pertanian dan pengairan - kementerian … · web viewusaha ekstensifikasi ini dilaksanakan melalui...

73
PERTANIAN DAN PENGAIRAN

Upload: nguyendiep

Post on 13-Jun-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PERTANIAN DAN PENGAIRAN

BAB VI

PERTANIAN DAN PENGAIRAN

A. PENDAHULUAN

Sesuai dengan Garis-garis Besar Haluan Negara tahun 1983, prioritas pembangunan diletakkan pada pembangunan bidang eko-nomi dengan titik berat pada sektor pertanian untuk melanjut-kan usaha-usaha memantapkan swasembada pangan. Pembangunan sektor pertanian juga dimaksudkan untuk mengembangkan perta-nian yang kuat dan tangguh, sehingga dapat mendukung perubah-an struktur ekonomi yang seimbang. Dengan demikian pembangun-an sektor pertanian selain untuk mendukung pertumbuhan ekono-mi dan pemerataan, juga diarahkan untuk mendukung pertumbuhan industri yang maju.

Sesuai dengan sasaran pembangunan nasional, pembangunan pertanian diarahkan untuk meningkatkan produksi pertanian gu-na memenuhi kebutuhan pangan dan kebutuhan bahan baku indus-tri dalam negeri serta meningkatkan ekspor, meningkatkan pen-dapatan petani, memperluas kesempatan kerja, mendorong peme-rataan berusaha, mendukung pembangunan daerah dan program transmigrasi.

Sejalan dengan arah pembangunan di atas, pembangunan pertanian yang meliputi pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan, dilaksanakan secara

VI/3

serasi, terpadu dan merata, dengan tetap memelihara kemampuan sumber alam dan kelestarian lingkungan hidup, antara lain me-lalui usaha intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi dan rehabilitasi. Selanjutnya dalam kaitannya dengan usaha peme-rataan, pembangunan pertanian diusahakan untuk menjangkau se-luruh wilayah Indonesia dan seluruh tingkat kemampuan ekonomi masyarakat, yaitu dengan mewujudkan keterpaduan pengembangan lembaga ekonomi masyarakat seperti kelompok tani, koperasi unit desa, perusahaan negara dan swasta.

Dalam tahun terakhir Repelita IV peningkatan produksi ta-naman pangan ditekankan terutama untuk mempertahankan swasem-bada beras, yaitu dengan cara meningkatkan mutu intensifikasi dan memacu usaha ekstensifikasi. Usaha intensifikasi diting-katkan dengan jalan memperbaiki penerapan unsur teknologi per-tanian, memperluas Supra Insus dan Insus, dan meningkatkan usaha pengendalian hama terpadu, pengembangan teknologi pasca-panen serta menetapkan kebijaksanaan harga yang layak. Sedang-kan usaha ekstensifikasi dipacu melalui kegiatan pencetakan sawah, yang dikaitkan dengan usaha mengoptimalkan pemanfaatan jaringan irigasi yang telah dibangun dan program transmigra-si. Usaha intensifikasi dan ekstensifikasi tersebut didukung oleh kegiatan penyuluhan, penelitian dan pengembangan kelem-bagaan petani.

Dalam rangka mendukung usaha pemantapan swasembada pa-ngan, pembangunan irigasi dilanjutkan dengan menyelesaikan proyek-proyek yang sedang berjalan. Selain itu dibangun pula proyek-proyek irigasi baru khususnya untuk daerah-daerah yang masih rawan pangan. Selanjutnya untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan sistem irigasi, penanganan operasi dan pemeliha-raan jaringan irigasi semakin ditingkatkan. Dengan demikian investasi di subsektor pengairan dapat dipertahankan dalam waktu yang lebih lama. Di samping itu usaha memperbaiki tata guna air semakin ditingkatkan, sehingga intensitas tanaman dan produktivitas sumber daya alam dapat meningkat.

Peningkatan produksi perkebunan lebih ditekankan pada peningkatan produktivitas perkebunan rakyat melalui usaha intensifikasi dan rehabilitasi. Usaha ini dilaksanakan dengan pola Unit Pelayanan Pengembangan (UPP), yang menangani penye-diaan sarana produksi, pengembangan kelembagaan petani dan pengolahan hasil serta pemasaran. Pengembangan koperasi per-kebunan rakyat dan peningkatan efisiensi pengolahan serta pemasaran hasil merupakan kebijaksanaan utama dalam penangan-an perkebunan rakyat. Usaha peningkatan produksi perkebunan

VI/4

melalui pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR), dengan perusahaan negara sebagai perusahaan inti, ditekankan terutama pada ke-bijaksanaan peningkatan usaha diversifikasi pengolahan hasil-hasil produksi dan pemacuan proses konversi. Dengan demikian para petani sudah akan dapat memiliki areal perkebunan yang telah dibangun dalam jangka waktu yang tidak lama. Selanjut-nya usaha ekstensifikasi dilaksanakan berdasarkan Inpres No. 1 Tahun 1986, yang dikaitkan dengan investasi swasta untuk meningkatkan produktivitas lahan perkebunan di daerah trans-migrasi. Usaha peningkatan produksi perkebunan tersebut, di-dukung pula dengan usaha-usaha untuk meningkatkan kemampuan para petani dalam pencegahan dan pemberantasan hama penyakit melalui sistem pengendalian hama terpadu.

Peningkatan produksi perikanan lebih ditekankan pada usa-ha untuk meningkatkan produktivitas perikanan rakyat melalui usaha intensifikasi penangkapan dan budi daya kolam serta tam-bak. Usaha intensifikasi perikanan rakyat ini dikaitkan juga dengan pengelolaan sumber daya perikanan secara optimal di daerah-daerah padat tangkap. Sedangkan usaha ekstensifikasi dilaksanakan di daerah-daerah pantai yang masih relatif ren-dah pemanfaatannya dan dikaitkan dengan usaha mengurangi ke-miskinan di daerah-daerah yang terisolir. Usaha ekstensifika-si ini dilaksanakan melalui pengembangan investasi swasta dan industri perikanan yang memadukan proses produksi, pengolahan dan pemasaran bagi hasil-hasil perikanan rakyat.

Peningkatan produksi peternakan terutama ditekankan un-tuk meningkatkan produktivitas peternakan rakyat melalui usa-ha peningkatan mutu intensifikasi dan pengembangan kelembaga-an serta pemasaran hasil. Dengan demikian diharapkan peternak-an rakyat menjadi semakin efisien dan produktif. Usaha ini didukung pula dengan sistem penyuluhan terpadu, pengembangan teknologi dan pemberantasan penyakit.

Sebagai hasil dari kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut, berbagai hasil produksi telah meningkat bila dibandingkan de-ngan tahun sebelumnya (Tabel VI-1). Demikian juga volume eks-por hasil pertanian telah menunjukkan peningkatan, kecuali tembakau dan kulit ternak (Tabel VI-2).

Pada tahun 1983/84 kebijaksanaan dalam bidang kehutanan berupa pembatasan jumlah ekspor kayu bulat mulai dilaksana-kan. Penerapan kebijaksanaan tersebut ternyata telah mendo-rong industri kehutanan dalam negeri mengalami perkembangan yang amat pesat. Pada tahun 1984, 94,0% dari kayu bulat yang

VI/5

TABEL VI - 1PRODUKSI BEBERAPA HASIL PERTANIAN TERPENTING,

1983 - 1988(ribu ton)

No. Jenis hasil 1983 1984 1985 1986 1987 1) 1988 2)

1. Padi 3) 35.302 38.134 39.033 39.726 40.078 41.769

2. Jagung 5.087 5.288 4.330 5.920 5.155 6.806

3. Ubi kayu 12.103 14.167 14.037 13.312 14.356 15.280

4. Ubi jalar 2.213 2.156 2.161 2.091 2.013 2.066

5. Kedelai 536 769 870 1.227 1.161 1.2546. Kacang tanah 460 535 528 642 533 565

7. Ikan laut 1.682 1.713 1.822 1.923 2.017 2.166

8. Ikan darat 533 548 573 607 653 7159. Daging 650 742 808 860 895 928

10. Telur 319 '355 370 432 452 46611. Susu 4) 143 179 192 220 235 26212. Karet 1.007 1.033 1.055 1.109 1.130 1.170

13. Kelapa sawit/minyak 982 1.147 1.243 1.350 1.506 1.690

14. In t i sawit 166 247 258 266 319 356

15. Kelapa/kopra 1.607 1.750 1.920 2.114 2.075 2.10516. Kopi 305 315 311 339 380 39817. Teh 110 126 127 136 126 15618. Cengkeh 41 49 42 55 58 6019. Lada 46 46 41 40 49 5220. Tembakau 109 108 161 164 113 11921. Gula/tebu 1.628 1.810 1.899 1.894 2.176 2.20222. Kapas 14 12 45 53 48 78

23. Kayu bulat 5) 24.180 27.716 24.277 27.403 28.255 22.86024. Kayu olahan 5) 11.245 10.200 11.680 12.744 16.200 11.895

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara3) Dalam bentuk gabah kering giling4) Dalam juta l i t e r5) Dalam ribu m3

VI/6

TABEL VI - 2

VOLUME EKSPOR HASIL PERTANIAN TERPENTING,1983 - 1988(ribu ton)

Jenis Produksi 1983 1984 1985 1986 1987 1) 1988 2)

1. Karat 941,3 1.121,7 1.080,6 1.034,8 1.092,5 1.132,1

2. Minyak sawit 348,7 157,9 468,5 566,9 638,4 852,8

3. Teh 75,1 95,8 100,8 88 ,8 90,7 92,7

4. Kopi 245,6 312,5 300,1 307,3 286,3 299,0

5. Lada 45,4 38,9 26,8 30,8 30,0 41,5

6. Tembakau 25,7 23,0 21,1 24,7 18,7 18,2

7. Udang (segar/awetan) 26,2 28,0 31,0 36,1 44,3 56,6

8 . Ikan segar 33,9 23,1 27,0 34,7 52,7 54,5

9. Kulit ternak 5,4 7,7 6,2 3,6 3 ,8 3,2

10. Jagung 17,9 148,3 3,5 2,1 4,7 37,4

11. Kacang tanah 1,0 1,0 1,0 0,9 1,6 1,9

12. Gaplek 342,3 385,3 343,4 424,6 783,1 1.086,0

13. Kayu olahan 3) 3.899,0 5.244,0 5.769,0 6.563,0 8.886,0 9.734,0

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara3) Dalam ribu m3

VI/7

dihasilkan telah diolah di dalam negeri dan sejak tahun 1985 seluruh produksi kayu bulat telah diolah di dalam negeri.

Untuk meningkatkan produksi hasil hutan dan sekaligus meningkatkan kelestarian hutan, maka pembinaan para pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) ditingkatkan pula. Pembinaan ini dimaksudkan agar mereka melaksanakan penebangan hutan secara tertib, menanami kembali hutan-hutan bekas tebangan dan me-laksanakan kewajiban untuk mendirikan industri hasil hutan. Pembinaan hutan milik masyarakat telah mulai dikembangkan pula bersamaan dengan kegiatan reboisasi dan penghijauan. Di samping itu perhatian terhadap kelestarian fungsi hutan se-makin ditingkatkan.

B. PERTANIAN PANGAN

1. Padi/Beras

Untuk mempertahankan swasembada beras, dalam Repelita IV peningkatan produksi beras ditekankan-pada usaha intensifi-kasi, yaitu dengan meningkatkan mutu penerapan unsur tekno-logi dan memperluas lokasi Insus dan Supra Insus. Usaha eks-tensifikasi dilaksanakan Pula dalam rangka memanfaatkan sis-tem jaringan irigasi yang telah ada dan lahan transmigrasi. Selama Repelita IV usaha pencetakan sawah mencapai 200.959 ha.

Dalam usaha untuk mengurangi kehilangan hasil, penangan-an teknologi pascapanen semakin ditingkatkan, yaitu melalui peningkatan penggunaan alat-alat pertanian yang lebih bermutu dan peningkatan latihan bagi petani di bidang pascapanen. Se-dangkan usaha rehabilitasi dilaksanakan di lahan-lahan kritis melalui teknologi konservasi lahan.

Dalam tahun terakhir Repelita IV, produksi beras menun-jukkan kenaikan sebesar 4,2% dibanding produksi tahun sebelum-nya dan swasembada pangan dapat dipertahankan. Kenaikan ter-sebut adalah di atas kenaikan rata-rata produksi beras selama Repelita IV, yaitu sebesar 3,5% per tahun (Tabel VI-3 dan Grafik VI-1). Dalam tahun 1988 produksi padi telah mencapai 41.769 ribu ton gabah kering giling. Produksi padi berasal dari Pulau Jawa adalah sebesar 61% dan selebihnya produksi di luar Pulau Jawa.

Peningkatan produksi beras tersebut merupakan hasil dari usaha intensifikasi dan ekstensifikasi. Sebagai hasil usaha

VI/8

TABEL VI - 3

PRODUKSI PADI, 1)

1983 - 1988(ribu ton)

Daerah 1983 1984 1985 1986 1987 2) 1988 3)

Jawa : Padi 21.628 23.700 24.225 24.458 24.544 25.305

Luar Jawa: Padi 13.674 14.436 14.808 15.268 15.535 16.464

Indonesia: Padi 35.302 8.134 39.033 39.726 40.078 41.769

1) Dalam bentuk gabah kering giling2) Angka diperbaiki3) Angka sementara

GRAFIK VI-1PRODUKSI BERAS (PADI)

1983 – 1988

VI/9

intensifikasi, hasil rata-rata per ha gabah pada tahun 1988 mencapai 4,14 ton atau meningkat 2,5% lebih tinggi dibanding-kan tahun sebelumnya (Tabel VI-4 dan Grafik VI-2). Sedangkan perkembangan hasil rata-rata per ha gabah/beras selama Repe-lita IV meningkat sebesar 1,5% per tahun. Kenaikan hasil rata-rata per ha gabah/beras pada tahun terakhir Repelita IV terutama disebabkan oleh berhasilnya penerapan teknologi yang lebih baik melalui penggunaan benih bermutu, perbaikan penge-lolaan lahan, peningkatan penggunaan pupuk dan pengendalian hama terpadu.

Sebagai hasil usaha ekstensifikasi, perkembangan luas panen padi selama Repelita IV juga menunjukkan peningkatan, dengan laju kenaikan rata-rata sebesar 2% per tahun (Tabel VI-7). Perkembangan luas panen padi di luar Jawa adalah lebih besar bila dibandingkan dengan perkembangan di Jawa. Kenaikan luas panen padi selama Repelita IV tersebut terutama disebab-kan oleh adanya upaya perluasan areal melalui pencetakan sa-wah dan program transmigrasi serta peningkatan intensitas ta-naman melalui perbaikan pengelolaan sumber daya air dan per-baikan pola tanam. Dalam tahun 1988 luas panen padi mengalami kenaikan sebesar 1,7%, yaitu meningkat dari seluas 9.923 ribu ha pada tahun 1987 menjadi seluas 10.090 ribu ha pada tahun 1988.

Selama Repelita IV luas panen intensifikasi khusus telah meningkat dengan rata-rata 7,5% per tahun, sedangkan luas pa-nen intensifikasi umum menurun dengan rata-rata 0,3% per tahun (Tabel VI-6 dan Grafik VI-4). Sementara itu hasil rata-rata intensifikasi khusus meningkat sebesar 1% per tahun, sedang-kan hasil rata-rata intensifikasi umum menurun sebesar 0,6% per tahun (Tabel VI-5 dan Grafik VI-3). Keadaan ini merupakan hasil kebijaksanaan yang menekankan peningkatan mutu intensi-fikasi, terutama melalui pembinaan kelompok tani dan peng-gunaan saran produksi secara efisien. Penggunaan pupuk yang terdiri dari pupuk N, P20 dan K20 pada tahun 1988 juga me-ningkat, yaitu masing-masing mencapai 1,1%; 2,1% dan 44,9% di atas penggunaan tahun sebelumnya (Tabel VI-8). Dalam tahun 1988 luas panen intensifikasi hanya meningkat 1%, tetapi hasil rata-rata intensifikasi per ha meningkat sebesar 2,6% bila dibandingkan dengan tahun 1987. Ini berarti bahwa hasil rata-rata intensifikasi per ha dalam tahun 1988 adalah tiga kali lipat rata-rata selama Repelita IV. Dengan demikian jelaslah bahwa usaha peningkatan mutu intensifikasi telah memberi sumbangan yang besar terhadap usaha mempertahankan swasembada pangan.

VI/10

TABEL VI - 4

HASIL RATA-RATA PADI PER HA, 1)

1983 - 1988(ton)

Daerah 1983 1984 1985 1986 1987 2) 1988 3)

Jawa : Padi 4,53 4,55 4,57 4,58 4,73 4,85

Luar Jawa: Padi 3,12 3,17 3,22 3,28 3,28 3,37

Indonesia: Padi 3,85 3,91 3,97 3,98 4,04 4,14

1) Dalam bentuk gabah kering giling2) Angka diperbaiki3) Angka sementara

GRAFIK VI-2HASIL RATA-RATA BERAS (PADI) PER HA

1983 – 1988

VI/11

TABEL VI - 5

HASIL RATA-RATA PADI PROGRAM INTENSIFIKASI, 1)1983 - 1988(ton per ha)

Uraian 1983 1984 1985 1986 1987 1) 1988 2)

Intensifikasi

- Inmum 4): Padi 4,00 4,00 3,97 3,87 3,74 3,87

- Insus 5): Padi 4,82 4,86 4,83 4,90 4,95 5,07

- Jumlah: Padi 4,43 4,45 4,23 4,48 4,48 4,60

Non Intensifikasi

Padi 1,55 1,53 1,53 2,19 2,16 2,20

1) Dalam bentuk gabah kering giling2) Angka diperbaiki3) Angka sementara4) Intensifikasi Umum5) Intensifikasi Khusus

GRAFIK VI - 3HASIL RATA-RATA BERAS (PADI) PROGRAM INT

1983 – 1988

VI/12

TABEL VI - 6

LUAS PANEN INTENSIFIKASI PADI,1983 - 1988

(ribu ha)

Uraian 1983 1984 1985 1986 1987 1) 1988 2)

Intensifikasi

- Inmum 3) 3.218 3.563 3.561 3.311 3.113 3.143

- Insus 4) 3.477 3.806 4.100 4.480 4.922 4.971

Jumlah 6.695 7.369 7.661 7.791 8.035 8.114

Non Intensifikasi 2.467 2.394 2.241 2.197 1.888 1.976

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara3) Intensifikasi umum4) Intensifikasi khusus

GRAFIK VI - 4LUAS PANEN INTENSIFIKASI PADI,

1983 – 1988

VI/13

TABEL VI - 7

LUAS PANEN PADI,1983 - 1988(ribu ha)

Daerah 1983 1984 1985 1986 1987 i 1988 2)

Jawa 4.779 5.212 5.301 5.330 5.185 5.208

Luar Jawa 4.383 4.552 4.601 4.658 4.737 4.882

Indonesia 9.162 9.764 9.902 9.988 9.923 10.090

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

TABEL VI - 8PENGGUNAAN PUPUK DI PROGRAM TANAMAN PANGAN,

1983 - 1988(ton zat hara)

Jenis Pupuk 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1)

N 986.230 1.137.288 1.117.749 1.148.438 1.238.778 1.252.166

P20 322.889 388.093 408.838 634.677 490.439 500.699

K20 60.130 74.702 67.400 61.060 87.731 127.108

Jumlah 1.369.249 1.600.083 1.593.987 1.844.175 1.816.948 1.879.973

1) Angka sementara

VI/14

2. Palawija dan Hortikultura

Usaha peningkatan produksi palawija dan hortikultura mem-punyai peranan yang cukup besar bagi usaha peningkatan penda-patan petani. Pada umumnya produksi palawija dan hortikultura banyak dipengaruhi oleh keadaan iklim, curah hujan dan lahan yang digunakan, sehingga kadang-kadang terjadi pergeseran ta-naman dari padi ke palawija atau hortikultura (sayur-sayur-an), yang secara ekonomi dapat menguntungkan para petani. Pe-ningkatan produksi palawija dan hortikultura dilaksanakan me-lalui usaha-usaha intensifikasi, diversifikasi dan ekstensi-fikasi. Usaha intensifikasi dilakukan di daerah-daerah yang kurang berpengairan, dengan memperhatikan usaha-usaha konser-vasi tanah dan air serta penghijauan kembali. Usaha diversi-fikasi dilakukan di daerah lahan berpengairan, sedangkan usaha ekstensifikasi tanaman palawija dan hortikultura dilaksanakan di daerah-daerah jarang penduduk dan dikaitkan dengan program transmigrasi.

Sebagai hasil dari usaha-usaha tersebut, pada umumnya produksi berbagai jenis palawija dalam tahun 1988 mengalami kenaikan. Kenaikan tertinggi dicapai oleh produksi jagung, yaitu sebesar 32% di atas tahun 1987, kemudian berturut-turut diikuti oleh produksi kedelai, ubi kayu, kacang tanah dan ubi jalar masing-masing sebesar 8,0%; 6,4%; 6% dan 2,6% di atas produksi tahun sebelumnya. Begitu pula hasil rata-rata per ha tanaman palawija juga mengalami peningkatan, kecuali hasil rata-rata kacang tanah. Hasil rata-rata tertinggi dicapai oleh ubi jalar, yaitu naik 3,5% di atas tahun sebelumnya. Se-dangkan hasil rata-rata jagung naik 3% dibanding tahun 1987. Hasil rata-rata ubi kayu dan kedelai pada tahun 1988 meng-alami kenaikan yang sama, yaitu masing-masing 2,9% di atas hasil rata-rata tahun sebelumnya (Tabel VI-9). Luas panen pa-lawija juga mengalami peningkatan, kecuali untuk ubi jalar. Luas panen jagung pada tahun 1988 mengalami kenaikan terting-gi yaitu 28,2% di atas tahun 1987. Kemudian diikuti oleh ke-naikan luas panen kacang tanah 6,2%, kedelai 4,9% dan ubi kayu 3,4% di atas tahun 1987 (Tabel VI-10).

Produksi hortikultura pada tahun 1988 secara keseluruhan mengalami kenaikan; masing-masing sayuran sebesar 18,8% dan buah-buahan 30,4% di atas produksi tahun sebelumnya. Sedang-kan luas panen buah-buahan mengalami penurunan. Beberapa ta-naman seperti alpukat, salak, sawo dan pepaya luas panennya menurun sebagai akibat musim hujan yang cukup panjang. Tetapi luas panen sayur-sayuran naik 10,3% di atas luas panen tahun

VI/15

TABEL VI - 9PRODUKSI DAN HASIL BATA-BATA BEBERAPA JENIS PALAWIJA,

1983 – 1988

Jenis Palawija Satuan 1983 1984 1985 1986 1987 ¹) 1987 ²)

Jagung:ribu ton 5.087 5.288 4.330 5.920 5.155 6.806Produksi

Hasil r a t a - r a t a kuintal/ha 16,94 17,13 17,74 18,84 19,63 20,21

Ubi kayu:

ribu ton 12.103 14.167 14.057 13.312 14.356 15.280ProduksiHasil r a t a - r a t a kuintal/ha 99,00 105,00 109,00 113,78 117,48 120,89

Ubi jalar:ribu ton 2.213 2.156 2.161 2.091 2.013 2.066Produksi

Hasil rata-rata kuintal/ha 79,00 82,00 84,00 83,00 87,90 91,01

Kedelai:ribu ton 536 769 870 1.227 1.161 1.254Produksi

Hasil rata-rata kuintal/ha 8 ,38 8,96 9,70 9,78 10,55 10,86

Kacang tanah:ribu ton 460 535 528 642 533 565Produksi

Hasil r a t a - r a t a kuintal/ha 9,58 9,95 10,35 10,68 9,67 9,66

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

VI/16

TABEL VI - 10

LUAS PANEN PALAWIJA,1983 – 1988(ribu ha)

Jenis Palawija 1983 1984 1985 1986 1987 1) 1988 2)

Jagung 3.002 3.086 2.440 3.143 2.626 3.367

Ubi kayu 1.221 1.350 1.292 1.170 1.222 1.264

Ubi jalar 280 263 256 253 229 227

Kacang tanah 481 537 510 601 551 585

Kedelai 640 859 896 1.254 1.101 1.155

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

TABEL VI - 11

LUAS PANEN DAN PRODUKSI HORTIKULTURA,

1983 – 1988

U r a i a n Satuan 1983 1984 1985 1986 1987 1) 1987 ²)

Luau panen:

Sayuran ribu ha 738 1.043 1.044 933 899 992Buah-buahan ribu ha 542 634 590 618 709 671

ProduksiSayuran ribu ton 2.473 3.239 3.319 3.704 4.456 5.293

Buah-buahan ribu ton 3.867 4.587 5.079 5.306 5.098 6.648

Hasil rata-rata:

Sayuran kuintal/ha 34 31 34 41 50 53

Buah-buahan kuintal/ha 71 72 86 86 72 99

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

VI/17

1987. Sementara itu hasil rata-rata hortikultura pada tahun 1988 mengalami kenaikan, masing-masing sayuran sebesar 6% dan buah-buahan 37,5% di atas hasil rata-rata tahun sebelumnya (Tabel VI-11).

C. PETERNAKAN

Pembangunan peternakan selama Repelita IV dilaksanakan melalui usaha intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifi-kasi. Usaha intensifikasi ditekankan pada usaha peningkatan produktivitas, pembinaan pengelolaan usaha, pengembangan kelembagaan serta pemasaran hasil-hasil peternakan rakyat. Usaha intensifikasi ternak besar dilaksanakan melalui kegiat-an-kegiatan pengamanan ternak, penyuluhan, inseminasi buatan, pengendalian pemotongan ternak betina produktif dan pening-katan peranan swasta untuk penyediaan sarana produksi dan proses pengolahan hasil-hasil peternakan. Sedangkan intensi-fikasi ternak kecil, unggas dan ternak perah dilakukan dengan menggunakan pola Unit Pelayanan Pengembangan (UPP) dan Per-usahaan Inti Rakyat (PIR), yang berfungsi sebagai pusat pem-binaan, penyediaan sarana produksi, pusat pengolahan dan pe-masaran hasil. Usaha ekstensifikasi dan diversifikasi dilak-sanakan melalui usaha ternak campuran back oleh swasta maupun oleh peternakan rakyat. Untuk mendukung usaha tersebut dilak-sanakan pula kebijaksanaan impor ternak bibit, penyebaran bibit ternak ke daerah transmigrasi dan inseminasi buatan, yang didukung melalui pembangunan kebun bibit, peningkatan keterampilan para petani ternak dan penyebaran bibit hijauan makanan ternak.

Dalam tahun terakhir Repelita IV kegiatan pembangunan peternakan ditekankan terutama pada kegiatan pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan secara massal, yang berupa vak-sinasi maupun pengobatan dan diagnose. Vaksinasi massal dila-kukan pada penyakit ND ternak unggas, Septichaemia Epizooti-cal (SE), anthrax dan rabies. Di samping itu terhadap hasil-hasil produksi peternakan seperti daging dan susu dilakukan pengawasan untuk mencegah masyarakat dari penularan penyakit. Selanjutnya pengawasan penggunaan obat-obatan hewan juga se-makin ditingkatkan, yang dilakukan oleh lembaga pengujian mu-tu dan sertifikasi obat hewan di Serpong Jawa Barat.

Sebagai hasil dari kebijaksanaan tersebut di atas, popu-lasi ternak dalam tahun 1988 telah menunjukkan kenaikan, ke-cuali ternak kerbau, yang populasinya tetap, dan ternak itik, yang mengalami penurunan sebesar 3,2%. Kenaikan populasi yang

VI/18

sangat tinggi terjadi dalam ternak ayam pedaging dan sapi pe-rah, dengan masing-masing mengalami kenaikan sebesar 8% dan 11,6% bila dibandingkan dengan tahun 1987. Kenaikan populasi sapi perah yang cukup besar tersebut terutama disebabkan ka-rena adanya kebijaksanaan impor sapi perah dari Amerika Seri-kat. Sedangkan kenaikan populasi ayam ras pedaging disebabkan karena berkembangnya investasi swasta. Keadaan tersebut dapat diikuti pada Tabel VI-12 dan Grafik VI-5.

Dalam tahun 1988 penyebaran bibit ternak umumnya meng-alami penurunan karena terbatasnya bibit beberapa jenis ter-nak tertentu, kecuali bibit kambing dan babi (Tabel VI-13). Perbaikan mutu genetik ternak dilaksanakan di 24 propinsi me-lalui kegiatan inseminasi buatan sebanyak 454.710 dosis, yang berarti mengalami kenaikan sebesar 6,2% bila dibandingkan de-ngan tahun 1987. Pembinaan dan perbaikan mutu ternak juga di-laksanakan melalui pemurnian ternak lokal seperti sapi Madu-ra, sapi Bali dan sapi Sumba Ongole.

Dalam rangka meningkatkan produktivitas ternak rakyat telah dilaksanakan pula pembinaan hijauan makanan ternak yang dilakukan melalui penyediaan benih tanaman makanan ternak yang berasal dari kebun bibit di berbagai propinsi. Dalam rangka mencukupi kebutuhan makanan ternak biji-bijian, sampai dengan tahun 1988 telah dibangun 65 buah pabrik makanan ternak mela-lui investasi swasta. Dalam hubungan ini pemerintah melakukan pengawasan kualitas makanan ternak yang diproduksi oleh industri.

Untuk mendukung usaha peningkatan produksi ternak rak-yat, jumlah dan keterampilan petugas inseminator dan vaksina-tor juga semakin ditingkatkan (Tabel VI-16). Pada tahun 1988 jumlah tenaga inseminator telah mencapai 2.749 orang, atau naik 2% di atas jumlah tahun 1987. Jumlah tenaga laboratori/ diagnostik dan vaksinator tetap seperti tahun sebelumnya, se-dangkan kader peternak pada tahun 1988 naik 0,4% di atas jum-lah tahun 1987, yaitu dari 4.966 kader peternak pada tahun 1987 menjadi 4.985 kader peternak pada tahun 1988.

Produksi daging dan telur selama Repelita IV masing-ma-sing mengalami kenaikan sebesar rata-rata 7,4% dan 8% per ta-hun. Sedangkan produksi susu meningkat dengan lebih pesat, yaitu rata-rata 13,1% per tahun. Tetapi dalam tahun terakhir Repelita IV produksi daging dan telur masing-masing hanya mengalami kenaikan sebesar 3,7% dan 3,1%, sedangkan produksi

VI/19

TABEL VI - 12

POPULASI TERNAK DAM UNGGAS,1983 - 1988

(ribu ekor)

Jenis Ternak 1983 1984 1985 1986 1987 1) 1988 2)

Sapi potong 8.895 9.236 9.318 9.516 9.510 9.802Sapi perah 198 203 208 222 233 260

Kerbau 2.398 2.743 3.245 3.496 3.296 3.297Kambing 10.970 11.947 9.629 10.738 10.392 10.555

Domba 4.789 4.698 4.884 5.284 5.364 5.445

Babi 4.211 5.112 5.560 6.216 6.339 6.464Kuda 527 659 668 715 658 664

Ayam buras 159.462 166.815 155.627 162.991 168.405 173.999

Ayam petelur 28.102 29.559 31.875 38.689 39.968 42.461

Ayam pedaging/broiler

87.591 110.580 143.657 173.795 218.183 235.661

I t i k 23.781 24.694 23.870 27.002 26.025 25.197

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

GRAFIK VI - 5POPULASI TERNAK DAN UNGGAS,

1983 – 1988

VI/20

TABEL VI - 13

PENYEBARAN BIBIT TERNAK,1983 - 1988

(ekor)

Jenis Ternak 1983 1984 1985 1986 1987 1) 1988

S a p i 25.918 33.339 20.887 36.040 44.549 42.005

Kerbau 1.952 1.850 3.550 5.200 8.235 4.240

Kambing/domba 12.735 10.308 21.179 45.645 4.026 5.301

B a b i - 60 150 254 656 1.000

K u d a 2.507 2.905 66 2.702 1.840 760

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

TABEL VI - 14

PRODUKSI DAGING, TELUR DAN SUSU,1983 - 1988(ribu ton)

Jenis Produksi 1983 1984 1985 1986 1987 1) 1988 2)

Daging 650 742 808 860 895 928

Telur 319 355 370 432 452 466

Susu 3) 143 179 192 220 235 262

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara3) Dalam Juta l i t e r

VI/21

susu meningkat sebesar 11,5%, bila dibandingkan dengan pro-duksi tahun 1987 (Tabel VI-14). Kenaikan produksi daging da-lam tahun 1988 yang lebih rendah dibanding dengan kenaikan rata-rata selama Repelita IV terjadi karena menurunnya pro-duksi daging kerbau dan domba. Sedangkan kenaikan produksi telur yang cukup rendah disebabkan oleh menurunnya produksi telur itik dan rendahnya peningkatan produksi telur ayam bu-ras. Sebaliknya peningkatan produksi susu cukup tinggi karena populasi sapi perah produktif dan produktivitas per ekor me-ningkat. Pada tahun 1988 penyediaan produksi susu dalam negeri mencapai 262 juta liter.

Selama Repelita IV ekspor komoditi peternakan semakin meningkat baik dalam arti volume maupun jenis komoditi. Bila pada awal Repelita IV komoditi peternakan yang diekspor baru berupa kulit dan tulang, maka sejak tahun 1987 bibit ayam dan ternak babi juga telah mulai diekspor. Ekspor kulit dalam ta-hun 1988 mengalami penurunan, kecuali kulit sapi dan kerbau karena semakin meningkatnya kebutuhan kulit ternak di dalam negeri. Sedangkan ekspor tulang dan tanduk meningkat sebesar 23,1% di atas volume ekspor tahun 1987 (Tabel VI-15).

D. PERIKANAN

Selama Repelita IV peningkatan produksi perikanan dilak-sanakan melalui usaha-usaha intensifikasi, ekstensifikasi dan rehabilitasi. Usaha intensifikasi dan rehabilitasi diarahkan untuk meningkatkan produktivitas usaha perikanan rakyat, yang dilaksanakan dengan cara memperbaiki teknologi produksi dan manajemen, merehabilitasi saluran tambak dan membangun balai benih serta Unit-unit Pelayanan Pengembangan (UPP). Usaha ekstensifikasi diarahkan untuk memperluas investasi swasta dalam rangka pemanfaatan potensi lestari sumber daya perikan-an. Potensi tersebut diperkirakan sebesar 6,6 juta ton, per tahun, yang terdiri dari potensi Perairan Nusantara sebesar 4,5 juta ton dan potensi ZEE 2,1 juta ton. Sedangkan potensi Perairan Umum diperkirakan mencapai 0,7 juta ton per tahun. Sampai dengan tahun 1988, tingkat pemanfaatan sumber daya perikanan halt dan perairan umum masing-masing baru mencapai sekitar 33% dan 41% dari potensi lestarinya. Demikian pula sumber daya untuk budi daya laut, budi daya air payau dan air tawar belum sepenuhnya dimanfaatkan.

Di samping masalah belum tercapainya optimalisasi pe-manfaatan sumber daya perikanan, masalah lain yang dihadapi

VI/22

TABEL VI - 15

VOLUME EKSPOR HASIL-HASIL TERNAK,1983 - 1988

(ton)

Jenis Hasil Ternak 1983 1984 1985 1986 1987 1) 1988 2)

K u 1 i t 5.387,4 7.745,9 6.190,1 3.587,3 3.771,6 3.170,6

S a p i 1.180,7 4.181,4 2.697,3 1.979,5 1.395,0 1.840,9

K e r b a u 9,7 22,2 6,8 3,9 7,9 12,0

K a m b i n g 3.374,0 2.751,2 2.751,9 1.110,2 1.895,9 893,8

D o m b a 823,0 791,1 734,1 493,7 472,8 423,9

Tulang dan tanduk - 1.567,3 2.406,8 2.480,4 2.128,2 2.619,5

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

VI/23

adalah kecenderungan pemanfaatan sumber daya perikanan yang semakin tidak merata sehingga menimbulkan masalah lingkungan. Sebagian terbesar kegiatan penangkapan ikan di laut masih ber-kisar di perairan pantai di daerah-daerah padat penduduk, se-perti di Utara Jawa, Selatan Bali dan pantai Selat Malaka. Kegiatan penangkapan di perairan itu telah melebihi daya du-kung potensi lestarinya. Di lain pihak di perairan pantai lainnya seperti di wilayah Indonesia Timur, perairan lepas pantai dan bahkan di perairan ZEE Indonesia tingkat peman-faatannya relatif masih rendah. Oleh karena itu kebijaksanaan pengembangan perikanan rakyat dan investasi swasta perlu ke daerah Indonesia Bagian Timur.

Kebijaksanaan tersebut didukung dengan kegiatan penyuluh-an, pengembangan kelembagaan petani dan saran budi daya tam-bak dan laut. Sejalan dengan itu, penyediaan kredit juga te-rus ditingkatkan baik bagi pengusaha besar maupun bagi per-ikanan rakyat. Fasilitas kredit disediakan untuk usaha moto-risasi, fasilitas pendingin dan bagi para petani tambak.

Sebagai hasil dari kebijaksanaan yang ditempuh, selama Repelita IV jumlah perahu dan kapal motor yang digunakan para nelayan mengalami peningkatan sebesar 6,5% per tahun. Dalam tahun 1988 jumlah perahu dan kapal motor mencapai 117.526 bu-ah atau naik sebesar 2,3% dibandingkan dengan tahun sebelum-nya. Sedangkan jumlah perahu tanpa motor selama Repelita IV meningkat sebesar 0,3% per tahun. Dalam tahun 1988 jumlah pe-rahu tanpa motor mengalami kenaikan 0,8% bila dibandingkan dengan jumlah tahun 1987 (Tabel VI-17). Selama Repelita IV produktivitas para nelayan perikanan laut mengalami peningkat-an rata-rata sebesar 2,2% per tahun. Dalam tahun 1988 produk-tivitas para nelayan mencapai 6,09 ton per perahu, atau naik 0,9% bila dibandingkan dengan produktivitas tahun 1987. Demi-kian pula luas areal budi daya tambak mencapai 321.843 hektar dan kolam 49.482 hektar pada tahun 1988, atau masing-masing mengalami kenaikan 22,3% dan 6,3% bila dibandingkan dengan luas areal masing-masing pada.' tahun 1987. Peningkatan luas areal tersebut jauh di atas kenaikan rata-rata selama Repeli-ta IV, yaitu masing-masing setiap tahun meningkat 8,1% dan 3,5% untuk budi daya tambak dan kolam. Dalam rangka menangani daerah-daerah rawan yang belum banyak tersentuh usaha-usaha perikanan, telah pula dikembangkan usaha pembibitan dan per-tambakan di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat dan Aceh, yang dikaitkan dengan investasi swasta.

Untuk menunjang produksi perikanan laut, dalam Repe-lita IV dilaksanakan rehabilitasi prasarana pelabuhan di 24

VI/24

TABEL VI - 16

JUMLAH TENAGA INSEMINATOR DAN VAKSINATOR,1983 - 1988

(orang)

Jenis Tenaga 1983 1984 1985 1986 1987 1) 1988 2)

Kader peternak 2.754 4.219 4.219 4.219 4.966 4.985

Inseminator 595 625 940 1.806 2.695 2.749

Laboratori/diag-

Nostik 313 313 534 534 534 534

Vaksinator 5.436 5.652 5.652 5.652 5.652 5.652

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

TABEL VI - 17

PERKEMBANGAN JUMLAH PERAHU/KAPAL MOTORDAN PERAHU TANPA MOTOR,

1983 - 1988(buah)

Jenis Perahu/Kapa1 1983 1984 1985 1986 1987 1) 1988 2

Perahu/kapal motor 86.351 93.711 95.623 98.965 114.839 117.526

Perahu tanpa motor 220.706 219.929 220.823 219.130 222.233 224.010

Jumlah 307.057 313.640 316.446 318.095 337.072 341.536

VI/25

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

pelabuhan perikanan dan 154 pangkalan pendaratan ikan yang tersebar di seluruh Indonesia. Dalam hal ini kebijaksanaan selanjutnya adalah untuk meningkatkan pemanfaatan prasarana tersebut, yang sekaligus disertai upaya meningkatkan pembina-an dan peranan investasi swasta serta KUD. Kebijaksanaan lainnya adalah meningkatkan kegiatan penyuluhan melalui 4 buah unit pembinaan penangkapan ikan di Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan. Sementara itu guna me-nunjang pengembangan budi daya, sampai dengan tahun 1988 telah pula direhabilitasi saluran tambak sepanjang 841,7 km, 4 buah Balai Benih Udang dan 46 Balai Benih Ikan.

Sebagai hasil dari berbagai kebijaksanaan tersebut di atas, produksi perikanan pada tahun 1988 (Tabel VI-18) telah mencapai 2.881 ribu ton atau mengalami kenaikan sebesar 7,9% bila dibandingkan dengan produksi tahun sebelumnya, yang me-liputi kenaikan produksi perikanan laut sebesar 7,4% dan ke-naikan produksi perikanan darat sebesar 9,5%. Dengan demikian peningkatan produksi perikanan dalam tahun 1988 lebih tinggi bila dibandingkan dengan kenaikan rata-rata produksi selama Repelita IV, yaitu produksi perikanan laut 5,2% dan perikanan darat 6,1% per tahun. Dari hasil-hasil produksi perikanan ter-sebut, produksi perikanan darat menunjukkan kenaikan yang le-bih tinggi pada tahun 1988, terutama karena adanya peningkat-an produksi budi daya perikanan yang cukup tinggi, yaitu se-besar 15,1% di atas produksi tahun 1987 (Tabel VI-19).

Volume ekspor hasil perikanan selama Repelita IV telah meningkat pula (Tabel VI-20), kenaikan yang tertinggi terjadi dalam ekspor ikan hias. Tetapi khusus pada tahun 1988 kenaik-an tertinggi terjadi dalam ekspor ubur-ubur, yaitu 114,1%. Ekspor ikan hias dan katak juga telah menunjukkan kenaikan yang cukup berarti, masing-masing naik 80,2% dan 65,7% bila dibandingkan dengan volume ekspor tahun sebelumnya (Tabel VI-20).

E. PERKEBUNAN

Selama Repelita IV pembangunan perkebunan diarahkan un-tuk meningkatkan produksi perkebunan rakyat melalui usaha in-tensifikasi, rehabilitasi, ekstensifikasi dan diversifikasi. Usaha intensifikasi dan rehabilitasi dilaksanakan dengan meng-gunakan pola Unit Pelayanan Pengembangan (UPP) yang ditujukan untuk meningkatkan produktivitas perkebunan rakyat yang sudah

VI/26

TABEL VI - 18

PRODUKSI PERIKANAN,1983 - 1988

(ribu ton)

Jenis Hasil 1983 1984 1985 1986 1987 ¹) 1988 ²)

Ikan laut 1.682 1.713 1.822 1.923 2.017 2.166

Ikan darat 533 548 573 607 653 715

Jumlah 2.215 2.261 2.395 2.530 2.670 2.881

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

TABEL VI - 19

PRODUKSI PERIKANAN DARAT,1983 - 1988(ribu ton)

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

VI/27

TABEL VI - 20

VOLUME EKSP0R HASIL-HASIL PERIKANAN,1983 - 1988

(ton)

Jenis komoditi 1983 1984 1985 1986 1987 1) 1988 2)

1. Udang segar/awetan 26.166 28.025 30.980 36.100 44.267 56.552

2, Ikan segar 33.903 23.131 26.999 34.700 52.897 59.049

3. K a t a k 3.296 2.200 2.802 3.750 3.078 5.101

4. Ikan hias 197 204 235 860 530 955

5. Ubur-ubur 4.108 2.556 1.875 4.760 3.372 7.220

6. Lainnya 20.695 19.579 21.616 27.150 37.588 50.507

Jumlah 88.365 75.695 84.507 107.320 141.732 179.384

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

VI/28

ada. Dalam hubungan ini petani diberi penyuluhan sehingga ma-kin mampu memanfaatkan teknologi maju dan menggunakan fasili-tas kredit secara efisien. Selain itu para petani juga dibina untuk mengembangkan kelembagaan petani, sehingga dapat me-nangani masalah pemasaran hasil secara berkelompok. Pengem-bangan perkebunan rakyat juga diusahakan melalui pola swadaya yang ditujukan untuk mengembangkan swadaya petani melalui ke-lompok-kelompok petani.

Usaha ekstensifikasi dan diversifikasi dilaksanakan me-lalui pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR), yang ditujukan untuk meningkatkan investasi perusahaan negara dan swasta di bidang perkebunan. Pola ini dimaksudkan untuk membantu pengembangan perkebunan rakyat di lokasi baru. Dalam hubungan ini, perke-bunan besar negara dan swasta nasional bertindak sebagai per-kebunan inti yang berperanan untuk memberikan bimbingan peman-faatan teknologi maju dan penyediaan fasilitas pengolahan serta pemasaran hasil. Pemanfaatan investasi swasta besar ini didasarkan atas Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1986 tentang PIR - Trans.

Menjelang akhir Repelita IV pengembangan perkebunan rak-yat menghadapi dua masalah: terlambatnya proses konversi la-han dan belum efisiennya pengembangan fasilitas pengolahan hasil. Oleh karena itu usaha pembinaan perkebunan rakyat se-jak tahun 1987 ditekankan pada peningkatan efisiensi proses pengolahan dan pemasaran. Dalam rangka memperkuat posisi pe-tani, sampai dengan akhir Repelita IV telah tumbuh sebanyak 104.927 kelompok tani, yang selanjutnya di beberapa lokasi diikuti oleh pembentukan KUD. Pembentukan lembaga-lembaga pe-tani tersebut mendorong para petani melakukan kegiatan peme-liharaan kebun, penyediaan input dan pemasaran hasil secara bersama-sama. Sejalan dengan kebijaksanaan ini pembinaan per-kebunan besar negara dan swasta diarahkan untuk meningkatkan kemampuan manajemen, teknis dan meningkatkan pengembangan fa-silitas pengolahan serta efisiensi sistem produksi. Kebijak-sanaan ini diikuti pula dengan usaha pemacuan konversi lahan, sehingga kebun yang telah dibangun oleh perusahaan inti dapat dimiliki segera oleh para petani.

Sebagai hasil dari usaha-usaha tersebut di atas, luas areal perkebunan selama Repelita IV telah meningkat sebesar rata-rata 4,6% per tahun. Selama itu luas areal tanaman tahun-an dan tanaman semusim masing-masing naik dengan rata-rata 5,1% dan 2,7% setiap tahunnya. Dalam tahun 1988 luas areal perkebunan meningkat sebesar 9,5% jika dibandingkan dengan

VI/29

luas areal tahun sebelumnya; luas tanaman tahunan dan semusim masing-masing meningkat sebesar 8,7% dan 25,1%. Dalam tahun yang lama luas tanaman tahunan mencapai 10.488 ribu ha, ter-diri dari karet seluas 3.075 ribu ha, kelapa 3.456 ribu ha, kelapa sawit 888 ribu ha dan sisanya, seluas 3.069 ribu ha, terdiri dari tanaman lainnya seperti kopi, teh, cengkeh, la-da, kakao dan jambu mete.

Tanaman semusim yang terpenting adalah budi daya tebu, tembakau, kapas dan rosela. Luas areal tanaman tebu pada ta-hun 1988 telah mencapai 383 ribu ha, di antaranya luas areal tebu rakyat intensifikasi seluas 218.177 ha (Tabel VI-21). Ini berarti luas areal intensifikasi tebu pada tahun 1988 hanya meningkat 0,5% saja bila dibandingkan dengan luas areal dalam tahun 1987. Peningkatan luas areal tebu ini jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan kenaikan rata-rata selama Re-pelita IV, yaitu 6,2% per tahun. Kecilnya peningkatan terse-but terjadi karena menurunnya luas intensifikasi di Jawa Timur dan Sumatera Utara.

Kebijaksanaan pengembangan investasi swasta selama Repe-lita IV telah mendorong minat investasi swasta di bidang per-kebunan. Berdasarkan rencana yang telah disyahkan melalui PIR - Trans, investasi swasta sampai dengan tahun 1988 telah mencapai 382.700 ha, meliputi tanaman kelapa sawit dan kakao di 10 propinsi.

Pembangunan perkebunan dikaitkan juga dengan pelestarian sumber daya alam di wilayah lahan kritis. Teknologi konserva-si lahan dilakukan dengan menggunakan metode pengolahan tanah secara minimum, penanaman tanaman penutup tanah dan pembuatan terassering. Kebijaksanaan ini dilaksanakan untuk memanfaat-kan lahan bonorowo di Jawa untuk tanaman serat karung, tanam-an coklat atau kakao, yang berlokasi antara lain di Wonogiri dan Gunung Kidul.

Kebijaksanaan di bidang perkebunan selama Repelita IV telah pula meningkatkan produksi, seperti digambarkan dalam Tabel VI-22. Produksi berbagai jenis komoditi perkebunan ter-penting pada tahun terakhir Repelita IV umumnya mengalami pe-ningkatan. Produksi perkebunan terpenting yang mengalami pe-ningkatan tertinggi pada tahun 1988 adalah kapas yang naik 62,5% di atas produksi tahun 1987. Beberapa produksi perkebun-an lainnya seperti produksi teh meningkat sebesar 23,8%, mi-nyak/kelapa sawit 12,2% dan inti sawit 11,6%, sedangkan pro-duksi kelapa/kopra, karet, cengkeh, lada, kopi dan tembakau

VI/30

TABEL VI - 21

AREAL TEBU RAKYAT INTENSIFIKASI,1983 - 1988(ha)

Lokasi 1983 1984 1985 1986 1987 1) 1988 2)

Jawa Barat 11.431 11.215 13.659 14.779 14.235 15.661

Jawa Tengah 53.985 54.541 52.322 57.492 59.490 65.089

DI Yogyakarta 4.111 4.127 5.993 5.656 2.936 5.634

Jawa Timur 93.419 111.054 128.144 141.343 138.491 129.413

Sumatera Utara 3) - - 264 698 638 571

Lampung 4) - - - 734 1.238 1.406

Kalimantan Selatan 5) - - - - - 343

Jumlah 162.946 180.937 200.382 220.702 217.028 218.117

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara3) Dimulai tahun 19854) Dimulai tahun 19865) Dimulai tahun 1988

GRAFIK VI – 6AREAL TEBU RAKYAT INTENSIFIKASI,

1983 - 1988

VI/31

pada tahun 1988 mengalami peningkatan di bawah 10%, bila di-bandingkan dengan produksi masing-masing pada tahun sebelum-nya.

TABEL VI - 22

PRODUKSI HASIL PERKEBUNAN TERPENTING,1983 - 1988(ribu ton)

Jenis Komoditi 1983 1984 1985 1986 1987 1 1988 2)

1. Karet 1.007 1.033 1.055 1.109 1.130 1.170

2. Minyak/kelapa sawit 982 1.147 1.243 1.350 1.506 1.690

3. Inti sawit 166 247 258 266 319 356

4. Kelapa/kopra 1.607 1.750 1.920 2.114 2.075 2.105

5. K o p i 305 315 311 339 380 398

6. T e h 110 126 127 136 126 156

7. Cengkeh 41 49 42 55 58 60

8. L a d a 46 46 41 40 49 52

9. Tembakau 109 108 161 164 113 119

10. Gula/tebu 1.628 1.810 1.899 1.894 2.176 2.202

11. Kapas 14 12 45 53 48 78

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

V1/32

Produksi perkebunan terpenting pada umumnya terdiri dari produksi perkebunan rakyat. Dalam tahun terakhir Repelita IV produksi perkebunan rakyat yang mengalami peningkatan sangat tinggi adalah kapas dan teh yang masing-masing naik sebesar 62,5% dan 28% di atas tingkat produksi tahun 1987. Produksi karet, lada dan tembakau pada tahun 1988 peningkatannya cukup baik, masing-masing naik sebesar 5%, 6,1% dan 5,5% bila di-bandingkan dengan produksi tahun sebelumnya. Sedangkan pro-duksi perkebunan rakyat lainnya yang mengalami kenaikan di bawah 5% bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya adalah kopi, cengkeh dan kelapa/kopra. Keadaan tersebut dapat di-ikuti pada Tabel VI-23.

TABEL VI - 23

PRODUKSI PERKEBUNAN RAKYAT,1983 - 1988 (ribu ton)

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

VI/33

Dalam tahun terakhir Repelita IV, produksi perkebunan swasta juga mengalami peningkatan yang berarti. Produksi teh mengalami peningkatan tertinggi, yaitu 90,5%, kemudian diikuti oleh produksi kopi dan kelapa/kopra, yang masing-masing naik 25% dan 10% di atas tingkat produksi tahun sebelumnya. Sedang-kan produksi minyak sawit dan gula/tebu sama-sama meningkat sebesar 2,8% di atas produksi tahun 1987 (Tabel VI-24). Demi-kian pula produksi perkebunan besar negara juga mengalami pe-ningkatan, terutama produksi minyak sawit yang meningkat se-besar 15,1%, diikuti produksi inti sawit, teh dan gula/tebu yang masing-masing meningkat sebesar 14,8%, 5%, dan 7,4% (Ta-bel VI-25).

Volume ekspor komoditi hasil perkebunan pada tahun ter-akhir Repelita IV umumnya mengalami peningkatan yang menggem-birakan. Peningkatan volume ekspor tertinggi terjadi dalam komoditi lada, yaitu sebesar 38,3%, diikuti dengan volume eks-por minyak sawit sebesar 33,6%, sedangkan karet hanya meningkat sebesar 3,6% (Tabel VI-26).

TABEL VI - 24

PRODUKSI PERKEBUNAN BESAR SWASTA,1983- 1988(ribu ton)

Jenis komoditi 1983 1984 1985 1986 1987 1) 1988 2)

1. Karet 133 121 124 150 135 135

2. T e h 17 18 17 18 21 40

3. K o p i 8 9 10 10 8 10

4. Minyak sawit 269 329 339 385 352 362

5. Inti sawit 68 69 71 73 76 77

6. Gula tebu 88 83 106 106 109 112

7. Kelapa/kopra 14 13 15 16 20 22

8. Cengkeh 0,6 0,9 1,0 2,0 1,0 1,0

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

VI/34

TABEL VI - 25

PRODUKSI PERKEBUNAN BESAR NEGARA,1983 - 1988

(ribu ton)

Jenis Komoditi 1983 1984 1985 1986 1987 1) 1988 2)

1. Karet 201 208 211 196 200 2002. Minyak Sawit 713 818 904 965 1.154 1.328

3. Inti Sawit 98 178 187 193 243 2794. T e h 70 84 80 87 80 84

5. Gula tebu 291 330 343 371 323 3476. K o p i 10 15 13 13 13 13

7. Tembakau 9 4 5 5 3 3

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

TABEL VI - 26

VOLUME EKSPOR KOMODITI PERKEBUNAN,1983 - 1988

(ribu ton)

Jenis Komoditi 1983 1984 1985 1986 1987 1) 1988 2)

1. Karat 941,3 1.121,7 1.080,6 1.034,8 1.092,5 1.132,1

2. Minyak Sawit 348,7 157,9 468,5 566,9 638,4 852,8

3. K o p i 245,6 312,5 300,1 3070 286,3 299,0

4. T e h 75,1 95,8 100,8 88,8 90,4 92,7

5. L a d a 45,4 38,9 26,8 30,8 30,0 41,5

6. Tembakau 25,7 23,0 21,1 24,7 18,7 18,2

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

VI/35

F. KEHUTANAN

Arah pembangunan di bidang kehutanan adalah untuk meme-nuhi kebutuhan dalam negeri akan kayu dan hasil-hasil hutan yang lain serta untuk menghasilkan devisa. Kebijaksanaan ter-sebut pelaksanaannya dipadukan dengan usaha untuk melestari-kan dan melindungi hutan dan number-number alam lainnya. Per-kembangan pembangunan kehutanan dalam Repelita IV adalah se-bagai berikut.

Dalam Repelita IV produksi kehutanan berupa hasil hutan dalam bentuk jadi semakin meningkat, baik untuk memenuhi ke-butuhan di dalam negeri maupun untuk ekspor. Pada tahun 1988/89 produksi kayu bulat rimba menurun sebesar 19,7% diban-dingkan produksi tahun 1987/88, menjadi sebesar 22,1 juta m3. Penurunan ini disebabkan karena berkurangnya hutan yang ber-mutu back dan adanya kebijaksanaan pengetatan produksi kayu bulat. Produksi kayu bulat rimba sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1988/89 mengalami kenaikan dan penurunan.

Selain produksi kayu bulat yang dihasilkan di areal HPH terdapat juga produksi kayu bulat jati yang terutama dihasil-kan di pulau Jawa. Dalam tahun 1988/89 produksi kayu bulat jati meningkat sebesar 5,2% dibandingkan tahun 1987/88, menjadi 725 ribu m3. Produksi kayu bulat jati di Jawa antara tahun 1983/84 dan 1988/89 meningkat dari 718 ribu m3 menjadi 725 ribu m3, atau meningkat sekitar 1% (Tabel VI-27).

TABEL VI - 27PRODUKSI KAYU BULAT RIMBA DAR JATI,

1983/84 - 1988/89

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara3) s.b. = setara kayu bulat (log)

VI/36

Pada tahun 1988/89 produksi kayu gergajian mencapai 4,3 juta m3, yang berarti menurun 55,4% dibandingkan dengan tahun 1987/88. Penurunan ini sejalan dengan menurunnya produksi kayu bulat. Antara tahun 1983/84 dan tahun 1988/89 produksi kayu gergajian menurun dari 7.945 ribu m3 menjadi 4.349 ri-bu m3, atau menurun sekitar 45,3% (Tabel VI-28).

Kapasitas terpasang industri kayu gergajian dalam tahun 1988/89 mencapai sebesar 8,8 juta m3, hampir tidak berubah apabila dibandingkan dengan kapasitas terpasang industri kayu gergajian pada tahun pertama Repelita IV, yaitu sebesar 8,7 juta m3.

Dalam tahun 1988/89 volume ekspor kayu gergajian adalah sebesar 2.874 ribu m3, atau meningkat 1,2% dari tahun sebe-lumnya. Volume ekspor kayu gergajian rata-rata sejak tahun 1983/84 sampai tahun 1988/89 meningkat sebesar 10,3% per tahun (Tabel VI-29).

Dalam tahun 1988/89 urutan negara tujuan ekspor kayu gergajian berdasarkan volume ekspor adalah sebagai berikut: Singapura (31,1%), Taiwan (10,7%), Jepang (10,6%), Hongkong (6,6%), Korea Selatan (4,9%) dan negara-negara Asia lainnya (17,9%). Negara-negara tujuan lainnya adalah Italia (7,8%), Belanda (1,4%), USA dan Kanada (1,4%), Australia (0,2%) dan negara-negara lainnya (7,4%). Peningkatan ekspor juga terjadi dalam tahun tersebut, antara lain ke Hongkong, Korea Selatan dan negara-negara Asia lainnya. Juga ke Belanda dan negara-negara Eropa lainnya serta ke USA dan Kanada. Ekspor ke Si-ngapura, Jepang, Taiwan dan Italia mengalami penurunan, se-dangkan ekspor ke Australia tetap seperti tahun sebelumnya (Tabel VI-30).

Produksi kayu lapis dalam tahun 1988/89 mencapai 7,5 juta m3 (100% dari kapasitas produksi yang ada) atau mening-kat 16,9% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sejak tahun 1983/84 sampai tahun 1988/89 produksi kayu lapis rata-rata meningkat sebesar 18,2% per tahun (Tabel VI-28 dan Tabel VI-33).

Selanjutnya dalam tahun 1988/89 volume ekspor kayu lapis mencapai 6.860 ribu m3, atau meningkat 13,5% dari tahun 1987/88. Volume ekspor sejak tahun 1983/84 sampai tahun 1988/89 rata-rata meningkat sebesar 27,4% per tahun (Tabel VI-29).

VI/37

TABEL VI - 28

PRODUKSI DAN EKSPOR KAYU OLAHAN,1983/84 - 1988/89

(ribu m3)

Repelita IV

Uraian 1983/84 1984/85 1985/86 1986/87 1987/88 1) 1988/89 2)

Produksi:

a. Kayu gergajian 3) 7.945 6.600 7.065 7.442 9.750 4.349

b. Kayu Lapis 3.300 3.600 4.615 5.302 6.450 7.546

Jumlah 11.245 10.200 11.680 12.744 16.200 11.895

Ekspor:

a. Kayu gergajian 1.793 2.198 2.166 2.353 2.841 2.874

b. Kayu Lapis 2.106 3.046 3.603 4.210 6.045 6.860

Jumlah 3.899 5.244 5.769 6.563 8.886 9.734

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara3) Tidak termasuk industri kecil

VI/38

TABEL VI - 29REALISASI EKSPOR HASIL HUTAN BERUPA KAYU,

1983/84 - 1988/89(ribu m3)

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara3) Kayu jati bulat

VI/39

TABEL VI - 30

EKSPOR KAYU GERGAJIAN KE BEBERAPA NEGARA TUJUAN,1983/84 - 1988/89( m3 )

Repelita IV

No. Negara tujuan 1983/84 1984/85 1985/86 1986/87 1987/88 1988/89 1)

1. Jepang 255.041 202.253 226.590 205.083 325.178 304.962

2. Hongkong 92.538 94.531 89.175 93.495 162.263 189.022

3. Korea Selatan 117.531 136.301 152.462 99.290 130.560 142.232

4. Taiwan 153.317 186.864 197.318 291.691 327.166 306.147

5. Singapura 318.007 437.482 456.174 775.883 926.417 894.799

6. Negara-negara 427.553 677.039 597.915 409.514 422.621 513.049 Asia lainnya

49.683 43.868 41.514 26.712 36.199 39.4507. Belanda

8. Italia 242.924 252.178 237.762 300.953 276.325 224.683

9. Negara-negara 300.119 106.361 95.815 122.040 199.651 212.865 Eropa lainnya

10. Amerika Serikat 32.864 43.968 55.573 24.270 30.118 39.802 dan Kanada

11. Australia 3.279 17.587 15.932 4.533 4.622 6.721

Jumlah 1.792.856 2.198.432 2.166.230 2.353.464 2.841.120 2.873.732

1) Angka sementara

VI/40

Pada tahun 1988/89 urutan negara tujuan ekspor kayu lapis berdasarkan volume ekspor adalah: Jepang (29,7%), Hongkong (19,4%), USA (14,0%), Timur Tengah (7,7%), dan Ing-gris (4,3%). Selanjutnya Taiwan (4,2%), Singapura (3,4%), Belgia (1,8%), Negara-negara Asia lainnya (1,5%), Belanda (1,1%), Kanada (0,5%) dan negara-negara lain (12,4%). Per-kembangan volume ekspor kayu lapis ke berbagai negara dapat dilihat pada Tabel VI-31.

Dalam tahun 1988/89 pemasaran dalam negeri kayu gergaji-an dan kayu lapis menurun menjadi 2.161 ribu m3 atau turun sekitar 70,5% dari tahun sebelumnya. Pemasaran kayu lapis dan kayu gergajian di dalam negeri antara tahun 1983/84 dan tahun 1988/89 menurun dari 7.346 ribu m3 menjadi 2.161 ribu m3 atau menurun sebesar 70,6%. Penurunan ini mungkin sekali disebabkan oleh makin membaiknya ekspor kayu gergajian dan kayu lapis.

Perkembangan ekspor veneer tidak begitu menggembirakan. Antara tahun 1983/84 dan 1985/86 ekspor komoditi ini meningkat dari 74 ribu m3 menjadi 106 ribu m3. Tetapi pada tahun 1986/87 dan tahun 1987/88 ekspor tersebut menurun masing-masing sebesar 11,3% dan 40,4% dari tahun sebelumnya. Dalam tahun 1988/89 ekspor veneer turun 51,8% dari tahun 1987/88 menjadi 27 ribu m3. Penurunan ini terjadi mungkin karena ekspor kayu lapis semakin meningkat (Tabel VI-29).

Dalam tahun 1988/89 ekspor kayu jati olahan mengalami kenaikan 46,8%, menjadi 43 ribu m3, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 29,3 ribu m3. Sejak tahun 1984/85 ekspor kayu bulat jati telah dihentikan, sedangkan ekspor kayu olahan jati antara tahun 1984/85 sampai dengan tahun 1988/89 meningkat dari 28,4 ribu m3 menjadi 43 ribu m3 (Tabel VI-29).

Hasil hutan non kayu, seperti rotan, tengkawang, arang, gondorukem, minyak kayu putih, damar dan kopal, mempunyai potensi yang cukup besar sebagai sumber devisa, tetapi eks-pornya kurang berkembang. Dalam tahun 1988/89 ekspor hasil hutan bukan kayu berjumlah 176,3 ribu ton, atau meningkat 33,5 % dibandingkan dengan tahun 1987/88, tetapi apabila di-bandingkan dengan tahun 1983/84 volume ekspor hasil hutan bukan kayu mengalami penurunan sebesar 3,8%. Perkembangan ekspor jenis-jenis hasil hutan bukan kayu tersebut dapat dilihat pada Tabel VI-32.

Sesuai dengan kebijaksanaan penanaman modal yang ada, partisipasi swasta asing dan nasional di bidang pengusahaan

VI/41

TABEL VI - 31

EKSPOR KAYU LAPIS KE BERBAGAI NEGARA TUJUAN.1983/84 - 1988/89

( m 3 )

Repelita IV

No.

Negara Tujuan 1983/84 1984/85 1985/86 1986/87 1987/88 1) 1988/89 2)

1. Jepang 21.594 145.397 273.303 438.861 1.529.963 2.036.884

2. Taiwan 17.382 110.840 124.421 278.810 378.694 291.3423. Hongkong 294.214 673.759 969.160 654.793 1.468.829 1.328.184

4. Singapura 346.720 463.561 471.706 553.406 311.252 232.600

5. Timur Tengah 456.475 417.259 370.206 594.512 314.723 527.645

6. Negara-negara Asia 179.328 150.495 165.412 148.288 168.309 102.031

7.lainnya

Inggris 117.903 124.315 165.363 284.943 185.425 299.879

8. Belanda 6.207 8.333 7.511 9.822 81.326 72.036

9. Belgia 11.415 23.160 24.472 27.583 144.478 123.245

10. Amerika Serikat 589.879 819.533 945.159 1.071.637

1.249.277 962.082

11. Canada 8.011 12.392 15.133 14.518 57.622 37.209

12. Negara-negara lain 56.972 96.598 71.584 132.519 135.072 847.312

Jumlah 2.106.100

3.045.642

3.603.430 4.209.692 6.024.970 6.860.449

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

VI/42

TABEL VI - 32

EKSPOR HASIL HUTAN BUKAN KAYU,1983/84 - 1988/89

(ton)

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

VI/43

TABEL VI – 33

INDUSTRI HASIL HUTAN DENGAN BAHAN BAKU DARI AREAL HPH1983/84 – 1988/89

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

VI/44

hutan di Indonesia berkembang dengan pesat selama Repe-lita IV. Jumlah pengusahaan hutan pada awal Repelita IV ada sebanyak 526 unit dengan areal seluas 53.800 ribu ha. Jumlah pengusahaan tersebut seluruhnya meliputi investasi modal na-sional sebanyak 464 unit dengan areal seluas 46.200 ribu ha, perusahaan patungan dan investasi langsung (PMA) masing-masing sebanyak 53 unit dan 9 unit dengan areal seluruhnya seluas 7.600 ribu ha. Pada akhir Repelita IV jumlah peng-usahaan hutan meningkat menjadi 545 unit dengan areal seluas 56.466 ribu ha. Di antara jumlah itu 528 unit merupakan investasi modal nasional yang mencakup areal seluas 54.365 ribu ha dan 17 unit investasi perusahaan patungan dengan areal seluas 2.201 ribu ha (Tabel VI-34).

Untuk merehabilitasi kawasan HPH yang rusak, maka dalam tahun 1984/85 mulai dikembangkan hutan tanaman industri (HTI). Dalam tahun 1988/89 pembangunan HTI mencakup areal se-luas 6.476 ha. Dengan demikian selama Repelita IV hutan ta-naman industri yang telah dikembangkan meliputi areal seluas 75.489 ha. Lokasi pembangunan HTI tersebar di beberapa pro-pinsi, yaitu Sumatera Utara, Riau, Jambi, Aceh, Lampung, Su-matera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kali-mantan Tengah, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur dan Timor Timur.

Untuk memperlancar arus pengiriman kayu dari luar pulau Jawa ke pulau Jawa dan Bali, telah dikembangkan pusat-pusat pendaratan kayu di Sumatera, Kalimantan dan Jawa. Pada tahun 1984 dibangun pusat pendaratan kayu di Marunda. Di samping itu dipersiapkan pula pembangunan pusat perkayuan lainnya se-perti Kanci di Cirebon (Jawa Barat), Jenu di Tuban (Jawa Ti-mur), Alalak di Kalimantan Selatan, Sampit di Kalimantan Tengah dan Muara Sabak di Jambi. Pembangunan pusat pendaratan kayu di Marunda, telah dimulai pada tahun 1985/86, dan pem-bangunan tersebut masih terus dilanjutkan walaupun pelaksana-an dari seluruh kegiatan-kegiatan yang direncanakan mengalami keterlambatan.

Dalam usaha untuk meningkatkan jumlah dan mutu tenaga kerja kehutanan telah didirikan sekolah kejuruan kehutanan (SKMA) di Kadipaten, Samarinda, Pekanbaru dan Ujung pandang serta Balai Latihan Kehutanan (BLK) di Pematang Siantar, Pekanbaru, Bogor, Kadipaten, Samarinda, Ujung Pandang, Kupang dan Manokwari. Kegiatan Pendidikan dan Latihan Kehutanan yang dilaksanakan meliputi bidang pengusahaan hutan, reboisasi dan

VI/45

TABEL VI – 34

PENGUSAHAAN HUTAN

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

VI/46

rehabilitasi lahan, inventarisasi dan tats guna hutan, per-lindungan hutan dan pelestarian alam serta administrasi-mana-jemen pembangunan kehutanan.

Melalui pendidikan SKMA pada tahun 1988/89 ini telah di-hasilkan lulusan sebanyak 100 orang. Dengan demikian dalam Repelita IV telah dihasilkan lulusan sebanyak 499 orang.

Selanjutnya melalui kegiatan latihan pada tahun 1988/89 telah dihasilkan tenaga terlatih sebanyak 3.582 orang. Demi-kianlah maka dari sejak tahun 1984/85 sampai dengan tahun 1988/89 ini telah dihasilkan tenaga terlatih sebanyak 28.166 orang.

G. PENGAIRAN

Dalam rangka mendukung pembangunan sektor pertanian, pem-bangunan pengairan meliputi segala kebijaksanaan dan kegiatan yang diarahkan pada peningkatan dan pengembangan sumber-sum-ber air untuk irigasi, mengamankan areal produksi dari keru-sakan akibat banjir dan meningkatkan pemanfaatan areal per-tanian baru dalam rangka peningkatan produksi pangan. Di sam-ping itu pembangunan pengairan juga ditujukan untuk mengatur dan menjaga kelestarian sumber-sumber air, menunjang penye-diaan air untuk kesejahteraan masyarakat serta mendukung pem-bangunan industri dan kelistrikan.

Program pembangunan pengairan meliputi usaha-usaha peme-liharaan dan perbaikan jaringan irigasi yang sudah ada, pem-bangunan irigasi baru, reklamasi daerah rawa pasang surut dan non pasang surut serta penyelamatan hutan tanah dan air. Ke-giatan-kegiatan tersebut didukung dengan usaha penelitian dan perencanaan pengembangan sumber air.

Sejak tahun ketiga Repelita IV, dalam rangka mempertahan-kan swasembada pangan, pembangunan pengairan ditekankan pada penyelesaian proyek-proyek yang langsung dapat menunjang pro-gram Insus dan Supra Insus. Demikian pula dalam rangka mendu-kung peningkatan produksi perikanan tambak, pembangunan peng-airan ditekankan pada rehabilitasi dan pembangunan jaringan irigasi tambak. Selanjutnya kegiatan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi semakin ditingkatkan melalui partisipasi ma-syarakat. Kebijaksanaan ini sangat mendukung keberhasilan swa-sembada pangan dan meningkatkan penyediaan air baku untuk ke-butuhan industri.

VI/47

1. Program Perbaikan dan Pemeliharaan Jaringan Pengairan

Pelaksanaan perbaikan dan pemeliharaan jaringan irigasi pada tahun 1988/89 meliputi areal seluas 377.461 ha (Tabel VI-35), yang berarti meningkat 146,2% jika dibandingkan de-ngan tahun sebelumnya. Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksa-nakan meliputi perbaikan jaringan irigasi seluas 58.281 ha dan pemeliharaan berat seluas 319.180 ha. Selain itu, selama Repelita IV dilakukan pula kegiatan perbaikan dan Pemelihara-an seluas 5,37 juta hektar, termasuk pemeliharaan efisien se-luas 635.864 ha, penyerahan irigasi kecil (di bawah 500 ha) kepada Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) seluas 21.000 ha.

Di masa datang, dalam rangka mempertahankan dan mening-katkan efisiensi pemanfaatan prasarana irigasi yang telah di-bangun, jaringan irigasi semi teknis dan non teknis akan le-bih disempurnakan. Sedangkan dalam hal jaringan irigasi yang sifatnya sudah teknis, terus akan ditingkatkan efisiensi ke-giatan operasi dan pemeliharaannya. Selain itu partisipasi masyarakat petani pemakai air dalam melaksanakan kegiatan-ke-giatan operasi dan pemeliharaan juga akan dibina secara terus menerus, sehingga secara bertahap kegiatan tersebut dapat di-lakukan oleh Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A).

2. Program Pembangunan Jaringan Irigasi

Pada tahun 1988/89 melalui program ini telah dilaksana-kan pembangunan jaringan irigasi seluas 23.677 ha, yaitu di Jawa Barat, DI Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Suma-tera Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Bali dan Irian Jaya, yang keseluruhannya merupakan pembangunan jaring-an irigasi teknis. Di masa datang dalam rangka pembangunan jaringan irigasi baru perlu diupayakan keserasian antara pe-nyediaan sarana irigasi dan penyiapan pencetakan sawah, perlu dilanjutkan pembangunan irigasi sedang dan kecil agar dapat dimanfaatkan dalam waktu sekitar 1 sampai dengan 3 tahun. Di-samping perlu pula diusahakan untuk memanfaatkan air tanah untuk mengairi tanaman bernilai tinggi di daerah-daerah yang mempunyai sumber air terbatas dan untuk meningkatkan partisi-pasi petani dan sweats.

3. Program Pengembangan Daerah Rawa

Pada akhir Repelita IV melalui program ini telah dilak-sanakan kegiatan lanjutan pengembangan daerah rawa seluas

VI/48

TABEL VI - 35

HASIL PELAKSANAAN PROGRAM-PROGRAM PENGAIRAN,1983/84 - 1988/89

(ha)

1) Angka sementara

VI/49

15.027 ha. Kegiatan itu dilaksanakan melalui kegiatan pem-bangunan tata saluran reklamasi lahan pasang surut di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Se-latan, Kalimantan Tengah dan melalui kegiatan reklamasi rawa bukan pasang surut di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur.

Program pengembangan daerah rawa di masa mendatang, se-lain diarahkan untuk mendukung kegiatan Transmigrasi dan Ta-naman Pangan, juga ditujukan untuk mendukung ekspor non migas. Hal itu dilaksanakan antara lain dengan jalan membantu pengem-bangan perkebunan kelapa, merehabilitasi dan membangun jaring-an tata air tambak serta mengubah lahan rawa menjadi daerah industri.

4. Program Penyelamatan Hutan, Tanah dan Air

Selama Repelita IV dalam rangka mendukung rehabilitasi sumber alam seperti tanah dan air, program penyelamatan hu-tan, tanah dan air dilaksanakan melalui pendekatan terpadu daerah aliran sungai dan wilayah, yang meliputi perbaikan dan pengamanan sungai, perbaikan dan pengaturan sungai, penang-gulangan akibat bencana alam gunung berapi dan pengembangan daerah aliran sungai.

Dalam tahun terakhir Repelita IV, usaha-usaha pengamanan terhadap bencana banjir mencapai areal seluas 55.314 ha, ya-itu dengan jalan membuat chekdam, tanggul-tanggul banjir, nor-malisasi alur sungai, di sungai Ular, Bahbolon, Cimanuk, Ci-tarum, Citanduy, Serang, Bengawan Solo, Brantas dan Jenebe-rang. Selain itu diupayakan juga kegiatan untuk menanggulangi bencana banjir lahar akibat letusan gunung berapi di gunung Galunggung, Merapi, Semeru, Kelud dan gunung Agung.

Di masa datang, Program ini selain untuk menunjang sek-tor Pertanian, juga ditujukan untuk pengadaan air baku bagi keperluan industri dan rumah tangga, penggelontoran kota dan pengendalian mutu badan air yang diakibatkan oleh limbah in-dustri dan rumah tangga. Kegiatan-kegiatan tersebut diadakan di Tarum Barat (Jatiluhur), Citarum Hulu (pencemaran sungai Citarum) dan sungai Brantas.

VI/50

H. PENDIDIKAN, PENYULUHAN DAN PENELITIAN PERTANIAN DAN PENG-AIRAN

1. Pendidikan, Latihan dan Penyuluhan Pertanian

Dalam rangka meningkatkan produktivitas sumber daya ma-nusia di sektor pertanian, kegiatan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan terus ditingkatkan, baik bagi para petugas dan mau-pun bagi para petani dan nelayan. Dalam tahun 1988, sesuai dengan tantangan pembangunan pertanian masa depan, demi ber-kembangnya pertanian yang maju, efisien dan. tangguh, maka ke-giatan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan para petugas pertanian dalam bi-dang teknologi dan sosial ekonomi. Dengan demikian diharapkan para petugas akan mampu membina para petani untuk memanfaat-kan baik sumber daya yang tersedia dan peluang pasar yang ada secara optimal.

Pendidikan pertanian dilaksanakan melalui pendidikan for-mal, seperti Sekolah Pertanian Pembangunan (SPP) dan Akademi Usaha Perikanan (AUP). Sampai dengan tahun 1988 terdapat 222 SPP, terdiri dari 30 unit SPP Negeri, 86 unit SPP Daerah dan 106 unit SPP Swasta. Jumlah guru yang mendukung sekolah ter-sebut berjumlah 1.447 orang, meliputi 325 orang guru tetap pada SPP Negeri dan 1.122 orang guru tetap pada SPP Daerah dan Swasta. Sampai dengan Tahun 1988 Jumlah lulusan SPP men-capai 9.500 orang, sedangkan jumlah tamatan siswa AUP telah mencapai 189 orang.

Sampai dengan tahun 1988 jumlah pegawai yang telah dila-tih mencapai 148.393 orang. Pelatihan-pelatihan bagi mereka dilaksanakan di 35 unit Balai Latihan Pegawai Pertanian (BLPP). Sampai dengan tahun 1988 peserta tugas belajar, baik di dalam maupun di luar negeri, berjumlah 5.857 orang, yang terdiri atas 463 orang program gelar dan 5.394 program non gelar.

Sesuai dengan Keputusan Presiden RI No. 62 Tahun 1983, kegiatan penyuluhan terpadu dilakukan melalui koordinasi bim-bingan masal (Bimas), yang meliputi bidang pertanian tanaman pangan, peternakan, perikanan dan perkebunan dengan memperha-tikan jenis komoditi yang diprioritaskan. Dalam rangka menum-buhkan gerakan masal dalam program peningkatan kesejahteraan petani dan nelayan beserta keluarganya, kegiatan penyuluhan selalu disertai dengan penyediaan paket sarana produksi dan kredit. Kegiatan penyuluhan ini dilaksanakan melalui kursus

VI/51

tani, demonstrasi aneka usaha tani dan pembinaan kelompok ta-ni. Sampai dengan tahun 1988 jumlah kelompok tani yang sudah mendapat pembinaan mencapai 253.582 kelompok.

Kegiatan penyuluhan ini didukung oleh 1.501 Balai Penyu-luhan Pertanian (BPP), 29.115 orang Penyuluh Pertanian Lapang-an (PPL) dan 1.576 Penyuluh Pertanian Spesialis (PPS). PPS bertugas membina PPL, sedangkan PPL bertugas melaksanakan latihan dan kunjungan (laku) untuk setiap kelompok tani. Usaha tersebut dilakukan melalui kegiatan pertanian percontohan, petak percontohan, siaran pertanian melalui radio, televisi dan slide atau film. Di samping itu terdapat pula 27 buah Balai Informasi Pertanian (BIP).

2. Penelitian Pertanian dan Pengairan

Untuk meningkatkan produktivitas sumber daya alam dan efisiensi sistem produksi, kegiatan penelitian dan pengembang-an terus ditingkatkan. Penelitian komoditas pertanian dilak-sanakan secara terpadu mulai dari identifikasi sumber daya alam, penemuan teknologi siap pakai Sampai pencarian alterna-tif model usaha tani dalam pemanfaatan setiap sumber daya. Kegiatan penelitian ini didukung oleh pengembangan kemampuan para peneliti dan prasarana penelitian. Dalam tahun 1988 prio-ritas penelitian ditekankan pada pengembangan teknologi di lahan kering, lahan pantai, lahan rawa dan lahan pasang surut serta pada pengembangan metode konservasi lahan dan peningkat-an kerja lama dengan institusi penyuluhan pertanian.

Selama Repelita IV penelitian number daya alam menghasil-kan penelitian mengenai potensi sumber daya tanah melalui pe-metaan udara seluas 16.380.650 ha, tersebar di 11 propinsi. Survai tersebut dapat digunakan sebagai landasan perencanaan pembangunan pertanian pada tingkat regional. Di samping itu juga dilaksanakan pemetaan tanah yang meliputi areal seluas 344.611 ha di 14 propinsi. Penelitian sumber daya alam juga telah menghasilkan cara yang lebih efisien dalam penggunaan kapur untuk tanah masam, penggunaan berbagai pupuk P dan da-lam penggunaan urea untuk padi sawah. Sementara itu peneliti-an pola tanam di lahan kering telah berhasil meningkatkan produktivitas lahan melalui perbaikan cara bercocok tanam, penggunaan pupuk dan pengendalian visa tanaman ke dalam ta-nah.

Selanjutnya penelitian tanaman pangan dan hortikultura selama Repelita IV telah menghasilkan 23 varitas unggul padi,

VI/52

antara lain 14 varitas padi sawah, 6 varitas padi gogo dan 3 varitas padi rawa. Selanjutnya dihasilkan pula 2 varitas ja-gung, yakni varitas Kalingga dan Wiyasa, 2 varitas kedelai, Orbs dan Wilis, 6 varitas unggul kacang tanah, seperti Tupai, Tapir dan Pelanduk dan satu hibrida untuk kubis, hibrida 85-11.

Berbagai penelitian perkebunan dan tanaman industri te-lah berhasil membantu pelestarian plasma nutfah karet dengan penemuannya sekitar 6.012 klon karet dan 7 spesies havea. Pe-nelitian-penelitian itu juga telah menghasilkan 11 klon karet anjuran, 2 varitas unggul kelapa sawit, 14 calon klon teh, 4 varitas kelapa dalam, 2 galur garapan tembakau Virginia dan 6 pohon induk jambu mete. Selain itu telah dihasilkan pula tek-nologi untuk mengendalikan penggerek batang pada tanaman tebu dan penyakit cacar daun cengkeh, masing-masing dengan menggu-nakan lalat diatraeophaga striatalis dan jamur phyllosticta.

Penelitian di bidang peternakan telah menghasilkan pakan ternak bergizi tinggi yang bersumber dari daun lamtoro dan jerami padi. Di samping itu telah dihasilkan pula model usaha tani ternak di areal perkebunan. Selanjutnya juga telah dite-mukan vaksin untuk memberantas penyakit orf dan fox pada kam-bing dan domba.

Penelitian di bidang perikanan antara lain telah mengha-silkan budi daya sangkar terapung, teknik produksi udang ga-lah, teknik penyuntikan udang windu dan pengawetan kulit cu-cut. Di samping itu telah dihasilkan pula survai akustik un-tuk mengetahui stok di Selat Malaka, Irian Jaya Bagian Barat dan Waigeo.

Dalam rangka mempercepat penyebaran hasil-hasilnya, ke-giatan penelitian-penelitian tersebut didukung pula oleh pe-ngembangan komunikasi penelitian dalam bentuk penerbitan maja-lah, pengembangan data dasar dan pengembangan tenaga peneli-tian. Jumlah tenaga peneliti pada akhir 1988 mencapai 847 orang; terdiri dari 56 orang peneliti ahli, 116 orang peneli-ti madya, 280 orang ajun peneliti dan 395 orang asisten pene-liti. Jumlah balai penelitian ada 22 buah, sub balai peneli-tian 27 buah dan kebun serta kolam percobaan 17 buah.

Penelitian di bidang pengairan yang meliputi kegiatan survai dan penyelidikan dimaksudkan untuk mendukung perenca-naan teknis bangunan pengairan serta perencanaan dan tata lak-sana pengembangan wilayah sungai. Di samping itu penelitian

VI/53

pengairan juga ditujukan guna mendukung pengembangan irigasi dan reklamasi rawa dan pantai. Selanjutnya dalam usaha menun-jang diversifikasi pangan telah dikembangkan pula penelitian mengenai pengalokasian air untuk kepentingan berbagai komoditi pertanian. Selain itu, dalam rangka rasionalisasi investasi di subsektor pengairan, telah dilakukan pula penelitian mengenai kemampuan kelembagaan, baik pemerintah maupun masyarakat tani, dan kemampuan mobilisasi dana melalui iuran pelayanan irigasi.

VI/54