan. Hasil-hasil pertanian akan dapat dipasarkan dengan lebih lancar dan dengan jangkauan yang luas. Dampaknya, pendapatan petani meningkat. Intinya, perubahan-perubahan pada berbagai sektor akan mengakibatkan terjadinya pertumbuhan ekonomi yang ditandai dengan naiknya produksi nasional, pendapatan nasional, dan pendapatan perkapita.

    Mengapa Pemerintah terlibat dalam kegiatan ekonomi? Mengapa tidak Pemerintah menyerahkan kepada mekanisme pasar saja? Berikut ini adalah penjelasan mengenai keterlibatan Pemerintah dalam kegiatan ekonomi di masyarakat. Pertama, Pemerintah sebagai

  • 6

    Pendahuluan

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    pengendali inflasi dan deflasi. Keadaan perekonomian tidak dapat diatasi langsung oleh masyarakat dan mekanisme pasar, tetapi harus dilakukan oleh pemerintah dengan menggunakan instrumen berupa kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Dalam keadaan inflasi yang membesar pemerintah melakukan pengurangan pengeluaran dan peningkatan penerimaan dan mengeluarkan kebijakan uang ketat, dan sebaliknya pada saat deflasi.

    Kedua, Pemerintah menyediakan barang-barang publik, yaitu barang-barang yang tidak dapat disediakan oleh masyarakat (perusahaan ataupun perorangan). Penyediaan barang-barang publik, yang mencakup infrastruktur dan suprastruktur bagi kebutuhan masyarakat luas, seperti jembatan, jalan, keamanan, pertahan nasional, dan lain-lain.

    Ketiga, Pemerintah mencegah adanya monopoli dan monopsoni yang merugikan masyarakat. Monopoli dan monopsoni, merupakan penguasaan pasar secara tunggal dan penguasaan sumber/pasokan secara tunggal, hal ini bila dikuasai oleh sektor swasta akan memberikan suasana yang tidak sehat apalagi untuk kebutuhan masyarakat luas, pemerintah harus mencegah terjadinya hal tersebut, khususnya terkait barang/jasa yang nilainya strategis bagi kebutuhan masyarakat luas.

    Keempat, Pemerintah menjaga stabilitas produksi, kurangnya barang/jasa produksi maka akan mengakibatkan meningkatnya inflasi, namun semua ini sebenarnya dapat dicegah oleh turunnya permintaan pasar,

  • 7

    Pendahuluan

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    yang penting pemerintah perlu mengatur tingkat stabilitas dan kontinuitas barang/jasa bagi kebutuhan masyarakat luas.

    Kelima, Pemerintah mengambil alih risiko ekonomi. Pada umumnya masyarakat sangat mendambakan kesejahteraan dan berbagai kemudahan dalam memperoleh berbagai kebutuhan, namun secara individu masyarakat biasa cenderung tidak ingin terjun dalam kegiatan usaha yang berisiko tinggi. Oleh karena itu, risiko ekonomi harus ditanggung oleh pemerintah, seperti riset teknologi, penanggulangan bencana alam, distribusi barang konsumsi, penjaminan deposito dan lain-lain.

    Keenam, Pemerintah menanggung adanya biaya ekternal dari perekonomian. Kenyataannya banyak perusahaan yang tidak mampu mengukur faktor-faktor eksternal yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial, dan tidak memperhitungkannya dalam pembiayaan usaha dari hasil produksinya. Bagi perusahaan harga di pasar menjadi dasar pertimbangan untuk mengukur biaya dan penetapan kebijakan harga, di mana dari padanya ia mengukur kemungkinan keuntungan yang dapat diperoleh. Sebagai contoh dari hasil limbah yang ada pada suatu perusahaan, sering kali pihak perusahaan tidak ingin memperhitungkan biaya penanggulangan limbah tersebut sebagai bagian dari biaya produksi, sehingga pemerintah harus melakukan regulasi untuk menanggulangi sebagai perlindungan kepada masyarakat. Oleh karena itu biaya-biaya yang

  • 8

    Pendahuluan

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    berkaitan dengan social benefit harus ditanggulangi oleh pemerintah.

    Ketujuh, Pemerintah menjaga keseimbangan pendapatan masyarakat. Kesenjangan atau perbedaan pendapatan yang terjadi di masyarakat merupakan hal yang terjadi secara alamiah yang ditimbulkan oleh kurangnya kesempatan dalam menggunakan fasilitas yang tersedia, rendahnya pendidikan/keterampilan, kurangnya kreativitas dan inovasi orang-perorangan. Faktor kemalasan, kondisi lingkungan dan kecilnya kesempatan kerja, hal ini menjadi tanggung jawab pihak pemerintah mengingat akan mempengaruhi hubungan sosial dalam masyarakat dan tersendatnya perkembangan perekonomian.

    Struktur APBN

    Sebagaimana dijelaskan pada bagian sebelumnya, peran APBN sangat penting bagi upaya pencapaian kesejahteraan rakyat. Angka-angka belanja dalam APBN, menunjukkan sektor-sektor prioritas apa yang mendapat perhatian dari pemerintah pada tahun yang direncanakan.

    Jadi, apakah APBN itu? Mungkin pembaca mempunyai gambaran sedikit mengenai APBN ini berdasarkan penjelasan di awal. Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara sebagai konsekuensi

  • 9

    Pendahuluan

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    penyelenggaraan pemerintahan yang menimbulkan hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang.

    APBN adalah undang-undang yang merupakan kesepakatan antara Pemerintah dan DPR. Hal ini disebutkan dalam pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sementara Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 1 menyatakan bahwa APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Penyusunan APBN ini dilaksanakan setiap tahun dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuan bernegara. Secara fisik, APBN ini berwujud dokumen yang berisi Undang-Undang tentang APBN.

    Definisi APBN sebagai rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang ditetapkan dengan undang-undang juga ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (7) UU Nomor 17 tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3). Selain itu, berdasarkan pasal 2 ayat (1) PP Nomor 90 tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, penyusunan APBN setiap tahun oleh Pemerintah dilakukan dalam rangka

  • 10

    Pendahuluan

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    penyelenggaraan fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuan bernegara.

    Wujud APBN dapat diwakili oleh struktur APBN yang dapat dilihat pada Tabel 1.1, yaitu tabel yang berisikan komponen-komponen yang secara garis besar yang terdiri dari: (a) Pendapatan Negara dan Hibah, (b) Belanja Negara, (c) Keseimbangan Primer, (d) Surplus/Defisit Anggaran, dan (e) Pembiayaan anggaran. Dengan format ini, pendapatan disajikan pada urutan teratas yang kemudian dikurangi dengan belanja negara sehingga dapat diketahui surplus atau defisit. Apabila defisit, disajikan unsur-unsur pembiayaan untuk menutup defisit tersebut. Bentuk tersebut memberikan kejelasan mengenai transparansi dalam penyusunan dan pengelolaan APBN, sekalipun kemudahan analisis seperti misalnya perbandingan dengan APBN negara-negara lain yang juga menerapkan standar Government Financial Statistic, dan kemudahan pelaksanaan perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

  • 11

    Pendahuluan

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    A. PENDAPATAN NEGARA

    I. PENDAPATAN DALAM NEGERI1. PENERIMAAN PERPAJAKAN

    a. Pendapatan Pajak Dalam Negerib. Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional

    2. PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAKa. Penerimaan SDA

    1) SDA Migas2) Non Migas

    b. Pendapatan Bagian Laba BUMNc. PNBP Lainnyad. Pendapatan BLU

    II. PENERIMAAN HIBAH

    B. BELANJA NEGARA

    I. BELANJA PEMERINTAH PUSAT

    1. Belanja K/La. Belanja Pegawaib. Belanja Barangc. Belanja Modald. Bantuan Sosial

    2. Belanja Non KL

    a. Program Pengelolaan Utang Negarab. Program Pengelolaan Hibah Negarac. Program Pengelolaan Subsidid. Program Pengelolaan Belanja Lainnyae. Program Pengelolaan Transaksi Khusus

    II. TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA1. Transfer ke Daerah

    a. Dana Perimbanganb. Dana Otonomi Khususc. Dana Keistimewaan DIYd. Dana Transfer Lainnya

    2. Dana Desa

    C. KESEIMBANGAN PRIMERD. SURPLUS DEFISIT ANGGARAN (A - B)

    % Defisit terhadap PDBE. PEMBIAYAAN (I + II)

    I. PEMBIAYAAN DALAM NEGERI

    1. Perbankan dalam negeri2. Non-perbankan dalam negeri

    II. PEMBIAYAAN LUAR NEGERI (neto)

    1. Penarikan Pinjaman LN (bruto)2. Penerusan Pinjaman (SLA)3. Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN

    KELEBIHAN/(KEKURANGAN) PEMBIAYAAN

    - Produk Domestik Bruto (miliar Rp)- Pertumbuhan ekonomi (%)- Inflasi (%) y-o-y- Tkt bunga SPN 3 bulan (%)- Nilai tukar (Rp/US$1)- Harga minyak (US$/barel)- Lifting Minyak (ribu barel/hari)- Lifting Gas (MBOEPD)- Volume konsumsi BBM bersubsidi (juta KL)

    STRUKTUR APBN

    Asumsi Dasar Ekonomi Makro

    Tabel 1.1 Struktur APBN dan Asumsi Dasar Ekonomi Makro

  • 12

    Pendahuluan

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    Kapasitas Fiskal (Resource Envelope) dalam Postur APBN

    Kapasitas Fiskal (Resource Envelope) adalah kemampuan keuangan negara yang dihimpun dari pendapatan negara untuk mendanai pengeluaran negara, baik belanja negara maupun pengeluaran pembiayaan. Kemampuan Keuangan Negara juga memperhitungkan penerimaan pembiayaan (non utang). Belanja Negara dalam hal ini adalah belanja pemerintah pusat (K/L dan non K/L) dan transfer ke daerah.

    Dari sisi materi, penyusunan kapasitas fiskal pada dasarnya merupakan penyusunan postur APBN (I-account) secara utuh yang dilakukan dalam rangka menyusun pagu indikasi kemampuan negara yang pada tahap selanjutnya mengalami penyesuaian atau perubahan sesuai dinamika internal pemerintahan sepanjang proses penyusunannya menuju Rancangan APBN.

    Kapasitas fiskal dalam postur APBN lengkap harus disetujui oleh sidang kabinet. Kemudian, kapasitas fiskal disampaikan kepada Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas untuk menyusun pagu indikatif belanja K/L. Hal tersebut sejalan dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 90 tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, “Kementerian Keuangan menyampaikan kapasitas fiskal kepada Bappenas pertengahan Pebruari”;.

  • 13

    Pendahuluan

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    Penyusunan kapasitas fiskal tersebut, tidak hanya dilakukan untuk tahun yang direncanakan tetapi termasuk kapasitas untuk jangka menengah (Medium Term Budget Framework), misal ketika menyusun kapasitas fiskal RAPBN 2016 pada triwulan I 2015 juga disusun kapasitas fiskal untuk 2017 – 2019. Konteks penyusunan ini adalah dalam kerangka membuat perkiraan mengenai kapasitas fiskal yang ada pada tahun yang direncanakan dan proyeksi untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun sesudahnya. Mekanisme penyusunan ini merupakan bagian tidak terpisahkan dari proses penyusunan RAPBN. Dengan gambaran utuh postur APBN inilah kapasitas fiskal dapat diketahui.

    Pembentukan postur APBN dalam rangka penyusunan kapasitas fiskal mencakup lima langkah utama, yaitu (1) me-review atas MTEF dan realisasi terkait (misal kebijakan) dan besaran pendapatan, belanja, defisit, serta financing; (2) menyusun asumsi dasar ekonomi makro berdasarkan prospek perekonomian global dan domestik yang realistis; (3) mengindentifikasi dan memproyeksi pendapatan negara; (4) merumuskan usulan berbagai kebijakan APBN, baik di sisi pendapatan, belanja, keseimbangan umum, dan pembiayaan (penerimaan dan pengeluaran) serta identifikasi potensi belanja negara terkait inisiatif baru; dan (5) mengidentifikasi kebutuhan belanja untuk kebutuhan penyelenggaraan negara.

    Dalam proses penganggaran, masing-masing besaran komponen postur APBN ini ditentukan atau dipengaruhi oleh asumsi dasar ekonomi makro. Komponen pendapatan

  • 14

    Pendahuluan

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi, inflasi, kurs, ICP, lifting gas dan lifting minyak. Komponen belanja dipengaruhi oleh inflasi dan kurs. Komponen defisit (surplus belum pernah terjadi dalam pembentukan postur APBN selama ini, jadi tidak dijelaskan) tidak dipengaruhi langsung oleh asumsi dasar ekonomi makro tetapi oleh kondisi keseimbangan antara belanja-pendapatan. Sementara itu, komponen pembiayaan dipengaruhi langsung oleh besaran defisit, kebijakan investasi pemerintah, dan kurs. Dampak perubahan asumsi dasar ekonomi makro terhadap postur APBN dijelaskan lebih lanjut pada Bab 3.

    Berdasarkan pengaruh asumsi dasar ekonomi makro ini masing-masing komponen postur APBN diperkirakan besaran angkanya. Penghitungan masing-masing komponen postur APBN dilakukan secara paralel atau bersamaan. Baru kemudian masing-masing komponen ini diharmonisasikan menjadi postur APBN utuh dan ideal. Acuan harmonisasi postur APBN antara lain antisipasi gejolak ekonomi dunia, besaran defisit, kebutuhan belanja yang berkeadilan, atau risiko fiskal dan antisipasi bencana alam.

    Penghitungan komponen postur APBN juga memperhatikan karakteristik yang dimiliki tiap komponen. Pendapatan dapat dipastikan merupakan perkiraan maksimal yang dapat ditarik pemerintah dari pajak, PNBP, dan hibah. Untuk belanja, harus mempertimbangkan pengeluaran pemerintah untuk membiayai kebutuhan

  • 15

    Pendahuluan

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    penyelenggaraan operasional dan pengeluran wajib seperti belanja pegawai, pembayaran bunga utang, belanja barang operasional, subsidi dan lain-lain, termasuk cadangan untuk darurat/mendesak dan risiko fiskal. Sedangkan untuk defisit harus mempertimbangkan batasan yang diperbolehkan (amanat Undang-Undang nomor 17 tahun 2003) dibatasi 3% dari PDB untuk konsolidasi APBN dan APBD. Dalam hal pembiayaan, ini merupakan perkiraan maksimal yang dapat diperoleh pemerintah melalui utang.

    Kapasitas fiskal yang disampaikan kepada Bappenas tersebut berupa informasi mengenai potensi belanja yang nantinya dapat digunakan untuk mendanai kegiatan-kegiatan K/L yang meliputi belanja operasional dan pembangunan yang merupakan prioritas nasional. Dalam informasi tersebut terinci berapa kapasitas fiskal yang tersedia untuk belanja K/L, berapa yang merupakan angka dasar, dan berapa yang merupakan potensi fiskal yang dapat digunakan untuk mendanai berbagai usulan inisiatif baru.

    Dalam proses penghitungan tiap komponen, komponen belanja telah memperhitungkan biaya operasional, pengeluaran wajib (non discretionary spending), belanja antisipasi untuk berbagai keperluan dan cadangan sebagai angka dasar. Jika masih ada potensi anggaran belanja yang belum digunakan, potensi tersebut digunakan untuk menambah pendanaan inisiatif baru.

  • 16

    Pendahuluan

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    Kom

    pone

    nPe

    ngar

    uhAD

    EMKa

    rakt

    erist

    ik

    Pend

    apat

    anpe

    rtum

    buha

    nek

    onom

    i, in

    flasi,

    ku

    rs, I

    CP, d

    anlif

    ting

    min

    yak

    perk

    iraan

    mak

    simal

    Bela

    nja

    infla

    si, k

    urs,

    SPN

    3

    bula

    n, IC

    P, d

    anlif

    ting

    min

    yak

    Biay

    aop

    eras

    iona

    ldi

    perk

    iraka

    nm

    enca

    pai

    80%

    dar

    ito

    tal b

    elan

    jape

    mer

    inta

    hpu

    sat

    Defis

    it(d

    ipen

    garu

    hiol

    ehpe

    ndap

    atan

    -bel

    anja

    )

    mak

    simal

    2,5%

    dar

    iPD

    B

    Pem

    biay

    aan

    Kurs

    perk

    iraan

    mak

    simal

    Kom

    pone

    nJu

    mla

    h(t

    riliu

    nRu

    piah

    )

    Pend

    apat

    an1.

    300

    Bela

    nja

    K/

    L …

    ……

    ……

    ……

    Angk

    aDa

    sar…

    ……

    oO

    pera

    siona

    l…o

    Non

    –ops

    ……

    Inisi

    atif

    Baru

    ……

    ….

    N

    on-K

    /L …

    ……

    ……

    1.49

    163

    656

    619

    836

    8 70 855

    Defis

    it19

    1

    Pem

    biay

    aan

    150

    Peng

    aruh

    Asum

    siDa

    sarE

    kono

    mi

    Mak

    ro(A

    DEM

    ) dan

    Kara

    kter

    istik

    Kom

    pone

    n

    Peng

    hitu

    ngan

    tiap

    Kom

    pone

    n

    diha

    rmon

    isas

    ikan

    dala

    mPo

    stur

    APBN

    utu

    hda

    nid

    eal

    Angk

    ade

    fisit

    deng

    anpe

    mbi

    ayaa

    nha

    russ

    ama.

    Kom

    pone

    nJu

    mla

    h(t

    riliu

    nRu

    piah

    )

    Pend

    apat

    an1.

    300

    Bela

    nja

    K/

    L …

    ……

    ……

    ……

    Angk

    aDa

    sar…

    ……

    oO

    pera

    siona

    l…o

    Non

    –op

    s……

    Inisi

    atif

    Baru

    ……

    ….

    N

    on-K

    /L …

    ……

    ……

    1.45

    059

    556

    619

    836

    8 29 855

    Defis

    it15

    0

    Pem

    biay

    aan

    150

    Untu

    km

    enca

    paia

    ngka

    defis

    it15

    0 (s

    ama

    dg k

    emam

    puan

    pem

    biay

    aan)

    , bel

    anja

    dipa

    ngka

    sseb

    esar

    41 p

    ada

    bagi

    anin

    isia

    tifba

    ru.A

    ngka

    kapa

    sita

    sfis

    kaly

    ang

    disa

    mpa

    ikan

    keBa

    ppen

    asad

    alah

    368

    + 29

    =

    397

    Gam

    bar

    1.1

    Mek

    anis

    me

    Peny

    usun

    an P

    ostu

    r AP

    BN

  • 17

    Pendahuluan

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    Dari contoh pembentukan postur APBN yang telah diharmonisasikan tersebut dapat diketahui kapasitas fiskal belanja K/L untuk tahun yang direncanakan sebesarRp595 triliun dengan rincian: sebesar Rp566 triliun untuk baseline belanja K/L (angka dasar) dan sebesar Rp29 triliun merupakan potensi untuk inisiatif baru. Pada angka dasar masih dapat dirinci menjadi belanja operasional sebesar Rp198 triliun dan non-operasional sebesar Rp368 triliun.

    BOKS 1.1

    Penyusunan Postur APBN Berdasarkan

    Komponen Pembentuknya

    Pendapatan Negara

    Secara sederhana, penentuan target pendapatan negara (salah satunya) dipengaruhi oleh asumsi pertumbuhan ekonomi pada tahun yang direncanakan. Pertumbuhan ekonomi dan inflasi pada tahun yang direncanakan, berkorelasi positif terhadap pendapatan negara yang berasal dari pajak yang akan menjadi penerimaan negara. Mengapa? Besaran pertumbuhan ekonomi dan inflasi mencerminkan kegiatan ekonomi bergerak/berkembang dari satu periode ke periode berikutnya. Pergerakan ekonomi yang merupakan dasar pemungutan penerimaan negara menjadi acuan untuk merencanakan target pendapatan negara. Target-target pendapatan inilah yang nantinya menjadi basis perhitungan penerimaan pajak yang merupakan sumber penerimaan negara.

  • 18

    Pendahuluan

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    Belanja Negara

    Secara umum, proyeksi belanja negara pada tahun yang direncanakan memperhatikan realisasi belanja negara tahun-tahun sebelumnya, pengaruh asumsi dasar ekonomi makro yang digunakan beserta risikonya, berbagai parameter belanja Negara, serta kebijakan-kebijakan yang diusulkan untuk ditempuh di bidang belanja negara beserta risikonya.

    Pada tahap awal, Ditjen Anggaran c.q. Dit P-APBN menyusun proyeksi besaran belanja negara per jenis belanja (pegawai, barang, modal, pembayaran bunga utang, subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, belanja lain-lain, belanja transfer ke daerah). Sebagai acuan awal proyeksi kebutuhan per jenis belanja tersebut dilakukan dengan memberikan alokasi belanja untuk kebutuhan-kebutuhan yang bersifat wajib (nondiscretionary) seperti belanja pegawai (gaji dan tunjangan serta kontribusi sosial/iuran asuransi kesehatan dan pensiun), belanja barang operasional, subsidi, pembayaran bunga utang, serta memperhitungkan kewajiban-kewajiban yang belum terpenuhi (kurang bayar) pada tahun-tahun sebelumnya (contoh : kurang bayar tunjangan profesi guru, kurang bayar subsidi).

    Tahap selanjutnya, jumlah kebutuhan alokasi yang dihasilkan dari proses tersebut kemudian dikonsolidasikan dengan sumber pendanaan yang tersedia melalui tahap-tahap sebagai berikut:

    1. Identifikasi sumber-sumber pendanaan dari tiap-tiap jenis belanja yang sumber pendanaannya sudah tersedia secara earmark, yaitu: PHLN, PNBP, BLU, SBSN.

    2. Komponen belanja yang sumber pendanaannya belum terpenuhi dari tahap 1, akan dipenuhi dari rupiah murni (RM) yaitu kapasitas fiskal neto yang tersedia

    3. Bila terdapat kebutuhan yang belum tersedia pendanaannya (dalam batasan defisit yang disepakati) akan dipenuhi dari pendanaan yang diidentifikasi tahap selanjutnya.

    4. Namun apabila setelah tahap 3 diselesaikan masih terdapat dana yang tersedia, maka akan di exercise untuk dialokasikan pada

  • 19

    Pendahuluan

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    belanja prioritas, anggaran antisipasi krisis atau pengurangan defisit. Namun bila justru sebaliknya terdapat kekurangan maka akan dilakukan identifikasi sumber pendanaan melalui langkah-langkah: (a) pengurangan alokasi/realokasi belanja, (b) identifikasi sumber pendapatan tambahan, atau (c) identifikasi sumber pembiayaan tambahan, atau (d) kombinasi dari ketiganya.

    Selanjutnya proyeksi masing-masing jenis belanja tersebut dikompilasi dan dikelompokkan dalam alokasi belanja pemerintah pusat dan alokasi transfer ke daerah. Untuk belanja pemerintah pusat, terdapat rincian mengenai proyeksi total kebutuhan masing-masing jenis belanja, baik yang merupakan bagian dari belanja K/L maupun Non-K/L. Rincian Belanja KL mencakup belanja pegawai, barang, modal, dan bantuan sosial. Untuk Belanja non KL mencakup pembayaran Bunga Utang, Subsidi, belanja pegawai khusus yang berkaitan dengan kontribusi sosial dan dana transito, Bantuan Sosial untuk Dana darurat/penanggulangan bencana alam, belanja lain-lain untuk kebutuhan mendesak, Cadangan untuk mengantisipasi perubahan kebijakan (policy measures), transfer ke daerah, dan cadangan risiko fiskal.

    Proyeksi kapasitas fiskal yang disampaikan oleh Menteri Keuangan kepada Menteri Perencanaan utamanya menjelaskan mengenai indikasi kapasitas fiskal yang tersedia untuk pagu belanja K/L (pagu indikatif). Indikasi belanja tersebut mencakup angka baseline (menampung kebutuhan untuk belanja operasional dan biaya non-operasional) dan potensi anggaran untuk insiatif baru beserta indikasi peruntukannya. Peruntukan inisiatif baru difokuskan pada kegiatan-kegiatan prioritas dengan kriteria: (i) memenuhi target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang belum tercapai, dan (ii) arahan Presiden seperti hasil Sidang Kabinet atau memenuhi amanat ketentuan peraturan perundang-undangan seperti Instruksi Presiden atau Keputusan Presiden.

    Pembiayaan

    Dalam proses penyusunan kapasitas fiskal juga memerlukan proyeksi pembiayaan anggaran yang secara total merupakan konsekuensi dari

  • 20

    Pendahuluan

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    adanya defisit dan secara rinci merupakan konsekuensi dari posisi ketersediaan sumber-sumbernya. Oleh karena itu, pada pekan pertama dan kedua di bulan Februari, Dit. P-APBN melakukan penyusunan usulan kebijakan dan exercise Pembiayaan Anggaran RAPBN. Pembiayaan juga ditentukan oleh rencana dan kebijakan investasi pemerintah.

    Siklus Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    Penyusunan anggaran belanja kementerian negara/lembaga (KL) secara garis besar dibagi dalam tahapan perencanaan dan penganggaran. Namun pada tahapan perencanaan juga terdapat tahapan penganggaran (penyusunan kapasitas fiskal). Bahkan pada akhirnya kedua tahapan bersinggungan pada saat penetapan pagu indikatif. Urutan proses dan tahapan perencanaan dimaksud terdiri dari:

    1. Penyusunan arah kebijakan dan prioritas pembangunan nasional;

    2. Kementerian Negara/Lembaga (KL) melakukan evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan pada tahun berjalan, menyusun rencana inisiatif baru, dan indikasi kebutuhan anggaran;

    3. Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan mengevaluasi pelaksanaan program dan kegiatan yang sedang berjalan, mengkaji usulan inisiatif baru berdasarkan prioritas pembangunan, serta

  • 21

    Pendahuluan

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    menganalisa pemenuhan kelayakan dan efisiensi indikasi kebutuhan dananya;

    4. Penyusunan kapasitas fiskal yang menjadi bahan penetapan pagu indikatif;

    5. Pertemuan Pra tiga pihak (pra trilateral meeting) 6. Pagu indikatif dan penetapan rancangan awal Rencana

    Kerja Pemerintah; 7. KL menyusun rencana kerja (Renja); 8. Pertemuan tiga pihak (trilateral meeting) antara

    Kementerian Negara/Lembaga, Kementerian Perencanaan, dan Kementerian Keuangan;

    9. Penyempurnaan rancangan awal RKP; 10. Pembahasan RKP dalam pembicaraan pendahuluan

    antara Pemerintah dengan DPR; 11. Penetapan RKP.

    Dari proses di atas, terdapat juga dokumen perencanaan selain RKP yang dihasilkan dalam proses perencanaan, yaitu Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga (Renja K/L). Renja adalah dokumen perencanaan tahunan yang merupakan penjabaran dari RKP dan akan digunakan sebagai masukan dalam penyusunan RKP. Renja memuat sasaran-sasaran yang akan dicapai oleh KL, arah kebijakan, program, kegiatan pembangunan, dan kebutuhan pendanaannya baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah, maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Bagi K/Lyang terkait langsung dengan pencapaian prioritas pembangunan nasional pada tahun tertentu, program dan kegiatannya harus dapat secara langsung mencerminkan pencapaian prioritas

  • 22

    Pendahuluan

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    pembangunan nasional yang telah ditetapkan. Informasi yang ada di dalam dokumen Renja meupakan perencanaan yang sifatnya strategis. Yaitu, pencapaian positif yang sifatnya mendasar sebagai hasil program/kegiatan yang dilaksanakan oleh unit eselon I KL.

    Contoh mekanisme secara sederhana penyusunan draft awal RKP pada Program Anak Usia Dini dapat dilihat pada Gambar 1.2.

  • 23

    Pendahuluan

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    Penjelasannya, untuk prioritas pembangunan sumber daya manusia (SDM), Program Pendidikan Anak Usia Dini berencana untuk mengubah rasio anak usia dini yang bersekolah menjadi 1:3. Angka atau rasio 1:3 ini diperoleh melalui evaluasi pelaksanaan program tahun sebelumnya (misal rasionya 1:4) dan harapan memperbaiki kondisi pendidikan anak usia dini pada tahun yang direncanakan.

    Pada kolom paling kanan dari gambar di atas terdapat pagu indikatif. Pagu indikatif ini merupakan ancar-ancar alokasi anggaran usulan pemerintah. Ruang lingkup pagu indikatif yang ada dalam draft awal pagu anggaran belanja dalam rangka pencapaian prioritas nasional saja, tidak termasuk anggaran untuk kebutuhan biaya operasional seperti belanja gaji pegawai atau operasional kementerian/lembaga.

    Dalam hal anggaran total K/L, alokasi anggaran belanja suatu K/L secara keseluruhan (biaya operasional dan rencana pencapaian kinerja prioritas nasional ) bisa kita lihat dalam surat bersama Kementerian Keuangan dan Bappenas mengenai pagu indikatif.

    Selanjutnya, penyusunan anggaran belanja K/L menginjak tahapan penganggaran. Berikut ini merupakan tahap penganggaran yang meliputi: 1. Penetapan arah kebijakan dan prioritas pembangunan

    nasional yang menghasilkan konsep kebijakan RAPBN;

  • 24

    Pendahuluan

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    2. Penyusunan kapasitas fiskal (resource envelope) sebagai bahan penyusunan pagu indikatif dan konsep kebijakan fiskal;

    3. Penyusunan pagu indikatif yang kemudian diterbitkan surat edaran bersama Menteri Keuangan dengan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas; dan

    4. Perumusan pokok-pokok kebijakan fiskal, kebijakan ekonomi makro dan rencana kerja pemerintah.

    5. Penyusunan pagu anggaran yang digunakan sebagai bahan penyusunan Nota Keuangan dan RUU RAPBN

    6. Penyampaian RAPBN oleh Pemerintah ke DPR, pembahasan Rancangan APBN dan Rancangan Undang-Undang APBN

    7. Persetujuan DPR setelah Pembahasan RAPBN dan RUU APBN ditetapkan menjadi Undang-Undang APBN.

    8. Setelah UU APBN disahkan oleh DPR, Pemerintah menerbitkan Keppres tentang Rincian Alokasi Anggaran Belanja Pemerintah Pusat.

    9. Pemerintah menerbitkan DIPA untuk diserahkan ke masing-masing Satker.

    Proses dan tahapan penganggaran memperlihatkan beberapa dokumen anggaran yang dihasilkan atau ditetapkan. Beberapa dokumen ini meliputi: SEB Menteri Keuangan dan Menteri PPN/Bappenas, Peraturan Presiden tentang Rencana Kerja Pemerintah, UU APBN, persetujuan anggaran oleh DPR, dan RKAKL.

  • 25

    Pendahuluan

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    Secara ringkas, proses penganggaran (sampai dengan penetapannya sebagai UU APBN) diilustrasikan sebagaimana Gambar 1.3.

    Gambar 1.3 Proses dan Tahapan Penganggaran

  • BAB 2

    PENYUSUNAN PAGU INDIKATIF

  • Sektor-Sektor Prioritas

    Pembangunan Nasional

  • BAB 2

    PENYUSUNAN PAGU INDIKATIF

    Penyusunan pagu indikatif sebagai bagian dari penyusunan anggaran belanja K/L merupakan suatu proses yang menghasilkan keluaran berupa surat bersama Menteri Keuangan dengan Menteri PPN/Kepala Bappenas tentang Pagu Indikatif dan rancangan awal RKP. Substansi materi surat ini berisikan Informasi mengenai indikasi pagu belanja tiap-tiap K/L. Pagu belanja tersebut masih dirinci lagi dalam program dan sumber dana sebagaimana contoh Tabel 2.1.

    Tabel 2.1 Informasi dalam Pagu Indikatif(Miliar Rupiah)

    No Kementerian Negara/Lembaga

    (K/L)

    Program Sumber Dana Jumlah

    Rupiah Murni

    PNBP dan BLU

    Pinjaman Luar Negeri

    Hibah Luar Negeri

    1 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

    Program Pendidikan Tinggi

    2.000 500 100 50 2.650

    Program Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Kementerian Dikbud

    1.000 15 0 20 1.035

    Sub total 3.000 515 100 70 3.685

    2 Kementerian Kesehatan

    dst

  • 27

    Penyusunan Pagu Indikatif

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    Yang menarik atau ingin diketahui bukan pada besaran anggaran untuk tiap program tetapi bagaimana proses penentuan atau penetapan besaran anggaran tersebut dilakukan. Jika menunjuk tabel di atas, bagaimana proyeksi anggaran untuk Program Pendidikan Tinggi tersebut sebesar Rp2.650 miliar, bukan Rp1.000 miliar; pertimbangan apa yang melatarbelakangi penentuan angka tersebut. Jawaban atas pertanyaan tersebut akan terjawab melalui pemahaman atas proses penyusunan pagu indikatif sebagaimana gambaran prosesnya yang terdiri dari beberapa tahapan penting berikut ini (Gambar 2.1).

    Dalam kaitannya dengan pembahasan tiap-tiap subbagian, uraian penjelasannya mengacu pada proses penyusunan pagu indikatif sebagaimana Gambar 2.1. Namun demikian, proses pada evaluasi angka dasar dan penyusunan inisiatif baru dimaksud disatukan dalam pembahasan, mengingat materi yang disajikan sama. Pembedanya hanya peran dari

  • 28

    Penyusunan Pagu Indikatif

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    masing-masing pihak (K/L, Kementerian PPN, dan Kementerian Keuangan) sesuai tugas dan fungsinya. Oleh karena itu, penyajian subbagian dalam bab ini merupakan perpaduan berdasarkan topik dan proses sehingga menjadi: Penetapan Arah Kebijakan dan Prioritas Pembangunan Nasional; Evaluasi Angka Dasar dan Penyusunan Rencana Inisiatif Baru; Pra-trilateral Meeting; Penyusunan Perkiraan Kapasitas Fiskal; dan Penetapan Pagu Indikatif.

    Penetapan Arah Kebijakan dan Prioritas Pembangunan Nasional

    Penyusunan APBN untuk tahun yang direncanakan diawali dengan penetapan arah kebijakan dan prioritas pembangunan nasional oleh Presiden berdasarkan hasil evaluasi kebijakan berjalan (Pasal 7 ayat 1, Peraturan Pemerintah nomor 90 tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga). Penetapan Arah Kebijakan ini dilakukan pada bulan Januari.

    Berdasarkan Pasal 1 ayat (5) masih dalam Peraturan Pemerintah nomor 90 tahun 2010, arah kebijakan adalah penjabaran urusan pemerintahan dan/atau prioritas pembangungan sesuai dengan visi dan misi Presiden yang rumusannya mencerminkan bidang urusan tertentu dalam pemerintahan yang menjadi tanggung jawab kementerian negara/lembaga. Oleh karena itu, arah kebijakan ini berisi satu atau beberapa program untuk mencapai sasaran strategis penyelenggaraan pemerintahan dan

  • 29

    Penyusunan Pagu Indikatif

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    pembangunan dengan indikator kinerja yang terukur. Selain itu, penetapan arah kebijakan ini juga menjadi dasar penyusunan kebijakan fiskal dalam RAPBN untuk pembicaraan pendahuluan antara Pemerintah dengan DPR.

    Penyusunan konsep arah kebijakan untuk tahun anggaran yang direncanakan dimulai sejak bulan November dua tahun sebelum tahun anggaran berjalan (tahun t-2). Misalnya, untuk arah kebijakan tahun anggaran 2014, maka penyusunan konsep arah kebijakan dimulai sejak bulan November 2012 sehingga dapat disampaikan oleh Presiden pada bulan Januari 2013. Dengan demikian, arahan tersebut didasarkan pada berbagai kondisi dan kebijakan yang terjadi di tahun 2012 dengan rencana di tahun 2013.

    Menteri Keuangan khususnya Direktorat Jenderal Anggaran memegang peranan penting dalam menyusun usulan konsep arah kebijakan tersebut. Kegiatan penyusunan konsep arah kebijakan diawali dengan inventarisasi berbagai arahan Presiden pada berbagai forum melalui berbagai dokumen risalah sidang kabinet, rapat terbatas, retreat, atau acara rapat pimpinan lainnya. Selanjutnya, rumusan arahan tersebut digunakan sebagai bahan acuan dan pertimbangan dalam penyusunan usulan arah, prioritas, dan kebijakan tahunan yang direncanakan dalam RAPBN.

    Berdasarkan bahan-bahan yang dikumpulkan melalui inventarisasi dan klasifikasi arahan menurut tema dan bidang, Ditjen Anggaran memformulasikan konsep usulan arah kebijakan kepada Kementerian Keuangan.

  • 30

    Penyusunan Pagu Indikatif

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    Selanjutnya, Menteri Keuangan menyampaikan usulan arah kebijakan kepada Presiden yang nantinya merupakan bahan acuan untuk kebijakan umum RAPBN dalam sidang kabinet tentang persiapan penyusunan RAPBN tahun yang direncanakan. Tahapan penyusunan Arah Kebijakan beserta Pemangku Kepentingan dan output-nya dideskripsikan dalam Tabel 2.2.

    Tabel 2.2 Penetapan Arah Kebijakan

    No. Kegiatan Output Keterangan

    1. Penyusunan Konsep Usulan Arahan Presiden untuk RAPBN tahun t+1:

    Usulan arahan Presiden, kebijakan fiskal dan prioritas pembangunan RAPBN

    Disampaikan kepada Menteri Keuangan

    a. Inventarisasi bahan arahan Presiden dari risalah sidang kabinet/rapat terbatas/retreat/ acara rapim lainnya

    Hasil kesepakatan Konsep Arahan Presiden

    Dipaparkan di Ditjen dalam Rapim DJA pada bulan November tahun t-2

  • 31

    Penyusunan Pagu Indikatif

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    b. Klasifikasi arahan presiden menurut tema/bidang

    Usulan tema RKP, Tema Kebijakan Fiskal, Strategi Kebijakan Fiskal dan Prioritas Aksi per Bidang

    c. Formulasi konsep usulan arahan Presiden, kebijakan fiskal dan prioritas pembangunan nasional

    Konsep usulan arahan Presiden RAPBN tahun t sebagai bahan acuan untuk Kebijakan umum RAPBN tahun t+1

    Disampaikan Kepada Menteri Keuangan untuk selanjutnya diusulkan dalam kesempatan sidang kabinet dan forum setingkat lainnya.

  • 32

    Penyusunan Pagu Indikatif

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    2. Surat Menteri Keuangan tentang usulan arah kebijakan fiskal dan prioritas pembangunan nasional

    Usulan arah kebijakan fiskal dan prioritas pembangunan nasional.

    Disampaikan kepada Presiden melalui Menko Perekonomian dan Wapres di bulan Januari

    Apabila melihat materi dari arahan kebijakan Presiden, arahan dimaksud pada dasarnya merupakan cikal-bakal kebijakan fiskal untuk RAPBN tahun yang direncanakan dan untuk pertama kali dikomunikasikan dengan DPR dalam Pembicaraan Pendahuluan melalui Kebijakan Ekonomi Makro (KEM) dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (PPKF).

    Evaluasi Angka Dasar dan Penyusunan Rencana Inisiatif Baru

    Tahap penting dalam proses penyusunan anggaran belanja K/L adalah K/L melakukan evaluasi dan menyampaikan atas angka dasar dan mengusulkan adanya inisiatif baru (jika ada). Untuk selanjutnya, berdasarkan evaluasi K/L tersebut, Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN) melakukan evaluasi/menetapkan angka dasar dan menilai usulan inisiatif baru yang diajukan oleh K/L.

  • 33

    Penyusunan Pagu Indikatif

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    Pada dasarnya antara substansi kegiatan yang dilakukan oleh K/L dan kegiatan yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan beserta Kementerian PPN dalam rangka evaluasi (review) angka dasar dan usulan inisiatif baru adalah hal yang sama. Yang membedakan adalah masalah kewenangannya (K/L mengusulkan; Kementerian Keuangan dan Kementerian PPN menilai/menetapkan).

    Evaluasi (review) angka dasar dan inisiatif baru merupakan mekanisme atau cara kerja dari salah satu pendekatan dalam penganggaran, yaitu Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM). Mengingat sebagai suatu mekanisme atau cara, tentunya pemahaman atas cara ini harus didahului dengan pemahaman mengenai KPJM itu sendiri. Salah satunya adalah landasan konseptual yang membentuk pendekatan KPJM.

    Box 2.1

    Penganggaran dalam Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM)

    Pengertian pendekatan KPJM adalah pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan. Artinya, pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut harus mempertimbangkan dampak anggarannya dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran. Implikasi biaya atau anggaran atas keputusan tersebut dituangkan dalam besaran angka prakiraan maju.

    Pengertian KPJM tersebut di atas menunjukkan bahwa ada 2 (dua) hal pokok terkait dengan penerapannya: kredibilitas kebijakan yang tinggi dan kebijakan fiskal yang handal. Kredibilitas kebijakan yang tinggi dapat tercapai apabila K/L mempunyai fleksibilitas dalam penentuan kebijakan dan

  • 34

    Penyusunan Pagu Indikatif

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    prioritasnya. Pada saat yang bersamaan K/L mempunyai informasi mengenai sumber daya yang tersedia. Informasi atas ketersediaan sumber daya tersebut dimaksudkan untuk mengurangi ketidakpastian penyediaan dana di masa yang akan datang, serta untuk membiayai berbagai kebijakan baru dengan memperhitungkan implikasi kebijakan baru terhadap kesinambungan fiskal. Dengan demikian K/L dapat memusatkan perhatian pada kebijakan yang dapat dibiayai, dan pada akhirnya disiplin fiskal terjaga.

    Berikut ini adalah contoh keberhasilan penerapan KPJM di 2 (dua) negara dalam mendukung disiplin fiskal yang pada gilirannya mendukung adanya kesinambungan fiskal (fiscal sustainability). Defisit anggaran belanja negara Swedia setelah penerapan KPJM dalam proses penganggarannya mengalami perubahan yang mendasar (significant), semula defisit 10,8 % dari Product Domestic Bruto, menjadi surplus 4,8 % pada tahun 2001. Investasi pemerintah Inggris mengalami peningkatan secara significant dari 20 miliar pounds pada tahun 1997, menjadi 31 miliar pounds pada tahun 2003 setelah penerapan KPJM.

    Bagaimana penerapan KPJM dalam sistem penganggaran di Indonesia? Penerapan KPJM di Indonesia sampai dengan tahun anggaran 2009 masih sebatas himbauan agar K/L mengisi pada kolom-kolom dalam dokumen penganggaran (RKA-K/L). Seandainya kolom-kolom yang terkait dengan KPJM sudah diisi, masih perlu diuji lebih lanjut apakah pengisian kolom KPJM tersebut dapat digunakan sebagai acuan dalam penyusunan alokasi anggaran pada tahun sesudah tahun anggaran yang direncanakan. Hal ini dapat dimaklumi karena Kementerian Keuangan belum dapat menyampaikan prakiraan anggaran untuk jangka menengah (Medium Term Budget Framework)

  • 35

    Penyusunan Pagu Indikatif

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    kepada K/L sebagai batasan anggaran (budget constrain) pada masing-masing program/kegiatan yang akan dilaksanakan K/L pada tahun-tahun mendatang melalui prakiraan kedepan (forward estimate), baik dari sisi capaian kinerja maupun anggaran.

    Hal pertama berkaitan dengan pengertian KPJM. KPJM atau Medium Term Expenditure Framework (MTEF) ialah pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan dengan pengambilan keputusan yang m enimbulkan implikasi anggaran dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran. Kebijakan dalam konteks sistem penganggaran tersebut melekat pada output yang dihasilkan oleh kegiatan.

    Hal kedua berupa tujuan dari penerapan KPJM. Tujuan penerapan KPJM mencakup beberapa hal sebagai berikut.

    1. Pengalokasian sumber daya anggaran yang lebih efisien (allocative efficiency) mengingat telah mempertimbangkan pilihan penggunaan sumber daya yang lebih ekonomis.

    2. Peningkatan kualitas perencanaan penganggaran (to improve quality of planning) dengan memasukkan pertimbangan mengenai kesinambungan pencapaian target dan ketersediaan anggaran.

    3. Lebih fokus terhadap pilihan kebijakan prioritas (best policy option) karena memperbaiki alokasi pendanaan yang sesuai dengan urutan penting-tidaknya dari target yang hendak dicapai. Disamping itu juga, ada kepastian

  • 36

    Penyusunan Pagu Indikatif

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    akan alokasi anggaran, apalagi jika kebutuhannya bersifat multiyears.

    4. Meningkatkan disiplin fiskal (fiscal discipline) karena memberi batasan (hard budget constraint) dalam hal usulan anggaran.

    5. Menjamin adanya kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) karena meningkatkan keseimbangan makroekonomi dengan mengembangkan kerangka ketersediaan dana yang konsisten dan realistis.

    Hal ketiga adalah mengenai landasan konseptual yang mendasari pemikiran pendekatan KPJM. Dari sisi konsep pemikiran, ada lima hal mendasar yang membentuk konsep KPJM ini: anggaran bergulir (rolling budget); angka dasar; penyesuaian angka dasar; parameter; tambahan anggaran bagi kebijakan baru. Masing-masing kerangka pemikiran pembentuk konsep KPJM akan dijelaskan lebih lanjut.

    Anggaran bergulir (rolling budget) sebagai suatu praktik yang lazim di sektor privat atau perusahaan swasta. Istilah ini juga berkaitan dengan sifat yang berkesinambungan dari suatu anggaran. Secara bebas, pengertian anggaran bergulir adalah menggabungkan perubahan dari periode tahun anggaran sebelumnya ke periode anggaran tahun yang direncanakan. Anggaran bergulir ini mempertimbangkan perubahan yang akan terjadi selama periode proyeksi. Anggaran bergulir tidak memerlukan sumber daya banyak (dari sisi usaha, waktu, dan dana) dalam proses perencanaan anggarannya. Yang diperlukan ialah penggabungan perubahan dari periode sebelumnya.

  • 37

    Penyusunan Pagu Indikatif

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    Dengan demikian, penyusunan proyeksi anggaran untuk tahun yang direncanakan lebih menghemat biaya dan waktu. Intinya, perencana anggaran tidak perlu lagi menyusun proyeksi anggaran pada tahun yang direncanakan memulai lagi dari nol.

    Contohnya adalah output Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dalam Kegiatan Peningkatan Akses Pendidikan Dasar. Dalam proses perencanaan untuk menghasilkan besaran anggaran belanja BOS pada tahun yang direncanakan (2015), perencana memperhatikan kebijakan BOS pada tahun berjalan sebagai angka dasar (2014). Misal, terdapat 1.000 siswa penerima BOS @ Rp1.000.000,00; alokasi anggaran BOS sebesar Rp1.000.000.000,00. Selanjutnya, Pemerintah berencana menaikkan BOS pada tahun 2015 untuk tiap siswa yang semula Rp1.000.000,00 menjadi 1.300.000,00 karena ada tambahan komponen berupa seragam sekolah. Jadi, proyeksi besaran anggaran belanja BOS pada tahun yang direncanakan adalah:

    - Angka dasar

    (sebagai dasar kebijakan) Rp1.000.000.000,00 - Tambahan kenaikan BOS

    (sebagai kebijakan baru) Rp 300.000.000,00 + Proyeksi anggaran BOS Rp1.300.000.000,00

    Konsep anggaran bergulirnya terletak pada perencana tidak lagi memikirkan berapa angka BOS pada tahun yang direncanakan mulai dari awal, seperti apa saja komponennya; berapa biaya masing-masing komponen

  • 38

    Penyusunan Pagu Indikatif

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    tersebut; apa yang dipakai sebagai dasar perhitungan masing-masing komponen. Perencana sudah mempunyai modal (dasar kebijakan) berupa angka BOS sebesar Rp1.000.000,00 per siswa/tahun dan informasi mengenai komponennya. Perencana tinggal mengakomodir adanya perubahan kebijakan tadi (tambahan komponen seragam siswa yang sebelumnya tidak ada). Intinya, perencana hanya menggulirkan kebijakan lama untuk diubah/disesuaikan menjadi kebijakan baru.

    Dalam hal angka dasar, sebenarnya antara landasan konseptual KPJM pertama dan kedua mempunyai substansi hampir mirip, hanya saja sudut pandangnya (angle) agak berbeda. Sudut pandang landasan konseptual pertama (anggaran bergulir) mengambil aspek kebijakan. Sementara sudut pandang kedua (angka dasar) mengambil aspek alokasi anggarannya. Sebagai contoh proyeksi anggaran BOS di atas, yang dimaksud dengan angka dasar adalah besaran alokasi anggaran Rp1.000.000.000,00. Angka ini diambil dari data alokasai anggaran kegiatan yang menghasilkan output BOS pada tahun berjalan (tahun t)1.

    Setelah diketahui angka dasar, perlu adanya mekanisme penyesuaian angka dasar. Dasar kebijakan yang berdampak pada penghitungan angka dasar masih mungkin mengalami perubahan atau tidak bersifat tetap dari tahun ke tahun karena dinamika kondisi yang mempengaruhinya. Dasar

    1 Maksud istilah yang digunakan: tahun t-1=satu tahun sebelum tahun berjalan; tahun t=tahun berjalan; dan tahun t+1=satu tahun setelah tahun berjalan dst.

  • 39

    Penyusunan Pagu Indikatif

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    kebijakan tersebut harus dievaluasi setiap tahunnya pada saat memproyeksikan/merencanakan anggaran pada tahun direncanakan. Masih mengambil contoh anggaran belanja output BOS di atas, hasil evaluasi menemukan adanya 100 dari 1.000 siswa yang telah lulus sekolah. Hal ini berarti ada 100 orang yang harus dihapus dari target penerima BOS pada tahun yang direncanakan. Dengan kata lain, pada tahun yang direncanakan hanya ada 900 siswa saja sebagai target. Jadi, penyesuaian angka dasar adalah penyesuaian besaran angka dasar karena adanya perubahan target penerima BOS setelah ada evaluasi, semula Rp1.000.000,00 X 1.000 = Rp1.000.000.000,00 menjadi Rp1.000.000,00 X 900 = Rp900.000.000,00.

    Salah satu yang mengharuskan adanya penyesuaian adalah parameter. Yang dimaksud dengan parameter dalam kaitannya dengan KPJM adalah angka ataupun indeks yang dijadikan acuan dalam penghitungan angka dasar dan penyesuaiannya. Dalam contoh kasus alokasi anggaran BOS di atas, parameternya adalah besaran biaya sebesar Rp1.000.000,00 tiap siswa/tahun.

    Setelah diketahui angka dasar hasil penyesuaian, tentu ada pertanyaan bagaimana mendanai kebijakan baru pada tahun yang direncanakan. Oleh karena itu perlu adanya mekanisme usulan tambahan anggaran bagi kebijakan baru (new initiatives).

    Sekali lagi pendekatan KPJM berhubungan dengan kebijakan. Apabila ada kebijakan baru kemungkinan besar berpengaruh kepada alokasi anggaran. Oleh karena itu,

  • 40

    Penyusunan Pagu Indikatif

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    pendekatan KPJM ini memberikan peluang adanya tambahan anggaran karena adanya kebijakan baru (inisiatif baru). Misalnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengusulkan adanya tambahan penerima BOS semula 1.000 siswa menjadi 1.500 siswa pada tahun yang direncanakan. Tentunya usulan tambahan 500 siswa sebagai target penerima BOS mempunyai dampak penambahan anggaran. Perhitungan anggaran BOS berdasarkan kebijakan ini adalah Rp1.000.000,00 X 1.500 = Rp1.500.000.000,00 dengan rincian Rp1.000.000.000,00 merupakan angka dasar dan Rp500.000.000,00 merupakan tambahan anggaran sebagai inisiatif baru.

    Jadi berdasarkan contoh kasus di atas, yang dimaksud dengan angka dasar ialah indikasi awal (ancar-ancar) kebutuhan anggaran yang harus disediakan untuk melaksanakan program/kegiatan sesuai kebijakan Pemerintah dengan target kinerja tertentu yang telah ditetapkan. Meskipun demikian, istilah angka dasar ini banyak dipakai dalam berbagai konteks, seperti dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, Rencana Kerja Pemerintah, Rencana Pendapatan dan Belanja Negara, serta Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-K/L). Dalam pembahasan bahan pembelajaran ini, angka dasar dimaksud merujuk pada istilah yang digunakan dalam dokumen RKA-K/L yaitu angka dasar dalam tahun yang direncanakan dan 3 tahun berikutnya dari tahun yang direncanakan.

  • 41

    Penyusunan Pagu Indikatif

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    Mekanisme penerapan angka dasar dan inisiatif baru sebagai bagian dari kerangka berpikir KPJM dalam proses penganggaran dapat dijelaskan berdasarkan Gambar 2.2. Ada dua bagian dalam diagram tersebut. Bagian atas menjelaskan mengenai dampak suatu kebijakan terhadap implikasi pendanaan atau anggarannya. Jika kita menghitung proyeksi besaran anggaran belanja dari suatu kebijakan pada tahun yang direncanakan (termasuk besaran angka prakiraan majunya), ada pertanyaan mendasar yang menjadi perhatian, yaitu status kebijakan yang sedang berjalan: apakah masih dilanjutkan pada tahun yang direncanakan; apakah kebijakan tersebut selamanya dilaksanakan sepanjang berdirinya organisasi; atau kapan kebijakan tersebut selesai atau berhenti.

  • 42

    Penyusunan Pagu Indikatif

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    Diagram tersebut mengandaikan bahwa ada kebijakan pada tahun anggaran yang sedang berjalan (2011). Selanjutnya, kebijakan tersebut dilanjutkan pada tahun yang direncanakan (2012) serta pada prakiraan maju 2013-2014.

    Bagian kedua, diagram mengenai konteks perencanaan yang berdimensi lebih dari satu tahun anggaran. Dimensi penganggaran pemerintah pusat terkait penerapan KPJM adalah 3 tahun. Satu tahun dari tahun yang berjalan adalah tahun yang direncanakan (2012). Dua tahun dari tahun yang sedang berjalan (2013-2014) adalah prakiraan maju.

    Dalam uraian dan penjelasan di atas, ada sedikit informasi bahwa angka dasar pada tahun yang direncanakan harus disesuaikan melalui proses evaluasi atau review. Proses review adalah melihat kembali kebijakan dan dampak anggarannya untuk digunakan sebagai dasar pengalokasain anggaran pada tahun yang direncanakan (tahun t+1) maupun proyeksi 2 tahun mendatang (tahun t+2 dan tahun t+3 yang dikenal sebagai prakiraan maju atau forward estimate). Konteks kebijakan dimaksud diletakkan dalam kerangka struktur anggaran. Untuk ini, perencana harus melihat kembali struktur anggaran sebagai sebagaimana Gambar 2.3.

  • 43

    Penyusunan Pagu Indikatif

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    Secara umum struktur anggaran terdiri dari program yang menghasilkan outcome dan kegiatan yang menghasilkan output. Dalam rangka menghasilkan output kegiatan dimaksud, proses pencapaiannya melalui tahapan yang disebut komponen. Komponen ini ada yang bersifat utama atau penunjang. Komponen utama adalah komponen yang mempengaruhi volume output secara langsung. Sebaliknya, komponen penunjang adalah komponen yang tidak berpengaruh secara langsung kepada volume output. Letak kebijakan dalam konteks penganggaran, khususnya berkenaaan dengan penghitungan prakiraan maju berada pada tingkat output kegiatan.

    Karena pendekatan penganggaran KPJM ini mengacu pada kebijakan yang akan dilaksanakan pada tahun yang akan

  • 44

    Penyusunan Pagu Indikatif

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    datang, tentunya kebijakan tersebut harus diteliti kembali. Beberapa pertanyaan yang merupakan bagian dari review angka dasar adalah apakah kebijakan yang sama akan dilaksanakan lagi; apakah kebijakan tersebut ada perubahan; apakah kebijakan lama diganti dengan kebijakan yang sama sekali baru.

    Dalam proses review angka dasar dimaksud, perencana wajib memperhatikan beberapa kondisi yang mempengaruhi pertimbangan dalam melakukan review berikut ini.

    1. Adanya alokasi anggaran belanja pada tahun berjalan (tahun t) yang akan menjadi faktor pengurang angka dasar karena peruntukannya sebagai cadangan atau hanya ada pada tahun berjalan antara lain berupa: tambahan pagu anggaran/RAPBN yang bersumber

    dari hasil optimalisasi pembahasan APBN (karena perubahan postur) dengan DPR;

    alokasi anggaran untuk Output Cadangan; alokasi anggaran dalam belanja transito; alokasi anggaran yang berasal dari pengalihan dari

    Bagian Anggaran Bendaharawan Umum Negara (BA BUN dengan kode BA 999.08);

    alokasi anggaran untuk pembayaran tunggakan; alokasi anggaran dalam rangka penugasan.

    2. Adanya tambahan biaya dan alokasi anggaran belanja pada tahun berjalan yang bersifat ‘terus-menerus’ atau ‘berlanjut’, seperti tunjangan kinerja/remunerasi K/L atau alokasi anggaran untuk multiyears project.

  • 45

    Penyusunan Pagu Indikatif

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    3. Realisasi penyerapan anggaran belanja K/L tahun t-1 dan realisasi output untuk masing-masing program/kegiatan sebagai bahan pertimbangan penyesuaian besaran alokasi anggarannya.

    4. Adanya deviasi lebih dari 10% dari alokasi anggaran tahun berjalan (tahun t) dalam dokumen RKA-K/L yang mengindikasikan adanya perubahan kebijakan sehingga perlu diteliti atau memang ada kesalahan pencantuman target output/alokasi anggaran.

    Pada akhirnya review angka dasar menghasilkan proyeksi besaran anggaran untuk suatu output kegiatan pada tahun t+1 (tahun yang direncanakan) dan angka prakiraan maju beberapa tahun ke depan (tahun t+2 dan tahun t+3). Untuk lebih mudahnya, contoh berikut ini akan memberikan gambaran. Misal, Pagu Anggaran K/L tahun anggaran 2011 (sebagai tahun t+1) telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk tiap-tiap K/L yang terinci sampai dengan program. Tugas kementerian (c.q. Bagian Perencanaan tiap-tiap unit eselon I) meneliti kembali angka prakiraan maju dari program, kegiatan sampai dengan output yang ada dalam dokumen RKA-K/L tahun t (2010). Penelitian ini dilakukan untuk mendapat umpan balik berupa informasi: adakah output-ouput kegiatan masih terus dilaksanakan pada tahun t+1 (berlanjut dan diberi tanda on atau berhenti dan diberi tanda off). Hasil penelitian tersebut berupa program, kegiatan, dan output yang masih berlanjut atau masih dilaksanakan pada tahun t+1.

  • 46

    Penyusunan Pagu Indikatif

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    Langkah berikutnya adalah proses penghitungan anggaran biaya dari output kegiatan (costing process). Dalam proses ini, urutan langkahnya berikut ini. Pertama, perencana mempertimbangkan seberapa prioritas output kegiatan tersebut. Salah satu urutan prioritas ini adalah kebutuhan dasar terkait dengan running cost, tunggakan, multi year contract. Dalam penghitungan ini semua biaya yang mendasar harus terpenuhi. Running cost anggaran yang sifatnya rutin dianggarkan seperti belanja gaji dan operasional perkantoran. Sedangkan tunggakan adalah berkaitan dengan kewajiban yang harus dibayar oleh Pemerintah c.q. K/L yang bersangkutan, seperti tunggakan langganan daya (listrik, air, atau telepon). Sedangkan dalam hal multi year contract, ini merupakan komitmen K/L dalam menyediakan anggaran atas kegiatan yang batas penyelesaiannya lebih dari 12 bulan.

    Kedua, perencana mengkaitkan dengan biaya riil yang berlaku sekarang atau standar biaya yang berlaku pada tahun t+1 untuk menghasilkan output kegiatan.

    Dari hasil costing process di atas, Perencana melakukan penghitungan kembali (penyesuaian) dengan melihat parameter (yang telah ditetapkan untuk tahun t+1 dan terkait) dan menggunakannya dalam penghitungan. Hasilnya berupa besaran angka dasar untuk suatu output kegiatan pada tahun t+1. Angka dasar tersebut juga merupakan bahan dalam melakukan penghitungan angka yang akan dimasukkan dalam kolom prakiraan maju (tahun t+2 dan tahun t+3). Untuk memasukkan angka dalam

  • 47

    Penyusunan Pagu Indikatif

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    kolom prakiraan maju, perencana harus melihat parameter yang ditetapkan untuk tahun t+2 dan tahun t+3 dan terkait dengan output dan target-target capaian dari output tersebut (apabila ada). Untuk melengkapi penjelasan ini, Gambar 2.5 di bawah ini diharapkan membantu pemahaman para perencana.

    Dimana kedudukan Kementerian Keuangan c.q. Ditjen Anggaran (selanjutnya disebut Ditjen Anggaran) dalam Gambar 2.5 tersebut? Tentu saja, Ditjen Anggaran sesuai dengan tugas dan kewenangannya adalah meneliti ulang atau menilai kembali usulan alokasi anggaran atas output kegiatan dari K/L. Caranya sama dengan yang dilakukan oleh para perencana anggaran K/L. Misalnya, Ditjen Anggaran menanyakan, apakah kebutuhan mendasar telah dialokasikan. Jika benar, Ditjen Anggaran mengkalkulasi dengan parameter yang digunakan pada tahun t+1. Parameter ini ada yang bersifat ekonomi dan nonekonomi. Bersifat ekonomi jika berkaitan dengan perhitungan dengan rincian dan mempunyai dampak langsung kepada output kegiatan. Untuk parameter nonekonomi, parameter merupakan suatu kebijakan umum seperti inflasi atau kurs. Contoh, anggaran BOS kepada siswa merupakan parameter ekonomi.

    Bila ditemukan adanya kesalahan penghitungan biaya karena kesalahan menerapkan review angka dasar, Ditjen Anggaran mencoret besaran anggaran biaya tersebut dan memperbaiki penghitungannya. Dampak penilaian ulang tersebut dapat berupa perubahan alokasi anggaran atas

  • 48

    Penyusunan Pagu Indikatif

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    pencapaian output kegiatan baik pada tahun t+1 atau untuk prakiraan maju (tahun t+2 dan tahun t=3). Contoh, hasil penelitian ulang tersebut kadang menemukan adanya output kegiatan yang seharusnya ‘off’ tapi dilabeli dengan ‘on’ ( ini harus dicoret). Bila sudah bersih dari output yang seharusnya ‘off’, fokus Ditjen Anggaran selanjutnya adalah mendalami rincian biaya dari output yang sifatnya ‘on’ ini (langkah nomor 2 pada Gambar 2.4).

  • 49

    Penyusunan Pagu Indikatif

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    BOKS 2.2

    Angka Dasar Tahun 2015

    Dalam rangka penyusunan angka dasar tahun 2015 (sebagai tahun t+1 atau tahun yang direncanakan) yang disusun pada tahun 2014, ada empat kebutuhan anggaran yang diberi label angka dasar belanja K/L yang terinci di bawah ini:

    1. Rutin Penyelenggaran Pemerintahan antara lain berupa: - gaji pokok dan tunjangan yang melekat pada gaji antara lain

    uang makan, lembur, tunjangan kinerja, tunjangan beras, tunjangan pajak dan sejenisnya.

    - langganan listrik, telepon, air; pemeliharaan gedung, kendaraan, inventaris; perjalanan dinas tetap, dll.

    2. Rutin Pelayanan Umum - BOS, BOK, Kesehatan Dasar, Lansia, Jaminan & Perlindungan

    Sosial Dasar, Pemeliharaan Jalan, Jembatan, Infrastruktur Dasar - Operasional keamanan, ketertiban, LP

    3. Amanat Peraturan Perundangan (Mandatory Spending) - BPJS, Anggaran Pendidikan, Kesehatan, Target RPJP, Multi Years

    Contract (MYC) 4. Sangat Urgent

    - Tagihan/tunggakan, inkracht, yang penundaannya menimbulkan dampak fiskal yang besar

    Tabel berikut ini merupakan gambaran hasil identifikasi angka dasar pada tahun 2015.

  • 50

    Penyusunan Pagu Indikatif

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    No Uraian Keterangan

    A BASELINE

    1 Belanja Pegawai Operasional (komp 001) sebesar Rp xxx.xxx,xx miliar

    Termasuk telah menampung : kebutuhan Tunj. Kinerja 27 K/L

    (2013) dan 25 K/L (2014) pengadaan pegawai baru yg gaji

    dibayarkan Jan 2014 Pansel Hakim dan sejenisnya Tunggakan Tunjangan Profesi Guru

    (TPG), TPG yang lulus sertifikasi (NRG) 2014

    Kebutuhan gaji & tunjangan yang terkait perpanjangan masa pensiun PNS

    Penambahan pegawai yang sudah definitif (sudah dibayarkan gajinya di TA 2014)

    Accress dan kenaikan gaji di TA 2014

    Tidak termasuk atau belum menampung • Kebutuhan

    tunjangan kinerja untuk K/L yang baru akan mendapat tunjangan kinerja di TA 2014

    • Rencana penerimaan pegawai di TA 2015,

    • Accress dan kenaikan gaji di TA 2015

    2 Belanja Barang Operasional (komponen 002) sebesar Rp xxx.xxx,xx miliar

  • 51

    Penyusunan Pagu Indikatif

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    Termasuk telah menampung anggaran operasional untuk

    kegiatan/kebijakan yang dilakukan di 2014 dan berdampak di tahun 2015 atau berkesinambungan, (al.pembukaan kantor baru 2014, perubahan neto Barang Milik Negara tahun 2014)

    Tidak termasuk atau belum menampung Tunggakan pembayaran

    3 Belanja Non Operasional sebesar Rp xxx.xxx,xx miliar

    Termasuk telah menampung : kebutuhan anggaran untuk

    pelaksanaan tugas-fungsi Program /kegiatan prioritas

    nasional/bidang al. PBI, MEF, P4S, PNPM, Double2 track, rehab/rekon bencana

    Multy Year Contract (MYC) cost table 2015

    Antisipasi terhadap Kebijakan /peraturan al. UU Desa

    Tidak termasuk : • lanjutan

    kegiatan direktif presiden diluar Inpres P4B

    • kebijakan baru • Kegiatan yang

    dibiayai dari dana optimalisasi 2014

    Telah memperhitungkan (mengurangi) kegiatan di 2014 sebesar Rp xxx.xxx,xx miliar : • Rupiah Murni pendamping untuk

    PLN closed 2014

  • 52

    Penyusunan Pagu Indikatif

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    • Kegiatan adhoc (al. dukungan untuk pelaksanaan Pemilu 2014, SEA/ASEAN Games, MYC TA 2014 tahun terakhir)

    • Pengalihan kegiatan Dekon/Tugas Pembantuan ke Dana Alokasi Khusus

    • pembayaran tunggakan • Kegiatan 2014 yg tidak dapat

    dilaksanakan a.l. loopline

    B BEBERAPA PROGRAM/KEGIATAN YANG PENDANAANNYA SUDAH TERMASUK BASELINE 2015

    1) Bantuan Operasional Sekolah, TPG Non Pegawai Negeri Sipil (Non PNS)

    2) Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri, TPG Non PNS, BOP Pendidikan Anak Usia Dini

    3) Multy Years Contrac Proyek 4) Penerima Bantuan Iuran BPJS

  • 53

    Penyusunan Pagu Indikatif

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    Gambar 2.5 Kedudukan Trilateral Meeting

    Pra Trilateral Meeting

    Sebagaimana dijelaskan pada bahasan awal bahwa di antara tahapan evaluasi yang dilakukan K/L pada satu sisi dan Kementerian PPN beserta Kementerian Keuangan pada sisi yang lain terdapat tahapan Pra Trilateral Meeting. Tahapan ini dimunculkan pada proses penyusunan anggaran belanja K/L tahun 2015 dan merupakan langkah awal koordinasi untuk proyeksi ketersediaan anggaran dan penetapan pagu indikatif nantinya. Untuk lebih jelasnya, Tabel 2.3 menjelaskan posisi tahapan Pra Trilateral Meeting dalam proses penyusunan Pagu Indikatif tahun 2015. Hasil koordinasi dalam Pra Trilateral Meeting akan menjadi bahan bagi Kementerian Keuangan c.q. Ditjen Anggaran dan Kementerian PPN/Bappenas dalam harmonisasi/sinkronisasi di dalam mekanisme penyusunan Review Baseline, termasuk dalam menyusun resource envelope, dan Pagu Indikatif 2015.

  • 54

    Penyusunan Pagu Indikatif

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    Tabel 2.3 Pelaksanaan Trilateral Meeting

    Beberapa pokok materi yang menjadi bahan diskusi dalam forum ini antara lain: penyerapan anggaran, kebutuhan anggaran atas kebijakan yang masih berjalan, serta peningkatan dan penajaman kualitas belanja K/L. Dalam hal penyerapan anggaran, beberapa pertanyaan yang harus terjawab adalah: apakah belanja K/L sudah maksimal atau belum; berapa persentase penyerapan anggaran belanja K/L; apa saja hambatan dalam penyerapan anggaran. Berkenaan dengan kebutuhan anggaran atas kebijakan yang masih berjalan (on going policy), beberapa pertanyaan mendasar berupa: apakah ada program prioritas; apakah ada direktif Presiden; berapa kebutuhan belanja operasional K/L; berapa mandatory spending yang perlu dibiayai secara optimal pada tahun t+1 (seperti anggaran pendidikan, kesehatan, atau Dana Desa). Disamping itu, forum koordinasi ini juga membicarakan upaya peningkatan dan penajaman kualitas belanja K/L, baik dari sisi efektivitas dan efisiensi alokasi.

    TANGGAL KEGIATAN CATATAN24 Februari 2014 Rapat Koordinasi antara

    DJA dan BappenasLevel Eselon I

    25-28 Februari 2014 PelaksanaanPraTrilateral Meeting antara K/ L, Bappenasdan Kemenkeu

    Dilaksanakanuntuk seluruhK/ L PenggunaAnggaran (86 K/ L)

    3 – 7 Maret 2014 Review baseline K/ L Bappenasdan Kemenkeu

    10 – 17 Maret 2014 Penyelesaian dan penandatanganansuratbersamaPagu Indikatif K/ L 2015

    Bappenasdan Kemenkeu

  • 55

    Penyusunan Pagu Indikatif

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    Dengan melihat isi materi diskusi, tujuan yang diharapkan forum Pra Trilateral Meeting, tujuan antara lain berupa: 1. Meningkatkan koordinasi antara K/L, Kementerian

    PPN/Bappenas, dan Kementerian Keuangan dalam rangka penyusunan Resource Envelope dan Pagu Indikatif tahun t+1.

    2. Menggali informasi dan evaluasi atas pelaksanaan APBN tahun t-1 dan outlook tahun t, termasuk evaluasi atas “hasil trilateral meeting” sebelumnya.

    3. Memastikan penyusunan Resource Envelope dan Pagu Indikatif tahun t+1 sehingga dapat mengakomodir hal-hal: a. Program/Kegiatan/Ouput Prioritas Nasional yang

    bersifat baseline; b. Pemenuhan Biaya Operasional dan mandatory

    spending yang perlu dibiayai di secara optimal di TA 2015 (a.l. anggaran pendidikan, kesehatan, D/TP yang akan dialihkan ke DAK, dana desa);

    c. Kesesuaian dengan Sumber Dana, termasuk rekonfirmasi rencana penarikan PHLN;

    d. Meningkatkan penajaman kualitas belanja K/L dari sisi efektivitas dan efisiensi alokasi

    e. Memperoleh bahan untuk harmonisasi/sinkronisasi di dalam mekanisme review baseline.

    Tiap-tiap pihak (sebagaimana table 2.4) mempunyai perannya masing-masing. K/L menyampaikan hasil evaluasi atas capaian program/kegiatan prioritas tahun t-1 dan outlook tahun t, langkah-langkah perbaikan serta

  • 56

    Penyusunan Pagu Indikatif

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    efisiensi yang dilakukan, dan indikasi program dan kebutuhan pendanaan sebagai baseline di tahun t+1. Kementerian PPN/Bappenas menyampaikan sasaran dan target pembangunan nasional yang perlu diperhatikan. Kementerian Keuangan menyampaikan outlook fiskal terkini, indikasi pendanaan yang perlu dan harus diperhitungkan sebagai baseline tahun t+1, serta hasil evaluasi atas pelaksanaan anggaran belanja K/L.

    Tabel 2.4 Pihak yang Terlibat Dalam Trilateral Meeting

    Dalam rangka penyusunan anggaran belanja K/L tahun

    2015, fokus pembahasan dalam forum Pra Trilateral Meeting antara lain: 1. Evaluasi atas kinerja dan capaian TA 2013 (tahun t-1)

    dan langkah perbaikan di TA 2014 (tahun t); 2. Target, sasaran dan program/kegiatan prioritas yang

    perlu diperhitungkan sebagai baseline di TA 2015 (tahun t+1);

    3. Penyelesaian dan kelanjutan program/kegiatan prioritas yang terkait dengan direktif Presiden, kebijakan sidang kabinet, dan lain-lain

    4. Identifikasi atas Pemenuhan Biaya Operasional; 5. Identifikasi kebutuhan biaya yang sifatnya insidentil

    dan mandatory di masing-masing K/L (contoh : seleksi

    Peserta PihakYang Terlibat KetK/ L EselonI selakupenanggungjawab programKemenPPN/ Bappenas DeputiSektoral terkaitKemenkeucq. DJA DitjenAnggaran A123 (lead),

    PAPBN, PNBP

  • 57

    Penyusunan Pagu Indikatif

    Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

    komisioner di lembaga negara, Bantuan Operasional Sekolah, Tunjangan Profesi Guru, Uang Lauk Pauk, tunggakan, inkracht, dll.)

    6. Proyeksi Sumber Dana APBN 2015 (sumber dana PNBP/Badan Layanan Umum berasal dari Dit.PNBP, sementara sumber dana Pinjaman Hibah Luar Negeri/SBSN berasal dari Ditjen Pengelolaan Utang);

    7. Antisipasi adanya kebutuhan atau Usulan Inisiatif Baru.

    Kementerian Keuangan menyusun Prakiraan Kapasitas Fiskal

    Output dari tahapan ini adalah Postur Sementara RAPBN, kebijakan dan parameternya yang direncanakan dalam RAPBN.

    Setelah memperoleh bahan mengenai proyeksi asumsi dasar ekonomi makro beserta parameternya, proyeksi pendapatan dan hibah, belanja pemerintah pusat yang terdiri dari belanja K/L dan Bendahara Umum Negara, serta pembiayaan, maka langkah selanjutnya, DJA dalam hal ini diwakili oleh Dit. P-APBN melakukan penyusunan postur RAPBN Tahun Anggaran 2014. Caranya, semua proyeksi dari mulai pendapatan sampai dengan pembiayaan disusun dalam sebuah postur I-Account. Penyusunan postur dalam tahap tersebut akan menghasilkan postur awal.

    Penyusunan postur tersebut bukan semata ko